Anda di halaman 1dari 4

A.

Filantropi Secara Umum


Filantropi berasal dari Bahasa Yunani, terdiri dari philaen yang berarti cinta dan anthropos yang
berarti manusia. Filantropi adalah tindakan seseorang yang mencintai sesama manusia serta
nilai kemanusiaan, sehingga menyumbangkan waktu, uang dantenaganya untuk menolong
orang lain. ( Latief,2017,h 30) Dalam kenyataan sepanjang sejarah manusia,tingkat keberadaan
mereka dalam upaya memenuhi kebutuhan hidup sebagai makhluk berkebutuhan (homo
economicus) tidak pernah ada di tingkat kemampuan yang sama,baik karena faktor fisik yang
dimiliki, demikian juga faktor-faktor lain yang berada di luar diri manusia. Bahkan pada
masyarakat bersahaja faktor alam menjadi unsur utama dan penentu keberlangsungan hidup
manusia.
Kejadian-kejadian yang bersifat alamiah dan sosial ini disikapi secara pragmatis oleh sebagian
anggota masyarakat bahkan oleh lembaga-lembaga sosial (social institution).Tetapi, di lain pihak
kondisi ini menimbulkan keprihatinan dan mendorong upaya mengulurkan tangan untuk
membantu memperingan kesulitan dimaksud. Jadi, gerakan yang bersifat spontan dan alamiah
untuk membantu orang lain tersebut menjadi sesuatu yang tumbuh dan hidup dalam kehidupan
bersama manusia. Hal inilah yang dimaksudkan dengan mencintai sesama manusia, yang
distilahkan sebagai “filantropi”.
Secara konseptual istilah “Filantropi” dalam bahasa Indonesia berarti “kemurahan hati” dan
“kasih sayang” kepada sesama, walaupun pada kenyataannya kegiatan amal telah menjadi
bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan masyarakat Indonesia.
B. Filantropi islam
Secara etimologis, makna filantropi ( philanthropy ) adalah kedermawanan, kemurahatian, atau
sumbangan sosial; sesuatu yang menunjukkan cinta kepada manusia. ( Shadily,1995) dan Istilah
ini berasal dari bahasa Yunani, yaitu philos(cinta) dan anthropos (manusia), yang secara harfiah
bermakna sebagai konseptualisasi dari praktik memberi ( giving ), pelayanan (service ) dan
asosiasi (association) dengan sukarela untuk membantu pihak lain yangmembutuhkan sebagai
ekspresi rasa cinta (Bamualim,2015)
Islam sebagai agama yang syamil dan kamil serta rahmatan lil’alamin menampilkan dirinya
sebagai agama yang berwajah filantropis.Wujud filantropi ini digali dari doktrin keagamaan yang
bersumber dari al-Qur’an dan Hadits yang dimodifikasi dengan peran-tara mekanisme ijtihad
sehingga institusi zakat, infak, sedekah, dan wakaf muncul.
Dan Filantropi Islam dapat diartikan sebagai pemberian karitas (charity) yang berdasarkan pada
pandangan untuk mempromosikan keadilan social dan maslahat bagi masyarakat umum.
( Thaha, 2003) Jika dicermati kandungan isi al-Qur’an maupun Hadis Rasulullah, maka terlihat
bahwa Islam sudah mengatur sikap kedermawanan sebagai bentuk amal saleh yang membawa
seseorang Muslim untuk menghindari kerugian. Di antaranya dalam dua bentuk. Pertama,
kewajiban atau fardhu (kemestian) berupa zakat harta (zakat mâl) dan zakat diri (zakat fithrah)
yang dibayarkan setiap bulan Ramadan. Kata zakat dan derivasinya yang mengindikasikan
aktivitas filantropi ( sebanyak 32 (tiga puluh dua) kali. Kedua,bersifat anjuran (sunat atau
mandub) seperti infak, sedekah, dan wakaf.

