Anda di halaman 1dari 37

LAPORAN PENDAHULUAN

SISTEM PENCERNAAN: APENDISITIS

(Diajukan untuk memenuhi tugas keperawatan medikal bedah)

Disusun Oleh:

Nama: Yusrizal Pamungkas. (E.0105.18.042)

PROGRAM STUDI Dili KEPERAWATAN

STIKES BUDI LUHUR CIMAHI

2019/2020
LAPORAN
PENDAHULUAN
APENDISITIS

A. Pengertian
Appendisitis adalah peradangan pada apendiks vermiformis dan
merupakan penyebab nyeri abdomen akut yang paling sering. Penyakit ini
menyerang semua umur baik laki-laki maupun perempuan, tetapi lebih sering
menyerang laki-laki berusia 10 sampai 30 tahun dan merupakan penyebab
paling umum inflamasi akut pada kuadran bawah kanan dan merupakan
penyebab paling umum untuk bedah abdomen darurat (Smeltzer & Bare,
2013).
Appendisitis adalah kondisi dimana infeksi teijadi di umbai cacing.
Dalam kasus ringan dapat sembuh tanpa perawatan, tetapi banyak kasus
memerlukan laparotomi dengan penyingkiran umbai cacing yang terinfeksi
(Anonim, 2007 dalam Docstoc, 2010).

B. Anatomi dan Fisiologi


1. Anatomi Appendisitis

Gambar 2.1 Anatomi Apendiks Sumber : (Eylin, 2009).


Appendiks vermiformis atau yang sering disebut sebagai apendiks
adalah organ berbentuk tabung dan sempit yang mempunyai otot dan
banyak mengandung jaringan limfoid. Panjang apendiks vermiformis
bervariasi dari 3-5 inci (8-13 cm). Dasarnya melekat pada permukaan
aspek posteromedial caecum, 2,5 cm dibawah junctura iliocaecal dengan
lainnya bebas. Lumennya melebar di bagian distal dan menyempit di
bagian proksimal (S. H. Sibuea, 2014).
Apendiks vermiformis terletak pada kuadran kanan bawah abdomen di
region iliaca dextra. Pangkalnya diproyeksikan ke dinding anterior
abdomen pada titik sepertiga bawah yang menghubungkan spina iliaca
anterior superior dan umbilicus yang disebut titik McBurney (Siti
Hardiyanti Sibuea, 2014).
Hampir seluruh permukaan apendiks dikelilingi oleh peritoneum dan
mesoapendiks (mesenter dari apendiks) yang merupakan lipatan
peritoneum beijalan kontinue di sepanjang apendiks dan berakhir di ujung
apendiks. Vaskularisasi dari apendiks beijalan sepanjang mesoapendiks
kecuali di ujung dari apendiks dimana tidak terdapat mesoapendiks. Arteri
apendikular, derivate cabang inferior dari arteri ileocoli yang merupakan
trunkus mesentrik superior. Selain arteri apendikular yang memperdarahi
hampir seluruh apendiks, juga terdapat kontribusi dari arteri asesorius.
Untuk aliran balik, vena apendiseal cabang dari vena ileocolic beijalan ke
vena mesentrik superior dan kemudian masuk ke sirkulasi portal (Eylin,
2009).
2. Fisiologi Appendisitis
Secara fisiologis, apendiks menghasilkan lendir 1 - 2 ml per hari.
Lendir normalnya dicurahkan ke dalam lumen dan selanjutnya
mengalirkan ke sekum. Hambatan aliran lendir di muara apendiks berperan
pada patogenesis apendiks. Immunoglobulin sekreator yang dihasilkan
oleh GALT (Gut Associated Lympoid Tissue) yang terdapat di
sepanjang saluran pencerna termasuk apendiks ialah IgA. Immunoglobulin
tersebut sangat efektif sebagai perlindungan terhadap infeksi. Namun
demikian, pengangkatan apendiks tidak mempengaruhi sistem imun tubuh
karena jumlah jaringan limfa di sini kecil sekali jika dibandingkan dengan
jumlahnya di saluran cerna dan di seluruh tubuh (Arifin, 2014).

C. Etiologi
Appendisitis akut merupakan infeksi bakteria. Berbagai hal berperan
sebagai faktor pencetusnya. Sumbatan lumen apendiks merupakan faktor yang
diajukan sebagai faktor pencetus di samping hiperplasia jaringan limfe, fekalit,
tumor apendiks, dan cacing askaris dapat pula menyebabkan sumbatan.
Penyebab lain yang diduga dapat menimbulkan appendisitis adalah erosi
mukosa apendiks karena parasit seperti E. histolytica (Jong, 2010).
Penelitian epidemiologi menunjukkan peran kebiasaan makan makanan
rendah serat dan pengaruh konstipasi terhadap timbulnya appendisitis.
Konstipasi akan menaikkan tekanan intrasekal, yang berakibat timbulnya
sumbatan fungsional apendiks dan meningkatnya pertumbuhan kuman flora
kolon biasa. Semuanya ini akan mempermudah timbulnya appendisitis akut
(Jong, 2010).

