Anda di halaman 1dari 13

 

         BAB 1
 PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
            Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki banyak
pantai mengingat status Indonesia sebagai negara kepulauan. Hal
ini  mengakibatkan Indonesia mengalami masalah illegal fishing. Selain
itu Indonesia juga dikenal sebagai negara dengan potensi sumber daya
hayati yang besar. Sumber perikanan laut Indonesia diperkirakan
mencapai 6.167.940 ton per tahunnya. Namun, akibat letak posisi
silang Indonesia yang terletak di antara dua benua (Asia dan Australia)
dan dua Samudera (Pasifik dan Hindia) menyebabkan wilayah
Indonesia rawan terjadinya illegal fishing. Adapun daerah yang menjadi
titik rawan tersebut terletak di Laut Arafuru,  Laut Natuna, sebelah Utara
Sulawesi Utara (Samudra Pasifik), Selat Makassar, dan Barat Sumatera
(Samudera Hindia).
            Kasus illegal fishing di Indonesia sendiri sepertinya kurang
mendapat perhatian dari pemerintah Indonesia sendiri. Padahal
kejahatan illegal fishing di ZEE (Zona Ekonomi Eksklusif) Indonesia
mengakibatkan kerugian yang tidak sedikit bagi pemerintah Indonesia.
Selain itu sumber perikanan di Indonesia masih merupakan sumber
kekayaan yang memberikan kemungkinan yang sangat besar untuk
dapat dikembangkan bagi kemakmuran bangsa Indonesia, baik untuk
memenuhi kebutuhan protein rakyatnya, maupun untuk
keperluan ekspor guna mendapatkan dana bagi usaha-usaha
pembangunan bangsanya. Hal ini jelas menunjukan betapa pentingnya
sumber kekayaan hayati dalam hal ini perikanan bagi Indonesia.
            Banyak faktor yang menyebabkan terjadinya illegal fishing di
ZEE (Zona Ekonomi Eksklusif)  Indonesia. Salah satunya yaitu celah
hukum yang terdapat dalam ketentuan Pasal 29 Undang-Undang No.
31 Tahun 2004 tentang Perikanan. Dalam ketentuan Pasal 29 ayat (2)
Undang-Undang No. 31 Tahun 2004 tentang Perikanan disebutkan
bahwa orang atau badan hukum asing itu dapat masuk ke wilayah ZEE
(Zona Ekonomi Eksklusif) Indonesia untuk melakukan usaha
penangkapan ikan berdasarkan persetujuan internasional atau
ketentuan hukum internasional.
            Illegal fishing merupakan masalah klasik yang sering dihadapi
oleh negara yang memiliki banyak pantai karena masalah tersebut
sudah ada sejak dulu. Untuk saat ini masalah illegal fishing sudah mulai
diberantas, oleh menteri Susi Pujiastuti.
            Kasus illegal fishing sampai sekarang belum terselesaikan
sepenuhnya  karena belum maksimalnya upaya yang dilakukan oleh
Indonesia dalam menangani masalah illegal fishing di ZEE (Zona
Ekonomi Eksklusif)  Indonesia. Pengawasan di seluruh perairan
Indonesia yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia masih kekurangan
dalam hal kapal pengawas dan juga jumlah hari operasi, serta
terbatasnya jumlah hari operasi itu maka peran pemerintah daerah dan
seluruh masyarakat terutama nelayan dalam pemberantasan illegal
fishing menjadi penting. Berdasarkan dengan fenomena tersebut maka
penulis bermaksud menyusun makalah dengan judul “Upaya Negara
Indonesia dalam Menangani Masalah Illegal Fishing di ZEE (Zona
Ekonomi Eksklusif)  Indonesia.”
            Penegakan hukum dan peningkatan keamanan di laut Indonesia
(Perairan) Indonesia dan ZEE (Zona Ekonomi Eksklusif) yang luasnya 6
