Anda di halaman 1dari 14

BAB I

  PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang

Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi saat ini berkembang


sangat besar. Manusia mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi
dengan menggunakan rasa dan daya cipta yang dimiliki. Salah satu
bidang teknologi yang berkembang pesat saat ini adalah teknologi
reproduksi. Teknologi reproduksi adalah ilmu reproduksi atau ilmu
tentang perkembangbiakan yang menggunakan peralatan serta prosedur
tertentu untuk menghasilkan suatu produk (keturunan). Salah satu
teknologi reproduksi yang telah banyak dikembangkan adalah
inseminasi. Inseminasi merupakan teknik dalam dunia medis untuk
membantu proses reproduksi dengan cara memasukan sperma yang telah
disiapkan ke dalam rahim menggunakan kateter. Hal ini bertujuan
membantu sperma menuju telur yang telah matang (ovulasi) sehingga
terjadi pembuahan.Berdasarkan pengertian di atas, maka definisi tentang
inseminasi buatan adalah memasukkan atau penyampaian semen ke
dalam saluran kelamin wanita dengan menggunakan alat-alat buatan
manusia dan bukan secara alami.
Namun masalah dalam kesehatan yang berkaitan dengan aspek
agama yang selalu aktual dibicarakan dari waktu ke waktu, yaitu tentang
dan euthanasia. Euthanasia adalah praktik pencabutan kehidupan
manusia atau hewan melalui cara yang dianggap tidak menimbulkan rasa
sakit atau menimbulkan rasa sakit yang minimal, biasanya dilakukan
dengan cara memberikan suntikan. Sampai kini tetap saja persoalan yang
timbul berkaitan dengan masalah ini tidak dapat diatasi atau diselesaikan
dengan baik, atau dicapainya kesepakatan yang dapat diterima oleh
semua pihak. Di satu pihak tindakan euthanasia pada beberapa kasus dan
keadaan memang diperlukan sementara di lain pihak tindakan ini tidak
dapat diterima, bertentangan dengan agama.

B. Rumusan Masalah
1. Apa itu inseminasi?
2. Pandangan agama terhadap inseminasi?
3. Apa itu euthanasia?
4. Pandangan agama terhadap euthanasia?

C. Tujuan

1. Untuk mengetahui tentang inseminasi.


2. Untuk mengetahui tentang pandangan agama terhadap inseminasi.
3. Untuk mengetahui tentang euthanasia.
4. Untuk mengetahui tentang pandangan agama terhadap euthanasia.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Inseminasi

Inseminasi adalah salah satu tekhnik untuk membantu proses


reproduksi dengan cara menyemprotkan sperma yang telah
dipreparasi (diproses) ke dalam rahim menggunakan kateter
dengan tujuan membantu sperma menuju telur yang telah
matang (ovulasi) sehingga terjadi pembuahan.
Inseminasi itu pembuahan alami , jadi sperma kita ambil dari
suami kemudian dibersihkan (preparasi) lalu dimasukkan
kerahim istri dan sperma berjalan sendiri menuju indung telur
sehingga pembuahan terjadi alami.
Inseminasi adalah proses reproduksi dengan memasukkan
sperma yang paling bagus kualitasnya ke dalam rahim. Untuk
memilih sperma terbagus ini, tim laboratorium lah yang
melakukan pemilahan.

Manfaat Inseminasi Buatan


 Tentunya inseminasi buatan sangat bermanfaat terutama
bagi pasangan yang sudah lama menikah dan belum
dikaruniai anak.
 Prosesnya singkat dan cukup efektif meskipun tidak ada
jaminan 100% akan berhasil akibat kondisi pasien yang
satu berbeda dengan pasien lainnya.
 Dari segi biaya, inseminasi buatan tidak terlalu mahal bila
dibandingkan dengan metode lainnya.
 Pasien wanita dapat hamil dengan sperma dari pasangan
mereka atau bank sperma.
 Hampir tidak ada efek samping yang dihasilkan dari
inseminasi buatan.

