Anda di halaman 1dari 30

EFEKTIVITAS APLIKASI SMART DUKCAPIL TERHADAP

PELAYANAN DISDUKCAPIL DIKOTA SERANG UNTUK


MENINGKATKAN KEPUASAN MASYARAKAT
TUGAS KUALITATIF

Diajukan kepada Dosen Mata Kuliah Penelitian Kualitatif


Bapak. Ahmad Sururi, S. Sos., M.Si
Universitas Serang Raya
Untuk Memenuhi Tugas

Oleh:
Yunus Arsyandi
NIM. 41118106
Kelas. B1/R2

PROGRAM STUDI ADMINISTRASI PUBLIK


FAKULTAS ILMU SOSIAL, POLITIK DAN HUKUM
UNIVERSITAS SERANG RAYA
2020
BAB I
1.1 Latar Belakang
Teknologi adalah sebuah perangkat benda atau alat yang setiap tahun pasti
diperbarui dan ada peningkatan dalam fiturnya, dan di setiap negara sekarang
sudah menggabungkan antara teknologi dan government demi tercapainya sebuah
efisiensi, akuntabilatas, dan transparansi; dalam hal pelayanan dan peningkatan
kepuasan masyarakat. Dan untuk tercapainya impian tersebut government harus
siap dalam anggara, fasilitas, dan sosial. Karena tidak sedikit anggaran yang
dikeluarkan supaya tercapainya akses yang sama rata dalam pelayanan berbasis
teknologi atau e-Government. Dan pemerintah harus meberikan sosialisasi
masyarakat terhadap pelayanan berbasis teknologi, karena masih banyak
masyarakat Indonesia terlebih lagi yang masih tinggal di pedalalaman atau
masyarakat yang termarjinalkan yang ekonominya di bawah rata-rata otomatis
pemerintah harus seimbang dalam hal pelayanan.
Pelayanan adalah sebuah aktivitas untuk membantu masyarakat dalam
proses untuk tercapainya sebuah tujuan. Dan government harus siap sedia
melayani dengan segenap dan sepenuh hati tanpa memandang siapa dia atau
pengkat dan popularitasnya. Karena dalam melayani netralitas harus dijunjung
tinggi sesuai dengan norma-norma Pancasila yang ke-5 “Keadilan Sosial Bagi
Seluruh Rakyat Indonesia” otomatis pemerintahan harus memahami etika-etika
administrasi negara dalam hal melayani.
Dari layanan aplikasi yang ada dalam program smart dukcapil di kota
Serang, peniliti ingin mengetahui bagaimana penerapan yang dilakukan salah satu
instansi disdukcapil yang telah menajalankan layanan e-government, yaitu
pembuatan surat-surat atau kartu berbasis online.

1.2 Rumusan Masalah


Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:
1. Bagaimana efektivitias penerapan e-government di Kantor Disdukcapil
kota Serang?
2. Bagaimana tingkat kepuasaan masyarakat setelah adanya penerapan smart
dukcapil di Kantor disdukcapil kota Serang?
3. Apa saja faktor-faktor pendukung dan penghambat penerapan e-
government di Kantor Disdukcapil kota Serang?

1.3 Tujuan Penelitian


Adapun yang menjadi tujuan penulis dalam penelitian ini adalah:
1. Menjelaskan efektivitas penerapan pelayanan e-government di Kantor
Disdukcapil kota Serang.
2. Menjelaskan faktor-faktor yang bisa mempengaruhi tingkat pelayanan
dalam penerapan e-government di Kantor Disdukcapil kota Serang.
3. Menjelaskan faktor-faktor pendukung dan penghambat penerapan e-
government di Kantor Disdukcapil kota Serang.

1.4 Manfaat Penelitian


Manfaat dari penelitian yang dilakukan adalah sebagai berikut:
1. Akademik
Dapat menambah pengetahuan dan wawasan penulis dari penelitian yang
dilakukan penulis dengan cara mengaplikasikan teori-teori yang didapat
selama perkuliahan dalam pembahasan masalah mengenai penerapat e-
government (smart dukcapil) di Kantor Disdukcapil kota Serang.
2. Praktis
Penelitian ini diharapkan menjadi tambahan informasi bagi pemerintah
kota Serang agar lebih maksimal dalam menerapkan dan mengembangkan
e-government di Kantor Disdukcapil kota Serang.
3. Teknis
Sebagai bahan informasi atau pengetahuan di tambahan di bidang ilmu
administrasi khususnya mengenai hal-hal yang berhubungan dengan
efektivitas penerapan e-government (smart dukcapil)
BAB II

