Abstrak
Diabetes mellitus (DM) merupakan penyakit metabolik yang dikarakteristikkan dengan
hiperglikemia kronis serta kelainan metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein diakibatkan
oleh kelainan sekresi insulin, kerja insulin, ataupun keduanya. DM tipe 1 disebabkan oleh
kerusakan sel B pankreas baik oleh proses autoimun maupun idiopatik sehingga produksi insulin
berkurang bahkan terhenti. Komplikasi yang sering terjadi pada DM tipe 1 ialah Ketoasidosis
diabetikum (KAD) yang terjadi karena akibat defisiensi insulin yang beredar dan kombinasi
peningkatan hormone-hormon kontraregulator yaitu katekolamin, glucagon, kortisol, dan
hormone pertumbuhan. Penatalaksanaan awal KAD yaitu terapi cairan, insulin, diet, pemantauan
kadar glukosa, serta penatalaksanaan gejala simptomatis lain yang dirasakan. Selain itu perlu
dilakukan tahapan pengobatan tentang penyakit, pemberian obat, pola makan dan gaya hidup.
Pada pasien KAD umumnya setelah diberikan insulin dan terapi standar lainnya akan membaik,
jika komorbid tidak terlalu berat.
Kata kunci : Diabetes mellitus, ketoasidosis diabetik
Abstract
Risiko KAD pada IDDM adalah 1 – 10% per pasien per tahun. Risiko meningkat
pada anak dengan kontrol metabolik yang jelek atau sebelumnya pernah mengalami
episode KAD, anak perempuan peripubertal dan remaja, anak dengan gangguan psikiatri
(termasuk gangguan makan), dan kondisi keluarga yang sulit (termasuk status sosial
ekonomi rendah dan masalah asuransi kesehatan). Pengobatan dengan insulin yang tidak
teratur juga dapat memicu terjadinya KAD.3
Terdapat lima penanganan prehospital yang penting bagi pasien KAD, yaitu:
penyediaan oksigen dan pemantauan jalan napas, monitoring, pemberian cairan isotonik
intravena dan balance elektrolit, tes glukosa, dan pemeriksaan status mental (termasuk
derajat kesadaran). Anak dengan tanda-tanda KAD berat (durasi gejala yang lama,
gangguan sirkulasi, atau penurunan derajat kesadaran) atau adanya peningkatan risiko
2
edema serebri (termasuk usia < 5 tahun dan onset baru) harus dipertimbangkan dirawat di
unit perawatan intensif anak.2,3
1. 2. Rumusan masalah
Anak perempuan 7 tahun nyeri perut yang disertai muntah-muntah sejak 1 jam SMRS dan
tampak mengantuk, lebih sering tidur sejak 1 hari SMRS.
1. 3. Tujuan
1. Mahasiswa mengerti anamnesis terarah dan pemeriksaan fisik pada kasus DKA
(Diabetik ketoasidosis)
2. Mahasiswa mengerti etiologi DKA
3. Mahasiswa mengerti batasan DKA, gejala-gejala dan faktor risikonya
4. Mahasiswa mengerti patofisiologi DKA dan komplikasi yang dapat terjadi
5. Mahasiswa mengerti pemeriksaan penunjang untuk membantu menegakan diagnosis
DKA
6. Mahasiswa mengerti tatalaksana awal pada DKA sebelum dirujuk ke fasilitas yang lebih
lengkap
II. Isi
Skenario 9
Seorang anak perempuan usia 7 tahun dibawa orangtuanya ke IGD RS karena nyeri perut yang
disertai muntah-muntah sejak 1 jam SMRS. Selain itu, ibu mengatakan bahwa anaknya tampak
mengantuk, lebih sering tidur sejak 1 hari SMRS
3
II. Isi
2. 1. Anamnesis
2. 3. Pemeriksaan Fisik
ada mengi.
