Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN PENDAHULUAN

PADA NY. M DENGAN DIAGNOSA BLINGHTED OVUM


RUANG CEMPAKA
RSUD dr. DORIS SYLVANUS PALANGKA RAYA

DIBUAT OLEH :

NORJANNAH
NIM : 2019. A. 10. 0814

YAYASAN EKA HARAP PALANGKA RAYA


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI DIPLOMA TIGA KEBIDANAN
TAHUN AKADEMIK 2020/2021
LAPORAN PENDAHULUAN
BLIGHTED OVUM

I. Konsep Dasar
1. Pengertian
Blighted ovum disebut juga kehamilan anembrionik merupakan suatu keadaan
kehamilan patologi dimana janin tidak terbentuk. Dalam kasus ini kantong
kehamilan tetap terbentuk.Selain janin tidak terbentuk kantong kuning telur juga
tidak terbentuk. Kehamilan ini akan terus dapat berkembang meskipun tanpa ada
janin di dalamnya. Blighted ovum ini biasanya pada usia kehamilan 14 – 16 minggu
akan terjadi abortus spontan ( Sarwono, 2016).

Blighted ovum adalah kehamilan di mana sel berkembang membentuk kantung


kehamilan, tetapi tidak ada embrio di dalamnya. Telur dibuahi dan menempel ke
dinding uterin, tetapi embrio tidak berkembang. Dalam pemeriksaan urin diperoleh
hasil positif hamil. Hasil pembuahan akan terjadi keguguran saat trimester pertama
kehamilan (Hummel, 2015).

Dapat disimpulkan Blighted Ovum (BO) merupakan kehamilan tanpa embrio.


Dalam kehamilan ini kantung ketuban dan plasenta tetap terbentuk dan
berkembang, akan tetapi tidak ada perkembangan janin di dalamnya (kosong).
Kehamilan ini akan berkembang seperti kehamilan biasa seperti uterus akan
membesar meskipun tanpa ada janin di dalamnya.

2. Penyebab
Blighted ovum terjadi saat awal kehamilan. Penyebab dari blighted ovum saat ini
belum diketahui secara pasti, namun diduga karena beberapa faktor. Faktor-faktor
blighted ovum (Dwi W., 2014)
1. Adanya kelainan kromosom dalam pertumbuhan sel sperma dan sel telur.
2. Meskipun prosentasenya tidak terlalu besar, infeksi rubella, infeksi TORCH,
kelainan imunologi, dan diabetes melitus yang tidak terkontrol.
3. Faktor usia dan paritas. Semakin tua usia istri atau suami dan semakin banyak
jumlah anak yang dimiliki juga dapat memperbesar peluang terjadinya
kehamilan kosong.
4. Kelainan genetik
5. Kebiasaan merokok dan alkohol.

3. Tanda dan gejala


Menurut (Sanders, 2014), beberapa tanda dan gejala blighted ovum meliputi :
1. Pada awalnya pemeriksaan awal tes kehamilan menunjukkan hasil positif.
Wanita merasakan gejala-gejala hamil, dalam seperti mudah lelah, merasa ada
yang lain pada payudara atau mual-mual.
2. Hasil pemeriksaan USG saat usia kehamilan lebih dari 8 minggu rahim masih
kosong.
3. Meskipun tidak ada perkembangan embrio, tetapi kadar HCG akan terus
diproduksi oleh trofoblas di kantong.
4. Kemungkinan memiliki kram perut ringan, dan atau perdarahan bercak ringan.
5. Blighted ovum sering tidak menyebabkan gejala sama sekali. Gejala dan tanda-
tanda mungkin termasuk :
1) Periode menstruasi terlambat
2) Kram perut
3) Minor vagina atau bercak perdarahan
4) Tes kehamilan positif pada saat gejala
5) Ditemukan setelah akan tejadi keguguran spontan dimana muncul keluhan
perdarahan
6) Hampir sama dengan kehamilan normal
7) Gejala tidak spesifik (perdarahan spotting coklat kemerah-merahan, kram
perut,bertambahnya ukuran rahim yang lambat)
8) Tidak sengaja ditemukan dengan USG

4. Patofisiologi

Pada saat pembuahan, sel telur yang matang dan siap dibuahi  bertemu sperma.
Namun dengan berbagai penyebab (diantaranya kualitas  telur/sperma yang buruk
atau terdapat infeksi torch), maka unsur janin tidak berkembang sama sekali. Hasil
konsepsi ini akan tetap tertanam didalam rahim lalu rahim yang berisi hasil
konsepsi tersebut akan mengirimkan sinyal pada indung telur dan otak sebagai
pemberitahuan bahwa sudah terdapat hasil konsepsi didalam rahim.

Hormon yang dikirimkan oleh hasil konsepsi tersebut akan menimbulkan gejala-
gejala kehamilan seperti mual, muntah dan lainya yang lazim dialami ibu hamil
pada umumnya.Hal ini disebabkan  Plasenta menghasilkan hormone  HCG  (human
chorionic gonadotropin) dimana hormon ini akan memberikan sinyal pada indung
telur (ovarium) dan otak sebagai pemberitahuan bahwa sudah terdapat  hasil
konsepsi di dalam rahim. Hormon  HCG yang  menyebabkan  munculnya gejala-
gejala kehamilan seperti mual, muntah, ngidam dan menyebabkan tes kehamilan
menjadi positif. Karena tes kehamilan baik test pack maupun laboratorium pada
umumnya mengukur kadar hormon CG (human chorionic gonadotropin) yang
sering disebut juga sebagai hormon kehamilan.

