Anda di halaman 1dari 12

44

Quality : Jurnal Kesehatan


Volume 15, Nomor 1 Tahun 2021
pISSN : 1978-4325, eISSN : 2655-2434, DOI: 10.36082/qjk.v15i1.211
GAMBARAN EMOSIONAL PADA REMAJA YANG MENJALANI SOCIAL
DISTANCING SELAMA PANDEMI COVID-19
Nur Khotimah Elfiyani1, Hadi Pratomo2, Safitri Widayanti Putri3, Rizky Dhahifa Wahyuni4, dan Ghifari
Andini Mukti5
1,3,4,5
Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia
2
Departemen Pendidikan Kesehatan dan Ilmu Perilaku Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas
Indonesia

Info Artikel Abstrak

Genesis Naskah: COVID-19 ditetapkan menjadi darurat kesehatan masyarakat Internasional oleh WHO. Pemerintah
Indonesia telah mengeluarkan kebijakan sebagai strategi dalam pengendalian COVID-19 dan
Submitted: 15-01-2021 menganjurkan masyarakat untuk melakukan social distancing. Social distancing selama pandemi
Revised: 07-06-2021 COVID-19 akan berpengaruh pada kesehatan mental remaja, dimana terdapat peningkatan
Accepted: 07-06-2021 pengaruh negatif dan penurunan pengaruh positif pada perubahan emosional remaja. Penelitian ini
merupakan penelitian kualitatif yang bertujuan untuk mengetahui gambaran emosional remaja
yang melakukan social distancing selama pandemi COVID-19. Desain yang dilakukan adalah
fenomenologi dan pengumpulan data dilakukan dengan wawancara mendalam melalui aplikasi
zoom (teleconference video). Informan dipilih secara purposive sampling sebanyak 9 informan
Kata Kunci:
yang terdiri dari 6 informan remaja usia 15 – 24 tahun dan 3 informan pendamping. Data dianalisis
remaja, emosional,
dengan menggunakan matriks dan analisis tematik. Hasil penelitian menunjukan bahwa remaja
kesehatan mental, social
merasakan berbagai perubahan dalam hubungan dengan keluarga dan teman sebaya selama social
distancing, COVID-19
distancing. Perubahan emosional yang dirasakan remaja seperti stress, gejela kecemasan, gejela
depresi dan kesepian.

EMOTIONAL CHARACTERISTICS OF ADOLESCENT WHO UNDERWENT SOCIAL


DISTANCING POLICIES DURING THE COVID-19 PANDEMIC

Keywords: adolescents, Abstract


emotional, mental health, COVID-19 has been declared an international public health emergency by WHO. The Indonesian
social-distancing, COVID- government has issued a policy as a strategy for controlling COVID-19 and encourages the public
19 to carry out social distancing. Social distancing during the COVID-19 pandemic will affect the
mental health of adolescents, where there is an increase in negative effects and a decrease in
positive influence on adolescent emotional changes. This research is a qualitative study that aims
to determine the emotional picture of adolescents who carry out social distancing during the
COVID-19 pandemic. The design used is the phenomenology and data collection was carried out
by in-depth interviews through the zoom application (video teleconference). The informants were
selected by purposive sampling as many as 9 informants consisting of 6 adolescent informants aged
15-24 years and 3 accompanying informants. Data were analyzed using matrices and thematic
analysis. The results showed that adolescents felt various changes in relationships with family and

© Poltekkes Kemenkes Jakarta I ISSN 2655-2434


Jl. Wijaya Kusuma No. 47-48 Cilandak Jakarta Selatan, Indonesia
email: jurnalquality@poltekkesjakarta1.ac.id
45

peers during social distancing. Emotional changes experienced by adolescents such as stress,
symptoms of anxiety, symptoms of depression and loneliness.
Korespondensi Penulis:
Hadi Pratomo
Pondok Cina Kota Depok, Jawa Barat 12345
Email: pratomohadi@gmail.com

© Poltekkes Kemenkes Jakarta I ISSN 2655-2434


Jl. Wijaya Kusuma No. 47-48 Cilandak Jakarta Selatan, Indonesia
email: jurnalquality@poltekkesjakarta1.ac.id
46

