Anda di halaman 1dari 7

1.

Negara Kepulauan (Archipelagic States)


Kepulauan (archipelago) berarti gugus atau kumpulan dari beberapa pulau. Kata
archipelago berasal dari bahasa Yunani, arkhi berarti kepala dan pelagos yang berarti
laut. Menurut UNCLOS III BAB IV Pasal 46 Tahun 1982, Negara kepulauan merupakan
suatu Negara yang seluruhnya terdiri dari satu atau lebih kepulauan serta dapat mencakup
pulau-pulau lain. Konsep Negara kepulauan menekankan bahwa rasio laut atau air lebih
besar daripada daratan (pulau), tetapi kedua unsur tersebut dianggap sebagai satu
kesatuan. UNCLOS juga menentukan bahwa yang dimaksud dengan gugusan pulau
dalam Negara kepulauan berarti termasuk bagian pulau, perairan diantaranya dan lain-
lain wujud alamiah yang hubungannya satu sama lainnya demikian eratnya sehingga
pulau-pulau, perairan dan wujud alamiah lainnya itu merupakan suatu kesatuan geografi,
ekonomi, dan politik yang bersifat hakiki.
Wujud dari suatu Negara kepulauan ditentukan berdasarkan penentuan garis
pangkal lurus kepulauan (archipelagic straight baseline) seperti yang tertera dalam
Konvensi Hukum Laut (UNCLOS) III Pasal 47 Tahun 1982. Suatu Negara kepulauan
dapat menarik garis pangkal lurus kepuluan yang menghubungkan titik-titik terluar
pulau-pulau dan karang kering terluar kepuluan tersebut, namun dengan ketentuan bahwa
di dalam garis pangkal demikian termasuk pulau-pulau utama dan suatu daerah dimana
perbandingan antara daerah perairan dan daerah daratan, termasuk atol, adalah antara satu
berbanding satu dan sembilan berbandingan satu. Panjang garis pangkal pada Negara
kepulaun tidak boleh melebihi 100 mil laut, kecuali bahwa hingga 3% dari jumlah
seluruh garis pangkal yang mengelilingi setiap kepulauan dapat melebihi kepanjangan
tersebut, hingga pada suatu kepanjangan maksimal 125 mil laut. Penarikan garis pangkal
tidak boleh menyimpang terlalu jauh dari konfigurasi umum suatu kepulauan. Garis
pangkal juga tidak boleh ditarik ke dan dari elevasi surut, kecuali apabila di atasnya telah
dibangun mercusuar atau instalasi serupa yang secara permanen berada diatas permukaan
laut apabila elevasi tersebut terletak seluruhnya atau sebagian pada suatu jarak yang tidak
melebihi lebar laut territorial Negara lain dari laut lepas atau zona ekonomi eksklusif.
Jika suatu bagian perairan kepulauan suatu Negara kepulauan terletak diantara dua bagian
suatu Negara tetangga yang langsung berdampingan, hak-hak yang ada dan kepentingan-
kepentingan sah lainnya yang dilaksankan secara tradisional oleh Negara tersebut terakhir
di perairan, serta segala hak yang ditetapkan dalam perjanjian antara Negara-negara
tersebut akan tetap berlaku dan harus dihormati. Daerah daratan pada Negara kepulauan
dapat mencakup di dalamnya perairan yang terletak di dalam tebaran karang, pulau-pulau
dan atol, termasuk bagian plateau oseanik yang bertebing curam yang tertutup atau
hamper tertutup oleh serangkaian pulau batu gamping dan karang kering di atas
permukaan laut yang terletak di sekeliling plateau tersebut. Garis pangkal yang ditarik
yang sesuai dengan UNCLOS III Pasal 47 Tahun 1982 harus dicantumkan pada peta
dengan skala atau skala-skala yang memadai untuk menegaskan posisinya. Sebagai
gantinya, dapat dibuat daftar koordinat geografis titik-titik yang secara jelas memerinci
datum geodetik. Negara kepulauan harus mengumumkan sebagaimana mestinya peta atau
daftar koordinat geografis demikian dan harus mendepositkan satu salinan setiap peta
atau daftar demikian pada Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa.

