Anda di halaman 1dari 33

MATA KULIAH : METODOLOGI PENELITIAN

DOSEN : Dr. NURZAKIAH, SKM, M.KM

STUDI LITERATUR ASUHAN KEPERAWATAN DALAM


PEMENUHAN KEBUTUHAN INTAKE CAIRAN PADA
PASIEN POST OP APPENDIKTOMI
HARI PERTAMA

SRI NURMAYATRI
B300220002

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BARAMULI PINRANG
TAHUN AJARAN
2021
DAFTAR RIWAYAT HIDUP

I. Identitas

Nama : Sri Nurmayatri

Tempat/tanggal/lahir : Palopo, 19 Januari 2000

Jenis kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Suku/bangsa : Bugis/Indonesia

Status : Belum kawin

Alamat : Teppo,Kel.Teppo, Kec.Patampanua

II. Pendidikan

1. TK KARTIKA XX : Lulus tahun 2005

2. SD NEGERI 118 PATAMPANUA : Lulus tahun 2011

3. SMPN 2 PATAMPANUA : Lulus tahun 2014

4. SMA NEGERI 5 PINRANG : Lulus tahun 2017

5. POLTEKKES KEMENKES MAKASSAR : Tahun 2017-2020

6. STIKES BARAMULI : 2020 - Sampai Sekarang

i
KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur Penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa
karena berkat limpahan Rahmat dan Karunia-Nya sehingga penulis dapat
menyusun proposal ini tepat pada waktunya. Proposal penelitian ini membahas
tentang “Studi Literatur Asuhan Keperawatan Dalam Pemenuhan Kebutuhan
Intake Cairan Pada Pasien Post Op Appendiktomi Hari Peratama”.

Dalam penyusunan proposal ini, penulis banyak mendapatkan tantangan


dan hambatan akan tetapi dengan bantuan dari berbagai pihak tantangan itu bisa
teratasi. Olehnya itu, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan proposal ini,
semoga bantuannya mendapat balasan yang setimpal dari Tuhan Yang Maha Esa.

Penulis menyadari bahwa proposal ini masih jauh dari kesempurnaan baik
dari bentuk penyusunan maupun materinya. Kritik dari pembaca sangat penulis
harapkan untuk penyempurnaan proposal selanjutnya.

Akhir kata semoga proposal ini dapat memberikan manfaat kepada kita
sekalian.

Pinrang, 12 April 2021

Sri Nurmayatri

ii
DAFTAR ISI

Contents
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ................................................................................. i
KATA PENGANTAR ............................................................................................ ii
DAFTAR ISI .......................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1
A. Latar Belakang ............................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ........................................................................................ 4
C. Tujuan penelitian .......................................................................................... 4
D. Manfaat Penelitian ....................................................................................... 4
BAB II ..................................................................................................................... 6
TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................................... 6
A. Asuhan Keperawatan Post Apendiktomi ..................................................... 6
1. Fokus Pengkajian ..................................................................................... 6
2. Diagnosa Keperawatan ............................................................................. 8
3. Fokus Intervensi ..................................................................................... 12
4. Implementasi .......................................................................................... 13
5. Evaluasi Keperawatan ............................................................................ 13
B. Post Apendiktomi ....................................................................................... 14
1. Pengertian ............................................................................................... 14
2. Etiologi ................................................................................................... 15
3. Komplikasi Post Apendiktomi ............................................................... 17
4. Masalah yang timbul post op apendiktomi ............................................. 18
C. Konsep Keseimbangan Cairan ................................................................... 18
1. Defenisi .................................................................................................. 18
2. Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Keseimbangan Cairan ................ 20
3. Cara Pengeluaran Cairan ........................................................................ 20
4. Pengaturan Keseimbangan Cairan .......................................................... 22
BAB III METODE STUDI KASUS ..................................................................... 23
A. Jenis Penelitian ........................................................................................... 23
B. Fokus Studi ................................................................................................ 23

iii
C. Sumber data ................................................................................................ 24
D. Kriteria Literatur ........................................................................................ 24
E. Metode Pengumpulan data ......................................................................... 25
F. Analisa data dan Penyajian data ................................................................. 25
G. Etika Studi Kasus ....................................................................................... 26
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ vi

iv
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Apendiksitis atau radang apendiks adalah kondisi terjadinya infeksi

intraabdominal, kasus ini paling banyak ditemukan di negara-negara maju,

maupun pada negara berkembang. Hal ini mungkin terkait dengan diet serat

yang kurang pada masyarakat modern saat ini. Apendiksitis dapat ditemukan

pada semua umur, hanya pada anak kurang dari satu tahun jarang terjadi.

Insidensi pada pria dengan perbandingan 1,4 lebih banyak daripada wanita

(Santacroce dalam Muttaqin, 2018). Apendisitis ditemukan pada semua

kalangan dalam rentang usia 21-30 tahun (Ajidah & Haskas, 2014).

Apendisitis merupakan peradangan apendik vermivormis, dan merupakan

penyebab masalah abdomen yang paling sering (Dermawan &

Rahayuningsih, 2016). Komplikasi apendiksitis yang sering terjadi yaitu

apendiksitis perforasi yang dapat menyebabkan perforasi atau abses sehingga

diperlukan tindakan pembedahan (Haryono, 2012).