Pendahuluan rutinitas. Pada sebagian remaja, penutupan sekolah


dan perguruan tinggi secara nasional telah
Pada saat ini dunia sedang dilanda pandemi
berdampak negatif pada lebih dari 91% populasi
yang cukup mengkhawatirkan, yaitu COVID-19.
siswa dunia dan ini berkaitan dengan kecemasan
Hampir semua negara yang ada di dunia mengalami
yang disebabkan oleh perubahan dalam pendidikan,
pandemi COVID-19, tidak terkecuali Indonesia.
aktivitas fisik, dan kesempatan untuk bersosialisasi.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menetapkan
Tidak adanya keharusan untuk pergi ke sekolah
virus corona sebagai pandemi pada 11 Maret 2020
dalam jangka waktu yang lama mengakibatkan pada
karena penularan virus corona yang sangat cepat
sebagian remaja yang sebelumnya lebih menyukai
melanda dunia. Beberapa langkah yang dilakukan
aktivitas diluar ruangan berdampak pada
oleh pemerintah agar virus corona tidak menular
terganggunya aktivitas dan rutinitas yang
dengan cepat adalah menerapakan aturan PSBB
memunculkan rasa kebosanan dan kurangnya ide-
(Pembatasan Sosial Berskala Besar) dan social
ide inovatif untuk terlibat dalam berbagai kegiatan
distancing (Fitria & Ifdil, 2020).
akademik dan ekstrakurikuler (Ali et al., 2020).
Remaja merupakan kelompok usia rentan Beberapa anak telah menunjukkan perubahan
untuk mengalami gangguan kesehatan mental emosional karena tidak dapat bermain di luar
karena sedang terjadi masa transisi dari ruangan, tidak bertemu dengan teman dan tidak
perkembangan psikologis dan sosial. Remaja lebih terlibat dalam kegiatan sekolah secara langsung.
sering berinteraksi dengan teman sebaya dibanding Anak-anak ini menjadi lebih melekat, mencari
dengan keluarga. Penerapan social distancing perhatian dan lebih bergantung pada orang tua
menyebabkan adanya peraturan untuk tetap tinggal mereka karena pergeseran rutinitas akibat COVID-
dirumah, sehingga mereka tidak dapat berinteraksi 19 (Singh et al., 2020).
secara langsung dan membatasi komunikasi dengan
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
teman sebaya (Octavius et al., 2020). Sehingga
mengetahui gambaran emosional remaja yang
membuat beberapa perubahan dalam remaja, seperti
melakukan social distancing selama pandemi
hubungan sosialnya dengan teman sebaya dan orang
COVID-19 yang dilihat dari aspek perilaku, individu
tua (Magson et al., 2020). Social distancing
dan lingkungan berdasarkan pada teori SCT
memunculkan berbagai respon emosional remaja
Bandura.
terhadap kebijakan tersebut seperti kecemasan,
kebosanan, dan kesepian. Social distancing selama Metode
pandemi COVID-19 akan berpengaruh pada
kesehatan mental remaja, dimana terdapat Desain penelitian ini adalah fenomenologi
peningkatan pengaruh negatif dan penurunan dan pendekatan kualitatif deskriptif digunakan untuk
pengaruh positif pada perubahan suasana hati remaja mengumpulkan data. Tujuan fenomenologi adalah
(Janssen et al., 2020)(Adam A. Rogers et al., 2020). untuk mendeskripsikan pengalaman yang dirasakan
Penelitian yang dilakukan Fitria & Ifdil (2020), oleh remaja dalam menjalani social distancing
menunjukkan tingkat kecemasan remaja pada masa (Creswell,2015)
pandemi berada pada kategori tinggi (54%). Sagita
& Hermawan (2020) juga menunjukkan kesepian Instrumen penelitian dikembangkan oleh
yang dirasakan remaja berada pada kategori cukup peneliti berupa panduan wawancara mendalam yang
tinggi (43%), sehingga remaja membutuhkan terdiri dari 3 aspek dari teori SCT Bandura yang
perhatian dari lingkungan sekitar (seperti keluarga meliputi aspek lingkungan, individu dan perilaku.
dan teman) untuk menghadapi hal tersebut (Sagita & Pedoman wawancara diuji coba kepada sasaran yang
Hermawan, 2020). Remaja juga merasa terganggu memiliki kriteria yang sama dengan informan
dengan kurangnya kontak sosial dengan teman dan penelitian yang dilakukan pada tanggal 22 Desember
mengalami kebosanan (Janssen et al., 2020). 2020 secara virtual melalui aplikasi zoom. Hasil uji
coba waktu yang diperlukan 40-60 menit untuk
Penerapan social distancing membuat setiap informan. Setelah uji coba kami merevisi
perubahan termasuk dalam hal aktivitas dan pertanyaan agar kalimat mudah dipahami dan
mengurutkan pertanyaan dengan baik.
© Poltekkes Kemenkes Jakarta I ISSN 2655-2434
Jl. Wijaya Kusuma No. 47-48 Cilandak Jakarta Selatan, Indonesia
email: jurnalquality@poltekkesjakarta1.ac.id
47

Pengumpulan data dilakukan dengan pencegahan COVID-19. Seluruh informan


wawancara mendalam (in-depth interview). mengatakan COVID-19 disebabkan oleh virus.
Pelaksanaannya dilakukan 24 Desember 2020 - 4
Januari 2021 secara tatap muka virtual kurang lebih “COVID-19 itu virus baru yang sangat infeksius,
40-60 menit untuk masing-masing informan melalui pertama kali ditemukan di Wuhan, China. Virus ini
aplikasi zoom (teleconference video). Sebelum belum ada obat dan vaksinasinya.” (B.3, 19 Tahun,
diwawancarai, setiap informan diberikan penjelasan Remaja).
mengenai penelitian dan diminta kesediaan mengisi
formulir informed consent sesuai Deklarasi Helsinki Sebagian besar informan mengatakan
melalui google form. Data ditampilkan dalam COVID-19 ditularkan melalui droplet. Sebanyak
matriks data kualitatif dan data dianalisis dengan dua informan mengatakan ditularkan melalui kontak
menggunakan analisis tematik. Untuk menjaga langsung. Satu informan mengatakan tidak menjaga
validitas data, dilakukan konfirmasi dan klarifikasi kebersihan dan lebih mudah tertular jika
data yang diperoleh dengan informan setelah imunitasnya tidak baik.
wawancara mendalam dan dilakukan triangulasi “Cara penularannya dari droplet, dari udara juga
sumber, yaitu dengan membandingkan dan bisa. Terus juga imun, kalau imun kita drop lebih
melakukan kontras data dari informan yang berbeda, mudah terjadi penularan” (B.5, 24 tahun, Remaja).
yaitu remaja, keluarga/teman sebaya remaja, dan
ahli dalam psikologi perkembangan remaja. Seluruh informan mengatakan cara
pencegahan COVID-19 adalah dengan 3M
Hasil (Menjaga jarak, mencuci tangan dan memakai
Informan pada penelitian ini memiliki karakteristik masker). Ada juga satu informan yang
yang sesuai dengan tujuan penelitian ini, dimana menambahkan dengan minum vitamin, berjemur,
informan terdiri dari: dan mematuhi aturan social distancing dan
1. Informan Pendukung, berjumlah 3 (tiga) lockdown.
orang, yang terdiri dari informan berusia 30
tahun selaku Ahli Psikologi Perkembangan “3M, sama itu harus banyak minum vitamin,
Remaja. 1 (satu) orang selaku orang tua (47 berjemur juga” (B.6, 20 tahun, Remaja).
Tahun) yang berpendidikan S3 Hukum dan
1 orang lainnya ialah remaja berusia 19 Informan juga memahami arti dari social
Tahun selaku teman sebaya yang memiliki distancing dimana seluruh informan mengatakan
latar belakang pendidikan S1 Hubungan social distancing adalah aturan untuk menjaga jarak.
Internasional. Motivasi informan dalam menjalankan social
2. Informan utama, berjumlah 6 (enam) remaja distancing adalah sebagian besar informan takut
perempuan yang berusia 18-24 Tahun tertular dan menularkan. Ada juga informan yang
dengan latar belakang pendidikan yang mengatakan belum ingin mati dan takut dengan
meliputi FMIPA, pendidikan dokter, olah stigma masyarakat. Dan terdapat satu informan yang
raga, kesehatan masyarakat, sastra Inggris mengatakan hanya mematuhi aturan pemerintah,
dan FDI. 4 dari 6 informan memiliki jenis supaya tidak didenda.
HP Android, dengan penggunaan akses
internet 12-20 jam/sehari dan pengeluaran “Mengikuti pemerintah saja, daripada didenda dan
biaya internet sebesar Rp.100.000-400.000/ tertular, mending dirumah aja. Kalau didenda tuh
Bulan. malu, apalagi suruh nyapu.” (B.3, 19 Tahun,
Remaja).
Tema 1: Individu
Pengetahuan Remaja Mengenai COVID-19 Kepribadian pada Remaja