Dalam ketentuan ini sangat penting untuk bersikap adil pada keinginan Negara-
negara kepulauan untuk memperluas perairan Negara mereka dengan kepentingan
masyarakat internasional dalam rangka mencegah petak luas ruang laut yang berada di
bawah kedaulatan Negara pantai (coastal state). Dengan demikian, sistem garis pangkal
haruslah meliputi wilayah laut setidaknya sebesar luas lahan tertutup (rasio 1 banding 1)
tetapi tidak lebih dari sembilan kali luas daratan (rasio 9 banding 1).

Praktik dari beberapa Negara yang terkenal sehubungan dengan persyaratan


dalam Ayat 1 yang mengatakan bahwa garis pangkal “bergabung dengan titik terluar dari
pulau terluar dan karang kering dari kepulauan tersbut”. Meskipun sistem garis pangkal
kepulauan di Komoro berada dalam kisaran yang diperbolehkan dari wilayah perairan ke
daratan, Komoro sendiri menarik garis pangkal dengan menggunakan fitur Banc Vailhue
yang tidak termasuk “pulau-pulau terluar atau karang kering pada kepulauan tersebut”.
Banc Vailheu sendiri bukan merupakan pulau atau ketinggian pasang surut, melainkan
fitur bawah laut dimana tidak tampak adanya daratan atau terumbu karang kering di
sekitar Banc Vailheu.
Gambar 1 Garis Pangkal Kepulauan Komoro yang Dekat dengan Banc
Vailheu

Sumber: researchgate.net

Selain itu, Papua Nugini juga tidak memenuhi persyarataran pada Ayat 1 bahwa
garis pangkalnya “bergabung dengan titik terluar pada pulau terluar dari kepulauan
tersebut.” Khususnya, titik-titik tersebut tidak terhubung untuk membentuk suatu sistem
lahan tunggal tertutup dan air karena titik awal dan titik akhir dari sistem garis pangkal
kepulauan tidak terhubung dengan pulau yang berada di Papua Nugini. Seperti yang
terlihat pada Gambar 2 bahwa titik 1 sekitar 40 mil laut (nm) dari titik terdekat pulau di
Papua Nugini dan 110 nm dari ujung utara perbatasan darat antara Papua Nugini dan
Indonesia. Garis pangkal terakhir yaitu titik 78 yang berada di Pulau Suau sekitar 1 nm
dari titik terdekat pulau di Papua Nugini.
Gambar 2 Garis Pangkal Kepulauan Papua Nugini Dekat dengan Pulau di Papua Nugini

