Anda di halaman 1dari 71

PROPOSAL PENELITIAN

MENINGKATKAN MINAT BELAJAR ANAK PADA PEMBELAJARAN


KOOPERATIF PADA SUMBER DAYA ALAM SEDERHANA SISWA KELAS B
USIA 5-6 TAHUN TK PERMATA SALOSA
KABUPATEN BOMBANA

MISNA
NIM: 20196041

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU PENDIDIKAN ANAK USIA DINI


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SULAWESI TENGGARA
2021
UNIVERSITAS SULAWESI TENGGARA
FAKULATAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
Alamat:Jl.Kpt.Piere Tendean No.109 A Baruga Kendari,Telp.3007847

PERSETUJUAN PEMBIMBING

MENINGKATKAN MINAT BELAJAR ANAK PADA PEMBELAJARAN


KOOPERATIF PADA SUMBER DAYA ALAM SEDERHANA SISWA KELAS B
USIA 5-6 TAHUN TK PERMATA SALOSA
KABUPATEN BOMBANA

Nama : Misna
Nim : 20196041
Program Studi : PG-PAUD
Fakultas : Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP)

Setelah di periksa dan diteliti naskah usulan penelitian ini telah memenuhi syarat untuk
diseminarkan
Kendari, Juni 2021
Pembimbing I Pembimbing II

Dra. Sasmin, M.Pd Rosnawati,S.Pd.,M.Pd


NIDN. NIDN.

Mengetahui,
Ketua Program Studi PG-PAUD

Aris Suziman,S.Pd.I.,M.Pd
NIDN.0906058304
KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT

atas rahmat dan karunia-Nya yang selalu dilimpahkan dan dianugrahkan kepada

hamba-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan Proposal ini sesuai

dengan petunjuk dan arahan pembimbing yang senantiasa meluangkan waktu untuk

membimbing penulis. Penulis menyampaikan terima kasih dan mempersembahkan

penghargaan setinggi-tingginya kepada bapak Aris Suziman, S.Pd.I.,M.Pd, selaku

ketua program studi PG-PAUD dan Ibu Dra. Sasmin, M.Pd pembimbing I dan bapak

Rosnawati,S.Pd.,M.Pd selaku pembimbing II penulis.

Penulis menyadari bahwa baik teknik penulisan maupun isi serta sajian

proposal ini masih jauh dari kesempurnaan. Kritik dan saran yang sifatnya

membangun dari semua pihak sangat penulis harapkan demi kesempurnaan

penyusunan ini.

Akhirnya tiada kata yang dapat penulis persembahkan kecuali ucapan

terima kasih dan doa semoga Allah SWT memberikan pahala kebaikan atas

bantuan dan petunjuk yang telah diberikan kepada penulis. Amin

Kendari, Juni 2021

Penulis

iii
DAFTAR ISI

Hal
HALAMAN SAMPUL……………………………………………………. i
HALAMAN PENGESAHAN PEMBIMBING……………………………. ii
KATA PENGANTAR……………………………………………………… iii
DAFTAR ISI……………………………………………………………….. iv
DAFTAR GAMBAR............................................................................................vi

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar belakang……………………………………………………… 1
B. Rumusan Masalah…………………………………………………. 5
C. Tujuan Penelitian..........................................................................5
D. Manfaat Penelitian........................................................................6

BAB II KAJIAN PUSTAKA


A. Kajian Teori..................................................................................8
1. Belajar.....................................................................................8
2. Pembelajaran..........................................................................14
3. Minat Belajar................................................................................21
4. Pembelajaran Kooperatif………………………………………….
5. Pembelajaran Kooperatif Tipe Think-Pair-Share (TPS)………
B. Kerangka Berpikir.........................................................................28

BAB III METODOLOGI PENELTIAN


A. Pendekatan Penelitian................................................................39
B. Lokasi Penelitian..........................................................................39
C. Rancangan Tindakan...................................................................40
D. Teknik, Instrumen dan Prosedur Pengumpulan Data..................42
E. Teknik, Prosedur Analisis Data dan Indikator Keberhasilan........43

DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................46
LAMPIRAN.........................................................................................................48

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1: Bagan Alur Pikir Penelitian...............................................................29


Gambar 2: Model Penelitia Tindakan Kelas 41
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang terus memacu

proses pembangunan di berbagai bidang kehidupan. Untuk mewujudkan hal

tersebut dibutuhkan berbagai usaha yang mendukung. Salah satunya adalah

peningkatan sumber daya manusia melalui sektor pendidikan. Pendidikan

merupakan unsur yang paling penting dan sangat diperlukan untuk

membentuk sikap, mental, dan pribadi manusia seutuhnya agar menjadi

manusia yang beriman dan dewasa baik secara jasmani maupun rohan

(Sudarna, 2014).

Pendidikan juga dapat diartikan sebagai usaha sadar dan terencana

untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta

didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan

spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, dan kecerdasan serta

ahlak mulia dan keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa

dan negara. Sebagaimana yang termaksud dalam Undang-Undang Sistem

Pendidikan Nasional No. 20 tahun 2003 pasal 1 ayat 1 (Sudarna,2014). Dari

penjelasan tersebut, dapat disimpulkan bahwa pendidikan merupakan

kegiatan yang dilakukan dengan penuh keinsyafan, sengaja, terencana oleh

seluruh tenaga pendidik untuk membentuk generasi yang memiliki


ketangguhan jasmani dan rohani yang berakar dari nilai-nilai agama, budaya

dan perubahan tuntutan zaman.

Di dalam pasal 28 ayat 1-5 juga dinyatakan bahwa pendidikan anak

usia dini dilaksanakan sebelum pendidikan dasar,pendidikan anak usia dini

dapat dilaksanakan pada jalur formal,nonformal dan informal. Pendidikan

Anak usia Dini pada jalur pendidikan formal terbentuk (tk atau sederajat)

pada jalur pendidikan nonformal. Pada jalur pendidikan nonformal terbentuk

kelompok bermain (KB,TPA ) atau bentuk lain yang sederajat dan pada jalur

pendidikan informal berbentuk pendidikan keluarga atau pendidikan yang

diselenggarakan oleh lingkungan (Sudarna, 2014). Dari hal tersebut, guru

dituntut untuk professional dalam dunia pendidikan dengan optimal

khususnya perkembangan anak dan aspek lingkungan keterlibatan anak.

Pengembangan kemampuan kognitif pada anak usai dini menjadi

penting untuk diperhatikan dalam pembelajaran di PAUD,karena kemampuan

kognitif akan menolong dan menentukan cara anak dalam menyelesaikan

masalah yang dihadapi dengan cara yang kreatif dan berbeda. Kemampuan

kognitif merupakan salah satu aspek pengembangan dalam pembelajaran di

PAUD yang mencakup pengenalan konsep sumber daya alam sederhana

dan sains seringkali dipandang sebagai pelajaran yang paling sulit pada

tingkat pendidikan lanjutan (Trianto, 2010).

Mempelajari sains di PAUD hendaknya bukan dengan mengajarkan

konsep yang rumit mengingat tingkat perkembangan anak prasekolah masih


berada pada tingkat pra operasional konkret maka segala sesuatu yang

dipelajari akan lebih mudah ditangkap melalui pengalaman langsung dengan

benda konkret (Rusiman, 2017). Berdasarkan pendapat tersebut, pemilihan

strategi dan metode pembelajaran perlu disesuaikan dengan tingkat

perkembangan anak,guru hendaknya menggunakan metode yang bervariasi

sehingga dapat menciptakan pembelajaran yang menyenangkan dan

bermakna.

Model pembelajaran kooperatif merupakan salah satu model

pembelajaran yang dapat di terapkan pada anak usia dini, karna model

pembelajaran ini memungkinkan anak berperan aktif dalam kelompok,sesuai

dengan perkembangan anak yang merupakan usia berkolompok sehingga

anak dapat mengembangkan kemampuan social emosionalnya (Trianto,

2010).

Berdasarkan hasil identifikasi di TK Permata Salosa ditemukan masih

banyak siswa yang tidak berminat mengikuti materi pembelajaran sains yang

disajikan guru. Kondisi tersebut disebabkan oleh beberapa hal mendasar

yakni: (1) siswa merasa bosan,siswa tidak berminat menggikuti pembelajaran

sains (2) guru hanya berceramah saja kepada siswa, selain itu guru juga

hanya memberikan tugas sebatas mewarnai gambar pada lembar (3) guru

kurang kreatif dan inovasi dalam pembelajaran; (4) guru juga kurang

mengorganisir siswa dalam kelompok-kelompok kecil bekerjasama

menyelesaikan permasalahan yang diberikan guru, serta kurang memberikan


pertanyaan yang mengacu pada pengembangan kreatifitas berpikir siswa

dalam memahami materi sehingga hasil belajar sains siswa rendah.

Untuk mengantisipasi rendahnya hasil belajar siswa diperlukan upaya

untuk meningkatkan proses pembelajaran untuk tingkat hasil belajarnya agar

siswa TK Permata Salosa tersebut mampu memahami materi pada mata

pelajaran sains khususnya materi sumber daya alam sederhana. Hasil belajar

sains siswa yang sangat rendah merupakan permasalahan yang sangat

serius dan harus segera diatasi. Oleh sebab itu, diperlukan metode

pembelajaran yang membantu siswa dalam memahami pembelajaran

khususnya dalam SAINS. Metode pembelajaran Kooperatif yang dipilih yakni

metode pembelajaran Kooperatif tipe TPS (Think-pair-sher). Metode ini

menuntut siswa untuk berperan lebih aktif dalam proses pembelajaran

(Trianto, 2010). TPS (Think-pair-sher) menempatkan siswa sebagai

subyek, artinya berperan aktif dalam proses pembelajaran dengan cara

menggali dan menemukan sendiri suatu materi, siswa tidak hanya menerima

pelajaran namun diharapkan mampu mencari dan menemukan sendiri

(Suyatno, 2009).

Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka peneliti tertarik untuk

mengadakan penelitian dengan judul “Meningkatkan minat belajar Anak pada

materi SAINS (sumber daya alam sederhana) melalui model pembelajaran

kooperatif pada anak usia dini siswa kelas B usia 5-6 tahun TK Permata

salosa”.
B. Masalah Penelitian

Berdasarkan latar belakang masalah diatas, adapun masalah dalam

penelitian ini adalah: Bagaimana penerapan model pembelajaran kooperatif

tipe TPS dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa pada mareri sains

dengan menggunakan sumber daya alam sederhana pada siswa kelas B TK

Permata salosa.

C. Pemecahan masalah

Masalah dalam penelitian ini yaitu rendahnya hasil belajar sains

(sumber daya alam sederhana) pada siswa TK Permata Salosa, dapat diatasi

dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe think-pair-

share(TPS). Model pembelajaran TPS merupakan suatu strategi yang

ditawarkan peneliti untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi siswa yang

kurang memahami materi.

Model pembelajaran ini digunakan karena dengan menggunakan model

pembelajaran kooperatif tipe think-pair-share(TPS). Model pembelajaran

think-pair-share(TPS) memungkinkan siswa terlibat secara aktif dalam proses

pengkonstruksian pemikiran mereka sendiri dalam proses penemuan konsep

materi yang diajarkan, sehingga nantinya dapat meningkatkan hasil belajar

siswa dalam memahami materi Pelaksanaan Keputusan Bersama (Suyatno,

2009).
D. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam pelaksanaan penelitian ini

adalah:

1. untuk meningkatkan minat belajar siswa melalui penerapan model

pembelajaran kooperatif tipe TPS pada materi sains dengan

sumber daya alam sederhana.

2. untuk meningkatkan aktivitas belajar siswa melalui penerapan model

pembelajaran kooperatif tipe TPS pada materi sains dengan sumber

daya alam sederhana siswa kelas B TK Permata Salosa.

E. Manfaat Penelitian

Pelaksanaan penelitian ini, diharapkan mempunyai manfaat sebagai

berikut :

1. manfaat teoritis

Secara teoritis manfaat penelitian ini akan memberikan gambaran

yang lebih jelas tentang konsep yang dikaji bagaimana mengelola

pembelajaran yang menuntut peserta didik secara aktif dalam

kegiatan belajar mengajar, peserta didik membangun

pengetahuannya sendiri dalam memperoleh sebuah pengetahuan

sehingga merintis sebuah pembelajaran yang berpusat pada peserta

didik.
2. manfaat praktis

a. Bagi siswa, yakni dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas

B TK Permata Salosa dengan menggunakan model

pembelajaran kooperatif tipe thik-pair-share (TPS).

b. Bagi guru, melalaui penelitian ini guru dapat memngetahui

strategi pembelajaran yang dapat meningkatkan perestasi belajar

siswa dengan mempelajari materi sains dengan Sumber Daya

Alam Sederhana

c. Bagi sekolah, dapat member manfaat yang besar bagi sekolah

terutama dalam perbaikan pembelajaran dan peningkatan

profesionalisme guru dalam mengelola pembelajaran


BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Kajian Teori

1. Belajar

Belajar adalah suatu proses perubahan yaitu perubahan tingkah laku

sebagai hasil dari interaksi dengan lingkungannya. Perubahan tersebut akan

nyata dalam seluruh aspek tingkah laku. Belajar ialah proses usaha yang

dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku secara

keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri, dalam interaksi dengan

lingkungannya (Slameto, 2013).

Menurut Purwanto (2011) bahwa belajar merupakan suatu

perubahan dalam tingkah laku dimana perubahan itu dapat mengarah

kepada tingkah laku yang lebih baik. Belajar merupakan suatu perubahan

yang terjadi melalui latihan dan pengalaman dalam arti perubahan-perubahan

yang disebabkan pertumbuhan atau kematangan tidak dianggap sebagai

hasil belajar. Belajar merupakan suatu proses dimana guru terutama melihat

apa yang terjadi selama siswa mengalami pengalaman edukatif untuk

mencapai tujuan.

Gagne (Anitah, 2009) mengatakan bahwa belajar adalah suatu

proses bahwa dimana suatu organisme berubah sebagai akibat pengalaman.

Dari pengertian tersebut, terdapat tiga atribut pokok (ciri utama) belajar, yaitu:

8
proses, perubahan perilaku, dan pengalaman. Belajar adalah proses mental

dan emosional atau proses berpikir dan merasakan. Seseorang dikatakan

belajar bila pikiran dan perasaannya aktif. Aktivitas pikiran dan perasaan itu

sendiri tidak dapat diamati orang lain,akan tetapi oleh yang bersangkutan

(orang yang sedang belajar itu). Guru tidak dapat melihat aktivitas pikiran dan

perasaan siswa. Yang dapat diamati guru adalah manifestasi, yaitu kegiatan

sebagai akibat adanya aktivitas pikiran dan perasaan pada diri siswa

tersebut.

Pendapat yang sama pula dikemukakan oleh Sardiman (2006),

menyatakan bahwa belajar adalah suatu proses yang kompleks yang terjadi

pada semua orang dan berlangsung seumur hidup, sejak masih bayi sampai

akhir hayat. Salah satu tanda bahwa seseorang telah belajar dengan adanya

perubahan tingkah laku dalam dirinya. Perubahan tingkah laku tersebut

menyangkut baik perubahan yang bersifat pengetahuan (kognitif) dan

keterampilan (psikomotorik) maupun yang menyangkut nilai dan sikap

(afektif).

Dari beberapa pendapat para ahli diatas maka dapat disimpulkan

bahwa belajar adalah suatu proses perubahan tingkah laku individu didalam

kebiasaan, pengetahuan dan sikap dimana perubahan itu mengarah kepada

sikap yang baik dan sikap yang kurang baik karena semua aktifitas hidup

manusia adalah belajar dan berlangsung seumur hidup.


2. Pembelajaran

Pembelajaran merupakan suatu rangkaian perbuatan guru dan siswa

atas dasar hubungan timbal balik yang berlangsung dalam situasi edukatif,

yakni adanya satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan antara guru yang

mengajar dan siswa yang belajar dimana antara dua kegiatan ini terdapat

interaksi yang saling menunjang (Usman, 1993).

Darsono (2002) secara umum menjelaskan pengertian

pembelajaran sebagai suatu kegiatan yang dilakukan oleh guru sedemikian

rupa, sehingga tingkah laku siswa berubah kearah yang lebih baik. Suatu

pembelajaran akan biasa disebut berjalan dan berhasil secara baik,

manakala ia mampu mengubah diri peserta didik dalam arti yang luas serta

mampu menumbuhkembangkan peserta didik selama ia terlibat didalam

proses pembelajaran itu, dapat dirasakan manfaatnya secara langsung bagi

perkembangan pribadinya. Sedangkan secara khusus pembelajaran dapat

diartikan sebagai berikut.

a) Teori Behavioristik, mendefinisikan pembelajaran sebagai usaha

guru membentuk tingkah laku yang diinginkan dengan

menyediakan lingkungan (stimulus). Agar terjadi hubungan

stimulus dan respon (tingkah laku yang diinginkan) perlu latihan,

dan setiap latihan yang berhasil harus diberi hadiah dan atau

reinforcement (penguatan).
b) Teori Kognitif, menjelaskan pengertian pembelajaran sebagai

cara guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk berfikir

agar dapat mengenal dan memahami apa yang sedang dipelajari.

c) Teori Gestalt, menguraikan bahwa pembelajaran merupakan

usaha guru untuk memberikan materi pembelajaran sedemikian

rupa, sehingga siswa lebih mudah mengorganisirnya

(mengaturnya) menjadi suatu gestalt (pola bermakna).

d) Teori Humanistik, menjelaskan bahwa pembelajaran adalah

memberikan kebebasan kepada siswa untuk memilih bahan

pelajaran dan cara mempelajarinya sesuai dengan minat dan

kemampuannya (Darsono, 2002) .

Jihad (2008) mengemukakan bahwa, rancangan pembelajaran

hendaknya memperhatikan hal-hal sebagai berikut:

1. Pembelajaran diselengarakan dengan pengalaman nyata dan

lingkungan otentik, karena hal ini diperlukan untuk

memungkinkan seseorang berproses dalam belajar (belajar untuk

nyata) secara maksimal.

2. Isi pembelajaran harus didesain agar relevan dengan

karakteristik siswa karena pembelajaran difungsikan sebagai

mekanisme adaptif dalam proses kontruksi, dekontruksi dan

rekontruksi pengetahuan, sikap dan kemampuan.


3. Menyediakan media dan sumber belajar yang dibutuhkan.

Ketersediaan media dan sumber belajar yang memungkinkan

siswa memperoleh pengalaman belajar secara konkrit, luas, dan

mendalam adalah hal yang perlu diupayakan oleh guru yang

professional dan peduli terhadap keberhasilan belajar siswanya.

Berdasarkan beberapa pendapat para ahli diatas maka dapat

disimpulkan bahwa pembelajaran merupakan hasil dari setiap kegiatan yang

dirancang oleh guru untuk membantu seseorang mempelajari suatu

kemampuan atau nilai yang baru dalam suatu proses yang sistematis dalam

konteks kegiatan belajar mangajar sehingga tingkah laku siswa berubah

kearah yang lebih baik.

3. Minat Belajar

a. Pengertian Minat

Istilah minat itu sendiri dalam pemakaian sehari-hari

sebagaimana dapat dilihat di kamus besar bahasa Indonesia (Depdiknas,

2002) diartikan sebagai kecenderungan hati yang tinggi terhadap sesuatu,

gairah, perhatian, keinginan dan kesukaan. Menurut Bimo Walgito (1981)

minat yaitu suatu keadaan dimana seseorang menaruh perhatian pada

sesuatu dan sekitar keinginan untuk mengetahui, mempengaruhi,

mempelajari dan membuktikan lebih lanjut.


Sedangkan menurut Djaali (2007) minat adalah rasa suka dan

rasa keterikatan pada suatu hal atau aktivitas, tanpa ada yang menyuruh.

Menurut Reber (dalam Muhibbin Syah, 2005) minat tidak termasuk

istilah populer dalam psikologi karena ketergantungannya yang banyak pada

faktor-faktor internal lainnya seperti, pemusatan perhatian, keinginan,

motivasi dan kebutuhan.

Minat erat hubungannya dengan kebutuhan. Hal ini

dikemukakan oleh Wringstone (dalam Wayan Nurkoncoro, 1987) bahwa

minat yang timbul dari kebutuhan seseorang akan merupakan sumber dari

usaha tersebut. Ini berarti bahwa seseorang tidak perlu mendapat dorongan

dari luar, apabila pekerjaan yang dilakukannya cukup menarik minatnya.

Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa

minat adalah kecenderungan hati yang tinggi terhadap sesuatu dan keinginan

untuk mengetahui, mempengaruhi, mempelajari suatu hal tanpa ada yang

menyuruh.

b. Ciri-Ciri Minat

Mengembangkan minat siswa terhadap suatu pelajaran pada

dasarnya adalah membantu siswa melihat bagaimana hubungan antar materi

yang dipelajari dengan dirinya sendiri. Proses ini berarti menunjukan pada

siswa bagaimana pengetahuan atau kecakapan mempengaruhi dirinya dalam

belajar. Siswa perlu menyadari bahwa belajar merupakan suatu sarana untuk

mencapai tujuan yang penting, dan siswa perlu memahami bahwa hasil dari
pengalaman belajarnya akan membawa perubahan dan kemajuan pada

dirinya. Ada tujuh ciri minat siswa yang dikemukakan oleh Harlock (1990),

bahwa ciri tersebut adalah sebagai berikut:

1) Minat tumbuh bersamaan dengan perkembangan fisik dan mental.

