Anda di halaman 1dari 170

ASUHAN KEBIDANAN IBU NIFAS POST SECTIO CAESARIA (SC)

PADA NY.M UMUR 43 TAHUN DENGAN TUBEKTOMI DI RS


PKU MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

CASE STUDY RESEACH

Disusun Oleh:

WAHYANI
201210105244

PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEBIDANAN SEKOLAH


TINGGI ILMU KESEHATAN ‘AISYIYAHYOGYAKARTA 2013
ASUHAN KEBIDANAN IBU NIFAS POST SECTIO CAESARIA (SC)
PADA NY.M UMUR 43 TAHUN DENGAN TUBEKTOMI DI RS
PKU MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

CASE STUDY RESEARCH

Diajukan Untuk Menyusun Case Study Research


Program Studi Diploma III Kebidanan
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan
„Aisyiyah Yogyakarta

Disusun oleh:
WAHYANI
201210105244

PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEBIDANAN SEKOLAH


TINGGI ILMU KESEHATAN ‘AISYIYAHYOGYAKARTA 2013

i
ASUHAN KEBIDANAN IBU NIFAS POST SECTIO CAESARIA (SC)

PADA NY.M UMUR 43 TAHUN DENGAN TUBEKTOMI DI RS PKU


2, 3
MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA Wahyani Fathiyatur Rohmah
INTISARI
Latar Belakang : Angka kelahiran section sesaria (sc) di Yogyakarta
pada tahun 2012 terdapat 1256 persalinan dari 3586 seluruh jenis
persalinan (Dinkes DIY, 2012) dan di RS PKU Muhammadiyah
Yogyakarta, jumlah ibu nifas post SC tahun 2012 sebanyak 177
orang (49,7%), dari 356 seluruh jumlah ibu nifas normal maupun
post sc. Jumlah ibu nifas post SC dengan perdarahan terdapat 3
orang (1,6%), dan ibu nifas post SC dengan infeksi pada bekas luka
insisi terdapat 5 orang (1,1%).
Tujuan Penelitian : Meningkatkan kemampuan, pengetahuan keterampilan,
dan pengalaman melaksanakan asuhan kebidanan pada ibu nifas post
sectio caesaria pada Ny. M umur 43 tahun melalui pendekatan
asuhan 7 langkah varney dengan pendokumentasian SOAP, penulis
mampu menganalisis kesenjangan antara teori dan kasus nyata
dilapangan.
Metode Peneltian : Penyusunan case study research ini menggunakan
metode deskriptif. Dengan pengumpulan data menggunakan data
primer meliputi observasi, wawancara, pemeriksaan fisik, dan data
sekunder meliputi studi dokumentasi dan studi pendahuluan.
Hasil : Asuhan kebidanan ibu nifas post sectio caesaria (sc) pada Ny.M
umur 43 tahun dengan keadaan normal dan mobilisasi yang
meningkat pada setiap harinya.
Kesimpulan : Dalam kasus ini tidak terjadi kesenjangan karena dalam
pelaksanaan yang terjadi di lahan yaitu seperti keadaan umum yang
stabil , asupan nutrisi yang cukup, pola istirahat ibu yang baik, dan
mobilisasi yang meningkat secara bertahap sesuai sengan teori yang
ada dan dari hasil pengkajian keadaan umum pasien dalam keadaan
normal.

Kata kunci : Asuhan kebidanan nifas post SC


Kepustakaan : 21 buku + 2 jurnal + 1 web
Halaman : 125 lembar + 15 lampiran

iv
AN ORPHANAGE OBSTETRICS MOTHER PARTURITION POST
SCTIO CAESARIA ON MRS. M THE AGE 43 YEARS WITH
TUBECTOMY IN THE HOSPINTAL
PKU MUHAMMADIYAH
YOGYAKARTA

2 3
Wahyani , Fathiyatur Rohmah

ABSTRAC

The background : Birth rate section sesaria in Yogjakarta in 2012 there are
1256 childbirth of 3586 all kinds of childbirth ( dept. diy, 2012 ) and PKU
Muhammadiyah Yogjakarta, at the hospital. The number of mother
parturition post schi 2012 a total of 177 people ( 49,7 % ), of 356 the whole
number of mother parturition normal as well as post section caesaria. The
number of mother parturition post schi with hemorrhage there are three guys
( 1.6 % ), and the mother of parturition post schi with infection of the scars
incision is there are 5 persons ( 1.1 % ).
Research purposes: Upgrading, the knowledge skill, and experience to
carry out an orphanage obstetrics on the parturition post sectio caesaria on
mrs. M the age of 43 years through the approach of an orphanage 7 step
varney documentation, with soap writer able to analyze the gap between
theory and real case in the field.
A method of the study: The drafting of the case study research is using the
method of descriptive. With the collection of data used data of primary
covering observation, interview physical examination and data secondary
documentation covers the study and the study of preface.
Yield : Obstetric mother parturition post sectio caesaria on ny.m the age of
43 years with a normal state and mobilization that rises in every day.
Conclusion: In the case of parturition post section caesaria with tubectomy
in the hospital PKU Muhammadiyah Yogjakarta there are gaps between sop
hospital in tunjang with the theory of which there are about lent patient pre
operation schi that is listed in sop and the theory of ( Kasdu, 2003 ) that
contains lent pasian pre operation schi which is at least six hours while in
the case in patients mrs. M in the hospital patient PKU Muhammadiyah
Yogjakarta fasting more or less 4 hours.
Keywords: Obstetric parturition post section caesaria
Literature : 21 book + 2 journal + 1 of the web
Page : ix + 125 page + 15 enclosure

v
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah


melimpahkan rahmat dan hidayahnya sehinga penulis dapat menyelesaikan
studi kasus yang berjudul : “ Asuhan Kebidanan Pada Ibu Nifas Post Sc
Normal PadaNy. M Umur 43 Tahun di PKU Muhammadiyah Yogyakarta
Tahun 2013”.Studi Kasus ini disusun untuk memenuhi tugas akhir sebagai
salah satu syarat kelulusan Prodi DIII Kebidanan STIKES „Aisyiyah
Yogyakarta.
Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan dan pengarahan dari
berbagai pihak, Studi Kasus ini tidak dapat diselesaikan dengan baik. Oleh
karena itu penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Warsiti,S.Kp.,M.Kep.,Sp.Mat, selaku Pimpinan Sekolah Tinggi Ilmu
Kesehatan „Aisyiyah Yogyakarta.
2. Anjarwati, S.SiT.,MPH, selaku Ketua Program Studi Kebidanan DIII
Kebidanan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan „Aisyiyah
Yogyakarta.
3. Dewi Rokhanawati, S.SiT., MPH, selaku Ketua Program Studi DIV
Bidan Pendidik Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan „Aisyiyah
Yogyakarta.
4. Mufdilah ,S.Pd., S.SiT.M.Sc, sebagai penguji I yang telah
memberikan masukan dan arahan untuk perbaikan hasil Karya Tulis
Ilmiah.
5. Fathiyatur Rohmah S.ST, selaku pembimbing yang telah
meluangkan waktu serta memberikan bimbingan, pengarahan, dan
bantuan dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiahini, serta sebagai
penguji II.
6. Kedua orang tua ku dan keluarga besarku yang selalu memberikan
do‟a dan dukungan.
7. Kepada teman-teman ku yang sangat ku sayangi terimakasih telah
membuat hari-hari kuliah ku begitu indah.

vii
Penyusun menyadari, sebagai bagian dari proses pembelajaran,
penyusun case study research ini belum sempurna. Oleh karna itu, saran dan
kritik yang membangun sangat penulis harapkan. Akhirnya penulis berharap
semoga case study research ini bermanfaat dan dapat digunakan sebagai
mana mestinya Penulis menyadari segala kekurangan dan keterbatasan
dalam penyusunan case study research ini. Oleh karena itu penulis sangat
mengharapkan masukan, kritikan yang bersifat membangun dari semua
pihak.
Semoga penulisan case study research ini dapat bermanfaat bagi
penulis khususnya, profesi, instansi, dan adik-adik di Sekolah Tinggi Ilmu
Kesehatan „Aisyiyah Yogyakarta.
Wassalamu‟alaikumWr.Wb

Yogyakarta, 22 Agustus 2013


Penulis

Wahyani

viii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL.........................................................................................i
HALAMAN PERSETUJUAN......................................................................ii
HALAMAN PENGESAHAN.......................................................................iii
HALAMAN PERYATAAN..........................................................................iv
INTISARI.............................................................................................................v
KATA PENGANTAR.....................................................................................vi
DAFTAR ISI.......................................................................................................vii
DAFTAR LAMPIRAN....................................................................................viii

BAB I PENDAHULUAN
I. Latar Belakang..................................................................................1
II. Rumusan Masalah............................................................................4
III. Tujuan Penelitian.............................................................................4
IV. Manfaat Penelitian...........................................................................5
V. Ruang Lingkup Penelitian.............................................................6
VI. Relevansi Al-Quran.........................................................................7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


I. Teori Medis........................................................................................8
A. Masa nifas...................................................................................8
B. Section Caesaria.......................................................................14
C. Tubektomi..................................................................................16
D. SPO Tindakan Sebelum Sc..................................................16
E. SPO Lama Perawatan Operasi Sc......................................18
F. Tindakan Pre Operasi dan Pasca Operasi........................21
G. Perubahan-perubahan masa nifas post sc.........................29
H. Perawatan Pasca Operasi......................................................38
I. Mobilisasi..................................................................................45
J. Bila mobilisasi Tidak Dilakukan........................................51
II. Teori Manajemen Kebidanan......................................................58
III. Standar Pelayanan Kebidanan....................................................67
IV. Landasan Hukum............................................................................70
V. Etika dalam Penelitian Kebidanan............................................71
VI. Informed Consent...........................................................................76

BAB III METODE PENELITIAN


A. Jenis Studi Kasus...........................................................................77
B. Lokasi Studi Kasus........................................................................77
C. Subjek Studi Kasus........................................................................77
D. Waktu Studi Kasus........................................................................78
E. Instrumen studi Kasus..................................................................78

ix
F. Teknik Pengumpulan Data..........................................................78
G. Analisa Data....................................................................................80
H. Alat yang digunakan.....................................................................81
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil...................................................................................................84
B. Pembahasan....................................................................................112
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan........................................................................................123
B. Saran.....................................................................................................124
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN

x
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Time Schedule Penyusunan Case Study


Research Lampiran 2 Pathway
Lampiran 3 Format Asuhan Kebidanan Nifas
Lampiran 4 Surat Studi Pendahuluan
Lampiran 5 Surat Balasan Studi Pendahuluan
Lampiran 6 Surat Penelitian
Lampiran 7 Surat Permohonan Kesediaan Menjadi Responden
Lampiran 8 Surat Persetujuan Menjadi Responden (Informed Consent )
Lampiran 9 SOP Tindakan Kebidanan Pada Pasien Sebelum Operasi
SC Lampiran 10 SOP Penatalaksanaan Sectio Caesaria
Lampiran 11 SOP Perawatan Luka Operasi
Lampiran 12 SOP Pelaksanaan Teknik Menyusui
Lampiran 13 SOP Perawatan Operasi Caesar
Lampiran 14 Lembar Bimbingan Penyusunan Case Study
Research Lampiran 15 Lembar Mengikuti Seminar Case Study
Research

xi
BAB I

PENDAHULUAN

I. Latar Belakang

Proses persalinan merupakan suatu proses kompleks untuk

menyelamatkan ibu maupun bayinya dengan menggunakan berbagai

macam metode seperti persalinan pervaginam, persalinan dengan

menggunakan alat dan persalinan operatif yaitu melalui Sectio Caesarea

(SC). Metode-metode tersebut dikakukan dengan indikasi-indikasi khusus

dengan satu tujuan yaitu menyelamatkan ibu maupun bayinya.

Data World Health Organization (WHO), menyatakan bahwa

persalian dengan SC adalah sekitar 10-15% dari semua proses persalinan

di negara-negara berkembang. Data tahun 2000 didapatkan bahwa angka

kelahiran SC Cina, Mexsico, Brazil lebih 35 %. Angka kejadian terus

mengalami peningkatan di Cina bagian selatan bahkan mencapai 60%

pada tahun 2003 dan 56% pada tahun 2000 menjadi 31% pada tahun 2006.

Data di indonesia menunjukan bahwa angka persalinan SC mengalami

peningkatan setiap tahunnya. Data SDKI yang pertama yaitu tahun 1987

hingga yang kelima yaitu SDKI 2002-2003, terjadi peningkatan angka

persalinan SC secara rasional berjumlah kurang dari 4% dari jumlah total

persalinan.

Di Indonesia terjadi peningkatan Sectio Caesarea dimana tahun

2000 sebesar 47,22%, tahun 2001 sebesar 45,19%, tahun 2002 sebesar

1
2

47,13%, tahun 2003 sebesar 46,87%, tahun 2004 sebesar 53,22%, tahun

2005 sebesar 51,59%, tahun 2006 sebesar 53,68% ( Setyowati, 2012).

Di Yogyakarta angka kelahiran section sesaria (sc) pada tahun

2012 terdapat 1256 persalinan dari 3586 seluruh jenis persalinan (Dinkes

DIY, 2012).

Sectio Caesarea adalah suatu tindakan untuk melahirkan bayi

dengan berat diatas 500 gram, melalui sayatan pada dinding uterus yang

masih utuh (intact). Istilah dalam sectio caesarea adalah primer, sekunder,

ulang, histerektomi. Penyebab dilakukan sectio caesarea diantaranya

faktor janin, faktor ibu, riwayat persalinan sebelum dioperasi, faktor

hambatan jalan lahir, kelainan kontraksi rahim, ketuban pecah dini, rasa

takut persalinan. Indikasi Sectio Caesarea antara lain adalah disproporsi

kepala panggul (CPD), disfungsi uterus, distosia, janin besar, gawat janin,

kelainan letak, eklampsia, hipertensi pernah Sectio Caesarea sebelumnya,

persalinan lama, ruptura uteri iminens, perdarahan antepartum ( Setyowati,

2012).

Peran bidan pada pasien post operasi section caesaria (SC)

diarahkan untuk mengembalikan fungsi fisiologis pada seluruh system

secara normal, dapat beristirahat dan memperoleh rasa nyaman,

meningkatkan konsep diri, serta tidak terjadi infeksi pada luka post

operasi. Salah satu upaya untuk mencegah timbulnya komplikasi dan

mengembalikan fungsi fisiologis tubuh dapat diakukan dengan mobilisasi

dini.
3

Uraian diatas didukung oleh firman Allah dalam QS Maryam: 23,

yang berbunyi :

ً ْ ْ َُُُْْْ َٰ َ ْ ُّ َ َْ ََّّْْLَّْ ْ َ َ ْ ََ
‫ًسن ايسّنم‬ ‫اي‬ ‫ينتيل لَب ْق اذهَ تنكو‬
َ ‫تم‬ ‫ءاجأف ايَتالق ةلخنال عذج ٰىإل ضاُخمال‬
َ َ‫اه‬
َِ َ ِ ِ ِ ِ ِ ِ َ َ

Artinya: Maka rasa sakit akan melahirkan anak memaksa ia (bersandar)

pada pangkal pohon kurma, dia berkata: "Aduhai, alangkah baiknya aku

mati sebelum ini, dan aku menjadi barang yang tidak berarti, lagi

dilupakan”(QS Maryam: 23).

Dalam periode sekarang ini asuhan masa nifas sangat diperlukan

karena merupakan masa kritis baik ibu maupun bayi. Diperkirakan 60%

kematian ibu akibat kehamilan terjadi setelah persalinan dan 50%

kematian masa nifas terjadidalam 24 jam pertama (Prawirohardjo, 2005)

Berdasarkan studi pendahuluan pada bulan Juli yang dilakukan di

RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta, jumlah ibu nifas post SC tahun

2012 sebanyak 177 orang (49,7%), dari 356 seluruh jumlah ibu nifas

normal maupun post sc. Jumlah ibu nifas post SC dengan perdarahan

terdapat 3 orang (1,6%), dan ibu nifas post SC dengan infeksi pada bekas

luka insisi terdapat 5 orang (1,1%).

Berdasarkan studi pendahuluan dan latar belakang tersebut penulis

tertarik untuk melakukan penelitian tentang “ Asuhan Kebidanan Ibu Nifas

Post Sectio Caesaria (SC) dengan Rendahnya Mobilisasi Dini di RS PKU

Muhamadiyah Yogyakarta” dengan mengunakan pendekatan manajemen


4

kebidanan, menganalisa kesenjangan antara teori dan kasus nyata di

lapangan termasuk pendukung dan penghambat, serta memeberi alternatif

penyelesaian.

Penelitian serupa pernah dilakukan oleh Wiwit Budi Wijayanti

pada tahun 2008 dengan judul “ Hubungan Tingkat Pengetahuan Tentang

Mobilisasi Dini dengan Kemampuan Mobilisasi Dini Ibu Pasca Seksio

Sesarea di Bangsal Sakinah RS PKU Muhamadiyah Yogyakarta” jenis

penelitian diskriptive. Cara pengambilan data dengan wawancara dan

observasi. Persamaan dengan penelitian tersebut yaitu cara pengambilan

data yaitu wawancara dan observasi. Perbedaan dengan penelitian tersebut

yaitu waktu dan subjek penelitian.

II. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, perumusan masalah dalam studi

kasus ini adalah “ Bagaimana Asuhan Kebidanan Ibu Nifas Post Sectio

Caesaria (SC) pada Ny. M Umur 43 Tahun dengan Tubektomi ?”

III. Tujuan Penelitian

A. Tujuan Umum

Diperoleh pengalaman nyata dalam melaksanakan asuhan

kebidanan pada ibu nifas post section sesaria (sc) menggunakan

pendekatan manajemen kebidanan.

B. Tujuan Khusus

1. Dilaksanakannya pengkajian dengan menyimpulkan semua data

yang diperlukan.
5

2. Dilakukannya interpretasi data dasar pada ibu nifas post sectio

sesaria di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta.

3. Dirumuskannya diagnosa kebidanan atau masalah potensial pada

ibu nifas post sectio sesaria di RS PKU Muhammadiyah

Yogyakarta.

4. Di identifikasikannya kebutuhan yang memerlukan penanganan

segera pada ibu nifas post sectio caesaria di RS PKU

Muhammadiyah Yogyakarta.

5. Disusunnya perencanaan asuhan kebidanan yang menyeluruh.

6. Dilaksanakannya tindakan asuhan kebidanan sesuai dengan

perencanaan.

7. Dilaksanakannya evaluasi terhadap tindakan yang telah dilakukan

pada ibu nifas post sectio caesaria di RS PKU Muhammadiyah

Yogyakarta.

8. Dilakukannya analisa kesenjangan antara teori dengan tinjauan

kasus yang ada.

IV. Manfaat Penelitian

A. Bagi profesi

Penerapan Asuhan Kebidanan pada Ibu nifas post sectio caesaria

diharapkan dapat meningkatkan kompetensi profesi bidan terutama

dalam penanganan ibu nifas post sectio sesaria dengan rendahnya

mobilisasi dini dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan kesehatan.


6

B. Bagi Institusi

1. Rumah sakit RS PKU Muhammaiyah Yogyakarta

Khususnya bagi bangsal kebidanan diharapkan dapat memberikan

masukan dan gambaran nyata tentang asuhan kebidanan pada ibu

nifas post sectio sesaria.

2. STIKES „Aisyiyah Yogyakarta

Diharapkan bisa dijadikan bahan masukan dan sumber informasi

sekaligus bahan bacaan untuk meningkatkan pengetahuan

mahasiswa STIKES „Aisyiyah Yogyakarta.

V. Ruang Lingkup

Ruang lingkup dalam pembuatan Case Studi Research (CSR) ini,

meliputi :

A. Lingkup Materi

Materi dari penelitian studi kasus ini adalah lingkup asuhan kebidanan

ibu nifas yaitu asuhan kebidanan ibu nifas post sectio sesaria di RS

PKU Muhammadiyah Yogyakarta.

B. Lingkup Responden

Responden dalam penelitian studi kasus ini yaitu Ny. X nifas post

section caesaria.

C. Lingkup Waktu

Penelitian ini dilakukan sesuai dengan jadwal penyusunan studi kasus

dimulai sejak studi pendahuluan yang dilakukan pada bulan Juli 2013,

penyusunan proposal, pengumpulan data, sampai dengan pelaporan


7

hasil studi kasus yaitu dimulai dari bulan Januari 2013 sampai bulan

Juli 2013.

D. Lingkup Tempat

Penelitian ini dilakukan di bangsal Sakinah RS PKU Muhammadiyah

Yogyakarta karena di tempat tersebut terdapat banyak ibu nifas post

sectio sesaria (SC).

E. Relevansi Al-Quran dan

Hadist 1. QS. AN-

NAHL/16:72

Artinya:

“Allah menjadikan bagi kamu isteri-isteri dari jenis kamu sendiri

dan menjadikan bagimu dari isteri-isteri kamu itu, anak-anak dan

cucu-cucu, dan memberimu rezki dari yang baik-baik. Maka

mengapakah mereka beriman kepada yang bathil dan mengingkari

nikmat allah:”
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

I. Pengrtian Medis

A. Masa nifas

Masa nifas (puerperium) adalah masa yang dimulai setelah

plasenta keluar dan berakhir ketika alat-alat kandungan kembali seperti

semula (sebelum hamil). Masa nifas berlangsung selama kira-kira 6

minggu ( Ari Sulistyawati, 2009).

Nifas dibagi menjadi 3 tahap yaitu puerperium dini, puerperium

intermedial, dan remote puerperium.

