Anda di halaman 1dari 20

Papua Law Journal ■ Vol.

1 Issue 1, November 2016

Penerapan Keadilan Restoratif (Restorative Justice)


Dalam Penyelesaian Delik Adat
Budiyanto
Fakultas Hukum Universitas Cenderawasih
Jl. Kamp. Wolker, Waena, Jayapura, 99358, Papua, Indonesia
Tel./Fax.: +62-967-585470 E-mail: zeebudie@yahoo.com

Abstrak: Penyelesaian suatu tindak pidana melalui peradilan formal (Pengadilan Negeri)
umumnya masih dirasakan kurang memberikan rasa keadilan bagi korban. Bahkan
seringkali masih menyimpan ketidakpuasan (dendam) dari korban (keluarga korban) atas
hukuman atau sanksi pidana yang telah dijatuhkan kepada pelaku oleh pengadilan. Keadilan
restoratif merupakan suatu solusi yang diharapkan dapat diterapkan dalam menyelesaikan
delik adat, yang umumnya penyelesaiannya digagas oleh pelaku untuk menyelesaikan
kasusnya secara damai bersama korban (keluarganya). Metode peneltian yang digunakan
berupa penelitian hukum empiris (socio legal research). Hasil penelitian menunjukan bahwa
penyelesaian delik adat di Papua pada dasarnya dilakukan dengan menerapkan konsep
keadilan restoratif, yaitu ide penyelesaiannya dilakukan oleh pelaku kepada korban atau
keluarga korban. Apabila tidak berhasil, akan diselesaikan melalui keluarga pelaku dan
keluarga korban, atau melalui kepala suku/Ondoafi, atau melalui peradilan adat. Konsep
keadilan restoratif ini diterapkan dalam penyelesaian delik adat semata-mata sebagai upaya
untuk memulihkan penderitaan yang dialami korban dan untuk memperbaiki keseimbangan
kosmis yang terganggu dalam masyarakat.

Kata Kunci: Keadilan Restoratif; Delik Adat

Abstract: The of an offense through the formal justice (District Court) in general, still less to
give a sense of justice for the victims. Moreover, often still save dissatisfaction (revenge) of
the victim (victims' families) on penalties or criminal sanctions that have been imposed on
the perpetrators by the courts. Restorative justice is expected to be one option that can be
applied in resolving the customs offense, which is generally initiated by the offender
settlement to resolve the case amicably with the victims (families). This study was an
empirical research (socio legal research). The results of the research indicated that the
completion of indigenous offenses in Papua actually using by restorative justice concept,
namely the idea of settlement by the perpetrator to the victim or the victim's family. If it does
not meet an agreement, will be resolved through the perpetrator's family and the families of
the victims, or through chieftain Ondoafi, or through customary justice. The concept of
restorative justice is applied in the completion of customs offenses solely as an attempt to
relieve the suffering endured by the victims and to repair the cosmic balance which disturbed
in society.

Keywords: Restorative Justice; Indigenous offense

81
Papua Law Journal ■ Vol. 1 Issue 1, November 2016

PENDAHULUAN pelanggar harus diberikan sanksi adat.2


Indonesia terdiri atas beraneka Hal ini berarti keseimbangan yang telah
ragam suku, bahasa dan adat istiadat. terganggu tersebut baru dapat kembali
Keberadaan suku-suku, tidak saja harus normal bila ada penyelesaian yang
diterima dan hormati sebagai kenyataan ditempuh oleh pelaku dan korban,
sosiologis dan sejarah, tetapi harus pula sehingga kedamaian dalam masyarakat
dipelihara dan dijaga untuk mewu- dapat tercipta kembali.
judkan satu tujuan dan satu cita-cita Penyelesaian delik adat pada
bernegara sebagaimana tertuang dalam umumnya dapat diselesaikan melalui
Pancasila dan Undang-Undang Dasar tahapan musyawarah antara korban dan
Negara Republik Indonesia Tahun pelaku, upaya perdamaian, upaya
1945.1 Hal ini penting bagi terciptanya mediasi, dan penyelesaian melalui
suasana kehidupan masyarakat yang lembaga adat (peradilan adat). Apabila
penuh toleransi, tenggang rasa, dan dalam penyelesaian delik adat ternyata
harmonis. ada salah satu pihak yang menolak,
Kenyataannya, dalam kehidupan maka penyelesaian akhirnya adalah
bermasyarakat, tidak menutup kemung- melalui peradilan formal (Pengadilan
kinan terjadi ketidakharmonisan yang Negeri).
disebabkan oleh pelanggaran terhadap Dalam pelaksanaan sistem
norma yang ada. Pelanggaran tersebut peradilan pidana keterlibatan korban
dipandang dapat menimbulkan kegon- masih belum nyata kelihatan dalam
cangan dalam masyarakat, karena menentukan dan mencari keadilan yang
dianggap telah mengganggu keseim- diinginkan dan diidam-idamkan.
bangan kosmis. Oleh karena itu untuk Penyelesaian melalui konsep keadilan
mengembalikan keadaan seperti semula restoratif yang sudah dikenal oleh
atas pelanggaran yang terjadi, maka si masyarakat sejak lama seharusnya dapat
diwujudkan dalam mencari keadilan di
setiap tahap peradilan pidana, yaitu
dengan melibatkan seluruh pihak untuk
1
Undang-Undang Rencana Pembangunan
2
Jangka Panjang Nasional Tahun 2005-2025 I Made Widnyana. (1993). Kapita Selekta
(UU RI No. 17 Th. 2007). (2007). Jakarta: Sinar Hukum Pidana Adat. Bandung: PT. Eresco, hal.
Grafika, hal. 7 3

82
Papua Law Journal ■ Vol. 1 Issue 1, November 2016

dapat secara terbuka didengar dan Konsep keadilan restoratif ini


menentukan konsep penyelesaian dan sesunggguhnya sudah lama diterapkan
pemberian sanksi yang seadil-adilnya oleh masyarakat hukum adat di berbagai
bagi kepentingan korban atau keluarga- wilayah di Indonesia dalam rangka
nya. penyelesaian delik adat yang terjadi
Sungguhpun disadari bahwa atau dalam menyelesaikan kasus tindak
penyelesaian melalui peradilan formal pidana ringan. Namun baru akhir-akhir
(Pengadilan Negeri) umumnya masih ini konsep keadilan restoratif muncul
dirasakan kurang memberikan rasa kembali di saat kepercayaan masyarakat
keadilan bagi korban, dan seringkali terhadap peradilan formal mulai luntur,
masih menyimpan ketidakpuasan putusan pengadilan tidak lagi dapat
(dendam) dari korban (keluarga korban) memberikan rasa keadilan pada
atas hukuman atau sanksi pidana yang masyarakat, penyelesaian yang tidak
telah dijatuhkan kepada pelaku oleh tuntas dan bahkan seringkali
pengadilan. Oleh karena itu, penerapan menimbulkan masalah baru dalam
keadilan restoratif dalam penyelesaian masyarakat akibat putusan yang
delik adat secara musyawarah mufakat dianggap tidak sesuai dengan harapan
dalam bentuk perdamaian adat masih masyarakat luas. Melalui penerapan
menjadi primadona masyarakat dalam keadilan restoratif dalam penyelesaian
menyelesaikan delik adat yang terjadi. delik adat, maka kepentingan korban
Bentuk penyelesaian antara yang selama ini oleh peradilan formal
pelaku dan korban secara kekeluargaan diabaikan, menjadi lebih diperhatikan
ataupun melalui lembaga peradilan adat dalam pertemuan yang digelar oleh
ini merupakan bentuk penyelesaian kedua belah pihakm, dan dalam suasana
yang bertujuan mencari keadilan yang kekeluargaan. Perdamaian yang ditem-
hakiki, yang dalam kenyataannya mirip puh oleh para pihak semata-mata bertu-
dengan konsep keadilan restotratif juan untuk mencari keadilan dan me-
(restorative justice). Konsep keadilan mulihkan keadaan kembali seperti
restoratif digagas oleh pelaku dan sediakala.
korban untuk menyelesaikan persoalan Berdasarkan kondisi tersebut
secara damai dengan mengutamakan maka fokus dalam pembahasan ini lebih
prinsip musyawarah dan mufakat. ditekankan pada masalah penerapan