Dalam perkembangannya minat juga bisa berubah. Perubahan ini

terjadi selama perubahan fisik dan mental, contohnya perubahan

minat karena perubahan usia.

2) Minat tergantung pada persiapan belajar

Kesiapan belajar merupakan salah satu penyebab meningkatnya

minat seseorang. Seseorang tidak akan mempunyai minat

sebelum mereka siap secara fisik maupun mental.

3) Minat bergantung pada persiapan belajar

Kesempatan untuk belajar bergantung pada lingkungan dan minat,

baik anak-anak maupun dewasa, yang menjadi bagian lingkungan

anak. Karwna lingkungan anak kecil sebatas lingkungan rumah,

maka minat mereka tumbuh dari rumah. Dengan bertambahnya

lingkup sosial mereka menjadi tertarik pada minat orang diluar

rumah yang mulai mereka kenal.

4) Perkembangan minat terbatas

Hal ini disebabkan oleh keadaan fisik yang tidak memungkinkan.

Seseorang yang cacat fisik tidak memiliki minat yang sama seperti

teman sebayanya yang keadaan fisiknya normal. Selain itu


perkembangan minat juga dibatasi oleh pengalaman sosial yang

sangat terbatas.

5) Minat dipengaruhi oleh budaya

Kemungkinan minat akan lemah jika tidak diberi kesempatan untuk

menekuni minat yang dianggap tidak sesuai oleh kelompok atau

budaya mereka.

6) Minat berbobot emosional

Minat berhubungan dengan perasaan, bila suatu objek dihayati

sebagai sesuatu yang sangat berharga maka timbul perasaan

senang yang pada akhirnya diminatinya. Bobot emosional

menentukan kekuatan minat tersebut, bobot emosional yang tidak

menyenangkan akan melemahkan minat dan sebaliknya, bobot

yang menyenakngakn akan meningkatkan minatnya.

7) Minat dan egosentris

Minat berbobot egosentris jika seseorang terhadap sesuatu baik

manusia maupun barang mempunyai kecenderungan untuk

memilikinya (Harlock, 1990)

Menurut Harlock (1990) Siswa yang berminat dalam

belajarnya mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:

1) Mempunyai kecenderungan yang tetap untuk memperhatikan dan

mengenang sesuatu yang dipelajari secara terus menerus.


2) Ada rasa suka dan senang terhadap seuatu yang dimiliki.

3) Memperoleh suatu kebanggaan dan kepuasan pada sesuatu yang

diminati. Ada rasa keterikatan pada sesuatu aktivitas-aktivitas

yang diminati.

4) Lebih menyukai suatu hal yang menjadi minatnya dari pada yang

lain.

5) Dimanifestasikan melalui partisipasi pada aktivitas dan kegiatan

c. Fungsi minat

Minat mempunyai pengaruh yang besar dalam belajar karena

bila bahan pelajaran yang dipelajari tidak sesuai dengan minat siswa maka

siswa tersebut tidak akan belajar dengan sebaik-baiknya, sebab tak ada daya

tarik baginya. Sedangkan jika bahan pelajaran itu menarik siswa maka ia

akan mudah dipelajari dan disimpan karena minat menambah kegiatan

belajar siswa (Daryanto, 2009).

Pengaruh minat terhadap suatu kegiatan sangat besar, karena

apabila suatu kegiatan tidak sesuai dengan minat maka hasilnya akan

dicapai tidak maksimal, karena tidak ada perasaan tertarik, perhatian,

perasaan senang dan usaha untuk mengetahui atau mempelajarinya.

Menurut Whiterington (1985) minat mempunyai fungsi yaitu

dapat mengarahkan seseorang untuk mencapai tujuan hidup seseorang.

Sedangkan menurut Abu Ahmadi (1997), minat juga dapat menjadi motivasi

yang kuat bagi seseorang untuk berhubungan secara aktif.


Dengan demikian minat dapat dijadikan sebagai alat pendorong

seseorang untuk melakukan sesuatu sehingga belajar, bekerja, dan berusaha

secara aktif dalam pembelajaran membuat hiasan pada busana sedang

berlangsung.

d. Jenis-jenis minat

Menurut Dudu Abdullah yang dikutip oleh Suhartono (2000),

minat jika dilihat dari segi timbulnya dibedakan menjadi dua macam, yaitu: 1)

minat spontan yaitu minat yang timbul dengan sendirinya, dan 2) minat

disengaja yaitu minat yang timbul karena dibangkitkan.

Seseorang dapat dengan sengaja mengrahkan minatnya yaitu

memusatkan perhatiannya, kemauannya, perasaan serta pikirannya pada

suatu obyek tertentu yang ada diluar dirinya. Menurut Whiterington (1985)

minat terbagi atas dua jenis yaitu minat primitif dan minat kultural. Minat

primitif atau biologis merupakan minat yang timbul dari kebutuhan-kebutuhan

jaringan biologis yang berkisar pada soal makan, kenyamanan, dan

kebebasan beraktivitas. Sedangkan minat kultural atau sosial merupakan

minat yang berasal dari perbuatan belajar yang lebih tinggi tarafnya yaitu

berasal dari suatu pendidikan yang terpenting dimana orang tersebut benar-

benar terdidik, yang ditandai oleh adanya minat yang luas terhadap hal-hal

yang bernilai.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa, ada dua

jenis minat yang perlu kita ketahui yaitu minat alami yang sudah ada dalam
diri individu dan minat yang timbul karena dorongan dari luar atau minat

kultural. Dengan adanya jenis-jenis minat tersebut, maka seseorang dapat

diberi ajakan ataupun dorongan, sehingga dapat menstimulus minat tersebut

pada diri seseorang.

e. Proses timbulnya minat

Minat tidak dibawa sejak lahir, tetapi minat merupakan hasil dari

pengalaman belajar. Jenis pelajaran yang melahirkan minat itu akan

menentukan berapa lama minat akan bertahan. Menurut Bernard (2001)

minat tidak timbul secara tiba-tiba, melainkan timbul akibat dari partisipasi,

pengalaman, dan kebiasaan pada waktu belajar.

Sedangkan menurut Ngalim Purwanto (2000:54) minat timbul

dengan menyatakan diri dalam kecenderungan umum untuk menyelidiki dan

menggunakan lingkungan dari pengalaman, anak bisa berkembang kearah

berminat atau tidak berminat kepada sesuatu.

Menurut Ngalim purwanto (2000:56) ada dua hal yang menyangkut minat

yang harus diperhatikan. Hal tersebut adalah sebagai berikut:

1) Minat pembawaan, minat muncul dengan tidak dipengaruhi oleh faktor-

faktor lain, baik itu kebutuhan maupun lingkungan. Minat semacam ini

biasanya muncul berdasarkan bakat yang ada.

2) Minat muncul karena adanya pengaruh dari luar, maka minat seseorang

bisa berubah karena adanya pengaruh dari luar, seperti : dari

lingkungan, orang tua dan guru.


Minat tidak dapat berdiri sendiri tetapi ditimbulkan oleh kebutuhan-

kebutuhan lain yang ditentukan oleh motif-motif tertentu karena tertentu pada

segolongan aktivitas tertentu (Gerungan, 1988). Untuk menimbulkan minat

terhadap obyek yang akan digeluti seseorang harus melalui proses yang

panjang, seperti menciptakan pembelajaran yang aktif, kreatif, inovatif dan

menyenangkan. Selain hal tersebut di atas diperlukan langkah-langkah untuk

menimbulkan minat. Langkah langkah tersebut adalah sebagai berikut :

1) Mengarahkan perhatian pada tujuan yang hendak dicapai.

2) Mengenai unsur-unsur permainan dalam aktivitas belajar.

3) Merencanakan aktivitas belajar dan mengikuti rencana itu.

4) Pastikan tujuan belajar saat itu misalnya; menyelesaikan PR atau

laporan.

5) Dapatkan kepuasan setelah menyelesaikan kegiatan belajar.

6) Bersikaplah positif di dalam menghadapi kegiatan belajar.

7) Melatih kebebasan emosi selama belajar (Sudarmoto, 1994).

Selain itu minat juga timbul karena di pengaruhi oleh faktorfaktor lain.

Menurut Crow and Crow yang dikutip oleh Ristiana (2001) ada tiga faktor

yang mempengaruhi timbulnya minat seseorang yaitu :

1) Faktor dorongan dari dalam, merupakan faktor yang berasal dari

dalam diri seperti harapan dan keinginan yang mendorong pemusatan

perhatian dan keterlibatan mental secara aktif.


2) Faktor motif sosial, merupakan faktor yang membangkitkan minat pada

hal-hal yang ada hubungannya dengan pemenuhan kebutuhan sosial

bagi dirinya.

3) Faktor emosional, merupakan intensitas seseorang dalam menaruh

perhatian terhadap sesuatu kegiatan atau obyek tertentu.

Berdasarkan pendapat di atas dapat diambil kesimpulan bahwa minat

timbul karena dipengaruhi faktor dorongan dari dalam diri seseorang dan

adanya partisipasi, pengalaman, dan kebiasaan siswa pada waktu belajar.

f. Pentingnya Mengukur Minat belajar

Mengukur minat belajar itu penting untuk mengukur minat belajar,

memelihara minat yang timbul, mencegah timbulnya minat belajar terhadap

hal-hal yang tidak baik, sebagai pesiapan untuk memberikan bimbingan

kepada peserta didik tentang kelanjutan studi dan pekerjaan yang cocok

baginya (Wayan N dan Martono, 2002). Menurut Super dan Crites yang

dikutip oleh John Killis (2003) mengemukakan ada 4 cara untuk menjaring

minat dari subyek, yaitu :

1) Melalui pernyataan senang atau tidak senang pada aktivitas

(expressed interest) pada subyek yang diajukan sejumlah pilihan yang

menyangkut berbagai hal atau subyek yang bersangkutan diminta

menyatakan pilihan yang disukainya dari sejumlah antara pilihan.

Minat pada bidang tertentu dapat dilihat dari pernyataan pernyataan


yang menyenangkan atau pilihan-pilihan yang berhubungan dengan

bidang tersebut.

2) Melalui pengamatan langsung pada kegiatan-kegiatan mana yang

paling sering dilakukan (manifest interest) cara ini disadari

mengandung kelemahan karena tidak semua kegiatan yang sering

dilakukan adalah kegiatan yang disenangi sebagaimana, kegiatan

yang sering dilakukan mungkin karena terpaksa untuk memenuhi

kebutuhan atau maksud tertentu.

3) Melalui pelaksanaan tes objektif (test interest) coretan atau gambar

yang dibuat.

4) Dengan menggunakan tes bidang minat yang telah dipersiapkan

secara baku (inventory interest).

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa cara mengukur

minat dapat diukur dengan mengetahui kegiatan yang sering dilakukan

melalui tes perbuatan.

4. Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning)

a. Pengertian Pembelajaran Kooperatif

Menurut Wina (2017) pembelajaran kooperatif merupakan model

pembelajaran dengan menggunakan sistem pengelompokan/tim kecil, yaitu

antara empat sampai enam orang yang mempunyai latar belakang


kemampuan akademik, jenis kelamin, ras, atau suku yang berbeda

(heterogen).

Slavin (dalam Tukiran 2011) mengemukakan bahwa pembelajaran

kooperatif adalah model pembelajaran dengan setting kelompok-kelompok

kecil dengan memperhatikan keberagaman anggota kelompok sebagai

wadah siswa bekerja sama dalam memecahkan suatu masalah melalui

interaksi sosial dengan teman sebayanya, memberikan kesempatan pada

peserta didik untuk mempelajari sesuatu dengan baik pada waktu yang

bersamaan dan ia menjadi narasumber bagi teman sebayanya.

kegiatan belajar bersama atau berkelompok ini akan meningkatkan

kualitas kepribadian seperti kerja sama, toleransi, kritis, disiplin, bergairah

dan menyenangkan. Dari beberapa pendapat para ahli di atas dapat

disimpulkan bahwa model pembelajaran kooperatif adalah model

pembelajaran dengan sistem kelompok-kelompok kecil yang terdiri dari 4-5

orang. Pembelajaran ini bertujuan untuk menjalin kerjasama dan saling

ketergantungan dalam mencapai tujuan bersama dalam kelompok. Model

pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai hasil belajar berupa

prestasi akademik, toleransi, menerima keragaman, dan pengembangan

keterampilan sosial (Tukiran, 2011).


b. Karakteristik Model Pembelajaran Kooperatif

Menurut Wina Sanjaya (2013), terdapat beberapa karakteristik model

pembelajaran kooperatif yaitu:

1. Pembelajaran Secara Tim

Pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran secara tim. Tim

merupakan tempat untuk mencapai tujuan. Oleh karena itu, tim harus

mampu membuat siswa belajar. Semua anggota tim harus saling

membantu untuk mencapai tujuan pembelajaran. Untuk itulah, criteria

keberhasilan pembelajaran ditentuka oleh keberhasilan tim.

2. Didasarkan pada Manajemen Kooperatif

Manajemen pada umumnya mempunyai empat fungsi pokok, yaitu

fungsi perencanaan, fungsi organisasi, fungsi pelaksanaan, dan fungsi

kontrol. Demikian juga dalam pembelajaran kooperatif. Fungsi

perencanaan menunjukkan bahwa pembelajaran kooperatif

memerlukan perencanaan yang matang agar proses pembelajaran

berjalan secara efektif, misalnya tujuan apa yang harus dicapai,

bagaimana cara mencapainya, apa yang harus digunakan untuk

mencapai tujuan itu dan lain sebagainya.

3. Kemauan untuk Bekerja Sama

Keberhasilan pembelajaran kooperatif ditentukan oleh keberhasilan

secara kelompok. Oleh sebab itu, prinsip bekerja sama perlu

ditekankan dalam proses pembelajaran kooperatif. Setiap anggota


kelompok bukan saja harus diatur tugas dan tanggung jawab masing-

masing, akan tetapi juga harus ditanamkan perlunya saling membantu.

Misalnya, yang pintar perlu membantu yang kurang pintar.

4. Keterampilan Bekerja Sama

Kemauan untuk bekerja sama itu kemudian dipraktikan melalui

aktivitas dan kegiatan yang tergambarkan dalam keterampilan bekerja

sama. Dengan demikian, siswa perlu didorong untuk mau dan

sanggup berinteraksi dan berkomunikasi dengan anggota lain. Siswa

perlu dibantu mengatasi berbagai hambatan dalam berinteraksi dan

berkomunikasi, sehingga setiap siswa dapat menyampaikan ide,

mengemukakan pendapat, dan memberikan kontribusi pada

keberhasilan kelompok.

Sedangkan menurut Abdul Majid (2013) pembelajaran kooperatif

memiliki ciri atau karakteristik sebagai berikut:

1. Siswa bekerja dalam kelompok untuk menuntaskan materi belajar

2. Kelompok dibentuk dari siswa yang memiliki keterampilan tinggi,

sedang, dan rendah (heterogen)

3. Apabila memungkinkan, anggota kelompok berasal dari ras, budaya,

suku, dan jenis kelamin yang berbeda

4. Penghargaan lebih berorientasi pada kelompok daripada individu


c. Prinsip-prinsip Pembelajaran Kooperatif

Terdapat empat prinsip dasar pembelajaran kooperatif menurut Wina

Sanjaya (2013) yaitu:

1. Prinsip Ketergantungan Positif (Positive Interdependence)

Dalam pembelajaran kelompok, keberhasilan suatu penyelesaian

tugas sangat tergantung kepada usaha yang dilakukan setiap anggota

kelompoknya. Oleh sebab itu, perlu disadari oleh setiap anggota kelompok

keberhasilan penyelesaian tugas kelompok akan ditentukan oleh kinerja

masing-masing anggota. Dengan demikian, semua anggota dalam kelompok

akan merasa saling ketergantungan.

2. Tanggung Jawab Perseorangan (Individual Accountability)

Prinsip ini merupakan konsekuensi dari prinsip pertama. Oleh karena

keberhasilan kelompok tergantung pada setiap anggotanya, maka setiap

anggota kelompok harus memiliki tanggung jawab sesuai dengan tugasnya.

Untuk mencapai hal tersebut, guru perlu memberikan penilaian terhadap

individu dan juga kelompok.

3. Interaksi Tatap Muka (Face to Face Promotion Interaction)

Pembelajaran kooperatif memberikan ruang dan kesempatan yang

luas kepada setiap anggota kelompok untuk bertatap muka saling

memberikan informasi dan saling membelajarkan. Interaksi tatap muka akan

memberikan pengalaman yang berharga kepada setiap anggota kelompok


untuk bekerja sama, menghargai setiap perbedaan, memanfaatkan kelebihan

masing-masing anggota, dan mengisi kekurangan masing-masing. Kelompok

belajar kooperatif dibentuk secara heterogen, yang berasal dari budaya, latar

belakang sosial, dan kemampuan akademik yang berbeda. Perbedaan

semacam ini akan menjadi modal utama dalam proses saling memperkaya

antar anggota kelompok.

4. Partisipasi dan Komunikasi (Participation Communication)

Pembelajaran kooperatif melatih siswa untuk dapat mampu

berpartisipasi aktif dan berkomunikasi. Kemampuan ini sangat penting

sebagai bekal mereka dalam kehidupan di masyarakat kelak. Oleh sebab itu,

sebelum melakukan kooperatif guru perlu membekali siswa dengan

kemampuan berkomunikasi.

d. Unsur-unsur Pembelajaran Kooperatif

Pembelajaran kooperatif tidak sama dengan sekadar belajar dalam

kelompok. Ada unsur-unsur dasar pembelajaran kooperatif yang

membedakannya dengan pembagian kelompok yang dilakukan asal-asalan.

Pelaksanaan prosedur model pembelajaran kooperatif dengan benar akan

memungkinkan guru mengelola kelas lebih efektif.

Roger dan David Johnson(Dalam Tukiran, 2011) juga mengatakan

bahwa tidak semua belajar kelompok bisa dianggap pembelajaran kooperatif.

Untuk mencapai hasil yang maksimal, unsur-unsur dalam model


pembelajaran kooperatif harus diterapkan. Unsur-unsur tersebut adalah

sebagai berikut:

1. Positive interpendence (saling ketergantungan positif) yaitu dalam

pembelajaran kooperatif, keberhasilan dalam penyelesaian tugas

tergantung pada usaha yang dilakukan oleh kelompok tersebut.

Keberhasilan kerja kelompok ditentukan oleh kinerja masing-masing

anggota kelompok. Oleh karena itu, semua anggota dalam kelompok

akan merasakan saling ketergantungan.

2. Personal responsibility (tanggung jawab perseorangan) yaitu

keberhasilan kelompok sangat tergantung dari masing-masing

anggota kelompoknya. Oleh karena itu, setiap anggota kelompok

mempunyai tugas dan tanggung jawab yang harus dikerjakan dalam

kelompok tersebut.

3. Face to face promotive interaction (interaksi promotif) yaitu

memberikan kesempatan yang luas kepada setiap anggota kelompok

untuk bertatap muka melakukan interaksi dan diskusi untuk saling

memberi dan menerima informasi dari anggota kelompok lain.

4. Interpersonal skill (komunikasi antar anggota) yaitu melatih siswa

untuk dapat berpartisipasi aktif dan berkomunikasi dalam kegiatan

pembelajaran.

5. Group processing (pemrosesan kelompok) yaitu menjadwalkan waktu

khusus bagi kelompok untuk mengevaluasi proses kerja kelompok dan


hasil kerja sama mereka, agar selanjutnya bisa bekerja sama dengan

lebih efektif.

Berdasarkan paparan di atas dapat disimpulkan bahwa model

pembelajaran kooperatif merupakan suatu model pembelajaran dimana siswa

belajar dalam kelompok-kelompok kecil yang memiliki tingkat kemampuan

berbeda, dalam menyelesaikan tugas kelompok. Setiap anggota dalam

kelompok saling bekerja sama dan membantu untuk memahami suatu bahan

pembelajaran.

e. Tujuan Pembelajaran Kooperatif

Menurut Rusman (Dalam Trianto, 2014) tujuan pembelajaran

kooperatif yaitu untuk mengajarkan kepada siswa keterampilan kerja dan

kolaborasi38. Rusman memaparkan lebih lanjut bahwa dalam pembelajaran

kooperatif tidak hanya mempelajari materi saja, namun siswa juga harus

mempelajari keterampilan-keterampilan khusus yang disebut keterampilan

kooperatif. Keterampilan kooperatif ini berfungsi untuk melancarkan

hubungan, kerja dan tugas.

Zamroni (Dalam Trianto, 2014) mengemukakan bahwa manfaat

penerapan pembelajaran kooperatif adalah (1) dapat mengurangi

kesenjangan pendidikan khususnya dalam wujud input pada level individual,

(2) dapat mengembangkan solidaritas sosial dikalanagn siswa, (3)


diharapkan akan muncul generasi baru yang memiliki prestasi akademik yang

cemerlang dan memiliki solidaritas sosial yang kuat.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa tujuan utama dari model

pembelajaran kooperatif adalah untuk meningkatkan hasil belajar siswa dan

sekaligus dapat meningkatkan hubungan sosial, menumbuhkan sikap

toleransi, dan menghargai pendapat orang lain. Pembelajaran ini juga dapat

memenuhi kebutuhan siswa dalam berpikir kritis, memecahkan masalah, dan

mengintegrasikan pengetahuan dengan pengalaman.

f. Langkah-langkah Pembelajaran Kooperatif

Wina (2017) mengemukakan bahwa prosedur pembelajaran kooperatif

pada prinsipnya terdiri atas empat tahap, yaitu :

1. Penjelasan materi, tahap ini diartikan sebagai proses penyampaian

pokok-pokok materi pelajaran sebelum siswa belajar dalam kelompok

sampai siswa paham.

