Contoh Daftar Isi
Contoh Daftar Isi
TEKNIK PELEDAKAN
Oleh :
Nama : Dian Novita Sari
NIM : 7100190077
Kelompok : 15
Oleh :
DIAN NOVITA SARI
7100190077
Menyetujui, Mengetahui,
Asdos Praktikum Dosen Mata Kuliah
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan
rahmat- Nya, sehingga laporan ini dapat selesai tepat pada waktunya.
iii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL...................................................................................................i
HALAMAN PENGESAHAN..........................................................................................ii
KATA PENGANTAR…………………………………………………………...iii
DAFTAR ISI……………………………………………………………………..iv
DAFTAR GAMBAR…………………………………………………………….vi
DAFTAR TABEL..........................................................................................................vii
DAFTAR LAMPIRAN.................................................................................................viii
BAB I PENDAHULUAN................................................................................................1
1.2 Tujuan..................................................................................................................1
iv
2.7 Peralatan dan Perlengkapan Peledakan..............................................................21
3.4.1 Lubang
Kosong…………………………………………………...41
BAB IV PENUTUP…………………………………………………………..46
4.2.1 Kritik………………………………………………………………46
4.2.2 Saran………………………………………………………………47
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………48
LAMPIRAN…………………………………………………………………..
v
DAFTAR GAMBAR
Halaman
vi
DAFTAR TABEL
Halaman
vii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
viii
BAB I
PENDAHULUAN
1.2 Tujuan
1
BAB II
DASAR TEORI
2
2.2 Tujuan Peledakan
3
dalam waktu yang sangat singkat, disertai efek panas dan tekanan yang
sangat tinggi. (Keppres RI No. 5 Tahun 1988).
4
produknya berupa pelepasan gas-gas. Reaksi pembakaran memerlukan
unsur oksigen (O2) baik yang terdapat di alam bebas maupun dari ikatan
molekuler bahan atau material yang terbakar. Untuk menghentikan
kebakaran cukup dengan mengisolasi material yang terbakar dari oksigen.
Contoh reaksi minyak disel (diesel oil) yang terbakar sebagai berikut:
CH3(CH2)10CH3 + 18½ O2 ® 12 CO2 + 13 H2O
b) Deflagrasi adalah proses kimia eksotermis di mana transmisi dari reaksi
dekomposisi didasarkan pada konduktivitas termal (panas). Deflagrasi
merupakan fenomena reaksi permukaan yang reaksinya meningkat menjadi
ledakan dan menimbulkan gelombang kejut shock wave) dengan kecepatan
rambat rendah, yaitu antara 300 – 1000 m/s atau lebih rendah dari kecep
suara (subsonic). Contohnya pada reaksi peledakan low explosive (black
powder)sebagai bagai berikut:
v Potassium nitrat + charcoal + sulfur
20NaNO3 + 30C + 10S ® 6Na2CO3 + Na2SO4 + 3Na2S +14CO2 + 10CO
+ 10N2
v Sodium nitrat + charcoal + sulfur
20KNO3 + 30C + 10S ® 6K2CO3 + K2SO4 + 3K2S +14CO2 +10CO +
10N2
c) Ledakan, menurut Berthelot, adalah ekspansi seketika yang cepat dari gas
menjadi bervolume lebih besar dari sebelumnya diiringi suara keras dan
efek mekanis yang merusak. Dari definisi tersebut dapat tersirat bahwa
ledakan tidak melibatkan reaksi kimia, tapi kemunculannya disebabkan oleh
transfer energi ke gerakan massa yang menimbulkan efek mekanis merusak
disertai panas dan bunyi yang keras. Contoh ledakan antara lain balon karet
ditiup terus akhirnya meledak, tangki BBM terkena panas terus menerus
bisa meledak, dan lain-lain.
