PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Managemen adalah proses bekerja melalui staff keperawatan untuk
memberikan asuhan keperawatan secara professional. Disini dituntut tugas
manajer keperawatan untuk merencanakan, mengorganisir, memimpin dan
mengevaluasi sarana dan prasarana yang tersedia untuk memberikan asuhan
keperawatan seefektif dan seefisien mungkin bagi individu, keluarga, dan
masyarakat (Gillies, 1996).
Salah satu strategi untuk mengoptimalkan peran dan fungsi perawat
dalam pelayanan keperatan adalah pembenahan manajemen keperawatan
karena dengan adanya factor kelola yang optimal diharapkan mampu menjadi
wahana peningkatan keefektifan pembagian pelayanan keperawatan sekaligus
lebih menjamin kepuasan klien terhadap pelayanan keperawatan.
Dalam pelaksanaan manajemen terdapat model praktik keperawatan
professional ( MPKP ) yang di dalamnya terdapat kegiatan ronde
keperawatan. Ronde keperawatan adalah suatu bagian kegiatan asuhan
keperawatan dengan membahas kasus tertentu dengan harapan adanya transfer
pengetahuan dan aplikasi pengetahuan secara teoritis kedalam praktek
keperawatan secara langsung yang dilakukan oleh perawat konselor, kepala
ruangan, MA, kabid keperawatan dengan melibatkan seluruh tim keperawatan.
Karakteristik dari ronde keperawatan meliputi: pasien dilibatkan secara
langsung, pasien merupakan fokus kegiatan, perawat yang terlibat melakukan
diskusi, konselor memfasilitasi kreatifitas dan membantu mengembangkan
kemampuan perawat dalam meningkatkan kemampuan mengatasi masalah.
Rumah sakit adalah salah satu bentuk sarana kesehatan yang berfungsi
untuk melakukan upaya kesehatan dasar atau kesehatan rujukan serta upaya
kesehatan penunjang. Pada masa kini perjalanan peran rumah sakit sebagai
organisasi pelayanan kesehatan sedang memasuki lingkungan global yang
kompetitif dan terus berubah. Perubahan lingkungan tersebut menurut
Trisnantoro (2004), akan mendorong rumah sakit menjadi organisasi yang
berciri multiproduk, sehingga membutuhkan pengelolaan yang tepat.
Perkembangan terkini semakin mengarah ke kondisi rumah sakit sebagai
lembaga usaha dengan berbagai konsep bisnis. Transisi ini yang mengakibatkan
rumah sakit menjadi lembaga yang berkarakter sosial sekaligus ekonomi.
Pelayanan prima di rumah sakit sangat bergantung pada kualitas sdm tenaga
kesehatan yang ada didalamnya salah satunya adalah perawat. Menurut RSU
Swadana Daerah Tarutung, pelaksanaan ronde keperawatan yang tidak optimal
menimbulkan ronde perawat yang shift pagi tidak melaporkan secara rinci
perkembangan kesehatan pasien termasuk seringnya perawat rawat inap operan
hanya dilakukan di nursing station secara administrasi saja berdasarkan
pengamatan penulis, hal ini menimbulkan perbedaan persepsi tentang
kebutuhan pelayanan keperawatan dan pada akhirnya berdampak meningkatnya
lama perawatan pasien.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas disimpulkan
yang menjadi masalah pada makalah ini adalah bagaimana pengaruh
kompetensi perawat (kompetensi teknis, kompetensi perilaku) dan kerja tim
(kerjasama, kepercayaan, kekompakan), terhadap pasien yang ditangani dan
Apakah kualitas ronde keperawatan akan berdampak pada pasien secara
langsung?
1.3 Tujuan Penulisan
1.3.1 Tujuan Umum
Penyusunan makalah ini adalah untuk memenuhi salah satu tugas mata
kuliah Management Keperawatan.