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia menyatakan pada tahun

2016 jumlah penderita apendiksitis mencapai 591.819, pada tahun 2017

sebesar 596.132 orang dan insiden ini menempati urutan tertinggi di antara

kasus kegawatan abdomen lainnya (Kemkes RI, 2018). Penderita apendiksitis

yang dirawat di rumah sakit pada tahun 2018 sebanyak 3.236 orang dan pada

tahun 2019 sebanyak 4.351 orang (Kemkes RI, 2018). Kementrian Kesehatan

menganggap apendiksitis merupakan isu prioritas kesehatan di tingkat lokal

1
dan nasional karena mempunyai dampak besar pada kesehatan

masyarakat (Kemkes RI, 2018). Apendiksitis merupakan salah satu penyebab

untuk dilakukan operasi kegawatdaruratan abdomen. Hal-hal yang

berhubungan dengan perawatan klien post operasi dan dilakukan segera

setelah operasi diantaranya adalah dengan memperhatikan kebutuhan intake

cairan (Muttaqin, 2019).

Tindakan pembedahan sendiri akan memicu gangguan keseimbangan

cairan dan elektrolit yang biasanya diakibatkan oleh puasa yang harus

dilakukan sebelum pembedahan, kehilangan banyak cairan melalui saluran

cerna seperti muntah, diare, dan dilatasi lambung atau usus, selain itu

perdarahan dan perpindahan cairan juga akan mempengaruhi keseimbangan

cairan (Sjamsuhidajat & De Jong, 2010). Pembedahan, puasa pra

pembedahan, muntah, diare, dehidrasi dan luka bakar akan menyebabkan

perubahan dan komposisi cairan tubuh sehingga dapat menyebabkan

gangguan fisiologis yang berat (Indriawati, 2013).

Gangguan keseimbangan cairan dan eletrolit dapat berupa kelebihan

cairan atau overhidrasi dan kekurangan intake cairan atau dehidrasi,

kekurangan cairan tubuh sendiri bisa disebabkan oleh kehilangan cairan tubuh

yang berlebih, pemasukan (intake) cairan yang kurang dan berpindahnya

cairan dari intravascular ke interstisial (rongga ketiga) (Sjamsuhidajat & De

Jong 2014). Kekurangan volume cairan tubuh sendiri dapat ditandai dengan

penurunan tekanan darah, penurunan nadi, penurunan turgor kulit, penurunan

2
pengisian vena, membran mukosa kering, haus, kulit kering, kelemahan,

peningkatan konsentrasi urin (Black & Hawks, 2014).

Terapi cairan atau pemenuhan kebutuhan intake cairan pada pasien

post-op apendiksitis sangat dibutuhkan untuk meningkatkan dan

mempertahankan kebutuhan cairan dalam tubuh seseorang yang telah

menjalani masa pembedahan, karena pada masa tersebut tubuh memerlukan

tambahan pemberian cairan untuk mengganti asupan cairan yang hilang pada

saat pembedahan (Sjamsuhidajat & De Jong, 2014). Terapi cairan pada

pembedahan juga bertujuan untuk menyediakan cairan yang cukup untuk

mempertahankan volume intravaskuler yang adekuat sehingga sistem

kardiovaskuler dapat bekerja optimal (Perhimpunan Dokter Spesialis

Anestesiologi dan Reanimasi Indonesia, 2019).

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Sri Hanato (2013) dengan judul

Hubungan Intake Cairan dengan Penyembuhan Luka Post Operasi

Apendisitis di RS Swasta Lamongan menunjukkan bahwa sebagian besar

responden yaitu 14 pasien (66,7%) intake cairannya normal dan sebagain

besar responden yaitu 11 pasien (52,4%) penyembuhan luka abnormal. Hasil

uji Koefisien Kontingensi didapatkan C=0,596 dan p=0,001 dimana p 0,05

artinya ada hubungan antara intake cairan dengan penyembuhan luka post

operasi apendisitis. Untuk membantu proses penyembuhan luka, pasien

dianjurkan intake cairan yang maksimal agar kebutuhan cairan terpenuhi dan

penyembuhan luka menjadi normal (Hanato, 2013).

3
Berdasarkan latar belakang di atas pemenuhan kebutuhan cairan

diperlukan pada pasien kasus post-op apendiksitis hari pertama pembedahan,

maka dengan ini peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul

“Studi Literatur Asuhan Keperawatan dalam pemenuhan kebutuhan intake

cairan pada pasien post op appendiktomi hari pertama”.

B. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah yang peneliti angkat berdasarkan uraian

latar belakang di atas yaitu: Bagaimanakah asuhan keperawatan pada pasien

gangguan pencernaan post op appendiktomi dalam pemenuhan kebutuhan

intake cairan?

C. Tujuan penelitian

Tujuan dari studi literatur ini yaitu untuk mengidentifikasi asuhan

keperawatan pada klien kasus post op appendiktomi hari pertama dalam

pemenuhan kebutuhan cairan.

