Anda di halaman 1dari 24

BAB 6

STATUS SOSIAL EKONOMI DAN KESEHATAN

A. STATUS SOSIAL EKONOMI


1. Pengertian Status Sosial Ekonomi
Istilah ekonomi berasal dari bahasa yunani, oikonomia. Kata
oikonomia berasal dari dua kata yaitu oikos dan nomos. oikos yang berarti
rumah tangga dan nomos berarti mengatur. jadi oikonomia berarti mengatur
rumah tangga. Rumah tangga diartikan secara lebih luas, rumah tangga disini
berkaitan dengan kelompok sosial yang dianggap sebagai rumah tangga
sebagai kesatuan kelompok manusia yang hidup menurut norma dan tata
aturan tertentu (M.T Ritonga, 2002:36).
Menurut George Soul, ekonomi adalah pengetahuan sosial yang
mempelajari tingkah laku manusia dalam kehidupan masyarakat khususnya
dengan usaha memenuhi kebutuhan dalam rangka mencapai kemakmuran dan
kesejahteraan (Richard G Lipsey dan Pete O Steiner, 1991:9).
Tidak hanya di Indonesia namun juga di luar negeri status sosial
ekonomi seseorang berpengaruh dalam kehidupan bermasyarakat, pekerjaan,
bahkan pendidikan. Menurut Polak (Abdulsyani, 2007:91) status (kedudukan)
memiliki dua aspek yaitu aspek yang pertama yaitu aspek struktural, aspek
struktural ini bersifat hierarki yang artinya aspek ini secara relatif mengandung
perbandingan tinggi atau rendahnya terhadap status-status lain, sedangkan
aspek status yang kedua yaitu aspek fungsional atau peranan sosial yang
berkaitan dengan status-status yang dimiliki seseorang. Kedudukan atau status
berarti posisi atau tempat seseorang dalam sebuah kelompok sosial. Makin
tinggi kedudukan seseorang dalam sebuah kelompok sosial. Makin tinggi
kedudukan seseorang maka makin mudah pula dalam memperoleh fasilitas
yang diperlukan dan diinginkan.
Kata status dalam kamus besar bahasa indonesia berarti keadaan atau
kedudukan (orang atau badan) dalam hubungan dengan masyarakat di
sekelilingnya (kamus besar bahasa Indonesia, 1988). Menurut Soerjono
Soekanto (Abdulsyani, 2007:92), status sosial merupakan tempat seseorang
secara umum dalam masyarakatnya yang berhubungan dengan orang-orang
lain, hubungan dengan orang lain dalam lingkungan pergaulannya, prestisenya
dan hak-hak serta kewajibannya. Status sosial ekonomi menurut Mayer
(Soekanto, 2007:207) berarti kedudukan suatu individu dan keluarga
berdasarkan unsur-unsur ekonomi.
Menurut Nasution, kedudukan atau status menenutkan posisi
seseorang dalam struktur sosial, yakni menentukan hubungan dengan orang
lain. Status atau kedudukan individu, apakah ia berasal dari golongan atas atau
ia berasal dari golongan bawah dari status orang lain, hal ini mempengaruhi
peranannya. peranan adalah konsekuensi atau akibat kedudukan atau status
sosial ekonomi seseorang. Tetapi cara seseorang membawakan
peranannya tergantung pada kepribadian dari setiap individu, karena
individu satu dengan yang lain berbeda (Nasution, 1994:73).
Sedangkan FS. Chapin (Kaare, 1989:26) mengungkapkan status
sosial ekonomi merupakan posisi yang ditempati individu atau keluarga
yang berkenaan dengan ukuran rata-rata yang umum berlaku tentang
kepemilikan kultural, pendapatan efektif, pemilikan barang dan partisipasi
dalam aktifitas kelompok dari komunitasnya. Sehingga dapat disimpulkan
bahwa status sosial ekonomi adalah tinggi rendahnya prestise yang
dimiliki seseorang berdasarkan kedudukan yang dipegangnya dalam suatu
masyarakat berdasarkan pada pekerjaan untuk memenuhi kebutuhannya
atau keadaan yang menggambarkan posisi atau kedudukan suatu keluarga
masyarakat berdasarkan kepemilikan materi.
Selain ditentukan oleh kepemilikan materi, status sosial ekonomi
seseorang dapat didasarkan pada beberapa unsur kepentingan manusia
dalam kehidupannya, status dalam kehidupan masyarakat, yaitu status
pekerjaan, status dalam sistem kekerabatan, status jabatan dan status
agama yang dianut. Dengan memiliki status, seseorang dapat berinteraksi
dengan baik terhadap individu lain (baik status yang sama maupun status
yang berbeda), bahkan banyak pergaulan sehari-hari seseorang tidak
mengenal seseorang secara individu, namun hanya mengenal status
individu tersebut. Status sosial ekonomi orang tua berkaitan dengan
kedudukan dan prestise seseorang atau keluarga dalam masyarakat serta
usaha untuk menciptakan barang dan jasa, demi terpenuhinya kebutuhan
baik jasmani maupun rohani.
Status sosial merupakan keadaan kemasyarakatan yang selalu
mengalami perubahan-perubahan melalui proses sosial. Proses sosial
terjadi karena adanya interaksi sosial. Menurut Abdulsyani (2002:152),
interaksi sosial diartikan sebagai hubungan timbale balik yang
dinamis yang menyangkut hubungan antara orang-orang secara
perseorangan, antara kelompok manusia maupun antara orang
dengan kelompok-kelompok manusia. Sedangkan kondisi ekonomi
adalah keadaan atau kenyataan yang terlihat atau terasakan oleh indera
manusia tentang keadaan orang tua dan kemampuan orang tua dalam
memenuhi kebutuhannya. Jadi permasalahan ekonomi yang dihadapi
orang tua atau keluarga utama adalah usaha atau upaya orang tua atau
keluarga untuk dapat memenuhi kebutuhannya sehingga mencapai
kemakmuran. Kebutuhan yang dimaksud adalah kebutuhan jasmani
(material) dan kebutuhan rohani (spiritual). Kondisi sosial ekonomi orang
tua dalam kehidupan sehari-hari dihadapkan pada dua hal yang
saling berhubungan yaitu adanya sumber-sumber penghasilan yang
dimiliki orang tua atau keluarga (pendapatan) yang sifatnya terbatas yang
akan digunakan untuk membiayai atau memenuhi kebutuhan keluarga
yang tidak terbatas baik jumlah maupun kualitasnya.
Menurut proses perkembangannya, status sosial dapat
dibedakan menjadi dua macam, yaitu:
1. Ascribet status atau status yang diperoleh atas dasar
keturunan. Kedudukan ini diperoleh atas dasar turunan atau
warisan dari orang tuanya, jadi sejak lahir seseorang telah
diberi kedudukan dalam masyarakat. Contoh seorang suami
dikodratkan memiliki status berbeda dengan istri dan anaknya dalam
keluarga, di masa dimana emansipasi telah berkembang di bidang
pendidikan, politik, pekerjaan dan jabatan, wanita berkedudukan
sama dengan laki-laki namun wanita tidak akan bisa menyamai
laki-laki dalam hal fisik dan biologis (Abdulsyani,2007: 93).

