Anda di halaman 1dari 3

• MAKALAH FILSAFAT INDIVIDU:

“TEORI TUJUAN PERBUATAN”

Oleh : Rayvan Septiawan


NIM: 1911016014
• Pemahaman Teori Tujuan Perbuatan

Teori Tujuan Perbuatan

Menurut kaum utilitarianisme, tujuan perbuatan sekurang-kurangnya menghindari atau


mengurangi kerugian yang diakibatkan oleh perbuatan yang dilakukan, baik bagi diri sendiri
ataupun orang lain.

Adapun maksimalnya adalah dengan memperbesar kegunaan, manfaat, dan keuntungan yang
dihasilkan oleh perbuatan yang akan dilakukan. Perbuatan harus diusahakan agar
mendatangkan kebahagiaan daripada penderitaan, manfaat daripada kesia-siaan, keuntungan
daripada kerugian, bagi sebagian besar orang.

Dengan demikian, perbuatan manusia baik secara etis dan membawa dampak sebaik-baiknya
bagi diri sendiri dan orang lain.

Beberapa Ajaran Pokok

• Seseorang hendaknya bertindak sedemikian rupa, sehingga memajukan kebahagiaan (kesenangan)


terbesar dari sejumlah besar orang.
• Tindakan secara moral dapat dibenarkan jika ia menghasilkan lebih banyak kebaikan daripada
kejahatan, dibandingkan tindakan yang mungkin diambil dalam situasi dan kondisi yang sama.
• Secara umum, harkat atau nilai moral tindakan dinilai menurut kebaikan dan keburukan akibatnya.
• Ajaran bahwa prinsip kegunaan terbesar hendaknya menjadi kriteria dalam perkara etis. Kriteria itu
harus diterapkan pada konsekuensi-konsekuensi yang timbul dari keputusan-keputusan etis.

o Penerapan

Dalam pemilihan suara pada Pemilihan Umum (PEMILU) suatu negara yang menganut
asas demokrasi, calon presiden dengan suara terbanyak adalah presiden yang
memenangkan pemilu. Meski pun perbandingannya hanya 49% dengan 51% tetap saja calon
yang memperoleh suara terbanyak akan menang. Demikian pula dengan implementasi
utilitarisme
Meski pun sudah dialami manfaat dari utilitarisme bukan berarti utilitarisme secara teoritis
tidak memiliki masalah. Jika semua yang dikategorikan sebagai baik hanya diperoleh dari
manfaat terbanyak bagi orang terbanyak, maka apakah akan ada orang yang dikorbankan?
Anggap saja ada anjing gila, anjing tersebut suka menggigit orang yang lewat. 7 dari 10 orang
menyarankan anjing tersebut dibunuh sedangkan 3 lainnya menyarankan dibunuh.
Penganut utilitarisme akan menjawab tentu yang baik jika anjing itu dibunuh. Lalu saran 3
orang tadi dikemanakan? Apakah mereka harus menerima itu begitu saja? Kalau menurut
teori ini YA.
Kasus di atas hanyalah sebatas anjing bagaimana jika manusia? Bukan tidak mungkin hal ini
terjadi bahkan sudah terjadi, tentu dalam perkembangan peradaban ada sejarah
diskriminasi ras mau pun etnis. Kasus diskriminasi ras kulit hitam dan diskriminasi etnis
Tionghoa sebelum tahun 1997 tampaknya tidak terdengar asing lagi di telinga. Salah satu
sebab mereka didiskriminasikan karena mereka minoritas, dan mayoritas berhak atas
mereka. Oleh utilitarisme hal ini dibenarkan selama diskriminasi membawa manfaat.
Dibalik kengerian dari aplikasi teori utilitarisme ini, ada pula hal yang melegakan. Salah
satunya adalah ketika berkenaan dengan bisnis dan keuangan. Perhitungan ala utilitaris ini
dapat berlaku sebagai tinjauan atas keputusan yang akan diambil. Mengingat dalam
keuangan yang ada kebanyakan adalah angka-angka, jadi keputusan dapat diambil secara
mudah berdasarkan jumlah terbanyak bagi manfaat terbanyak.
Prinsip dasar utilitarisme tidak harus diterapkan atas perbuatan – perbuatan yang kita
lakukan, melainkan atas aturan – aturan moral yang kita terima bersama dalam masyarakat
sebagai pegangan bagi perilaku kita.

Kita dapat menyimpulkan bahwa utilitarisme aturan membatasi diri pada justifikasi aturan – aturan
moral. Dengan demikian mereka memang dapat menghindari beberapa kesulitan dari utilitarisme
perbuatan. Karena itu utilitarisme aturan ini merupakan suatu upaya teoritis yang menarik.

Referensi :

A. Mangunhardjana. 1997. Isme-isme dalam Etika dari A sampai Z. Jogjakarta: Kanisius.


Lorens Bagus. 2000. Kamus Filsafat. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
Encyclopedia of Philosophy
Bryan Magee. 2001. The Story of Philosophy. Jogjakarta: Kanisius
Robert Audi. 1995. The Cambridge Dictionary of Philosophy. United Kingdom: Cambridge
University Press.
Wikipedia

Anda mungkin juga menyukai