Bab Iv
Bab Iv
Dari tabel 4.1 dibawah ini dapat diketahui bahwa kelompok umur yang paling
banyak mengalami abortus yaitu pada rentang usia 20-40 tahun sebanyak 47 pasien
(65,8%), kemudian diikuti dengan kelompok usia >35 tahun sebanyak 18 pasien
(23,7%), dan kelompok rentang usia <20 tahun sebanyak 8 pasien (10,5%).
Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil yang didapatkan oleh Elisa Diyah
Purwaningrum tahun 2017 di RSUD Kabupaten Temanggung, dimana kelompok usia
terbanyak yang mengalami abortus ada pada rentang usia 20-35 tahun yaitu sebesar
(67,5%).17 Ajeng Septiani tahun 2013 di RSB Permata Ibunda Pandeglang juga
mendapatkan hasil bahwa kelompok usia 20-35 tahun sebanyak 163 responden
(54,3%) yang mengalami abortus.
Menurut teori, usia untuk reproduksi optimal bagi seorang ibu adalah antara
umur 20-35 tahun, usia ibu <20 tahun termasuk usia yang terlalu muda dengan
keadaan uterus yang belum matur untuk hamil dan melahirkan sehingga rentan
mengalami abortus. Sedangkan ibu dengan usia >35 tahun tergolong usia yang terlalu
tua dan berisiko tinggi mengalami abortus. Perbedaan ini kemungkinan terjadi akibat
adanya faktor-faktor yang mempengaruhi seperti stress psikologis pada saat
kehamilan dan rendahnya pengetahuan mengenai kehamilan.
Dari tabel 4.2 dibawah ini dapat diketahui dari 76 sampel pasien yang
mengalami abortus didapatkan bahwa 30 pasien (39,5%) nullipara, 25 pasien (32,9%)
multipara, 18 pasien (23,7%) primipara dan 3 pasien (3,9%) grande multipara.
Menurut teori
Berdasarkan tabel 4.3 dibawah ini dapat diketahui bahwa pasien abortus yang
tidak bekerja memiliki frekuensi yang lebih tinggi yaitu sebanyak 60 pasien (78,9%),
sedangkan pasien yang bekerja sebanyak 16 pasien (21,1%).
Hasil ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Nenny dkk tahun 2015
di rumah sakit se-kota Pontianak dimana abortus lebih banyak dialami oleh ibu yang
tidak bekerja yaitu sebanyak 198 pasien (79,5%). Sedangkan pada penelitian Ajeng
Septiani tahun 2013 di RSB Permata Ibunda Pandeglang yang menyatakan bahwa
pasien Abortus lebih banyak pada ibu yang bekerja yaitu sebanyak 161 pasien
(63,7%).
Menurut teori
4.1.4 Distribusi Frekuensi Pasien Abortus Berdasarkan Riwayat Hipertensi
Berdasarkan tabel 4.5 di bawah ini dapat diketahui bahwa kelompok pasien
yang tidak mengalami anemia lebih banyak yaitu 49 pasien (64,5%) sedangkan
pasien yang mengalami anemia sebanyak 27 orang (64,5%).
Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil yang didapatkan oleh Aryati Wardiah
tahun 2016 di RSUD DR. H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung dimana kelompok
pasien yang tidak mengalami anemia lebih banyak yaitu sebanyak 49%. Sedangkan
hasil penelitian Indah Jayani tahun 2017 di wilayah kerja puskesmas ngadi kecamatan
mojo kabupaten Kediri menunjukkan bahwa pasien abortus yang mengalami anemia
lebih banyak yaitu 49 pasien (63,6%) dan pasien yang tidak anemia 28 pasien
(36,4%).
Menurut teori,
Pada tabel 4.6 dapat diketahui bahwa pasien yang memiliki riwayat abortus
sebelumnya sebanyak 16 pasien (21,1%) dan pasien yang tidak memiliki riwayat
abortus sebelumnya 60 orang (79,9%).
Berdasarkan
Pada tabel 4.7 dapat diketahui bahwa kelompok pasien yang mengalami infeksi
sebanyak 40 pasien (52,6) dan pasien yang tidak mengalami infeksi 36 pasien
(47,5%).
Hasil ini tidak sesuai dengan penelitian indah jayanti tahun 2017 di puskesmas
Ngadi Kecamatan Mojo Kediri dimana pasien abortus yang tidak mengalami infeksi
lebih banyak, yaitu 60 pasien (77,9%).
Menurut teori
Dari tabel 4.8 dibawah ini dapat diketahui bahwa pasien yang mendapatkan
tindakan kuretase sebanyak 53 pasien (69,7%) sedangkan pasien yang mendapatkan
terapi medika mentosa sebanyak 23 pasien (30,3%).
BAB IV
5.1 Kesimpulan
5.2 Saran
Dari seluruh proses penelitian yang dilakukan oleh penulis dalam
menyelesaikan penelitian ini maka dapat diajukan beberapa saran yang mungkin
dapat bermanfaat. Adapun saran tersebut yaitu: