Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PPENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA

PASIEN
KETIDAK STABILAN KADAR GLUKOSA DARAH
(DIABETES MILLITUS)

Disusun oleh
JEMY KASANOFA
2005025

PRODI DIII KEPERAWATAN

UNIVERSITAS WIDYA HUSADA SEMARANG


2020/2021
LAPORAN PENDAHULUAN
KETIDAK STABILAN KADAR GLUKOSA DARAH

1.Konsep Kstabilan Kadar Glukosa Darah

1 . Definisi
Glukosa merupakan sumber energi utama bagi sel manusia. Glukosa
dibentuk dari karbohidrat yang dikonsumsi melalui makanan dan disimpan
sebagai glikogen di hati dan otot (Lestari, 2013). Gula darah terdiri dari glukosa,
fruktosa, dan galaktosa. Glukosa merupakan monosakarida yang paling dominan,
sedangkan fruktosa akan meningkat pada diet buah yang banyal, dan galaktosa
darah akan meningkat pada saat hamil dan laktasi. Sebagian besar karbohidrat
yang dapat dicerna di dalam makanan akan membentuk glukosa, yang kemudian
akan dialirkan ke dalam darah, dan gula lain akan dirubah menjadi glukosa di
hati(Kasengke,2015).
Ketidakstabilan kada glukosa darah adalah variasi kadar glukosa darah naik/ turun
dari rentang normal (SDKI). Ketidakstabilan kadar glukosa darah adalah variasi
dimana kadar glukosa darah mengalami kenaikan atau penurunan dari rentang
normal yaitu mengalami hiperglikemi atau hipoglikemi (PPNI, 2016).
Patofisiologi
Ketidakstabilan Kadar Glukosa Darah Kegagalan sel beta pankreas dan resistensi
insulin sebagai patofisiologi kerusakan sentral pada DM Tipe II sehingga memicu
ketidakstabilan kadar glukosa darah hiperglikemi. Defisiensi insulin menyebabkan
penggunaan glukosa oleh sel menjadi menurun, sehingga kadar gula dalam plasma
menjadi tinggi (Hiperglikemia). Jika hiperglikemia ini parah dan melebihi dari
ambang ginjal maka timbul glukosuria. Glukosuria ini menyebabkan diuresis osmotik
yang akan meningkatkan pengeluaran kemih (poliuri) dan timbul rasa haus (polidipsi)
sehingga terjadi dehidrasi (Price, 2000). Pada gangguan sekresi insulin berlebihan,
kadar glukosa akan dipertahankan pada tingkat normal atau sedikit meningkat. Tapi,
jika sel beta tidak mampu mengimbangi peningkatan kebutuhan insulin maka kadar
glukosa darah meningkat. Tidak tepatnya pola makan juga dapat mempengaruhi
ketidakstabilan kadar glukosa darah pada penderita DM tipe II. Ketidakstabilan kadar
glukosa darah hipoglikemia terjadi akibat dari ketidakmampuan hati dalam
memproduksi glukosa. Ketidakmampuan ini terjadi karena penurunan bahan
pembentuk glukosa, gangguan hati atau ketidakseimbangan hormonal hati. Penurunan
bahan pembentuk glukosa
terjadi pada waktu sesudah makan 5-6 jam. Keadaan ini menyebabkan penurunan
sekresi insulin dan peningkatan hormon kontra regulator yaitu glukagon, epinefrin.
Hormon glukagon dan efinefrin sangat berperan saat terjadi penurunan glukosa darah
yang mendadak. Hormon tersebut akan memacu glikonolisis dan glucaneogenesis dan
proteolysis di otot dan liolisi pada jaringan lemak sehingga tersedia bahan glukosa.
Penurunan sekresi insulin dan peningkatan hormon kontra regulator menyebabkan
penurunan penggunaan glukosa di jaringan insulin sensitive dan glukosa yang
jumlahnya terbatas disediakan hanya untuk jaringan otak (Soegondo, 2010).
Etologi
Beberapa hal yang dapat menyebabkan gangguan kadar glukosa darah adalah resistensi
insulin pada jaringan lemak, otot, dan hati, kenaikan produksi glukosa oleh hati, dan
kekurangan sekresi insulin oleh pankreas. Ketidakstabilan kadar glukosa darah
(hipoglikemia) biasanya Selain kerusakan pancreas dan resistensi insulin beberapa
factor yang dapat memicu terjadinya ketidakstabilan kadar glukosa dalam darah adalah
pola makan, aktivitas, dan pengobatan klien DM tipe II (Soegondo, 2010).