Sumber: researchgate.net
Gambar 3 Tabel Ringkasan Klaim Kepululauan

Sumber: researchgate.net

Salah satu yang memberikan kesan mendalam terhadap Konvensi UNCLOS 1982
ini adalah dengan diterimanya konsep negara kepulauan (archipelagic state) yang selama
konvensi berjalan, sering diperjuangkan oleh negara-negara kepulauan seperti Indonesia,
Filipina, Fiji, Mauritus, dan Kepulauan Solomon yang menginginkan adanya suatu
peraturan khusus untuk menjaga kedaulatan eksternal negara-negara kedaulatan tersebut.
Kedaulatan suatu Negara diatur dalam Konvensi Hukum Laut atau UNCLOS yakni pada
Pasal 49 Tahun 1982 tentang status hukum perairan kepulauan, ruang udara diatas
perairan kepuluan dan dasar laut serta tanah dibawahnya yang berisi ayat-ayat sebagai
berikut:
1. Kedaulatan suatu Negara kepulauan meliputi perairan yang ditutup oleh garis pangkal
kepulauan, yang ditarik sesuai dengan ketentuan pasal 47, disebut sebagai perairan
kepulauan, tanpa memperhatikan kedalaman atau jaraknya dari pantai.
2. Kedaulatan ini meliputi ruang udara di atas perairan kepulauan, juga dasar laut dan
tanah di bawahnya, dan sumber kekayaan yang terkandung di dalamnya.
3. Kedaulatan ini dilaksanakan sesuai dengan ketentuan Bab ini.
4. Rezim lintas alur laut kepulauan yang ditetapkan dalam Bab ini bagaimanapun juga
tidak boleh di bidang lain mempengaruhi status perairan kepulauan, termasuk alur
laut, atau pelaksanaan kedaulatan oleh Negara kepulauan atas perairan demikian dan
ruang udara, dasar laut dan tanah di bawahnya, serta sumber kekayaan yang
terkandung di dalamnya.
Menjadi negara kepulauan atau archipelagic states dapat membawa banyak
keuntungan. Berdasarkan letak geografis, negara kepulauan memiliki sumber daya alam
yang melimpah, seperti banyaknya hasil laut yang meliputi ikan, rumput laut, dan lain-
lain. Dengan demikian, luasnya wilayah perairan dapat dimanfaatkan oleh warga negara
tersebut dengan mengelola hasil laut yang dapat dikonsumsi maupun diekspor ke negara
lain yang dapat memajukan ekonomi negara. Selain itu, dapat juga terjadi perdangangan
melalui laut dikarenakan adanya jalur lintas perairan yang memberikan akses mudah dari
eksportir dan importir seluruh manca negara.
Mengingat adanya akses jalur perairan yang dimiliki oleh negara kepulauan, hal
ini dapat dimanfaatkan untuk membangun tanjung-tanjung dermaga sebagai tempat
istirahat bagi kapal-kapal dagang maupun sebagai tempat reparasi kapal dagang tersebut.
Tak hanya itu, luasnya wilayah perairan juga dapat dimanfaatkan sebagai wisata bahari,
sarana olahraga dimana dapat dikelola yang akan menyejahterakan warga setempat.
Selain keuntungan, menjadi negara kepulauan juga memiliki kekurangan.
Mengingat negara kepulauan memiliki beberapa pulau kecil, maka pulau-pulau tersebut
akan tertinggal dan tak terurus karena sulitnya dalam menjangkau pulau tersebut. Memicu
rentannya penyeludupan barang-barang illegal juga merupakan kekurangan yang dimiliki
negara kepulauan karena wilayah perairan yang luas dan mudahnya akses jalur perairan
yang telah dibuka untuk masyarakat manca negara. Menjadi negara kepulauan juga
membutuhkan anggaran yang besar dalam menjaga keamanan negara karena terdapat
gugusan kumpulan pulau yang jumlahnya banyak dan menyebar sehingga tidak semua
wilayah dapat dipantau.
Berdasarkan ciri Negara kepulauan (archipelagic states) yang berupa gugus dari
beberapa pulau, sebagai contoh yaitu Jepang. Jepang sendiri merupakan sebuah Negara
yang termasuk dalam bentuk Negara kepulauan dengan total wilayah sebesar 377.835
km2 dengan luas daratan 374.744 km² dan luas perairan 3.091 km2. Pulau-pulau utama di
Jepang yakni Hokkaido, Honshu, Shikoku, dan Kyushu. Sekitar 97% berada pada
keempat pulau terbesar tersebut. Selain 4 pulau utama, terdapat 3.000 pulau-pulau
berukuran lebih kecil, termasuk Okinawa serta pulau-pulau kecil yang berpenghuni atau
tidak berpenghuni. Sebagian besar pulau di Jepang bergunung-gunung, dan sebagian di
antaranya merupakan gunung berapi. Gunung tertinggi di Jepang adalah Gunung
Fuji yang merupakan sebuah gunung berapi. Jepang sendiri tidak memiliki batas darat
dan memiliki garis pantai sekitar 29.751 km. Jepang memiliki ZEE (zona ekonomi
eksklusif) sebesar 200 mil laut atau 370 km dan laut territorial seluas 12 mil laut (22 km);
antar 3 dan 12 mil laut (6 dan 22 km) di selat internasional Selat Sōya, Selat Tsugaru,
Osumi, dan Selat Tsushima.

Gambar 3 Laut Teritorial, Zona Tambahan, dan ZEE Negara Jepang


Sumber: www.spf.org

Anda mungkin juga menyukai