d) Detonasi adalah proses kimia-fisika yang mempunyai kecepatan reaksi
sangat tinggi, sehingga menghasilkan gas dan temperature sangat besar yang
semuanya membangun ekspansi gaya yang sangat besar pula. Kecepatan
reaksi yang sangat tinggi tersebut menyebarkan tekanan panas ke seluruh
zona peledakan dalam bentuk gelombang tekan kejut (shock compression
5
wave) dan proses ini berlangsung terus menerus untuk membebaskan energi
hingga berakhir dengan ekspansi hasil reaksinya. Kecepatan rambat reaksi
pada proses detonasi ini berkisar antara 3000 – 7500 m/s. Contoh kecepatan
reaksi ANFO sekitar 4500 m/s. Sementara itu shock compression wave
mempunyai daya dorong sangat tinggi dan mampu merobek retakan yang
sudah ada sebelumnya menjadi retakan yang lebih besar. Disamping itu
shock wave dapat menimbulkan symphatetic detonation, oleh sebab itu
peranannya sangat penting di dalam menentukan jarak aman (safety
distance) antar lubang. Contoh proses detonasi terjadi pada jenis bahan
peledakan antara lain:
Dengan mengenal reaksi kimia pada peledakan diharapkan peserta akan lebih
hati-hati dalam menangani bahan peledak kimia dan mengetahui nama-
nama gas hasil peledakan dan bahayanya.
6
Gambar 2.1 Klasifikasi Bahan Peledak menurut J.J. Manon (1978)
1. Bahan peledak kuat (high explosive) bila memiliki sifat detonasi atau
meledak dengan kecepatan reaksi antara 5.000 – 24.000 fps (1.650 –8.000
m/s)
2. Bahan peledak lemah (low explosive) bila memiliki sifat deflagrasi atau
terbakar kecepatan reaksi kurang dari 5.000 fps (1.650 m/s)
1. Menurut Anon (1977), bahan peledak kimia dibagi menjadi 3 jenis seperti
terlihat pada Tabel berikut :
7
2.5 Komponen Operasi dan Sistem Pemboran
Sebelum operasi pemboran dapat dilaksanakan, pertama-tama yang perlu
dilakukan adalah apa yang disebut dengan tahap persiapan. Tahap persiapan ini
pun terdiri dari beberapa tahapan mulai dari persiapan tempat, pengiriman
peralatan pada lokasi, penunjukan pekerja sampai pada persiapan akhir sebelum
dimulainya aktivitas pemboran seperti pengecekan tiap-tiap system dan
persiapan lumpur pemboran.
8
Bit ini diputar dari rotary table melalui drill string yang merupakan rangkaian
dari drill pipe dan drill collar.
1. Exploration
3. Development
4. Maintenance
5. Abandonment
9
Setelah beberapa tahun produksi, maka kemampuan dan cadangan suatu
lapangan tersebut akan menurun bahkan hingga tidak bernilai ekonomis untuk
terus diproduksikan. Sehingga, pada saat sudah mencapai kondisi ini, lapangan
tersebut dapat ditinggalkan sesuai dengan kaidah keteknisan dan perjanjian.
Semua sumur akan ditutup dan peralatan permuakaan akan dipindahkan ke
tempat yang aman.
Seperti yang telah disebutkan pada sub bab sebelumnya bahwa sistim
peralatan utama pemboran terdiri dari 5 (lima) komponen, yaitu: sistim tenaga,
sistim pengangkat, sistim putar, sistim sirkulasi dan sistim pencegah sembur liar.
Sistim tenaga dalam suatu operasi pemboran terdiri dari dua sub komponen
utama, yaitu :
• Hoisting
10
dan sistim transmisi listrik (electric). Rig tidak akan berfungsi dengan baik bila
distribusi tenaga yang diperoleh tidak mencukupi. Oleh sebab itu diusahakan
tenaga yang hilang karena adanya transmisi atau distribusi tersebut dikurangi
sekecil mungkin, sehingga kerja mesin akan lebih efisien.
