Anda di halaman 1dari 58

PEMBAHASAN

TEORI

2.1 Anatomi Sindrom Koroner Akut

Arteri koroner adalah pembuluh darah yang menyuplai otot jantung, yang mempunyai
kebutuhan metabolisme tinggi terhadap oksigen dan nutrisi. Jantung mempunyai 70 sampai
80 % oksigen yang dihantarkan melalui arteri koroner, sebagai pembandingan, bahwa organ
lain hanya menggunakan rata-rata seperempat oksigen yang dihantarkan. Arteri koroner
muncul dari aorta dekat hulu ventrikel ( sering disebut muara sinus valsava). Dinding sisi kiri
jantung dengan yang lebih banyak melalui arteri koroner utama kiri (Left main Coronary
Artery), yang kemudian terbagi menjadi dua cabang besar ke depan ( Left Anterior
Descendens- LAD) dan kearah belakang (Left Circumflex- LCx) sisi kiri jantung.

Arteri ini melingkari jantung dalam dua lekuk anatomis eksterna, yaitu : sulkus
atrioventrikuler yang melingkari jantung di antara atrium dan ventrikel, dan sulkus
interventrikuler yang memisahkan kedua ventrikel. Pertemuan kedua lekuk ini disebut kruks
jantung, dan merupakan salah satu bagian terpenting dari jantung. Nodus Atrio Ventrikuler
(AV Node) berlokasi pada titik pertemuan, dan pembuluh darah yang melewati pembuluh
darah yang melewati kruks ini merupakan pembuluh yang memasok nutrisi untuk AV Node.

Arteri koroner kanan memberi nutrisi untuk jantung bagian kanan ( atrium kanan,
ventrikel kanan dan dinding sebelah dalam ventrikel kiri), yang berjalan disisi kanan, pada
sulkus atrio ventrikuler kanan. (Juliawan. 2012)
2.2 Definisi

Sindrom Koroner Akut (SKA) adalah kejadian kegawatan yang diakibatkan oleh
gangguan pada pembuluh darah Koroner yang bersifat progresif, terjadi perubahan secara
tiba-tiba dari stabil menjadi tidak stabil. (Susilo., 2013; Oktavianus & Sari., 2014)

Sindrom Koroner Akut adalah suatu kadaan gawat darurat jantung dengan manifestasi
klinik brupa perasaan tidak enak didada atau gejala- gejala lain sehingga akibat dari iskemia
miokard. Sindrom Koroner Akut adalah istilah untuk tanda-tanda klinis dan gejala iskemia
miokard: angina tidak stabil, non ST segmen elevasi infark miokard, dan elevasi ST segmen
infark myocard. Sindrom Koroner Akut merupakan satu dari tiga penyakit pembuluh darah
arteri koroner, yaitu: STEMI, non STEMIdan unstable angina pectoris. (mulyadi., 2015)

Suatu spektrum penyakit dengan etiologi bermacam-macam, terdapat ketidakseimbangan


antara pemberian dan kebutuhan oksigen miokardium Meliputi STEMI, non-STEMI, dan
angina tak stabil. (Widya., 2014).

Acute coronary syndrome (ACS) mengacu pada spektrum presentasi klinis mulai dari
ST-I sampai elevasi miokard ST-segmen sampai presentasi yang ditemukan pada infark
miokard elevasi non-ST-segmen (NSTEMI) atau angina yang tidak stabil. Gejala iskemik :

 Perkembangan gelombang Q patologis pada elektrokardiogram (EKG)


 Perubahan ST-segment-T wave (ST-T) yang signifikan atau blok cabang bundel kiri
yang baru (LBBB)
 Bukti pencitraan hilangnya miokardium baru yang baru atau kelainan gerak dinding
regional yang baru
 Trombus introsoroner diidentifikasi dengan angiografi atau otopsi
(Sumber: Coven. 2016)
2.3 Klasifikasi Sindrom Koroner Akut
2.3.1 ST Elevasi Miokard Infark (STEMI)
a. Definisi
ST-Elevation Myocardial Infraction (STEMI) terjadi karena sumbatan
yang komplit pada arteri koroner. Jika tidak dilakukan pengobatan akan dapat
menyebabkan kerusakan miokardium yang lebih jauh. Pada fase akut pasien
beresiko tinggi untuk mengalami fibrilasi ventrikel atau takhikardi yang dapat
menyebabkan kematian.Bantuan medis harus segera dilakukan.( Juliawan,
2012)
ST-Elevation Myocardial Infraction (STEMI) adalah kerusakan
jaringan miokard akibat iskemia hebat yang terjadi secara tiba-tiba.Kejadian
ini erat hubungannya dengan adanya penyempitan arteri koronaria oeh plak
atheroma dan thrombus yang terbentuk akibat rupturnya plak atheroma.Secara
anatomi, arteri koronaria dibagi menjadi cabang epikardial yang
memperdarahi epikard dan bagian luar dari miokard dan cabang profunda
yang memperdarahi endokard dan miokard bagian dalam. (Oktavianus &
Sari., 2014)
Infark miokardium menunjukan terbentuknya suatu daerah nekrosis
miokardium akibat iskemia total. Infark miokardium akut yang dikenal
sebagai “serangan jantung”, merupakan penyebab tunggal tersering kematian
diindustri dan merupakan salah satu diagnosis rawat inap tersering di negara
maju.
STEMI umumnya terjadi jika aliran darah koroner menurun secara
mendadak setelah oklusi trombus pada plak arterosklerosik yang sudah ada
sebelumnya.Stenosis arteri koroner berat yang berkembang secara lambat
biasanya tidak memicu STEMI karena berkembangnya banyak kolateral
sepanjang waktu.STEMI terjadi jika trombus arteri koroner terjadi secara
cepat pada lokasi injurivaskular, dimanainjuri ini di cetuskan oleh faktor-
faktor seperti merokok,hipertensi dan akumulasi lipid. (Muliadi. 2015).
ST Elevasi Miokard Infark (STEMI) adalah rusaknya bagian otot
jantung secara permanen akibat insufisiensi aliran darah koroner oleh proses
degeneratif maupun di pengaruhi oleh banyak faktor dengan ditandai keluhan
nyeri dada, peningkatan enzim jantung dan ST elevasi pada pemeriksaan
EKG. STEMI adalah cermin dari pembuluh darah koroner tertentu yang
tersumbat total sehingga aliran darahnya benar-benar terhenti, otot jantung
yang dipendarahi tidak dapat nutrisi-oksigen dan mati. (Putra. 2012)
STEMI adalah rusaknya bagian otot jantung secara permanen akibat
trombus arteri koroner. Terjadinya trombus disebabkan oleh ruptor plak yang
kemudian di ikuti oleh pembentukan trombus oleh trombosit. STEMI
umumnya terjadi jika aliran darah koroner menurun secara mendadak. Infark
mokard akut dengan elevasi ST (ST elevation myiocardinal infrarction =
STEMI) merupakan bagian dari spektrum koroner akut (SKA) yang terdiri
dari angina pektoris tak stabil, IMA tanpa elevasi ST dan IMA dengan elevasi
ST (Masturah.2012).
Elevasi segmen ST, Kondisi ini disebut ACS elevasi ST dan umumnya
refleksi Oklusi koroner total akut. Sebagian besar pasien pada akhirnya
Kembangkan ST-Elevation myocardial infarction (STEMI). Itu Pengobatan
utama pada pasien ini adalah reperfusi segera Dengan angioplasti primer atau
terapi brinolitik. (Roffi. 2016)

6
b. Etiologi
STEMI terjadi jika trombus arteri koroner terjadi secara cepat pada lokasi
injuri vascular, dimana injuri ini dicetuskan oleh faktor seperti merokok,
hipertensi dan akumulasi lipid.
 Penyempitan arteri koroner nonsklerolik
 Penyempitan aterorosklerotik
 Trombus
 Plak aterosklerotik
 Lambatnya aliran darah didaerah plak atau oleh viserasi plak
 Peningkatan kebutuhan oksigen miokardium
 Penurunan darah koroner melalui yang menyempit
 Penyempitan arteri oleh perlambatan jantung selama tidur
 Spasme otot segmental pada arteri kejang otot.
c. Patofisiologi
STEMI umumnya terjadi jika aliran darah koroner menurun secara
mendadak setelah oklusi thrombus pada plak aterosklerotik yang sudah ada
sebelumnya. Stenosis arteri koroner derajat tinggi yang berkembang secara
lambat biasanya tidak memicu STEMI karena berkembangnya banyak
kolateral sepanjang waktu. STEMI terjadi jika trombus arteri koroner terjadi
secara cepat pada lokasi injuri vascular. Pada sebagian besar kasus, infark
terjadi jika plak aterosklerosis mengalami fisur, rupture atau ulserasi dan jika
kondisi local atau sistemik memicu trombogenesis, sehingga terjadi thrombus
mural pada lokasi rupture yang mengakibatkan oklusi arteri koroner.
Penelitian histology menunjukkan plak koroner cendeeung mengalami rupture
jika mempunyai vibrous cap yang tipis dan intinya kaya lipid (lipid rich core).
(Putra. 2012)
Infark Miokard yang disebabkan trombus arteri koroner dapat
mengenai endokardium sampai epikardium,disebut infark transmural, namun
bisa juga hanya mengenai daerah subendokardial,disebut infark
subendokardial. Setelah 20 menit terjadinya sumbatan,infark sudah dapat
terjadi pada subendokardium,dan bila berlanjut terus rata-rata dalam 4 jam
telah terjadi infark transmural.
Kerusakan miokard ini dari endokardium ke epikardium menjadi
komplit dan ireversibel dalam 3-4 jam. Meskipun nekrosis miokard sudah
komplit,proses remodeling miokard yang mengalami injury terus berlanjut
sampai beberapa minggu atau bulan karena daerah infark meluas dan daerah
non infark mengalami dilatasi. (Putra. 2012).
d. Manifestasi Klinis
a. Keluhan utama klasik : nyeri dada sentral yang berat , seperti rasa
terbakar, ditindih benda berat, seperti ditusuk, rasa diperas, dipelintir,
tertekan yang berlangsung ≥ 20 menit, tidak berkurang dengan pemberian
nitrat, gejala yang menyertai : berkeringat, pucat dan mual, sulit bernapas,
cemas, dan lemas.
b. Nyeri membaik atau menghilang dengan istirahat atau obat nitrat.
c. Kelainan lain: di antaranya atrima, henti jantung atau gagal jantung akut.
d. Bisa atipik:
 Pada manula: bisa kolaps atau bingung.
 Pada pasien diabetes: perburukan status metabolik atau atau gagal
jantung bisa tanpa disertai nyeri dada.