1. Puerperium dini yaitu masa kepulihan dimana ibu telah

diperbolehkan berdisi dan berjalan-jalan.

2. Puerperium inermedial yaitu kepulihan menyeluruh alat-alat

genetalia utama lamanya 6-8 minggu.

3. Remote puerperium yaitu waktu yang diperlukan untuk pulih

dan sehat sempurna terutama bila ibu selama hamil atau

bersalin mempunyai komplikasi. Waktu untuk sehat sempurna

bisa berminggu-mingu, bulanan atau tahunan.

B. Sectio Caesaria

1. Pengertian sectio sesaria

Seksio sesaria yaitu suatu tindakan untuk melahirkan bayi

melalui tindakan pembedahan dengan membuka dinding perut dan

dinding rahim yang disebabkan karena bayi tidak bisa lahir

8
9

pervaginam. Jadi seksio sesaria yaitu tindakan yang dilakukan

untuk melahirkan bayi melalui dinding perut dan dinding rahim

dikarenakan bayi tidak bisa lahir dengan persalinan pervaginam

dengan syarat berat janin diatas 500 gram.

Sectio caesaria adalah suatu cara melahirkan janin dengan

membuat sayatan pada dinding uterus melalui dinding depan perut,

seksio sesaria juga dapat juga didefinisikan sebagai sesuatu

histerotomia untuk melahirkan janin dari dalam rahim (Mochtar,

2013).

2. Indikasi sectio sesaria

a. Plasenta previa sentralis dan lateralis (posterior)

Plasenta previa adalah kondisi plasenta menutupi jalan

lahir.Pada kondisi normal, plasenta atau ari-ari terletak

dibagian atas rahim.Akan tetapai, adakalanya plasenta berada

di segmen bawah sehingga menutupi sebagian atau seluruh

pembuaan jalan lahir.Umumnya dialami pada masa-masa hamil

tua yaitu 28 minggu ke atas.sampai saat ini penyebabnya belum

diketahui.

Tenda-tanda perdarahan karena plasenta previa biasanya

perdarahan pertama tidak banyak. Baru selanjutnya teradi

perdarahan hebat sampai perlu diwaspadai karena bisa

menyebabkan kematian ibu maupun janin (Wardoyo, 2007)


10

b. Panggul sempit

Panggul sempit adalah ukuran lingkar panggul ibu tidak

sesuai dengan ukuran lingkar kepala janin yang dapat

menyebabkan ibu tidak dapat melairkan secara alami. Tulang

panggul sangat menentukan mulus tidaknya proses persalinan.

Tulang-tulang panggul merupakan susunan beberapa tulang

yang membentuk rongga panggul yang merupakan “jalan” yang

harus dilalui oleh janin ketika akan lahir secara alami.

Panggul sempit lebih sering terjadi pada wanita dengan

tinggi badan kurang dari 145 cm. setiap wanita memiliki

bentuk panggul yang berlainan.Bentuk tulang panggul ada

empat jenis, yaitu panggul ginekoid, android, platpeloid, dan

anthropoid.Sebenarnya bentuk apapun yang dimiliki tidak

mempengaruhi besar kecilnya ukuran panggul sehingga apabila

masih dalam kisaran normal janin dapat melaluinya. Namun,

umunya bentuk panggul ginekoid yang akan membantu

memudahkan kelahiran bayi (Bramantyo, 2003).

Holmer mengambil batas rendah untuk melahirkan janin

vias naituralis adalah CV=8 cm. Panggul dengan CV

(conjugata vera) < 8 cm dapat dipastikan tidak dapat

melahirkan secara normal, harus dilakukan sectio sesaria.

Conjugata vera antara 8 – 10 cm boleh dilakukan partus


11

percobaan, baru setelah gagal, dilakukan sectio sesaria

sekunder.

c. Disproporsi sevalopelvik, yaitu ketidakseimbangan antara

ukuran kepala dan ukuran panggul.

d. Ruptur uteri

Ruptur Uteri adalah robekan atau diskontinuita dinding

rahim akibat dilampauinya daya regang miomentrium. Ruptur

uteri adalah robeknya dinding uterus pada saat kehamilan atau

dalam persalinan dengan atau tanpa robeknya perioneum

visceral.

e. Partus lama (prolonged labor)

Partus lama adalah persalinan yang berlangsung lebih dari

24 jam pada primi dan lebih dari 18 jam pada multigravida.

f. Partus tak maju (obsctructed labor)

Partus tak maju adalah suatu persalinan dengan his yang

adekuat yang tidak menunjukkan kemajuan pada pembukaan

serviks, turunnya kepala dan putar paksi selama 2 jam terakhir.

Penyebab partus tak maju antara lain adalah kelainan letak

janin, kelainan panggul,kelainan his, pimpinan partus yang

salah, janin besar atau ada kelainan kongenital, primitua,perut

gantung, grandmulti dan ketuban pecah dini. Penatalaksanaan

pada partus tak majusalah satunya dengan melakukan sectio

caesaria.
12

g. Distosia serviks

Distosia servik Adalah terhalangnya kemajuan persalinan

karena kelainan pada serviks uteri.Walaupun his normal dan

baik,kadang pembukaan serviks macet karena ada kelainan

yang menyebabkan servik tidak mau membuka.

h. Pre-eklamsia

Pre eklamsia adalah keadaan dimana hipertensi disertai

dengan proteinuria, edema atau kedua-duanya yang terjadi

akibat kehamilan setelah minggu ke 20 atau kadang-kadang

timbul lebih awal bila terdapat perubahan hidatidiformis yang

luas pada vili dan korialis (Mitayani, 2009).

i. Hipertensi

Hipertensi adalah suatu keadaan di mana seseorang

mengalami peningkatan tekanan darah di atas normal yang

ditunjukkan oleh angka systolic (bagian atas) dan angka bawah

(diastolic) pada pemeriksaan tensi darah menggunakan alat

pengukur tekanan darah baik yang berupa cuff air raksa

(sphygmomanometer) ataupun alat digital lainnya.

j. Malpresentasi janin

Malpresentasi merupakan bagian terendah janin yang

berada di bagian segmen bawah rahim, bukan bagian belakang

kepala sedangkan malposisi merupakan penunjuk (presenting

part) tidak berada di anterior.


13

Terdapat empat malpresentasi yaitu:

1) Letak lintang

Grenhill dan estman sependapat bahwa

a) jika pnggul terlalu sempit, seksio sesaria adalah cara

terbaik dalam semua kasus letak lintang dengan janin

hidup dan ukuran normal.

b) Semua promigravida dengan janin letak lintang harus

ditolong dengan seksio sesaria, walaupun tidak ada

perkiraan panggul sempit.

c) Multipara dengan janin letak lintang dapat lebih dlu

dicoba ditolong dengan cara lain.

2) Letak bokong

Seksio sesaria dianjurkan pada letak bokong pada kasus ;

d) Panggul sempit

e) Primigravida

f) Janin besar dan berharga

3) Presentasi dahi dan muka (letak defleksi) jika reposisi dan

cara-cara lain berhasil.

4) Sayang dapat diperpanjang ke proksimal atau

distal. Kekurangan :

g) Infeksi mudah menyebar secara intra abdominal karena

tidak ada reperito nealisasi yang baik.


14

h) Pada persalinan berikutnya, lebih mudah terjadi

rupturuteri spontan.

C. Tubektomi

1. Pengertian tubektomi

Tubektomi adalah prosedur bedah sukarela untuk

memberhentikan fertilisasi (kesuburan seorang perempuan).

2. Mekanisme kerja

Dengan mengokulasi tuba falopii (mengikat dan memotong ata

memasang cincin), sehingga sperma tidak dapat bertemu ovum.

3. Manfaat

a. Kontasepsi

1) Sangat efektif (0,5 kehamilan per 100 perempuan selama

tahunpertama pengguanaan)

2) Tidak mempengaruhi proses menyusui

3) Tidak tergantung pada factor senggama

4) Baik bagi klien apabila kehamilan akan menjadi risiko

kesehatan yang serius

5) Pembedahan sederhana dapat dilakukan dengan anastesi

local

6) Tidak ada efeksamping dalam jangka panjang

7) Tidak ada perbahan dalam fungsi seksual (tidak ada efek

pada produksi hormone ovarium)


15

b. Non kontrasepsi

berkurangnya risiko kanker ovarium.

4. Ketebatasan

a. Harus dipertimbangkan sifat permanen metode kontrasepsi ini

b. Klien dapat menyesal dikemudian hari

c. Risiko komplikasi kecil (meningkat apabila digunakan

anastesi umum)

d. Rasa sakit/ketidaknyamanan dalam jangka pendek

setelah tindakan

e. Diakukan oleh dokter yang terlatih (dibutuhkan dokter spesialis

ginekologi atau dokter spesilis bedah untuk laparoskopi)

f. Tidak melindungi diri dari IMS, termasuk HBV dan HIV/AIDS

5. Yang dapat menjalani tubektomi

a. Yakin telah mempunyai keluarga yang sesuai dengan

kehendaknya

b. Pada kehamilan yang menimbulkan resiko kesehatan serius

c. Pasca persalinan

d. Pasca keguguran

e. Paham dan secara sukarela setuju denga prosedur ini.

6. Yang sebaiknya tidak menjalanmi tubektomi

a. Hamil (sudah terdeteksi atau dicurigai)

b. Perdarahan vaginal yang belum terjelaskan (hingga

harus dievakuasi)
16

c. Infeksi sistematik atau pelvik yang akut

d. Tidak boleh menjalani proses pembedahan

e. Kurang pasti mengenai keinginannya untuk fertilitas

dimasa depan

f. Belum memberikan persetujuan tertulis

7. Kapan dilakukan

a. Setiap waktu selama siklus menstruasi apabila diyakini

secara rasional klien tersebut tidak hamil

b. Pasca persalinan

c. Pasca keguguran

8. Informasi umum

a. Nyeri bahu selam 12 – 24 jam setelah laparoskopi relative

dialami karena gas CO2 atau udara dibawah diafragma,

sekunder terhadap pneumoperitoneum.

b. Tubektomi efektif setelah operasi

c. Periode mentruasi akan berlanjut seperti biasa

Tubektomi tidak memberikan perindungan atas IMS, termasuk virus

AIDS (BKKBN, 2010).

D. Standar Prosedur Operasional tindakan Kebidanan Sebelum Operasi

Sectio Caesaria

Pelaksanaan tindakan asuhan sebelum dan sesudah operasi section

caesaria adalah tindakan menyiapkan pasien yang akan dilaksanakan

operasi.
17

Sebagai acuan penerapan langkah-langkah tindakan sebelum

operasi Sc, agar ibu dan bayi tertolongselama tndakan operasi.

Mempersiapkan ibu dengan sebaik-baiknya agar ibu dan bayinya

tertolong selamat.

1. Persiapan

a. Periksa Lab lengkap (HB, AL, APTT, GOL,AT, HMT,

HBsAG, GDS)

b. K/P USG

c. Siapkan resusitasi janin (prosedur tetap penanganan bayi baru

lahir )

d. Siapkan obat-obatan sesuai prosedur tetap: al. Antikoagulasi,

Antibiotika, analgetika, corticosteroid, dll.

e. K/P siapkan tranfusi darah

2. Pelaksanaan Pre Oerasi

1. Siapkan mental pasien

2. Istri dan suami atau keluarga yang bertanggung jawab

menandatangani atau cap jempol surat peryataan persetujuan

operasi/tindakan.

3. Beri konseling, pasang infuse

4. Beri informasi atau perosedur operasi secara sederhana jalannya

operasi dan kenalkan dokter yang akan operasi

5. Beri informasi petugas KBY/IBS/menulis dipapan infoemasi IBS

(penyerahan pkb)
18

6. Cukur bulu kemaluan, cukur daerah perut sampai bersih (K/P)

7. Pasien puasa/tahan makan dan minum minimal 6 jam

8. Tidak memakai perhiasan gigi palsu dan lain-lain

9. Siapkan obat-obatan dan status lengkap

10. Kosongkan kandung kencing/pasang DC

11. Kenakan topi/mitela baju operasi

12. Bimbing doa sebelum operasi

13. Observasi: DJJ, his, dan pengeluaran pervaginam

14. Bawa/antar pasien kekamar operasi dengan brangkar bersama

status obat-obatan dll

15. Beritahu dokter bahwa pasien masuk OK

E. Standar Prosedur Operasional Penatalaksanaan Sectio Caesaria

Sectio caesaria adalah suatu tindakan untuk melahirkan bayi

perabdominan dengan membuat sayatan pada dinding perut dan rahim atas

indikasi tertentu.

SPO digunakan sebagai acuan dilakukan tindakan sectio caesaria

sehingga mendapat hasil tindakan yang optimal dengan mordibitas dan

mortalitas ibu dan bayi serendah mungkin.

Dilakukan pada pasien yang tidak bisa melalui persalinan

pervaginam dengan indikasi tertentu

1. Tindakan section caesaria dilakukan atas indikasi tertentu

dimana bila persalinan dilakukan pervaginam akan

meningkatkan risiko komplikasi pada ibu atau bayinya.


19

2. Tindakan section caesaria dilakukan oleh seorang dokter

spesialis obstetric dan ginekologi.

3. Indikasi section caesaria adalah:

a. Disproporsi kepala panggul

b. Letak lintang yang tidak berhasi dikoreksi

c. Letak sungsang dengan taksiran berat badan janin

>3500gram.

d. Letak sungsang dengan ibu panggul sempit relative.

e. Presentasi kaki

f. Tumor yang menghalangi jalan lahir

g. Hidrosefalus dengan jaringan otak yang masih baik

h. Presentasi dahi

i. Presentasi muka dengan dagu di belakang

j. Panggul sempit absolute

k. Tali pusat menumbung

l. Plasenta previa totalis

m. Plasenta previa dengan perdarahan banyak

n. Plasenta previa lateralis yang menutupi lebih dari

setenganh pembukaan servik

o. Riwayat section caesaria dua kali

p. Riwayat operasi pada daerah corpus uteri

q. Tindakan ekstrasi vakum/ekstrasi forceps gagal


20

r. Plasenta previa lateralis/ margiralis dengan plasenta di SBR

bagian belakang

4. Mempersiapkan tim dan peralatan

a. Setelah ditetapkan adanya indikasi sectio caesaria, bidan

ruang bersalin menghubungi dokter spesialis anak dan

perawat ruang bayi serta dokter spesialis anastesi dan

perawat kamar operasi.

b. Dokter spesialis obstetric dan gineologi, anastesi dan anal:

mendiskusikan keadaan pasien serta penyulit yang mungkin

timbul selam dan setelah operasi serta pilihan cara anastesi.

c. Perawat kamar operasi mempersiapkan peralatan operasi

d. Perawat kamar bayi mempersiapkan peralatan resusitasi.

5. Persiapan pasien

a. Periksa dan yakinkan kembali indikasi sectio caesaria

sudah tepat

b. Pasien dan keluarga diberi penjelasan tentang hal-hal yang

akan dilakukan serta penyulit yang timbul

c. Pasien dan keluarga menandatangani formulir izin

persetujuan tindakan

d. Pasang infuse dan siapkan darah untuk kemungkinan

transfuse

e. Pasang kateter

f. Ganti pakaian khusus kamar operasi.


21

F. Standar Prosedur Operasional Lama perawatan operasi Caesar

Wakttu untuk melakukan perawatan setelah ibu operasi Caesar.

Mengobservasi ibu pasca operasi sehingga mencegah kompliksasi

yang mungkin terjadi

Setiap bidan mampu merawat optimal dalam waktu 4 hari

1. Pasien dating di bangsal sakinah

2. Melakukan anamnesis, mengkaji keluhan dan keadaan umum

3. Melakukan penyuluhan tentang rawat gabung, mobilisasi,

asi ekslusif

4. Sampaikan pada pasien dan keluarga mengenai keadaan ibu dan

diminta untuk aktif membantu

5. Mengobservasi luka operasi, perdarahan, dan keberhasilan

menyususi.

6. Melakukan pengelolaan obat

7. Pastikanm pasien dan keluarga mengerti hal-hal yang

disampaikan dan bersedia mematuhi semua aturan.

8. Melakukan evaluasi dalam 4 hari dan menganjurkan untuk

control ulang

G. Tindakan Pre Operasi dan Post Operasi Sectio Caesaria

1. Tindakan Pre Operasi section caesaria

Prosedur operasi Caesar sudah mulai dilakukan sebelum operasi yaitu:

a. Pemeriksaan fisik untuk merencanakan secara cermat jenis

anastesi, lama dan teknik pembedahan, dan antisipasi kesulitan


22

atau komplikasi operasi. Umunya, pemeriksaan fisik meliputi

keadaan umum pasien, seperti tingkat kesadaran, status gizi,

paru-paru, jantung, lambung, hati, limpa, anggota gerak,

tekanan darah, pembuluh nadi, dan suhu tubuh.

b. Pemeriksaan obstetric untuk memastikan keadaan, letak dan

presentasi janin, seperti sungsang atau tidak, berapa perkiraan

berat janin, janin tunggal atau kembar.

c. Pemeriksaan darah dan labolatorium rutin, seperti hemoglobin

(zat pewarna dalam sel darah merah), leukosit (sel darah putih),

trombosit (keeping darah), dan golongan darah. Pada operasi

yang sudah terencana, darah akan diambil dan dites untuk

mengetahui kadar gulanya.

d. Pemeriksaan alergi dan riwayat medis lain.

e. Riwayat kesehatan, peyakit sebelumnya, seperti apakah pernah

menderita penyakit paru (asma, tuberculosis), jantung (iskemi),

hati (hepatitis), kelainan pembekuan darah, diabetes mellitus,

dan riwayat operasi sebelumnya, serta kesulitan atau

komplikasi yang pernah terjadi. Hal ini untuk meramalkan

perlekatan dan kelainan organ, misalnya kanker.

f. Pemeriksaan khusus, terutama pada ibu ang melahirkan pada

usia lebih dari 40 tahun. Misalnya, rotgen untuk melihat

kelainan paru, pemeriksaan darah untuk mengetahui kondisi

ginjal, kadar gula, hepatitis,kelainan darah, USG


23

(ultrasonografi) untuk mengetahui posisi dan besar tumor (jika

ada).

g. Pasien diharuskan puasa 6 jam sebelum operasi. Pasien darurat

yang tidak dapat berpuasa harus dipasang pipa lambung dan

dihisap sampai benar-benar kosong.

h. Pesetujuan tindakan operasi dari istri dan suami.

i. Baju pasien diganti dengan baju khusus yang di pakai selama

dikamar operasi.

j. Rambut sekitar kemaluan dan perut bagian bawah dicukur,

meskipun kini tidak semua rumah sakit melakukannya.

k. Apabila terdapat infeksi intrapartum(dalam persalinan) dan

ketuban pecah lama pada masa sebelum operasi maka vagina

dibersihkan dengan cairan betadin.

l. Infuse diberikan sebelum, selama, dan setelah pembedahan.

m. Memasukan kateter kedalam lubang saluran kemih, ini untuk

menampung urin yang keluar selama dan setelah persalinan,

apabila jika menggunakan bius total.

n. Diruang operasi pasien akan dibaringkan dalam posisi yang

tepat untuk prosedur tindakan di meja operasi sehingga mudah

dan aman bagi dokter anastesi dan dokter obstetrik, dan para

medis lainya untuk melakukan tugasnya. Pasien dibaringkan

dengan wajah menghadap keatas dan kepala tengadah untuk

memudahkan pernafasan.
24

o. Pemasangan tensi, infuse, dan kateter urin.

p. Kulit perut dibersihkan dengan bilasan air dan sabun untuk

membersihkan lemak dan kotoran. Untuk mencegah

kontaminasi kulit perut dioleskan cairan antiseptic.

Selanjutnya, dipasang dipasang kain steril dengan lubang yang

telah dioleskan cairan antiseptic. Jika prsalinan dilakukan

dengan bius regional, akan dibentang sehelai kain diatas perut

pasien untuk menutupi jalanya operasi dari pandangan pasien.

Setelah itu mulai dilakukan pembedahan.

2. Tindakan Post Operasi Sectio Caesaria

Setelah dari ruang operasi pasien akan dibawa keruang pemulihan.

Di ruang ini, berbagai pemeriksaan akan dilakukan, meliputi,

pemeriksaan tingkat kesadaran, sirkulasi pernafasan, tekanan darah,

suhu tubh, jumlah uurin ang tertampug dikantong urin, jumlah darah

dala tubuh, serta jumlah darah dan bentuk cairan lokhea. Ini untuk

tidak menemukan gumpalan darah yang abnormal atau perdarahan

yang berlebihan. Kondisi rahim (uterus) juga akan diperiksa untuk

memastikan bahwa keduannya dalam kondisi yang normal. Selain itu,

dokter juga akan memantau keadaan emosional secara umum.

Semua pemantauan ini untuk mengetahui kondisi ibu dan bayinya.

Ketidak normalan atau gangguan kesehatan tubuh dapat diketahui

melalui tanda-tanda tubuh yang muncul, serta semua alat monitoring

tadi, termasuk apakah ibu dapat menyusui bayinya atau tidak. Oleh
25

karena itu, pemeriksaan dan monitoring akan dilakukan beberpa kali

sampai tubuh dinyatakan sehat. Biasanya, pemeriksaan akan dilakukan

setiap empat jam sekali pada hari pertama dan kedua, dan dua kali

sehari pada hari ketiga sampai sampai saatnya pulang kembali

kerumah.