KLASIFIKASI
Dokumen konsesus oleh American Diabetes Association’s Expert Committee on
the Diagnosis and Classification of Diabetes Melitus, menjabarkan 4 kategori utama
diabetes, yaitu: (Corwin,2009)
1. Tipe I :Insulin Dependent Diabetes Melitus (IDDM) / Diabetes Melitus
tergantung insulin (DMTI)
Lima persen sampai sepuluh persen penderita diabetic adalah tipe I. Sel- sel
beta dari pancreas yang normalnya menghasilkan insulin dihancurkan oleh proses
autoimun. Diperlukan suntikan insulin untuk mengontrol kadar gula darah.
Awitannya mendadak biasanya terjadi sebelum usia 30 tahun.
2. Tipe II : Non Insulin Dependent Diabetes Millitus (NIDDM) / Diabetes Millitus tak
tergantung insulin (DMTTI)
Sembilan puluh persen sampai Sembilan puluh lima persen penderita
diabetic adalah tipe II. Kondisi ini diakibatkan oleh penurunan sensitiitas terhadap
insulin (resisten insulin) atau akibat penurunan jumlah pembentukan insulin.
Pengobatan pertama adalah dengan diit dan olahraga, jika kenaikan kadar glukosa
darah menetap, suplemen dengan preparat hipoglikemik (suntikan insulin
dibutuhkan, jika preparat oral tidak dapat mengontrol hiperglikemia). Terjadi paling
sering pada mereka yang berusia lebih dari 30 tahun dan pada mereka yang
obesitas.
3. DM tipe lain

Karena kelainan genetic, penyakit pancreas (trauma pankreatik), obat,


infeksi, antibodi, sindroma penyakit lain, dan penyakit dengan karakteristik
gangguan endokrin.
4. Diabetes Kehamilan : Gestasional Diabetes Melitus (GDM)

Diabetes yang terjadi pada wanita hamil yang sebelumnya tidak mengidap
diabetes.

Manifestasi Klinik
5. Kadar glukosa puasa tidak normal
6. Hiperglikemia berat berakibat glukosuri yang akan menjadi diaresisi osomotic
yang meningkat pengeliurarn usin (polyuria dan timbul rasa haus (polydipsia).
7. Rasa lapar yang semakin besar (polifagia), BB berkurang
8. Lelah dan mengantuk
9. Gejalan yang dikeluhkan adalah kesemutan, gatal, mata kabur, impotensi, peruitas
vulva.

Pathway

- Faktor genetik
- Inveksi virus
- Pengerusaan imunologik

Kerusakan sel
Beta

Ketidakseimbangan hiperglikemia syok hiperglikemik koma diabetik


Produksi insulin

Gula darah tidak dapat batas melebihi glukosuria resikoinfeksi


Resiko infeksi
Dibawa dalam sel ambang ginjal

Anabolisme protein menurun dieresis osmotik

Kerusakan pada antibody poliuri


Kekebalan tubuh menurun kehilangan elektrolit
Dalam sel
Neuropati sensori perifer
dehidrasi
Klien tidak merasa sakit
Resiko syok
Nekrosis luka
Kehilangan kalori
Gangrene
Sel kekurangan bahan merangsang
untuk metabolisme hipotalamus
Kerusakan integritas
jaringan Protein dan lemak dibakar pusat lapar
Dan haus
BB menurun
polldipsia
polipagia
Keletihan

Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh

Sumber : Asuhan Keperawatan Praktis, 2016


Penatalaksanaan
Insulin pada DM diperlukan pada keadaan :
10. Penurunan berat badan yang cepat
11. Hiperglikemia berat yang disertai ketosis
12. Ketoasidosis diabetic (KAD) atau Hiperglikemia hyperosmolar non ketotik
(HONK)
13. Hiperglikemia deang asidosis laktat
14. Gagal dengan kombinasi OHO dosis optimal
15. Stess berat (infeksi sistemik, operasi berat, IMA, stroke)
16. Kehamilan dengan DM/diabetes mellitus gestasional yang tidak terkendali dengan
perencanaan makan
17. Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat
18. Kontraindikasi dan atau alergi terhadap OHO.
(NANDA, 2015)

Pemeriksaan Penunjang
19. Kadar glukosa darah

Kadar Glukosa darah Sewaktu (mg/dl)


