Anda di halaman 1dari 24

Ketoasidosis Diabetik et causa DM tipe 1 pada Anak Usia 7 tahun

Wendi Erik Saputra (102017206)


Delfina Fergita (102017031)
Netalia (102018003)
Shania Audrianisa (102018023)
Laurencia Agatha (102018068)
Gabriel Meistika (102018073)
Daniel (102018083)
Marcel Kurniadi (102018119)
Kelompok B3
Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana, Jakarta
Jl.Arjuna utara No.6 Tel. (021)56942062, Fax.5631731, Jakarta 11510
E-mail : shania.2018fk023@civitas.ukrida.ac.id

Abstrak
Diabetes mellitus (DM) merupakan penyakit metabolik yang dikarakteristikkan dengan
hiperglikemia kronis serta kelainan metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein diakibatkan
oleh kelainan sekresi insulin, kerja insulin, ataupun keduanya. DM tipe 1 disebabkan oleh
kerusakan sel B pankreas baik oleh proses autoimun maupun idiopatik sehingga produksi insulin
berkurang bahkan terhenti. Komplikasi yang sering terjadi pada DM tipe 1 ialah Ketoasidosis
diabetikum (KAD) yang terjadi karena akibat defisiensi insulin yang beredar dan kombinasi
peningkatan hormone-hormon kontraregulator yaitu katekolamin, glucagon, kortisol, dan
hormone pertumbuhan. Penatalaksanaan awal KAD yaitu terapi cairan, insulin, diet, pemantauan
kadar glukosa, serta penatalaksanaan gejala simptomatis lain yang dirasakan. Selain itu perlu
dilakukan tahapan pengobatan tentang penyakit, pemberian obat, pola makan dan gaya hidup.
Pada pasien KAD umumnya setelah diberikan insulin dan terapi standar lainnya akan membaik,
jika komorbid tidak terlalu berat.
Kata kunci : Diabetes mellitus, ketoasidosis diabetik

Abstract

Diabetes mellitus (DM) is a metabolic disease characterized by chronic hyperglycemia and


disorders of carbohydrate, fat and protein metabolism caused by abnormalities in insulin
secretion, insulin action, or both. Type 1 diabetes mellitus is caused by damage to pancreatic B
cells by both autoimmune and idiopathic processes so that insulin production decreases and even
stops. Complications that often occur in type 1 diabetes are diabetic ketoacidosis (KAD) which
occurs due to deficiency of circulating insulin and a combination of increased counter-regulating
hormones, namely catecholamines, glucagon, cortisol, and growth hormone. The initial
management of KAD includes fluid therapy, insulin, diet, monitoring of glucose levels, and
1
management of other symptomatic symptoms. In addition, it is necessary to carry out the stages
of treatment regarding disease, drug administration, diet and lifestyle. In patients with KAD,
generally after being given insulin and other standard therapy, it will improve, if the comorbids
are not too severe.
Keywords: Chronic kidney disease, anemia, hypertension.
I. Pendahuluan
1. 1. Latar belakang

Diabetes melitus adalah sindrom yang disebabkan ketidakseimbangan antara


tuntunan dan suplai insulin. Sindrom ditandai oleh hiperglikemi dan berkaitan dengan
abnormalitas metabolisme karbohidrat, lemak dan protein. Ketoasidosis diabetic (KAD)
merupakansalah satu komplikasi akut diabetes yang sangat berhubungan dengan kualitas
edukasi yang diberikan kepada seorang dengan diabetes mellitus (DM) 2, sementara DM
tipe 1, sering kali ketoasidosis merupakan pintu awal diagnosis.1 Ketoasidosis diabetik
disebabkan oleh penurunan kadar insulin efektif di sirkulasi yang terkait dengan
peningkatan sejumlah hormon seperti glukagon, katekolamin, kortisol, dan growth
hormone. Ketoasidosis diabetik (KAD) merupakan penyebab utama morbiditas dan
mortalitas pada anak dengan diabetes mellitus tipe 1 (IDDM). Mortalitas terutama
berhubungan dengan edema serebri yang terjadi sekitar 57% - 87% dari seluruh kematian
akibat KAD.2

Risiko KAD pada IDDM adalah 1 – 10% per pasien per tahun. Risiko meningkat
pada anak dengan kontrol metabolik yang jelek atau sebelumnya pernah mengalami
episode KAD, anak perempuan peripubertal dan remaja, anak dengan gangguan psikiatri
(termasuk gangguan makan), dan kondisi keluarga yang sulit (termasuk status sosial
ekonomi rendah dan masalah asuransi kesehatan). Pengobatan dengan insulin yang tidak
teratur juga dapat memicu terjadinya KAD.3

Terdapat lima penanganan prehospital yang penting bagi pasien KAD, yaitu:
penyediaan oksigen dan pemantauan jalan napas, monitoring, pemberian cairan isotonik
intravena dan balance elektrolit, tes glukosa, dan pemeriksaan status mental (termasuk
derajat kesadaran). Anak dengan tanda-tanda KAD berat (durasi gejala yang lama,
gangguan sirkulasi, atau penurunan derajat kesadaran) atau adanya peningkatan risiko

2
edema serebri (termasuk usia < 5 tahun dan onset baru) harus dipertimbangkan dirawat di
unit perawatan intensif anak.2,3

1. 2. Rumusan masalah

Anak perempuan 7 tahun nyeri perut yang disertai muntah-muntah sejak 1 jam SMRS dan
tampak mengantuk, lebih sering tidur sejak 1 hari SMRS.

1. 3. Tujuan

Tujuan dari penulisan makalah ini adalah :

1. Mahasiswa mengerti anamnesis terarah dan pemeriksaan fisik pada kasus DKA
(Diabetik ketoasidosis)
2. Mahasiswa mengerti etiologi DKA
3. Mahasiswa mengerti batasan DKA, gejala-gejala dan faktor risikonya
4. Mahasiswa mengerti patofisiologi DKA dan komplikasi yang dapat terjadi
5. Mahasiswa mengerti pemeriksaan penunjang untuk membantu menegakan diagnosis
DKA
6. Mahasiswa mengerti tatalaksana awal pada DKA sebelum dirujuk ke fasilitas yang lebih
lengkap

II. Isi

Skenario 9

Seorang anak perempuan usia 7 tahun dibawa orangtuanya ke IGD RS karena nyeri perut yang
disertai muntah-muntah sejak 1 jam SMRS. Selain itu, ibu mengatakan bahwa anaknya tampak
mengantuk, lebih sering tidur sejak 1 hari SMRS

3
II. Isi

2. 1. Anamnesis

Dalam skenario 9 didapatkan hasil anamnesis berupa:

a) Identitas pasien: anak perempuan usia 7 tahun


b) Keluhan utama : nyeri perut yang disertai muntah-muntah sejak 1 jam SMRS dan
tampak mengantuk, lebih sering tidur sejak 1 hari SMRS.
c) Riwayat Penyakit Sekarang : Tidak ada demam, tidak ada batuk pilek, tidak ada riwayat
sesak sebelumnya, tidak ada kejang, tidak ada riwayat trauma kepala.
d) Riwayat penyakit dahulu : riwayat DMT1 sejak usia 5 tahun. Kontrol tidak rutin.
e) Riwayat penyakit keluarga : Tidak ada data
f) Riwayat sosial dan riwayat pekerjaan : Tidak ada data
g) Riwayat pengobatan : Minum obat tidak teratur.

2. 3. Pemeriksaan Fisik

Dari skenario 9 didapatkan hasil pemeriksaan fisik:


 Kesadaran : Somnolen
 Keadaan umum : Tampak sakit berat
 Tanda-tanda vital (nadi, nafas, suhu, tekanan darah)
TD : 80/50 mmHg, Suhu : 37 °C, frekuensi napas : 40x/menit , Frekuensi nadi :
120x/menit
 Kepala dan wajah : mukosa bibir dan mulut tampak kering
 Leher : dalam batas normal
 Thoraks : jantung : BJ I-II regular, tidak ada galop dan tidak ada murmur
 Paru : tidak ada retraksi, suara napas vesikuler, tidak ada ronkhi dan tidak

ada mengi.
 Abdomen : turgor kulit kembali lambat
 Ekstremitas : akral dingin, nadi teraba lemah dan kecil, kutis mamorata

4
2. 4. Pemeriksaan penunjang

2. 4. 1. Gula Darah Sewaktu


Pemeriksaan glukosa darah sewaktu merupakan hasil pemeriksaan sesaat pada
suatu hari tanpa memperhatikan waktu makan terakhir. Diagnosa diabetes
mellitus bisa ditegakkan apabila nilai GDS ≥200. Dari skenario di dapatkan GDS
500 mg/dl.2,6

2. 4. 2. Analisa Gas Darah

Analisa gas darah adalah salah satu tindakan pemeriksaan laboratorium yang
ditujukan ketika dibutuhkan informasi yang berhubungan dengan keseimbangan
asam basa pasien. Hal ini berhubungan untuk mengetahui keseimbangan asam
basa tubuh yang dikontrol melalui tiga mekanisme, yaitu system buffer, sistem
respiratori, dan sistem renal.PH normal adalah 7,35-7,45, oksigen (O 2) 80-
100mEq/L, karbon dioksida (CO2) 35-45mmHg, bikarbonat (HCO3) 22-26
mEq/L.6