juta km2 tersebut (3 kali dari luas darat) masih memerlukan perhatian
yang besar, termasuk penegakan hukum dan pengamanan di Alur Laut
Kepulauan Indonesia (ALKI). Peningkatan kemampuan penegakan
hukum dan pengamanan ini mencakup suatu kerja sama yang erat
antara kegiatan-kegiatan di darat, laut, dan udara. Usaha-usaha
meningkatkan monitoring, kontrol, surveillance, serta kegiatan-kegiatan
penyelidikan dan proses pengadilan harus ditata dengan sebaik-
baiknya.
1.            Upaya penegakan memerangi pencurian ikan di Zona Ekonomi
Eksklusif Indonesia Wilayah Pengelolaan Perikanan Republik
Indonesia, selama ini Kementerian Kelautan dan Perikanan, instansi
penegak hukum, dan Pemerintah Daerah berjalan sendiri-sendiri. Tidak
ada gerakan serentak dan serius untuk memeranginya. Bahkan ada
instansi tertentu yang ikut bertugas sebagai pengawas dan penyidik
terhadap pencurian ikan sengaja membiarkan praktek ini karena
menikmati setoran dari pelaku pencurian ikan.
2.            Upaya penegakan hukum terhadap tindak pidana pencurian ikan di
Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia Wilayah Pengelolaan Perikanan
Republik Indonesia sangat terkait dengan peraturan hukum dan institusi
penegak hukum, kalau yang pertama menyangkut peraturan
perundang-undangannya, sedangkan yang kedua menyangkut institusi
penggeraknya, seperti Kementerian Kelautan dan Perikanan, TNI-AL,
Kepolisian RI, Pengadilan dan Lembaga Pemasyarakatan. Penegak
hukum merupakan bagian tak terpisahkan dari pembangunan hukum,
sedangkan pembangunan hukum itu sendiri adalah komponen integral
dari pembangunan nasional.
`     Salah satu penyebab utama pencurian ikan di Zona Ekonomi
Eksklusif Indonesia Wilayah Pengelolaan Perikanan Republik Indonesia
ialah lemahnya pengawasan akibat rendahnya integritas moral serta
kurangnya sarana dan prasarana yang memadai. Keadaan yang kurang
menggembirakan ini menyebabkan suburnya pencurian ikan di Zona
Ekonomi Eksklusif Indonesia Wilayah Pengelolaan Perikanan Republik
Indonesia, namun kelemahan sistem tersebut tidak dapat berdiri sendiri.
Ia adalah produk dari integritas moral, karena yang dapat berfikir
perlunya diperbaiki sistem ialah yang bermoral. Orang yang tidak
bermoral atau bermoral rendah meskipun tidak mungkin terdorong
untuk memperbaiki sistem karena kelemahan sistem itu sendiri
diperlukannya untuk melakukan penyelewengan. Pola perbuatan ini
sudah menjadi salah satu gejala umum yang sulit diberantas, karena
terbatasnya akses ke laut untuk melihat perilaku aparat pengawas
perikanan.
Tingkat Pelanggaran Peraturan Perundang-undangan Perikanan
di WPP-RI
  BAB II
                                                  LANDASAN TEORI
2.1  Undang-undang Illegal Fishing
Ø   Pasal 26 ayat (1): Setiap orang yang melakukan usaha perikanan di
bidang penangkapan, pembudidayaan, pengangkutan, pengolahan dan
pemasaran ikan diwilayah pengelolaan perikanan Republik Indonesia
wajib memiliki SIUP.
Ø  Pasal 26 ayat (2): Kewajiban memiliki SIUP sebagaimana dimaksud ayat
(1), tidakberlaku bagi nelayan kecil dan/atau pembudidaya ikan kecil.
Ø  Pasal 27ayat (1): Setiap orang yang memiliki dan/atau mengoperasikan
kappalpenangkap ikan berbendera Indonesia yang dipergunakan untu