1
Dalam teologi “teologi al-Mâ‘ûn”. Menurut Azaki Khoiruddin, teologi al-Mâ‘ûn telah menjadi
etos seabad yang memayungi berbagai amal usaha dan jangkar spiritual dan peradaban di dalam
menghadapi arus perubahan sosial dan globalisasi.( Khoiruddin,2015,h XII)
mengatakan teologi al-Mâ‘ûn menghadirkan Islam dalam dunia nyata bukan sebatas norma dan
dogma ajaran langit belaka, tetapi membumi di tengah-tengah masyarakat.( Nashir, 2010, h
398)
Dalam upaya merealisasikan teologi al-Mâ‘ûn dan al-‘Ashr dibutuhkan filantropi Islam, artinya
kesalehan sosial dan kedermawanan dari yang tergabung dalam jamaah masjid, majelis taklim,
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, filantropi diartikan bentuk kedermawanan, berasal dari
kata derma (sumbangan). Menurut AmeliaFauzia, filantropi Islam yakni dalam bentuk zakat,
infak, sedekah dan wakaf. ( Fauzi, 2016, h 1) Dalam makna yang lebih sederhana filantropi juga
dapat dilihat dari segi kegiatan sosial diantaranya bakti sosial, gotong royong, penggalangan
dana, donasi, derma, dompet duafa dan sukarelawan. Kegiatan-kegiatan ini digerakkan oleh
masyarakat madani secara suka rela atas dasar kepedulian sosial, saling tolong menolong dan
berempati.
C. Hubungan masjid sebagai pemberdayaan umat den terciptanya filantropi
Masjid disamping sebagai tempat ibadah, tempat berdialog antara hamba dan Khaliknya, juga
berfungsi sebagai pembinaan manusia menjadi insan yang beriman, bertakwa dan beramal
soleh. Masjid bukan hanya tempat sholat dan sujud semata, melainkan juga sebagai tempat
kegiatan sosial, dan kebudayaan sehingga bangunan masjid harus dijaga kesuciannya. Kesucian
yang dimaksud adalah baik kebersihan fisik, kerapihan tempat maupun persyaratan tata krama
bagi setiap yang memasukinya.
Dan Potensi Masjid Menurut Suherman (2012:141) Umat Islam dimanapun ia berada
sesungguhnya memiliki potensi yang cukup tinggi. Sayangnya banyak yang belum termanfaatkan
dengan baik. Dalam rangka pengembangan keuangan masjid semua potensi yang ada
hendaknya didata, sehingga dapat dihimpun dan dilakukan pengelolaan potensi umat. Artinya
setiap potensi yang ada mesti dimaknai sebagai kontribusi (sumbangsih) jama’ah yang bila
dihimpun dengan baik tentunya akan menjadi suatu kekuatan yang besar dalam memenuhi
kebutuhan untuk memakmurkan masjid. Potensi utama umat Islam dalam pengembangan
keuangan masjid memang sekarang ini masih banyak bertumpu pada donatur, saudara-saudara
jama’ah masjid yang dianugrahkan kelebihan rizki ini memiliki peluang untuk beramal yang
relatif lebih banyak. Pengurus masjid kini hendaknya mengembangkan potensi jama’ah dengan
memperluas potensi tersebut bagi saudara-saudara jamaah masjid yang mengalami kesulitan
ekonomi. Dengan memiliki keahlian pengelolaan potensi jamaah pengurus masjid akan
memberikan kontribusi kegiatan dalam rangka memakmurkan masjid dan pemberdayaan
ekonomi umat.
Kalau kita melihat sejarah dari Pemberdayaan Ekonomi Umat Pada masa Rasulullah SAW masjid
tempat menjadikan pribadi muslim yang utama, sehingga dengan masjid Islam telah
menciptakan orang Arab ketika itu menjadi manusia baru dengan pribadi yang betul-betul baru.
Di masjidlah seorang jahiliyah menyembah Khaliknya dengan menyerahkan jiwa raga selalu
kepadanya, dan menjadi saudara bagaikan saudara kandung dengan sesama manusia lainnya,
dengan tidak pandang bangsa dan golongan, warna kulit dan derajat, kasih sayang kepada