Secara umum informan memiliki Sebagian besar informan adalah tipe yang
pengetahuan terhadap COVID-19, informan lebih senang beraktivitas di luar rumah, dan satu
mengetahui penyebab, cara penularan dan cara informan suka beraktivitas di manapun dengan
© Poltekkes Kemenkes Jakarta I ISSN 2655-2434
Jl. Wijaya Kusuma No. 47-48 Cilandak Jakarta Selatan, Indonesia
email: jurnalquality@poltekkesjakarta1.ac.id
48

syarat dapat berkumpul dengan teman. Hal ini sesuai “Bete karena biasanya jalan dan ngumpul dengan
dengan yang dikatakan oleh informan pendukung teman.” (B.5, 24 tahun, Remaja).
(keluarga), bahwa remaja lebih senang berkumpul
dengan teman/keluarga di luar rumah. Berbeda “Saat ini sudah adaptasi, kalau saat awal, harus
halnya dengan B.1, ia mengatakan bahwa lebih lebih berkorban seperti membayarkan teman untuk
senang tinggal di rumah. rapid test supaya bisa menginap dirumah.” (B.3, 19
Tahun, Remaja).
“Suka aktifitas keluar rumah dan berkumpul dengan
teman” (B.5, 24 tahun, Remaja). Pendapat ini didukung oleh ahli yang
“Lebih suka tinggal dirumah dan senang berkumpul mengatakan:
dengan teman di rumah atau disekolah.” (B.1, 19
tahun, Remaja). “Karena harus di rumah dan tidak dapat
menyalurkan energinya, remaja akan mudah jenuh
Perasaan Akibat Social Distancing dan bosan sehingga timbul kekecewaan. Remaja
juga akan merasa kesepian akibat tidak menemukan
Perasaan informan saat pertama kali diminta identitas dari orang lain, hal ini dapat menimbulkan
untuk di rumah saja menyebabkan sebagian besar stress. Depresi juga dapat terjadi karena kesedihan
informan merasa bingung, sedih dan bosan. Ada dan kemarahan yang tidak dapat diungkapkan
juga yang merasa cemas, takut tidak punya teman, karena tidak bisa melakukan aktivitas secara
kecewa, kacau, dan sulit diterapkan. Hal ini sesuai normal.” (A1, 30 tahun, Psikologi Perkembangan).
dengan yang disampaikan oleh keluarga, bahwa
informan merasa kecewa, sedih, bingung, takut tidak Perasaan Terhadap COVID-19
punya teman, bahkan ada yang jarang tidur. Berbeda
dengan informan B.1 yang suka di rumah, ia merasa Saat pertama kali mendengar berita
biasa saja. mengenai COVID-19, sebagian besar remaja merasa
cemas, takut dan khawatir. Dua informan merasa
“Cemas, timbul kebingungan aktivitas apa yang biasa saja dan satu informan justru merasa penasaran
dapat dilakukan di rumah.” (B.2, 18 tahun, Remaja). dengan kehadiran COVID-19. Kemudian sebagian
besar informan yang memiliki keluarga pernah
Pendapat ini didukung oleh ahli, yang mengatakan: terserang COVID-19 semakin menjadikan perasaan
remaja menjadi takut dan sedih. Hal ini sesuai
“Remaja yang biasa aktivitas di luar akan dengan pernyataan yang disampaikan oleh informan
mengalami kebosanan terutama saat awal pandemi. pendukung bahwa:
Namun, karena ini berkepanjangan semua tipe
karakteristik remaja akan mengalami kejenuhan “Kecemasan juga dapat timbul akibat ada keluarga
yang sama (membatasi interaksi dengan teman, yang positif COVID-19, ada perasaan takut
tidak bisa keluar rumah, tidak dapat melakukan ditinggal orang tua dan harus bertahan hidup
kegiatan atau hobi yang diinginkan)” (A1, 30 tahun, sendirian” (A1, 30 tahun, Psikologi
Psikologi Perkembangan). Perkembangan).