Meskipun tidak ada jaminan metode ini berhasil karena


kesuksesan inseminasi buatan dipengaruhi oleh banyak hal
termasuk usia, kondisi kesehatan sang pasien, kualitas sperma
yang dihasilkan dan lain sebagainya.
Inseminasi buatan ditujukan bagi pasangan yang kesulitan
mendapatkan momongan akibat jumlah sperma yang terlalu
sedikit atau sperma dengan kualitas buruk yang tidak mampu
berenang dan mencapai indung telur. Inseminasi buatan juga
dapat dilakukan kepada wanita yang mengalami riwayat
endometriosis.
Dokter akan meminta pasangan tidak melakukan hubungan
seks antara tiga hingga lima hari untuk memaksimalkan jumlah
sperma yang dapat dikeluarkan. Sperma yang digunakan untuk
inseminasi harus segera diberikan ke laboratorium kurang lebih
1 jam setelah dikeluarkan.
Kemudian sperma yang telah dipisahkan dimasukkan dalam
tabung tipis atau kateter yang dimasukkan ke dalam vagina
menuju ke rahim. Inseminasi buatan prosesnya sangat singkat
dan tidak menimbulkan rasa sakit, meski pada beberapa wanita
mengakibatkan pendarahan kecil.
Dokter pun akan meminta Anda beristirahat dan diam di tempat
tidur selama 15-45 menit untuk memberi kesempatan sperma
bekerja.

