Anda di halaman 1dari 34

LAPORAN KASUS

DOKTER INTERNSHIP

APENDISITIS AKUT

Disusun Oleh:

Dr. Riska Nur Fatmawati

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH OTANAHA

KOTA GORONTALO

2021

0
LAPORAN KASUS

DOKTER INTERNSHIP APENDISITIS AKUT

Yang dipersiapkan dan disusun oleh Dr. Riska Nur Fatmawati

Telah diajukan, dikoreksi, dan dinyatakan telah memenuhi syarat laporan internship

Gorontalo, Januari2021

Dokter Pendamping Internsip RSUD OTANAHA

dr. Richard, Sp.B

1
BAB I
LAPORAN KASUS

I. IDENTITASPASIEN

 Nama : Nn. R
 Umur : 16 Tahun
 Jeniskelamin : Perempuan
 Alamat : Buladu, Kota Barat
 Agama : Islam
 StatusPerkawinan : Belum Kawin
 Pekerjaan : Pelajar
 Tanggal Masuk : 11 Desember 2020
 No.RM : 049685

II. ANAMNESIS
a. Keluhan Utama
Nyeri perut kanan bawah
b. Riwayat PenyakitSekarang
Nn. R, 16 tahun datang ke UGD RSUD Otanaha dengan keluhan nyeri perut
kanan bawah sejak 3 hari SMRS. Awalnya nyeri dirasakan di ulu hati lalu
berpindah ke perut kanan bawah. Nyeri yang dirasakan tajam seperti ditusuk
jarum dan sepanjang hari. Nyeri memberrat 1 hari SMRS ,keluhan di sertai
mual (+), muntah (+), 2 hari SMRS pasien mengalami demam. Pasien
merasakan nyeri dengan skala 5 dari 10. Sejak timbulnya gejala, nafsu makan
pasien berkurang. Tidak ada riwayat penurunan berat badan drastis dalam
beberapa bulanterakhir. BAK (+) lancar, BAB (+) baik.

c. Riwayat Haid
 Menarche : 12 tahun
 Lamanya haid : 5-7hari
 Siklus : Teratur, 27-29hari
 Banyaknya : 2-3 kali ganti pembalut/hari
 Nyerihaid : Tidakada
d. Riwayat Pengobatan
Pasien belum memeriksakan diri ke fasilitas pelayanan kesehatan manapun.
e. Riwayat PenyakitDahulu
 Riwayat sakit serupa disangkal
 Riawayat asma :disangkal
 Riwayat operasi :disangkal
f. Riwayat keluarga
Keluarga tidak ada yang mengeluhkan hal serupa seperti yang di keluhkan
pasien
g. Kondisi ekonomi, lingkungan social danfisik:
Pasien belum menikah dan tinggal di rumah bersama kedua orang tuanya

III. PEMERIKSAANFISIK
a. KesanUmum
Keadaan umum :lemah.
Kesadaran : Composmentis, GCS 15 ( E4 V5 M6 ).
Status gizi : status gizi normal, BB: 45 kg ,TB:156 cm
b. Tanda-tanda Vital
Tekanan darah : 110/80mmHg
Nadi : 80x/mnt,regular, isi dan tegangan kuat
RR : 20x/mnt
Suhu : 36,8oC
VAS : 5/10
SaO2 :99%
c. KeadaanTubuh
 Kepala :Normocephal
 Mata : Konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-, refleks pupil+/+
 Hidung : Septum deviasi (-), mukosa normal, hipertrofi konka (-),
sekret(-)
 Telinga : Normotia, sekret (-), serumen -/-, liang telingalapang
 Tenggorokan: Faring hiperemis (-), tonsilT1-T1
 Leher : Bentuk normal, KGB tidak teraba, kelenjar tiroid
tidakterabaInspeksi :penderita berjalan sambil bungkuk dan
memegang perut kanan bawah, Penderita tampak kesakitan. Abdomen
tampak datar.
 Jantung
Inspeksi : Iktus kordis tidak tampak
Palpasi : Iktus kordis teraba
Perkusi : Batas jantung kesan tidak melebar
Auskultasi : BJ I-II reguler, murmur (-), gallop (-)
 Paru-paru
Inspeksi : Bentuk dan pergerakan dada simetris kanan-kiri
Palpasi : Taktil vokal fremitus teraba simetris
Perkusi : Sonor di seluruh lapang paru
Auskultasi : Suara nafas vesikuler +/+, wheezing -/-, rhonki -/-

 Abdomen
- Inspeksi : Penderita berjalan sambil bungkuk dan memegang
perut kanan bawah, Penderita tampak kesakitan.
Abdomen tampak datar.
- Auskultasi : Bising usus (+) 8x/menit (menurun)
- Palpasi : Nyeri tekan titik Mc Burney (+), nyeri lepas titik
Mc Burney (+), Rovsing sign (+), blumber sign
(+), Psoas sign (+), Obturator sign (+), nyeri
epigastrik (+).
- Perkusi : Timpani di seluruh lapang abdomen
 Eksremitas
Capillaryrefill < 2"/< 2" < 2"/< 2"
Kekuatan 5/5 normotonus 5/5 normotonus
Tonus
Refleks fisiologis +N/+N +N/+N
Refleks patologis -/- -/-
Sensibilitas +N/+N +N/+N
 Genital : Tidak dilakukan pemeriksaan
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Hematologi
Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Normal Keterangan

Hemoglobin 12,7 gr% 11,00 -16,50

Hematokrit 37,7 % 35,0 - 50,0

Eritrosit 4,720 juta/mm 3,80 - 5,80


MCH 26,9 Pg 26,50 - 33,50

MCV 79,9 fL 80,00 - 97,00

MCHC 33,7 g/dL 29,00 - 36,00

Leukosit 11,100 ribu/mmk 3,50 - 10,00 meningkat

Trombosit 323 ribu/mmk 150,0 - 450,0

V. DIAGNOSIS SEMENTARA

1. Kolik abdomen ecdd/ 1.susp appendisitis,

2. Gastritis akut

3. PID

VI. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan yang diberikan di UGD :

- IVFD RL 20tpm.