(Contoh Achived status presiden, juara olahraga, Award, Miss World,


Presente kondang, dll)
2. Achieved status atau status yang diperoleh atas dasar usaha yang
dilakukan secara sengaja. Kedudukan ini diperoleh setelah
seseorang berusaha melalui usaha-usaha yang dilakukan berdasarkan
kemampuannya agar dapat mencapai kedudukan yang diinginkan.
Contoh seseorang bisa mendapatkan jabatan sebagai manager
perusahaan asalkan bisa memenuhi syarat yang telah ditentukan dan
berusaha serta bekerja keras dalam proses pencapaian tujuannya
(Basrowi, 2005:63).
Mayor Polak membedakan lagi atas satu macam status yaitu
Assigned status atau status yang diberikan. Status ini berhubungan erat
dengan achieved status, status ini biasanya diperoleh karena
pertimbangan tertentu sehingga status tersebut diberikan, sebagai contoh
seseorang yang telah berjasa dalam memperjuangkan sesuatu dalam
memenuhi kepentingan dan kesejahteraan masyarakat, individu yang
bersangkutan mendapatkan status tersebut.
Dari pemaparan tentang status sosial ekonomi di atas, dapat
disimpulkan bahwa status sosial ekonomi adalah tinggi rendahnya
prestise yang dimiliki seseorang berdasarkan kedudukan yang
dipegangnya dalam suatu masyarakat berdasarkan pada pekerjaan untuk
memenuhi kebutuhannya atau keadaan yang menggambarkan posisi atau
kedudukan suatu keluarga dalam masyarakat berdasarkan kepemilikan
materi, dan lainnya yang dapat menunjukkan status sosial ekonomi yang
dimiliki individu tersebut.
2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Status Sosial Ekonomi
Soekanto memiliki ukuran atau kriteria dalam menggolongkan
anggota masyarakat dalam suatu lapisan sosial, kriteria tersebut
diantaranya ukuran kekayaan, ukuran kekuasaan, ukuran kehormatan dan
ukuran ilmu pengetehuan. Namun status sosial ekonomi masyarakat juga
dapat dilihat dari beberapa faktor yang mempengaruhi, yaitu:

