Anda di halaman 1dari 16

S1 Kesmas –Semester…..

NILAI :

SEJARAH PER5KEMBANGAN EPIDEMIOLOGI DAN TOKOH


EPIDEMIOLOGI

NAMA MAHASISWA : CHRISTINE SRIULINA HUTAGALUNG

NIM : 202013201002

DOSEN PENGAMPU : DRA.MEIYATI SIMATUPANG,SST,Mkes

PROGRAM STUDI S1 KESEHATAN MASYARAKAT

STIKes NAULI HUSADA SIBOLGA

JUNI 2021
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Transisi epidemiologi bermula dari suatu perubahan yang kompleks dalam


pola kesehatan dan pola penyakit utama penyebab kematian dimana terjadi
penurunan prevalensi penyakit infeksi (penyakit menular), sedangkan penyakit
non infeksi (penyakit tidak menular) justru semakin meningkat. Hal ini terjadi
seiring dengan berubahnya gaya hidup, sosial ekonomi dan meningkatnya umur
harapan hidup yang berarti meningkatnya pola risiko timbulnya penyakit
degeneratif seperti penyakit jantung koroner, diabetes melitus, hipertensi, dan lain
sebagainya. Menurut profil kesehatan Indonesia tahun 2005, umur harapan hidup
(UHH) penduduk Indonesia pada tahun 2004 mencapai 67 tahun. Pada tahun 2002
provinsi dengan UHH tertinggi adalah DI Yogyakarta (72,4 tahun), DKI Jakarta
(72,3 tahun), Epidemiologi sebagai suatu ilmu berkembang dari waktu ke waktu.

Perkembangan itu dilaterbelakangi oleh beberapa hal yaitu tantangan zaman


dimana terjadi perubahan masalah dan perubahan pola penyakit. Sewaktu zaman
John Snow, epidemiologi mengarahkan dirinya untuk masalah penyakit infeksi
dan wabah. Dewasa ini telah terjadi perubahan pola penyakit ke arah penyakit
tidak menular, dan epidemiologi tidak hanya dihadapkan dengan masalah
penyakit semata tetapi hal-hal baik yang berkaitan langsung ataupun tidak
langsung dengan penyakit, serta masalah kesehatan secara umum dan
perkembangan ilmu pengetahuan lainnya. Pengetahuan kedokteran klinik
berkembang begitu pesat disamping perkembangan ilmu-ilmu lainnya seperti
biostatistik, administrasi dan ilmu perilaku. Perkembangan ilmu-ilmu ini juga
membuat ilmu epidemiologi semakin berkembang.dengan demikian, terjadilah
perubahan dan perkembangan dasar berpikir para ahli kesehatan masyarakat,
khususnya epidemiologi dari masa ke masa sesuai dengan kondisi zaman dimana
mereka berada.
Dalam kehidupan sehari-hari kita sering dihadapkan pada fenomena nyata
yang ada di populasi, seperti misalnya terjadi outbreak diare atau pada suatu saat
ditemukan banyak penderita demam berdarah. Fenomena ini bisa saja berasal dari
satu atau lebih individu atau sekelompok orang. Kejadian-kejadian yang menimpa
populasi tersebut haruslah dicarikan jalan keluarnya karena tidak mustahil juga
akan menimpa populasi lain secara berurutan. Penanggulangan masalah kesehatan
bisa saja dimulai dengan mengidentifikasi permasalahan yang ada, seperti
misalnya tingginya kejadian diare pada suatu saat. Selanjutnya dengan mengukur
beberapa variabel kita akan dapat mengetahui seberapa besar masalah yang terjadi
akan memberi dampak pada populasi.

Dalam upaya mengukur kejadian penyakit tersebut sering kali kita dihadapkan
pada kenyataan adanya keterkaitan antara satu variabel dengan variabel yang lain.
Kadang pula dapat ditarik kesimpulan sementara tentang kemungkinan sebab
akibat yang mendasari kejadian tersebut. Jika ada dua atau beberapa variabel
saling berkaitan untuk terjadinya suatu penyakit, maka salah satu upaya dasar
yang dapat dilakukan memutus rantai masalah yang ada. Keilmuan ini dicakup
dalam suatu bidan ilmu yang disebut epidemiologi. Epidemiologi berguna untuk
mengkaji dan menjelaskan dampak dari tindakan pengendalian kesehatan
masyarakat, program pencegahan, intervensi klinis dan pelayanan kesehatan
terhadap penyakit atau mengkaji dan menjelaskan faktor lain yang berdampak
pada status kesehatan penduduk. Epidemiologi penyakit juga dapat menyertakan
deskripsi keberadaannya di dalam populasi dan faktor faktor yang mengendalikan
ada atau tidaknya penyakit tersebut.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana sejarah dan perkembangan epidemiologi di dunia?

2. Bagaimana sejarah dan perkembangan epidemiologi di Indonesia?

3. Siapa sajakah tokoh-tokoh epidemiologi?


C. Tujuan

1. Untuk mengetahui sejarah dan perkembangan epidemiologi di dunia.

2. Untuk mengetahui sejarah dan perkembangan epidemiologi di Indonesia.

3. Untuk mengetahui siapa-siapa saja tokoh dalam epidemiologi.


BAB II

PEMBAHASAN

A. Sejarah dan Perkembangan Epidemiologi

1. Sejarah Epidemiologi

Sejarah epidemiologi tidak dapat dipisahkan dengan masa ketika manusia


mulai mengenal penyakit menular. Walaupun pada saat itu sumber dan penyebab
penyakit masih dianggap berasal dari kekuatan gaib dan ruh jahat, tetapi cukup
banyak usaha pada zaman purba yang dapat dianggap sebagai usaha untuk
melawan epidemi. Umpamanya pada kira kira 1000 tahun SM telah dikenal
variolasi di Cina untuk melawan penyakit variola (cacar), sedangkan orang India
pada saat tersebut selain menggunakan variolasi, juga telah mengenal bahwa
penyakit pes erat hubungannya dengan tikus, sedangkan kusta telah diketahui
mempunyai hubungan erat dengan kepadatan penduduk.

Pada zaman kejayaan Yunani dan Romawi Kuno, telah dikenal adanya proses
penularan penyakit pada masyarakat yang sangat erat hubungannya dengan faktor
lingkungan. Hal ini telah dikemukakan oleh Hippocrates (abad ke-5 SM) dalam
tulisannya berjudul Epidemics serta dalam catatannya mengenai Airs, Waters and
Places, beliau telah mempelajari masalah penyakit di masyarakat dan mencoba
mengemukakan berbagai teori tentang hubungan sebab akibat terjadinya penyakit
dalam masyarakat. Walaupun pada akhirnya teori tersebut tidak sesuai dengan
kenyataan, tetapi telah memberikan dasar pemikiran tentang adanya hubungan
faktor lingkungan dengan kejadian penyakit sehingga dapat dikatakan bahwa
konsep tersebut adalah konsep epidemiologi yang pertama.

Kemudian Galen mengemukakan suatu doktrin epidemiologi yang lebih logis


dan konsisten dengan menekankan teori bahwa beradanya suatu penyakit pada
kelompok penduduk tertentu dalam suatu jangka waktu tertentu (suatu generasi
tertentu) dipengaruhi oleh tiga faktor utama, yakni:

1) Faktor Atmosfir ( the atmospheric factor )


2) Faktor Internal ( internal factor )

3) Faktor Predisposisi ( predisposing factor )

Pada abad ke 14 dan 15 Masehi, masalah epidemi penyakit dalam masyarakat


semakin jelas melalui berbagai pengamatan peristiwa wabah penyakit pes dan
variola yang melanda sebagian besar penduduk dunia. Pada waktu itu, orang
mulai menyadari bahwa sifat penularan penyakit dapat terjadi terutama karena
adanya kontak dengan penderita. Dalam hal ini dikenal jasa Veronese Fracastorius
dan Sydenham yang secara luas telah mengemukakan tentang teori kontak dalam
proses penularan penyakit. Berdasarkan teori kontak inilah dimulainya usaha
isolasi dan karantina yang kemudian ternyata mempunyai peranan positif dalam
usaha pencegahan penyakit menular hingga saat ini. Konsep tentang sifat
kontagious dan penularan penyakit dalam masyarakat telah disadari dan dikenal
sejak dahulu namun baru pada abad ke-17, teori tentang germ dan perannya dalam
penularan penyakit pada masyarakat mulai dikembangkan. Dalam hal ini
Sydenham dapat dianggap sebagai pioner Epidemiologi walaupun sebagian dari
teorinya tidak lagi diterima. Sydenham dengan teori serta berbagai perkiraannya
terhadap kejadian epidemi, perjalanan epidemi dalam masyarakat serta perkiraan
sifat epidemi merupakan suatu model penggunaan metode epidemiologi.

Pada saat yang sama, John Graunt telah mengembangkan teori Statistik Vital
yang sangat bermanfaat dalam bidang epidemiologi. Walaupun Graunt bukan
seorang dokter, tetapi hasil karyanya sangat bermanfaat dalam bidang
epidemiologi dengan menganalisis sebab kematian pada berbagai kejadian
kematian di London dan mendapatkan berbagai perbedaan kejadian kematian
antarjenis kelamin serta antara penduduk urban dan rural, maupun perbedaan
berbagai musim tertentu. Di samping Graunt yang telah mengembangkan Statistik
Vital, William Farr mengembangkan analisis sifat epidemi berdasarkan hukum
Matematika. William Farr mengemukakan bahwa meningkatnya, menurunnya,
dan berakhirnya suatu epidemi mempunyai sifat sebagai fenomena yang
berurutan.
Jakob Henle pada tahun 1840 mengemukakan teorinya tentang sifat epidemi
dan endemi yang sangat erat hubungannya dengan fenomena biologis. Dalam
tulisannya dikemukakan bahwa yang dapat menyebabkan timbulnya penyakit
adalah organisme yang hidup. Pendapat ini pada waktu yang sama telah
mendorong berbagai ilmuan terkemuka seperti Robert Koch, Pasteur dan lainnya
untuk menemukan mikroorganisme penyebab penyakit tertentu. Sejak
didapatkannya mikroorganisme sebagai penyebab penyakit, para ahli segera
mencoba mencari berbagai penyebab khusus untuk penyakit tertentu. Pada
awalnya mereka hanya melakukan pengamatan terhadap penderita perorangan,
tetapi kemudian mulai berkembang ke arah hubungan sebab akibat yang dapat
mengganggu keadaan normal masyarakat.

Dari usaha pengembangan imunitas perorangan serta kekebalan pejamu


(manusia), mulailah dikembangkan usaha pencegahan penyakit melalui vaksinasi.
Perkembangan hubungan sebab akibat yang bersifat tunggal mulai dirasakan
ketidakmampuannya dalam hal memberikan jawaban terhadap berbagai gangguan
kesehatan masyarakat sehingga mulai dipikirkan hubungan yang lebih kompleks
dalam proses sebab terjadinya penyakit serta gangguan kesehatan lainnya.

Perkembangan selanjutnya mengarah kepada pemahaman proses hubungan


sebab akibat terhadap berbagai peristiwa penyakit dan gangguan kesehatan
dengan melalui pendekatan metode epidemiologi. Hal ini lebih mengarahkan para
ahli epidemiologi untuk menggunakan model pendekatan sistem, di mana analisis
didasarkan pada sekelompok faktor yang saling berkaitan erat dalam suatu bentuk
hubungan yang konsisten. Dalam hal ini setiap sistem sangat berkaitan satu
dengan yang lain sehingga setiap perubahan pada faktor tertentu, kemungkinan
besar akan menimbulkan perubahan dalam sistem tersebut. Selain itu, juga
memiliki lagi keterkaitan antarsistem yang menuju kepada suatu universe atau
generalisasi. Dari berbagai perkembangan tersebut di atas, maka para ahli
epidemiologi mulai mengembangkan apa yang sekarang dikenal dengan metode
epidemiologi, yakni suatu sistem pendekatan ilmiah yang diarahkan pada analisis
faktor penyebab serta hubungan sebab akibat di samping dikembangkannya
epidemiologi sebagai bagian dari ilmu kesehatan masyarakat.

2. Latar Belakang Epidemiologi di Indonesia

Terdapat beberapa penyakit yang melatarbelakangi adanya epidemiologi di


Indonesia yaitu: a. Cacar Tahun 1804, untuk pertama kalinya penyakit cacar
berjangkit di Batavia. Penyakit itu berasal Isle de France (Mauritius), yang masuk
Batavia dengan perantaraan para anak budak belian, berusia 6 12 tahun, penyakit
itu terbawa sampai Batavia. Pada September 1811 Maret 1816, Letnan Gubernur
Thomas Stanford Raffles, salah satu pemimpin Inggris yang berkuasa saat itu,
mulai mengembangkan wilayah pemberian vaksinasi cacar di daerah Jawa. Saat
itu, pemberian vaksinasi cacar telah dilakukan oleh juru cacar pribumi, yang telah
dididik di beberapa rumah sakit tentara. Bibit cacar yang tadinya didatangkan dari
Eropa, kini mulai dibuat sendiri. Untuk mendukung pembuatan bibit cacar sendiri,
maka di tahun 1879, Parc vaccinogene didirikan di daerah Batu Tulis, Jawa
Barat.Di tahun 1884, ketika dr. A. Schuckink Kool berhasil membuat vaksin di
Meester Cornelis (Jatinegara), dengan menggunakan sapi sebagai tempat
pembiakan.

Dengan dikeluarkannya Surat Keputusan Pemerintah Hindia Belanda, 6


Agustus 1890, tentang pendirian Parc Vaccinogen atau Landskoepok Inrichting di
Rumah Sakit Tentara Weltevreden-Batavia, maka lembaga pembuatan vaksin
dipindah ke Batavia. pada tahun 1896 didirikan Parc Vaccinogen Instituut Pasteur,
Bandung. Dengan berdirinya Institut tersebut, maka di tahun 1918, lembaga
pembuatan vaksin cacar dipindahkan ke Bandung, bersatu dengan Instituut
Pasteur, dan berubah nama menjadi Landskoepok Inrichting en Instituut Pasteur.
Seiring dengan perkembangan pembuatan vaksin, di tahun 1926, Dr. L. Otten
berhasil menyempurnakan pembuatan vaksin, dari larutan dalam gliserin menjadi
vaksin kering in vacuo. b. Kolera Penyakit Kolera mulai dikenal pada tahun
Penyakit ini termasuk penyakit sangat akut.
Namun sampai dengan tahun 1860, sifatnya yang menular atau tidak, masih
diperdebatkan. c. Kusta Pada tahun 1655, Pemerintah Hindia Belanda telah
mendirikan leprozerie di Kepulauan Seribu (Teluk Jakarta), sebagai tempat
penampungan para penderita kusta. Sesuai dengan cara yang diterapkan di Eropa
saat itu, maka di tahun Pemerintah Hindia Belanda menetapkan
peraturanpengasingan bagi penderita kusta yang ada di daerah konsolidasinya.
Sampai dengan pertengahan abad 19, Pemerintah Hindia Belanda telah
mengembangkan leprozerie di berbagai daerah,seperti Ambon, Banda, Ternate,
Manado, Gorontalo, Riau, Bangka, dan Bengkulu. d. Pes Pada Maret 1911, kasus
sampar pertama ditemukan di daerah Malang. Penemuan ini memperkuat dugaan
adanya penyakit sampar di Jawa Timur, yang ternyata benar. Penyakit sampar
telah meluasdi Kabupaten Malang, kemudian menjalar ke barat melalui Kediri,
Blitar, Tulungagung, dan Madiun.

B. Tokoh-tokoh Epidemiologi

1. Robert Koch

a) Temuan/kontribusi terhadap epidemiologi

Robert Heinrich Herman Koch dianggap sebagai pendiri modern bakteriologi,


dikenal karena perannya dalam mengidentifikasi agen penyebab spesifik TB,
kolera, dan antraks dan untuk memberikan dukungan eksperimental untuk konsep
penyakit menular.penelitian Robert koch terhadap antraks dimulai ketika antraks
menjadi penyakit hewan dengan prevalensi paling tinggi pada masa itu. Dengan
berbekal sebuah mikroskop sederhana dalam laboratorium di ruangan rumahnya,
Koch mencoba membuktikan secara ilmiah mengenai bacillus yang menyebabkan
antraks. Hal itu dilakukan dengan menyuntikkan Bacillus anthracis ke dalam
tubuh sejumlah tikus. Koch mendapatkan Bacillus anthracis tersebut dari limpa
hewan ternak yang mati karena antraks. Hasilnya, semua tikus yang telah disuntik
oleh Bacillus anthracis ditemukan dalam keadaan mati. Sementara itu, tikus yang
suntik oleh darah yang berasal dari limpa hewan sehat ditemukan dalam keadaan
masih hidup. Melalui percobaannya ini, Koch memperkuat hasil penelitian
ilmuwan lain yang menyatakan, penyakit ini dapat menular melalui darah dari
hewan yang menderita antraks.

Setelah berhasil melakukan percobaan pertamanya, rasa keingintahuan Koch


terhadap antraks semakin besar. Casimir Davaine merupakan ilmuwan yang
membuktikan penularan langsung Bacillus anthracis di antara beberapa ekor sapi.
Namun, Koch ingin mengetahui apakah Bacillus anthracis yang tidak pernah
kontak dengan segala jenis hewan dapat menyebabkan timbulnya penyakit. Untuk
menjawab pertanyaan tersebut, Koch menemukan metode dalam pemurnian
bacillus dari sampel darah untuk kemudian dikembangbiakkan. Melalui metode
tersebut Koch mampu mengidentifikasi, mempelajari, dan mengambil gambar
bacillus yang sedang dikembangbiakkan.

Setelah itu dapat disimpulkan, jika Bacillus anthracis berada dalam


lingkungan yang tidak disukainya dan berada di luar inang (host), bakteri tersebut
akan memproduksi spora untuk melawan lingkungan yang tidak cocok baginya.
Kondisi seperti ini dapat bertahan dalam waktu yang sangat lama. Ketika kondisi
lingkungan telah kembali cocok dan normal, spora akan memicu berkembangnya
kembali bacillus. Jika spora tersebut tertanam dalam tanah, maka akan
menyebabkan penyebaran antraks secara spontan (spontaneous outbreak). Dari
percobaan keduanya tersebut, Koch menyimpulkan, meskipun bacillus tidak
kontak dengan segala jenis hewan, namun mereka tetap dapat menyebabkan
timbulnya antraks. Hasil penemuan tersebut didemonstrasikan oleh Koch di
hadapan dua orang profesor yang bernama Ferdinand Cohn dan Cohnheim. Kedua
orang profesor itu sangat terkesan dengan penemuan Koch.Pada tahun 1876
Ferdinand Cohn mempublikasikan penemuan Koch dalam sebuah jurnal. Tidak
lama setelah itu, Koch menjadi cukup terkenal dan dirinya diberi penghargaan
berupa sebuah pekerjaan di Kantor Kesehatan Kekaisaran (Imperial Health
Office) pada tahun 1880 di Berlin. Popularitas dan penghargaan tidak membuat
Koch cepat berpuas diri. Di tempat kerjanya yang baru, Koch mendapat fasilitas
berupa laboratorium yang lebih baik dari sebelumnya. Koch kemudian
menemukan metode penanaman kultur bakteri dalam media padat seperti kentang.
Koch pun mengembangkan metode baru dalam mengidentifikasi bakteri dengan
zat warna (staining) agar lebih mudah terlihat.berbagai metode yang ditemukan
oleh Koch tersebut dapat membuat bakteri patogen lebih mudah didapatkan dalam
kultur murni (pure culture). Padahal sebelumnya, bakteri patogen sangat sulit
didapatkan karena tercampur dengan organisme lain yang dapat ikut
teridentifikasi. Dengan alasan tersebut, Koch memberikan rumusan berupa
sejumlah kondisi yang harus dipenuhi sebelum bakteri dianggap sebagai penyebab
penyakit. Rumusan tersebut dikenal dengan Postulat-postulat Koch (Koch s
Postulates). Dalam Postulat-postulat Koch disebutkan, untuk menetapkan suatu
organisme sebagai penyebab penyakit, maka organisme tersebut harus memenuhi
sejumlah syarat yakni: Ditemukan pada semua kasus dari penyakit yang telah
diperiksa. Telah diolah dan dipelihara dalam kultur murni (pure culture). Mampu
membuat infeksi asli (original infection), meskipun sudah beberapa generasi
berada dalam kultur.dapat diperoleh kembali dari hewan yang telah diinokulasi
dan dapat dikulturkan kembali.

b) Cerita singkat Robert Koch

Robert Koch lahir di Clausthal, Kerajaan Hanover, Jerman, 11 Desember 1843


dan meninggal di Karlsruhe, Grand Duchy of Baden, 27 Mei 1910 pada umur 66
tahun. Robert Koch lahir pada tanggal 11 Desember 1843 di Clausthal-Zellerfeld,
Hannover, Jerman dengan nama Robert Heinrich Hermann Koch. Ayahnya adalah
seorang ahli pertambangan terkemuka. Koch menempuh pendidikan dasar di
sekolah lokal yang terletak tidak jauh dari tempat tinggalnya. Pada saat memasuki
sekolah menengah atas, Koch menunjukkan ketertarikannya yang sangat tinggi
terhadap biologi. Dalam biografi Robert Koch pada sebuah publikasi yang
berjudul Nobel Lectures, Physiology or Medicine dijelaskan, Koch mempelajari
ilmu kedokteran di University of Gottingen pada tahun Kemudian, di tempat ini
Koch mengenal seorang profesor dalam bidang anatomi, Jacob Henle. Perkenalan
tersebut tampaknya menjadi pengalaman yang bersejarah bagi Koch.

2. Hippocrates (Abad ke-5)

Membangkitkan kesadaran akan kemungkinan terjadinya penyakit pada


manusiaberikatan dengan faktor eksternal, yaitu: musim, angin, udara, air yang di
minum, jenistanah, perilaku manusia, dan jnis pekerjaan.

3. Galen (129-199)

Ahli bedah tentara romawi ini sering dianggap sebagai The Father Of
ExperimentalPhysiology. Dia mengajukan konsep tentang bahwa status kesehatan
berkaitan dengantemperament. Penyakit berhubungan dengan personality type dan
lifestyle factory.
4. John Graunt (1662)

Orang yang pertama menganalisis statistic kematian untuk mengevaluasi


masalah kesehatan. Beliau juga yang mengembangkan beberapa metoda
penting dalamepidemiologi, seperti: definisi populasi berisiko, populasi
pembanding, dll.

5. John Snow (1854)

Orang pertama yang mengembangkan metoda intestigas wabah yang


dapatmengantarkan penyelidikan kea rah penyebab. Beliau menyelidiki dan
menganalisiskejadian kematian karena wabah kolera dengan langkah-
langkah mengembangkanmetoda intesvigasi, menyusun hipotesis, dan
membuktikan tesis tersebut. Beliau dianggapsebagai The Father of Epidemiology.
6. Antonio van Leewenhoek

Dia seorang ilmuwan amatir yang menemukan mikroskop yang menemukan


mikroskop, penemu bakteri dan parasit (1674), penemu spermatozoa ( 1677).
Penemu bakteri telah membuka tabir suatu penyakit yang akan sangat berguna
untuk analisis epidemiologi selanjutnya.