- Injeksi ceftriakson 1 gr/ 12jam/IV

- Injeksi Ranitidin 30mg/ 12jam/IV

- Pro appendictomi

Plan:

- Skoring ALVARADO SCORE = 8


Edukasi
- Menjelaskan kepada pasien mengenai penyakit pasien
yaitu appendicits akut
- Menjelaskan kepada pasien untuk dirawat di bangsal bedah
- Mengedukasi kepada pasien untuk dilakukan operasi
VII. PROGNOSIS
Ad vitam : dubia ad bonam
Ad sanationam : dubia ad bonam
Ad fungsionam: dubia adbonam
VIII. FOLLOWUP

Tanggal 12 Desember 2020 13 Desember 2020

Subyektif lemah, nyeri perut kanan bawah lemah, nyeri pada luka post OP
Obyektif - KU: tampak lemah, composmentis - KU:composmentis
- T :120/70 - T :110/80
- Rr : 20x/menit - Rr :20x/menit
- N : 88x/menit
- Suhu :37,5°C - N :94x/menit
- SaO2 :100%
- Suhu : 37,5°C
- Mata: CP (-/-), mata cowong(-/-)
- Leher: KGB tidak membesar. - SaO2 :100%
- Cor:ICtdktampak,ICtdkkuat - Mata: CP (-/-), mata cowong-/-)
angkat, Batas jantung kesan tidak
melebar, BJ I-II murni, intensitas - Leher: KGB tidak membesar.
normal, reguler, bising (-)
- Pulmo: retraksi intercostal (-/-), - Cor: IC tdk tampak, IC tdk kuat
retraksi suprasternal (-/-), angkat, Batas jantung kesan tidak
Pengembangan dada kanan=kiri, melebar, BJ I-II murni, intensitas
fremitus raba kanan=kiri,
normal, reguler, bising(-)
sonor/sonor, SDV(+/+), ST(-/-)
- Pulmo: retraksi intercostal (-/-),
- Abdomen: DP//DD, bising usus(+)
menurun, tympani, supel,nyeri retraksi suprasternal (-/-),
tekan (+) kanan bawah, hepar lien
Pengembangan dada kanan=kiri,
tidak teraba, area Troube timpani
fremitus raba
kanan=kiri,
sonor/sonor, SDV(+/+),ST(-/-)
- Abdomen: DP//DD, bising usus
(+) menurun, tympani, supel, nyeri
tekan (+) kanan bawah, hepar lien
tidak teraba, area Troubetimpani

Pemeriksaan - EKG: normal sinus rhytm H 84


Penunjang kali/menit R
Assesment - Apendisitisakut -Post appendiktomi ec Apendisitis
akut

Planning - balancecairan - Stabilkan KU


- Proappendiktomi
Terapi - IVFD RL 20tpm - IVFD RL 20tpm
- Inj Ceftriaxon 2 x 1gr - Inj Ceftriaxon 2 x 1gr
- Inj ketorolac 3 x 1amp - Inj ketorolac 3 x 1amp
- Inj Ranitidin 2 x 30mg - Inj Ranitidin 2 x 30mg
- Parasetamol 3 x 500mg tab (KP) - Parasetamol 3 x 500mg tab (KP)

BAB IV
DISKUSI

TEORI KASUS
Epidemiologi :
Pada remaja dan dewasa muda rasio Seorang pasien perempuan dengan
perbandingan antara laki-laki dan perempuan usia 16 tahun.
sekitar 3 : 2. Setelah usia 16 tahun, rasionya
menurun sampai pada usia pertengahan 30
tahun menjadi seimbang antara laki-laki dan
perempuan.
Diagnosis :
-Pada anamnesis dapat ditemukan :
1. Nyeri perut adalah gejala utama dari 1. Keluhanutamapasiennyeriperut.
apendisitis. 2. Berawaldari epigastrium,
2. Gejala klasik nyeri viseral samar- semakinmenjalarkeperutkananba
samar dan tumpuldi daerah wah.
epigastrium sekitar umbilikus. 3. Mualdijumpai, muntahdijumpai.
3. Nyeri perutdisertai mual serta satu 4. Nafsumakanmenurun.
atau lebih episode muntah dengan
rasa sakit, dan setelah beberapa jam,
nyeri akan beralih ke perut kanan
bawah pada titik McBurney.
4. Nafsumakan akanmenurun.
Diagnosis :
-Pada pemeriksaanfisik dapat ditemukan :
1. Blumberg sign (+) 1. Blumberg sign (+)
2. Rovsing sign (+) 2. Rovsing sign (+)
3. Rebound tenderness (+) 3. Rebound tenderness (-)
4. Psoas sign (+) 4. Psoas sign (-)
5. Obturator sign (+) 5. Obturator sign (+)
6. Defans muscular (+) untuk peritonitis 6. Defans muscular (-)

Diagnosis :
-Pemeriksaanpenunjang :
1. USG: pembesaranukuran appendix Tidak dilakukan
2. X-ray polos abdomen: terdapat gas
berlebih di titikMcBurney
3. CT-Scan lower abdomen:
pembesaranukuran appendix
(dapatdipertimbangkandilakukanjika
diagnosis kurangjelas)
Penatalaksanaan :
- Pembedahan di indikasikan bila Pada pasien telah dilakukan
diagnosa apendisitis telah ditegakkan. pemberiananalgetik, cairan IV,
- Antibiotik dan cairan IV diberikan serta danapendektomisegera.
pasien diminta untuk membatasi
aktivitas fisik sampai pembedahan
dilakukan.
- Analgetik dapat diberikan setelah
diagnosa ditegakkan.
- Apendiktomi (pembedahan untuk
mengangkat apendiks) dilakukan
sesegera mungkin untuk menurunkan
resiko perforasi.
BAB V
ANATOMI, FISIOLOGI DAN HISTOLOGI APPENDIKS

A. Anatomi

Gambar 1. Anatomi appendiks

Appendiks merupakan organ dengan struktur tubular yang rudimeter dan


tanpa fungsi yang jelas. Appendiks berkembang dari posteromedial caecum
dengan panjang yang bervariasi namun pada orang dewasa sekitar 5-15 cm
dan diameter sekitar 0,5- 0,8 cm. Appendiks merupakan derivat bagian dari
midgut yang terdapat di antara Ileum dan Colon ascendens. Caecum terlihat
pada minggu ke-5 kehamilan dan apppendiks terlihat pada minggu ke-8
kehamilan yaitu bagian ujung dari protuberans caecum. Dalam proses
perkembangannya, awalnya apendiks berada pada apeks caecum, tetapi
kemudian berotasi dan terletak lebih medial ekat Plica ileocaecalis. Lumen
apendiks sempit dibagian proksimal dan melebar di bagian distal. Hampir
seluruh permukaan apendiks dikelilingi oleh peritoneum dan mesoapendiks
(mesenter dari appendiks) yang merupakan lipatan peritoneum yang berjalan
kontinyu sepanjang appendiks dan berakhir di ujung appendiks.(1)
Gambar 2. Embriologi Appendiks