Perasaan yang dirasakan informan selama Perasaan takut ini menjadi motivasi dan
social distancing, sebagian besar informan merasa sebuah keharusan tersendiri bagi remaja untuk tetap
bosan dan kesal. Ada juga yang merasa putus asa. tinggal dirumah. Bahkan terdapat satu informan
Hal ini sesuai dengan yang disampaikan informan yang diharuskan orang tua untuk tetap dirumah
pendukung, bahwa remaja merasa bosan. Bahkan karena takut tertular dan menularkan.
terdapat satu informan yang rela mengeluarkan uang
untuk rapid test demi teman-temannya bisa “Perasaannya jadi takut mau keluar rumah apalagi
menginap di rumahnya, karena menurutnya tidak lewatin daerah itu” (B.6, 20 tahun, Remaja).
seru jika hanya ada keluarga saja. Lain halnya
dengan informan B.1 yang suka di rumah, ia merasa “takut, karena dapat pengekangan dari orang tua,
biasa saja. diwanti-wanti jangan sampai menularkan ke
© Poltekkes Kemenkes Jakarta I ISSN 2655-2434
Jl. Wijaya Kusuma No. 47-48 Cilandak Jakarta Selatan, Indonesia
email: jurnalquality@poltekkesjakarta1.ac.id
49

anggota keluarga yang lain” (B.2, 18 tahun, rutinitasnya selama pandemi, meliputi membaca
Remaja). buku, mencari info terbaru mengenai pendidikan,
bermain game online, menonton drama korea dan
Tema 2: Perilaku bahkan ada satu remaja yang berusaha menanyakan
Aktivitas dan Rutinitas Remaja Sebelum dan apa yang dilakukan temannya melalui aplikasi video
Selama Pandemi COVID-19 call hanya untuk ingin mengetahui bagaimana
temannya mengatasi kebosanannya selama pandemi.
Sebelum pandemi, sebagian besar informan
memiliki aktivitas dan rutinitas yang lebih teratur “vcall dengan teman untuk menyapa dan mencari
karena ada keharusan untuk mengatur jadwal yang tahu tentang bagaimana teman lain mengatasi rasa
bersifat memaksa, seperti harus pergi ke sekolah kebosanannya, untuk dijadikan referensi” (B.2, 18
atau kampus setiap hari pada jam yang telah tahun, Remaja).
ditentukan, aktif dalam organisasi, kegiatan kuliah
sambil bekerja, dan bahkan untuk bertemu dan Penggunaan Media Sosial
berkumpul dengan teman. Namun aktivitas dan
rutinitas tersebut mengalami perubahan yang Seluruh informan memiliki akses internet
menjadikan pengaturan waktu yang tidak teratur dan dan tidak ada kendala dalam menggunakan internet.
bahkan satu informan mengalami perubahan secara Waktu penggunaan media sosial oleh informan
menyeluruh. cukup bervariasi antara 7-16 jam per hari. Media
sosial yang paling sering digunakan adalah aplikasi
“setelah pulang sekolah, sering pergi berkunjung untuk chatting dan menonton video. Motivasi
kerumah saudara/ teman, namun sekarang jadi remaja dalam menggunakan media sosial juga
berubah total. jadi memasak, berkebun, menonton” beragam mulai dari berkomunikasi dengan teman
(B.3, 19 tahun, Remaja). dan keluarga, untuk mengerjakan tugas kuliah,
melihat berita terbaru dan sebagai hiburan hiburan.
“Banyak kegiatan di sekolah, jadi harus bisa Mayoritas inforan mengatakan senang dengan
mengatur waktu. kegiatannya tidak teratur, waktu adanya media sosial.
mengerjakan tugas lebih fleksibel, karena kan tidak
ada kewajiban harus berangkat pagi-pagi buat “Menulis di tumblr dan jadi lebih sering interaksi
kuliah” (B.2, 18 tahun, Remaja). dengan pembaca dan penulis lain di tumblr dan di
tumblr itu asik. Kalau wa, saya lebih ke komunikasi.
Mengisi Waktu Luang Saat Social Distancing Kalau pinterest lebih ke mencari inspirasi ke
gambar” (B.4, 19 tahun, Remaja).
Banyaknya waktu luang selama pandemi
dimana sebagian besar informan menyatakan Perubahan Emosional
memiliki waktu luang selama lebih dari 6-8 jam
setiap harinya maka tidak sedikit remaja yang Mayoritas informan mengatakan mengalami
mengalami kebosanan dalam beraktivitas dan perubahan pola tidur selama social distancing,
rutinitas walaupun ada satu informan yang kuliah hanya informan B.3 yang tidak megalami perubahan
dan juga bekerja yang tidak memiliki banyak waktu pola tidur.
luang namun informan tersebut tetap mengutarakan
kebosananya karena tidak dapat berkumpul dengan “Begadang, karena ngebut nonton film hahah
teman-temannya. kemaren pas lagi ada tugas, ya tugas harus
prioritasin. Sekarang udah liburan, ya ngebut
“Tidak punya waktu luang karena kuliah nyambi nonton film. Kalo sebelum pandemic, jam 10 aku
kerja sudah gitu ditambah tidak bisa kumpul-kumpul udah pasti tidur” (B.6, 20 tahun, Remaja).
bareng temen walaupun hanya makan diluar” (B.6,
20 tahun, Remaja). Keadaan emosional informan selama social
distancing mayoritas informan mengatakan stress,
Banyak cara yang dilakukan oleh remaja hanya informan B.1 yang mengatakan biasa saja.
dalam mengatasi kebosanan aktivitas dan Mayoritas informan mengatakan bahwa stress yang
© Poltekkes Kemenkes Jakarta I ISSN 2655-2434
Jl. Wijaya Kusuma No. 47-48 Cilandak Jakarta Selatan, Indonesia
email: jurnalquality@poltekkesjakarta1.ac.id
50