D. Manfaat Penelitian

Studi literatur ini, diharapkan dapat memberikan manfaat bagi:

1. Masyarakat :

Sebagai bahan pengetahuan kepada masyarakat tentang pentingnya

menjaga kebutuhan cairan tubuh khusunya pada pasien yang telah

menjalani pembedahan.

2. Pengembangan Ilmu dan Teknologi Keperawatan :

4
Dapat dijadikan sebagai bahan pustaka bagi tenaga kesehatan/

keperawatan maupun bagi mahasiswa kesehatan yang ingin mengkaji

tentang gambaran penatalaksanaan asuhan keperawatan dengan kasus

post-op appendiktomi di hari pertama.

3. Penulis :

Sebagai bahan pembelajaran bagi penulis dalam melakukan studi

literatur terkait prosedur asuhan keperawatan khususnya dalam

pemenuhan kebutuhan intake cairan pasien post op appendiktomi hari

pertama.

5
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Asuhan Keperawatan Post Apendiktomi

1. Fokus Pengkajian

Identitas Klien Nama, Umur, Jenis Kelamin, Status Perkawinan,

Agama, Suku/Bangsa, Pendidikan, Pekerjaan, Pendapatan, Alamat, dan

Nomor Register (Jitowiyono dan Kristiyanasari, 2012, p. 6)

Fokus pengkajian yang dilakukan pada pasien dengan kasus post

op apendiktomi (Haryono, 2017) adalah:

a. Jalan napas dan pernapasan

Agen anestesi tertentu menyebabkan depresi pernapasan.

Waspadai pernapasan dangkal, lambat, dan batuk lemah. Kaji patensi

jalan napas, irama, kedalaman ventilasi, simetri gerakan dinding

dada, suara napas, dan warna mukosa.

b. Sirkulasi

Penderita berisiko mengalami komplikasi kardiovaskular

yang disebabkan oleh hilangnya darah aktual atau potensial dari

tempat pembedahan, efek samping anestesi, ketidakseimbangan

elektrolit, dan depresi mekanisme yang mengatur sirkulasi normal.

Masalah umum awal sirkulasi adalah perdarahan.Kehilangan darah

dapat terjadi secara eksternal melalui saluran atau sayatan internal.

Kedua tipe ini menghasilkan perdarahan dan penurunan tekanan

6
darah, jantung, dan laju pernapasan meningkat, nadi terdengar

lemah, kulit dingin, lembab, pucat, dan gelisah.

c. Kontrol suhu

d. Keseimbangan cairan dan elektrolit

Kaji status hidrasi dan pantau fungsi jatung dan saraf untuk

tanda-tanda perubahan elektrolit. Monitor dan bandingkan nilai-nilai

laboratorium dengan nilai-nilai dasar dari penderita. Catatan yang

akurat dari asupan dan keluaran dapat menilai fungsi ginjal dan

peredaran darah. Ukur semua sumber keluaran, termasuk urine,

keluaran dari pembedahan, drainase luka dan perhatikan setiap

keluaran yang tidak terlihat dari diaforesis.

e. Intergritas kulit dan kondisi luka

Perhatikan jumlah, warna, bau dan konsistensi drainase

diperban. Pada penggantian perban pertama kalinya perlu dikaji area

insisi, jika tepi luka berdekatan dan untuk perdarahan atau drainase.

f. Fungsi perkemihan

Anestesi epidural atau spinal sering mencegah penderita dari

sensasi kandung kemih yang penuh. Raba perut bagian bawah tepat

di atas simfisis pubis untuk mengkaji distensi kandung kemih. Jika

penderita terpasang kateter urin, harus ada aliran urine terus menerus

sebanyak 30-50 ml/jam pada orang dewasa.

g. Fungsi gastrointestinal

7
Inspeksi abdomen untuk memeriksa perut kembung akibat

akumulasi gas.Kaji kembalinya peristaltik setiap 4 sampai 8 jam.

Auskultasi perut secara rutin untuk mendeteksi suara usus kembali

normal, 5-30 bunyi keras per menit pada masing-masing kuadran

menunjukkan gerak peristaltik yang telah kembali.

h. Kenyamanan

Penderitya merasakan nyeri sebelum mendapatkan kembali

kesadaran penuh. Kaji nyeri penderita dengan skala nyeri.

2. Diagnosa Keperawatan

Diagnosis keperawatan dengan penderita post operasi apendisitis

menurut Wilkinson, J dan Ahern (2016):

a. Nyeri akut

1. Batasan karakteristik

a. Subjektif: mengungkapkan nyeri secara verbal.

b. Objektif: posisi untuk menghilangkan nyeri, perubahan

tonus otot (dengan rentang lemas tidak bertenaga sampai

kaku), respon autonomik (misalnya diaphoresis, perubahan

tekanan darah, pernapasan atau nadi, dilatasi pupil),

perubahan selera makan, gangguan tidur.

2. Faktor yang berhubungan: agen-agen penyebab cedera (biologis,

kimia, fisik, dan psikologis).

b. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

8
1. Batasan karakteristik

a. Subjektif: kram abdomen, nyeri abdomen, menolak makan,

persepsi ketidakmampuan untuk mencerna makanan,

merasa cepat kenyang setelah makan.

b. Objektif: bising usus hiperaktif, kurangnya minat terhadap

makanan, embrane mukosa pucat, tonus otot buruk.