Setelah operasi, ibu juga tidak boeh langsung minum atau makan,

kedua hal itu baru boleh dilakukan, jika fungsi organ pencernaan sudah

kembali normal. Umumnya, fungsi gastrointestinal (organ pencernaan)

akan kembali normal dalam 12 jam setelah operasi. Awalnya pasien

akan diberikan diet cairan sedikit demi sedikit, baru kemudian

makanan padat beberapa saat kemudian.

Setelah melewati tahap kritis diruang pemulihan, Biasanya pasien

dipindahkan keruang rawat inap.Persalinan yang dilakukan dengan

operasi membutuhkan rawat inap yang lama dirumah sakit. Hal ini

tergantung cepat lambatnya penyembuhan ibu akibat proses

pembedahan. Hal ini membutuhkan waktu 3-5 hari setelah operasi.

Pada hark ke-5, apabila tidak ada komplikasi, ibu diperbolehkan

pulang kerumah.

Berikut ini tindakan pemeriksaan selam ibu dirumah sakit:

a. Pengukuran denyut jantung dan tekanan darah. Pengukuran ini

biasanya dilakukan beberapa kali dalam sehari.

b. Jika pasien mendapat bius epidural maka efek biusnya kecil,

sedangkan apabila menggunakan anastesi spinal, tungkai bawah


26

akan terasa kebas/baal, tidak dapat digerakan selama beberapa

jam. Namun, apabila operasi mengunakan anastesi umum,

biasanya pasien akan mengantuk , serta nyeri kerongkongan

(akibat selang yang biasnya dimasukan kedalam mulut dan

kerongkongan untuk membantu pernafasan). Selain itu, mulutpun

terasa kering beberapa jam setelah operasi.

Perasaan letih dan bingung mungin akan dialami sebagian besar

ibu setelah melahirkan. Setelah itu, mungkin akan timbul perasaan

tidak nyaman karena nyeri didaerah luka, terutama setelah

pengaruh obat biusnya menghilang.

c. Meskipun persalinan dengan operasi, pasien juga dapat mengalami

perdarahan vagina karena cairan lokhea akan mengalir dari rahim

ibu. Jumlah dan penampilan lokhea yang bercampur darah akan

dipantau secara teratur oleh bidan rumah sakit dengan

menanyakan kepada pasien atau jika diperlukan akan pemeriksaan

langsung dari pembalutnya.

d. Bidan juga akan mencatat dan memeriksa air seni yang keluar dan

tertampung dikantong urin selama ibu masih menggunakan

kateter. Kateter masih deikanakan, sampai ibu masih merasa kuat

bangun dari tempat tidur. Selainitu ditanyakan pula berapa kali

sudah buang air besar. Kateter untuk membuang air kecil akan

terus digunakan sampai 12-24 jam pascabedah. Namun apabila

warna urin jernih maka pemasanga kateter akan berangsung lebih


27

lama. Kateter akan dipasang sampai 48 jam atau lebih jika

pembedahannya akibat rupture uteri, partus lama atau macet,

oedema perineum yang luas dan sepsis puerperalis atau pelvio

peritonitis serta hematuria. Apabila sampai terjadi perlukaan pada

akndung kemih,kateter dipasang sampai 7 hari.

Pada umunya buang air besar pada ibu post SC terjadi pada hari

ketiga. Biasanya, banyak wanita menjadi sembelit setelah

peralinan karena sejumlah cairan hilng dari tubuh, sedangkan

dubur menyerap air sebanyak mungindari tinja agar caira tubuh

seimbang. Kejadian ini biasanya terjadi pada hari persama sampai

hari kelima pasca peralinan Sectio Caesar. Biasanya diberikan

obat pencahar dari rumah sakit dan menu makanan yang berserat

tinggi seperti sereal dan buah-buahan.

e. Tes darah kadang dilakukan sedikitnya sekali setelah persalinan

untuk memastika bahwa hemoglobin ibu sudah kembali normal.

f. Pada beberapa pasien, infus masih tetap dipasang, sampai kondisi

tubuh pasien dikatakan normal biasanya setelah 24 jam pasca

persalinan. Misalnya ibu sudah dapat makan atau minum dengan

baik dan bangun dari tempat tidurnya. Pada enam jam setelah

operasi ibu dapat diberi minuman hangat sedikit demi sedikit,

kemudian secara bertahap lebih banyak biasanya terjadi pada

pasien dengan anastesi regional (jika tidak muntah). Pada anastesi

total biasanya leih lama. Pada anastesi regional ibu diperbolehkan


28

minum stelah ibu buang gas. Setelah itu ibu dapat minum sedikit

demi sedikit dan dilanjutkan dengan makan makanan yang lembut.

g. Bekas sayatan juga akan diperiksa, kalau diperlukan perban akan

diganti.umunya, kasa pada perut akan diganti pada hari ketiga

atau keempat atau sebelum pulang selanjutnya pasien dapat

menggantinya setiap hari.

h. Mengukur suhu tubuh. Apabila suhu tubuh mencpai 38°C atau

lebih maka harus dicari penyebanya. Kemungkinan terjadi infeksi

dalam tubuh.

i. Gerakan tubuh membantu ibu memperoleh kembali kekuatan

dengan cepat dan mempermudah kerja usus besar serta kandung

kemih, paling tidak ibu bisa buang gas. Pada enam jam pertama

ibu dibant untuk menggerakan lengan, tangan, kaki, dan jari-jari

agar organ pencernaan segera kembali normal. Namun apabila

gerakan ini masih terasa berat, setidaknya 12 jam setelah operasi

sudah mampu mengerakan kakai dan tungkai bawah. Berawal dari

sini ibu mulai duduk pada jam ke delapan sampai jam ke duabelas

setelah operasi. Ibu dapat berjalan apabila mamp pada 24 jam

stelah operasi.

Namun, pada hari pertama setelah operasi ibu akan berjalan

sempoyongan. Pada hari kedua ibu masih akan terasa lelah dan

terganggu dengan adanya sayatan diperut bagian bawah. Ibu


29

dimintamemulai gerakan dar menggerakan ujung jari kaki,

memeutar pergelangan kaki, mengangkat tumit, menegangkan otot

betis, serta menekuk dan menggeser-geser kakai kearah pinggir

tempat tidur.

j. Dokter juga akan menannyakan mengenai kontrasepsi yang

mungkin akan dikenakan.

k. Dokter juga akan menganjurkan ibu untuk istirahat cukup setelah

diberikan suntikan untuk mengurangi rasa sakit.

l. Pada hari kedua dan ketiga jika ibu sudah dapat berjalan ibu

diminta ntuk segera membersihkan diri untuk menjaga kebersihan

ibu.

m. Bidan juga akan menunjukan kepada pasien cara membersihkan

tali pusat bayi yang belum putus. Pada beberapa rumah sakit

malah tersedia penyuluhan mengenai hal ini bagi ibu-ibu yang

baru melahirkan.

n. Ibu akan diberi tanggal untuk pemeriksaan pasca persalinan

dengan membawa bayi untuk melakukan pemeriksaan pertama

setelah melahirkan.

H. Perubahan-perubahan masa nifas post SC

1. Perubahan fisiologis

a. Tanda vital

Perubahan fisiologis pada tanda-tanda vital adalah :

1) Suhu badan
30

Suhu rektal pada suhu 24 jam pertama setelah

melahirkan 37,5- 38 ºC, pada hari kedua atau ketiga dapat

terjadi kenaikan suhu, namun tidak lebih dari 24 jam.

Pemeriksaan suhu badan post SC dilakukan tiap 15 menit

pada jam pertama dan 30 menit sekali pada jam

selanjutnya.

2) Denyut nadi

Nadi berkisar antara 60-80 kali permenit. Pada masa

nifas umumnya denyut nadi lebih labil dibandingkan

dengan suhu badan. Frekuensi denyut nadi pada pasien post

SC dicatat setiap setegah jam untuk 2 jam pertama, lalu

setiap jam untuk 2 jam berikutnya dan kemudian setiap 4

jam ( Medforth, 2012). Denyut nadi yang cepat dapat

disebabkan oleh infeksi.

3) Tekanan darah

Tekanan darah pada post SC harus diperhatikan,

tekanan darah normal antara 110-120 mmHg. Pemeriksaan

tekanan darah post SC pada pasien post SC dicatat setiap

setegah jam untuk 2 jam pertama, lalu setiap jam untuk 2

jam berikutnya dan kemudian setiap 4 jam ( Medforth,

2012).
31

4) Suhu tubuh

Suhu tubuh normalnya 35 ,5 C - 37 C pada pasien

post SC dicatat setiap setegah jam untuk 2 jam pertama,

lalu setiap jam untuk 2 jam berikutnya dan kemudian setiap

4 jam ( Medforth, 2012).

5) Respirasi

Pemeriksaan respirasi yang pertama adalah pastikan

jalan nafas bersih dan cukup ventilasi. Respirasi pada

wanita post SC, selam tidak memiliki penyakit pernafasan

akan kembali normal dengan cepat berkisar 18-20x//menit

(Mochtar,2012). Observasi setiap setegah am pada dua jam

pertama. Bila tanda vital stabil observasi dilanjutkan stiap

satu jam (Rasjidi, 2009).

b. Alat reproduksi

Perubahan-perubahan fisiologis pada alat-alat reproduksi

yaitu :

1) Uterus

Selama 12 jam pertama paska partum, kontraksi uterus kuat

dan teratur, ini berlanjut 2 – 3 hari berikutnya, meskipn

frekuensinya dan intensitasnya diurangi fator-faktor yang

memperberat nyeri penyerta meliputi multipa, overdstersi

uterus ( Jotowiyono, 2010).

Pengeluaran lokea antara lain :


32

a) Lochea rubra (cruenta) : berisi darah segar dan sisa-

sisa selaput ketuban, sel-sel decidua, vernik caseosa,

dan mekonium, selama 2 hari pasca persalinan.

b) Lochea sanguelenta : berwarna merah kuning berisi

darah dan lendir, hari ke 3-7 pasca persalinan.

c) Lochea serosa : berwaran kuning, cairan tidak berdarah lagi

pada hari ke 7-14 pasca persalinan.

d) Loche alba : cairan putih, setelah 2 minggu.

e) Lochea purulenta : terjadi infeksi, keluar cairan

seperti nanah barbau busuk.

f) Locheostasis : lochea tidak keluar

lancar. c. Ligamen-ligamen

Ligamen, fasia dan diafragma pelvis yang meregang pada waktu

persalinan, setelah bayi lahir, setelah berangsur-angsur menjadi

ciut dan pulih kembali sehingga tidak jarang uterus jatuh

kebelalang dan menjadi retrofleksi, karena ligamentum

rotundum menjadi kendor. Untuk memulihkan kembali

sebaiknya dengan latihan-latihan (mobilisasi) post SC.

2. Perubahan psikologi

Farrer (2001 : 216), mengungkapkan bahwa perubahan-

perubahan psikologi pada ibu mas nifas :

Perubahan yang mendadak dan dramatis pada status

hormonal menyebabkan ibu berada dalam masa nifas menjadi


33

sensitif terhadap faktor-faktor yang dalam keadaan normal mampu

diatasinya. Disamping perubahan hormonal, cadangan fisiknya

sering sudah terkuras oleh tuntunan kehamilan dan persalinan.

Keadaan kurang tidur, lingkungan yang asing baginya dan oleh

kecemasan akan bayi, suami atau anak-anak yang lainnya. Depresi

ringan akan menghilang dengan sendirinya dalam waktu yang

singkat setelah kondisi ibu membaik.

a. Perubahan emosional ,hormonal, psikologis, sosial dan budaya

ibu nifas

1) Setelah persalinan bedah sc, beberapa wanita mungkin akan

mengalami perasaan emosi yang campur aduk seperti

bingung dan sedih, terutama jika operasi tersebut dilakukan

karena keadaan darurat (tidak direncanakan sebelumnya).

Menurut penelitian hamper 50% ibu setelah melahirkan

(baik melahirkan alami maupun operasi) mengalami depresi

setelah melewati persalinan. Penelitian lain

mengungkapkan, hamper 80% ibu baru, mengalami

perasaan sedih setelah melahirkan misalnya perasaan ibu

yang merasa tidak mampu atau kawatir akan bertanggung

jawab barunya sebagai ibu, yakni merawat anak. Hal ini

semakin menekan apabila lingkungan keuarga kurang

membei perhatian padanya, melainkan, pada si kecil, ibu


34

akan merasa terisih. Keadaan ini yang lebih dikenal baby

blues (Kasdu, 2003).

2) Perubah hormonal

Setelah melahirkan, terjadi berbagai perubahan tubuh

dalam proses mengembalikan fungsi organ reproduksi

seperti semula karena setelah melahirkan, hormon

progesteron dan ekstrogen mengalami proses perubahan

kembali ke keadaan sebelum hamil. Berdasarkan penelitian

34% ibu baru, menderita post partum depression pada

tahun pertamanya. Sampai saat ini, para dokter menilai

post partum depression sebagai akibat dari perubahan

hormon secara mendadak setelah melahirkan.

3) Adaptasi psikologi masa nifas

Perubahan psikologis yang berangsung selama semingu

pertama menyebabkan banyak wanita yang emosional dan

perasaan labil. Ini terjadi 3-4 hari pertama. Kekuatiran

alamiah dan tacit melahirkan, upaya fisik waktu bersalin

merupakan pengalaman puncak yang dialami keluarga,

kerabat maupu bidan. Jika masa nifas tidak dijalankan

dengan baik maka akan mengarah pada kesulitan

emosional atau depresi.

Menurut Reva Rubin ada 3 fase selama periode nifas,

yaitu:
35

a) Periode Taking-in

(1) Periode ini terjadi sesudah melahirkan. Ib baru pada

umumnya pasif dan tergantung pehatiannnya tertuju

pada kekhawatiran akan tubuhnya.

(2) Ia mungkin akan mengulang-ulang menceritakan

pengalamnya waktu melahirkan

(3) Tidur tanpa ganggguan sangat penting untuk

mengurangib gangguan kesehatan akibat kurang

istirahat.

(4) Peningkatan nutrisi dibutuhkan untuk mempercepat

pemulihan dan penyembuhan luka, serta persiapan

proses laktasi aktif.

(5) Dalam memberikan asuhan, bidan harus dapat

menfasilitasi kebutuhan psikologis ibu. Pada tahap

ini, bidan dapat menjadi pendengar yang baik serta

ibu menceritakan pengalamanya. Berika juga

dukungan mental serta apresiasi atas hasil perjuangn

ibu sehingga dapat berhasil melahirkan bayinya.

bidan harus menciptakan perasaan yang nyaman bagi

ibu sehingga ibu dapat laluasa terbuka

mengemukakan permasalahan yang dihadapi pada

bidan.
36

b) Periode taking hold

(1) Periode ini berlangsung pada hari ke 2-4 post

partum.

(2) Ibu mnejdi perhatian pada ibunya menjadi orang tua

yang sukses dan maningkatkan tanggung jawab

terhadap bayi.

(3) Ibu berkonsentrasi pada pengontrolan fungsi

tubuhnya, BAB, BAK, Mobilisasi serta kekuatan dan

ketahan tunuhnya.

(4) Ibu berusaha keras untuk menguasai asuhan

keperawatan bayinya.

(5) Pada masa ini, ibu biasanya agak sensitive dan

merasa tidak mahir dalam melakukan hal-hal

tersebut.

(6) Pada tahap ini, bidan harus tanggap terhadap

kemungkinan perubahan yang terjadi.

(7) Tahap ini merupakan waktu yang tepat bagi bidan

untuk memberikan bimbingan cara perawatan bayi,

namun harus selalu diperhatikan teknik

bimbingannya, jangan sampai menyinggung perasaan

atau membuat perasaan ibu tidak nyaman karena ia

sangat sensitive.
37

c) Periode Leting Go

(1) Periode ini biasanya terjadi setelah ibu pulang

kerumah, periode ini sangat berpengaruh terhadap

waktu dan perhatian yang diberikan oleh keluarga.

(2) Ibu mengambil tanggung jawab terhadap perawatan

bayi dan ia harus beradaptasi dengan segala

kebutuhan bayi yang sangat tergantung kepadanya.

Hal ini menyebabkan berkurangnya hak ibu,

kebebasan, dan hubungan sosial.

(3) Depresi post partum umunya terjadi pada periode

ini.

4) Factor-faktor yang mempengaruhi suksesnya masa transisi

ke masa menjadi orang tua pada saat post partum, antara

lain:

(a) Respon dan dukungan keluarga dan teman

Bagi ibu post partum, apalagi pada ibu yang baru

oertam kali melahirkan akan sangatmembutuhkan

dukungan orang-orang terdekat karena ibu belum

sepenuhnya berada pada kondisi stabil, baik fisik

maupun psikologisnya. Dengan respon positif dari

lingkungan, akan mempercepat proses adaptasi

peran ini sehingga akan mempermudahkan bagi

bidan untuk memberikan asuhan yang sehat.


38

(b) Hubungan pengalaman melahirkan dan

membesarkan anak yang lalu.

Walaupun bukan pengalaman pertama untuk

melahirkan bayinya, namun kebutuhan untuk

mendapatkan dukungan positif dari lingkungannya

tidak berbeda adalah teknik penyampaian dukungan

yang diberikan lebih kepada support dan apresiassi

dari keberhasilan dalam meewati saat-saat sulit pada

persalinan yang lalu.

(c) Pengaruh budaya

Adanya adat-istiadat yang dianut oleh lingkungan

dan keluarga sedikit banyak akan mempengaruhi

keberhasian ibu dalam melewati saat transisi ini.

I. Perawatan pasca operasi

1. Perawatan luka insisi

Proses sterilisasi yang baik pada alat-alat operasi dan kamar bedah,

ditambah dukungan antibiotik yang adekuat membuat perawatan luka

operasi menjadi jauh lebih mudah. Luka pasca operasi dapat diolesi salep

antibiotik atau dilapisi Sofratulle®, lalu ditutup dengan plester plastik

sekali pakai (disposable), yang salah satunya dikenal dipasaran dengan

nama dagang Tegaderm®. Penggunaan plester plastik tersebut sangat

memudahkan pasien karena pasien dapat mandi meskipun plester baru

dibuka pada hari ketujuh atau hari kedelapan.


39

2. Komplikasi luka operasi

Secara umum, luka operasi yang ditata laksana secara adekuat jarang

mengalami komplikasi, tetapi pada kasus-kasus tertentu, dapat dijumpai

luka operasi yang basah.

a. Luka operasi yang mengeluarkan darah, eksudat, atau nanah.

Ditata laksana dengan melakukan pemijatan untuk mengeluarkan

semua darah, eksudat ataupun nanah yang masih ada dibawah kulit.

Setelah tidak ada lagi cairan yang keluar, luka operasi yang basah

dirawat secara basah pula, dengan menggompres luka dengan kasa

lembab. Kasa dilembabkan dengan meneteskan cairan steril ditambah

antibiotik atau dengan menambahkan Rivanol tiap 15 menit untuk

menarik cairan bawah kulit yang tersisa. Kasa diganti 2x sehari atau

jika telah terlihat kotor.

b. Luka operasi yang berlubang.

Apabila masih ada cairan darah atau nanah, luka yang berlubang

tersebut tetap tertata laksana seperti pada penjelasan nomor 1.

Pemeriksaan kultur ditambah uji sensitifitas antibiotik pada spesimen

nanah akan sangat membantu untuk memilih antibiotik.

c. Apabila luka terbuka terbuka lebih dalam sampai kelapisan fascia,

atau lebih dalam lagi hingga menembus rongga abdomen, luka

ditata laksana dengan melakukan penutupan luka (penjahitan)

sekunder di kamar bedah.


40

3. Anastesi pada seksio sesaria

Jenis tindakan anastesi yang lazim dilakukan pada pasien seksio sesaria

adalah sebagian berikut.

a. Anastesi umum

Disebut juga dengan istilah general anasthesia, adalah teknik

pembiusan yang membuat pasien tidak sadar selama operasi. Teknik

tersebut sudah lama dipergunakan, tetapi seiring dengan

perkembangan ilmu anastesi, teknik ini perlahan-lahan mulai

ditinggilkan, kecuali pada kasus-kasus tertentu.

Keuntungn teknik tadi adalah pasien lebih tenang dan pergerakan usus

lebih terkendali. Kekurangannya adalah :

1) Jika proses pengeluaran janin lama, janin akan ikut terpengaruh

sehingga nilai APGAR akan turun.

2) Pasien harus menjalani puasa pascaoperasi hingga flatus atau

bising usus (+), yang dapat berlangsung sampai 24 jam.

3) Mual muntah

4) Biaya yang relatif lebih mahal.

b. Anastesi spinal

Proses pembiusan melalui tulang punggungsehingga yang mati rasa

hanya dari pinggang kebawah dan pasien tetap sadar. Teknik ini kini

sangat populer.

Keuntungan anastesi spinal adalah :


41

a) Pasien tetap sadar

b) Janin tidak berpengaruh walaupun proses pengeluaran janin

berlangsung lama

c) Sesuai stabilisasi pasien dapat berlangsung lama

d) Sesuai stabilisasi, pasien dapat langsung minum dan makan secara

bertahap

e) Biaya yang relatif lebih murah

f) Komplikasi lebih sedikit

Kerugian adalah :

a) Pasien harus tetap berbaring selama 24 jam

b) Dapat terjadi nyeri tengkuk atau nyeri kepala

4. Tempat perawatan pasca bedah

Tindakan dikamar opersai selesai, pasien dipindahkan ke kamar

operasi khusus yang dilengkapi dengan alat pendingin udara selama

beberapa hari, jika setelah pembedahan keadaan pasien gawat segera

pindahkan pasien ke unit perawatan intensif (intensive care unit) untuk

perawatan bersama dengan unit anastesi karena ICU mempunyai

peralatan yang menyelamatkan pasien yang lebih lengkap.