Kadar glukosa darah DM Belum pasti DM
sewaktu
Plasma vena >200 100-200
Darah kapiler >200 80-100
Kadar Glukosa Darah Puasa (mg/dl)
Kadar glukosa darah DM Belum pasti DM
sewaktu
Plasma vena >120 110-120
Darah kapiler >110 90-110
(NANDA, 2015)
20. Kriteria diagnostic WHO untuk diabetes mellitus pada setikitnya 2 kali
pemeriksaan :
a. Glukosa plasma sewaktu >200 mg/dl (11,1 mmol/L)
b. Glukosa plasma puasa >140 mg/dl (7,8 mmol/L)
c. Glukosa plasma dari sampel yang diambil 2 jam kemudian sesudah
mengonsumsi 75 gr karbohidrat (2 jam post pranadial (pp) >200 mg/dl)
21. Tes laboratorium DM
Jenis tes pada pasien DM dapat berupa tes saring, tesdiagnostik, tes pemantauan
terapi dan tes untuk mendeteksi komplikasi
22. Tes saring
a. GDP, GDS
b. Tes glukosa urin :
1) Tes konvensional (metode reduksi/benedict)
2) Tes carik celup (metode glucose oxidase/hexokinase
Tes diagnostik
Tes-tes diagnostic pada DM adalah GDP, GDS, GD2PP (glukosa daarh 2 jam post
pradial), glukosa jam ke-2 TTGO.
23. Tes monitoring terapi
a. GDP : plasma vena, darah kapiler
b. GD2PP : plasma vena
c. A1c : darah vena, darah kapiler
24. Tes untuk mendeteksi komplikasi
a. Mikroalbuminuria : urin
b. Ureum, kreatinin, asam urat
c. Kolesterol total : plasma vena (puasa)
d. Kolesterol LDL : plasma vena (puasa)
e. Kolesterol HDL : plasma vena (puasa)
f. Trigliserida : plasma vena (puasa)
(NANDA, 2015)
Konsep Asuhan
Keperawatan

A. Pengkajian

a. Identitas

Terdiri atas identitas pasien dan identitas penganggung jawab pasien meliputi
nama, umur, alamat, jenis kelamin, pekerjaan, agama, status, no. RM, diagnosa
medis dan hubungan dengan pasien.
b. Riwayat Kesehatan

1) Keluhan utama

Keluhan yang paling dirasakan oleh pasien.

2) Riwayat penyakit sekarang

Kronologi yang dialami pasien hingga masuk rumah sakit.

3) Riwayat penyakit dahulu

Apakah pasien pernah mempunyai penyakit yang sama atau penyakit lain.

4) Riwayat penyakit keluarga

Apakah keluarga mempunyai penyakit yang sama atau mempunyai penyakit


keturunan.
c. Pola Kesehatan Fungsional

Pola – pola fungsional kesehatan menurut Gordon adalah :

1) Pola persepsi dan penanganan kesehatan

Menggambarkan persepsi, pemeliharaan dan penanganan. Gambaran kesehatan


secara umum dan saat ini, gambaran terhadap sakit, penyebab dan penangan
yang dilakukan.
2) Pola nutrisi metabolic

Menggambarkan intake makanan, keseimbangan cairan dan elektrolit, nafsu


makan, pola makan, diet, fluktuasi BB dalam 6 bulan terakhir, kesulitan
menelan, mual/muntah, kebutuhan jumlah zat gizi. Gambaran yang biasa
dimakan (pagi, siang, sore), gambaran nafsu makan.
3) Pola eliminasi

Menggambarkan pola fungsi ekskresi, kandung kemih dan kulit. Berapa kali
miksi dalam sehari, karakteristik urine, adakah masalah dalam proses miksi,
apakah menggunakan alat bantu, gambaran pola BAB, karakteristik feses, bau
badan, keringat berlebih, lesi dan prunitus.
4) Pola aktivitas-latihan

Menggambarkan pola aktivitas dan latihan. Fungsi pernafasan dan sirkulasi.


Gambaran kegiatan sehari-hari dan olahraga. Apakah mengalami kesulitan
dalam bernafas, lemah, batuk, nyeri dada.
5) Pola istirahat-tidur

Menggambarkan pola tidur-istirahat dan persepsi pada level energi. Berapa lama
tidur di malam hari, jam berapa tidur-bangun, apakah terasa efektif, adakah
kebiasaan sebelum tidur, apakah mengalami kesulitan dalam tidur.
6) Pola kognitif-persepsi

Menggambarkan pola pendengaran, penglihatan, pengecap, penciuman, dan


persepsi nyeri.
7) Persepsi diri-konsep diri

Menggambarkan sikap terhadap diri dan persepsi terhadap kemampuan, harga


diri dan perasaan terhadap diri sendiri.
8) Pola peran-hubungan

Menggambarkan keefektifan hubungan dan peran dengan keluarga lainnya.