a) Pekerjaan
Manusia adalah makhluk yang berkembang dan makhluk
yang aktif. Manusia disebut sebagai makhluk yang suka bekerja,
manusia bekerja untuk memenuhi kebutuhan pokoknya yang terdiri
dari pakaian,sandang, papan, serta memenuhi kebutuhan sekunder
seperti pendidikan tinggi, kendaraan, alat hiburan dan sebagainya
(Mulyanto, 1985:2).
Pekerjaan akan menentukan status sosial ekonomi karena dari
bekerja segala kebutuhan akan dapat terpenuhi. Pekerjaan tidak
hanya mempunyai nilai ekonomi namun usaha manusia untuk
mendapatkan kepuasan dan mendapatkan imbalan atau upah,
berupa barang dan jasa akan terpenuhi kebutuhan hidupnya.
Pekerjaan seseorang akan mempengaruhi kemampuan ekonominya,
untuk itu bekerja merupakan suatu keharusan bagi setiap individu
sebab dalam bekerja mengandung dua segi, kepuasan jasmani dan
terpenuhinya kebutuhan hidup. Dalam kaitan ini Soeroto (1986:5)
memberikan definisi mengenai pekerjaan adalah kegiatan yang
menghasilkan barang dan jasa bagi diri sendiri atau orang lain, baik
orang melakukan dengan dibayar atau tidak.
Soeroto (1986:167) menjelaskan bahwa dengan bekerja orang
akan memperoleh pendapatan, dari pendapatan yang diterima
orang tersebut diberikan kepadanya dan keluarganya untuk
mengkonsumsi barang dan jasa hasil pembangunan dengan
demikian menjadi lebih jelas, barang siapa yang mempunyai
produktif, maka ia telah nyata berpartisipasi secara nyata dan aktif
dalam pembangunan.
Ditinjau dari segi sosial, tujuan bekerja tidak hanya
berhubungan dengan aspek ekonomi/mendapatkan pendapatan
(nafkah) untuk keluarga saja, namun orang yang bekerja juga
berfungsi untuk mendapatkan status, untuk diterima menjadi bagian
dari satu unit status sosial ekonomi dan untuk memainkan suatu
peranan dalam statusnya (Kartono, 1991:21).
Jadi untuk menentukan status sosial ekonomi yang dilihat dari
pekerjaan, maka jenis pekerjaan dapat diberi batasan sebagai berikut:
1. Pekerjaan yang berstatus tinggi, yaitu tenaga ahli teknik dan
ahli jenis, pemimpin ketatalaksanaan dalam suatu instansi baik
pemerintah maupun swasta, tenaga administrasi tata usaha.
2. Pekerjaan yang berstatus sedang, yaitu pekerjaan di bidang
penjualan dan jasa.
3. Pekerjaan yang berstatus rendah, yaitu petani dan operator alat
angkut atau bengkel.
Tingkat pekerjaan orang tua yang berstatus tinggi sampai
rendah tampak pada jenis pekerjaan orang tua, yaitu sebagai berikut:
1. Pekerjaan yang menunjukkan status sosial ekonomi
tinggi, PNS golongan IV ke atas, pedagang besar, pengusaha
besar, dokter,.
2. Pekerjaan yang menunjukkan status sosial ekonomi sedang
adalah pensiunan PNS golongan IV A ke atas, pedagang
menengah, PNS golongan IIIb-IIId, guru SMP /SMA, TNI,
kepala sekolah, pensiunan PNS golongan IId-IIIb, PNS
golongan IId-IIIb, guru SD, usaha toko.
3. Pekerjaan yang menunjukkan status sosial ekonomi rendah
adalah tukang bangunan, tani kecil, buruh tani, sopir angkutan,
dan pekerjaan lain yang tidak tentu dalam mendapatkan
penghasilan tiap bulannya (Lilik, 2007).
b) Pendidikan
Pendidikan berperan penting dalam kehidupan manusia,
pendidikan dapat bermanfaat seumur hidup manusia. Dengan
pendidikan, diharapkan seseorang dapat membuka pikiran untuk
menerima hal-hal baru baik berupa teknologi, materi, sistem
teknologi maupun berupa ide- ide baru serta bagaimana cara berpikir
secara alamiah untuk kelangsungan hidup dan kesejahteraan dirinya,
masyarakat dan tanah airnya.
Ngadiyono (1998:46) membedakan pendidikan berdasarkan isi
program dan penyelenggaraannya menjadi 3 macam, yaitu:
1. Pendidikan formal merupakan pendidikan resmi di
sekolah-sekolah, penyelenggaraannya teratur dengan
penjenjangan yang tegas, persyaratan tegas, disertai
peraturan yang ketat, pendidikan ini didasarkan pada
peraturan yang tegas.
2. Pendidikan informal merupakan pendidikan yang
diperoleh melalui hasil pengalaman, baik yang diterima
dalam keluarga maupun masyarakat. Penjenjangan dan
penyelenggaraannya tidak ada, sistemnya tidak
diformulasikan.
3. Pendidikan non formal merupakan pendidikan yang
dilakukan di luar sekolah, penyelenggaraannya teratur. Isi
pendidikannya tidak seluar pendidikan formal, begitu juga
dengan peraturannya.
Tingkat pendidikan orang tua bergerak dari tamat D3-
sarjana, tamat SMA, Tamat SMP dan Tamat SD. Seseorang
yang telah mendapatkan pendidikan diharapkan dapat lebih baik
dalam kepribadian, kemampuan dan ketrampilannya agar bisa lebih
baik dalam bergaul dan beradaptasi di tengah-tengah kehidupan
masyarakat, sehingga mempermudah seseorang dalam memenuhi
kebutuhan hidupnya (Abdullah, 1993:327).
c) Pendapatan
Christoper dalam Sumardi (2004) mendefinisikan pendapatan
berdasarkan kamus ekonomi adalah uang yang diterima oleh
seseorang dalam bentuk gaji, upah sewa, bunga, laba dan lain
sebagainya.
Biro pusat statistik merinci pendapatan dalam kategori sebagai
berikut:
1. Pendapatan berupa uang adalah segala penghasilan berupa
uang yang sifatnya regular dan diterima biasanya sebagai
balas atau kontra prestasi, sumbernya berasal dari:
a. Gaji dan upah yang diterima dari gaji pokok, kerja
sampingan, kerja lembur dan kerja kadang-kadang.
b. Usaha sendiri yang meliputi hasil bersih dari usaha
sendiri, komisi, penjualan dari kerajinan rumah.
c. Hasil investasi yakni pendapatan yang diperoleh dari
hak milik tanah. Keuntungan serial yakni pendapatan
yang diperoleh dari hak milik.
2. Pendapatan yang berupa barang yaitu: pembayaran upah
dan gaji yang ditentukan dalam beras, pengobatan,
transportasi, perumahan dan kreasi.
Berdasarkan penggolongannya BPS (Badan Pusat
Statistik) membedakan pendapatan penduduk menjadi 4 golongan
yaitu:
1) Golongan pendapatan sangat tinggi adalah jika pendapatan
rata-rata lebih dari Rp. 3.500.000 per bulan.
2) Golongan pendapatan tinggi adalah jika pendapatan rata-
rata antara Rp 2.500.000 s/d Rp. 3.500.000 per bulan.
3) Golongan pendapatan sedang adalah jika pendapatan rata-
rata dibawah antara Rp. 1.500.000 s/d 2.500.000 per bulan.
4) Golongan pendapatan rendah adalah jika pendapatan
rata-rata Rp 1.500.000 per bulan.
d) Jumlah Tanggungan Orang Tua
Proses pendidikan anak dipengaruhi oleh keadaan keluarga
sebagai berikut: pertama adalah ekonomi orang tua yang banyak
membantu perkembangan dan pendidikan anak. Kedua adalah
kebutuhan keluarga, kebutuhan keluarga yang dimaksud adalah
kebutuhan dalam struktur keluarga yaitu adanya ayah, ibu dan
anak. Ketiga adalah status anak, apakah anak tunggal, anak kedua,
anak bungsu, anak tiri, atau anak angkat.
Jumlah tanggungan orang tua yaitu berapa banyak
anggota keluarga yang masih bersekolah dan membutuhkan biaya
pendidikan, yaitu 1 orang, 2 orang, 3 orang, lebih dari 4 orang (Lilik,
2007).
e) Pemilikan
Pemilikan barang-barang yang berhargapun dapat digunakan
untuk ukuran tersebut. Semakin banyak seseorang memiliki
sesuatu yang berharga seperti rumah dan tanah, maka dapat
dikatakan bahwa orang itu mempunyai kemampuan ekonomi yang
tinggi dan mereka semakin dihormati oleh orang-orang di sekitarnya.
Apabila seseorang memiliki tanah sendiri, rumah sendiri,
sepeda motor, mobil, komputer, televisi dan tape biasanya mereka
termasuk golongan orang mampu atau kaya. Apabila seseorang
belum mempunyai rumah dan menempati rumah dinas, punya
kendaraan, televisi, tape, mereka termasuk golongan sedang.
Sedang apabila seseorang memiliki rumah kontrakan, sepeda dan
radio biasanya termasuk golongan biasa.
f) Jenis Tempat Tinggal
Menurut Kaare Svalastoga dalam Sumardi (2004) untuk
mengukur tingkat sosial ekonomi seseorang dari rumahnya, dapat
dilihat dari:
1) Status rumah yang ditempati, bisa rumah sendiri,
rumah dinas, menyewa, menumpang pada saudara atau ikut
orang lain.
2) Kondisi fisik bangunan, dapat berupa permanen, kayu dan
bambu. Keluarga yang keadaan sosial ekonominya tinggi,
pada umumnya menempati rumah permanen, sedangkan
keluarga yang keadaan sosial ekonominya menengah
kebawah menggunakan semi permanen atau tidak
permanen.
3) Besarnya rumah yang ditempati, semakin luas rumah yang
ditempati pada umumnya semakin tinggi tingkat sosial
ekonominya.
Rumah dapat mewujudkan suatu tingkat sosial ekonomi bagi
keluarga yang menempati. Apabila rumah tersebut berbeda dalam hal
ukuran kualitas rumah. Rumah yang dengan ukuran besar, permanen
dan milik pribadi dapat menunjukkan bahwa kondiri sosial
ekonominya tinggi berbeda dengan rumah yang kecil, semi permanen
dan menyewa menunjukkan bahwa kondisi sosial ekonominya
rendah.
3. Aspek-aspek status sosial ekonomi
Menurut Talcon Parsons (dalam Taufik Rahman: 2008),
berpendapat bahwa beberapa indikator tentang penilaian seseorang
mengenai kedudukan seseorang dalam lapisan sosial di masyarakat antara
lain (a) bentuk ukuran rumah, keadaan perawatan, tata kebun, dan
sebagainya, (b) wilayah tempat tinggal, apakah bertempat di kawasan
elite atau kumuh, (c) pekerjaan atau profesi yang dipilih seseorang, (d)
sumber pendapatan. Total penghasilan, pengeluaran, simpanan dan
kepemilikan harta yang bernilai ekonomis merupakan indikator untuk
menentukan tingkat kondisi ekonomi seseorang (Abdulsyani, 2008).
Jadi dapat disimpulkan bahwa indikator dari status sosial ekonomi
antara lain adalah:
1. Pendidikan
2. Pekerjaan
3. Pendapatan
4. Status kepemilikan
5. Tanggungan
6. Jenis tempat tinggal
7. Menu makanan sehari-hari
8. Status dalam masyarakat
9. Partisipasi dalam masyarakat
12