(Sumber: Putra.2012)

e. Komplikasi
Adapun komplikasi yang terjadi pada pasien STEMI, adalah:
 Disfungsi ventrikuler
 Gangguan hemodinamik
 Gagal jantung
 Syok kardiogenik
 Perluasan IM
 Emboli sitemik/pilmonal
 Perikardiatis
 Ruptur
 Ventrikrel
 Otot papilar
 Kelainan septal ventrikel
 Disfungsi katup
 Aneurisma ventrikel
 Sindroma infark pascamiokardias
f. Faktor Resiko
 Faktor yang tidak dapat dimodifikasi:
1. Umur
2. Jenis kelamin
3. Suku bangsa dan warna kulit
4. Genitik
 Faktor yang dapat dimodifikasi:
1. Hipertensi
2. Hiperlipidemia
3. Merokok
4. Diabetes mellitus
5. Kegemukan
6. Kurang gerak dan kurang olahraga
7. Konsumsi kontrasepsi oral.
g. Penatalakanaan
1. Syok kardiogenetik
a. Terapi O2, Jika tekanan darah sistolik <70 mmHg dan terdapat tanda
syok diberikan norepinefrin.
b. Jika tekanan darah sistolik <90 mmHg dan terdapat tanda syok
diberikan dopamin dosis 5-15 ug/kgBB/menit.
c. Jika tekanan darah sistolik <90 mmHg namun tidak terdapat tanda
syok diberikan dobutamin dosis 2-20 ug/kgBB/menit.
d. Revaskularisasi arteri koroner segera, baik PCI atau CABG,
direkomendasikan pada pasien <75 tahun dengan elevasi ST atau
LBBB yang mengalami syok dalam 36 jam IMA dan ideal untuk
revaskularisasi yang dapat dikerjakan dalam 18 jam syok, kecuali jika
terdapat kontraindikasi atau tidak ideal dengan tindakan invasif.
e. Terapi trimbolitik yang diberikan pada pasien STEMI dengan syok
kardiogenik yang tak ideal dengan trapi invasif dan tidak mempuyai
kontraindikasi trombolisis.
f. Intra aortic ballo pump (IABP) direkomendasikan pasien STEMI
dengan syok kardiogenik yang tidak membaik dengan segera dengan
terapi farmakologis, bila sarana tersedia.
2. Infark Ventrikel Kanan
Infark ventrikel kanan secari klinis menyebabkan tanda gejala ventrikel
kanan yang berat (distensi vena jugularis, tanda kussmaul s,
hepatomegali) atau tanda hipotensi. Penatalaksana infark ventrikel kanan:
a. Pertahankan preload ventrikel kanan.
b. Loading volume (infus NaCL 0,9 %) 1-2 liter cairan jam I selanjutnya
200ml/jam (terget atrium kanan >10 mmHg (13,6cmH20).
c. Hindari penggunaan nitrat atau diuretik.
d. Pertahankan sinkroni A-V dan bradikardial harus dikoreksi. Pacu
jantung sekuensial A-V pada blok jantung derajat tinggi simtomatik
yang tidak repon dengan atropi
e. Diberikan inotropik jika curah jantung tidak meningkat setelah
loading volume.
f. Kurangi afterload ventrikel kanan sesuai dengan disfungsi ventrikel
kiri.
g. Pompa balon intra-aortik.
h. Vasolidator arteri (nitropospid, hidralazin)
i. Penghambat ACE
j. Reporfusi
k. Obat trombolitik
l. Percutaneous coronari intervention (PCI) primer
m. Coronary arteru bypass graft (GABG) (pada pasien tertentu dengan
penyakit multivesel).
3. Takikardia dan Vibrilasi Ventrikel
Dalam 24 jam pertama STEMI, takikardia dan vibrilasi ventrikular dapat
terjadi tampa tanda bahaya aridmia sebelumnya.
Penatalaksana Takikardia vebtrikel:
a. Takikardia vebtrikel (VT) polimorvik yang menetap (lebih dari 30
detik atau menyebabkan kolaps hemodinamik) harus diterapi dengan
DC shock unsynchoronizer menggunakan energi awal 200 j; jika gagal
harus diberikan shock kedua 200-300 J;, dan jika perlu shock ketiga
360J.
b. Takikardia vebtrikel (VT) monomorfik, menetap yang diikuti dengan
angina , edema paru dan hipotensi (tekanan darah<90 mmHg ) harus
diretapi dengan shock synchoronized energi awal 100 J. Energi dapat
ditingkatkan jika dosis awal gagal.
c. Takikardia vebtrikel (VT) monomorfik yang tidak disertani angina,
edema paru dan hipotensi (tekanan darah<90 mmHg) diterapi salah
satu regimen berikut:
- Lidokain: bolus 1-1-5mh/kg. Bolius tambahan 0,5-0,75mg/kg tiap 5-
10 menit sampai dosis loding total maksimal 3 mg/kg. Kemudian
loading selanjutnya dengan infus 2-4 mg/ menit(30-50 ug/lg/menit).
- Disopiramid: bolus 1-2 mg/kg dalam 5-10 menit, dilanjutkan dosis
pemeliharaan 1 mg/kg/jam.
- Amiodaron: 150mg infus selama 5-10 menit atau 5 ml/kgBB 20-60
menit, dilanjutkan infus tetap 1 mg/menit selama 6 jam dan kemudian
infus pemeliharaan 0,5 mg/menit.
- Kardioversi elektrik synchoronized dimulai dosis 50 J ( anestasi
sebelumnya).
4. Penatalaksana fibrilasi Ventrikel
a. Fibrilasi ventrikel atau takikardia ventrikel pulseless diberikan terapi
DC shock unsynchoronized dengan energi awal 200 J jika tak berhasil
harus diberikan shock kedua 200 sampai 300 J dan jika perlu shock
ketiga 360 J
b. Fibrilasi ventrikel atau takikardia ventrikel pulseless yang refraksi
terhadap shock elektrik diberika terapi amiodaron 300 mg atau 5/kg. IV
bolus dilanjutkan pengulangan shock unsynchoronized.
2.3.2 NON-ST Eevasi Miokard Infark (NONSTEMI)
a. Definisi
Non ST-Elevation Myocardial Infraction (NSTEMI) yang sering
disebut dengan istilah non Q-wave MI atau sub-endocardial MI. Pada
beberapa pasien dengan NSTEMI, mereka memiliki resiko tinggi untuk
terjadinya kemacetan pembuluh darah koroner, yang dapat menyebabkan
kerusakan miokardium yang lebih luas dan aritmia yang dapat
menyebabkan kematian. Resiko untuk terjadinya sumbatan dapat terjadi
pada beberapa jam pertama dan menghilang dalam seiring dengan waktu.
(Juliawan, 2012)
ST-Elevation Myocardial Infraction (STEMI) didefinisikan sebagai
nekrosis miokardium yang disebabkan oleh tidak adekuatnya pasokan
darah akibat sumbatan akut arteri koroner yang ditandai dengan adanya
segmen ST elevasi pada EKG. Sumbatan ini sebagian besar disebabkan
oleh repture plak, atheroma pada arteri koroner yang kemudian diikuti
oleh terjadinya thrombosis, vasokonstriksi, reaksi inflamasi, dan
mikroembolisasi distal.Kadang-kadang sumbatan akut ini dapat pula
disebebkan oleh spame arteri koroner, emboli atau vaskulitis.(Oktavianus
& Sari., 2014)
Pada prinsipnya, gejala dan manifestasi klinis dari non STEMI adalah
sama dengan gejala pada unstable angina pectoris (UAP). Diantara
tandanya yaitu:
• Biasanya pada gambaran EKG tampak normal, tetapi dijumpai adanya
T interved dan adanya gelombang ST depresi
• Enzim jantung umumnya normal
• Terjadi injuri pada bagian dari miokard
• Dapat sedikit lega atau untuk sementara waktu dengan istirahat dan
nitrogliserin (Oktavianus & Sari., 2014)
NSTEMI adalah infark miokard akut tanpa elevasi ST yang terjadi
dengan mengembangkan oklusi lengkap arteri koroner kecil atau oklusi
parsial arteri koroner utama yang sebelumnya terkena aterosklerosis. Hal
ini menyebabkan kerusakan ketebalan parsial otot jantung. Jumlah
NSTEMI sekitar 30% dari semua serangan jantung. (Anggraeni. 2014)
Nyeri dada lebih dari 20 menit dengan lokasi khas substernal atau
kadang kala di epigastrium dengan ciri seperti di peras, perasaan seperti
di ikat, perasaan terbakar, nyeri tumpul,rasa penuh, berat atau tertekan,
menjadi persentasi gejala yang sering di temukan pada penderita
NSTEMI. Pada EKG ditemukan deviasi ST segmen depresi > 0,5mm ,
dapat disertai dengan gelombang T inverse. Biomarker miokard ditandai
dengan peningkatan CKMB > 25 µ/l dan Troponin T positif > 0,03.
Gejala tidak khas seperti dispnea, mual, diaforesis, sinkop atau nyeri di
lengan, epigastrium, bahu atas atau leher juga terjadi dalam kelompok
yang lebih besar pada pasien-pasien berusia lebih dari 65 tahun. (Muliadi.
2015)
b. Etiologi
NSTEMI disebabkan oleh penurunan suplai oksigen dan peningkatan
kebutuhan oksigen miokard yang diperberat oleh obstruksi koroner.
NSTEMI terjadi karena thrombosis akut atau proses vasokonstriksi
koroner, sehingga terjadi iskemia miokard dan dapat menyebabkan
nekrosis jaringan miokard dengan derajat lebih kecil, biasanya terbatas
pada subendokardium. Keadaan ini tidak dapat menyebabkan elevasi
segmen ST, namun menyebabkan pelepasan penanda nekrosis.
Penyebab paling umum adalah penurunan perfusi miokard yang
dihasilkan dari penyempitan arteri koroner disebabkan oleh thrombus
nonocclusive yang telah dikembangkan pada plak aterosklerotik
terganggu. Penyempitan abnormal dari arteri koroner mungkin juga
bertanggung jawab. (Apriliya. 2015)
c. Patofiologi
NSTEMI dapat disebabkan oleh penurunan suplai oksigen atau
peningkatan kebutuhan oksigen miokard yang diperberat oleh obstruksi
koroner. NSTEMI terjadi karena thrombosis akut atau vasokontriksi
koroner. Thrombosis akut pada arteri koroner diawali dengan adanya
rupture plak yang tak stabil. Plak yang tidak stabil ini mempunyai inti
lipid yang besar, densitas otot polos yang rendah, fibrous cap yang tipis
dan konsentrasi faktor jaringan yang tinggi. Inti lemak yang cenderung
rupture mempunyai konsentrasi ester kolesterol dengan proporsi asam
lemak tak jenuh yang tinggi. Pada lokasi ruptur plak dapat dijumpai sel
makrofag dan limfosit T yang menunjukkan adanya proses inflamasi. Sel-
sel ini akan mengeluarkan sel sitokin proinflamasi seperti TNFα, dan IL-
6 akan merangsang pengeluaran hsCRF di hati. (Anggraeni. 2014).
d. Manifestasi Klinis
 Nyeri Dada
Nyeri yang lama yaitu minimal 30 menit, sedangkan pada angina
kurang dari itu. Disamping itu pada angina biasanya nyeri akan hilang
dengan istirahat akan tetapi pada infark tidak.
Nyeri dan rasa tertekan pada dada itu bisa disertai dengan
keluarnya keringat dingin atau perasaan takut. Biasanya nyeri dada
menjalar ke lengan kiri, bahu, leher sampai ke epigastrium, akan tetapi
pada orang tertentu nyeri yang terasa hanya sedikit. Hal tersebut
biasanya terjadi pada manula, atau penderita DM berkaitan dengan
neuropathy.
 Sesak Nafas
Sesak nafas bisa disebabkan oleh peningkatan mendadak
tekanan akhir diastolik ventrikel kiri, disamping itu perasaan cemas
bisa menimbulkan hipervenntilasi. Pada infark yang tanpa gejala
nyeri, sesak nafas merupakan tanda adanya disfungsi ventrikel kiri
yang bermakna.
 Gejala Gastrointestinal
Peningkatan aktivitas vagal menyebabkan mual dan muntah,
dan biasanya lebih sering pada infark inferior, dan stimulasi diafragma
pada infak inferior juga bisa menyebabkan cegukan.
 Gejala Lain
Termasuk palpitasi, rasa pusing, atau sinkop dari aritmia
ventrikel, gelisah.
e. Komplikasi
 Gagal Jantung Konginetal
 Defek Septum Ventrikel
 Ruptur Jantung
 Ruptur septal
 Ruptur Otot Papilaris (Sumber: Risky.2014).
f. Faktor Resiko
1. Dapat Diubah (dimodifikasi)
 Diet (hiperlipidemia)
 Rokok
 Hipertensi
 Stress
 Obesitas
 Kurang aktifitas
 Diabetes Mellitus
 Pemakaian kontrasepsi oral
2. Tidak dapat diubah
 Usia
 Jenis Kelamin
 Ras
 Herediter
 Kepribadian tipe A
g. Penatalaksanaan
1. Biomarker Jantung:
 Troponin T dan Troponin I
Petanda biokimia troponin T dan troponin I mempunyai peranan
yang sangat penting pada diagnostik, stratifikasi dan pengobatan
penderita Sindroma Koroner Akut (SKA). Troponin T mempunyai
sensitifitas 97% dan spesitifitas 99% dalam mendeteksi kerusakan