Pada appendiks terdapat 3 taenia coli yang menyatu di persambungan


caecum dan bisa berguna dalam menandakan tempat untuk mendeteksi
appendiks. Posisi apendiks terbanyak adalah retrocaecal 65.28% baik
intraperitoneal maupun retroperitoneal dimana appendiks berputar ke atas di
belakng caecum. Selain itu juga terdapat posisi pelvic (panggul) 31,01%
(appendiks menggantung ke arah pelvic minor), subcaecal ( dibawah caecum)
2,26% retroileal (dibelakang usus halus) 0,4%, retrokolika, dan pre-ileal. (1)

Gambar 3. Variasi Letak Appendiks

Vaskularisasi appendiks berasal dari arteri appendikularis yang berjalan


di sepanjang masoapendiks dan merupakan cabang dari arteri ileocolica dan
yang merupakan cabang trunkus mesenterik superior. Selain dari arteri
apendikular yang memperdarahi hampir seluruh apendiks, juga terdapat
kontribusi dari arteri asesorius.Untuk aliran balik, vena apendiseal cabang dari
vena ileocoli berjalan ke vena mesentrik superior dan masuk ke sirkulasi
portal. Persarafan parasimpatis dari apendiks berasal dari cabang nervus vagus
yang mengikuti a. Mesenterica superior dan a. Apendikularis, sedangkan
persarafan simpatis berasal dari n. Thorakalis X.(1)

B. FisiologiAppendiks(3)
Appendiks menghasilkan lendir 1-2 ml per hari. Lendir itu secara normal
dicurahkan kedalam lumen dan selanjutnya mengalir ke sekum. Hambatan
aliran lendir di muara appendiks tampaknya berperan pada patogenesis
appendisitis.
Awalnya, apendiks dianggap tidak memiliki fungsi. Namun akhir-akhir
ini, appendiks dikatakan sebagai organ imunologi yang secara aktif
mensekresikan Imunoglobulin A (IgA). Walaupun appendiks merupakan
komponen integral dari sistem Gut Associated Lymphoid Tissue (GALT),
imunoglobulin ini sangat efektif sebagai pelindung terhadap infeksi yaitu
mengontrol proliferasi bakteri, netralisasi virus, serta mencegah penetrasi
enterotoksin dan antigen intestinal lainnya. Namun, pengangkatan appendiks
tidak mempengaruhi sistem imun tubuh sebab jumlah jaringan sedikit sekali
jika dibandingkan dengan jumlah di saluran cerna dan seluruh tubuh.

C. Histologi
Komposisi histologi serupa dengan usus besar, terdiri dari empat lapisan
yakni mukosa, submukosa, muskularis eksterna, dan lapisan serosa.
Permukaan dalam atau mukosa secara umum sama seperti mukosa colon,
berwarna kuning muda dengan gambaran nodular, dan komponen limfoid
yang prominen. Komponen limfoid ini mengakibatkan lumen dari appendiks
seringkali berbentuk irreguler (stelata) pada potongan melintang.
Gambar 5. Inflamasi Appendiks

a. EpidemiologiApendisitis
Insidens apendisitis akut di negara maju lebih tinggi daripada di negara
berkembang, tetapi beberapa tahun terakhir angka kejadiannya menurun
bermakna.Hal ini disebabkan oleh meningkatnyapenggunaan makanan berserat
dalam menu sehari-hari.Apendisitis dapat ditemukan pada semua umur, hanya
pada anak
kurangdarisatutahunjarangdilaporkan.Insidenstertinggipadakelompokumur20-30
tahun, setelah itu menurun.Insidens pada lelaki dan perempuan umumnya
sebanding, kecuali pada umur 20-30 tahun, insidens pada lelaki lebih tinggi.
Meskipunjarang,pernahdilaporkankasusappendiksneonataldanprenatal.Pasien
dengan usia yang lebih dari 60 tahun dilaporkan sebanyak 50% meninggal akibat
apendisitis. (5)

b. EtiologiApendisitis
Appendisitis disebabkan karena adanya obstruksi pada lumen appendiks
sehingga terjadi kongesti vaskuler, iskemik nekrosis dan akibatnya terjadi infeksi.
Appendisitis akut dapat disebabkan oleh proses radang bakteria yang dicetuskan
oleh beberapa faktor pencetus diantaranya hiperplasia jaringan limfa, fekalith,
tumor apendiks, dan cacing askaris yang menyumbat.

Beberapa faktor yang mempermudah terjadinya radang appendiks, diantaranya

1. Faktor sumbatan
Faktor obstruksi merupakan faktor terpenting terjadinya apendisitis (90%)
yang diikuti oleh infeksi. Sekitar 60% obstruksi disebabkan oleh hiperplasia
jaringan limfoid submukosa,35% karena stasis fekal, 4% karena benda asing
dan sebab lainnya 1% diantaranya sumbatan oleh parasit dan cacing.
Obstruksi yang disebabkan oleh fekalith dapat ditemui pada bermacam-
macam apendisitis akut diantaranya : 40% pada kasus apendisitis kasus
sederhana, 65% pada kasus apendisitis akut gangrenosa tanpa ruptur dan
90% pada kasus apendisitis akut dengan ruptur.

2. Faktor bakteri
Infeksi enterogen merupakan faktor patogenesis primer pada apendisitis
akut. Adanya fekalith dalam lumen apendiks yang telah terinfeksi
memperburuk dan memperberat infeksi, karena terjadi peningkatan stagnasi
feses dalam lumen apendiks. Pada kultur didapatkan terbanyak ditemukan
adalah kombinasi antara Bacteriodes fragilis dan E.coli, Splanchicus, Lacto-
bacilus, Pseudomonas, Bacteriodes splanicus. Sedangkan kuman yang
menyebabkan perforasi adalah kuman anaerob sebesar 96% dan aerob
<10%.