9) Pola seksualitas-reproduksi

Menggambarkan kepuasan/masalah dalam seksualitas-reproduksi. Apakah


menggunakan alat bantu/pelindung, apakah mengalami kesulitan.
10) Pola koping-toleransi stress

Menggambarkan kemampuan untuk menangani stress dan menggunakan sistem


pendukung.
11) Pola nilai-kepercayaan

Menggambarkan spiritualitas, nilai, sistem kepercayaan, dan tujuan dalam hidup.

d. Pengkajian Fisik
Pengkajian fisik meliputi:
1) Keadaan umum pasien

2) GCS

3) Tanda-tanda vital

4) Pemeriksaan fisik (Head to Toe)

5) Pemeriksaan antropometri (TB, BB, LiLa, IMT)


e. Data Penunjang

1) Kadar hemoglobin glikosilase


2) Kadar albumin glikosilase

3) Kadar connecting peptide

4) Ketonuria

5) Proteinuria

6) Pemantauan glukosa darah sendiri

B. Diagnosa Keperawatan

1. Kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan nekrosis kerusakan jaringan


(nekrosis luka gangre)
2. Resiko infeksi berhubungan dengan gangguan integritas kulit

3. Keletihan berhubungan dengan penurunan energi metabolic

C. Intervensi

No Noc Nic

dx
1. Setalah dilakukan tindakan 1. Monitor keadaan kulit
keperawatan selama 3x24 jam
2. Jaga kebersihan kulit agar tetap
diharapkan integritas kulit pasien
bersih dan kering
mengalami proses pemyembuhan
3. Anjurkan pasien untuk
dengan kriteria hasil:
menggunakan pakaian yang
1. Integritas kulit yang baik bisa
longgar
dipertahankan
4. Kolaborasikan dengan dokter
2. Tidak ada luka
dalam pemberian obat
Perfusi jaringan baik
2. Setalah dilakukan tindakan 1. Monitor tanda dan gejala infeksi
keperawatan selama 3x24 jam sistemik dan lokal
diharapkan resiko infeksi pada 2. Tingkatkan intskr nutrisi
pasien menurun atau hilang dnegan
3. Berikan perawatan kulit pada area
kriteria hasil:
epidema
1. Klien bebas dari tanda dan gejala
4. Ajarkan pada penunggu pasien
infeksi
untuk mencuci tangan sebelum dan
2. Jumlah leukosit dalam batas
setelah kontak dengan pasien
normal Kolaborasikan dengan dokter dlaam

pemeberian antibiotic
3. Setelah dilakukan tindakkan 1. Monitor vital sign
keperawatan diharapkan masalah
2. Observasi pola tidur pasien
keletihan dapat teratasi, dengan
3. Tingkatkan tirah baring
kriteria hasil :
dan pembatasan aktivitas
a. Glukosa darah
4. Konsultasikan dengan
menurun
ahli gizi
b. Istirahat cukup
c. Memverbalisasikan peningkatan
energi dan merasa lebih baik

D. Implementasi

Implementasi yang merupakan komponen dari proses keperawatan, adalah kategori


dari perilaku keperawatan dimana tindakan yang diperlukan untuk mencapai tujuan dan
hasil yang diperkirakan dari asuhan keperawatan dilakukan dan diselesaikan
1. Tindakan keperawatan mandiri

Tindakan keperawatan mandiri yang di lakukan oleh perawat tanpa pesanan dokter.
Misalnya, mengkaji nyeri dan tanda-tanda infeksi, mengajarkan teknik relaksasi,
mengajarkan ROM, dll.
2. Tindakan keperawatan kolaboratif

Tindakan yang dilakukan oleh perawat apabila perawat bekerja dengan tenaga kesehatan
lain dalam membuat keputusan bersama yang bertujuan untuk mengatasi masalah klien.
Misalnya kolaborasi dengan dengan dokter dalam pemberianan antibiotik dan analgetik.

E. Evaluasi

Penilaian terhadap perkembangan dan kondisi kesehatan pasien setelah


dilakukan tindakan asuhan keperawatan.

Setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan diharapkan :

14
1. Integritas kulit yang baik bisa dipertahankan

2. Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi

3. Memverbalisasikan peningkatan energi dan merasa lebih baik

DAFTAR PUSTAKA

Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofisologi. Jakarta : EGC.

NANDA. 2015. Aplikasi asuhan keperawatan berdasarkan diagnose medis dan NANDA
NIC-NOC.Yogyakarta : MediAction.

Nurarif, Amin Huda dan Hardi Kusuma. Asuhan Keperawatan Praktis.


Yogyakarta : Mediaaction

Smeltzer dan Bare. 2014. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC

15

Anda mungkin juga menyukai