Pathway

Fertilisasi

Blastocyst bernidasi diendometrium, (blastocyst


terbentuk 3-5 hari setelah fertilisasi)

Blastocyst telapisis oleh trofoblas

Setelah trofoblas terbentuk , terdapat


peningkatan hormon HCG

Tes kehamilan positif

Respon tubuh terhadap kehamilan abnormal Penurunan hormon HCG, proses


plasentasi berhenti

Terjadi perdarahan pervaginam Nyeri pada perut

Peneriksaan USG 1. Tidak ditemukan embrio


2. Terdapat kantong kehamilan

Blihgted ovum

Sumber : ( Kurjak, 2015; Prawihardjo, 2014 dan Arora, 2016)

5. Komplikasi

1. Robekan serviks yang disebabkan oleh tenakulum.


Penanganan : Jika terjadi perdarahan, serviks yang robek dijahit kembali
untuk menghentikan perdarahan.
2. Perforasi yang disebabkan oleh sonde uterus, abortus tank, dan alat
kuretnya.
Penanganan :
Hentikan tindakan dan konsultasi dengan bagian bedah bila ada indikasi
untuk dilakukan laparatomi.
3. Perdarahan post kuretase yang disebabkan oleh atonia uteri, trauma dan sisa
hasil konsepsi perdarahan memanjang.
Penanganan :
Profilaksis dengan pemberian uterotonika, konsultasi dengan bagian bedah
dan kuretase ulang. Profilaksis menggunakan metergin dengan dosis Oral 0,2-
0,4 mg , 2-4 kali sehari selama 2 hari dan IV / IM 0,2 mg , IM boleh diulang
2–4 jam bila perdarahan hebat.

Jika terjadi atonia uteri dilakukan penanganan atonia uteri yaitu


memposisikan pasien trendelenburg, memberikan oksigen dan merangsang
kontraksi uterus dengan cara masase fundus uteri dan merangsang puting
susu, memberikan oksitosin, kompresi bimanual ekternal, kompresi bimanual
internal dan kompresi aorta abdominalis. Jika semua tindakan gagal lakukan
tindakan operatif laparatomi dengan pilihan bedah konservatif
(mempertahankan uterus) atau dengan histerektomi (Sarwono, 2014).

4. Infeksi post tindakan ditandai dengan demam dan tanda infeksi lainnya
Penanganan :
Berikan profilaksis dengan pemberian uterotonika.
Profilaksis menggunakan metergin dengan dosis Oral 0,2-0,4 mg , 2-4 kali
sehari selama 2 hari dan IV / IM 0,2 mg , IM boleh diulang 2–4 jam bila
perdarahan hebat. (Manuaba, 2016).

6. Pemeriksaan penunjang
Tes kehamilan: Positif
Pemeriksaan DJJ
Pemeriksaan USG abdominal atau transvaginal akan mengungkapkan ada
tidaknya janin yang berkembang dalam Rahim
Pemeriksaan yang dilakukan untuk menegakkan diagnosa blighted ovum
adalah dengan USG (Ultrasonografi) menunjukkan kantung kehamilan
kosong (Hummel, 2017).
Diagnosis pasti bisa dilakukan saat kehamilan memasuki usia 6 – 7 minggu.
Sebab saat itu diameter kantung kehamilan sudah lebih besar dari 16 mm
sehingga bisa terlihat lebih jlas. Dari situ juga akan tampak adanya kantung
kehamilan dan tidak berisi janin. Diagnosis kehamilan anembriogenik dapat
ditegakkan bila pada kantong gestasi yang berdiameter sedikitnya 30mm
tidak dijumpai struktur mudigah dan kantong telur.

7. Penatalaksanaan Medis
Jika telah didiagnosis blighted ovum, maka tindakan selanjutnya adalah
mengeluarkan hasil konsepsi dari rahim (kuretase).
Hasil kuretase akan dianalis untuk memastikan apa penyebab blighted
ovum lalu mengatasi penyebabnya.
 Jika karena infeksi maka maka dapat diobati agar tidak terjadi kejadian
berulang.
 Jika penyebabnya antibodi maka dapat dilakukan program imunoterapi
sehingga kelak dapat hamil sungguhan.

Penyebab blighted ovum yang dapat diobati jarang ditemukan, namun


masih dapat diupayakan jika kemungkina penyebabnya diketahui. Sebagai
contoh,
hormon yang rendah mungkin jarang menyebabkan kematian dini ovum.
Dalam kasus ini, pil hormon seperti progesteron dapat bekerja. Namun efek
samping dari pemakaian hormon adalah sakit kepala dan perubahan suasana
hati, dll.Jika terjadi
kematian telur di awal kehamilan secara langsung, maka pembuahan buatan
mungkin efektif dalam memproduksi kehamilan. Dalam hal ini perlu
donor,sperma,atau,ovum.
untuk memiliki anak. Akan tetapi, pembuahan itu mahal dan tidak selalu
bekerja dan risiko kelahiran kembar seiringkali lebih tinggi. Pada pasien
diterapi dengan
pemberian preparat misoprostol, setelah terjadi dilatasi serviks kemudian
dilakukan kuretase.