D. Patofisiologi
Appendisitis kemungkinan dimulai oleh obstruksi dari lumen yang
disebabkan oleh feses yang terlibat atau fekalit. Penjelasan ini sesuai dengan
pengamatan epidemiologi bahwa appendisitis berhubungan dengan asupan
serat dalam makanan yang rendah (Burkitt, 2007).
Pada stadium awal dari appendisitis, terlebih dahulu teijadi inflamasi
mukosa. Inflamasi ini kemudian berlanjut ke submukosa dan melibatkan
lapisan muskular dan serosa (peritoneal). Cairan eksudat fibrinopurulenta
terbentuk pada permukaan serosa dan berlanjut ke beberapa permukaan
peritoneal yang bersebelahan, seperti usus atau dinding abdomen,
menyebabkan peritonitis lokal (Burkitt, 2007).
Dalam stadium ini mukosa glandular yang nekrosis terkelupas ke
dalam lumen, yang menjadi distensi dengan pus. Akhirnya, arteri yang
menyuplai apendiks menjadi bertrombosit dan apendiks yang kurang suplai
darah menjadi nekrosis atau gangren. Perforasi akan segera teijadi dan
menyebar ke rongga peritoneal. Jika perforasi yang teijadi dibungkus oleh
omentum, abses lokal akan teijadi (Burkitt, 2007).
E. Pathway
F. Manifestasi Klinik
1. Nyeri kuadran bawah terasa dan biasanya disertai dengan demam ringan,
mual, muntah dan hilangnya nafsu makan.
2. Nyeri tekan local pada titik McBumey bila dilakukan tekanan.
3. Nyeri tekan lepas dijumpai.
4. Terdapat konstipasi atau diare.
5. Nyeri lumbal, bila appendiks melingkar di belakang sekum.
6. Nyeri defekasi, bila appendiks berada dekat rektal.
7. Nyeri kemih, jika ujung appendiks berada di dekat kandung kemih atau
ureter.
8. Pemeriksaan rektal positif jika ujung appendiks berada di ujung pelvis.
9. Tanda Rovsing dengan melakukan palpasi kuadran kiri bawah yang secara
paradoksial menyebabkan nyeri kuadran kanan.
10. Apabila appendiks sudah ruptur, nyeri menjadi menyebar, disertai abdomen
teijadi akibat ileus paralitik.
11. Pada pasien lansia tanda dan gejala appendiks sangat bervariasi. Pasien
mungkin tidak mengalami gejala sampai teijadi ruptur appendiks.
G. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan yang dapat dilakukan pada penderita Apendisitis
meliputi penanggulangan konservatif dan operasi.
1. Penanggulangan konservatif
Penanggulangan konservatif terutama diberikan pada penderita yang
tidak mempunyai akses ke pelayanan bedah berupa pemberian antibiotik.
Pemberian antibiotik berguna untuk mencegah infeksi. Pada penderita
Apendisitis perforasi, sebelum operasi dilakukan penggantian cairan dan
elektrolit, serta pemberian antibiotik sistemik
2. Operasi
Bila diagnosa sudah tepat dan jelas ditemukan Apendisitis maka
tindakan yang dilakukan adalah operasi membuang appendiks
(appendektomi). Penundaan appendektomi dengan pemberian antibiotik
dapat mengakibatkan abses dan perforasi. Pada abses appendiks dilakukan
drainage (mengeluarkan nanah).
3. Pencegahan Tersier
Tujuan utama dari pencegahan tersier yaitu mencegah teijadinya
komplikasi yang lebih berat seperti komplikasi intra-abdomen. Komplikasi
utama adalah infeksi luka dan abses intraperitonium. Bila diperkirakan
teijadi perforasi maka abdomen dicuci dengan garam fisiologis atau
antibiotik. Pasca appendektomi diperlukan perawatan intensif dan
pemberian antibiotik dengan lama terapi disesuaikan dengan besar infeksi
intra-abdomen.