2.1 Penelitian terdahulu yang Relevan


Penelitian terdahulu di ambil dari jurnal yang berjudul Implemetasi e-
government untuk mendorong pelayanan publik yang terintegrasi di Indonesia
karya Vita Elysia, Ake Wihadanto, dan Sumartono. Teknologi adalah perangkat
yang setiap baru pasti di perbarukan salah satu bentuk dari perkembangan jaman.
Bahkan pada abad ini, penggunaan teknologi semakin meluas di seluruh dunia dan
seluruh lapisan masyarakat. Salah satu teknologi yang paling berkembang adalah
teknologi yang berbasis web atau yang akrab disebut dengan internet. Kehadiran
teknologi internet di tengah masyarakat mampu memenuhi kebutuhan akan
informasi dengan sangat cepat, tepat, dan akurat. Selain itu, hal-hal yang dahulu
dikerjakan secara manual dan membutuhkan waktu yang lama, kini dengan
bantuan teknologi internet dan sistem komputerisasi yang canggih menjadikan
pekerjaan-pekerjaan tersebut dapat diselesaikan dalam waktu yang singkat. Sistem
on-line atau daringpun (dalam jaringan) semakin populer, termasuk di Indonesia.
Teknologi internet saat ini sudah dimanfaatkan diberbagai bidang, baik
dibidang bisnis, pemerintahan, kesehatan, pendidikan dan lain 354 Optimalisasi
Peran Sains dan Teknologi untuk Mewujudkan Smart City sebagainya. Dibidang
pemerintahan, pemanfaatan teknologi internet dikenal dengan sebutan electronic
government atau e-government. Secara sederhana, e-government atau
pemerintahan digital adalah kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah dengan
menggunakan dukungan teknologi informasi dalam memberikan layanan kepada
masyarakat. Pentingnya e-government ini antara lain (1) mendorong pemerintahan
yang responsif terhadap kebutuhan dan aspirasi masyarakat; (2) mendorong sisi
pemanfaatan dari keterbukaan informasi; dan (3) mendorong tingkat partisipasi
publik didalam sistem penyelenggaraan pemerintahan.
Selain itu, sejalan dengan semangat reformasi birokrasi di Indonesia, e-
government semakin berperan dalam meningkatkan kualitas pelayanan publik
serta membantu proses penyampaian informasi secara lebih efektif kepada
masyarakat. Perlu disadari dan dipahami bahwa sesuai amanat UUD 1945 Pasal
18 Ayat (2) dan Pasal 34 ayat (3), maka peningkatan pelayanan publik (public
service) harus mendapatkan perhatian utama dari pemerintah, karena pelayanan
publik merupakan hak-hak sosial dasar dari masyarakat (social rights) ataupun
hak yang mendasar (fundamental rights). Tulisan ini membahas hal-hal mendasar
dari e-government beserta contoh penerapannya di dua kota di Indonesia, yaitu
Surabaya dan Bandung. Surabaya dan Bandung termasuk kota-kota yang telah
terlebih dahulu atau menjadi pilot project dalam menerapkan sistem e-
government. Implementasi e-government dari kedua kota ini dapat dikaji untuk
dijadikan contoh atau benchmarking penerapan egovernment bagi daerah-daerah
lain di Indonesia. Pada akhirnya Optimalisasi Peran Sains dan Teknologi untuk
Mewujudkan Smart City 355 implementasi yang baik dari e-government akan
mendukung perwujudan smart government (pemerintah cerdas) menuju
pencapaian smart city (kota cerdas).
Pada dasarnya e-government merupakan penggunaan teknologi informasi
yang dapat meningkatkan hubungan antara pemerintah dengan pihak-pihak yang
lain. Setidaknya terdapat empat klasifikasi hubungan bentuk baru dari penggunaan
teknologi informasi dan komunikasi:
1. Government to Citizens(G-to-C)
Aplikasi e-government dalam tipe G-to-C ini merupakan aplikasi yang
paling umum, dimana pemerintah membangun dan menerapkan berbagai
portofolio teknologi informasi untuk berinteraksi dengan masyarakat.
2. Government to Business (G-to-B)
Tipe G-to-B adalah bentuk penyediaan pelayanan informasi bagi kalangan
bisnis. Kalangan bisnis semacam perusahaan swasta membutuhkan data dan
informasi dari pemerintah. Selain itu, interaksi antara kalangan bisnis dengan
lembaga pemerintahan juga berkaitan dengan hak dan kewajiban dari kalangan
bisnis tersebut sebagai entity yang berorientasi profit.
3. Government to Government (G-to-G)
Aplikasi e-government juga diperlukan dalam berinteraksi antara satu
pemerintah dengan pemerintah lainnya (government to government) untuk
memperlancar kerjasama, baik antar negara atau kerjasama antar entiti-entiti
negara dalam melakukan hal-hal yang berkaitan dengan administrasi
perdagangan, proses-proses politik, mekanisme hubungan sosial dan budaya,
dan lain sebagainya.
4. Government to Employees (G-to-E)
Tipe aplikasi G-to-E diperuntukkan secara internal bagi para staf di
instansi pemerintahan.
Dan penelitian terdahulu yang berjudul Pengeruh penerapan e-government
terhadapan pelaksaan tata elola pemerintah di pemerintah kabupaten cianjur karya
Toni Heryana (Dosen Program Studi Akuntansi FPEB Universitas Pendidikan
Indonesia) tahun 2013. Adapun untuk mendukung pemanfaatan teknologi
infomasi tersebut, terdapat beberapa komponen yang harus dipenuhi guna
mengplikasikan teknologi tersebut. Hal ini sesuai dengan yang dinyatakan oleh
Azhar susanto (2008:207), bahwa komponen sistem informasi akuntansi terdiri
dari: (1) perangkat keras (hardware); (2) perangkat lunak (software); (3)
Penggunaan sistem informasi/ Sumber Daya Manusia (Brainware); (4) Prosedur;
(5) Database; (6) Teknologi jarangan komunikasi. Komponen tersebut kemudia
dijadikan sebuah tolak ukur untuk mengetahui pencapaian penerapan e-govermnet
pada lingkungan pemerintah.
Maka degan adanya penerapan e-government ini pemerintah dapat menata
sistem manajemen, pelayanan dan proses kerja pada pemerintah dengan
memanfaatkan teknologi infomasi. Selain itu, dengan menerapkan sistem e-
government ini, maka tercipta transparansi, akuntabilitas, efisiensi dan efektivitas,
dan partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan tatanan pemerintahan. Hal tersebut
sesuai dengan prinsip-prinsip pada tata kelola pemerintah atau dengan istilah
Good Government Governane.
Dan selanjutnya penelitian terdahulu sebuah jurnal yang berjudul
Penerapan e-government dalam pelayanan public di kabupaten Sidoarjo, di susun
oleh Sabino Mariano (Magister Kebijakan Publik Universitas Airlangga
Surabaya). E-Government di Indonesia mulai dilirik sejak tahun 2001 yaitu sejak
munculnya Intruksi Presiden Nomor 6 Tahun 2001 tentang Telematika
(Telekomunikasi, Media dan Informatika) yang menyatakan bahwa apparat
pemerintah harus menggunakan teknologi telematika untuk mendukung good
governance dan mempercepat proses demokrasi. Namun dalam perjalanannya
inisiatif pemerintah pusat ini tidak mendapat dukungan serta respon dari segenap
pemangku kepentingan pemerintah sehingga pemanfaatan teknologi informasi
yang belum maksimal.
Di Indonesia, pengembangan e-government sebagaimana dalam Intruksi
Presiden Nomor 3 tahun 2003 mengenai strategi Pengembangan e-government,
terhadap beberapa strategi pokok pemerintah dapat diuraikan sebagai berikut:
a. Pengembangan sistem pelayanan yang andal dan terpercaya serta terjangkau
oleh masyarakat luas;
b. Penataan sistem manajemen dan proses kerja pemerintah pusat dan
pemerintah daerah secara holistic;
c. Pemanfaatan teknologi infomasi secara optimal;
d. Peningkatan peran-serta dunia usaha dan pengembangan industry
telekomunikasi dan teknoigi infomasi;
e. Pengembangan sumber daya manusia di pemerintahan dan peningkatan e-
literacy masyarakat;
f. Pelaksanaan pengembang secara sistematis melalui tahapan yang realistis
dan terukur.

Dan Penelitian terdahulu yang berjudul Inovasi kualitas pelayanan publik


pemerintah daerah karya Robi Cahyadi Kurniawan (fakultas Ilmu dan Ilmu
pemerintahan, Universitas Lampung). Tujuan pelayanan publik pada
dasarnya adalah memuaskan masyarakat. Untuk mencapai kepuasan itu
dituntut kualitas pelayanan prima yang tercermin dari:

a. Transparansi, yakni pelayanan yang bersifat terbuka, mudah dan dapat di


akses oleh semua pihak yang membutuhkan dan disediakan secara
memadai serta mudah di mengerti.
b. Akuntabilitas, yakni pelayan yang dapat dipertanggung jawabkan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
c. Kondisional, yakni pelayanan yang sesuai dengan kondisi dan
kemampuan pemberi dan penerima pelayanan dengan tetap berpegang pada
prinsip efesiensi dan efektivitas.
d. Partisipatif, yaitu pelayanan yang dapat mendorong peran serta
masyarakat dalam penyelenggaraan pelayanan publik dengan
memperhatikan aspirasi, kebutuhan, dan harapan masyarakat.
e. Kesamaan hak, yaitu pelayanan yang tidak melakukan diskriminasi dilihat
dari aspek apapun khususnya suku, ras, agama, golongan, status social,
dan lain-lain.
f. Keseimbangan hak dan kewajiban, yaitu pelayanan yang
mempertimbangkan aspek keadilan antara pemberi dan penerima
pelayanan publik.

Jika dihubungkan dengan administrasi publik, pelayanan adalah kualitas


pelayanan birokrat terhadap masyarakat. Kata kualitas memiliki banyak definisi
yang berbeda dan bervariasi mulai dari yang konvensional hingga yang lebih
strategis. Definisi konvensional dari kualitas biasanya menggambarkan
karakteristik langsung dari suatu produk, seperti:

a. Kinerja (performance),

b. Keandalan (reliability),

c. Mudah dalam penggunaan (easy of use),

d. Estetika (esthetics),

Dan penelitian selanjutnya berjudul Pemanfaatan Website Pemerintah


Kota Pekanbaru Dalam Mewujudkan Good Gocernance, karya Nova Yohana dan
Tantri Puspita Yazid (Jurusan Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial Ilmu Politik,
Universitas Riau, Kampus Bina Widya). Efisiensi menyangkut bagaimana
teknologi mengurangi proses kerja, baik dari sisi waktu, penigkatan kualitas serta
produkvitas, karena efisiensi merupakan suatu keberhasilan yang dinilai dari segi
besarnya sumber/biaya untuk mencapai hasil dari kegiatan yang dijalankan.
Adapun untuk menyusun rencana tersebut dapat disesuaikan dengan kriteria
efisiensi, yakni dengan: 1) Menyediakan arsitektur proses, aplikasi, dan database
yang bisa berjalan baik ketika dibutuhkan/ digunakan; 2) Merencanakan
sumberdaya dan keuangan secara baik; 3) Memanfaatkan sistem teknologi
informasi semaksimal mungkin pada keseluruhan aspek; 4) Mengadakan pelatihan
bagi para staf dan pegawai.
Selain itu, efisiensi dari adanya website juga dapat meminimalisirkan
anggaran biaya baik bagi masyarakat ataupun pemerintah daerah kota Pekanbaru,
hal tersebut seperti yamg dikemukakan oleh Nanang Syaefuddin sebagai Kepala
Subbagian Publikasi PDE bahwa dengan adanya website, Pemkot Pekanbaru
dalam pengelolaan modal maupun biaya anggaran dapat dilakukan secara
terrencana, sehingga biaya dapat diminimalisirkan terutama dalam melakukan
kegiatan penyampaian informasi bagi masyarakat. Sementara bagi masyarakat,
untuk memperoleh informasi melalui website dapat dilakukan dengan cara lebih
hemat, karena biayaya relatif murah.
Dan penelitian yang berjudul Strategi Meningkatkan Kualitas Pelayanan
Publik, karya M. Hamdani Pratama (Ilmu Administrasi Negara, FISIP,
Universitas Airlangga). Dalam penelitian ini memfokuskan pada penelitian
Kualitas dan Dimensi Pelayanan; kata kualitas memiliki banyak definisi yang
berbeda mulai yang konvensional dari kualitas biasanya menggambarkan
karakteristik suatu produk seperti kinerja (performance), Keandalan (reliability),
mudah dalam pengguanan (easy of use), estetika (estbetics), dan sebagainya.
Kualitas dalam definisi strategi berarti segala sesuatu yang mampu memenuhi
keinginan dan kebutuhan pelanggan (meeting the needs of customers). Di bawah
ini ada beberapa contoh definisi yang sering dijumpai antara lain:
1. Kesusuaian dengan persyaratan/ tuntutan,
2. Kecocokan untuk pemakaian,
3. Perbaikan/ penyempurnaan berkelanjutan,
4. Bebas dari kerusakan/ cacat,
5. Pemenuhan kebutuhan pelanggan semenjak awal dan setiap saat,
6. Melakukan sesuatu secara benar semenjak awal,
7. Sesuatu yang bisa membahagiakan pelanggan.
2.2 Landasan Teori

2.2.1 Pelayanan Publik

Undang-Undang No. 25 Tahun 2009 tentang pelayanan publik


menunjukkan bahwa “pelayanan publik adalah segala bentuk kegiatan dalam
rangka pengaturan, pembinaan, bimbingan, penyediaan fasilitas, jasa dan lainnya
yang dilaksanakan oleh aparatur pemerintah sebagai upaya pemenuhan
kebutuhan kepada masyarakat sesuai dengan ketentuan perundang-undangan
yang berlaku.” Selanjutnya, Kepmen Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 63
Tahun 2003 menunjukkan bahwa “pelayanan publik adalah segala kegiatan
pelayanan yang dilaksanakan oleh penyelenggara pelayanan publik sebagai
upaya pemenuhan kebutuhan penerima pelayanan maupun pelaksanaan
ketentuan peraturan perundang-undangan”.

Febliany, Fitriyah, & Paselle (2014) menyebutkan bahwa “pelayanan


publik merupakan setiap tindakan yang dilakukan oleh pemerintah terhadap
sejumlah manusia yang memiliki setiap kegiaatan yang menguntungkan dalam
suatu kumpulan atau kesatuan dan menawarkan kepuasan meskipun hasilnya
tidak terikat pada suatu produk secara fisik”. Pelayanan publik adalah
serangkaian aktivitas yang dilakukan oleh birokrasi publik untuk memenuhi
kebutuhan warga pengguna. Pengguna atau pelanggan yang dimaksud adalah
warga negara yang membutuhkan pelayanan publik. Pelayanan yang diberikan
oleh Negara dan perusahaan milik negara kepada masyarakat dilakukan untuk
memenuhi kebutuhan dasar dalam rangka menciptakan kesejahteraan
masyarakat. Pelayanan publik dianggap sebagai setiap kegiatan yang dilakukan
oleh pemerintah terhadap sejumlah manusia yang memiliki setiap kegiatan yang
menguntungkan dalam suatu kumpulan atau kesatuan, 19 dan menawarkan
kepuasan meskipun hasilnya tidak terikat pada suatu produk secara fisik.
Pelayanan publik adalah pelayanan yang dilakukan dengan mendahulukan
kepentingan umum, mempermudah dan mempercepat berbagai urusan
masyarakat sehingga pelayanan yang diberikan dapat meningkatkan kepuasan
masyarakat. Pelayanan publik dianggap ideal apabila pelayanan publik tersebut
dicirikan oleh adanya akuntabilitas dan responsibilitas dari pemberi layanan.
Nuriyanto (2014) menyebutkan bahwa “ciri-ciri pelayanan publik yang ideal
terdiri dari:

1. Efektif; yaitu lebih mengutamakan pada pencapaian apa yang menjadi


tujuan dan sasaran.
2. Sederhana; mengandung arti prosedur atau tata cara pelayanan:
a. Diselenggarakan secara mudah, cepat, tepat, tidak berbelit-belit, mudah
dipahami dan mudah dilaksanakan oleh masyarakat yang meminta
pelayanan.
b. Kejelasan dan kepastian (transparan), mengandung akan arti adanya
kejelasan dan kepastian mengenai:
1) Prosedur atau tata cara pelayanan
2) Persyaratan pelayanan, baik persyaratan teknis maupun persyaratan
administratif
3) Unit kerja dan atau pejabat yang berwenang dan bertanggungjawab
dalam memberikan pelayanan
4) Rincian biaya atau tarif pelayanan dan tata cara pembayarannya
5) Jadwal waktu penyelesaian pelayanan.
c. Keterbukaan; mengandung arti bahwa prosedur atau tata cara
persyaratan, satuan kerja atau pejabat penanggungjawab pemberi
pelayanan, waktu peneyelesaian, rincian waktu atau tarif serta hal-hal lain
yang berkaitan dengan proses pelayanan wajib diinformasikan secara
terbuka agar mudah diketahui dan dipahami oleh masyarakat, baik
diminta maupun tidak diminta.
d. Efisiensi, mengandung arti:
1) Persyaratan pelayanan hanya dibatasi pada hal-hal yang berkaitan
langsung dengan pencapaian sasaran pelayanan dengan tetap
memperhatikan keterpaduan antara persyaratan dengan produk layanan
yang berkaitan.
2) Dicegah adanya pengulangan pemenuhan persyaratan, dalam hal
proses pelayanan masyarakat yang bersangkutan mempersyaratkan
adanya kelengkapan persyaratan dari satuan kerja atau instansi
pemerintahan lain yang terkait.
3) Ketepatan waktu, di mana kriteria ini mengandung arti bahwa
pelaksanaan pelayanan masyarakat dapat diselesaikan dalam kurun waktu
yang telah ditentukan.
4) Resposif, lebih mengarah pada daya tanggap dan cepat menanggapi
apa yang menjadi masalah, kebutuhan dan aspirasi masyarakat yang
dilayani.
5) Adaptif, cepat menyesuaikan terhadap apa yang menjadi tuntutan,
keinginan dan aspirasi masyarakat yang dilayani yang senantiasa
mengalami tumbuh kembang”.

Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 63 Tahun


2003, menunjukkan bahwa “agar dapat memberikan pelayanan yang memuaskan
bagi pengguna jasa, penyelenggara pelayanna harus memenuhi asas-asas
pelayanan yang berdasarkan pada:

1. Transparansi; yaitu bersifat terbuka, mudah dan dapat diakses oleh


semua pihak yang membutuhkan dan disediakan secara memadai serta
mudah dimengerti.
2. Akuntabilitas; yaitu dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
3. Kondisional; yaitu sesuai dengan kondisi dan kemampuan pemberi dan
penerima pelayanan dengan tetap berpegang pada prinsip efisiensi dan
efektivitas.
4. Partisipatif; yaitu mendorong peran serta masyarakat dalam
penyelenggaraan pelayanan publik dengan memperhatikan aspirasi,
kebutuhan dan harapan masyarakat.
5. Kesamaan hak; yaitu tidak diskriminatif dalam arti tidak membedakan
suku, ras, agama, golongan, gender dan status ekonomi.
6. Keseimbangan hak dan kewajiban; yaitu pemberi dan penerima
pelayanan publik harus memenuhi hak dan kewajiban masing-masing
pihak.”

2.2.2 E-Government

E-Government merupakan penggunaan teknologi informasi oleh


badanbadan pemerintahan yang memiliki kemampuan untuk mewujudkan
hubungan dengan warga negara, pelaku bisnis dan lembaga-lembaga
pemerintahan yang lain. Resta (2013) menyebutkan bahwa “terdapat empat
pengkasifikasian dalam konsep e-Government”, antara lain:

1. Government to Citzens (G to C) Merupakan tipe aplikasi e-Government


yang dianggap paling umum, di mana pemerintah membangun dan
menerapkan berbagai portofolio teknologi informasi dengan tujuan utama
untuk memperbaiki hubungan interaksi dengan masyarakat.
2. Government to Business (G to B) Pada tipe ini, pemerintah membentuk
sebuah lingkungan bisnis yang kondusif agar roda perekonomian sebuah
Negara dapat berjalan sebagaimana mestinya.
3. Government to Government (G to G) Pada tipe ini, pemerintah akan
melakukan interaksi dengan pemerintah lain dengan tidak hanya fokus
pada hal-hal yang mengandung unsur diploma semata melainkan untuk
memperlancar kerjasama antar negara dan kerjasama antar entiti-entiti
negara yaitu masyarakat, industri, perusahaan dan lain-lain dalam
melakukan hal-hal yang berkaitan dengan administrasi perdagangan,
proses-proses politik, mekanisme hubungan sosial budaya dan lain
sebagainya.
4. Government to Employees (G to E) Pada tipe ini, aplikasi e-Government
diperuntukkan untuk meningkatkan kinerja dan kesejahteraan pada
pegawai negeri yang bekerja pada sejumlah institusi pemerintah sebagai
pelayanan kepada masyarakat.

E-Government diterapkan dengan tujuan agar hubungan pemerintah baik


dengan masyarakat atau pelaku bisnis dapat berlangsung secara efisien, efektif
dan ekonomis. Selain itu tujuan diterapkannya konsep e-Government adalah
untuk mencapai suatu pemerintahan yang baik. Andiranto (2007:46)
menunjukkan bahwa “adanya e-Government nyatanya telah memberikan
beragam manfaat, yaitu:

1. Memberikan kualitas pelayanan kepada stakeholder yaitu masyarakat,


kalangan pengusaha dan industri, terutama dalam hal kinerja efektivitas
dan efisiensi pada berbagai kehidupan negara.
2. Meningkatkan transparansi, kontrol dan akuntabilitas penyelenggaraan
kepemerintahan dalam rangka penerapan konsep Good Corporate
Governance.
3. Mengurangi secara signifikansi tentang total biaya administrasi, relasi
dan interaksi yang dikeluarkan pemerintah dan stakeholder untuk
keperluan aktivitas sehari-hari.
4. Memberikan peluang pemerintah untuk mendaoatkan sumber-sumber
pendapatan yang baru melalui interaksinya dengan pihak-pihak yang
berkepentingan.
5. Menciptakan suatu lingkungan masyarakat baru yang dapat menjawab
berbagai macam permasalahan yang dihadapi secara cepat dan sejalan
dengan adanya perubahan serta tren yang ada.
6. Memberdayakan masyarakat dan pihak-pihak lain sebagai mitra
pemerintah dalam proses pengambilan keputusan atau kebijakan publik
secara merata dan demokratis.”

