Anda di halaman 1dari 7

MAKALAH EKONOMI INDUSTRI II

BAB 2

INDUSTRIALISASI DI BERBAGAI NEGARA BERKEMBANG

DISUSUN : KELOMPOK 3

1. SYAFAAT DWI CAHYO (1231900118)

2. MEGAWATI CATUR PUTRI P (1231900126)

3. DWI LESTARI FEBRIANTI (1231900129)

4. FEBBY DANY LESTRY (1231900159)

5. M RIZKY DIMAS R (1231900164)

KELAS M

UNIVERSITAS 17 AGUSTUS 1945 SURABAYA


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI.........................................................................................................................................i
ISI.........................................................................................................................................................1
2.1 INDUSTRIALISASI NEGARA LAOS..............................................................................1
2.2 INDUSTRIALISASI DI NEGARA THAILAND..............................................................1
2.3 PEMBANGUAN INDUSTRI DI MALYSIA.....................................................................2
2.3.1. Krisis Finansial Asia 1997 dan Ekonomi Malaysia........................................................3
2.3.2. Pola Intensitas Intervensi Negara dan Pengaruhnya Terhadap Industialisasi.................4
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................................................5

i
ISI
2.1 INDUSTRIALISASI NEGARA LAOS
Laos merupakan negara yang dikelilingi oleh daratan dan sama sekali tidak memiliki
akses dengan laut, kasus negara seperti ini biasanya disebut sebagai negara landlocked.
Kebanyakan dari negara-negara penyandang negara landlocked merupakan negara yang
berkembang dan mengalami perekonomian yang cukup sulit.
Peran pemerintahan negara Laos dalam meningkatkan perekonomian adalah hal yang
paling terpenting, dimana pemerintahan harus mengeluarkan kebijakan-kebijakan yang dapat
menolong perkembangan perekonomian Laos. Kebijakan-kebijakan pemerintah dalam
memanfaatkan sumber daya alam dan sumber daya manusia yang dimiliki oleh Laos akan
sangat berdampak besar terhadap pemasukan negara Laos itu sendiri dan juga sebagai
pengganti peran laut yang tidak dapat dijangkau. Banyak sektor yang dapat dicoba untuk
dikembangkan oleh pemerintahan Laos dalam menata perekonomian negara agar lebih baik
lagi. Salah satu sektor yang berpotensi besar dalam membantu perekonomian negara Laos
yaitu sektor pariwisata.
Dalam plan dan strategi yang dikembangkan pihak pemerintah juga melakukan
kerjasama. Laos melakukan beberapa kerjasama dengan negara-negara di kawasan ASEAN
seperti Thailand, Kamboja dan Myanmar dalam meningkatkan kapasitas dari sungai Mekong
sebagai tempat wisata yang dapat mendatangkan tourist (Kerr & Revill, 2003) sehingga
sungai Mekong bukan hanya sarana yang digunakan untuk melakukan perdagangan dengan
negaranegara tetangganya tetapi juga efektif sebagai tempat pariwisata yang bernilai tinggi.
Perkembangan pada sektor pariwisata yang semakin pesat dapat dilihat sampai
kepemimpinan baru Laos sekarang ini. Sektor pariwisata Laos semakin berkembang ditandai
dengan adanya peningkatan wisatawan yang mencapai 18% dimulai dari tahun 1994 sampai
dengan 2014, dibuktikan dengan adanya peningkatan angka wisatawan sebanyak 737.208
orang pada tahun 2000 yang kemudian semakin meningkat pada tahun 2014 menjadi
sebanyak 4.158.000 orang.

2.2 INDUSTRIALISASI DI NEGARA THAILAND


Thailand telah membuat kemajuan luar biasa dibidang sosial dan ekonomi pembangunan.
Hal ini terbukti dengan keberhasilannya menjadi negara berpenghasilan menengah ke atas
(Cipto, 2007).Pertumbuhan ekonomi tersebut salah satunya ditopang sektor pertanian.