2. Faktor yang berhubungan: ketidakmampuan untuk menelan atau

menerima makanan atau menyerap nutrien akibat faktor

biologis, psikologis, atau ekonomi. Contoh menurut NANDA

yaitu kesulitan mengunyah dan menelan, hilangnya nafsu

makan, mual, dan muntah.

c. Hambatan mobilitas fisik

1. Batasan karakteristik

a. Objektif: kesulitan membolak-balik posisi tubuh, dispnea

saat beraktivitas, keterbatasan rentang gerak sendi,

ketidakstabilan postur tubuh (saat melakukan rutinitas

aktivitas kehidupan sehari- hari), melambatnya pergerakan,

gerakan tidak teratur atau tidak terkoordinasi.

2. Faktor yang berhubungan: perubahan metabolisme sel,

gangguan kognitif, penurunan kekuatan/kendali/massa otot,

ansietas, ketidaknyamanan dan nyeri, intoleransi aktivitas dan

penurunan kekuatan, kaku sendi/kontaktur, gangguan

muskuluskeletal, gangguan neuromuskuler, nyeri, program

9
pembatasan pergerakan, gaya hidup yang kurang gerak,

malnutrisi, gangguan sensori persepsi.

d. Konstipasi

1. Batasan karakteristik

a. Subjektif: nyeri abdomen, nyeri tekan pada abdomen

dengan atau tanpa resistansi otot yang dapat dipalpasi,

perasaan penuh dan tekanan pada rektum, nyeri saat

defekasi.

b. Objektif: perubahan pola defekasi, distensi abdomen, bising

usus hipoaktif, tidak mampu mengeluarkan feses, feses

yang kering, keras dan padat.

2. Faktor yang berhubungan

a. Kebiasaan mengabaikan desakan untuk defakasi.

b. Asupan serat dan cairan tidak mencukupi.

c. Perubahan pola makan dan jenis makanan yang dikonsumsi.

d. Antikolinergis, antidepresan, diuretik, sedatif.

e. Ansietas

1. Batasan karakteristik

a. Perilaku: penurunan produktivitas, mengekspresikan

kekhawatiran akibat peristiwa dalam hidup, gelisah,

memandang sekilas, insomnia, kontak mata buruk, resah,

menyelidik dan tidak waspada.

10
b. Afektif: gelisah, kesedihan yang mendalam, fokus pada diri

sendiri, gugup, marah, menyesal, perasaan takut,

ketidakpastian, khawatir.

c. Fisiologis: wajah tegang, peningkatan keringat, gemetar

atau tremor di tangan, suara bergetar.

d. Parasimpatis: nyeri abdomen, penurunan tekanan darah,

penurunaan nadi, pingsan, sering berkemih.

e. Simpatis: mulut kering, jantung berdebar-debar, dilatasi

pupil, kelemahan.

f. Kognitif: konfusi, kesulitan untuk berkonsentrasi.

2. Faktor yang berhubungan:

a. Terpajan toksin.

b. Stress.

c. Ancaman atau perubahan pada status peran, fungsi peran,

lingkungan, status kesehatan.

f. Risiko Infeksi

Faktor yang berhubungan: 1) Penyakit kronis 2) Penekanan sistem

imun 3) Pertahanan primer tidak adekuat.

g. Desisit Pengetahuan

1. Batasan karakteristik

a. Ketidakakuratan mengikuti perintah.

b. Perilaku tidak tepat (missal hysteria, bermusuhan, agitasi,

apatis).

11
c. Pengungkapan masalah.

d. Sering bertanya.

2. Faktor yang berhubungan

a. Keterbatasan kognitif.

b. Kurang minat dalam belajar.

c. Kurang dapat mengingat kurang informasi.

3. Fokus Intervensi

Intervensi yang difokuskan yaitu pada pemenuhan kebutuhan

intake cairan dengan diagnosa: Ketidakseimbangan cairan dan nutrisi

kurang dari kebutuhan tubuh. Kriteria hasil: 1) Memperlihatkan status

gizi: asupan makanan dan cairan, yang dibuktikan oleh indikator

penilaian adekuat; 2) Makanan oral, pemberian makanan lewat selang,

atau nutrisi parenteral total; 3) Asupan cairan oral/IV; 4)

Mempertahankan berat badan ideal; 5) Memiliki nilai laboratorium

dalam batas normal.

Intervensi :

a. Timbang pada interval yang tepat.

b. Instruksikan pasien agar menarik napas dalam, perlahan, dan

menelan secara sadar untuk mengurangi mual dan muntah.

c. Tentukan dengan melakukan kolaborasi bersama ahli gizi, jika

diperlukan, jumlah kalori dan jenis zat gizi yang dibutuhkan untuk

memenuhi kebutuhan nutrisi dan cairan/ elektrolit.

12
d. Berikan obat antiemetik dan/atau analgesik sebelum makan atau

sesuai jadwal yang dianjurkan.

