Anda di halaman 1dari 9

Seni Rupa Prasejarah di Indonesia

Menurut Soekmono, zaman prasejarah Indonesia dibagi dalam:

     1. Zaman Batu


•      Paleolithicum (zaman batu tua)
•      Mesolithicum (zaman batu tengah)
•      Neolithicum (zaman batu muda)

2. Zaman Logam
•      Zaman Tembaga
•      Zaman Perunggu
•      Zaman Besi

            Pada dasarnya logam memiliki banyak kelebihan seperti mudah dibentuk, tahan lama, lambat
laun logam ini semakin menggeser benda-benda yang dibuat dari batu. Alat-alat dari batu akhirnya
berfungsi sebagai benda pusaka dan lambat laun kehilangan nilai praktisnya, hal ini lebih dikenal
sebagai masa perundagian (Kusnadi dkk, 1971:8)

Manusia pendukung zaman ini adalah Pithecantropus, Homo Soloensis, Homo Wajakensis, Papua
Melanesoide, Austronesia (indonesia).

Corak Peninggalan

            Secara umum Soedarso Sp. Menyatakan ada tiga corak seni rupa prasejarah Indonesia:

a. Corak Monumental
Terutama pada corak neolithicum, karya seni rupanya bercirikan:

• Tokoh nenek moyang diujudkan dalam bentuk tiga dimensional secara frontal
• Motif simbolik; kedok, pohon hayat, tanduk kerbau
• Irama garis bersudut-sudut, sederhana, kaku sehingga menimbulka kesan monumental

b. Corak Dongson
• Pengaruh dari daerah Tonkin China
• Dekoratif
• Kurang Simbolik
• Motif Hias: tumpal, spiral terdapat pada moko dan nekara

c. Corak Chow Akhir


• Tidak Simetris
• Garis irama (melengkung-lengkung memenuhi semua permukaan)
• Hanya terdapat di Kalimantan
Jenis Peninggalan 
a. Seni Lukis
Seni lukis adalah suatu pengucapan artistic yang ditumpahkan dalam bidang dua dimensional dengan
menggunakan garis dan warna.

            Nenek moyang melukis pada dinding goa dimana mereka


tinggal. Contoh di gua leang-leang, lukisan cap-cap tangan
diperkirakan berumur 4.000 tahun. ada tradisi purba masyarakat
setempat yang menyebutkan, gambar tangan dengan jari lengkap
bermakna sebagai penolak bala, sementara tangan dengan empat
jari saja berarti ungkapan berdukacita. Gambar itu dibuat dengan
cara menempelkan tangan ke dinding gua, lalu disemprotkan
dengan cairan berwarna merah. Sat pewarna ini mungkin  dari
mineral merah (hematite) yang banyak terdapat di sekitar gua (di
batu-batuan dan di dasar sungai di sekitar gua), ada pula yang mengatakan dengan batu-batuan dari
getah pohon yang dikunyah seperti sirih.

   Selain itu ada lukisan babi hutan yang sedang diujudkan


dengan garis-garis merah, terdapat bekas tonjokan benda tajam
di lehernya. Motif yang lain adalah gajah, ular dan
kerbau(tetonisme).   Hal ini dianggap oleh nenek moyang kita
dapat menimbulkan kekuatan magis(dynamisme).

Karena kepercayaan yang variatif, maka timbulah:

Animisme
•       (pemujaan batu/gunung sebagai simbol roh nenek moyang)
Dynamisme
•      (kekuatan benda (lukisan/patung ) dan tumbuhan tertentu dianggap mempunyai kekuatan gaib)
Totemisme
•       (binatang dianggap masih erat hubungannya dengan bangsa tertentu)
Manisme
•      (arwah nenek moyang yang dipuja dengan upacara tertentu)
      contoh: selamatan atau kenduri dengan saji-sajian tertentu.

b. Seni Hias
Seni hias dimaksudkan untuk menambah keidahan dari karya yang diciptakan. Dari kegunaannya seni
hias dibedakan menjadi:

• Hiasan Pasif, berfungsi hanya untuk menambah keindahan saja, contoh hiasan tempel
dinding.
• Hiasan aktif, sebagai penambah kekuatan suatu bangunan (benda yang dihiasi) serta
menambah keindahannya. Contoh tiang figure wanita.
• Hiasan Simbolis, sebagai lambing dan menambah keindahan. Contoh swastika dan bulan
bintang
• Hiasan mekanis, disamping menambah keindahan juga mengandung ilmu pesawat atau ilmu
alam. Contoh pangkal petir bentuk naga.