Sistim tenaga yang dipasang pada suatu unit operasi pemboran secara
prinsip harus mampu memenuhi keperluan-keperluan sebagai berikut :
Beban vertikal yang dialami berasal dari beban menara itu sendiri, beban
drill string, casing string, tegangan dari fast line, beban karena tegangan deadline
serta beban dari blok-blok. Sedangkan beban horizontal berasal dari tiupan angin
yang mana hal ini sangat terasa mempengaruhi beban sistim pengangkatan pada
pemboran di lepas pantai (offshore).
11
Substructure
Rig Floor
Fungsi utama sistim pemutar adalah untuk memutar rangkaian pipa bor
dan memberikan beban pada bagian atas dari pahat selama operasi pemboran
berlangsung. Selain itu peralatan putar juga berfungsi untuk menggantungkan
rangkaian pipa bor yaitu dengan slip yang dipasang pada rotary table ketika
disambung atau melepas bagian-bagian drill pipe.
Sistim pemutar ini terdiri dari tiga sub komponen utama, yaitu :
Peralatan putar ditempatkan pada lantai bor di bawah crown block dan
diatas lubang. Peralatan putar terdiri dari rotary table, master bushing,
kelly bushing, dan rotary slip.
12
Untuk Meneruskan putaran ke mata bor.
Untuk Menyalurkan fluida pemboran yang bertekanan ke mata bor.
Rangkaian pipa bor secara berurutan terdiri dari Swivel, Kelly, Drill Pipe,
dan Drill Collar.
Mata bor merupakan ujung paling bawah dari rangkaian pipa bor yang
secara langsung bersentuhan dengan lapisan formasi. Mata bor berfungsi
untuk menghancurkan batuan dan menembus formasi sampai pada
kedalaman yang diinginkan. Berdasarkan fungsinya mata bor
diklasifikasikan menjadi tiga jenis, yaitu :
Drag bit. : Drag bit tidak mempunyai roda-roda yang dapat bergerak dan
membor dengan gaya keruk dari bladenya. Bit jenis ini biasanya
digunakan pada formasi lunak dan plastik.
13
bor selama operasi pemboran berlangsung. Specialized down hole tools
yang umum digunakan adalah :
Tujuan utama dari sistim sirkulasi pada suatu operasi pemboran adalah
untuk mensirkulasikan fluida pemboran (lumpur bor) ke seluruh sistim
pemboran, sehingga lumpur bor mampu mengoptimalkan fungsinya. Adapun
peralatan system sirkulasi meliputi shale shaker, degasser, desander, mud gas
separator, desilter, mud tank dan mud pit.
14
fluida pemboran. Masuknya fluida formasi ke dalam lubang bor sering disebut
dengan kick.
15
hanya menggoyangbongka-bongkah batuan dari induknya yang akhir jatuh
bebas.
3. Indeks Ekskavasi
N = Ms x x Js x
16
1 < N < 10 Mudah digaru (ripping) 10 < N < 100 Sulit digaru
1000 < N < 10000 Antara digaru dan peledakanN > 10000 Peledakan
6. Klasifikasi Kemampugaruan
17
Klasifikasi massa batuan untuk kepentingan penggaruan yang melibatkan
parameter mesin penggaru dan sifat-sifat fisik, mekanik dan dinamik massa
batuan diberikan oleh Klasifikasi Kemampugaruan (rippability chart)
