Anda di halaman 1dari 9

PAPER AKHIR SEMESTER

INTRODUCTION TO MICROECONOMICS

Disusun oleh :
Bella Averina – 13111810217
Benedict Bryan – 13111810062
Elbert Reginaldi Santoro – 13111810004
Joseph Fuji – 13111810175
Metta Jayanti – 13111810284

Universitas Prasetiya Mulya


School of Business and Economics
2018
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Gaji adalah suatu bentuk pembayaran periodik dari seorang majikan pada karyawannya yang
dinyatakan dalam suatu kontrak kerja. Dari sudut pandang pelaksanaan bisnis, gaji dapat dianggap
sebagai biaya yang dibutuhkan untuk mendapatkan sumber daya manusia untuk menjalankan operasi,
dan karenanya disebut dengan biaya personel atau biaya gaji. Dalam akuntansi, gaji dicatat
dalam akun gaji.

Di Indonesia, gaji selalu menjadi perbincangan hangat karena gaji merupakan salah satu sumber
untuk kehidupan. Maka tentu saja ini selalu menjadi permasalahan bagi kedua pihak, yaitu masyarakat
dan pemerintah, di satu sisi masyarakat selalu menginginkan untuk naiknya upah minimum regional
(UMR) karena akibatnya kebutuhan kehidupan sehari-hari yang semakin lama semakin meningkat
sedangkan di sisi pemerintah, pemerintah tidak dapat meningkatkan UMR terlalu tinggi karena
terbatasnya anggaran pembelian belanja negara (APBN) yang terbatas.

Pemerintah lah yang merupakan penanggung jawab rendahnya UMR tersebut karena UMR
tersebut hanya dapat ditentukan oleh pemerintah, sehingga dari rendahnya UMR, masyarakat selalu
merasa susah untuk mencukupi kebutuhannya. Sehingga sering kali terjadi demo yang dilakukan oleh
masyarakat.

Oleh karena itu, kami ingin untuk meneliti lebih dalam mengenai masalah penyebab naiknya
UMR sangat kecil sehingga masyarakat di Indonesia selalu demo untuk meminta naiknya UMR dan
bagaimana mengatasi permasalahan yang selalu terjadi.

1.2 TUJUAN PENELITIAN

. Untuk dapat mengaplikasikan materi yang diajarkan dalam mata kuliah Introductory to
Microeconomics.

. Untuk mengetahui lebih jauh mengapa UMR tidak dapat meningkat pesat.

. Untuk mengatasi permasalahan yang terjadi untuk kedua belah pihak.


Hindari PHK, Buruh Jangan Tuntut UMP Naik
Terlalu Tinggi
24 Okt 2018, 22:27 WIB

Besaran Kenaikan UMP 2017 yang Berbeda (Liputan6.com/Trie yas)

Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Tenaga Kerja telah menetapkan kenaikan Upah Minimum
Provinsi (UMP) 2019 sebesar 8,03 persen. Besaran kenaikan UMP tersebut dibuat berdasarkan
formula tertuang dalam PP No 78.

Anggota Komisi IX DPR RI, Irma Suryani Chaniago menekankan perlunya win-win solution dalam
masalah ini. "Pengusaha jangan lihat upah buruh sebagai beban tetapi biaya produksi," ujarnya
dalam sebuah acara diskusi di Jakarta, Rabu (24/10).

Irma memahami jika buruh menginginkan kesejahteraan, namun janganlah menghiraukan


bagaimana agar investasi berkembang. Jika tetap bersikeras untuk meminta kenaikan upah
tinggi namun malah berdampak terhadap larinya investor pada akhirnya akan menimbulkan
PHK.

Dia menyebutkan saat ini memang masih banyak perusahaan kecil yang memberi upah
karyawan di bawah UMP. Hal tersebut lah yang perlu didorong agar perusahaan tersebut dapat
tumbuh sehingga bisa memberi upah laik bagi karyawannya.
Tidak demikian dengan perusahaan yang sudah matang, dia meminta agar perusahaan tersebut
memberi upah karyawan di atas UMP.

"Saya juga ingin mengimbau teman-teman pengusaha bahwa kalau perusahaan yang sudah
mapan, sudah punya untung bagus, jangan lagi pakai UMP, beri upah laik kan UMP itu jaring
pengaman saja. Berilah upah laik, jangan UMP terus," ujarnya.

Kendati demikian, dia juga meminta pekerja tidak seenaknya menuntut besaran kenaikan upah.
"Tetapi kenaikan upah buruh juga harus dilihat situasi perkembangan ekonomi, tak bisa teman-
teman buruh menetapkan sendiri presentaesenya karena harus ada rumusan," ujarnya.