2. 4. 3. Urinalisa

Pemeriksaan urin atau biasa disebut analisa urin (urinalisa) merupakan


pemeriksaan penyaring yang dipakai untuk mengetahui adanya kelainan di
dalam saluran kemih yaitu dari ginjal dengan salurannya, kelainan yang terjadi
di luar ginjal, untuk mendeteksi adanya metabolit obat. Pemeriksaan urin
meliputi pemeriksaan makroskopik, mikroskopik/sedimen dan kimia urin.
Salah satunya adalah benda keton. Terutama dilakukan pada pasien DM
tipe 2 yang terkendali buruk,koma dengan penyulit akut,dengan gejala KAD,
pasien hamil. Nilai rujukan =< 0,6 mmol/L darah,ketosis > 1 mmol/L darah.
Indikasi KAD > 3 mmol/L darah.6

2. 4. 4. Elektrolit

5
Pemeriksaan elektrolit adalah pemeriksaan untuk memantau keseimbangan
cairan di dalam tubuh. Air/ cairan elektrolit ini berperan penting dalam fungsi
kerja saraf dan otot. Tujuannya adalah untuk mendiagnosa dan mengukur
manajemen ginjal, endokrin, asam-basa, keseimbangan air, dan kondisi lainnya.
Biasanya pemeriksaan ini dilakukan bersamaan dengan pemeriksaan elektrolit
darah yang lain seperti natrium (Na), klorida (Cl), kalsium (Ca), dan magnesium
(Mg).Kadar normal Na+ darah 135-145mEq/L, K+ 3,5-5,0 mEq/L, Cl- 98-110
mEq/L, Mg2+ 1,5-2,5 mEq/L.6
Hasil pemeriksaan penunjang pada kasus adalah
GDS: 500 mg/dL
AGD : asidosis metabolik dengan pH 7,1 , HCO3 8 mEq/L, SaO2 93%
Urinalisis : glukosa +4, benda keton +++, BJ 1.030
Elektrolit : Na 138 mEq/L, K: 5 mEq/L, Cl: 85 mEq/L

2. 5. Working diagnosis

Ketoasidosis diabetikum ec Diabetes mellitus tipe 1


Ketoasidosis Diabetik Ketoasidosis diabetik (KAD) adalah kondisi medis darurat yang
dapat mengancam jiwa bila tidak ditangani secara tepat. Ketoasidosis diabetik disebabkan
oleh penurunan kadar insulin efektif di sirkulasi yang terkait dengan peningkatan sejumlah
hormon seperti glukagon, katekolamin, kortisol, dan growth hormone. Hal ini akan

6
memicu peningkatan produksi glukosa oleh hepar dan ginjal disertai penurunan
penggunaan glukosa perifer, sehingga mengakibatkan keadaan hiperglikemia dan
hiperosmolar. Peningkatan lipolisis, dengan produksi badan keton akan menyebabkan
ketonemia dan asidosis metabolik. Hiperglikemia dan asidosis akan menghasilkan diuresis
osmotik, dehidrasi, dan kehilangan elektrolit. Kriteria biokimia untuk diagnosis KAD
mencakup hiperglikemia (gula darah > 11 mMol/L / 200 mg/dL) dengan pH vena < 7,3 dan
atau bikarbonat < 15 mMol/L). Keadaan ini juga berkaitan dengan glikosuria, ketonuria,
dan ketonemia.1,3

Ketoasidosis diabetik pada umumnya dikategorisasi berdasarkan derajat keparahan


asidosis, Klasifikasi KAD

Normal Mild Moderate Severe


CO2 (mEq/ L, 20-28 16-20 10-15 <10
venous)
pH (venous) 7.35-7.45 7.25-7.35 7.15-7.25 <7.15
Clinical No change Oriented, alert Kussmaul, Kussmaul,
but fatigue oriented but sleepy to
sleepy, depressed
arrousable sensorium to
coma
Table 4. klasifikasi KAD. 7

Peningkatan lipolisis, dengan produksi badan keton (beta-hidroksibutirat dan asetoasetat)


akan menyebabkan ketonemia dan asidosis metabolik. Hiperglikemia dan asidosis akan
menghasilkan diuresis osmotik, dehidrasi, dan kehilangan elektrolit.
2. 6. Differential diagnosis

2. 6. 1. Diabetes Mellitus tipe 2

Diabetes Melitus Tipe 2 dikenal sebagai penyakit gula yang tidak tergantung Insulin.
Diabet tipe 2 ini berkembang ketika tubuh masih mampu menghasilkan insulin tetapi

7
tidak cukup dalam pemenuhannya atau bisa juga disebabkan karena insulin yang
dihasilkan mengalami resistance insulin dimana insulin tidak bekerja secara
maksimal. Sekitar 90-95% penderita diabetes melitus termasuk dalam tipe diabetes 2.
Penderita dirawat dengan mangatur pola makan, latihan dan menyuntikkan insulin
untuk mencapai kadar gula dan tekanan darah yang senormal mungkin. sedangkan 5-
10 adalah diabetes melitus gestational dan diabet tipe 1.1