4. Implementasi

Implementasi terdiri atas melakukan dan mendokumentasikan

tindakan yang merupakan tindakan keperawatan khusus yang diperlukan

untuk melaksanakan intervensi. Penatalaksanaan masalah

ketidakseimbangan kebutuhan nutrisi dan cairan kurang dari kebutuhan

tubuh adalah pemenuhan nutrisi pasien sampai pasien memperlihatkan

tanda gejala berat badan yang ideal, dan komplikasi tidak terjadi.

Tindakan-tindakan pada intervensi keperawatan terdiri atas observasi,

terapeutik, edukasi, dan kolaborasi (Tim Pokja SIKI DPP PPNI, 2018).

Implementasi ini akan mengacu pada SIKI yang telah dibuat pada

rencana keperawatan.

5. Evaluasi Keperawatan

Evaluasi adalah aktivitas yang direncanakan, berkelanjutan, dan

terarah, ketika pasien dan professional kesehatan menentukan kemajuan

pasien menuju pencapaian tujuan/ hasil dan keefektifan rencana asuhan

keperawatan (Kozier et al., 2010). Evaluasi asuhan keperawatan

didokumentasikan dalam bentuk SOAP (subjektif, objektif, assesment,

planning). Adapun komponen SOAP yaitu S (subjektif) adalah informasi

berupa ungkapan yang didapat dari pasien setelah tindakan diberikan, O

(objektif) adalah informasi yang didapat berupa hasil pengamatan,

penilaian, pengukuran yang dilakukan oleh perawat setelah tindakan

13
dilakukan, A (assesment) adalah membandingkan antara informasi

subjektif dan objektif, P (planing) adalah rencana keperawatan lanjutan

yang akan dilakukan berdasarkan hasil analisa (Dermawan, 2012).

Evaluasi terhadap masalah keperawatan ketidakseimbangan

kebutuhan cairan pada kasus post op apendiktomi mengacu pada

rumusan tujuan dalam rencana keperawatan, yang mencangkup aspek

waktu dan kriteria hasil. Aspek waktu menjadi pedoman kapan harus

dievaluasi dan aspek kriteria hasil sebagai pedoman apakah tujuan yang

direncanakan berhasil atau tidak. Adapun kriteria hasil yang ditetapkan

mengacu pada SLKI PPNI (2019) yaitu :

a. Status nutrisi dan cairan yang adekuat;

b. Asupan cairan oral/IV;

c. Berat badan ideal dan kembali normal;

d. Nilai pemeriksaan laboratorium dalam batas normal.

B. Post Apendiktomi

1. Pengertian

Apendiktomi adalah pembedahan atau operasi pengangkatan

apendiks (Haryono, 2017). Apendiktomi merupakan pengobatan melalui

prosedur tindakan operasi hanya untuk penyakit apendisitis atau

penyingkiran/ pengangkatan usus buntu yang terinfeksi. Apendiktomi

dilakukan sesegera mungkin untuk menurunkan risiko perforasi lebih

lanjut seperti peritonitis atau abses (Marijata dalam Pristahayuningtyas,

2015). Post apendiktomi merupakan peristiwa setelah dilakukannya

14
tindakan pembedahan pada apendik yang mengalami inflamasi. Kondisi

post operasi dimulai saat pasien dipindahkan ke ruang pemulihan dan

berakhir sampai evaluasi selanjutnya. Pasien yang telah menjalani

pembedahan dipindahkan ke ruang perawatan untuk pemulihan post

pembedahan (memperoleh istirahat dan kenyamanan) (Muttaqin, 2016).

Aktivitas keperawatan post operasi berfokus pada peningkatan

penyembuhan pasien. Salah satu peran perawat yang mendukung proses

kesembuhan pasien yaitu dengan memberikan dorongan kepada pasien

untuk memeprhatikan tentang kebutuhan nutrisi dan intake cairan pasca

pembedahan (Potter & Perry, 2015).

2. Etiologi

Etiologi dilakukannya tindakan pembedahan pada penderita

apendiksitis dikarenakan apendik mengalami peradangan. Apendiks yang

meradang dapat menyebabkan infeksi dan perforasi apabila tidak

dilakukan tindakan pembedahan. Berbagai hal berperan sebagai faktor

pencetusnya. Sumbatan lumen apendiks merupakan faktor yang diajukan

sebagai faktor pencetus. Disamping hiperplasia jaringan limfe, fekalit,

tumor apendiks, dan cacing askariasis dapat pula menyebabkan

sumbatan. Penyebab lain yang diduga dapat menimbulkan apendisitis

ialah erosi mukosa apendiks akibat parasit seperti E.histolytica

(Sjamsuhidayat, 2016).

