Anda di halaman 1dari 26

Laporan Kasus

SIROSIS HEPATIS

OLEH

Indi Esha

0908151674

Pembimbing :

dr. Jazil Karimi, Sp.PD-KEMD, FINASIM

BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS RIAU

RSUD ARIFIN ACHMAD

PEKANBARU

2013
BAB I

PENDAHULUAN

Sirosis adalah suatu keadaan patologis yang menggambarkan stadium


akhir fibrosis hepatik yang berlangsung progresif yang ditandai dengan distorsi
dari arsitektur hepar dan pembentukan nodulus regeneratif. Gambaran ini terjadi
akibat adanya nekrosis hepatoselular. Sirosis hati mengakibatkan terjadinya
35.000 kematian setiap tahunnya di Amerika. Di Indonesia data prevalensi sirosis
hepatis belum ada. Di RS Sardjito Yogyakarta jumlah pasien sirosis hepatis
berkisar 4,1% dari pasien yang dirawat di Bagian Penyakit Dalam dalam kurun
waktu 1 tahun (data tahun 2004). Lebih dari 40% pasien sirosis adalah
asimptomatis sering tanpa gejala sehingga kadang ditemukan pada waktu pasien
melakukan pemeriksaan rutin atau karena penyakit yang lain.1
Penyebab munculnya sirosis hepatis di negara barat tersering akibat
alkoholik sedangkan di Indonesia kebanyakan disebabkan akibat hepatitis B atau
C. Patogenesis sirosis hepatis menurut penelitian terakhir memperlihatkan adanya
peranan sel stelata dalam mengatur keseimbangan pembentukan matriks
ekstraselular dan proses degradasi, di mana jika terpapar faktor tertentu yang
berlangsung secara terus menerus, maka sel stelata akan menjadi sel yang
membentuk kolagen.1,2
Terapi sirosis ditujukan untuk mengurangi progresi penyakit,
menghindarkan bahan-bahan yang bisa menambah kerusakan hati, pencegahan
dan penanganan komplikasi. Walaupun sampai saat ini belum ada bukti bahwa
penyakit sirosis hati reversibel, tetapi dengan kontrol pasien yang teratur pada fase
dini diharapkan dapat memperpanjang status kompensasi dalam jangka panjang
dan mencegah timbulnya komplikasi.1,2

BAB II

1
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi Sirosis Hati


Istilah Sirosis diberikan petama kali oleh Laennec tahun 1819, yang
berasal dari kata kirrhos yang berarti kuning orange (orange yellow), karena
terjadi perubahan warna pada nodul-nodul hati yang terbentuk.3
Sirosis hati adalah penyakit hati menahun yang difus ditandai dengan
adanya pembentukan jaringan ikat disertai nodul. Biasanya dimulai dengan
adanya proses peradangan nekrosis sel hati yang luas, pembentukan jaringan ikat
dan usaha regenerasi nodul. Distorsi arsitektur hati akan menimbulkan perubahan
sirkulasi mikro dan makro menjadi tidak teratur akibat penambahan jaringan ikat
dan nodul tersebut. Telah diketahui bahwa penyakit ini merupakan stadium
terakhir dari penyakit hati kronis dan terjadinya pengerasan dari hati yang akan
menyebabkan penurunan fungsi hati dan bentuk hati yang normal akan berubah
disertai terjadinya penekanan pada pembuluh darah dan terganggunya aliran darah
vena porta yang akhirnya menyebabkan hipertensi portal. Pada sirosis dini
biasanya hati membesar, teraba kenyal, tepi tumpul, dan terasa nyeri bila
ditekan.3,4
Menurut Lindseth, Sirosis hati adalah penyakit hati kronis yang dicirikan
dengan distorsi arsitektur hati yang normal oleh lembar-lembar jaringan ikat dan
nodul-nodul regenerasi sel hati. Sirosis hati dapat mengganggu sirkulasi sel darah
intra hepatik, dan pada kasus yang sangat lanjut, menyebabkan kegagalan fungsi
hati.4

2.2. Anatomi dan Fungsi Hati


2.2.1. Anatomi Hati
Hati adalah organ yang terbesar yang terletak di sebelah kanan atas rongga
perut di bawah diafragma. Beratnya 1.500 gr atau 2,5 % dari berat badan orang
dewasa normal. Pada kondisi hidup berwarna merah tua karena kaya akan
persediaan darah.4
Hati terbagi menjadi lobus kiri dan lobus kanan yang dipisahkan oleh
ligamentum falciforme, di inferior oleh fissure dinamakan dengan ligamentum
teres dan di posterior oleh fissure dinamakan dengan ligamentum venosum. .

2
Lobus kanan hati enam kali lebih besar dari lobus kirinya dan mempunyai 3
bagian utama yaitu : lobus kanan atas, lobus caudatus dan lobus quadrates. Hati
dikelilingi oleh kapsula fibrosa yang dinamakan kapsul glisson dan dibungkus
peritorium pada sebagian besar keseluruhan permukaannnya.3,4
Hati disuplai oleh dua pembuluh darah yaitu Vena porta hepatica yang
berasal dari lambung dan usus, yang kaya akan nutrien seperti asam amino,
monosakarida, vitamin yang larut dalam air, dan mineral dan Arteri hepatica
cabang dari arteri iliaca yang kaya akan oksigen.3,4

Gambar 2.1.Anatomi hati

2.2.2. Fungsi Hati


Hati selain salah satu organ ditubuh terbesar juga mempunyai fungsi yang
terbanyak. Fungsi dari hati dapat dilihat sebagai organ keseluruhannya dan dapat
dilihat dari sel-sel dalam hati.1
Fungsi hati sebagai organ keseluruhannya diantaranya ialah;1
1. Ikut mengatur keseimbangan cairan dan elekterolit, karena semua cairan dan
garam akan melewati hati sebelum ke jaringan ekstraseluler lainnya.
2. Hati bersifat sebagai spons akan ikut mengatur volume darah, misalnya pada
dekompensasio kordis kanan maka hati akan membesar.
3. Sebagai alat saringan (filter)