Penyebab lain yang diduga dapat menimbulkan apendisitis ialah erosi


mukosa appendiks karena parasit seperti E.Histolytica.Ulserasi mukosa
merupakan tahap awal dari kebanyakan penyakit ini. Berbagai spesies
bakteri yang dapat diisolasi pada pasien apendisitis yaitu :
Bakteri aerob Bakteri anaerob
fakultatif
 Escherichiacoli  Bacteroidesfragilis

 Viridansstreptococci 
Peptostreptococcusmicros

 Pesudomonas  Bilophila species

aeruginosa
 Lactobacillusspecies

 Enterococcus
Tabel 1. Spesies Bakteri Yang Dapat Diisolasi

3. Faktor konstipasi dan pemakaianlaksatif


Konstipasi akan menaikkan tekanan intrasekal yang berakibat
timbulnya sumbatan fungsional apendiks dan meningkatkan pertumbuhan
kuman flora kolon biasa sehingga mempermudah timbulnya apendisitis akut.
Penggunaan laksatif yang terus-menerus dan berlebihan memberikan efek
merubah suasan flora usus dan menyebabkan terjadinya hiperesi usus yang
merupakan permulaan dari proses inflamasi. Pemberian laksatif pada
penderita apendisitis akan merangsang peristaltik dan merupakan predisposisi
terjadinya perforasi dan peritonitis.

c. Klasifikasi/tipeappendisitis
Ada beberapa jenis apendisitis yang memiliki perubahan yang berbeda
berhubungan dengan apendisitis, sehingga ada perbedaan gejala, pengobatan dan
prognosis. Appendisitis diklasifikasikan sebagai berikut :

1. Appendisitisakut
a. Appendisitis akut sederhana ( CataralAppendicitis)
Proses peradangan baru terjadi di mukosa dan sub mukosa
disebabkan obstruksi. Sekresi mukosa menumpuk dalam lumen
appendiks dan terjadi peningkatan tekanan dalam lumen yang
mengganggu aliran limfe, mukosa appendiks jadi menebal, edema, dan
kemerahan.

b. Appendisitis akut purulent (SupurativeAppendicitis)


Tekanan dalam lumen terus bertambah disertai edema
menyebabkan terbendungnya aliran vena pada dinding appendiks dan
menimbulkan trombosis. Keadaan ini memperberat iskemik dan edema
pada apendiks. Mikroorganisme yang ada di usus besar berinvasi ke
dalam dinding appendiks menimbulkan infeksi serosa sehingga serosa
menjadi suram karena dilapisi eksudat dan fibrin. Pada appendiks dan
mesoappendiks terjadi edema, heperemia, dan di dalam lumen terdapat
eksudat fibrinopurulen.

c. Appendisitis akutgangrenosa
Bila tekanan dalam lumen terus bertambah, aliran darah arteri
mulai terganggu sehingga terjadi infark dan gangren. Selain didapatkan
tanda- tanda supuratif, appendiks mengalami gangren pada bagian
tertentu. Dinding appendiks berwarna ungu, hijau keabuan atau merah
kehitaman. Apada appendisitis akut gangrenosa terdapat mikroperforasi
dan kenaikan cairan peritoneal yang purulen.

2. Appendisitisinfiltrat
Appendisitis infiltrat adalah proses radang appendiks yang
penyebarannya dapat dibatasi oleh omentum, usus halus, sekum, kolon dan
peritoneum sehingga membentuk gumpalan massa flegmon yang melekat
erat satu dengan yang lainnya.

3. Appendisitisabses
Terjadi bila massa lokal yang terbentuk berisi nanah (pus), biasanya di
fossa iliaka kanan, lateral dari sekum, retrocaecal, sucaecal, dan pelvic.

4. Appendisitisperforasi
Adalah pecahnya appendiks yang sudah gangren yang menyebabkan
pus masuk kedalam rongga perut sehingga terjadi peritonitis umum. Pada
dinding appendiks tampak daerah perforasi dikelilingi oleh jaringan
nekrotik. (6)

5. Appendisitiskronis
Merupakan lanjutan appendisitis akut supuratif sebagai proses radang
yang persisten akibat infeksi mikroorganisme dengan virulensi rendah,
khususnya obstruksi parsial terhadap lumen. Diagnosis appendisitis kronis
baru dapat ditegakkan jika ada riwayat serangan nyeri berulang di perut
kanan bawah lebih dari dua minggu, radang kronik appendiks secara
makroskopik dan mikroskopik. (7)

d. PatofisiologiApendisitis
Sebagian besar appendiks disebabkan oleh sumbatan yang kemudian diikuti
oleh infeksi. Beberapa hal ini dpat menyebabkan sumbatan, yaitu hiperplasia
jaringan limfoid, fekalith, benda asing, striktur, kingking, perlengketan. (4)

Bila bagian proksimal appendiks tersumbat, terjadi sekresi mukus yang


tertimbun dalam lumen appendiks, sehingga tekanan intra luminer tinggi.
Tekanan ini akan mengganggu aliran limfe sehingga terjadi edema dan terdapat
luka pada mukosa, stadium ini disebut Appendisitis Akut Ringan. Tekanan
yang meninggi, edema dan disertai inflamasi menyebabkan obstruksi aliran vena
sehingga menyebabkan trombosis yang memperberat iskemi dan edema. Pada
lumen appendiks juga terdapat bakteri, sehingga dalam keadaan tersebut suasana
lumen appendiks cocok buat bakteri untuk diapedesis dan invasi ke dinding dan
membelah diri sehingga menimbulkan infeksi dan menghasilkan pus. Stadium
ini disebut Appendisitis Akut Purulenta. (6)

Proses tersebut berlangsung terus sehingga pada suatu saat aliran darah arteri
juga terganggu, terutama bagian ante mesenterial yang mempunyai vaskularisasi
minimal, sehingga terjadi infark dan gangren, stadium ini disebut Appendisitis
Gangrenosa. Pada stadium ini sudah terjadi mikroperforasi, karena tekanan
intraluminal yang tinggi ditambah adanya bakteri dan mikroperforasi,
mendorong pus serta produk infeksi mengalir ke rongga abdomen. Stadium ini
disebut Appendisitis Akut Perforasi, dimana menimbulkan peritonitis umum
dan abses sekunder. Tapi proses perjalanan appendisitis tidak mulus seperti
tersebut di atas, karena ada usaha tubuh untuk melokalisir tempat infeksi dengan
cara “Walling Off” oleh omentum, lengkung usus halus, caecum, colon, dan
peritoneum sehingga terjadi gumpalan massa plekmon yang melekat erat.
Keadaan ini disebut AppendisitisInfiltrate. )(6)

Appendisitis infiltrate adalah suatu plekmon yang berupa massa yang


membengkak dan terdiri dari appendiks, usus, omentum, dan peritoneum dengan
sedikit atau tanpa pengumpulan pus. Usaha tubuh untuk melokalisir infeksi bisa
sempurna atau tidak sempurna, baik karena infeksi yang berjalan terlalu cepat
atau Appendiks yang pernah meradang tidak akan sembuh sempurna, tetapi akan
membentuk jaringan parut yang menyebabkan perlengketan dengan jaringan
sekitarnya dan menimbulkan obstruksi. Perlengketan ini dapat menimbulkan
keluhan berulang di perut kanan bawah. Pada suatu ketika organ ini dapat
meradang akut lagi dan dinyatakan sebagai mengalami eksaserbasi akut.
Appendisitis terjadi dari proses inflamasi ringan hingga perforasi, khas dalam
24-36 jam setelah munculnya gejala, kemudian diikuti dengan pembentukan
abses setelah 2-3 hari. (6)
Gambar 6 (a). Patofisiologi Appendisitis
Gambar 6 (b). Patofisiologi Appendisitis

e. Manifestasi KlinisApendisitis(7)