15
Faktor-faktor yang mempermudah terjadinya radang apendiks

menurut Haryono (2017) diantaranya:

a. Faktor sumbatan

Faktor sumbatan merupakan faktor terpenting terjadinya

apendisitis (90%) yang diikuti oleh infeksi. Sekitar 60% obstruksi

disebabkan oleh hyperplasia jaringan lymphoid sub mukosa, 35%

karena stasis fekal, 4% karena benda asing, dan sebab lainnya 1%

diantaranya sumbatan oleh parasit dan cacing.

b. Faktor bakteri

Infeksi enterogen merupakan faktor patogenesis primer pada

apendisitis akut. Adanya fekolit dalam lumen apendiks yang telah

terinfeksi dapat memperburuk dan memperberat infeksi, karena

terjadi peningkatan stagnasi feses dalam lumen apendiks, pada

kultur yang banyakditemukan adalah kombinasi antara Bacteriodes

fragilis dan E.coli, Splanchius, Lacto-bacilus, Pseudomonas,

Bacteriodes splanicus. Sedangkan kuman yang menyebabkan

perforasi adalah kuman anaerob sebesar 96% dan aerob lebih dari

10%.

c. Kecenderungan familiar

Hal ini dihubungkan dengan terdapatnya malformasi yang

herediter dari organ, apendiks yang terlalu panjang, vaskularisasi

yang tidak baik dan letaknya yang mudah terjadi apendisitis.

16
Hal ini juga dihubungkan dengan kebiasaan makan dalam

keluarga terutama dengan diet rendah serat dapat memudahkan

terjadinya fekolit dan menyebabkan obstruksi lumen.

d. Faktor Ras dan Diet

Faktor ras berhubungan dengan kebiasaan dan pola makanan

sehari-hari. Bangsa kulit putih yang dulunya mempunyai resiko lebih

tinggi dari negara yang pola makannya banyak serat. Namun saat

sekarang kejadiannya terbalik. Bangsa kulit putih telah mengubah

pola makan mereka ke pola makan tinggi serat. Justru negara

berkembang yang dulunya mengonsumsi tinggi serat kini beralih ke

pola makan rendah serat, kini memiliki risiko apendisitis yang lebih

tinggi.

3. Komplikasi Post Apendiktomi

Komplikasi setelah pembedahan apendik menurut Muttaqin

(2016):

a. Infeksi pada luka, ditandai apabila luka mengeluarkan cairan kuning

atau nanah, kulit di sekitar luka menjadi merah, hangat, bengkak,

atau terasa semakin sakit,

b. Abses (nanah), terdapat kumpulan di dalam rongga perut dengan

gejala demam dan nyeri perut,

c. Perlengketan usus, dengan gejala rasa tidak nyaman di perut, terjadi

sulit buang air besar pada tahap lanjut, dan perut terasa sangat nyeri.

17
d. Komplikasi yang jarang terjadi seperti ileus, gangren usus,

peritonitis, dan obstruksi usus.

4. Masalah yang timbul post op apendiktomi

Masalah yang banyak terjadi pada penderita post op apendiktomi

menurut Wilkinson & Ahern (2016):

a. Nyeri akut.

b. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh.

c. Hambatan mobilitas fisik.

d. Konstipasi.

e. Resiko kekurangan volume cairan.

f. Ansietas.

g. Resiko infeksi.

h. Bersihan jalan napas tidak efektif.

i. Defisit pengetahuan.

C. Konsep Keseimbangan Cairan

1. Defenisi

Kebutuhan cairan dan elektrolit adalah suatu proses dinamik karena

metabolisme tubuh membutuhkan perubahan yang tetap dalam berespons

terhadap stressor fisiologis dan lingkungan. Cairan dan elektrolit saling

berhubungan ketidakseimbangan yang berdiri sendiri jarang terjadi dalam

bentuk kelebihan atau kekurangan (Tarwoto, 2016).

18
Mekanisme pergerakan cairan tubuh melalui empat proses yaitu:

a. Osmosis

Osmosis adalah pergerakan air menembus membran sel dari

larutan yang berkonsentrasi tinggi, dengan kata lain, air bergerak

menuju zat teralut yang berkonsentrasi lebih tinggi sebagai upaya

untuk menyeimbangkan konsentrasi.

b. Difusi

Difusi merupakan percampuran kontitu beberapa molekul di dalam

cairan, gas atau zat padat yang disebabkan oleh pergerakan molekul

secara acak. Kecepatan difusi zat bervariasi sesuai dengan ukuran

molekul, kosentrasi larutan dan suhu larutan.

c. Filtrasi

Filtrasi merupakan sebuah proses pergerakan cairan dan zat

larut secara bersama menyebrangi sebuah membran dari satu

kompartemen ke kompartemen yang lain. Pergerakan terjadi di area

bertekanan tinggi ke arah bertekanan rendah.

d. Tanspor aktif

Zat dapat bergerak menyebrangi membran sel dari larutan

kosentrasi rendah ke kalarutan konsentrasi tinggi dengan sebuah

transfor aktif. Prosen ini terutama penting dalam mempertahankan

perbedaan kosentrasi ion natrium dan kalium.

19
2. Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Keseimbangan Cairan

a. Usia

Variasi usia berkaitan dengan luas permukaan tubuh

melakukan proses metabolisme yang diperlukan dan berat badan.

b. Temperature lingkungan

Panas yang berlebihan menyebabkan keringat, sehingga

seseorang dapat kehilangan NaCI melalui keringat sebanyak 15-

30g/hari.

c. Diet

Pada saat tubuh kekurangan nutrisi, tubuh akan memecah

cadangan energi proses ini akan menimbulkan pergerakan cairan dari

intersisial ke intraseluler.

d. Stress

Stress dapat menimbulkan peningkatan metabolisme sel,

konsentrasi darah dan glikolisis otot, mekanisme ini dapat

menimbulkan retensi sodium dan air proses ini dapat meningkatkan

produksi ADH dan menurunkan produksi urin.