II. Menajemen Keperawatan/Kebidanan


1. Pengkajian
 Identitas
 Riwayat penyakit sekarang, dahulu dan keluarga
1) Riwayat Kesehatan Dahulu
Untuk mengetahui apakah klien pernah atau tidak pernah menderita
penyakit menular (seperti TBC, kusta), penyakit menurun (DM, HT,
asma, dll) serta serta penyakit infeksi seperti TORCH. Infeksi dari torch,
kelainan imunologi dan penyakit diabetes dapat ikutmenyebabkan
terjadinya blighted ovum.

2) Riwayat Kesehatan Sekarang


Untuk mengetahui bagaimana  keadaan kesehatan klien saat  ini, apakah
klien sedang menderita menular (seperti TBC, kusta),   penyakit menurun
(jantung, Diabetes,hipertensi, asma, dll) serta penyakit infeksi seperti
TORCH. Infeksi dari torch, kelainan imunologi dan penyakit diabetes
dapat ikutmenyebabkan terjadinya blighted ovum.

3) Riwayat Kesehatan keluarga


Untuk mengetahui apakah dalam keluarganya/ keluarga suaminya ada
atau tidak yang mempunyai penyakit menurun (seperti DM, HT, asma,
dll), penyakit menular(TBC, Kusta) serta ada atau tidak yang mempunyai
keturunan kembar, bila ada siapa. Perlu dikaji untuk mengetahui penyakit
yang diderita keluarga yang dapat menurunatau menular pada ibu
sehingga mempengaruhi masa kehamilan.

 Pemeriksaan fisik: head to too


Keadaan umum, TTV,
Inspeksi                            :
Kepala dan Wajah           : Meliputi keadaan rambut, apakah ada edema pada
wajah, warna pada sklera  mata,warna
konjungtiva.
Leher                             : Apakah ada pembesaran kelenjar tiroid,
pembesran pembuluh limfe, dan pembesaran vena
jugularis.
Payudara                           : Mengamati bentuk, ukuran, dan
kesimetrisannya, puting susu menonjol atau
masuk ke dalam. Adanya  kolostrum atau cairan
lainnya, misalnnya ulkus, retraksi akibat adanya
lesi,masa atau pembesaran pembuluh limfe.
Abdomen                         : Terdapat linea nigra, striae uvidae/albican,dan
terdapat pembesaran abdomene.
Genetalia                           : Apakah terdapat varices pada vulva dan vagina,
oedema, condilomatalata, condylomaacuminata,
pembesaran kelenjar skene dan bartholini,
keputihan dan untuk mengetahui adanya kelainan
alat reproduksi

a. Pemeriksaan genikologi
Ada tidaknya tanda akut abdomen jika memungkinkan, cari sumber
perdarahan, apakah dari dinding vagina atau dari jaringan servik.
b. Pemeriksaan vaginal touche: bimanual tentukan besat dan letak uterus,
tentukan juga apakah satu jari pemeriksa dapat dimasukkan kedalam
ostium dengan mudah atau tidak.

2. Diagnosa Keperawatan
Perasaan tidak nyaman atau kekhawatiran yang samar disertai respons
autonom (sumber seringkali tidak spesifik atau tidak diketahui oleh
individu); perasaan takut yang disebabkan antisipasi terhadap bahaya.
Perasaan inimerupakan isyarat kewaspadaan yang memperingati
bahaya yang akan terjadi dan memampukan individu melakukan
tindakan untuk menghadapi ancaman.
Batasan karakteristik
Perilaku
 Penurunan produktivitas
 Mengekspresikan kekhawatiran akibat perubahan dalam peristiwa
hidup
 Gerakan yang tidak relevan
 Gelisah
 Memandang sekilas
 Insomnia
 Kontak mata buruk
 Resah
 Menyelidik dan tidak waspada
Afektif
 Gelisah
 Kesedihan yang mendalam
 Distress
 Ketakutan
 Perasaan tidak adekuat
 Fokus pada diri sendiri
 Peningkatan kekhawatiran
 Iritabilitas
 Gugup
 Gembira berlebihan
 Nyeri dan peningkatan ketidakberdayaan yang persisten
 Marah
 Menyesal
 Perasaan takut
 Ketidakpastian’
 Khawatir

Fisiologis
 Wajah tegang
 Peningkatan keringat
 Peningkatan keteganbgan
 Terguncang
 Gemetar/tremor
 Suara bergetar

Parasimpatis
 Nyeri abdomen
 Penurunan TD, nadi
 Diare
 Pingsan
 Keletihan
 Mual
 Gangguan tidur
 Kesemutan pada ekstremitas
 Sering berkemih

Simpatis
 Anoreksia
 Mulut kering
 Wajah kemerahan
 Jantung berdebar-debar
 Peningkatan TD, nadi, reflek, pernapasan
 Dilatasi pupil
 Kesulitan bernapas
 Kedutan otot
 Kelemahan