sel miokard bahkan yang minimal sekalipun (mikro infark).
Sedangkan troponin I memiliki nilai normal 0,1. Perbedaan
troponin T dengan troponin I:
- Troponin T (TnT) dengan berat molekul 24.000 dalton, suatu
komponen inhibitorik yang berfungsi mengikat aktin.
- Troponin I (TnI) dengan berat molekul 37.000 dalton yang
berfungsi mengikat tropomiosin.
2. EKG (T Inverted dan ST Depresi)
Pada pemeriksaan EKG dijumpai adanya gambaran T Inverted
dan ST Depresi yang menunjukkan adanya iskemia pada arteri
koroner. Jika terjadi iskemia, gelombang T menjadi terbalik (inversi),
simetris, dan biasanya bersifat sementara (saat pasien simptomatik).
Bila pada kasus ini tidak didapatkan kerusakan miokardium, sesuai
dengan pemeriksaan CK-MB (creatine kinase-myoglobin) maupun
troponin yang tetap normal, diagnosisnya adalah angina tidak stabil.
Namun, jika inversi gelombang T menetap, biasanya didapatkan
kenaikan kadar troponin, dan diagnosisnya menjadi NSTEMI.
Angina tidak stabil dan NSTEMI disebabkan oleh thrombus
non-oklusif, oklusi ringan (dapat mengalami reperfusi spontan), atau
oklusi yang dapat dikompensasi oleh sirkulasi kolateral yang baik.
3. Echo Cardiografi pada Pasien Non Stemi
a. Area Gangguan
b. Fraksi Ejeksi
Fraksi ejeksi adalah daya sembur jantung dari ventrikel ke aorta.
Freksi pada prinsipnya adalah presentase dari selisih volume akhir
diastolik dengan volume akhir sistolik dibagi dengan volume
akhir diastolik. Nilai normal > 50%. Dan apabila < dari 50%
fraksi ejeksi tidak normal.
c. Angiografi koroner (Coronari angiografi)
Untuk menentukan derajat stenosis pada arteri koroner. Apabila
pasien mengalami derajat stenosis 50% pad pasien dapat diberikan
obat-obatan. Dan apabila pasien mengalami stenosis lebih dari
60% maka pada pasien harus di intervensi dengan pemasangan
stent.
2.3.3 Unstable Angina Pectoris
a. Definisi
Nyeri dada adalah gejala nonspesifik yang dapat menyebabkan
penyakit jantung atau noncardiac. Tidak stabil Angina termasuk dalam
spektrum presentasi klinis yang disebut secara kolektif sebagai koroner
akut Sindrom (ACSs), yang berkisar dari ST-segment elevation
myocardial infarction (STEMI) sampai Non-STEMI (NSTEMI). Angina
tidak stabil dianggap sebagai ACS dimana tidak ada yang terdeteksi
Pelepasan enzim dan biomarker nekrosis miokard. Istilah angina biasanya
dicadangkan Untuk sindrom nyeri yang timbul dari dugaan iskemia
miokard. (Tan., 2015)
Unstable angina pectoris (UAP) adalah suatu sindromaklini yang
ditandai dengan episode atau paroksisma nyeri atau perasaan tertekan di
dada depan. Penyebabnya diperkirakan berkurangnya aliran darah
coroner, menyebabkan suplai oksigen ke jantung tidak adekuat, atau
dengan kata lain suplai kebutuhan oksigen jantung meningkat.
Angina pectoris didefinisikan sebagai perasaan tidak enak di dada
(chest discomfort) akibat iskemia miokard.Perasaan tidak enak di dada ini
berupa nyeri, rasa terbakar, atau rasa tertekan.Kadang-kadang tidak
dirasakan di dada melainkan di leher, rahang bawah, bahu, atau di ulu
hati. (Oktavianus & Sari., 2014)
Angina pektoris adalah hasil dari iskemia miokard yang disebabkan
oleh ketidakseimbangan antara suplai darah miokard dan kebutuhan
oksigen. Ini adalah menyajikan gejala umum (biasanya, nyeri dada) di
antara pasien dengan penyakit arteri koroner (CAD). Sekitar 9,8 juta
orang Amerika diperkirakan mengalami angina per tahun, dengan
500.000 kasus baru angina terjadi setiap tahun. (Alaeddini., 2016)
Yang tegolong dalam unstable angina pectoris (UAP) adalah nyeri dada
yang munculnya tidak tentu, dapat terjadi pada saat penderita sedang
melakukan kegiatan fisik atau dalam keadaan istirahat dan gejalanya
bervariasi tergantung bentuk, besar kecil dan keadaan thrombus.
Beberapa kriteria yang dapatdipakai untuk mendiagnosis angina pectoris
yang tidak stabilyaitu:
 Angina progresif kresendo yaitu terjadi peningkatan dalam intensitas,
frekuensi, dan lamanya episode angina pectoris yang dialami selama
ini.
 Angina at restnocturnal yang baru.
 Angina pasca infark miokard
Beberapa faktor yang dapat menyebabkan nyeri angina meliputi hal-
hal sebagai berikut:
 Latihan fisik dapat memicu serangan dengan cara meningkatkan
oksigen jantung.
 Pajanan terhadap dinding dapat mengakibatkan vasokonstriksi dan
peningkatan tekanan darah disertai peningkatan kebutuhan oksigen.
 Memakan makanan berat akan meningkatkan aliran darah ke
mesentrik untuk pencernaan, sehingga menurunkan ketersediaan
darah untuk suplai jantung. Pada jantung yang sudah parah pintasan
darah untuk pencernaan membuat nyeriangina semakin buruk.
 Stress atau emosi akibat situasi yang menegangkan, menyebabkan
frekuensi jantung meningkat akibat pelepasan adrenalin dan
meningkatkan tekanan darah, dengan demikian beban bekerja jantung
meningkat.
Perubahan EKG seperti segmen ST depresi elevasi segmen ST, atau
inversi glombang T mungkin terjadi selama angina tidak stabil tetapi
sementara. Antung spidol, CPK tidak ditinggikan tapi troponin I atau T
mungkin akan sedikit meningkat. Angina tidak stabil secara klinis tidak
stabil dan sering merupakan awal MI atau aritmia atau, lebih jarang
terjadi, kepada kematian mendadak. Rasa sakit atau ketidaknyamanan
angina tidak stabil biasanya lebih kuat,berlangsung lama, yang dipicu
oleh kurang tenaga, terjadi spontan pada saat istirahat (sebagai angina
decubitus), adalah progresif (crescendo) di alam, atau melibatkan
kombinasi dari fitur ini. Angina pada umumnya dapat hilang dengan
istirahat dan nitrogliserin.(Oktavianus dan Febriana Sartika S., 2014)
b. Etiologi
Penurunan suplai darah miokard akibat meningkatnya resistensi koroner
dalam jumlah besar dan Arteri koroner kecil. Peningkatan kekuatan
ekstravaskuler, seperti hipertrofi LV berat yang disebabkan oleh
hipertensi, Stenosis aorta, atau kardiomiopati hipertrofik, atau
peningkatan tekanan diastolik LV
Pengurangan kapasitas pembawa oksigen darah, seperti peningkatan
karboksihemoglobin atau Anemia berat (hemoglobin, <8 g / dL) Anomali
kongenital dari asal dan / atau jalur arteri koroner epikardial mayor.
(Alaeddini., 2016)
c. Patofisiologi
Iskemia miokard berkembang ketika aliran darah koroner menjadi tidak
memadai untuk memenuhi miokard. Permintaan oksigen Hal ini
menyebabkan sel miokard beralih dari metabolisme aerobik ke anaerob
Dengan penurunan fungsi metabolisme, mekanik, dan listrik progresif.
Kejang jantung Adalah manifestasi klinis yang paling umum dari iskemia
miokard. Hal ini disebabkan oleh kimia dan Stimulasi mekanik ujung
saraf aferen sensorik pada pembuluh koroner dan Miokardium. Serabut
saraf ini meluas dari nervus tulang belakang toraks ke-4 ke atas, naik
Melalui sumsum tulang belakang ke thalamus, dan dari sana ke korteks
serebral. Studi telah menunjukkan bahwa adenosin mungkin merupakan
mediator kimia utama nyeri angina. Selama
Iskemia, ATP terdegradasi pada adenosin, yang setelah difusi ke ruang
ekstraselular, menyebabkan Pelebaran arteriol dan nyeri angina.
Adenosin menginduksi angina terutama dengan merangsang A1 Reseptor
pada ujung saraf aferen jantung. (ALaeddini.,2016)
d. Manifestasi Klinis
Gejala angina tidak stabil serupa dengan infark miokard (MI) dan
meliputi berikut:
 Nyeri dada atau tekanan
 Berkeringat
 Dispnea
 Mual, muntah
 Pusing atau kelemahan mendadak
 Kelelahan
 Nyeri atau tekanan di punggung, leher, rahang, perut, atau bahu atau
lengan.
 Gejala yang terjadi saat istirahat; Menjadi tiba-tiba lebih sering,
parah, atau berkepanjangan berubah dari pola angina biasa; dan
tidak menanggapi beristirahat.
e. Komplikasi
 Stres psikologis
 Infark Miokard
 Aritmia
 Gagal jantung
f. Faktor resiko
 Dapat Diubah (dimodifikasi)
- Diet (hiperlipidemia)
- Rokok
- Hipertensi
- Stress
- Obesitas
- Kurang aktifitas
- Diabetes Mellitus
- Pemakaian kontrasepsi oral
 Tidak dapat diubah
- Usia
- Jenis Kelamin
- Ras
- Herediter
g. Penatalaksanaan
 Tindakan Umum
Dilakukan perawatan di RS, bed rest, diberi penenang dan oksigen.
Pemberian morfin atau petidin perlu pada pasien yang sudah diberi
Nitrogliserin tapi masih merasakan sakit dada.
Terapi Medikamentosa:
- Obat anti Iskemia : nitrat (untuk vasodilator), beta bloker (dapat
menurunkan kebutuhan oksigen miokardium melalui efek
penurunan denyut jantung dan daya kontraksi miokardium. KI :
asma bronkial, pasien dengan bradiaritmia). Antagonis kalsium
- Obat antiagregasi trombosit : aspirin (dianjurkan diberika seumur
hidup. Dosis awal 160 mg/hari dan dosis selanjutnya 80-325
mg/hari), Tiklopidin (obat lini kedua jika pasien tidak tahan aspirin.
Tapi pemakaiannya mulai ditinggalkan setelah ada klopidogrel),
Klopidogrel (ESO < tiklopidon. Dosis dimulai 300mg/hari dan
selanjutnya 75mg/hari), Glikoprotein IIb/IIIa inhibitor (yaitu ;
absiksimab, eptifibatid, tirofiban)
- Obat anti trombin : unfractionated heparin, Low Molecular Weight
Heparin (LMWH)
- Direct Trombin Inhibitor; secara teoritis mempunyai kelebihan
karena bekerja langsung mencegah pembentukan pembekuan darah,
tanpa dihambat oleh plasma protein maupun platelet factor 4.
Tindakan revaskularisasi pembuluh koroner. Perlu dipertimbangkan pada
pasien denga iskemi berat dan refrakter dengan terapi medikamentosa.
 Tindakan Khusus
- EKG; adanya depresi segmen ST yang baru menunjukkan
kemungkinan adanya iskemi akut. Gelombang T negatif juga
salah satu tanda iskemi atau NSTEMI. Perubahan gelombang
ST dan T yang nonspesifik seperti depresi sgemen ST
kurang dari 0,5mm dan gelombang T negatif kurang dari 2
mm tidak spesifik untuk iskemi, dan dapat disebabkan
karena hal lain. Pada unstable angina 4% EKGnya normal.
- Exercise Test. Pasien yang telah stabil dengan terapi
medikamentosa dan menunjukkan tanda resiko tinggi perlu
pemeriksaan exercise test dengan alat treadmill. Bila
hasilnya negatif, maka prognosis baik. Bila hasilnya positif,
lebih-lebih bila didapatkan depresi segmen ST yang dalam,
dianjurkan untuk dilakukan pemeriksaan angiografi koroner
untuk menilai keadaan pembuluh koronernya apakah perlu
tindakan revaskularisasi, karena resiko terjadinya komplikasi
kardiovaskular dalam waktu mendatang cukup besar.
- Ekokardiografi. Tidak memberikan data untuk diagnosis
unstable angina secara langsung. Tapi bila tampak adanya
gangguan faal ventrikel kiri, mitral insufisiensi dan
abnormalitas gerakan dinding regional jantung menandakan
prognosis kurang baik.
- Pemeriksaan Laboratorium. Dianggap ada mionekrosis bila
troponin T atau I positif sampai dalam 24 jam. Troponin
tetap positif sampai 2 minggu. Resiko kematian bertambah
dengan tingkat kenaikan troponin. Kenaikan CRP dalam
SKA berhubungan dengan mortalitajangka panjang.
(Sumber: Mifthahul., 2013)
2.4 Etiologi

