Anda di halaman 1dari 46

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Proses Penuaan

Proses penuaan atau aging merupakan proses alami yang akan terjadi pada

semua manusia. Umumnya menjadi tua dianggap hal yang wajar, sehingga semua

masalah yang muncul dianggap memang seharusnya dialami, mengapa kita menjadi

tua, sakit dan akhirnya meninggal.

Penuaan adalah kelemahan dan kegagalan fisik maupun mental yang

berhubungan dengan proses penuaan secara normal disebabkan oleh disfungsi

fisiologis, tetapi dalam banyak kasus dapat diubah dengan intervensi kedokteran

yang tepat (Goldman dan Klatz, 2007). Pencegahan penuaan menghasilkan

optimalisasi berbagai organ tubuh sehingga sistem organ tubuh dapat berfungsi

seperti pada usia lebih muda dengan umur kronologis yang lebih tua. Hal ini dapat

dilihat dari penampilan dan kualitas hidupnya lebih muda dibandingkan dengan usia

sebenarnya (Pangkahila, 2012).

Perkembangan Ilmu Kedokteran saat ini, telah membawa konsep baru tentang

penuaan, dimana penuaan diperlakukan sebagai suatu penyakit yang dapat diobati

bahkan dapat dicegah, sehingga usia harapan hidup menjadi lebih panjang dengan

kualitas hidup yang lebih baik, Ilmu ini dikenal dengan Anti Aging Medicine

(Pangkahila, 2011).

9
10

2.2 Hiperpigmentasi

Hiperpigmentasi adalah kondisi kelebihan pigmen pada kulit yang salah

satunya disebabkan karena paparan sinar ultraviolet (UV) . Hiperpigmentasi adalah

salah satu masalah estetika kulit yang sering dikeluhkan masyarakat Indonesia,

terutama oleh perempuan ditandai dengan terbentuknya flek hitam atau noda coklat

pada kulit. Hiperpigmentasi lebih sering terjadi pada tipe warna kulit yang lebih gelap

.khususnya ras Hispanik, Asia, atau Afro-Amerika. Kelainan ini lebih sering dialami

oleh perempuan daripada laki-laki, terutama perempuan usia reproduktif (Ingber,

2009). Hiperpigmentasi merupakan penumpukan melanin pada kulit yang dapat

dicegah dengan senyawa antioksidan.

Sinar UV dapat meningkatkan sintesis melanin pada kulit. Biokatalis yang

berperan dalam sintesis melanin adalah enzim tirosinase. Mekanisme sinar UV

menyebabkan hiperpigmentasi melalui jalur oksidatif. Bila produksi melanin berlebih

dapat mengarah pada terjadinya penumpukkan melanin pada permukaan kulit

(hiperpigmentasi).

Hiperpigmentasi kulit dapat disebabkan oleh peningkatan jumlah melanin

di epidermis seperti pada kasus lentigo, peningkatan jumlah melanin di epidermis

dan dermis bagian atas yang tersebar pada melasma. Lentigo dan melasma

merupakan kelainan akibat proses penuaan yang paling sering dikeluhkan oleh

masyarakat sehingga mengganggu tampilan fisik seseorang dan menyebabkan

kurang percaya diri (Baumann dan Saghari, 2009b).

Dampak psikis dari perubahan warna kulit muka berupa bercak hitam atau

coklat di wajah akan menurunkan rasa percaya dan harga dirinya, serta

menimbulkan keragu-raguan untuk melakukan hubungan sosial dengan orang lain,


11

yang akan memberi pengaruh pada bidang pekerjaan, sehingga mengakibatkan

produktivitas kerja menurun. Banyak cara telah dilakukan untuk mengobati

melasma, tetapi belum ada satu carapun yang memuaskan dalam mengobati

melasma. Dewasa ini telah banyak produsen obat-obatan serta kosmetik yang

berlomba-lomba membuat berbagai macam produk, namun belum ada juga yang

berhasil sepenuhnya untuk mengatasi melasma. Berkembangnya kebutuhan

masyarakat terutama kaum wanita akan penampilan diri sekaligus estetika, ini

membawa arus global pada kemajuan industri peralatan yang berhubungan dengan

kesehatan kulit dan kecantikan, obat-obatan topikal maupun sistemik, serta bahan-

bahan kosmetik (Wirohadidjoyo, 2009).

Penanggulangan melasma meliputi pengetahuan tentang latar belakang dan

penyebab kelainan tersebut, menilai dasar kulit dan menentukan jenis bahan

pemutih atau agen depigmentasi, pemilihan tabir surya, tindakan-tindakan lain

sebagai alternatif, serta perawatan kulit paska pengobatan. Penanggulangan

melasma yang sulit membuat banyak orang mengambil tindakan lebih baik

mencegah dari pada mengobatinya. Salah satu cara untuk mencegah yaitu dengan

menggunakan tabir surya serta antioksidan seperti vitamin. Antioksidan alami

umumnya banyak terdapat pada buah-buahan dan sayuran dimana banyak

mengandung vitamin A, C, E, η 3 fatty acids, serta nonvitamin tertentu yang

terdapat dalam tanaman yang dapat mencegah kerusakan kulit karena penuaan,

sinar matahari atau kanker. Banyak penelitian menemukan bahwa antioksidan dapat

meningkatkan produksi kolagen, mencegah kerusakan kulit karena UVA dan UVB,
12

mengoreksi masalah pigmentasi pada kulit, serta memperbaiki situasi radang pada

kulit (Pandel et al., 2013).

Pada penelitian in vitro, setelah terpajan sinar UV melanin dapat

membentuk hidrogen peroksida dan anion superoksida yang dapat menyebabkan

mutasi pada melanosit maupun sel lainnya (Brenner dan Hearing, 2008). Proses

pembentukan melanin di melanosom bermula dari hidroksilasi Ltirosin menjadi L-

dopa dan oksidasi Ldopa menjadi dopakuinon; kedua proses ini memerlukan

aktivitas dari enzim tirosinase. Dopakuinon akan dipolimerisasi secara spontan

membentuk melanin. Enzim tirosinase akan bekerja langsung pada saat distimulasi

oleh sinar UV. Paparan sinar ultraviolet A (UV-A) dengan panjang gelombang 320-

400 nm menghasilkan intermediate pigmentary darkening. Pada proses

pembentukan melanin di melanosom, terdapat peningkatan aktivitas enzim

tirosinase, penambahan jumlah sel melanosit dan peningkatan distribusi melanin ke

keratinosit; pigmentasi ini mulai terjadi 2-3 hari setelah paparan dan bertahan

selama 10-14 hari (Bauman dan Saghari,2009).

Pembentukan melanin di melanosome bermula dari hidroksilasi L-tirosin

menjadi L-dopa dan oksidasi L-dopa menjadi dopakuinon, kedua proses ini

memerlukan aktivitas dari enzim tirosinase. Dopakuinon akan dipolimerisasi secara

spontan membentuk melanin. Sinar ultraviolet akan menstimulasi aktivitas enzim

tirosinase dan meningkatkan jumlah melanosit yang memproduksi melanin.

Akibatnya transfer melanosome dari melanosit ke keratinosit akan meningkat dan

jumlah melanin akan meningkat (Baumann dan Saghari,2009a).


13

Melanogenesis pada kulit manusia dipengaruhi oleh faktor eksternal

maupun faktor internal. Faktor eksternal yang paling sering terjadi adalah paparan

sinar UV dan obat-obatan, sedangkan dari faktor internal adalah hormon dan

inflamasi (Costin dan Hearing, 2007).

Faktor lain yang dapat mempengaruhi terjadinya melasma adalah hormon

seksual pada perempuan, estrogen dan progesteron. Peningkatan estrogen dan

progesteron saat kehamilan dapat merangsang Melanocyte Stimulating Hormone

(MSH) meningkat saat kehamilan dan kemungkinan timbulnya melasma.

Kontrasepsi hormon mengandung hormon estrogen dan progesteron, atau

progesteron saja. Hormon estrogen berperan langsung terhadap melanosit dan

menyebabkan meningkatnya jumlah melanin dalam sel. Tingginya hormon

estrogen dan progesteron pada penderita dengan penyakit hormonal yang

berhubungan dengan hormon tersebut, seperti myoma uteri, tumor payudara, kista

ovarium, dan kelainan tiroid, dapat meningkatkan pengaruh timbulnya melasma.

Hormon progesteron menyebabkan meningkatnya penyebaran melanin dalam sel.