Abdomen : turgor kulit kembali lambat
Ekstremitas : akral dingin, nadi teraba lemah dan kecil, kutis mamorata
4
2. 4. Pemeriksaan penunjang
Analisa gas darah adalah salah satu tindakan pemeriksaan laboratorium yang
ditujukan ketika dibutuhkan informasi yang berhubungan dengan keseimbangan
asam basa pasien. Hal ini berhubungan untuk mengetahui keseimbangan asam
basa tubuh yang dikontrol melalui tiga mekanisme, yaitu system buffer, sistem
respiratori, dan sistem renal.PH normal adalah 7,35-7,45, oksigen (O 2) 80-
100mEq/L, karbon dioksida (CO2) 35-45mmHg, bikarbonat (HCO3) 22-26
mEq/L.6
2. 4. 3. Urinalisa
2. 4. 4. Elektrolit
5
Pemeriksaan elektrolit adalah pemeriksaan untuk memantau keseimbangan
cairan di dalam tubuh. Air/ cairan elektrolit ini berperan penting dalam fungsi
kerja saraf dan otot. Tujuannya adalah untuk mendiagnosa dan mengukur
manajemen ginjal, endokrin, asam-basa, keseimbangan air, dan kondisi lainnya.
Biasanya pemeriksaan ini dilakukan bersamaan dengan pemeriksaan elektrolit
darah yang lain seperti natrium (Na), klorida (Cl), kalsium (Ca), dan magnesium
(Mg).Kadar normal Na+ darah 135-145mEq/L, K+ 3,5-5,0 mEq/L, Cl- 98-110
mEq/L, Mg2+ 1,5-2,5 mEq/L.6
Hasil pemeriksaan penunjang pada kasus adalah
GDS: 500 mg/dL
AGD : asidosis metabolik dengan pH 7,1 , HCO3 8 mEq/L, SaO2 93%
Urinalisis : glukosa +4, benda keton +++, BJ 1.030
Elektrolit : Na 138 mEq/L, K: 5 mEq/L, Cl: 85 mEq/L
2. 5. Working diagnosis
6
memicu peningkatan produksi glukosa oleh hepar dan ginjal disertai penurunan
penggunaan glukosa perifer, sehingga mengakibatkan keadaan hiperglikemia dan
hiperosmolar. Peningkatan lipolisis, dengan produksi badan keton akan menyebabkan
ketonemia dan asidosis metabolik. Hiperglikemia dan asidosis akan menghasilkan diuresis
osmotik, dehidrasi, dan kehilangan elektrolit. Kriteria biokimia untuk diagnosis KAD
mencakup hiperglikemia (gula darah > 11 mMol/L / 200 mg/dL) dengan pH vena < 7,3 dan
atau bikarbonat < 15 mMol/L). Keadaan ini juga berkaitan dengan glikosuria, ketonuria,
dan ketonemia.1,3
Diabetes Melitus Tipe 2 dikenal sebagai penyakit gula yang tidak tergantung Insulin.
Diabet tipe 2 ini berkembang ketika tubuh masih mampu menghasilkan insulin tetapi
7
tidak cukup dalam pemenuhannya atau bisa juga disebabkan karena insulin yang
dihasilkan mengalami resistance insulin dimana insulin tidak bekerja secara
maksimal. Sekitar 90-95% penderita diabetes melitus termasuk dalam tipe diabetes 2.
Penderita dirawat dengan mangatur pola makan, latihan dan menyuntikkan insulin
untuk mencapai kadar gula dan tekanan darah yang senormal mungkin. sedangkan 5-
10 adalah diabetes melitus gestational dan diabet tipe 1.1
Gejala Klinis
Etiologi mekanisme yang tepat yang menyebabkan resistensi insulin dan gangguan sekresi
insulin pada DM tipe 2 masih belum diketahui. Faktor genetic memegang peranan dalam proses
terjadinya resistensi insulin. Akan tetapi sekarang ini, pasien yang terdiagnosa DM 2 sering
diakibatkan gaya hidup dan pola makan yang tidak sehat. Faktor Risiko adalah Usia >45 thn,
Obesitas, Riwayat keluarga, Pekerjaan, Sosialekonomi, Nutrisi, Geografi, Jenis kelamin.
ARDS sering disebabkan oleh penyakit kritis, seperti sepsis atau pneumonia berat. Salah satu
penyebab pneumonia yang saat ini sedang menjadi pandemik adalah virus Corona (COVID-19).
8
Menurut sejumlah penelitian, beberapa pasien COVID-19 bisa mengalami ARDS dalam
perjalanan penyakitnya.1
ARDS merupakan kondisi darurat yang mengancam nyawa penderitanya. Sehingga perlu
mendapat penanganan yang cepat dan tepat.
