Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
A. DEFENISI
Demam berdarah dengue merupakan penyakit yang terdapat pada anak dan
remaja atau orang dewasa dengan gejala utama demam, nyeri otot dan sendi yang
biasanya memburuk setelah 2 hari pertama (Arif Mansjour dkk, 2016).
Demam berdarah dengue (DBD) atau dengue hemorrhagic fever (DHF)
merupakan penyakit demam akut (acute febrile illness) akibat infeksi virus
dengue yang ditularkan melalui gigitan nyamuk betina Aedes aegypti dan Aedes
albopictus (Martina BEE dalam I Wayan A. P, 2017)
B. ETIOLOGI
Penyebab penyakit DBD ini adalah “Virus Dengue” termasuk group B
Arthropodborn Virus (Arbovirusses) dan sekarang dikenal sebagai genus
flavinus, family flaviridiae dan mempunyai 4 serotype, yaitu: DEN I, DEN II,
DEN III, dan DEN IV. Infeksi dengan salah satu serotype akan menimbulkan
antibody seumur hidup terhadap serotype yang bersangkutan tetapi tidak ada
perlindungan terhadap serotype yang lain.
Cara penularan:
Terdapat 3 faktor yang berperan pada penularan infeksi dengue, yaitu:
1. Virus dengue
2. Aedes aegypti dan Aedes albopictus.
3. Manusia
Terdapat tiga faktor yang memegang peranan pada penularan infeksi virus
dengue, yaitu mausia, virus dan vektor perantara. Virus dengue ditularkan kepada
manusia melalui nyamuk Aedes Aegypti. Aedes albopictus, Aedes polynesiensis
dan beberapa spesies yang lain dapat juga menularkan virus ini, namun
merupakan vektor yang kurang berperan. Aedes tersebut mengandung virus
dengue pada saat menggigit manusia yang sedang mengalami viremia. Kemudian
virus yang berada di kelenjar liur berkembang biak dalam waktu 8 – 10 hari
(extrinsic incubation period) sebelum dapat di tularkan kembali pada manusia
pada saat gigitan berikutnya. Sekali virus dapat masuk dan berkembang biak di
dalam tubuh nyamuk tersebut akan dapat menularkan virus selama hidupnya
(infektif). Dalam tubuh manusia, virus memerlukan waktu masa tunas 4–6 hari
(intrinsic incubation period) sebelum menimbulkan penyakit. Penularan dari
manusia kepada nyamuk dapat terjadi bila nyamuk menggigit manusia yang
sedang mengalami viremia, yaitu 2 hari sebelum panas sampai 5 hari setelah
demam timbul.
C. PATOGENESIS DAN PATOFISIOLOGI
Fenomena patofisiologi utama menentukan berat penyakit dan membedakan
demam berdarah dengue dengan dengue klasik ialah tingginya permeabilitas
dinding pembuluh darah, menurunnya volume plasma, terjadinya hipotensi,
trombositopenia dan diabetes hemoragik. Meningginya nilai hematokrit pada
penderita dengan renjatan menimbulkan dugaan bahwa renjatan terjadi sebagai
akibat kebocoran plasma ke daerah ekstra vaskuler melalui kapiler yang rusak
dengan mengakibatkan menurunnya volume plasma dan meningginya nilai
hematokrit. Mekanisme sebenarnya tentang patofisiologi dan patogenesis demam
berdarah dengue hingga kini belum diketahui secara pasti, tetapi sebagian besar
menganut "the secondary heterologous infection hypothesis" yang mengatakan
bahwa DBD dapat terjadi apabila seseorang setelah infeksi dengue pertama
mendapat infeksi berulang dengan tipe virus dengue yang berlainan dalam jangka
waktu yang tertentu yang diperkirakan antara 6 bulan sampai 5 tahun.