Gejala Klinis

- 3P (polifagi, polidipsi, poliuri)


Komplikasi
- Penglihatan kabur
- Kesemutan  baal
- Gangguan berkemih
- Disfungsi ereksi
- Diare kronik
- Gangguan memori
- Sirosis hepatis (ascites, kaput medusa, kollateral)
- TBC (batuk-batuk >3 we)

Etiologi  mekanisme yang tepat yang menyebabkan resistensi insulin dan gangguan sekresi
insulin pada DM tipe 2 masih belum diketahui. Faktor genetic memegang peranan dalam proses
terjadinya resistensi insulin. Akan tetapi sekarang ini, pasien yang terdiagnosa DM 2 sering
diakibatkan gaya hidup dan pola makan yang tidak sehat. Faktor Risiko adalah Usia >45 thn,
Obesitas, Riwayat keluarga, Pekerjaan, Sosialekonomi, Nutrisi, Geografi, Jenis kelamin.

2. 6. 2. Respiratory Distress Syndrome

ARDS atau acute respiratory distress syndrome adalah gangguan pernapasan berat yang disebabkan


oleh penumpukan cairan di alveoli atau kantung udara kecil di paru-paru. Gejala utamanya adalah
sesak napas berat dan sulit bernapas.

ARDS sering disebabkan oleh penyakit kritis, seperti sepsis atau pneumonia berat. Salah satu
penyebab pneumonia yang saat ini sedang menjadi pandemik adalah virus Corona (COVID-19).

8
Menurut sejumlah penelitian, beberapa pasien COVID-19 bisa mengalami ARDS dalam
perjalanan penyakitnya.1

ARDS merupakan kondisi darurat yang mengancam nyawa penderitanya. Sehingga perlu
mendapat penanganan yang cepat dan tepat.

Penyebab Acute Respiratory Distress Syndrome

ARDS disebabkan oleh kerusakan alveoli akibat merembesnya cairan dari pembuluh darah
kapiler di dalam paru-paru ke dalam alveoli. Alveoli adalah kantong udara di paru-paru yang
berfungsi menyalurkan oksigen ke darah dan mengeluarkan karbondioksida dari dalam darah.

Pada kondisi normal, membran yang melindungi pembuluh darah kapiler menjaga cairan tetap di
dalam pembuluh darah. Namun, pada ARDS, cedera atau penyakit berat menyebabkan kerusakan
pada membran pelindung tersebut, sehingga cairan bocor ke alveoli.

Penumpukan cairan tersebut membuat paru-paru tidak bisa terisi udara, sehingga pasokan
oksigen ke aliran darah dan tubuh menjadi berkurang. Kekurangan pasokan oksigen ini akan
menyebabkan terhentinya fungsi organ, termasuk otak dan ginjal. Jika dibiarkan, kondisi ini akan
mengancam nyawa penderitanya.1

Beberapa kondisi dan penyakit yang bisa menyebabkan ARDS adalah:

 Sepsis
 Cedera di kepala atau dada, misalnya akibat benturan atau kecelakaan
 Pneumonia (infeksi paru-paru) yang berat
 Luka bakar
 Menghirup zat berbahaya, seperti asap pekat atau uap kimia
 Tersedak atau kondisi nyaris tenggelam
 Menerima transfusi darah dengan volume darah yang banyak
 Pankreatitis

9
Faktor Risiko Acute Respiratory Distress Syndrome

Ada beberapa faktor yang dapat meningkatkan risiko seseorang terkena ARDS, di antaranya:

 Berusia di atas 65 tahun


 Memiliki kebiasaan merokok
 Memiliki kecanduan minuman beralkohol
 Menderita penyakit paru-paru kronis
 Menderita kelainan genetik
 Menderita obesitas
 Mengalami overdosis obat-obatan tertentu

Beberapa gejala dan tanda yang dapat muncul pada penderita ARDS adalah:

 Napas pendek dan cepat


 Sesak napas
 Tekanan darah rendah (hipotensi)
 Tubuh terasa sangat lelah
 Keringat berlebih
 Bibir atau kuku berwarna kebiruan (sianosis)
 Nyeri dada
 Denyut jantung meningkat (takikardia)
 Batuk
 Demam
 Sakit kepala atau pusing
 Bingung

2. 6. 3. Gastroenteritis

Gastroenteritis didefinisikan sebagai inflamasi membrane mukosa lambung dan usus


halus yang ditandai dengan muntah dan diare yang berakibat kehilangan cairan dan
elektrolit yang menimbulkan dehidrasi dan gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit.

