Anda di halaman 1dari 9

BAB 3.

PENGGAMBARAN DAN PEMETAAN

3.1. Fungsi Gambar

Alat Penyampaian Informasi


Sebagai contoh ada satu bundel gambar perencanaan bangunan gedung yang dibuat
oleh seorang perencana. Dalam gambar tersebut seorang perencana menyampaikan ide
pikirannya melalui gambar dan selanjutnya informasi tersebut diterima oleh orang lain
misalnya kontraktor untuk dilaksanakan. Setelah proyek tersebut selesai dibangun
ternyata hasilnya sama seperti yang diinginkan oleh perencanaannya. Ini suatu bukti
bahwa melalui gambar tersebut terjadilah transformasi informasi secara tepat dan benar.
Alat Menyimpan Data
Gambar merupakan data teknis yang paling ampuh untuk mengarsipkan data. Informasi
tentang suatu proyek atau konstruksi yang telah dibuat beberapa tahun yang silam dapat
dilihat kembali dan diperoleh keterangannya melalui sebuah gambar yang diarsipkan.
Sebagai contoh suatu balok beton bertulang setelah balok tersebut jadi, tidak dapat
diketahui berapa jumlah penulangan baja yang digunakan untuk memperkuat balok beton
bertulang tersebut. Tetapi 50 tahun kemudian, dengan pengarsipan gambar yang tidak
baik maka penulangan jembatan tersebut masih dapat diketahui sehingga kekuatan balok
dapat dihitung ulang untuk menahan perkembangan penambahan beban yang
ditempatkan sekarang gambar-gambar dapat disimpan dengan menggunakan micro-film,
di mana penyimpanannya lebih menghemat tempat dan lebih tahan lama
Gambar Sebagai Bahasa Teknik
Gambar adalah bahasa yang dipakai oleh orang teknik, seperti Teknik Sipil, Teknik
Mesin, Teknik Elektro, Arsitektur dan lain-lain. Oleh karena itu gambar dapat disebut
sebagai bahasa teknik. Dengan gambar, orang-orang teknik menggunakan / melengkapi
komunikasinya, yang mana sangat sulit bahkan tidak mungkin apabila diceritakan dengan
bahasa lisan ataupun tulis. Sebagai alat komunikasi, suatu gambar dapat untuk
menyampaikan ide / gagasan yang ada di pikiran seseorang untuk disampaikan kepada
orang lain. Penerusan informasi adalah sebagai fungsi yang penting untuk suatu gambar,
oleh karena itu diharapkan gambar dapat meneruskan keterangan secara tepat dan
objektif. Setelah gambar memerlukan kelengkapan keterangan-keterangan. Karena
gambar juga merupakan bahasa lambang yang mana perlu kesepakatan dalam
mengartikan lambing-lambang yang dipakai untuk kelengkapan gambar.

3.2. Proses Penggambaran

Penggambaran dapat dilakukan dengan dua cara yaitu penggambaran secara manual
dan penggambaran secara digital. Penggambaran secara manual dilakukan berdasarkan
hasil ukuran lapangan yang dilakukan dengan cara manual diatas kertas milimeter
dengan masukan data dari hitungan manual. Penggambaran secara digital dilakukan
dengan menggunakan perangkat lunak komputer dan plotter dengan data masukan dari
hasil hitungan dari spreadsheet ataupun download data dari pengukuran digital yang
kemudian diproses dengan perangkat lunak topografi.

Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam proses penggambaran antara lain :
a. pemilihan skala peta yaitu 1 : 1000 untuk peta situasi dan 1 : 500 untuk situasi
khusus
b. grid koordinat pada umumnya dilakukan setiap 10 cm
c. garis kontur normal yaitu 1/2000 X skala peta dan kontur indeks setiap
kelipatan 5 dari kontur normal,
d. gambar dan cara penulisan kontur index, penggambaran legenda, penulisan
huruf tegak dan huruf miring dan ukuran huruf.

3.2.1. Penggambaran Secara Manual

Penggambaran secara manual dilakukan dengan tangan menggunakan alat bantu


penggaris/mistar, busur derajat, pensil, rapido dan scriber dengan cara plotting hasil
pengukuran berupa koordinat, sudut dan jarak, serta data tinggi masing-masing
obyek/detail di atas kertas milimeter. Hasil akhir dari proses penggambaran hanya
sampai draft milimeter (obrah). Editing data situasi dan garis kontur dapat dilakukan
secara langsung di atas kertas, dengan demikian proses penggambaran secara manual
cukup sederhana dan cepat. Ketelitian hasil penggambaran sangat tergantung pada
ketelitian interpolasi busur derajat, penggaris/mistar, besar kecilnya mata pensil yang
digunakan. Hasil gambar secara manual tidak dapat diperbanyak dan disimpan dalam
bentuk file.

Pemilihan Skala Peta


Pemilihan skala peta erat kaitannya dengan kebutuhan dari pengukuran. Skala peta
adalah perbandingan antara jarak sesungguhnya dengan jarak di peta. Skala peta pada
pengukuran jalan dan jembatan yang ditujukan untuk perencanaan biasanya
menggunakan skala besar seperti 1 : 1000 sampai skala 1 : 500. Gambar penampang
memanjang, skala horizontal 1: 1.000 dan skala vertikal 1: 100. Gambar penampang
melintang skala horizontal 1: 200 skala vertikal 1 : 100

Ploting Grid Dan Koordinat Poligon


Untuk peta situasi skala 1 : 1000, grid pada peta dibuat pada setiap interval 10 cm pada
arah absis (X) maupun ordinat (Y) dengan nilai 100 m untuk masing-masing absis dan
ordinat. Angka grid koordinat dituliskan pada tepi peta bagian bawah untuk absis dan tepi
kiri peta untuk angka ordinat. Kemudian ploting koordinat dan elevasi titik-titik BM, patok
CP, titik poligon dari hasil hitungan koordinat kerangka kontrol horizontal dan hitungan
kerangka control vertikal.

Ploting Data Situasi


Ploting data situasi didasarkan pada jarak dan sudut dari titik-titik control horizontal dan
vertikal ke titik detail. Data jarak, sudut horizontal yang diperoleh dari pengukuran situasi,
kemudian di ploting dengan bantuan mistar/penggaris dan busur derajat. Data ketinggian
untuk semua detail hasil pengukuran detail situasi dan tinggi titik kontrol, angka
ketinggiannya diplotkan di peta manuskrip. Ketelitian gambar situasi sangat tergantung
saat melakukan interpolasi sudut horizontal dengan busur derajat dan interpolasi jarak
dengan menggunakan mistar/penggaris. Data-data situasi yang telah dilengkapi dengan
elevasi dan atribut/diskripsinya diplotkan ke peta manuskrip (obrah). Semua detail situasi
seperti sungai, bangunan existing, jalan existing yang terukur harus di gambarkan di atas
peta.

Penggambaran Garis Kontur


Garis kontur adalah garis yang menghubungkan titik-titik yang mempunyai ketinggian
yang sama. Penggambaran garis kontur dilakukan berdasarkan ploting tinggi titik detail.
Dari nilai tinggi titik-titik tersebut dilakukan penarikan garis kontur dengan cara interpolasi.
Interval kontur normal adalah 1 / 2.000 kali skala peta, sedangkan kontur indeks adalah
setiap kelipatan 5 dari kontur normal. Penarikan/penggambaran garis kontur sebaiknya
dilakukan terhadap kontur indeks terlebih dahulu. Hal ini untuk mengetahui secara umum
pola kontur yang terdapat dalam peta situasi. Kontur indeks digambarkan dengan garis
yang lebih tebal dari garis kontur biasa, dan diberi warna yang berbeda dengan kontur
normal. Penggambarn garis kontur secara manual ini dapat dilakukan dengan dua
metoda, yaitu :

a. Metode Interpolasi linear


Digunakan dengan menghitung titik tinggi yang akan mewakili garis kontur dengan
cara membandingkan antara jarak pada peta dengan jarak sebenarnya. Setelah
titik-titik tinggi yang akan mewakili garis kontur tersebut diperoleh, maka
selanjutnya adalah menghubungkan titik-titik tersebut menjadi sebuah garis.
Setelah didapat titik dengan jarak seperti yang dihitung di atas, selanjutnya dapat
dicari titik-titik lainnya sesuai kontur interval dengan membagi garis sama besar.