kmelakukan penangkapan ikan di wilayah pengelolaan perikanan
Republik Indonesia dan/atau lautlepas wajib memiliki SIPI.
Ø  Pasal 27ayat (2): Setiap orang yang memiliki dan/atau pengoperasikan
kapal penangkap ikan berbendera asing yang dipergunakan untuk
melakukan penangkapanikan di wilayah pengelolaan
perikananRepublik Indonesia wajib memiliki SIPI.
Ø  Pasal 27ayat (3): SIPI sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterbitkan
oleh Menteri.
Ø  Pasal 27ayat (4): Kapal penangkap ikan berbendera Indonesia yang
melakukan penangkapan ikan di wilayah yurisdiksi negara lain harus
terlebih dahulu mendapatkan persetujuan dari Pemerintah.
Ø  Pasal 93 ayat (1) Setiap orang yang memiliki dan/atau mengoperasikan
kapal penangkap ikan berbendera Indonesia melakukan penangkapan
ikandi wilayah pengelolaan perikanan Republik Indonesia dan/atau di
laut lepas, yang tidak memilikiSIPI sebagaimana dimaksud dalam Pasal
27 ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam)
tahun dan denda paling banyak Rp.2.000.000.000,00 (dua miliarrupiah).
Ø  Pasal 104 ayat (2) Benda dan/atau alat yang dipergunakan dalam
dan/atau yangdihasilkan dari tindak pidana perikanan dapat dirampas
untuknegara
2.2  Tindak Pidana
            Keberadaan Undang-undang Nomor 31 Tahun 2004 Tentang
Perikanan sangat jelas bahwa illegal fishing diganjar pidana penjara
dan denda sepadan pelanggaran yang dilakukan, serta Undang-undang
Nomor 45 Tahun 2009 ini merupakan langkah positif dan merupakan
landasan/aturan bagi Penegak Hukum dan Hakim Perikanan dalam
memutuskan persoalan hukum yang terkait dengan Illegal Fishing, yang
dampaknya sangat merugikan negara bahkan telah disinyalir dapat
merusak perekonomian bangsa.
            Seperti yang tercantum dalam Konvensi Hukum Laut PBB
(United Nations Convention On The Law Of The Sea) Tahun 1982 yang
mana merupakan perjanjian hukum laut yang dihasilkan dari konferensi
PBB yang berlangsung dari tahun 1973 sampai dengan tahun
1982. UNCLOS sendiri sebelumnya sudah dilaksanakan sejak tahun
1958 yang kemudian dirasa perlu adanya penyempurnaan hingga
akhirnya dilaksanakanlah UNCLOS 1982 yang sudah diakui oleh lebih
dari 150 negara termasuk Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Tindak pidana pencurian ikan di Zona Ekonomi Eksklusif
Indonesia Wilayah Pengelolaan Perikanan Republik Indonesia oleh
nelayan asing menurut audit BPK mencapai 30 trilyun rupiah pertahun.
Menarik pula, pelaku tindak pidana pencurian ikan yang dilakukan
nelayan asing di perairan Zona Ekonomi Eksklusif tidak boleh dijatuhi
pidana penjara selama belum ada perjanjian antara Pemerintah
Republik Indonesia dengan pemerintah Negara yang bersangkutan.
2.3 Komitmen Pemerintah
            Seiring tekad untuk mengembalikan kejayaan Indonesia,
Pemerintah Joko Widodo pun berkomitmen untuk terus melakukan
pembenahan atas berbagai persoalan tersebut. Melalui Kementrian
Kelautan dan Perikanan (KKP), misalnya dalam beberapa bulan
terakhir mengeluarkan berbagai aturan agarpraktik illegal fishing tidak
terjadi lagi di kelautan Indonesia.
            Seperti disampaikan Mentri Kelautan dan Perikanan Susi
Pudjiastuti, illegal fishingbisa enjadi kejahatan yang luar biasa. Bukan
hanya koporasi, tetapi juga kejahatan kemanusiaan.  

