Anda di halaman 1dari 5

70 RIBU JENIS 

HIJAB
Posted in TUJUH PULUH RIBUHIJAB with tags akhir perjalanan spiritual,cahaya Allah, hijab, makrifat
sejati, makrifat yang sesungguhnya, persiapan khusus bertemu Tuhan on 4 June 2009 by wongalus

Kenapa Tuhan Yang Maha Kuasa memberi keterbatasan pada manusia sehingga manusia
tidak mampu langsung “melihat” Nya? Itu disebabkan karena kebanyakan mata manusia
tidak mampu melihat betapa luar biasa “CAHAYA” yang terpancar pada Dzat-Nya. Hanya
manusia yang berusaha keras ingin melihat, dan sudah memiliki PERSIAPAN KHUSUS yang
mampu untuk melihat CAHAYA MAHA CAHAYA. Kecuali bila Anda diijinkan Tuhan melalui
jalan pintas.

Dia akhirnya tersungkur, pingsan, tidak sadarkan diri, ekstase saat ingin melihat Dzat-nya yang
sangat terang. Matanya nyaris buta bila dia tidak pingsan. Bahkan bisa-bisa langsung lenyap tanpa
bekas. Menjadi arang bahkan debu pun saya rasa masih luar biasa.

Dialah Nabi Musa atau Moses –begitu orang Barat menyebut – saat menantang agar Tuhan
menampakkan diri dalam wujud fisik. Bayangkan saja bagaimana bila kita melihat matahari dalam
jarak ratusan kilometer sebagaimana jarak Musa melihat Tuhan? Pasti Musa akan terbakar habis, bis!
Itu hanya satu matahari, bagaimana bila …dua…tiga…empat… semilyar sinar matahari yang kekuatan
membakarnya dijadikan satu?

Sejatinya, Tuhan adalah Dzat yang Bukan Maha Pembakar. Dia adalah Maha Lembut dan Welas Asih,
sehingga akhirnya dia menyapa Musa dengan bahasa kasih sayang. Tuhan memberikan cara untuk
melihat-Nya: Hai Musa, Kau harus ekstase!. Musa hanya diminta untuk tidak menyadarkan “diri” yang
masih diliputi oleh tirai kemanusiaan. Diri yang belum siap untuk bertatap “MUKA” dengan-NYA.

Bagaimana sesungguhya kehebatan CAHAYA TUHAN? Dalam Kitab Suci disebutkan dengan bahasa
analogi, bahasa perumpamaan, agar manusia berpikir. Allah adalah cahaya langit dan bumi.
Perumpamaan CAHAYA-NYA adalah ibarat misykat. Dalam misykat itu ada PELITA. PELITA itu ada
dalam KACA. KACA itu laksana bintang berkilau. Dinyalakan dengan minyak pohon yang diberkati.
Pohon zaitun yang bukan di Timur atau di Barat. Yang minyaknya hampir-hampir menyala dengan
sendirinya, walaupun tidak ada API yang menyentuhnya. CAHAYA DI ATAS CAHAYA! ALLAH menuntun
kepada CAHAYA-NYA, siapa saja yang Ia kehendaki. Dan ALLAH membuat perumpamaan bagi
manusia. Sungguh ALLAH mengetahui segala sesuatu. (QS AN NUR, 35).

Kenapa Tuhan membuat perumpamaan dengan MISYKAT, KACA, PELITA, MINYAK DAN POHON?
Jawaban ini tercantum dalam Hadits: Allah mempunyai tujuh puluh hijab (Tirai Penutup) CAHAYA dan
KEGELAPAN. Seandainya DIA membukanya, niscaya CAHAYA WAJAHNYA akan membakar siapa saja
yang melihatnya.

Masalah utama dalam untuk mengenali Dzat Tuhan yang tidak terbatas adalah ilmu dan pengetahuan
dan akal kita sebagai manusia yang terbatas. Dia adalah wujud mutlak dari segala dimensi. Dzat-Nya,
seperti ilmu, kuasa dan seluruh sifat-sifat-Nya, adalah tak terbatas. Dari sisi lain, kita dan seluruh
yang bertalian dengan keberadaan kita, seperti ilmu, kuasa, hidup, ruang dan waktu, semuanya serba
terbatas.

