Anda di halaman 1dari 10

4.

a) Asuransi Syari’ah

Definisi asuransi syari’ah menurut Dewan Syariah Nasional adalah usaha untuk saling

melindungi dan tolong menolong diantara sejumlah orang melalui investasi dalam bentuk aset

dan atau tabarru’ yang memberikan pola pengembalian untuk menghadapi resiko/bahaya tertentu

melalui akad yang sesuai dengan syariah.

Asuransi Syariah adalah usaha saling melindung dan saling menolong diantara sejumlah

orang/pihak melalui investasi dalam bentuk aset dan atau tabarru’ yang memberikan pola

pengembalian untuk menghadapi resiko tertentu melalui akad (perikatan) yang sesuai dengan

Syariah. Asuransi Syariah merupakan salah satu sistem ekonomi berbasis Islam yang bersifat

Universal dan berlaku untuk semua kenyakinan dan golongan masyarakat. Asuransi Syariah

tidak mengandung hal-hal seperti ketidakpastian, perjudian, riba, penganiayaan, suap, barang

haram dan maksiat.

Asuransi syari’ah disebut juga dengan asuransi ta’awun yang artinya tolong menolong atau

saling membantu . Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa Asuransi ta’awun prinsip dasarnya

adalah dasar syariat yang saling toleran terhadap sesama manusia untuk menjalin kebersamaan

dalam meringankan bencana yang dialami peserta. Prinsip ini sesuai dengan firman Allah SWT

dalam surat Al Maidah ayat 2, yang artinya : “Dan saling tolong menolonglah dalam kebaikan

dan ketaqwaan dan jangan saling tolong menolong dalam dosa dan permusuhan”

Asuransi yang selama ini digunakan oleh mayoritas masyarakat (non syariah) bukan merupakan

asuransi yang dikenal oleh para pendahulu dari kalangan ahli fiqh, karena tidak termasuk
transaksi yang dikenal oleh fiqh Islam, dan tidak pula dari kalangan para sahabat yang

membahas hukumnya.

Perbedaan sistem yang paling mendasar antara asuransi Islam dengan sistem asuransi

konvensional.

1. Asuransi konvensional hanya mengenal atau memberlakukan klaim dari pemegang polis,

misalnya kecelakaan, kematian atau hal-hal yang tidak diinginkan dan semua itu sudah tertulis

kesepakatannya dalam akad. Konsekwensinya, jika pemegang polis tidak tertimpa musibah,

semasa akad masih berlangsung, maka pemegang polis tidak dapat mengklaimnya. Sistem ini

mengundang pemegang polis yang nakal dengan menyiasati untuk mendapatkan klaim yang

besar dibanding dana yang telah diasuransikan. Penyiasatan ini mengiring rekayasa tertentu,

seperti upaya pembakaran bahkan membunuh meski tidak dilakukan secara langsung oleh

pemegang polis. Praktek rekayasa tersebut merupakan tindakan kriminal yang berarti melanggar

hukum, bahkan sangat menodai harkat dan martabat manusia. Sebab korban yang menderita,

bukan hanya perusahaan asuransi, tetapi juga anggota masyarakat yang mungkin tidak pernah

berhubungan dengan lembaga asuransi.Sementara, jika jenis produk asuransinya tidak terkait

dengan peristiwa seperti kematian, kebakaran, kecelakaan atau musibah, maka pemegang polis

asuransi konvensional, juga tidak dapat menikmati pengembalian dana kewajibannya selama

belum melewati waktu-waktu yang telah ditentukan. Juga, jika pemegang polis tidak dapat

meneruskan kewajibannya, maka dana yang telah disetorkan menjadi hangus.Prinsip dasar

asuransi konvensional tersebut, jelas berbeda dengan asuransi  syari’ah.

2. Prinsip dasar asuransi takaful syari’ah berangkat dari sebuah filosofi bahwa manusia berasal

dari satu keturunan, Adam dan Hawa. Dengan demikian, manusia pada hakikatnya merupakan
keluarga besar. Untuk dapat meraih kehidupan bersama, sesama manusia harus tolong menolong

(ta’awun) dan saling berbuat kebajikan (tabarru) dan saling menanggung (takaful). Prinsip ini

merupakan dasar pijakan bagi kegiatan manusia sebagai makhluk sosial. Dari pijakan filosofis

ini, setidaknya ada tiga prinsip dasar dalam asuransi syari’ah, yaitu saling bertanggung jawab,

saling bekerja sama dan saling melindungi penderitaan satu sama lain.