H. Komplikasi
Komplikasi teijadi akibat keterlambatan penanganan Apendisitis.
Faktor keterlambatan dapat berasal dari penderita dan tenaga medis. Faktor
penderita meliputi pengetahuan dan biaya, sedangkan tenaga medis meliputi
kesalahan diagnosa, menunda diagnosa, terlambat merujuk ke rumah sakit, dan
terlambat melakukan penanggulangan. Kondisi ini menyebabkan peningkatan
angka morbiditas dan mortalitas. Proporsi komplikasi Apendisitis 10-32%,
paling sering pada anak kecil dan orang tua. Komplikasi 93% teijadi pada
anak-anak di bawah 2 tahun dan 40-75% pada orang tua. CFR komplikasi 2-
5%, 10-15% teijadi pada anak-anak dan orang tua.43 Anak-anak memiliki
dinding appendiks yang masih tipis, omentum lebih pendek dan belum
berkembang sempurna memudahkan teij adinya perforasi, sedangkan pada
orang tua teijadi gangguan pembuluh darah. Adapun jenis komplikasi
diantaranya:
1. Abses
Abses merupakan peradangan appendiks yang berisi pus. Teraba massa
lunak di kuadran kanan bawah atau daerah pelvis. Massa ini mula- mula
berupa flegmon dan berkembang menjadi rongga yang mengandung pus.
Hal ini teijadi bila Apendisitis gangren atau mikroperforasi ditutupi oleh
omentum
2. Perforasi
Perforasi adalah pecahnya appendiks yang berisi pus sehingga bakteri
menyebar ke rongga perut. Perforasi jarang teijadi dalam 12 jam pertama
sejak awal sakit, tetapi meningkat tajam sesudah 24 jam. Perforasi dapat
diketahui praoperatif pada 70% kasus dengan gambaran klinis yang timbul
lebih dari 36 jam sejak sakit, panas lebih dari 38,50C, tampak toksik, nyeri
tekan seluruh perut, dan leukositosis terutama polymorphonuclear (PMN).
Perforasi, baik berupa perforasi bebas maupun mikroperforasi dapat
menyebabkan peritonitis.
3. Peritononitis
Peritonitis adalah peradangan peritoneum, merupakan komplikasi
berbahaya yang dapat teijadi dalam bentuk akut maupun kronis. Bila infeksi
tersebar luas pada permukaan peritoneum menyebabkan timbulnya
peritonitis umum. Aktivitas peristaltik berkurang sampai timbul ileus
paralitik, usus meregang, dan hilangnya cairan elektrolit mengakibatkan
dehidrasi, syok, gangguan sirkulasi, dan oligouria. Peritonitis disertai rasa
sakit perut yang semakin hebat, muntah, nyeri abdomen, demam, dan
leukositosis.

I. Klasifikasi
1. Apendisitis akut
Apendisitis akut adalah : radang pada jaringan apendiks. Apendisitis
akut pada dasarnya adalah obstruksi lumen yang selanjutnya akan diikuti
oleh proses infeksi dari apendiks.
Penyebab obstruksi dapat berupa :
a. Hiperplasi limfonodi sub mukosa dinding apendiks.
b. Fekalit
c. Benda asing
d. Tumor.
Adanya obstruksi mengakibatkan mucin / cairan mukosa yang
diproduksi tidak dapat keluar dari apendiks, hal ini semakin meningkatkan
tekanan intra luminer sehingga menyebabkan tekanan intra mukosa juga
semakin tinggi.
Tekanan yang tinggi akan menyebabkan infiltrasi kuman ke dinding
apendiks sehingga teijadi peradangan supuratif yang menghasilkan pus /
nanah pada dinding apendiks. Selain obstruksi, apendisitis juga dapat
disebabkan oleh penyebaran infeksi dari organ lain yang kemudian
menyebar secara hematogen ke apendiks.
2. Apendisitis Purulenta (Supurative Appendicitis)
Tekanan dalam lumen yang terus bertambah disertai edema
menyebabkan terbendungnya aliran vena pada dinding appendiks dan
menimbulkan trombosis. Keadaan ini memperberat iskemia dan edema
pada apendiks. Mikroorganisme yang ada di usus besar berinvasi ke dalam