Oleh karena itu, dengan segala keterbatasan yang kita miliki, bagaimana mungkin kita dapat
mengenal wujud dan sifat yang mutlak dan tak terbatas? Bagaimana mungkin ilmu kita yang terbatas
dapat menyingkap wujud nir-batas? Ya, dari satu sisi, kita dapat melihat dari jauh kosmos pikiran dan
memberikan isyarat global ihwal Dzat dan sifat Allah swt. Akan tetapi, untuk mencapai hakikat Dzat
dan sifat-Nya secara detail adalah mustahil bagi kita.

Dari sisi lain, wujud tanpa batas dari segala dimensi ini tidak memiliki keserupaan dan kesamaan. Dan
ketakterbatasan ini hanyalah TUHAN SEMESTA ALAM. Sebab, sekiranya Dia memiliki keserupaan dan
persamaan, maka kedua-duanya menjadi terbatas. Sekarang bagaimana kita dapat memahami wujud
yang tak memiliki kesamaan dan keserupaan?

Segala sesuatu yang kita lihat selain-Nya adalah wujud yang mungkin, sedangkan sifat- sifat wajib al-
Wujud berbeda dengan sifat yang lainnya. Kita tidak berasumsi bahwa kita tidak memiliki
pengetahuan tentang hakikat wujud Allah, tentang ilmu, kuasa, kehendak dan hidup-Nya. Akan tetapi,
kita berasumsi bahwa kita memiliki pengetahuan global tentang hakikat wujud dan sifat-sifat-Nya.
Dan kedalaman serta batin seluruh hal-hal ini tidak akan pernah kita ketahui. Dan kaki akal seluruh
orang-orang bijak dunia, tanpa kecuali, dalam masalah ini tampak lumpuh: Dalam hadis yang
diriwayatkan dari Imam Ash-Shadiq a.s. dikatakan: “Diamlah bilamana pembahasan sampai pada
Dzat Allah”. Artinya, jangan membahas ihwal Dzat Tuhan.

Dalam masalah ini, seluruh akal buntu dan tidak akan pernah mencapai tujuannya. Berpikir tentang
DZAT YANG TANPA BATAS melalui akal yang terbatas adalah mustahil. Karena segala yang dirangkum
oleh akal bersifat terbatas; dan terbatas bagi Tuhan adalah mustahil. Dengan ungkapan yang lebih
jelas, tatkala kita menyaksikan jagad raya dan seluruh keajaiban makhluk-makhluk, dengan segenap
kompleksitas dan keagungannya, atau bahkan melihat wujud diri kita sendiri, secara umum,kita
memahami bahwa jagad raya ini memiliki pencipta dan Sumber Awal.

Pengetahuan ini adalah pengetahuan global yang merupakan tahapan akhir bagi kekuatan pengenalan
manusia tentang Tuhan. Namun, semakin kita mengetahui rahasia-rahasia keberadaan, semakin juga
kita mengenal keagungan-Nya serta jalan pengetahuan global tentang-Nya semakin kuat. Akan tetapi,
ketika kita bertanya kepada diri kita sendiri apakah hakikat Dia? Dan bagaimanakah Dia?

Ketika kita mengarahkan pikiran ke arah realitas DZAT TUHAN, kita tidak akan mendapatkan sesuatu
selain keheranan dan rasa takjub. Kita akan mengatakan bahwa jalan untuk menuju ke arah-Nya
adalah terbuka, dan jalan untuk menyentuh hakikatnya adalah tertutup. Itulan sebabnya, DZAT
TUHAN dalam kitab suci hanya dipaparkan dalam bahasa perumpamaan saja. Namun perumpamaan
dalam kitab suci, kita yakin bukan asal perumpamaan.

Perumpamaan ini hanya bisa bisa diinterpretasi dengan akal yang panjang dan hati nurani yang
bersih, bening, tenang dan ikhlas. Pertanyaannya sekarang adalah bagaimana jalan atau cara untuk
sampai pada pintu Tuhan, selanjutnya Bertemu dan Mampu untuk “melihat” Dzat-Nya?

Pada artikel saya terdahulu telah disebutkan bahwa jalan untuk menuju Tuhan adalah perjalanan
untuk membersihkan hati dari berbagai penyakit, kotoran, nafsu-nafsu kemanusiaan sehingga kita
akhirnya hati kita benar-benar bersih, berkilau dan akhirnya memiliki MATA HATI YANG BISA MELIHAT
DZAT-NYA. Nurani yang terkoneksi secara otomatis sehingga “KEMANA KAU MENGHADAP DISITULAH
WAJAH ALLAH.”

Sekarang, marilah kita menganalisa secara lebih detail apa saja HIJAB/ PENGHALANG/ TABIR
PENUTUP/ DINDING yang harus dilewati oleh para pejalan sunyi yang dengan gigih ingin bertemu,
bertamu, dan melihat WAJAHNYA YANG MAHA INDAH….

70 RIBU HIJAB

Dalam Hadits disebutkan sebagai berikut: Allah mempunyai tujuh puluh (riwayat lain menyebut tujuh
ribu, tujuh puluh ribu) hijab CAHAYA dan KEGELAPAN. Seandainya DIA membukanya, niscaya CAHAYA
WAJAHNYA akan membakar siapa saja yang melihatnya. Berarti manusia dari awalnya berstatus
MAHJUB: dalam keadaan tertutupi dinding/hijab dari Tuhan. Manusia tidak mampu melihat TAJALLI
pada Dzat-Nya (Tajalli: Menyatakan diri setelah hijab-Nya terbuka/tersingkap.

Dari TUJUP PULUH HIJAB tadi, menurut Al Ghazali bisa dikategorikan menjadi TIGA. PERTAMA: YANG
TERHIJAB OLEH KEGELAPAN MURNI. KEDUA, YANG TERHIJAB OLEH CAHAYA YANG BERCAMPUR
DENGAN KEGELAPAN. KETIGA, YANG TERHIJAB OLEH CAHAYA MURNI SEMATA-MATA.

PERTAMA: YANG TERHIJAB OLEH KEGELAPAN MURNI. (1). Tidak yakin ADA Tuhan (ATEIS). (2). Yakin
penyebab segala sesuatu BERASAL DARI MATERI, DAN DARI ALAM. (3). Sibuk dengan DIRI SENDIRI,
tidak sempat mempertanyakan penyebab terwujudnya alam semesta. Terlena dengan HAWA NAFSU,
sebagaimana Rasulullah SAW bersabda: “Hawa Nafsu adalah sesembahan yang paling dibenci oleh
Allah SWT.” Ketiga hijab ini memiliki banyak varian lagi.

KEDUA, YANG TERHIJAB OLEH CAHAYA YANG BERCAMPUR DENGAN KEGELAPAN. Kegelapan berasal
dari INDERA, Kegelapan berasal dari DAYA KHAYAL, Kegelapan berasal dari RASIO/ AKAL YANG
SALAH.

(1). Menyembah BERHALA hingga percaya TUHAN BERJUMLAH DUA ATAU BANYAK. Termasuk percaya
alam semesta itu Tuhan Yang Maha Indah. Percaya bahwa Tuhan bisa dilihat (mahsus). Mereka yang
terhijab oleh CAHAYA KETINGGIAN, KECEMERLANGAN, KEKUASAAN, yang kesemuanya memang
CAHAYA-CAHAYA ALLAH SWT (seperti menyembah bintang). Percaya bahwa Tuhan itu adalah
Matahari, Tuhan adalah semua hal yang bercahaya> percaya bahwa Tuhan adalah CAHAYA MUTLAK
YANG MENGHIMPUN SEMUA CAHAYA. Masih banyak lagi variasi hijab tingkat ini.

(2). Menganggap Tuhan bertubuh, yakin bahwa keberadaan Tuhan BISA DITUNJUKKAN di arah
tertentu misalnya DI ATAS, termasuk mereka yang percaya bahwa Tuhan berada di luar alam dunia
atau di dalam dunia. Sesungguhnya mereka ini tidak mengetahui bahwa persyaratan dasar sesuatu
yang dapat dicerna akal adalah kemungkinannya untuk melampaui segenap arah dan ruang.

(3). Mereka yang menyimpulkan dengan akal namun salah KESIMPULAN. Menyimpulkan bahwa Tuhan
memiliki sifat mendengar, melihat, mengetahui, menghendaki sesuai dan menyetarakan dengan sifat-
sifat manusiawi. Sifat Tuhan adalah sama seperti sifat manusia. Masing masing memiliki variasi hijab.