Pada zaman prasejarah seni hias banyak digunakan pada perabot rumah tangga, jimat dan sebagai alat
upacara adat. Motif-motifnya diyakini mempunyai kekuatan magis.

            Pola hias geometris (garis, titik, bidang ke ilmu ukuran) adalah pola yang paling banyak
digunakan. Pola yang lain adalah tumpal, meader, pilin berganda, swastika, pola-pola ini dinggap
mengandung arti social, religious dan geografis. Pola hias lain aalah polygon, animal, vegetal, dan
vigural.

c. Seni Kriya

1. Gerabah
Banyak ditemukan pada zaman neolithicum. Pembuatan gerabah masih sederhana dengan pola hiasan
anyaman, toheran, garis-garis sejajar dan lingkaran. Perkembangan selanjutnya, masa perundagian,
pola hias berkembang dari lingkaran memusat menjadi titik dan lengkungan, pola anyaman, tumpal
dan tangga maupun meader.

2. Benda Perunggu
Zaman perunggu berlangsung kurang lebih 500 tahun SM. Teknik pembuatannya adalah a cire perdue
(cetak hilang, hanya sesekali untuk mencetak). Contoh di Bali ditemukan cetak nekara dari batu. Yang
dicetak dengan cetakan batu adalah nekara lilin, sedangkan nekara perunggunya dicetak dengan a cire
perdue. Di jaman sekarang orang membuat cetakan yang dapat dipakai berkali-kali disebut bivalve
(dua setangkup).

Perunggu berasal dari campuran tembaga dengan timah putih yang membuat perunggu lebih tahan
lama disbanding dengan besi.

Contoh seni kriya logam perunggu:

• Kapak corong/ kapak sepatu


• Kapak corong yang salah satu sisinya lebih panjang disebut candrasa.
• Nekara

Nekara adalah sejenis genderang perunggu tertutup bagian sisi


atasnya, berpinggang tengah dan bertangkai. Nekara dianggap
suci dan dipuja karena merupakan bagian bulan yang jatuh dari
langit. Nekara yang ditemukan di Indonesia tidak semua berasal
dari daratan Asia,tetapi ada pula yang berasal dari Indonesia. Hal
ini dibuktikan dengan penemuan cetakan nekara yang terbuat dari
batu di desa Manuaba, Bali. Dan cetakan tersebut kini disimpan
di dalam pure desa tersebut.

Seni Kriya Lainnya

Seni kriya zaman perunggu diantarannya; gelang, biggel, anting-anting, kalung, cincin dan bejana.

• Seni Bangun Megalithicum

Kemunculan seni bangun pada masa itu dipengaruhi oleh adat pemujaan roh nenek moyang, maka
agar dapat berkomunikasi dengan roh nenek moyang yang dipujanya dibuat lambang-lambang
tertentu seperti gambar, patung, kedok, menhir, dolmen, sakofah, keranda, punden berundak, kubur
batu dan manik-manik.

Contoh Seni Bangun Megalithicum

• Menhir

Adalah tugu atau tiang batu yang didirikan sebagai tanda peringatan dan
melambangkan roh nenek moyang sehingga menjadi benda pujaan
(animisme).

• Dolmen

Adalah meja batu berkaki menhir sebagai meja saji untuk


memuja roh nenek moyang dan sebagai tanda makam.

• Sarkofah atau Keranda

Berbentuk seperti palung/lesung bertutup berfungsi untuk


mengubur mayat(peti kubur).

• Punden berundak-undak

Bangunan pemujaan yang disusun bertingkat dengan menhir atau patung yang diletakkan diatas guna
memuja roh nenek moyang.

• Seni Patung atau Arca

Di zaman megalithicum akhir  contohnya adalah batu gajah,


Cirinya adalah dinamis. Sedangkan menhir, dolmen, sarkofah
merupakan gaya yang lebih tua(gaya monumental).
Benda lain yang berfungsi sebagai kepentingan sehari-hari, misalnya kapak perimbas/chooper, kapak
penetak/chopping tool, pahat genggam/hand exe, proto kapak genggam/prtoto hand axe yang dibuat
menggunakan bahan baku kaseldon, yapsis, kersikan, batu endap dan batuan tufa.

Kapak-kapak zaman Mesolithikum disebut “hache courte” atau kapak pendek yang banyak


ditemukan dikjokkenmoddinger Sumatra Timur.

Seni Rupa Prasejarah Indonesia


Jaman prasejarah (Prehistory) adalah jaman sebelum ditemukan sumber – sumber atau
dokumen – dokumen tertulis mengenai kehidupan manusia. Latar belakang kebudayaannya berasal
dari kebudayaan Indonesia yang disebarkan oleh bangsa Melayu Tua dan Melayu Muda. Agama asli
pada waktu itu animisme dan dinamisme yang melahirkan bentuk kesenian sebagai media upacara
(bersifat simbolisme)

Jaman prasejarah Indonesia terbagi atas: Jaman Batu dan Jaman Logam

1. Seni Rupa Jaman Batu

Jaman batu terbagi lagi menjadi: jaman batu tua (Palaeolithikum), jaman batu menengah
(Mesolithikum), Jaman batu muda (Neolithikum), kemudian berkembang kesenian dari batu di jaman
logam disebut jaman megalithikum (Batu Besar)

Peninggalan – peninggalannya yaitu:

a. Seni Bangunan

Manusia phaleolithikum belum meiliki tempat tinggal tetap, mereka hidup mengembara (nomaden)
dan berburu atau mengumpulkan makanan (food gathering) tanda – tanda adanya karya seni rupa
dimulai dari jaman Mesolithikum. Mereka sudah memiliki tempat tinggal di goa – goa. Seperti goa
yang ditemukan di di Sulawesi Selatan dan Irian Jaya. Juga berupa rumah – rumah panggung di tepi
pantai, dengan bukti – bukti seperti yang ditemukan di pantai Sumatera Timur berupa bukit – bukit
kerang (Klokkenmodinger) sebagai sisa – sisa sampah dapur para nelayan .
Kemudian jaman Neolithikum, manusia sudah bisa bercocok tanah dan berternak (food producting)
serta bertempat tinggal tinggal di rumah – rumah kayu / bambu
Pada jaman megalithikum banyak menghasilkan bangunan – bangunan dari batu yang berukuran
besar untuk keperluan upacara agama, seperti punden, dolmen, sarkofaq, meja batu dll

b. Seni Patung

Seni patung berkembang pada jaman Neolithikum, berupa patung – patung nenek moyang dan patung
penolak bala, bergaya non realistis, terbuat dari kayu atau batu. Kemudian jaman megalithikum
banyak itemukan patung – patung berukuran besar bergaya statis monumental dan dinamis piktural

c. Seni Lukis

Dari jaman Mesolithikum ditemukan lukisan – lukisan yang dibuat pada dinding gua seperti lukisan
goa di Sulawesi Selatan dan Pantai Selatan Irian Jaya. Tujuan lukisan untuk keperluan magis dan
ritual, seperti adegang perburuan binatang lambang nenek moyang dan cap jari. Kemudian pada
jaman neolithikum dan megalithikum, lukisan diterapkan pada bangunan – bangunan dan benda –
benda kerajinan sebagai hiasan ornamentik (motif geometris atau motif perlambang)

