Anda di halaman 1dari 29

LAPORAN PENDAHULUAN

THALASEMIA

Disusun dalam rangka memenuhi tugas

stase Keperawatan Anak

Disusun oleh:

HASRIANI

14420202115

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

2020
BAB I
KONSEP MEDIS

A. KONSEP PENYAKIT
1. Definisi Thalasemia
Thalasemia merupakan penyakit kelainan darah dengan kondisi
sel darah merah lebih mudah rusak atau umurnya lebih pendek dari sel
darah merah yang normal (< 120 hari) (Susyanti dan Prayustira, 2016).
Thalasemia merupakan sindrom kelainan darah yang diwariskan dan
merupakan kelompok penyakit hemoglobinopati, yaitu kelainan yang
disebabkan oleh gangguan sintesis hemoglobin akibat mutasi didalam
atau dekat gen globin (Nurafif dan Kusuma, 2015).
Penyakit thalasemia merupakan salah satu penyakit genetic
tersering di dunia. Penyakit ini disebabkan oleh ketidakmampuan
sumsun tulang membentuk protein yang dibutuhkan untuk
memproduksi hemoglobin. Hemoglobin merupakan protein kaya zat
besi yang berada dalam sel darah merah yang berfungsi untuk
mengangkut oksigen dari paru-paru keseluruh tubuh (Sausan, 2020).
2. Klasifikasi Thalasemia
Klasifikasi thalassemia Menurut Priantono, Tanto, dan Sjakti (2016)
adalah sebagai berikut:
a. Thalasemia Alfa
Thalassemia alfa adalah hasil dari defisiensi atau tidak
adanya sintesis rantai globin alfa, sehingga rantai globin beta
berlebih. Produksi rantai globin alfa dikendalikan oleh dua gen
pada masing-masing kromosom 16. Penurunan produksi biasanya
disebabkan oleh delesi satu atau lebih dari gen ini. Deleksi gen
tunggal akan menyebabkan karier thalassemia alfa dengan
mikrositosis dan biasanya tidak terdapat anemia. Delesi tiga gen
menyebabkan produksi signifikan hemoglobin (HbH) yang
memiliki empat rantai beta.
b. Thalasemia Beta
Thalassemia Beta disebabkan oleh kurangnya atau tidak
adanya sintesis rantai globin beta, sehingga terjadi kelebihan rantai
alfa. Sintesis globin beta dikendalikan oleh satu gen pada
kromosom 11. Thalassemia beta terjadi akibat lebih dari 200
mutasi titik dan delesi dari dua gen (jarang). Produksi rantai globin
beta dapat berkisar antara mendekati normal sampai sama sekali
tidak ada sehingga terdapat lebih banyak variasi keparahan dari
kelebihan rantai globin beta. Apabila terjadi satu defek gen akan
menjadi trait (minor) yang asimtomatis, mikrositik dan anemia
ringan. Bila kedua gen tidak ada, akan menimbulkan thalassemia
beta mayor, gejala akan muncul saat usia 6 bulan.
Sedangkan berdasarkan jumlah gen yang mengalami
gangguan, thalassemia dibagi menjadi:
1) Thalassemia minor
Thalassemia minor merupakan keadaan yang terjadi pada
seseorang yang sehat namun orang tersebut dapat mewariskan
gen thalassemia pada anak-anaknya. Thalassemia trait sudah
ada sejak lahir dan tetap aka nada sepanjang hidup penderita.
Penderitanya hanya membutuhkan transfusi darah pada saat
terjadinya infeksi.
2) Thalassemia mayor
Perjalanan penyakit talasemia mayor biasanya singkat karena
bila penderita tidak didukung dengan transfusi, kematian terjadi
pada usia dini akibat anemia yang berat. Transfusi darah
memperbaiki anemia dan juga menekan gejala sekunder
(deformitas tulang) karena eritropoiesis berlebihan. Penderita
yang sering di transfusi akan mengalami gagal jantung akibat
kelebihan besi yang progresif, dan hemokromatosis sekunder
merupakan penyebab morbiditas dan mortalitas yang penting.
3) Thalassemia intermedia
Thalasemia intermedia merupakan kondisi antara thalassemia
mayor-minor. Penderita ini akan mungkin memerlukan
transfuse secara berkala dan penderita thalassemia ini dapat
bertahan
3. Etiologi
Thalassemia merupakan penyakit anemia hemolitik herediter
yang diturunkan secara resesif ditandai oleh defisiensi produksi globin
pada hemoglobin. Dimana terjadi kerusakan sel darah merah di dalam
pembuluh darah sehingga umur eritrosit menjadi pendek (kurang dari
100 hari). kerusakan tersebut karena hemoglobin yang tidak normal
(hemoglobinopatia). Sebagian besar penderita thalassemia terjadi
karena factor turunan genetic pada sintesis hemoglobin yang
diturunkan oleh orang tua (Nurafif dan Kusuma, 2015).
Penyebab kerusakan tersebut karena hemoglobin yang tidak
normal (hemoglobinopatia) dan kelainan hemoglobin ini karena
adanya gangguan pembentukan yang disebabkan oleh gangguan
structural pembentukan hemoglobin (hemoglobin abnormal) misalnya
pada HbS, HbF, HbD dan sebagainya, selain itu gangguan jumlah
(salah satu/beberapa) rantai globin seperti pada thalassemia.
Ketidakseimbangan dalam rantai protein globin alfa dan beta, yang
diperlukan dalam pembentukan hemoglobin, disebabkan oleh sebuah
gen cacat yang diturunkan. Untuk menderita penyakit ini, seseorang
harus memiliki 2 gen dari kedua orang tuanya. Jika hanya 1 gen yang
diturunkan, maka orang tersebut hanya menjadi pembawa tetapi tidak
menunjukkan gejala-gejala dari penyakit ini.
4. Manifestasi Klinis