dialami selama social distancing dapat diatasi Kurangnya interaksi selama pandemi COVID-
seiring dengan berjalannya waktu. 19 menyebabkan kesalahpahaman pada teman
sehingga terjadi konflik dan hilangnya komunikasi
Tema 3: Lingkungan dengan teman,
Pada remaja terjadi perubahan yang “Karena pandemi ini kita jadi jarang ketemu dan
signifikan dalam hubungan interpersonal, terutama kurang komunikasi, jadi ada konflik dan salah
dengan orang tua dan teman sebaya. Perubahan paham. Sekarang komunikasi jadi lost contact” (B5,
fisiologis pada remaja ini terkait dengan pubertas 24 tahun, Remaja).
yang terjadi sehingga meningkatkan kepekaan
terhadap kehidupan sosial. Tindakan social Dengan peraturan yang haruskan di rumah saja, ada
distancing membatasi interaksi dengan teman dan beberapa remaja yang merasa terganggu saat
meningkatkan waktu di rumah bersama keluarga. berinterkasi dengan teman melalui media sosial.
(Magson et al., 2020).
“Kadang interaksi sama temen berlebihan malah
Perubahan Pola Pendidikan bikin masalah. Mereka jadi malah suka ikut
campur.” (B2, 18 tahun, Remaja).
Sebagian besar informan merasa keberatan
dengan pola pendidikan yang dilakukan secara Interaksi dengan Orang Tua
online, hanya ada satu informan yang setuju dengan
Peraturan social distancing membuat remaja
metode ini. Sebagian besar informan berpendapat
lebih banyak menghabiskan waktu di rumah
jika metode pembelajaran jarak jauh membuat
bersama keluarganya. fase remaja awal sedang
mereka tidak mengerti dengan materi perkuliahan,
terjadi crisis identity terhadap keluarga sehingga
timbul kebosanan jika hanya menatap layar laptop
remaja lebih menarik diri dari keluarga dan lebih
saja dan banyaknya tugas yang diberikan.
banyak menghabiskan waktu dengan teman.
“Terlalu banyak dan menyita waktu, dosennya
“Pada fase remaja awal mulai menunjukkan crisis
males jelasin jadi alternatifnya ya mahasiswa yang
identity terhadap keluarga sehingga remaja lebih
disuruh cari bahan kuliah” (B.3, 19 tahun, Remaja).
menarik diri dari keluarga dan lebih banyak
Pembelajaran jarak jauh juga membutuhkan dukungan teman.” (A1, 30 tahun,
mempengaruhi kondisi emosional remaja. Mayoritas Psikologi Perkembangan)
informan mengatakan bahwa pembelajaran jarak
Pola asuh orang tua menentukan keadaaan
jauh membuat mood/ perasaan informan menjadi
emosional pada remaja. Orang tua yang membangun
negatif, bosan, mudah marah hingga stress.
hubungan yang hangat dengan anaknya akan terjalin
Interaksi dengan Teman Sebaya hubungan yang lebih intim sedangkan pola asuh
orang tua yang otoriter dan kurang perhatian
Persahabatan menjadi sumber keterikatan, terhadap remaja dapat meningkatkan konflik.
keintiman dan dukungan sosial yang penting pada
masa remaja. Kedekatan dengan teman sebaya “Orang tua yang membangun hubungan yang
membantu remaja untuk beradaptasi dengan hangat dengan anaknya akan terjalin hubungan
lingkungan sehingga mengurangi perasaan stres dan yang lebih intim. orang tuanya lebih otoriter dan
cemas. kurang perhatian terhadap remaja tersebut, remaja
“Remaja butuh teman untuk membangun identitas akan lebih mudah terjadinya stress”. (A1, 30 tahun,
remaja tersebut. Teman juga sebagai media untuk Psikologi Perkembangan)
curhat jika remaja tersebut tidak teralalu dekat
dengan keluarga.” (A1, 30 tahun, Psikologi Selama social distancing hubungan remaja
Perkembangan). dengan orang tua mempengaruhi kondisi emosinya
karena terdapat beberapa perbedaan prinsip.

© Poltekkes Kemenkes Jakarta I ISSN 2655-2434


Jl. Wijaya Kusuma No. 47-48 Cilandak Jakarta Selatan, Indonesia
email: jurnalquality@poltekkesjakarta1.ac.id
51