3
Semua makannan dan berbagai macam substansia yang telah diserap oleh
intestine akan dialirkan ke organ melalui sistema portal.
Fungsi dari sel-serl hati dapat dibagi1
1. Fungsi Sel Epitel di antaranya ialah:
a. Pusat metabolisme di antaranya metabolisme hidrat, arang, protein, lemak,
empedu, Proses metabolisme akan diuraikan sendiri
b. Alat penyimpan vitamin dan bahan makanan hasil metabolisme. Hati
menyimpan makanan tersebut tidak hanya untuk kepentingannnya sendiri
tetapi untuk organ lainya juga.
c. Alat sekresi untuk keperluan badan kita: diantaranya akan mengeluarkan
glukosa, protein, factor koagulasi, enzim, empedu.
d. Proses detoksifikasi, dimana berbagai macam toksik baik eksogen maupun
endogen yang masuk ke badan akan mengalami detoksifikasi dengan cara
oksidasi, reduksi, hidrolisa atau konjugasi.
2. Fungsi sel kupfer sebagai sel endotel mempunyai fungsi sebagai sistem
retikulo endothelial.
a. Sel akan menguraikan Hb menjadi bilirubin
b. Membentuk a-globulin dan immune bodies
c. Alat fagositosis terhadap bakteri dan elemen puskuler atau
makromolekuler.

2.3. Epidemiologi
Insiden sirosis hepatis di Amerika diperkirakan 360 per 100.000 penduduk.
Penyebabnya sebagian besar akibat penyakit hati alkoholik maupun infeksi virus
kronik. Data di Indonesia, RS Sardjito Yogyakarta jumlah pasien dengan sirosis
hati berkisar 4,1% dari pasien yang dirawat di Bagian ilmu penyakit dalam dalam
kurun waktu tahun 2004. Di Medan, dalam kurun waktu 4 tahun di jumpai
pasien sirosis hepatis sebanyak 819 (4%) dari seluruh pasien di Bagian Ilmu
Penyakit Dalam.5
Case Fatality Rate (CSDR) Sirosis hati laki-laki di Amerika Seikat tahun
2001 sebesar13,2 per 100.000 dan wanita sebesar 6,2 per 100.000 penduduk. Di
Indonesia, kasus ini lebih banyak ditemukan pada kaum laki-laki dibandingkan

4
kaum wanita. Dari yang berasal dari beberapa rumah sakit di kita-kota besar di
Indonesia memperlihatkan bahwa penderita pria lebih banyak dari wanita dengan
perbandingan antara 1,5 sampai 2 : 1. Hasil penelitian Suyono dkk tahun 2006 di
RSUD Dr. Moewardi Surakarta menunjukkan pasien sirosis hati laki-laki (71%)
lebih banyak dari wanita (29%) dengan kelompok umur 51-60 tahun merupakan
kelompok umur yang terbanyak. Ndraha melaporkan selama Januari –Maret 2009
di Rumah Sakit Koja Jakarta dari 38 penderita sirosis hati, 63,7% laki-laki dan
36,7 % wanita, terbanyak (55,3%) adalah kelompok umur 40-60 tahun.5

2.4. Klasifikasi Sirosis Hati

Secara klinis sirosis hati dibagi menjadi:6

a. Sirosis hati kompensata, yang berarti belum adanya gejala klinis yang nyata
b. Sirosis hati dekompensata yang ditandai gejala-gejala dan tanda klinik yang
jelas. Sirosis hati kompensata merupakan kelanjutan dari proses hepatitis
kronik dan pada satu tingkat tidak terlihat perbedaanya secara klinis, hanya
dapat dibedakan melalui biopsi hati.
Secara morfologi Sherrlock membagi Sirosis hati bedasarkan besar kecilnya
nodul, yaitu:1,6
a. Makronoduler (Ireguler, multilobuler)
b. Mikronoduler (reguler, monolobuler)
c. Kombinasi antara bentuk makronoduler dan mikronoduler.
Menurut Gall seorang ahli penyakit hati, membagi penyakit sirosis hati atas:6
a. Sirosis Postnekrotik, atau sesuai dengan bentuk sirosis makronoduler atau
sirosis toksik atau subcute yellow, atrophy cirrhosis yang terbentuk karena
banyak terjadi jaringan nekrose.
b. Nutrisional cirrhosis , atau sesuai dengan bentuk sirosis mikronoduler, sirosis
alkoholik, Laennec´s cirrhosis atau fatty cirrhosis. Sirosis terjadi sebagai
akibat kekurangan gizi, terutama faktor lipotropik.
c. Sirosis Post hepatic, sirosis yang terbentuk sebagai akibat setelah menderita
hepatitis.
Shiff dan Tumen secara morfologi membagi atas:6

a. Sirosis portal adalah sinonim dengan fatty, nutrional atau sirosis alkoholik.

5
b. Sirosis postnekrotik
c. Sirosis biliaris.

2.5. Faktor Risiko


Penyebab pasti dari sirosis hati sampai sekarang belum jelas, tetapi sering
disebutkan antara lain :1,7
a. Faktor Kekurangan Nutrisi
Menurut Spellberg, Shiff (1998) bahwa di negara Asia faktor gangguan
nutrisi memegang penting untuk timbulnya sirosis hati. Dari hasil laporan Hadi di
dalam simposium Patogenesis sirosis hati di Yogyakarta tanggal 22 Nopember
1975, ternyata dari hasil penelitian makanan terdapat 81,4 % penderita
kekurangan protein hewani , dan ditemukan 85 % penderita sirosis hati yang
berpenghasilan rendah, yang digolongkan ini ialah: pegawai rendah, kuli-kuli,
petani, buruh kasar, mereka yang tidak bekerja, pensiunan pegawai rendah
menengah.
b. Hepatitis Virus
Hepatitis virus terutama tipe B sering disebut sebagai salah satu penyebab
sirosis hati, apalagi setelah penemuan Australian Antigen oleh Blumberg pada
tahun 1965 dalam darah penderita dengan penyakit hati kronis , maka diduga
mempunyai peranan yang besar untuk terjadinya nekrosa sel hati sehingga terjadi
sirosis. Secara klinik telah dikenal bahwa hepatitis virus B lebih banyak
mempunyai kecenderungan untuk lebih menetap dan memberi gejala sisa serta
menunjukan perjalanan yang kronis, bila dibandingkan dengan hepatitis virus A.
Dari data yang ada di Indonesia Virus Hepatitis B menyebabkan sirosis
40-50% kasus, sedangkan hepatitis C dalam 30-40 % . sejumlah 10-20%
penyebabnya tidak diketahui dan termasuk disini kelompok virus yang bukan B
atau C.

c. Zat Hepatotoksik
Beberapa obat-obatan dan bahan kimia dapat menyebabkan terjadinya
kerusakan pada sel hati secara akut dan kronis. Kerusakan hati akut akan

6
berakibat nekrosis atau degenerasi lemak, sedangkan kerusakan kronis akan
berupa sirosis hati. Zat hepatotoksik yang sering disebut-sebut ialah alkohol
d. Penyakit Wilson
Suatu penyakit yang jarang ditemukan biasanya terdapat pada orang-
orang muda dengan ditandai sirosis hati, degenerasi basal ganglia dari otak, dan
terdapatnya cincin pada kornea yang berwarna coklat kehijauan disebut Kayser
Fleischer Ring. Penyakit ini diduga disebabkan defesiensi bawaan dari
seruloplasmin. Penyebabnya belum diketahui dengan pasti, mungkin ada
hubungannya dengan penimbunan tembaga dalam jaringan hati.

e. Hemokromatosis
Bentuk sirosis yang terjadi biasanya tipe portal. Ada dua kemungkinan
timbulnya hemokromatosis, yaitu:
1. Sejak dilahirkan si penderita menghalami kenaikan absorpsi dari Fe.
2. Kemungkinan didapat setelah lahir (acquisita), misalnya dijumpai pada
penderita dengan penyakit hati alkoholik. Bertambahnya absorpsi dari Fe,
kemungkinan menyebabkan timbulnya sirosis hati.
f. Sebab-Sebab Lain
1. Kelemahan jantung yang lama dapat menyebabkan timbulnya sirosis kardiak.
Perubahan fibrotik dalam hati terjadi sekunder terhadap reaksi dan nekrosis
sentrilobuler
2. Sebagai saluran empedu akibat obstruksi yang lama pada saluran empedu akan
dapat menimbulkan sirosis biliaris primer. Penyakit ini lebih banyak dijumpai
pada kaum wanita.
3. Penyebab sirosis hati yang tidak diketahui dan digolongkan dalam sirosis
kriptogenik.

2.6 Patogenesis
Mekanisme terjadinya fibrosis pada penyakit sirosis sepenuhnya belum
diketahui, nekrosis yang terjadi pada sel hati yang meliputi daerah yang luas akan

7
menyebabkan kolaps pada daerah tersebut sehingga memicu timbulnya
pembentukkan kolagen. Tingkat awal yang terbentuk adalah septa pasif yang
dibentuk oleh jaringan retikuler penyangga yang dibentuk oleh jaringan retikuler
kemudian berubah menjadi jaringan parut. Jaringan parut yang demukian dapat
menghubungkan daerah porta yang satu dengan daerah porta yang lain atau antara
porta dan sentral.1,4
Pada tahap selanjutnya kerusakan paremkim dan peradangan yang terjadi
sel duktulus, sinusoif dan sel-sel retikuloendotelial di dalam hati akan memacu
terjadinya fibrogenesis yang akan menimbulkan septa yang aktif. Sel limfosit T
dan makrofag juga berperan dalam sekresi limfokin dan monokin yang dianggap
sebagai mediator fibrogenesis. Mediator ini dibentuk tanpa adanya nekrosis dan
inflamasi aktif. Septa akan menjalar menuju ke dalam paremkim hati yang
berawal dari daerah porta. Pembentukkan septa tingkat kedua ini yang
menentukan perjalanan progresif sirosis hati. Pada tingkat yang bersamaan
nekrosis parenkim akan memacu proses regenerasi sel-sel hati. Regenerasi yang
timbul akan menyebabkan ganguan pembentukan susunan jaringan ikat. Keadaan
regenerasi dan fibrogenesis yang terus berlanjut mengakibatkan perubahan pada
vascular dan kemampuan faal hati dan akhirnya terjadi fibrosis hepatis.1,4
Patogenesis sirosis hepatis menurut penelitian memperlihatkan adanya
peranan sel stelata. Dalam keadaan normal sel stelata mempunyai peran dalam
keseimbangan pembentukan matriks ekstraseluler dan proses degradasi.
Pembentukan fibrosis menunjukkan perubahan proses keseimbangan. Jika
terpapar faktor tertentu yang berlangsung terus menerus seperti hepatitis virus,
bahan hepatotoksik dll, maka sel stelata akan membentuk sel kolagen. Jika proses
ini berjalan terus makan fibrosis akan terus terbentuk di dalam sel stelata, dan
jaringan hati yang normal diganti oleh jaringan ikat.1,4

2.7 Gejala dan Tanda Klinis Sirosis Hati


1. Gejala
Gejala sirosis hati mirip dengan hepatitis, karena terjadi sama-sama di liver
yang mulai rusak fungsinya, yaitu kelelahan, hilang nafsu makan, mual-mual,

8
badan lemah, kehilangan berat badan, nyeri lambung dan munculnya jaringan
darah mirip laba-laba di kulit (spider angiomas).. Pada sirosis terjadi kerusakan
hati yang terus menerus dan terjadi regenerasi noduler serta ploriferasi jaringan
ikat yang difus.1,4
2. Tanda Klinis
Tanda-tanda klinik yang dapat terjadi yaitu:1,4
- Adanya ikterus (penguningan) pada penderita sirosis.
Timbulnya ikterus (penguningan ) pada seseorang merupakan tanda bahwa ia
sedang menderita penyakit hati. Penguningan pada kulit dan mata terjadi
ketika liver sakit dan tidak bisa menyerap bilirubin.Ikterus dapat menjadi
penunjuk beratnya kerusakan sel hati. Ikterus terjadi sedikitnya pada 60 %
penderita selama perjalanan penyakit.
- Timbulnya asites dan edema pada penderita sirosis
Ketika liver kehilangan kemampuannya membuat protein albumin, air
menumpuk pada kaki (edema) dan abdomen (ascites). Faktor utama asites
adalah peningkatan tekanan hidrostatik pada kapiler usus . Edema umumnya
timbul setelah timbulnya asites sebagai akibat dari hipoalbuminemia dan
resistensi garam dan air.

- Hati yang membesar


Pembesaran hati dapat ke atas mendesak diafragma dan ke bawah. Hati
membesar sekitar 2-3 cm, dengan konsistensi lembek dan menimbulkan rasa
nyeri bila ditekan.
- Hipertensi portal.
Hipertensi portal adalah peningkatan tekanan darah vena portal yang
memetap di atas nilai normal. Penyebab hipertensi portal adalah peningkatan
resistensi terhadap aliran darah melalui hati.