1
Menurut Undang-undang Hubungan Kerja (2000), 60% tenaga kerja di Thailand berad di
sektor pertanian, sehingga pertanian menjadi sektor kunci dari ekonomi Thailand.
Thailand adalah eksportir beras terbesar. Meskipun Thailand biasanya menghasilkan 3-5
% beras dunia, namun jumlahnya hampir seperempat perdagangan global. Disamping beras,
Thailand juga memiliki salah satu ikan dan makanan laut terbesar dunia industri dan
mengekspor sebanyak 90% dari produksi. Perikanan Thailand tangkapannya mencapai
1.843.747 ton. Thailand menempati urutan pertama pengekspor Tuna di dunia, dengan
pangsa pasar global lebih dari 40%. Keadaan tersebut menunjukan bahwa Thailand cukup
berhasil dalam pengembangan pertanian. Hal ini disebabkan karena perhatian pemerintah
Thailand dalam meningkatkan pendapatan bagi petani relatif tinggi dan tentunya didukung
oleh model atau sistem pertanian yang baik (general geomorphology, 2005).
Faktor lainnya yang mendukung adalah sumber daya manusia (SDM) pertanian sebagai
pelaku usahatani juga memberikan kontribusi nyata dalam pembangunan pertanian di
Thailand. SDM pertanian dalam hal ini petani memegang peran penting yaitu sebagai jurutani
dan juga sebagai manager sehingga penting untuk jadi perhatian. Berdasarkan hal tersebut
maka pokus kajian diarahkan pada SDM pertaniannya, khususnya pada aspek budaya bertani
dan perilaku petaninya. Bagaimana sesungguhnya budaya bertani dan perilaku sumber daya
manusia (SDM) pertanian ( petani) di Thailand ini menjadi topik yang menarik untuk dikaji
lebih mendalam, dengan harapan dapat memberikan gambaran dan informasi yang
sesungguhnya SDM pertanian di Thailand Selatan.

2.3 PEMBANGUAN INDUSTRI DI MALYSIA


Ekonomi Malaysia merupakan perekonomian gabungan sektor swasta dan sektor publik
yang diatur dengan baik. Pertumbuhan ekonomi negara ini mencapai 9% untuk periode 1988-
1994 dan mengalami penurunan menjadi 5% tahun 1998-1999. Ekspor produk manufaktur
meluas dengan cepat yang disertai dengan peningkatan arus masuk investasi asing. Kebijakan
pemerintah Malaysia yang tepat mampu membawa negara ini pulih dari krisis dalam waktu
yang relatif singkat. Lingkungan ekonomi makro yang stabil dengan tingkat inflasi dan
pengangguran yang relatif rendah memungkinkan pelonggaran kontrol modal yang
dijalankan pemerintah tahun 1998 untuk mencegah dampak krisis finansial Asia.
Pada awal kemerdekaannya 1957 perekonomian Malaysia disandarkan pada produksi
barang mentah untuk ekspor, terutama minyak bumi, gas alam, karet, timah, minyak sawit,
dan kayu. Transformasi ekonomi awal tahun 1970-an menjadi tonggak dimulai industrialisasi

2
mengubah perekonomian ekstraktif ini menjadi perekonomian industri. Memasuki tahun
1980-an, sektor manufaktur memainkan peran penting dalam perkembangan ekonomi.
Produksi dan konsumsi barang-barang elektronik merupakan hal yang penting dalam
ekonomi. Pemerintah mengimplementasikan sejumlah rencana pembangunan dari jangka
menegah hingga panjang, dimulai dengan:
1. NEP (The New Economic Policy) yang merupakan kebijakan ekonomi 20 tahun, dari
tahun 1970-1990, memiliki dua program, yaitu memusnahkan kemiskinan rakyat
Malaysia dan merestrukturisasi masyarakat Malaysia sehingga identifikasi ras dengan
fungsi ekonomi dan lokasi geografi perlahan dikurangi, dan kedua tujuan tersebut
direalisasikan melalui ekspansi ekonomi yang cepat. dan the First Outline Perspective
Plan (OPP 1), yang memperjuangkan kesejahteraan yang lebih besar untuk etnis Melayu.
Kemudian diikuti dengan NDP (National Development Plan) kebijakan pembangunan
nasional awal 1990-an
2. Thee Second Outline Perspective Plan (OPP 2), yang menghapus banyak keistimewaan
bagi etnis Melayu.
3. The Third Outline Perspective Plan (OPP 3), mempersiapkan strategi pembangunan
Malaysia untuk tahun 2001-2010 dan merancang proyek pembangunan ekonomi yang
besar untuk menjadikan Malaysia sebagai negara industri maju 2020.