ARDS disebabkan oleh kerusakan alveoli akibat merembesnya cairan dari pembuluh darah
kapiler di dalam paru-paru ke dalam alveoli. Alveoli adalah kantong udara di paru-paru yang
berfungsi menyalurkan oksigen ke darah dan mengeluarkan karbondioksida dari dalam darah.
Pada kondisi normal, membran yang melindungi pembuluh darah kapiler menjaga cairan tetap di
dalam pembuluh darah. Namun, pada ARDS, cedera atau penyakit berat menyebabkan kerusakan
pada membran pelindung tersebut, sehingga cairan bocor ke alveoli.
Penumpukan cairan tersebut membuat paru-paru tidak bisa terisi udara, sehingga pasokan
oksigen ke aliran darah dan tubuh menjadi berkurang. Kekurangan pasokan oksigen ini akan
menyebabkan terhentinya fungsi organ, termasuk otak dan ginjal. Jika dibiarkan, kondisi ini akan
mengancam nyawa penderitanya.1
Sepsis
Cedera di kepala atau dada, misalnya akibat benturan atau kecelakaan
Pneumonia (infeksi paru-paru) yang berat
Luka bakar
Menghirup zat berbahaya, seperti asap pekat atau uap kimia
Tersedak atau kondisi nyaris tenggelam
Menerima transfusi darah dengan volume darah yang banyak
Pankreatitis
9
Faktor Risiko Acute Respiratory Distress Syndrome
Ada beberapa faktor yang dapat meningkatkan risiko seseorang terkena ARDS, di antaranya:
Beberapa gejala dan tanda yang dapat muncul pada penderita ARDS adalah:
2. 6. 3. Gastroenteritis
10
Faktor Infeksi bakteri : Vibrio, E. Coli, Salmonella, Shigelia Compylobacter, Yersina,
Aeromonas,dan sebagainya.Infeksi virus : Eterovirus, Adenovirus, Rotavirus,Astrovirus,
parasit : cacing (Ascaris, Triguris, Oxyyuris, Strongyloides), protozoa
(EntamoebaHstolitica, Glardialambia, Trichomonas Hominis).Faktor malabsorbsi
karbohidrat, lemak, atau protein. Faktor makanan basi, beracun, dan alergi terhadap
makanan. Factor psikologis rasa takut dan cemas. Imunodefisiensi dapat mengakibatkan
terjadinya pertumbuhan bakteri. Infeksi terhadap organ lain, seperti radang tonsil,
bronchitis, dan radang tenggorokan.
Penyebab gastroenteritis akut adalah masuknya virus,bakteri atau toksin, dan parasit.
Beberapa mikroorganisme patogen ini menyebabkan infeksi pada sel-sel, memproduksi
enterotoksin atau Cytotoksin dimana merusak sel-sel, atau melekat pada dindingusus
pada gastroenteritis akut.Penularan gastroenteritis bisa melalui fekal-oral dari satu klien
ke klien yanglainnya. Beberapa kasus ditemui penyebaran patogen dikarenakan makanan
dan minuman yang terkontaminasi. Mekanisme dasar penyebab timbulnya diare adalah
gangguan osmotik (makanan yang tidak dapat diserap akan menyebabkan tekanan
osmotik dalam rongga ususmeningkat sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolit
kedalam rongga usus, isirongga usus berlebihan sehingga timbul diare ). Selain itu
menimbulkan gangguan sekresi akibat toksin di dinding usus, sehingga sekresi air dan
elektrolit meningkat kemudian terjadi diare. Gangguan motilitas usus yang
mengakibatkanhiperperistaltik dan hipoperistaltik. Akibat dari diare itu sendiri adalah
kehilangan air dan elektrolit (dehidrasi) yang mengakibatkan gangguan asam basa.1
11
(>60 thn) pada anak jarang, Hampir separuh pasien tidak mepunyai riwayat DM atau
DM tanpa insulin, dan mempunyai penyakit dasar lain.1
2. 7. Etiologi
Ada sekitar 20% pasien KAD yang baru diketahui menderita DM untuk pertama kali. Pada
pasien yang sudah diketahui DM sebelumnya, 80% dapat dikenali adanya faktor pencetus.