4. Klasifikasi Status Sosial Ekonomi


Klasifikasi status sosial ekonomi menurut Coleman dan Cressey
dalam Sumardi (2004) adalah:
a. Status sosial ekonomi atas
Status sosial ekonomi atas merupakan kelas sosial yang
berada paling atas dari tingkatan sosial yang terdiri dari orang-
orang yang sangat kaya seperti kalangan konglomerat, mereka
sering menempati posisi teratas dari kekuasaan. Sedangkan
Sitorus (2000) menyatakan bahwa status sosial ekonomi
atas yaitu status atau kedudukan seseorang di masyarakat
yang diperoleh berdasarkan penggolongan menurut harta
kekayaan, dimana harta kekayaan yang dimiliki di atas rata-rata
masyarakat pada umumnya dan dapat memenuh kebutuhan
hidupnya dengan baik. Havinghurst dan Taba dalam Wijaksana
(1992), masyarakat dengan status sosial atas yaitu sekelompok
keluarga dalam masyarakat yang jumlahnya relatif sedikit dan
tinggal di kawasan elit perkotaan.
Berdasarkan pendapat beberapa ahli di atas, dapat
disimpulkan bahwa status sosial ekonomi atas adalah status
sosial atau kedudukan seseorang di masyarakat yang diperoleh
berdasarkan penggolongan menurut kekayaan, dimana harta
yang dimiliki ada di atas rata-rata masyarakat pada umumnya
dan dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari dengan baik.
b. Status sosial ekonomi bawah
Menurut Sitorus (2000) status sosial ekonomi bawah
adalah kedudukan seseorang di masyarakat yang diperoleh
berdasarkan penggolongan menurut kekayaan, dimana
harta kekayaan yang dimiliki termasuk kurang jika
dibandingkan dengan rata-rata masyarakat pada umumnya serta
tidak mampu dalam memenuhi kebutuhan hidup sehari-haru.
Sedangkan menurut Havinghurst dan Taba dalam
Wijaksana (1992) mengemukakan masyarakat dengan status
13