83
Papua Law Journal ■ Vol. 1 Issue 1, November 2016

keadilan restoratif dalam penyelesaian ensiklopedia. Keseluruhan data tersebut


delik adat, dan bentuk-bentuk penyele- selanjutnya diinventarisir dan diolah,
saian delik adat yang ditempuh oleh kemudian dianalisis dengan teknik
para pihak dalam upaya mencari analisis kualitatif sesuai dengan objek
keadilan baik melalui peradilan adat kajian yang diteliti guna mendapatkan
atau peradilan formal. gambaran yang jelas terhadap realitas
yang terjadi di masyarakat.
METODE
Penelitian ini dikategorikan dalam PEMBAHASAN
jenis penelitian hukum sosiologis/ Konsep Restorative Justice (Keadilan
empiris (socio legal research), yaitu Restoratif)
jenis penelitian yang berorientasi pada Pengertian tentang Restorative
aspek hukum dan aspek non hukum Justice telah banyak dirumuskan oleh
yakni mengkaji dan menganalisis para ahli. Menurut Sarre,4 bahwa:
bekerjanya hukum dalam masyarakat. “…restorative justice is
Penelitian ini menitikberatkan pada concerned with rebuilding
relationships after an offence,
perilaku individu atau masyarakat rather driving a wedge between
dalam kaitannya dengan hukum.3 offenders and, their communities,
which is the hallmark of modern
Sumber data dalam penelitian penelitian criminal justice systems”.
ini meliputi data primer yang yang (Keadilan restoratif berkaitan
berasal dari pelaku, korban, keluarga dengan bagaimana membangun
kembali hubungan setelah terjadi
pelaku dan keluarga korban, aparat suatu tindak pidana, bukannya
kepolisian, dan pemangku adat. Data membangun tembok pemisah
antara para pelaku tindak pidana
sekunder, diperoleh melalui sumber dengan masyarakat mereka, yang
bahan hukum primer yaitu peraturan merupakan hallmark (tanda/
karakteristik) dari sistem-sistem
perundang-undangan, dan putusan peradilan pidana modern).
pengadilan. Bahan hukum sekunder Menurut Howard Zehr, sebagai-
yang berasal dari karya ilmiah dan mana dikutip Bambang Waluyo,5
media internet. Adapun bahan hukum bahwa:
tertier yang berasail dari kamus dan
4
Rufinus Hotmaulana Hutauruk. (2013).
3
Peter Mahmud Marzuki. (2008). Penelitian Penanggulangan Kejahatan Korporasi Melalui
Hukum. Jakarta: Kencana Prenada Media Pendekatan Restoratif Suatu Terobosan Hukum.
Group, hal. 87 Jakarta: Sinar Grafika, hal.108

84
Papua Law Journal ■ Vol. 1 Issue 1, November 2016

“Restorative justice” is a process adalah suatu penyelesaian secara adil


to involve, to the extent possible,
yang melibatkan pelaku, korban,
those who have a stake in a
specific offense and to collectively keluarga mereka dan pihak lain yang
identify and address harms,
terkait dalam suatu tindak pidana,
needs, and obligation in order to
heal and put things as right as secara bersama-sama mencari penyele-
possible. (Keadilan restoratif
saian terhadap tindak pidana tersebut
adalah proses untuk melibatkan
dengan menggunakan segala dan implikasinya, dengan menekankan
kemungkinan, seluruh pihak
pemulihan dan bukan pembalasan.7
terkait dan pelanggaran tertentu
dan untuk mengidentifikasi serta Berdasarkan pengertian yang
menjelaskan ancaman, kebutuhan
dikemukan tentang restorative justice
dan kewajiban dalam rangka
menyembuhkan serta menempat- tersebut, maka menurut Edwin Syah
kan hal tersebut sedapat mungkin
Putra, bahwa Restorative Justice
sesuai dengan tempatnya).
mengandung prinsip-prinsip dasar yang
Selanjutnya dalam Pasal 1 angka
meliputi:
6 Undang-undang Nomor 11 Tahun
1. Mengupayakan perdamaian di
2012 tentang Sistem Peradilan Pidana luar pengadilan oleh pelaku
tindak pidana (keluarganya)
Anak bahwa keadilan restoratif adalah
terhadap korban tindak pidana
“penyelesaian perkara tindak pidana (keluarganya);
2. Memberikan kesempatan kepada
dengan melibatkan pelaku, korban,
pelaku tindak pidana (keluarga-
keluarga pelaku/korban, dan pihak lain nya) untuk bertanggung jawab
menebus kesalahannya dengan
yang terkait untuk bersama-sama
cara mengganti kerugian akibat
mencari penyelesaian yang adil dengan tindak pidana yang dilakukannya.
3. Menyelesaikan permasalahan
menekankan pemulihan kembali pada
hukum pidana yang terjadi
keadaan semula, dan bukan pemba- diantara pelaku tindak pidana dan
korban tindak pidana tersebut
lasan”.6
apabila tercapai persetujuan dan
Pengertian menurut pendapat ahli kesepakatan diantara para pihak.8
yang lain bahwa Restorative justice
7
Munawara, M. Syukri Akkub, Musakkir.
Pendekatan Restorative Justice Dalam
Penyelesaian Tindak Pidana Yang Dilakukan
5
Bambang Waluyo. (2015). Relevansi Oleh Anak Di Kota Makassar. Makassar:
Doktrin Restorative Justice Dalam Sistem Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin.
Pemidanaan di Indonesia (The Relevance of the Makassar, hal. 4.
8
Doctrine on Restorative Justice in the Edwin Syah Putra. Restorative Justice
Indonesian Sentencing System), Hassanuddin (Pengertian, Prinsip dan Keberlakuannya
Law Review, Volume 1, Issu 2, hal. 213 Dalam Sistem Hukum Pidana Indonesia).
6
Ibid. Dikutip pada laman web: http://edwinnotaris.