Mengatasi faktor pencetus ini penting dalam pengobatan dan pencegahan ketoasidosis
berulang. Faktor pencetus yang berperan untuk terjadinya KAD adalah pankreatitis akut,
penggunaan obat golongan steroid, serta menghentikan atau mengurangi dosis insulin.
Tidak adanya insulin atau tidak cukupnya jumlah insulin yang nyata, yang dapat
disebabkan oleh : 1). Insulin tidak diberikan atau diberikan dengan dosis yang dikurangi;
2). Keadaan sakit atau infeksi; 3). Manifestasi pertama pada penyakit diabetes yang tidak
terdiagnosis dan tidak diobati.1
2. 8. Epidemiologi
Global
Insidens KAD sangat bervariasi dari satu negara dengan negara lain. Kejadian KAD
tertinggi didapatkan di negara Uni Emirat Arab sebanyak 80% dari kasus DM dan terendah
di Swedia sebesar 14%.5 Berdasarkan data World Health Organization (WHO) tahun 2013,
terdapat sekitar 13-80% dari 65.000 anak yang berusia < 15 tahun dengan diagnosis KAD.
Angka kejadian KAD sebesar 15-70% di wilayah Eropa, Australia dan Amerika dan lebih
tinggi lagi di negara berkembang. Insidensi KAD pada anak yang sudah terdiagnosis DM
tipe 1 adalah sebesar 1- 10% per pasien tiap tahunnya. 3 Anak di bawah 5 tahun lebih sering
mengalami KAD saat diagnosis pertama, terutama jika disertai masalah sosial-ekonomi
dan kendala akses pelayanan kesehatan. Pada DMT2 angka kejadian KAD jauh lebih
rendah dibanding DMT1, terjadi hanya kurang lebih pada 25% kasus.5
Indonesia
Berdasarkan data Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Pada tahun 2017, 71% anak
dengan DM tipe-1 pertama kali terdiagnosis dengan Ketoasidosis Diabetikum (KAD),
12
meningkat dari tahun 2016 dan 2015, yaitu 63%.2 Diduga masih banyak pasien DM tipe-1
yang tidak terdiagnosis atau salah diagnosis saat pertama kali berobat ke rumah sakit.4
2. 9. Patofisiologi 5
1. Pada pasien DM tipe 1, mengalami defisiensi insulin yang absolut
2. Atau terjadi insufisiensi intake insulin yang kurang, baik ada factor infeksi maupun
stress, bisa menginduce/ meningkatkan hormon kontraregulatori dari insulin, yaitu
glucagon, kortisol, katekolamin, growth hormone
3. Sehingga akan mengaktifkan 4 proses disini, yaitu : meningkatkan lipolysis, menurunkan
pemakaian glukosa, meningkatkan proteolysis atau menurunkan sintesis protein, dan
meningkatkan glukogenolisis
4. Ke-empat pathway ini akan berkesinambungan menyebabkan suatu Ketoasidosis. Lihat
jalurnya, dari peningkatan lipolysis, bisa menjadi asidosis laktat. Dan juga gangguan pada
penggunaan glukosa sendiri bisa menyebabkan hiperglikemia. Kalau yang gangguan
simtesis protein bisa menimbulkan hipergliemia, bahkan sampai dehidrasi dan juga
gangguan fungsi ginjal. Dan juga proses peningkatan glikogenolisis bisa menyebabkan
hiperglikemia
Dimana pasien mengalami DM tipe 1, kemudian tidak berobat dengan baik, maka dapat
menimbulkan KAD
13
2. 10. Manifestasi klinis
Penegakkan diagnosis KAD salah satunya dapat dilihat dari gejala klinis KAD. Gejala
klinis KAD pada anak yang dapat ditemukan adalah dehidrasi, dengan derajat yang
bervariasi, dapat ditemukan takikardi, hipotensi, turgor kulit menurun dan syok,
perubahan kesadaran dengan derajat yang bervariasi, mulai dari bingung sampai koma.