3. Cara Pengeluaran Cairan

Menurut Tarwoto (2016), pengeluaran cairan terjadi melalui organ

organ seperti :

a. Ginjal

20
1. Merupakan pengatur utama keseimbangan cairan yang

menerima 170 liter darah untuk di saring setiap hari.

2. Produksi urin untuk semua umur 1ml/kg/jam.

3. Pada orang dewasa produksi urin sekita 1,5 liter/ hari.

4. Jumlah urin yang diproduksi oleh ginjal dipengaruhi oleh ADH

dan aldosteron.

b. Kulit

i. Hilangnya cairan melalui kulit diatur oleh saraf simpatis yang

merangsang aktivitas kelenjar keringat.

ii. Rangsangan kelenjar kringat dapat dihasilkan dari aktivitas otot,

temperatur lingkungan meningkat dan demam. Dapat disebut

juga isensibel watel loss (IWL) sekitar 15-20ml/ jam.

c. Paru-Paru

i. Menghasilkan IWL sekitar 400ml/hari.

ii. Meningkatkan cairan yang hilang sebagai respon terhadap

perubahan kecepatan dan kedalaman napas akibat pergerakan

atau demam.

d. Gastroentestinal

i. Dalam kondisi normal cairan yang hilang dari gastroentestinal

setiap hari sekitar 100-200 ml.

ii. Perhitungan IWL secara keseluruhan adalah 10-

15cc/kg/bb/24jm dengan kenaikan 10% dari IWL pada setiap

kenaikan temperatur 1 drajat celcius.

21
4. Pengaturan Keseimbangan Cairan

a. Mekanisme Rasa Dahaga

Penurunan fungsi ginjal merangsang pelepasan renin yang

pada akhirnya menimbulkan produksi angiontensin II yang dapat

merangsang hipotalamus untuk melepaskan substrat neural yang

bertanggung jawab terhadap sensasi haus. Osmoreseptor di

hipotalamus mendeteksi peningkatan tekan osmotik dan

mengaktivasi jaringan saraf yang dapat mengakibatkan sensasi rasa

dahaga.

b. Anti Diuretik Hormone (ADH)

ADH dibentuk di hipotalamus dan disimpan dalam

neurohipofisis dari hipofisis stimuli utama untuk sekresi ADH

adalah peningkatan osmolaritas dan penurunan cairan ekstrasel.

Hormon ini meningkatkan reabsorbsi air pada dukus koligentes,

dengan demikian dapat menghemat air.

22
BAB III
METODE STUDI KASUS

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif dengan

pendekatan studi literatur/ studi kepustakaan. Menurut Sugiyono (2015),

Studi kepustakaan berkaitan dengan kajian teoritis dan referensi lain yang

berkaitan dengan nilai, budaya dan norma yang berkembang pada situasi

sosial yang diteliti, hal ini dikarenakan penelitian tidak akan lepas dari

literatur-literatur ilmiah.

Studi literatur dalam penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan

asuhan keperawatan pada pasien post op apendiktomi dalam pemenuhan

kebutuhan intake cairan. Peneliti mengambil sumber dari studi kasus maupun

laporan asuhan keperawatan, serta jurnal ilmiah yang berkaitan dengan post

op apendiktomi.

B. Fokus Studi

Adapun fokus dari studi literatur ini adalah hasil dari proses

keperawatan pada pasien post operasi apendiktomi dalam pemenuhan

kebutuhan cairan pada hari pertama. Selain itu, titik acuan studi literatur ini

juga difokuskan kepada rekomendasi intervensi untuk masalah gangguan

intake cairan pada pasien post op hari pertama.

23
C. Sumber data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder.

Data sekunder adalah sumber data yang tidak langsung memberikan data

kepada pengumpul data. Data sekunder merupakan data yang sifatnya

mendukung keperluan data primer seperti buku-buku, literatur dan bacaan

yang berkaitan dan menunjang penelitian (Sugiyono, 2017). Data yang

diambil adalah hasil penelitian sebelumnya yang berhubungan dengan asuhan

keperawatan pasien dengan post op apendiktomi hari pertama dalam

pemenuhan intake cairan. Adapun kata kunci yang penulis gunakan adalah

“intake cairan pada pasien post op apendiktomi”, “asuhan keperawatan post

op apendiktomi”, dan “evaluasi hasil tindakan pemenuhan cairan pada pasien

post op hari pertama.”

D. Kriteria Literatur

1. Kriteria inklusi.

a. Penelitian yang telah dipublikasi.

b. Rentang periode hasil penelitian lima tahun terakhir (2015-2020).

c. Penelitian yang berhubungan dengan apendiktomi.

d. Hasil penelitian berhubungan dengan intervensi pemenuhan

kebutuhan cairan.

2. Kriteria eksklusi.

a. Jenis Penelitian yang menggunakan metode studi literatur.

b. Tidak terpublikasi pada media online.

c. Penelitian sebelum tahun 2015.