Irma mengingatkan kepada para buruh agar berhati-hati terhadap provokator yang mendesak
kenaikan upah, bila pada akhirnya berujung pada PHK. Selain itu para buruh juga diminta untuk
berhati-hati agar tidak terlibat dengan politik praktis, mengingat yang harus diperjuangkan saat
ini adalah kesehjateraan.

"Hati-hati dengan provokator, kalau terjadi PHK tak akan tanggung jawab, lari," tuturnya.
Upah Minimum regional (UMR)

Ketika pemerintah menetapkan UMR, hal tersebut merupakan binding minimum wage bagi
perusahaan. Di mana perusahaan tidak diperbolehkan untuk membayar upah karyawannya dibawah
batas yang telah ditetapkan. Maka ketiadaannya UMR akan terjadi movement pada labor supply dan
labor demand. Labor supply akan terjadi movement ke kanan atas (semakin meningkat jumlahnya)
dedangkan demand curve akan terjadi movement ke kiri atas (permintaan semakin turun). Apabila buruh
terus-merus menuntut kenaikan upah, maka yang dapat terjadi adalah employment (PHK) dikarenakan
semakin tinggi upah minimum maka permintaan atas labor juga semakin menurun.
Ketika adanya binding minimum wage maka terjadi deadweight loss (DWL) yaitu hilangnya
surplus pada pasar karena menurunnnya trasnsaksi, yang dalam labor market berarti semakin
rendahnya tingkat employment. Dari grafik labor market diatas dapt dilihat bahwa setelah adanya
binding minimum wage, seller surplus (buruh) dengan buyer surplus (perusahaan) tidak seimbang. Saat
terjadi binding minimum wage, seller surplus menjadi lebih besar daripada buyer surplus itu berarti
pasar menjadi tidak efektif dan efisien. Perusahaan mendapatkan surplus lebih sedikit yang berarti akan
mendapat profit yang lebih rendah (tanpa adanya kenaikan harga) dengan mempekerjakan
karyawan/buruh dengan upah yang lebih tinggi dari wage equilibrium. Sebaliknya dengan adanya
binding minimum wage karyawan/buruh diuntungkan, sehingga memiliki surplus yang lebih besar
dibandingkan perusahaan. Dengan adanya binding minimum wage buruh mendapatkan upah yang lebih
tinggi dari equilibrium wage.

Binding minimum wage tentu saja akan berpengaruh juga terhadap quantity supplied and
quantity demanded pada pasar. Karena dengan adanya kenikan upah maka akan terjadi kenikan
production cost dari perusahaan, yang berdampak pada kenaikan harga barang produksi tersebut.
Apabila perusahaan mengalami peningkatan production cost maka akan terjadi shift supply curve to the
left, itu berarti perusahaan akan menurunkan supply ke pasar yang berdampak juga pada kenaikan harga
karena barang yang tersedia sedikit maka konsumen berani untuk membayar lebih mahal untuk
mendapatkan suatu barang.

Untuk mencapai eguilibrium kembali, maka perusahaan akan berusaha mengimbangi dengan
melakukan PHK atau dengan menerapkan teknologi untuk menurunkan biaya produksi sehingga dapat
kembali ke equilibrium, sehingga dengan jumlah karyawan lebih sedikit tetapi dapat melakukan produksi
dalam jumlah yang sama. Apabila perusahaan melakukan penerapan teknologi maka akan terjadinya
shift pada labor demand yang menyebaban semakin turunnya permintaan pasar dan semakin tingginya
tingkat PHK serta shift supply curve pada consumer market untuk kembali ke equilibrium.

Supply curve shift


back again to
equilibrium

Labor demand
shift
Pergerakan shift supply curve to left untuk kembali ke equilibrium juga memiliki kaitan dengan
Marginal Product of Labor (MPL) yang dapat dihitung dengan membagi output produksi yang dihasilkan
dengan jumlah labor yang ada. Terdapat persamaan P*MPL=W dimana P adalah price (harga barang di
pasar), MPL adalah Marginal Product of Labor (Prebandingan output terhadap jumlah labor), dan W
adalah wage (upah/gaji). Dengan persamaan tersebut, apabila buruh terus menerus menuntut kenaikan
gaji, maka perusahaan dapat mengimbanginya dengan menaikkan MPL. Mengapa MPL yang harus
dinaikkan adalah karena P tidak dapat dinaikkan. Untuk menaikkan MPL faktor yang dapt dinaikkan
adalah output quantity, karena bila labor yang ingin diturunkan akan berdampak pada PHK. Output
dapat ditingkatkan dengan adanya penggunaan teknologi-teknologi dalam proses produksi, sehingga
produksi dapat menjadi lebih efektif dan efisien.

