231 350 1 SM
231 350 1 SM
Abstrak
Karya sastra merupakan manifestasi hasrat pengarang. Dalam sejarahnya, hasrat
terbentuk dari rasa kekurangan subjek. Menulis karya sastra merupakan upaya untuk
menutupi kekurangan tersebut. Upaya itu dapat dilihat dalam pandangan pengarang akan
ego-ego ideal di dalam karya-karyanya. Novel Cermin Merah adalah sample untuk melihat
apa dan bagaimana hasrat Nano Riantiarno. Tujuannya adalah menemukan apa yang menjadi
pembayangan ego-ego ideal bagi Nano. Telisik hasrat ini akan menggunakan kajian
Psikoanalisis Lacanian (PL). Melalui PL ini akan digunakan metode metafora dan metonimia
dalam melihat penanda-penanda hasrat Nano dalam Cermin Merah. Kajian ini menemukan
bahwa hasrat Nano akan seorang yang jujur, berani, bertanggung jawab, loyal, ulet,
konsisten, pekerja keras, setia, dan demokratis diidentifikasi dari citraan ayahnya. Sedangkan
pandangannya tentang stigmatisasi PKI dan LGBT merupakan hasratnya akan orang yang
menghargai keberadaan orang lain. Menjadi seniman dan penulis merupakan anchoring point
Nano dalam menyudahi keambiguitasan dan ketidakmenentuan dirinya.
Kata-kata kunci: hasrat, stigmatisasi, psikoanalisis, Lacan, Nano Riantiarno
266
Ricky Aptifive Manik: Hasrat Nano Riantiarno dalam…
267
Kandai Vol. 11, No. 2, November 2015; 266—280
268
Ricky Aptifive Manik: Hasrat Nano Riantiarno dalam…
terbelah ($). Wacana ini cenderung dua bentuk hasrat, yaitu hasrat ingin
mengkonstruksi dalam bentuk menjadi (narsisistic desire) dan hasrat
perbedaan, seperti perempuan/laki-laki, ingin memiliki (anaklitic desire).
yang baik/tidak baik, benar/tidak Karya sastra dapat dijadikan
benar, normal/tidak normal dan lain media bagi pengarang dalam
sebagainya oleh sebuah tatanan memanifestasikan hasrat ingin menjadi
simbolik, seperti agama, masyarakat dan hasrat ingin memilikinya, yaitu
(adat), dan negara. Wacana ini terjadi dengan menghadirkan baik secara
pada diri subjek pada fase yang disebut eksplisit maupun implisit tokoh-tokoh
sebagai fase cermin, dimana seseorang ideal dan dunia-dunia ideal di dalam
akan melihat diri-diri yang ideal dalam karyanya, di mana subjek-subjek yang
konstruksi Yang Simbolik. Fase cermin ada di dalamnya digambarkan atau
ini ditafsirkan oleh Althusser sebagai dibayangkan memiliki keutuhan akan
Ideological State Apparatus (ISA). identitasnya. Jika secara eksplisit yang
Ideologi Aparatus Negara (ISA) dihadirkan adalah tokoh-tokoh ironi
menurut Althusser berbeda dari atau dunia-dunia ironi, maka secara
aparatus negara (State Apparatus, SA). implisit atau yang tidak tampak adalah
SA memuat: pemerintah, administrasi, gambaran tentang yang ideal tersebut.
angkatan bersenjata, polisi, pengadilan, Hal mengenai yang ideal ini muncul
penjara, dsb yang kemudian disebutnya sejak pengenalan diri pada cermin dan
sebagai aparatus Negara Represif. selalu menyertai dalam kehidupan
Sedangkan ISA memuat: agama, manusia (baca: pengarang) itu.
pendidikan, keluarga, hukum, politik, Oleh karena itu, menulis karya
serikat buruh, komunikasi, dan budaya. sastra adalah sebagai kanal tempat
Perbedaan keduanya terletak pada mengalirnya hasrat Nano selaku
praktiknya. Bila SA pada praktiknya pengarang. Maka dari itu, menelisik
lebih menonjol lewat represif, ISA lebih aspek intrinsik yang ada di dalam karya
menonjol lewat ideologi. (Althusser, tersebut menjadi hal penting, sebab
2010, hlm. 19-21). bahasa yang menjadi media dalam
ISA inilah yang justru membuat karya tersebut merupakan alat penting
diri subjek/manusia/Nano itu terpenjara dalam telisik psikoanalisis Lacanian.
secara simbolik yang kemudian Menelisik aspek intrinsik ini menjadi
membuat dirinya menjadi split jendela dalam melihat persoalan
(terbelah), yakni diantara keinginan wacana sosial yang disampaikan oleh
asali dan keinginan ISA (Yang pengarang melalui karyanya yang
Simbolik). Namun senyatanya, merupakan metafora-metafora hasrat
keinginan asali cenderung disimpan pengarang yang termanifestasikan.