85
Papua Law Journal ■ Vol. 1 Issue 1, November 2016

tidak efektif menyelesaikan


Kuat Puji Prayitno9 membagi konflik sosial.
prinsip dasar yang menonjol dari
Selanjutya Helen Cowie dan
restorative justice terkait hubungan
Dawn Jeniffer sebagaimana dikutip
antara kejahatan, pelaku, korban,
Hadi Supeno telah mengidentifikasikan
masyarakat dan negara, yaitu:
aspek-aspek utama keadilan restoratif
1. Kejahatan ditempatkan sebagai
sebagai berikut:
gejala yang menjadi bagian
tindakan sosial dan bukan 1. Perbaikan, yaitu bukanlah ten-
sekedar pelanggaran hukum tang memperoleh kemenangan
pidana; atau menerima kekalahan, tudi-
2. Restorative Justice adalah teori ngan, atau pembalasan dendam,
peradilan pidana yang fokusnya tetapi tentang keadilan.
pada pandang-an yang melihat 2. Pemulihan hubungan, yaitu
bahwa kejahatan adalah seba-gai bukan bersifat hukuman para pe-
tindakan oleh pelaku terhadap laku kriminal memikul tanggung
orang lain atau masyarakat jawab atas kekeliruan dan mem-
daripada terhadap negara. Jadi perbaikinya dengan sejumlah
lebih menekankan bagaimana cara, tetapi melalui proses
hubungan/ tanggungjawab pelaku komunikasi yang terbuka dan
(individu) dalam menyelesaikan langsung, antara korban dan
masalahnya dengan korban dan pelaku kriminal, yang berpotensi
atau masyarakat; mengubah cara berhubungan satu
3. Kejahatan dipandang sebagai sama lain.
tindakan yang merugikan orang 3. Reintegrasi, pada tingkatnya
dan meru-sak hubungan sosial. yang terluas, memberikan arena
"Ini jelas berbeda dengan hukum tempat anak dan orangtua dapat
pidana yang telah menarik memperoleh proses yang adil.
kejahatan sebagai masalah Maksudnya agar mereka belajar
negara, hanya negara yang tentang konsekuensi kekerasan
berhak menghukum”; keempat, dan kriminalitas serta memahami
munculnya ide restorative justice dampak perilaku mereka terhadap
sebagai kritik atas penerap-an orang lain.10
sistem peradilan pidana dengan
pemenjara-an yang dianggap Berkaitan dengan konsep restora-
tive justice, Muladi dalam Abintoro
blogspot.com/2013/09/restorative-justice-
pengertian-prinsip.html. Tanggal 20 September
2013. Pukul. 17.50.
9
Kuat Puji Prayitno. (2012). Restorative
Justice Untuk Peradilan Di Indonesia
(Perspektif Yuridis Filosofis Dalam Penegakan
10
Hukum In Concreto). Jurnal Dinamika Hukum Hadi Supeno. (2010). Kriminalisasi Anak
Vol.12 No.3 September 2012. Fakultas Hukum Tawaran Gagasan Radikal Peradilan Anak
Universitas Jenderal Soedirman, hal. 411 Tanpa Pemidanaan. Jakarta: PT. Gramedia
Pustaka Utama, hal. 203

86
Papua Law Journal ■ Vol. 1 Issue 1, November 2016

Prakoso11 merinci tentang ciri-ciri hukum Indonesia masih bersifat parsial


restorative justice sebagai berikut: dan tidak komprehensif. Menurut DS.
1. Kejahatan dirumuskan sebagai Dewi, penerapan Retorative Justice
pelanggaran seseorang terhadap
(keadilan restoratif) tampak dalam
orang lain dan dipandang sebagai
konflik; beberapa kebijakan, sebagai berikut:12
2. Fokus perhatian pada pemecahan
1. Surat Edaran Mahkamah Agung
masalah pertanggungjawaban dan
(SEMA) No. 6 Tahun 1959,
kewajiban untuk masa
menyebutkan bahwa persidangan
mendatang;
anak harus dilakukan secara
3. Sifat normatif dibangun atas
tertutup.
dasar dialog dan negosiasi;
2. Surat Edaran Mahkamah Agung
4. Restitusi sebagai sarana para
(SEMA) No. 6 Tahun 1987,
pihak, rekonsiliasi dan restorasi
tanggal 16 November 1987
merupakan tujuan utama;
tentang Tata Tertib Sidang Anak.
5. Keadilan dirumuskan sebagai
3. Surat Edaran Jaksa Agung RI SE-
hubungan antar hak, dinilai atas
002/j.a/4/1989 tentang
dasar hasil;
Penuntutan terhadap Anak
6. Fokus perhatian terarah pada
4. Surat Jaksa Agung Muda Tindak
perbaikan luka sosial akibat
Pidana Umum B-532/E/11/1995,
kejahatan;
9 Nov 1995 tentang Petunjuk
7. Masyarakat merupakan fasilitator
Teknis Penuntutan Terhadap
di dalam proses restoratif;
Anak
8. Peran korban dan pelaku diakui,
5. MOU 20/PRS-2/KEP/2005
baik dalam penentuan masalah
DitBinRehSos Depsos RI dan
maupun penyelesaian hak-hak
DitPas DepKumHAM RI tentang
dan kebutuhan korban. Pelaku
pembinaan luar lembaga bagi
didorong untuk bertanggung
anak yang berhadapan dengan
jawab;
hukum
9. Pertanggungjawaban pelaku
6. Surat Edaran Ketua Mahkamah
dirumuskan sebagai dampak
Agung RI MA/Kumdil/
pemahaman atas perbuatannya
31/I/K/2005 tentang kewajiban
dan diarahkan untuk ikut
setiap PN mengadakan ruang
memutuskan yang terbaik;
sidang khusus & ruang tunggu
10. Tindak pidana dipahami dalam
khusus untuk anak yang akan
konteks menyeluruh, moral,
disidangkan
sosial dan ekonomis;
7. Himbauan Ketua MARI untuk
11. Stigma dapat dihapus melalui
menghindari penahanan pada
restoratif.
12
Pengenalan Restorative Justice Rocky Marbun. (2012). Membangun
Restorative Justice Dan Penal Mediation
(Keadilan Restoratif) di dalam sistem Dalam Sistem Peradilan Pidana Di Indonesia.
Dikutip pada halaman web: http://forumdunia
hukumblogku.wordpress.com/2012/08/22/mem
11
Abintoro Prakoso. (2013). Pembaruan bangun-restorative-justice-dan penal-mediation-
Sistem Peradilan Pidana Anak. Yogyakarta: dalam-sistem-peradilan-pidana-di-indonesia/.
Laksbang Grafika, hal. 163-164 Tanggal 22 Augustus 2012.

87
Papua Law Journal ■ Vol. 1 Issue 1, November 2016

anak dan mengutamakan putusan 02/Men.PP dan PA/XII/2009


tindakan daripada penjara, 16 Juli tanggal 22 Desember 2009
2007 tentang Penanganan Anak Yang
8. Peraturan KAPOLRI 10/2007, 6 Berhadapan Dengan Hukum.”
Juli 2007 tentang Unit Pelayanan
Perempuan dan Anak (PPA) dan Definisi Delik Adat
3/2008 tentang pembentukan
Istilah delik adat sering pula
RPK dan tata cara pemeriksaan
saksi&/korban TP disebut dengan Hukum Pidana Adat.
9. TR/1124/XI/2006 dari
Istilah ini menurut beberapa literatur
Kabareskrim POLRI, 16 Nov
2006 dan TR/395/VI/2008 9 Juni berasal dari “Adat Delicten Recht” yang
2008, tentang pelaksaan diversi
berarti hukum pelanggaran adat.13
dan restorative justice dalam
penanganan kasus anak pelaku Menurut Ter Haar, diartikan sebagai
dan pemenuhan kepentingan
setiap gangguan terhadap benda materiil
terbaik anak dalam kasus anak
baik sebagai pelaku, korban atau maupun inmateriil kepunyaan orang
saksi
perorangan atau kelompok sosial.
10. Kesepakatan Bersama antara
Departemen Sosial RI Nomor: Dalam masyarakat adat, dimana
12/PRS-2/KPTS/2009,
terhadap gangguan-gangguan tersebut
Departemen Hukum Dan Hak
Asasi Manusia RI Nomor: menimbulkan reaksi negatif yang
M.HH.04.HM.03.02 Th 2009,
menuntut pemulihan kembali dari
Departemen Pendidikan Nasional
RI Nomor 11/XII/KB/2009, keseimbangan kosmis yang terganggu
Departemen Agama RI Nomor:
tersebut.14
06/XII/2009, dan Kepolisian
Negara RI Nomor: B/43/ Menurut para pakar, pengertian
XII/2009 tentang Perlindungan
delik adat (hukum pidana adat) sebagai
dan Rehabilitasi Sosial Anak
Yang Berhadapan dengan berikut:
Hukum, tanggal 15 Desember
1. Nyoman Serikat Putra
2009
Jaya, bahwa untuk dapat disebut
11. Surat Keputusan Bersama Ketua
tindak pidana adat, perbuatan itu
Mahkamah Agung RI, Jaksa
harus mengakibatkan kegonca-
Agung RI, Kepala Kepolisian
ngan dalam neraca keseimbangan
Negara RI, Menteri Hukum Dan
masyarakat. Kegoncangan itu
HAM RI, Menteri Sosial RI,
tidak hanya terdapat apabila
Menteri Pemberdayaan Perem-
peraturan hukum dalam suatu
puan Dan Perlindungan Anak RI,
NO.166/KMA/SKB/XII/2009,
NO.148 A/A/JA/12/2009, NO. 13
Hilman Hadikusuma. (1989). Hukum
B/45/XII/2009, NO. M.HH-08 Pidana Adat. Bandung: Alumni, hal.7
HM.03.02 Tahun 2009, NO. 14
Soerjono Soekanto dan Mustafa Abdullah.
10/PRS-2/KPTS/2009, NO. 1982. Pengantar Hukum Adat Indonesia.
Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, hal. 81