2. Seni Rupa Jaman Logam

Jaman logam di Indonesia dikenal sebagai jaman perunggu, Karena banyak ditemukan benda – benda
kerajinan dari bahan perunggu seperti ganderang, kapak, bejana, patung dan perhiasan, karya seni
tersebut dibuat dengan teknik mengecor (mencetak) yang dikenal dengan 2 teknik mencetak:

1) Bivalve, ialah teknik mengecor yang bisaa di ualng berulang

2) Acire Perdue, ialah teknim mengecor yang hany satu kali pakai (tidak bisa diulang)

Periodisasi Seni Rupa


Dalam http://id.wikipedia.org, Seni lukis adalah salah satu induk dari seni rupa. Dengan dasar
pengertian yang sama, seni lukis adalah sebuah pengembangan yang lebih utuh dari drawing.
Periodisasi seni lukis dibagi dalam :

1. Zaman prasejarah

Secara historis, seni lukis sangat terkait dengan gambar. Peninggalan-peninggalan prasejarah
memperlihatkan bahwa sejak ribuan tahun yang lalu, nenek moyang manusia telah mulai membuat
gambar pada dinding-dinding gua untuk mencitrakan bagian-bagian penting dari kehidupan mereka.
Semua kebudayaan di dunia mengenal seni lukis. Ini disebabkan karena lukisan atau gambar sangat
mudah dibuat. Sebuah lukisan atau gambar bisa dibuat hanya dengan menggunakan materi yang
sederhana seperti arang, kapur, atau bahan lainnya. Salah satu teknik terkenal gambar prasejarah yang
dilakukan orang-orang gua adalah dengan menempelkan tangan di dinding gua, lalu menyemburnya
dengan kunyahan daun-daunan atau batu mineral berwarna. Hasilnya adalah jiplakan tangan berwana-
warni di dinding-dinding gua yang masih bisa dilihat hingga saat ini. Kemudahan ini memungkinkan
gambar (dan selanjutnya lukisan) untuk berkembang lebih cepat daripada cabang seni rupa lain seperti
seni patung dan seni keramik.

Seperti gambar, lukisan kebanyakan dibuat di atas bidang datar seperti dinding, lantai, kertas,
atau kanvas. Dalam pendidikan seni rupa modern di Indonesia, sifat ini disebut juga dengan dwi-
matra (dua dimensi, dimensi datar). Seiring dengan perkembangan peradaban, nenek moyang manusia
semakin mahir membuat bentuk dan menyusunnya dalam gambar, maka secara otomatis karya-karya
mereka mulai membentuk semacam komposisi rupa dan narasi (kisah/cerita) dalam karya-karyanya.
Objek yang sering muncul dalam karya-karya purbakala adalah manusia, binatang, dan obyek-obyek
alam lain seperti pohon, bukit, gunung, sungai, dan laut. Bentuk dari obyek yang digambar tidak
selalu serupa dengan aslinya. Ini disebut citra dan itu sangat dipengaruhi oleh pemahaman si pelukis
terhadap obyeknya. Misalnya, gambar seekor banteng dibuat dengan proporsi tanduk yang luar biasa
besar dibandingkan dengan ukuran tanduk asli. Pencitraan ini dipengaruhi oleh pemahaman si pelukis
yang menganggap tanduk adalah bagian paling mengesankan dari seekor banteng. Karena itu, citra
mengenai satu macam obyek menjadi berbeda-beda tergantung dari pemahaman budaya masyarakat
di daerahnya. Pencitraan ini menjadi sangat penting karena juga dipengaruhi oleh imajinasi. Dalam
perkembangan seni lukis, imajinasi memegang peranan penting hingga kini.
Pada mulanya, perkembangan seni lukis sangat terkait dengan perkembangan peradaban manusia.
Sistem bahasa, cara bertahan hidup (memulung, berburu dan memasang perangkap, bercocok-tanam),
dan kepercayaan (sebagai cikal bakal agama) adalah hal-hal yang mempengaruhi perkembangan seni
lukis. Pengaruh ini terlihat dalam jenis obyek, pencitraan dan narasi di dalamnya. Pada masa-masa ini,
seni lukis memiliki kegunaan khusus, misalnya sebagai media pencatat (dalam bentuk rupa) untuk
diulangkisahkan. Saat-saat senggang pada masa prasejarah salah satunya diisi dengan menggambar
dan melukis. Cara komunikasi dengan menggunakan gambar pada akhirnya merangsang pembentukan
sistem tulisan karena huruf sebenarnya berasal dari simbol-simbol gambar yang kemudian
disederhanakan dan dibakukan.