Kedua mekanisme ini dibantu oleh hormon peptide dan glikoprotein serta

melibatkan aktivitas cyclic adenosin monophosphat (c-AMP) pada membran sel dan

mengakibatkan meningkatnya pembentukan tirosinase, melanin, dan

penyebarannya. Efek lainnya menghentikan kerja inhibitor. Semua proses tersebut

mengakibatkan adanya hiperpigmentasi (Muller dan Rees, 2014).

Saat ini di pasaran banyak produk yang dikenal sebagai krim pencerah.

Bahan topikal yang digunakan untuk anti hiperpigmentasi biasanya mengandung

zat yang menghambat melanogenesis. Hidrokuinon 4% merupakan baku emas


14

terapi hiperpigmentasi selama bertahun-tahun. Mekanisme kerjanya ialah

menghambat kerja enzim tirosinase, merusak sel melanosit langsung, mempercepat

degradasi melanosom, dan menghambat sintesis enzim melanogenesis (Bruce,

2013). Penggunaan hidrokuinon jangka panjang dapat menimbulkan efek samping

yaitu: iritasi, rebound phenomenon, dan okronosis. Oleh karena itu penggunaan

hidrokuinon saat ini sudah mulai sangat dibatasi. Berdasarkan hal tersebut, maka

perlu dicari bahan-bahan pemutih kulit lain yang bersifat alami dengan efek

samping yang lebih sedikit. (Bauman dan Alleman, 2009).

2.3 Efek Sinar Matahari

Ultraviolet B (UVB) merupakan spektrum radiasi ultraviolet dengan

panjang gelombang 290 – 320 nm, dan merupakan sinar ultraviolet yang paling

efektif menembus bumi dan mengakibatkan kerusakan pada kulit manusia.

Kerusakan yang terjadi oleh karena ultraviolet B adalah lebih pada kerusakan DNA

sel yang merupakan kromofornya. Sinar UVB banyak terserap ke epidermis dan

menembus ke papila dermis. Gejala kerusakan yang terjadi akibat penyerapan UVB

ke epidermis berupa eritema. Panjang gelombang dari ultraviolet yang paling

efektif menyebabkan eritema yaitu 250-290 nm dan semakin berkurang efek

eritemanya seiring dengan bertambahnya panjang gelombang.


15

Gambar 2.1

Radiasi Sinar UVA dan UVB Pada Kulit (Bernerd et al.,2012)

Pada paparan sinar UVB tunggal dengan dosis suberitema, gejala eritema

berangsur berkurang dalam waktu 24 jam. Pada paparan berulang akan terjadi efek

kumulatif dan terjadilah eritema. Gejala eritema setelah paparan sinar UV Bakan

terjadi kemudian dalam waktu 3-5 jam dan maksimal pada 12-24 jam kemudian,

dan berkurang dalam 72 jam. Sebelum terjadi eritema maka akan terjadi

vasodilatasi pembuluh darah. Secara histopatologis pada studi dengan potongan

kulit 1-μm yang disinari UVB tunggal dengan dosis tiga MED (minimal erythema

dose) terjadi kerusakan sel keratinosit pada 30 menit setelah paparan, dan paling

jelas pada 24 jam kemudian. Setelah 72 jam sel keratinosit yang rusak berubah

menjadi parakeratotik dan pembesaran sel endotel terjadi setelah 30 menit sampai

maksimal 24 jam setelahnya (Yaar dan Gilchrest, 2008).


16

2.3.1 Efek Akut Sinar Matahari

2.3.1.1 Eritema

Eritema atau sunburnadalah reaksi inflamasi akut yang ditandai dengan

kemerahan setelah paparan sinar UV. Eritema yang terbentuk tergantung pada

panjang gelombang UVA. Sinar UVA dibagi menjadi dua, yaitu UVA 1 (340-400

nm) dan UVA 2 (320-340 nm), dimana UVA 2 lebih meningkatkan eritema

dibanding UVA 1. Eritema juga dapat disebabkan oleh paparan sinar UVB, namun

responnya jauh lebih lambat (D’Orazio, 2013).

Eritema disebabkan oleh terjadinya vasodilatasi pembuluh darah akibat

interaksi antara Reactive Oxygen Species (ROS) dengan sel mast yang ada di lapisan

atas dermis. Sel mast akan melepaskan mediator – mediator yang dapat

menginduksi terjadinya vasodilatasi pembuluh darah, seperti histamin, sehingga

menyebabkan timbulnya eritema pada kulit.ROS dapat terbentuk melalui

mekanisme fotosensitisasi, dimana sinar UV-B diserap oleh sensitizer yang

tereksitasi sehingga terbentuk suatu ROS. ROS dapat menyebabkan terjadinya

kerusakan struktural kulit, kerusakan pembuluh darah kulit, pigmentasi yang tidak

merata hingga terjadinya kanker (D’Orazio, 2013).

2.3.1.2 Pigmentasi

Keluhan yang sering dikeluhkan pasien adalah hiperpigmentasi adalah

seperti freckles, lentigo, dan melasma (Bauman dan Saghari, 2009). Respon

pigmentasi kulit mengikuti paparan sinar matahari yang terdiri dari reaksi

kecoklatan (Tanning) dan pembentukan melanin baru. Respon kecoklatan pada

kulit tergantung panjang gelombang ultraviolet. Eritema yang diinduksi oleh UVB
17

diikuti dengan pigmentasi. Melanisasi yang terjadi akibat paparan kumulatif UVA

bertahan lebih lama dibandingkan yang terjadi akibat paparan UVB. Perbedaan ini

terjadi akibat lokalisasi pigmen yang diinduksi UVA lebih basal (Ardi, 2011).

Paparan sinar UVA menghasilkan intermediate pigmentari darkening. Pada

proses tersebut terdapat peningkatan oxidasi dan distribusi dari melanin yang sudah

terbentuk sebelumnya, terjadi beberapa menit setelah paparan dan bertahan selama

6-8 jam. Paparan sinar UVA dan UVB menghasilkan delay pigmentari darkening,

pada proses ini terdapat peningkatan aktifitas tyrosinase, pembentukan melanin,

bertambahnya jumlah sel melanosit dan meningkatnya distribusi melanin ke

keratinosit, mulai terjadi 2-3 hari setelah paparan dan bertahan selama 10-14 hari

(Baumann dan Saghari, 2009).

2.3.1.3 Kerusakan DNA

Melanin merupakan pelindung bagi sel kulit, karena melanin akan

mengelilingi permukaan inti sel, menyerap proton dan radikal bebas sebelum

bereaksi dengan DNA dan sel-sel lainnya. Paparan sinar matahari yang berlebihan

dan kronis akan menembus kemampuan proteksi kulit ini, sehingga dapat

menyebabkan kerusakan hingga pada tingkat DNA. Kerusakan DNA dapat

menyebabkan p53 mengaktifkan cell-cycle arrest dan memfasilitasi perbaikan

DNA. Tetapi, apabila kerusakan DNA tidak dapat diperbaiki maka p53 akan

menstimulasi jalur apoptosis (Baumann dan Saghari, 2009b).


18

2.3.1.4 Penekanan sistem imun

Paparan sinar UV dapat menyebabkan penekanan sistem imun. Proses

penekanan sistem imun ini disebabkan oleh kombinasi antara kerusakan DNA,

pengurangan jumlah sel langerhans kulit dan sitokin. Gagalnya proses imun ini

menyebabkan meningkatnya insidensi penyakit infeksi sampai terjadinya kanker

kulit (Alam dan Havey, 2010).