Sindrom koroner akut (ACS) disebabkan terutama oleh aterosklerosis.Sebagian besar


kasus ACS terjadi dari gangguan lesi sebelumnya nonsevere (lesi aterosklerotik yang
sebelumnya hemodinamik signifikan belum rentan pecah).Plak rentan dilambangkan dengan
kolam besar lipid, banyak sel-sel inflamasi, dan tipis, topi berserat.Permintaan tinggi dapat
menghasilkan ACS di hadapan sebuah kelas tinggi tetap obstruksi koroner, karena
peningkatan oksigen dan nutrisi persyaratan miokard, seperti yang dihasilkan dari tenaga,
stres emosional, atau stres fisiologis (misalnya, dari dehidrasi, kehilangan darah, hipotensi,
infeksi, tirotoksikosis, atau operasi).

ACS tanpa elevasi permintaan memerlukan penurunan baru dalam pasokan, biasanya
karena trombosis dan / atau plak perdarahan.Pemicu utama untuk trombosis koroner dianggap
ruptur plak yang disebabkan oleh pembubaran tutup berserat, pembubaran itu sendiri menjadi
hasil dari pelepasan metalloproteinase (kolagenase) dari sel-sel inflamasi diaktifkan.Acara ini
diikuti oleh aktivasi platelet dan agregasi, aktivasi jalur koagulasi, dan vasokonstriksi. Proses
ini memuncak dalam trombosis intraluminal koroner dan derajat variabel oklusi vaskular.
embolisasi distal dapat terjadi. Keparahan dan durasi dari obstruksi arteri koroner, volume
miokardium terpengaruh, tingkat permintaan pada jantung, dan kemampuan dari sisa jantung
untuk mengkompensasi merupakan penentu utama dari presentasi klinis pasien dan hasil.
(Anemia dan hipoksemia dapat memicu iskemia miokard tanpa adanya pengurangan berat
pada aliran darah arteri koroner.)

Sebuah sindrom yang terdiri dari nyeri dada, iskemik ST-segmen dan T-gelombang
perubahan, peningkatan kadar biomarker cedera miosit, dan sementara ventrikel kiri apikal
balon (sindrom Takotsubo) telah terbukti terjadi dalam ketiadaan CAD klinis, setelah
emosional atau stres fisik. Etiologi sindrom ini tidak dipahami dengan baik tetapi diduga
berhubungan dengan lonjakan hormon stres katekol dan / atau sensitivitas tinggi terhadap
hormon tersebut.Kadar glukosa darah awal tampaknya menjadi faktor risiko independen
untuk acara jantung samping utama (MACE) di gawat darurat (ED) pasien yang diduga ACS.

Dalam sebuah analisis data dari 1708 pasien Australia dan Selandia Baru dalam sebuah
studi observasional prospektif, peneliti mencatat MACE sebuah terjadi dalam waktu 30 hari
dari presentasi di 15,3% dari pasien yang ED kadar glukosa darah masuk berada di bawah 7
mmol / L (sekitar 126 mg / dL); Namun, dalam periode waktu yang sama, MACE itu terjadi
di dua kali lebih banyak pasien (30,9%) yang darahnya glukosa tingkat berada di atas 7 mmol
/ L. Setelah mengendalikan berbagai faktor, pasien yang memiliki kadar glukosa darah masuk
dari 7 mmol / L atau lebih tinggi berisiko 51% lebih tinggi mengalami MACE dibandingkan
dengan pasien yang memiliki kadar glukosa darah awal yang lebih rendah. prediktor
signifikan lainnya dari MACE termasuk seks pria, usia yang lebih tua, riwayat keluarga,
hipertensi, dislipidemia, temuan iskemik pada ECG, dan troponintests positif. (Coven., 2016)

• Trombus tidak oklusif pada plak yang sudah ada


• Obstruksi dinamik (spasme koroner atau vasokonstriksi)
• Obstruksi mekanik yang progresif
• Inflamasi dan atau infeksi
• Faktor atau keadaan pencetus
• Trauma
• Aneurisma aorta
• Penyumbatan pembuluh darah koroner – plaque (atheroma deposit)
(Oktavianus & Sari., 2014; Apriyanto, dkk., 2010)
2.5 Patofisiologi

Aterosklerosis dimulai ketika kolesterol berlemak tertimbun di intima arteri besar.


Timbunan ini, dinamakan ateroma atau plak akan menggangu absorbsi nutrient oleh sel-sel
endotel yang menyusun lapisan dinding dalam pembuluh darah dan menyumbat aliran darah
karena timbunan menonjol ke lumen pembuluh darah. Endotel pembuluh darah yang terkena
akan mengalami nekrotik dan menjadi jaringan parut, selanjutnya lumen menjadi sempit dan
aliran darah terhambat. Pada lumen yang menyempit dan berdinding kasar, akan cebderung
terjadi pembentukan bekuan darah, hal ini menjelaskan bagaimana terjadinya koagulasi
intravaskuler, diikuti oleh penyakit tromboemboli, yang merupakan penyakit aterosklerosis.

Mekanisme pembentukan lesi aterosklerosis adalah pembentukan thrombus pada


permukaan plak, konsolidasi thrombus akibat efek fibrin, perdarahan ke dalam plak, dan
penimbunan lipid terus menerus. Bila fibrosa pembungkus plak pecah, maka debris lipid akan
terhanyut dalam aliran darah dan menyumbat arteri koroner dan kapiler di sebelah distal plak
yang pecah. Hal ini di dukung dengan struktur arteri koroner yang rentan terhadap
ateroskerosis, dimana arteri koroner tersebut berpilin dan berkelok-kelok saat memasuki
jantung, menimbulkan kondisi yang rentan untuk terbentuknya ateroma.

Dari klasifikasinya, maka ACS dapat dilihat dari dua aspek, yaitu Iskemik dan
Infark.Iskemia adalah suatu keadaan kekurangan oksigen yang bersifat sementara dan
reversibel. Penurunan suplai oksigen akan meningkatkan mekanisme metabolisme anaerobik.
Iskemia yang lama dapat menyebabkan kematian otot atau nekrosis.Keadaan nekrosis yang
berlanjut dapat menyebabkan kematian otot jantung (infark miokard).Ventrikel kiri
merupakan ruang jantung yang paling rentan mengalami iskemia dan infark, hal ini
disebabkan kebutuhan oksigen ventrikel kiri lebih besar untuk berkontraksi.Metabolisme
anaerobik sangat tidak efektif selain energi yang dihasilkan tidak cukup besar juga
meningkatkan pembentukan asam laktat yang dapat menurunkan PH sel (asidosis). Iskemia
secara khas ditandai perubahan EKG: T inversi, dan depresi segmen ST. Gabungan efek
hipoksia, menurunnya suplai energi, serta asidosis dapat dengan cepat mengganggu fungsi
ventrikel kiri. Kekuatan kontraksi pada daerah yang terserang mengalami gangguan, serabut
ototnya memendek, serta daya kecepatannya menurun.Perubahan kontraksi ini dapat
menyebakan penurunan curah jantung.Iskemia dapat menyebabkan nyeri sebagai akibat
penimbunan asam laktat yang berlebihan.Angina pektoris merupakan nyeri dada yang
menyertai iskemia miokardium.

Angina pektoris dapat dibagi: angina pektoris stabil (stable angina), angina pektoris
tidak stabil (unstable angina), angina variant (angina prinzmetal). Angina Pektoris Stabil:
Nyeri dada yang tergolong angina stabil adalah nyeri yang timbul saat melakukan aktifitas.
Rasa nyeri tidak lebih dari 15 menit dan hilang dengan istirahat. Angina Pektoris Tidak Stabil
(UAP): Pada UAP nyeri dada timbul pada saat istirahat, nyeri berlangsung lebih dari 15
menit dan terjadi peningkatan rasa nyeri. Angina Varian: Merupakan angina tidak stabil yang
disebabkan oleh spasme arteri koroner.