a. Thalasemia Minor / Thalasemia Trait : tampilan klinis normal,


splenomegaly dan hepatomegaly ditemukan pada sedikit penderita,
hyperplasia eritroid stipples ringan sampai sedang sampai sumsum
tulang, bentuk homozigot, anemia ringan, MCV rendah. Pada
penderita yang berpasangan harus diperiksa.Karena karier minor
pada kedua pasangan dapat menghasilkan keturunan dengan
Thalasemia Mayor.
Pada anak yang besar sering dijumpai adanya :
- Gizi buruk
- Perut buncit karena pembesaran limpa dan hati yang mudah
diraba
- Aktivitas tidak aktif karena pembesaran limpa dan hati
(hepatomegaly), limpa yang besar ini mudah ruptur karena
trauma ringan saja

b. Thalasemia Mayor, gejala klinik terlihat sejak anak baru berumur


kurang dari 1 tahun, yaitu :
- Anemia simptomatik pada usia 6-12 bulan, seiring dengan
turunnya kadar hemoglobin fetal.
- Anemia mikrositik berat, terdapat sel target dan sel darah
merah yang berinti pada darah perifer, tidal terdapat HbA,
kadar Hb rendah mencapai 3 atau 4 g/dl.
- Lemah dan pucat
- Pertumbuhan fisik dan perkembangannya terhambat, kurus,
penebalan tulang tengkorak, splenomegaly, ulkus pada kaki,
dan gambaran patognomonik “hair on end”.
- Berat badan kurang.
- Tidak dapat hidup tanpa transfuse

c. Thalasemia Intermedia

- Anemia mikrositik, bentuk heterozigot


- Tingkat keparahannya berada diantara Thalasemia Minor dan
Thalasemia Mayor, masih memproduksi sejumlah kecil HbA
- Anemia agak berat 7-9 g/dl dan splenomegaly
- Tidak tergantung pada transfusi
Gejala khas adalah:
a) Bentuk muka mongoloid yaitu hidung pesek tanpa pangkal
hidung, jarak antara kedua mata lebar dan tulang dahi juga
lebar.
b) Keadaan kuning pucat pada kulit, jika sering ditransfusi,
kulitnya menjadi kelabu karena penimbunan zat besi.
5. Patofisiologi
Penyebab anemia pada thalasemia bersifat primer dan sekunder.Primer
adalah berkurangnya sintesis HbA dan eritroipoeisis yang tidak efektif
disertai penghancuran sel-sel eritrosit. Sedangkan sekunder ialah krena
defisiensi asam folat, bertambahnya volume palsma intravaskular yang
mengakibatkan hemodilusi dan destruksi eritrosit oleh sistem
retikuloendotelial dalam limpa dan hati. Penelitian biomolekuler
menunjukkan adanya mutasi DNA pada gen sehingga produksi rantai
alfa atau beta dari hemoglobin berkurang. Molekul globin terdiri atas
sepasang rantai- α dan sepasang rantai lain yang menentukan jenis Hb.
Pada orang normal terdapat 3 jenis Hb, yaitu Hb A (merupakan > 96%
dari Hb total, tersusun dari 2 rantai- α dan 2 rantai- ꞵ = α2ꞵ2), Hb F(<
2% = α2γ2) dan HbA2 (< 3% = α2δ2). Kelainan produksi dapat terjadi
pada ranta- α, rantai- ꞵ, maupun kombinasi kelainan rantai- α dan
rantai- ꞵ . Pada thalassemia ꞵ, kekurangan produksi rantai beta
menyebabkan kekurangan pembentukan α2ꞵ2 (Hb A); kelebihan
rantai- α akan berikatan dengan rantai-γ yang secara kompensatoir Hb
F meningkat; sisanya dalam jumlah besar diendapkan pada membran
eritrosit sebagai Heinz bodies dengan akibat eritrosit mudah rusak
(ineffective erythropoesis).
6. Komplikasi
Komplikasi yang terjadi pada thalassemia yaitu :
a. Komplikasi pada Jantung
Kerusakan jantung akibat terlalu banyak zat besi dapat
menyebabkan penurunan kekuatan pompa jantung, gagal jantung,
aritmia atau detak jantung yang tidak beraturan, dan terkumpulnya
cairan di jaringan jantung. Ada beberapa pemeriksaan rutin yang
harus dilakukan penderita thalasemia beta mayor, yaitu
pemeriksaan tiap enam bulan sekali untuk memeriksa fungsi
jantung, dan setahun sekali pemeriksaan menyeluruh untuk
memeriksa konduksi aliran listrik jantung menggunakan
electrocardiogram oleh dokter spesialis jantung. Perawatan untuk
meningkatkan fungsi jantung dapat dilakukan dengan terapi khelasi
yang lebih menyeluruh dan mengonsumsi obat penghambat enzim
konversi angiotensin.
b. Komplikasi pada Tulang
Sumsum tulang akan berkembang dan memengaruhi tulang
akibat tubuh kekurangan sel darah merah yang sehat. Komplikasi
tulang yang dapat terjadi adalah sebagai berikut:
- Nyeri persendian dan tulang
- Osteoporosis
- Kelainan bentuk tulang
- Risiko patah tulang meningkat jika kepadatan tulang menjadi
rendah
c. Pembesaran Limpa (Splenomegali)
Pembesaran limpa terjadi karena limpa sulit untuk mendaur
ulang sel darah yang memiliki bentuk tidak normal dan berakibat
kepada meningkatnya jumlah darah yang ada di dalam limpa,
membuat limpa tumbuh lebih besar. Transfusi darah yang
bertujuan meningkatkan sel darah yang sehat akan menjadi tidak
efektif jika limpa telah membesar dan menjadi terlalu aktif, serta
mulai menghancurkan sel darah yang sehat. Splenectomy atau
operasi pengangkatan limpa merupakan satusatunya cara untuk
mengatasi masalah ini.Vaksinasi untuk mengatasi potensi infeksi
yang serius, seperti flu dan meningitis, disarankan untuk dilakukan
jika anak Anda telah melakukan operasi pengangkatan limpa, hal
ini dikarenakan limpa berperan dalam melawan infeksi. Segera
temui dokter jika anak Anda memiliki gejala infeksi, seperti nyeri
otot dan demam, karena bisa berakibat fatal.
d. Komplikasi pada Hati
Kerusakan hati akibat terlalu banyak zat besi dapat
menyebabkan terjadinya beberapa hal, seperti fibrosis atau
pembesaran hati, sirosis hati atau penyakit degeneratif kronis di
mana sel-sel hati normal menjadi rusak, lalu digantikan oleh
jaringan parut, serta hepatitis. Oleh karena itu, penderita
thalassemia dianjurkan untuk memeriksa fungsi hati tiap tiga bulan
sekali. Pencegahan infeksi hati dapat dilakukan dengan
mengonsumsi obat antivirus, sedangkan mencegah kerusakan hati
yang lebih parah dapat dilakukan terapi khelasi.
e. Komplikasi pada kelenjar hormon
Sistem hormon diatur oleh kelenjar pituitari yang sangat
sensitif terhadap zat besi. Para penderita thalassemia beta mayor,
walaupun telah melakukan terapi khelasi, dapat mengalami
gangguan sistem 27 hormon. Perawatan dengan terapi pergantian
hormon mungkin diperlukan untuk mengatasi pertumbuhan dan
masa pubertas yang terhambat akibat kelenjar pituitari yang rusak.
Ada beberapa komplikasi pada kelenjar hormon yang dapat terjadi
usai pubertas seperti berikut ini:
- Kelenjar tiroid – hipertiroidisme atau hipotiroidisme
- Pankreas – diabetes
Pemeriksaan dengan mengukur berat dan tinggi badan harus
dilakukan anak-anak penderita thalassemia tiap enam bulan sekali
untuk mengukur pertumbuhannya. Sementara itu, pemeriksaan
pertumbuhan pada para remaja yang sudah memasuki masa
pubertas dilakukan tiap satu tahun sekali.
7. Pemeriksaan penunjang
a. Darah tepi :
- Hemoglobin, gambangan morfologi eritrosit
- Retikulosit meningkat
b. Sumsum tulang (tidak menentukan diagnosis)
c. Pemeriksaan khusus :
- Hb F meningkat : 20-90% Hb total
- Elektroforesis Hb : hemoglobinopati lain dan mengukur kadar
HbF
- Pemeriksaan Pedigree : kedua orang tua pasien Thalasemia
mayor merupakan trait (carrier) dengan Hb A2 meningkat
(>3,5% dari Hb total).
d. Pemeriksaan lain
- Foto Ro tulang kepala : gambaran hair on end , korteks
menipis, diploe melebar dengan trabekula tegak lurus pada
korteks.
- Foto tulang pipih dan ujung tulang panjang : perluasan
sumsum tulang sehingga trabekula tampak jelas.
8. Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan medis