Langkah Kerja :
Titik yang menunjukkan ketinggian puncak ialah titik 250. Tiap titik ketinggian lain
dihubungkan dengan titik 250 ini.
 Pada dasarnya penentuan titik-titik tinggi dengan metode ini ialah dengan
membandingkan jarak pada peta dengan jarak sebenarnya. Sehingga akan
diperoleh persamaan :
𝐽𝑎𝑟𝑎𝑘 𝑑𝑎𝑟𝑖 𝑘𝑒𝑡𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖𝑎𝑛 𝐴 𝑘𝑒 𝑘𝑒𝑡𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖𝑎𝑛 𝐵(𝑚) 𝐽𝑎𝑟𝑎𝑘 𝑑𝑎𝑟𝑖 𝑗𝑎𝑟𝑎𝑘 𝑑𝑎𝑟𝑖 𝑘𝑒𝑡𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖𝑎𝑛 𝐵 (𝑐𝑚)
=
𝐽𝑎𝑟𝑎𝑘 𝑑𝑎𝑟𝑖 𝐾𝑒𝑡𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖𝑎𝑛 𝐴 𝑘𝑒 𝑝𝑢𝑛𝑐𝑎𝑘 (𝑚) 𝐽𝑎𝑟𝑎𝑘 𝑑𝑎𝑟𝑖 𝑘𝑒𝑡𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖𝑎𝑛 𝐴 𝑘𝑒 𝑝𝑢𝑛𝑐𝑎𝑘 (𝑐𝑚)

 Misal sebagai permulaan diambil data dari ketinggian 250 ke ketinggian 40.
Kedua titik tinggi ini dihubungkan dengan garis. Dengan kontur interval 50 m,
maka titik-titik ketinggian yang berada di antara titik 40 dan titik 250 yang dicari
ialah: titik-titik tinggi 50 m, 100 m, 150 m, dan 200 m.
Dari sini, akan dicari letak titik tinggi 50 m, atau jarak dari titik 40 ke titik 50 (x).
 Jarak antara antara titik 250 dan titik 40 diukur menggunakan penggaris,
didapat 4,25 cm.
 Pada keadaan sebenarnya, jarak antara titik 40 dan titik 50 tentulah 50m-
40m=10m.
 Dan jarak antara titik 40 dengan titik 250 ialah 250m-40m=210m. Maka untuk
mencari letak titik 50 ialah dengan menggunakan persamaan di atas :

𝐽𝑎𝑟𝑎𝑘 𝑑𝑎𝑟𝑖 𝑡𝑖𝑡𝑖𝑘 40 𝑘𝑒 𝑡𝑖𝑡𝑖𝑘 50 (𝑐𝑚) 𝐽𝑎𝑟𝑎𝑘 𝑑𝑎𝑟𝑖 𝑗𝑎𝑟𝑎𝑘 𝑑𝑎𝑟𝑖 𝑡𝑖𝑡𝑖𝑘 40 𝑘𝑒 𝑡𝑖𝑡𝑖𝑘 250 (𝑚)
=
𝐽𝑎𝑟𝑎𝑘 𝑑𝑎𝑟𝑖 𝑡𝑖𝑡𝑖𝑘 𝑡𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖 40 𝑘𝑒 𝑡𝑖𝑡𝑖𝑘 250 (𝑐𝑚) 𝐽𝑎𝑟𝑎𝑘 𝑑𝑎𝑟𝑖 𝑡𝑖𝑡𝑖𝑘 40 𝑘𝑒 𝑡𝑖𝑡𝑖𝑘 250 (𝑚)
𝑥 10 𝑚
=
4,25 𝑐𝑚 210 𝑚
𝑥 = 0,2 𝑐𝑚
Jadi, jarak titik 40 ke titik 50 ialah sepanjang 0,2 cm.
 Lalu letak titik 100, 150, dan 200, didapat dengan membagi sisa garis menjadi
empat bagian sama panjang.
 Begitu pula dengan titik-titik tinggi lainnya