B. Sudut Pandang Agama Terhadap Inseminasi

1. Pandangan Agama Islam

Inseminasi pada dasarnya bersifat netral. Namun kenetralan


tersebut bisa berubah sesuai dengan hal-hal yang mengiringi
dilakukannya inseminasi. Jadi, meskipun memiliki daya guna
tinggi, terapan sains modern juga sangat rentan terhadap
penyalahgunaan dan kesalahan etika bila dilakukan oleh orang
yang tidak beragama, tidak beriman dan tidak beretika sehingga
sangat potensial berdampak negatif dan fatal, sehingga hal
tersebut menjadi sebuah kejahatan. Oleh karena itu, kaedah dan
ketentuan syariah patut dijadikan sebagai pemandu etika dalam
penggunaan teknologi ini, sebab penggunaan dan penerapan
teknologi belum tentu sesuai menurut agama, etika dan hukum
yang berlaku di masyarakat.
Seorang pakar kesehatan New Age dan pemimpin redaksi
jurnal Integratif Medicine, DR. Andrew Weil sangat merasa
resah dan mengkhawatirkan penggunaan inovasi teknologi
kedokteran tidak pada tempatnya yang biasanya terlambat untuk
memahami konsekuensi etis dan sosial yang ditimbulkannya.
Oleh karena itu, Dr. Arthur Leonard Caplan, Direktur Center for
Bioethics dan Guru Besar Bioethics di University of
Pennsylvania menganjurkan pentingnya komitmen etika biologi
dalam praktek teknologi kedokteran apa yang disebut sebagai
bioetika. Menurut John Naisbitt dalam High Tech - High Touch
(1999) bioetika bermula sebagai bidang spesialisasi pada 1960–
an sebagai tanggapan atas tantangan yang belum pernah ada,
yang diciptakan oleh kemajuan di bidang teknologi pendukung
kehidupan dan teknologi reproduksi.
Masalah inseminasi buatan ini menurut pandangan Islam
termasuk masalah Kontemporer, karena tidak terdapat
hukumnya secara spesifik di dalam al-Qur’an dan al-Sunnah
bahkan dalam kajian fiqh klasik sekalipun. Karena itu, kalau
masalah ini hendak dikaji menurut hukum islam maka harus
dikaji dengan memakai metode ijtihad yang lazimnya dipakai
oleh para ahli ijtihad (mujtahid), agar dapat ditemukan
hukumnya yang sesuai dengan prinsip dan jiwa al-Qur’an dan
al-Sunnah yang merupakan sumber pokok hukum Islam.
Namun, kajian masalah inseminasi buatan ini seyogyanya
menggunakan pendekatan multi disipliner, tentunya oleh para
ulama dan cendekiawan muslim dari berbagai disiplin ilmu
yang relevan, agar dapat diperoleh kesimpulan hukum yang
benar-benar proporsional dan mendasar. Misalnya ahli
kedokteran, peternakan, biologi, hukum, agama dan etika.
Menurut Mahmud Syaltut penghamilan buatan (jika
menggunakan sperma donor) adalah pelanggaran yang tercela
dan dosa besar, setara dengan zina, karena memasukkan mani’
orang lain ke dalam rahim perempuan tanpa ada hubungan
nikah secara syara’, yang dilindungi hukum syara’.
Hal senada juga disampaikan oleh Yusuf Al-Qardlawi.
Beliau menyatakan bahwa Islam mengharamkan pencakokan
sperma apabila pencakokan itu bukan dari sperma suami.
Dengan demikian, dapat dikatakan hukum inseminasi buatan
dan bayi tabung pada manusia harus diklasifikasikan
persoalannya secara jelas. Bila dilakukan dengan sperma atau
ovum suami isteri sendiri, maka hal ini dibolehkan, asal
keadaan suami isteri tersebut benar-benar memerlukan
inseminasi buatan untuk membantu memperoleh keturunan.
Hal ini sesuai dengan kaidah ‘al-hajaatu tanzilu manzilah al
dharurah’
(hajat atau kebutuhan yang sangat mendesak diperlakukan
seperti keadaan darurat).
Sebaliknya, kalau inseminasi buatan itu dilakukan dengan
bantuan donor sperma dan ovum, maka diharamkan dan
hukumnya sama dengan zina. Sebagai akibat hukumnya, anak
hasil inseminasi itu tidak sah dan nasabnya hanya berhubungan
dengan ibu yang melahirkannya. Dalil-dalil syar’i yang dapat
dijadikan landasan menetapkan hukum haram inseminasi buatan
dengan donor ialah, pertama:
Yang Artinya: “Dan Sesungguhnya Telah kami muliakan anak-
anak Adam, kami angkut mereka di daratan dan di lautan, Kami
beri mereka rezki dari yang baik-baik dan kami lebihkan mereka
dengan kelebihan yang Sempurna atas kebanyakan makhluk
yang Telah kami ciptakan”. (QS. Al-Isra’ 70)
Ayat tersebut menunjukkan bahwa manusia diciptakan oleh
Tuhan sebagai makhluk yang mempunyai
kelebihan/keistimewaan sehingga melebihi makhluk-makhluk
Tuhan lainnya. Dan Tuhan sendiri berkenan memuliakan
manusia, maka sudah seharusnya manusia bisa menghormati
martabatnya sendiri serta menghormati martabat sesama
manusia. Pemuliaan manusia bukan hanya dari sisi fisik, namun
sisi keturunan pun Allah bedakan dengan makhluk lain.
Sehingga inseminasi buatan dengan donor itu pada hakikatnya
dapat merendahkan harkat manusia sejajar dengan tumbuh-
tumbuhan dan hewan yang diinseminasi.
Kedua; hadits Nabi Saw yang mengatakan, “tidak halal bagi
seseorang yang beriman kepada Allah dan hari akhir
menyiramkan airnya (sperma) pada tanaman orang lain (istri
orang lain).” (HR. Abu Daud, Tirmidzi dan dipandang Shahih
oleh Ibnu Hibban).
Berdasarkan hadits tersebut para ulama sepakat
mengharamkan seseorang melakukan hubungan seksual dengan
wanita hamil dari istri orang lain. Tetapi mereka berbeda
pendapat apakah sah atau tidak mengawini wanita hamil.
Menurut Abu Hanifah boleh, asalkan tidak melakukan
senggama sebelum kandungannya lahir. Sedangkan Zufar tidak
membolehkan. Pada saat para imam mazhab masih hidup,
masalah inseminasi buatan belum timbul. Karena itu, kita tidak
bisa memperoleh fatwa hukumnya dari mereka.
Hadits ini juga dapat dijadikan dalil untuk mengharamkan
inseminasi buatan pada manusia dengan donor sperma dan/atau
ovum, karena kata maa’ dalam bahasa Arab bisa berarti air
hujan atau air secara umum, seperti dalam Surat Thaha:53. Juga
bisa berarti benda cair atau sperma seperti dalam Surat An-
Nur:45 dan Al-Thariq:6.
Dalil lain untuk syarat kehalalan inseminasi buatan bagi
manusia harus berasal dari sperma dan ovum pasangan yang sah
menurut syariah adalah kaidah hukum fiqih yang mengatakan
“dar’ul mafsadah muqaddam ‘ala jalbil mashlahah”
(menghindari mafsadah atau mudharat harus didahulukan
daripada mencari atau menarik maslahah/kebaikan).
Sebagaimana kita ketahui bahwa inseminasi buatan pada
manusia dengan donor sperma dan/atau ovum lebih banyak
mendatangkan mudharat (dampak negatif) daripada maslahah
(dampak positif). Maslahah yang dibawa inseminasi buatan
ialah membantu suami-isteri yang mandul, baik keduanya
maupun salah satunya, untuk mendapatkan keturunan atau yang
mengalami gangguan pembuahan normal. Namun mudharat dan
mafsadahnya jauh lebih besar (jika menggunakan donor), antara
lain berupa:
 Percampuran nasab, padahal Islam sangat menjaga
kesucian/kehormatan kelamin dan kemurnian nasab,
karena nasab itu ada kaitannya dengan kemahraman dan
kewarisan.
 Bertentangan dengan sunnatullah atau hukum alam.
 Inseminasi pada hakikatnya sama dengan prostitusi,
karena terjadi percampuran sperma pria dengan ovum
wanita tanpa perkawinan yang sah.
 Kehadiran anak hasil inseminasi bisa menjadi sumber
konflik dalam rumah tanggal.
 Anak hasil inseminasi lebih banyak unsur negatifnya
daripada anak adopsi.
 Bayi tabung lahir tanpa melalui proses kasih sayang yang
alami, terutama bagi bayi tabung lewat ibu titipan yang
menyerahkan bayinya kepada pasangan suami-isteri yang
punya benihnya sesuai dengan kontrak, tidak terjalin
hubungan keibuan secara alami. (QS. Luqman:14 dan Al-
Ahqaf:14).
Adapun mengenai status anak hasil inseminasi buatan
dengan donor sperma dan/atau ovum menurut hukum Islam
adalah tidak sah dan statusnya sama dengan anak hasil prostitusi
atau hubungan perzinaan.
2. Pandangan Agama Kristen
Vatikan secara resmi tahun 1987 telah mengecam keras
pembuahan buatan, bayi tabung, ibu titipan dan seleksi jenis
kelamin anak, karena dipandang tak bermoral dan bertentangan
dengan harkat manusia.
Hal ini karena beberapa alasan, di antaranya:
o Melibatkan aborsi
o Tidak mempertimbangkan harkat sang bayi sebagai
manusia
o Masturbasi (pengambilan sperma) selalu dianggap
sebagai perbuatan dosa
o Dilakukan di luar suami istri yang normal
o Menghilangkan hak sang anak untuk dikandung
secara normal, melalui hubungan perkawinan suami
istri.