“Selama social distancing jadi tambah stress, cenderung lebih patuh akan himbauan pemerintah
karena saya udah bisa menebak pola pikir orang seperti memakai masker, menjaga jarak dan mencuci
tua dan keluarga saya” (B4, 19 tahun Remaja). tangan (Agung, 2020). Dalam penelitian ini juga
terdapat informan yang rela mengeluarkan biaya
Konflik dengan orang tua juga dirasakan untuk teman-temannya melakukan rapid test demi
terjadi karena merasa bosan di rumah dan hubungan bisa berkumpul bersama teman. Tipe kepribadian
dengan orang tua selama pandemi tidak terlalu akur. juga mempengaruhi tingkat kecemasan seseorang.
Orang yang memiliki tipe kepribadian introvert
“Ketemu orang tua sampai merasa bosen, sampai memiliki tingkat kecemasan yang lebih tinggi
rasanya pengen gitu orang dirumah pergi semua, dibandingkan orang dengan tipe ekstrovert
kayak ngerasa enek gitu.” (B.3, 19 tahun, Remaja). (Pamungkas, 2020).
Berbeda dengan remaja ini semakin dekat Pandemi dan lockdown menimbulkan rasa
dengan orang tua karena selama social distancing takut dan kecemasan di seluruh dunia. Kecemasan,
lebih banyak menghabiskan waktu dengan orang rasa takut dan kekhawatiran meningkat seiring
tua. dengan adanya prediksi atau bukti yang semakin
nyata dalam pengalaman hidupnya dan juga dapat
“Aku tipenya yang deket banget sama keluarga. dikarenakan terdapat keluarga atau orang terdekat
Karena selama social distancing jadi lebih sering di yang terserang COVID-19 (Singh et al., 2020).
rumah malah makin harmonis.” (B.1, 19 tahun, Namun berbeda dengan remaja yang telah memiliki
Remaja). pengetahuan dan cara untuk mencegahnya maka
perasaan cemas dan kekhawatiran masih dapat
Pembahasan
teratasi (Djalante et al., 2020).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa
Permasalahan yang dialami remaja selama
seluruh informan mengetahui dan memahami
social distancing yaitu remaja merasa bosan, merasa
penyebab COVID-19, cara penularan, cara
jenuh dengan tugas-tugas, rindu dengan aktivitas
pencegahan dan juga memahami social distancing.
yang dulu, cemas dengan keadaan saat ini, takut
Hal ini didukung oleh penelitian yang dilakukan
terjangkit, malas beraktivitas dan merasa muak, dan
oleh Anggraeni dan Safitri (2020), hasil
perasaan lainnya yang mengganggu (rindu aktivitas
penelitiannya menunjukkan responden remaja usia
sekolah, jenuh tidak bisa beraktivitas, jenuh dengan
12-22 tahun memiliki tingkat pengetahuan yang
keadaan yang mengharuskan jaga jarak, malas
tinggi tentang COVID-19 (Anggraeni & Safitri,
bergerak, hilang minat, merasa sepi) (Nita et al.,
2020). Penelitian Yuwono, dkk (2020) pada santri
2020).
PAYD Muhammadiyah Gombong juga
menunjukkan tingkat pengetahuan responden Adanya gangguan psikologis remaja selama
terhadap COVID-19 dalam kategori baik (82%) masa social distancing, jika tidak segera ditangani,
(Yuwono et al., 2010). akan semakin parah yang bahkan bisa sampai
kepada bunuh diri. Hal ini disampaikan oleh ahli
Remaja cenderung lebih senang bersama
(Informan A.1, 30 tahun) bahwa, “Anxiety dan
dengan temannya daripada dengan keluarga. Dalam
depresi yang sudah berat, jika tidak dapat ditangani
penelitian ini, sebagian besar remaja tipe yang suka
lebih lanjut bisa ke arah suicide.”. Penelitian yang
beraktivitas di luar rumah dan berkumpul dengan
dilakukan oleh Manzar, et al (2020), didapatkan 37
temannya. Hal ini dapat mempengaruhi kepatuhan
kejadian bunuh diri di 11 negara selama masa
remaja terhadap social distancing. Perbedaan
lockdown (15 Februari-6 Juli). Dimana sebagian
kepatuhan terhadap social distancing secara umum
besar alasan bunuh diri terkait dengan
terdapat tiga hal yang harus diperhatikan yaitu
ketidakstabilan mental seperti depresi, kesepian,
karakteristik personal (pendidikan, status sosial
tekanan psikologis, dan lain-lain. Lain halnya
ekonomi, kepribadian, pengalaman dan
dengan remaja yang suka di rumah, ia merasa biasa
pengetahuan), lingkungan dan otoritas (pemerintah).
saja dengan kondisi social distancing. Remaja yang
Orang yang mudah khawatir tentang COVID-19
lebih suka tinggal di rumah lebih sedikit mengalami
© Poltekkes Kemenkes Jakarta I ISSN 2655-2434
Jl. Wijaya Kusuma No. 47-48 Cilandak Jakarta Selatan, Indonesia
email: jurnalquality@poltekkesjakarta1.ac.id
52

gejala kecemasan dan depresi selama social Perubahan sistem pendidikan menjadi
distancing (Oosterhoff et al., 2020). pembelajaran online berdampak pada gangguan
emosional pada remaja. Penelitian menemukan
Dampak pandemi COVID-19 dapat
bahwa remaja mengalami kesulitan selama
menimbulkan dampak positif dan negatif. Dampak
pembelajaran online yang dikaitkan dengan
positif timbul bagi remaja yang dapat
peningkatan gejala depresi. Kesulitan yang paling
mengoptimalkan waktu luang yang tersedia untuk
sering dilaporkan terkait masalah teknologi, tidak
kegiatan yang menyenangkan, merencanakan
memahami materi pembelajaran, tidak dapat
goals/tujuan, pembelajaran online, berolahraga dan
bertanya dengan guru dan masalah dengan motivasi
menikmati waktu bersama orang tua sedangkan
(Magson et al., 2020).
dampak negatif dapat disebabkan oleh kegiatan yang
terkesan monoton, berulang sehingga membuat Dukungan keluarga dan teman sebaya
frustasi dan membosankan. Ketiadaan rutinitas berperan penting dalam hasil kesehatan mental
wajib seperti pergi ke sekolah membuat hidup tidak remaja selama pandemi. Perhatian orang tua
teratur dan membingungkan, produktivitas rendah terhadap remaja yang ditandai dengan komunikasi
yang disebabkan banyak terjadi penundaan dan tidak yang baik dan kasih sayang dapat menurunkan
ada keinginan untuk melakukan apapun gangguan emosional dan remaja dengan mudah
(Branquinho et al., 2020). menyelesaikan konflik yang diterimanya dengan
teman sebaya (Marques de Miranda et al., 2020a).
Keharusan remaja untuk tetap tinggal
dirumah membuat remaja semakin memiliki banyak Remaja yang mengalami kurang perhatian
waktu untuk mengakses media sosial dengan tujuan dari keluarga meningkatkan konflik sehingga dapat
untuk dapat tetap terhubung dan berinteraksi dengan menyebabkan pengaruh emosi ke arah negatif
teman-temannya. Teknologi digital saat ini telah seperti stres, cemas dan depresi (Marques de
mendukung remaja untuk melakukan komunikasi Miranda et al., 2020b). Terdapat peningkatan
secara virtual, yang dapat menampilkan interaksi konflik keluarga yang lebih besar selama pandemi
layaknya seperti bertatap muka secara langsung. COVID-19 yang dikaitkan dengan gangguan
Usaha ini merupakan upaya remaja dalam hal emosional (Adam A. Rogers et al., 2020).
pencarian dukungan yang mungkin didapatkan dari
Kurangnya interaksi teman sebaya karena
teman sebaya maupun keluarga yang akan
aturan social distancing selama pandemi COVID-19
berpengaruh pada keadaan emosional remaja saat
menyebabkan penurunan dukungan teman sebaya
pandemi ini (Branquinho et al., 2020). Selain itu
sehingga terjadi peningkatan konflik dan gangguan
penggunaan internet dan media sosial yang
emosional pada remaja (Adam A. Rogers et al.,
berlebihan juga berpengaruh terhadap keadaan
2020). Persepsi penurunan dukungan teman selama
psikososial remaja yang mengakibatkan berbagai
COVID-19 disebabkan karena gejala depresi pada
masalah psikologis (Fernandes et al., 2020).
remaja dan konflik yang terjadi dengan teman
Perubahan pola tidur juga terjadi pada sebaya terkait dengan perasaan kesepian (Adam A.
sebagian besar remaja selama pandemi. Remaja Rogers et al., 2020).
cenderung mengalami gejala insomnia yang
Persahabatan menjadi sumber ketertarikan,
mengakibatkan depresi dan kecemasan (Zhou et al.,
keintiman dan dukungan sosial yang penting pada
2020). Gangguan emosional yang paling sering
masa remaja. Kedekatan dengan teman sebaya
ditemukan pada remaja adalah stres, depresi dan
membantu remaja untuk beradaptasi dengan
anxiety (Terzian et al., 2011). Gangguan emosional
lingkungan sehingga mengurangi perasaan stres dan
pada remaja dapat menyebabkan berbagai kesulitan
cemas. Penelitian menyatakan bahwa persahabatan
dalam bidang akademik, penurunan performa dalam
dengan teman dapat mencegah remaja dari
aktivitas, kesulitan menjalin hubungan
meningkatnya gangguan emosional (Yeung
interpersonal, penurunan kualitas hidup, dan
Thompson & Leadbeater, 2013).
gangguan dalam kesehatan fisik (Sulaiman &
Mansoer, 2019).