7. Max Van Patternkofer

Dia ingin membuktikan bahwa vibrio bukanlah penyebab kolera.


Danpercobannnya pun juga menunjukkan demikian. Salah satu kemungkinannya
karena dosisyang digunakannya terlalu kecil. Dengan demikian terjadilah
perubahan dan perkembangan dasar berpikir paraahli kesehatan masyarakat dari
masa ke masa sesuai dengan kondisi zaman di manamereka berada
8. Richard Dool

Pada 1950 Doll dan Hill mempublikasikan paper mereka pada British Medical
Journal yang termashur tentang hasil studi yang menyimpulkan, merokok
menyebabkan kanker paru. Pada artikel tersebut Doll menyimpulkan: "Risiko
mengalami penyakit kanker paru meningkat secara proporsional dengan jumlah
rokok yang diisap. Perokok yang mengisap 25 atau lebih sigaret memiliki risiko
50 kali lebih besar daripada bukan perokok". Pada bagian lain Doll
menyimpulkan, Merokok selama 30 tahun memberikan efek yang merugikan
sekitar 16 kali lebih besar daripada merokok 15 tahun. Tidak seorangpun
mempercayai hasil riset mereka. Doll sendiri berhenti merokok karena temuannya
Empat tahun kemudian pada 1954 dipublikasikan hasil The British Doctors Study,
yang menguatkan temuan penelitian sebelumnya. Tetapi baru pada 1956 publik
mulai memberikan apresiasi hasil riset Doll dan Hill ketika The British Doctors
Study memberikan bukti statistik yang meyakinkan bahwa merokok tembakau
meningkatkan risiko kanker paru dan trombosis koroner (terma yang kemudian
dikenal sebagai infark myokard).

Hubungan dosis-respons yang kuat antara kanker paru dan merokok sigaret,
standar tinggi desain dan pelaksanaan studi, dan penilaian yang seimbang
terhadap temuan pada berbagai paper, berhasil meyakinkan komunitas ilmiah dan
badan kesehatan masyarakat di seluruh dunia. MRC memberikan pernyataan
resmi yang sependapat dengan temuan Doll dan Hill bahwa merokok
menyebabkan kanker paru. Berdasarkan hasil The British Doctors Study,
pemerintah Inggris mengeluarkan pernyataan resmi bahwa merokok berhubungan
dengan angka kejadian kanker paru.

Hasil-hasil The British Doctors Study dipublikasikan setiap sepuluh tahun


sekali untuk menyampaikan informasi terbaru tentang akibat merokok. Salah satu
kesimpulan penting menyatakan, merokok menurunkan masa hidup sampai 10
tahun. Besarnya mortalitas tergantung lamanya memiliki kebiasaan merokok.
Rata-rata merokok hingga usia 30 tidak mempercepat kematian dibandingkan
tidak merokok. Tetapi merokok sampai usia 40 tahun mengurangi masa hidup
sebesar 1 tahun, merokok sampai usia 50 tahun mengurangi masa hidup sebesar 4
tahun, dan merokok sampai usia 60 tahun mengurangi masa hidup sebesar 7
tahun. Pada Richard Doll ditunjuk sebagai Direktur Medical Research Council
(MRC) Statistical Research Unit di London. Richard Doll juga telah merintis
karya riset penting tentang hubungan antara radiasi dan leukemia, antara asbestos
dan kanker paru, dan antara alkohol dan kanker payudara. Pada 1955 Doll
melaporkaan hasil sebuah studi kasus kontrol yang menetapkan hubungan antara
asbestos dan kanker paru.

Anda mungkin juga menyukai