dinding appendiks menimbulkan infeksi serosa sehingga serosa menjadi


suram karena dilapisi eksudat dan fibrin. Pada appendiks dan
mesoappendiks teijadi edema, hiperemia, dan di dalam lumen terdapat
eksudat fibrinopurulen. Ditandai dengan rangsangan peritoneum lokal
seperti nyeri tekan, nyeri lepas di titik Mc Burney, defans muskuler, dan
nyeri pada gerak aktif dan pasif. Nyeri dan defans muskuler dapat teijadi
pada seluruh perut disertai dengan tanda-tanda peritonitis umum.
3. Apendisitis kronik
Diagnosis apendisitis kronik baru dapat ditegakkan jika dipenuhi semua
syarat : riwayat nyeri perut kanan bawah lebih dari dua minggu, radang
kronik apendiks secara makroskopikdan mikroskopik, dan keluhan
menghilang satelah apendektomi.
Kriteria mikroskopik apendiksitis kronik adalah fibrosis menyeluruh
dinding apendiks, sumbatan parsial atau total lumen apendiks, adanya
jaringan parut dan ulkus lama dimukosa, dan infiltrasi sel inflamasi kronik.
Insidens apendisitis kronik antara 1-5 persen.
4. Apendissitis rekurens
Diagnosis rekuren baru dapat dipikirkan jika ada riwayat serangan
nyeri berulang di perut kanan bawah yang mendorong dilakukan apeomi
dan hasil patologi menunjukan peradangan akut. Kelainan ini teijadi bila
serangn apendisitis akut pertama kali sembuh spontan. Namun, apendisitis
tidak perna kembali ke bentuk aslinya karena teijadi fribosis dan jaringan
parut. Resiko untuk teijadinya serangn lagi sekitar 50 persen. Insidens
apendisitis rekurens biasanya dilakukan apendektomi yang diperiksa secara
patologik.
Pada apendiktitis rekurensi biasanya dilakukan apendektomi karena
sering penderita datang dalam serangan akut.
5. Mukokel Apendiks
Mukokel apendiks adalah dilatasi kistik dari apendiks yang berisi
musin akibat adanya obstruksi kronik pangkal apendiks, yang biasanya
berupa jaringan fibrosa. Jika isi lumen steril, musin akan tertimbun tanpa
infeksi. Walaupun j arang,mukokel dapat disebabkan oleh suatu
kistadenoma yang dicurigai bisa menjadi ganas.
Penderita sering datang dengan eluhan ringan berupa rasa tidak enak di
perut kanan bawah. Kadang teraba massa memanjang di regio iliaka kanan.
Suatu saat bila teijadi infeksi, akan timbul tanda apendisitis akut.
Pengobatannya adalah apendiktomi.
6. Tumor Apendiks/Adenokarsinoma apendiks
Penyakit ini jarang ditemukan, biasa ditemukan kebetulan sewaktu
apendektomi atas indikasi apendisitis akut. Karena bisa metastasis ke
limfonodi regional, dianjurkan hemikolektomi kanan yang akan memberi
harapan hidup yang jauh lebih baik dibanding hanya apendektomi.
7. Karsinoid Apendiks
Ini merupakan tumor sel argentafin apendiks. Kelainan ini jarang
didiagnosis prabedah,tetapi ditemukan secara kebetulan pada pemeriksaan
patologi atas spesimen apendiks dengan diagnosis prabedah apendisitis
akut. Sindrom karsinoid berupa rangsangan kemerahan (flushing) pada
muka, sesak napas karena spasme bronkus, dan diare ynag hanya
ditemukan pada sekitar 6% kasus tumor karsinoid perut. Sel tumor
memproduksi serotonin yang menyebabkan gejala tersebut di atas.
Meskipun diragukan sebagai keganasan, karsinoid ternyata bisa
memberikan residif dan adanya metastasis sehingga diperlukan opersai
radikal. Bila spesimen patologik apendiks menunjukkan karsinoid dan
pangkal tidak bebas tumor, dilakukan operasi ulang reseksi ileosekal atau
hemikolektomi kanan
J. Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium
Terdiri dari pemeriksaan darah lengkap dan C-reactive protein (CRP).
Pada pemeriksaan darah lengkap ditemukan jumlah leukosit antara
10.000-18.000/mm3 (leukositosis) dan neutrofil di atas 75%, sedangkan
pada CRP ditemukan jumlah serum yang meningkat. CRP adalah salah satu
komponen protein fase akut yang akan meningkat 4-6 jam setelah
teijadinya proses inflamasi, dapat dilihat melalui proses elektroforesis
serum protein. Angka sensitivitas dan spesifisitas CRP yaitu 80% dan 90%.
2. Radiologi
Terdiri dari pemeriksaan ultrasonografi (USG) dan Computed
Tomography Scanning(CT-scan). Pada pemeriksaan USG ditemukan
bagian memanjang pada tempat yang teijadi inflamasi pada appendiks,
sedangkan pada pemeriksaan CT-scan ditemukan bagian yang menyilang
dengan fekalith dan perluasan dari appendiks yang mengalami inflamasi
serta adanya pelebaran sekum. Tingkat akurasi USG 90-94% dengan angka
sensitivitas dan spesifisitas yaitu 85% dan 92%, sedangkan CT- Scan
mempunyai tingkat akurasi 94-100% dengan sensitivitas dan spesifisitas
yang tinggi yaitu 90-100% dan 96-97%.
3. Analisa urin bertujuan untuk mendiagnosa batu ureter dan kemungkinan
infeksi saluran kemih sebagai akibat dari nyeri perut bawah.
4. Pengukuran enzim hati dan tingkatan amilase membantu mendiagnosa
peradangan hati, kandung empedu, dan pankreas.
5. Serum Beta Human Chorionic Gonadotrophin (B-HCG) untuk memeriksa
adanya kemungkinan kehamilan.
6. Pemeriksaan barium enema untuk menentukan lokasi sekum. Pemeriksaan
Barium enema dan Colonoscopy merupakan pemeriksaan awal untuk
kemungkinan karsinoma colon.
7. Pemeriksaan foto polos abdomen tidak menunjukkan tanda pasti Apendisitis,
tetapi mempunyai arti penting dalam membedakan
Apendisitis dengan obstruksi usus halus atau batu ureter kanan.
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
APENDISITIS