1) Terapi diberikan secara teratur untuk mempertahankan


kadar Hb diatas 10 g/dL. Regimen hipertransfusi ini
mempunyai keuntungan klinis yang nyata memungkinkan
aktivitas normal dengan nyaman, mencegah ekspansi sumsum
tulang dan masalah kosmetik progresif yang terkait dengan
perubahan tulang-tulang muka, dan meminimalkan dilatasi
jantung dan osteoporosis
2) Transfusi dengan dosis 15-20 ml/kg sel darah merah (PRC)
biasanya diperlukan setiap 4-5 minggu. Uji silang harus di
kerjakan untuk mencegah alloimunisasi dan mencegah reaksi
transfuse. Lebih baik digunakan PRC yang relative segar
(kurang dari 1 minggu dalam antikoalgulan CPD) walaupun
dengan kehati-hatian yang tinggi, reaksi demam akibat trasfusi
lazim ada. Hal ini dapat diminimalkan dengan penggunaan
eritrosit yang direkonstitusi dari darah beku atau penggunaan
filter leukosit, dan dengan pemberian antipiretik sebelum
transfuse. Hemosiderosis adalah akibat terapi transfusi jangka
panjang, yang tidak dapat dihindari karena setiap 500 ml darah
membawa kira-kira 200 mg besi ke jaringan yang tidak dapat di
ekskresikan secara fisiologis.

3) Siderosis miokardium merupakan faktor penting yang ikut


berperan dalam kematian awal penderita. Hemosiderosis dapat
diturunkan atau bahkan dicegah dengan pemberian parenteral
obat pengkelasi besi (iron chelating drugs) deferoksamin yang
membentuk kompleks besi yang dapat di ekskresikan dalam
urin. Kadar deferoksamin darah yang dipertahankan tinggi
adalah perlu untuk ekresi besi yang memadai. Obat ini
diberikan subkutan dalam jangka 8-12 jam dengan
menggunakan pompa portable kecil (selama tidur), 5 atau 6
malam/minggu penderita yang menerima regimen ini dapat
mempertahankan kadar ferritin serum kurang dari 1000 mg/ml
yang benar-benar di bawah nilai toksik.

4) Terapi hipertransfusi mencegah splenomegali masif yang


disebabkan oleh eritropoesis ekstra medular. Namun
splenektomi akhirnya diperlukan karena ukuran organ tersebut
atau karena hipersplenisme sekunder. Splenektomi
meningkatkan resiko sepsis yang parah sekali, oleh karena itu
operasi harus dilakukan hanya untuk indikasi yang jelas dan
harus ditunda selama mungkin. Indikasi terpenting untuk
splenektomi adalah meningkatkan kebutuhan transfusi yang
menunjukkan unsur hipersplenisme. Kebutuhan transfusi
melebihi 240 ml/kg PRC/tahun biasanya merupakan bukti
hipersplenisme dan merupakan indikasi untuk
mempertimbangkan splenektomi.