10
Faktor Infeksi bakteri : Vibrio, E. Coli, Salmonella, Shigelia Compylobacter, Yersina,
Aeromonas,dan sebagainya.Infeksi virus : Eterovirus, Adenovirus, Rotavirus,Astrovirus,
parasit : cacing (Ascaris, Triguris, Oxyyuris, Strongyloides), protozoa
(EntamoebaHstolitica, Glardialambia, Trichomonas Hominis).Faktor malabsorbsi
karbohidrat, lemak, atau protein. Faktor makanan basi, beracun, dan alergi terhadap
makanan. Factor psikologis rasa takut dan cemas. Imunodefisiensi dapat mengakibatkan
terjadinya pertumbuhan bakteri. Infeksi terhadap organ lain, seperti radang tonsil,
bronchitis, dan radang tenggorokan.

Penyebab gastroenteritis akut adalah masuknya virus,bakteri atau toksin, dan parasit.
Beberapa mikroorganisme patogen ini menyebabkan infeksi pada sel-sel, memproduksi
enterotoksin atau Cytotoksin dimana merusak sel-sel, atau melekat pada dindingusus
pada gastroenteritis akut.Penularan gastroenteritis bisa melalui fekal-oral dari satu klien
ke klien yanglainnya. Beberapa kasus ditemui penyebaran patogen dikarenakan makanan
dan minuman yang terkontaminasi. Mekanisme dasar penyebab timbulnya diare adalah
gangguan osmotik (makanan yang tidak dapat diserap akan menyebabkan tekanan
osmotik dalam rongga ususmeningkat sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolit
kedalam rongga usus, isirongga usus berlebihan sehingga timbul diare ). Selain itu
menimbulkan gangguan sekresi akibat toksin di dinding usus, sehingga sekresi air dan
elektrolit meningkat kemudian terjadi diare. Gangguan motilitas usus yang
mengakibatkanhiperperistaltik dan hipoperistaltik. Akibat dari diare itu sendiri adalah
kehilangan air dan elektrolit (dehidrasi) yang mengakibatkan gangguan asam basa.1

2. 6. 4. , Hyperosmolar hyperglycemic nonketotic coma


Koma hyperosmolar hiperglikemik non ketotik merupakan komplikasi akut pada
penyakit Diabetes miletus. Sindroma HHNK ditandai oleh hiperglikemia, hyperosmolar
tanpa disertai adanya ketosis. Gejala klinis utama yang timbul adalah dehidrasi berat ,
hiperglikemia berat dan seringkali disertai gangguan neurologis dengan atau tanpa
adanya ketosis.Gejala khas meningkatnya rasa haus disertai poliuri, polidipsi, dan
penurunan berat badan.Secara klinis HHNK sulit dibedakan dengan KAD terutama bila
hasil laboratorium seperti glukosa darah, keton dan analisa gas darah belum ada
hasilnya.Tanda-tanda HHNK sebagai pegangan yaitu sering ditemukan pada usia lanjut

11
(>60 thn) pada anak jarang, Hampir separuh pasien tidak mepunyai riwayat DM atau
DM tanpa insulin, dan mempunyai penyakit dasar lain.1
2. 7. Etiologi

Ada sekitar 20% pasien KAD yang baru diketahui menderita DM untuk pertama kali. Pada
pasien yang sudah diketahui DM sebelumnya, 80% dapat dikenali adanya faktor pencetus.
Mengatasi faktor pencetus ini penting dalam pengobatan dan pencegahan ketoasidosis
berulang. Faktor pencetus yang berperan untuk terjadinya KAD adalah pankreatitis akut,
penggunaan obat golongan steroid, serta menghentikan atau mengurangi dosis insulin.
Tidak adanya insulin atau tidak cukupnya  jumlah insulin yang nyata, yang dapat
disebabkan oleh : 1). Insulin tidak diberikan atau diberikan dengan dosis yang dikurangi;
2). Keadaan sakit atau infeksi; 3). Manifestasi pertama pada penyakit diabetes yang tidak
terdiagnosis dan tidak diobati.1

2. 8. Epidemiologi

Global

Insidens KAD sangat bervariasi dari satu negara dengan negara lain. Kejadian KAD
tertinggi didapatkan di negara Uni Emirat Arab sebanyak 80% dari kasus DM dan terendah
di Swedia sebesar 14%.5 Berdasarkan data World Health Organization (WHO) tahun 2013,
terdapat sekitar 13-80% dari 65.000 anak yang berusia < 15 tahun dengan diagnosis KAD.
Angka kejadian KAD sebesar 15-70% di wilayah Eropa, Australia dan Amerika dan lebih
tinggi lagi di negara berkembang. Insidensi KAD pada anak yang sudah terdiagnosis DM
tipe 1 adalah sebesar 1- 10% per pasien tiap tahunnya. 3 Anak di bawah 5 tahun lebih sering
mengalami KAD saat diagnosis pertama, terutama jika disertai masalah sosial-ekonomi
dan kendala akses pelayanan kesehatan. Pada DMT2 angka kejadian KAD jauh lebih
rendah dibanding DMT1, terjadi hanya kurang lebih pada 25% kasus.5