2.3.1. Krisis Finansial Asia 1997 dan Ekonomi Malaysia


Kekacauan pasar uang dan saham yang terjadi Juli 1997 dengan cepat menyebabkan
kejatuhan ekonomi. Malaysia terseret dalam krisis dengan hutang luar negeri yang relatif
kecil, dibanding Indonesia dan Thailand, dan tanpa melibatkan IMF.
Krisis finansial membawa pengaruh negatif terhadap sektor industri Malaysia.
Industri-industri yang berorientasi pasar domestik dan sektor konstruksi dan jasa dipengaruhi
oleh penyusutan tuntutan domestik akibat penurunan harga saham dan jatuhnya pasarnya
properti, dan penyusuran akhir depresiasi mata uang. Krisis mengkibatkan penurunan GDP
dari 8,6% dari tahun 1996 menjadi 7,5% tahun 1997, penyusutan ekonomi 5% selama awal
hingga pertengahan 1998, depresiasi ringgit mendekati 50% terhadap dolar pertengahan 1997
hingga awal 1998 (Prema-Chandra, 1999:29), inflasi 5,8% sejak Mei-Juli 1998 dan
peningkatan pengangguran 6,7%. (Ministry of Finance, 1998).
Kesulitan-kesulitan ekonomi Malaysia diperburuk oleh faktor-faktor diluar krisis
seperti penurunan permintaan untuk dua ekspor utama (perlengkapan elektrik dan minyak

3
bumi), dan kompetisi ketat dari negara-negara yang memiliki biaya produksi rendah di sektor
tekstil. (ADB, Asian Development Outlook, 1998:93-4).

2.3.2. Pola Intensitas Intervensi Negara dan Pengaruhnya Terhadap Industialisasi


Intervensi negara di Malaysia cenderung pada tindakan directive intervention
(intervensi langsung) dan sangat berdimensi politik. Tujuan intervensi diarahkan antara lain
pada penciptaan pembagian kerja antar etnis yang seimbang dan adil, melindungi
perekonomian dan industri-industri dalam negeri dari pengaruh negatif ekonomi luar dan
global, baik melaui kebijakan-kebijakan proteksi maupun subsidi. Industrialisasi berhasil
mengubah ekonomi agraris dan ekstraktif Malaysia menjadi ekonomi industri baik yang
berdasar sumber alam maupun non-sumber alam yang berbasis teknologi tinggi. Sejak awal
pembangunan ekonomi, negara telah menjadi aktor utama dalam menggerakkan
perekonomian nasional melalui industrialisasi untuk mencapai status sebagai negara maju.
Intervensi negara yang intensif berkurang cukup drastis ketika terjadi krisis ekonomi
dunia pertengahan 1980-an yang mengharuskan pemerintah berbagi peran dengan sektor
swasta dalam menjalankan dan mengembangkan perekonomian nasional. Keterbukaan
terhadap ekonomi internasional dan global merupakan kunci keberhasilan dalam proses
industrialisasi.

4
DAFTAR PUSTAKA

https://portal.fisip-unmul.ac.id/site/wp-content/uploads/2013/07/PERAN%20NEGARA%20DALAM
%20PEMBANGUNAN%20INDUSTRI%20DI%20MALAYSIA%20(07-31-13-01-13-24).pdf

http://eprints.ummi.ac.id/951/4/BAB%20I.pdf

https://dspace.uii.ac.id/bitstream/handle/123456789/11303/05.1%20Bab%201.pdf?
sequence=5&isAllowed=y

Anda mungkin juga menyukai