b. Metode Grafis
Metode ini pada dasarnya membagi garis dengan garis-garis bantu. Jika terdapat
dua titik yang masing-masing merepresentasikan ketinggian 17 m dan 39 m, maka
untuk mendapatkan posisi titik yang menunjukkan ketinggian dengan interval 5:
 menghubungkan kedua titik tersebut dengan sebuah garis
 menghitung selisih ketinggian yang diketahui, yaitu 35 m-17 m = 18 m.
 Membuat garis bantu sembarang yang ditarik dari titik 39 m yang memiliki 18
titik (sebagai proyeksi dari garis bantu pertama) dengan skala sembarang,
semisal jarak tiap titik merepresentasikan 1 m dan digambar dengan jarak
0,5
cm atau 0,25 cm. Sehingga pada garis bantu kedua, tiap turun satu titik,
ketinggian yang direpresentasikan ialah 18 m – 1 m =17 m.
 menghubungkan titik ketinggian 17 m dengan titik di garis bantu kedua yang
merepresentasikan ketinggian 17 m (garis sejajar I)
 menentukan titik pada garis bantu kedua yang merepresantasikan ketinggian
20 m, 25 m, dan 30 m.
 Membuat garis lurus sejajar dengan garis sejajar I dengan acuan titik
ketinggian 20 m, 25 m, dan 30 m tersebut.

Langkah Kerja :
 Misal untuk permulaan, menghubungkan titik 250 dengan titik 90 dengan
sebuah garis, bernama Garis I. Karena kontur intervalnya 50m, maka titik
tinggi yang berada di antara 90 dan 250 yang dipergunakan ialah titik tinggi
100, 150, dan 200.
 Menghitung selisihnya, yaitu 250m–90m =160m. Jarak 160 meter ini akan
direpresentasikan pada sebuah garis lain yang disebut garis bantu yang
memiliki 16 titik, sehingga jarak antara dua titik merepresentasikan 10meter.
 Jarak 10 meter ini diskalakan sesuai keinginan, misal 0,25 cm.
 Dengan begitu, tiap turun satu titik, maka ketinggian yang direpresentasikan
pada garis bantu tersebut ialah 250m-10m=240m, dst.
 Pada garis bantu pada titik ke-16, ketinggian yang direpresentasikan ialah:
= 250 - (16.10)
= 250 – 160
= 90
 Titik ke-16 pada garis bantu ini merepresentasikan ketinggian yang sama
dengan titik tinggi 90. Karena itu, kedua titik ini dihubungkan dengan
sebuah garis, diberi nama Garis II.
 Kemudian mencari titik pada garis bantu yang merepresentasikan
ketinggian 100, 150, dan 200. Untuk ketinggian 100 dihitung dari titik 250 :
250 – (x.10) = 100
250 – 100 = 10x
150 = 10x
x = 15
Berarti, titik tinggi 100 pada garis bantu berada pada titik ke-15. Begitu
seterusnya pada titik 150 dan 200.
 Setelah didapat titik-titik pada garis bantu yang merepresentasikan
ketinggian 100, 150, dan 250, titik-titik ini diproyeksikan pada Garis I
dengan membuat garis yang sejajar dengan Garis II dengan acuan titik 100,
150, dan 200 yang berada pada garis bantu tersebut. S
 Sehingga pada Garis I, didapat titik-titik tinggi 100, 150, dan 200. Begitu
seterusnya dengan titik-titik tinggi yang lain.
 Setelah mendapat titik-titik tinggi 50, 100, 150, dan 200 yang berada pada
garis di antara titik 250 dan tiap titik tinggi, menghubungkan titik-titik dengan
ketinggian yang sama hingga membentuk garis kontur yang tertutup dan
sesuai dengan sifat-sifatnya.
 Agar tidak bingung antara titik dengan ketinggian yang satu dengan yang
lain, titik dengan ketinggian tertentu dapat diberi warna tertentu. Misalnya
titik-titik dengan ketinggian 200 meter diberi warna oranye, ketinggian 150
meter diberi warna biru, dan seterusnya.

Menentukan Tracking Jalan

 Sebelum menentukan tracking jalan, ditentukan terlebih dulu prosentase.


kelerengan. Prosentase kelerengan yang dipakai ialah maksimal 10%.
10
 Artinya, sisi tegak dibagi dengan sisi mendatar = 100 . Atau dengan kata lain,

tiap kenaikan 10 meter, diperlukan jarak mendatar maksimal 100 meter. Jika
kontur interval (sisi tegak)-nya ialah 50 meter, maka jarak mendatar
maksimal yang dibutuhkan agar kelerengannya tetap 10% ialah:
Kelerengan = kelerengan
10 𝑚 50 𝑚
=
100 𝑚 𝑥𝑚
𝑥 = 500 𝑚
Jadi, jarak mendatar maksimal yang diperlukan untuk naik 50 meter agar
kelerengannya tetap 10% ialah 500 meter.
 500 meter ini kemudian digambarkan pada peta. Skala peta ialah 1:10.000
(1 cm pada peta merepresentasikan 10.000 cm atau 100 meter pada
kenyataan), dan kelerengan maksimal 10%. Jika lebih dari 10%, maka jalan
akan menjadi semakin curam.
 Jika digambarkan pada peta, maka 500 meter akan tergambar dengan jarak
:
𝑗𝑎𝑟𝑎𝑘 𝑝𝑎𝑑𝑎 𝑝𝑒𝑡𝑎
𝑠𝑘𝑎𝑙𝑎 =
𝑗𝑎𝑟𝑎𝑘 𝑠𝑒𝑏𝑒𝑛𝑎𝑟𝑛𝑦𝑎

1 𝑐𝑚 𝑗𝑎𝑟𝑎𝑘 𝑝𝑎𝑑𝑎 𝑝𝑒𝑡𝑎


=
10000 𝑐𝑚 𝑗𝑎𝑟𝑎𝑘 𝑠𝑒𝑏𝑒𝑛𝑎𝑟𝑛𝑦𝑎

1 𝑐𝑚 𝑥𝑚
=
10000 𝑐𝑚 500 𝑚

1 𝑐𝑚 𝑥𝑚
=
10000 𝑐𝑚 50000 𝑐𝑚

𝑥 = 5 𝑐𝑚

Jadi, jarak maksimal yang dapat tergambar pada peta ialah 5 sentimeter.
Maka ketika membuat tracking jalan, jarak maksimal yang digambar pada
peta ialah 5 cm. Jika kurang dari 5 cm, maka jalan akan menjadi semakin
curam
 Tracking jalan dibuat dari pojok kiri bawah hingga pojok kanan atas dengan
melewati setiap kontur dan titik puncak. Dari pojok kiri bawah ke kontur 50,
diambil garis dengan panjang 5 cm dengan tidak menabrak kontur apapun,
sehingga tidak boleh ada penghalang apapun antar kontur ketika akan ditarik
garis.
 Begitu pula dari kontur 50 ke kontur 100. Jika jarak antar kontur tidak sampai
5 cm, diambil garis yang memiliki jarak paling jauh.

Penggambaran Arah Utara Peta Dan Legenda


Penggambaran arah utara dibuat searah dengan sumbu Y, dan sebaiknya di gambar
pada setiap lembar peta untuk memudahkan orientasi pada saat membaca peta.
Legenda dibuat berdasarkan aturan dan standar yang berlaku (lihat Gambar 2.29).

Gambar 1. Contoh-contoh Legenda

Anda mungkin juga menyukai