Akibat infeksi kedua oleh tipe virus dengue yang berlainan pada seorang
penderita dengan kadar antibodi anti dengue yang rendah, respons antibodi
anamnestik yang akan terjardi dalam beberapa hari mengakibatkan proliferasi dan
transformasi limfosit imun dengan menghasilkan antibodi IgG anti dengue titer
tinggi. Replikasi virus dengue terjadi dengan akibat terdapatnya virus dalam
jumlah yang banyak. Hal-hal ini semuanya akan mengakibatkan terbentuknya
kompleks antigen antibodi yang selanjutnya akan mengaktivasi sistem
komplemen. Pelepasan C3a dan C5a akibat antivasi C3 dan C5 menyebabkan
meningginya permeabilitas dinding pembuluh darah dan merembesnya plasma
melalui endotel dinding pembuluh darah. Pada penderita renjatan berat, volume
plasma dapat berkurang sampai lebih dari pada 30% dan berlangsung selama 24-
48 jam. Renjatan yang tidak ditanggulangi secara adekuat akan menimbulkan
anoksia jaringan, asidosis metabolik dan kematian. Sebab lain dari kematian pada
DBD ialah perdarahan saluran pencernaran hebat yang biasanya timbul setelah
renjatan berlangsung lama dan tidak dapat diatasi. Trombositopenia merupakan
kelainan hematologis yang ditemukan pada sebagian besar penderita DBD. Nilai
trombosit mulai menurun pada masa demam dan mencapai nilai terendah pada
masa renjatan. Jumlah tromosit secara cepat meningkat pada masa konvalesen
dan nilai normal biasanya tercapai sampai hari ke 10 sejak permulaan penyakit.
Kelainan sistem koagulasi mempunyai juga peranan sebagai sebab perdarahan
pada penderita DBD. Berapa faktor koagulasi menurun termasuk faktor II, V,
VII, IX, X dan fibrinogen. Faktor XII juga dilaporkan menurun. Perubahan faktor
koagulasi disebabkan diantaranya oleh kerusakan hepar yang fungsinya memang
terbukti terganggu, juga oleh aktifasi sistem koagulasi.
D. MANIFESTASI KLINIS
Masa inkubasi dari dengue antara 3-15 hari namun rata-rata 5-7 hari.
Tanda dini infeksi dengue, adalah:
1. Demam tinggi
2. Facial flushing
3. Tidak ada tanda-tanda ISPA
4. Tidak tampak fokal infeksi
5. Uji tourniket positif
6. Trombositopenia
7. Hematokrit meningkat
Indikator fase syok:
1. Hari sakit ke 4-5
2. Suhu turun
3. Nadi cepat tanpa demam
4. Tekanan darah turun/hipotensi
5. Leukopenia (< 5000/mm3)
E. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Pada DBD dijumpai trombositopenia dan hemakonsentrasi
Laboratorium:
Trombositopenia (< 100.000/mm3)
Hemokonsentrasi (kadar Ht > 20% dari normal)
2. Urine, mungkin ditemukan albuminnya ringan
3. Uji Serologi memakai serum ganda yaitu:serum diambil pada masa akut dan
konvalesen yaitu uji peningkatan komplemen (PK), uji netralisasi (MT), dan
uji dengue Blok. Pada uji ini dicari kenaikan antibodi (antidengue) minimal
4x
4. Isolasi virus, yang diperiksa adalah darah Klien
F. KOMPLIKASI
Jika renjatan dan hipovolemia berlangsung lama, maka akan timbul:
Anoksia jaringan
Metabolik asidosis
Kematian apabila tidak segera diatasi dengan baik.
G. PENATALAKSANAAN / TERAPI
Pada dasarnya penatalaksanaan DBD bersifat supportif yaitu mengatasi
kehilangan cairan plasma sebagai akibat peningkatan permeabilitas kapiler dan
sebagai akibat perdarahan. Untuk merawat Klien DBD dengan baik, diperlukan
dokter dan perawat yang terampil, sarana laboratorium yang memadai, serta bank
darah yang senantiasa siap jika diperlukan. (Demam Berdarah Dengue, FK, UI.
Hal. 104).
Menurut WHO:
DBD derajat I
o Minm banyak (1,5-2 liter perhari)
o Kompres hangat
o Jika klien muntah-muntah infus RL / Asering.