KETIGA, YANG TERHIJAB OLEH CAHAYA MURNI SEMATA-MATA. Kategori ketiga ini berjumlah sangat
banyak, namun untuk mempermudah bisa dipilah sbb:

(1). Mengetahui benar-benar sifat-sifat Allah SWT tidak sama dengan manusia,

(2). Percaya penggerak semua benda planet ini adalah malaikat yang berjumlah banyak. Percaya
bahwa Ar Rabb (Tuhan Maha Pengatur dan Pemelihara) adalah Penggerak seluruh benda. Padahal, Ia
wajin DINAFIKAN DARI SEGALA BENTUK KEMAJEMUKAN.

(3). Percaya bahwa Perbuatan MENGGERAKKAN BENDA-BENDA SECARA LANGSUNG sepantasnya


merupakan bentuk PELAYANAN KEPADA TUHAN. Percaya bahwa TUHAN MAHA PENGATUR ini adalah
memiliki penggerak utama lagi dengan cara mengeluarkan perintah bukan menangani secara
langsung. Ringkasnya, mereka yang masih terliputi HIJAB TINGKAT TINGGI ini terhijab oleh CAHAYA-
CAHAYA MURNI.

(4). Ini adalah hijab bagi ORANG-ORANG YANG TELAH SAMPAI DI AKHIR PERJALANAN (Al Washilun).
Mereka percaya AL MUTHA (yang ditaati) ini, bagaimanapun juga masih memiliki sifat yang
berlawanan dengan KEESAANNYA YANG MURNI DAN KESEMPURNAAN YANG MUTLAK. Padahal, YANG
DITAATI/YANG DIPATUHI yaitu sesuatu yang menjadi penghubung antara Tuhan dengan alam
semesta ini, dalam hubungannya dengan AL WUJUD AL HAQQ adalah seperti matahari dengan cahaya
murni atau bara api dalam hubungannya dengan substansi api.

Ini juga hijab bagi mereka yang telah sampai di akhir perjalanan. Yaitu pemahaman bahwa TUHAN
ADALAH YANG MAHA TERSUCIKAN DARI PARADIGMA KEMANUSIAAN, baik itu oleh mata maupun oleh
mata hati. Mereka mengalami keadaan yang menyebabkan TERBAKARNYA SEGALA YANG PERNAH
DICERAP OLEH PENGELIHATAN, lalu ia sendiri ikut larut kendati masih terus menatap KEINDAHAN dan
KESUCIAN disamping menatap dirinya sendiri dalam KEINDAHAN yang diraihnya dengan telah
mencapai HADRAT ILAHIYAH.

Selain itu, masih ada golongan kecil yang sebenarnya sudah sampai di akhir perjalanan spiritual
namun ternyatan masih terhijab, yaitu mereka yang berada pada tingkat KHAWASUL KHAWAS (yang
spesial di antara yang spesial). Mereka telah TERBAKAR oleh cahaya WAJAH-NYA dan telah
TENGGELAM dalam gelombang KEAGUNGAN. Mereka tidak lagi memiliki perhatian pada diri sendiri,
karena DIRI TELAH FANA! Tidak ada satupun yang ada kecuali YANG MAHA SATU DALAM
KETUNGGALAN: Ini sesuai dengan Firman-Nya: SEGALA SESUATU BINASA KECUALI WAJAH-NYA.

Yang perlu diketahui, ada pula yang tidak menjalani pendakian atau MIKRAJ dengan cara setahap
demi setahap untuk menyingkirkan hijab atau penghalang sebagaimana yang harus dilakoni oleh Nabi
Ibrahim Khalilullah A.S. (Sahabat Tuhan). Ada yang cepat telah meraih MAKRIFAT yaitu mampu
MENSUCIKAN TUHAN DENGAN CARA YANG BENAR. Mereka tiba-tiba bisa diserbu oleh TAJALLI ILAHI
(Ketersingkapan Hijab di antara Tuhan dan manusia) sehingga cahaya-cahaya wajah-Nya membakar
segala yang bisa dicerap oleh pengelihatan mata indera maupun mata hati sebagaimana jalan yang
dilalui oleh Nabi Muhammad SAW, sang Habibullah (Kekasih Tuhan).

Wong Alus

Anda mungkin juga menyukai