Anda di halaman 1dari 23

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan khadirat Tuhan yang Maha Esa atas berkat
dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan praktikum
metalurgi dalam hal ini percobaan METALOGRAFI.

Sesuai dengan kurikulum yang berlaku di prodi Teknik Mesin Fakultas


Teknik Universitas HKBP Nommensen Medan, bahwa setiap mahasiswa
diwajibkan melaksanakan praktikum teknik metalurgi. Penulis menyusun laporan
–laporan ini sebagai dasar untuk memenuhi jenjang strata satu.

Penulis berharap semoga laporan ini banyak memberikan manfaat bagi


para pembaca dalam mengikuti dan melaksanakan praktikum teknik metalurgi.

Akhir kata penulis ucapkan terimakasih kepada seluruh pihak khusunya


kepada Bapak Ir.Aston Sianipar,MT. selaku dosen pembimbing yang telah banyak
membantu penulis dalam meneyelesaikan dan menyusun laporan ini.

Medan,28 April 2021

Candra Wira Gultom

1
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sebagaimana kita ketahui bahwa tiap-tiap material memiliki sifat-sifat


mekanik yang berbeda, sifat-sifat tersebut sangat bergantung dari struktur mikro
yang membentuk material itu sendiri. Dengan adanya struktur tersebut, suatu
material akan mempunyai keunggulan seperti daya tahan terhadap korosi,
kekerasan tinggi, mampu ditempa dan lain-lain. Semua hal ini dapat kita pelajari
pada Metalografi. Metalografi merupakan suatu ilmu atau percobaan yang
memeriksa struktur mikro suatu logam.

Sifat-sifat tersebut harus diketahui oleh seorang teknisi apabila akan


menggunakan suatu bahan untuk membuat kontruksi, salah satunya adalah dengan
melakukan percobaan Metalografi. Metode pelaksanaannya adalah dengan cara
menggerinda salah satu ujung benda uji dengan rata dan halus.

Dalam perkembangan teknologi sekarang ini , metode seperti ini sudah


banyak digunakan dalam industri. Terutama industri pengecoran logam dimana
mereka dengan mudah dapat mengatur kadar karbon baja/besi seperti yang
diinginkan.

1.2 Manfaat Percobaan


a. Dapat melihat struktur dari suatu logam.
b. Dapat mengetahui karakteristik suatu bahan.
c. Dapat mengetahui dampak perlakuan panas dan media pendingin terhadap
karakteristik logam.
d. Dapat melihat perbedaan setiap fasa logam yang diuji.
e. Bertambahnya wawasan ketrampilan bagi para mahasiswa, yang
selanjutnya dapat menjadi pengangan berharga dan mudah – mudahan
dapat diaplikasikan secara nyata

2
1.3 Tujuan Percobaan
Adapun tujuan dari percobaan ini adalah :
1. Mengamati struktur mikro, butir kristal, batas butir, ukuran butir, dan
jumlah butir.
2. Mengamati fasa-fasa yang ada pada logam.
3. Mengamati cacat pada logam.
4. Mengetahui pengaruh etsa dan waktu etsa terhadap struktur mikro.

1.4 Kompetensi
Pada percobaan Metalografi, penggerindaan benda uji haruslah sangat
halus supaya tidak terlihatnya goresan, setelah benda uji di etsa baru akan dilihat
mikro struktur daripada logam tersebut dengan menggunakan mikroskop,
Sehingga kita dapat menentukan jenis logam tersebut dengan mengetahui
karakteristiknya.

3
BAB II

TEORI DASAR

2.1 Teori Dasar Pengujian

Metalografi merupakan ilmu yang mempelajari karakteristik


mikrostruktur suatu logam dan paduannya serta hubungannya dengan sifat-sifat
logam dan paduannya tersebut. Ada beberapa metode yang dipakai yaitu:
mikroskop (optik maupun elektron), difraksi ( sinar-X, elektron dan neutron),
analasis (X-ray fluoresence, elektron mikroprobe) dan juga stereometric
metalografi. Pada praktikum metalografi ini digunakan metode mikroskop,
sehingga pemahaman akan cara kerja mikroskop, baik optik maupun elektron
perlu diketahui.
Pengamatan metalografi dengan mikroskop umumnya dibagi menjadi dua,
yaitu:

1. Metalografi makro, yaitu pengamatan struktur dengan perbesaran 10-100


kali,
2. Metalografi mikro, yaitu pengamatan struktur dengan perbesaran diatas
100 kali.