Kognitif
 Kesadaran terhadap gejala-gejala fisiologis
 Bloking fikiran
 Konfusi
 Penurunan lapang pandang
 Kesulitan untuk berkonsentrasi
 Keterbatasan kemampuan untuk menyelesaikan masalah
 Keterbatasan kemampuan untuk belajar
 Takut terhadap konsekuensi yang tidak spesifik
 Mudah lupa
 Gangguan perhatian
 Melamun
 Kecenderungan untuk menyalahkan orang lain

3. Intervensi Keperawatan
Penurunan kecemasan :
a. Identifikasi tingkat kecemasan
b. Bantu mengenal situasi yang menimbulkan kecemasan
c. Instruksikan menggunakan teknik relaksasi
d. Berikan obat untuk mengurangi kecemasan

 Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu


menggunakan tehnik nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri,
mencari bantuan)
 Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan
manajemen nyeri
 Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi dan tanda
nyeri)
 Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang
 Tanda vital dalam rentang normal

 Pemberian Analgesik: menggunakan agens-agens farmakologi


untuk mengurangi atau menghilangkan nyeri.
 Manajemen Medikasi: memfaislitasi penggunaan obat resep atau
obat bebas secara aman dan efektif.
 Manajemen Nyeri: meringankan atau mengurangi nyeri sampai
pada tingkat kenyamanan yang dapat diterima oleh pasien.

1. Implementasi keperawatan

 Mengidentifikasi tingkat kecemasan


 Membantu mengenal situasi yang menimbulkan kecemasan
 Mengnstruksikan menggunakan teknik relaksasi
 Memberikan obat untuk mengurangi kecemasan

2. Evaluasi Keperawatan

Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu


Menggunakan tehnik nonfarmakologi untuk mengurangi
Nyeri
Mencari bantuan)Melaporkan bahwa nyeri berkurang
dengan menggunakan manajemen nyeri
Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi dan tanda
nyeri)
Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang
Tanda vital dalam rentang normal
Pemberian Analgesik: menggunakan agens-agens farmakologi
untuk mengurangi atau menghilangkan nyeri.
Manajemen Medikasi: memfaislitasi penggunaan obat resep
obat bebas secara aman dan efektif
Manajemen Nyeri: meringankan atau mengurangi nyeri
untuk mengurangi atau menghilangkan nyeri
DAFTAR PUSTAKA

Ahern,Nancy R. & Wilkinson, Judith M. (2016). BUKU SAKU Diagnosa keperawatan.Edisi


9.Jakarta : : EGC

Bobak.(2015). Buku Ajar Keperawatan Maternitas. Jakarta:EGC

Doenges M. E. (2017). Rencana Perawatan Maternal/Bayi. Jakarta: EGC.

Hanifa W. (2015). Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo.

Mochtar R. (2018). Sinopsis Obstetri Fisiologi dan Patologi. Ed 2. Jakarta: EGC


LAPORAN PENDAHULUAN
GANGGUAN MOBILITAS FISIK PADA NY.M
DI RUANGAN CEMPAKA
RSUD DR.DORIS SYLVANUS PALANGKA RAYA

DIBUAT OLEH :

NORJANNAH
NIM : 2019. A. 10. 0814

YAYASAN EKA HARAP PALANGKA RAYA


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI DIPLOMA TIGA KEBIDANAN
TAHUN AKADEMIK 2020/2021
I.KONSEP DASAR KDM (KEBUTUHAN DASAR MANUSIA)
1. Pengertian
Imobilitas atau gangguan mobilitas adalah keterbatasan fisik tubuh satu atau lebih
ekstremitas secara mandiri dan terarah (Nurarif .A.H. dan Kusuma. H, 2015). Gangguan
mobilitas fisik merupakansuatu kondisi yang relatif dimana individu tidak hanya mengalami
penurunan aktivitas dari kebiasaan normalnya kehilangan tetapi jugakemampuan geraknya
secara total (Ernawati, 2012). Gangguan mobilitas fisik adalah keterbatasan dalam gerakan fisik
dari satu atau lebih ekstremitas secara mandiri (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2017).Ada lagi
yang menyebutkan bahwa gangguan mobilitas fisik merupakan suatu kondisi yang relatif dimana
individu tidak hanya mengalami penurunan aktivitas dari kebiasaan normalnya kehilangan tetapi
juga kemampuan geraknya secara total (Ernawati, 2012).Mobilisasi merupakan kemampuan
seseorang untuk bergerak bebas, mudah, teratur, dan mempunyai tujuan untuk memenuhi
kebutuhan hidup sehat. Kehilangan kemampuan untuk bergerak menyebabkan ketergantungan
dan ini membutuhkan tindakan keperawatan (Ambarwati, 2014). Hambatan mobilitas fisik
adalah keterbatasan pada pergerakan fisik tubuh satu atau lebih ekstremitas secara mandiri dan
terarah (Nurafif & Hardi, 2015). Menurut Nanda, 2011 hambatan mobilitas fisik merupakan
keterbatasan pada pergerakan fisik tubuh atau satu atau lebih ekstremitas secara mandiri dan
terarah.Menurut Atoilah, 2013, secara umum ada beberapa macam keadaan imobilitas antara lain
a. Imobilitas fisik, yaitu suatu keadaan dimana seseorang mengalami
pembatasan fisik yang disebabkan oleh faktor lingkungan maupun oleh
keadaan orang tersebut.
b. Imobilitas intelektual, disebabkan kurang pengetahuan untuk dapat
berfungsi sebagaimana mestinya. Ini terjadi misalnya pada kerusakan otak
karena proses penyakit atau kecelakaan serta pada pasien tradisi mental.
c. Imobilitas emosional, yang dapat terjadi akibat pembedahan atau
kehilangan seseorang yang dicintai.
d. Imobilitas sosial, yang dapat menyebabkan perubahan interaksi sosial
yang sering terjadi akibat penyakit.