88
Papua Law Journal ■ Vol. 1 Issue 1, November 2016

masyarakat dilanggar, tetapi juga masyarakat adat bersangkutan.


apabila norma-norma kesusilaan, Kedua, pelanggaran terhadap
keagamaan, dan sopan santun peraturan tata tertib tersebut
dalam masyarakat dilanggar.15 dapat menimbulkan kegoncangan
2. Cornellis Van Vollenhoven, karena dianggap mengganggu
pengertian ”delik adat” adalah” keseimbangan kosmis. Perbuatan
perbuatan yang tidak boleh melanggar peraturan tata tertib
dilakukan”, walaupun pada ini dapat disebut sebagai delik
kenyataannya peristiwa atau adat. Ketiga, pelaku yang mela-
perbuatan itu hanya sumbang kukan pelanggaran tersebut dapat
(kesalahan) kecil saja.16 dikenai sanksi oleh masyarakat
3. I Made Widnyana menyatakan, yang bersangkutan.
delik adat adalah hukum yang
hidup (living law) yang diikuti Berdasarkan pandangan tersebut,
dan ditaati oleh masyarakat adat
maka menurut penulis bahwa delik adat
secara terus menerus dari suatu
generasi ke generasi berikutnya. pada dasarnya adalah setiap perbuatan
Delik adat sebagai hukum yang
yang bertentangan kehendak masya-
hidup adalah semua perbuatan
atau kejadian yang bertentangan rakat, merupakan perbuatan yang
dengan kepatuhan, kerukunan,
dilarang, yang dilakukan oleh seseorang
ketertiban, keamanan rasa ke-
adilan dan kesadaran masyarakat atau sekelompok orang sehingga me-
yang bersangkutan baik hal itu
nimbulkan gangguan atau kegoncangan
sebagai akibat dari perbuatan
yang dilakukan oleh seseorang, dalam masyarakat, dan atas kegonca-
sekelompok orang maupun
ngan tersebut menimbulkan reaksi dari
perbuatan yang dilakukan oleh
pengurus adat sendiri, perbuatan masyarakat yang berupa sanksi adat.
mana dipandang dapat menim-
bulkan kegoncangan karena Sifat Delik Adat (Hukum Pidana
mengganggu keseimbangan kos-
Adat)
mos serta menimbulkan reaksi
dari masyarakat berupa sanksi I Made Widnyana18 menyatakan
adat, melalui pengurus adatnya.17
bahwa hukum pidana adat itu memiliki
Pengertian ini mengandung tiga
hal pokok yaitu: Pertama, sifat-sifat sebagai berikut:
rangkaian peraturan tata tertib
1. Menyeluruh dan menyatukan.
yang dibuat, diikuti dan di taati Karena di jiwai oleh sifat
15
kosmis, yang manasatu sama
Nyoman Serikat Putra Jaya.
(2005). Relevansi Hukum Pidana Adat Dalam
lain saling berhubungan.
Pembaharuan Hukum Pidana Nasio- Hukum pidana adat tidak
nal. Bandung: PT Citra Aditya Bakti, hal. 33 membedakan pelanggaran
16
Tolib Setiady. (2008). Intisari Hukum yang bersifat pidana dan
Adat Indonesia (Dalam Kajian Kepustakaan).
Bandung: Alfabeta, hal. 345
17
I Made Widnyana. (1993). Op. Cit. hal.
18
346 Ibid.

89
Papua Law Journal ■ Vol. 1 Issue 1, November 2016

pelanggaran yang bersifat merupakan manifestasi yang utuh dan


perdata.
murni dari masyarakat hukum adat yang
2. Ketentuan yang terbuka. Hal
ini didasarkan atas ketidak berpegang teguh atas prinsip-prinsip
mampuan meramal apa yang
dasar yang harus dijaga dan dilestarikan
akan terjadi sehingga
ketentuannya selalu terbuka keutuhannya, sehingga apabila terjadi
untuk segala peristiwa atau
pelanggaran atas apa yag telah
perbuatan yang mungkin
terjadi. disepakatai bersama tersebut, maka
3. Membeda-bedakan permasa-
akan menimbulkan tindakan reaksi dari
lahan. Apabila terjadi peris-
tiwa pelanggaran, maka yang masyarakat yang berupa sanksi adat
dilihat bukan semata-mata
guna untuk mengembalikan atau memu-
perbuatan dan akibatnya tetapi
dilihat apa yang menjadi latar lihkan keadaan akibat keseimbangan
belakang dan siapa pelakunya.
yang telah terganggu.
Dengan alam pikiran demi-
kian, maka dalam mencari
Penerapan Keadilan Restoratif
penyelesaian dalam suatu
peristiwa menjadi berbeda. Konflik atau perang merupakan
4. Peradilan dengan permintaan.
bagian tidak terpisahkan dari budaya
Menyelesaikan pelanggaran
adat sebagian besar berdasar- dan sejarah hidup umat manusia.
kan adanya permintaan atau
Konflik senantiasa hadir sebagai
pengaduan, adanya tuntutan
atau gugatan dari pihak yang ungkapan ekspresi emosional terhadap
dirugikan atau diperlakukan
fenomena sosial budaya yang terjadi,
tidak adil.
5. Tindakan reaksi atau koreksi. hidup dan berkembang di tengah
Tindakan reaksi atau koreksi
masyarakat.19 Pada dasarnya konflik
ini tidak hanya dapat dikena-
kan pada si pelaku pelang- merupakan suatu keadaan yang timbul
garan saja tetapi dapat juga
sebagai akibat dari terganggunya
dikenakan pada kerabatnya/
keluarganya bahkan mungkin hubungan antara dua pihak. Masing-
juga dibebankan pada masya-
masing pihak merasa benar dan tidak
rakat yang bersangkutan untuk
mengembalikan keseimba- mengakui kelemahannya, dan berupaya
ngan yang terganggu.
untuk mempertahankan kehendaknya.
Berdasarkan sifat delik adat Konflik dapat dipandang dari aspek
sebagaimana dikemukan oleh I Made positif dan negatif. Dari aspek positif
Widnyana tersebut, maka menurut
19
Ismael Roby Silak. (2011). Konflik
penulis bahwa sifat delik adat tersebut Perang dan Perdamaian Orang Yali di
Angguruk. Makassar: Pustaka Refleksi, hal. 1

90
Papua Law Journal ■ Vol. 1 Issue 1, November 2016

karena adanya konflik, maka ada upaya sebuah pergaulan di masyarakat.22


untuk mempersatukan adanya perbe- Menurut Randall Collins, konflik adalah
daan yang terjadi melalui mekanisme proses sentral dalam kehidupan sosial.23
yang disepakati. Dari aspek negatifnya Jadi, dalam kehidupan sosial/ bermasya-
bahwa konflik menyebabkan hubungan rakat tentunya pasti akan selalu timbul
yang awalnya baik dan harmonis, maka konflik. Sebetulnya, konflik dapat
menjadi retak dan tidak harmonis lagi, berimplikasi positif, yakni, dapat
dan hilang suasana keakrabannya.20 membantu individu-individu/kelompok-
Pada umumnya masyarakat ber- kelompok yang berkonflik tersebut
pandangan bahwa sengketa (konflik) menjadi lebih erat hubungannya. Hal
hanya bisa diselesaikan melalui jalur tersebut dapat menciptakan kohesi
Pengadilan, bahkan sebagian besar sosial yang dapat mendorong terben-
kalangan profesional hukum pun tuknya stabilitas nasional. Akan tetapi,
berpandangan yang sama. Sampai saat dalam realitasnya, sisi positif tersebut
ini banyak dari kalangan mereka hanya jarang terjadi, justru sisi negatif dari
terpaku memilih jalur litigasi dan konflik, seperti terjadinya disintegrasi
melupakan serta mengabaikan cara-cara yang sering muncul. Di dalam
penyelesaian sengketa melalui jalur masyarakat tradisional (adat), konflik
non-litigasi misalnya melalui Alternatif yang timbul biasanya diselesaikan
Penyelesaian Sengketa (ADR). Sebagai- dengan cara-cara perdamaian. Hal ini
mana dikutib dalam bukunya I Made dilakukan untuk mencegah terjadinya
Widnyana, bahwa Dispute Resolution permusuhan, pertikaian, perpecahan
yang biasa disebut "Alternative Dispute (disintegrasi), dan sebagainya. Dalam
Resolution" adalah serangkaian proses menyelesaikan suatu konflik masing-
yang bertujuan untuk menyelesaikan masing individu/kelompok memiliki
sengketa antara pihak-pihak.21 caranya masing-masing. Menurut Nader
Sengketa atau konflik merupakan
sebuah fenomena sosial di dalam 22
Hendra Nurtjahjo dan Fokky Fuad.
(2010). Legal Standing Kesatuan Masyarakat
Hukum Adat Dalam Berperkara di Mahkamah
Konstitusi. Jakarta: Salemba Humanika, hal. 44-
46
23
George Ritzer dan Douglas J. Goodman.
20
Ibid., hal. 6 (2003). Teori Sosiologi Modern. Jakarta:
21
Ibid., hal. 11 Kencana, hal. 16

91
Papua Law Journal ■ Vol. 1 Issue 1, November 2016

dan Todd, ada beberapa cara/tahapan dan menghentikan hubungan-


hubungan untuk sebagian atau
yang biasa dilakukan seseorang dalam
keseluruhan.
menyelesaikan konflik/sengketa yang 3. Paksaan (coersion). Tahapan
selanjutnya, yaitu paksaan
dihadapinya, yaitu:24
(coersion) di mana salah satu
1. Membiarkan saja (lumping it) pihak memaksakan pemecahan
Dalam tahapan ini, pihak yang kepada pihak lain. Ini bersifat
merasa diperlakukan tidak adil/ unilateral. Tindakan yang bersifat
dirugikan gagal dalam upaya memaksakan ini atau ancaman
menekan tuntutannya. Ia meng- untuk menggunakan kekerasan,
ambil keputusan untuk mengabai- pada umumnya mengurangi
kan saja masalah/isu yang menim- kemungkinan penyelesaian secara
bulkan tuntutannya dan ia mene- damai.
ruskan hubungan-hubungannya 4. Perundingan (negotiation). Pada
dengan pihak yang dirasakan tahapan perundingan, dua pihak
merugikannya. Ini dilakukan yang berhadapan merupakan para
karena berbagai kemungkinan, se- pengambil keputusan. Pemecahan
perti kurangnya informasi menge- dari permasalahan yang mereka
nai bagaimana proses mengajukan hadapi dilakukan oleh mereka
keluhan itu ke peradilan, kurang- berdua, mereka sepakat, tanpa
nya akses ke lembaga peradilan adanya pihak ketiga yang
atau sengaja tidak diproses ke mencampuri. Kedua pihak
peradilan karena diperkirakan berupaya untuk saling meyakin-
bahwa kerugiannya lebih besar kan, jadi mereka membuat aturan
dari keuntungannya (baik materiil mereka sendiri dan tidak
maupun kejiwaannya). memecahkannya dengan bertitik
2. Mengelak (avoidance). Pada tolak dari aturan-aturan yang ada.
tahapan ini, pihak yang merasa 5. Mediasi (mediation). Dalam cara
dirugikan memilih untuk mengu- ini, ada pihak ketiga yang
rangi hubungan-hubungan dengan membantiu kedua pihak yang
pihak yang merugikannya atau berselisih pendapat untuk mene-
untuk sama sekali menghentikan mukan kesepakatan. Pihak ketiga
hubungan tersebut. Misalnya, ini dapat ditentukan oleh kedua
dalam hubungan bisnis, hal sema- belah pihak yang bersengketa atau
cam ini dapat terjadi. Dengan ditunjukkan oleh yang berwenang
mengelak, maka isu yang menim- untuk itu. Apakah mediator hasil
bulkan keluhan dielakkan saja. pilihan kedua pihak atau karena
Berbeda dengan pemecahan per- ditunjuk oleh orang yang mempu-
tama, di mana hubungan- nyai kekuasaan, kedua pihak yang
hubungan berlangsung terus, bersengketa harus setuju bahwa
isunya saja yang dianggap selesai, jasa-jasa dari seorang mediator
dalam bentuk kedua ini, pihak akan digunakan dalam upaya
yang dirugikan mengelakkannya mencari pemecahan. Dalam
masyarakat-masyarakat kecil
24
T.O Ihromi. (2001). Antropologi Hukum (paguyuban) bisa saja ada tokoh-
Sebuah Bunga Rampai. Jakarta: Yayasan Obor tokoh yang berperan sebagai
Indonesia, hal. 210-211

92
Papua Law Journal ■ Vol. 1 Issue 1, November 2016

mediator, juga berperan sebagai memiliki tujuan yang sama yaitu untuk
arbitrator dan sebagai hakim.
mengembalikan keadaan kosmis yang
6. Arbitrage. Kedua belah pihak
yang bersengketa sepakat untuk terganggu sehingga terciptanya kembali
meminta perantara pihak ketiga,
keharmonisan dan keserasian dalam
arbitrator, dan sejak semula telah
setuju bahwa mereka akan kehidupan masyarakat. Adapun pene-
menerima keputusan dari
rapan keadilan restoratif terlihat dalam
arbitrator itu.
7. Peradilan (adjudication). Di sini, mekanisme penyelesaian delik adat
pihak ketiga mempunyai wewe-
yang terjadi pada masyarakat hukum
nang untuk mencampuri peme-
cahan masalah, lepas dari adat di Papua, yaitu:
keinginan para pihak bersengketa.
1. Penyelesaian oleh para pihak yang
Pihak ketiga itu juga berhak
bersengketa, yaitu pelaku dan
membuat dan menegakkan kepu-
korban sepakat untuk bertemu dan
tusan itu artinya bahwa keputusan
saling duduk bersama untuk
berupaya dilaksanakan.
bermusyawarah dan berupaya
mencari penyelesaian yang
Merujuk pada pendapat Nader dan
dipandang adil dan sesuai dengan
Todd tersebut, dapat diketahui bahwa kebiasaan yang berlaku dalam
masyarakat. Biasanya kedua belah
penyelesaian delik adat yang terjadi
pihak sama-sama menyadari
pada masyarakat hukum adat di Papua kesalahan masing-masing dan
sama-sama saling memaafkan
ditempuh dengan menggunakan konsep
sehingga bersepakat untuk
keadilan restoratif (restorative justice). berdamai dan tidak saling
menuntut dan mendendam.
Penerapan keadilan restoratif ini
2. Penyelesaian musyawarah antar
nampak ketika penyelesaian tersebut keluarga, yaitu penyelesaian yang
ditempuh oleh para pihak yang
melibatkan pelaku dan korban sebagai
tidak mencapai kesepakatan
pihak yang berkompeten dalam perkara dalam mencari solusi, kemudian
diselesaikan melalui para keluarga
tersebut. Para pihak berupaya untuk
pelaku dan korban. Para pihak
melakukan dialog dan melakukan bertemu di tempat rumah korban
atau pelaku atau di rumah
pertemuan untuk menyelesaikan secara
keluarga lain sesuai dengan
musyawarah dan mufakat sehingga kesepakatan bersama. Dalam
pertemuan tersebut para pihak dan
tercapai kesepakatan.
para anggota keluarga berkumpul
Penyelesaian delik adat yang dan bermusyawarah untuk
mencari upaya penyelesaian yang
terjadi di masing-masing suku berbeda-
seadil-adilnya bagi kedua belah
beda mekanisme dan cara yang pihak. Umumnya penyelesaian di
tingkat keluarga ini sangat efektif
dilakukan, tetapi pada umumnya
pada saat keluarga masih ada

93
Papua Law Journal ■ Vol. 1 Issue 1, November 2016

ikatan kekerabatan sehingga 6. Dalam hal menyelesaikan jenis


kesepakatan akan lebih mudah delik yang dianggap berat, maka
dicapai dibandingkan dengan masyarakat adat bekerjasama
tidak ada ikatan kekerabatan. dengan kepolisian untuk
3. Penyelesaian melalui mediasi, menyelesaikannya, sedangkan
upaya penyelesaian ini dilakukan delik adat yang sifatnya ringan
apabila penyelesaian yang telah dan menyangkut persoalan adat
ditempuh di tingkat antar keluarga diselesaikan oleh lembaga adat
tidak mencapai kesepakatan dan dan pihak kepolisian hanya diberi
perdamaian. Penyelesaian melalui pemberitahuan atau sebagai
mediasi ini dilakukan oleh para laporan saja dan apabila kasus
pihak yang bersengketa untuk tanah adat yang disertai ancaman,
mencari dan menunjuk seorang pukulan/perkelahian dibagi
mediator yang biasanya adalah menjadi 2 (dua) masalah yakni
dari tokoh masyarakat (tomas), tanah adat diselesaikan oleh
tokoh adat (todat), tokoh gereja lembaga adat sedangkan ancaman,
(toga), atau dari aparat kepolisian. pukulan dan perkelahian ditangani
4. Penyelesaian melalui kepala suku, oleh pihak kepolisian.
upaya penyelesaian ini dilakukan
Aparat Kepolisian di Papua sangat
apabila cara penyelesaian antar
para pihak, keluarga, dan mediasi dibutuhkan keberadaan dan keterli-
tidak mencapai kesepakatan.
batannya dalam membantu masyarakat
Kepala suku bertindak sebagai
penengah di antara para pihak untuk menyelesaikan delik adat yang
yang bersengketa.
terjadi. Menurut Skep Kapolri
5. Penyelesaian melalui kepala adat
(ondoafi), upaya penyelesaian ini 737/X/2005 tentang Kebijakan dan
adalah upaya penyelesaian
Strategi Perpolisian Masyarakat (Jakstra
melalui lembaga adat. Kepala adat
bertindak sebagai hakim adat Polmas) bahwa penyelesaian perkara-
yang berwenang untuk memeriksa
perkara pidana tertentu di masyarakat
dan memutus delik adat yang
terjadi. Hasil perdamaian yang dapat ditempuh melalui cara-cara
telah disepakati tersebut
alternatif penyelesaian sengketa di
selanjutnya para pihak saling
bersalaman dan berpelukan di samping adanya diskresi yang dimiliki
hadapan ondoafi dan dengan
oleh kepolisian. Petugas Polmas
demikian maka perselisihan
dinyatakan selesai dan tidak ada (Babinkamtibmas/Bhabinkamtibmas)
lagi saling dendam dan
yang bertugas pada Kelurahan/ Desa/
bermusuhan, dan kedua belah
pihak dinyatakan sebagai satu
keluarga/suku.25 Universitas Hasanuddin, hal. 319-326. Lihat.
Budiyanto. (2014). Penyelesaian Tindak Pidana
(Delik Adat) Melalui Keadilan Restoratif
25
Budiyanto. (2015). Revitalisasi Peradilan (Restorative Justice). Jurnal Hukum dan
Adat Sebagai Alternatif Penyelesaian Delik Masyarakat Fakultas Hukum Universitas
Adat Pada Masyarakat Hukum Adat Papua Cenderawasih. Tahun. 13. No. 2. April 2014.
(Disertasi), Makassar: Program Pascasarjana ISSN 1693-2889, hal. 48-49

94
Papua Law Journal ■ Vol. 1 Issue 1, November 2016

Kawasan tertentu diberikan kewe- Bentuk-bentuk Penyelesaian Delik


nangan bersama-sama masyarakat untuk Adat
menyelesaikan beberapa perkara pidana Berdasarkan literatur yang
dengan tujuan untuk menemukan diperoleh menunjukkan bahwa pene-
kedamaian, sehingga tidak memicu rapan keadilan restoratif (Restorative
terjadinya konflik yang lebih luas lagi. justice) dalam penyelesaian delik adat,
Lebih lanjut lagi dalam Petugas Polmas dapat dilihat dalam berbagai putusan
berdasarkan Skep Kapolri 433/VII/2006 pengadilan sebagai berikut:
yang merupakan penjabaran dari Jakstra 1. Dalam kasus pencurian benda-
benda suci keagamaan di Pura
Polmas tadi memberikan panduan
Banjar Tebongkang Desa Singa-
kepada Petugas Polmas dalam kerta Kecamatan Ubud, Kabu-
paten Gianyar yang telah diputus
penyelesaian perkara ringan/pertikaian
Pengadilan Negeri Gianyar dalam
warga, bahkan juga mengatur panduan putusannya No. 177/Pid.B/2006/
PN.GIR, tanggal 13 November
khusus menghadapi orang yang
2006, oleh karena pelaku bukan
bersikap menolak/melawan. Pada tahun warga setempat maka warga
Banjar Tebongkang melakukan
2008 Jakstra Polmas diperkuat lagi
sendiri upaya pemulihan dengan
melalui Peraturan Kapolri No. 7/2008. mengadakan upacara mecaru
manca sata.
Polri terus berusaha menyempurnakan
2. Putusan Pengadilan Negeri
konsepnya tentang Mediasi Penal Denpasar Nomor 104/PN.Dps/
Pid/1980, Putusan Pengadilan
melalui Surat Kapolri No. Pol.: B/3022/
Negeri Denpasar Nomor 2/Pid.B/
XII/2009/Sdeops Tgl. 14 Des 2009 1985/PN.Dps, Putusan Pengadilan
Negeri Klungkung Nomor 24/
tentang Penanganan Kasus melalui
Pid./S/1992/ PN.KLK. dan
Mediasi Penal, yaitu terhadap tindak Putusan Pengadilan Negeri
Denpasar Nomor 25/Pid.B/1986/
pidana dengan kerugian kecil dan
PN.Dps. Hakikatnya, putusan
disepakati oleh para pihak yang konteks di atas melanggar
ketentuan Delik Adat “Lokika
berperkara, melalui prinsip musyawarah
Sanggraha” merupakan delik adat
mufakat dengan melibatkan RT/RW bersifat spesifik dan hanya
terdapat di Bali, dan juga
dan diketahui masyarakat, serta
dikenakan bagi mereka yang
menghormati norma hukum sosial/adat tunduk pada hukum Adat Bali,
sehingga dengan demikian,
dan berazaskan keadilan bagi para
jikalau salah satu fihak saja
pihak. tunduk kepada hukum adat Bali,
maka di sini eksistensi Delik Adat

95
Papua Law Journal ■ Vol. 1 Issue 1, November 2016

Lokika Sanggraha tidak nampak 4. Putusan No.93/Pid.B/2013/PN.