Sebelum dilakukan pengamatan mikrostruktur dengan mikroskop maka


diperlukan proses-proses persiapan sampel.

2.1.1 Struktur Mikro

Diagram kesetimbangan fasa Fe3C adalah alat penting untuk memahami


struktur mikro dan sifat-sifat baja karbon.
Karbon larut di dalam besi dalam bentuk larutan padat (solution) hingga
0,05% berat pada temperatur ruang. Baja dengan atom karbon terlarut hingga
jumlah tersebut memiliki alpha ferrite pada temperatur ruang. Pada kadar karbon
lebih dari 0,05% akan terbentuk endapan karbon dalam bentuk hard intermetallic
stoichiometric compound ( Fe3C ) yang dikenal sebagai cementite atau carbide.
Selain larutan padat alpha-ferrite yang dalam kesetimbangan dapat ditemukan
pada temperatur ruang terdapat fase-fase penting lainnya, yaitu delta-ferrite dan

4
gamma-austenite. Logam Fe3C bersifat polymorphism yaitu memiliki struktur
kristal berbeda pada temperatur berbeda. Pada Fe3C murni, misalnya, alpha =
ferrite akan berubah menjadi gamma = austenite saat dipanaskan melewati
temperature 910°C.

Gambar 2.1 Diagram Fasa

Pada temperatur yang lebih tinggi, mendekati 1400ºC gamma-austenite


akan kembali berubah menjadi delta-ferrite. (Alpha dan Delta) Ferrite dalam hal
ini memiliki struktur kristal BCC sedangkan (Gamma) Austenite memiliki
struktur kristal FCC.

5
Gambar 2.2 Struktur BCC Gambar 2.3 Struktur FCC

Jenis-jenis fasa pada diagram Fe3C adalah sebagai berikut :


A. Ferrite

Ferrite adalah fase larutan padat yang memiliki struktur BCC (body
centered cubic). Ferrite dalam keadaan setimbang dapat ditemukan pada
temperatur ruang, yaitu alpha-ferrite atau pada temperatur tinggi, yaitu delta-
ferrite. Secara umum fase ini bersifat lunak (soft), ulet (ductile), dan magnetik
(magnetic) hingga temperatur tertentu, yaitu Tcurie. Kelarutan karbon di dalam
fase ini relatif lebih kecil dibandingkan dengan kelarutan karbon di dalam fase
larutan padat lain di dalam baja, yaitu fase Austenite. Pada temperatur ruang,
kelarutan karbon di dalam alpha-ferrite hanyalah sekitar 0,05%. Berbagai jenis
baja dan besi tuang dibuat dengan mengeksploitasi sifat-sifat ferrite. Baja
lembaran berkadar karbon rendah dengan fase tunggal ferrite misalnya, banyak
diproduksi untuk proses pembentukan logam lembaran. Dewasa ini bahkan telah
dikembangkan baja berkadar karbon ultra rendah untuk karakteristik mampu
bentuk yang lebih baik. Untuk paduan baja dengan fase tunggal ferrite, faktor lain
yang berpengaruh signifikan terhadap sifat-sifat mekanik adalah ukuran butir.

6
B. Pearlite

Pearlite adalah suatu campuran lamellar dari ferrite dan cementite. Konstituen
ini terbentuk dari dekomposisi Austenite melalui reaksi eutectoid pada keadaan
setimbang, di mana lapisan ferrite dan cementite terbentuk secara bergantian
untuk menjaga keadaan kesetimbangan komposisi eutectoid. Pearlite memiliki
struktur yang lebih keras daripada ferrite, yang terutama disebabkan oleh adanya
fase cementite atau carbide dalam bentuk lamel-lamel.

C. Austenite

Fase Austenite memiliki struktur atom FCC (Face Centered Cubic).