Indonesia

Berdasarkan data Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Pada tahun 2017, 71% anak
dengan DM tipe-1 pertama kali terdiagnosis dengan Ketoasidosis Diabetikum (KAD),

12
meningkat dari tahun 2016 dan 2015, yaitu 63%.2 Diduga masih banyak pasien DM tipe-1
yang tidak terdiagnosis atau salah diagnosis saat pertama kali berobat ke rumah sakit.4

2. 9. Patofisiologi 5
1. Pada pasien DM tipe 1, mengalami defisiensi insulin yang absolut
2. Atau terjadi insufisiensi intake insulin yang kurang, baik ada factor infeksi maupun
stress, bisa menginduce/ meningkatkan hormon kontraregulatori dari insulin, yaitu
glucagon, kortisol, katekolamin, growth hormone
3. Sehingga akan mengaktifkan 4 proses disini, yaitu : meningkatkan lipolysis, menurunkan
pemakaian glukosa, meningkatkan proteolysis atau menurunkan sintesis protein, dan
meningkatkan glukogenolisis
4. Ke-empat pathway ini akan berkesinambungan menyebabkan suatu Ketoasidosis. Lihat
jalurnya, dari peningkatan lipolysis, bisa menjadi asidosis laktat. Dan juga gangguan pada
penggunaan glukosa sendiri bisa menyebabkan hiperglikemia. Kalau yang gangguan
simtesis protein bisa menimbulkan hipergliemia, bahkan sampai dehidrasi dan juga
gangguan fungsi ginjal. Dan juga proses peningkatan glikogenolisis bisa menyebabkan
hiperglikemia
Dimana pasien mengalami DM tipe 1, kemudian tidak berobat dengan baik, maka dapat
menimbulkan KAD

13
2. 10. Manifestasi klinis
Penegakkan diagnosis KAD salah satunya dapat dilihat dari gejala klinis KAD. Gejala
klinis KAD pada anak yang dapat ditemukan adalah dehidrasi, dengan derajat yang
bervariasi, dapat ditemukan takikardi, hipotensi, turgor kulit menurun dan syok,
perubahan kesadaran dengan derajat yang bervariasi, mulai dari bingung sampai koma.
Selain itu, terdapat mual, muntah, nyeri perut, pola napas Kussmaul, gejala klasik DM
berupa poliuria, polidipsi, serta penurunan berat badan. Gejala tidak khas yang
menyerupai penyakit lain yaitu gastroenteritis, akut abdomen, keracunan, gangguan SSP,
sindrom uremik, dan lain-lain.3

2. 11. Penatalaksanaan
Tujuan utama penatalaksanaan KAD adalah menghentikan proses asidosis bukan hanya
menurunkan kadar glukosa. Prinsip tata laksana KAD meliputi terapi cairan untuk
mengkoreksi dehidrasi dan menstabilkan fungsi sirkulasi, pemberian insulin untuk
menghentikan produksi benda keton yang berlebihan, mengatasi gangguan keseimbangan
elektrolit, mengatasi penyakit yang mendasari KAD serta monitor komplikasi terapi. Anak

14
dengan KAD harus dirawat di tempat yang memiliki perawat terlatih dalam menangani
KAD, memiliki panduan tata laksana KAD, memiliki laboratorium yang memungkinkan
evaluasi pasien secara ketat. Indikasi perawatan di ruang rawat intensif adalah KAD berat,
risiko edema serebri, usia sangat muda (< 5 tahun), dan aritmia.6

Karena ini kasus emergensi, maka harus ada penilaian awal : 2,3,6

• Primary survey

- Atasi kegawatdaruratan kardiovaskuler nya

- Pasang akses Intra Vena/ Intra ossesus, kalau tdk ada kalian gunakan jalur tulang (jadi
cari tulang lunak dari tulang kering), atau tibia, dimasukkan jarumnya kesitu u/
pemberian cairan dan manajemen saluran napas bila terindikasi

• Secondary survey

- Timbang berat badan pasien

- Dapatkan kadar gula darah awal, keton darah/urin, kadar elektrolit dan analisis gas darah
(penting : u/ menentukan derajat ringan, sedang, berat KAD

15
- Nilai status mental dan derajat dehidrasi

- Bila memungkinakn, transfer ke unit yang mampu memonitor secara intensif, yang pasti
adalah ICU

Tabel di samping  untuk menilai apakah ada gangguan sirkulasi, terutama pada yang
dehidrasi, ini u/ mengestimasi derajat dehidrasi pada anak

- Dikatakan ringan : pd bayi < 1 th (<= 5%), dll. Untuk persen2 nya biasanya kita ambil,
pertengahan atau yang paling atas