5) Imunisasi pada penderita ini dengan vaksin hepatitis B,


vaksin H.influensa tipe B, dan vaksin polisakarida
pneumokokus diharapakan, dan terapi profilaksis penisilin juga
dianjurkan. Cangkok sumsus tulang (CST) adalah kuratif pada
penderita yang telah menerima transfusi sangat banyak.
Namun, prosedur ini membawa cukup resiko morbiditas dan
mortalitas dan biasanya hanya digunakan untuk penderita yang
mempunyai saudara kandung yang sehat (yang tidak terkena)
yang histokompatibel.
b. Penatalaksanaan keperawatan
1) Istirahat yang cukup
2) Makan makanan yang banyak mengandung vitamin dan
menjalani diet dengan gizi seimbang
3) Makan makanan yang tinggi asam folat dan vitamin B12,
seperti ikan, produk susu, daging, kacang-kacangan, sayuran,
jeruk, biji-bijian
4) Berikan dukungan kepada anak untuk melakukan aktivitas
sehari-hari sesuai dengan kemampuan
5) Menjelaskan dan memberikan rekomendasi kepada kepala
sekolah tentang kemampuan anak dalam melakukan aktivitas
secara berkala dan menjelaskan kepada orang tua dan sekolah
B. KONSEP ASPEK LEGAL ETIK KEPERAWATAN
a. Pengertian Etik Keperawatan
Etika keperawatan adalah pedoman untuk mengatasi segala
macam masalah yang dilakukan oleh praktisi keperawatan terhadap
para pasien yang tidak mengindahkan dedikasi moral dalam
pelaksanaan tugasnya. Etika keperawatan adalah sikap etis yang wajib
dimiliki oleh seluruh perawat sebagai bagian dari integritas selama
bertugas menjalankan profesi perawat dengan menerapkan norma-
norma keperawatan (Ngesti Utami dkk, 2016).
b. Tujuan Etik Keperawatan
Tujuan dari etik keperawatan adalah agar perawat dalam
menjalankan tugas dan fungsinya dapat menghargai dan menghormati
martabat manusia. Secara umum, tujuan etik keperawatan yaitu:
1) Menciptakan dan mempertahankan kepercayaan antara perawat dan
klien, perawat dengan perawat, perawat dengan profesi lain, juga
antara perawat dengan masyarakat.
2) Untuk mendukung profesi perawat yang dalam menjalankan
tugasnya diperlakukan secara tidak adil oleh institusi manapun.
3) Untuk memberikan pemahaman kepada masyarakat pengguna jasa
pelayanan keperawatan akan pentingnya sikap profesional dalam
menjalankan tugas praktik keperawatan.
c. Prinsip Moral dalam Etik Keperawatan
1) Autonomy (Otonomi)
Prinsip ini menjelaskan bahwa klien diberi kebebasan untuk
menentukan atau memutuskan sendiri sesuai hakikat manusia yang
mempunyai harga diri dan martabat.
2) Beneficience (Kebaikan)
Prinsip ini menjelaskan bahwa perawat melakukan yang terbaik
bagi pasien, tidak merugikan dan membahayakan pasien.
3) Justice (Keadilan)
Prinisp ini menjelaskan bahwa perawat berlaku adil tanpa
memandang jabatan, ras, maupun agama pasien yang ditanganinya.
4) Non Maleficience (Tidak merugikan)
Prinsip ini berarti tidak menimbulkan bahaya/cedera pada fisik dan
psikologis pasien.
5) Veracity (Kejujuran)
Prinsip ini menekankan bahwa perawat harus mengatakan yang
sebenarnya dan tidak membohongi pasien.
6) Confidentiality (Kerahasiaan)
Aturan dalam prinsip kerahasiaan adalah informasi tentang klien
harus dijaga. Segala sesuatu yang terdapat dalam dokumen catatan
kesehatan klien hanya boleh dibaca dalam rangka pengobatan
klien.
7) Accountability (Akuntabilitas)
Akuntabilitas merupakan standar yang pasti bahwa tindakan
seorang profesional dapat dinilai dalam situasi yang tidak jelas
tanpa terkecuali.
8) Fidelity (Kesetiaan)
Prinsip ini menekankan pada kesetiaan perawat pada
komitmennya, menepati janji, menyimpan rahasia, serta peduli
terhadap pasien dan keluarganya.
d. Dilema Etik Keperawatan
Dilema etik adalah suatu masalah yang melibatkan dua atau
lebih landasan moral suatu tindakan tetapi tidak dapat dilakukan
keduanya secara bersamaan. Pada dilema etik ini, akan sukar
menentukan mana yang benar dan mana yang salah. Sehingga,
seringkali hal tersebut dapat menimbulkan stres pada perawat.
Nilai-nilai, keyakinan, dan filosofi individu perawat
memainkan peran penting dalam pengambilan keputusan etik yang
berkaitan dengan dilema etik.
Secara umum menjelaskan permasalahan etik keperawatan yang
pada dasarnya terdiri dari lima jenis permasalahan, yaitu:
1. Kualitas melawan kuantitas hidup
Contoh kasus: seorang ibu meminta kepada perawat untuk
melepas semua selang yang dipasang pada anaknya yang berusia
14 tahun dan koma selama 8 hari. Dalam keadaan ini, perawat
menghadapi permasalahan tentang posisi apakah yang dimilikinya
dalam menentukan keputusan secara moral.
Sebenarnya perawat berada pada posisi permasalahan
kuantitas melawan kualitas hidup, karena keluarga pasien
menanyakan apakah selang-selang yang dipasang hampir pada
semua bagian tubuh dapat mempertahankan pasien untuk tetap
hidup.
2. Kebebasan melawan penanganan dan pencegahan bahaya
Contoh kasus: seorang pasien berusia lansia yang menolak
untuk mengenakan sabuk pengaman sewaktu berjalan. Ia ingin
berjalan dengan bebas. Pada situasi ini, perawat dihadapkan
permasalahan upaya menjaga keselamatan pasien yang
bertentangan dengan kebebasan pasien.
3. Berkata secara jujur dan melawan berkata bohong
Contoh kasus: seorang perawat yang mendapati teman
kerjanya menggunakan narkotika. Dalam posisi ini perawat
tersebut berada pada masalah apakah ia akan mengatakan hal ini
secara terbuka atau diam, karena diancam akan dibuka rahasia yang
dia miliki bila melaporkan hal tersebut ke orang lain.
4. Keinginan terhadap pengetahuan yang bertentangan dengan
falsafah agama, politik, ekonomi, dan ideologi
Contoh kasus: seorang pasien yang memilih penghapusan
dosa daripada berobat ke dokter. Hal ini tentunya merupakan
masalah etik yang bertentangan dengan ilmu pengetahuan dan
falsafah agama.
5. Terapi ilmiah konvensional melawan terapi tidak ilmiah dan coba-
coba
Contoh kasus: di Irian Jaya, sebagian masyarakat
melakukan tindakan untuk mengatasi nyeri dengan dedaunan yang
sifatnya gatal. Mereka percaya bahwa pada daun tersebut terdapat
miang yang dapat melekat dan menghilangkan rasa nyeri bila
dipukul-pukul dibagian tubuh yang sakit.
Sumber: (Astuti, 2016).

BAB II

KONSEP KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN
a. Data Umum
1) Identitas Klien
Meliputi nama, tempat tanggal lahir, jenis kelamin, alamat,
pekerjaan, suku/bangsa, agama, status pekawinan, tanggal masuk
RS, nomor rekam medic, dan diagnosa medis.
2) Identitas Orang Tua
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, alamat, pekerjaan.
b. Riwayat kesehatan saat ini
1) Keluhan utama : keluhan yang sering muncul yaitu mudah lelah,
mudah mengantuk, hingga sesak napas. Akibatnya penderita
thalassemia aktivitasnya terganggu
2) Riwayat kesehatan anak: anak cenderung mudah terkena infeksi
saluran pernapasan bagian atas dan infeksi lainnya. Hal ini karena
rendahnya hemoglobin yang berfungsi sebagai alat transport.
c. Riwayat kesehatan masa lalu
1) Riwayat Ibu saat hamil
Selama masa Kehamilan, hendaknya perlu dikaji secara mendalam
adanya faktor risiko thalassemia. Sering orang tua merasa bahwa
dirinya sehat. Apabila diduga faktor resiko, maka ibu perlu
diberitahukan mengenai risiko yang mungkin dialami oleh anaknya
nanti setelah lahir. Untuk memestikan diagnosis, maka ibu segera
dirujuk ke dokter.
2) Riwayat kesehatan keluarga
Karena merupakan penyakit keturunan, maka perlu dikaji apakah
orang tua yang menderita thalassemia.Apabila kedua orang tua
menderita thalassemia, maka anaknya berisiko menderita
thalassemia mayor. Oleh karena itu, konseling pranikah sebenarnya
perlu dilakukan karena berfungsi untuk mengetahui adanya
penyakit yang mungkin disebabkan karena keturunan.
3) Riwayat imunisasi
Riwayat imunisasi meliputi, jenis imunisasi, jenis vaksin yang
telah diberikan pada klien dan waktu pemeriannya
4) Riwayat tumbuh kembang
Sering didapatkan data mengenai adanya kecenderungan gangguan
terhadap tumbuh kembang sejak anak masih bayi, karena adanya
pengaruh hipoksia jaringan yang bersifat kronik. Hal ini terjadi
terutama untuk thalassemia mayor. Pertumbuhan fisik anak adalah
kecil untuk umurnya dan ada keterlambatan dalam kematangan
seksual, seperti tidak ada pertumbuhan rambut pubis dan ketiak.
Kecerdasan anak juga dapat mengalami penurunan. Namun pada
jenis thalasemia minor sering terlihat pertumbuhan dan
perkembangan anak normal.
d. Kebutuhan dasar
1) Pola nutrisi
Karena adanya anoreksia, anak sering mengalami susah makan,
sehingga berat badan anak sangat rendah dan tidak sesuai dengan
usianya.
2) Pola aktivitas
Anak terlihat lemah dan tidak selincah anak usianya. Anak banyak
tidur / istirahat, karena bila beraktivitas seperti anak normal mudah
merasa lelah.
e. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum
Anak biasanya terlihat lemah dan kurang bergairah serta tidak
selincah anak seusianya yang normal.
2) Kepala
Anak yang belum/tidak mendapatkan pengobatan mempunyai
bentuk khas, yaitu kepala membesar dan bentuk mukanya adalah
mongoloid, yaitu hidung pesek tanpa pangkal hidung, jarak kedua
mata lebar, dan tulang dahi terlihat lebar.
3) Mata : konjungtiva terlihat pucat kekuningan
4) Mulut : Mulut dan bibir terlihat pucat kehitaman
5) Dada
Pada inspeksi terlihat bahwa dada sebelah kiri menonjol akibat
adanya pembesaran jantung yang disebabkan oleh anemia kronik.
6) Perut
Kelihatan membuncit dan pada perabaan terdapat pembesaran
limpa dan hati (hepatosplemagali). Pertumbuhan fisiknya terlalu
kecil untuk umurnya dan BB nya kurang dari normal.Ukuran fisik
anak terlihat lebih kecil bila dibandingkan dengan anak-anak lain
seusianya.
7) Genetalia
Ada keterlambatan kematangan seksual, misalnya, tidak adanya
pertumbuhan rambut pada ketiak, pubis, atau kumis.Bahkan
mungkin anak tidak dapat mencapai tahap adolesense karena
adanya anemia kronik.
8) Kulit
Warna kulit pucat kekuning- kuningan. Jika anak telah sering
mendapat transfusi darah, maka warna kulit menjadi kelabu seperti
besi akibat adanya penimbunan zat besi dalam jaringan kulit
(hemosiderosis).
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Pola napas tidak efektif b.d penurunan energi
2. Perfusi perifer tidak efektif b.d penurunan konsentrasi hemoglobin
3. Intoleransi aktivitas b.d ketidakseimbangan antara suplai dan
kebutuhan oksigen
4. Gangguan tumbuh kembang b.d defisiensi stimulus
5. Gangguan citra tubuh b.d perubahan fungsi tubuh
6. Risiko infeksi d.d ketidakadekuatan pertahanan tubuh sekunder
C. INTERVENSI KEPERAWATAN

Luaran
Diagnosa Intervensi
Keperawatan Rasional tindakan
Keperawatan Keperawatan (SIKI)
(SLKI)
Pola napas Setelah Manajemen Jalan Observasi
Napas
tidak efektif dilakukan 1. Mengetahui
Observasi
adanya
b.d penurunan intervensi
1. Monitor pola perubahan fungsi
energi selama…. Jam napas, bunyi napas respirasi
tambahan, dan 2. Mengetahui
maka pola napas
sputum (jumlah, adnya distress
membaik dengan warna, aroma) pernapasan
2. Monitor adanya 3. Menurun atau
kriteria hasil:
sumbatan napas meningkatnya
1. Dyspnea 3. Monitor saturasi saturasi oksigen
menurun oksigen menunjukkan
2. Frekuensi Terapeutik perlunya
penanganan yang
napas 1. Posisikan semi
adekuat
fowler atau fowler
membaik Terapeutik
2. Berikan minum
- hangat 1. Posisi membantu
3. Berikan oksigen memaksimalkan
jika perlu ekspansi paru
Edukasi dan menurunkan
upaya
1. Anjurkan asupan
pernapasan
cairan 2000
2. Air hangat dapat
ml/hari
membantu
mengencerkan
secret
3. Mengurangi
upaya
pernapasan
Edukasi
1. Penambahan
cairan
Perfusi perifer Setelah Perawatan sirkulasi Observasi :
tidak efektif dilakukan Observasi 1. Pemeriksaan
b.d penurunan intervensi 1. Periksa sirkulasi sirkulasi perifer
konsentrasi selama…. Jam perifer (mis, nadi dimaksudkan
hemoglobin maka perfusi perifer, edema, untuk melihat
perifer pengisian kapiler, aliran darah ke
meningkat warna, suhu) tepi/bagian
dengan kriteria 2. Identifikasi faktor perifer tubuh.
hasil: risiko gangguan 2. Penderita dengan
1. Warna kulit sirkulasi (mis. riwayat DM,
pucat Diabetes, orang lebih rentan
menurun tua, hipertensi, mengalami
2. Kelemahan dan kadar gangguan perfusi
otot menurun kolestrol tinggi) perifer. Ini
3. Turgor kulit Terapeutik disebabkan darah
membaik mereka lebih
1. Hindari kental dan susah
pemasangan infus melewati celah
pada area sempit perifer
keterbatasan Terapeutik
perfusi
2. Lakukan 1. Pemasangan
pencegahan infus pada daerah
infeksi keterbatasan
3. Lakukan perfusi dapat
perawatan kaki menyebabkan
dan kuku edema
4. Lakukan hidrasi diakibatkan
Edukasi cairan infus yang
1. Anjurkan tidak lacar
berolahraga rutin terserap oleh
2. Anjurkan program kedalam aliran
rehabilitasi vena
vascular 2. Ketika
3. Anjurkan program melakukan infus
diet untuk atau tindakan
memperbaiki invasive maka
sirkulasi (mis. perlu pencegahan
Rendah lemak karena pathogen
jenuh, minyak dengan mudah
ikan omega 3) masuk melalui
4. Informasikan tubuh yang
tanda dan gejala terpasang infus
darurat yang 3. Untuk
harus dilaporkan menghindari
(mis. rasa sakit terjadinya luka
yang tidak hilang) pada bagian kuku
akibat dari
keterbatasan
perfusi
4. Mecegah
terjadinya
kekeringan
diarea tubuh
sehingga perlu
dijaga
kelembaban
udara
Edukasi
1. Olahraga dapat
meningkatkan
metabolism
tubuh dan
melancarkan
aliran darah
penyebabnya
2. Rehabilitasi
vascular dapat
memulihkan
gangguan
jantung, terutama
pembuluh darah
jantung
3. Antisipasi untuk
mengurangi
kolesterol dalam
darah
4. Untuk
melanjutkan
intervensi