2.8 Diagnosis
Pada stadium kompensasi sempurna sulit menegakkan diagnosis sirosis
hati. Pada proses lanjutan dari kompensasi sempurna mungkin bisa ditegakkan
diagnosis dengan bantuan pemeriksaan klinis yang cermat, laboratorium

9
biokimia/serologi, dan pemeriksaan penunjang lain. Pada saat ini penegakan
diagnosis sirosis hati terdiri atas pemeriksaan fisis,laboratorium,dan USG. Pada
kasus tertentu diperlukan pemeriksaan biopsi hati atau peritoneoskopi karena sulit
membedakan hepatitis kronik aktif yang berat dengan sirosis hati dini. Diagnosis
pasti sirosis hati ditegakkan dengan biopsi hati. Pada stadium dekompensata
diagnosis kadang kala tidak sulit ditegakkan karena gejala dan tanda-tanda klinis
sudah tampak dengan adanya komplikasi.1,2
Pada pemeriksaan fisik, didapatkan penderita yang tampak kesakitan
dengan nyeri tekan pada regio epigastrium. Terlihat juga tanda-tanda anemis pada
kedua konjungtiva mata dan ikterus pada kedua sklera. Tanda-tanda kerontokan
rambut pada ketiak tidak terlalu signifikan. Pada pemeriksaan jantung dan paru,
masih dalam batas normal, tidak ditemukan tanda-tanda efusi pleura seperti
penurunan vokal fremitus, perkusi yang redup, dan suara nafas vesikuler yang
menurun pada kedua lapang paru. Pada daerah abdomen, ditemukan perut yang
membesar pada seluruh regio abdomen dengan tanda-tanda ascites seperti
pemeriksaan shifting dullness dan gelombang undulasi yang positif. Hati, lien,
dan ginjal sulit untuk dievaluasi karena besarnya ascites dan nyeri yang dirasakan
oleh pasien. Pada ekstremitas juga ditemukan adanya edema pada kedua tungkai
bawah.1,2
Pada pemeriksaan laboratorium dapat diperiksa tes fungsi hati yang
meliputi aminotransferase, alkali fosfatase, gamma glutamil transpeptidase,
bilirubin, albumin, dan waktu protombin. Nilai aspartat aminotransferase (AST)
atau serum glutamil oksaloasetat transaminase (SGOT) dan alanin
aminotransferase (ALT) atau serum glutamil piruvat transaminase (SGPT) dapat
menunjukan peningkatan. AST biasanya lebih meningkat dibandingkan dengan
ALT, namun bila nilai transaminase normal tetap tidak menyingkirkan kecurigaan
adanya sirosis. Alkali fosfatase mengalami peningkatan kurang dari 2 sampai 3
kali batas normal atas. Konsentrasi yang tinggi bisa ditemukan pada pasien
kolangitis sklerosis primer dan sirosis bilier primer. Gammaglutamil
transpeptidase (GGT) juga mengalami peningkatan, dengan konsentrasi yang
tinggi ditemukan pada penyakit hati alkoholik kronik. Konsentrasi bilirubin dapat

10
normal pada sirosis hati kompensata, tetapi bisa meningkat pada sirosis hati yang
lanjut.1,2
Konsentrasi albumin, yang sintesisnya terjadi di jaringan parenkim hati,
akan mengalami penurunan sesuai dengan derajat perburukan sirosis. Sementara
itu, konsentrasi globulin akan cenderung meningkat yang merupakan akibat
sekunder dari pintasan antigen bakteri dari sistem porta ke jaringan limfoid yang
selanjutnya akan menginduksi produksi imunoglobulin. Pemeriksaan waktu
protrombin akan memanjang karena penurunan produksi faktor pembekuan pada
hati yang berkorelasi dengan derajat kerusakan jaringan hati. Konsentrasi natrium
serum akan menurun terutama pada sirosis dengan ascites, dimana hal ini
dikaitkan dengan ketidakmampuan ekskresi air bebas.3,4
Selain dari pemeriksaan fungsi hati, pada pemeriksaan hematologi juga
biasanya akan ditemukan kelainan seperti anemia, dengan berbagai macam
penyebab, dan gambaran apusan darah yang bervariasi, baik anemia normokrom
normositer, hipokrom mikrositer, maupun hipokrom makrositer. Selain anemia
biasanya akan ditemukan pula trombositopenia, leukopenia, dan neutropenia
akibat splenomegali kongestif yang berkaitan dengan adanya hipertensi porta.1
Terdapat beberapa pemeriksaan radiologis yang dapat dilakukan pada
penderita sirosis hati. Ultrasonografi (USG) abdomen merupakan pemeriksaan
rutin yang paling sering dilakukan untuk mengevaluasi pasien sirosis hepatis,
dikarenakan pemeriksaannya yang non invasif dan mudah dikerjakan, walaupun
memiliki kelemahan yaitu sensitivitasnya yang kurang dan sangat bergantung
pada operator. Melalui pemeriksaan USG abdomen, dapat dilakukan evaluasi
ukuran hati, sudut hati, permukaan, homogenitas dan ada tidaknya massa. Pada
penderita sirosis lanjut, hati akan mengecil dan nodular, dengan permukaan yang
tidak rata dan ada peningkatan ekogenitas parenkim hati. Selain itu, melalui
pemeriksaan USG juga bisa dilihat ada tidaknya ascites, splenomegali, trombosis
dan pelebaran vena porta, serta skrining ada tidaknya karsinoma hati.4
2.9. Komplikasi
Terdapat beberapa komplikasi yang dapat terjadi pada penderita sirosis
hati, akibat kegagalan dari fungsi hati dan hipertensi porta, diantaranya:1
1. Ensepalopati Hepatikum