Dalam keadaan setimbang fase Austenite ditemukan pada temperatur tinggi. Fase
ini bersifat non magnetik dan ulet (ductile) pada temperatur tinggi. Kelarutan
atom karbon di dalam larutan padat Austenite lebih besar jika dibandingkan
dengan kelarutan atom karbon pada fase Ferrite. Secara geometri, dapat dihitung
perbandingan besarnya ruang intertisi di dalam fase Austenite (atau kristal FCC)
dan fase Ferrite (atau kristal BCC). Perbedaan ini dapat digunakan untuk
menjelaskan fenomena transformasi fase pada saat pendinginan Austenite yang
berlangsung secara cepat. Selain pada temperatur tinggi, Austenite pada sistem
Ferrous dapat pula direkayasa agar stabil pada temperatur ruang. Elemen-elemen
seperti Mangan dan Nickel misalnya dapat menurunkan laju transformasi dari
gamma-austenite menjadi alpha-ferrite. Dalam jumlah tertentu elemen - elemen
tersebut akan menyebabkan Austenite stabil pada temperatur ruang.

D. Cementite

Cementite atau carbide dalam sistem paduan berbasis besi adalah


stoichiometric inter-metallic compund Fe3C yang keras (hard) dan getas (brittle).
Nama cementite berasal dari kata caementum yang berarti stone chip atau
lempengan batu. Cementite sebenarnya dapat terurai menjadi bentuk yang lebih
stabil yaitu Fe dan C sehingga sering disebut sebagai fase metastabil. Namun,

7
untuk keperluan praktis, fase ini dapat dianggap sebagai fase stabil. Cementite
sangat penting perannya di dalam membentuk sifat-sifat mekanik akhir baja.
Cementite dapat berada di dalam sistem besi baja dalam berbagai bentuk seperti:
bentuk bola (sphere), bentuk lembaran (berselang seling dengan alpha-ferrite),
atau partikel-partikel carbide kecil. Bentuk, ukuran, dan distribusi karbon dapat
direkayasa melalui siklus pemanasan dan pendinginan. Jarak rata-rata antar
karbida, dikenal sebagai lintasan Ferrite rata-rata (Ferrite Mean Path), adalah
parameter penting yang dapat menjelaskan variasi sifat-sifat besi baja. Variasi
sifat luluh baja diketahui berbanding lurus dengan logaritmik lintasan ferrite rata-
rata.

E. Martensite

Martensite adalah mikro konstituen yang terbentuk tanpa melalui proses


difusi. Konstituen ini terbentuk saat Austenite didinginkan secara sangat cepat,
misalnya melalui proses quenching pada medium air. Transformasi berlangsung
pada kecepatan sangat cepat, mendekati orde kecepatan suara, sehingga tidak
memungkinkan terjadi proses difusi karbon. Transformasi martensite
diklasifikasikan sebagai proses transformasi tanpa difusi yang tidak tergantung
waktu (diffusionless time-independent transformation). Martensite yang terbentuk
berbentuk seperti jarum yang bersifat sangat keras (hard) dan getas (brittle). Fase
martensite adalah fase metastabil yang akan membentuk fase yang lebih stabil
apabila diberikan perlakuan panas. Martensite yang keras dan getas diduga terjadi
karena proses transformasi secara mekanik (geser) akibat adanya atom karbon
yang terperangkap pada struktur kristal pada saat terjadi transformasi polimorf
dari FCC ke BCC. Hal ini dapat dipahami dengan membandingkan batas
kelarutan atom karbon di dalam FCC dan BCC serta ruang intertisi maksimum
pada kedua struktur kristal tersebut.

8
F. Ladeburit

Merupakan campuran halus antara fase perlite dan fase simentit, karena
kandungan simentit lebih banyak maka fase ladeburit mempunyai sifat yang
sangat getas dan keras.

2.1.2 Diagram T-T-T Kurva S (Time Temperature Transformation)


Diagram TTT juga disebut juga diagram S atau diagram transformasi
isothermal. Dengan diagram ini dapat dilihat perubahan struktur bila logam
dibiarkan pada suhu konstan tertentu.