2. Penyebab
Menurut Tim Pokja SDKI DPP PPNI (2017), faktor penyebab terjadinya gangguan
mobilitas fisik, antara lain kerusakan integritas struktur tulang, perubahan metabolisme,
ketidakbugaran fisik, penurunan kendali otot, penurunan massa otot, penurunan kekuatan otot,
keterlambatan perkembangan, kekakuan sendi, kontraktur, malnutrisi, gangguan
muskuloskeletal, gangguan neuromuskular, indeks masa tubuh di atas persentil ke-75 usia, efek
agen farmakologi, program pembatasan gerak, nyeri, kurang terpapar informasi tentang aktivitas
fisik, kecemasan, gangguan kognitif, keengganan melakukan pergerakan, dan gangguan
sensoripersepsi. NANDA-I (2018) juga berpendapat mengenai etiologi gangguan mobilitas fisik,
yaitu intoleransi aktivitas, kepercayaan budaya tentang aktivitas yang tepat, penurunan ketahanan
tubuh, depresi, disuse, kurang dukungan lingkungan, fisik tidak bugar, serta gaya hidup kurang
gerak. Pendapat lain menurut Setiati, Harimurti, dan Roosheroe (dalam Setiati, Alwi, Sudoyo,
Stiyohadi, dan Syam, 2014) mengenai penyebab gangguan mobilitas fisik adalah adanya rasa
nyeri, lemah, kekakuan otot, ketidakseimbangan, masalah psikologis, kelainan postur, gangguan
perkembangan otot, kerusakan sistem saraf pusat, atau trauma langsuung dari sistem
musculoskeletal dan neuromuskular.

1. Faktor penyebab terjadinya gangguan mobilitas fisik yaitu :


a. Penurunan kendali otot
b. Penurunan kekuatan otot
c. Kekakuan sendi
d. Kontraktur
e. Gangguan muskuloskletal
f. Gangguan neuromuskular
g. Keengganan melakukan pergerakan (Tim Pokja DPP PPNI, 2017)

3. Tanda dan gejala


Adapun tanda dan gejala pada gangguan mobilitas fisik menurut Tim Pokja SDKI DPP
PPNI (2017) yaitu : a. Tanda dan gejala mayor Tanda dan gejala mayor subjektif dari gangguan
mobilitas fisik, yaitu mengeluh sulit menggerakkan ekstremitas. Kemudian, untuk tanda dan
gejala mayor objektifnya, yaitu kekuatan otot menurun, dan rentang gerak menurun. b. Tanda
dan gejala minor Tanda dan gejala minor subjektif dari gangguan mobilitas fisik, yaitu nyeri saat
bergerak, enggan melakukan pergerakan, dan merasa cemas saat bergerak. Kemudian, untuk
tanda dan gejala minor objektifnya, yaitu sendi kaku, gerakan tidak terkoordinasi, gerakan
terbatas, dan fisik lemah. NANDA-I (2018) berpendapat bahwa tanda dan gejala dari gangguan
mobilitas fisik, antara lain gangguan sikap berjalan, penurunan keterampilan motorik halus,
penurunan keterampilan motorik kasar, penurunan rentang gerak, waktu reaksi memanjang,
kesulitan membolak-balik posisi, ketidaknyamanan, melakukan aktivitas lain sebagai pengganti
pergerakan, dispnea setelah beraktivitas, tremor akibat bergerak, instabilitas postur, gerakan
lambat, gerakan spastik, serta gerakan tidak terkoordinasi.
Tanda dan Gejala Gangguan Mobilitas Fisik, Adapun tanda gejala pada gangguan mobilitas fisik
yaitu :
a. Gejala dan Tanda Mayor
1) Subjektif
a) Mengeluh sulit menggerakkan ektremitas
2) Objektif
a) Kekuatan otot menurun
b) Rentang gerak (ROM) menurun.

b. Gejala dan Tanda Minor


1) Subjektif
a) Nyeri saat bergerak
b) Enggan melakukan pergerakan
c) Merasa cemas saat bergerak
2) Objektif
a) Sendi kaku
b) Gerakan tidak terkoordinasi
c) Gerak terbatas
d) Fisik lemah (Tim Pokja DPP PPNI, 2017)