3. Pandangan Agama Katholik


Menurut agama katolik hubungan suami istri harus
mempunyai tujuan union (persatuan suami istri) dan procreatin
(terbuka untuk kemungkinan lahirnya anak). Maka, inseminasi
baik yang heterolog (melibatkan pihak ke tiga) maupan yang
homolog (antara hubungan suami istri itu sendiri) tidak sesuai
dengan ajaran iman katolik, karena dalam prosesnya
meniadakan proses union (persatuan suami istri).

4. Pandangan Agama Budha


Dalam pandangan Agama Buddha, perkawinan adalah suatu
pilihan dan bukan kewajiban. Artinya, seseorang dalam
menjalani kehidupan ini boleh memilih hidup berumah tangga
ataupun hidup sendiri. Hidup sendiri dapat menjadi pertapa di
vihara --sebagai Bhikkhu, samanera, anagarini, silacarini--
ataupun tinggal di rumah sebagai anggota masyarakat biasa.
Sesungguhnya dalam agama Budha, hidup berumah tangga
ataupun tidak adalah sama saja. Masalah terpenting di sini
adalah kualitas kehidupannya. Apabila seseorang berniat
berumah tangga, maka hendaknya ia konsekuen dan setia
dengan pilihannya, melaksanakan segala tugas dan
kewajibannya dengan sebaik-baiknya. Orang yang demikian ini
sesungguhnya adalah seperti seorang pertapa tetapi hidup dalam
rumah tangga. Sikap ini pula yang dipuji oleh Sang Buddha.
Dengan demikian, inseminasi tidak diperbolehkan dalam
agama budha.

5. Pandangan Agama Hindu


Inseminasi atau pembuahan secara suntik bagi umat Hindu
dipandang tidak sesuai dengan tata kehidupan agama Hindu,
karena tidak melalui samskara dan menyulitkan dalam hukum
kemasyarakatan.
Demikian agama menilai terhadap praktek inseminasi sebagai
solusi teknologi dari masalah yang dialami manusia.

C. Pengertian Euthanasia

Istilah euthanasia berasal dari bahasa Yunani, yaitu eu dan thanatos.