Gambar 3.4 Diagram TTT kurva S

Untuk memperoleh struktur martensit, baja harus dicelupkan dengan cepat


sehingga kurva pendinginan tidak memotong kurva transformasi. Pada kedua
kurva TTT jelas bahwa sedikit di bawah temperatur kritis A, laju transformasi
rendah meskipun pada transformasi ini mobilitas atom cukup tinggi. Hal ini

9
disebabkan setiap perubahan fasa yang timbul akibat faktor permukaan dan energi
regangan. Jika temperatur dibawa ke lutut kurva, laju transformasi meningkat.
Terjadinya kelambanan pada proses ini disebabkan pada waktu pembentukan
bainit temperatur agak rendah. Pada bagian temperatur 250°C - 300°C ternyata
transformasi berlangsung sangat cepat. Untuk diagram fasa TTT hanya dapat
diperlakukan pada baja karbon rendah. Jika baja dicelup pada daerah di bawah
200°C maka akan terbentuk martensit seiring baja tersebut dicelup dalam media
pendingin ini, dan pada suhu kritis terbentuk austenit stabil yaitu atom mulai
bergerak secara acak. Bentuk umum dari kurva transformasi-waktu-suhu berbeda
untuk jenis baja. Perlu diketahui bahwa bentuk dari kurva waktu-suhu-
transformasi berbeda untuk jenis baja yang berlainan. Tergantung pada kadar
karbon unsur paduan,dan faktor besar butir austenit. Untuk itu agak sulit untuk
membentuk martensit pada pencelupan baja lipoeutektoid. Baja karbon dengan
komposisi eutectoid lebih mudah dikeraskan.

2.1.3 Proses Perlakuan Panas

Perlakuan panas adalah proses untuk memperbaiki sifat-sifat dari logam


dengan jalan memanaskan coran sampai temperatur yang cocok, lalu dibiarkan
beberapa waktu pada temperatur itu, kemudian didinginkan ke temperatur yang
lebih rendah dengan kecepatan yang sesuai. Perlakuan panas yang dilaksanakan
pada coran adalah pelunakan temperatur rendah, pelunakan, penormalan,
pengerasan dan penemperan. Heat treatment hanya bisa dilakukan pada logam
campuran yang pada temperatur kamar mempunyai struktur mikro dua fase atau
lebih. Sedang pada temperatur yang lebih tinggi fase-fase tersebut akan larut
menjadi satu fase. Cara yang dipakai ialah dengan memanaskan logam sehingga
terbentuk satu fase, kemudian diikuti dengan pendinginan cepat. Dengan cara ini
pada temperatur kamar akan terbentuk satu fase yang kelewat jenuh. Bila logam
dalam keadaan tersebut dipanaskan maka fase-fase yang larut akan mengendap.

10
2.1.3.1 Macam - macam perlakuan panas

Secara umum langkah pertama heat treatment adalah memanaskan


logam atau paduan itu sampai suatu temperatur tertentu, lalu menahan beberapa
saat pada temperatur tersebut, kemudian mendinginkanya dengan laju
pendinginan tertentu. Komposisi dari baja sangat mempengaruhi struktur mikro
yang akan terjadi, disamping perlakuan-perlakuan yang dialami logam atau baja
sebelumnya. Secara garis besar proses perlakuan panas dapat dibedakan menurut
tingginya temperature dan laju pendinginanya.
Proses laku panas dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu :
o Proses perlakuan panas yang menghasilkan struktur yang seimbang seperti
:
Anealling, normalizing.
o Proses perlakuan panas yang menghasilkan struktur yang tidak seimbang
seperti halnya pada hardening.

a. Anealling ( Pelunakan Coran )

Anilisasi ( pelunakan ) coran dilakukan dengan memanaskanya sampai


temperatur yang cukup tinggi kemudian didinginkan perlahan-lahan dalam tungku
yang dipakai untuk melunakan. Dalam proses anealing baja harus dipanaskan
melalui suhu pengkristalan kembali untuk membebaskan tegangan–tegangan
dalam baja. Kemudian mempertahankan pemanasanya pada suhu tinggi untuk
membuat sedikit pertumbuhan butir–butiran dan suatu struktur austenit,
Seterusnya didinginkan secara perlahan-lahan untuk membuat suatu struktur
perlit. Baja menjadi cukup lunak sehingga dapat dikerjakan dengan mesin. Baja
anil kurang keuletanya dibandingkan dengan hasil laku panas lainya akan tetapi
baja anil membentuk geram yang baik sewaktu pemesinan.