1. Nyeri abdominal
nyeri viseraldi daerah epigastrium atau sekitar umbilicuskarena
appendix dan usus halus mempunyai persarafan yang sama. Setelah
beberapa jam (4-6 jam) nyeri berpindah dan menetap di abdomen
kananbawah (titik Mc Burney). Apabila terjadi inflamasi (>6 jam) akan
terjadinyeri somatik setempat yang berarti sudah terjadi rangsangan
pada peritoneum parietal dengan sifat nyeri yang lebih tajam,
terlokalisir serta nyeri akan lebih hebat bila batuk ataupun berjalan
kaki.

2. Mual-muntah biasanya pada fase awal


Disebabkan karena rangsangan visceral akibat aktivasi nervus
vagus. Timbul beberapa jam sesudah rasa nyeri yang timbul saat
permulaan.Hampir 75% penderita disertai dengan vomitus, namun
jarang berlanjut menjadi berat dan kebanyakan vomitus hanya sekali
atau dua kali.

3. Nafsu makan menurun (anoreksia)


Timbul beberapa jam sesudahrasa nyeri yang timbul saat
permulaan. Keadaan anoreksia hampir selalu ada pada setiap penderita
appendisitis akut, bila hal in tidak ada maka diagnosis appendisitis akut
perlu dipertanyakan.

4. Obstipasi dan diare pada anak-anak.


Penderita appendisitis akut juga mengeluh obstipasi sebelum
datangnya rasa nyeri dan beberapa penderita mengalami diare. Hal
tersebut timbul biasanya pada letak appendix pelvikal yang
merangsang daerah rektum.

5. Demam
Demam yang tidak terlalu tinggi, yaitu suhu antara 37,5 0 – 38,50C
tetapi bila suhu lebih tinggi, diduga telah terjadiperforasi.

f. Diagnosis Apendisitis(8)
a. Anamnesis
Untuk menegakkan diagnosis pada apendisitis didasarkan atas anamnesis
ditambah dengan pemeriksaan laboratorium sarta pemeriksaan penunjang
lainnya. Gejala appendisitis ditegakkan dengan anamnesis, ada 4 hal penting
yaitu :
o Nyeri mula – mula di epigastrium ( nyeri visceral ) yang
beberapa waktu kemudian menjalar ke perut kananbawah.
o Muntah oleh karena nyeri visceral

o Demam

o Gejala lain adalah badan lemah dan kurang nafsu makan,


penderita nampak sakit, menghindarkan pergerakan pada
daerahperut.
b. Pemeriksaanfisik
1) Inspeksi
Kadang sudah terlihat waktu penderita berjalan sambil bungkuk
dan memegang perut. Penderita tampak kesakitan. Pada inspeksi
perut tidak ditemukan gambaran spesifik. Kembung sering terlihat
pada penderita dengan komplikasi perforasi. Penonjolan perut
kanan bawah bisa dilihat pada massa atau absesappendikuler.
2) Auskultasi
Peristaltik usus sering normal. Peristaltic dapat hilang pada ileus
paralitik karena peritonitis generalisata akibat appendisitis
perforata.
3) Palpasi
Dengan palpasi di daerah titik Mc. Burney didapatkan tanda-tanda
peritonitis lokal yaitu:

o Nyeri tekan (+) Mc. Burney


Pada palpasi didapatkan titik nyeri tekan kuadran bawah atau titik

Mc Burney dan ini merupakan tanda kunci diagnosis.


o Nyeri lepas (+)karena rangsanganperitoneum
Rebound tenderness (nyeri lepas tekan) adalah rasa nyeri yang
hebat (dapat dengan melihat mimik wajah) di abdomen kanan
bawah saat tekanan secara tiba-tiba dilepaskan, setelah
sebelumnya
dilakukan penekanan yang perlahan dan dalam dititik Mc
Burney.Defens muskuler(+) karena rangsangan M.Rektus
Abdominis Defens muskuler adalah nyeri tekan seluruh
lapanganabdomen yang menunjukkan adanya rangsangan
peritoneum parietal.Pada appendiks letak retroperitoneal, defans
muscular mungkin tidak ada, yang ada nyeri pinggang.

Pemeriksaan Rectal Toucher


Akan didapatkan nyeri pada jam 9-12. Pada apendisitis
pelvika akan didapatkan nyeri terbatas sewaktu dilakukan colok
dubur.

4) Perkusi : nyeri ketuk(+)

c. Pemeriksaan khusus/tanda khusus


 Rovsingsign
Penekanan perut kiri bawah terjadi nyeri perut kanan bawah, karena
tekanan merangsang peristaltic dan udara usus, sehingga menggerakkan
peritoneum sekitar appendix yang meradang(somaticpain)
 Blumbergsign
Disebut juga dengan nyeri lepas. Palpasi pada kuadran kiri bawah atau
kolateral dari yang sakit kemudian dilepaskan tiba-tiba, akan terasa
nyeri pada kuadran kanan bawah karena iritasi peritoneal pada sisiyang
berlawanan.
 Psoassign
Dilakukan dengan rangsangan muskulus psoas. Ada 2 cara memeriksa:
1. Aktif : Pasien telentang, tungkai kanan lurus
ditahanpemeriksa,pasien memfleksikan articulation coxae kanan,
psoas sign (+) bila terasa nyeri perut kanan bawah.
2. Pasif: Pasien miring kekiri, paha kanan dihiperekstensikan
pemeriksa, psoas sign (+) bila terasa nyeri perut kananbawah.