sosial ekonomi bawah adalah masyarakat dalam jumlah


keluarga yang cukup besar dan juga pada umumnya
cenderung selalu konflik dengan aparat hukum.
5. Tingkat Status Sosial Ekonomi
Ada beraneka ragam masyarakat yang kita jumpai dalam kehidupan
bermasyarakat diantaranya ada yang kaya dan ada yang miskin. Ada
yang berada pada tingkat pendidikan yang tinggi ada pula yang
belum bisa mengenyam dunia pendidikan. Hal ini menunjukkan bahwa
dalam kehidupan bermasyarakat dimanapun berada pasti menunjukkan
adanya strata sosial karena terdapat perbedaan tingkat ekonomi,
pendidikan, status sosial, kekuasaan dan sebagainya.
Sistem pelapisan masyarakat ini biasa dikenal dengan
stratifikasi sosial. stratifikasi sosial menurut Pitirim A Sorokin yaitu
perbedaan penduduk atau masyarakat ke dalam kelas kelas yang tersusun
secara bertingkat (hierarkis) (Wahyu, 1986:98). Sementara Max Weber
mendefinisikan stratifikasi sosial merupakan penggolongan orang-orang
yang masuk dalam suatu sistem sosial tertentu kedalam lapisan hierarki
menurut dimensi kekuasaan, previlese, dan prestise (Abubakar, 2010:373)
cuber mengartikan stratifikasi sosial sebagai suatu pola yang
ditempatkan di atas kategori dari hak-hak yang berbeda.
Sejumlah ilmuan sosial membedakan antara tiga lapisan atau lebih.
Warner membagi tingkat status sosial ekonomi orang tua dalam 6 kelas,
yaitu kelas atas atas (upper-upper), atas bawah (lower upper),
menengah atas (upper middle), menengah bawah (lower middle), bawah
atas (upper lower), dan bawah bawah (lower lower) (Sunarto, 2004:88).
Secara garis besar perbedaan yang ada dalam masyarakat
berdasarkan materi yang dimiliki seseorang yang disebut sebagai
kelas sosial (social class). M. Arifin Noor membagi kelas sosial dalam
tiga golongan, yaitu:
14

a. Kelas atas (upper class)


Upper class berasal dari golongan kaya raya seperti
golongan konglomerat, kelompok eksekutif, dan sebagainya.
Pada kelas ini segala kebutuhan hidup dapat terpenuhi dengan
mudah, sehingga pendidikan anak memperoleh prioritas utama,
karena anak yang hidup pada kelas ini memiliki sarana dan
prasarana yang memadai dalam belajarnya dan memiliki
kesempatan untuk mendapatkan pendidikan tambahan sangat besar.
Kondisi demikian tentu akan membangkitkan semangat anak untuk
belajar karena fasilitas mereka dapat dipenuhi oleh orang tua
mereka.
b. Kelas menengah (middle class)
Kelas menengah biasanya diidentikkan oleh kaum
profesional dan para pemilik toko dan bisnis yang lebih kecil.
Biasanya ditempati oleh orang-orang yang kebanyakan berada pada
tingkat yang sedang-sedang saja.
Kedudukan orang tua dalam masyarakat terpandang,
perhatian mereka terhadap pendidikan anak-anak terpenuhi dan
mereka tidak merasa khawatir akan kekurangan pada kelas ini,
walaupun penghasilan yang mereka peroleh tidaklah berlebihan
tetapi mereka mempunyai sarana belajar yang cukup dan waktu
yang banyak untuk belajar.
c. Kelas bawah (lower class)
Menurut Mulyanto Sumardi kelas bawah adalah golongan
yang memperoleh pendapatan atau penerimaan sebagai imbalan
terhadap kerja mereka yang jumlahnya jauh lebih sedikit
dibandingkan dengan kebutuhan pokoknya (Sumardi, 1982:80-81).
Mereka yang termasuk dalam kategori ini adalah sebagai orang
miskin dan kehilangan amnisi dalam merengkuh keberhasilan yang
lebih tinggi. Golongan ini antara lain pembantu rumah tangga,
pengangkut sampah dan lain-lain. Penghargaan mereka terhadap
15

kehidupan dan pendidikan anak sangat kecil dan sering kali


diabaikan, karena ini sangat membebankan mereka. Perhatian
mereka terhadap keluarga pun tidak ada, karena mereka tidak
mempunyai waktu luang untuk berkumpul dan berhubungan antar
anggota keluarga kurang akrab. Disini keinginan-keinginan yang
dimiliki upper class itu kurang terpenuhi karena alasan-alasan
ekonomi dan sosial.
Konsep tentang stratifikasi sosial tergantung pada cara
seseorang dalam menentukan golongan sosial tersebut. Golongan
sosial timbul karena adanya perbadaan status di kalangan
masyarakat. Untuk menentukan stratifikasi sosial dapat diikuti
dengan tiga metode, yaitu:
1. Metode obyektif, stratifikasi ditentukan berdasarkan kriteria
obyektif antara lain jumlah pendapatan, lama atau tinggi
pendidikan dan jenis pekerjaan.
2. Metode subyektif, dalam metode ini golongan sosial
dirumuskan menurut pandangan anggota masyarakat menilai
dirinya dalam hierarki kedudukan dalam masyarakat itu.
3. Metode reputasi, metode ini dikembangkan oleh W. Lyod
Warner cs.
Dalam metode ini golongan sosial dirumuskan menurut
bagaimana masing-masing anggota masyarakat menempatkan dirinya
dalam stratifikasi masyarakat tersebut. Kesulitan penggolongan itu
sering tidak sesuai dengan tanggapan orang dalam kehidupan sehari-
hari yang nyata tentang golongan sosial masing-masing.
Ukuran yang biasa dipakai untuk menggolongkan masyarakat
dapat dilihat dengan kekayaan ilmu pengetahuan. Kriteria sosial
ekonomi dapat dibedakan dari jabatan, jumlah dan sumber
pendapatan, tingkat pendidikan, agama, jenis dan luas rumah, lokasi
rumah, asal keturunan, partisipasi dalam kegiatan organisasi. Status
seseorang tercermin pula dari tipe dan letak tempat tinggalnya seperti
perbedaan ukuran rumah dan tanah, desain rumah, dan perlengakapan
16