© Poltekkes Kemenkes Jakarta I ISSN 2655-2434


Jl. Wijaya Kusuma No. 47-48 Cilandak Jakarta Selatan, Indonesia
email: jurnalquality@poltekkesjakarta1.ac.id
53

Kesimpulan dan Saran air environment: evidence from Turkey. Air


Quality, Atmosphere and Health, Kandemir.
Kesimpulan https://doi.org/10.1007/s11869-020-00943-2
Social distancing selama pandemi COVID-19 Anggraeni, D., & Safitri, C. A. (2020). Hubungan
membuat adanya perubahan emosional pada remaja. Pengetahuan Remaja Tentang COVID-19
Pada awal pandemi remaja cenderung merasa dengan Kepatuhan dalam Menerapkan
cemas, takut dan khawatir. Dukungan keluarga dan Protokol Kesehatan di Masa New Normal.
teman sebaya berperan penting dalam hasil Hospital Majapahit, 12(2), 134–142.
kesehatan mental remaja selama pandemi. Remaja
merasakan perubahan emosional selama pandemi Branquinho, C., Kelly, C., Arevalo, L. C., Santos,
COVID-19 karena remaja kurang berinteraksi A., & Gaspar de Matos, M. (2020). “Hey, we
dengan lingkunganya selama pandemi COVID-19. also have something to say”: A qualitative
Kurangnya interaksi teman sebaya karena aturan study of Portuguese adolescents’ and young
social distancing selama pandemi COVID-19 people’s experiences under COVID-19.
menyebabkan penurunan dukungan teman sebaya Journal of Community Psychology, 48(8),
sehingga terjadi peningkatan konflik dan gangguan 2740–2752.
emosional pada remaja. https://doi.org/10.1002/jcop.22453

Saran Creswell, J. W. (2015). Penelitian kualitatif & desain


riset: Memilih di antara lima pendekatan.
Adanya perubahan emosional remaja selama social
Yogyakarta: PUSTAKA PELAJAR.
distancing perlu mendapat perhatian yang lebih
karena akan mempengaruhi kualitas hidup dan Djalante, R., Lassa, J., Setiamarga, D., Sudjatma, A.,
gangguan dalam kesehatan fisik remaja. Oleh karena Indrawan, M., Haryanto, B., Mahfud, C.,
itu perlu dilakukannya intervensi pada remaja agar Sinapoy, M. S., Djalante, S., Rafliana, I.,
tidak menimbulkan dampak kesehatan yang lebih Gunawan, L. A., Surtiari, G. A. K., &
buruk. Intervensi bisa dilakukan melalui orang Warsilah, H. (2020). Review and analysis of
terdekat seperti dukungan keluarga dan teman current responses to COVID-19 in Indonesia:
sebaya. Period of January to March 2020. Progress in
Disaster Science, 6, 100091.
Daftar Pustaka
https://doi.org/10.1016/j.pdisas.2020.100091
Adam A. Rogers, P. D., Thao Ha, P. D., & Ockey, S. Fernandes, B., Biswas, U. N., Tan-Mansukhani, R.,
(2020). Adolescents’ Perceived Socio- Vallejo, A., & Essau, C. A. (2020). The impact
Emotional Impact of COVID-19 and of COVID-19 lockdown on internet use and
Implications for Mental Health: Results From escapism in adolescents. American Journal of
a U.S.-Based Mixed-Methods Study. Journal Emergency Medicine, 7, 59–65.
of Adolescent Health, 14(4)(January), 337– https://doi.org/10.1016/j.ajem.2020.11.067
339.
Fitria, L., & Ifdil, I. (2020). Kecemasan remaja pada
Agung, I. M. (2020). Memahami Pandemi Covid-19 masa pandemi Covid -19. Jurnal EDUCATIO:
Dalam Perspektif Psikologi Sosial. Jurnal Pendidikan Indonesia, 6(1), 1.
Psikobuletin:Buletin Ilmiah Psikologi, 1(2), https://doi.org/10.29210/120202592
68–84. http://ejournal.uin-
suska.ac.id/index.php/Psikobuletin/article/vie Janssen, L. H. C., Kullberg, M. L., Verkuil, B., van
w/9616/5058 Zwieten, N., Wever, M. C. M., van Houtum, L.
A. E. M., Wentholt, W. G. M., & Elzinga, B.
Ali, H., Yilmaz, G., Fareed, Z., Shahzad, F., & M. (2020). Does the COVID-19 pandemic
Ahmad, M. (2020). Impact of novel impact parents’ and adolescents’ well-being?
coronavirus (COVID-19) on daily routines and An EMA-study on daily affect and parenting.
© Poltekkes Kemenkes Jakarta I ISSN 2655-2434
Jl. Wijaya Kusuma No. 47-48 Cilandak Jakarta Selatan, Indonesia
email: jurnalquality@poltekkesjakarta1.ac.id
54