-
-
-
-
-
-
-
-
-

- Obturator sign
Dilakukan dengan menyuruh pasien tidur telentang, lalu dilakukan
gerakan fleksi dan endorotasi sendi panggul atau articulation coxae.
Obturator sign (+) bila terasa nyeri di perut kanan bawah.
i. Pemeriksaanpenunjang

1) Pemeriksaanlaboratorium
o Pemeriksaan darah : pada laboratorium darah terdapat
leukositosi ringan ( 10.000 – 18.000/mm3) yang didominasi
>75% oleh sel Polimorfonuklear (PMN), netrofil (shift to the
left) dimana terjadi pada 90% pasien. Hal ini biasanya terdapat
pada pasien dengan akut appendisitis dan apendisitis tanpa
komplikasi. Sedangkan leukosit >18.000/mm3meningkatkan
kemungkinan terjadinya perforasi apendiks dengan atau tanpa
abses.

o Pemeriksaan urin : untuk melihat adanya eritrosit, leukosit, dan


bakteri dalam urin. Pemeriksaan ini sangat membantu dalam
menyingkirkan diagnosis banding seperti infeksi saluran kemih
atau batu ginjal yang mempunyai gejala klinis yang hampir
sama dengan appendisitis.

o Pemeriksaan laboratorium lain yang mendukung diagnosa


appendisitis adalah C- reaktif protein. CRP merupakan reaktan
fase akut terhadap infeksi bakteria yang dibentuk di hepar.
Kadar serum mulai meningkat pada 6-12 jam setelah inflamasi
jaringan. Tetapi pada umumnya, pemeriksaan ini jarang
digunakan karena tidak spesifik.

2) Foto polosabdomen
Radiologi polos tidak spesifik, umunya tidak efektif untuk
biaya, dan dapat menyesatkan dalam stuasi tertentu. Dalam <5%,
suatu fekalith buram mungkin tidak terlihat di kuadran kanan
bawah. Foto polos abdomen dapat digunakan untuk menyingkirkan
diagnosis banding. Pada appendisitis akut dapat terlihat abnormal
“gas pattern” dari usus,

3) USG
Merupakan pemeriksaan yang akurat untuk menentukan
diagnosis appendisitis. Tekniknya tidak mahal, dapat dilakukan
dengan cepat, tidak invasif, tidak membutuhkan kontras dan dapat
digunakan pada pasien yang sedang hamil karena tidak
mengganggu paparan radiasi.

4) BariumEnema
Yaitu suatu pemeriksaan X-Ray dengan memasukkan barium
ke colon melalui anus. Barium enema merupakan kontra indikasi
pada suspek appendisitis akut sebab pada apendisitis akut ada
kemungkinan sudah terjadi mikroperforasi sehingga kontras dapat
masuk ke intraabdomen menyebabkan penyebaran kuman ke
intraabdomen. Barium enema indikasi untuk apendisitis kronik.
Apendikogram dilakukan dengan cara pemberian kontras BaSO4
serbuk halus yang diencerkan dengan perbandingan 1 : 3 secara
peroral dan diminum sebelum kurang lebih8 – 10 jam untuk anak –
anak atau 10 – 12 jam untuk dewasa. Pemeriksaan ini dikatakan
positif bila menunjukkan appendiks yang non-filling dengan
indentasi dari caecum menunjukkan adanya appendisitis kronis. Hal
ini menunjukkan adanya inflamasi pericaecal.

5) CTScan
Sangat berguna pada pasien yang dicurigai mengalami
proses inflamasi pada abdomen dan adanya gejala tidak khas untuk
appendisitis. Appendiks normal akan terlihat struktur tubular tipis
pada kuadran kanan bawah yang dapat menjadi opak dengan
kontras. Appendicolith terlihat sebagai kalsifikasi homogenus
berbentuk cincin (halo sign), dan terlihat pada 25% populasi. (7)
ii. Scoring(9)
Semua penderita dengan suspek appendisitis akut dibuat skor alvarado
dan diklasifikasikan menjadi 2 kelompok yaitu : skor <6 dan skor >6.
Selanjutnya dilakukan apendiktomi, setelah operasi dilakukan
pemeriksaan PA terhadap jaringan apendiks dan hasilnya
diklasifikasikan menjadi 2 kelompok yaitu : radang akut dan bukan
radang akut.

KeteranganAlvaradoscore :
 Interpretasi dari Modified Alvarado Score:
a. 1-4 sangatmungkin bukan appendicitis
b. 5-7 sangat mungkin appendicitis akut
c. 8-10 pasti appendicitis akut
 Penanganan berdasarkan scor :
a. 1-4 observasi
b. 5-7 antibiotik
c. 8-10 operasi dini.

g. Diagnosis Banding Apendisitis


Diagnosis banding appendisitis dapat bervariasi tergantung dari usia dan
jenis kelamin :

 Pada anak – anak dan balita : intususepsi, diverkulitis dan gastroenteritis akut
 Peradanganpelvis
Tuba Fallopi kanan dan ovarium terletak dekat appendiks. Radang kedua organ ini
sering bersamaan sehingga disebut salpingo-ooforitis atau adnesitis. Untuk
menegakkan diagnosis penyakit ini didapatkan riwayat kontak seksual. Suhu
biasanay lebih tinggi daripada appendisitis dan nyeri perut bagian bawah lebih
difus. Biasanya disertai dengan keputihan. Pada colok vaginal jika uterus
diayunkan maka akan terasa nyeri(4)

 Kehamilan Ektopik
Adanay riwayat terhambat menstruasi denga keluhan yang tidak menentu.
Jika terjadi ruptur tuba atau abortus diluar rahim dengan perdarahan akan
timbul nyeri yang mendadak difus di daerah pelvis dan mungkin akan
terjadi syok hipovolemik. Pada pemeriksaan colok vaginal didapatkan nyeri
dan penonjolan kavum douglas, dan pada kuldosentesis akan di
dapatkandarah. (6)

 Diverticulitis
Meskipun diverculitis biasanya terletak di perut bagian kiri, tetapi kadang-
kadang dapat juga terjadi di sebelah kanan. Jika terjadi peradangan dan
ruptur pada diverticulum gejala klinis akan sukar dibedakan dengan gejala-
gejala appendisitis. (7).

h. KomplikasiAppendisitis
 Apendikular infiltrat : infiltrat atau massa yang terbentuk akibat mikro
atau makro perforasi dari appendiks yang meradang kemudian ditutupi
oleh omentum, usus halus atau usus besar.

 Apendikular abses : abses yang terbentuk akibat mikro atau makro


perforasi dari appendiks yang meradang kemudian ditutupi oleh
omentum, usus halus atau usus besar.

 Perforasi : gejalanya ialah nyeri berat dan demam >38,3 0C

 Peritonitis : peritonitis lokal dihasilkan dari perforasi gangren


appendiks, yang kemudian dapat menyebar ke seluruh rongga
peritoneum. Gejalanya ialah : peningkatan kekakuan oto abdomen,
distensi abdominal dan demam tinggi.