Intoleransi Setelah Manajemen Energi Observasi


dilakukan Observasi 1. Anamnesa awal
aktivitas b.d
intervensi 1. Identifikasi untuk
ketidakseimba selama…. jam gangguan fungsi mengetahui
maka toleransi tubuh yang adanya tanda dan
ngan antara
aktivitas mengakibatkan gejala suatu
suplai dan meningkat kelelahan penyakit yang
kebutuhan dengan kriteria 2. Monitor lokasi menyebabkan
hasil: dan kelelahan
oksigen
- Kemudahan ketidaknyamana 2. Dapat
dalm n selama memberikan
melakukan melakukan intervensi lebih
aktivitas aktivitas lanjut terkait
sehari-hari Terpeutik lokasi keluhan
meningkat 1. Fasilitasi Terpeutik
- Keluhan aktivitas fisik 1. Melatih
lelah rutin (mis. kemampuann
menurun ambulasi, klien beraktivitas
- Dyspnea mobilisasi, dan secara bertahap
saat perawatan diri) 2. Mengurangi
aktivitas 2. Berikan aktivitas stress dan
menurun distraksi yang memberikan efek
- Dyspnea menenangkan menenangkan
setelah 3. Fasilitasi duduk 3. Klien melakukan
beraktivitas di sisi tempat aktivitas secara
menurun tidur, jika tidak bertahap
- Frekuensi dapat berpindah Edukasi
napas atau berjalan 1. Mengurangi
membaik Edukasi penggunaan
1. Anjurkan tirah energy dan kerja
baring jantung
2. Anjurkan 2. Kemajuan
melakukan aktivitas secara
aktivitas secara bertahap
bertahap mecegah
penurunan kerja
jantung secara
tiba-tiba
Gangguan Setelah Perawatan Observasi
tumbuh dilakukan Perkembangan 1. Mengetahui
kembang b.d intervensi Observasi besar pencapaian
defisiensi selama…. Jam 1. Identifikasi anak
stimulus maka status pencapaian tugas 2. Untuk memenuhi
perkembangan anak kebutuhan
membaik dengan 2. Identifikasi isyarat fisiologis bayi
kriteria hasil: perilaku dan Terpeutik
1. Keterampilan fisiologis yang 1. Meningkatkan
/ perilaku ditunjukkan bayi kepekaan bayi
sesuai usia (mis. lapar, tidak akan rasa sayang
meningkat nyaman) 2. Mengurangi
2. Respon sosial Terpeutik ketidaknyamanan
meningkat 1. Berikan sentuhan 3. Meningkatkan
3. Afek yang tidak ragu- kenyamanan
membaik ragu 4. Keberhasilan
4. Pola tidur 2. Minimalkan yeri tumbuh kembang
membaik 3. Minimalkan anak dipengaruhi
kebisingan oleh faktor
ruangan lingkungan
4. Pertahankan 5. Untuk
lingkungan yang menstimulasi
mendukung perkembangan
perkembangan kecerdasan anak
optimal 6. Agar dapat
5. Motivasi anak mengenali
berinteraksi perasaan dan
dengan anak lain mengerti emosi
6. Sediakan aktivitas orang lain
yang memotivasi 7. Berbagi adalah
anak berinteraksi keterampilan
dengan anak hidup
lainnya 8. Menghargai
7. Fasilitasi anak kerya anak dapat
berbagi dan menstimulus
bergantian perkembangan
8. Dukung anak yang lebih baik
mengekspresikan 9. Agar anak tidak
diri melalui merasa stress
penghargaan 10. Malatih
positif atau umpan kemandirian
balik atas usahanya anak dapat
9. Pertahankan meningkatkan
kenyamanan anak pertumbuhan dan
10. Fasilitasi perkembangan
anak melatih 11. Menstimulus
keterampilan perkembangan
pemenuhan otak anak
kebutuhan secara Edukasi
mandiri (mis. 1. Agar orang tua
makan, sikat gigi, mengetahui
cuci tangan, perkambnagn
memakai baju) anaknya
11. Bernyanyi 2. Agar anak
bersama anak lagu- merasa memiliki
lagu yang disukai teman
Edukasi 3. Mengasah
1. Jelaskan orang tua keterampilan
tentang milestone anak
perkembangan 4. Membantu
anak dan perilaku peningkatan
anak kemampuan
2. Anjurkan orang tua mengkomunikasi
berinteraksi kan, apa yang
dengan anaknya diinginkan,
3. Ajarkan anak dirasakan, dan
keterampilan dipikirkan pada
berinteraksi orang lain
4. Ajarkan anak Kolaborasi
teknik asertif 1. Memberikan
Kolaborasi penanganan lebih
1. Rujuk untuk lanjut
konseling jika
perlu
Gangguan citra Setelah Promosi Citra Observasi
tubuh b.d dilakukan Tubuh 1. Mengetahui
perubahan intervensi Observasi harapan
fungsi tubuh selama…. Jam 1. Identifikasi perkembangan
maka citra tubuh harapan citra tubuh pasien
meningkat berdasarkan tahap 2. Mengetahui
dengan kriteria perkembangan penyebab
hasil: 2. Identifikasi gangguan citra
1. Melihat perubahan citra tubuh pasien
bagian tubuh tubuh yang 3. Jika pasien bisa
membaik mengakibatkan melihat bagian
2. Verbalisasi isolasi sosial tubuh yang
perasaan 3. Monitor apakah berubah akan
negative pasien bisa melihat lebih mudah
tentang bagian tubuh yang distimulus untuk
perubahan berubah lebih menghargai
tubuh Terapeutik bagian tubuhnya
menurun 1. Diskusikan Terapeutik
3. Focus pada perubahan tubuh 1. Klien bisa
bagian tubuh dan fungsinya menerima
menurun 2. Diskusikan keadaan dirinya
4. Respon non perubahan akibat 2. Pada masa
verbal pada pubertas pubertas akan
perubahan 3. Diskusikan kondisi terjadi perubahan
tubuh stress yang tubuh
membaik mempengaruhi 3. Mengetahui
citra tubuh (mis. penyebab
penyakit) gangguan citra
4. Diskusikan cara tubuh
mengembangkan 4. Anak akan
harapan citra tubuh mengembangkan
secara realistis konsep dan
Edukasi harapannya
1. Jelaskan kepada Edukasi
keluarga tentang 1. Pasien bisa
perawatan memahami
perubahan citra bagaimana
tubuh perawatan tubuh
2. Anjurkan yang baik
menggunakan alat 2. Membantu
bantu (mis. mengurangi
pakaian) pasien
3. Latih fungsi tubuh mengisolasi
yang dimiliki sosial
4. Latih peningkatan 3. Agar tubuh
penampilan diri menjadi lebih
(mis. berdandan) segar
5. Latih 4. Meningkatkan
pengungkapan kemampuan
kemampuan diri komunikasi
kepada orang lain interpersonal
maupuk kelompok
Risiko infeksi Setelah Pencegahan Infeksi Observasi
d.d dilakukan Observasi 1. Mengetahui
ketidakadekuat intervensi 1. Monitor tanda tanda dan gejala
an pertahanan selama…. Jam dan gejala infeksi yang ada
tubuh sekunder maka tingkat infeksi lokal dan pada klien
infeksi menurun sistemik Terpeutik
dengan kriteria Terpeutik 1. Mencegah
hasil: 1. Batasi jumlah penyebaran
1. Kebersihan pengunjung infeksi pada
tangan 2. Cuci tangan keluarga
meningkat sebelum dan 2. Membunuh
2. Kadar sel sesudah kontak mikroorganisme
darah putih dengan klien dan yang ada dan
membaik lingkungan mecegah
3. Kultur darah Edukasi penularan bakteri
membaik 1. Jelaskan tanda dan virus yang
dan gejala menempel
infeksi ditangan
2. Ajarkan cuci Edukasi
tangan yang 1. Agar klien dan
benar keluarga dapat
3. Anjurkan mengurangi
meningkatkan tingkat risiko
asupan nutrisi penyebaran
4. Anjurkan infeksi
meningkatkan 2. Cuci tangan
asupan cairan dengan benar
dapat membunuh
mikroorganisme
dan mencegah
penularan
3. Menigkatkan gizi
sekaligus
pertahanan tubuh
pasien
4. Mencegah
dehidrasi