Setelah beberapa hari dirawat didalam kamar perawatan khusus atau

unit perawatan intensif dan keadaan pasien mulai pulih, barulah pasien

dipindahkan keruang perawatan semula. Di ruang nifas, perwatan luka

dan pengukuran tanda-tanda vital pasien dilanjutkan seperti bias.


42

5. Pemberian cairan dalam infus dan diet

Prisip pemberian cairan diet sebenarnya bergantung pda tindakan

anastesi yang telah dilakukan pada pasien. Pada pasien yang dibius

dengan anastesi spinal, tidak ada aturan khusus untuk memberikan cairan

dan diet karena pada prinsipnya, pasien dapat segera minum dan makan

setelah keadaran kembali. Cairan infus sebagai selain sebagai sumber

asupan cairan, sering juga dipergunakan sebagi tempat pemberian

antibiotik dan analgetik intravena dianggap sudah mencukupi, infus dapat

segera dilepas dan pemberian obat-obatan. Pada dilanjutkan peroral.

Pada pasien yang dianastesi umum, pemberian cairan harus lebih

diperhatikan karena pasien harus dipuasakan sampai bising usus sudah

terdengar. Selama puasa itu, asupan kalori dan jumlah kalori harus

dihitung. Secar umum, pemberian infus Valamin®, Futrolit® dan cairan

sejenisnya yang cukup memadai.

Diet dapat diawali dengan makanan lunak diikuti makanan biasa

tinggi serat. Pemberian makanan sering kali tidak diperlukan karena pada

operasi seksio sesaria, tidak ada manipulasi pada saluran cerna.

6. Penatalaksanaan nyeri

24 jam pertam pasca operasi, pasien akan merasa nyeri sehingga

diberikan analgetik yang adekuat. Rasa nyeri pada pasien yang mendapat

anastesi spinal timbul sejak tungkai bawah mulai dapat


43

digerakan. Lazimnya penghilang sakit tlah diberikan dalam tetesan infus

oleh dokter anastesi, selanjutnya analgetik dapat diberikan diruang rawat.

7. Kateterisasi

Pengosongan kandung kemih pada bedah kebidanan pervaginam

sama denga persalinan biasa jika tidak ada luka robekan yang luas pada

jalan lahir. Jika terdapat luka robekan yang luas, untuk mencegah iritasi

dan pencemaran oleh urin, kandung kemih dikosongkan dengan kateter.

Kandung kemih yang penuh menimbulkan rasa nyeri yang tidak enak

pada pasien, menghalangi involusi uterus, dan menyebabkan perdarahan.

Karena itu, dianjurkan pemasangan kateter tetap dauer atau kateter belon

yang dipasang selama 24-48 jam tau lebih, tergantung jenis operasi dan

keadaan pasien. Dengan cara tersebut, urin dapat ditampung dan diukur

dalam botol plastik secara periodik.

Apabila tidak dipasangkateter tetap, dianjurkan untuk melakukakan

kateterisasi rutin kira-kira 12 jam jam pascabedah, kecuali psien dapat

buang air kecil sendiri sebanyak 100 cc atau lebih dalam satu jangka

waktu. Selanjutnya kateterisasi diulangi setiap 8 jam, kecuali pasien

dapat buang air kecil sendiri.

8. Pemberian obat-obatan

a. Antibiotik, kemotrapi dan antiimflamsi.

Seasepsis apapun kita bekerja , tidak ada jaminan luka akan

sembuh perprimum tanpa pemberian antibiotik. Ditambah dafpula,

sebagian besar pasien yang menjalani bedah kebidanan adalah pasien


44

yang tidak terdaftar dan dikirim dari luar. Sebelum dikirim oleh

penolong yang pertama biasanya telah dilakukna manipulasi-

manipulasi pervaginam yang sepsis dan dapat menimbulkan infeksi

inttrapartum. Dipihak lain, fasilitas rumah sakit yang benar-benar

asepsis masih disangsikan keberadaanya. Karena itu pada bedah

kebidanan pervaginam dan perabdominal, bagaimanapun luka pasien,

perlindungan antibiotik masih diperlukan.

Pedoman umum pemulihan dan pemberian antibiotik adalah

sebagai berikut.

1) Golongan antibiotik yang aman dan efektif untuk

pascapersalinan dan pasca operasioperasi adalah golongan

sefalosporin generasi kedua atau ketiga, seperti sefadroksil atau

seftriakson. Kombinasi dengan metronidazol akan memberikan

hasil yang lebih memuaskan karena akan memberikan hasil yang

lebih memuaskan karena akan menckup juga kuman-kuman

anaerob. Efek samping yang mungkin timbul antara lain mual.

2) Pada kasus-kasus tertentu, pasien masih dapat terinfeksi, yang

ditandai denga luka yang basah, bernanah, maupun timbul

demam. Jika terjai demikian lalukan uji efektivitas antibiotik

pada kultur spesimen darah (pus) atau kultur darah. Pemberian

antibiotik diberikan pada uji sensivitas terebut.


45

b. Mobilisasi segera dan banyak minum air hangat akan mencegah

pasien kembung. Jika terdapat kembung dapat diberikan klopramid

3 x 10 mg setelah jam sebelum makan. Kombinasi dengan antasid

yang mengandung dimetilpolisiloksan akan memberikan hasil yang

lebih baik.

c. Obat pelacar ASI, seperti Laktafi®, Milmor®, dapat diberikan

beberapa kali sebelum operasi /melahirkan.

d. Vitamin C, B Complek dpat diberikan untuk mempercepat

penyembuhan pasien.

e. Obat-obatan pencegah perut kembung. Untuk mencegah perut

kembung dan untuk memperlancar kerja saluran cerna, dpat

diberikan obat-obatan melelui suntikan dan peroral. Antaralain

primperam, prostigmin, dan sebagainya. Apabila terjadi distensi

abdomen, yang ditandai denga adanya perut kembung dan

meteorismus dilakukan dekompresi dengan pemasangan pipa rektal

dan pipa nasal. Boleh juga diberikan bisakodil supositiria, 36 jam

pascabedah.

f. Obat-obatan lainya

Untuk meningkatkan vitalitasdan keadaan umum pasien, dapat

diberikan roboransia, obat antiimflamansi, atau tranfusi darah pada

pasien yang anemis (muchtar, 2012).


46

J. Mobilisasi

1. Pengertian mobilasi

Mobilisasi adalah kemampuan individu untuk bergerak secara

bebas, mudah dan teratur denga tujuan untuk memenuhi kebutuhan

aktifitas guna mempertahankan kesehatanya.

2. Mobilisai dini

Mobilisasi dini adalah pergerakan yang dilakukan sedini mungkin

ditempat tidur dengan melatih bagian – bagian tubuh untuk melakukan

peregangan.Mobilisasi dini segera tahap demi tahap sangat berguna

untuk membantu jalannya penyembuhan luka pada ibu post Sectio

Caesarea. Kemajuan mobilisasi dini tergantung pada jenis operasi

yang dilakukan dan komplikasi yang mungkin dijumpai. Apabila

menggunakan epidural atau spinal block, mobilisasi dini dimulai

dengan tubuh bagian bawah dapat merasakan sehingga dapat

menggoyangkan kaki, selanjutnya mulai miring ke kanan dan ke kiri

dapat dimulai sejak 6-10 jam secara berturut-turut duduk, berjalan

disekitar tempat tidur dan mulai berjalan dalam jarak pendek

(Setyowati, 2012).

Mobilisasi segera, tahap demi tahap, sangaat berguan untuk

membantu penyembuhan pasien. Kemajuan mobilisasi bergantung

pula pada jenis yang dilakukan dan komplikasi yang mungkin

dijumpai. Secara psikologis mobilisasi juga memberika kepercayaan


47

diri bahwa pasien dia mulai sembuh. Perubahan gerakan dan posisi

harus diterangkan kepada pasien dan keluarga yang menunggui.

Mobilisasi bertujuan untuk memenuhi kebutuan dasar (termasuk

melakukan aktifitas hidup sehari-hari dan aktifitas reksreasi),

mempertahankan diri (melindungi diri dari trauma), mempertahnkan

knsep diri, mengepresikan diri dengan gerakan non verbal. Mobilisasi

dan imobilisasi berada pada satu rentang. Imobilisasi dapat berbentuk

tirah baring dan bertujuan mengurangi aktifitas fisik dan kebutuhan

oksigen tubuh., mengurangi nyeri, dan untuk mengembalikan

kekuatan.

Mobilisasi sangat dipengaruhi oleh system neuromuscular,

meliputi system otot, skeletal, sendi, ligament, tendon, dan saraf.

a. Otot skeletal.

Otot skeletal mengatur gerakan tulang karena adanya

kemampuan otot berkontraksi dan relakssi yang bekerja

sebagai system pembangkit.

b. Skeletal

Skeletal adalah rangka pendukung tubuh dan berdiri dari empat

tipe tulang. Panjang, pendek, pipih, dan ireguler (tidak

beraturan).System skeletal berfungsi dalam pergerakan,

melindungi organ vital, membantu mengatur keseimbangan

kalsium, berperan dalam pembentuka sel darah merah.


48

c. Sendi

Sendi adalah hubungan diatara tulang, diklasifiksikan menjadi ;

1) Sendi sinostik mengikat tulang dengan tulang mendukung

kekuatan dan stabilitas. Tidak ada pergerakan pada tipe

send ini. Contoh : sacrum, pada sendi vertebrata.

2) Sendi kartilaginous/sinkondrodial, memiliki sedikit

pergerakan, tetapi elastis dan menggunakan kartlago untu

menyatukan permukaannya. Sendi kartilago terdapat pada

tulang yang mengalami penekanan yang konstan, seperti

sendi kostosternal antara sternum dan iga.

3) Sendi fribrosa/sindesmodial, adalah sendi dimana

permukaan tulang disatukan dengan ligament atau

membrane. Serat atau ligamennya fleksibel dan dapat

diregangkan, dapat bergerak dalam jumlah yang terbatas.

Contoh ; sepasang tulang pada kaki bawah (tibia dan

fibula).

4) Sendi synovial atau sendi yang sebenarnya adalah sendi

yang dapat digerakan secara bebas dimana permukaan

tulang dan pendekatan dilapisi oleh kartilagi artikular dan

dbungkus oleh ligamen membrane synovial. Contoh : sendi

putar seperti sendi pangkal pada (hip) dan sendi engsel

seperti sendi interfalang pada jari.


49

d. Ligament

Ligament adalah jaringan fibrosa yang berwarna putih,

mengkilat, fleksibel mengikat sendi menjadi satu satu sama lain

dan menghubungkan tulang dan kartilago.

e. Tendon

Tendon adalah jaringan ikat fibrosa yang berwarna putih,

mengkilat, dan menghubungka otot dengan tulang.Tendon

sifatnya kuat, fleksibe da tidak elastic serta mempunyai

panjang dan ketebalan yang bervariasi.

f. Kartilago

Kartilago adalah jaringan pengdukung yang mempunyai

vaskuler, terutama berada di sendi dan totaks, trachea, laring

hidung, dan telinga.

g. System saraf

Site saraf mengatur mengatur pergerakan dan system

tubuh.cArea motorik volunter utama, berada di konteks srebral,

yaitu di girs prasentral atau alur motorik.

h. Propripsepsi

Propriosepsi adalah sensasi yang dicapai melalui simulasi dari

bagia tubuh tertentu dan aktifitas otot. Proprioseptor memonitor

aktifitas otot dan posisi tubuh secra berkesinambungan.

Misalnya : proprioseptor pada telapak kaki berkontribusi untuk

member postur yang benar ketika berdiri dan berjalan. Saat


50

berdiri, ada penekanan pada telapak kaki secara terus

menerus.Propriseptor memonitor tekanan, melanjutkan

informasi ini sampai memutuskan untuk mengubah posisi.

3. Factor yang mempengaruhi mobilisasi

a. System muscular

b. Gaya hidup

c. Ketidakmampuan

d. Tingkat energy

e. Tingkat perkembangan

4. Respon fisiologik dari perubahan mobilisasi, adalah perubahan

pada:

a. Musculoskeletal seperti kehilangan daya tahan, penurunan

massa otot, atropi dan abnormalnya sendi dan gangguan

metabolisme kalsium.

b. Kardiovaskulerseperti hipotensi ortostatik, peningkatan beban

kerja jantung dan pembentukan thrombus.

c. Pernafasan seperti atelektasis dan pneumonia hipostatik.

d. Metabolisme dan nutrisi antara lain laju metabolism,

(metabolism lemak dan protein), ketidak seimbangan cairan

dan elekrtolit (ketidakseimbangan kalsium), dan gangguan

pencernaan (konstipasi).

e. Eliminasi urin sperti stasis urin meningkat resiko terjadi infeksi

saluran perkemihan dan batu ginjal.


51

f. Integument seperti ulkus dekubitus adaah akibat ischemia dan

anoksia jaringan.

g. Neuro sensori dapat terjadi sensori deprivation.

5. Respon psikososial

Meningkatkan respon emosional, intelektual, sensori dan

sosiokultural.Perubahan emosional yang paling umum adalah

depresi, perubahan perilaku, perubahan dalam siklus tidur-bangun,

dan gangguan koping.

6. Rencana asuhan

a. Mencoba mobilisasiatau menggerakan tubuh

b. Menjaga vital sigh

c. Mengatur sekresi jalan nafas

d. Menjaga fungsi kardiovaskuler

e. Menjaga pola tidur

f. Menaga sosialisasi

g. Mencoba merawat diri secara mandiri

h. Mecoba melaukan aktifitas fisik

i. Mencegah terjadinya tromboflebitis

(Handiyani, Mobilisasi dan imobilisasi)

K. Bila mobilisasi tidak dilakukan

Bila mobilisasi tidak dilakukan maka akan terjadi tomboemboli

kemudian menjadi tromboflebitis.


52

1. Tromboemboli

a. Pengertian tromboemboli

Tromboemboli berasal dari kata thrombus dan emboli.Thrombus

adalah kumpulan factor darah terutama trombosit dan fibrin dengan

terperangkapnya unsure seluler yang sering menyebabkan obstruksi

vaskuler pada akhir pembentukannya.

Tromboemboli adalah obstruksi pembuluh darah dengan bahan

trombolik yang dibawa oleh darah dari temnpat asal untuk

menyumbat. Statis vena pada ekstremitas bawah yang disebabkan

karena melemahnya diniding pembuluh darah dan penekanan vena-

vena utama akibat pembesaran uterus.

Meskipusn system bekua darah kembali ke tingkat normal sebelum

kehamilan, resiko terjadinya thrombosis tetap berlanjut 4-5 minggu

setelah persalinan.

b. Tanda dan Gejala Tromboemboli

Tromboemboli pada masa nifas pada umumnya sering ditandai

dengan:

1) Manifestasi klinik klasik yang disebut dengan

phlegmasia alba dolens atau milk yaitu berupa edema

tungkai dan paha

2) Disertai rasa nyeri yang hebat

3) Sianosis local
53

4) Demam yang terjadi karena terlibatnya vena dalam dari

kaki sampai region illeofemoralis.

Nyeri pada otot betis baik spontan ataupun akibat

peregangan tendon Achilles (homan’s sign) tidak

mempunyai arti klinis yang bermakna karena tanda yang

sama seringkali ditemukan pada awal masa nifas akibat

tekanan oleh peyangga betis meja obstetric saat persalinan.

Derajat nyeri tidak berhubungan dengan risiko terjadinya

emboli karena banyak penderita emboli paru yang

sebelumnya tidak menunjukkan tanda – tanda thrombosis

vena.

c. Factor resiko yang meningkatkan tromboemboli

1) Bedah kebidanan

2) Persalinan pervaginam dengan tindakan

3) Usia lanjut ibu hamil dan melahirkan

4) Duprusi laktasi dengan menggunakan preparat ekstrogen

5) Sickle cell disease

6) Riwayat tromboflebitis sebelumnya

7) Penyakit jantung

8) Immobilisasi yang lama

9) Obesitas

10) Infeksi maternal dan infeksi vena kronik

11) Multipara
54

12) Farises

13) Preeklamsi

14) Persalinan lama

15) Anemia

16) Perdarahan

d. Klasifikasi tromboemboli

Tromboemboli pada umumnya terjadi pada vena-vena kecil

didaerah betis dan meluas di daerah proksimal sampai vena

femoralis atau iliaka, jarang sampai vena cava inferior.

Pada mnasa nifas adalah vena-vena pelvis karena kurangnya

aliran darah akibat hipertrofi vena uterus.Trombi dapat meluas ke

vena iliaka dan dapat diikikuti terjadinya emboli paru yang fatal.

Jika terjadi bekuan darah dalam vena tanpa didahului oleh

inflamasi sebelumnya, keadaan ini disebut flebotrombosisi.

Sedangkan jika thrombosis terjadi akibat adanya peradangan

diding vena sebelumnya disebut tromboflebitis.

2. Tromboflebitis

a. Pengertian Tromboflebitis

Tromboflebitis adalah peradangan vena yang terjadi

dikaitkan dengan bekuan intervaskular atau trombus

(Manuaba,2010).
55

b. Tanda dan Gejala Tromboflebitis

1) Tromboflebitis Pelvik

a) Nyeri, yang terdapat pada perut bagian bawah dan atau

perut bagian samping

b) timbul pada hari ke 2 – 3 masa nifas dengan atau tanpa

panas.

c) Menggigil berulang kali

d) Suhu badan naik turun secara tajam (360◦c menjadi

400◦c).

e) Penyakit dapat berlangsung selama 1 – 3 bulan.

f) Cenderung terbentuk PUS, yang menjalar ke mana-

mana, terutama ke paru-paru.

g) Pada pemeriksaan leukosit tidak ditemukan apa-apa

karena yang paling banyak terkena adalah vena

ovarika, yang sukar dicapai pada pemeriksaan dalam.

2) Tromboflebitis Femoralis

a) Pada salah satu kaki yang terkena, akan memberikan

tanda-tanda sebagai berikut :

b) Kaki sedikit dalam keadaan fleksi dan rotasi keluar

serta sukar bergerak, lebih panas dibanding dengan

kaki lainnya.

c) Seluruh bagian dari salah satu vena pada kaki terasa

tegang dan keras pada paha bagian atas.


56

d) Nyeri hebat pada lipat paha dan daerah paha.

e) Reflektorik akan terjadi spasmus sehingga kaki

menjadi bengkak, tegang, nyeri dan dingin dan pulsasi

menurun.

f) Edema kadang-kadang terjadi sebelum atau setelah

nyeri dan pada umumnya terdapat pada paha bagian

atas, tetapi lebih sering dimulai dari jari-jari kaki dan

pergelangan kaki, kemudian meluas dari bawah ke

atas.

g) Nyeri pada betis, yang dapat terjadi spontan atau

dengan memijit betis.

h) Keadaan umum tetap baik, suhu badan subfebris

selama 7 – 10 hari, kemudian suhu mendadak naik

kira-kira pada hari ke 10 – 20, yang disertai dengan

menggigil dan nyeri sekali

c. Factor resiko yang meningkatkan tromboemboli

Pertambahan usia, semakin tua maka semakin beresiko

terjadi tromboflebitis.

1) Episode tromboflebitis sebelumnya

2) Pembedahan obstetric

3) Kelahiran

4) Obesitas

5) Imobilisasi
57

6) Trauma vaskular

7) Varises

8) Multiparietas

9) Supresi laktasi dengan esterogen

10) Infeksi nifas

d. Klasifikasi Tromboflebitis

1) Tromboflebitis Femoralis

Yaitu suatu tromboflebitis yang mengenai satu atau

kedua vena femoralis. Hal ini disebabkan oleh adanya

trombosis atau embosis yang disebabkan karena adanya

perubahan atau kerusakan pada intima pembuluh darah,

perubahan pada susunan darah, laju peredaran darah, atau

karena pengaruh infeksi atau venaseksi.

2) Tromboflebitis Pelvik

Mengenai vena-vena dinding uterus dan ligamentum

latum, yaitu vena ovarika, vena uterina dan vena hipogastrika.

Vena yang paling sering terkena adalah vena ovarika dektra

karena infeksi pada tempat implantasi plasenta terletak di

bagian atas uterus. Perluasan infeksi dari vena ovarika sinistra

ialah ke vena renalis, sedang perluasan infeksi dari vena

ovarika dekstra ialah ke vena kava inferior. Perluasan infeksi

dari vena uterina ialah ke vena iliaka komunis.


58

Bakteri yang biasanya berkaitan dengan tromboflebitis

streptokokus anaerob dan bakteriodes (Winkjosastro, 2010).

II. Manajemen Kebidanan

Manajemen kebidanan adalah proses pemecahan masalah yang

digunakan sebagai metode untuk mengorganisasikan pikiran dan tindakan

berdasarkan teori ilmiah, temuan,ketrampilan dalam rangkaian atau tahapan

yang logis untuk mengambil suatu keputusan yang terfokus pada klien

(Varney, 2007).

Manajemen kebidanan terdiri dari VII langkah yang berurutan, yang

dimulai dengan pengumpulan data dasar dan berakhir dengan evaluasi.

langkah – langkah tersebut membentuk kerangka yang lengkap dan bisa di

aplikasikan dalam semua situasi yaitu:

A. Langkah I Identifikasi Data Dasar

Pada langkah ini dikumpulkan semua informasi yang akurat dan lengkap

melalui data subjektif dan objektif dari semua sumber yang berkaitan dengan

kondisi klien. Untuk memperoleh data dilakukan dengan cara anamnesis,

Pemeriksaan fisik sesuai dengan kebutuhan dan pemeriksaan tanda-tanda vital,

riwayat kesehatan sebelumnya dan riwayat kesehatan terbaru, serta

Pemeriksaan penunjang.