Kata eu berarti baik, tanpa penderitaan  dan thanatos berarti mati.
Dengan demikian euthanasia dapat diartikan mati dengan baik tanpa
penderitaan. Ada yang menerjemahkan mati cepat tanpa derita.
Secara etimologis euthanasia berarti kematian dengan baik tanpa
penderitaan, maka dari itu dalam mengadakan euthanasia arti sebenarnya
bukan untuk menyebabkan kematian, namun untuk mengurangi atau
meringankan penderitaan orang yang sedang menghadapi kematiannya.
Dalam arti yang demikian itu euthanasia tidaklah bertentangan dengan
panggilan manusia untuk mempertahankan dan memperkembangkan
hidupnya, sehingga tidak menjadi persoalan dari segi kesusilaan. Artinya
dari segi kesusilaan dapat dipertanggungjawabkan bila orang yang
bersangkutan menghendakinya.
Akan tetapi dalam perkembangan istilah selanjutnya, euthanasia lebih
menunjukkan perbuatan yang membunuh karena belas kasihan, maka
menurut pengertian umum sekarang ini, euthanasia dapat diterangkan
sebagai pembunuhan yang sistematis karena kehidupannya merupakan
suatu kesengsaraan dan penderitaan. Inilah konsep dasar dari euthanasia
yang kini maknanya berkembang menjadi kematian atas dasar pilihan
rasional seseorang, sehingga banyak masalah yang ditimbulkan dari
euthanasia ini. Masalah tersebut semakin kompleks karena definisi dari
kematian itu sendiri telah menjadi kabur.
Unsur-unsur euthanasia adalah sebagai berikut:
 Berbuat sesuatu atau tidak berbuat sesuatu.
 Mengakhiri hidup, mempercepat kematian, atau tidak
memperpanjang hidup pasien.
 Pasien menderita suatu penyakit yang sulit untuk
disembuhkan kembali.
 Atas atau tanpa permintaan pasien atau keluarganya.

 JENIS-JENIS EUTHANASIA
Euthanasia bisa ditinjau dari berbagai sudut, seperti cara
pelaksanaanya, dari mana datang permintaan, sadar tidaknya pasien dan
lain-lain. Secara garis besar euthanasia dikelompokan dalam dua
kelompok, yaitu euthanasia aktif dan euthanasia pasif. Di bawah ini
dikemukakan beberapa jenis euthanasia:

1.      Euthanasia aktif
Euthanasia aktif adalah perbuatan yang dilakukan secara aktif oleh
dokter untuk mengakhiri hidup seorang (pasien) yang dilakukan secara
medis. Biasanya dilakukan dengan penggunaan obat-obatan yang bekerja
cepat dan mematikan. Euthanasia aktif terbagi menjadi dua golongan
a.       Euthanasia aktif langsung, yaitu cara pengakhiran kehidupan
melalui tindakan medis yang diperhitungkan akan langsung mengakhiri
hidup pasien. Misalnya dengan memberi tablet sianida atau suntikan zat
yang segera mematikan
b.      Euthanasia aktif tidak langsung, yang menunjukkan bahwa
tindakan medis yang dilakukan tidak akan langsung mengakhiri hidup
pasien, tetapi diketahui bahwa risiko tindakan tersebut dapat mengakhiri
hidup pasien. Misalnya, mencabut oksigen atau alat bantu kehidupan
lainnya.

2.    Euthanasia pasif
Euthanasia pasif adalah perbuatan menghentikan atau mencabut segala
tindakan atau pengobatan yang perlu untuk mempertahankan hidup
manusia, sehingga pasien diperkirakan akan meninggal setelah tindakan
pertolongan dihentikan.

3.      Euthanasia volunter
Euthanasia jenis ini adalah Penghentian tindakan pengobatan atau
mempercepat kematian atas permintaan sendiri.