Tugas 7 : Objek apa saja yang sering muncul dalam karya lukisan purbakala?

2. Seni lukis zaman klasik


Di zaman ini lukisan dimaksudkan untuk meniru semirip mungkin bentuk-bentuk yang ada di alam.
Hal ini sebagai akibat berkembangnya ilmu pengetahuan dan dimulainya kesadaran bahwa seni lukis
mampu berkomunikasi lebih baik daripada kata-kata dalam banyak hal. Selain itu, kemampuan
manusia untuk menetap secara sempurna telah memberikan kesadaran pentingnya keindahan di dalam
perkembangan peradaban.

Tugas 8 : Bagaimana ciri khas lukisan di zaman klasik?

3. Seni lukis zaman pertengahan

Sebagai akibat terlalu kuatnya pengaruh agama di zaman pertengahan, seni lukis mengalami
penjauhan dari ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan dianggap sebagai sihir yang bisa menjauhkan
manusia dari pengabdian kepada Tuhan. Akibatnya, seni lukis pun tidak lagi bisa sejalan dengan
realitas.
Kebanyakan lukisan di zaman ini lebih berupa simbolisme, bukan realisme. Sehingga sulit sekali
untuk menemukan lukisan yang bisa dikategorikan “bagus”.

Lukisan pada masa ini digunakan untuk alat propaganda dan religi. Beberapa agama yang melarang
penggambaran hewan dan manusia mendorong perkembangan abstrakisme (pemisahan unsur bentuk
yang “benar” dari benda).

Namun sebagai akibat pemisahan ilmu pengetahuan dari kebudayaan manusia, perkembangan seni
pada masa ini mengalami perlambatan hingga dimulainya masa renaissance.

Tugas 9 : Bagaimana ciri khas lukisan di zaman pertengahan?

3. Seni lukis zaman Renaissance

Berawal dari kota Firenze. Setelah kekalahan dari Turki, banyak sekali ahli sains dan kebudayaan
(termasuk pelukis) yang menyingkir dari Bizantium menuju daerah semenanjung Italia sekarang.
Dukungan dari keluarga deMedici yang menguasai kota Firenze terhadap ilmu pengetahuan modern
dan seni membuat sinergi keduanya menghasilkan banyak sumbangan terhadap kebudayaan baru
Eropa.
Seni Rupa menemukan jiwa barunya dalam kelahiran kembali seni zaman klasik. Sains di kota ini
tidak lagi dianggap sihir, namun sebagai alat baru untuk merebut kembali kekuasaan yang dirampas
oleh Turki.

Pada akhirnya, pengaruh seni di kota Firenze menyebar ke seluruh Eropa hingga Eropa Timur.
Revolusi Industri di Inggris telah menyebabkan mekanisasi di dalam banyak hal. Barang-barang
dibuat dengan sistem produksi massal dengan ketelitian tinggi. Sebagai dampaknya, keahlian tangan
seorang seniman tidak lagi begitu dihargai karena telah digantikan kehalusan buatan mesin.
Sebagai jawabannya, seniman beralih ke bentuk-bentuk yang tidak mungkin dicapai oleh produksi
massal (atau jika bisa, akan biaya pembuatannya menjadi sangat mahal). Lukisan, karya-karya seni
rupa, dan kriya diarahkan kepada kurva-kurva halus yang kebanyakan terinspirasi dari keindahan
garis-garis tumbuhan di alam.

Tugas 10 : Bagaimana ciri khas lukisan di zaman Renaissance

Anda mungkin juga menyukai