2. Belajar dalam kelompok, tahap ini dilakukan setelah guru memberikan

penjelasan materi, siswa bekerja dalam kelompok yang telah dibentuk

sebelumnya.

3. Penilaian, penilaian dapat dilakukan dengan tes atau kuis yang

dilakukan baik secara individual maupun kelompok. Hasil akhir setiap

siswa dalam penggabungan keduanya dan dibagi dua. Nilai setiap


kelompok memiliki nilai sama dalam kelompoknya karena merupakan

hasil kerja sama kelompok.

4. Pengakuan tim, penetapan tim yang paling menonjol atau berprestasi

untuk kemudian diberikan penghargaan atau hadiah.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif

adalah model pembelajaran yang dirancang dalam bentuk pembelajaran

secara kelompok yang disusun dalam ke dalam kelompok-kelompok kecil

yang di dalamnya terdapat kerjasama dalam belajar dan siswa memiliki

tanggung jawab untuk belajar agar dapat mencapai tujuan pembelajaran

yang telah ditentukan.

g. Kelebihan dan Kelemahan Model Pembelajaran Kooperatif

Wina (2017) mengemukakan adapun yang menjadi kelebihan dari

model pembelajaran kooperatif adalah sebagai berikut :

1. Pembelajaran kooperatif dapat mengembangkan kemampuan

mengungkapkan ide atau gagasan dengan kata-kata secara verbal

dan membandingkannya dengan ide-ide orang lain.

2. Pembelajaran kooperatif dapat membantu anak untuk respek pada

orang lain dan menyadari akan segala keterbatasannya serta

menerima segala perbedaan.

3. Pembelajaran kooperatif dapat membantu menjawab dalam

memberdayakan setiap siswa untuk lebih bertanggung dalam belajar.


4. Dapat meningkatkan kemampuan siswa menggunakan informasi dan

kemampuan belajar abstrak menjadi nyata (riil).

5. Interaksi selama kooperatif berlangsung dapat meningkatkan motivasi

dan memberikan rangsangan untuk berpikir.

Wina (2017) juga mengemukakan adapun kelemahan dari model

pembelajaran kooperatif adalah sebagai berikut :

1. Untuk memahami dan mengerti filosofis pembelajaran kooperatif

memang butuh waktu.

2. Ciri utama pembelajaran kooperatif adalah bahwa siswa saling

membelajarkan.

3. Penilaian yang diberikan dalam pembelajaran kooperatif didasarkan

kepada hasil kerja kelompok.

4. Keberhasilan pembelajaran kooperatif dalam upaya mengembangkan

kesadaran berkelompok memerlukan periode waktu yang cukup

panjang.

Berdasarkan kelebihan dan kelemahan model pembelajaran kooperatif yang

telah dipaparkan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa model

pembelajaran kooperatif dapat dijadikan sebagai salah satu pilihan model

pembelajaran untuk meningkatkan hasil belajar siswa dan motivasi belajar

siswa. Siswa juga saling berinteraksi, bekerjasama dan mendapatkan

pemahaman yang mendalam terhadap pokok bahasan. Tetapi penerapan


model pembelajaran ini guru merasa was-was karena kelompok bersifat

heterogen dan khawatirnya akan terjadi kekacauan di dalam kelas.

5. Model Pembelajaran kooperatif tipe think-pair-share(TPS)

a. Pengertian Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair Share (TPS)

Menurut Abdul Majid (2013) Think Pair Share merupakan pendekatan

khusus yang dikembangkan oleh Frank Lyman di Universitas Maryland pada

tahun 1985. Pendekatan ini merupakan cara yang efektif untuk mengubah

pola diskursus di dalam kelas. Think Pair Share memiliki prosedur yang

ditetapkan secara eksplisit untuk memberi waktu lebih banyak kepada siswa

untuk berpikir, menjawab, dan saling membantu satu sama lain.

Pembelajaran kooperatif tipe think-pair-share(TPS) atau berpikir

berpasangan adalah pembelajaran kooperatif yang dirancang untuk

menpengaruhi pola interaksi siswa. Metode TPS berarti memberikan waktu

pada siswa untuk memikirkan jawaban dari pertanyaan atau permasalahan

yang akan diberikan guru. Siswa saling membantu dalam menyelesaikan

masalah tersebut dengan kemampuan yang dimiliki masing-masing, Sudjana

(2002).

Wirsono (2012) model cooperative learning tipe Think pair share ini

berkembang dari penelitian belajar kooperatif dan waktu tunggu. Pertama kali

dikembangkan oleh Frang Lyman, juga oleh Spacer kagan bersama jack

Hassard pada tahun 1981. Pembelajaran think pair share (TPS) adalah jenis
pembelajaran kooperatif yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi

anak (Trianto, 2009)

Trianto (2009) juga menyatakan bahwa think pair share (TPS)

merupakan suatu cara yang efektif untuk membuat variasi suasana pola

diskusi kelas dan prosedur yang digunakan daslam think pair shere (TPS)

dapat memberi anak lebih banyak waktu berpikir,untuk merespon dan saling

membantu.

Menurut widiya kusuma,dkk (2012) Think pair shere(TPS) merupakan

jenis pembelajaran kooperatif yang di rancang untuk mempungaruhi pola

interaksi anak yang menghendaki anak untuk bekerja sendiri dan bekerja

sama saling membantu dengan anak lain dalam suatu kelompok kecil. Huda

(2013) menyatakan bahwa strategi think pair share memperkenalkan

gagasan tenteng waktu tunggu atau berfikir (wait or think time) pada elemen

pembelajaran kooperatif yang saat ini menjadi salah satu faktor ampuh dalam

meningkatkan respon siswa terhadap pertanyaan.

Sedangkan menurut Arens (dalam Husaini, 2012) menyatakan bahwa

Model pembelajaran think pair and share merupakan suatu cara yang efektif

untuk membuat variasi suasana pola diskusi kelas. Dengan asumsi bahwa

semua diskusi membutuhkan pengaturan untuk mengendalikan kelas secara

keseluruhan dan prosedur yang digunakan dalam think pair and share dapat

member murid lebih banyak waktu berfikir untuk merespon dan saling

membantu.
Berdasarkan pendapat para ahli di atas maka dalam pelaksanaan

kegiatan pembelajaran dengan jumlah kelompok siswa yang ganjil akan

digabungkan dengan sebagian kecil siswa yang memiliki prestasi belajar

rendah dan pada penelitian ini akan menggunakan langkah-langkah/sintaks

think pair share dari teori yang dikemukakan oleh Anita lie dan huda dalam

pembelajaran tematik.

Menurut Miftahul Huda (2014) Think Pair Share adalah metode yang

sederhana. Pertama, siswa diminta untuk duduk berpasangan. Kemudian

guru mengajukan satu pertanyaan atau masalah kepada mereka. Setiap

siswa diminta untuk berpikir sendiri terlebih dahulu tentang jawaban atas

pertanyaan itu, kemudian mendiskusikan hasil pemikirannya dengan

pasangan di sebelahnya untuk memperoleh satu konsensus yang sekiranya

dapat mewakili jawaban mereka berdua. Setelah itu guru meminta setiap

pasangan untuk menshare, menjelaskan, atau menjabarkan hasil konsensus

atau jawaban yang telah mereka sepakati pada siswa lain di ruang kelas.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif tipe

Think Pair Share (TPS) adalah suatu pembelajaran yang mengedepankan

kemampuan siswa untuk memecahkan suatu masalah dalam sebuah

pembelajaran dan membagi hasil dari masalah yang telah dipecahkan

tersebut kepada orang lain. Sehingga siswa dapat dengan leluasa

memberikan informasi dengan menggunakan bahasanya sendiri.


TPS memberikan siswa kesempatan untuk mengerjakan sendiri dan untuk

bekerja sama dengan orang lain, kemudian belajar berbagi pengetahuan

terhadap seluruh anggota kelas. Peran guru dalam model pembelajaran ini

menjadi sangat penting, dimana guru membimbing siswa melakukan diskusi

pasangan sehingga terciptanya suasana belajar yang lebih hidup, aktif,

kreatif, efektif, dan menyenangkan. Dengan model ini siswa secara langsung

dapat memecahkan masalah, memahami materi secara kelompok dan dapat

membantu antara yang satu dengan yang lainnya, mengambil keputusan,

mempresentasikan didepan kelas terhadap salah satu langkah evaluasi

terhadap pembelajaran yang telah dilakukan.

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa metode

pembelajaran TPS merupakan salah satu model pembelajaran yang memberi

waktu bagi siswa untuk dapat berpikir secara individu maupun

berpasangan.think pair share TPS atau berpikir berpasangan merupakan

jenis pembelajaran kooperatif yang dirancang untuk mempengarihi pola

interaksi siswa.

b. Prosedur Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair Share

Menurut Miftahul Huda (2014) prosedur model

pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share yaitu sebagai berikut:

1. Siswa ditempatkan dalam kelompok-kelompok. Setiap kelompok terdiri

dari empat anggota/siswa


2. Guru memberikan tugas pada setiap kelompok

3. Masing-masing anggota memikirkan dan mengerjakan tugas tersebut

sendiri-sendiri terlebih dahulu

4. Kelompok membentuk anggota-anggotanya secara berpasangan.

Setiap pasangan mendiskusikan hasil pengerjaan individunya

5. Kedua pasangan lalu bertemu kembali dalam kelompoknya

masingmasing untuk menshare hasil diskusinya

Sedangkan menurut Abdul Majid (2013) dalam tipe Think Pair Share

guru perlu menerapkan langkah-langkah sebagai berikut:

1. Tahap 1: Thinking

Guru mengajukan pertanyaan atau isu yang berhubungan dengan

pelajaran, kemudian siswa diminta untuk memikirkan pertanyaan atau isu

tersebut secara mandiri untuk beberapa saat.

2. Tahap 2: Pairing

Guru meminta siswa agar berpasangan dengan siswa yang lain

untuk mendiskusikan apa yang telah dipikirkannya pada tahap pertama.

Interaksi pada tahap ini diharapkan dapat berbagi jawaban jika telah diajukan

suatu pertanyaan, atau berbagi ide jika suatu persoalan khusus telah

diidentifikasi. Biasanya guru memberikan waktu 4-5 menit untuk

berpasangan.

3. Tahap 3: Sharing
Pada tahap akhir, guru meminta kepada pasangan untuk berbagi

dengan seluruh kelas tentang apa yang telah mereka bicarakan. Hal ini

cukup efektif jika dilakukan dengan cara bergiliran antara pasangan demi

pasangan, dan dilanjutkan sampai sekitar seperempat pasangan telah

mendapatkan kesempatan untuk melaporkan.