klasifikasi penggaruan menurut Weaver (1975) yang sudah sering dipakai oleh
para kontraktor penggalian dan kriterianya didasarkan pada pembobotan total
dari parameter pembentuknya bersamaan dengan daya bulldozer yang
diperlukan. Parameter yang dipakai dalam klasifikasi ini adalah kecepatan
seismik, kekerasan batuan, tingkat pelapukan, jarak kekar
18
2. Mendinginkan mata bor.
19
5. Penguat tekanan ( pressure multiplier atau booster )
6. Slang fleksibel ( flexible hose)
1. Manual driven
2. Mechanic driven
20
b. Rotary drill : hydraulic drill, diamond drill, chiled shot drill, turbo drill
danjet pierce drill
c. Rotary percuassive drill : jack hammer
21
Batang bor Extension Drill Steels menghubungkan DHT Hummer atau Shank
Adaptor dengan Extension Rods. Selain itu batang bor jenis Extension Drill
Steels dapat dipakai untuk mendapatkan kedalaman pemboran yang
diinginkan. Panjang batang bor di PT. Trimegah Perkasa Utama adalah tiga
meter
Mata bor (Drill Bit) akan meneruskan energi putaran dan tekanan dari batang
bor ke batuan
3) Mobil Mixer/Manufacturing Unit (MMU)
22
yang bermuatan butiran Ammonium Nitrate (AN), bahan bakar (solar), dan
emulsi.
23
Gambar 7.5 Plain Detonator
2) Bahan Peledak
Bahan peledak yang digunakan untuk pengisian lubang tembak adalah jenis
emulsi/Dabex dengan perbandingan 70% Matrix dan 30% Ammonium
Nitrate Fuel Oil (ANFO). Sedangkan primer menggunakan Booster 400
gram, satu kilogram Dynamite Daya Gel atau dengan menggunakan
keduanya.
3) Detonator Nonel (In-Hole Delay)
24
terpisahkan, Detonator ini memiliki panjang 18 meter dan waktu Delay 50
Sumbu api adalah alat berupa sumbu yang fungsinya merambatkan api
dengan kecepatan tetap . Perambatan api tersebut dapat menyalakan ramuan
pembakar (Ignition Mixture) di dalam Detonator biasa, sehingga dapat
meledakkan isian primer dan isian dasarnya
25
Sumbu ledak adalah sumbu yang pada bagian intinya terdapat
bahan peledak PETN, dengan kecepatan detonasi 21.000 ft per detik.
Memiliki ketahanan terhadap air yang baik, ringan dan Fleksible, serta
memiliki kuat tarik yang baik. Sumbu ledak lebih dikenal dengan
sebutan Cordtex
Merupakan bahan peledak dengan daya ledak paling tinggi diantara semua
jenis handak yang dipakai di dunia pertambangan saat ini. Merupakan
pencampuran proses pelelehan dari TNT (Tri Nitro Toluena) dengan PETN
(Penta Erytrithol Tetra Nitrate) (Gambar 9).
26
7) Dynamite Dayagel Dahana Magnum
27
Gambar 7.11 Relay Connector MS-17
28
BAB III
PEMBAHASAN
29
Menurut R.L Ash harga Burden tergantung pada Burdden Ratio dan diameter
lubang Bor.Besarnya burden ratio antara 20-40 dengan harga Kb standard adalah
30.Sedangkan harga Kb standard sebesar 30 terjadi pada kondisi sebagai berikut:
Pada kondisi batuan yang berbeda dan penggunaan bahan peledak yang
berbeda,maka harga Kb turut berubah.Untuk mengatasi perubahan angka Kb
perlu dihitung terlebih dahulu harga factor penyesuian pada kondisi batuan dan
bahan peledak yang berbeda.