di dalamnya. Mal. Pengadilan Negeri Malinau
3. Pengadilan Negeri Bone dalam telah menjatuhkan putusan bahwa
putusannya tertanggal 27 Juni terdakwa Muhammad Salman
1995 Nomor 17/b/1977 menghu- Alparisi, secara sah dan meya-
kum dua terdakwa persetubuhan kinkan bersalah melakukan tin-
sumbangpati (bloedschande, dak pidana “pencemaran nama
incest) yang disebut malaweng baik” sebagaimana diatur dan
(sapa'ritana) dengan hukuman diancam pidana dalam dakwaan
penjara selama dua tahun kepada alternatif kedua melanggar Pasal
masing-masing terdakwa, yaitu 310 Ayat (1) KUHP; Tuntutan
terhadap terdakwa lelaki BN, usia Jaksa Penuntut Umum, pidana
30 tahun, dengan terdakwa, penjara selama 7 (tujuh) bulan
perempuan, S, usia 40 tahun. dikurangi dengan masa penahanan
Lelaki BN berkali-kali menyetu- yang telah dijalani oleh terdakwa
buhi mertua perempuannya S, dengan perintah terdakwa tetap
sehingga dari persetubuhan ini ditahan; Hal-hal yang membe-
lahir seorang anak, namun ratkan: Tidak Ada; Hal-hal yang
meninggal setelah usia beberapa meringankan: Terdakwa belum
hari. Pengadilan Negeri Bone pernah dihukum; Terdakwa berla-
dalam pertimbangan hukum ku sopan; Terdakwa menyesal dan
keputusannya mendasarkan hal berjanji tidak akan mengulangi
perbuatan persetubuhan sumbang- lagi perbuatannya; Terdakwa
pati (bloedschande, incest) kedua merupakan tulang punggung
terdakwa dari sudut pandang delik keluarga; Bahwa saksi JHONNY
hukum adat. Dikatakan bahwa LAING telah memaafkan perbu-
"perbuatan semacam ini adalah atan terdakwa; Dipersidangan
perbuatan yang sangat tercela di antara saksi JHONNY LAING
daerah ini khususnya, di Indo- dan terdakwa saling berjabat
nesia pada umumnya." Hukum tangan dan berpelukan menan-
adat semacam ini tetap hidup dan dakan perdamaian diantara
dipersubur oleh masyarakat. saksi JHONNY LAING maupun
Pelanggaran delik adat ini disebut terdakwa; Bahwa telah ada
melaweng. Hakim dalam pertim- perdamaian secara adat antara
bangan hukumnya juga menge- saksi JHONNY LAING dengan
mukakan bahwa tidak terdapat terdakwa sebagaimana yang
padanan perbuatan melaweng tertuang dalam Berita Acara
dalam KUHP Pidana (W.v.S Sidang Adat dan perdamaian
1918).26 antara JHONNY LAING dan
SALMAN ALFARISY tertang-
26
Dikutip pada Halaman Web: gal 19 Agustus 2013 yang terlam-
http://putusan.mahkamahagung.go.id/pengadila pir dalam berkas perkara. Berda-
n/ mahkamah-agung/. Tanggal 15 Mei 2014. sarkan alasan yang memberatkan
Pukul.12.00. Lihat. Lilik Mulyadi, Hukum Dan
Putusan Adat Dalam Praktik Peradilan Negara,
Disampaikan dalam dialog Nasional dengan Oktober 2013 yang diselenggarakan oleh
tema, “Merumuskan Kedudukan Peradilan Adat Perkumpulan Untuk Pembaharuan Hukum
Dalam Sistem Peradilan Nasional”, di Hotel Berbasis Masyarakat dan Ekologis (HuMa) dan
Royal Kuningan, Jakarta, pada hari: Kamis, 10 Mahkamah Agung RI. hal.7.

96
Papua Law Journal ■ Vol. 1 Issue 1, November 2016

dan meringankan Majelis Hakim keluarga korban. Putusan Hakim


Menyatakan Terdakwa MUHA- Pengadilan Negeri Malinau,
MMAD SALMAN ALPARISI Menyatakan TERDAKWA telah
telah terbukti secara sah dan terbukti secara Sah dan menya-
meyakinkan bersalah melakukan kinkan bersalah melakukan tin-
tindak pidana “PENISTAAN”; dak pidana" KARENA KEAL-
dan Menjatuhkan pidana penjara PAANNYA MENYEBABKAN
selama 2 (dua) bulan. ORANG MATI "; Menjatuhkan
5. Putusan Nomor 29 /PID. B/2006/ pidana terhadap diri terdakwa
PN.MAL Pengadilan Negeri PANUS AMBUNG Als JEMMY
Malinau telah menjatuhkan Bin IKOF oleh karena itu dengan
putusan terdakwa PANUS pidana penjara selama 8 (delapan)
AMBUNG Als JEMMY Bin bulan.
IKOF, Tempat lahir Desa Seru- 6. Putusan Nomor: 41/Pid.B/2012/
yung; Umur/tanggal lahir: 16 PN.BIK. Pengadilan Negeri Biak,
Tahun /1989; Jenis kelamin Laki - menjatuhkan putusan dalam
laki; Pekerjaan Pelajar SMP perkara Terdakwa PAULUS
Negeri Malinau Utara; Pendi- IVRAIN MANASE RUMWA-
dikan: SMP (masih sekolah); ROPEN. Hal-hal yang membe-
Tuntutan Jaksa Penuntut Umum, ratkan: Terdakwa pada waktu
Menyatakan TERDAKWA ber- mengendarai mobil dalam
salah melakukan tindak pidana keadaan dipengaruhi minuman
karena Kelalaiannya menyebab- beralkohol; Hal-hal yang
kan orang lain meninggal meringankan: Terdakwa bersikap
dunia sebagaimana diatur dan sopan dalam persidangan; Terdak-
diancam pidana dalam Pasal wa belum pernah dihukum; Ter-
359 KUHPidana dalam surat dakwa menyesal atas perbuatan-
dakwaan Tunggal. Menjatuhkan nya dan berjanji tidak akan
pidana terhadap terdakwa berupa mengulanginya lagi; Antara
pidana penjara selama 10 keluarga terdakwa dengan kelu-
(sepuluh) bulan dengan masa arga korban telah menyelesaikan
percobaan selama 2 (dua) tahun; masalah ini secara adat seba-
Hal-hal yang memberatkan gaimana tertuang dalam Berita
adalah Perbuatan terdakwa Acara Penyelesaian dan Perda-
mengakibatkan matinya orang maian antara Keluarga Paulus
lain; Terdakwa sebagai seorang Rumaropen dengan Keluarga
yang lebih dewasa dari korban (Alm) Markus Rumpaidus, tang-
seharusnya dapat berbuat lebih gal 5 September 2012 Nomor:
hati-hati. Hal-hal yang meringan- 464/DBK/2012, yang ditandata-
kan Terdakwa belum pernah ngani oleh masing-masing pihak
dihukum dan sopan selama keluarga, dengan pembayaran
dipersidangan; Terdakwa masih uang sejumlah Rp. 13.000.000,-
berusia dibawah umur dan pada (tiga belas juta rupiah) dan
saat kejadian masih sebagai barang/benda pecah belah berupa
pelajar yang bersekolah di SMP; piring besar dan piring kecil
Terdakwa dan keluarganya telah makan dengan jumlah 132 buah
memberikan santunan kepada oleh pihak keluarga terdakwa