Soimin ( 2016) mengemukakan bahwa model pembelajaran Think Pair

Share (TPS) memiliki prosedur yang secara eksplisit memberi siswa waktu

untuk berpikir, menjawab, saling membantu satu sama lain. Dengan demikian

siswa diharapkan mampu bekerja sama, saling membutuhkan, saling

bergantung pada kelompok kecil secara kooperatif. Keterampilan sosial siswa

dalam proses pembelajaran meliputi beberapa aspek diantaranya sebagai

berikut :

1. Keterampilan sosial siswa dalam berkomunikasi meliputi aspek

bertanya, dan aspek menyampaikan ide atau pendapat.

2. Keterampilan sosial aspek bekerja sama.

3. Keterampilan sosial aspek menjadi pendengar yang baik.

c. Kelebihan dan Kekurangan Pembelajaran Think pair shere (TPS)

Adapun kelebihan dan kekurangan dalam pembelajaran Think pair

shere (TPS) menurut Prastuti (2009) adalah anak tidak terlalu tergantung

pada guru, tetapi dapat menambah kepercayaan kemampuan berpikir sendiri,

menemukan informasi dari berbagai sumber dan belajar dari anak yang lain,
mengembangkan kemampuan idea tau gagasan dengan kata-kata secara

verbal dan membandingkannya dengan ide-ide orang lain, membantu anak

untuk meraspek pada orang lain dan menyadari akan segala kekurangan

serta menerima segala perbedaan, membantu memperdayakan setiap anak

untuk lebih bertanggung jawab dalam belajar, untuk meningkatkan prestasi

akademik sekaligus kemampuan sosial, mengembangkan kemampuan anak

untuk menguji ide dan pemahamanya sendiri, menerima umpan balik,

meningkatkan kemampuan anak menggunakan informasi dan kemampuan

belajar abstrak menjadi nyata, dan dengan adanya interaksi antara kelompok

dapat meningkatkan motivasi dan memberikan rangsangan untuk berpikir.

Disamping kelebihan menurut prastuti (2009) think pair share

(TPS) memiliki kekemahan diantaranya adalah tidak ada penengah jika

dalam satu kelompok terjadi perselisihan sehingga harus terus diawasi guru,

membutuhkan waktu antara anak yang satu dengan yang lainya tidak sama,

untuk anak yang dianggap kurang memiliki kemampuan, sehingga keadaan

ini dapat menghambat kerja sama dalam kelompok, keberhasilan dengan

model pembelajaran-pembelajaran ini dalam upaya mengembangkan

kesadaran kelompok memerlukan periode waktu yang cukup panjang,dan

tidak mungkin hanya dengan satu atau sesekali penerapan Menurut Prastuti

(2009), adapun cara-cara yang dapat digunakan untuk mengatasi

kelemahan-kelemahan pembelajaran think pair share (TPS) adalah:


a) Guru sebagai pemegang kendali harus teliti dalam menentukan

pembagian kelompok.

b) Guru mampu menguasai kelas secara menyeluruh dan lebih

memperhatikan pengelolaan waktu saat diskusi kelas.

c) Guru mampu membimbing dengan baik anak yang mempunyai

kemampuan akademik tinggi agar dapat dan mampu menularkan

pengetahuan anak kepada anak yang lain.

Berdasarkan uraian Prastuti (2009) dapat di simpulkan bahwa model

pembelajaran Think pair share (TPS) memiliki kelebihan dan kelemahan

masing-masing,maka diperlukan kemampuan guru untuk memanfaatkan

kelebihan dari penerapan pembelajaran Think pair share (TPS) dan berusaha

untuk mengatasi kelemahan dari model pembelajaran Think pair share (TPS)

dalam menerapkan model pembelajaran Think pair share (TPS), tentunya

harus ada media pembelajaran yang menunjang proses pembelajaran.

Menurut Prastuti (2009) guru dituntut agar lebih kreatif dalam

menyiapkan media dan sumber belajar yang di perlukan oleh anak. Pada

pembelajaran anak usia dini tampa adanya media atau sumber belajar maka

sulit untuk membelajarkan anak, namun bagaimanapun sumber belajar untuk

anak usia dini sangat banyak pula tersedia disekitarnya. Guru akan dapat

memanfaatkan apa saja yang ada disekitar dan lingkungan anak, tapi sumber

belajar yang banyak tersebut dapat diklasifikasi atau dikelompokkan.

Sesuai dengan pengertian sumber belajar (dalam zaman, 2005) yang


dikelompokkan dalam 6 jenis yaitu pesan, orang, bahan, peralatan, teknik,

dan lingkungan. Peranan sumber belajar dalam pembelajaran adalah

mentramisikan ransangan atau informasi kepada anak. Menurut trianto

(2011) Transmisi disini berkaitan dengan pertanyaan (1) apa informasi yang

akan ditransmisikan? (2) siapa yang melakukan Transmisi? (3) Apa yang

menyimpang informasi (4) bagaimana informasi itu ditransmisikan? (5)

Dimana informasi itu ditransmisikan.

 Berdasarkan pertanyaan ini, dan mengidentifikasi jawabannya,

maka dapat dioraganisasikan sumber belajar sebagai berikut:

 Apa informasi yang akan ditransmisi?...............pesan

 Siapa yang melakukan transmisi?................orang

 yang menyimpan informasi?...............Bahan/alat

 Di Mana ditransmisikan?.........latar

1. Pesan (messege)

Menurut Jalinus dan Ambiyar,(2016) mengatakan pesan

adalah sumber berbelajar yang meliputi pesan informal yaitu yang

dikeluarkan oleh lembaga resmi seperti pemerintah atau pesan yang di

sampaikan guru dalam situasi pembelajaran.

Dari pendapat diatas, dapat disimpulkan bahwa pesan sebagai

sumber belajar adalah segala informasi yang harus disalurkan oleh

komponen yang lain yang berbentuk ide,fakta, pengertian dan data.


Contohnya adalah bahan-bahan belajar yang terdapat dalam

program/kurikulum PAUD. Yang harus disampaikan oleh komponen lain

yaitu guru.Guru menyampaikan segala bahan ajar sehingga anak

mendapat pengetahuan dan informasi tertentu.

2. Orang

Menurut Jalinus dan Ambiayar (2016) orang sebagai sumber

belajar dapat dibagi atas dua kategori salahsatunya adalah kelompok

orang yang didesain khusus sebagai sumber belajar utama yang didik

secara professional untuk mengajar seperti: guru, konselor, instruktur,

dan widya swara. Termasuk kepala sekolah, laboran, teknisi sumber

belajar, pustakawan dan lain-lain.

3. Bahan

Bahan sebagai sumber belajar adalah sesuatu yang sering di

sebut media yang mengandung pesan untuk disajikan melalui

penggunaan alat atau diri sendiri. Seperti buku-buku, program, video.

Menurut Trianto (2011) yang di maksud bahan sebagai sumber belajar

adalah suatu format yang digunakan untuk menyimpan pesan

pembelajaran.

4. Alat

Alat yang dimaksud disini adalah sesuatu benda atau alat yang

disebut media yang digunakan untuk menyimpan pesan yang tersimpan


dalam bahan tersebut. Seperti Tape Recorder, yang digunakan untuk

memutar lagu-lagi yang disukai anak-anak.

5. Teknik

Menurut Zaman dkk, (2005) Teknik dalam sumber belajar

adalah prosedur yang disiapkan dalam mempergunakan bahan belajar,

peralatan, situasi, dan orang menyampaikan pesan.Atau kata lain teknik

adalah cara yang digunakan guru dalam memberikan pembelajaran

guna untuk tercapainya tujuan pembelajaran. contoh cara guru

membuat gambar dengan jari tangan.

6. Lingkungan

Lingkungan disebut juga latar, lingkungan atau latar adalah

situasi sekitar dimana pesan disampaikan atau disalurkan. Menurut

Trianto (2011) lingkungan yakni sumber belajar yang berada disekitar

atau lingkungan atau juga yang berada didalam sekolah maupun di

ruang sekolah, baik yang sengaja direncanakan maupun tidak secara

khusus disiapkan untuk pembelajaran. Termasuk didalamnya adalah

pengaturan ruang, pencahayaan, ruang kelas, perpustakaan, alat

permainan.

Adanya inovasi dengan menggunakan berbagai bahan yang

ada di alam sekitar sangat diperlukan untuk menunjang

keberlangsungan kegiatan belajar mengajar, semua lingkungan yang

ada disekitar kita bisa digunakan sebagai media pembelajaran. Trianto


(2011) mengatakan bahwa dari semua lingkungan yang dapat di

gunakan dalam proses pendidikan dan mengajar secara umum dapat

dikatagorikan menjadi tiga macam lingkungan belajar yakni lingkuangan

sosial, lingkungan alam dan lingkungan buatan.

a. Lingkuangan sosial

Lingkungan sosial sebagai sumber belajar berkenaan dengan

interaksi manusia dengan kehidupan bermasyarakat, seperti organisasi

sosial, adat dan kebiasaan, mata pencaharian, kebudayaan, pendidikan,

kependudukan, struktur pemerintahan, agama dan sistem

nilai.Lingkungan sosial tepat digunakan untuk mempelajari ilmu-ilmu

social dan kemanusian.

b. Lingkungan Alam

Lingkungan alam atau lingkungan fisik adalah segala sesuatu

yang sifatnya alamiah, seperti sumber daya alam (air, hutan, tanah,

batu-batuan), tumbuh-tumbuhan dan hewan (flora dan fauna), sungai

iklim suhu,dan sebagainya (Zaman, 2005).

c. Lingkungan buatan

Lingkungan buatan adalah lingkungan yang sengaja diciptakan

atau dibangun manusia untuk tujuan-tujuan tertentu yang bermanfaat

bagi kehidupan manusia. Lingkuangan buatan antara lain adalah irigasi

atau pengairan, bendungan, pertanaman, kebunbinatang, perkebunan,

penghijauan, dan pembangkit tenaga listrik lain yang merupakan buatan


manusia. Lingkukungan buatan pada pendidikan yakni, peran guru .

Peran guru buklanlah sebagai instruktur atau penguasa yang

memaksakan kehendak melainkan guru adalah pembimbing murid agar

mereka bisa belajar sesuai dengan tahap perkembangannya.

Menurut Harvard (2007), ada 8 aspek kecerdasan yang dimiliki

oleh setiap anak Aspek kecerdasan ini disebut juga dengan

kemampuan atau potensi yang terdapat dalam diri anak ketika anak

sedang belajar tentang dunianya.