rumah. Tidak hanya itu, setiap kegiatan dapat memunculkan simbol


status sosial ekonomi individu tersebut, baik dalam kegiatan rekreasi
sekalipun.
Selain itu Gunawan (2000) mengemukakan mengenai ciri-ciri
umum keluarga dengan status sosial ekonomi atas dan bawah yaitu:
a. Ciri-ciri keluarga dengan status sosial ekonomi atas:
1. Tinggal di rumah-rumah mewah dengan pagar yang
tinggi dan berbagai model yang modern dengan status hak
milik.
2. Tanggungan keluarga kurang dari lima orang atau pencari
nafkah masih produktif yang berusia dibawah 60 tahun dan
tidak sakit.
3. Kepala rumah tangga bekerja dan biasanya menduduki tingkat
professional ke atas.
4. Memiliki modal usaha.
b. Ciri-ciri keluarga dengan status sosial ekonomi bawah:
1. Tinggal di rumah kontrakan atau rumah sendiri namun
kondisinya masih amat sederhana seperti terbuat dari kayu atau
bahan lain dan bukan dari batu.
2. Tanggungan keluarga lebih dari lima orang atau pencari nafkah
sudah tidak produktif lagi, yaitu berusia 60 tahun dan sakit-
sakitan.
3. Kepala rumah tangga menganggur dan hidup dari bantuan
sanak saudara dan bekerja sebagai buruh atau pekerja rendahan
seperti pembantu rumah tangga, tukang sampah dan lainnya.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa status sosial ekonomi dapat
dilihat dari tingkat pendidikan, pekerjaan, tempat tinggal dan
kekayaan yang dimiliki individu yang bersangkutan.
17

B. KESEHATAN
Kesehatan merupakan hal yang sangat penting bagi kehidupan
manusia. Kesehatan dapat dikemukakan dengan dua pengertian sehat,
terutama dalam arti sempit dan arti luas. Secara sempit sehat diartikan
bebas dari penyakit, cacat dan kelemahan. Sedangkan secara luas, sehat berarti
sehat secara fisik, mental maupun sosial. Dari penjelasan di bagian Status
sosial ekonomi, maka dari itu kesehatan yang ditinjau dari pengertiannya
yang tidak hanya berarti sehat secara fisik dan mental tetapi juga sehat secara
sosial maka sosial ekonomi juga dapat mempengaruhi kesehatan individu
atau kelompok itu sendiri.
Dalam hasil sebuah penelitian tentang Personal Hygiene diketahui
bahwa terdapat 61,1% responden yang berstatus sosial ekonomi rendah terkena
skabies, hal ini di sebabkan oleh kurang terpenuhinya kebutuhan sarana dan
prasana persoanal hygiene sehingga terpaksa santri memakai atau
meminjam kepada sesama temannya maka disinilah kunci terjadinya
penularan tungau scabie/skabies. Dan 24,2% responden yang berstatus
sosial tinggi yang terkena skabies, hal ini disebabkan oleh kurangnya
kesadaran responden terhadap personal hygiene. Hal ini sejalan dengan
teori Adhi (2008) yang mengatakan bahwa salah satu faktor yang menunjang
terjadinya penyakit skabies adalah salah satunya sosial ekonomi yang rendah.
Hasil SKRT (Survei Kesehatan Ru- mah Tangga) tahun 1995
menunjukkan bahwa 83 per 1000 penduduk menderita hipertensi, 3 per 1000
penduduk mengalami penyakit jantung iskemik dan stroke, 1,2% penduduk
mengalami diabetes, 6,8% mengalami kelebihan berat badan dan 1,1%
obesitas. Penyakit kanker merupakan 6% penyebab kematian di Indonesia.
Penyakit kardiovaskuler sebagai penyebab kematian telah turun dari urutan ke
11 (SKRT 1972) menjadi urutan 3 (SKRT 1986) dan menjadi penyebab
kematian utama (SKRT 1992 dan 1995). Organisasi Kesehatan dunia (WHO)
memperkirakan penyakit tidak menular telah menyebabkan sekitar 60%
kematian dan 43% seluruh kesakitan di dunia. Angka kematiaan dan kesakitan
tersebut sebagian besar terjadi pada penduduk dengan sosial ekonomi
menengah ke bawah.
18