Iskemia yang berlangsung lebih dari 30 menit dapat menyebabkan kerusakan sel yang
ireversibel dan kematian otot (nekrosis). Bagian miokardium yang mengalami nekrosis atau
infark akan berhenti berkontraksi secara permanen (yang sering disebut infark). (Juliawan.,
2012)
Kebutuhan akan oksigen yang melebihi kapasitas suplai oksigen oleh pembuluh darah
yang terserang penyakit menyebabkan iskemia miokardium local. Iskemia yang bersifat
sementara akan menyebabkan perubahan reversible pada tingkat sel dan jaringan, dan
menekan fungsi miokardium. (Oktavianus & Sari., 2014)

WOC
Aterosklerosis Trombosis
Kontriksi arteri koronaria

Aliran Darah Ke
Jantung

Oksigen &
Nutrisi

Jaringan miokard
iskemik

Nekrose Lebih Dari 30 Menit

Supply & Kebutuhan Oksigen


Ke Jantung Tidak Seimbang

Supply Oksigen ke miokard

26

Metabolisme an aerob Seluler hipoksia


Kerusakan Timbunan asam Integritas sel berubah
nyeri
pertukaran gas laktat
Resiko penurunan
Kontraktilitas curah jantung
Ansietas
fatique

Intoleransi aktivitas

COP Kegagalan pompa


jantung

Gagal Jantung

Resiko kelebihan
cairan ektravaskuler

2.6 Manifestasi Klinis

Keparahan dan durasi dari obstruksi arteri koroner, volume miokardium terpengaruh,
tingkat permintaan, dan kemampuan dari sisa jantung untuk mengkompensasi merupakan
penentu utama dari presentasi klinis pasien dan hasil.Seorang pasien mungkin hadir untuk ED
karena perubahan dalam pola atau keparahan gejala.Biasanya, angina merupakan gejala
iskemia miokard yang muncul dalam keadaan kebutuhan oksigen meningkat.Hal ini biasanya
digambarkan sebagai sensasi tekanan dada atau berat yang direproduksi oleh kegiatan atau
kondisi yang meningkatkan kebutuhan oksigen miokard.Sebuah kasus baru dari angina lebih
sulit untuk mendiagnosis karena gejala sering tidak jelas dan mirip dengan yang disebabkan
oleh kondisi lain (misalnya, gangguan pencernaan, kecemasan).

Namun, tidak semua pasien mengalami nyeri dada.Mereka mungkin hadir dengan
hanya leher, rahang, telinga, lengan, atau ketidaknyamanan epigastrium. Beberapa pasien,
termasuk beberapa yang sudah lanjut usia atau yang memiliki diabetes, hadir dengan tidak
ada rasa sakit, mengeluh hanya sesak episodik napas, kelemahan yang parah, pusing,
diaphoresis, atau mual dan muntah. Orang-orang tua juga dapat hadir hanya dengan
perubahan status mental.Mereka dengan status mental yang sudah ada sebelumnya diubah
atau demensia mungkin tidak ingat gejala baru-baru ini dan mungkin tidak memiliki
keluhan.Selain itu, ada bukti bahwa perempuan lebih sering memiliki acara koroner tanpa
gejala yang khas, yang dapat menjelaskan kegagalan sering dokter untuk awalnya
mendiagnosa ACS pada wanita.

Aterosklerosis adalah penyebab utama dari ACS, dengan sebagian besar kasus terjadi
dari gangguan lesi sebelumnya nonsevere. Keluhan yang dilaporkan oleh pasien dengan ACS
meliputi berikut ini:

 Palpitasi
 Nyeri, yang biasanya digambarkan sebagai tekanan, meremas, atau sensasi terbakar di
prekordium dan dapat menyebar ke leher, bahu, rahang, punggung, perut bagian atas,
atau lengan baik
 Dyspnea saat aktivitas yang memecahkan dengan rasa sakit atau istirahat
 Diaforesis dari debit simpatik
 Mual dari stimulasi vagal
 Toleransi latihan menurun

Angina stabil melibatkan rasa sakit episodik yang berlangsung 5-15 menit, diprovokasi
oleh tenaga, dan dibebaskan dengan istirahat atau nitrogliserin.Dalam angina tidak stabil,
pasien mengalami peningkatan risiko kejadian kardiak yang merugikan, seperti infark
miokard atau kematian.Baru-onset angina exertional dapat terjadi saat istirahat dan
meningkatkan frekuensi atau durasi atau refrakter terhadap nitrogliserin.angina varian
(Prinzmetal angina) terjadi terutama saat istirahat, dipicu oleh merokok, dan diduga
disebabkan oleh vasospasme koroner. (Coven., 2016)

2.7 Komplikasi
 Aritmia
 Emboli Paru
 Gagal Jantung
 Syok Kardiogenik
 Kematian mendadak
 Abeurisma Ventrikel
 Ruptur septum Ventrikuler
 Ruptur muskulus papilaris
(Sumber: Oktavianus & Sari., 2014)
2.8 Diagnosa
 Perikarditis akut
 Gangguan kecemasan
 Stenosis aorta
 Asma
 Dilatasi kardiomiopati
 Pengobatan Gangguan Gastroenteritis
 Esophagitis
 Keadaan Darurat Hipertensi dalam Pengobatan Darurat
 Infark miokard
 Miokarditis
2.9 Pengobatan

Tujuan pengobatan adalah untuk mempertahankan patensi arteri koroner, meningkatkan


aliran darah melalui lesi stenotik, dan mengurangi kebutuhan oksigen miokard. Semua pasien
harus menerima agen antiplatelet, dan pasien dengan bukti iskemia yang sedang berlangsung
harus menerima intervensi medis agresif sampai tanda iskemia, seperti yang ditentukan oleh
gejala dan EKG, sembuh.

Terapi awal untuk ACS harus fokus pada menstabilkan kondisi pasien, mengurangi
nyeri iskemik, Dan pemberian terapi antitrombotik untuk mengurangi kerusakan miokard dan
mencegah iskemia lebih lanjut. Morfin (atau fentanil) untuk pengendalian nyeri, oksigen,
sublingual atau intravena (IV) nitrogliserin, larut Aspirin 162-325 mg, dan clopidogrel
dengan dosis pemuatan 300 sampai 600 mg diberikan sebagai permulaan pengobatan. Dalam
oklusi kapal lengkap tanpa jaminan dari kapal yang berhubungan dengan infark, hanya ada
sedikit Utilitas dalam "mendorong nitrat".

Pasien berisiko tinggi dengan infark miokard non-ST elevasi segmen (NSTEMI ACS)
seharusnya Menerima perawatan agresif, termasuk aspirin, clopidogrel, heparin tak
terfragmentasi atau molekul rendah-Berat heparin (LMWH), blocker glikoprotein IIb / IIIa
platelet IV (misal tirofiban, Eptifibatide), dan beta blocker. Tujuannya adalah revaskularisasi
awal.

2.10 Faktor Resiko


Faktor-faktor yang menyebabkan risiko terhadap sindrom koroner akut sama dengan
penyakit jantung lainnya yaitu:
 Orang-orang usia lanjut (umur 45 tahun ke atas untuk pria dan 55 tahun ke atas
untuk wanita)
 Tekanan darah tinggi
 Kadar kolestrol tinggi
 Merokok
 Jarang berolahraga
 Diabetes tipe 2
 Riwayat keluarga: jika ada anggota keluarga kandung Anda yang memiliki sakit
dada, penyakit jantung, stroke, atau meninggal mendadak.
2.11 Pencegahan
 Olahraga teratur
 Hindari merokok
 Hindari minuman beralkohol
 Makan makanan yang sehat rendah kolesterol, lemak jenuh dan garam
2.12 Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan Laboratorium
 Elektrolit
Ketidakseimbangan dapat mempengaruhi konduksi dan kontraktilitas, misalnya
hipokalemi, hiperkalemi.
 Sel darah putih
Leukosit ( 10.000 – 20.000 ) biasanya tampak pada hari ke-2 setelah IMA
berhubungan dengan proses inflamasi.
 Laju Endap Darah (LED)
Meningkat pada hari ke-2 dan ke-3 setelah IMA, menunjukkan inflamasi.
 AGD
Dapat menunjukkan hipoksia atau proses penyakit paru akut atau kronis.
 Kolesterol atau Trigliserida serum
Meningkat, menunjukkan arteriosklerosis sebagai penyebab IMA.
b. Rontgen Dada
Mungkin normal atau menunjukkan pembesaran jantung(CTR > 50 %) diduga gagal
jantung atau aneurisma ventrikuler
c. Ekokardiogram
Dilakukan untuk menentukan dimensi ventrikel, gerakan katup atau dinding
ventrikuler dan konfigurasi atau fungsi katup.
d. Pemeriksaan pencitraan nuklir
Talium : mengevaluasi aliran darah miokard dan status sel miokard misal lokasi atau
luasnya AMI.
e. Angiografi koroner
Menggambarkan penyempitan atau sumbatan arteri koroner.Biasanya dilakukan
sehubungan dengan pengukuran tekanan serambi dan mengkaji fungsi ventrikel kiri
(fraksi ejeksi).Prosedur tidak selalu dilakukan pada fase AMI kecuali mendekati
bedah jantung angioplasty atau emergensi.
f. Treatmill test
Menentukan respon kardiovaskuler terhadap aktifitas atau sering dilakukan
sehubungan dengan pencitraan talium pada fase penyembuhan
(Sumber: Muliadi., 2015)
2.13 Penatalaksanaan

Keberhasilan terapi SKA bergantung pada pengenalan dini gejala dan transfer pasien
segera ke unit/instalasi gawat darurat. Terdapat 3 hal yang harus dilakukan pada penderita
dengan infark miokard, yaitu :

a. Memantapkan terbukanya arteri koroner dapat dengan cara fibrinolitik, angioplasti,


atau CABG.
b. Menjaga agar arteri koroner tetap terbuka dengan antikoagulan atau dengan anti
platelet.
c. Mencegah meluasnya kerusakan miokard lebih lanjut dengan mengurangi oksigen
demand atau mencukupi kebutuhan oksigen.
Protokol tatalaksana awal SKA tanpa elevasi segmen ST di RS Jantung dan Pembuluh
Darah Harapan Kita:

a. Oksigen nasal 2-3 L/menit


b. Aspilet kunyah 160-320 mg
c. Clopidogrel loding dose 300 mg atau Ticagrelor 180 mg
d. Nitrat tablet 5 mg SL dapat diulang 3 kali,jika masih nyeri dada diberi Morphin 2,5–
5 mg IVatau Pethidin 25 mg IV atau Nitrat IV dosis dimulai dari 5 mikrogram/menit
atau dititrasi.
e. Cek laboratorium: Hb, Ht, Leukosit, Ureum, Kreatinin, GDS, Elektrolit, CKMB, hs-
Troponin.
f. ACE Inhibitor (gagal jantung, DM, hipertensi)
g. Anti iskemik beta bloker (jika tidak ada kontraindikasi) atau kalsium antagonis
h. Statin
i. Anti koagulan:
 CCT > 30 ml/menit berikan pondafarinux atau enoxafarine subkutan, jika CCT
< 30 ml/menit berikan UFH atau enoxafarine (1 mg/KgBB subkutan sehari
sekali).
 Loding dose heparin bolus 60-70 unit maksimal 4000 unit dengan dosis
pemeliharaan 12-15 unit/KgBB/jam maksimal 1000 unit/jam dengan target
APTT 1,5-2 kali nilai kontrol. Dosis enoxafarine 1 mg/KgBB subkutan setiap
12 jam. Dosis pondafarinux 2,5 mg subkutan sekali sehari.