11
b. Normalizing

Normalisasi dilakukan untuk mendapatkan struktur mikro dengan butir


yang halus dan seragam. Proses ini dapat diartikan sebagai pemanasan dan
mempertahankan pemanasan pada suhu yang sesuai diatas batas perubahan diikuti
dengan pendinginan secara bebas didalam udara luar supaya terjadi perubahan
ukuran butiran-butiran. Hal tersebut membuat ukuran menjadi seragam dan juga
untuk memperbaiki sifat-sifat mekanik dari baja tersebut. Pada proses ini baja
dipanaskan untuk membentuk struktur austenit direndam dalam keadaan panas,
dan seterusnya didinginkan secara bebas di udara. Pendinginan yang bebas akan
menghasilkan struktur yang lebih halus daripada struktur yang dihasilkan dengan
jalan anealing. Pengerjaan mesin juga akan menghasilkan permukaan yang lebih
baik.

c. Pengerasan ( Hardening )

Pengerasan biasanya dilakukan untuk memperoleh sifat tahan aus yang


tinggi atau kekuatan yang lebih baik. Pengerasan dilakukan dengan memanaskan
baja sampai ke daerah austenit lalu mendinginkanya dengan cepat, dengan
pendinginan yang cepat ini terbentuk martensit yang kuat. Temperatur
pemanasannya, lama waktu tahan dan laju pendinginan untuk pengerasan banyak
tergantung pada komposisi kimia dari baja. Kekerasan maksimum yang dapat
dicapai tergantung pada kadar karbon dalam baja. Kekerasan yang terjadi pada
benda akan tergantung pada temperature pemanasan, waktu tahan dan laju
pendinginan yang dilakukan pada proses laku panas, disamping juga pada harden
ability baja yang dikeraskan.

12
BAB III

METODOLOGI PERGUJIAN

3.1 Waktu Dan Tempat Pengujian

Adapun waktu dan tempat pengujian yaitu pada tanggal

yang bertempat dilaboratorium Metalurgi Fakultas Teknik Prodi Teknik Mesin


Universitas HKBP Nommensen Medan.

3.2 Alat – Alat Dan Bahan Yang Digunakan.

Peralatan yang digunakan pada praktikum ini adalah sebagai berikut :


a. Mesin gerinda dan perlengkapannya.
b. Mesin poles dan perlengkapannya.
c. Mikroskop metalografi dengan kamera dan perlengkapannya.
Bahan – bahan yang dipergunakan pada praktikum ini adalah sebagai berikut :
A. Benda uji.
B. Pasta diamond : cenit 1 mikron.
C. Larutan etsa nital.

3.3 Langkah Kerja

1) Penggenrindaan benda kerja.


2) Pemolesan benda kerja.
3) Pengetsaan.
4) Pemeriksaan dengan mikroskop dan pemotretan.
3.3.1 Cara Kerja Mesin Gerinda
1) Pilihlah danpasangkan kertas ampelas mulai dengan ukuran yang paling
kasar.
2) Konrol aliran air dengan kran.
3) Setelah aliran berjalan baik mulailah penggerindaan.
4) Digerinda pada tingkat yang setengah kasar dengan arah tegak lurus
penggerindaan pertama.

13
5) Digerinda pada tingkat yang halus dengan arah tegak lurus penggerindaan
kedua.
6) Digerinda pada tingkat yang lebih halus dengan arah tegak lurus
penggerindaan ketiga dan seterusnya.
7) Setelah selesai dan hasilnya halus maka dilanjutkan ke mesin poles.