1. Pengumpulan Data

a. Data Subjektif terdiri dari :

1) Biodata / Identitas
59

Biodata klien mencakup nama, umur, jenis kelamin, agama,

suku/bangsa, pendidikan, pekerjaan, alamat.

2) Riwayat penyakit

Riwayat penyakit diderita sekarang, riwayat penyakit sekarang

yang menyertai, riwayat kesehatan lalu, riwayat kehamilan dan

persalinan, riwayat pertumbuhan dan perkembangan, riwayat

pemenuhan nurtisi, riwayat kesehatan keluarga, data psikologis

klien, data sosial, data spiritual, pola eliminasi, serta pola

tidur/istirahat.

3) Pola kebiasaan sehari-hari

(1) pola pemenuhan kebutuhan nutrisi sebelum dan pasca

operasi, kapan dan beberapa banyak klien makan dalam

satu hari, jenis makanan pokok, buah-buahan apa saja

yang sering dimanakan, makan- makanan yang banyak

mengandung kalori dan protein.

(2) Pola aktivitas sebelum dan pasca operasi

Kegiatan sehari-hari di rumah maupun di luar rumah.

Apakah klien masih bias melaksanakan kegiatan seperti

sebelum sakit.

(3) Pola pemenuhan istrirahat tidur sebelum dan pasca

operasi.

Kapan dan berapa lama tidur.

Adakah gangguan / perubahan pola tidur.


60

(4) Pola eliminasi sebelum dan pasca operasi.

Apakah klien buang air besar ( BAB )/ buang air kecil

( BAK ) secara tertur, berapa kali klien buang air besar

( BAB )/ buang air kecil ( BAK ) dalam satu hari.

(5) Pola kebersihan diri sebelum dan pasca operasi

Berapa kali klien mandi, berapa kali keramas, berapa kali

klien mengosok gigi.

b. Data Objektif meliputi :

1) Pemeriksaan umum

Pemeriksaan umum yang harus diperhatikan yaitu keadaan

umum dan tanda-tanda vital : tingkat kesadaran, tekanan darah,

nadi, respirasi, dan suhu. Pada menometroragia akan didapatkan

kegelisahan dan kekhawatiran dari klien.

2) Observasi dan pemeriksaan fisik.

Observasi dan pemeriksaan fisik merupakan metode

pengumpulan data yang tidak dapat dipisahkan, observasi

adalah melihat, memperhatikan sesuatu pada pemeriksaan

fisik. Pada saat observasi dilakukan inspeksi, palpasi,

auskultasidan perkusi. Pemeriksaan fisik yang dilakukan pada

klien dengan mobilisasi dini yaitu pemeriksaan :

a. Kepala

Meliputi rambut, wajah, mata, telinga, hidung, mulut dan

bibir.
61

b. Leher

Adakah bejolan/ pembesaran kelenjar getah bening dan

gondok, adakah bekas luka/operasi.

c. Abdomen

Bentuk normal/tidak, adalah bekas luka, bagaiman keadaan

hepar, limpa, kandung kemih, adakah bejolan, teraba

massa/tidak.

d. Kulit

Warna, kebersihan, adakah luka, bekas luka/operasi.

e. Genitalia

Bentuk normal atau tidak, adakah benjolan, varices, adakah

pengeluaran darah pervaginam ( menstruasi ), warna,

mengalir atau tidak.

f. Ekstremitas

Adakah kelainan pada ekstermitas superior dan inferior,

simetris atau tidak, bagaimana reflek patella kanan dan

kiri.

4) Melakukan pemeriksaan penunjang (laboratorium)

1) Pemeriksaan laboratorium

Hemoglobin, eritrosit, leukosit.

2) Perawatan luka

Untuk mengetahui kemungkinan bekas luka jahitan basah,

terdapat nanah atau darah.


62

B. Langkah II Identifikasi Diagnosa/Masalah Aktual

Pada langkah ini di lakukan identifikasi terhadap diagnosis atau masalah

berdasarkan interpretasi yang benar atas data-data (subjektif dan objektif)

yang telah di kumpulkan. Data dasar yang sudah di kumpulkan

diinterpretasikan sehingga dapat merumuskan diagnosis dan masalah yang

spesifik.

Seorang wanita umur nifas post SC dengan rendahnya mobilisasi dini.

Data dasar :

Data subjektif : pasien belum bisa mobilisasi dini selama 2-3hari pasca

operasi SC.

Data objektif : tampak as jahitan, cepat lelah, sesak nafas, tekanan darah

dibawah normal, perdarahan terjadi dalam siklus.

C. Langkah III Identifikasi Diagnose / Masalah Potensial

Langkah III merupakan langkah ketika bidan melakukan

identifikasi diagnosis atau masalah potensial dan mengantisipasi

penanganannya. Pada langkah ini kita mengidentifikasi masalah potensial

atau diagnosis potensial berdasarkan diagnosis/masalah yang sudah di

identifikasi. Langkah ini membutuhkan antisipasi, bila memungkinkan di

lakukan pencegahan. Bidan di harapkan waspada dan bersiap-siap

mencegah diagnosis/masalah potensial ini menjadi benar-benar terjadi.

Langkah ini penting sekali dalam melakukan asuhan yang aman. Pada

klien nifas post SC dengan rendahnya mobilisasi dini masalah potensial

dapat terjadi perdarahan berulang dan tromboemboli.


63

D. Langkah IV Melaksanakan Tindakan Segera

Pada langkah ini bidan menetapkan kebutuhan terhadap tindakan

segera, melakukan konsultasi, kolaborasi dengan tenaga kesehatan lain

berdasarkan kondisi klien. Pada langkah ini, mengidentifikasi perlunya

tindakan segera oleh bidan atau dokter dan/untuk dikonsultasikan atau di

tangani bersama dengan anggota tim kesehatan yang lain sesuai dengan

kondisi klien. Berdasarkan teori, kasus rendahnya mobilisasi dini perlu

dilakukan tindakan segera untuk mengantisipasi terjadinya tromboemboli

dan proses penyembuha luka terlalu lama.

E. Langkah V Perencanaan Tindakan Asuhan Kebidanan

Pada langkah ini direncanakan asuhan yang menyeluruh yang di

tentukan berdasarkan langkah-langkah sebelumnya. Langkah ini

merupakan kelanjutan manajemen terhadap masalah atau diagnosis yang

telah di identifikasi atau diantisipasi. Pada langkah ini informasi data

yang tidak lengkap dapat dilengkapi. Rencana tindakan pada klien

dengan rendahnya mobilisasi dini dapat dibuat bersama petugas

kesehatan, klien dengan keluarganya berdasarkan urutan prioritas

masalah.

a. Observasi keadaan umum klien.

b. Observasi vital sign meliputi pemeriksaan tekanan darah, denyut

nadi, suhu badan, pernafasan dilakukan setiap 8 jam sekali.

c. Observasi luka jahitan.


64

d. Optimalkan pemberian nutrisi yang adekuat, berikan konseling

informasi edukasi( KIE ) makanan yang mengandung banyak kalori

dan protein.

e. Berikan pengobatan dan anjukan untuk melanjutkan pemeriksaan.

f. Lakukan kolaborasi dengan petugas fisioterapi untuk pemeriksaan

lanjut.

g. Lakukan cek laboratorium ulang.

F. Langkah VI Implementasi Asuhan Kebidanan.

Pada langkah ini di lakukan pelaksanaan asuhan langsung secara

efisien dan aman. Perencanaan ini bisa dilakukan seluruhnya oleh bidan

atau sebagian lagi oleh klien, atau anggota tim kesehatan lainnya. Walau

bidan tidak melakukannya sendiri, ia tetap memikul tanggung jawab

untuk mengarahkan pelaksanaannya.

a. Mengobservasi keadaan umum klien baik atau cukup.

b. Mengontrol vital sign, meliputi pemeriksaan tekanan darah, denyut

nadi, suhu badan, pernafasan, dilakukan 3 kali sehari atau setiap 8

jam ( pagi, siang, malam ).

c. Observasi keadaan luka bekas jahitan.

d. Mengoptimalkan pemberian nutrisi yang adekuat dengan motivasi

klien untuk tidak berpantang pada suatu makanan dan menanjurkan

untuk makan dengan gizi seimbang.

e. Memberikan pengobatan berupa obat oral/ suntikan dan

menganjurkan untuk melaksanakan pemeriksaan lanjutan.


65

f. Melakukan kolaborasi dengan petugas fisioterapi untuk

pengobatan/pemberian obat lanjutannya.

g. Melakukan pengambilan darah untuk cek laboratorium ulang.

G. Langkah VII Evaluasi Tindakan Asuhan Kebidanan

Pada langkah VII ini dilakukan evaluasi keefektifan asuhan yang

sudah diberikan. Hal yang di evaluasi meliputi apakah kebutuhan telah

terpenuhi dan mengatasi diagnosis dan masalah yang telah diidentifikasi.

Rencana tersebut dapat dianggap efektif jika memang benar efektif

dalam pelaksanaannya.

Ada kemungkinan bahwa sebagian rencana tersebut efektif,

sedangkan sebagian lain belum efektif. Mengingat proses manajemen

asuhan ini merupakan suatu kegiatan yang berkesinambungan, maka

perlu mengulang kembali dari awal setiap asuhan yang tidak efektif.

Tanggal….jam….paraf

a. Keadaan umum baik/ cukup

b. Vital sign

Tekanan darah : 90/60 mmHg – 130/90 mmHg


Nadi : 60 – 100 x/ menit

Respirasi : 16 – 24 x/ menit

Suhu badan : 36-37

c. Mobilisasi dini pasien

Tingkat mobilisasi dini pasien sudah dapat miring kanan/kiri, duduk,

dan berdiri..
66

d. Klien dan keluarga mengerti atau tidak dengan penjelasan yang

disampaikan, menyetujui atau tidak dengan tindakan yang akan

dilakukan.

e. Hasil pemeriksaan laboratorium

Darah meliputi Hasil normal

Hemoglobin wanita : 12-15 gr%

Eritrosit wanita : 4-5 juta/ ml

Leukosit wanita : 5.000 – 10.000/ ul

f. Hasil pemeriksaan USG oleh dokter spesialis kebidanan

Teori manajamen kebidanan lain yang dapat menjadikan bahan

penguatan studi kasus adalah follow-up data perkembangan kondisi klien.

Dalam pendokumentasian data perkembangan kondisi klien pada ibu nifas

post SC dengan rendahnya untuk mobilisasi dini, penulis menggunakan

metode pendokumentasian yang disebut dengan SOAP.

SOAP disarikan dari proses pemikiran penatalaksanaan kebidanan

dipakai untuk mendokumetasikan asuhan pasien dalam rekam medis

pasien sebagai catatan kemajuan atau perkembangan.

S : Subjektif

Menggambarkan pendokumentasian hasil pengumpulan data klien

meliputi analisa melalui anamnesa sebagai langkah 1 Varney.

Data subjektif pada kasus menometrorargia didapatkan dari hasil

wawancara langsung pasien.


67

O : Objektif

Menggambarkan pendokumentasian dan catatan medic pemeriksaan

fisik klien, hasil laboratorium dan test diagnostic yang dirumuskan dalam

data fokus untuk mendukung analisa sebagai langkah 1 Varney.

Data objektif pada kasus rendahnya mobilisasi dini adalah hasil

pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.

A : Analisa

Menggambarkan pendokumentasian hasil analisa dan interpretasi data

subjektif dan objektif dalam suatu identifikasi masalah kebidanan serta

kebutuhan sebagai langkah 3 dan 4 dari 7 langkah Varney.

P : Penatalaksanaan

Penatalaksanaan, mencatat seluruh perencanaan dan penatalaksanaan

yang sudah dilakukan seperti tindakan antisipatif, tindakan segera,

tindakan secara komprehensif ; penyuluhan, dukungan, kolaborasi,

evaluasi/ follow up dari rujukan sebagai langkah 3, 4, 5, 6 dan 7 Varney.

Dalam penatalaksanaan terdapat juga intervensi yaitu data subjektif,

objektif berubah atau tidak tergantung. Data yang sudah ada selanjutnya

dievaluasi untuk menganalisis respon klien terhadap intervensi yang

diberikan.

( KepMenKes RI No.938/menkes/SK/VII/2007 )

III. Standar pelayanan kebidanan

A. Ruang Lingkup Standar Pelayanan Kebidanan


68

Pertolongan pertama/penanganan kegawatdaruratan obstetri-neonatal

merupakan komponen penting bagian yang tak terpisahkan dari pelayanan

kebidanan disetiap tingkatan pelayanan kebidanan di setiap tingkat

pelayanan. Bila hal tersebut dapat diwujutkan, maka angka kematian ibu

dapat diturunkan. Berdasarkan itu, standar pelayanan kebidanan ini

mencakup standar untuk penanganan keadaan tersebut, disamping standar

untuk pelayaan kebidanan dasar.

Dengan demikian ruang lingkup standar pelayanan kebidanan meliputi

24 standar yang dikelompokan sebagai berikut:

a. Standar pelayan umum (2 standar)

b. Standar pelayanan antenatal (6 standar)

c. Standar pertolongan persalinan (4 standar)

d. Standar pelayan nifas (3 standar)

e. Standar pelayanan kegawatdaruratan obstetri-neonatal (9 standar)

B. Standar pelayanan nifas

Terdapat tiga standar pelayanan nifas

a. Standar 13: Perawatan bayi baru

lahir Peryataan standar:

Bidan memeriksa dan menilai bayi baru lahir untuk memastikan

pernafasan spontan, mencegah hipoksia sekunder, menemukan

kelainan, dan melakukan tindakan atau merujuk sesuai dengan

kebutuhan. Bidan juga harus mencegah atau menangani

hipotermia.
69

Hasil:

1) Bayi baru lahir menerima perawatan dengan segera dan tepat

2) Bayi baru lahir mendapatkan dengan segera dan tepat untuk

memulai pernafasan dengan baik

3) Penurunan kejadian hipotermi, asfiksia, infeksi, dan

hipokglikemia pada bayi baru lahir

4) Penurunan terjadinya kematian bayi baru lahir.

b. Standar 14: Penanganan pada dua jam pertama setelah

persalinan Peryataan standar:

Bidan melakukan pemantauan ibu dan bayi terhadap terjadinya

komplikasi dalam dua jam setelah persalinan, serta melakukan

tindakan yang diperlukan. Disamping itu bidan memberikan

penjelasan tentang hal-hal yang mmpercepat pulihnya kesehatan

ibu, dan membantu ibu untuk memulai pemberian ASI.

Hasil:

1) Komplikasi segera deteksi dan dirujuk

2) Penurunan kejadian infeksi pada ibu dan bayi baru lahir

3) Penurunan kematian akibat perdarahan pasca persalinan primer

4) Pemberian ASI dimulai dalam 1 jam pertama sesudah

persalinan.

c. Standar 15: Pelayanan bagi ibu dan bayi pada masa nifas

Peryataan standar:
70

Bidan memberikan pelayanan selama masa nifas melalui

kunjungan rumah pada hari ketiga, minggu kedua dan minggu

keenam setelah persalinan, untuk membantu proses pemulihan ibu

dan bayi melalui penanganan tali pusat yang benar; penemuan dini,

penanganan atau rujukan komplikasi yang mungkin terjadi pada

masa nifas; serta memberikan penjelasan tentang kesehatan secara

umum, kebersihan perorangan, makanan bergizi, perawatan bayi

baru lahir, pemberian ASI, imunisasi dan KB. Hasil:

1) Komplikasi pada masa nifas segera dideteksi dan dirujuk bpada

saat yang tepat

2) Mendukung dan menganjurkan pemberian ASI ekslusif

3) Mendukung penggunaan cara tradisional yang berguna dan

menganjurkan untuk menghindari kebiasaan yang merugikan.

4) Menurunkan kejadian infeksi pada ibu dan bayi

5) Masyarakat semakin menyadari pentingnya keluarga

berencana/penjarangan kelahiran

6) Meningkatkan imunisasi pada bayi.

IV. Landasan Hukum

Lingkup pelayanan kebidanan kepada wanita meliputi penyuluhan dan

konseling, pemeriksaan fisik, pelayanan antenatal pada kehamilan normal,

pertolongan pada kehamilan abnormal, pertolongan persalinan normal,

pertolongan persalinan abnormal, pelayan ibu nifas normal, pelayanan ibu


71

nifas abnormal meliputi retensio plasenta dan infeksi ringan, pelayanan

dan pengobatan pada klien ginekologis yang meliputi keputihan,

perdarahan, tidak teratur, dan penundaan haid (KEPMENKESRI No 900

pasal 16).

V. Etika Dalam Penelitian Kebidanan

Menurut Kode Etik Bidan Internasional adalah bahwa bidan

seharusnya meningkatkan pengetahuannya melalui berbagai profesi seperti

dari pelayanan kebidanan dan dari riset kebidanan. Riset dan

diseminasinya menjadi tanggung jawab bidan. Tuntutan masyarakat

terhadap mutu pelayanan kebidanan makin tinggi, karena semakin maju

jaman, dan kita memasuki era globaisasi, dimana akses informasi bagi

masyarakat juga semakin meningkat.

A. Tujuan Penelitian

1. Memajukan ilmu pengetahuan dalam kaitan untuk meningkatkan

pelayanan

2. Kemajuan dalam bidang ilmu penelitian itu sendiri

B. Prinsip Penelitian

Menurut Helsinski prinsip dasar penelitian yang mengambil objek

manusia harus memenuhi ketentuan:

1. Bermanfaat bagi manusia

2. Harus sesuai dengan prinsip ilmiah dan harus didasarkan

pengetahuan yang cukup dari dukungan kepustaan ilmiah.


72

3. Tidak membahayakan objek (manusia) penelitian itu (diatas

kepentingan yang lain)

4. Tidak merugikan atau menjadikan beban baik waktu, materi

maupun secara emosi dan psikologis.

5. Harus selalu dibandingkan rasio untung-rugi-resiko. Maka dari itu

penelitian tidak ada factor eksploitasi, atau merugikan nama baik

objek penelitian.

C. Issue Etik dalam Penelitian

Issue etik dalam penelitian, meliputi beberapa pertanyaan penelitian

sebagai berikut:

1. Apa topic penelitian?

Penelitian untuk menjawab pertanyaan dan menemukan

jawaban dari pertanyaan dengan langkah yang sistematik dan

objektif.Beberapa penelitian seharusnya dimulai dengan asumsi

implicit, bahwa penelitian tersebut bernilai bagi seseorang.

Penelitian kebidananan sering meliputi aspek tingkah laku dan

gaya hidup individu. Sebagai contoh misalnya perilaku sex,

ketergantu ngan obat, AIDS dsb.

2. Siapa yang melaksanakan penelitian dan siapa yang membiayai

penelitian?

Apakah bidan melakukan penelitian sendiri? Atau apakah

melibatkan surveyor? Sebaiknya ada badan yang mengatur

pelaksanaan penelitian dalam kebidanan.


73

3. Siapa yang memperoleh keuntungan dari penelitian termasuk

konsekuensi atau efeknya?

Hal yang menjawab segi kemanusian dan pengembangan ilmu

kesehatan.Bagaimana penelitian tersebut berdampak pada hal yang

lebih luas, yaitu pengembangan ilmu kebidanan.

4. Bagaimana penatalaksanaan partisipasi?

Partisipasi sering disebut subjek penelitian. Bagamana

melindungi haknya dan menjamin kesejahteraanya. Problem utama

etik penelitian kebidanan berhubungan dengan issue informed

consent sehingga partisipan tahu, merasa bebas, rasional, setuju,

dan berperan serta dalam penelitian. Informed consent merupakan

hal utama dalam segi etika penelitian.Segala resiko yang terjadi

akibat penelitian harus dijelaskan dan dipahami.Prosedur dalam

penelitian harus dijelaskan dan dipahami. Prosedur dalam

penelitian harus dijelaskan selengkap mugkin dan kemungkinan

yang terjadi, kalau perlu didiskusikan.

5. Bagaimana dengan arah dari penelitian?

Ada dua metodologi penelitian dasar dalam kebidanan, yaitu

peneitian kuantitatif dan penelitian kuantitatif. Menurut Lydon

Rochelle dan Alben bahwa 67% penelitian kebidanan

menggunakan pendekatan deskriptif.


74

6. Bagiamana penelitian disebarluaskan atau didiseminasikan

Penelitian dalam kebidanan adalah untuk memperbaiki dan

meningkatan praktik kebidanan. Kemudian mnjadi tanggung jawab

moral antara peneliti untuk melaporkan dan praktisi kebidanan

untuk menevaluasi.Peneliti mempunyai tanggung jawab yang

untuk menjamin apakah angka yang dipublikasikan adalah angka

yang jujur dari hasil penelitian.Hasil penelitian seharusnya tidak

dimanipulasi. Adalah penting bagi peneliti untuk mempertahankan

hak melaporkan data secara adekuat, meskipun pada penelitian

untuk mempertahankan hak melaporkan data secara adekuat,

meskipun pada penelitian yang disponsori, sehingga hasilnya tidak

bersifat subjektif, karena kepentingan sponsor.

D. Syarata Penelitian Kebidanan

1. Skarela/Voluntary

Penelitian harus bersifat sukarela/voluntary, tidak ada unsur

paksaan atau tekanan secara langsung maupuntidk langsung atau

adanya unsure tidak menyenangkan atau adana ketergantungan.

