PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
PPOK (Penyakit Paru Obstruktif Kronik) disebabkan oleh adanya keterbatasan
aliran udara yang terus menerus yang diikuti respon inflamasi pada saluran napas dan
paru-paru akibat adanya partikel asing atau gas beracun (GOLD, 2013). Respon
inflamasi pada saluran nafas yang dipicu oleh infeksi bakteri, virus atau polusi
lingkungan akan menyebabkan PPOK eksaserbasi akut yang ditandai dengan gejala
dyspnea, batuk dan produksi sputum. Patofisiologi dari respon inflamasi belum
banyak diketahui tetapi biasanya ditandai dengan meningkatnya neutrofil dan
eosinofil pada dahak (Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2011).
Penyakit paru obstruksi kronik (PPOK) adalah salah satu penyakit yang
menjadi suatu masalah didunia dimana penyakit PPOK ini adalah manifestasi dari
beberapa penyakit paru yaitu bronkhitis dan emp- isema paru yang memperlihatkan
gejala yang ditan- dai dengan adanya pembatasan aliran udara yang dapat
menyebabkan kematian (Rodriguez-Roisin, Rabe, Vestbo, Vogelmeier, & Agustí,
2017).
Pada tahun 2020 diperkirakan PPOK akan menjadi penyakit 3 besar penyebab
kematian tertinggi (GOLD, 2017). Di Indonesia angka kejadian dari beberapa sampel
cukup tinggi yaitu di daerah DKI Jakarta 2,7%, Jawa Barat 4,0%, Jawa Tengah 3,4%,
DI Yogyakarta 3,1%, Jawa Timur 3,6% dan Bali 3,6% (Kemenkes, 2013). Angka dari
penderita PPOK ini diperkirakan akan terus bertambah dikarenakan semakin
tingginya perokok di Indonesia dan udara yang tidak bersih akibat dari penggunaan
kendaraan bermotor serta asap yang ditimbulkan industri.
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Defenisi ppok
Menurut Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease (GOLD)
PPOK adalah penyakit dengan karakteristik keterbatasan saluran napas yang tidak
sepenuhnya reversibel. Eksaserbasi merupakan amplifikasi lebih lanjut dari respon
inflamasi dalam saluran napas pasien PPOK, dapat dipicu oleh infeksi bakteri atau
virus atau oleh polusi lingkungan (Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2011).
Sementara menurut ATS/ERS (American Thoracic Society/ Europen
Respiratry Society) mendefinisikan PPOK sebagai suatu penyakit yang ditandai
dengan adanya obstruksi saluran napas yang umumnya bersifat progresif,
berhubungan dengan bronkitis kronis atau emfisema, dan dapat disertai dengan
hipereaktivitas dari saluran napas yang reversibel. PPOK adalah kelainan spesifik
dengan perlambatan arus udara ekspirasi maksimal yang terjadi akibat kombinasi
penyakit jalan napas dan emfisema, umumnya perjalanan penyakit kronik progresif
dan irreversibel serta tidak menunjukan perubahan yang berarti dalam pengamatan
beberapa bulan.
Secara definisi penyakit paru obstruktif kronis (PPOK) dapat disebut sebagai
penyakit kronis progresif pada paru yang ditandai oleh adanya hambatan atau
sumbatan aliran udara yang bersifat irreversible atau reversible sebagian dan
menimbulkan konsekuensi ekstrapulmoner bermakna yang berkontribusi terhadap
tingkat keparahan pasien. PPOK biasanya berhubungan dengan respons inflamasi
abnormal paru terhadap partikel berbahaya dalam udara. PPOK merupakan suatu
penyakit multikomponen yang dicirikan oleh terjadinya hipersekresi mukus,
penyempitan jalan napas, dan kerusakan alveoli paru-paru. Penyakit tersebut bisa
merupakan kondisi terkait bronkitis kronis, emfisema, atau gabungan keduanya.