Namun dimungkinkan juga untuk mengimbanginya dilakukan pegurangan labor, di mana dengan
jumlah labor yang lebih sedikit dapat menghasilkan output yang sama. Caranya adalah perusahaan
merekrut labor dengan human capital yang baik. Dengan sumber daya manusia yang baik, perusahaan
memungkinkan melakukan perampingan pada divisi-divisi yang dianggap memiliki terlalu anggota,
sehingga membuat perusahaan menjadi lebih efisien karena tidak ada sumber daya yang justru output
yang dihasilkan dapat menjadi tidak maksimal. Bahkan perusahaan dapat menghasilkan output yang
lebih besar dari sebelumnya dengan jumalh labor yang lebih sedikit. Yaitu mengkombinasikan human
capital yang baik dengan penggunaan teknologi, sehingga dengan demikian output yang dihasilkan
dapat lebih besar dari sebelumya. Meskipun wage dari labor dengan human capital yang baik itu tinggi,
tetapi dapat menghasilkan output yang maksimal.
Kesimpulan

Jadi dari hasil analisis kami, binding minimum wage dapat menguntungkan para pekerja di
perusahaan karena dengan adanya tambahan upah minimum, para pekerja dapat meningkatkan kualitas
hidup mereka. Akan tetapi, binding minimum wage membawa kerugian untuk perusahaan yang
mempekerjakan para pekerja tersebut. Kenaikan upah minimum bisa berdampak buruk untuk sebuah
perusahaan kedepannya. Kenaikan upah minimum justru menambah production cost suatu perusahaan.
Kenaikan production cost ini berpengaruh pada quantity supplied perusahaan tersebut. Penurunan
jumlah barang dipasar akan menimbulkan kenaikan harga untuk barang tersebut. Untuk mencapai
kembali ke titik awal, sebuah perusahaan harus melakukan PHK karena itu akan sangat membantu
dalam mengurangi biaya produksi.

Seperti yang dilansir dari artikel diatas bahwa Kementerian Tenaga Kerja telah menetapkan
kenaikan UMR sebesar 8.03 %. Beberapa perusahaan, terutama perusahaan start-up akan merasakan
dampak dari kenaikan UMR tersebut. Kenaikan gaji ini menambah pengeluaran perusahaan kecil dan itu
menghalangi perusahaan kecil untuk berkembang. Jadi, harus ada win-win solution dari kedua pihak baik
pekerja maupun perusahaan. Pekerja ingin meningkatkan kualitas hidup mereka dengan mendapatkan
UMR yang lebih tinggi. Perusahaan terutama perusahaan kecil ingin berkembang dengan mengurangi
biaya-biaya yang mereka harus bayarkan. Dan juga ada beberapa perusahaan besar yang ingin
menstabilkan profit mereka dan jumlah produksi barang mereka. Dengan bantuan teknologi dan
melakukan PHK pada beberapa pekerja mereka. Perusahaan memiliki tiga alternative untuk menanggapi
kenaikan UMR. Pertama adalah menggunakan teknologi untuk menaikkan output untuk menaikkan MPL
sehingga dapat mengimbangi kenaikan gaji karyawan. Kedua adalah dengan menurunkan jumlah labor,
sehingga output quantity yang sama dapat dihasilkan dengan jumlah labor yang lebih sedikit. Sehingga
MPL akan naik untuk mengimbangi kenaikan gaji. Ketiga adalah dengan menggabungkan alternatif
pertama dan kedua, yaitu dengan menggunakan teknologi dan mengurangi labor. Seningga output
mningkat tetapi jumlah PHK yang harus dilakukan tidak sebesar alternatif ke-2.

Jadi solusi terbaik adalah baik labor maupun perusahaan sama-sama memahami, dimana labor
membunuhkan kenaikan gaji untuk menaikkan taraf hidup. Sedangkan perusahaan menginginkan cost
seminimal mungkin. Sehingga perusahaan dan labor harus dapat menemukan win-win solution. Yaitu
labor meminta kenaikkan gaji namun jangan terlalu besar, sehingga perusahaan dapat menerima
kenaikan gaji karyawan dan mengimbanginya dengan penerapan teknologi-teknologi dalam produksi.

Anda mungkin juga menyukai