Keterangan :
Keterangan :
30
Kb= Kb standard x AF₁ x AF₂
Keterangan :
Keterangan :
B : Burden (m)
2 Spasi (S)
Persamaan menghitung nilai spasi menurut R.L Ash adalah sebagai berikut
S = Ks x B
Keterangan:
S : Spasi (m)
B : Burden (m)
31
Peledakan Millisecond delay,S antara 1.2B -1,8B
Peledakan dengan pola Equirateral dan beruntun tiap lubang ledak dalam
baris yang sama S=1,5B
3 Stemming (T)
T = Kt x B
Keterangan :
T: Stemming (m)
B: Burden (m)
H=L+J
Keterangan :
H : kedalaman lubang ledak (m)
J : subdrilling (m)
L : tinggi jenjang (m)
5. Subdrilling
Hitungan Kj dengan burden diekspresikan dengan persamaan berikut:
J = Kj x B
Keterangan :
J : Subdrilling ratio (m)
Kj : subdrilling (0,2 – 0,3)
32
B : burden (m)
5.1.1 Powder Columb (PC)
Powder columb merupakan kolom isian bahan peledak dengan
persamaan :
PC = H – T
Keterangan
PC : Pannjang kolom isian bahan peledak (m)
H : kedalaman lubang ledak (m)
T : stemming (m)
1. Burden (B)
33
memperkecil ukuran burden, sehingga fragmentasi batuan yang dihasilkan
akan baik. Sedangkan struktur geologi batuan digunakan sebagai faktor koreksi
pada penentuan burden. Untuk faktor koreksi berdasarkan geologi batuan dapat
dibagi kedalam 2 konstanta yaitu Kd yang merupakan koreksi terhadap posisi
lapisan batuan dan Ks yaitu koreksi terhadap struktur geologi batuan dilihat
pada tabel berikut :
Keterangan :
B1 = Burden (m)
SGe = Berat jenis bahan peledakSGr = Berat jenis batuan De = Diameter lubang
ledak (mm)
B2 = Kd x Ks x Kr x B1
Keterangan :
34
Ks = Faktor koreksi berdasarkan orientasi perlapisan
2. Spasi (S)
Spasi adalah jarak terdekat antara dua lubang ledak yang berdekatan di
dalam satu baris (row). Apabila jarak spasi terlalu kecil akan menyebabkan
batuan hancur menjadi halus, disebabkan karena energi yang menekan terlalu
kuat, sedangkan bila spasi terlalu besar akan menyebabkan banyak bongkah atau
bahkan batuan hanya mengalami keretakan dan menimbulkan tonjolan diantara
dua lubang ledak setelah diledakkan, hal ini disebabkan karena energi ledakan
dari lubang yang satu tidak mampu berinteraksi dengan energi dari lubang
lainnya.
H = 4B, S = 2B
H < 4B, S = ( H + 7B ) / 8
35
b. Untuk tinggi jenjang yang besar (high benches)
H = 4B, S = 1,4B
3. Stemming (T)
T = 0,7 x B
Keterangan :
T = Stemming (m)
B = Burden (m)
a. Panjang Stemming
36
bongkah, karena energi ledakan tidak mampu mencapainya serta dapat pula
menimbulkan backbreak.
energi yang seharusnya terkurung dengan baik dalam lubang ledak akan
hilang keluar bersamaan dengan terbongkarnya stemming. Untuk mengatasi
tersebut diatas maka digunakan bahan yang memiliki karakteristik susunan
butir saling berkaitan dan berbutir kasar serta keras. Persamaan yang
digunakan untuk menentukan ukuran material stemming adalah :
Sz = 0,05 x De
Keterangan :
3. Subdrilling (J)
37
Dalam penentuan tinggi subdrilling yang baik untuk memperoleh lantai
jenjang yang rata maka digunakan rumusan sebagai berikut :
J = 0,3 x B
Keterangan :
J = Subdrilling (m)
B = Burden (m)
H = L+ J
Keterangan:
J = Subdrilling (m)
Panjang kolom isian merupakan panjang kolom lubang ledak yang akan diisi
bahan peledak. Panjang kolom ini merupakan kedalaman lubang ledak dikurangi
panjang stemming yang digunakan.