Indrajit (2011:66) menyebutkan bahwa “terdapat beberapa elemen sukses


dalam manajemen proyek e-government, antara lain:
1. Political Environment Political environment merupakan suatu susana
yang menunjukkan politik proyek yang bersangkutan atau dilaksanakan.
Pada prakitknya, terdapat dua tipe proyek. Pertama, Top Down Projects
(TDP) yaitu hal yang berkaitan dengan eksistensi sebuah proyek yang
ditentukan oleh adanya inisiatif dari lingkungan eksekutif sebagai otoritas
tertinggi pemerintahan atau disponsori oleh kalangan legislatif sebagai
pemberi mandat. Kedua, Bottom Up Projects (BUP) yaitu hal
dilaksanakan karena adanya ide atau inisiatif dari kepala unit atau
karyawan yang berada si salah satu lembaga pemerintahan atau
departemen.
2. Leadership Leadership atau kepemimpinan merupakan faktor yang
memiliki peran sangat penting dalam mempengaruhi kegagalan atau
keberhasilan implementasi kebijakan atau implementasi program. Faktor
kepemimpinan melekat pada pihak yang memiliki tugas sebagai
pemimpin dari penyelenggaraan proyek atau para manager proyek.
Manager proyek memiliki tanggung jawab untuk melaksanakan sebuah
proyek dari awal sampai akhir sesuai dengan siklus proyek yang
dijalankan.
3. Planning Planning atau perencanaan merupakan tahapan awal sebelum
sebuah implementasi kebijakan atau implementasi proyek dilakukan.
Perencanaan dilakukan dengan tujuan untuk memproyeksikan hasil yang
ingin dicapai dan untuk mengetahui tentang sejauh mana pentingnya
sebuah perencanaan sebelum dilakukan implementasi kebijakan atau
implementasi proyek. Perencanaan dianggap sebagai tahapan pentng
karena perencanaan merupakan tahapan awal di mana gambaran
menyeluruh dan detail dari rencana inisiatif e-government akan
diproyeksikan. Perencanaan yang baik akan memiliki secara keseluruhan
karena apa yang dilaksanakan pada siklus berikutnya sebenarnya adalah
pengaplikasian dari rencana besar yang telah disepakati.
4. Stakeholders Stakeholders merupakan salah satu elemen yang
mempengaruhi implementasi kebijakan atau implementasi proyek.
Stakeholders juga dianggap sebagai berbagai pihak yang merasa memiliki
kepentingan baik secara langsung maupun tidak langsung terhadap
penyelenggaraan proyek e-government terkait. Pihak-pihak yang
dianggap sebagai stakeholders utama dalam proyek e-government antara
lain: pemerintah atau lembaga terkait seluruh manahemen dan
karyawannya, sektor swasta, masyarakat, lembaga swadaya masyarakat,
perusahaan dan lain sebagainya.
5. Transparancy/visibility Penerapan e-government diharapkan dapat
mewujudkan adanya transparansi dalam setiap proses yang dilakukan.
Transparansi sebuah proyek e-government memiliki kaitan erat dengan
keberadaan stakeholders karena harus terus tersedia seluruh data dan
informasi terkait dengan keseluruhan dan status proyek yang sedang
berlangsung agar dapat secara bebas diakses stakeholders yang beragam.
Adanya akses informasi yaitu terkait dengan status proyek, alokasi
sumber daya, evaluasi terhadap proyek dan hal lain yang bersangkutan
memiliki tujuan untuk menciptakan kredibilitas dan legitimasi yang baik
bagi para penyelenggara proyek maupun stakeholders sebagai pihak yang
melakukan monitoring. Adanya kemungkinan dengan keterlibatan
pihakpihak yang berkepentingan mengakses data dan informasi terkait
dengan proyek yang sedang berlangsung secara tidak langsung
merupakan sarana pemasaran yang dinilai cukup efektif karena terlihat
keseriusan pemerintah untuk selalu memberikan yang terbaik untuk
rakyatnya melalui implementasi beragam proyek e-government.
6. Budgets Budgets merupakan anggaran yang disediakan oleh pemerintah
dan kalangan lain semacam swasta atau bantuan dari luar negeri yang
sangat bergantung pada tingkat prioritas yang diberikan oleh pemerintah
terhadap status proyek terkait. Kekuatan sumber daya berupa budgets
yang dianggarkan pada sebuah proyek e-government merupakan salah
satu elemen strategis dan sangat menentukan terkait dengan berhasil atau
tidaknya pada pelaksanaan sebuah proyek.
7. Technology Technology yang digunakan dalam proyek e-government
sangat lebar, dari teknologi yang paling sederhana dan murah sampai
dengan teknologi yang paling canggih. Keberadaan sumber daya manusia
juga dianggap sebagai hal yang mempengaruhi perkembangan teknologi
yang digunakan, di mana semakin tinggi kualitas sumber daya manusia
maka semakin canggih pula teknologi yang dikembangkan. Pemilihan
teknologi yang digunakan dalam implementasi proyek e-government
sangat tergantung pada anggaran yang disediakan. Semakin besar nilai
anggaran yang ada, maka semakin canggih teknologi yang dapat dipilih
dan digunakan sehingga hal tersebut akan meningkatkan probabilitas
berhasilnya suatu proyek dan mencapai manfaat yang ditargetkan. Pada
sisi lain, teknologi memiliki peran penting terhadap kualitas layanan
publik, di mana semakin canggih teknologi yang digunakan maka
masyarakat juga akan semakin mudah dalam mengakses bentuk-bentuk
layanan publik secara online.
8. Innovation Innovation dalam hal ini merujuk pada kemampuan sumber
daya manusia untuk melakukan inovasi-inovasi tertentu. Inovasi dalam e-
government memiliki sifat yang tidak terbatas pada kemampuan untuk
menciptakan produk-produk baru tertentu, tetapi yang terlibat dalam
proyek harus memiliki tingkat kreativitas yang cukup terutama dalam
melakukan pengelolaan terhadap proyek e-government yang ada
sehingga berbagai hambatan yang sering ditemui dalam sebuah proyek
dengan mudah dapat dihilangkan.”

Indrajit (2011:29) juga menyebutkan bahwa “jenis-jenis proyek


egovernment dibagi menjadi tiga, yaitu:

1. Publish atau publikasi adalah jenis pelayanan dengan komunikasi satu


arah. Pada jenis ini, terjadi komunikasi satu arah di mana pemerintah
mempublikasikan berbagai data dan informasi yang dimiliki untuk dapat
secara langsung dan bebas diakses oleh masyarakat dan pihak-pihak lain
yang memiliki kepentingan melalui internet.
2. Interact atau interaksi merupakan jenis pelayanan pada tingkat interaksi
memungkinkan terjadinya komunikasi dua arah antara pemerintah
dengan pihak lain. Terdapat dua cara yang dapat digunakan untuk
melakukan interaksi ini. Pertama, bentuk portal di mana situs terkait
memberikan fasilitas searciging bagi mereka yang ingin mencari data
atau informasi secara spesifik. Kedua, pemerintah mentediakan kenal di
mana masyarakat dapat melakukan diskusi dengan unit-unit tertetu yang
memiliki kepentingan baik secara langsung maupun tidak langsung.
3. Transact atau transaksi adalah jenis pelayanan yang memungkinkan
terjadinya komunikasi dua arah antara pemerintah dengan pihak laun.
Transaksi dalam hal ini adalah interaksi dua arah seperti pada kelas
interact, namun hanya terjadi pada sebuah transaksi yang berhubungan
dengan perpindahan uang dari satu pihak ke pihak lain. Dalam hal ini
bersifat tidak gratis, dan masyarakat harus membayar jasa pelayanan
yang diberikan oleh pemerintah atau mitra kerjanya.

2.2.3 Kepuasan Masyarakat

` Asep et.al., (2012) mendefinisikan bahwa: “Kepuasan adalah keseluruhan


sikap masyarakat setelah mendapatkan dan menggunakan suatu barang dan jasa.
Dalam hal ini institusi publik harus mengetahui kebutuhan dan keinginan
masyarakat agar dapat memberikan jasa yang sesuai dengan kebutuhan,
keinginan, dan harapan masyarakat sehingga akan tercapai kepuasan yang lebih
jauh lagi dapat menciptakan kesetiaan masyarakat. Kepuasan masyarakat juga
diartikan sebagai respon berupa perasaan puas yang timbul karena pengalaman
yang telah didapat sebelumnya. Kepuasan masyarakat dijadikan sebagai parameter
penting sehingga dapat meningkatkan serta menciptakan kualitas pelayanan
publik yang prima”.

Normasari, et al., (2013) mengartikan “kepuasan masyarakat merupakan


suatu perbandingan antara layanan atau hasil yang diterima dengan harapan
masyarakat, layanan atau hasil yang diterima itu paling tidak harus sama dengan
harapan, atau bahkan melebihinya”. Rahman, et al. (2012), mengemukakan bahwa
21 “kepuasan masyarakat adalah sebuah pengalaman yang dirasakan masyarakat
ketika merasakan sebuah pelayanan jasa pada sebuah institusi publik, sehingga
dari pengalaman yang dirasakan tersebut masyarakat yang puas”.

Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor:


KEP/25/M.PAN/2/2004 tentang Pedoman Penyusunan Indeks Kepuasan
Masyarakat Unit Pelayanan Instalasi Pemerintah menunjukkan bahwa
“diidentifikasi indikator pengukuran Indeks Kepuasan Masyarakat adalah sebagai
berikut:

1. Prosedur pelayanan, yaitu kemudahan tahapan pelayanan yang diberikan


kepada masyarakat dilihat dari sisi kesederhanaan alur pelayanan.
2. Persyaratan pelayanan, yaitu persyaratan teknis dan administratif yang
diperlukan untuk mendapatkan pelayanan sesuai dengan jenis pelayanan.
3. Kejelasan petugas pelayanan, yaitu keberadaan dan kepastian petugas yang
memberikan pelayanan (nama, jabatan, serta kewenangan dan
tanggungjawabnya).
4. Kedisiplinan petugas pelayanan, yaitu kesungguhan petugas dalam
memberikan pelayanan terutama terhadap konsistensi waktu kerja sesuai
dengan ketentuan yang berlaku.
5. Tanggungjawab petugas pelayanan, yaitu kejelasan wewenang dan
tanggungjawab petugas dalam penyelenggaraan dan penyelesaian
pelayanan.
6. Kemampuan petugas pelayanan, yaitu tingkat keahlian dan ketrampilan
petugas yang dimiliki petugas dalam memberikan / menyelesaikan
pelayanan kepada masyarakat.
7. Kecepatan pelayanan, yaitu target waktu pelayanan dapat diselesaikan
dalam waktu yang telah ditentukan oleh unit penye-lenggara pelayanan.
8. Keadilan mendapatkan pelayanan, yaitu pelaksanaan pelayanan dengan
tidak membedakan golongan / status masyarakat yang dilayani.
9. Kesopanan dan keramahan petugas, yaitu sikap dan perilaku petugas
dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat secara sopan dan ramah
serta saling menghargai dan menghormati.
10. Kewajaran biaya pelayanan, yaitu keterjangkauan masyarakat terhadap
besarnya biaya yang ditetapkan oleh unit pelayananan.
11. Kepastian biaya pelayanan, yaitu kesesuaian antara biaya yang dibayarkan
dengan biaya yang ditetapkan.
12. Kepastian jadwal pelayanan, yaitu pelaksanaan waktu pelayanan, sesuai
dengan ketentuan yang telah ditetapkan.
13. Kenyamanan lingkungan, yaitu kondisi sarana dan prasarana pelayanan
yang bersih, rapi, dan teratur, sehingga dapat memberikan rasa nyaman
kepada penerima pelayanan.
14. Keamanan pelayanan, yaitu terjaminnya tingkat keamanan lingkungan unit
penyelenggara pelayanan ataupun sarana yang digunakan, sehingga
masyarakat merasa tenang untuk mendapatkan pelayanan terhadap
resikoresiko yang diakibatkan dari pelaksanaan pelayanan.”

2.3 Kerangka Pemikiran

PENGARUH APLIKASI SMART DUKCAPIL TERHADAP PELAYANAN


DISDUKCAPIL DIKOTA SERANG UNTUK MENINGKATKAN KEPUASAN
MASYARAKAT yang dimana identifikasi masalahnya :
a. Masih banyak masyarakat yang buta akan teknolgi;
b. Kurangnya vasilitas berbasis teknologi bagi masyarakat umum;
c. Kurangnya pemerintan mengsosialisasikan pelayanan E-government.

Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang


Pelayanan Publik, pelayanan publik adalah kegiatan atau rangkaian kegiatan
dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan bagi setiap warga negara dan
penduduk atas barang, jasa, dan/atau pelayanan administratif yang disediakan
oleh penyelenggara pelayanan publik.
Selanjutnya, pelayanan publik berdasarkan Surat Keputusan Menteri
Pendayagunaan Aparatur Negara No: 63/KEP/M.PAN/7/2003 sebagai berikut:
Pelayanan publik adalah segala kegiatan pelayanan yang dilaksanakan
oleh penyelenggara pelayanan publik sebagai upaya pemenuhan kebutuhan
penerima pelayanan maupun pelaksanaan ketentuan peraturan
perundang-undangan. Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dalam
keputusan No.63 tahun 2003 tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan
Pelayanan Publik menyatakan bahwa hakikat layanan publik adalah
pemberian layanan prima kepada masyarakat yang merupakan perwujudan
dari kewajiban aparatur pemerintah sebagai abdi masyarakat.
Pernyataan ini menegaskan bahwa pemerintah melalui instansi-
instansi penyedia layanan publik, mereka bertanggungjawab memberikan
layanan prima kepada masyarakat. Dengan demikian pelayanan publik
adalah pemenuhan keinginan dan kebutuhan masyarakat oleh penyelenggara
negara.
Menurut Sarundajang (2002:211) Menyebutkan bahwa dalam era
reformasi organisasi pemerintah daerah sebagai regulator dan fasilitator semakin
dituntut untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat dengan lebih cepat
(faster), lebih baik (better) dan lebih urah (cheaper). Hal ini dipertegas oleh
pendapat Gaspersz (2008:37) bahwa pada umumnya pelanggan menginginkan
produk yang memiliki karakteristik lebih cepat (faster), lebih murah (cheaper)
dan lebih baik (better).
Pelayanan yang dilakukan pemerintah sering juga disebut sebagai
pelayanan umum sebagaimana dikemukakan oleh Wasistiono (2003:43) bahwa
pelayanan umum adalah pemberian jasa baik oleh pemerintah, pihak swasta atas
nama pemerintah ataupun pihak swasta kepada masyarakat, dengan atau tanpa
pembayaran guna memenuhi kebutuhan dan atau kepentingan masyarakat.
Dengan demikian yang dapat memberikan pelayanan umum kepada masyarakat
luas bukan hanya instansi pemerintah-pemerintah juga pihak swasta. Pelayanan
umum yang yang dijalankan oleh instansi pemerintah bermotif sosial dan politik,
yakni menjalankan tugas pokok serta mencari dukungan suara. Sedangkan
pelayanan umum oleh pihak swasta bermotif ekonomi, yakni mencari keuntungan.
Maka menurut Denhardt (Denhardt & Denhardt, 2007: 42-43) bahwa
terdapat 7 (tujuh) hal Penting yang harus menjadi perhatian utama dalam hal
penyelenggaraan pelayanan publik yang demokratis, menurut perspektif New
Public Service, yaitu:
a. Serve Citizens, Not Customers
Kepentingan public merupakan hasil dari suatu dialog tentang nilai-nilai Bersama
daripada agregasi kepentingan diri sendiri yang bersifat individual. Karna itu
penyelenggara public jangan hanya merespon tuntutan “customers” akan tetapi
sebaiknya lebih focus terhadap kaloborasi dan membangun di tengah warga.
b. Seek the Public Interest
Administrator public harus berkontribusi pada pembangunan kepentingan public
yang kolektif dan pembangunan gagasan bersama. Tujuannya tidak lain adalah
mendapatkan suatu solusi yang cepat diaarahkan oleh pilihan-pilihan individual,
tetapi pada penciptaan kepentingan bersama dan tanggung jawab bersama.
c. Value Citizenship Over Entrepeneurship
Penyelenggaraan pelayanan publik lebih baik mengembangkan kepentingan
publik dan warga berkomitmen untuk memberikan kontribusi yang berarti
terhadap masyarakat diri pada dikembangkan oleh para manajer wirausaha yang
seolah-olah uang publik adalah miliknya.
d. Think Strategically
Kebijakan dan program yang memenuhi kebutuhan publik akan sangat efektif dan
dapat dipertanggung jawabkan untuk dicapai melaluu sejumlah usaha kolektif dan
proses kolaborasi.
e. Recognize That Accountability is not simple
Pelaksanaan pelayanan publik perlu mendapatkan perhatian secara mendasar. Juga
harus mengikuti peraturan perundang-undangan dan hukum tata negara, nilai-nilai
masyarakat, norma-norma politik, standar professional, dan kepentingan-
kepentingan warga.
f. Rather Than Steer
Untuk penyelenggaraan pelayanan publik, hal ini sangat penting dalam hal
penggunaan bersama, yakni kepemimpinan yang didasarkan pada nilai dalam
membantu warga untuk mengartikulasi dan memenuhi kepentingan bersama, dari
pada mengendalikan atau mengarahkan masyarakat. Dengan kata lain, melayani
jauh lebih penting daripada mengendalikan masyarakat.
g. Value People Not Just Productivity
Orgnisasi public dan jaringannya ketika mereka berpartisipasi akan lebih sukses
dalam jangka Panjang jika mereka dioperasikan melalui proses kolaborasi dan
kepemimpinan bersama yang didasarkan pada rasa hormat kepada semua orang.
Secara sistematik Kerangka pemikiran dapat di gambarkan sebagai berikut:

FAKTOR INTERN PEMERINTAH PELAYANAN

FAKTOR EKTERN E-GOVERMENT/


smart dukcapil

Keterangan:
: Kerangka yang akan diteliti
MASYARAKAT
: Kerangka yang tidak diteliti
: Fokus Penelitian Pengaruh Aplikasi Smart Dukcapil Terhadap
Pelayanan Disdukcapil Dikota Serang Untuk Meningkatkan Kepuasan
Masyarakat.

2.4 Asumsi Dasar


Menurut Riduwan dalam Munawar (2016, hlm.29) menyebutkan
bahwa asumsi merupakan teori atau prinsip yang kebenarannya tidak
diragukan lagi oleh peneliti saat itu, tujuannya adalah untuk membantu dan
memecahkan masalah yang dihadapi. Berdasarkan pengertian asumsi
tersebut, maka unutk mempermudah penelitian, penyusunan menentukan
asumsi sebagai berikut:
a. Bagaimana sistem smart dukcapil berkerja.
b. Efisien kah masyarakat dengan adanya pelayanan berbasis online untuk
mencapai tujuannya.
c. Efektif kah smart dukcapil ini dalam proses peleyanan terhadap
masyarakat.
Berdasarkan pemaparan di atas, penulis berasumsi:
1. Aplikasi yang di implemetasi ini harus mudah di akses oleh masyarakat
dan mudah untuk di gunakan.
2. Dan dalam penerapan aplikasi ini masyarakat harus yang banyak di
untungkan karna dalam proses sudah berbasis online dan seharusnya
mudah untuk digunakan.
3. Dalam proses pelayanan berbasis online atau e-government aparatur
negara harus siap siaga dalam pengaduan ataupun pengajuan masyarakat
dan cepat di respown.
Pendekatan Penelitian
Berdasarkan pada pokok permasalahan yang dikaji yaitu mengenai

Efektivitas Aplikasi Smart Dukcapil Terhadap Pelayanan Disdukcapil Di Kota

Serang Untuk Meningkatkan Kepuasan Masyarakat, maka jenis penelitian ini

merupaan penelitian kualitatif. Tujuan penelitian kualititatif adalah untuk

membuat pecandraan secara sistematis, factual, dan akurat mengenai fakta-fakta

dan sifat-sifat populasi atau daerah tertentu.1

Menurut Moleoin lexy J bahwa metode kualitatif adalah penelitian yang

dimaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek

penelitian secara holistic dan dengan cara deskriptif dalam bentuk kata-kata dan

Bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan

berbagai metode ilmiah.2


1
Sumadi suryabrata, metodologi penelitian, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2013), Hlm. 75.

2
Moleong Lexy J, Metodologi Penelitian Kualititatif, (bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2005) hlm,
58
Haris Herdiasyah berpendapat bahwa pendeketan kualitatif adalah suatu

penelitian ilmiah yang bertujuan untuk memahami suatu fenomena dalam konteks

sosial secara ilmiah dengan mengedepankan proses interaksi yang mendalam

antara lain peneliti dengan fenomena yang diteliti.3

Pendekatan yang dipakai dalam penelitian yang bermaksud memamhi

fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya perilaku,

persepsi, motivasi, Tindakan, dan lain-lain secara holistic dan dengan cara

deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa dan suatu konteks khusus yang

alamiah serta dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah. 4 Dengan kata lain

penelitian deskriptif, peneliti hendak menggambarkan suatu gejala (fenomena)

atau sifat tertentu, tidak untuk mencari atau menerangkan keterkaitan antar
5
variabel. Oleh karena itu, data penelitian ini dinyatakan dalam keadaan

sewajarnya. Peneliti menggambarkan peristiwa maupun kejadian yang ada di

lapangan tanpa mengubahnya menjadi angka atau simbol.