16
Pemberian insulin ada aturannya, yaitu setelah 1-2 jam pemberian cairan, kalau terlalu
cepat pemeberian insulin, maka resiko hipokalemia bisa terjadi, biasanya rehidrasi dulu
aja, tdk perlu buru2 karena kalau KAD terapi utama nya bukan insulin, tapi kita harus
menyelamatkan sirkulasi dan rehidrasi nya dulu, insulin terapi nomor ke-3

- Insulin subkutan bisa diberikan dengan dosis segini

- Insulin aspart bisa diberikan segini

Ini pada pojok kanan atas ini, adalah cara untuk mengencerkan insulin drip 50 unit
insulin dalam 500 cc Nacl, 1 cc setara dengan 0,1
- Bila tdk tersedia akses IV maka bisa diberikan secara langsung, subkutan2,3,6

17
Pemantauan terapi insulin
pH > 7,30  pH nya sudah Kembali normal
HCO3 > 15 mmol/L  HCO3 sudah Kembali normal
Beta-hidroksubutirat < 1 mmol/L  Beta-hidroksubutirat sudah Kembali normal
Anion gap nya sudah Kembali normal
Target penurunan gula darah tidak boleh terlalu cepat, harus pelan-pelan, karena kalau
terlalu cepat bisa menyebabkan edema serebri, bisa menyebabkan hipoglikemi. Selain
pemberian insulin kita juga perlu menambahkan dextrose pada cairannya, supaya
penurunan gula darah tidak terlalu cepat

• Pertimbangan menurunkan dosis insulin

- Sensitivitas bermakna terhadap terapi insulin

- Kondisi KAD tidak berat

- Bila glukosa turun mencapai 250 mg/dL

- Bila glukosa darah turun terlalu cepat (90 mg/dL/jam)  pertimbangkan penambahan
dekstrose2,3,6

18
Pada kasus KAD memang bisa mengalami hipokalemia, dimana mekanisme terjadi nya
hipokalemia ini adalah akibat dari gannguan insulin, sehingga bisa menimbullkan resiko
aritmia melalu EKG

- Bila kadar kalium nya sulit diperiksa maka bisa dengan monitor EKG nya saja, untuk
membantu memutuskan penyesuaian koreksi Kalium, jadi kalau mislanya ada tanda2
gelombang EKG yang patologis yang mengarah ke hipokalemia, misalnya kompleks
QRS nya lebar atau ada gelombang U, itu artinya ada gangguan elektrolit kalium

Ingat penggantian kalium harus dilakukan, kecuali pada pasien dengan gangguan ginjal,
jadi kalau ada gangguan ginjal harus hati-hati, terutama kalau pasien nya belum pips tidak
boleh diberikan kalium dulu,

- Cairan yang dapat diberikan dengan akses intravena perifer itu hanya maksimal 40 mEq/L
(meq per liter)

- Bila kalium diberikan bersamaan ekspansi cairan segera, konsentrasu 20 mEq/L harus
diberikan

Pada KAD bisa terjadi Hipernatremi atau Hiponatremi


19
 Hiponatremi

- Hati-hati Pseudohiponatremia

- Koreksi bila kadar natrium < 120 mEq/L  karena biasanya ps2 KAD bs
Pseudohiponatremia, kalian selesai rehidrasi saja tanpa kalian koreksi sudah bisa normal
Kembali

 Hipernatrremi

- Dikatakan hipernatremi kalau natrium nya diatas 160 mEq/L  koreksi selama 48-72
jam dengan cairan2,3,6

Untuk gangguan Asidosis dan bikarbonat


Sebetulnya pada pasien KAD, kita tidak perlu memberikan bikarbonat, karena
berdasarkan penelitian, tidak ada manfaatnya, di koreksi dengan cairan atau
dengan rehidrasi saja biasanya asidosis nya akan perbaikan dengan sendiri, hanya dengan
cairan saja. Jadi sebaiknya tunggu dan lihat saja hasilnya.

- Kalau perlu diberikan bikarbonat, yaitu dengan pertimbangan jika pH tetapi di bawah 6,9,
setelah dilakukan resusitasi cairan dan ternyata setelah diukur Ph nya masih rendah, tidak
responsive pada cairan, maka boleh diberikan bikarbonat

20
- Bila bikarbonat dipertimbangan maka bisa diberikan dengan 1-2 mmol/Kg dalam 60 menit
2,3,6

Tentunya KAD punya komplikasi, sehingga perlu pemantauan yang


komperehensif, yang dilakukan adalah
Tiap jam  harus observasi TTV, balans cairan, EKG, GDS kapiler (terutama GDS)
Tiap 4 jam  harus memonitor elektrolit dan AGD nya, apakah pasien tersebut
responsive terhadap terapi yang diberikan.
2. 12. Komplikasi
Sebagian besar kematian pada DMT1 disebabkan oleh komplikasi KAD. Angka
kematian di negara maju seperti Amerika Serikat, Kanada, dan Inggris bervariasi
antara 0,15-0,31%. Edema serebri menjadi penyebab kematian terbesar sekitar 21-
24%. Tingkat kesadaran pada KAD dipantau dengan menggunakan skala koma
Glasgow. Penilaian SKG merupakan salah satu parameter klinis adanya edema
serebri (lih. Tabel 2).5