A. Pengkajian
1. Data demografi
a. Identitas klien : nama, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama,
suku/bangsa, pendidikan, pekeijaan, alamat, nomor register.
b. Riwayat kesehatan
1) Keluhan utama
Nyeri pada daerah abdomen kanan bawah.
2) Riwayat kesehatan sekarang
Klien mengatakan nyeri pada daerah abdomen kanan bawah yang
menembus kebelakang sampai pada punggung dan mengalami
demam tinggi
3) Riwayat kesehatan dahulu
Apakah klien pernah mengalami operasi sebelumnya pada colon.
4) Riwayat kesehatan keluarga
Apakah anggota keluarga ada yang mengalami jenis penyakit yang
sama.
c. Pemeriksaan fisik
1) Kedaan umum kesadaran composmentis, wajah tampak
menyeringai, konjungtiva anemis.
2) Sistem pencernaan : terdapat nyeri lepas, peristaltik pada usus
ditandai dengan distensi abdomen.
3) Sistem kardiovaskuler : ada distensi vena jugularis, pucat, edema,
TD >110/70mmHg; hipertermi.
4) Sistem respirasi : frekuensi nafas normal (16-20x/menit), dada
simetris, ada tidaknya sumbatan jalan nafas, tidak ada gerakan

cuping hidung, tidak terpasang 02, tidak ada ronchi, whezing,


stridor.
5) Sistem hematologi : teijadi peningkatan leukosit yang merupakan
tanda adanya infeksi dan pendarahan.
6) Sistem urogenital : ada ketegangan kandung kemih dan keluhan
sakit pinggang serta tidak bisa mengeluarkan urin secara lancer.
7) Sistem muskuloskeletal : ada kesulitan dalam pergerakkan karena
proses peijalanan penyakit.
8) Sistem Integumen : terdapat oedema, turgor kulit menurun,
sianosis, pucat.
d. Pola fungsi kesehatan menurut Gordon
1) Pola persepsi dan tatalaksana hidup sehat
Adakah ada kebiasaan merokok, penggunaan obat-obatan, alkohol
dan kebiasaan olahraga (lama frekwensinya), karena dapat
mempengaruhi lamanya penyembuhan luka.
2) Pola nutrisi dan metabolism.
Klien biasanya akan mengalami gangguan pemenuhan nutrisi
akibat pembatasan intake makanan atau minuman sampai
peristaltik usus kembali normal.
3) Pola Eliminasi.
Pada pola eliminasi urine akibat penurunan daya konstraksi
kandung kemih, rasa nyeri atau karena tidak biasa BAK ditempat
tidur akan mempengaruhi pola eliminasi urine. Pola eliminasi alvi
akan mengalami gangguan yang sifatnya sementara karena
pengaruh anastesi sehingga teijadi penurunan fungsi.
4) Pola aktifitas.
Aktifitas dipengaruhi oleh keadaan dan malas bergerak karena rasa
nyeri, aktifitas biasanya terbatas karena harus bedrest berapa waktu
lamanya setelah pembedahan.
5) Pola sensorik dan kognitif.
Ada tidaknya gangguan sensorik nyeri, penglihatan serta
pendengaran, kemampuan berfikir, mengingat masa lalu, orientasi
terhadap orang tua, waktu dan tempat.
6) Pola Tidur dan Istirahat.
Insisi pembedahan dapat menimbulkan nyeri yang sangat sehingga
dapat mengganggu kenyamanan pola tidur klien.
7) Pola Persepsi dan konsep diri.
Penderita menjadi ketergantungan dengan adanya kebiasaan gerak
segala kebutuhan harus dibantu. Klien mengalami kecemasan
tentang keadaan dirinya sehingga penderita mengalami emosi yang
tidak stabil.
8) Pola hubungan.
Dengan keterbatasan gerak kemungkinan penderita tidak bisa
melakukan peran baik dalam keluarganya dan dalam masyarakat,
penderita mengalami emosi yang tidak stabil.
e. Pemeriksaan Diagnostik
1) Ultrasonografi adalah diagnostik untuk apendistis akut.
2) Foto polos abdomen : dapat memperlihatkan distensi sekum,
kelainan non spesifik seperti fekalit dan pola gas dan cairan
abnormal atau untuk mengetahui adanya komplikasi pasca
pembedahan.
3) Pemeriksaan darah rutin : untuk mengetahui adanya peningkatan
leukosit yang merupakan tanda adanya infeksi.
4) Pemeriksaan Laboratorium.
a) Darah : Ditemukan leukosit 10.000 - 18.0000 |i/ml.
b) Urine : Ditemukan sejumlah kecil leukosit dan eritrosit.

An isa Data
No Data Etiologi Masalah
1 Gejala dan tanda mayor Peradangan pada Hipertermi
Ds:- jaringan berhubungan
Do: dengan peradangan
- Suhu tubuh diatas pada jaringan
nilai norrmal Kerusakan kontrol suhu
terhadap inflamasi
Gejala dan tanda minor
Ds: -
Do: Febris
- Kulit merah
- Kejang Hipertermi
- Takikardi
- Takipnea
- Kulit terasa hangat