DBD derajat II
o Minum banyak (1,5-2 liter perhari)
o Infus RL / Asering
DBD derajat III
o Infus RL /Asering 20 ml atau 20 cc/kg/BB/jam
DBD derajat IV
o Infus RL / Asering tetapi diguyur atau dicor terlebih dahulu sampai nadi
teraba dan tekanan darah sudah mulai terukur
o Bila ada panas atau demam berikan kompres hangat dan paracetamol
o Bila ada perdarahan, tes Hb, jika Hb < 10 berikan PRC(Pack Red
Cell/Eritrosit) sampai Hb lebih dari 10.
o Bila terdapat infeksi sekunder atau renjatan yang berulang-ulang berikan
antibiotik
o Bila terjadi kesadaran menurun dengan kejang-kejang berikan
dexamethasone
H. PROSES KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Kaji adanya peningkatan suhu tubuh, tanda-tanda perdarahan, mual muntah,
anoreksia, nyeri uluhati dan nyeri sendi
Tanda-tanda renjatan: nadi cepat dan lemah, hipotensi, kulit dingin dan
lembab, trauma pada ekstermitas, sianosis, gelisah, penurunan kesadaran.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Hipertermi berhubungan dengan viremia
b. Nyeri berhubungan dengan proses patologis penyakit
c. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan mual, muntah dan anoreksia
d. Hipovolemi berhubungan dengan peningkatan permeabilitas dinding
plasma
3. Intervensi
a. Hipertermi
3. Hipertermia Setelah dilakukan tindakan Manajemen hipertermia (I.15506):
keperawatan selama 3x 8 jam maka 1. Monitor suhu tubuh
termoregulasi membaik dengan 2. Monitor haluaran urine
kriteria hasil: 3. Berikan cairan oral
Termoregulasi (L.14134): 4. Lakukan pendinginan
1. Kulit pucat menurun eksternal (kompres dingin)
2. Suhu tubuh membaik 5. Anjurkan tirah baring
3. Tekanan darah membaik 6. Kolaborasi cairan dan
elektrolit intravena
1. Evaluasi
Evaluasi adalah perbandingan yang sistemik atau terencana tentang
kesehatan pasien dengan tujuan yang telah ditetapkan, dilakukan dengan cara
berkesinambungan, dengan melibatkan pasien, keluarga dan tenaga kesehatan
lainnya. (Marrelli, 2018).
Evaluasi pada pasien dengan anemia adalah :
a. Nyeri akut teratasi
b. Kebutuhan nutrisi terpenuhi
c. Hipertermia teratasi
DAFTAR PUSTAKA
Corwm, Elizabeth J,2017, Buku Saku Patofisiologi; alih bahasa Brahm U. Pendit...(et.
Al.) ; Editor Endah P, Jakarta : EGC
Mansjoer A., dkk, 2015, Kapita Selekta Kedokteran Jilid 1, Jakarta, Media Aesculapius.
Price, Sylvia Anderson, 2016, Patofisiologi : Konsep Klinis Proes-proses Penyakit.; alih
bahasa, Brahm U. Pendit…(et. Al.) edisi 6, Jakarta : EGC
Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia (2017). Defenisi dan Indikator Diagnostik.
Edisi 1. Cetakan III. Jakarta: DPP PPNI.
Standar Luaran Keperawatan Indonesia (2019). Defenisi dan kriteria hasil. Edisi 1.
Cetakan II. Jakarta: DPP PPNI.
Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (2019). Defenisi dan Tindakan Keperawatan.
Edisi 1. Cetakan II. Jakarta: DPP PPNI.
TM. Marrelli. 2018. Buku Saku Dokumentasi Keperawatan. Jakarta: EGC
b. Nyeri akut
Tujuan: kemampuan mengontrol nyeri meningkat
Kriteria hasil:
Kontrol nyeri (L.08063):
a. Melaporkan nyeri terkontrol meningkat
b. Kemampuan mengunakan teknik nonfarmakologi meningkat
c. Keluhan nyeri menurun
3. H.M. Sjaeffollah Noer, dkk., 1996. Buku Ajar Penyakit Dalam. Edisi ketiga,
balai penerbit FKUI, Jakarta.
I. Pengkajian
Biodata
A. Identitas Klien
1. Nama : Tn M
2. Umur : 24 tahun
3. JK : Laki-laki
4. Alamat : Jl. Gunung Maliawan
5. Pendidikan : SMA
6. Pekerjaan : Wiraswasta
7. Status : belum menikah
8. Tgl. Masuk : 09 Mei 2006
9. Tgl. Pengkajian : 09 Mei 2006
10. Diagnosa Medik : DHF
B. Identitas Penanggung Jawab
1. Nama : Ny. A
2. Umur : 40 tahun
3. Jenis Kelamin : perempuan
4. Hubungan dgn Klien : Ibu klien
c. Sistem Pernapasan
Hidung simetris kiri dan kanan, tidak ada pernapasan cuping hidung, tidak ada
sekret, tidak menggunakan alat bantu pernapasan, dan tidak ada bunyi nafas
tambahan
d. Sistem Kardiovaskuler
Konjunctiva tidak anemis, bibir kering dan pecah-pecah, denyut nadi kuat,
tidak ada perdarahan
e. Sistem Pencernaan
Sklera tidak ikterus, bibir kering, tidak ada stomatitis, kemampuan menelan
baik, mual dan muntah 3x selama klien masuk RS.