Penatalaksanaan untuk SKA adalah Primary PCI (Percutaneus Coronary Intervention)


dan fibrinolitik. Primary PCI dapat dikerjakan dalam 60 menit di ruang kateterisasi.Meskipun
Primary PCI bermanfaat untuk melebarkan pembuluh darahyang menyempit, dalam
kenyataannnya juga memiliki komplikasi. Komplikasi dapat dibagi menjadi dua kategori
yaitu yang secara umum berkaitan dengan kateterisasi arteri dan yang berhubungan dengan
teknologi yang spesifik yang digunakan untuk prosedur pada koroner (AHA, 2001, dalam
Meilany, 2011). Berikut ini beberapa kompilasi paska pemasangan stent

Onset lebih dari 12 jam. Jika kondisi stabil rawat CVC kurang dari 48 jam, rawat ruang
intermediate atau ruang rawat biasa jika onset lebih dari 48 jam, echokardiografi dan
angiografi koroner dalam 24 jam. Pada pasien tidak stabil dilakukan PCI dini. Indikasi PCI
dini adalah:
a. Persentasi lebih dari 3 jam
b. Tersedia fasilitas PCI
c. Waktu kontak antara pasien tiba sampai dengan inflasi balon kurang dari 90 menit
d. Waktu antara pasien tiba sampai dengan inflasi balon dikurangi waktu antara pasien
tiba sampai dengan fibrinolitik kurang dari 1 jam
e. Terdapat kontraindikasi fibrinolitik
f. Resiko tinggi (gagal jantung kongestif killip III)
ASUHAN KEPERAWATAN

A. Narasi Kasus
Pada suatu hari datang seorang pasien didampingi keluarganya dan langsung dibawa
ke ruang Lily II Rumah Sakit Medistra Indonesia, didapatkan hasil pengkajian pada
tanggal 07 Mei 2021 (10.00 WIB) bahwa pasien bernama Tn. A berusia 50 Tahun dan
ditemani Ny. A (istri klien).
Klien mengatakan dirinya merasa nyeri dada seperti ditusuk-tusk dan klien
mengatakan nyerinya itu hilang timbul namun bisa bertambah jika melakukan aktivitas
serta keluarganya mengatakan bahwa Tn.A memiliki riwayat hipertensi sejak 4 tahun
yang lalu. Klien juga mengatakan semenjak sakit, dirinya sering merasa sesak serta
nengeluh badannya sangat lemas dan lelah sehingga aktivitasnya selalu dibantu istrinya.
Didapatkan hasil pemeriksaan fisik, pasien nampak meringis kesakitan nampak
gelisah, nampak anoreksia, tampak adanya penggunaan otot bantu pernafasan, tampak
adanya pernafasan cuping hidung, dan nampak sianosis. Didapatkan pula hasil
pemeriksaan TTV, yaitu TTV : TD : 120/90 mmHg, Suhu : 36,9◦C, Nadi : 80x/menit ,
RR: 30x/menit.

3.1 Langkah-Langkah Asuhan Keperawatan


A. Pengkajian
1. Identitas Pasien
Nama : Tn. A
Usia : 50 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Penanggung Jawab
Nama : Ny. A
Usia : 68 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Hubungan Dengan Klien : Istri Pasien
2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan Utama
Klien mengatakan dirinya merasa nyeri dada seperti ditusuk-tusk dank
lien mengatakan nyerinya itu hilang timbul namun bisa bertambah jika
melakukan aktivitas. Klien juga mengatakan semenjak sakit, dirinya
sering merasa sesak serta nengeluh badannya sangat lemas dan lelah
sehingga aktivitasnya selalu dibantu istrinya. Didapatkan skala nyeri :
P : Nyeri bertambah ketika bergerak
Q : Nyeri seperti tertusuk-tusuk
R : Thoraks
S : Skala nyeri 5
T : Sedang
b. Riwayat Kesehatan Sekarang
Didapatkan hasil pemeriksaan fisik, pasien nampak meringis kesakitan
nampak gelisah, nampak anoreksia, tampak adanya penggunaan otot bantu
pernafasan, tampak adanya pernafasan cuping hidung, dan nampak
sianosis. Didapatkan pula hasil pemeriksaan TTV, yaitu TTV : TD :
120/90 mmHg, Suhu : 36,9◦C, Nadi : 80x/menit , RR: 30x/menit.
c. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien mengatakan bahwa dirinya memiliki riwayat hipertensi sudah 4
tahun yang lalu dan sempat dirawat 2 kali dengan periode waktu yang
jauh dan diberi obat untuk proses penyembuhan.
d. Riwayat Penyakit Keluarga
 Riwayat fisikososial dan spiritual
Orang yang terdekat dengan klien adalah anak-anak klien dan
isteri klien. Life style klien nampak kurang diperhatikan oleh dirinya
sendiri maupun oleh keluarganya.
 Persepsi klien terhadap penyakitnya
Klien sudah mengerti dengan panyakit yang di deritanya dan
merasa kurang menjaga pola makan yang seharusnya.
 Sistem nilai kepercayaan
Tidak ada nilai- nilai yang berkesehatan pada klien dilihat dari
aktivitas agama yang di lakukan klien.
3. Riwayat Keperawatan
a. Riwayat Penyakit Sebelumnya
 Kanak-kanak            : Demam
 Kecelakaan               : Tidak pernah
 Pernah dirawat          : Tidak pernah
 Operasi                     : Tidak pernah

b. Riwayat Kesehatan Keluarga


Klien mengatakan dalam keluarganya mempunyai riwayat
penyakit jantung  (Angina Pektoris)

4. Aspek Psikososial
a. Pola Pikir & Persepsi
 Alat Bantu yang digunakan : Tidak ada.
 Kesulitan yang dialami : Tidak ada.
b. Persepsi Sendiri
 Hal yang amat dipikirkan saat ini  : Kesembuhan penyakitnya
 Harapan setelah perawatan   : Bisa beraktivitas kembali
 Suasana hati : Cemas dan sedih
 Rentang perhatian :  Diperhatikan oleh keluarganya
c. Hubungan / Komunikasi
 Tempat Tinggal  : Klien tinggal bersama suami dan 3 orang anaknya
 Bicara  : Jelas, Bahasa Utama : bahasa Indonesia
d. Kehidupan Keluarga
 Adat istiadat yang dianut : Makassar
 Pembuat Keputusan Keluarga : Klien
 Pola komunikasi : Baik
 Pola keuangan : Memadai     
e. Pertahanan Koping
 Pengambilan keputusan : Dibantu orang lain suaminya
 Yang ingin dirubah dari kehidupan : Pola hidup
 Yang dilakukan jika stres  : Tidur
f. Sistem Nilai Dan Kepercayaan
Klien dan keluarga menganut agama islam dan percaya dengan Tuhan,
klien shalat 5 waktu, hal yang ingin dilakukan di RS adalah berdoa.
5. Aktivitas Sehari-Hari
a. Nutrisi      

Sebelum Sakit Saat Sakit

1) Berat badan :  50 Kg 1) Berat badan :  57 Kg


2) Tinggi badan      :  165 Cm        2) Tinggi badan    :  165 Cm       
3) Jenis makanan : Nasi, ikan dan sayur 3) Jenis diet          : Diet jantung
4) Makanan yang disukai  : Semua jenis makanan 4) Nafsu makan  : Menurun
5) Makanan yang tidak disukai  :  Tidak ada 5) Porsi makan     : 2-3 kali  sehari
6) Makanan pantangan  :  Tidak ada porsi makan ½ porsi tidak
7) Nafsu makan  :  Baik dihabiskan
8) Porsi makan : 3 x sehari

b. Pola Eliminasi

Sebelum Sakit Saat Sakit

1) Buang Air Besar 1) Buang Air Besar


Frekuensi         :  1x/hari         Frekuensi            :  2x/minggu       
Penggunaan pencahar  : Tidak ada Penggunaan pencahar  : Tidak ada
Waktu               :  Pagi Waktu                : Siang
Konsistensi       :  Lunak Konsistensi         : Lunak

2) Buang Air Kecil 2) Buang Air Kecil


Frekuensi         : 3x perhari    Frekuensi           :  4-5 x/hari   
Warna : Kuning Warna                : Kuning
Bau : Amoniak Bau                    : Amoniak
Keluhan Lain  : Tidak ada Keluhan Lain     : Tidak ada

c. Pola Tidur dan Istirahat

Sebelum Sakit Saat Sakit

a. Waktu Tidur (jam) :  Mulai tidur jam 22. 00 malam  1) Waktu Tidur  (jam) : 
2) Lama tidur / hari  :   8  jam Mulai tidur jam 23. 15 malam 
3) Kebiaasaan pengantar tidur :   Tidak ada 2) Lama tidur / hari     :   6 jam
4) Kesulitan dalam tidur      : Tidak ada 3) Kebiaasaan pengantar tidur :   Tidak ada
4) Kesulitan dalam tidur       :
Klien mengatakan susah tidur karna sesak.

d. Pola Aktifitas Dan Latihan

Sebelum Sakit Saat Sakit

1) Kegiatan dalam pekerjaan  : 1) Klien mengatakan bila  mau melakukan


Olahraga   : beraktivitas seperti ke kamar mandi, bangun dan
Klien tidak mempunyai kebiasaan olahraga ganti baju harus dibantu oleh suami dan
2) Kegiatan diwaktu luang   :  anaknya, klien mengatakan kalau habis
Berkumpul bersama keluarganya beraktifitas klien merasa nyeri dada dan sesak.

6. Pengkajian Fisik
a. Kesadaran     :  Compos mentis                             
b. Keadaan Umum   : Sedang
c. Tanda-tanda Vital :
TD     :   120/90  mmHg                      
N  : 80 x/menit
RR      :   30 x/menit     
S    : 36,9 oC
d. Kepala
1. Inspeksi
 Bentuk Kepala : Normochepal
 Distribusi rambut/kulit kepala: Hitam/distribusi rambut subur
 Kesimetrisan muka, dan tengkorak simetris
2. Palpasi
 Massa  : Tidak ada      
 Nyeri  Tekan : Tidak terdapat nyeri tekan
 Keluhan lain : Pusing / sakit kepala : tidak ada keluhan
e. Mata
1. Inspeksi
 Kelopak mata : Tidak ada pembengkakan
 Konjungtiva    : Anemis
 Sklera  : Tidak icterus
 Ukuran pupil   : Isokor 
 Gerakan bola mata : Normal
 Visus : 6/6
 Reaksi terhadap cahaya : Jika diberi cahaya mengecil dan jika
cahaya menjauh pupil membesar
2. Palpasi
 TIO  : Normal
 Massa  tumor : Tidak ada
 Nyeri tekan   : Tidak ada
 Fungsi penglihatan: Baik
 Rasa sakit  : Tidak ada
 Operasi   : Tidak pernah
f. Hidung
1. Inspeksi
 Bentuk          : Simetris kanan dan kiri        
 Edema  : Tidak ada
 Septum          :  Tidak ada                             
 Warna     : Normal      
 Secret            : Tidak ada
2. Palpasi
 Sinus  :  Normal                                             
 Nyeri tekan/bengkak : Tidak ada
 Reaksi alergi   : Tidak ada
g. Mulut dan Tenggorokan
1. Gigi geligi : Baik                                                
2. Caries  : Tidak ada
3. Kulit / gangguan bicara  : Tidak ada
4. Kesulitan menelan         : Tidak ada
h. Leher
1. Inspeksi
 Bentuk/kesimetrisan : Simetris
 Mobilisasi leher : Normal
2. Palpasi
 Kelenjar  tiroid : Tidak ada pembesaran    
 Kelenjar limfe : Tidak ada pembesaran
 Vena jugelaris : Tidak ada pembesaran
i. Dada, Paru-paru,dan Jantung 
1. Inspeksi
 Bentuk dada simetris kiri dan kanan
 Bunyi napas : Vesikuler
 Irama pernapasan : Regular
 Frekuensi pernapasan : 30 x / menit
 Retraksi : Tidak ada
2. Palpasi
 Nyeri tekan               : Ada                          
 Massa Tumor : Tidak ada
 Taktil Fremitus          : Normal                     
 Denyut apex  : Teraba
3. Auskultasi
 Suara nafas             : Vesikuler                      
 Suara tambahan : Tidak ada
 Ronchi                     : Tidak ada                 
 Wheezing             : Tidak ada
 Bunyi jantung I dan II : Normal                  
 Gallop                 : Tidak ada
4. Perkusi :
 Batas paru dan hepar : Resonan ke pekak pada ICS 6 dextra
 Batas paru dan lambung :
Resonan ke tympani di bawah prosesus xyphoideus
 Batas paru dan jantung : Redup pada ICS 3,4,5,6 kiri
j. Abdomen
1. Inspeksi
Kesimetrisan dan warna sekitar : Simetris dan berwarna coklat.
2. Auskultasi
Peristaltik : 8 kali permenit
3. Perkusi
Identifikasi batas organ :
Pekak sebelah kanan atas, yang lainnya timpani
4. Palpasi
Hepar/lien/ginjal/kandungkemih : Normal
k. Genitalia dan system reproduksi
Penggunaan kateter : Tidak
l. Status neurologis :  GCS  E: 4 M: 6 V: 5
1. Refleks patologis; kerning sign; (-), Laseq sign (-), Brusinsky (-),
Babinsky(-)
2. Reflex fisiologis; Bisep (+), trisep (+), patella (+)
m. Ekstremitas
1. Keadaan ekstremitas : Lemah                                                              
2. Kesimetrisan : Simetris
3. Atropi : Tidak ada                
4. ROM : Aktif                          
5. Edema : Tidak ada
6. Cyanosis : Tidak                  
7. Akral : Hangat  
         