D. IMPLEMENTASI
Implementasi keperawatan adalah pelaksanaan rencana
keperawatan oleh perawat dan pasien. Pdoman implementasi keperawatan
adalah:
1. Tindakan yang dilakukan konsisten dengan rencana dan dilakukan
setelah memvalidasi data
2. Keterampilan interpersonal, intelektual, dan teknis dilakukan dengan
kompeten dan efisien dilingkungan yang sesuai
3. Keamanan fisik dan psikologis pasien dilindungi
4. Dokumentasi tindakan dan respon pasien dicantumkan dalam catatan
perawatan kesehatan dan rencana asuhan
E. EVALUASI
Evaluasi keperawatan adalah tahap akhir dari proses keperawatan
yang merupakan perbandingan yang sistematis dan terencana antara hasil
akhir yang teramati pada tujuan dan kriteria hasil yang di buat pada tahap
perencanaan. Evaluasi dilakukan secara berkesinambungan dengan
melibatkan klien dan tenaga kesehatan lainnya. Jika hasil evaluasi
menunjukkan tercapaiya tujuan dan kriteria hasil, klien dapat keluar dari
siklus proses keperawatan. Jika sebaliknya, klien akan masuk kembali ke
dalam siklus tersebut. Secara umum menurut Wiratama (2019) evaluasi di
tujukan untuk :
1) Melihat dan menilai kemampuan klien dalam mencapai tujuan
2) Menentukan apakah tujuan keperawatan tercapai atau belum
3) Mengkaji penyebab jika tujuan asuhan belum tercapai

Langkah evaluasi dari proses keperawatan mengukur respon klien


terhadap tindakan keperawatan dan kemajuan klien kearah pencapaian
tujuan.

F. MIND MAPPING DAN PATHWAY


a. Pathway

Pernikahan penderita Penurunan penyakit Gangguan sintesis rantai


talasemia carier secara autosomal resesif globulin alfa dan beta

Rantai beta kurang - Gangguan pembentukan Rantai alfa kurang


terbentuk daripada rantai rantai alfa dan beta terbentuk daripada rantai
- Pembentukan rantai alfa dan
alfa beta
beta menurun
- Penimbunan dan
Thalassemia beta pengendapan rantai alfa dan Thalassemia alfa
beta menurun

Penurunan kompensasi Tidak terbentuk HbA Hipoksia


tubuh membentuk
eritrosit oleh sumsum Membentuk inklosion Suplai O2 dan natrium ke
tulang bodies jaringan menurun

Hiperplasi sumsum tlg Menempel pada dinding Metabolism sel


eritrosit
Ekspansi massif Pembentukan sel dan otak
sumsumtulang wajah dan Hemolisis terhambat
kranium
Anemia Perubahan Gg.
Deformitas tulang pembentukan tumbuh
Suplay O2 menurun ATP kembang

- Perubahan bentuk wajah Aliran darah ke organ Energy yang dihasilkan


- Penonjolan tulang tengkorak vital dan dan jaringan menurun
- Peningkatan pertumbuhan
menurun
tulang maksila
- Terjadi face coley Kelemahan fisik
O2 dan nutrisi tidak
ditransport secara adekuat
Intoleransi aktivitas
Perasaan berbeda dengan
orang lain Ketidakefektifan perfusi
jaringan perifer
Pembentukan eritropoetin
Gambaran diri negatif

Diabetes melitus Masuk ke sirkulasi


Gangguan citra tubuh
Pankreas Merangsang eritropoesis

Terjadi hemapoesis
Risiko infeksi Hepatomegaly Liver
diextramedula

Imunitas menurun Payah jantung Jantung hemokromatesis

Plenokromi Splenomegaly Limfa Fibrosis

Pola napas tidak efektif Frekuensi napas meningkat Paru-paru


Definisi
b. Mind Mapping
Thalassemia Alfa  Genetik
 Kelainan Hemoglobin
Klasifikasi  Ketidakseimbangan rantai globin alfa dan beta
Thalassemia Beta
Etiologi
Thalasemia minor Jantung
THALASEMIA Manifastasi Klinis Thalasemia mayor
Pembesaran limpa
Thalasemia intermedia
Komplikasi Hati

Foto rongten Kelenjar hormon


Pemeriksaan penunjang Sumsum tulang
KONSEP ASUHAN Darah
KEPERAWATAN Dukungan Keluarga
Penatalaksanaan Makanan bergisi
Istirahat

Pengkajian Diagnosa
Rencana
Keperawatan Rencana
Keperawatan
Keperawatan
- Data umum IMPLEMENTASI
- R. kesehatan saat
- Pola napas tidak
ini
- R. Masa lalu efektif
- Manajemen jalan - Pola napas membaik
- R. K ibu saat - Perfusi perifer tidak
napas - Perfusi perifer
hamil EVALUASI
efektif meningkat
- Perawatan sirkulasi
- R. keluarga
- Intoleransi aktivitas - Manajemen energy - Toleransi aktivitas
- R. imunisasi
- Perawatan meningkat
- R. tumbuh - Gangguan tumbuh
perkembangan - Status perkembangan
kembang kembang
- Promosi citra tubuh membaik
- Kebutuhan dasar - Gangguan citra tubuh - Risiko infeksi - Citra tubuh meningkat
- Pemeriksaan fisik
- Risiko infeksi - Tingkat infeksi menurun
DAFTAR PUSTAKA

Nuranif H A, & Kusuma H. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan


Diagnosa Medis dan Nanda Nic-Noc Edisi Revisi Jilid 2. Jogjakarta:
Mediaction.

PPNI. (2018). Standar Diagnostik Keperawatan Indonesia. Definisi dan Indikator


Diagnostik, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.

PPNI. (2018). Standar Intervensi keperawatan. Definisi dan Tindakan


keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.

PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Definisi dan Kriteria Hasil
Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.

Priantono D, Tanto C, Sjakti A H. 2016. Kapita Selecta Kedokteran Edisi Ke-4.


Jakarta: Media Aesculapius

Sausan R N. 2020. Asuhan Keperawatan Thalasemia. Jurnal Ilmiah: Politeknik


Kementerian Kesehatan Samarinda.

Susyanti S dan Prayustira R. 2016. Pengetahuan Tentang Thalasemia


Berhubungan dengan Tingkat Kecemasan Ibu yang memiliki Anak
dengan Thalasemia. Jurnal Ilmiah: Politeknik Kementerian Kesehatan
Samarinda.

Wiratama P. 2019. Manfaat Evaluasi dalam Asuhan Keperawatan. Jurnal


Evaluasi Keperawatan. 3(1):2334579

Anda mungkin juga menyukai