4. Patofisiologi
Mobilisasi sangat dipengaruhi oleh sistem neuromuskular, meliputi sistem otot,
skeletal,sendi, ligament, tendon, kartilago, dan saraf. Otot Skeletal mengatur gerakan
tulangkarena adanya kemampuan otot berkontraksi dan relaksasi yang bekerja sebagai sistem
pengungkit. Ada dua tipe kontraksi otot: isotonik dan isometrik. Pada kontraksi isotonik,
peningkatan tekanan otot menyebabkan otot memendek. Kontraksi isometrikmenyebabkan
peningkatan tekanan otot atau kerja otot tetapi tidak ada pemendekanatau gerakan aktif dari otot,
misalnya, menganjurkan klien untuk latihan kuadrisep.Gerakan volunter adalah kombinasi dari
kontraksi isotonik dan isometrik. Meskipunkontraksi isometrik tidak menyebabkan otot
memendek, namun pemakaian energimeningkat. Perawat harus mengenal adanya peningkatan
energi (peningkatan kecepatan pernafasan, fluktuasi irama jantung, tekanan darah) karena latihan
isometrik. Hal inimenjadi kontra indikasi pada klien yang sakit (infark miokard atau penyakit
obstruksi paru kronik). Postur dan Gerakan Otot merefleksikan kepribadian dan suasana
hatiseseorang dan tergantung pada ukuran skeletal dan perkembangan otot skeletal.Koordinasi
dan pengaturan dari kelompok otot tergantung dari tonus otot dan aktifitasdari otot yang
berlawanan, sinergis, dan otot yang melawan gravitasi.

Pathway

Mobilisasi

Tidak mampu
Beraktifitas
Tirah baring yang lama

Kehilangan daya otot Gangguan fungsi Jaringan kulit Gastrointential


paru paru yang tertekan
Penurunan otot Gangguan
Penumpukan Perubahan sistem katabolisme
Perubahan sistem skeret intragunen kulit
muskoloskeletal Anoeksia
Sulit tidur Kontraksi pembubuluh
Hambatan mobilitas darah
fisik Nitrogen tidak
Ketidakefektifan epektif
kebersihan jalan napas Sel kulit mati

Kemunduran
Kerusakan integritas infekdetekasi
kulit

Dekubitus konstifasi

5. Komplikasi
Pada gangguan mobilitas fisik jika tidak ditangani dapat menyebabkan masalah,
diantaranya: a. Pembekuan darah Mudah terbentuk pada kaki yang lumpuh menyebabkan
penimbunan cairan, pembengkaan selain itu juga menyebabkan embolisme paru yaitu sebuah
bekuan yang terbentuk dalam satu arteri yang mengalir ke paru. 17 b. Dekubitus Bagian yang
biasa mengalami memar adalah pinggul, pantat, sendi kaki dan tumit bila memar ini tidak
dirawat akan menjadi infeksi. c. Pneumonia Pasien stroke non hemoragik tidak bisa batuk dan
menelan dengan sempurna, hal ini menyebabkan cairan berkumpul di paru-paru dan selanjutnya
menimbulkan pneumonia. d. Atrofi dan kekakuan sendi Hal ini disebabkan karena kurang gerak
dan mobilisasi Komplikasi lainnya yaitu: a) Disritmia b) Peningkatan tekanan intra cranial c)
Kontraktur d) Gagal nafas e) Kematian (saferi wijaya, 2013).

6. Pemeriksaan Penunjang
1. X tulang menggambarkan kepadatan tulang, tekstur, dan perubahanhubungan tulang.
2. CT scan (Computed Tomography)
3. MRI (Magnetik Resonance Imaging) adalah tehnik pencitraan khusus,
noninvasive,yang menggunakan medan magnet, gelombang radio, dan computer
untukmemperlihatkan abnormalitas.
4. Pemeriksaan Laboratorium,Hb ↓pada trauma, Ca↓ pada imobilisasi lama, Alkali Fospat
↑, kreatinin dan SGOT↑ pada kerusakan otot.

7. Penatalaksanaan Medis
1.Membantu pasien duduk di tempat tidur
Tindakan ini merupakan salah satu cara mempertahankan kemampuan mobilitas pasien.
Tujuan :
a.Mempertahankan kenyamanan
b.Mempertahankan toleransi terhadap aktifitasc.
c.Mempertahankan kenyamanan
2.Mengatur posisi pasien di tempat tidur
a.Posisi fowler adalah posisi pasien setengah duduk/ duduk
Tujuan :
1.Mempertahankan kenyamanan|
2.Menfasilitasi fungsi pernafasan
b.Posisi sim adalah pasien terbaring miring baik ke kanan atau ke kiri
Tujuan :
1)Melancarkan peredaran darah ke otak
2)Memberikan kenyamanan
3)Melakukan huknah
4)Memberikan obat peranus (inposutoria)
5)Melakukan pemeriksaan daerah anus
c.Posisi trelendang adalah menempatkan pasien di tempat tidur dengan bagiankepala
lebih rendah dari bagian kaki
Tujuan : untuk melancarkan peredaran darah
d.Posisi genu pectorat adalah posisi nungging dengan kedua kaki ditekuk dandada
menempel pada bagian atas tempat tidur.
3.Memindahkan pasien ke tempat tdiur/ ke kursi roda
Tujuan :
a.Melakukan otot skeletal untuk mencegah kontraktur
b.Mempertahankan kenyamanan pasienc.
c.Mempertahankan kontrol diri pasien
d.Memindahkan pasien untuk pemeriksaan
4.Membantu pasien berjalan
Tujuan :
a.Toleransi aktifitas
b.Mencegah terjadinya kontraktur sendi”

II. MANAJEMEN KEPERAWATAN / KEBIDANAN


1. Pengkajian
Pemeriksaan Fisik

1.Mengkaji skelet tubuh


Adanya deformitas dan kesejajaran.Pertumbuhan tulang yang abnormalakibat tumor
tulang. Pemendekan ekstremitas, amputasi dan bagian tubuh yangtidak dalam kesejajaran
anatomis. Angulasi abnormal pada tulang panjang ataugerakan pada titik selain sendi biasanya
menandakan adanya patah tulang.