8. Kekuatan otot : 4       4
4 4
9. Nadi perifer : Teraba            
10. Capilarry refilling : < 2 detik     
11. Nyeri : Tidak
12. Palpitasi : Tidak                   
13. Perubahan warna : Tidak ada     
14. Clubbing (-)  
15. Baal (-)
16. Cyanosis  tidak ada  Akral : hangat
7. Pemeriksaan  Penunjang

Hematologi Hasil Nilai rujukan Satuan

Hematologi Rutin

WBC 14,0 4,0-10,0 103/mm3

HGB 15,4 12-16 Mg/dl

PLT 1900 150-400 103/mm3

KIMIA DARAH

Glukosa

GDS 208 140 Mg/dl

Fungsi Ginjal

Ureum 75 10-50 Mg/dl

Kreatinin 2,11 0,5-50 Mg/dl

Fungsi Hati

SGOT 149 <37 U/L


ORT 98 U/L

Penanda Jantung

CK 2039,00 L(<190);P(<167) U/L

CK-MB 34 <25 U/L

Kimia lain

Asam urat 11,6 P92,4-5,7); L(3,4- Mg/dl


7,0)
IMUNOSEROLOGI
<0,01
Troponinn I >10 Ng/dl

KIMIA DARAH

Elektrolit
136-145
Natrium 135 Mmol/l
3,5-5,1
Kalium 3,4 Mmol/l
97-111
Klorida 101 Mm0l/l

Hasil Radiologi :

1. Hasil ECG (Tgl 02 Maret 2016)


2. ST Elevasi pada lead II, III dan aVF,  (Stemi Inferior : infark miokardium)
3. ST Depresi pada lead I, aVL, V5 dan V6   

            
8. Terapi Yang Diberikan (Medis)
Obat – obatan :

Nama Obat Dosis Cara Waktu Indikasi Kontraindikasi


Pemberian

Furosemide 40 mg Injeksi IV 12  jam  Mengobati gagal Hipersensitif terhadap


jantung Meningkatnya furosemide, pasien
diameter pembuluh anuria, pasien dengan
vena akan mengurangi koma hati.
cairan yang kembali ke
jantung. Hal ini akan
menyebabkan
berkurangnya beban
kerja jantung.
 Membuang cairan
berlebih di dalam
tubuh. Cairan berlebih
yang menumpuk di
dalam tubuh dapat
menyebabkan sesak
napas, lelah, kaki dan
pergelangan kaki
membengkak.

Miniaspi 80 mg Oral 24 jam Mencegah agregasi plaletet Hipersensitivitas,


pada infark miokard dan termasuk asma, Tukak
angina tdak stabil. peptik, varisela dan
Mencegah serangan gejala influenza,
iskemik otak sepintas. perdarahan sub kutan,
terapi antikoagulan.
Anak < 12 tahun.

Simvastatin 40 mg Oral 24 jam Terapi dengan "lipid- o Pasien yang


altering agent" dapat mengalami gagal
dipertimbangkan fungsi hati atau
penggunaannya pada pernah mengalami
individu yang mengalami gagal fungsi hati.
peningkatan risiko o Pasien yang
aterosklerosis vaskular mengalami
yang disebabkan oleh peningkatan jumlah
hiperkolesterolemia. serum transaminase
yang abnormal.
o Pecandu alkohol.
o Bagi wanita hamil
dan menyusui.
o Hipersensitif terhadap
simvastatin.

Ceftriaxone 2 gram IV 24 jam Untuk infeksi-infeksi Hipersensitif terhadap


berat dan yang disebabkan cephalosporin dan
oleh kuman-kuman gram penicillin (sebagai reaksi
positif maupun gram alergi silang).
negatif yang resisten
terhadap antibiotic lain:
o Infeksi saluran
pernafasan.
o Infeksi saluran kemih
o Infeksi gonoreal.
o Septisemia bakteri.
o Infeksi tulang dan
jaringan.
o Infeksi kulit.

Clopidol 75 mg Oral 24 jam Mengurangi terjadinya Pendarahan


aterosklerosis (infrak patologik,pendarahan
miokardial, stroke, dan intrakranial, tukak
kematian vaskuler) pada lambung.
pasien dengan
aterosklerosis
terdokumentasi oleh stroke
yang baru terjadi, infark
miokardial, atau penyakit
arteri perifer yang telah
pasti.

I. Data Fokus
Nama Pasien : Tn.A Diagonosa Medis : ACS
No.RM : 123 Dokter : Dr. I
Usia Pasien : 50 Tahun Perawat : Ruang Lily II

Data Subjektif Data Objektif


1. Skala nyeri 1. Nampak meringis kesakitan.
- P : Nyeri bertambah ketika bergerak 2. Nampak gelisah.
- Q : Nyeri seperti tertusuk-tusuk 3. Nampak malaise.
- R : Thoraks 4. Tampak ADL dibantu keluarga.
- S : Skala nyeri 5 5. Tampak adanya penggunaan otot bantu
- T : Sedang pernafasan.
2. Klien juga mengatakan sering merasa sesak nafas. 6. Tampak adanya pernafasan cuping hidung.
3. Klien mengeluh badannya sangat lemas dan lelah. 7. Didapatkan pula hasil pemeriksaan TTV
4. Klien mengatakan semenjak sakit, aktivitasnya TD : 120/90 mmHg.
selalu dibantu istrinya. Suhu : 36,9◦C.
5. Keluarganya mengatakan bahwa Tn.A memiliki Nadi : 80x/menit.
riwayat hipertensi sejak 4 tahun yang lalu. RR : 30x/menit.
8. Hasil pemeriksaan fisik
Dada, Paru-paru,dan Jantung 
a. Inspeksi
 Bentuk dada simetris kiri dan kanan
 Bunyi napas : Vesikuler
 Irama pernapasan : Regular
 Frekuensi pernapasan : 30 x / menit
 Retraksi : Tidak ada
b. Palpasi
 Nyeri tekan               : Ada                          
 Massa Tumor : Tidak ada
 Taktil Fremitus          : Normal                     
 Denyut apex  : Teraba

c. Auskultasi
 Suara nafas            : Vesikuler   
 Suara tambahan : Tidak ada
 Wheezing + Ronchi  : Tidak ada
 Bunyi jantung I dan II : Normal                  
 Gallop             : Tidak ada
d. Perkusi
 Batas paru dan hepar :
Resonan ke pekak pada ICS 6 dextra
 Batas paru dan lambung :
Resonan ke tympani di bawah prosesus
xyphoideus
 Batas paru dan jantung :
Redup pada ICS 3,4,5,6 kiri
9. Hasil pemeriksaan penunjang :Rradiologi
 Hasil ECG (Tgl 02 Maret 2016).
 ST Elevasi pada lead II, III dan aVF,  (Stemi
Inferior : infark miokardium).
 ST Depresi pada lead I, aVL, V5 dan V6.   

II. Analisa Data

III. Nama Pasien : Tn.A Diagonosa Medis : ACS


No.RM : 123 Dokter : Dr. I
Usia Pasien : 50 Tahun Perawat : Ruang Lily II

Data Fokus Etiologi Problem


DS : Nyeri Akut Agen Pencedera
1. Skala nyeri Fisiologi
- P : Nyeri bertambah ketika bergerak
- Q : Nyeri seperti tertusuk-tusuk
- R : Thoraks
- S : Skala nyeri 5
- T : Sedang
DO :
1. Nampak meringis kesakitan.
2. Nampak gelisah.
3. Keluarganya mengatakan bahwa Tn.A memiliki riwayat
hipertensi sejak 4 tahun yang lalu.
DS : Pola Nafas Tidak Hambatan Upaya Nafas
1. Klien juga mengatakan sering merasa sesak nafas. Efektif
DO:
1. Tampak adanya penggunaan otot bantu pernafasan.
2. Tampak adanya pernafasan cuping hidung.
3. Hasil pemeriksaan fisik
Dada, Paru-paru,dan Jantung 
a. Inspeksi
 Bentuk dada simetris kiri dan kanan
 Bunyi napas : Vesikuler
 Irama pernapasan : Regular
 Frekuensi pernapasan : 30 x / menit
 Retraksi : Tidak ada

b. Palpasi
 Nyeri tekan               : Ada                          
 Massa Tumor : Tidak ada
 Taktil Fremitus          : Normal                     
 Denyut apex  : Teraba
c. Auskultasi
 Suara nafas            : Vesikuler                      
 Suara tambahan : Tidak ada
 Wheezing + Ronchi  : Tidak ada
 Bunyi jantung I dan II : Normal                  
 Gallop             : Tidak ada
d. Perkusi
 Batas paru dan hepar :
Resonan ke pekak pada ICS 6 dextra
 Batas paru dan lambung :
Resonan ke tympani di bawah prosesus xyphoideus
 Batas paru dan jantung :
Redup pada ICS 3,4,5,6 kiri
4. Hasil pemeriksaan penunjang :Rradiologi
 Hasil ECG (Tgl 02 Maret 2016).
 ST Elevasi pada lead II, III dan aVF,  (Stemi Inferior :
infark miokardium).
 ST Depresi pada lead I, aVL, V5 dan V6.   
DS : Intoleransi Kelemahan
1. Klien mengeluh badannya sangat lemas dan lelah. Aktivitas
2. Klien mengatakan semenjak sakit, aktivitasnya selalu dibantu
istrinya.
DO :
1. Nampak malaise.
2. Tampak ADL dibantu keluarga.