Selain itu, terdapat mual, muntah, nyeri perut, pola napas Kussmaul, gejala klasik DM
berupa poliuria, polidipsi, serta penurunan berat badan. Gejala tidak khas yang
menyerupai penyakit lain yaitu gastroenteritis, akut abdomen, keracunan, gangguan SSP,
sindrom uremik, dan lain-lain.3
2. 11. Penatalaksanaan
Tujuan utama penatalaksanaan KAD adalah menghentikan proses asidosis bukan hanya
menurunkan kadar glukosa. Prinsip tata laksana KAD meliputi terapi cairan untuk
mengkoreksi dehidrasi dan menstabilkan fungsi sirkulasi, pemberian insulin untuk
menghentikan produksi benda keton yang berlebihan, mengatasi gangguan keseimbangan
elektrolit, mengatasi penyakit yang mendasari KAD serta monitor komplikasi terapi. Anak
14
dengan KAD harus dirawat di tempat yang memiliki perawat terlatih dalam menangani
KAD, memiliki panduan tata laksana KAD, memiliki laboratorium yang memungkinkan
evaluasi pasien secara ketat. Indikasi perawatan di ruang rawat intensif adalah KAD berat,
risiko edema serebri, usia sangat muda (< 5 tahun), dan aritmia.6
Karena ini kasus emergensi, maka harus ada penilaian awal : 2,3,6
• Primary survey
- Pasang akses Intra Vena/ Intra ossesus, kalau tdk ada kalian gunakan jalur tulang (jadi
cari tulang lunak dari tulang kering), atau tibia, dimasukkan jarumnya kesitu u/
pemberian cairan dan manajemen saluran napas bila terindikasi
• Secondary survey
- Dapatkan kadar gula darah awal, keton darah/urin, kadar elektrolit dan analisis gas darah
(penting : u/ menentukan derajat ringan, sedang, berat KAD
15
- Nilai status mental dan derajat dehidrasi
- Bila memungkinakn, transfer ke unit yang mampu memonitor secara intensif, yang pasti
adalah ICU
Tabel di samping untuk menilai apakah ada gangguan sirkulasi, terutama pada yang
dehidrasi, ini u/ mengestimasi derajat dehidrasi pada anak
- Dikatakan ringan : pd bayi < 1 th (<= 5%), dll. Untuk persen2 nya biasanya kita ambil,
pertengahan atau yang paling atas
16
Pemberian insulin ada aturannya, yaitu setelah 1-2 jam pemberian cairan, kalau terlalu
cepat pemeberian insulin, maka resiko hipokalemia bisa terjadi, biasanya rehidrasi dulu
aja, tdk perlu buru2 karena kalau KAD terapi utama nya bukan insulin, tapi kita harus
menyelamatkan sirkulasi dan rehidrasi nya dulu, insulin terapi nomor ke-3
Ini pada pojok kanan atas ini, adalah cara untuk mengencerkan insulin drip 50 unit
insulin dalam 500 cc Nacl, 1 cc setara dengan 0,1
- Bila tdk tersedia akses IV maka bisa diberikan secara langsung, subkutan2,3,6
17
Pemantauan terapi insulin
pH > 7,30 pH nya sudah Kembali normal
HCO3 > 15 mmol/L HCO3 sudah Kembali normal
Beta-hidroksubutirat < 1 mmol/L Beta-hidroksubutirat sudah Kembali normal
Anion gap nya sudah Kembali normal
Target penurunan gula darah tidak boleh terlalu cepat, harus pelan-pelan, karena kalau
terlalu cepat bisa menyebabkan edema serebri, bisa menyebabkan hipoglikemi. Selain
pemberian insulin kita juga perlu menambahkan dextrose pada cairannya, supaya
penurunan gula darah tidak terlalu cepat
- Bila glukosa darah turun terlalu cepat (90 mg/dL/jam) pertimbangkan penambahan
dekstrose2,3,6
18
Pada kasus KAD memang bisa mengalami hipokalemia, dimana mekanisme terjadi nya
hipokalemia ini adalah akibat dari gannguan insulin, sehingga bisa menimbullkan resiko
aritmia melalu EKG
- Bila kadar kalium nya sulit diperiksa maka bisa dengan monitor EKG nya saja, untuk
membantu memutuskan penyesuaian koreksi Kalium, jadi kalau mislanya ada tanda2
gelombang EKG yang patologis yang mengarah ke hipokalemia, misalnya kompleks