2 F aktor resiko Apendisitis Resiko infeksi


- Penyakit kronis berhubungan
- Efek prosedur dengan efek
invasif Operasi prosedur invasif
- Malnutrisi 4-
- Peningkatan paparan
Luka incisi
organisme patogen
lingkungan
Kerusakan jaringan
- Ketidakadekuatan
pertahanan

tubuh Pintu masuk kuman


primer
- Ketidakadekuatan
pertahanan Resiko infeksi
3 Gejala dan tanda mayor Ds: Operasi Kerusakan
Do: integritas jaringan
- Kerusakan jaringan berhubungan
dan atau lapisan Luka incisi dengan luka incisi
kulit operasi

Gejala dan tanda minor Kerusakan jaringan


Ds: -
Do:
-Nyeri Ujung saraf terputus
- Perdarahan
- Kemerahan
- Hematoma
Pelepasan^rostaglandin
Kerusakan integritas
jaringan

4 Gejala dan tanda mayor Ds: Peradangan pada Nyeri berhubungan


- Mengeluh nyeri Do: jaringan dengan peradangan
- Tampak meringis pada jaringan
- Bersikap protektif
- Gelisah Kerusakan kontrol suhu
- Frekuensi
nadi
meningkat Sekresi mukus berlebih
- Sulit tidur pada lumen apendik j
Gejala dan tanda minor Ds: Apendik teregang
-
Do:
- Tekanan Spasme dinding apendik
darah
meningkat
Nyeri
- Pola napas berubah
- Nafsu makan
berubah
- Proses
berpikir
terganggu
- Menarik diri
- Berfokus pada diri
5 sendiri Tekanan intraluminal Ketidakefektifan
Gejala dan tanda mayor Ds: lebih dari tekanan vena bersihan jalan
- napas berhubungan
Do: dengan akumulasi
- Batuk tidak efektif Hipoksia jaringan sekret
- Tidak mampu batuk apendik
- Sputum berlebih
- Mengi, wheezing
- Mekonium di jalan Ulcerasi
napas
;
Gejala dan tanda minor Ds: Perforasi
- Dipsnea 1
Sulit bicara
Ortophnea Akumlasi sekret
Do:
Gelisah
Sianosis Ketidakefektifan
Bunyi napas menurun bersihan jalan napas
Frekuensi napas
berlebih
Pola napas berubah
Gejala dan tanda mayor Peristaltik usus Ketidakseimbangan
6 Ds:- menurun nutrisi kurang dari
Do: 1 kebutuhan tubuh
- Berat badan menurun V berhubungan
minimal Distensi abdomen dengan
dibawah I ketidakmampuan
ideal V mencerna makanan
Mual dan muntah
Gejala dan tanda minor I
Ds: 'V
- Cepat kenyang Anoreksia
setelah makan I
- Kram / nyeri V
abdomen Ketidakseimbangan
- Nafsu makan nutrisi kurang dari
menurun kebutuhan tubuh
Do:
- Bising usus hiperaktif
- Otot pengunyah
lemah
- Otot menelan lemah
- Membran mukosa
pucat
- Sariawan
- Serum albumin turun
- Rambut rontok
berlebihan
- Diare
7 F aktor risiko Anoreksia Resiko kekurangan
- Kehilangan cairan 1 volume cairan
secara aktif ▼ berhubungan
- Gangguan absorbsi Mual dan muntah dengan mual,
cairan i muntah
- Usia lanjut Resiko kekurangan
- Kelebihan berat volume cairan
badan
- Status hipermetabolik
- Kegagalan
mekanisme regulasi
- Evaporasi
- Kekurangan
intake
cairan
- Efek
agen

C. Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan akumulasi
sekret
2. Nyeri berhubungan dengan peradangan pada jaringan
3. Hipertermi berhubungan dengan peradangan pada j aringan
4. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan ketidakmampuan mencerna makanan
5. Kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan luka inci si operasi
6. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan mual dan muntah
7. Resiko infeksi berhubungan dengan efek prosedur invasif
D. Intervensi Keperawatan
N Masalah Tujuan dan Intervensi Rasional
o kriteria hasil
d
x
1 Ketidakefek Setelah dilakukan Obesrvasi Observasi
tifan asuhan 1 Kaji fung 1 Takipnea biasanya ada pada
. si .
antar
bersihan keperawatan, maka respirasi beberapa derajat dan dapat
a
status bersihan lain suara ditemukan pada pe-nerimaan
jalan napas ,
jalan napas jumlah, iram atau selama adanya stress/
berhubunga a,
meingkat dengan dan kedalaman proses infeksi akut
n
kriteria hasil: nafas, serta catat
akumulasi
- Produksi pula mengenai 2 Acuan mengetahui kadar
sekret penggunaa ot
sputum n ot umum pasien
menurun nafas tambahan.
- Mengi 2 Monitor tand
. a-
menurun tanda vital
- Wheezing
menurun