Adapun mengenai perbedaan antara asuransi konvensional dengan asuransi syariah secara

lengkap di paparkan Muhammad Syakir Sula yaitu:

1. Asuransi syariah memiliki Dewan Pengawas Syariah yang bertugas mengawas produk

yang di pasarkan dan sekaligus pengelolaan investasi dana yang terkumpul yang dibayarkan

oleh peserta, sedangkan dalam asuransi konvensional tidak ada dewan sejenis.

2. Akad yang dilaksanakan pada asuransi syariah berdasar tolong menolong sedang pada

asuransi konvensional didasarkan pada akad jual beli.

3. Asuransi syariah berdasar bagi hasil sedangkan asuransi konvensional memakai sistem

bunga berdasar perhitungan investasi termasuk riba.

4. Kepemilikan dana pada asuransi syariah merupakan hak peserta, sedangkan pada asuransi

konvensional dana terkumpul dari premi menjadi milik perusahaan.

5. Dalam mekanismenya, asuransi syariah tidak mengenal dana hangus sebagaimana yang

terjadi pada asuransi konvesonal.


6. Pembagian keuntungan pada asuransi syariah dibagi antara perusahaan dengan peserta

sesuai prinsip bagi hasil dengan proporsi yang telah ditentukan sedangkan pada asuransi

konvensional seluruh keuntungan menjadi hak milik perusahaan.

b) Obligasi Syari’ah

Menurut fatwa yang dikeluarkan oleh Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia

(DSN MUI). Yaitu, fatwa No.32/DSN-MUI/IX/2002 tentang Obligasi syariah. Dalam fatwa

tersebut dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan obligasi syariah adalah suatu surat berharga

jangka panjang berdasarkan prinsip syariah yang dikeluarkan Emiten kepada pemegang obligasi

syariah yang mewajibkan emiten untuk membayar pendapatan pada pemegang obligasi syariah

berupa bagi hasil serta membayar kembali dana obligasi pada saat jatuh tempo.

Sementara pendapatan investasi yang dibagikan emiten kepada pemegang obligasi

syariah harus bersih dari unsur nonhalal. Mengenai bagi hasil (nisbah) antara emiten dan

pemegang obligasi syariah, diatur bahwa nisbah keuntungan dalam obligasi syariah mudharabah

ditentukan sesuai kesepakatan dengan ketentuan pada saat jatuh tempo, akan diperhitungkan

secara keseluruhan.

Obligasi syariah dapat diterbitkan dengan menggunakan prinsip mudharabah,

musyarakah, ijarah, istisna, salam, dan murabahah. Tetapi diantara prinsip-prinsip instrumen

obligasi ini yang paling banyak dipergunakan adalah obligasi dengan insturmen prinsip

mudharabah dan ijarah.

1. Obligasi Mudharabah
Obligasi syariah mudharabah adalah obligasi syariah yang mengunakan akad

mudahrabah. Akad mudharabah adalah akad kerjasama antara pemilik modal (shahibul maal/

investor) dengan pengelola (mudharib / emiten). Ikatan atau akad mudahrabah pada hakikatnya

adalah ikatan penggabungan atau percampuran berupa hubungan kerjasama antara pemilik usaha

dengan pemilik harta, dimana pemilik harta (shahibul maal) hanya menyediakan dana secara

penuh (100%) dalam suatu kegiatan usaha dan tidak boleh secara aktif dalam pengelolaan usaha.

Sedangkan pemilik usaha (mudharib / emiten) memberikan jasa, yaitu mengelola harta secara

penuh dan mandiri (directionery) dalam bentuk aset pada kegiatan usaha tersebut.

Dalam Fatwa No. 33 / DSN-MUI / X / 2002 tentang obligasi syariah mudharabah,

dinyatakan antara lain bahwa:

1. Obligasi syariah adalah suatu surat berharga jangka panjang berdasarkan prinsip syariah

yang dikeluarkan emiten kepada pemegang obligasi syariah yang mewajibkan emiten

untuk membayar pendapatan kepada pemegang obligasi syariah merupakan bagi ahsil,

margin atau fee serta membayar dana obligasi pada saat obligasi jatuh tempo.

