Anda di halaman 1dari 3

Tingkatkan peluang bisnis lewat Pusat Pelatihan Kewirausahaan Sampoerna (SETC)

Konten Pemasaran

12:10 WIB - Senin, 25 Maret 2019

Ferry Sungeng Santoso, pengrajin batik yang mengikuti SETC.

Ferry Sungeng Santoso, pengrajin batik yang mengikuti SETC. | /SETC

Teknik membatik sudah hadir sejak ribuan tahun silam. Awalnya kegiatan membatik sebatas di dalam
keraton. Batik yang dihasilkan pun hanya digunakan sebagai pakaian raja, keluarga pemerintah, dan para
pembesar istana.

Seni membatik memiliki metode yang cukup beragam, mulai dari bentuk ukiran hingga pemilihan warna.
Bila umumnya batik menggunakan motif yang cenderung polos berwarna, polkadot atau garis-garis,
serta motif bunga atau parang dengan kombinasi warna terang, kini identitas batik makin luas berkat
penggunaan pewarna alam, seperti yang dilakukan Ferry Sugeng Santoso.

Ferry adalah pria asal Desa Gunting, Kecamatan Sukorejo, Kabupaten Pasuruan, Jawa Timur. Ia membuat
sentuhan baru dalam seni membatik dengan memadukan pewarna alam. Di dalam keyakinannya, Ferry
menilai bahwa batik dengan pewarna alam dapat memberikan rasa percaya diri dan membuat
pemakainya menjadi lebih hidup. Ia berasumsi bahwa batik mengandung filosofi.

“Filosofi yang bisa mengubah orang yang mengenakannya. Contoh motif kawung. Motif kawung
diciptakan untuk raja agar dia menjadi seorang pemimpin yang benar, bukan bijak. Bijak belum tentu
benar. Kalau benar, pasti bijak. Akhirnya saya buat motif demikian,” ujar pria kelahiran 13 April 1980
tersebut dalam rilis yang diterima Beritagar.id pada Senin, (18/3).

Melalui usaha yang telah dirintis sejak tahun 2009, Alam Batik, Ferry yang juga mendidik 15 orang
pembatik, ingin membangun citra batik warna alam khas Nusantara menjadi lebih dikenal, baik di negeri
sendiri hingga mancanegara.

Antusias Ferry terhadap batik semakin tinggi sejak ia mendapat undangan dari Kementerian
Perindustrian untuk mengikuti pelatihan pewarnaan alam di Yogyakarta pada tahun 2006. Saat itu, Ferry
menjadi perwakilan Dinar Agung menggantikan kedua orang tuanya.
Terus belajar dan hasrat meningkatkan taraf hidup generasi muda Indonesia

Usai mengikuti pelatihan di Yogyakarta, Ferry tidak pernah berhenti membatik. Sejak 2009, ia
memutuskan menjalankan bisnis dengan nama sendiri, Alam Batik. Motif Alam Batik karya Ferry
memadukan hal yang berkaitan dengan spiritual serta mendalami makna dari setiap motif yang ada.

Ferry Sungeng Santoso, pengrajin batik yang mengikuti SETC.

Ferry Sungeng Santoso, pengrajin batik yang mengikuti SETC. | /SETC

Motif pertama yang dibuatnya adalah tali sukma yang membutuhkan proses pengerjaan selama satu
tahun. Motif ini sempat diminati seorang pencinta batik, tetapi Ferry tak melepasnya. Alasannya, batik
tersebut dibuat khusus sehingga bersifat personal dan belum tentu menjadi selera kebanyakan orang.

Untuk pesanan khusus, biasanya Ferry membuat motif batik dalam waktu lama untuk menyelami
karakter pemesan. Tujuannya, agar batik yang dihasilkan membawa energi positif bagi siapa pun
pemiliknya.

Dengan konsistensi pemilihan warna alam, Ferry menekankan bahwa produk yang dihasilkannya lebih
memiliki nilai jual dengan kualitas yang jauh lebih baik.

“Batik dengan pewarna alam tidak hanya pewarnanya, tetapi juga bahan pendukungnya pun
menggunakan bahan alam, pengikatnya bahan alam,” lanjutnya.

Ia mencontohkan, untuk mendapatkan warna kuning, yang digunakan adalah kayu tegeran. Jika
menginginkan warna kuning muda, dalam pengikatannya menggunakan batu tawas yang mengandung
aluminium.

Sementara, untuk menghasilkan warna kuning yang lebih tua, Ferry mengikat dengan menggunakan
batu kapur yang mengandung tembaga dan kalsium. Untuk warna gelap seperti hitam dan abu-abu, ia
menggunakan bahan yang mengandung besi untuk mengikat.
Seluruh wawasan yang dimiliki Ferry tak lepas dari keikutsertaannya dalam mengembangkan Alam Batik,
salah satunya dengan mengikuti Pusat Pelatihan Kewirausahaan Sampoerna/Sampoerna
Entrepreneurship Training Center (SETC) Expo yang digelar oleh PT HM Sampoerna Tbk. Ferry mulai
menghadiri pelatihan dan pameran SETC sejak tahun 2007 mewakili bisnis orang tuanya, Dinar Agung.

“Perkembangannya luar biasa. Banyak dengan kegiatan expo seperti ini peluang besar untuk kami.
Penting untuk campaign. Expo tidak hanya untuk jualan, tetapi juga memperkenalkan kepada
masyarakat,” tukas Ferry.

Selain mengikuti SETC, Ferry pun berkecimpung dalam UKM binaan Sampoerna melalui Pusat Pelatihan
Kewirausahaan (PPK) Sampoerna. Ia ingin memahami cara meningkatkan kualitas produk dan packaging.

Bagi Ferry, menambah pengetahuan bisa membantu dalam pengembangan bisnis. Bahkan, ia berharap
ke depannya ada pelatihan dan pendampingan untuk pembuatan situs dalam memperluas pasar UKM
binaan, sehingga mampu meningkatkan taraf hidup generasi muda Indonesia.

“Harapan saya anak-anak muda ini diberi kesempatan untuk mendapat pelatihan-pelatihan untuk
membentuk kemandirian. Mereka yang punya ijazah tidak susah (cari kerja). Tapi mereka yang tidak
punya ijazah, tanggung jawab siapa? Saya selama ini saya merangkul anak yang tidak lulus sekolah untuk
mengerjakan batik di rumah. Saya ingin lebih banyak lagi anak-anak yang demikian. Tapi saya tidak bisa
melakukannya sendiri, harus ada partner,” tutup Ferry.

Anda mungkin juga menyukai