BAB III
   PEMBAHASAN
3.1  Faktor Penyebab Illegal Fishing
Faktor -faktor yang menyebabkan terjadinya Illegal fishing di
perairan Indonesia tidak terlepas dari lingkungan strategis global
terutama kondisi perikanan di negara lain yang memiliki perbatasan
laut, dan sistem pengelolaan perikanan di Indonesia itu sendiri. Secara
garis besar faktor penyebab tersebut dapat dikategorikan menjadi 7
(tujuh) faktor, sebagaimana diuraikan di bawah ini.
1. Kebutuhan ikan dunia (demand) meningkat, disisi lain pasokan ikan
dunia menurun, terjadi overdemand terutama jenis ikan dari laut seperti
Tuna. Hal ini mendorong armada perikanan dunia berburu ikan di
manapun dengan cara legal atau illegal.
2. Disparitas (perbedaan) harga ikan segar utuh (whole fish) di negara
lain dibandingkan di Indonesia cukup tinggi sehingga membuat masih
adanya surplus pendapatan.

3. Fishing ground di negara-negara lain sudah mulai habis, sementara


di Indonesia masih menjanjikan, padahal mereka harus
mempertahankan pasokan ikan untuk konsumsi mereka dan harus
mempertahankan produksi pengolahan di negara tersebut tetap
bertahan.
4. Laut Indonesia sangat luas dan terbuka, di sisi lain kemampuan
pengawasan khususnya armada pengawasan nasional (kapal
pengawas) masih sangat terbatas dibandingkan kebutuhan untuk
mengawasai daerah rawan. Luasnya wilayah laut yang menjadi
yurisdiksi Indonesia dan kenyataan masih sangat terbukanya ZEE
Indonesia yang berbatasan dengan laut lepas (High Seas) telah
menjadi magnet penarik masuknya kapal-kapal ikan asing maupun lokal
untuk melakukan illegal fishing.
5. Sistem pengelolaan perikanan dalam bentuk sistem perizinan saat ini
bersifat terbuka (open acces), pembatasannya hanya terbatas pada alat
tangkap (input restriction). Hal ini kurang cocok jika dihadapkan pada
kondisi faktual geografi Indonesia, khususnya ZEE Indonesia yang
berbatasan dengan laut lepas.
6. Masih terbatasnya sarana dan prasarana pengawasan serta SDM
pengawasan khususnya dari sisi kuantitas. Sebagai gambaran, sampai
dengan tahun 2008, baru terdapat 578 Penyidik Perikanan (PPNS
Perikanan) dan 340 ABK (Anak Buah Kapal) Kapal Pengawas
Perikanan. Jumlah tersebut, tentunya sangat belum sebanding dengan
cakupan luas wilayah laut yang harus diawasi. Hal ini, lebih diperparah
dengan keterbatasan sarana dan prasarana pengawasan.
7. Persepsi dan langkah kerjasama aparat penegak hukum masih
dalam penanganan perkara tindak pidana perikanan masih belum solid,
terutama dalam hal pemahaman tindakan hukum, dan komitmen
operasi kapal pengawas di ZEE.
3.2  Dampak Illegal Fishing
Kegiatan Illegal Fishing di WPP-RI telah mengakibatkan kerugian
yang besar bagi Indonesia. Overfising, overcapacity, ancaman terhadap
kelestarian sumberdaya ikan, iklim usaha perikanan yang tidak
kondusif, melemahnya daya saing perusahaan dan termarjinalkannya
nelayan merupakan dampak nyata dari kegiatan IUU fishing. Kerugian
lain yang tidak dapat di nilai secara materil namun sangat terkait
dengan harga diri bangsa, adalah rusaknya citra Indonesia pada
kancah International karena dianggap tidak mampu untuk mengelola
perikanannya dengan baik.