Catatan :

o Pada penggerindaan tekanan tangan jangan terlalu kuat.


o Pendinginan harus berjalan lancar untuk mencegah timbulnya panas yang
mengakibatkan perubahan struktur.
3.3.2 Cara Kerja Mesin Pemoles
1. Pasang kain ampelas khusus yaitu polishing cloths.
2. Konrol aliran air dengan kran.
3. Setelah aliran berjalan baik mulailah pemolesan pada bagian
penggerindaan.
4. Pemegan dilakukan secara otomatik dengan menggunakan fasilitas
Autopol attachments dimana benda uji dimasukkan pada specimen holder
ditekan dari atas oleh push rod pada bidang polesan yang sangat luwes
sehingga tidak terlepas dan dapat bergerak pada sumbunya.
5. Untuk proses pemolesan tekanan atau beban yang diperlukan tergantung
atas beberapa factor meliputi media pemolesan, kecepatan putar piringan
mesin dengan luas penampang benda uji.
6. Atur polishing fluid dispenser agar cair, media pemoles dapat keluar
secara normal.
7. Atur posisi kepala pemoles agar dapat beroperasi sedekat mungkin dengan
pinggir piringan mesin.
8.
9. Untuk mengatur kecepatan putaran gunakan speed adjustment ring
dimana ditempatkan dibawah fluid dispenser.
10. Setelah diperoleh permukaan benda uji yang halus, licin, dan rata seperti
cermin , kemudian dilanjutkan dengan etsa pada benda uji.

14
3.3.3 Cara-cara Pengetsaan
1. Teteskan larutan etsa nital ke dalam cawan secukupnya.
2. Jepit benda kerja dengan penjepit.
3. Celupkan benda kerja selama 6 – 10 detik.
4. Bersihkan benda uji dengan air dan diteruskan dengan pembersihan
menggunakan alkohol.
5. Keringkan benda kerja dengan kertas pembersih.
6. Keringkan dengan alat pengering.
7. Kemudian dilanjutkan pada pemeriksaan struktur melalui mikroskop.

3.3.4 Cara Pemeriksaan Dengan Mikroskop Dan Pemotretan


1. Setelah benda uji benar-benar bersih, siapkan mikroskop dan
perlengkapannya.
2. Pelajari fungsi dari setiap komponen.
3. Letakkan benda kerja dibawah lensa.
4. Mulailah mengamati dengan pembesaran yang paling kecil (50X, 100X,
400X, 1000X).
5. Mengamati struktur mikro dan mengambil image (gambar) dengan
pembesaran terkecil sampai terbesar .
6. Variasikan titik fokus pengambilan gambar yang standar.

15
BAB IV

HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Data Hasil Pengamatan

Bahan etsa : tanpa etsa


Pembesaran : Pembesaran 100 X
Permukaan yang telah terlihat seperti kaca dan mengkilap selesai
digerinda sudah bisa dilihat permukaan untuk tahap awal. Permukaan tersebut
tampak seperti pada gambar 5.1 dibawah ini pada pembesaran 100 X.
 

Gambar 5.1 Stuktur Mikro Pembesaran 100X setelah digerinda

Gambar diatas menggunakan pasta diamond cenit 1 mikron pada saat polishing.
Pada tahap awal pemeriksaan ini tidak terlihat struktur daripada logam walaupun
kita memakai pembesaran yang terbesar sekalipun, seperti yang terlihat pada
gambar diatas hanyalah garis – garis halus dan bercak hitam. Bercak hitam
tersebut adalah indikasi cacat yang berupa porositi dan garis – garis ( goresan )
halus pada gambar disebabkan oleh pemotongan benda kerja pada saat permulaan
pengujian serta juga akibat dari tekanan tangan yang terlalu kuat pada saat
penggerindaan berlangsung. Hal ini tidak akan jadi masalah dalam pemeriksaan
struktur logam.
Bahan etsa : Selama 5 detik
Pembesaran : Pembesaran 100X

16
Pembesaran 200X
Pembesaran 400X
Pembesaran 1000X
Setelah dilihat permukaan pada tahap awal selanjutnya benda uji diberi
larutan etsa dan dicuci dengan alkohol selama beberapa detik bila melebihi waktu
maka permukaan akan terlihat semacam terbakar, oleh karena itu pengetsaan
dilakukan selama 5-10 detik. Permukaan tersebut tampak seperti pada gambar
dibawah ini pada pembesaran 100X, 200X, 400X, dan 1000X.

ferrite

Batas butir

pearlite

 
Gambar 5.2 Struktur mikro Pembesaran 100X setelah etsa

  