2.Mengkaji tulang belakang


a. Skoliosis (deviasi kurvatura lateral tulang belakang)
b.Kifosis (kenaikan kurvatura tulang belakang bagian dada)
c.Lordosis (membebek, kurvatura tulang belakang bagian pinggangberlebihan)

3.Mengkaji system persendian


Luas gerakan dievaluasi baik aktif maupun pasif, deformitas, stabilitas, danadanya benjolan,
adanya kekakuan sendi.

4.Mengkaji system otot


kemampuan mengubah posisi, kekuatan otot dan koordinasi, dan ukuranmasing-
masing otot. Lingkar ekstremitas untuk mementau adanya edema atauatropfi, nyeri otot.

5.Mengkaji cara berjalan


Adanya gerakan yang tidak teratur dianggap tidak normal. Bila salah satuekstremitas
lebihpendek dari yanglain. Berbagai kondisi neurologist yangberhubungan dengan cara
berjalan abnormal (mis.cara berjalan spastichemiparesis - stroke, cara berjalan
selangkah-selangkah – penyakit lowermotor neuron, cara berjalan bergetar – penyakit
Parkinson).

6. Mengkaji kulit dan sirkulasi perifer


Palpasi kulit dapat menunjukkan adanya suhu yang lebih panas atau lebihdingin dari lainnya
dan adanya edema. Sirkulasi perifer dievaluasi denganmengkaji denyut perifer, warna, suhu dan
waktu pengisian kapiler.

7.Mengkajifungsional klien
-Kategori tingkat kemampuan aktivitas
-Rentang gerak (range of motion-ROM
Skala ADL (Acthyfiti Dayli Living)
0 : Pasien mampu berdiri
1 : Pasien memerlukan bantuan/ peralatan minimal
2 : Pasien memerlukan bantuan sedang/ dengan pengawasan
3 : Pasien memerlukan bantuan khusus dan memerlukan alat
4 : Tergantung secara total pada pemberian asuhan

Kekuatan Otot/ Tonus Otot


0 : Otot sama sekali tidak bekerja
1 (10%) : Tampak berkontraksi/ ada sakit gerakan tahanan sewaktu jatuh
2 (25%) : Mampu menahan tegak tapi dengan sentuhan agak jauh
3 (50%) : Dapat menggerakkan sendi dengan aktif untuk menahan berat
4 (75%): Dapat menggerakkan sendi dengan aktif untuk menahan berat dan melawan tekanan
secara stimulan.

2. Diagnosa Keperawatan

- Menurut Tim Pokja SDKI DPP PPNI (2017) diagnosa yang mungkin muncul pada pasien
dengan masalah keperawatan gangguan mobilitas fisik yaitu :
- Risiko jatuh berhubungan dengan kekuatan otot menurun (Tim Pokja SDKI DPP
PPNI,2017).
- Risiko gangguan integritas kulit atau jaringan berhubungan denganpenurunan mobilitas(Tim
Pokja SDKI DPP PPNI, 2017).
- Risiko perfusi serebral tidak efektif berhubungan dengan hipertensi (Tim Pokja SDKI
DPPPPNI, 2017)

3. Intervensi

DIAGNOSA TUJUAN DAN KRITERIA INTERVENSI


KEPERAWATAN HASIL
Gangguan mobilitas Setelah dilakukan tindakan a. Identifikasi adanya nyeri
fisik berhubungan keperawatan dukungan mobilisasi atau keluhan fisik lainnya.
dengan selama … kali pertemuan, b. Identifikasi toleransi fisik
neuromuskular. (SDKI diharapkan mobilitas fisik pasien melakukan pergerakan.
D.0054, 2017) meningkat dengan kriteria hasil : c. Monitor frekuensi jantung
a. Pergerakan ekstremitas dan tekanan darah sebelum
meningkat. memulai mobilisasi
d. Fasilitasi melakukan
b. Kekuatan otot cukup meningkat.
pergerakan.
c. Rentang gerak (ROM) e. Jelaskan tujuan dan
meningkat. prosedur mobilisasi.
(SIKI I.05173, 2018)
d. d. Nyeri menurun.

e. Kekakuan sendi cukup menurun.


f. Kelemahan fisik cukup menurun.
g. Kecemasan menurun.

h. Gerakan terbatas cukup menurun.


i. Gerakan tidak terkoordinasi cukup
menurun. (SLKI I.05042, 2019)
(Sumber : PPNI, Standar Luaran Keperawatan Indonesia, 2019

4.Implementasi Keperawatan
Keperawatan Implementasi adalah realisasi rencana tindakan untuk mencapai tujuan yang
telah ditetapkan. Kegiatan dalam implementasi juga meliputi pengumpulan data berkelanjutan,
mengobservasi respon klien selama dan sesudah pelaksanaan tindakan, serta menilai data yang
baru. Pada proses keperawatan, implementasi adalah fase ketika perawat mengimplementasikan
intervensi keperawatan. Berdasarkan terminology NIC, implementasi terdiri atas melakukan dan
mendokumentasikan tindakan yang merupakan tindakan keperawatan khusus yang diperlukan
untuk melaksanakan intervensi (atau program keperawatan). Perawat melaksanakan atau
mendelegasikan tindakan keperawatan untuk intervensi yang disusun dalam tahap perencanaan
dan kemudian mengakhiri tahap implementasi dengan mencatat tindakan keperawatan dan
respons klien terhadap tindakan tersebut (Kozier, 2010).