Tabel 2.1
19

Pigmentasi kulit, Fitzpatrick Scale dan resiko sinar UV (Orazio, 2013)

Fitzpatr Epider Respon MED Resi


ick Phenotype mal Cutanius (mJ/cm2) ko
Phototy Eumela terhadap canc
pe nin UV er
Kulit putih terang,
I mata +/- Selalu 15 – 30 ++++
biru/hijau,series terbakar,
terjadi frenckle di peels, tidak
eropa utara/British pernah tans
Kulit berwarna
II putih, mata biru, + Mudah 25 - 30 +++/
hazel atau coklat, terbakar, ++++
rambut merah, peels,
pirang atau coklat, minimal
eropa/skandinavia Tans
III Kulit putih, mata +++ Terbakar, 30 - 50 +++
coklat, rambut moderat,
gelap, Eropa tanning
selatan/Eropa
Kulit coklat terang, 40 - 90 ++
IV mata gelap, rambut +++ Jarang
gelap, terbakar,
mediteraania, Asia mudah Tans
atau latin
Kulit coklat, mata
V gelap, rambut ++++ Jarang 60 - 90 +
gelap, indian timur, terbakar,
Amerika Asli, mudah Tans
latino atau Africa

VI Kulit hitam, mata +++++ Hampir tidak 90 – 150 +/-


gelap, Africa atau pernah
aborigin terbakar,
Tans terjadi
20

Keterangan tabel 2.1: Klasifikasi tipe kulit Fitzpatrick saat ini menyatakan enam

tipe kulit berbeda, warna kulit, dan reaksi terhadap paparan matahari yaitu sangat

terang (tipe kulit I) hingga sangat gelap (tipe kulit VI). Dua faktor utama yang

memengaruhi tipe kulit adalah, disposisi genetik,dan reaksi kulit menjadi cokelat

terhadap paparan matahari (Lloyd, 2009). Kulit berwarna paling sering ditentukan

sebagai fototipe kulit Fitzpatrick IV hingga VI. Tipe kulit tersebut mudah

kecokelatan dan jarang atau tidak pernah terbakar. Sistem penentuan tipe kulit ini

telah berkembang untuk menggambarkan warna kulit pasien (Sachdeva, 2009).

2.3.2 Efek Kronik Sinar Matahari

2.3.2.1 Photoaging

Photoaging merupakan bentuk kerusakan kulit yang disebabkan oleh

paparan kronis sinar UV, kasus ini lebih banyak dibandingkan kanker kulit.

Paparan kronis sinar UV menyebabkan penuaan kulit dini yang ditandai dengan

kerutan halus dan kasar, dispigmentasi, perubahan tekstur kulit, hilangnya

elastisitas kulit dan aktinik keratosis. Manifestasi klinis ini disebabkan oleh

perubahan dari dermis. Radiasi oleh sinar UVB lebih banyak diserap oleh

jaringan epidermis, hal ini yang menyebabkan banyak perubahan pada

keratinosit.

Radiasi sinar UVA dapat mempengaruhi baik keratinosit epidermis

maupun fibroblast di dermis. Pengaruh UVA terhadap penuaan kulit bersifat

tidak langsung, yaitu dengan terbentuknya ROS, kemudian akan merusak untai

DNA, mengaktivasi faktor transkripsi dan peroksidasi lipid. Sebaliknya,

pengaruh UVB terhadap penuaan kulit bersifat langsung, yaitu terjadi cross-
21

linking basa pirimidin maupun kerusakan-kerusakan DNA lainnya (Alam dan

Havey, 2010).

2.3.2.2 Fotokarsinogenesis

Kerusakan DNA akibat paparan kronis sinar UV merupakan penyebab

utama terjadinya kanker kulit. Data epidemiologi menunjukkan bahwa paparan

kronis sinar UV merupakan penyebab 65% melanoma dan 90% kanker kulit

nonmelanoma. Kanker kulit primer diklasifikasikan berdasarkan sel asal dari

kanker tersebut: skuamous sel karsinoma dan basal sel karsinoma berasal dari

keratinosit epidermis, sedangkan melanoma maligna berasal dari melanosit.

Penelitian menunjukkan bahwa basal sel karsinoma terjadi akibat paparan sinar UV

yang merubah jalur sinyal hedgehog yang merupakan sinyal untuk pertumbuhan sel

(Brown dan Schleve, 2011).

2.4 Kulit

Kulit merupakan pembungkus yang elastis yang terletak paling luar

yang melindungi tubuh dari pengaruh lingkunganhidup manusiadan merupakan

alat tubuh yang terberat dan terluas ukurannya, yaitu kira-kira 15% dari berat

tubuh dan luaskulit orang dewasa1,5m2. Kulit sangat kompleks,elastis dan

sensitif, serta sangat bervariasipada keadaan iklim, umur, seks, ras, dan juga

bergantung pada lokasi tubuhserta memiliki variasi mengenai lembut, tipis, dan

tebalnya. Rata-rata tebal kulit 1-2m. Paling tebal (6mm) terdapat di telapak

tangan dan kaki dan paling tipis (0,5 mm) terdapat di penis.Kulit merupakan

organ yang vital dan esensial serta merupakan cermin kesehatan dan kehidupan

(Djuanda, 2007).
22

Kulit merupakan organ terbesar manusia penampilan kulit menjadi media

komunikasi yang memberi informasi tentang individu tersebut seperti kesehatan

nya secara umum,etnis atau ras, gaya hidup dan usia. Kualitas penampilan kulit

ditentukan oleh warna kulit, tekstur dan bentuk (Fisher et al., 2008).Kulit terdiri

dari 3 lapisan berturut - turut terdiri luar ke dalam yaitu epidermis, dermis, dan

hipordermis (subkutan). Epidermis terdiri dari 5 lapisan berturut- turut dari luar ke

dalam yaitu stratum korneum, stratum lusidum, stratum spinosum, stratum

granulosum, dan stratum basalis. Epidermis adalah strukturyang dinamis dimana

95% tersusun oleh keratinosit yang terdiferensiasi. Sel - sel lain pada epidermis

yaitu melanosit, sel langerhans, dan sel merkel.

Gambar 2.2

Gambaran Histologis Jaringan Kulit (Scott dan Bennion, 2011)

2.4.1 Lapisan Epidermis


23

Lapisan epidermis merupakan bagian terluar dari kulit. Lapisan ini memberikan

tekstur kulit, kelembaban dan warna kulit. Epidermis disusun oleh lapisan

keratinosit, dimana keratinosit ini dihasilkan dari stem cells yang berada di bagian

basal epidermis yang disebut dermal-epidermal junction (DEJ). Sel keratinosit

yang dihasilkan akan berkembang dan bermigrasi ke atas epidermis, proses ini

disebut keratinisasi. Berdasarkan proses keratinisasi dan pematangan keratinosit,

maka epidermis menurut Baumann dan Saghari (2009) dibagi menjadi sebagai

berikut:

1. Stratum Basal. Sel basal bertanggung jawab terhadap populasi sel

epidermis. Lapisan ini terdiri dari 10% stem cells, 50% amplifying cells dan

40% postmitotic cells. Secara normal, stem cells membelah perlahan, tetapi

dalam kondisi tertentu seperti proses penyembuhan dan terpapar oleh

growth factor, stem cells akan membelah dengan cepat. Amplifying cells

bertanggung jawab terhadap pembelahan sel secara keseluruhan untuk

menjadi postmitotic cells yang akan bermigrasi ke lapisan lebih atas.

2. Stratum spinosum. Lapisan ini terdiri dari 5-12 lapisan mengandung granula

lamelar, ceramids, kolesterol, beberapa enzim seperti protease, fosfatase,

lipase dan glikosidase. Granula lamelar mengandung cathelicidin dan

peptida antimikroba. Pada lapisan ini diikat oleh desmosom, yang berfungsi

sebagai filamen intermediet antar sel keratinosit.

3. Stratum granulosum. Lapisan ini terdiri dari 1-3 lapisan sel granula

keratohialin mengandung profilagrin yang merupakan prekursor filagrin.

Protein filagrin akan mengalami cross-link dengan filamen keratin sehingga


24

membentuk struktur yang kuat. Sel granula ini memiliki kemampuan

anabolik untuk disolusi inti sel dan organel.

4. Stratum korneum. Lapisan ini terdiri dari 15 lapisan yang sudah tidak

mengandung organel sel. Bangunan lapisan ini disebut “brick-mortar”,

dimana brick merupakan sel keratinosit, sedangkan mortar merupakan lipid

dan protein yang berasal dari granula lamelar. Lapisan ini banyak

mengandung asam amino sehingga punya kemampuan mengikat air.

Stratum korneum disebut juga lapisan mati, karena sel sudah tidak

mensintesi protein dan tidak dapat menangkap sinyal sel. Fungsi dari lapisan

ini sebagai pelindung transepidermal water loss (TEWL), kelembaban dan

fleksibilitas kulit. Siklus keratinisasi ini berlangsung selama 26-42 hari.

Beberapa sel lainnya yang terdapat di lapisan epidermis adalah sel melanosit,

yaitu sel dendritik di stratum basal, berfungsi mensintesis melanin. Satu sel

melanosit akan mendistribusikan melanin ke 36 lapisan keratinosit. Sel Langerhans

berfungsi sebagai imunitas, dan sel Merkel, fungsinya masih belum jelas, tetapi sel

ini berkaitan dengan serabut saraf dan kelenjar endokrin (Scott dan Bennion, 2011).