17
ferrite

Batas butir

pearlite

  
Gambar 5.3 Struktur mikro Pembesaran 200X setelah etsa

ferrite

Batas butir

pearlite

Gambar 5.4 Struktur mikro Pembesaran 400X setelah etsa

18
ferrite

Batas butir

pearlite

 
Gambar 5.5 Struktur mikro Pembesaran 1000X setelah etsa 

4.2 Pembahasan

Setelah melakukan percobaan dan pengambilan data maka dengan


begitu kita dapat menganalisa data tersebut. Data yang akan dianalisa yaitu pada
benda uji yang telah dietsa dan dicuci alcohol dengan pembesaran 1000X seperti
pada gambar dibawah ini :

Gambar 5.6 Struktur mikro Pembesaran 1000X setelah etsa

Dari hasil pengamatan dapat dilihat struktur yang paling dominan


terdapat dalam unsur baja karbon adalah struktur ferrite dan pearlite baik
pembesaran 100X, 200X, 400X, dan 1000X. Pada gambar terlihat tampak

19
sebagian hitam dan putih serta putih yang dipisahkan oleh garis yang tidak
beraturan. Bercak-bercak putih ini dinamakan dengan ferrite yang memiliki sifat
lunak (soft), ulet (ductile), dan magnetik (magnetic) hingga temperatur tertentu,
sedangkan bercak-bercak yang tampak hitam dan putih pada gambar dinamakan
dengan pearlite memiliki sifat yang lebih keras dan kuat daripada ferrite, ini
disebabkan oleh adanya fase cementite atau carbide dalam bentuk lamel-lamel.
Garis yang tidak beraturan ini adalah pembatas butir antara satu butir
dengan butir lainnya oleh karena garis pembatas tersebut maka dapat dilihat
bahwa ukuran butir menjadi sangat beragam mulai dari yang paling kecil, sedang
hingga yang terbesar dengan bentuk yang tidak beraturan juga.
Banyak jumlah butir didalam logam ini pada pembesaran 1000X adalah
sebagai berikut :
Jumlah butir dapat dihitung denan rumus sebagai berikut:
NA =(F) (n1 + n2/2
Dimana :
NA = Jumlah butir
F = Bilangan Jefferies
n = jumlah butiran per inchi kuadrat.

Jadi jumlah butir secara keseluruhan pada pembesaran 1000X ini berjumlah 18
butir.

20
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan

Setelah melakukan percobaan ini dan menganalisa data maka penulis


dapat mengambil kesimpulan berupa :

1. Dengan melakukan percobaan Metalugrafi maka struktur dan fase yang


terdapat pada suatu logam dapat diketahui, pada benda uji ini terdapat fase
ferrite, pearlite dan cementite.
2. Jika larutan etsa dilakukan lebih dari 10 detik maka permukaan atau butir
akan terlihat semacam hangus.
3. Fase-fase pearlite, ferrite, cementite, martensite, ladeburit adalah jenis-
jenis mikrostruktur yang terdapat dalam logam ferro.

5.2 Saran

Adapun saran yang ingin disampaikan penulis adalah sebagai berikut :


1. Sebelum melakukan pengujian setiap mahasiswa sudah harus memahami
teori dan proses praktikum.
2. Diharapkan agar spesimen yang disediakan memenuhi standar uji
metalografi.
3. Sebelum melakukan percobaan hendaknya alat dan perlengkapannya
disiapkan terlebih dahulu.
4. Kesabaran dalam menggerinda benda uji sangatlah diperlukan
5. Agar selalu berhati-hati dalam praktek mettalography, sehingga peralatan
yang ada dapat bertahan lama
6. Setelah melakukan percobaan sebaiknya membersihkan tempat percobaan
tersebut
7. Kembalikanlah peralatan yang digunakan ketempat semula
8. Saat grinding sebaiknya dilakukan bergantian sehingga spesimen yang di
uji akan lebih efektif hasilnya.

21
DAFTAR PUSTAKA

G.E.Dieter.”Mechanical Metallurgy”.3rd Ed.Mc Graw‐Hill Book Co.New


York.1986

George F. Vandervot, Mettalography principles and practice, McGraw-Hill,1984

22
23

Anda mungkin juga menyukai