rapat-rapat agar tak mencuat keluar, Berdasarkan pemaparan di atas,
yang dimunculkan hanya apa yang maka masalah yang ingin penulis
menjadi keinginan Yang Simbolik. rumuskan dalam penelitian ini hanya
Itulah sebabnya mengapa Lacan satu hal pokok saja, yaitu: apa dan
mengatakan bahwa ego itu ilusif. bagaimana hasrat Nano sebagai hasrat
Ketegangan-ketegangan akan subjek yang berkekurangan (lack) di
kekurangan eksistensial ini yang secara dalam Cermin Merah. Tujuan dari hasil
terus-menerus berlangsung sepanjang penelitian ini adalah mengidentifikasi
hidup subjek/Nano. Dari kekurangan hasrat Nano dan mendeskripsikan
eksistensial ini memunculkan hasrat bagaimana hasrat itu terbentuk yang
pada diri subjek yang terbagi menjadi
269
Kandai Vol. 11, No. 2, November 2015; 266—280
270
Ricky Aptifive Manik: Hasrat Nano Riantiarno dalam…
271
Kandai Vol. 11, No. 2, November 2015; 266—280
272
Ricky Aptifive Manik: Hasrat Nano Riantiarno dalam…
karena itu, subjek ini terus mencari sayembara novel Majalah Femina dan
kepastian diri, yang seringkali mengacu Kartini (Anwar, 2005, hlm. 61). Untuk
pada Yang Lain. Dalam usaha menjaga produktivitasnya dalam
pencarian inilah subjek mengkonstruksi menulis, dapat dipastikan, bahwa selain
dirinya terhadap realitas. membaca, Nano juga menyerap banyak
Pengkonstruksian diri ini mengandung hal untuk dipelajari sebagai sumber
hasrat (desire) pada diri subjek. inspirasi yang kemudian menjadi ide
Faruk mengatakan bahwa bahasa dalam tulisannya. Lingkungan sosial di
merupakan sebuah tatanan kultural sekitarnya, yaitu Jakarta, merupakan
yang menanamkan subjektivitas bagi hal-hal yang sering muncul sebagai ide-
manusia, membuat manusia ide kreatif menulisnya, di samping
menemukan identitas atau dirinya. pengetahuannya tentang sejarah, seni,
Namun, apa yang dilakukan bahasa budaya, psikologi, sosial, dan lain
pada subjek itu bersifat mendua: di satu sebagainya. Kritik-kritik sosial yang
pihak memberikan rasa subjektivitas, di acap hadir dalam naskah-naskah drama
lain pihak menjauhkan sang subjek dari dan pentas Teater Komanya seringkali
diri asalinya. Bahasa, dengan demikian, membuat marah para penguasa Orde
justru memperkuat rasa kurang dan rasa Baru. Oleh karenanya, Nano dan
kehilangan di atas (Faruk, 2012, hlm. kelompok teaternya tak luput dari
196). pencekalan-pencekalan yang berupa
Dengan menemukan dan pelarangan pentas (Anwar, 2005, hlm.
mengidentifikasi hasrat yang ada dalam 70-72).
CM ini, maka melalui metode subjek Pencekalan yang dialami Nano
Lacanian ini pula akan ditemukan apa tidak menyurutkan produktivitasnya.
yang menjadi hasrat Nano sebagai Karya-karyanya yang lahir justru
subjek yang berkekurangan. Hal ini banyak yang memperjuangkan identitas
penting karena hasrat akan menentukan kaum pinggiran (orang-orang miskin di
arah ‘menjadi’ seseorang dan apa yang Jakarta, orang-orang yang dianggap
ingin ‘dimiliki’. ‘abnormal’ seperti kaum Lesbian, Gay,
Biseksual, dan Transeksual, atau yang
Tentang Nano Riantiarno dan disingkat dengan LGBT) dan orang-
Karyanya orang terkena dampak politik
stigmatisasi seperti etnis Tionghoa dan
Nano adalah seorang sastrawan keluarga PKI, seperti yang bisa dilihat
yang lebih di kenal lewat naskah- dari naskah-naskah dramanya, yaitu
naskah dramanya. Ia juga dikenal trilogi Kecoa dan naskah-naskah yang
sebagai sutradara sekaligus pendiri disadur dari cerita negeri Cina (Sampek
Teater Koma (Anwar, 2005, hlm. 61). Engtay dan Sie Jin Kwie). Hal ini
Selain menulis naskah drama untuk menjadi bukti bahwa, keberadaan
pentas teater Koma, ia juga menulis identitas kaum yang terpinggirkan atau
puisi, cerpen, skenario film dan novel. bahkan diabsensi ini membawa
Meskipun tidak seproduktif menulis kegelisahan pada diri Nano. Penulis
naskah drama, skenario filmnya yang menduga ada pertanyaan yang implisit
berjudul Jakarta-Jakarta pernah pada diri Nano yang termanifestasi
memenangi Piala Citra pada Festival dalam karya-karyanya perihal identitas-
Film Indonesia tahun 1978. Dua identitas yang terpinggirkan ini.
novelnya yang berjudul Ranjang Bayi Misalnya, mengapa keberadaan kaum
dan Percintaan Senja, meraih hadiah LGBT ini cenderung dianggap
273
Kandai Vol. 11, No. 2, November 2015; 266—280
274
Ricky Aptifive Manik: Hasrat Nano Riantiarno dalam…
275
Kandai Vol. 11, No. 2, November 2015; 266—280
276
Ricky Aptifive Manik: Hasrat Nano Riantiarno dalam…
277
Kandai Vol. 11, No. 2, November 2015; 266—280
278
Ricky Aptifive Manik: Hasrat Nano Riantiarno dalam…
279
Kandai Vol. 11, No. 2, November 2015; 266—280
280