Membran basal, merupakan lapisan homogen dengan ketebalan 0,5-1 mm

mengandung banyak komponen pengikat antara stratum basal dengan lapisan

dermis. Lapisan atas membran basal adalah tonofilamen sitoplasma dari sel basal

yang akan mengikat membran basal oleh hemidesmosom. Hemidesmosom

berikatan dengan lamina lusida dan lamina densa dari membran basal. Membran ini

akan mengeluarkan serat fibril yang dapat mengikat serat kolagen di lapisan dermis,
25

sehingga lapisan ini akan membentuk struktur yang kuat dan stabil dalam mengikat

seluruh lapisan epidermis sampai dengan lapisan dermis (Scott dan Bennion, 2011).

Gambar 2.3

Lapisan-lapisan epidermis kulit tebal (Mescher, 2010)

2.4.2 Lapisan Dermis

Lapisan ini berada di bawah epidermis dengan ketebalan yang jauh lebih

tebal dari epidermis, merupakan komponen terbesar pembentuk kulit sehingga

mempertahankan elasitisitas dan kekuatan peregangan kulit. Dermis melindungi

tubuh dari trauma mekanik, mengikat air dan berperan pada termoregulasi dan

mengandung reseptor berbagai stimuli. Dermis bekerjasama dengan epidermis

dalam mempertahankan komponen masing–masing serta berinteraksi dalam

perbaikan dan pembentukan kembali kulit setelah perlukaan. Dermis terdiri dari

dua bagian yaitu papila dermis dan retikuler dermis. Papila dermis merupakan bag

ian dermis yang berbatasan langsung dengan epidermis dengan ketebalan tidak

lebih dari dua kalinya, mengandung pembuluh darah dan ujung serabut saraf.

Retikuler dermis menonjol ke hipodermis, terdiri dari serat kolagen, elastin dan

retikulin, terdapat fibroblast. Fibroblas akan menghasilkan kolagen. Jaringan


26

kolagen yang terdapat di lapisan dermis akan semakin berkurang akibat paparan

kronis sinar UV (Alam dan Harvey, 2010).

Gambar 2.4

Struktur Anatomi lapisan Dermis (Mescher, 2010)

2.4.3 Lapisan Subkutis

Lapisan ini berada di bawah lapisan dermis, disebut juga sebagai lemak

subkutan karena terdiri dari sel-sel lemak. Lapisan ini memiliki kolagen tipe I, III

dan V, pembuluh darah, pembuluh saraf dan pembuluh limfe. Fungsi lapisan ini

adalah sebagai cadangan lemak dan panas tubuh (Scott dan Bennion, 2011).

2.5 Melanin

Melanin merupakan komponen yang dihasilkan oleh sel melanosit yang

berfungsi sebagai penyerap sinar UV dan penahan radikal bebas sehingga dapat

melindungi kulit dari kerusakan akibat sinar UV. Jumlah melanosit akan berkurang

seiring dengan bertambahnya usia.

Melanin terbagi atas 2 jenis, yaitu :

1. Eumelanin

Pigmen ini memberikan warna coklat atau coklat gelap dan hitam. Tidak

larut dalam semua macam larutan, mempunyai berat molekul tinggi,


27

mengandung nitrogen dan terjadi oleh karena proses oksidasi dan polimer

isasi bentuk 5,6 dihidroksiindol dan 5,6 dihidroksiindol 2 asam karboksil.

2. Feomelanin

Pigmen ini memberi warna cerah, yaitu kuning hingga coklat kemerahan.

Larut terutama dalam alkali, mengandung nitrogen dan sulfur dan

terjadi.oleh karena proses polimerisasi sistenildopa. Selain itu juga dikenal

tipe pigmen yang lain, yaitu oksimelanin, trichrome , melanin campuran

(mixed type melanins) dan neuromelanin (Djuanda, 2017)

Eumelanin berada dalam melanosom berbentuk elips yang sintesisnya

akan meningkat apabila terpapar sinar UV. Pheomelanin lebih banyak

mengandung sulfur dan asam amino sistein, terdapat dalam melanosom sferis.Pada

dasarnya pigmen melanin yang terdapat pada kulit, rambut dan mata adalah

kombinasi antara eumelanin dan pheomelanin (Kindred dan Halder, 2010).

Pada ras kulit hitam melanosom berada di stratum basal; satu melanosit

mengandung 200 melanosom berukuran 0,5-0,8 mm.Pada ras kulit putih

melanosom didegradasi lebih cepat daripada ras kulit hitam oleh karena itu akan

sangat sedikit ditemukan melanin pada stratum korneum ras kulit putih (Kindred

dan Halder, 2010). Distribusi melanosit pada dasarnya memiliki jumlah rata-rata

sama pada semua ras, terdapat 2000/mm2 melanosit pada kulit kepala dan lengan

bawah, 1000/mm2 pada bagian tubuh lainnya (Woolery-Lloyd, 2009).

Fungsi dari melanin :

1. Memberi warna pada kulit

2. Sebagai substansi fotoproteksi (tabir surya alami)


28

3. Sebagai komponen pengikat obat (drugs-binding agents)

4. Sebagai “energy tranducer” melanin mampu mengubah beberapa

bentuk energi menjadi panas dan kemudian dilepaskan (Pillai, 2010).

Gambar 2.5

Sel melanosit dan transfer melanosom (Costin and Hearing, 2007)

Proses pematangan melanosit menjadi melanin terdiri dari empat tahap yaitu

pada Tahap I, premelanosom ditandai dengan struktur sferis dan matriks protein

amorf, belum ada aktivitas dari enzimtirosinase.Tahap II, struktur mulai

membentuk oval, aktivitas enzim tirosinase meningkat pada vesikel golgi, melanin

disimpan dalam matriks protein.Tahap III, terdapat peningkatan pembentukan

melanin.Tahap IV, melanin telah terbentuk sempurna dan matang, dengan panjang

1µm dan diameter 4 µm.


29

Melanosom kemudian ditransfer sepanjang mikrotubul membentuk

struktur dendritic menuju keratinosit, disebut apocopation (Scott dan Bennion,

2011).

2.5.1 Sintesis Melanin

Proses sintesis melanin baik eumelanin maupun feomelanin memerlukan

enzim yang merupakan prekursor inisiasi tirosin, yaitu tirosinase. Enzim tirosinase

berperan dalam proses awal katalisis untuk mengkonversi tirosin menjadi L-3,4-

dihydroxyphenylalanine (DOPA), dan selanjutnya teroksidasi menjadi DOP-

Aquinone (DQ) (Chichorek et al., 2013). Sistein selanjutnya akan mengubah DQ

menjadi sisteinil DOPA, dan akan teroksidasi , juga terpolimerisasi menjadi

feomelanin yang berwarna kuning kemerahan, dan merupakan melanin yang larut.

Jika senyawa thiol (sistein dan glutation atau thioredoxin) tidak ada, DQ akan

menjadi DOPAchrome yang berwarna coklat kehitaman. DOPAchrome secara

tidak langsung akan kehilangan asam karboksilat dan 5,6 dihydroxyndole (DHI)

yang teroksidasi dan terpolimerisasi menjadi warna coklat kehitaman.

DOPAchrometautomerase (TYRP2/DCT) akan mengubah DOPAchrome menjadi

DHI-2-carboxyl acid (DHICHA). Selanjutnya tirosinase dan TYRP1 akan

mengkonversi menjadi melanin DHICA berwarna coklat terang. Melanin DHI dan

melanin DHICA berwarna coklat kehitaman yang disebut sebagai eumelanin

(Bolognia et al., 2012).

Rasio antara eumelanin dan pheomelanin ditemui pada tipe kulit V dan IV

lebih tinggi dibandingkan tipe kulit I dan II. Pheomelanin lebih banyak terdapat

pada orang yang berambut merah dan eumelanin banyak terdapat pada orang
30

dengan warna rambut selain merah (Schallreuter, 2007). Seluruh proses

pembentukan melanin terjadi di dalam melanosom dan dipengaruhi oleh beberapa

protein yaitu tirosinase, Trp-1 dan Trp-2. Melanin yang sudah terbentuk di dalam

melanosom selanjutnya akan ditransfer ke keratinosit melalui dendrit-dendrit

melanosit (Goding, 2007)

Gambar 2.6

Jalur biosintesis melanin (schaffer, 2011)

2.5.2 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Melanogenesis

Melanogenesis pada kulit manusia dipengaruhi oleh banyak hal baik dari

faktor internal maupun eksternal. Faktor eksternal yang paling sering terjadi adalah

paparan sinar UV dan obat-obatan, sedangkan dari faktor internal adalah hormon

dan inflamasi (Costin dan Hearing, 2007).