Problematika sosial ekonomi masyarakat khususnya di perkotaan


memiliki kompleksitas yang sangat tinggi. Masyarakat perkotaan dengan
kemajemukan yang tinggi dari sisi tingkat pendidikan, strata sosial, dan
ekonomi berpengaruh terhadap segala aspek kehidupan, termasuk perilaku
hidup sehat.
Tingkat pendidikan yang dicerminkan dari lamanya seseorang
menempuh jalur pendidikan formal telah memberikan sumbangan terhadap
penguasaan atas ilmu pengetahuan teknologi. Dengan demikian tingkat
pendidikan secara tidak langsung akan membentuk watak dan perilaku
masyarakat. Karena dukungan pengetahuan yang memadai, seseorang mampu
menghindarkan diri dari perilaku- perilaku yang kontra produktif terhadap
kesehatan pribadi dan lingkungannya.
Kondisi tersebut juga berlaku pada tingkat sosial ekonomi masyakarat,
seperti laporan WHO bahwa angka kesakitan (morbidity rate) dan angka
kematian (death rate) terbesar terjadi pada kelom- pok masyarakat dengan
kondisi sosial ekonomi menengah ke bawah. Apabila dikaitkan dengan teori
kebutuhan Maslow, maka kelompok masyarakat ini umumnya hanya mampu
memenuhi kebutuhan dasar, sehingga belum ada kemampuan untuk memenuhi
ketubuhan yang sifatnya lebih tinggi seperti pemeliharaan kesehatan dan
sebagainya (Moeslihoen Rosjdan, 1990:32).
Kondisi Sosial Ekonomi Menurut Conyers (1991: 5) kata sosial
ekonomi mengandung pengertian sebagai sesuatu yang non moneter sifatnya
yang bertalian dengan kualitas kehidu- pan insani. Sedangkan ekonomi
dijelaskan sebagai lawan dari pengertian sosial yaitu dilibatkan kaitannya
dengan uang. Dengan demikian kondisi sosial ekonomi berdasarkan pengertian
di atas merupakan suatu kondisi yang terkait secara moneter dan non moneter.
Kondisi sosial ekonomi keluarga didasarkan pada pendapatan keluarga, tingkat
pendidikan orang tua, pendapatan orang orang tua dan status sosial di dalam
masyarakat seperti, hubungan den- gan masyarakat, asosiasi dalam kelompok
masyarakat, dan persepsi masyarakat atas keluarga (Demarest et all, 1993).
Kondisi sosial ekonomi yang digunakan dalam penelitian ini tingkat
pendapatan keluarga dan tingkat kesejahteraan keluarga. Tingkat pendapatan
19

adalah pendapatan yang diperoleh kepala keluarga beserta anggota keluarganya


yang bersumber dari sektor formal, sektor informal dan sektor subsistem
dalam waktu satu bulan yang diukur berdasarkan rupiah (Soemardi dan Hans
Dieter Evers, 1982: 8).
Pendapatannya yang nampaknya lebih berat ke arah indikator ekonomi
daripada indikator sosial, ternyata mempunyai berbagai macam implikasi sosial
yang teramat penting karena income tersebut merupakan faktor pokok untuk
menentukan keterlibatan masyarakat dalam pelayanan sosial serta berbagai
jenis pelayanan dan barang produksi lainnya yang ternyata sangat menentukan
tingkat rata-rata kehidupan seseorang atau masyarakat itu sendiri.
Berdasarkan jumlah pendapatan yang diperoleh oleh suatu rumah
tangga yang bersumber dari pendapatan formal, informal dan subsistem, rumah
tangga dapat dikelompokkan menjadi empat jenjang yaitu;
(1) golongan keluarga berpendapatan sangat rendah
(2) golongan berpeng- hasilan rendah
(3) golongan berpenghasilan sedang
(4) golongan berpenghasilan menengah
(5) golongan berpenghasilan tinggi
Aspek ekonomi yang sering disebut dengan faktor utama tidak
dinyatakan secara tegas. Artinya tidak diutamakan dalam bentuk nominal.
Pengertian keluarga sejahtera dalam arti ekonomi dijelaskan ukuran yang
dipergunakan bersifat abstrak, maksudnya ukuran cukup sangat ditentukan oleh
tingkat kebutuhan setiap keluarga. Aspek psikologi memberikan pengertian
keluarga sejahtera sebagai keluarga yang dapat berbahagia lahir dan batin.
Ukuran kebahagiaan ini tentunya tidak tercermin dalam angka, namun dilihat
melalui kondisi fisik, ekspresi tindakan dan perilaku setiap anggota
keluarganya.
Pendidikan merupakan salah satu aspek penting dalam kehidupan
masyarakat yang sangat berperan meningkatkan kuali- tas hidup. Secara umum
semakin tinggi tingkat pendidikan suatu masyarakat, maka akan semakin baik
kualitas sumber dayanya. Dalam pengertian sehari-hari pendidikan adalah
upaya sadar seseorang untuk meningkatkan pengetahuan, ketrampilan, serta
20

memperluas wawasan. Pada dasarnya pendidikan yang diupayakan bukan


hanya merupakan tanggung jawab pemerintah saja tetapi terlebih juga
masyarakat dan tentunya dari pihak keluarga. Pembangunan dalam bidang
pendidikan diarahkan untuk menghasilkan manusia terdidik yang bermutu dan
handal sesuai dengan tuntutan jaman. Selain itu juga memberikan kesempatan
seluas-luasnya kepada masyarakat untuk bisa menikmati pendidikan.
Pendidikan mempunyai peran penting bagi suatu bangsa karena
pendidikan memiliki andil yang besar terhadap kemajuan bangsa, baik secara
ekonomi maupun sosial. Pertama dan paling penting adalah pendidikan harus
dapat mengembangkan, menjawab rasa ingin tahu intelektual manusia,
sehingga pendidikan dapat meningkatkan kualitas hidup dan memperdayakan
manusia dalam mengembangkan semua masalah sosial dan lingkungan. Oleh
karenanya, pendidikan merupakan proses untuk mempengaruhi sejumlah aspek
perlilaku individu (Mar’at, 1984: 12 )
Kualitas pendidikan sangat mempengaruhi kualitas sumber daya
manusia karena pendidikan merupakan salah satu sarana meningkatkan
kecerdasan dan keterampilan manusia. Menurut Simanjuntak (1985 : 60),
investasi dengan meningkatkan pendidikan dan keterampilan sumber daya
manusia keuntungannya tidak hanya dinikmati oleh orang yang meningkatkan
pendidikan tersebut (private rate to return) melainkan juga dinikmati oleh
masyarakat luas (social rate return).
Status pendidikan penduduk dibagi menjadi tiga komponen yaitu
tidak/belum pernah sekolah, masih sekolah dan tidak sekolah lagi (Agustinus
Timisela 2007:12). Sedangkan Muchsin (2004: 14) menyatakan bahwa tingkat
pendidikan dihitung dari lamanya mengikuti pendidikan formal.
Adapun pengaruh Status Sosial Ekonomi pada kesehatan dianggap
membawa pengaruh terhadap kesehatan masyarakat. Faktor yang dapat diukur
dalam status ekonomi sosial adalah pendapatan keluarga, pendidikan orang tua
atau diri sendiri, dan status profesional orang tua atau diri sendiri. Status
kesehatan terkait dengan status ekonomi sosial. Pendidikan juga sangat
berhubungan dengan kesehatan menuju yang lebih baik, pendidikan bisa
merubah hasil kesehatan dan meningkatkan umur panjang, dengan mendorong
21