B. Diagnosa Keperawatan

Nama Pasien : Tn.A Diagonosa Medis : ACS


No.RM : 123 Dokter : Dr. I
Usia Pasien : 50 Tahun Perawat : Ruang Lily II
No Diagnosa Keperawatan Tanggal Tanggal
. Ditemukan Teratasi
1. Nyeri akut b.d agen pencedera fisiologi d.d tampak - -
meringis (D.0077)
2. Pola nafas tidak efektif b.d hambatan upaya nafas d.d - -
penggunaan otot bantu pernafasan dan pernafasan cuping
hidung (D.0005)
3. Intoleransi aktivitas b.d kelemahan d.d mengeluh lelah - -
dan merasa lemah (D.0056)

C. Intervensi Keperawatan Sesuai SIKI

Nama Pasien : Tn.A Diagonosa Medis : ACS


No.RM : 123 Dokter : Dr. I
Usia Pasien : 50 Tahun Perawat : Ruang Lily II

No Diagnose Standar Luaran Keperawatan Rencana Tindakan


. Keperawatan (Intervensi)
Luaran Luaran Intervensi Utama Intervensi Pendukung
Utama Pendukung (SIKI) (SIKI)
(SLKI) (SLKI)
1. Nyeri akut b.d Status Tingkat nyeri Manajemen Nyeri Pematauan Tanda Vital
agen kenyamanan ((L.08066) (I.08238) (I.02060)
pencedera (L.08064) Ekspetasi : a. Observasi a. Observasi
fisiologi d.d Ekspetasi : Menurun 1) Identifikasi 1) Monitor tekanan
tampak Meningkat Kriteria hasil : lokasi, darah.
meringis Kriteria hasil: 1) Kemampuan karakteristik, 2) Monitor nai
(D.0077) 1) Kesejahtera menuntaskan durasi, frekuensi, (frekuensi,
an fisik aktivitas kualitas, kekuatan dan
(cukup (cukup intensitas nyeri. irama).
menurun menurun 2) Identifikasi skala 3) Monitor
sampai sampai nyeri. pernafasan
meningkat meningkat 3) Identifikasi (frekuensi dan
skala 2-5). skala 2-5). respons nyeri non kedalaman).
2) Keluhan 2) Keluhan nyeri verbal. 4) Monitor suhu
tidak (cukup 4) Identifikasi faktor tubuh.
nyaman menurun yang 5) Identifikasi
(cukup sampai memperberat dan penyebab
menurun meningkat memperingan perubahan tanda
sampai skala 2-5). nyeri. vital.
meningkat 5) Identifikasi b. Terapeutik
skala 2-5). pengetahuan dan 1) Atur interval
keyakinan pemantauan
tentang nyeri. sesuai kondisi
pasien.
2) Dokumentasikan
hasil
6) Identifikasi pemantauan.
pengaruh budaya c. Edukasi
terhadap respon 1) Jelaskan tujuan
nyeri. dan prosedur
7) Identifikasi pemantauan.
pengaruh nyeri Edukasi Proses
pada kualitas Penyakit
hidup. (I.12444)
8) Monitor efek a. Observasi
samping 1) Identifikasi
penggunaan kesiapan dan
analgetik. kemampuan
b. Terapeutik menerima
1) Berikan teknik informasi.
nonfarmakologis b. Terapeutik
untuk 1) Sediakan materi
mengurangi rasa dan media
nyeri (Mis. pendidikan
Hipnotis 5 jari). kesehatan.
2) Kontrol 2) Jadwalkan
lingkungan yang pendidikan sesuai
memperberat kesepakatan.
rasa nyeri (Mis. 3) Berikan
Suhu ruangan, kesempatan
pencahayaan, untuk bertanya.
dan kebisingan). c. Edukasi
3) Fasilitasi 1) Jelaskan
istirahat dan penyebab
tidur. penyakit.
4) Pertimbangkan
jenis dan sumber
nyeri dalam 2) Jelaskan proses
pemilihan patofisiologi
strategi munculnya
meredakan nyeri. penyakit.
c. Edukasi 3) Jelaskan tanda
1) Jelaskan dan gejala yang
penyebab, ditimbulkan oleh
periode, dan penyakit.
pemicu nyeri. 4) Jelaskan
2) Jelaskan strategi kemungkinan
meredakan nyeri. terjadinya
3) Anjurkan komplikasi.
memonitor nyeri 5) Ajarkan cara
secara mandiri. meredakan atau
d. Kolaborasi: mengatasi gejala
1) Kolaborasi yang dirasakan.
pemberian
analgetik. 1)

2. Pola nafas Intergritas Penyembuhan Perawatan Integritas Edukasi Perilaku


tidak efektif kulit dan luka Kulit Upaya Kesehatan
b.d hambatan jaringan (L.13120) (I.11353) (I.12435)
upaya nafas (L.14125) Ekspetasi : a. Observasi: a. Observasi
d.d Ekspetasi : Meningkat 1) Identifikasi 1) Identifikasi
penggunaan Meningkat Kriteria hasil: penyebab kesiapan dan
otot bantu Kriteria hasil: 1) Penyatuan gangguan kemampuan
pernafasan dan 1) Kerusakan kulit (cukup integritas kulit menerima
pernafasan jaringan menurun (mis. perubahan informasi.
cuping hidung (cukup sampai sirkulasi, b. Terapeutik
(D.0005) menurun meningkat perubahan status 1) Sediakan materi
sampai skala 2-5). nutrisi, dan media
meningkat 2) Nyeri (cukup penurunan pendidikan
skala 2-5). meningkat kelembaban, suhu kesehatan.
2) Kerusakan sampai lingkungan 2) Jadwalkan
lapisan menurun skala ekstrem, dan pendidikan sesuai
kulit (cukup 4-1). penurunan kesepakatan.
menurun 3) Peradangan mobilitas). 3) Berikan
sampai luka (cukup b. Terapeutik kesempatan
meningkat meningkat 1) Ubah posisi tiap untuk bertanya.
skala 2-5). sampai 2 jam tirah 4) Gunakan variasi
menurun skala baring. metode
4-1). 2) Gunakan produk pembelajaran.
berbahan 5) Gunakan
petroleum atau pendekatan
minyak pada kulit promosi
kering. kesehatan dengan
3) Gunakan produk memperhatikan
berbahan pengaruh dan
ringan/alami dan hambatan dari
hipoalergik pada social dan budaya
kulit sensitive. serta lingkungan.
4) Hindari produk c. Edukasi
berbahan dasar 1) Ajarkan
alcohol pada mengguanakan
kulit. fasilitas
c. Edukasi kesehatan.
1) anjurkan minum 2) Ajarkan
air yang cukup. menentukan
2) Anjurkan perilaku spesifik
menghindari yang akan
terpapar suhu diubah.
ekstrem. 3) Ajarkan program
3) Anjurkan mandi kesehatan dalam
dan kehidupan sehari-
menggunakan hari.
sabun 4) Ajarkan cara
secukupnya. pemeliharaan
kesehatan.

Pemberian Obat Kulit


(I.14532)
a. Observasi
1) Identifikasi
kemungkinan
alergi, interaksi
dan
kontraindikasi
obat.
2) Verifikasi order
obat dengan
indikasi.
3) Periksa tanggal
kadarluwarsa
obat.
4) Monitor efek
terapeutik obat.
5) Monitor efek
local, efek
sistemik dan
efek samping
obat.
b. Terapeutik
1) Lakukan prinsip
enam benar
(banar pasien,
obat, dosis,
waktu, rule dan
dokumentasi).
2) Cuci tangan dan
pasang sarung
tangan.

3) Bersihkan kulit
dan hilangkan
obat
sebelumnya.
4) Oleskan agen
topical pada
kulit yang tidak
mengenai luka,
iritasi, atau
sensitive.
5) Hindari terpapar
sinar ultra violet
pada kulit yang
mendapat obat
topical.
c. Edukasi
1) Jelaskan jenis
obat, alas an
pemberian,
tindakan yang
diharapkan, dan
efek samping
sebelum
pemberian.
2) Jelaskan factor
yang dapat
meningkatkan
dan menurunkan
efektivitas obat.

3. Intoleransi Tingkat Control risiko Pencegahan Infeksi Pematauan Tanda Vital


aktivitas b.d infeksi (L.14128) (I.14539) (I.02060)
kelemahan d.d (L.14137) Ekspetasi : a. Observasi: d. Observasi
mengeluh lelah Ekspetasi : Meningkat 1) Monitor tanda 6) Monitor tekanan
dan merasa Menurun Kriteria hasil: dan gejala infeksi darah.
lemah Kriteria hasil: 1) Kemampuan local dan 7) Monitor nai
(D.0056) 1) Nyeri mencari sistemik. (frekuensi,
(cukup informasi b. Terapeutik kekuatan dan
meningkat tentang factor 1) Batasi jumlah irama).
sampai risiko (cukup pengunjung. 8) Monitor
menurun menurun 2) Barikan pernafasan
skala 4-1). sampai perawatan kulit (frekuensi dan
2) Bengkak meningkat pada area edema. kedalaman).
(cukup skala 2-5). 3) Cuci tangan 9) Monitor suhu
meningkat 2) Kemampuan sbelum dan tubuh.
sampai mengidentifi- sesudah kontak 10) Identifikasi
menurun kasi factor dengan pasien penyebab
skala 4-1). risiko (cukup dan lingkungan perubahan tanda
menurun pasien. vital.
sampai 4) Pertahankan e. Terapeutik
meningkat teknik aseptic 3) Atur interval
skala 2-5). pada pasien pemantauan
3) Kemampuan berisiko tinggi. sesuai kondisi
melakukan c. Edukasi pasien.
strategi control 1) Jelaskan tanda 4) Dokumentasikan
risiko (cukup dan gejala hasil
menurun infeksi. pemantauan.
sampai 2) Ajarkan cara f. Edukasi
meningkat mencuci tangan 2) Jelaskan tujuan
skala 2-5). yang benar. dan prosedur
3) Ajarkan cara pemantauan.
memeriksa
kondisi luka atau
luka operasi. Perawatan Luka
4) Anjurkan (I.14564)
meningkatkan a. Obsevasi
asupan cairan. 1) Monitor
karakteristik
luka.
2) Monitor tanda-
tanda infeksi.
b. Terapeutik
1) Lepaskan
balutan dan
plester secara
perlahan.
2) Bersihkan
dengan cairan
NaCl atau
pembersih
nontoksi, sesuai
kebutuhan.
3) Bersihkan
jaringan
nekrotik.
4) Pasang balutan
sesuai jenis
luka.
5) Pertahankan
teknik steril saat
melakukan
perawatan luka.
6) Ganti balutan
sesuai eksudat
dan drainase.

7) Berikan
suplemen
vitamin dan
mineral.
c. Edukasi
1) Jelaskan tanda
dan gejala
infeksi.
2) Anjurkan
mengkonsumsi
makanan tinggi
kalori dan
protein.
3) Anjurkan
prosedur
perawatan luka
secara mandiri.

D. Implementasi Keperawatan

Nama Pasien : Tn.A Diagonosa Medis : ACS


No.RM : 123 Dokter : Dr. I
Usia Pasien : 50 Tahun Perawat : Ruang Lily II
E. Evaluasi Keperawatan

Nama Pasien : Tn.A Diagonosa Medis : ACS


No.RM : 123 Dokter : Dr. I
Usia Pasien : 50 Tahun Perawat : Ruang Lily II

Diagnosa Evaluasi Keperawatan


Keperawatan
Nyeri akut b.d agen S:
pencedera fisiologi d.d O:
tampak meringis A:
(D.0077) P:

Pola nafas tidak S:


efektif b.d hambatan O:
upaya nafas d.d A:
penggunaan otot bantu P:
pernafasan dan
pernafasan cuping
hidung (D.0005)
Intoleransi aktivitas S:
b.d kelemahan d.d O:
mengeluh lelah dan A:
merasa lemah P:
(D.0056)

Anda mungkin juga menyukai