4.      Euthanasia involunter
Euthanasia involunter adalah jenis euthanasia yang dilakukan pada
pasien dalam keadaan tidak sadar yang tidak mungkin untuk
menyampaikan keinginannya. Dalam hal ini dianggap famili pasien yang
bertanggung jawab atas penghentian bantuan pengobatan. Perbuatan ini
sulit dibedakan dengan perbuatan kriminal.
Selain kategori empat macam euthanasia di atas, euthanasia juga
mempunyai macam yang lain, hal ini diungkapkan oleh beberapa tokoh,
diantaranya Frans magnis suseno dan Yezzi seperti dikutip Petrus Yoyo
Karyadi, mereka menambahkan macam-macam euthanasia selain
euthanasia secara garis besarnya, yaitu:
1.      Euthanasia murni, yaitu usaha untuk memperingan kematian
seseorang tanpa memperpendek kehidupannya. Kedalamnya termasuk
semua usaha perawatan agar yang bersangkutan dapat mati dengan
"baik".
2.      Euthanasia tidak langsung, yaitu usaha untuk memperingan
kematian dengan efek samping, bahwa pasien mungkin mati dengan
lebih cepat. Di sini ke dalamnya termasuk pemberian segala macam
obat narkotik, hipnotik dan analgetika yang mungkin "de fakto" dapat
memperpendek kehidupan walaupun hal itu tidak disengaja.
3.      Euthanasia sukarela, yaitu mempercepat kematian atas
persetujuan atau permintaan pasien. Adakalanya hal itu tidak harus
dibuktikan dengan pernyataan tertulis dari pasien atau bahkan
bertentangan dengan pasien.
4.      Euthanasia nonvoluntary, yaitu mempercepat kematian sesuai
dengan keinginan pasien yang disampaikan oleh atau melalui pihak
ketiga (misalnya keluarga), atau atas keputusan pemerintah.
D. Sudut Pandang Agama Terhadap Euthanasia

1. Euthanansia menurut Syariah Islam


Hukum Euthanasia dalam syariah islam dapat di jawab menurut
macamnya, yakni :
a. Euthanasia Aktif
Syariah Islam mengharamkan euthanasia aktif, karena termasuk
dalam kategori pembunuhan sengaja (al-qatlu al-‘amad) walaupun
niatnya baik yaitu untuk meringankan penderitaan pasien. Hukumnya
tetap haram, walaupun atas permintaan pasien sendiri atau keluarganya.
Dalil-dalil dalam masalah ini sangatlah jelas, yaitu dalil-dalil yang
mengharamkan pembunuhan. Baik pembunuhan jiwa orang lain, maupun
membunuh diri sendiri.
b. Euthanasia Pasif
Adapun hukum euthanasia pasif, sebenarnya faktanya termasuk
dalam praktik menghentikan pengobatan. Tindakan tersebut dilakukan
berdasarkan keyakinan dokter bahwa pengobatan yag dilakukan tidak ada
gunanya lagi dan tidak memberikan harapan sembuh kepada pasien.
Karena itu, dokter menghentikan pengobatan kepada pasien, misalnya
dengan cara menghentikan alat pernapasan buatan dari tubuh pasien
Euthanasia dalam keadaan aktif maupun dalam keadaan pasif,
menurut fatwa MUI, tidak diperkenankan karena berarti melakukan
pembunuhan atau menghilangkan nyawa orang lain. Lebih lanjut, KH
Ma’ruf Amin ( Ketua Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia )
mengatakan, euthanasia boleh dilakukan dalam kondisi pasif yang sangat
khusus.
Kondisi pasif tersebut, dimana seseorang yang tergantung oleh alat
penunjang kehidupan tetapi ternyata alat tersebut lebih dibutuhkan oleh
orang lain atau pasien lain yang memiliki tingkat peluang hidupnya lebih
besar, dan pasien tersebut keberadaannya sangat dibutuhkan oleh
masyarakat. Sedangkan, kondisi aktif adalah kondisi orang yang tidak
akan mati bila hanya dicabut alat medis perawatan, tetapi memang harus
dimatikan.
Mengenai dalil atau dasar fatwa MUI tentang pelarangan
“euthanasia”, dia menjelaskan dalilnya secara umum yaitu tindakan
membunuh orang dan karena faktor keputusasaan yang tidak
diperbolehkan dalam Islam. Dia mengungkapkan, dasar pelarangan
euthanasia memang tidak terdapat secara spesifik dalam Al Quran
maupun Sunnah Nabi. “Hak untuk mematikan seseorang ada pada Allah
SWT,” ujarnya menambahkan.