2.5.2.1 Sinar UV Terhadap Produksi Melanin

Salah satu pengaruh sinar UV terhadap melanin yaitu menyebabkan

munculnya pigmentasi kulit. Radiasi sinar UV menyebabkan pigmentasi oleh

beberapa cara yaitu peningkatan kerja enzim melanogenik, peningkatan transfer

melanosom menuju keratinosit, peningkatan aktivitas dendritik sel melanosit, dan


31

kerusakan DNA akan menstimulasi proses melanogenesis itu sendiri (Kindred dan

Halder, 2010).

Melanosit dan keratinosit memiliki respon yang sangat cepat terhadap sinar

UV, baik secara parakrin maupun autokrin. Paparan sinar UV meningkatkan

ekspresi proopiomelanocortin (POMC) yaitu prekursor dari melanocyte stimulating

hormone (MSH), TYR, TYRP-1, endotelin-1 (ET-1), hormon adrenokortikotropik

(ACTH), Stem Cell Factor (SCF), steel factor (SLF), basic fibroblast growth factor

(bFGF), nerve growth factor (NGF), granulocyte-macrophagecolonystimulating

factor (GM-CSF), steel factor, leukemia inhibitory factor (LIF), hepatocyte growth

factor (HGF), prostaglandin E2 (PGE-2) dan prostaglandin F2α (PGF2α).

Sitokin, hormon dan growth factors tersebut disekresi oleh keratinosit

kemudian bekerja sebagai sinyal parakrin yang akan ditangkap oleh reseptor

permukaan sel melanosit antara lain fibroblast growth factor receptor (FGFR),

granulocyte-macrophagecolony-stimulating factor receptor (GMCSFR), reseptor

endotelin B (ETBR), melanocortin-1 receptor (MC1R), reseptor prostaglandin E1

(EP1) dan reseptor prostaglandin F (FP), sehingga akan mengaktifkan mitogen

activated protein kinase (MAPK), protein kinase A (PKA), protein kinase C (PKC),

paxillin kinase linker (PKL), cAMP response elementbinding protein (CREB),

cAMP response elements (CRE), melanocyte-specific MITF isoform (MITF-M)

dan microphthalmia-associated transcription factor (MITF). Proses ini akan

meningkatkan sintesis dan distribusi melanin (Costin dan Hearing, 2007).


32

Gambar 2.7

Pengaruh sinar ultraviolet terhadap pigmentasi kulit (Hakozaki,2008)

Pendistribusian melanin dipercepat dengan adanya reseptor di keratinosit

yaitu protein activated receptor 2 (PAR-2), setelah reseptor ini terstimulasi maka

keratinosit akan menangkap melanosom yang sudah disintesis oleh melanosit

(Baumann dan saghari, 2009b). Sinar UVA akan menstimulasi pigmentasi hingga

terbentuk tanning, namum efek nya hanya sementara, dibanding UVB yang efeknya

jauh lebih lama. Sinar UVA harus bereaksi terlebih dahulu dengan fotosensitiser

endogen (flavin, porforin, melanin) sedangkan UVB dengan kuinon dan flavin yang

dapat menghasilkan ROS sehingga menimbulkan kerusakan rantai tunggal DNA.

Delayed tanning yang dihasilkan oleh sinar UVB ditandai dengan

peningkatan jumlah sel melanosit dan peningkatan proses melanogenesis. Seluruh

spektrum sinar UV akan bereaksi dengan target molekul di dalam sel yaitu molekul
33

kromofor. Molekul kromofor yang akan menyerap sinar UV ini adalah basa asam

nukleat yaitu purin dan pirimidin, dan protein yaitu triptofan dan tirosin.

Produk-produk yang dihasilkan oleh DNA setelah terpapar UVB telah banyak

diteliti karena efeknya terhadap kanker kulit.Produk-produk tersebut adalah

cyclobutylpyrimidine dimers (CPDs) dan (6–4) photoproducts. Proses sintesis

melanin secara langsung juga dapat disebabkan oleh nitric oxide (NO), telah

diketahui bahwa NO adalah molekul messenger intra dan interseluler, yang akan

meningkatkan cyclic guanosine monophosphate (cGMP) sehingga menstimulasi

proses sintesis melanin (Costin dan Hearing, 2007).

Gambar 2.8

Mekanisme hiperpigmentasi oleh radiasi UV (Costin dan Hearing,2007)

2.5.2.2 Penuaan Terhadap Melanin

Dengan bertambahnya usia ketebalan epidermis dan dermis akan

berkurang, jumlah sel melanosit akan berkurang 10% per dekade. Proses ini juga

diikuti dengan menurunnya vaskularisasi di kulit sehingga kulit terlihat lebih pucat.

Tetapi, dengan akumulasi paparan sinar UV sepanjang hidupnya maka terdapat

bagian-bagian tertentu dari sel melanosit yang mengalami peningkatan densitas,


34

sehingga terjadi penumpukan sejumlah lesi yang menyebabkan berbagai kelainan

(Ardi, 2011)

2.5.2.3 Hormon yang memicu produksi melanin

Selama masa kehamilan terutama trimester akhir, terdapat peningkatan

hormon estrogen, progesteron dan MSH. Hormon seks steroid dapat meningkatkan

gen transkripsi yang mengkode enzim melanogenik yaitu TYR dan DCT.Sel

melanosit memiliki reseptor estrogen baik di sitosol maupun inti sel, sedangkan dari

hasil sebuah penelitian menyatakan bahwa hormon estrogen dapat bekerja pada sel

keratinosit melalui jalur genomik dan non-genomik. Hormon estrogen bekerja

dengan mengikat reseptornya yaitu estrogen receptorsα (ERα) dan estrogen

receptorsβ (ERβ) kemudian mengaktifkan estrogen responsive element (ERE) dan

general transcription factor (GTF) untuk proliferasi dan diferensiasi sel. Estrogen

memiliki fungsi yang berbeda-beda berdasarkan tipe sel yaitu keratinosit, fibroblas

dan melanosit. Pada keratinosit, estrogen akan menstimulasi proliferasi sel

keratinosit, yang juga akan meningkatkan sekresi GM-CSF (Costin dan Hearing,

2007).
35

Gambar 2.9

Mekanisme cell signaling hormon estrogen (Fluoriot, 2013)

2.5.3.4 Obat-Obatan yang memicu produksi melanin

Obat-obatan tertentu dapat menyebabkan hiperpigmentasi kulit, seperti

antibiotik sulfonamid dan tetrasiklin, beberapa jenis diuretik, nonsteroidal

antiinflammatory drugs (NSAID) dan obat-obat psikosis. Kontrasepsi oral dalam

jangka panjang akan menyebabkan lesi hiperpigmentasi terutama terdapat di

bagian wajah, begitupun obat epilepsi seperti hidantoin. Peningkatan aktivitas

melanin juga terdapat pada orang-orang yang diberi pengobatan klorokuin.

Levodopa, yaitu obat yang diberikan pada pasien Parkinson juga

meningkatkan produksi melanin, karena telah diketahui bahwa DOPA secara

normal diubah menjadi melanin. Bahan-bahan metal seperti arsen, bismuth, emas

dan perak akan berikatan dengan sulfihidril, dimana sulfihidril ini sebenarnya

menghambat aktivitas enzim tirosinase, dengan terhambatnya kerja sulfihidril

maka produksi melanin meningkat. Beberapa obat kemoterapi juga menyebabkan


36

hiperpigmentasi, yaitu cyclophosphamide, 5-fluorouracil, doxorubicin,

daunorubicin, dan bleomycin. Mekanisme obat masih belum jelas diketahui,

diduga akibat toksisitas langsung bahan tersebut terhadap melanosit (Costin dan

Hearing, 2007).