2. Obligasi syariah mudharabah adalah obligasi syariah yang berdasarkan akad mudarabah

dengan memperhatikan substansi fatwa DSN-MUI No. 7 / DSN-MUI / IV / 2000 tentang

Pembiayaan Mudharabah.

3. Obligasi mudharabah emiten bertindak sebagai mudharib (pengelola modal), sedangkan

pemegang obligasi mudharabah bertindak sebagai shahibul maal (pemodal).

4. Jenis usaha emiten tidak boleh bertentangan dengan prinsip syariah.

5. Nisbah keuntungan dinyatakan dalam akad.


6. Apabila emiten lalai atau melanggar perjanjian, emiten wajib menjamin pengambilan

dana dan pemodal dapat meminta emiten membuat surat pengakuan utang.

7. Kepemilikan obligasi syariah dapat dipindahtangankan selama disepakati dalam akad.

2. Obligasi Ijarah

Obligasi Ijarah adalah obligasi syariah berdasarkan akad ijarah. Akad ijarah adalah suatu

jenis akad untuk mengambil manfaat dengan jalan penggantian. Artinya, pemilik harta

memberikan hak untuk memanfaatkan objek yang ditransaksikan melalui penguasaan sementara

atau peminjaman objek dengan manfaat tertentu dengan membayar imbalan kepada pemilik

objek. Ijarah mirip dengan leasing, tetapi tidak sepenuhnya sama. Dalam akad ijarah disertai

dengan adanya perpindahan manfaat tetapi tidak terjadi perpindahan kepemilikan. Ketentuan

akad ijarah sebagai berikut :

1. Objeknya dapat berupa barang (harta fisik yang bergerak, tak bergerak, harta

perdagangan) maupun berupa jasa.

2. Manfaat dari objek dan nilai manfaat tersebut diketahui dan disepakati oleh kedua belah

pihak.

3. Ruang lingkup dan jangka waktu pemakaiannya harus dinyatakan secara spesifik.

4. Penyewa harus membagi hasil manfaat yang diperolehnya dalam bentuk imbalan atau

sewa / upah.

5. Pemakai manfaat (penyewa) harus menjaga objek agar manfaat yang diberikan oleh

objek tetap terjaga.


6. Pembeli sewa haruslah pemilik mutlak.

Secara teknis, obligasi ijarah dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu:

1. Investor dapat bertindak sebagai penyewa (musta‟jir). Sedangkan emiten dapat bertindak

sebagai wakil investor. Dan investor, dapat bertindak sebagai orang yang menyewakan

(mu‟jir). Dengan demikian, ada dua kali transaksi dalam hal ini; transaksi pertama terjadi

antara investor dengan emiten, dimana investor mewakilkan dirinya kepada emiten

dengan akad wakalah, untuk melakukan transaksi sewa menyewa dengan property owner

dengan akad ijarah. Selanjutnya, transaksi terjadi antara emiten (sebagai wakil investor)

dengan property owner (sebagai orang yang menyewakan) untuk melakukan transaksi

sewa menyewa (ijarah).

2. Setelah investor memperoleh hak sewa, maka investor menyewakan kembali objek sewa

tersebut kepada emiten. Atas dasar transaksi sewa menyewa tersebut, maka diterbitkanlah

surat berharga jangka panjang (obligasi syariah ijarah), dimana atas penerbitan obligasi

tersebut, emiten waib membayar pendapatn kepada investor berupa fee serta membayar

kembali dana obligasi pada saat jatuh tempo.

c) Bank Syariah

Berikut ini adalah pengertian Bank syariah menurut para ahli:

• Schaik (2001), Bank Islam adalah sebuah bentuk dari bank modern yang didasarkan pada

hukum Islam yang sah, dikembangkan pada abad pertama Islam, menggunakan konsep berbagi

risiko sebagai metode utama, dan meniadakan keuangan berdasarkan kepastian serta keuntungan

yang ditentukan sebelumnya.