2. Euthanasia Menurut Agama Kristen Katolik.


Gereja Katolik telah berjuang untuk memberikan pedoman sejelas
mungkin mengenai penanganan terhadap mereka yang menderita sakit
tak tersembuhkan, sehubungan dengan ajaran moral Gereja mengenai
euthanasia dan sistem penunjang hidup. Paus Pius XII tidak hanya
menjadi saksi dan mengutuk program-program egenetika dan euthanasia
Nazi, melainkan juga menjadi saksi atas dimulainya sistem-sistem
modern penunjang hidup, Paus Yohanes Paulus II prihatin dengan
semakin meningkatnya praktek eutanasia, dalam ensiklik “Evangelium
Vitae” (No. 64) memperingatkan kita agar melawan “gejala yang paling
mengkhawatirkan dari `budaya kematian’. Katekismus Gereja Katolik
(No 2276-2279) memberikan ikhtisar penjelasan ajaran Gereja Katolik.
Mengenai masalah ini, prinsip-prinsip berikut mengikat secara moral:
Pertama, Gereja Katolik berpegang teguh bahwa baik martabat setiap
individu maupun anugerah hidup adalah kudus. Kedua, setiap orang
terikat untuk melewatkan hidupnya sesuai rencana Allah dan dengan
keterbukaan terhadap kehendak-Nya, dengan menaruh pengharapan akan
kepenuhan hidup di surga. Ketiga, dengan sengaja mengakhiri hidup
sendiri adalah bunuh diri dan merupakan penolakan terhadap rencana
Allah.
Sebagai contoh ada orang yang menghadapi ajal karena prostrate
yang telah menjalar keseluruh tubuhnya. Terakhir kali saya
menjenguknya di rumah sakit, ia telah dalam keadaan koma. ia makan
lewat selang makanan dan bernapas lewat respirator. Ia mengalami gagal
ginjal pula. Para dokter menyampaikan kepada keluarga bahwa tak ada
lagi yang dapat mereka lakukan dan bahwa situasinya tak dapat berubah.
Hingga tahap itu, teknologi medis tak dapat memberikan pengharapan
kesembuhan atau manfaat, melainkan hanya sekedar menunda proses
kematian. Keluarga memutuskan untuk menghentikan respirator, yang
sekarang telah menjadi sarana luar biasa, dan beberapa menit kemudian
oaring tersebut pun pergi menjumpai Tuhan-nya. Tindakan ini secara
moral dibenarkan dan dibedakan dari tindakan mengakhiri hidup secara
sengaja.

3. Euthanasia Menurut Agama Kristen Protestan.


Gereja Protestan terdiri dari berbagai denominasi yang mana
memiliki pendekatan yang berbeda-beda dalam pandangannya terhadap
eutanasia dan orang yang membantu pelaksanaan eutanasia.
Beberapa pandangan dari berbagai denominasi tersebut misalnya :
• Gereja Methodis (United Methodist church) dalam buku ajarannya
menyatakan bahwa : ” penggunaan teknologi kedokteran untuk
memperpanjang kehidupan pasien terminal membutuhkan suatu
keputusan yang dapat dipertanggung jawabkan tentang hingga kapankah
peralatan penyokong kehidupan tersebut benar-benar dapat mendukung
kesempatan hidup pasien, dan kapankah batas akhir kesempatan hidup
tersebut”.
• Gereja Lutheran di Amerika menggolongkan nutrisi buatan dan hidrasi
sebagai suatu perawatan medis yang bukan merupakan suatu perawatan
fundamental. Dalam kasus dimana perawatan medis tersebut menjadi sia-
sia dan memberatkan, maka secara tanggung jawab moral dapat
dihentikan atau dibatalkan dan membiarkan kematian terjadi.
Seorang kristiani percaya bahwa mereka berada dalam suatu posisi
yang unik untuk melepaskan pemberian kehidupan dari Tuhan karena
mereka percaya bahwa kematian tubuh adalah merupakan suatu awal
perjalanan menuju ke kehidupan yang lebih baik.
Lebih jauh lagi, pemimpin gereja Katolik dan Protestan mengakui
bahwa apabila tindakan mengakhiri kehidupan ini dilegalisasi maka
berarti suatu pemaaf untuk perbuatan dosa, juga dimasa depan
merupakan suatu racun bagi dunia perawatan kesehatan, memusnahkan
harapan mereka atas pengobatan.
Sejak awalnya, cara pandang yang dilakukan kaum kristiani dalam
menanggapi masalah “bunuh diri” dan “pembunuhan berdasarkan belas
kasihan (mercy killing) adalah dari sudut “kekudusan kehidupan” sebagai
suatu pemberian Tuhan. Mengakhiri hidup dengan alasan apapun juga
adalah bertentangan dengan maksud dan tujuan pemberian tersebut.