B. Kerangka Berpikir

Minat adalah kecenderungan hati yang tinggi terhadap sesuatu dan keinginan

untuk mengetahui, mempengaruhi, mempelajari suatu hal tanpa ada yang

menyuruh, sedangkan belajar merupakan proses manusia untuk mencapai

berbagai macam kompetensi, ketrampilan dan sikap. Sehingga minat belajar

sangat diperlukan dalam proses belajar untuk meningkatkan kemampuan

pemahaman anak terhadap segala sesuatu yang ada disekitarnya. Namun

minat belajar seringkali menjadi salahsatu masalah bagi anak dalam era 4.0

saat ini, sehingga untuk meningkatkan minat belajar anak diperlukan stimulus

berupa model pembelajaran yang dapat memicu adrenalin anak dalam

belajar, salahsatu model pembelajaran yang dipilih adalah model

pembelajaran kooperatif dimana model pembelajaran ini dilakukan dengan

cara mengelompokkan beberapa orang anak dengan latar belakang, ras dan

kemampuan belajar yang berbeda dengan tujuannya untuk mengajarkan


kepada anak keterampilan kerja dan kolaborasi. Adapun model pembelajaran

kooperatif lumayan beragam, Salah satu tipe model pembelajaran kooperatif

yaitu tipe Think Pair Share (TPS). Model Pembelajaran Kooperatif Tipe

Think Pair Share (TPS) menjadikan anak memiliki kebutuhan untuk belajar

lebih giat. Pada tahap berpikir (Think) anak akan berusaha untuk

memecahkan persoalan yang diberikan oleh guru. Untuk dapat meningkatkan

minat belajar anak dipilih materi yang menarik misalnya menggunakan

SAINS (Sumber daya alam sederhana) dimana banyak materi dalam

pembelajaran SAINS yang cukup menarik perhatian anak. Anak dituntut

untuk belajar lebih banyak agar dapat menyelesaikan persoalan hingga

tuntas dalam materi SAINS misalnya membuat ‘Hujan Warna’ menggunakan

pewarna dan air sehingga anak dengan alami akan memberikan kontribusi

pada kelompoknya. Anak dituntut untuk dapat memiliki jawabannya sendiri

sebelum bergabung bersama kelompoknya. Pada tahap berpasangan (Pair)

anak akan berpasangan untuk mendiskusikan hasil pemikirannya masing-

masing. Dalam tahap ini anak akan terdorong untuk memecahkan persoalan

yang sebelumnya tidak dapat diselesaikan sendiri. Saat tahap diskusi ini

dapat terjadi ketergantungan positif antara anak, anak yang memiliki

kemampuan lebih akan membantu pasangannya dalam memecahkan

persoalan dan juga anak yang kemampuannya lebih rendah akan termotivasi

untuk belajar lebih giat lagi. Dalam tahap ini anak akan memiliki minat

terhadap pelajaran karena anak akan merasa lebih nyaman saat bertukar
pikiran bersama pasangannya sehingga dapat meningkatkan motivasi belajar

anak. Tahap terakhir yaitu berbagi (Share) anak akan diberikan kesempatan

untuk membagi hasil pemikirannya atas pemecahan persoalan yang

diberikan bersama pasangannya. Pada tahap ini anak diharapkan dapat

memberikan hasil kerja kelompok yang maksimal sehingga setiap pasangan

dituntut untuk belajar lebih giat. Setiap pasangan diharapkan dapat

mempertahankan apa yang telah didiskusikan bersama. Pada tahap ini anak

akan bertukar hasil pemikiran dengan pasangan lainnya sehingga anak akan

berusaha untuk mempertahankan pemikiran atas jawaban persoalan

bersama pasangannya. Setiap kelompok atau pasangan diharapkan dapat

menyampaikan dan mempertahankan pendapatnya atas apa yang telah

didiskusikan bersama. Indikator peningkatan motivasi anak pada tahap ini

dapat ditunjukkan oleh bagaimana anak dapat mempertahankan

pendapatnya. Berdasarkan hal tersebut, Implementasi Model Pembelajaran

Kooperatif Tipe Think Pair Share (TPS), diharapkan dapat meningkatkan

Minat Belajar anak pada Usia TK 4-5 Tahun di TK Permata Salosa.


Gambar 2.1 Kerangka Pikir Penelitian

SAINS
(Ilmu Pengetahuan Alam Sederhana)

Penerapan Model Pembelajaran


MINAT BELAJAR Think Pair Share (TPS)

Anak Usia 5-6 Tahun


TK Permata Salosa
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah Penelitian

Tindakan (PTK) melalui pendekatan kualitatif dengan jenis deskriptif. Kemmis

dan Taggart (2015) menjelaskan bahwa penelitian tindakan kelas adalah

suatu proses yang dinamis dimana keempat aspek yakni perencanaan,

pelaksanaan tindakan, observasi dan refleksi.

Tujuan PTK adalah untuk memperbaiki dan meningkatkan mutu

pengajaran (pembelajaran) melalui teknik – teknik pengajaran yang tepat

sesuai dengan masalah dan tingkat perkembangan peserta didik. PTK juga

dimaksudkan sebagai salah satu cara untuk memberdayakan guru dan

meningkatkan kemampuan guru dalam membuat keputusan yang tepat bagi

peserta didik yang diajarnya.

B. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di TK Permata Salosa, Desa Salosa, Kec.

Poleang, Kab. Bombana. Dalam penelitian ini yang menjadi subyek

penelitian adalah seluruh anak kelompok B dengan jumlah anak didik 25

orang, dan Penelitian ini rencana akan dilaksanakan pada bulan Juni - Juli

Tahun Pelajaran 2020/2021.


C. Rencana Tindakan Prosedur Penelitian

Penelitian tindakan kelas dilaksanakan demi perbaikan atau peningkatan

praktik pembelajaran secara berkesinambungan yang pada dasarnya melekat pada

terlaksananya misi profesional pendidikan yang diemban oleh guru. Dalam proses

penelitian kelas dibuat siklus-siklus sebagai langkah mengadakan tindakan.

Adapun rencana penelitian mengacu pada rancangan penelitian yang

dilakukan oleh Kemmis dan Mc. Taggart (2015) dengan empat tahapan kegiatan

utama pada setiap siklus yang meliputi: (1) perencanaan; (2) pelaksanaan tindakan;

(3) obserfasi dan evaluasi; dan (4) refleksi. Setiap tahapan dijelaskan sebagai

berikut:

a. Perencanaan

Kegiatan yang dilakukan pada tahap ini adalah: Membuat skenario

pelaksanaan tindakan atau rencana perbaikan pembelajaran, Membuat

lembar observasi guru dan murid yang digunakan untuk memperoleh data

pada proses pembelajaran selama pelaksanaan tindakan berlangsung,

merencanakan alat evaluasi untuk melihat tingkat kemampuan murid, dan

menyiapkan jurnal untuk refleksi.

b. Pelaksanaan tindakan

kegiatan pada tahap ini adalah melaksanakan skenario pembelajaran,

yaitu sekali pertemuan untuk setiap siklus.


c. Oservasi dan evaluasi

Kegiatan pada tahap ini adalah teman sejawat melakukan pengamatan

terhadap aktifitas guru dan murid selama pembelajaran berlangsung.

Setelah itu dilakukan evaluasi, yaitu untuk melihat keberhasilan

pelaksanaan tindakan.

d. Refleksi

Hasil yang diperoleh setelah pelaksanaan tindakan, observasi dan

evaluasi, didiskusikan dan dilihat kelemahan-kelemahan yang ada pada

setiap siklus berikutnya.

Untuk memperjelas prosedur penelitian ini di tunjukkan pada

Gambar 3.1 berikut :

S
Permasalahan Rencana Pelaksanaan I
Tindakan I Tindakan I K
L
U
S
Terselesaikan Refleksi I Evaluasi I Observasi I
I

S
Belum Rencana Pelaksanaan I
Terselesaikan Tindakan II Tindakan II K
L
U
S
Terselesaikan Refleksi II Evaluasi II Observasi II
II

Siklus Tidak
Dilanjutkan

Gambar 3.1 Rancangan dan Model Penelitian Tindakan Kelas (PTK)

(Tim Proyek PGSM, 1999)


D. Teknik, Instrumen dan Prosedur Pengumpulan Data

1. Teknik Pengumpulan Data

Penulis menggunakan tiga alat pengumpulan data, yaitu wawancara,

observasi dan tes perbuatan (performance) yang digunakan selama

penelitian masalah dalam makalah ini dan mendiagnosa serta mengevaluasi

dari model yang digunakan. Berikut ini penjelasanya:

a) Wawancara

Wawancara yaitu suatu teknik pengumpulan data yang digunakan untuk

mendapat informasi yang berkenaan dengan pendapat, aspirasi,

apersepsi, dan keyakinan dari individu atau responden. Wawancara ini

dilakukan dengan cara mengadakan Tanya jawab secara langsung

dengan sumber data.

b) Observasi

Observasi merupakan salah satu teknik evaluasi non tes yang biasa

dilakukan kapan saja. “Obsevasi adalah teknik atau cara untuk mengamati

suatu keadaan atau suatu kagiatan (tingkah laku)”. (dalam Kartadinata,

2000). Penulis menggunakan teknik observasi untuk mengamati keadaan

peserta didik sebelum, sedang, dan sesudah proses pembelajaran dengan

menggunakan media film.


2. Instrumen Pengumpulan Data

Bentuk instrument yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai

berikut:

a. Pedoman Observasi

Instrument observasi digunakan untuk memperoleh informasi mengenai

keterlaksanaan kegiatan pembelajaran dan aktivitas anak dalam

pembelajaran yang berkaitan dengan indikator penilaian

b. Pedoman Wawancara

Wawancara dilakukan dengan menggunakan pedoman wawancara.

Sumber wawancara ini yaitu guru yang memang perlu dimintai

keterangan terkait pembelajaran melalui media film animasi untuk

meningkatkan kemampuan kossakata anak. Hasil wawancara di

masukan kedalam lembar observasi guru

E. Teknik dan Prosedur Analisis Data dan Indikator Keberhasilan

1. Teknik Analisis Data

Jenis data yang dipergunakan adalah jenis data kuantitatif dan data

kualitatif. Data kuantitatif diperoleh dengan cara menghitung nilai peserta

didik secara keseluruhan dan merekap nilai tes. Kemudian menghitung rata-

rata nilai yang diperoleh. Berikut rumus presentase nilai.