97
Papua Law Journal ■ Vol. 1 Issue 1, November 2016

yang diserahkan Penyelesaian apabila dalam penyelesaian delik adat


dan Perdamaian terlampir).
yang terjadi pihak pelaku dan korban
Majelis Hakim tidak memungkiri
bahwa pertanggung jawaban telah menerapkan konsep keadilan
pidana Terdakwa tidak akan
restoratif, yang berupa perdamaian,
hapus karena adanya pembayaran
sejumlah uang dan barang maka penyelesaian secara adat yang
sebagai penyelesaian secara adat
telah dilakukan tidak serta merta dapat
kepada pihak keluarga korban,
namun adalah bijaksana dengan membebaskan terdakwa dari hukuman
menjadikan peristiwa tersebut
pidana. Perdamaian secara adat atau
sebagai hal yang meringankan
bagi Terdakwa, karena bagi ganti kerugian yang diberikan pelaku
terdakwa telah ditegakkan rasa
kepada korban atau keluarga hanya
keadilan yang hidup dalam
masyarakat (Social Justice). merupakan dasar pertimbangan hakim
Berdasarkan pertimbangan
yaitu sebagai hal-hal yang meringankan
tersebut Hakim Pengadilan Biak
menjatuhkan putusan: Menyata- dalam putusan. Dengan kata lain
kan Terdakwa PAULUS
perdamaian yang sudah dilakukan dan
IVRAIN MANASE RUMWA-
ROPEN telah terbukti secara sah santunan yang telah diberikan oleh
dan meyakinkan, bersalah mela-
pelaku kepda korban atau keluarganya
kukan tindak pidana “KARENA
KELALAIANNYA MENGAKI- hanya untuk meringankan hukuman
BATKAN KECELAKAAN
terdakwa saja, namun dalam kasus
LALU LINTAS YANG MENG-
AKIBATKAN ORANG LAIN tertentu penyelesaian delik adat cukup
MENINGGAL DUNIA“; Menja-
diselesaikan di tingkat peradilan adat
tuhkan pidana kepada Terdak-
wa PAULUS IVRAIN MA- saja dan tidak sampai dilimpahkan ke
NASE RUMWAROPEN dengan
pengadilan formal.
pidana penjara selama 8 (delapan)
bulan dan denda sebesar Rp. Rp.
5.000.000,00 (lima juta rupiah), PENUTUP
dengan ketentuan jika pidana Penyelesaian delik adat di Papua
denda tidak dibayar diganti
dengan pidana kurungan selama 2 dilakukan dengan menerapkan konsep
(dua) bulan. keadilan restoratif, yaitu ide penyele-
Berdasarkan beberapa putusan saiannya dilakukan oleh pelaku kepada
yang telah dikemukakan tersebut, dapat korban atau keluarga korban, apabila
dikatakan bahwa hakim dalam menja- tidak berhasil akan diselesaikan melalui
tuhkan putusan terhadap delik adat tetap keluarga pelaku dan keluarga korban,
mengacu pada hukum positif, namun atau melalui kepala suku/Ondoafi, atau

98
Papua Law Journal ■ Vol. 1 Issue 1, November 2016

melalui peradilan adat. Konsep keadilan Bambang Waluyo. (2015). Relevansi


restoratif ini diterapkan dalam penyele- Doktrin Restorative Justice Da-
saian delik adat semata-mata sebagai lam SIstem Pemidanaan di
upaya untuk memulihkan penderitaan Indonesia (The Relevance of the
yang dialami korban dan untuk Doctrine on Restorative Justice in
memperbaiki keseimbangan kosmis the Indonesian Sentencing Sys-
yang terganggu dalam masyarakat. tem), Hassanuddin Law Review,
Bentuk-bentuk penyelesaian delik Volume 1, Issu 2, August 2015.
adat ditempuh melalui beberapa cara Budiyanto. (2015). Revitalisasi Per-
yaitu diselesaikan oleh para pihak adilan Adat Sebagai Alternatif
sendiri (antara pelaku dan korban), Penyelesaian Delik Adat Pada
melalui keluarga masing-masing pihak Masyarakat Hukum Adat Papua
(antara keluarga pelaku dan keluarga (Disertasi). Makassar: Program
korban), diselesaiaikan oleh kepala Pascasarjana Universitas Hasa-
suku/ondoafi (diselesaikan melalui nuddin.
lembaga peradilan adat). Penyelesaian Budiyanto. (2014). Penyelesaian Tindak
secara adat tetap menjadi primadona Pidana (Delik Adat) Melalui
masyarakat adat di Papua untuk Keadilan Restoratif (Restorative
menyelesaikan delik adat yang terjadi Justice). Jurnal Hukum dan
antar masyarakat hukum adat. Penyele- Masyarakat Fakultas Hukum
saian delik adat yang dilakukan para Universitas Cenderawasih.
pihak dapat dijadikan sebagai dasar Thn.13.No.2. April 2014
pertimbangan hakim untuk meringan- Edwin Syah Putra. Restorative Justice
kan hukuman yang akan dijatuhkan (Pengertian, Prinsip dan Keberla-
kepada pelaku, apabila kasusnya kuannya Dalam Sistem Hukum
ditangani oleh peradilan formal. Pidana Indonesia). Dikutip pada
laman web: http://edwinnotaris.
DAFTAR PUSTAKA
blogspot.com/2013/09/restorative
Abintoro Prakoso. (2013). Pembaruan
-justice-pengertian-prinsip.html.
Sistem Peradilan Pidana Anak.
Tanggal 20 September 2013.
Yogyakarta: Laksbang Grafika.
Pukul. 17.50.

99
Papua Law Journal ■ Vol. 1 Issue 1, November 2016

George Ritzer dan Douglas J. Munawara, M. Syukri Akkub,


Goodman. (2003). Teori Sosiologi Musakkir. (tanpa tahun).
Modern. Jakarta: Kencana. Pendekatan Restorative Justice
Hadi Supeno. (2010). Kriminalisasi Dalam Penyelesaian Tindak
Anak Tawaran Gagasan Radikal Pidana Yang Dilakukan Oleh
Peradilan Anak Tanpa Pemida- Anak Di Kota Makassar.
naan. Jakarta: PT. Gramedia Makassar: Fakultas hukum
Pustaka Utama. Universitas Hasanuddin.
Hendra Nurtjahjo dan Fokky Fuad. Nyoman Serikat Putra Jaya.
(2010). Legal Standing Kesatuan (2005). Relevansi Hukum Pidana
Masyarakat Hukum Adat Dalam Adat Dalam Pembaharuan Hu-
Berperkara di Mahkamah Kons- kum Pidana Nasional. Bandung:
titusi. Jakarta: Salemba Huma- PT Citra Aditya Bakti.
nika. Peter Mahmud Marzuki. (2008).
Hilman Hadikusuma. (1989). Hukum Penelitian Hukum. Jakarta:
Pidana Adat. Bandung: Alumni. Kencana Prenada Media Group.
Ismael Roby Silak. (2011). Konflik Rufinus Hotmaulana Hutauruk. (2013).
Perang dan Perdamaian Orang Penanggulangan Kejahatan Kor-
Yali di Angguruk. Makassar: porasi Melalui Pendekatan Resto-
Pustaka Refleksi. ratif Suatu Terobosan Hukum.
I Made Widnyana. (1993). Kapita Jakarta: Sinar Grafika.
Selekta Hukum Pidana Adat. Soerjono Soekanto dan Mustafa
Bandung: PT. Eresco. Abdullah. (1982). Pengantar
Kuat Puji Prayitno. (2012). Restorative Hukum Adat Indonesia. Jakarta:
Justice Untuk Peradilan Di PT RajaGrafindo Persada.
Indonesia (Perspektif Yuridis Tolib Setiady. (2008). Intisari Hukum
Filosofis Dalam Penegakan Adat Indonesia (Dalam Kajian
Hukum In Concreto). Jurnal Kepustakaan). Bandung:Alfabeta.
Dinamika Hukum Vol.12 No.3 T.O Ihromi. (2001). Antropologi Hukum
September 2012. Fakultas Hukum Sebuah Bunga Rampai. Jakarta:
Universitas Jenderal Soedirman. Yayasan Obor Indonesia.

100

Anda mungkin juga menyukai