Untuk menjamin kesukarelaan pasien sebagi objek penelitian,

maka diperlukan informed consent. Apabila yang diteliti tidak

kompeten mengambil keputusan, misalnya bayi atau anak, orang

cacat mental, atau tidak sadar, maka harus mendapat ijin dari

keluarga terdekat yang berhak mewakili objek penelitian tersebut.


75

2. Informed Consent Penelitian

Setiap profesi perlu mengatur anggotanya, bahwa dalam

mengadakan penelitian, peneliti wajib menjelaskan sejelas-jelasnya

kepada objek penelitian.Selain itu peneliti perlu diyakinkan bahwa

informasi yang diberikan sudah adekuat, juga perlu adanya

pemahaman yang adekuat dari objek penelitian.

3. Kerahasiaan

Dalam penelitian tidak boleh membuka identitas objek penelitian

baik individu maupun institusi. Hal ini untuk kepentingan privacy,

nama biak aspek hokum dan psikologis, secara langsung atau tidak

langsung ata efeknya dikemudian hari. Adanya jaminan

kerahasiaan dari responden dapat memberikan rasa aman dan akan

meningkatkan keabsahan dan masalah pribadi.

4. Privacy

Penelitian seharusnya tidak menggangu keleluasaan diri atau

pribadi dalam hal rasa hormat dan harga diri, aspek social budaya

dan tidak menggangu ketenangan hidup dan keleluasaan diri atau

gerak, hal ini juga berkaitan dengan kerahasiaan dan masalah

pribadi.

5. Kelompok Rawan

Kelompok rawan meliputi wanita hamil, bayi, anak balita, usia

lanjut, orang sakit berat, orang sakit mental, orang cacat yang tidak

kompeten dalam mengambil keputusan, termasuk juga kelompok


76

minoritas dalam suatu masyarakat. Untuk penelitian dalam

kelompok ersebut masalah etika benar-benar diperhatikan agar

tidak melanggar hak objek penelitian atau terjadi eksploitasi dan

eksperimen yang melanggar kode etik penelitian (Wahyuningsih,

2007).

VI. Informed Consent

Informed consent adalah persetujuan yang diberikan oleh pasien atau

walinya yang berhak terhadap bidan untuk melakukan suatu tindakan

kebidanan terhadap pasien sesudah memperoleh informasi lengkap dan

yang dipahaminya mengenai tindakan itu (IBI, 2008).

Informed concentmerupakan butir yang paling penting dalam

pencegahan konflik etik yang sangat besar. Walaupun demikian bukan

berarti informed concent dapat mengatasi permasalahan, karena kita

melihat yang terjadi selanjutnya diluar dugaan oleh karena itu, bidan

selalu dituntut untuk berbuat yang terbaik untuk pasiennya sesuai kondisi

(IBI, 2008)
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Studi Kasus

Jenis studi ini merupakan studi kasus dengan menggunakan metode

deskriptif, yaitu suatu metode penelitian yang dilakukan dengan tujuan utama

untuk gambaran atau deskripsi tentang suatu keadaan secara obyektif

(Notoadmojo, 2010). Studi kasus yaitu suatu studi atau penelitian yang

digunakan dengan cara meneliti suatu permasalahan melalui suatu kasus yang

terdiri dari unit ganda yaitu nifas post SC dengan judul studi kasus asuhan

kebidanan nifas post sectio caesaria (SC) pada Ny. „M‟ umur 43 tahun

dengan Tubektomi di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta.

B. Lokasi Studi Kasus

Lokasi merupakan tempat dimana pengambilan kasus akan dilakukan

(Notoadmojo, 2010). Laporan karya tulis ilmiah ini disusun berdasarkan studi

kasus yang dilakukan di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta dengan judul

studi kasus asuhan kebidanan nifas post sectio caesaria (SC) pada Ny. „M‟

umur 43 tahun dengan Tubektomi di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta.

C. Subyek Studi Kasus

Subyek studi kasus adalah seseorang yang dijadikan sampel

pelaksanaan studi kasus (Notoadmojo, 2010). Subyek dalam studi kasus ini

adalah Ny. M nifas post SC dengan Tubektomi di RS PKU Muhammadiyah

Yogyakarta.

77
78

D. Waktu Studi Kasus

Waktu studi kasus merupakan rentang waktu yang digunakan penulis untuk

pelaksanaan studi kasus (Notoadmojo, 2010). Pengambilan kasus Ny. „M‟

nifas post SC dilaksanakan pada bulan Juni 2013 sampai dengan selesai.

E. Instrumen Studi Kasus

Instrumen studi kasus adalah alat-alat atau fasilitas yang akan

digunakan untuk pengumpulan data (Notoadmojo, 2010). Pada ibu nifas post

SC ini penulis menggunakan instrumen format asuhan kebidanan nifas

dengan 7 langkah Verney.

F. Teknik Pengumpulan Data

1. Data Primer

Data yang diperoleh atau dikumpulkan langsung oleh orang yang

melakukan studi kasus (Notoadmojo, 2010).

a. Wawancara

Suatu metode yang digunakan untuk mendapatkan keterangan secara

lisan dari klien (responden) atau bercakap-cakap dan berhadapan

dengan responden, jadi data yang diperoleh secara langsung dari

responden melalui pertemuan atau percakapan (Notoadmojo, 2010).

Pada kasus nifas post SC dengan rendahnya mobilisasi dini,

dilakukan wawancara dengan pasien.

b. Observasi

Observasi adalah pengambilan data dengan menggunakan mata atau

pandangan langsung (Arikunto, 2010). Observasi dilakukan dengan


79

pengamatan langsung pada pasien dengan nifas post SC dengan

rendahnya mobilisasi dini, yaitu mengobservasi keadaan umum,

kesadaran, vital sign (Abidin, 2009).

c. Pemeriksaan Fisik

1) Inspeksi

Suatu proses observasi yang dilakukan secara sistematis dari

ujung kepala sampai ujung kaki. Pada kasus nifas post SC dengan

rendahnya mobilisasi dini dilakukan pemeriksaan inspeksi luka

pasca operasi (Aghe, 2009).

2) Palpasi

Palpasi adalah teknik yang menggunakan indera peraba. Tangan

dan jari merupakan instrumen yang sensitif dan digunakan untuk

mengumpulkan data: temperatur, turgor, bentuk, kelembaban,

vibrasi, dan ukuran (Nursalam, 2008). Dalam kasus ini

pemeriksaan palpasi dilakukan untuk menilai apakah ada rasa

nyeri tekan pada bawah abdomen.

3) Auskultasi

Pemeriksaan dilakukan dengan cara mendengarkan suara yang

dihasilkan oleh tubuh dengan menggunakan stateskop (Nursalam,

2008). Pada kasus ini pemeriksaan dilakukan untuk mengukur

tekanan darah.
80

4) Perkusi

Suatu pemeriksaan dengan cara mengetuk atau membandingkan

kanan atau kiri permukaan daerah tubuh (Nursalam, 2008). Pada

kasus ini pemeriksaan dilakukan pada saat pemeriksaan reflek

patella.

2. Data Sekunder

Data yang diperoleh atau dikumpulkan melalui orang-orang yang

melakukan studi kasus dari sumber-sumber yang ada (Notoadmojo,

2005).

a. Studi Dokumentasi

Semua bentuk sumber informasi yang berhubungan dengan

dokumentasi yang dapat berupa list pasien atau status pasien, dalam

hal ini berupa list pasien dan data dari rekam medik.

b. Studi Kepustakaan

Bahan pustaka yang sangat penting dalam menunjang latar belakang

teoritis suatu penelitian (Notoadmojo, 2002). Studi kasus ini diambil

dari buku-buku referensi dari tahun 2001 – 2012.

G. Analisa Data

Analisa data dilakukan secara deskriptif menggunakan prinsip- prinsip

manajamen asuhan kebidanan menurut Varney.

1. Langkah I Identifikasi Data Dasar

2. Langkah II Identifikasi Diagnosa/Masalah Aktual

3. Langkah III Identifikasi Diagnose / Masalah Potensial


81

4. Langkah IV Melaksanakan Tindakan Segera

5. Langkah V Perencanaan Tindakan Asuhan Kebidanan

6. Langkah VI Implementasi Asuhan Kebidanan.

7. Langkah VII Evaluasi Tindakan Asuhan Kebidanan

H. Alat yang digunakan

1. Alat dan bahan yang dibutuhkan dalam wawancara, antara lain:

a. Format pengkajian nifas

b. Buku tulis

c. Alat tulis (pensil, ballpoint, penggaris dan penghapus)

2. Alat dan bahan yang dibutuhkan dalam observasi

a. Spygmomanometer

b. Stetoskop

c. Termometer

d. Hanscoend steril

e. Kasa dan kapas steril

f. Kom kecil

g. Bengkok

h. Pinset anatomi

i. Bethadine

3. Persiapan ruangan

a. Tempat tidur ibu

b. Tempat tidur bayi

c. Bantal ibu dan bayi


82

d. Selimut ibu dan bayi

e. Alas/perlak ibu dan bayi

f. Meja pasien

g. Tenmpat duduk penunggu pasien

h. Dot/tempat minum bayi

i. Peralatan mandi ibu dan bayi

j. Kelambu untuk bayi

k. Kamar mandi

4. Alat dan bahan yang dibutuhkan dalam dokumentasi

a. Buku tulis

b. Ballpoint

c. Buku

d. Askeb
BAB VI

HASIL DAN PEMBAHASAN

ASUHAN KEBIDANAN IBU NIFAS POST SC PADA NY.M UMUR 43

TAHUN DI RS PKU MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

A. PENGKAJIAN DATA

Penulis dalam menyusun studi kasus melakukan pengkajian dengan

menggunakan data primer data sekunder. Pengkajian dilakukan tanggal 04

Agustus 2013 pukul 12.00 WIB .

1. Data Subjektif tanggal 04 Agustus 2013 jam 12.00 WIB

a. Identitas Ibu Identitas Suami


Nama : Ny. M Tn. E

Umur : 43 Tahun 47 Tahun

Agama : Islam Islam

Pendidikan : SMA SMA

Suku : Jawa jawa

Kebangsaan : Indonesia Indonesia

Pekerjaan : Wiraswasta Wiraswasta

Alamat istri : Perum Jati Mas Permai Blok 02/41

Balecatur, Gamping, Sleman.

Alamat suami : Perum Jati Mas Permai Blok 02/41

Balecatur, Gamping, Sleman

b. Keluhan utama

83
84

Pengkajian dilakukan tanggal 04 Agustus 2013 pada jam

12.00 WIB, dengan hasil ibu mengatakan baru saja

menjalani operasi SC hari pertama dengan keluhan


pusing, nyeri pada luka oprasi, badan lemas dan khawatir

dengan keadaan bayinya karena belum melihat kondisi

bayinya.

c. Riwayat penyakit yang lalu

TBC : ibu mengatakan tidak pernah mengalami

TBC sebelumnya.

Hipertensi : ibu mengatakan tidak pernah mengalami

hipertensi sebelum kehamilan anak yang kedua ini dan

pada kehamilan anak yang kedua ibu mengalami

hipertensi pada usia kehamilan 3 bulan dan ibu sering

merasa pusing sehingga terkadang ibu mengkonsumsi

paracetamol yang diberikan oleh bidan.

DM : ibu mengatakan tidak pernah mengalami

diabetes militus sebelumnya.

HIV/AIDS : ibu mengatakan tidak pernah mengalami

penyakit HIV/AIDS

Jantung : ibu mengatakn tidak pernah mengalami

penyakit jantung sebelumnya.


85

d. Riwayat kesehatan sekarang

Keadaan umum ibu nampak lemah karena dalam pengaruh

obat bius, tekanan darah 110/70 mmHg, terpasang infuse

RL + oxitosin 10 IU dengan 20tts/menit, terpasang kateter,

kontraksi uterus baik, terdapat luka Oprasi SC, pengeluaran

lochea rubra kurang lebih lebih 20 cc, dan bedrest ditempat

tidur.

e. Riwayat penyakit keluarga

Ibu mengatakan dalam keluarga tidak ada yang mempunyai

penyaktit keturunan, menular, menahun dan tidak ada

riwayat kembar.

f. Riwayat perkawinan

Ibu mengatakan menikah 1 kali, dengan suami sekarang

sudah 23 tahun, umur ibu pada saat menikah 20 tahun,

suami 24 tahun, tidak ada masalah yang mebuat ibu dan

suami tertekan selam pernikahan.

g. Riwayat obstetric

1) Riwayat menstruasi

Ibu mengatakan menarche pada usia 15 tahun, siklus 28

hari teratur, lama 6 – 7 hari, pada hari ke 1 – 2

banyaknya 3 kali ganti pembalut perhari,dan pada hari 3

– 6 hanya 1 – 2 kali ganti pembalut perhari,warna

merah, bau khas, terdapat keputihan pada saat sebelum


86

dan setelah menstruasi, ibu tidak merasakan nyeri pada

saat menstruasi.

2) Riwayat kehamilan dan persalinan yang lalu

An UK Jenis Penolong Nifas Keadaan anak


ak Persalinan
Hidup meninggal
ke
spt Tin OP Umur Jen.kel Umur Jen.kel
dk (thn)

1 Aterm Spt - - Dokter Normal 20 th P - -


2 Aterm Spt - ``- Bidan Normal 18 th P - -

3 Aterm - - SC Dokter Normal 2 th L - -

4 aterm - - SC Dokter Saat ini 1 jam P - -

3) Riwayat kehamilan dan persalinan sekarang

Ibu ANC 12x didokter dan bidan, selama hamil ibu

dalam kondisi normal, selama hamil ibu

mengkonsumsi suplemen untuk bu hamil yaitu tablet

Fe, dan Vit.C, ibu bersalin dengan cara oprasi SC

dengan indikasi persalinan sebelumnya dengan sectio

caesaria dengan jarak yang terlalu dekat. Persalinan

sekarang lahir pada tanggal 04 Agustus 2013 pada

pukul 11.00 WIB dengan apgar score 8/9, jenis


87

kelamin perempuan, BB 3300 gram, PB 50 cm,

LK/LD/LILA = 32/34/12 cm, anus +, cacat -.

h. Riwayat kontrasepsi

Ibu mengatakan tidak pernah menggunakan alat

kontrasepsi karena presepsi ibu dan suami tentang kb

diharamkan dalam islam. Selama ini ibu menggunakan

sistem kalender untuk menunda kehamilannya. Pada

persalinan ibu yang ke empat ibu melakukan sterilisasi

atau tubektomi atas saran dokter dikarenakan jumlah

anak ibu yang sudah berjumlah empat dan ibu sudah

memasuki umur resiko tinggi untuk hamil dan bersalin

kembali.

i. Pola kebutuhan sehari – hari

1. Pola nutrisi

- Sebelum melahirkan

Dalam memenuhi kebutuhan nutrisi pasien makan 3

kali perhari, nafsu makan baik, porsi makan satu

piring sedang (lauk,sayur dan nasi), minum kurang

lebih 7 – 8 gelas sedang 1 gelas habis per hari (air

putih dan teh).

- Sesudah melahirkan

Dalam memenuhi kebutuhan nutrisi pasien, pasien

belum diperboleh kan mengomsumsi makanan dan


88

hanya diperbolehkan minum sedikit-demi sedikit

untuk menghindari mual, dikarenakan organ

pencernaan ibu belum kembali seperti semula pasca

operasi.

2. Pola eliminasi

- Miksi

Sebelum melahirkan kebiasaan BAK kurang lebih

5-6 kali perhari, lancar, tidak ada keluhan warna

jernih. Setelah melahirkan hari pertama terpasang

dower kateter dengan volume 760cc/4jam.

- Defekasi

Sebelum melahirkan kebiasaan BAB kurang lebih 2

hari sekali, konsistensi lembek, ibu tidak terdapat

keluhan pada kehamilanya. Setelah melahirkan

belum BAB dan tdak ada keluhan.

3. Pola kebersihan diri

- Sebelum melahirkan

Mandi 2 kali sehari pagi dan sore dengan

menggunkan sabun, keramas 3 kali seminggu

dengan shampoo, kebiasaan sikat gigi 2 kali pada

pagi dan sore, kebiasaan memotong kuku setiap kali

ibu merasa kukunya panjang.

- Sesudah melahirkan
89

Setelah melahirkan ibu belum pernah mandi hanya

ganti pakaian saja.

4. Pola aktifitas, istirahat/tidur

- Sebelum melahirkan

Pasien tidur kurang lebih 7-8 jam perhari, pada

malam hari pada pukul 21.00 – 05.00 WIB dan pada

siang hari pada pukul 13.00 – 14.00 WIB dan tidak

ada keluhan.

- Sesudah melahirkan

Pasien belum istirahat pasca operasi sectio caesaria.

j. Data psikologi, sosial dan spiritual

1. Ibu merasa cemas dengan keadaan bayinya karena ibu

belum melihat bayinya pasca operasi sectio caesaria..

2. Pasien dalam kehidupan sehari – harinya

berkomunikasi dengan bahasa jawa karena pasien

tinggal di desa, hubungan pasien dengan anggota

keluarga baik, hal ini dapat dilihat dari pasien selalu

ada yang menunggu. Hubungan keluarga dengan

tetangga baik, hubungan dengan tenaga kesehatan

(bidan) baik. Ibu kooperatif dan mau bekerjasama

selama dirawat.

3. Ibu terlihat manja dengan selalu meminta anggota

keluarga untuk mendampinginya serta ibu sedang


90

merasa ingin menceritakan semua yang di alaminya

kepada setiap keluarga dan tetangga yang menjenguk.

Ibu dan keluarga memeluk agama islam dan taat

dalam menjalankan kewajibannya seperti sholat,

pengajian dan kegiatan keagaam lainnya.

2. Data Objektif tanggal 04 Agustus 2013 jam 12.00 WIB

a. Pemerikasaan umum

Kesadaran composmentis, dengan status gizi baik, BB

waktu masuk 64 kg, TB 159 cm, dari hasil pengukuran

tanda vital didapatkan tekanan darah 110/70 mmHg, nadi

O
84 x/menit, RR 21 x/menit, suhu 36 C.

b. Pemeriksaan fisik

- Kepala dan rambut

Bentuk kepala mesocephal, rambut bersih, tidak rontok.

- Wajah

mata : konjungtiva merah muda, sclera putih, sekitar

mata tidak ada odema, hidung : tidak ada polip, tidak

ada secret, gigi ada caries, tidak ada sariawan.

- Leher

Tidak ada pembesaran kelenjar thyroid, kelenjar getah

bening, dan peningkatan JVP (Jugularis vena

pressure).

- Dada
91

Bentuk dada simetris, pada payudara tidak ada benjolan

yang abnormal, bentuk membesar, konsistensi mamae

melunak, areola hiperpigmentasi, puting menonjol, ASI

sudah keluar, ada nyeri tekan pada epigastrium.

- Abdomen

Ada luka oprasi SC, bentuk sayatan secara horizontal,

kontraksi uterus baik.

- Genetalia

Tidak ada odema pada kedua labia mayora, lochea :

rubra, berbau khas, perdarahan kurang lebih 20cc.

- Tungkai

Tidak ada odema pada kaki dan tidak ada varices.

c. Pemeriksaan laboratorium.

1) Cek darah lengkap tanggal 04 Agustus 2013 jam:

09:25:07 WIB

Darah lengkap Hasil Satuan Nilai normal


HB 12,9 Gr% L: 13-17 P:
12-16

AL (angka leokosit) 15,8 Ribu/ul Dws 4 – 10

anak 9-12

AT (Angka trombosit) 214 Ribu/ul L:42-52

HMT (Hematokrit) 41 % P:36-46

Golongan darah B (-) (-)


92

PPT 12,9 Detik 12,0-16,10


INR (-) (-) 1,0 – 1,2

Tx 2,0 – 3,0

APTT 30,2 Detik 28,0-28,0

HBSAG (-) (-) (-)

Glucose sewaktu 106 Mg/dl <200

Ureum darah 14 Mg/dl 17-43

Kreatin darah 0,7 Mg/dl L:0,9-1,3

P:0,6-1,1

SGOT 29 u/l L:<37 P:<31

SGPT 10 u/l L:<41 P:<31

2) Cek protein urine tanggal 04 Agustus 2013 jam 09 :

25 : 07 WIB

Cek urin Hasil Nilai normal


Protein urine (-) (+)

3. Analisa tanggal 04 Agustus 2013 jam 12.00 WIB

Ny.M umur 43 tahun P4A0AH4 dengan nifas 1 jam post SC atas

indikasi riwayat persalinan dengan sectio caesaria dengan

tubektomi.
93

4. Penatalaksanaan tanggal 04 Agustus 2013 jam 12.00 WIB

a. Melakukan observasi keadaan umum.

Evaluasi : sudah dilakukan observasi keadaan umum ibu

yang bertujuan untuk memantau perkembangan kesehatan

ibu terutama hemodinamiknya yaitu ibu masih Nampak

lemah, dan ibu merasa kaki serta tungkai masih belum bisa

digerakan setelah operasi SC, tekanan darah 110/70 mmhg,

0
nadi 84 x/menit, RR : 21 x/menit dan suhu :36 C

b. Melakukan observasi pengeluaran lochea

Evaluasi : sudah dilakukan observasi pengeluaran lochea

yang bertujuan untuk mengetahui proses kembalinya alat –

alat reproduksi yaitu lochea rubra, berbau amis (khas),

perdarahan kurang lebih 20cc. Perbersihan lochea atau

vulva hygienis ibu post sc dilakukan pada sore hari saat ibu

dimandikan oleh petugas/ bidan. Kegiatan memandikan

pasien/mengelap pasien post sc yang tidak dapat bangun

dan membersihkan diri sendiri akan dilakukan oleh petugas

kesehatan/keluarga yang menunggu pada pagi dan sore

hari.

c. Melakukan observasi nyeri tekanan uterus.

Evaluasi : observasi sudah dilakukan yang bertujuan untuk

melihat kontraksi uterus pasien karena pada 1 jam pertama

past pastum, kontraksi uterus kuat dan teratur dan hasilnya


94

ibu merasa nyeri pada perutnya terutama pada luka post

oprasi SC.

d. Menganjurkan keluarga untuk selalu meberikan dukungan

kepada ibu.

Evaluasi : keluarga mengerti dan selalu memberikan

dukungan kepada ibu dengan selalu menemani ibu dan

membantu kebutuhan yang diperlukan oleh ibu.

e. Menganjurkan ibu untuk istirahat.

Evaluasi : ibu sudah dianjurkan untuk beristirahat dan ibu

bersedia.

f. Kolaborasi dengan tim dokter dalam memberikan terapi

Evalusi : terapi sudah diberikan yaitu injeksi

dexamethasone 1x 1 mg pada pukul 09.30 dan ceftriaxsone

2 x 1g pada pukul , 14.00, 22.00 WIB.

g. Observasi intake dan output

Evaluasi : sudah dilakukan observasi intake dan output

yaitu jumlah urine kurang lebih 760cc, tetesan infuse 20

x/menit cairan yang masuk 200 cc.

h. Memberikan konseling mengenai pengaruh tubektomi

Evaluasi : konseling sudah diberikan yaitu tubektomi tidak

mempengaruhi proses menyusui, tidak tergantung pada

faktor senggama, tidak ada efek samping dalam jangka

panjang, tidak ada perubahn dalam fungsi seksual (tidak


95

ada efek pada produksi hormone ovarium), berkurangnya

risiko kanker ovarium, ibu akan nyeri bahu selama 12 – 24

jam setelah laparoskopi relative dialami karena gas CO2

atau udara dibawah diafragma, sekunder terhadap

pneumoperitoneum, periode mentruasi akan berlanjut

seperti biasa, dan tubektomi tidak memberikan perindungan

atas IMS, termasuk virus AIDS.

i. Memberikan konseling dan melatih mobilisasi

Evaluasi : konseling sudah diberikan yaitu pada hari

pertama ibu sudah harus belajar untuk miring kanan dan

miring kiri dan jika sudah bisa ibu harus melanjutkan

mobilisasi dengan duduk dan selanjutnya belajar untuk

berjalan.

Data Perkembangan I

Kunjungan pertama bangsal sakinah

Tanggal 04 Agustus 2013, pukul 19.00 WIB

S: Data subjektif

Ibu mengatakan nyeri pada luka bekas operasi, pusing, dan lemas.

Ibu dapat menggerakan kaki kekiri dan ke kanan tetapi belum bisa

miring ke kanan dan kekiri. Ibu dapat beristirahat selama kurang

lebih 3 jam dan ibu sudah mememenuhi kebutuhan nutrisinya


96

dengan makan makanan yang ringan dan mengonsumsi minuman

sedikit demi sedikit untuk mencega mual ibu . Ibu melakukan

sholat dengan posisi berbaring. ibu senang karena sudah melihat

bayinya dalam keadaan sehat dan ibu juga senang karena suami

dan anaknya menemaninya.

O: Objektif

a. Pemerikasaan umum

Kesadaran composmentis, dengan status gizi ibu dapat

mengonsumsi makanan dan minuman sedikit demi sedikit,

dari hasil pengukuran tanda vital didapatkan tekanan darah

110/70 mmHg, nadi 88 x/menit, RR 21 x/menit, suhu 36

O
C.

b. Pemeriksaan fisik

- Kepala dan rambut

Bentuk kepala mesocephal, rambut bersih, tidak rontok.

- wajah

mata : konjungtiva merah muda, sclera putih, sekitar

mata tidak ada odema, hidung : tidak ada polip, tidak

ada secret, gigi ada caries, tidak ada sariawan.

- Leher

Tidak ada pembesaran kelenjar thyroid, kelenjar getah

bening, dan peningkatan JVP (Jugularis vena pressure).

- Dada
97

Bentuk dada simetris, pada payudara tidak ada benjolan

yang abnormal, bentuk mebesar, konsistensi mamae

melunak, areola hiperpigmentasi, puting menonjol, ASI

sudah keluar, ada nyeri tekan pada epigastrium.

- Abdomen

Ada luka oprasi SC, kontraksi uterus baik.

- Genetalia

Tidak ada odema pada kedua labia mayora, lochea :

rubra, berbau khas, perdarahan kurang lebih 20cc.

- Tungkai

Tidak ada odema pada kaki dan tidak ada varices.

c. Pemeriksaan lain

- Infuse : terpasang RL dengan 20 tetes /


menit dengan cairan masuk 130 cc dengan drip

cetorolac 1 ampul dengan dosis 1 gram.

- DC/ kateter : terpasang dengan urin tampung

260cc.

A: Analisa tanggal/jam: 04 Agustus 2013/19.00 WIB

Ny. M P4A0A4B umur 43 tahun dengan 7 jam post partum sectio

caesaria dengan tubektomi.

P: Penatalaksanaan

a. Melakukan observasi keadaan umum.


98

Evaluasi : sudah dilakukan observasi keadaan umum ibu

yang bertujuan untuk memantau perkembangan kesehatan

ibu terutama hemodinamiknya yaitu ibu masih Nampak

lemah, dan nyeri pada perut setelah operasi SC, tekanan

darah 110/70 mmhg, nadi 88 x/menit, RR : 21 x/menit dan

0
suhu :36 C

b. Melakukan observasi pengeluaran lochea

Evaluasi : sudah dilakukan observasi pengeluaran lochea

yang bertujuan untuk mengetahui proses kembalinya alat –

alat reproduksi yaitu lochea rubra, berbau amis (khas),

perdarahan kurang lebih 20cc.

c. Melakukan observasi nyeri tekanan uterus.

Evaluasi : observasi sudah dilakukan yang bertujuan untuk

melihat kontraksi uterus pasien karena pada 7 jam pertama

past pastum ,kontraksi uterus kuat dan teratur dan hasilnya

ibu merasa nyeri pada perutnya terutama pada luka post

oprasi SC.

d. Menganjurkan keluarga untuk selalu meberikan dukungan

kepada ibu.

Evaluasi : keluarga mengerti dan selalu memberikan

dukungan kepada ibu dengan selalu menemani ibu dan

membantu kebutuhan yang diperlukan oleh ibu.


99

e. Menganjurkan ibu untuk istirahat.

Evaluasi : ibu sudah dapat beristirahat ± 3 jam.

f. Kolaborasi dengan tim dokter dalam memberikan terapi

Evalusi : terapi sudah diberikan yaitu injeksi

dexamethasone 1x 1 mg pada pukul 09.30 dan ceftriaxsone

2 x 1g pada pukul , 14.00, 22.00 WIB.

g. Observasi intake dan output

Evaluasi : sudah dilakukan observasi intake dan output

yaitu jumlah urine kurang lebih 260cc, tetesan infuse 20

x/menit cairan yang masuk 130 cc.

h. Memberikan konseling dan melatih mobilisasi

Evaluasi : konseling sudah diberikan yaitu pada hari

pertama ibu sudah harus belajar untuk miring kanan dan

miring kiri dan jika sudah bisa ibu harus melanjutkan

mobilisasi dengan duduk.

Tanda tangan

Wahyani
100

Data Perkembangan II

Kunjungan pertama bangsal sakinah

Tanggal 05 Agustus 2013, pukul 11.00 WIB

S: Data subjektif

Ibu mengatakan nyeri pada luka bekas operasi. Ibu dapat miring

kanan dan miring kiri. Ibu dapat beristirahat dengan baik dan ibu

sudah mememenuhi kebutuhan nutrisinya dengan memakan

makanan yaitu nasi, lauk sayur dan buah dengan porsi sedang. Ibu

sudah dapat melakukan ibadah sholat dengan nyaman karena nyeri

yang dirasakan ibu sudah sedikit berkurang. Ibu senang karena

sudah dapat menyususi bayinya dan ibu juga senang karena banyak

yang menjenguk dan mendoakan bayinya.

O: Objektif

a. Pemerikasaan umum

Kesadaran composmentis, dengan status gizi ibu dapat

mengonsumsi makanan dan minuman secara teratur dengan

porsi sedang, dari hasil pengukuran tanda vital didapatkan

tekanan darah 110/60 mmHg, nadi 80x/menit, RR 21

O
x/menit, suhu 36,6 C.

b. Pemeriksaan fisik

- Kepala dan rambut


101

Bentuk kepala mesocephal, rambut bersih, tidak rontok.

- Wajah

mata : konjungtiva merah muda, sclera putih, sekitar

mata tidak ada odema, hidung : tidak ada polip, tidak

ada secret, gigi ada caries, tidak ada sariawan.

- Leher

Tidak ada pembesaran kelenjar thyroid, kelenjar getah

bening, dan peningkatan JVP (Jugularis vena pressure).

- Dada

Bentuk dada simetris, pada payudara tidak ada benjolan

yang abnormal, bentuk mebesar, konsistensi mamae

melunak, areola hiperpigmentasi, puting menonjol, ASI

sudah keluar, ada nyeri tekan pada epigastrium.

- Abdomen

- Genetalia

Tidak ada odema pada kedua labia mayora, lochea :

rubra, berbau khas, perdarahan kurang lebih 20cc.

- Tungkai

Tidak ada odema pada kaki dan tidak ada varices.

- Pemeriksaan lain

- Infuse : terpasang RL dengan 20 tetes /

menit dengan cairan masuk 300 cc.


102

- DC/ kateter : terpasang dengan urin tampung

560cc.

A: Analisa tanggal/jam: 05 Agustus 2013/11.00 WIB

Ny. M P4A0A4B umur 43 tahun dengan 1 hari post partum sectio

caesaria dengan tubektomi.

P: Penatalaksanaan

a. Melakukan observasi keadaan umum.

Evaluasi : sudah dilakukan observasi keadaan umum ibu

yang bertujuan untuk memantau perkembangan kesehatan

ibu terutama hemodinamiknya yaitu ibu masih Nampak

lemah, dan nyeri pada perut setelah operasi SC, tekanan

darah 110/60 mmhg, nadi 80 x/menit, RR : 21 x/menit dan

0
suhu :36,6 C

b. Melakukan observasi pengeluaran lochea

Evaluasi : sudah dilakukan observasi pengeluaran lochea

yang bertujuan untuk mengetahui proses kembalinya alat –

alat reproduksi yaitu lochea rubra, berbau amis (khas),

perdarahan kurang lebih 20cc.

c. Melakukan observasi nyeri tekanan uterus.

Evaluasi : observasi sudah dilakukan yang bertujuan untuk

melihat nyeri tekan dan hasilnya ibu merasa nyeri pada

perutnya terutama pada luka post oprasi SC.


103

d. Menganjurkan ibu untuk istirahat.

Evaluasi : ibu sudah dapat beristirahat dengan cukup..

e. Kolaborasi dengan tim dokter dalam memberikan terapi

Evalusi : terapi sudah diberikan yaitu injeksi

dexamethasone 1x 1 mg pada pukul 10.00 dan ceftriaxsone

2 x 1g pada pukul 10.00 WIB.

f. Observasi intake dan output

Evaluasi : sudah dilakukan observasi intake dan output

yaitu jumlah urine kurang lebih 560cc, tetesan infuse 20

x/menit cairan yang masuk 300 cc.

g. Memberikan konseling dan melatih mobilisasi

Evaluasi : konseling sudah diberikan yaitu pada hari

pertama ibu sudah harus duduk dan bangun dari tempat

tidur dan jika sudah bisa ibu harus melanjutkan mobilisasi

dengan berjalan.

Tanda tangan

Wahyani
104

Data Perkembangan III

Kunjungan pertama bangsal sakinah

Tanggal 06 Agustus 2013, pukul 08.40 WIB

S: Data subjektif

Ibu mengatakan sedikit nyeri pada luka bekas operasi. Ibu sudah

dapat duduk dari tempat tidur. Ibu dapat beristirahat dengan baik

dan ibu sudah mememenuhi kebutuhan nutrisinya dengan

memakan makanan yaitu nasi, lauk sayur dan buah secara teratur 3

kali/hari. Ibu senang karena bayinya dapat menyusu dengan baik

dan tidak rewel sehingga ibu bisa beristirahat lebih lama. Ibu selalu

mendoakan bayinya selalu dalam keadaan sehat serta berkembang

dan tumbuh dengan normal.

O: Objektif

a. Pemerikasaan umum

Kesadaran composmentis, dengan status gizi ibu dapat

mengonsumsi makanan dan minuman secara teratur dengan

porsi sedang, dari hasil pengukuran tanda vital didapatkan

tekanan darah 110/70 mmHg, nadi 8x/menit, RR 21

O
x/menit, suhu 36 C.

b. Pemeriksaan fisik

- Kepala dan rambut


105

Bentuk kepala mesocephal, rambut koter dan berbau,

tidak rontok.

- Wajah

mata : konjungtiva merah muda, sclera putih, sekitar

mata tidak ada odema, hidung : tidak ada polip, tidak

ada secret, gigi ada caries, tidak ada sariawan.

- Leher

Tidak ada pembesaran kelenjar thyroid, kelenjar getah

bening, dan peningkatan JVP (Jugularis vena pressure).

- Dada

Bentuk dada simetris, pada payudara tidak ada benjolan

yang abnormal, bentuk mebesar, konsistensi mamae

melunak, areola hiperpigmentasi, puting menonjol, ASI

sudah keluar, ada nyeri tekan pada epigastrium.

- Abdomen

Ada luka oprasi SC, kontraksi uterus baik.

- Genetalia

Tidak ada odema pada kedua labia mayora, lochea :

rubra, berbau khas, perdarahan kurang lebih 20cc.

- Tungkai

Tidak ada odema pada kaki dan tidak ada varices.


106

c. Pemeriksaan lain

- Infuse : terpasang RL dengan 20 tetes /

menit dengan cairan masuk 280 cc.

- DC/ kateter : terpasang dengan urin tampung

100cc.

A: Analisa tanggal/jam: 06 Agustus 2013/08.40 WIB

Ny. M P4A0A4B umur 43 tahun dengan 2 hari post partum sectio

caesaria dengan tubektomi.

P: Penatalaksanaan

a. Melakukan observasi keadaan umum.

Evaluasi : sudah dilakukan observasi keadaan umum ibu yang

bertujuan untuk memantau perkembangan kesehatan ibu

terutama hemodinamiknya yaitu ibu masih Nampak lemah, dan

nyeri pada perut setelah operasi SC, tekanan darah 110/70

0
mmhg, nadi 8 x/menit, RR : 21 x/menit dan suhu :36 C

b. Melakukan observasi pengeluaran lochea

Evaluasi : sudah dilakukan observasi pengeluaran lochea yang

bertujuan untuk mengetahui proses kembalinya alat – alat

reproduksi yaitu lochea rubra, berbau amis (khas), perdarahan

kurang lebih 20cc.

c. Melakukan observasi nyeri tekanan uterus.


107

Evaluasi : observasi sudah dilakukan yang bertujuan untuk

melihat nyeri tekan dan hasilnya ibu merasa sedikit nyeri pada

perutnya terutama pada luka post oprasi SC.

d. Kolaborasi dengan tim dokter dalam memberikan terapi

Evalusi : terapi sudah diberikan yaitu dexamethasone 1x 1 mg

pada pukul 06.00 dan ceftriaxsone 2 x 1g pada pukul 06.00

WIB serta obat peroral yaitu ferotam 2x 1/ hari setiap pukul

06.00, 18.00 WIB, Terasil 3x1/hari setiap pukul 06.00, 14.00,

22.00 WIB, AF 1x1 setiap pukul 06.00 WIB.

e. Observasi intake dan output

Evaluasi : sudah dilakukan observasi intake dan output yaitu

jumlah urine kurang lebih 280cc, tetesan infuse 20 x/menit

cairan yang masuk 100 cc serta obat peroral yaitu ferotam 2x 1/

hari setiap pukul 06.00, 18.00 WIB, Terasil 3x1/hari setiap

pukul 06.00, 14.00, 22.00 WIB, AF 1x1 setiap pukul 06.00

WIB

f. Memberikan konseling dan pelatihan mobilisasi

Evaluasi : konseling sudah diberikan yaitu pada hari kedua, ibu

sudah berjalan agat ibu dapat beristirahat dan merawat sendiri

bayinya.

Tanda tangan

Wahyani
108

Data Perkembangan IV

Kunjungan pertama bangsal sakinah

Tanggal 07 Agustus 2013, pukul 09.53 WIB

S: Data subjektif

Ibu mengatakan sudah dapat berjalan . Ibu dapat beristirahat

dengan baik dan ibu sudah mememenuhi kebutuhan nutrisinya

dengan memakan makanan yaitu nasi, lauk, sayur dan buah secara

teratur serta mminum obat per oral dengan teratur. Ibu sudah dapat

melakukan kegiatan berwudhu ke kamar mandi. Ibu mulai merawat

bayinya secara mandiri seperti mengganti popok dan membedong

bayi. Ibu berharap hari ini dapat pulang kerumah karena ibu sudah

merasa kondisinya baik.

O: Objektif

a. Pemerikasaan umum

Kesadaran composmentis, dengan status gizi ibu dapat

mengonsumsi makanan dan minuman secara teratur dengan

porsi sedang, dari hasil pengukuran tanda vital didapatkan

tekanan darah 110/70 mmHg, nadi 88x/menit, RR 20

O
x/menit, suhu 36,2 C.

b. Pemeriksaan fisik

- Kepala dan rambut


109

Bentuk kepala mesocephal, rambut bersih dan wangi,

tidak rontok.

- Wajah

mata : konjungtiva merah muda, sclera putih, sekitar

mata tidak ada odema, hidung : tidak ada polip, tidak

ada secret, gigi ada caries, tidak ada sariawan.

- Leher

Tidak ada pembesaran kelenjar thyroid, kelenjar getah

bening, dan peningkatan JVP (Jugularis vena pressure).

- Dada

Bentuk dada simetris, pada payudara tidak ada benjolan

yang abnormal, bentuk mebesar, konsistensi mamae

melunak, areola hiperpigmentasi, puting menonjol, ASI

sudah keluar, ada nyeri tekan pada epigastrium.

- Abdomen

- Genetalia

Tidak ada odema pada kedua labia mayora, lochea :

rubra, berbau khas, perdarahan kurang lebih 15cc.

- Tungkai

Tidak ada odema pada kaki dan tidak ada varices


110

A: Analisa tanggal/jam: 07 Agustus 2013/09.53 WIB

Ny. M P4A0A4B umur 43 tahun dengan 3 hari post partum sectio

caesaria.

P: Penatalaksanaan

a. Melakukan observasi keadaan umum.

Evaluasi : sudah dilakukan observasi keadaan umum ibu yang

bertujuan untuk memantau perkembangan kesehatan ibu

terutama hemodinamiknya yaitu ibu sudah sedikit nyaman

dengan kondisinya, dan nyeri pada perut setelah operasi SC

sudah sedikit berkurang, tekanan darah 110/70 mmhg, nadi

0
88x/menit, RR : 20 x/menit dan suhu :36,2 C. Perban pada

bekas luka insisi ibu diganti dengan yang baru.

b. Melakukan observasi pengeluaran lochea

Evaluasi : sudah dilakukan observasi pengeluaran lochea yang

bertujuan untuk mengetahui proses kembalinya alat – alat

reproduksi yaitu lochea sanguelenta, berbau amis (khas),

perdarahan kurang lebih 15cc.

c. Melakukan observasi nyeri tekanan uterus.

Evaluasi : observasi sudah dilakukan yang bertujuan untuk

melihat nyeri tekan dan hasilnya ibu merasa sedikit nyeri pada

perutnya terutama pada luka post oprasi SC.


111

d. Kolaborasi dengan tim dokter dalam memberikan terapi

Evalusi : terapi sudah diberikan obat peroral yaitu ferotam 2x

1/ hari setiap pukul 06.00, 18.00 WIB, Terasil 3x1/hari setiap

pukul 06.00, 14.00, 22.00 WIB, AF 1x1 setiap pukul 06.00

WIB.

e. Memberikan konseling nutrisi

Evaluasi : konseling telah dilakukan yaitu ibu diarapkan makan

secara teratur 3 kali/hari serta mengonsumsi buah dan minum ±

7-8 gelas/hari untuk memenuhi asupan gizi ibu dan bayi.

f. Memberikan konseling pola istirahat

Koneling : konseling telah dilakukan yaitu ibu diharapkan

dapat istirahat dengan cukup dan untuk tidak terlalu banyak

mengerjakan pekerjaan rumah.

g. Memberikan konseling mobilisasi

Evaluasi : konseling sudah dilakkan yaitu ibu diharapkan untuk

aktif dalam aktifitas yang dilakukan dirumah dan tidak terlalu

letih.

h. Memberikan konseling tubektomi

Evaluasi konseling sudah dilakukan yaitu jika terjadi koplikasi

seperti infeksi luka demam paca operasi ( 3 C) luka pada

kandung kemih, hematoma, emboli gas yang diakibatkan oleh

laparoskopi, rasa sakit pada operasi


112

pembedahan, terjadi perdarahan pada tepi kulit ibu diminta

segera kepetugas kesehatan.

Tanda tangan

Wahyani

B. PEMBAHASAN KASUS

Dari bab pembahasan ini, penulis akan membahas dari langkah I

sampai dengan langkah VII dengan cara meliat kesenjangan antara

tinjauan pustaka dengan tinjauan kasus pada Ny. M P4A0AH4 umur

43 tahun nifas post sectio caesari di RS PKU Muhammadiyah

Yogyakarta

1. Pembahasan pengkajian data subjektif

Data subjektif adalah data yang diperoleh dari klien sebagai suatu

pendapat situasi atau kejadian. Informasi tersebut tidak bisa ditentukan

oleh perawat, mencakup persepsi, perasaan, ide klien tentang status

kesehatan, misalnya tentang nyeri, perasaan, ketakutan, kecemasan,

frustasi, mual dan perasaan malu (Riwidikdo,2007)

Rangakaian pada pasien post SC dengan keadaan normla meliputi

pengkajian secara umum, yaitu identitas pasien dan suami, riwayat

kesehatan, riwayat pernikahan, kebiasaan sehari-hari pasien dan suami,

riwayat kesehatan, kebiasaan sehari-hari pasien, pemeriksaan

penunjang, adapun pengumpulan data pada studi kasus ini diperoleh


113

adi pengkajian langsung pada pasien, keluarga, rekam medic, dan

petugas kesehatan di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta.

Pada kasus post SC menurut Bramantyo (2003), pada hari pertam

setelah operasi SC pasien akn merasa letih dan bingung, dan timbul

perasaan tidak nyaman karena nyeri didaerah luka, terutama setelah

pengaruh obat biusnya hilang.

Pada Ny. M nifas post SC di RS PKU Muhammadiya Yogyakarta

ini, penulis mendapatkan data subjektif dari hasil anamnesa dengan

pasien, keluarga dan pengambilan data dari rekam medic pasien.

Ditemkan keluhan pada Ny. M pada 1 jam post SC adalah pusing,

nyeri pada luka oprasi, badan lemas, kaki ibu belum isa digerakan dan

khawatir dengan keadaan bayinya karena belum melihat kondisi

bayinya. Pada 7 jam post SC keluhan yang dirasakan ibu adalah nyeri

pada luka bekas operasi, pusing, lemas dan ibu cemas karena belum

menyusui bayinya. Pada hari pertama post SC keluhan yang ibu

rasakan adalah nyeri luka post SC, ibu sudah tidak lemas dan pusing

lagi, ibu sudah dapat miring kanan dan miring kiri. Pada hari kedua

post SC ibu mengeluh masih terasa sedikit nyeri dan ibu sudah dapat

bangun dan duduk ditempat tidur. Pada hari ketiga ibu sudah dapat

berdiri dan berjalan, dan ingin segera pulang karena ingin merawat

bayinya dirumah.
114

Pada pengkajian data subjektif ini kegiatan seperti konsumsi

nutrisi, aktifitas menyusui, aktifitas merawat bayi, dan mobilisasi yang

dilakukan pasien secara bertahap semakin meningkat setiap harinya

dari hari ke nol sampai hari ke tiga pasca operasi sectio caesaria.

Pada pengkajian data subjektif ini tidak terdapat kesenjangan

antara teori dan kasus yang ada karena mobilisasi ibu meningkat pada

setiap hari.

2. Pembahasan data objektif

Data objektif adalah data yang didapat melalui observasi dan dapat

diperoleh menggunakan panca indera (lihat, dengar, cium dan raba)

selama pemeriksaan fisik. Misalnya frekuensi nadi, pernafasan, berat

badan, tingkat kesadaran (Riwidikdo, 2007)

Pemeriksaan data objektif meliputi pemeriksaan umum,

pemeriksaa fisik, dan pemeriksaan penunjang. Pada kasus nifas post

SC adalah perubahan fisik seperti terdapat sayatan pada perut pasien

sehingga menimbulkan nyri tekan setelah efek biu hilang.

Pada Ny. M nifas post SC di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta

didapatkan hasil pengkajiandata objektif yaitu keadaan umum ibu

Nampak baik, terpasang infuse RL + ceftria one 20 tts menit terpasang

kateter dan bedrest ditempat tidur. Dari pemeriksaan


115

tekanan darah didapatkan hasil 110 0 mmHg nadi 4 kali menit respirasi

21 kali menit dan suhu 36 C. Pada pemeriksaan kepala

sampai kaki pasien didapatkan hasil ibu dalam keadaan normal. Pada

pemeriksaan penunjang (labolatorium) pasien didapatkan pemeriksaan

darah dan urine dengan hasil dalam batas normal.

Dri hasil pengkajian data objektif tidak ada kesenjangn antara teori

dan kasus dalam pemeriksaan data objektif, karena pada pemeriksaan

fisik, pemeriksaan dara dan urune dalam batas normal.

3. Pembahasan analisis data

Analisis data adalah kegiatan mengubah data dari hasil penelitian

menjadi informasi yang dapat difgunakan untuk mengambil

kesimpulan dalam suatu penelitian. Adapun cara pengambil keputusan

dengan cara hipotesis maupun dengan estimasi hasil (Nursalam, 2008).

Pada analisi data ada beberapa teori yang harus diperhatikan yaitu,

pengertian sectio caesaria, pengertian nifas, tubektomi, mobilisasi dini

dan juga data penunjang yang dapat menegakan diagnose pada kasus

ibu nifas post SC.

Seksio sesaria adalah suatu tindakan untuk melahirkan bayi

melalui tindakan pembedahan dengan membuka dinding perut dan

dinding rahim yang disebabkan karena bayi tidak bisa lahir

pervaginam. Jadi seksio sesaria yaitu tindakan yang dilakukan untuk


116

melahirkan bayi melalui dinding perut dan dinding rahim dikarenakan

bayi tidak bisa lahir dengan persalinan pervaginam dengan syarat berat

janin diatas 500gram (Mochtar, 2013).

Masa nifas (puerperium) adalah masa yang dimulai setelah

plasenta keluar dan berakhir ketika alat-alat kandungan kembali seperti

semula (sebelum hamil). Masa nifas berlangsung selama kira-kira 6

minggu ( Ari Sulistyawati, 2009).

Tubektomi adalah prosedur bedah sukarela untuk menghentikan

fertilitas (kesuburan) seorang perempuan (BKKBN, 2010).

Mobilisasi dini adalah pergerakan yang dilakukan sedini mungkin

ditempat tidur dengan melatih bagian – bagian tubuh untuk melakukan

peregangan. Mobilisasi dini segera tahap demi tahap sangat berguna untuk

membantu jalannya penyembuhan luka pada ibu post Sectio Caesarea

(Setyowati, 2012).

Data penunjang pemeriksaan darah rutin serta kimia dalam urine

keratin, SGOT, LDH, bilirubin, dan pemeriksan urine protein.

Berdasarkan hasil dari pengkajian adalah umur 43 tahun melhirkan

4 kali, belum pernah abortus, memiliki 4 anak hidup, serta anak yang

ke 3 lahir melalui operasi sectio caesaria. Berdasarkan pemeriksaan

fisik ibu dalam keadaan umum yang stabil dan mobilisasi yang

bertahap sehingga analisa dari kasus Ny. M umur 43 tahun P4A0AH4

nifas post sectio caesaria dalam keadaan normal, analisa tersebut


117

untuk menegakan diagnose dalam analisis masalah pemeriksaan yang

dilakukan sudah sesuai dengan teori yang ada.

4. Pembahasan penatalaksanaan

Penatalaksanaan adalah suatu tindakan atau pelaksanaan dari

sebuah rencana matang dan terperinci ( Nurdin dan Usman,2008).

Penatalaksanaan dalam kasus ini terdiri dari perencanaan dan

evaluasi tindakan. Menurut Varney (2007), perencanaan yang

dilakukan yaitu observasi keadaan umum pasien, observasi tanda-tanda

vital, observasi pengeluaran darah pervaginam, memberikan konseling

edukasi tentang makanan yang mengandng banyak kalori dan protein,

memberikan pengobatan dan anjuran memberikan pengobatan melalui

kolaborasi dengan dokter spesialis obstetric gynekologi dalam

pemberian terapi dan pemeriksaan lanjut dan melakukan cek

labolatorium.

Selama perawatan koservatif, dilakukan observasi evaluasi sama

seperti pada perawatan aktif terutama pada hari pertama pemeriksaan

tanda vital pada setiap 2 jam dan selanjutnya setiap 4 jam hari pertama

dan pada hari kedua sampi ke lima setiap 8 jam bila tidak ada

komplikasi (Bramantyo, 2003).


118

Pada kasus Ny. M penatalaksanaan yang dilakukan adalah:

a. Melakukan observasi keadaan umum.

Evaluasi : sudah dilakukan observasi keadaan umum ibu

yang bertujuan untuk memantau perkembangan kesehatan

ibu terutama hemodinamiknya yaitu ibu masih Nampak

lemah, dan ibu merasa kaki serta tungkai masih belum bisa

digerakan setelah operasi SC, tekanan darah 110/70 mmhg,

0
nadi 84 x/menit, RR : 21 x/menit dan suhu :36 C

b. Melakukan observasi pengeluaran lochea

Evaluasi : sudah dilakukan observasi pengeluaran lochea

yang bertujuan untuk mengetahui proses kembalinya alat –

alat reproduksi yaitu lochea rubra, berbau amis (khas),

perdarahan kurang lebih 20cc.

c. Melakukan observasi nyeri tekanan uterus.

Evaluasi : observasi sudah dilakukan yang bertujuan untuk

melihat kontraksi uterus pasien karena pada 1 jam pertama

past pastum ,kontraksi uterus kuat dan teratur dan hasilnya

ibu merasa nyeri pada perutnya terutama pada luka post

oprasi SC.

d. Menganjurkan keluarga untuk selalu meberikan dukungan

kepada ibu.
119

Evaluasi : keluarga mengerti dan selalu memberikan

dukungan kepada ibu dengan selalu menemani ibu dan

membantu kebutuhan yang diperlukan oleh ibu.

e. Menganjurkan ibu untuk istirahat.

Evaluasi : ibu sudah dianjurkan untuk beristirahat dan ibu

bersedia.

f. Kolaborasi dengan tim dokter dalam memberikan terapi

Evalusi : terapi sudah diberikan yaitu injeksi

dexamethasone 1x 1 mg pada pukul 09.30 dan ceftriaxsone

2 x 1g pada pukul , 14.00, 22.00 WIB.

g. Observasi intake dan output

Evaluasi : sudah dilakukan observasi intake dan output

yaitu jumlah urine kurang lebih 760cc, tetesan infuse 20

x/menit cairan yang masuk 200 cc.

h. Memberikan konseling mengenai pengaruh tubektomi

Evaluasi : konseling sudah diberikan yaitu tubektomi tidak

mempengaruhi proses menyusui, tidak tergantung pada

faktor senggama, tidak ada efek samping dalam jangka

panjang, tidak ada perubahn dalam fungsi seksual (tidak

ada efek pada produksi hormone ovarium), berkurangnya

risiko kanker ovarium, ibu akan nyeri bahu selama 12 – 24

jam setelah laparoskopi relative dialami karena gas CO2

atau udara dibawah diafragma, sekunder terhadap


120

pneumoperitoneum, periode mentruasi akan berlanjut

seperti biasa, dan tubektomi tidak memberikan perindungan

atas IMS, termasuk virus AIDS

i. Memberikan konseling dan melatih mobilisasi

Evaluasi : konseling sudah diberikan yaitu pada hari

pertama ibu sudah harus belajar untuk miring kanan dan

miring kiri dan jika sudah bisa ibu harus melanjutkan

mobilisasi dengan duduk dan selanjutnya belajar untuk

berjalan.

Keadaan umum pada Ny. M pada 1 jam pertama post SC dalam

keadaan stabil, kesadaran lemah, tanda vital dalam batas normal, kaki

belum bisa digerakan. Pada 07 jam post Sc didapatkan ibu sudah mulai

sadar sepenuhnya, tanda vital dalam bata normal dan kaki, tungkai dan

jari-jari kaki dapat digerakan. Pada hari pertama ibu dalam kesadaran

yang composmentis, keadaan umum yang stabil, tanda vital dalam

batas normal dan mobilisasi suda dapat miring kanan dan miring kiri

serta asupan gizi yang baik. Pada hari ketiga pertama ibu dalam

kesadaran yang composmentis, keadaan umum yang stabil, tanda vital

dalam batas normal dan mobilisasi suda dapat miring kanan dan miring

kiri serta asupan gizi yang baik dan teratur. Pada hari ketiga kesadaran

dan keadaan umum ibu dalam keadaan yang stabil dan ibu sudah dapat

duduk ditempat tidur. Pada hari keempat kesadaran dan keadaan umum

ibu dalam keadaan yang stabil dan ibu sudah dapat berjalan.
121

Dalam kasus nifas post SC dengan tubektomi di RS PKU

Muhammadiyah Yogyakarta terdapat kesenjangan antara SOP rumah

sakit ditunjang dengan teori yang ada mengenai masa puasa pasien pre

operasi SC yang tercantum dalam SOP dan teori (Kasdu, 2003) yang

berisi masa puasa pasian pre operasi Sc yaitu minimal 6 jam

sedangkan dalam kasus pada pasien Ny. M di RS PKU

Muhammadiyah Yogyakarta pasien puasa ± 4 jam.

Untuk penatalaksanaan yang diberikan bidan pada pasien post SC

sudah sesuai dengan wewenang bidan yang tercantum dalam SPK

standar 14 yang bertujuan Komplikasi segera deteksi dan dirujuk,

penurunan kejadian infeksi pada ibu dan bayi baru lahir, penurunan

kematian akibat perdarahan pasca persalinan primer, pemberian ASI

dimulai dalam 1 jam pertama sesudah persalinan dan juga sesuai

keputusan mentri kesehatan No. 900 pasal 18 tentang pelayanan ibu

nifas normal dan ibu nifas abnormal yang meliputi retensio plasenta,

renjatan dan infeksi ringan.


BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Diperolehnya pengalaman nyata dalam melaksanakan asuhan

kebidanan pada ibu nifas post sectio caesaria (sc) dengan tubektomi

menggunakan manajemen kebidanan.

Dalam pengkajian study casus research ini penulis melakukan

metode observasi dengan memperoleh data melalui data primer yaitu

pengkajian langsung pada pasien, keluarga, serta data sekunder yaitu

melalui pendokumentasian/rekam medic pasien.

Dalam pelaksanaan pengkajian kasus pada Ny. M nifas post SC

dapat disimpulkan diagnosanya yaitu Asuhan Kebidanan Ibu Nifas Post

Sectio Caesaria pada Ny. M Umur 43 Tahun dengan Tubektomi di RS

PKU Muhammadiyah Yogyakarta.

Dalam kasus Ibu Nifas Post Sectio Caesaria pada Ny. M Umur 43

Tahun dengan Tubektomi di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta

kebutuhan yang memerlukan penanganan segera yaitu keadaan umum,

kesadaran ibu yang menurun drastis serta mobilisasi ibu yang tidak tidak

semakin membaik.

Maka dalam pengkajian data penulis melakukan perencanaan

sebagai berikut melakukan bservasi keadaan umum, peneluaran lochea,


mengobservasi nyeri tekan uterus, mengobservasi intake dan output

konseling terhadap keluarga, konseling kepada pasien mengenai nutrsi,

pola istirahat, kelebihan dan kekurangan setelah melakukan tubektomi,

mobilisasi dan konseling saat pulang.

Pelaksaan asuhan kebidanan sesuai dengan perencanaan

penanganan penanganan yang dilakukan. Pada akhir pengkajian penulis

melakukan evaluasi tindakan yang dilakukan yaitu setelah malaksanankan

asuhan kebidanan selama 4 hari, penulis mendapatkan keadaan umum ibu

dalam batas normal, kesadaran ibu dalam yang stabil, dan mobilisasi ibu

yang membaik dari hari ke nol sampai hari keempat yaitu pada hari ke nol

ibu baru bisa menggerkan kaki, tungkai serta jari-jari kaki, pada hari

pertama ibu sudah dapat miring kanan dan miring kiri. Pada hari ke dua

ibu sudah dapat duduk. Pada hari keempat ibu sudah dapat berjalan.

Dalam kasus nifas post SC dengan tubektomi di RS PKU

Muhammadiyah Yogyakarta terdapat kesenjangan antara SOP rumah sakit

ditunjang dengan teori yang ada mengenai masa puasa pasien pre operasi

SC yang tercantum dalam SOP dan teori (Kasdu, 2003) yang berisi masa

puasa pasian pre operasi Sc yaitu minimal 6 jam sedangkan dalam kasus

pada pasien Ny. M di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta pasien puasa

± 4 jam.

Factor pendukung tercapainya tujuan dalam asuhan kebidanan ini

adalah terjalinnya kerja sama yang baik antara penulis, klien, keluarga dan
tim kesehatan yang lain, factor yang menghambat adalah keterbatasan

waktu, pengetahuan, keterampilan dan pengalaman penulis.

B. Saran

Berdasarkan hasil evaluasi asuhan kebidanan pada ibu nifas post

SC di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta, maka untuk memperoleh

hasil optimal, penulis ingin memberikan saran sebagai berikut.

1. Bagi pasien

Penulis mengharapkan ibu bisa melakukan mobilisasi secara bertahap

agar proses penyembuhan sapat berjalan dengan baik serta ibu harus

menjaga personal hygiene ibu terutama pada daerah luka post SC agar

tidak terjadi infeksi, bila ibu merasa ada keluhan segera datang

ketenaga kesehatan untuk mendapatkan penanganan.

2. Bagi bidan

penulis mengharapkan untuk meningkatkan kualitas dalam

pendokumentasian lengkap semua tindakan kebidanan, sehingga

proses asuhan yang dilakukan dapat berkesinambungan, karena hal in

akan menjadi bukti untuk tanggung jawab dan tanggung gugat,

disamping untuk menghindari suatu pengulangan tindakan.

3. Bagi instansi rumah sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta.

Penulis mengharapkan kepada pembuat kebijakan rumah sakit agar

dapat lebih meningkatkan mutu pelayanan seperti konseling kepada

ibu terhadap bahaya-bahaya nifas, pengaruh tubektomi, dan mobilisasi

dini pasca operasi.


DAFTAR PUSTAKA

BKKBN, 2010, Buku Panduan Praktik Pelayanan Kontrasepsi, bina Pustaka

Sarwono Prawiroharjo, Jakarta.

Crissie Gallager – Maudy, 2005, Pemulihan Pasca Operasi Caesar, Erlangga,

Jakarta.

Jitowoyono & Kristiyanasari, 2010, Asuhan Keperawatan Post Operasi : Dengan

Pendekatan Nanda, Nic, Noc, Nuha Medika, Yogyakarta.

Handiyani. H, Mobilisasi dan Imobilisasi (internet).Available from

:http://staff.ui.ac.id (diakses pada tanggal 13 Juni 2013).

Helen & Hell, 2012, Midwifery Essential – Postnatal, Volume 4, EGC, Jakarta.

IBI, 2008, Pedoman Berkelajutan Bagi Bidan, Jakarta.

Kasdu. D., 2003, Operasi Caesar ; Masalah dan Solusinya, Cetakan Pertama,

Puspa Swara, Jakarta.

Kepmenkes RI nomor :900/MENKES/SK/II/2002, Registrasi dan Praktek Bidan.

Manuaba, Ida Bagus Gde, 2010. Kapita Selekta Penatalaksanaan Rutin Obstetri

ginekologi dan KB, EGC, Jakarta.

Medforth. J & dkk, 2012, Kebidanan Oxford : dari Bidan Untuk Bidan, EGC,

Jakarta.

Mitayani. 2009. Asuhan Keperawatan Maternitas. Salemba Medika, Jakarta.

Moctar, R., 2013, Sinopsis Obstetri Edisi 3, Cetakan Pertama, EGC, Jakarta.

Moctar, R., 2013, Sinopsis Obstetri Edisi 3, Cetakan Pertama, EGC, Jakarta.

Notoatmojo, S. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan, Rieneka Cipta, Jakarta.


Rasjidi Imam, 2009, Manual Seksio Caesaria & Laparatomi Kelainan Adneksa,

Sagung Seto, Jakarta.

Riwidikdo, 2007, Statistika Kesehatan, Mitra Cendikia Press. Yogyakarta.

Rusca, k. Dewi, D & Barid, M. Pengaruh Mobilisasi Dini Tehadap Penyembuan

Luka dan Lama Hari Rawat Pada Pasien Post Pembedahan Sectio

Caesaria Di ruang Brawijaya RSUD Kanjuruhan Malang.Hal 2.

Saleha, S., 2009, Asuhan Kebidanan Pada Ibu Nifas, Slaemba Medika, Jakarta.

Setyowati, Y., Supartini (2012) Karakteristik yang Mempengaruhi Mobilisasi

Dini pada Ibu Nifas Post Sectio Caesaria (Di Ruang Merpati RSUD Dr.

Soetomo Surabaya).Hal 12.

Standar Pelayanan Kebidanan, 2003, Departemen Kesehatan RI, Jakarta

Sulistyawati Ari, 2009, Buku Ajar Asuhan Kebidanan Pada Ibu Nifas, Penerbit

Andi, Yogyakarta.

Varney, H. 2007. Buku Ajar Asuhan Kebidanan. Edisi 4, Volume 2,EGC, Jakarta.

Winkjosastro, H., 2006, Ilmu Bedah Kebidanan, Yayasan Bina Pustaka Sarwono

Prawirohardjo, Jakarta

Anda mungkin juga menyukai