• Sudarsono (2004), Bank Syariah adalah lembaga keuangan yang usaha pokoknya

memberikan kredit dan jasa-jasa lain dalam lalu-lintas pembayaran serta peredaran uang yang

beroperasi dengan prinsip-prinsip syariah.

• Muhammad (2002) dalam Donna (2006), Bank Syariah adalah lembaga keuangan yang

beroperasi dengan tidak mengandalkan pada bunga yang usaha pokoknya memberikan

pembiayaan dan jasa-jasa lainnya dalam lalu-lintas pembayaran serta peredaran uang yang

pengoperasiannya sesuai dengan prinsip syariat Islam.

Fungsi pokok bank syariah dalam kaitannya dengan kegiatan perekonomian masyarakat terdiri

dari:

1. Fungsi Pengumpulan Dana ( Funding)

2. Fungsi Penyaluran Dana (Financing)

3. Pelayanan Jasa (Service)

Dalam paradigma akuntansi Islam, bank syariah memiliki fungsi sebagai berikut:

i. Manajemen Investasi

Bank-bank Islam dapat melaksanakan fungsi ini ber-dasarkan kontrak mudharabah atau kontrak

perwakilan.
Menurut kontrak mudharabah, bank (dalam kapasitasnya sebagai mudharib, yaitu pihak yang

melaksanakan inves-tasi dana dari pihak lain) menerima persentase keuntungan hanya dalam

kasus untung. Dalam hal terjadi kerugian, sepenuhnya menjadi risiko penyedia dana (shahibul

maal), sementara bank tidak ikut menanggungnya.

ii. Investasi

Bank-bank Islam menginvestasikan dana yang ditem-patkan pada dunia usaha (baik dana modal

maupun dana rekening investasi) dengan menggunakan alat-alat investasi yang konsisten dengan

syariah. Di antara contohnya adalah kontrak al murabahah, al mudharabah, al musyarakah, bai as

salam, bai al ishtisna, al ijarah, dan lain-lain.

Rekening investasi dapat dibagi menjadi tidak terba-tas (unrestricted mudharabah) atau terbatas

(restricted mudharabah).

Rekening investasi tidak terbatas (general investment)

Pemegang rekening jenis ini memberi wewenang kepada bank Islam untuk menginvestasikan

dananya dengan cara yang dianggap paling baik dan feasible, tanpa menerapkan pembatasan

jenis, waktu dan bidang usaha investasi.

Dalam skema ini bank Islam dapat mencampurkan dana pemegang rekening investasi dengan

dananya sendiri (modal) atau dengan dana lain yang berhak dipakai oleh bank Islam (misalnya

rekening koran). Pemegang rekening investasi dan bank Islam umumnya berpartisipasi dalam

keuntungan dari dana yang diinvestasikan.


Rekening investasi terbatas (restricted investment)

Pemegang rekening jenis ini menerapkan pembatasan tertentu dalam hal jenis, bidang, dan waktu

bank meng-investasikan dananya. Lebih jauh lagi, bank Islam dapat dibatasi dari mencampurkan

dananya sendiri dengan dana rekening investasi terbatas untuk tujuan investasi. Bahkan bisa saja

ada pembatasan lain yang diterapkan pemegang rekening investasi.

Sebagai contoh, pemegang rekening investasi dapat meminta bank Islam untuk tidak

menginvestasikan dananya dalam bidang pertanian dan peternakan. Bisa juga pe-megang

rekening investasi meminta bank Islam itu sendiri yang melaksanakan investasi, bukan melalui

pihak ketiga.

iii. Jasa-Jasa Keuangan

Bank Islam dapat juga menawarkan berbagai jasa ke-uangan lainnya berdasarkan upah (fee

based) dalam sebuah kontrak perwakilan atau penyewaan. Contohnya garansi, transfer kawat,

L/C, dan sebagainya.

iv. Jasa Sosial

Konsep perbankan Islam mengharuskan bank Islam me-laksanakan jasa sosial, bisa melalui dana

qardh (pinjaman kebajikan), zakat, atau dana sosial yang sesuai dengan ajaran Islam. Lebih jauh

lagi, konsep perbankan Islam juga mengharuskan bank Islam memainkan peran dalam

pengembangan sumber daya insani dan menyumbang dana bagi pemeliharaan serta

pengembangan lingkungan hidup.

Anda mungkin juga menyukai