5.Evaluasi Keperawatan
Evaluasi yang dilakukan pada masalah keperawatan gangguan mobilitas fiisk mengacu
pada tujuan, yaitu mobilitas fisik meningkat dengan kriteria pergerakan ekstremitas meningkat,
kekuatan otot cukup meningkat, rentang gerak (ROM) meningkat, nyeri menurun, kekakuan
sendi cukup menurun, kelemahan fisik cukup menurun, kecemasan menurun gerakan terbatas
cukup menurun, serta gerakan tidak terkoordinasi cukup menurun (SLKI, 2019) dan pergerakan
pasien dapat meningkat (NOC, 2016) dengan kriteria gerakan sendi sedikit tergang, gugerakan
otot sedikit terganggu, koordinasi sedikit terganggu, serta keseimbangan sedikit terganggu.
Kemudian, evaluasi pada masalah keperawatan risiko jatuh melihat pada tujuannya, yaitu tingkat
jatuh pasien menurun (SLKI, 2019 dan NOC, 2016). Selanjutnya, pada masalah keperawatan
gangguan integritas kulit atau jaringan dengan tujuan integritas kulit dan jaringan meningkat
(SLKI, 2019 dan NOC, 2016). Evaluasi yang terakhir yaitu pada masalah keperawatan kesiapan
peningkatan pengetahuan dengan tujuannya, yaitu tingkat pengetahuan membaik (SLKI, 2019)
dan pengetahuan perilaku kesehatan meningkat (NOC, 2016).
Setelah dilakukan intervensi keperawatan diharapkan :

1. Aktivitas dan mobilitas fisik terpenuhi

 Melakukan ROM secara teratur


 Menggunakan brace / korset saat aktivitas

2. Koping pasien positif

 Mengekspresikan perasaan
 Memilih alternatif pemecah masalah
 Meningkatkan komunikasi
 Mengalami ketidaknyamanan minimal selama aktivitas kehidupan sehari-hari

3. Tidak mengalami fraktur baru

 Mempertahankan postur yang bagus


 Mengkonsumsi diet seimbang tinggi kalsium dan vitamin D
 Rajin menjalankan latihan pembedahan berat badan (berjalan-jalan setiap hari)
 Berpartisipasi dalam aktivitas di luar rumah
 Menciptakan lingkungan rumah yang aman
 Menerima bantuan dan supervisi sesuai kebutuhan.
Daftar Pustaka
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2016). Standar diagnosa keperawatan indonesia. In Dewan
Pengurus Pusat. https://doi.org/10.1103/PhysRevLett.77.1889
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia : Definisi
danTindakan Keperawatan. Jakarta Selatan: Dewan Pengurus Pusat Persatuan
Perawat Nasional Indonesia.
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia : Definisi dan
Kriteria Hasil Keperawatan. Jakarta Selatan: Dewan Pengurus Pusat Persatuan
Perawat Nasional Indonesia.
Sugiartini(2018).Gangguan Mobilitas Fisik Pada Pasca Stroke
NonHemoragik. http://repository.poltekkes-denpasar.ac.id/394/3/BAB%20II.pdf
diakses pada 28 maret 2021
Fajar Ardian Aji Pradana (2019).Laporan pendahuluan Asuhan Keperawatan pada pasien
dengan gangguan pemenuhan kebutuhan mibilisasi diruang cempaka Rsud H,
Suwondo Kendal https://www.academia.edu/40511381/Lp_gangguan_mobilisasi
diakses pada 28 maret 2021
Listiyana Basuki (2018)Karya Tulis Ilmiah Penerapan ROM (Range Of Motion) pada
Asuhan Keperawatan pasien stroke dengan gangguan mobilitas fisik Rsud Wates
KulonProgo.http://eprints.poltekkesjogja.ac.id/2125/1/KARYA%20TULIS
%20ILMIAH%20LENGKAP.pdf di akses pada 28 maret 2021
Wulandari, Ni Kadek Vicky (2018) GAMBARAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA
PASIEN PASCA STROKE NON HEMORAGIK DENGAN GANGGUAN
PEMENUHAN MOBILITAS FISIK ( Di Wilayah Kerja UPT Kesmas Sukawati I )
TAHUN 2018. Diploma thesis, Jurusan Keperawatan 2018.Wulandari, Ni Kadek
Vicky (2018).http://repository.poltekkes-denpasar.ac.id/394/3/BAB%20II.pdf,
diakses pada 28 maret 2021.

Anda mungkin juga menyukai