3.2 Locus Penelitian

Tempat penelitian merupakan objek peneitian dimana kegiatan penelitian

dilakukan. Penentuan tempat penelitian dimaksudkan untuk mempermudah atau

memperjelas tempat yang menjadi sasaran dalam penelitian yaitu:

1. Obeservasi

3
Haris Herdiansyah, Metodoli penelitian kualitatif untuk ilmu-ilmu sosial, (jakarta: Salemba
Humanika, 2012), hlm. 9.

4
Tohirin, metode peneliitian kualitatif dalam Pendidikan dan imbingan konseling, (Jakarta: Pt Raja
Grafindo Persada, 2012), hlm 3.
5
Wina Sanjaya, Penelitian Pendidikan: Jenis, Metode, dan Prosedur, (Jakarta: Kencana Prenada
Media Group, 2013), hlm. 59.
Nasution (Sugiyono, 2010: 310) menyatakan bahwa “Observasi adalah

dasar semua ilmu penegetahuan”. Para peneliti hanya dapat bekerja berdasarkan

data, yaitu fakta mengenai dunia kenyataan yang diperoleh melalui observasi.

Adapun observasi menurut Sutrisno Hadi (Sugiyono, 2010: 203)

mengemukakan bahwa “observasi merupakan suatu proses yang kompleks, suatu

proses yang tersusun dari berbagai proses biologis dan psikhologis”.

Berdasarkan dua definisi di atas, maka penulis dapat simpulkan bahwa

observasi adalah pengamatan yang dilakukan oleh orang dengan sengaja dan

sistematis untuk meperoleh data yang selanjutnya akan diproses untuk kebutuhan

penelitian penulis.

Nasution (2003: 56) mengatakan bahwa “Observasi adalah dasar semua

ilmu penegetahuan. Para ilmuwan hanya dapat bekerja berdasarkan data, yaitu

fakta mengenai kenyataan yang diperoleh melalui observasi”. Bila penulis ingin

mengenal dunia sosial, peneliti harus memasuki dunia itu. Peneliti harus hidup di

kalangan manusia, mempelajari bahasanya, melihat dengan mata kepala sendiri

apa yang terjadi, mendengarkan dengan telonga sendiri apa yang dikatakan orang.

Lihat dan dengan. Catat apa yang dilihat dan didengar, vatat apa yang mereka

katakan, pikirkan dan rasakan.

Observasi digunakan agar peneliti untuk memperoleh fakta-fakta yang

menunjang kesadar Aparatur Sipil Negara (ASN) dalam hal pelayanan.

a. Observasi Langsung

Jenis observasi ini adalah pengamatan yang dilakukan langsung oleh

pengamat (observasi) pada objek yang diamati. Seperti penelitian ini, penulis
mengamati langsung bagaimana kesadaran seorang ASN dalam kinerja kepada

masyarakat.

Hasil pengamatan bagi data kualitatif diperlukan kategorisasi, deskripsi

terhadap fenomena yang diamati, dengan cara menyusun secara terperinci,

kronologis, struktur, sehingga data itu menjadi suatu kesatuan/ unit yang utuh apa

adanya.

Dari pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa dengan observasi

langsung peneliti bisa mengamati/melihat langsung masalah/objek yang akan

diteliti sehingga memperoleh data yang sesuai degan keadaan lapangan, dan hasil

pengamatan data kualititatif diperlukan deskripsi terhadapa fenomena yang

diamati, sehingga untuk menyusun hasil pengamataanya lebih terperinci, dan

terstruktur sesuai dengan data yang ada dilapangan.

b. Observasi Partisipatif

Pengamatan partisipatif adalah pengamatan yang langsung dan ikut

berperan dala perilaku yang diaamati.

C. Obeservasi Tidak Langsung

Pengamatan tidak langsung adalah pengamatan yang dilakukan melalui

media lain, seperti melalui alat elektronik; TV, Video, photo, cetak; gambar, peta,

grafik, atau melalui orang; kelompok dan perorangan. Hasil pengamatan itu

dicatat segala sesuatu hal yang berkenaan dengan masalah itu.

2. Wawancara

a. Pengertian Wawancara
Menurut (2010: 186) Mengungkapkan bahwa, wawancara adalah

percakapan dengan maksud tertentu itu dilakukan dengan dua belah pihak yaitu

pewawancara (interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan terwawancara

(interviewee) yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu.

Wawancara merupakan sebuah dialog yang dilakukan oleh pewawancara

dengan memberikan pertanyaan yang berkaitan dengan masalah yang akan diteliti

untuk memperoleh informasi dari responden yang di wawancara. Wawancara

merupakan satu Teknik pengumpulan data dengan lisan terhadap responden,

dengan menggunakan pedoman wawancara yang telah disediakan.

Wawancara ini ditujukan kepada warga masyarakat setempat yang terdiri

dari kepala Desa, Perangkat Desa, Tokoh Masyarakat, dan beberpa orang

masyarakat yang dipilih secara acak serta petugas badan Pertanahan Tanah.

Wawancara ini dimaksudkan untuk memperoleh data bagi penelitian. penulis

mengajukan beberapa pertanyaan dan menggali jawaban lebih lanjut yang di

arahkan kepada fokus penelitian dan mencatatnya, kemudian data tersebut

dianalisis, sehingga data tersebut menjadi suatu kajian.

b. Langkah-langkah Wawancara

Lincoln and Guba (Sugiyono. 2009; 76) mengemukakan ada tujuh

Langkah dalam pengguanan wawancara untuk megumpulkan data dalam

penelitian kualititatif, yaitu:

1. Menetapkan kepada siapa wawancara itu akan dilakukan

2. Menyimpan pokok-pokok masalah yang akan menjadi bahan pembicaraan

3. Mengawali atau membuka alur wawancara


4. Melangsungkan alur wawancara

5. Mengkonfirmasikan ikhtisar hasil wawancara dan mengakhirinya

6. Menuliskan hasil wawancara ke dalam catatan lapangan

7. Mengidentifikasi tindak lanjut hasil wawancara yang telah diperoleh.

3.3 Fokus Penelitian

Penelitian kualititatif, Informasi atau data diperoleh dari sumber

memberikan informasi yang dapat memberikan informasi yang sesuai dengan

tujuan penelitian. untuk itu harus ditentukan sebjek penelitian dipilih secara

purposive berkaitan dengan tujuan tertentu. Berdasarkan hal tersebut maka dalam

penelitian ini tidak ada sampel acak tetapi sampel bertujuan (purposive sample)

seperti yang dikemukakan oleh Nasution (2003: 32) bahwa: penelitian kualititatif

yang dijadikan sampel hanyalah sumber yang dapat memberikan informasi,

sampel yang berupa hal, peristiwa, manusia, situasi yang diobservasi. Sering

sampel yang dipilih secara purposive berkaitan yang diobservasi. Sering sampel

yang dipilih secara purposive berkaitan denngan tujuan tertentu, sering juga

responden diminta untuk menunjukan orang lain yang dapat memberikan

informasi dan kemudian responden ini diminta pula untuk menunjukan orang lain

dan seterusnya. Cara ini lazim disebut “Snawball Sampling” yang dilakukan

secara berurutan.

Anda mungkin juga menyukai