24
E. Metode Pengumpulan data

Peneliti menerapkan metode pengumpulan data yaitu melakukan studi

literatur dengan cara menelusuri dan mencari hasil penelitian melalui online

yaitu pada “google scholar”, perpustakaan nasional dan data hasil penelitian

dari institusi lain.

Adapun kata kunci yang peneliti gunakan yaitu “intake cairan pada

pasien post op apendiktomi”, “asuhan keperawatan post op apendiktomi”, dan

“evaluasi hasil tindakan pemenuhan cairan pada pasien post op hari pertama.”

F. Analisa data dan Penyajian data

Analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis

data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan bahan-bahan

lain, sehingga dapat mudah dipahami, dan temuannya dapat diinformasikan

kepada orang lain (Sugiyono, 2019).

Proses analisis yang digunakan dalam penelitian ini ialah dengan

menggunakan proses reduksi data, penyajian data, penarikan simpulan serta

triangulasi. Penyajian data disesuaikan dengan desain studi literatur, dimana

desain penyajinnya dibuat secara deskriptif dan juga menggunakan tabel

sintesis grid.

25
G. Etika Studi Kasus

Penelitian dengan menekankan masalah etika meliputi:

1. Lembar persetujuan penelitian (Informed Consent)

Lembar persetujuan diedarkan sebelum dilaksanakan penelitian

agar responden mengetahui maksud dan tujuan penelitian, serta dampak

yang akan terjadi selama dalam pengumpulan data. Jika responden

bersedia diteliti maka harus menandatangani lembar persetujuan tersebut,

jika tidak maka peneliti harus menghormati hak-hak responden.

2. Tanpa Nama (Anonimity)

Untuk menjaga kerahasian identitas responden, peneliti tidak

akan mencantumkan nama subyek pada lembar pengumpulan data.

Lembar tersebut hanya akan diberikan kode tertentu.

3. Kerahasiaan (Confidentiality)

Kerahasiaan informasi yang telah dikumpulkan dari subyek

dijamin kerahasiaannya. Hanya kelompok data tertentu saja yang akan

disajikan atau dilaporkan pada hasil riset.

26
DAFTAR PUSTAKA

Ajidah & Haskas, Y. 2014. Pengaruh Mobilisasi Dini Terhadap Peristaltik Usus
Pada Pasien Pasca Operasi Laparatomi di Ruang Rawat Inap RSUP Dr.
Wahidin Sudirohusodo Makassar. Volume 3 Nomor 6 Tahun 2014.

Dermawan Deden, Rahayuningsih Tutik. 2016. Keperawatan Medikal Bedah


(Sistem Percernaan). Yogyakarta : Gosyen Publishing.

Haryono, Rudi. 2012. Keperawatan Medical Bedah Sistem Pencernaan.


Yogyakarta: Gosyen Publisher.

Hanato Sri, 2013, Hubungan Intake Cairan Dengan Penyumbuhan Luka Post
Operasi Apendisitis Di RS Swata Lamongan. dari
https://jurnal.unimus.ac.id/index.php/psn12012010/article/view/887

Jitowiyono, Sugen & Kristiyanasari, Weni. 2012. Asuhan Keperawatan Post


Operasi. Cet II. Yogyakarta : Nuha Medika.

Jong, De. 2010. Buku Ajar Ilmu Bedah. 3rd ed. Jakarta: EGC

Kementrian Kesehatan RI. 2018. Profil Kesehatan Indonesia 2017. Jakarta:


Kemenkes RI. dari http://www.depkes.go.id/ resources/ download/
pusdatin/profil-kesehatanindonesia/ Profil-Kesehatan-Indonesia-tahun-
2017.pdf

Muttaqin, A. 2018. Pengkajian Keperawatan Aplikasi pada Praktik Klinik.


Jakarta: Salemba Medika.

Nugroho, S. H. P. 2017. Hubungan Intake Cairan dengan Penyembuhan Luka


Post Operasi Apendisitis di RS Swasta Lamongan. In Prosiding Seminar
Nasional & Internasional.

Price, P. A & Neil R, Borley, 2015, At a Glance Ilmu Bedah Edisi 3,


diterjemahkan oleh Vidha Umami, Jakarta, Erlangga.

Saksono, A.B. 2012. Karakteristik Lokasi Perforasi Apendiks dan Usia pada
Pasien.

Santacroce, S. J. 2017. Journal of Pediatric Nursing Family-Centered Care From


the Perspective of Parents of Children Cared for in a Pediatric Intensive
Care. Unit : An Integrative Review. https://doi.org/10.1016/j.pedn.
2017.11.007.

Saryono. 2018. Apendisitis Akut, http://www.scribd.com/doc/149322791/APEN


DISITIS-AKUT (online).

vi
Sjamsuhidayat. 2010. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: EGC

Sjamsuhidajat, R. dan De J. W. 2014. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: EGC.

Yusuf, N. 2013. Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Proses Penyembuhan


Luka Post Appendictomy Di RSUD Prof. Dr. Aloei Saboe Kota
Gorontalo Tahun 2013, Skripsi, Fakultas Ilmu Kesehatan dan
Keolahragaan, Universitas Negeri Gorontalo.

vii

Anda mungkin juga menyukai