- Mekonium Teurapetik Teurapetik


menurun 1 Auskultasi suara 1. Bersihan jalan nafas
.
- Frekuensi nafas yang tidak efektif dapat
napas dimanifestasi-kan
membaik dengan adanya bunyi
- Pola napas nafas adven-tisius
membaik 2 Atur posisi 2. Membantu
. pasien
semi fowler paru.
3 Berikan air 3. Penggunaan
.
hangat hangat dapat
me-
nurunkan

spasme
bronkus.
Edukasi
1. Ajarkan pasien
Edukasi
batuk efektif
1. Membantu

menge
luarkan sputum dima-
na dapat

mengganggu
Kolaborasi
ventilasi dan ketidak-
1. Kolaborasi
nyamanan upaya ber-
dengan dok-ter
nafas.
dalam pemberian
oksigen
Kolaborasi
1. Memaksimalkan
bernafas dan menu-
runkan kerja nafas,
2 Nyeri Setelah dilakukan Observasi Observasi
berhubunga asuhan 1. Identifikasi lokasi, 1. Untuk mengetahui daerah
n keperawatan, maka karakteristik, durasi, nyeri, kualitas, kapan
status tingkat nyeri
frekuensi, kualitas, nyeri dirasakan, faktor
dengan menurun dengan
intensitas nyeri. pencetus, berat ringannya
peradangan kriteria hasil:
nyeri yang dirasakan.
pada - Keluhan nyeri
2. Identifikasi respons 2. Mengetahui keadaan tidak
jaringan menurun
nyeri non verbal menyenangkan klien yang
- Meringis
menurun tidak sempat dan tidak
- Sikap bisa di gambarkan oleh
klien.
protektif 3. Pemberian
menurun 3. Monitor
- Gelisah analgetik
menurun efek untuk
- Kesulitan samping
tidur mengendalikan
penggunaan
menurun nyeri.
analgesik.
- Frekuensi
nadi
membaik Terapeutik
Terapeutik
1. Meringankan
1. Berikan teknik non
farmakologis
atau
untuk
mengurangi
mengurangi
nyeri
rasa
sampai pada tingkat
nyeri (mis. TENS,
yang dapat diterima
hypnosis,
pasien.
akupresur, terapi

music,
biofeedback, terapi
pijat, aromaterapi,
teknik

imajinasi,
terbimbing,
kompres
hangat/dingin, Edukasi
terapi bermain) 1. Untuk mengetahui
nyeri. fowler

untuk
3 Hipertermi Setelah dilakukan Observasi Observasi
berhubunga asuhan 1 Identifikasi 1 Untuk
. .
n dengan keperawatan, maka penyebab penyebab teijadinya
peradangan status hipertermia hipertermia pada
termoregulasi klien
pada
membaik, dengan
jaringan
kriteria hasil:
2 Monitor suhu 2 Suhu yang tinggi
-Menggigil
. .
menurun tubuh memungkinkan

-Kulit teijadinya infeksi


merah 3 Monitor kadar 3 Untuk
. .
menurun elektrolit menyeimb angkan
- Suhu tubuh
kadarcairan

membaik tubuh
- Suhu kulit

membaik
Terapeutik Terapeutik
- Tekanan
1 Sediakan 1 Suhu ruangan yang
darah . lingkungan . dingin
membaik yang
dingin. akan
mempertahankan
suhu
mendekati normal.

2 2
. Longgarkan . Proses konveksi akan
terhalang oleh
atau lepaskan
pakaian
pakaian ketat dan
tidak
menyerap keringat
3 Berikan cairan 3 Untuk
. .
oral menyeimb angkan
kadar cairan tubuh

Edukasi Edukasi
1. Anjurkan tirah 1. Mencegah komplikasi
baring serta

mempercepat

Kolaborasi proses penyembuhan

1. Kolaborasi
pemberian Kolaborasi

cairan 1. Untuk memperbaiki


keti dakseimb angan
dan cairan/elektrolit
elektrolit intravena

4 Ketidaksei Setelah dilakukan Observasi Observasi


m
bangan asuhan 1. 1.
nutrisi keperawatan, maka Identifikasi Untuk
status
kurang dari status nutrisi derajat status nutrisi
membaik, dengan
kebutuhan klien
kriteria hasil:
tubuh 2. 2.
-Porsi
berhubunga makan Monitor berat Mengetahui
n badan perkembangan berat
yang
ketidakma
dihabiskan badan pasien (berat
m
badan
puan meningkat
mencerna - Perasaan salah satu indikasi
untuk
makanan cepat
kenyang diet)
menurun -Nyeri 3. 3.
abdomen Identifikais Untuk mengontrol
menurun
kebutuhan kadar
-Berat
kalori dan
badan kebutuhan
jenis nutrisi
membaik kalori dan jenis
- Indeks
nutrisi
4.
masa
4.
tubuh
Monitor
Untuk
membaik asupan
makanan
mengetahui
tentang keadaan dan
kebutuhan

nutrisi
Terapeutik pasien sehingga
1. dapat diberikan
Sajikan tindakan dan
makanan pengaturan diet yang
secara menarik adekuat

dan
Terapeutik
suhu
1.

yang Makanan

sesuai
yang
2.
menarik
Berikan
makanan dapat
tinggi serat membantu
Edukasi Edukasi
1. 1.
Anjurkan Dengan
posisi mengajarkan gun
posisi duduk a
duduk
memberikan
kenyamanan untu
pasien k