3.3 Dampak Negatifnya Terhadap Aspek Sosial dan Ekonomi


Negara
·        Sosial
Bagi Indonesia Illegal Fishing menjadi perhatian utama, karena
hal ini terjadi setiap hari di perairan Indonesia. Dikawasan Asia
Tenggara, sektor perikanan menjadi salah satu sumber utama bagi
ketahanan pangan di kawasan. Motif ekonomi sering menjadikan
alasan bagi eksplorasi besar-besaran terhadap sumber daya perikanan,
yang pada gilirannya, menjadikan sebagai penyebab utama bagi
berkurangnya secara drastis terhadap persediaan ikan di Asia
Tenggara. Persoalan ini akan berpengaruh buruk terhadap
kelangsungan hidup lebih dari 100 juta jiwa. Hal ini juga telah
menyebabkan sengketa diantara para nelayan lokal dengan para
pemilik kapal pukat dan juga diantara para nelayan tradisional antar
negara. Berkurangnya persediaan ikan diperairan Indonesia sebagai
akibat illegal fishing yang dilakukan dengan menggunakan kapal-kapal
pukat, juga telah memaksa para nelayan tradisional Indonesia terlibat
dalam kegiatan illegal fishing diperairan Australia, yang menyebabkan
timbulnya permasalahan diantara kedua negara. Dampak secara
langsung tidak hanya dirasakan oleh para nelayan, tetapi juga para
karyawan pabrik, terutama pabrik-pabrik pengolahan ikan. Di Tual dan
Bejina misalnya, sejak beroperasinya kapal-kapal penangkap ikan asing
tersebut, maka seluruh perusahaan industri pengolahan ikan tidak
beroperasi lagi, dan akibat lebih lanjut sudah dapat ditebak apa yang
terjadi, yaitu PHK (Pemutusan Hubungan Kerja)para karyawan pabrik
pengolahan ikan. Karena tidak ada lagi bahan baku tangkapanikan
yang diolah oleh perusahaan. Ini terjadi karena semua tangkapan ikan
oleh kapalasing tersebut telah ditransfer ke kapal yang lebih besar di
tengah laut istilahnya 'trans-shipment' dan hal ini jelas-jelas telah
melanggar peraturan Menteri Kelautan danPerikanan No. 16 Tahun
2006 yang mewajibkan seluruh hasil tangkapan ikanditurunkan dan
diolah di darat.
·        Ekonomi
Illegal Fishing ini telah secara nyata merugikan ekonomi
Indonesia. Negara ini telah kehilangan sumber devisa negara yang
semestinya bisa menghidupi kesejahteraan masyarakatnya, namun
nyatanya justru dinikmati oleh segelintir orang atau kelompok tertentu
baik dari dalam maupun luar negeri. Faktor- kekayaan sumber daya
alam Indonesia telah membuat cukong-cukong asing yang bekerjasama
dengan oknum lokal, menggaruk hasil kekayaan alam kita. Tidak
tanggung-tanggung, kerugian Negara yang diakibatkan kejahatan
bidang perikanan ini mencapai angka yang luarbiasa. Menurut Dirjen
Pengawasan dan Pengendalian Sumber Daya Kelautan dan Perikanan
(DKP) Ardisu Zainuddin, pada tahun 2005 jumlah pelanggaran
yangditangani DKP 174 kasus, tahun 2006 naik menjadi 216 kasus,
sementara hingga September 2007 sudah ada 160kapal ikan liar yang
diproses secara hukum. Dari barang bukti kasus-kasus illegal
fishing yang didapat jajaran DKP, rata-rata potensi kerugian negara
mencapai antara Rp1-Rp4 miliar per kapal. Jika sampai September
2007 ada 160 kapal yang ditangkap, berarti minimal kerugiannegara
akibat penangkapan ikan liar tahun 2007 saja berkisar antara Rp160
miliar sampai Rp640 miliar. Meski belum ada data resmi mengenai
kerugian negara akibat penangkapan ikan ilegal itu, tetapi dari riset
DKP pada 2003, totalnya bisa mencapaiUS$1,9 miliar (sekitar Rp18
triliun)

3.4   Pengertian Zona Ekonomi Eksklusif

Zona Ekonomi Eklusif (ZEE) adalah zona yang luasnya 200 mil dari


garis dasar pantai, yang mana dalam zona tersebut sebuah negara
pantai mempunyai hak atas kekayaan alam di dalamnya, dan berhak
menggunakan kebijakan hukumnya, kebebasan bernavigasi, terbang di
atasnya, ataupun melakukan penanaman kabel dan pipa. Atau dengan
kata lain zona ekonomi eksklusif adalah suatu daerah di luar dan
berdampingan dengan laut territorial, seperti tampak pada gambar
dibawah ini ;
Gambar:1.1

Kegiatan Illegal Fishing di WPP-RI telah mengakibatkan kerugian


yang besar bagi Indonesia. Overfising, overcapacity, ancaman terhadap
kelestarian sumberdaya ikan, iklim usaha perikanan yang tidak
kondusif, melemahnya daya saing perusahaan dan termarjinalkannya
nelayan merupakan dampak nyata dari kegiatan IUU fishing. Kerugian
lain yang tidak dapat di nilai secara materil namun sangat terkait
dengan harga diri bangsa, adalah rusaknya citra Indonesia pada
kancah International karena dianggap tidak mampu untuk mengelola
perikanannya dengan baik.
Untuk dapat mengetahui, kerugian materil yang diakibatkan
oleh Illegal fishing perlu ditetapkan angka asumsi dasar antara lain:
diperkirakan jumlah kapal asing dan eks asing yang melakukan
IUU fishing sekitar 1000 kapal, ikan yang dicuri dari kegiatan
IUU fishing dan dibuang (discarded) sebesar 25% dari stok (estimasi
FAO, 2001). Dengan asumsi tersebut, jika MSY(maximum sustainable
yield = tangkapan lestari maksimum) ikan = 6,4 juta ton/th, maka yang
hilang di
curi dan dibuang sekitar 1,6 juta ton/th. Jika harga jual ikan di luar
negeri rata-rata 2 USD/Kg, maka kerugian per tahun bisa mencapai Rp
30 trilyun.