PC = H – T
Keterangan :
38
T = Stemming (meter)
L = 5 x De
Keterangan :
39
1. Fragmentasi Rata – rata (Xbar)
Diketahui :
S = Space
B = Burden
L= Tinggi Jenjang
De = Handak perlubang
40
4. Saringan (cm)
Diketahui :
1. Tegangan insitu
2. Air tanah
3. Arah ledakan 1 – 2 maksimum bidang bebas
4. Terbatas ruang, udara, penerangan
5. Specific charge 3 – 10 kali > Specific charge permukaan
6. Cut : burn cut, wedge cut
7. Look out
1. Pemboran
2. Pemuatan
3. Peledakan
41
4. Pembersihan asap (ventilasi)
5. Scalling – grouting (pembersihan sisa-sisa batuan hasil peledakan yang
masih ada di dinding terowongan hasil peledakan)
6. Penyanggaan (apabila kondisi terowongan hasil memerlukan penyangga)
7. Pemuatan & dan pengangkutan
8. Persiapan pemboran selajutnya
T = Kt x B
Keterangan :
Kt = Koefiesien Stemming
B = Burden
Untuk Stemming Ratio (Kt) antara 0,75 sampai 1 meter agar dapat
memaksimalkan dalam mengontrol fly rock, airblast dan fume hasil reaksi
bahan peledak.
42
Gambar 3.1 letak pola peledakan tambang bawah tanah
Perhitungan Lifter
1. Burden Maksimum
3. Spacing ( S )
Keterangan :
43
C = Corrected rock constant (0,4) F = Fixation factor
SL’ = Jarak antar lubang pada ujung lifter (m) Hb = Panjang Isian Dasar (m)
8. Spacing (S)
𝑆=𝑘 𝑥 𝑑
9. Burden ( B)
S/B = 0,8
𝐼𝑟=90 𝑥 𝑑2
Keterangan :
K = Konstanta ( 15-16)
𝑆=𝑘 𝑥 𝑑
44
14. Burden Wall ( Bw )
𝐵𝑤=𝐵−𝐻 𝑠𝑖𝑛𝛾−𝐹
Perhitungan stoping
S/B = 1,25
C’ = 0,4
𝐵ℎ =𝐵−𝑓
F = 1,2
S/B = 1,25
45
C’ = 0,4
𝐵ℎ =𝐵−𝑓
Dimana,
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Kegiatan peledakan merupakan tindak lanjut dari kegiatan pemboran
dimana tujuannya yaitu memisahkan dari bongkahannya, memecah atau
membongkar batuan padat menjadi material yang berukuran tertentu (fragmen-
46
fragmen yang lebih kecil) yang cocok untuk dikerjakan dalam proses produksi
selanjutnya dan mempermudah dalam proses pengangkutan dan pengolahannya.
Adapun dari laporan yang telah di susun dapat mengetahui bahan peledak
yang digunakan pada kegiatan blasting ini seperti, Ammonium Nitrat (Nh4no3),
Bulk Anfo, dan lain-lain.
Sebelumnya terima kasih kepada para asisten yang telah sabar dan
memberi arahan kepada praktikan. Tetapi dalam teknis praktikummasih
4.2.2 Saran
47
48
DAFTAR PUSTAKA
http://artikelbiboer.blogspot.com/2009/12/blasting-peledakan.html
https://1902miner.wordpress.com/2011/10/29/blasting-peledakan/
https://himatto.wordpress.com/2011/05/22/pengenalan-bahan-peledak/
http://engginer012.blogspot.com/2014/05/klasifikasi-bahan-peledak.html
http://www.smkmigasjogja.com/2016/12/sistem-pemboran.html?m=1
http://atmantokukuh.blogspot.com/2016/01/peralatan-dan-perlengkapan-
peledakan.html
Febrianto, F., Yulhendra, D., & Abdullah, R. (2014). Perencanaan ulang geometri
peledakan untuk mendapatkan fragmentasi yang optimum di lokasi penambangan
front iv quarry pt. Semen padang. Bina Tambang, 1(1), 11-20.
Lopez Jimeno C., (1995), “Drilling and Blasting of Rocks”, A.A. Balkema,
Roterdam, Nedherlans
49
Overburden Pada Tambang Batubara PT. Pamapersada Nusantara Jobsite Adaro
Kalimantan Selatan. Jurnal Geomine, 1(1).
Rizani, A., Kartini, K., & Umar, K. Observasi Hasil Peledakan Menggunakan
Metode Peledakan Nonel Dan Electronic Detonator. Jurnal GEOSAPTA, 6(2),
117-120.
50