2.5.3.5 Pengaruh Inflamasi Terhadap Melanin

Proses inflamasi pada kulit akan menstimulasi keratinosit, melanosit dan

sel-sel inflamasi lainnya untuk memproduksi sitokin dan mediator inflamasi, seperti

leukotrien (LT), prostaglandin (PG) dan tromboksan (TXB). Mediator-mediator

inflamasi ini akan meningkatkan sintesis melanin dan distribusi melanin.

Mekanisme kerja mediator inflamasi ini masih belum jelas, namun terdapat

penelitian yang menyatakan bahwa sel melanosit memiliki reseptor produkproduk

inflamasi, hal inilah yang melatarbelakangi terjadinya post inflammatory

hyperpigmentation (PIH) (Kindred dan Halder, 2010).

2.6 Kelainan Pigmentasi Kulit

2.6.1 Lentigo

Lentigo disebut juga lentigo solaris atau liver spots. Lesi ini mengenai 60%

dari usia lanjut. Patofisiologi lentigo yaitu adanya proliferasi melanosit yang

terdapat pada daerah dermo-epidermal junction. Mula – mula tampak bercak kecil

dengan ukuran kurang dari 1mm, berwarna coklat muda – kehitaman, berbentuk

bulat, semakin membesar, tersebar sampai ukuran beberapa sentimeter. Biasanya

timbul di daerah kulit yang terpapar sinar matahari seperti wajah, punggung tangan,

lengan dan punggung (Goichnik et al., 2008).


37

2.6.2 Freckles (Efelid)

Bercak pigmentasi berwarna coklat terang dengan ukuran lebih kecil dari

lentigo, permukaannya rata dengan kulit. Biasanya terdapat di daerah kulit yang

terpapar sinar matahari. Perbedaannya dengan lentigo, pada freckles sel melanosit

normal akan tetapi produksi pigmen melanin meningkat di lapisan basal epidermal

(Lapeere et al., 2008).

2.6.3 Melasma

Melasma merupakan bercak hipermelanosis yang sering ditemukan,

ditandai sering muncul di daerah terpapar sinar matahari di wajah, terjadinya

melasma pada daerah wajah karena memiliki jumlah melanosit epidermal yang

lebih banyak dibanding bagian tubuh lainnya. Gambaran klinis berupa bercak

ireguler di wajah, berwarna coklat muda sampai coklat tua dengan batas tegas dan

biasanya simetris. Terdapat 3 macam pola distribusi melasma yaitu sentrofasial,

(63% : dahi, hidung, dagu, di atas bibir), malar (21% : hidung dan pipi), dan

mandibular (16% : ramus mandibula). Dengan pemeriksaan lampu Wood melasma

diklasifikasikan sebagai tipe epidermal, dermal dan campuran, tetapi sebagian besar

pasien melasma memiliki distribusi melanin di epidermis bagian basal dan dermis

(Lapeere et al., 2008).

2.6.4 Melanoma Maligna

Melanoma maligna merupakan tumor yang berasal dari sel melanosit.

Faktor- faktor risiko yaitu adanya riwayat sunburn atau terpapar sinar UV berlebih,

banyak terjadi pada kulit putih. Melanoma maligna mempunyai 3 bentuk yaitu

lentigo maligna melanoma, superficial spreading melanoma, dan nodular


38

melanoma. Sebanyak 40-70% melanoma maligna timbul secara de novo, sedangkan

yang timbul dari nevi kurang dari 40% (Campoli, 2011).

2.6.5 Hiperpigmentasi Paska Inflamasi

Proses inflamasi akan meningkatkan sintesis melanin melalui mediator-

mediator inflamasi seperti NO, histamin dan PGE2, sehingga akan menimbulkan

hiperpigmentasi kulit. Gambaran histologi didapatkan timbunan pigmen dengan

akumulasi melanophages dan peningkatan melanin di lapisan dermal atau

epidermal (Baumann dan Tardan., 2009).

2.6.6 Okronosis

Okronosis disebabkan oleh penggunaan obat-obatan yang akan membentuk

substansi lir asam homogentistik polimer selama metabolismenya. Tampak sebagai

hiperpigmentasi asimtomatik pada wajah, leher, punggung dan tungkai.

Pemeriksaan histopatologi ditemukan sekumpulan globul coklat kekuningan

(ochronotic) pada pars papilaris dermis. Kelainan ini paling sering terjadi pada

penggunaan jangka panjang hidrokuinon. Okronosis eksogen biasanya terjadi

setelah penggunaan anti malaria, produk mengandung resorsinol, fenol, air raksa,

dan picric acid (Lapeere et al., 2008).

2.7 Faktor–Faktor yang menghambat Melanogenesis

Penghambat melanogenesis banyak digunakan sebagai bahan aktif dari

produk-produk yang dapat merawat kelainan kulit berupa hiperpigmentasi.

Mekanisme kerjanya dapat melalui penghambat enzim tirosinase, penghambat

transfer melanosom, agen sitotoksik terhadap melanosit dan antioksidan (Baumann

dan Allemann, 2009).


39

2.7.1 Penghambat Enzim Tirosinase

Bahan-bahan penghambat enzim tirosinase menurut Baumann dan Alleman

(2009) antara lain:

a. Hidrokuinon (HQ), merupakan Gold Standar untuk terapi hiperpigmentasi.

Konsentrasi mulai dari 2% hingga 10% telah banyak digunakan untuk

melasma dan PIH. Mekanisme kerja HQ selain menghambat kerja enzim

tirosinase, merusak sel melanosit langsung, mempercepat degradasi

melanosome juga menghambat sintesis enzim melanogenesis (Bruce,

2013). Efek yang dihasilkan agen ini dapat menurunkan lesi

hiperpigmentasi hingga 90%. Hidrokuinon pada penggunaan jangka

panjang dapat menimbulkan efek samping yaitu menimbulkan iritasi,

rebound phenomenon dan okronosis (Baumann dan Alleman, 2009). Studi

pada tikus didapat bahwa tikus yang diberi Hidrokuinon ditemukan

adenoma tubulus renal, liver adenoma dan hyperplasia folikular tiroid

(Bruce, 2013).

b. Aloesin, senyawa kimia C-glycosylated chromone ini berasal dari tanaman

aloevera. Senyawa ini akan menghambat enzim tirosinase dengan dua cara,

yaitu menghambat hidroksilasi tirosin menjadi DOPA dan oksidasi DOPA

menjadi DOPAquinon. Aloesin memiliki efek inhibisi lebih kuat dibanding

arbutin dan asam kojik.


40

c. Arbutin, senyawa kimia β-D-glucopyranoside merupakan sebuah molekul

hidrokuinon yang berikatan dengan glukosa. Arbutin berasal dari berbagai

tanaman seperti pohon pir, gandum dan bearberry. Mekanisme kerjanya

lebih kepada penghambat reversible aktivitas enzim tirosinase didalam

melanosit daripada penurun sintesis enzim tirosinase itu sendiri.

d. Asam kojik, merupakan metabolit jamur seperti Aspergillus,

Acetobacterdan Penicillium. Mekanisme kerjanya adalah dengan mengikat

copper sehingga aktivitas enzim tirosinase terhambat. Keuntungan lain

adalah asam kojik memiliki efek pengawet dan antibiotik sehingga bahan

ini lebih stabil sebagai produk kosmetik.

e. Flavonoid, merupakan turunan benzopyrane yang memiliki cincin fenol

dan cincin pyrane, lebih dari 4000 flavonoid telah diidentifikasikan dari

berbagai tanaman. Pada lapisan epidermis, lipid peroksidasesinar UVB

dapat menghasilkan ROS terutama dari proses membrane keratinosit dan

melanosit. Flavonoid dapat berfungsi sebagai antioksidan untuk menangkal

radikal bebas ini, sehingga proses melanogenesis yang dipicu oleh adanya

ROS dapat dihambat dan dinetralisir.

f. Hidrokumarin, merupakan senyawa kumarin yang bekerja langsung pada

enzim tirosinase sehingga menghambat melanogenesis dan juga

menghambat sintesis glutation. Kombinasi antara senyawa ini dengan

vitamin E dapat mencegah hiperpigmentasi dengan bekerja sebagai

penetralisir radikal bebas.