Kerugian Ekonomi Akibat Illegal Fishing


Pukat
Pukat Pukat
Ikan Pukat Cincin Rawai
Rincian Ikan
Udang Pelagis Tuna
Slt.
L. Arafura Besar
Malaka
Ukuran Kapal (GT) 202 240 138 134 178
Kekuatan Mesin (HP) 540 960 279 336 750
Produksi (Ton/Kpl/thn) 847 864 152 269 107
Rugi pungutan Perikanan 193 232 170 267 78
(Rp juta/Kpl/Thn)
Rugi subsidi BBM 112 221 64 77 173
(Rp.Juta/Kpl/Thn)
Rugi Produksi Ikan (Rp. 3.559 1.733 3.160 1.101 801
Juta/Kpl/Thn)
Total Kerugian 3.864 2.187 3.395 1.446 1.052
(Rp.Juta/Kpl/Thn)
Sumber: Dr. Purwanto, 2004

Dari tabel tersebut terlihat jelas bahwa kerugian negara secara

ekonomi akibat pencurian ikan oleh kapal ikan setiap tahunnya sekitar

Rp. 1,052 miliar/kapal. Sehingga secara sederhana kerugian negara

akibat illegal fishing dapat diprediksi melalui perkalian jumlah kapal ikan

yang melakukan illegal fishing dengan jumlah kerugian tersebut.


 BAB IV
                                         KESIMPULAN dan SARAN
4.1  KESIMPULAN
Undang-undang No. 45 Tahun 2009 tentang Perubahan Atas
Undang-undang Nomor 31 Tahun 2004 Tentang Perikanan tidak
mengatur pembagian kewenangan secarategas dan tidak pula
mengatur mekanisme kerja yang pasti, sehingga ketiga instansi
tersebut menyatakan instansinya sama-sama berwenang dalam
penegakan hukumperikanan serta tanpa adanya keterpaduan sistem
dalam pelaksanaannya. Konflik kewenangan seperti ini tidaklah
menguntungkan dan mencerminkan penegakan hukum terhadap tindak
pidana perikanan dipandang lemah dan tidak optimal,sehingga
berdampak kepada kegiatan penangkapan ikan secara tidak sah masih
menunjukkan frekuensi yang cukup tinggi dan tetap terus berlangsung.
Untuk itu segera dicarikan solusinya, guna tercipta suatu kondisi yang
tertib, aman serta adanya kepastian hukum. Hal tersebut berpengaruh
positif bagi para pelaku usaha dibidang perikanan yang pada akhirnya
mampu meningkatkan kesejahteraan bagi masyarakat.

4.2  SARAN
Perlunya dilakukan peningkatan kemampuan maupun
kompetensi sumberdaya manusia khususnya ditingkat penuntutan dan
pengadilan sehingga dalam proses penyelesaian atau penegakan
hukum terhadap tindak pidana Ilegal Fishing dapat dilakukan secara
profesional dan tepat sasaran sehingga diharapkan tujuan dari sistem
peradilan pidana terpadu didalam menanggulangi kejahatan dibidang
perikanan dapat tercapai.
Perlunya dibentuk Forum Koordinasi Aparat Penegak Hukum
Dibidang Perikanan sehingga dalam penanganan kasus tindak
pidana Illegal Fishing dapat dilaksanakan secara bersama – sama lintas
sektor sehingga apa yang menjadi faktor penghambat dalam upaya
penegakan hukum dibidang perikanan dapat diminimalisir.

DAFTAR PUSTAKA

Undang-undang Nomor 31 Tahun 2004 Tentang Perikanan.


http://mukhtar-api.blogspot.co.id/2011/05/illegal-fishing-di-
indonesia.html
http://amrmulsin.blogspot.co.id/2014/05/makalah-illegal-fishing.html
http://www.pusakaindonesia.org/ilegal-fishing-bentuk-pelanggaran-
kedaulatan/
http://mukhtar-api.blogspot.co.id/2011/05/illegal-fishing-di-
indonesia.html
http://www.academia.edu/9986261/DAMPAK_ILLEGAL_FISHING_TER
HADAP_SOSIAL_DAN_EKONOMI_NEGARA
VOL43/VII/JAN-FEB 2015 INTEGRITO 13
Diposting 27th July 2016 oleh Ajud Tajudin
 

Lihat komentar
Memuat

Anda mungkin juga menyukai