1.3.2 Tujuan Khusus
Adapun tujuan yang dicapai setelah penyampaian materi tentang ronde
keperawatan diharapkan mahasiswa mampu:
a)Mengetahui dan memahami pengertian ronde keperawatan
b)Mengetahui dan memahami karakteristik ronde keperawatan
c) Mengetahui tujuan ronde keperawatan
d)Mengetahui dan memahami manfaat ronde keperawatan
e)Mengetahui dan memahami tipe – tipe ronde keperawatan
f) Mengetahui dan memahami tahapan ronde keperawatan
g)Mengetahui hal – hal yang harus dipersiapkan dalam ronde keperawatan
h)Mengetahui komponen yang terlibat dalam ronde keperawatan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.4. Kriteria Pasien
Menurut Nursalam (2009) pasien yang dipilih untuk dilakukan ronde
keprawatan adalah pasien yang memiliki kriteria sebagai berikut:
1. Mempunyai masalah keperawatan yang belum teratasi meskipun
sudah dilakuakn tindakan keperawatan
2. Pasien dengan kasus baru atau langka.
3.2. ANALISA KASUS
Berdasarkan kasus tersebut pihak manajemen diharapkan segera
mengambil langkah cepat untuk merespon kondisi tersebut, hal ini mungkin
diakibatkan kelemahan petugas perawat pelaksana rawat inap dalam pemberian
asuhan keperawatan, pengetahuan tentang Standard Operating Procedur (SOP)
serta perencanaan dan pengembangan sumber daya manusia yang belum sesuai
terhadap kebutuhan rumah sakit seperti sistem reward dan punishment.
Praktek keperawatan tidak mungkin akan meningkat kecuali masalah
dapat diidentifikasi dan dipecahkan. Karyawan sesungguhnya mempunyai
pengetahuan yang cukup dan memiliki ide-ide yang kreatif untuk memecahkan
masalah-masalah dalam pekerjaannya. Untuk dapat memecahkan masalah
tersebut karyawan membutuhkan cukup informasi, tanggung jawab dan
wewenang serta kepercayaan dari manajer atau pimpinannya. Pada akhirnya
karyawan akan merasakan kepuasan kerja dan lebih produktif bila mereka
dibantu dengan menciptakan lingkungan kerja yang baik dengan mengurangi
hambatan dalam pekerjaannya. Informasi-informasi yang up to date belum
dapat diakses untuk memenuhi kebutuhan karyawan khususnya perawat
pelaksana rawat inap di RSU Swadana Daerah Tarutung.
Menurut Gillies (2006), dalam rangka meningkatkan mutu manajemen
keperawatan, maka rumah sakit seharusnya memiliki konsepsi dasar praktek
manajemen keperawatan sebagai dasar praktek keperawatan yang dijabarkan
dalam metode penugasan ruang rawat inap. Pelayanan keperawatan rumah sakit
secara umum menggunakan sitim penugasan yang terdiri dari metode
fungsional, metode tim, metode primer, metode modular dan metode alokasi.
RSU Swadana Daerah Tarutung telah menetapkan systim penugasan dengan
menggunakan metode primer dimana metode primer berfungsi untuk merawat
satu pasien di tangani oleh satu orang perawat mulai dirawat sampai pasien
pulang, namun praktek keperawatan tidak menerapkan sistem penugasan
dengan praktek keperawatan yang baku. Praktek keperawatan yang berlangsung
di RSU Swadana Daerah Tarutung adalah sesuai dengan kondisi di tatanan
rawat inap, dimana terkadang menggunakan metode fungsional dan pada satu
kesempatan yang lain menggunakan metode tim dan metode modular, sehingga
sistim penugasan keperawatan yang kurang konsisten ini dapat menurunkan
mutu pelayanan keperawatan.
Pelayanan keperawatan di rumah sakit sebaiknya melakukan sistim
penugasan dengan metode Primer karena metode ini dapat mengevaluasi
perkembangan asuhan keperawatan pasien secara berkesinambungan dan
konsisten sehingga perawat pelaksana rawat inap bekerja secara profesional,
namun metode ini dapat dilaksanakan jika perawat tersebut minimal memiliki
pendidikan sarjana ataupun spesialisasi.