f. Sistem Indera
Mata : bola mata simetris kiri dan kanan, grakan bola mata kesegala arah,
dan ketajaman penglihatan baik
Hidung : simetris kiri dan kanan, tidak polip dan epistaksis, fungsi penciuman
baik
Telinga : daun telinga simetris kiri dan kanan, fungsi pendengaran baik, tidak
massa dan nyeri
g. Sistem saraf
Fungsi serebral : orientasi baik, klien mampu mengenal waktu, tempat, dan
orang. Mampu mengingat kejadian yang lalu dan mampu berbahasa dengan
kata-kata yang jelas dengan kesadaran komposmentis
Fungsi Cranial :
Nervus I (olfaktorius) : fungsi penciuman baik, mampu membedakan bau
Nervus II (optikus) : fungsi penglihatan baik, mampu melihat objek
Nervus III, IV, VI (okulomotorius, trakhealis, abdusen) : klien dapat
menggerakkan bola matanya kekiri dan kekanan refleks pupil + (isokor)
Nervus V (Trigeminus): Klien dapat merasakan dan membedakan sensasi
panas dan dingin
Nervus VII ( Facialis) : klien dapat merasakan sensasi pada wajah
Nervus VIII (Acustikus) : fungsi pendengaran baik yaitu mampu mendengar
dan menoleh jika dipanggil matanya
Nervus IX (Galssofaringeus) : fungsi pengecapan baik yaitu dapat
membedakan rasa manis, pahit, asam dan asin
Nervus X (Vagus) : kemampuan menelan baik
Nervus XI (Acesorius) : mampu menoleh dan menahan tahanan
Nervus XII (Hipoglosus) : Klien dapat menjulurkan lidahnya
h. Sistem Muskuloskeletal
Bentuk kepala mesocephal, klien dapat menggerakkan kepala kekiri dan
kanan, tidak ada pembengkakan pada kaki dan lutut tidak kaku
i. Sistem Integumen
Tubuh klien teraba demam, bibir klien kering dan pecah-pecah, rambut hitam,
tidak mudah rontok, kulit warna sawo matang dan kulit kepala bersih
j. Sistem endokrin
Tidak adanya pembesaran kelenjar tyroid.
k. Sistem Perkemihan
Klien tidak mengalami poliuri, nokturia dan disuri, tidak terpasang kateter.
l. Sistem Imunitas
Klien tidak allergi dengan makanan dan obat-obatan
m. Status Neurologi
1. Tingkat kesadaran “Composmentis” (GCS : 15)
E4 : membuka mata
M6 : mengikuti perintah
V5 : orientasi baik
2. Koordinasi klien baik, tidak terjadi gangguan keseimbangan
3. Memory klien baik, klien mampu mengingat kejadian-kejadian masa
lampau
4. Orientasi baik, klien dapat membedakan orang, tempat dan waktu
5. Tidak terjadi gangguan sensasi, klien dapat membedakan suhu panas dan
dingin
V. Pemeriksaan Diagnostik
Tanggal 09 Mei 2006 Hasil Laboratorium:
Normal
WBC : 6.2 103 /ul 4,5 – 11,0
RBC : 4,85 m/ul 4,60 – 6,20
HGB : 12,0 13,5 – 18,0
HCT : 49,1 % 4,00 – 54,0
RDW : 15,2 % 11,5 – 14,3
PLT : 138 k/ul 150 – 450 103/ul
b. Perawatan
Memberikan kompres hangat
Menganjurkan Klien banyak minum
Observasi TTV
Membantu Klien minum obat paracetamol dan cefotaxim masing-masing
1 tabl.
VI. Data Fokus
DISUSUN OLEH:
KELOMPOK IV
SEKOLAH TINGGI ILMU KEPERAWATAN
GEMA INSAN AKADEMIK MAKASSAR
2006