21
Tabel 2. Skala Koma Glasglow.

Terminologi edema serebri merujuk pada peningkatan jumlah cairan di


dalam jaringan otak (edema) yang menyebabkan peningkatan volume jaringan
otak. Edema yang terjadi dapat berupa vasogenik akibat kerusakan sawar darah
otak, edema sitotoksik akibat gangguan metabolik atau edema osmotik akibat
hiponatremia. Patogenesis awal terjadinya edema serebri sangat kompleks dan
progresifitasnya belum sepenuhnya dipahami. Namun diperkirakan edema serebri
terjadi melalui beberapa mekanisme antara lain akumulasi solut intraseluler, peran
vasopressin dan atrial Natriuretic factor. Faktor risiko demografik yang
meningkatkan risiko edema serebri antara lain usia yang muda, penderita baru
DM, serta durasi gejala yang lama. Edema serebri paling banyak ditemukan pada
DMT1 dan sekitar 10-25% mengalami gejala sisa seperti gangguan motorik,
kehilangan penglihatan, kehilangan memori, dan kejang.5

2. 13. Prognosis
Pada pasien KAD umumnya setelah diberikan insulin dan terapi standar lainnya akan
membaik, jika komorbid tidak terlalu berat. Biasanya kematian pada pasien KAD adalah
karena penyakit penyerta berat yang datang pada fase lanjut. Kematian meningkat seiring
dengan meningkatnya usia dan beratnya penyakit penyerta.1

2. 14. Pencegahan
Mencegah terjadinya KAD merupakan suatu langkah yang sangat penting bagi
penderita DM. Ketosis merupakan keadaan sebelum terjadinya KAD sehingga apabila ditemukan
pasien dalam fase ketosis biasanya keadaan klinisnya lebih ringan dan penatalaksanaannya lebih

22
mudah.1 Tata laksana DMT1 yang komprehensif akan menurunkan kejadian berulangnya KAD.
Berulangnya KAD pada anak dan remaja lebih disebabkan karena menolak penyuntikan insulin

atau bosan melakukan penyuntikan dan akibat kurangnya pemahaman tentang DMT1 oleh
orangtua dan keluarga lainnya. Infeksi (tanpa muntah dan diare) sangat jarang sebagai penyebab
berulangnya KAD pada pasien yang telah memiliki pemahaman yang baik tentang tata laksana
DM. Berikut terdapat tabel strategi untuk pencegahan KAD.1,5,7

III. Kesimpulan

Hipotesis diterima. Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik,pemeriksaan penunjang


dan manifestasi klinik pasien menderita diabetes mellitus tipe 1 dengan ketoasidosis.
Kurangnya glukosa dalam sel mengakibatkan proses gluconeogenesis dan terbentuknya
benda-benda keton yang bersifat asam sehingga menyebabkan kondisi asidosis. Terapi
utama pada KAD adalah rehidrasi dan insulin serta dilakukan pemantauan terhadap kadar
elektrolit, gula dan status pasien untuk mencegah terjadinya komplikasi. Prognosis
penyakit umumnya buruk jika tidak ditangani segera dan tepat.

23
Daftar Pustaka

1. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alvi I, Simadibrata MK, Setiati S (eds). Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam, 6th ed.Jakarta; departemen ilmu penyakit dalam fakultas kedokteran
indonesia. 2017.h. 2377-82
2. Yati NP, Tridjaja B. Panduan praktik klinis ikatan dokter anak Indonesia. Ketoasidosis
dan edema serebri pada diabetes mellitus tipe-1. IDAI; 2017. h. 2-9
3. Riduan RJ, Mustofa S. penatalaksanaan KAD dan DM tipe-1 pada anak usia 15 tahun.
Jurnal Medula Unila: April 2017;7(2).h.114-22
4. Aman B. Pulungan dkk. Diabetes melitus tipe-1 pada anak: situasi di Indonesia dan tata
laksana. Jurnal Sari Pediatri: April 2019;20(6). H 392-393
5. Behrman RE, Kliegman RM. Nelson esensi pediatri. Jakarta: EGC; 2010
6. Pardade SO, Djer MM, Soesanti F, Ambarsari CG, Soebadi A. Tatalaksana berbagai
keadaan gawat darurat pada anak. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
Departemen Ilmu Kesehatan Anak; 2013.h.71-82
7. Ketoasidosis diabetik pada anak dan remaja. Diunduh dari
http://spesialis1.ika.fk.unair.ac.id/wp-content/uploads/2017/04/EN17_Ketoasidosis-
Diabetik-Q.pdf Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga. Pada tanggal 27 November
2018.

24

Anda mungkin juga menyukai