Presentase Nilai Jumlah nilai “BB+MB+BSH+BSB”

Keberhasilan Anak(%) = ----------------------------------------------------------

Jumlah Nilai Ideal (Jumlah seluruh aspek)

( Sudjono N. Yuliani,2005)

Selanjutnya dari formulasi nilai tersebut, maka dikonversi kembali

kenilai kualitatif, dan hal ini merupakan nilai akhir yang akan diperoleh

masing-masing anak didik untuk setiap akhir pelaksanaan siklus dalam

kegiatan pembelajaran metode bercerita melalui media film Berikut formulasi

perhitungan yang digunakan dalam pengkonversian tersebut, dilihat dalam

tabel berikut: ( Depdiknas 2005)

Nilai BSB : Jika hasil hitungan akhir antara 3,50- 4,00


Nilai BSH : Jika hasil hitungan akhir antara 2,50- 3,49
Nilai MB : Jika hasil hitungan akhir antara 1,50- 2,49
Nilai BB : Jika hasil hitungan akhir antara 0,01- 1,49

Tabel.1. Konversi Nilai

Berdasarkan hasil penghitungan analisis data dengan menggunakan

formulasi diatas, selanjutnya penulis mengadakan penganalisaan secara

klasikal, hal ini untuk mengetahui apakah tindakan yang diberikan dalam

meningkatkan minat belajar anak dapat dihentikan atau masih akan

dilanjutkan pada siklus berikutnya. Karena itu untuk tindakan analisa


tersebut peneliti menggunakan formulasi yang diaplikasikan di lapangan

sebagai berikut :

Jumlah anak yang telah memperoleh

Presentase Nilai Nilai”BSH dan BSB”

Belajar Secara klasikal(%) = ---------------------------------------------- X 100%

Jumlah seluruh anak(sampel)

2. Prosedur Analisis Data

a. Data pelaksanasan pembelajaran diambil melalui observasi

b. Data tentang hasil belajar anak tentang kemampuan kosakata diambil

melalui evaluasi kegiatan anak setelah melakukan kegiatan.

c. Data tentang refleksi diri diambil dengan menggunakan jurnal Analisis

data

3. Indikator Keberhasilan

Peneliti menentukan kriteria keberhasilan tindakan dalam penelitian kelas

ini, yaitu :

1. Indikator keberhasilan dalam Penelitian Tindakan Kelas ini adalah 43%

telah memperoleh bobot skor dari nilai BSH+ BSB= cukup pada

observasi awal, artinya jika anak didik yang memperoleh nilai BSB dan

BSH (berdasarkan ketentuan sekolah) sama dengan atau 75% banyak

anak maka pelaksanaan tindakan suatu siklus dihentikan.


2. Sebagai indikator keberhasilan dari penelitian tindakan kelas ini dilihat

dari dua segi yaitu dari segi proses, tindakan kelas dikatakan berhasil

apabila minimal 85% proses pelaksanaan tindakan sesuai dengan

sekenario pembelajaran telah dilaksanakan dan dari segi hasil belajar

anak, penelitian ini dikatakan berhasil apabila secara klasikal anak

memperoleh nilai 80% dari minimal 75% (ketentuan sekolah).


DAFTAR PUSTAKA

Ahmadi, Abu dan Widodo Supriyono. 2008. Psikologi Belajar. Jakarta: Rineka

Cipta.

Anita Lie. 2009. Cooperative Learning. Mempraktekkan Cooperative Learning


di Ruang-ruang Kelas. Jakarta: PT. Gramedia.
Darsono. 2002 : 24-25. Theori Pembelajaran.Jakarta:Erlangga.

Daryanto. 2009. Panduan Proses Pembelajaran Kreatif dan Inovatif


Jakarta:AV Publisher.
Depdiknas. 2002. Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka.

Djaali. 2007. Psikologi Pendidikan. Jakarta : Bumi Aksara.

Haris, A Jihad. (2008). Evaluasi Pembelajaran. Yogyakarta: Multi


Pressindo.

Hurlock,Elizabeth.1997. Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan

Sepanjang Rentang Kehidupan. Jakarta: Penerbit Erlangga.

Purwanto, Ngalim. (2006). Psikologi Pendidikan. Bandung: PT Remaja

Rosdakarya.

Purwanto, Ngalim. 2010. Prinsip-Prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran.


Bandung: PT. Remaja Rosdakarya

Rusman, (2017) Belajar dan Pembelajaran Berorientasi Standar Proses

Pendidikan. Jakarta: Kencana.

Sardiman. 2006. Interaksi dan Motivasi Belajar-Mengajar. Jakarta : PT


Raja Grafindo Persada.
Sanjaya, Wina. 2013. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses
Pendidikan. Jakarta: Kencana.
. 2017. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses
Pendidikan. Jakarta: Kencana.
Sanjaya, Wina.2017.Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses
Pendidikan, Jakarta: Prenadamedia Group, h. 242. 34

Sudarna. 2014. PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini) BERKARAKTER


Melejitkan Kepribadian anak secara utuh. Yogyakarta : Distrubusi
Nasional.

Slameto. (2013). Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta:


PT Rineka Cipta.

Suyatno.2009. Menjelajah Pembelajaran Inofatif.Sidoarjo:Masmedia Buana


Pusaka.

Syah ,Muhibbin. 2005. Psikologi Belajar. Jakarta: Raya Grafindo Perkasa.

Trianto. 2009. Model Pembelajaran Terpadu Konsep, Strategi, dan I


mplementasinya dalam KTSP. Jakarta: BUMI AKSARA.
.2010. Model Pembelajaran Terpadu, Konsep, Strategi dan

Implementasinya dalam KTSP. Jakarta: Bumi Aksara.

.2011. Panduan Lengkap Penelitian Tindakan Kelas (Classroom

Action Researc) Teori dan Praktek. Jakarta: Prestasi Pustakaraya.

.2014. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif, Progresif, Dan

Kontekstual, Jakarta : Prenadamedia Group, hal. 109.


Tukiran,Taniredja,Dkk.2011. Model-Model Pembelajaran Inovatif, Bandung:
Alfabeta.

Usman, Muh. User, Lilis Setiawati. 1993. Upaya Optimalisasi Kegiatan


Belajar Mengajar. (Bahan Kajian PKG, MGBS, MGMP). Bandung:
PT. Remaja Rosdakarya.

Walgito, Bimo. 1981. Pengantar Psikologi Umum. Yogyakarta: Andi Offset.

Whiterington (1985). Psikologi Pendidikan Terjemahan Buchori. Jakarta : PT.

Angkasa Baru.
Lampiran 1.
SILABUS

No Tema Sub Tema Aspek Kompetensi Dasar Wak


Perkembangan
3.11 & 4.11 melatih
kemampuan kognitif anak,
dalam memahami Rasa
Diri Sendiri Macam- kognitif (Manis, Asin, Asam, dan
Macam Pahit)
Rasa

Lampiran 1. Langkah -langkah pembelajaran Kooperatif tipe Thingking Pair


Share (TPS) dalam meningkatkan minat belajar.
a. Guru menyiapkan media pembelajaran berupa materi SAINS sederhana

untuk pembelajaran yang akan berlangsung.

b. Guru meyiapkan bahan pembelajaran berupa Garam, Gula, Jeruk Nipis,

dan Kopi

c. Anak melithat, menyimak aturan yang diberikan guru dengan seksama.

d. Guru mencontohkan cara mencoba masing-masing bahan yang

disediakan.

e. Anak memberikan tanggapan terhadap demonstrasi yang guru lakukan.

f. Anak maju secara bergantian untuk bercerita tentang film animasi yang

sudah mereka tonton, dengan bahasa masing-masing.

g. Guru mengevaluasi hasil pembelajaran.

Lampiran 2
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Harian ( RPPH) Untuk siklus I Pertemuan
I

Taman Kanak-Kanak : Permata Salosa


Kelompok : B
Tema/ Sub Tema : Diri Sendiri/ Macam-macam Rasa
Alokasi Waktu : 2x60 menit (1 x Pertemuan)

A. Kompentensi Dasar
Menyajikan berbagai karyanya dalam bentuk gambar,cerita, bernyanyi,gerak
tubuh, lingkungan alam ( hewan, tanaman, cuaca, tanah,air, batu dll)

B. Indikator
1. Anak mampu mengenal macam macam rasa
2. Anak mampu menyimak guru menyebutkan macam-macam rasa
3. Anak mampu mengingat macam-macam rasa
4.Anak mampu mendeskripsikan rasa

C. Tujuan
a. Tujuan Umum
Dengan pembelajaran melalui sains sederhana anak menjadi tertarik dengan
materi.
b. Tujuan Khusus
Anak dapat menumbuhkan minat belajar terhadap materi yang akan diajarkan.

D. Materi/, Sumber belajar

a. Materi : Kegiatan pembelajaran melalui SAINS sederhana


b. alat/Bahan : Gula, Garam, Kopi, dan Jeruk Nipis.
c. Sumber belajar : Pedoman Pengembangan Program Pembelajaran di
Taman Kanak-kanak
E. Kegiatan Pembelajaran

A. Kegiatan Awal (± 10 Menit )


1. Guru membimbing anak untuk berdoa sebelum kegiatan, bernyanyi dan
mengucap salam
2. Guru Menyampaikan materi tentang Diri sendiri
3. Guru Memperkenalkan media yang digunakan dalam kegiatan
pembelajaran
4. Guru menjelaskan tentang tata cara pembelajaran melalui Sains
sederhana.

B. Kegiatan Inti ( ± 40 menit)


1. Anak bersiap untuk menerima pembelajaran
2. Anak memperhatikan guru dalam memberi contoh cara belajar melalui
Sains sederhana
3. Anak melakukan kegiatan pembelajaran
4. Anak menjawab pertanyaan guru.
5. Anak membersihkan diri. Duduk tertib lalu berdoa kemudian menikmati
bekalnya.
6. Anak istirahat dan bermain bebas diluar kelas.

C.Kegiatan Akhir (± 10 menit)


1. Guru melakukan penilaian/ observasi
2. Guru mendiskusikan kegiatan anak yang telah dilaksanakan seharian
3. Guru membimbing anak untuk bernyanyi, berdoa pulang dan mengucap
salam.

F. Kegiatan Evaluasi/ Penilaian


a. Pelaksanaan evaluasi dilaksanakan dalam proses pembelajaran.
b. Alat Evaluasi:
= (BSB) Berkembang sangat baik, jika anak menampakan
kemampuan kosakatanya melebihi tagihan indikator
= (BSH) Berkembang Sesuai Harapan, jika anak
menampakan kemampuan kosakatanya sesuai indikator
tanpa dibimbing
= (MB) Mulai Berkembang, yakni jika anak menampakan
kemamlpuan kosakatanya tetapi masih dibimbing/
diarahkan
= (BB) Belum Berkembang yakni bila anak masih harus
dibimbing secara langsung dan dibantu oleh guru

Kendari, 2021

Guru Kelompok Peneliti

Maryam Misna

Mengetahui
Kepala TK Permata Salosa

Jusniah, S.Pd

Lampiran 3. LEMBAR OBSERVASI ANAK


Siklus /Pertemuan :1 / 1
Hari / Tanggal :

Ya/
No Aspek yang diobservasi Komentar
tidak

1. Memperhatikan apa yang disampaikan


guru, dan berdoa sebelum melakukan
kegiatan

2. Anak mampu mengenal macam-


macam rasa

3. Anak mampu menyimak guru


memaparkan macam- macam rasa

4. Anak mampu mengingat macam-


macam rasa

5. Anak mampu menyebut macam-


macam rasa

6. Anak mampu mengulang apa saja


macam- macam rasa

7. Anak mampu mendemostrasikan


macam- macam rasa

8. Anak mampu menciptakan rasa/


macam- macam rasa
melalui kerja sama tim/ bersama
temannya
Jml yg di observasi
% Observasi anak = ----------------------------- x 100%
Total aspek

Anda mungkin juga menyukai