11
Ensepalopati hepatikum merupakan suatu kelainan neuropsikiatri yang
bersifat reversibel dan umumnya didapat pada pasien dengan sirosis hati
setelah mengeksklusi kelainan neurologis dan metabolik. Derajat keparahan
dari kelainan ini terdiri dari derajat 0 (subklinis) dengan fungsi kognitif yang
masih bagus sampai ke derajat 4 dimana pasien sudah jatuh ke keadaan
koma. Patogenesis terjadinya ensefalopati hepatik diduga oleh karena adanya
gangguan metabolisme energi pada otak dan peningkatan permeabelitas
sawar darah otak. Peningkayan permeabelitas sawar darah otak ini akan
memudahkan masuknya neurotoxin ke dalam otak. Neurotoxin tersebut
diantaranya, asam lemak rantai pendek, mercaptans, neurotransmitter palsu
(tyramine, octopamine, dan betaphenylethanolamine), amonia, dan gamma-
aminobutyric acid (GABA). Kelainan laboratoris pada pasien dengan
ensefalopati hepatik adalah berupa peningkatan kadar amonia serum.
2. Varises Esophagus
Varises esophagus merupakan komplikasi yang diakibatkan oleh hipertensi
porta yang biasanya akan ditemukan pada kira-kira 50% pasien saat diagnosis
sirosis dibuat. Varises ini memiliki kemungkinan pecah dalam 1 tahun
pertama sebesar 5-15% dengan angka kematian dalam 6 minggu sebesar 15-
20% untuk setiap episodenya.
3. Peritonitis Bakterial Spontan (PBS)
Peritonitis bakterial spontan merupakan komplikasi yang sering dijumpai
yaitu infeksi cairan asites oleh satu jenis bakteri tanpa adanya bukti infeksi
sekunder intra abdominal. Biasanya pasien tanpa gejala, namun dapat timbul
demam dan nyeri abdomen. PBS sering timbul pada pasien dengan cairan
asites yang kandungan proteinnya rendah ( < 1 g/dL ) yang juga memiliki
kandungan komplemen yang rendah, yang pada akhirnya menyebabkan
rendahnya aktivitas opsonisasi. PBS disebabkan oleh karena adanya
translokasi bakteri menembus dinding usus dan juga oleh karena penyebaran
bakteri secara hematogen. Bakteri penyebabnya antara lain escherechia coli,
streptococcus pneumoniae, spesies klebsiella, dan organisme enterik gram
negatif lainnya. Diagnose SBP berdasarkan pemeriksaan pada cairan asites,

12
dimana ditemukan sel polimorfonuklear lebih dari 250 sel / mm 3 dengan
kultur cairan asites yang positif.
4. Sindrom Hepatorenal
Sindrom hepatorenal merepresentasikan disfungsi dari ginjal yang dapat
diamati pada pasien yang mengalami sirosis dengan komplikasi ascites.
Sindrom ini diakibatkan oleh vasokonstriksi dari arteri ginjal besar dan kecil
sehingga menyebabkan menurunnya perfusi ginjal yang selanjutnya akan
menyebabkan penurunan laju filtrasi glomerulus. Diagnose sindrom
hepatorenal ditegakkan ketika ditemukan cretinine clearance kurang dari 40
ml/menit atau saat serum creatinine lebih dari 1,5 mg/dl, volume urin kurang
dari 500 mL/d, dan sodium urin kurang dari 10 mEq/L.
5. Sindrom Hepatopulmonal
Pada sindrom ini dapat timbul hidrotoraks dan hipertensi portopulmonal.
Pada kasus ini, pasien mengalami komplikasi berupa perdarahan pada saluran
cerna akibat pecahnya varises esophagus dan gastropati hipertensi porta yang
dibuktikan melalui pemeriksaan esofagogastroduodenoskopi. Selain itu,
pasien juga diduga mengalami ensepalopati hepatikum karena mengalami
berbagai gangguan tidur selama menderita sakit ini.

2.10. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan kasus sirosis hepatis dipengaruhi oleh etiologi dari sirosis
hepatis. Terapi yang diberikan bertujuan untuk mengurangi progresifitas dari
penyakit. Menghindarkan bahan-bahan yang dapat menambah kerusakaan hati,
pencegahan dan penanganan komplikasi merupakan prinsip dasar penanganan
kasus sirosis. Pada kasus sirosis hepatis pasien diberikan diet cair tanpa protein,
rendah garam, serta pembatasan jumlah cairan kurang lebih 1 liter per hari.
Jumlah kalori harian dapat diberikan sebanyak 2000-3000 kkal/hari. Diet protein
tidak diberikan pada pasien yang mengalami ensepalopati hepatikum, sehingga
pemberian protein yang dapat dipecah menjadi amonia di dalam tubuh dikurangi.
Pembatasan pemberian garam juga dilakukan agar gejala ascites yang dialami
pasein tidak memberat. Diet cair dapat diberikan pada pasien yang mengalami
perdarahan saluran cerna. Hal ini dilakukan karena salah satu faktor resiko yang

13
dapat menyebabkan pecahnya varises adalah makanan yang keras dan
mengandung banyak serat. Selain melalui nutrisi enteral dapat diberi nutrisi secara
parenteral dengan pemberian infus kombinasi NaCl 0,9%, dekstrosa 10%, dan
aminoleban.8

2.11 Prognosis
Prognosis sirosis sangat bervariasi dan dipengaruhi oleh sejumlah faktor,
diantaranya etiologi, beratnya kerusakan hati, komplikasi, dan penyakit yang
menyertai. Beberapa tahun terakhir, metode prognostik yang paling umum dipakai
pada pasien dengan sirosis adalah sistem klasifikasi Child-Turcotte-Pugh. Sistem
klasifikasi Child- Turcotte-Pugh dapat memprediksi angka kelangsungan hidup
pasien dengan sirosis tahap lanjut. Dimana angka kelangsungan hidup selama
setahun untuk pasien dengan kriteria Child-Pugh A adalah 100%, Child-Pugh B
adalah 80%, dan Child-Pugh C adalah 45%.8
Klasifikasi Child-Pugh
Nilai
Klasifikasi
1 2 3

Ensefalopati - Minimal Berat/koma

Asites - Mudah dikontrol Sulit dikontrol

Bilirubin <2 2-3 >3

Albumin >3,5 3 <3

PT <1,7 1,7-2,3 >2,3

BAB III
LAPORAN KASUS

IDENTIFIKASI PASIEN
Nama pasien : Ny. M Alamat : Pekanbaru
Umur : 43 tahun Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

14
Jenis kelamin : Perempuan MRS : 18 Agustus 2013
Agama : Islam MR : 82.23.00

ANAMNESIS
Autoanamnesis

Keluhan Utama
Pasien mengeluhkan perut yang semakin membesar sejak 10 SMRS

Riwayat penyakit sekarang:


- 7 bulan SMRS, pasien mengeluhkan nyeri perut, nyeri terasa pada ulu hati dan
perut kanan atas, nyeri tidak menjalar ke bagian tubuh lain. Pasien juga
mengeluhkan mual dan muntah sebanyak 5 kali, muntah berupa makanan
dengan jumlah ¼ gelas kecil setiap kali muntah, demam (+) menetap tidak
disertai menggigil dan berkeringat selama 4 hari, kemudian mata pasien
terlihat menguning, BAK berwarna seperti teh, BAB normal. Pasien berobat
ke puskesmas dan diberi obat-obatan, menurut pasien obat yang diberikan
beruba obat penurun panas, maag, dan vitamin.
- 2 bulan SMRS, pasien mengeluhkan perut membesar, pembesaran merata
pada seluruh bagian perut, terasa menyesak ke ulu hati, nyeri pada ulu hati dan
perut kanan atas, nyeri terasa semakin hebat dan tidak membaik dengan
meminum obat maag. Pasien juga mengeluhkan BAK seperti teh pekat, tidak
ada nyeri saat BAK. BAB tidak lancar 2 kali dalam seminggu, berwarna hitam
seperti aspal, demam
(-), mual (+), muntah (-), dan nafsu makan menurun disertai berat badan yang
semakin hari menurun.
- 10 hari SMRS, pasien merasakan perut yang semakin membesar, pembesaran
merata, terlihat seperti balon yang diisi air. Pasien juga mengeluhkan sulit
bernafas, terasa seperti menyesak dari ulu hati, demam (+), mual (+), muntah
(-), BAB berwarna hitam, BAK lancar namun seperti teh, kemudian pasien
berobat ke pusksesmas, pasien dirujuk ke RSUD Arifin Achmad pada tanggal
18 agustus 2013.

15
Riwayat penyakit dahulu:
- Riwayat penyakit kuning (+) 7 bulan SMRS
- Riwayat DM disangkal
- Riwayat hipertensi disangkal

Riwayat penyakit keluarga:


- Tidak ada keluarga yang mengeluhkan sakit yang sama
- Riwayat DM disangkal dalam keluarga
- Riwayat hipertensi (+) dalam keluarga

Riwayat sosial ekonomi


- Pasien seorang IRT yang tidak bekerja
- Pasien golongan sosial ekonomi menengah kebawah
- Pasien tidak merokok atau minum alkohol
- Pasien jarang membeli makanan di luar rumah.

PEMERIKSAAN FISIK
Status generalis
- Keadaan umum: tampak sakit sedang
- Kesadaran : komposmentis
- Keadaan gizi : kurang (BB = 35 Kg TB= 148 cm IMT=15,98 )
- Vital sign :
o TD : 120/70 mmHg
o RR : 27 x/ menit
o Nadi : 89 x/ menit
o Suhu : 36,7o C

Pemeriksaan kepala leher:


- Palpebra udem : -/-
- Mata cekung : -/-
- Konjungtiva anemis : +/+

16
- Skelera ikterik : +/+
- Reflex cahaya : +/+
- Pupil isokor, diameter : 3mm/3mm
- Lidah kotor :-
- Perbesaran KGB :-
- Peningkatan JVP :-

Pemeriksaan paru:
- Inspeksi : pergerakan dinding dada simetris kiri dan kanan,
penggunaan otot nafas tambahan (–)
pelebaran intercostals (-)
- Palpasi : vocal fremitus kiri = kanan
- Perkusi : sonor pada kedua lapangan paru
- Auskultasi : vesikuler (+/+), ronkhi (-/-) , wheezing (-/-)

Pemeriksaan jantung:
- Inspeksi : iktus kordis tidak terlhat
- Palpasi : iktus kordis tidak teraba
- Perkusi : batas jantung kanan : linea parastenalis dekstra
batas jantung kiri : 2 jari linea midclavicula sinistra
- Auskultasi : S1 dan S2 dalam batas normal, murmur (-) , gallop (–)

Pemeriksaan abdomen:
- Inspeksi : Bentuk cembung, simetris, distensi (+) skar (-) , venektasi
(+), spider nevi (-), tanda peradangan (-),
- Auskultasi : BU meningkat = 37 kali/menit
- Palpasi : nyeri tekan (+) pada seluruh region abdomen namun
terasa lebih nyeri pada region epigastrium dan hipokondrium kanan,
perbesaran hepar dan lien tidak dapat dinilai.
- Perkusi : undulasi (+), shifting dullness (+)

Pemeriksaan ekstremitas:

17
- Akral teraba hangat
- CRT < 2 detik
- Edem ekstremitas (–)

PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan darah lengkap
- WBC : 8,4 x 103 /ul - BILD : 2,8 mg/dL
- RBC : 2,77 x 106 /ul - BILI : 4,58 mg/dL
- HGB : 9,2 g/dL - URE : 37,9 mg/dL
- HCT : 27,7 % - CRE : 1,7 mg/dL
- PLT : 321 x 103 /ul - AST : 97 U/L
- ALB : 2,1 mg/Dl - ALT : 22 U/L
- GLU : 66 mg/dL
2. Pemeriksaan elektrolit
- Na+ : 141,1 mmol/L
- K+ : 4,44 mmol/L
- Cl :112,6 mmol/L

3. USG Abdomen
Hepar berukuran kecil dari normal, struktur echo paremkim kasar, vena porta
dan vena hepatica normal dan lien dalam batas normal normal. Tampak cairan
bebas pada cavum abdomen.
Kesan : Sirosis hepatis dan asites
4. Pemeriksaan imunoserolgis
HbsAg kualitatif : Reaktif

RESUME
Ny. M usia 43 tahun datang dengan keluhan perut yang semakin
membesar sejak 10 hari SMRS, pembesaran merata, terlihat seperti balon yang
diisi air. Pasien juga mengeluhkan sulit bernafas, terasa seperti menyesak dari ulu
hati, demam (+), mual (+), BAB berwarna hitam, BAK lancar namun seperti teh,
kemudian pasien berobat ke pusksesmas. 2 bulan SMRS, pasien mengeluhkan

18
perut membesar, pembesaran merata pada seluruh bagian perut, terasa menyesak
ke ulu hati, nyeri pada ulu hati dan perut kanan atas, nyeri terasa semakin hebat
dan tidak membaik dengan meminum obat maag. Pasien juga mengeluhkan BAK
seperti teh pekat. BAB tidak lancar 2 kali dalam seminggu, berwarna hitam seperti
aspal, mual (+),dan nafsu makan menurun disertai berat badan yang semakin hari
menurun. 7 bulan SMRS, pasien mengeluhkan nyeri perut, nyeri terasa pada ulu
hati dan perut kanan atas. Pasien juga mengeluhkan mual dan muntah sebanyak 5
kali, muntah berupa makanan dengan jumlah ¼ gelas kecil setiap kali muntah,
demam (+) menetap tidak disertai menggigil dan berkeringat selama 4 hari,
kemudian mata pasien terlihat menguning, BAK berwarna seperti teh, BAB
normal. Pasien berobat ke puskesmas dan diberi obat-obatan, menurut pasien
obat yang diberikan beruba obat penurun panas, maag, dan vitamin. Pada
pemeriksaan fisik didapatkan sklera ikterik, perut tampak membuncit, distensi (+),
venektasi (+), bising usus meningkat, nyeri tekan (+) pada seluruh region
abdomen namun terasa lebih nyeri pada region epigastrium dan hipokondrium
kanan, perbesaran hepar dan lien tidak dapat dinilai, undulasi (+), shifting
dullness (+). Pada pemeriksaan laboratorium didapakan hasil HGB : 9,2 g/dL,
ALB : 2,1 mg/Dl, GLU : 66 mg/dL, BILD : 2,8 mg/dL, BILI : 4,58 mg/dL, CRE
: 1,7 mg/dL, AST: 97U/L.

DIAGNOSIS
Sirosis hepatis

RENCANA PEMERIKSAAN
- Parasintesis cairan asites
- Endoskopi

DAFTAR MASALAH
- Asites
- Anemia

ANALISIS MASALAH

19
Ny. M usia 43 tahun masuk rumah sakit pada tanggal 18 Agustus 2013
dengan keluhan utama perut yang semakin membesar sejak 10 hari SMRS.
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan penunjang dapat ditegakkan
diagnosis pasien adalah sirosis hepatis.
Pada stadium awal (kompensata), dimana kompensasi tubuh terhadap
kerusakan hati masih baik, sirosis seringkali muncul tanpa gejala sehingga sering
ditemukan pada waktu pasien melakukan pemeriksaan kesehatan rutin. Gejala-
gejala awal sirosis meliputi perasaan mudah lelah dan lemas, selera makan
berkurang, perasaan perut kembung, mual, berat badan menurun, pada laki-laki
dapat timbul impotensi, testis mengecil dan dada membesar, serta hilangnya
dorongan seksualitas. Bila sudah lanjut, (berkembang menjadi sirosis
dekompensata) gejala-gejala akan menjadi lebih menonjol terutama bila timbul
komplikasi kegagalan hati dan hipertensi porta, meliputi kerontokan rambut
badan, gangguan tidur, dan demam yang tidak begitu tinggi. Selain itu, dapat pula
disertai dengan gangguan pembekuan darah, perdarahan gusi, epistaksis,
gangguan siklus haid, ikterus dengan air kemih berwarna seperti teh pekat,
hematemesis, melena, serta perubahan mental, meliputi mudah lupa, sukar
konsentrasi, bingung, agitasi, sampai koma.
Pada kasus ini, berdasarkan hasil anamnesis yang telah dilakukan,
didapatkan beberapa gejala yang dapat mengarah pada keluhan yang sering
didapat pada sirosis hati yaitu lemas pada seluruh tubuh, mual dan muntah yang
disertai penurunan nafsu makan dan berat badan yang menurun. Selain itu,
ditemukan juga beberapa keluhan yang terkait dengan kegagalan fungsi hati dan
hipertensi porta, diantaranya perut yang membesar (asites), air kencing yang
berwarna seperti teh, ikterus pada kedua mata dan kulit, nyeri perut yang disertai
dengan melena dan pemeriksaan penunjang USG abdomen didapatkan kesan
sirosis hepatis dan asites.
Asites merupakan penimbunan cairan secara abnormal di rongga
perioteneum. Asites dapat disebabkan oleh berbagai penyakit. Asites yang
berhubungan dengan sirosis hepatis terjadi melalui mekanisme transudasi.
Beberapa teori yang menjelaskan asites transudasi adalah underfilling, overfilling,
dan perifer vasodilatation. Menurut teori underfilling asites terjadi akibat volume

20
cairan plasma yang menurun akibat hipertensi porta dan hipoalbuminemia.
Hipertensi porta akan meningkatkan tekanan hidrostatik venosa ditambah
hipoalbuminemia akan menyebabkan transudasi sehingga cairan intravascular
menurun. Teori overfilling menyebutkan asites terjadi akibat ekspansi cairan
plasma akibat reabsorpsi air oleh ginjal, dan teori perifer vasodilatation
mengatakan bahwa asites terjadi akibat hipertensi porta. Pada kasus ini didapatkan
kadar albumin pasien 2,1 mg/dl (hipoalbuminemia) yang menyebabkan tekanan
hidrostatik menurun sehingga terjadi penimbunan cairan di dalam rongga
peritoneum (asites) dilihat dengan adanya keluhan perut yang membesar dan
ditandai dengan shifting dullness yang positif.
Melena merupakan menifestasi klinik baik dari perdarahan saluran cerna
atas mapun saluran cerna bawah. Pada kasus sirosis hepatis melena dan
menifestasi perdarahan saluran cerna disebabkan oleh pecahnya varises eosofagus
(62%), ulkus peptikum (18%) dan erosi lambung (5%). Melena pada kasus ini
kemungkinan bersumber dari perdarahan varises oesofagus, untuk dapat
memastikannya perlu dilakukan pemeriksaan penunjang berupa endoskopi
ataupun esofagoskopi. Hati selain salah satu organ ditubuh terbesar juga
mempunyai fungsi yang terbanyak. Salah satu fungsi hati adalah mensintesis
albumin dan komponen penunjang pembentukan sel darah merah di hati. Pada
pasien dengan sirosis hepatis akan terjadi penurunan produksi albumin dan
komponen penunjang sel darah merah sel darah merah akibatnya kerusakan sel-sel
parenkim hati sehingga terjadi Hipoalbuminemia dan anemia.
Penyebab dari sirosis hepatis sangat beraneka ragam, namun mayoritas
penderita sirosis awalnya merupakan penderita penyakit hati kronis yang
disebabkan oleh virus hepatitis atau penderita steatohepatitis yang berkaitan
dengan kebiasaan minum alkohol ataupun obesitas. Beberapa etiologi lain dari
penyakit hati kronis diantaranya adalah infestasi parasit (schistosomiasis),
penyakit autoimun yang menyerang hepatosit atau epitel bilier, penyakit hati
bawaan, penyakit metabolik seperti Wilson’s disease, kondisi inflamasi kronis
(sarcoidosis), efek toksisitas obat (methotrexate dan hipervitaminosis A), dan
kelainan vaskular, baik yang didapat ataupun bawaan.3 Berdasarkan hasil
penelitian di Indonesia, virus hepatitis B merupakan penyebab tersering dari

21
sirosis hepatis yaitu sebesar 40-50% kasus, diikuti oleh virus hepatitis C dengan
30-40% kasus, sedangkan 10-20% sisanya tidak diketahui penyebabnya dan
termasuk kelompok virus bukan B dan C. Sementara itu, alkohol sebagai
penyebab sirosis di Indonesia mungkin kecil sekali frekuensinya karena belum
ada penelitian yang mendata kasus sirosis akibat alcohol. Pada kasus ini sirosis
hepatis terjadi akibat infeksi virus hepatitis B yang dikonfirmasi dari anamnesis
pada pasien didapatkan adanya riwayat sakit kuning 7 bulan SMRS dan dari hasil
pemeriksaan HbsAg didapatkan reaktif.

RENCANA PENATALAKSANAAN
1. Nonfarmakologis
- Bed rest
- Diet makanan lunak rendah garam (5,2 gram/hari) dan protein (0,6-1
g/KgBB/hari)
2. Farmakologis
- IVFD RL 20 tpm
- Spironolakton 3x100 mg
- Injeksi furosemid 2x1
- Transfusi albumin
- Curcuma 3x1

Tirah baring dan diawali diet rendah garam, konsumsi garam sebanyak 5,2
gram/hari. Diet rendah garam dikombinasikan dengan obat-obatan diuretik.
Awalnya dengan pemberian spironolakton dengan dosis 100-200 mg sekali sehari.
Respon diuretik dimonitor dengan penurunan berat badan 0,5 kg/hari, tanpa
adanya edema kaki atau 1 kg/hari dengan adanya edema kaki. Bilamana
pemberian spironolakton tidak adekuat bisa dikombinasikan dengan furosemid
dengan dosis 20-40 mg/hari. Pemberian furosemid bisa ditambah dosisnya bila
tidak ada respon, maksimal dosisnya 160 mg/hari. Parasintesis dilakukan bila
asites sangat besar. Pengeluaran asites bisa hingga 4-6 liter dan dilindungi dengan
pemberian albumin.

22
FOLLOW UP
Senin, 19 Agustus 2013
S : Perut membesar, mual (+), muntah (-), nafsu makan menurun.
O :
TD : 120/80 HR : 83x/i RR : 19x/i T : 35,80 C
Sklera ikterik
Nyeri tekan pada epigastrium dan hipokondrium kanan
A : Sirosis hepatis
P : IVFD RL 20 tpm
Spironolakton 3x100 mg
Injeksi furosemid 2x1
Transfusi albumin
Curcuma 3x1

Selasa, 20 Agustus 2013


S : Perut membesar dan terasa menyesak mual (+), muntah (-), nafsu makan
menurun, lemah
O : TD : 120/70 HR : 79x/i RR : 21x/i T : 36,30 C
A : Sirosis hepatis
P : IVFD RL 20 tpm
Spironolakton 3x100 mg
Injeksi furosemid 2x1
Transfusi albumin
Curcuma 3x1

Rabu, 21 Agustus 2013


S : Perut membesar, mual (-), muntah (-), nafsu makan menurun. BAB (-)
O : TD : 130/70 HR : 80x/i RR : 19x/i T : 36,10 C
A : Sirosis hepatis
P : Terapi lanjut

23
Kamis 22 Agustus 2013
S : Perut membesar, mual (+), muntah (+), nafsu makan menurun. Lemah,
BAB (-)
O : TD : 120/80 HR : 83x/i RR : 19x/i T : 35,80 C
A : Sirosis hepatis
P : Terapi lanjut + laxadin syrup 2 cth x 1

Juma’t, 23 Agustus 2013


S : Perut membesar, mual (-), muntah (-), nafsu makan menurun. BAB (+)
O : TD : 120/80 HR : 83x/i RR : 19x/i T : 35,80 C
Lingkaran perut = 115 cm
A : Sirosis hepatis
P : Terapi lanjut
Pro parasintesis cairan asites

Sabtu, 24 Agustus 2013


S : Perut membesar, mual (+), muntah (-), nafsu makan menurun.
Lemah,BAB (+)
O : TD : 110/80 HR : 77x/i RR : 20x/i T : 360 C
Lingkaran perut = 111 cm
A : Sirosis hepatis
P : Terapi lanjut
Pro parasintesis cairan asites

DAFTAR PUSTAKA

1. Siti Nurdjanah. Sirosis Hepatis. In: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alvi I,


Simadibrata MK, Setiati S (eds). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, 5th ed.
Jakarta; Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Indonesia.
2009. Page 668-673.

24
2. Riley TR, Taheri M, Schreibman IR. Does weight history affect fibrosis in
the setting of chronic liver disease?. J Gastrointestin Liver Dis. 2009.
18(3):299- 302.
3. Don C. Rockey, Scott L. Friedman. 2006. Hepatic Fibrosis And Cirrhosis.
http://www.eu.elsevierhealth.com/media/us/samplechapters/9781416032588/
978 1416032588.pdf.
4. Setiawan, Poernomo Budi. Sirosis hati. In: Askandar Tjokroprawiro,
Poernomo Boedi Setiawan, et al. Buku Ajar Penyakit Dalam, Fakultas
Kedokteran Universitas Airlangga. 2007. Page 129-136
5. David C Wolf. 2012. Cirrhosis. http://emedicine.medscape.com/article/
185856- overview#showall .
6. Robert S. Rahimi, Don C. Rockey. Complications of Cirrhosis. Curr Opin
Gastroenterol. 2012. 28(3):223-229
7. Caroline R Taylor. 2011. Cirrhosis Imaging. http://emedicine.medscape.
com/article/366426-overview#showall.
8. Guadalupe Garcia-Tsao. Prevention and Management of Gastroesophageal
Varices and Variceal Hemorrhage in Cirrhosis. Am J Gastroenterol. 2007.
102:2086–2102.

25

Anda mungkin juga menyukai