 Ileus

i. PenatalaksanaanApendisitis

Bila diagnosis klinis sudah jelas maka tindakan paling tepat adalah apendektomi
dan merupakan satu-satunya pilihan yang terbaik. Penundaan appendiktomi
sambil memberikan antibiotik dapat mengakibatkan abses atau perforasi.
Insidensi appendiks normal yang dilakukan pembedahan sekitar 20%. Pada
appendisitis akut tanpa komplikasi tidak banyak masalah. Pada apendisitis akut,
abses, dan perforasi diperlukan tindakan operasi apendiktomi cito.

Antibiotika preoperatif (persiapan preoperatif)


 Pemberian antibiotika preoperatif efektif untuk menurunkan terjadinya
infeksi post operasi.
 Diberikan antibiotika spektrum luas dan juga untuk gram negatif dananaerob.
 Antibiotika preoperatif diberikan oleh ahli bedah.

 Antibiotika profilaksis harus diberikan sebelum operasi dimulai. Biasanya


digunakan antibiotik kombinasi, seperti Cefotaxime dan Clindamycin, atau
Cefepime dan Metronidazole. Kombinasi ini dipilih karena frekuensi
bakteri yang terlibat, termasuk Escherichia coli, Pseudomonas aeruginosa,
Enterococcus, Streptococcus viridans, Klebsiella, danBacteroides.

j. PrognosisAppendisitis

Mortalitas adalah 0,1% jika appendisitis akut tidak pecah, dan 15% jika pecah
pada orang tua. Kematian biasanya akibat dari sepsis, emboli paru, atau aspirasi.
Prognosis membaik dengan diagnosis dini sebelum perforasi terjadi dan dengan
antibiotik yang adekuat. Morbiditas meningkat seiring dengan perforasi dan usia tua.

BAB III
PEMBAHASAN

Sistem gastrointestinal merupakan suatu penyakit yang sebagian besar penderita


mencari pertolongan secara medis. Salah satu penyebab kasus rawat inap di Amerika
Serikat salah satunya yaitu apendisitis. Insiden terjadi pada apendisitis akut di negara
maju lebih tinggi dibandingan dengan negara berkembang. Insiden ini menurun sekitar 25
tahun terakhir namun pada negara berkembang justru semakin meningkat hal ini
kemungkinan disebabkan oleh perubahan ekonomi dan pola hidup seseorang (Lowrence,
2010). Menurut World Health Organization (WHO) menunjukan bahwa insiden
apendistis pada tahun 2014 mencapai 8 % dari populasi penduduk dunia. Data yang dirilis
kementrian kesehatan RI pada tahun 2013 jumlah penderita apendisitis di Indonesia
sebesar 591.819 orang dan meningkat pada tahun 2013 sebesar 604.438 orang. Kelompok
usia antara 10-30 tahun dimana insiden laki-laki lebih besar dibandingkan dengan
perempuan (Eylin, 2015). (12)
Kasus apendisitis paling banyak dilakukan pembedahan (operasi) dengan
perkembangan teknologi yang semakin maju dalam hal pembedahan kususnya
pada prosedur tindakan bedah yang mengalami kemajuan pesat. Setiap
pembedahan selalu berhubungan dengan adanya insisi ataupun sayatan hal ini
merupakan trauma pada penderita yang dapat menyebabkan berbagai keluhan
dan gejala
Diagnosa apendisistus akut pada kasus ini dapat ditegakkan dengan dasar
anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Pada anamnesis,
didapatkan keluhan utama berupa nyeri perut kanan bawah sejak 3 hari SMRS.
Awalnyanyeri dirasakan di ulu hati menggambarkan gejala akibat distensi
apendiks yang menstimulasi ujung saraf dari afferent stretch fiber. Lalu nyeri
berpindah ke kuadran kanan bawah menggambarkan peradangan yang telah
menyebar ke peritoneum parietalis. Nyeri yang dialami pasien berupa nyeri
akibat iritasi peritoneum sehingga memburuk saat bergerak atau batuk (Dunphy
sign) dan membaik saat diam. Pasien juga mengeluhkan adanya gejala
gastrointestinal berupa mual dan muntah setelah gejala nyeri muncul, hal ini
sering dijumpai pada apendisitis akibat multiplikasi bakteri yang cepat di dalam
apendiks. Selain itu pasien juga mengeluhkan adanya demam yang
menggambarkan adanya infeksi yang terjadi. pada anamnesis dipastikan pasien
tidak mengeluhkan adanya pola BAB yang berubah ataupun adanya penurunan
berat badan drastis dalam beberapa bulan terakhir. Riwayat haid juga perlu digali
untuk memastikan tidak adanya riwayat kelainan obsterik ataupun ginekologik,
pada pasien ini tidak didapatkan masalah sehingga diagnosa banding PID dapat
dikesampingkan. Selain itu pasien juga menyangkal adanya riwayat penyakit
lainnya yg diidap pasien ataupunkeluarga.
Berdasarkan pemeriksaan fisik, keadaan umum pasien tampak
sakitsedang dan hemodinamik stabil, namun didapatkan suhu tubuh pasien
36,8oC dan VAS 5/10. Suhu tubuh pasien nantinya dapat dipertimbangkan untuk
dimasukkan ke dalam Alvarado Score, sedangkan VAS dapat mendukung
keluhan nyeri perut pasien. Berdasarkan pemeriksaan status generalis, ditemukan
kelainan pada abdomen melalui palpasi berupa : nyeri tekan dan nyeri lepas titik
McBurney, Rovsing sign, blumber sign,psoas sign dan obturator sign dan defans
muskular lokal(-). Penemuan ini mendukung adanya iritasi peritoneum parietalis
lokal yang diduga akibat peradangan apendiks. Pada pemeriksaan fisik lainnya
tidak ditemukankelainan, termasuk pemeriksaan genitalia sehingga diagnosa
banding PID dapat disingkirkan. Tanda-tanda ini mendukung diagnosa
apendisitis akut.
Berdasarkan pemeriksaan penunjang yang dilakukan, didapatkan
leukositosis (11.100/μL) dari pemeriksaan laboratorium. Selain itu, didapatkan
skor 8 pada Alvarado score, yang diinterpretasikan sebagai kemungkinan besar
apendisitis (skor ≥7). Alvarado score sangatlah berguna untuk menyingkirkan
diagnosa apendisitis dan memilah pasien untuk manajemen diagnostik lanjutan.
Temuan Poin Pasien
Perpindahan nyeri ke fossa iliaca dextra 1 1
Anoreksia 1 1
Mual atau muntah 1 1
Nyeri tekan : fossa iliaca dextra 2 2
Nyeri lepas : fossa iliaca dextra 1 1
Demam ≥37,3oC 1 0
Leukositosis ≥10 x 109 /L 2 2
Shift to the left of neutrophils 1 0
Total 10 8
Berdasarkan hal ini, pemeriksaan USG dilakukan untuk memastikan
diagnosa apendisitis.