B. Epidimiologi Ppok
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) merupakan masalah kesehatan
global. Data prevalensi, morbiditas, dan mortalitas berbeda tiap negara namun secara
umum terkait langsung dengan prevalensi merokok dan pada beberapa negara dengan
polusi udara akibat pembakaran kayu, gas dan partikel berbahaya. Satu meta-analysis
dari studi-studi yang dilaksanakan di 28 negara antara 1990 sampai 2004,
menunjukkan bukti bahwa prevalensi PPOK adalah lebih tinggi pada perokok dan
bekas perokok dibanding pada yang bukan perokok, pada mereka yang berusia diatas
40 tahun dibanding mereka yang dibawah 40 tahun, dan pada pria lebih banyak
dibanding wanita. (GOLD, 2017; PDPI, 2010).
GOLD memperkirakan PPOK sebagai penyebab kematian ke-6 pada tahun
1990, akan meningkat menjadi penyebab kematian ke-3 pada 2020 di seluruh dunia.
Data yang ada menunjukkan bahwa morbiditas karena PPOK meningkat dengan usia
dan lebih besar pada pria dibanding wanita. (GOLD 2017) PPOK merupakan
penyebab ke-12 hilangnya Disability Adjusted Life Years (DALYs) pada tahun 1990.
Diperkirakan pada tahun 2020, PPOK menduduki urutan kelima hilangnya DALYs.
GOLD memperkirakan PPOK sebagai penyebab kematian ke-6 pada tahun
1990, akan meningkat menjadi penyebab kematian ke-3 pada 2020 di seluruh dunia.
Data yang ada menunjukkan bahwa morbiditas karena PPOK meningkat dengan usia
dan lebih besar pada pria dibanding wanita. (GOLD 2017) PPOK merupakan
penyebab ke-12 hilangnya Disability Adjusted Life Years (DALYs) pada tahun 1990.
Diperkirakan pada tahun 2020, PPOK menduduki urutan kelima hilangnya DALYs.
C. Faktor Resiko PPOK
Sejumlah faktor risiko yang dapat meningkatkan risiko seseorang untuk
mengidap PPOK meliputi:
Rokok.
Pajanan asap rokok pada perokok aktif maupun pasif merupakan faktor utama
penyebab PPOK serta sejumlah penyakit pernapasan lainnya. Diperkirakan,
sekitar satu dari empat orang perokok aktif mengidap PPOK.
Pajanan polusi udara, Misalnya asap kendaraan bermotor, debu jalanan,gas
buangan industri, briket batu bara, debu vulkanik gunung meletus, asap kebakaran
hutan, asap obat nyamuk bakar, asap kayu bakar, asap kompor, polusi di tempat
kerja (bahan kimia, debu/zat iritasi, dan gas beracun)Usia.PPOK akan
berkembang secara perlahan selama bertahun-tahun. Gejala penyakit umumnya
muncul pada pengidap yang berusia 35 hingga 40 tahun.
Faktor keturunan. Jika memiliki anggota keluarga yang mengidap PPOK, Anda
juga memiliki risiko lebih tinggi untuk terkena penyakit yang sama. (P2PTM
kemenkes RI).
D. Etiologi PPOK
Berbeda dengan asma, penyakit PPOK menyebabkan obstruksi saluran pernapasan
yang bersifat ireversibel. Gejala yang ditimbulkan pada PPOK biasanya terjadi
bersama-sama dengan gejala primer dari penyebab penyakit ini. Etiologi PPOK yang
utama adalah emfisema, bronkitis kronik, dan perokok berat. Yang karakteristik dari
bronkitis kronik adalah adanya penyempitan dari dinding bronkus (diagnosis
fungsional), sedangkan dari emfisema adalah diagnosis histopatologinya, sementara
itu pada perokok berat adalah diagnosis kebiasaan merokoknya (habit). Meskipun
merokok merupakan faktor risiko utama yang dapat dimodifikasi untuk
perkembangan PPOK, penyakit ini dapat dikaitkan dengan kombinasi faktor risiko
yang menyebabkan cedera paru-paru dan kerusakan jaringan. Perokok 12- sampai 13
kali lebih mungkin meninggal akibat PPOK daripada bukan perokok. Sedangkan
untuk eksaserbasi akut kematian lebih tinggi untuk pasien yang di rawat di rumah
sakit. angka kematian di rumah sakit adalah 6% sampai 8% (Dipiro et al, 2008).
E. Mekanisme PPOK
Inflamasi saluran napas pasien PPOK merupakan amplifikasi dari respon
inflamasi normal akibat iritasi kronis seperti asap rokok. Mekanisme untuk
amplifikasi ini belum dimengerti, kemungkinan disebabkan faktor genetik.Beberapa
pasien menderita PPOK tanpa merokok, respon inflamasi pada pasien ini belum
diketahui.Inflamasi paru diperberat oleh stres oksidatif dan kelebihan
proteinase.Semua mekanisme ini mengarah pada karakteristik perubahan patologis
PPOK. Sel inflamasi PPOK ditandai dengan pola tertentu peradangan yang
melibatkan neutrofil, makrofag, dan limfosit.Sel-sel ini melepaskan mediator
inflamasi dan berinteraksi dengan sel-sel struktural dalam saluran napas dan parenkim
paru-paru. Stres oksidatif dapat menjadi mekanisme penguatan penting dalam PPOK.
Biomarker stres oksidatif (misalnya, peroksida hidrogen, 8-isoprostan)
meningkat dalam dahak, kondensat hembusan napas dan sirkulasi sistemik pada
pasien PPOK.Stres oksidatif lebih lanjut meningkat pada eksaserbasi. Oksidan yang
dihasilkan oleh asap rokok dan partikulat yang dihirup lainnya yang dilepaskan dari
sel-sel inflamasi ( seperti makrofag dan neutrophil ) diaktifkan. Mungkin juga ada
penurunan antioksidan endogen pada pasien PPOK.Stres oksidatif memiliki beberapa
konsekuensi yang merugikan di paru, termasuk aktivasi gen inflamasi, inaktivasi
antiproteases, stimulasi sekresi lendir, dan stimulasi eksudasi plasma meningkat.
Perubahan patologis karakteristik PPOK ditemukan di saluran napas
proksimal, saluran napas perifer, parenkim dan vascular paru.Perubahan patologis
akibat inflamasi kronis terjadi karena peningkatan sel inflamasi kronis di berbagai
bagian paru yang menimbulkan kerusakan dan perubahan struktural akibat cedera dan
perbaikan berulang. Secara umum, perubahan inflamasi dan struktural saluran napas
akan tetap berlangsung sesuai dengan beratnya penyakit walaupun sudah berhenti
merokok. Tingkat peradangan, fibrosis, dan eksudat luminal dalam saluran udara kecil
berkorelasi dengan penurunan FEV 1 dan rasio FEV 1 /FVC.Penurunan FEV 1
merupakan gejala yang khas pada PPOK, obstruksi jalan napas perifer ini
menyebabkan udara terperangkap dan mengakibatkan hiperinflasi.Hiperinflasi
mengurangi kapasitas inspirasi seperti peningkatan kapasitas residual fungsional,
khususnya selama latihan (kelainan ini dikenal sebagai hiperinflasi dinamis), yang
terlihat sebagai dyspnea dan keterbatasan kapasitas latihan.Hiperinflasi yang
berkembang pada awal penyakit merupakan mekanisme utama timbulnya dyspnea
pada aktivitas. Tingkat keparahan emfisema berkorelasi dengan PO 2 arteri dan tanda
lain dari ketidakseimbangan ventilasi-perfusi (VA/Q).
Obstruksi jalan napas perifer juga menghasilkan ketidakseimbangan VA/Q,
dan penggabungan dengan gangguan fungsi otot ventilasi pada penyakit yang sudah
parah akan mengurangi ventilasi, yang menyebabkan retensi karbon dioksida.
Kelainan pada ventilasi alveolar dan berkurangnya pembuluh darah paru akan lebih
memperburuk kelainan VA/Q. Hipersekresi lender, yang mengakibatkan batuk
produktif kronis, adalah gambaran dari bronkitis kronis tidak selalu dikaitkan dengan
keterbatasan aliran udara.Sebaliknya, tidak semua pasien dengan PPOK memiliki
gejala hipersekresi lendir. Hal ini disebabkan karena metaplasia mukosa yang
meningkatkan jumlah sel goblet dan membesarnya kelenjar submukosa sebagai
respons terhadap iritasi kronis saluran napas oleh asap rokok atau agen berbahaya
lainnya. Beberapa mediator dan protease merangsang hipersekresi lendir melalui
aktivasi reseptor faktor EGFR. Kakeksia umumnya terlihat pada pasien dengan PPOK
berat. Disebabkan karena hilangnya massa otot rangka dan kelemahan sebagai akibat
dari apoptosisyang meningkat dan / atau tidak digunakannya otot-otot tersebut.Pasien
dengan PPOK juga mengalami peningkatan proses osteoporosis, depresi dan anemia
kronis.
Peningkatan konsentrasi mediator inflamasi, termasuk TNF-α, IL-6, dan
radikal bebas oksigen dengan keturunannya, dapat beberapa efek sistemik.
Peningkatan risiko penyakit kardiovaskuler, berkorelasi dengan peningkatan protein
C-reaktif (CRP).
F. Tanda Dan Gejala
Gejala Klinis dari PPOK eksaserbasi akut adalah memburuknya pernapasan,
peningkatan jumlah sputum dan peningkatan purulen dahak. Manifestasi klinis
tambahan dari kegagalan pernapasan termasuk kegelisahan, kebingungan, takikardia,
diaforesis, sianosis, hipotensi, pernapasan tidak teratur, miosis, dan ketidaksadaran.
Tanda dan gejala dari PPOK sering kali tidak timbul hingga telah terjadi
kerusakan paru-paru yang signifikan. Selain itu, tanda dan gejala juga memburuk
seiring dengan berjalannya waktu, terutama bila ekspos terhadap asap rokok terus
berlanjut. Untuk bronkitis kronik, gejala utama adalah batuk dan produksi dahak
setidaknya tiga bulan dalam satu tahun, untuk dua tahun berturut-turut.Tanda dan
gejala lain dari PPOK mencakup:
Sesak napas, terutama saat melakukan aktivitas fisik
Mengi
Dada terasa sesak
Rasa ingin mengeluarkan dahak setiap bangun pagi, akibat produksi
dahak yang berlebih pada paru-paru
Batuk jangka panjang akibat produksi dahak yang dapat jernih, putih,
kuning, atau kehijauan
Kebiruan pada bibir atau ujung kuku
Infeksi saluran pernapasan yang sering timbul
Kekurangan energi
Penurunan berat badan yang tidak disengaja
Bengkak pada pergelangan kaki, kaki, atau tungkai
Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease (GOLD). Pocket guide to COPD diagnosis,
management and prevention. A guide for health care professionals. 2017.
WHO. Chronic respiratory disease. 2015. Diakses pada tanggal 6 APRIL 2021 dari
www.who.int/respiratory/copd/definition
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Pedoman Diagnosis dan Tatalaksana Penyakit Paru Obstruktif
Kronik di Indonesia. Jakarta : Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. 2011.
. Han MK, Muellerova H, Curran-Everett D, et al. GOLD 2011 disease severity classification
inCOPDGene: a prospective cohort study. The Lancet Respiratory medicine 2013; 43-50