41

Gambar 2.10

Mekanisme tanin, flavonoid, dan vitamin C dalam menghambat kerja enzim

tirosinase (Chang 2014, di modifikasi oleh peneliti )

Keterangan gambar 2.10 : Melanin adalah pigmen utama menentukan warna

kulit yang disintesis pada melanosom yaitu organela khusus pada melanosit

yang terletak pada lapisan basal epidermis. Sintesis melanin dimulai dengan
42

oksidasi asam amino L-tirosin menjadi 3,4 dihydroxyphenylalanine (L-DOPA)

dan selanjutnya dioksidasi menjadi DOPA quinone, kemudian keduanya

dikatalisis oleh tirosinase. DOPA quinone kemudian akan diubah menjadi DOPA

chrome,dan pada proses berikutnya diubah menjadi 5,6 - dihydroxyindole (DHI)

dan 5,6-dihydroxyindole-2-carboxylic acid (DHICA) yang akan membentuk

eumelanin yaitu melanin berwarna hitam dan juga coklat. Pada proses tersebut,

tirosinase juga berperan untuk mengubah DHI yang menjadi indole-5-6-quinone.

Melanin yang terbentuk kemudian ditransfer dan didistribusikan ke keratinosit

epidermal di sekitar melanosit maka akan terjadi pigmentasi kulit. Dari uraian

di atas tampak bahwa enzim utama dalam sintesis melanin adalah tirosinase.

Enzim ini berperan untuk katalisis berbagai tahap biosintesis melanin.

2.7.2 Penghambat Transfer Melanosom

Bahan-bahan penghambat transfer melanosom antara lain:

1. Niasinamid, disebut juga sebagai nikotinamid merupakan zat aktif dari vitamin

B3. Niasinamid memiliki efek antiinflamasi, antioksidan dan imunomodulator.

Niasinamid dapat menurunkan pigmentasi kulit hingga 24% (Gu et al., 2014).

2. Kedelai, memiliki protein yang dapat mencerahkan kulit yaitu soybean trypsin

inhibitor (STI) dan Bowman-Birk inhibitor (BBI). Mekanisme kerjanya adalah

menghambat aktivitas PAR-2 sehingga melanosom tidak dapat ditransfer ke

dalam keratinosit sehingga dapat menurunkan kelainan pigmentasi hingga 69%

(Gu et al., 2014).


43

2.7.3 Agen Sitotoksik Terhadap Melanosit

Bahan-bahan yang bersifat sitotoksik terhadap melanosit antara lain:

1. Asam azeleat, walaupun asam azeleat secara klinis telah terbukti dapat

mengurangi hiperpigmentasi, namum mekanisme kerjanya masih belum

diketahui dengan jelas. Hipotesis menyatakan bahwa asam azeleat memiliki

kemampuan menghambat produksi energi sintesis DNA melanosit sehingga

mampu menurunkan proliferasi melanosit, dan juga secara parsial dapat

menghambat enzim tirosinase (Baumann dan Allemann, 2009).

2. Monobenzon, merupakan bentuk monobenzil eter dari hidrokuinin yang bekerja

merusak melanosit secara permanen, sehingga efek depigmentasinya juga

bersifat permanen. Oleh karena efek depigmentasi permanen tersebut maka

monobenzon dipakai untuk pengobatan vitiligo, agar warna kulit putih merata

(Rordam et al., 2012).

2.7.4 Antioksidan

Antioksidan adalah zat atau senyawa alami yang dapat melindungi sel tubuh

dari kerusakan dan penuaaan yang disebabkan oleh radikal bebas. Secara alami

tubuh kita memiliki antioksidan endogen yang dihasilkan sendiri oleh tubuh.

Kapasitas antioksidan yang dimiliki oleh setiap individu berbeda-beda, tergantung

pola hidup yang dijalani masing-masing individu, serta faktor usia. Sistem

pertahanan tubuh yang utama dilakukan oleh antioksidan endogen, selebihnya

dilakukan oleh antioksidan eksogen. Antioksidan endogen merupakan antioksidan

alami yang dihasilkan tubuh atau disebut pula sebagai antioksidan primer,

sedangkan antioksidan eksogen terdiri atas antioksidan sekunder, tersier, pengikat


44

oksigen (oxygen scavenger), dan pengikat logam (chelator atau sequestrans)

(Lingga, 2012).

Antioksidan berfungsi sebagai anti aging, anti carcinogenik, anti inflamasi

juga mempengaruhi produksi melanin. Antioksidan berpengaruh pada regulasi

sintesis melanin sehingga menghambat terjadinya hiperpigmentasi. Antioksidan

mencegah pembentukan prostaglandin sehingga mencegah terjadinya inflamasi

dan aktivitas tirosinase. Antioksidan, terutama flavonoid menghambat pelepasan

histamine. Vitamin C merupakan salah satu antioksidan yang menghambat

pembentukan melanin dengan cara mengurangi pembentukan DOPAquinon dari

DOPA (Baumann & Allemann, 2009).

Antioksidan dibedakan menjadi 2 golongan berdasarkan mekanisme

pencegahan terhadap radikal bebas (Murray, 2009), yaitu :

1. Antioksidan pencegah, yaitu antioksidan yang berfungsi mencegah

terbentuknya radikal yang paling berbahaya bagi tubuh, antara lain:

a. Superoxide Dismustase (SOD), terdapat di dalam mitokondria dan

sitoplasma sel tubuh manusia.

b. Katalase, yang bekerja sebagai katalisator H2O2 menjadi H2O dan O2.

c. Gluthation peroksidase, dapat meredam H2O2 menjadi H2O melalui

system siklus redoks gluthation.

d. Senyawa yang mengandung gugusan sulfhidril ( gluthation, sistein,

kaptopril) dapat mencegah timbunan radikal hidroksil dengan

mengkatalisir H2O.
45

2. Antioksidan pemutus rantai (Chain breaking) adalah zat yang dapat

memutuskan rantai reaksi pembentukan radikal bebas asam lemak pada

membrane sel untuk mencegah peroksidasi lemak. Contoh : antioksidan

pemecah rantai lain vitamin C, Vitamin E, betakaroten, Gluthation dan

sistein.

2.8 Morfologi Tanaman Jengkol

Morfologi tumbuhan jengkol terdiri dari beberapa bagian utama. Tumbuhan

jengkol atau lebih dikenal dengan tumbuhan Jering adalah termasuk dalam famili

Fabaceae (suku biji-bijian). Tumbuhan ini memiliki nama latin Pithecellobium

jiringa dengan nama sinonimnya yaitu A.Jiringa, Pithecellobium lobatum Benth.,

dan Archindendron pauciflorum.

Tumbuhan jengkol merupakan pohon yang banyak tumbuh di daerah Jawa

Barat, tinggi mencapai 6-15 m. Bentuk majemuk, lonjong, berhadapan,tegak,

panjang 10 – 20 cm, lebar 5 – 15 cm, tepi rata, ujung runcing, pangkal membulat,

pertulangan menyirip, warna hijau tua dan merupakan tumbuhan khas di wilayah

Asia Tenggara . Nama jengkol di daerah sebagai berikut: Riau: Joghing, Gayo:

jering, Batak: joring, Minangkabau: jarieng, Lampung: jaring, Bali: Blandingan,

Sulawesi Utara: Lubi, Jawa: jingkol (Hidayat dan Napitupulu, 2015)


46

Gambar 2.11

Jengkol (Elysa, 2011)

2.8.1 Kandungan Tanaman Jengkol

Sudah ada penelitian yang dilakukan terhadap jengkol maupun kulitnya.

Para peneliti mencoba memanfaatkan kandungan dalam jengkol maupun kulitnya

untuk digunakan dalam kehidupan. Seperti penelitian yang dilakukan oleh Madihah

pada tahun 2017 mengenai Uji toksisitas akut ekstrak etanol kulit buah jengkol

terhadap tikus wistar. Hasil dari penelitian tersebut menyatakan bahwa Biji dan

kulit buah jengkol diketahui memiliki senyawa aktif yaitu Flavonoid, dan alkaloid.

Berdasarkan penelitian yang di lakukan oleh Zakky Cholisah dan Wahyu

utami (2007) pada biji jengkol menghasilkan bahwa Ekstrak Etanol 70% biji

jengkol mempunyai aktivitas daya reduksi terhadap ion ferri yang kemungkinan

disebabkan adanya senyawa Flavonoid dan polifenol dari serbuk biji jengkol.
47

Studi pendahuluan fitokimia yang peneliti lakukan di Unit Layanan

Laboratorium Fakultas Pertanian Universitas Udayana pada biji Jengkol

(Archidendron pauciflorum) dengan menggunakan metode Spektrofotometri,

menghasilkan bahwa jengkol mengandung unsur kimia Tanin, fenol, Flavonoid dan

Vitamin C yang sangat tinggi.

Hasil dari analisis fitokimia tersebut dapat di lihat pada tabel di bawah ini :

Flavonoid merupakan turunan benzopyrane yang memiliki cincin fenol dan cincin

pyrane, lebih dari 4000 flavonoid telah diidentifikasikan dari berbagai tanaman.

Pada lapisan epidermis, lipid peroksidasesinar UVB dapat menghasilkan ROS

terutama dari proses membrane keratinosit dan melanosit. Flavonoid dapat

berfungsi sebagai antioksidan untuk menangkal radikal bebas ini, sehingga proses

melanogenesis yang dipicu oleh adanya ROS dapat dihambat dan dinetralisir (

Baumann dan Alleman, 2009).

Vitamin C atau asam askorbat merupakan salah satu antioksidan yang poten

dan telah terbukti dapat meminimalkan eritema dan terbentuknya sel sunburn

setelah paparan sinar UV. Potensi antioksidan pada bahan topikal inilah yang

terbukti dapat melindungi kulit dari kerusakan akibat paparan sinar UV. Vitamin C

terdiri dari 6 rantai karbon lakton yang disintesis dari glukosa di dalam hepar

mamalia kecuali manusia, oleh karena manusia tidak mempunyai enzim

glunolakton oksidase yang dapat mensintesis asam askorbat dari glukosa.

(Baumann dan Alleman, 2009).

Senyawa fenol Mempunyai efek melindungi kulit dari radiasi sinar UV

sehingga gangguankulit dan kanker kulit tidak terjadi. Polifenol memiliki efek anti
48

inflamasi, imunomodulator, memperbaiki DNA yang rusak dan memperbaiki

fungsi sel. Oleh karena itu, polifenol dapat menghambat terjadinya proses

melanogenesis sehingga peningkatan jumlah melanin tidak terjadi (Mailoa, 2013).

Pada lapisan epidermis, sinar UVB dapat menghasilkan ROS terutama dari

proses lipid peroksidase membran keratinosit dan melanosit. Polifenol dapat

berfungsi sebagai antioksidan untuk menangkal radikal bebas ini, sehingga proses

melanogenesis yang dipicu oleh adanya ROS dapat dihambat dan dinetralisir.

Tanin bersifat sebagai antioksidan karena tanin merupakan bagian dari

senyawa fenolik. Tanin dapat mencegah kerusakan oksidatif DNA dengan dua cara

yaitu mengikat logam terutama besi dan secara langsung menangkal radikal bebas.

Tanin juga mempunyai kemampuan sebagai anti tirosinase karena menghambat

proses biosintesis melanin sehingga peningkatan produksi melanin tidak terjadi

setelah paparan sinar UV (Desmiyati, 2008).

Sistematika tumbuhan jengkol

Divisi : Spermatophyta

Sub divisi : Angiospermae

Kelas : Dicotyledonae

Bangsa : Rosales

Suku : Fabaceae

Genus : Pithecellobium

Spesies : Pithecellobium jiringa (Jack) Prain


49

2.8.2 Mekanisme flavonoid pada jengkol sebagai antioksidan

Beberapa ribu senyawa fenol alam telah diketahui strukturnya. Flavonoida

merupakan golongan terbesar, tetapi fenol monosiklik sederhana, fenilpropanoida,

dan kuinon fenolik juga tertdapat dalam jumlah besar. Beberapa golongan bahan

polimer penting alam tumbuhan lignin, melanin, dan tanin adalah senyawa

polifenol dan kadang - kadang satuan fenolik dijumpai pada protein, alkaloida, dan

diantara terpenoida. Peranan beberapa golongan senyawa fenol sudah diketahui

(misalnya lignin sebagai bahan pembangun dinding sel, antosianin sebagai pigmen

bunga), sedangkan peranan senyawa yang termasuk golongan lain masih

merupakan hasil dugaan belaka (Zaky dan Wahyu, 2007).

Salah satu senyawa antioksidan adalah senyawa tersebut memiliki

kemampuan untuk mereduksi. Diduga Zat aktif yang berkhasiat sebagai antioksidan

adalah Flavonoid. Suatu Senyawa dapat memiliki kemampuan sebagai antioksidan

apabila senyawa tersebut berfungsi sebagai reduktor yang dapat dan mudah

mengalami oksidasi pada senyawa yang di lindunginya.

Penelitian yang dilakukan oleh Zakky dan Wahyu (2007) bahwa biji

Jengkol diketahui memiliki memiliki kandungan Flavonoid, polifenol, dan tanin.

Flavonoid, polifenol, dan tanin merupakan senyawa yang berfungsi sebagai

antioksidan karena ketiga senyawa tersebut dengan gugus –OH yang terikat pada

cincin karbon aromatic berfungsi sebagai antioksidan yang efektif.


50

Gambar 2.12

Struktur kimia golongan flavonoid (Chang, 2009)

2.8.3 Mekanisme flavonoid sebagai tyrosinase inhibitor

Enzim tirosinase (monofenol monooksidase) adalah enzim yang

mengandung copper dengan aktivitas kimia sebagai katalisator proses hidroksilasi

ortomonofenol menjadi orto-difenol, dan katalisator proses oksidasi orto-difenol

menjadi orto-kuinon.

Penghambat enzim tirosinase dibagi menjadi 4 grup oleh Chang (2009) yaitu:

1. Competitive Tyrosinase Inhibitors, merupakan zat yang dapat berikatan

dengan free enzyme, sehingga enzim tidak dapat berikatan dengan


51

substratnya, contoh zat ini adalah copper chelator, non-metabolized analogs

dan turunan substrat itu sendiri.

2. Uncompetitive Tyrosinase Inhibitors, merupakan zat yang hanya akan

berikatan dengan kompleks enzim-substrat.

3. Mixed Tyrosinase Inhibitors, merupakan kombinasi antara competitive dan

uncompetitive, tetapi dengan perbandingan yang tidak sama.

4. Non-Competitive Tyrosinase Inhibitors, merupakan kombinasi seimbang

antara competitive dengan uncompetitiveinhibitors.

2.9 Anatomi Marmut

Hewan kecil sering digunakan sebagai hewan percobaan karena mudah

didapat, tidak mahal, mudah penanganannya dan cepat berkembang biak. Syarat

hewan yang digunakan untuk penelitian farmakologi harus jelas fisiologinya, bebas

dari penyakit, didapat dari breeding center yang baik (Fatchiyah, 2013).Etika pada

hewan percobaan harus diperhatikan, sesuai hasil lokakarya Pembentukan Panitia

Etik Penelitian Kedokteran Tahun 1986. Salah satu butir dalam etika tersebut

adalah bila percobaan menimbulkan sesuatu yang lebih dari sekedar rasa nyeri atau

penderitaan ringan dalam waktu singkat, harus dilakukan dengan premedikasi yang

memadai dan dianestesi sesuai dengan praktik kedokteran hewan yang lazim. Pada

butir yang lainnya dijelaskan bahwa pada akhir percobaan, hewan yang akan

menanggung nyeri hebat atau kronik penderitaan, rasa tidak enak, cacat yang tidak

dapat disembuhkan, harus dibunuh dengan cara yang layak (Fatchiyah, 2013).

Marmut merupakan hewan yang memiliki banyak persamaan secara biologis

terhadap manusia, oleh karena itu marmut banyak digunakan pada penelitian.Warna
52

kulit marmut beragam karena marmut memiliki melanin, baik dari jenis eumelanin

dan pheomelanin, tetapi ada juga yang albino. Karakter marmut lebih penakut

dibandingkan mencit dan kelinci. Marmut jarang menggigit, tidak dapat melompat

atau memanjat, oleh karena itu dalam pemeliharaannya secara berkelompok lebih

mudah karena ketidakmampuannya untuk melarikan diri. Berat lahir marmut adalah

75-100 gram, berat usia dewasa betina 450 gram, sedangkan jantan 500 gram

(Suryanto, 2012).

Klasifikasi Marmut adalah sebagai berikut :

Kingdom : Animalia
Phylum : Chordata
Class : Mamalia
Ordo : Rodentia
Subordo : Hystricomorpha
Family : Caviidae
Subfamily : Caviinae
Genus : Cavia
Species : Cavia Porcellus

Gambar 2.13
Marmut (Cavia porcellus)(Suryanto, 2012)
53
54

Anda mungkin juga menyukai