2
sesama mahluk sekalipun binatang, itulah yang disebut “Ukhuwah Islamiyah”. Masyarakat Islam
yang mula-mula beliau susun dengan teratur di Madinah yang dimulai dan dikembalikaan dari
masjid ini, penduduknya terdiri dari tiga golonngan besar yaitu: 1) Golongan Muhajirin, yaitu
orang–orang yang hijrah dari Makkah. 2) Golongan Ansor, yaitu penduduk Madinah asli yang
telah menganut agama Islam. 3) Golongan Yahudi. Disamping itu masih ada golongan-golongan
lain yang kurang begitu mempunyai peranan penting yakni orang Nasrani, kepada golongan luar
Islam ini beliau mengadakan perjanjian untuk bahu membahu bekerjasama mempertahankan
negara dari serangan luar dan membinanya bersama menurut Taufik (2011:85).
Oleh karena itu sudah menjadi keharusan bagi kita semua sebagai umat Islam untuk menjaga "
ukhuwah islamiah" dengan merealisasikan masjid sebagai tempat pemberdayaan umat, artinya
masjid bukan hanya sebagai tempat ibadah mahdhah semata, tetapi fungsi dari masjid sendirii
sebagai tempat pemberdayaan umat, yang dimana Pemberdayaan umat ini merupakan suatu
proses yang berusaha meningkatkan kualitas hidup individu atau sekelompok masyarakat untuk
beranjak dari kualitas kehidupan sebelumnya menuju pada kualitas hidup selanjutnya, dengan
terciptanya Pemberdayaan ekonomi masyarakat yang sejahtera, kemudian kegiatan - kegiatan
sosial yang produktif, kalau kita merujuk ke dalam teologi Al - ma'un dan Al- Ashr bahwasanya
filantropi Islam ini sangat di butuhkan di era globalisasi ini, dalam artian kesalehan sosial dan
kedermawanan dari para jamaah masjid, seperti halnya dalam kegiatan sosial diantaranya bakti
sosial, gotong royong, penggalangan dana, donasi, derma, dompet duafa dan sukarelawan,
dengan tujuan untuk memakmurkan masjid dan merealisasikan masjid sebagai tempat
pemberdayaan umat, yang akan melahirkan filantropi sebagai dasar atau pondasi untuk
menguatkan ukhuwah islamiah.

KESIMPULAN

Masjid adalah tempat melakukan kegiatan ibdah dalam arti yang luas. Dengan demikian masjid
merupakan bangunan yang sengaja didirikan umat Muslim untuk melaksanakan shalat berjamaah dan
berbagai keperluan lain yang terkait dengan kemashlahatan umat muslim. Dari tempat suci inilah syi’ar
ke Islaman yang meliputi aspek duniawi dan ukhrawi, material spiritual dimulai. Dalam situasi apapun,
masjid dapat dijadikan pusat kegiatan masyarakat untuk berusaha mewujudkan tatanan sosial yang
lebih baik. Jika selama ini pusat pembinaan masyarakat masih terpusat ke lembaga-lembaga formal
seperti sekolah dan madrasah, maka bagi masyarakat sekarang harus juga dikembangkan lembaga
kemasjidan sebagai salah satu alternatif pembinaan umat dan bahkan bangsa secara keseluruhan. Untuk
itu diperlukan usaha pengembangan pola idarah (manajemen), imarah (pengelolaan program) dan
ri’ayah (pengelolaan fisik) dengan landasan ukhuwah islamiah dan filantropi akan merealisasikan masjid
sebagai sentral pemberdayaan umat.

3
Daftar Pustaka
Andi Agung Prihatna, dkk, Revitalisasi Filantropi Islam, (Jakarta: Pusat Bahasa dan Budaya, 2005).
Latief, Hilman. Melayani Umat: Filantropi Islam dan Ideologi Kesejahteraan Kaum
Modernis.Yogyakarta: Suara Muhammadiyah, 2017.
Khoiruddin, Azaki. Teologi al-‘Ashr, Etos dan Ajaran K.H. Ahmad Dahlan
YangTerlupakan.Yogyakarta: Suara Muhammadiyah, 2015.
Nashir, Haedar. Muhammadiyah Gerakan Pembaruan. Yogyakarta: Suara Muhammadiyah,2010.
Fauzi, Amelia. Filantropi Islam Sejarah dan Kontestasi Masyarakat Sipil dan Negara di Indonesia.
Yogyakarta: Gading Publishing, 2016.
Thaha, Idris (ed). (2003). Berderma Untuk Semua: Wacana dan Praktek Filantropi Is-lam. Jakarta:
Teraju
Suherman. (2012). Manajemen Masjid. Bandung: ALFABETA
Taufik. (2011). Pedoman Pemberdayaan Masjid dilengkapi Petunjuk Arah Kiblat. Jakarta: ALIKA
CV.

Anda mungkin juga menyukai