Kolaborasi Kolaborasi
1. Ajarkan
1 .Dengan
di
yang mengajarkan
et
diprogramkan yang tela
h
diprogramka gun
n a
mempertahankan
agar
teta
berat badan
p
dalam batas normal

5 Kerusakan Setelah dilakukan Observasi Observasi


integritas asuhan 1. 1.
Untuk
jaringan keperawatan, maka Identifikasi
berhubunga integritas kulit dan penyebab penyebab kerusakan
n jaringan meningkat,
gangguan jaringan yan
dengan
luka incisi integritas kulit disebabkan g ol
hasil:
operasi - Elastisitas (misal perubahan
perubahan penurunan
mobilisasi
meningkat
fisik.
- Hidrasi sirkulasi,
perubahan
meningkat
- Kerusakan
status
nutrisi,
jaringan penurunan
menurun kelembaban, Terapeutik
- Kerusakan suhu lingkungan 1.
lapisan kulit ekstrem, Untuk mencegah
menurun -Duhu
penurunan teijadinya infeksi atau
kulit membaik
mobilitas) kerusakan jaringan
seperti lecet
(decubitus)
2.
Untuk melancarkan
peredaran darah dan
mengurangi rasa pegal

Terapeutik 3.
1. Produk berbahan dasar
Ubah posisi tiap alkohol akan
2 jam jika tirah memperparah keadaan
baring integritas kulit.

Lakukan
pemijatan pada
area penonjolan
tulang, jika perlu

Hindari produk
berbahan dasar
alkohol

pada
Edukasi
kulit kering
1.
Edukasi Untuk
1.
Anjurkan menjaga
menggunakan kelembaban kulit
2 agar tidak mudah
pelembab .
lecet
2.
njurkan ntuk
minum
6 Resiko Setelah dilakukan Observasi Observasi
menjaga
asuhan 1 1 Untuk mendeteksi
kekurangan Periksa tanda
keperawatan, maka
. . dini
volume dan
kekurangan cairan
cairan status
gejala
berhubunga
cairan
kekurangan
n
membaik, dengan
- Kekuatan 2 Monitor intake 2 Untuk
mual, . .
nadi dan
muntah mengetahui
cairan
meningkat cairan
dibutuhkan
- Turgor
kulit

meningkat Terapeutik
lerapeutik
-Output 1 Hitung
urine . 1 Untuk
kebutuhan
meningkat cairan yang tepat
- Frekuensi
cairan
dosis
nadi

membaik
- Tekanan 2 Berikan asupan 2. Untuk
darah . cairan oral keseimbangan cairan
membaik
dalam tubuh
- Membran
mukosa

membaik Edukasi Edukasi


1 Kolaborasi Untuk
. 1.
pemberian cairan yang hilang
cairan I
V
isotonis

7 Resiko Setelah dilakukan Observasi Observasi


infeksi asuhan 1 1.
.
berhubungan keperawatan, maka Identifikasi Untuk meningkatkan
dengan efek tingkat
riwayat derajat kesehatan
prosedur
infeksi kesehatan dan dengan melakukan
invasif
menurun, dengan riwayat alergi imunisasi yang telah
kriteria hasil: diprogramkan
2
- Demam
- Kemerahan . 2.
menurun Identifikasi Untuk meningkatkan

-Nyeri status imunisasi sistem kekebalan


menurun setiap tubuh
- Bengkak kunjungan k
e
menurun pelayanan
- Kadar sel kesehatan
darah
putih membaik
Terapeutik Terapeutik
1 1.
.
Berikan Untuk meningkatkan
suntikan pada derajat
bayi di bagian
kesehatan
paha
sedari dini
anterolacteal
2.
Jadwalkan
2.
imunisasi pada
Untuk meningkatkan
interval waktu
kepatuhan
yang tepat

dalam
imunisasi dan untuk
meningkatkan
derajat kesehatan
dengan cara
Edukasi
melakukan imunisasi
1.
secara bertahap yang
Jelaskan
telah diprogramkan
tujuan,
manfaat, Edukasi
reaksi yang 1.
teijadi Untuk meningkatkan
pengetahuan pasien
2.
Informasikan 2.
imunisasi yang Untuk meningkatkan
diwajibkan derajat
pemerintah,
misal hepatitis kesehatan
dan lain-lain
DAFTAR PUSTAKA

Elizabeth, J, Corwin. (2009). Biku saku Fatofisiologi, EGC, Jakarta.


Johnson, M.,eZ all, 2002, Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition,
IOWA Intervention Project, Mosby.
Mansjoer, A. (2001). Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : Media Aesculapius FKUI
Me Closkey, C.J., let all, 2002, Nursing Interventions Classification (NIC) second
Edition, IOWA Intervention Project, Mosby.
NANDA, 2012, Diagnosis Keperawatan NANDA : Definisi dan Klasifikasi.
Smeltzer, Bare (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Brunner & Suddart.
Edisi 8. Volume 2. Jakarta, EGC

Anda mungkin juga menyukai