untuk berperilaku memberikan perlindungan diri terhadap penyakit, dengan


demikian juga dapat mengurangi tingkah laku yang menempatkan individu
terhadap risiko terkena penyakit. Pendidikan dengan level yang paling tinggi
ditambah dengan peningkatan kekayaan dapat menyediakan sumber daya yang
lebih besar, dapat meningkatkan akses perawatan ,edis yang lebih baik dan
menyediakan kemampuan yang lebih besar untuk melindungi diri terhadap
risiko penyakit. Individu- individu dar status sosial ekonomi yang lebih rendah,
lebih mungkin terkena bahaya kesehatan di tempat kerja dan dilingkungan
memlaui udara yang beracun yang meraka hirup, air yang mereka minum, dan
makanan yang mereka makan. adapun faktor-faktor yang sangat berpengaruh
terhadap kesehatan masyarakat yaitu : (1) Pendidikan, (2) Pendapatan, dan (3)
Budaya.
22

DAFTAR PUSTAKA

Abdulsyani. 2007. Sosiologi Skematika, Teori, dan Terapan. Jakarta: PT Bumi


Aksara
Basrowi. 2005. Pengantar Sosiologi. Yogyakarta : Insan Cendekia
Boeree. C Goerge. 2010. Psikologi Sosial.Jogyakarta: Ar-Ruzz Media Group
Budhiaarti. 2011. Hubungan antara Kondisi Sosial Ekonomi, Tingkat Pendidikan
dan Pengetahuan tentang Pengelolaan Lingkungan dengan Perilaku Hidup
Sehat Masyarakat di Kota Surakarta. Jurnal EKOSAINS. Vol III No 2 Juli
2011
Conyers, Diana. 1991. Perencanaan Sosial di Dunia Ketiga. Suatu Pengantar
(terj. Susetiawan). Yogyakarta : UGM Pers
Demarest, E.J., Reisner, E.R., Anderson, L.M., Humphrey, D.C., Farquhar, E., &
Stein, S.E. 1993. Review of research on achieving the nation’s
Mar’at. 1984. Sikap Manusia Perubahan serta Pengukurannya. Jakarta: Ghalia
Indonesia.
Nasution, 1994. Sosiologi Pendidikan. Jakarta:Bumi Aksara
Soekanto, Soerjono. 2007. Sosiologi suatu Pengantar. Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada
Soekanto, Soerjono. 2009. Sosiologi suatu Pengantar. Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada
Sumardi, Mulyanto dan Hans Dieter Evers. 1985. Kemiskinan dan Kebutuhan
Pokok.Jakarta: CV. Rajawali
Sunarto. Kamanto. 2004. Pengantar Sosiologi. Jakarta: Lembaga Penerbit
Wahyu, M.S.1986. Wawasan Ilmu Sosial Dasar.Surabaya: Usaha Nasional
Siyoto, S., & Sodik, M. A. (2015). Dasar Metodologi Penelitian. Literasi Media
Publishing.
Sodik, M. A., & Nzilibili, S. M. M. (2017). The Role Of Health Promotion And
Family Support With Attitude Of Couples Childbearing Age In Following
Family Planning Program In Health. Journal of Global Research in Public
Health, 2(2), 82-89.
23

Mahmoodabadi, M., Yazdanpanah, N., Sinobas, L. R., Pazira, E., & Neshat, A.
(2013). Reclamation of calcareous saline sodic soil with different
amendments (I): Redistribution of soluble cations within the soil profile.
Agricultural water management, 120, 30-38.
Sodik, M. A., Suprapto, S. I., & Pangesti, D. (2013). Faktor-Faktor Yang
Berhubungan Dengan Pelaksanaan Pelayanan Prima Pegawai Di Rsui
Orpeha Tulungagung. STRADA Jurnal Ilmiah Kesehatan, 2(1), 24-32.
Ali Harivandi, M., Butler, J. D., & Wu, L. (1992). Salinity and turfgrass culture.
Turfgrass, (turfgrass), 207-229.
24

Profil penulis

Aprilia Ulfah
Kelahiran Pontianak, 19 April 1997 yang sedang
menyelesaikan studinya di STIKes Surya Mitra Husada
Kediri. Mengambil jurusan S1 Ilmu Kesehatan Masyarakat
mengambil peminatan Epidemiologi.
Anak pertama dari pasangan Bapak Hanafi dan Ibu
Siti Latifah yang menginginkan hidupnya dapat bermanfaat
bagi orang lain. Anak pertama dari dua bersaudara ini lulusan dari SDN 1
Mimbaan-Situbondo dilanjutkan pendidikannya di SMPN 1 Panji-Situbondo dan
melanjutkan kembali di SMAN 1 Situbondo dan sekarang melanjutkan
pendidikannya di STIKes Surya Mitra Husada Kediri. Hobinya adalah berenang
dan traveling.

Anda mungkin juga menyukai