PLoS ONE, 15(10 October), 1–21. Xu, L., Mcintyre, R. S., Anum S. Minhas,
https://doi.org/10.1371/journal.pone.0240962 M.D., Paul Scheel, M.D., Brian Garibaldi,
M.D., Gigi Liu, M.D., M.Sc., Maureen Horton,
Magson, N. R., Freeman, J. Y. A., Rapee, R. M., M.D., Mark Jennings, M.D., M.H.S., Steven R.
Richardson, C. E., Oar, E. L., & Fardouly, J. Jones, M.D., Erin D. Michos, M.D., M.H.S.,
(2020). Risk and Protective Factors for Allison G. Hays, M. D., Sonja A. Rasmussen,
Prospective Changes in Adolescent Mental MD, MS, J. C. S., Crespo-facorro, B., …
Health during the COVID-19 Pandemic. Wang, S. (2020). Adolescents’ Motivations to
Journal of Youth and Adolescence. Engage in Social Distancing During the
https://doi.org/10.1007/s10964-020-01332-9 COVID-19 Pandemic: Associations With
Mental and Social Health. Journal of
Marques de Miranda, D., da Silva Athanasio, B., Adolescent Health, 290(January), 19–21.
Sena Oliveira, A. C., & Simoes-e-Silva, A. C.
(2020a). How is COVID-19 pandemic Pamungkas, A. (2020). Tipe Kepribadian
impacting mental health of children and Ekstrovert-Introvert dan Kecemasan
adolescents? International Journal of Disaster Mahasiswa pada Masa Pandemi COVID-19.
Risk Reduction, 51(August), 101845. Syams: Jurnal Studi Keislaman, 1, 36–42.
https://doi.org/10.1016/j.ijdrr.2020.101845
Sagita, D. D., & Hermawan, D. (2020). Kesepian
Marques de Miranda, D., da Silva Athanasio, B., Remaja Pada Masa Pandemi COVID-19.
Sena Oliveira, A. C., & Simoes-e-Silva, A. C. Enlighten: Jurnal Bimbingan Konseling Islam,
(2020b). How is COVID-19 pandemic 3(2), 122–130.
impacting mental health of children and
adolescents? International Journal of Disaster Singh, S., Roy, D., Sinha, K., Parveen, S., Sharma,
Risk Reduction, 51(August), 101845. G., & Joshi, G. (2020). Impact of COVID-19
https://doi.org/10.1016/j.ijdrr.2020.101845 and lockdown on mental health of children and
adolescents: A narrative review with
Nita, R. W., Kartika, E., Sari, W., & Solina, W. recommendations. Psychiatry Research,
(2020). Identifikasi Permasalahan Psikologis Volume 293(January).
Remaja Pada Masa “Social Distancing”
Melalui Assesmen Survey Heart. Prosiding Sulaiman, N., & Mansoer, W. W. (2019).
Seminar Dan Lokakarya Nasional Bimbingan Kehangatan Hubungan dengan Orangtua,
Dan Konselling PD ABKIN JATIM & UNIPA Pengasuh dan Teman dengan Sindrome
SBY, 375–385. file:///D:/PASCA Depresi pada Remaja Panti Asuhan di Jakarta.
UNUD/Literatur/PROPOSAL Jurnal PSYCHE 165 Fakultas Psikologi, 12(2).
PASCA/Wellbeing/Permasalahan psikologi
remaja saat social distancing.pdf Terzian, M., Hamilton, K., & Ericson, S. (2011).
What works to prevent or reduce internalizing
Notoatmodjo, S. (2007). Promosi Kesehatan dan problems or socio-emotional difficulties in
Ilmu Perilaku. Rineka Cipta. adolescents: Lessons from experimental
evaluations of social interventions. Child
Octavius, G. S., Silviani, F. R., Lesmandjaja, A., Trends, 34, 337–344.
Angelina, & Juliansen, A. (2020). Impact of http://www.childtrends.org/wp-
COVID-19 on adolescents’ mental health: a content/uploads/2013/06/2011-
systematic review. Middle East Current 34DUPWhatWorksSocio-Emotional.pdf
Psychiatry, 27(1), 4–11.
https://doi.org/10.1186/s43045-020-00075-4 Yeung Thompson, R. S., & Leadbeater, B. J. (2013).
Peer victimization and internalizing symptoms
Oosterhoff, B., Ph, D., Palmer, C. A., Ph, D., from adolescence into young adulthood:
Wilson, J., S, M., Shook, N., Ph, D., Huang, Y., Building strength through emotional support.
Zhao, N., Wang, C., Pan, R., Wan, X., Tan, Y., Journal of Research on Adolescence, 23(2),
© Poltekkes Kemenkes Jakarta I ISSN 2655-2434
Jl. Wijaya Kusuma No. 47-48 Cilandak Jakarta Selatan, Indonesia
email: jurnalquality@poltekkesjakarta1.ac.id
55

290–303. https://doi.org/10.1111/j.1532-
7795.2012.00827.x

Yuwono, P., Nugroho, F. A., & Santoso, D. (2010).


Pengetahuan tentang covid-19 pada remaja
santri payd muhammadiyah gombong. 12–16.

Zhou, S., Wang, L., Yang, R., Yang, X., & Zhang,
L. (2020). Sleep problems among Chinese
adolescents and young adults during the
coronavirus-2019 pandemic. Sleep Medicine,
Sleep Medi(January).

© Poltekkes Kemenkes Jakarta I ISSN 2655-2434


Jl. Wijaya Kusuma No. 47-48 Cilandak Jakarta Selatan, Indonesia
email: jurnalquality@poltekkesjakarta1.ac.id

Anda mungkin juga menyukai