QRS nya lebar atau ada gelombang U, itu artinya ada gangguan elektrolit kalium
Ingat penggantian kalium harus dilakukan, kecuali pada pasien dengan gangguan ginjal,
jadi kalau ada gangguan ginjal harus hati-hati, terutama kalau pasien nya belum pips tidak
boleh diberikan kalium dulu,
- Cairan yang dapat diberikan dengan akses intravena perifer itu hanya maksimal 40 mEq/L
(meq per liter)
- Bila kalium diberikan bersamaan ekspansi cairan segera, konsentrasu 20 mEq/L harus
diberikan
- Hati-hati Pseudohiponatremia
- Koreksi bila kadar natrium < 120 mEq/L karena biasanya ps2 KAD bs
Pseudohiponatremia, kalian selesai rehidrasi saja tanpa kalian koreksi sudah bisa normal
Kembali
Hipernatrremi
- Dikatakan hipernatremi kalau natrium nya diatas 160 mEq/L koreksi selama 48-72
jam dengan cairan2,3,6
- Kalau perlu diberikan bikarbonat, yaitu dengan pertimbangan jika pH tetapi di bawah 6,9,
setelah dilakukan resusitasi cairan dan ternyata setelah diukur Ph nya masih rendah, tidak
responsive pada cairan, maka boleh diberikan bikarbonat
20
- Bila bikarbonat dipertimbangan maka bisa diberikan dengan 1-2 mmol/Kg dalam 60 menit
2,3,6
21
Tabel 2. Skala Koma Glasglow.
2. 13. Prognosis
Pada pasien KAD umumnya setelah diberikan insulin dan terapi standar lainnya akan
membaik, jika komorbid tidak terlalu berat. Biasanya kematian pada pasien KAD adalah
karena penyakit penyerta berat yang datang pada fase lanjut. Kematian meningkat seiring
dengan meningkatnya usia dan beratnya penyakit penyerta.1
2. 14. Pencegahan
Mencegah terjadinya KAD merupakan suatu langkah yang sangat penting bagi
penderita DM. Ketosis merupakan keadaan sebelum terjadinya KAD sehingga apabila ditemukan
pasien dalam fase ketosis biasanya keadaan klinisnya lebih ringan dan penatalaksanaannya lebih
22
mudah.1 Tata laksana DMT1 yang komprehensif akan menurunkan kejadian berulangnya KAD.
Berulangnya KAD pada anak dan remaja lebih disebabkan karena menolak penyuntikan insulin
atau bosan melakukan penyuntikan dan akibat kurangnya pemahaman tentang DMT1 oleh
orangtua dan keluarga lainnya. Infeksi (tanpa muntah dan diare) sangat jarang sebagai penyebab
berulangnya KAD pada pasien yang telah memiliki pemahaman yang baik tentang tata laksana
DM. Berikut terdapat tabel strategi untuk pencegahan KAD.1,5,7
III. Kesimpulan
23
Daftar Pustaka
1. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alvi I, Simadibrata MK, Setiati S (eds). Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam, 6th ed.Jakarta; departemen ilmu penyakit dalam fakultas kedokteran
indonesia. 2017.h. 2377-82
2. Yati NP, Tridjaja B. Panduan praktik klinis ikatan dokter anak Indonesia. Ketoasidosis
dan edema serebri pada diabetes mellitus tipe-1. IDAI; 2017. h. 2-9
3. Riduan RJ, Mustofa S. penatalaksanaan KAD dan DM tipe-1 pada anak usia 15 tahun.
Jurnal Medula Unila: April 2017;7(2).h.114-22
4. Aman B. Pulungan dkk. Diabetes melitus tipe-1 pada anak: situasi di Indonesia dan tata
laksana. Jurnal Sari Pediatri: April 2019;20(6). H 392-393
5. Behrman RE, Kliegman RM. Nelson esensi pediatri. Jakarta: EGC; 2010
6. Pardade SO, Djer MM, Soesanti F, Ambarsari CG, Soebadi A. Tatalaksana berbagai
keadaan gawat darurat pada anak. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
Departemen Ilmu Kesehatan Anak; 2013.h.71-82
7. Ketoasidosis diabetik pada anak dan remaja. Diunduh dari
http://spesialis1.ika.fk.unair.ac.id/wp-content/uploads/2017/04/EN17_Ketoasidosis-
Diabetik-Q.pdf Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga. Pada tanggal 27 November
2018.
24