4. Euthanansia Menurut Agama Budha.


Euthanasia atau mercy killing baik yang aktif atau pasif tidak
dibenarkan dalam agama Buddha karena perbuatan membunuh atau
mengakhiri kehidupan seseorang ini, walaupun dengan alasan kasih
sayang, tetap melanggar sila pertama dari Pancasila Buddhis. Perbuatan
membunuh atau mengakhiri hidup seseorang ini sesungguhnya tidak
mungkin dapat dilakukan dengan kasih sayang atau karuna.

5. Euthanasia menurut Agama Hindu.


Berdasarkan kepercayaan umat Hindu, apabila seseorang melakukan
bunuh diri, maka rohnya tidak akan masuk neraka ataupun surga
melainkan tetap berada didunia fana sebagai roh jahat dan berkelana
tanpa tujuan hingga ia mencapai masa waktu dimana seharusnya ia
menjalani kehidupan (Catatan : misalnya umurnya waktu bunuh diri 17
tahun dan seharusnya ia ditakdirkan hidup hingga 60 tahun maka 43
tahun itulah rohnya berkelana tanpa arah tujuan), setelah itu maka rohnya
masuk ke neraka menerima hukuman lebih berat dan akhirnya ia akan
kembali ke dunia dalam kehidupan kembali (reinkarnasi) untuk
menyelesaikan “karma” nya terdahulu yang belum selesai dijalaninya
kembali lagi dari awal.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
  
 Inseminasi adalah salah satu teknik untuk membantu proses
reproduksi dengan cara menyemprotkan sperma yang telah dipreparasi
(diproses) ke dalam rahim menggunakan kateter dengan tujuan
membantu sperma menuju telur yang telah matang (ovulasi) sehingga
terjadi pembuahan.
Inseminasi buatan ditujukan bagi pasangan yang kesulitan
mendapatkan momongan akibat jumlah sperma yang terlalu sedikit atau
sperma dengan kualitas buruk yang tidak mampu berenang dan mencapai
indung telur. Inseminasi buatan juga dapat dilakukan kepada wanita yang
mengalami riwayat endometriosis.
Keberhasilan dari proses Inseminasi adalah :
 Tergantung usia calon ibu. Semakin tua usia wanita, kualitas sel telur
juga semakin kurang bagus.
 Selain itu, faktor-faktor seperti kualitas sel sperma, endometriosis
yang parah dan adanya kerusakan pada saluran tuba di rahim, juga
amat memengaruhi keberhasilan inseminasi buatan.
     
Euthanasia lebih menunjukkan perbuatan yang membunuh karena
belas kasihan, maka menurut pengertian umum sekarang ini, euthanasia
dapat diterangkan sebagai pembunuhan yang sistematis karena
kehidupannya merupakan suatu kesengsaraan dan penderitaan.
Euthanasia dapat dikelompkkan menjadi euthanasia aktif, euthanasia
pasif, euthanasia volunter, dan uethanasia involunter.
Di Indonesia masalah euthanasia masih belum mandapatkan tempat
yang diakui secara hukum.Munculnya permintaan tindakan medis
euthanasia hakikatnya menjadi indikasi, betapa masyarakat sedang
mengalami pergeseran nilai kultural. Banyak masyarakat menentang
dilakukannya euthanasia atas agama dan juga euthanasia dapat
disalahgunakan.

B. Saran
Inseminasi ditujukan bagi pasangan yang kesulitan mendapatkan
momongan akibat jumlah sperma yang terlalu sedikit atau sperma dengan
kualitas buruk yang tidak mampu berenang dan mencapai indung telur.
Dalam makalah ini penulis memberikan saran kepada kepeda para
pemberi layanan kesehatan untuk tidak melakukan euthanasia, karena
jika dilihat dari segi hak asasi manusia setiap orang berhak untuk hidup.
Dan jika dilihat dari segi agama, yang mempunyai kuasa atas hidup
manusia adalah Tuhan.

DAFTAR PUSTAKA

http://smart-salm.blogspot.com/2015/05/makalah-inseminasi-buatan.html

http://agungmavis20.blogspot.com/2015/11/makalah-euthanasia.html

https://id.wikipedia.org/wiki/Eutanasia

http://coretantanganrfs.blogspot.com/2016/11/makalah-inseminasi.html

http://semuailmiah.blogspot.com/2011/12/inseminasi-dalam-perspektif-
agama_19.html

http://satriabara.blogspot.com/2012/06/makalah-euthanasia.html

http://imamkp.blogspot.com/2016/02/pandangan-agama-terhadap-
euthanasia.html

Anda mungkin juga menyukai