Penugasan perawat di RSU Swadana Daerah Tarutung belum memenuhi
sitem penugasan dengan metode primer disebabkan karena jumlah SDM kurang
memadai. Gambaran masalah tersebut tersirat kinerja pelayanan perawat
pelaksana di rawat inap Rumah Sakit Umum Swadana Daerah Tarutung belum
berjalan secara profesional. Hal ini dapat dilihat dari pelaksanaan kompetensi
keperawatan yang menjadi bagian dari kinerja perawat di rumah sakit.
Pembentukan kompetensi seseorang diyakini dipengaruhi oleh dua faktor yaitu
1. Faktor internal, yang merupakan faktor bawaan bersifat genetik
2. Faktor eksternal yaitu faktor yang mempengaruhi perkembangan kompetensi
seseorang secara akumulatif sejak kecil seperti pendidikan dan pengalaman
yang diperoleh orang tersebut selama hidupnya. Atas dasar ini dapat
disimpulkan bahwa setiap orang memiliki kecenderungan untuk menggunakan
intelegensi dan emosi pada titik keseimbangan tertentu, sehingga pengaruh
antara kompetensi dan kemampuan seseorang dalam mengendalikan emosi
sangat bermanfaat untuk pengembangan kompetensi seseorang. Apabila
seseorang ingin merubah kompetensinya, dia harus mampu merubah cara
berpikirnya terutama dalam menggunakan kemampuan intelegensi serta
mengendalikan emosinya. Kompetensi sesuai dengan wilayah kecerdasan emosi
dibagi menjadi 2 golongan besar yaitu:
1. Kompetensi personal (Personal Competence)
2. Kompetensi Sosial (Social Competence).
4.2. Saran
Mahasiswa keperawatan dan perawat harus mempunyai aspek kognitif,
afektif dan skill yang mempunyai nilai lebih untuk dapat melaksanakan ronde
keperawatan secara efektif dan benar sehingga tidak menimbulkan kerugian
bagi pihak manapun.
Daftar Pustaka
Aitken, L., Burmeister E., Clayton S., Dalais C., & Gardner G (2010). The impact of
nursing rounds on the practice environment & nurse satisfaction in intensive
care: pre-test post-test comparative study. International Journal of Nursing
Studies. 48 (2011) 918-925.
Bimbaurner,. D., M. (2004) Bedside teaching. http://archieve.cordem.
Org/facdev/2004meeting/birnl.doc.
Clement, I. (2011). Management nursing services and education. Edition 1.
India: Elsevier.
Close, A., & Castledine, G. (2005). Clinical nursing rounds part 1: Matrons rounds.
Britsh Journal of Nursing. Vol 14, No 15.
Close, A., & Castledine, G. (2005). Clinical nursing rounds part 2: Nurse
management rounds. Britsh Journal of Nursing. Vol 14, No 16.
Close, A., & Castledine, G. (2005). Clinical nursing rounds part : Teaching rounds
for nurses. Britsh Journal of Nursing. Vol 14, No 18.
Febriana, N. (2009). Pengaruh nursing round terhadap kepuasan pasien pada
pelayanan keperawatan di Rumah Sakit MMC Jakarta. Tesis kekhususan
kepemimpinan dan manajemen keperawatan program pascasarjana FIK UI.
Tidak dipublikasikan.
Kozier, B., Erb & Berman, A. (2004) Fundamental of Nursing: Concept, process, &
practice. Seven third ed. New Jersey: Pearson prentice hall.
Nursalam, Efendi, F. 2008. Pendidikan dalam Keperawatan. Salemba Medika: Jakarta.
Nursalam. 2009 Manajeman keperawatan: Aplikasi dalam praktik keperawatan
professional. Salamba Medika: Jakarta.
O’Connor, A. B. (2006). Clinical instruction and evaluation: Teaching resource.
Second edition. Canada: Jones & Bartlett publishers