Berdasarkan diagnosa klinis yang telah ditegakkan, maka pasien direncanakan


untuk dioperasi open appendectomy. Tindakan ini menjadi pilihan karena apendisitis
akut termasuk dalam kegawat daruratan dalam bidang bedah. Operasi cito menjadi
pilihan untuk mencegah progresi penyakit yang nantinya dapat menyebabkan
kerusakan dan komplikasi yang lebih berat. Selain itu, dengan berkembangnya
apendisitis akut dan terjadi perforasi. maka peritonitis akan terjadi dan akan
mempersulit penanganan pasien serta meningkatkan mortalitas. Sebagai tatalaksana
awal pasien dipasangkan IV line untuk memudahkan akses memasukkan obat dan
rehidrasi. Pasien diberikan cairan rl 500 ml, injeksi ranitidin 30 mg per 8ajam, dan
berikan ceftriaxone 1 g per 12 jam untuk mengatasi infesi bakteri pada pasien, untuk
mencegah terjadinya perburukan.pasien di puasakan dan di konsulkan ke anastesi
untuk di lakukan operasi appendictomy di ruang OK. Perawatan Pasca Bedah(11)

Pada hari operasi penderita diberikan infus menurut kebutuhan sehari kurang
lebih 2 – 3 liter cairan Ringer Laktat dan Dekstrosa. Pada appendisitis tanpa
perforasi : antibiotik diberikan hanya 1 x 24 jam. Pada appendisitis dengan
perforasi : antibiotik diberikan hingga jika gejala klinis infeksi reda dan
laboratorium normal. Mobilisasi secepatnya setelah penderita sadar dengan
menggerakkan kaki miring ke kiri dan ke kanan bergantian dan duduk. Penderita
boleh berjalan pada hari pertama pasca operasi. Pemberian makan peroral di mulai
dengan memberikan minum sedikit-sedikit (50 cc) tiap jam apabila sudah ada
aktifitas usus yaitu adanya flatus dan bising usus. Bilamana dengan pemberian
minum bebas penderita tidak kembung maka pemberian makanan peroral dimulai.
Jahitan diangkat pada hari kelima sampai hari ke tujuh pasca bedah.
BAB VI
KESIMPULAN

Apendisitis adalah peradangan yang terjadi pada appendiks vermicularis, dan


merupakan penyebab akut abdomen yang paling sering terjadi pada anak-anak maupun
dewasa. Insiden pada laki-laki dan perempuan umumnya seimbang, kecuali pada umur
20-30 tahun, didapatkan insiden lebih tinggi pada laki-laki. Apendisitis disebabkan
karena adanya obstruksi pada lumen appendiks sehingga terjadi kongesti vaskuler,
iskemik, nekrosis dan akibatnya terjadiinfeksi.

Riwayat perjalanan penyakit pasien dan pemeriksaan fisik merupakan hal yang
paling penting dalam menegakkan diagnosis appendisitis. Gejala awal yang khas, yang
merupakan gejala klasik apendisitis adalah nyeri samar (nyeri tumpul) di daerah
epigastrium di sekitar umbilikus atau periumbilikalis. Dalam pemeriksaan fisik dapat
ditemukan tanda peritonitis lokal pada titik Mcburney, dan rangsangan
kontralateral;blumbergdanrovsingsign.Pemeriksaanlainyangdaptmendukung
diagnosa yaitu psoas sign, obturator sign, dan nyeri tekan pada rectal toucher . Upaya
mempertajam diagnosis sudah banyak dilakukan, antara lain dengan menggunakan
sarana diagnosis penunjang: laboratorium (darah, urin, CRP), foto polos abdomen,
pemeriksaan barium-enema, USG dan CT scan abdomen. Diagnosis jugadapat dibantu
dengan skoring alvarado, ohmann, dan skoring apendisitis padaanak.

Kita juga perlu menyingkirkan diagnosa banding, mencegah komplikasi dan


mengenali appendisitis pada keadaan khusus yaitu pada anak, usia lanjut, wanita hamil,
dan pada pasien dengan infeksi HIV.

Bila diagnosa klinis sudah jelas maka tindakan paling tepat adalah
appendiktomi,dapat dilakukan secara open surgery atau laparascopic appendictomy.
DAFTAR PUSTAKA

1. Shrestha, S. Anatomy of appendix and


appendicitis.http://medchrome.com/basic- science/anatomy/anatomy-appendix-
appendicitis/

2. Faiz,O, balckburn,S, Moffat,D. Anatomy At A Glance. Edisi Ketiga. England :


Oxford;2011. H36.

3. urDocter. Anatomy and physiology of


Appendix.Http://healthycase.com/articles/surgery/19-anatomy-and-physiology-
of-appendix.

4. Kevin P. Lally, Charles S. Cox JR. Dan Richard J. Andrassy. Appendix on


Chapter 47 in Sabiston Textbook of Surgery 17ed ebook. New york: Saunders;
2004.Halaman1381-1400

5. Addiss,D G. The epidemiology of appendicitis and appendectomy in the United


States.http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/2239906.

6. Brunicardi C, Anderson DK, Billiar T, Duhn DL, Hunter JG, Mathews JB,
Pallock RC. 2010. The Appendix on Chapter 30 in Schwartz’s Principles of
Surgery 9ed ebook. New York:McGraw-Hills.

7. Annonymmous. Appendicits
Type.http://www.appendicitissymptoms.org.uk/appendicitis-types.htm.

8. Old JL. Imaging for Suspected Appendicitis. Available


at :http://www.aafp.org/afp/2005/0101/p71.html#afp20050101p71-b15.

9. VanjakD.AnalysisofScoresinDiagnosisofAcuteAppendicitisinwomen.Available
at :www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/10356580.
10. Dudley H.A.F. apendisitis akut dalam Hamilton Bailey Ilmu Bedah Gawat
Darurat edisi 11. Gajah Mada Unv Press. 1992. Hal441-452

11. Craig, Sandy. 2008. Appendicitis, Acut-Follw-Up. Available


at :http://emedicine.medscape.com/article/773895-followup

12. Eylin. (2015). Karakteristik Pasien dan Histologi Diagnosis Pada Kasus
apendisitis Berdasarkan Data Registrasi di Departemen Patologi Anatomi
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Rumah Sakit Umum Pusat
Nasional Cipto Mangunkusumo pada tahun 2003-2007. Jakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai