Anda di halaman 1dari 630

Ibr 4:12 Sebab firman Allah hidup dan kuat dan lebih tajam dari pada pedang bermata

dua manapun; ia menusuk amat dalam sampai memisahkan jiwa dan roh,
sendi–sendi dan sumsum; ia sanggup membedakan pertimbangan

Ringkasan Khotbah
Jilid 1

G E R E J A R E F O R M E D I N JI LI I N D O N E S I A
S
SUUR
RAAB
BAAY
YAA--A
ANND
DHHIIK
KAA

Ringkasan Khotbah adalah penerbitan dari


Gereja Reformed Injili Indonesia Surabaya-Andhika
Andhika Plaza C/5-7, Jl. Simpang Dukuh 38-40, Surabaya 60275
Transkrip ringkasan-ringkasan ini dikerjakan oleh jumahat GRII-Surabaya dan belum diperiksa oleh pengkhotbahnya

Bentuk penerbitan Ringkasan Khotbah diusahakan oleh Pieter Kuiper (the Netherlands) info@imansejati.net

Copyright transkrip ada di pihak Gereja Reformed Injili Indonesia Surabaya-Andhika www.imansejati.net
I

Daftar Isi Ringkasan Khotbah Jilid 1

Hala-
man Judul Kitab Ayat Kitab Ayat Kitab Ayat

1 Mengenal Kristus Kolosse 1 15-23


5 Kepastian jaminan Kristen Efesus 1 12-14
10 Pertumbuhan Iman Kristen Efesus 1 15-23
29 Kepenuhan hidup dalam Kristus Efesus 1 11
31 Kebangkitan Kristus dan pengharapan kita Matius 27 62 Matius 28 20
34 Tugas yang belum selesai Kisah 1 1-3
37 Kamu akan menjadi saksi-Ku Kisah 1 4-8
40 Penantian Kisah 1 12-26
44 Pentakosta Kisah 2 1-36
48 Mengerjakan keselamatan Filipi 2 12-18
52 Pergumulan mengerti realita Habakuk 1 1-4
56 Tuhan Allah tak terduga Habakuk 1 5-11
59 Pergumulan dan kemenangan Habakuk 1 12-17
62 System tertutup dan system terbuka Habakuk 2 1-5
65 Hidup oleh iman Habakuk 2 4-5
69 Murka Allah atas dosa Habakuk 2 6-20
75 Diam di hadapan Allah Habakuk 2 20
78 Kedahsyatan murka Allah Habakuk 3 1-16
82 Komitmen Habakuk Habakuk 3 17-19
86 Melihat peluang di atas Peluang Kisah 16 19-40
90 Finalitas dan kuasa Penginjilan Kisah 1 8 Kisah 4 12
93 Hidup bepaut pada Allah Yosua 24 14-15
96 Mati dalam dosa Efesus 2 1-10
99 Hukum kehidupan Efesus 2 2-3
102 Urgensi anugerah Efesus 2 4-5
105 Anugerah Kristus Efesus 2 4-7
108 Anugerah, iman dan keselamatan Efesus 2 8-9
111 Perjanjian kerja Efesus 2 9-10
117 Musa pemimpin pilihan Tuhan Keluaran 3 1-10
121 Kebutuhan yang terbaik 1 Korintus 1 18-22
124 Kesatuan di dalam Kristus Efesus 2 11-22
128 Posisi orang kafir Efesus 2 11-13
132 Bahaya sikap sektarian Efesus 2 13-17
136 Basis persatuan yang sejati Efesus 2 19-22
139 Sola Scriptura Yohanes 1 1-5
142 Panggilan yan ajaib Matius 2 1-2
146 Herodus yang malang Matius 2 3-12 Matius 2 16-18
150 Terpenjara karena Kristus Efesus 3 1 Galatia 2 20
153 Hamba Tuhan terpercaya Efesus 3 3-4 1 Petrus 3 15
156 Penatalayan anugerah Efesus 3 2-7
160 Kekayaan Kristus, yang tidak terduga Efesus 3 7-9
163 Rencana kekal Allah Efesus 3 10-12
166 Iman dan keyakinan Efesus 3 12-13
169 Iman yang memberi keberanian dan akses Efesus 3 12-13
172 Pelayanan dengan lutut Efesus 3 13-17 Matius 6 5-8
176 Kemuliaan yang mutlak Efesus 3 13-16 Efesus 3 21
II

Daftar Isi Ringkasan Khotbah Jilid 1

Hala-
man Judul Kitab Ayat Kitab Ayat Kitab Ayat

179 Berdiam dan bertumbuh dalam Kristus Efesus 3 16-17 Roma 8 31-39 Kolose 2 6-7
183 Tuntutan kasih Efesus 3 18-19 Wahyu 2 4-5
187 Kasih Kristus tidak terbatas Efesus 3 18-19
190 Segala kemuliaan bagi Allah - Soli Deo Gloria Efesus 3 20-21
193 Kehidupan paradoksal Efesus 3 21 Efesus 4 1
196 Kebangkitkan, ini iman Kristen Yohanes 20 1-10
199 Karakter-karakter esensial Efesus 4 2 Yohanes 13 31-35
202 Kesatuan tubuh Kristus Efesus 4 3-6 Pengkhotbah 4 9-12
206 Kesatuan dalam bineka Efesus 4 7-10
209 Pertumbuhan tubuh Kristus Efesus 4 11-16
213 Karunia Rohani dan tujuannya Efesus 4 11-12
216 Paradoks ordo dan kesatuan Efesus 4 16-19
220 Manusia Lama Efesus 4 17-19
223 Hidup berbeda Efesus 4 20-24
226 Kekristenan yang dangkal Matius 7 21-29
230 Agama yang benar 1 Petrus 1 1-10
239 Tanggungjawab keluarga Hakim-H 2 6-13
243 Roh Kudus Kisah 1 8
246 Apa yang dilakukan Roh Kudus dan tujuannya Yohanes 16 14
249 Rencana keselamatan Matius 1 21-23
252 Kerjakan pemberitaan Injil dengan segera Matius 9 35-38
255 Hidup tapi mati Wahyu 3 1-6
258 Kehadiran Tuhan di mana-mana Lukas 24 13-17 Lukas 24 25-35
262 Anugerah pengajaran di dalam Kristus Efesus 4 20-24
265 Ciri perubahan iman Kristen Efesus 4 20-24
269 Pembaruahan roh dan pikiran Efesus 4 23
272 Manusia baru di dalam Kristus Efesus 4 24
275 Kebenaran dan kekudusan yang sejati Efesus 4 24
278 Manusia baru, perhubungan baru Efesus 4 25 Yohanes 8 43-45
281 Padamlah amarahmu! Efesus 4 26-27
284 Jangan beri kesempatan pada iblis Efesus 4 26-27
287 Jangan mencuri Efesus 4 28
290 Etos kerja Kristen Efesus 4 28 2 Teselonika 3 1-15
303 Perkataan yang membangun Efesus 4 29
267 Jangan mendukakan Roh Kudus Efesus 4 30-32
311 Perhubungan positief Efesus 4 31-32
315 Iman sejati kepada Allah yang benar Efesus 4 17-18 Filipi 3 13-14 Filipi 3 18-21
319 Panggilan memberitakan Injil Kisah 28 17-29
323 Di hadapan tahun baru Matius 28 19-20
326 Makna hidup Mazmur 90 12-17 Yohanes 6 26-27 Yohanes 2 15-17
330 Kerinduhan akan Allah Mazmur 42 2-3 Mazmur 63 2
333 Pelayanan: Keharusan atau alternatif Yohanes 4 1-10 Yohanes 4 27-34
337 Iman yang sejati Yohanes 8 30-59
348 Hanya yang siap menghadapi kematian, dapat
benar-benar hidup Ibrani 9 27-28
352 Bersorak-sorai atas kemenangan 1 Kor. 15 50-58
356 Dinamika Iman Amsal 1 1-5
III

Daftar Isi Ringkasan Khotbah Jilid 1

Hala-
man Judul Kitab Ayat Kitab Ayat Kitab Ayat

360 Dinamika Iman Yusuf Kejadian 37 4, 8,11 Kejadian 40 15 Kejadian 41 50-52


Kejadian 45 8 Kejadian 50 20

364 Dinamika Iman Yefta Kejadian 48 13-19 Bilangan 13 8 Hakim-H 11 1-11


Hakim-H 11 29-35 Hakim-H 12 1-7

369 Dinamika Iman Abraham Kejadian 12 2-4 Kejadian 16 16 Kejadian 17 1

375 Pergumulan Iman Abraham, Kejadian 12 10-20


1-33
378 Dinamika Iman Sara (1) Ibrani 11 11 Kejadian 16 1-5 Kejadian 17 15-16
Ibrani 18 11-15 Kejadian 21 1
382 Dinamika Iman Sara (2) Ibrani 11 11 Ibrani 12 1-2
385 Dinamika Iman Yunus Yunus 1 1-10 Yunus 3 1-3 Yunus 4 1-4
Yunus 4 9-11
390 Dinamika Iman Daniel Daniel 1 1-8 Daniel 1 18-21
394 Dinamika Iman Yokhebed Keluaran 6 16-20 Keluaran 2 1-11
399 Dinamika Iman Musa Keluaran 1 15-16, 22 Keluaran 2 1-3 Keluaran 2 7-12
Keluaran 2 15-22
402 Dinamika Iman Hawa Roma 10 17 Kejadian 3 1-6 Ibrani 12 1-2
405 Dinamika Iman Kapala Pasukan Lukas 23 44-47
408 Dinamika Iman Ahas Yesaya 7 1-17
412 Dinamika Iman Saul 1 Sam. 9 17 1 Sam. 10 1,8 1 Sam. 11 1-2, 6
1 Sam. 12 13-14 1 Sam. 13 1-14 1 Sam. 15 24
417 Dinamika Iman Kain dan Habel Kejadian 4 1-11 Ibrani 11 4 1 Yohanes 3 11-12
421 Dinamika Iman Barak dan Debora Hakim-H. 4 1-21 Hakim-H. 5 8 Hakim-H. 5 '14-17
426 Dinamika Iman Daud (1) 1 Samuel 17 26-39 Mazmur 32
430 Dinamika Iman Daud (2) 1 Samuel 17 26-39 Mazmur 32
434 Dinamika Iman Daud (3) Mazmur 32
438 Dinamika Iman Eli 1 Samuel 3 1-18
442 Dinamika Iman Gideon (1) Hakim-H. 6-8
446 Dinamika Iman Gideon (2) Hakim-H. 6 1-24
451 Dinamika Iman Ayub (1) Ayub 1 1-9 Ajub 1 19-22 Ajub 2 1-9
456 Dinamika Iman Ayub (2) Ayub 1 6-12 Ajub 42 4-6
460 Dinamika Iman Simson Hakim 13-16
465 Kesia-siaan hidup secara ateis 1 Petr. 3 15 Mazmur 14 1-3
469 Turutilah teladan Allah! Efesus 5 1-2
473 Hiduplah di dalam kasih! Efesus 5 1-5
477 Hiduplah suci! Efesus 5 1-5
480 Umat Kerajaan Surga Efesus 5 5
483 Kata-kata hampa Efesus 5 6-7
487 Murka Allah atas orang durhaka Efesus 5 6-7
491 Anak-anak terang Efesus 5 6-7
495 Terang yang aktif Efesus 5 11-13
499 Bangunlah dan bangkitlah! Efesus 5 13-14
503 Bangkitlah dan bercahayalah! Efesus 5 14-18
506 Bijaksanalah! Efesus 5 14-21
509 Tebuslah waktumu! Efesus 5 15-17
512 Bijaksana dan kehendak Allah Efesus 5 15-17
IV

Daftar Isi Ringkasan Khotbah Jilid 1

Hala-
man Judul Kitab Ayat Kitab Ayat Kitab Ayat

515 Penuhlah dengan Roh! Efesus 5 17-21


519 Hidup beribadah Efesus 5 19-21
523 Hidup mengucapkan syukur Efesus 5 20
527 Hidup takut akan Allah Efesus 5 21
531 Keluarga bahagia: Presuposisi dasar Efesus 5 22-23 Matius 19 1-12 Kejadian 2 18-25
536 Problematika presuposisi Karangan: Pdt. Sutjipto Subeno
540 Misteri besar Efesus 5 22-33
547 Kristus rendah hati Efesus 5 21-24
551 Watak lelaki Efesus 5 25-30
555 Watak wanita 1 Petr. 3 1-7
559 Pria Lembut Efesus 5 25-30
562 Waktu dan hidup yang berpusat kepada Kristus Efesus 5 15-17 Mazmur 90
566 Keluarga terkhusus Efesus 5 31-33 Kejadian 2 24 Matius 19 5
569 Penginkilan di dalam keluarga 1 Kor. 7 10-16
573 Roti jasmani atau roti rohani Yohanes 6 41-48 Yohanes 6 60-61 Yohanes 6 66
577 Nyanyian seorang hamba Lukas 1 38 Lukas 1 46-55
580 Mematuhi orangtua Efesus 6 1-4
583 Kepatuhan di dalam Tuhan Efesus 6 1-3
586 Orangtua yang bertanggungjawab Efesus 6 4 Kolose 3 21 Amsal 13 24
589 Hak dan kewajiban Efesus 6 5-9
592 Keadilan Allah dan hak asasi manusia Efesus 6 5-9 Roma 12 17-21
596 Tuan dan hamba Efesus 6 8-9
599 Hendaklah kamu kuat di dalam Tuhan! Efesus 6 10-13
602 Sukacita dalam Berita Injil Filipi 1 1-4
606 Sukacita Axiologis Filipi 3 7-8
611 Sukacita Altruistik Filipi 2 1-11
616 Sukacita Konsentrik Filipi 2 12-18
621 Sukacita Surgawi Filipi 4 4-9
1 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

M
Meen
ngge
enna
all K
Krriis
sttu
uss
Oleh: Pdt. Amin Tjung

Yoh 17:3 Inilah hidup yang kekal itu, yaitu bahwa mereka mengenal Engkau, satu–satunya Allah yang
benar, dan mengenal Yesus Kristus yang telah Engkau utus.

Nats: Kolose 1:15-23

15 Ia adalah gambar Allah yang tidak kelihatan, yang sulung, lebih utama dari segala yang
diciptakan,
16 karena di dalam Dialah telah diciptakan segala sesuatu, yang ada di sorga dan yang ada di
bumi, yang kelihatan dan yang tidak kelihatan, baik singgasana, maupun kerajaan, baik
pemerintah, maupun penguasa; segala sesuatu diciptakan oleh Dia dan untuk Dia.
17 Ia ada terlebih dahulu dari segala sesuatu dan segala sesuatu ada di dalam Dia.
18 Ialah kepala tubuh, yaitu jemaat. Ialah yang sulung, yang pertama bangkit dari antara
orang mati, sehingga Ia yang lebih utama dalam segala sesuatu.
19 Karena seluruh kepenuhan Allah berkenan diam di dalam Dia,
20 dan oleh Dialah Ia memperdamaikan segala sesuatu dengan diri–Nya, baik yang ada di
bumi, maupun yang ada di sorga, sesudah Ia mengadakan pendamaian oleh darah salib
Kristus.
21 Juga kamu yang dahulu hidup jauh dari Allah dan yang memusuhi–Nya dalam hati dan
pikiran seperti yang nyata dari perbuatanmu yang jahat,
22 sekarang diperdamaikan–Nya, di dalam tubuh jasmani Kristus oleh kematian–Nya, untuk
menempatkan kamu kudus dan tak bercela dan tak bercacat di hadapan–Nya.
23 Sebab itu kamu harus bertekun dalam iman, tetap teguh dan tidak bergoncang, dan
jangan mau digeser dari pengharapan Injil, yang telah kamu dengar dan yang telah
dikabarkan di seluruh alam di bawah langit, dan yang aku ini, Paulus, telah menjadi
pelayannya.

Saudara, kalau kita melihat saat Kristus ada di dunia, kita baca mulai dari Injil Matius, Markus, Lukas dan
Yohanes serta dalam tulisan para rasul maka kita dapat melihat bahwa mereka mencoba menfokuskan
pada siapakah Kristus itu. Dalam Mat 8, tatkala Ia menenangkan angin ribut, menghentikan ombak yang
berderu maka orang-orang khususnya para murid-Nya bertanya, "Siapa gerangan orang ini sehingga angin
dan danaupun taat pada-Nya?" Sebelum Ia menyembuhkan orang lumpuh itu, Ia berkata, "Dosamu
diampuni." Sehingga Ahli Taurat dan orang Farisi berkata, "Siapakah orang yang berani mengampuni dosa
dan menghujat Allah ini?"

Banyak agama lain yang mengakui Kristus tetapi dengan konsep yang salah dan berbeda dimana mereka
menganggap bahwa Kristus adalah sebagai reinkarnasi dari orang yang mereka pandang dalam sejarah
2 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

tertentu akan datang. Bahkan ada yang pernah meramalkan tanggal kedatangan Yesus namun itu semua
tidak mungkin karena sebagai orang Kristen sadar akan dapat melihat Kristus yang akan datang jika kita
belum meninggal. Alkitab telah berbicara tentang hal ini, bahwa banyak nabi dan mesias palsu yang akan
muncul dan mereka akan mengaku diri sebagai Kristus yang datang kembali. Dalam buku tentang God
Incarnation and Atonement (by Roland Finstra and Alvin Platingga), dua tokoh filsafat dari Kalvin Seminari dan
Norterdam, mereka membahas tentang siapa Kristus itu. Mungkinkah Allah itu inkarnasi? Bagaimana
inkarnasinya? Dikatakannya pula bahwa setiap Kristologi yang mencoba keluar dari pengakuan Kalsedon
pasti menjadi sesat. Namun sekalipun tidak membaca rumusan Kalsedon kita seharusnya mengerti dengan
jelas siapa Kristus itu, kita perlu mengenal, mengasihi dan dapat melayani Dia dengan lebih sungguh.

Paulus mengatakan, "Kita yang berdosa, melawan dan menjadi musuh Tuhan telah diperdamaikan dengan
Allah, Kristus sudah membeli kita kembali dari kuasa dosa di mana Ia tebus dan bayar kepada Allah Bapa,
kasih-Nya begitu nyata melalui kematian-Nya di kayu salib, kebangkitan-Nya sudah menyelamatkan kita
maka seharusnya kita jauh mengenal Dia. Seharusnya kita mau renungkan kasih-Nya dan apa yang Ia
inginkan dalam hidup kita setiap hari.

Ada satu kerinduan mengenal Dia dengan benar dan hidup bagi Dia. Dalam Injil Yohanes Paulus
menegaskan kembali tentang konsep ini karena banyak orang mengajar hal yang salah di mana mereka
hanya melihat sebagai "orang penting" dan mereka mempunyai konsep latar belakang Yunani bercampur
agama Persia, suatu pendekatan genostik yang belum sepenuhnya jadi. Disitu ditekankan bahwa Kristus
hanya merupakan salah satu emanasi (pancaran yang mengalir dan mungkin paling jauh) dari oknum yang disebut
yang tertinggi Allah itu. Bahkan Arius, saksi Yehova pada jaman ini juga menggunakan ayat di atas untuk
mendukung argumen mereka bahwa Kristus adalah ciptaan yang pertama. Paulus dalam ayat 15
menegaskan, "Ia, (anaknya) … gambar Allah (ekon) wujud pernyataan yang ia bayangkan waktu Kristus
menyatakan diri kepadanya dan ini dihubungkan dengan ayat yang ke 19 yang menunjukkan seluruh
kepenuhan Allah ada di dalam Dia. Dia adalah Allah yang sejati dan kepenuhan Allah ada di dalam Dia.

Di sini kita perlu mendidik jemaat sehingga waktu mereka mendengar ajaran yang tidak benar mampu peka
dan menilai. Allah sepenuhnya ada dalam Kristus. Di sini orang seringkali bingung karena konsep yang ada
dalam pikirannya adalah konsep materi sehingga mereka sulit membayangkan yang non materi. Seperti
halnya kalau kita mendefinisikan Allah Tritunggal (tiga pribadi/oknum: Allah Bapa, Allah Anak dan Allah Roh Kudus, tiga
oknum yang berbeda; tunggal: satu substansi). Definisi tritunggal sama secara status/ ontologisnya dan berbeda
dalam fungsi/ ekonominya. Seperti halnya waktu Kristus di baptis, di situ juga ada Allah Bapa yang bersuara
dari Surga dan Allah Roh Kudus yang menyerupai merpati di mana tiga oknum itu ada secara sekaligus.
Kalau substansi itu bersifat materi maka akan sulit sekali kita bayangkan, tiga oknum yaitu Allah Bapa, Allah
Anak dan Allah Roh Kudus itu sepenuhnya Allah.

Ini merupakan pengetahuan yang bersifat non materi atau bukan benda. Alkitab berkata, "Allah itu Roh,
barangsiapa menyembah Dia harus menyembah dalam Roh dan Kebenaran (Yoh 4:24). Dari sini kita
sepenuhnya dapat percaya bahwa Allah Bapa adalah sepenuhnya Allah, Allah oknum kedua sepenuhnya
Allah dan Allah oknum ketigapun sepenuhnya Allah meskipun nanti dalam fungsi berbeda. Bapa yang
mengutus dan melahirkan anak, Bapa bersama anak mengutus Roh Kudus, Roh Kudus keluar dari Bapa dan
Anak. Di sini kita dapat melihat bahwa Kristus adalah Allah sejati. Ditekankan oleh Paulus bahwa Ia adalah
wujud pernyataan Allah yang tidak kelihatan namun Ia adalah Allah yang sejati karena kepenuhan Allah
diam di dalam Dia.
3 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

Selanjutnya di sini dikatakan bahwa Ia sulung, lebih utama dari segala sesuatu karena di dalam Dia telah
diciptakan. Ada orang yang mengatakan bahwa Ia adalah ciptaan yang pertama karena ada kata sulung.
Kata sulung dapat mempunyai dua pengertian, oleh sebab itu kita harus cermat melihat konteks katanya
supaya tidak salah mengambil kesimpulan atau sesat ekwivokasi (bunyinya sama tetapi arti dibelakangnya beda).
Sulung disini dalam bahasa aslinya adalah prototokos yang memang dapat diterjemahkan sebagai ‘anak
pertama dalam urutan keluarga’ tetapi dapat juga diartikan sebagai ‘Ia yang diutamakan bukan secara
kronologi. (Mzm 89:28; Kel 4:22-23) sehingga kita dapat melihat disini sulung sebagai yang diutamakan karena
Ia adalah sang Pencipta, Ia yang menciptakan segala sesuatu. Yoh 1:3 "Segala sesuatu dijadikan oleh dia dan
tanpa Dia tidak ada suatupun yang telah jadi dari segala yang telah dijadikan."

Berarti Ia adalah penjadi dan bukan yang dijadikan. Kita lihat dalam hal demikian jelas bahwa Kristus
sungguh Allah sejati, Sang Pencipta yang menciptakan segala sesuatu yang ada maupun yang tidak
kelihatan dan waktu Ia menciptakan segala sesuatu, dikatakan Ia ada terlebih dahulu. Itu menunjukkan Ia
memang berbeda dengan ciptaan.

Kemudian kita lihat bahwa Ia bukan saja Sang Pencipta tetapi yang menjadikan segala sesuatu untuk Dia
yang berarti juga bahwa Ia adalah pemilik segala sesuatu. Sebagai contoh kalau saya membuat tabungan
uang dari tanah liat maka setelah barang itu terwujud maka saya mempunyai hak atas barang tersebut.
Berarti secara ciptaan, kitapun adalah milik Dia, seluruh kehidupan, potensi, waktu, tenaga, keuangan, otak
dan segala yang ada pada kita adalah milik-Nya secara sepenuhnya. Dan bukan hanya itu, Ia adalah
pengontrol dan pemelihara hidup kita, segala sesuatu ada di dalam Dia, Dia penopang, pengarah dan
pemelihara segala sesuatu menuju maksud dan tujuan-Nya. Dalam hal ini kita harus sadar bahwa tidak ada
satu hal bagi Tuhan merupakan kejadian yang mendadak, yang Ia tidak sadari. Segala sesuatu ada dalam
kontrol-Nya, termasuk manusia jatuh dalam dosa karena Ia tahu waktu Ia ciptakan manusia yang menurut
gambar dan rupa-Nya yang berarti juga mempunyai kebebasan maka mempunyai kemungkinan akan jatuh
dalam dosa. Sehingga Ia telah menyiapkan karya keselamatan dan Kristus dipilih sebelum dunia dijadikan.
Saya harap ini mendorong kita untuk belajar dengan teliti. Harus tetap kita sadari bahwa Allah tidak di
dalam waktu karena Allah melampaui waktu, Allah adalah kekal sedang manusia pasti berpikir dalam ruang
dan waktu karena kita dicipta demikian.

Kita harus sadar bahwa sejarah dalam dunia ini tetap dalam kontrol Dia untuk menggenapi maksud dan
rencananya. Dalam kasus kerusuhan, orang Kristen dianiaya dan dipaksa menyangkal Kristus, apakah itu
menunjukkan Allah kalah? Tidak! Kita percaya Allah kita adalah Allah yang maha kuasa dan segala kuasa
lain ada dalam kontrol-Nya. Tanpa sadar mereka yang melakukan tindakan tersebut menggenapkan
rencana Allah walaupun mereka harus dihukum karena mereka melawan Tuhan. Kalau ada martir
meninggal maka dapat dilihat bahwa waktu Tuhan datang makin dekat dan kita harus makin giat
menjalankan pekerjaan-Nya (Why 6:9-11). Seperti halnya dengan Kristus, mereka tidak mungkin
menyerahkan dan menyalibkan-Nya tetapi Allah Bapa dan diri-Nyalah yang menyerahkan. Kita lihat di
dalam providensia seperti ini bahwa Allah mengontrol sejarah.

Kristus mati mendamaikan kita dengan Allah, seharusnya kasihnya yang besar ini membuat kita sadar
bahwa Ia telah membeli kita ulang sehingga kita bukan milik kita sendiri tetapi milik Kristus, Kristus pun
menjadi milik kita bukan untuk sementara tetapi selamanya. Di dalam hidup kita biarlah kita mau sadari hal
ini. Dalam 1 Kor 6:19-20 dikatakan, "Atau tidak tahukah kamu, bahwa tubuhmu adalah bait Roh Kudus …
Sebab kamu telah dibeli dan harganya telah lunas dibayar: Karena itu muliakanlah Allah dengan tubuhmu!"
Kita harus sepenuhnya sadar bahwa diri kita sepenuhnya adalah milik Tuhan dan kita harus persembahkan
4 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

untuk Tuhan. Seperti seorang Baptis yang bernama Charles H. Spurgeon dan Pdt. Stephen Tong, mereka
coba terus gerak, kerjakan sehingga mereka merupakan orang yang Tuhan pakai menjadi bara yang terus
membawa banyak orang mengenal Tuhan, terus dikuatkan melayani karena siang malam yang menjadi
pikiran mereka hanya satu fokus bahwa hidupnya adalah milik Kristus dan seumur hidupnya segalanya
dipersembahkan pada Tuhan. Kalau kita perhatikan dalam Kitab PB, hanya dua orang yang sanggup berkata
sudah selesai yaitu Kristus (Yoh 17:3-4) dan Paulus (2 Tim). Seumur hidup menjadi milik Tuhan, mengerjakan
yang Tuhan percayakan dengan sungguh-sungguh (Kis 14:19-20).

Mengapa komunis dapat begitu cepat hingga pertengahan abad 20 ia hampir melanda seluruh dunia? John
White dan Billy Graham pernah mengkutip artikel tulisan surat seorang kader komunis kepada pacarnya
yang memutuskan untuk mengabdi sepenuhnya kepada komunis. Bahkan ia rela dipenjara dan digantung
asalkan komunis berkembang. Saudara bayangkan, kita menjadi orang Kristen seperti apa? Sungguhkah
cinta kita pada Kristus?

Saudara sebagai orang kristen harus pernah memikirkan, doakan dan gumulkan, apakah Tuhan panggil
saudara menjadi hambanya secara full time atau menjadi saksi Tuhan dalam bidang tertentu. Kalau Tuhan
panggil saudara dalam bidang tertentu, tetap Tuhan menjadikan saudara sebagai saksi dan garam di
lingkungan saudara. Satu hal yang penting adalah total penyerahan hidup. Biarlah saudara jelas, karena
hidup kita secara ciptaan dan tebusan milik Dia. Kita tidak perlu mengkhawatirkan masa depan karena
seluruh sejarah dikontrol oleh dia. Biarlah Tuhan menolong kita sekali lagi untuk mempersembahkan hidup
kita sepenuhnya kepada Tuhan.

Amin!
5 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

K
Keep
paas
sttiia
ann jja
ammiin
naan
nkkrriis
stte
enn
Oleh: Pdt. Sutjipto Subeno

Nats: Efesus 1:12-14

12 Supaya kami, yang sebelumnya telah menaruh harapan pada Kristus, boleh menjadi puji–
pujian bagi kemuliaan–Nya.
13 Di dalam Dia kamu juga––karena kamu telah mendengar firman kebenaran, yaitu Injil
keselamatanmu––di dalam Dia kamu juga, ketika kamu percaya, dimeteraikan dengan Roh
Kudus, yang dijanjikan–Nya itu.
14 Dan Roh Kudus itu adalah jaminan bagian kita sampai kita memperoleh seluruhnya, yaitu
penebusan yang menjadikan kita milik Allah, untuk memuji kemuliaan–Nya.

Di tengah kehidupan yang tidak pasti, manusia sangat membutuhkan kepastian. Di dalam ketidakpastian
selalu terjadi kepanikan, kebingungan dan tidak memiliki pegangan yang pasti, sehingga kita mudah
diombang-ambingkan oleh berbagai macam angin pengajaran, permainan palsu manusia (bnd Ef 4:14).

Di tengah ketidakpastian ini, orang Kristen tidak seharusnya memiliki naturalitas yang sama seperti orang
yang tidak percaya. Paulus, ketika belum kembali kepada Kristus tidak memiliki pegangan yang kokoh.
Namun, setelah Paulus kembali kepada Kristus, dia memiliki pegangan dan arah yang jelas. Mengapa?
Karena Paulus mengerti secara mendalam Siapa yang dia percaya. Dalam 2 Tim 1:12 Paulus mengatakan,
"Aku tahu kepada Siapa aku percaya."

Hal ini juga dibuktikan oleh Paulus di dalam Efesus 1:12, "supaya kami yang sebelumnya menaruh harapan
kepada Kristus." Kata ‘yang sebelumnya telah menaruh harapan,’ menggunakan kata proelpizo. Di sini
seolah-olah memberikan urutan ‘yang sebelumnya telah menaruh harapan pada Kristus.’ Sebenarnya,
istilah ini berarti ‘pra-harapan-nya pada Kristus’. Istilah yang dipakai di sini hanya satu kata dan kata ini
(proelpizo) hanya dipakai satu kali di dalam seluruh Alkitab PB. F.F. Bruce seorang eksegeses yang sangat
ternama menyoroti kata ini. Dia mengatakan proelpizo ini bukan mengajarkan satu harapan yang ada
embel-embel-nya tetapi juga bukan merupakan suatu masalah lalu kita berharap. Pra-harapan ini
merupakan suatu presaposisi yaitu satu dasar harapan yang dipegang lebih dahulu. Jadi ini bisa
dikategorikan sebagai pegangan dasar, artinya apapun yang dibangun disana saya pegang ini dahulu. Jadi
kata proelpizo digunakan oleh Paulus berarti sudah memiliki pegangan pertama yaitu di dalam Kristus.
Kemudian di dalam ay. 13 ditambah lagi, "di dalam Dia kamu juga."

Paulus mengatakan, "aku tahu kepada siapa aku percaya (2 Tim 1:12)." Ini menjadi pra-harapan Kekristenan.
Ini bukan pengharapan yang mudah-mudahan dan tidak ada kepastian yang pasti. Pra-harapan ini
6 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

memberikan suatu kepastian yang tidak bisa diganggu gugat. Dasarnya dapat kita lihat di dalam Ef 1:12-14.
Dalam bagian ini Paulus menjelaskan mengapa jaminan kepastian tidak bisa diganggu gugat. Hal ini berbeda
dengan para futurologi-futurologi yang bisa keliru, karena seringkali banyak faktor "x" yang berada di luar
pertimbangan mereka.



Pertama, jaminan keselamatan. Di dalam Efesus 1:12, "supaya kami yang sebelumnya menaruh
pengharapan pada Kristus boleh menjadi puji-pujian bagi kemuliaan-Nya." Dan di dalam ayat 13 dikatakan,
"di dalam Dia kamu juga - karena kamu telah mendengar firman kebenaran yaitu Injil keselamatanmu - di
dalam dia kamu juga, ketika kamu percaya." Kekristenan dimulai dengan karya Yesus. Di sini oknum kedua
menjadi patokan jaminan pertama. Di sini seluruh pengharapan yang dijanjikan dipegang oleh oknum
kedua yaitu Kristus yang menjadi dasar Injil keselamatan dan menjadi dasar firman kebenaran yang kita
pegang. Ini adalah dasar epistemologi Kristen yang sangat kokoh. Epistemologi yang dimaksud di sini adalah
patokan, prinsip mengerti kebenaran yang paling benar.

Di dalam dunia kita tidak cukup hanya mengatakan ini benar. Ini harus dipertajam dengan kata yang
"benar-benar, benar". Mengapa ada yang "benar-benar, benar," karena ada yang "benar-benar tidak
benar". Dan juga ada yang "tidak benar-benar tidak benar." Mengapa bisa demikian? Jawabannya,\ karena
dunia kita penuh penipuan. Sehubungan dengan hal ini Alkitab menggunakan satu paralel dari firman
kebenaran dan Injil keselamatan. Jika kita mempelajari ay. 13 dikatakan, "di dalam Dia engkau sudah
mendengar firman kebenaran.’ Lalu ditambah lagi di dalam Dia yaitu Kristus engkau mendapat Injil
keselamatan. Di sini Injil keselamatan dan firman kebenaran diidentikan. Tanpa penebusan oleh darah
Kristus tidak ada Kekristenan sejati. (Ef 1:6-7 dan 14). Di sini kita mendapat jaminan yang paling kuat secara
epistemologi karena kebenaran didirikan di atas Kristus bukan di dalam diri manusia. Manusia tidak
mungkin menemukan kebenaran karena manusia bukan sumber kebenaran sehingga manusia tidak boleh
dijadikan patokan kebenaran. Inilah kesalahan Hawa ketika jatuh dalam dosa.

Oleh sebab itu manusia harus kembali kepada kebenaran sejati. Dan kebenaran sejati ini bukan hukum.
Kebenaran sejati ini hanya satu yaitu Kristus (Kis 4:12). Dan ketika Yesus ada di dalam dunia dia berkata,
"Akulah jalan dan kebenaran dan hidup. Tidak ada seorangpun yang datang kepada Bapa, kalau tidak
melalui aku." Kata yang dipakai untuk ‘kebenaran’ di sini tidak menggunakan kata righteousness tetapi
menggunakan kata aleiteia artinya Truth. The Truth artinya kebenaran asasi atau hakekat. Ini tidak bisa
diganggu gugat. Jadi, Kekristenan memiliki kekuatan epistemologi karena kebenaran Kekristenan di
dasarkan pada kebenaran di atas saya yang sudah dikerjakan melalui penebusan darah Kristus.

Kedua, melalui Roh Kudus. Dalam Efesus 1:13b dikatakan, "di dalam Dia kamu juga, ketika kamu percaya,
dimeteraikan dengan Roh Kudus, yang dijanjikan-Nya itu." Pada bagian kedua ini jaminan kepastian tidak
hanya berhenti pada titik tolaknya saja tetapi juga di dalam prosesnya. Roh kudus oknum ketiga dari Allah
Tritunggal tinggal di dalam diri manusia yang menjadi meterai yang menjamin. Kepastian kita di sini dijamin
oleh meterai yang sah.

Ketiga, Allah Bapa adalah jaminan kita (ay. 14). Kita di jamin oleh Allah tidak hanya berhenti pada titik awal
melainkan proses ini harus berhenti di dalam titik akhir yaitu pada waktu kembalinya kita kepada Allah
untuk memuji kemuliaan-Nya. Pada waktu itu jaminan ini dijamin kembali ke dalam kepenuhan total ketika
kita dipersatukan kembali di dalam Allah Bapa. Dalam ayat 14 ini Allah Tritunggal sendiri menjadi kepenuhan
bagi kita yang menjadi jaminan yang tidak bisa diganggu gugat.
7 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

Adakah jaminan yang lebih besar dari hal di atas? Dapatkah manusia menjamin kita dengan jaminan yang
pasti. Tentu tidak ada. Karena banyak faktor "x" yang akan terjadi dan berada di luar kemampuan manusia.
Hanya di dalam Allah Tritunggal kita memiliki jaminan yang pasti, dari mulai titik pertama sampai dengan
titik akhir.

Semua jaminan di atas tidak dapat dilepaskan dari providensia Allah yaitu Allah yang memelihara,
menolong, menjamin, dan menopang anak-anak Tuhan untuk bisa mendapatkan kepastian yang paling
kokoh di tengah dunia yang berproses secara sejarah. Di tengah dunia yang tidak ada kepastian, anak-anak
Tuhan diberikan suatu jaminan yang tidak bisa diganggu gugat yaitu jaminan pemeliharaan Allah.
Providensia Allah dikembangkan begitu kuat di dalam teologi reformed.

Alkitab melihat Kekristenan dimulai dengan pengorbanan Allah demi untuk menyelamatkan manusia. Inilah
manifestasi kasih yang begitu besar yang bisa dirasakan dan dinikmati oleh manusia. Dengan cinta kasih
yang begitu besar Tuhan membimbing anak-anakNya untuk kembali kepada jalur yang seharusnya sesuai
dengan maksud Pencipta. Untuk hal inilah Allah Tritunggal berperan aktif di dalam memberikan jaminan
kepada anak-anak Tuhan. Ini merupakan anugerah yang begitu besar.

Namun seringkali anugerah atau cinta kasih yang begitu besar ini diresponi secara keliru oleh manusia.
Seharusnya, justru ketika Tuhan memberikan jaminan yang begitu besar, ketika Allah mengorbankan
Anaknya untuk menebus dosa kita, ketika Allah tritunggal di dalam penebusan menjamin kita mulai dari
titik awal sampai pada proses dan akhirnya, ini mendorong dan menjadikan kita lebih taat dan lebih setia.
Namun, Jika ada orang yang mengatakan telah menerima anugerah Tuhan yang begitu besar namun telah
menyalahgunakan anugerah tersebut dengan berbuat dosa sesukanya maka hal ini menunjukkan orang
tersebut belum diselamatkan. Dengan kata lain orang tersebut tidak berada di dalam jalur Allah. Marilah
kita sebagai anak-anak Tuhan di tengah krisis seperti ini Tuhan memberi kekuatan kepada kita untuk tetap
berjalan dalam jalur Tuhan.

Biarlah providensia Allah jaminan melalui Yesus Kristus melalui Roh Kudus dan melalui Bapa ketiganya
menjadi kekuatan yang membuat kita tidak menyimpang dari jalan Allah.

Hidup di tengah dunia membutuhkan jaminan yang pasti. Untuk ini kita membutuhkan landasan yang
kokoh dan mutlak, agar kita tidak diombang-ambingkan oleh badai kehidupan ini. Ketika kita menjadi orang
percaya kita tahu bahwa di dalam Kristus kita mendapat jaminan yang pasti dan kokoh. Keselamatan orang
Kristen dijamin bukan oleh manusia melainkan didasarkan pada kematian dan karya penebusan Kristus di
atas kayu salib. Jaminan ini tidak hanya berhenti pada satu titik. Allah memberikan jaminan yang bersifat
menyeluruh yang kita sebut sebagai total protection. Alkitab menjamin dari titik awal sampai kepada
penyempurnaan totalnya.

Jaminan pertama dijamin oleh Yesus Kristus, Allah oknum kedua. Namun proses ini tidak berhenti hanya
pada titik pertobatan saja. Hidup manusia adalah hidup yang terus diproses dan membutuhkan satu
jaminan yang pasti. Setiap orang yang ada di dalam Kristus berarti sudah dijamin oleh Injil Kristus. Di sini
kita sudah mendapatkan harapan pertama.

Jaminan kedua, orang yang percaya dijamin oleh Roh Kudus. Di dalam ayat 13 dikatakan, "Di dalam Dia
kamu juga - karena kamu telah mendengar firman kebenaran, yaitu Injil keselamatanmu - di dalam dia
kamu juga, ketika kamu percaya, dimeteraikan oleh Roh Kudus." Di dalam bagian kedua ini kita masuk
kepada jaminan dari Allah oknum ketiga dari Allah Tritunggal yang menjamin dan membuat kita berproses.
Juga di dalam Yoh 16:8-11, firman Allah mengatakan, "Aku akan pergi kepada Bapa dan Bapa akan
8 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

mengirimkan Roh Penghibur yaitu Roh Kudus untuk menyertai kamu selama-lamanya." Ayat ini
membicarakan prinsip kehadiran Roh Kudus di tengah dunia. Pada waktu Roh Kudus datang, Ia akan
menginsafkan dunia akan dosa, kebenaran dan penghakiman. Roh Kudus memeteraikan orang percaya
supaya kita boleh sadar akan dosa, kebenaran dan penghakiman. Tanpa Roh Kudus bekerja di dalam hidup
orang berdosa, maka orang tersebut tidak mungkin sadar akan dosa.

Namun orang yang insaf akan dosa belum berarti selesai dengan kebenaran. Tahu itu dosa maka harus tahu
juga apa itu kebenaran. Mengapa? Karena Roh kudus bekerja bukan hanya memberitahu dosa melainkan
juga menginsafkan orang tersebut akan kebenaran. Jadi seorang Kristen yang benar bukan hanya insaf akan
dosa melainkan memberikan solusi atas dosa. Di satu pihak kita mengerti yang salah, di lain pihak kita
mengerti bagaimana kita melangkah secara benar. Selanjutnya Roh Kudus menginsafkan kita akan
penghakiman. Dosa, kebenaran bukan tanpa resiko, di belakangnya ada penghakiman. Alkitab bukan hanya
memberitakan kasih Allah tetapi Alkitab juga dengan jelas memberitakan murka Allah baik dalam PL
maupun PB.

Jika kita dapat menangkap ketiga tugas dari Roh Kudus ini, barulah kita dapat menangkap fungsi dan tugas
Roh Kudus ketika Ia memeteraikan kita. Paulus menggunakan kata meterai di sini dengan bagus sekali. Pada
masa itu meterai memiliki dua pengertian besar.
a. Yang dimeteraikan, menjadi milik yang memeteraikan. Meterai yang dipakai tidak bisa diperjualbelikan
karena meterai ini ada di tangannya dan dipegang secara rahasia oleh pemilik meterai yang biasanya adalah
orang-orang berkedudukan. Meterai ini unik karena setiap pemilik memiliki materai yang berbeda. Maka
meterai yang dicap itu langsung menandai siapa yang memberi meterai. Dan materai yang sudah
dibubuhkan tidak bisa dicabut lagi. Dan apa yang dimeteraikan menjadi milik dari yang memeteraikan.
Waktu kita dimeteraikan kita tidak dimeteraikan oleh benda mati melainkan oleh Roh Kudus. Dengan
demikian jaminan kita adalah jaminan yang solid dan pasti yang tidak bisa diganggu gugat oleh siapapun.
Meterai ini menjadikan kita milik Allah. Dalam bahasa Yunani ayat ini menggunakan bentuk aorist pasif
negatif. Bentuk pasif artinya dari sisi manusia tidak ada unsur sama sekali. Pemeteraian ini dikerjakan
sepenuhnya oleh Allah sehingga dalam kasus ini manusia dalam keadaan pasif total. Sedangkan tenses-nya
menggunakan bahasa Yunani aorist tense artinya suatu kejadian yang terjadi hanya satu kali dimasa lampau
namun berdampak kekal selamanya. Pemeteraian Roh Kudus juga menggunakan bentuk aorist pasif. Ini
menggambarkan jaminan sepenuhnya dilakukan oleh Tuhan. Pemeteraian ini terjadi hanya satu kali namun
terus berdampak selama-lamanya. Roh Kudus akan tinggal di dalam kita sampai selama-lamanya.
b. Waktu kita dimeteraikan Roh Kudus bukan oleh meterai yang mati. Ini berarti relasi antara satu pribadi
dengan pribadi lain. Pemeteraian Roh Kudus menunjukkan bahwa kita berada di dalam pemilikan yang total
dari Allah.

Hal ini menjadi kekuatan yang membuat kita berhak hidup secara kuat di tengah dunia ini. Kita
dimeteraikan oleh Allah sehingga tidak ada sesuatupun yang berani mengutak-atik, yang berani mengutak-
atik langsung berurusan dengan yang memberikan meterai. Paulus menggunakan gambaran ini sehingga
orang-orang Efesus mengerti apa artinya dimeteraikan oleh Roh Kudus. Berani mengutak-atik meterai Roh
Kudus berarti berurusan dengan Tuhan Allah. Setiap orang Kristen sejati berada di dalam meterai Allah ini
berarti kita diproteksi oleh Tuhan Allah. Jadi ketika kita dimateraikan oleh Roh Kudus kita adalah milik Allah
yang harus bertanggungjawab kepada pemiliknya. Tuhan menginginkan kita memuliakan Dia. Untuk ini
Tuhan menjamin kita dengan Allah Roh Kudus di dalam diri kita dan menginsafkan kita. Itu sebabnya sangat
tidak masuk akal kalau kita tidak bertumbuh dan memuliakan Tuhan. Orang yang dimeteraikan oleh Roh
9 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

Kudus seharusnya insaf akan dosa, kebenaran dan penghakiman. Roh Kudus menjamin kita di dalam ayat 14
mengatakan, "Dan Roh Kudus itu adalah jaminan bagian kita sampai kita memperoleh seluruhnya, yaitu
penebusan yang menjadikan kita milik Allah, untuk memuji kemuliaan-Nya." Kalau Roh Kudus menjamin
kita, ini merupakan satu keterikatan untuk kita mendapatkan keseluruhannya. Ini sama seperti kita
membeli barang. Pada saat kita membayar uang muka maka barang tersebut sudah diikat dan tidak boleh
dijual kepada orang lain, sampai pembayaran sepenuhnya dilakukan. Demikian pula dengan meterai Roh
Kudus adalah meterai untuk proses menuju kepada konsumasi (penyempurnaan akhir). Uang muka yang
sudah dibayar tidak mungkin dilepas lagi dan ini terus diproses sampai kita mendapat keseluruhan
konsumasi yang digambarkan oleh Tuhan.

Pada waktu Roh Kudus memeteraikan kita ini bukan persoalan sehari atau dua hari melainkan persoalan
seumur hidup sampai kita mendapatkan keseluruhan. Alkitab mengatakan barang siapa setia sampai akhir,
dia akan mendapatkan mahkota kehidupan. Ini menjadi bukti seseorang itu dimeteraikan oleh Roh Kudus
atau tidak.

Waktu adalah ujian yang terindah. Tidak ada kesuksesan tanpa melalui ujian. Iman Kristen justru dibuktikan
ketika kita sedang krisis. Waktu kita hidup dalam beban yang berat, dalam kesulitan, ini merupakan satu
berkat. Di tengah-tengah kegelapan ini, kita bisa melihat siapa yang sejati, siapa yang palsu. Yang sejati
akan bertahan sampai akhir sedang yang palsu akan murtad. Yang benar-benar milik Tuhan, Roh Kudus
akan menjamin kita sampai mendapat keseluruhan bagian kita di dalam konsumasi. Di dalam Yoh 10:28-30 ini,
Yesus memberi jaminan kepada setiap orang percaya yang diberikan Bapa kepada-Nya tidak akan
kehilangan keselamatan melainkan akan mendapatkan hidup yang kekal selama-lamanya. Tidak ada
seorangpun yang dapat merebut orang percaya dari tangan Yesus Kristus.

Ketiga, jaminan dari Allah Bapa. Seluruh sasaran dari jaminan ini bukan hanya berhenti pada titik
pembayaran tetapi akan berakhir di dalam jaminan Allah Bapa sampai kita mendapatkan keseluruhannya
untuk kita memuliakan Dia. Ini menjadi sasaran akhir yang harus terjadi. Semua progres dari perjalanan
sejarah harus sampai kepada tujuan akhir yang telah direncanakan oleh Allah. Allah Bapa yang memiliki
kedaulatan, yang telah merencanakan dan menggarap persoalan ini sampai menuju titik akhirnya yaitu
semua yang percaya akan mencapai satu tujuan yaitu kita akhirnya boleh menjadi puji-pujian untuk
kemuliaan-Nya (ay. 14). Seluruhnya ini tidak mungkin bisa digagalkan oleh siapapun. Allah adalah Allah yang
berdaulat.

Ini seharusnya menjadi kekuatan bagi kita untuk menjadi saksi yang kokoh di tengah dunia yang rapuh ini.
Dan Allah menghendaki anak-anak-Nya hidup di dalam jalur yang telah disediakan olehnya bagi kita agar
kita boleh menggenapkan rencana-Nya untuk memuji kemuliaan-Nya.

Amin!
10 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

P
Peerrttu
ummb
buuh
haan
n iim
maan
nkkrriis
stte
enn
Oleh: Pdt. Sutjipto Subeno

Nats: Efesus 1: 15-23

15 Karena itu, setelah aku mendengar tentang imanmu dalam Tuhan Yesus dan tentang
kasihmu terhadap semua orang kudus,
16 akupun tidak berhenti mengucap syukur karena kamu. Dan aku selalu mengingat kamu
dalam doaku,
17 dan meminta kepada Allah Tuhan kita Yesus Kristus, yaitu Bapa yang mulia itu, supaya Ia
memberikan kepadamu Roh hikmat dan wahyu untuk mengenal Dia dengan benar.
18 Dan supaya Ia menjadikan mata hatimu terang, agar kamu mengerti pengharapan apakah
yang terkandung dalam panggilan–Nya: betapa kayanya kemuliaan bagian yang
ditentukan–Nya bagi orang–orang kudus,
19 dan betapa hebat kuasa–Nya bagi kita yang percaya, sesuai dengan kekuatan kuasa–Nya,
20 yang dikerjakan–Nya di dalam Kristus dengan membangkitkan Dia dari antara orang mati
dan mendudukkan Dia di sebelah kanan–Nya di sorga,
21 jauh lebih tinggi dari segala pemerintah dan penguasa dan kekuasaan dan kerajaan dan
tiap–tiap nama yang dapat disebut, bukan hanya di dunia ini saja, melainkan juga di dunia
yang akan datang.
22 Dan segala sesuatu telah diletakkan–Nya di bawah kaki Kristus dan Dia telah diberikan–
Nya kepada jemaat sebagai Kepala dari segala yang ada.
23 Jemaat yang adalah tubuh–Nya, yaitu kepenuhan Dia, yang memenuhi semua dan segala
sesuatu.

Prestasi Proses Pertumbuhan Iman Kristen

Di dalam Ef 1:3-14, Paulus membukakan visi, arah, inti, hakekat dan kondisi orang Kristen. Sedangkan di
dalam Ef 1:15-23 sampai pasal 6, Paulus membicarakan bagaimana proses itu bisa dijalankan dan bagaimana
kehidupan ini bisa digarap. Seringkali kita berada di dalam kesenjangan. Di satu sisi Alkitab mengajarkan
konsep yang begitu indah dan ideal. Namun di lain sisi realita kehidupan tidak sama dengan yang
digambarkan dalam Alkitab.

Tidak heran, dalam kondisi seperti ini banyak orang Kristen yang berada dalam dualisme. Mereka
mengatakan, "Teorinya bagus tapi sayang tidak bisa dijalankan. Tidak ada orang yang bisa melakukannya."
Di satu sisi kita memikirkan yang ideal namun tidak mendarat di bumi. Di sisi lain kita mendarat di bumi
tetapi membuang yang ideal. Di tengah-tengah kedua tegangan ini, Paulus mengajarkan bahwa kedua
elemen tersebut tidak bisa dilepaskan dari hidup manusia. Di satu pihak, ideal merupakan konsep dasar
yang harus menjadi arah bagi hidup manusia, sedangkan di lain pihak realita merupakan keberadaan dasar
11 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

di mana kita harus berproses sehingga kedua bagian ini tidak bisa dipisahkan. Hanya, bagaimana kita
mengharmoniskan kedua hal di atas.

Dalam Ef 1:3-23, kita melihat Paulus adalah orang realistis-idealis. Paulus tahu persis realita itu seperti apa.
Paulus realistis karena dia sendiri sadar bahwa dia sendiri tidak sempurna. Di dalam tulisan-tulisannya kita
melihat seringkali Paulus mengecam dirinya sendiri sebagai orang yang hina. Di sini kita melihat Paulus
realistis di dalam melihat dirinya. Namun Paulus tidak berhenti hanya di dalam kondisi realistis ini
melainkan dia juga melihat satu konsep ideal (ini sudah dibahas dalam Ef 1:3-14).

Di antara konsep realistis-idealis ini ada satu jembatan indah yaitu konsep pertumbuhan. Dalam Ef 1:15-23
ini, Paulus membicarakan konsep realistis. Paulus mengatakan, "Ketika aku mendengar tentang kamu,
mendengar tentang imanmu dalam Tuhan dan tentang kasihmu kepada semua orang kudus, aku
mengucap syukur karena kamu." Keadaanmu, situasimu, kondisimu, ini real. Kehidupan Kristen adalah
kehidupan yang konkrit. Kehidupan yang terus berjalan di tengah dunia yang nyata, di depan semua orang
dan disaksikan oleh siapapun. Pada waktu Paulus masuk ke dalam kondisi realita dia mulai melihat suatu
keindahan pertumbuhan iman Kristen.

Di dalam bagian ini kita akan melihat dan merenungkan satu konsep pertumbuhan. Mengapa pertumbuhan
ini kita sebut sebagai prestasi kehidupan? Di sini kita melihat beberapa hal.

Pertama, Paulus sangat menghargai pertumbuhan. Ketika Paulus mendengar kabar tentang iman jemaat
Efesus yang bertumbuh baik dalam iman dan kasih. Paulus bersyukur dan memuji Tuhan. Di dalam bagian
ini saya melihat pertumbuhan orang Kristen sebagai suatu prestasi, artinya suatu pertumbuhan perlu
dihargai, diperhatikan, dilihat dan dinilai oleh setiap orang di dalam kehidupan kita secara ideal.
Pertumbuhan orang Kristen adalah pertumbuhan yang berkaitan dengan orang lain. Itu sebabnya Paulus
bisa mengerti keadaan jemaat Efesus karena ada yang melaporkan karena orang itu mendengar, melihat,
menyaksikan dan memberikan laporan.



1. Pada waktu menjadi orang Kristen dia langsung mau menjadi sempurna. Akibatnya orang seperti ini
selalu menuntut orang lain sempurna. Celakanya kalau hal ini juga ditujukan kepada dirinya;
2. Kekristenan hanya satu predikat yang ditempelkan yaitu saya orang Kristen. Orang seperti ini hidup
tidak menuntut perubahan. Jadi dulu begitu sekarangpun begitu. Kedua golongan ini tidak pernah
menghargai pertumbuhan.

Paulus adalah orang yang sangat menghargai pertumbuhan rohani. Oleh sebab itu Paulus sangat
menghargai realita. Namun kondisi realita yang dimengerti Paulus bukan kondisi yang berhenti statis. Bagi
Paulus realistis tidak berarti statis melainkan suatu proses yang bertumbuh terus. Ketika seorang Kristen
tidak bertumbuh berarti dia sedang menuju kepada kematian. Pdt. Stephen Tong mengatakan, "Selama kita
hidup kita masih mempunyai kemungkinan untuk berubah." Hanya benda mati yang tidak berubah dan
bertumbuh. Pertumbuhan adalah tanda dari hidup.

Kedua, Paulus bukan hanya memuji jemaat Efesus. Paulus juga menyadarkan mereka dengan satu
permohonan yang tulus, "dan aku senantiasa mengingat kamu dalam doaku. Dan meminta kepada Bapa
yang mulia itu supaya memberikan kepadamu Roh hikmat dan wahyu." Bentuk kalimat yang dipakai di sini
menggambarkan satu permohonan yang serius dengan sungguh-sungguh meminta agar Tuhan memberikan
kepada mereka Roh hikmat dan wahyu supaya mereka bisa bertumbuh.
12 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

Pertumbuhan bukanlah hal yang sederhana. Pertumbuhan membutuhkan satu pergumulan dan
pertolongan dari Tuhan. Pertumbuhan membutuhkan hikmat, kuasa dan wahyu dari Tuhan Allah. Seorang
yang bertumbuh tidak bisa diam saja. Tuhan menuntut kita untuk kembali kepada firman, kembali kepada
wahyu dan bijaksana Tuhan. Untuk ini dibutuhkan dua kunci besar yaitu pertama bijaksana dan kedua
mengerti kebenaran. Kedua wahyu dari Tuhan ini merupakan patokan kebenaran dari arah pertumbuhan
rohani kita. Hanya melalui kedua hal ini kita baru bisa bertumbuh dengan baik. Proses pertumbuhan tidak
terjadi begitu saja. Dalam pertumbuhan dibutuhkan hikmat Tuhan. Alkitab mengatakan menjadi orang
Kristen bukan orang yang mimpi. Menjadi orang Kristen adalah menjadi orang Kristen sebagaimana
dikatakan oleh Roma 12:1-2, diperbaharui akal-budi-nya.

Konsep mind (pikirannya) harus diperbaharui, dibentuk, diajar, kembali kepada Tuhan, dan meminta kepada
Tuhan Roh bijaksana. Sama seperti Salomo minta bijaksana kepada Tuhan. Tuhan sangat menghargai
permintaan ini.

Bijaksana tidak bisa dilepaskan dari standar yang menjadi arah dan pegangan dari pada bijaksana. Standar
bijaksana ini bukan dunia tetapi wahyu dari Tuhan Allah. Inilah fungsi dan tugas Alkitab yang diberikan
kepada kita supaya kita mempunyai bijaksana. Wahyu dan bijaksana tidak bisa dipisahkan. Memiliki bijak
tetapi tidak memiliki wahyu tidak bisa berfungsi sama sekali. Demikian juga memiliki wahyu tapi tidak
mempunyai bijak tidak bisa apa-apa. Alkitab dengan hikmat dari Roh Kudus diberikan oleh Roh yang sama.
Roh Kudus menggunakan dua cara secara berpadu supaya orang Kristen bisa bertumbuh dengan baik di
dalam iman. Itu sebabnya Paulus berdoa agar Tuhan memberikan kepada jemaat Efesus Roh hikmat dan
wahyu (Ef 1:17), kalau tidak ada kedua unsur ini kerohanian kita pasti menurun (Bnd why 2).

Ketiga, Paulus juga tahu dibutuhkannya kuasa untuk bisa bertahan di dalam pertumbuhan hidup. Untuk
kita bisa bertumbuh dengan baik dibutuhkan kuasa yang besar yaitu kuasa yang membangkitkan Kristus
dari antara orang mati. Kuasa ini harus ada dalam hidup kita untuk bisa bertumbuh. Kuasa yang diberikan di
sini bukan hanya sekedar main kuasa. Kuasa yang diberikan di sini, di dalam Injil Yohanes diperjelas supaya
kita bisa menjadi anak-anak Allah (Yoh 1:12).

Supaya kita bisa menyatakan kepada dunia suatu kehidupan yang mencerminkan sifat Allah. Kuasa yang
tidak membuat kita jatuh dalam dosa. Kuasa yang bisa mempertahankan kita hidup dalam kebenaran dan
yang membuat kita bisa bertahan di dalam aniaya apapun dengan tidak meniadakan iman kita. Sebagai
manusia kita lemah dan tidak memiliki kekuatan kecuali Kristus hidup di dalam kita dan kita hidup di dalam
Kristus. Waktu kita berada di dalam Tuhan, kuasa itu justru membuat kita hidup beres dan menjadikan kita
bertumbuh terus semakin hari semakin suci. Hidup semakin hari semakin ketat dalam integritas hidup.
Hidup semakin hari semakin sanggup melihat lubang-lubang dan tipuan-tipuan dalam masyarakat yang
makin merusak kita. Waktu itulah pertumbuhan iman kita bisa lebih maju. Pengharapan kita bisa lebih
kokoh.

Melalui tiga konsep di atas, Tuhan menuntut kita untuk seperti Paulus belajar menjadi realistis-idealis,
menjadi orang yang mengerti realita, tetapi seorang yang mengarah secara ideal. Kiranya Tuhan memimpin
kita di tengah realita hidup yang sulit ini sehingga kita boleh menjadi benih yang baik dan mengalami proses
pertumbuhan yang baik. Dengan demikian kita dapat mengumandangkan berita yang harum.
13 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

Elemen-elemen Pertumbuhan Iman Kristen

Seorang Kristen sejati bukan seorang yang statis dan juga bukan orang yang sempurna. Seorang Kristen
sejati adalah seorang yang terus berproses. Dari realita menuju ideal yang Tuhan inginkan. Memahami
proses antara realita di sini dengan ideal di sana kita perlu mengerti elemen-elemen pertumbuhan. Hal ini
dibicarakan oleh Paulus dalam Ef 1:15-23.

Di dalam Ef 1:15-23 ini, kita menemukan enam elemen yang menjadi dasar pertumbuhan.



Pertama, Iman di dalam Kristus (ay. 15); kedua, Kasih terhadap semua orang kudus (ay. 15); ketiga Roh
hikmat (ay. 17); keempat Wahyu (ay. 17); kelima Pengharapan di dalam panggilan Kristus (ay. 18); keenam
Kuasa Kebangkitan Kristus (ay. 19). Keenam hal ini harus berproses di dalam hidup kita. Jika keenam elemen
ini bertumbuh dengan baik, itu membuktikan Gereja tersebut sukses. Penilaian Allah tentang kriteria
kesuksesan Kristen berbeda dengan penilaian manusia. Kesuksesan Gereja menurut pandangan manusia
seringkali diukur secara mekanis dengan kriteria yang bisa diukur dan secara fenomena. Ini terjadi karena
kita seringkali dibentuk oleh format dunia.

Contoh, ketika Saul ditolak oleh Tuhan, maka Tuhan mengutus Samuel ke rumah Isai untuk mengurapi salah
satu anak Isai menjadi raja. Ketika Samuel melihat anak-anak Isai, kita melihat justru apa yang dinilai oleh
Samuel berbeda dengan penilaian Tuhan. Samuel melihat apa yang kelihatan sedangkan Tuhan melihat hati
manusia. Bagi Samuel Daud tidak cocok menjadi raja tetapi itulah yang Tuhan pilih.

Jadi prinsip kesuksesan Kristen adalah kembalinya seseorang di dalam proses yang Tuhan kehendaki.
Kesuksesan Kristen tergantung pada proses pertumbuhan dari keenam elemen yang Paulus bicarakan
dalam Ef 1:15-23. Bertumbuh dalam iman, kasih, hikmat, wahyu, pengharapan, dan di dalam kuasa
kebangkitan. Keenam elemen ini harus bertumbuh di dalam hati kita. Inilah tanda dari seorang Kristen
sejati. Oleh sebab itu Gereja wajib melakukan semua daya agar keenam elemen ini bisa bertumbuh. Hanya
dengan demikian orang-orang Kristen bisa menjadi contoh di tengah dunia.

Sekarang mari kita telusuri mulai dari poin pertama. Di dalam bagian pertama yang Paulus soroti adalah
iman di dalam Kristus. Hal ini penting karena prinsip pertumbuhan Kristen di mulai dari iman kepada
Kristus. Ini tidak bisa diganggu gugat. Iman merupakan basis dari semua cara berpikir kita dan kehidupan
kita. Di dalam bidang apapun kita memulainya dengan iman. Misalnya, seorang ilmuwan sejati dimulai
dengan iman bukan rasio. Ketika kita mempelajari baik ilmu pengetahuan maupun filsafat kita akan mulai
dengan paradigma. Paradigma di sini istilah lain untuk iman. Pengertian paradigma adalah satu set
kepercayaan yang dipegang pertama menjadi hipotesa untuk melakukan segala sesuatu. Hipotesa ini
sendiri belum dibuktikan kebenarannya. Tidak ada satu ilmu pengetahuan yang tidak mulai dengan iman.
Fakta membuktikan kita memulai sesuatu dengan iman. Sejak di bangku sekolah kita mulai dengan iman,
misalnya 2 + 2 = 4 kita percaya tanpa ragu. Apa yang guru kita katakan kita percaya tanpa kita menguji dan
membuktikan kebenarannya.

Celakanya di tengah dunia ini kita berdiri di atas iman yang diterpa oleh filsafat postmodern yang bersifat
relatif. Apa yang aku percaya dengan yang kamu percaya, dua hal yang berbeda. Iman ini bersifat subyektif.
Celakanya kondisi ini bukan hanya dialami oleh orang-orang di luar Kekristenan. Hal ini terjadi juga di dalam
Kekristenan. Itu sebabnya kita perlu mengerti iman dengan benar.
14 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

Di dalam Ef 1:15, Paulus membicarakan konsep iman yang menyeluruh. Hari ini kita akan menelusuri sedikit
demi sedikit dalam kitab Efesus ini. Pertama, Paulus mengatakan, "iman sejati adalah iman yang harus
terkait dengan Kristus (ay. 15). Jika kita bandingkan dengan Ef 4:13, maka tujuan hidup kita adalah sampai
kita semua telah mencapai kepenuhan iman.

Iman di sini merupakan satu proses dari titik awal hingga titik akhir. Di sini Paulus menuntut kesatuan iman
dan pengetahuan yang benar tentang Anak Allah. Kaitan antara iman dengan pengertian yang benar
tentang Kristus merupakan dua hal yang tidak bisa dilepaskan. Pengertian iman jika tidak kembali kepada
Kristus yang sejati berarti bukan iman Kristen.

Di dalam Roma 1, membicarakan bahwa hidup Kristen dimulai dari iman menuju kepada iman (Rm 1:16-17).
Di sini prinsip kebenaran Allah dimulai dari iman menuju kepada iman. Di dalam Why. 2, jemaat Efesus dipuji
karena mereka tidak sembarangan mempermainkan dan menjual iman mereka ketika rasul-rasul palsu
mencoba mempengaruhi mereka. Hanya sayang kasih mereka kemudian luntur.

Kedua, iman bukan sekedar iman yang kembali kepada Kristus dan pengenalan yang sejati kepada Kristus.
Yang kedua, iman harus mencapai integritas iman. Iman yang sejati haruslah iman yang mempengaruhi
seluruh pikiran dan hidup kita. Ketika kita mendengar firman Tuhan seringkali timbul benturan. Benturan ini
merupakan benturan iman. Kita hanya melihat fenomena terbenturnya konsep tetapi sebenarnya
terbenturnya akar. Ketika hal ini terjadi kita mengalami konflik. Akibatnya Iman menjadi iman yang tidak
bersatu. Iman hanya bersifat permukaan dan iman tidak menggarap persatuan yang sejati. Padahal dalam
ayat ini, Yesus menuntut kesatuan iman. Iman sejati harus terimplementasi secara integritas dan inilah
yang dituntut dari kita setiap orang Kristen. Kita hidup di tengah-tengah situasi relatif dan subyektif. Dan ini
sangat berpengaruh di dalam Kekristenan sendiri. Jika imanku dengan imanmu berbeda, lalu bagaimana?
Tidak usah ribut-ribut yang penting kita bersatu. Di sini terjadi penggabungan namun bukan integrasi yang
sejati. Di sini kelihatannya bersatu namun belum mencapai kesatuan iman yang sesungguhnya. Belum
kembali kepada pengenalan Kristus yang sejati.

Paulus tegas sekali dalam hal ini. Pengetahuan iman tentang Kristus harus dibereskan. Masalahnya, siapa
yang melakukan? Di dalam Ef 4:11-12 jawabannya jelas bahwa setiap orang Kristen harus menggarap
imannya. Pendeta, penginjil, pengajar, semua Tuhan berikan untuk memperlengkapi jemaat Tuhan. Gereja
yang sejati adalah Gereja yang mendidik setiap jemaat untuk belajar firman Tuhan dengan baik. Gereja
yang tidak mendidik setiap jemaat untuk belajar firman dengan baik berarti Gereja itu lumpuh. Tugas
mengerti firman Tuhan dengan baik adalah tugas jemaat. Gereja Reformed Injili berdiri menegakkan firman
Tuhan dan kita tidak main-main.

Tuhan menugaskan kita untuk memperlengkapi diri supaya kita bisa menjadi alat Tuhan di dalam
pembangunan tubuh Kristus. Setiap orang Kristen harus mencapai kesatuan iman. Setiap orang Kristen
harus mendapatkan pengetahuan yang benar tentang anak Allah. Setiap orang Kristen harus mencapai
kedewasaan penuh dan mencapai kepenuhan yang sesuai dengan kepenuhan Kristus. Ini yang dituntut
dalam Efesus 4.

Ketiga, Iman sejati bukan sekedar diintegrasikan tetapi iman sejati harus bertahan di dalam penderitaan
dan kesengsaraan. Di tengah-tengah berbagai macam terpaan badai dan berbagai iming-iming kemanisan
dunia yang berdosa. Di sinilah Kekristenan diuji dalam dua hal.
1. Dengan penderitaan dan kerelaan kita untuk berkorban demi Kristus. Ini membuktikan seberapa
jauh kita mengenal Kristus (bnd II tim 1:12). Iman kita kepada Dia menyebabkan kita berani untuk menderita
15 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

semuanya ini. 2 Tim 3:12 mengatakan, "Memang setiap orang yang mau beribadah di dalam Kristus Yesus
akan menderita aniaya. "Ajaran mengenai penderitaan ini berulang kali diajarkan dalam PB.
2. Barang siapa mempunyai pengetahuan iman yang sejati di dalam Kristus, dia tidak mudah
dijatuhkan di dalam berbagai-bagai pencobaan dan iming-iming dunia ini. Hari ini banyak orang Kristen
dijatuhkan oleh berbagai iming-iming dunia, misalnya oleh materialisme. Seberapa jauh pengenalan kita
kepada Kristus sejauh itu jugalah kita bisa melatih dan mendidik iman kita untuk tetap bertahan dan tidak
mudah dipancing dengan berbagai macam pancingan dunia ini.
Iman yang sejati adalah iman yang terbentuk menjadi satu keutuhan yang saling mengikat satu sama lain.
Dan ini dibuktikan di dalam praktika hidup kita di tengah pencobaan dan tipuan dunia baik melalui
kekerasan maupun melalui pancingan manis. Jika ini terjadi berarti iman kita sedang bertumbuh menuju
kesempurnaan yang bertolak dari iman dan memimpin kepada iman. Orang benar akan hidup oleh iman.

Elemen Kedua Pertumbuhan Iman Kristen

Kehidupan Kristen berada dalam dua titik yang harus kita perhatikan. Pertama titik ideal yang menjadi
sasaran kesempurnaan yang Tuhan tetapkan berdasarkan Firman. Ini merupakan sesuatu yang agung dan
mulia. Kedua, Alkitab mengajarkan kepada kita adanya titik realita. Sebagai manusia kita sadar tidak ada
manusia yang sempurna. Oleh sebab itu kita masih terus menerus diproses dalam proses pengudusan.

Kekristenan melangkah dengan menggabungkan kedua titik tersebut yaitu titik realita dan titik ideal.
Betapa celaka kalau di tengah dunia yang berproses ini ternyata kita sudah sampai pada titik sempurna. Di
sini kita menghadapi dua konflik yang besar. Di satu sisi manusia harus berhenti di tengah proses. Di lain sisi
manusia harus terus berproses. Pertanyaannya, "Jika manusia sudah mencapai kesempurnaan lalu masih
harus berproses, maka manusia harus berproses ke mana?" Jawabannya hanya satu yaitu menuju
ketidaksempurnaan. Ini berarti manusia mengalami degradasi, kemerosotan dari proses.

Tuhan membiarkan kita terus berproses di tengah dunia yang berproses agar kita terus bertumbuh.
Sekarang yang menjadi masalah, apa yang harus bertumbuh? Dalam Ef 1:15-23, kita menemukan enam
elemen yang harus menjadi bagian dari proses pertumbuhan kita. Keenam elemen ini tidak boleh satupun
diabaikan. Seluruh elemen ini merupakan elemen yang saling terjalin satu sama lain. Keenam elemen ini
tidak bertumbuh secara otomatis, tetapi harus terus digarap di dalam hidup kita.

Minggu lalu kita telah membicarakan elemen pertama yaitu iman. Iman yang sejati adalah iman yang
kembali kepada Kristus. Namun Iman sejati ini harus diimbangi dengan elemen kedua yaitu kasih. Dua
elemen ini adalah pembentuk iman Kristen yang pertama. Ini penting agar kita tidak salah di dalam
mengerti cinta kasih. Kasih yang harus kita garap sebagai orang Kristen berbeda dengan kasih yang
diajarkan dunia. Kasih menurut Alkitab adalah kasih yang unik dan terjadi hanya di antara orang kudus atau
anak-anak Tuhan.

Konsep Kasih menurut iman Kristen sangat unik dan bersifat esensial, berbeda dengan apa yang dimengerti
oleh dunia.



Pertama, Kasih yang sejati dimulai dari diri Allah sendiri. Alkitab mengatakan Allah adalah kasih. Ini
berbeda secara kualitatif dibandingkan kalau kita mengatakan Allah bersifat kasih, Allah mempunyai kasih,
atau Allah memberi kasih. Kasih yang dimengerti oleh iman Kristen adalah kasih yang bersifat personal dan
16 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

kasih yang identik dengan Allah sendiri. Ini juga menunjukkan bahwa semua kasih turunan yang ada di
dalam dunia ini bersumber dari kasih Allah. Kalau ada kasih di luar Allah itu pasti bukan kasih yang sejati.
Maka ini menjadikan Allah menjadi sumber satu-satunya dari kasih. Dan semua kasih yang dimengerti oleh
manusia harus kembali kepada Allah. Kasih Allah inilah yang menjadi dasar orang Kristen bisa mengasihi
(Bnd Yoh 3:16; Roma 5:6-10).

Dalam Yoh 13:34-35, Yesus mengatakan supaya para murid saling mengasihi, seperti Yesus mengasihi kita.
Demikian pula kita harus mengasihi saudara seiman kita. Jadi kriteria kasih di sini adalah kasih Allah yang
mengasihi kita. Tujuannya agar semua orang tahu bahwa kita adalah murid-murid Yesus jika kita saling
mengasihi. Mengapa? Karena sifat kasih di sini berbeda dengan apa yang dimengerti oleh dunia dan
bersifat eksklusif. Ini disebut perintah baru karena perintah ini dijalankan dan baru dimengerti setelah
Kristus menjalankan secara total dan memberikannya kepada manusia. Oleh sebab itu manusia tidak
mungkin mengerti kasih sejati kecuali jika dia kembali kepada Yesus Kristus.

Kedua, waktu kita mau mengerti kasih dan menumbuhkan kasih ini, kita harus kembali kepada Allah.
Manusia hanyalah agen kasih. Hal ini disebabkan karena manusia dicipta oleh Allah menurut gambar dan
rupa Allah sehingga ada kemiripan namun juga ada perbedaan kualitatif. Allah adalah kasih maka manusia
juga bersifat kasih. Demikian pula Allah adalah adil maka manusia bersifat adil. Tidak heran di dalam hidup
manusia membutuhkan kasih, mencari kasih dan mengaplikasikan kasih. Tetapi kasih ini bukanlah kasih
yang asli dari manusia melainkan kasih yang menjadi fasilitator dari Allah. Ketika manusia berdosa maka
hubungan antara Allah sebagai sumber kasih dengan manusia sebagai agen kasih ini terputus. Sesudah
jatuh dalam dosa, manusia berusaha untuk mencari kasih tetapi tidak lagi berhubungan dengan Allah
sebagai sumber kasih. Manusia sudah kehilangan kasih yang asli.

Abraham Maslow, seorang humanis mengatakan manusia mempunyai kebutuhan yang tidak bisa ditolak.
Kebutuhan yang sangat mendasar sekali yaitu love and to be love. Manusia akan menjadi gila kalau
kekurangan cinta kasih. Akibatnya manusia mencari kasih, menginginkan kasih, menerapkan kasih akhirnya
manusia jatuh ke dalam kasih yang tidak kembali ke sumber kasih. Akibatnya, dunia tidak bisa menerapkan
kasih sejati dari Allah. Kasih yang dilakukan oleh dunia adalah kasih yang bersifat manipulatif. Dengan kata
lain siapa yang kita cintai akan menjadi korban kita. Kasih seperti ini lebih tepat dikatakan ‘aku mencintai
diriku sendiri.’ Di belakang kata kasih yang begitu indah ada suatu kejahatan yang didasarkan pada egoisme
yang ingin memiliki dan menguasai.

Kasih yang sejati terjadi jika kembali kepada sumber kasih yang sejati. Untuk menumbuhkan kasih sejati ini,
bukan dengan mempraktekkan apa yang dunia ajarkan melainkan kita bergumul kembali untuk memiliki
kasih Allah yang boleh kita praktekkan dalam hidup kita. Ini baru bisa terjadi jika kita kembali kepada
Kristus dan menerima Kristus. Maka orang tersebut harus bertobat.

Ketiga, cinta kasih ini bersifat memberi bukan menuntut. Kasih sejati adalah kasih yang mau berbagi, kasih
yang selalu keluar. Kasih yang sejati bersifat aktif bukan pasif sehingga menunggu supaya dikasihi. Kasih
yang kembali kepada Allah adalah kasih yang ekstensi, berinisiatif, bertindak dan bersifat proaktif. Inilah
prinsip kembalinya kasih yang sejati. Kasih yang keluar dan mengalir itulah ciri dari kasih Kristen yang sejati.
Makin besar kasih kita berarti semakin kita bertumbuh.

Kasih yang sejati seperti dalam Ef 1:15-17 dan Yoh 13 adalah kasih yang misioner. Kasih sejati membuat kasih
itu kuat dan menarik semua orang datang kepada Kristus. Kasih di tengah-tengah jemaat Efesus membuat
semua orang luar melihat cinta kasih itu, inilah yang dituntut oleh Tuhan.
17 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

Di dalam PL, Allah membentuk Israel agar menjalankan kasih sejati, sehingga semua orang dapat melihat
dan mengenal Allah Israel. Tetapi Israel tidak menjalankan misi ini, maka Tuhan membuang Israel dan
memilih Israel baru yaitu Gereja. Gereja disebut Israel baru yang menjalankan fungsi imamat yang rajani.
Israel yang baru ini juga dituntut hal yang sama oleh Tuhan yaitu menjalankan kasih sehingga semua orang
melihat cinta kasih Kristus. Di luar cinta kasih Kristus kasih kita tidak ada harganya. Jika dengan gerakan
diakonia tidak membuat orang melihat cinta kasih Kristus berarti tidak ada gunanya pelayanan diakonia itu.
Jika Gereja tidak menjalankan cinta kasih sejati berarti Gereja gagal menjalankan misinya di dunia.
Untuk menjalankan cinta kasih ini, harus lahir dari ketulusan hati dan tidak ada semangat untuk merugikan
orang lain. Jika di tengah-tengah Kekristenan sendiri sudah tidak ada yang dipercayai lagi, lalu kepada siapa
kita harus percaya. Itu sebabnya di tengah-tengah Gereja harus ada cinta kasih sejati.



1. cinta kasih sejati bersumber dari iman yang sejati;


2. aplikasi di tengah-tengah jemaat:
a. Persekutuan wilayah bisa digarap dengan baik dan menjadikan anak-anak Tuhan lebih erat dalam
persekutuan satu sama lain. Gereja merupakan tempat di mana kita bertumbuh dalam iman dan juga cinta
kasih;
b. juga di dalam wadah perjamuan kasih menjadi tempat di mana kita melayani satu sama lain. Cinta kasih
seperti ini tidak mungkin terjadi jika seluruh unsurnya tidak betul-betul di dalam Tuhan. Karena itu di dalam
Alkitab dikatakan kasih yang di antara semua orang kudus. Bersifat eksklusif di antara anak-anak Tuhan,
harus muncul di tengah kesetiaan kepada Firman dan tidak pernah terjadi keluar dari kebenaran.

Marilah kita mulai mengembangkan kehidupan iman dan cinta kasih kita. Sehingga diharapkan boleh
mengajar kepada kita supaya kita terus bertumbuh di dalam cinta kasih. Mari kita berproses dan belajar
memperkembangkan dua elemen yang pertama yaitu iman dan kasih.

Elemen Ketiga Pertumbuhan Iman Kristen

Sebagai orang Kristen kita harus berproses dan bertumbuh baik secara fisik, mental maupun secara rohani.
Secara rohani menurut Ef 1:15-23 ada enam elemen yang harus berproses dan bertumbuh di dalam hidup
kita.



1. iman kepada Kristus;


2. cinta kasih pada saudara seiman;
3. Roh hikmat;
4. Roh wahyu untuk mengenal Kristus;
5. pengharapan pada panggilan Kristus yang menjadi sasaran terakhir kehidupan kita;
6. kuasa kebangkitan Kristus yang menopang kita untuk melakukan perjalanan pertumbuhan. Keenam
elemen ini tidak boleh satupun berhenti di dalam hidup setiap orang percaya.

Pada minggu yang lalu kita sudah membahas poin kedua. Berikut ini kita masuk pada poin ketiga yaitu
Hikmat. Alkitab mengatakan Roh hikmat dan wahyu sebenarnya adalah Roh hikmat dan Roh wahyu. Hikmat
18 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

yang dimaksud di sini berbeda dengan hikmat yang dimengerti oleh dunia ini. Untuk mengerti hikmat di sini
kita harus kembali kepada pengertian yang Alkitab katakan.

Di tengah hidup yang begitu sulit dan rumit ini kita membutuhkan hikmat yang khusus untuk bisa
menjalankan hidup kita dengan baik di dunia ini. Kekristenan mengajarkan satu prinsip yang tidak mudah.
Itu sebabnya di satu pihak orang Kristen harus tulus seperti merpati namun di lain pihak pada saat yang
sama kita harus cerdik seperti ular. Kita harus mempunyai ketajaman, kesungguhan, pengertian dan tidak
mudah dipermainkan oleh dunia tetapi pada saat yang sama harus mempertahankan integritas hidup kita.
Dalam situasi seperti ini kita membutuhkan bijaksana. Untuk memiliki bijaksana seperti ini kuncinya adalah
kita harus kembali kepada sumber bijaksana. Di sini kita akan menelusuri beberapa ayat mengenai
bijaksana.

Pertama, Ams 1-8, delapan pasal ini membicarakan hikmat yang sejati. Kita tidak akan membaca seluruhnya
namun hanya mengambil beberapa ayat. Pertama, Ams 2:6 "Karena TUHANlah yang memberikan hikmat,
dari mulut-Nya datang pegetahuan dan kepandaian." Ayat ini konsisten dengan Ef 1 yaitu sumber hikmat
satu-satunya adalah Tuhan sendiri. Di dalam Ams 8:1, hikmat ini dipersonifikasikan sehingga banyak penafsir
yang melihat ayat ini identik dengan Kristus. Kristus itulah bijaksana sejati sehingga hikmat di dalam Ams 1-8
dimengerti sebagai gambaran kita melihat Kristus sebagai hikmat, melihat Kristus sebagai bijaksana karena
di situlah sumber bijaksana. Pemikiran ini tidak salah, memang di dalam Ams 1-8 ini hikmat
dipersonifikasikan. Kata hikmat ini sendiri sebenarnya adalah kata sifat atau kata benda abstrak. Orang
berhikmat dimengerti sebagai mempunyai sifat hikmat. Tetapi di dalam Ams 1:20 dikatakan, "Hikmat
berseru nyaring dijalan-jalan, di lapangan-lapangan ia memperdengarkan suaranya." Di sini hikmat
digambarkan seperti satu makhluk atau seperti orang yang berseru di tengah-tengah lapangan. Di sini dan
banyak ayat lain menggambarkan hikmat seperti satu pribadi yang melakukan sesuatu. Jadi hikmat di sini
dipersonifikasikan. Gagasan ini di satu pihak membuat kita mengerti secara tepat yaitu Allah menjadi
sumber hikmat. Dengan kembali kepada Allah kita baru mendapatkan hikmat yang sejati. Namun ayat-ayat
di dalam Amsal ini juga sekaligus memberikan kemungkinan terjadinya penyelewengan penafsiran
hermeneutika.

Jadi prinsip pertama ini mengajarkan jika kita ingin bijaksana sejati maka kita tidak bisa mengandalkan otak
kita maupun realita, karena problemnya adalah di dalam interpretasi realita. Realita adalah realita, pada
saat realita masuk ke dalam diri kita realita ini mengalami satu tuntutan subyektif dari kita yang menjadi
subyeknya. Maka pada saat yang sama kita sedang masuk bukan lagi pada realita obyektif melainkan kita
sedang masuk ke dalam realita subyektif. Di sini kita membutuhkan kacamata tertentu untuk melihat
realita. Kacamata yang tepat untuk melihat secara tepat. Untuk memilikinya baru bisa terjadi jika kita
kembali memiliki hikmat Allah. Karena penafsiran yang tepat dan sejati harus muncul dari sumber hikmat.
Ini kunci di dalam Ams 2:6, "Karena TUHANlah yang memberikan hikmat, dari mulut-Nya datang
pengetahuan dan kepandaian."

Dari sinilah kita mengerti bijaksana yang sejati. Setiap masalah harus ditelaah dari sudut pandang yang
tepat dengan cara yang tepat. Setelah itu baru kita bisa mendapat konklusi yang tepat. Inilah yang namanya
bijaksana. Bijaksana tidak sama dengan IQ, EQ dan WQ. Mungkin ada orang yang pintar luar biasa tetapi
kalau orang tersebut bersifat close system, maksudnya orang tersebut tetap berkukuh pada kemampuan
dan pandangan yang menurutnya paling benar. Orang tersebut tidak pernah tahu yang lain dan tidak
pernah mau terima yang lain. Jika orang bodoh tidak tahu bahwa dia bodoh dia rasa dia paling pintar. Ini
adalah bodohnya bodoh. Jika dia bodoh dia tahu bahwa dia bodoh berarti dia masih bisa diproses untuk
19 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

lebih baik. Ini tidak berarti kita menjadi orang yang terlalu terbuka sehingga kita menjadi relativisme. Di
tengah kedua ekstrim ini kita harus mengarahkan diri kepada sumber bijaksana. Dengan demikian kita bisa
bersifat terbuka di satu pihak tetapi di lain pihak di tengah proses kita tidak mengalami kejatuhan ke dalam
proses yang terlalu terbuka. Di sini Amsal mengatakan baliklah kepada Allah yang adalah sumber hikmat.
Dialah yang akan memberikan kepada kita hikmat.

Kedua, kita akan melihat dari Ams 4:7 yang mengatakan, "Permulaan hikmat ialah perolehlah hikmat dan
dengan segala yang engkau peroleh perolehlah pengertian." Ini adalah kalimat paradoks. Waktu saya
meminta hikmat itu menandakan saya berhikmat, karena saya sadar bahwa saya kurang berhikmat
sehingga saya membutuhkan hikmat. Tetapi pada waktu saya merasa sudah punya hikmat, saya tidak perlu
hikmat maka saya sebenarnya tidak berhikmat. Ini merupakan suatu paradoks yang membuat kita
berproses di dalam bijaksana. Orang bijaksana adalah orang yang mulai minta bijaksana. Itulah orang yang
sudah punya bijaksana dan membutuhkan bijaksana supaya dia bisa berproses di dalam bijaksana. Jadi
orang berhikmat seumur hidup akan menghadapi situasi paradoks. Situasi paradoks inilah yang membuat
kita bisa bertumbuh. Ams 4:7 inilah kunci dari hikmat.

Ketiga, dalam Ams 8:1 berbicara tentang hikmat yang bersumber dari Allah. Allah adalah hikmat, demikian
juga Kristus adalah hikmat. Ini merupakan gambaran yang luar biasa. Dalam Yoh 1 dikatakan hanya dengan
hikmat Kristus alam semesta ini tercipta. Namun bijaksana di dalam Alkitab tidak hanya dimengerti sebagai
bijaksana essensial di dalam diri Allah. Tetapi bijaksana juga harus dimengerti di dalam bijaksana turunan.
Bijaksana yang diberikan kepada manusia sebagai agen bijaksana. Pada waktu Allah memberikan bijaksana
ini tidak sama dengan Tuhan memberikan Kristus. Kristus adalah bijaksana itu sendiri, namun ketika Tuhan
memberikan bijaksana itu adalah bijaksana turunan.

Di dalam bagian ini, Kristus menggunakan bentuk maskulin sedangkan bijaksana memakai bentuk feminim.
Bijaksana di sini tidak identik dengan Allah. Bijaksana di sini merupakan bijaksana turunan yang diberikan
kepada manusia. Di dalam Yak 1:5, "Tetapi apabila di antara kamu ada yang kekurangan hikmat, hendaklah
dia memintakannya kepada Allah, - yang memberikan kepada semua orang dengan murah hati dan dengan
tidak membangkit-bangkit -, maka hal itu akan diberikannya kepadanya." Di sini kita melihat seperti apa
yang diungkapkan dalam Efesus. Hikmat di sini bersumber pada diri Allah. Hikmat ini kemudian diturunkan
kepada manusia menjadi agen hikmat.

Di sini Paulus berdoa dengan sungguh-sungguh minta kepada Bapa dari Tuhan Yesus yaitu Bapa yang mulia
supaya dia memberikan Roh hikmat. Tujuannya agar kita bisa bertumbuh dalam hikmat. Jadi dalam Yak 1:5
ini, bijaksana di sini harus dimengerti sebagai bijaksana yang bersumber dari Allah tetapi bukan Allah.
Hikmat perlu berproses dalam pertumbuhan iman kita. Menjadi orang Kristen harus bergumul aktif
sehingga menjadi orang yang berhikmat di hadapan Tuhan. Dan hanya melalui proses seperti ini kita bisa
memiliki ketajaman pengertian di tengah dunia yang makin lama makin sulit ini. Jika kita tidak memiliki
bijaksana kita akan menjadi permainan jaman. Itu sebabnya kita membutuhkan hikmat yang sejati untuk
mengantisipasi situasi ini. Kekristenan memiliki pandangan yang jauh lebih tinggi dari apa yang bisa kita
lihat. Inilah yang diperlukan oleh dunia ini. Saya harap kita mempunyai pertumbuhan bijaksana yang
menjadikan kita tidak hanya berhenti pada apa yang dunia mengerti. Mari kita meminta kepada Tuhan,
bukan minta kekayaan, bukan minta kekuasaan, melainkan meminta bijaksana dari Tuhan agar kita dapat
hidup dalam dunia ini untuk memuliakan Tuhan.
20 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

Elemen Keempat Pertumbuhan Iman Kristen

Di dalam Ef 1:15-23 kita sedang mempelajari enam elemen proses pertumbuhan Kristen yang terdiri dari
iman, kasih, hikmat, wahyu, pengharapan, dan kuasa. Keenam poin ini harus kita proses dan kita hayati
dalam hidup kita sehingga kita bisa bertumbuh. Pada minggu yang lalu kita sudah membahas poin ketiga.
Pada hari ini kita akan memasuki poin yang keempat yaitu berkenaan dengan wahyu. Iman, kasih, hikmat
dan kuasa harus dibangun di atas wahyu.

Di sini Paulus berdoa meminta dengan sungguh-sungguh supaya jemaat boleh bertumbuh di dalam wahyu
untuk mengenal Kristus dengan benar. Hal ini penting agar seseorang mengerti kebenaran yang sejati.
Manusia dicipta sebagai ciptaan yang unik yang diberikan akal budi oleh Tuhan untuk mengerti kebenaran.
Setelah manusia jatuh dalam dosa, manusia telah kehilangan prinsip kebenaran. Akibatnya, dunia dewasa
ini menjadi bingung dan jatuh ke dalam berbagai tipuan dunia. Tidak heran kalau dewasa ini banyak orang
menjadi stress dan kecewa karena korban berbagai penipuan.

Tidak heran manusia sulit mencari yang benar. Akibatnya manusia bingung dan manusia tidak tahu lagi di
mana kebenaran itu, sehingga kita sering tertipu. Terlebih lagi kalau kita tertipu yang mengakibatkan pada
kebinasaan kekal. Ini merupakan malapetaka terbesar yang bersumber dari setan. Setan rela
mengorbankan apapun agar kita menjadi anak buahnya di dalam kematian yang kekal. Untuk ini setan
memakai dan menghalalkan berbagai cara agar manusia tertipu. Tidak heran kalau Alkitab menyebut setan
sebagai bapa penipu.

Oleh karena itu poin yang keempat ini menjadi aspek yang sangat penting dan mendasar. Hal ini
disebabkan karena manusia di dalam dunia mencoba melihat kebenaran dari empat aspek.

Pertama, manusia mencoba melihat kebenaran dari rasionalisme. Rasionalisme menganggap rasio dengan
sarana logika menjadi patokan kebenaran. Jadi yang masuk akal itulah yang benar. Fakta membuktikan
rasionalisme tidak mampu menyelesaikan kebenaran. Banyak kebenaran yang berada di luar rasio manusia
yang terbatas. Memang dalam aspek tertentu rasio bisa dipakai untuk mencari kebenaran, namun untuk
menjadi patokan kebenaran itu tidak mungkin.

Kedua, adalah empirisme, yaitu pengalaman, uji coba atau eksperimen itu menjadi dasar kebenaran. Jadi di
sini sesuatu itu dikatakan benar kalau sudah diuji berdasarkan pengalaman, uji coba atau eksperimen.
Tetapi inipun tidak bisa dijadikan patokan kebenaran karena pengalaman, uji coba ataupun eksperimen
manusia tetap terbatas.
Ketiga, subyektivisme yang menganggap kebenaran ditentukan oleh diri. Jadi penganut subyektivisme
menganggap bahwa dirinya adalah patokan kebenaran. Seluruh kebenaran tergantung pada dia.
Masalahnya, siapa di antara kita yang tidak pernah salah. Tidak ada. Keempat, otoritarianisme maksudnya
kalau saya tidak bisa menentukan kebenaran maka kebenaran ditentukan oleh yang di atasku. Ini
merupakan cara melempar kebenaran kepada yang lebih berotoritas. Masalahnya apakah yang lebih
berotoritas dari saya itu membuktikan dia pasti benar. Misalnya apakah Pendeta pasti benar. Jawabannya
tentu tidak. Jadi di sini baik rasionalisme, empirisme, subyektivisme, maupun otoritarianisme tidak dapat
dijadikan standar kemutlakan.

Di sini prinsip Alkitab mengajarkan kita harus kembali kepada sumber kebenaran. Orang Kristen harus sadar
bahwa kita bukan patokan kebenaran. Epistemologi Kristen mengajarkan untuk mendapatkan kebenaran
kita perlu wahyu. Jadi patokan kebenaran yang kelima ini kita sebut sebagai revelationisme. Keempat
21 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

epistemologi yang lain harus melayani yang kelima ini. Kita harus kembali kepada sumber kebenaran
karena kebenaran yang sejati itu bukan bersumber dari saya. Melainkan bersumber dari sumber wahyu
yang berada di luar diri saya yang telah mewahyukan kebenaran kepada saya. Seberapa jauh Allah
mewahyukan kebenaran pada kita sejauh itu pulalah kita mengerti kebenaran.

Jadi Tuhan harus berfirman kepada kita sehingga kita dapat mengerti kebenaran. Ini konsep yang pertama.
Jika Allah tidak berfirman maka kita tidak mungkin tahu dan tidak perlu tahu. Jadi kita hanya perlu tahu
sejauh yang Allah nyatakan atau berikan. Alkitab menuntut kepada setiap kita untuk bertumbuh di dalam
wahyu kebenaran firman Tuhan. Waktu kita kembali kepada wahyu Tuhan dan mau mengerti wahyu Tuhan
maka Tuhan akan membuka kebenaran itu.

Hal yang kedua, Alkitab mengatakan bukan hanya sekedar wahyu tentang apa. Ini merupakan hal yang
sangat sentral di dalam iman Kristen. Berkali-kali di dalam Efesus ditegaskan secara cermat bahwa wahyu di
sini tentang wahyu untuk mengenal dia dengan benar. Iman Kristen menuntut pertumbuhan pengertian
kita mengerti wahyu tentang sumber kebenaran. Ini yang menjadi patokan di sepanjang alam semesta.
Hanya satu oknum di sepanjang sejarah yang berhak mengakui Akulah jalan kebenaran dan hidup. Tidak
ada seorangpun yang sampai kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku. Yesus Kristus satu-satunya kebenaran
itu. Inti mengenal adalah mengenal Yesus Kristus. Pengenalan iman harus kembali kepada pengenalan
tentang Yesus Kristus secara benar. Ini berarti ada potensi untuk mengenal Kristus secara salah.

Dalam Efesus pasal 4 di dalam Gereja ada rasul, nabi, gembala, pengajar, dan penginjil. Allah memberikan
semua karunia ini untuk memperlengkapi jemaat orang kudus untuk pembangunan tubuh Kristus. Di sini
dituntut setiap orang Kristen harus bertumbuh sampai kita semua mencapai kesatuan iman dan
pengetahuan yang benar tentang Anak Allah (Ef 4:13).

Seluruh ajaran iman Kristen titik pusatnya adalah mengerti siapa Yesus Kristus yang sebenarnya
sebagaimana yang Dia wahyukan. Di sini bukan berdasarkan spekulasi manusia, pengalaman manusia,
subyektivitas manusia melainkan berdasarkan apa yang diwahyukan dalam Alkitab. Dan waktu Alkitab
diwahyukan, titik pusatnya di dalam ajaran tentang Yesus Kristus. Salah di dalam doktrin ini dianggap sesat.
Ini kunci! Di sini kita melihat betapa signifikannya pengenalan akan Yesus Kristus yang benar. Di dalam II Kor
11:4, "Sebab kamu sabar saja jika ada seseorang yang datang memberitakan Yesus yang lain daripada yang
kami beritakan atau memberikan kepada kamu roh yang lain daripada yang kamu terima atau Injil yang
lain daripada yang kamu terima." Di sini Yesus-nya lain, rohnya lain dan Injil-nya lain. Satu salah, tiga-
tiganya salah. Yesus-nya lain maka pasti roh-nya lain, kalau roh-nya lain Yesus-nya lain maka pasti Injilnya
lain bukan yang asli. Kalau Injilnya lain pasti membicarakan Yesus yang lain. Di sini dituntut pengenalan
Yesus yang sejati. Di dalam aspek yang kedua ini kita harus kembali kepda Yesus yang benar.

Keempat, proses untuk mengerti tentang Yesus Kristus yang benar yaitu kalau kita kembali kepada Alkitab
dari Kejadian sampai Wahyu. Di sini dibicarakan dari dunia ada, dunia berproses sampai kepada dunia
selesai. Seluruh proses ini baru mungkin jika Tuhan yang menyatakannya kepada kita. Alkitab sudah
lengkap seluruhnya sehingga tidak perlu ditambah. Sekarang Tuhan meminta kita bertumbuh di dalam
pengenalan akan firman Tuhan mulai dari Kejadian sampai Wahyu secara berurut agar kita bisa mengenal
Yesus Kristus. Sehingga kita tidak didikte oleh rationalisme, empirisme, subyektivisme, otoritarianisme.

Kelima, Tuhan menuntut kita menjadi orang yang terus bertumbuh di dalam pengenalan akan Kristus
dengan tepat berdasarkan wahyu yang Tuhan berikan. Namun kita sadar tidak ada satupun di antara kita
yang mengerti Kristus dengan sempurna. Tetapi inilah yang menuntut kita berproses dan belajar terus-
22 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

menerus. Dengan demikian kita tidak mudah ditipu. Bijaksana sejati dan wahyu sejati harus disatukan,
karena itu Paulus berdoa minta hikmat dan wahyu sekaligus. Barulah kita bisa berproses dan bertumbuh
dengan baik. Maukah saudara bertumbuh di dalam wahyu?

Elemen Kelima Pertumbuhan Iman Kristen

Kekristenan adalah satu agama yang menuntut proses bukan sekedar rutinitas ke gereja. Orang Kristen
tidak hanya berhenti ketika kita percaya dan memiliki hidup yang kekal. Menjadi orang Kristen berarti kita
harus berproses dan bertumbuh. Di sini kita dapat menggambarkan kekristenan bagaikan sebuah pohon
yang ditanam lalu berakar dan bertumbuh mulai keluar daun, ranting, lalu berbunga dan kemudian
berbuah. Itu sebabnya di dalam Matius 28, Tuhan Yesus memberikan perintah agar para murid pergi
menjadikan semua bangsa murid Tuhan, membaptis mereka di dalam nama Bapa, dan Putra, dan Roh
Kudus serta mengajar mereka melakukan segala yang Tuhan perintahkan kepada mereka.

Hari ini kita akan mempelajari poin kelima dari keenam proses pertumbuhan dalam surat Efesus 1:15-23,
yaitu mengenai pengharapan. Konsep kelima ini menjadi kekuatan yang begitu besar di dalam kekristenan.
Mengapa? Karena iman Kristen ditegakkan di dalam satu pondasi yang memberi pengharapan paling kokoh
yang tidak mungkin disaingi oleh siapapun. Hal ini disebabkan karena pengharapan Kristen ditegakkan di
atas pondasi kematian dan kebangkitan Kristus. Salib dan kebangkitan Kristus menjadi dua tonggak yang
ditegakkan di dalam sejarah oleh Tuhan, yang membuat kita memiliki pengharapan yang pasti. Kedua hal ini
ditegakkan oleh Tuhan di dalam sejarah melalui kematian-Nya, Kristus sudah mematikan kuasa kematian
dan melalui kebangkitan-Nya, Kristus telah mengalahkan segala kuasa dan melepaskan diri dari segala
kuasa. Fakta inilah yang menjadikan kekristenan memiliki pondasi yang tidak pernah mungkin digugurkan
oleh zaman.

Manusia tidak mungkin hidup tanpa pengharapan. Seseorang yang kehilangan pengharapan akan masa
depan maka orang seperti ini akan kehilangan gairah hidup, daya juang dan dia akan menjadi orang yang
skeptik. Itu sebabnya, manusia membutuhkan pengharapan. Yang menjadi masalah, pengharapan kepada
siapa? Jikalau kita berharap pada uang, pengetahuan, dan kedudukan, maka akan celaka sekali hidup kita.
Mengapa? Karena uang, kedudukan dan pengetahuan bukanlah dasar yang kokoh untuk meletakkan
pengharapan kita. Sayangnya, banyak orang dewasa ini telah meletakkan pengharapan mereka pada hal
yang keliru dan pada dasar yang rapuh.

Ef 1:18 mengatakan, ”Dan supaya Ia menjadikan mata hatimu terang, agar kamu mengerti pengharapan
apakah yang terkandung dalam panggilan-Nya: betapa kayanya kemuliaan bagian yang ditentukan-Nya bagi
orang-orang kudus.” Di sini Paulus berdoa agar Tuhan memberikan pada jemaat Efesus mata hati yang
terang sehingga jemaat bisa melihat pengharapan yang sejati. Hal ini penting karena banyak orang yang
hatinya buta dan gelap sehingga mereka tidak mampu keluar dari pengharapan yang keliru. Ingat iman
Kristen tidak bersandar pada uang, intelek, dan kekuasaan. Iman Kristen bersandar pada panggilan Kristus.
Hanya kepada Kristuslah kita meletakkan pengharapan kita. Hanya di dalam Kristuslah kita memiliki
pengharapan yang sejati, karena Kristus melampaui segala pemerintahan, segala kekayaan maupun segala
kekuasaan yang ada di dunia ini.

Pengharapan ini tidak otomatis terjadi. Itu sebabnya tidak heran banyak orang sudah puluhan tahun
menjadi orang Kristen tetapi belum sungguh-sungguh meletakkan pengharapan mereka kepada Kristus
yang mati dan bangkit. Di sinilah pentingnya pengharapan kita harus kembali kepada Kristus. Pada waktu
kita kembali kepada Kristus sebagai sumber pengharapan maka ada beberapa hal yang Kristus sediakan.
23 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

Pertama, pengharapan ini menjanjikan masa depan yang paling final. Ini yang menjadi dasar mengapa kita
tidak meletakkan dasar pengharapan kita pada uang, intelek, maupun kekuasaan. Semua ini tidak final.
Tetapi jika kita meletakkan pengharapan kita pada Kristus berarti kita telah meletakkan diri kita pada dasar
yang kokoh dan final. Suatu pengharapan yang tidak berubah dan yang telah mengalahkan semua kekuatan
dan kekuasaan di dalam alam semesta. Kebangkitan Kristus meneguhkan bahwa Dia sudah menang. Tidak
heran, di dalam Fil 3:14 Paulus mengatakan, “Aku berlari-lari menuju tujuan untuk mendapatkan panggilan
surgawi yang telah disediakan Allah bagiku.” Inilah pengharapan Paulus. Di sini bukan berarti Paulus sudah
memperoleh pengharapan tersebut melainkan justru Paulus mengejar pengharapan tersebut. Di dalam
dunia ini tidak ada jaminan yang pasti kecuali kita kembali kepada Kristus. Dan sekarang kita sedang berlari
menuju pengharapan tersebut. Kita sedang melangkah kepada akhir yang tidak mungkin gagal, kepada final
yang telah mengalahkan finalitas palsu.

Kedua, pengharapan kita harus kembali kepada panggilan yang pasti. Panggilan yang pasti ini baru terjadi
jika kita kembali kepada sumber yang pasti. Jadi pengharapan yang sejati harus kembali kepada oknum di
luar diri saya yang menjadi penentu dan sumber dari semua keberadaan di dalam dunia. Itu sebabnya kita
perlu kembali kepada Kristus yang telah memanggil kita kepada pengharapan yang sejati. Oleh sebab itu
saudara, penentuan perjalanan hidup kita bukan berada di tangan kita melainkan di dalam satu pribadi
yang berada di atas kita. Pribadi yang lebih bijaksana dan lebih tahu. Dalam hal seperti ini, kita harus
kembali kepada Tuhan sebagai pemimpin arah hidup kita.

Hanya kembali kepada Tuhan sebagai pengharapan yang sejati dan tidak mungkin salah kita baru bisa
memiliki pegangan yang kokoh di dalam dunia ini. Jadi pada aspek kedua ini kita harus memindahkan
otoritas pengharapan kita bukan di tangan kita melainkan di tangan Tuhan. Dengan cara seperti ini kita
baru mempunyai kekuatan di dalam pengharapan kita. Kesulitan iman Kristen yang paling besar adalah
‘mengapa saya tidak bisa bertumbuh.’ Hal tersebut terjadi karena meskipun kita mengatakan kita
meletakkan pengharapan kita pada Kristus tetapi pada hakikatnya kita masih terus berpegang pada
pengharapan kita. Ini yang mengakibatkan kita tidak bertumbuh di dalam hidup rohani kita. Mari kita
menyerahkan pengharapan kita secara total kepada Tuhan dan biarlah Tuhan yang memimpin hidup kita.

Ketiga, pengharapan baru menjadi pengharapan pada waktu kita harus melewati kesulitan. Mengharap
pengharapan tanpa mau kesulitan ini satu hal yang keliru. Berharap kepada Tuhan tetapi semuanya mau
lancar, ini konsep yang salah. Justru pengharapan harus dinyatakan di dalam melewati lembah bayang-
bayang maut. Pengharapan sejati keluar pada waktu kita berada di tempat yang paling gelap. Di situlah
pengharapan kita keluar menerobos melihat sesuatu yang tidak kita lihat. Pengharapan ini menjadi
kekuatan kita menghadapi lembah kekelaman. Jika kita percaya Tuhan itu hidup seharusnya ini menjadi
pengharapan di tengah kita mengalami bayang-bayang maut maupun kesulitan hidup. Di tengah-tengah
kesulitan justru pengharapan harus bertumbuh di dalam hidup kita. Kita tidak berharap kepada sesuatu
yang mati melainkan kita berharap kepada Tuhan yang sudah mati dan bangkit bagi kita.

Dunia kita makin lama makin sulit. Alkitab mengatakan ada dua hal yang tidak akan pernah merosot dan
menjadi dua penyakit yang akan menghancurkan dunia. Pertama humanisme, manusia akan mementingkan
dirinya sendiri. Kedua, materialisme, manusia akan cinta uang (2 Tim 3:1-2). Dua penyakit ini tidak pernah
turun dalam sejarah umat manusia. Oleh sebab itu dunia ini makin lama makin menuju kepada kehancuran.
Dalam kondisi dunia yang makin merosot menuju kehancuran, justru anak-anak Tuhan akan makin baik.
Namun yang makin baik ini adalah minoritas sedangkan yang turun adalah mayoritas. Yang satu minoritas
24 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

naik ke surga sedangkan yang mayoritas turun ke neraka. Jika kita membuka mata kita lebar-lebar
seharusnya kita sadar di dalam berbagai bidang dunia ini sedang mengalami penurunan dan kehancuran.

Tetapi ini jangan membuat kita pesimis. Justru di dalam keadaan seperti ini kita perlu bertanya bagaimana
kita bisa menyelamatkan orang lain yang selama ini dalam kehancuran. Bagaimana kita bisa menyadarkan
mereka kembali kepada Kristus yang sudah menebus dosa mereka. Inilah panggilan kita! Untuk itu kita
sendiri harus memproses pengharapan kita dan melihat kepada Kristus dan buktikan kepada sejarah bahwa
kita berharap kepada Kristus. Hanya dengan demikian dapat membuat kita kuat. Maukah saudara?

Elemen Keenam Pertumbuhan Iman Kristen

Minggu ini kita membahas elemen terakhir dari keenam proses pertumbuhan rohani yaitu kuasa. Kuasa
penting untuk menjalankan pengharapan namun banyak orang salah mengerti ketika membicarakan
mengenai kuasa. Seringkali kuasa dimengerti sebagai kuasa yang dimiliki oleh manusia dan dipakai untuk
kepentingan manusia. Kuasa seperti ini bukan dari Allah dan tidak diajarkan oleh Tuhan karena bersifat
antroposentris. Kuasa ini mungkin dikerjakan oleh setan.

Itu sebabnya kita perlu membedakan antara kuasa Tuhan dan bukan kuasa Tuhan. Jika ini belum beres
maka kita akan bingung dan bisa disesatkan. Mengapa? Karena ketika kita berbicara mengenai kuasa
seringkali dimengerti secara duniawi dan lepas dari kebenaran firman Tuhan. Kuasa seperti ini bukanlah
kuasa dari Allah sekalipun kuasa ini besar dan bisa melakukan perbuatan-perbuatan yang bersifat
supranatural bahkan melakukan banyak tanda-tanda mujizat. Apalagi di tengah-tengah era gerakan zaman
baru dewasa ini. Kekuatan supranatural dan mujizat bukan lagi barang langka. Sejak awal, Alkitab
menyatakan bahwa kuasa seperti ini ada, bukan fiktif dan bisa dialami oleh manusia.

Alkitab mengatakan kuasa yang tertinggi adalah kuasa dari Tuhan. Untuk hal ini kita bisa melihat beberapa
contoh dalam Alkitab, misalnya antara Musa dengan tukang sihir Firaun; juga antara nabi Elia dengan nabi-
nabi palsu di gunung Karmel. Ketika peristiwa ini terjadi kita melihat bahwa kuasa Tuhan lebih besar dari
kuasa setan. Jika demikian apakah kuasa Allah dengan kuasa setan hanya lebih besar secara kuantitatif?
Tidak, karena di dalamnya ada unsur-unsur tertentu yang secara tajam membedakan antara kuasa yang
sejati dari Tuhan dan bukan dari Tuhan. Ini yang pertama-tama harus kita bereskan, jika tidak pikiran kita
akan tersesat seperti yang dipikirkan oleh orang-orang gerakan zaman baru termasuk orang-orang Kristen
yang sudah tercemar oleh pikiran gerakan zaman baru ini.

Di dalam Matius 7:21-23, Tuhan Yesus menjelaskan kuasa yang muncul dari nabi palsu. Jika kita melihat
konteks dari ayat ini yaitu mulai dari ayat 15 mengatakan, "Waspadalah terhadap nabi-nabi palsu yang
datang kepadamu dengan menyamar seperti domba, tetapi sesungguhnya mereka adalah serigala yang
buas." Kemudian di dalam konteks ayat 21-23, Tuhan Yesus memberikan peringatan. Di dalam bagian ini kita
melihat, apa yang membedakan antara kuasa Tuhan dan kuasa setan.

Pertama, kuasa Tuhan berjalan dengan satu integritas, terbuka, tidak main-main dan tidak ada penipuan
didalamnya. Di dalam ayat 21 dikatakan, "Bukan setiap orang yang berseru kepadaku Tuhan, Tuhan yang
akan diselamatkan, tetapi dia yang melakukan kehendak Bapa-Ku yang di surga." Banyak orang akan
berseru kepada Ku Tuhan, Tuhan bukankah kami bernubuat demi nama-Mu. Bukankah kami mengusir
setan demi nama-Mu dan mengadakan banyak mujizat demi nama-Mu. Pada waktu itulah aku akan
berterus terang kepada mereka dan berkata, "Aku tidak mengenal kamu enyahlah daripada-Ku engkau yang
25 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

membuat kejahatan." Dalam ayat-ayat ini Tuhan Yesus memberikan atribut kepada nabi palsu sebagai
pembuat kejahatan, maksudnya memang profesinya pembuat kejahatan.

Namun orang itu sendiri tidak sadar bahwa ia berbuat jahat. Ini terlihat ketika ia mengatakan, "Bukankah
kami bernubuat demi nama-Mu, dan mengusir setan demi nama-Mu dan mengadakan banyak mujizat demi
nama-Mu juga?" Disini kita melihat bahwa mereka juga memakai nama Yesus bahkan memiliki kuasa yang
kelihatannya begitu hebat, tetapi bukan dari Tuhan. Secara fenomena kita bisa terkecoh. Hari ini, jika kita
melihat orang yang dikategorikan Matius 7:21-23 mungkin kita akan menilai orang tersebut sebagai orang
Kristen bahkan seorang aktivis atau pelayan Tuhan. Mengapa? Karena orang tersebut mempunyai kuasa.
Orang tersebut bernubuat, melakukan mujizat dan mengusir setan demi nama Yesus. Celakanya orang itu
sendiri tidak sadar bahwa dia melakukan kuasa tersebut bukan dari Tuhan. Kuasa dapat menjadi
berbahaya, menipu dan juga bisa menjerumuskan. Itu sebabnya kita tidak boleh menganggap ringan kuasa
Setan. Kita perlu mengerti kuasa Tuhan yang sejati yang memiliki integritas kebenaran.

Kedua, bagaimana kita membedakan kuasa Tuhan dengan nabi palsu? Kuncinya adalah apakah dia
melakukan kehendak Bapa atau dia sedang melakukan kehendak manusia. Di dalam Matius 7:21 dikatakan
bukan setiap orang yang berseru kepada-Ku Tuhan, Tuhan yang akan diselamatkan tetapi dia yang
melakukan kehendak Bapa-Ku di sorga. Jadi ketika seseorang menjalankan kuasa Allah di dalamnya ada
unsur ketaatan mutlak kepada Allah. Itu sebabnya semua mujizat baik dari kitab Kejadian sampai Wahyu
mulai dari nabi-nabi PL sampai PB semuanya dilakukan karena Tuhan yang perintahkan untuk dia kerjakan.
Jadi semua yang dikerjakan harus kembali kepada ketaatan yaitu melakukan kehendak Bapa bukan untuk
kepentingan manusia.

Ketiga, kuasa dari Tuhan adalah kuasa yang menghidupkan sedang kuasa dari setan adalah kuasa yang
mematikan. Ketika seseorang menjalankan kuasa sesuai dengan kehendak Tuhan maka dia akan
memperoleh hidup kekal. Di dalam Injil Matius 7, orang tersebut melakukan kuasa memakai nama Tuhan
namun akhirnya masuk neraka. Ini membuktikan dia melakukan kuasa bukan dari Tuhan. Setan bisa
menawarkan apapun kecuali memberi hidup kekal, ini prinsip.

Setan sangat licik, dia bisa memberikan harta dan kedudukan bahkan Tuhan Yesus sendiri pernah dicobai.
Setan berjanji akan memberikan seluruh dunia ini dengan segala kekayaannya jika Tuhan Yesus mau
menyembah dia. Setan bisa memberi apapun kecuali hidup, karena inilah yang dia cari. Dia berikan apapun
untuk mendapatkan hidup seseorang. Itu sebabnya tawar-menawar dengan setan berarti mencari
keuntungan demi kematian. Kuasa dari Tuhan akan memberi kepada kita kehidupan. Dia akan membawa
kita kepada keselamatan dan membawa kita kepada ketaatan dan menjadikan kita makin hari makin taat
untuk melakukan kehendak Bapa di surga. Dan waktu kita kembali kepada Allah itulah kuasa yang harus
membawa kita kembali kepada kebenaran. Inilah kuasa sejati.

Keempat, kuasa Allah selalu terintegritas dengan kebenaran sedangkan yang bukan dari Allah selalu terkait
dengan ketidakbenaran. Kuasa yang sejati dari Tuhan tidak mungkin berlawanan dengan seluruh firman
Tuhan. Itu sebabnya untuk mengetahui kuasa itu dari Tuhan atau bukan, kita harus cek dengan firman
Tuhan. Tidak boleh keluar dan bertentangan dengan firman. Kebenaran yang sejati akan membawa kita
kepada seluruh ekstensi kebenaran yang sejati. Kebenaran yang sejati akan melahirkan turunan yang
mempunyai sifat yang sejati. Jadi tidak mungkin ada kepalsuan di dalamnya. Oleh sebab itu untuk mengerti
kuasa yang sejati kita harus mengerti firman Tuhan secara tepat. Itu sebabnya di dalam Efesus 1:15-23, kuasa
diletakkan di bagian terakhir. Bagian ini baru bisa dibicarakan setelah kelima bagian sebelumnya kita
26 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

bicarakan. Kuasa sejati tidak mungkin lepas dari iman sejati, kasih sejati, hikmat sejati, wahyu sejati, dan
pengharapan sejati. Tidak mungkin kita memiliki kelima elemen di atas benar tetapi kuasanya salah.

Saya harap kita menggumulkan kebenaran tentang kuasa ini di dalam hati kita. Tuhan memberikan kuasa
itu kepada kita karena itu diperlukan. Tetapi kuasa ini adalah kuasa yang perlu dibedakan dari kuasa yang
bukan dari Tuhan. Kuasa ini adalah kuasa yang unik yang hanya dari diri Tuhan sendiri. Kuasa inilah yang
boleh menjadikan kita seorang anak Allah yang sejati dan hanya dengan itu kita bisa diproses untuk
menjadi anak Allah yang sejati. Mari kita belajar kembali kepada Alkitab agar prinsip dan arah kita jelas dan
tidak dipermainkan oleh dunia. Khususnya di tengah-tengah krisis dewasa ini jika kita tidak mempunyai
kekuatan dari Tuhan, kita tidak mempunyai kuasa yang menyebabkan kita bisa berdiri tegak menjadi
seorang anak Allah. Ini akan menjadikan kita sebagai orang Kristen yang hancur dan akhirnya kembali
menjadi orang Kristen duniawi. Banyak orang Kristen yang hari ini runtuh imannya. Hanya dengan kembali
kepada kuasa Allah barulah kita bisa berdiri tegak di tengah dunia ini dan mampu menyatakan kebenaran
Tuhan di dalam dunia ini. Namun ketika kita kembali kepada kuasa Tuhan ini bukan hal yang instan dan satu
hari terjadi dalam hidup kita. Oleh sebab itu kita perlu menggarap dan memprosesnya.

Minggu lalu kita membicarakan empat hal yang membedakan kuasa dari Allah dengan yang bukan dari
Allah. Pertama, kuasa Tuhan yang sejati adalah kuasa yang terbuka, nyata dan tidak pernah gagal, karena
berdiri di atas kedaulatan dan kuasa tertinggi. Kedua, kuasa sejati adalah kuasa yang muncul dari
kebenaran Allah dan sinkron dengan kebenaran Allah. Ketiga, kuasa Allah adalah kuasa yang dari mati
menjadi hidup, sedangkan dari setan justru menuju kepada kematian. Keempat, kuasa ini dalam Ef 1
diletakkan di dalam segmen yang terakhir dari keenam aspek pertumbuhan kekristenan, sesudah iman,
kasih, hikmat, wahyu, dan pengharapan. Jadi kuasa tidak bisa lepas dari kelima elemen ini.




Pertama, faktor ketidakmampuan internal. Alkitab mengatakan bahwa di dalam kondisi impotensi manusia,
manusia tidak mungkin tidak berdosa. Agustinus mengatakan, "Salah satu problem serius yang dihadapi
manusia berdosa adalah kondisi yang disebut sebagai non posse non pecare (tidak mungkin tidak berdosa).
Inilah kondisi manusia yang sudah jatuh. Manusia senantiasa dijerat dan dibelenggu oleh dosa. Rm 3
mengatakan, "Tidak ada seorang pun yang benar. Tidak ada seorangpun yang baik." Kalimat ini telah
dibuktikan dalam sejarah bukan hanya oleh orang Kristen saja. Aristoteles di dalam teori kebajikan
tertingginya akhirnya membuktikan hampir seluruh kebajikan yang dikerjakan di dalam dunia ini bukan
kebajikan asli. ‘Baik’ yang ada di dunia ini hanya ‘baik’ yang relatif. ‘Baik’ di ukur menurut egoisme manusia,
sedangkan egoisme itu sendiri adalah kejahatan. Jadi ‘baik’ identik dengan ‘kejahatan’ yang sejati. Inilah
kebaikan manusia, dan Tuhan melihat ini sebagai kejahatan. Manusia tidak mampu dan tidak ada kekuatan
untuk lepas dari belenggu dosanya. Ini yang menjadikan dunia kita masuk ke dalam impotensi total.

Alkitab mengatakan, "Kamu dahulu sudah mati karena pelanggaran-pelanggaran dan dosa-dosamu. Kamu
hidup di dalamnya, karena kamu mengikuti jalan dunia ini, karena kamu menaati penguasa kerajaan
angkasa, yaitu roh yang sekarang sedang bekerja di antara orang durhaka" (Ef 2:1-2). Itulah mati. Mati yaitu
hidup, hidup di dalam dosa dan terus berbuat dosa. Taat kepada penguasa kerajaan angkasa, menjadi
hamba dosa dan terus diikat oleh dosa. Di sini pentingnya kita mendapat kuasa untuk melepaskan kita dari
belenggu dosa. Secara manusiawi kita tidak mungkin keluar dari belenggu dosa. Hanya melalui kuasa Allah
yang mengangkat, menarik, dan menghancurkan kuasa kematian yang membelenggu kita. Ya, kuasa yang
27 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

membangkitkan Kristus itulah yang mengeluarkan kita dari kematian menuju kepada keselamatan yang
Tuhan berikan.

Kedua, karena faktor eksternal kita juga sangat menekan. Dunia kita adalah dunia yang berdosa. Kita
berada di tengah dunia ini bagaikan domba di tengah-tengah serigala. Di satu pihak kita dituntut untuk
tidak berdosa, di lain pihak kita begitu kecil, lemah dan tidak mampu. Dari dalam kita mengalami impotensi,
dari luar kita mengalami tekanan yang begitu berat, ini menjadikan kita betul-betul tidak berdaya, kecuali
ada kekuatan dari luar yang memampukan kita. Hanya kuasa kebangkitan Kristus, yaitu kekuatan dinamit
(dunamos) yang diberikan Kristus yang membuat kita keluar dan mampu mengatasi situasi yang paling sulit
seperti ini. Hidup di tengah dunia jika kita tidak memiliki kekuatan dari Tuhan, kita akan gagal, runtuh, dan
rapuh. Di sini kita perlu memikirkan kuasa Allah dan menumbuhkan kuasa Allah di dalam hidup kita.

Disamping itu ada juga kuasa yang mengharuskan kuasa Allah itu bertumbuh di dalam diri kita, yaitu
panggilan Allah atas diri kita. Ketika kita bertobat menjadi anak-anak Allah ini bukan hal yang sederhana.
Banyak orang memperdebatkan doktrin predestinasi, karena doktrin ini dianggap mencapai keegoisan
manusia. Padahal ketika Alkitab mengajarkan predestinasi, intinya bukan pada keselamatan melainkan
pada panggilan ilahi untuk menjadi saksi-Nya. Yoh 15:16 mengatakan, "Bukan kamu yang memilih Aku tetapi
Akulah yang memilih kamu supaya kamu pergi dan menghasilkan buah dan buahmu tetap. Tuhan memilih
dan menetapkan kita dari sejak awal supaya kita pergi dan menghasilkan buah. Kita dipanggil untuk
menjadi saksi Tuhan di tengah dunia ini.

Doktrin Reformed bukan hanya doktrin di kepala. Doktrin Reformed Injili mengajarkan agar dengan Teologi
Reformed dan semangat Injili kita memenangkan jiwa dan bersaksi bagi Tuhan. Tuhan memanggil anak-
anakNya supaya di tengah dunia yang gelap ini ada secercah terang. Kita dipanggil untuk menjadi garam
dunia, tetapi jika garam itu sudah menjadi tawar, tidak ada gunanya selain dibuang dan diinjak orang. Kita
ditebus dan dikeluarkan dari lumpur dosa supaya kita menyatakan kebenaran Allah di dalam dunia yang
gelap ini. Kekristenan bukan hanya teori melainkan suatu tuntutan untuk kita hidup benar. Itu sebabnya
ketika kita percaya, Tuhan sudah memberi kita kuasa untuk kita menjadi anak-anak Allah, agar kita bisa
mencerminkan kondisi sifat yang dimiliki oleh Bapa kita di sorga.

Pada jaman ini banyak orang Kristen yang kehilangan misi ini. Salah satu sebabnya adalah karena orang
Kristen menghindari satu pernyataan yang ditegaskan oleh Paulus di dalam 1 Kor 11:1, "Hendaklah engkau
menjadi pengikut-ku sama seperti aku menjadi pengikut Kristus." Dewasa ini banyak orang Kristen bahkan
hamba Tuhan seolah-olah hidup lebih rohani kelihatannya, dengan mengatakan, "Jangan lihat saya karena
saya lemah dan tidak sempurna, lihatlah Tuhan dan jangan ikuti saya." Di sini terlihat seperti rohani tetapi
dibalik itu sebetulnya ada satu penegasan yaitu tuntutan untuk kita terhindar dari keharusan menjalankan
misi sebagai anak Tuhan. Kita tidak berani menyatakan diri di hadapan orang bahwa saya harus menjadi
teladan bagimu. Ketika Paulus mengatakan kalimat tersebut sama sekali tidak bermaksud menyatakan diri
bahwa dia sudah sempurna. Tidak! Paulus tetap masih di dalam proses menuju kepada kesempurnaan.

Di dunia ini tidak ada orang sempurna kecuali Tuhan sendiri. Namun pada waktu Paulus mengatakan
kalimat tersebut berarti dia memperkenankan orang melihat dia untuk dipertimbangkan. Di dalam hal yang
kelihatannya sederhana kita bisa menjadi saksi. Memang untuk menjadi saksi Tuhan Alkitab mengatakan
tidak mudah. Hal ini perlu dikerjakan secara serius. Kita perlu bersandar kepada kuasa Tuhan sehingga kita
dimampukan untuk menjadi saksi Tuhan di tengah dunia yang gelap ini.
28 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

Ketiga, kuasa yang memungkinkan saya untuk taat kepada Kristus. Kuasa kebangkitan Kristus adalah kuasa
yang mengeluarkan saya, dari jerat belenggu kuasa kegelapan menjadi hamba kebenaran. Hanya dengan
kembali kepada kebenaran kita dapat menjadi orang yang bahagia. Namun untuk keluar dari sini bukan hal
yang mudah. Kita perlu kuasa Tuhan untuk mengerjakan pekerjaan yang Tuhan tetapkan supaya kita boleh
kuat dan menjadi saksi Tuhan. Kuasa diberikan untuk membangkitkan kita keluar dari jerat dosa, hidup di
dalam ketaatan pada kebenaran, dan menjadi anak-anak Allah untuk menjalankan kehendak-Nya.

Namun untuk mengerti bertumbuhnya kuasa yang Tuhan sediakan, kita perlu mengerti dua hal; pertama
kuasa tersebut adalah kuasa yang bersumber dari Allah. Untuk menumbuhkan kuasa, kita memerlukan
kunci kedua yaitu ketaatan menjalankan kebenaran berdasarkan kuasa tersebut. Ketika kita menerima
kuasa sebagai anak Allah, Tuhan menuntut kita untuk berjalan dan melangkah dalam kebenaran itu. Waktu
kita melangkah di dalam kebenaran maka kita baru sadar bahwa Tuhan sedang membangun kita di dalam
kebenaran. Waktu kita taat, ketika itulah kuasa Tuhan akan bekerja di dalam diri kita. Jadi, kuasa dan
ketaatan adalah dua hal yang harus kita garap.

Kuasa mengakibatkan kita bisa taat, dan saat kita menjalankan ketaatan, kuasa itu semakin besar kita
rasakan. Semakin besar kuasa kita rasakan makin membuat kita lebih taat lagi. Ini menjadi putaran yang
makin hari makin bertambah besar. Dengan demikian makin hari makin membuat kita bertumbuh dalam
kuasa Kristus, bertumbuh dalam kuasa kebangkitan dan menjadikan kita makin hari makin taat.

Biarlah di tengah situasi dewasa ini kita boleh menjadi saksi Kristus. Kita tidak tahu esok seperti apa?
Mungkin krisis semakin sulit dan semakin menekan. Namun dalam situasi seperti ini saya berharap Saudara
tidak lari dan tidak menjual iman Saudara. Justru di tengah krisis ini saya berharap saudara memiliki
kekuatan untuk menjadi saksi dan bersandar kepada kuasa dan pemeliharaan-Nya. Tuhan menginginkan
kita taat kepada Dia. Biarlah ini boleh menumbuhkan iman kita dari sekarang dan sampai selama-lamanya.

Amin!
29 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

K
Keep
peen
nuua
ahha
annh
hiid
duup
pdda
alla
ammK
Krriis
sttu
uss
Oleh: Pdt. Sutjipto Subeno

Nats: Efesus 1:11

11 Aku katakan "di dalam Kristus," karena di dalam Dialah kami mendapat bagian yang
dijanjikan––kami yang dari semula ditentukan untuk menerima bagian itu sesuai dengan
maksud Allah, yang di dalam segala sesuatu bekerja menurut keputusan kehendak–Nya

Ef 1: 3-14merupakan satu kalimat utuh dengan koma, koma yang berbentuk participle-participle yang
tersusun begitu banyak dan rumit. Dalam bahasa Indonesia satu alinea tidak mungkin terus disambung
menjadi satu kalimat. Dalam situasi ini LAI juga memotong kalimat dengan memberi subyeknya. Ini tidak
menyalahi struktur kalimat hanya tekanannya pada "karena di dalam Dia."

Mengapa harus di dalam Kristus? Karena di dalam Kristus kita mendapat bagian yang dijanjikan. Inilah yang
membentuk kepenuhan hidup kita. Hidup manusia baru kembali kepada aslinya jika manusia kembali
menjalankan fungsi sebagaimana ditetapkan oleh Tuhan di dalam Kristus sehingga manusia mendapatkan
apa yang dijanjikan Allah menjadi bagiannya. Inilah misi dari hidup manusia.
Setiap ciptaan dicipta oleh pencipta menurut rancangan pencipta dan hasil akhirnya untuk pencipta.
Hukum ini adalah hukum yang sah berlaku di mana saja dan kapan saja. Demikian pula, manusia dicipta
oleh Allah menurut rancangan Allah hasil akhirnya untuk Allah. Hukum ini tidak bisa dilanggar. Mengerti
hukum ini akan mengerti semua aspek.
Namun kepenuhan hidup manusia bisa menyeleweng. Sama seperti mike dicipta untuk menjadi pengeras
suara. Namun mike juga bisa disalahgunakan, misalnya untuk memukul kepala. Pada waktu itu mike
tersebut sudah gagal mencapai kepenuhan keberadaannya. Demikian pula dengan manusia bisa
menyalahgunakan fungsinya. Tidak heran, di dalam hidup manusia setelah kita berjuang pada satu titik kita
merasa kosong. Kita mulai bertanya, "Apa yang sedang saya lakukan? Sepertinya tidak ada artinya?
Hidupku kosong."
Namun pertanyaannya, "Apakah realitanya harus seperti ini? Kita harus membedakan realita dengan yang
seharusnya. Tidak cukup kita membangun teori di atas realita. Kita harus membangun teori di atas ide -
seharusnya seperti apa. Dari sini baru kita melihat realitanya seperti apa.
Paulus mengatakan, "di dalam Kristus", karena di dalam Dialah kami mendapat bagian yang dijanjikan -
kami yang dari semula ditentukan untuk menerima bagian itu sesuai dengan maksud Allah, yang di dalam
segala sesuatu bekerja menurut keputusan kehendak-Nya."
Siapakah Paulus? Jika kita membaca Filipi 3, kita menemukan banyak hal yang Paulus bisa banggakan.
Berdasarkan keturunan Paulus orang Yahudi asli dari suku Benyamin di sunat hari ke 8. Secara intelektual,
Paulus orang yang brilliant. Umur 30 tahun sudah menjadi orang Farisi. Paulus mewarisi seluruh ke-
budayaan Ibrani mengerti Talmud, Midrash, dan hafal Taurat. Bahkan menjadi murid kesayangan Gamaliel.
Seorang profesor yang paling terkenal pada waktu itu. Paulus juga menguasai filsafat Graeco-Romans yang
30 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

pada waktu itu dianggap paling top pada zamannya dan dianggap sebagai ‘mbahnya’ filsafat dunia saat itu.
Di Athena Paulus berdialog dengan tokoh-tokoh filsafat disana. Dari segi kerja, Paulus seorang yang berani
berjuang. Dia adalah seorang penganiaya Kristen. Paulus bukan hanya pandai bicara tapi dia juga seorang
yang memiliki semangat bekerja. Singkatnya, Paulus memiliki kehebatan baik dari segi eksistensi,
intelektual, maupun dari segi kerja. Kurang apa lagi?!
Paulus pikir melalui semua itu dia sudah mencapai kepenuhan hidupnya. Namun setelah menemukan
Kristus semua yang tadinya dia anggap itulah yang dia kejar, ternyata sekarang hanya sampah yang perlu
dibuang." Inilah perbandingan hidup Paulus.
Dalam kitab Filipi Paulus sedang men-sharing-kan pengalamannya dari situasi yang lama kepada situasi
yang baru. Namun dalam surat Efesus Paulus sedang memberitakan prinsip dasar bagaimana sebetulnya
kita harus menggarap hidup kita berdasarkan teologi yang ketat.
Di dalam Ef 1:11 ini, Paulus mengatakan inilah bagian yang ditentukan untuk kita. ‘Kita’ di sini bukan
‘semua.’ Saya hanya mendapat bagian yang ditetapkan bagi kita sesuai dengan maksud Allah. Dalam ayat
ini digunakan kata ‘maksud Allah’ di bawah menurut keputusan kehendaknya (perhatikan Ef 1:11). Menerima
bagian ini sesuai dengan maksud Allah yang di dalam segala sesuatu bekerja menurut keputusan
kehendaknya. Kalimat ini dalam bahasa Indonesia menggunakan sedikit permainan kata supaya ini tidak
terlalu mirip.
Dalam bahasa Indonesia kata maksud dan tujuan seringkali memiliki arti yang dekat. Namun dalam bagian
ini dipisah secara drastis. Ketika Paulus mengatakan kita mendapatkan bagian yang sesuai dengan maksud
Allah. Di sini Paulus menggunakan kata pronesis yang menggambarkan satu maksud yang bersifat spesifik.
Dalam kedokteran gigi ada satu istilah yang disebut protese. Protese ini adalah contoh gigi yang dibuat
seperti aslinya. Jadi kata ini bersifat spesifik sekali seperti aslinya. Jadi gigi graham harus dibuat seperti gigi
graham yang dicabut.
Jadi ‘kita’ di sini bukan semua hanya satu bagian yang harus kembali pada bagian itu. Nah pada waktu kita
kembali kepada bagian itu kita harus kembali ke maksud asli pencipta modelnya seperti apa dan di mana
tempatnya. Posisinya harus tepat. Di sini pentingnya kita mengembalikan diri kita ke posisi yang
seharusnya.
Tuhan menuntut kita kembali menurut maksud Allah. Ini baru bisa terjadi jika kita kembali kepada Kristus.
Disinilah rencana dan maksud itu bisa mencapai kepenuhannya. Jadi dengan kembali pronesis berarti kita
kembali menjalankan fungsi yang Tuhan tetapkan di dalam Kristus. Di situlah kita mendapatkan kepenuhan
maksud kita. Seperti Paulus mengejar pronesis. Dengan mengejar dan menjalankan maksud Allah ini dia
tidak pernah gagal karena itu akan dicatat dalam kekekalan. Karena untuk itulah kita dicipta untuk
menjalankan maksud yang dia mau yaitu kita boleh menjadi puji-pujian untuk kemuliaan Tuhan (ay. 12).
Sebelum kita sampai ke tujuan kita harus mengerti maksud Allah Pencipta kita. Setiap orang harus tahu di
mana bagiannya. Jika saudara ditetapkan jadi petani. Jadilah petani Kristen, pengusaha Kristen, dokter
Kristen, intelektual Kristen. Kita harus tahu di mana posisi kita masing-masing. Itu bukan kita yang mau tapi
Tuhan yang tuntut bukan demi kita melainkan demi rencana Allah bagi hidup kita agar Kerajaan Allah
digenapi. Sebaliknya jika kita tidak kembali kepada maksud Allah maka semua yang kita kerjakan akan sia-
sia. Mengapa? Karena kita sedang menimbun kehancuran yang kita kejar bertahun-tahun ?

Amin!
31 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

K
Keeb
baan
nggk
kiitta
annK
Krriissttu
uss d
daan
nppe
enng
ghha
arra
appa
annk
kiitta
a
Oleh: Pdt. Rusdi Tanuwidjaya

Nats: Matius 27:62 Mt 28:20

62 Keesokan harinya, yaitu sesudah hari persiapan, datanglah imam–imam kepala dan
orang–orang Farisi bersama–sama menghadap Pilatus,

20 dan ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu. Dan
ketahuilah, Aku menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman."

Pandangan kita terhadap Alkitab merupakan hal yang serius karena menentukan ke mana kita akan
melangkah dan bagaimana kita membaca, menilai, dan menafsirkan Alkitab. Sebagai seorang reformed Injili
kita percaya Alkitab adalah firman Tuhan. Kesulitannya, di dalam Alkitab kita menemukan banyak ucapan
iblis, manusia dan malaikat. Bagaimana kita bisa menjelaskan bahwa ucapan-ucapan tersebut juga adalah
firman Tuhan. Untuk menjelaskan hal ini saya mengambil contoh, seorang pengarang, anggap saja si A
menulis buku. Di dalam buku yang dia tulis banyak mengutip ucapan dari banyak tokoh. Tetapi hasil akhir
dari tulisan tersebut kita akui semuanya adalah karangan si A meskipun di dalam buku tersebut banyak
ucapan-ucapan dari banyak tokoh. Demikian pula dengan Alkitab, memang di dalam Alkitab banyak ucapan
yang bukan dari Tuhan. Tetapi pada waktu Allah menghendaki ucapan tersebut ditulis itu berarti ucapan
tersebut adalah firman Tuhan yang diilhamkan sebagaimana 2 Tim 3:16.

Dengan dasar presaposisi Alkitab adalah firman Tuhan, maka kita telah meletakkan dasar yang benar.
Seluruh ajaran dan hidup orang Kristen dibangun di atas dasar Alkitab. Ini juga sangat membantu kita
memahami rencana Allah khususnya berkenaan dengan keselamatan manusia. Mengapa? Ketika Allah ingin
menggenapi rencana-Nya seringkali berada di luar kemampuan rasio, pengalaman, dan pembuktian
manusia yang terbatas. Misalnya peristiwa kelahiran, kematian dan kebangkitan Yesus Kristus ini sulit
dimengerti oleh manusia. Sebagai orang Kristen kita percaya bahwa Allah mewahyukannya di dalam
Alkitab. Sekalipun di dalam Alkitab kita melihat Allah bekerja melampaui akal, pengalaman dan pembuktian
manusia yang terbatas. Allah yang tidak terbatas sekarang datang ke dalam dunia yang terbatas menjadi
seorang bayi yang kecil dan lemah. Dia datang dengan satu tujuan yaitu mati di bukit Golgota untuk
menggenapkan kehendak Bapa. Siapa yang mengira bahwa untuk menyelamatkan manusia, Allah rela
datang ke dalam dunia dan mati di bukit Golgota. Di Golgota, kelihatannya Yesus Kristus gagal tetapi justru
di situlah kedaulatan Allah dinyatakan dan kemenangan diraih. Ya, salib adalah tempat yang penuh
paradoks dan sulit dimengerti oleh manusia. Tidak heran, bagi orang Yunani salib adalah kebodohan dan
bagi orang Yahudi salib adalah batu sandungan. Namun di dalam hikmat Allah salib adalah kekuatan Allah
yang menyelamatkan, karena melalui kematian-Nya Kristus sudah mematikan kuasa kematian.
32 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

Namun drama keselamatan ini tidak hanya berhenti pada titik kematian Kristus. Alkitab mengatakan Kristus
bangkit dari antara orang mati. Kebangkitan Kristus merupakan peristiwa penting dan sentral dalam
Kekristenan yang dicatat dalam alkitab. Andaikata Kristus tidak dibangkitkan, Paulus mengatakan sia-sialah
kepercayaan kamu dan kamu masih hidup di dalam dosamu. Dan lagi, bagaimana kita tahu bahwa dosa-
dosa kita sudah diampuni dan kita sudah dibenarkan, jika Kristus tidak dibangkitkan. Jika Kristus tidak
dibangkitkan, kelahiran dan kematian-Nya tidak ada gunanya.
Sayangnya, banyak jemaat yang tidak sadar terhadap sentralitas dan pentingnya kebangkitan Kristus.
Ketidaksadaran akan pentingnya kebangkitan Kristus juga dialami oleh orang yang hidup sejaman dengan
Kristus. Misalnya, siapakah yang pertama ingat bahwa Kristus akan bangkit? Kita mungkin berpikir Maria
Magdalena. Jawabnya, bukan. Memang Maria Magdalena pergi pagi-pagi ke kubur Yesus tetapi bukan
karena dia ingat bahwa Yesus akan bangkit, melainkan karena dia ingin merempah-rempahi tubuh Yesus,
karena Maria sangat mengasihi Yesus. Tetapi ini tidak berarti dia memahami mengapa Kristus harus mati
dan juga dia tidak ingat bahwa Kristus akan bangkit.

Bagaimana dengan murid-murid? Jika kita membaca Alkitab secara teliti, maka kita tahu bahwa murid-
murid juga tidak ingat bahwa Yesus akan bangkit. Seharusnya murid-muridlah yang tahu bahwa Yesus akan
bangkit karena sebelumnya Kristus berkali-kali memberitahukan akan kematian dan kebangkitan-Nya.
Tetapi ketika Maria Magdalena memberitahukan kebangkitan Yesus Kristus, mereka menganggap apa yang
dikatakan Maria hanyalah omong kosong (Luk 24:11). Mengapa? Karena para murid percaya kepada mesias
yang berbeda dengan apa yang diajarkan Kristus. Tidak heran jika perkataan Kristus tidak pernah mendapat
tempat di dalam hati para murid. Mesias yang mereka percaya bukanlah Mesias yang mati di kayu salib
melainkan mesias yang akan membebaskan bangsa Israel dari penjajahan bangsa lain. Itu sebabnya
kematian dan kebangkitan Kristus tidak pernah terpikirkan oleh mereka.

Kondisi para murid tidak banyak berbeda dengan kehidupan umat Kristen dewasa ini. Kita banyak
mendengar firman Tuhan. Namun berapa banyak firman Tuhan tersebut kita mengerti dengan hati kita
sehingga menjadi pergumulan di dalam hidup kita. Pengertian secara akali berbeda dengan pengertian di
dalam hati manusia. Seseorang bisa memiliki pemahaman secara akali namun pemahaman ini belum tentu
menjadi pemahaman di dalam hatinya. Itu sebabnya, banyak firman Tuhan yang kita dengar namun tidak
menjadi realita di dalam pergumulan hidup kita. Alhasil, hidup kita tidak pernah mengalami perubahan oleh
firman tersebut. Karena dalam hidup kita memiliki konsep yang sudah berakar dan bertentangan dengan
firman Tuhan.

Terakhir, imam-imam kepala dan orang-orang farisi. Merekalah yang sebenarnya ingat bahwa Tuhan Yesus
akan bangkit pada hari ketiga (Mat 27:62-66). Sangat ironis sekali justru yang pertama ingat akan kebangkitan
adalah para musuh Kristus. Merekalah yang sejak semula berusaha untuk membunuh Kristus dengan
menyuap Yudas. Mereka adalah tokoh-tokoh agama yang terkemuka dan terpandang. Tetapi jika mereka
tidak kembali kepada kebenaran, mereka akan menjadi penghambat, perusak, dan pembunuh. Bahkan
tidak heran mereka menghalalkan berbagai cara untuk mencapai maksud hati mereka yang jahat. Itu
sebabnya jika agama tidak kembali kepada kebenaran berarti agama tersebut sedang membuang diri jauh
dari Tuhan.

Bahkan imam-imam dan orang-orang farisi ini jugalah yang menyuap para pengawal untuk memberitakan
isu dusta yang menyatakan bahwa mayat Kristus dicuri oleh para murid. Informasi mengenai pencurian
mayat oleh para murid ini kelihatannya masuk akal. Tetapi jika kita telaah lebih dalam seringkali kita
temukan dibalik alasan yang logis justru terdapat ketidaklogisan. Pada waktu mereka menyuap untuk
33 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

menyebar dusta tentang pencurian mayat Yesus, di sini kita justru melihat ini semakin memperteguh
kebangkitan Tuhan Yesus. Jika mereka mengatakan bahwa para muridlah yang mencuri mayat tersebut,
masalahnya, dari mana mereka tahu bahwa mayat tersebut dicuri oleh para murid kecuali mereka
melihatnya sendiri. Juga, kekuatan apa yang mendorong para murid yang sedang mengalami kemunduran
rohani tersebut untuk mencuri mayat gurunya. Apalagi kubur tersebut sudah dimaterai dan dijaga oleh
para pengawal. Dan lagi untuk apa para murid mengambil mayat tersebut? Juga alasan bahwa mayat
tersebut dicuri ini tidak logis. Mengapa?

1. Batu yang menutup kubur Yesus beratnya sekitar dua ton.

2. Kubur tersebut dijaga oleh para pengawal yang paling sedikit dijaga oleh lebih dari dua orang. Dan suatu
hal yang janggal jika semua pengawal tertidur. Lagi pula, andaikata benar para pengawal tertidur dengan
nyenyak, lalu dengan kekuatan apa ke-11 murid mendorong batu tersebut hingga tidak menimbulkan suara
yang membangunkan para pengawal.

Alkitab mengatakan dengan tegas bahwa Kristus bangkit. Dan kebangkitan inilah yang mengubah
kehidupan para murid dari kondisi kerohanian mereka yang bangkrut kepada satu pengharapan yang pasti.
Di samping itu kebangkitan Kristus juga menjadi dorongan bagi mereka untuk menggenapi visi dan misi
yang Tuhan berikan kepada para murid untuk memberitakan Injil kepada semua bangsa dan menjadikan
semua bangsa murid Tuhan (Luk 24:44-49; Mat 28:16-20). Perintah dari Tuhan yang sudah bangkit ini juga
seharusnya menjadi visi dan misi Gereja. Gereja yang tidak menjalankan visi dan misi ini adalah Gereja yang
lumpuh. Kita dipanggil bukan hanya sekedar datang ke Gereja mendengar firman Tuhan, memuji nama
Tuhan, mempersembahkan persembahan kemudian bersalaman lalu pulang. Tidak! Allah menempatkan
Gereja di dalam dunia agar Gereja menjadi saksi Kristus dan menjalankan amanat agung yang Tuhan Yesus
berikan. Kiranya kuasa kebangkitan Kristus meneguhkan pengharapan kita dan mendorong kita untuk hidup
menjadi saksi-Nya di dalam dunia ini.

Amin!
34 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

T
Tuug
gaas
syya
anng
gbbe
ellu
umms
seelle
essa
aii
Oleh: Pdt. Rusdi Tanuwidjaya

Nats: Kis. 1:1-3

1 Hai Teofilus, dalam bukuku yang pertama aku menulis tentang segala sesuatu yang
dikerjakan dan diajarkan Yesus,
2 sampai pada hari Ia terangkat. Sebelum itu Ia telah memberi perintah–Nya oleh Roh Kudus
kepada rasul–rasul yang dipilih–Nya.
3 Kepada mereka Ia menunjukkan diri–Nya setelah penderitaan–Nya selesai, dan dengan
banyak tanda Ia membuktikan, bahwa Ia hidup. Sebab selama empat puluh hari Ia
berulang–ulang menampakkan diri dan berbicara kepada mereka tentang Kerajaan Allah.

Konteks dari Kis. pasal 1 ini merupakan kesimpulan dan transisi dari Injil Lukas ke Kisah Para Rasul. Itu
sebabnya dalam Kis 1:1 dikatakan, "Hai Teofilus, dalam bukuku yang pertama aku menulis tentang segala
sesuatu yang dikerjakan dan diajarkan Yesus sampai pada hari Ia terangkat." Disini Lukas membuat suatu
hubungan antara Injilnya dan buku Kisah Para Rasul. Kelihatannya ditulis secara khusus untuk seorang yang
bernama Teofilus. Arti nama Teofilus ini sendiri merupakan kombinasi dari dua kata Yunani yang bisa
berarti ‘a friend of God’ atau ‘beloved of God.’ Dalam Injil Lukas disebut Teofilus yang mulia. Kata ‘yang
mulia’ dalam Kis. hanya ditujukan pada orang yang memiliki kedudukan tinggi di kerajaan Romawi, seperti
gubernur Romawi Felik dan Festus. Sehingga kita bisa menduga bahwa Teofilus pun adalah orang yang
memiliki kedudukan tinggi di dalam kerajaan Romawi.

Minggu ini kita akan membahas Kis 1:1-3. Dalam Kis 1:1-3 ini, kita temukan lima pelajaran rohani penting
berkenaan dengan Injil Lukas.

Pertama, berkenaan dengan pengajaran Kristus. Seperti dalam Injil Sinoptik, demikian juga dalam Injil
Lukas, Tuhan Yesus sering mengajar. Kis 1:1-2 menekankan bahwa Kristus telah mengajar Para Rasul sampai
pada waktu Ia naik ke sorga. Dalam seluruh pelayanan Kristus kita melihat pengajaran mendapat tempat
yang priotas. Mengapa? Karena pengajaran merupakan satu hal yang sangat penting dan serius. Pengajaran
yang Ia ingin sampaikan harus menjadi pegangan, prinsip dan arah bagi pelayanan para rasul di kemudian
hari. Itu sebabnya, jangan sampai kita memberitakan Injil Kerajaan Allah atau mengajar jika kita tidak
memiliki informasi pengajaran yang benar. Sayangnya, dewasa ini kita melihat banyak orang mau melayani
tanpa mau belajar Alkitab baik-baik. Jika Tuhan Yesus sendiri menempatkan pengajaran begitu penting
dalam pelayanan-Nya, hendaknya boleh menjadi teladan dan mendorong kita untuk belajar baik-baik.

Kedua, belajar dari perbuatan Kristus. Belajar pengetahuan firman Tuhan saja tidak cukup. Kita harus
bergumul untuk mengaplikasikan apa yang kita tahu dalam hidup kita setiap hari. Lukas dalam Kis 1:1
menulis, "Segala sesuatu yang dikerjakan dan diajarkan Yesus." Di-sini kata ‘yang dikerjakan’ mendahului
kata ‘diajarkan.’ Sebab kita baru dapat mengajar dengan baik jika kita melakukan apa yang kita ajarkan dan
35 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

dibutuhkan pergumulan untuk mengindikasikan apa yang kita ajar. Ini memang tidak mudah. Pemimpin-
pemimpin agama Israel menduduki kursi Musa, mereka mengajar tetapi mereka tidak melakukan apa yang
mereka ajarkan. Tuhan berkata, "Sebab itu turutilah dan lakukanlah segala sesuatu yang mereka ajarkan
kepadamu, tetapi janganlah kamu turuti perbuatan-perbuatan mereka, karena mereka mengajarkan tetapi
tidak melakunya." Berbeda dengan Kristus. Dia bukan hanya mengajar tetapi juga melakukan apa yang dia
ajarkan. Lingkup dari yang Kristus ajarkan dan lakukan sangat luas namun secara khusus semua yang Yesus
kerjakan dan ajarkan berhubungan dengan keselamatan bagi umat-Nya. Penting untuk kita ingat, jika
pengenalan firman Allah tidak merubah hidup kita, sulit bagi kita untuk merubah orang lain.

Ketiga, Kristus mengajar melalui Roh Kudus. Ketika Kristus datang ke dunia, Dia datang untuk melayani dan
melakukan kehendak Bapa-Nya. Yesus berkata, Aku datang untuk melakukan kehendak Bapa (Yoh 4:34). Di
dalam pelayanan-Nya, kita melihat bagaimana Roh Kudus juga menyertai pelayanan Yesus. Ini dapat dilihat
ketika Yesus mengajar dan melakukan mujizat. Roh Kudus bekerja melalui itu semua (bnd Mat 12:31-32).
Teladan Kristus seharusnya menjadi pola bagi kita. Sebagai manusia kita lemah, itu sebabnya dalam
pelayanan kita membutuhkan kuasa yang memampukan kita untuk melayani dan memberitakan firman
Tuhan. Kita perlu bersandar pada Tuhan, memohon kepada Tuhan agar Roh Kudus bekerja melalui kita.
Ketika kita melayani dan memberitakan Injil Kerajaan Allah biarlah itu dilakukan di dalam kuasa Roh Kudus.

Keempat, Kristus mengajar mengenai Kerajaan Allah. Setelah Kristus bangkit dari antara orang mati Dia ada
dalam dunia selama 40 hari sebelum naik ke sorga. Selama itu Kristus berulang kali menampakkan diri
kepada murid-muridNya. Sebelum Kristus mati berulang kali Ia berbicara mengenai Kerajaan Allah (ay 3),
baik di dalam perumpamaan-perumpamaan-Nya, pengajaran-Nya maupun dalam melakukan mujizat tidak
lepas dari kerajaan Allah. Mengapa? Karena Kerajaan Allah merupakan tema yang sentral di dalam Alkitab.

Secara umum kita dapat mengatakan bahwa Allah adalah Raja atas alam semesta ini, jadi seluruh ciptaan-
Nya harus takluk dibawah otoritas-Nya. Secara khusus dapat dikenakan kepada Kristus yang merupakan
Raja atas seluruh umat-Nya. Berbicara mengenai Kerajaan Allah kita harus memperhatikan tiga unsur yaitu
pertama, Kerajaan Allah harus ada Rajanya; kedua, Kerajaan Allah ada pemerintahan-Nya; ketiga, Kerajaan
ada umat-Nya. Yang pertama Raja dari Kerajaan Allah adalah Tuhan yang menciptakan langit dan bumi;
kedua pemerintahan-Nya adalah bersifat rohani. Otoritas pemerintahan Allah haruslah menguasai hati dan
pikiran umat-Nya.
Ketiga umat Kerajaan Allah adalah orang-orang yang sudah percaya kepada Kristus atau umat pilihan Tuhan
yang sekarang masih berada dibawah tawanan belenggu setan. Itu sebabnya sebagai orang yang sudah
diselamatkan Tuhan memanggil kita juga dengan satu mandat untuk pergi memberitakan Injil kerajaan
Allah agar umat kerajaan Allah yang saat ini masih berada dibawah kuasa si jahat dapat dibebaskan dan
menerima penebusan darah Kristus. Untuk melakukan tugas ini kita memerlukan kuasa Roh Kudus yang
memampukan kita menjadi saksi-Nya. Dan kebangkitan Kristus sendiri dalam hal ini menjadi kekuatan dan
dorongan di dalam hidup kerohanian para rasul. Kristus bangkit itu mengakibatkan mereka tahu dengan
pasti bahwa janji Allah berkenaan dengan kerajaan-Nya suatu kali kelak pasti akan digenapi. Karena Kristus
bangkit mereka memiliki pengharapan akan terwujudnya kerajaan Allah pada masa yang akan datang. Jika
tidak dibangkitkan bagaimana mereka dapat bangkit dan memiliki keberanian untuk memberitakan
kerajaan Allah sedang pemimpin dari kerajaan Allah itu sendiri mati dan tidak bangkit. Kristus telah bangkit
dan merestorasi kerohanian para rasul yang memungkinkan mereka mengajar dengan yakin mengenai
kerajaan Allah sebagaimana yang telah Kristus ajarkan kepada mereka.
36 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

Kelima, Kristus hanya mengajar para rasul yang dipilih. Di dalam Kis 1:2 mengatakan, "Ia telah memberikan
perintah-Nya oleh Roh Kudus kepada rasul-rasul yang dipilih-Nya." Kepada merekalah Kristus memberi misi
yang jelas, agar para murid pergi dan memberitakan Injil tentang pengampunan dosa ke seluruh dunia
mulai dari Yerusalem, Yudea, Samaria dan sampai ke ujung bumi, supaya yang percaya diampuni dosanya.
Di dalam Amanat Agung Tuhan Yesus (Mat 28:16-20), kita melihat tiga hal yang Tuhan tegaskan. Pertama
Yesus menyatakan wewenang atau otoritas yang ada pada-Nya, yaitu segala kuasa di surga dan di bumi ada
pada-Nya; kedua, Kristus memberi perintah agar para murid pergi. Tujuannya agar mereka pergi dan
menjadikan semua bangsa murid-Nya; ketiga Kristus memberikan satu jaminan kepada para murid yang
dipilih-Nya bahwa Kristus menyertai mereka sampai kepada kesudahan jaman.



Jikalu Tuhan yang bangkit mengajar murid-murid-Nya dan memberi perintah kepada mereka untuk pergi
menjadikan semua bangsa murid-Nya. Perintah ini bukan hanya untuk para murid dalam arti kata hanya
para rasul tetapi ayat ini juga berbicara untuk kita, agar kita juga melanjutkan Amanat Agung ini, sehingga
Injil diberitakan kepada segala bangsa mulai dari Yerusalem kemudian Yudea, Samaria dan sampai ke ujung
bumi. Ini baru bisa terjadi jika perintah itu juga ditujukan kepada kita sebagai murid-murid Tuhan.

Kiranya kelima pelajaran rohani yang kita peroleh dari Kis 1:1-3 ini juga dapat menjadi pergumulan rohani
kita. Maukah kita belajar firman Tuhan dengan rajin dan juga kita bergumul untuk mengaplikasikan firman
itu dalam hidup kita? Demikian juga ketika kita memberitakan injil maupun melayani Tuhan kiranya Roh
Kudus boleh menyertai pelayanan kita dengan demikian setiap orang yang kita ajar boleh mengerti Injil
Kerajaan Allah dengan baik. Kiranya Tuhan Yesus yang telah bangkit memimpin hidup kita dan kuasa Roh
Kudus bekerja melalui hidup kita.

Amin!
37 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

K
Kaam
muua
akka
annm
meen
njja
addii s
saak
kssii--K
Kuu
Oleh: Pdt. Rusdi Tanuwidjaya

Nats: Kis. 1:4-8

4 Pada suatu hari ketika Ia makan bersama–sama dengan mereka, Ia melarang mereka
meninggalkan Yerusalem, dan menyuruh mereka tinggal di situ menantikan janji Bapa,
yang––demikian kata–Nya––"telah kamu dengar dari pada–Ku.
5 Sebab Yohanes membaptis dengan air, tetapi tidak lama lagi kamu akan dibaptis dengan
Roh Kudus."
6 Maka bertanyalah mereka yang berkumpul di situ: "Tuhan, maukah Engkau pada masa ini
memulihkan kerajaan bagi Israel?"
7 Jawab–Nya: "Engkau tidak perlu mengetahui masa dan waktu, yang ditetapkan Bapa
sendiri menurut kuasa–Nya.
8 Tetapi kamu akan menerima kuasa, kalau Roh Kudus turun ke atas kamu, dan kamu akan
menjadi saksi–Ku di Yerusalem dan di seluruh Yudea dan Samaria dan sampai ke ujung
bumi."

Di dalam Kis 1:1-3 penulis Lukas mengintisarikan bukunya yang pertama yakni Injil Lukas di mana membahas
apa yang dilakukan dan dikerjakan oleh Kristus ketika Ia ada di dalam dunia ini. Pembahasan ini mencakup
dari kelahiran, pelayanan, penderitaan, kematian, kebangkitan dan penampakan Kristus kepada para
murid-Nya sampai pada saat Kristus terangkat ke sorga. Minggu ini kita akan membahas apa yang dikatakan
oleh Kristus sebelum Dia naik ke sorga.

Pada waktu terakhir kali Kristus berkumpul dengan para murid, Lukas mencatat dalam Kis 1:4 bahwa Kristus
sedang makan dengan para murid. Kata ‘makan’ di sini disatu sisi membuktikan bahwa Kristus bukan hantu
yang tidak memiliki darah dan daging. Di lain sisi ini menunjukkan bahwa kebangkitan Kristus bersifat
fisikal. Hanya, tubuh kebangkitan Kristus berbeda dengan tubuh sebelum kebangkitan-Nya, karena tubuh-
Nya sudah dipermuliakan.

Sesudah bangkit, Kristus melarang mereka meninggalkan Yerusalem namun di lain sisi kita melihat Tuhan
Yesus juga memberi perintah agar para murid pergi memberitakan Injil dan menjadikan segala bangsa
murid Tuhan. Memang ini kelihatannya bertentangan namun sesungguhnya tidak, bahkan saling
melengkapi. Sesudah bangkit Tuhan memberikan Amanat Agung kepada para murid untuk pergi
memberitakan Injil dan menjadikan semua bangsa murid Tuhan, bahkan mengajar para murid mengenai
kerajaan Allah. Namun ini tidak cukup, para murid perlu memiliki kuasa agar mereka dapat menjadi saksi
Kristus di dalam dunia. Kuasa ini penting sekali bagi para murid untuk menjadi saksi Kristus di dalam dunia.
Ingat peperangan kita bukanlah melawan darah dan daging, melainkan melawan penghulu-penghulu
kerajaan angkasa yaitu roh-roh yang sekarang sedang bekerja di antara orang-orang durhaka. Tanpa kuasa
38 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

dari Allah bagaimana kita dapat membebaskan umat kerajaan Allah yang sekarang masih berada di bawah
kuasa si jahat.

Itu sebabnya Tuhan Yesus menyuruh para murid untuk menunggu di Yerusalem sampai mereka menerima
janji Bapa yaitu berkenaan dengan Roh Kudus. Di dalam Alkitab kita menemukan ribuan janji, tapi hanya
satu janji tentang Roh Kudus yang disebut janji dari Bapa. Allah Bapa telah berjanji bahwa Ia akan
mencurahkan Roh-Nya ke atas semua manusia pada hari-hari terakhir (Yeh 36; Yoel 2). Dan Kristus sendiri
telah menjanjikan kepada murid-murid-Nya tentang karunia Roh Kudus yang datang dari Bapa (Yoh 7:37-39;
14:16; 15:26; 26:7). Di dalam ayat 5 janji Bapa ini dikaitkan dengan pelayanan Yohanes Pembaptis yang di
dalam pelayanannya memberitakan tentang pertobatan. Demikian pula dengan baptisan Yohanes
Pembaptis sebagai tanda pertobatan. Yohanes Pembaptis sendiri tidak membaptis dengan Roh namun
hanya meneguhkan bahwa yang datang kemudian dari padanya akan membaptis dengan Roh Kudus.

Setelah Kristus mengatakan bahwa para murid akan dibaptis dengan Roh kudus maka bertanyalah para
murid yang berkumpul di situ, "Tuhan, maukah Engkau pada masa ini memulihkan Kerajaan bagi Israel?"
Bagian ini tidak mudah untuk dijawab. Mengapa? Karena ada dua pandangan. Pertama, mereka yang
percaya bahwa pertanyaan para murid di sini tidak menunjuk kepada pemulihan Kerajaan Israel secara fisik
di muka bumi ini. Mereka percaya para murid sudah berubah. Hanya, yang mereka pertanyakan, "Apakah
kerajaan yang Tuhan akan pulihkan itu pada masa kini?" Pandangan kedua mengatakan, sekalipun memang
para murid sudah percaya bahwa Kristus bangkit bahkan mereka sudah diajar oleh Tuhan mengenai
Kerajaan Allah. Tetapi, tidak berarti bahwa para murid sudah memiliki ajaran yang sempurna tanpa salah.
Menurut mereka pertanyaan tersebut masih menunjuk kepada keingintahuan tentang penggenapan dari
nubuatan mengenai Kerajaan Allah. Mereka masih belum memahami hakekat yang sesungguhnya dari
natur rohani Kerajaan Kristus. Saya pribadi percaya sekalipun para murid sudah percaya kepada Kristus dan
sudah diajar berulang kali sejak Kebangkitan Kristus sampai Kenaikan-Nya, namun para murid belum
memiliki pandangan yang utuh tentang natur dari Kerajaan Kristus. Lagipula kapan Kerajaan itu akan datang
mereka tidak perlu tahu berkenaan dengan hal ini. Banyak hal di bumi ini yang Allah tidak ingin kita tahu.
Juga berkenaan dengan kedatangan Kristus kembali untuk menegakkan Kerajaan-Nya, tidak ada
seorangpun yang tahu.

Tidak ada seorangpun yang tahu kapan dunia ini akan berakhir. Sesungguhnya di dalam dunia ini banyak hal
yang kita tidak tahu dan memang tidak seharusnya tahu. Firman Tuhan sendiri mengatakan, "Hal-hal yang
tersembunyi ialah bagi Tuhan Allah kita tetapi yang dinyatakan ialah bagi kita." (Ul 29:29).

Setelah Tuhan Yesus mengatakan, "Engkau tidak perlu mengetahui masa dan waktu, yang ditetapkan Bapa
sendiri menurut kuasa-Nya." (ay 7) Selanjutnya Tuhan mengalihkan pembicaraan bukan kepada kapan
Kerajaan itu akan datang melainkan apa yang harus kita kerjakan sebelum Kerajaan itu diteguhkan. Di
dalam ay 8 Tuhan Yesus berkata, "Tetapi kamu akan menerima kuasa kalau Roh Kudus turun ke atas kamu
dan kamu akan menjadi saksi-Ku di Yerusalem, di seluruh Yudea, Samaria dan sampai ke ujung bumi." Kis
1:8 ini merupakan kunci untuk mengerti seluruh kitab Kisah Para Rasul. Inti kitab Kisah Para Rasul 1:8 ini adalah
menjadi saksi. Kamu akan menjadi saksi-Ku di Yerusalem, Yudea, Samaria dan sampai ke ujung bumi, jikalau
kuasa Allah turun atas kamu. Setiap orang percaya adalah saksi-saksi Kristus. Kita adalah pemberita-
pemberita Injil Kerajaan Allah. Namun kita memerlukan kuasa agar kita dapat menjadi saksi Tuhan. Kita
tidak mungkin membawa orang berdosa yang berada di bawah belenggu setan kembali kepada Tuhan jika
kuasa Roh Kudus tidak menyertai pelayanan kita. Apabila kuasa pemberi hidup itu ada dalam hidup kita
maka kita akan menjadi saksi Kristus dalam dunia yang bengkok dan rusak ini. Kata saksi di sini juga berasal
39 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

dari kata ‘martures.’ Menjadi saksi-saksi Kristus berarti menjadi martir-martir-Nya. Saksi Kristus adalah
orang yang telah mempersembahkan hidupnya sebagai korban di hadapan Tuhan. Di kampus, sekolah,
keluarga, di tempat kerja, maupun dalam seluruh aspek hidup, kiranya kita boleh menjadi saksi Kristus.
Berani untuk memberitakan Injil Kerajaan Allah, Injil tentang pertobatan di dalam Kristus kepada orang-
orang yang belum percaya. Itulah panggilan hidup kita. Saudara, di tengah situasi yang semakin sulit,
panggilan ini kiranya terus bergema di dalam hidup kita, dan kita rela taat pada panggilan tersebut. Dengan
demikian kita tidak menjadi pengikut Kristus yang bebal dan egois. Kiranya Tuhan memimpin, memelihara
dan memampukan kita menjadi saksi Tuhan di tengah dunia ini.

Amin! Soli Deo Gloria.


40 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

P
Peen
naan
nttiia
ann
Oleh: Pdt. Rusdi Tanuwidjaya

Nats: Kis. 1:12-26

12 Maka kembalilah rasul–rasul itu ke Yerusalem dari bukit yang disebut Bukit Zaitun, yang
hanya seperjalanan Sabat jauhnya dari Yerusalem.
13 Setelah mereka tiba di kota, naiklah mereka ke ruang atas, tempat mereka menumpang.
Mereka itu ialah Petrus dan Yohanes, Yakobus dan Andreas, Filipus dan Tomas,
Bartolomeus dan Matius, Yakobus bin Alfeus, dan Simon orang Zelot dan Yudas bin
Yakobus.
14 Mereka semua bertekun dengan sehati dalam doa bersama–sama, dengan beberapa
perempuan serta Maria, ibu Yesus, dan dengan saudara–saudara Yesus.
15 Pada hari–hari itu berdirilah Petrus di tengah–tengah saudara–saudara yang sedang
berkumpul itu, kira–kira seratus dua puluh orang banyaknya, lalu berkata:
16 "Hai saudara–saudara, haruslah genap nas Kitab Suci, yang disampaikan Roh Kudus
dengan perantaraan Daud tentang Yudas, pemimpin orang–orang yang menangkap Yesus
itu.
17 Dahulu ia termasuk bilangan kami dan mengambil bagian di dalam pelayanan ini."
18 ––Yudas ini telah membeli sebidang tanah dengan upah kejahatannya, lalu ia jatuh
tertelungkup, dan perutnya terbelah sehingga semua isi perutnya tertumpah ke luar.
19 Hal itu diketahui oleh semua penduduk Yerusalem, sehingga tanah itu mereka sebut
dalam bahasa mereka sendiri "Hakal–Dama," artinya Tanah Darah––.
20 "Sebab ada tertulis dalam kitab Mazmur: Biarlah perkemahannya menjadi sunyi, dan
biarlah tidak ada penghuni di dalamnya: dan: Biarlah jabatannya diambil orang lain.
21 Jadi harus ditambahkan kepada kami seorang dari mereka yang senantiasa datang
berkumpul dengan kami selama Tuhan Yesus bersama–sama dengan kami,
22 yaitu mulai dari baptisan Yohanes sampai hari Yesus terangkat ke sorga meninggalkan
kami, untuk menjadi saksi dengan kami tentang kebangkitan–Nya."
23 Lalu mereka mengusulkan dua orang: Yusuf yang disebut Barsabas dan yang juga
bernama Yustus, dan Matias.
24 Mereka semua berdoa dan berkata: "Ya Tuhan, Engkaulah yang mengenal hati semua
orang, tunjukkanlah kiranya siapa yang Engkau pilih dari kedua orang ini,
25 untuk menerima jabatan pelayanan, yaitu kerasulan yang ditinggalkan Yudas yang telah
jatuh ke tempat yang wajar baginya."
26 Lalu mereka membuang undi bagi kedua orang itu dan yang kena undi adalah Matias dan
dengan demikian ia ditambahkan kepada bilangan kesebelas rasul itu.
41 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

Empat puluh hari setelah Yesus bangkit, maka Dia harus naik ke sorga. Ini membuktikan bahwa Dia adalah
Tuhan dan Juru Selamat yang diutus oleh Bapa dan kembali kepada Bapa serta menjadi satu keunikan yang
tidak ada pada agama apapun. Yoh 16: 28 mengatakan, "Aku datang dari Bapa dan Aku datang ke dalam
dunia; Aku meninggalkan dunia pula dan pergi kepada Bapa." Dalam ayat yang singkat ini terkandung inti
kedatangan Kristus ke dunia. Dia datang dari kekekalan dan kembali pada kekekalan. Dari kekal Kristus
masuk ke dalam proses waktu. Melalui inkarnasi Kristus datang ke dalam dunia dengan tujuan untuk mati
menggantikan kita dan pengorbanannya diteguhkan di dalam kebangkitan-Nya. Setelah bangkit Kristus
menampakkan diri khususnya kepada kedua belas murid dan mengajar mereka tentang Kerajaan Allah.
Namun sebelum Yesus naik ke sorga, Dia menyuruh para murid untuk menunggu janji Bapa di Yerusalem
agar mereka siap menjadi saksi Kristus.

Di dalam ay. 12 kita melihat ketaatan para murid pada perintah Kristus, mereka kembali ke Yerusalem. Jarak
antara bukit Zaitun di mana Kristus naik ke sorga dengan Yerusalem tidak jauh. Lukas menulis jarak tersebut
sekitar ‘seperjalanan sabat jauhnya.’ Ungkapan hanya ‘seperjalanan sabat jauhnya’ diambil dari kebiasaan
rabi Yahudi (para ahli Taurat) yang menetapkan bahwa pada hari sabat orang hanya boleh berjalan menempuh
jarak 2000 hasta Yahudi yaitu sekitar 880 meter atau kurang lebih satu km. Setiba di Yerusalem, mereka
menuju suatu rumah yang seringkali mereka pakai untuk pertemuan. Di Yerusalem selain para murid juga
hadir para wanita, ibu Yesus serta saudara-saudara-Nya. Di tempat ini mereka bertekun dengan sehati
dalam doa bersama (ay 13-14). Penulis Lukas mencantumkan nama Maria, ini penting. Mengapa?

Pertama, di sinilah Maria terakhir kali namanya dicatat dalam Alkitab.

Kedua, Maria di sini disebutkan dalam konteks berdoa bersama dengan para rasul. Ini penting, karena
gereja Roma Katolik mereka berdoa melalui perantaraan Maria yang biasanya disebut doa Rosario. Di
dalam seluruh PB tidak pernah mengajarkan doa melalui perantara Maria. Kita percaya, Maria adalah
hamba Tuhan yang telah dipilih oleh Allah untuk menjadi alat di tangan Tuhan untuk melahirkan Kristus ke
dalam dunia. Namun ini tidak berarti dia memiliki kedudukan yang setara dengan Kristus dan menerima
penghormatan yang sama dengan Kristus. Bagaimanapun Maria tetap manusia biasa berbeda dengan
Kristus yang adalah Allah dan Manusia sejati. Doa dalam kehidupan jemaat mula-mula menjadi bagian yang
sangat penting. Bagian ini merupakan doa dalam rangka menunggu janji Bapa di antara kenaikan Tuhan
Yesus dan Pentakosta.

Pada suatu hari tampillah Petrus di tengah saudara-saudara yang kumpul sekitar 120 orang. Saat itu Petrus
mengambil inisiatif untuk mengajukan sebuah usul penting berkenaan dengan jumlah rasul setelah Yudas
berkhianat. Berkenaan dengan penghianatan Yudas dan juga kematian-nya sudah menggemparkan orang-
orang pada waktu itu. Petrus menguraikan bahwa kematian Yudas ini sudah diramalkan di dalam PL melalui
Daud (bnd. Maz 108:9). Yudas yang namanya bisa berarti ‘bersyukur’ atau ‘memuji.’ Yudas dipanggil oleh
Kristus agar menjadi alat ditangan Tuhan untuk memimpin domba-domba Allah. Namun justru berbalik
menjadi pemimpin musuh Kristus.

Petrus menyatakan bagaimana akhir hidup Yudas yaitu melalui bunuh diri. Jika kita perhatikan Kis 1:18
seakan-akan bertentangan dengan Mat 27:3-10. Dalam Injil Mat 27 dikatakan bahwa sebidang tanah telah
dibeli oleh Dewan Yahudi dengan uang Yudas hasil dari pengkhianatan-nya kepada Kristus. Sedang dalam
Kis 1:18 dikatakan Yudas yang membeli tanah tersebut. Penjelasannya sederhana. Memang tanah tersebut
dibeli oleh Dewan Yahudi, namun memakai uang Yudas hasil penghianatannya terhadap Kristus dan tanah
tersebut atas nama Yudas. Jadi tanah tersebut memang milik Yudas dan ini tidak bertentangan. Tanah itu
kemudian dipakai untuk memakamkan orang-orang yang terlalu najis untuk dimakamkan dalam
42 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

pemakaman Yahudi. Sesuai dengan perbuatan Yudas yang telah mencemarkan tanah dengan darahnya
sesudah bunuh diri, sehingga tempat kuburan ini dinamai ‘Tanah Darah (Hakal-Dama).’ Kita melihat bahwa
ayat ini kelihatannya bertentangan dengan Injil Mat 27:3-10, bagian ini mengatakan bahwa Yudas mati
karena gantung diri. Sedang dalam Kis 1:18 mengatakan bahwa Yudas mati jatuh tertelungkup sehingga
perutnya terbelah dan semua isi perutnya tertumpah keluar. Kedua bagian inipun tidak bertentangan.
Memang benar ketika Yudas sadar bahwa dia sudah menyerahkan orang yang tidak bersalah Yudas
menyesal kemudian menyerahkan uang tersebut kepada imam-imam tetapi imam-imam tersebut tidak
mau menerima sehingga Yudas membuang uang tersebut kemudian mati menggantung diri. Sesudah itu
mayat Yudas yang tergantung jatuh kemudian perutnya terkena benda keras sehingga terbelah dan isi
perut-nya tertumpah. Jadi kedua peristiwa ini tidak bertentangan tetapi saling melengkapi.

Setelah Yudas mati rasul Petrus dengan mengutip Maz 108:9 mengusulkan untuk memilih seorang yang lain
untuk menggantikan Yudas. Namun sebelumnya, Petrus telah memberikan kriteria bahwa orang tersebut
harus sudah bersama para murid sejak baptisan Yohanes sampai Yesus terangkat ke sorga untuk menjadi
saksi bersama mereka tentang kebangkitan Kristus. Jadi kriteria rasul yang dipilih haruslah orang dekat dan
juga telah melihat serta mendengar apa yang dilakukan Kristus khususnya menjadi saksi tentang
kebangkitan-Nya.

Usul Petrus ini diterima dan dipilih dua orang yaitu Yustus dan Mathias. Kedua orang ini memenuhi syarat
untuk menjabat sebagai rasul. Akhirnya dengan melalui undian maka terpilihlah Matias. Masalahnya?
Apakah memilih rasul dengan memakai undian diperbolehkan? Yang pasti di dalam PL undian sering
digunakan baik oleh bangsa-bangsa kafir juga oleh umat Israel. Dan Allah pun di dalam PL sering memakai
undian, hal ini dapat kita lihat ketika membagi suku-suku (Bil 26:52-56). Tapi yang penting sesungguhnya
mereka percaya bahwa Allah yang tahu hati manusia, Allah akan menunjukkan jalannya. Dalam hal ini Allah
bisa memakai undian. Allah mempergunakan undian berdasarkan doa yang sungguh-sungguh untuk
menyatakan kehendak-Nya. Ams 16:33 mengatakan, "Undi dibuang dipangkuan, tetapi setiap keputusan-nya
berasal daripada Tuhan." Dalam kasus ini kita harus menafsirkan Alkitab dengan membedakan mana yang
normatif dan mana yang tidak normatif.

Memang dalam Perjanjian Lama Allah bisa memakai undian untuk menyatakan kehendak-Nya. Allah bisa
memakai kebudayaan waktu itu seperti undian yang pada masa itu sering digunakan oleh masyarakat
umum, namun jawaban tetap di tangan Tuhan. Di sini yang normatif adalah kehendak Tuhan sedangkan
yang tidak normatif adalah undian. Di dalam PB sesudah Kisah Para Rasul pasal pertama kita tidak pernah
lagi menemukan undian digunakan di dalam sejarah gereja. Di dalam Kis 6 ketika jemaat mula-mula ingin
memilih para diakon mereka tidak menggunakan undian lagi.

Namun setelah Matias dipilih menjadi rasul tidak pernah namanya disebut di dalam di dalam kitab Kisah
Para Rasul. Namun ada yang berpendapat pemilihan Matias sebagai rasul sebenarnya hanya inisiatif dari
rasul Petrus dan bukan kehendak Allah. Memang tidak mudah untuk mengambil suatu keputusan yang
sesuai dengan kehendak Allah dalam konteks yang prinsipnya tidak jelas dinyatakan di dalam Alkitab.
Misalnya pergumulan menjadi hamba Tuhan penuh waktu; ditugaskan pindah kerja ditempat lain. Dalam
konteks seperti ini sulit untuk menemukan antara the will of God dan dicision making. Jadi, bagaimana
dengan usul Petrus. Apakah dari manusia atau dari Allah? Jika kita bandingkan dengan Kis pasal 6, secara
implisit penulis Lukas yang di ilhami oleh Roh Kudus menerima bahwa Matias adalah rasul ke dua belas.
Jangan lupa Kisah Para Rasul ditulis 30 tahun sesudah kebangkitan Kristus. Jadi kalau Matias bukan rasul
yang ditentukan oleh Allah pasti dalam tulisannya tidak dikatakan dua belas rasul. Lalu mengenai nama
43 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

Matias tidak pernah muncul dalam kitab Kisah Para Rasul tidak menentukan bahwa karena namanya tidak
tertulis berarti dia bukan rasul. Itu bukan kriterianya. Mengapa? Karena di antara kesebelas rasul yang
dipilih langsung oleh Kristus pun di antara mereka banyak yang tidak tertulis namanya dalam Kisah Para
Rasul. Tapi ini tidak membuktikan mereka bukan rasul. Justru ini menunjukkan bahwa Tuhan memilih orang
dengan talenta dan karunia yang berbeda, jadi mereka tidak harus selalu tampil ke muka dan berbicara
seperti Petrus. Dari kesebelas rasul kita hanya menemukan tiga rasul yang namanya sering dikatakan dalam
Kis. selain rasul Paulus. Mereka adalah Petrus, Yohanes dan Yakobus. Minggu ini kita belajar dalam periode
penantian kedatangan Roh Kudus yang akan dicurahkan. Kita melihat bagaimana mereka mereka terus
bertekun dengan sehati dalam doa. Kiranya Tuhan juga memberi kepada kita hati yang senantiasa bertekun
dalam doa. Berharap dan berserah kepada Tuhan. Meskipun kita berada dalam konteks yang berbeda
dengan para rasul di mana mereka menantikan janji Bapa, namun kita sudah memiliki janji Bapa yaitu Roh
Kudus ketika kita percaya, hanya masalahnya sudahkah kita bertekun dalam doa dan memohon Roh Kudus
yang ada di dalam diri kita sehingga kita dapat menjadi saksi Kristus yang baik di dalam dunia ini.

Amin! Soli deo gloria.


44 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

P
Peen
ntta
akko
osstta
a
Oleh: Pdt. Rusdi Tanuwidjaya

Nats: Kis. 2:1-36

1 Ketika tiba hari Pentakosta, semua orang percaya berkumpul di satu tempat.
2 Tiba–tiba turunlah dari langit suatu bunyi seperti tiupan angin keras yang memenuhi
seluruh rumah, di mana mereka duduk;
3 dan tampaklah kepada mereka lidah–lidah seperti nyala api yang bertebaran dan hinggap
pada mereka masing–masing.
4 Maka penuhlah mereka dengan Roh Kudus, lalu mereka mulai berkata–kata dalam
bahasa–bahasa lain, seperti yang diberikan oleh Roh itu kepada mereka untuk
mengatakannya.
5 Waktu itu di Yerusalem diam orang–orang Yahudi yang saleh dari segala bangsa di bawah
kolong langit.
6 Ketika turun bunyi itu, berkerumunlah orang banyak. Mereka bingung karena mereka
masing–masing mendengar rasul–rasul itu berkata–kata dalam bahasa mereka sendiri.
7 Mereka semua tercengang–cengang dan heran, lalu berkata: "Bukankah mereka semua
yang berkata–kata itu orang Galilea?
8 Bagaimana mungkin kita masing–masing mendengar mereka berkata–kata dalam bahasa
kita sendiri, yaitu bahasa yang kita pakai di negeri asal kita:
9 kita orang Partia, Media, Elam, penduduk Mesopotamia, Yudea dan Kapadokia, Pontus dan
Asia,
10 Frigia dan Pamfilia, Mesir dan daerah–daerah Libia yang berdekatan dengan Kirene,
pendatang–pendatang dari Roma,
11 baik orang Yahudi maupun penganut agama Yahudi, orang Kreta dan orang Arab, kita
mendengar mereka berkata–kata dalam bahasa kita sendiri tentang perbuatan–perbuatan
besar yang dilakukan Allah."
12 Mereka semuanya tercengang–cengang dan sangat termangu–mangu sambil berkata
seorang kepada yang lain: "Apakah artinya ini?"
13 Tetapi orang lain menyindir: "Mereka sedang mabuk oleh anggur manis."
14 Maka bangkitlah Petrus berdiri dengan kesebelas rasul itu, dan dengan suara nyaring ia
berkata kepada mereka: "Hai kamu orang Yahudi dan kamu semua yang tinggal di
Yerusalem, ketahuilah dan camkanlah perkataanku ini.
15 Orang–orang ini tidak mabuk seperti yang kamu sangka, karena hari baru pukul sembilan,
16 tetapi itulah yang difirmankan Allah dengan perantaraan nabi Yoel:
17 Akan terjadi pada hari–hari terakhir––demikianlah firman Allah––bahwa Aku akan
mencurahkan Roh–Ku ke atas semua manusia; maka anak–anakmu laki–laki dan
perempuan akan bernubuat, dan teruna–terunamu akan mendapat penglihatan–
penglihatan, dan orang–orangmu yang tua akan mendapat mimpi.
18 Juga ke atas hamba–hamba–Ku laki–laki dan perempuan akan Kucurahkan Roh–Ku pada
hari–hari itu dan mereka akan bernubuat.
45 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

19 Dan Aku akan mengadakan mujizat–mujizat di atas, di langit dan tanda–tanda di bawah, di
bumi: darah dan api dan gumpalan–gumpalan asap.
20 Matahari akan berubah menjadi gelap gulita dan bulan menjadi darah sebelum datangnya
hari Tuhan, hari yang besar dan mulia itu.
21 Dan barangsiapa yang berseru kepada nama Tuhan akan diselamatkan.
22 Hai orang–orang Israel, dengarlah perkataan ini: Yang aku maksudkan, ialah Yesus dari
Nazaret, seorang yang telah ditentukan Allah dan yang dinyatakan kepadamu dengan
kekuatan–kekuatan dan mujizat–mujizat dan tanda–tanda yang dilakukan oleh Allah
dengan perantaraan Dia di tengah–tengah kamu, seperti yang kamu tahu.
23 Dia yang diserahkan Allah menurut maksud dan rencana–Nya, telah kamu salibkan dan
kamu bunuh oleh tangan bangsa–bangsa durhaka.
24 Tetapi Allah membangkitkan Dia dengan melepaskan Dia dari sengsara maut, karena tidak
mungkin Ia tetap berada dalam kuasa maut itu.
25 Sebab Daud berkata tentang Dia: Aku senantiasa memandang kepada Tuhan, karena Ia
berdiri di sebelah kananku, aku tidak goyah.
26 Sebab itu hatiku bersukacita dan jiwaku bersorak–sorak, bahkan tubuhku akan diam
dengan tenteram,
27 sebab Engkau tidak menyerahkan aku kepada dunia orang mati, dan tidak membiarkan
Orang Kudus–Mu melihat kebinasaan.
28 Engkau memberitahukan kepadaku jalan kehidupan; Engkau akan melimpahi aku dengan
sukacita di hadapan–Mu.
29 Saudara–saudara, aku boleh berkata–kata dengan terus terang kepadamu tentang Daud,
bapa bangsa kita. Ia telah mati dan dikubur, dan kuburannya masih ada pada kita sampai
hari ini.
30 Tetapi ia adalah seorang nabi dan ia tahu, bahwa Allah telah berjanji kepadanya dengan
mengangkat sumpah, bahwa Ia akan mendudukkan seorang dari keturunan Daud sendiri
di atas takhtanya.
31 Karena itu ia telah melihat ke depan dan telah berbicara tentang kebangkitan Mesias,
ketika ia mengatakan, bahwa Dia tidak ditinggalkan di dalam dunia orang mati, dan bahwa
daging–Nya tidak mengalami kebinasaan.
32 Yesus inilah yang dibangkitkan Allah, dan tentang hal itu kami semua adalah saksi.
33 Dan sesudah Ia ditinggikan oleh tangan kanan Allah dan menerima Roh Kudus yang
dijanjikan itu, maka dicurahkan–Nya apa yang kamu lihat dan dengar di sini.
34 Sebab bukan Daud yang naik ke sorga, malahan Daud sendiri berkata: Tuhan telah
berfirman kepada Tuanku:
35 Duduklah di sebelah kanan–Ku, sampai Kubuat musuh–musuh–Mu menjadi tumpuan
kaki–Mu.
36 Jadi seluruh kaum Israel harus tahu dengan pasti, bahwa Allah telah membuat Yesus,
yang kamu salibkan itu, menjadi Tuhan dan Kristus."

Pentakosta merupakan satu dari tiga hari raya orang Yahudi sebagaimana yang diperintahkan oleh Allah (Im
23:4-21). Itu sebabnya pada hari Pentakosta kita melihat mengapa banyak orang hadir di Yerusalem.
Pentakosta adalah hari ke-50 sesudah Paskah dan juga disebut hari genap 7 Minggu (Im 23:15). Pada hari ini
roti yang pertama yang dibuat dari gandum hasil panen baru harus dipersembahkan kepada Tuhan sebagai
korban. Lalu apa hubungannya dengan janji Bapa? Di sini Roh Kudus menuai hasil pekerjaan Kristus,
46 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

menggunakannya serta menghidupkannya dalam hati manusia. Roh Kudus datang sebagaimana ditetapkan
oleh Bapa. Sepuluh hari lamanya para murid berkumpul setelah kenaikan Tuhan Yesus di tempat yang telah
diberitahukan oleh Tuhan Yesus untuk menunggu janji Bapa. Pada hari kelima puluh itulah Roh Kudus
dicurahkan.

Roh Kudus dicurahkan memakai simbol yang kelihatan dan kedengaran. Simbol tersebut jangan kita artikan
atau samakan dengan pencurahan Roh Kudus itu sendiri. Tanda atau simbol ini hanya memberikan
gambaran peristiwa. Tanda atau simbol dari pencurahan Roh Kudus ini ada dua yaitu

Pertama, bunyi seperti tiupan angin yang keras. Angin di sini adalah gambaran dari keilahian dan seringkali
digunakan untuk menggambarkan kuasa dan kehadiran Allah, yang mana kuasa dari anugerah Allah
tersebut tidak dapat ditolak. Seperti angin, Allah tidak bisa dikontrol oleh manusia, Ia berdaulat, berkuasa
dan tidak dapat ditolak dalam semua pekerjaannya. Demikian juga yang kedua yaitu api. Api juga
melambangkan kehadiran Allah di tengah umat-Nya. Misalnya dengan Musa, Allah menyatakan diri dalam
semak yang menyala (Kel 3:1-6). Demikian juga simbol kehadiran Allah dengan umat Israel adalah tiang api
(Kel 13:21-22). Perlu kita perhatikan, api di dalam peristiwa Pantekosta di sini dinyatakan dalam bentuk
lidah. Lidah api di sini menunjuk pada hal berbicara dan bersaksi sebagai tugas para murid.

Akibat dari kehadiran Roh Kudus kita melihat mereka dipenuhi dengan Roh Kudus. Dipenuhi dengan Roh
berarti dikontrol oleh-Nya (Ef 5:18-20). Di samping dipenuhi dengan Roh Kudus para murid juga mulai
berbicara dengan bahasa-bahasa lain. Karunia bahasa lidah di sini merupakan kemampuan untuk berbicara
suatu bahasa tanpa dipelajari terlebih dahulu (Kis 2:6-11). Kata yang diterjemahkan ‘bahasa-bahasa lain’ (ay
4) sama dengan kata yang dipakai pada ayat 3 untuk menyatakan gejala api yang nampak di atas masing-
masing kepala yaitu lidah. Jadi ayat 4 dapat diterjemahkan, ‘mereka mulai berbicara dengan lidah lain
sebagaimana yang diberikan Roh kepada mereka untuk berkata-kata.’

Di sini kita harus mencatat perbedaan konsep yang dimengerti oleh gereja Pantekosta dan Karismatik,
mereka menyamakan Kis 2 ini dengan 1 Kor 12 dan 14. Padahal kedua bagian Alkitab di atas merupakan dua
hal yang berbeda. Dalam Kisah Para Rasul karunia bahasa lidah dimengerti oleh orang banyak yang hadir
pada waktu itu. Sedangkan bahasa lidah di dalam 1 Kor 12 dan 14 tidak dapat dimengerti.
Kedua, di dalam Kisah Para Rasul bahasa lidah diberikan dalam konteks kesaksian. Sedangkan dalam 1 Kor
12 dan 14 bahasa lidah untuk membangun diri sendiri. Ketiga Dalam Kisah Para Rasul jelas tidak memerlukan
penerjemah sedangkan di dalam 1 Kor 12 dan 14 membutuhkan penerjemah. Apalagi kita belum tahu
dengan pasti apakah bahasa lidah di dalam 1 Kor 12 dan 14 ini identik dengan bahasa lidah yang ada saat ini.
Siapa yang berani memastikan bahwa bahasa lidah yang sekarang digunakan sama dengan bahasa lidah
dengan 1 Kor 12 dan 14.

Pada saat para rasul dan orang-orang percaya berbicara dalam bahasa lain maka beberapa orang menyindir
bahwa mereka mabuk oleh anggur. Mendengar kalimat tersebut maka berdirilah Petrus beserta sebelas
rasul yang lain. Kemudian Petrus mewakili para murid berkhotbah. Ini dapat dikatakan merupakan khotbah
sulung Petrus. Secara homiletika jika kita melihat ayat 14-36 kita menemukan garis besar khotbah yang baik
dalam arti ada pendahuluan (ay 14-21), ada isi (21-35) dan konklusi (36). Khotbah tersebut oleh Petrus diberi
judul Yesus adalah Kristus. Mengapa? Karena orang-orang Yahudi pada waktu itu masih tidak percaya
bahwa Yesus adalah Kristus atau Mesias yang diurapi.

Di dalam bagian pendahuluan, Petrus memperbaiki kekeliruan mereka yang menganggap para rasul dan
murid sedang mabuk. Petrus mengatakan bahwa mereka tidak mabuk karena hari baru pukul 9 pagi.
47 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

Menurut kebiasaan orang Yahudi pada hari raya umat harus berdoa lebih dahulu baru setelah itu makan
dan minum. Jadi pada waktu itu masih pagi jadi tidak mungkin mereka mabuk anggur. Lalu apa yang terjadi
dengan mereka? Sehubungan dengan hal ini Petrus kemudian mengatakan bahwa hal itu terjadi karena
penggenapan nubuatan nabi Yoel 2:28-32 yang menerangkan bahwa Roh Kudus dicurahkan kepada semua
orang bukan hanya pada orang-orang tertentu saja sebagaimana pada masa Perjanjian Lama.

Ayat 21 mengatakan, "Barang siapa berseru kepada nama Tuhan akan diselamatkan." Ini merupakan ayat
terakhir dari nubuatan Yoel yang dikutip oleh Petrus. Kata ‘barang siapa berseru kepada nama Tuhan akan
diselamatkan.’ Kata Tuhan di dalam kitab Yoel ditulis dengan huruf besar TUHAN. Kata TUHAN disini
menunjuk kepada nama Tuhan Pencipta langit dan bumi. Di sini kata TUHAN dikaitkan dengan Kristus. Jadi
Tuhan di dalam PL sama dengan Kristus di dalam PB. Ayat ini juga mau memberitahukan bahwa keselamatan
itu adalah anugerah bukan karena usaha manusia melainkan karena jasa-jasa Kristus.

Di dalam ayat 22 juga kita ketahui bahwa keselamatan bukan hanya anugerah melainkan juga sudah
direncanakan dan ditentukan oleh Allah sejak kekal. Di dalam ayat 22 jelas bahwa Allahlah yang sudah
menentukan lebih dahulu. Sejak kekal, yang kemudian dinyatakan di dalam proses waktu di mana Kristus
datang ke dalam dunia dengan tanda-tanda. Akhirnya Kristus diserahkan sesuai dengan rencana dan
maksud Allah untuk menyerahkan hidup-Nya mati menggantikan kita yang berdosa (ay 23). Namun Kristus
tidak berada selamanya di dalam kubur maka pada hari ketiga bangkit dari antara orang mati kemudian 40
hari menampakkan diri kepada para murid, para wanita dan para rasul. Akhirnya Kristus naik ke sorga. Pada
ayat 36 ini merupakan kesimpulan dari khotbah Petrus.

Setelah mendengar khotbah Petrus maka orang-orang yang hadir merasa terharu. Kemudian bertanya
kepada Petrus apa yang harus mereka perbuat. Petrus mengatakan bahwa mereka harus bertobat dan
dibaptis. Maka mereka akan menerima karunia Roh.

Dari kedatangan Roh Kudus ini kita menemukan tiga pelajaran penting.
Pertama, pada waktu Roh Kudus hadir mereka dipenuhi oleh Roh Kudus dan bersaksi dengan penuh kuasa.
Kedua, Roh Kudus akan membuka telinga yang tuli, mata yang buta, hati yang bebal sehingga mereka dapat
mendengar, melihat dan membuka hati mereka untuk Kristus.
Ketiga, pada saat Roh Kudus dicurahkan kita melihat adanya kuasa penghakiman yang menghidupkan atau
yang mematikan. Ketiga hal inilah yang kita lihat ketika Roh Kudus bekerja di dalam hidup anak-anak Tuhan.

Amin! Soli deo gloria.


48 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

M
Meen
ngge
errjja
akka
annk
kees
seella
amma
atta
ann
Oleh: Pdt. Sutjipto Subeno

Nats: Filipi 2:12-18

12 Hai saudara–saudaraku yang kekasih, kamu senantiasa taat; karena itu tetaplah kerjakan
keselamatanmu dengan takut dan gentar, bukan saja seperti waktu aku masih hadir, tetapi
terlebih pula sekarang waktu aku tidak hadir,
13 karena Allahlah yang mengerjakan di dalam kamu baik kemauan maupun pekerjaan
menurut kerelaan–Nya.
14 Lakukanlah segala sesuatu dengan tidak bersungut–sungut dan berbantah–bantahan,
15 supaya kamu tiada beraib dan tiada bernoda, sebagai anak–anak Allah yang tidak bercela
di tengah–tengah angkatan yang bengkok hatinya dan yang sesat ini, sehingga kamu
bercahaya di antara mereka seperti bintang–bintang di dunia,
16 sambil berpegang pada firman kehidupan, agar aku dapat bermegah pada hari Kristus,
bahwa aku tidak percuma berlomba dan tidak percuma bersusah–susah.
17 Tetapi sekalipun darahku dicurahkan pada korban dan ibadah imanmu, aku bersukacita
dan aku bersukacita dengan kamu sekalian.
18 Dan kamu juga harus bersukacita demikian dan bersukacitalah dengan aku.

Pembahasan kita pada hari ini berkenaan dengan bagaimana kita mengerjakan keselamatan dengan takut
dan gentar. Istilah ‘mengerjakan keselamatan’ merupakan istilah yang penting di dalam teologi Kristen.
Banyak orang salah melihat doktrin ini, mereka hanya melihat pada waktu kita diselamatkan. Alkitab tidak
melihat keselamatan hanya pada titik pertobatan saja. Demikian pula, Teologi reformed tidak hanya
berbicara tentang predestinasi namun membicarakan keselamatan secara menyeluruh. Betapa keliru jika
kita melihat ajaran reformed hanya berhenti pada titik predestinasi.

Di dalam doktrin reformed kita berbicara tentang TULIP. TULIP hanya membahas doktrin keselamatan bukan
doktrin reformed secara keseluruhan. TULIP merupakan singkatan dari: Total of Depravity, Unconditional
Election, Limited Atonement, Irresistable Grace, dan Perseverence of the Saint. Total of Depravity adalah
kerusakan total. Setiap manusia yang sudah berdosa adalah rusak total. Tidak ada kemampuan bagi dia
untuk kembali pada Tuhan. Sedangkan Unconditional Election merupakan pilihan Allah tanpa syarat. Lalu
Limited Atonement berbicara penebusan yang terbatas hanya untuk umat pilihan saja, dan bukan untuk
semua orang. Sedangkan Irresistable Grace adalah anugerah Allah yang tidak dapat ditolak oleh manusia,
maksudnya anugerah yang sudah diberikan kepada seseorang itu tidak mungkin akan kembali sia-sia.
Sedang yang terakhir adalah Perseverence of The Saint adalah ketekunan orang-orang kudus sampai akhir
di dalam proses menggarap kehidupan Kristen. Poin kelima ini seringkali dilupakan karena seringkali kita
49 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

memperdebatkan keselamatan adalah pilihan Allah. Sekali selamat tetap selamat. Teologi Reformed tidak
hanya berhenti pada titik awal keselamatan.



Pertama, Paulus membicarakan ayat ini dengan sangat proporsional. Flp 2:12 mengatakan, "Hai saudara-
saudaraku yang kekasih, kamu senantiasa taat; …." Seharusnya kalimat ini dilanjutkan dalam bahasa
Indonesia yang diletakkan di bagian belakang, "Hai saudara-saudaraku yang kekasih, kamu senantiasa taat;
bukan saja seperti waktu aku masih hadir, tetapi terlebih pula sekarang waktu aku tidak hadir," lalu
kemudian dibelakangnya, "karena itu tetaplah kerjakan keselamatanmu dengan takut dan gentar." Dalam
ayat ini, Paulus menggabungkan dua prinsip penting yaitu antara keselamatan dengan ketaatan. Dua hal ini
tidak bisa dipisahkan. Tidak ada pembicaraan keselamatan tanpa ketaatan dan tidak ada ketaatan tanpa
keselamatan. Sebelum berbicara tentang prinsip menggarap keselamatan maka pertama-tama Paulus
membicarakan prinsip ketaatan. Ketaatan di sini adalah ketaatan tanpa syarat (unconditional).

Ketaatan bukan karena Paulus ada di tengah-tengah jemaat tetapi juga pada saat Paulus tidak ada di
tengah-tengah mereka. Jadi saya taat kepada Tuhan bukan karena ada orang-orang yang mengawasi saya,
bukan karena ada ancaman yang mengancam saya. Namun saya taat karena sewajarnya saya taat. Taat di
sini bukan beban melainkan suatu sukacita yang besar. Ketaatan merupakan suatu respon yang wajar
terhadap penebusan Kristus. Jadi wajar kalau sekarang saya jadi hamba kebenaran. Ini menjadi ucapan
syukur sejati yang kita berikan kepada Tuhan dengan kita mencintai Tuhan dan kebenaranNya. Ucapan
syukur di sini jangan disederhanakan seperti memuji nama Tuhan atau menaikkan lagu pujian. Tidak!

Dengan kerelaan taat seperti itulah kita baru balik menjadi manusia yang sejati. Pada waktu manusia jatuh
ke dalam dosa manusia sudah tidak mirip manusia, bahkan lebih parah daripada binatang. Mengapa ini
terjadi? Karena manusia gagal menjadi manusia sejati dan tidak lagi memancarkan yang seharusnya.
Manusia sudah memberontak kepada Allah dan telah keluar dari maksud Allah. Hal ini baru bisa diperbaiki
jika manusia kembali pada posisi sebenarnya yaitu pada Pencipta-Nya, melalui ketaatan yang tanpa syarat
(unconditional). Memang, ada ketaatan yang dikunci oleh hukum. Hal ini terjadi seperti pada kondisi ketaatan
terhadap hukum Taurat. Hari ini juga banyak orang-orang pietisme menegakkan hal yang sama. Akibatnya
manusia tidak lagi mengembangkan kebebasan ketaatan relasional kepada Allah karena dikunci hukum
tertentu.

Ketaatan Kristen bukan seperti ini. Kristus berkata di dalam Yoh 8:31-32, "Jikalau kamu tetap dalam firman-
Ku … kamu akan mengetahui kebenaran, dan kebenaran itu akan memerdekakan kamu." Ketika kita
kembali kepada kebenaran, di situlah kita akan menikmati satu relasi. Demikian juga Paulus mengatakan,
kamu taat waktu aku ada di sini tetapi kamu juga harus taat pada waktu aku tidak ada di sini. Ingat ketaatan
kita jangan terkunci pada satu pribadi. Ketaatan kita adalah ketaatan pada kebenaran dan kembalinya kita
kepada kebenaran. Ketaatan seperti inilah yang harus muncul dalam semangat hidup jemaat Filipi. Dari
ketaatan seperti ini barulah kita bisa koneksikan dengan kalimat kedua yaitu mengerjakan keselamatanmu
dengan takut dan gentar.

Istilah ‘mengerjakan keselamatan’ ini unik luar biasa. Hendaklah engkau mengerjakan keselamatanmu
dengan takut dan gentar. Kalimat ini mempunyai beberapa implikasi yang perlu kita perhatikan secara
serius. Kata ‘mengerjakan’ merupakan suatu prefiks yang mengaitkan suatu keseriusan dalam mengerjakan
sesuatu. Ini menggambarkan satu keutuhan dalam penggarapan sesuatu. Jika kita bandingkan Flp 2:12
dengan Ef 6:13, kata Yunani yang dipakai untuk ‘mengerjakan’ juga dipakai di dalam Ef 6:13. Dalam Flp 2:12
50 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

dipakai kata ‘mengerjakan’ sedangkan di dalam Ef 6:13 dipakai kata ‘menyelesaikan.’ Jadi kata ini
mempunyai arti dua-duanya. Kata ini juga menunjukkan bahwa keselamatan bukan pada waktu kita
bertobat saja, melainkan keselamatan harus dilihat secara keseluruhan. Dari titik kita dipanggil sampai kita
disempurnakan Tuhan merupakan sesuatu yang harus kita garap terus-menerus sampai kita
menyelesaikannya. Jadi bagaimana kita memproses seluruh hidup sampai kita berubah dan sampai kita
menjadi saksi Tuhan di tengah dunia dan bahkan sampai Tuhan mempermuliakan kita. Alkitab tidak pernah
mendualismekan antara bagaimana saya bertobat dan bagaimana saya setia sampai akhir.

Kata ‘mengerjakan keselamatan’ disini dalam bentuk struktur middle present imperatif. Dalam bahasa
Yunani ada voice yang di dalam bahasa Indonesia atau Inggris tidak dikenal. Dalam bahasa Inggris ada
bentuk aktif tetapi juga ada bentuk pasif tetapi bentuk middle tidak ada. Bentuk pasif berkenaan orang lain
bertindak terhadap diri kita, sedangkan bentuk aktif, saya bertindak terhadap orang lain. Sedangkan bentuk
middle tidak ada dalam bahasa Inggris dan juga dalam bahasa Indonesia.

Dalam bentuk aktif, saya yang aktif tetapi orang lain yang jadi obyeknya; sedangkan di dalam bentuk pasif,
orang lain yang aktif saya menjadi obyeknya. Dalam bahasa Yunani ada bentuk middle, disini saya jadi
subyek sekaligus saya jadi obyek. Bentuk middle juga dipakai di dalam Ef 6. Jadi maksud dari bentuk middle
ini, waktu saya sedang mengerjakan keselamatan ada satu yang digarap, yaitu diri sendiri. Sehingga bukan
menuding orang lain atau orang lain menuding kita, tetapi kita menuding diri kita sendiri. Kita menggarap
diri kita sendiri. Tuhan mengajar bagaimana kita menggarap keselamatan kita sendiri dengan takut dan
gentar. Jadi keselamatan merupakan suatu keutuhan di mana saya dan saudara menggarap diri kita sendiri
supaya kita boleh belajar menyatakan keselamatan kepada orang lain dan memproses keselamatan itu
sampai pada akhirnya. Sekali lagi keselamatan seperti ini tidak lepas dengan ketaatan tanpa syarat.

Kedua, jika kita mengerti ketaatan sebagai suatu keutuhan secara menyeluruh berarti ketaatan juga pasti
bersifat proses yang terus-menerus. Di dalam bagian ini juga Paulus menggunakan bentuk present tense
dan middle present imperative. Present tense dalam bahasa Yunani setara dengan continuous tense dalam
bahasa Inggris. Jadi bentuk present continuous di dalam bahasa Inggris, di dalam bahasa Yunani cukup pakai
present tense yang artinya sama yaitu sedang dan terus menerus sedang. Jadi kalau dikatakan mengerjakan
keselamatan dengan takut dan gentar ini tidak berbicara hanya pada satu waktu tertentu melainkan
berbicara seluruh atau sepanjang hidup kita masing-masing harus terus berproses. Dengan kata lain di sini
Paulus menginginkan kita untuk terus-menerus memproses hidup kita. Itu berarti kalau kita sudah
diselamatkan, tidak ada alasan bagi kita untuk tidak hidup taat dalam kebenaran.

Ketiga, di bagian ini Paulus menggunakan bentuk Imperatif menunjukkan bahwa persoalan menggarap
keselamatan bukan persoalan sederhana yang boleh atau tidak boleh. Tidak! Di dalam Ef 6:13 dikatakan,
"Sebab itu ambillah seluruh perlengkapan senjata Allah, supaya kamu dapat mengadakan perlawanan pada
hari yang jahat itu dan tetap berdiri, sesudah kamu menyelesaikan segala sesuatu." Pengertian ini juga
sejalan dengan Flp 2:12, "Karena itu tetaplah kerjakan keselamatanmu dengan takut dan gentar, …." Takut
dan gentar di sini bukan ditujukan kepada seorang pribadi melainkan takut dan gentar di sini ditujukan
kepada diri sendiri. Jadi ketika kita menggarap hidup kita harus dengan takut dan gentar. Mengapa? Karena
kita tidak hidup dalam kondisi netral. Alkitab mengatakan hari-hari kita tidak netral. Itu sebabnya Alkitab
mengatakan tebuslah waktu-waktu ini karena hari-hari ini adalah jahat (Ef 5:15-17). Konsep hari-hari ini
adalah jahat tidak pernah kita dapatkan dalam agama maupun filsafat apapun di dunia ini kecuali di dalam
Kekristenan. Disini waktu Paulus mengatakan, "… kerjakan keselamatanmu dengan takut dan gentar, …."
menggunakan kalimat imperatif, karena hal ini bukan hal yang otomatis terjadi. Ini bukan kondisi suka atau
51 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

tidak suka melainkan suatu perintah yang harus. Jika kita gagal mengerjakan keselamatan ini maka kita
akan dimakan waktu. Waktu-waktu kita tidak netral jika kita gagal menebus waktu berarti waktu sedang
memakan kita.

Saat ini negara kita sedang membutuhkan Injil keselamatan. Tetapi dari mana mereka mendengar
keselamatan jika orang Kristen sendiri tutup mulut. Itu sebabnya mari kita berpikir sebelum mereka
mendengar Injil bagaimana dengan kita sendiri. Sudahkah saudara dan saya memproses keselamatan diri
kita sendiri. Di tengah krisis ekonomi, sosial, dan politik, jika iman kitapun krisis apa artinya krisis yang lain.
Kepercayaan merupakan hal yang paling utama dalam segala sesuatu. Mari di dalam seluruh hidup kita, kita
belajar memproses keselamatan dalam diri kita masing-masing. Bertumbuh di dalam keselamatan yang
Tuhan sudah berikan sampai pada kesempurnaan nanti. Dengan demikian kita bisa menjadi terang dan
garam dunia.

Amin!
52 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

P
Peerrg
guum
muulla
annm
meen
ngge
errttii rre
eaalliitta
a
Oleh: Pdt. Sutjipto Subeno

Nats: Habakuk 1:1-4

1 Ucapan ilahi dalam penglihatan nabi Habakuk.


2 Berapa lama lagi, TUHAN, aku berteriak, tetapi tidak Kaudengar, aku berseru kepada–Mu:
"Penindasan!" tetapi tidak Kautolong?
3 Mengapa Engkau memperlihatkan kepadaku kejahatan, sehingga aku memandang
kelaliman? Ya, aniaya dan kekerasan ada di depan mataku; perbantahan dan pertikaian
terjadi.
4 Itulah sebabnya hukum kehilangan kekuatannya dan tidak pernah muncul keadilan, sebab
orang fasik mengepung orang benar; itulah sebabnya keadilan muncul terbalik.

Berbagai peristiwa menakutkan terjadi di Jakarta beserta berbagai macam krisis nasional yang
menyusulnya, membuat saya bertanya kepada Tuhan: Seperti apakah bangsa yang mengalami
penghancuran moral selama 30 tahun ini? Kalau mayoritas sudah sangat rusak, benarlah yang dikatakan
oleh Habakuk dalam nats ini di mana orang-orang benar pun dikepung oleh orang-orang fasik dan hukum
tidak dapat berbicara lagi. Kalau kita melihat waktu itu, orang-orang Israel bukannya tidak mengenal
hukum, bahkan pada saat itu, jika dibandingkan dengan bangsa-bangsa yang ada di sekitarnya, orang Israel
memiliki hukum taurat yang paling ketat. Tapi justru terjadi penganiayaan, mengapa? Karena orang fasik
mengepung orang benar! Orang fasik seolah-olah berkata kepada Tuhan: "Kalau Engkau ada, mengapa
tidak bertindak?" Saat itu rupanya Tuhan diam, sehingga hukum menjadi hancur dan keadilan sudah
lenyap.

Itulah situasi Habakuk juga situasi kita saat ini. Habakuk hidup pada abad 6 SM sebelum hancurnya kerajaan
Yehuda. Habakuk hidup pada zaman tiga raja terakhir yang fasik semua, dimana raja terakhir, Yoyakhin, raja
boneka Babel di Yehuda, puncak dari semua kefasikan muncul seluruhnya. Pada saat itulah kita bisa melihat
situasi mengerikan yang dihadapi Habakuk. Ketika itulah Habakuk mengeluarkan uneg-unegnya yang bisa
kita lihat pada ayat-ayat yang kita baca.

Di dalam oracle yang pertama (1:1-4), Habakuk mempertanyakan situasi ini dengan teriakan yang
manusiawi sekali. Lalu dalam ayat 5 dst, Tuhan menjawab Habakuk dengan jawaban yang mengerikan.
"Kalau Saya memberitahu engkau cara penyelesaianKu, toh kamu tidak bisa mengerti dan sulit untuk
percaya." Setelah kalimat itu dijelaskan, memang Habakuk sulit untuk mengerti, maka dia mulai bertanya
dalam ayat 12 dst. kenapa Allah yang Mahasuci dan Mahaadil dapat berbuat seperti itu? Mungkin ini juga
menjadi teriakan kita yang sulit untuk menerima realita.
53 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

Setelah itu Tuhan berbicara mengenai inti dari surat Habakuk di ps 2. Sepanjang ps. ini Tuhan memberikan
prinsip-prinsip penting, yaitu bagaimana sebagai orang Kristen, kita melihat realita dunia dan bagaimana
hidup dalam dunia seperti ini. Dalam pasal 2 ini juga keluar kalimat yang menjadi center point dari ajaran
Kristen yang dipegang habis oleh teologi Reformasi, yaitu ay 4: orang benar akan hidup oleh percayanya.
(dikutip dalam Rm dan Gal). Pada saat seperti itu orang-orang percaya hanya hidup oleh iman saja, sola fidei. Ini
menjadi prinsip penting dalam hidup iman Kristen kita dan prinsip ini pertama kali muncul dalam diri
Habakuk. Setelah itu Tuhan membukakan konsep menghadapi kondisi realita dunia dimulai dengan kata
celaka (2:6-20). Setelah Tuhan membuka semua prinsip-Nya, Habakuk berhenti bertanya dan mulai
mengerti realita, waktu itulah dia menutup kitab ini dengan satu doa di hadapan Tuhan (Ps. 3) dan dengan
komitmen yang luar biasa (ay. 16-19). Di sana dikatakan betapa ngerinya situasi seperti itu, tapi justru pada
puncaknya, dia berkata: "Sekalipun pohon ara tidak berbunga…tidak ada lembu sapi dalam kandang...aku
akan bersorak-sorak di dalam Tuhan". Kesimpulan ini tidak diambil secara membabi-buta tetapi keluar dari
hasil pergumulannya mengerti prinsip Tuhan. Saya ingin iman Kristen kita tidak membabi-buta, kita harus
mengerti realita dunia dan juga berespon secara tepat. Saya tidak ingin kita menganggap seolah tidak ada
masalah dan harus pasrah tanpa harapan di dunia ini, tetapi bagaimana kita bersikap harus kembali pada
firman dan bukan semau kita sendiri.

Mari kita kembali pada Hab 1. Ketika saya melihat situasi saat ini, saya merasa tidak rela menerima dan
mungkin akan bertanya seperti nabi Habakuk. Pada saat seperti ini, Habakuk melontarkan dua pertanyaan
yang saat ini juga menjadi pertanyaan kita. Yang pertama dalam ayat 2: Habakuk sudah tiga kali melihat
pergantian penguasa dan saat itu puncak keliaran sangat meningkat. Proses dimulai dari keadaan biasa
sampai keadaan yang mengerikan. Jika keadaan masih sedikit tak beres, kita mungkin dapat menerimanya.
Tetapi waktu intensitasnya meningkat dan bertahun-tahun, sampai begitu biadab, Habakuk tidak bisa
tahan. Ketika itu kita sepertinya tidak tahan dan berusaha melakukan penghakiman berdasarkan keinginan
kita dan menuntut Tuhan harus bertindak sekarang. Dari seruan ini saya bisa merasakan suatu keadaan
yang begitu putus asa, kecewa dan mengerikan.

Apakah pertanyaan ini sangat manusiawi? Ya! Saya rasa setiap orang pasti mempertanyakan hal ini. Kita
sebagai orang Kristen menginginkan segala hal berjalan dengan baik dan menuntut dengan konsep
moralitas yang tinggi. Ketika kita berhadapan pada situasi ini, kita berkata: Tuhan, cepat-cepatlah
bertindak! Kita tidak sadar hak kedaulatan Tuhan melampaui apa yang mesti kita kerjakan seolah-olah kita
dapat bertindak melampaui apa yang Tuhan inginkan. Memang normal kalau kita ingin Tuhan segera
bertindak, tetapi Tuhan bukanlah budak kita. Seperti yang dikatakan di ayat kelima, kalau Aku (Tuhan)
bertindak nanti, kamu tidak mungkin mengerti apa yang Aku kerjakan dan akan sulit percaya.

Sekarang negeri ini dilanda oleh krisis yang serius dan bila kita diperhadapkan pada situasi ini, kita dapat
bertanya seperti Habakuk: "Kalau Engkau Allah yang hidup dan ada, mengapa Engkau tidak bertindak dan
terus-menerus menunggu?" Mungkinkah kita juga berteriak: "Tuhan, berapa lama lagi?" Hari ini kita belajar
bahwa waktu Tuhan adalah waktu Tuhan, waktu kita adalah waktu kita. Kalau kita mau bertindak,
bergumullah dahulu dengan Tuhan, mengertilah kehendak Tuhan, sadarlah realitanya seperti apa,
bagaimana Tuhan adalah Tuhan yang berkuasa atas realita. Jangan mendahului Tuhan karena akan terlalu
parah nanti hasilnya. Saya harapkan kita belajar seperti Habakuk, yang kembali bergumul dengan Tuhan,
yang tahu posisi kita siapa, bagaimana kita bertindak dan taat kepada pimpinan-Nya. Baru kira-kira sekitar
12 tahun kemudian, Habakuk melihat apa yang Tuhan kerjakan. Th 597 SM Tuhan baru menjatuhkan tangan-
Nya atas bangsa Israel, dan Habakuk pun terkena akibatnya. Inilah yang menjadi kesiapan hati Habakuk
pada saat-saat sebelumnya: "Aku akan tenang menyongsong datangnya hari kesusahan itu," Itulah sesuatu
54 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

yang muncul sebagai kesimpulan Habakuk nantinya. Kita mungkin jengkel, panik tetapi sebagai anak-anak
Tuhan, kita belajar meneduhkan diri, mengerti dan menyerahkan kedaulatan dalam tangan Tuhan, belajar
mendengar dan berjalan seperti yang Tuhan mau. Ini bukan berarti kita menjadi pasif, justru pada saat
itulah Tuhan menuntut kita untuk proaktif, bukan aktif yang membabi-buta, tetapi aktif yang tunduk di
bawah kedaulatan Allah.

Ini adalah bagian pertama. Setelah itu Habakuk melontarkan pertanyaan kedua di ay. 3 yang sangat
manusiawi: "Mengapa Engkau memperlihatkan kepadaku kejahatan, sehingga aku memandang kelaliman?"
Kalimat ini muncul dari konsep teologi yang salah yang selalu dipegang orang-orang Kristen: "Seharusnya
sebagai anak Tuhan, saya tidak boleh mengalami kejahatan." Jangankan mengalami, melihatpun tidak
layak. Tetapi tidak ada jaminan untuk hal ini, Habakuk harus mengerti siapa dia dan realita yang ada,
Habakuk tahu bahwa dia adalah orang benar yang berada di tengah-tengah orang-orang fasik yang masih
lebih gila dari binatang.

Di tengah-tengah lingkungan seperti ini, kita ini seperti domba di tengah-tengah serigala yang siap
menerkam. Saat ini, Habakuk tidak rela untuk menerima realita, kenapa dia harus melihat dan mengalami
hal ini. Jangan mau ditipu oleh dunia kita, jangan pernah berpikir kalau dunia kita ini baik. Jangan berpikir
kalau dunia kita ini akan semakin maju, justru kita sedang melorot menuju kehancuran moral yang luar
biasa. Inilah dunia dan realita kita, kalau ada orang benar di dunia ini, mereka hanya minoritas di tengah
kefasikan dunia. Wajarkah jika orang Kristen sakit, kecopetan, diperkosa atau dianiaya? Jawaban dari
semua pertanyaan ini adalah ya. Kita telah mengerti realita kita, dan sekarang ada dua hal yang menjadi
respons kita. Kita harus bersyukur kalau sampai hari ini Tuhan masih memberikan kesehatan, keamanan,
pekerjaan dan makanan. Ingat!

Tuhan masih memelihara oleh sebab itu bersyukurlah baik-baik. Respons yang kedua: hal ini menjadikan
kita jauh lebih waspada di dalam menghadapi situasi, salah satu penyebab jatuhnya korban penganiayaan
dan pemerkosaan di Jakarta adalah ketidaksiapan mereka. Ketidaksiapan juga oleh karena konsep teologis
dan pengertian masyarakatnya berbalikan dari apa yang dikatakan oleh Alkitab. Pada saat seperti ini,
Habakuk bertanya: "Tuhan kenapa saya harus melihat hal seperti ini?’Tuhan mungkin dapat bertanya
kembali: "Mengapa tidak harus melihatnya?" Bukan saja melihat, tetapi mengalami!

Nanti pada akhir pasal yang ketiga, Habakuk tahu dia bukan cuma melihat, tetapi juga mengalaminya. Saat
itu dia mengatakan bahwa seluruh kehidupan sekalipun sudah hopeless, kalau seluruh hasil ladang sudah
habis, hasil untuk makanan tidak ada, lembu sapi untuk makanan juga telah terhalau semua, pada saat
seperti itu, kalau aku harus mengalaminya, kata Habakuk, aku akan siap bersorak-sorak di hadapan Tuhan.
Tetapi sebelum sampai di kalimat terakhir ini, ada pergumulan berat yang dihadapi oleh Habakuk bersama
dengan Tuhan. Saat ini kalau kitapun memiliki konsep yang salah akan realita, maka mungkin sekali kita
tidak akan siap menghadapi situasi. Akhirnya kita mungkin berteriak sama seperti Habakuk: "Tuhan,
mengapa aku harus mengalami ini?" Sampai hari ini banyak sekali orang Kristen, kalau berada dalam
keadaan senang dan lancar, tidak pernah bersyukur kepada Tuhan, tetapi jika mengalami kecelakaan,
kebangkrutan, mereka mengomel dengan tidak ada habisnya kepada Tuhan. Hal ini sangat manusiawi dan
sangat dapat dimengerti, tetapi konsep yang salah perlu diubah. Salah besar kalau menganggap orang
Kristen tidak mungkin mengalami apa-apa. Kalau demikian, reaksi apakah yang harus kita keluarkan?
Pertama, setiap kita harus memikirkan bagaimana relasi kita di hadapan Tuhan. Kedua, Tuhan meminta kita
untuk dapat menjadi alat Tuhan di tengah-tengah situasi seperti ini.
55 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

Tidak ada cara lain kecuali Injil harus dinyatakan di tengah-tengah dunia. Ini adalah problematik moral dan
mental bangsa, kalau tidak ada peranan Kekristenan yang memberikan unsur kembalinya manusia kepada
ajaran yang sejati, pertobatan, maka tidak ada penyelesaian yang dapat terjadi di dunia ini. Yang ketiga,
punya kewaspadaan dan sikap strategis di dalam menghadapi dunia kita. Dengan demikian kita boleh
disiapkan oleh Tuhan, ketika kita harus berhadapan dengan situasi sulit dalam hidup kita, kita dapat
menjadi orang-orang Kristen yang menjadi berkat dan kekuatan bagi orang lain, yang menyadarkan mereka
akan kondisi dari realita manusia yang berdosa, membawa mereka kembali kepada Injil Tuhan dan
menyadarkan akan perlunya Kristus sebagai Juru Selamat mereka. Kalau belum bertobat, tidak ada
problematika moral yang dapat diselesaikan dalam dunia ini. Sehingga hanya dengan cara demikian seluruh
problematika moral dapat dipulihkan.

Amin!
56 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

T
Tuuh
haan
nAAlllla
ahh tta
akk tte
errd
duug
gaa
Oleh: Pdt. Sutjipto Subeno

Roma 11:33 O, alangkah dalamnya kekayaan, hikmat dan pengetahuan Allah! Sungguh tak
terselidiki keputusan–keputusan–Nya dan sungguh tak terselami jalan–jalan–Nya!

Nats: Habakuk 1:5-11

5 Lihatlah di antara bangsa–bangsa dan perhatikanlah, jadilah heran dan tercengang–


cengang, sebab Aku melakukan suatu pekerjaan dalam zamanmu yang tidak akan kamu
percayai, jika diceriterakan.
6 Sebab, sesungguhnya, Akulah yang membangkitkan orang Kasdim, bangsa yang garang
dan tangkas itu, yang melintasi lintang bujur bumi untuk menduduki tempat kediaman,
yang bukan kepunyaan mereka.
7 Bangsa itu dahsyat dan menakutkan; keadilannya dan keluhurannya berasal dari padanya
sendiri.
8 Kudanya lebih cepat dari pada macan tutul, dan lebih ganas dari pada serigala pada waktu
malam; pasukan berkudanya datang menderap, dari jauh mereka datang, terbang seperti
rajawali yang menyambar mangsa.
9 Seluruh bangsa itu datang untuk melakukan kekerasan, serbuan pasukan depannya
seperti angin timur, dan mereka mengumpulkan tawanan seperti banyaknya pasir.
10 Raja–raja dicemoohkannya dan penguasa–penguasa menjadi tertawaannya.
Ditertawakannya tiap tempat berkubu, ditimbunkannya tanah dan direbutnya tempat itu.
11 Maka berlarilah mereka, seperti angin dan bergerak terus; demikianlah mereka bersalah
dengan mendewakan kekuatannya.

Situasi Habakuk tahun 600 S.M. dengan situasi Indonesia tahun 2000 tetap memiliki kemiripan yang luar
biasa. Minggu lalu kita telah membahas pergumulan Habakuk di mana ia mempertanyakan dua pertanyaan.
Pertama Habakuk mempertanyakan kepada Tuhan berapa lama lagi ia harus mengalami hal seperti itu?
Mengapa Tuhan tidak bertindak secepatnya? Pertanyaan kedua, ia mempertanyakan mengapa ia harus
melihat kejahatan seperti ini dengan matanya sendiri. Bukankah Tuhan sudah berjanji memelihara umat-
Nya?
Tuhan tidak menjawab kedua pertanyaan itu, namun Tuhan memberikan satu jawaban yang lebih prinsipil
untuk mendobrak konsep-konsep Habakuk yang salah. Hal ini dinyatakan di Hab 1:5-11. Jawaban Ini
membuat iman Habakuk goncang. Tuhan membuka sebuah rahasia konsep yang bagi Habakuk betul-betul
di luar pikirannya. Tuhan mengatakan bahwa Dia membangkitkan orang Kasdim yang akan menyapu semua
bangsa termasuk Israel.
Tuhan membukakan sesuatu yang jauh lebih mengerikan daripada apa yang bisa Habakuk bayangkan.
Tuhan membangkitkan bangsa Kasdim yang begitu jahat untuk menyapu Israel. Ini mengakibatkan
munculnya pertanyaan di ay. 12, "Tuhan bukankah…" Pertanyaan ini merupakan pertanyaan yang sulit
57 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

dimengerti oleh akal manusia. Tuhan terlebih dahulu membukakan suatu gambaran bahwa Tuhan memang
memperkenankan munculnya bangsa Kasdim, yang luar biasa jahat sekaligus luar biasa kuat. Bahkan
sampai dikatakan keadilan dan keluhurannya tidak tergantung pada orang lain, semua diukur dari dirinya
sendiri. Tuhan membangkitkan bangsa yang liar dan jahat ini untuk menghancurkan bangsa Israel. Cara
kerja seperti ini sungguh berada di luar kemampuan otak manusia.
Tuhan tahu kesulitan Habakuk. Maka pada ay 5 Ia berkata, "Jika Saya beritahu apa yang Saya kerjakan,
kamu toh tidak bisa percaya…" Mengapa? Karena ini berada di luar pengertian manusia yang terbatas.
Dalam dunia teologi ini disebut Incomphrehensibleness of God (Allah yang sulit dimengerti). Namun kalimat ini
jangan kita salah tafsirkan. Istilah incomphrehensibleness of God adalah satu konsep yang menggambarkan
Allah yang begitu besar dan sulit diselami pikiran-pikiran-Nya, sehingga kita sulit mengerti apa yang Allah
kerjakan. Kalimat ini kemudian diselewengkan oleh pengajar-pengajar liberal yang dipelopori oleh
Schleiermacher, yang mengajarkan bahwa karena Allah sulit dimengerti maka Allah jauh di sana dan
merupakan satu-satunya yang sama sekali berbeda. Karena dia sama sekali berbeda maka kita sama sekali
tidak bisa mengerti Dia. Konsep ini disebut dengan The wholy other dan telah membuat gap secara rasional
antara Allah dengan kita. Jadi, tidak heran kalau hari ini banyak orang mengatakan tidak perlu memakai
rasio karena kita tidak bisa mengerti Allah, tidak bisa mengerti firman. Lalu, bagaimana kita bisa berelasi
dengan Allah? Schleiermacher menggeser wilayah pengertian menjadi wilayah perasaan. Maksudnya, kita
bisa berelasi dengan Allah tergantung perasaan. Jadi bagi Schleiermacher, agama itu perasaan. Jadi
beragama itu kalau saya merasa bergantung pada Tuhan. Ini yang oleh Schleiermacher disebut sebagai the
feeling of absolute depedency." Ini berarti masuk ke dalam wilayah subyektifitas yang tak ada batasnya.
Alkitab tidak memiliki konsep seperti ini. Jika Allah tidak bisa dimengerti buat apa Allah memberikan
wahyu-Nya. Waktu kita mendengar ataupun membaca Firman Tuhan maka kita mendengar dan
membacanya dengan rasio.
Ketika Allah berkata bahwa Habakuk tidak akan percaya apa yang dilakukan oleh-Nya, hal ini tidak berarti
Habakuk sama sekali tidak pernah akan mengerti dan tidak pernah akan bisa percaya. Dalam ay. 5, Tuhan
justru membongkar cara berpikir habakuk supaya kelak dia bisa mengerti. Di sini Tuhan sedang membuka
suatu rahasia supaya kelak Habakuk bisa percaya apa yang Tuhan kerjakan.
Hab 1 adalah kesempatan Tuhan membuka satu konsep yang selama ini tidak dimengerti oleh Habakuk dan
kesalahan ini membuat Habakuk tidak bisa percaya apa yang Tuhan katakan. Mengapa Habakuk tidak bisa
percaya? Karena ia sudah memegang konsep yang berbeda dengan konsep yang Tuhan kehendaki. Caranya
bekerja berbeda dengan cara kerja Allah. Di mana letak kesulitan Habakuk?
Hari ini kita mempelajari hal-hal yang menjadi letak kesulitan Habakuk.
Pertama, antara Tuhan dan Habakuk terjadi perbedaan cara kerja. Habakuk berpikir kalau ada bangsa yang
kurang baik, kurang jahat, jahat, lalu amat jahat, maka yang harus ditindak lebih dahulu adalah yang amat
jahat. Jadi, seharusnya orang Kasdim dihajar terlebih dahulu, baru kemudian Israel yang kurang jahat
dibandingkan dengan orang Kasdim. Sayangnya, cara kerja Habakuk berbeda dengan cara kerja Tuhan. Cara
kerja Habakuk bersifat parsial, sempit, sangat pendek dan secara historis. Cara kerja Tuhan jauh lebih bijak,
lebih utuh, lebih global dari apa yang dipikirkan manusia. Di dalam cara pandang Allah, orang Israel
memiliki posisi yang sangat menentukan. Seharusnya orang Israel tidak boleh berbuat kejahatan karena
mereka diberi hukum oleh Tuhan. Orang Israel adalah umat Tuhan yang seharusnya bertanggung-jawab
menjadi saksi buat seluruh dunia. Itu sebabnya kalau umat Israel berbuat kejahatan maka hukuman buat
orang Israel jauh lebih berat dari orang Kasdim yang memang kafir. Di sini kita melihat cara kerja Tuhan, Ia
58 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

memakai orang kasdim untuk menghancurkan umat Israel, sesudah itu orang Kasdim dihabiskan oleh
Tuhan. Cara kerja seperti ini merupakan cara kerja yang dunia, Habakuk dan kita bisa mengerti.

Kedua, adanya perbedaan lingkup dan interest antara Habakuk dengan Tuhan. Habakuk melihat umat Israel
begitu jahat dan ia ingin Tuhan menghantam umat Israel. Tetapi dalam konsep dia, perjuangan itu sangat
bersifat nasionalis. Waktu Habakuk melihat Tuhan akan membangkitkan orang Kasdim, dia shock luar biasa,
karena bukan itu yang Habakuk maksudkan. Setelah Hab 1:5 ini dibukakan, ia bisa membayangkan skenario
yang Tuhan mau kerjakan. Itu sebabnya pada ps. 3 ia berkata, "Aku tahu kedahsyatan-Mu. Aku tahu
pekerjaan-Mu…"
Habakuk tidak bisa percaya bahwa umat Israel yang tidak terlalu jahat harus disapu oleh bangsa yang
begitu jahat. Tuhan tidak melihat umat Israel sebagai suatu nasional melainkan sebagai wajah dan
representasi umat-Nya di tengah alam semesta. Tuhan melihat Israel bukan sebagai fanatisme
emosionalisme, tetapi sebagai representasi keadilan-Nya di tengah alam semesta. Di satu pihak Habakuk
ingin bangsanya dihukum, tetapi di lain pihak dia juga tidak rela kalau bangsanya sampai dihancurkan.
Konsep Habakuk sangat bersifat sempit. Ia hanya mau melihat bangsanya, semua bangsa yang lain
dianggap figuran. Sampai saat ini orang Israel memiliki nasionalisme yang amat kuat, tetapi Tuhan melihat
dalam format berbeda. Di sini terjadi konflik lingkup dan konflik interest. Jangan pernah pikir umat Tuhan
akan lolos dari keadilan Tuhan. Tuhan akan memberikan hukuman kepada umat-Nya. Ini prinsip yang Dia
mau tegakkan. Kitab Ibrani mengatakan bahwa Tuhan akan mengajar umat-Nya. PL dan PB memberi contoh
yang sangat konkrit. Petrus sulit mengerti ketika Tuhan Yesus mengatakan, "anak manusia harus pergi ke
Yerusalem menanggung banyak penderitaan dari pihak tua-tua, imam-imam kepala, dan ahli-ahli taurat,
lalu dibunuh mati hari ketiga. Petrus tidak bisa membayangkan hal ini. Mengapa? Karena Petrus melihat hal
itu dari kepentingannya sendiri. Tuhan datang ke dunia ini justru untuk pergi ke Yerusalem, untuk mati di
kayu salib. Itu demi untuk kepentingan seluruh umat pilihan Tuhan. Allah melihat ini secara global tetapi
Petrus melihat itu dari kepentingannya sendiri. Mari kita memikirkan kepentingan Kerajaan Allah secara
global bukan hanya kepentingan golongan atau pribadi.
Ketiga, kita sulit mengerti apa yang Tuhan kerjakan, karena sebetulnya kita tidak rela akan cara Tuhan
bekerja. Sebagai manusia kita seringkali sudah men-set up cara kerja kita. Di dalam keegoisan, kita sering
tidak rela kalau Tuhan mempunyai cara kerja yang berbeda daripada kita. Bukan masalah benar atau tidak
benar, namun masalah rela atau tidak rela. Kita mau cara kita yang dijalankan. Kita ada di bawah, Tuhan
ada di atas, kita harus kembali kepada apa yang Tuhan kerjakan lalu melihat bagaimana Tuhan menggarap
di dalam diri kita melalui diri kita. Hanya dengan cara kita melepaskan hak, kita bisa taat pada cara kerja
Allah. Bagaimana orang taat dapat menjalankan rencana Allah? Kuncinya adalah waktu saya taat saya
menyerahkan pikiran saya, sehingga cara kerja Tuhan bisa terjadi dalam diri kita. Kalau kita belajar seperti
ini, kita belajar mengerti cara Tuhan bekerja dan mulai rela menundukkan cara yang tadinya mau kita
paksakan. Biar hari ini kita belajar tunduk kepada Tuhan sehingga apa yang menjadi kehendak-Nya digenapi
dalam diri kita

Amin!
59 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

P
Peerrg
guum
muulla
annd
daan
nkke
emme
enna
anng
gaan
n
Oleh: Pdt. Sutjipto Subeno

Nats: Habakuk 1:12-17

12 Bukankah Engkau, ya TUHAN, dari dahulu Allahku, Yang Mahakudus? Tidak akan mati
kami. Ya TUHAN, telah Kautetapkan dia untuk menghukumkan; ya Gunung Batu, telah
Kautentukan dia untuk menyiksa.
13 Mata–Mu terlalu suci untuk melihat kejahatan dan Engkau tidak dapat memandang
kelaliman. Mengapa Engkau memandangi orang–orang yang berbuat khianat itu dan
Engkau berdiam diri, apabila orang fasik menelan orang yang lebih benar dari dia?
14 Engkau menjadikan manusia itu seperti ikan di laut, seperti binatang–binatang melata
yang tidak ada pemerintahnya?
15 Semuanya mereka ditariknya ke atas dengan kail, ditangkap dengan pukatnya dan
dikumpulkan dengan payangnya; itulah sebabnya ia bersukaria dan bersorak–sorai.
16 Itulah sebabnya dipersembahkannya korban untuk pukatnya dan dibakarnya korban untuk
payangnya; sebab oleh karena alat–alat itu pendapatannya mewah dan rezekinya
berlimpah–limpah.
17 Sebab itukah ia selalu menghunus pedangnya dan membunuh bangsa–bangsa dengan
tidak kenal belas kasihan?

Minggu lalu kita sudah membicarakan pergumulan Habakuk. Habakuk mempertanyakan dua pertanyaan
dasar, yaitu mengapa ia harus melihat semua ini dan sampai kapan ia akan melihatnya. Ketika Tuhan
menjawab Habakuk, jawabanNya justru berbeda dari konsep yang disukai dan diharapkan oleh Habakuk.
Habakuk tidak bisa percaya bahwa Tuhan bertindak dengan cara yang sama sekali asing dan tidak masuk
akal. Tuhan menggambarkan bagaimana orang Kasdim akan menghantam semua bangsa. Pada saat seperti
ini Habakuk berkata bahwa ia sungguh tidak bisa mengerti dan dia melontarkan pergumulannya kepada
Tuhan. Habakuk bertanya: "Bukankah Engkau, ya Tuhan dari dahulu Allahku, Yang Mahakudus." Dengan
kata lain, Habakuk mau mengatakan bahwa kalau Tuhan adalah Allahnya Habakuk dan Tuhan adalah
Mahakudus, maka dia tidak akan mati. Dalam pengertian Habakuk, Tuhan adalah "AKU adalah AKU." Tuhan
adalah Tuhan yang mengikat perjanjian dan yang berkuasa. Tuhan yang cukup pada dirinya sendiri, yang
tidak bergantung pada siapapun, dan yang berdaulat. Oleh karena itu Habakuk sampai pada kesimpulan
bahwa ia tidak akan mati. Itu sebabnya Habakuk menjadi kaget mendengar jawaban Tuhan di ayat 5-11. Di
dalam pikiran Habakuk, kalau Tuhan berdaulat maka Tuhan juga mempunyai kekuatan pemeliharaan.
Pemeliharaan Tuhan ia identikkan dengan prinsip providensia, maksudnya kalau Tuhan yang berdaulat
adalah Tuhan yang kuat dan saya berlindung pada Tuhan yang kuat ini, maka seharusnya Tuhan yang kuat
itu menjaga saya tetapi ini bukan prinsip Tuhan, ini prinsip tukang pukul!
Di sini Habakuk sudah mencapai satu prinsip relasi yang linear, satu konsep teologis yang berpendapat
bahwa kalau ia percaya kepada Tuhan yang kuat, berdaulat dan Mahakudus, maka ia tidak akan mati.
Tuhan seharusnya memelihara, seharusnya ia hidup aman, tidak akan terjadi apapun karena ia berlindung
60 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

di belakang gunung batu yang besar. Celakanya, Tuhan yang adalah gunung batu yang besar itu sekarang
sudah menetapkan bangsa Kasdim untuk menghancurkan umat Israel. Konsep ini berada di luar pikiran
Habakuk. Demikian juga kita seringkali menjadi rusak karena doktrin-doktrin yang salah, yang sudah
ditanamkan secara tidak tepat dan berat sebelah. Apakah Tuhan kuat? Ya! Apakah Tuhan memelihara
umatnya? Ya! Namun, bagaimana merelasikan Tuhan yang kuat dengan pemeliharaan Tuhan. Ini bukan hal
yang sederhana! Di sini Habakuk salah di dalam konsep teologi. Seharusnya Habakuk mengerti bahwa kalau
Allah adalah Allah yang berdaulat dan Mahakudus, maka Ia bisa bertindak seperti apa yang Ia mau.

Ketika Habakuk mengatakan, "Tuhan, Engkau adalah Allahku," ia sudah mempersonifikasikan Allah menjadi
tukang pukulnya. Kalimat ini sebenarnya indah karena disini ada satu hubungan personal antara pribadi
Habakuk dengan Allah. Ada satu keintiman antara Habakuk dengan Allah. Tetapi keintiman ini menjadi
salah jika kemudian diartikan bahwa Allahku itu menjadi Allah milikku yang harus aku atur dan harus
memenuhi keinginanku. Di sini Habakuk telah menjadi pusat dan telah menggeser Allah dalam hidupnya.
Pertanyaannya sekarang: Apakah yang dimaksud dengan pemeliharaan Allah? Bagaimana Allah
menjalankan pemeliharaan-Nya? Jawabnya adalah Pemeliharaan Tuhan hanya berkait dengan bagaimana
Tuhan ingin menggenapkan rencana-Nya yang berdaulat di dalam diri kita.

Pertama, di ayat 13 Habakuk mulai bergumul kembali. Belum selesai pertanyaan pertama, Habakuk sudah
melempar kembali pertanyaan kedua. "Engkau tidak dapat memandang kelaliman." Ini pertanyaan teologis
dari Habakuk. Habakuk mengerti, Allah adalah Allah yang Mahasuci yang tidak mungkin melihat kejahatan.
Mata Tuhan terlalu suci untuk melihat kejahatan dan Ia tidak mungkin melihat kelaliman. Ini pengakuan
iman Habakuk. Namun, jika Allah adalah Allah yang Mahasuci, yang tidak mungkin melihat kejahatan, maka
mengapa ketika ada bangsa yang begitu jahat, Ia diam saja? Apalagi bangsa tersebut sedang menghantam
bangsa Israel yang tidak sejahat dia? Habakuk harus berhadapan dengan kondisi yang berbeda dengan
konsep teologi yang ia pegang. Dalam tahap yang kedua ini, Habakuk masuk dalam pergumulan antara
konsep teologi yang dia percaya dengan bagaimana itu direlasikan dengan fakta sejarah. Konsep teologi
yang dipegang oleh Habakuk sudah tepat, tetapi ketika konsep ini diterapkan dalam perjalanan sejarah,
maka terjadi gap yang Habakuk sulit mengerti.

Konsep kesucian Allah yang tidak memperkenankan adanya kejahatan itu benar. Berulang kali Alkitab
mengatakan kesucian Allah, Allah memang tidak mungkin membiarkan kejahatan. Tetapi kalau pemahaman
kita hanya berhenti sampai di sini, maka kita akan berdiri diawang-awang dan kita tidak akan mengerti
bagaimana konsep ini dijalankan dalam sejarah. Kesulitan inilah yang menjadi kesulitan Habakuk ketika dia
mau merelasikan konsep teologi yang dia mengerti, dengan perjalanan sejarah yang bersifat linear di dalam
dunia ini. Di sini Habakuk telah melokalisasikan Allah yang kekal dalam proses perjalanan sejarah. Apakah
Allah Mahasuci? Ya! Apakah Allah tidak bisa melihat kejahatan? Ya! Namun, apakah itu berarti Allah harus
langsung membersihkan kejahatan? Tidak! Kita juga seringkali salah merelasikan kesucian Allah sehingga
menjadi lebih kejam daripada Allah sendiri. Kita perlu mengerti, waktu pekerjaan Tuhan di dalam kekekalan
ditetapkan dalam perjalanan sejarah, itu berarti Tuhan sedang menggenapkan keseluruhan sejarah di
dalam proporsi yang Tuhan sudah rencanakan. Apa yang Tuhan tetapkan di dalam kekekalan tidak mungkin
gagal. Tapi kapan hal itu digenapkan digenapkan dalam sejarah, bukan urusan kita. Tuhan memang adalah
Tuhan yang Mahasuci. Tuhan memang tidak akan membiarkan kejahatan. Tuhan memang akan menindak
dan menghancurkannya. Tapi bukan Habakuk yang menentukan waktunya. Itu waktu Tuhan!

Di dalam kasus yang kedua ini Habakuk sudah mulai menuduh Tuhan dengan cara yang salah. Habakuk
menuntut Tuhan bertindak berdasarkan apa yang ia mau. Di sini Habakuk sudah menempatkan diri menjadi
Tuhan. Puji Tuhan! Tuhan begitu sabar dengan Habakuk. Pada Hab 2:1 dst. diberi tahu prinsip dari Tuhan. Di
sini Habakuk baru mengerti apa yang Tuhan mau kerjakan dan bagaimana Ia akan mengerjakan. Bukan kita
61 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

yang menjadi Tuhan. Bukan kita yang mengatur Tuhan. Karena kesalahan konsep ini Habakuk mengalami
kesulitan untuk bisa mengerti apa yang Tuhan bisa kerjakan.
Kedua, sampai ayat 14 dia mulai mengatakan, "Engkau menjadikan manusia seperti ikan di laut. Seperti
binatang-binatang melata yang tidak ada pemerintahannya? Sekarang Habakuk sudah betul-betul
mempersalahkan Tuhan. Bahkan Habakuk mengatakan Tuhan tidak berdaya. Habakuk sudah tidak
mempunyai pengharapan. Pada titik dimana Habakuk sudah tidak berpengharapan, seolah-olah ia mau
mengatakan: "Tuhan, kalau Engkau mau menghancurkan kami seperti ini, sebetulnya untuk apa kami harus
menyembah Engkau. Kalau Engkau memang adalah Tuhan, mengapa dalam situasi seperti ini Engkau
membiarkan kami menjadi korban, seperti binatang-binatang yang dipermainkan begitu rupa." Habakuk
telah sampai di titik tiada pengharapan, titik di mana dia merasa Tuhan sudah tidak menolong sama sekali,
sudah tidak bisa menjadi batu sandaran bagi dia. Dia merasa Tuhan sudah tidak bisa bertindak apa-apa lagi.
Bukan itu saja, di ayat ke 17 Habakuk mau mengatakan bahwa Tuhanlah yang merestui perbuatan
kejahatan mereka dan Tuhan berada dipihak mereka. Di sini Habakuk sudah sampai di titik pergumulan
yang paling bawah. Dia sudah sampai pada titik di mana imannya sudah goncang dan hampir kehilangan
pegangan sama sekali.

Namun dalam titik seperti ini, Habakuk tidak mengambil jalan pintas. Justru Habakuk kemudian
mengeluarkan kalimat di Hab 2 :1. Ayat ini menjadi titik balik dan menjadi kunci paling penting dalam
pergumulannya, yang membuka dua sisi pergumulan Habakuk, yaitu titik kelemahan dan titik
kemenangannya. Hab 2:1 menunjukkan apa yang menjadi kondisi dia saat dia hancur dan sekaligus
bagaimana dia bisa keluar dan menang. Dan di saat itu dia mengatakan, "Aku mau berdiri di tempat
pengintaianku dan berdiri tegak di menara…"

Di ayat ini kita mulai mengerti apa sebetulnya esensi hakekat kehancuran Habakuk dalam imannya, yaitu
mengapa Habakuk sampai harus jatuh ke dalam pergumulan di ps. 1. Jawabannya adalah karena dia sudah
tenggelam di bawah realita. Ini merupakan kesalahan fatal Habakuk. Waktu Habakuk menghadapi masalah,
ia justru tenggelam di dalam masalah itu, sehingga ia tidak mampu lagi menghadapi realita. Dia kalut dalam
realita itu, dan akhirnya penuh dengan pertanyaan "mengapa?". Ia tidak lagi bisa mengerti apa yang sedang
terjadi. Inilah saat Habakuk kehilangan pegangan dan ini juga waktu yang paling berbahaya.

Tenggelamnya Habakuk mengharuskan dia keluar, mulai berdiri di atas dan melihat ke bawah. Mengerti
realita sejati bukan dengan cara tenggelam di dalam realita melainkan dengan cara keluar, memandang
realita dari sudut pandang Allah. Keunggulan dan kemenangan Habakuk adalah ketika dia keluar dari semua
problematiknya dan mulai bertanya apa yang Tuhan akan firmankan dan apa jawaban-Nya. Pada saat
Habakuk keluar dan melihat realita dari sudut pandang Tuhan, di sinilah Tuhan membuka prinsip yang
penting bagi Habakuk, yaitu bukan membangun konsep iman kita diatas pengalaman. Hab 2. mengajar
bahwa sesungguhnya orang benar akan hidup oleh iman (ay 4). Kunci inilah yang menjadikan Habakuk
mampu melihat semua realita dan menang. Di sini Habakuk keluar dari pengalaman dan masuk ke dalam
satu pandangan baru. Pandangan itu belum dia alami tetapi sudah menjadi kunci untuk mengerti
pengalamannya. Sekarang Habakuk melihat bukan dengan pengalaman semu, melainkan melihat dari sudut
Tuhan yang memberikan iman kepada dia. Sepanjang ps. 2, Habakuk mengerti bagaimana Tuhan sekarang
akan bekerja. Pengertian ini akan menghasilkan komitmen di ps. 3, yang menjadi doa Habakuk. Doa
komitmen dia panjatkan setelah mengerti realita secara tepat.

Saya berdoa agar jemaat mengerti kunci ini secara tepat dan berharap kiranya kita semua juga sampai
kepada komitmen Habakuk.

Amin!
62 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

S
Syys
stte
emm tte
errttu
uttu
uppd
daan
nssy
ysstte
emm tte
errb
buuk
kaa
Oleh: Pdt. Sutjipto Subeno

Nats: Habakuk 2:1-5

1 Aku mau berdiri di tempat pengintaianku dan berdiri tegak di menara, aku mau meninjau
dan menantikan apa yang akan difirmankan–Nya kepadaku, dan apa yang akan dijawab–
Nya atas pengaduanku.
2 Lalu TUHAN menjawab aku, demikian: "Tuliskanlah penglihatan itu dan ukirkanlah itu
pada loh–loh, supaya orang sambil lalu dapat membacanya.
3 Sebab penglihatan itu masih menanti saatnya, tetapi ia bersegera menuju kesudahannya
dengan tidak menipu; apabila berlambat–lambat, nantikanlah itu, sebab itu sungguh–
sungguh akan datang dan tidak akan bertangguh.
4 Sesungguhnya, orang yang membusungkan dada, tidak lurus hatinya, tetapi orang yang
benar itu akan hidup oleh percayanya.
5 Orang sombong dan khianat dia yang melagak, tetapi ia tidak akan tetap ada; ia
mengangakan mulutnya seperti dunia orang mati dan tidak kenyang–kenyang seperti
maut, sehingga segala suku bangsa dikumpulkannya dan segala bangsa
dihimpunkannya."

Hari ini kita membahas bagian penting bagaimana Tuhan menjelaskan prinsip-prinsip kebenaran-Nya yang
selama ini menjadi pergumulan iman Habakuk. Kitab Habakuk ini mempunyai format yang sangat jelas.
Habakuk 1 dimulai dengan pergumulannya ketika melihat bangsanya yang begitu jahat pada waktu itu. Di sini
Habakuk mulai mempertanyakan mengapa dia harus melihat keadaan seperti itu. Dan ketika sampai di
akhir ps. 1, dia berada di dalam situasi yang sangat kecewa dan putus asa. Di sini imannya mulai goncang.
Namun, di saat seperti itu dia kemudian keluar dari titik paling bawah. Titik yang menunjukkan kelemahan
dia sekaligus juga menjadi titik kemenangannya. Di dalam Hab 2:1 dikatakan, "Aku mau berdiri di tempat
pengintaianku dan berdiri tegak di menara, aku mau meninjau dan menantikan apa yang akan difirmankan-
Nya kepadaku, dan apa yang akan dijawab-Nya atas pengaduanku." Ayat ini menjadi titik balik bagi
Habakuk, dari kesulitan dan pergumulan iman menuju kepada kemenangannya.

Saat ini kita belajar bagaimana Tuhan menjawab pergumulan Habakuk. Dalam Hab 2:1 sampai jawaban
Tuhan di ayat 2 dan 3, kita memberi satu gagasan tentang apa yang disebut beralihnya sistem tertutup
kepada sistem terbuka. Peralihan ini tidak mudah dan seringkali menjadi kesulitan yang fatal dari setiap
orang yang hidup, yang membuatnya tidak bisa melihat kebenaran.

Ketika apa yang dia lihat mulai bertabrakan dengan pengertian dia waktu itu, Habakuk mulai bertanya:
"Mengapa? Berapa lama lagi?" Pertanyaan ini kelihatannya sangat manusiawi, tetapi justru disinilah
problema dasar dari pergumulan seseorang dan di sinilah kesulitan dasar daripada problematik iman kita.
63 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

Waktu kita bertanya, "Mengapa Tuhan?" sebenarnya kita sudah memikirkan sesuatu dan sesuatu itu
sedang kita mau mutlakkan. Di sini kita sedang mengkukuhkan satu sistem yang disebut sebagai sisem
tertutup, yaitu satu pola pikir yang memutlakkan diri sendiri sebagai standar kemutlakan yang tidak bisa
diganggu oleh orang lain. Ketika kita mengukuhkan konsep yang kita pegang, di situ kita sudah masuk
dalam pola sistem tertutup. Waktu kita berada dalam pola sistem tertutup pertanyaan yang perlu
dipertanyakan adalah betulkah pikiran kita itu mutlak.



1. posisi Habakuk,
2. posisi orang Israel yang menindas kebenaran dengan kefasikan (Hab 1:4). Situasi bangsa Israel pada
saat itu begitu bejat. Mereka hidup fasik. Orang benar dikelilingi, dimanipulasi, dan dikuasai oleh orang-
orang yang jahat. Inilah kondisi dari golongan kedua, yang adalah umat Allah tetapi hidupnya tidak beres.
3. Orang Kasdim. Bangsa ateis yang tidak mengenal Tuhan, penyembah berhala yang menggantikan
Allah yang sejati dengan "allah" ciptaan mereka. Mereka mau memutlakkan diri menjadi dasar dan patokan
kebenaran. Itulah sebabnya di dalam Hab 1:16 dikatakan, "dipersembahkannya korban untuk pukatnya dan
dibakarnya korban untuk payangnya sebab oleh karena alat-alat itu pendapatannya mewah dan rezekinya
berlimpah-limpah. Jadi, illah mereka adalah hasil yang didapat. Yang disembah adalah pukatnya karena
oleh karena alat itulah mereka menghasilkan sesuatu. Sekarang masalahnya, siapa yang menetapkan pukat
tersebut menjadi dasar dari illah dia? Jadi di sini kebenaran tergantung manusia. Ini dilakukan oleh orang-
orang Kasdim 2600 tahun yang lalu. Bagaimana dengan sekarang? Format seperti ini tetap sama. Dewasa ini
kita bisa mengganti pukat kita dengan berbagai macam jenis tetapi prinsipnya sama: aku adalah "allah".
Ketiga golongan ini masing-masing merepresentasikan sistem tertutup mereka. Dalam Hab 1, kita melihat
kondisi ini secara tegas.

Mula-mula justru bukan orang Kasdim yang Habakuk protes. Baru ketika Tuhan memberitahu Habakuk
bahwa Ia akan memakai orang Kasdim, Habakuk protes tentang orang Kasdim. Tetapi yang pertama kali
memicu Habakuk untuk protes adalah karena dia melihat kebejatan Israel. Jadi, yang pertama kali Habakuk
protes adalah umat Allah yang katanya menyembah Tuhan ternyata hidupnya seperti orang fasik. Memakai
sistem tertutup. Apakah pada saat itu umat Israel tidak lagi menjalankan ibadah? Tidak! Justru kalau kita
membaca kitab PL menjelang akhir dari pembuangan dari kerajaan Yehuda dan Israel, kita akan melihat
bahwa umat Israel pada saat itu tetap menjalankan ibadah. Mereka tetap mempersembahkan korban. Hari
Sabat mereka tidak bekerja dan pergi ke Bait allah. Sepertinya mereka begitu saleh tetapi ternyata
hidupnya begitu jahat, begitu liar, dan begitu memutlakkan diri. Bagi mereka, Allah hanya merupakan
simbol yang tidak ada artinya sama sekali. Tidak heran jika di dalam PL kita melihat Tuhan begitu marah,
bahkan dikatakan Tuhan muak melihat persembahan korban mereka. Akhirnya, Tuhan menjatuhkan
hukuman yang keras sekali dengan membuang umat Israel. Ia memutuskan hubungan perjanjian dan
setelah itu diserahkan kepada gereja. Jadi, di sini kita melihat bahwa sistem tertutup bukan hanya terjadi di
luar orang kristen melainkan juga terjadi di dalam kekristenan (umat tuhan). Setelah pembuangan, mereka
takluk dan jera. Setelah kembali dari pembuangan, mereka mencoba memutlakkan kedaulatan Allah tetapi
terlalu ekstrim juga, karena mereka tidak tahu jiwa dari prinsip kedaulatan Allah yang sejati. Dewasa ini kita
juga melihat banyak orang Kristen tetap berada dalam sistem tertutup. Banyak orang Kristen ketika
menjadi orang Kristen tidak kembali kepada Tuhan melainkan memutlakkan pandangannya sendiri. Mereka
memutlakkan konsep yang mereka pegang.
64 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

Sekarang, mari kita melihat Habakuk. Habakuk bukan orang yang lolos dari cobaan untuk memutlakkan
konsepnya sendiri. Bahkan Habakuk sempat kecewa kepada Tuhan. Dalam kondisi seperti ini sebetulnya
Habakuk sendiri sedang mencoba memutlakkan konsepnya dan menolak apa yang Tuhan mau bukakan
padanya. Hab 2:1 menjadi kunci di mana Habakuk akhirnya beralih dari sistem tertutup menjadi sistem
terbuka. Di dalam kondisi seperti ini Habakuk tidak memutlakkan dirinya, ia membuka diri dan berkata,
"Aku mau berdiri di tempat pengintaianku dan berdiri tegak di menara, aku mau meninjau dan menantikan
apa yang akan difirmankan-Nya kepadaku, dan apa yang akan dijawab-Nya atas pengaduanku." Di dalam
Habakuk 2:20, ia berkata, "Tetapi Tuhan ada di dalam baitnya yang kudus. Berdiam dirilah dihadapan-Nya, ya
segenap bumi." Pada waktu Habakuk sampai pada pengakuan ini, maka dia tidak ribut lagi dengan
pertanyaan "mengapa". Ia berdiam di hadapan Allah dan mau melihat firman-Nya. Ini merupakan kunci
sistem terbuka yang tepat sekali.

Sayangnya, seringkali ketika kita mau membuka sistem tertutup kita kepada sistem terbuka. Kita
membukanya pada hal yang salah, akibatnya kita semakin terkonfirmasi untuk menutup diri. Kasihan sekali!
Banyak orang yang waktu mau membuka diri pada hal yang benar, tetapi ternyata bertanya kepda sumber
yang tidak benar. Mau mendapat masukan tetapi masukannya justru pada tempat yang tidak benar.
Akhirnya ia justru jatuh lebih dalam. Di sini berarti orang tersebut mati di dalam konfirmasi kesalahan.
Habakuk tidak demikian. Habakuk membuka diri secara tepat, yaitu kepada Sumber kebenaran. Habakuk
kembali kepada Tuhan. Ini prinsip! Sistem terbuka yang benar harus didasarkan kepada kembalinya kita
kepada wahyu yang sejati, yaitu kebenaran yang mutlak. Karena ini adalah kebenaran mutlak yang
bersumber dari Sumbernya kebenaran, berarti kebenaran itu tidak boleh dimonopoli oleh Habakuk. Allah
bukan saja sumber kebenaran tetapi Ia adalah dirinya kebenaran. Jika kebenaran itu bersumber dari Tuhan,
maka itu harus berlaku untuk setiap orang. Memang Habakuk yang bergumul, tetapi jawaban Tuhan bukan
hanya untuk Habakuk. Jawaban Tuhan adalah untuk setiap orang, setiap kondisi, setiap bahasa dan setiap
jaman. Itu sebabnya Tuhan mengatakan, "Tuliskanlah penglihatan itu dan ukirkanlah itu pada loh-loh,
supaya orang sambil lalu dapat membacanya" (Hab 2:2). Tuhan memberikan jawaban dan jawaban ini
merupakan prinsip kebenaran yang harus diterima oleh setiap manusia. Habakuk hanyalah salah seorang
dari semua orang yang harus menerima prinsip kebenaran yang sama. Jadi pewahyuan kebenaran Allah ini
menunjukkan prinsip kebenaran yang berlaku lintas ruang dan waktu.

Hari ini saya mau kita belajar firman baik-baik. Saya kecewa sekali, begitu banyak orang Kristen yang tidak
mau belajar Alkitab, maunya hanya mendengar pendeta bicara. Setiap manusia bisa salah tetapi firman
Tuhan tidak mungkin salah. Banyak orang Kristen yang maunya hanya terima matang. Itu cara dan sifat
yang salah total. Kalau kita disuruh belajar Alkitab tidak mau, kalau mau bacapun dipilih yang kita suka,
maka itu berarti kita sangat menetapkan sistem tertutup. Baca Alkitab secara keseluruhan dari Kejadian
sampai Wahyu, jangan dipilih atau membacanya terbalik dari Wahyu ke Kejadian. Alkitab sudah disusun
begitu rupa untuk menggambarkan totalitas dari apa yang Tuhan bicarakan kepada kita. Kalau kita sebagai
orang Kristen tidak mau belajar firman, menutup diri dan menegakkan konsep kita sendiri, mau ke mana
kita hidup? Mari kita belajar seperti Habakuk, waktu kita dalam kesulitan baliklah kepada firman. Kembali
pada apa yang Tuhan ingin bicarakan dengan kita. Ketika Tuhan mengoreksi kita, kita perlu belajar untuk
rela dibentuk, supaya sistem kita tidak tertutup tetapi boleh dibuka oleh Tuhan.

Amin!
65 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

H
Hiid
duup
poolle
ehh iim
maan
n
Oleh: Pdt. Sutjipto Subeno

Nats: Habakuk 2:4-5

1 Aku mau berdiri di tempat pengintaianku dan berdiri tegak di menara, aku mau meninjau
dan menantikan apa yang akan difirmankan–Nya kepadaku, dan apa yang akan dijawab–
Nya atas pengaduanku.
2 Lalu TUHAN menjawab aku, demikian: "Tuliskanlah penglihatan itu dan ukirkanlah itu
pada loh–loh, supaya orang sambil lalu dapat membacanya.
3 Sebab penglihatan itu masih menanti saatnya, tetapi ia bersegera menuju kesudahannya
dengan tidak menipu; apabila berlambat–lambat, nantikanlah itu, sebab itu sungguh–
sungguh akan datang dan tidak akan bertangguh.
4 Sesungguhnya, orang yang membusungkan dada, tidak lurus hatinya, tetapi orang yang
benar itu akan hidup oleh percayanya.
5 Orang sombong dan khianat dia yang melagak, tetapi ia tidak akan tetap ada; ia
mengangakan mulutnya seperti dunia orang mati dan tidak kenyang–kenyang seperti
maut, sehingga segala suku bangsa dikumpulkannya dan segala bangsa
dihimpunkannya."

Minggu lalu kita melihat prinsip dan keluarnya Habakuk dari sistem tertutup ke dalam sistem terbuka. Baru
setelah ini Tuhan membuka satu konsep penting yang menjadi inti dari iman Kristen dan dasar daripada
kehidupan kita. Inti ini pertama kali dibukakan di Hab 2:4, yaitu: "Orang yang benar akan hidup oleh karena
percayanya."

Prinsip inilah yang kemudian juga digunakan oleh Paulus: "Sebab aku mempunyai keyakinan yang kokoh
dalam Injil, karena Injil adalah kekuatan Allah yang menyelamatkan setiap orang yang percaya, pertama-
tama orang Yahudi, tetapi juga orang Yunani. Sebab di dalamnya nyata kebenaran Allah, yang bertolak dari
iman dan memimpin kepada iman, seperti ada tertulis: ‘Orang benar akan hidup oleh iman" (Rm 1:17). "Dan
bahwa tidak ada orang yang dibenarkan di hadapan Allah karena melakukan hukum Taurat adalah jelas,
karena: ‘Orang yang benar akan hidup oleh iman" (Gal 3:11).

Ini menjadi titik tolak keluarnya Habakuk dari kesulitannya. Kalimat ini indah di mana Tuhan tidak
mengatakan: "Orang itu akan hidup oleh percayanya." Tetapi Tuhan berkata "Orang yang benar itu akan
hidup oleh percayanya." Ini berarti di dalamnya ada persoalan yang harus dibuka lagi. Mengapa? Karena
Tuhan tahu bahwa Habakuk bukan tidak mempunyai kepercayaan. Setiap orang tidak mungkin tidak
mempunyai kepercayaan. Yang menjadi persoalan adalah kepercayaan macam apa yang kita punyai. Setiap
kita harus mempunyai dasar kepercayaan. Tetapi, kepercayaan itu belum tentu kepercayaan orang benar.
Jadi ada dua masalah: orang benar dan iman yang dipegang oleh orang benar.
66 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

1. Apakah orang hidup harus membangun basis iman?

Rene Descartes mengatakan bahwa kita harus maju dan untuk maju kita harus meragukan segala sesuatu.
Hanya dengan meragukan kita dapat belajar. Kalau kita sudah memastikan maka kita tidak dapat belajar.
Hal ini memang benar, tetapi kalau segala sesuatu kita ragukan, maka itu sudah menjadi skeptik dan hal ini
tidak pernah dipikirkan olehnya. Sekarang, jika semua sudah diragukan, maka bolehkah diri sendiri juga
turut diragukan? Oleh karena itu Rene Descartes berkata bahwa karena kita meragukan, maka itu
membuktikan bahwa kita tidak perlu diragukan. Kalau saya dapat meragukan, maka saya pasti ada, karena
kalau saya tidak ada maka bagaimana saya dapat meragukan. Pertanyaannya sekarang adalah "Mengapa
diri saya tidak dapat diragukan?" Ia tidak dapat menjawab pertanyaan ini karena ia sudah memutlakkan
konsep bahwa yang meragukan pasti ada.

Saya tidak mau lebih jauh membicarakan rasionalisme, tetapi saya ingin menyatakan satu hal, yaitu bahkan
Rene Descartes dan filsuf-filsuf atesis pun sadar bahwa untuk membangun suatu keputusan, harus ada
dasar yang tidak dapat diganggu-gugat. Dasar ini tidak pernah dibuktikan tetapi langsung dianggap mutlak
ada. Hanya saja karena kita tidak mau menggunakan istilah iman, maka kita menggunakan istilah yang
setara dengan iman: paradigma (hipotesis), presaposisi (pra-asumsi) yang merupakan istilah lain daripada iman.

Jadi, kita melihat bahwa hidup kita sebenarnya berdasarkan iman. Namun, iman seperti ini bukanlah iman
Kristen. Masalahnya: "Apakah kepercayaan yang kita pegang itu benar atau salah?" Sehingga kalau saudara
mempercayai sesuatu maka kepercayaan saudara adalah kepercayaan yang masih mengandung tanda
tanya, betulkah yang saudara percaya itu adalah kebenaran sejati. Oleh sebab itu Alkitab berkata "Kembali
kepada kebenaran, firman itulah kebenaran." Hidupku adalah hidup oleh iman karena hidupku adalah saya
kembali kepada Injil yang di dalamnya kebenaran Allah. Inilah prinsip Roma 1:16,17.

Oleh sebab itu Tuhan mengajar Habakuk bahwa orang benar hidup oleh iman. Orang benar harus kembali
kepada Benar supaya ia dapat benar. Saya harus memakai istilah ini karena bahasa Indonesia tidak
mempunyai suka kata untuk menyebutkannya. Disini saya menggunakan tiga kata ‘benar’, namun di
dalamnya saya menggunakan dua kata ‘benar’ yang berbeda. Bahasa Yunani mengenal aletheia (Truth) dan
dikaeiosune (Rightheousness). Righteousness berarti kebenaran yang harus dibuktikan dan diproses
berdasarkan keadilan, sedangkan Truth berarti kebenaran hakiki karena berasal dari dirinya kebenaran
yang bersifat mewahyukan kebenaran. Ketika kita berkata bahwa firman adalah kebenaran, maka
kebenaran itu adalah kebenaran hakiki (Truth). Namun jika dikatakan "Orang yang benar itu akan hidup oleh
percayanya", maka yang dimaksudkan adalah righteousness, kebenaran yang harus diproses. Maka, ketika
kita berkata "Saya orang benar" maka itu berarti saya righteous people, orang benar yang masih harus diuji
kebenarannya.

Jadi, Apakah semua iman itu sama? Alkitab berkata tidak! Jika demikian, apakah yang dimaksudkan dengan
iman yang sejati itu? Iman sejati adalah kembalinya iman kepada aletheia. Sebelum melangkah ke ayat 4,
maka di ayat 3 Tuhan membuka bagaimana kita harus kembali dan percaya kepada firman, karena firman
tidak pernah menipu. Inilah bedanya nubuat firman dengan ramalan orang-orang Kristen yang sok tahu.
Saya heran sekali melihat begitu banyak orang yang sudah ditipu oleh berbagai macam nubuat, lalu nubuat
itu tidak terjadi, tetapi orang yang menubuatkan masih dipercaya. Betapa bodohnya orang-orang semacam
ini! Ramalan yang tidak terjadi itu membuktikan bahwa itu pasti dari setan. Kalau nubuat itu sungguh-
67 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

sungguh dari firman, maka nubuat itu tidak mungkin batal dan tidak mungkin gagal, harus terjadi dan tidak
mungkin salah.

Saya selalu mengajar agar kita jangan selalu bersandar kepada manusia. Saya menuntut setiap kita belajar
firman. Tidak ada seorang pun berhak menjadi patokan kebenaran, tidak ada seorangpun yang lepas dari
kesalahan. Setiap kita mempunyai cacat dan mungkin salah. Satu-satunya yang tidak mungkin salah adalah
"Truth". Semua righteous bisa salah, karena righteous masih harus dibuktikan dan masih harus berjalan di
dalam proses. Maka Alkitab berkata bahwa iman harus kembali kepada Aletheia. Iman sejati adalah iman
dari kebenaran dan harus kembali kepada kebenaran. Mari kita melihat 1 Tim 1:12-13 "Aku bersyukur
kepada Dia, yang menguatkan aku, yaitu Kristus Yesus, Tuhan kita, karena Ia menganggap aku setia dan
mempercayakan pelayanan ini kepadaku – aku yang tadinya seorang penghujat, seorang penganiaya dan
seorang ganas, tetapi aku telah dikasihani-Nya, karena semuanya itu telah kulakukan tanpa pengetahuan,
yaitu di luar iman." Ini kalimat yang penting sekali! Apakah sebelum Paulus menjadi orang percaya, ia tidak
mempunyai iman? Punya! Paulus adalah orang yang disunat pada hari kedelapan, dari bangsa Israel, suku
Benyamin, orang Ibrani asli, orang Farisi, dan seorang penganiaya jemaat. (Flp 3:5-6). Tetapi Paulus melihat
bahwa iman yang sejati adalah iman yang kembali kepada kebenaran. Tidak kembali pada kebenaran
berarti tidak mengenal iman yang sejati dan berarti berada di luarnya iman.

Banyak orang yang gagal untuk mengerti karena mereka mencoba untuk menyamakan yang tidak sama.
Saya beberapa kali berbicara dengan orang yang berkata bahwa semua agama sama karena sama-sama
mengajarkan kebaikan. Semua agama memang mau mencoba untuk mengajarkan kebaikan tetapi iman itu
sendiri tidak sama. Janganlah kita menyamakan apa yang tidak sama. Orang yang benar kembali pada iman
dan percaya yang sejati.

2. Masalah yang kedua adalah masalah kebenaran orang benar itu sendiri

Apakah Habakuk percaya kepada Allah? Ya! Tetapi mengapa hidupnya masih begitu penuh kebingungan?
Karena orang benar ini belum hidup berdasarkan percayanya yang sejati, tetapi masih berdasarkan
egoisnya sendiri. Ia beriman pada imannya sendiri dan yang ia percayai adalah dirinya sendiri. Pada hari ini
banyak orang Kristen yang mungkin berformat sama seperti Habakuk, yaitu lebih percaya pada diri sendiri
daripada percaya pada Kristus.

Di dalam gerakan dunia kita, banyak orang Kristen yang gagal untuk mengenal iman secara tepat dan
Habakuk tidak terkecuali. Habakuk tidak dapat rela kalau Tuhan membangkitkan orang Kasdim untuk
menghantam orang Israel. Saat itu ia ragu dan bertanya "Bukankah Engkau, ya Tuhan, dari dahulu Allahku,
Yang Mahakudus? Tidak akan mati kami." Sekarang giliran Tuhan bertanya, "Kalau engkau percaya kepada-
Ku, mengapa engkau bertanya seperti itu dan bukankah seharusnya engkau taat mutlak kepadaKu?"
Pergumulan Habakuk mengalami krisis karena terjadi pertentangan antara egoisme pribadi, keinginan
manusia duniawi, dengan istilah beriman kepada Tuhan.

Berapa banyak orang Kristen yang hari ini hidupnya seperti ini? Percaya Tuhan? Percaya! Apakah di dalam
bisnis juga percaya kepada Tuhan? Ia akan mulai ragu-ragu. Beriman hanya dianggap sebagai suatu slogan.
Banyak orang Kristen yang mau percaya Tuhan sejauh Tuhan menolong. Kalau Tuhan menguntungkan saya,
saya mau. Kalau Tuhan merugikan saya, saya tidak mau percaya. Saya bertanya-tanya, kalau Tuhan
mengatur apa yang buruk bagi saya, bisakah kita menerimanya? Apakah artinya saya percaya kepada
68 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

Tuhan? Apa artinya saya menggarap pekerjaan Tuhan? Apa artinya saya orang benar yang hidup oleh
percaya saya bukan hidup berdasarkan percaya saya?

Di dalam pergumulan saya memilih di antara dua hal, ada pertanyaan yang saya ajukan pada diri saya
sendiri. Mana yang lebih menguntungkan bagi kerajaan Tuhan? Nama Tuhan yang dipermuliakan atau
keuntungan pribadi saya lebih besar? Ini pertanyaan yang harus kita pergumulkan. Sampai di sini Habakuk
sadar apa artinya hidup oleh iman. Dia akhirnya sanggup berkata: "Sekalipun pohon ara tidak berbunga,
pohon anggur tidak berbuah,…namun aku akan bersorak-sorak di dalam Tuhan, beria-ria di dalam Allah
yang menyelamatkan aku." (Hab 3:17-18). Ini merupakan konklusi surat Habakuk. Hidup oleh iman! Bukan
teori oleh iman, namun merupakan satu kehidupan yang termanifestasi di dalam kenyataan. Banyak
pergumulan yang tidak dapat kita selesaikan, karena sebenarnya kita tidak hidup berdasarkan iman. Kita
penuh dengan pertanyaan, kekecewaan, kemarahan, karena Tuhan tidak bertindak seperti yang kita mau.
Akibatnya kita tidak dapat hidup tenang lagi. Hidup oleh iman bukan ditafsirkan secara pasif. Bukan berarti
kita tidak perlu berusaha apa-apa, tunggu Tuhan menyuruh apa. Itu berarti kita hidup seperti mekanik,
yang baru jalan setelah Tuhan menekan tombol-tombol tertentu. Tuhan mengajar kita untuk berinisiatif,
berjalan, tetapi berada di bawah kedaulatan dan pimpinan Tuhan. Itulah berarti hidup dan bukan mati. Kita
hidup dan menjadi orang benar. Kita memproses rigteousness sampai kembali pada aletheia. Kembalinya
saya kepada Firman, kebenaran mutlak itu. Itulah hidup oleh iman.

Amin!
69 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

M
Muurrk
kaaA
Alllla
ahha
atta
assd
doos
saa
Oleh: Pdt. Sutjipto Subeno

Nats: Habakuk 2:6-20

6 Bukankah sekalian itu akan melontarkan peribahasa mengatai dia, dan nyanyian olok–
olok serta sindiran ini: Celakalah orang yang menggaruk bagi dirinya apa yang bukan
miliknya––berapa lama lagi? ––dan yang memuati dirinya dengan barang gadaian.
7 Bukankah akan bangkit dengan sekonyong–konyong mereka yang menggigit engkau, dan
akan terjaga mereka yang mengejutkan engkau, sehingga engkau menjadi barang
rampasan bagi mereka?
8 Karena engkau telah menjarah banyak suku bangsa, maka bangsa–bangsa yang
tertinggal akan menjarah engkau, karena darah manusia yang tertumpah itu dan karena
kekerasan terhadap negeri, kota dan seluruh penduduknya itu.
9 Celakalah orang yang mengambil laba yang tidak halal untuk keperluan rumahnya, untuk
menempatkan sarangnya di tempat yang tinggi, dengan maksud melepaskan dirinya dari
genggaman malapetaka!
10 Engkau telah merancangkan cela ke atas rumahmu, ketika engkau bermaksud untuk
menghabisi banyak bangsa; dengan demikian engkau telah berdosa terhadap dirimu
sendiri.
11 Sebab batu berseru–seru dari tembok, dan balok menjawabnya dari rangka rumah.
12 Celakalah orang yang mendirikan kota di atas darah dan meletakkan dasar benteng di atas
ketidakadilan.
13 Sesungguhnya, bukankah dari TUHAN semesta alam asalnya, bahwa bangsa–bangsa
bersusah–susah untuk api dan suku–suku bangsa berlelah untuk yang sia–sia?
14 Sebab bumi akan penuh dengan pengetahuan tentang kemuliaan TUHAN, seperti air yang
menutupi dasar laut.
15 Celakalah orang yang memberi minum sesamanya manusia bercampur amarah, bahkan
memabukkan dia untuk memandang auratnya.
16 Telah engkau kenyangkan dirimu dengan kehinaan ganti kehormatan. Minumlah juga
engkau dan terhuyung–huyunglah. Kepadamu akan beralih piala dari tangan kanan
TUHAN, dan cela besar akan meliputi kemuliaanmu.
17 Sebab kekerasan terhadap gunung Libanon akan menutupi engkau dan pemusnahan
binatang–binatang akan mengejutkan engkau, karena darah manusia yang tertumpah itu
dan karena kekerasan terhadap negeri, kota dan seluruh penduduknya itu.
18 Apakah gunanya patung pahatan, yang dipahat oleh pembuatnya? Apakah gunanya
patung tuangan, pengajar dusta itu? Karena pembuatnya percaya akan buatannya,
padahal berhala–berhala bisu belaka yang dibuatnya.
19 Celakalah orang yang berkata kepada sepotong kayu: "Terjagalah!" dan kepada sebuah
batu bisu: "Bangunlah!" Masakan dia itu mengajar? Memang ia bersalutkan emas dan
perak, tetapi roh tidak ada sama sekali di dalamnya.
20 Tetapi TUHAN ada di dalam bait–Nya yang kudus. Berdiam dirilah di hadapan–Nya, ya
segenap bumi!
70 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

Bagian pertama

Pada hari ini kita akan belajar bagaimana Habakuk sulit mengerti tentang kedaulatan Allah, berkenaan
dengan mengapa orang benar justru mengalami kesulitan. Disatu sisi Habakuk melihat tindakan
ketidakadilan terjadi dengan merajalela, di lain sisi Habakuk melihat seolah-olah Tuhan tidak berdaulat.
Habakuk salah mengerti tentang kedaulatan Tuhan karena kedaulatan Tuhan memang tidak bisa
dimengerti dengan pengertian. Tindakan kedaulatan Tuhan juga bukan berarti memekaniskan dunia ini
tetapi kedaulatan Tuhan caranya ditetapkan oleh Tuhan, sesuai dengan waktu Tuhan dan berada dalam
tangan Tuhan yang berdaulat. Di sini Allah membongkar konsep kedaulatan Allah yang salah dalam
pemikiran Habakuk. Habakuk diajar untuk mengerti bagaimana Allah akan menegakkan kedaulatan-Nya.
Sejak jaman Musa, Tuhan mengajar mereka untuk tidak mempermainkan Allah yang hidup. Percaya kepada
Allah berarti percaya kepada kebenaran yang sejati. Alkitab mengkaitkan ini dengan Ulangan 28 yaitu kaitan
antara berkat dan kutuk, maksudnya barang siapa kembali kepada jalur iman yang sejati kepada Allah yang
sejati, dia akan dipimpin oleh Tuhan dan dia akan diberkati. Barang siapa keluar dari jalur itu dia sudah
berada dalam kutukan Tuhan. Konsep yang ditegakkan di sini akhirnya menjadi satu format seperti lagu
atau sindiran, muncul menjadi opini umum di tengah umat Israel yang sudah diajarkan berdasarkan
kebenaran Firman.

Di mana apa yang sudah ditegakkan oleh Tuhan untuk kita percaya dengan benar, dengan orang benar
kembali kepada iman yang benar. Permasalahannya, kalau tidak menjalankan, apa yang akan terjadi? Disini
Alkitab membukakan lima poin besar yang menunjukkan hal-hal yang Tuhan benci, yang terjadi di tengah-
tengah umat Israel pada waktu itu dan juga ancaman dari bangsa-bangsa lain di sekitar mereka yang tidak
mengenal Tuhan. Lima tindakan ini adalah tindakan manusia berdosa yang harus berhadapan dengan
murka Allah di mana dimulai dengan kata ‘Celaka.’

Pertama, "Celakalah orang yang menggaruk bagi dirinya apa yang bukan miliknya…" Celaka pertama ini,
menggambarkan sikap yang ada pada jaman itu dan dianggap sangat lumrah dan boleh dikerjakan. Pada
jaman Israel, konsep yang kuat yang menang telah menjadi konsep umum, setiap bangsa melakukannya.
Kalau satu bangsa menaklukkan bangsa lain maka seluruh harta di tempat itu menjadi milik si penjarah.
Demikian juga setiap manusia yang berada di bawah penaklukkan mereka diperlakukan sesuka mereka. Jika
semua bangsa melakukan hal ini, mengapa kita tidak. Di sini Alkitab justru menyatakan ketidakberesan dari
sifat manusia berdosa dan Tuhan mengatakan satu kalimat tegas ‘Celakalah’ orang yang melakukan hal itu.
Kalimat ini menunjukkan mereka bukan sekedar berbuat sesuatu di tengah dunia ini melainkan mereka
sedang berhadapan dengan tuntutan keadilan Allah yang tidak bisa dipermainkan. Banyak orang dirugikan
karena keserakahan mereka tetapi jangan lupa Alkitab juga menyatakan, sebagaimana engkau menjarah
maka engkaupun akan dijarah seperti itu. Ini prinsip Alkitab. Keserakahan tidak akan pernah selesai.
Keserakahan akan menghasilkan dampak kehancuran bagi orang serakah tersebut. Seorang yang serakah,
untuk mendapatkan keuntungan memakai cara yang begitu liar dan mencari kekayaan dengan cara yang
tidak benar.

Dua ribu enam ratus tahun yang lalu, Habakuk mengalami situasi seperti ini dan kemudian peristiwa yang
sama tetap terjadi, manusia tidak berubah. Ini menunjukkan bahwa di tengah dunia manusia, keserakahan
masih tetap menjadi format manusia berdosa. Di sini seolah-olah Allah diam namun sesungguhnya suatu
saat kelak mereka akan berhadapan dengan keadilan Tuhan.
Kedua, di ayat 9 dikatakan, "Celakalah orang yang mengambil laba yang tidak halal …, dengan maksud
melepaskan dirinya dari genggaman malapetaka!" Konsep ini menunjukkan bahwa manusia yang sudah
71 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

serakah ini seringkali menjadi begitu egois. Mereka seringkali memikirkan bagaimana mereka memproteksi
kejahatan mereka. Semangat kesombongan seperti ini justru akan menghancurkan mereka sendiri. Mereka
mungkin berpikir sudah memiliki segala sesuatu, sudah memiliki back-up dan saya tidak kuatir. Mereka
mendirikan rumah di atas bukit. Mereka pikir dengan cara seperti itu mereka akan lolos dari serangan balik
yang harus mereka terima. Semua orang yang berbuat jahat selalu dibelakangnya mempunyai sifat proteksi
seperti ini. Masalahnya, di dunia ini tidak ada yang bisa langgeng. Jika sampai di dunia ini kejahatan mereka
tidak terbongkar, di hadapan Tuhan pasti mereka akan terbongkar. Sekalipun mereka memproteksi diri
begitu rapinya tetapi suatu saat kelak Tuhan akan membongkar kejahatan mereka karena tidak ada
satupun yang tersembunyi di hadapan Tuhan dan mereka harus berhadapan dengan keadilan Tuhan. Dalam
Hab 2:11 dikatakan sebab tidak mungkin itu lolos, "Batu berseru-seru dari tembok, dan balok menjawabnya
dari rangka rumah." Manusia tidak berhak untuk merasa dia bisa memproteksi. Ini justru menunjukkan
kesombongan dia di depan keadilan Allah. Kalau tidak ada yang bersuara, maka tembok, batu-batu dan
balok-balok kayu pun akan bersuara membongkar kesalahanmu. Demikian juga dengan Habakuk yang
harus berhadapan dengan penguasa-penguasa Israel yang sombong. Kota Yerusalem tepat berada di atas
bukit dengan bentengnya, mereka pikir tidak mungkin tembok Yerusalem bisa hancur. Namun kalau Allah
menghendaki pada akhirnya Yerusalem dihancurkan. Biarlah kita melihat bagaimana Tuhan yang hidup
menjalankan misinya baru demikian kita tahu bahwa kita sebagai orang benar harus hidup berdasarkan
iman. Itulah kekuatan kita hidup di tengah dunia ini sehingga kita tidak akan kehilangan pegangan.

Ketiga, dalam ay 12 dikatakan, "Celakalah orang yang mendirikan kota di atas darah dan meletakkan dasar
benteng di atas ketidakadilan, sesungguhnya, … untuk yang sia-sia?" Bagian ketiga ini menunjukkan bahwa
orang-orang fasik, semua kekuatan, keputusan, dan tindakan mereka berdiri di atas ketidakadilan. Di
tengah-tengah dunia berdosa kalau ada benteng yang ditegakkan di atas darah orang benar, itu tidak perlu
kaget. Alkitab mengatakan, "Semua itu berasal dari Tuhan." Apa maksud kalimat ini?

Apakah semua suku-suku bangsa akan menegakkan semua di atas api dan berdiri di atas kesia-siaan? Dalam
hal ini, yang akan berhadapan dengan keadilan Tuhan adalah ketidakadilan manusia. Berbicara
ketidakadilan di sini merupakan hal yang mengerikan. Hingga hari ini saya sangat super pesimis untuk
melihat keadilan terjadi di dunia. Sebab kalau keadilan tidak kembali kepada Tuhan yang merupakan
sumbernya keadilan omong kosong ada keadilan. Keadilan bukan hal yang sederhana, di dalamnya harus
ada unsur kebenaran Allah yang menjadi dasar. Banyak orang tidak mengerti esensi keadilan dan
menganggap keadilan adalah sesuatu yang bisa secara sederhana dimengerti dan dijalankan. Keadilan
bukan sama rata. Lalu keadilan itu apa? Keadilan adalah kembalinya kita pada kebenaran Allah. Keadilan
tidak tergantung manusia karena keadilan sejati tidak pernah bisa ditegakkan di atas dasar yang bersifat
relatif, selama ditegakkan di atas dasar yang relatif maka dasar yang ditegakkan tidak pernah mutlak. Di sini
kita melihat keadilan sejati tidak mungkin ditegakkan, yang bisa hanyalah keadilan semu. Pada jaman
Habakuk, keadilan ditegakkan di atas dasar kekuatan. Semua yang ditegakkan bangsa-bangsa berdiri di atas
api artinya apa yang mereka tegakkan, di bawahnya ada apinya yang tinggal menghancurkan mereka. Dan
semua yang mereka kerjakan akan habis sia-sia total tidak ada hasilnya. Mereka akan hancur dalam
ketidakdilan mereka dan keadilan Tuhan akan menghantam ketidakadilan mereka. Di sini saya harap kita
bisa mengerti mengapa orang benar harus hidup berdasarkan iman. Alkitab mengatakan sampai ay 14,
"Sebab bumi akan penuh dengan pengetahuan tentang kemuliaan Tuhan, seperti air yang menutupi dasar
laut." Ini gambaran bahwa keadilan Allah tidak bisa dipermainkan oleh manusia. Jangan pikir ketidakadilan
bisa ditegakkan, kita bisa berbuat serakah semaunya dan bisa memproteksi kejahatan kita. Ingat, pada
72 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

akhirnya keadilan Allah akan ditegakkan, pengetahuan tentang kemuliaan Allah akan nyata. Ini
menunjukkan bahwa Allah adalah Allah yang hidup.
Saudara, dua ribu enam ratus tahun kemudian, kondisi pada jaman Habakuk tetap sangat relevan untuk
masa kini. Mengapa? Karena problem keserakahan sampai hari ini tidak pernah selesai. Manusia semakin
modern justru menjadi manusia yang semakin hari semakin serakah dan tidak pernah puas. Hari ini
manusia bukan semakin canggih di dalam kebenaran melainkan semakin canggih dalam kejahatan. Satu hal
yang saya lihat ketika kita berhadapan dengan situasi ini seringkali kita ingin membalas, tetapi disini satu
prinsip yang Alkitab tegaskan di mana pembalasan merupakan hak Tuhan. Dan ingat pembalasan Tuhan
akan jauh lebih berat dari tindakannya. Mengapa? Karena Tuhan melihat selain pembalasan, hukum
keadilan ditegaskan yaitu kutukan yang harus memperberat. Jangan pernah berpikir bahwa orang Kristen
akan lolos dari penghakiman. Alkitab tidak pernah mengatakan orang yang berdosa, bertobat dilepaskan
dari hukuman. Keadilan Allah dan kasih Allah merupakan dua hal yang harus berjalan bersama-sama. Jika
kita berjalan dalam keadilan Allah kita akan berjalan juga dalam kasih Allah. Daud bertobat dari dosanya
dan Tuhan ampuni. Namun Daud tidak pernah lolos dari hukuman Allah karena dia berbuat dosa. Dosanya
diampuni tetapi efek dari dosanya harus dibayar.
Saudara saya harap kita mengerti, berdiri tegak di atas keadilan Allah dan jangan berpikir kita bisa bermain-
main dengan keadilan Tuhan. Mau saudara.

Bagian kedua

Dalam Habakuk 2 ini kita melihat bagaimana Tuhan menegaskan prinsip yang Ia ingin bicarakan kepada
Habakuk yaitu bahwa penglihatan itu pasti akan terjadi (Hab 2:3). Mulai dari ay. 6-20, Tuhan menegaskan
kepada habakuk bahwa Ia tidak akan bermain-main dengan tingkah laku dosa. Tuhan menegaskan hal itu
dengan satu kata ‘Celakalah!’ Kata ini merupakan kata yang keras, yang dipakai menjadi satu kutukan yang
tegas terhadap kejahatan manusia. Di dalam bagian tersebut terdapat lima ‘celaka’ yang diurutkan dari
yang paling fenomena sampai yang paling hakiki.

Minggu lalu kita sudah membahas tiga kata ‘celaka.’ Yaitu: Pertama, Celaka kamu yang serakah; kedua,
celaka kamu yang sombong, yang menganggap bahwa dapat memproteksi kejahatanmu; ketiga
ketidakadilan akan mengikuti barang siapa yang berbuat jahat, fasik dan lalim. Setelah itu, kita melihat
kejahatan yang semakin parah. Hab 2:15 mencatat: "Celakalah orang yang memberi minum sesamanya
manusia bercampur amarah, bahkan memabukkan dia untuk memandang auratnya." Mereka jatuh dalam
kondisi sangat mengerikan, yang digambarkan sebagai satu kekejaman yang sudah melampaui batas.
Dalam kondisi seperti ini Tuhan mengatakan, "Celaka kamu!"

Peringatan ini sangat menguatkan Habakuk karena dia sangat mengetahui kondisi itu. Ia mengetahui
betapa kejamnya orang Kasdim dan tindakan kekejaman seperti itu bukan hal yang baru. Jika kita
menelusuri mulai dari PL hingga sekarang, kita akan melihat bahwa sikap kejam dari manusia berdosa
begitu mengerikan. Ini menggejala sepanjang masa dalam dunia, khususnya di jaman Habakuk hidup. Di
dalam Alkitab, kekejaman seperti ini sudah lumrah dan bahkan menjadi pemandangan sehari-hari.

Bangsa Kasdim adalah bangsa yang sangat kejam. Lebih mengerikan dibandingkan dengan kekejaman
bangsa lain. Itu sebabnya Habakuk ngeri sekali jika membayangkan Yehuda dihancurkan oleh
kekejamannya. Justru dalam situasi seperti ini Tuhan tidak melindungi bangsa Yehuda melainkan justru
mengkonfirmasi. Namun barang siapa berani berbuat kekejaman seperti itu, ia akan berhadapan dengan
keadilan Tuhan. Karena itu berarti ia dengan sengaja melawan sifat dan eksistensi keberadaan Tuhan. Jadi
bukan sekedar bertindak terhadap manusia. Peristiwa yang terjadi pada jaman Habakuk tidak berbeda
73 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

dengan apa yang terjadi dalam dunia modern. Misalnya seperti yang terjadi di Indonesia tanggal 13-14 Mei
yang lalu. Ini membuktikan dosa begitu dahsyat sedang merajalela di dunia. Pada saat manusia lepas dari
otoritas sejati, maka manusia hanya dikuasai oleh otoritas dosa. Otoritas dosa ini akan mendatangkan
kekejaman yang luar biasa, yang membuat manusia tidak tahu lagi di mana dia harus bertindak.
Ketika orang Kasdim dengan begitu kejam menghantam dan menghancurkan bangsa Yehuda, mereka justru
membanggakan perbuatan mereka itu. Itulah kehormatan mereka. Tetapi Alkitab mengatakan: "Celakalah
kamu!" Karena kehormatanmu itulah kehinaanmu dan kejayaanmu itulah kematianmu. Di dalam Habakuk
1:7 dikatakan: "Bangsa itu dahsyat dan menakutkan; keadilannya dan keluhurannya berasal daripadanya."
Semakin mereka menegakkan otoritasnya sendiri, mereka akan semakin kejam. Hanya satu cara untuk
membebaskan mereka, yaitu pertobatan. Mereka harus lepas dari ikatan belenggu dosa dan belenggu
feodalitas otoritas yang begitu mencengkram. Untuk lepas dari belenggu cengkeraman dosa tidaklah
mudah, kecuali ada kuasa yang lebih besar untuk mengeluarkannya. Ini baru bisa terjadi jika kita kembali
kepada kebenaran yang sejati. Lepas dari kebenaran sejati maka akumulasi kekejamannya akan berputar
terus di tengah dunia. Hanya kuasa Kristus yang dapat mencabut orang itu keluar dan menarik orang itu
kembali pada kebenaran sejati. Hanya kembali pada otoritas kebenaran sejati, baru ada pengharapan bagi
dunia.

Habakuk 2:18-19 merupakan satu tema yang merupakan kelanjutan ayat 15-17. Di ayat 18 dikatakan, "Apakah
gunanya patung pahatan, yang dipahat oleh pembuatnya? Apakah gunanya patung tuangan, pengajar
dusta itu? Karena pembuatnya percaya akan buatannya, padahal berhala-berhala bisu belaka yang
dibuatnya." Ayat 19 berkata: "Celakalah orang yang berkata kepada sepotong kayu: "Terjagalah!" dan
kepada sebuah batu bisu: "Bangunlah!" Masakan dia itu mengajar? Memang ia bersalutkan emas dan
perak, tetapi roh tidak ada sama sekali di dalamnya. Ini merupakan puncak daripada semua tindakan
kefasikan manusia. Ketika manusia berakumulasi di dalam kekejaman, maka ia cuma menjadi satu langkah
menuju pada esensi yang paling dasar tindakan kekejaman dari semua tindakan kejahatan. Di sini manusia
berdosa bukannya taat kepada Allah, tetapi justru melarikan diri daripada Allah yang sejati. Seorang filsuf
mengatakan "Agama adalah jalan melarikan diri dari Allah." Mengapa ada berhala? Alkitab mengatakan,
"Karena pembuatnya percaya kepada buatannya." Manusia mencipta berhala lalu menyembah berhala.
Yang ia percaya adalah yang ia buat sendiri. Ini merupakan sifat kefasikan yang langsung melawan Tuhan,
Sang Pencipta, melawan sumber kebenaran dan menjadikannya secara langsung berhadapan dengan
Tuhan. Tidak bisa tidak, ini mendatangkan hukuman yang keras sekali. Alkitab mengatakan "Celakalah."
Inilah esensi dasar dari seluruh dosa. Inilah inti dari semua pengertian dosa. Semua dosa yang lain hanya
menjadi ekses dari semua tindakan yang berakar daripada manusia yang mau memberhalakan semua
pikiran, keinginan dan keotoritasan dia. Tuhan menutup pasal dua ini dengan satu kalimat yang tegas,
ringkas, dan pendek. Tetapi justru di sinilah prinsip dari kehidupan iman Kristen. Habakuk 2:20 mengatakan,
"Tetapi Tuhan ada di baitNya yang kudus. Berdiam dirilah di hadapan-Nya, ya segenap bumi!" Hai manusia
berdiam dirilah di hadapan dia dan jangan bermain-main! Ini merupakan kesimpulan yang Tuhan nyatakan
kepada Habakuk.

Alkitab mengatakan ketika kita berhadapan dengan keadilan Allah, kita tidak pernah mungkin lari dari
kebenaran Allah. Di sini kita mempelajari satu konsep yang terpenting dalam hidup kita yang ditegaskan
oleh Alkitab mulai dari PL sampai PB, yaitu ketika kita melangkah baiklah kita melangkah dalam jalur Tuhan,
karena di situlah kita mendapat jaminan yang paling kokoh. Tuhan menjamin barang siapa berjalan di
dalam jalannya dia pasti melihat kebenaran dan suatu saat kebenaran itu akan ditegakkan karena keadilan
Allah tidak bisa dipermainkan. Yosua diingatkan oleh Tuhan "Jalanlah lurus di jalanku, jangan menyeleweng
74 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

ke kiri atau ke kanan, maka engkau akan diberkati." Dan konsep ini diulang berulang kali kepada Yosua.
Tuhan akan memimpin jika kita berjalan di jalan Allah. Jika kita keluar dari jalur Tuhan itu berarti kita
sedang beroposisi dengan Tuhan Allah dan kita sedang bunuh diri yang mengerikan sekali.

Ketika Habakuk belajar dari ayat ini, maka dia langsung mengeluarkan satu respon, satu konklusi dari
pengertian dia di pasal 3 dimulai dengan doa nabi Habakuk menurut nada ratapan. Kalau saudara membaca
Habakuk 3:1-10, kita akan melihat betapa dahsyatnya gambaran Habakuk ketika dia melihat murka Allah
yang begitu luar biasa. Habakuk mengatakan di ayat 2 yang terakhir dia sempat menyelibkan satu kalimat
"Tuhan, dalam murka ingatlah akan kasih sayang." Alkitab tidak mengatakan murka Allah hanya di PL. Di
dalam Roma 1 dikatakan, "Murka Allah akan turun dari sorga atas kefasikan dan kelaliman manusia." Ini
tidak main-main. Hanya kembali kepada jalur Tuhan kita akan mendapat kekuatan. Saudara, jika ditengah-
tengah hidup kita melihat ketidakadilan, kecemaran, kekejaman, kejahatan merajalela di sekeliling, kita
harus berjalan dalam jalur Tuhan maka kita akan mendapat kekuatan. Kita tidak perlu kecewa dan putus
asa. Tuhan tidak pernah berdiam diri, mungkin seolah-olah Tuhan itu beku. Sesungguhnya barang siapa
berani bermain-main, dia akan langsung berhadapan dengan murka Tuhan. Saudara, biarlah ini menjadi
kekuatan bagi kita. Di tengah situasi apapun mari kita tidak lengah dan tidak lepas dari integritas hidup.
Jangan kita keluar dari jalur Tuhan yang membuat kita akhirnya beroposisi dengan Tuhan. Biarlah ini juga
boleh mendorong kita secepat mungkin memberitakan Injil. Jika orang kristen tidak mau memberitakan
Injil, jangan pikir dia sedang selamat, tidak! Dia justru sedang membiarkan dirinya masuk ke dalam resiko
yang lebih besar.

Jika kita tidak memberitakan injil, kita sedang membiarkan dunia kita samakin hari semakin rusak. Itu
berarti menjadi bumerang bagi diri kita sendiri. Kita mengalami semua ini karena kita gagal memberitakan
Injil. Marilah kita kembali memikirkan, Tuhan mau memakai kita. Saya berharap sungguh-sungguh banyak
orang-orang yang boleh dipanggil oleh Tuhan untuk menjadi hamba Tuhan untuk melayani Tuhan di abad
yang akan datang. Saya berharap sungguh-sungguh orang-orang kristen boleh menegakkan berita Injil
keluar dan menyatakan kebenaran Injil di luar. Jangan sampai orang kristen sendiri memberikan contoh
yang tidak baik. Tuhan meminta kita menjadi saksi. Maukah saudara?

Amin!
75 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

D
Diia
ammd
dii h
haad
daap
paan
nAAlllla
ahh
Oleh: Pdt. Sutjipto Subeno

Nats: Habakuk 2:20

20 Tetapi TUHAN ada di dalam bait–Nya yang kudus. Berdiam dirilah di hadapan–Nya, ya
segenap bumi!

Minggu ini kita memasuki bagian terakhir dari Habakuk 2:20. Dalam ayat 20 ini, Habakuk mendapat jaminan
yang paling penting dan paling serius. Ayat ini merupakan jawaban, sekaligus puncak permasalahan bagian
sebelumnya tentang penyembahan berhala.

Saat itu, Habakuk di dalam kondisi yang begitu panas dan jengkel karena melihat situasi negaranya, di mana
kefasikan dan ketidakadilan merajalela begitu luar biasa, manusia makin hari berjalan menurut maunya
sendiri. Ketika Tuhan menghukum mereka, mereka tidak bertobat bahkan mencari Allah lain yang mereka
rasa cocok dengan mereka. Mereka manifestasikan kedaulatan mereka dengan cara melarikan diri dari
Allah yang sejati lalu membentuk allah palsu yaitu allah yang mereka cipta menurut kreasi mereka sendiri.
Dalam keadaan seperti ini maka Tuhan mengeluarkan kalimat terakhir yang merupakan prinsip paling
tuntas yaitu "Tuhan ada di dalam bait-Nya yang kudus." Dari penyataan ini keluar tuntutan, "Berdiam
dirilah di hadapan-Nya, ya segenap bumi!"

Ayat 20 terdiri dari dua unsur yaitu pernyataan Allah yang paling final dan tuntutan Allah yang paling final
juga. Hal ini merupakan klimaks dari pada penjelasan Tuhan mengenai apa yang dia akan kerjakan.
Mengapa pada detik terakhir Tuhan justru membicarakan, "Aku ada di dalam bait-Ku yang kudus."
Mengapa hal ini menjadi titik tolak atau menjadi pernyataan yang paling final yang diungkapkan oleh
Tuhan? Ini merupakan pertanyaan yang serius. Karena ketika Habakuk melihat keadaan yang luar biasa
fasik, dalam ps 1:4, Habakuk jengkel sekali dan berkata kepada Tuhan, "Tuhan, mengapa orang benar
dikelilingi oleh orang fasik dan tidak dapat berbuat apa-apa? Itulah sebabnya keadilan muncul terbalik.
Habakuk tidak bisa melihat keadaan seperti ini sehingga ia melontarkan pertanyaan, "Tuhan, berapa lama
lagi?"

Saudara, bukan hanya di dalam jaman Habakuk tetapi di setiap jaman pada saat kita merasakan tekanan
seperti ini kita mulai merasakan tidak adilnya dunia ini, kita mulai melihat sedemikian jahatnya sekeliling
kita lalu kita bertanya, "Tuhan sebenarnya engkau ada atau tidak?" Pertanyaan ini sebenarnya
mempertanyakan keberadaan Allah itu sendiri. Pertanyaan ini merupakan pertanyaan sangat mendasar
sekali. Jika pertanyaan ini tidak mendapat jawaban yang tepat dan memuaskan maka akan fatal akibatnya.
Karena, jika pertanyaan ini tidak mendapat jawaban maka ia akan jatuh kepada ateisme. Pada waktu ia
mengatakan Tuhan tidak ada berarti ia sudah mentuhankan dirinya sendiri. Lebih ringan dari ateisme
mungkin ia akan berkata, "Tuhan mungkin Engkau ada, tetapi Engkau tidak mampu berbuat apa-apa."
Berarti dengan kata lain dia skeptik. Tuhan keberadaan-Nya dianggap jauh di sana dan tidak ada
76 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

hubungannya dengan dirinya. Jika seseorang sudah sampai dalam kondisi seperti ini, maka imannya akan
runtuh total dan dia akan kehilangan pegangan akan keberadaan Allah dan dia akan seperti layangan putus
dan tidak lagi tahu akan makna hidupnya.

Itu sebabnya penting sekali bagi Habakuk untuk menyelesaikan masalah mengenai kepastian keberadaan
Allah. Ini merupakan prinsip yang sangat penting bagi kehidupan manusia. Mengapa? Karena pada waktu
seseorang bertanya, "Apakah Allah ada?" Maka jawabannya bisa ada atau tidak ada. Berarti ini sudah
mencapai satu titik di mana dia sudah kehilangan imannya. Pada saat seperti itu, maka akan timbul satu
kesimpulan dan satu akibat yaitu pada saat yang sama dia pasti akan mentuhankan dirinya sendiri, karena
dia yang menjadi penentu Allah ada atau tidak ada. Dengan demikian orang itu sudah kehilangan iman dan
mencurigai keberadaan Allah baik secara total ataupun secara skeptik.
Manusia tidak boleh mentuhankan dirinya sendiri. Apabila hal ini terjadi berarti kehancuran total bagi
dirinya. Mengapa di tengah dunia saat ini terjadi kekacauan? Sebab setiap orang ingin menjadi Tuhan,
hanya mau bertindak menurut apa yang dia mau dan dia suka. Manusia merasa paling pintar dan bijaksana.
Jika setiap orang berprinsip seperti itu, berarti akan terjadi pertempuran yang tidak akan berhenti sampai
kapanpun.

Kunci satu-satunya bagi orang yang sudah mencurigai keberadaan Allah yang sejati adalah memiliki
kepastian jaminan keberadaan Allah. Ini merupakan penyelesaian yang paling final yang dibutuhkan oleh
dunia. Ketika Habakuk mendapatkan situasi yang begitu sulit, Habakuk merasa, "Tuhan tidak bertindak,
bahkan tindakan Tuhan begitu mengacaukan dan membingungkan." Maka Tuhan menjawab, "Aku di sini,
Aku sedang berada di dalam bait-Ku yang kudus." Ini merupakan kepastian keberadaan Allah. Keberadaan
inilah yang menjadikan semua keberadaan bisa berada. Keberadaan Allah menjadi sumber semua
keberadaan yang dituntut, keberadaan yang tidak boleh tidak ada, menjadi keberadaan yang sangat hakiki
dan bersifat esensial. Jadi berbicara tentang eksistensi Allah merupakan satu hal yang sangat final dan
menjadi jawaban bagi seluruh manusia. Di dalam ayat 20 ini Tuhan tidak berbicara kapan tetapi dia
berbicara, "Aku ada di sini." Ini merupakan jawaban kekristenan yang sangat esensial. Keberadaan yang
tidak bisa diganggu gugat, mutlak dan menjadi sumber dari segala keberadaan. Di dalam situasi apapun dan
dalam segala macam ketidakadilan, jaminan Tuhan mengatakan, "Aku ada di sini," ini menunjukkan Ia tidak
main-main. Keberadaan Allah bukan keberadaan yang perlu dipertanyakan. Keberadaan Allah justru
merupakan kepastian yang menjadikan semua keberadaan jadi mungkin. Di dalam kesulitan jika kita
mempertanyakan keberadaan Allah ini tidak akan menjadi jawaban yang menyelesaikan permasalahan dan
kesulitan kita. Justru di dalam kesulitan jika kita percaya bahwa Allah ada inilah yang membuat kita bisa
bertahan di dalam kesulitan. Saudara, mari kita kembali sadar, di tengah-tengah dunia ini, di saat kita mau
mengambil keputusan, di saat kita melakukan sesuatu, kunci pertama yang harus diingat ialah Allah ada.

Kunci kedua, kepastian keberadaan Allah bukan hanya untuk dimengerti secara pasif. Ketika Allah berkata,
"Aku berdiam di dalam bait-Ku yang kudus," tidak berarti Allah tidak melakukan apa-apa. Banyak orang
salah mengerti Hab 2:20 ketika dikatakan Allah berdiam di dalam bait-Nya ini bukan gambaran pasif, bukan
berarti Allah tidak bertindak. Tetapi ayat ini mau menggambarkan bahwa Allah bertahta di kerajaan-Nya,
Allah berada di dalam bait-Nya yang kudus itu menggambarkan bahwa Dia sedang bertahta dan berdaulat
penuh menjalankan pemerintahanNya. Ini kunci yang menggambarkan bahwa Allah bukan sekedar Allah
tetapi Allah yang berinisiatif dan Allah yang berdaulat. Maka jika kita membaca di dalam Hab 2 dan 3 kita
akan mendapat kepastian. Di sini dikatakan bahwa Tuhan menjamin Habakuk bahwa setiap apa yang Allah
katakan pasti terjadi.
77 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

Ayat 20 ini menggambarkan bahwa ketika Allah berada di dalam bait-Nya yang kudus ini bukan meng-
gambarkan kepasifan melainkan justru menggambarkan pemerintahan yang paling berdaulat. Di mana sang
Raja akan diam di tahta-Nya dan semua yang harus hadir di hadapan Raja. Raja yang sejati akan duduk
ditahta-Nya lalu semua anak buahNya harus datang, semua raja-raja lain juga harus datang dan bersembah
sujud di hadapan Dia. Ini merupakan prinsip dari kedaulatan seorang Raja. Gambaran inilah yang
disodorkan oleh Allah kepada Habakuk dengan kalimat, "Berdiam dirilah di hadapan-Nya."

Ketika Habakuk hatinya sedang bergejolak melihat sitausi yang tidak beres dan dia ingin bertanya, "Tuhan,
kapan?" Tuhan berkata, "Aku ada di sini." Ini menggambarkan Tuhan tidak bisa diatur, kita yang harus
diatur oleh Tuhan. Tuhan berdiri dan diam berinisiatif, bukan kita yang berinisiatif. Disini kiti harus mengerti
siapa Tuhan dan siapa kita. Tuhan berdiri di dalam bait-Nya yang kudus dan Dia berada di sana dengan
kekuatan penuh. Dan saat itulah Dia tinggal menetapkan kapan Dia akan bertindak dan penetapan-Nya
tidak mungkin gagal. Kedaulatan Allah bersifat final. Saudara ini adalah kunci yang menjadi kekuatan bagi
kita untuk mengerti bahwa kita hidup ada di bawah perlindungan Tuhan. Tuhan yang diam di dalam bait-
Nya yang kudus dan Dia bertindak dengan inisiatif-Nya.

Lalu respon apa yang harus kita berikan? Mungkin kelihatannya seperti pasif tetapi merupakan sikap pro-
aktif yang penting sekali. Sikap aktif di dalam kepasifan, ini merupakan satu hal yang unik sekali. Ketika
Tuhan mengatakan, "Berdiam dirilah di hadapan-Ku." Kalimat ini bukan hanya untuk Habakuk tetapi juga
buat seluruh bumi. Kalimat ini bukan menggambarkan kepasifan manusia di hadapan Tuhan, melainkan
berdiam diri di hadapan Allah yang menuntut suatu semangat aktif yang sangat berat. Kalau kita melihat
konteks saat itu, di mana Habakuk sedang meluap-luap dengan kejengkelan dan ketidaksukaan terhadap
situasi bangsanya. Habakuk tahu bahwa bangsa ini harus ditindak dan dia sudah sampai dalam kondisi yang
tidak sabar lagi. Lalu bertanya, "Tuhan berapa lama lagi?" dengan kata lain Habakuk mau mengatakan mau
tunggu kapan lagi Tuhan? Habakuk sudah tidak sabar melihat situasi yang begitu mengerikan. Tetapi justru
dalam situasi seperti ini Tuhan berkata, "Berdiam dirilah di hadapan-Ku." Kalimat ini membutuhkan suatu
keaktifan yang luar biasa untuk kita bisa menjalankannya. Justru di dalam kondisi Habakuk yang sedang
bergejolak Tuhan justru menghendaki Habakuk diam.

Tuhan menginginkan kita berjalan bukan berdasarkan emosi, kemauan dan perasaan kita. Tetapi Tuhan
berkata pembalasan bukan wilayah kita tetapi adalah hak Tuhan. (Roma 12). Untuk menjalankan perintah ini
dibutuhkan keaktifan untuk pasif. Ini merupakan sifat pro-aktif. Satu sikap yang di mana kita aktif
berdasarkan kerangka yang Tuhan inginkan, tidak menyeleweng dari jalur yang tidak seharusnya. Keaktifan
kita bukan keaktifan yang menghancurkan tetapi keaktifan yang berada dalam rel yang tepat. Inilah yang
dituntut oleh Tuhan agar kita boleh berjalan secara benar. Cara satu-satunya kembali diam di hadapan
Tuhan dan berjalan hanya menurut apa yang Tuhan ingin kita kerjakan.

Seringkali kita terpancing untuk emosi, mau lebih cepat bertindak. Terpancing untuk melakukan hal-hal
yang justru diluar jalur yang Tuhan inginkan. Hati-hati! Tuhan mengajar kita untuk tidak menjadi inisiator-
inisiator yang keluar dari jalur yang Tuhan inginkan. Tuhan menginginkan jika kita mau kreatif, mau aktif
kita harus berada di dalam jalur tuhan. Ini kunci yang tepat. Saudara biarlah ini menjadi kunci yang penting
dalam hidup kita sehingga kita tidak melangkahi kedaulatan Tuhan, tidak melangkahi bijaksana Allah dan
kita menganggap bahwa kita lebih pintar dari Allah. Biarlah kita mau diam di hadapan-Nya, taat kepada
Tuhan. Biarlah Tuhan yang memimpin kita dan Hab 2:20 itulah kunci yang Tuhan inginkan.

Amin!
78 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

K
Keed
daah
hssy
yaatta
annm
muurrk
kaaA
Alllla
ahh
Oleh: Pdt. Sutjipto Subeno

Nats: Habakuk 3:1-16

1 Doa nabi Habakuk. Menurut nada ratapan.


2 TUHAN, telah kudengar kabar tentang Engkau, dan pekerjaan–Mu, ya TUHAN, kutakuti!
Hidupkanlah itu dalam lintasan tahun, nyatakanlah itu dalam lintasan tahun; dalam murka
ingatlah akan kasih sayang!
3 Allah datang dari negeri Teman dan Yang Mahakudus dari pegunungan Paran. Sela.
Keagungan–Nya menutupi segenap langit, dan bumipun penuh dengan pujian kepada–
Nya.
4 Ada kilauan seperti cahaya, sinar cahaya dari sisi–Nya dan di situlah terselubung
kekuatan–Nya.
5 Mendahului–Nya berjalan penyakit sampar dan demam mengikuti jejak–Nya.
6 Ia berdiri, maka bumi dibuat–Nya bergoyang; Ia melihat berkeliling, maka bangsa–bangsa
dibuat–Nya melompat terkejut, hancur gunung–gunung yang ada sejak purba, merendah
bukit–bukit yang berabad–abad; itulah perjalanan–Nya berabad–abad.
7 Aku melihat kemah–kemah orang Kusyan tertekan, kain–kain tenda tanah Midian
menggetar.
8 Terhadap sungai–sungaikah, ya TUHAN, terhadap sungai–sungaikah murka–Mu bangkit?
Atau terhadap lautkah amarah–Mu sehingga Engkau mengendarai kuda dan kereta
kemenangan–Mu?
9 Busur–Mu telah Kaubuka, telah Kauisi dengan anak panah. Sela. Engkau membelah bumi
menjadi sungai–sungai;
10 melihat Engkau, gunung–gunung gemetar, air bah menderu lalu, samudera raya
memperdengarkan suaranya dan mengangkat tangannya.
11 Matahari, bulan berhenti di tempat kediamannya, karena cahaya anak–anak panah–Mu
yang melayang laju, karena kilauan tombak–Mu yang berkilat.
12 Dalam kegeraman Engkau melangkah melintasi bumi, dalam murka Engkau menggasak
bangsa–bangsa.
13 Engkau berjalan maju untuk menyelamatkan umat–Mu, untuk menyelamatkan orang yang
Kauurapi. Engkau meremukkan bagian atas rumah orang–orang fasik dan Kaubuka
dasarnya sampai batu yang penghabisan. Sela.
14 Engkau menusuk dengan anak panahnya sendiri kepala lasykarnya, yang mengamuk
untuk menyerakkan aku dengan sorak–sorai, seolah–olah mereka menelan orang
tertindas secara tersembunyi.
15 Dengan kuda–Mu, Engkau menginjak laut, timbunan air yang membuih.
16 Ketika aku mendengarnya, gemetarlah hatiku, mendengar bunyinya, menggigillah bibirku;
tulang–tulangku seakan–akan kemasukan sengal, dan aku gemetar di tempat aku berdiri;
namun dengan tenang akan kunantikan hari kesusahan, yang akan mendatangi bangsa
yang bergerombolan menyerang kami.
79 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

Minggu lalu kita sudah melihat bagaimana Tuhan secara tegas dan final menyatakan prinsip dan tuntutan-
Nya, "Tetapi Tuhan ada di dalam bait-Nya yang kudus. Berdiam dirilah di hadapan-Nya, ya segenap bumi!"
Sesudah kalimat ini diberikan, Habakuk memberikan respon kepada Tuhan, sebagaimana yang kita lihat
dalam Habakuk pasal tiga. Melalui respon tersebut kita melihat bagaimana Habakuk mengerti apa yang
menjadi ekspresi dari penyataan Tuhan, serta mengerti bagaimana seharusnya kita berespon kepada
Tuhan. Di dalam Alkitab, kita melihat ketika Allah berbicara dengan seseorang maka respon yang keluar dari
orang itu adalah kehancuran hati. Habakuk yang pada mulanya tidak mengerti namun setelah Allah
menyatakan diri maka responnya berubah total. Dalam ps 3 ini Habakuk memberikan respon melalui doa
dengan nada ratapan. Dia berdoa dengan keremukan hati, doa yang mengerti siapa Tuhan yang
sebenarnya. Ini bukan hanya terjadi pada Habakuk tetapi juga pada tokoh-tokoh Alkitab lain, misalnya
Abraham, Daud, Yeremia, Yesaya dsb. Semangat keremukan hati karena pengenalan akan Tuhan ini
menunjukkan seberapa jauh Habakuk mengenal Allah. Dia mengerti betapa hebat dan dahsyatnya Allah
yang dia temui. Ini menjadikan hatinya hancur, hatinya sadar bahwa manusia tidak ada apa-apanya.
Perubahan ini mengakibatkan perubahan dalam seluruh aspek hidup yang lain, di mana semakin hari
Habakuk semakin mengenal Tuhan.

Habakuk berubah ketika dia berhadapan dengan Firman dan ini tercermin di dalam doanya. Doa Habakuk
bukanlah doa yang memaksa Tuhan ikut dia tetapi merupakan satu cetusan bagaimana dia mengerti Tuhan
dan mau taat pada Tuhan. Tuhan adalah Tuhan yang konsisten dan tidak berubah. Di dalam kebenaran-Nya
tidak ada sesuatu yang tidak benar dan tidak ada ketidakadilan yang pernah Dia lakukan sehingga Dia harus
diubah menjadi lebih adil. Di dalam kondisi seperti ini, ketika kita berdoa bukan Tuhan yang berubah tetapi
kitalah yang berubah, itulah doa sejati.

Di dalam Hab 3 mulai ay 2-16, seolah-olah Habakuk mau mengeluarkan semua kalimat ratapan tetapi dia
tidak bisa lagi mengeluarkannya, dan yang keluar justru puisi yang menggambarkan bahwa gambaran itu
sangat besar. Lebih dari sekedar yang bisa diucapkan dengan semua ucapan yang biasa. Dalam ay 2-17 Ia
berkata, "Tuhan, telah kudengar kabar tentang Engkau, ... Hidupkanlah itu dalam lintasan tahun,
nyatakanlah itu dalam lintasan tahun; dalam murka ingatlah akan kasih sayang! (Hab 3:2-17). Disini
gambaran yang pertama muncul dalam benaknya adalah Who is my God? Who is the real God? Sesudah
konsep dan pengertiannya diperbaharui dia mulai mengungkapkan itu dengan pujian kepada Tuhan. Disini
doa yang baik harus dimulai dengan kesadaran mengerti siapa Allah, tahu siapa Allah maka kita akan tahu
siapa diri kita dan bagaimana kita berespon kepada Dia. Tetapi doa yang salah dimulai dengan mengenal
Allah secara salah sehingga berakibat respon kita juga salah. Cara kita melihat akan menentukan bagaimana
kita berespon. Jika saya melihat seorang manusia sebagai pribadi maka saya akan berespon kepada dia
secara pribadi. Seorang gembel ataupun raja merupakan suatu pribadi. Bagaimana orang berespon
terhadap satu masalah dapat menunjukkan apa yang ada dalam pengertiannya. Begitu juga seberapa jauh
kita mengenal Tuhan itu akan tercermin dalam respon kita. Respon yang paling jelas untuk mengerti
bagaimana respon kita kepada Tuhan adalah melalui doa. Kita bisa menggunakan kalimat yang paling bagus
dan puitis. Tetapi pengertian kita terhadap Tuhan tidak bisa ditipu dan itu keluar dari hakekat kita yang
paling dalam dan pasti akan tampak jelas dalam doa kita. Demikian juga respon Habakuk ketika berdoa di
hadapan Tuhan langsung dapat diketahui bagaimana pengenalan Habakuk terhadap Tuhan dan respon ini
sangat menentukan bagaimana dia akan bersikap.

Itu sebabnya ketika Habakuk berkata, "Tuhan Engkau adalah Allah yang begitu dahsyat. Engkau bertindak
sepanjang sejarah jaman. Di manapun tidak ada batasnya … (lihat Hab 3:2) ini gambaran yang luar biasa,
80 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

bagaimana dia mengerti Allah yang berbeda daripada Allah yang dimengerti pada jaman itu. Tuhan
membuka pikiran Habakuk sehingga dia terbuka dengan satu pikiran yang menerobos seluruh pemahaman
orang pada jaman itu. Hab 3 memberikan satu nuansa puisi yang sepertinya bagi kita tidak terlalu aneh
karena kita sekarang hidup di era global. Waktu dikatakan Tuhan adalah Allah yang berkuasa dari lintasan
tahun sampai lintasan tahun jika kita mengerti ayat itu berdasarkan konteks pada jaman itu, kita akan tahu
bahwa apa yang diungkap Habakuk mempunyai nilai kesulitan yang hari ini luar biasa besarnya. Pada jaman
itu semua orang di sekitar bangsa Israel mengerti Allah dalam format lokal. Mereka dikuasai oleh cara
penyembahan animisme dan berhala yang mereka tegakkan dan Allah mereka bersifat lokal. Mereka
menggambarkan Allah sebagai patung yang ada di sini dan patung ini hanya berkuasa di sini dan pada saat
ini. Keluar dari wilayah itu berarti allah tersebut sudah kehilangan kuasanya. Itu sebabnya untuk
menyadarkan mereka bahwa Allah itu melintasi ruang dan waktu tidak mudah. Hab 3 mengatakan, "Allah
datang dari negeri Teman dan Yang Mahakudus dari pegunungan paran. Negeri Teman itu negara paling
selatan dan pegunungan paran itu paling utara. Jadi Allah itu dari paling selatan sampai paling utara. Allah
adalah Allah yang menguasai alam semesta. Bagi mereka ini tidak masuk akal dan sulit untuk diterima,
konsep bahwa Allah itu bersifat global karena konsep Allah mereka adalah lokal.

Apa yang dimengerti Habakuk dalam ay 2-3 ini merupakan satu terobosan. Di sini dia bisa melihat Allah yang
sejati keluar dari ikatan jamannya. Habakuk mengerti Tuhan dari Firman. Allah mengatakan "Bangsa-bangsa
mau lari ke mana, ke manapun Aku akan bertindak. Seberapapun dahsyatnya mereka Aku akan hancurkan
mereka. Aku diam di bait-Ku yang kudus." Itulah gambaran Allah yang melintasi ruang dan waktu serta
merupakan gambaran yang begitu serius tentang kemahakuasaan Allah. Ke manapun kita lari Alkitab
mengatakan, "Engkau lari ke manapun akan hancur dan tidak mungkin lolos." Ini digambarkan mulai dari ay
4 hingga ay 11, ia mulai mengungkapkan dengan semua bahasa puisi untuk menggambarkan kedahsyatan
Allah. Melalui struktur bahasa puisi ia mau menggambarkan bahwa Tuhan itu dahsyat, besar dan
kedaulatan-Nya begitu hebat. Itu sebabnya ketika kita membaca Hab 3, jangan kita mengerti secara
hurufiah, sungai dan laut yang begitu dahsyat tunduk kepada Dia, tetapi itu menggambarkan dahsyatnya
Tuhan yang merupakan gambaran figuratif yang mau menggambarkan How great thou art. Kita bisa
mengerti secara konsep tetapi ketika kita diminta untuk mengungkapkan kita tidak bisa. Banyak orang
Kristen sudah mempelajari begitu banyak ternyata konsepnya begitu dangkal. Dia tidak mampu untuk
melihat berapa besar dan dahsyatnya Allah bagi hidup kita.

Setelah Habakuk menggambarkan murka Allah yang begitu dahsyat maka dalam ay 13-16 mencakup dua
wilayah besar yang dimulai dengan ay 12, "Dalam kegeraman Engkau melangkah melintasi bumi, dalam
murka Engkau menggasak bangsa-bangsa…" Di sini Alkitab menggambarkan Allah yang begitu dahsyat
bertindak terhadap seluruh umat manusia. Ketika Allah bertindak terhadap umat manusia maka kita akan
melihat (ay 13-15) menggambarkan bagimana Allah akan bertindak terhadap umat Israel sendiri yang jahat,
"Engkau berjalan maju untuk menyelamatkan umat-Mu. Untuk menyelamatkan orang yang Engkau
urapi,…." Konteks ini diungkapkan untuk menjawab pergumulan Habakuk yang semula. Habakuk yang
tadinya marah, jengkel melihat anak-anak Tuhan ditindas begitu luar biasa oleh orang-orang fasik di
sekelilingnya. Kekejaman, penindasan dan segala macam digambarkan di situ di mana kepala-kepala
pasukan yang seharusnya membela rakyat justru menjadi penindas rakyat. Dikatakan di dalam ay 14, kepala
laskarnya mengamuk dan berbuat sewenang-wenang. Mereka menganggap mereka bisa melakukan itu
dengan tersembunyi. Namun dalam ay 14 Habakuk mengatakan, "Engkau menusuk dengan anak panahnya
sendiri." Anak panah yang dipakai oleh si kepala pasukan untuk menghantam umat Tuhan itu akan
81 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

memukul balik kepada orang itu sendiri. Sekarang dia sadar bahwa Allah yang maha dahsyat tidak tinggal
diam ketika umat Allah ditindas.

Kalau dulu Habakuk muncul dengan kemarahan dan kejengkelan. Namun sekarang Habakuk muncul dengan
semangat iba. Kesedihan yang luar biasa melihat orang-orang yang selama ini menindas itu nanti harus
berhadapan dengan murka Allah. Mengingat ini Hab. ay 2 mengatakan: "Tuhan dalam murka-Mu ingatlah
akan kasih sayang." Kalau tadinya Habakuk merasa mengapa Tuhan tidak bertindak, sekarang dia menjadi
gemetar. Di dalam ay 16 diungkapkan, "Ketika aku mendengarnya, gemetarlah hatiku. mendengar bunyinya,
menggigillah bibirku." Habakuk membayangkan betapa dahsyatnya tindakan Tuhan terhadap bangsa yang
jahat ini, ia menjadi iba melihat realita yang sejati yang Tuhan buka kepada dunia dan kepada umat pilihan
Tuhan. Kalimat terakhir di ayat 16 mengatakan, "Namun dengan tenang akan kumenantikan hari kesusahan,
yang akan mendatangi bangsa yang bergerobolan menyerang kami." Dalam kalimat ini digambarkan bukan
cuma umat Israel yang fasik tetapi juga semua bangsa-bangsa lain yang menyerang Israel. Dan pada saat
seperti itu Habakuk menyadari dia ada di dalamnya (bnd ay 13-14). Di sini Habakuk tahu bahwa Tuhan tidak
membiarkan dunia ini berada dalam kejahatan

Kalau kita tahu keadilan itu bukan berhenti hanya dalam diri pengadilan dunia, itu adalah satu kekuatan
yang paling menghibur dan satu pengharapan yang tidak membuat kita sampai jatuh kepada skeptisisme
sampai keputusasaan. Tuhan Allah adalah Tuhan yang akan menjatuhkan pengadilan yang paling final,
penghakiman-Nya tidak bisa dipermainkan dan tidak bisa ditutupi oleh apapun.

Biarlah ini menjadi kekuatan bagi kita untuk dapat hidup benar dalam dunia. Dialah satu-satunya kekuatan
kita dan pengharapan kita. Hanya kembali kepada Tuhan kita akan mempunyai kekuatan sejati. Biarlah
pelajaran yang kita bisa dapatkan dari respon Habakuk boleh mulai masuk dalam hati kita dan bagaimana
kita belajar mengolah hidup kita bukan hanya menyerap firman tetapi pengertian firman membuat kita bisa
berespon kepada Tuhan secara tepat. Apa artinya tiap minggu kita mendengar dan belajar firman kalau
tidak berubah dan tidak berespon. Mari kita belajar berproses sehingga kita bisa seperti Habakuk, keluar
satu doa yang bisa mencetuskan pengertian kita yang tepat tentang Allah kita. Dan ini membuat kita tahu
siapa diri kita?

Amin!
82 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

K
Koom
miittm
meen
nHHa
abba
akku
ukk
Oleh: Pdt. Sutjipto Subeno

Nats: Habakuk 3:17-19

17 Sekalipun pohon ara tidak berbunga, pohon anggur tidak berbuah, hasil pohon zaitun
mengecewakan, sekalipun ladang–ladang tidak menghasilkan bahan makanan, kambing
domba terhalau dari kurungan, dan tidak ada lembu sapi dalam kandang,
18 namun aku akan bersorak–sorak di dalam TUHAN, beria–ria di dalam Allah yang
menyelamatkan aku.
19 ALLAH Tuhanku itu kekuatanku: Ia membuat kakiku seperti kaki rusa, Ia membiarkan aku
berjejak di bukit–bukitku. (Untuk pemimpin biduan. Dengan permainan kecapi).

Pada minggu sebelumnya kita mempelajari bagaimana Habakuk marah melihat situasi hidupnya. Kesalahan
ini terjadi karena Habakuk salah menginterpretasi fakta. Menginterpretasi fakta merupakan masalah yang
serius karena fakta adalah fakta tetapi melihat fakta itu berbeda dari fakta. Fakta adalah fakta tetapi antara
saya dengan orang lain bisa terjadi dua kesimpulan yang berbeda ketika memandang dan mengerti fakta
itu. Itu sebabnya fakta harus dilihat secara tepat hingga dapat menghasilkan kesimpulan yang tepat. Banyak
manusia akhirnya hidup tidak siap menghadapi realita karena tidak mengerti hal ini dan salah satunya
adalah Habakuk. Habakuk berhadapan dengan situasi yang mirip kita saat ini dan dia begitu marah melihat
bangsanya yang hidup begitu fasik. Orang-orang benar ditekan habis supaya tunduk di bawah kefasikan
mereka. Dalam situasi seperti ini Habakuk begitu emosi, karena menafsirkan realita dengan kaca matanya
sendiri. Dia mengeluarkan pertanyaan ‘Mengapa’ berkali-kali kepada Tuhan karena dia tidak mengerti
realita yang sedang terjadi.

Namun saat Habakuk berjalan dan melihat kebenaran firman Tuhan sebagaimana kita baca dalam Hab 3, dia
justru mengeluarkan satu kalimat indah yang menjadi kalimat yang sulit dimengerti oleh manusia di dunia.
Jika kita membaca Hab 3:17-19 dalam pola berpikir interpretasi dunia akan timbul keheranan luar biasa.
Mengapa? Sebab bagaimana mungkin sekalipun pohon ara tidak berbunga, … dan tidak ada lembu sapi
dalam kandang namun Habakuk berkata, "Aku akan bersorak-sorak di dalam Tuhan, beria-ria di dalam Allah
yang menyelamatkanku." Di sini ada satu perubahan di dalam hidup Habakuk yang mengakibatkan juga
perubahan dalam menafsirkan realita. Faktanya tidak berubah, apakah realitanya berubah? Tidak! Apakah
penindasan yang sudah terjadi menjadi hilang? Sekalipun keadaan bertambah parah namun Habakuk
memiliki reaksi yang berbeda sama sekali.

Gambaran ini digambarkan sebagai komitmen yang tidak bersyarat, komitmen yang mencapai titik di mana
satu kondisi yang sangat eksistensial yaitu berdiri di dalam dirinya sendiri dan berelasi secara tepat dengan
realita dan dengan Allah. Inilah juga yang seharusnya menjadi sasaran yang kita bisa capai dalam perjalanan
83 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

hidup kita. Jika seseorang sudah sampai kepada komitmen seperti Habakuk maka hidup dia akan melihat
segala sesuatu dengan cara yang berbeda.



Pertama, Ia tidak pernah marah lagi meskipun keadaan boleh tetap buruk. Alkitab mengatakan Habakuk
memulai ps 3 dengan doa menurut nada ratapan. Kalau sebelumnya Habakuk marah-marah sekarang justru
Habakuk penuh belas kasihan. Ketika Habakuk melihat bahwa Tuhan akan menjatuhkan murka, dia sempat
mensisipkan satu kalimat, "Tuhan dalam murka-Mu ingatlah akan kasih sayang!"

Perubahan Habakuk terjadi karena perubahan cara melihat dan mengerti realita, ini yang membuat
Habakuk memiliki jiwa besar dan menjadikan kita tidak hidup dalam ketegangan dan stres. Ini keuntungan
yang pertama.

Kedua, komitmen yang tanpa syarat membuat mata kita tidak ditipu oleh fenomena secara palsu. Orang
yang bisa mengerti realita dunia secara tepat tidak mudah dikecoh oleh berbagai situasi dunia dan tidak
mudah tertipu oleh penampilan luar melainkan dia akan menerobos melihat ke belakang realita. Ini penting
karena kalau kita gagal mengerti apa yang ada di belakang realita maka sebetulnya kita gagal
mengantisipasi bahaya yang lebih besar yang timbul di belakangnya. Kita berusaha menyelesaikan
fenomena luar padahal bukan itu penyakit yang sesungguhnya.

Itu sebabnya kita perlu mengerti apa sebenarnya permasalahan yang ada di belakang kita dan di sini
diperlukan hati dan pikiran yang tenang, tidak bereaksi secara emosional. Ini membuat kita jauh lebih
mudah untuk mengantisipasi sesuatu. Namun untuk memiliki hati yang tenang tidak mudah kecuali
berdasarkan satu pengertian yang tepat dari satu komitmen yang tidak berkondisi tetapi ini tidak berarti
kita pasrah total. Masalahnya, bagaimana kita bisa melatih diri kita untuk sampai kepada komitmen seperti
habakuk?

Saudara, pada jaman nabi Habakuk seluruh kehidupan bergantung pada agriculture seperti pohon ara,
anggur, pohon zaitun, hasil ladang, kambing domba dan lembu sapi. Singkatnya pada jaman itu mereka
hidup murni hanya dari tanaman dan dari hasil peternakan. Hab 3:17 sudah masuk dalam kondisi yang
hopeless total tetapi dalam kondisi seperti ini Habakuk bisa berkata, "Aku akan beria-ria di dalam Allah
yang menyelamatkan aku." Kalimat ini merupakan komitmen yang tidak bersyarat.

Masalahnya, mengapa seseorang sulit untuk mencapai komitmen seperti ini?



Pertama, manusia masih dikuasai oleh egosentrik yang sangat besar. Di satu pihak manusia pikir dengan
berorientsi pada dirinya dan pada kepentingannya itulah yang akan membuat dia selamat. Ini satu
kesimpulan yang ditegakkan oleh para psikolog humanis yang membuat dunia ini justru celaka. Mereka
mengajarkan self exsistence, menegakkan aktualisasi diri dan seluruh hak harus dicukupkan baru setelah
semuanya itu manusia baru dapat hidup dengan baik. Saya berulang kali mengatakan kalau kesimpulan
berpusat pada diri itu mencelakakan seluruh masyarakat. Satu-satunya manusia lepas dari semangat
egosentrik seperti ini dengan cara kembali kepada kemutlakan sejati. Ini kuncinya! Habakuk mengerti
konsep ini, ditengah situasi realita dia di dunia ini dia melihat di tengah kelompok yang masing-masing
mementingkan kepentingannya sendiri merupakan realita dosa. Jika kita bisa menggugurkan kesayaan saya
84 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

itulah jalan keluar terbaik untuk kita kembali kepada kebenaran mutlak. Ini hal pertama yang Habakuk
sudah rela lepaskan.

Kedua, mata yang sering kali melihat fenomena lebih daripada keberadaan dan tindakan Allah. Seringkali
kesulitan kita untuk kembali kepada komitmen yang tanpa syarat adalah karena kita masih punya mata.
Kita ingin lepas dari situasi yang menjepit kita hanya kita sulit karena mata kita masih bisa melihat, kuping
saya masih bisa mendengar dan ini membuat kita kadang-kadang terjebak. Saudara, komitmen Habakuk
tidak akan menjadi komitmen kita sejauh mata kita masih melihat ke bawah realita. Habakuk ketika dikunci
oleh berbagai realita yang ada di depan dia hatinya begitu emosi dihadapan Tuhan. Dalam kondisi seperti
ini Habakuk sulit sekali melihat apa yang Tuhan lihat. Ketika Habakuk mulai berhenti dan mulai berdiam
untuk melihat apa yang Tuhan kerjakan pada saat itulah wawasan dia mulai berubah. Dengan segala realita
yang dia lihat lalu dia mau tahu apa yang Tuhan kerjakan, itu membuat mata dia berubah arah melihat ke
atas. Dari sudut pandang Allah inilah Habakuk mulai melihat apa yang Tuhan kerjakan, bagaimana Tuhan
akan menegakkan keadilan dan bagaimana semua kejahatan ini akan ditindak (Hab 2).

Setelah itu kita melihat bagaimana doa Habakuk berbeda sekali (Hab 3:2), Allah adalah Allah yang berdaulat
atas alam yang melampaui ruang dan waktu. Di sini Habakuk sampai kepada komitmennya. Apa sifat
komitmen yang Habakuk munculkan?

Pertama, muncul komitmen Habakuk yang sungguh-sungguh bersandar mutlak kepada Tuhan, ini kunci
pertama. Komitmen yang sejati adalah kesungguhan mau taat dan setia. Mata yang kembali, hanya melihat
apa yang Tuhan inginkan. Dengan demikian komitmen kita tidak dikunci oleh apa yang terjadi di sekeliling
kita dan tidak bergantung apa yang dunia mau, ini kunci pertama yang harus menjadi tekad kita.

Komitmen Habakuk adalah komitmen yang rela berkorban, rela menghadapi situasi sulit. Saudara, ketika
Habakuk mengambil kesimpulan dalam Hab 3, apakah kemudian dengan demikian dia lolos daripada segala
sesuatu? Tidak! Sejak Habakuk berteriak-teriak sampai akhirnya Zedekia jatuh, bukan hanya Babel yang
mempunyai waktu yang cukup panjang kira-kira 8 sampai 12 tahun. Dalam kondisi seperti ini Habakuk sadar
jika dia mengambil komitmen di hadapan Tuhan itu komitmen yang tidak tergantung atau tidak terkondisi.
Ini membuktikan bahwa orang Kristen pun tidak akan lolos dari penderitaan. Mengapa kita mengambil
komitmen? Bukan karena saya tidak melihat masa depan tetapi justru karena saya sudah mendengar dan
mengerti firman, ini yang menjadi dasar saya mengambil komitmen. Komitmen sejati bukan komitmen yang
membabi buta berdasarkan egoisme atau bijaksana manusia melainkan didasarkan pada firman Tuhan.
Semakin kita mengerti firman semakin komitmen yang kita ambil semakin tepat dan semakin cocok dengan
kehendak Tuhan.

Kedua, komitmen harus diambil setelah kita mengerti firman dan ada semangat ketaatan untuk mau
tunduk kepada firman. Satu-satunya jika kita mau betul-betul ikut Tuhan maka semangat ketaatan itu yang
melatih kita mengambil komitmen. Ini kunci kedua agar kita bisa mengambil komitmen yang tepat.

Ketiga, bukan membabi buta tetapi melihat pada konsistensi perjalanan kehidupan dan sejarah (Hab 3:2).
Dia tahu itu dalam kehidupan pribadi saya. Habakuk belajar dari sejarah hidupnya, ini penting karena
banyak orang tidak belajar dari sejarah. Hegel mengatakan kita perlu belajar dari sejarah karena manusia
tidak pernah mau belajar dari sejarah. Ingat setiap kita berjalan keluar dari jalur Tuhan, keluar dari
kebenaran Tuhan berarti kita akan menghancurkan diri sendiri. Biarlah waktu kita mengambil keputusan
kita tidak mengambil secara membabi buta melainkan karena kita belajar dari sejarah.
85 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

Lalu apa yang seharusnya menjadi kunci kita? Jawabannya adalah bertumbuh di dalam komitmen ketaatan
kita. Pada waktu kita mengambil komitmen, itu satu pergumulan yang besar. Itu membuat kita bertumbuh
di dalam iman. Proses pertumbuhan iman adalah melalui pergumulan maka Tuhan mengajar kita bergumul,
berkomitmen, maju selangkah demi selangkah. Prinsip ini berlaku baik di dalam dunia sekuler maupun
perjalanan kehidupan rohani kita.

Mari kita belajar bertumbuh seperti Habakuk. Pergumulan tidak salah. Tidak ada orang Kristen yang
bertumbuh tanpa pergumulan jadi wajar kalau sebagai orang Kristen kita banyak pergumulan. Hanya
masalahnya sesudah pergumulan ada kemajuan atau tidak! Saudara mari kita maju. Mari kita belajar di
dalam kesulitan, kita justru belajar bukan menjadi orang Kristen yang pasif, pragmatis, marah, menyesali
situasi tetapi justru kita bisa maju secara positif. Kiranya ini menjadi kekuatan bagi kita.

Amin!
86 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

M
Meelliih
haatt P
Peellu
uaan
nggd
dii a
atta
assP
Peellu
uaan
ngg
Oleh: Pdt. Sutjipto Subeno

Nats: Kis. 16:19-40

19 Ketika tuan–tuan perempuan itu melihat, bahwa harapan mereka akan mendapat
penghasilan lenyap, mereka menangkap Paulus dan Silas, lalu menyeret mereka ke pasar
untuk menghadap penguasa.
20 Setelah mereka membawa keduanya menghadap pembesar–pembesar kota itu, berkatalah
mereka, katanya: "Orang–orang ini mengacau kota kita ini, karena mereka orang Yahudi,
21 dan mereka mengajarkan adat istiadat, yang kita sebagai orang Rum tidak boleh
menerimanya atau menurutinya."
22 Juga orang banyak bangkit menentang mereka. Lalu pembesar–pembesar kota itu
menyuruh mengoyakkan pakaian dari tubuh mereka dan mendera mereka.
23 Setelah mereka berkali–kali didera, mereka dilemparkan ke dalam penjara. Kepala penjara
diperintahkan untuk menjaga mereka dengan sungguh–sungguh.
24 Sesuai dengan perintah itu, kepala penjara memasukkan mereka ke ruang penjara yang
paling tengah dan membelenggu kaki mereka dalam pasungan yang kuat.
25 Tetapi kira–kira tengah malam Paulus dan Silas berdoa dan menyanyikan puji–pujian
kepada Allah dan orang–orang hukuman lain mendengarkan mereka.
26 Akan tetapi terjadilah gempa bumi yang hebat, sehingga sendi–sendi penjara itu goyah;
dan seketika itu juga terbukalah semua pintu dan terlepaslah belenggu mereka semua.
27 Ketika kepala penjara itu terjaga dari tidurnya dan melihat pintu–pintu penjara terbuka, ia
menghunus pedangnya hendak membunuh diri, karena ia menyangka, bahwa orang–
orang hukuman itu telah melarikan diri.
28 Tetapi Paulus berseru dengan suara nyaring, katanya: "Jangan celakakan dirimu, sebab
kami semuanya masih ada di sini!"
29 Kepala penjara itu menyuruh membawa suluh, lalu berlari masuk dan dengan gemetar
tersungkurlah ia di depan Paulus dan Silas.
30 Ia mengantar mereka ke luar, sambil berkata: "Tuan–tuan, apakah yang harus aku perbuat,
supaya aku selamat?"
31 Jawab mereka: "Percayalah kepada Tuhan Yesus Kristus dan engkau akan selamat,
engkau dan seisi rumahmu."
32 Lalu mereka memberitakan firman Tuhan kepadanya dan kepada semua orang yang ada di
rumahnya.
33 Pada jam itu juga kepala penjara itu membawa mereka dan membasuh bilur mereka.
Seketika itu juga ia dan keluarganya memberi diri dibaptis.
34 Lalu ia membawa mereka ke rumahnya dan menghidangkan makanan kepada mereka. Dan
ia sangat bergembira, bahwa ia dan seisi rumahnya telah menjadi percaya kepada Allah.
35 Setelah hari siang pembesar–pembesar kota menyuruh pejabat–pejabat kota pergi kepada
kepala penjara dengan pesan: "Lepaskanlah kedua orang itu!"
87 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

36 Kepala penjara meneruskan pesan itu kepada Paulus, katanya: "Pembesar–pembesar kota
telah menyuruh melepaskan kamu; jadi keluarlah kamu sekarang dan pergilah dengan
selamat!"
37 Tetapi Paulus berkata kepada orang–orang itu: "Tanpa diadili mereka telah mendera kami,
warganegara–warganegara Roma, di muka umum, lalu melemparkan kami ke dalam
penjara. Sekarang mereka mau mengeluarkan kami dengan diam–diam? Tidak mungkin
demikian! Biarlah mereka datang sendiri dan membawa kami ke luar."
38 Pejabat–pejabat itu menyampaikan perkataan itu kepada pembesar–pembesar kota. Ketika
mereka mendengar, bahwa Paulus dan Silas adalah orang Rum, maka takutlah mereka.
39 Mereka datang minta maaf lalu membawa kedua rasul itu ke luar dan memohon, supaya
mereka meninggalkan kota itu.
40 Lalu mereka meninggalkan penjara itu dan pergi ke rumah Lidia; dan setelah bertemu
dengan saudara–saudara di situ dan menghiburkan mereka, berangkatlah kedua rasul itu

Kota Filipi pada waktu itu dikuasai oleh filsafat Yunani yang bersifat duniawi dan egoisme. Tidak heran,
dalam situasi seperti itu terjadilah apa yang sekarang kita sebut dengan KKN. Ketika pejabat-pejabat
tersebut mendengar laporan bahwa Paulus dan Silas telah mengganggu dan mengacau, maka tanpa melalui
proses pengadilan mereka langsung menangkap dan menganiaya Paulus dan Silas. Mereka tidak tahu
bahwa Paulus juga adalah warga negara Romawi. Sesudah Paulus ditangkap, didera kemudian dimasukkan
ke dalam penjara, maka para pejabat kota itu memerintahkan untuk menjaga mereka dengan sungguh-
sungguh. Kepala penjara tersebut menaruh Paulus dan Silas ditempat paling tengah dari penjara, sehingga
tidak mudah lolos. Bukan hanya itu Paulus dan Silas juga dipasung kakinya. Dalam kondisi seperti ini Paulus
tidak marah dan memaki-maki melainkan ia melihat peluang yang tidak bisa dilihat oleh manusia. Meskipun
Paulus berada di tengah-tengah tempat yang sangat sentrum, justru pada saat seperti itu Paulus dan Silas
berdoa dan memuji Tuhan. Secara tidak langsung ini merupakan cara komunikasi yang sangat indah dengan
para narapidana lain yang tidak bisa berkomunikasi dan salah satu cara bersaksi yang unik dirasakan oleh
para narapidana lain.

Ketika para narapidana mendengar doa dan pujian tersebut tiba-tiba terjadilah gempa besar. Ini bukan
sembarang gempa, karena gempa itu cukup untuk mendongkel semua pintu-pintu besi yang ada di sana.
Semua engsel pintu penjara terbuka seluruhnya. Demikian juga rantai-rantai yang membelenggu kaki lepas.
Namun, penjara tersebut tidak roboh. Berdasarkan teori, dengan gempa yang demikian besar seharusnya
penjara tersebut roboh. Kepala penjara begitu shock luar biasa, karena melihat semua pintu penjara sudah
terbuka semua. Menurut logika, kondisi seperti ini pasti semua narapidana sudah lari.

Melihat ini, kepala penjara tidak bisa membayangkan apa yang akan terjadi dengan dirinya. Kepala penjara
tahu resiko yang harus dia tanggung dan dia begitu putus asa. Dalam situasi seperti ini kepala penjara itu
ingin bunuh diri. Tetapi waktu itu, ia mendengar teriakan dari dalam penjara, "Jangan celakakan dirimu,
sebab kami semuanya masih ada di sini!" Di sini kita melihat dampak besar yang terjadi dari doa dan pujian
Paulus dan Silas. Semua narapidana tidak ada yang melarikan diri. Kesempatan untuk lari ada, namun saat
itu semua narapidana yang ada justru sangat terkesan dan percaya bahwa kejadian yang mereka alami
bukan kejadian sembarangan. Kejadian yang mereka alami tidak mungkin bisa mereka mengerti. Hal ini
mungkin bisa sebaliknya jika Paulus dan Silas melarikan diri. Secara peluang mata dan secara logika, Paulus
dan Silas melihat peluang untuk melarikan diri ada. Namun ia tidak berpikir seperti itu. Paulus melihat
logika di atas logika dan justru pada saat Paulus dan Silas tidak melarikan diri itulah saatnya kepala penjara
88 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

mau bunuh diri. Ketika kepala penjara melihat Paulus, Silas dan semua narapidana masih ada di sana,
dengan tersungkur di hadapan Paulus dan Silas kepala penjara itu bertanya, "Apa yang harus aku perbuat,
supaya aku selamat?" Permasalahannya, apa yang dimaksud dengan kata ‘selamat’ menurut kepala
penjara? Di sini ada beberapa pengertian:

Pertama, selamat di sini berarti selamat dari situasi dan tangan-tangan diktator yang akan menuntut dan
mengadili dia.

Kedua, selamat dalam pengertian keselamatan jiwa. Kepala penjara ini tahu bahwa Paulus dan Silas adalah
pemberita Injil. Hanya, dia takut karena tahu bahwa dia berada di bawah penguasa kota Filipi. Jadi
sebenarnya dia dalam situasi terjepit. Namun di saat seperti ini kepala penjara kemudian menanyakan, apa
yang sebetulnya Paulus dan Silas beritakan di luar. Dari kedua kemungkinan ini kita tidak tahu dengan jelas
yang mana.

Namun di saat seperti ini Paulus langsung memberitakan Injil kepada dia, "Percayalah kepada Tuhan Yesus
Kristus dan engkau akan selamat, engkau dan seisi rumahmu." Ketika Paulus memberitakan Injil kepada
seisi rumah tersebut, mereka mendengarkan dengan sungguh-sungguh. Alkitab mencatat, mereka akhirnya
percaya kepada Tuhan Yesus. Yang artinya seluruh orang yang berada di dalam rumah tersebut menjadi
percaya dan menyerahkan diri untuk dibaptis (ay 34).
Di sini kita akan menyoroti dari dua sisi. Pertama, kita akan menyoroti dari sisi Paulus. Mengapa ketika
Paulus diberi peluang untuk lari justru mengambil langkah untuk tidak lari? Ini merupakan hal yang unik
sekali. Di sini Paulus tidak memakai logika manusia. Kacamata yang Paulus pakai bukan kacamata
manusiawi untuk kepentingan dirinya sendiri. Meskipun di dalam peristiwa ini terjadi mujizat yang bersifat
rohani tetapi konklusinya tidak boleh bersifat duniawi, meskipun sudah dilepaskan itu tidak berarti saya
harus menyelamatkan diri demi kepentingan saya. Tidak, justru dalam situasi seperti itu, Paulus
mempertimbangkan kepentingan keseluruhan. Apakah kalau saya diam nama Tuhan dipermuliakan? Jika
aku lari, apa yang terjadi dengan semua narapidana? Semua narapidana juga pasti lari. Paulus sekarang
dilihat oleh seluruh narapidana. Padahal semua narapidana itu adalah orang-orang jahat yang memang
patut dihukum oleh pemerintah. Mungkin hanya Paulus dan Silas orang yang tidak layak dihukum
sedangkan yang lain adalah penjahat-penjahat yang memang layak dihukum. Itu sebabnya, jikalau sampai
Paulus dan Silas lari, itu berarti mereka sedang merusak sistem keadilan pada saat itu. Dan lagi apakah
memang Tuhan menghendaki bahwa seluruh narapidana itu melarikan diri? Dalam situasi seperti ini Paulus
peka akan pimpinan Tuhan dan tidak mau mendukakan Tuhan dalam segala sesuatu dan dalam situasi
apapun. Titik dimana Paulus tidak lari ini justru titik di mana dia bisa menyelamatkan kepala penjara yang
harusnya tidak bisa bertobat. Disini Paulus menunjukkan bagaimana Tuhan bekerja yang paling maksimal.

Dalam situasi seperti ini Paulus melihat peluang tapi bukan peluang yang dilihat dari kacamata manusia
jasmaniah. Disini paulus melihat peluang untuk memenangkan jiwa seluruh keluarga kepala penjara.
Peluang ini tidak bisa kita lihat kalau kita egoisme. Akhirnya peristiwa ini menunjukkan kemuliaan Tuhan
yang indah sekali. Biarlah kita juga di dalam melangkah kita bertanya apa yang Tuhan mau kerjakan melalui
diri kita? Sehingga nama Tuhan dipermuliakan melalui hidup kita. Saya rasa langkah-langkah kita akan
berbeda, sikap hidup kita akan berbeda kalau kita memiliki kacamata seperti Paulus dan Silas.

Sisi kedua, mari kita melihat dari sisi kepala penjara. Kepala penjara ini mengalami proses yang unik sekali.
Dia berada di tengah-tengah situasi yang tidak berpengharapan. Sebagai orang Romawi yang ada dikota
Filipi dia sudah sangat terformat dengan cara berpikir dan cara hidup model orang-orang di kota Filipi. Bagi
kepala penjara, cara hidup yang bersifat antroposentris seperti korupsi, kolusi, dan segala macam diktator
89 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

itu pemandangan sehari-hari. Di dalam kebudayaan Romawi, meskipun mereka mempunyai aturan-aturan
hukum yang diakui oleh seluruh dunia menjadi sumber banyak inspirator hukum, dalam konteks ini justru
kita melihat sogok-menyogok untuk mendapatkan posisi itu paling banyak juga di Romawi. Kehidupan ini
menjadi format sehari-hari dari orang Filipi. Demikian juga pada waktu gempa terjadi dan kepala penjara
melihat semua pintu terbuka maka langsung timbul pemikiran bahwa semua narapidana pasti lari. Ini sudah
terformat dan menjadi satu asumsi sebelum realitanya dilihat atau dibuktikan. Format yang sudah
mendarah daging ini hampir mengambil resiko nyawanya. Jika kita berani memutlakkan apa yang kita
pikirkan tanpa kita mau kembali melihat pekerjaan Tuhan, cara Tuhan menerobos sesuatu mungkin sekali
apa yang kita mutlakkan itu nanti akan menjadi bumerang membunuh diri kita. Kepala penjara dalam
kondisi dia sudah terlalu terpaku dengan apa yang dia pikirkan saat itu, dia dibukakan oleh Tuhan untuk
melihat satu peluang yang selama ini belum pernah dia lihat, dia alami dan hari itu merupakan pengalaman
baru yang menerobos semua pengalaman selama ini dan yang menghancurkan semua bangunan
presaposisinya.

Namun, Tuhan masih mau memberikan kesempatan dia melihat kebenaran. Tuhan masih mau
menyelamatkan jiwanya melalui Yesus Kristus. Itu sebabnya ketika Paulus dan Silas berkhotbah maka
kepala penjara dan keluarganya bertobat dan dibaptis. Ini tidak berarti kepala penjara bertobat maka
seluruh keluarganya secara otomatis diselamatkan. Tidak! Mereka diselamatkan karena mereka mendengar
Injil dan bertobat. Ini merupakan pengalaman yang melampaui pikiran yang telah Tuhan berikan ke--pada
kepala penjara. Dari seorang yang putus asa dan tidak ada harapan sampai seluruh keluarga diselamatkan.
Ini bukan berarti kita menolak kebudayaan. Tidak. Tetapi kita harus melihat firman Tuhan dari perspektif
Allah melalui firman-Nya karena satu-satunya kemutlakan hanya di tangan Tuhan. Hanya kembali pada
Tuhan kita baru bisa melihat kemungkinan yang Tuhan buka. Inilah yang membuat kita bisa melihat sesuatu
lebih sekedar apa yang diformat oleh dunia.

Mari kita belajar dari pengalaman kepala penjara ini. Biarlah ini membuka wawasan kita sehingga di
tengah-tengah dunia yang makin sulit ini kita melihat realita yang sejati dan melihat bagaimana Tuhan
bekerja di tengah dunia ini. Biarlah kita belajar mengalihkan pola epistemologi, cara kita menentukan
kebenaran bukan menurut diri kita melainkan berdasarkan apa yang Tuhan mau. Melihat segala sesuatu
apa yang Tuhan inginkan dan kerjakan di dalam diriku dan melalui diriku. Dengan demikian nama Tuhan
dipermuliakan. Inilah yang kita rindukan dan menjadi seluruh pengharapan hidup kita.

Amin!
90 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

F
Fiin
naalliitta
assd
daan
nkku
uaas
saaP
Peen
nggiin
njjiilla
ann
Oleh: Pdt. Sutjipto Subeno

Nats: Kis. 1:8/ Kis. 4:12

8 Tetapi kamu akan menerima kuasa, kalau Roh Kudus turun ke atas kamu, dan kamu akan
menjadi saksi–Ku di Yerusalem dan di seluruh Yudea dan Samaria dan sampai ke ujung
bumi."

12 Dan keselamatan tidak ada di dalam siapapun juga selain di dalam Dia, sebab di bawah
kolong langit ini tidak ada nama lain yang diberikan kepada manusia yang olehnya kita
dapat diselamatkan."

Pada minggu ini kita membaca satu bagian ayat yang begitu tegas diucapkan oleh Tuhan Yesus ketika dia
akan naik ke surga. Dimana Dia melarang para murid meninggalkan Yerusalem dan menyuruh mereka
tinggal menantikan janji Bapa. Pada saat itu mereka akan menerima kuasa untuk menjadi saksi Kristus di
tengah dunia mulai dari Yerusalem, Yudea, Samaria dan sampai ke ujung bumi. Ini merupakan berita yang
sangat penting dan sentral di dalam kita mengerti kebenaran Kekristenan. Roh kudus diutus agar kita hidup
berpusatkan Kristus dan ini adalah salah satu penugasan yang dituntut sebelum anak-anak Tuhan pergi
memberitakan Injil.

Dalam Kis 1:5 Kristus mengatakan, "Kamu akan dibaptis dengan Roh Kudus." Pernyataan ini mengingatkan
kembali apa yang telah dikatakan oleh Yohanes Pembaptis ketika dia membaptis dengan air. Disini yang
membaptis adalah Yesus Kristus dan dibaptis dengan Roh Kudus. Berarti Roh Kudus di sini merupakan alat
bukan pelakunya. Apa artinya seorang yang dibaptis dengan Roh Kudus dikaitkan dengan "Kamu akan
menerima kuasa kalau Roh Kudus turun ke atasmu dan kamu akan menjadi saksi-Ku di Yerusalem, Yudea,
Samaria dan sampai ke ujung bumi." Di sini kita melihat konsep yang jelas sekali kalau Roh Kudus ada di
dalam diri seseorang maka yang terjadi orang itu akan mentuhankan Kristus dan menjadi saksi yang
memberitakan Kristus. Di dalam 1 Kor 12 Paulus kembali menegaskan bahwa tidak ada satu orangpun yang
mentuhankan Kristus kecuali oleh Roh Kudus.

Apakah artinya kita bertugas sebagai orang Kristen? Jawaban hanya satu mentuhankan Kristus dalam
seluruh aspek hidup kita. Dalam Kis 4, kita melihat bagaimana ketuhanan Kristus dibuktikan bukan sekedar
teori tetapi betul-betul menjadi tugas dan satu komitmen yang muncul dalam diri anak Tuhan. Di Kis 4:11-
12, Petrus ditekan untuk tidak berbicara tentang Kristus tetapi dalam kondisi yang tidak mudah, mereka
tidak takut. Pada saat seperti itu Petrus mengeluarkan kalimat yang sangat final. Inilah kunci finalistas
Kristus yang harus kita mengerti yaitu Kristuslah satu-satunya jawaban bagi persoalan dunia sebab di
bawah kolong langit ini tidak ada nama lain yang di dalamnya kita bisa diselamatkan kecuali di dalam Yesus
Kristus. Ini merupakan satu kemutlakan yang tidak bisa ditolak. Kristus yang menjadi batu yang dibuang
tetapi justru telah menjadi batu penjuru bagi seluruh sejarah. Saudara, ini merupakan pengakuan dan
91 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

jawaban yang tidak memungkinkan adanya jawaban lain untuk disodorkan pada manusia di dunia. Apalagi
kita di Indonesia yang khususnya mengalami krisis yang begitu serius.
Dosa yang terdiri dari empat huruf tidak mudah diselesaikan. Waktu kita menganggap tidak ada, dosa
semakin menyatakan diri dan merajalela. Itulah fakta dosa. Dosa tidak bisa diselesaikan dengan cara
apapun di dunia, ini suatu realita. Realita dosa tidak bisa diubah karena merupakan masalah internal.
Tekanan luar hanya pemicu tetapi bukan sumbernya. Manusia berdosa karena di dalam dirinya berdosa dan
penyelesaiannya harus disadari dari dalam. Dunia tidak mungkin melihat penyelesaian seperti ini, kecuali
sebagaimana yang disebutkan dalam Kis 4:12, "Sebab di bawah kolong langit ini tidak ada nama lain yang
diberikan kepada manusia yang olehnya kita dapat diselamatkan." Dosa menyebabkan dunia ini celaka,
menuju pada kebinasaan dan tidak memberikan kesempatan manusia dapat diselamatkan kecuali ada
penyelesaian terhadap dosa. Untuk hal ini di seluruh dunia sejarah membuktikan tidak ada satu nama
diberikan kepada manusia yang bisa menjamin selesainya dosa. Hanya ada satu jawaban yaitu kehidupan
Kristus yang tidak berdosa dan kebangkitan-Nya yang mengalahkan kuasa dosa. Kebangkitan-Nya
membuktikan bahwa Dia sudah mematahkan kuasa dosa dan sudah menang atas segala belenggu dosa
yang membinasakan. Kedua, ketika Kristus bangkit dari kematian membuktikan bahwa Dia betul-betul tidak
berdosa sehingga dengan kekuatan kesucian dan kekuatan ilahi-Nya membuat Dia mampu bangkit. Ini
membuktikan kepada seluruh jaman bahwa Dia adalah kebenaran yang sah satu-satunya (bnd Yoh 14:6).

Dosa hanya bisa diselesaikan ketika keadilan Allah dan kasih Allah bisa dipertemukan di dalam satu pribadi
yaitu di dalam diri Anak tunggal Allah yang harus mati menebus manusia berdosa. Penebusan Kristus
menjadi penyelesaian daripada dosa manusia. Di satu pihak dosa manusia harus dihukum, di lain pihak
cinta Allah ingin menyelamatkan. Dua sifat ini harus berjalan bersama dan satu-satunya tempat yang dapat
menyelesaikan adalah di dalam kristus. Petrus bukan karena kehebatan dirinya ketika mengungkapkan ini
melainkan karena Roh Kudus yang ada di dalam dirinya. Roh Kudus yang memberi kuasa sehingga dia
menjadi orang yang mentuhankan, meninggikan, memberitakan dan menjadi saksi Kristus. Inilah kunci
satu-satunya yang dibutuhkan oleh dunia ini. Tidak ada pertobatan, orang semakin memikirkan
kepentingannya sendiri, semena-mena bertindak dan semakin liar maka negara akan hancur. Kristus adalah
berita final namun manusia tidak mudah bertobat. Itu sebabnya Kristus mengatakan jangan pergi. Tunggu
di Yerusalem sampai kuasa Roh Kudus akan menaungi kamu. Ini menunjukkan masalah yang serius. Kristus
juga memerintahkan untuk kita menunggu supaya para murid mempunyai dunamos (kekuatan kuasa) untuk
melakukan hal itu. Dengan kata lain untuk menjalankan tugas kesaksian ini tidak mudah oleh karenanya
diperlukan kuasa. Di satu pihak tugas ini sangat serius, di lain pihak tugas ini begitu sulit? Mengapa? Karena
tugas ini harus menerobos beberapa lapisan.

Lapisan pertama, tugas memberikan kesaksian. Tugas menjadi saksi dan meberikan kesaksian menerobos
lapisan yang pertama yaitu filsafat. Ketika kita mau memberitakan Kristus satu-satunya Juru Selamat,
manusia tidak mudah terima karena dunia sudah jatuh dalam dosa dan penuh dengan berbagai konsep
pemikiran dunia. Bukan hanya itu, ketika kita mau menjadi orang Kristen yang mau mentuhankan Kristus,
melihat Dia sebagai Tuhan itupun kita akan membentur filsafat-filsafat yang kita sering kali pelajari. Ketika
kita menjadi orang kristen pertanyaan berapa jauh kita sudah dikuasai oleh Kristus dan seberapa jauh saya
sudah mentuhankan Kristus. Ini pertanyaan serius! Sebab sekalipun kita menjadi orang Kristen kita sendiri
belum memiliki pola pikir kristiani yang sejati. Terlalu banyak pencemaran yang terjadi di dalam hidup kita
bahkan setiap hari kita beresiko tercemar oleh konsep-konsep yang melawan prinsip kebenaran Allah yang
berusaha menarik kita hidup di dalam dosa. Kita harus sadar bahwa dunia kita adalah dunia yang berdosa.
Saudara, berapa jauh kita sudah kembali kepada Tuhan? Jika kita berusaha untuk menyelesaikan dengan
92 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

kekuatan kita saya jamin tidak ada satu orangpun yang akan kuat menghadapinya. Kecuali ada kuasa
eksternal yang memberikan pertolongan kepada kita. Kristus sadar ketika kita menjadi anak Tuhan,
bertobat, tidak langsung saat itu juga kita balik ke surga. Tetapi Kristus justru berdoa, "Bapa sama seperti
Engkau mengutus Aku ke dalam dunia demikian Aku akan mengutus mereka juga ke dalam dunia. Artinya
kita sebagai orang kristen diletakkan di tengah-tengah dunia dengan berbagai pemikiran berdosa yang ada
di dalamnya. Untuk itu Tuhan memberikan kuasa Roh Kudus untuk memampukan dan menguatkan kita.

Kedua, penyelesaian problem dosa bukan sekedar penjelasan rasional melainkan kita perlu kuasa Roh
Kudus untuk mendobrak dan menghancurkan kuasa kegelapan yang ingin mencengkeram untuk mematikan
kita. Kuasa ini adalah kuasa dosa yang begitu mencengkeram manusia dan tidak akan melepaskan orang
untuk kembali kepada kebenaran. Dalam Ef 6 dikatakan kita harus mempunyai pertahanan yang kokoh
karena kita sedang berhadapan dengan kuasa kegelapan, kuasa setan yang sedang membelenggu manusia
dengan kuasa dosa dan itu yang tidak mudah.

Ketiga, bukan cuma kita berhadapan dengan filsafat-filsafat, dengan kuasa kegelapan yang sedang
mencengkeram kita, tetapi yang paling serius adalah kita sedang berhadapan dengan diri kita sendiri. Ketika
ada orang yang menuntut dia untuk bertobat, berubah, mengerti kebenaran dan berhenti dari hal yang
salah seringkali orang itu sulit berubah. Kondisi ini akan terus begini kecuali ada dobrakan yang keras.
Saudara, adanya khotbah, pemberitaan, supaya kita belajar, itu menunjukkan kita masih mungkin untuk
berubah. Kita percaya kuasa firman bisa merubah kita, kuasa firman bukan mengubah orang lain tetapi
mengubah diri kita dulu. Ini tuntutan yang penting bagi kita! Ketika Tuhan meminta kita menjadi saksi
Kristus, kita menuntut diri kita agar dapat menjadi contoh saksi. Karena saksi Kristus menyangkut dua hal
yaitu saksi secara pasif melalui kesaksian hidup dan saksi secara aktif ketika kita memberitakan firman
kepada orang lain. Dua bidang ini harus saling menunjang satu sama lain dan dikerjakan bersama-sama.
Seringkali saat memberitakan Injil kita takut dan tidak mau karena beresiko terhadap jiwa kita. Ini semangat
manusia berdosa. Seringkali sebagai orang Kristen kita tidak mempunyai kekuatan, cinta kasih dan
semangat untuk memberitakan injil, mengapa? Karena kita sendiri gagal untuk mengerti dan mempunyai
kekuatan mendobrak, mengalahkan egoisme kita sendiri. Itu sebabnya kita perlu kuasa untuk dapat
menjadi saksi Kristus. Seperti Petrus ketika berhadapan dengan Sanhedrin dia berani memberitakan
kebenaran karena Roh Kudus ada di dalam dia. Inilah bukti kalau seseorang sudah berada di dalam Kristus
dan dalam pimpinan Tuhan.

Biarlah ini menjadi kekuatan ketika kita sedang menikmati perjamuan kudus. Mari sekali lagi kita bertanya,
"Tuhan, sudah seberapa jauh saya mentuhankan Kristus di dalam hatiku?" Dunia sangat membutuhkan
berita tentang Kristus sebagai Tuhan. Tetapi sebelum kita menjadi saksi mari kita terlebih dahulu
menginstrospeksi diri kita. Dengan demikian di dalam hidup, kita menjadi saksi Tuhan yang nyata di tengah
dunia. Betapa celakanya kalau dunia yang seharusnya bisa melihat kebenaran melalui orang Kristen, justru
mereka sendiri gagal menyatakan penuhanan Kristus kepada orang lain. Betapa tidak ada pengharapan lagi
dunia ini! Saya mengharapkan setiap kita boleh memikirkan kembali sudahkah di dalam hidup saudara
selama ini betul-betul mentuhankan Kristus sehingga ketika berjalan, berbicara atau melakukan apapun
orang dapat melihat Tuhan yang ada di dalam hati saudara. Berapa besar kuasa itu muncul di dalam hidup
saudara dan berapa jauh saudara sudah bersaksi, menyaksikan Kristus sebagai Tuhan dan memberitakan
kepada setiap orang dari mulai Yerusalem, Yudea, Samaria dan sampai keujung bumi.

Amin!
93 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

H
Hiid
duup
pbbe
errp
paau
utt p
paad
daaA
Alllla
ahh
Oleh: Pdt. Sutjipto Subeno

Nats: Yosua 24:14-15

14 Oleh sebab itu, takutlah akan TUHAN dan beribadahlah kepada–Nya dengan tulus ikhlas
dan setia. Jauhkanlah allah yang kepadanya nenek moyangmu telah beribadah di
seberang sungai Efrat dan di Mesir, dan beribadahlah kepada TUHAN.
15 Tetapi jika kamu anggap tidak baik untuk beribadah kepada TUHAN, pilihlah pada hari ini
kepada siapa kamu akan beribadah; allah yang kepadanya nenek moyangmu beribadah di
seberang sungai Efrat, atau allah orang Amori yang negerinya kamu diami ini. Tetapi aku
dan seisi rumahku, kami akan beribadah kepada TUHAN!"

Sejak Perjanjian Lama, Tuhan menempatkan umat Tuhan di antara bangsa-bangsa lain yang lebih kuat.
Tatkala mereka hidup tidak benar di hadapan Tuhan, maka Tuhan memakai bangsa-bangsa lain yang
memang mau menyerang mereka untuk menghajar dan memperingatkan mereka dan hal seperti ini terjadi
terus-menerus di dalam PL. Sedang di dalam PB, Alkitab mengatakan, orang-orang yang percaya kepada
Tuhan akan menderita aniaya karena Tuhan tidak pernah menjanjikan, jika kita percaya kepada Tuhan
maka kita akan mendapat hidup yang lancar dan enak. Masalahnya, seberapa jauh kita sudah menderita
bagi Tuhan. Pada waktu kita mau hidup benar dan menjalankan perintah-perintahNya, itu adalah suatu hal
yang tidak mudah bahkan mungkin kita akan menderita. Tuhan pernah berkata kepada murid-muridNya,
"Aku mengutus kamu seperti domba ke tengah-tengah serigala.." Tetapi di lain sisi, Tuhan menjanjikan
kekuatan dan kemenangan dan mengingatkan kita agar tidak takut kepada orang yang bisa membunuh
tubuh tapi tidak dapat membinasakan jiwa, Namun kita harus takut kepada Tuhan yg bisa membunuh
tubuh dan jiwa kita.

Di dalam PB, rasul Petrus dan Yohanes pernah dilarang untuk menyampaikan firman Tuhan, tetapi mereka
berkata, "Kita harus lebih taat kepada Allah daripada kepada manusia:" dan hal itu mereka buktikan bukan
dengan terpaksa. Sehingga saat kita melihat dalam Kis 5, bagian terakhir setelah dipukul dan dianiaya,
mereka keluar dengan sukacita karena mereka dianggap layak menderita bagi Kristus.
Penderitaan apapun yang terjadi itu adalah anugerah Allah yang membuat kita lebih kuat untuk dipakai
melayani Tuhan. Paulus dalam Fil 3:10 mengatakan, "Yang kukehendaki ialah mengenal Dia dan kuasa
kebangkitan-Nya dan persekutuan dalam penderitaan-Nya, di mana aku menjadi serupa dengan Dia dalam
kematian-Nya." Di dalam bagian lain Paulus mengatakan, "Aku menggenapi apa yang kurang pada
penderitaan tubuh Kristus." Kita masing-masing diberi anugerah untuk mengambil bagian ini. Itu sebabnya
di dalam keadaan bagaimanapun kita harus memilih lebih takut kepada Allah daripada kepada manusia. Ini
prinsip! Jika kita tidak mempunyai sikap yang takut kepada Allah, kita tidak akan memberitakan Injil apalagi
di tengah ancaman dan larangan. Kita harus lebih takut kepada Tuhan daripada kepada manusia. Setelah
bangsa Israel diingatkan akan pimpinan Tuhan, mereka diingatkan akan sejarah hidup mereka di mana
seharusnya mereka lebih takut akan Tuhan.
94 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

Takut akan Tuhan dalam bahasa aslinya mengandung beberapa arti. Salah satunya adalah takut secara
emosi, juga bukan takut kepada Allah sebagai antisipasi intelektual karena khawatir tapi belum terjadi.
Namun takut yang dimaksud oleh Yosua dalam kitab Ulangan ini bukan takut yang demikian dan jika kita
melihat dari konteksnya, saya lebih suka mengartikan ‘hormat’ dan ‘bangga.’ Jadi pengertian takut di sini
lebih mengarah bangga, hormat, kagum dan terpesona kepada Allah.

Pertama, jika kita mempunyai sikap hormat, maka pasti memiliki sikap yang lain ketika menjalankan
apapun di dalam hidup. Kita tahu dia hadir menyaksikan hidup kita dan kita harus bertanggungjawab di
hadapan Dia. Jika saudara hormat kepada seseorang maka ketika dia datang kita mempunyai sikap yang
berbeda. Itu sebabnya jika kita sungguh hormat akan Allah di dalam hidup kita maka hidup kita akan
berbeda di dalam ibadah dan di dalam pelayanan kita akan sungguh-sungguh mempersiapkan diri.

Yang kedua adalah bangga. Jika di dalam hati kita memiliki perasaan bangga pada Tuhan. Kita tentu senang
menceritakan kepada orang lain. Di dalam pelayanan, kita akan melayani dengan sukacita dan dengan
bangga. Ada seorang hamba Tuhan menceritakan pengalamannya, "Pada suatu kali dalam perjalanan dia
bertemu satu orang yang ingin meresmikan satu perusahaan yang entah sudah ke berapa belas di Amerika,
dengan bangga dia menceritakan apa yang sedang dikerjakannya dan juga perusahaan tempat dia bekerja.
Kemudian orang tersebut bertanya kepada hamba Tuhan ini, "Apa pekerjaan anda?" Ketika ditanya
demikian hamba Tuhan ini tidak malu bahkan kemudian mengatakan dengan bangganya bahwa dia bekerja
di perusahaan yang paling besar di dunia. Dan memiliki masa depan yang paling cemerlang dan memiliki
produk yang paling penting. Kemudian hamba Tuhan tersebut berkata, "Dan perlu kamu ketahui yang
menjadi boss saya adalah yang menciptakan saudara dan menentukan mati hidup saudara." Hamba Tuhan
tersebut tahu jelas kepada siapa dia bekerja, kepada siapa dia sedang melayani dunia ini. Dunia ini adalah
dunia BapaKu untuk menjalankan misi Allah. Kita orang Kristen harus tahu bahwa kita adalah sentral dari
sejarah, sejarah keselamatan Allah.

Dunia ini berada di bawah providensia Allah. Meskipun kelihatannya iblis menang, banyak orang kristen
menderita bahkan mati martir, realitanya tidak demikian. Iblislah yang kalah karena semuanya terjadi untuk
menggenapi rencana Allah. Ketika umat Tuhan dibunuh, Allah tidak kalah tetapi kita sedang menggenapi
rencana Allah. Penderitaan, kematian berada di dalam tangan Allah, biarlah kita boleh menerimanya di
dalam anugerah Dia (Flp 1:29). Saudara, kita harus sadar bahwa kita sedang mengerjakan produk yang
penting yaitu produk-produk yang bernilai kekal. Penginjilan pribadi penting untuk menghasilkan produk-
produk yang bernilai kekal yaitu orang-orang yang akan diselamatkan. Orang yang bekerja di perusahaan
tahu bahwa yang paling penting adalah sumber daya manusianya dan jika tidak ada manusianya maka tidak
ada yang dapat dikerjakan. Keyakinan ini membuat kita bangga dan melayani Tuhan dengan sukacita.

Jika di dalam hidup kita ada sikap hormat dan bangga kepada Tuhan, maka kalimat Yosua selanjutnya
merupakan konsekuensi logisnya. Yosua mengatakan, "Beribadahlah kepada Dia dengan tulus ikhlas dan
setia." Kata beribadah di sini dalam terjemahan bahasa Inggris dihubungkan dengan layanilah Dia dengan
tulus ikhlas dan setia. Beribadah bukan hanya dalam kebaktian melainkan dengan seluruh kehidupan kita.
Waktu kita bekerja ingat bukan hanya sekedar bekerja melainkan sedang melayani Tuhan di dalam
pekerjaan tersebut. Seluruh hidup kita adalah sikap sedang melayani Tuhan dan sedang beribadah kepada
Tuhan. Di dalam buku Shorter Catechism dikatakan bahwa tujuan utama hidup manusia adalah untuk
memuliakan Allah dan menyenangkan Dia selama-lamanya. Jadi apapun yang kita kerjakan dan lakukan,
yang penting fokusnya untuk apa? Untuk diri ataukah untuk Allah? Sebaliknya jika kita melakukan aktivitas-
aktivitas rohani di dalam gereja tetapi fokusnya bukan untuk Tuhan, berarti kita tidak sedang beribadah
95 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

kepada Tuhan. Yang penting di sini adalah fokusnya untuk memuliakan Tuhan dan menyenangkan Tuhan.
Kita juga dipanggil untuk melayani dia dengan tulus ikhlas dan setia. Setia dalam pengertian sampai akhir
hidup kita. Wahyu 2:10 mengatakan, "Hendaklah engkau setia sampai mati, dan aku akan mengaruniakan
kepadamu mahkota kehidupan." Yosua setia, dia terus memilih menyembah Allah sampai akhir hidupnya
sehingga dia disebut abdi Allah. Yosua adalah hamba Tuhan yang sejati dan hamba Tuhan yang sejati,
Tuhan akan pelihara sampai akhir hidupnya. Kita masih bisa jatuh dalam dosa tapi Tuhan menyediakan
jalan kemenangan. Ada pengampunan terus menerus tatkala kita mengaku dosa kita dan setia sampai mati.
Alkitab menekankan kita setia, berani bayar harga dan bukan setia pada satu organisasi atau lembaga
namun setia di sini dihubungkan dengan kebenaran. Setia pada kebenaran dan Tuhan terus yang akan
menyeleksi kita sehingga hal ini dapat menjadikan kerinduan kita untuk terus menjadi saksi Tuhan.

Di sini Tuhan ingatkan melalui Yosua, takut akan Dia dalam pengertian hormat dan bangga. Jika ini ada
maka kita memiliki kerinduan untuk melayani dia dan memberitakan Injilnya. Itu adalah sukacita bukan
paksaan dan merupakan satu kegembiraan jika kita sudah mengalami manisnya hidup bersama dengan
Tuhan maka kita akan membagikannya kepada yang lain.

Kita juga dipanggil untuk menjauhkan ilah lain. Menjauhkan ilah lain dalam konteks ini adalah ilah orang
Sumerian demikian juga dengan Abraham dipanggil oleh Allah keluar dari tanah Ur untuk meninggalkan ilah
tersebut juga orang Mesir untuk tidak menyembah anak lembu emas yang mereka buat. Demikian juga
dengan kita dipanggil untuk menjauhkan berhala-berhala modern dari hidup kita. Mungkin saat ini hobi kita
lebih penting dari Tuhan, mungkin seks, obat bius, materi, dsb. menjadi berhala di dalam hidup kita tetapi
kita harus meninggalkan itu semua. kita harus belajar mengandalkan Tuhan dan menjadikan dia yang
terutama di dalam hidup kita. Yosua meminta kita untuk memilih, memilih kepada siapa kita beribadah
pada hari ini. Memilih adalah satu hal yang penting dalam hidup kita. Kita tidak mungkin memilih Tuhan
tanpa anugerah Tuhan tapi setelah kita diselamatkan kita menginginkan hidup yang bagaimana? Di sini kita
harus memilih, karena kelak kita harus bertanggung jawab di hadapan Tuhan. Yosua mengajarkan, "Pilihlah
kepada siapa kamu akan beribadah!" Yosua dan keluarganya memilih beribadah kepada Tuhan dan ini
kemudian diikuti oleh seluruh bangsa Israel khusunya pemimpinnya saat itu. Francis Schaeffer, tentang
Yosua mengatakan ada satu kata yang aneh di sini. Kata ini dalam bahasa Yunani bisa diterjemahkan dalam
tiga bentuk.

Di dalam bahasa Ibrani kadang-kadang tenses-nya tidak begitu jelas, bisa lampau, bisa sekarang dan bisa
yang akan datang. Kalimat dalam Yosua di sini memang dalam konteks akan datang tapi bisa dilihat juga
latar belakangnya dalam berbagai peristiwa. Yosua selalu memilih hidup bagi Tuhan, percaya kepada Tuhan
dan beribadah kepada-Nya. Melayani Tuhan dan takut akan Tuhan itu pilihan dia terus-menerus.
Bagaimana dengan hidup kita? Lebih takut akan Allah atau lebih takut kepada manusia? Siapa yang saudara
mau sembah dan layani? Kita tidak bisa mendua hati! Kita harus memilih! Yosua mengatakan, "Pilihlah
pada hari ini kepada siapa kamu akan beribadah!" Pilihan kita mempengaruhi hidup kita, jangan tunggu
sampai tua maka kita akan terlambat dan menyesal. Besok bukan milik kita bahkan nanti malampun belum
tentu menjadi milik kita. Tuhan sudah mengasihi kita. Apa yang kita persembahkan kepada Dia? Biarlah hari
ini kita memilih hidup bagi Tuhan dan membawa buah yang bernilai kekal kepada Tuhan, mulai
memberitakan injil. Hari ini pilihlah kepada siapa saudara akan beribadah dan bagaimana saudara ingin
hidup.

Amin!
96 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

M
Maattii d
daalla
ammd
doos
saa
Oleh: Pdt. Sutjipto Subeno

Nats: Efesus 2:1-10

1 Kamu dahulu sudah mati karena pelanggaran–pelanggaran dan dosa–dosamu.


2 Kamu hidup di dalamnya, karena kamu mengikuti jalan dunia ini, karena kamu mentaati
penguasa kerajaan angkasa, yaitu roh yang sekarang sedang bekerja di antara orang–
orang durhaka.
3 Sebenarnya dahulu kami semua juga terhitung di antara mereka, ketika kami hidup di
dalam hawa nafsu daging dan menuruti kehendak daging dan pikiran kami yang jahat.
Pada dasarnya kami adalah orang–orang yang harus dimurkai, sama seperti mereka yang
lain.
4 Tetapi Allah yang kaya dengan rahmat, oleh karena kasih–Nya yang besar, yang
dilimpahkan–Nya kepada kita,
5 telah menghidupkan kita bersama–sama dengan Kristus, sekalipun kita telah mati oleh
kesalahan–kesalahan kita––oleh kasih karunia kamu diselamatkan––
6 dan di dalam Kristus Yesus Ia telah membangkitkan kita juga dan memberikan tempat
bersama–sama dengan Dia di sorga,
7 supaya pada masa yang akan datang Ia menunjukkan kepada kita kekayaan kasih
karunia–Nya yang melimpah–limpah sesuai dengan kebaikan–Nya terhadap kita dalam
Kristus Yesus.
8 Sebab karena kasih karunia kamu diselamatkan oleh iman; itu bukan hasil usahamu, tetapi
pemberian Allah,
9 itu bukan hasil pekerjaanmu: jangan ada orang yang memegahkan diri.
10 Karena kita ini buatan Allah, diciptakan dalam Kristus Yesus untuk melakukan pekerjaan
baik, yang dipersiapkan Allah sebelumnya. Ia mau, supaya kita hidup di dalamnya.

Efesus 2:1

Pada minggu ini kita mulai kembali mempelajari surat Efesus. Dalam Ef 1:3-14 membicarakan apa yang
Tuhan kerjakan sejak kekal di dalam dunia yaitu tentang bagaimana anugerah Tuhan, doktrin pilihan Tuhan
dan bagaimana anugerah itu turun ke dalam dunia. Setelah itu kemudian dalam ayat 15-23 Paulus masuk ke
dalam aspek di dunianya. Dalam ay 15-23 ini, Paulus mulai dengan kata ‘karena itu’ sebagai respon dari
tindakan Allah di mana kita melihat ada lima elemen yang beberapa bulan yang lalu sudah kita bicarakan.
Apa yang Allah tetapkan di dalam kekekalan yang tidak berubah harus diproses dan digarap di dalam
sejarah yang berubah. Kedua wilayah ini menjadi wilayah dasar yang membuat kita mengerti bagaimana
kita merelasikan konsep kekekalan dengan konsep dinamis sejarah. Jika kita kacau di dalam kedua hal ini
maka seringkali akan jatuh dalam dua ekstrim yang besar yaitu yang pertama kita masuk dalam fatalistik
atau takdirisme dimana manusia semuanya sudah ditetapkan tanpa dapat diubah sama sekali. Sehingga
manusia menjadi seperti robot karena sudah ditetapkan di dalam kekekalan dan di sini proses sejarah
97 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

ditiadakan. Sebaliknya di dalam ekstrim kedua mereka menarik Allah ke dalam proses manusia. Dengan
pengertian bahwa kalau manusia berubah maka Allahpun berubah sehingga akibatnya kekekalan ditiadakan
ditarik ke dalam proses.

Lalu bagaimana merelasikan dua sifat yang berbeda ini? Kekekalan dan sejarah memang merupakan dua
wilayah dunia yang berbeda namun di dalam diri manusia dua wilayah ini telah disatukan. Jadi manusia
memiliki dua unsur yaitu aspek rohani yang kekal yang tidak bisa mati dengan aspek jasmani yang bisa mati
atau rusak dan ini tidak ada pada ciptaan lain. Maka di dalam aspek ini manusia menjadi unik karena
manusia memiliki dua wilayah secara bersama-sama namun tidak bisa kita campur adukkan karena yang
satu dengan yang lain memiliki sifat yang berbeda tetapi juga tidak bisa didualismekan karena dua wilayah
ini ada di dalam satu pribadi manusia.

Paulus dalam surat Efesus telah merelasikan dua unsur ini bersama-sama. Setelah itu, Paulus mulai dengan
apa yang seharusnya menjadi kekuatan dan menjadi perjalanan iman Kristen itu sendiri. Ini dapat kita lihat
di dalam Ef 2:1-10 (bd Rm 1:1-8). Penguraian Ef 2:1-10 ini begitu padat di mana Paulus ingin membicarakan
hal tersebut kepada jemaat di Efesus untuk menghadapi tantangan yang sulit. Di dalam ps 2 ini Paulus mulai
dengan berita Injil yang sejati yang merupakan satu berita yang sangat pendek tetapi sangat sentral yaitu
Paulus mulai dengan inti permasalahan manusia yaitu, "Kamu dahulu sudah mati karena pelanggaran-
pelanggaran dan dosa-dosamu." Penjelasan ini bersifat paradoksikal yang diucapkan dalam bentuk past
tense. Inilah satu fakta yang menunjukkan pada hakekatnya manusia sudah mati dan hal ini harus
diberitakan kepada dunia. Ini suatu gambaran yang begitu unik dan merupakan satu realita yang harus
diungkapkan tetapi dilain pihak menghadapi kesulitan karena berhadapan dengan kondisi paradoks dengan
situasi itu sendiri. Mengapa Paulus menekankan hal ini? Sebab pada jaman itu kondisi kota Efesus
mengalami kondisi yang betul-betul fatal yaitu mati. Mati adalah satu realita yang paling mengerikan
karena orang yang sampai pada kondisi ini berarti dia sudah tidak mampu berbuat apapun juga selain
takluk di bawah kuasa daripada kematian. Ketika seseorang mati pada waktu itu dia tidak berhenti
berproses hanya berbalik arah berproses kepada pembusukan. Proses ini berjalan melampaui kuasa dia,
dengan kata lain kuasa kematian adalah kuasa penaklukkan yang akan menghancurkan, membusukkan dan
membinasakan sampai habis dan proses ini terjadi tidak bisa dihambat oleh pelaku yang mengalami
kematian.

Ketika Alkitab mengatakan, "Kamu dahulu sudah mati," banyak orang berkata bahwa pada waktu Adam
dan Hawa makan buah pengetahuan baik dan jahat mereka tetap hidup. Memang kelihatannya tetap hidup
tetapi sesungguhnya mereka sudah mati pada waktu makan buah pengetahuan baik dan jahat hanya kita
tidak dapat melihat karena kondisi kematiannya dalam aspek spiritual. Kematian aspek spiritual adalah
lebih berbahaya daripada kematian fisikal karena mengakibatkan pembusukan yang bersifat global. Ketika
kita mengalami kematian spiritual pengaruh pembusukan kita tidak berhenti secara lokal tetapi kita akan
mempengaruhi semua orang dan pengrusakan ini menjadi pengrusakan global. Dengan rusaknya seluruh
citra dari tatanan dunia mengakibatkan kehancuran dunia. Saudara, jika seseorang mati secara jasmani
tidak menimbulkan efek yang berbahaya tetapi kematian spiritual pengaruhnya akan menyebar ke seluruh
dunia dan berjalan terus tanpa bisa dihambat oleh dunia.

Kalimat Ef 2:1 ini seharusnya menjadi dasar bagi kita untuk mengerti seluruh sejarah dan keadaan dunia.
Kalau tidak ada jalan keluar, kondisi mati ini akan membuat dunia kita begitu celaka adanya. Dunia yang
berada dalam kondisi mati tidak mungkin dihentikan oleh hukum yang keras. Sejarah menyatakan hukum
yang sekeras apapun tidak dapat menghambat atau menghentikan proses kematian yang sedang berjalan
98 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

dan menguasai. Kejahatan dunia ini sudah menjadi kejahatan yang bersifat kematian. Kita bisa
membayangkan betapa mengerikan dunia ini yang mayoritas dikuasai dengan pikiran yang berbau
kematian, sikap yang memancarkan kematian dan seluruh cara pandang kita yang berbau kematian
ditularkan kepada orang lain.

Hal ini tampak jelas di kota Efesus sebagai kota perdagangan yang sangat besar sehingga semangat
materialisme merajalela luar biasa, dan bukan itu saja kota tersebut terkenal menjadi pusat penyembahan
dewi Artemis (Yunani) atau dewi Diana (Romawi). Pelacuran disahkan bahkan dianggap sakral karena mereka
yang mengadakan pelacuran menganggap hal itu merupakan ibadah kepada dewi itu. Ini mengakibatkan
rusaknya sistem keluarga dan tempat pemancaran nuansa kematian begitu kuat di kota Efesus. Setelah itu
ditambah dengan munculnya pengajaran yang disebut Epikurianisme yang merupakan pengajaran dualisme
yang mengajarkan bahwa tubuh ini jahat dan roh itu suci. Tetapi roh berada di dalam penjara daripada
tubuh. Dari sini kemudian muncul dua golongan yang disebut Stoa dan Hedonisme. Golongan Stoa
melarikan diri dan mengadakan penyiksaan diri supaya rohnya dapat bebas dari penjara tubuh. Gagasan
mereka sangat dualistik sehingga tidak bisa memparadokskan dua wilayah yang berlawanan. Sedangkan
golongan Hedonisme sangat berlawanan dengan Stoa, memiliki pemikiran filsafat yang mengajarkan kita
harus menikmati hidup secara fisikal, secara dunia dan secara sekuler. Filsafat Hedonisme ini lebih diterima
oleh orang-orang Romawi sehingga pengaruh ini menyebar di kota Efesus. Kerusakan moral seperti ini
bukan hanya di wilayah Romawi tetapi juga meliputi seluruh dunia bahkan sampai saat ini. Inilah fakta
manusia berdosa. Nuansa kematian bukan hanya problem abad pertama tetapi juga problem kita hari ini.

Nuansa kematian itulah esensi dosa yang seharusnya kita waspadai karena seringkali manusia tidak sadar.
Dalam Ef 2:1 ini Paulus mau membuka kepada dunia dan orang Kristen tentang realita dunia ini, sekaligus
panggilan dan menuntut respon dari kita untuk mengerti apa yang menyebabkan kematian seperti itu.
Manusia mati adalah karena pelanggaran-pelanggaran dan dosa-dosa, karena kita telah melanggar Firman
dan berdosa terhadap Allah. Di dalam surat Roma, Paulus menjelaskan hal ini secara lebih panjang (baca Rm
1:18-32). Manusia dicipta oleh Tuhan seharusnya hidup untuk melayani Tuhan dan taat kepada Tuhan.
Ketika kita melawan Dia di situlah kita berdosa dan upah dosa adalah maut. Manusia telah terpisah dari
Allah, inilah kondisi kematian. Tidak ada satu lembaga rehabilitasi yang bisa menghentikan dosa manusia
termasuk penjara tidak bisa menghentikan dosa. Itu sebabnya jika bukan anugerah tidak mungkin orang
berdosa akan kembali kepada Allah. Ini berarti orang itu harus diinjili, disadarkan dan dibawa kembali
kepada Tuhan sehingga orang tersebut bisa berubah. Tanpa penginjilan yang sejati tidak ada pengharapan.
Kita patut bersyukur pada Tuhan karena Ef 2:1 ini ditulis bukan dalam bentuk present continous tense yang
berarti kamu sedang dan selama-lamanya akan berdosa tetapi Paulus menulis dalam bentuk past tense
yang menunjuk kepada masa lampau "kamu dahulu sudah mati," yang berarti sekarang tidak. Sekarang kita
sudah memiliki hidup ketika kita beriman kepada Tuhan Yesus. Sudahkah kita dibebaskan dari nuansa
kematian? Hanya saudara, Tuhan dan setan yang tahu. Biar kiranya kita mengevaluasi hidup kita masing-
masing.

Amin!
99 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

H
Huuk
kuum
mKKe
ehhiid
duup
paan
n
Oleh: Pdt. Sutjipto Subeno

Nats: Efesus 2:2-3

2 Kamu hidup di dalamnya, karena kamu mengikuti jalan dunia ini, karena kamu mentaati
penguasa kerajaan angkasa, yaitu roh yang sekarang sedang bekerja di antara orang–
orang durhaka.
3 Sebenarnya dahulu kami semua juga terhitung di antara mereka, ketika kami hidup di
dalam hawa nafsu daging dan menuruti kehendak daging dan pikiran kami yang jahat.
Pada dasarnya kami adalah orang–orang yang harus dimurkai, sama seperti mereka yang
lain.

Minggu lalu kita mempelajari tentang realita dunia yang sudah berdosa di mana manusia sudah mati
karena pelanggaran-pelanggaran dan dosa-dosa. Kematian merupakan kondisi realita yang begitu
mengerikan di tengah dunia karena kematian bukan berarti berhenti berproses melainkan merupakan
proses menuju penghancuran. Proses kematian berjalan terus menuju destruksi melalui proses
pembusukan, pengrusakan dan penghancuran sehingga ketika mati kita berada di bawah kuasa kematian
yang mencengkeram dan menggeragoti tubuh kita. Kuasa kematian ini tidak memberikan pilihan kepada
manusia. Dalam Ef 2:2, Paulus mengatakan, "Kamu hidup di dalamnya, …" Jadi di sini mati bukan
berhentinya suatu proses, melainkan kita tunduk di dalam kuasa kematian. Masalahnya, apa itu kematian?
Ada yang berpikir bahwa kematian hanya satu putaran kematian. Tidak heran, akhirnya manusia kembali
mengadopsi pikiran dari abad keenam yang mengajarkan bahwa kehidupan ini terus berputar. Sekarang
hidup kemudian mati setelah itu hidup kembali lalu mati lagi demikian seterusnya. Ini yang disebut
reinkarnasi. Mereka hanya berharap suatu hari kelak mereka akan keluar dari lingkaran ini. Tapi pandangan
ini tidak mempunyai jawaban yang terlalu jelas berkenaan dengan when, where, dan why? Karena di dalam
prinsip etika dari pandangan ini tidak memungkinkan penyelesaian seperti ini.

Di sini Alkitab memiliki jawaban yang lebih tepat dan ini bukan didasarkan pada spekulasi pikiran manusia
yang sudah jatuh dalam dosa untuk mengerti realita betapapun hebatnya pikiran manusia yang berdosa
tidak mungkin mengerti apa yang namanya disebut "ought to (seharusnya seperti apa)." Pada waktu kita
mengambil kesimpulan maka kesimpulan tersebut hanya berhenti di tengah realita dunia berdosa. Jika
manusia tidak kembali kepada wahyu Tuhan maka tidak ada jalan keluar baginya, semua usaha manusia
hanyalah spekulasi pikiran manusia yang sudah berdosa. Itu sebabnya, ketika Alkitab membukakan hal ini
barulah manusia tahu keadaan yang sesungguhnya ‘seharusnya bagaimana.’

Paulus mengatakan, "Kamu dahulu sudah mati….," ini keadaan yang sangat mengerikan. Di dalam Ef 2:2-3
Paulus membuka satu realita lalu dia mensharingkan pengalaman pribadinya kemudian barulah dia
menyimpulkan.
100 Ringkasan Khotbah – Jilid 1



pertama, manusia hidup dibawah dosa dan tidak bisa keluar dari dosa (ay 2). Kata yang dipakai di bagian Ef
2:2, ‘mengikuti jalan dunia’ seperti orang masuk di sebuah jalan yang tidak bisa lari kemana-mana di mana
hal yang ingin digambarkan sesuatu yang aktif tapi pasif. Aktif tetapi tidak bisa tidak dia harus berada di
situ, karena jalurnya hanya satu. Inilah yang dimaksud dengan "Kamu mentaati penguasa kerajaan angkasa,
yaitu roh yang sekarang sedang bekerja di antara orang-orang durhaka." Orang durhaka di sini lebih tepat
diterjemahkan "Orang yang tidak percaya atau tidak mempunyai iman." Di sini kelihatannya aktif, hidup
dan bebas tetapi jalannya tidak bisa lari dari jalan yang menuju pada kematian. Makin manusia berusaha
dan aktif makin dia terjerumus masuk dan hancur, inilah keadaan dunia kita. Kelihatannya memberi
kebebasan itu justru kebebasan yang mencengkeram dan mematikan. Berbeda dengan Tuhan, di dalam
memberikan pemberitaan dengan kalimat yang keras tetapi sesudah itu memerdekakan sedangkan setan
bekerja dengan cara terbalik, depannya berisi rayuan tapi setelah masuk kita tidak bisa keluar (Yoh 8).
Sayangnya banyak manusia yang lebih suka mendengar kata-kata yang manis dan indah tetapi berakhir
dengan tangisan. Paulus mengatakan, "Kamu hidup di dalamnya." Kamu hidup di dalam jalur kematian.
Maksudnya kamu tidak bisa keluar dari sana karena kamu mentaati penguasa kerajaan angkasa. Jika kita
mengerti realita ini kita tahu apa yang dikerjakan oleh orang-orang berdosa di tengah dunia ini dan apa
yang terjadi di dalam diri mereka. Mereka membutuhkan Injil dan harus mendengar berita pengampunan
karena itulah cara satu-satunya yang bisa mengeluarkan mereka. Dosa bukan masalah hukum, tapi dosa
adalah masalah hidup di dalam kuasa kematian.

Kedua, orang berdosa tidak kembali kepada Firman ini menunjukkan dia masih berada di bawah kuasa
dosa. Dia tidak keluar dari natur dosanya yang sedang mencengkeram dan mematikan dia. Itu sebabnya
pada saat orang mau bertobat maka kunci pertama yang harus diselesaikan adalah dia sadar dia orang
berdosa. Kita sendiri perlu keluar dari jerat itu, bukan caranya kita untuk bermain-main dengan kuasa dosa.
Jika kita mengatakan bahwa kita adalah orang Kristen tetapi kita masih berada di dalam cengkeraman dosa,
kita harus mengevaluasi diri betulkah kita sudah benar-benar berada di dalam Kristus? Atau kita hanya
menjadi orang Kristen yang kelihatannya Kristen tetapi sesungguhnya kita belum bertobat.

Setelah Paulus membuka konsep ini secara begitu jelas kepada jemaat Efesus kemudian pada ay 3, dia
membuka sharing pribadi dengan mengatakan, "Sebenarnya dahulu kami semua juga terhitung di antara
mereka, ketika kami hidup di dalam hawa nafsu daging dan menuruti kehendak daging dan pikiran kami
yang jahat." Paulus ketika mengatakan ini bukan berarti dia orang yang rusak secara moral. Tidak! Paulus
sebelumnya adalah orang yang kelihatannya sangat rohani. Dia seorang yang begitu brilyan dan menjadi
seorang teolog yang berada di bawah bimbingan seorang guru besar Gamaliel. Sejak muda Paulus telah
menduduki posisi yang penting yaitu menjadi orang Farisi yang dianggap menjadi golongan elite di tengah-
tengah orang Israel. Di samping itu dia sangat memperjuangkan Taurat. Namun di ayat 3 ini Paulus
mengatakan, "Kami sama seperti mereka yang lain (Ef 2:3)." Ketika manusia berada di bawah kuasa
kematian dia bisa merasa diri begitu baik, berjasa, saleh, dan mempunyai pengaruh yang besar kepada
masyarakat. Dia mungkin bangga hidup di dalam dunia. Tapi justru pada saat itu dia keluar dari jalur yang
sejati, keluar dari essensi kehidupan yang sejati. Apa yang mereka lakukan sebenarnya mereka lakukan
untuk mentaati penguasa kerajaan angkasa yang sedang menguasai mereka melalui hawa nafsu, keinginan
daging dan pikirannya yang jahat. Biarlah ini juga menjadikan kita waspada karena mata kita hanya mampu
melihat fenomena luar tanpa mengerti isi hati yang di dalam. Sebagai orang percaya yang dibutuhkan
adalah seberapa jauh kita mentaati Tuhan atau kita mentaati penguasa kerajaan angkasa. Satu prinsip yang
harus kita ingat yaitu hidup dosa tidak selalu berpenampilan dosa. Ingat setan pun bisa berjubah malaekat.
101 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

Bahkan yang lebih parah kita berdosa tapi kita tidak sadar kita sedang berdosa. Inilah yang dialami oleh
Paulus. Ketika Paulus membunuh orang-orang percaya dia pikir dia sedang melakukan tindakan yang benar.
Paulus pikir dia sedang bekerja giat untuk Tuhannya. Namun ketika Paulus bertobat dan kembali kepada
Firman Kebenaran, dia mengatakan aku adalah orang yang berdosa. Seseorang yang sadar dia orang
berdosa sadar dia perlu pertobatan, inilah yang memungkinkan dia bisa diperbaharui. Paulus mengalami ini
maka dia men-sharingkan pertobatannya. Suatu kesaksian yang menceritakan bagaimana dia dulu hidup di
bawah kuasa dosa dan mati di bawah kuasa dosa. Dan bagaimana Kristus menyelamatkan dia keluar dari
lumpur dosa. Inilah kesaksian sejati. Terakhir, Paulus menceritakan betapa fatalnya dosa. Di dalam ayat 3
mengatakan, "Sebenarnya dahulu kami semua juga terhitung di antara mereka, ketika kami hidup …. Pada
dasarnya kami adalah orang–orang yang harus dimurkai sama seperti mereka yang lain." Konsep ini penting
sekali, karena khotbah berkenaan dengan Allah yang murka sangat langka dikhotbahkan. Tetapi khotbah
mengenai kasih Allah begitu banyak sekali. Alkitab justru membukakan banyak Firman berkenaan dengan
keadilan dan murka Allah. Misalnya Roma 1:18, "Sebab murka Allah nyata dari sorga atas segala kefasikan
dan kelaliman manusia, …," kalimat ini seharusnya menjadikan kita gentar. Kalimat ini juga menjadi picu
daripada pekerjaan Roh Kudus boleh bekerja di dalam hati kita. Mengapa? Karena tidak ada pekerjaan Roh
Kudus menyadarkan kita kalau Firman yang sejati tidak diberitakan. Hal ini merupakan satu pekerjaan
ganda yang dikerjakan bersama-sama oleh Roh yang sama. Pertobatan yang sejati baru sungguh-sungguh
terjadi jika Roh Kudus bekerja melalui Firman dan Roh Kudus yang sama akan bekerja dengan iman di
dalam diri seseorang. Dan ketika ini diberitakan maka salah satu hal yang paling penting adalah Roh Kudus
hadir dengan "Menginsyafkan manusia akan dosa, kebenaran, dan penghakiman (Yoh 16:8). Jika Roh Kudus
ada di dalam diri kita maka
ketiga hal ini harus ada di dalam hidup kita. Jika seseorang menjadi orang Kristen di dalam hatinya tidak
gemetar akan penghakiman Allah. Ini merupakan satu tanda tanya besar. Ini tidak berarti, sesudah
seseorang bertobat berarti ia tidak bisa jatuh ke dalam dosa. Tidak. Manusia masih belum sempurna. Di
dalam perjalanan hidup kita masih bisa jatuh dalam dosa. Namun ini langsung membuat kita gentar ketika
kita berhadapan dengan kebenaran Allah. Ini menjadi reaksi dari semua tokoh-tokoh di Alkitab. Abraham,
Yesaya, Paulus dan Petrus gemetar (trembling) berhadapan dengan kesucian Allah. Sikap ini juga seharusnya
muncul dalam diri orang-orang yang bertobat sejati. Ini merupakan gambaran kesucian Allah yang hadir di
tengah-tengah kebobrokan dan kebejatan manusia. Ini juga yang menjadikan Paulus sadar berapa besar
anugerah yang dia terima.

Tuhan tidak bisa dipermainkan. Semua manusia akan berhadapan dengan pengadilan Allah. Allah adalah
kasih. Benar. Tapi Allah juga adil. Itu berarti kasih Allah tidak boleh dipisahkan dari keadilan Allah. Kedua hal
ini harus diharmoniskan. Kasih harus adil. Adil harus dengan kasih. Ada murka tapi juga ada pengampunan.
Baru kita bsia mengerti bagaimana menjalankan kehidupan semacam ini secara tepat. Orang Kristen
seharusnya tahu siapa kita sebelumnya dan bagaimana kita yang seharusnya. Lalu bagaimana kita
memproses yang dahulu menuju yang seharusnya. Inilah iman yang sejati. Hari ini biarlah kita semua tahu
siapa diri kita. Kita tahu bagaimana kita hidup. Dan berkata seperti Paulus berkata, "Kami dahulu
sebenarnya juga semua termasuk seperti mereka. Orang-orang yang hidup di bawah hawa nafsu daging,
menuruti kehendak daging dan pikiran kami yang jahat. Pada dasarnya kami adalah orang-orang yang patut
dimurkai sama seperti mereka yang lain (Ef 2:3)." Tetapi karena anugerah Kristus sekarang boleh keluar dan
berada di dalam anugerah, hidup di bawah kebenaran Tuhan dan diproses di dalam kebenaran. Biarlah ini
menjadi sharing kehidupan kita yang boleh membangkitkan banyak orang lain melihat kebenaran Kristus
sehingga kita dipakai oleh Tuhan untuk menjadi saluran berita Injil kepada orang lain.
Maukah saudara? Amin!
102 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

U
Urrg
geen
nssii A
Annu
ugge
erra
ahh
Oleh: Pdt. Sutjipto Subeno

Nats: Efesus 2:4-5

4 Tetapi Allah yang kaya dengan rahmat, oleh karena kasih–Nya yang besar, yang
dilimpahkan–Nya kepada kita,
5 telah menghidupkan kita bersama–sama dengan Kristus, sekalipun kita telah mati oleh
kesalahan–kesalahan kita––oleh kasih karunia kamu diselamatkan––

Selama dua minggu terdahulu kita sudah membicarakan betapa fatalnya keadaan manusia yang berada
dalam kondisi mati dan di bawah belenggu pengrusakan yang dikerjakan oleh dosa sehingga manusia tidak
berespon terhadap kebenaran.

Sehubungan dengan hal ini, dunia kita berusaha untuk menyodorkan berbagai cara untuk menyelesaikan
problematika kesulitan manusia. Sayangnya, semua cara yang disodorkan manusia tidak mampu
menyelesaikan masalah itu bahkan semakin membelit manusia dengan problematika dosa yang lain. Tepat
sebagaimana yang dikatakan oleh Hegel, "Mari kita belajar dari sejarah." Mari kita mengerti apa yang
sebenarnya sedang terjadi di dalam dunia khususnya sehubungan dengan dosa. Dosa adalah satu
problematika laten dan orang yang sudah dicengkeram oleh dosa tidak mungkin mampu keluar dengan
sendirinya. Itu sebabnya kondisi mati tidak mungkin membuat seseorang bisa berespon terhadap
kebenaran dan tidak heran jika semua alternatif yang dipikirkan hanya akan berputar di dalam proses dosa
yang mematikan.

Menurut Aristoteles, filsafat yang ada di dunia ini sudah mengandung destruksi pada dirinya sendiri.
Misalnya, banyak orang mau menyelesaikan problematik kejahatan melalui cara bisnis dengan Tuhan. Cara
ini kelihatannya logis namun merupakan satu cara bisnis bersumber dari manusia yang berdosa dan begitu
licik yang mau mempermainkan kejahatan di hadapan Tuhan. Tetapi Aristoteles saat itu sudah memikirkan
apa sebenarnya kebajikan itu. Jika kebajikan itu tidak mencapai kebajikan sejati (Summum Bonum) maka
kebaikan yang dilakukan makin baik makin berdosa. Ini menjadi libatan lingkaran dosa yang membuat dia
seperti gulungan bola salju yang makin lama makin besar. Semua perbuatan baik yang disodorkan oleh
dunia kecuali kembali kepada apa yang Alkitab katakan tidak menyelesaikan masalah dosa.

Apa itu baik? Kita seringkali mengatakan baik kalau itu menguntungkan kita jika kita dirugikan maka kita
katakan itu jahat. Jika ukuran baik atau jahat itu adalah keuntungan atau kerugian saya, "Betulkah itu
baik?" Tidak! Kebaikan itu adalah kebaikan yang bersifat egosentrik. Jadi disini saya sebagai pusat dan
bagaimana seharusnya orang bersikap terhadap kepuasan, keinginan dan semua hawa nafsu saya. Menurut
Aristoteles semangat itu sendiri sudah salah. Bagi dia yang disebut kebajikan tertinggi (Summum Bonum)
adalah kebajikan yang bersifat essensial yang harus menjadi kebajikan inti dimana semua orang menuju
kesana. Jika kebajikan relatif ini menjadi kebajikan-kebajikan yang berdiri sendiri tidak heran jika kita
103 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

menganggap diri kita adalah kebajikan yang harus dipuaskan. Bagaimana semangat yang egoisme ini bisa
dijadikan patokan untuk perbuatan baik atau jahat?

Aristoteles percaya kebaikan harus ada namun baik yang sejati itu seperti apa? Di sini Aristoteles kemudian
mengeluarkan teori kebajikannya. Dia mengatakan kalau kita berbuat baik, maka perbuatan baik itu harus
dilakukan dengan motivasi baik hasil akhirnya kembali kepada kebaikan itu sendiri. Jadi kalau kita
melakukan kebajikan maka kebajikan itu harus dilakukan dengan motif untuk kebajikan itu sendiri dan hasil
akhirnya untuk kebajikan itu sendiri keluar dari itu engkau sebenarnya tidak bajik. Ini satu kalimat yang
agung sekali yang dicetuskan oleh orang yang tidak mengenal Tuhan, seorang yang belum pernah mengerti
kebajikan asli namun telah mengeluarkan pemikiran yang begitu agung. Namun seagung-agungnya filsuf
dunia yang sangat terkenal ini tetap tidak mampu menyelesaikan problematika dosa. Sebab masalahnya
adalah hal tidak bisa dilakukan. Alkitab mengatakan kalau kita berbuat baik namun punya motivasi yang
tidak sesuai itu adalah dosa. Tujuan yang menyimpang dari kebajikan yang sejati membuat segala kebajikan
itu tidak ada artinya. Jadi kebajikan sejati baru bisa terjadi jika kita berbuat baik untuk berbuat baik itu
sendiri.

Dalam Matius 19 diceritakan, ada seorang muda yang kaya datang kepada Tuhan Yesus dan berkata, "Guru,
perbuatan baik apakah yang harus kuperbuat untuk memperoleh hidup yang kekal? Maka Yesus
mengatakan tidak ada yang baik kecuali satu yaitu Tuhan yang baik. Tuhan Yesus tahu orang tersebut tidak
puas dengan jawaban tersebut lalu Yesus berkata, "Sekarang turutilah segala perintah Allah!" Orang ini
muda, kaya, punya integritas, memiliki etika yang cukup baik dan dia sudah melakukan hukum kelima
sampai kesepuluh. Tapi sayang, hukum taurat bukan hanya lima sampai sepuluh tetapi masih ada hukum
yang pertama sampai keempat. Perintah pertama sampai keempat ini berkenaan dengan, "Cintailah Tuhan
Allahmu dengan segenap hatimu, jiwamu, akal budimu dan kekuatanmu!" Ini merupakan ketaatan kita
yang utama pada Tuhan. Lalu kalau dia benar-benar ingin berbuat baik, Yesus perintahkan menjual semua
hartanya dan diberikan kepada orang miskin kemudian ikut Yesus. Sampai di sini Alkitab mencatat, orang
muda itu pergi dengan hati sedih karena hartanya banyak.

Saudara, dunia kita terbukti tidak pernah mungkin mengerti kebajikan yang asli itu sebabnya tidak heran
jika kita berada di bawah murka Allah. Tidak ada jalan keluar untuk itu. Tapi bersyukur kepada Tuhan
karena telah memberikan jalan keluar yang tidak bisa dipikir oleh manusia. Dalam Efesus 2:4 dikatakan,
"Tetapi Allah yang kaya dengan rahmat, oleh karena kasih-Nya yang besar, yang dilimpahkanNya kepada
kita." Saudara, ayat 4 ini indah sekali, kata ‘agape’ atau kata ‘kasih’ ini dipakai dua kali yaitu satu sebagai
kata benda dan satu sebagai kata kerja. Sehingga maksud dari ayat ini, dengan kasih yang berlimpah Allah
sedang mengasihi kita dengan kasih yang begitu besar. Di sini mencapai kesimpulan terakhir yaitu bahwa
engkau hanya bisa diselamatkan melalui anugerah, tidak ada sedikitpun usaha kita. Jika terdapat sedikit
saja usaha kita maka kita berada di dalam motivasi yang keliru dan saya sudah menyelewengkan maksud
untuk mendapat surga.

Semua ini hanya jalan buntu yang membawa kita makin tambah berdosa. Dalam ayat 4 ini kita melihat tidak
ada kebajikan apapun untuk kita mendapatkan surga, makin kita berbuat baik makin berdosa. Jika demikian
apakah kebajikan asli ada di dunia ini? Di dalam tulisan-tulisannya dan etikanya dia tidak bisa memberi
jawaban karena dia tidak bisa mengerti jalan keluar yang disodorkan oleh Tuhan yaitu keselamatan hanya
oleh anugerah. Berdasarkan ayat ini kita baru bisa memahami ayat 10, "Karena kita ini buatan Allah,
diciptakan dalam Kristus Yesus untuk melakukan pekerjaan baik, yang dipersiapkan Allah sebelumnya. Ia
mau, supaya kita hidup di dalamnya." Baru di dalam ayat 10 ini keluar kata perbuatan baik di dalam Alkitab
104 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

sebagai respon dari anugerah bukan dan untuk mendapatkan keselamatan. Jadi dasar perbuatan baik,
karena saya dicipta di dalam Kristus Yesus. Sehingga saya berbuat baik disini betul-betul untuk kebaikan,
karena saya sudah mendapatkan semua anugerah dari Tuhan. Maka setelah saya mendapatkan semua itu
saya baru berbuat baik dan perbuatan baik yang saya lakukan tidak ada motivasi lain kecuali berbuat baik.
Jawaban ini tidak mungkin dijawab oleh dunia, ajaran mengenai anugerah tidak bisa di spekulasi oleh
pikiran manusia. Memahami hal ini kita baru bisa mengerti betapa besarnya doktrin anugerah yang
ditegakkan di dalam iman kristen. "Oleh kasih karunia kamu diselamatkan" (ay 5).

Yesus Kristus adalah satu-satunya contoh. Dia datang ke dunia tanpa dosa dan Dia mati untuk menebus
dosa. Tidak ada motivasi lain, itulah kebajikan sejati yaitu waktu Yesus mati untuk kita. Dia berkorban demi
keselamatan kita, Dia dicaci maki, diejek, dihina bahkan waktu Dia berbuat kebaikan di atas kayu salib,
orang melecehkan dan mengatakan, "Jika Engkau bisa menyelamatkan orang lain selamatkan lah diri-Mu
sendiri!" Kalimat ini menyakitkan sekali, tapi justru di sini membuktikan apa yang kita sebut sebagai
kebajikan tertinggi. Di atas kayu salib Tuhan Yesus dalam ke adaan menderita, Dia yang tidak berdosa mati
untuk saudara dan saya." Inilah kebajikan cinta kasih Tuhan sehingga Alkitab mengatakan, "Tetapi karena
Allah kaya dengan belas kasihan." Dalam bahasa Indonesia menggunakan kata rahmat yang sebenarnya
menggambarkan belas kasihan di mana satu sifat yang melihat orang lain dalam keadaan menderita lalu
timbul rasa iba dalam hati dan kita mau menolong orang itu. Dikatakan Allah yang kaya dengan rahmat
yang berlimpah cinta kasih Dia mau mengasihi kita. Gambaran inilah yang mau digambarkan oleh Tuhan
sebagai anugerah, kebajikan dikerjakan dengan kebajikan sejati.

Tuhan begitu mencintai dan Dia membuktikan itu dengan pengorbanan-Nya di kayu salib. Biarlah hari ini
kita mengerti, dunia boleh mencoba menyodorkan berbagai cara tapi tidak ada cara yang tuntas kecuali
kembali kepada Kristus. Jika ada cara yang lebih baik tidak perlu Tuhan Yesus mati dengan cara yang begitu
menderita untuk kita. Dia ingin kita kembali kepada Dia, kita dibangkitkan dan kita bisa hidup bersama-
sama dengan Dia di sorga (ay 6). Jika kita mengerti hal ini masihkah kita menjadi orang Kristen yang hidup
dalam dosa? Roma 6:10 mengatakan, "Sebab kematian-Nya adalah kematian terhadap dosa, satu kali dan
untuk selama-lamanya, …" Karena kita sudah mati bagi dosa dan kita sekarang hidup di dalam kristus.
Hidup bagi kristus dan hidup bagi kebenaran. Tidak ada cara dunia penyelesaian dosa kecuali kembali
melalui pengorbanan Kristus. Biarlah ini menjadi kekuatan kita hidup dan kiranya cinta kasih Tuhan yang
begitu besar ini boleh menyentuh hati kita. Semua cara spekulasi manusia hanya menggiring kita kepada
kebinasaan. Tuhan yang sudah mencintai kita biarlah ini menjadikan kita semakin hari semakin bertumbuh
di dalam iman.

Amin!
105 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

A
Annu
ugge
erra
ahhK
Krriis
sttu
uss
Oleh: Pdt. Sutjipto Subeno

Nats: Efesus 2:4-7

4 Tetapi Allah yang kaya dengan rahmat, oleh karena kasih–Nya yang besar, yang
dilimpahkan–Nya kepada kita,
5 telah menghidupkan kita bersama–sama dengan Kristus, sekalipun kita telah mati oleh
kesalahan–kesalahan kita––oleh kasih karunia kamu diselamatkan––
6 dan di dalam Kristus Yesus Ia telah membangkitkan kita juga dan memberikan tempat
bersama–sama dengan Dia di sorga,
7 supaya pada masa yang akan datang Ia menunjukkan kepada kita kekayaan kasih
karunia–Nya yang melimpah–limpah sesuai dengan kebaikan–Nya terhadap kita dalam
Kristus Yesus.

Minggu lalu kita telah membicarakan pendahuluan dari konsep anugerah. Kita sudah membahas mengenai
ketidakmungkinan manusia diselamatkan melalui pekerjaan baik. Manusia yg telah dibelenggu dosa tidak
bisa mengerti ketidakmungkinan tersebut.
Hari ini kita akan meneliti ayat 4 sampai 7. Di dalam ayat ini, Tuhan memberikan jawaban bagi dunia yang
tidak memiliki jawaban. Dari sisi manusia tidak ada satupun cara yang bisa dipakai oleh manusia untuk
menyelamatkan diri. Namun demikian, Tuhan melalui firman-Nya telah memberikan solusi yang melampaui
pemikiran manusia. Jawaban Tuhan bagi manusia adalah hanya karena anugerah atau kasih karunia kita
diselamatkan (ay 5). Efesus 2:5 mengatakan, "Oleh kasih karunia kamu diselamatkan …." Kalimat inilah yang
menjadi jawaban bagi dunia. Firman Tuhan ini menjadi satu pegangan bagi iman Kristen bagaimana
manusia bisa diselamatkan. Di sini doktrin Kristen berpijak pada belas kasihan Allah. Dalam ayat ini
menggunakan kata rahmat. Kata rahmat dari kata eleos menunjukkan orang yang melihat sesamanya
dalam keadaan papa yang tidak ada pengharapan lalu muncul tangisan belas kasihan dan tekad untuk mau
menolong. Inilah rahmat. Rahmat inilah yang melandasi tindakan penyelamatan Allah bagi manusia yang
sudah tidak ada pengharapan dan sudah mati karena dosa-dosa dan pelanggaran-pelanggarannya.
Jadi, di sini kunci pertama adalah kesadaran kita mengerti rahmat yang melandasi konsep anugerah.
Konsep anugerah ini sangat penting bagi kita di mana dewasa ini banyak orang mengerti doktrin anugerah
secara sebelah pihak dan sebagai akibatnya banyak orang yang menghina anugerah. Doktrin anugerah
adalah doktrin yang penting sekali, namun sayangnya kita hanya mengerti satu sisi tetapi tidak mengerti sisi
yang lain. Tidak heran banyak orang mengatakan enak menjadi orang Kristen karena kita bisa berbuat dosa
semaunya karena menganggap keselamatan adalah anugerah.
Itu sebabnya, kita perlu mengerti anugerah dengan benar dan mengerti alasan Allah memberi anugerah. Di
dalam Efesus 2:4 mengatakan, "Tetapi Allah yang kaya dengan rahmat (belas kasihan), oleh karena kasih-Nya
yang besar dilimpahkan-Nya kepada kita,…." Allah tidak dapat melihat orang yang di dalam keadaan papa
106 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

tanpa pengharapan. Inilah yang mendorong Dia untuk mengasihi dengan kasih yang terbesar berada di luar
kemampuan yang manusia dapat lakukan.

Di sini kita melihat ada dua sistem atau dua basis sifat Allah yang melandasi doktrin anugerah. Dua sifat
Allah ini harus di mengerti secara total baru kita bisa mengerti anugerah secara tepat. Pertama, manusia
betul-betul dalam keadaan papa dan tidak berpengharapan sama sekali. Efesus 2:4 dikatakan "Manusia
benar-benar berada dalam kondisi yang memerlukan rahmat." Dan Allah yang penuh rahmat itulah yang
harus mengulurkan tangan. Jadi kunci pertama mengerti anugerah adalah kesadaran bahwa saudara dan
saya adalah orang-orang yang di dalam keadaan tanpa pengharapan. Seorang yang sadar bahwa dia tidak
memiliki kemampuan yang bisa dia kerjakan untuk mendapatkan keselamatan. Orang-orang seperti inilah
yang disebut orang yang remuk hatinya, yang putus pengharapan. Kita adalah orang-orang yang seharusnya
dimurkai. Kita tidak mempunyai kesempatan apapun untuk mendapatkan keselamatan. Itulah titik di mana
kita mulai bersentuhan dengan anugerah Allah. Banyak orang Kristen tidak pernah mengerti anugerah
karena di dalam hati dia mengatakan perlu Tuhan Yesus tetapi bagaimanapun dia merasa masih cukup baik.
Jika kita menjadi orang Kristen tetapi tidak mengerti betapa fatalnya dosa, maka kita tidak memiliki
kesadaran akan pengertian anugerah secara tepat. Paulus adalah orang yang sadar akan hal ini. Itu
sebabnya di dalam Ef 2:3 mengatakan, "Pada dasarnya kami adalah orang yang harus dimurkai sama seperti
mereka yang lain."
Di sini Paulus mencoba melihat dari dua sisi: Pertama, apa yang Allah kerjakan dan kedua, manusia itu
sebenarnya siapa. Saya adalah orang yang harus dimurkai di lain sisi Allah yang kaya rahmat memberikan
rahmat. Allah yang penuh kasih memberikan kasih. Dua gambaran ini membuat seseorang sulit sekali
mengerti. Sebagai orang yang harus dimurkai maka kita seharusnya menerima murka Allah. Di lain pihak
kalau Allah adalah Allah yang penuh dengan belas kasihan maka manusia seharusnya dikasihi. Namun
sekarang manusia harus dimurkai, maka Allah mengasihi. Jika saya adalah obyek murka Allah harusnya
Allah murka, itu logis. Tetapi Alkitab mengatakan, kita adalah orang yang harus dimurkai maka Allah
berahmat dan mengasihi kita, ini sulit dimengerti. Ajaran anugerah adalah konsep yang sulit dimengerti
oleh manusia. Mengapa? Karena didasarkan pada dua sifat yang bertolak belakang yang tidak pernah bisa
dipertemukan oleh manusia. Anugerah adalah konsep yang sulit dimengerti oleh dunia. Manusia memang
tidak mampu dan tidak mungkin memparadokskan kedua sifat tersebut. Akibatnya manusia terjebak dan
jatuh pada satu sistem dan tidak bisa lagi melihat sistem yang lain.
Di dalam ayat 3 sampai ayat 7, ini menggambarkan kondisi dualistik. Di satu sisi berkenaan manusia di dalam
sejarah (ay 1- 3). Sedangkan ayat 4 sampai 7 berkenaan dengan tindakan Allah yang sudah diformat di dalam
kekekalan. Efesus 2:4-7 di sini menggunakan struktur aorist indikatif aktif. Tindakan ini keluar dari sifat sejati
Allah yang melampaui ruang dan melampaui waktu. Sedangkan Ef 2:1-3 menunjuk proses di dalam sejarah
menggunakan kondisi past tense. Di satu sisi kita adalah orang yang harus binasa di bawah murka Allah
namun di dalam kekekalan Allah sudah menyediakan rahmat-Nya, cinta kasih-Nya yang menjadi sifat dasar
Dia, yang mengharuskan Dia mengambil tindakan untuk menyelamatkan kita. Inilah anugerah yang begitu
besar yang Tuhan nyatakan kepada kita dan merupakan dua hal yang berjalan bersama-sama. Setelah kita
mengerti paradoks ini sekarang kita akan masuk pada pengertian doktrin anugerah itu secara keseluruhan.

Pertama, tindakan anugerah yang tidak mungkin bisa dipikirkan oleh pikiran manusia. Alkitab mengajarkan
bahwa kita adalah orang yang harus dimurkai, maka Allah memberikan rahmat dan cinta kasih untuk
menyelamatkan kita. Ini teori logika yang Alkitab sodorkan kepada kita. Pola inilah yang membuat doktrin
anugerah melampaui pikiran manusia. Ini menunjukkan salah satu bukti bahwa ajaran Alkitab melampaui
apa yang manusia bisa spekulasikan. Memang ini tidak bisa dimengerti kecuali Allah yang membuka konsep
107 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

ini. Jadi, jika kita mengerti konsep anugerah itu salah satu anugerah yang paling besar karena saudara
mengerti. (bnd Mat 13:10-13). Mari kita masuk ke dalam doktrin anugerah ini dengan ucapan syukur, karena
doktrin ini melampaui pikiran manusia tidak mungkin manusia bisa pikirkan. Jika kita memahami paradoks
antara murka Allah dan rahmat Allah, antara keadilan Allah dan cinta kasih ini merupakan anugerah yang
begitu besar yang Tuhan berikan kepada kita.

Kedua, anugerah adalah sesuatu yang tidak layak kita terima. Istilah anugerah itu sendiri menunjukkan
bahwa saya tidak layak menerima. Paulus mengatakan, "Kami adalah orang yang harus dimurkai." Kalimat
ini sangat final di dalam membahas kefatalan kita. Ini yang pertama-tama dibicarakan setelah itu barulah
Paulus bicara anugerah Tuhan. Saudara, doktrin anugerah adalah doktrin yang penting yang menunjukkan
Allah mengasihi dengan cara yang tidak bisa dibayangkan, tidak bisa diukur dan tidak bisa dikerjakan oleh
manusia. Ini merupakan tindakan pertolongan Allah yang begitu besar yang Tuhan berikan kepada setiap
kita. Jika kita mengerti ini kita tahu berapa besar nilai hidup kita di hadapan Tuhan. Dan ini juga dapat
membuat hidup kita mempunyai percaya diri bukan pada diri tetapi pada Tuhan yang menguatkan prinsip
dan kehidupan diri (bnd. teladan Ayub). Jika kita sadar akan konsep ini, kita akan hidup dengan penuh ucapan
syukur, melayani Tuhan dengan baik. Orang yang sadar bahwa semua yang ada di tangannya itu anugerah
Tuhan dia tidak berani bermain-main dengan itu. Dengan demikian kita bisa mempunyai pertanggungjawab
diri dan semangat yang rendah hati di hadapan Tuhan. Jika kita tidak mengerti anugerah Allah tidak heran
dunia ini menjadi rusak.

Ketiga, jika kita mengerti anugerah kita tahu anugerah itu bukan anugerah murahan. Banyak orang pikir
jika anugerah itu diberikan cuma-cuma itu berarti barang yang tidak ada harganya. Ini keliru. Memang
dunia banyak contoh seperti itu. Ini wajar karena dunia kita penuh dengan orang-orang egois. Dan orang
egois tidak mau memberi barang yang bagus. Tetapi berbeda dengan Tuhan. Tuhan memberi contoh yang
paling konkrit, dia beri anugerah yang paling besar. Alkitab mengajarkan anugerah yang diberikan kepada
kita dikerjakan dengan pembayaran harga yang paling mahal yaitu darah Anak Tunggal Allah sendiri. Semua
anugerah yang sudah diberikan kepada kita dikerjakan bukan dengan harga yang murah melainkan melalui
pengorbanan Anak-Nya Yang Tunggal yang telah mati untuk kita. Ini adalah anugerah yang terlalu mahal
yang harus dan bisa dikerjakan di tengah dunia. Dan ketika manusia mau mengerti anugerah dia tidak
mungkin mengerti karena itu terlalu mahal. Alkitab mengatakan harganya dibayar bukan dengan emas dan
perak tetapi dibayar dengan hidup Anak Tunggal Allah. Anugerah yang Allah berikan adalah merupakan
ungkapan cinta kasih yang tidak ada ukurannya di seluruh dunia. Cinta yang begitu besar sehingga Alkitab
mengatakan, "karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya
Yang Tunggal supaya barang siapa yang percaya tidak binasa melainkan memperoleh hidup yang kekal."
Kalimat ini bukan kalimat kosong. Allah sendiri telah mengirimkan Anaknya Yang Tunggal mati demi
menyelamatkan kita yang harusnya dimurkai oleh Tuhan. Anugerah Allah adalah anugerah yang telah
terbukti bukan sekedar kata-kata bahwa Allah mengasihi kita. Tuhan ingin kita belajar mencintai Dia
mengasihi Dia dengan segenap hati kita dengan segenap akal budi kita, segenap kemampuan kita dengan
seluruh keberadaan kita.
Saudara, jika hari ini kita telah belajar bahwa Tuhan begitu mengasihi kita. Masalahnya sekarang, seberapa
jauhkah kita berespon terhadap kasih Allah? Hari ini kalau kita boleh belajar dan mengerti anugerah Tuhan
yang begitu besar mari kita belajar berespon untuk anugerah itu. Berespon terhadap cinta kasih Tuhan
dengan tepat. Belajar bercermin dengan cinta kasih Dia. Maukah saudara.

Amin!
108 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

A
Annu
ugge
erra
ahh,, iim
maan
ndda
annK
Kees
seella
amma
atta
ann
Oleh: Pdt. Sutjipto Subeno

Nats: Efesus 2:8-9

8 Sebab karena kasih karunia kamu diselamatkan oleh iman; itu bukan hasil usahamu, tetapi
pemberian Allah,
9 itu bukan hasil pekerjaanmu: jangan ada orang yang memegahkan diri.

Efesus 2:8-9merupakan berita yang sangat penting di dalam kekristenan. Kedua ayat ini dapat dikatakan
sebagai finalitas dari berita Injil, yang membedakan kekristenan dari agama maupun filsafat apapun yang
ada di dunia. Gereja ada dalam dunia jawabannya terdapat di ayat 8-9. Efesus 2:8-9, "Karena kasih karunia
kamu diselamatkan melalui iman itu bukan hasil usahamu tetapi pemberian Allah." Efesus 2:8-9 merupakan
berita terpenting yang tidak mampu di jawab oleh siapapun.

Namun ayat 8-9 ini tidak bisa dilepaskan dari ayat 1-7. Berita ayat 8-9 merupakan konklusi dan juga
merupakan tindakan anugerah Allah untuk menjawab kesulitan dari ayat 1-3. Sedangkan ayat 4-7, berkenaan
bagaimana Allah yang penuh dengan rahmat memberikan anugerah. Ada beberapa hal yang kita akan
pikirkan sehubungan dengan ayat 8-9.

Pertama, Anugerah di dalam ayat 8 ini bukan sembarang anugerah. Alkitab mengatakan, "Karena anugerah
kita diselamatkan." Berita ini menjadi berita penting di mana finalitas kekristenan berhenti di sini. Dan ini
juga berhubungan dengan pertanyaan paling mendasar yaitu: "Siapa manusia? dan "Manusia mau ke
mana?" Pertanyaan ini berusaha dijawab oleh semua agama dan semua filsafat yang ada di dunia. Dan ini
juga menjadi pertanyaan yang serius di dalam hati kita.

Salahkah orang Kristen jika mempertanyakan pertanyaan ini? Tidak! Orang Kristen boleh membuat
pertanyaan yang sangat kritis. Mempertanyakan pertanyaan yang kritis tidak salah. Tapi bagaimana
mendapat jawaban dari pertanyaan tersebut itu yang menjadi masalah. Jadi, pertanyaannya tidak salah
tetapi jawabnya itulah yang salah. Di sini kita melihat, manusia yang tidak tahu dirinya siapa, bertanya
kepada dirinya sendiri. Jadi yang tidak memiliki jawaban bertanya kepada diri yang tidak memiliki jawaban.
Yang celaka, kita yang tidak tahu diri kita siapa, justru memberi kepastian jawaban. Jadi, yang seharusnya
berhak menjawab adalah yang punyak hak untuk menjawab. Dalam hal ini, hanya Tuhan yang berhak
menjawab, karena Dialah dasar kebenaran itu sendiri. Ketika manusia mau berusaha tahu manusia
berdasarkan diri yang tidak mengenal diri maka manusia tidak bisa menemukan jawaban yang tuntas. Salah
satu kelemahan dan ketidakmampuan manusia untuk mengenal dirinya adalah ketika manusia berusaha
mencari tahu manusia. Padahal manusia sudah berada di dalam keadaan rusak total setelah jatuh ke dalam
dosa. Hanya kembali kepada Alkitab manusia baru bisa mengenal dirinya sendiri. Alkitab mengatakan
manusia sudah mati di dalam dosa. Bahkan manusia bukan hanya mati tetapi juga sudah dibelenggu oleh
kuasa kematian yaitu kuasa dosa yang menjadikan dia menjadi budak dosa. Pikirannya adalah pikiran yang
109 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

berdosa. Hidup di dalam hawa nafsu dosa yang menjadikan dia budak dosa. Tidak ada kemungkinan bagi
manusia untuk bisa melepaskan diri kuasa dosa. Ini adalah fakta yang harus kita sadari!
Sesudah membicarakan ini, barulah Paulus membicarakan Ef 2:8-9, "Karena anugerah kamu diselamatkan."
Ayat ini menjawab problematika yang paling serius yaitu kematian. Mati adalah proses destruksi yang
menuju pada kehancuran. Paulus mengatakan bahwa di dalam dirinya kondisi mati terus menggerogoti dia
menuju kepada penghancuran total. Kondisi ini membawa manusia hanya pada satu jawaban yaitu menuju
kepada kematian yang kekal. Itu sebabnya jika manusia tidak kembali kepada Allah betapa mengerikannya
hidup manusia.

Paulus dalam Ef 2:4, membuka satu rahasia besar yaitu Allah yang penuh dengan rahmat mengirimkan
Kristus ke dalam dunia untuk mati menebus manusia. Inilah urgensi kekristenan di tengah dunia.
Kekristenan bukan salah satu agama di antara sekian banyak agama yang ada juga bukan salah satu
pemikiran filsafat di tengah pemikiran filsafat yang ada. Kekristenan adalah satu-satunya agama, satu-
satunya pikiran filsafat yang bisa menjawab dan menyelesaikan problematik yang paling berat bagi
manusia. Alkitab mengajarkan bahwa manusia berada di dalam kondisi mati. Di dalam situasi ini firman
Tuhan lebih lanjut mengajarkan bahwa Allah, karena kasih-Nya yang begitu besar telah mengirimkan anak-
Nya Yang Tunggal, supaya barang siapa yang percaya kepada-Nya tidak binasa melainkan beroleh hidup
yang kekal (Yoh 3:16). Ini merupakan masalah yang serius, karena begitu seriusnya, Anak Tunggal Allah
sendiri, harus datang ke dalam dunia dan mati bagi orang berdosa.

Berita ini memang sulit dimengerti oleh manusia. Mengapa? Karena anugerah Allah menyelamatkan kita
melalui iman itu adalah pekerjaan Allah bukan usaha manusia. Manusia hidup di tengah dunia yang telah
dipengaruhi oleh humanisme, egoisme, evolusionisme merasa bahwa manusia harus berjuang. Demikian
juga berjuang untuk memperoleh keselamatan sedang kekristenan tidak demikian. Kekristenan
mengajarkan keselamatan itu mutlak anugerah dari Allah bukan berdasarkan usaha manusia. Tidak ada
satu unsur manusiapun yang bisa menyelamatkan manusia. Alasannya, karena manusia yang mati tidak
mungkin bisa berespon. Hanya berdasarkan anugerah Allah kita baru dapat berespon, dihidupkan dan
dibangkitkan. Di sini kita melihat mengapa keselamatan Kristen berbeda dari orang dunia. Orang dunia
tidak pernah bisa mengerti esensi manusia yang sudah jatuh dalam dosa. Orang yang mati tidak mungkin
bisa mengerti firman Tuhan kecuali orang tersebut dibangkitkan oleh Allah. Waktu orang tersebut
dibangkitkan oleh Allah berarti orang tersebut dalam kondisi pasif total. Dengan dasar ini tidak satu orang
Kristen yang sejati, menyombongkan diri, karena dia sadar ketika diselamatkan itu mutlak karena anugerah
Tuhan. Efesus 2:8-9 mengatakan, "Itu bukan hasil usahamu, tetapi pemberian Allah, itu bukan hasil
pekerjaanmu, jangan ada orang yang memegahkan diri."

Kedua, kita diselamatkan bukan hanya unsur anugerah, tetapi kita juga diselamatkan melalui iman. Dalam
Efesus 2:8, "… oleh iman…." Lebih tepat seharusnya melalui iman. Kedua kata ini - oleh atau melalui - jika
digunakan di dalam ayat 8 memiliki arti yang berbeda. Jika saya diselamatkan oleh iman itu berarti iman
menjadi pelaku penyelamat. Jadi, waktu saya mengatakan saya diselamatkan oleh iman itu berarti iman
memiliki kuasa besar untuk menyelamatkan saya. Jadi iman itulah pelakunya. Imannya itulah tuhannya.
Inilah yang menjadi kesalahan fatal dari pada konsep faith movement. Alkitab mengatakan, ‘tidak!’ Kita
diselamatkan bukan oleh iman tetapi melalui iman. Artinya iman itu menjadi jalur keselamatan yang dipakai
oleh Tuhan untuk menyelamatkan kita. Mengapa ini penting? Karena di sinilah seringkali terjadi konflik
yang membuat kita tidak sadar apa yang sedang terjadi di dalam diri kita ketika kita bertobat. Di satu pihak
yang mau percaya dan bertobat adalah saya. Jadi kesimpulannya karena saya yang mau bertobat dan
beriman, tetapi tidak, iman dan pertobatan hanyalah menjadi saluran belaka. Kita bisa beriman dan bisa
110 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

bertobatpun itu merupakan pemberian Allah. Jadi iman itu sendiri adalah instrumen yang Tuhan pakai
untuk kita bisa diselamatkan. Dan iman ini sendiri diberikan oleh Tuhan Allah. Iman bukan hasil usaha kita,
bukan kehebatan manusia, bukan kemampuan manusia untuk berjuang, bukan sesuatu yang menjadi
modal manusia untuk mendapatkan keselamatan tetapi iman adalah pemberian Tuhan. Biarlah ini boleh
menyadarkan kita, jika kita bisa berimanpun, itu adalah pemberian Tuhan. Iman adalah sarana yang Tuhan
berikan untuk kita bisa bersekutu kembali dengan Tuhan.

Jadi, kita diselamatkan karena anugerah melalui iman, ini bukan usaha manusia! Jika demikian bagaimana
seharusnya kita berespon kepada Tuhan.

Pertama, kita tidak bisa sombong di hadapan Tuhan. Kita harus hancur di hadapan Tuhan, tunduk betul-
betul di hadapan Tuhan dan mengakui Dia di dalam hidup kita. Dialah Allah kita, hanya kepada Dia-lah kita
taat.

Kedua, kita rela dipakai untuk memberitakan Injil di sekeliling kita. Mari kita rela dipakai oleh Tuhan untuk
mengajak lebih banyak lagi orang yang belum Kristen untuk mendengar firman Tuhan dan memberitakan
Injil keselamatan. Saudara biarlah Tuhan memakai kita menjadi saluran berkat bagi orang lain.

Akhirnya, jika kita sudah diselamatkan, biarlah kita boleh berkata, "Tuhan, jika Engkau sudah memberikan
anugerah yang begitu besar kepadaku, sekarang biarlah aku boleh dipakai oleh Tuhan untuk menjadi
hamba-Mu sepenuh waktu." Biarlah ini sungguh-sungguh menjadi tekad kita di hadapan Tuhan. Maukah
saudara?

Amin!
111 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

P
Peerrjja
annjjiia
annK
Keerrjja
a
Oleh: Pdt. Sutjipto Subeno

Nats: Efesus 2:9-10

9 itu bukan hasil pekerjaanmu: jangan ada orang yang memegahkan diri.
10 Karena kita ini buatan Allah, diciptakan dalam Kristus Yesus untuk melakukan pekerjaan
baik, yang dipersiapkan Allah sebelumnya. Ia mau, supaya kita hidup di dalamnya.

Efesus 2:9-10 ini menjadi bagian konklusi dan penutup dari Efesus 2:1-10. Banyak orang khususnya dari
kalangan Injili berhenti hanya pada ayat 8 yaitu hanya dalam konteks keselamatan yang jawabnya ada di
dalam ayat 8. Ini tidak salah, memang kita memerlukan keselamatan namun jika kita hanya berhenti pada
ayat 8, ini merupakan kesalahan yang fatal. Tidak heran konsep ini mengakibatkan semua kehidupan gereja,
semua pelayanan gereja hanya diarahkan untuk menuju satu titik yaitu bagaimana saya bisa diselamatkan.
Akibatnya gereja menjadi lumpuh dan tidak menjalankan apa yang Tuhan mau.

Namun, Alkitab tidak hanya berhenti pada ayat 8 tetapi sampai pada ayat 10. Di dalam Ef 2:10, Tuhan tidak
hanya menyelamatkan kita. Keselamatan bukan titik akhir. Di dalam ayat 9-10 Paulus mulai bermain kata
dengan mengatakan kalau kamu diselamatkan jangan sombong itu bukan hasil kerjamu tetapi hasil kerja
Allah. Kita dikerjakan di dalam Kristus Yesus untuk melakukan pekerjaan baik yang dipersiapkan Allah
sebelumnya. Di sini kerja dikontraskan bukan kita yang berinisiatif. Tapi kerja kita adalah hasil inisiatif Allah.

Setelah itu Tuhan menuntut kita untuk kerja yang baik yang sudah dipersiapkan Allah sebelumnya.
Penjelasan ini memberikan kepada kita totalitas dari inti panggilan kita sebagai manusia. Berdasarkan
konsep ini kita mengerti siapa sebenarnya manusia dan apa maksud Tuhan ketika kita diselamatkan.
Jawabnya di dalam theologi reformed dikenal dengan istilah Covenant of work.

Kita diselamatkan bukan titik akhir dari tujuan hidup kita melainkan kita diselamatkan untuk mengerjakan
pekerjaan baik yang sudah dipersiapkan Allah sebelumnya. Inilah misi kerja yang menjadi panggilan Tuhan
pada kita. Jadi kita dipanggil untuk bekerja. Konsep ini sudah ada sejak manusia belum jatuh dalam dosa
(lihat Kej 2:15) yaitu Tuhan mencipta kita untuk bekerja. Jadi kerja adalah keharusan. Menghentikan orang
dari bekerja berarti membuat orang mati. Masalahnya, kerja seperti apa yang harus kita kerjakan?
Jawabnya di sini kita harus kembali kepada Tuhan tentang kerja.

Apakah kerja? Banyak orang bekerja namun tidak tahu definisi kerja. Alkitab memberikan kita definisi kerja
yang sangat baik. Kerja adalah menggenapkan rencana Allah di dalam hidup kita (work is accomplishing God in
us). Jadi kerja adalah bagaimana saudara dan saya menggenapkan apa yang Tuhan persiapkan untuk Tuhan
kerjakan melalui kita sampai selesai. Pengertian kerja ini sangat mempengaruhi seluruh filosofi kerja kita.
Jadi apa pengertian kita tentang kerja itu sangat mempengaruhi bagaimana kita bekerja. Bekerja bukan
karena sesuap nasi. Bekerja juga bukan karena uang dan yang terakhir bekerja juga bukan karena tanggung
jawab terhadap pekerjaan. Memperbudak diri kepada apa yang ada di bawah kita ini merupakan satu
112 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

kesalahan yang akhirnya membuat kita hidup stres. Saudara, ketika kita melakukan pemilihan kerja, kita
harus mempertimbangkan apa yang harus kita kerjakan dan dengan cara demikian kita tahu bekerja bukan
dengan motivasi yang salah tetapi kembali kepada inti yang benar.



Pertama, berkenaan dengan True order atau ordo yang tepat. Alkitab mengajarkan bukan kita yang kerja
melainkan Allah yang kerja sehingga kita harus reaktif terhadap pekerjaan Allah. Kita hanya mengerjakan
apa yang boleh diturunkan oleh Tuhan. Sumber kerja adalah Tuhan, yang menurunkan kerja adalah
manusia. Ini perbedaan antara apa yang diajar Allah dengan apa yang diajar dunia dan agama lain. Agama-
agama lain mengajar tuhan atau dewanya bereaksi lebih dahulu. Jadi saya beraksi baru tuhan atau dewa
bereaksi. Saya bertindak maka tuhan yang menjawab. Contoh misalnya cerita tentang Elia dengan nabi-nabi
baal. Juga di Tiongkok Confusius sangat memikirkan hal ini.

Confusionisme bukan agama melainkan satu filsafat. Di dalam Confusius asli sangat memikirkan relasi antar
manusia. Confusius menegakkan 5 (lima) relasi dan di dalam lima relasi ini seluruhnya berbentuk struktur
atas bawah. Confusius mengajarkan bagaimana relasi atas bawah secara tepat walaupun akhirnya
Confusius gagal, karena ketika membicarakan relasi relatif ia tidak memiliki acuan mutlak. Bawah ke atas
harus taat dan setia. tetapi di dalam praktek antara yang di atas dengan yang di bawah sama secara status.
Ini menjadikan kekacauan antara status dan ordo sehingga menimbulkan eksesnya di dalam relasi yaitu
selalu terjadi penindasan antara atasan terhadap bawahan. Di dalam sejarah kebudayaan Tiongkok kita
melihat selalu sifat ini muncul di mana atasan selalu menekan bawahan. Jika kita hanya mengerti ordo dari
sudut relativitas kita akan terjebak ke dalam kerusakan kekacauan pemikiran antara ordo dengan status.

Ordo yang sejati adalah melihat bagaimana saya mengaitkan diri dengan Allah. Di mana Allah menjadi
sumber dan saya menjadi reaksinya. Cara seperti ini baru membuat kita mempunyai konsep yang tepat
untuk kerja. Jika kita bekerja jangan kita berpikir bahwa ini pekerjaanku, ini hasil kerjaku. Semua yang bisa
kita kerjakan, kita lakukan itu adalah karena Tuhan yang memberi anugerah. Semua yang ada di tangan kita
bukan milik kita. Semua yang kita miliki merupakan anugerah dari Tuhan. Jadi jika kita bisa bekerja dan bisa
melayani itu semua adalah anugerah Tuhan. Dan tugas kita adalah menggenapkan apa yang Tuhan mau
saya kerjakan.

Kedua, bukan hanya true order (ordo yang sejati), tetapi yang kedua Alkitab mengatakan "Kamu harus
mengerjakan pekerjaan baik yang dipersiapkan Allah sebelumnya." Beberapa Minggu yang lalu kita sudah
membahas tidak ada pekerjaan baik yang bisa menyelamatkan kita baik secara logika maupun berdasarkan
Alkitab. Jika demikian apakah berarti tidak ada pekerjaan baik? Bukankah Alkitab baru saja mengeluarkan
istilah pekerjaan baik. Benar, tetapi Alkitab menyatakan kalimat ini pada bagian akhir dari Efesus 2 ini.
Pekerjaan baik di sini bukan agar kita diselamatkan melainkan sesudah kita diselamatkan.

Kalimat "pekerjaan baik" di sini menunjukkan ada pekerjaan yang tidak baik. Dan bekerja yang baik bukan
berarti menurut kita baik menjadi baik. Tetapi kerja yang baik adalah kerja yang sudah dipersiapkan Allah
sebelumnya. Dia mau supaya kita hidup di dalamnya. Jadi kalau demikian apakah kebajikan yang sejati itu?
Baik yang sejati di dalam kerja bukan kita yang menentukan. Kebajikan asli adalah ketika itu ditetapkan oleh
Tuhan. Jika Tuhan mengatakan itu pekerjaan baik maka itu pekerjaan baik. Dan yang Tuhan katakan tidak
baik itu tidak baik. Ini bukan hanya dalam urusan sekuler melainkan juga bagaimana kita bekerja di dalam
pekerjaan Tuhan. Jangan kita pikir kalau kita melayani, melayani itu baik, tidak semua. Baik terdiri dua
macam di mana baik yang sejati harus ditentukan oleh Tuhan yang menentukan, kebaikan bukan baik
113 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

menurut apa yang kita pikir baik. Jika kita mengerjakan apapun menurut rencana, sudut pandang dan
acuan dari Tuhan untuk kita bekerja maka itu baru baik. Tetapi kalau kita melihat baik dari sudut pandang
kita maka kita akan tertipu. Marilah kita belajar bergumul di hadapan Tuhan untuk mengerti baik yang asli
berdasarkan acuan yang sejati.

Ketiga, bukan hanya true order, true goodness tetapi juga true work. Kerja yang sejati. Jika ada kerja yang
sejati berarti ada kerja yang tidak sejati. Tuhan menginginkan kita bekerja dengan cara kita kerja adalah
bekerja seperti yang Tuhan mau kita bekerja. Baru itu dinamakan mengerjakan pekerjaan Tuhan. Bekerja
bukan kerja menurut apa yang kita mau itu bukan kerja yang sejati. Kerja yang sejati adalah menggenapkan
apa yang Tuhan mau kita kembali kepada rencana Allah. Barulah kerja kita bisa berjalan secara temporer.
Kalau kita bekerja di dalam temporer waktu berdasarkan konsep temporer waktu kita akan rusak. Itu
sebabnya konsep temporer waktu harus dikembalikan kepada kekekalan sebagai acuan daripada temporer
waktu. Sehingga penggenapan totalitas itu akan terjadi di dalam waktu.

Dengan demikian penggenapan daripada rencana dinamika sementara itu kembali bereferensi kepada
kekekalan Allah. Maksudnya apa yang sudah dipersiapkan Allah sebelumnya Dia mau menggenapkan itu.
Dan penggenapan ini dijalankan di dalam dinamika waktu dan perjalanan di dalam dinamika waktu ini harus
kembali kepada rencana kekal Allah. Jika kita bekerja dengan prinsip seperti ini baru seluruh kerja kita
mempunyai nilai yang luar biasa indah. Biarlah ketika kita bekerja, pekerjaan itu harus kembali untuk
kemuliaan nama Tuhan sehingga waktu kita kerja kita tidak stres. Biarlah waktu kita bekerja kita boleh
bertanya: Kerja buat apa? Mau apa? Dan cari apa?

Saudara biarlah kita selalu siap kalau Tuhan memberi kerjaan apa (always keep available). Saya rasa kita perlu
belajar semangat ini terus menerus. Tapi jangan cari kerjaan sendiri. Saudara saya mengharapkan setiap
kita bisa memikirkan apa yang Tuhan mau. Dan hanya keep available mau mengerjakan apa yang Tuhan
perkenankan kita kerjakan. Sejauh yang Tuhan mau kembangkan itu jangan tolak itu harus dikerjakan.
Tetapi kalau Tuhan tidak memimpin, tidak perlu cari kerjaan. Kita juga harus cari kerja dengan acuan yang
tepat. Sehingga akhirnya kita tidak sibuk untuk hal yang tidak ada artinya. Pertanyaannya adalah terakhir
setelah selesai bagaimana? Saya bertanggung jawab semua apa yang Tuhan tanggungjawabkan kepada
kita. Menggenapkan pekerjaan baik yang bisa kita genapkan secara total untuk kemuliaan nama Tuhan.
Dengan semua hasilnya kembali kepada Tuhan, karena memang itu yang Tuhan suruh.

Saudara, mari kita gumulkan kembali seluruh etos kerja kita dan seluruh filsafat kerja kita. Mari kita
bereskan sehingga kehidupan kita tidak diganggu oleh hal-hal yang tidak perlu. Biarlah kita boleh bekerja
secara tepat dan itu menjadikan kita hidup lebih bernilai. Minggu depan kita akan masuk lagi ke dalam
detail tentang kerja supaya ide kita tentang kerja lebih kokoh lagi.

Efesus 2:10 ini membicarakan misi panggilan yang paling sentral dan paling krusial dari hidup manusia.
Siapakah manusia? Mengapa manusia ada? Untuk apa manusia ada di sini? Kemanakah perjalanan hidup
manusia? Pertanyaan ini merupakan pertanyaan yang penting. Manusia tidak sekedar ada dan mereka ada
bukan hanya untuk cari uang. Alkitab mengatakan manusia berada dalam kondisi mati. Ini menjadi jawaban
yang paling sulit dimengerti oleh manusia. Mati di sini bukan sekedar mati, bukan berarti berhenti
berproses tetapi mati adalah proses di mana ia sudah tidak mampu lagi mengalami perlawanan terhadap
proses luar yang menghancurkan diri. Proses kematian adalah di mana kuasa kematian sedang
menghancurkan manusia baik secara fisik maupun secara rohani, baik secara fenomena maupun nomena,
baik secara tampak muka maupun secara essensial di mana manusia sedang menuju kepada pemisahan
total antara dia dengan sumber hidup-Nya. Tidak ada perbuatan baik apapun yang bisa kita kerjakan untuk
114 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

mendapatkan kehidupan kekal kecuali sebagaimana yang dikatakan dalam Ef 2:6-9. Hanya melalui anugerah
kita bisa diselamatkan melalui iman kepada Yesus Kristus yang telah menghidupkan kita kembali. Inilah
satu-satunya jalan bagi penyelesaian dosa manusia. Keselamatan bukan titik akhir hidup manusia tetapi
justru titik awal kehidupan baru kita. Sesudah dihidupkan kembali maka Tuhan mempunyai rencana yang
indah bagi manusia. Dalam Ef 2:10, Tuhan mau kita kembali kepada status yang seharusnya seperti ketika
manusia belum jatuh dalam dosa.

Di dalam Kej 2:15 Tuhan mengatakan, "Tuhan Allah mengambil manusia itu dan menempatkannya dalam
Taman Eden untuk mengusahakan dan memelihara taman itu." Dalam teologi reformed ini disebut The
covenant of work (Perjanjian Kerja). Perjanjian kerja ini ditentukan oleh Tuhan di dalam mengikatkan diri
dengan manusia. Ini berarti manusia mempunyai status yang unik di hadapan Tuhan yang tidak dimiliki oleh
binatang. Jadi manusia dicipta oleh Tuhan untuk menggenapkan apa yang Tuhan ingin manusia kerjakan. Di
sini berarti ada satu ordo atau urutan. Mengerti ordo ini menjadikan kita tidak bingung di tengah
perjalanan hidup kita.

Demikian juga ketika kita diselamatkan, Tuhan memanggil kita untuk kembali mengerjakan pekerjaan baik
yang sudah dipersiapkan Allah sebelumnya. Allah mau kita hidup di dalamnya. Berkenaan dengan hal ini
kita harus masuk ke dalam pengertian kerja yang sesungguhnya. Di sini ada tiga hal yang harus kita pikirkan:

Pertama, misi kerja dari Covenant of work itu apa? Ketika kita diselamatkan, Allah sudah mempunyai
pekerjaan baik yang sudah dipersiapkan Allah sebelumnya. Dan Ia mau kita ada di dalamnya. Kalimat ini
menunjukkan semua pekerjaan yang kita boleh kerjakan dan mungkin kerjakan itu harus dikonfirmasikan
apakah itu cocok. Di dunia ini banyak pekerjaan tetapi kerja manakah pekerjaan baik yang dipersiapkan
Allah untuk saya, saudara dan kita semua. Untuk mengerti ini seringkali kita menghadapi kesulitan karena
pemikiran kita selalu dualistik. Jika ditanya kerja itu apa? Jawabnya ada dua bagian. Kerja terdiri dari dua
kelompok yaitu satu kelompok rohaniawan dimana mereka bekerja sebagai rohaniawan, mereka masuk
seminari dan hidup sebagai biarawan atau biarawati dan memikirkan masalah rohani. Kelompok lain
disebut layman atau kelompok awam yaitu orang-orang yang tidak menyentuh wilayah teologi tetapi
berkecimpung dalam wilayah sekuler seperti dokter, insinyur, ekonom, bisnisman, hukum dsb. Kelompok
ini tidak boleh membaca Alkitab. Sebaliknya wilayah rohaniawan juga tidak boleh jadi manajer atau seorang
profesional.

Pengelompokan ini didobrak habis oleh Reformasi sehingga dewasa ini pembedaan secara struktural sudah
tidak ada termasuk di dalam Roma Katolik sendiri. Namun dalam kehidupan kita, perbedaan ini tetap masih
ada. Sebagai contoh orang yang ingin masuk sekolah teologi bergumul luar biasa sedangkan yang ingin
kuliah di dunia sekuler seringkali mereka tidak bergumul, hanya mencari mana tempat yang bisa membuat
dia sukses dalam arti bisa mendapatkan uang yang banyak. Tidak heran banyak orang bekerja namun tidak
tahu apa yang Tuhan mau kita kerjakan di dalam dunia kerja kita. Karena konsep dualisme ini masih
mencengkeram dalam hati orang Kristen. Alkitab mengatakan tidak! Semua pekerjaan sama dan setiap
bidang merupakan panggilan Tuhan untuk kita kerjakan. Kita adalah orang Kristen yang ditempatkan atau
dipanggil oleh Tuhan di bidang kita masing-masing. Di dunia ekonomi, konglomerat, politik, hukum, sosial
dsb. Sebagai orang Kristen yang Tuhan panggil, saya harus mengerjakan bidang ini seperti yang Tuhan mau.

Dengan demikian panggilan kita jelas. Siapa saya? Saya adalah anak Tuhan yang dipanggil di bidang
pekerjaan yang sudah Tuhan persiapkan untuk saya kerjakan. Jika kita mengerti ini maka sejak kita studi
sampai kita bekerja kita tidak bekerja menurut apa yang dunia mau tetapi menurut apa yang Tuhan siapkan
untuk saya kerjakan.
115 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

Kedua, nilai kerja. Waktu kita bekerja siapa yang menjadi penilai kerja kita? pekerja dibanding dengan
pekerjaan, mana yang lebih tinggi? Jawabnya adalah pekerja. Ini harus jelas sesuai dengan ordo yang Tuhan
inginkan, baru sesudah itu pekerjaan. Jadi urutannya adalah Tuhan, pekerja dan pekerjaan. Kemudian di
tengah-tengah dunia kerja, siapa yang menilai kita? Pekerjaan yang menilai kita atau kita menilai pekerjaan,
kita diatur pekerjaan atau kita mengatur pekerjaan. Banyak orang bekerja tidak berdasarkan nilai kerja yang
sejati karena dia tidak tahu siapa yang berhak menilai pekerjaannya. Akibatnya dia menjadi budak dari
pekerjaan dan dia tidak bisa keluar karena dikunci oleh pekerjaannya. Di sini terjadinya kebingungan posisi
karena tidak tahu bagaimana menilai posisi dan bagaimana menetapkan nilai kerja. Tidak heran, banyak
orang Kristen yang bertanya-tanya sebetulnya ketika dia bekerja siapa yang menilai hasil kerjanya. Ketika
saya bekerja saya tidak mau mencantumkan honor saya karena memang itu bukan hak saya. Itu adalah hak
pimpinan saya. Tugas saya adalah bekerja mempertanggungjawabkan pekerjaan saya di hadapan Tuhan. Itu
hak saya dan itu tanggung jawab saya. Selebihnya biar pimpinan bertanggungjawab. Banyak orang kerja
hari ini hanya memikirkan berapa besar gaji dan fasilitas yang dia peroleh.

Cara seperti ini membuat kita terjual kepada pekerjaan kita. Seolah-olah pekerjaan itulah yang membeli diri
kita dan akhirnya kita menjadi budak dari pekerjaan itu. Kita perlu mengerti bahwa kita bekerja di
perusahaan karena tanggungjawab kita di hadapan Tuhan. Dan tugas kita mengerjakan sebaik mungkin, apa
yang Tuhan mau kita kerjakan. Kita jangan mau menjadi budak perusahaan atau budak kerja. Banyak orang
Kristen dewasa ini begitu lemah karena dia sudah gagal mengerti prinsip dan etos kerja Kristen. Pekerjaan
itu budak kita dan kita yang seharusnya menguasai pekerjaan. Jika kita sampai dikuasai oleh pekerjaan
maka Tuhan akan ditempatkan paling bawah oleh kita.

Dalam kasus seperti ini kita harus kembali, tahu nilai kerja kita di mana? Siapa yang menentukan kita
berhasil atau tidak? Nilai kerja kita sangat ditentukan oleh Tuhan yang menilai kerja kita. Jadi penilaian
kerja kita tidak dilihat berapa gaji kita, berapa banyak fasilitas yang kita dapatkan tetapi nilai kerja kita
sangat ditentukan oleh apa yang Tuhan mau kita kerjakan dan kita bertanggung jawab di hadapan Tuhan.
Itulah inti pertama dari panggilan kerja kita. Sedangkan honor yang kita terima merupakan reward atau
upah yang Tuhan perkenankan kita nikmati sebagai bagian tanggung jawab yang kita sudah kerjakan
dihadapan Tuhan. Tuhan mengatakan bahwa setiap kerja ada upah yang Tuhan berikan. Tuhan tidak
bermain-main dalam hal ini (bc. Roma 4). Di dalam kekeristenan kalau kita memiliki etos kerja yang baik di
hadapan Tuhan kita tidak pernah takut untuk kerja kita.

Ketiga, keindahan dan kenikmatan kerja. Jika kita bisa bekerja seperti ini, itu menjadikan kita sungguh-
sungguh nyaman dalam bekerja. Satu pekerjaan yang bisa kita nikmati dalam kebahagiaan yang indah.
Kerja itu bukan beban tetapi kerja merupakan satu kenikmatan. Jika kita bekerja, kerja menjadi satu
panggilan dan itu membuat kita kuat. Seringkali di dalam banyak aspek kita kerja menghadapi tekanan yang
besar sekali tapi waktu kita ingat bahwa kita kerja karena panggilan Tuhan yang mau kita kerja di dalamnya
itu membuat kita bisa bertahan dalam bekerja. Di tengah-tengah krisis seperti sekarang ini kalau kita
bekerja berdasarkan pemikiran kita sendiri, kita akan tegang tetapi kalau kita tahu kita bekerja karena
Tuhan panggil kita di situ, kita akan tenang. Krisis boleh datang tetapi jika kita sadar bahwa kita bekerja
sedang menggenapkan apa yang Tuhan mau kita kerjakan, kita akan tenang.

Dengan demikian kita tidak perlu takut karena kita tahu Tuhan yang memiliki pekerjaan untuk setiap kita.
Dia mau kita hidup di dalamnya. Itu kuncinya! Jika kita hidup di dalam seluruh misi kerja yang sudah
dipersiapkan Allah sebelumnya, akankah kita kehilangan seluruh enjoy dalam kerja? Akankah kita kehabisan
pekerjaan? Tidak mungkin! Apabila selesai apa yang Tuhan tetapkan maka kita kembali kepada Bapa. Ini
116 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

adalah kenikmatan pekerjaan di hadapan Tuhan. Kalau kita kerja melawan apa yang Tuhan mau, hidup akan
tegang sekali. Mari kita berjalan di dalam apa yang Tuhan mau, di dalam pola yang Tuhan mau. Kerja
seperti ini nikmat sekali karena kita belajar menyerahkan pada Tuhan. Waktu kita bekerja, di mana Tuhan
memimpin kita bekerja, kita akan benar-benar menikmati pekerjaan itu. Silakan Tuhan yang menilai kerja
kita. Biarlah ini menjadi satu sukacita dan semua hasil, kita melihat Tuhan memimpin satu persatu langkah
kita. Saya percaya di dalam krisis yang semakin berat kalau kita boleh belajar taat kepada Tuhan, kita tahu
Tuhan masih mempunyai pekerjaan yang harus kita kerjakan asal kita mau setia kepada Tuhan. Alangkah
rendah kalau kita kerja hanya demi sesuap nasi. Mari kita memiliki nilai yang lebih tinggi sehingga hidup
kita jauh terangkat dan kesukacitaan kerja itu bisa kita nikmati. Saudara kiranya ini boleh menguatkan kita
ketika kita menapaki hidup kita, sampai akhirnya menyelesaikan seluruhnya kita bisa mengatakan Tuhan ini
aku, aku sudah selesaikan semuanya. Lalu Tuhan mengatakan:

"Oh marilah ke sini hamba-Ku yang baik yang setia. Engkau sudah setia mengerjakan pekerjaan yang
kuserahkan padamu. Mari masuklah ke dalam kebahagiaan tuanmu, mari kita bersama-sama menikmati
keindahan kebahagiaan bersama tuanmu." Biarlah pada saatnya nanti kita selesai mencapai garis akhir dan
kita bisa mendapatkan mahkota dari Tuhan. Inilah sukacita yang tidak ada bandingannya. Inilah nilai
tertinggi yang mungkin kita capai ditengah sepanjang perjalanan hidup kita, jangan biarkan hidup anda
dibuang sia-sia.

Amin!
117 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

M
Muus
saap
peem
miim
mppiin
nppiilliih
haan
nTTu
uhha
ann
Oleh: Pdt. Pieters K. Pindardhi

Nats: Keluaran 3:1-10

1 Adapun Musa, ia biasa menggembalakan kambing domba Yitro, mertuanya, imam di


Midian. Sekali, ketika ia menggiring kambing domba itu ke seberang padang gurun,
sampailah ia ke gunung Allah, yakni gunung Horeb.
2 Lalu Malaikat TUHAN menampakkan diri kepadanya di dalam nyala api yang keluar dari
semak duri. Lalu ia melihat, dan tampaklah: semak duri itu menyala, tetapi tidak dimakan
api.
3 Musa berkata: "Baiklah aku menyimpang ke sana untuk memeriksa penglihatan yang
hebat itu. Mengapakah tidak terbakar semak duri itu?"
4 Ketika dilihat TUHAN, bahwa Musa menyimpang untuk memeriksanya, berserulah Allah
dari tengah–tengah semak duri itu kepadanya: "Musa, Musa!" dan ia menjawab: "Ya,
Allah."
5 Lalu Ia berfirman: "Janganlah datang dekat–dekat: tanggalkanlah kasutmu dari kakimu,
sebab tempat, di mana engkau berdiri itu, adalah tanah yang kudus."
6 Lagi Ia berfirman: "Akulah Allah ayahmu, Allah Abraham, Allah Ishak dan Allah Yakub."
Lalu Musa menutupi mukanya, sebab ia takut memandang Allah.
7 Dan TUHAN berfirman: "Aku telah memperhatikan dengan sungguh kesengsaraan umat–
Ku di tanah Mesir, dan Aku telah mendengar seruan mereka yang disebabkan oleh
pengerah–pengerah mereka, ya, Aku mengetahui penderitaan mereka.
8 Sebab itu Aku telah turun untuk melepaskan mereka dari tangan orang Mesir dan
menuntun mereka keluar dari negeri itu ke suatu negeri yang baik dan luas, suatu negeri
yang berlimpah–limpah susu dan madunya, ke tempat orang Kanaan, orang Het, orang
Amori, orang Feris, orang Hewi dan orang Yebus.
9 Sekarang seruan orang Israel telah sampai kepada–Ku; juga telah Kulihat, betapa
kerasnya orang Mesir menindas mereka.
10 Jadi sekarang, pergilah, Aku mengutus engkau kepada Firaun untuk membawa umat–Ku,
orang Israel, keluar dari Mesir."

Hari ini kita akan merenungkan satu topik tentang "Musa Pemimpin Pilihan Tuhan." Topik ini dapat
dikembangkan lebih jauh berkaitan dengan bagaimana Allah memimpin orang-orang Kristen untuk
melayani Dia dan menjadi hamba-hamba-Nya. Topik mengenai "Musa pemimpin pilihan Allah" itu dapat
dikaitkan dengan bagaimana prinsip-prinsip yang terjadi dalam Allah memanggil Musa, jikalau dikaitkan
dengan kita. Hari ini saya mengajak kita belajar lima alasan Musa yang hampir saja mengubur Musa. Alasan
musa ini merupakan alasan yang hebat dan itu secara orisinil bisa juga muncul dalam benak kita yang kita
pikir inilah alasan yang hebat namun setelah kita bandingkan dengan Musa ternyata alasan itu pernah
118 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

dipakai oleh Musa juga. Dan jikalau itu alasan hebat bagaimanakah Tuhan memberikan alasan yang tepat
sehingga Musa akhirnya harus mengikuti apa yang Tuhan mau.

Pertama, Musa merasa kurang mampu (Kel 3:10-11). Di dalam bagian ini kita melihat bagaimana jawaban
Musa terhadap pertanyaan Tuhan. Jawaban Musa terhadap Tuhan merupakan suatu pertanyaan retoris
yang seolah-olah suatu pertanyaan yang sulit bagi Tuhan. Di sini alasan yang pertama yang Musa berikan
adalah Musa merasa kurang mampu. Hal ini dapat kita mengerti, karena pada waktu seseorang memasuki
usia yang kira-kira melebihi 50 tahun maka secara biopsikososial ia tidak mengalami kebugaran lagi atau
biopsikososial itu hampir tidak ada lagi. Jadi kebugaran secara biologis, secara psikologis, secara sosiologis
itu mengalami pengurangan yang banyak sekali.

Seorang ahli mengatakan seorang yang berusia 50 tahun ke bawah 10% nya mengalami sumbatan serotik di
batang leher. Sumbatan ini akan mengakibatkan kekurangan pengurangan saluran darah ke otak dan itu
akan mengakibatkan penurunan daya pikir. Dan 40% orang yang berusia 50 tahun ke atas mengalami
penyumbatan semacam ini. Perhatikan Musa sudah berusia 80 tahun tatkala Tuhan memanggil sehingga dia
merasa sudah tua, sudah rapuh dan sudah tidak berdaya. Siapa saya Tuhan? Ini merupakan satu ungkapan
yang dilontarkan Musa kepada Tuhan yang seolah-olah logis dari sisi Musa. Waktu Musa memberikan
sanggahan ini, apakah yang menjadi jawaban Tuhan? Tuhan menjawab, "Bukankah Aku akan menyertai
engkau."

Di sini waktu Musa mengungkapkan aku tidak mampu Tuhan, sanggahannya dihadapkan dengan
keberadaan diri Allah. Kamu akan berhadapan dengan Firaun bukankah Aku menyertai engkau. Dengan
demikian Tuhan sedang menegaskan diri dengan satu pribadi yang lebih besar daripada Firaun, yang lebih
perkasa, lebih hebat daripada Firaun. Dan jikalau Musa mengatakan tugasku terlalu besar Tuhan membawa
bangsa Israel, Tuhan juga mengatakan, "Lihatlah Aku, Aku menyertai engkau." Itu berarti Tuhan yang
berkarya melalui hidup Musa.

Lihatlah pribadi Tuhan, lihatlah Tuhan adalah Tuhan yang berkarya. Itu yang dimaksud Tuhan dengan
jawaban ini. Jangan pandang dirimu yang merasa tidak mampu atau tidak berdaya, ada Tuhan yang
berkarya melalui dirimu. Itu menjadi alasan yang cukup untuk engkau bergerak. Musa pasti menjadi gentar
karena kalau kita lihat di pasal tiga dia dari seorang gembala sekarang dia dipanggil untuk menjadi
pemimpin bangsa Israel dan harus memimpin orang yang begitu banyak. Ini tidak mudah! Tapi Tuhan
mengatakan, "Bukankah Aku menyertai engkau? (ay 12) Di sini kita dapat menyimpulkan bahwa Allah
adalah oknum yang ribuan tahun pakar di dalam menolong manusia." Hal ini harus menjadi kesimpulan dari
setiap anak Tuhan dari jawaban terhadap Musa.

Kedua, Musa merasa kurang mengerti (Kel 3:13). Sanggahan Musa yang kedua Musa merasa kurang
mengerti, merasa kurang mampu. Musa berpikir kalau nanti dia bertemu dengan orang-orang apa yang
harus saya katakan, Tuhan? Saya tidak tahu harus bicara apa? Setelah Musa memberikan sanggahan
semacam ini. Tuhan memberikan jawaban kepada Musa, "Aku adalah Aku." D isini Allah memberikan solusi
kepada Musa dengan menjelaskan tentang diri-Nya. Allah menjawab, "Aku adalah Aku." (I Am that I Am) Ini
menunjukkan bahwa Allah merupakan keberadaan yang terus ada dan tidak berubah. Di dalam kalimat ini
Allah mengatakan, "Inilah aku Allah yang tidak berubah di dalam janjiKu untuk menjaga umat keturunan
Abraham ini, Aku yang tidak berubah di dalam rencana-Ku. Ini adalah ketidakberubahan yang menjadi ciri
kesempurnaan Allah dan semua ini akan digenapi. Ketidakberubahan ini menjadi ciri kesempurnaan Allah
yang diperkenalkan Allah kepada musa. Waktu Musa merasa kurang mengerti,
119 Ringkasan Khotbah – Jilid 1



1. Tuhan memberikan pengertian tentang siapa diri-Nya?


2. Allah menyatakan strategi-Nya (ay 15-16). Di sini Allah menyuruh Musa untuk menemui para tua-tua
Israel di mana melalui mereka nanti diberikan dan dijabarkan hal yang Allah akan sampaikan. Dan Tuhan
akan memberikan bimbingan untuk apa yang harus dia katakan.
3. Allah juga memberikan pengharapannya (ay 18). Kata ‘dan bilamana mereka mendengar
perkataanmu’ di dalam ay 18 ini terjemahanan lain, "mereka akan mendengar perkataanmu." Ini solusi yang
Tuhan berikan atas ketidakmengertian Musa.

Ketiga, Musa merasa kurang kredibilitas (Kel 4:1) Sanggahan ketiga Musa merasa kurang kredibilitas.




1. good sense yaitu pengertian yang baik, logikalisasi yang baik yang sistematika yang tertata baik itu
akan menolong orang akan memahami berita kita.

2. good motivation. Jadi waktu kita bicara mereka sadar bahwa itu untuk keuntungan mereka jikalu
pendengar sadar sepenuhnya ini akan menjadi kekuatan pengaruh yang meyakinkan didalam pembicaraan
kita.

3. good moral character yaitu pribadi yang berintegritas baik perkataan maupun tingkah laku itu
menjadi satu kesatuan dan hidupnya menjadi seorang yang menunjukkan moralitas yang baik. Jikalau tiga
hal ini dipadukan ini adalah hal-hal natural yang jikalau dibentuk dan dilatih akan menjadikan orang
diyakinkan terhadap perkataan kita. Musa pada waktu itu berkata Tuhan saya ini kurang kredibilitas kalau
mereka tidak percaya bagaimana? Musa belum pernah bertemu mereka tiba-tiba bertemu mereka lalu
menyebut diri sebagai pemimpin. Kalau mereka tidak percaya bagaimana Tuhan? Secara natural Musa
merasa tidak mempunyai syarat sebagai pemimpin mereka. Musa jawabannya dalam hal ini seolah-olah
logis. Lalu jawaban Tuhan bagaimana dalam hal ini? Dalam Kel 4:2 Tuhan menjawab yang intinya Tuhan
berkuasa untuk menolong secara supranatural.

Musa merasa tidak meyakinkan secara natural untuk dipakai oleh Tuhan, tetapi di mata Allah hal-hal
natural tidak menjadi keterbatasan bagi Tuhan, karena Tuhan berkuasa menolong secara supranatural. Di
dalam pelayanan kerajaan Allah hal-hal natural memang tidak cukup untuk melayani Tuhan perlu kuasa
supranatural. Jadi apa yang dikemukakan oleh Aristoteles yang bersifat natural masih belum cukup, kita
masih memerlukan hal yang supranatural. Apalagi waktu kita memberitakan firman Tuhan itu perlu
pertolongan Roh Kudus. Tongkat menjadi ular itu baru mungkin jikalau kuasa supranatural Tuhan yang
menolongnya.

Keempat, Musa merasa dia tidak mampu bicara (Kel 4:10; Kel 6:29). Musa berpuluh-puluh tahun di Mesir
menjadi gembala domba. Lalu sekarang dia harus mengurus bangsa Israel, manajemennya bagaimana,
logistiknya bagaimana. Lalu bagaimana mengkoordinasi orang-orang dan tua-tua. Lalu nanti menghadap
Firaun bagaimana? Tuhan saya tidak bisa bicara Tuhan. ini menjadi keluhan dari Musa. Ini jikalau kita
pikirkan seolah-olah menjadi hal yang logis. Tuhan menjawab, "Siapakah yang membuat lidah manusia.
Siapakah yang membuat orang bisu atau tuli, yang membuat orang buta melihat. Bukankah Aku ini Tuhan.
Oleh sebab itu pergilah aku akan menyertai lidahmu dan mengajar engkau apa yang harus engkau katakan.
120 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

Di sini prinsipnya, "Pergi dulu baru Tuhan akan mengajar engkau." Ini berkaitan dengan providensia allah di
dalam pemerintahan Allah. Providensia Allah disini didefinisikan sebagai kekuatan Ilahi yang bekerja sama
dengan hukum-hukumnya yang telah ditetapkan oleh Tuhan bekerja sama begitu rupa sehingga mencapai
apa yang dikehendaki oleh Tuhan. Di dalam providensia Allah Tuhan akan menggarap. Tuhan mengatakan
kepada Musa, "Pergi Aku akan menyertai lidahmu." Saudara mari kita juga mengambil tekad di hadapan
Tuhan dan melibatkan diri lalu Tuhan akan menggarap itu. Jikalau tidak kita akan sepeti jemaat Korintus
yang mubazir semua karunia dan akan menjadi kengerian pengajaran bagi jemaat di generasi berikutnya.

Kelima, Di sini Musa merasa kurang berani (Kel 4:13). Di dalam bagian-bagian sebelumnya Tuhan sudah
memaparkan diri-Nya, memaparkan strategi-Nya, memaparkan pengharapan-Nya dan sudah memaparkan
cara Dia menolong secara supranatural. Lalu Musa masih mengatakan Tuhan itu semua masih tidak ada
artinya buat aku. Utus orang lain saja. Pada titik inilah Tuhan marah sekali dengan Musa. Saudara, pada titik
tertentu kadang-kadang kita memilih mana yang kita takuti. Musa harus memilih dia harus takut pada
Firaun atau pada firman Tuhan. Pada waktu Tuhan murka baru Musa sadar dan pada detik itu Musa tidak
bisa berdalih lagi. Tuhan sudah memberikan suatu prinsip-prinsip di mana kita harus mengambil sikap di
dalam pelayanan. Jikalau tidak, pada saat tertentu Tuhan memberikan pilihan maka hanya ada dua
kemungkinan Melayani Tuhan atau melayani diri. Melibatkan diri atau membuang diri. Saudara jikalau pada
titik terakhir Tuhan tidak murka, Tuhan tidak marah ini akan menjadi pelajaran buruk bagi generasi berikut-
nya. Jikalau Tuhan sudah panggil seseorang Tuhan akan tuntut dan orang tersebut tidak mungkin lari dari
Tuhan.

Mengapa kita harus mengalami murka Tuhan lebih dahulu? Kenapa harus membangkang dan mengalami
kesialan lebih dahulu? Alangkah baiknya kalau kita mau taat dan menggarap apa yang Tuhan mau kita
kerjakan. Musa akhirnya mau karena dia sadar memang itu harus digarap. Musa memiliki visi dari Tuhan
yaitu suatu pemahaman yang jelas tentang realita di depan yang seharusnya. Dibandingkan fakta sekarang
yang membuat dia tidak rela dan bertekad untuk menjadi yang seharusnya sesuai dengan kehendak Tuhan.
Visi adalah satu pemahaman tentang realitas di depan yang harus terjadi. Dan ketidakrelaan akan fakta
sekarang menuntut diri untuk merealisir di kemudian hari. Ketika Musa memahami ini, maka dia mau
melibatkan diri. Mari kita pikir hidup kita tahun ini. saya berdoa kiranya Firman Tuhan yang kita dengar pagi
ini boleh menjadi kekuatan bagi kita untuk melayani Tuhan.

Amin!
121 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

K
Keeb
buuttu
uhha
anny
yaan
ngg tte
errb
baaiik
kaan
n
Oleh: Pdt. Sutjipto Subeno

Nats: 1 Korintus 1:18-22

18 Sebab pemberitaan tentang salib memang adalah kebodohan bagi mereka yang akan
binasa, tetapi bagi kita yang diselamatkan pemberitaan itu adalah kekuatan Allah.
19 Karena ada tertulis: "Aku akan membinasakan hikmat orang–orang berhikmat dan
kearifan orang–orang bijak akan Kulenyapkan."
20 Di manakah orang yang berhikmat? Di manakah ahli Taurat? Di manakah pembantah dari
dunia ini? Bukankah Allah telah membuat hikmat dunia ini menjadi kebodohan?
21 Oleh karena dunia, dalam hikmat Allah, tidak mengenal Allah oleh hikmatnya, maka Allah
berkenan menyelamatkan mereka yang percaya oleh kebodohan pemberitaan Injil.
22 Orang–orang Yahudi menghendaki tanda dan orang–orang Yunani mencari hikmat,

Dewasa ini kita melihat dunia kita sudah kehilangan pengharapan. Semua yang dihasilkan dan dibangga-
banggakan oleh dunia terbukti semua itu tidak ada apa-apanya. Di tengah situasi seperti ini Paulus dalam
suratnya 1 Kor 1:18 mengatakan, "Sebab pemberitaan tentang salib memang adalah kebodohan bagi
mereka yang akan binasa, tapi bagi kita yang diselamatkan pemberitaan itu adalah kekuatan Allah." Bagi
dunia, berita tentang salib ditertawakan dan dianggap kebodohan karena menurut mereka, "Bagaimana
mungkin di tengah dunia ini, ada orang yang rela berkorban untuk menebus dosa orang lain?" Bagi mereka
itu tidak masuk akal. Orang berdosa tidak pernah mungkin mengerti apa artinya dosa, dampak dari dosa,
pengertian dan essensi dosa. Manusia berdosa tidak mungkin mengerti bagaimana cara lepas dari dosa.
Bahkan manusia berdosa tidak mengerti apa artinya cinta kasih yang bisa menolong manusia keluar dari
dosa. Akibatnya semua yang Allah kerjakan bagi manusia dianggap menjadi satu kebodohan yang tidak bisa
dimengerti sama sekali oleh dunia. Dunia menertawakan berita Injil tentang salib dan bagi Paulus itu dapat
dimengerti karena dunia mempunyai cara hidupnya sendiri.
Tapi, abad 20 ini menunjukkan, semua yang sudah dicapai oleh manusia hanya berhenti di dalam aspek
kegagalan yang begitu fatal. Setiap orang ketika meninggalkan kebenaran, mereka bukan melihat
kebenaran yang sejati namun justru melihat kebenaran yang palsu. Di sini kita melihat dua aspek:

Pertama, mengapa orang dunia menganggap bahwa berita salib atau Firman salib menjadi kebodohan?
Apa sebenarnya yang ada dalam pikiran dan pengharapan mereka? Apalagi di tengah-tengah kebudayaan
tinggi orang menjadi sulit mengenal kebenaran. Jawabnya, karena mereka merasa begitu sombong, merasa
diri mereka mampu dan mereka membanggakan diri. Mereka lupa bahwa mereka hanya mengembangkan
satu kreasi turunan dari Pencipta yang berkreasi asli yang menciptakan satu kreasi yang bisa berkreatifitas.
Waktu kreatifitas turunan ini memutlakkan diri di sini dia sudah membuang kreatif kreator yang asli. Inilah
yang membuat manusia lupa akan Tuhan. Pada waktu manusia menganggap dialah kemutlakan sejati, ini
yang menjadikan dia gagal mengenal kemutlakan yang sejati seharusnya. Kemutlakan semu telah
menggantikan kemutlakan yang sejati. Inilah essensi dosa yang paling mengerikan.
122 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

Tapi mengapa ini dianggap sebagai kebodohan? Karena pada hakekatnya dunia tidak sadar bahwa dia yang
bodoh dan ini yang tidak dimengerti oleh orang dunia. Jadi pada saat orang yang sebetulnya bodoh lalu
menganggap sesuatu bodoh mungkin sekali itu justru dia yang bodoh. Di sini Paulus membukakan rahasia,
ketika manusia berdosa memutlakkan diri dan mulai meninggikan diri pada saat itulah mereka gagal
mengerti kebenaran.

Itu sebabnya pada waktu firman Tuhan mengatakan kembalilah pada firman salib, kalimat ini menjadi satu
kalimat inti yang menetapkan dan memisahkan manusia menjadi dua bagian. Jadi pada saat seseorang
berespon kepada firman salib di situlah titik di mana menentukan orang tersebut bijak atau tidak bijak.
Pada waktu orang dunia membanggakan kemampuan mereka, namun akhirnya yang terjadi mereka akan
hancur di dalam potensi mereka sendiri. Tidak heran, akibatnya begitu banyak anak-anak muda yang hidup
tidak tahu mau ke mana. Tapi mereka tidak sadar kalau mereka sedang melakukan segala sesuatu yang
akan membinasakan diri mereka sendiri. Secara pendidikan mereka mungkin master atau doktor. Tapi
mengapa mereka menjadi bodoh? Karena dunia kita ini sudah kehilangan makna hidup sehingga banyak
orang hidup tidak tahu mengapa mereka hidup? Mereka sudah kehilangan yang paling penting dalam hidup
mereka dan mereka tidak mempunyai jawaban untuk itu. Mereka menganggap satu kebodohan ketika
Tuhan menawarkan firman salib.

Lalu mengapa Paulus mengatakan, "Bagi kita yang diselamatkan pemberitaan salib adalah kekuatan
Allah?" Bagi mereka yang tidak diselamatkan firman salib merupakan kebodohan tapi bagi kita yang
diselamatkan firman salib adalah kekuatan Allah. Itu sebabnya dalam 1 Korintus dikatakan, "Memang yang
bodoh dipakai oleh Tuhan untuk mempermalukan yang pintar." Kalimat ini merupakan kalimat sindiran
yang luar biasa dari Paulus. Paulus bukan orang bodoh, dia adalah orang yang memiliki kemampuan
intelektual yang tinggi. Dia seorang ahli filsafat, teologi, dan seorang yang begitu cermat dan
mempertimbangkan segala sesuatu. Secara literatur jika kita membaca surat Paulus kita akan kagum karena
Paulus adalah orang yang begitu luar biasa akurat dalam menggunakan kosa kata. Paulus bisa memilih kata
yang tepat dengan tata bahasa yang akurat jauh lebih akurat daripada tulisan Yohanes, Petrus, dan tulisan
rasul yang lain yang dipakai oleh Tuhan untuk menulis Alkitab. Kita bisa membandingkan karya Paulus
dengan karya literatur-literatur pada jaman itu. Tulisan-tulisan Paulus tidak kalah secara literatur dalam
penggunaan kalimat, tenses, tata bahasa, dan kosa katanya begitu tepat, begitu akurat, begitu rapi dan
begitu indah kalau dibaca. Juga di dalam filosofi Paulus memiliki kemampuan yang luar biasa. Tapi waktu
dia bicara kepada jemaat di Korintus dia mengatakan, "Biar orang bodoh ini dipakai oleh Tuhan untuk
mempermalukan orang pintar." Ketika kalimat ini diucapkan oleh Paulus saudara mengerti sendiri yang
pintar yang mana yang bodoh yang mana. Ini merupakan satu paradoks yang kita perlu mengerti secara
tepat.
Kedua, mengapa Paulus mengatakan, "Orang bodoh melihat firman salib sebagai satu kebodohan? Bagi
orang dunia yang akan binasa mereka hanya melihat salib sebagai satu kebodohan tetapi justru bagi kami
itu kekuatan Allah yang luar biasa. Pada waktu Paulus mengatakan, "Kembalilah kepada firman salib karena
firman salib itulah yang menjadi kekuatan bagiku." Kalimat ini menjadi kalimat yang luar biasa. Calvin
menyoroti ayat ini secara khusus di dalam bukunya "Institutes of The Christian Religion" jilib III pasal 3 yang
mengatakan, "Prinsip kekuatan Allah daripada firman salib itu menjadi satu pengertian yang harus
dipisahkan." Waktu Calvin melihat apa yang diucapkan oleh Paulus ini, dia melihat ayat ini menjadi ayat
yang sangat unik di dalam semua pemaparan Paulus yang baik. Calvin melihat pertobatan (repentance) itu
harus dilihat dari dua segi. Di satu segi adalah dari segi hukum yang disebut Legal Repantance yaitu
pertobatan sebagai hasil daripada pengampunan yang Tuhan berikan kepada kita secara hukum. Ketika
123 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

saya berhadap an dengan salib maka salib merupakan penyelesaian hukum terhadap dosa saya karena
Tuhan Yesus mati di atas kayu salib. Maka tuntutan hukum yang seharusnya jatuh pada saya digantikan
oleh Tuhan Yesus itu adalah legal repantance. Saya diselamatkan karena secara hukum ada orang yang
menggantikan hukuman saya. Paulus melihat dalam ayat ini sebetulnya aspek hukum itu cuma menjadi
satu aspek saja. Jadi kalau kita hanya berhenti pada aspek ini saja maka kita akan mengalami kesulitan yang
luar biasa besar untuk mengerti pertobatan yang sesungguhnya. Itu sebabnya Calvin melihat Paulus
mengungkapkan satu aspek lain daripada pertobatan yang oleh Calvin disebut dengan Evangelical
Repantance (pertobatan injili). Ini merupakan istilah yang khusus dipakai oleh Calvin. Ketika Calvin
menggunakan kalimat ini ia melihat, pada waktu seseorang melihat firman salib maka di situ ada tuntutan
satu respon terhadap anugerah yang disebut oleh dia Evangelical Repantance. Bagi Calvin, di sini Paulus
mengungkapkan satu aspek yang unik luar biasa. Ini merupakan satu pertobatan yang sungguh-sungguh
karena kita mengerti isi injil dan aspek perasaan injil yang sesungguhnya yiatu bagaimana saya berespon
terhadap anugerah Tuhan kepada kita. Tuhan Yesus mati di kayu salib bisa kita baca di dalam sebuah buku
tetapi bagaimana seseorang mengalami pertobatan sejati bukan cuma sekedar fakta sejarah atau kita baca
dari buku namun bagaimana secara pribadi kita berespon terhadap anugerah yang Tuhan Yesus lakukan
terhadap saya. Ini yang dikatakan Calvin sebagai evangelical repantance, bertobat karena sadar ini adalah
anugerah yang Tuhan berikan kepada kita. Tanpa anugerah kita tidak bisa mengerti apa yang Kristus
lakukan. Hanya seseorang yang disentuh oleh Allah bisa mengerti betapa besar Tuhan sudah berkorban.

Respon terhadap anugerah yang Tuhan berikan kepada kita itulah yang menjadikan kita berubah. Itu justru
menjadi satu dunamos, satu kekuatan seperti dinamit yang besar sekali yang membuat kita bertahan
menerobos di tengah-tengah jaman yang gelap ini. Orang Kristen melihat dunia ini begitu gelap namun
setelah pintu dibuka kita melihat anugerah yang Tuhan berikan begitu cerah di belakang. Pengharapan
Kristen adalah pengharapan yang memberikan selalu kekuatan untuk menerobos keluar. Itu alasan Paulus
bukan mengkontraskan antara kebodohan dengan kepintaran. Orang dunia melihat firman salib menjadi
kebodohan tetapi orang percaya melihat itu sebagai satu kekuatan. Jadi kebodohan yang dianggap oleh
dunia dikontraskan dengan kekuatan daripada Allah yang diberikan kepada kita sebagai orang percaya.
Saudara, di tengah-tengah dunia seperti sekarang ini yang kita butuhkan adalah dunamos, yaitu satu
kekuatan Allah yang menolong kita untuk menerobos. Orang-orang dunia ingin merombak dunia, mau
memperbaharui dunia, dan mau menjadikan dunia bahagia. Tapi akhirnya cuma berhenti dalam satu
keputusasaan (hopeless).

Orang Kristen tidak dipanggil untuk merubah dunia ini menjadi dunia yang tidak ada dosanya atau berubah
jauh menjadi lebih baik. 2 Timotius 3 mengatakan tidak. Orang Kristen adalah orang yang riil mengerti dunia.
Kita dipanggil oleh Tuhan bukan untuk membuat dunia ini berubah arah tetapi Tuhan memanggil kita untuk
menjadi saksi supaya dunia lebih mengerti kebenaran di tengah ketidakbenaran yang sedang menerpa
dunia. Tuhan Yesus berkata kamu ada di dunia seperti domba di tengah-tengah serigala. Alkitab
mengajarkan dunia ini makin lama makin jahat, makin mengerikan, semakin hancur. Dunia sedang menuju
ke neraka dan itu tidak bisa dihambat. Tapi bagaimana orang Kristen bisa berjalan di tengah-tengah itu, ini
yang saya harapkan boleh terjadi dalam hidup kita.

Mari kita belajar menjadi orang Kristen yang bisa menjadi saksi di tengah dunia. Kita perlu berdoa agar
orang Kristen memiliki kekuatan Allah yang memampukan kita untuk menerobos di tengah-tengah jaman.
Dengan demikian orang Kristen dapat berperan di tengah-tengah dunia ini. Apalagi di tengah-tengah situasi
seperti saat ini saya mau setiap kita memiliki kekuatan untuk menerobos sehingga kita dapat berespon
menjalankan rencana Allah dan menjadi saksi di tengah dunia ini. Kiranya Tuhan memakai kita.

Amin!
124 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

K
Kees
saattu
uaan
nddii d
daalla
ammK
Krriis
sttu
uss
Oleh: Pdt. Sutjipto Subeno

Nats: Efesus 2:11-22

11 Karena itu ingatlah, bahwa dahulu kamu––sebagai orang–orang bukan Yahudi menurut
daging, yang disebut orang–orang tak bersunat oleh mereka yang menamakan dirinya
"sunat," yaitu sunat lahiriah yang dikerjakan oleh tangan manusia, ––
12 bahwa waktu itu kamu tanpa Kristus, tidak termasuk kewargaan Israel dan tidak mendapat
bagian dalam ketentuan–ketentuan yang dijanjikan, tanpa pengharapan dan tanpa Allah di
dalam dunia.
13 Tetapi sekarang di dalam Kristus Yesus kamu, yang dahulu "jauh," sudah menjadi "dekat"
oleh darah Kristus.
14 Karena Dialah damai sejahtera kita, yang telah mempersatukan kedua pihak dan yang
telah merubuhkan tembok pemisah, yaitu perseteruan,
15 sebab dengan mati–Nya sebagai manusia Ia telah membatalkan hukum Taurat dengan
segala perintah dan ketentuannya, untuk menciptakan keduanya menjadi satu manusia
baru di dalam diri–Nya, dan dengan itu mengadakan damai sejahtera,
16 dan untuk memperdamaikan keduanya, di dalam satu tubuh, dengan Allah oleh salib,
dengan melenyapkan perseteruan pada salib itu.
17 Ia datang dan memberitakan damai sejahtera kepada kamu yang "jauh" dan damai
sejahtera kepada mereka yang "dekat,"
18 karena oleh Dia kita kedua pihak dalam satu Roh beroleh jalan masuk kepada Bapa.
19 Demikianlah kamu bukan lagi orang asing dan pendatang, melainkan kawan sewarga dari
orang–orang kudus dan anggota–anggota keluarga Allah,
20 yang dibangun di atas dasar para rasul dan para nabi, dengan Kristus Yesus sebagai batu
penjuru.
21 Di dalam Dia tumbuh seluruh bangunan, rapih tersusun, menjadi bait Allah yang kudus, di
dalam Tuhan.
22 Di dalam Dia kamu juga turut dibangunkan menjadi tempat kediaman Allah, di dalam Roh.

Pada minggu ini kita akan membicarakan masalah kesatuan dalam tubuh Kristus. Dr. Martyn Lloyd Jones
mengatakan bahwa Efesus 2:11 merupakan pembahasan krusial yang sangat bermasalah dan rumit sekali
berkaitan dengan hambatan menjadi seorang Kristen yang sejati. Kesulitan di dalam ayat ini berkenaan
dengan bagaimana seseorang tahu bahwa dia adalah orang Kristen sejati. Orang Kristen sejati tidak hanya
dilihat dari kehadiran dia di gereja, melakukan aktivitas-aktivitas pelayanan di gereja atau karena dia
seorang hamba Tuhan full time. Orang Kristen sejati adalah orang yang sudah dikeluarkan dari kematian
dan ditebus oleh darah Kristus. Bukan itu saja, dia juga sudah diberikan satu visi untuk mengerti panggilan
Tuhan di dalam hidupnya. Jadi orang Kristen sejati adalah orang yang aktif karena dia tahu itu panggilan
Tuhan dan tahu apa yang dia kerjakan di hadapan Tuhan. Orang Kristen sejati bukan hanya di dalam gereja
125 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

tetapi di luar gerejapun dia sadar bahwa dia adalah umat tebusan Allah yang harus menjadi saksi Kristus.
Kita diselamatkan untuk menjalankan pekerjaan baik yang sudah dipersiapkan Allah sebelumnya dan Dia
mau kita hidup di dalamnya. Ini adalah kesulitan pertama yang sudah diselesaikan oleh Paulus dalam Ef 2:1-
10. Kesulitan kedua adalah kesulitan bagaimana kita menyelesaikan problema-problema setelah
pertobatan. Alkitab mengajarkan setelah kita bertobat tidak berarti pikiran kita sudah beres, sudah
sempurna. Banyak orang sudah lahir baru, sudah bertobat, sudah melayani Tuhan namun pola berpikirnya
masih belum beres. Kesulitan kedua ini dapat kita lihat dalam Ef 2:11-22.

Jemaat Efesus adalah jemaat di daerah Asia Kecil di mana kota Efesus adalah kota sentral dari Asia Kecil
yang menjadi daerah perdagangan dan penduduknya mayoritas orang Yunani. Kota Efesus juga adalah
pusat penyembahan Dewi Artemis dan pusat daripada kebudayaan Yunani kuno pada saat itu. Orang-orang
Yunani, ketika mereka bertobat menjadi Kristen tetap menjadi orang non Yahudi. Ini menjadi kesulitan
besar karena di satu pihak kekristenan dimulai dari orang Yahudi, di pihak lain orang non Yahudi kemudian
bertobat menjadi Kristen. Kondisi ini tidak mudah diselesaikan, ketika orang non Yahudi bertobat dia
mengalami kesulitan ketika ingin bersama-sama melayani dengan orang Yahudi dan hal ini disebabkan
karena orang Yahudi dalam pola pikirnya masih sektarian. (bnd Ef 2:11). Mereka adalah orang yang begitu
mementingkan diri dan kelompoknya sendiri dan juga begitu ketat menjaga silsilahnya supaya tidak
tercemar sedikitpun. Akibatnya orang Yahudi seringkali meremehkan orang non Yahudi dan ini juga yang
menjadikan orang non Yahudi ketika bertobat menjadi orang Kristen sulit bergaul dengan orang Yahudi.
Orang Yahudi merasa diri mereka hebat karena mereka adalah orang-orang bersunat sedangkan orang non
Yahudi tidak bersunat. Ini menjadi hambatan yang besar untuk mereka bisa bersatu.

Di tengah-tengah situasi seperti ini Paulus mengajarkan konsep kesatuan yang penting di dalam anak-anak
Tuhan. Melayani membutuhkan persatuan tetapi konsep kesatuan itu harus tepat. Jika kesatuan ini salah
digarap akan menjadi bumerang bagi unsur kesatuan itu sendiri. Jika demikian kita harus menyelidiki
kesatuan yang benar. Namun sebelum kita membahas kesatuan yang benar, maka berikut ini kita akan
melihat beberapa konsep persatuan yang salah menurut Alkitab.

Pertama, Kesatuan fenomenal. Di dalam Ef 2:11 menekankan kesatuan lahiriah melalui sunat. Dalam arti
kalau sama-sama sudah di sunat berarti satu. Ini persatuan yang bohong yang tidak asasi dan hanya
kesatuan lahiriah. Di luar kelihatannya baik padahal di dalamnya kropos dan penuh dengan segala macam
kepentingan masing-masing. Kelihatannya ada dampaknya namun, dampaknya seringkali lebih berbahaya
daripada apa yang baik yang kita pikirkan. Kesatuan tidak boleh ditegakkan di atas satu bentuk fenomenal.

Kedua, Kesatuan Egosentrik. Orang Yahudi selalu menganggap kalau dia adalah orang yang berhak
mempunyai Tuhan dan Tuhan menjadi kepentingan bagi dirinya sendiri. Konsep ini begitu menguasai orang
Yahudi dengan sifat egois. Di dalam kesatuan kita seringkali juga bersatu karena urusan egois dan banyak
kesatuan dibentuk karena ada kepentingan masing-masing yang mau diselesaikan. Banyak orang
mengadakan join di dalam bisnis sampai suatu saat dia ditipu lalu marah-marah tetapi bukan karena orang
itu Kristen melainkan karena uangnya dimakan oleh orang tersebut. Di dalam kalangan Kristen sendiri ini
yang menjadi kesulitan untuk bersatu, karena cara berpikirnya masih duniawi dan egosentrik. Suatu saat
pasti akan terjadi konflik kepentingan. Itu sebabnya hati-hati jika kita ingin bersatu karena jika ini
didasarkan pada kepentingan diri sendiri, siap-siap tunggu bom waktu tersebut meledak.

Ketiga, Kesatuan Mistikal. Di dalam pembahasan terdahulu kita melihat orang Yahudi memberikan andil
besar dalam memberikan contoh teladan tentang kesatuan yang palsu. Berikut ini kita masuk satu langkah
lebih jauh lagi yaitu bentuk kesatuan yang disebut kesatuan yang bersifat mistis dan hal itu sering dikatakan
126 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

oleh orang new age. Mereka selalu tidak ingin melihat perbedaan. Jadi kesatuan mistikal yaitu satu
kesatuan yang bersifat mistis yang menganggap bahwa semua perbedaan itu sebetulnya tidak ada, yang
ada adalah kesatuan universal dan pandangan ini disebarkan oleh orang Pantheisme. Orang Yahudi tidak
memiliki konsep seperti ini tetapi Alkitab dengan cermat mengantisipasi bahaya dari kesatuan yang ketiga
ini yaitu bentuk kesatuan mistis.

Jika demikian kekristenan harus membicarakan persatuan seperti apa?

Pertama, Kesatuan di dalam Kristus. Beberapa bulan yang lalu kita sudah membahas Ef 1:10 dan telah
membicarakan tentang ‘HEAD UP TO CHRIST.’ Disini Kristus sebagai Kepala di mana kita semua mengarah
kepada Kristus. Inilah kesatuan essensial yang ditetapkan oleh Tuhan. Ef 1:10 mengatakan, "Sebagai
persiapan kegenapan waktu untuk mempersatukan di dalam Kristus sebagai Kepala segala sesuatu, baik
yang di sorga maupun yang di bumi." Ini yang menjadikan kita mengarahkan diri (head up) kepada Kristus
sebagai Kepala, menjadikan Dia kepala dari segala sesuatu dan kita semua memandang kesana. Jadi yang
mempersatukan kita adalah jika setiap anggota mengarahkan pikiran kepada Kristus dan hanya
menjalankan apa yang Kristus perintahkan untuk kita lakukan. Ini kunci kita akan bersatu. Tanpa
memperdulikan di sebelah mana, anggota gereja mana, baju kita, kulit kita mungkin berbeda namun karena
kita memandang kepada Kristus akan menimbulkan kesamaan gerak. Dalam kasus seperti ini saya tidak
mengatakan tidak ada perbedaan pendapat. Perbedaan pasti ada karena jika tidak ada itu berarti mistical
union. Namun di dalam perbedaan ini kita memiliki kesatuan yang indah. Kesatuan asasi terjadi waktu yang
jauh dan yang dekat sama-sama mengarahkan diri kepada Kristus sebagai Kepala (ay 13).

Kedua, kesatuan yang sejati merupakan Kesatuan Spiritual. Kesatuan spiritual tidak sama dengan kesatuan
mistikal. Kesatuan spiritual adalah kesatuan secara rohani terdiri dari orang-orang yang sudah ditebus oleh
Tuhan secara global. Ide ini sudah dipaparkan sejak Kejadian 3 sampai Tuhan Yesus datang. Waktu Tuhan
Yesus mengatakan inilah konsep Kerajaan Sorga yang bukan kerajaan duniawi. Namun manusia sulit
menerima konsep ini termasuk orang Kristen. Konsep Kerajaan Sorga ini merupakan konsep rohani. Tuhan
Yesus mengatakan, "Bertobatlah kamu karena Kerajaan Allah sudah dekat." Lalu dalam perjalanan Yesus
berkata, ‘Kerajaan Allah itu sudah dan sedang berjalan di tengah-tengah kamu." Wilayah Kerajaan Sorga
meliputi seluruh dunia. Setiap orang percaya adalah umat dari Kerajaan Allah. Jadi Kerajaan Sorga adalah
kerajaan spiritual yang sudah dimulai sejak Yesus datang dan terus dikerjakan sampai Tuhan Yesus datang
kembali. Murid-murid Tuhan Yesus sendiri tidak mengerti konsep ini dan mereka berpikir mengenai
Kerajaan Allah dalam pengertian jasmani. Jika kita membaca Ef 2:12, "Pada waktu itu kamu tanpa Kristus
tidak termasuk kewargaan Israel." Lalu di dalam ayat 19 dikatakan, "Kamu bukan lagi orang asing dan
pendatang melainkan kawan sewarga." Istilah sewarga disitu sebetulnya warga negara. Kita meskipun
berbeda-beda, sewarga di dalam Kristus yaitu warga negara surga. Jadi kesatuan kita tidak dibatasi oleh
ruang dan waktu. Orang Efesus tidak bisa mengerti konsep ini.

Ketiga, Kesatuan Organisme. Ef 4:16, "Daripadanyalah seluruh tubuh rapih tersusun diikat menjadi satu oleh
pelayanan semua bagian sesuai dengan kadar pelayanan tiap anggota. Menerima pertumbuhannya dan
membangun dirinya dalam bagian sesuai dengan kadar pelayanan tiap anggota. Menerima
pertumbuhannya dan membangun dirinya dalam kasih." Kesatuan di sini digambarkan seperti tubuh
manusia dan ini yang disebut organisme. Kesatuan organisme bukan organisasi. Karena tubuh menjadi satu
kesatuan dan di dalamnya ada network yang hidup di dalamnya. Kesatuan sejati bukan hanya semua
anggota tubuh lengkap melainkan kesatuan sejati di mana terjadinya relasi secara hidup. Ini berbeda
dengan kesatuan organisasi. Dalam kesatuan organisasi tidak ada relasi secara kehidupan satu sama lain
127 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

namun dalam kesatuan organisme kalau satu kena maka seluruh bagian harus merasakan. Jika kita
mengerti konsep ini baru tahu bagaimana kita menjadi orang Kristen bisa berpadu seluruhnya. Inilah
kesatuan yang Alkitab tuntut. Ini tidak bisa dikerjakan hanya oleh satu orang melainkan oleh seluruhnya.
Jika ini terjadi, manfaat apa yang Tuhan berikan?

Alkitab mengatakan yang jauh menjadi dekat. Ini satu kunci yang indah. Itu adalah kesatuan yang
membentuk ikatan kedekatan yang menjadikan kita betul-betul menikmati keindahan efektif. Di samping
itu Alkitab berulang kali mengatakan damai sejahtera. Kehidupan yang penuh damai sejahtera itu akan
menjadi bagian kita kalau persatuan yang sejati itu terjadi. Anak-anak Tuhan akan melayani Tuhan dengan
sepenuh hati. Saya sedih jika kita harus menggunakan pikiran dan tenaga yang besar hanya untuk ribut di
dalam yang akhirnya seluruh kekuatan kita untuk melayani keluar jadi lumpuh. Saya rindu kalau kita
bersama-sama mempunyai kekuatan melayani keluar sehingga tidak banyak tenaga yang kita habiskan di
dalam untuk hal yang sia-sia dan akhirnya banyak pekerjaan Tuhan yang bisa kita kerjakan. Saya
merindukan hal ini digarap baik-baik serta setiap kita dapat ambil bagian dalam menggarap persatuan kita.

Amin!
128 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

P
Poos
siis
sii o
orra
anng
gkka
affiirr
Oleh: Pdt. Sutjipto Subeno

Nats: Efesus 2:11-13

11 Karena itu ingatlah, bahwa dahulu kamu––sebagai orang–orang bukan Yahudi menurut
daging, yang disebut orang–orang tak bersunat oleh mereka yang menamakan dirinya
"sunat," yaitu sunat lahiriah yang dikerjakan oleh tangan manusia, ––
12 bahwa waktu itu kamu tanpa Kristus, tidak termasuk kewargaan Israel dan tidak mendapat
bagian dalam ketentuan–ketentuan yang dijanjikan, tanpa pengharapan dan tanpa Allah di
dalam dunia.
13 Tetapi sekarang di dalam Kristus Yesus kamu, yang dahulu "jauh," sudah menjadi "dekat"
oleh darah Kristus.

Dua minggu yang lalu kita sudah membahas seluruh gambaran Ef 2:11-22.



Pertama, bagaimana mereka tahu bahwa mereka sudah menjadi orang Kristen sejati.

Kedua, bagaimana mereka tahu bahwa mereka mempunyai satu kebersamaan di dalam kehidupan
berjemaat ketika mereka melayani Tuhan sehingga mereka tidak dianggap sebagai warga kelas dua atau
sebagai orang yang tidak mempunyai hak untuk menjadi orang Kristen. Mengapa? Karena pada saat itu
terdapat ajaran yang tidak beres yang menyatakan bahwa kekristenan adalah keselamatan plus. Ini
merupakan bidat! Apa sebenarnya yang dinamakan bidat adalah ajaran yang tidak sesuai dengan firman
Tuhan di mana ketika mengajarkan keselamatan tidak sama seperti yang Alkitab ajarkan. Ini berkaitan
dengan Kristologi. Jika pengajaran tersebut mengajarkan kristus yang salah maka injil-nya salah, jika injil-
nya salah maka kristus-nya salah. Jika kedua-nya salah maka itu berasal dari roh yang salah. Jadi ajaran
dikatakan sesat apabila injil-nya lain, roh-nya lain dan kristus-nya lain. Jika Roh Kudus-nya benar, pasti
mengajarkan Injil yang benar dan ini berarti juga Yesus-nya benar. Ini yang Paulus peringatkan secara tegas
di dalam 2 Kor 11:4, bahkan yang Paulus tunjuk sebagai bidat.

Ketika Paulus memberitakan Injil, di belakangnya selalu ada satu kelompok yang sengaja mengacak-acak
apa yang Paulus ajarkan. Ini dapat kita lihat di dalam pelayanan Paulus. Mereka mengajarkan keselamatan
plus di mana mereka berprinsip kalau orang Kristen yang sejati, percaya Tuhan Yesus namun juga harus
sunat. Dalam surat Galatia, jika kita pelajari maka sempat terjadi keributan yang besar sekali antara Paulus
dan Petrus. Pada mulanya mereka sama-sama memberitakan Injil tapi sekarang muncul golongan bidat
yang mengajarkan kekristenan plus sunat. Ketika golongan ini datang Petrus goncang karena di satu pihak
129 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

dia orang Kristen tetapi di lain pihak dia orang Yahudi. Dalam situasi ini Petrus mulai bingung, kemudian dia
memisahkan diri dari orang yang tidak bersunat dan bergabung dengan orang bersunat. Sekalipun dia tidak
bicara dan tidak mengajar namun melalui tindakannya, Petrus sudah kompromi. Ini mengakibatkan Paulus
mengecam Petrus karena bagi Paulus ini masalah yang sangat krusial. Ini adalah inti bidat yang
mengajarkan kekristenan adalah kekristenan plus perbuatan, kekristenan plus sunat.

Masalah yang mirip seperti ini juga muncul di dalam jemaat Efesus yang mengajarkan menjadi Kristen boleh
tetapi perlu di sunat, jika belum berarti belum menjadi orang Kristen yang sah. Mendengar ini Paulus
marah, maka di dalam ayat 11 mengatakan, "Karena itu ingatlah, bahwa dahulu kamu – sebagai orang-
orang bukan Yahudi menurut daging, yang disebut orang-orang tak bersunat oleh mereka yang
menamakan dirinya "sunat", yaitu sunat lahiriah yang dikerjakan oleh tangan manusia." Pada abad 20 ini
muncul satu gerakan yang berkembang kembali yang disebut Sionisme. Gerakan ini mau mengembalikan
posisi daripada orang Yahudi kembali kepada posisi sentral seperti yang diidekan di dalam PL. Ajaran ini
kemudian masuk ke dalam satu garis teologi besar yang disebut ‘Dispensasionalisme’. Dalam ajaran
Dispensasionalisme orang Israel hingga hari ini dianggap tetap memiliki satu status istimewa sehingga
banyak orang berpikir orang Israel itu luar biasa, umat pilihan Tuhan dan warga negara kelas satu. Ini
sebenarnya bukan berbasis teologis melainkan berbasis politis.

Dengan konsep ini maka hingga sekarang orang Israel dibela habis-habisan. Mereka tidak tahu bahwa
Perjanjian Allah sudah dicabut dan diganti dengan Israel yang baru. Sayangnya hingga hari ini banyak orang
Kristen dipengaruhi oleh pemikiran Dispensasionalisme. Mereka mengajarkan umat Israel memiliki posisi
khusus, semua harus berpusat pada Israel, semua ajaran dunia harus melihat pergerakan Israel, jika suatu
kelak nanti orang Israel sudah berkumpul di Yerusalem itulah tandanya kiamat sudah dekat. Padahal orang
Yahudi yang menjadi Kristen kecil sekali persentasenya. Mereka di mana-mana membuat kacau dunia dan
mereka hanya mengeruk untuk kepentingan pribadi. Kekuatan mereka untuk menginjili kecil sekali dan
justru mayoritas bukan orang Kristen.



pertama Paulus menggunakan kata, "Karena itu ingatlah…," Kata ini penting sekali karena ini menjadi
tekanan di dalam Ef 2:11. Apa yang harus diingat? Kita harus ingat bahwa pertobatan kita adalah kembali
kepada Kristus. Ini ide utama yang harus ada di kepala kita. Di dalam ayat ini ingatlah itu menjadi kata
perintah yang dengan penekanan keras. Disini kata ingat seperti orang yang melamun lalu disadarkan "hai
ingat." Ingat kamu sudah bertobat, kamu sudah diselamatkan oleh darah Yesus. Dan Paulus ingin
mengatakan di dalam ayat ini, ingat mereka boleh menuduh engkau seperti itu. Waktu itu engkau tanpa
Kristus memang tidak termasuk kewargaan Israel dan tidak mendapat ketentuan-ketentuan yang dijanjikan.
Tanpa harapan, tanpa Allah di dalam dunia tetapi sekarang di dalam Kristus Yesus kamu yang dahulu jauh
sudah menjadi dekat oleh darah Yesus.

Kalau begitu apa yang menjadi kekuatan kita ketika kita boleh menjadi anak Tuhan? Kita tidak lagi
dibedakan secara status. Alkitab mengatakan secara ordo ‘ya’ penginjilan di mulai dari Yerusalem kemudian
ke Samaria lalu ke ujung bumi. Pemberitaan Injil selalu dimulai dari mulai orang Yahudi baru orang non-
Yahudi. Namun secara urutan tidak berarti secara status, karena kamu menjadi hamba kebenaran. Jadi
secara status, baik orang Yahudi maupun bukan Yahudi, baik tuan maupun hamba, baik laki-laki maupun
wanita kita semua sama di dalam Kristus. Kita telah ditebus oleh darah Kristus itu yang menjadikan kita
masuk ke dalam satu kewargaan. Kewargaan disini menggunakan kata ‘politik’. Dari kata ini kemudian
130 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

masuk istilah politik yaitu masuk ke dalam satu konsep kesatuan di dalam satu polis – satu warganegara.
Waktu itu satu negara adalah satu kota jadi mereka menggunakan istilah polis. Satu polis ini menjadi satu
keutuhan, satu kesatuan yang tidak dibedakan. Inilah konsep warga negara yang pertama. Di dalam Alkitab
bahasa Indonesia memakai kata kewargaan Israel. Istilah itu berarti menjadi satu warga di dalam Kristus,
karena kita sudah ditebus oleh darah Kristus. Ini seharusnya menjadikan kita mempunyai kekuatan. Karena
di satu sisi Tuhan tidak menyayangkan carang yang asli dipotong kemudian diganti dengan carang yang lain.
Ini adalah anugerah yang begitu besar. Di satu pihak itu menunjukkan satu keminderan tetapi di lain pihak
membuktikan kebesaran anugerah. Ini paradoks yang juga membuat kita tidak sombong. Kekristenan
menegaskan adanya satu anugerah yang begitu besar yang telah diberikan kepada semua umat pilihan
tanpa pandang siapa kita, apa suku kita, warna kulit, pria atau wanita dsb. Kita dikumpulkan untuk menjadi
umat Allah.

Kedua, mereka mengatakan waktu kita menjadi orang Kristen memang betul kita jadi orang Kristen tetapi
plus hukum Taurat. Di sini bagaimana kita berhak menyebut diri kita orang Kristen? Mereka mengatakan
orang Kristen bukan hanya anugerah melainkan juga harus melakukan hukum Taurat dengan tepat. Maka
baru engkau menjadi orang Kristen. Tetapi di lain sisi ada orang yang mengatakan jika kita menjadi orang
Kristen kita tidak perlu menjalankan hukum Taurat. Jika demikian menjadi orang Kristen boleh hidup
berbuat dosa. Jika demikian bagaimana saya menjadi orang Kristen?

Kristen plus hukum Taurat atau kekristenan tanpa hukum taurat. Di dalam Ef 2:15, "Sebab dengan mati-Nya
sebagai manusia Ia telah membatalkan hukum Taurat dengan segala perintah dan ketentuannya, untuk
menciptakan keduanya menjadi satu manusia baru di dalam diri-Nya, dan dengan itu mengadakan damai
sejahtera." Untuk menciptakan keduanya maksudnya dua golongan Yahudi dan non-Yahudi ini menjadi satu
manusia baru di dalam dirinya. Dengan itu ia menciptakan damai sejahtera. Di sini Alkitab dengan tegas
mengatakan bahwa kuasa hukum Taurat telah dibatalkan. Ini tidak berarti hukum Tauratnya yang
ditiadakan, melainkan kuasa hukum Taurat yang membelenggu, yang membuat keselamatan saya
tergantung pada hukum Taurat, ini ditiadakan oleh penebusan darah Kristus. Jika demikian, apa bedanya
pengaruh antara hukum Taurat sebagai kekristenan plus dengan tidak boleh kita mengabaikan hukum
Taurat. Dua hal ini perbedaannya kelihatan sangat tipis tapi sangat menentukan. Orang Kristen yang sudah
diselamatkan tidak boleh sembarangan hidup. Dasarnya adalah hukum kasih. Dan kalau demikian orang
Kristen harus menjalankan hukum Taurat? Maka jawabnya, ‘ya’ dan ‘tidak.’

Secara logika, saya diselamatkan oleh darah Kristus, maka selanjutnya saya tidak boleh hidup sembarangan,
sehingga hal itu berarti kita hidup harus mengikuti Alkitab yang berarti juga hukum Taurat. Namun kalau
kita harus menjalankan hukum Taurat bukan berarti bahwa keselamatan harus percaya kepada Kristus plus
melakukan hukum Taurat. Menurut logika harusnya memang benar namun hal itu tidak benar, karena
keselamatan mutlak hanya oleh anugerah. Tetapi mengapa kita menjalankan hukum Taurat? Hal itu
bukanlah karena kuasa hukum Taurat yang mencengkeram kita tetapi justru kebebasan kebenaran yang
ada di dalam diri kita untuk menjalankan hukum Taurat. Jadi di mana perbedaannya? Paulus mengatakan
barang siapa berada di dalam Kristus dia dimerdekakan dari belenggu hukum Taurat. Jadi, saya yang ada
di dalam Kristus melakukan hukum Taurat bukan karena diancam oleh hukum Taurat melainkan karena
saya anak Tuhan yang berjalan dalam kebenaran maka kebenaran yang Tuhan berikan kepada saya sinkron
dengan kebenaran yang Tuhan berikan di dalam dirinya. Itu berarti menjadikan hukum Taurat menjadi
hukum yang Allah berikan berdasarkan kebenarannya yang sekarang juga menjadi kebenaran saya. Hukum
yang Allah wariskan kepada kita bukan untuk membelenggu kita melainkan ini menjadi manisfestasi dari
131 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

sifat kita. Hukum yang sejati adalah Hukum yang merupakan manifestasi kebenaran yang ada di dalam diri
kita, baru kita menjadi pelaksana hukum. Kekristenan diselamatkan mutlak karena anugerah sedangkan
saya menjalankan hukum karena itulah manifestasi kebenaran Allah yang sudah diturunkan kepada saya
untuk saya lakukan.

Mari kita taat kepada Tuhan dan selanjutnya manifestasi hidup kita berjalan sesuai dengan ketaatan kita
kepada firman. Melayani karena manifestasi kebenaran adalah indah sekali dan saya rindu setiap kita bisa
bebas menjadi seorang Kristen yang benar.

Amin!
132 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

B
Baah
haay
yaas
siik
kaap
psse
ekktta
arriia
ann
Oleh: Pdt. Sutjipto Subeno

Nats: Efesus 2:13-17

13 Tetapi sekarang di dalam Kristus Yesus kamu, yang dahulu "jauh," sudah menjadi "dekat"
oleh darah Kristus.
14 Karena Dialah damai sejahtera kita, yang telah mempersatukan kedua pihak dan yang
telah merubuhkan tembok pemisah, yaitu perseteruan,
15 sebab dengan mati–Nya sebagai manusia Ia telah membatalkan hukum Taurat dengan
segala perintah dan ketentuannya, untuk menciptakan keduanya menjadi satu manusia
baru di dalam diri–Nya, dan dengan itu mengadakan damai sejahtera,
16 dan untuk memperdamaikan keduanya, di dalam satu tubuh, dengan Allah oleh salib,
dengan melenyapkan perseteruan pada salib itu.
17 Ia datang dan memberitakan damai sejahtera kepada kamu yang "jauh" dan damai
sejahtera kepada mereka yang "dekat,"

Hari ini kita masih membicarakan tentang persatuan. Kekristenan perlu kembali sadar akan tugas kesatuan
sebagaimana yang Tuhan kehendaki sebab bahaya sektarian merupakan satu hal yang sangat berat dan
sangat serius yang kita hadapi abad ini. Kita perlu mengerti masalah ini secara essensial di mana semangat
sektarian ini muncul karena adanya perbedaan. Waktu kita mengatakan semua sama justru itu bahaya yang
paling besar. Mengapa? Karena waktu kita mengatakan semua sama padahal fakta riilnya kita semua
berbeda sehingga akibatnya kita masuk ke dalam apa yang disebut kebingungan global. Hal ini meng-
akibatkan kita tidak tahu lagi kita sedang berada di mana dan apa yang harus kita kerjakan bahkan waktu
kita tidak lagi membedakan segala sesuatu. Di dalam kebingungan global ini yang terjadi adalah kita
kembali seperti anak remaja yaitu bingung mencari identitas diri. Jika kita memperhatikan anak remaja
seringkali membuat ulah yang aneh-aneh karena dia sedang mengalami krisis identitas. Pada usia tersebut
para remaja membutuhkan idola sebagai satu figur yang konkrit. Celakanya jika yang mengalami krisis
identitas adalah orang yang berusia 40, 50 dan 60 tahun, ini mengakibatkan kita terhilang di-tengah dunia.
Akibatnya waktu kita masuk dalam krisis identitas seperti ini kita akan memutlakkan diri kita sendiri atau
memutlakkan kelompok kita.

Jadi di tengah-tengah situasi global bukan caranya kita meniadakan perbedaan, bukan caranya untuk kita
membuang semua fakta riil tentang perbedaan. Dalam situasi seperti ini justru yang harus kita kerjakan
adalah kembali kepada Firman untuk dipersatukan secara benar dan bagaimana kita mengerti persatuan
yang sejati. Ketika kita kembali kepada Kristus, kembali kepada pertobatan dan penebusan dosa kita baru
bisa memikirkan persatuan yang sejati yang sesungguhnya bisa dinikmati oleh anak-anak Tuhan. Di dalam
jemaat Efesus untuk menjadi seorang Kristen yang sejati mengalami dua hambatan.

Pertama, adalah bagaimana dia menjadi seorang Kristen yang sejati (Ef 2:1-10). Sedang hambatan yang
133 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

Kedua, baru dapat diselesaikan jika hambatan yang pertama sudah terselesaikan. Orang Yahudi
menegakkan identitas diri dengan cara separatisme. Mereka memisahkan diri lalu menganggap diri lebih
baik dari yang lain ini satu konsep yang dibangun oleh orang-orang Yahudi. Mengapa? Setiap kita
membutuhkan identitas dan untuk mengukuhkan identitas kita membutuhkan satu basis. Masalahnya
seberapa kokoh landasan daripada identitas diri kita. Orang Yahudi menggabungkan nasionalitas dengan
religiusitas menjadi satu basis untuk membangun identitasnya. mereka bangga bahwa mereka adalah orang
Yahudi asli. Jiwa ini menyebabkan mereka menganggap yang bukan Yahudi lebih rendah dan harus
disingkirkan dan akhirnya hal itu mengakibatkan bangsa Israel disingkirkan oleh Jerman.

Di sini kita melihat jika kita membangun identitas diri secara salah, maka ini akan menimbulkan bom waktu
yang akan menghancurkan diri kita kembali. Jika demikian sekarang bagaimana kita membangun identitas
diri kita yang seharusnya? Ini merupakan kesulitan terbesar yang dihadapi oleh manusia. Semangat
sektarian seperti ini akhirnya memimpin seseorang memutlakkan sesuatu yang tidak mutlak yang akibatnya
dapat menimbulkan perpecahan besar dan permusuhan. Semangat seperti ini dialami oleh orang Yahudi
sehingga tidak heran ketika orang Yunani bertobat menjadi Kristen dan ingin bergabung ditolak karena
belum Yahudi dan untuk menjadi Yahudi mereka harus disunat. Akibatnya timbul ketegangan antara orang
Yahudi dengan orang non-Yahudi.

Apa yang dipegang oleh orang Yahudi pada jaman itu adalah bahwa mereka umat pilihan Allah. Pada
minggu lalu telah diuraikan bahwa Alkitab sudah mencabut hak pemilihan utama orang Yahudi lalu
menyerahkan kepada Yahudi yang baru atau Israel baru yaitu gereja Tuhan. Allah memilih Israel agar Israel
dapat menjadi saksi keluar dan berkat bagi banyak orang tetapi justru terbalik menjadi semangat sektarian.
Ini satu hal yang berbahaya akibatnya orang Israel bukan mengutamakan Tuhan yang sudah memilih
melainkan mengutamakan diri yang dipilih. Saudara, sebagai orang Kristen kita sebenarnya mendapat
status yang sama dengan umat Israel pada saat itu. Orang Israel adalah umat pilihan Allah pada saat itu.

Orang Kristen adalah umat pilihan Allah saat ini. Jangan kaget jika hari ini di dalam diri orang kristen juga
bisa memiliki jiwa sektarian seperti umat Israel. Namun Alkitab mengatakan kita justru menjadi umat
pilihan Allah untuk bersaksi di tengah jaman. Jika Tuhan sudah memberi anugerah dan pemeliharaan
kepada kita maka jangan disalahgunakan. Ini akan menimbulkan dampak yang besar sekali di dalam
pelayanan gereja. Jika gereja sudah tidak bisa bersatu lagi maka kekristenan sudah tidak bisa menjadi
berkat. Ini berbahaya sekali dan sangat banyak dampak yang akan terjadi di mana akan timbul klik,
golongan, kelompok-kelompok yang membuat gereja berantakan.

Ketika anak-anak Tuhan bertengkar maka gereja akan kehilangan arah sehingga tidak ada lagi arah yang
jelas. Tidak ada lagi visi yang jelas dan arah bersama yang harus dikerjakan. Ini yang pertama. Sedang yang
kedua akan kehilangan daya, pemborosan tenaga yang tidak ada gunanya.

Ketiga, pertengkaran tidak bisa tidak otomatis menghancurkan diri sendiri dan yang

keempat, strategi keseluruhan langsung runtuh dan akibatnya intervensi dari luar dapat masuk. Ini sangat
berbahaya sekali dan Setan suka cara ini. Jika gereja di acak-acak oleh intervensi dari luar maka gereja akan
rusak. Dengan demikian saya harap gereja betul-betul mengerti mengenai kesatuan sejati yang Tuhan
minta.

Dalam Ef 2:14 dikatakan, "Karena Dialah damai sejahtera kita, yang telah mempersatukan kedua pihak dan
yang telah merubuhkan tembok pemisah, yaitu perseteruan." Di dalam ayat ini, yang pertama akan saya
tekankan bahwa persatuan tidak meniadakan perbedaan. Kedua belah pihak tetap ada. Orang yahudi tetap
134 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

yahudi, orang yunani tetap Yunani. Perbedaan itu tetap dipertahankan namun yang dihilangkan adalah
perseteruannya. Ini kunci yang harus kita sadari. Ini yang pertama harus disingkirkan dan dibereskan di
dalam pelayanan anak-anak tuhan. Jika kita tidak mengerti essensi dari persatuan Kristen maka itu
membuat kita sangat rentang dan berbahaya untuk masuk dalam perpecahan. Itu sebabnya jikalau sudah
mulai ada benih perseteruan harus segera diselesaikan agar jangan sampai menimbulkan perpecahan di
dalam gereja dan dengan demikian setiap kita harus mempunyai semangat konsolidasi.

Dalam ay. 14 dikatakan, "Karena Dialah damai sejahtera kita, yang telah mempersatukan… yang telah
meruntuhkan tembok pemisah…" Ketiga kalimat ini menggunakan struktur aorist tense.

1. Aorist tense adalah satu tindakan yang dikerjakan di dalam ketuntasan kekekalan yang diterapkan di
dalam seluruh sejarah. "Karena Dialah" berarti Kristus menjadi sumber pertama dan utama untuk
menyelesaikan semua perseteruan.

2. "Sudah digenapkan" berarti semangat dan kuasa perseteruan itu seharusnya bisa dikalahkan, karena
kuasa penyelesaiannya sudah tuntas dikerjakan. Ini format aorist tense ditekankan di dalam ayat ini untuk
menyatakan bahwa Tuhan sudah meruntuhkan semua tembok pemisah dan Tuhan sudah mempersatukan
di dalam darah-Nya. Dalam ay. 13 dikatakan, "Di dalam Kristus kamu, yang dahulu ‘jauh’, sudah menjadi
‘dekat’ oleh darah Kristus." Di sini kita sudah dipersatukan oleh darah Kristus dan biarlah kita boleh
mengarahkan hidup dan seluruh perjuangan kita kembali kepada Kristus. Ini baru kemutlakan yang sejati
yang menyelesaikan semua kerelativan di dunia. Mari kita menguji diri kita masing-masing apakah kita
sudah memikirkan apa yang Kristus mau dan bukan memikirkan dan memperjuangkan kepentingan kita
masing-masing. Visi, kesamaan arah dan tujuan perjuangan baru bisa terjadi jika kita kembali kepada
Kristus.

3. Bagaimana kita membangun itu secara konkrit. Alkitab mengatakan yang

Pertama, salib harus menjadi dasar pandang kita. Visi salib itulah yang membuat kita kuat di dalam kita:
bersatu. Karena waktu kita memandang salib kita tahu apa yang sudah Tuhan kerjakan kepada kita. Kita
hanyalah orang berdosa yang sudah ditebus oleh Tuhan dengan darah yang mahal, karena Tuhan begitu
mencintai kita. Ini seharusnya menjadikan kita orang yang rendah hati. Jika kita boleh melayani itu semata-
mata karena anugerah yang begitu besar. Ketika kita memandang salib, kita mengerti ada satu hati yang
tidak mau menyakiti hati Tuhan. Dalam hidup, kita melihat misi kerajaan Allah di bawah salib, itulah visi
salib. Ay 16 mengatakan, "Untuk memperdamaikan keduanya, dalam satu tubuh dengan Allah oleh salib,
dengan melenyapkan perseteruan pada salib itu." Biarlah salib penderitaan Kristus, penebusan Kristus, dan
misi Kristus menjadi bagian dalam diri kita. Terkadang di dalam diri kita, kesibukan membuat kita tidak
mampu lagi memandang salib.

Kedua, Damai sejahtera yang sejati. Alkitab mengatakan damai sejahtera yang Allah berikan kepada kita
berbeda dengan apa yang dunia bisa berikan di mana artinya ada satu kedamaian yang membuat kita tidak
ingin kedamaian itu terusik. Istilah ‘damai’ hari ini sangat banyak disalahgunakan. Damai di sini bukan
seperti yang dunia ajarkan yaitu kalau cocok dengan perasaan kita atau diri kita melainkan damai yang
Tuhan berikan. Ay. 17 mengatakan, "Ia datang dan memberitakan damai sejahtera kepada kamu yang ‘jauh’
dan damai sejahtera kepada mereka yang ‘dekat.’" Dengan kata lain, damai sejahtera ini diberikan kepada
kedua pihak yang berseteru. Jadi damai sejati di sini adalah damai sejahtera yang kembali terarah kepada
visi Kristus. Kembali mengarah kepada visi pelaku daripada kedamaian itu sendiri yaitu Tuhan Allah.
135 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

Marilah kita kembali belajar di dalam hidup kita untuk berhenti dari semangat sektarian, lalu kita mengajak
semua orang balik kepada Kristus. Kembali kepada kebenaran Dia, kepada cinta kasih-Nya, kembali
memperjuangkan Dia dan semuanya untuk kemuliaan nama Tuhan. Di situlah visi salib damai sejahtera
Tuhan terjadi. Berhentinya semua perseteruan maka perjuangan misi Allah bisa dikerjakan secara
maksimal. Jika ini ada di dalam gereja kita, maka gereja memiliki potensi untuk mempengaruhi dunia. Saya
rindu apa yang sudah dijalankan di dalam perjalanan GRII sampai hari ini boleh terus menerus
mempengaruhi dunia dan memperjuangkan semangat kesatuan di dalam Kristus.

Amin!
136 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

B
Baas
siis
sppe
errs
saattu
uaan
nyya
anng
gsse
ejja
attii
Oleh: Pdt. Sutjipto Subeno

Nats: Efesus 2:19-22

19 Demikianlah kamu bukan lagi orang asing dan pendatang, melainkan kawan sewarga dari
orang–orang kudus dan anggota–anggota keluarga Allah,
20 yang dibangun di atas dasar para rasul dan para nabi, dengan Kristus Yesus sebagai batu
penjuru.
21 Di dalam Dia tumbuh seluruh bangunan, rapih tersusun, menjadi bait Allah yang kudus, di
dalam Tuhan.
22 Di dalam Dia kamu juga turut dibangunkan menjadi tempat kediaman Allah, di dalam Roh.

Kita sudah membicarakan pergumulan orang-orang Yunani yang menjadi Kristen sulit bersatu dengan orang
Kristen dari bangsa Yahudi. Bagi orang Yahudi bangsa non-Yahudi adalah bangsa kafir. Ini membuat orang
non-Yahudi minder dan membuat persatuan sulit tercapai. Semangat seperti ini dapat muncul setiap
zaman. Hari ini banyak orang sulit menjadi Kristen karena batasan-batasan yang menjadi tembok, sehingga
menyulitkan dia untuk menjadi orang kristen, misalnya Kristen di identikkan dengan batak. Itu sebabnya,
perlu kesatuan sejati dan ini sudah dibahas dalam Ef 2:11-22.

Kita sudah membicarakan hal di atas sebagian demi sebagian. Pada saat ini kita memasuki bagian klimaks
dari prinsip penyatuan. Apa dasar kita untuk membangun kekristenan sejati? Fondasinya di mana?
Jawabnya adalah kembali kepada Alkitab. Jika setiap kita kembali kepada Alkitab dan tahu basis kekristenan
untuk kesatuan maka kita lebih cepat bersatu. Mungkin kita bertanya, “Mengapa orang Kristen sendiri sulit
bersatu?” Itu semua adalah karena dosa. Prinsip dosa adalah memecah belah dan jika ini terjadi itu berarti
salah kita sendiri.

Jadi agar persatuan sejati terjadi kita harus membangunnya di atas dasar yang benar. Dalam hal ini Alkitab
mengatakan, “Demikianlah kamu bukan lagi orang asing dan pendatang, melainkan kawan sewarga dari
orang-orang kudus dan anggota-anggota keluarga Allah.”

 

Pertama, kita satu warga kerajaan surga. Jadi siapapun kita? Bagaimanapun kita? Kapanpun kita dilahirkan?
Dari suku atau bangsa apapun tidak menjadi masalah, karena kita sudah disatukan menjadi keluarga
kerajaan surga. Implikasinya, jika kita sewarga di dalam kerajaan surga berarti Tuhan adalah Raja kita. Jadi
kita harus menTuhankan Kristus dalam hidup kita. Jika kita semua tunduk kepada Kristus maka dengan
sendirinya kita akan bersatu. Satu bukan karena kita menggalang kesatuan horizontal tetapi satu karena
kita punya kepala yang satu yang menarik semua jadi satu. Format ini menjadikan kita tidak boleh ada
Tuhan atau Raja lain kecuali Tuhan Allah sendiri. Jika hal ini sudah diselewengkan di mana Tuhan sudah
diganti posisinya maka bahaya akan terjadi. Dan jika kita gagal menjadi kawan sewarga di hadapan Tuhan,
137 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

ini yang menjadikan kawan sewarga sulit bersatu. Itu sebabnya di dalam 1 Petrus 3:15 mengatakan, “Tetapi
kuduskanlah Kristus di dalam hatimu sebagai Tuhan! Dan siap sedialah pada segala waktu untuk memberi
pertanggungan jawab kepada tiap-tiap orang yang meminta pertanggungan jawab dari kamu tentang
pengharapan yang ada padamu, tetapi haruslah dengan lemah lembut dan hormat.” Di dalam bagian ini
mengatakan “Kuduskan Kristus di dalam hati kita sebagai Tuhan.” Jika ini ada di dalam hati kita, barulah kita
bisa bersatu. Inilah yang membuat seluruh arah visi tidak menjadi konflik tetapi kembali kepada arah yang
sejati. Dan ini baru bisa terjadi jika kita mau menyangkal diri kita dan mengatakan tidak kepada diri kita dan
mengatakan ya kepada Tuhan. Konsep pertama ini menjadi dasar bagi bagian kedua.

Kedua, kita satu keluarga Allah. Di sini umat Tuhan digambarkan sebagai satu keluarga. Di dalam satu
keluarga lebih mementingkan satu keintiman. Menggambarkan satu relasi yang penuh cinta kasih. Jadi di
dalam poin yang kedua ini Paulus mau mengatakan bukan saja membicarakan ketaatan kita kepada Allah
tetapi bagaimana kita mengerti cinta kasih sesama. Mengerti bahwa saudara adalah saudaraku dan aku
adalah saudaramu. Ini merupakan gambaran yang begitu penting yang menggambarkan satu relasi cinta
kasih di dalam keluarga. Sayangnya di dalam jaman yang semakin berkembang menggambarkan relasi cinta
kasih di dalam keluarga menjadi sulit, karena banyak hubungan di dalam keluarga tidak beres. Kasih bukan
tali pengikat yang utama di dalam keluarga. Tidak heran jika mereka mendengar ayat yang mengatakan,
“Kita perlu bersatu seperti satu keluarga.” Bagi mereka kalimat ini aneh sekali di telinga. Ini membuktikan
betapa perlunya keluarga kembali kepada firman Tuhan. Membangun keluarga di dalam kebenaran Tuhan.
Ini yang membuat keluarga menjadi indah sehingga anak-anak melihat betapa indahnya memiliki keluarga
yang indah. Keluarga indah bukan karena tidak pernah berselisih. Perselisihan pasti ada tetapi bagaimana
cinta kasih lebih menguasai dibandingkan perselisihan yang ada. Bagaimana cinta kasih, perhatian, dan
kerelaan berkorban ada di dalam keluarga.

Melalui gambaran keluarga ini Tuhan mau menggambarkan satu kesatuan yang sejati. Jika dunia sudah
dipecah-pecah oleh kebencian satu sama lain bagaimana dia bisa melihat cinta kasih yang sejati. Jika ini
terjadi di dalam keluarga Allah betapa rusaknya keluarga Allah. Saya berharap kiranya setiap kita boleh
belajar bagaimana di dalam pelayanan dan kehidupan kita boleh mencerminkan satu keindahan keluarga.
Dengan demikian kekristenan dapat menjadi contoh bagi dunia. Saya harap gereja ini boleh Tuhan pimpin
untuk kita sama-sama bisa saling mengasihi. Inilah gambaran persatuan yang Tuhan inginkan. Di satu pihak
tahu otoritas. Tahu Tuhan menjadi pemimpin yang mempersatukan dan di lain pihak cinta kasih relasional
ada di tengah-tengah keluarga Allah. Kita berelasi satu sama lain. Kita saling mengasihi satu dengan yang
lain sebagai satu keluarga di mana Tuhan menjadi Bapa kita dan kita adalah anak-anak-Nya. Ini menjadikan
kita terikat menjadi satu persaudaraan yang indah satu sama lain. Persatuan sejati di antara anak Tuhan
tentu ada perbedaan, yang penting bagaimana di dalam perbedaan tersebut kita bisa saling menghargai
dan mengasihi sebagai satu keluarga. Perbedaan yang mempersatukan memungkinkan terjadinya
keindahan kesatuan dalam satu keluarga.

Sekarang kita perlu memikirkan basis penyatuan yang Tuhan inginkan terjadi. Format mutlaknya seperti
apa? Alkitab mengatakan basisnya adalah di atas dasar para rasul dan para nabi dengan Kristus sebagai
Batu Penjuru. Urutan di sini bukan para nabi lebih dahulu melainkan para rasul. Tetapi Alkitab mencatat
para rasul lebih dahulu baru para nabi dengan Kristus sebagai dasarnya. Kenapa para rasul diletakkan lebih
dahulu bukan para nabi? Di dalam ayat ini ada signifikansi teologis yang sangat penting. Basisnya adalah
Kristus. Di atas diri Kristus dibangun para rasul dan para nabi. Secara kronologis nabi ada lebih dahulu
sesudah itu baru rasul, tetapi secara prinsip teologis rasul menginterpretasi nabi. Setelah nabi selesai
tugasnya maka rasul berbicara. Rasul dipakai untuk menuliskan Perjanjian Baru sedangkan nabi dipakai
138 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

untuk menuliskan Perjanjian Lama namun basis utama bukan di nabi melainkan di interpretasi PB terhadap
PL. Demikian pula ketika Kristus datang, Dia menginterpretasi apa yang diungkapkan di dalam PL dan
mensahkan apa yang nanti ditegaskan di PB. Di dalam PL seluruhnya menunjuk kepada Kristus. Kristuslah
titik pusat yang dituju semua nabi PL. Jadi di dalam PL yang menjadi patokan dasarnya adalah Kristus. Di
dalam PL merupakan bayang-bayang yang menuju kepada satu realita sejati. Jadi di dalam PL
membayangkan Kristus yang akan datang (Mis: Kej 3:15). Ini nubuat! Nubuat tidak jelas, kecuali nubuat
tersebut telah digenapi di dalam PB. Waktu di buka secara jelas itu berarti sejarah sudah lampau. Jadi
prinsip yang penting di sini bukan nabi menjelaskan rasul tapi rasul menjelaskan nabi. Bukan PL menjelaskan
PB tetapi PB menjelaskan PL. itu sebabnya mengapa Paulus menulis “Rasul lebih dahulu kemudian nabi.”
Untuk mengerti Yesus sebagai batu penjuru kita harus melihatnya mulai dari rasul menuju ke nabi. Apa
yang diungkapkan oleh para rasul di dalam PB di konfirmasikan oleh nubuatan para nabi. Ini yang menjadi
dasar mengapa kita mengatakan iman kristen jauh lebih solid daripada pengertian iman Yudaisme yang
memegang PL tetapi menolak PB. Banyak orang yang tidak bertanggungjawab lebih menekankan PL dari PB.

Bagaimana kita bersatu? Untuk membangun kesatuan, Alkitab mengatakan basisnya di atas fondasi Kristus
dengan Firman di atas-Nya. Persatuan sejati terjadi ketika kita sama-sama menTuhankan Kristus dengan
basisnya Firman Tuhan di mana PB melihat PL. Ini tidak berarti ketika kita menggarap firman maka kita bisa
cocok tanpa adanya perbedaan. Perbedaan pasti ada tetapi jika kita sama-sama mau kembali kepada
Firman, mau belajar taat kepada Firman saya yakin persatuan sejati bisa terjadi. Bukan ego kita, bukan
pandangan kita, bukan keinginan kita melainkan kehendak Tuhan.

Lalu, tugas siapakah untuk membangun kesatuan sejati ini? Kita sebenarnya tahu bahwa ini bukan hanya
tugas pendeta atau hamba Tuhan. Tetapi masalahnya kita malas mempelajari firman Tuhan dengan baik,
akibatnya jemaat begitu lemah karena jemaat tidak pernah belajar, tidak mau mengerti kebenaran. Tidak
heran kalau jemaat begitu mudah ditipu karena tidak belajar kritis. Saya ingin setiap jemaat boleh belajar
kritis, mempertanyakan segala sesuatu secara kritis. Semangat kritis ini tidak mungkin terjadi kecuali kita
kembali ke Alkitab, mempelajari Alkitab. Mari kita kembali kepada Firman, jika kita kembali kepada Firman
kita tahu apa yang kita harus kerjakan, tahu bagaimana menilai jaman, dan kita bisa bersatu dengan setiap
orang Kristen dan bersepakat di dalam banyak hal. Tetapi jika kita tidak kembali kepada Firman, kita sulit
untuk sepakat dan perpecahan mudah sekali terjadi. Saya ingin ada orang yang betul-betul basis kepada
teologi yang kokoh lalu secara tajam menilai semua yang terjadi dari perspektif firman Tuhan. Saya minta,
mari kita mulai belajar sungguh-sungguh bergumul baik-baik agar Tuhan pakai kita. Mau saudara?

Amin!
139 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

S
Soolla
aSSc
crriip
pttu
urra
a
Oleh: Pdt. Sutjipto Subeno

Nats: Yohanes 1:1-5

1 Pada mulanya adalah Firman; Firman itu bersama–sama dengan Allah dan Firman itu
adalah Allah.
2 Ia pada mulanya bersama–sama dengan Allah.
3 Segala sesuatu dijadikan oleh Dia dan tanpa Dia tidak ada suatupun yang telah jadi dari
segala yang telah dijadikan.
4 Dalam Dia ada hidup dan hidup itu adalah terang manusia.
5 Terang itu bercahaya di dalam kegelapan dan kegelapan itu tidak menguasainya.

Teriakan Martin Luther yang begitu keras terjadi 481 tahun yang lalu karena sedih dan marah melihat gereja
sudah melecehkan firman Tuhan. Gereja telah menggeser ajaran tentang keselamatan, pertobatan,
kelahiran baru, dan penebusan diganti dengan hal yang tidak benar, yaitu dengan membeli surat
indulgensia (surat penebusan dosa). Ajaran ini hanya mementingkan keinginan Paus demi untuk membangun
Santo Petrus yang hari ini menjadi salah satu obyek pariwisata terbesar di kota Roma. Itu sebabnya Martin
Luther berteriak keras agar gereja kembali kepada Alkitab. Hanya kembali kepada Alkitab kita baru bisa
mengerti kebenaran dan Alkitab harus menjadi dasar kebenaran.

Pada tahun 1998 ini setelah 481 tahun kemudian, apakah gereja sudah beres? Apakah hari ini gereja sudah
sungguh-sungguh kembali kepada Firman ataukah sebaliknya? Hari ini kita melihat, gereja tetap diwarnai
oleh ajaran yang tidak sesuai dengan Alkitab di mana banyak orang berteriak reformasi tetapi tidak tahu
reformasi itu apa. Mereka tidak tahu apa yang mereka kerjakan dan tidak mempunyai solusi penyelesaian
masalah.

Beberapa saat yang lalu saya membaca kembali bagian dari buku "Institutes of the Christian Religion" John
Calvin. John Calvin bukanlah seorang yang berpendidikan teologi secara formal. Dia adalah seorang ahli
hukum, namun karena cintanya kepada Tuhan membuat dia belajar Firman dan membaca buku-buku
teologi mungkin lebih banyak daripada imam yang belajar teologi. Tidak heran, kalau dia bisa menuliskan
prinsip iman Kristen yang begitu solid, padat, menyeluruh, dan terintegrasi untuk menjadi pegangan di
dalam gerakan reformasi. John Calvin bukan hanya menulis sistematik teologi namun dia juga seorang
ekspositor Alkitab yang kuat. Sistematik teologi yang dibuat didasarkan pada eksposisi Alkitab yang ketat
dan dia hampir menafsir seluruh kitab dalam Alkitab.
John Calvin, mengapa dia memilih nama John? Saya tidak tahu. Tapi, jika saya membandingkannya dengan
membaca Yohanes 1, saya melihat inilah jiwa yang saya rasa ingin dia utarakan di dalam hidupnya. Yohanes
waktu menulis kitab Injil dia mulai dengan Firman. Inilah cara Yohanes mengungkapkan otoritas, asal usul
dan dasar dari kemungkinan keberadaan. Seluruh keberadaan alam semesta, perkembangan sejarah dan
seluruh perkembangan kemungkinan potensi yang ada mulai dengan kata ‘Firman’ (The Word). Yohanes 1:1,
140 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

"Pada mulanya adalah Firman, Firman itu bersama-sama dengan Allah dan Firman itu adalah Allah." Ini
merupakan ayat yang pendek namun mempunyai satu aspek teologis yang begitu solid. Firman ini menjadi
dasar atau sumber dari semua keberadaan yang ada di dalamnya. Firman itu mencipta lalu dari ciptaan itu
adanya ciptaan kemudian dan itupun dari Firman. Di dalam ayat 3 mengatakan, "Tanpa Dia tidak ada
suatupun yang telah jadi dari segala yang telah dijadikan." Ini berarti ciptaan dan penurunan ciptaan itu
kembali kepada firman. Disini kita melihat pentingnya konsep ‘Sola Scriptura.’

Untuk mengerti pentingnya konsep Sola Scriptura mari kita melihat terlebih dahulu titik putar pada tahun
1517 dan kemudian kita melihat ke abad 20. Mengapa tanggal 31 Oktober 1517 harus ada letusan? Untuk
menjawab hal ini kita akan meninjau bukan hanya secara teologis namun juga secara historis. Tuhan
memperkenankan terjadinya titik putar di dalam sejarah ini merupakan hal yang penting. Mengapa? Karena
Tuhan ingin mengembalikan gereja pada tempat yang seharusnya. Jika kita melihat sejarah maka tahun 0
adalah tahun di mana Kristus lahir dan tahun di antara sebelum dan sesudah Kristus lahir itu menjadi titik
putar. Jika kita hanya mengerti sampai di sini, itu berarti kita baru mengerti fakta tetapi belum mengerti
pengertian fakta yang sesungguhnya. Untuk mengerti pengertian fakta di sini kita mulai bertanya,
"Mengapa Kristus lahir?" Di sini kita melihat ada signifikansi yang serius terjadi. Itu bukan kebetulan terjadi
tetapi karena Allah melihat sudah genap waktunya, maka Allah mengutus Anak-Nya untuk turun ke dalam
dunia untuk menyelesaikan problematika dosa (bnd. Gal 4:4).
Hanya di dalam Kristus kita melihat kebenaran yang sesungguhnya dan bagaimana manusia hidup sebagai
manusia. Itu sebabnya tidak ada seorang manusiapun yang boleh dicontoh atau ditiru, karena tidak ada
seorangpun yang hidup sempurna kecuali Yesus Kristus. Jadi ini menjadi titik putar di dalam sejarah di mana
satu arus yang sudah menyeleweng ditarik kembali kepada jalur yang seharusnya. Itu sebabnya di dalam
proses sejarah pada saat gereja sudah mulai menyimpang dari kebenaran, Tuhan menegakkan titik putar
kembali gereja kembali kepada jalur yang seharusnya yaitu kembali kepada Alkitab.

Pada abad 15 dan 16 merupakan abad di mana Renaisance atau Humanisme mencapai puncaknya.
Sayangnya, mereka menggeser Tuhan dari hidup mereka dan mengatakan bahwa mereka tidak perlu
Tuhan. Manusialah Tuhan atas segala Tuhan. Ini berbeda dengan abad 12 kita melihat misalnya lukisan
memakai putaran lingkaran suci, bukan itu saja mereka melukis manusia dengan tangan yang terarah
melihat Tuhan. Namun pada masa Renaisance kita melihat bahwa konsep ini didobrak oleh satu lukisan
yang terkenal luar biasa yaitu Monalisa atau Madona. Lukisan ini mempunyai pengaruh yang luar biasa
karena di dalamnya mempunyai signifikansi sejarah. Ada sesuatu yang mau disampaikan melalui lukisan
tersebut. Di dalam lukisan ini Leonardo Da Vinci menggambarkan satu wajah dengan senyuman yang sinis
luar biasa. Dengan mata yang melihat ke bawah dan tangannya diarahkan ke bawah. Dengan itu dia ingin
mengutarakan, "Mari dunia, tidak perlu lagi melihat ke atas. Mari kita melihat ke bawah."

Ini merupakan ide humanisme yang disodorkan mulai dari Renainsance, lalu Masa Pencerahan, setelah itu
Modernisasi, dilanjutkan era Post Modernisasi kemudian masuk ke New Age. Ini semua rentetan sejarah
yang ditarik dari satu garis yaitu dari ide humanisme. Di dalam humanisme manusia harus mengutarakan
diri, menyelesaikan keinginan diri dan mencapai tujuan diri. Ini gagasan yang bermula dari renaisance. Pada
abad 13 dan 14 renainsance sudah mencapai jaman yang disebut high renaisance. High renaisance kira-kira
muncul pada abad 13, 14 terus hingga abad 15. Semangat humanisme menguasai semua masyarakat pada
saat itu dan orang Kristen termasuk Paus hingga ke bawah sebagian besar hanya berpikir, "Bagaimana saya
dapat menikmati hidup, menikmati kejayaan dan memperjuangkan apa yang saya mau?" Semua itu harus
diusahakan atau dikerjakan oleh manusia, bukan Tuhan yang rencanakan. Pengaruh humanisme ini
membuat orang mulai meninggalkan Firman, tidak heran mulai abad 12, 13, 14, dan 15 gereja menjadi
141 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

semakin hari semakin gelap, semakin meninggalkan Firman Tuhan. Berita khotbah hanya untuk mencari
kepentingan dan kenikmatan diri sendiri.
Di tengah-tengah kondisi seperti ini Tuhan tetap membangkitkan sekelompok orang yang betul-betul setia
kepada Firman. Orang-orang ini kemudian dipakai oleh Tuhan untuk mengadakan reformasi. Ini bisa kita
lihat sejak zaman PL seperti Nuh, Elia dll. Jadi Di tengah-tengah dunia yang begitu rusak, Tuhan masih
menjaga dan memelihara sekelompok kecil anak-anak Tuhan yang setia. Demikian juga pada abad ke-15
ketika dunia sudah rusak, humanisme merajalela dan manusia begitu materialis dan mementingkan diri
sendiri termasuk Paus dan bawahannya. Namun kemudian seperti Martin Luther, Calvin, Theodore Beza dll.
Tuhan bangkitkan untuk membawa gereja dan dunia kembali melihat kebenaran yang azasi.

Dunia kita selalu mempunyai kecenderungan eksentrik. Semangat yang mau menyeleweng dari kebenaran
yang semakin lama semakin aneh. Inilah yang disebut dengan eksentrik. Tidak heran, kalau saudara melihat
dunia ini tambah lama tambah nyentrik. Istilah nyentrik ini sebetulnya adalah eksentrik. Mau tampil beda
tapi bedanya tambah lama tambah gila secara negatif, keluar dari kebenaran. Celakanya orang seperti ini
merasa dialah orang yang harus memimpin Zaman. Di tengah-tengah perjalanan sejarah seperti ini Tuhan
memimpin kembali sekelompok kecil orang untuk kembali kepada kebenaran. Ini yang kita sebut sebagai
konsentris yaitu semangat untuk kembali kepusat atau keinti kebenaran. Ketika dunia sudah mulai relatif
Tuhan memimpin kita kembali kepada kemutlakan yang sejati. Inilah yang diteriakkan oleh reformasi 481
tahun yang lalu.
Pertanyaannya sekarang di mana pusat konsentrisitas kemutlakan kita? Melalui Firman Tuhan. Ini menjadi
inti pertama yang harus dikerjakan di dalam kekristenan kita. Yoh 1 mengatakan bahwa semua yang jadi
tidak akan jadi jikalau bukan karena Firman. dan Firman inilah terang bagi dunia ini. Begitu terang ada maka
kegelapanpun hilang. Yoh 1 hanya terdiri dari satu kalimat pendek namun tuntas untuk menyelesaikan
semua problema. Di sini Yohanes mau membukakan kepada manusia bahwa tanpa Firman, hidup manusia
tidak ada arah dan kita akan hidup di dalam kegelapan, kecuali kita kembali kepada terang. Terang itu
adalah Firman. Kembali kepada Firman adalah satu keharusan yang tidak bisa diganggu gugat. Calvin di
dalam bukunya memberikan satu tema yang cukup menarik dan ketat, ketika dia mengatakan, "Without
scripture we fall into error." Seluruh hidup kita tidak mungkin jalan tanpa referensi yang mutlak. Tanpa
kemutlakan kita kehilangan pegangan. Calvin mengatakan, hanya kembali kepada Alkitab kita memiliki
pegangan. Kembali kepada Alkitab! Kalimat ini sebelumnya diteriakkan oleh Martin Luther. Ketika Martin
Luther meneriakkan itu berarti taruhannya nyawa dan hanya karena pemeliharaan Tuhan maka Martin
Luther tidak jadi dibunuh hanya ditangkap kemudian disembunyikan. Martin luther hilang beberapa tahun
dan di tengah-tengah persembunyiannya dia menerjemahkan Alkitab bahasa latin ke dalam bahasa Jerman.
Inti reformasi adalah menuntut kita Back to the Scripture. Saat ini kita bisa dengan mudah membeli Alkitab.
Tapi jangan lupa, banyak tokoh-tokoh seperti Martin Luther dll yang harus mempertaruhkan nyawanya
supaya Alkitab dapat dibaca banyak orang. Misalnya William Tyndall yang akhirnya dibakar hidup-hidup.
Sekarang kita mudah mendapatkan Alkitab bahkan kita mungkin memiliki lebih dari satu tapi berapa
banyak kita sudah membaca Firman Tuhan tersebut mulai dari Kejadian sampai Wahyu? Saudara, mari kita
membaca firman Tuhan dengan semangat kritis sehingga kita tidak mudah untuk ditipu oleh dunia yang
berdosa, oleh gerakan-gerakan eksentrik yang sedang melanda kekristenan dan dunia ini. Seberapa jauh
kita mempunyai semangat ini? Hari ini, mari kita instrospeksi diri kita dan berkata kepada Tuhan, "Tuhan,
aku mau belajar Firman-Mu dengan sungguh-sungguh." Maukah Saudara?

Amin!
142 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

P
Paan
nggg
giilla
anny
yaan
ngga
ajja
aiib
b
Oleh: Pdt. Rusdi Tanuwidjaya

Nats: Matius 2:1-2

1 Sesudah Yesus dilahirkan di Betlehem di tanah Yudea pada zaman raja Herodes,
datanglah orang–orang majus dari Timur ke Yerusalem
2 dan bertanya–tanya: "Di manakah Dia, raja orang Yahudi yang baru dilahirkan itu? Kami
telah melihat bintang–Nya di Timur dan kami datang untuk menyembah Dia."

Natal merupakan satu peristiwa yang paling agung di dalam sejarah, sayangnya kita seringkali hanya
mengenang peristiwa ini pada hari natal atau menjelang Natal walaupun kita tidak tahu kapan tepatnya
Natal yang sesungguhnya. Bagi saya ini tidak penting, namun yang penting adalah bagaimana kita
senantiasa mengingat jiwa, teladan, dan kerendahan dari inkarnasi Kristus.

Itu sebabnya, pada hari ini kita kembali merenungkan makna Natal dalam hidup kita. Di sini kita akan
belajar beberapa poin yang penting sehubungan dengan Natal.

Pertama, Natal membuktikan bahwa anugerah Allah lebih besar daripada dosa manusia. Kristus datang ke
dalam dunia ini menunjukkan bahwa kasih Allah lebih besar daripada dosa manusia. Andaikata keadilan
Allah lebih besar daripada dosa manusia, maka semua kita tidak akan merayakan Natal dan itu berarti kita
semua harus dihukum.

Kedua, Natal membuktikan cara kerja Allah seringkali berada di luar jangkauan pikiran manusia. Ketika
Allah menggenapi janjinya, kita melihat seringkali berada di luar pikiran dan pengalaman manusia.

1. Secara waktu siapa yang pernah berpikir bahwa Anak Allah datang ke dunia justru setelah Allah
diam 400 tahun. Allah tidak memakai seorang nabipun untuk memberitakan firman pada zaman itu. Namun
setelah 400 tahun barulah Allah menggenapi janjinya yang telah ia nubuatkan ribuan tahun yang lalu.

2. Secara tempat siapa yang pernah berpikir bahwa Allah untuk menggenapi janjinya justru memakai
tempat yang sederhana dan tidak terkenal yaitu kota Betlehem. Betlehem berarti rumah roti. Kota
Betlehem adalah kota yang kecil yang mungkin berada di luar pikiran manusia. Namun di sini kita melihat
apa yang tidak terpandang bagi manusia justru dipakai Allah untuk menjadi rumah roti bagi jiwa manusia
yang lapar dan haus.

Ketika Allah menggenapi janjinya bukan hanya di kota yang tidak terpandang tetapi juga Ia lahir di sebuah
tempat yang tidak terpikirkan oleh manusia yaitu sebuah kandang yang hina, kotor dan bau. Bahkan Anak
Allah dibaringkan di sebuah palungan yaitu tempat makan binatang. Kandang dan palungan adalah tempat
yang tidak layak untuk dihuni oleh manusia tapi justru di situlah Allah menggenapi janji-Nya. Sungguh, ini
berada di luar pemikiran manusia yang terbatas.
143 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

Ketiga, Natal berarti Allah ada di tempat di mana tidak pernah diharapkan oleh manusia. Siapa yang
menyangka bahwa Anak Allah datang ke dalam dunia justru memakai rahim seorang wanita yang masih
gadis. Seorang wanita yang masih dara tidak seharusnya berisi. Namun di sini kita melihat wanita yang tidak
seharusnya berisi justru menjadi berisi sebaliknya kubur Yesus yang seharusnya berisi menjadi tidak berisi.
Mengapa ini terjadi? karena kuasa Allah. Namun siapa yang pernah menyangka dan mengharapkan bahwa
Anak Allah sekarang ada di dalam dikandungan seorang wanita.

Demikian juga siapa yang pernah menyangka Allah ada di sebuah kandang lebih khusus di dalam palungan.
Bahkan kalau kita tarik lebih jauh yaitu pada saat penyaliban siapa yang pernah menyangka Allah ada di
atas kayu salib. Sungguh ini merupakan satu peristiwa yang sulit dipikirkan oleh manusia, karena memang
ini berada di luar kemampuan pikiran dan pengalaman manusia yang terbatas. Ya, seringkali Allah tidak
ditemukan di tempat di mana dapat dicapai oleh pikiran manusia yang terbatas. Tidak. Justru Natal
membuktikan bahwa Allah ada di tempat di mana tidak pernah diharapkan oleh manusia.

Keempat, Natal pertama memanggil orang yang tidak pernah dipikirkan dan diharapkan manusia. Siapa
yang pernah menyangka bahwa Natal justru pertama kali memanggil orang yang berada jauh di luar bangsa
Israel. Natal pertama kali memanggil orang Majus bukan penggembala. Memang di dalam Alkitab
penggembala datang yang pertama kali ke tempat di mana Tuhan Yesus dilahirkan.

a.Pada pagi ini kita secara khusus akan mengamati orang Majus. Di sini saya menemukan beberapa
pelajaran rohani yang penting berkenaan dengan orang majus.



1. Pribadinya;

2. Perjalanannya;

3. Penyembahannya.

Dilihat dari pribadinya orang majus bukanlah orang Yahudi atau dengan kata lain bukan bangsa pilihan
Allah, melainkan orang kafir. Orang kafir adalah orang yang menurut orang Yahudi adalah orang yang tidak
memiliki pengharapan di dalam dunia. Orang Majus adalah orang yang seharusnya dikerat, dibuang dan
dibakar. Itu sebabnya pertama kali tatkala Allah menggenapi janjinya justru janji tersebut bukan pertama-
tama di dengar oleh para imam, Ahli Taurat atau umat Israel tetapi justru berita sukacita pertama kali di
dengar oleh orang kafir, yaitu orang yang tidak masuk hitungan dan sungguh tidak pernah terpikirkan oleh
orang Yahudi bahwa kedatangan Mesiah yang dijanjikan justru pertama kali di dengar oleh orang kafir.
Orang majus bukan hanya orang kafir tetapi juga merupakan para sarjana. Mereka adalah orang-orang yang
terpandang baik di dalam pendidikan, kekayaan dan kedudukan. Jadi orang yang pertama kali dipanggil
oleh Allah justru bukan ahli kitab, orang beragama atau orang Israel melainkan justru orang kafir yang
berpendidikan dan berpengetahuan tinggi.

b. Dari segi perjalanannya. Orang Majus berasal dari tempat yang sangat jauh. Banyak penafsir yang
mengatakan bahwa orang Majus adalah orang Arab atau orang Persia. Saya pribadi lebih setuju bahwa
orang Majus kemungkinan berasal dari Persia, mengingat orang Persia pada masa itu terkenal dengan ilmu
astrologinya. Jadi mereka dari Persia ke Yerusalem membutuhkan waktu yang sangat lama. Mereka harus
berjalan berbulan-bulan untuk sampai ke Betlehem. Kita mungkin bertanya, "Bagaimana caranya mereka
dari tempat yang begitu jauh bisa tahu bahwa ada Raja orang Yahudi yang baru dilahirkan? Saya pribadi
144 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

percaya mereka tahu bahwa ada Raja orang Yahudi baru dilahirkan karena mereka mempelajari bintang
dan juga mempelajari Kitab Suci orang Israel. Ingat bangsa Israel pernah ditawan ke Persia. Jadi panggilan
Tuhan kepada mereka pertama-tama melalui wahyu umum selanjutnya ketika mereka mempelajari Kitab
Suci Tuhan memimpin mereka dan memberikan pencerahan kepada mereka sehingga mereka dapat
memahami melalui ilmu perbintangan yang mereka pelajari bahwa Allah telah memakai bintang untuk
memberitahukan kepada mereka bahwa raja orang Yahudi yang dijanjikan sudah lahir.

Ketika mereka berjalan dari tempat yang jauh, banyak tantangan yang mereka hadapi dan itu tidak mudah.
Mereka harus melalui padang gurun, padang pasir yang panas dan penuh dengan pasir dan debu. Belum
lagi bahaya dari para perampok, binatang buas dan banyak lagi kesulitan-kesulitan yang lain. Namun di sini
kita melihat ketekunan dan pengorbanan mereka. Ya, hanya untuk melihat dan menyembah Raja orang
Yahudi yang baru dilahirkan mereka telah melintasi jarak ribuan kilometer jauhnya. Mereka adalah orang-
orang yang jauh secara geografis namun mereka dipanggil oleh Tuhan menjadi orang-orang yang dekat
dengan Tuhan secara relasi. Berbeda dengan banyak orang Israel, pemimpin-pemimpin agama mereka
adalah orang-orang yang dekat secara georafis namun mereka justru jauh dari Tuhan secara relasi
sekalipun mereka adalah bangsa pilihan dan orang-orang yang menamakan diri beragama namun hati
mereka justru jauh dari Tuhan. Yang jauh menjadi dekat dan yang dekat menjadi jauh. Yang tidak
diharapkan memperoleh pengharapan dan yang seharusnya memperoleh pengharapan justru membuang
pengharapan.

c.Penyembahan orang Majus. Orang majus datang dari jauh hanya untuk melihat dan menyembah Raja
orang Yahudi yang baru dilahirkan dengan berbagai kesulitan yang dialami mereka terus mencari. Akhirnya
mereka tiba di Yerusalem dan bertemu dengan raja Herodes. Mereka memberitahukan apa maksud
kedatangan mereka yaitu untuk menyembah raja orang Yahudi yang baru dilahirkan. Tentu saja hal ini
membuat Herodes terkejut dan bertanya-tanya di dalam hati dan akhirnya orang majus bertemu dengan
Yesus yang baru dilahirkan. Bagaimana kira-kira perasaan mereka ketika bertemu dengan Yesus. Kita tidak
tahu.

Namun demikian pastilah ketika pertama kali mereka melihat bayi Yesus Raja orang Yahudi yang baru
dilahirkan, mereka mungkin terheran-heran. Karena Raja orang Yahudi yang baru saja dilahirkan tidak
seperti apa yang mereka pikirkan. Sekarang mereka hanya melihat seorang bayi dari keluarga sederhana.
Namun demikian di sini kita belajar satu hal di tengah-tengah apa yang mereka lihat mereka tidak hanya
berhenti pada penampakan lahiriah. Mereka tidak hanya melihat secara fenomena melainkan jauh
melampaui apa yang mereka bisa lihat secara fenomena. Itu sebabnya ketika mereka melihat Yesus yaitu
Raja orang Yahudi yang baru dilahirkan mereka segera sujud menyembah bayi Yesus. Aneh kelihatannya
tapi itulah yang terjadi. Ketika Yesus belum bisa bicara, ketika Yesus belum mampu berjalan apalagi
memberitakan firman dan memproklamasikan diri-Nya. Disini kita melihat ada satu kekuatan yang besar
yang telah memanggil orang-orang berpendidikan, berpengaruh dan kaya untuk datang dan menyembah
Dia. Satu hal yang sangat langka dan belum pernah terjadi di dunia.

Orang-orang berpengaruh dalam masyarakat datang dan menyembah seorang bayi yang sederhana. Inilah
iman. Iman menembus jauh melampaui apa yang bisa mereka lihat, iman mempercayakan diri kepada
suatu pribadi sekalipun nampaknya pribadi tersebut sulit untuk kita pahami karena kesederhanaan-Nya.
Itulah Iman! Saudaraku, orang Majus menjadi gambaran bagaimana Allah memilih dan memanggil umat
pilihan-Nya. Seringkali justru yang kita pikir orang tersebut adalah umat pilihan Allah justru kita keliru.
Tetapi orang yang justru kita tidak pernah pikir, tidak pernah diharapkan justru merekalah yang Allah
145 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

panggil. Seringkali Allah memberikan anugerah-Nya kepada umat pilihan di dalam cara yang tidak pernah
kita pikirkan dan harapkan.

Bagaimana dengan diri kita? Kita juga bukan orang-orang yang layak karena secara kebangsaan kita bukan
umat pilihan Tuhan. Dan kita tinggal jauh dari tempat di mana Kristus lahir. Namun Tuhan telah memanggil
kita dan menyelamatkan kita. Namun demikian izinkan saya bertanya bagaimana respon kita terhadap
panggilan Allah? Orang Majus tatkala dipanggil oleh Allah mereka taat, mereka melangkah sekalipun
banyak rintangan, banyak tantangan dan banyak pengorbanan dan akhirnya mereka tiba di tempat di mana
Kristus ada. Setelah itu mereka menyembah dan mempersembahkan korban di hadapan bayi Kristus.
Saudara, mari kita belajar dari pengorbanan dan teladan penyembahan orang majus. Kiranya Tuhan
memberkati kita.

Amin!
146 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

H
Heerro
odde
essy
yaan
nggm
maalla
anng
g
Oleh: Pdt. Rusdi Tanuwidjaya

Nats: Matius 2:3-12/ 16-18

3 Ketika raja Herodes mendengar hal itu terkejutlah ia beserta seluruh Yerusalem.
4 Maka dikumpulkannya semua imam kepala dan ahli Taurat bangsa Yahudi, lalu dimintanya
keterangan dari mereka, di mana Mesias akan dilahirkan.
5 Mereka berkata kepadanya: "Di Betlehem di tanah Yudea, karena demikianlah ada tertulis
dalam kitab nabi:
6 Dan engkau Betlehem, tanah Yehuda, engkau sekali–kali bukanlah yang terkecil di antara
mereka yang memerintah Yehuda, karena dari padamulah akan bangkit seorang
pemimpin, yang akan menggembalakan umat–Ku Israel."
7 Lalu dengan diam–diam Herodes memanggil orang–orang majus itu dan dengan teliti
bertanya kepada mereka, bilamana bintang itu nampak.
8 Kemudian ia menyuruh mereka ke Betlehem, katanya: "Pergi dan selidikilah dengan
seksama hal–hal mengenai Anak itu dan segera sesudah kamu menemukan Dia,
kabarkanlah kepadaku supaya akupun datang menyembah Dia."
9 Setelah mendengar kata–kata raja itu, berangkatlah mereka. Dan lihatlah, bintang yang
mereka lihat di Timur itu mendahului mereka hingga tiba dan berhenti di atas tempat, di
mana Anak itu berada.
10 Ketika mereka melihat bintang itu, sangat bersukacitalah mereka.
11 Maka masuklah mereka ke dalam rumah itu dan melihat Anak itu bersama Maria, ibu–Nya,
lalu sujud menyembah Dia. Merekapun membuka tempat harta bendanya dan
mempersembahkan persembahan kepada–Nya, yaitu emas, kemenyan dan mur.
12 Dan karena diperingatkan dalam mimpi, supaya jangan kembali kepada Herodes, maka
pulanglah mereka ke negerinya melalui jalan lain.

16 Ketika Herodes tahu, bahwa ia telah diperdayakan oleh orang–orang majus itu, ia sangat
marah. Lalu ia menyuruh membunuh semua anak di Betlehem dan sekitarnya, yaitu anak–
anak yang berumur dua tahun ke bawah, sesuai dengan waktu yang dapat diketahuinya
dari orang–orang majus itu.
17 Dengan demikian genaplah firman yang disampaikan oleh nabi Yeremia:
18 "Terdengarlah suara di Rama, tangis dan ratap yang amat sedih; Rahel menangisi anak–
anaknya dan ia tidak mau dihibur, sebab mereka tidak ada lagi."

Minggu lalu kita telah membahas mengenai orang Majus. Di lihat dari pribadinya, mereka adalah bangsa
kafir yang dianggap sebagai bangsa yang tidak berpengharapan, karena mereka bukan bangsa pilihan.
Namun ketika Yesus lahir justru bangsa kafirlah yang pertama di panggil oleh Allah yaitu orang majus.
Orang-orang majus ini juga adalah orang-orang terpelajar, mereka mempelajari Filsafat, Ilmu Pengetahuan
khususnya Astronomi dan Teologi. Mereka berasal dari Timur dan dalam hal ini memang banyak pendapat,
147 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

namun saya pribadi lebih cenderung memilih bahwa mereka berasal dari Persia karena bangsa ini sangat
terkenal dengan astrologinya. Dari negeri yang jauh inilah, Tuhan memanggil mereka melalui wahyu umum
yaitu bintang dan melalui wahyu khusus yaitu kitab Suci. Maksudnya sebelum mereka mengerti bahwa
bintang yang mereka lihat merupakan tanda kelahiran Raja orang Yahudi, mereka terlebih dahulu membaca
dan mempelajari Kitab Suci orang Israel sehingga mereka tahu bahwa Raja orang Yahudi akan dilahirkan.
Jadi ketika mereka mempelajari atau membaca Kitab Suci umat Israel pada saat itulah Tuhan memanggil
mereka secara khusus, setelah itu barulah mereka kemudian melangkah ketempat di mana arah bintang itu
berada. Mereka harus melintasi ratusan mil serta banyak rintangan, kesulitan dan penderitaan yang harus
mereka alami untuk sampai ke tempat di mana bayi Yesus dilahirkan namun mereka tetap bertekun hingga
kemudian mereka bertemu dengan Herodes. Ketika mereka sampai di Yerusalem dan bertemu dengan
Herodes mereka bertanya, "Di mana Raja orang Yahudi yang baru dilahirkan?"

Mendengar pertanyaan tersebut raja Herodes sangat terkejut. Apalagi setelah Herodes mendengar dari
imam-imam dan ahli-ahli Taurat mengatakan bahwa Mesias yang dijanjikan itu akan dilahirkan di Betlehem.
Namun Herodes adalah raja yang licik. Setelah tahu di mana Mesias akan dilahirkan kemudian ia
memperalat orang-orang majus agar mereka pergi ke Betlehem dan setelah mereka bertemu dengan anak
tersebut, mereka diminta segera memberitahukan dia supaya iapun dapat menyembah bayi tersebut.
Ucapan ini kelihatannya begitu manis namun dibalik kalimat ini kita melihat ada satu tipu dan kelicikan
yang luar biasa. Mengapa? Karena setelah Herodes tahu, ia akan mempersembahkan sesuatu kepada Raja
orang Yahudi yang baru dilahirkan itu yaitu membunuh bayi Yesus.

Demikianlah akhirnya orang-orang Majus tersebut bertemu dengan bayi Yesus. Saya pribadi tidak dapat
membayangkan bagaimana kira-kira pikiran dan perasaan mereka mengetahui bahwa Raja orang Yahudi
yang baru dilahirkan ternyata begitu sederhana dan tidak sebagaimana yang mereka bayangkan. Namun
Alkitab mencatat mereka menyembah bayi Yesus. Mereka tidak hanya melihat apa yang nampak, namun
dibalik apa yang nampak mereka menerobos melampaui apa yang mereka bisa lihat. Di sinilah kita melihat
iman yang begitu besar dari para majus bahkan dengan sikap menyembah mereka kemudian
mempersembahkan mas, kemenyan dan mur kepada bayi Yesus. Setelah itu mereka kembali namun
malaekat memberitahukan agar mereka tidak kembali memberitahukan kepada Herodes. Hal ini tentu saja
membuat Herodes begitu marah yang mengakibatkan terjadinya lembah air mata. Di mana seluruh anak
yang berusia dua tahun ke bawah di bunuh oleh raja Herodes.

Pada minggu ini kita secara khusus akan mengamati pribadi Herodes. Siapakah sebenarnya Herodes?
Herodes bukan orang Yahudi, ayahnya adalah orang Edom dan Edom adalah keturunan Esau. Jadi secara
keturunan Herodes bukan orang Yahudi. Lebih parah lagi ternyata ibunya juga bukan orang Yahudi
melainkan orang Arab dan nama Herodes sendiri bukanlah nama Yahudi melainkan nama Yunani. Jadi
untuk terjun dalam politik Yahudi sebenarnya sulit bagi Herodes namun hal ini bukanlah masalah bagi
Herodes. Walaupun secara keturunan Herodes bukan orang Yahudi asli namun dia tetap adalah orang
Yahudi. Apalagi Herodes adalah orang yang licik, sehingga hal seperti ini bukanlah rintangan baginya. Lalu
mengapa Herodes bisa menjadi orang Yahudi? Hal ini terjadi pada abad ke 2 SM, di mana kakek Herodes
dikalahkan oleh Yohanes Hercynus I yaitu Raja Yahudi dan Imam Besar yang berkuasa pada masa itu. Pada
waktu dikalahkan kakek dari Herodes dipaksa untuk disunat menjadi orang Yahudi. Itu sebabnya mengapa
Herodes menjadi orang Yahudi.

Dengan kelicikannya, Herodes mulai berkecimpung dalam dunia politik. Kelicikannya ini di mulai dengan
menceraikan istrinya, orang Edom untuk kemudian mendekati cucu dari imam besar yang sangat
148 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

berpengaruh pada waktu itu yaitu Yohanes Hyrcanus II yang bernama Mariamne yang akhirnya menjadi
Istrinya. Kemudian menggunakan nama baik kakek dari istrinya, Yohanes Hyrcanus II yang pada waktu itu
cacat kupingnya. Menurut kitab Imamat, orang yang cacat tidak dapat menjadi imam besar namun Herodes
dengan kelicikannya memperalat kakek dari istrinya untuk memperkuat kuasa dan kedudukannya. Setelah
itu dia mengangkat imam besar yang berada di bawah kontrol dan kuasanya dan menyingkirkan 45 orang
anggota Sanhedrin yang pernah melawan dia. Selanjutnya Herodes menyingkirkan dan membunuh setiap
orang yang akan menjadi penghambat bagi kedudukan dan tahtanya. Seperti Imam besar yang dipilih oleh
istrinya sendiri yaitu Aristobulus. Herodes juga akhirnya membunuh istrinya Mariamne beserta dengan
anak-anaknya karena takut kalau anak-anaknya dari Mariamne dipilih orang Israel menjadi raja.

Demikian juga ketika beberapa orang majus datang kepadanya dan memberitahukan bahwa mereka datang
untuk menyembah raja orang Yahudi yang baru dilahirkan. Tentu saja hal ini membuat Herodes terkejut.
Alkitab bahasa Indonesia menulis bahwa Herodes terkejut namun terjemahan yang lebih tepat seharusnya
Herodes terganggu dan cemas. Ini terjadi karena ia iri dan cemburu. Herodes iri dan cemburu kepada Raja
Yahudi yang baru dilahirkan. Iri dan cemburu merupakan pembunuh jiwa manusia yang terdahsyat dan
sangat merusak hidup manusia lebih daripada yang pernah kita bayangkan. Itu sebabnya kita perlu
mengetahui apa sebenarnya iri dan cemburu? Iri dan cemburu adalah perasaan tidak senang yang timbul
karena ada sesuatu hal yang dimiliki orang lain yang dapat mengganggu stabilitas kedudukan dan
kehormatan Herodes. Akar dari iri dan cemburu ini adalah kebutuhan akan superioritas untuk berkuasa.
Jadi kalau kebutuhan "will to power" manusia ini dihambat oleh realita yang dimiliki oleh orang lain, ini
mengakibatkan Herodes akan merasa kehilangan role sebagai orang yang berkuasa, orang yang terpenting
di Yerusalem atau Yudea.

Iri dan cemburu Herodes ini membawa dampak yang begitu dahsyat sebagaimana yang akan kita lihat
nanti. Mengapa demikian? Karena orang yang iri dan cemburu selalu menganggap keberuntungan orang
lain adalah kerugiannya, kesuksesan orang lain adalah kegagalannya, berkat bagi orang lain adalah kutuk
baginya dan kebahagiaan orang lain adalah penderitaannya. Jika hal ini terus terjadi dalam diri seseorang
termasuk Herodes, itu berarti dia sedang menanam bom waktu di dalam dirinya yang nantinya akan
berakibat bagi dirinya dan orang lain.

Memang cara kerja iri dan cemburu ini seringkali tidak langsung melainkan perlahan-lahan. Pertama-tama,
mulai dari pikirannya dipengaruhi. Herodes mengalami kekacauan di dalam cara berpikir (distorted thinking) di
mana orang yang bersangkutan selalu cenderung memikirkan hal yang negatif dalam diri orang lain bahkan
terhadap dirinya sendiri. Setelah pikirannya selanjutnya perasaannya dipengaruhi. Akibatnya, orang yang iri
tidak pernah ada damai, suka cita, tidak pernah puas dan tidak pernah bahagia. Singkatnya orang yang iri
dan cemburu tidak ada rasa puas dan rasa bahagia di dalam hidupnya. Orang yang iri dan cemburu tidak
pernah membawa seseorang semakin kaya melainkan membuat jiwa kita semakin miskin dihantui dengan
kegelisahan, kekhawatiran, kecemasan dan ketakutan. Yang ketiga iri dan cemburu ini akan berakibat fatal
yaitu akan mempengaruhi bukan hanya pikiran dan perasaan tetapi juga perbuatan. Itu sebabnya ketika
Herodes merasa begitu terganggu dengan berita kelahiran Raja orang Israel ini mengakibatkan seluruh
Yerusalem atau Yudea menjadi lembah air mata. Seluruh anak laki-laki yang berusia dua tahun ke bawah di
bunuh oleh Herodes.

Sungguh malang, Herodes adalah orang yang dekat dengan Tuhan secara geografis namun secara relasi dia
telah membuang diri jauh dari Allah. Yang jauh menjadi dekat namun yang dekat menjadi jauh. Itulah
peristiwa natal pertama kali terjadi. Yang dipanggil justru orang yang tidak pernah diharapkan sebaliknya
149 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

justru orang yang seharusnya mendapat pengharapan justru tidak mendapat pengharapan. Ya, Natal
seringkali anugerah panggilan Tuhan terjadi di luar pertimbangan dan bijaksana manusia yang terbatas. Di
sini kita melihat kehidupan dan perbuatan Herodes yang begitu mengenaskan? Herodes memiliki
kedudukan tetapi kehilangan martabat, memiliki ketenaran tetapi kehilangan nama baik dan keagungan,
memiliki kekayaan namun kehilangan harta yang paling berharga kebahagiaan dan kedamaian di dalam
hati. Hidup dengan Yesus secara geografis namun jauh secara relasi. Kaya tapi miskin, tenar tapi merana,
berkedudukan di bumi tapi terbuang ke neraka.

Sungguh malang Herodes, mempunyai pikiran namun tidak mengerti kebenaran. Punya hati namun tidak
dapat membedakan mana yang baik dan mana yang tidak baik. Hidup di dalam dunia tetapi mati dari
hadapan Tuhan. Dia punya banyak harta tapi juga kehilangan banyak harta. Inilah paradoks manusia.
Bagaimana dengan kita? Saya harap kita memasuki awal Tahun Baru ini dengan terus menggumulkan hidup
kita sehingga kita hidup tidak kehilangan harta yang terpenting di dalam dunia ini. Jangan pilih hidup
seperti Herodes tapi marilah kita memilih seperti orang Majus. Sekalipun mereka dari bangsa kafir yang
tidak berpengharapan, pandai namun mereka rela mencari Raja yang baru dilahirkan walaupun mereka
harus membayar harga dengan tenaga, waktu, pikiran, uang dan pengorbanan lain. Namun mereka telah
melakukan perbuatan yang sangat indah di hadapan Tuhan. Bagaimana dengan kita? Kiranya teladan para
Majus menjadi teladan bagi kita juga.

Amin!
150 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

T
Teerrp
peen
njja
arra
akka
arre
enna
aKKrriis
sttu
uss
Oleh: Pdt. Sutjipto Subeno

Nats: Efesus 3:1 Galatia 2:20

Efesus 3

1 Itulah sebabnya aku ini, Paulus, orang yang dipenjarakan karena Kristus Yesus untuk
kamu orang–orang yang tidak mengenal Allah

Galatia 2

20 namun aku hidup, tetapi bukan lagi aku sendiri yang hidup, melainkan Kristus yang hidup
di dalam aku. Dan hidupku yang kuhidupi sekarang di dalam daging, adalah hidup oleh
iman dalam Anak Allah yang telah mengasihi aku dan menyerahkan diri–Nya untuk aku.

Paulus sebelum menjadi Kristen adalah penganiaya orang Kristen. Dia mendapat keabsahan untuk
bertindak begitu brutal terhadap Kekristenan dan dia pergi dari satu kota ke kota lain untuk mengejar
orang Kristen serta menganiaya mereka. Ketika Paulus bertobat, dia tahu dan sadar kalau orang yang belum
percaya akan melakukan hal yang sama seperti yang dia pernah lakukan dan merasa apa yang dilakukannya
adalah benar. Kesadaran bahwa sekarang aku boleh menjadi orang yang teraniaya, seorang yang
mengalami penderitaan karena Kristus sama seperti dia pernah mengorbankan orang yang menderita
karena Kristus sehingga sekarang Paulus rela menderita karena Kristus. Itu sebabnya di dalam Ef 3:1 Paulus
mengatakan, "Itulah sebabnya…." Ini menjadi basic ground daripada prinsip pengorbanan Kekristenan.
Penderitaan dan pengorbanan bukanlah penderitaan dan pengorbanan karena mati konyol. Pada minggu
lalu kita sudah membahas Ef 2:19-22 bahwa orang Kristen adalah orang yang berdiri di atas fondasi iman
Kekristenan di atas basis firman yang berbasis kepada Kristus. Ini dasarnya dan setelah itu dilanjutkan
dengan mengatakan, "Di dalam dia tumbuh seluruh bangunan, rapih tersusun, menjadi bait Allah yang
kudus, di dalam Tuhan. Di dalam Dia kamu juga turut dibangunkan menjadi tempat kediaman Allah, di
dalam Roh." Maksudnya, kita tidak hanya berhenti di dalam fondasi melainkan selaku kawan sewarga Allah
sama-sama rapih terbangun di atasnya. Paulus mengatakan, itulah sebabnya (therefore), berdasarkan misi
tuntutan Kekristenan untuk bertumbuh berdasarkan visi dan misi Tuhan yang ingin memakai kita bukan
hanya sekedar sebuah fondasi. Fondasinya telah selesai yang dibangun di atas da-sar para rasul dan para
nabi, dengan Kristus Yesus sebagai batu penjuru, tapi itu belum selesai dan harus terus dibangun di
atasnya.

Siapa yang bertugas membangun? Jawabnya adalah kita semua anak-anak Tuhan. Untuk itulah Tuhan
sudah menarik kita menjadi satu kawanan warga dan satu persaudaraan untuk melakukan pembangunan.
"Itulah sebabnya…" Itulah alasan dan tujuannya. Di tengah-tengah kesulitan, ancaman dan penderitaan,
apakah Paulus merasa takut? Alkitab mengatakan Paulus pun gentar. Dia berulang kali mengatakan bahwa
dia gentar. Namun justru di dalam saat-saat seperti itulah dia menyadari tugas panggilannya yang Tuhan
151 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

ingin untuk dia kerjakan. Tugas inilah yang seharusnya juga sama-sama kita pikirkan. Tuhan memberikan
tugas kepada kita untuk membangun tubuh Kristus, membangun kerajaan Allah di tengah dunia ini, tidak
hanya berhenti pada jaman Paulus ataupun abad pertengahan. Pembangunan tubuh Kristus atau
pembangunan kerajaan Allah harus terus dikerjakan pada masa lalu, kini dan masa yang akan datang.
Saudara, ketika kita menjadi orang percaya, seberapa jauh kita mempunyai tekad dan turut ambil bagian di
dalam pembangunan tubuh Kristus atau kerajaan Allah sehingga kita menjadi orang yang terpenjara karena
Kristus. Untuk menjalani ini tidak mudah kecuali kita sudah mengerti basis iman kristen yang sejati.

Pertama, dunia ini sangat membutuhkan berita Injil. Tidak ada pemberitaan Injil maka tidak ada orang yang
bertobat. Tidak ada pemberitaan Injil, dunia ini semakin hari semakin gelap. Tuhan memanggil kita untuk
kita pergi memberitakan Injil. Dunia membutuhkan Injil dan kita harus menjalankan itu. Paulus
mengatakan, "Aku ini, Paulus, orang yang dipenjarakan karena Kristus Yesus untuk kamu orang-orang yang
tidak mengenal Allah." Visi ini seharusnya menjadi visi pertama yang menjadikan beban kasih kita
mencintai orang-orang yang masih berada di dalam kegelapan dan dengan sungguh-sungguh membawa
mereka kembali kepada Tuhan. Jika kita perhatikan, hidup Paulus dari seorang penganiaya jemaat yang
begitu kejam hingga menjadi pengikut Kristus yang setia, hal ini disebabkan perubahan asumsi kebenaran
yang Paulus pegang. Ketika seseorang berusaha mengerjakan suatu pekerjaan, dia selalu menganggap itu
paling benar sekalipun tidak benar dan dia akan berusaha untuk mengerjakan apa yang dia anggap paling
benar. Demikian juga dengan paulus ketika dia menganggap dirinya paling benar, dia berusaha untuk
membunuh umat Allah. Mereka melakukan itu karena mereka yakin yang mereka lakukan itu benar.
Mereka yakin yang mereka kerjakan itu bermanfaat dan akan menghasilkan pahala. Sayangnya apa yang
mereka yakin dan percaya ternyata salah. Jika kita mengerti aspek ini kita tahu mengapa Paulus
mengatakan, "Aku rela terpenjara karena Kristus demi kamu yang tidak mengenal Allah." Inilah kuncinya.
Orang-orang yang belum percaya, mereka membutuhkan kuasa Tuhan untuk menerobos mereka. Mereka
membutuhkan anak-anak Tuhan yang berdoa dan memberitakan Injil kepada mereka karena hanya kuasa
Injil yang bisa mendobrak mereka keluar dari kebodohan, kebebalan dan kejahatan mereka. Hanya Injil
yang mampu membuat mereka melihat kebenaran yang sejati.

Kedua, Alkitab mengatakan saya adalah orang yang terpenjara karena Kristus. Mengapa kita sulit untuk
berkorban dan menderita demi Kristus. Kesalahannya pada konsep kita, yang melihat bahwa saya adalah
milik saya. Saya adalah semua yang harus saya pertahankan sendiri. Hidupku adalah aku sendiri. Ini salah!
Alkitab mengatakan hidupku adalah Kristus yang ada di dalam aku. Ini konsep yang perlu kita rombak di
dalam hidup kita. Kita baru bisa rela berkorban jika kita rela untuk bertumbuh di dalam penganiayaan. Ini
adalah anugerah-Nya. Kristus yang sudah menebus kita. Ketika Paulus mengatakan, "Hidupku bukannya aku
lagi tapi Kristus yang hidup di dalam aku." Selanjutnya dia mengatakan, "Hidupku yang kuhidupi sekarang
ini bukan lagi aku yang hidup melainkan Kristus yang hidup di dalam aku. Jika aku mati itu adalah
keuntungan namun jika aku hidup itu berarti hidup yang memberi buah." Di dalam Filipi, Paulus mempunyai
konsep yang begitu dalam mengerti apa artinya dia hidup menjadi milik Kristus. Hidupku adalah hidup di
mana Kristus hidup di dalam aku. Jadi jika Kristus teraniaya maka aku juga teraniaya. Banyak orang kristen
hari ini mengatakan, "Kita perlu bijaksana." Saya setuju, orang kristen tidak boleh mati konyol. Tuhan Yesus
sendiri tidak mau mati konyol. Di dalam Alkitab ketika waktunya belum tiba, beberapa kali Tuhan Yesus
ketika mau dibunuh selalu meloloskan diri. Namun ketika waktunya tiba, Tuhan Yesus harus menjalani
kehendak Bapanya, menuju Yerusalem untuk dianiaya dan mati di atas kayu salib. Dia tidak lari bahkan Dia
datang ke Yerusalem. Semua orang bahkan memperingatkan tetapi Dia tidak lari bahkan mengadakan
perjamuan Paskah di Yerusalem. Kristus gentar berhadapan dengan Getsemani bahkan Alkitab mencatat
152 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

bahwa dia harus mengucurkan keringat sampai seperti tetesan darah. Kemanusiaan Kristus gentar
menghadapi tugas beban berat. Bukan karena dia orang berdosa tetapi karena dia harus menanggung dosa
banyak orang dan dia harus dipisahkan dari Tuhan Allah semesta alam. Allah harus berpisah dari Allah. Karl
Barth mengatakan, "Tidak ada seorangpun yang mengerti itu." Itu suatu misteri yang jauh melampaui
apapun yang mampu dipikirkan oleh manusia yaitu ketika Allah harus berpisah dari Allah. Saudara ini
merupakan satu beban yang besar sekali dalam misi inkarnasi Kristus. Satu penderitaan yang begitu besar
yang dialami oleh Kristus demi untuk menyelamatkan manusia. Jika kita harus menderita karena
memberitakan Injil Kristus, itu belum seberapa dibandingkan apa yang telah dilakukan oleh Kristus. Jiwa ini
jugalah yang membuat Paulus rela menderita. Tuhan menetapkan kita untuk memberitakan Injil dan untuk
itu kita harus membayar harga. Saya harap Kekristenan siap menghadapi penganiayaan dan kesulitan yang
harus dihadapi. Dengan catatan kita menderita bukan karena dosa melainkan demi nama Kristus dan demi
memberitakan Injil. Jiwa seperti inilah yang seharusnya muncul di tengah-tengah kekristenan. Kita dipanggil
bukan hanya untuk menikmati berkat saja melainkan juga untuk menderita demi Kristus. Tugas ini
seharusnya ada di dalam diri kita semua. Tapi sekali lagi saya tegaskan bukan karena kita mau mati konyol
tetapi waktunya jika itu memang harus jalankan demi nama Tuhan. Darah martir itulah yang boleh menjadi
pupuk yang terbaik bagi pengabaran Injil di dunia. Darah kaum martir ini pulalah yang menjadikan
pelayanan gereja berkembang, kerajaan Allah berkembang. Hari ini banyak gereja tidak berani
memberitakan Injil, akibatnya banyak gereja tidak mampu mempersiapkan jemaatnya jika suatu saat
penderitaan itu tiba. Saya harap jemaat terus mempersiapkan diri hingga suatu saat kalau harus dipanggil
Tuhan untuk menderita, kita sudah siap.

Mengakhiri firman Tuhan hari ini saya bertanya, "Siapakah yang memiliki kita? Kita milik Kristus atau Kristus
milik kita. Siapa saya? Saya adalah orang yang Tuhan panggil untuk menjadi Anak Allah untuk menikmati
berkat-berkatNya tetapi juga menjadi orang yang Tuhan panggil untuk bersama-sama mendapatkan
kesulitan atau pengorbanan demi nama Kristus. Saya menutup firman Tuhan ini dengan satu ayat di dalam
2 Timotius 3:12, "Memang setiap orang yang mau hidup beribadah di dalam Kristus Yesus akan menderita
aniaya."

Amin!
153 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

H
Haam
mbba
aTTu
uhha
ann tte
errp
peerrc
caay
yaa
Oleh: Pdt. Sutjipto Subeno

Nats: Efesus 3:3-4/ 1 Petr. 3:15

Efesus 3

3 yaitu bagaimana rahasianya dinyatakan kepadaku dengan wahyu, seperti yang telah
kutulis di atas dengan singkat.
4 Apabila kamu membacanya, kamu dapat mengetahui dari padanya pengertianku akan
rahasia Kristus,

1 Petr. 3:15

15 Tetapi kuduskanlah Kristus di dalam hatimu sebagai Tuhan! Dan siap sedialah pada
segala waktu untuk memberi pertanggungan jawab kepada tiap–tiap orang yang meminta
pertanggungan jawab dari kamu tentang pengharapan yang ada padamu, tetapi haruslah
dengan lemah lembut dan hormat,
iman dalam Anak Allah yang telah mengasihi aku dan menyerahkan diri–Nya untuk aku.

Dewasa ini pengaruh subyektivisme yang ditiupkan oleh posmodern yang kemudian masuk ke dalam
monistik telah menggeser kebenaran absolut sehingga menjadi kebenaran subyektif. Paulus di dalam Efesus
3 mengatakan, "Yaitu bagaimana rahasianya dinyatakan kepadaku dengan wahyu, seperti yang telah
kutulis di atas dengan singkat. Apabila kamu membacanya, kamu dapat mengetahui daripadanya
pengertianku akan rahasia Kristus." Dalam bagian ini Paulus menegaskan bahwa ketika dia menuliskan
berita yang ditulis di atas, jemaat mengerti bahwa itu justru menyatakan bahwa Allah sudah menyatakan
satu rahasia kepada Paulus sebagaimana yang sudah dibukakan kepada kita. Ketika itu dibuka kepada
jemaat Efesus membuat mereka bisa melihat dan bisa mengujinya.

Di sini yang ingin digambarkan adalah ketika Firman diberikan, Firman itu menuntut pertanggungjawaban
dari penerimanya tetapi Firman tersebut ketika diberikan dia juga memberikan pertanggungjawaban. Di sini
Paulus tidak memberi peluang kepada setiap orang untuk memberitakan Firman yang tidak bisa
dipertanggungjawabkan. Paulus mengatakan ketika dia memberitakan kebenaran maka kebenaran tersebut
dapat diuji. Di dalam 1 Petr. 3:15, Petrus mengatakan dengan kalimat yang berbeda namun dengan konsep
yang sama. Petrus mengatakan kepada jemaat yang tersebar di seluruh Asia Kecil yang pertama untuk
menguduskan Kristus di dalam hati sebagai Tuhan dan kedua, siap sedia pada segala waktu untuk memberi
pertanggungan jawab kepada tiap-tiap orang yang meminta pertanggungan jawab dari kamu tentang
pengharapan yang ada padamu, tetapi haruslah dengan lemah lembut dan hormat. Dengan kata lain,
Petrus mau menegaskan kepada jemaat yang berada di tempat yang tersebar jika mereka mau
memberitakan iman Kristen maka mereka harus siap sedia kapanpun untuk memberi pertanggunganjawab.
Iman Kristen adalah iman yang dapat dipertanggungjawabkan bahkan membuka diri untuk diper-
tanggungjawabkan. Ketika Petrus mengatakan kalimat ini dia melihat banyak orang-orang Kristen yang
154 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

berani memberitakan sesuatu tetapi tidak bersedia diuji. Ini sangat berlawanan dengan Firman. Sumber
kebenaran tidak pernah takut di uji oleh siapapun dan kapanpun karena kebenaran semakin di uji semakin
bersinar keluar.

Itu sebabnya untuk menjadi hamba Tuhan yang memiliki kredibilitas dia harus berani di uji. Alkitab
menuntut demikian. Baik surat Efesus maupun surat Petrus kedua-duanya ditujukan bukan kepada pendeta
tetapi kepada jemaat. Jemaat Efesus adalah orang Kristen baru yang bukan Yahudi. Jika Tuhan Allah
semesta alam berani menyatakan kebenaran-Nya dan bersedia di uji bagaimana dengan hamba-hamba
Tuhan dan anak anak Tuhan? Setiap kita harus juga berani di uji. Ini adalah sesuatu yang harus di
pertanggungjawabkan. Paulus mengatakan, waktu saya menerima wahyu daripada Tuhan, itu rahasia yang
dibukakan dan saya tulis kepada kamu. Dan setelah dia tulis dia mengatakan silahkan uji, apakah setelah
engkau membacanya engkau melihat pengertian yang mendalam kepada rahasia Kristus. Tapi semuanya ini
bukanlah hanya untuk hamba Tuhan seperti Paulus dan Petrus. Ketika Paulus dan Petrus menulis surat,
mereka tujukan kepada jemaat biasa dan memang setiap kita harus bertanggungjawab terhadap iman yang
kita pegang.

Bagaimana kita menjadi pelayan Tuhan yang bertanggungjawab?

Pertama dari wahyu. Di dalam Efesus 3 setiap hamba Tuhan atau setiap anak Tuhan yang ber-tanggungjawab
dia menyumberkan semua berita dari wahyu Tuhan. Dengan kata lain orang ini harus mengakui secara
berdaulat bahwa Allah sebagai satu-satunya sumber kebenaran dan dia bisa memberikan pertanggungan
jawab. Paulus sadar bahwa kebenaran yang dia miliki bersumber dari wahyu Allah. Memang ketika Paulus
dan Petrus hidup, Kitab Suci PB belum tertulis lengkap dan yang ada baru PL, maka pada saat itu Paulus dan
Petrus masih dipakai Tuhan untuk menuliskan wahyu Tuhan sampai seluruh sejarah pewahyuan selesai,
yang bersifat kesatuan di mana setiap bagian berhak untuk di uji. Wahyu inilah yang menjadi pegangan
yang berhak memberikan kepada kita pertanggungjawaban dan sekaligus minta dipertanggungjawabkan.
Jadi kunci pertama, Paulus tidak pernah memberitakan kebenaran dari dirinya sendiri. Dia memberitakan
itu dari Firman Tuhan yang menjadi patokan yang berhak untuk di uji. Jadi sebagai orang Kristen kita
memberikan jawaban itu bukan rekayasa pikiran tetapi itu mutlak berdasarkan wahyu yang Tuhan berikan.

Kedua, bagaimana kita dapat menjadi pelayan Tuhan yang bertanggungjawab (credible). Di dalam ayat 4 ini
bukan hanya sekedar wahyu melainkan bagaimana ketika saya menyatakan itu engkau bisa menguji
pengertianku akan firman. Artinya waktu kita memberitakan firman seberapa jauh saya mendalami firman
dan memberitakan itu dalam pertanggungjawaban firman. Firman adalah firman tetapi ketika saya
mengerti firman bisa salah. Di sini artinya kita memberikan bukan sekedar jawab tetapi memper-
tanggungjawabkan jawab. Jadi di sini bukan sekedar memberitakan firman tetapi ada kondensasi dari
pengertian firman yang mendalam, artinya setiap kita dituntut untuk studi dan baik-baik belajar firman
bukan hanya menyentuh kulitnya saja. Di dalam Ef 3:4 Paulus menuntut setiap jemaat membaca, setelah
membaca orang akan tahu orang ini betul-betul mengerti firman dan dalam pengertiannya. Jika kekristenan
memiliki bobot seperti ini orang Kristen tidak mudah jatuh di dalam berbagai kekacauan pikiran. Biarlah
rencana Tuhan digenapkan dan ini baru bisa jika dimulai dengan pengertian firman yang mendalam yang
berani dipertanggungjawabkan di hadapan orang.

Ketiga, Alkitab juga menuntut integritas kehidupan. Jemaat Efesus adalah jemaat yang baru menjadi
Kristen dan Paulus menegaskan serta menuntut agar jemaat betul-betul menjalankan panggilannya. Jemaat
Efesus adalah jemaat yang bukan berlatar belakang Yahudi, mereka oleh orang-orang Yahudi disebut
sebagai kafir dan terbuang di tengah-tengah jaman namun sekarang dipanggil untuk menjalankan misi
155 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

Tuhan mempertanggungjawabkan panggilan yang Tuhan berikan kepada mereka. Dan jemaat Efesus ada di
tengah-tengah kota yang memiliki semangat materialis, hedonis dan pusat penyembahan berhala Dewi
Diana. Di kota ini ada kuil Dewi Diana yang besar sekali dan di dalamnya ada pelacuran suci. Ini
menunjukkan betapa berdosa dan rusaknya moralitas mereka. Di kota seperti inilah jemaat Efesus ada dan
Paulus menuntut mereka untuk bertanggungjawab atas iman yang mereka percaya. Dan mereka harus
menerima panggilan untuk hidup sesuai dengan panggilan yang diberikan kepada mereka. Jadi di sini
kekristenan bukan hanya pengertian terhadap wahyu, juga bukan hanya pengertian terhadap kedalaman
firman melainkan juga bagaimana pengertian firman tersebut teraplikasi dalam hidup mereka. Sehubungan
dengan hal ini Paulus memberikan kepada kita panggilan yang jelas sekali seperti yang tertulis dalam 1 Kor
11:1 yang mengatakan, "Jadilah pengikutku, sama seperti aku juga menjadi pengikut Kristus." Dua kalimat
ini merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipotong. Jika dipotong, ini sangat berbahaya sekali karena
kita bisa menjadi berhala. Kalimat ini mau mengungkapkan kepada kita bahwa Paulus berani
mempertanggungjawabkan sesuatu dengan tingkah lakunya dengan apa yang firman tuntut bagi dia. Ini
tidak berarti Paulus sempurna tetapi ayat ini mau menunjukkan bahwa semangat menjadi teladan menjadi
proses yang terus menerus terjadi dalam hidup kita.

Panggilan ini seharusnya menjadi panggilan setiap orang Kristen. Ayat ini juga membuktikan kepada kita
bahwa pertanggungjawaban bukan cuma secara logika atau intelektual, juga bukan hanya kedalaman
secara pengalaman diri di dalam Kristus melainkan itu juga termanifestasi di dalam hidup yang integral.
Satu integritas antara kebenaran dengan kebenaran yang kita jalankan. Di sini berarti ada satu tuntutan
bertumbuh sehingga setiap saat orang dapat melihat bagaimana saya hidup secara transparan dan terus
belajar berproses dan bagaimana kita hidup menjadi teladan. Ini menjadi tuntutan bukan hanya hamba
Tuhan tetapi setiap orang Kristen. Memang tidak ada satupun di antara kita yang sempurna namun
semangat untuk menyenangkan hati Tuhan ada di dalam hidup kita.

Biarlah ini menjadi beban dan kerinduan kita karena Tuhan sudah menyentuh kita, menebus, mengasihi
kita dan Dia yang sudah sungguh-sungguh menyatakan kita sebagai sahabat. Inilah yang mendorong kita
untuk menjadi pelayan Tuhan yang bertanggungjawab dan bisa mempertanggungjawabkan bukan secara
membabi buta melainkan berdasarkan wahyu, pengertian yang mendalam serta integritas di dalam hidup
kita sehingga kita bisa menjadi teladan bagi orang lain. Saya harap kita memiliki semangat untuk terus
belajar firman dengan giat dan menggumulkannya di dalam hidup kita sehingga firman Tuhan tersebut
dapat teraplikasi dalam hidup kita. Saya harap kita bisa dipakai oleh Tuhan untuk menjadi jawaban bagi
tahun yang akan datang.

Amin!
156 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

P
Peen
naatta
alla
ayya
annA
Annu
ugge
erra
ahh
Oleh: Pdt. Sutjipto Subeno

Nats: Efesus 3:2-7

2 memang kamu telah mendengar tentang tugas penyelenggaraan kasih karunia Allah, yang
dipercayakan kepadaku karena kamu,
3 yaitu bagaimana rahasianya dinyatakan kepadaku dengan wahyu, seperti yang telah
kutulis di atas dengan singkat.
4 Apabila kamu membacanya, kamu dapat mengetahui dari padanya pengertianku akan
rahasia Kristus,
5 yang pada zaman angkatan–angkatan dahulu tidak diberitakan kepada anak–anak
manusia, tetapi yang sekarang dinyatakan di dalam Roh kepada rasul–rasul dan nabi–
nabi–Nya yang kudus,
6 yaitu bahwa orang–orang bukan Yahudi, karena Berita Injil, turut menjadi ahli–ahli waris
dan anggota–anggota tubuh dan peserta dalam janji yang diberikan dalam Kristus Yesus.
7 Dari Injil itu aku telah menjadi pelayannya menurut pemberian kasih karunia Allah, yang
dianugerahkan kepadaku sesuai dengan pengerjaan kuasa–Nya.

Efesus 3:2-7merupakan satu kesatuan kalimat yang mengungkapkan apa yang dikatakan oleh Paulus pada
bagian sebelumnya yaitu sehubungan dengan orang-orang Efesus yang dianggap kafir oleh orang-orang
Yahudi. Namun Paulus mengatakan bahwa orang-orang Efesus ini mempunyai panggilan untuk melayani
Tuhan sekalipun untuk itu harus membayar mahal karena dunia membenci mereka. Di lain pihak, Paulus
mengatakan ini merupakan satu rahasia besar yang dibukakan kepada Paulus agar mereka boleh mengerti.
Masalahnya, apa rahasia yang dibuka oleh Tuhan kepada Paulus? Mengapa hal itu dibuka serta apa
maknanya? Di dalam PL, Tuhan bekerja di tengah-tengah sejarah melalui umat Israel kemudian di dalam PB
Tuhan menghentikan perjanjian-Nya dengan umat Israel, sedangkan orang-orang kafir yang tadinya carang
liar atau ranting liar sekarang boleh dicangkokkan ke dalam pokok anggur yang sejati sehingga mereka
diberikan kemungkinan untuk melayani Tuhan di dalam kerajaan Allah.

Di dalam ayat-ayat yang kita baca Paulus mengatakan satu kalimat yang sangat indah yang akan menjadi
tema renungan kita hari ini yaitu pada ayat 2 yang mengatakan, "memang kamu telah mendengar tentang
tugas penyelenggaraan kasih karunia Allah, yang dipercayakan kepadaku …" Ini merupakan satu gambaran
yang begitu agung, begitu besar yang mungkin dinikmati oleh setiap orang yang dahulu hanya dibatasi
untuk umat Israel tetapi sekarang sudah dibuka menjadi satu kemungkinan setiap orang termasuk kita hari
ini bisa menikmatinya.
157 Ringkasan Khotbah – Jilid 1



Pertama, bagaimana anugerah dikaitkan dengan kehidupan kita. Ketika kita hidup seringkali kita
melakukan sesuatu berdasarkan manfaat bagi diri kita. Semangat ini disebut utilitarianisme yaitu semangat
di mana seseorang baru mau bekerja atau melakukan segala sesuatu berdasarkan asas manfaat. Semangat
ini menjadi pengalaman beratus-ratus bahkan berjuta-juta orang yang ada di dalam dunia ini. Ini adalah
satu konsep yang sekarang sangat lumrah dan menjadi pegangan bagi banyak orang. Sayangnya banyak
orang yang hanya melihat manfaat tetapi tidak melihat di balik manfaat tersebut ada jebakan yang bisa
merugikan hidupnya atau tidak. Saya pernah mengatakan bahwa semua ciptaan, dicipta oleh Pencipta
sesuai dengan rancangan Pencipta dan tujuan akhirnya adalah untuk Pencipta, keluar dari hukum ini kita
akan celaka. Hanya jika kita kembali menjadi penatalayan dari anugerah Allah di sinilah kita baru memiliki
hidup yang sesungguhnya.

Permasalahannya sekarang, bagaimana kita mengerti menjadi penatalayan dari pada


anugerah Allah?

1. Kita perlu memikirkan, "Mengapa Tuhan mau memakai kita untuk menjadi penatalayan
anugerah Allah?" Di sini kita masuk kepada essensi. Jika Tuhan mau mengerjakan pekerjaan-Nya, Dia dapat
mengerjakannya sendiri dengan sempurna tetapi justru pada waktu Tuhan pakai kita maka pekerjaan
tersebut menjadi tidak beres. Namun jika Tuhan mau pakai kita, jangan sombong itu tidak berarti Tuhan
butuh kita tetapi ini merupakan satu anugerah. Anugerah, di mana kita yang sesungguhnya tidak layak
dijadikan layak untuk mengerjakan pekerjaan Allah yang begitu agung. Jika kita menyadari seharusnya hal
ini menjadikan kita memiliki kekuatan untuk melangkah di tengah dunia ini.

Kesadaran ini, juga memberikan kesadaran paradoks di dalam hidup kita. Di satu pihak kita sadar siapa saya
di hadapan Tuhan, ini yang menjadikan dorongan di dalam hidup kita untuk hidup baik-baik, tidak ingin
menyakiti hati Tuhan dan mempermalukan Tuhan serta tidak dapat menjadi saksi Tuhan. Di lain pihak,
kesadaran ini juga menjadi kekuatan bagi kita ketika kita berjalan di tengah dunia ini bukan karena saya
yang mau jalan atau karena kehebatan saya melainkan karena Tuhan yang memberi tugas penatalayanan
untuk saya jalankan. Jadi bukan didasarkan kehebatan manajemen yang saya rancang tetapi karena Tuhan
yang memberikan untuk saya kerjakan. Ini yang membuat Paulus bangga, begitu kuat dan begitu rela untuk
menerobos semua.

Paulus mengatakan, "Aku…orang yang dipenjarakan karena Kristus Yesus." Ini tidak membuat Paulus
minder. Paulus masuk penjara bukan karena dia jahat, bukan karena dia berbuat dosa tetapi karena dia
menjalankan penatalayanan Allah yang Allah limpahkan kepadanya. Di dalam Kis 20:24, Paulus mengatakan,
"Tetapi aku tidak menghiraukan nyawaku sedikitpun, asal saja aku dapat mencapai garis akhir dan
menyelesaikan pelayanan yang ditugaskan oleh Tuhan Yesus kepadaku untuk memberi kesaksian tentang
Injil kasih karunia Allah." Paulus tahu dia melayani bukan karena dia hebat melainkan karena anugerah
Allah. Yang menjadi masalah adalah bahwa tidak semua orang dapat memahami hal ini, karena ini
merupakan satu misteri. Misteri mengandung arti, yang tidak tahu tidak tahu yang tidak mengerti tidak
mengerti. Misterius artinya penuh dengan kerahasiaan, tidak mudah dimengerti. Ini juga dapat kita lihat
ketika Tuhan Yesus mengajar di mana dia seringkali memakai perumpamaan, maksudnya bukan supaya
orang mudah mengerti namun supaya kepada para murid yang diberi anugerah mampu mengerti kerajaan
Allah sedangkan kepada yang lain, sekalipun mereka mendengar perumpamaan tersebut tetapi mereka
tidak akan mengerti karena ini suatu misteri. Demikian pula mengapa banyak orang tidak menjadi
158 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

penatalayan anugerah Allah? Jawabnya karena misteri. Jika kita mengerti ini bersyukurlah karena itu berarti
Tuhan membuka jalan kepada kita dan kita menjadi penatalayan anugerah Allah karena Tuhan memberikan
anugerah tersebut.

2. Ketika kita mengerti dan masuk di dalam penyelenggaraan anugerah, itupun satu anugerah yang
terlalu besar dan merupakan satu keagungan yang semua orang tidak bisa mengerti. Mengapa
demikian? Karena waktu saya boleh turut serta bekerja dalam bagian tugas penyelenggaraan kerajaan Allah
itu merupakan anugerah yang begitu besar. Ayat 5 mengatakan, "… tetapi yang sekarang dinyatakan di
dalam Roh kepada rasul-rasul dan nabi-nabi-Nya yang kudus, yaitu bahwa orang-orang bukan Yahudi,
karena Berita Injil, turut menjadi ahli-ahli waris dan anggota-anggota tubuh dan peserta dalam janji yang
diberikan dalam Kristus Yesus." Ini satu anugerah yang begitu besar yang ingin dicari dan diketahui tetapi
tidak dibuka kepada mereka." Ini berarti Tuhan tidak membuka kebenaran secara menyeluruh namun Dia
memberikan batasan anugerah. Tuhan Yesus memberikan perumpamaan,. didengar dan dilihat oleh
banyak orang tetapi mereka yang mendengar tidak mendengar, mereka yang melihat tetapi tidak melihat.
Mereka hanya melihat fenomena luar tetapi tidak melihat essensi dibelakang fenomena. Tuhan Yesus
melihat mereka, itu sebabnya Dia mengatakan, "Kamu datang mencari Aku bukan karena kamu mengerti
tanda tetapi karena perutmu kenyang."

Kedua, Konsep penatalayan (stewardnya). Alkitab mengatakan, tugas penyelenggaraan adalah bagaimana
saya menjadi bagian dari penggenapan seluruh tugas perencanaan kerajaan Allah. Ini dapat kita lihat di
dalam Yoh 15:9, Tuhan Yesus membuka satu rahasia yang besar di sini yaitu, "Seperti Bapa telah mengasihi
Aku, demikian juga Aku telah mengasihi kamu; tinggallah di dalam kasihKu itu. Jikalau kamu menuruti
perintahKu, kamu akan tinggal di dalam Kasih-Ku, seperti Aku menuruti perintah Bapa-Ku dan tinggal di
dalam kasihNya." Disini ada kaitan yang begitu indah yang Tuhan Yesus gambarkan yaitu hubungan antara
Bapa dengan Kristus menggambarkan hubungan antara Kristus dengan kita. Kristus taat kepada Bapa ini
menjadi gambaran kita taat kepada Kristus. Sama seperti cinta kepada Bapa maka dia taat kepada perintah-
Nya demikian juga jika kita cinta kepada Kristus maka kita akan taat kepada Dia. Jadi cinta di sini harus
dibuktikan di dalam ketaatan. Kita di hadapan Kristus sesungguhnya hanyalah seorang budak (hamba)
namun Kristus tidak menganggap kita sebagai budak. Kita adalah budak Tuhan, namun pada waktu Dia
tidak menganggap kita sebagai budak berarti status kita sudah ditinggikan. Ini merupakan satu peningkatan
status yang luar biasa. Apa perbedaan seorang budak dengan seorang sahabat? Seorang sahabat tahu
mengapa dia mengerjakan itu sedangkan seorang budak tidak tahu mengapa demikian. Kalimat ini
merupakan kalimat yang menaikkan kita pada posisi yang begitu agung. Jadi kalau kita melakukan tugas
penatalayanan yang Tuhan percayakan itu bukan sekedar aku dijadikan budak walaupun statusku memang
budak tetapi aku diangkat menjadi seorang sahabat. Jadi di sini kita mengerti Tuhan maunya apa? Kita
mengerti apa yang harus saya kerjakan karena Tuhan sudah menganugerahkan kepada kita. Namun kalimat
ini seringkali bisa disalahgunakan sehingga kita memanipulasi Allah. Ingat Alkitab tidak sembarangan
sebelum Tuhan membuka konsep sahabat, Dia lebih dahulu membuka konsep ordo. Jadi secara ordo kita
diangkat menjadi sahabat Tuhan namun tidak pernah kita menjadi tuannya Tuhan.

Saudara ketika kita menjadi penatalayan Allah kita tidak mengerjakan ini dengan sembarangan, karena
Tuhan yang beritahu lebih dahulu sehingga kita mengerti misi kerajaan Allah ditengah dunia ini. Tuhan
Yesus memerintahkan kita untuk memberitakan Injil, menjadi saksi-Nya di tengah dunia dan di dalam
berbagai bidang. Tuhan sudah membukakan rahasianya agar kerajaan Allah digenapkan. Kita adalah teman-
teman sekerja Tuhan, sahabat-sahabat Tuhan yang dipanggil untuk menggenapkan pekerjaan Tuhan.
159 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

Saudara, betapa besarnya anugerah ini. Siapakah kita sehingga boleh menjadi sahabat Tuhan yang bekerja
bagi Tuhan? Seharusnya kita mengerti ini merupakan satu penatalayanan yang agung luar biasa. Kita
sedang bekerja di dalam pekerjaan Bapa, pimpinan kita adalah Pencipta kita namun Dia berkata, "Aku tidak
menjadikan kamu budak melainkan sahabat."

Itu sebabnya mari kita menggarap hidup kita dengan baik. Kita tidak tahu Tuhan memberi hidup kita berapa
lama? Mari kita mengerjakan tugas penatalayan kita dengan bertanggungjawab bukan hanya di satu bidang
melainkan di semua bidang. Saya minta setiap kita menggumulkan hal ini dengan serius. Dunia hanya
memikirkan segala sesuatu dari aspek manfaat tetapi yang Tuhan mau bukan itu. Tuhan mau kita kembali,
seperti Paulus mengerti bagaimana panggilan dia di tengah dunia dan untuk itu dia rela berkorban supaya
dia boleh menyelesaikan tugas penyelenggaraan anugerah yang Tuhan tetapkan baginya. Mari kita sadar
Tuhan panggil kita di mana dan kiranya apapun yang kita lakukan kembali untuk kemuliaan Allah.

Amin!
160 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

K
Keek
kaay
yaaa
annK
Krriis
sttu
uss,, y
yaan
ngg ttiid
daak
k tte
errd
duug
gaa
Oleh: Pdt. Sutjipto Subeno

Nats: Efesus 3:7-9

7 Dari Injil itu aku telah menjadi pelayannya menurut pemberian kasih karunia Allah, yang
dianugerahkan kepadaku sesuai dengan pengerjaan kuasa–Nya.
8 Kepadaku, yang paling hina di antara segala orang kudus, telah dianugerahkan kasih
karunia ini, untuk memberitakan kepada orang–orang bukan Yahudi kekayaan Kristus,
yang tidak terduga itu,
9 dan untuk menyatakan apa isinya tugas penyelenggaraan rahasia yang telah berabad–
abad tersembunyi dalam Allah, yang menciptakan segala sesuatu,

Paulus adalah seorang yang mempunyai dinamika yang begitu besar di dalam pelayanan. Dalam
pelayanannya Paulus mengalami berbagai kesulitan, penderitaan, aniaya, dipenjara, dirajam dalam
berbagai bentuk. Namun di tengah-tengah begitu banyak tantangan dan kesulitan yang Paulus alami.
Paulus tidak menjadi tawar hati atau kehilangan hati melainkan di tengah-tengah berbagai tantangan,
krisis, kesulitan dan penderitaan yang dihadapi justru Paulus memiliki kekuatan menerobos yang begitu
besar bahkan dia memberikan nasehat kepada jemaat Efesus untuk meneladaninya.

Pertama, dalam situasi seperti ini, sebenarnya dimana keindahan dan kekuatan Paulus ketika dia melayani?
Jawabannya terletak di dalam ayat-ayat ini. Di dalam ayat-ayat ini Paulus mempunyai dua konsep yang
berparadoks di dalam pikirannya yang menjadikan Paulus memiliki kekuatan yang begitu besar. Di satu
pihak Paulus merasa dia adalah orang yang begitu hina. Dia merasa tidak layak menjadi rasul di antara
semua rasul. Paulus mengatakan di antara para rasul dia adalah orang yang paling hina. Tapi justru di dalam
situasi seperti ini tidak menjadikan Paulus rendah diri melainkan dia mendapat kekuatan yang begitu besar
karena dia dipercaya untuk memegang seluruh kekayaan Kristus yang tidak terselami oleh manusia. Nanti
di dalam Efesus 3 ini Paulus mengatakan kepada jemaat Efesus agar jemaat Efesus mengerti betapa kayanya,
betapa besarnya, panjangnya,tingginya, dan lebarnya kasih Kristus yang tidak mungkin dijangkau oleh
manusia. Disinilah kunci kekuatan kekristenan di tengah-tengah dunia ini. Ini menjadi kunci untuk kita bisa
bersyukur di hadapan Tuhan.

Dalam Efesus 3 ini Paulus juga mengajak kita bersyukur karena Allah berkenan memakai Paulus untuk
menjadi pelayan-Nya. Paulus sadar dia begitu kecil, begitu hina namun boleh dipakai oleh Tuhan dari
kekayaan yang tidak terselami dari Kristus. Bagaimana dengan kita, apa yang menjadi dasar kita bisa
bersyukur? Saudara di tengah-tengah situasi yang semakin lama semakin menekan ini alangkah bahagianya
jika kita bisa bersyukur dan sadar siapa diri kita? Kita adalah orang yang paling hina namun kita dipilih oleh
Tuhan untuk menjadi pelayan-Nya. Sama seperti Paulus mengucap syukur karena dia sadar bahwa bukan
karena dia begitu hebat sehingga Tuhan pakai dia melainkan karena anugerah Tuhan yang begitu besar. Ini
161 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

dapat kita lihat juga dari perubahan nama Paulus dari Saulus yang berarti yang besar yang kuat kemudian
setelah dia bertobat diganti menjadi Paulus artinya si kecil yang lemah. Perubahan ini menunjukkan
kesadaran eksistensial dari hakekat diri dia yang sebenarnya. Kesadaran ini yang membuat Paulus
mempunyai kekuatan dinamis untuk menerobos segala sesuatu. Jadi pada saat Paulus sadar bahwa dia
adalah orang yang paling hina di antara semua orang kudus, saat itulah Paulus baru merasakan bahwa
Tuhan terlalu kaya untuk Paulus. Ini yang menjadi dasar dari pengucapan syukur Paulus sehingga dia bisa
mengembalikan semua yang dia punya kepada Tuhan. Di sini kita melihat satu keagungan dari pengucapan
syukur yang sesungguhnya yaitu pengucapan syukur yang eksistensial; yaitu siapa saya terkait dengan Allah
yang sejati.

Kedua, di dalam seluruh surat Efesus kita menemukan istilah kaya di dalam Kristus begitu banyak. Ini mau
mengungkapkan kekayaan Allah yang mau dilimpahkannya kepada kita. Setiap pasal surat Efesus ini
membicarakan kekayaan anugerah Allah yang tidak terduga (terjemahan bahasa Indonesia). Istilah tidak
terduga bukan berarti kaget atau tidak menyangka melainkan maksud yang sebenarnya tidak bisa
dibayangkan, betapa kayanya, betapa besarnya, betapa luar biasanya. Memasuki tahun 1999 saya ingin
mengajak kita untuk merenungkan dan memikirkan kembali betapa banyak anugerah yang Tuhan sudah
limpahkan kepada kita sepanjang tahun 1998 ini. Martyn Lloyd Jones ketika menyarikan Ef 3 ini hanya punya
satu kesimpulan yaitu kalau saya bisa berjalan bersama Tuhan saya akan mengalami anugerah Allah yang
tidak mungkin bisa diselami oleh siapapun. Ini tidak berarti meniadakan kita dari kesulitan, krisis maupun
aniaya. Tidak. Justru pada saat kita mengalami semua itu, semakin kita tidak berdaya makin kita merasa
begitu kecil, kita semakin merasa tertekan. Pada saat itulah justru kita merasakan kekayaan anugerah Allah
itu sedang turun atas kita. Ada satu kekuatan yang begitu besar yang sedang menopang dan mengangkat
kita naik. Pada saat seperti itulah kita merasakan suka cita yang luar biasa.

Ketiga, saya membayangkan Paulus dengan jemaat Efesus mempunyai satu kedekatan yang sedikit
berbeda dengan jemaat-jemaat lain. Paulus memiliki hubungan pribadi yang lebih baik dengan jemaat
Efesus. Hal ini mungkin disebabkan karena jemaat Efesus adalah jemaat yang pernah sampai tiga tahun
digembalakan oleh Paulus. Ini merupakan satu relasi yang membuat Paulus mengucap syukur atas
hubungan yang Tuhan perkenankan di alami oleh Paulus. Ini tidak berarti Paulus melayani di Efesus tanpa
kesulitan. Tidak! Banyak kesulitan yang Paulus alami. Jika kita membaca di Kis. 20 kita melihat bagaimana
Paulus mengungkapkan unek-unek yang menjadi isi hati dia. Paulus melayani jemaat Efesus dengan
curahan air mata. Bahkan Paulus mengatakan aku datang dari satu rumah ke satu rumah aku berbicara
dengan kamu di pasar aku memberitakan Injil di sana. Dalam perkumpulan jemaat aku mengajar kamu.
Semua ini dikerjakan dengan beban yang begitu berat. Tapi itu justru menjadi ucapan syukur Paulus ketika
akhirnya dia melihat jemaat Efesus berkembang menjadi satu jemaat yang dipakai oleh Tuhan. Paulus
mengatakan aku mendapat anugerah untuk menjadi pelayan Injil untuk kamu orang yang non-Yahudi.
Kamu yang sebenarnya dipinggirkan tetapi rahasia ini sekarang dibuka kepadaku sehingga aku boleh
melayani engkau. Bagi Paulus ini merupakan ucapan syukur yang besar sekali karena dia boleh melayani
Tuhan.

Saya ingin kita juga mengakhiri tahun ini dengan satu ucapan syukur karena Tuhan membuka satu
pelayanan yang sungguh bagi kita. Kita bersyukur karena kita boleh melayani di berbagai bidang. Bagi yang
belum melayani biar kiranya tahun ini kita boleh bergumul di mana beban dan talenta yang Tuhan berikan
kepada kita sehingga kita boleh melayani sesuai dengan karunia yang Tuhan berikan kepada kita? Tapi
sebaliknya jangan sampai kita terlalu sibuk oleh urusan kita masing-masing sehingga kita kehilangan satu
makna yang begitu besar yaitu bagimana kita bisa mengucap syukur karena Tuhan masih mau pakai kita.
162 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

Mari kita belajar dari pelayanan Paulus, ketika melayani dia mengalami kesulitan, penderitaan dan
penganiayaan namun dia tidak mengeluh melainkan justru dia memuji Tuhan dan berkata, "Aku boleh
menderita demi nama Kristus dan aku masih boleh melayani Raja di atas segala raja yang
menganugerahkan pelayanan kepadaku." Saudara biarlah ini boleh menjadi pengalaman kita tetapi jika
tahun ini kita belum melayani atau belum berbuat apa-apa untuk Tuhan mari kita menginstrospeksi diri kita
masing-masing dan mulai menggumulkan untuk melayani Tuhan pada tahun mendatang. Saya rindu setiap
kita boleh dipakai oleh Tuhan pada tahun mendatang, karena begitu banyak orang membutuhkan
pelayanan kita.

Dunia ini begitu gelap dan membutuhkan anak-anak Tuhan yang rela dipakai oleh Tuhan untuk melayani
Tuhan. Tapi ingat, Tuhan memakai kita bukan karena kita hebat melainkan Tuhan ingin memakai kita
supaya kita beroleh anugerah dan merasakan bagaimana Tuhan menganugerahkan kesempatan pelayanan
bagi kita? Biarlah akhir tahun ini kita boleh bersama-sama menggumulkan sehingga Tuhan boleh memakai
kita dan memimpin kita sehingga kita boleh bersyukur kepada Tuhan atas apa yang Tuhan sudah kerjakan
di dalam hidup kita dan melalui hidup kita.

Amin!
163 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

R
Reen
ncca
anna
akke
ekka
all A
Alllla
ahh
Oleh: Pdt. Sutjipto Subeno

Nats: Efesus 3:10-12

10 supaya sekarang oleh jemaat diberitahukan pelbagai ragam hikmat Allah kepada
pemerintah–pemerintah dan penguasa–penguasa di sorga,
11 sesuai dengan maksud abadi, yang telah dilaksanakan–Nya dalam Kristus Yesus, Tuhan
kita.
12 Di dalam Dia kita beroleh keberanian dan jalan masuk kepada Allah dengan penuh
kepercayaan oleh iman kita kepada–Nya.

Efesus 3:10 ini seharusnya dimengerti sebagai berikut, "Supaya sekarang ini melalui gereja Tuhan atau
melalui jemaat Tuhan diberitahukan segala macam, berbagai segi atau aspek daripada hikmat Allah yang
perlu diketahui oleh para pemerintah dan penguasa yang berada di dalam realita surgawi. Itu dikerjakan
oleh anak-anak Tuhan. Setelah itu dikatakan, "Itu berjalan sesuai dengan maksud abadi atau kekal Allah,
rencana kekal Allah yang mau digenapkan atau dikerjakan oleh Tuhan sendiri di dalam Kristus Yesus." Ayat-
ayat ini penting khususnya bagi kita yang hidup di masa yang begitu sulit dan gelap. Dalam situasi dan
kondisi seperti ini kita harus berperan serta, kita harus memberi jawab dengan segera. Sehubungan dengan
hal ini mari kita melihat kepada Paulus. Paulus di dalam berbagai situasi krisis yang dia hadapi namun ia
tetap menjadi orang yang begitu dinamis menerobos situasi. Pada saat ini mari kita bersama-sama
memikirkan satu kalimat yang dikatakan oleh Paulus, "Supaya sekarang melalui gereja diberitahukan
berbagai ragam hikmat Allah." Supaya sekarang melalui gereja, melalui jemaat Tuhan dinyatakan segala
bijaksana dari Tuhan Allah kepada semua pemerintah dan penguasa dunia. Manusia tunduk kepada kuasa
setan dan kuasa dosa. Inilah yang menyebabkan dunia menjadi tempat yang begitu mengerikan dan lebih
celaka lagi jika orang Kristen hidup di dalam cara yang merusak seperti ini. Justru dalam situasi seperti ini
orang Kristen diajar untuk mendobrak situasi, memajukan sesuatu, mengusulkan sesuatu atau memberikan
alternatif kepada dunia supaya kita bisa memimpin manusia di dalam perjalanan sejarah. Kekristenan
dipanggil Tuhan untuk menyatakan satu penerobosan sejarah karena kita kembali menyatakan kebenaran
firman.

Di sini Paulus menyatakan satu contoh yang begitu indah. Paulus tidak tunduk di bawah sejarah melainkan
dipakai Tuhan untuk menerobos sejarah. Jika kita melihat teladan Paulus, dia adalah orang yang dipakai
Tuhan untuk menyebarkan Injil ke tempat yang begitu luar biasa menerobos dari kota ke kota dan dia
menuliskan begitu banyak surat sedikitnya ada 13 surat yang ditulisnya. Tulisannya ini menjadi basis bagi
iman Kristen menjadi dasar pengertian teologi Kristen yang mendalam dan Paulus juga dipakai Tuhan untuk
memberitakan Injil begitu luas dari satu tempat ke tempat lain.

Sejarah bukanlah produk dari orang-orang berdosa. Tetapi sejarah adalah merupakan manifestasi
bagaimana Allah mau menggenapkan rencana-Nya di tengah dunia. Itu sebabnya sejarah harus
164 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

diinterpretasi secara tepat. Alkitab mengatakan dan sejarah juga membuktikan sejarah yang sejati
sesungguhnya adalah merupakan manifestasi rencana Allah yang mau digenapkan di dalam dunia. Saya
harap dengan alasan ini kita boleh memasuki milenium ketiga saya harap kita memiliki kekuatan untuk
menerobos sejarah yang berbeda dipandang dari pada orang dunia ini dan kita melihat dari sudut pandang
Tuhan.



Pertama, waktu kita menerobos sejarah apa yang menjadi kekuatan kita menerobos sejarah. Apa yang
menjadi fondasi atau modal dasar kita untuk kita bisa menjadi penerobos sejarah di dunia ini. Paulus
mengatakan bahwa dia adalah seorang pelayan kasih karunia, pelayan anugerah Allah yang menjalankan
misi Tuhan membuka satu misteri rahasia yang tersembunyi berabad-abad dan sekarang dibuka bagi kamu.
Berdasarkan hikmat Allah kekayaan anugerah Allah yang memberikan kepada kita bijaksana Allah yang
berisi banyak bidang. Alkitab tidak mengatakan kalimat hikmat Allah yang tunggal saja tetapi juga hikmat
Allah yang tunggal itu dinyatakan dalam berbagai segi atau berbagai ragam. Tetapi ini berarti hikmatnya
banyak melainkan satu hikmat yang mempunyai segi yang begitu banyak artinya satu bijaksana satu
kekuatan bijaksana yang bisa menerobos ke berbagai bidang dan semua tempat. Inilah kekuatan
kekristenan yaitu satu kekuatan bijaksana yang bisa menerobos ke berbagai bidang dan ke semua tempat.
Ketika dunia gelap karena dunia tidak mampu menerobos, kekristenan justru mempunyai kekuatan untuk
menerobos, karena Tuhan memberikan kepada kita bijaksana dari Tuhan untuk kita bisa menerobos dunia
kita. Hikmat Tuhanlah yang menjadi kekuatan bagi kita. Lepas dari bijaksana Allah semua usaha manusia
kesombongan manusia akan sia-sia. Semakin manusia berusaha semakin hancur manusia. Yer 7:21-28
mengatakan, bahwa Tuhan jijik dengan segala ritual dan segala persembahan korban bakaran, korban
sembelihan. Tuhan jijik semuanya itu. Mengapa? Karena esensi iman Kristen bukan di sana, bukan ritus-
ritus pelaksanaannya. Tuhan hanya meminta kita untuk mendengarkan suara Tuhan. Tuhan akan menjadi
Allah kita dan kita akan menjadi umat-Nya dan mengikuti seluruh jalan Tuhan berdasarkan bijaksana Tuhan.
sayangnya umat Israel tidak mau mendengarkan suara Tuhan, mereka hanya mengikuti rancangan dan
kedegilan hati mereka yang jahat dan mereka memperlihatkan belakangnya dan bukan depannya.

Di dalam Yer 9:23-24 Tuhan memberikan solusi yang indah. Firman Tuhan mengatakan, ‘Janganlah orang
bijaksana bermegah karena kebijaksanaannya, janganlah orang kuat bermegah karena kekuatannya,
janganlah orang kaya bermegah karena kekayaannya, tetapi siapa yang mau bermegah, baiklah bermegah
karena yang berikut: bahwa ia memahami dan mengenal Aku, bahwa Akulah Tuhan yang menunjukkan
kasih setia, keadilan dan kebenaran di bumi; sungguh, semuanya Kusukai, demikianlah firman Tuhan." Bagi
saya ini merupakan kalimat yang indah. Hikmat Allah menjadi kunci bagi hidup manusia. Keluar dari
bijaksana Allah kita akan membunuh diri dan menghancurkan diri sendiri. Kecuali kita kembali kepada
Tuhan. Tidak ada satu sistem duniapun yang bisa menyelesaikan apapun yang ada di dunia ini. Di sepanjang
sejarah ketika konsep-konsep dunia dibenturkan dengan problematik mereka akan mental dan mereka
akan menjadi mentah dan tidak bisa menyelesaikan apa-apa. Seluruh konsep dunia ketika dipaksakan dia
akan menimbulkan semangat yang akan mendestruksi diri sendiri. Jadi yang pertama kuncinya adalah
kembali kepada hikmat Allah.

Kedua, Alkitab mengatakan bahwa bijaksana Allah ini dinyatakan bukan hanya kepada sejarah manusia
tetapi sampai kepada semua penguasa surgawi dan pemerintah-pemerintah surgawi. Mereka berhak
mendapatkan apa yang Tuhan ingin buka kepada manusia. Sejarah ini menjadi misteri bagi mereka. Mereka
mencari dan mempertanyakan apa sebenarnya yang Tuhan mau kerjakan di tengah-tengah sejarah. Untuk
165 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

menjawab hal ini Tuhan pakai jemaat Tuhan atau gereja Tuhan untuk menjadi penerobos dan pemberita
kebenaran Allah di tengah dunia ini. Di tengah-tengah dunia ini Tuhan memakai gereja untuk menjadi
pemimpin bagi sejarah. Kita tidak dituntut untuk tunduk di bawah kungkungan sejarah. Orang Kristen
bukan orang yang tunduk di bawah permainan sejarah. Orang Kristen seharusnya menjadi pemimpin atas
sejarah yang menunjukkan ke mana dunia akan berjalan yang membuka kepada dunia ini apa yang harus
dikerjakan. Celaka jika kita menjadi orang Kristen tetapi membuang hak ke sulungan, sehingga hak yang
seharusnya dipegang sama kita akhirnya diambil oleh orang lain. Saya bertanya, mengapa kekristenan pada
masa kini begitu lumpuh? Jawabnya, karena ke kritikan sendiri yang berbuat kesalahan karena kita tidak
mau dipakai oleh Tuhan. Itu sebabnya kepada jemaat Efesus Paulus mengatakan "Supaya sekarang oleh
jemaat diberitahukan pelbagai ragam hikmat Allah kepada pemerintah-pemerintah dan penguasa-
penguasa di sorga, sesuai dengan maksud abadi, yang telah dilaksanakan-Nya di dalam Kristus Tuhan kita."
Ini merupakan satu berita yang sangat indah. Mengapa? Karena dunia kita sebetulnya ingin tahu apa yang
harus dikerjakan kita, karena dunia tidak bisa tahu. Tidak ada satu manusia yang tahu apa yang akan terjadi
pada masa yang akan datang. Sejarah menjadi pertanyaan yang begitu serius. Itu sebabnya para futurolog
menjadi laris. Masalahnya tidak ada seorangpun yang dapat menjawab dengan pasti apa yang akan terjadi
besok.

Bahkan Alkitab mengatakan, makhluk-makhluk penguasa-penguasa surgawi tidak ada yang tahu karena
mereka tetap berada di dalam wilayah ciptaan. Mereka bukan pemilih sejarah. Hanya kepada gereja, Tuhan
memakai kita menjadi pemberita sejarah di tengah dunia. Ini satu hak istimewa yang Tuhan berikan kepada
kita untuk kita kerjakan. bukan para futurolog memegang hak ini seharusnya ini berada di bawah firman
Allah kita mencoba mengerti sejarah dari interpretasi Allah bukan interpretasi dunia. Ketika kita berjalan di
tengah dunia ini kita taat kepada Tuhan dan berjalan di bawah pimpinan Tuhan. Alkitab mengatakan, "Yang
aku kehendaki adalah aku mengenal Tuhan dan aku mendengar suaranya dan aku berjalan di seluruh jalan
yang diperintahkan oleh Tuhan untuk aku kerjakan." Mari kita memasuki tahun 1999 ini bukan berdasarkan
kita yang mau jalan tetapi karena Tuhan yang mau kita jalan yaitu jalan berdasarkan rancangan Tuhan.
Biarlah ini menjadi kekuatan kita. Dengan berjalan seperti ini tidak ada ketakutan yang perlu kita lewati di
tengah dunia ini. Saudara, saya rindu setiap kita dipakai oleh Tuhan menjadi pembuat sejarah di dalam
berbagai bidang dan aspek yang Tuhan percayakan kepada kita. Dengan demikian dunia bisa melihat
alternatif yang diberikan oleh iman Kristen kepada dunia ini. Saya rindu tahun ini kita bersiap hati
bersungguh-sungguh untuk menggumulkan hal ini. tahun-tahun di depan kita tidak mudah karena
memasuki milenium ketiga kita akan menghadapi tantangan yang luar biasa. Di satu pihak kita menghadapi
tantangan filsafat post modern dan new age movement dan di lain pihak kita menghadapi tekanan
globalisasi. Salah satu hal yang membuat krisis kita berat saat ini adalah globalisasi. Globalisasi ini akan
menjadi hal yang menghancurkan. Kedua hal ini tidak bisa ditolak.

Itu sebabnya mari kita memikirkan dengan serius bagaimana kita menghadapi milenium ketiga dengan
tepat. Saya harap kita menjadi orang-orang yang dipakai oleh Tuhan bukan menjadi pelaku sejarah. Biarlah
kita bisa berperan seperti yang Tuhan mau. Biarlah Tuhan memakai kita di tempat kita masing-masing
untuk mengarahkan sejarah kembali kepada kebenaran. Jika tidak, dunia ini semakin hari akan semakin
hancur. Saya minta setiap kita boleh bergumul di hadapan Tuhan dan di mana Tuhan memakai kita
bersuaralah kita di sana.

Amin!
166 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

IIm
maan
ndda
annk
keey
yaak
kiin
naan
n
Oleh: Pdt. Sutjipto Subeno

Nats: Efesus 3:12-13

12 Di dalam Dia kita beroleh keberanian dan jalan masuk kepada Allah dengan penuh
kepercayaan oleh iman kita kepada–Nya.
13 Sebab itu aku minta kepadamu, supaya kamu jangan tawar hati melihat kesesakanku
karena kamu, karena kesesakanku itu adalah kemuliaanmu.

Efesus 3:12-13ini menjadi ayat klimaks dari seluruh rahasia panggilan orang-orang bukan Yahudi yang
menjadi Kristen di tengah-tengah Kekristenan Yahudi pada saat itu. Beberapa minggu yang lalu sudah
membicarakan seluruh perikop ini dengan latar belakangnya. Di mana jemaat Efesus adalah jemaat yang
mayoritas bukan Yahudi dan ketika mereka bertobat mereka mengalami masalah yang berat karena
mereka harus berhadapan dengan orang-orang Kristen Yahudi di mana mereka merasa bahwa orang-orang
Kristen yang non-Yahudi kurang sah.

Di tengah situasi seperti ini, Paulus kemudian mendobrak konsep ini. Paulus mengajarkan bahwa di dalam
Kristus semua orang sama tidak ada perbedaan, baik itu orang Yahudi maupun non Yahudi., antara pria
maupun wanita. Di hadapan Kristus kita bukan orang asing dan pendatang. Di hadapan Kristus kita adalah
umat yang dipanggil untuk mempermuliakan Tuhan. Ini menjadi satu pertolongan bagi orang yang bukan
Yahudi memiliki kekuatan untuk melangkah dan menjadi orang-orang Kristen yang betul-betul berjalan di
dalam Tuhan. Oleh karena itu ide di dalam Kristus menjadi kekuatan keyakinan yang boleh menerobos
menjadi keberanian serta jalan masuk atau akses bagi kita untuk boleh menjalankan prinsip pelayanan
sesuai dengan kehendak Tuhan.

Di dalam Efesus 3:12-13 ini merupakan klimaks dari ayat-ayat sebelumnya di sini Paulus memberikan satu
keyakinan yang begitu kokoh kepada mereka agar mereka tahu dan bagaimana mereka berjalan sebagai
orang Kristen. Di dalam ayat 12 mengatakan, "Di dalam Dia kita beroleh keberanian dan jalan masuk kepada
Allah dengan penuh kepercayaan oleh iman kita kepadanya." Jadi di sini ketika kita mengalami kesusahan
dan kesesakan jangan tawar hati karena justru kesesakan itu yang membuat kita mendapat kemuliaan,
karena kita beriman kepada Kristus. Saudara, ayat ini perlu kita gumulkan mengingat kita hidup di tengah-
tengah situasi yang sulit. Dalam kondisi seperti ini tidak heran banyak orang Kristen yang mulai goncang,
kecewa, ruwet dan bingung. Tidak heran dalam kondisi seperti ini terjadi ketidakadaan ketenangan,
ketidakadaan kemapanan, ketidakadaan keyakinan dan kepastian yang membuat kita stabil. Setiap saat kita
bisa digoncangkan. Setiap saat kita bisa mengalami sesuatu yang mengerikan. Setiap saat segala sesuatu
bisa berubah. Situasi ini jika menimpa kita dapat membuat kita menjadi takut dan gentar. Bahkan makin
dipikir makin takut. Bagaimanapun juga kita pikir atau tidak pikir, jadi atau tidak jadi, yang kita pikir sama
saja tidak berhubungan sama sekali. Jadi pikir tidak pikir sama jadi tidak mau jadi tidak ada hubungannya
167 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

sama sekali. Yang jadi tidak mau jadi tetap jalan sendiri. Yang pikir tidak mau pikir juga jalan sendiri. Banyak
yang takut berpikir melarikan diri. Tetapi kalau dia betul-betul melarikan diri jadi dia sedang memasukkan
diri dalam krisis. Jadi di sini krisis mengkrisiskan diri. Kenapa? Karena ketika dia lari dia sedang mem-
boroskan uangnya juga disana dia berada dalam krisis identitas karena di sana ia menjadi orang asing. Itu
sebabnya di tengah dunia seperti ini melarikan diri bukanlah merupakan jalan keluar yang baik.
Dewasa ini dunia kita berada dalam kondisi ketidakadaan pengharapan yang begitu mengerikan di tengah
dunia. Justru di dalam keadaan dunia yang begitu sulit inilah bagaimana orang Kristen dapat mengantisipasi
menghadapi situasi seperti ini? Paulus mengatakan, "Hanya di dalam Dia yaitu Kristus melalui iman kita
beroleh keberanian dan jalan masuk kepada allah dengan penuh keyakinan oleh iman kita kepadanya."
Melalui ayat ini membukakan kepada kita bagaimana kita berjalan menuju Allah di dalam kebenaran
sampai kepada Allah untuk mendapat kemuliaan yang Allah akan berikan kepada saya. Ayat ini memberikan
kepada kita suatu terobosan dari seluruh kesulitan yang dihadapi oleh manusia. Penerobosan di dalam
kalimat ini memberikan konsep wawasan yang membuat kita kokoh di dalam segala situasi dan tantangan
apapun yang kita hadapi. Tetapi karena kita sudah menetapkan dan sudah menancapkan jangkar kita pada
sumber yang kekal.

Untuk itu kita memerlukan basis kehidupan yang bisa menentukan arah perjalanan kita berikutnya. Bagi
orang dunia dapat mulai melangkah dengan kepandaiannya, dengan uangnya atau dengan kekuasaannya.
Tetapi abad 20 ini membuktikan sehebat apapun kepandaian mereka dan punya uang sebanyak apapun
serta memiliki kekuasan yang tinggi, ternyata semua itu tidak ada apa-apanya. Orang-orang pandai, para
konglomerat yang besar serta orang-orang yang berkuasa hari ini membuktikan mereka tidak ada apa-
apanya. Mereka hidup dalam ketegangan. Ya, hari ini seluruh dunia dalam ketakutan. apa yang akan
terjadi? Dalam situasi seperti ini basis apa yang mereka akan bangun uang tidak bisa demikian juga
kepandaian tidak bisa. Kenapa? Karena semua itu di dirikan di atas basis yang sementara, relatif, bisa
berubah dan diubah. Hari ini pandai besok siapa tahu besok menjadi pikun. Hari ini kaya besok bisa
melarat. Hari ini punya kekuatan politik besok bisa jatuh. Lalu apa yang dapat menjadi fondasi kita untuk
berjalan di tengah dunia ini? apa yang dapat kita jadikan sandaran yang tidak bisa berubah?

Alkitab mengatakan basisnya cuma satu, "Beriman kepada Kristus." Waktu kita beriman kepada Kristus itu
menjadi satu puncak daripada semua keyakinan yang membuat manusia mempunyai keyakinan yang tidak
bergeser. Waktu kita beriman kepada Kristus itu berarti kita sedang menancapkan jangkar kita kembali
kepada kekekalan yang sudah dibuktikan di dalam sejarah. Beriman kepada Kristus membentuk kita
memiliki keyakinan yang kokoh. Mengapa? Di sini kita berpegang pada yang kekal yang tidak bergeser dan
yang tidak bisa berubah. Tetapi mengapa harus Kristus? Di dalam apologetika semua orang beragama
percaya Tuhan ada. Hanya Tuhannya siapa dan di mana? Tuhan yang diawang-awangkah? Atau Tuhan yang
diteorikankah? Atau Tuhan yang dibentuk? Atau Tuhan yang sesungguhnya? Alkitab mengatakan hanya
Kristus Tuhan yang sejati. Tetapi mengapa harus Kristus bukan yang lain? Jawaban hanya satu yaitu dia
bukan sekedar Allah yang sejati tetapi juga dia adalah Allah yang membuktikan diri menerobos sejarah.

Manusia tidak mungkin dapat menerobos kekekalan kecuali yang kekal menerobos yang sementara. Yang
kekal standarnya lebih tinggi dari kesementaraan. Pada waktu yang kekal menerobos kesementaraan itu
dimungkinkan. Tetapi yang sementara mau menerobos di dalam kekekalan itu tidak mungkin. Maka ketika
Kristus yang kekal itu menerobos dan masuk di dalam sejarah ini sangat diperlukan untuk memberikan
bukti yang sah bagi seluruh sejarah manusia untuk menunjukkan di mana letaknya jangkar yang
sesungguhnya yang harus dipegang. Dan ketika Yesus berkata, "Akulah jalan, dan kebenaran, dan hidup
tidak ada seorangpun yang datang kepada Bapa kalau tidak melalui Aku." Kalimat ini merupakan kalimat
168 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

yang terlalu eksklusif dan terlalu tinggi untuk diucapkan oleh manusia siapapun. Kalimat ini menjadi kalimat
yang sangat sulit diterima oleh manusia. Jika hanya manusia tidak mungkin mengeluarkan kalimat seperti
itu. Kalimat ini juga sekaligus membuktikan di dalam perjalanan sejarah Kristus, apa yang Dia katakan
dengan begitu eksklusif menghantam semua konsep yang lain. Paulus yang begitu cermat tahu ini
merupakan jangkar yang tidak bisa digeser. Inilah jangkar yang membuat manusia memiliki keyakinan.
Di dalam Ef 3:12 ini Paulus menyatakan, "Dengan penuh kepercayaan oleh iman kita kepada-Nya." Di sini
digunakan istilah kepercayaan dua kali. Di sini lebih tepat bukan "penuh kepercayaan" melainkan dengan
"penuh keyakinan kita beriman di dalam Dia." Maksudnya saya mempunyai iman di dalam kristus itu
menjadikan saya mempunyai keyakinan. Kata ‘keyakinan’ bahasa aslinya sebenarnya satu keyakinan yang
teguh. Alkitab sejak pertama mengatakan jangan percaya diri tidak akan menyelesaikan apa-apa. Percaya
diri hanya akan meletakkan kepercayaan kepada sesuatu landasan yang relatif. Alkitab mengatakan
keyakinan kita yang kokoh harus kembali kepada jangkar yang sejati. Disitulah kita baru mempunyai
keyakinan yang kokoh. Ini baru bisa terjadi jika kita kembali kepada iman yang sejati yaitu kepada Kristus
sumber yang mengukuhkan kita.

Saudara seberapa jauh ketika kita menjalankan pergumulan hidup kita putuskan karena kita kembali
kepada Tuhan atau kita hanya jalan berdasarkan kemauan kita sendiri. Firman Tuhan hari ini mengajarkan
kepada kita hanya di dalam Kristus kita baru mempunyai keberanian dan akses untuk menerobos dunia ini
menuju kepada Bapa yang menetapkan dan yang menjadi pegangan saya. Tetapi ini bukan terjadi satu hari.
Tidak. Dan juga apa yang diperjuangkan ini bukan dalam keadaan biasa tetapi justru pada saat kita
mengalami krisis prinsip inilah yang akan menopang kita. Jangan tunggu situasi ini tiba tapi kita belum siap.
Itu sebabnya kita perlu mempersiapkan diri. Pribahasa Tionghoa mengatakan, "Tentara dipersiapkan 1000
hari hanya untuk perang satu hari." Seseorang ketika dia mau kuat menghadapi satu situasi bukan tunggu
situasi itu tiba baru mempersiapkan diri tidak ada gunanya. Itu sebabnya biar kiranya ayat ini menjadi
pegangan kita. Berdiri di atas keyakinan yang kokoh karena saya menancap jangkar kepada Kristus. Dan
untuk ini kita harus latih setiap hari setiap saat di dalam pergumulan hidup kita. Ketika saya bergumul di
hadapan Tuhan itu melatih kita bagaimana kita harus menghadapi masalah yang paling berat yang melanda
hidup kita. Mari saudara sebelum kesulitan itu tiba kita belajar baik-baik seperti prajurit yang dipersiapkan
untuk berperang sehingga kita mempunyai keberanian yang sungguh untuk kita menerobos jaman.

Amin!
169 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

IIm
maan
nyya
anng
gmme
emmb
beerrii k
keeb
beerra
anniia
annd
daan
naak
ksse
ess
Oleh: Pdt. Sutjipto Subeno

Nats: Efesus 3:12-13

12 Di dalam Dia kita beroleh keberanian dan jalan masuk kepada Allah dengan penuh
kepercayaan oleh iman kita kepada–Nya.
13 Sebab itu aku minta kepadamu, supaya kamu jangan tawar hati melihat kesesakanku
karena kamu, karena kesesakanku itu adalah kemuliaanmu.

Minggu lalu kita telah membicarakan tentang iman dan keyakinan yang pasti di dalam Kristus dan pada hari
ini kita akan berbicara mengenai damai sejahtera. Istilah damai sejahtera seringkali muncul di tengah orang
Kristen. Mereka mengatakan, "Saya tidak damai sejahtera." Berbicara mengenai damai sejahtera, ada
beberapa alasan dan tidak semuanya rohani dalam arti mungkin dapat benar dan dapat juga salah. Di
dalam Alkitab damai sejahtera ada dua macam yaitu damai sejahtera yang diberikan Tuhan kepada kita
dengan damai sejahtera yang ada di dunia ini. Pertama, damai sejahtera yang sejati; kedua yang
kelihatannya damai sejahtera. Kedua damai sejahtera ini berbeda secara kualitatif dan berbeda sumbernya.
Damai sejahtera yang sejati bersumber dari Allah dengan sifat-sifatnya yang tertentu sedangkan yang
kedua dari dunia juga dengan sifat-sifat tertentu. Jadi pada waktu orang mengatakan saya tidak damai
sejahtera maka kita harus mengerti itu damai sejahtera yang mana dan di sini kita harus menguji kembali
mana damai sejahtera yang sejati dan mana yang kelihatannya damai sejahtera.

Damai sejahtera yang benar itu seringkali bukan seperti yang kita pikirkan dan damai sejahtera dapat
hilang. Yang pertama karena takut misalnya takut rugi, takut dianiaya, takut dipukuli, dsb. Banyak hal yang
membuat kita takut dan ketakutan ini mencengkeram kita yang akhirnya membuat kita tidak bisa damai
sejahtera. Kedua, karena keinginan-keinginan yang tidak tercapai. Itu yang membuat hati kita tidak damai.
Stres adalah satu gejolak dalam hati yang menginginkan mencapai sesuatu tetapi ternyata tidak mampu.
Damai sejahtera yang hilang ini belum tentu damai sejahtera dari Tuhan. Ketiga, pada waktu dosa kita
dibongkar. Jadi pada waktu dosa kita dibongkar hati kita gelisah dan tidak memiliki damai. Kehilangan
damai sejahtera yang ketiga ini hampir mirip dengan yang pertama namun di sini sebetulnya adalah
manifestasi dosa dan ketakutan karena dosanya akan dibongkar. Dan ketakutan ini membuat dia
kehilangan damai sejahtera. Saudara jika kita kehilangan damai sejahtera dalam aspek-aspek di atas maka
kita perlu instrospeksi diri karena mungkin sekali ini merupakan damai sejahtera yang hilang dan ini akan
membawa kita kepada damai sejahtera yang asli. Kehilangan damai sejahtera yang palsu tidak perlu
dipertahankan karena kalau damai sejahtera dunia ini kita kejar akan membuat kita gersang dan hancur.

Lalu bagaimana dengan damai sejahtera sejati? Damai sejahtera yang sejati yang benar terjadi: Pertama
waktu kita benar-benar berkeinginan untuk menjalankan rencana Allah itu adalah damai sejahtera yang
indah. Tapi masalahnya banyak orang Kristen justru tidak menjalankan rencana Allah atau pekerjaan Allah
170 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

dan tetap kesenanagan. Sebaliknya pada waktu dia berbuat dosa lalu ketahuan maka dia baru kehilangan
damai sejahtera. Ini duniawi sekali. Marilah kita kehilangan damai sejahtera yaitu justru pada waktu kita
gagal menjalankan rencana Allah baik-baik. Kedua, damai sejahtera terjadi pada waktu kita boleh hidup di
dalam kesucian, kejujuran, dan kebenaran di tengah-tengah dunia ini. Kita akan kehilangan damai sejahtera
jika kita berbuat dosa dan merasakan gelisah di dalam hatinya. Ini yang mendorong dia untuk keluar dari
situasi itu dan kembali kepada Tuhan karena dia menyakiti hati Tuhan. Di sini damai sejahtera yang hilang
itu perlu dikejar kembali karena itu adalah damai sejahtera dari Tuhan.

Saudara, sekarang kita hidup dalam situasi yang minggu lalu saya sebut ketidakadaankestabilan kehidupan
dan ketenangan kehidupan. Akhirnya kita hidup dilanda ketakutan sehingga kita tidak memiliki damai
dalam hidup kita. Dalam kondisi seperti ini apa yang harus kita lakukan? Dengan menutup matakah?!
Kekristenan tidak mengajar kita melarikan diri dari realita. Memang harus kita akui kita hidup dalam kondisi
yang sangat sulit dan kondisi ini dapat mengakibatkan kita hidup dalam ketegangan, ketakutan, dan
kekhawatiran. Dalam situasi seperti ini kita harus menerobos situasi kita. Paulus mengatakan kita bukan
orang yang anti realita tetapi justru dalam situasi seperti ini bagaimana kita hidup secara tepat.

Mari kita bayangkan apa yang dikatakan Paulus kepada jemaat Efesus. Jemaat Efesus waktu itu mau
melayani Tuhan namun tantangan bagi hidup mereka begitu berat karena dari luar mereka dirongrong, dari
dalam kekristenanpun mereka juga dirongrong. Dari luar kita tahu bahwa kota Efesus merupakan tempat
penyembahan berhala yang sangat kuat dan besar sedangkan orang Kristen mengalami tantangan dari luar
yang begitu sulit dan dari dalam orang Kristen Yahudi menganggap orang-orang Kristen non Yahudi tidak
sah di mana mereka baru sah kalau mereka disunat dulu. Di sini jemaat Efesus mengalami realita kesulitan,
ketegangan dan tidak ada damai. Tapi semua kesulitan ini tidak menjadi alasan bagi kita untuk tidak
beriman dan melayani karena kita beriman di dalam Kristus dan melalui iman di dalam Kristus itulah kita
mempunyai akses kepada Bapa. Ini yang membuat Paulus memiliki keberanian dan keyakinan. Bukan
karena situasi yang menentukan kita beriman atau tidak melainkan karena iman. Melalui iman, kita dapat
menerobos melewati awam gelap yang menutupi hidup kita sehingga kita tidak bisa lagi melihat apa yang
ada di luar. Paulus mengatakan mari kita menerobos awan gelap itu sampai kita melihat hakekat yang
sesungguhnya dan penerobosan ini harus kembali kepada iman yang sesungguhnya. Iman yang menerobos
terlebih dahulu sehingga kita mempunyai jalan masuk, seperti daerah yang tertutup tiba-tiba dibuka lalu
kita mempunyai jalan masuk. Paulus bukan mau meniadakan semua realita. Realita itu fakta. Itu memang
kesulitan yang harus dihadapi tapi bagaimana saudara memiliki kekuatan menerobos melewati semua itu.
Inilah yang Paulus minta supaya kita akhirnya mempunyai keberanian, keyakinan, kepastian dan kebebasan
untuk bisa berjalan di dalam pekerjaan Tuhan. Berikut ini kita akan melihat beberapa hal yang kita akan
pelajari?

Pertama, Allah adalah Allah atas sejarah. Kita melihat dunia ini susah, banyak ancaman. Masalahnya,
ancaman, kesulitan dan problemnya itu relatif atau mutlak? Relatif karena yang mengatur semuanya adalah
Tuhan atas sejarah. Sejauh kita bisa menerobos awan gelap sampai melihat Allah adalah Allah atas sejarah.
Di sini kita sedang menuju ke satu akses di mana kita mengerti sejarah berjalan tidak bisa lepas daripada
kontrol Allah. Tidak ada satupun di tengah dunia ini yang bisa bermain-main di hadapan Allah dan tidak ada
sesuatupun di tengah dunia ini yang melampaui kepastian yang Allah sudah tetapkan. Jadi jika kita bertaut
kepada Allah, tidak ada hal apapun di tengah dunia ini yang saya khawatirkan. Prinsipnya yang mutlak tetap
mutlak yang mutlak tidak boleh direlatifkan dan yang relatif tidak boleh dimutlakkan. Dengan kita
memutlakkan yang mutlak maka yang relatif menjadi yang direlatifkan tetapi kalau kita memutlakkan yang
relatif maka yang mutlak asli akan bergeser dan ini sangat berbahaya sekali. Itu sebabnya maka kunci
171 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

pertama bagaimana kita hidup di tengah-tengah dunia yang rumit dan penuh dengan berbagai masalah
yang sedang berkecamuk ini jawaban hanya satu yaitu balik menerobos dengan iman melihat Allah adalah
Allah atas sejarah. Ini kunci! Allah adalah Allah sejarah. Sejarah adalah apa yang Allah sudah pikir dan
rencanakan dalam kekekalan. Jadi sejarah merupakan suatu yang berjalan tapi perjalanan sejarah di dalam
relatifismenya kembali kepada kemutlakan Allah yang melihat dari atas. Pada waktu kita mempunyai akses
kepada Allah Bapa atas sejarah itulah yang melampaui relatifitas sejarah. Saya harap setiap kita boleh
Tuhan pakai untuk menerobos sehingga selanjutnya kita dapat menolong orang lain.

Kedua, setelah kita tahu bahwa Tuhan adalah Tuhan atas sejarah maka barulah kita mempunyai akses yang
Tuhan sudah buka kepada kita. Ketika kita belajar memandang kepada Allah, melihat Allah dan memandang
kepada jalur Tuhan sehingga kita bisa bertanya apa yang Tuhan mau. Waktu kita belajar memandang
kepada Allah itulah waktunya kita melatih diri untuk menerobos semua kesulitan. Jadi waktu kesulitan
menimpa kita marilah kita memandang kepada Tuhan, maka Tuhan yang akan membuka jalur yang kita
lewati. Ketika kita memandang kepada Allah itulah juga yang membuat seluruh pengertian dan wawasan
kita berbeda sama sekali ketika kita menafsirkan realita dengan tepat. Mari kita belajar melihat segala
sesuatu balik kepada Tuhan. Ini akses untuk kita memiliki keberanian dan kemerdekaan berjalan di tengah-
tengah dunia ini.

Ketiga, ketika kita mulai mengarahkan diri kita kepada Tuhan dan melihat akses kita di hadapan Tuhan itu
justru memberikan kepada kita kebebasan, keleluasan dan keberanian yang tidak bisa dilawan. Ketika
Stefanus dirajam, dia memandang kepada Kristus yang berada di atas takhta dan Kristus yang sedang
memandang dia. Itulah yang menjadi kekuatan bagi dia dan yang membuat dia maju dan mendapatkan
akses dan akhirnya semua orang harus gemetar melihat apa yang sedang terjadi. Hanya pertanyaan yang
harus kita jawab adalah kita diikat oleh siapa? Jika kita diikat oleh kuasa dunia ini, diikat oleh situasi dunia
ini maka saudara betul-betul terikat. Tetapi kalau kita diikat oleh Tuhan di dalam keterikatan kita dengan
Tuhan, kita adalah orang yang betul-betul bebas. Dosa tidak bisa membuat kita menghadap Tuhan dengan
baik. Dosa membuat kita menghadap Tuhan dengan kegentaran dan ketakutan dan tidak ada kebebasan
ketika kita membiarkan diri kita diikat oleh dunia, rokok, narkotika, seks, atau diikat oleh apapun di tengah
dunia ini. Dia menjadi orang yang terbelenggu dosa. Tetapi ketika kita membiarkan diri kita diikat oleh
kebenaran Tuhan, diikat oleh sifat Tuhan maka di situ dia mempunyai kebebasan yang luar biasa. Orang
yang diikat oleh kebenaran, diikat oleh keadilan, diikat oleh kesucian Tuhan, maka waktu itu dia bisa hidup
di dalam Tuhan, memandang kepada Tuhan dan diakses di dalam Tuhan sehingga kita tidak bergeming
dengan apa yang terjadi di tengah dunia ini. Itu yang membuat saya total bebas.

Saudara, dunia kita makin lama makin sulit. namun di tengah-tengah kesulitan dunia ini kiranya Tuhan
memakai kita di tengah-tengah jaman yang semakin sulit, seperti Tuhan tidak mengatakan orang yang
mengikut dia pasti lepas dari dari pergumulan hidup, lepas dari kesulitan hidup namun Tuhan mengatakan
akan memimpin kamu sehingga kamu bisa menerobos melewati semua. Jemaat Efesus di tengah-tengah
kesulitan yang mereka hadapi diberi kekuatan oleh Tuhan sampai menjadi jemaat yang dipuji di dalam kitab
Wahyu kecuali cinta kasih yang kemudian dicela oleh Tuhan. Saudara, mari kita belajar bagaimana Tuhan
pakai kita di tengah jaman ini.

Amin!
172 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

P
Peella
ayya
anna
annd
deen
ngga
ann llu
uttu
utt
Oleh: Pdt. Sutjipto Subeno

Nats: Efesus 3:13-17/ Mat. 6:5-8

Efesus 3

13 Sebab itu aku minta kepadamu, supaya kamu jangan tawar hati melihat kesesakanku
karena kamu, karena kesesakanku itu adalah kemuliaanmu.
14 Itulah sebabnya aku sujud kepada Bapa,
15 yang dari pada–Nya semua turunan yang di dalam sorga dan di atas bumi menerima
namanya.
16 Aku berdoa supaya Ia, menurut kekayaan kemuliaan–Nya, menguatkan dan meneguhkan
kamu oleh Roh–Nya di dalam batinmu,
17 sehingga oleh imanmu Kristus diam di dalam hatimu dan kamu berakar serta berdasar di
dalam kasih.
Matius 6

5 "Dan apabila kamu berdoa, janganlah berdoa seperti orang munafik. Mereka suka
mengucapkan doanya dengan berdiri dalam rumah–rumah ibadat dan pada tikungan–
tikungan jalan raya, supaya mereka dilihat orang. Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya
mereka sudah mendapat upahnya.
6 Tetapi jika engkau berdoa, masuklah ke dalam kamarmu, tutuplah pintu dan berdoalah
kepada Bapamu yang ada di tempat tersembunyi. Maka Bapamu yang melihat yang
tersembunyi akan membalasnya kepadamu.
7 Lagipula dalam doamu itu janganlah kamu bertele–tele seperti kebiasaan orang yang
tidak mengenal Allah. Mereka menyangka bahwa karena banyaknya kata–kata doanya
akan dikabulkan.
8 Jadi janganlah kamu seperti mereka, karena Bapamu mengetahui apa yang kamu
perlukan, sebelum kamu minta kepada–Nya.

Di dalam Efesus 3:14-15 Paulus mengatakan, “Itulah sebabnya aku sujud kepada Bapa, yang daripada-Nya
semua turunan yang di dalam surga dan di atas bumi menerima namanya.” Saya terkesan sekali dengan
ayat ini, karena di sini Paulus baru saja membicarakan tema yang saya rasa sangat sulit dimengerti. Ayat-
ayat ini dikatakan oleh Paulus setelah dia mengatakan dalam ayat 13, “Sebab itu aku minta kepadamu,
supaya kamu jangan tawar hati melihat kesesakanku karena kamu, karena kesesakanku itu adalah
kemuliaanmu.” Jadi ayat ini ditulis ketika Paulus mengalami kesesakan dan penderitaan yang luar biasa.
Namun di sini Paulus mengatakan justru kesesakan dan penderitaannya merupakan kemuliaan bagi jemaat.
Secara logika kita sulit sekali menemukan relasi antara kesesakan dan penderitaan Paulus dengan jemaat.

Setelah mengatakan ini kemudian di bawahnya Paulus mengatakan, “Itulah sebabnya aku sujud kepada
Bapa.” Kalimat ini merupakan penerobosan yang luar biasa indahnya dan Paulus juga sadar bahwa kalimat
173 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

ini bukan kalimat yang bisa diselesaikan begitu saja. Maka di seluruh Ef 3:13-21 nanti di belakang kita akan
melihat bagaimana kaitan jemaat Efesus mendapat kemuliaan dalam hubungannya dengan penderitaan
Paulus di mana kemuliaan Allah sebagai sumber. Kata ‘kemuliaan’ ini sendiri muncul tiga kali dan menjadi
penutup dari perikop ini. Paulus sendiri sadar, sulit mengaitkan kedua relasi ini yaitu antara penderitaan
Paulus dengan keadaan jemaat Efesus yang sedang dibicarakan. Satu-satunya kunci untuk menghubungkan
antara penderitaan dan kemuliaan jemaat efesus adalah menekuk lutut berdoa di hadapan Tuhan. Bagian
yang akan kita pelajari hari ini saya sebut sebagai “A KNEEL MINISTRY” yaitu suatu pelayanan dengan lutut.
Iman Kristen adalah iman yang berdoa secara unik. Tetapi apa keunikannya ditengah-tengah berbagai
agama yang juga memiliki unsur doa atau sembahyang? Disini ternyata antara dengan dan ‘doa’ tidak sama.
Itulah sebabnya kita harus mengerti keunikan doa berdasarkan iman Kristen. Di sini Paulus mengerti sekali
ketika dia berhadapan dengan jemaat Efesus. Di dalam pelayanannya Paulus langsung berlutut di hadapan
Bapa dan berdoa kepada Bapa. Paulus memiliki konsep doa yang sangat unik dan sangat berbeda dengan
apa yang dimengerti secara umum tentang doa. Itu sebabnya dalam pembahasan hari ini saya ingin
menghubungkan apa yang Paulus doakan dengan apa yang Tuhan Yesus bicarakan sebelum mengajar
berdoa.

Di dalam Matius 6, murid-murid bertanya kepada Tuhan Yesus tentang bagaimana caranya berdoa.
Bukankah para murid adalah orang-orang Yahudi dan sebagai orang Yahudi tentulah mereka tahu
mengenai doa tetapi di sini mereka meminta Tuhan Yesus mengajar bagaimana caranya berdoa.
Mendengar pertanyaan ini maka Tuhan Yesus mengajarkan satu doa yang sangat unik yang kita kenal
dengan “Doa Bapa kami.” Namun sebelum doa ini diajarkan, Tuhan Yesus memberikan pendahuluan yaitu
sehubungan dengan doa yang benar. Hal ini penting karena doa bukanlah hal yang sembarangan tetapi doa
merupakan manifestasi daripada iman. Jadi iman yang berbeda maka manifestasi doanyapun berbeda dan
dari doa ini kita juga akan tahu prinsip imannya. Jadi kalau kita ingin tahu iman seseorang, cara terbaik
adalah bagaimana cara dia berdoa. Makin seseorang mencoba mengarang ketika berdoa makin ketahuan
karena kalimat-kalimat yang dia atur merupakan manifestasi dari pikirannya. Jadi doa merupakan
manifestasi dari pada iman seseorang.

Ketika Tuhan Yesus mengatakan, “Jika kamu berdoa, janganlah berdoa …” Ini berarti ada doa yang benar
dan ada doa yang tidak benar. Selanjutnya di dalam Matius 6, Tuhan Yesus memberikan dua alasan iman
yang salah. Kesalahan pertama, jika berdoa jangan seperti orang munafik. Mengapa? Karena kita berdoa
untuk diri kita sendiri. Kita kelihatannya berdoa baik itu di perempatan jalan, di depan rumah ibadah, di
dalam gereja, atau berdoa dengan mengangkat tangan tujuannya hanya satu yaitu untuk menunjukkan
bahwa saya orang saleh. Itu sebabnya Tuhan Yesus kemudian mengatakan kalau mau berdoa masuklah ke
dalam kamar dan tutuplah pintu. Demikian pula dengan Paulus, mengatakan, “Kalau saya berdoa, bertelut
di hadapan Bapa.” Saudara, inilah inti doa yang sejati.

Apa yang dimaksud dengan iman yang sesungguhnya waktu kita berdoa? Pertanyaan yang pertama yang
harus di jawab adalah orientasi doa di sebelah mana. Ini kunci yang pertama yang harus kita jawab. Hal ini
penting karena seringkali di dalam kita berdoa kita telah terkena wabah penyakit yang berbahaya yaitu
manusia akan mencintai dirinya sendiri dan menjadi hamba uang. Kedua penyakit ini hingga sekarang
belum ada imunisasinya kecuali bertobat. Akar penyakit humanisme dan materialisme ini sebenarnya
adalah dosa dan ini yang membuat penyakit lain timbul. Jadi dapat dikatakan seluruh dunia problem
dasarnya adalah dosa. Itu sebabnya Tuhan Yesus mengkritik doa yang salah karena akhirnya mengarah
pada dua penyakit itu juga. Jadi waktu kita berdoa kemana arah orientasi kita berdoa, ke diri atau ke Tuhan.
174 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

Buat apa kita berdoa bolak balik masuk ke ruang ibadah, kelihatannya seperti orang suci tetapi orientasinya
supaya semua orang bisa melihat bahwa dia orang saleh atau orang rohani. Berbeda dengan Paulus pada
waktu berdoa. Dia berdoa berlutut di hadapan Bapa dan motivasi berdoa Paulus bukan diarahkan untuk diri
melainkan kepada Tuhan. Bukan hanya Paulus tetapi seluruh tokoh-tokoh Alkitab yang lain mereka berdoa
orientasinya kepada Tuhan. Hari ini ketika kita berdoa orientasi kita kepada siapa. Kepada diri atau kepada
Tuhan? Demikian juga dengan doa bapa kami yang diajarkan oleh Tuhan Yesus adalah doa yang
berorientasi kepada Tuhan Allah. Inilah bedanya doa orang Kristen dengan orang yang bukan Kristen.

Kesalahan kedua, di dalam Injil Matius dikatakan kalau berdoa jangan bertele-tele. Berdoa bertele-tele
tidak sama dengan berdoa sering. Berbedanya bukan di kalimatnya melainkan dimotivasinya. Waktu orang
berdoa bertele-tele, di kepala orang tersebut sudah ada pikiran yaitu dengan banyaknya kata-kata doanya
akan dikabulkan. Dengan kata lain dia melakukan teror mental kepada Tuhan sampai apa yang dia minta
diberi oleh Tuhan. Itu sebabnya Tuhan mengatakan, “Sebelum kamu membuka mulut, Tuhan sudah tahu
apa yang ingin engkau katakan.” Saudara, kalau bagian pertama lebih menyoroti aspek humanisme maka
bagian kedua ini lebih menyoroti aspek materialisme daripada manusia berdoa. Jadi waktu kita berdoapun
kita seringkali terjebak di dalam dua problem ini.

Kembali kepada Paulus, ketika dia berdoa di hadapan Tuhan dia berlutut di hadapan Bapa. Masalahnya, apa
yang menjadi pergumulan, pertimbangan dan apa yang menjadikan dia betul-betul sampai lututnya harus
ditekuk dihadapan Tuhan. Apakah demi kepentingan Paulus? Tidak! Paulus tidak berdoa supaya semua
orang mulai memperhatikan dia dan mulai memuja dia tetapi orientasi Paulus berdoa di sini agar kesusahan
Paulus dan kesesakan Paulus justru untuk kemuliaanmu. Karena kemuliaanmu nantinya akan kembali untuk
kemuliaan Tuhan. Nanti di dalam ayat 21 dikatakan, “Bagi dialah kemuliaan di dalam jemaat dan di dalam
Kristus Yesus turun temurun sampai selama-lamanya.” Orientasi itulah yang menjadi sasaran akhir
mengapa Paulus berdoa. Itu alasan mengapa Paulus rela mengalami kesesakan, rela menderita, itu adalah
demi jemaat mendapatkan kemuliaannya yang akhirnya kembali untuk kemuliaan Tuhan. Demi kemuliaan
Allah maka kemuliaan Allah itu harus dimanifestasikan di dalam kemuliaan jemaat. Tapi manusia tidak bisa
mengerti hal ini. Itu alasan Paulus berlutut dihadapan Tuhan. Dia berdoa di hadapan Tuhan minta supaya
kemuliaan-Nya itu yang akan meneguhkan jemaat dan mengajar jemaat. Minggu depan kita akan belajar
dari kemuliaan menuju kepada kemuliaan. Ini merupakan satu aspek luar biasa yang Paulus doakan.
Akhirnya di ayat bawahnya Paulus mengatakan itu alasan aku minta kepada Bapa supaya kamu boleh
mengerti betapa lebarnya dan panjangnya dan tingginya dan dalamnya kasih Kristus kepada kamu.

Berikut ini kita akan melihat beberapa hal yang kita dapat pelajari dalam ayat-ayat ini.

Pertama, adalah bagaimana lutut yang ditekuk untuk berdoa. Ayat ini mengatakan saya menekuk lutut saya
dan berdoa dihadapan Tuhan. Ini berbeda dengan semangat orang-orang farisi yang berdiri lalu berdoa
menengadah di hadapan Tuhan. Tidak demikian dengan Paulus yang mengatakan saya bertekuk lutut dan
berdoa. Saudara, bertekuk lutut melambangkan situasi menyerah. Jadi pada waktu orang berlutut itu
menunjukkan saya ini orang yang kalah, orang yang lemah atau orang yang di bawah daripada yang ada di
hadapannya. Paulus mau menunjukkan apa artinya seseorang yang berlutut di hadapan Tuhan dimana
orang itu sadar bahwa dia bukan apa-apa di hadapan Tuhan raja segala raja, yang merupakan satu asas dan
semangat hati kita yang berlutut di hadapan Tuhan.

Kedua, ada motivasi ingin mengasihi dan Tuhan menjadi sumber dari segala sesuatu. Jadi ketika Paulus
berdoa, dia dibakar oleh cinta kasih untuk orang-orang Efesus. Itu yang membuat doa dia begitu luar biasa.
175 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

Bagaimana dengan kita? Apakah doa-doa kita adalah untuk kepentingan orang lain? Hal ini penting, karena
melalui hal ini kita bisa mengerti seberapa jauh kita berdoa untuk kepentingan Tuhan, demi kerajaan-Nya
dan demi kehendak Tuhan dinyatakan. Di sini menjadi manifestasi yang sebenarnya bagaimana
perimbangan kita mencintai diri kita sendiri dengan saya mencintai Tuhan dan mencintai sesama. Ini
merupakan tolak ukur yang terbaik bagi kita untuk mengevaluasi kasih kita.

Ketiga, menjadi pelayan yang berdoa. Tuhan menginginkan setiap pelayan melayani Tuhan dengan
menekuk lutut minta Tuhan pimpin supaya rencana Allah digenapkan melalui gereja-Nya. Saya berdoa
supaya banyak anak-anak Tuhan yang memikirkan apa yang Tuhan mau. Itu yang membuat kita benar-
benar dapat dipakai oleh Tuhan. Kita harus berjuang keras supaya setiap kita bisa belajar, berdoa minta
pimpinan Tuhan dan kita dapat menjadi seorang pelayan Tuhan yang dipakai oleh Tuhan, yang menekuk
lutut berdoa minta Tuhan pimpin sehingga kita betul-betul berjalan melayani dengan lutut kita bukan
dengan kemauan kita.

Akhirnya, marilah kita belajar berdoa seperti Paulus, melayani mulai dengan lutut, “Itulah sebabnya aku
sujud kepada Bapa.” Biarlah ayat ini boleh terus terngiang di kepala kita dan terus mengingatkan kita,
sehingga kita terus diperbaharui menjadi orang Kristen yang bertumbuh dan berdinamika agar kita boleh
melayani Tuhan dan dipakai oleh Tuhan dengan mengasihi sesama, mengasihi Tuhan dan terus berjalan
semakin hari semakin indah di dalam hidup kita. Mau saudara.

Amin!
176 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

K
Keem
muulliia
aaan
nyya
anng
gmmu
uttlla
akk
Oleh: Pdt. Sutjipto Subeno

Nats: Efesus 3:13-16; 21

13 Sebab itu aku minta kepadamu, supaya kamu jangan tawar hati melihat kesesakanku
karena kamu, karena kesesakanku itu adalah kemuliaanmu.
14 Itulah sebabnya aku sujud kepada Bapa,
15 yang dari pada–Nya semua turunan yang di dalam sorga dan di atas bumi menerima
namanya.
16 Aku berdoa supaya Ia, menurut kekayaan kemuliaan–Nya, menguatkan dan meneguhkan
kamu oleh Roh–Nya di dalam batinmu,

21 bagi Dialah kemuliaan di dalam jemaat dan di dalam Kristus Yesus turun–temurun sampai
selama–lamanya. Amin.

Paulus mengatakan bahwa penderitaannya adalah kemuliaan jemaat Efesus. Jemaat Efesus sulit mengerti
hubungan antara penderitaan Paulus dan kemuliaan jemaat Efesus. Memang ajaran ini sulit kita mengerti
karena konsep ini sangat berbeda dengan apa yang diajarkan oleh dunia. Paulus berkata kecuali aku
berlutut berdoa dan minta kepada Bapa, agar Bapa dengan segala kelimpahan kemuliaan-Nya, menguatkan
dan meneguhkan kamu oleh Roh-Nya di dalam batinmu. Tujuannya agar akhirnya kemuliaan yang ada pada
jemaat bisa kembali mempermuliakan Allah (ay 21).

Berikut ini kita akan melihat kaitan antara kesulitan dan kesesakan Paulus dengan kemuliaan jemaat.



Pertama, close system (sistem tertutup). Orang seperti ini seringkali sulit untuk menerima informasi yang
berbeda dengan apa yang dia percaya dan pikirkan. Mereka hanya mau menerima informasi yang sesuai
dengan apa yang dia pikirkan dan akibatnya orang seperti ini tidak mungkin menerima informasi yang baru.

Kedua, open system (sistem terbuka) yaitu orang yang mau menerima informasi yang baru dari siapa saja. Dari
kedua sistem ini mana yang lebih baik. Dua-duanya bisa baik tetapi juga dua-duanya bisa tidak baik. Terlalu
tertutup sehingga kita tidak mau menerima informasi apapun, ini menjadikan kita tidak bisa berkembang
dan kita akan menjadi orang yang bodoh namun terlalu terbukapun bisa berbahaya jika kita terbuka pada
informasi yang tidak benar.

Banyak orang-orang Yahudi dan orang Yunani yang bersikap tertutup dan mereka hanya menerima konsep
yang mereka pegang dan mereka tidak mau menerima yang berbeda. Tidak heran ketika Tuhan Yesus
mengajarkan konsep-konsep yang berbeda dan berlawanan dari apa yang orang Yahudi dan orang Yunani
pikirkan, mereka sulit menerima konsep kemuliaan dikaitkan dengan penderitaan. Bagi orang Efesus yang
177 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

juga sudah dipengaruhi oleh arus filsafat hedonistik, mereka hidup adalah mencari dan mengejar
kenikmatan. Masalahnya puncak kenikmatan itu seperti apa? Bagi mereka puncak kenikmatan adalah
ketiadaan atau absennya semua penderitaan atau kesusahan. Itu sebabnya ketika mereka diberi tahu
bahwa penderitaan Paulus merupakan kemuliaan jemaat mereka tidak bisa menerima hal ini. Paulus tahu,
sulit menjelaskan hal ini kepada mereka dan ini bukan hal yang sederhana, itu sebabnya dia berdoa. Melalui
doa Paulus ini, kita bisa mengerti sebenarnya apa yang Paulus ingin ungkapkan dan yang ingin agar jemaat



Pertama, Paulus mengatakan bahwa kemuliaan itu adalah kemuliaan yang perlu kembali kepada sumber
kemuliaan yaitu Tuhan. di dalam Ef. 3:16 Paulus berdoa, "Aku berdoa supaya Ia, menurut kekayaan
kemuliaan-Nya, menguatkan dan meneguhkan kamu. Jadi untuk mengerti kemuliaan Tuhan kita harus
merelasikan diri atau mengkaitkan dengan sumber kemuliaan yaitu Tuhan Allah. Ini essensi yang sulit
dimengerti oleh manusia. Manusia adalah makhluk mulia tapi kemuliaan manusia ini di dapat ketika dia
mengkaitkan diri dengan sumber kemuliaan yaitu Tuhan Allah sendiri. (Maz 8:6). Dengan kata lain atribusi
kemuliaan itu ditempelkan ke dalam dia oleh Tuhan Allah. Jadi manusia mulia bukan karena saya misalnya
pada diri saya memang mulia. Tidak! Saya bukan sumber kemuliaan tapi saya makhluk mulia karena Tuhan
memberikan kemuliaan itu kepada saya. Rahasia ini tidak mungkin bisa kita mengerti kecuali kembali
kepada relasi tersebut tapi ketika manusia jatuh ke dalam dosa, manusia sebagai makhluk yang mulia ini
sudah kehilangan kemuliaan (Roma 3:23). Di sini kita perlu peka. Mengapa?

Karena saya kehilangan kemuliaan ketika saya jatuh ke dalam dosa. Di sini yang hilang bukan kemuliaan
saya melainkan kemuliaan Allah. Ketika manusia jatuh ke dalam dosa kita sebagai makhluk mulia yang
kehilangan mahkota, akibatnya dia menjadi makhluk yang hina. Namun di dalam batinnya masih ada bekas
sebagai makhluk yang mulia sehingga manusia menjadi konflik di dalam dirinya untuk mengejar kemuliaan.
Masalahnya manusia tidak tahu sumber kemuliaannya di mana dan bagaimana mencari kemuliaannya.
Tidak heran ketika dia mencari kemuliaan justru semakin jatuh ke dalam kehinaan. Semakin dia mencari
kemuliaan semakin dia jatuh ke dalam kehinaan yang lebih dalam. Di sini prinsip Alkitab mengajarkan ketika
manusia mengejar kemuliaan menurut caranya manusia akan semakin hina, makin kita gila kemuliaan kita
akan semakin rusak. Ada orang yang kehilangan kemuliaan lalu dia tempel tubuhnya dengan barang-barang
perhiasan yang begitu mahal dia pikir dengan cara ini orang akan hormat sama dia tapi ternyata tidak. Itu
sebabnya kalau Tuhan tidak mempermuliakan, kita tidak akan menjadi mulia (baca Rom 8: 28-30). Ini kunci
pertama bagaimana kita bisa mulia yaitu dengan mengaitkan kemuliaan itu dengan sumber kemuliaan.

Kedua, Alkitab mengatakan ketika kita mau mengaitkan dengan kemuliaan yang sejati kuncinya tidak
mudah. Hal ini harus di mulai melalui pertobatan penebusan dosa dan kembalinya kita kepada Allah yang
sesungguhnya. Hanya melalui Allah yang mempermuliakan barulah kita bisa menjadi makhluk mulia dan ini
baru bisa terjadi jika kita betul-betul bertobat dan kembali kepada Tuhan. Ini menjadi dasar kita mau
tunduk kepada firman Tuhan, mau sungguh-sungguh belajar kebenaran baru sesudah itu kita bisa mengerti,
bisa dipulihkan dan akhirnya kita bisa mendapatkan kemuliaan yang Tuhan sediakan bagi kita.

Memang di dalam sejarah, kita bisa juga melihat ada orang-orang yang tanpa pertobatan hanya melalui
wahyu umum bisa mengerti kebenaran lalu taat kepada kebenaran yang berdasarkan wahyu umum. Orang
seperti ini akan menjadi orang yang lebih mulia. Tetapi wahyu umum ini hanya kebenaran yang samar-
samar karena untuk mengerti kebenaran yang sesungguhnya manusia harus kembali kepada wahyu khusus
yaitu kembali kepada Kristus dan Firman-Nya. Melalui wahyu khusus ini manusia akan dibukakan
178 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

problematika yang tidak dimengerti oleh manusia di dalam pengertian wahyu umum. Ini baru bisa terjadi
melalui penebusan pertobatan dan kesungguhan saya taat kepada Tuhan. Di sini kita melihat relasi
mengapa Paulus mengatakan "Penderitaanku adalah kemuliaanmu," yaitu agar melalui pemberitaan Injil,
jemaat Efesus bisa mendapatkan kemuliaan dan untuk memberitakan Injil ini Paulus mengalami
penderitaan. Ketika Paulus memberitakan Injil di Efesus itu tidak mudah, banyak kesesakan, banyak
penderitaan dan kesengsaraan yang dialami oleh Paulus. Dan melalui penderitaaan, kesesakan dan
kesengsaraan Paulus inilah jemaat Efesus boleh mengerti cinta Tuhan dan bertobat. Dan pertobatan yang
mereka alami ini mengakibatkan mereka bisa dipanggil kembali untuk mengenal Tuhan dan boleh menjadi
anak Tuhan. Mereka boleh mengerti berapa besarnya, berapa lebar, berapa panjang, berapa dalam, berapa
tinggi kasih Allah bagi jemaat. Dengan mengerti ini jemaat tahu apa artinya satu pertobatan di hadapan
Tuhan. itu adalah satu-satunya jalur kita kembali mendapatkan kemuliaan yang Tuhan sediakan. Di sini
jemaat bisa melihat hubungan antara apa artinya penderitaan Paulus dengan kemuliaan yang diterima oleh
Tuhan Yesus.

Ketiga, ketika kita sudah mendapatkan kemuliaan, kita bisa jatuh kepada ekstrim yang berikutnya yaitu kita
minta semua orang mempermuliakan kita. Dulu saya kehilangan kemuliaan tapi sekarang saya sudah
bertobat, kembali kepada Tuhan dan sekarang Tuhan mempermuliakan saya. Karena Tuhan
mempermuliakan saya maka sekarang semua orang harus hormat kepada saya. Ini bahaya sekali. Paulus
waspada akan kemungkinan ini karena pada hakekatnya manusia berdosa itu mudah sekali gila hormat.
Idenya bukan di sana! Yang harus kita tahu adalah mengapa Tuhan membuat manusia menjadi makhluk
mulia? Jawabnya adalah satu prinsip yaitu agar kita bisa mempermuliakan Allah kembali (ay 21).

Dengan mengerti ini kita tahu bukan sekedar bagaimana saya kembali kepada kemuliaan yang Tuhan
sediakan tetapi tahu juga mengapa itu disediakan bagi kita. Kemuliaan yang diberikan kepada kita bukan
supaya kita gila hormat, gila kemuliaan tetapi justru melalui kemuliaan yang sudah dikembalikan kepada
kita menjadikan kita mungkin mempermuliakan Allah. Ini alasan ketika kita menjadi makhluk mulia kita
harus menjaga bagaimana saya hidup di dalam kemuliaan dan tidak mempermalukan Tuhan serta tidak
mengerjakan hal-hal yang hina. Inilah prinsip dan tujuan mengapa Tuhan ingin kita menjadi makhluk mulia,
agar semua yang kita lakukan, yang kita katakan, yang kita kerjakan di dalam hidup kita sehari-hari
mencerminkan satu kemuliaan yang akhirnya orang mau tidak mau memuliakan Allah. Oleh sebab itu mari
kita menjaga perkataan kita, tingkah laku kita, supaya kita dapat mempermuliakan Allah yang di surga.
Dengan demikian ketika orang melihat kita akhirnya melihat kemuliaan Tuhan kita. Orang melihat kita terus
kemudian melihat kepada Tuhan kita dan akhirnya kita betul-betul adalah anak-anaknya yang
mempermuliakan Dia. Mau saudara?

Amin!
179 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

B
Beerrd
diia
ammd
daan
nbbe
errttu
ummb
buuh
hdda
alla
ammK
Krriis
sttu
uss
Oleh: Pdt. Sutjipto Subeno

Nats: Efesus 3:16-17/ Rom. 8:31-39/ Kol. 2:6-7

Efesus 3

16 Aku berdoa supaya Ia, menurut kekayaan kemuliaan–Nya, menguatkan dan meneguhkan
kamu oleh Roh–Nya di dalam batinmu,
17 sehingga oleh imanmu Kristus diam di dalam hatimu dan kamu berakar serta berdasar di
dalam kasih.

Roma 8

31 Sebab itu apakah yang akan kita katakan tentang semuanya itu? Jika Allah di pihak kita,
siapakah yang akan melawan kita?
32 Ia, yang tidak menyayangkan Anak–Nya sendiri, tetapi yang menyerahkan–Nya bagi kita
semua, bagaimanakah mungkin Ia tidak mengaruniakan segala sesuatu kepada kita
bersama–sama dengan Dia?
33 Siapakah yang akan menggugat orang–orang pilihan Allah? Allah, yang membenarkan
mereka? Siapakah yang akan menghukum mereka?
34 Kristus Yesus, yang telah mati? Bahkan lebih lagi: yang telah bangkit, yang juga duduk di
sebelah kanan Allah, yang malah menjadi Pembela bagi kita?
35 Siapakah yang akan memisahkan kita dari kasih Kristus? Penindasan atau kesesakan atau
penganiayaan, atau kelaparan atau ketelanjangan, atau bahaya, atau pedang?
36 Seperti ada tertulis: "Oleh karena Engkau kami ada dalam bahaya maut sepanjang hari,
kami telah dianggap sebagai domba–domba sembelihan."
37 Tetapi dalam semuanya itu kita lebih dari pada orang–orang yang menang, oleh Dia yang
telah mengasihi kita.
38 Sebab aku yakin, bahwa baik maut, maupun hidup, baik malaikat–malaikat, maupun
pemerintah–pemerintah, baik yang ada sekarang, maupun yang akan datang,
39 atau kuasa–kuasa, baik yang di atas, maupun yang di bawah, ataupun sesuatu makhluk
lain, tidak akan dapat memisahkan kita dari kasih Allah, yang ada dalam Kristus Yesus,
Tuhan kita.
Kol. 2

6 Kamu telah menerima Kristus Yesus, Tuhan kita. Karena itu hendaklah hidupmu tetap di
dalam Dia.
7 Hendaklah kamu berakar di dalam Dia dan dibangun di atas Dia, hendaklah kamu
bertambah teguh dalam iman yang telah diajarkan kepadamu, dan hendaklah hatimu
melimpah dengan syukur.
180 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

Paulus menekankan kepada jemaat Efesus dan jemaat Kolose agar jemaat yang beriman di dalam Kristus
menjadi jemaat yang merasakan kenikmatan hidup. Hal ini baru terjadi jika Kristus diam di dalam jemaat
dan jemaat diam di dalam Kristus. Setelah itu jemaat berakar di dalam Kristus, dibangun di dalam Kristus
dan bertumbuh di dalam Kristus. Ini yang dituntut dan diharapkan oleh Paulus di dalam misi kehidupan
setiap orang percaya. Inilah juga yang seharusnya kita pikirkan ketika kita menjadi orang percaya.
Mengapa? Karena di tengah-tengah dunia kita sangat membutuhkan kepastian di tengah-tengah dunia
yang tidak pasti.

Jika kita membandingkan hidup kita dengan jemaat Efesus dan jemaat Kolose waktu itu diterpa oleh filsafat
Yunani yang berada dalam format hedonistik, materialistis dan menyembah berhala. Di tengah-tengah
kondisi dunia seperti ini menjadikan dunia kehilangan ketenangan, kedamaian dan kehilangan kebahagiaan.
Dunia dicengkeram oleh dosa. Sehingga di dalam hidup yang makin hari makin materialis, makin hedonis,
semua ini menjadikan orang hidup tidak pernah tenang. Jadi semakin mereka mengejar hasil akhirnya
justru mereka menjadi makin kehilangan segalanya dan akhirnya mereka hidup di dalam ketidaktenangan.
Inilah kondisi kota Efesus, kota yang sangat sibuk mirip kota metropolitan.

Masalahnya, apakah abad 20 setelah 2000 tahun telah lewat dari jaman Efesus menuju abad modern yang
penuh dengan teknologi yang canggih dan fasilitas yang lengkap ini semua menjadikan manusia modern
memiliki hidup yang lebih tenang. Jawabnya ternyata tidak. Dunia modern, membuat hidup jauh lebih tidak
tenang, tidak stabil. Secara sosial, politik dan bahkan secara ekonomi kita hidup tidak tenang. Di tengah-
tengah situasi seperti ini bagaimana kita bisa mengatasi dan apa yang mesti kita lakukan? Akankah kita
menjadi orang-orang yang kehilangan kedamaian, kehilangan kebahagiaan ataukah kita akan kehilangan
seluruh jangkar yang membuat kita bisa teduh?

Di dalam kondisi seperti ini Paulus mengatakan, ‘Aku berdoa supaya Ia menurut kekayaan kemuliaan-
Nya,menguatkan dan meneguhkan kamu oleh Roh-Nya di dalam batinmu, …" Saudara, bagi saya ini
merupakan kekuatan. Dunia kita berusaha mengacak kita, membuat kita tidak tenang dan sedang
mengoyak-oyak kita. Dalam kondisi seperti ini jika kita tidak mempunyai benang yang mengkaitkan kita
kepada fondasi yang kekal maka kita bagaikan sekam yang ditiupkan angin terbang entah kemana sehingga
kita kehilangan arah di tengah goncangan ini. Jadi di tengah porak porandanya dunia yang mengerikan ini
yang dibutuhkan oleh manusia adalah kita mempunyai satu benih yang kuat yang mengkaitkan kita pada
tiang yang kokoh sehingga kita diputar kemanapun tidak apa-apa yang penting kita masih terkait dengan
satu pemegang yang tidak mungkin bisa lepas dan tetap terkait pada titik pusatnya.

Di tengah-tengah permainan dunia yang mengakibatkan kita tidak bisa tenang ini bagaimana saya bisa
bertahan? Alkitab menegaskan di dalam Roma 8 dan Kolose 3 beberapa aspek yang jelas tapi indah.

Pertama, bagaimana kita membangun basis relasi kita dengan Kristus yang betul-betul solid. Ini adalah
fondasi yang utama di dalam hidup kita. Paulus mengatakan, "Allah sudah menyediakan Anak-Nya yang
Tunggal mati bagi kita demi untuk menebus kita." Apakah itu berarti Allah masih membuat kita menjadi
susah padahal Dia sudah rela mengorbankan yang terbaik. Tidak mungkin! Jika Tuhan sudah mengerjakan
hal yang begitu mahal demi untuk menyelamatkan saudara dan saya maka Dia pasti akan memelihara relasi
tersebut. Ini kunci perjanjian yang luar biasa! Saya percaya kepada Kristus dan ketika saya percaya kepada
Kristus saya yakin Tuhan akan atur hidup saya karena Dia menebus saya. Itu sebabnya Dia menyerahkan
Anak-Nya mati untuk saya. Jika Kristus dikirim oleh Bapa dan mati demi untuk menebus dosa manusia
bukankah Allah akan memelihara kita. Sehingga kaitan antara saya dan kasih Kristus tidak mungkin
181 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

dipatahkan oleh apapun yang ada di dalam dunia. Ini merupakan satu kondisi yang begitu indah yang Tuhan
berikan kepada kita. Roma 8: 37-39 mengatakan, "Tetapi dalam semuanya itu kita lebih dari pada orang-
orang yang menang, oleh Dia yang telah mengasihi kita. Sebab aku yakin, bahwa baik maut, maupun hidup,
baik malaikat-malaikat, maupun pemerintah-pemerintah, baik yang ada sekarang, maupun yang akan
datang, atau kuasa-kuasa, baik yang di atas, maupun yang di bawah, ataupun sesuatu makhluk lain, tidak
akan dapat memisahkan kita dari kasih Allah, yang ada di dalam Kristus Yesus, Tuhan kita." Berdasarkan
ayat-ayat ini tidak ada satupun yang dapat memisahkan kita dari kasih Kristus bukan bergantung pada
usaha saya, melainkan semua itu didasarkan pada anugerah dan inisiatif Tuhan Allah. Itu sebabnya Paulus
mengatakan, "Aku minta kepada Bapa supaya Ia meneguhkan dan menguatkan kamu di dalam iman."
Saudara, di tengah-tengah hidup kita dalam dunia modern ini kita seringkali menghadapi kesulitan di dalam
mengimplementasikan iman kita di dalam terpaan hidup sehari-hari. Biar kiranya ayat ini juga boleh
menjadi doa kita. Kita berdoa kepada Bapa supaya Dia meneguhkan dan menguatkan kita di tengah-tengah
badai seperti sekarang ini.

Kedua, bagaimana kita mengimplementasikan secara langkah demi langkah di dalam hidup kita. Paulus di
dalam Kolose 2 menggambarkan satu relasi yang baik sekali mulai dari pertobatan setelah itu di dalam ayat
6, "Kamu telah menerima Kristus Yesus Tuhan kita. Karena itu hendaklah hidupmu tetap di dalam Dia.
Hendaklah kamu berakar di dalam Dia dan dibangun di atas Dia, hendaklah kamu bertambah teguh dalam
iman yang telah diajarkan kepadamu, hendaklah hatimu melimpah dengan syukur." Ini merupakan satu
gambaran yang luar biasa. Berdiam di dalam Kristus, berakar di dalam Kristus, dan tumbuh di atas Kristus.
Ilustrasi ini diambil oleh Paulus dari ilustrasi tumbuhan yang tumbuh secara baik. Itu sebabnya bagaimana
kita sekarang dapat berdiri teguh di dalam iman di dalam kristus:

1. Saya harus berdiam di dalam Kristus

Kita hidup di tengah dunia yang tidak bisa tenang, dunia yang selalu gelisah. Dalam kondisi ini sangat sulit
bagi kita untuk diam. Kita selalu ingin cepat jalan, cepat selesai dan kita tidak bisa menunggu dengan sabar.
Alkitab mengatakan jika mau teguh di dalam Kristus kunci pertama adalah diam di dalam Kristus. Satu
gambaran yang baik sekali di dalam sebuah tanaman yaitu pada waktu kita menanam pohon misalnya
pohon jagung, cara yang terbaik adalah biji tersebut ditata dengan teratur lalu disiram kemudian diberi
pupuk setelah itu kita harus sabar menunggu. Seringkali kita tidak sabar menunggu dan yang lebih parah
lagi adalah kemudian kita memindahkan biji tersebut karena kita pikir tanahnya tidak subur. Jika terus biji
jagung tersebut dipindah maka dia tidak akan pernah tumbuh. Demikian juga dengan kerohanian kita. Jika
kita mau tumbuh baik-baik berdiamlah di dalam Kristus. Berdiam di sini bukan berarti pasif, bukan berarti
tidak adanya aktivitas tetapi diam di sini mau menunjukkan kesungguhan beraktifitas untuk diam. Untuk
diam perlu usaha. Untuk diam kita harus mau mendiamkan diri. Jadi pada waktu saya mau diam dihadapan
Tuhan artinya saya rela Tuhan atur, Tuhan bentuk supaya saya bisa bertumbuh untuk saya nanti bisa
berkembang.

2. Alkitab mengatakan berakar di dalam Kristus

Pertama-tama diam setelah itu baru berakar, setelah itu dibangun. Struktur ini tidak boleh dibalik atau
ditukar! Mengapa? Karena pertumbuhan yang sejati harus melewati tiga struktur ini. Jika kita
memperhatikan satu tanaman mula-mula tanaman tersebut berakar dulu. Berakar di sini harus ke bawah
jika kita balik biji tersebut ke atas nanti dia akan tetap berbalik ke bawah. Jadi akar tidak pernah naik ke
atas. Ini menggambarkan satu kondisi bagaimana harus berakar lebih dahulu baru keluar batangnya dan
182 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

bukan sebaliknya. Ini kunci kedua! Setelah kita diam di dalam Kristus barulah kita dapat berakar di dalam
Kristus. Pada waktu kita berakar di dalam Kristus pada waktu itulah kita bisa kokoh di dalam Kristus.
Sebagai orang Kristen kita harus belajar agar kita bisa mengakarkan iman kita sungguh-sungguh di dalam
Kristus. Kekristenan dewasa ini dalam keadaan buta teologi. Itu sebabnya kita perlu belajar sehingga kita
bisa menancapkan akar yang baik di dalam Tuhan. Betapa celakanya jika kekristenan sendiri tidak tahu
kekristenan itu sendiri apa? Itu sebabnya saya merindukan kalau boleh ada ratusan orang belajar teologi,
belajar firman Tuhan dengan baik sehingga kita boleh berakar di dalam iman kita kepada Kristus. Sama
seperti Paulus mendidik dan melatih jemaat Efesus selama tiga tahun sehingga mereka memiliki akar di
dalam Kristus. Tidak heran dalam kitab Wahyu jemaat Efesus dipuji karena ajaran sesat tidak dapat masuk.

3. Bertumbuh di dalam Kristus

Setelah orang Kristen diam di dalam Kristus barulah bisa berakar di dalam Kristus. Dan yang ketiga orang
Kristen tersebut baru bisa bertumbuh di dalam Kristus. Ini kunci pengertian yang terpenting! Setelah kita
hidup, kita mulai keluar ke atas, pertama-tama mulai tumbuh batang, setelah itu tumbuh daun dan
selanjutnya mulai berkembang. Dengan demikian kekristenan tidak berhenti pada diri sendiri. Kekristenan
harus maju dalam pelayanan. Hidup menghasilkan buah bagi orang lain, bagi kemuliaan Tuhan. Kekristenan
tidak hanya berhenti pada diri sendiri, tidak ada perkembangan yang bisa kita kerjakan tetapi kekristenan
harus menghasilkan buah pelayanan. Tapi buah pelayanan ini baru bisa berjalan dengan baik dan benar jika
di dahului kita berakar di dalam Kristus. Ketika kita melayani Tuhan, maka hidup kita semakin hari semakin
mendapatkan kekuatan untuk hidup di dalam Kristus. Waktu kita melayani Tuhan, relasi kita dalam Kristus
menjadi semakin kuat.

Jadi untuk mengimplementasikan iman kita di tengah dunia ini kita harus mengaitkan diri kita dengan
Kristus yaitu pertama-tama kita harus diam di dalam Kristus, lalu berakar di dalam Kristus dan yang terakhir
bertumbuh di dalam Kristus. Ketiga hal ini harus menjadi komitmen hidup kita. Jika tidak, kita akan seperti
layangan putus di dalam dunia ini dan bagaikan sekam yang ditiup angin. Itu sebabnya pada hari ini saya
bertanya kepada saudara, maukah saudara mendobrak konsep dunia ini lalu kembali ke dalam Firman
Tuhan.

Amin!
183 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

T
Tuun
nttu
utta
annk
kaas
siih
h
Oleh: Pdt. Sutjipto Subeno

Nats: Efesus 3:18-19/ Wahyu 2:4-5


Efesus 3

18 Aku berdoa, supaya kamu bersama–sama dengan segala orang kudus dapat memahami,
betapa lebarnya dan panjangnya dan tingginya dan dalamnya kasih Kristus,
19 dan dapat mengenal kasih itu, sekalipun ia melampaui segala pengetahuan. Aku berdoa,
supaya kamu dipenuhi di dalam seluruh kepenuhan Allah.

Wahyu 2

4 Namun demikian Aku mencela engkau, karena engkau telah meninggalkan kasihmu yang
semula.
5 Sebab itu ingatlah betapa dalamnya engkau telah jatuh! Bertobatlah dan lakukanlah lagi
apa yang semula engkau lakukan. Jika tidak demikian, Aku akan datang kepadamu dan
Aku akan mengambil kaki dianmu dari tempatnya, jikalau engkau tidak bertobat.

Di dalam bagian ini, Paulus menyadari akan bahaya yang besar jika kita membicarakan kemuliaan, tetapi
tidak diimbangi dengan aspek kedua yaitu perlunya kasih Allah yang sesungguhnya yang diam di dalam hati
kita. Bagi Paulus, aspek cinta kasih ini merupakan satu aspek yang tidak bisa diganggu gugat oleh sebab itu
setelah Paulus membicarakan aspek kemuliaan maka selanjutnya dia membicarakan aspek cinta kasih. Pada
bagian sebelumnya, Paulus berdoa agar jemaat dapat mengerti kemuliaan Allah akan melimpahi mereka,
supaya mereka dapat mengerti dan memahami betapa lebarnya dan panjangnya dan tingginya dan
dalamnya kasih Kristus. Ini merupakan hal yang begitu serius!

Di dalam perjalanan dan pergumulan jemaat, membuktikan betapa seriusnya apa yang diungkapkan oleh
Paulus berkenaan dengan ayat-ayat ini. Dia melihat, bahaya sekali jika jemaat Efesus yang setia, yang hidup
memuliakan Tuhan tetapi gagal meraih aspek yang paling penting di dalam kehidupan iman yaitu cinta
kasih. Berikut ini kita akan membandingkan ayat-ayat yang kita baca dengan Wahyu 2:4-5. Dalam Why 2:4-5
ini mengungkapkan kondisi jemaat Efesus di kemudian hari di mana mereka merupakan jemaat yang sangat
tekun, setia, serius, bahkan menjaga ajaran dengan setia. Tuhan Yesus tahu akan hal-hal positif yang ada di
tengah-tengah jemaat Efesus (ay 3) namun Tuhan juga tahu akan kelemahan mereka. Itu sebabnya di dalam
ayat 4-5 dikatakan, "Namun demikian Aku mencela engkau, karena engkau telah meninggalkan kasihmu
yang semula. Sebab itu ingatlah betapa dalamnya engkau telah jatuh! Bertobatlah dan lakukanlah lagi apa
yang semula engkau lakukan. Jika tidak demikian, aku akan datang kepadamu dan aku akan mengambil kaki
dianmu dari tempatnya, jikalau engkau tidak bertobat." Kalimat ini bukan tanpa alasan. Tuntutan ini
merupakan tuntutan yang serius dan bukan hanya sampai pada tuntutan saja, bahkan Tuhan mengancam
jika jemaat Efesus tidak kembali pada kasih yang semula maka Tuhan akan datang dan akan mengambil
lampu dian dari tempatnya.
184 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

Bagaimana dengan Gereja Reformed? Gereja Reformed adalah Gereja yang mau belajar firman tetapi
tatkala Gereja mau mengerti firman, bahkan berkorban betul-betul, mau solid di dalam ajaran namun
jangan lupa kita juga bisa jatuh dalam problem yang sama dengan jemaat Efesus. Kita dapat menjadi orang
yang mengerti firman Tuhan dengan baik, mengerti ajaran yang benar bahkan bertekun di dalam
pengajaran yang ketat tetapi kita bisa memiliki kondisi yang kropos di dalam kasih yang semula. Firman
Tuhan mengatakan kepada kita, jika kita tidak kembali kepada kasih yang semula maka Tuhan akan
mencabut kaki dian yang ada di depan kita.

Itu sebabnya betapa berbahayanya jika kita sebagai anak-anak Tuhan kehilangan kasih yang semula. Jika
cinta kasih yang seharusnya memancar di tengah-tengah dunia ini dari anak-anak Tuhan, namun kasih itu
sudah hilang, betapa keringnya dunia ini. Disaat kasih sudah hilang maka disana akan muncul
kesombongan, dingin, beku dan tidak ada lagi perasaan mau mengerti seseorang apalagi mengasihi orang
yang tidak mengerti kita. Paulus sadar ini bahaya besar yang dihadapi jemaat Efesus. Jikalau jemaat Efesus
tekun belajar dan juga taat kepada Firman namun mereka tidak memahami betapa lebarnya dan
panjangnya dan tingginya, dan dalamnya kasih Kristus, mereka akan mengalami kesulitan luar biasa dan
mengerikan di hadapan Tuhan.

Saudara, hari ini kita mencoba merenungkan mengapa Tuhan begitu keras menegaskan perlunya tuntutan
cinta kasih yang sesungguhnya muncul di dalam diri kita sebagai anak-anak Tuhan.

Pertama, karena kasih merupakan dasar utama seluruh pengajaran Alkitab dan pengajaran Firman. Apa
artinya kita bisa melakukan semua hal jika kasih tidak ada. Di dalam Matius 22:34-40 Tuhan Yesus
mengatakan, "Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan
segenap akal budimu. Itulah hukum yang terutama dan yang pertama. Dan hukum yang kedua, yang sama
dengan itu ialah: Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri. Pada kedua hukum inilah tergantung
seluruh hukum Taurat dan kitab para nabi."’ Itu sebabnya jika kita mengatakan kita menguasai semua
ajaran iman Kristen tapi justru kita kehilangan inti yang paling utama maka semua yang kita miliki dan
semua yang kita lakukan tidak ada artinya sama sekali. Berapa banyakkah dalam pertumbuhan iman, kasih
kita telah luntur, makin lama makin hilang sehingga kita tidak mampu lagi mencintai Tuhan dengan
sungguh-sungguh dan juga mencintai sesama kita. Kita hanya memikirkan diri kita, kesibukan kita, orientasi
hidup kita hanya berpusat pada diri. Jadi tidak berlebihan jika Tuhan mengatakan, "Bertobatlah dan
lakukanlah lagi apa yang semula engkau lakukan!"

Kedua, kasih adalah kasih yang merupakan pribadi daripada Allah sendiri. 1 Yoh 4:16 mengatakan, "Kita
telah mengenal dan telah percaya akan kasih Allah kepada kita. Allah adalah kasih dan barang siapa tetap
berada di dalam kasih ia tetap berada di dalam Allah dan Allah di dalam dia." Di sini adanya cinta kasih
menjadi bukti relasi antara saya dengan diri Tuhan Allah sendiri dan juga menunjukkan adanya
kesungguhan saya berpaut dengan pribadi-Nya cinta kasih itu sendiri.

Saudara, Allah bukan memiliki kasih tetapi Allah adalah kasih. Ini merupakan sifat teragung yang mungkin
ada di seluruh alam semesta. Tidak ada sifat yang lebih agung daripada cinta kasih Allah. Itu sebabnya jika
dunia kehilangan kasih maka dunia telah kehilangan segala sesuatu dan kasih hanya terpancar ketika kita
boleh bersatu dengan pemilik diri-Nya kasih itu sendiri maka kita baru bisa menikmati cinta kasih yang
sesungguhnya. Jika kita ada di dalam Dia dan Dia ada di dalam kita maka kasih itu akan terpancar melalui
hidup kita, di sinilah kasih baru menjadi realita yang konkrit bukan sekedar perkataan belaka. Jikalau kasih
Tuhan sudah tidak terpancar lagi melalui hidup kita sehingga tidak dirasakan oleh dunia ini maka Tuhan
185 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

menuntut kita bertobat dan kembali pada kasih semula. Saya merindukan setiap kita menginstrospeksi diri
kita masing-masing seberapa jauh kita sudah memancarkan kasih Allah dalam hidup kita.

Ketiga, Tuhan menuntut kita supaya kita kembali pada kasih semula agar kita dapat memancarkan kasih
yang semula. Di dalam Yoh 13:34-35 Tuhan Yesus mengatakan, "Aku memberikan perintah baru kepada
kamu, … Dengan demikian semua orang akan tahu, bahwa kamu adalah murid-muridKu, yaitu jikalau kamu
saling mengasihi." Melalui ayat ini mengajarkan bahwa kasih merupakan manifestasi daripada perintah
baru dari Tuhan Yesus untuk menunjukkan dan membuktikan bahwa kita adalah murid-murid-Nya.

Pertanyaannya bagi kita adalah apakah kasih merupakan berita baru? Jawabnya tentu saja bukan. Sejak PL,
essensi daripada kasih Allah sudah diberitakan namun dalam perintah Tuhan Yesus ini dikatakan, "Aku
memberitakan kepadamu perintah baru yaitu supaya kamu saling mengasihi." Di sini letak barunya ialah:
"Sama seperti Aku telah mengasihi kamu demikianlah hendaknya kamu saling mengasihi." Di sini Kristus
mau menyatakan bahwa satu tuntutan cinta kasih yang formatnya ‘baru’ untuk mengidentifikasikan dengan
apa yang sudah dialami oleh para murid melalui cinta kasih Kristus kepada para murid. Saudara, sebagai
umat Allah kita harus menjadi serupa dengan Kristus. Masalahnya serupa dalam hal apa? Di sini serupa di
dalam mengasihi, "Sama seperti Aku telah mengasihi …" Kasih Kristus adalah kasih yang rela berkorban
melihat dunia yang hilang dan kasih yang begitu menangisi jiwa-jiwa yang terhilang di tengah dunia ini. Jika
kita mengatakan, "Tuhan, saya sudah menikmati cinta kasihmu." Masalahnya, seberapa jauh kasih Kristus
yang kita rasakan itu telah memancar melalui hidup kita. Apakah kita menangis ketika kita melihat orang-
orang berdosa, yang papa dan yang terhilang. Jikalau belum, bertobatlah! Kembalilah! Jika tidak, Tuhan
akan mencabut kaki dianmu!

Keempat, Tuhan menuntut kasih itu muncul di dalam hati kita, karena kasih itu merupakan manifestasi
daripada diri kita yang sudah diampuni. Kasih seharusnya muncul karena kita sudah terlebih dahulu
menikmati kasih Tuhan. di dalam Luk 7:37-42 menceritakan Tuhan Yesus ketika datang ke rumah seorang
Farisi yang bernama Simon. Pada waktu Tuhan Yesus sedang makan bersama dengan orang-orang yang
begitu terhormat, masuklah seorang perempuan berdosa. Seorang pelacur yang dengan menangis, pergi di
belakang Yesus dekat kaki-Nya lalu membasahi kaki-Nya itu dengan air matanya dan menyekanya dengan
rambutnya.

Melihat hal ini orang Farisi begitu jengkel dan marah, dia pikir Yesus sebagai seorang guru seharusnya tahu
perempuan macam apa yang ada di-belakang Yesus. Bukankah perempuan itu adalah manusia yang
berdosa. Tuhan Yesus tahu isi hati orang Farisi tersebut, itu sebabnya dalam ayat 41, Dia mengeluarkan satu
perumpamaan yang begitu indah. Perumpamaan tersebut mengatakan, ada dua orang yang berhutang
kepada pelepas hutang. Yang seorang berhutang 500 dinar dan yang lainnya 50 dinar, karena mereka tidak
sanggup membayar maka dihapuskannyalah hutang kedua orang tersebut. Dari kedua orang yang
berhutang tersebut siapakah di antara mereka yang terlebih mengasihi dia? lalu jawab Simon, "Aku kira dia
yang paling banyak dihapuskan hutangnya." Dan memang benar jawaban Simon tersebut. Lalu sambil
berpaling kepada perempuan itu, Ia berkata kepada Simon, "Engkau lihat perempuan ini? Aku masuk
kerumahmu, namun engkau tidak memberikan Aku air untuk membasuh kaki-Ku, tetapi dia membasahi
kakiKu dengan air mata dan menyekanya dengan rambutnya. Engkau tidak mencium Aku, tetapi sejak Aku
masuk ia tiada henti-hentinya mencium kaki-Ku. Engkau tidak meminyaki kepala-Ku dengan minyak, tetapi
dia meminyaki kaki-Ku dengan minyak wangi."
186 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

Dari perumpamaan ini mengajarkan seberapa jauh seorang merasakan pengampunan Tuhan, sedemikian
besar pula respon yang akan muncul dari orang tersebut. Seberapa jauh seseorang merasakan kasih Tuhan
sebegitu jauh pula dia akan mengasihi Tuhan. bagaimana dengan kita? Seperti Simonkah atau seperti
perempuan berdosa? Banyak orang Kristen hari ini yang tidak bertobat sungguh-sungguh, ketika dia
menjadi orang Kristen bukan karena dia sadar bahwa dia adalah orang yang seharusnya di buang oleh
Tuhan. Dia sama dengan pelacur, dengan pemungut cukai dan dia sama dengan semua orang berdosa
lainnya. Orang Kristen yang sejati adalah orang Kristen yang sadar bahwa Tuhan sudah mati dan berkorban
bagi dia. Seberapa jauh kita sadar bahwa kita orang berdosa sebegitu jauh pula kita akan membalas cinta
kasih Tuhan.

Bagaimana hati kita? Apakah kita sudah beku seperti es yang begitu dingin sehingga tidak mampu lagi
menyatakan kasih Tuhan? Ataukah kita masih boleh tersentuh oleh cinta kasih Tuhan yang membakar kita?

Amin!
187 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

K
Kaas
siih
hKKrriis
sttu
uss ttiid
daak
k tte
errb
baatta
ass
Oleh: Pdt. Sutjipto Subeno

Nats: Efesus 3:18-19

18 Aku berdoa, supaya kamu bersama–sama dengan segala orang kudus dapat memahami,
betapa lebarnya dan panjangnya dan tingginya dan dalamnya kasih Kristus,
19 dan dapat mengenal kasih itu, sekalipun ia melampaui segala pengetahuan. Aku berdoa,
supaya kamu dipenuhi di dalam seluruh kepenuhan Allah.

Minggu lalu kita telah membicarakan tentang prinsip cinta kasih Tuhan yang pada minggu ini akan kita
lanjutkan dengan bagaimana kita hidup di dalam cinta kasih Tuhan. Ketika Dr. Martyn D’lloyd Jones
merenungkan Efesus 3 ini dia mengatakan bahwa seharusnya setiap kita mau belajar terus menerus
mengkontemplasikan, merenungkan, dan menggumulkan cinta Tuhan yang begitu besar yang sudah Dia
nyatakan kepada kita serta melihat bagaimana Paulus mengungkapkan cinta kasih dengan cara yang begitu
unik. Ia menggunakan empat dimensi untuk menggambarkan cinta Tuhan yang begitu besar yang Tuhan
sudah nyatakan kepada kita. Paulus seolah-olah mau mengatakan tidak ada dimensi lain yang bisa
mengungkapkan betapa lebarnya, betapa panjangnya, betapa tingginya dan betapa dalamnya kasih Kristus
yang melampaui segala pengetahuan karena begitu dalamnya cinta Tuhan yang boleh kita nikmati. Ini
merupakan satu manifestasi pengungkapan yang oleh Tuhan Yesus diungkapkan kepada seorang ahli Taurat
yang datang kepada-Nya dengan kalimat yang sangat pendek yaitu dengan mengatakan, "Karena begitu
besar kasih Allah akan dunia ini sehingga Ia telah mengaruniakan anak-Nya yang tunggal supaya setiap
orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa melainkan beroleh hidup yang kekal."

Saat saya membaca salah satu kalimat yang saya rasa sangat indah dari sebuah kutipan seorang tokoh
Kristen yang juga seorang filsuf dan teolog yang menggumulkan dan mau mengerti isi hati Tuhan, dia
menyindir sikap kekristenan yang mau mengerti kasih Allah yang mana dikatakan, "Banyak orang mau
melihat Tuhan seperti melihat sapi yaitu melihat dengan matanya dan banyak orang yang mau mengasihi
Tuhan sama seperti mengasihi sapi-sapi." Mengapa demikian? Karena sapi-sapi itu memberikan susu, keju
dan semua keuntungan kepada mereka dan itulah sikap orang–orang Kristen yang mengasihi Tuhan hanya
demi untuk mendapatkan keuntungan lahiriah dan kenikmatan batiniah. Mereka bukan sungguh-sungguh
mengasihi Allah tetapi mereka mengasihi Allah karena mereka mendapatkan keuntungan dari dalamnya.

Meister Eckhardt sadar ketika kita belajar mencintai Tuhan terkadang cinta kita salah dan bukan cinta yang
sesungguhnya. Cinta yang seharusnya kita mengerti ialah cinta Tuhan yang membentuk kita bukan cinta
yang kita format untuk kita paksakan masuk ke dalam diri Tuhan. Kita mencintai Tuhan bukan dengan cinta
yang sesungguhnya, melainkan dengan cinta sapi dan ini merupakan satu bahaya besar yang seringkali
terjadi di tengah-tengah dunia kita. Waktu saya memikirkan ini maka kita perlu kembali berdoa seperti yang
Paulus doakan agar kita boleh mengerti cinta Tuhan yang sesungguhnya.
188 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

Di dalam ayat-ayat ini dibicarakan satu paradoks atau satu keunikan yang sulit sekali karena di satu pihak
Paulus berdoa, "Aku berdoa, supaya kamu bersama-sama dengan segala orang kudus dapat memahami,
betapa lebarnya dan panjangnya dan tingginya dan dalamnya kasih Kristus, dan dapat mengenal kasih itu,
sekalipun ia melampaui segala pengetahuan." Di sini kita melihat ada satu konflik atau satu paradoks yang
begitu sulit untuk dimengerti. Di satu pihak untuk mengerti cinta Tuhan bukan hal yang mudah karena
untuk mengerti cinta Tuhan melampaui semua pengetahuan yang mungkin manusia dapatkan. Di lain pihak
mencintai Tuhan, mengerti cinta Tuhan itu satu keharusan yang tidak bisa ditolak. Jika demikian bisakah
kita mengerti cinta Tuhan? Jika tidak mampu buat apa kita berdoa? Dalam hal ini kita harus kembali kepada
Yoh 3:16. Di sini kita boleh melihat kunci bagaimana saya boleh merenungkan kasih yang sesungguhnya dari
Tuhan. Di dalam Yoh 3:16 Tuhan Yesus mengatakan, "Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini,
sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya
tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal."

Seorang hamba Tuhan sehubungan dengan ayat ini mengatakan bahwa ayat ini menyatakan ketinggian dari
kualitas yang tertinggi yang tidak mungkin dicapai lagi di dalam segala hal. Di dalam ayat ini menyatakan
kasih yang terbesar yaitu agape, bersumber dari pribadi yang terbesar yaitu Allah yang diberikan kepada
lingkup yang terbesar melalui cara yang terbesar yaitu Allah mengaruniakan anak-Nya untuk mati bagi kita
agar mencapai hasil yang terbesar yaitu memberikan hidup yang kekal. Bukan hanya hidup di dunia ini yang
hanya beberapa puluh Tahun melainkan mendapat hidup yang kekal. Semua hal yang terbesar ini hanya
dinyatakan di dalam satu ayat yaitu Yoh 3:16. Di ayat tersebut juga diungkapkan elemen-elemen yang
menyatakan cinta Tuhan yang begitu besar dan yang terutama adalah kita harus mengerti pemberi cinta
kasih itu sendiri. Sehubungan dengan hal ini mari kita renungkan Ef 3:18-19 yang kita sudah baca. Melalui
ayat ini Paulus mengungkapkan kasih Kristus dengan empat dimensi yaitu lebar, panjang, tinggi dan dalam.



Pertama, kita melihat betapa tingginya, betapa luasnya cinta kasih Tuhan. Ketika Tuhan mengatakan,
"Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini…." Ini disebabkan karena kasih itu bersumber dari Allah
sendiri yang mau menyelamatkan manusia di mana di dalamnya kita melihat bagaimana kasih dan keadilan
Allah bertemu untuk menyelamatkan manusia melalui pengorbanan Yesus Kristus di atas kayu salib. Allah
adalah Allah yang bertindak di dalam sejarah.

Kedua, cinta itu diberikan kepada seluruh dunia. Di dalam Yoh 3:16, kita melihat bahwa cinta kasih Allah
adalah cinta yang melampaui segala batasan. Baik itu batasan suku, pulau, identitas, kebangsaan, sosial dan
budaya yang ada di dunia. Salah satu hal yang saya rasa dunia ini tidak akan pernah selesai kecuali dunia
bertobat ialah masalah SARA yang merupakan krisis suku, agama, ras, antar etnis, dan berbagai kesulitan
antar golongan. Masalah-masalah ini seringkali menimbulkan kebencian. Masalahnya apakah perbedaan itu
salah? Jawabnya tidak! Perbedaan itu pasti ada dan tidak mungkin bisa dihilangkan, karena menghilangkan
perbedaan berarti membuang identitas.

Berkenaan dengan hal ini Alkitab memberikan cara yang jauh lebih besar yaitu kasih sejati yang melampaui
semua batasan. Hanya cinta Tuhan yang betul-betul hidup di dalam hati kita yang mampu menerobos
semua batasan karena cinta Tuhan yang memungkinkan orang Jawa mencintai orang Batak, orang Batak
mencintai orang Cina dan lain sebagainya. Maka sekali lagi saya katakan, betapa lebarnya cinta Tuhan tidak
mungkin dimengerti kecuali kembali kepada firman Tuhan. Ketika kekristenan serta cinta Tuhan menguasai
satu masyarakat maka tidak mungkin terjadi suatu pertikaian.
189 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

Ketiga, cinta Tuhan adalah cinta yang kekal. Cinta yang bukan hanya memberikan dampak sejenak
melainkan dampak yang kekal. Firman Tuhan mengatakan, "Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini,
sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepadaNya
tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal." Cinta kasih seperti ini adalah cinta kasih yang sulit
dimengerti oleh dunia karena dunia kita selalu di dalam sikap kondisional. Di tengah dunia umumnya
semuanya tergantung pada situasi dan kondisi. Situasi atau kondisi berubah maka sikap kita juga berubah.
Jika dunia hanya melihat bahwa semua berubah maka dunia telah gagal untuk melihat kekekalan yang ada
pada diri Tuhan. Itu sebabnya jika kita dapat mengerti betapa besar, betapa tinggi, betapa dalam dan
betapa panjangnya cinta Tuhan, di sana kita baru melihat bahwa kasih itu adalah kasih yang kekal.
Demikian juga tatkala kita mencintai biarlah kasih yang kekal yang memancar melalui hidup kita karena kita
telah memiliki kasih yang kekal. Bukan cinta sapi yang senantiasa berubah tapi cinta Tuhan adalah cinta
yang tanpa syarat, cinta walaupun situasi dan kondisinya buruk Tuhan tetap mencintai kita.

Keempat, kasih yang terdalam. Firman Tuhan mengatakan, "Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini
sehingga Ia telah mengaruniakan anak-Nya yang tunggal supaya barang siapa yang percaya kepadanya tidak
binasa melainkan beroleh hidup yang kekal." Saya membayangkan ini adalah cinta kasih yang begitu besar
yang masuk ke dalam inti problema manusia yang paling dalam. Ketika Tuhan mencintai kita Dia bukan
hanya mencintai karena fenomena, Dia mencintai bukan karena ada sesuatu yang indah di luar tetapi
Tuhan mencintai karena urusan yang paling dalam yang Ia mau selesaikan yaitu urusan batin atau dosa
manusia. Cinta kasih yang sejati adalah kasih yang merambah masuk ke dalam inti hidup manusia yang
terdalam, kasih yang masuk ke dalam pergumulan hidup manusia yang terdalam dan mau mengerti
pergumulan yang terdalam dari orang yang menjadi obyek cinta kasih. Mengapa kita sulit mencintai?
Karena seringkali kita terjebak di luar dengan hal-hal fenomena sehingga kita tidak masuk ke dalam
pergumulan orang itu yang terdalam. Itu sebabnya Paulus menulis kepada jemaat Efesus, "Aku berdoa
supaya engkau boleh mengerti betapa dalamnya cinta kasih Allah." Kalimat ini ditulis oleh Paulus kepada
jemaat Efesus yang sedang berhadapan dengan orang-orang yang memusuhi mereka. Orang-orang yang
membenci jemaat Efesus ini sebenarnya adalah orang-orang yang seharusnya justru menjadi obyek cinta
mereka. Seharusnya jemaat Efesus mengasihi dan menginjili mereka agar mereka bertobat dan terlepas
dari kegelisahan kebencian yang ada di dalam diri mereka.

Saudara, pada hari ini pertanyaan bagi kita sejauh mana saudara dan saya mau menanggalkan cinta dan
mau belajar cinta Tuhan, bukan cinta sapi yang dibutuhkan oleh dunia ini melainkan cinta Tuhan.

Menjelang Jumat Agung ini mari kita mencoba merenungkan kembali arti pengorbanan Yesus bagi kita. Apa
artinya Tuhan menebus kita? Dan bagaimana kita boleh menerobos semua pengertian kasih yang mungkin
dimengerti oleh manusia. Kita berdoa, kita minta supaya Tuhan mengubah dan membuat kita boleh
mengerti, memahami betapa lebarnya, betapa panjangnya, betapa tingginya dan betapa dalamnya kasih
Tuhan yang boleh menerobos hidup kita sekalipun itu malampaui semua pengetahuan kita. Dengan
demikian dunia boleh melihat kebenaran dan cinta kasih di tengah dunia yang kehilangan cinta kasih ini.
Kiranya Tuhan mengubah dan membentuk kita sesuai dengan kehendak-Nya.

Amin!
190 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

S
Seeg
gaalla
akke
emmu
ulliia
aaan
nbba
aggii A
Alllla
ahh –– Soli Deo Gloria
Oleh: Pdt. Sutjipto Subeno

Nats: Efesus 3:20-21

20 Bagi Dialah, yang dapat melakukan jauh lebih banyak dari pada yang kita doakan atau
pikirkan, seperti yang ternyata dari kuasa yang bekerja di dalam kita,
21 bagi Dialah kemuliaan di dalam jemaat dan di dalam Kristus Yesus turun–temurun sampai
selama–lamanya. Amin.

Surat Efesus ini dapat dibagi menjadi dua bagian di mana bagian pertama dimulai dari pasal satu hingga
pasal tiga. Bagian pertama ini berkenaan dengan pengajaran doktrinal sedangkan bagian kedua yaitu pasal
empat hingga enam berkenaan dengan aspek praktis dari kehidupan Kristen. Efesus 3 merupakan bagian
akhir dari seluruh rangkaian bagian pertama yaitu berkenaan dengan pengajaran doktrinal Paulus dan
gagasan di dalamnya serupa dengan konsep dalam Roma 11. Dua bagian tulisan Paulus ini merupakan
konsep doksologi yang menutup bagian doktrinal dan dari dua surat tulisan Paulus ini kita melihat ide yang
sama di mana Paulus memulai tulisannya dengan prinsip-prinsip pengajaran iman Kristen kemudian
dilanjutkan dengan bagian praktis dari kehidupan Kristen sehari-hari. Di dalam surat Roma dikatakan,
"Sebab segala sesuatu adalah dari Dia, dan oleh Dia, dan kepada Dia: Bagi Dialah kemuliaan sampai selama-
lamanya!" Sedangkan di dalam surat Efesus dikatakan, "Bagi Dialah, yang dapat melakukan jauh lebih
banyak daripada yang kita doakan atau pikirkan, seperti yang ternyata dari kuasa yang bekerja di dalam
kita, bagi Dialah kemuliaan di dalam jemaat dan di dalam Kristus Yesus turun-temurun sampai selama-
lamanya. Amin" Ini merupakan dua bagian doksologi yang sejajar yang memiliki pengertian yang sama saat
ini kita akan meneliti bagian doksologi Paulus yang terdapat di dalam surat Efesus.

Saudara, jika kita mengamati bagian doksologi Paulus di dalam surat Efesus ini merupakan lanjutan dari
pembahasan Paulus sebelumnya di mana Paulus berdoa dengan begitu serius dan demikian berat di
hadapan Tuhan untuk jemaat Efesus. Paulus berdoa, "Aku berdoa supaya kamu bersama-sama dengan
segala orang kudus dapat memahami, betapa lebarnya, dan betapa panjangnya, dan tingginya, dan
dalamnya kasih Kristus dan dapat mengenal kasih itu, sekalipun ia melampaui segala pengetahuan. Aku
berdoa, supaya kamu dipenuhi di dalam seluruh kepenuhan Allah." Inilah doa Paulus kepada jemaat Efesus
dan doa ini penting karena hal yang didoakan ini yang menjadi dasar kehidupan dan pengertian iman yang
sesungguhnya bagi setiap orang percaya. Di dalam bagian ini kita masuk ke prinsip yang begitu penting
yaitu bagaimana kita bisa mengenal cinta kasih Tuhan dengan sesungguhnya.

Di dalam surat Efesus ini Paulus memakai satu kalimat yang indah sekali yang walaupun secara struktur
dapat diletakkan di belakang tetapi oleh Paulus diletakkan di depan karena ini yang menjadi center poin-
nya yaitu bagi Dialah, yang dapat melakukan jauh lebih banyak daripada apa yang kita doakan atau
pikirkan. Bagi saya, kalimat ini merupakan satu kekuatan di dalam kehidupan. Mengapa? Karena ketika kita
mau mengenal Tuhan seringkali kita mau mengenal Tuhan dengan konsep dan pola yang salah dimana kita
191 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

sudah mematok dahulu dengan konsep kita. Kalimat ini jika kita lihat secara sepintas kelihatannya sangat
baik dan secara rasional harus mengerti dulu baru kita bisa menerima dan itu adalah suatu konsep yang
disebut dengan Epistemological Understanding. Suatu pengertian epistemologi adalah suatu pengertian
bagaimana kita mencari keabsahan dan kebenaran sesuatu sebelum kita percaya. Ini baik, jika tidak
demikian kita akan membabi buta dan akhirnya akan terjeblos tetapi kalau pengertian atau konsep
epistemologis ini akhirnya diekstrimkan dengan tidak mengerti secara mendalam itu berbahaya. Hanya
yang menjadi masalah di sini adalah bagaimana seharusnya kita mengerti tentang hal ini? Ini yang tidak
dikaji secara serius oleh banyak orang.

Kita seringkali mau menguji segala sesuatu tetapi masalahnya cara menguji sesuatu tersebut yang tidak
pernah kita uji. Ingat, logika kita terbatas dan memiliki banyak kelemahan demikian pula dengan
metodologi empiris. Pengalaman kita dan indera kita apakah memiliki keabsahan untuk mengerti dan
mengalami seluruh kebenaran apalagi berkenaan untuk mengerti Tuhan pengalaman dan indera kita begitu
terbatas. Di sinilah yang menjadi pergumulan Paulus ketika mengatakan, "Dialah, yang dapat melakukan
jauh lebih besar daripada apa yang kita doakan atau pikirkan." Banyak orang gagal melihat ini karena
mereka mau mengenal Tuhan yang dapat masuk di dalam konsep logika dan pengalaman. Ini keliru, karena
Tuhan yang seperti itu adalah Tuhan yang lebih kecil dari logika dan pengalaman kita. A.W. Pink di dalam
bukunya sebelum dia membahas mengenai sifat-sifat Allah di dalam bagian pendahuluannya menulis,
"Don’t put God in a box" (jangan masukkan Allah ke dalam kotak).

Berikut ini kita akan melihat tiga aspek yang diungkapkan oleh Paulus di dalam ayat
yang kita baca ini.

Pertama, Allah adalah Allah yang Maha Kuasa (Omnipotence) yang melampaui pikiran dan doa manusia.
Tuhan dapat melakukan sesuatu lebih daripada apa yang kita dapat doakan. Tapi ini jangan disalah
mengertikan karena ada orang yang bertanya, "Jika Allah maha kuasa, dapatkah Dia membuat batu yang
Dia sendiri tidak bisa mengangkatnya." Saudara, pertanyaan ini sendiri merupakan pertanyaan yang tidak
sah karena ketika dia mempertanyakan pertanyaan ini, bagi dia Allah adalah terbatas sedangkan Tuhan
adalah Tuhan yang jauh melampaui apa yang kita bisa doakan. Dan kalimat ini bukan hanya menjadi teori di
dalam diri kita melainkan kalimat ini juga merupakan bagian pengalaman dalam hidup kita. Allah adalah
Allah yang maha kuasa, biarlah ini menjadi satu kekuatan kita di dalam melangkah.

Kedua, Hikmat Allah adalah bijaksana yang terbijak yang mungkin ada di tengah dunia. Allah adalah Allah
yang tidak dapat ditangkap hanya dengan 300 cc otak kita. Allah adalah Allah yang maha bijak. Jadi tindakan
Allah adalah tindakan yang melampaui semua pikiran dan semua kemungkinan spekulasi manusia. Di dalam
hidup kita seringkali kita terjebak di dalam pertanyaan yang jawabannya ya atau tidak dan kita tidak bisa
keluar dari sana. Itu sebabnya kita memerlukan bijaksana. Dalam hal ini kita bisa mengerti pertanyaan
ketiga ketika Tuhan Yesus dijebak oleh orang-orang dari golongan Herodian dan orang-orang Farisi
berkenaan dengan membayar pajak kepada kaisar. Saudara, orang-orang Herodian adalah orang yang pro
pemerintah sedangkan orang Farisi merupakan orang-orang yang anti pemerintah namun ketika mereka
menjebak Yesus, mereka berdua menjadi pro untuk melawannya. Mereka berdua datang kepada Yesus dan
ingin mengetahui apakah jawaban Yesus akan pertanyaan tersebut? Jika Yesus berkata tidak perlu bayar
pajak berarti pro dengan Farisi dan Tuhan Yesus sudah menjadi musuh bagi orang Herodian dan demikian
juga sebaliknya. Dalam kondisi seperti ini Tuhan Yesus tidak pro Herodian atau pro Farisi tetapi melalui
jawaban-Nya, Tuhan Yesus telah menyatakan bijaksana yang melampaui pikiran manusia.
192 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

Tuhan adalah Tuhan yang mampu mengerjakan sesuatu melampaui apa yang mampu kita pikirkan. Allah
adalah Allah yang maha kuasa sekaligus juga maha bijaksana. Intervensi bijaksana dari kuasa Allah ini mulai
terjadi di dalam tiga titik bersama-sama yaitu di dalam penciptaan, inkarnasi kehadiran Kristus di tengah
dunia ini dan yang terakhir pada waktu penyempurnaan akhir. Tiga titik ini tidak mungkin tuntas atau
selesai kecuali kuasa Allah dan bijaksana Allah ikut di dalamnya.

Ketiga, segala kemuliaan bagi Allah (Soli Deo Gloria). Kita sudah membahas bahwa Allah adalah Allah yang
maha kuasa dan maha bijak. Masalahnya buat siapa itu semua? Seringkali manusia menjadi begitu egois,
begitu humanis dan manipulatif. Begitu mengerti Allah maha kuasa, Allah maha bijaksana lalu semua itu
mau di ambil untuk dirinya sendiri. Itu fatalnya manusia. Ketika kita mendapatkan pengertian akan
kemahakuasaan Allah dan kemahabijakan Allah seharusnya ini menjadikan kita hidup dengan kekuatan
Tuhan. Ini berarti kita hidup untuk mempermuliakan Dia dan dengan demikian kita hidup dipakai oleh
Tuhan untuk menjadi orang-orang yang boleh menjadi penyalur mahakuasa dan maha bijaknya Tuhan.
biarlah ini menjadi satu kekuatan bagi kita untuk hidup mempermuliakan Dia. Sebab segala sesuatu adalah
dari Dia, dan oleh Dia, dan kepada Dia: Bagi Dialah kemuliaan sampai selama-lamanya!

Amin!
193 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

K
Keeh
hiid
duup
paan
nppa
arra
addo
okks
saall
Oleh: Pdt. Sutjipto Subeno

Nats: Efesus 3:21/ 4-1

21 bagi Dialah kemuliaan di dalam jemaat dan di dalam Kristus Yesus turun–temurun sampai
selama–lamanya. Amin.

1 Sebab itu aku menasihatkan kamu, aku, orang yang dipenjarakan karena Tuhan, supaya
hidupmu sebagai orang–orang yang telah dipanggil berpadanan dengan panggilan itu.

Minggu ini kita akan membahas hubungan antara apa yang kita tahu dengan praktika dalam kehidupan
Kristen. Di dalam Ef 4:1 ini Paulus mengatakan, "Sebab itu aku menasehatkan kamu, …." Kalimat ini bukan
sekedar mengatakan, aku menasehatkan kamu dalam arti terserah kita untuk menjalankannya atau tidak.
Sebab ayat ini dalam bahasa Indonesia tidak memiliki kata yang tepat yang dapat dipakai untuk mewakili
bahasa aslinya. Ayat tersebut dalam bahasa aslinya memiliki arti bukan hanya sekedar menasehatkan,
melainkan menasehatkan dengan satu tekanan dan Paulus meminta jemaat sungguh-sungguh
menjalankannya. Mengapa? Karena ini merupakan sesuatu yang penting, sesuatu yang mendesak.

Dalam kalimat atau ayat ini kita melihat dua paralel yang akan kita bahas hari ini.

Pertama, berkenaan dengan latar belakangnya dan melalui itu Paulus menasehatkan apa?

Kedua, sebagai orang yang dipanggil hendaknya hidup para jemaat setara dengan panggilan itu. Kedua kata
ini menggunakan kata yang sama "kaleo". Orang yang dipanggil sekarang setara dengan panggilan itu.
Struktur yang kedua ini yang dibahas oleh Paulus. Di dalam bagian ini Paulus masuk ke dalam wilayah
praktika dari surat kepada jemaat Efesus. Hal ini penting karena seringkali ketika kita masuk ke dalam
wilayah praktika dapat menjadi bahaya besar jika kita gagal mengaplikasikan secara tepat dan kita dapat
jatuh kepada ekstrim yang tidak tepat. Di dalam bagian ini kita perlu memikirkan bagaimana kita mencoba
menghidupkan kebenaran firman Tuhan yang kita mengerti ke dalam kehidupan kita sehari-hari. Alkitab
mengajarkan supaya kita tidak memakai cara linear melainkan kita menggunakan format paradoks di mana
kita menggunakan cara mendekatkan sesuatu yang ideal dengan suatu kondisi realita. Kita mendekatkan
sesuatu yang mutlak dengan sesuatu yang sedang berproses. Sesuatu yang tetap dengan sesuatu yang
bergerak dinamis. Bagaimana dua sifat yang berbeda ini kita relasikan secara tepat, di sini kita harus
berhati-hati jangan sampai kita kompromi. Jika doktrin yang begitu solid kita geser ke dalam proses maka
kebenaran adalah kebenaran dan tidak mungkin berubah. Di sini kembalinya ideal mutlak menjadi basis
daripada proses yang dinamis yang terjadi dalam sejarah menjadikan kita merelasikan antara dua sifat yang
berbeda di mana yang satu terus berubah dan yang satu tidak berubah. Yang satu kekal dan yang satu
194 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

sementara, yang satu tidak mungkin rusak dan yang satunya dapat rusak. Jadi dua sifat yang berbeda
namun kita harus merelasikannya. Masalahnya, bagaimana kita dapat merelasikannya?

Gambaran yang Alkitab mau katakan adalah dengan cara memparadokskan. Orang dunia tidak mungkin
mengerti ini karena pemikiran mereka bersifat linear. Orang dunia tidak bisa mengkaitkan antara yang di
sana dengan di sini, antara ideal dengan dunia yang berproses, antara kekal dengan sementara. Orang
dunia selalu matanya melihat ke bawah, ke dunia ini dan merelasikan semua dengan format yang sangat
linear jadi sulit bagi mereka merelasikan antara kekekalan dan kesementaraan. Di dalam ayat yang kita
baca hari ini kita melihat dua paradoks. Paradoks daripada berkat rohani yang dilimpahkan secara total.
Masalahnya, ketika kita mendapat berkat, hidup kita senang atau susah? Jawabnya adalah kedua-duanya.
Secara rohani saya mendapat berkat rohani dari dalam surga, dari sini memimpin saya masuk ke dalam
sejarah. Jadi dengan kekuatan rohani ini saya melangkah di dalam sejarah. Ketika kita mendapat berkat
yang paling besar mungkin pada saat itu kita dalam kondisi yang paling susah. Kapan kita mendapat berkat
yang paling besar di dalam hidup kita? Waktu kita bahagia karena mendapat untung yang paling besar atau
justru waktu kita paling susah. Ketika kita mendapat pergumulan yang paling berat di saat itulah justru
Tuhan bekerja paling besar untuk kita. Alkitab mengajarkan, justru pada saat kita mengalami pergumulan
yang paling besar di saat itulah Tuhan bekerja paling besar dan melimpahkan berkat yang paling besar.
Bagaimana dunia bekerja dan bagaimana proses dinamis terjadi serta apa yang Tuhan kerjakan di dalam
kekekalan itu dua hal yang harus direlasikan dengan tepat. Jika tidak kita akan salah mengerti. Salah satu
kesulitan manusia untuk menjadi seorang anak Tuhan yang sejati adalah karena dia tidak pernah mengerti
bahwa berkat terbesar bagi dunia ini terjadi justru pada saat Anak Allah harus menderita paling besar,
paling menyakitkan dan paling hina. Tidak ada penderitaan, kesengsaraan dan penghinaan yang paling
besar selain ketika Anak Allah naik ke kayu salib. Pada saat itulah berkat yang paling besar sedang
dicurahkan kepada dunia ini. Manusia tidak pernah mengerti cara kerja paradoks Tuhan kecuali kita
kembali kepada apa yang Allah katakan.

Di dalam Ef 4:1 Paulus mengatakan, "Aku menekankan kepada kamu, aku, orang yang dipenjara karena
Tuhan." Bagi orang dunia ini merupakan satu kebodohan. Mengapa? Karena orang yang dipenjara dianggap
orang yang hina. Konsep ini merupakan konsep linear tetapi bagi Paulus justru dia tahu bahwa saat itulah
dia mempunyai hak paling besar untuk berbicara karena dia sudah membuktikan bahwa Tuhan sedang
beserta dia sebagai hamba daripada Tuhan. Maka ketika Paulus mengatakan , "Aku menasehatkan kamu…."
Mengapa Paulus berani menekankan seperti itu? Sebab dia dipenjara karena Kristus. Paulus dipenjarakan
bukan karena bersalah melainkan karena memberitakan kebenaran. Inilah paradoks pertama! Banyak
orang Kristen tidak mengerti kuasa daripada paradoks seperti ini. Pengaruh Kristus yang terbesar
mempengaruhi adalah waktu dia mati dan bangkit, itu merupakan kuasa terbesar. Kapankah Paulus paling
besar berkuasa yaitu pada waktu dia dipenjarakan karena Kristus. Kuasa daripada penderitaan ini tidak
pernah dimengerti oleh banyak orang termasuk oleh orang-orang Kristen. Banyak orang Kristen berpikir
kalau kita melayani Tuhan baik-baik berarti hidup kita akan baik-baik. Jangan sampai kita dianiaya,
diperkosa, dirampok, dijarah, rumah dibakar dan banyak lagi kata jangan. Mengapa? Karena kita tidak rela
menderita. Kuasa penderitaan karena nama Kristus ini menjadi basis daripada konsep paradoks di dalam
kekristenan. Paulus tidak melihat ketika memberitakan Injil akhirnya dia masuk penjara sebagai satu
kegagalan tetapi bahkan Paulus dapat melihat dengan konsep yang berbeda sama sekali. Disini Paulus
memiliki konsep penerobosan sehingga mereka bisa melihat bagaimana Tuhan bekerja di tengah-tengah
kita. Ketika kita menderita demi Kristus itu merupakan kekuatan yang tidak pernah dapat dihapus oleh
apapun. Seluruh logika bisa dijatuhkan tetapi semua fakta sejarah tidak bisa ditarik kembali.
195 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

Berdasarkan pengertian di atas, sekarang kita mulai jalankan. Masalahnya, kita menjalankan dengan apa?
Jawabnya, yaitu dengan cara berpikir yang berbeda dengan yang dunia pikirkan. Jika Allah sudah
menerobos dan intervensi masuk ke dalam sejarah, jika Tuhan yang berdaulat dan berkuasa kemudian
terlibat di dalam proses sejarah maka pada saat itulah kuasa penerobosan itu akan menjadi kuasa
perubahan yang merubah hidup kita. Jadi, pada poin yang kedua ini Paulus bukan hanya memaparkan
bahwa dia adalah orang yang dipenjara karena Kristus tetapi justru poin yang kedua ini yang ingin
ditekankan oleh Paulus kepada jemaat supaya jemaat sebagai orang yang dipanggil oleh Tuhan hidup setara
sepadan sesuai dengan panggilan mereka. Hal ini berkaitan dengan konsep paradoks. Saya adalah orang
yang dipanggil tetapi saya harus berjalan di dalam proses yang sepadan dengan panggilan saya. Panggilan
kita kekal. Kita sudah disebut orang kudus, kita sudah disebut orang benar, kita sudah diselamatkan dan
kita sudah menjadi anak Allah tetapi pertanyaannya, apakah hidup kita sudah sepadan dengan panggilan
itu? Kalau kita disebut orang kudus, sudahkah kita menjadi orang kudus? Jika saya disebut anak Allah,
apakah hidup kita sudah mencitrakan hidup sebagai anak Allah? Di sini kita melihat paradoks yang harus
kita sadari. Ini merupakan kesalahan yang fatal kalau kita linearkan! Banyak orang menjadi stres karena
memikirkan kita adalah orang benar maka kita harus sempurna benar. Saya orang kudus maka saya harus
kudus sempurna. Ini merupakan kesalahan yang besar karena konsep linear tidak tepat diterapkan di sini.
Yang benar adalah kita harus membedakan yang di sana dengan yang disini. Waktu kita menjadi orang
kudus, maka kita menjadi orang kudus di sini. Maka proses harus menjadi titik acuannya. Ini dua hal yang
tidak boleh dicampuraduk. Jika kita mencampur aduk yang di sana dengan yang di sini, ini merupakan
kesalahan yang fatal.

Tapi ini juga tidak berarti karena di dunia ini kita tidak mungkin bisa sempurna sehingga kita menurunkan
standar kualitas kebenaran. Kita tidak boleh menurunkan kualitasnya karena itu tuntutan yang sempurna
yang Tuhan minta sekalipun ketika di dunia ini kita tidak mungkin sempurna. Kita hanya ada di dalam
proses menuju pada standar kemutlakan kebenaran Tuhan. Jadi di sini maksud Paulus adalah bagaimana
jemaat sebagai orang yang sudah dipanggil hendaklah memproses menuju panggilan tersebut. Kata
"Tetaplah engkau sepadan dengan panggilanmu", kata sepadan dalam bahasa aslinya berarti ‘sedang
menggarap sampai serupa’ itu kata yang dipakai. Jadi dua kata di atas dipadukan menjadi kata "sepadan."
Jadi dalam bahasa aslinya istilah sepadan ini bukan sesuatu yang statis melainkan suatu proses yang setara
dengan panggilan tersebut. Di sinilah kita mengaplikasikan pengertian firman Tuhan yang kita mengerti
menuju pada aplikasi kehidupan praktis. Disini kita mengerti bagaimana merelasikan konsep kekristenan
yang ideal dengan bagaimana proses praktika hidup kita disetarakan. Hal ini menuntut saudara dan saya
bertumbuh setiap hari menuju panggilan yang tepat, bagaimana kita harus lebih baik dari hari kemarin dan
esok lebih baik dari hari ini sehingga kita terus menerus berada dalam proses kepada ideal yang Tuhan
tetapkan. Saudara, inilah panggilan paradoks di dalam hidup Kristen.

Marilah kita mulai menapaki satu demi satu, step demi step dari pada tugas panggilan praktika kita dengan
menggunakan pendekatan paradoks. Mari kita bertumbuh di dalam hidup kita bukan dengan satu teori
yang kita idealkan tetapi kita betul-betul mencoba menggabung ideal dengan proses hidup yang terus-
menerus diproses. Dengan demikian kita terus bertumbuh setiap hari. Hanya dengan cara ini kekristenan
mencapai apa yang Tuhan inginkan di tengah dunia. Saudara, saya harap kita bisa mengerti hal ini sehingga
hidup kita setiap hari dapat menjadi semakin baik.

Amin!
196 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

K
Keeb
baan
nggk
kiitta
ann iin
nttii iim
maan
nKKrriis
stte
enn
Oleh: Pdt. Sutjipto Subeno

Nats: Yohanes 20:1-10

1 Pada hari pertama minggu itu, pagi–pagi benar ketika hari masih gelap, pergilah Maria
Magdalena ke kubur itu dan ia melihat bahwa batu telah diambil dari kubur.
2 Ia berlari–lari mendapatkan Simon Petrus dan murid yang lain yang dikasihi Yesus, dan
berkata kepada mereka: "Tuhan telah diambil orang dari kuburnya dan kami tidak tahu di
mana Ia diletakkan."
3 Maka berangkatlah Petrus dan murid yang lain itu ke kubur.
4 Keduanya berlari bersama–sama, tetapi murid yang lain itu berlari lebih cepat dari pada
Petrus sehingga lebih dahulu sampai di kubur.
5 Ia menjenguk ke dalam, dan melihat kain kapan terletak di tanah; akan tetapi ia tidak
masuk ke dalam.
6 Maka datanglah Simon Petrus juga menyusul dia dan masuk ke dalam kubur itu. Ia melihat
kain kapan terletak di tanah,
7 sedang kain peluh yang tadinya ada di kepala Yesus tidak terletak dekat kain kapan itu,
tetapi agak di samping di tempat yang lain dan sudah tergulung.
8 Maka masuklah juga murid yang lain, yang lebih dahulu sampai di kubur itu dan ia
melihatnya dan percaya.
9 Sebab selama itu mereka belum mengerti isi Kitab Suci yang mengatakan, bahwa Ia harus
bangkit dari antara orang mati.
10 Lalu pulanglah kedua murid itu ke rumah.

Dewasa ini banyak mimbar yang sudah dicemari oleh ajaran-ajaran yang tidak bertanggung jawab. Banyak
hamba-hamba Tuhan dari atas mimbar mengatakan bahwa kebangkitan Kristus bukan satu fakta yang
penting bagi Kekristenan. Di belakang kalimat ini sebenarnya mereka tidak percaya kepada kebangkitan
Kristus hanya mereka tidak berani secara terus terang mengatakan hal ini karena takut mengalami reaksi
dari banyak orang Kristen yang begitu cinta Tuhan. Bagi mereka, kebangkitan Kristus hanyalah mitos yang
dikarang oleh murid-murid Yesus karena murid-murid tersebut memimpikan guru mereka yaitu Yesus,
bangkit dari antara orang mati dan meneruskan gerakannya. Jadi menurut mereka, ketika kita mau
mengerti kekristenan kita harus membuang semua mimpi-mimpi dan mitos-mitos ini. Teologi dari orang-
orang seperti ini disebut "demitologisasi." Apakah ajaran iman Kristen seperti ini? Jawabnya jelas tidak!

Di dalam Yoh 20, kita melihat peristiwa kebangkitan Kristus di mana diceritakan pada hari minggu pagi
Kristus bangkit. Hari minggu disini penting dan perlu kita perhatikan. Mengapa? Karena orang Kristen
beribadah pada hari kebangkitan Kristus yaitu pada hari Minggu bukan pada hari Sabtu sebagaimana gereja
Advent. Hari minggu adalah hari pertama pada setiap minggu sedangkan hari Sabtu adalah hari terakhir
dari setiap Minggu. Hari Minggu juga merupakan hari kemenangan di mana Yesus bangkit pada hari
197 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

pertama. Demikian juga pada hari Pentakosta jatuh pada hari Minggu di mana pada hari tersebut terjadi
kebaktian yang pertama bagi umat Kristen dan pada hari itu juga 3000 orang sekaligus bertobat. Jadi ibadah
orang Kristen yang pertama berbeda dengan orang-orang Yahudi di dalam PL yang jatuh pada hari terakhir
yaitu hari Sabtu. Hari Minggu adalah hari pertama, ini memiliki arti yang penting yaitu agar kita memulai
apapun bersama dengan Kristus dulu.

Jadi pada hari pertama yaitu hari Minggu pagi-pagi benar Maria Magdalena datang ke kubur dan ketika
sampai di kubur ternyata Tuhan Yesus sudah tidak ada. Betapa kagetnya Maria lalu dia berlari dan melapor
kepada Petrus dan murid yang lain yang adalah penulis Kitab ini sendiri yaitu Yohanes, murid yang dikasihi
Tuhan. Mendengar itu Petrus dan murid yang lain berlari ke kubur di mana Tuhan Yesus dikuburkan dan
ternyata benar bahwa kubur tersebut sudah kosong. Petrus hanya melihat kain kafan tergeletak di bawah.
Apakah mereka sebelumnya mengerti bahwa Kristus sudah bangkit? Tidak! Kebangkitan Kristus masih sulit
dimengerti oleh mereka dan demikian juga oleh orang-orang pada masa kini.

Mengapa?

Pertama, Kebangkitan merupakan misteri. Waktu Yohanes masuk ke dalam ruangan tersebut dia
mengatakan, baru aku mengerti karena sebelumnya dia tidak mengerti mengenai kebangkitan Yesus.
Mengenai kematian dan kebangkitan Kristus Alkitab mencatat sedikitnya empat kali diberitakan di dalam
keempat Injil tetapi meskipun empat kali diberitakan ini merupakan satu misteri. Ya, kebangkitan memang
merupakan satu rahasia yang tidak mudah dimengerti karena misteri ini merupakan misteri yang
menerobos seluruh kemungkinan logika manusia. Dunia berusaha berjuang habis-habisan dengan segala
cara untuk mengalahkan kematian tetapi fakta mengatakan sampai detik ini tidak pernah ada usaha yang
mampu mengatasi kesulitan terbesar daripada problema hidup manusia yaitu kematian. Tetapi tatkala
Yohanes dan Petrus masuk dan melihat kubur tersebut kosong maka pada detik itulah Yohanes mengalami
momen di mana misteri itu dibongkar. Kalimat yang Yohanes telah dengar sebelumnya namun yang ia tidak
mengerti pada saat itu misteri tersebut yang menjadikan dia tidak mengerti Tuhan buka. Hal seperti ini juga
terjadi dengan dua orang murid yang berjalan ke Emaus dan juga dengan Maria Magdalena. Sebelum
pikiran mereka Tuhan buka sekalipun mereka telah mendengar bahkan berada bersama dengan Yesus
namun peristiwa kebangkitan akan tetap merupakan misteri bagi mereka. Kecuali Tuhan buka pikiran
mereka barulah mereka bisa mengerti misteri ini.

Kedua, fakta kebangkitan Kristus. Saudara ketika kita membaca Alkitab jelas sekali baik itu di dalam Injil
Yohanes maupun semua Injil mencatat tentang prinsip dan realita kebangkitan Kristus dengan begitu jelas.
Ketika murid-murid mengatakan Tuhan Yesus tidak ada dan batu terguling maka mereka lari ke kuburan.
Batu yang begitu besar yang diperkirakan beratnya beberapa ton sekarang sudah terguling ke samping dan
malaekat keluar sedangkan para penjaga melarikan diri lalu mereka melapor kepada para imam besar dan
menceritakan semua yang terjadi. Para imam besar kemudian menyogok para prajurit untuk menceritakan
bahwa mayat Yesus di curi oleh para murid. Di dalam hukum Romawi jika para prajurit lengah dalam
menjaga kuburan yang telah disegel oleh pimpinan Romawi seperti Pilatus maka penjaga tersebut harus
mati. Jadi para prajurit yang menjaga mempunyai tanggung jawab yang sangat tinggi dan para ahli Taurat
juga tahu akan hal itu maka mereka mengatakan jika nanti setelah mereka maksudnya para penjaga atau
prajurit memberitakan bahwa murid-murid mencuri mayat Yesus itu berarti kegagalan mereka untuk
menjalankan tugas mereka dan mereka bisa dihukum mati karena hal ini. Maka para imam besar nanti yang
akan me-lobby para pimpinan Romawi supaya mereka tidak dihukum.
198 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

Saudara, berita mayat Yesus dicuri masih cukup relevan hingga saat ini tetapi kalimat ini sebenarnya sulit
untuk kita dapat percaya. Mengapa?

1. Sejarah menyatakan tidak ada satu buku yang menyangkal kebangkitan Kristus bahkan tulisan-
tulisan dari orang-orang Romawi, orang-orang yang sama sekali tidak ada hubungan dengan kekristenan.

2. Melalui Injil Yohanes saja kita menemukan banyak fakta yang menunjukkan bahwa Kristus bangkit.
Hal ini dapat kita lihat misalnya kain kafan yang membungkus tubuh Kristus tidak di bawa. Kain kafan
tersebut berada di bawah meja batu tempat di mana Kristus dibaringkan. Suatu alasan yang tidak masuk
akal jika para murid mencuri mayat Yesus namun sebelumnya melepaskan kain kafan yang membungkus
tubuh Kristus. Demikian juga dengan kain peluhnya sudah dilipat dengan rapi dan diletakkan di pinggir. Ini
menunjukkan satu persiapan yang baik. Alkitab mencatat dengan begitu teliti bahwa kebangkitan
merupakan satu fakta sejarah yang sulit dimengerti oleh logika manusia biasa tetapi real. Bahkan Paulus di
dalam 1 Kor 15 mengatakan bahwa lebih dari 500 orang sekaligus menyaksikan Yesus bangkit dan sebagian
dari mereka masih hidup ketika surat I Korintus ini ditulis. Iman Kristen bukan iman yang mimpi, bukan
iman yang bohong melainkan Iman yang didasarkan pada fakta. Iman memang tidak boleh direduksi hanya
di wilayah logika tetapi iman bukan kontra logika. Iman Kristen adalah iman yang berlandaskan pada semua
yang terjadi di dalam sejarah.

Ketiga, essensi kebangkitan Kristus. Di dalam membicarakan kebangkitan Kristus ini kita tidak hanya
berbicara mengenai misteri kebangkitan Kristus, juga bukan hanya membahas fakta kebangkitan Kristus
melainkan juga essensi daripada kebangkitan Kristus itu sendiri. Essensi Kebangkitan Kristus merupakan
fakta kemenangan dari kuasa terbesar yaitu kematian. Di dalam 1 Kor 15 Paulus menyatakan satu pekik
kemenangan yang menjadi doksologi. Jika Kristus sudah bangkit, di manakah kuasamu kematian, di
manakah sengatmu? Kebangkitan Kristus merupakan kemenangan atas kematian, kemenangan atas jerat
atau belenggu. Ketika Kristus bangkit, kuasa dosa yang paling mengerikan sudah dipatahkan. Sengat dosa
yang menakutkan sudah dihancurkan dan pada saat itulah kemenangan yang paling tuntas sudah
dinyatakan melalui kebangkitan Kristus.

Keempat, essensi kebangkitan Kristus ini memberikan kepada kita satu pengharapan. Pengharapan ini
bukan pengharapan yang dualisme melainkan satu pengharapan yang bersifat mutlak di dalam Kristus.
Melalui kebangkitan Kristus kita memiliki kepastian dan jaminan dan pengharapan ini tidak bisa digeser di
dalam sejarah. Dunia boleh mencoba membalik-balikkan fakta tetapi Alkitab mengatakan essensi
kebangkitan membuat seluruh usaha itu gugur. Pengharapan kekristenan tidak bergantung pada semua hal
yang terjadi di dunia ini. Pengharapan Kristen didirikan di atas kemenangan Kristus yang bangkit dari
kematian dan itulah satu-satunya pengharapan yang sudah mengalahkan semua kemungkinan dari
ketidakmutlakan yang ada di dunia ini. Jika Kristus sudah bangkit, Kristus sudah menang dari kuasa maut
maka Dia yang sudah bangkit ini akan mengajak saudara dan saya bersama-sama. Fakta kebangkitan Kristus
ini menjadikan kita pasti di tengah-tengah ketidakpastian di dalam dunia. Dunia ini tidak memiliki harapan
tetapi hanya Kristus yang bangkitlah harapan satu-satunya. Hanya kembali kepada Kristus kita akan
memiliki pengharapan yang pasti. Saya harap kita kembali kepada pengertian essensi ini dan tahu
bagaimana kita seharusnya berespon kepada Dia yang sudah menang dari kematian. Hanya kembali kepada
Tuhan kita memiliki pengharapan yang sejati.

Amin!
199 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

K
Kaarra
akktte
err--k
kaarra
akktte
err e
esse
enns
siia
all
Oleh: Pdt. Sutjipto Subeno

Nats: Efesus 4:2/ Yohanes 13:31-35

Efesus 4

2 Hendaklah kamu selalu rendah hati, lemah lembut, dan sabar. Tunjukkanlah kasihmu
dalam hal saling membantu.

Yohanes 13

31 Sesudah Yudas pergi, berkatalah Yesus: "Sekarang Anak Manusia dipermuliakan dan
Allah dipermuliakan di dalam Dia.
32 Jikalau Allah dipermuliakan di dalam Dia, Allah akan mempermuliakan Dia juga di dalam
diri–Nya, dan akan mempermuliakan Dia dengan segera.
33 Hai anak–anak–Ku, hanya seketika saja lagi Aku ada bersama kamu. Kamu akan mencari
Aku, dan seperti yang telah Kukatakan kepada orang–orang Yahudi: Ke tempat Aku pergi,
tidak mungkin kamu datang, demikian pula Aku mengatakannya sekarang juga kepada
kamu.
34 Aku memberikan perintah baru kepada kamu, yaitu supaya kamu saling mengasihi; sama
seperti Aku telah mengasihi kamu demikian pula kamu harus saling mengasihi.
35 Dengan demikian semua orang akan tahu, bahwa kamu adalah murid–murid–Ku, yaitu
jikalau kamu saling mengasihi."

Dalam Efesus pasal empat ini Paulus mengajak kita untuk memikirkan bagaimana kita sebagai orang yang
sudah dipanggil menjadi orang yang dipanggil di dalam kekekalan kita harus berproses setara dan menuju
kepada kesepadanan dengan panggilan tersebut. Berkenaan dengan hal ini maka Paulus pertama-tama
masuk ke dalam esensial karakter yaitu sifat dasar utama yang harus dikerjakan atau digarap untuk
mendasari kemungkinan yang lain.

Ini program utama bagaimana seseorang dapat diubah dan diproses menjadi seperti
yang Tuhan mau.

Pertama, wadah harus disiapkan lebih dahulu. Jika hal ini belum dipersiapkan jangan harap kita pernah
berpikir bisa berproses karena wadah dan kemungkinan prosesnya sudah ditutup terlebih dahulu. Di sinilah
kesulitan yang terbesar ketika kita mau memproses kehidupan kita. Mengapa? Karena kita tidak siap untuk
diproses. Di dalam Efesus pasal empat ini Paulus setelah membicarakan tentang prinsip kehidupan konsep
berjemaat lalu langsung masuk ke dalam konsep manusia baru yaitu bagaimana saya diproses menjadi
manusia baru yang dibentuk sesuai dengan yang Tuhan mau. Sehubungan dengan hal ini ada hal yang harus
dikerjakan.
200 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

Persiapan ini harus dimulai dari diri kita di mana Alkitab mengajarkan tiga hal yaitu pertama rendah hati;

Kedua, lemah lembut dan ketiga sabar. Tiga karakter ini menjadi tiga karakter dasar yang memungkinkan
seseorang diproses. Jika ketiga hal ini tidak bisa disiapkan atau tidak berproses maka tidak mungkin terjadi
proses apapun dalam hidup kita. Orang yang sombong tidak dapat diubah dan dibentuk, karena orang yang
sombong akan mengukuhkan apa yang dia anggap benar dan dia tidak mudah mau mendengar apapun dari
luar. Demikian pula orang yang tidak mau menjadi lemah lembut dia akan selalu memandang diri sebagai
sesuatu dasar yang harus membuat orang lain ikut dia, bukan dia yang mau mengerti orang lain dan tidak
rela untuk melihat orang lain menjadi lebih baik. Dia seperti orang yang sudah mati sehingga tidak mungkin
terjadinya penggarapan di dalam hidupnya.

Tiga konsep ini pertama-tama harus disiapkan supaya kita bisa berproses di dalam konsep paradoks seperti
di dalam Ef 4:1. Untuk ini dibutuhkan waktu, kerelaan, dan kepekaan yang harus menjadi wadah kita
diproses terus-menerus ke sana. Jika ini tidak bisa maka tidak mungkin atau sulit proses ini terjadi. Itu
sebabnya sebelum Paulus membicarakan bagaimana proses hidup kita dibentuk maka tiga karakter dasar di
atas perlu dibereskan terlebih dahulu. Tiga sifat dasar manusia ini menjadi sifat dasar yang sangat sulit
dibentuk karena sangat kontras dengan keinginan dan tuntutan dunia yang berdosa secara menyeluruh. Ini
berarti jika seseorang mau dibentuk dalam tiga sifat dasar ini maka dia harus berlawanan total dengan
kondisi ini. Tiga karakter dasar ini berada di bawah satu basis karakter utama yang menjadi karakter inti
daripada kekristenan yaitu hendaklah semuanya itu diproses di dalam kasih. Jadi karakter rendah hati,
lemah lembut dan sabar semuanya ini diproses di dalam satu karakter utama yaitu hendaklah kamu saling
menopang di dalam kasih. Kasih ini adalah kasih agape (Kasih yang sejati dan murni 1 Kor.13). Kasih seperti ini
tidak mungkin terjadi pada orang-orang yang bukan Kristen kecuali di dalam diri anak-anak Tuhan yang
pernah merasakan cinta kasih agape. Kasih agape bukan kasih yang bisa dibentuk dan dididik pada
manusia. Kasih agape adalah kasih yang muncul karena bibitnya ditanam oleh Tuhan sendiri sehingga kalau
kita tidak di dalam Tuhan. Itu sebabnya jika Kristus ada di dalam kita dan kita di dalam Kristus maka Tuhan
mengatakan seharusnya kasih itu muncul di dalam kamu.

Saya tertarik dengan ayat di dalam Yoh 13:31-35 ini, karena ayat-ayat ini merupakan bagian pengajaran
Kristus yang bersifat eksklusif yaitu hanya ditujukan kepada sebelas murid-Nya. Yoh 13:31 dimulai dengan
satu kalimat pendek tetapi sangat signifikan. Kalimat itu adalah "Sesudah Yudas pergi." Tuhan Yesus
memiliki dua belas murid, tapi satu palsu yaitu Yudas. Yudas adalah yang palsu di antara yang kelihatan asli.
Setelah Yudas pergi maka barulah Tuhan Yesus mengajar sampai pasal 16. Di ayat 31 setelah Yudas pergi
mulailah Tuhan Yesus berkata, "Sekarang Anak Manusia dipermuliakan dan Allah dipermuliakan di dalam
Dia." Selagi ada Yudas sulit bagi Anak Manusia dipermuliakan karena selalu terjadi perbedaan kepentingan.
Ini memberikan pelajaran yang begitu serius buat kita. Begitu juga dengan kita, kita tidak mungkin
mempermuliakan Kristus sementara kita masih hidup di dalam semangat humanisme, materialis dan
hedonisme. Itu sebabnya jika karakter dasar ini belum dibereskan sulit bagi kita untuk mempermuliakan
Allah.

Kemudian pada ayat-ayat berikutnya Tuhan Yesus memberi perintah kepada murid-murid-Nya agar mereka
saling mengasihi (ayat 34-35). Pada saat Kristus mengasihi dan mereka saling mengasihi pada saat seperti itu
semua orang akan tahu bahwa mereka adalah murid-murid Kristus. Kasih di sini adalah kasih agape. Di sini
karakter yang menjadi basis adalah cinta kasih agape. Jika kita gagal dalam hal ini maka jangan harap kita
bisa membangun semua karakteristik, semua sifat-sifat Kristen yang lainnya yang nantinya menjadi
bangunan iman kita dan juga membangun konsep praktika kita. Ini baru bisa terjadi jika sifat dasarnya
201 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

benar. Yang sangat berbahaya justru fondasi yang paling penting yang juga paling mahal ini namun tidak
terlihat di depan mata apabila rapuh maka seluruh bangunan di atasnya walaupun kelihatan begitu bagus,
begitu indah maka tidak akan berlangsung lama, suatu kali nanti akan hancur.

Sekarang masalahnya, bagaimana kita bisa mengasihi seseorang? Alkitab di dalam bagian ini membuka satu
relasi yang tidak pernah dipikir oleh manusia di dunia. Jika saya mengasihi, saya harus mempermuliakan
Bapa yang di surga. Berapa banyak relasi seperti ini muncul di dalam hidup kita di dunia. Dunia tidak bisa
merelasikan bagaimana ketika kita mencintai berdampak Bapa kita di surga dipermuliakan. Di sini kita tidak
berorientasi kepada pelaku kasih tetapi berorientasi kepada Tuhan pemberi kasih. Ini menjadi basis
pertama. Mari kita mengevaluasi jika kita mengasihi betulkah saya mengasihi seperti yang Tuhan minta dan
akhirnya seluruhnya kembali kepada kemuliaan Allah.

Kedua, penyangkalan diri. Di sini kita berani berkata tidak kepada diri kita supaya nama Tuhan
dipermuliakan. Ini menjadi basis kita menjalankan cinta kasih.

Ketiga, setelah saya mempermuliakan Allah dan meniadakan diri maka yang ketiga adalah saling mengasihi.
Di sini mata kita bukan hanya melihat kepada diri sendiri melainkan melihat ke depan. Mulai melihat
kepada orang lain. Jika kita hanya melihat kepada diri, kita tidak mungkin melihat kepada orang lain.
Kepekaan kita kepada orang lain menjadi satu hal yang sulit kita kerjakan karena kita hidup di tengah-
tengah dunia yang materialistik, hedonistik dan pragmatik dan semangat ini juga masuk di tengah-tengah
kekristenan. Tidak heran kalau termasuk orang Kristen, seluruh orientasi pikiran kita cuma di dalam satu
pribadi yaitu diri sendiri.

Di tengah-tengah situasi seperti ini, gereja harus memberikan perimbangan bagaimana anak-anak Tuhan
saling mengasihi satu sama lain dan saling menopang satu sama lain. Ini baru bisa terjadi jika di dalam
hidup kita cinta kasih Tuhan menjadi basisnya sehingga kita mau terus berkembang dan nama Tuhan
dipermuliakan. Hal ini mendorong kita untuk semakin hari diri kita semakin dihilangkan atau ditiadakan.
Dan yang terakhir kita baru dapat saling mengasihi satu dengan yang lain.

Biarlah ketiga hal ini menjadi kunci kita boleh menerapkan cinta kasih Tuhan secara Alkitablah. Sehingga di
tengah-tengah dunia kita, kita bisa mempermuliakan Bapa di surga, dan diri kita ditiadakan serta kepekaan
kita terhadap orang lain dibangkitkan. Dengan demikian cinta kasih yang Tuhan inginkan dapat digarap di
dalam hidup kita dan melalui hidup kita. Jika ini terjadi maka saya rasa tidak terlalu sulit untuk menjalankan
tiga sifat yang dituntut di atasnya yaitu bagaimana kita bisa rendah hati, lemah lembut dan sabar di dalam
meninjau segala sesuatu dan mengharapkan segala sesuatu. Mau saudara?

Amin!
202 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

K
Kees
saattu
uaan
n ttu
ubbu
uhhK
Krriis
sttu
uss
Oleh: Pdt. Sutjipto Subeno

Nats: Efesus 4:3-6/ (band.) Pengkhotbah 4:9-12


Efesus 4

3 Dan berusahalah memelihara kesatuan Roh oleh ikatan damai sejahtera:


4 satu tubuh, dan satu Roh, sebagaimana kamu telah dipanggil kepada satu pengharapan
yang terkandung dalam panggilanmu,
5 satu Tuhan, satu iman, satu baptisan,
6 satu Allah dan Bapa dari semua, Allah yang di atas semua dan oleh semua dan di dalam
semua.
Pengkhotbah 4

9 Berdua lebih baik dari pada seorang diri, karena mereka menerima upah yang baik dalam
jerih payah mereka.
10 Karena kalau mereka jatuh, yang seorang mengangkat temannya, tetapi wai orang yang
jatuh, yang tidak mempunyai orang lain untuk mengangkatnya!
11 Juga kalau orang tidur berdua, mereka menjadi panas, tetapi bagaimana seorang saja
dapat menjadi panas?
12 Dan bilamana seorang dapat dialahkan, dua orang akan dapat bertahan. Tali tiga lembar
tak mudah diputuskan.

Bagian ini merupakan bagian ketiga, suatu bagian praktis yang dirangkai oleh Paulus secara relasional.
Minggu lalu kita membahas tentang bagaimana iman Kristen yang seharusnya tidak berhenti dalam suatu
teori yang mati atau dalam perdebatan teologis, melainkan harus teraplikasi di dalam kehidupan.

Kita juga telah membahas karakter-karakter dasar (yakni rendah hati, lemah lembut, sabar dan mengasihi) yang harus
mendasari pergumulan iman kita, di mana kita tidak terjebak dalam close system. Orang yang berada di
dalam close system sering mengatakan, "Saya orangnya memang seperti begini." Dengan demikian dia
tidak mau berubah dan tidak mau bertumbuh maka dia sebenarnya sedang mematikan kemungkinan
proses perubahan. Berarti dia sebenarnya sudah mati di saat dia hidup. Karena bukankah yang hidup harus
berproses?

Sekarang kita akan melihat bahwa ketika kita mau berproses, bertumbuh dan menjadi seorang Kristen yang
baik, kita harus bersatu, menggalang kesatuan di dalam Roh. Di sini suasana paradoks muncul (bahkan
mungkin lebih mendekati kontradiksi daripada sekedar paradoks). Kita ingin untuk bersatu, tetapi betulkah kita ingin
bersatu? Jika kita mau jujur, siap hatikah kita untuk bersatu? Mungkin jawabannya adalah tidak. Apa
sebab? Karena ada ambivalensi yang terjadi di tengah-tengah kehidupan manusia. Jika hal ini terjadi di luar
Kekristenan itu adalah wajar, tetapi sayangnya inipun sudah meracuni Kekristenan juga. Persatuan versi
203 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

dunia hanyalah suatu slogan, sekedar ucapan bibir yang tidak ada isinya. Maka sangatlah naif jika hanya
mau mengerti persatuan ini secara dangkal dan dipermukaannya saja.
Persatuan yang sejati adalah persatuan yang diungkapkan oleh Efesus 4 ini. Tetapi ketika kita mau masuk ke
dalam persatuan ini, kita harus menyadari kendala-kendala yang ada. Bagaimana Kekristenan bisa menjadi
contoh di tengah-tengah dunia berkenaan dengan persatuan yang sejati ini? Apakah Kekristenan
menggarap persekutuan dengan baik? Ini sungguh-sungguh perlu dijawab! Keesaan seringkali hanya
merupakan format federasi (yang mendasarkan diri pada azaz manfaat dalam berelasi) yang sama sekali tidak
menggarap persatuan yang sebenarnya.



1. Urgensi dari kesatuan itu sendiri, dan

2. Bagaimana kendala bagi keurgensian dari kesatuan ini.

1. Urgensi Kesatuan. Dalam Efesus 4,

Paulus menempatkan kesatuan di tempat pertama. Tuntutan ini sedemikian serius oleh karena kesatuan di
dalam Kekristenan merupakan dasar di mana Kekristenan bisa hidup. Pada hakekatnya, Kekristenan disebut
sebagai "One Body - Satu Tubuh". Konsep kesatuan ini sulit diterima oleh manusia yang telah ‘dicekoki’ oleh
konsep dunia.

Alkitab jelas menyatakan bahwa semua orang Kristen adalah satu tubuh di mana Kristus adalah Kepalanya.
Satu tubuh mempunyai keterkaitan, dan tidak bisa dilepas-lepaskan. Satu tubuh berbeda dengan satu
struktur organisasi. Inilah kesatuan yang unik. Kekristenan di semua tempat selalu menjadi ancaman atau
menjadi "musuh" (seharusnya dalam aspek positif) bagi banyak pikiran dunia. Di saat Kekristenan mau
menyatakan terang dan dunia berjalan dalam gelap, saat itulah terjadi konflik. Kesulitan inilah yang selalu
muncul dalam kehidupan anak-anak Tuhan. Bahkan 2 Timotius 3:12 menyatakan, "Memang setiap orang
yang mau hidup beribadah di dalam Kristus Yesus akan menderita aniaya." Ini akibat dari cara kerja dunia
dan Kekristenan yang saling bertabrakan. Sehingga, ketika kita mau menyatakan kebenaran, di situ kita
akan berkonfrontasi dengan dunia. Jika Kekristenan terpecah-pecah, Kekristenan akan sulit bertahan di
tengah-tengah dunia ini. Pengkhotbah juga mengungkapkan secara serius tentang pentingnya kesatuan.
Inilah urgensi yang pertama yang harus kita pikirkan.

Kedua, kita yang hidup di tengah-tengah dunia di panggil oleh Tuhan untuk menjadi garam dan terang
dunia, menjadi saksi. Kita memang bisa menjalankan fungsi ini secara pribadi. Tetapi fungsi kesaksian itu
menjadi lebih terang dan lebih nyata pada saat kita bersatu. Dengan kata lain, satu terang yang kecil, jika
disatukan dengan terang-terang kecil lainnya akan menjadi terang yang besar. Demikian pula dengan
garam. Kita ada bukanlah untuk diri kita sendiri. Kita ada untuk orang lain, menjadi berkat bagi dunia ini dan
menjadi saksi di tengah-tengah dunia ini untuk menyatakan kemuliaan Tuhan. Karena itu, kesatuan bukan
sekedar boleh atau tidak boleh dijalankan. Kesatuan adalah sesuatu yang urgen dan mutlak untuk
dijalankan.

Ketiga, dalam satu tubuh yang berfungsi, kesatuan merupakan hakekat yang paling mendasar. Berbeda
dengan organisasi. Dalam organisasi, jika salah satu bagian macet, bagian itu akan dipotong dan dibuang,
dan urusanpun selesai, bagian lain tidak mau tahu dan tidak terkena dampak apa-apa. Ini pulalah yang
204 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

terjadi di dalam gereja, satu bagian tidak mau tahu dengan bagian-bagian yang lain, dan inilah organisasi di
dalam gereja.

Kekristenan mempunyai kesatuan yang unik yang tidak mungkin dijalankan di dalam dunia. Kita mempunyai
Kesatuan Organisme yakni satu kesatuan oleh karena kita satu tubuh, yang tidak berelasi secara mati dalam
garis otoritas melainkan suatu relasi yang hidup. Jika salah satu bagian tidak beres, seluruh bagian tubuh
yang lain akan merasakan secara bersama-sama. Jadi, satu bagian saling terkait dan saling menunjang
dengan bagian yang lain. Maka, gereja yang sakit, persekutuan yang sakit dan anak-anak Tuhan yang sakit
adalah akibat gagal mengerti konsep kesatuan ini.

Kesatuan tubuh semacam ini tidak mungkin digalang di luar Kekristenan. Apa sebab? Karena ada satu dasar
yang mengikat kesatuan yakni sifat kasih yang dari Tuhan. Kasihlah yang memungkinkan keterkaitan ini.

2. Kendala bagi keurgensian kesatuan.

Menggalang kesatuan tidaklah sederhana oleh karena:

1. Manusia diterpa oleh filsafat pragmatisme. Mereka tidak mau direpotkan dengan pemikiran yang
ruwet, melainkan hanya mau memikirkan yang praktis-praktis saja. Jika sifat pragmatis ini mempengaruhi
pola pelayanan seseorang di dalam gereja, maka betapa celakanya hal itu bagi Kekristenan.

2. Ancaman pragmatis akan disertai dengan jiwa individualistik. Globalisme tidak menjadikan dunia
semakin bersatu tetapi justru membuat manusia semakin memikirkan dirinya sendiri dan tidak mau tahu
orang lain. Kehidupan di desa seringkali kontras dengan keadaan ini oleh karena kehidupan mereka
kebanyakan bisa berelasi dengan begitu dekat dan saling bantu dalam berbagai permasalahan yang ada.
Sementara kehidupan di kota kondisinya terbalik.

Jika jiwa individualistik ini meracuni kita, bagaimana kita bisa mengerti dan mempunyai kepekaan untuk
memperhatikan orang lain? Bagaimana kelemahlembutan, kerendahan hati dan kesabaran kita bisa
muncul? Semangat individualistik ini menyebabkan kita tidak mau tahu urusan orang lain. Kita hanya mau
tahu jika itu berkenaan atau berkaitan dengan keuntungan diri sendiri.

3. Semangat perseteruan.
Setan selalu berusaha agar jiwa pertikaian ini ada di dalam diri setiap manusia. Sementara dunia yang
semakin beragam tanpa adanya kontrol yang mempersatukan, mengakibatkan banyak orang ingin secara
individualis menjadi raja kecil, maka semangat pertikaian akan berkobar.
Di dalam diri orang yang berdosa selalu terdapat jiwa yang ingin menghancurkan dan tidak suka melihat
orang lain menjadi yang terbaik. Orang lain pun akan dianggap sebagai musuh. Maka, tidaklah heran jika
kesatuan itu tidak bisa terwujud. Sangatlah menyedihkan jika inipun berada di kalangan orang-orang
Kristen. Karena orang Kristen tidak kebal terhadap serangan ini. Oleh karena itu, kita harus menggarap
kesatuan kasih, yang berdasarkan kasih Tuhan.

4. Benturan antar karakter pribadi. Seseorang sulit bersatu dengan orang lain karena karakter orang
tersebut bertentangan dengan karakternya sendiri. Mereka tidak mau saling mengalah dan tidak mau
berubah. Akibatnya benturan pun terjadi. Pertikaian yang terjadi oleh karena sesuatu yang sangat prinsip
masih bisa diterima tetapi jika hanya karena sesuatu yang sangat sepele seperti tidak menyukai karakter
atau kebiasaan seseorang mengakibatkan pertikaian itu terjadi, maka ini sangat disayangkan. Seringkali ini
muncul karena kita sendiri menganggap diri kita "memang sudah begitu", dan tidak mau berubah. Padahal
205 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

kita seharusnya senantiasa hidup berproses dan mengalami perubahan demi perubahan. Inilah poin
terakhir dari kendala bagi keurgensian kesatuan.
Akhirnya, kita bersatu bukanlah sekedar bersatu. Kita bersatu oleh karena ada tuntutan dari Tuhan.
Kesatuan di dalam Roh, kesatuan tubuh, di mana Kristus menjadi kepalanya. Dunia yang sebagian besar
abnormal menganggap diri normal, sedangkan yang normal justru dianggap abnormal. Untuk itu kita
seharusnya mengerti mana yang pada hakekatnya normal dan abnormal. Normalitas Kekristenan adalah
jika kita bertumbuh terus. Jika kita berhenti bertumbuh dan bahkan berproses mundur, maka kita sudah
menjadi abnormal. Maukah kita menjadi orang Kristen yang normal, yang mau berproses untuk bertumbuh
dalam kasih dan dibentuk di tangan Tuhan?

Amin!
206 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

K
Kees
saattu
uaan
ndda
alla
ammb
biin
neek
kaa
Oleh: Pdt. Sutjipto Subeno

Nats: Efesus 4:7-10

7 Tetapi kepada kita masing–masing telah dianugerahkan kasih karunia menurut ukuran
pemberian Kristus.
8 Itulah sebabnya kata nas: "Tatkala Ia naik ke tempat tinggi, Ia membawa tawanan–
tawanan; Ia memberikan pemberian–pemberian kepada manusia."
9 Bukankah "Ia telah naik" berarti, bahwa Ia juga telah turun ke bagian bumi yang paling
bawah?
10 Ia yang telah turun, Ia juga yang telah naik jauh lebih tinggi dari pada semua langit, untuk
memenuhkan segala sesuatu.

Di dalam Efesus 1-3, Paulus menekankan konsep keselamatan dan bagaimana orang Kristen dikeluarkan dari
dunia berdosa menuju kepada hidup di dalam Tuhan. Berdasarkan anugerah dan cinta kasih Tuhan, kita
boleh menjadi anak-anak Tuhan. Begitu Efesus 3 selesai, Paulus mulai masuk ke dalam aplikasi panggilan
hidup Kristen. Kalau saya sudah menjadi Kristen bagaimana saya berubah, dibentuk dan berperilaku
sebagai seorang kristen yang sesungguhnya. Prinsip yang pertama kali ditekankan oleh Paulus adalah the
true unity (kesatuan yang sejati). Manusia sebenarnya sadar akan perlunya persatuan tetapi sekaligus
persatuan sulit terjadi sehingga akibatnya persatuan yang diperjuangkan oleh dunia seringkali adalah
persatuan yang bersifat fenomena.

Maka kalau sekarang kita mau mulai membicarakan bagaimana kesatuan itu dapat terjadi, kita harus
kembali kepada The True Unity atau kesatuan esensial yang perlu digarap. Alkitab mencatat 7 kesatuan
dasar di mana secara hakekat kesatuan itu mungkin terjadi. Paulus di ayat 4-6 mengatakan, "Satu tubuh dan
satu Roh sebagaimana kamu telah dipanggil kepada satu pengharapan yang terkandung dalam
panggilanmu, satu Tuhan, satu iman, satu baptisan, satu Allah dan Bapa dari semua, Allah yang di atas
semua dan oleh semua dan di dalam semua." Tujuh konsep ini menjadi satu kesatuan yang secara esensial
mempersatukan seluruh kesatuan original yang mungkin terjadi. Dengan kata lain hanya ketika kita kembali
kepada Allah, iman dan pengharapan yang sesungguhnya, barulah kita dapat hidup di dalam kesatuan
bersama secara sesungguhnya. Paulus menekankan kembali pada true unity dan itu tidak mungkin kecuali
terjadi pertobatan yang sesungguhnya. Tetapi kalau kita hanya memikirkan true unity seringkali kita jatuh
kepada satu ekstrim dan gagal mengerti aspek kesatuan secara tepat, yaitu bahwa setiap kesatuan harus
kembali berdasarkan anugerah yang Tuhan anugerahkan. Di sini memakai kata anugerah yang
dianugerahkan. Istilah ini merupakan satu gambaran yang unik sekali yaitu waktu saya bersatu saya harus
memperjuangkan persatuan sejati .

Kita seringkali menyamakan kesatuan dengan keseragaman. Ini adalah suatu konsep yang salah. Bukan
berarti kalau satu lalu menjadi sama semua. Satu kesamaan bukanlah satu kesatuan. Kesatuan karena
207 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

kesamaan sebenarnya bukan kesatuan yang sesungguhnya. Dalam hal yang esensial memang harus ada
kesatuan, tetapi di dalam banyak aspek harus ada keragaman. Paulus mengatakan, "Tetapi kepada kita
masing-masing telah dianugerahkan kasih karunia menurut ukuran pemberian Kristus." Kata yang
digunakan disini menggambarkan suatu anugerah yang bersifat pemberian secara satu-persatu. Satu
anugerah yang diberikan pada setiap kita di mana setiap kita mendapatkan bagian satu-persatu. Ini
gambaran yang Paulus ambil dari Mat 25. Di situ ada satu pembagian tetapi setiap orang diberi secara
berbeda berdasarkan anugerah Tuhan. Kesatuan yang sesungguhnya adalah kesatuan yang berbasiskan
pertobatan dan hidup kembali kepada Tuhan Yesus, tetapi di atasnya muncul keragaman yang begitu
banyak. Kesatuan bukan hanya keseragaman tetapi juga keragaman. Gambaran terbaik di sini adalah tubuh
manusia. Kesatuan Kristen adalah kesatuan organisme dan bukan kesatuan organisasi.

Kesatuan Kristen seperti satu tubuh di mana seluruhnya mempunyai satu kesatuan yang mendasar yang
tidak dapat dipisahkan. Jadi, organ yang terpenting sekalipun tetap bukan merupakan orang secara
keseluruhan. Setiap bagian begitu beragam dan tidak dapat diganti karena mempunyai keunikan. Di sini
seluruhnya menggambarkan satu keragaman Tuhan menginginkan kesatuan anak-anak Tuhan terbentuk
dari begitu banyak keragaman sehingga setiap kita tidak akan pernah perlu melirik orang lain lalu ingin
menjadi seperti dia. Di sini kita perlu mengerti beberapa konsep yaitu:

1. Bagaimana saya turun di dalam pelayanan kesatuan sebagai orang-orang


yang beranugerah

Hal pertama yang perlu kita sadari yaitu bahwa kita adalah orang-orang yang mendapat anugerah.
Kesatuan yang sejati terjadi karena kita tahu siapa kita di hadapan Tuhan. Sadar bahwa saya bukan
independent tetapi adalah orang yang dikeluarkan dari dosa dan kembali kepada Tuhan, sadar bahwa kita
hidup berdasarkan sola gracia. Luther sadar bahwa jika ia dapat hidup hingga saat itu, maka itu adalah
anugerah Tuhan yang luar biasa. Seringkali kita jatuh di dalam konsep bahwa ini adalah hasil usahaku.
Memang secara fenomena kita dapat mengumpulkan hasil dari kerja, tetapi modalnya dari siapa? Sekalipun
kita mempunyai otak yang brilian tetapi ingat, kalau Tuhan membiarkannya selesailah semuanya kurang
dari 1 menit. Hidup kita bukan karena kita punya, hebat atau mampu tetapi potensinya dari Tuhan yaitu
anugerah yang dianugerahkan. Biarlah kunci ini menjadi dasar. Kalau kita diberi kepandaian, kekayaan dan
kekuatan itu semua dari Tuhan. Dan ketika kita sadar itu, kita semua berjuang demi kemuliaan Tuhan.
Ketika kita beragam lalu semua memperjuangkan kemuliaan Tuhan saya tidak pernah takut akan terjadi
ribut di dalam gereja. Perhatikan! Kita tidak ribut di dalam pelayanan itu bukan berarti karena kita semua
sama. Tetapi siapa yang diutamakan di dalam perbedaan, itu masalahnya.

2. Tetapi kepada kita masing-masing telah dianugerahkan kasih karunia


menurut ukuran pemberian Kristus

Efesus adalah kota yang besar dan maju sehingga mereka mungkin ambisius. Kunci kedua ini sangat
penting. Kita harus ingat bahwa kita bukan mendapat semua, tetapi diberi berdasarkan ukuran tertentu
yang Tuhan tetapkan. Dua hal yang harus menjadi sifat dasar orang Kristen di dalam aspek anugerah
adalah:

a.saya bukan mendapat semuanya oleh sebab itu kita perlu bekerja sama. Ini bukan di dalam urusan
pelayanan saja tetapi di dalam pekerjaan juga. Kita hanyalah part dan bukannya all in. Kita harus sadar
208 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

bahwa kita terbatas. Mungkin setiap orang diberi bagian yang berbeda, ada yang diberi 5 dan ada yang 2.
Yang diberi 5 akan dituntut 5 dan 2 akan dituntut 2.
b. Jangan iri kepada yang lain namun sebaliknya kita bertanggungjawab atas talenta yang Tuhan beri
kepada kita. Kita juga tidak dapat berkata bahwa kita tidak dapat berbuat apa-apa karena itu membuat kita
pindah dari ekstrem satu ke ekstrem yang lain. Ingat! setiap kita beranugerah menurut ukuran pemberian
Kristus. setiap kita terbatas, beranugerah dan bertanggung jawab untuk setiap apa yang Tuhan berikan
pada kita dan itu harus dikerjakan dan dikembalikan karena itu anugerah yang Tuhan berikan.

3. Kita harus kembali pada pusat sejati pemberi anugerah

Paulus mengatakan pemberi anugerah adalah Kristus sendiri. Salah satu bahaya pelayanan adalah seluruh
yang kita kerjakan, orientasi terakhirnya kembali kepada diri kita sendiri dan bukan kepada pemberi
anugerah. Saat kita dipuji atau dikritik, itulah ujian yang paling nyata. Kita semua satu tubuh di mana
masing-masing diberi anugerah yang seluruhnya kembali kepada Kristus pemberi anugerah. Paulus
mengatakan, "Karena itu segala sesuatu dari Allah, kepada Allah dan bagi Allah." Ini menjadi kunci pertama
hingga seluruh pelayanan dapat berjalan baik. Saya selalu mengatakan bahwa pujian yang diberikan itu
perlu karena itu sebagai sesuatu yang menguatkan. Orang yang tidak pernah dipuji tetapi dikritik terus
maka akan menjadi orang yang minder. Maka di sini bukan soal pujiannya tetapi soal orientasinya. Pdt.
Stephen Tong pernah mengingatkan satu hal yang harus saya pegang baik-baik, "Matilah terhadap pujian
dan kritik." Kalau kita bisa mati terhadap pujian dan kritik maka baru kita dapat hidup melayani dengan baik
karena orientasinya bukan di kita tetapi di Tuhan. Kalau kita mau diukur dari sudut Kristus maka dari segi
yang lain kita harus mati. Orientasi kita hidup dan melayani untuk siapa? Semua harus kita kembalikan
kepada sumber anugerah yaitu Kristus atau kita sedang mencari untuk diri kita sendiri.
Kalau kita beres dalam tiga hal ini maka kita siap untuk sama-sama bekerja untuk kerajaan Tuhan dan
bersatu secara beragam. Kita dapat menjadi hamba-hamba Tuhan yang baik dan sungguh-sungguh efektif
di tengah dunia ini.

1. Sadar anugrah yang dianugrahkan.


2. Sadar batas menurut ukuran pemberian Kristus.
3. Pusatnya bukan kita melainkan Kristus. Biarlah dengan demikian kita hidup melayani Tuhan, kudus
dan sungguh-sungguh demi kesaksian bagi orang lain dan demi kemuliaan Tuhan.

Amin!
209 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

P
Peerrttu
ummb
buuh
haan
n ttu
ubbu
uhhK
Krriis
sttu
uss
Oleh: Pdt. Sutjipto Subeno

Nats: Efesus 4:11-16

11 Dan Ialah yang memberikan baik rasul–rasul maupun nabi–nabi, baik pemberita–
pemberita Injil maupun gembala–gembala dan pengajar–pengajar,
12 untuk memperlengkapi orang–orang kudus bagi pekerjaan pelayanan, bagi pembangunan
tubuh Kristus,
13 sampai kita semua telah mencapai kesatuan iman dan pengetahuan yang benar tentang
Anak Allah, kedewasaan penuh, dan tingkat pertumbuhan yang sesuai dengan kepenuhan
Kristus,
14 sehingga kita bukan lagi anak–anak, yang diombang–ambingkan oleh rupa–rupa angin
pengajaran, oleh permainan palsu manusia dalam kelicikan mereka yang menyesatkan,
15 tetapi dengan teguh berpegang kepada kebenaran di dalam kasih kita bertumbuh di dalam
segala hal ke arah Dia, Kristus, yang adalah Kepala.
16 Dari pada–Nyalah seluruh tubuh, ––yang rapih tersusun dan diikat menjadi satu oleh
pelayanan semua bagiannya, sesuai dengan kadar pekerjaan tiap–tiap anggota––
menerima pertumbuhannya dan membangun dirinya dalam kasih.

Efesus 1-3menjadi bagian di mana Paulus menegaskan secara doktrin bagaimana orang Kristen dikeluarkan
dari dosa dan hidup baru di dalam Kristus, bagaimana Tuhan menuntut adanya satu kesatuan yang
mempertumbuhkan seluruh bangunan tubuh Kristus sebagai fungsi keberadaan daripada kerajaan Allah di
tengah dunia. Di pasal 4 kita akan melanjutkan bagian aplikasi dari surat Efesus dan melihat bagaimana
proses itu harus digarap secara konkrit di dalam hidup kita sehari-hari. Bagaimana kita harus berproses dan
bertumbuh, apa yang harus diproses dan dipertumbuhkan, dan ke mana sasaran proses kita?

Gambaran dari Efesus 4 merupakan satu proses dinamis kehidupan yang harus terus bertumbuh. Setiap
tubuh merupakan satu gambaran bagaimana tubuh itu terus bergerak dan bertumbuh sehingga kalau
tubuh itu tidak bertumbuh atau bertumbuh secara tidak tepat maka tubuh itu menjadi tubuh yang aneh.
Orang tua yang mempunyai anak yang bagian tubuhnya tidak dapat berkembang secara normal akan sedih
sekali tetapi seringkali kita tidak membayangkan hal ini juga terjadi di dalam tubuh Kristus. Banyak orang
Kristen yang seharusnya berproses dan bertumbuh namun ternyata tidak bertumbuh seperti yang
seharusnya. Di sini kita dapat melihat bagaimana Paulus dengan tegas mengutarakan beberapa aspek
dalam Ef 4 yang berkenaan dengan pertumbuhan yaitu:
210 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

1. Apa motivasi kita berproses?

Paulus di sini menekankan bahwa seluruh proses pertumbuhan kita harus dimotifasi atau didorong oleh
satu ide yang yang utama yaitu, "Bagi Dialah kemuliaan di dalam jemaat dan di dalam Kristus Yesus turun-
temurun sampai selama-lamanya." Salah satu aspek yang menyebabkan tubuh gagal berproses adalah
karena motivasi pertamanya sudah bergeser. Di dalam kita melihat pertumbuhan seseorang seringkali
orientasi kita adalah berapa banyak yang telah ia kerjakan dan apa yang ia lakukan, tetapi kita gagal untuk
melihat apa yang menjadi inti pertama pelayanannya.
Alkitab mengatakan bahwa yang utama adalah bagi kemuliaan Allah. Kemuliaan Allah harus dinyatakan di
dalam jemaat. Ketika jemaat menjadi satu wadah di mana kemuliaan Allah dapat dipancarkan, maka itulah
motivasi mengapa saya harus berproses menuju kepada satu tujuan yang Tuhan tetapkan. Kekristenan
gagal memacarkan kemuliaan Allah di dalam kehidupan kekristenannya karena justru di dalam kekristenan
sendiri motivasi ini sudah hilang. Akibatnya, kita melakukan atau memperjuangkan sesuatu demi
kepentingan diri kita sehingga kemuliaan Allah tidak dapat terpancar. Semakin motivasi kita menuju pada
kemuliaan Allah semakin kemuliaan Allah itu muncul di dalam jemaat. Saudara, Kekristenan bukan sekedar
berteori tentang iman Kristen tetapi kekristenan harus menyentuh hingga motivasi hidup kita. Apa yang
menjadi dorongan hidup Saudara menjadi dorongan mengapa Saudara mengambil keputusan tertentu,
menerima dan menolak melakukan sesuatu. Proses kehidupan iman kita dimulai dengan satu komitmen
mempunyai motivasi murni di hadapan Tuhan.

Pada saat seperti itu mari kita merefleksi diri apakah pembangunan ini seluruhnya menuju kepada satu
pembangunan tubuh Kristus ataukah di dalamnya ada keinginan-keinginan yang tersembunyi dibalik istilah-
istilah yang kelihatan bagus. Tokoh-tokoh di sepanjang Alkitab bukanlah orang sempurna yang tidak pernah
berbuat salah, dan bahkan secara fenomena mungkin kelihatan lebih jahat. Daud misalnya, kalau dilihat
dari dosanya orang seperti ini seharusnya sudah dibuang tetapi justru kepadanya Tuhan berkata, "Kepada
dia Aku berkenan." Apakah Tuhan tidak melihat dosanya? Tuhan melihat dan ia dihukum berat sekali
karena dosanya, tetapi bagaimanapun juga, dalam seluruh aspek hidupnya Daud dekat dengan Tuhan.
Begitu ditegur dia langsung balik, meratap dan sedih luar biasa karena dia tahu dia telah menyakiti hati
Tuhan. Mungkin dalam hidup kita pernah jatuh dan menyeleweng tetapi Tuhan mau melihat motivasi
murni yang muncul dari hati kita.

2. Allah telah memilih jabatan pelayanan dan orang-orang kudus yang seluruhnya
harus dipakai untuk pekerjaaan Kristus melalui pelayanan semua bagian

Tuhan menetapkan nabi, rasul, gembala, penginjil dan pengajar guna memperlengkapi orang-orang kudus,
yaitu setiap anak-anak Tuhan untuk pembangunan Tubuh Kristus. Ungkapan dalam Ef 4:11-12 ini seringkali
menimbulkan dua kesalahan besar penafsiran:

a. Adanya dua kelas dalam gereja, yaitu pendeta dan kaum awam, di mana kelas yang satu lebih penting
dari kelas yang lain. Alkitab bukan bermaksud demikian. Kelima jabatan ini menunjukkan adanya
pembagian tugas kerja di dalam satu tubuh, tetapi kita harus melihat seluruh bagian ini di dalam konteks
satu tubuh Kristus. Kita harus ingat bahwa tidak ada bagian yang lebih penting dari bagian lain.

b. Timbul satu kondisi di mana kelompok elite harus balajar baik-baik dan mengerti semua hal sedang
kelompok awam tidak perlu. Alkitab menetapkan lima jabatan tersebut justru tugasnya untuk
memperlengkapi semua orang kudus demi pekerjaan pelayanan bagi pembangunan tubuh Kristus. Di sini
211 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

dikatakan semua dan bukan sebagian! Adanya lima jabatan ini bukan berarti lima jabatan ini yang
mengerjakan semua dan tetapi mereka hanya memperlengkapi orang kudus supaya nantinya dapat
bersama-sama membangun tubuh Kristus. Perlengkapan kekristenan bukan masalah kita suka atau tidak
suka tetapi itu adalah satu keharusan yang harus kita pelajari dan gumulkan supaya kita benar-benar maju.
Mengapa orang Kristen tidak mempunyai tekad untuk mendidik anaknya di dalam memperlengkapi mereka
secara spiritual tetapi begitu merasa perlu memperlengkapi mereka secara duniawi atau sekuler? Jika
demikian, kapan kita dapat bertumbuh? Apa perlengkapan yang dapat memperlengkapi kita? Ini
merupakan satu pertanyaan serius yang harus dijawab oleh kekristenan di seluruh dunia? Apa yang
sebenarnya menjadi motivasi inti dari hidup kita? Saya rindu setiap jemaat belajar baik-baik, karena kalau
setiap orang Kristen mau sungguh-sungguh belajar itu menjadi pukulan balik bagi setiap hamba Tuhan,
sehingga seorang hamba Tuhan yang berdiri di mimbar tidak akan sembarangan dalam memberitakan
firman Tuhan serta mendorong mereka untuk memperlengkapi diri.

3. Setelah diperlengkapi maka aspek apa yang perlu digarap?

Paulus bukan sekedar mengajak kita untuk mau berproses dan diperlengkapi, tetapi ia dengan tegas
menggambarkan bagaimana perlengkapan itu dikerjakan dan diproses dalam setiap anak-anak Tuhan. Apa
dan ke mana sasarannya? Dalam ayat 13-14 dikatakan, "Sampai kita semua telah mencapai empat hal yaitu
kesatuan iman, pengetahuan yang benar tentang Anak Allah, kedewasaan penuh dan tingkat pertumbuhan
yang sesuai dengan kepenuhan Kristus sampai kita bukan lagi anak-anak yang dapat diombang-ambingkan
oleh berbagai pengajaran yang palsu dan tidak gampang dipermainkan oleh permainan manusia yang licik
serta menyesatkan.



Pertama, kita harus mengerti iman kita secara tepat, mengerti doktrin dan dasar pengajaran iman kita yang
sesungguhnya. Alkitab dengan tegas mengatakan kunci pertama bagaimana kita bertumbuh adalah tahu
pengajaran iman kristen yang sesungguhnya dan konsep pengetahuan yang benar tentang Anak Allah. Ini
bukan sekedar tahu. Dalam 2 Kor 11:4 Paulus dengan tegas mengatakan, "Sebab kamu sabar saja, jika ada
seorang datang memberitakan Yesus yang lain daripada yang telah kami beritakan, atau memberikan
kepada kamu roh yang lain daripada yang telah kamu terima atau Injil yang lain daripada yang telah kamu
terima." Mengerti bukan hanya sampai di kulit tetapi mengerti sampai ke kedalaman pengertiannya
sehingga kita bukan lagi anak-anak yang diombang-ambingkan oleh rupa-rupa angin pengajaran. Seseorang
yang mempunyai pengertian doktrin yang kokoh tidak akan mudah digoyahkan oleh berbagai macam rupa
angin pengajaran namun ia akan dapat berbicara dan menghantam balik semua pengajaran yang sesat.

Kedua, Tuhan menuntut satu pertumbuhan bukan hanya di pengertian doktrin tetapi menuntut
kedewasaan penuh dan bertumbuh sampai ke tingkat pertumbuhan yang sesuai dengan kepenuhan Kristus.
Orang Kristen yang dewasa adalah orang Kristen yang mampu mengaplikasikan iman di dalam
kehidupannya dengan kekuatan yang dari Tuhan. Menjadi orang Kristen yang benar-benar takut akan
Tuhan tidak mungkin tidak mengalami masalah, tetapi justru di situ kematangan dan kedewasaan kita
sedang diuji. Kita perlu belajar dan menjadi dewasa serta mempunyai pertumbuhan yang kuat menghadapi
permasalahan di dunia ini dengan kekuatan Tuhan. Belajar baik-baik, bertumbuh dan maju di dalam
kedewasaan imam. Kapan kita dapat memperhatikan orang lain, memberitakan injil dan mempunyai
kekuatan untuk mendobrak dunia ini kalau kita sendiri masih perlu diasuh? Mengapa kita tidak bertumbuh
dengan tubuh yang semakin hari tumbuh semakin kuat dan semakin mampu bersuara di tengah jaman
212 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

serta berkarya di tengah jaman. Itulah tubuh yang sehat, bertumbuh, utuh dan tubuh yang dapat
melakukan sesuatu. Tuhan menghendaki tubuh Kristus menjadi tubuh yang bermanfaat di dunia ini, yang
dapat berkarya dan bekerja di tengah dunia. Tubuh itulah gabungan dari setiap anak-anak Tuhan di mana
kita berada di dalamnya, menjadi bagian-bagian yang turut bekerja untuk pembangunan keseluruhan,
diikat menjadi satu, rapi tersusun untuk mengarap pekerjaan Tuhan. Tuhan menginginkan kita bertumbuh!
Saudara, saya tidak tahu seberapa jauh kita telah bertumbuh dan berapa lama Saudara telah menjadi
Krsiten, tetapi hari ini biarlah apa yang Paulus inginkan sungguh menjadi satu teriakan dan komitmen hati
kita untuk kita mau dipakai Tuhan membangun tubuh Kristus dan mau diperlengkapi, berproses serta tahu
bagaimana kriteria proses itu tercapai sehingga dengan demikian kita dapat dipakai Tuhan secara indah.

Amin!
213 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

K
Kaarru
unniia
aRRo
ohha
annii d
daan
n ttu
ujju
uaan
nnny
yaa
Oleh: Pdt. Sutjipto Subeno

Nats: Efesus 4:11-12

11 Dan Ialah yang memberikan baik rasul–rasul maupun nabi–nabi, baik pemberita–
pemberita Injil maupun gembala–gembala dan pengajar–pengajar,
12 untuk memperlengkapi orang–orang kudus bagi pekerjaan pelayanan, bagi pembangunan
tubuh Kristus,

Kemarin kita telah membicarakan bagaimana Tuhan memanggil kita bukan sekedar untuk berteologi tetapi
juga berpraktika di tengah panggilan sehingga terjadi kesatuan utuh di mana kita boleh melayani bersama-
sama membangun seluruh tubuh Kristus, rapi tersusun oleh semua bagiannya dan kita menjadi bagian di
dalamnya.



1. Strata/ tingkatan

Saudara akan melihat struktur dalam bahasa Yunani yang diterjemahkan dalam bahasa Indonesia dengan
sangat tepat yaitu menggambarkan dua kaitan antara rasul-rasul dan nabi-nabi dalam satu strata;
pemberita injil, gembala dan pengajar dalam satu strata selanjutnya. Di sini Paulus langsung mengkaitkan
dengan misi memperlengkapi orang-orang kudus untuk mengerjakan pelayanan bagi pembangunan tubuh
Kristus yang digambarkan sebagai struktur pemuridan (2 Tim 2:2). Yang pertama Paulus menggunakan kata
rasul dan nabi dan selanjutnya pemberita Injil, gembala dan pengajar. Rasul dan nabi di strata pertama
adalah untuk membangun epistemologi pelayanan. Seluruh bangunan pelayanan dipekerjakan dengan cara
Tuhan memanggil dua jabatan yaitu rasul dan nabi di mana nabi untuk membangun Perjanjian Lama sedang
rasul untuk membangun Perjanjian Baru. Keduanya itu menjadi basis seluruh kebenaran apa yang harus
dikerjakan oleh strata kedua yaitu pemberita Injil, gembala dan pengajar.

Saudara perhatikan bahwa Alkitab mencatat dengan teliti bukan nabi dan rasul, secara kronologinya
perjanjian lama dahulu lalu perjanjian baru tetapi secara teologis Perjanjian Baru menjadi iluminator
Perjanjian Lama. Rasul mengkonfirmasi apa yang di tulis oleh nabi sehingga seluruh pengertian dari depan
melihat ke belakang. Ini setara dengan yang dikatakan dalam Ef 2:20 di mana dikatakan rasul dan nabi
menjadi dasar dan Kristus menjadi batu penjurunya. Seluruh nubuat dalam perjanjian lama baru dapat kita
mengerti ketika kita melihat dalam perjanjian baru. Rasul membuka pengertian dari apa yang di tulis di
dalam perjanjian lama. Dua bagian ini, Perjanjian baru dan perjanjian lama menjadi konfirmasi daripada
basis epistemologi atau titik kebenaran seluruh tugas pekerjaan pembagunan tubuh Kristus. Seperti halnya
orang yang membangun rumah, ahli bangunan akan membuat suatu rancangan sehingga seluruh pekerjaan
214 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

yang akan dikerjakan harus cocok berdasarkan prinsip rancangan pertama. Hal yang sama juga terjadi di
dalam kita melayani, apa basis dasar kita melayani?

2. Jabatan dan fungsi.

Di sini kita mulai melihat adanya dua tugas yang berbeda antara panggilan jabatan dengan fungsi. Hal ini
menjadi sulit dimengerti karena setiap kita telah dididik dengan konsep struktur organisasi fersi sekuler
sehingga setiap bagian menjadi terkunci di wilayahnya masing-masing. Tetapi Alkitab mengatakan bahwa
kita adalah satu organisme yang mempunyai jabatan tetapi meluas di dalam fungsi. Ketika kita menjadi
gembala kita diperlengkapi namun fungsi kita jauh lebih luas daripada wilayah jabatan kita. Paulus
mengatakan kamu merupakan bagian dari tubuh di mana satu bagian tubuh tidak mungkin lepas dari
semua bagian tubuh yang lain. Satu bagian merupakan keseluruhan daripada tubuh di mana ia adalah
bagian tubuh dan sekaligus adalah tubuh.

3. Motif daripada seluruh panggilan jabatan adalah untuk membangun tubuh Kristus

Apakah jabatan merupakan sesuatu yang ditempelkan pada diri saya supaya saya mempunyai pengaruh
yang lebih luas dan dapat menciptakan kesombongan bagi diri saya ataukah justru jabatan tersebut
menuntut kualifikasi untuk saudara mengarap dan mempertanggungjawabkan jabatan tersebut di hadapan
Tuhan? Dalam Ef 4 dikatakan bahwa rasul, nabi, pemberita Injil, gembala dan pengajar adalah untuk
memperlengkapi orang-orang kudus yang mana jabatan tersebut berkaitan dengan tugas gereja namun
setiap orang Kristen mempunyai jabatan yang di luar dari gereja. Mungkin anda menjadi pimpinan suatu
perusahaan, ibu rumah tangga atau bahkan mungkin sebagai mahasiswa. Dengan kata lain setiap jabatan
ada tuntutan kualitas dan pengujian yang bertanggungjawab di hadapan Tuhan. Pdt. Stephen Tong pernah
mengkritik dengan keras orang-orang yang mau mempunyai jabatan tetapi tidak bertanggungjawab
masalah perlengkapan. Guna menjadi seorang Sarjana Hukum atau lainnya saudara dituntut kualitas yang
besar tetapi memjadi hamba Tuhan tidak mau diperlengkapi cukup supaya menjadi hamba Tuhan yang
berkualitas. Buat saya justru menjadi satu kegentaran luar biasa mempunyai jabatan sebagai pendeta
karena berarti saya harus bertanggungjawab penuh untuk jabatan yang saya sandang karena setiap kali
saya harus mengevaluasi layakkah saya menyandang jabatan tersebut.

Strata kedua bukan dimulai oleh pendeta tetapi dengan pemberita Injil. Tugas evangelist adalah tugas yang
pertama yang sangat penting di dalam jabatan strata kedua. Karena kalau tidak ada penginjil memberitakan
Injil maka tidak ada domba yang akan digembalakan. Seorang anak Tuhan dapat memberitakan Injil dengan
baik adalah karena ada orang-orang yang dipakai oleh Tuhan mengajar, memberi contoh, melakukan
teladan dan memulai pekerjaan penginjilan. Tidak semua orang mempunyai talenta yang sedemikian hebat
menjadi pemberita Injil karena secara jabatan ia harus mempunyai perlengkapan yang unik yaitu

a. Ia harus mempunyai pengertian theologis yang benar dan mampu memberikan pada jemaat prinsip-
prinsip pemberita, mendorong dan memperlengkapi untuk boleh memberitakan Injil.

b. Mereka harus mempunyai kemampuan komunikasi, bahasa dan budaya yang baik karena ketika
memberitakan Injil kita harus berhadapan dengan orang yang mempunyai budaya, pemikiran tertentu dan
ia harus mempunyai konsep yang mampu menangkap konsep orang yang berbicara dengannya serta
kemampuan adaptasi yang baik dan kekuatan untuk berani menembus situasi. Ini bukan hal yang
sederhana, pendidikan-pendidikan penginjilan yang melatih hamba Tuhan untuk tugas penginjilan, menjadi
215 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

pemimpin KKR, menjadi misionari yang masuk ke lintas budaya dan orang-orang yang mendorong
penginjilan di dalam gereja-gereja merupakan orang yang Tuhan panggil khusus.

Setelah terdapat orang-orang yang bertobat maka terdapat dua jabatan yang berkaitan satu dengan yang
lain karena seorang gembala bagaimanapun juga dia adalah seorang pengajar dan demikian pula
sebaliknya. Tetapi bagaimanapun juga tugas ini tetap dapat dipisahkan karena terdapat intensitas yang
sedikit berbeda. Dalam tugas seorang gembala lebih banyak ke bidang pastoral seperti konseling,
memperhatikan kehidupannya dsb., sedangkan seorang pengajar lebih memperhatikan ke bidang
akademis, pengertian konsep dan pengajaran teorinya. Sehingga di sini antara gembala dan pengajar
dikaitkan satu dengan yang lain dengan lebih baik di mana tugas antara gembala dan pengajar adalah
mengedifikasi, memelihara dan mempertumbuhkan jemaat dan akhirnya mereka dapat dipakai Tuhan
menjadi alat Tuhan dalam pekerjaan pelayanan pembangunan tubuh Kristus.

Selanjutnya, di mana posisi kita? Setiap kali Tuhan memberikan jabatan mari kita bertanya seberapa jauh
kita bertanggung jawab untuk jabatan yang Tuhan sudah berikan dan bagaimana itu menjadi jabatan yang
akhirnya dapat memperlengkapi pembangunan tubuh Kristus. Saya harap kita bertobat dan mengerti apa
yang Tuhan mau serta tahu seberapa luas fungsi yang Tuhan percayakan kepada kita. Saudara kalau
mengerti ini maka saudara tidak akan sembarangan di dalam memegang jabatan dan tahu bagaimana
memberikan satu pertanggungjawaban. Bagaimana fungsi menuntut satu pekerjaan bersama baru dengan
demikian seluruh tubuh dibangun bersama, terkoordinasi dengan rapi dan setelah itu semua pekerjaan
Tuhan dapat dibangun tanpa mengalami halangan. Seluruh sistem gerakan dapat terjadi karena kita tahu
sistem organisme yang berjalan seperti Alkitab mau. Tahu posisi tetapi juga tahu fungsi. Tahu posisi
membuat kita tidak mengacak-acak posisi orang tetapi tahu fungsi membuat kita tidak menutup mata
terhadap orang lain. Ini dua hal yang harus secara paradoksikal dikerjakan. Maukah kita berjalan seperti ini?
Rela mengubah kerja dan konsep epistemologi kerja sehingga kita dapat dipakai Tuhan secara meluas dan
bagaimana Tuhan menyertai kita dengan kuasa untuk dapat mengarap serta tahu apa artinya tubuh Kristus
di mana Kristus menjadi kepala.

Amin!
216 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

P
Paarra
addo
okks
soorrd
dood
daan
nkke
essa
attu
uaan
n
Oleh: Pdt. Sutjipto Subeno

Nats: Efesus 4:16-19

16 Dari pada–Nyalah seluruh tubuh, ––yang rapih tersusun dan diikat menjadi satu oleh
pelayanan semua bagiannya, sesuai dengan kadar pekerjaan tiap–tiap anggota––
menerima pertumbuhannya dan membangun dirinya dalam kasih.
17 Sebab itu kukatakan dan kutegaskan ini kepadamu di dalam Tuhan: Jangan hidup lagi
sama seperti orang–orang yang tidak mengenal Allah dengan pikirannya yang sia–sia
18 dan pengertiannya yang gelap, jauh dari hidup persekutuan dengan Allah, karena
kebodohan yang ada di dalam mereka dan karena kedegilan hati mereka.
19 Perasaan mereka telah tumpul, sehingga mereka menyerahkan diri kepada hawa nafsu
dan mengerjakan dengan serakah segala macam kecemaran.

Saudara, pada saat ini kita kembali masuk dalam pembahasan Efesus di mana di akhir pasal 4:16 kita melihat
seluruh konteks masuk kepada klimaks apa yang sebenarnya menjadi tujuan terakhir yang diharapkan di
dalam pengertian konsep eklesia atau gereja yang Tuhan inginkan. Paulus menggunakan satu gambaran
yang bagi saya begitu indah di mana ia menjelaskan apa yang dimaksud dengan eklesia atau ekkaleo (ek:
keluar; kaleo: to call/memanggil) yaitu orang-orang yang dipanggil keluar. Mengapa demikian? Karena gereja
pada hakekatnya merupakan sekelompok orang yang dipanggil keluar, disusun secara rapi lalu dikirim
kembali kepada dunia untuk mengerjakan pekerjaan Tuhan. Hal ini sangat konsisten dengan doa Tuhan
Yesus dalam Yoh 17. Di mana Ia berdoa kepada Bapa, “… ketika Engkau memanggil mereka Engkau tidak
mencabut mereka dan tidak menarik mereka kembali ke surga tetapi Engkau justru mengirim mereka
kembali ke tengah dunia ini. Sama seperti Engkau mengutus Aku, Aku juga mengutus mereka.” Ini
merupakan kalimat di mana Tuhan Yesus memberikan penjelasan yang begitu tegas yang menyatakan
bahwa setiap panggilan Kristen adalah panggilan untuk bekerja dan melayani Tuhan, mengarap pekerjaan
yang Tuhan inginkan untuk kita kerjakan.

Saudara, ketika kita mengerti ini maka baru Paulus menegaskan secara konseptual bagaimana pekerjaan itu
digarap. Selama kita membahas pasal 4:1-16, kita sudah melihat satu-persatu tentang prinsip karunia Roh
Kudus bagaimana Tuhan mengabungkan semua bagiannya menjadi satu tubuh di mana setiap bagian
menjadi bagian-bagian di dalam satu tubuh yang akhirnya mencapai keseluruhan daripada misi pekerjaan
Tuhan. Satu tubuh bukan berarti sama tetapi juga bukanlah merupakan keperbedaan yang begitu terlepas
satu sama lain. Post Modernism saat ini telah menerpa gereja Tuhan dengan satu istilah yang kita kenal
dengan ‘jejaring’ atau ‘networking.’ Networking merupakan satu gambaran kaitan satu dengan satu yang
saling berhubungan satu sama lain. Dalam networking tidak ada ordo atau urutan atas ke bawah tetapi
kebersamaan dan kesejajaran. Satu keberadaan yang tidak mempunyai otoritas lain selain diri kita yang
berhubungan di dalam satu kaitan kesejajaran dengan yang lain. Maka dengan semangat ini seluruh garis
217 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

otoritas sedang dibuang oleh dunia kita dan ini adalah satu bahaya besar. Hari ini rumah menjadi tempat di
mana filsafat sedang dikembangkan dan menjadi pola relasi kita di dunia. Kalau pada jaman ini kekristenan
tidak memberikan satu model dalam satu bentuk kehidupan konkrit yang sangat sesuai dengan iman
kristen maka kita akan rentan dan rapuh untuk diterpa dengan semangat filsafat dunia.

Paulus mengajarkan di dalam bagian ini yaitu biarlah setiap orang berada di dalam garis otoritas yang tepat
lalu bernetwork dalam otoritas yang tepat. Ini satu pola berpikir paradoks yang harus mulai digarap di
dalam rumah tangga, gereja, persekutuan kita dan di semua tempat yang memungkinkan kita mengambil
satu kebijaksanaan untuk satu pembentukan relasi yang akan menjadi contoh bagi dunia. Paulus
mengatakan, “Biarlah semua bagian rapi tersusun.” Yang di dalamnya mengandung unsur:

1. Unsur Ordo atau urutan atas ke bawah

Unsur ordo di sini ditegaskan bahwa pada urutan paling atas adalah Kristus sebagai kepala di dalam seluruh
ordo yang kita kerjakan. Hari ini berapa banyak kasus keterbalikan ordo dalam rumah tangga. Kalau di
dalam satu keluarga di mana keluarga kita sudah tidak beres maka dampaknya terlalu besar dan kalau
terjadi seperti itu maka jangan salahkan, kalau itu mulai dari kepala keluarga dan struktur rumah tangga
yang sudah tidak dapat berjalan secara tepat. Sama halnya juga kalau dalam gereja strukturnya terbalik di
mana yang seharusnya Tuhan sebagai pimpinan gereja lalu para hamba Tuhan yang belajar teologi yang
menjadi pimpinan gereja, penatua, diaken, pengurus komisi, aktivis gereja dan baru jemaat. Ini merupakan
ordo yang disusun rapi. Namun sekarang gereja dikelola tidak lebih dari sebuah P.T. sehingga menjadi gereja
yang materialis dan kehilangan injil karena gereja tidak lagi memikirkan kebenaran, gagal mengarah kepada
misi dan gereja tidak berani berkorban di tengah dunia.

2. Networking.

Diikat menjadi satu oleh pelayanan semua bagiannya, tiap-tiap anggotanya menerima pertumbuhannya
dan membangun dirinya dalam kasih. Satu kaitan kebersamaan di mana setiap unsur di dalam ordo itu
terikat menjadi satu oleh semua bagiannya. Mengapa seringkali ketika menjalankan otoritas pada saat yang
sama relasi antar bagian menjadi tidak dapat berjalan dengan baik. Ini merupakan satu pertanyaan serius!
Banyak keluarga yang mulai memikirkan order lalu pada saat yang sama hubungan antar keluarga menjadi
sangat mekanis, otoriter, diktator dan sangat menekankan kekuasaan serta penekanan. Tetapi Alkitab
mengatakan, biarlah semua bagian saling mengikat satu sama lain seluruhnya menjadi satu keutuhan di
mana setiap bagian mengambil bagian dan semuanya akhirnya mengarap bersama-sama. Berarti di dalam
bagian ini di satu pihak adanya order dan di lain pihak adanya kesamaan kebersamaan. Maka seharusnya
bagaimana order tersebut dijalankan, dibangun dan digarap di dalam suasana kasih.




1. Pikirannya sia-sia.

2. Pengertiannya yang gelap atau seluruh konsepnya rusak.

3. Jauh dari hidup persekutuan dengan Allah atau relasinya rusak sehingga efeknya mereka akan
menjadi bodoh secara otak dan kehidupan mereka akan menjadi degil. Akibatnya perasaan mereka menjadi
218 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

tumpul, sehingga mereka menyerahkan diri kepada hawa nafsu atau cara hidup yang rusak dan
mengerjakan dengan serakah segala macam kecemaran.

Saudara, waktu Paulus mulai melihat ayat 16, ia sampai di klimaks memaparkan gereja Tuhan harus kembali
kepada esensi yang seharusnya berarti setiap kita harus mengevaluasi dan melihat kembali, sudahkah kita
bersekutu menjadi satu gereja. Urgensi ini menuntut satu kalimat selanjutnya yaitu “Sebab itu kukatakan
dan kutegaskan …” istilah dua kata dalam bahasa Indonesia ini saya rasa dibuat ringan supaya tidak terlalu
tajam dan orang yang membaca merasa tidak enak. Kata sebab itu kukatakan sebenarnya merupakan satu
pernyataan yang mengandung satu kenyataan yang dibukakan. Jadi waktu saya mengatakan, itu bukanlah
perkataan mulut tetapi pernyataan yang cocok dengan yang saya saksikan. Sedangkan kata saya
menegaskan kepadamu, Paulus mau menceritakan bahwa kekristenan hidup mulai dari saat seseorang
berubah di dalam pengertiannya tentang Tuhan dan hal itu juga mengubah seluruh cara hidupnya.

Paulus adalah seorang yang sebelumnya begitu giat membunuh dan menganiaya anak-anak Tuhan serta
memegahkan dirinya sendiri. Dalam semangat mengejar orang Kristen Paulus sangat gigih karena buat
orang Yahudi berjasa dan mendapatkan nilai lebih bagi prestasi dia di dalam perjuangan agama Yahudi. Itu
alasannya mengapa Paulus setelah bertobat pertama-tama yang dia kerjakan adalah mengubah namanya
menjadi Paulus yang artinya si kecil yang langsung mengingatkan dia bahwa ia telah berubah.

Kalau kita mengevaluasi, sebenarnya apa yang mengisi dan menguasai pikiran dan hidup kita sehingga kita
mengabdikan hidup kita untuk apa yang kita kejar? Benarkah itu yang Tuhan mau? Benarkah kita sedang
memperjuangkan kebenaran atau kita sedang memperjuangkan keegoisan kita? Dalam Kis. 20 Paulus
mengatakan, “Aku tidak menghiraukan nyawaku sedikitpun asal saja aku dapat mencapai garis akhir
menyelesaikan pelayanan yang ditugaskan Tuhan Yesus kepadaku untuk memberitakan Injil kasih karunia
Allah.” Itulah visinya yang mengisi dan menguasai pikirannya di mana ambisi menyelesaikan pekerjaan
Tuhan yang dibebankan kepadanya untuk diselesaikan.

Seringkali kita mudah sekali mengkritik orang tetapi begitu sulit melihat diri kita sendiri. Saya ingin
mengajak kita untuk belajar berkata pada diri kita dengan perkataan yang ditunjang dengan fakta hidup
kita. Itu memang tidak mudah tetapi kita mau untuk di proses. Mulai dengan merubah diri kita sendiri
dengan satu komitmen untuk mau hidup diubah oleh Tuhan. Kuasa perubahan itu mulai dari Roh Kudus.
Dalam Ef 4:30 dikatakan, “Dan janganlah kamu mendukakan Roh Kudus Allah yang telah memeteraikan
kamu menjelang hari penyelamatan.” Kalau kita merelakan diri diubah maka baru unsur kedua dapat
terjadi yaitu dalam kalimat kedua Paulus mengatakan aku memerintahkan kepadamu dan bukan sekedar
menegaskan. Di dalam kalimat tersebut dikatakan, “I am insisted,” yang berarti saya minta dengan serius
dan tuntut kamu untuk berubah. Kuasa tuntutan perubahan dapat terjadi ketika kita berubah dan dibentuk
maka kuasa itu menjadi kuasa yang besar untuk membuat orang lain berhak kita tuntut untuk berubah.
Kalau kita sendiri tidak berubah maka kita tidak mempunyai kuasa untuk mengajak orang lain berubah.

Ini merupakan aspek kedua yaitu berani berkata kepada orang lain yang menjadi resiko menghantam balik
kepada diri kita. Kita belajar dituntut untuk menuntut dan pada saat yang sama kita sedang dituntut untuk
menuntut diri. Ini dua hal yang Paulus kerjakan menjadi asumsi perubahan hidup. Saat kita melayani di situ
ada double tuntutan di mana orang lain akan merasakan adanya penekanan dari kita dan waktu itu orang
lain akan melihat kita sehingga kita dapat mawas diri lebih hati-hati hidup. Daripada kalau kita tidak
melayani maka kita akan lebih mudah jatuh karena pada saat yang sama tidak ada risiko dan tuntutan balik
yang mental ke kita. Ini yang saya harapkan dari kita. Tuhan mengajak, waktu kita saling melayani terjadi
219 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

satu timbal balik dna ikatan yang saling mengisi satu sama lain sehingga di saat itu kita dapat saling
menuntut dan saling dituntut. Paulus mengajak kita dua unsur ini harus digabung dan digarap di dalam diri
kita. Di tengah-tengah Indonesia ini masih terdapat 25.000 suku di Indonesia yang belum pernah kenal injil.
Salah aspek pertanyaan misi adalah bagaimana kesaksian hidup orang Kristen. Mari saudara, Tuhan pakai
kita untuk boleh dipakai Tuhan di tengah jaman ini. Mari kita mulai mengarap, Paulus mulai mengajak kita
masuk dalam pasal 4 bahwa kekristenan bukan satu teori tetapi suatu aplikasi praktis yang harus hidup
mengubah mulai dari diri kita, kita mempuyai komitmen mau dibentuk dan diubah seperti apa yang Tuhan
inginkan. Sehingga Tuhan dapat pakai kita untuk melayani dalam seluruh misi yang Tuhan inginkan untuk
kita kerjakan. Mau saudara?

Amin!
220 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

M
Maan
nuus
siia
aLLa
amma
a
Oleh: Pdt. Sutjipto Subeno

Nats: Efesus 4:17-19

17 Sebab itu kukatakan dan kutegaskan ini kepadamu di dalam Tuhan: Jangan hidup lagi
sama seperti orang–orang yang tidak mengenal Allah dengan pikirannya yang sia–sia
18 dan pengertiannya yang gelap, jauh dari hidup persekutuan dengan Allah, karena
kebodohan yang ada di dalam mereka dan karena kedegilan hati mereka.
19 Perasaan mereka telah tumpul, sehingga mereka menyerahkan diri kepada hawa nafsu
dan mengerjakan dengan serakah segala macam kecemaran.

Minggu lalu kita sudah berbicara satu kalimat klimaks yang besar yakni, "Sebab itu kukatakan dan
kutegaskan," di mana jika kita menajamkan kata "kukatakan" dan "kutegaskan" ini, maka kata-katanya akan
menjadi "kusaksikan" dan "kuperintahkan". Sebab yang dikatakan Paulus di sini bukan sekedar mengatakan
tetapi didukung oleh kesaksian hidupnya dan itulah sebabnya suatu kuasa yang besar menyertai
perkataannya. Setelah menyaksikannya, Paulus kemudian melanjutkan, "Kuperintahkan." Perintah ini
sedemikian serius di mana dikatakan "Jangan hidup lagi sama seperti orang-orang yang tidak mengenal
Allah." Maka, harus ada perbedaan yang sangat kontras yang bisa dilihat antara orang yang berada di luar
Kristus dengan orang-orang Kristen yang hidup di dalam Kristus, yakni bahwa orang-orang dunia memiliki:

1. Pikiran yang sia-sia,


2. Pengertian yang gelap, dan

3. Persekutuan yang jauh dengan Allah. Selanjutnya, Paulus menyebutkan alasan yang sangat tajam
dibalik ketiga ciri di atas yaitu: kebodohan dan kedegilan hati mereka. Jika kita hidup (cara, konsep, prinsip dan
nilai hidup) sama seperti dunia ini hidup, maka Kekristenan sama sekali tidak memiliki nilai lebih apapun
karena kekristenan semacam ini hanya berada di kulitnya Kekristenan saja. Paulus tidak membicarakan
kekristenan yang seperti ini tetapi ia masuk ke dalam esensi Kekristenan itu seperti apa.
Mengapa banyak orang Kristen yang tidak terlalu suka dengan filsafat? Di dalam filsafat memang terdapat
banyak istilah dan teori-teori filsafat, tetapi itu bukanlah esensinya. Dari kata aslinya saja kita dapat melihat
bahwa filsafat (dari kata phileo= mencintai, sophia=bijaksana) adalah mencintai bijaksana. Maka, jika kita memang
benar-benar manusia yang sejati, mestinya kita seorang filsuf, seorang yang mencintai bijaksana. Saya rasa
tidak ada orang yang tidak mau menjadi orang yang bijaksana. Pertanyaannya adalah bijaksana itu apa?
Bagi Pdt. Stephen Tong bijaksana adalah bijak yang berasal dari sana (dari atas, dari Tuhan), bukan dari sini
(dari diri manusia sendiri). Sedangkan, dalam filsafat masalah utamanya adalah lebih banyak "bijaksini"-nya
daripada "bijaksana"-nya.
Apakah bijaksana itu? Dalam filsafat, bijaksana adalah penggabungan dari bidang-bidang seperti
kebenaran, keadilan, moral, estetika (keindahan) dan kesucian secara utuh. Orang yang bijak adalah orang
yang dalam mengambil keputusan sudah mempertimbangkan semua segi dengan tepat. Ini dimengerti oleh
221 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

para filsuf, tetapi pada saat yang sama mereka gagal masuk ke dalam bijaksana yang Sejati, gagal
mendapatkan kebenaran yang sejati secara tepat. Inilah kebodohan; bukannya kebodohan secara
intelektual. Maka, jika tahu bahwa diri kita bodoh, yang harus ditanyakan adalah di mana letak kebodohan
kita dan mengapa kita bodoh?

Mengapa seseorang menjadi bodoh? Karena pikirannya sia-sia, pengertiannya gelap dan persekutuannya
jauh dengan Allah. Di mana letak kebodohannya? Letaknya adalah:

1. Dia tidak memiliki standar dalam menilai sesuatu

Jika kita tidak punya fondasi yang cukup untuk menguji sesuatu hal, maka ketika kita menerima informasi
yang terlalu banyak tentang sesuatu itu, justru akan mencelakakan kita. Seseorang ketika ingin
menjalankan sesuatu, ia harus memiliki dasar pijak yang tepat dan itu hanya satu yaitu kembali kepada
Kristus. Kunci jawaban ini berada dalam kalimat pendek di Ef 4:20, "Tetapi kamu bukan demikian. Kamu
telah belajar mengenal Kristus." Maka jelas bahwa Kristuslah yang menjadi standar nilai; kebenaranlah yang
menjadi standar penilai.

2. Salah dalam prosesnya

Informasi jangan ditangkap sebagai informasi, sebab itu akan menjebak kita ke dalam suatu fenomena
tanpa mengerti esensinya. Informasi hanyalah cetusan luar yang di belakangnya terdapat motivasi
informasi. Ketika seseorang menyampaikan informasi (misalnya dalam masmedia), yang disampaikan itu
bukanlah informasi objektif, dan tidak pernah ada informasi yang obyektif. Ketika mendengar informasi,
kita harus menguji apa yang ada di belakang informasi itu (alasannya) baru kemudian kita dapat
mencermatinya. Jangan hanya mendengarkan informasinya saja, tetapi tangkaplah motif di belakang
informasi. Be a wise man.

Kita sebenarnya adalah orang yang mengerti fenomena atau mengerti esensi? Sangat kasihan orang yang
hanya berhenti dalam fenomena tetapi itulah dunia kita. Mereka kalau kita ajak bicara esensi akan menolak
dan waktu lebih dalam kita tanya maka mereka akan marah. Itulah keadaan yang sekarang kita alami
sehingga kita sulit berbincang dengan mereka karena akan berhadapan dengan benteng yang begitu kokoh
yang menampilkan luarnya dan tidak mau membuka apa yang ada di belakang. Kita sedang dibawa pada
satu virtual world (dunia semu), kita sedang dibawa pada satu topeng-topeng yang sedang menghindar
daripada keoriginalitasannya sendiri. Kalau kita masuk dalam situasi itu maka kita hanya menambah
kebodohan dunia ini, mari kita mulai berubah.

3. Pengambilan keputusan yang salah

Waktu kita menjadi seorang yang bijak maka kita tidak akan gegabah sebab satu keputusan yang penting
kita pertimbangkan secara two decision, bukan satu aspek saja tetapi juga aspek lawannya. Contohnya
waktu seorang memutuskan memilih komputer A, apakah ia mempunyai argumen yang cukup untuk
menjatuhkan argumen yang lain? Ini yang tidak pernah ditanyakan! Saat kita menginjili seseorang seringkali
keluar kalimat tidak enak menjadi orang Kristen karena banyak larangan (tidak boleh berbohong, dan lain-lain)
tetapi jikalau kamu menolak Tuhan Yesus maka itu juga mengandung resiko yang besar. Ini yang tidak
pernah kita dipikirkan. Apakah benar pilihan tersebut lebih baik dari pilihan lainnya sehingga saya
memilihnya? Ini merupakan pertanyaan dua sisi.

Saudara, di dalam hidup kekristenan kita seringkali menjadi orang bodoh karena waktu mengambil
keputusan ternyata hanya satu sisi saja. Bodoh di sini bukan karena IQ kita rendah tetapi karena bodoh
222 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

tidak kembali kepada kebenaran dan hidup dengan cara dunia. Jadi waktu Paulus berkata, "Kau mempunyai
pikiran yang bodoh itu akibatnya membuat pikiranmu menjadi sia-sia, pengertiannmu menjadi gelap,
relasimu dengan Tuhan menjadi begitu jauh." Ini kalimat yang dibukakan oleh Paulus dan manusia benci
mendengar kalimat ini tetapi itulah faktanya. Dan ketika manusia tidak mau menerima realita, itu
merupakan kebodohan yang real. Kalau kita bodoh dan sadar akan hal itu berarti masih ada pengharapan
tetapi yang sulit kalau kebodohan itu membuat hati kita degil atau mengeras. Dalam istilah medis hati yang
mengeras dinamakan sirosis (mengeras seperti batu). Waktu kita mengerti dan sadar kalau bodoh, itu
sebenarnya membuat kita keluar dari kebodohan tetapi kalau kita mengeraskan hati maka hati kita akan
degil dan tidak mempunyai harapan. Alkitab terus-menerus berbicara tentang hal ini, hati yang degil
merupakan kondisi yang sangat fatal. Saat kita sedang mengkukuhkan diri kita, kita tidak mau diubah dan
diproses maka pada saat itu kita sedang diproses untuk menuju kerusakan. Setiap kita hidup harus
berproses maju dan berubah semakin baik dari kebodohan menuju bijaksana sejati dan pada saat itu kita
sedang bertumbuh tetapi orang yang tidak mau diproses, ketika sedang mengalami sesuatu ia tidak
mengevaluasi atau berubah tetapi mengharapkan orang lain berubah.

Saya selalu mengatakan di dalam relasi suami istri harus dua belah pihak mau diproses dan diubah, kalau
relasi suami isteri mulai dengan menuntut itu berarti satu kefatalan keadaan seperti bom yang suatu saat
akan meledak. Pada saat manusia bukan lagi bodoh tetapi sudah mencapai katagori kedua, ‘degil’ maka itu
saatnya ia sudah tidak ada harapan lagi dan inilah fakta dunia kita. Mengapa orang dunia bicara
postmodern begitu ngotot, memaksa orang untuk mengikutinya tetapi ketika kita tuntut balik ia tidak mau
berubah? Di sini suatu persoalan yang serius, kadangkala dunia kita mencoba untuk memformat menurut
kedegilan hati mereka dan kekristenan gagal memberikan warna dengan satu level yang lebih tinggi karena
mengikuti pola mereka. Kita tidak mau diproses maju di atas mereka, untuk hidup berdasarkan Kristus,
kembali mengakar di dalam Kristus dan hidup di dalam ketaatan kepada Kristus. Paulus berkata, dunia
bukan saja bodoh tetapi sudah menjadi degil dan ini keadaan yang mengerikan.

Dalam Yeh 36:26-27 hati yang keras dikontraskan dengan hati yang taat. Dengan kalimat ini Tuhan mau ingin
membukakan pada umat Israel, jikalau hati mereka mengeras maka sudah tidak dapat diproses lagi dan
mereka sudah mencapai satu kondisi yang disebut harden heart (hati yang membatu). Kita mengkukuhkan
diri kita, menganggap kita adalah kebenaran mutlak dan kebodohan itu ketika dimutlakkan, di situlah akan
mendatangkan kematian bagi kita. Waktu Tuhan memberikan pada kita hati dan roh yang baru adalah
supaya kita dapat kembali berpegang pada ketaatan perintah Tuhan dan hidup kita diperbaharui di dalam
kehidupan praktis. Saudara, iman Kristen bukan berdiri berdasarkan teori tetapi harus mengubah hidup kita
dan terjadinya proses pembentukan terus-menerus dalam hidup kita. Kalau untuk hal duniawi kita cepat
sadar periksa tetapi kalau kerohanian kita mengalami sirosis kita tidak cepat sadar dan tidak ada keinginan
untuk berproses terus dalam hidup kita.

Mari kita uji, karena yang tahu pasti adalah diri kita sendiri dan Tuhan dan itu adalah waktu untuk kita
mengevaluasi. Seberapa jauh kita mempunyai standar hidup dalam Kristus, mempertimbangkan sesuatu
dan waktu mengambil keputusan di dalam ketaatan kepada Tuhan? Mari kita bertanya pada diri kita, apa
yang akan kita kerjakan dan putuskan, dengan demikian kita boleh bertumbuh. Tuhan menginginkan kita
boleh berubah jauh, tidak menjadi serupa dengan dunia lagi. Sebab kita tidak demikian, karena kita sudah
belajar mengenali Kristus. Saudara, biarlah ini menjadi kunci hidup, keinginan dan tekad kita, barulah
dengan demikian kita diubah Tuhan. Mau saudara?

Amin!
223 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

H
Hiid
duup
pbbe
errb
beed
daa
Oleh: Pdt. Sutjipto Subeno

Nats: Efesus 4:20-24

20 Tetapi kamu bukan demikian. Kamu telah belajar mengenal Kristus.


21 Karena kamu telah mendengar tentang Dia dan menerima pengajaran di dalam Dia
menurut kebenaran yang nyata dalam Yesus,
22 yaitu bahwa kamu, berhubung dengan kehidupan kamu yang dahulu, harus
menanggalkan manusia lama, yang menemui kebinasaannya oleh nafsunya yang
menyesatkan,
23 supaya kamu dibaharui di dalam roh dan pikiranmu,
24 dan mengenakan manusia baru, yang telah diciptakan menurut kehendak Allah di dalam
kebenaran dan kekudusan yang sesungguhnya.

Dua minggu lalu saya sudah menekankan bahwa kehidupan manusia lama adalah satu kehidupan yang
begitu bodoh dan degil dalam arti gagal mengerti dan menangkap kebenaran firman Tuhan, karena kita
begitu mengkukuhkan diri untuk berpegang pada pikiran kita sendiri sehingga pikiran kita yang salah tidak
dapat diperbaiki dan tidak mampu untuk menerobos serta mengerti esensi kebenaran. Waktu Paulus
berkata demikian, ia bukan sekedar berbicara tetapi merupakan refleksi daripada hidupnya sendiri. Ia
mengatakan bahwa ia adalah orang yang begitu bodoh sebelum percaya. Puji Tuhan, Tuhan tidak
membiarkan kita tanpa harapan dan dalam ayat 20 dikatakan, "Tetapi kamu bukan demikian. Kamu telah
belajar mengenal Kristus." Itu merupakan ayat pendek yang menjadi titik balik yang Paulus ingin tekankan
dan merupakan standar penjelasan yang ia pakai menjadi pijakan untuk membahas seluruh pasal 4 mulai
dari ayat 20 hingga pasal 5. Di sinilah satu inti kehidupan kekristenan.

Kekristenan adalah orang-orang yang mempunyai keunikan hidup yang dapat menjadikan kita terlihat,
dimengerti dan secara realistik berbeda daripada format dunia. Dalam ayat aslinya hanya menggunakan
kalimat pendek yaitu, "Engkau tidak sama," yang berarti lebih menekankan ke bentuk plural yang
menggambarkan satu persekutuan anak-anak Tuhan. Berarti ini penekanannya bukan sekedar keadaan luar
saja tetapi secara esensi atau pribadi, kita berbeda. Sehingga di sini timbul pertanyaan yang harus terlontar
kepada setiap kita: Apa yang membuat orang Kristen berbeda, dari mananya yang beda dan bagaimana
akhirnya saya dapat mencapai keperbedaan tersebut? Tetapi sebelum kita masuk kepada keperbedaan
yang sedemikian, pertama saya ingin menanyakan pertanyaan instrospeksi yang justru mundur dari tiga
pertanyaan di atas: Mengapa kita menjadi orang Kristen tidak berbeda? Kita harus sungguh-sungguh
mempertanyakan pernyataan Paulus dalam ayat 20. Satu kalimat yang keras sebagai instrospeksi bahwa
kita berbeda. Kalimat itu sulit keluar dari mulut kita karena faktanya orang dunia tidak pernah melihat saya
berbeda. Apa yang mereka kerjakan saya juga kerjakan, pikiran, hidup dan semuanya sama. Di manakah
letak permasalahannya? Ini satu pergumulan serius yang seringkali harus menjadikan kita menguji kembali
diri kita pribadi. Dalam hal ini tidak ada satu orang di dunia yang dapat mengubah kita secara esensial
224 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

(antara saya dengan Tuhan dan tidak ada orang lain).


Mungkin ada orang yang dipaksa tetapi itu tidak pernah
menjadikan dirinya benar-benar berubah karena itu hanya merupakan cetusan mulut yang ketakutan dan
itu justru membuat kita benci.
Waktu kita belajar Kristus dalam bahasa Indonesia sudah diekstensi dengan kalimat yang lebih panjang
sehingga kita lebih jelas yaitu, "Tetapi kamu bukan demikian. Kamu telah belajar mengenal Kristus. Disini
berarti bahwa ketika saya berubah itu karena saya mempelajari Kristus atau ketika saya berpaut kepada
Kristus. Saudara, ini adalah satu tuntutan hidup yang memproses hidup kita untuk membentuk satu
kehidupan yang diubahkan. Ketika kita menjadi orang Kristen, memakai atribusi Kristen dan menjalankan
aktivitas Kristen maka sejauh mana saya belajar Kristus? Ini pertanyaan yang harus kita jawab. Sejauh mana
saya mempautkan diri kepada Kristus, mau mengerti Kristus yang sudah menebus jiwa, membayar harga
sehingga saya boleh lunas dikembalikan untuk hidup sampai mungkin dapat mencapai suatu titik klimaks
dan mengalami satu perubahan drastis dalam hidup saya?

Salah satu kesulitan yang paling besar ketika kita menjadi orang Kristen adalah seringkali lebih mudah
melihat orang lain yang tidak berubah namun sulit sekali melihat diri sendiri yang tidak berubah. Dalam
NYC yang lalu Pdt. Stephen Tong berteriak keras berbicara tentang bagaimana kita seringkali hidup serupa
dengan dunia dan gagal berproses, mengerti injil yang sejati, Kristus yang menebus kita, berinkarnasi, Allah
yang menjadi daging demi untuk kita boleh diampuni dosanya. Dan saat itu di salah satu session dipimpin
oleh bapak Mochtar Riady di mana sampai dalam satu kritikal point ia mengeluarkan satu kalimat, "Saya
sampai di titik krisis bertanya kepada diri saya, haruskah saya meninggalkan seluruh profesiku demi untuk
menjadi Kristen?

Saudara, kalimat itu bagi saya merupakan satu kalimat yang sangat menakutkan sekali karena sudah masuk
dalam titik dualisme yang seolah-olah kalau saya menjadi orang Kristen maka semua profesi harus saya
tinggalkan demi menjadi Kristen. Ia masuk dalam kritikal point di mana harus masuk dalam satu
pergumulan pemilihan yang begitu berat bagi hidup dan seluruh masa depannya. Pada saat seperti itu
pertanyaan anak-anak mahasiswa begitu banyak mempertanyakan bahwa kalau ia sebagai konglomerat
maka seberapa jauh ia sudah hidup sebagai anak Tuhan, dsb. Saat itu dengan sedih ia mengatakan bahwa ia
belum dapat dan tidak sempurna dalam hidup sebagai orang Kristen. Apakah sebagai mahasiswa, cara
menyelesaikan kuliah, dalam mengerjakan ujian, dsb sudah benar sehingga engkau menuntut orang lain?
Ini merupakan satu problem yang serius. Hal ini bukanlah merupakan dualisme tetapi harus diparadokskan.
Tidak perlu meninggalkan profesi sebagai ekonom tetapi ia perlu mengubah menjadi format Kristen. Itu
merupakan tugas dia yang sudah diberikan kemampuan, karunia dan semua hal dan ia harus merombaknya
walaupun tidak mudah dan pergumulan yang berat. Tuntutan yang sama ini juga harus balik kepada kita.
Bagaimana saudara bekerja, berbisnis dan melakukan hal yang lain? Tidak ada orang berubah karena orang
lain namun mari kita berubah karena pengenalan kita akan Kristus dan ketika belajar tentang Dia itu
merupakan satu moment esistensial untuk menguji hidup kita di hadapan Tuhan. Ini merupakan
pertanyaan pertama dan kalau kita tidak dapat menjawab hal ini maka kita tidak mungkin dapat hidup
berbeda.

Kita belajar Kristus yang salah. Ada orang yang mengatakan benar-benar ingin belajar dan mau mengenal
Kristus tetapi hidupnya tidak berbeda sama sekali karena ia belajar Kristus yang salah. Seperti halnya
dengan saksi Yehova, mereka tidak mempelajari firman Tuhan secara menyeluruh dan bagi mereka Yesus
merupakan ciptaan yang unggul. Sehingga seperti misalnya di dalam Ul 6:4 dikatakan, "Tuhan itu Allah kita,
Tuhan itu esa!" Dalam ayat ini Allah menggunakan kata elohim yang berbentuk plural. Itu merupakan
gambaran Tritunggal yang paling mendasar sebelum kita masuk kedalam Mat 28:20 dikatakan bahwa,
225 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

"Baptislah mereka dalam nama Bapa, dan anak dan Roh Kudus." Di mana ketiganya sejajar dan semuanya
merupakan person yang sama tetapi menggunakan kata atribusi yang singular. Tiga pribadi dengan semua
mempunyai artikel tetapi hanya mempunyai satu atribusi tunggal. Kalimat seperti ini mereka tidak
mengerti. Sehingga seperti Kristus itu siapa, bagi mereka bingung sekali. Alkitab mengatakan seringkali kita
mencoba merekayasa konsep yang akhirnya tidak kembali kepada pengenalan akan Kristus sejati, kita
mengerti Kristus bukan seperti yang Alkitab katakan tetapi seperti apa yang kita konsepkan sendiri. Tuhan
mengajak kita untuk mengenal Kristus yang sesungguhnya dan bukan Kristus yang lain. Douglas R.
Groothuis dalam bukunya The Other Jesus (Yesus yang lain) mengatakan bahwa kita seringkali merasa kenal
Yesus tetapi ternyata Yesus yang kita kenal bukan Yesus yang Alkitab nyatakan melainkan Yesus hasil
manipulasi dan rekayasa pikiran manusia. Saudara, ini adalah salah satu hal yang sangat perlu diwaspadai.
Dalam 1 Kor 15:3-4 dikatakan, "…, ialah bahwa Kristus telah mati karena dosa-dosa kita, sesuai dengan Kitab
Suci, bahwa Ia telah dikuburkan, dan bahwa Ia telah dibangkitkan, pada hari ketiga, sesuai dengan Kitab
Suci." Itulah Kristus yang dinyatakan oleh Firman Tuhan, yang diberitakan oleh para rasul dan Kristus yang
diceritakan di sepanjang Injil.

Konsep tentang Kristus apa yang muncul di kepala kita? Ketika kita mengerti konsep ini maka kita perlu
peka melihat apa yang sedang terjadi dan mengenal siapa Kristus yang kita percaya. Di tengah dunia tanpa
sadar dengan cara yang begitu halus iman kita dapat diselewengkan. Yohanes menutup injil dengan
berkata, "Aku menuliskan semua ini supaya engkau percaya bahwa Dia adalah Mesias, Anak Allah yang
diutus ke dalam dunia ini menebus dosa kita, supaya engkau percaya dan mendapatkan hidup yang kekal."
Saudara, itulah esensi daripada kehadiran Kristus dan Kristus yang harus kita kenal, bukan sekedar tukang
kayu Yahudi. Terlalu besar perbedaan apa yang dapat dilakukan oleh seorang tukang kayu Yahudi dengan
Yesus, Anak Allah yang berinkarnasi menjadi manusia. Saudara, mari kita kembali mengerti kepada siapa
aku belajar? Suatu pertanyaan serius, Tuhan, siapa saya, kalau saya menjadi anak Tuhan, menjadi seorang
Kristen bagaimana saya berubah? perubahan seperti apa yang harus aku nyatakan di tengah dunia ini
karena aku mengenal Engkau, Allahku yang hidup. Aku mengenal Kristus, Tuhan dan Juru Selamatku.

Ketika kita belajar seringkali kita mengkukuhkan diri tidak mau diubah. Kalau kita hidup selalu melihat dunia
dan merasa bahwa itulah cara terbaik untuk kita hidup maka kita tidak akan pernah melihat kekristenan
sesungguhnya, berarti kita tidak pernah menerobos melihat nilai yang lebih tinggi dan kebenaran yang lebih
akurat. Ini suatu konsep yang seringkali mengerikan apalagi kita yang di dunia timur kita suka sekali dengan
status quo. Setiap perubahan pasti mengerikan tetapi perubahan harus terjadi karena kita berproses. Kalau
kita tidak pernah berubah maka kita tidak akan melihat sesuatu yang lebih baik terjadi dalam hidup kita dan
berproses maju. Saya harap jiwa seperti ini muncul dalam hati kita. Ketika kita sudah mapan dan enak dan
kita tidak mau berubah itu merupakan titik di mana kita akan binasa. Tuhan meminta kita berubah,
berubahlah oleh pembaharuan budimu, seluruh apa yang tuhan tuntut kita berubah dan berubahlah
supaya proses hidupmu dapat terjadi. Seberapa saya sadar, rela, dan mau belajar mengenal Kristus serta
rela diubah oleh Kristus? Itu pertanyaan yang harus kita jawab di hadapan Tuhan. Setiap kita berhadapan
secara eksistensial di hadapan Allah, minta Tuhan mengubah sehingga akhirnya yang Paulus katakan itu
terjadi di dalam diri kita yaitu Engkau bukan demikian, engkau memang berbeda. Bialah ini yang boleh kita
nyatakan dan tunjukkan di hadapan dunia bahwa kita memang beda, kita lain di dalam semua aspek di
dunia ini. Semua pembicaraan di belakang takkan ada arti apa-apa kecuali di titik pertama kita memang
sudah rela untuk berubah, mau berkomitmen untuk dibentuk berbeda dari dunia ini. Mau saudara?

Amin!
226 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

K
Keek
krriis
stte
enna
anny
yaan
nggd
daan
nggk
kaall
Oleh: Pdt. Rusdi Tanuwidjaya

Nats: Matius 7:21-29

21 Bukan setiap orang yang berseru kepada–Ku: Tuhan, Tuhan! akan masuk ke dalam
Kerajaan Sorga, melainkan dia yang melakukan kehendak Bapa–Ku yang di sorga.
22 Pada hari terakhir banyak orang akan berseru kepada–Ku: Tuhan, Tuhan, bukankah kami
bernubuat demi nama–Mu, dan mengusir setan demi nama–Mu, dan mengadakan banyak
mujizat demi nama–Mu juga?
23 Pada waktu itulah Aku akan berterus terang kepada mereka dan berkata: Aku tidak pernah
mengenal kamu! Enyahlah dari pada–Ku, kamu sekalian pembuat kejahatan!"
24 "Setiap orang yang mendengar perkataan–Ku ini dan melakukannya, ia sama dengan
orang yang bijaksana, yang mendirikan rumahnya di atas batu.
25 Kemudian turunlah hujan dan datanglah banjir, lalu angin melanda rumah itu, tetapi rumah
itu tidak rubuh sebab didirikan di atas batu.
26 Tetapi setiap orang yang mendengar perkataan–Ku ini dan tidak melakukannya, ia sama
dengan orang yang bodoh, yang mendirikan rumahnya di atas pasir.
27 Kemudian turunlah hujan dan datanglah banjir, lalu angin melanda rumah itu, sehingga
rubuhlah rumah itu dan hebatlah kerusakannya."
28 Dan setelah Yesus mengakhiri perkataan ini, takjublah orang banyak itu mendengar
pengajaran–Nya,
29 sebab Ia mengajar mereka sebagai orang yang berkuasa, tidak seperti ahli–ahli Taurat
mereka.

Terdapat satu ilustrasi di mana suatu ketika ada seorang yang ingin membuat kapal yang terlihat demikian
besar, megah dan agung sehingga orang yang melihat akan kagum dan memujinya. Dia berani membayar
harga dengan kayu jati yang terbaik, dengan kain yang indah dibuatnya layarnya disertai dengan tali-tali
yang kuat untuk layar tersebut dan akhirnya terwujudlah kapal tersebut. Pada suatu saat, bersama-sama
dengan beberapa kapal yang lain, mereka akan berlayar menuju ke suatu tempat. Ketika berlabuh di
pelabuhan, banyak orang yang hadir di sana memandang kapalnya dan kagum karena kapal itu terlihat
begitu indah dan megah. Singkat cerita, ketika kapal-kapal itu mulai berlayar, di suatu tempat mendadak
ada badai yang mengamuk dan menerpa semua kapal-kapal itu. Karena tidak kuat akhirnya semua kapal
kembali ke tempat semula, kecuali kapal milik laki-laki itu. Karena kapal itu telah porak poranda di terjang
badai sementara nakhodanya tewas. Banyak orang bertanya-tanya, apa yang salah? Ternyata, walaupun
dengan biaya yang sangat mahal, ia membangun bagian kapal yang terlihat oleh mata dan ia mengabaikan
dasar kapal yang tidak terlihat. Karena dasar kapal itu tidak kokoh, begitu terhantam oleh badai, kapal itu
hancur porak poranda.

Gereja itu seumpama perahu. Masalahnya adalah perahu macam apa? Apakah gereja itu terlihat maju
hanya oleh karena banyak aktivitas yang bisa dilihat oleh mata banyak jemaat yang datang, uang
227 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

persembahannya banyak, banyak anak muda yang melayani dengan setia dan karena banyak orang yang
belajar teologia? Inikah gereja yang maju dan berkualitas itu? Memang, gereja Reformed tidak didirikan
berdasarkan jumlah, tetapi didirikan berdasarkan kualitas. Tetapi kualitas itu kualitas seperti apa? Jumlah
yang banyak seharusnya merupakan bukti dari kualitas yang baik. Aktivitas pelayanan seharusnya
merupakan akibat dari orang yang cinta Tuhan dan ingin mendukung pekerjaan Tuhan secara bertanggung
jawab tetapi realitanya sering tidak demikian. Banyak aktivitas pelayanan yang hanya sekedar tingkah laku
agama dan bukannya masalah spiritual. Orang melayani kadang karena ada orang yang dia segani atau
dekat dengan seseorang yang lain, dan bukannya berdasarkan satu relasi dengan Allah.

Bagi saya, Matius pasal 5-7 itulah jawabannya. Lepas dari pemahaman terhadap pasal tersebut, hidup kita
akan collapse. Kita bisa mendengar khotbah dan mempunyai pengetahuan teologi yang banyak tetapi
seringkali ini justru membentuk close system dalam praktika hidup kita. Kita mungkin tahu betul apa itu
open system, tetapi jika hidup kita tidak mau diubah oleh Tuhan, secara praktika kita sebenarnya berada
dalam close system. Dalam pasal-pasal itu membukakan suatu hal yang sangat penting yang seharusnya
dianalisa oleh umat Kerajaan Allah, karena bagian ini merupakan etika dari anak-anak Kerajaan Allah.
Kehidupan kita ditentukan oleh bagaimana etika kita di hadapan Allah. Kita yang mau memahami
kebenaran – segala kebenaran adalah kebenaran Allah – tetapi tidak mau kembali kepada Allah, maka kita
hanyalah sekedar mengetahui bidang-bidang tersebut tanpa memiliki relasi dengan Tuhan.



1. Adanya pengakuan iman yang dangkal

Pengakuan kita terhadap Tuhan, seringkali hanyalah pengakuan yang dangkal, hanya sekedar satu ucapan
di bibir saja. Pengakuan dan isi pengakuan itu memang benar, tetapi apa yang keluar dari mulut seringkali
berbeda dengan apa yang ada di dalam hati. Itulah sebabnya Tuhan mengatakan, "Bukan setiap orang yang
berseru kepadaKu: Tuhan, Tuhan! akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga, melainkan dia yang melakukan
kehendak BapaKu yang di Sorga." Karena itu jika mengucapkan satu pengakuan iman, benarkah itu berasal
dari hati kita?

Banyak orang yang belajar theologi dan mengutarakan pengertiannya dengan mantap, tetapi pengertian itu
hanya berada di kepala saja, dan bukan juga di hati. Di dalam ibadah, pengenalan yang hanya di otak, dan
bukan di hati, itu bukanlah satu tindakan menyembah di hadapan Tuhan, melainkan hanya ingin
mendengar satu khotbah yang bagus dan bersifat informatif saja. Ibadah seharusnya merupakan satu sikap
di mana kita sungguh-sungguh menyiapkan hati untuk mendengarkan firman Tuhan, apa yang Tuhan ingin
untuk kita kerjakan dan apa yang Tuhan ingin koreksi terhadap kehidupan kita sehari-hari. Jiwa seperti
inilah yang jarang terlihat. Jika semangat semacam ini tidak ada di dalam gereja, tidak heran jika gereja
menjadi kering. Mungkin gereja itu memiliki doktrin yang baik, tetapi orang-orang yang ada di dalamnya
tetap hidup di luar kebenaran. Bukan berarti kita harus menjadi orang yang sempurna, tetapi kita harus
memiliki satu motifasi yakni memiliki kerinduan untuk berubah.

2. Adanya pengalaman yang dangkal

Istilah "nubuat" dalam Perjanjian Lama (ayat 22), selalu berarti memberitakan firman yang Tuhan pakai
untuk menunjuk kepada sesuatu yang akan terjadi di masa mendatang. Bagi orang-orang yang bernubuat,
mengusir setan dan melakukan banyak mujizat demi nama Tuhan seperti ayat 22 ini Tuhan berkata, "Aku
tidak pernah mengenal kamu! Enyahlah dari pada-Ku, kamu sekalian pembuat kejahatan!" Tuhan
228 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

mengatakan bahwa Ia akan berterus terang, maksudnya Tuhan akan mengucapkan satu pengakuan di
hadapan mereka bahwa mereka tidak dikenal-Nya dan mereka adalah pembuat kejahatan. Apa sebab?
Karena mereka mau membangun iman mereka di atas pengalaman-pengalaman yang spektakuler, dan
pengalaman itu bukannya satu pengalaman secara pribadi dengan Tuhan. Gereja harus berdiri di atas
kebenaran firman dan bukan di atas pengalaman hidup seseorang. Tetapi satu hal yang penting ialah, pada
waktu kita mau mengenal kebenaran, memang tidak akan lepas dari pengalaman. Pengalaman semacam
apa yang harus kita miliki? Yakni pengalaman berelasi dengan Tuhan. Bangsa Israel yang paling banyak
mengalami mujizat dan sebagainya, justru adalah bangsa yang paling ditegur keras. Dari ujung kepala
hingga ujung kaki sudah penuh dengan borok, sehingga entah di bagian mana lagi Tuhan harus menghajar.
Mereka yang tahu dan mengalami pekerjaan Tuhan yang ajaib, justru adalah yang paling berani melawan
Tuhan. Jika seseorang mengatakan bahwa pengalaman bisa membawa orang datang kepada Kristus,
pengertian ini sangatlah dangkal. Roh Kudus, melalui firman yang kita dengar, itulah yang bekerja dan
melahirbarukan kita. Being (keberadaan) kita yang diubah mempengaruhi knowing (pengetahuan) dan doings
(tindakan) kita.

3. Adanya pengetahuan yang dangkal (ayat 24-27)

Seringkali antara yang kita dengar dan dengan yang kita lakukan, terdapat satu gap (kesenjangan). Jadi, ada
yang banyak tahu dan sedikit yang dikerjakan, ada juga yang sedikit tahu tetapi banyak yang dikerjakan.
Celakanya yang dikerjakan adalah mengajar, padahal sedikit tahu.



1. Pengetahuan akibat dari sesuatu akumulatif di dalam otak, dan

2. Pengetahuan akibat dari suatu relasi dengan obyek/subyek-nya. Kita yang tahu banyak data diri
seseorang tanpa berelasi dengan dia, mungkin bisa menjawab dengan lancar. Tetapi pengenalan ini hanya
di otak saja. Berbeda dengan pengetahuan yang kedua (cf. Yoh 17:3; Kej 4:1). Karena di sini ada satu relasi
dan persekutuan yang intim. Itulah sebabnya Reformed Theology (Teologi Reformed) perlu Reformed
Spirituality (Spiritualitas Reformed). Karena teologi yang benar adalah teologi yang berelasi dengan Allah, yakni
teologi yang mengajarkan Allah, yang diajarkan Allah dan yang memimpin kepada Allah. Ayat 24-27 jelas
mengatakan, orang yang mendengar firman dan melakukan bagaikan orang yang mendirikan rumah di atas
batu, sedang orang yang mendengar firman dan tidak melakukan bagaikan orang yang mendirikan rumah di
atas pasir. Maka, apakah berarti iman kita ditentukan oleh kelakuan kita? Tidak! Karena jika kita melihat
pasal 5, orang yang miskin secara rohani dan bergantung kepada belas kasihan dan anugerah Allah-lah yang
empunya Kerajaan Sorga. Jika demikian, sebagai apakah kelakuan itu? Kelakuan itu sebagai bukti bahwa
kita mengalami perubahan.

Ada seseorang yang berasal dari keluarga broken home, hidupnya tidak beres, main pelacur, minum
minuman keras, obat-obat terlarang, dsb sementara yang lain berasal agama tertentu, yang terdidik dalam
suatu pola tingkah laku agama tertentu; keduanya datang dalam suatu ibadah. Ketika firman diberitakan,
mereka sadar bahwa mereka orang berdosa dan membutuhkan Kristus. Merekapun percaya dan menerima
Kristus. Dari kedua orang ini, manakah yang mempunyai kelakuan yang baik? Secara penampakan luar,
yang berasal dari agama tertentu itu, yang memang sudah terdidik dalam suatu pola tingkah laku agama,
akan terlihat lebih suci, lebih saleh dan lebih terhormat daripada orang yang berasal dari keluarga broken
home. Tetapi dalam masalah kerohanian, ini susah terlihat, karena ini berkenaan dengan suatu relasi
dengan Tuhan, yakni suatu pergumulan di dalam hati dengan Tuhan akibat mendengarkan firman.
229 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

Seberapa maju sebuah gereja, dapat dilihat dari seberapa dalam gereja itu berelasi dengan Tuhan. Tidak
ada seorang hamba Tuhan yang bisa memiliki kuasa di dalam khotbahnya jika dia tidak tidak disertai oleh
Tuhan dan bergumul di hadapan Tuhan melalui doa. Doa bukanlah sesuatu yang mekanis. Tetapi, bagi saya,
doa yang mekanis itu lebih baik daripada tidak berdoa.

Doa sangat dibutuhkan oleh gereja, tetapi doa sering dianaktirikan oleh gereja. Kita berdoa hanya ketika
kita berada dalam kesulitan saja. Pernahkah kita berdoa dalam kesendirian? Hamba-hamba Tuhan yang
berhasil, selalu menjadikan doa sebagai satu prioritas yang paling penting, inilah juga yang harus kita
kerjakan! Sekolah Teologi didirikan seharusnya menjadi satu pertanggungjawaban bahwa kita sungguh-
sungguh mengenal Allah dan isi hati-Nya, dan kemudian kita aplikasikan di dalam hidup. Maka, itu
merupakan satu tindakan penyembahan yang benar di hadapan Tuhan. Belajar Teologi itu baik, tetapi
jangan hanya berhenti di otak saja. Pengalaman itu baik, tetapi diperlukan satu pengalaman yang merubah
hati kita. Pengakuan itu baik, tetapi mulut yang mengaku harus disertai hati yang beriman. Sekarang,
bagaimana kita melakukan hal-hal yang sesuai dengan kehendak Allah? Kita harus memiliki karakter dari
umat Kerajaan Sorga (lihat, Mat 5:4-12), tujuan dan misi dari umat Kerajaan Allah di dalam dunia (5:13-16),
ibadah dari umat Kerajaan Allah (Mat 4:17-6:18), ambisi dari umat Kerajaan Allah (Mat 6:19-34), relasi antara
manusia dengan sesamanya dan dengan Bapa (Mat 7:1-14), menghadapi pengajaran yang sesat (Mat 7:15-23),
dan Matius 7:24-27 merupakan konklusi akhirnya.

Amin!
230 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

A
Agga
amma
ayya
anng
gbbe
enna
arr
Oleh: Pdt. Rusdi Tanuwidjaya

Nats: 1 Petrus 1:1-10

1 Dari Petrus, rasul Yesus Kristus, kepada orang–orang pendatang, yang tersebar di
Pontus, Galatia, Kapadokia, Asia Kecil dan Bitinia,
2 yaitu orang–orang yang dipilih, sesuai dengan rencana Allah, Bapa kita, dan yang
dikuduskan oleh Roh, supaya taat kepada Yesus Kristus dan menerima percikan darah–
Nya. Kiranya kasih karunia dan damai sejahtera makin melimpah atas kamu.
3 Terpujilah Allah dan Bapa Tuhan kita Yesus Kristus, yang karena rahmat–Nya yang besar
telah melahirkan kita kembali oleh kebangkitan Yesus Kristus dari antara orang mati,
kepada suatu hidup yang penuh pengharapan,
4 untuk menerima suatu bagian yang tidak dapat binasa, yang tidak dapat cemar dan yang
tidak dapat layu, yang tersimpan di sorga bagi kamu.
5 Yaitu kamu, yang dipelihara dalam kekuatan Allah karena imanmu sementara kamu
menantikan keselamatan yang telah tersedia untuk dinyatakan pada zaman akhir.
6 Bergembiralah akan hal itu, sekalipun sekarang ini kamu seketika harus berdukacita oleh
berbagai–bagai pencobaan.
7 Maksud semuanya itu ialah untuk membuktikan kemurnian imanmu––yang jauh lebih
tinggi nilainya dari pada emas yang fana, yang diuji kemurniannya dengan api––sehingga
kamu memperoleh puji–pujian dan kemuliaan dan kehormatan pada hari Yesus Kristus
menyatakan diri–Nya.
8 Sekalipun kamu belum pernah melihat Dia, namun kamu mengasihi–Nya. Kamu percaya
kepada Dia, sekalipun kamu sekarang tidak melihat–Nya. Kamu bergembira karena
sukacita yang mulia dan yang tidak terkatakan,
9 karena kamu telah mencapai tujuan imanmu, yaitu keselamatan jiwamu.
10 Keselamatan itulah yang diselidiki dan diteliti oleh nabi–nabi, yang telah bernubuat
tentang kasih karunia yang diuntukkan bagimu.

Bagian pertama

Jika kita perhatikan, pada ayat 6 terdapat kalimat yang bersifat paradoks (yang kelihatannya bertentangan) di
mana dikatakan, "Bergembiralah akan hal itu, sekalipun sekarang ini seketika harus berdukacita oleh
berbagai-bagai pencobaan." Itu tidak mudah! Kita dapat bersukacita pada saat jalan hidup kita lancar dan
segala sesuatu beres tetapi di sini justru dikatakan bergembiralah walaupun di dalam waktu yang seketika
kamu mengalami satu dukacita.


231 Ringkasan Khotbah – Jilid 1




1. Aspek Pencobaan. Dan

2. Manfaat dari pencobaan.

Ketika di ayat itu dikatakan "Bergembiralah akan hal itu", maksudnya adalah hal-hal yang di atasnya, yaitu
berkenaan dengan keselamatan. Bergembira karena jemaat sudah memiliki keselamatan yang begitu indah
yang dimulai sejak kekekalan dan yang dinyatakan dalam proses waktu (ayat 2). Kita harus membedakan
dua dimensi sebab dimensi kekekalan tidak berada di dalam proses. Bagi Allah tidak ada past, present
ataupun future tetapi selalu everpresent, selalu sekarang sedangkan di dalam proses ruang dan waktu kita
mengenal adanya masa lalu, sekarang dan masa yang akan datang. Rencana Allah yang sudah memilih kita
di dalam Kristus, dikerjakan oleh Roh Kudus dinyatakan di dalam ruang dan waktu. Di dalam ruang dan
waktu dikatakan bagaimana Roh Kudus bekerja, memimpin kita, melahirbarukan sehingga kita dapat
percaya kepada kematian dan kebangkitan Kristus (ayat 4). Pada waktu saya percaya kepada Kristus, maka
pada waktu itu darah Kristus yang menyucikan dosa saya dan kebangkitan Kristus yang sudah
membenarkan saya, maka sekarang saya sudah diberikan hidup yang baru yaitu pengharapan pada masa
yang akan datang walaupun baru nanti hal itu akan digenapkan.

Pada saat kita pertama percaya hingga menuju kekekalan, di sini terdapat satu proses yaitu sudah
diselamatkan, sedang diselamatkan, dan akan menuju penggenapan keselamatan di kelak kemudian hari. Di
dalam proses ini Alkitab mengatakan bahwa harus ada pencobaan. Jadi, pencobaan merupakan satu
keharusan, kebutuhan vital kita untuk dibentuk menjadi sesuai dengan rencana Allah. Seperti yang
dikatakan dalam 1 Petrus 1:6, "…, sekalipun sekarang ini kamu seketika harus berdukacita …" Di sini
dikatakan "harus" dan bukannya "supaya" atau "mudah-mudahan". Mengapa harus? Beberapa penafsir
mengatakan, "Karena tanpa adanya pencobaan, jangan harap kita dapat menjadi orang Kristen yang
dewasa, yang diproses dan dibentuk oleh Tuhan." Di dalam kitab Yakobus dikatakan, "Anggaplah sebagai
suatu kebahagiaan, apabila kamu jatuh ke dalam berbagai-bagai pencobaan, sebab kamu tahu, bahwa ujian
terhadap imanmu itu menghasilkan ketekunan" (Yak 1:2). Kalau kita masuk ke dalam pencobaan, maka itu
memang rencana Tuhan untuk memproses kita. Waktu diproses memang sakit dan berdukacita, tetapi
justru di situlah kita diproses oleh Tuhan. Semua itu tetap berada di dalam limitasi kontrol dari yang
membuat. Itu sebabnya dikatakan bahwa pencobaan itu hanyalah seketika. Pencobaan akan menghasilkan
dukacita tetapi itu hanya seketika, dan tidak selamanya.

Sekarang kita akan masuk ke dalam point yang kedua, manfaat pencobaan. Apakah manfaat dari
pencobaan bagi hidup kita? Manfaat pencobaan ditulis di dalam ayat 7: "Maksud semuanya itu ialah untuk
membuktikan kemurnian imanmu."

Pertama, ujian dapat membuktikan apakah kita orang Kristen sejati ataukah palsu. Seperti emas, ketika
dimasukkan ke dalam perapian, akan dapat diketahui yang mana emas dan yang mana yang bukan emas
karena yang bukan emas akan hancur, tersingkirkan dan dibuang, sedangkan emas terus diproses untuk
lebih menunjukkan bahwa ia adalah emas. Jadi, tujuan pencobaan bukan untuk menciptakan iman, tetapi
justru untuk menyatakan iman. Kalau saudara diproses maka itulah saatnya saudara menunjukkan bahwa
iman saudara itu asli atau palsu. Ujian dapat melalui banyak hal. Pada jaman Petrus, mungkin ujian itu bisa
berupa serangan dari dunia kafir yang benci kepada Kekristenan, sehingga orang Kristen ditekan, dianiaya,
232 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

dan bahkan ada yang dibunuh. Itu adalah suatu pencobaan. Tidak mudah menjadi Kristen di jaman itu, itu
merupakan suatu waktu di mana Kekristenan ditekan dari dunia luar. Ini adalah tujuan yang pertama.
Tujuan pencobaan adalah untuk membuktikan bahwa kita ini asli, milik Allah, atau kita palsu yang
kelihatannya milik Allah, tetapi sebenarnya kita hanyalah benalu yang menempel di dalam Gereja, yang
suatu kali akan Tuhan tebas dan bakar.

Kedua, pencobaan berguna untuk memurnikan iman kita. Di ayat 7 dikatakan bahwa maksud pencobaan
adalah untuk membuktikan kemurnian iman kita. Saat emas dibakar di dalam perapian, akan dapat
diketahui mana yang emas dan mana yang bukan biji emas. Seringkali kita mengalami banyak gesekan,
tetapi justru gesekan-gesekan itu dapat membersihkan. Saat emas diuji, maka di situ akan terjadi
pemurnian demi pemurnian. Mungkin secara luar kita sudah kelihatan baik, orang melihat bahwa kita ini
rohani, tetapi siapa yang tahu keliaran hati kita, pikiran kita dan hawa nafsu kita. Mungkin orang tua, suami
atau isteri dan orang terdekat kita tidak tahu tetapi yang tahu hanya tiga yaitu setan, hati nurani kita dan
Tuhan. Hal itulah yang membuat orang Kristen bukan orang yang di awan-awan.

Ada dua hal yang saya takut ada di dalam Gereja. Yang pertama senang melayani kalau hidupnya lancar,
kaya, sehat dan diberkati. Sedangkan yang kedua senang mendengar khotbah yang hebat, akan tetapi
setelah mendengarkan selama bertahun-tahun ia tidak dapat merealisasikannya. Kedua hal ini dapat
menimbulkan kerawanan jika suatu kali terjadi krisis. Maka mereka yang berada di Gereja pertama hanya
mempunyai dua kemungkinan, goncang atau ia tetap membius diri di dalam kebimbangan dia. Sementara
itu, orang yang ada di Gereja kedua mungkin menjadi hopeless mencapai titik jenuh karena apa yang ia
dengarkan selama bertahun-tahun ternyata tidak dapat diaplikasikan.



1. Dia menolak untuk belajar teori yang tinggi dan hanya ingin yang praktis;
2. Dia mungkin masih mau mendengarkan khotbah yang tinggi tetapi hanya menjadi pendengar dan
tidak pernah mau untuk bergumul. Iman Kristen adalah iman yang normal, yang harus didasarkan pada
ajaran yang kuat namun demikian tidak dapat dilepaskan dari praktika hidup. Kita harus siap dimurnikan
sampai Tuhan memanggil kita, itulah titik akhir dari proses itu. Setiap orang berbeda sehingga kita jangan
menghakimi orang lain tetapi mari kita menilai diri kita sendiri karena kita hanya dapat melihat yang
nampak dan tidak dapat melihat hati manusia.

Ketiga, pencobaan bertujuan agar kita lebih memahami firman. Martin Luther pernah berkata: "Justru di
dalam kesengsaraanku aku memahami firman Tuhan." Ia adalah seorang yang lembut dan mau hidup suci
tetapi tidak mampu. Baru di saat ia dicerahkan, ia tahu bahwa orang dibenarkan bukan oleh perbuatan
tetapi oleh iman dan di situ ia semakin memahami firman. Terkadang kita dapat belajar firman dan tahu
ayat-ayat dalam Alkitab tetapi ayat tersebut tidak pernah menyentuh hati yang paling dalam, kecuali saat
kita berada di dalam satu proses pencobaan di mana firman menjadi bagian yang kuat dari kehidupan kita.
Daud berkata: "Bahwa aku tertindas itu baik bagiku, supaya aku belajar ketetapan-ketetapan-Mu" (Mzm
119:71).

Keempat, pencobaan membuat kita lebih dekat kepada Tuhan. Waktu hidup kita lancar dan sukses,
seringkali kita malas berdoa, dan baru waktu ada masalah kita dekat dengan Tuhan. Oleh sebab itu Tuhan
pernah berkata bahwa susah bagi orang kaya untuk masuk ke dalam kerajaan sorga. Yang menjadi masalah
di sini bukanlah orang kayanya, karena di Alkitab juga ada orang kaya yang penuh iman seperti Abraham
tetapi seringkali kekayaan ini menjauhkan hubungan seseorang dengan Tuhan. Mengapa gereja-gereja di
233 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

dunia barat yang makmur dan enak, justru kerohaniannya tidak pernah maju dibandingkan dengan negara-
negara yang penuh dengan tindasan dan tekanan? Karena melalui banyak kesulitan mereka dapat semakin
bergantung dan lebih dekat kepada Tuhan. Saat Gereja merasa makmur dan lancar, kita jarang
menyediakan waktu untuk berdoa dan bergumul. Padahal doa merupakan salah satu aspek yang sangat
esensial di dalam keberadaan kita sebagai orang Kristen dan Tuhan Yesus sangat memprioritas hal ini.
Bagaimana orang itu di belakang tembok yang tertutup, dengan lututnya bertekuk di hadapan Tuhan,
berdoa di dalam kesendirian maka di situlah kualitas kerohaniannya dinyatakan.

Kelima, pencobaan membuat kita menjadi berkat. Di Timur ada pandangan bahwa saat emas dibakar di
dalam perapian maka biji emas ini kemudian melebur sampai suatu kali bercahaya di dalam perapian
sehingga wajah dari pandai emas ini terpantul melalui emas ini. Dengan kata lain, emas ini menjadi cahaya
yang memancar dan mungkin ini yang dimaksudkan oleh Petrus. Waktu kita dicobai dan diproses, di situ
justru hidup kita lebih bercahaya.

Lagu "Salib-Nya-Salib-Nya" ditulis oleh seorang yang bernama Fanny Crosby, yang buta sejak berusia
sepuluh tahun akibat kesalahan seorang dokter. Dia tidak membenci dokter tersebut tetapi justru ia
bersukacita karena meskipun matanya buta, hatinya lebih terang daripada orang lain yang mempunyai
mata dan ia dapat mengarang kira-kira 6000-8000 lagu rohani.

Terkadang pencobaan yang kita alami dapat membentuk kita menjadi emas yang bercahaya, membuat kita
menjadi orang Kristen yang tidak mundur walaupun berada di tengah-tengah tekanan. Ayub merupakan
teladan yang amat indah yang jarang dialami oleh banyak orang dan hingga sekarang banyak orang yang
dikuatkan. Tuhan memproses hidupnya selangkah demi selangkah hingga akhirnya ia memahami dan
menulis satu ayat yang menguatkan saya: "Karena Ia tahu jalan hidupku: seandainya Ia menguji aku, aku
akan timbul seperti emas." (Ayb 23:10). Biarlah ketika Tuhan mengijinkan pencobaan menimpa kita, biarlah
kita tahu bahwa itu merupakan suatu keharusan bagi kita. Pada waktu kita diproses dan kita semakin
bercahaya, maka saat kita kembali kepada Bapa, Tuhan akan berkata: "Engkau anak-Ku yang baik, engkau
sudah melakukan tugasmu." Ada satu pujian dari Tuhan yang mengasihi kita dan itu adalah suatu
keindahan karena kita dicipta sama seperti matahari yang menyinari bulan untuk memantulkan kembali
kemuliaan itu di dalam dunia yang sudah gagal dan jatuh ke dalam dosa.

Bagian kedua

Pada minggu yang lalu kita telah membahas mengenai di mana hati kita berada maka di situ harta kita
berada. Kita juga telah membahas bagaimana iman yang benar harus mengalami pencobaan.



1. Untuk menyatakan iman sejati.


2. Agar kerohanian kita mengalami pemurnian.
3. Agar semakin memahami kebenaran firman Tuhan.
4. Supaya kita lebih lebih berserah, bersandar dan berharap kepada Tuhan.
5. Supaya kita memancarkan cahaya kemuliaan Kristus dan boleh menjadi berkat. Hari ini kita akan
meneliti iman yang sejati. Iman adalah harta yang Tuhan berikan di dalam diri manusia sehingga manusia
berbeda dengan ciptaan yang lain.
234 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

Iman adalah potensi yang diberikan sehingga manusia dapat terarah ke dalam empat relasi.

1. Di dalam relasi dengan alam materi.


2. Di dalam relasi dengan sesama.
3. Di dalam relasi dengan diri.
4. Di dalam relasi dengan Sang pencipta. Relasi terakhir ini sangat penting sekalli karena inilah yang
akan mengatur seluruh relasi yang lain. Saat ini banyak orang menyatakan janji-janji dengan memakai nama
iman, mulai dari hal yang paling sederhana sampai hal yang paling muluk. Apakah ini iman sejati? Dengan
tegas saya mengatakan bahwa ini bukanlah iman yang sejati! Paul Tillich pernah mengatakan: “Sebelum
kata iman ini digunakan untuk menyembuhkan orang lain maka kata iman ini harus disembuhkan dahulu”.



1. Pengertian iman
2. Obyek iman
3. Rahasia Iman.

1. Pengertian iman

Iman dalam bahasa Yunani dapat diterjemahkan keyakinan/ percaya.



a.iman dalam arti isi iman, sehingga di sini iman berkaitan dengan ajaran. Misalnya: di salah satu suratnya
Paulus mengatakan, “Aku sudah memelihara iman.” Berarti ia sudah memelihara ajaran sehat yang Tuhan
percayakan kepadanya.

b. arti iman yang paling sering digunakan oleh Alkitab adalah sikap bersandar kepada satu pribadi yaitu
Allah. Jadi, iman di sini berkenaan dengan tindakan iman. Abraham menjadi bapa kaum beriman karena ia
mempunyai iman yang melangkah. Ketika Allah meminta Abraham mempersembahkan anaknya, walaupun
dia tidak paham apa sebenarnya maksud Allah tetapi dia tetap mau melangkah membawa anaknya ke
gunung Muria. Kesulitan orang Kristen dewasa ini adalah justru di dalam faktor ini. Kita menyebut Allah
dengan sebutan Bapa dan kita tahu bahwa Bapa kita tidak mungkin merencanakan sesuatu yang jahat
tetapi waktu Tuhan tantang, kita seringkali sulit untuk mau melangkah.

c. iman di dalam arti kata setia. Di sini iman merupakan satu keteguhan, dapat dipercaya dan diandalkan.
Itu mengakibatkan seseorang mampu berelasi dengan Allah dan menjadi orang yang setia.

2. Obyek Iman

Iman berasal dari kata kerja transitif yang memerlukan obyek, karena tanpa obyek ia takkan mampu
berdiri. Seringkali kita beriman pada iman, tetapi itu bukan iman yang sejati. Alkitab tidak pernah
mengatakan bahwa kita harus beriman kepada kuasa iman tetapi harus beriman kepada obyek iman
sehingga Ia yang melakukan kuasa. Kedua hal ini tidaklah sama. Seringkali di saat seorang berdoa agar
sembuh tetapi tidak dikabulkan, maka kita berkata bahwa ia lemah iman. Akan tetapi Kitab Suci tidak
mengajarkan seperti itu. Di dalam Alkitab, iman hanyalah alat yang di dalamnya Allah bekerja. Jadi, kita
tidak seharusnya beriman kepada iman, tetapi beriman kepada Obyek iman yang sejati.
235 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

Di saat Tuhan Yesus menyembuhkan orang sakit, apakah itu bergantung kepada iman orang itu? Tidak!
Misalnya: di saat Tuhan berada bersama-sama murid-Nya di dalam perahu. Pada saat itu Ia tidur dan tiba-
tiba badai datang menerpa, murid-murid-Nya begitu takut dan membangunkan-Nya. Yesus tidak bertanya
apakah murid-murid-Nya punya kuasa iman ataukah tidak, Ia langsung menenangkan badai itu. Baru
setelah badai menjadi tenang, Tuhan menegur para murid karena tidak percaya. Siapakah di sini yang
melakukan kuasa? Tuhan, bukan iman! Pada waktu Tuhan membangkitkan orang mati, bagaimana caranya
orang yang mati itu dapat beriman? Yang menentukan orang itu bangkit atau tidak bukanlah terletak pada
iman, tetapi pada kedaulatan Tuhan. Bahaya yang kedua adalah di saat kita beriman pada perasaan iman.
Dulu di saat saya berdoa minta sesuatu, saya paksa perasaan saya terangkat naik, saya membayangkan apa
yang saya inginkan, dan saya mati-matian berdoa. Bahaya yang ketiga adalah di saat kita beriman pada isi
iman Reformed lebih daripada kita mencintai Tuhan. Jika iman Reformed yang kita percayai tidak membuat
kita lebih dekat pada Tuhan, maka kita sedang berada di dalam keadaan yang berbahaya.

Seumpama ada seorang yang mengajak saya pergi ke Eropa. Waktu itu musim dingin dan orang itu
mengajak saya berjalan di atas suatu danau yang ditutupi oleh lapisan es. Waktu saya berjalan di atas es itu,
saya merasa amat takut. Saya ragu-ragu akan kekuatan es itu menahan bobot saya. Tetapi orang yang
mengajak saya itu dapat dengan tenang duduk di sana dan memancing. Jadi, pada saat itu saya kurang
iman, sementara ia sangat beriman kepada kekuatan lapisan es itu. Sekarang pertanyaannya: “Apakah
imannya dan iman saya yang menjadi jaminan keamanan kami?” Tidak! Yang membuat kami aman bukan
iman kami tetapi kekuatan es itu. Jadi, di saat kita percaya pada sesuatu yang sanggup menahan kita, maka
kita akan aman karena sesuatu itu akan sanggup menjaga kita agar tidak jatuh. Meskipun iman saya pada es
itu kecil, tetapi saya tidak jatuh karena kekuatan es itu memang tidak ditentukan dari iman saya.

3. Rahasia Iman

Bagaimanakah kita dapat mempunyai iman yang kuat dan sekaligus benar? Kita dapat menemukan iman
seperti ini jika kita mengerti rahasia iman. Rahasia iman terjadi di saat kita dapat melihat apa yang tidak
kelihatan. Kalau kita berhenti hanya pada apa yang kelihatan, maka kita tidak akan pernah dapat
menemukan rahasia iman.

Di dalam salah satu penelitian science, dicetuskan tentang adanya realitas paralel. Maksudnya, di dalam
dunia fisik ini sebenarnya terdapat satu dunia lain yang tidak dapat kita lihat karena keterbatasan mata kita.
Oleh sebab itu kita tidak dapat berkata bahwa kita hanya percaya pada apa yang dapat kita lihat. Hal yang
sama juga berlaku pada realita rohani. Jika Allah dapat dimengerti dengan pikiran kita yang terbatas, maka
itu berarti Allah lebih kecil daripada pikiran kita. Alkitab mengatakan: “Iman adalah dasar dari segala
sesuatu yang kita harapkan dan bukti dari segala sesuatu yang tidak kita lihat. Karena iman kita mengerti,
bahwa alam semesta telah dijadikan oleh firman Allah, sehingga apa yang kita lihat telah terjadi dari apa
yang tidak dapat kita lihat” (Ibr 11:1,3), atau “Sebab kami tidak memperhatikan yang kelihatan, melainkan
yang tak kelihatan, karena yang kelihatan adalah sementara, sedangkan yang tak kelihatan adalah kekal” (2
Kor 4:18). Pada waktu iman kita menerobos kekekalan, maka walaupun kita melihat dunia berubah, kita
masih mempunyai kekuatan. Tetapi kalau iman kita hanya tertuju pada apa yang kita lihat, misalkan uang
kita, maka saat uang kita amblas, iman kita akan mulai goncang. Oleh sebab itu, rahasia iman terletak pada
melihat apa yang tidak kelihatan.
236 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

Di saat Musa di Mesir, ia sebenarnya dapat hidup enak, tetapi penulis Ibrani mengatakan: “Karena iman
maka Musa, setelah dewasa, menolak disebut anak puteri Firaun, karena ia lebih suka menderita sengsara
dengan umat Allah dari pada untuk sementara menikmati kesenangan dari dosa. Ia menganggap
penghinaan karena Kristus sebagai kekayaan yang lebih besar dari pada semua harta Mesir, sebab
pandangannya ia arahkan kepada upah. Karena iman maka ia telah meninggalkan Mesir dengan tidak takut
akan murka raja. Ia bertahan sama seperti ia melihat apa yang tidak kelihatan” (Ibr 11:24-27). Rahasia iman
kita tidak ditentukan dari seberapa kita kaya, seberapa tinggi kedudukan kita, tetapi apakah iman kita
terkait Sumber yang tidak berubah, yaitu Allah yang ada di kekekalan.

Dari sejak kita diselamatkan hingga mati, kita berada di tengah proses. Di dalam proses ini, jika kita terkait
dengan kekekalan, maka kita akan memiliki apa yang disebut dengan TEKUN, yaitu singkatan dari: T = Terkait
dengan yang tidak kelihatan. E = Erat bersekutu dengan Tuhan. K = kuat menanggung beban berat. U = Ulet
menghadapi cobaan. N = Niat untuk memuliakan Kristus. Itulah TEKUN! Orang yang punya pengharapan
yang sejati kepada kekekalan sadar bahwa dunia ini hanya sementara dan kekekalan adalah harta yang
paling indah. Maka di saat ia kehilangan apapun ketika berada di dalam dunia, ia tetap mempunyai
kekuatan di dalam menghadapinya.

Bagian ketiga

Pada minggu yang lalu kita sudah membahas tentang pengertian iman, obyek iman dan rahasia iman. Kita
telah melihat bahwa pengertian iman dapat berarti isi iman, tindakan iman, dan kesetiaan. Selain itu, iman
sejati membutuhkan obyek yaitu Allah yang menciptakan Dia. Terakhir, rahasia iman terletak pada melihat
sesuatu yang tidak kelihatan, yaitu di saat kita percaya kepada Dia yang tidak dapat kita lihat.
Mungkinkah orang dapat percaya dan mengasihi jika obyek imannya tidak ia lihat? Mungkin! Orang yang
beragama Budha dapat sungguh-sungguh percaya kepada Budha sekalipun mereka tidak pernah
melihatnya dan orang Islam dapat mencintai Mohammad walaupun mereka tidak pernah melihatnya.
Demikian pula orang Kristen dapat mengasihi Tuhan sekalipun mereka belum pernah melihat-Nya. Yang
pernah melihat Tuhan adalah para Rasul, karena mereka adalah saksi mata yang harus memberikan
kesaksian bahwa Yesus memang pernah mati, dikuburkan, dibangkitkan dan naik ke sorga. Tetapi generasi
kedua sesudah mereka, percaya kepada Tuhan Yesus meskipun tidak melihat-Nya. Di dalam 1 Pet 1:8,
dikatakan: "Sekalipun kamu belum pernah melihat Dia, namun kamu mengasihiNya. Kamu percaya kepada
Dia, sekalipun kamu sekarang tidak melihatNya. Kamu bergembira karena sukacita yang mulia dan yang
tidak terkatakan." Iman yang sejati justru menerobos sehingga kita dapat melihat Allah yang berada di
tempat yang tidak ada di dalam proses. Iman yang sejati ditentukan oleh dua aspek, yaitu: apakah obyek
yang kita percayai itu benar atau tidak dan apakah rahasia iman kita sungguh terpusat kepadaNya ataukah
masih kepada hal-hal di dunia ini. Hari ini kita akan menambahkan dua hal lagi yaitu: Pertama, bicara
tentang iman yang sejati tidak dapat dipisahkan dari dua saudara kembar, yaitu: apakah saudara terlebih
dahulu merasakan kasih Tuhan dan kemudian baru beriman ataukah saudara terlebih dahulu merasakan
kasih Tuhan dan baru kemudian beriman? Sulit membedakan kedua hal ini sehingga saya menyebutnya
sebagai saudara kembar. Kalau diambil perbedaan yang paling tipis maka saya mengatakan: imanlah yang
terlebih dahulu dimana di dalamnya kasih Allah dinyatakan. Jadi, iman yang sejati tidak dapat dipisahkan
dari kasih yang sejati.

Apakah yang menjadi dasar Tuhan menyelamatkan kita? Ada yang mengatakan karena kesucianNya. Hal ini
memang bisa tetapi bagi saya, kasih Tuhanlah yang menjadi dasar. Itu diteguhkan di dalam Ef 1 dan Yoh 3:16:
237 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

"Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini sehingga…" Di dalam Yoh 3:16 ada beberapa point penting
yang perlu kita perhatikan: Allah sumber kasih yang terbesar telah menyatakan kasih yang terbesar yaitu
agape melalui pemberian yang terbesar yaitu Anak-Nya yang tunggal, melalui cara terbesar yaitu iman,
memberitakan pembebasan yang terbesar dari hukuman yang terdahsyat yaitu kebinasaan yang kekal dan
memperoleh hadiah yang terbesar yaitu hidup yang kekal. Orang yang pernah mengalami cinta Tuhan
seperti ini sadar siapa dia sebelum diselamatkan, yaitu orang yang binasa di dalam dosa, yang berada di
bawah kuasa kerajaan angkasa, yang pikirannya dicemari oleh dosa, yang perasaannya dikuasai oleh nafsu,
yang kemauannya hanya menuruti kemauan daging dan yang patut menerima murka Allah, "Tetapi Allah
yang kaya dengan rahmat, oleh karena kasih-Nya yang besar, yang dilimpahkan kepada kita, telah
menghidupkan kita bersama-sama dengan Kristus..." (Ef 2:4-5). Kalau tidak ada kata "tetapi" maka kita tidak
mempunyai harapan apa-apa. Kasih Tuhan ini kemudian oleh Roh Kudus dimateraikan di dalam hati kita.
Waktu kita mendengar Firman Tuhan Roh Kudus bagaikan air jernih yang masuk ke dalam hati kita yang
gersang, Ia menggemburkan hati kita sehingga mampu bersedia menerima firman. Jikalau Roh Kudus tidak
membukakan rahasia yang besar ini di dalam hati kita, maka kita akan sulit untuk memahami kasih Allah.
Hanya melalui pekerjaan Roh Kudus yang membersihkan dan melembutkan, kita dapat melihat.

Hanya karena hati kita sebelumnya telah disucikan maka ketika wahyu itu dinyatakan, mata kita menjadi
terbuka dan kita percaya bahwa hanya karena anugerah kita diselamatkan. Lepas dari anugerah Tuhan, kita
akan menjadi orang yang tidak tahu bahwa apa yang kita kerjakan sebenarnya sudah mendukakan hati
Tuhan. Banyak orang yang tidak sadar bahwa dosa begitu serius di mata Tuhan. Tetapi di Yoh 3:16 Tuhan
tidak hanya menyatakan murka-Nya, Ia juga menyatakan kasih-Nya yang begitu besar. Paulus mengatakan
bahwa diantara para Rasul, ia-lah yang paling berdosa. Dan kesadaran ini mengakibatkan ia bekerja lebih
keras daripada semuanya, sampai akhirnya kepalanya harus dipenggal. Baginya, itulah sukacita melayani
Tuhan karena ia mempunyai prinsip bahwa "Hidup adalah Kristus dan mati adalah keuntungan." Kalau ia
mati maka itu adalah suatu keuntungan karena ia akan cepat bertemu dengan Tuhan, tetapi kalau ia hidup
maka itu berarti bekerja menghasilkan buah. Iman tidak dapat dipisahkan dari kasih. Di saat firman
diberitakan, di dalamnya kasih Tuhan dinyatakan. Kalau kita sudah mengalami kasih yang dicurahkan oleh
Roh Kudus kepada kita (Roma 5:5), maka iman yang kita miliki seharusnya juga menghasilkan ciri-ciri kasih
yang sejati. Jadi, karena Roh Kudus meneguhkan kasih Allah di dalam diri kita maka di dalam diri kita
terdapat keinginan-keinginan untuk menyenangkan hati Allah. Ketika kasih Allah dicurahkan ke dalam hati
kita, ada satu kecenderungan untuk menyenangkan Allah. Oleh sebab itu, jika seorang memiliki iman yang
sejati maka itu harus ada cirinya. Saya akan mengambil ciri dari kehidupan pernikahan karena ini
merupakan gambaran hubungan Kristus dengan jemaat. Pernikahan seringkali menggambarkan relasi
antara Tuhan, mempelai laki-laki dengan kita, mempelai wanita.



1. Dua menjadi Satu. Sebelum kita merasakan cinta Tuhan, hidup kita adalah milik kita, pada waktu
kita telah diselamatkan, maka di dalam hati kita terdapat kerinduan untuk menyenangkan hati Tuhan, yaitu
bagaimana supaya pikiran kita dapat berpikir seperti Allah berpikir, perasaan kita kembali mencintai Tuhan,
dan kemauan kita adalah untuk melakukan apa yang Tuhan mau lakukan. Inilah tanda pertama.

2. Adanya ketaatan. Yang menjadi kunci Jonathan Edward tentang kehidupan Kristen yang sejati
adalah ketaatan kita kepada Tuhan. Paulus juga memerintahkan agar isteri tunduk kepada suami seperti
kepada Tuhan (Ef 5:22). Di dalam Yoh 14:15 dikatakan: "Jikalau kamu mengasihi Aku, kamu akan menuruti
238 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

segala perintah-Ku." Orang yang mengasihi ditandai oleh ketaatan, tetapi orang yang kelihatan taat belum
tentu mengasihi.

3. Adanya pemisahan. Martin Luther mengatakan bahwa pikiran manusia bagaikan seorang pelacur.
Di dalam PL, Tuhan pernah mengatakan bahwa umat Israel hidup seperti pelacur, seolah-olah tidak punya
Tuan, sehingga mereka melacurkan diri dalam perjinahan rohani dengan berhala-berhala. Oleh sebab itu,
salah satu tanda jika kasih Kristus ada di dalam hati kita adalah dengan rela kita berani berkata "tidak"
untuk segala sesuatu yang dahulu menyenangkan kita, sehingga ada pemisahan di dalam kehidupan kita.

Itulah tiga ciri kasih yang sejati. Akan tetapi hidup kita tetap berada di dalam proses. Oleh sebab itu,
Spurgeon mengatakan: "Antara dosa dan kasih bagaikan sebuah timbangan." Pada waktu kasih meningkat
dosa akan menurun, pada waktu dosa meningkat kasih akan menurun. Pada waktu cinta Kristus begitu kecil
di dalam hidup kita, maka kuasa dosa begitu besar menguasai kita dan sebaliknya. Tetapi Spurgeon juga
mengatakan bahwa kasih Kristus tetap merupakan kuasa yang besar, yang sanggup mengubah hidup kita.

Iman dan kasih juga tidak dapat dipisahkan dari saudara kembarnya yang ketiga yaitu sukacita. Sukacita
disini bukanlah senang-senang duniawi yang bersifat sementara. Sukacita bersumber dari dalam. Di dalam
PL, sukacita berasal dari Tuhan sementara di dalam PB, sukacita selalu bersumber dari Roh Kudus. 1 Tes 1:6
berbunyi: "Dan kamu telah menjadi penurut kami dan penurut Tuhan; dalam penindasan yang berat kamu
telah menerima firman itu dengan sukacita yang dikerjakan oleh Roh Kudus." Di dalam 1 Ptr, sukacita ini
disebut sebagai sukacita yang tak terkatakan tetapi ada di dalam diri orang yang mencintai Tuhan. Semakin
ia mencintai Tuhan, semakin ia beriman kepada Tuhan, semakin ada sukacita di dalam hatinya. Pada waktu
seorang wanita melahirkan ia merasa amat kesakitan, tetapi setelah anak yang dikandung dilahirkan, ada
suatu sukacita yang indah. Sukacita adalah anugerah yang diberikan Roh Kudus di dalam diri orang-orang
yang punya iman dan kasih yang sejati kepada Tuhan. Kiranya ketiga ciri True Religion, yaitu: iman yang
sejati, kasih yang sejati dan sukacita yang sejati, memenuhi hati kita.

Amin!
239 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

T
Taan
nggg
guun
nggjja
awwa
abbk
keellu
uaarrg
gaa
Oleh: Pdt. Rusdi Tanuwidjaya

Nats: Hakim-Hakim 2:6-13

6 Setelah Yosua melepas bangsa itu pergi, maka pergilah orang Israel itu, masing–masing
ke milik pusakanya, untuk memiliki negeri itu.
7 Dan bangsa itu beribadah kepada TUHAN sepanjang zaman Yosua dan sepanjang zaman
para tua–tua yang hidup lebih lama dari pada Yosua, dan yang telah melihat segenap
perbuatan yang besar, yang dilakukan TUHAN bagi orang Israel.
8 Dan Yosua bin Nun, hamba TUHAN itu, mati pada umur seratus sepuluh tahun;
9 ia dikuburkan di daerah milik pusakanya di Timnat–Heres, di pegunungan Efraim, di
sebelah utara gunung Gaas.
10 Setelah seluruh angkatan itu dikumpulkan kepada nenek moyangnya, bangkitlah sesudah
mereka itu angkatan yang lain, yang tidak mengenal TUHAN ataupun perbuatan yang
dilakukan–Nya bagi orang Israel.
11 Lalu orang Israel melakukan apa yang jahat di mata TUHAN dan mereka beribadah kepada
para Baal.
12 Mereka meninggalkan TUHAN, Allah nenek moyang mereka yang telah membawa mereka
keluar dari tanah Mesir, lalu mengikuti allah lain, dari antara allah bangsa–bangsa di
sekeliling mereka, dan sujud menyembah kepadanya, sehingga mereka menyakiti hati
TUHAN.
13 Demikianlah mereka meninggalkan TUHAN dan beribadah kepada Baal dan para Asytoret.

Allah menciptakan manusia sebagai ciptaan yang begitu mulia bahkan diberikan kedudukan sebagai The
King of the earth namun dia juga harus bertanggung jawab terhadap Allah. Alam semesta dicipta dengan
kemuliaan Allah, memancarkan kemuliaan Allah tetapi satu-satunya ciptaan yang dapat memuliakan Allah
hanya manusia namun sayang, manusia tidak taat dan takut pada Allah justru takut dengan apa yang
dikatakan setan dan memberontak kepada Allah karena ia ingin seperti Allah. Inilah satu masalah terbesar
timbulnya krisis di dunia, ketika posisi Allah digeser dalam hidupnya dan manusia yang dicipta untuk
kemuliaan Allah sekarang sedang memuliakan diri, mau menjadi pusat di alam semesta. Akibat kejatuhan
Adam dan Hawa, kita melihat mulai dari keluarga pertama menjadi keluarga yang banyak mengucurkan air
mata, darah dan ketidakberesan di muka bumi.

Hari ini kita akan melihat konteks saat Yosua masuk ke tanah kanaan. Alkitab mengatakan, Yosua
merupakan angkatan pertama yang diam di tanah Kanaan dan pada saat itu merupakan bangsa yang setia
mengenal dan memperkenan Tuhan namun cucu angkatan tersebut hidup tidak mengenal Tuhan. Sekarang
pertanyaannya, mengapa generasi Yosua dan anak-anak mereka hidup memperkenan Tuhan namun
240 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

angkatan cucu-cucu Yosua terjadi kemerosotan dan perzinahan rohani? Bukankah mereka seharusnya
memahami bagaimana tangan Allah memimpin bangsa ini dan mereka telah mendengar berulang kali apa
yang sudah dikerjakan oleh Allah terhadap umat pilihannya? Tetapi mengapa sesudah generasi ketiga ini
justru mengalami kemerosotan? Bagaimana mereka tidak jatuh kalau kebudayaan disekitarnya rusak?
Bukankah tanah kanaan disuruh dihancurkan namun realitanya tidak dihancurkan sehingga dalam tanah
Kanaan masih banyak bangsa Kanaan yang kafir yang menyembah berhala sehingga tidak heran kalau
akhirnya bangsa Israel pola hidupnya juga dipengaruhi oleh pola pikir yang merusak dari masyarakat dan
lingkungan yang jelek ini. Kita selalu berpikir orang lain dan dari luar diri kita yang salah. Sesudah manusia
jatuh dalam dosa, hal itu memang mempunyai dampak dan pengaruh negatif serta mereka merupakan
masyarakat yang sudah sakit, bengkok dan pezinah-pezinah rohani di hadapan Tuhan. Ini tidak
mengherankan, tetapi bagi saya masalahnya bukan di sana. Masalahnya adalah tanggungjawab umat Israel
untuk mendidik anak-anak mereka karena Allah tidak pernah berfirman kepada bangsa kafir, yang sudah
rusak dan yang belum diselamatkan untuk mendidik anak-anak Tuhan.

Saudara, apa yang dilakukan oleh generasi Yosua? Ketika Yosua mempunyai anak ia mengajar bagaimana
tangan Tuhan memanggil, memimpin dan kuasa Tuhan bekerja melalui Musa sehingga mereka memahami
walaupun mereka tidak dapat melihat karena terus diajarkan berulangkali. Tetapi sesudah generasi itu
mereka lebih memberikan harta yang bersifat materi atau pengetahuan yang tidak ada hubungannya
dengan kekekalan sehingga tidak heran ketika pendidikan rohani mereka rapuh, mereka lebih mudah untuk
dipengaruhi bangsa-bangsa lain. Ini yang menyebabkan bangsa itu makin lama makin jauh dari Tuhan.
Ketika kita keropos, hati kita kosong, pikiran kita selalu terarah ke bawah memandang kepada kenikmatan
duniawi ini, itulah mulai bencana di dalam kerohanian umat manusia. Apa yang terjadi? Akhirnya pelan-
pelan, mulai masuk melalui mata, telinga, dalam hati dan mulai menguasainya. Sesudah hatinya dikuasai
oleh virus seperti ini, seluruh keberadaan dirinya, pikirannya, akal sehatnya, hatinya secara moral dan juga
kekuatan rohaninya untuk melawan dosa sudah dilumpuhkan. Itu menjadi satu kekuatan yang membuat
bangsa Israel menjadi bangsa yang mengalami kemerosotan luar biasa. Jangan salahkan budaya yang sudah
jatuh, sekolah yang tidak beres, masyarakat yang tidak beres dan media massa yang tidak beres. Tetapi
bagaimanakah tanggungjawab kita untuk mendidik anak-anak yang diberikan oleh Tuhan.

Saya rasa pengalaman bangsa Israel ini juga menjadi contoh bagi kita. Kalau boleh saya tanya berapa
banyak orang tua mempunyai pengaruh dan teladan bagi anak-anak mereka? Saya akan memberi contoh
dari hal yang paling kecil. Waktu kita datang ke dalam ibadah dan kita tidak pernah menghormati ibadah
itu, kita datang selalu terlambat maka anak kita akan menirunya. Jangan saudara pikir bahwa hal-hal yang
kecil tidak pernah menjadi teladan.

Betapa besarnya pengaruh orang tua! Tidak heran kalau saat saya mengajar, banyak murid yang berkata
bahwa orang yang paling tidak mereka sukai adalah orang tua mereka, padahal orang tua mereka adalah
orang Kristen. Survei di Amerika membuktikan bahwa dari sekian banyak yang tidak disukai oleh remaja,
yang pertama adalah orang tua mereka. Ini menjadi suatu pukulan bagi saya. Walaupun kita dapat memiliki
harta yang banyak, tetapi kalau anak kita hancur semua itu sama sekali tidak ada artinya. Seperti apakah
jaman kita ini? Mau ke manakah kita sebenarnya? Ketika saya melihat anak saya yang begitu mungil, saya
membayangkan bagaimana kalau ia sudah besar nanti. Saya berdoa supaya Tuhan memberikan kepada
saya kemampuan untuk mendidik anak saya secara bertanggungjawab sehingga semua potensi yang ada
padanya tidak sia-sia. Anak saya adalah harta Tuhan yang begitu berharga yang Tuhan titipkan sementara
dan bukan milik saya. Saya harus menggarap dia secara bertanggungjawab di hadapan Tuhan. Itu bukan
hanya tugas sekolah minggu, itu bukan hanya tugas sekolah, tetapi adalah tugas keluarga.
241 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

Kalau orang tua tidak mempunyai pengaruh maka tidak heran kalau kebudayaan sekitar kita sudah
merembes masuk ke dalam pikiran dan hati mereka. Tidak heran, generasi ini sudah melahirkan anak-anak
yang melawan orang tua, melawan Tuhan, yang tidak dapat membedakan mana yang benar dan mana yang
salah dan mana yang memuliakan Tuhan atau tidak sekalipun mereka dibesarkan dalam gereja. Keluarga
adalah pendidikan pertama, bagi saya itulah gereja pertama yang harus ia kenal, itulah gereja pertama di
mana di dalamnya cinta Tuhan diajarkan. Teladan hidup juga mencerminkan cinta Tuhan yang membimbing
mereka dengan benar, sehingga mereka bukan hanya melihat orang yang hanya berbicara tetapi tidak
memberikan teladan. Ketika mereka lihat dunia, mereka melihat keluarga-keluarga lain yang tidak beres,
mereka masih dapat memberikan counter. Jangan berambisi untuk mengubah dunia, tetapi carilah
bagaimana kita mendidik anak kita supaya dapat berpengaruh di dunia ini dan menjadi terang. Bagi saya,
gereja yang sehat harus dimulai dari keluarga. Itu sebabnya, kemarin saya berkata kapan kita mempunyai
persekutuan di mana keluarga-keluarga dapat berkumpul dan saling berbagai pengalaman tentang
bagaimana mendidik keluarga sehingga anak-anak dapat bertumbuh dengan baik. Keluarga diberikan
sebuah tugas, sebuah tanggung-jawab yang begitu mulia dan agung.

Guru-guru Sekolah Minggu jangan berpikir tidak turut berperan dalam mendidik anak. Saya sangat sedih
jika guru-guru hanya datang untuk mengajar, untuk menyampaikan informasi. Bagi saya, pendidikan harus
menghasilkan transformasi. Itu sebabnya jangan berharap pada dunia dan pendidikan luar. Kalau guru-guru
di dalam gereja tidak bertanggungjawab, dalam keluarga mereka tidak mengalami suatu kesejahteraan,
gerejapun tidak dapat menjadi rumah bagi mereka, dimana lagi pendidikan mau diadakan dan dijalankan?
Apalagi jika sekolah-sekolah yang menyebut dirinya Kristen ternyata justru mandul dan lumpuh, dan di
dalamnya justru terdapat paling banyak anak-anak yang hidupnya tidak beres. Hai guru-guru, tugasmu
berat, tanggungjawabmu berat, tetapi tanggungjawabmu begitu mulia, karena Tuhan mau engkau menjadi
pendidik-pendidik yang bertanggungjawab, bukan hanya melalui apa yang engkau ajarkan, tetapi juga
melalui teladan yang engkau berikan. Berapa banyak orang yang berani berkorban menjadi guru S.M. dan
mati-matian belajar untuk menjadi guru yang profesional? Saya ingin mengakhiri ini dengan dua kesaksian.

1. Ketika saya pelayanan di satu sekolah SMP, saya bertemu dengan seorang anak yang dibesarkan
dalam keluarga yang broken home. Sejak kecil ia tidak pernah merasakan kasih sayang Tuhan, ia bergaul
bebas dan waktu SMP ia sering berganti pacar hingga melakukan hubungan seks. Saat mendengarkan
firman, ia bertobat namun ia bingung bagaimana dapat lepas dari kekuatan dosa yang mengikatnya dan
bertanya-tanya apakah Tuhan masih mampu mengampuni saya. Waktu itu saya diam dan hanya dapat
menyuruh dia keluar dari lingkungannya yang buruk. Tetapi hal itu tidaklah mudah. Di saat saya bertemu
dengan dia, dia kembali jatuh dan jatuh lagi. Kekuatan godaan itu begitu kuat mengikat dan
membelenggunya sehingga ia tidak dapat lepas. Saya hanya dapat berdoa supaya Tuhan mengampuni
orang tuanya karena mereka tidak bertanggungjawab terhadap anak yang Tuhan berikan. Mungkin anak ini
kalau tidak sungguh-sungguh mengalami cinta Tuhan dan dirombak oleh Tuhan ia juga akan menghasilkan
pernikahan yang pincang pula.

2. Saya kagum dengan ibu dari Pdt. Stephen Tong, di mana di saat ayahnya meninggal ia berjanji tidak
akan menikah lagi walaupun harus membesarkan anaknya seorang diri. Setelah ia bertobat, ia membawa
anak-anaknya ke bukit untuk berdoa bersama dan setiap hari jumat ia pergi membawa kotak makanan. Di
saat ditanya untuk apa, ia berkata bahwa mereka sudah cukup dan masih banyak orang yang lebih
kekurangan dari mereka, sehingga mereka harus memberikan orang-orang itu makan. Di tengah-tengah
kekurangan mereka, mereka masih dapat menjadi berkat bagi orang lain, itu berarti suatu kelimpahan. Ia
242 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

juga pernah mengatakan sebuah kalimat: "Kantongmu kosong, itu tidak apa-apa, hatimu kosong, itu baru
miskin yang sesungguhnya!" Kalimat yang begitu agung itu membekas di dalam hati dan jiwa anak-anaknya.
Bagi saya, tidak heran jika anak-anaknya menjadi orang-orang yang berhasil. Pendidikan seperti apa yang
kita mau? Biarlah firman yang kita dengar ini boleh membuat kita bergumul. Saudara-saudara yang mau
menikah, bergumullah, karena pernikahan adalah kehendak Tuhan yang mulia untuk menciptakan
keluarga-keluarga yang memuliakan Tuhan di mana Tuhan menempatkan Saudara! Tuhan yang
menciptakan keluarga untuk tujuan kemuliaan-Nya, Ia juga yang menebus manusia untuk memberikan
amanat agung untuk memberitakan injil untuk menjadi saksi termasuk keluarga menjadi saksi bagi
sekitarnya. Dua hal ini harus digabung menjadi satu. Biarlah kita berdoa supaya Tuhan memberikan
kekuatan agar kita dapat menjadi saksi bagi kemuliaan nama-Nya.

Amin!
243 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

R
Rooh
hKKu
uddu
uss
Oleh: Pdt. Rusdi Tanuwidjaya

Nats: Kisah 1:8

8 Tetapi kamu akan menerima kuasa, kalau Roh Kudus turun ke atas kamu, dan kamu akan
menjadi saksi–Ku di Yerusalem dan di seluruh Yudea dan Samaria dan sampai ke ujung
bumi."

Ketika membahas Yohanes 16:28, saya telah menyatakan bahwa Kristus datang ke dalam dunia (berinkarnasi)
untuk mati di Kalvari karena dosa manusia, dikuburkan dan bangkit. Sebelum ke naikkannya ke sorga Ia
menjanjikan untuk mengirimkan Roh Kudus maka setelah 10 hari kemudian Roh Kudus dicurahkan dan
mulailah satu era di mana Roh Kudus berkarya melalui para rasul, diaken, dan anak-anak Tuhan. Seorang
teolog pernah berkata bahwa hadiah yang terbesar bagi dunia adalah Yesus Kristus, dan hadiah yang
terbesar bagi gereja adalah Roh Kudus. Allah Bapa memilih sejak kekal, Yesus Kristus diutus ke dalam dunia
untuk mati menggantikan kita dan melalui Roh Kudus orang berdosa dapat percaya serta menerima Kristus
sebagai Tuhan dan Juru Selamatnya sehingga kepadanya dikaruniakan segala berkat rohani di dalam sorga.
Dalam nats di atas dikatakan bahwa jika Roh Kudus turun ke atas mereka, mereka akan menjadi saksi-Nya.
Itulah sebabnya, pada kesempatan kali ini kita akan melihat kuasa Roh Kudus yang dikerjakan dalam
kehidupan kita, yakni:

1. Kuasa menginsafkan

Roh Kudus datang untuk menginsafkan dunia akan dosa, kebenaran dan penghakiman. Jika kita tidak
diinsafkan akan dosa, kebenaran dan penghakiman, kita tidak mungkin percaya kepada Tuhan. Di dalam
perumpamaan tentang penabur, ketika benih ditabur, benih itu jatuh di empat tempat. Benih merupakan
simbol dari firman Tuhan dan tanah adalah hati manusia (batu yang keras, tanah yang tipis, tanah di tengah
semak duri dan tanah yang baik). Jika Firman jatuh di hati manusia yang keras, tak mungkin terjadi sesuatu
perubahan. Ada satu hal yang lebih berbahaya daripada dosa, yaitu orang tidak sadar bahwa dia sedang
berbuat dosa di hadapan Tuhan bahkan menikmati dosa. Inilah contoh dari hati yang keras itu.

Ada orang yang setiap kali dalam acara KKR mengangkat tangan, tetapi setiap kali juga jatuh dalam dosa
yang sama. Ini merupakan contoh hati yang bertanah tipis. Pada saat mengambil satu komitmen begitu
bersemangat, lama-lama semangatnya mulai surut. Jenis ketiga adalah orang-orang yang menyebut dirinya
Kristen - dan telah bertahun-tahun menjadi orang Kristen - tetapi tidak bertumbuh oleh karena
kekhawatiran dari luar menghimpit dia. Hanya oleh karena Roh Kuduslah hati yang keras itu dapat menjadi
lunak sehingga ia sadar akan kebenaran firman Tuhan, akan kecenderungannya yang berbuat dosa dan
mendukakan hati Tuhan.

Roh Kudus bukan hanya menyadarkan seseorang akan dosa, tetapi juga kebenaran. Kristus adalah
kebenaran itu sendiri, karena itu Roh Kudus akan memimpin seseorang kepada Krsitus (Yoh 14:6). Hanya di
244 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

dalam Kristuslah seseorang dapat memperoleh hidup yang kekal dan Roh Kuduspun menyadarkan
seseorang akan penghakiman, di mana orang-orang berdosa pasti akan mengalami hukuman Allah.

2. Kuasa Kepemilikan

Dalam Efesus 1:13 dijelaskan bahwa ketika di dalam Kristus dan kita percaya, kita dimeteraikan dengan Roh
Kudus dan kita pun menjadi milik Allah. Betapa indahnya semua ini di mana kita orang berdosa yang
seharusnya dihukum namun karena kasih Allah kita dipimpin oleh Roh Kudus untuk memperoleh jaminan
keselamatan dan hidup kekal di dalam Kristus.

3. Kuasa Pengudusan

Roh Kudus diberikan untuk mengerjakan proses pengudusan dalam kehidupan orang Kristen. Dalam 1 Kor
1:2, ada dua kata "kudus." Yang dimaksud dengan kudus yang pertama adalah ketika kita percaya kepada
Kristus, hubungan kita dengan Bapa dipulihkan, dan hubungan itu telah dikuduskan oleh Bapa. Status kita
bukan lagi orang berdosa, tetapi orang yang sudah dibenarkan, dikuduskan namun secara moral kita belum
kudus karena kita masih sering jatuh di dalam dosa. Roh Kudus tinggal dalam diri kita bukan ketika kita
sudah betul-betul sempurna dan tidak berbuat dosa. Ketika kita percaya kepada Kristus, Roh Kudus tinggal
di dalam diri kita walaupun kita masih dapat berbuat dosa. Untuk apa? untuk memampukan kita hidup
dalam proses pengudusan.

Manusia berdosa mengalami kerusakan total, di mana seluruh aspek dalam kehidupan manusia mengalami
suatu distorsi karena itu Roh Kudus yang tinggal di dalam diri kita, orang percaya memproses pikiran,
perasaan dan kemauan kita hingga mengalami penyucian yang terus-menerus. Masalahnya adalah, apakah
kita mengijinkan Roh Kudus itu sebagai tuan atas hidup kita atau sebagai tamu? Jika sebagai tamu, Dia tidak
mempunyai hak apa-apa atau sangat terbatas akibatnya kita tidak pernah mau mengijinkan Roh Kudus
untuk mengubah cara berpikir dan mengarahkan perasaan kita kembali kepada Tuhan serta membawa
kemauan kita takluk di bawah kehendak Tuhan. Padahal Roh Kudus seharusnya memerintah atas pikiran,
perasaan dan kemauan kita maka di dalam proses itu yang terpenting adalah relakah kita jika Roh Kudus
memimpin dan mengarahkan kita kepada apa yang Tuhan mau dan membenci apa yang dibenci oleh
Tuhan.

Dalam kehidupan kita banyak misteri yang orang lain tidak tahu, yang tahu hanya tiga yakni Tuhan, diri
sendiri dan setan. Karena Tuhan tahu, maukah kita mempersilahkan Roh Kudus melihat ruang hati kita dan
membersihkannya dari segala cara-cara yang tidak beres dan kotor? Mulut kita mungkin terarah kepada
Tuhan tetapi tindakan kita mengarah kepada setan dan tidak mempermuliakan Tuhan. Jika kita mau
dipimpin oleh Roh Kudus, pikiran kita akan semakin dikuasai oleh firman Tuhan, perasaan kita akan semakin
mencintai Tuhan dan hati nurani kita semakin dibersihkan dan dimurnikan sehingga kita dapat peka dan
mentaati kehendak Tuhan untuk mengalami satu pertumbuhan iman di dalam proses pengudusan.

Ada seseorang yang berkata, "Penyerahan tampak, pemikiran adalah fanatisisme yang bertindak tetapi
pemikiran tampa penyerahan total itu berarti kelumpuhan dalam semua tindakan." Ada orang-orang yang
sepertinya berserah, tetapi pikirannya tidak pernah mengerti kebenaran firman Tuhan dan tidak pernah
dirombak oleh firman Tuhan. Jika pikiran yang dirombak tanpa disertai penyerahan total, maka akan terjadi
kelumpuhan dalam semua tindakan akibat tidak adanya keseimbangan pertumbuhan. Apakah orang yang
benar-benar percaya ada kemungkinan untuk murtad? Seperti yang kita bahas di atas bahwa di dalam
kekekalan Tuhan telah memilih kita dan Roh Kudus memeteraikan kita sebagai jaminan keselamatan yang
245 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

mutlak bahwa kita akan memperoleh seluruhnnya nanti. Bagaimana kalau kita berbuat dosa? Pada waktu
berbuat dosa sebenarnya kita sedang memdukakan Roh Kudus. Maka orang percaya tidak mungkin murtad,
tetapi masih bisa berbuat dosa. Jika demikian di mana keadilan Tuhan? Pengampunan dosa tetap diberikan,
tetapi pengadilan Tuhan tetap akan dinyatakan di dalam dunia. Misalnya, seseorang yang membunuh dan
dimasukkan ke dalam penjara, mungkin di kejar-kejar oleh rasa bersalah dalam hatinya. Inilah upah! Apa
yang kita tabur, itu yang akan kita tuai dan itu bukan hukum karma melainkan satu konsekuensi dari apa
yang telah kita perbuat.

4. Kuasa yang memberikan kemenangan

Pada suatu hari, ketika Pdt. Stephen Tong berkhotbah, ada seorang ahli sihir yang berusaha menyerangnya.
Orang ini melihat ada satu cahaya yang keluar dari tangannya - demikianlah pengakuan orang tersebut, dan
hanya dia sendiri yang tahu keberadaan cahaya itu dan mengarah kepadanya. Begitu sudah dekat,
mendadak sinar itu lenyap. Karena penasaran, ia mencoba dengan seluruh kemampuannya dan kali ini
cahaya itu pecah menjadi dua, dan mendadak orang itu pingsan. Ini membuktikan bahwa kuasa Allah
sangatlah besar dalam kehidupan orang percaya (lihat I yoh 4:4). Karena itu, sangatlah tragis jika seorang
Kristen begitu takut tidur malam oleh karena telah menonton sebuah film horor yang sangat menakutkan.
Padahal 1 Yoh 4:4 jelas mengatakan bahwa Roh yang ada di dalam kamu, lebih besar daripada roh yang ada
di dalam dunia. Di manakah keberanian kita? Ketika Roh Kudus turun, dengan kuasa Roh Kudus yang
mengurapinya Petrus berani berkhotbah. Pada waktu Roh Kudus bekerja, Ia memberikan keberanian
kepada kita untuk menghadapi suatu realita.

5. Kuasa Kesaksian

Roh Kudus memberikan kuasa kepada kita untuk menjadi saksi. Kuasa bukan sekedar kemampuan atau
kekuatan biasa, tetapi sesuatu yang mendorong kita untuk bertindak. Petrus yang penakut, karena diurapi
Roh Kudus, begitu berani untuk menjadi saksi. Jika saya diutus ke tempat terpencil, bagi saya, saya
memohon, "Tuhan beri saya kemampuan untuk taat dan pergi ke sana. Saya percaya kuasa Tuhan
menyertai saya." Jikalau Tuhan mengijinkan untuk mati di sana, itu adalah anugerah Tuhan.

Gereja zaman itu belum diperlengkapi dengan transportasi yang hebat dan buku-buku yang berbobot teapi
heran, dalam waktu yang singkat Injil sudah tersebar hampir ke seluruh dunia sedangkan gereja saat ini,
yang sudah diperlengkapi dengan berbagai fasilitas, justru gereja mandul dan lumpuh. Apa sebab? Gereja
hanya mengandalkan fasilitas dan tidak mau bersungguh-sungguh bergantung kepada dan mentaati Tuhan
dalam hal kesaksian. Karena Roh Kudus sudah dicurahkan, maukah kita menyadari kuasa Roh Kudus yang
menginsafkan dan menjadikan kita milik Allah serta masuk ke dalam proses pengudusan di mana kita dapat
terus-menerus hidup dalam kemenangan secara rohani, dan pada akhirnya berani untuk memberitakan
Injil? Kiranya Tuhan memberikan api kebangunan sehingga menguasai hati, pikiran, kemauan dan seluruh
kehidupan sehingga jemaat Tuhan bisa dibangunkan.

Amin!
246 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

A
Appa
ayya
annggddiilla
akkuuk
kaan
nRRo
ohhK
Kuud
duus
s
d
daan
nTTu
ujju
uaan
nnny yaa
Oleh: Pdt. Rusdi Tanuwidjaya

Nats: Yohanes 16:14

14 Ia akan memuliakan Aku, sebab Ia akan memberitakan kepadamu apa yang diterimanya dari
pada–Ku.

Hari ini kita bicara mengenai Roh Kudus, yaitu dari sisi yang berkenaan dengan apa yang Ia kerjakan di
dalam tugasnya ketika Allah Anak (Yesus) mengutus Dia di dalam dunia. Dari ayat yang kita baca hari ini, Yoh
16:14 dikatakan: "Ia akan memuliakan Aku, sebab Ia akan memberitakan kepadamu apa yang diterimanya
dari pada-Ku." dan dari ayat ini kita akan bahas dua hal yang besar yaitu:
1. apa yang akan dilakukan Roh Kudus dan
2. apa tujuan Roh Kudus melakukan hal itu?
Kalau kita melihat di dalam ayat 14b dikatakan, "Sebab Dia (Roh Kudus) akan memberitakan kepadamu apa
yang diterimanya daripada-Ku." Yang dimaksud dengan kepadamu di situ adalah murid-murid Tuhan.
Mereka bukan merupakan orang-orang yang terpandang dan terkenal pada jaman itu, mereka adalah
orang-orang biasa, nelayan yang tidak berpendidikan, tidak ada seorangpun dari mereka yang merupakan
orang yang luar biasa. Saya percaya Tuhan Yesus, yang adalah Pencipta langit dan bumi, mempunyai kuasa
untuk memanggil dari dunia ini orang-orang yang terpandang, berpendidikan tinggi menjadi dutanya untuk
mempengaruhi dunia. Namun, kita dapat lihat bahwa dunia ini tidak dipengaruhi oleh jumlah orang yang
banyak namun dari kelompok kecil orang yang mempunyai kekuatan untuk merombak dunia ini.
Di dalam 2 Kor 1:26 kita melihat bahwa cara kerja Allah berbeda dengan cara kerja kita karena cara kerja-Nya
unik. Tuhan pilih orang yang sederhana sama seperti saudara dan saya. Dia punya satu rencana supaya dari
11 muridnya ini dunia dipengaruhi. Saudara jangan minder kalau Saudara adalah orang yang tidak
mempunyai banyak uang, karunia atau potensi. Tuhan dapat pakai Saudara sesuai dengan kapasitas
Saudara. Bagi saya, ketika seseorang dipilih, bagi dia dipercayakan satu rahasia yang begitu indah, luhur,
agung, suci dan kalau Ia mau mempercayakan, maka itu adalah semata-mata kerendahan hati-Nya dan
merupakan suatu anugerah.

Roh Kudus menolong para murid untuk mengerti kata-kata Kristus di dalam hidup mereka. Kalau saudara
perhatikan baik-baik, di dalam pasal 14-16 ketika Tuhan Yesus mengajar mengenai penghibur yang akan
diutus oleh-Nya, konsep semua murid-Nya masih duniawi. Bahkan, sampai ketika Kristus bangkit, mereka
masih membicarakan kerajaan Allah dalam konteks lahiriah dan cara berpikir mereka belum berubah. Roh
Kudus menolong mereka untuk memahami kata-kata Kristus sebelum Kristus mati dan naik ke surga. Ini
penting, karena tanpa pekerjaan Roh Kudus kita tidak mungkin mengerti mengenai arti sebenarnya dari
247 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

firman tersebut. Itu sebabnya kita percaya jikalau bukan Roh Kudus yang memberi pertolongan dengan
membuka mata kita, telinga dan menjamah hati kita maka kita tidak mungkin mengerti. Selain itu, hanya
melalui Roh Kudus kita mungkin untuk melihat betapa tidak berlayaknya kita di hadapan Allah.

Hal pertama yang harus kita sadari adalah, tanpa pertolongan Roh Kudus, sulit bagi kita untuk melihat
kebenaran.

Hal kedua yang Roh Kudus lakukan adalah memberitakan tentang pribadi Kristus. Bagi saya, pribadi Kristus
bukanlah hal yang sederhana. Walaupun kita sudah berusaha menjelaskan pribadi Kristus kepada orang
yang tidak percaya dengan selogis-logisnya, orang itu tetap akan merasa bahwa hal itu tidaklah logis. Tarik
Sidharta dari Tripitaka atau Muhammad dari Alquran, tidak akan membuat kedua kitab itu menjadi tidak
berfungsi, namun jika kita menarik pribadi Kristus dari Kitab Suci, maka seluruh kekristenan akan menjadi
hancur. Mengapa? Karena pusat dari Kitab Suci, mulai dari Kejadian hingga Wahyu adalah Kristus. Tetapi di
saat kita berbicara dengan orang lain tentang Kristus, maka kecuali Roh Kudus bekerja di dalam hidupnya,
ia tidak mungkin bertobat. Inilah hal kedua.

Ketiga, Roh Kudus akan memberitaan jabatan Kristus. Alkitab berkata bahwa Kristus adalah Raja, Nabi dan
Imam. Kristus adalah nabi, imam dan raja yang sejati. Nabi-nabi PL harus berkata: "Demi nama Allah…",
tetapi Kristus tidak, karena Ia sendiri adalah Allah. Ibr 10 berkata bahwa Hukum Taurat hanyalah bayang-
bayang dari Kristus, sehingga imam yang sejati adalah Kristus, yang tidak perlu mempersembahkan korban
bagi dirinya sendiri dan yang dapat mempersembahkan korban sekali untuk selama-lamanya. Yesus juga
adalah Raja sejati yang nanti akan datang untuk menjadi hakim atas manusia. Yesus berkata bahwa kalau
Roh Kudus datang maka: "Ia akan menginsafkan dunia akan dosa, kebenaran dan penghakiman." Dosa di
sini berkenaan dengan jabatan Kristus sebagai nabi, kebenaran berkenaan dengan imam, dan penghakiman
berkenaan dengan raja.

Keempat, Roh Kudus mencurahkan kasih Tuhan di dalam hidup kita. Walaupun kita tahu bahwa Yesus
adalah nabi, imam dan raja, tetapi jika kita tidak pernah merasakan kasih Allah, maka kita tetap sulit untuk
berubah. Roh Kuduslah yang mencurahkan kasih Tuhan di dalam hidup kita: "Dan pengharapan tidak
mengecewakan, karena kasih Allah telah dicurahkan di dalam hati kita oleh Roh Kudus yang telah
dikaruniakan kepada kita" (Roma 5:5). Di saat manusia terus melawan Tuhan, melawan kebenaran dan terus
berbuat dosa, maka jika Tuhan mau, Ia dapat saja membuang kita, karena kita hanyalah ciptaan dan Ia
adalah Pencipta. Tetapi di saat kita jatuh ke dalam dosa, Allah telah merencanakan penebusan. Di dalam
kasih-Nya, Allah telah mengaruniakan Anak-Nya sendiri untuk datang ke dalam dunia mati bagi saudara dan
saya. Allah tidak pernah memberikan barang sisa kepada manusia, tetapi seringkali kitalah yang
memberikan barang sisa kepada Tuhan. Betapa besarnya kasih Tuhan kepada kita. Itu sebabnya, jika Roh
Kudus tidak mencurahkan kasih Allah itu kepada kita, kita tidak mungkin dapat mengerti cinta Tuhan.
Semakin besar kasih Allah ada di dalam hati kita, maka kita akan semakin merasa rendah. Tidak mungkin
orang yang merasakan kasih Tuhan dapat seenaknya berbuat dosa! Karena kasih itu sudah dicurahkan oleh
Roh Kudus ke dalam hati kita masing-masing.

Kelima, Roh Kudus membuat firman menjadi milik kita. Jika Roh Kudus tidak bekerja, maka firman yang kita
dengar hanya sekedar menjadi panggilan umum. Kita mengerti tetapi tetap tidak percaya. Tetapi, di saat
Roh Kudus meneguhkan firman itu di dalam hati dan pikiran kita, maka firman itu akan menjadi milik kita
karena Roh Kudus sendiri yang meneguhkan firman itu di dalam hati kita.
248 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

Sekarang, apakah tujuan Roh Kudus melakukan semua ini? Hanya satu, yaitu untuk memuliakan Kristus. Di
sini kita melihat keharmonisan pola kerja di antara Tritunggal. Allah Bapa sederajat dengan Allah Putra
sederajat dengan Allah Roh Kudus. Tetapi, dalam ordo, di dalam tugas dan tanggungjawab kita melihat
bahwa Bapa mengutus Kristus ke dalam dunia dan ketika Kristus datang ke dalam dunia maka Ia datang
untuk melakukan kehendak Bapa dan bukan melakukan ambisi pribadi. Kristus memuliakan Bapa dan
menyatakan firman Bapa kepada manusia (Yoh 17). Waktu Kristus saat ini mengutus Roh Kudus, Roh Kudus
juga tidak melakukan ambisi pribadi. Roh Kudus memuliakan Kristus dan melakukan apa yang dikatakan
oleh Kristus. Oleh sebab itu, kita melihat adanya keharmonisan di antara Allah Tritunggal. Allah tidak
mungkin berkonflik dengan Allah karena Allah adalah sempurna.

Kalau Bapa mengutus Kristus dan Kristus memuliakan Bapa, Kristus mengutus Roh Kudus, Roh Kudus
memuliakan Kristus, maka Allah mengutus kita sehingga kita pun seharusnya melakukan hal yang sama.
Gereja yang menyadari untuk apa ia diutus ke dalam dunia, akan menjadi Gereja yang tahu tugas dan
tanggungjawabnya. Gereja yang keluar dari jalur ini tidak mengerti keharmonisan di antara Allah Tritunggal.
Itu sebabnya tugas gereja adalah memuliakan Allah. Apapun yang Saudara miliki bukanlah milik saudara
dan itu harus kita kembalikan kepada Tuhan. Di dalam Roma 11:36 dikatakan: "Sebab segala sesuatu adalah
dari Dia, dan oleh Dia, dan kepada Dia: Bagi Dialah kemuliaan sampai selama-lamanya!" Itu berarti, harta,
kesehatan, teman hidup dan anak kita juga adalah titipan Tuhan. Kalau suatu kali Tuhan ambil, Saudara
jangan marah-marah, karena itu adalah milik Tuhan.

Amin!
249 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

R
Reen
ncca
anna
akke
esse
ella
amma
atta
ann
Oleh: Pdt. Sutjipto Subeno

Nats: Matius 1:21-23

21 Ia akan melahirkan anak laki–laki dan engkau akan menamakan Dia Yesus, karena Dialah
yang akan menyelamatkan umat–Nya dari dosa mereka."
22 Hal itu terjadi supaya genaplah yang difirmankan Tuhan oleh nabi:
23 "Sesungguhnya, anak dara itu akan mengandung dan melahirkan seorang anak laki–laki,
dan mereka akan menamakan Dia Imanuel" ––yang berarti: Allah menyertai kita.

Matius 1:21-23 merupakan nubuat yang telah diucapkan 600 tahun sebelumnya dalam Yesaya pasal 7. Kalimat
ini digenapi dalam kelahiran atau inkarnasi Anak Allah, yang datang ke tengah dunia dan diberi nama Yesus
karena Dialah yang akan menyelamatkan umat-Nya dari dosa. Di sinilah perbedaan antara agama Yudaisme
dengan iman Kristen. Orang Yahudi atau agama Yudaisme percaya kebenaran hanya ada dalam Perjanjian
Lama tetapi iman Kristen selain percaya Perjanjian Lama juga Perjanjian Baru karena justru dalam
Perjanjian Baru inilah inti dari semua apa yang dibicarakan dalam Perjanjian Lama. Dalam Perjanjian Baru,
nubuat-nubuat dan semua pemberitaan termasuk Yesaya 7 baru terbuka secara nyata sehingga di sinilah inti
dan berita iman Kristen.
Dalam Matius, Alkitab membuka dengan begitu teliti dimana dikatakan saat itu kepercayaan dan kesetiaan
Yusuf kepada tunangannya mulai goyah karena tiba-tiba Maria hamil sedangkan mereka belum menikah.
Dalam kebudayaan Yahudi, perzinahan bukanlah hal yang sederhana. Sehingga kalau terjadi hal seperti itu
maka wanita tersebut harus dirajam atau dihukum mati. Namun karena Yusuf mencintai Maria maka ia
mulai berpikir untuk menceraikannya secara diam-diam. Akan tetapi malaikat Allah datang dan
mengatakan bahwa Maria tidak melakukan perzinahan dan melanggar tata susila melainkan ia mengalami
kehamilan karena Roh Kudus. Berita ini sangat mengejutkan dan sangat sulit diterima Yusuf. Berita seperti
ini menerobos semua presuposisi, konsep, kemungkinan pikiran manusia dan saat itulah Allah yang
berdaulat sedang menyatakan diri serta sedang berintervensi ke tengah sejarah dan mendobrak semua
hukum yang terjadi secara alami dengan melakukan tindakan yang supra natural lebih dari sekedar rumus
yang dimengerti manusia. Saat itu Yusuf mengalami perubahan dan mulai mengerti bahwa ia mendapatkan
anugerah yang terlalu besar dimana Allah boleh memakai dia dan istrinya untuk menjadi pembawa berita
sukacita kelahiran Kristus. Kekristenan tidak akan ada artinya tanpa berita Kristus datang berinkarnasi dan
menebus dosa manusia namun saat hal tersebut diberitakan ternyata tidak mudah untuk diterima.
Pada saat kita bersama-sama menghadap meja perjamuan, kita sadar bahwa kita boleh bersekutu hari ini
karena Allah pernah menjadi manusia dan bahkan tujuan hidupnya jelas untuk menyelamatkan umat-Nya
dari dosa mereka. Kristus hadir di dunia ini dengan sasaran yang jelas yaitu menuju ke Golgota. Bagi saya
tidak ada satu kehidupan yang sedemikian bermakna namun juga mengerikan seperti hidup Kristus.
Seringkali manusia hidup tidak tahu arah dan tujuannya akan ke mana tetapi sebelum Kristus lahir Ia telah
250 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

mempunyai sasaran yang tegas yaitu Anak Manusia datang bukan untuk dilayani tetapi untuk melayani dan
menyerahkan tubuh-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang (Mat 20:28).
Ada dua hal yang dapat kita gumulkan saat ini sehubungan dengan mengapa berita ini sulit diterima dalam
konsep dan pemikiran kita, yaitu:

1. Seringkali kita bertindak seperti Yusuf yang terjebak dalam satu format di mana kita merasa bahwa
kitalah yang mampu untuk mengatasi, menjangkau dan menguasai segala sesuatu termasuk sejarah. Ketika
beragumentasi dengan seseorang maka kita sering terjebak dalam apa yang kita sebut dengan common
sense (akal sehat) sehingga kita gunakan hal itu sebagai represif atau tekanan masyarakat dengan
menggunakan kekuatan mayoritas untuk memaksa orang ikut dalam konsep yang seolah-olah menjadi
pendapat umum. Pada saat kita menekankan kekuatan seperti itu maka seolah-olah kitalah yang mampu
menguasai dan menjangkau segala sesuatu di dalam kotak yang sudah kita buat. Kita perlu sadar bahwa
semuanya menjadi mungkin terjadi karena Allah yang berdaulat. Allah yang berdaulat berarti Allah yang
berhak bertindak, kita hanya dapat taat, tunduk dan kita pasti tidak berdaulat. Setelah nubuatan itu genap,
Allah mengutus Anak-Nya turun ke dunia dan ketika Allah sudah menetapkan demikian maka tidak ada
satupun yang dapat menghalangi tindakan intervensi Allah yang begitu dahsyat itu.
Dalam seminar Iman Kristen dan Futurologi telah saya katakan bahwa manusia mempunyai semangat dan
keinginan untuk menguasai sejarah dengan segala cara dan salah satu format yang dipakai adalah dengan
menggunakan Futurologi. Kalau saudara membuka koran maka dengan segera saudara akan menemukan
banyak iklan yang mengandung unsur seperti itu. Namun hal yang tidak lazim ini sekarang justru merambah
di dunia barat yang terlalu rasionalis. Kalau kita pikir maka untuk apa semuanya itu? Kalau dipikir secara
nalar sehat dan bukan secara Kristen maka itu merupakan satu pertanyaan yang sangat absurb yang perlu
kita tujukan pada diri kita! Sebenarnya dengan datang ke tempat-tempat seperti itu manusia hanya ingin
menipu diri akan hari esok. Dengan kata lain ia berharap akan mendengar berita baik yang diucapkan oleh
orang lain untuk mengkonfirmasi masa depan yang aman. Inilah ide yang muncul di dalam diri seseorang
yang mencari sesuatu dalam Futurologi.
Model kedua dari arus mistik ini adalah Scientific Futurology (Futurologi ilmiah) yang penuh dengan metode
dan statistik dengan beberapa tokohnya yang terkenal yaitu Alvin Toffler, John Naisbitt, dsb. Dalam
bukunya Global Paradox, John Naisbitt tahun 1995 memprediksikan bahwa di awal abad 21 seluruh manusia
akan mencapai kejayaan atau kesejahteraan dan berkeliling dunia. Sehingga perusahaan boeing Mac
Donald Douglas, perusahaan pesawat terbesar di dunia dan juga beberapa perusahaan lainnya melakukan
merger, namun akhirnya mereka mungkin telah mem-PHK sekitar 85.000 pegawai. Dengan statistik, seolah-
olah mereka merasa berdaulat dan berkuasa menentukan apa yang akan terjadi di hari esok. Itu hanyalah
sebuah mimpi karena terlalu banyak faktor X yang tidak dibawah kuasa kita. Terlalu banyak hal, karena
dunia ini telah jatuh di dalam dosa. Manusia harus sadar dan bertobat karena Allah yang berdaulat,
bertindak atas sejarah. Allah yang berintenvensi, yang berdaulat sehingga sejarah harus ditundukkan ke
bawah kekuatan kedaulatan-Nya. Ketika manusia berdosa manusia seringkali tidak terima, enggan karena
manusia sedang bersaing kedaulatan dengan Allah.
Saya adalah seorang positive thinkers sebelum menjadi seorang Kristen dan itu telah ditanamkan sejak kecil
oleh ayah saya yang waktu itu bukan dari latar belakang Kristen. Ia mempersiapkan saya sejak kecil agar
mempunyai ketahanan dan kekuatan untuk menghadapi kehidupan. Sehingga akhirnya saya tumbuh
menjadi orang yang begitu berani untuk mengerjakan apapun dan mempunyai semangat dan keyakinan
bahwa apa yang saya kerjakan harus terjadi dan tidak mungkin gagal. Namun akhirnya itu diruntuhkan
ketika saya harus berlutut di hadapan Tuhan menyadari bahwa Tuhanlah yang mengatur segala sesuatu.
251 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

Terlalu banyak di luar pikiran dan kuasa saya kalau Tuhan mau bertindak satu kali maka seluruhnya akan
selesai. Jangan pernah berpikir kita mampu apapun karena suatu saat itu mungkin hilang dari diri kita.
Berapa banyak dalam diri kita ada kesadaran seperti ini sehingga kita mampu merendahkan diri dan
mengerti Allah yang berintervensi di hidup kita. Inkarnasi adalah bukti yang terbesar di mana mujizat Allah
terjadi di tengah dunia.
Seorang teolog mengatakan bahwa dunia boleh tidak percaya adanya mujizat dan menolak segala sesuatu
tentang mujizat tetapi dunia tidak dapat meniadakan dua mujizat terbesar dalam satu pribadi yang tidak
mungkin ditolak yaitu kelahiran Kristus sebagai kelahiran dari anak dara dan kebangkitan Kristus yang
mengalahkan kuasa kematian kembali ke surga. Dua mujizat ini merupakan mujizat yang dinyatakan di
tengah sejarah dan menjadi fakta realitas sejarah yang tidak mungkin ditolak dan dihapus oleh manusia.
Saudara, kalau mengerti ini kita tahu bagaimana kita harus berespon kepada Allah. The God of Universe is
the God of History (Allah alam semesta adalah Allah yang berkuasa atas sejarah). Biarlah ini boleh menjadikan kita
lebih taat dan tunduk.
2. Berita ini sulit diterima oleh manusia karena berita ini berbicara tentang esensi realita manusia
yang paling tidak ingin di dengar yaitu dosa. Allah yang berinkarasi, datang menjadi daging adalah untuk
menyelamatkan umat-Nya dari dosa mereka. Kalimat ini telah muncul sejak pertama Yesus hadir di tengah
dunia. Yesus datang bukan untuk menyembuhkan, mengajar atau mengerjakan apa saja di tengah dunia ini
yang hanya sekedar memenuhi apa yang dipikirkan manusia tetapi Ia datang untuk menerobos keluar dari
semua batasan dan menyelesaian problem manusia terbesar yaitu pengampunan dosa. Manusia tidak suka
menerima istilah dosa. Dosa bukan sekedar membunuh, berjinah atau mencuri tetapi suatu hal yang sangat
esensial yaitu perlawanan terhadap Allah dan kebenaran-Nya. Kalau orang tua kita yang pernah berbuat
salahpun pada waktu ia berkata benar dan kita lawan, kita patut dihukum sedemikian keras maka kalau
Tuhan selalu berkata benar, suci dan tidak pernah mencelakakan kita, apa yang harus Ia lakukan pada saat
kita melawan-Nya? Dalam Roma 1:18-32, Paulus begitu ketat membicarakan esensi dosa yang sesungguhnya.
Seringkali kita tidak suka dengan istilah dosa karena kalimat itu secara frontal membuat hidup kita
ditelanjangi. Saat itu kita langsung terbuka di hadapan Tuhan bahwa kita adalah orang yang melawan Dia.
Yoh 8:30-59 membuka konsep ini dengan jelas sekali. Saya mengharapkan kita dapat mengerti dan sungguh-
sungguh berespon kembali pada Tuhan karena kita sadar bahwa kita adalah orang berdosa. Seberapa jauh
kita rela dibuka realita hidup kita sekalipun itu sangat menyakitkan. Di depan Dia, kita terbuka total dan
tidak ada apapun yang dapat kita sembunyikan, di hadapan Dia yang Maha Tahu seluruhnya akan dilihat
secara nyata.
Setiap kali perjamuan kudus kita bersama-sama menikmati roti dan anggur untuk mengenang kembali
Kristus yang rela datang ke dunia ini dan rela tubuh-Nya dipecahkan di atas kayu salib, darah-Nya menetes
demi untuk menebus saudara dan saya, orang yang berdosa. Walaupun Ia mengalami dera, cambuk,
penderitaan yang berat dan kesengsaraan yang tidak mungkin dimengerti oleh siapapun namun Ia berkata
bahwa untuk itulah Ia datang ke dalam dunia supaya saudara dan saya boleh diselamatkan serta boleh
kembali dipersatukan dan diperdamaikan kembali dengan Allah. Biarlah hari ini kita boleh kembali
disadarkan oleh Tuhan, Ia yang sudah menebus, kita mau berespon hidup melayani seumur hidup berkenan
bagi Tuhan.

Amin!
252 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

K
Keerrjja
akka
annppeemmbbeerriitta
aaan
n IIn
njjiill
d
deen
ng gaannsse
eggeerra
a
Oleh: Pdt. Yuri Iranto

Nats: Matius 9:35-38

35 Demikianlah Yesus berkeliling ke semua kota dan desa; Ia mengajar dalam rumah–rumah
ibadat dan memberitakan Injil Kerajaan Sorga serta melenyapkan segala penyakit dan
kelemahan.
36 Melihat orang banyak itu, tergeraklah hati Yesus oleh belas kasihan kepada mereka,
karena mereka lelah dan terlantar seperti domba yang tidak bergembala.
37 Maka kata–Nya kepada murid–murid–Nya: "Tuaian memang banyak, tetapi pekerja sedikit.
38 Karena itu mintalah kepada tuan yang empunya tuaian, supaya Ia mengirimkan pekerja–
pekerja untuk tuaian itu."

Sebagai umat yang telah ditebus, kita seharusnya memiliki kerinduan mempersembahkan jiwa bagi Tuhan.
Sebab jikalau keselamatan yang dianugerahkan tidak membawa kita keluar dari sikap hanya mementingkan
diri sendiri kepada memperhatikan orang lain maka sesungguhnya keselamatan itu tidak akan pernah
membawa kita masuk dalam kerajaan sorga. Karena Tuhan Yesus tidak pernah menjadikan orang-orang
yang percaya kepada-Nya hanya memperhatikan kebutuhannya sendiri. Sejak semula Allah telah
menetapkan Yesus Kristus dalam kekekalan supaya di dalam Dia, manusia berdosa dipersekutukan kembali
dengan Allah. Namun di dalam Dia juga, Allah telah menetapkan orang percaya sebagai sarana pendamaian
masyarakat berdosa kepada Allah. Jadi membawa jiwa kepada Tuhan haruslah menjadi kerinduan kita yang
terutama. Di sini dapat kita lihat bahwa pusat perhatian kasih Allah sesungguhnya kepada manusia
berdosa. Oleh sebab itu ketika saya dan saudara sebagai orang percaya tidak memusatkan perhatian dan
menyampaikan berita keselamatan tersebut maka kita sedang tidak di pusat perhatian kasih Allah.
Seorang misiolog Reformed mengatakan, kegagalan gereja dalam melihat tugas yang utama yang
dimandatkan oleh Allah sangat terlihat jelas ketika gereja membuat programnya yang seolah-olah antara
yang satu dengan yang lain terpisah. Ini merupakan kelemahan gereja. Gereja yang misioner harus
membuat semua hal seperti ibadah, konseling, dsb., diarahkan guna membawa jemaat pergi memberitakan
Injil. Oleh sebab itu seyogyanya baik gereja maupun kita secara pribadi mengerahkan segenap potensi dan
apa yang kita miliki yang merupakan anugerah Tuhan guna dipakai membawa jiwa bagi Tuhan. Saya harap
ini menjadi kerinduan kita semua. Pemberitaan Injil bukan tugas hamba Tuhan semata tetapi tugas setiap
orang percaya.
Ketika Yesus memberikan amanat pemuridan yang di dalamnya penginjilan menjadi hal yang utama, Ia tahu
gereja ibarat domba yang berada di tengah serigala dan itu memang tidak mudah. Namun gereja seringkali
terlalu mengasihani diri pada saat tantangan dan masalah menerpa sehingga mereka mulai memperhatikan
ke dalam. Tuhan tidak menghendaki hal yang demikian! Ia tetap konsisten dengan amanatnya dan memberi
jaminan akan menyertai kita sampai kesudahan jaman. Itu artinya jaminan bagi saudara dan saya, dalam
253 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

situasi kondisi apapun juga sebenarnya tidak ada alasan bagi kita untuk mengasihani, memperhatikan diri
dan tidak pergi memberitakan Injil. Memberitakan Injil tidaklah cukup dengan keterlibatan kita berdoa atau
memberikan sesuatu supaya pemberitaan Injil lancar. Teori baku dalam misionari memang diperlukan
tetapi yang penting adalah pemberitaan kita secara verbal yang menyatakan bahwa dalam Yesus Kristus
saja relasi manusia berdosa dipulihkan!
Untuk sampai pada kerinduan tersebut maka ada beberapa hal yang harus kita perbuat dan renungkan.
Firman Tuhan hari ini mengajar supaya kerinduan dan beban kita untuk membawa jiwa bagi Tuhan terus
dipelihara. Dari ayat ini kita belajar:

1. Milikilah belas kasihan Yesus

Yang dimaksud dengan belas kasihan di sini bukan seperti kalau kita melemparkan sejumlah uang kepada
orang yang memprihatinkan di traffic light kemudian berlalu tetapi di sini adalah suatu ungkapan paling
dalam yang mendorong kita untuk menyatakannya secara konkrit kepada manusia berdosa. Belas kasihan
ini tidak muncul begitu saja namun kuncinya di sini adalah melihat (ay 36). Melihat disini bukan sekedar
melirik atau seperti kebanyakan orang melihat tetapi seperti saat Tuhan Yesus melihat Matius si pemungut
cukai. Matius adalah seorang pengkhianat bangsa, yang dianggap sampah masyarakat sehingga perlu
dijauhkan dan menjadi bahan ejekan. Tetapi Yesus melihat dengan seksama bahwa di dalam setiap orang
memiliki potensi besar bagi kerajaan Allah. Dengan kata lain hal itu akan timbul jika kita melihat dengan
sungguh bahwa sesungguhnya semua orang itu bukan saja subyek dosa tetapi juga obyek dosa. Yang
dimaksud subyek dosa adalah orang dikatakan berdosa semata-mata bukan karena ia berbuat dosa atau
melakukan tindakan dosa tetapi karena ia dilahirkan dalam kondisi berdosa sehingga kecenderungannya
berbuat dosa. Alkitab megatakan bahwa semua orang telah berbuat dosa dan telah kehilangan kemuliaan
Allah. Hal ini kita pahami karena manusia diciptakan dalam eksistensi berelasi yang artinya manusia
berdosa bukan saja karena telah memberontak terhadap Allah tetapi juga merupakan perlakuan terhadap
sesama dan mempersekutukan manusia dengan iblis. Sebagai contoh, saat seorang pengusaha mengaji
karyawan tidak lebih hanya 1% dari seluruh keuntungan perusahaannya. Ini merupakan perlakuan yang
tidak adil karena ia memperoleh kekayaan dari para pekerja. Namun ia berbuat demikian karena ditekan
dan ada banyak biaya siluman yang dikeluarkan sehingga tidak cukup untuk mengaji karyawan. Di sini
manusia berdosa menjadikan orang lain sebagai sasaran perlakuan dosa. Harus diakui bahwa kita
cenderung mengasihi atau berbelas kasihan pada orang yang menaruh perhatian terhadap kita. Jikalau ini
yang saudara dan saya lakukan maka kita tidak ubahnya sama seperti orang yang tidak mengenal Kristus.
Dalam Alkitab dikatakan, "… tergeraklah hati Yesus oleh belas kasihan kepada mereka, karena mereka lelah
dan terlantar seperti domba yang tidak bergembala." Lelah di sini mengandung pengertian satu kondisi
hidup yang sedang dalam banyak persoalan. Secara politis saat itu bangsa Yahudi berada dibawah
penjajahan Romawi dan kekayaannya dirampas penjajah. Dari segi agama, mereka begitu tertekan karena
adanya banyak hukum yang harus mereka taati. Sedang kata terlantar di sini menggambarkan satu kondisi
di mana mereka tidak berdaya untuk keluar dari persoalan secara fisik maupun rohani. Dikatakan oleh
Sigmund Freud bahwa hidup itu merupakan serangkaian persoalan demi persoalan dan tidak ada hidup
tanpa persoalan. Tetapi di dalam Yesus tidak ada persoalan besar yang tidak terselesaikan dan tidak ada
persoalan kecil di mana Ia tidak menaruh perhatian terhadap kita. Yesus berkata, "Mari hai kamu yang lesu
dan berbeban berat," di sini berarti bahwa ketika kita menyerahkan segala pergumulan hidup, di situ ada
kelepasan karena Kristus bukan saja sebagai Juru Selamat tetapi juga pemelihara hidup kita. Tetapi
bagaimanakah dengan orang yang di luar Kristus? Jikalau saya dan saudara mau menyatakan belas kasihan
maka mereka akan menemukan jalan keluar di dalam Yesus. Melihat sebagaimana Yesus melihat
merupakan kunci untuk menimbulkan belas kasihan pada orang yang masih diluar Kristus. Belas kasihan itu
254 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

sangat penting karena di dalamnya mengandung unsur keterlibatan sehingga memberi otoritas bagi kita
untuk berkata-kata dan menyampaikan injil Tuhan. Gereja yang menaruh belas kasihan tidak mungkin
menjadi gereja yang berpangku tangan. Belas kasihan penting karena juga mengandung unsur
pemberitaan. Kerelaan kita mewujudnyatakan belas kasihan itu tidak mudah dan ada harga yang harus
dibayar. Tetapi justru penderitaan inilah yang menjadikan gereja otentik, yang sungguh-sungguh memiliki
ciri salib. Belas kasihan juga memiliki alasan strategis di mana pemberitaan injil disampaikan dalam konteks
kepercayaan dan solidaritas. Seandainya mereka belum mengambil keputusan untuk percaya namun itu
akan menciptakan satu suasana dimana seolah-olah mereka hidup ditengah komunitas Kristen. Ini penting!
Adalah satu anugerah yang besar jikalau Allah memakai kita sebagai rekan sekerjanya untuk menyampaikan
berita injil.

2. Mulai bertindak segera.

Dalam Mat 9:37-38 dikatakan, "…, pandanglah ladang-ladang yang sudah menguning dan siap untuk dituai
karena itu mintalah kepada tuan yang empunya tuaian, supaya Ia mengirimkan pekerja-pekerja untuk
tuaian itu." Ini bukan berarti mendorong kita berdoa karena usaha memindahalihkan pemahaman
seseorang tentang kebenaran. Pemberitaan Injil merupakan peperangan rohani dalam rangka merebut
umat pilihan Tuhan yang ada dalam cengkraman iblis, dari penghukuman kepada hidup dan pembenaran.
Ini dimungkinkan jika kita melibatkan kuasa Allah, menjadikan Allah sebagai sumber kekuatan untuk
memberitakan injil. Sehingga ini memberikan pengertian bagi kita bahwa jangkauan pelayanan sangat luas
dan kita bertanggungjawab terhadap genarasi kita.




a. Tuhan memunculkan orang-orang disekitar kita termasuk diri kita untuk rela menjadi pekerja di ladang
Tuhan.

b. Adanya usaha kerjasama di antara semua orang percaya. Hal ini tidak mungkin dapat kita kerjakan
seorang diri atau gereja kita sendiri karena jangkauannya begitu luas. Semua ini tentunya memerlukan
kerendahan hati dan kerelaan baik secara pribadi maupun gereja untuk mewujudkannya. Di sini berarti
bahwa ada lintas denominasi, suku dan ras, menjunjung tinggi kebenaran firman Tuhan dan mengaku
hanya di dalam Yesus Kristus saja ada jalan keselamatan. Ladang telah menguning itu saatnya gereja
mendorong, memperlengkapi dan memotivasi jemaat untuk pergi memberitakan Injil. Kerelaan saya dan
saudara memberitakan injil itu adalah anugerah Tuhan karena sesungguhnya siapa saya dan saudara yang
kepadanya Allah berkenan memakai. Ini harus menjadi cita-cita utama bahkan menjadi ‘bisnis’ kita
membawa jiwa bagi Tuhan. Yang menjadi kesulitan memberitakan injil adalah karena pola berpikir kita
sudah diformat secara salah. Seringkali kita beradu argumentasi dan apabila lawan bicara kita tidak mampu
lagi beragumentasi, kita merasa menang. Tetapi hal itu justru menimbulkan kebencian dan ketidakrelaan
dalam hati orang tersebut. Kita perlu perlengkapan metode dan doktrin supaya kita dapat memberitakan
injil dengan baik tetapi biarkan apa yang kita pelajari, dipakai oleh Tuhan secara wajar dalam konteks
budaya kita. Tuhan juga dapat pakai anak kecil atau orang yang mungkin tidak secara sistematis dalam
pemberitaan karena bagaimana Tuhan menyelamatkan, menghibur dan menguatkan saudara itulah yang
harus disampaikan pada orang lain. Saya percaya Tuhan pakai semua itu sebagai alat di tangannya namun
selain itu kita harus terus hidup suci di hadapan Tuhan. Tuhan memberkati kita sekalian.

Amin!
255 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

H
Hiid
duup
p tta
appii m
maattii
Oleh: Pdt. Rusdi Tanuwidjaya

Nats: Wahyu 3:1-6

1 "Dan tuliskanlah kepada malaikat jemaat di Sardis: Inilah firman Dia, yang memiliki
ketujuh Roh Allah dan ketujuh bintang itu: Aku tahu segala pekerjaanmu: engkau
dikatakan hidup, padahal engkau mati!
2 Bangunlah, dan kuatkanlah apa yang masih tinggal yang sudah hampir mati, sebab tidak
satupun dari pekerjaanmu Aku dapati sempurna di hadapan Allah–Ku.
3 Karena itu ingatlah, bagaimana engkau telah menerima dan mendengarnya; turutilah itu
dan bertobatlah! Karena jikalau engkau tidak berjaga–jaga, Aku akan datang seperti
pencuri dan engkau tidak tahu pada waktu manakah Aku tiba–tiba datang kepadamu.
4 Tetapi di Sardis ada beberapa orang yang tidak mencemarkan pakaiannya; mereka akan
berjalan dengan Aku dalam pakaian putih, karena mereka adalah layak untuk itu.
5 Barangsiapa menang, ia akan dikenakan pakaian putih yang demikian; Aku tidak akan
menghapus namanya dari kitab kehidupan, melainkan Aku akan mengaku namanya di
hadapan Bapa–Ku dan di hadapan para malaikat–Nya.
6 Siapa bertelinga, hendaklah ia mendengarkan apa yang dikatakan Roh kepada jemaat–
jemaat."

Hari ini kita akan membahas kitab Wahyu sehubungan dengan surat yang ditujukan kepada jemaat di
Sardis. Kota Sardis adalah kota yang kaya dan merupakan ibukota dari Lydia yang letaknya + 30 mil dari
Tiatira. Kota tersebut selain terkenal dengan pabrik wol juga dengan penyembahan berhalanya. Mereka
lebih mengutamakan penyembahan kepada Dewi Sibeli daripada kepada kaisar yang di dalamnya
bercampur dengan percabulan luar biasa. Sehingga karena kehidupan religiusnya saja sudah demikian rusak
maka angin inipun mempengaruhi dan menyusup dalam gereja. Ramse mengatakan bahwa kota Sardis
adalah kota kematian karena disitu kelihatannya ada damai tetapi bukan karena perjuangan kita di hadapan
Tuhan sehingga waktu kita berserah ada satu kedamaian dihadapan Tuhan tetapi merupakan damai yang
mematikan. Tetapi Tuhan atas gereja tahu bukan hanya fenomena tetapi sampai ke tulang sumsum rohani
gereja-Nya. Dalam surat kepada jemaat Sardis terdapat keunikan yang tidak terdapat dalam surat-surat
yang lain. Di dalam surat yang lain, Ia puji jemaat tersebut secara umum kemudian baru orang yang
bersalah ditegur secara pribadi tetapi di Sardis Ia tegur keras dan langsung secara sidang jemaat. Jadi di sini
masalahnya bukan hanya pribadi tetapi dalam seluruh jemaat itu Tuhan sudah vonis dan dikatakan-Nya,
"Aku tahu segala pekerjaanmu: engkau dikatakan hidup, padahal engkau mati! Dalam bahasa Yunani
seharusnya dikatakan: engkau memiliki nama sebagai yang hidup, padahal engkau mati! Ini merupakan
teguran yang keras yang dilontarkan kepada gereja. Sesungguhnya ada empat hal yang dapat dibanggakan
oleh gereja Sardis, yaitu: a. Mempunyai popularitas/ reputasi yang dinamis dan aktif dengan segala
pekerjaannya dalam konteks waktu itu hingga membuat jemaat lain kagum dan hormat. b. Mampu
menfilter ajaran-ajaran yang tidak benar. Kalau kita perhatikan dalam keenam jemaat yang lain, salah
satunya Tuhan tegur karena di dalamnya ada pengikut Nikolaus, beberapa orang dipengaruhi oleh Bileam
256 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

seperti di Pergamus dan pengajaran nabiah Izebel yang begitu menjijikkan di Tiatira tetapi di Sardis hal ini
tidak dibicarakan. Gereja berdiri di atas dasar para nabi dan para rasul dengan Kristus sebagai fondasi
sehingga tidak mungkin didirikan tanpa ajaran. Tetapi seringkali gereja lebih mementingkan ajaran atau
ceramah daripada Alkitab dan Tuhan yang memberikannya. Bagi saya ajaran harus disertai dengan satu
kerendahan hati. c. Mempunyai banyak program yang besar atau aktivitas. d. Mempunyai modal. Namun
waktu dikatakan, "Engkau gereja yang memiliki nama yang hidup, padahal engkau mati! Kalimat itu
langsung menusuk hati saya. Gereja yang mungkin di mata manusia mempunyai penilaian sebagai gereja
yang hidup tetapi sebenarnya mati di hadapan Allah. Itulah yang disebut dengan fenomena luar!
Kelihatannya kita telah melakukan yang esensial namun mungkin kita belum melakukannya. Hal ini
ditujukan pada gereja sepenuhnya yang di dalamnya termasuk hamba Tuhan, seluruh majelis, pengurus,
dan semua yang terlibat mengarahkan arah daripada gereja. Apa yang sedang kita kerjakan? Pelayanan dan
aktivitas memang penting tetapi bukankah celaka kalau yang dibutuhkan oleh gereja digeser oleh yang
diinginkan sekelompok orang di dalamnya dan yang kekal digeser oleh yang sementara? Waktu saya
bergumul dengan diri saya, betapa celakanya saya kalau suatu kali Tuhan berikan domba-domba yang
masih tulus, rindu melayani, kelihatannya begitu hebat, penuh aktivitas dan bernilai di mata manusia tetapi
tidak mencapai apa yang Tuhan mau, kosong dan menjijikkan di hadapan Tuhan. Gereja di Sardis dikatakan
sebagai gereja yang memiliki nama yang hidup padahal mati.



1. Tidak ada satupun pekerjaan mereka yang diperkenan Tuhan. Dalam ayat 2 dikatakan, "…, sebab
tidak satupun dari pekerjaanmu Aku dapati sempurna di hadapan Allah-Ku." Sempurna di sini bukan berarti
harus sempurna sama seperti tuntutan Tuhan, tetapi tidak memenuhi apa yang Tuhan mau (pepleromena-
Yunani). Jadi seluruh kegiatannya menyimpang dan tidak ada yang sesuai dengan apa yang Tuhan mau,
terlihat hebat dari luar tetapi justru keropos di dalamnya. Bagi saya itu merupakan kalimat yang keras
sekali. Saya rindu kita dengan sungguh-sungguh memikirkan bagaimana menjadi gereja yang memperkenan
hati Tuhan bukan hanya secara nama tetapi juga secara esensi.

2. Hampir seluruh jemaat hidupnya mencemarkan diri dalam dosa (ay 4). Mungkin banyak di antara
mereka yang memberi persembahan, main musik, memimpin pujian atau pelayanan dalam hal lain tetapi
pada waktu yang sama mereka mungkin berzinah, menyimpan benci, dan mungkin melakukan dosa yang
lain yang mungkin orang lain tidak tahu tetapi Tuhan tahu. Kesalehan mereka merupakan kesalehan semu
dan bukan yang sesungguhnya. "Engkau dikatakan hidup, padahal engkau mati! Ini yang disebut munafik
(hypocrisy). Apa yang ia pamerkan di dalam dunia panggung dengan apa yang sesungguhnya berbeda.
Munafik berbeda dengan integritas. Integritas merupakan ketulusan, hidupnya utuh (integrity). Waktu
ditekan bagaimanapun, ia akan membuktikan bahwa ia lurus dan setelah itu baru ia mempunyai interaksi
dalam dirinya. Ada dua hal yang membedakan antara hypocrisy dengan integritas, yaitu: yang pertama,
Orang munafik berbuat supaya orang lain melihat dan bukan untuk menyenangkan Allah tetapi orang yang
berintegritas di dalam seluruh aspek hidupnya yang telah diubah selalu ingin memperkenan hati Tuhan.
Kedua, Orang munafik adalah orang yang selalu menutupi ketidakbenaran dalam dirinya dengan apa yang
kelihatan benar supaya orang melihat dia sebagai orang benar. Tetapi orang yang berintegritas tampak luar
dan dalamnya sama karena luar merupakan hasil pergumulan di dalam. Saat ia percaya kepada Kristus,
kebenaran Kristus ditanamkan dalam kerohaniannya sehingga keadilan dan kebenaran menjadi
pergumulan dan timbul dalam aplikasi. Mungkin ia dapat jatuh dalam dosa yang sama, kesombongan dan
gagal saat bergumul tetapi tidak tinggal diam dalam dosa karena ia kemudian disadarkan kembali dan
bertobat. Itu yang artinya proses bagaimana natur lama dan natur baru bergumul. Saat berproses dalam
257 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

kehidupan memang tidak mudah namun orang yang benar-benar rindu mengaplikasikan, meskipun
kadangkala gagal dan nampaknya tidak baik di luarnya tetapi ia berusaha terus untuk mau berubah.
Orang beragama dapat menjadi orang munafik karena ia sudah kehilangan yang paling penting dalam
hidupnya. Seperti dalam Mat 22:34-40, Tuhan Yesus langsung mengatakan bahwa pada kedua hukum itulah
tergantung seluruh hukum taurat dan kitab para nabi. Sehingga kalau yang esensi telah dicabut dari
kehidupan orang beragama maka yang ada hanyalah tingkah laku agama yang sudah tidak lagi mempunyai
akar yang dalam dan fondasi yang benar sehingga seluruh tingkah lakunya tidak didasarkan oleh kasih
terhadap Allah dan sesama. Penyembahan dalam bait Allah pada saat yang sama dapat menjadi berhala
terhadap diri sendiri di hadapan Allah. Dua hukum yang sangat sulit kita lakukan. Sekalipun kita pernah
mengalami cinta Tuhan, sampai kita mati tidak dapat mengasihi Tuhan dengan segenap hati, jiwa dan
kekuatan dan tidak mungkin mengasihi sesama seperti diri kita sendiri namun setidaknya ada satu
pergumulan supaya kasih itu bertumbuh dalam kebenaran dan firman, bagi saya itu adalah esensi utama.
Namun puji Tuhan, di tengah jemaat yang Tuhan vonis mati, ada sebagian kecil yang ternyata hanya
tertidur karena terpengaruh suasana yang menekan. Sehingga mereka harus dibangunkan terlebih dahulu
untuk kemudian menguatkan yang hampir mati. Tetapi untuk dapat menguatkan, mereka diingatkan
bagaimana Kristus telah mati, berkorban dan disalib demi murka Allah atas dosa kita serta bagaimana Roh
Kudus telah bekerja dalam hidup kita. Selanjutnya mereka harus menuruti dan bertobat, berbalik dan
kemudian menguatkan kembali orang yang sedang hampir mati. Itu sebabnya di dalam suasana seperti itu,
bagi saya kebutuhan gereja bukan banyaknya ceramah yang hebat yang perlu dikhotbahkan tetapi
dibutuhkan adalah kebangunan. Selanjutnya di ay. 5 dikatakan, "Barangsiapa menang, ia akan kukenakan
pakaian putih." Pakaian putih disini menandakan kemenangan. Dan Tuhan akan memberikan mahkota
kehidupan serta namanya tidak akan dihapus dari kitab kehidupan. Orang reformed percaya bahwa orang
yang telah diselamatkan tidak mungkin menyimpang dari ketekunan imannya dan dihapus dari kitab
kehidupan, sebab:

1. Allah telah memilih sejak kekal dan kehidupan pun sejak kekekalan alam telah dicatat dalam kitab
kehidupan. Bagi Allah, kekal tidak dalam proses waktu tetapi merupakan present eternity (dalam waktu
kekekalan sekarang).

2. Dalam Ef 1:13 dikatakan bahwa kita dimeteraikan oleh Roh Kudus yang berarti kita menjadi milik
Allah oleh sebab itu tidak ada seorangpun yang dapat merampasnya.

3. Setelah dimeteraikan maka Roh Kudus diam dalam diri kita sampai selama-lamanya dan waktu kita
berdosa maka kita sedang mendukakan Roh Kudus.

4. Setelah diselamatkan maka kita menjadi milik Kristus dan itu telah diberikan oleh Allah Bapa
sendiri.

Bagi saya, apakah kita tetap setia hingga akhir itulah yang mampu membuktikan bahwa saya dan saudara
adalah orang pilihan. Karena kasih Tuhan itulah yang membuat kita rindu untuk menyenangkan hati-Nya
dan tidak mendukakan hati Allah dengan berbuat dosa. Serta Roh Kudus yang ada dalam hati memproses
kita dalam kesucian sehingga mengakibatkan orang yang sudah dipilih bertekun hingga akhir. Saya rindu
gereja bukan menjadi sekedar secara nama hidup tetapi secara esensi hidup di hadapan Tuhan dan
memperkenan hati Tuhan sehingga cinta Tuhan yang ia alami mengakibatkan pergumulan bagaimana kasih
itu juga terpancar membawa orang-orang berdosa kepada Tuhan. Jikalau gereja tidak ada dua hal yaitu doa
dan penginjilan maka yang terpenting dan kekal telah digeser oleh yang sementara. Amin!
258 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

K
Keeh
haad
diirra
annT
Tuuh
haan
nddii m
maan
naa--m
maan
naa
Oleh: Pdt. Agung Wibisana

Nats: Lukas 24:13-17/ 25-35

13 Pada hari itu juga dua orang dari murid–murid Yesus pergi ke sebuah kampung bernama
Emaus, yang terletak kira–kira tujuh mil jauhnya dari Yerusalem,
14 dan mereka bercakap–cakap tentang segala sesuatu yang telah terjadi.
15 Ketika mereka sedang bercakap–cakap dan bertukar pikiran, datanglah Yesus sendiri
mendekati mereka, lalu berjalan bersama–sama dengan mereka.
16 Tetapi ada sesuatu yang menghalangi mata mereka, sehingga mereka tidak dapat
mengenal Dia.
17 Yesus berkata kepada mereka: "Apakah yang kamu percakapkan sementara kamu
berjalan?" Maka berhentilah mereka dengan muka muram.

25 Lalu Ia berkata kepada mereka: "Hai kamu orang bodoh, betapa lambannya hatimu,
sehingga kamu tidak percaya segala sesuatu, yang telah dikatakan para nabi!
26 Bukankah Mesias harus menderita semuanya itu untuk masuk ke dalam kemuliaan–Nya?"
27 Lalu Ia menjelaskan kepada mereka apa yang tertulis tentang Dia dalam seluruh Kitab
Suci, mulai dari kitab–kitab Musa dan segala kitab nabi–nabi.
28 Mereka mendekati kampung yang mereka tuju, lalu Ia berbuat seolah–olah hendak
meneruskan perjalanan–Nya.
29 Tetapi mereka sangat mendesak–Nya, katanya: "Tinggallah bersama–sama dengan kami,
sebab hari telah menjelang malam dan matahari hampir terbenam." Lalu masuklah Ia
untuk tinggal bersama–sama dengan mereka.
30 Waktu Ia duduk makan dengan mereka, Ia mengambil roti, mengucap berkat, lalu
memecah–mecahkannya dan memberikannya kepada mereka.
31 Ketika itu terbukalah mata mereka dan merekapun mengenal Dia, tetapi Ia lenyap dari
tengah–tengah mereka.
32 Kata mereka seorang kepada yang lain: "Bukankah hati kita berkobar–kobar, ketika Ia
berbicara dengan kita di tengah jalan dan ketika Ia menerangkan Kitab Suci kepada kita?"
33 Lalu bangunlah mereka dan terus kembali ke Yerusalem. Di situ mereka mendapati
kesebelas murid itu. Mereka sedang berkumpul bersama–sama dengan teman–teman
mereka.
34 Kata mereka itu: "Sesungguhnya Tuhan telah bangkit dan telah menampakkan diri kepada
Simon."
35 Lalu kedua orang itupun menceriterakan apa yang terjadi di tengah jalan dan bagaimana
mereka mengenal Dia pada waktu Ia memecah–mecahkan roti.
259 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

Hari ini kita akan berbicara tentang Arti Kehadiran Tuhan di dalam hidup kita. Mengapa saat Yesus berjalan
bersama dengan dua orang murid-Nya menuju ke Emaus mereka tidak mengenal-Nya padahal Yesus
mempunyai wajah dan bentuk yang harusnya mereka kenal? Sesungguhnya apa yang menghalangi akan
keberadaan Tuhan? Di sini halangan pertama yang kita lihat adalah:

1. Waktu mereka mau mengenal Tuhan Yesus tidak dapat karena kesulitan besar dalam pikiran
mereka untuk mengimani Yesus yang hadir adalah Yesus yang sesungguhnya. Kadangkala dalam rumah
tangga Kristenpun timbul banyak kesulitan sehingga hal itu selalu melingkupi akan keberadaan iman
keluarga kita. Saya mengatakan di sini iman keluarga karena iman dapat berarti secara kolektif. Dalam
suatu keluarga terdapat pribadi-pribadi yang hidup di dalamnya dan pribadi itu mempunyai iman sehingga
keluarga itu mempunyai warna iman (the family faith) yang ditentukan oleh bapak atau kaum laki-laki sebagai
imam dalam rumah tangga. Kita tahu bahwa Adam dan Hawa berbuat dosa namun pertama kali Allah
menuntut tanggung jawab Adam. Di dalam ordo seperti ini, kita tahu bahwa dalam keluarga ada satu warna
iman yang kadangkala dapat kabur atau mengalami pasang surut karena sebagai manusia, kita masih hidup
dalam kekurangan dan keberdosaan kita. Namun kita ingat bahwa Tuhan memelihara iman kita.

Kalau kita melihat arti daripada kehadiran Tuhan di sini, saya berikan contoh: apabila kita membayangkan
diri kita sendiri mengalami terjangkit penyakit kanker dan telah divonis akan meninggal dalam beberapa
bulan kemudian, maka baru pada saat itu saudara akan sadar nilai daripada diri kita sendiri. Padahal waktu
hidup sebelumnya kita tidak pernah sadar akan keberadaan diri kita yang berarti di hadapan Tuhan yang
digambarkan bagai mutiara yang dicari pedagang. Anak Allah datang ke dalam dunia mencari orang
berdosa bagai mutiara atau anak yang hilang, yang intinya sama yaitu sangat berharga.

2. Di ayat 25 Yesus berkata, "Hai, kamu orang bodoh, betapa lambannya hatimu, sehingga kamu tidak
percaya segala sesuatu, yang telah dikatakan para nabi!" Bodoh dalam bahasa aslinya di sini bukan dalam
arti henpen (bodoh) atau sencinping (gila) tetapi adalah waktu kita mau percaya tetapi lambat untuk
menerima kepercayaan kebenaran atau kita lambat untuk menerima kehadiran Kristus dalam keluarga kita.
Hati yang lamban atau hati yang tidak mau cepat percaya merupakan teguran yang terus-menerus bagi
setiap anak Tuhan dalam keluarga Kristen atau gereja Tuhan sepanjang jaman. Untuk mengerti arti hidup
yang paling mudah adalah saat di mana kita harus siap untuk meninggal dunia atau kehilangan hidup kita?
Jiwa Kristen yang harus dimiliki oleh anak Tuhan sepanjang jaman adalah hidup melayani Tuhan, bila harus
matipun memuliakan Tuhan. Sehingga tidak ada yang dapat memisahkan kehadiran Tuhan dalam hidup kita
termasuk kematian itu sendiri.

Teguran bodoh, lamban hati ini merupakan kalimat present yang berarti terus-menerus ditujukan pada
setiap pribadi Kristen. Mengapa engkau tidak percaya kepada kebangkitan Tuhan? Seperti Nichi, yang
sekalipun mempelajari filsafat luar biasa dan banyak mengubah dunia dengan pemikirannya, dididik dengan
Firman Tuhan yang ketat namun tidak mau terima Tuhan sebagai Juru Selamat. Kalau kita tidak percaya
Yesus yang bangkit dan naik ke surga maka iman kita adalah iman yang mati. Waktu Yesus bangkit maka Ia
mendekati satu-persatu murid-Nya karena Yesus ingin mengubah iman yang salah itu menjadi iman yang
benar, iman yang bangkit.

3. Arti kehadiran seseorang baru bernilai luar biasa saat orang itu tidak ada. Dalam ayat 30-31,
diceritakan bahwa saat Tuhan Yesus memecah-mecahkan roti maka kedua murid itu baru sadar keberadaan
Yesus. Seringkali tempat yang membuat Tuhan Yesus dan para muridnya menjadi dekat bukanlah saat
Yesus berkhotbah tetapi adalah saat mereka berkumpul di meja makan dan melakukan perjamuan kasih
karena di situlah terjadi persekutuan yang erat sekali. Nilai inilah yang sangat kurang dimiliki oleh gereja
260 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

pada jaman sekarang! Semakin langka spirit fellowship yang membuat seseorang merasa keberadaannya
diterima, dapat saling mengasihi dan membantu kalau timbul kesulitan. Saya berdoa di hadapan Tuhan
semoga semua gereja kembali pada yang benar. Manusia itu begitu paradoks. Kita bersyukur kalau Tuhan
memampukan kita dapat melihat yang jauh menjadi dekat dan yang dekat dapat menjadi jauh. Yang
transenden menjadi imanen dan yang imanen dapat melampaui yang transenden karena iman kita diubah
oleh Tuhan. Murid-murid Yesus mengerti firman Tuhan yang terus-menerus diucapkan, didengarkan dan
mereka hidup bersama dengan Tuhan namun hal itu belum dapat mengubah dan mengarahkan pada iman
yang benar. Hal ini disebabkan karena nilai dari kebangkitan Tuhan merupakan nilai kebangkitan yang
melampaui iman yang mampu kita lihat. Iman bukanlah apa yang kita lihat, kita pikirkan, kita buktikan dan
apa yang kita lakukan! Dalam Yes 55:8-9 dikatakan di mana pada saat engkau merasakan seperti yang Tuhan
rasakan itulah faith (iman). Jadi iman adalah di mana kita menyerahkan seluruh perasaan, pikiran, hati dan
tindakan kita kepada tindakan, perasaan, pikiran dan jalan Tuhan.

Saat iman itu diuji maka hal itu bukan untuk menjatuhkan orang tersebut namun untuk memurnikan iman
tersebut dengan diproses terus-menerus hingga akhirnya iman itu haruslah seperti yang Tuhan kehendaki.
Dalam doanya di taman Getsemani Yesus berkata, "Jadilah kehendak-Mu." Ini merupakan dasar dari iman
yang benar! Kita mempunyai iman yang jauh melampaui daripada segala pemikiran orang dunia. Seorang
teman misionaris saya yang berasal dari Norwegia menceritakan tentang penginjilan di India. Di mana
terdapat satu keluarga dengan dua anak yang melayani di satu daerah dekat New Delhi di kalangan orang
sakit kusta selama hampir 30 tahun. Pada suatu hari, orang hindu fanatik merasa bahwa perkerjaan
misionaris tersebut membahayakan orang hindu karena banyak orang hindu, khususnya yang sakit menjadi
Kristen. Sehingga mereka difitnah menentang orang hindu, dibawa ke pengadilan dan akhirnya papa
dengan dua anak dibakar hidup-hidup dalam satu upacara yang dinamakan penyucian agama. Sebelum
dibakar, ia berkata kepada orang hindu fanatik, "Aku tidak pernah membalas engkau karena Tuhanku tidak
pernah membalas tetapi ada satu hal yaitu kalau engkau memcintai orang yang kau cintai maka aku
mencintai engkau sebagai musuhku dan aku mendoakan engkau supaya engkau dicintai oleh Tuhan."

Istrinya memandang dan berdoa, "Sekalipun suamiku dapat dibakar tetapi firman Tuhan tidak dapat
dibakar." Sepuluh tahun kemudian terjadi pergolakan dan diadakan suatu pemilihan suara di mana satu
suara terakhir berasal dari kalangan orang sakit kusta. Akhirnya satu daerah ini mengirim surat kepada
ketua parlemen yang isinya menyatakan bahwa mereka tidak mendukung orang hindu fanatik yang
mengatakan dirinya baik namun membakar orang Kristen yang memperhatikan orang kusta dan mereka
memilih demokratik. Sehingga sekarang mereka sudah terbuka terhadap injil.

Arti kehadiran hamba Tuhan, bukan hanya secara fisik namun adalah bagaimana ia berdedikasi untuk
pelayanan sehingga saat telah ditinggalkan, orang merasakan betapa luar biasa pengaruhnya. Firman Tuhan
yang terus-menerus ditanamkan dalam hidup kita, yang kita dengarkan dari seluruh acara baik di mimbar
atau di manapun, tanpa adanya suatu kuasa Roh Kudus yang membukakan wawasan, mencelikkan iman
dan memberikan kekudusan dalam hati kita maka Firman itu sia-sia. Roh kebenaran tidak akan menyalahi
akan Firman kebenaran, Roh kebenaran akan selalu taat kepada apa yang diucapkan oleh Kristus. Kalau
Kristus taat kepada Allah Bapa maka Roh kudus taat pada Kristus dan semuanya itu dalam satu ketaatan
yang luar biasa. Begitu semangat mereka diubahkan, dalam ayat 33 dikatakan, meskipun mereka baru
makan beberapa potong roti, hati mereka langsung berubah total. Iman yang diarahkan pada yang benar
menimbulkan perubahan dalam jiwa pelayanan sehingga pekerjaan yang berat menjadi ringan dan yang
susah menjadi sukacita. Pada saat itulah kita mengerti sukacitanya di dalam pelayanan Tuhan. Dalam waktu
261 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

kelelahan, Firman Tuhan memberikan kekuatan dan pada waktu merasakan dukacita yang luar biasa,
setelah membaca Firman Tuhan maka sukacita yang mengalir seperti sungai begitu melimpah dalam
kehidupan. Saya pernah mengalami hal ini di dalam suatu hubungan yang personal dengan Tuhan sehingga
ada satu kepuasan yang tidak bisa dikatakan karena Firman itu menguasai hidup kita. Hendaklah iman kita
mulai kita serahkan pada Tuhan sehingga dibangkitkan dan yang dulunya kita melayani dengan susah
payah, kesedihan dan pengerutuan maka sekarang kita berjalan sesuai apa yang Tuhan ingin kita kerjakan.
Yang terpenting adalah kita menyerahkan hidup kita pada Tuhan sehingga Tuhan ubahkan kehidupan dan
iman kitapun dibangkitkan. Puji syukur pada Tuhan.

Amin!
262 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

A
Annu
ugge
erra
ahhp
peen
ngga
ajja
arra
annd
dii d
daalla
ammK
Krriis
sttu
uss
Oleh: Pdt. Sutjipto Subeno

Nats: Efesus 4:20-24

20 Tetapi kamu bukan demikian. Kamu telah belajar mengenal Kristus.


21 Karena kamu telah mendengar tentang Dia dan menerima pengajaran di dalam Dia
menurut kebenaran yang nyata dalam Yesus,
22 yaitu bahwa kamu, berhubung dengan kehidupan kamu yang dahulu, harus
menanggalkan manusia lama, yang menemui kebinasaannya oleh nafsunya yang
menyesatkan,
23 supaya kamu dibaharui di dalam roh dan pikiranmu,
24 dan mengenakan manusia baru, yang telah diciptakan menurut kehendak Allah di dalam
kebenaran dan kekudusan yang sesungguhnya.

Pada lima minggu lalu kita telah membahas Efesus 4:20-24 yang sesungguhnya merupakan satu kalimat utuh
namun karena dalam bahasa Indonesia strukturnya kurang kokoh sehingga tidak memungkinkan
penyusunan dengan anak kalimat yang panjang. Dalam bagian ini terdapat satu pemikiran dasar yang tidak
boleh dipisahkan yaitu pengertian tuntutan Paulus tentang perubahan dari kondisi manusia lama yang
menemui kebinasaan di dalam nafsu yang menyesatkan menjadi manusia baru yang tunduk dalam
perubahan roh dan pemikiran. Itulah yang ditekankan Paulus dalam kalimat pertama di ayat 20, yaitu,
"Tetapi kamu bukan demikian." Sebab kalau kekristenan hanya dapat mencapai apa yang telah dapat
dicapai dan dianggap baik oleh dunia maka mereka sesungguhnya tidak mengerti dan mempelajari apapun.
Padahal kekristenan menyodorkan satu prinsip yang jauh lebih agung dan dalam dari apa yang dimengerti
dunia. Dunia tidak akan pernah mengerti konsep mengapa untuk mempunyai pengetahuan, kita harus
takut akan Tuhan tetapi justru di situlah rahasia semua pengetahuan yang Tuhan mau bukakan pada kita.
Manusia dapat mengerti hal ini kalau ia kembali pada Kekristenan dan di sinilah inti bagaimana kekristenan
masuk ke dalam satu pengertian bahwa saya harus berbeda dan menjadi manusia baru yang mengalami
perubahan pikiran karena roh dan pikiran kita telah dibentuk dan diperbaharui. Perbedaan yang dimaksud
di sini bukan secara fenomena tetapi secara natur roh dan pikiran kita diperbaharui sebagai anak-anak
Allah.
Semua manusia ketika belum diterobos oleh Firman dan kebenaran Tuhan sesungguhnya tidak akan
mampu menangkap apa yang menjadi hakekat daripada kebenaran. Hal ini juga dialami oleh Paulus
sebelum bertobat sehingga ia mengerti betapa sulitnya manusia yang berdosa menerima satu kebenaran.
Selanjutnya saya mengajak untuk melihat apa yang menjadi kunci perubahan yang Paulus ingin sodorkan.
Mengapa kita harus berubah, apa yang berubah dan titik apa yang menjadikan kita berubah? Ada tiga hal
yang dapat menjadikan kita berubah (ayat 21):
263 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

1. Karena kamu telah mendengar tentang Kristus


2. Menerima pengajaran di dalam Dia, dan
3. Dapat menyatakan seluruh kebenaran di dalam Kristus.

1. Mendengar tentang Kristus merupakan kunci anugerah yang begitu besar. Ketika saudara dan saya
boleh hadir dalam ibadah, itu bukanlah hal yang kebetulan saja sebab berjuta-juta manusia tidak ikut dalam
ibadah Kristen. Hal ini bukan dikarenakan mereka tidak tahu adanya gereja tetapi mereka tidak mau karena
pemikiran mereka telah ditutup dengan apa yang disebut dengan close system. Seluruh manusia di dunia
harus mengakui bahwa Yesus adalah oknum manusia yang begitu agung, mempunyai tingkat moral yang
sangat tinggi dan pengajaran yang sangat agung. Dunia mengakui bahwa Yesus mengajarkan apa yang
disebut dengan The Golden Rule (Hukum Emas) yang diakui menjadi basis kebenaran hakekat etika dari
hukum-hukum di banyak negara. Bahkan agama lain mengatakan bahwa Isa merupakan satu-satunya nabi
yang mempunyai integritas tertinggi di mana Ia sendiri tidak mempunyai cacat kesalahan sehingga pada
akhir jaman ia akan menjadi hakim yang sah yang menghakimi semua manusia. Ini merupakan pengakuan
yang begitu tegas yang menunjukkan siapa Dia sesungguhnya. Namun ketika itu diungkapkan pada dunia,
tetap tidak membuat orang masuk gereja karena ada batas yang menutup mereka.

Paulus yang dulunya begitu membanggakan segala yang ia mampu kerjakan sebagai orang Yahudi namun
waktu ia mengenal Kristus, semuanya itu dianggap sampah karena pengenalannya akan Kristus yang jauh
lebih mulia. Dalam Mat 13:10-13 Yesus mengatakan, "Sebab kepada kamu diberikan anugerah kasih karunia
untuk mengerti kerajaan Allah dan kepada mereka tidak." Itu supaya mereka yang mendengar namun tidak
mendengar, melihat tetapi tidak melihat dan tidak mengerti. Sehingga kalau saudara boleh mengerti
tentang Yesus itu karena anugrah Tuhan terlalu besar bagi kita. Kita tidak akan mungkin mengerti Firman
kecuali Tuhan membuka pengertian kita. Paulus adalah orang yang begitu mengerti anugerah, ia tahu kalau
ia boleh bertemu dan mendengar Tuhan semata-mata adalah karena anugerah. Kalau kita tahu anugerah
maka kita tahu bagaimana kita berespon kepada Dia. Kita seringkali mengabaikan dan menyia-nyiakan
karena menganggap kalau kita boleh mendengar, belajar dan mengerti Firman itu biasa padahal itu semua
tidak biasa karena semua itu anugerah. Saat membaca Firman, saya tertegun melihat sikap Sakeus, seorang
pemungut cukai. Ia tahu siapa dia yang tidak layak kalau Tuhan datang di rumahnya. Orang yang semakin
mengerti dan merasakan anugerah maka ia tahu bagaimana ia berespon terhadap anugerah. Sangat
disayangkan bahwa terlalu sedikit orang Kristen yang sadar anugerah dan terlalu banyak orang Kristen yang
masih menganggap semua anugerah itu begitu saja boleh dilewatkan akibatnya kita tidak pernah
mendapatkan kedalaman daripada anugerah dan tidak pernah mengerti sungguh-sungguh kedalaman
kebenaran Allah. Ketika anugerah Tuhan itu boleh kita terima, saat itu banyak aspek yang akan dibukakan
oleh Tuhan pada kita. Ini adalah hal pertama yang saya harap kita boleh gumulkan dalam hidup kita.

Ketika kita akan menyongsong abad 21, pertanyaan serius yang harus kita jawab adalah seberapa jauh saya
berpaut pada Tuhan. Ketika hari ini kita boleh membaca dan memiliki Alkitab, itu seharusnya begitu
berharga dimana kita boleh menikmati membacanya tetapi seringkali Alkitab yang harganya mampu
dijangkau, kita anggap remeh. Alkitab seharusnya tidak dapat dijual dengan harga semurah itu karena
menggunakan kertas yang sangat mahal dengan kualitas sangat bagus sehingga dapat disusun sedemikian
tipis. Bagaimana sesungguhnya sikap kekristenan kita? Seberapa jauh kita menghargai warisan anugerah
Firman kebenaran Tuhan yang dibukakan pada kita? Kita seringkali lebih cepat membuka koran dan
mengejar informasi dunia tetapi tidak untuk Firman Tuhan. Merupakan suatu hal yang tidak wajar kalau
seseorang melepaskan anugerah yang besar demi mencari sesuatu yang lebih rendah/ remeh.
264 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

2. Seberapa jauh keagungan ketika saya mengenal Kristus itu menjadi bagian yang boleh membuka
sistem pikiran kita untuk kembali pada kebenaran yang sejati. Paulus berkata, "Ketika saya boleh mengenal
Kristus, itu merupakan sesuatu yang jauh lebih mulia karena itu membuat saya terbuka, terlepas dari
lingkup konsep sempit pikiran saya." Kita terbuka dari apa yang disebut sebagai close system pikiran. Dalam
Flp 3:9 dikatakan, "…, melainkan dengan kebenaran karena kepercayaan kepada Kristus, yaitu kebenaran
yang Allah anugerahkan berdasarkan kepercayaan." Ia yang dahulu menegakkan kebenaran berdasarkan
kebenarannya sendiri, sekarang sadar dan mengandalkan kebenaran yang dianugerahkan kepadanya
berdasarkan iman.

Inilah keterbukaan satu konsep pengertian yang membuat kita mengerti apa yang namanya pengetahuan.
Kalau seseorang tertutup di dalam konsep pemikiran sendiri, ia akan terjebak dalam kebodohannya sendiri.
Dalam Ams 1 dikatakan, "Takut akan Tuhan adalah permulaan pengetahuan, tetapi orang bodoh menghina
hikmat dan didikan." Dua aspek ini dikontraskan secara bersama-sama. Satu-satunya yang berhak mendidik
adalah Tuhan dan ketika kita takut akan Tuhan maka Ia akan membuka semua yang selama ini melingkupi
pikiran kita sehingga kita baru mengerti kebenaran sejati. Kita harus kembali pada sumber pengetahuan
sehingga kita mampu mengerti pengetahuan yang bukan dispekulasikan oleh pikiran manusia tetapi
pengetahuan yang dibuka oleh sumbernya pengetahuan itu sendiri.

Dunia tidak pernah mengerti kunci merelasikan antara takut akan Tuhan dengan pengetahuan karena
mereka telah mendualismekannya dan bahkan ingin menundukkan Allah. Kalau pengetahuan sudah
menjadi tuan dan Allah dijadikan budak maka pada saat itulah seluruh pengetahuan rusak dan tidak ada
satu pengetahuan yang tuntas dapat kita mengerti. Mari kita balik pada Firman sebelum menjadi fiktim
dunia yang sedang memasuki destruksi global. Manusia diberikan oleh Tuhan hak untuk menerobos
kemungkinan berdasarkan anugerah dan pimpinan Tuhan. Hal penting yang menjadi bagian saya dan
saudara kerjakan adalah bagaimana kita berjuang melewati semua kesulitan untuk dapat dipakai Tuhan!
Betapa mengerikan kalau kita sebagai orang Kristen begitu cengeng menghadapi kesulitan, seolah-olah
Tuhan tidak ada. Waktu kita menjadi orang yang berada di bawah anugerah dan pimpinan pengajaran
Tuhan maka kita akan masuk dalam kebenaran yang nyata, yang Tuhan buka sehingga kita boleh berjalan
dalam kebenaran Firman-Nya.
Satu-satunya kunci di sini adalah ketaatan kita pada Tuhan dan bukan mengandalkan otak atau
pengetahuan kita sendiri. Takut akan Tuhan adalah permulaan semua pengetahuan, mulainya saya berubah
berdasarkan pembaharuan akal budi dan menjadikan kita dapat menerobos seluruh kesulitan jaman serta
dipakai oleh Tuhan untuk memenangkan jaman. Kita bukan dikendalikan situasi, tetapi kita mengendalikan
situasi berdasarkan pimpinan Tuhan atas hidup kita. Menyesal dan meratap tidak akan menyelesaikan
apapun karena itu hanya membuktikan bahwa Tuhan adalah Tuhan yang jahat dan tidak adil. Berapa jauh
di dalam situasi dan tempat di mana kita diberi hidup, Tuhan beranugerah, dan apa yang Tuhan ingin kita
kerjakan berdasarkan takut akan Tuhan maka di situlah saya melangkah. Sudahkah Tuhan membongkar
seluruh cara berpikir kita sampai kita menjadi manusia baru yang tidak seperti dunia dapat kerjakan? Dunia
hanya mampu tahu hidup yang tanpa Tuhan tetapi anak Tuhan harus tahu hidup yang taat dan takut
kepada Tuhan! Itu perbedaan dasar yang tidak dapat diabaikan dan yang membuat seluruh cara dan
ketajaman pemandangan kita berbeda dari dunia! Janganlah hak dan harta karun yang Tuhan limpahkan
pada kita, dilewatkan begitu saja. Biarlah saat ini kita kembali mendapatkan seluruhnya dan
menjalankannya dalam hidup kita. Maukah kita menanggalkan manusia lama untuk kemudian menjadi
manusia baru? Di sini yang dituntut bukan sekedar reformasi tetapi rekonstruksi, suatu perombakan atau
satu pembangunan total! Itulah yang Tuhan tuntut untuk kita kerjakan. Mau saudara? Amin!
265 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

C
Ciirrii p
peerru
ubba
ahha
ann iim
maan
nKKrriis
stte
enn
Oleh: Pdt. Sutjipto Subeno

Nats: Efesus 4:20-24

20 Tetapi kamu bukan demikian. Kamu telah belajar mengenal Kristus.


21 Karena kamu telah mendengar tentang Dia dan menerima pengajaran di dalam Dia
menurut kebenaran yang nyata dalam Yesus,
22 yaitu bahwa kamu, berhubung dengan kehidupan kamu yang dahulu, harus
menanggalkan manusia lama, yang menemui kebinasaannya oleh nafsunya yang
menyesatkan,
23 supaya kamu dibaharui di dalam roh dan pikiranmu,
24 dan mengenakan manusia baru, yang telah diciptakan menurut kehendak Allah di dalam
kebenaran dan kekudusan yang sesungguhnya.

Hari ini kita akan melanjutkan pembahasan Efesus 4:20-24 dengan penekanan di ayat 22. Di bagian ini kita
akan mempelajari terus tentang konsep perubahan dari manusia lama menuju manusia baru. Seperti yang
dikatakan dalam ayat 20 yaitu, "Tetapi kamu bukan demikian," yang berarti ada satu perubahan dari kondisi
yang lama menuju pada kondisi yang baru. Dari kondisi belum mengenal Tuhan menjadi kondisi yang sesuai
dengan Firman dan mengerti serta mengenal Tuhan secara tepat. Kalau kita boleh kembali pada pengajaran
dan mendapatkan kebenaran yang nyata dalam Kristus, itu bukan karena kemampuan diri kita sendiri tetapi
karena Tuhan masih berbelas kasihan pada kita.

Selanjutnya dalam ay 22 Paulus mengatakan, "Yaitu bahwa kamu, berhubung dengan kehidupan kamu yang
dahulu, harus menanggalkan manusia lama, yang menemui kebinasaannya oleh nafsunya yang
menyesatkan." Paulus disini memberi penekanan tambahan, ‘harus menanggalkan manusia lama!’ Ini
merupakan satu pengajaran paradoks yang luar biasa rumit dan sulit. Alkitab menekankan iman Kristen
yang menuntut satu tingkat perubahan atau pergeseran dasar yang bukan hanya di permukaan tetapi
menyangkut hingga ke akar permasalahan inti iman itu sesungguhnya. Dan itulah yang dinamakan
perubahan dari kondisi natur lama menjadi natur baru. Jikalau demikian, dalam kondisi lama atau barukah
kita sekarang hidup? Inilah yang disebut paradoks dan hal ini harus kita mengerti secara tepat dalam
kehidupan kita. Prinsipnya di sini adalah perubahan yang nyata dari manusia lama menuju manusia baru.
Pada saat kita dipanggil menjadi orang Kristen, hari itu kita percaya dan mengambil tekad di hadapan
Tuhan, itu bukan berarti pada saat itu juga kita menjadi sempurna. Ketika kita bertobat, di dalam diri kita
masih terdapat manusia lama karena ternyata tidak mudah menanggalkannya sedemikian saja. Sehingga
jika kita tidak mengerti konsep paradoks ini, maka kita akan terjebak di dalam kesenjangan yang sangat
besar antara fenomena dengan ideal. Jikalau demikian, apa yang dimaksud dengan pergeseran iman?
Dalam kekristenan kita menuntut satu kondisi paradoks yang sangat serius karena iman di sini bukan
sekedar mengubah gejala fenomena atau kuantitatif tetapi menuntut terjadinya pembedaan secara
266 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

kualitatif. Karena ketika kita mau meninggalkan sesuatu yang lama dan memegang sesuatu yang baru maka
di situ terdapat perbedaan nilai yang harus kita pegang, dimana yang baru harus lebih bernilai daripada
yang lama. Tetapi bagaimana kita tahu dan yakin kalau yang kita kejar itu lebih baik? Di sini perlu adanya
ukuran untuk menilai yang lebih baik itu. Di dalam mengerti iman Kristen, saudara harus mendapatkan
keunggulan kualitatif dan bukan keunggulan kuantitatif (Flp 3:4-11).

Sebagian besar manusia telah diracuni oleh iman humanis dan materialis di mana mereka hanya hidup
mementingkan diri sendiri dan menjadi hamba uang (2 Tim 3:1-2). Ini menjadi hal yang menyesatkan karena
kita hanya mengejar sesuatu yang tidak ada habisnya. Jikalau kita berada dalam iman yang seperti ini dan
bereligiusitas maka bagi orang seperti ini Allah merupakan alat untuk mencapai imannya. Jadi ia bukan
percaya Allah tetapi percaya humanis dan materialis yang direligiusitaskan sehingga Allah harus tunduk
pada imannya dan Allah tersebut harus menguntungkannya. Semangat dan sifat agamawi manusia yang liar
dan salah itu sebenarnya semua hanya jebakan daripada nafsu iman yang palsu yang menyesatkan. Itu
bukanlah pergeseran iman yang kualitatif tetapi iman yang kuantitatif, sebab sekalipun ia pindah ke agama
manapun, imannya tidak bergeser karena ketika ia berganti agama itu sekedar tampak luarnya saja. Yang
lebih parah, orang Kristen juga banyak yang imannya humanis dan materialis, hanya kuantitasnya digeser
dari yang sedikit menuju yang lebih besar. Kalau demikian, kita adalah pembagi destruksi dunia secara
total. Alkitab mengatakan bahwa engkau harus bergeser dari iman yang palsu, yang mementingkan diri
sendiri dan yang mengejar hal-hal duniawi untuk kembali menundukkan diri pada ketaatan kepada Tuhan
yang sejati. Sudahkah itu menjadi bagian kita dan maukah kita mengeser bukan hanya gejala fenomena
tetapi inti iman kita? Saya ingin setiap kita benar-benar menginterospeksi diri, seberapa jauh kalau kita
boleh beranugerah mendengar Firman, itu sudah mengubah kita hingga ke akar permasalahan yang paling
dasar yaitu inti iman kita yang sesungguhnya? Bukankah kalau kita mempermainkan Allah maka kita sedang
merusak dan membuang diri di dalam dosa yang akhirnya menghancurkan diri kita.

Menerima Yesus sebagai Juru Selamat, bagi saya belum cukup jikalau kita tidak menguduskan Tuhan dalam
hati. Karena jikalau hanya berhenti di "Juru Selamat" maka itu hanya memuaskan egoisme kita.

Dalam 1 Petrus dikatakan, "Hendaknya engkau menguduskan Kristus di dalam hatimu sebagai Tuhanmu."
Inilah inti daripada kehidupan iman yang baru yaitu kembalinya saudara dan saya pada iman yang
sesungguhnya, taat mutlak kepada Kristus, memikirkan kepentingan Tuhan dan sungguh-sungguh mau
mengabdi pada Tuhan. Ketika kita bergeser dari manusia lama diperbaharui menjadi manusia baru maka itu
melewati satu jalur di mana roh dan pikiran kita diubah. Itu terjadi karena kita mendengar pengajaran dan
mendapatkan kebenaran yang nyata dalam Kristus.

Di sini terbaliknya antara konsep dunia dengan iman Keristen. Konsep dunia selalu melihat perubahan
kuantitatif dan tidak melihat perubahan kualitatif sedangkan Kekristenan menuntut perubahan kualitatif
meskipun perubahan kuantatif belum terjadi. Paulus mengatakan, jikalau saudara sudah menjadi manusia
baru maka saudara harus meninggalkan manusia lama. Itu berarti Paulus tahu bahwa ketika bertobat,
manusia lama kita seringkali masih ada. Secara ideal, kita sudah menjadi orang baru namun realitanya kita
masih harus berproses hingga akhirnya boleh mencapai sama seperti yang dituntut oleh Tuhan di dalam
kesempurnaannya. Itu proses seumur hidup yang harus dikerjakan.
Sekarang yang perlu kita pertimbangkan adalah berkenaan dengan bagaimana proses itu dapat terjadi.
267 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

1. Perubahan yang bersifat esensial adalah dari dalam dan bukan dari luar

Tuhan menuntut perubahan pertobatan dari dalam motivasi hati kita. Bertobat adalah ketika hati kita mulai
berbalik dari hidup yang untuk kepentingan diri, sekarang untuk kepentingan Tuhan. Hati yang dulunya
beku, egois dan mati, kini disembuhkan, dihidupkan oleh Tuhan sehingga menjadi hati yang takut akan
Tuhan. Kita tahu bahwa hidup ini bukanlah milik kita lagi melainkan milik Tuhan. Mari kita menilik hati kita,
benarkah kalau disebut orang Kristen, Kristen yang artinya Kristen kecil (miniatur, mencerminkan Kristus dalam
hidupnya) kita mau memuliakan Kristus dalam hidup kita? Apakah kita dimotivasi dengan semua keinginan
diri dan egoisme yang luar biasa? Ketika kita hidup bagi Tuhan, seringkali masih berada di dalam dua
kondisi, antara melayani Tuhan atau melayani diri kita sendiri. Kita perlu peka, siapa sebenarnya yang
menjadi inti dalam kita melayani!

2. Bagaimana sikap kita terhadap dosa?

Orang bukan Kristen berbuat dosa dan orang Kristenpun masih dapat berbuat dosa, lalu di mana letak
perbedaannya? Bedanya adalah di dalamnya. Orang yang bukan Kristen kalau berbuat dosa, ia tidak merasa
perlu mengakui dan bertobat dari dosanya tetapi orang yang di dalam Tuhan, hatinya peka sekali akan
dosa. Bagi saya merupakan tanda tanya besar kalau orang yang mengaku Kristen tetapi hidupnya
sembarangan di dalam berbuat dosa karena bagi saya kalau seseorang sudah bertobat seharusnya ada satu
kesadaran.

Menurut Yoh 16:8 dikatakan kalau Roh Kudus diam di dalam hati seseorang maka Ia akan menginsafkan
orang tersebut akan dosanya. Orang yang sadar dosa adalah karena Roh Kudus sudah menyadarkannya,
saat itu ia akan menyesal dan tidak berbuat dosa lagi. Itulah tanda bahwa ia telah diperbaharui. Saya harap
keinsafan kita akan dosa diperkembangkan di dalam hati kita dan menguji bagaimana hidup kita masing-
masing. Biarlah hal ini terjadi selangkah demi satu langkah, mungkin tidak dapat selesai segera tetapi pasti
bertumbuh dengan pertolongan kuasa Tuhan. Yang dimaksud di sini adalah kuasa menjadi anak-anak Allah
yang hidupnya memperkenan Tuhan Allahnya, yang tidak mempermalukan Bapanya dan yang hidup sesuai
dengan sifat Bapanya (Yoh 1:12). Jiwa yang di dalam kesucian, kebenaran dan keadilan merupakan jiwa yang
berbeda dari natur hidup di dalam dosa. Maka untuk itu Allah memberikan kuasa untuk melawan. Kita
masih ada manusia lama tetapi Tuhan sekarang memberi kuasa di mana dulu tidak dapat menanggalkan hal
tersebut tetapi sekarang kita mampu menanggalkannya.

3. Waspada terhadap nafsu yang membinasakan kita.

Orang yang sudah diperbaharui harus peka dan waspada terhadap semua gejala dan cobaan yang
menerpanya. Saat saudara hidup santai dan tidak mau beriman, saudara akan aman tetapi ketika saudara
mengambil tekad hidup setia pada Tuhan maka saat itu akan mulai muncul banyak masalah, cobaan, usaha
untuk menjatuhkan dan banyak hal manis yang ditawarkan supaya saudara rusak imannya dan jatuh
daripada kebenaran. Yesus mengajarkan supaya kita menjauhkan diri dari semuanya itu, seperti dalam doa
Bapa Kami, "Dan janganlah membawa kami ke dalam pencobaan, tetapi lepaskanlah kami daripada yang
jahat." Itu merupakan prinsip iman Kristen. Namun waktu kita menjauhkan diri dari pencobaan, pencobaan
bukannya akan tinggal diam tetapi akan terus mengejar. Satu prinsip yang harus dipegang keras oleh orang
Kristen adalah bahwa barangsiapa ingin menanggalkan manusia lama, ia harus mempunyai tekad yang
uncompremize (tidak ingin berkompromi sama sekali) di dalam sikap hidup kita. Kita jangan mudah menyerahkan
268 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

diri untuk jatuh dalam hal-hal seperti itu. Seringkali banyak anak-anak remaja yang jatuh karena hal seperti
itu. Mari kita mulai sadar, pada saat diubah oleh Tuhan, hal seperti itu harus dihentikan, manusia lama kita
harus ditanggalkan dan kembali kepada Kristus. Ini semua demi supaya kita boleh melayani secara tepat
seperti yang dikehendaki-Nya. Hanya dengan cara seperti itu Tuhan dapat memperbaharui keseluruhan
hidup kita demi kemuliaan nama-Nya. Kiranya hari ini Tuhan boleh mengusik dan mengubah hati kita
sehingga kita boleh mengambil komitmen di hadapan Tuhan untuk setia mengikut Tuhan, menanggalkan
manusia lama dan berjuang berproses mulai hari ini, setiap hari diubah semakin hari semakin dekat pada
Kristus dan boleh memuliakan-Nya.

Amin!
269 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

P
Peem
mbba
arru
uhha
ann rro
ohhd
daan
nppiik
kiirra
ann
Oleh: Pdt. Sutjipto Subeno

Nats: Efesus 4:23

23 supaya kamu dibaharui di dalam roh dan pikiranmu,

Saudara, kalau kita terus mengingat dalam konteks ayat 20-24 dari Efesus 4, di sini akan nampak bagaimana
Tuhan sedang menuntut melalui rasul Paulus, perubahan dari manusia lama menuju manusia baru.
Kekristenan adalah pergeseran dari seseorang yang hidup di bawah belenggu manusia lama menuju kepada
kemerdekaan yang dibentuk di dalam format manusia baru dan dicipta menurut kehendak Allah dalam
kebenaran dan kekudusan yang sesungguhnya. Tetapi antara kondisi manusia lama menuju manusia baru
dibutuhkan proses pembaharuan yang terus-menerus. Dan dalam proses itu, kita justru akan mengalami
satu kondisi konfliks yang oleh Augustinus disebut sebagai The 3th State (kondisi ketiga) dalam proses
kehidupan kita sebagai anak Tuhan.

Ketika kita membaca ayat 23, bahasa dari LAI memisahkan kata Roh dan pikiran yang dilihat sebagai dua
aspek berbeda di mana keduanya perlu diperbaharui yaitu rohani (spiritualitas kita) dan pikiran kita. Roh yang
dulunya mati, terbelenggu dosa dan tidak dapat bersekutu dengan Allah yang adalah Roh, kini
dimerdekakan. Sehingga ketika kita berdoa dan memuji Tuhan, maka pujian terhadap Allah tersebut keluar
dari roh yang sungguh-sungguh sudah diperbaharui menuju Roh yang sejati, yaitu Allah. Ini yang dikatakan
oleh Tuhan Yesus ketika Ia bertemu dengan perempuan Samaria dalam Yoh 4:21-23. Ketika saudara datang
dalam ibadah gereja, apa yang menjadi dorongan saudara untuk beribadah? Apakah saudara beribadah
karena itu merupakan peraturan gereja atau karena merasa ada yang kurang jika hari minggu tidak datang
ke gereja? Kalau alasan kita seperti itu, apakah itu yang dinamakan ibadah? Ibadah sejati adalah ketika roh
kita diperbaharui dan mendorong kita untuk bertemu dengan Roh yang sesungguhnya dalam satu ibadah
bersama.

Ketika kita mengkaitkan hal ini, kita melihat bagaimana Roh Tuhan memperbaharui roh dan pikiran kita.
Bukan karena ritual-ritual kristen yang menjadikan kita sebagai orang Kristen lalu kita mulai menformat diri
kita bagaimana mencocokkan diri supaya saya dapat kelihatannya seperti orang Kristen. Itu adalah pikiran
yang diformat dari luar melalui tekanan, keinginan dan tuntutan orang lain terhadap kita. Jawaban
Kekristenan bukan demikian tetapi justru melalui pembaharuan pikiran kita dari dalam. Ketika Tuhan
memperbaharui pikiran kita dari dalam maka terjadi perombakan konsep berpikir sehingga kita mulai
menampilkan satu pikiran yang bereksistensi di dalam kehidupan saya. Ketika kita memuji Tuhan atau
bahkan ketika kita hidup seperti apa, itu semua karena kita menginginkan hal itu terjadi dalam hidup kita.

Persoalannya, apakah ini terjadi di dalam hidup kita? Apa yang menjadikan engkau berbeda dari orang lain?
Benarkah ketika saudara dan saya menjadi Kristen karena kita diperbaharui roh dan pikiran kita ataukah
270 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

ketika itu saya tetap menjadi orang Kristen yang humanis materialis yang pikiran dan rohnya tidak
berubah? Mari kita mulai berubah di dalam aspek yang paling mendasar. Reformed Theologi menekankan
hal ini dengan keras di mana iman Kristen harus mulai dari kedaulatan Allah, pemerintahan Allah atas hidup
kita dan Dialah yang mengontrol hidup saudara dan saya. Saya sedih kalau melihat Kekristenan yang sudah
lumpuh dan tidak tahu lagi mengapa ia harus hidup di tengah jaman ini. Layakkah kita menyebut diri kita
Kristen kalau demikian? Apa yang menjadi orientasi hidup ketika kita datang di hadapan Tuhan pada setiap
pagi, awal hari kita? Saya bersyukur kalau gereja dimulai pada hari pertama minggu. Pada awal minggu kita
mulai dengan ibadah sehingga seluruh hidup kita dipimpin dengan Firman. Pernahkah kita berdoa, di dalam
berbagai cobaan, kita boleh tetap dituntun dan diajar hidup lurus dihadapan Tuhan. Supaya sepanjang hari
kita boleh menyenangkan dan tidak mempermalukan Tuhan. Yosua diminta oleh Tuhan berdoa seperti itu.
Benarkah roh pikiran seperti ini yang mempengaruhi dan membentuk hidup kita? Ini hanyalah salah satu
contoh yang saya coba angkat, bagaimana kita mengevaluasi hidup kita sepanjang hari.

Kalau kita perbandingkan dalam kata aslinya (Yunani), maka kata pikiran merupakan bentuk genetif kata roh.
Sehingga jika kita terjemahkan dalam bahasa Indonesia sesungguhnya, "Supaya kamu diperbaharui di
dalam roh pikiranmu (The spirit of your mind)." Namun dalam bahasa Inggrisnya, kata spirit diganti dengan kata
attitude. Karena kata spirit (pneuma) selain berarti roh juga semangat, jiwa yang berkeinginan, dorongan
hati atau sikap. Maka NIV menafsirkan dan menggunakan kata itu sebagai attitude of your mind yang
artinya sikap daripada pikiranmu. Tetapi kata yang tepat digunakan adalah the spirit of your mind. Dalam
bahasa Inggrisnya lebih ditekankan bahwa itu merupakan satu dorongan roh yang membentuk pikiran kita.
Pembaharuan iman kristen adalah pembaharuan di dalam roh pikiran karena itu pembentukan dari dalam
keluar. Namun yang terjadi di tengah kekristenan justru terbalik. Betapa mengerikan kalau justru roh
pikiranmu tidak mengalami pembaharuan. Pembaharuan inti iman Kristen haruslah dimulai dari semangat
pikiran kita. Menjadi Kristen, kita perlu mempunyai semangat pikiran yang diubah oleh Tuhan sehingga
seluruh dorongan pikiran kita tidak sama dengan dorongan pikiran dunia. Dorongan pikiran inilah yang
menjadikan kunci bagaimana anda mampu memproses iman Kristen anda dengan sungguh-sungguh, sukses
sama seperti bagaimana dorongan pikiran yang mampu membuat anda sukses dalam hal lain.

Suatu bangsa yang mentalitasnya telah dilumpuhkan akan menjadi bangsa yang tidak dapat maju. Kalau
kita ingin maju, kita perlu mempunyai dorongan yang mulai dengan satu semangat dari roh pikiran yang
sudah dibentuk dan mempunyai mental berjuang keras untuk mencapai kesuksesan. Di tengah dunia,
rahasia ini banyak dimengerti. Orang yang hidup dalam kesulitan dan tekanan namun mereka bangun
secara mental, akan sukses tetapi mereka yang tidak gigih mentalnya akan hancur. Mengapa kita seringkali
tidak berjuang secara maksimal? Kekristenan tidak diajar untuk memperbandingkan diri dengan orang lain.
Kalau kita diberi sejumlah talenta, mengapa kita tidak berjuang sampai mencapai titik maksimum yang kita
mampu lakukan? Itu semua membutuhkan semangat pikiran yang membentuk dan memajukannya.

Mari kita belajar dari sejarah, ketika Kekristenan diberi segala fasilitas maka saat itulah kekristenan menjadi
lumpuh. Seperti halnya di Eropa dan Amerika, ketika kekristenan menjadi mayoritas maka saat itu akan
hancur dan tidak mempunyai kekuatan. Tetapi seperti di negara komunis yang ditekan dan dianiaya,
Kekristenan justru semakin kuat dan keluar seperti minyak zaitun. Itu keluar daripada satu semangat
pikiran yang tidak pernah dapat dikalahkan oleh situasi apapun. Inilah yang menjadikan kita dibentuk dan
diubah! Saya selalu berharap muncul orang-orang Kristen yang mempunyai semangat pikiran sangat kuat.
Kekristenan menuntut pembaharuan seperti itu, kekristenan tidak dapat tunduk dan dijepit dengan
tekanan luar. Kekristenan sejati di mana ada atau tidaknya tekanan luar, itu tidak memberi pengaruh yang
terlalu besar karena semangat itu keluar dari dalam yang dicipta dan dibentuk oleh Tuhan untuk
271 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

menerobos kebenaran dan kekudusan yang sejati. Berapa banyak orang Kristen hari ini yang mempunyai
jiwa dan semangat pikiran yang menerobos seperti ini? Saya rindu Tuhan pakai setiap kita untuk boleh
berjuang dalam satu semangat pikiran yang Tuhan bentuk berdasarkan kelahiran baru dan Tuhan
perkenankan kita alami. Kalau saudara boleh dipertobatkan dan diubah menjadi anak Tuhan, biarlah roh
pikiran saudara juga diubah, bukan memperjuangkan hal yang di dunia tetapi memperjuangkan iman
Keristen dengan semangat pikiran yang seperti itu.

Yang terakhir, waktu saudara dan saya berjuang, kita berhadapan dengan situasi paradoks yang harus
digarap dengan serius di tengah kita hidup. Ketika saya berjuang dalam manusia baru, sementara manusia
lama saya tetap berusaha menarik saya. Saya harus berubah sambil menanggalkan manusia lama saya.
Semangat ini adalah semangat yang harus membuat kita semakin berdayaguna, berjuang keras ketika
hidup di tengah dunia. Seringkali orang hidup di dalam kondisi yang sangat linier. Dengan pemikiran yang
akhirnya membuat kita hidup dalam dualisme, seolah-olah kalau ingin menjadi orang Kristen yang baik, kita
tidak dapat menjadi pengusaha dan sebaliknya. Mengapa harus didualismekan? Seringkali muncul tekanan
yang menuntut kita secara ekstrim dari dua arah. Itu bukan cara pikir kekristenan! Cara pikir Kekristenan
merupakan cara pikir yang paradoks di mana semangat mau sungguh-sungguh setia dan taat pada Tuhan,
itu harus mulai memproses kehidupan kita meskipun belum sempurna. Alkitab berkata, pembaharuan spirit
pikiran kita itu harus dipakai oleh Tuhan untuk kembali terjun di tengah-tengah masyarakat. Dalam Yoh
17:15-18 Tuhan Yesus berdoa, "…, sama seperti Engkau telah mengutus Aku ke dalam dunia, demikian pula
Aku telah mengutus mereka ke dalam dunia." Apa artinya kalau kita mempunyai spirit pikiran tetapi tidak
ada sesuatupun yang perlu kita perjuangkan kecuali kita kembali ke tengah dunia, menjadi terang dan
garam yang diproses waktu demi waktu.

Seringkali banyak orang Kristen yang dituntut berproses tetapi gagal. Terdapat dua ekstrim yang seringkali
membuat orang gagal.
1. Karena salah bersikap. Kadangkala kita kejam sekali dengan menuntut orang lain harus sempurna
dalam tempo singkat tanpa melihat proses yang dia lalui. Padahal apabila hal itu diperlakukan sama
terhadap kita, belum tentu kita dapat melakukannya juga.

2. Banyak orang Kristen yang bertamengkan istilah proses. Di satu pihak Tuhan memang tidak
menuntut kita secara instant tetapi di lain pihak tetap menuntut adanya proses pembaharuan yang terus-
menerus dijalankan. Spirit pikiran itu harus terus-menerus terlihat mendorong, mendobrak dan
membentuk hidup kita sehingga akhirnya hidup kita boleh diperbaharui. Sehingga hidup kita dapat menjadi
satu hidup yang indah dan penuh dinamika serta perjuangan. Kalau kita hidup sedemikian maka kita benar-
benar hidup di dalam kekuatan yang daripada Tuhan. Mari kita berjuang, kalau itu dapat kita kerjakan maka
semakin indah dan menjadi saksi dalam dunia. Setiap proses dan pergumulan yang kita hadapi harus
dipakai sebagai batu loncatan supaya kita dapat mengerti dan melompat lebih tinggi lagi. Dalam semuanya
itu berjuang, bukan apa yang saya mau namun bertanya proses apa yang Tuhan kehendaki kita lakukan dan
berjuang demi kemuliaan Tuhan. Mau saudara?

Amin!
272 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

M
Maan
nuus
siia
abba
arru
uddii d
daalla
ammK
Krriis
sttu
uss
Oleh: Pdt. Sutjipto Subeno

Nats: Efesus 4:24

24 dan mengenakan manusia baru, yang telah diciptakan menurut kehendak Allah di dalam
kebenaran dan kekudusan yang sesungguhnya.

Pada minggu lalu telah dibicarakan tentang perubahan iman Kristen yang bukan dilihat secara fenomena
atau ritual agama melainkan merupakan satu perubahan mendasar dalam inti hidup yang sesungguhnya
yaitu roh dari pikiranmu (the spirit of your mind). Di mana bagian ini dikaitkan oleh Paulus dengan 2 Kor 5:17,
"Jadi siapa yang ada di dalam Kristus, ia adalah ciptaan baru: …" Dan saat ini kita memasuki bagian terakhir
daripada seluruh konteks, satu kalimat utuh yang ditekankan oleh Paulus dalam ayat 20-24 di mana
dikatakan, "Dan mengenakan manusia baru, yang telah diciptakan menurut kehendak Allah di dalam
kebenaran dan kekudusan yang sesungguhnya."

Ketika kita menjadi orang Kristen, akan terjadi satu perombakan mendasar yang kalau dikaitkan dengan
Roma 12:1-2 dikatakan, "Berubahlah oleh pembaharuan budimu." Di mana kata "berubahlah" mengguna-kan
kata metamorfosa yang artinya perubahan yang menyeluruh dalam seluruh aspek sehingga bentuk bahkan
naturnya pun berubah. Semua ini merupakan satu bentuk perubahan yang bukan sekedar fenomena tetapi
perubahan mendasar di dalam seluruh natur kehidupan, seperti halnya seekor ulat yang menjadi kupu-
kupu. Di sini terdapat satu hal yang dikontraskan yaitu antara menanggalkan manusia lama (22) dengan
menggenakan manusia baru (24). Hal ini bagaikan seseorang yang membuka baju yang lama (manusia lama)
lalu mengganti dengan sebuah baju yang baru (manusia baru). Paulus mengatakan bahwa barangsiapa yang
berada di dalam Kristus, ia adalah ciptaan baru yang diciptakan menurut kehendak Allah. Dua hal ini
menjadi gabungan yang begitu penting untuk dimengerti. Barangsiapa di dalam Kristus itu berarti Ia harus
menanggalkan esensi hidup, iman dan roh pikirannya yang lama lalu masuk ke dalam esensi hidup yang
baru dan iman yang sesungguhnya. Banyak orang Kristen yang ketika percaya, gagal mempercayakan diri
masuk ke dalam kepercayaan tersebut dan akhirnya ia hanya mau memanipulasi. Pada saat seperti itu ia
gagal mengalami pembaharuan mendasar daripada roh pikirannya, dengan demikian ia belum masuk dalam
pengertian iman yang sesungguhnya.

Ketika Paulus masuk ke dalam pengertian "Mengenakan manusia baru," di situ ia menggunakan satu
struktur kalimat yang sangat tepat. Dengan menggunakan struktur aorist middle ia ingin menekankan
bahwa ketika kita harus mengenakan manusia baru, itu bukanlah dalam bentuk present tense (sebagai
kontinuitas/ sekedar dapat dikerjakan setiap hari dan dapat ditukar dengan yang lama apabila bosan) melainkan sesuatu hal
yang sekali dikerjakan maka harus berdampak kekekalan, terus berkelanjutan sampai akhir. Dan di sini
Paulus bukan menggunakan format pasif (dalam arti orang itu dipaksa untuk melakukannya) tetapi menggunakan
273 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

bentuk resiprok (middle voice/ Yunani) itu lebih ke arah perlakuan yang kembali pada diri sendiri. Kalau saya
memutuskan mengenakan manusia baru, berarti saya siap untuk berjalan dalam pertimbangan hidup
manusia baru. Karena itu Paulus mengatakan, tidak akan mungkin kondisi ayat 24 dapat dikerjakan kecuali
ayat 23 telah dapat diselesaikan sebab roh pikiran kita tidak akan memungkinkan untuk rela menggarap dan
menjadikan hal seperti itu.

Apakah kita berpikir kalau menjadi orang Kristen dan akhirnya dilarang tidak boleh bohong, korupsi,
nepotisme, melakukan berbagai macam kecurangan dan kejahatan, itu dianggap sebagai suatu kesulitan?
Bukankah ketika Tuhan mengajar dan membatas kita maka seluruh larangan dan batasan diatur demi
kebaikan kita, demi kita dapat menjadi manusia sejati yang mempermuliakan Tuhan. Pada saat seperti itu
mari kita memikirkan kembali, mengapa kita sulit untuk mengenakan manusia baru? Pada hakekatnya itu
karena roh pikiran kita belum dibuka oleh Tuhan, karena ketika ia boleh sadar kalau hidupnya dicengkeram
dosa, terbelenggu dan menghancurkan, ia akan dengan rela keluar dari situ untuk kembali pada kondisi
manusia baru. Bukankah itu merupakan satu anugerah yang terlalu besar? Bagi saya iman Kristen sejati
adalah yang sudah mengenakan manusia baru. Karena esensi daripada kekristenan tidak dapat diganti
sebab itu merupakan inti yang sudah merubah dia. Ia tidak akan ingin untuk kembali pada manusia lama
karena ia sangat sadar kalau ia kembali, itu tidak akan menguntungkannya tetapi justru menghancurkan
dan tindakan bunuh diri yang sangat merugikannya. Inilah yang Paulus tekankan dalam hidup kita yang
berarti bagaimana perubahan iman Kristen bukan secara otomatis terjadi tetapi merupakan satu tugas
perjuangan karena Tuhan sudah membuka pengertian kita.

Selanjutnya, dalam poin kedua Paulus langsung membatasi dengan kalimat kedua supaya tidak timbul
adanya kesalahan. Sebab hal ini dapat menjadikan orang Kristen sombong ketika ia sukses dan dapat
berubah. Padahal di satu pihak kita berjuang tetapi di lain pihak yang memungkinkan hal itu terjadi adalah
karena kehendak Allah. Tuhanlah yang berinisiatif sehingga hal itu mungkin terjadi. Banyak orang salah
mengerti di dalam pengertian Theologi Reformed karena salah menangkap antara perjuangan manusia
dengan kedaulatan Allah yang bekerja. Karena ketika orang Kristen menangkap konsep kedaulatan Allah
dan predestinasi maka orang Kristen jadi berpikir untuk semua itu tidak diperlukan perjuangan. Alkitab
mengatakan bahwa disatu pihak Tuhan memang berdaulat dan menetapkan ciptaan berdasarkan kehendak
Allah. Penciptaan memang di luar kemampuan kita untuk memilih, termasuk juga ciptaan ulang. Setiap kita
waktu lahir itu merupakan anugerah kedaulatan yang membuat kita boleh lahir. Dan waktu Tuhan
mendatangi saudara dan membentuk satu titik temu di mana saudara bertobat hari itu, tidak pernah
saudara mungkin bayangkan kalau hari itu akan bertobat. Disini kita tidak dapat mendualismekan antara
Allah menetapkan dan memilih kita, dengan kita meloloskan diri dari tugas auris midle "mengenakan
manusia baru" yang Tuhan tuntut untuk kita bekerja dan melayani. Bagaimana kita harus berubah di dalam
seluruh roh pikiran untuk boleh kembali pada Tuhan. Saudara, kalau kita mengerti hal ini, baru Tuhan bawa
ke dalam satu konsep yang lebih dalam yaitu kita boleh mulai memparadokskan bagaimana Allah di dalam
kehendaknya sedang memimpin saudara dan saya untuk boleh berubah sehingga tidak ada satupun
daripada kita yang berhak sombong ketika Tuhan mengubah kita.

Sekali lagi saya kembali pada hal yang pertama di mana ketika Paulus mengatakan, "Engkau berbeda," Itu
karena Tuhan beranugerah. Kita dapat mengalami pembaharuan pikiran karena kita dicipta ulang dalam
kehendak Allah di dalam Kristus sehingga kita menanggalkan manusia lama dan menggenakan manusia
baru. Saudara dapat melihat seluruh struktur ini. Kekristenan adalah satu kondisi dimana roh pikiran kita
diperbaharui sehingga ketika kita melakukan sesuatu, kita melakukannya karena Tuhan memimpin Roh
pikiran dan itu menjadi natur saya untuk mau menyenangkan Tuhan. Konsep seperti ini menjadikan kita
274 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

kembali pada dasar yang paling dasar yaitu the will of God dalam hidup kita. Kemungkinan saudara dan
saya untuk masuk ke dalam poin kedua, ini bukanlah hal yang sederhana. Seberapa jauh dalam hidup, kita
berdoa supaya hari ini Tuhan pimpin sehingga kita boleh menjalankan kehendaknya. Ataukah setiap hari
saudara berdoa namun tidak pernah melihat kehendak Allah yang mencipta saudara secara baru dan gagal
kembali mengerti esensi daripada manusia baru tersebut. Di sini yang saya harapkan Tuhan mengubah,
membentuk dan mengajar kita.

Dalam ayat 24 Paulus ketat sekali menambahkan kata sesungguhnya. Di tengah dunia ini seringkali terjadi
kepalsuan yang begitu kelihatan indah, benar dan kudus tetapi sebenarnya di dalamnya terdapat kepalsuan
yang luar biasa. Bagaimana saya kembali pada kehendak Alah, iman yang sejati di dalam struktur religiusitas
yang diterapkan secara tepat. Hanya satu kemungkinan yaitu saya kembali pada Allah yang mencipta ulang
dan membentuk kembali sebagai satu ciptaan yang baru di mana kembalinya kita kepada kehendak Allah
yang sejati. Seberapa banyak kita boleh sama-sama bergumul menjadi anak-anak Tuhan yang
sesungguhnya? Semakin hari dari generasi ke genarasi bukan menjadi dunia yang semakin enak tetapi
justru semakin sulit yang akan mereka alami. Mungkinkah kita masih hidup berkenan kepada Allah? Di saat
seperti itu, bagaimana Kekristenan mengajar jemaat dan jemaat mau saling dibina untuk benar-benar
mentaati kehendak Tuhan. Saya mengharapkan dari seluruh jajaran Kekristenan boleh belajar mengerti
kebenaran, bergumul bersama dan menggarap kehendak Allah.

Berjuta pil Estesi setiap hari di-eksport ke seluruh dunia dan di Indonesia setiap hari ratusan ribu di-
komsumsi oleh anak SD hingga orang tua. Saudara dapat membayangkan kesulitan seperti ini dan ini yang
akan dihadapi oleh generasi yang akan datang. Kalau kita menjadi orang-orang yang di tengah dunia seperti
ini, kita melihat situasi yang begitu rumit maka bagaimana kita masih mempunyai kekuatan untuk taat
kepada Tuhan sementara tekanan dari sekeliling begitu berat. Betapa sulit kita bertahan untuk
menjalankan kehendak Tuhan dalam situasi seperti ini. Biarlah kekuatan pembinaan yang boleh kita
dapatkan dari firman Tuhan itu terus menguatkan hati kita, mendorong kita untuk boleh dipakai Tuhan
menjadi berkat bagi orang lain, memberitakan injil dan menyatakan kebenaran sehingga banyak orang di
luar yang boleh tertolong dari kehidupan mereka yang rusak. Siapa yang dapat melakukannya? Alangkah
parahnya kalau kita sendiri yang sampai terjebak masuk ke dalam situasi itu? Saya terus mengajak kita
bergumul dan memikirkan hal ini. Tuhan ketika menginginkan kita mengenakan manusia baru, itu bukanlah
hal yang sederhana tetapi saya percaya bahwa itulah kunci kita menjadi manusia yang sejati seperti yang
Tuhan inginkan. Mari kembali dan menguatkan diri melalui Firman. Saya sangat kuatir kalau gereja sudah
tidak memberitakan Firman dengan kokoh, tidak lagi mengajarkan kebenaran yang sejati dan hanya mau
menyenangkan telinga pendengar. Mari kita dipakai Tuhan menjadi orang-orang yang di tengah jaman
berani bersuara dan menyatakan, berani menolong orang lain yang di dalam kesulitan meskipun untuk itu
kita teraniaya. Kalau kita harus mengalami hal seperti itu, relakah kita, demi dunia ini masih melihat
secercah pengharapan karena kita telah terlebih dahulu maju melihat hal itu. Biarlah Tuhan pakai, bentuk
dan perbaharui kita dengan satu tekad mau mengenakan manusia baru demi untuk kemuliaan Tuhan.

Amin!
275 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

K
Keeb
been
naarra
annd
daan
nkke
ekku
uddu
ussa
anny
yaan
nggs
seejja
attii
Oleh: Pdt. Sutjipto Subeno

Nats: Efesus 4:24

24 dan mengenakan manusia baru, yang telah diciptakan menurut kehendak Allah di dalam
kebenaran dan kekudusan yang sesungguhnya.

Hari ini kita akan masuk kembali memikirkan hal terakhir dari Efesus 4 ayat 24 di mana Paulus menekankan
hidup yang diubah dari manusia lama menjadi manusia baru, yang dicipta kembali menurut kehendak Allah.
Ini merupakan satu sifat recreation (penciptaan ulang) yang dikerjakan oleh Allah sendiri. Di dalam kasus ini
seringkali kita mudah terjebak sehingga akhirnya gagal mengerti apa artinya manusia baru. Apalagi kalau
manusia baru ini dikaitkan dengan istilah-istilah lain seperti halnya lahir baru, pertobatan, dsb. yang
sebenarnya menjadi istilah unik dalam kekristenan tetapi gagal dimengerti secara mendalam. Saya rasa kita
perlu waspada dengan pemikiran seperti ini. Perubahan drastis yang terjadi dalam hidup seseorang,
perubahan akibat tekanan luar, aspek rasional, upaya diri atau gejala-gejala tertentu tidak berhubungan
sama sekali dengan pertobatan, lahir baru dan semua istilah, termasuk manusia baru dalam ayat ini.
Perubahan semacam itu justru membuat kita salah mengerti inti daripada iman Kristen karena orang yang
bukan Kristen bahkan yang tidak beragama pun dapat melakukan hal seperti itu.

Perubahan iman Kristen yang sesungguhnya akan bersifat konsisten karena ini menjadi bukti pencirian
bagaimana Allah sedang mengintervensi dan melahirbarukan orang tersebut menjadi ciptaan baru di dalam
Kristus untuk kembali mempermuliakan Tuhan. Jikalau demikian, siapa yang mengerjakan intervensi
tersebut dan bagaimana intervensi itu dikerjakan di dalam diri kita? Alkitab membukakan dalam Yoh 14
bahwa intervensi ini dikerjakan karena peranan Roh Kudus yang langsung mengarap inti hidup kita. Ketika
Roh Kudus datang, Ia akan menginsafkan manusia akan dosa, kebenaran dan penghakiman (Yoh 16).

Sehingga akibatnya kalau kita merelasikan hal ini yang mana kehendak Allah dijalankan, ia akan
memancarkan ciri hidup di dalam kebenaran dan kekudusan yang sesungguhnya. Mengapa istilah ini kita
kaitkan dengan Roh Kudus? Ini bukan hal yang sederhana! Dalam bahasa Inggrisnya dikatakan "true
righteousness and holiness." Kalau dalam bahasa Yunani tidak perlu diberi kata true (dikaiosune) sebab di
dalamnya ada inti menuju kepada "truth," kekudusan yang sesungguhnya. Yaitu satu sikap bagaimana
kekudusan itu bukan masuk pada kekudusan palsu tetapi kekudusan yang truth (Alitheia), kebenaran bersifat
benar, sejati dan murni. Kekudusan yang seperti inilah yang harus dituntut.

Ketika saudara membaca Yoh 14: 15-26, di ay. 17 jelas disebutkan bahwa Roh penghibur itu akan datang
yaitu yang disebut sebagai Roh Kebenaran. Sedangkan dalam ay. 26 dikatakan, penolong itu adalah Roh
Kudus. Dua istilah ini dipararelkan secara satu perikop. Sehingga di sini kalau disebut sebagai Roh
276 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

Kebenaran maka ia bersifat kebenaran dan kalau disebut Roh Kudus maka ia bersifat kudus. Maka Roh
kebenaran dan Roh Kudus itu merupakan satu oknum yang sama dan oknum ketiga daripada Allah
Tritunggal. Jadi jika manusia baru terjadi karena dicipta ulang di dalam Roh Kudus maka seharusnya ia
memancarkan kebenaran dan kekudusan. Ini merupakan atribusi normal daripada Roh Kudus sendiri. Di sini
satu hal yang sangat serius perlu dipertanyakan mengapa banyak orang Kristen seringkali tidak hidup
seturut dengan naturnya? Mengapa kalau saya sebagai manusia baru dan benar-benar menjadi manusia
yang sudah dicipta ulang berdasarkan kehendak Allah dan Roh Kudus diam di dalam hati namun tidak
muncul natur daripada atribusi Roh Kudus di dalam diri saya?

Dalam Yoh 14:26 hal itu ditegaskan, "…, Ia akan menginsafkan dunia akan dosa, kebenaran dan
penghakiman." Di sini terdapat dua unsur yaitu sadar akan dosa dan kebenaran dan akhirnya yang ketiga
sadar adanya sanksi di antara dua hal yang pertama. Kita hidup dalam dosa atau kebenaran, itu
membicarakan penghakiman Allah. Di sini berarti kita tidak cukup hanya mengerti dua hal saja tetapi perlu
dituntut untuk memilah dan kemudian memilih di mana kita akan hidup, karena dari dua hal ini akan ada
penghakiman yang menyertai di belakangnya. Berarti saya bukan sekedar tahu, namun saya harus bersikap
karena sikap ini akan menentukan bagaimana dampak yang akan saya alami di belakangnya. Ini tiga hal
yang menjadikan intervensi yang digarap oleh Tuhan di dalam diri seseorang.

Selanjutnya kita melihat, istilah "di dalam kebenaran" dalam Ef 4:24 tidak memakai kata truth (kebenaran
hakiki) tetapi menggunakan righteousness (kebenaran keadilan) yang artinya satu sikap kebenaran yang harus
diuji baik melalui kesaksian, pengadilan dan berbagai sarana pengujian hingga akhirnya terbukti
kebenarannya (terikat dengan kebenaran asasinya/ truth). Kata righteousness dibelakangnya tidak membutuhkan
"yang sejati" karena righteousness ansih di dalam dirinya menuntut kesejatian. Sehingga saudara perlu
memeriksa dengan cermat apabila di dalam Alkitab menemukan kata kebenaran karena antara "truth" yang
tidak perlu diuji dengan "righteousness" yang harus diuji, itu merupakan dua hal yang berbeda jauh dan
tidak dapat dicampuradukkan.

Di tengah sejarah kita melihat upaya-upaya untuk mengeser dan mempermainkan kebenaran yang begitu
banyak. Kalau saudara melihat hal seperti itu, ternyata iman kebenaran Kristen itu sangat rentan dan rapuh
dengan pencemaran yang sedang terjadi. Sehingga bagaimana sifat righteousness ini dibuktikan dan
dijalankan? Itu alasan di dalam Reformed Theologi dan bahkan Pdt. Stephen Tong menekankan setiap
hamba Tuhan harus bertanggungjawab dan rela diuji atas setiap pemberitaan kepada jemaat. Kita melihat
pencemaran theologis dan kebenaran, pengujian di dalam iman kita sangat rentan dicemari oleh berbagai
aspek akibatnya kebenaran kita kalau mau dibuktikan seringkali harus mengalami pengasahan yang luar
biasa. Di dalam sejarah berulangkali kebenaran dikontaminasi dengan kepentingan politik, ekonomi, dsb.
Bagaimana kebenaran iman Kristen kita dapat murni kalau dicemari dan digerogoti terus oleh segala
macam kepentingan yang masuk dan mencemarinya? Bagaimana kita hidup di dalam kebenaran yang
teruji? Saya rindu Tuhan membentuk dan menyadarkan, bagaimana saudara dan saya hidup di dalam
kebenaran yang rela diuji, dipertanyakan dan melalui pembuktian waktu, membuktikan diri apa yang kita
katakan dan kerjakan itu adalah hal yang benar. Ini adalah aspek pertama yaitu kebenaran atau
righteousness. Satu proses kebenaran yang terus diuji sampai akhirnya membuktikan diri menuju pada
truth (kebenaran sejati yang tidak perlu diuji).

Unsur kedua adalah Kekudusan. Dalam ayat ini kata kudus yang dimaksud bukan hagios (kekudusan dalam arti
kesalehan) karena jika demikian kita hanya melihat sebagai satu gejala luar bagaimana saya hidup
menampilkan diri kelihatan saleh, suci secara tampilan. Kesucian dari luar yang tidak disertai dengan
277 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

kesucian di dalam dan sikap ini sangat tidak disukai oleh Tuhan Yesus. Kekudusan yang dimaksud di dalam
ayat ini adalah kekudusan yang terjadi akibat proses di dalam yang sudah memurnikan diri (to purify).
Sehingga gambaran pengudusan ini adalah seperti satu bongkah batu emas yang masih penuh dengan
kotoran, yang harus dibakar berulang-ulang kemudian disingkirkan kotorannya. Itulah upaya pemurnian.

Untuk mendapatkan emas yang mendekati 90% akan sulit dan rumit sekali pemurniannya sehingga hingga di
tingkat tertentu tidak mampu untuk menaikkan lebih tinggi lagi dan harus orang yang ahli yang sanggup
memurnikannya. Inilah kekudusan yang diinginkan Tuhan untuk dikerjakan! Artinya pada saat seperti itu
Tuhan menuntut satu pengujian dan pemurnian hidup yang semakin hari semakin tidak memperkenankan
hidup kita dikotori oleh apapun. Menuntut diri supaya hidup benar di hadapan Tuhan serta menyenangkan
hati Tuhan dengan tidak membiarkan diri dirusak dan dicemarkan. Inilah sifat dari Roh Kudus yang
menggarap kita! Sehingga kalau saudara dan saya tidak mampu mencapai 100% murni sempurna, itu
bukanlah alasan kita tidak berproses dalam kekudusan. Proses harus tetap dikerjakan dan harus digarap
satu-persatu dalam hidup kita serta tidak memperkenankan satu inci hidup kita dicemari oleh apapun. Dan
upaya ini harus digarap terus-menerus di dalam hidup kita.

Saat saya sudah mulai dapat berproses, kita tidak boleh lengah sedikitpun karena saat itu kita dapat jatuh
lagi. Itulah yang Paulus tuntut nantinya di dalam ayat bawahnya yaitu hendaklah engkau terus menggarap
hidupmu sehingga engkau tidak rela mendukakan roh Kudus, mencemarkan nama Tuhan dan ketidakrelaan
itu menjadi motivasi kita karena engkau sudah menjadi manusia baru di dalam Kristus. Berapa jauh kita
memproses hidup kita di dalam kebenaran dan kekudusan sejati? Tidak ada gunanya kita memproses demi
sekedar orang lain melihat kita baik karena yang menilai kita bukanlah orang melainkan Tuhan sendiri. Ia
mau inti hidup kita bagus sehingga membuat tampilan kita bagus.

Artinya sesuatu yang digarap di dalam secara baik dan teraplikasi secara baik serta adanya perubahan
kehidupan di mana inti hidupnya yang diubah oleh Tuhan. Biarlah itu berproses terus-menerus, sebagai
bukti kita adalah manusia baru di dalam Tuhan. Sebagai bukti bahwa bibit kebenaran dan kekudusan itu
ada dalam diri kita yang menjadikan kita mungkin berproses di dalam kebenaran dan kekudusan
sesungguhnya. Di tengah dunia seperti ini, satu-satunya pengharapan kita adalah kembali dan takut kepada
Tuhan, itu merupakan modal kekuatan untuk menghadapi dunia. Jikalau tidak maka dengan kekuatan apa
kita dapat bertahan? Saya mengharapkan ini menjadi dasar daripada proses hidup kita sehingga saudara
dan saya boleh menjadi lilin yang bersinar terang yang menerangi sekeliling kita yang gelap dan dengan
demikian kita boleh menjadi saksi Tuhan. Mau saudara?

Amin!
278 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

M
Maan
nuus
siia
abba
arru
u,, p
peerrh
huub
buun
ngga
annb
baarru
u
Oleh: Pdt. Sutjipto Subeno

Nats: Efesus 4:25/ Yohanes 8:43-45

Efesus 4

25 Karena itu buanglah dusta dan berkatalah benar seorang kepada yang lain, karena kita
adalah sesama anggota.

Yohanes 8

43 Apakah sebabnya kamu tidak mengerti bahasa–Ku? Sebab kamu tidak dapat menangkap
firman–Ku.
44 Iblislah yang menjadi bapamu dan kamu ingin melakukan keinginan–keinginan bapamu. Ia
adalah pembunuh manusia sejak semula dan tidak hidup dalam kebenaran, sebab di
dalam dia tidak ada kebenaran. Apabila ia berkata dusta, ia berkata atas kehendaknya
sendiri, sebab ia adalah pendusta dan bapa segala dusta.
45 Tetapi karena Aku mengatakan kebenaran kepadamu, kamu tidak percaya kepada–Ku.

Beberapa minggu lalu kita telah membicarakan tentang prinsip perubahan manusia lama menjadi manusia
baru yaitu perubahan roh pikiran yang dicipta menurut kehendak Allah dalam kebenaran dan kekudusan
yang sesungguhnya. Selanjutnya sekarang kita masuk dalam ayat 25 yang merupakan aplikasi dari seluruh
apa yang ditekankan oleh Paulus dalam ayat 20-24. "Karena itu buanglah dusta dan berkatalah benar
seorang kepada yang lain, karena kita adalah sesama anggota." Kata "karena itu" dalam awal ayat 25 serta
kata "jangan" yang selanjutnya akan banyak muncul dalam ayat 26-32, menunjukkan bahwa apa yang ada di
belakangnya merupakan konsekuensi logis yang harus muncul sebagai akibat dari ayat 20-24. Ketika
kehendak Allah bekerja dan roh pikiran kita diubah maka Roh Kudus memberikan satu potensi yang
memungkinkan kita menampilkan format sesuai dengan perubahan tersebut.

Gejala pertama yang harus muncul dari perubahan tersebut di Alkitab dikatakan, "membuang dusta." Hal
ini ditekankan karena adanya tuntutan, "berkatalah benar seorang kepada yang lain" yang mana
merupakan satu tuntutan interpersonal, relasi pribadi dengan pribadi. Jikalau demikian, ini menyangkut
satu perluasan daripada hakekat inti seorang yang dipulihkan (secara theologi dikatakan diperdamaikan). Dalam
Roma 3:25 dikatakan, ketika seseorang boleh dikembalikan maka terjadi pendamaian antara dia dengan
Allah dan pendamaian itu hanya dapat dikerjakan melalui Kristus. Sehingga ini menyangkut satu hal yang
sangat penting yaitu relasi atau hubungan. Manusia pada hakekatnya dicipta sebagai makhluk relatif, itu
berbeda dengan Allah yang tidak bergantung pada apapun dan penuh di dalam dirinya sendiri (dalam istilah
theologi disebut self sufficience). Karena seluruh bijaksana, hikmat dan prinsip-prinsip kebenaran berasal dari diri
Allah sendiri. Ini merupakan prinsip yang penting!
279 Ringkasan Khotbah – Jilid 1



1. Tidak mutlak atau tidak dapat berdiri sendiri. Manusia harus bergantung pada banyak hal yang lain
di luar dirinya sehingga banyak aspek yang tidak dapat diselesaikan sendiri. Di tengah dunia modern, salah
satu cita-cita evolusi adalah berharap manusia menjadi makhluk yang independen, mampu mengetahui
semua dan berharap menjadi seperti Tuhan. Sehingga orang-orang semacam ini selalu merasa tidak butuh
siapapun. Tetapi itu semua hanya menunjukkan kesombongan diri yang membuat kita tidak sadar bahwa
banyak hal di luar kemampuan kita. Semua diktator-diktator dunia harus jatuh, para ekonom dan masih
banyak yang lain, semakin merasa mampu menguasai dan mengatur akan semakin hancur. Selanjutnya kita
harus sadar, siapa yang menjadi gantungan mutlak kita dan bagaimana kita harus berelasi di dalam
gantungan tersebut? Kalau kita bergantung kepada sesuatu maka mau tidak mau akan berelasi dengan
sesuatu itu.

2. Mempunyai relative (kerabat atau keluarga). Setiap manusia hidup memiliki keluarga yang mungkin
keluarga terdekat kita sebut sebagai orang tua. Itu menunjukkan satu struktur relative di mana manusia
merupakan makhluk yang membutuhkan relasi dengan sesama (bersosialisasi). Alkitab mencatat kata tidak
baik pertama kali ketika Ia mencipta Adam seorang diri. Sehingga Ia menyediakan penolong yang sepadan
dengan diri Adam, dan saat itulah Tuhan katakan baik. Jadi waktu itu, satu gambaran manusia berelasi
dengan sesamanya dikatakan baik. Maka di sini menunjukkan satu fakta bahwa manusia tidak dicipta
seorang diri namun untuk dapat berelasi dengan orang lain sehingga ia harus mempertimbangkan manusia
lain dalam lingkungannya.



1. Relasi dengan Allah. Relasi dengan Allah adalah relasi yang tidak dapat ditiadakan karena Tuhanlah
yang memungkinkan keberadaan dan natur kita. Ini menjadi dasar semua relasi yang lain.
2. Sesama. Bagaimana relasi kita dengan sesama, itu menjadi perluasan relasi kita dengan Allah.
Karena Tuhan menciptakan sesama bagi kita dan kita bagi mereka.
3. Relasi kita dengan alam. Kita dicipta bukan tanpa lingkungan tetapi di dalam dunia yang telah
dipersiapkan Allah sebelumnya. Sehingga kita harus berelasi dengan binatang dan tumbuh-tumbuhan
secara tepat.
4. Relasi dengan diri kita sendiri. Bagaimana kita dapat mengerti dan berdamai dengan diri sehingga
tidak salah memperlakukan diri yang mengakibatkan kekacauan serta problema dalam kehidupan kita.
Urutan empat relasi ini tidak boleh dibalik di mana harus dimulai dari Allah dan berakhir dengan diri sendiri.
Dalam psikologi manusia berusaha menyelesaikan bagaimana berdamai dengan dirinya sendiri tetapi tidak
pernah memikirkan bagaimana berdamai dengan Allah dan sesama. Hal ini tidak dapat selesai kecuali relasi
kita dengan Allah telah dibereskan. Alkitab menuntut satu pemulihan relasi secara tepat!. Dusta (dosa)
menyebabkan seluruh struktur relasi tidak dapat berjalan dengan tepat dan beres dan itu alasan Paulus
menekankan pertama kali bahwa kalau kita sungguh-sungguh mau diubah roh pikiran kita menjadi manusia
baru maka gejala pertama yang harus muncul dalam diri kita adalah membuang dusta. Seperti minggu lalu
telah saya uraikan, kata "membuang dusta" juga menggunakan bentuk ouris yang mempunyai arti bahwa
hal itu dikerjakan satu kali dan menjadi tekad seumur hidup. Namun, mengapa dusta dianggap sebagai satu
masalah yang sangat serius sementara dalam dunia tidak? Karena dusta merupakan inti sifat dosa (esensi
daripada iblis). Dusta mempunyai dua unsur penting yaitu pertama, ia langsung melawan apa yang menjadi
sifat inti manusia baru. Sebagai manusia baru, kita harus mulai hidup dalam kebenaran dan kekudusan yang
sejati. Karena itu yang Tuhan kerjakan di dalam diri kita. Maka sifat kebenaran dan kekudusan sejati
280 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

merupakan lawan yang diametrikal atau langsung berseberangan dengan sifat dusta, yang artinya berkata
tidak benar. Kedua, tidak adanya kemurnian dalam pembicaraan karena terdapat unsur luar yang jahat
yang sedang diselipkan di dalamnya. Maka dusta pada hakekatnya langsung melawan kebenaran dan
kekudusan yang sejati. Sehingga kalau kita berdusta, itu menunjukkan kebenaran dan kekudusan sejati
sedang tidak kita kerjakan dan itu tidak sesuai dengan sifat kita. Seperti apa yang dikatakan Yesus kepada
orang Yahudi dalam Yoh 8:43-45, "…, sebab di dalam dia tidak ada kebenaran. Apabila ia berkata dusta, ia
berkata atas kehendaknya sendiri, sebab ia adalah pendusta dan bapa segala dusta." Yesus sedang
membuka satu realita sejati bahwa iblis adalah bapa pendusta dan ia adalah inti semua dusta. Kalimat
tersebut begitu tajam sehingga akhirnya terjadi perdebatan yang keras di antara mereka. Yesus berkata
bahwa mereka harus dimerdekakan dahulu. Itu sebabnya pertama Tuhan menuntut kita membuang dusta,
karena itu merupakan ciri bapa lama yang pendusta. Ini hal yang pertama dalam relasi kita yang perlu
dibereskan. Ketika kebenaran dan kekudusan hilang, maka manusia tidak dapat terbuka lagi di hadapan
Tuhan dan kehilangan sifat kebenaran yang sesungguhnya. Maka Alkitab mengatakan bahwa baju
merupakan fakta dari keberadaan dosa.

Sama halnya dengan Adam dan Hawa ketika jatuh dalam dosa maka mereka tidak lagi berani bertemu
dengan Allah. Hari ini banyak orang yang mencoba mendobrak prinsip ini. Seperti golongan Nudisme yang
tidak memakai baju karena berpikir ingin menjadi seperti Adam kembali. Mereka tidak mempertanyakan
perubahan apa yang mengharuskan Adam dan hawa memakai baju? Bahwa mereka harus memakai baju
karena sudah kehilangan kebenaran dan kekudusan sejati, akibatnya mereka rusak dan jatuh ke dalam
distorsi pendustaan yang akhirnya membuat mereka mau tidak mau tertutup di dalam kebudayaan. Di
sinilah inti daripada kebenaran yang dituntut oleh Tuhan! Ketika kita boleh diperdamaikan kembali maka
transparansi antara Allah dengan kita dipulihkan kembali. Sehingga kita boleh berdoa seperti Mzm 139, "Ya
Bapa, selidikilah hatiku, ujilah aku apakah jalanku benar atau serong." Lagu yang dikarang oleh salah satu
dari dua tokoh Reformed, James Hobbs, seorang yang sangat cinta Tuhan. Ini hanya mungkin jika ia telah
diperdamaikan kembali dengan Tuhan. Keberanian kita meminta Tuhan mengkoreksi hidup kita, karena kita
terbuka di hadapan Allah yang tahu benar siapa kita sesungguhnya. Begitu banyak manusia di dunia yang
berani berdusta di hadapan Tuhan dan mereka anggap Tuhan tidak mengetahui apa yang sedang ia
kerjakan. Hal itu akhirnya menjadikan kita orang yang sangat berdosa di hadapan Tuhan. Ini hal yang
pertama yang Alkitab tekankan. Mari kita mulai berelasi dengan tepat, jujur dan tulus.

Dalam Ef 4:25 Paulus menggunakan penghubung "dan" yang secara teori harusnya sama namun pada
kenyataannya memang tidak boleh sama. Dua kalimat tersebut harus bersifat paradoks satu dengan yang
lain, dimana yang pertama "buanglah dusta" menjadi satu tekad yang tuntas dalam hati kita yang
dikembalikan pada diri (ouris middle). Sedangkan yang kedua, "berkatalah benar" menggunakan struktur
present imperatif (Yunani) sama dengan present continuous (Inggris) yang artinya satu perintah tegas untuk
berkata benar setiap hari. Kedua kalimat ini menunjukkan satu relasi penting. Dalam dunia yang semakin
berkembang, kesulitan berkata benar semakin tinggi dan banyak hal yang bergeser dari kebenaran yang
sejati. Terlebih kita yang hidup dalam dunia timur yang tidak terlalu menekankan kejujuran namun justru
sopan santun dan ketaatan pada atasan sekalipun salah atau berdusta. Sehingga kita harus mewaspadai
supaya gereja tidak dicemari oleh budaya seperti itu. Saya harap Kekristenan berdiri tegak dan sanggup
menyatakan kebenaran serta menjadi saksi di tengah kesulitan sehingga dunia akan melihat perbedaannya.
Berapa banyak kita mempunyai jiwa yang bertekad berkata benar dan menjadi saksi Tuhan berada dalam
kebenaran dan kekudusan yang sesungguhnya? Ini menjadi satu dasar bagaimana interpersonal
relationship mulai dikerjakan. Karena itu saya harap kita mulai memikirkan secara serius, berjalan dengan
tepat dalam prinsip ini. Sehingga dunia masih dapat melihat kejujuran dan ketulusan dalam anak-anak
Tuhan. Biarlah ini menjadi kemuliaan Tuhan. Amin!
281 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

P
Paad
daam
mlla
ahha
amma
arra
ahhm
muu !!
Oleh: Pdt. Sutjipto Subeno

Nats: Efesus 4:26-27

26 Apabila kamu menjadi marah, janganlah kamu berbuat dosa: janganlah matahari
terbenam, sebelum padam amarahmu
27 dan janganlah beri kesempatan kepada Iblis.

Tiga minggu yang lalu kita telah membahas tentang bagaimana relasi antar manusia diperdamaikan kembali
di mana implikasi yang pertama adalah: "Buanglah dusta," karena dengan berdusta akhirnya membuat kita
kehilangan kepercayaan, relasi antar manusia menjadi putus dan semua orang menjadi curiga pada kita.
Dan saat ini kita akan masuk dalam aspek kedua yang terdapat dalam ayat 26-27, khususnya ayat 26.
"Apabila kamu menjadi marah, janganlah kamu berbuat dosa; janganlah matahari terbenam, sebelum
padam amarahmu dan janganlah beri kesempatan kepada iblis." (Dalam bahasa Yunani diterjemahkan: "Marahlah,
tapi jangan berdosa dan jangan sampai matahari yang panas itu membakar kamu sehingga akhirnya kamu berdosa dan jangan
Sedangkan dalam NIV ditulis: "In your anger, do not sin." Kalau kita perhatikan,
memberi lubang kepada iblis.")
kalimat tersebut dalam bahasa Yunani mengandung arti yang lebih keras jika dibandingkan di NIV maupun
LAI yang kita punya.

Marah sesungguhnya merupakan sesuatu yang wajar, suatu ekspresi dan kemungkinan potensi dari kita
punya perasaan atau emosi. Emosi dapat membuat kita sedih, kuatir atau mencintai dan bahkan marah.
Namun banyak orang seringkali terjebak dalam satu konsep salah yang menganggap bahwa orang Kristen
tidak boleh marah.



1. Karena marah dapat berekses terjadinya perpecahan atau kerusakan relasi yang akibatnya tidak
dapat terpulihkan selama-lamanya.
2. Karena keegoisan kita. Ketika kita bersalah, kita tidak ingin ditegur atau mendapat marah.
3. Salah mengerti ide tentang kasih. Kemarahan membongkar, menyatakan dan menuntut
penghakiman atas semua kesalahan sehingga pada saat itu jelas mereka yang bersalah tidak suka
diperlakukan seperti itu dan akibatnya kita bertamengkan istilah cinta kasih. Ini satu hal yang saya sangat
kecewa dalam kekeristenan abad 20 di mana mereka berani memakai istilah tetapi tidak bertanggungjawab
akan istilah tersebut. Ini adalah semangat Post Modern yang merusak semua ide daripada definisi yang
tepat dan upaya manusia untuk masuk dalam pengertian kata yang tepat telah hilang.

Beberapa hari yang lalu saya memimpin satu kelompok hamba-hamba Tuhan perdesaan di beberapa
daerah untuk dilatih dan diajar tentang bagaimana cara menafsir Alkitab yang tepat. Di sana akhirnya
282 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

mereka mulai menyadari bahwa selama ini telah sembarangan dalam menafsirkan Alkitab dan akibatnya
kita sudah terbiasa menggunakan istilah yang tercemar dengan pengertian yang tidak beres. Sehingga
waktu kita belajar kata "kasih" langsung yang kita maksudkan adalah bukan kasih yang Alkitab tuntut
namun kasih yang kalau mencintai maka kita tidak boleh memarahi. Itulah yang disebut dengan kasih egois!
Dalam Ef 4:26 telah dikatakan, "marahlah," itu berarti bahwa kita seharusnya diperbolehkan untuk marah.
Kalau kita teliti, Allah dalam PL juga pernah marah bahkan dikatakan bahwa Allah yang murka adalah Allah
yang membakar dan menurunkan murka-Nya dengan api yang menghanguskan. Demikian juga dalam PB,
Tuhan Yesus pernah dengan tajam sekali menyatakan kemarahan-Nya dengan mengobrak-abrik bait Allah
yang telah dibuat berjualan secara sembarangan. Tuhan yang mengajarkan hukum cinta kasih juga dapat
murka terhadap tingkah laku orang Farisi. Sehingga bukan dengan alasan yang demikian orang Kristen tidak
boleh marah.

Tetapi itu juga bukan berarti bahwa kita boleh marah secara sembarangan, sebab kalimat dalam Efesus
tersebut belum selesai, melainkan dilanjutkan dengan: "…, janganlah kamu berbuat dosa." Sehingga disini
kita harus mengerti, di mana saat kita harus marah atau tidak. Di sinilah paradoksnya, "Be anger, but do not
sin," Bagaimana kita marah tapi tidak berdosa? Yang pertama, ketika kita marah terhadap dosa (anger to sin).

Ketika kita marah terhadap kebenaran atau saat merasa dirugikan maka kita berdosa tetapi ketika kita
marah terhadap dosa, maka itulah kemarahan yang benar. Alkitab memperingatkan dengan keras bahwa
orang yang melihat dosa namun membiarkannya berkembang, maka orang tersebut adalah orang yang pro
dengan dosa dan artinya ia menjadi orang yang lalim, di mana ia tahu kebenaran tetapi sengaja
mengabaikan kebenaran. Marah yang sejati adalah marah terhadap dosa. Paulus adalah orang yang tidak
pernah marah ketika dirinya dirugikan atau diperlakukan tidak benar, sekalipun ia difitnah, dilecehkan dan
dihina tetapi ketika Injil dipalsukan, dalam Gal 1 dikatakan bahkan ia sampai berkata terkutuk kepada siapa
yang berani memalsukan Injil, tidak perduli sekalipun malaikat dari surga. Saya rasa kita perlu jelas
bagaimana kita marah. Seringkali orang Kristen marah kalau dirugikan, tetapi kita tidak marah kalau
kebenaran dipermainkan. Ini satu sikap yang salah di dalam kemarahan kita. Mari kita mengkoreksi, kita
marah karena egoisme kita atau karena dosa, dan ini sebenarnya menjadi satu hal yang perlu kita
gumulkan.

1. Marah yang sejati adalah marah karena cinta kasih (anger of Love), marah yang
keluar dari kasih yang sejati

Allah itu sendiri adalah kasih (cinta) sehingga otomatis ekstensi cintanya keluar tetapi Ia yang adalah cinta
dapat murka, yaitu murka yang keluar dari kasih. Bagaimana ketika kita marah, marah itu bukan menjadi
pelampiasan emosi tetapi marah yang keluar dari emosi yang dimurnikan. Marah karena kita ingin
mengajak orang untuk mengerti kembali kebenaran. Waktu emosi kita tidak terkendali maka kita harus
marah pada diri sendiri karena saat itu kita sedang berbuat dosa. Tetapi yang terbaik adalah waktu kita
marah karena letupan cinta yang menginginkan terbaik terjadi dalam diri seseorang. Cara marah seperti ini
yang terbaik dapat kita lihat di dalam keluarga. Seorang yang mengasihi anaknya adalah seorang yang
bukan tidak pernah marah kepada anaknya. Tetapi seringkali kita mendidik berdasarkan perasaan kita
sehingga akhirnya anak tidak pernah mengerti cinta kasih yang sesungguhnya. Hal ini bukan hanya dalam
keluarga, tetapi di dalam gerejapun seharusnya konsep ini harus ditegakkan. Gereja memiliki disiplin gereja,
tetapi berapa banyak dari yang mereka yang menegakkan hal itu? Saya rasa kita perlu sadar bagaimana
marah yang tepat.
283 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

2. Marah karena ingin menegakkan kebenarankeadilan Tuhan (anger for righteousness).

Tuhan marah kalau keadilan diperlakukan secara tidak beres. Maka salah satu hak yang diberikan ialah
adanya pengadilan dimana Tuhan menegakkan keadilan dan penjara karena demi menghukum semua
tindak kejahatan. Kemarahan terhadap ketidakadilan dan pelecehan terhadap kebenaran kalau tidak
muncul maka negara dan dunia akan kacau luar biasa. Murka atau kemarahan harus dijalankan dengan
tepat sehingga kebenaran dapat ditegakkan dan keadilan dapat dinyatakan. Anger for righteousness adalah
satu hal yang harus ditegakkan oleh orang Kristen.

Yang terakhir adalah kalimat ketiga yaitu "Janganlah matahari terbenam, sebelum padam amarahmu." Ayat
ini mempunyai dua pengertian ganda yang kalau digabung dapat saling melengkapi. Pengertian yang
pertama adalah jika kita marah di dalam length of time (kepanjangan waktu). Sebelum matahari terbenam
mempunyai ide bahwa hari itu habis. Hari di dalam konsep orang Yahudi dengan kita berbeda karena
mereka menghitung satu hari dimulai jam 6 sore dan berakhir jam 6 sore keesokan harinya, sedangkan kita
mulai jam 12 malam hingga jam 12 malam kembali. Sehingga kita harus berhati-hati dalam menghitung
karena apabila salah, itu dapat membuat seluruh konsep menjadi salah. Alkitab memberikan cara
menghitung yang bagus sekali di mana hari dimulai gelap sampai kepada terang, sehingga dalam kejadian
dikatakan, "Jadilah petang dan jadilah pagi, itulah hari pertama." Hal yang dimaksudkan di sini, sebelum
hari itu habis, padamkan amarahmu, jangan biarkan amarahmu membara terus. Ini merupakan prinsip
bagaimana kita tidak boleh mengekstensi kemarahan secara tidak benar karena itu akan membuat kita
jatuh dalam dosa.

Yang kedua dapat mengandung arti yaitu jangan biarkan seperti panas matahari yang membakar engkau
sehingga akhirnya engkau mendidih dan meledak dan secara kualitatif menjadi satu kepanasan yang
membara dalam hatimu. Jadi hati-hati kalau ketika saudara marah dan saat itu merasa bahwa kemarahan
itu mulai didorong dan mulai merebak seperti satu dendam maka itu bukan lagi kemarahan yang benar.
Marah yang dikeluarkan karena dendam atau panas hati adalah dosa dan kita harus cepat bertobat,
meneduhkan hati karena saat itu kita sudah dikuasai oleh panas yang tidak terkontrol lagi. Alkitab
berulangkali mengatakan bahwa orang yang tidak dapat mengendalikan kemarahannya akan dapat berbuat
kejahatan yang lebih besar. Hal ini bahaya sekali sehingga kita perlu mengerti ayat tersebut dari dua sudut,
yaitu dari panjangnya waktu, jangan biarkan marah yang berlarut-larut sampai lewat waktunya dan yang
kedua adalah intensitas kepanasan yang akan membuat saudara lupa dan mengamuk tanpa batas yang
akhirnya saudara berdosa dengan kemarahan yang tidak benar. Ini menjaga supaya di dalam hidup, kita
tahu bagaimana menempatkan marah secara tepat. Karena kalau marah kita berakibat dosa maka hal itu
akan mendatangkan kemarahan Tuhan sehingga kita akan menjadi objek murka Allah. Namun terhadap
orang yang melakukan tindakan dosa kita berhak marah, sama seperti Tuhan marah terhadap dosa
sehingga menjadikan kita peka terhadap dosa. Kiranya Tuhan menolong kita mengerti bagaimana kita hidup
dengan tepat.

Amin!
284 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

J
Jaan
ngga
annb
beerrii k
kees
seem
mppa
atta
annp
paad
daa IIb
blliis
s
Oleh: Pdt. Sutjipto Subeno

Nats: Efesus 4:26-27

26 Apabila kamu menjadi marah, janganlah kamu berbuat dosa: janganlah matahari
terbenam, sebelum padam amarahmu
27 dan janganlah beri kesempatan kepada Iblis.

Di dalam ayat ini kita kembali mengingat akan apa yang Paulus tekankan yaitu setelah kita mengalami lahir
baru maka yang pertama relasi kita dengan Tuhan dipulihkan dan selanjutnya kita mengalami pemulihan
relasi dengan sesama. Dan dalam bagian ini kemudian ia menekankan dua hal: pertama, buanglah dusta
dan yang kedua, marahlah, tapi jangan berbuat dosa.

Seperti telah kita bahas dalam minggu yang lalu, dua aspek yang harus kita waspadai dalam marah yang
mana diartikan dari kata yang terakhir yaitu "Jangan biarkan amarahmu berjalan terus hingga matahari
terbenam," (LAI) yang berarti bahwa sebelum selesai hari itu, hendaklah kita menyelesaikan marah kita
sebab apabila dibiarkan berlarut-larut akan menjadi dosa yang berekses semakin hari semakin buruk. Yang
kedua mengandung arti jangan biarkan panas matahari membakar sehingga akhirnya engkau tidak mampu
mengontrol amarahmu. Seperti halnya Kain dalam Kej 4:5-7, ia telah diperingatkan oleh Allah karena panas
hatinya, "Mengapa hatimu panas dan mukamu muram? …, dosa sudah mengintip di depan pintu; ia sangat
mengoda engkau, tetapi engkau harus berkuasa atasNya." Dan satu hal lagi yang baru saya dapatkan ketika
berdiskusi dengan Ev. Jeane Obadja, yaitu satu hal yang baru dapat mengerti jika kita masuk dalam budaya
orang Yahudi. Mereka mempunyai kebiasaan berdoa setiap 3 jam sekali dalam budaya mereka dan di dalam
hukumnya, sebelum satu hari berakhir yaitu pukul 6 sore, ia harus berdoa. Dan sebelum mereka berdoa,
mereka harus menyelesaikan kemarahan mereka supaya mereka tidak berdoa dalam keadaan marah yang
akhirnya tidak akan ada gunanya (Mat 2:8). Di sini terdapat satu aspek yang indah sekali! Ini semua
sebenarnya mempunyai ide yang sama di mana marah harus dijaga baik-baik sehingga tidak mengakibatkan
dosa, dan satu hal yang unik bagaimana kita belajar marah secara tepat.

Selanjutnya, sekarang kita masuk dalam kalimat kedua di mana dikatakan dalam ayat 27: "Dan janganlah
beri kesempatan kepada Iblis," (dalam terjemahan lain: jangan memberi satu pijakan kepada Iblis untuk masuk). Kalau kita
lihat, Ef 4:26-27 merupakan satu kesatuan di dalam satu pembicaraan dan seharusnya ay. 27 dapat disatukan
dalam ayat 26 karena merupakan satu kalimat yang cukup pendek. Namun kita harus mengetahui bahwa
tulisan Paulus dalulu hanya berupa teks-teks murni. Kemudian LAI menyusun dan mempertimbangkan
pemisahan ayat-ayat tersebut, seperti dalam ayat 26 dan 27. Di sini mereka melihat bahwa ayat 27
mempunyai signifikansi yang khusus yang harus disoroti lebih tajam, sekalipun dalam kalimat tersebut
menggunakan penghubung kata "dan," yang sebenarnya pararel yang setara. Tetapi sebenarnya bukan
285 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

hanya sekedar setara, melainkan ada satu pemikiran yang lebih tajam lagi yang mau ditekankan yaitu
jangan beri kesempatan kepada iblis. Ide ini sangat penting dalam kehidupan berelasi sehari-hari!
Pada saat kita melakukan sesuatu apalagi ketika marah, kita tidak sadar bahwa kemarahan itu dapat
dijadikan titik pijak iblis merusak dan menghancurkan Kekristenan. Sehingga ada beberapa hal penting yang
harus kita mengerti, yaitu:

1. Setelah kita diselamatkan, menjadi milik Kristus maka Roh Kudus memeteraikan dan menguasai kita
sehingga setan tidak mungkin mempunyai kesempatan untuk menguasai dan merasuk kita kembali. Namun
itu bukan berarti ia menyerah, ia bahkan sengaja mencari lubang untuk kembali menaklukkan, meronrong
serta menghancurkan, dan untuk itu ia aktif bertindak. Alkitab mengatakan bahwa waspadalah, Iblis
bagaikan singa yang mengaum, yang setiap saat siap menerkam. Ini satu aspek yang seringkali orang
Kristen lemah atau mengabaikannya. Kita harus sadar bahwa kita masih dapat jatuh dalam dosa sehingga
suatu anggapan yang salah apabila kita mengerti doktrin predestinasi dengan menganggap sekali selamat
maka selamanya kita akan selamat.

2. Ketika kita melakukan sesuatu, kadang mungkin kita tidak berpikir bahwa itu membuka pintu
terhadap setan. Begitu setan diberi kesempatan mendapat pijakan maka ia segera akan memakai
kesempatan itu untuk menghancurkan kita. Ini merupakan bahaya besar! Ada satu pepatah mengatakan
bahwa kita jangan sekali-kali memberi kesempatan seekor unta untuk memasukkan kepalanya kedalam
kemah, karena setelah itu ia akan memasukkan seluruh anggota badannya dan akhirnya saudara diusirnya
keluar. Seringkali kita begitu pragmatis dengan mengijinkan hal yang sepertinya remeh terjadi sehingga
akhirnya menjadi penyakit yang merusak segala sesuatu. Tuhan Yesus tidak pernah menganggap sepele
satu hal, bahkan ia dengan keras menegur sebab Ia tahu itu saatnya setan sedang mencoba masuk dan
merusak (Mat 16). Di sini Tuhan menyadarkan kita untuk mempunyai kewaspadaan yang sangat tinggi dan
tidak memberi peluang sedikitpun pada setan mempunyai dasar pijak untuk merusak kita.



1. Bad temper (karakter jelek kita)

Dalam hidup kadangkala ada orang yang sulit marah namun juga ada yang mudah sekali marah tanpa
alasan atau tidak cukup dasar. Sehingga kita yang mempunyai karakter demikian harus sadar bahwa kita
mempunyai kelemahan seperti itu. Karena bad temper merupakan salah satu ciri kurangnya penguasaan
diri terhadap emosi sehingga akhirnya emosi itu menguasai dan menghasilkan kemarahan yang berdosa
karena dipakai setan untuk merusak banyak orang. Akhirnya setan senang karena ia sudah berhasil
memakai kemarahan untuk merusak relasi kita. Ini harus kita waspadai, jangan memberi lubang bad
temper kita untuk merusak dan menguasai kita. Kita perlu belajar untuk terus menjaga dan melatih serta
berdoa, minta Tuhan teduhkan dan memenuhi kita dengan penguasaan diri yang merupakan salah satu
buah Roh.

2. Idealisme perfectionist kita

Orang yang idealis, menginginkan kesempurnaan dalam semua hal sehingga ia menjadi orang yang sering
tidak puas terhadap diri sendiri maupun orang lain dan mudah sekali marah. Orang seperti ini secara tidak
sadar dapat dipakai sebagai lompatan setan membakar keinginan untuk sempurna. Di dalam dunia kita
harus berpikir secara paradoks, di mana Kekristenan tetap membutuhkan idealisme atau kesempurnaan,
286 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

dalam Alkitab dikatakan, "Hendaklah engkau sempurna sama seperti Bapamu yang di surga sempurna
adanya." Di sini menunjukkan dua hal, pertama, kesempurnaan itu dituntut dan yang kedua, menunjukkan
bahwa kita memang belum sempurna dan perlu proses untuk mencapai kesempurnaan. Hal ini perlu kita
mengerti sehingga tidak memberi kesempatan setan masuk melalui idealisme semu yang ingin kita capai
dan paksakan yang akhirnya merusak kita sendiri. Kadangkala karena idealisme, kita tidak mendorong
orang untuk maju sehingga orang takut untuk bertumbuh. Kita harus belajar bagaimana caranya
memparadokskan antara idealisme yang harus dicapai dengan proses yang harus terjadi.

3. Pintu kefasikan atau kejahatan kita sendiri

Kadangkala kemarahan pandai memakai situasi untuk membalik kita dan akhirnya kita jatuh dalam dosa
yang sama. Kadang kita marah terhadap orang karena tidak adil atau berbuat suatu kejahatan terhadap
kita. Marah terhadap ketidakadilan harus dilakukan, tetapi kalau kita marah, lalu berbuat hal yang sama
bahkan mungkin lebih jahat dari orang tersebut, maka kemarahan itu sudah dipakai setan. Seperti halnya
dalam cerita film silat yang tidak habis-habisnya hanya saling membunuh karena ingin membalas dendam.
Itu berarti kita juga sama jahatnya dengan orang tersebut dan menjadi alat kejahatan karena kita telah
melakukan penggumbaran kejahatan.
Selanjutnya kita perlu mengerti beberapa langkah yang harus kita kerjakan supaya pintu-pintu yang telah
kita bahas diatas lebih peka dan waspada. Pertama, saat teduh. Ini penting karena itu merupakan saat kita
datang dan bergumul dengan Tuhan, sehingga relasi dan kedekatan kita dapat tetap dijaga. Satu kali dalam
saat teduh, saya mendapat peringatan yang keras tentang kemarahan dan melalui saat teduh tersebut
Tuhan mengajar saya untuk tidak marah. Dan memang dalam satu hari tersebut saya harus menghadapi
begitu banyak hal yang dapat membuat saya marah, mulai dari keluar rumah hingga saya balik pada malam
harinya. Namun Tuhan telah membantu saya dengan menguatkan melalui Firman-Nya sehingga hari itu
saya boleh lalui. Saya bersyukur gereja Kristen memulai sepanjang minggu bersama Tuhan. Itu menjadikan
pikiran dan hidup kita diarahkan dan biarlah Tuhan memimpin langkah kita. Yang kedua, secepat mungkin
kita harus menyelesaikan hal-hal yang menjadi beban atau kemarahan sehingga panas amarah itu tidak
membakar dan membuat kita jatuh dalam dosa.

Yang terakhir, biarlah setiap kita menggumulkan karakteristik khusus dalam diri kita masing-masing. Setiap
kita berbeda sehingga kita perlu memperhatikan hal-hal apa yang seringkali dapat membuat kita mudah
marah. Mungkin ada hal tertentu yang bagi orang lain tidak masalah namun bagi kita sangat mengganggu
atau menyebabkan marah. Kita harus sadar karakteristik khusus yang menjadi titik kelemahan kita sehingga
kita dapat menjaga dari bahaya setan masuk. Biarlah kita memperhatikan hal-hal seperti ini, yang mungkin
sepele tetapi dapat menjadi lubang sehingga kejatuhan kita. Saya merasakan kadangkala itu perlunya
seorang teman yang dapat saling memperhatikan dan membantu memperingatkan kita sehingga kita boleh
saling menopang satu sama lain. Kiranya ini menjadi berkat.

Amin!
287 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

J
Jaan
ngga
annm
meen
nccu
urrii
Oleh: Pdt. Sutjipto Subeno

Nats: Efesus 4:28

28 Orang yang mencuri, janganlah ia mencuri lagi, tetapi baiklah ia bekerja keras dan
melakukan pekerjaan yang baik dengan tangannya sendiri, supaya ia dapat membagikan
sesuatu kepada orang yang berkekurangan.

Beberapa minggu yang lalu kita sudah membahas jangan berdusta dan jangan marah secara sembarangan
dan minggu ini kita akan membicarakan aspek yang ketiga, "jangan mencuri." Kalimat yang dikatakan oleh
Paulus tersebut jangan kita mengerti secara sederhana sebagai satu tindakan pencurian seperti mencuri
barang orang lain. Selanjutnya, dalam Efesus 5 kita akan melihat bagaimana Paulus juga mulai berbicara
pencurian dalam konteks waktu di mana seringkali kita menggunakan waktu secara tidak bertanggung
jawab. Kalau demikian apa sebenarnya mencuri? Mencuri berarti terputusnya relasi karena terjadinya
ketegangan atau ketidakberesan sebab mencuri adalah keinginan atau tindakan mengambil milik orang lain
yang bukan miliknya dengan cara yang tidak halal. Dan mencuri di sini bukan sekedar berarti mencuri
barang melainkan juga dapat dilakukan dalam berbagai aspek. Ini perlu kita perhatikan!

Dewasa ini, tema demikian sangat relevan di negara kita dan menjadi salah satu issue yang paling sering
diangkat akibat adanya ketegangan, terjadinya gap antara kaya dan miskin sehingga menimbulkan
demikian banyak kejahatan seperti KKN dan kesulitan. Sehingga akhirnya banyak orang mengalami
penderitaan, kemiskinan, dan kesulitan dan ini pulalah salah satu sebab mereka melakukan pencurian.
Namun pencurian jangan hanya kita lihat sebagai sekedar produk ekonomi. Untuk memahami ini, mari kita
kembali kepada jemaat Efesus. Kota Efesus merupakan kota perdagangan yang sangat maju pada waktu itu,
bahkan dapat dikatakan bahwa kota Efesus menjadi kota yang kaya yang terkenal dengan pusat budaya,
agama, perdagangan, dan menjadi kota metropolis. Di tengah-tengah kota metropolis seperti ini maka gap
sosial antara kaya dan miskin juga ada, jadi gap antara kaya dan miskin bukan produk masa kini sudah ada
sejak dahulu. Demikian juga dengan jemaat Efesus, mereka bukanlah jemaat yang miskin karena
mempunyai keuangan yang cukup.

Di dalam konteks seperti ini pasti ada pencurian. Pencurian di sini bukan hanya dilakukan oleh kalangan
bawah atau orang-orang yang miskin melainkan juga banyak dari kalangan atas yaitu orang-orang yang
mampu. Jadi, pencurian dilakukan oleh berbagai kalangan dan pencurian bukan hanya materi belaka tetapi
juga dapat dilakukan dalam hal-hal lain. Seringkali ketika kita menyelesaikan masalah, bersifat pragmatis
dan dualistik. Bagaimana dengan bekerja? Apakah waktu bekerja kita mengerjakan pekerjaan kita dengan
tepat dan bertanggungjawab. Kalau tidak, kita juga bisa mencuri yaitu mencuri waktu bekerja. Alkitab
mengatakan, bekerja bukan hanya urusan jasmaniah tetapi juga urusan rohani. Jika kita mendualismekan
hal ini, kita akan sulit untuk mengerti essensi pencurian yang Alkitab katakan. Paulus mengatakan yang
288 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

pernah mencuri berhenti mencuri lalu sekarang kerja keras di dalam pekerjaan baik supaya engkau
mendapat upahmu dan berbagi dengan orang lain yang membutuhkan. Saudara ketika kita memikirkan hal
ini, sekarang kita akan menyoroti gap antara kaya dan miskin. Dunia kita begitu pragmatis. Misalnya,
kesulitan ekonomi karena baru saja di PHK, tidak punya pekerjaan sehingga akhirnya mencuri. Ini satu
prinsip yang salah! Orang yang demikian seharusnya mengevaluasi, mengapa ia sampai di PHK. Jika
memang perusahaan itu karena kondisinya memang harus bangkrut, maka jika etos kerja kita baik,
seharusnya kita di PHK yang paling akhir. Boss yang baik tidak mungkin memecat karyawan yang baik,
bertanggungjawab dan memiliki etos kerja yang baik. Jadi, kalau ada karyawan yang di PHK kemudian
sampai dia mencuri berarti dia membuktikan mentalitas dia yang buruk.

Berbicara mengenai pencurian bukan saja dilakukan oleh kalangan bawah karena mengalami kesulitan
ekonomi melainkan juga dilakukan oleh kalangan atas. Jadi baik dari kalangan bawah maupun kalangan
atas dapat melakukan pencurian dan ini bukan hanya berbicara masalah materi tetapi juga masalah rohani,
aspek mentalitas dari orang tersebut.

Sejak abad 18 muncul seorang tokoh yang bernama Jeremy Bentham, dia memelopori satu pemikiran yang
kemudian dikenal sebagai utilitarianisme (kebahagiaan dan kesejahteraan manusa). Bentham mengeluarkan satu
prinsip yang akhirnya diterima menjadi prinsip ekonomi oleh orang-orang abad 20 dan pandangannya akan
menjadi perusak besar pada masa kini. Dia memiliki prinsip "The only goodness is pleasure and pain is the
only evil." Jadi satu-satunya kebajikan adalah kenikmatan (pleasure) dan penderitaan (pain) adalah satu-
satunya kejahatan. Berarti hidup ini adalah ketegangan antara kenikmatan dengan penderitaan. Jadi kalau
engkau gagal mendapatkan kenikmatan engkau akan jatuh kedalam penderitaan atau sebaliknya, jadi
hanya ada dua kemungkinan. Engkau harus mendapat kenikmatan, itulah yang harus engkau kejar serta
merupakan kebajikan satu-satunya dan kalau engkau gagal mendapat kebajikan tersebut maka engkau
akan jatuh ke dalam kesusahan yang adalah penderitaan dan penderitaan itu merupakan kejahatan satu-
satunya. Jadi jika kita menderita, kita terkena kejahatan dan menjadi korban kejahatan. Jika kita mau lepas
dari kejahatan maka kita harus mendapat kenikmatan. Menurut Bentham, etika harus sesuai dengan
kenikmatan. Etika tidak berurusan dengan penderitaan atau kesusahan. Pikiran ini akhirnya banyak dikritik
oleh banyak tokoh dan dianggap merusak etika. Pandangan hidup hedonisme ini pada mulanya memang
tidak berkembang namun pemikiran ini kemudian dikembangkan secara meluas dan diterima luar biasa
pada pertengahan abad 19 oleh muridnya yaitu John Stuart Mill yang menulis buku "Utilitarianisme". Istilah
inilah yang kemudian meluas.

Utilitarianisme di dalam tangan John Stuart Mill dibungkus dengan satu slogan yang luar biasa indah yaitu
"The greatest benefit for the greatest among the people." Maksudnya carilah manfaat sebanyak-banyaknya
untuk sebanyak-banyaknya orang. Melalui slogan ini dia pikir cocok dengan sifat demokrasi. Utilitarianisme
dengan kalimat yang kelihatannya begitu indah diterima secara begitu merebak, begitu disukai termasuk
banyak orang kristen dewasa ini tergila-gila dengan pikiran tersebut.



Pertama, utilitarianisme memberi peluang besar terjadinya kekacauan, penipuan argumentasi pemikiran
yang sangat mengerikan. Mengapa? karena di tengah-tengah dunia modern ketika orang mengatakan
manfaat terbesar bagi semakin banyak manusia, ini merupakan kalimat yang sangat fiktif. Ini baru bisa
terjadi orang tersebut tidak berdosa. Padahal utilitarianisme dikembangkan oleh orang berdosa dan
dijalankan di tengah dunia berdosa. Jadi dengan kondisi seperti ini slogan tersebut menjadi slogan yang
289 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

fiktif. Misalnya, orang yang mengatakan kedaulatan ditangan rakyat padahal rakyat hanya naik sepeda dia
sendiri naik mercedez.

Kedua, utilitarianisme, akhirnya menyebabkan semua minoritas menjadi tertindas. Mengapa? karena jika
kita bukan orang yang terbanyak maka kita mati. Apabila matipun itu tidak salah, karena ini demi orang
banyak. Jadi minoritas mati tidak apa-apa. Disini prinsip "Survival of the fittest" atau yang kuat yang
menang dari utilitarianisme dinyatakan.

Ketiga, di belakang asas manfaat dari utilitarianisme ini adanya satu format ekonomi yang sangat
mengerikan sekali yaitu mereka mengatakan mari kita mencari manfaat yang sebesar-besarnya dengan
asumsi untuk mendapat manfaat yang sebesar-besarnya. Kalau tidak kita akan rugi. Jadi prinsipnya kalau
saya tidak untung ya saya rugi. Oleh karena itu saya harus mengejar keuntungan dengan cara apapun,
pokoknya untung. Prinsipnya hanya dua, kenikmatan atau penderitaan. Jadi orang utilitarianisme
memikirkan ekonomi dan bukan memikirkan sebagaimana yang Tuhan kehendaki di dalam Kej 2:15 yakni
mengusahakan taman demi kesejahteraan bersama. Prinsip utiliatarianisme bukan demi kesejahteraan
bersama melainkan bagaimana saya mendapatkan manfaat yang sebesar-besarnya. Ini sangat egois!

Cara-cara seperti ini mengakibatkan kita masuk ke dalam pencurian. Mengapa? karena setiap kita hanya
mengejar keuntungan yang tidak halal. Hanya dengan mempermainkan resiko. Bukan karena kerja keras
lalu mendapatkan upah yang berhak kita terima dan kita kerjakan itu sesuai dengan pekerjaan baik yang
Tuhan kehendaki. Bagaimana dengan hidup Saudara saat ini? Apakah kita memiliki etos kerja yang baik,
tidak malas, bekerja keras dengan talenta yang Tuhan berikan untuk mengerjakan pekerjaan baik yang
Tuhan berikan? Dengan demikian nama Tuhan dimuliakan melalui hidup kita.

Amin!
290 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

E
Etto
ossk
keerrjja
aKKrriis
stte
enn
Oleh: Pdt. Sutjipto Subeno

Nats: Efesus 4:28/ 2 Teselonika 3:1-15

Efesus 4

28 Orang yang mencuri, janganlah ia mencuri lagi, tetapi baiklah ia bekerja keras dan
melakukan pekerjaan yang baik dengan tangannya sendiri, supaya ia dapat membagikan
sesuatu kepada orang yang berkekurangan.

2 Teselonika 3

1 Selanjutnya, saudara–saudara, berdoalah untuk kami, supaya firman Tuhan beroleh


kemajuan dan dimuliakan, sama seperti yang telah terjadi di antara kamu,
2 dan supaya kami terlepas dari para pengacau dan orang–orang jahat, sebab bukan semua
orang beroleh iman.
3 Tetapi Tuhan adalah setia. Ia akan menguatkan hatimu dan memelihara kamu terhadap
yang jahat.
4 Dan kami percaya dalam Tuhan, bahwa apa yang kami pesankan kepadamu, kamu lakukan
dan akan kamu lakukan.
5 Kiranya Tuhan tetap menujukan hatimu kepada kasih Allah dan kepada ketabahan Kristus.
6 Tetapi kami berpesan kepadamu, saudara–saudara, dalam nama Tuhan Yesus Kristus,
supaya kamu menjauhkan diri dari setiap saudara yang tidak melakukan pekerjaannya dan
yang tidak menurut ajaran yang telah kamu terima dari kami.
7 Sebab kamu sendiri tahu, bagaimana kamu harus mengikuti teladan kami, karena kami
tidak lalai bekerja di antara kamu,
8 dan tidak makan roti orang dengan percuma, tetapi kami berusaha dan berjerih payah
siang malam, supaya jangan menjadi beban bagi siapapun di antara kamu.
9 Bukan karena kami tidak berhak untuk itu, melainkan karena kami mau menjadikan diri
kami teladan bagi kamu, supaya kamu ikuti.
10 Sebab, juga waktu kami berada di antara kamu, kami memberi peringatan ini kepada
kamu: jika seorang tidak mau bekerja, janganlah ia makan.
11 Kami katakan ini karena kami dengar, bahwa ada orang yang tidak tertib hidupnya dan
tidak bekerja, melainkan sibuk dengan hal–hal yang tidak berguna.
12 Orang–orang yang demikian kami peringati dan nasihati dalam Tuhan Yesus Kristus,
supaya mereka tetap tenang melakukan pekerjaannya dan dengan demikian makan
makanannya sendiri.
13 Dan kamu, saudara–saudara, janganlah jemu–jemu berbuat apa yang baik.
14 Jika ada orang yang tidak mau mendengarkan apa yang kami katakan dalam surat ini,
tandailah dia dan jangan bergaul dengan dia, supaya ia menjadi malu,
15 tetapi janganlah anggap dia sebagai musuh, tetapi tegorlah dia sebagai seorang saudara.
291 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

Bagian pertama

Minggu lalu kita telah membicarakan tentang pengaruh dan konsep daripada Utilitarianisme yang sudah
meracun sistem ekonomi, pekerjaan dan etos kerja (hidup bersusila) di tengah dunia sehingga akibatnya
banyak orang salah mengerti dalam menjalankan kerja. Seringkali kalau kita mendengar kalimat, "Jangan
mencuri," kita hanya melihat aspek ketiganya saja yaitu aspek material bahwa mencuri hanya sebatas
mengambil dompet orang lain, tetapi itu bukan yang Alkitab maksudkan. Mencuri adalah ketika saudara
mengambil hak yang bukan hak saudara sehingga akhirnya itu menjadi pencurian, dengan mendapatkan
sesuatu yang bukan milik kita tetapi kita miliki dengan cara yang tidak tepat dan tidak halal. Sehingga
pencurian bukan sekedar mengutil tetapi justru masuk dalam satu aspek yang sangat mendasar dalam
pemikiran Kristen.

"Orang yang mencuri, janganlah ia mencuri lagi, tetapi baiklah ia bekerja keras dan melakukan pekerjaan
yang baik dengan tangannya sendiri, supaya ia dapat membagikan sesuatu kepada orang yang
berkekurangan." Ini merupakan prinsip yang Alkitab katakan dan hari ini kita akan melanjutkan dengan
aspek kedua yaitu, "Bekerja keraslah!" Di ini kita harus balik pada pengertian etos kerja Kristen
sesungguhnya yang terdapat dalam Kej 2:15 (prinsip ekonomi/ oikos-nomos), yaitu: "Tuhan Allah mengambil …
untuk mengusahakan dan memelihara taman itu," yang kalau kita bandingkan dalam Kej 3:17-19, "… dengan
bersusah payah engkau akan mencari rezekimu dari tanah seumur hidupmu." Rev. Stephen Tong selalu
mengatakan bahwa abad 20 merupakan abad yang bodoh karena menjalankan filsafat perusak yang dicipta
di abad 19 tanpa koreksi dan secara kritis memperhatikan bahaya yang disodorkan. Salah satu bahaya yang
disodorkan oleh filsafat abad 19 adalah Utilitarianisme (asas manfaat) oleh John Stuart Mill. Filsafat tersebut
sangat bersifat hedonistik, mencari keuntungan pribadi dengan cara kenikmatan duniawi yang luar biasa
ditutup dengan satu slogan yang sangat manis: "Marilah kita memperjuangkan manfaat terbesar bagi orang
yang terbanyak."



1. Memicu prinsip egoisme dan mereka menyangkal konsep bahwa manusia hakekatnya berdosa,
cenderung melawan Allah, tidak suka pada kebenaran dan lebih suka merugikan orang daripada menjadi
berkat. Konsep Utilitarianisme yang diterima di seluruh dunia membawa dampak terhadap globalisasi yang
menghasilkan penghancuran dunia dan hari ini terjadi kerusakan ekonomi secara global.

2. Utilitarianisme menjadi perusak yang luar biasa karena akhirnya menjadi asas yang mengabsahkan
penggusuran dan perugian bagi kaum minoritas. Alasan-alasan dengan menggunakan format mayoritas
untuk menyingkirkan kelompok minoritas sehingga mereka tidak mempunyai hak dan kekuatan yang sama
dengan kelompok mayoritas. Betapa bahayanya kalau konsep Utilitarianisme diterima oleh seseorang,
karena itu akan mengorbankan orang lain dan menghancurkan kelompok lain. Konsep ini harus dikikis dari
konsep pikiran manusia, ini harus kita kerjakan dan tularkan pada banyak orang sehingga pikiran kita tidak
diracun oleh konsep tersebut.

3. Konsep utilitarian menjadi racun yang besar karena pada akhirnya menimbulkan satu konsep
pencurian dengan menggunakan konsep risk and gain, makin besar resiko yang dilalui maka kita makin
berhak untuk untung besar. Sehingga muncul konsep di tengah dunia kalau kita gagal akibat orang lain yang
mencapai untung, maka itu memang resiko yang harus kita tanggung. Hal ini menimbulkan kerusakan moral
dan etika kerja. Yang kuat yang akan menang sudah mensahkan kita boleh menipu orang lain dengan alasan
292 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

bahwa resiko harus kita tanggung sendiri. Ini akibatnya dunia menjadi rusak di dalam ekonomi karena tidak
ada batasan moral terhadap hal tersebut.




1. Etos kerja Kristen yang sesungguhnya dalam Alkitab.

2. Bagaimana kita melihat secara paradoks kondisi dari sebelum dan sesudah kejatuhan (antara natur
dengan realita) sehingga kesadaran ini muncul dalam format yang sangat kuat di tengah kekristenan. Satu jiwa
paradoks antara keharusan ideal yang Tuhan tetapkan dengan fakta realita yang berlawanan jauh daripada
apa yang menjadi natur kerja.

3. Dengan mengerti bagaimana memparadokskan hal diatas maka kita dapat melawan tiga filsafat
dunia yang sangat meracuni konsep kerja.

Dalam Kej 2:15, sebelum manusia dicipta, Tuhan sudah menciptakan alam semesta dan isinya untuk
menjadi tempat manusia berdayaguna dan manusia dicipta adalah untuk mengusahakan dan memelihara
taman tersebut.




Pertama, Allah bekerja dan Ia menginginkan manusia yang dicipta menurut gambar dan rupa Allah juga
bekerja. Ketika kita melihat bagaimana Tuhan Yesus bekerja, Allah yang berinkarnasi adalah Allah yang
menunjukkan contoh bekerja sehingga kita seharusnya malu kalau tidak bekerja. Tuhan mencipta kita
bukan sejak dunia jatuh dalam dosa tetapi sejak dunia berada dalam kemurnian dan kebenaran untuk
mengelola dan memelihara taman. Berarti sejak semula tidak ada natur apapun yang tidak menyetujui
manusia harus bekerja dan ketika tidak bekerja maka kita sedang melanggar natur kita. Tetapi hari ini,
natur ini terus dikikis perlahan-lahan supaya seolah-olah kita boleh terus dipermudah bahkan kalau
mungkin tidak perlu bekerja. Terjadi satu kesalahan efek dari satu sikap dimana sebenarnya melalui
perkembangan teknologi kita dapat mengerjakan lebih banyak hal sehingga tidak dikunci dengan pekerjaan
yang dapat digantikan oleh mesin dan kita dapat mendayagunakan pikiran, tenaga untuk mengerjakan hal-
hal yang membutuhkan bijaksana, kemampuan serta ketrampilan yang hanya dapat dikerjakan manusia
sebagai mahluk yang lebih tinggi daripada sekedar mekanik.

Natur kerja yang Tuhan ingin manusia kerjakan harus selalu mengandung dua unsur yaitu mengusahakan
dan memelihara sehingga ekonomi dapat berjalan dengan benar. Ekonomi modern sedang menghadapi
tantangan besar karena menghadapi ketegangan antara dua beban besar, di mana di satu pihak gerakan
rasionalisme dan perkembangan teknologi telah salah mengerti konsep mengusahakan menjadi satu citra
eksplorasi yang liar luar biasa sehingga pemeliharaan tidak dikerjakan. Tetapi di lain pihak, ajaran New Age
movement mengajarkan ‘back to nature’ dengan hanya memelihara tanpa mengembangkan alam.
Memelihara tanpa mengusahakan alam merupakan perusakan pasif terhadap alam. Oikos-nomos di
dalamnya harus selalu mengandung dua unsur yaitu mengembangkan dan memelihara, itulah yang disebut
dengan etos kerja Kristen dan kedua hal itu harus dijalankan secara bersama (paradoks). Sehingga waktu
saudara menjalankan apa yang Tuhan tuntut dalam Kej 2:15 maka saudara dapat dipakai Tuhan di tengah
dunia untuk menyadarkan bagaimana mereka seharusnya bekerja.
293 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

Kedua, natur kerja yang sudah ditata oleh Tuhan begitu rupa, menjadi satu natur yang seharusnya begitu
indah dan dapat dikerjakan secara tepat, sekarang oleh manusia dirusak karena manusia melawan dan
menghancurkan prinsip yang Tuhan tetapkan. Kalau sebelum manusia jatuh antara ideal dengan realita
terjadi keselarasan yang sangat indah tetapi ketika manusia telah jatuh maka tingkat natur ideal menjadi
senjang jauh dengan realita yang dihadapi. Bumi, tempat kita garap sudah tidak bersahabat lagi sehingga
akhirnya segala pekerjaan yang seharusnya menjadi natur yang cocok dengan jiwa kita sekarang menjadi
sesuatu yang sangat menyulitkan dan menyusahkan serta kerja keras dengan berpeluh sampai kita boleh
mencapai apa yang kita mau kerjakan (Kej 3:17-19). Idealisme kerja yang Tuhan tanam di dalam diri manusia
tidak hilang, tetapi realitanya sekarang bertentangan sama sekali dari fakta itu. Seringkali ketika kita
menghadapi situasi seperti ini, hati kita mulai berontak karena di satu pihak natur kerjanya masih menuntut
untuk mau bekerja tetapi begitu berhadapan dengan realita kesulitan yang begitu besar, hatinya mulai
memberontak bahkan tidak rela karena faktanya begitu susah dan menyakitkan. Itu semua karena kita
sedang mencoba melinierkan dan bukannya memparadokskan antara dua hal tersebut. Kalau kita kembali
pada Firman Tuhan hari ini, kita tahu bahwa terjadi konflik antara idealisme dengan realita yang tidak kita
selesaikan secara paradoks tetapi secara linier. Bagaimana realita yang begitu jelek dan ideal yang begitu
indah digarap dan dipertemukan dalam perkembangan pertumbuhan sampai akhirnya mencapai apa yang
harus kita kerjakan di dalam hidup kita. Kalau kita tidak mampu demikian maka akibatnya kita tidak mampu
bekerja secara tepat di tengah dunia dan akhirnya konsep kerja kita berubah menjadi konsep materialis.
Ini yang harus kita waspadai karena kalau hal ini terjadi maka langsung ada beberapa filsafat yang akan
membuka mulutnya untuk menelan kita.

1. Hedonisme (filsafat Garfield). Garfield adalah satu figur yang sengaja disodorkan sebagai figur
hedonisme modern yang selalu menyodorkan filosofi hedonostik dengan slogan dan penampilannya yang
menggambarkan kemalasan kerja.

2. Utilitarianisme

3. Humanisme. Filsafat ini sengaja ditiupkan supaya akhirnya menimbulkan dampak orang ingin
mendapatkan keuntungan secara membabi buta dan mendapatkan perlakuan yang sangat baik padahal ia
tidak bekerja. Orang Kristen harus belajar menempatkan belas kasihan secara tepat. Berdasarkan etos
kerja, seseorang berhak mendapatkan upahnya dan hidup secara layak. Dunia kita ini selalu mengalami
penyimpangan dalam pola berpikir kerja karena filsafat dunia berusaha menyodorkan konsep-konsep yang
tidak tepat dan tidak sesuai dengan kebenaran Firman. Bagaimana saudara dan saya, dengan jiwa dan
sistem kerja yang kita pakai? Bagaimana saudara dan saya menjadi orang-orang yang dipakai Tuhan untuk
bekerja di tengah dunia secara tepat serta bagaimana kita menularkan prinsip dan etos kerja kepada orang
lain, sehingga banyak orang yang disadarkan bahwa cara kerja yang tidak beres akan merusak seluruh
masyarakat. Cara kerja yang tepat, yang kembali kepada Firman adalah yang membawa kita kepada
kebenaran.

Bagian kedua

Beberapa saat ini kita terus memikirkan tentang bagaimana Kekristenan menegakkan prinsip etos kerjanya.
Kekristenan adalah manusia yang secara natur dalam dirinya dicipta dengan jiwa dan natur bekerja, seperti
dalam Alkitab dikatakan mengusahakan dan memelihara taman dan itu dijalankan secara seimbang. Hal itu
sesuai dengan prinsip dasar ekonomi (oikos-nomos) yaitu bagaimana kita diberi akal budi dan kemampuan,
dipanggil oleh Tuhan menjadi pengelola sehingga menyejahterakan semua bagian. Manusia diberi kuasa
294 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

pengelolaan namun juga harus bertanggungjawab terhadap pemberi otoritas, sehingga ketika bekerja itu
harus direlasikan dengan bertanggungjawab terhadap Tuhan. Ini yang menjadikan kita harus sadar posisi
kita secara tepat. Waktu saya sedang membahas hal ini, salah satu masalah yang paling serius dibicarakan
dalam bagian ini adalah dalam 2 Tes 3 di mana seolah-olah Kekristenan menjadi agama yang penuh cinta
kasih sehingga harus berbelas kasihan, memberikan segala sesuatu dan memperhatikan kemiskinan dengan
luar biasa. Kekristenan memang merupakan agama cinta kasih tetapi itu tidak sedemikian saja dilakukan
karena kita harus mengerti bagaimana memberi secara tepat. Sehingga Paulus mengingatkan dengan
perkataan, "Kami katakan ini karena kami dengar, bahwa ada orang yang tidak tertib hidupnya dan tidak
bekerja, melainkan sibuk dengan hal-hal yang tidak berguna" (2 Tes 3:11). Dan dikatakannya pula, "…, jika
seorang tidak mau bekerja, janganlah ia makan." Saya rasa prinsip ini harus tegas sehingga kita mengerti
bagaimana kita harus berdaya guna. Ketika mempersiapkan bagian ini, saya tertarik dengan satu buku yang
ditulis dua orang Belanda, profesor bidang sosiologi dan sosial dari World Council of Churches (Dewan Gereja-
gereja sedunia). Buku "Dibalik Kemiskinan dan Kemakmuran" (Beyond Poverty & Affluence) oleh Bob Goudzwaard
dan Harry de Lange diterbitkan Yayasan Kanisius, 1998. Di dalam membicarakan aspek kekayaan dan
kemiskinan, mereka mengemukakan enam paradoks permasalahan yang kita hadapi. Mereka membuka
fakta 6 paradoks di tengah abad modern yang berkembang yang kelihatannya sangat bertentangan tetapi
sebenarnya sangat terkait satu sama lain.

1. Paradoks Kelangkaan

Di tengah kekayaan manusia yang seharusnya dapat dipakai untuk mengelola kesejahteraan manusia tetapi
justru terjadi kelangkaaan yang bukan disebabkan oleh tidak adanya kekuatan mendayagunakan namun
karena begitu banyak produksi yang diperlakukan secara tidak beres. Berjuta liter susu dibuang di sungai
padahal banyak anak dalam kondisi kekurangan gizi dan membutuhkan susu. Demikian juga halnya dengan
jeruk yang seharusnya dapat menjadi vitamin tanpa harus minum minuman yang mengandung bahan kimia
tetapi itu semua dihancurkan demi harga produksi menjadi tidak murah. Ketika daya begitu besar, pada
saat yang sama terjadi pengerusakan dan penghancuran sumber yang seharusnya dapat dipakai oleh
manusia.

2. Paradoks Kemiskinan

Ketika negera-negara adidaya semakin kaya, namun peningkatan kemiskinan persentasinya lebih besar
daripada peningkatan incomenya karena hanya sekelompok orang yang bertambah kaya. Seperti yang
pernah saya katakan bahwa jikalau tidak hati-hati maka di Indonesia akan tercipta generasi pengemis dan
orang-orang yang menciptakan citra kemiskinan masa depan. Karena sistem, pola dari cara kerja atau
kebijaksanaan pemerintah telah kehilangan harga diri sehingga menjadikan kita mudah menjadi pengemis.
Sungguh paradoks karena di satu pihak kita melihat dunia semakin hari semakin sejahtera dan makmur
namun kenyataannya tidak meniadakan jumlah pengemis yang semakin meningkat jumlahnya.

3. Paradoks Sensitifitas Keperdulian

Di satu pihak harusnya setiap kita makin maju dan makmur, semakin memikirkan kesejahteraan orang lain
tetapi justru sebaliknya, berpikir bagaimana dapat menggunakan dan memanipulasi orang lain. Karena etos
dan format kerja yang dicipta begitu rupa dengan jiwa utilitarian yang begitu menguasai dan
mencengkeram seluruh cara hidup kita.
295 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

4. Paradoks Ketenagakerjaan

Di satu pihak banyak yang membutuhkan tenaga kerja tetapi dilain pihak tidak ada tenaga kerja yang
memadai dan tidak adanya kesempatan bekerja karena tidak adanya kemampuan untuk pekerjaan yang
dibutuhkan, sehingga pengganguran semakin meningkat. Di sini persoalannya adalah bagaimana mendidik
dan menuntut kualitas orang bekerja untuk masuk dalam garis manusia. Fakta yang harus kita lihat di mana
berjuta tenaga kerja bekerja dalam kondisi non human karena seringkali mereka sengaja tidak diberikan
kesempatan agar kualitas mereka meningkat supaya mereka dapat diatur dan dimanipulasi. Itu merupakan
pemikiran yang sangat pragmatis dan mengakibatkan kerugian besar karena berarti mereka tidak mampu
memikirkan kesejahteraan secara totalitas.

5. Paradoks Waktu

Makin kita mempunyai kemampuan teknologi yang mengefisienkan waktu namun kita bukan semakin
kelebihan waktu tetapi justru kekurangan waktu dan semakin kekurangan kemampuan untuk menata
waktu. Alkitab menuntut keseimbangan bekerja secara tepat. Yang pertama, Kekristenan menuntut kita
memberikan waktu untuk melayani dan mencurahkan pikiran bagi Tuhan (Ef 4:1-16). Kedua, Tuhan
memanggil kita untuk dikirim kembali ke dalam dunia, bekerja, menghasilkan buah dan menjadi contoh.
Ketiga, bagaimana kita menjadi orang yang hidup sepadan di tengah keluarga sehingga mampu melayani
Tuhan, bekerja serta memberikan kesaksian yang baik di tengah keluarga (Ef 5). Ini kembali pada pengertian
kita tentang apa itu kerja, bagaimana kerja yang tepat dan diseimbangkan dengan pelayanan, keluarga
serta semua aspek yang lain.

6. Paradoks Kesehatan

Ketika negara makin maju, ternyata penyakit juga semakin banyak. Kemajuan teknologi, perkembangan
sosial masyarakat tidak menjadikan manusia bertambah sehat. Goudzwaard dan de Lange menyatakan tiga
problem utama yang menyebabkan terjadinya keenam hal di atas, yaitu:

1. Kemiskinan.

2. Ketenagakerjaan,

3. Environment (lingkungan). Namun saya sangat tidak setuju dengan solusi yang sangat humanis yang
mereka kemukakan yaitu, "Mari kita kembali pada inti Ekonomi, man and his needs (manusia dan
kebutuhannya)." Sebab Firman Tuhan mengajarkan bagaimana saya bertanggungjawab di hadapan Allah
mengelola alam semesta demi kesejahteraan manusia. Kalau manusia hanya memikirkan kebutuhannya
maka yang menjadi pusat adalah manusia dan itu akan merusak seluruh system karena yang terjadi adalah
saling berbenturnya kebutuhan yang akhirnya menjadi titik terciptanya destruksi dan tidak adanya
penyelesaian apapun.

Selanjutnya, bagaimana kita menurunkan format Kristen yang seharusnya di dalam bekerja? Kembali pada
Kej 2:15 dan Ef 4:28 yang kemarin kita pelajari yaitu mari kita mulai bekerja keras memikirkan pekerjaan baik
yang telah dipersiapkan Allah sebelumnya dan mengerjakannya dengan tangan kita sendiri supaya dapat
menjadi berkat bagi orang lain. Dengan demikian citra kerja Kristen:

1. God Centre Work (kerja yang berorientasi kepada Allah) dan bukan kepada diri, uang, kenikmatan serta
sekularisme atau keduniawian. Mari kita mulai berpikir mengubah paradigma total, yang berarti mengubah
296 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

dari format dasarnya menjadi: "Segala sesuatu adalah dari Allah, kepada Allah, dan untuk Allah, bagi Allah
kemuliaan untuk selama-lamanya." Sehingga bagaimana bagaimana kita bekerja dan mulai studi hingga
mulai menyelesaikan dan sampai masuk ke dunia kerja memikirkan pekerjaan apa yang Tuhan bebankan
kepada kita itulah yang akan kita genapkan. Sekalipun mungkin beban begitu besar namun kita mempunyai
kekuatan untuk menerobos dan tidak mudah patah karena itu dikerjakan bukan demi kepentingan kita
sendiri.

2. Orientasi kerja berada di dalam tanggung jawab dan bukan hasil. Seringkali waktu kita bekerja dan
sekolah selalu orientasinya pada hasil dan akibatnya kita tidak mungkin mencapai ketenangan. Dalam
Alkitab dikatakan bahwa berikanlah kepada kami makanan kami yang secukupnya hari ini, sehingga di sini
kita belajar bagaimana dapat bersandar, tahu mana bagian Tuhan dan bagian kita.

3. High Quality Effort (perjuangan mencapai kualitas tertinggi yang mungkin kita capai). Orang Kristen tidak
pernah diajar untuk berbanding dengan orang lain, semangat kerja mengejar mutu yang tertinggi yang kita
mampu perjuangkan, tidak pernah takut susah dan mau berkembang mencapai titik maksimal, itu yang
harus kita munculkan. Kalau kita berhenti, kecuali itu merupakan titik maksimal maka itu berarti kita sangat
tidak bertanggungjawab untuk setiap talenta yang Tuhan berikan.

4. Truth Ethics (etika yang sejati). Truth ethics adalah panggilan kerja Kristen. Orang Kristen bukan hanya
sekedar semangat kerja keras tetapi dalam Ef 4 dikatakan "melakukan pekerjaan baik" berarti pekerjaan itu
harus mencapai kualitas etik tertentu yaitu kalau ketiga hal yaitu tujuan, motivasi dan caranya baik. Ini
merupakan satu prinsip yang penting di dalam cara bekerja! Karena kalau orang Kristen bekerja namun
tidak dapat menjadi garam di tengah dunia kerja, maka seperti dalam Alkitab dikatakan, kalau garam
asinnya telah hilang maka tinggal dibuang dan diinjak orang.

5. Altruistic Consideration (pertimbangan altruistik/ memikirkan berkat bagi orang lain). Berpikir bahwa apa yang
Tuhan percayakan kepada kita juga harus disalurkan pada orang lain karena baik otak, kemampuan,
kesempatan, harta dan segala sesuatu adalah dari Tuhan. Sehingga dikatakan ketika kita bekerja keras
melakukan pekerjaan baik dengan tangan kita, supaya kita dapat dan dimampukan oleh Tuhan untuk
memberi bagi mereka yang membutuhkan di dalam kekurangan.

6. Menjadi berkat buat seluruh alam semesta. Bagaimana kita bekerja mendayagunakan dan
mengembangkan seluruh budidaya dan potensi alam untuk kesejahteraan seluruh alam. Sehingga kerja
Kristen merupakan kerja yang memikirkan 6 aspek yang menjadikan seluruh cara kerja dari mulai studi
hingga bekerja akan diberkati sehingga kita mempunyai keunikan dalam bekerja. Mungkin tidak mudah
mendobrak konsep yang bertahun-tahun saudara pegang, tetapi saya minta setiap kita mempunyai jiwa
mengubah konsep tersebut, berproses satu langkah demi satu langkah maju, mengubah cara kerja, hidup
pelayanan dan seluruh inti utama dari kerja dan studi kita supaya boleh kembali untuk kemuliaan Tuhan.

Bagian ketiga

Hari ini kita akan melanjutkan membahas satu ayat yang saya harap dapat menjadi ciri yang membentuk
mentalitas dan ethos kerja kita sebagai seorang anak Tuhan. “Orang yang mencuri, janganlah ia mencuri
lagi tetapi baiklah ia bekerja keras, dan melakukan pekerjaan baik dengan tangannya sendiri, supaya ia
dapat membagikan sesuatu kepada orang yang berkekurangan.” Berhenti mencuri, seperti beberapa
minggu yang lalu telah kita bahas, bukan sekedar seperti maling yang mencuri barang, dan bukan berarti
pula bahwa orang yang bekerja keras pasti bukan pencuri. Sebab ada juga pencuri yang mencuri dengan
297 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

teknologi canggih dan bekerja keras dengan jam kerja yang kadangkala lebih panjang dari orang yang
bekerja secara umum di kantor-kantor, sehingga dengan demikian mereka justru tidak bermoral dalam
tugas dan etika kerjanya. Oleh sebab itu, etos kerja merupakan upaya bagaimana kita mengerti hakekat
kerja yang sesungguhnya, dan kita tidak cukup hanya melihat secara fenomena tetapi harus masuk kedalam
motivasi dari kerja yang sesungguhnya.

Salah satu hal yang begitu menyentuh ketika merenungkan ayat ini, saya membayangkan Pdt. Stephen Tong
waktu kemarin memimpin rapat. Seorang yang berusia 60 tahun dengan beban yang begitu besar dan berat,
namun mampu bekerja dengan penuh semangat, dan setelah ia mendapat berkat maka berkatnya ia bagi.
Bekerja keras, tidak takut susah dan berani mengalami pengorbanan demi mengerjakan pekerjaan baik
dengan tangannya sendiri untuk menghasilkan sesuatu. Hal kedua yang saya belajar kemarin adalah di
mana kita menggumulkan bagaimana gereja menghadapi moralitas jaman? Kalau kita menghadapi situasi
seperti ini, maka bagaimana kita masih dapat menggumulkan panggilan iman kristen kita? Kekristenan
termasuk teologi Reformed bukan merupakan doktrin yang hanya di otak tetapi teologi yang mau
menyatukan pengertian esensial iman Kristen yang harus diterapkan di dalam kehidupan. Dan hari ini kita
akan melihat bagaimana etos kerja itu dibicarakan. Kita sekarang hidup di tengah terpaan slogan-slogan
yang sangat humanis, egois dan hedonistik yang disodorkan di depan diri kita yaitu tidak mau kerja atau
hidup susah tetapi mau hidup nikmat sehingga akibatnya kita menjadi orang yang hidup seperti Garldfield.

Apa sebenarnya etika kerja? Kalau di Alkitab dikaitkan antara jangan mencuri dengan pekerjaan baik,
berarti di sini kita melihat adanya etika kerja di dalam kerja. Sonny Keraf, di bagian belakang bukunya yang
berjudul “Etika Bisnis (tuntutan dan relevansinya),” mengatakan, “Etika bisnis adalah tuntutan bahwa bisnis
harus beretika mutlak tidak dapat ditawar jika bisnis ingin berkembang dan lestari.” Kalimat itu sangat
tepat, namun sayang di dalam solusinya ia tidak memberikan penyelesaian yang tuntas sekalipun ia sangat
berusaha menguraikan dari aspek kekristenan. Sehingga di sini saya merasakan pentingnya kita lebih tajam
lagi melihat bagaimana etika dalam satu kehidupan itu merupakan satu kemutlakan. Dan kalau kita masuk
di dalam satu etos kerja maka etika kerja merupakan syarat mutlak yang tidak boleh ditiadakan atau
menjadi heteronom (tidak boleh tergantung pada individu).

Ketika saudara mengabaikan tuntutan etika dan moralitas dalam hidup saudara, itu akan menjadi ekses
saudara menghancurkan orang lain dan yang paling parah menghancurkan diri sendiri tanpa disadari. Etika
sekarang justru digeser menjadi etika relatif, yaitu baik dan jahatnya jika hal itu diperhitungkan merugikan
orang lain. Selama tidak merugikan orang lain maka seolah-olah itu menjadi hak kita untuk melakukan dan
mengembangkan apa saja. Indonesia hari ini mengalami kerusakan seperti ini karena kita tidak mempunyai
moralitas dan kemutlakan hukum. Kalau dunia sudah mulai masuk dalam semangat dan cara berpikir
demikian, maka betapa rusaknya seluruh cara penyelesaian ini. Dosa yang sudah dikerjakan, pelanggaran
hukum dan perusakan etika ketika satu kali saudara lakukan, ingatlah bahwa hari itu saudara sedang
mengalami kerugian yang terlalu besar karena saudara sedang mencacatkan sejarah hidup yang tidak akan
pernah dapat dihapus kembali, karena itu sudah ditandai dengan tanda kekekalan di dalam dosa. Ketika
Paulus begitu giat menganiaya orang Kristen maka setelah bertobat sejarah cacatnya tidak pernah dapat
dihapus habis dari sejarah hidupnya, sehingga setiap kali ia pergi ke satu kota dicurigai walaupun ia sudah
mencoba membuktikan bahwa ia melayani secara sungguh-sungguh. Sehingga di sini etika merupakan
tuntutan tegar yang harus kembali di tengah kehidupan Kristen. Yang kedua, Etika tidak boleh
dipermainkan. Etika merupakan satu tuntutan yang mutlak harus kita kerjakan karena etika menyangkut
tata hidup seseorang yaitu bagaimana ia hidup berelasi dengan sesama, alam dan Tuhan. Ketika kita hidup
di dalam satu tatanan norma etika maka di situ dapat dan mutlak akan terjadi perbedaan konsep dan
298 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

persepsi karena ada dua pihak yang akan mencapai satu tuntutan etika yang berbeda. Dan kalau kita berdiri
di atas satu relatifitas konsep di mana relasi harus terjadi di dalam konsep etika maka mau tidak mau kita
harus mempunyai standar mutlak dan ada satu kemutlakan sejati yang harus kita terima. Yang berhak
menentukan saudara baik atau jahat bukanlah manusia tetapi harus firman yang menghakimi dan menjadi
patokan dari semua unsur serta penilaian etika yang harus dikerjakan di tengah dunia. Ini adalah dua basis
pengertian dasar di dalam kita membicarakan etika. Bagaimana kita melihat etika tentang permainan Falas
dan Saham pada jaman ini di mana itu merupakan perusakan cara kerja yang tidak beres dan tidak ada
bedanya dengan membuka kasino sebanyak-banyaknya. Tetapi justru cara kerja dan etika moral seperti ini
yang dipromosikan begitu besar di dunia termasuk dalam universitas Kristen. Kalau kita memikirkan hal
seperti ini maka bagaimana kekristenan mempunyai nilai yang sejati di dalam membicarakan masalah
moral. Bekerjalah keras! Di sini tidak ada prinsip perjudian di tengah kekristenan, dan ini prinsip keras yang
ditekankan oleh firman. Tanpa kerja keras maka tidak ada hasil yang boleh dicapai.

Standar kembali kepada firman menjadi basis etika yang menentukan apa yang benar dan itu menjadi satu
titik tolak didalam seluruh pola pikir kita. Ketika kita mulai membicarakan etika, maka di sini kunci pertama
yang dikatakan Paulus yaitu, “Bekerja keras.”



1. Effort (upaya/ kesungguhan). Kalau kita mencari pekerjaan yang tidak susah, tidak perlu tenaga dan
otak serta menghasilkan uang banyak maka itu pasti bad work/evil work. Ketika Kristus datang ke tengah
dunia, Ia tahu bahwa perjalanan hidupnya adalah perjalanan Via Dolorosa (jalan salib). Dan dari sejak mulai
pelayanannya Yesus dengan sikap tegas mau bekerja keras dari pagi hari sebelum matahari terbit hingga
malam hari ketika matahari sudah terbenam dan akhirnya hingga naik ke kayu salib. Orang yang tidak
mempunyai jiwa kerja (perjuangan) tidak akan pernah hidup dan kalau terus dipaksakan maka ia akan
menjadi pelaku kejahatan. Kalau kita punya otak dan pengertian yang baik maka bagaimana kita dibangun
mentalitasnya sehingga mempunyai semangat kerja yang beres dan mempunyai jiwa tidak takut susah
untuk bekerja dan menghasilkan sesuatu yang baik dengan tangan kita.

2. Good work is an Quality (bekerja adalah menginginkan hasil yang terbaik untuk dipersembahkan kepada Tuhan).
Aristoteles mengatakan, “Very difficult to find out what is good.” Kecuali kembali kepada standar sejati
daripada kebajikan karena tidak ada kebajikan yang memadai. Seperti dalam Mat 19:16-26 Yesus menjawab
orang muda yang kaya dengan mengatakan, “Hanya Satu yang baik.” Di tengah dunia yang pragmatis hari
ini kita seringkali bekerja dengan sembarangan dan semangat pragmatis yang begitu menguasai kita, di
mana semua tidak memikirkan bagaimana untuk mencapai kualitas yang memadai. Tuhan menuntut kita
bekerja dengan kualitas maksimum yang Ia bebankan kepada kita dan masing-masing kita diberi kualitas
yang berbeda oleh Tuhan. Sehingga kualitas di mata Tuhan bukan diperbandingkan dengan orang lain
tetapi berapa yang dituntutkan kepada kita, itu yang harus kita penuhi. Dengan demikian setiap kita
memikirkan yang terbaik yang dapat kita kerjakan di hadapan Tuhan.

3. Good Work is a Result (hasil). Pekerjaan baik bukan sekedar perjuangan lalu mengidamkan sesuatu
yang terbaik tetapi akhirnya tidak dilakukan sama sekali. Seharusnya kita sadar akan anugerah keselamatan
yang diberikan Tuhan dengan harga yang sangat mahal dan pekerjaan baik yang Ia limpahkan kepada kita
sehingga apa yang kita kerjakan seharusnya kita pertanggungjawabkan kembali kepada Tuhan. Dan
kesadaran itulah yang dapat membuat kita untuk tidak berhenti bekerja keras. Selama Tuhan masih
memberikan kesempatan kepada kita untuk bekerja maka ingatlah bahwa kerja itu anugerah yang Tuhan
299 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

percayakan dan apabila Tuhan mau ambil maka dalam tempo satu haripun itu semua dapat lenyap. Saya
harap apa yang menjadi contoh dan pergumulan para tokoh firman dan sejarah, seperti: John Calvin, dsb.
dapat mendorong kita untuk berani menggarap dengan baik apa yang Tuhan percayakan kepada kita.

Pekerjaan baik merupakan bagian daripada tuntutan moral yang harus kita kerjakan dengan keras. Di
sinilah kita melihat bahwa pekerjaan baik dikaitkan kedalam diri kita, dan kadangkala kita dapat terjebak
masuk ke dalam dua konsep yang berbahaya sekali:

Kita dapat menjadi work alkoholic (orang yang gila kerja dan kalau tidak bekerja, ia akan mati). Dan work alkoholic
dapat menimbulkan satu dampak atau timbal balik di mana seolah manusia tidak perlu kerja sehingga hal
itu mengakibatkan dampak yang sangat negatif serta menghancurkan seluruh keseimbangan. Paulus
memberikan gambaran yang sangat cermat dengan mengatakan, “Bekerja keras untuk melakukan
pekerjaan baik.” Dan dua unsur itu tidak boleh dilepaskan. Yesus memberikan contoh yang indah, “Bapa-Ku
bekerja sampai hari ini dan itu alasannya Aku bekerja juga.” Sehingga pekerjaan manusia gambarkan
sebagai miniatur pola yang harus kembali kepada Tritunggal sebagai dasarnya. Seorang tokoh yang pernah
belajar teologi namun menjadi atheis dan akhirnya gila yaitu Friedrich W. Nietzsche (abad 19), seorang filsuf
yang terkenal dengan istilah The dead of God Theology dimana di dalam seluruh bukunya ia berjuang keras
untuk membunuh Allah secara konsep. Namun satu hal yang dikatakannya dalam konsep tersebut adalah di
mana etika merupakan satu ilmu untuk menghimbau manusia supaya mempunyai moralitas tuan dan
bukan moralitas budak atau hamba. Sehingga etika bukan berarti kita didikte, dijepit dan dimatikan dan
akibatnya tidak mempunyai pilihan ya atau tidak. Seperti dalam Yoh 8 dikatakan bahwa di dalam ketaatan,
kebebasan kita kerjakan secara bertanggungjawab. Begitu kebebasan kita dicabut oleh Tuhan, maka saat
itulah kita berada dalam keterjepitan yang dikatakan oleh Agustinus, non posse non peccare (tidak dapat tidak
berdosa), yang artinya ia mau tidak mau berada dalam belenggu dosa dan yang paling parah, kita kehilangan
seluruh kebebasan tersebut. Mari kita kembali pada prinsip bekerja keras dan melakukan pekerjaan yang
baik sehingga cara kerja kita sungguh-sungguh bertanggungjawab dihadapan Tuhan. Dan suatu ketika kita
dapat berkata kepada Tuhan bahwa ini yang telah saya kerjakan di hadapan Tuhan dan saya
pertanggungjawabkan semua ini di hadapan-Nya. Barangsiapa sudah berada di dalam Tuhan maka ia pasti
dimampukan untuk mengerjakannya, sekalipun banyak kesulitan yang akan dihadapi. Mari kita bersama-
sama mengerjakannya dengan penuh bertanggungjawab di hadapan Tuhan.

Bagian keempat

Saudara, ketika merenungkan ayat yang relatif pendek ini, saya melihat satu hal yang begitu agung di dalam
seluruh prinsip ekonomi Kristen yang Paulus ungkapkan. Di mana dikatakan, “Orang yang mencuri,
janganlah ia mencuri lagi, tetapi baiklah ia bekerja keras dan melakukan pekerjaan yang baik dengan
tangannya sendiri, supaya ia dapat membagikan sesuatu kepada orang yang berkekurangan.” Kalau kalimat
ini hanya sampai pada ‘melakukan pekerjaan yang baik dengan tangannya sendiri,’ maka nilai tambah
ekonomi Kristen belum terlihat secara tuntas. Di dalamnya memang sudah terdapat satu prinsip yang
begitu penting di mana kalau seseorang tidak bekerja maka sewajarnyalah ia tidak usah makan (secara
kasarnya). Itu kalimat yang diungkapkan oleh Alkitab dengan begitu tegas bahwa Tuhan menginginkan kita
bekerja dan dengan demikian kita boleh menghasilkan nilai sebagai crown of the univers (mahkota ciptaan).
Orang dunia juga mempunyai filsafat yang sama dalam hal ini sehingga akhirnya menjadi satu pengertian
umum yang dianggap sangat positif di dunia.
300 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

Secara dunia kalau kita bekerja dan akhirnya menghasilkan sesuatu, maka itulah yang dikatakan hasil jerih
payah dan milik kita sehingga kita boleh mempergunakan dan menikmatinya. Namun di sini kita melihat
bahwa Paulus justru mengkontraskan bagian pembuka dengan bagian terakhir dari ayat tersebut, karena
disitulah titik balik daripada paradigma hidup dan kerja kita. Justru ketika kita telah mendapatkan sesuatu
biarlah didalam hati kita ada keinginan untuk berbagi dengan mereka yang berada di dalam kesulitan. Inilah
yang disebut dengan jiwa altruistik dan bukannya jiwa egoistik. Di dalam dunia etika dikontraskan antara
semangat egoistik dengan altruistik. Semangat egoistik adalah semangat di mana orang mau mencari
kepentingan diri sendiri. Tetapi justru dalam Alkitab dikatakan, “Sebab segala sesuatu adalah dari Dia, dan
oleh dia, kepada dia, bagi Dialah kemuliaan untuk selama-lamanya, Amin.” Maka di sini terjadi satu kontras
antara semangat yang mau mencari kepentingan diri sendiri dengan jiwa yang mau memperhatikan dan
menjadi berkat bagi orang lain. Di sinilah saya merasakan keagungan yang Tuhan berikan dan ini
menjadikan seluruh daripada prinsip iman Kristen mengerti pekerjaan dibangun secara tuntas. Mari kita
mulai melihat mengapa kita dituntut oleh Tuhan mempunyai altruistik action sehingga setelah kita bekerja
dan mendapat sesuatu kita mempunyai kekuatan untuk berbagi dengan orang-orang yang berkesulitan.
Betapa indahnya kalau kekristenan mempunyai semangat seperti ini!




1. Kita harus sadar bahwa apapun yang ada pada kita secara hakekatnya bukan milik kita tetapi harta
yang dipercayakan Tuhan kepada kita. Firman Tuhan dalam Ef 2:8-10 menjelaskan dengan tegas bahwa kita
diciptakan dalam Kristus Yesus untuk melakukan pekerjaan baik, yang dipersiapkan Allah sebelumnya. Ia
mau, supaya kita hidup di dalamnya. Maka kalau saudara dan saya dapat bekerja di dalam jalur Tuhan, itu
merupakan anugerah yang Tuhan persiapkan bagi kita, dan sebaliknya kalau kita menghasilkan sesuatu itu
anugerah yang harus dikembalikan kepada Tuhan. Seperti dalam prinsip perumpamaan talenta, ketika
Tuhan memerintahkan kita bekerja maka Ia memberikan perlengkapan kerja yang cukup dan talenta bagi
kita untuk bekerja.

Dalam konteks saat itu, satu talenta bukan merupakan angka yang kecil karena berkisar antara 5 juta
(sebelum dolar naik) dan itu merupakan modal yang cukup bagi kita untuk menghasilkan suatu usaha. Semua
yang kita mililki baik tenaga, kepandaian/otak dan kesempatan studi merupakan anugerah Tuhan dan
jikalau Tuhan tidak memberikan talenta itu kepada saudara maka tidak mungkin saudara dapat bekerja.
Beberapa saat yang lalu ketika terjadi kasus Mataram, saya mendengar ada orang yang dalam satu hari
seluruh hartanya habis terbakar sehingga ia hanya dapat keluar dengan apa yang menempel di badannya
dan sedikit apa yang ia dapat bawa. Kadang saya memikirkan, mungkinkah kita mempunyai konsep pikiran
posesif (pemilikan harta, anak, dsb) secara tepat seperti Ayub, sehingga ketika seluruh miliknya dihabisi atas
perkenanan Tuhan, ia tetap dapat memuji nama Tuhan. Ayub tidak berdosa sedikitpun karena ia tahu tepat
apa yang menjadi haknya dan yang bukan. Di tengah kekristenan saat ini, berapa di antara kita yang benar-
benar mempunyai pemikiran seperti ini, sehingga ketika kita sudah mendapatkan sesuatu kita dapat
berbagi dengan orang lain. Itulah satu persekutuan yang Tuhan inginkan dimana kita saling memperhatikan
dan berbagi.

2. Karena inilah citra persekutuan Kristen, esensi dari umat Allah dan misi pekerjaan Allah. Yesus
pernah berkata, “Hendaklah kamu saling mengasihi, dengan demikian orang akan tahu bahwa kamu adalah
murid-Ku dan dengan demikian Bapa-Ku dipermuliakan” (Yoh 13:34-35). Ketika kita diajar Tuhan untuk
mengasihi, kasih yang kita miliki seharusnya tidak sama dengan yang dimiliki oleh dunia. Jemaat adalah
301 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

jemaat yang harusnya saling memperhatikan satu sama lain, saling menguatkan, menopang dan saling
membangun. Saya rasa kita perlu merombak dan menyadarkan jemaat untuk saling mengasihi. Kita bukan
datang ke gereja karena ingin mencari dan menuntut sesuatu sebab itu semua hanya akan mendatangkan
kerugian. Tetapi siapa yang berada dalam pekerjaan Tuhan, berjiwa membagi sehingga akhirnya semuanya
mendapatkan, dan dengan demikian kita akan selalu mau memikirkan orang lain lebih daripada diri kita
sendiri. Inilah cinta kasih sejati!

3. Merupakan jiwa seorang yang bermartabat (jiwa seorang yang mempunyai semangat tuan). Dalam bukunya
Grow in Grace, Sinclair B. Ferguson mengambarkan satu hal yang begitu indah, di mana ketika seseorang
mulai dinobatkan menjadi raja atau mencapai kedudukan tertentu biasanya ia langsung melakukan
perbuatan amal seperti membagikan hadiah, memberikan grasi pada beberapa ratus narapidana, dsb. Ini
menunjukkan bahwa seseorang yang mendapatkan kedudukan yang baik ia mendapat hak membagi
sebagai tanda otoritas seorang tuan. Jiwa seperti ini dimengerti di tengah dunia tetapi justru seringkali
orang Kristen tidak sadar bahwa Tuhan mencipta kita menjadi seorang yang bernilai tuan, bahkan mencapai
posisi sebagai “The Second Lord” sesudah Tuhan yang menjadi tuan atas alam semesta. Namun sayang,
justru seringkali jiwa tuan ini tidak ada di dalam diri kita dan sebaliknya muncul jiwa pengemis. Itu
sebabnya saya ingin kita memikirkan baik-baik bagaimana jiwa kerja yang sesungguhnya. Jiwa pengemis ini
yang saya rasa perlu didobrak di tengah kekristenan. Mari berubah!

Ketika saya merenungkan hal ini maka saya teringat kembali apa yang Pdt. Stephen Tong pernah
syaringkan. Ada orang yang menanyakan, mengapa Pak Tong harus sampai kerja keras sedemikian berat?
Saya rasa kalau ia mau mengatakan, ia bukannya ingin seperti itu tetapi keadaan yang susah sekali
mengharuskan dia seperti itu. Ketika berumur empat tahun, ibunya telah menjadi janda dengan harus
membesarkan 8 anak, namun ibunya adalah seorang yang sangat cinta Tuhan dan rajin mendoakan anak-
anaknya. Dan pada umur 15 tahun ia sudah harus mengajar hingga malam sambil belajar. Keluarga ini
benar-benar hidup dalam kesulitan dan kekurangan. Setiap hari Jumat malam ketika ibunya pergi
membesuk, ia selalu membawa dua kaleng beras dan satu kaleng gula untuk diberikan kepada orang-orang
yang hidupnya jauh lebih susah daripada mereka. Mereka bukanlah keluarga yang berlebihan tetapi
mereka masih ingin mencoba berbagi. Itu jiwa yang saya rasa sekalipun susah tetapi masih memiliki jiwa
tuan, jiwa dignity sebagai ciptaan Allah (the image of God) yang begitu agung yang tidak dibuang. Dia sadar
bahwa ia dicipta sebagai gambar dan rupa Allah dan bukan hidup sebagai pengemis. Kita seringkali berpikir
bahwa kita paling susah dan tidak ada jiwa mau menolong orang lain. Bagaimana jiwa Kristen kita?
Sekalipun susah tetapi kalau kita masih mau bekerja keras dengan sungguh-sungguh, maka kita masih
dapat berbagi, dan apa yang kita punyai itulah yang dapat kita bagi. Namun, dalam hal ini kita harus
mengerti bagaimana membagi kepada orang yang tepat. Seringkali, orang yang sungguh-sungguh hidup di
dalam kesulitan justru diam dan tetap rela bekerja keras sekalipun sulit. Dunia kita mempunyai cara
berpikir yang berbeda sekali dari apa yang Alkitab katakan tetapi justru apa yang Alkitab katakan itulah
yang teragung. Kita tidak akan merasa rugi kalau berbagi tetapi kita justru akan merasakan sukacitanya
memberi, di mana hal itu tidak dapat dihitung dengan uang atau nilai berapapun, sebab di situ kita dapat
melihat kerelaan orang tersebut dalam memberi. Bahkan Alkitab mengatakan, lebih berbahagia orang yang
memberi daripada yang menerima.

4. Kita perlu berbagi baik kepandaian, kemampuan dan seluruhnya. Kalau saya bayangkan Pdt.
Stephen Tong kalau tidak menjadi pendeta maka ia dapat menjadi pengusaha yang luar biasa, namun ia
tetap rela melepaskan itu semua demi pekerjaan Tuhan. Tetapi terlalu sedikit anak-anak muda yang
mempunyai kepandaian dan talenta yang banyak mau menyerahkan diri dipakai oleh Tuhan. Saya harap
302 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

ada orang yang mempunyai kepandaian dan kemampuan yang terbaik diserahkan untuk pekerjaan Tuhan,
sehingga gereja Tuhan mempunyai orang-orang yang mempunyai talenta pikiran untuk melayani Tuhan.
Relakah saudara berbagi? Jaman ini sangat membutuhkan hamba-hamba Tuhan yang berkualitas tinggi,
yang menyerahkan hidup untuk pekerjaan Tuhan. Saya rindu gereja ini juga boleh mengutus hamba-hamba
Tuhan yang bermutu yang nantinya boleh dipakai di abad yang akan datang. Kalau kita memiliki hal yang
terbaik biarlah itu bukan buat diri kita sendiri tetapi dengan demikian saudara rela berbagi. Inilah prinsip
kerja Kristen di mana kita mempunyai semangat mau memperhatikan dan berbagi, itulah yang menjadi jiwa
kita sesungguhnya. Mau saudara?

Amin!
303 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

P
Peerrk
kaatta
aaan
nyya
anng
gmme
emmb
baan
nggu
unn
Oleh: Pdt. Sutjipto Subeno

Nats: Efesus 4:29

29 Janganlah ada perkataan kotor keluar dari mulutmu, tetapi pakailah perkataan yang baik
untuk membangun, di mana perlu, supaya mereka yang mendengarnya, beroleh kasih
karunia.

Hari ini kita kembali masuk dalam bagian yang terakhir sebelum merangkum keseluruhan tuntutan Paulus
di dalam relasi antar manusia. Dalam bagian Ef 4:17-32, Paulus mempunyai penekanan yang begitu
seimbang yaitu setelah hubungan kita dengan Allah dipulihkan maka selanjutnya roh pikiran kita
diperbaharui sehingga kita boleh dikembalikan dalam kebenaran dan kekudusan yang sejati, yang
menjadikan kita mampu berelasi dengan sesama secara baik (ay. 23-24). Maka waktu Tuhan mengubah hati
kita, seharusnya kita boleh menjadi orang-orang yang dapat mengerti sesama, bekerja dan menjadi berkat
bagi orang lain. Seperti apa yang Paulus katakan dengan sangat keras bahwa orang yang mencuri, janganlah
ia mencuri lagi tetapi baiklah ia bekerja keras dan melakukan pekerjaan yang baik dengan tangannya
sendiri, supaya ia boleh mempunyai kesempatan untuk membagikan sesuatu kepada mereka yang
berkekurangan.

Namun kita tidak hanya berhenti di situ, sebaliknya Paulus mengatakan: “Janganlah ada perkataan kotor
keluar dari mulutmu, tetapi pakailah perkataan yang baik untuk membangun, di mana perlu, supaya
mereka yang mendengarnya, beroleh kasih karunia.” Bagian akhir ini merupakan bagian yang begitu serius
dan mengerikan di mana di akhir abad 20 menuju abad 21 ini menghadapi tantangan yang sedemikian
hebat. Maka Paulus mengatakan supaya jangan ada lagi satu komunikasi rusak dan merusak yang keluar
dari mulut kita. Di sini timbul satu pertanyaan dalam diri saya, apakah hal ini hanya merupakan problem
orang-orang jaman Paulus yang dianggap sebagai jaman kuno dan tidak berpendidikan, yang mengeluarkan
kalimat yang kasar, kotor dan sia-sia, ataukah ini juga merupakan problem abad 21 yang super modern?
Saya melihat justru menjelang abad 21, gejala itu menjadi satu gejala yang begitu merajalela di sekeliling
masyarakat, sampai seolah-olah merekapun sudah tidak bereaksi lagi ketika mendengarnya. Bahkan koran,
tabloid dan film-film tidak segan-segan dan seolah itu sudah menjadi suatu yang biasa yang layak
disodorkan kepada masyarakat.

Satu kali ketika saya berbicara dengan seorang teman, ia mengatakan bahwa kalimat-kalimat demikian
seringkali keluar begitu saja tanpa ia dapat mengendalikan, sekalipun kita tidak menghendakinya. Itu
berarti sudah menjadi natur yang tidak dapat ditahan lagi! Oleh sebab itu, ayat 23-24 menjadi kunci utama
tuntutan perubahan dan perombakan dasar di dalam aspek yang terakhir. Di situ dikatakan, jangan sampai
mulutmu dipakai untuk mengeluarkan kalimat yang sia-sia, tetapi pakailah kalimat yang membangun orang
lain di mana perlu sehingga itu membuat orang tersebut merasakan anugerah dari Tuhan. Ketika seseorang
mengeluarkan kalimat yang kasar, sebenarnya di dalam hatinya ada ide ingin menyakiti dan merusak orang
304 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

lain, sehingga sebenarnya inti daripada kerusakan yang terjadi adalah karena ia ingin merusak semua
bentuk format relasi dan ia hanya memikirkan dirinya sendiri. Hal ini sama dengan yang terjadi di dalam Kej.
3, di mana Setan selalu ingin merusak semua bentuk relasi, mulai dari relasi kita dengan Tuhan, sesama,
alam dan bahkan terhadap diri kita sendiri sehingga hubungan yang seharusnya dapat menjadi baik, satu-
persatu dihancurkan. Akibatnya ketika manusia mengeluarkan kalimat-kalimat seperti itu di mana ia ingin
menyakiti, merusak dan melampiaskan marahnya terhadap orang lain, waktu itu ia sedang merusak
relasinya dengan orang lain. Itu berarti orang tersebut secara bertahap mulai disingkirkan di dalam sistem
komunikasi dan akhirnya ia hanya dapat berelasi dengan orang yang sama kotornya, namun di situ tidak
akan pernah terjadi relasi yang benar kecuali keduanya saling membusukkan. Maka sebenarnya ini menjadi
satu keutuhan total yang sedang menghancurkan dunia secara strategis, hanya melalui mulut kita yang
tidak bertanggung jawab. Di dalam Yakobus dikatakan bahwa kita harus berhati-hati dengan lidah kita
karena apa yang keluar dari mulut kita merupakan pancaran dari hati kita. Di sini yang saya pikirkan,
mengapa masyarakat modern bukan menjadi semakin peka dan waspada terhadap gejala seperti ini tetapi
justru semakin terbuka dan menerima semua sikap yang sia-sia seperti ini.

Saya merasakan bahwa ini satu bahaya besar ketika kita melihat bagaimana terpaan filsafat yang merusak
secara strategis ke dalam seluruh sarana dunia. Kalau kita melihat di abad 15-17, pengembangan seni
menjadi wadah di mana kita dapat membaca seluruh trend yang sedang terjadi menuju abad 21 nanti. Di
dalam seni lukis abad 17, di mana perkembangan dari Renaisans masuk dalam lukisan naturalisme, kita lihat
bahwa lukisan menjadi satu bentuk ungkapan seni yang obyektif. Mereka mencoba menggambarkan satu
realita yang sesungguhnya, apa yang diungkapkan kepada kita, terlukis dengan begitu jelas sehingga kita
dapat menikmati seni itu secara keseluruhan, sekalipun mungkin orang yang melihat tidak mengerti lukisan.
Inilah yang disebut dengan objective art (seni yang ketika dibuat, si pelukis mempertimbangkan bagaimana ia
mengekspresikan lukisannya sehingga orang yang melihat dapat mengerti, kagum dan tahu berita apa yang ingin disampaikannya).

Tetapi gejala lukisan seperti ini tidak lama, sebab selanjutnya bergeser pada format impresionisme yang
sudah jauh meninggalkan format natural karena di dalamnya mulai tertuang format subyektivitas
pelukisnya. Kita seringkali kalau melihat lukisan tidak dapat menangkap apa yang ada di belakang lukisan
tersebut karena kita tidak mempelajari perkembangannya dari sudut filsafat. Di situ ada satu cara yang
sedang dibawa Setan untuk memaparkan sesuatu, meskipun Rembrant seorang Kristen dan ia mau
mencoba menggambarkan bentuk religiusitas namun banyak lukisannya yang sudah berbeda dari lukisan
pra-Renaisans, bersifat humanistik dan merakyat. Sampai di dalam impresionisme, seluruhnya sudah
menggambarkan humanistik. Kemudian pengerakan ini berubah total ketika muncul tokoh yang bernama
Pablo Piccasso, yang dianggap sebagai titik putar dalam dunia seni yang menggeser dari seni modern
menuju kepada seni post modern.

Piccasso hidup dengan membelah bentuk seni menjadi dua format, yaitu sebelum 1907, di mana lukisannya
masih berformat naturalisme dan impressionisme yang setelah itu menjadi seni yang obyektif dengan
sedikit nuangsa subyektif dan selanjutnya berubah total menjadi seni subyektif (Cubisme), yang sudah tidak
dapat dilihat secara wajar lagi. Hal ini terjadi karena filsafat seni sudah bergeser total dari yang dulunya
saya ingin saudara juga dapat menikmati hasil lukisan saya, namun akhirnya sekarang berubah terserah
pelukisnya ingin melukis apa sekalipun mungkin orang yang melihat tidak dapat ikut menikmatinya. Setelah
itu seluruh seni di abad 20 berubah total semangatnya menjadi seni yang total subyektif di mana muncul
tokoh yang bernama Salvador Dali dengan surealisme yang sudah melampaui realisme. Dan akhirnya seni
itu berkembang kepada abstrak di mana lukisan sudah benar-benar tidak dapat dimengerti secara wajar.
Hal inilah yang membuat kita akhirnya jatuh dalam subyektivitas total di mana sudah terjadi kesenjangan
305 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

relasi antara si pelukis dengan si penerima. Inilah format post modern yang disebut sebagai “The Dead of
The Author Principle” yang artinya kalau saudara sudah membuat sesuatu maka antara saudara dengan
karya saudara serta penerima sudah putus hubungan sama sekali dan setiap kita bebas berinterpretasi,
semuanya merupakan satu ungkapan subyektivitas yang tidak pernah mungkin bisa ditangkap oleh
penerima (metafora). Itu berarti komunikasi dan relasi berhenti secara total. Semangat ini disodorkan bukan
hanya dalam bentuk seni, tetapi timbulnya gerakan yang mempersoalkan linguistik dan komunikasi di
dalam format yang disebut sebagai Linguistic Analysis yang diperkembangkan oleh tokoh-tokoh
postmodern seperti H. G. Gadamer, Jacques Derrida dan A.J. Ayer yang mulai mempersoalkan bahwa
bahasa adalah suatu metafora atau simbol yang diungkapkan. Maka ketika bahasa mengungkapkan satu
simbul maka si penerima tidak dapat mengerti apa yang diungkapkan oleh orang yang berbicara. Jadi
antara orang yang berkata dengan orang yang menerima merupakan dua hal yang berbeda, dan di sini yang
disebut dengan problem metafora di dalam problem linguistik.

Setelah masuk dalam bagian ini, kita baru mengerti bahwa abad 20 menjadi abad yang mengerikan sekali
karena setan sudah mempersiapkan satu sarana di mana kita akhirnya masuk ke dalam satu Subjective
Understanding (pengertian subyektif) terhadap relasi. Kalau sampai terjadi hal seperti ini maka itu akhirnya
menyebabkan berhentinya semua komunikasi yang berdampak tidak adanya komunikasi. Saudara dapat
membayangkan kalau hal ini terjadi di dalam gereja pada saat ini maka banyak sekali hamba-hamba Tuhan
yang terkena format dari prinsip komunikasi seperti ini, yang membuat gereja rusak. Kalau saudara sampai
dalam format seperti itu bagaimana terjadi komunikasi yang sejati, bagaimana kita dapat perduli dengan
satu bentuk komunikasi yang sesungguhnya.

Saya teringat Pdt. Stephen Tong waktu berkata, “Ketika engkau berdiri di mimbar maka yang harus engkau
pikirkan adalah bagaimana supaya jemaat dapat bertemu dengan Tuhan dan bagaimana Tuhan dapat
berbicara kepada jemaat.” Komunikasi merupakan satu tuntutan bagaimana orang boleh menangkap dan
mengerti sebab komunikasi merupakan bentuk dari relasi. Mengingat peristiwa babel, ketika semua
bersepakat untuk melawan Tuhan maka Ia melalui bahasa memecahkan mereka sehingga komunikasi dan
relasi terpecah dan mereka semua terserak. Berarti bahasa merupakan cara relasi yang sangat kuat yang
seharusnya dapat kita pakai tetapi dengan sengaja saat ini bahasa telah dirusak sedemikian rupa sehingga
mulut mereka mengeluarkan kalimat yang tidak seharusnya. Maka saya mengajak kita memikirkan apa
yang Paulus katakan, sama seperti ayat 28 di mana semangat dan jiwa yang penting adalah jiwa mencintai
yang mau berbagi dan memikirkan orang lain. Komunikasi yang terbaik harus dimulai dengan jiwa altruistik
dan ini tidak dapat terjadi kecuali dengan cinta yang sejati sehingga seluruh hidup kita diubah dari
semangat egois menjadi jiwa yang mau mengerti, menanggapi dan mau berbagi dengan orang lain. Satu
konsep keluar dari diri demi supaya kepentingan orang lain dapat dipertimbangkan.

1. Alkitab mengatakan, “… pakailah perkataan yang baik untuk membangun.” Ketika kita sedang
berkata kepada orang yang kita kasihi, kalimat yang akan kita ucapkan akan kita pertimbangkan dengan
baik tetapi mungkin tidak membangun, karena semuanya masih demi supaya kita tidak dirugikan. Sehingga
akhirnya orang yang mendengar bukan menerima realita yang sejati tetapi justru menjerumuskan mereka.
Kadangkala mungkin kita harus mengatakan sesuatu yang pahit tetapi kalau itu demi kebaikan mereka,
maka itu harus kita katakan dengan cinta kasih yang cukup untuk menegur. Antara mengasihi dan
membangun harus digabungkan supaya terjalin suatu kalimat yang benar, tulus dan bersifat konstruktif.
Kalau hati kita diubah maka yang keluar dari mulut kita secara otomatis adalah hal yang membangun dan
itu akhirnya yang membuat kita dipakai Tuhan. Kalau itu dapat kita jalankan maka hal ketiga yang menjadi
kunci pengujinya terjadi, yaitu:
306 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

2. Supaya mereka yang mendengarnya, beroleh kasih karunia. Di sini bagaimana kalimat-kalimat yang
kita ucapkan dapat dipakai Tuhan untuk membangun dan menguatkan orang lain sehingga mereka boleh
merasakan anugerah turun atas mereka. Dan dengan demikian kita dapat menjadi saksi Tuhan di manapun
kita berada. Memang natur kita tidak sedemikian mudah diubah untuk kembali kepada kebenaran, itu
semua membutuhkan ketekunan dan perjuangan yang seringkali harus sampai menghancurkan
kesombongan dan kekukuhan kita yang sulit diubah. Sehingga itulah saat Tuhan boleh memakai kita
dengan lebih baik lagi, asal kita rela dibentuk. Inilah yang saya harap setiap kita dapat menjawab di
hadapan Tuhan!

Amin!
307 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

J
Jaan
ngga
annm
meen
nddu
ukka
akka
annR
Rooh
hKKu
uddu
uss
Oleh: Pdt. Sutjipto Subeno

Nats: Efesus 4:30-32

30 Dan janganlah kamu mendukakan Roh Kudus Allah, yang telah memeteraikan kamu
menjelang hari penyelamatan.
31 Segala kepahitan, kegeraman, kemarahan, pertikaian dan fitnah hendaklah dibuang dari
antara kamu, demikian pula segala kejahatan.
32 Tetapi hendaklah kamu ramah seorang terhadap yang lain, penuh kasih mesra dan saling
mengampuni, sebagaimana Allah di dalam Kristus telah mengampuni kamu.

Bagian yang akan kita bahas hari ini dapat dikatakan sebagai kesimpulan atau tuntutan terakhir dari seluruh
gambaran relasi yang diungkapkan oleh Paulus di dalam Ef 4 mulai dari ay. 17-32, yang merupakan
rangkuman dari dua kondisi yang dipertentangkan. Kita kembali melihat dalam ay. 23-24 di mana Paulus
menekankan bahwa hendaklah kamu dibaharui di dalam roh dan pikiranmu di dalam kebenaran dan
kekudusan yang sesungguhnya karena itulah dasar supaya engkau boleh mempunyai relasi antar manusia
yang baik, boleh menjadi berkat bagi orang lain dan memikirkan pekerjaan Tuhan secara luas. Dan ketika
hal tersebut dikerjakan maka Paulus memberikan hal yang terakhir di dalam bagian ini yaitu, “Dan
janganlah kamu mendukakan Roh Kudus Allah, yang telah memeteraikan kamu menjelang hari
penyelamatan.”

Pada saat saya mulai merenungkan ayat ini, saya teringat apa yang diungkapkan Paulus dalam Roma 10:1-2
di mana dikatakan, “Saudara-saudara, keinginan hatiku dan doaku kepada Tuhan ialah supaya mereka
diselamatkan. Sebab aku dapat memberi kesaksian tentang mereka, bahwa mereka sungguh-sungguh giat
untuk Allah, tetapi tanpa pengertian yang benar.” Kalimat “Janganlah kamu mendukakan Roh Kudus Allah,”
muncul karena itulah yang menjadi motivasi dari seluruh tindakan yang kita kerjakan di tengah dunia.
Orang Kristen kadangkala tercemar dengan cara berpikir agama atau konsep yang muncul disekelilingnya
sehingga akhirnya kita terjebak masuk dalam konsep yang salah. Padahal justru di sini motivasi seluruhnya
terbalik. Ketika Paulus berbicara dalam Roma 10, ia tahu dan melihat apa yang dikerjakan oleh orang-orang
yang sedang bergiat tetapi belum mendapatkan keselamatan. Mereka bukanlah orang yang malas atau
tidak bekerja, bahkan ia mengatakan bahwa ia berani menyaksikan bahwa mereka memang giat untuk
Tuhan tetapi tanpa pengertian yang benar. Dan dilanjutkan, “Sebab, oleh karena mereka tidak mengenal
kebenaran Allah dan oleh karena mereka berusaha untuk mendirikan kebenaran mereka sendiri, maka
mereka tidak takluk kepada kebenaran Allah.” Berarti mereka giat dan mempunyai semangat tetapi
akhirnya seluruhnya dibuang sebab mereka mendirikan kebenaran mereka sendiri dan tidak kembali pada
kebenaran Allah.
308 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

Suatu kali saya berbincang dengan seseorang yang mempunyai konsep bahwa Tuhan akan marah dan ia
tidak akan mendapat perkenanan Allah kalau tidak melayani dengan giat. Kita perlu belajar dari Paulus.
Paulus adalah Saulus yang mengalami perubahan di dalam konsep dasar hidupnya. Di sini kita melihat dua
macam orang yang sama giat dan diwakili dengan satu yaitu diri Paulus sendiri. Paulus adalah orang yang
giat melayani sebab ia tahu ketika masih berdosa, Tuhan mencintai dan akhirnya menyelamatkannya.
Sehingga ia berkata, “Aku mempersembahkan tubuhku sebagai persembahan yang hidup, yang berkenan
kepada Allah, dan yang sempurna, itulah ibadah yang sejati,” dan ia menuntut orang-orang di Roma untuk
berbuat demikian juga. Itu bukan sekedar sebuah perintah tetapi satu syaring, konkritnya kehidupan yang
dinyatakan di dalam kehidupannya. Tetapi kalau kita melihat Saulus, yang begitu giat bekerja bahkan
apabila dibandingkan dengan rekan-rekannya, keseriusan dan semangat kerjanya sangat tinggi. Dan ketika
ia menganiaya orang Kristen, ia berpikir bahwa ia sedang mengerjakan pekerjaan Tuhan dan akan
mendapat nilai besar di sorga. Tetapi justru di dalam perjalanan ke Damsyik, Tuhan menyadarkan bahwa ia
sudah menganiaya Tuhan dan akhirnya ia sadar bahwa apa yang dikerjakannya selama ini tidak
menyenangkan hati Tuhan.

Begitu banyak orang yang giat melayani tetapi tanpa pengertian yang benar, sebab semua yang dikerjakan
merupakan konsep mereka sendiri dan tidak tahu apa yang sebenarannya Tuhan nilai di dalam dirinya. Dan
ketika mereka sedang mendirikan kebenarannya sendiri maka dengan sendirinya mereka sedang menolak
kebenaran Allah. Ini bagi saya merupakan satu pergumulan yang serius! Betulkah kita sudah menyelesaikan
apa yang seharusnya kita kerjakan ataukah seluruh hidup kita akan disia-siakan masuk dalam penderitaan
yang kekal? Waktu di dunia kita begitu takut hidup kita akhirya sia-sia tetapi kita tidak pernah berpikir
bahwa di kekekalan semuanya bersifat mutlak dan bukan kesementaraan yang semuanya bersifat relatif.
Pada saat ini bagaimana kita dapat menggumulkan secara serius apa yang sebenarnya yang Paulus inginkan
dalam aspek ini, sehingga kalau kita melakukan kebaikan bukan demi seperti konsep-konsep yang salah
yang muncul di tengah dunia.

Mari kita melihat apa yang menjadi pembeda total di dalam seluruh orientasi hidup kita. Paulus
mengatakan, kalau engkau bergiat, maka lakukan semua itu bagi Tuhan. Di sinilah inti iman Kristen! Alkitab
mengatakan bahwa kalau kita berbuat baik justru karena kita boleh mencintai Tuhan. Minggu yang lalu saya
membahas dua perbedaan tuntas di mana ketika seorang Kristen berbuat baik, ia melakukannya karena
mencintai Tuhan. Kita bukan menjadi budak yang ditekan oleh Allah yang kejam, yang sedang mengancam,
sehingga kita perlu bekerja dengan baik. Sikap seperti ini sangat banyak di dalam hidup beribadah dan
merupakan satu ketakutan agamawi. Bagi saya, ini merupakan satu hal yang unik. Satu hal yang menjadi
ukuran terbaik untuk melihat seberapa jauh seseorang mencintai adalah kalau seseorang semakin
mencintai maka ia akan makin perduli, makin peka hatinya dan tidak ingin menyakiti orang yang
dicintainya. Semakin kita mencintai maka kita akan semakin memikirkan yang terbaik buat orang yang kita
cintai. Sehingga cinta Tuhan berarti kita memiliki kepedulian yang besar terhadap apa yang kita lakukan
memperkenan atau mendukakan Allah. Kalimat itu tidak mungkin dapat dimengerti oleh siapa yang tidak
cinta Tuhan. Berapa besar pergumulan hidup kita ketika kita menjalankan semua ini? Apakah seluruh
aktivitas kita hanya menjadi manifestasi daripada egois kita ataukah justru membuktikan seberapa jauh kita
mencintai Tuhan.

Di dalam hidupnya, Hizkia selalu melakukan hal yang berkenan kepada Tuhan, bahkan ketika ia divonis
mati. Tetapi justru ketika umurnya diperpanjang 15 tahun, ia tidak dapat mempertahankan pertanggung-
jawabannya. Bagi saya itu merupakan satu bukti yang disodorkan sejarah dan prinsip, siapa Allah yang kita
kenal. Banyak orang di satu pihak begitu giat melayani Tuhan tetapi di tempat lain ia merusak dan berbuat
309 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

hal-hal yang menyakiti hati Tuhan. Itu sebabnya Tuhan marah terhadap orang Farisi yang munafik seperti
kuburan labur putih, karena ibadah mereka berbaur antara semangat ibadah kepada Tuhan dengan
egoisme. Yesus pernah mengatakan di dalam pengajaran doa Bapa kami bahwa hendaklah dalam hal
berdoa, kita tidak seperti orang munafik yang berdoa di perempatan jalan atau di dalam ruang ibadah,
supaya dengan doa semua orang melihat kita, tetapi berdoalah di dalam kamar maka Allah kita yang ada di
tempat tersembunyi akan memberkati. Konsep seperti itu muncul karena semangat doa yang sudah tidak
beres, sebab mereka kalau berdoa bukan memikirkan Tuhan tetapi memikirkan bagaimana dengan orang
lain. Ini merupakan satu doa yang saya rasa sangat keluar daripada jalur yang Tuhan inginkan, yaitu jiwa
yang tidak sungguh-sungguh di hadapan Tuhan. Saya harap kita berubah, bertobat dan kembali pada
Tuhan. Biarlah ini menjadi hati yang sungguh-sungguh boleh kembali memikirkan dan menggumulkan,
bahwa ketika kita hidup itu semua kita lakukan demi Tuhan.

1. Yang telah memeteraikan kamu menjelang hari penyelamatan. Ketika orang dunia bekerja dengan
begitu giat, itu semua mereka lakukan supaya mendapatkan pahala atau berkat dari Tuhan. Tetapi Alkitab
mengatakan bahwa ketika kita bekerja, semua kita pikirkan supaya jangan mendukakan Roh Kudus yang
telah memeteraikan menjelang hari penyelamatan. Prinsip kerja seperti ini merupakan prinsip kerja yang
terbalik daripada apa yang dunia kerjakan. Dunia memberi kita upah setelah melihat bagaimana hasil kerja
kita. Seperti seseorang yang diminta mengepel kamar yang luasnya 3x4 m dan setelah selesai, hasilnya
bagus maka orang tersebut diberikan upah Rp 50.000,-. Sehingga nilai kerjanya adalah berdasarkan apa yang
telah ia kerjakan. Namun kalau ada seseorang yang sebelumnya sudah diberi uang 1 milyar lalu diminta
untuk mengepel kamar 3x4, maka kira-kira apa yang akan ia kerjakan? Saya yakin ia akan bingung akan apa
yang akan ia perbuat. Tuhan memberikan kepada kita keselamatan, membayar dengan lunas bukan dengan
dolar atau emas dan perak tetapi dengan darah dan nyawa-Nya sendiri, ketika kita masih berdosa dan
seharusnya merupakan orang yang harus dibinasakan.

Dan selanjutnya baru Tuhan meminta supaya kita melakukan pekerjaan baik yang sudah dipersiapkan Allah
sebelumnya, dan Ia mau kita ada di dalamnya. Kalau kita diselamatkan, itu semua anugerah, kasih karunia
melalui iman dan jangan ada orang yang memegahkan diri karena itu bukan hasil usaha kita, jangan ada
yang sombong karena itu merupakan pekerjaan Allah. Ketika Tuhan sudah menebus kita dengan darah yang
mahal dan anugerah yang besar, kita dimeteraikan dengan Roh Kudus dan keselamatan yang kekal. Kita
bukan mencari keselamatan sendiri tetapi semua itu sudah kita dapatkan dan dimeterai sampai pada
kekekalan. Ketika Tuhan sudah menebus kita dengan penebusan yang begitu mahal, masih relakah kita
berbuat hal-hal yang jahat untuk menyakiti hati-Nya? Seharusnya kita sakit dan pedih hati karena Tuhan
sudah mencintai dan membayar upah kita secara lunas. Mari kita kembali memproporsikan bagaimana cara
Tuhan bekerja sehingga kita boleh mengerti.

2. Ketika kita bergumul, biarlah orientasi seluruh hidup dan pekerjaan kita bukan di tengah dunia
tetapi kembali kepada Tuhan. Seringkali orientasi kita terjebak dalam hal-hal material yang ada di dunia dan
lebih suka melakukan sesuatu yang menyenangkan orang lain sehingga akibatnya kita tidak kembali
memikirkan Tuhan. Itu alasan di dalam kekristenan kalau kita melakukan sesuatu, kita lebih suka dilihat
orang, yang dapat menunjukkan kepada orang lain karena kita menanti penilaian orang terhadap diri kita.
Barangsiapa hanya mencari kesenangan manusia maka itu bukan menyenangkan Allah! Maka Paulus
pernah begitu marah di dalam Galatia dan mengatakan, “Kalau aku melakukan semua ini, apakah engkau
mau mengata-kan bahwa aku mau mencari kesenangan manusia, apakah aku hanya mau melihat mata
manusia, ataukah aku sedang mengasihi Tuhanku?” Kalimat itu bagitu eksplisit dikeluarkan oleh Paulus. Dia
310 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

mau menunjuk-kan bahwa hidup kita bukanlah untuk dinilai manusia tetapi oleh Tuhan. Apa artinya semua
orang senag terhadap kita sementara Tuhan benci dan marah terhadap kita? Mari kita mulai kembali
menggumulkan untuk siapa kita hidup dan melayani? Di segala aspek kehidupan, setiap ciptaan, dicipta
untuk pencipta, menurut rancangan pencipta, berdasarkan tujuan pencipta dan hasilnya dipakai kembali
oleh pencipta. Itu merupakan hukum yang sah! Kalau saudara dan saya dicipta oleh Tuhan, itu bukanlah
untuk kepentingan kita tetapi demi kepentingan pencipta. Dia merancang kita berdasarkan tujuan yang
Tuhan ingin kita kerjakan maka sesudah kita dicipta, kita harus kembali melayani dan bekerja bagi Dia. Dan
seharusnya apabila kita melawan Tuhan, sudah sepatutnyalah kalau kita dibuang. Jangan mendukakan Roh
Kudus Allah yang sudah memeteraikan engkau menjelang hari penyelamatan.

Dalam Ef 2:10 dikatakan, “Karena kita ini buatan Allah, yang dicipta dalam Kristus Yesus untuk melakukan
pekerjaan baik yang telah dipersiapkan Allah sebelumnya, Ia mau supaya kita hidup di dalamnya.” Mari kita
menggumulkan kembali siapa diri kita di hadapan Tuhan. Saya rindu hari ini Tuhan mengubah seluruh
konsep kita, kalau selama ini kita menjadi orang-orang yang begitu egois, yang hanya memikirkan diri
sendiri. Biarlah hidup kitapun boleh menyenangkan hati-Nya.

Amin!
311 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

P
Peerrh
huub
buun
ngga
annp
poos
siittiiff
Oleh: Pdt. Sutjipto Subeno

Nats: Efesus 4:31-32

31 Segala kepahitan, kegeraman, kemarahan, pertikaian dan fitnah hendaklah dibuang dari
antara kamu, demikian pula segala kejahatan.
32 Tetapi hendaklah kamu ramah seorang terhadap yang lain, penuh kasih mesra dan saling
mengampuni, sebagaimana Allah di dalam Kristus telah mengampuni kamu.

“Segala kepahitan, kegeraman, kemarahan, pertikaian dan fitnah hendaklah dibuang dari antara kamu,
demikian pula segala kejahatan. Tetapi hendaklah kamu ramah seorang terhadap yang lain, penuh kasih
mesra dan saling mengampuni, sebagaimana Allah di dalam Kristus telah mengampuni kamu.” Hari ini kita
telah sampai dalam bagian terakhir dari tuntutan tegas yang dinyatakan Paulus dalam Ef 4 ini, yaitu ketika
kita sudah dibentuk menjadi satu manusia baru di dalam Tuhan, hubungan kita dengan Allah yang telah
terputus boleh dipulihkan. Dan ketika hubungan kita dengan Allah sudah terbentuk kembali, maka aspek
kedua yang harus nyata ialah bagaimana hubungan kita dengan sesama juga mengalami perubahan.
Manusia baru bukan karena berganti model atau aksesorisnya, tetapi seperti yang disebutkan didalam ay.
23 yaitu roh pikirannya diperbaharui dengan kebenaran dan kekudusan yang sesungguhnya daripada Allah.
Dimana seseorang ketika diperbaharui didalam Kristus, ia diubah dari dalam, sehingga cara hidup, sikap dan
relasi seluruhnya bukan merupakan relasi dibawah hukum tetapi dimotivasi keinginan untuk mengenapkan
apa yang Tuhan kehendaki kita kerjakan dan tidak ingin mendukakan Roh Kudus. Dengan demikian cinta
kasih itu akan keluar dan memulihkan format relasi. Hal ini kita tekankan karena inilah yang menjadi
aplikasi terpenting di dalam kehidupan iman Kristen.

Ketika sampai di ayat 31-32, Paulus kembali menutup dengan mengkontraskan secara langsung antara ay. 31
yang merupakan format negatif dengan ay. 32 yang merupakan format positifnya. Di bagian 31 ia
menggunakan 5 istilah yang sebenarnya terdiri dari 3 bagian, yaitu kepahitan yang dikontraskan dengan
ramah; kegeraman dan kemarahan (marah yang sudah meletup menjadi satu tekanan tinggi) dikontraskan dengan
cinta kasih mesra yang seharusnya muncul; dan yang terakhir, sudah menjadi satu tindakan yaitu pertikaian
dan fitnah yang dikontraskan dengan mengampuni. Maka kalau kita melihat tiga hal ini, kita mengetahui
bahwa di satu format terdapat relasi klimaks yang semakin menghancurkan, sedangkan yang lain satu relasi
klimaks yang semakin hari justru semakin membangun orang lain.

Di sini ada dua alasan penting mengapa hal seperti ini diungkapkan dalam posisi klimaks sesudah, “Jangan
engkau mendukakan Roh Kudus Allah.” Karena justru di sinilah bentuk dari kekristenan akan masuk ke
dalam aplikasi yang paling nyata, di mana letak keindahan atau kehancuran kekristenan akan terlihat. Yang
312 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

pertama, gereja yang seharusnya menjalankan format ay. 32 justru seringkali lebih menjalankan ay. 31.
Gereja yang seharusnya tempat cinta Tuhan berkembang dengan indah dan persekutuan anak-anak Tuhan
berjalan dengan baik namun justru segala kepahitan, kegeraman, kemarahan, pertikaian dan fitnah yang
ada di antara mereka. Hal ini ditegaskan karena seringkali tanpa disadari di dalam gereja terjebak dalam
satu format di mana seolah-olah kita hidup di dalam impian dan ilusi yang tidak tepat. Kita seolah merasa
sedang hidup di dalam cinta kasih namun tidak menyadari bahwa kita masih perlu berubah, bertobat dan
membuang hal-hal seperti itu. Dan akibatnya timbul satu gap yang harus kita pelajari dan mengerti. Kedua,
di satu pihak kita ingin membereskan masalah ini tetapi di lain pihak kita justru menjadi pelaku, perusak
dan pembuat masalah. Saya harap kita sebagai gereja bukan menjadi alat perusak relasi yang dipakai oleh
setan tetapi justru menjadi alat Tuhan yang menjadi tempat di mana pembentuk relasi yang baik. Hal itu
memang tidak mudah karena sifat kedagingan kita masih berusaha untuk menghancurkannya.

Kalau kita perhatikan, dua bagian tersebut selalu mulai dari hal yang kecil dan satu langkah yang sedikit
tetapi kalau tidak cemat diwaspadai maka akan berdampak besar. Dr. Martin Lloyd Jones, pengkhotbah
besar dari Westminster Chapel ketika mengeksposisikan ayat ini mengatakan supaya kita waspada
terhadap pola yang dipakai oleh setan sejak Kej. 3. Inti cara kerja setan adalah mendisrelasikan atau
merusak semua bentuk relasi yang ada. Ketika dosa terjadi maka rusaklah semua relasi yang ada di
dalamnya. Sehingga seorang yang relasinya dengan Tuhan tidak beres maka relasinya dengan sesama juga
sulit beres sebab inti terakhirnya hanya berputar di dalam kepentingannya sendiri. Maka di sini terjadi satu
sikap yang nantinya menjadi bom berbahaya yang akan meledak. Selama potensi relasi itu tidak
dikembangkan dalam format yang tepat maka selalu berpotensi meledak di setiap kita. Untuk ini, ada satu
pemikiran yang sangat perlu kita waspadai dari tingkat pertama relasi itu mulai rusak: “Segala kepahitan
hendaklah dibuang dari antara kamu.” Dan dikontraskan dengan, “hendaklah kamu ramah seorang
terhadap yang lain,” dan mau menjadi orang yang menyenangkan teman berbicaranya.

Sebab ketika kita berbicara, tanpa sadar setiap kita berpotensi menimbulkan kepahitan. Dan kalau potensi
kepahitan ini ditanggapi maka itu akan menjadi kepahitan sesungguhnya. Ketika kita berbicara dengan
orang lain, sangat sering terjadi apa yang disebut dengan miss communication (kegagalan komunikasi).
Terjadinya hal tersebut adalah wajar di dalam pembicaraan karena berbagai macam alasan, yang antara
lain: karena persepsi yang berbeda, karena keterbatasan bahasa kita, karena kekurangan pengertian latar
belakang dan berbagai macam aspek yang lain.

Tetapi ketika mis-komunikasi ini tidak ditanggapi dengan sikap ramah, maka itu akan mulai menjadi
kepahitan yang berbahaya. Ketika mendengar, seolah kalimat itu kita anggap ingin menyerang atau
menyakiti, padahal mungkin si pembicara tidak bertujuan demikian. Ini yang pertamakali Paulus waspadai!
Pahit dalam hal ini mempunyai dua aspek langsung bersama-sama yaitu ke dalam dan keluar, dan ini
biasanya selalu terjadi bersama-sama. Waktu kita mulai mendengar seseorang mengatakan dan hati kita
mulai pahit maka biasanya kalimat kedua yang diucapkan bukan lagi dengan persepsi yang berbeda tetapi
dengan sengaja membuat kepahitan, untuk menyakiti atau memainkan orang lain. Yang artinya ketika kita
mengucapkannya, di dalam hati, dan sikap kita sudah mempunyai keinginan untuk mulai membalas
melukai. Kalau relasi sudah muncul dengan semangat seperti ini, maka relasi ini menjadi relasi yang pahit
dan biasanya menjadi rusak. Inilah yang perlu dijaga dari titik awal, kalau dari sejak dini kita dapat peka hal
seperti ini maka saya rasa kita dapat menghindari banyak hal. Alkitab mengatakan, “Hendaklah kamu
ramah seorang terhadap yang lain.” Ramah dalam ayat ini mengandung suatu keinginan dalam hati mau
bersahabat dengan orang lain dan seperti laut yang lebar yang siap menampung siapa saja yang masuk ke
dalamnya, dan di mana kita berupaya bagaimana sebaik mungkin dapat mengerti dan menopang dia.
313 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

Keramahan yang kita lakukan kalau di saat kita ada maunya, itu bukanlah ramah tetapi lebih tepatnya
adalah bisnis, karena itu hanya sekedar tutupan topeng dari luar demi suatu kepentingan diri sendiri/
kebajikan luar. Mari kita belajar bertumbuh dalam aspek pertama ini karena justru dalam tahap ini seluruh
proses pengerusakan relasi dapat sampai ke titik final.

Selanjutnya, jikalau di tahap pertama tidak ditangani dengan baik, maka langkah kedua akan segera muncul
yaitu ‘kegeraman dan kemarahan.’ Ketika Kain sudah mulai panas karena persembahannya ditolak oleh
Tuhan, maka pada saat seperti itu seharusnya ia meneduhkan hatinya. Ketika itu Tuhan telah
memperingatkannya dengan jelas tetapi apa yang menjadi kemarahannya sudah tidak dapat ditahan dan ia
tidak mau meneduhkannya. Hari ini kita dapat bersaat teduh sehingga dengan demikian kita mohon pada
Tuhan untuk meneduhkan kemarahan yang mungkin sudah membara dalam hati kita. Ketika sampai di
tahap kedua kita tidak dapat meneduhkannya maka kemungkinannya adalah kita akan masuk dalam tahap
ketiga yang sangat fatal, yang hanya akan mendatangkan satu tindakan yang menyakitkan. Disini dapat
terjadi dua hal yaitu pertikaian langsung (benar-benar secara langsung bertindak) dan fitnah (membunuh secara tidak
langsung).

Sampai pada saat seperti itu maka hati kita sudah keluar daripada logika yang sejati dan sudah rusak. Pada
saat seperti ini meningkatnya seluruh kemarahan kita sudah sampai pada tindakan yang menuntut kita
melakukan satu tindak kejahatan. Musuh-musuh Tuhan Yesus merasa bahwa tindakan pelayanan-Nya
dianggap suatu ancaman besar dan mereka tidak mau mengerti serta menangkap apa yang menjadi
persepsi Tuhan di dalam melayani, sehingga mereka pikir Ia sedang merusak harga diri dan mengganggu
pelayanan mereka. Bahkan ketika mereka berhasil membunuh Yesus di atas kayu salib, mereka merasa
menang tetapi justru itulah kekalahan mereka karena kuasa setan sudah menguasai dengan satu jiwa
kebencian dan kemarahan.

Pdt. Stephen Tong pernah mengajarkan satu hal di mana ketika ada orang yang mengatakan suatu kalimat
yang menyakitkan terhadap kita maka sebaiknya kita mencoba memikirkan dari pihak orang tersebut,
karena mungkin ia merasakan apa yang kita lakukan dan katakan begitu menyakiti dan merugikan. Mari kita
berpikir secara proporsional melihat masalahnya dan menjadi orang yang mau beramah. Setiap kita
mempunyai kelemahan masing-masing di setiap bidang kita tetapi mari kita belajar untuk bertumbuh.
Tuhan minta kita ramah satu sama lain, dengan demikian kita mau mencoba mengenal orang lain, dan
tahap kedua diperlukan yaitu mau mengasihinya. Sejauh saudara mau megasihi orang lain maka sejauh itu
saudara mau mengerti dan menjadi seorang yang dalam banyak aspek mau membangun orang lain. Ini satu
hal yang membuat kita tidak siap untuk marah.

Alkitab mengatakan di dalam Yoh 13:34-35, “…, Dengan demikian semua orang akan tahu, bahwa kamu
adalah murid-muridKu yaitu jikalau kamu saling mengasihi.” Dan dengan motivasi bahwa kita tidak mau
mendukakan roh kudus Allah. Itu baru merupakan cinta yang berkualitas berbeda dan didalamnya tidak ada
pencemaran sama sekali sehingga sampai terhadap orang yang memusuhi, kita masih dapat mencintainya.
Kualitas cinta seperti itulah yang tidak dapat diberikan oleh dunia. Karena kasih seperti ini hanya terjadi
ketika orang itu mendapatkan kasih Kristus di dalam hatinya. Dan pada tahap ketiga, ketika orang lain
menyakiti dan menyalahmengerti kita maka seharusnya kita mengampuninya. Ini satu hal yang begitu
indah yang Tuhan ajarkan bagaimana kita membentuk relasi yang seindah mungkin di dalam diri anak
Tuhan.

Banyak yang menyebut bahwa sekarang ini adalah masyarakat yang sakit karena saling menyakiti.
Masyarakat seharusnya menjadi satu pembentukan relasi yang terbaik di dalam komunita yang dapat
314 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

membangun kesejahteraan. Tetapi ketika masyarakat itu sakit, maka satu sama lain akan saling
menghancurkan dan menyakiti. Jikalau demikian, apakah masyarakat Kristen juga menjadi masyarakat yang
sakit? Kita memang tidak sempurna, tetapi saya merindukan hari ini kita bertumbuh, belajar
menginstropeksi diri dan menggumulkan seberapa jauh kita sudah dibentuk oleh cinta Tuhan, sehingga
akhirnya kita dapat mulai belajar ramah, penuh kasih mesra dan saling mengampuni. Dan setiap masalah
yang timbul untuk memecahkan relasi diredam dan diredupkan dan akhirnya kita dapat berelasi secara
baik. Biarlah ini menjadi satu tuntutan dalam diri kita, sesuatu yang boleh membangun sehingga akhirnya
seluruh relasi dapat dibangun dengan baik. Itulah yang Tuhan inginkan! Mari kita belajar bertumbuh
bersama-sama untuk hal ini. Mau saudara?

Amin!
315 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

IIm
maan
nsse
ejja
attii k
keep
paad
daaA
Alllla
ahhy
yaan
nggb
been
naarr
Oleh: Pdt. Solomon Yo

Nats: Efesus 4:17-18/ Filipi 3:13-14; 18-21

Efesus 4

17 Sebab itu kukatakan dan kutegaskan ini kepadamu di dalam Tuhan: Jangan hidup lagi
sama seperti orang–orang yang tidak mengenal Allah dengan pikirannya yang sia–sia
18 dan pengertiannya yang gelap, jauh dari hidup persekutuan dengan Allah, karena
kebodohan yang ada di dalam mereka dan karena kedegilan hati mereka.

Filipi 3

13 Saudara–saudara, aku sendiri tidak menganggap, bahwa aku telah menangkapnya, tetapi
ini yang kulakukan: aku melupakan apa yang telah di belakangku dan mengarahkan diri
kepada apa yang di hadapanku,
14 dan berlari–lari kepada tujuan untuk memperoleh hadiah, yaitu panggilan sorgawi dari
Allah dalam Kristus Yesus.

18 Karena, seperti yang telah kerap kali kukatakan kepadamu, dan yang kunyatakan pula
sekarang sambil menangis, banyak orang yang hidup sebagai seteru salib Kristus.
19 Kesudahan mereka ialah kebinasaan, Tuhan mereka ialah perut mereka, kemuliaan
mereka ialah aib mereka, pikiran mereka semata–mata tertuju kepada perkara duniawi.
20 Karena kewargaan kita adalah di dalam sorga, dan dari situ juga kita menantikan Tuhan
Yesus Kristus sebagai Juruselamat,
21 yang akan mengubah tubuh kita yang hina ini, sehingga serupa dengan tubuh–Nya yang
mulia, menurut kuasa–Nya yang dapat menaklukkan segala sesuatu kepada diri–Nya.

Tanpa Allah manusia tidak memiliki makna hidup sebab manusia membutuhkan Allah lebih dari apapun
juga! Itu sebabnya Tuhan Yesus mengatakan bahwa manusia hidup bukan dari roti saja tetapi dari setiap
firman yang keluar dari mulut Allah. Kita bergantung pada Allah di dalam segala hal, lebih dari yang dapat
kita bayangkan.

Ketika kita mengalami sakit atau segala kesulitan, ketika kita menengok orang di RS yang nafasnya sudah
tersenggal-senggal dan harus dibantu dengan oksigen, di situ kita baru menghargai setiap anugerah yang
sering kita rasa sudah sewajarnya kita dapatkan. Kita harus menyadari berapa besar hutang kita pada
Tuhan, di mana kita sudah menerima segala keindahan, kenikmatan dan kelancaran dari ujung rambut
hingga ujung kaki, baik materi fisikal sampai pada suatu yang bersifat jiwa, keselamatan rohani. Setiap
orang menerima anugerah Tuhan, tetapi tidak setiap orang yang menerima anugerah berbahagia. Segala
berkat Tuhan tanpa pemahaman, apresiasi dan respon yang benar, seperti anak bungsu yang membawa
316 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

semuanya untuk menghancurkan dirinya hingga terdampar di kandang babi dan dihina sebagai manusia.
Kadangkala manusia lebih menghargai babi daripada manusia padahal Tuhan mencintai dan menghargai
manusia lebih dari apapun hingga dua ribu babi dibuang demi satu orang gila disembuhkan. Maka jikalau
kita salah meresponi kasih Tuhan, kita akan menghancurkan diri kita sendiri.

Saya senang membaca tulisan orang-orang atheis atau agama lain sebab mereka kadangkala mempunyai
pemikiran yang tajam walaupun kesimpulan mereka seringkali salah arah. Sebagai contoh orang yang
bernama Jean Paul Sartre, ia menyadari betapa keberadaan Allah itu sangat penting di dalam memberikan
landasan makna hidup, makna bagi moralitas, memberikan arah serta tujuan bagi hidup manusia, serta
memberikan motivasi untuk hidup dan berkarya.



Pertama, jikalau Allah ada maka hidup ini bermakna dan walaupun dalam hidup terdapat batasan-batasan,
seperti orang tua yang membatasi antara baik-buruk dan agama menjadi relavan.

Kedua, jikalau Allah tidak ada maka agama menjadi tidak relevan dan itu berarti manusia tidak memiliki
satu landasan bagi makna hidupnya. Demikian juga F. Nietzsche, yang meramalkan bahwa seratus tahun
kemudian akan terjadi kehancuran moral, dan memang inilah dunia yang kita sedang kita hadapi sekarang.
Suatu kondisi di mana orang tidak tahu batasan antara benar dan salah, dan kita sudah masuk di dalam
kondisi moral yang begitu hancur hingga seperti jaman Sodom dan Gomorah. Dunia sudah terbalik dan mo-
ralitas rusak sehingga orang melakukan sesuatu yang jahat dan buruk dengan wajar, dan orang yang
saleh/jujur dianggap tidak normal. Albert Camus (seorang atheis) mengatakan bahwa manusia tidak mungkin
hidup tanpa makna sebab makna merupakan satu hal yang hakiki, yang melekat dalam diri setiap orang.
Seorang atheispun sadar bahwa jikalau tidak ada Allah maka itu berarti manusia harus menciptakan makna
bagi dirinya, dan itu tidak mungkin dilakukan.

Orang-orang atheis tersebut memiliki ketajaman dalam memahami esensial manusia namun sungguh
disayangkan ketika akhirnya mereka sampai pada kesimpulan yang salah. Makna yang melekat dalam diri
manusia dan mengharuskan adanya Allah, serta kondisi moralitas manusia yang semakin hancur
sesungguhnya harus semakin menyakinkan kita bahwa keberadaan Allah adalah sesuatu yang hakiki dan
jelas sekali, walaupun seringkali manusia sengaja menolak Tuhan. Dalam Rom 1:18-32, rasul Paulus dengan
jelas mengungkapkan bagaimana sifat manusia berdosa yang menolak Allah dan menciptakan allah-allah
palsu mereka. Demikian juga halnya dengan manusia di era Postmodern yang tidak mau mengakui
universalitas kebenaran dan ingin menciptakan kebenaran sendiri dan akhirnya masuk dalam satu
kekacauan moralitas. Augustinus mengatakan bahwa manusia perlu makna, sebab tanpa makna manusia
kehilangan arah bagi moral, landasan, tujuan, motivasi, dan presaposisi hidup. Bahkan dalam bukunya yang
terkenal yang berjudul “My Confession” ia menuliskan perkataan yang begitu terkenal: “Ya Tuhan, Engkau
telah menciptakan kami bagi diri-Mu dan hati kami tidak akan pernah mendapatkan kelegaan sampai
menemukannya di dalam Engkau.” Kita memerlukan satu as yang cukup kuat, berdaulat dan benar, yang
tidak dapat diperoleh dengan kebenaran yang kita ciptakan, melainkan harus dari Allah. Sebagai orang
Kristen yang telah mengalami anugerah Tuhan yang besar, seringkali kita tidak memahami hal ini dan
bahkan hidup tanpa makna. Setelah menerima Tuhan Yesus, kita menganggap semua sudah selesai hidup
kita sudah sangat bermakna. Namun mari kita mengevaluasi danmerefleksikan kehidupan kita, apakah
hidup kita sudah benar-benar bermakna melalui buah-buah yang dihasilkan.
317 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

Apakah kita telah tahu maksud keberadaan kita di dunia dan maksud Tuhan masih membiarkan kita di
dunia? Dan apa misi hidup pribadi kita yang akan kita realisasikan? Di dalam setiap orang panggilan Tuhan
bersifat sama namun di dalam setiap pribadi kita panggilan itu bersifat unik dan pribadi. Jangan cepat puas
jikalau saudara sudah menemukan jawabannya karena kita harus menguji jawaban tersebut apakah sesuai
dengan kebenaran-kebenaran firman Tuhan. Stephen Covey mengatakan, “Apa yang akan kita lakukan
jikalau kita telah mencapai posisi diatas dari suatu dinding namun ternyata tangga kita sudah bersandar
pada dinding yang salah?” Tanpa kembali pada Tuhan kita tidak akan mencapai suatu penyelesaian dan
justru menjadi suatu yang humanis. Ada dua kemungkinan yang terjadi jikalau saudara tidak memiliki
jawaban atas pertanyaan tersebut:

1. Saudara mungkin sudah memikirkan makna dan tujuan dari hidup saudara namun itu masih di
dalam satu proses, sehingga belum ada satu formulasi yang jelas dan tuntas. Saya mendorong saudara
untuk terus melanjutkannya, karena sebelum hal ini saudara dapatkan maka saudara akan memberikan
waktu, tenaga dan hidup saudara hanya untuk sesuatu yang sia-sia dan tidak tepat.

2. Mungkin saudara tidak dapat menjawab karena saudara belum memiliki makna hidup yang jelas
dalam hidup saudara.
Di sini terdapat beberapa ciri dari kehidupan yang tanpa makna: pertama, orang yang sering dilanda
kebosanan sehingga ia perlu mencari hiburan untuk menghilangkan kebosanannya. Kebosanan
menunjukkan gejala bahwa di dalam diri kita ada sesuatu yang sangat penting yang belum kita dapatkan.
Oleh sebab itu kebosanan seharusnya tidak boleh membawa kita segera melakukan pelepasan dengan
suatu aktivitas untuk pembiusan diri, karena itu akan berdampak kita kembali pada problem yang sama
yang belum terselesaikan. Ketika kita mendapatkan suatu wawasan/makna akan apa yang kita lakukan
maka semuanya itu akan menjadi suatu yang indah, walaupun untuk itu kita harus menghadapi suatu
penderitaan. Kedua, Hidup dengan menghabiskan waktu. Seringkali hidup kita banyak dihabiskan untuk hal-
hal yang tidak berarti dan tidak dapat kita pertanggungjawabkan. Ketika masih berada di SAAT, saya ingat
waktu itu harus mencuci baju sendiri. Pada mulanya saya berpikir bahwa saya disitu untuk belajar teologi
dan bukannya untuk mencuci baju, namun saya juga tidak mungkin membuang semua baju itu dan
akhirnya saya mengerti bahwa itu juga merupakan bagian saya melayani dan mengabdi pada Tuhan. Di da-
lam segala sesuatu jikalau kita tidak dapat menemukan suatu makna maka itu akan menjadi sesuatu yang
memberatkan kita. Walker Percy mengatakan: “Kendati kita hidup dalam masa kemakmuran yang tidak
pernah ada sebelumnya, tetapi saat ini kita hidup di dalam jaman “thanatos” (Yunani) atau kematian, satu
masa yang penuh dengan mayat hidup.” Banyak orang yang secara fisik hidup tetapi secara spiritual, emo-
sional dan intelektual mati. Mereka menjadi mayat hidup yang tidak ada suatu landasan untuk
mengarahkan pada apa yang benar, bernilai dan berharga untuk diperjuangkan didalam intelektual,
emosional dan spiritualnya. Apakah ini adalah satu gejala dalam kehidupan kita?

Ketiga, Kita mungkin mengejar suatu yang jika dievaluasi bukanlah pemenuhan makna kita yang
sesungguhnya. Kita harus kembali pada sesuatu yang basic yaitu Alkitab, ajaran yang sederhana, kembali
pada Tuhan, belajar kebenaran dan taat kepada-Nya. Dalam 1 Pet 1:18 dikatakan bahwa untuk menebus
manusia, Allah bukan mengirimkan malaikat atau menciptakan satu ciptaan yang baru melainkan Allah
memberikan anak-Nya yang tunggal, darah pengorbanan yang lebih daripada apapun yang ada di dunia,
dan itu bukan berarti keselamatan yang dihasilkan adalah suatu yang remeh! Justru keselamatan dengan
pengorbanan yang begitu besar itu akan menghasilkan orang-orang tebusan yang mengenapkan rencana
Tuhan yang agung dan mulia. Bahkan dalam Mazmur 73 dikatakan bahwa asal ada Tuhan maka itu sudah
318 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

cukup. Apakah kita telah menemukan kecukupan tersebut? Keselamatan dari Tuhan akan menghasilkan
satu kehidupan yang dilepaskan daripada kesia-siaan dan akhirnya menghasilkan satu kehidupan yang baru,
yaitu kehidupan yang mulia, agung dan sangat indah. Kita harus memahami identitas kita yang baru sebagai
anak Allah, dengan demikian itu akan mempengaruhi seluruh pola hidup kita.

Seringkali kita masih melihat banyak orang Kristen yang hidup sia-sia, tanpa makna dan rusak secara moral;
atau jikalau mereka masih orang Kristen yang baik tetapi tidak lagi mempunyai satu kemampuan, kecuali
sudah baik secara sosial life, itu sudah cukup. Hal yang demikian akan sangat menyenangkan iblis karena itu
berarti laskar-laskar sudah tumpul dan tidak berbahaya lagi. Di sini saya melihat terdapat beberapa
kegagalan karena pengertian yang salah terhadap iman: pertama, iman harus dimengerti bukan sebagai
satu pemberian hadiah tiket nonton film, tetapi iman itu lebih cocok dimengerti sebagai satu pencangkokan
dari satu carang kepada satu pohon pokok, sehingga akan ada satu kesatuan dan pengaliran sumber hidup
dari pokok tersebut. Iman yang hidup adalah di mana hidup kita ada dan berakar di dalam Dia. Yang kedua,
iman itu seperti pernikahan dari dua orang kekasih yang saling mencintai dengan begitu tulus. Ketika kita
melihat seorang bujangan yang setelah menikah dia merasa bahagia namun kemudian ia tinggalkan
isterinya, kita pasti akan merasa bahwa orang tersebut tidak sewajarnya berbuat demikian. Namun kita
seringkali tanpa sadar telah berbuat hal yang sama di dalam hidup rohani kita! Ketika kita telah menerima
Tuhan Yesus, kita bersukacita karena mendapat keselamatan, namun setelah itu meninggalkan-Nya dan hi-
dup tanpa makna. Iman harus dimengerti seperti pernikahan, di mana di dalamnya ada satu kejelasan,
komitmen yang menyatu dan tidak terpisahkan, dan di dalamnya terjadi satu dinamika hubungan yang akan
menghasilkan buah-buah keindahan yang semakin indah.

Keempat, Iman adalah satu persandaran/satu komitmen pribadi lepas pribadi. Keempat, Iman harus juga
dimengerti di dalam aspek yang lebih luas yaitu satu sistem kepercayaan yang kita masuk dan hidup di
dalamnya. Sehingga iman adalah melihat realita lebih utuh dan tidak terbatas pada hal-hal yang duniawi
saja. Kita seharusnya memiliki anugerah yang membuat orang lain iri dan bukannya kita yang iri kepada
orang non Kristen, karena kita adalah orang yang paling berbahagia, dilimpahi dengan anugerah. Ketika kita
lihat realita kehidupan masyarakat sangat payah, itu menunjukkan bahwa mimbar gereja, fungsi keasinan
garam dan terang dari gereja sudah begitu lemah, sehingga banyak hal yang perlu kita doakan dengan
sungguh-sungguh supaya kebenaran Tuhan boleh dinyatakan dan Tuhan membukakan perspektif kita, dan
dalam banyak hal yang salah boleh diperbaiki. Orang Kristen boleh tetap hidup dalam dunia dengan satu tu-
juan utama yaitu pembaharuan pribadi sehingga orang boleh kembali pada Tuhan. Disini kita melihat bah-
wa keselamatan itu menghasilkan kehidupan yang indah dan memiliki suatu yang lain guna diperjuangkan.
Mari kita mencari dan memformulasikan maksud Tuhan di dalam hidup kita masing-masing! Kiranya Tuhan
menolong kita sehingga kita boleh hidup memberi satu makna dengan teguh tak tergoncangkan. Tuhan
memberkati kita semua.

Amin!
319 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

P
Paan
nggg
giilla
annm
meem
mbbe
erriitta
akka
ann IIn
njjiill
Oleh: Pdt. Sutjipto Subeno

Nats: Kisah 28:17-29

17 Tiga hari kemudian Paulus memanggil orang–orang terkemuka bangsa Yahudi dan setelah
mereka berkumpul, Paulus berkata: "Saudara–saudara, meskipun aku tidak berbuat
kesalahan terhadap bangsa kita atau terhadap adat istiadat nenek moyang kita, namun
aku ditangkap di Yerusalem dan diserahkan kepada orang–orang Roma.
18 Setelah aku diperiksa, mereka bermaksud melepaskan aku, karena tidak terdapat suatu
kesalahanpun padaku yang setimpal dengan hukuman mati.
19 Akan tetapi orang–orang Yahudi menentangnya dan karena itu terpaksalah aku naik
banding kepada Kaisar, tetapi bukan dengan maksud untuk mengadukan bangsaku.
20 Itulah sebabnya aku meminta, supaya aku melihat kamu dan berbicara dengan kamu,
sebab justru karena pengharapan Israellah aku diikat dengan belenggu ini."
21 Akan tetapi mereka berkata kepadanya: "Kami tidak menerima surat–surat dari Yudea
tentang engkau dan juga tidak seorangpun dari saudara–saudara kita datang
memberitakan apa–apa yang jahat mengenai engkau.
22 Tetapi kami ingin mendengar dari engkau, bagaimana pikiranmu, sebab tentang mazhab
ini kami tahu, bahwa di mana–manapun ia mendapat perlawanan."
23 Lalu mereka menentukan suatu hari untuk Paulus. Pada hari yang ditentukan itu
datanglah mereka dalam jumlah besar ke tempat tumpangannya. Ia menerangkan dan
memberi kesaksian kepada mereka tentang Kerajaan Allah; dan berdasarkan hukum Musa
dan kitab para nabi ia berusaha meyakinkan mereka tentang Yesus. Hal itu berlangsung
dari pagi sampai sore.
24 Ada yang dapat diyakinkan oleh perkataannya, ada yang tetap tidak percaya.
25 Maka bubarlah pertemuan itu dengan tidak ada kesesuaian di antara mereka. Tetapi
Paulus masih mengatakan perkataan yang satu ini: "Tepatlah firman yang disampaikan
Roh Kudus kepada nenek moyang kita dengan perantaraan nabi Yesaya:
26 Pergilah kepada bangsa ini, dan katakanlah: Kamu akan mendengar dan mendengar,
namun tidak mengerti, kamu akan melihat dan melihat, namun tidak menanggap.
27 Sebab hati bangsa ini telah menebal, dan telinganya berat mendengar, dan matanya
melekat tertutup; supaya jangan mereka melihat dengan matanya dan mendengar dengan
telinganya dan mengerti dengan hatinya, lalu berbalik sehingga Aku menyembuhkan
mereka.
28 Sebab itu kamu harus tahu, bahwa keselamatan yang dari pada Allah ini disampaikan
kepada bangsa–bangsa lain dan mereka akan mendengarnya."
29 (Dan setelah Paulus berkata demikian, pergilah orang–orang Yahudi itu dengan banyak
perbedaan paham antara mereka.)
320 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

Surat Kisah Rasul merupakan berita bagaimana para rasul dipakai pertama-tama oleh Tuhan untuk
memberitakan keselamatan di dalam Kristus. hal ini dimulai dengan kisah bagaimana Petrus berkhotbah di
hari Pentakosta yang akibatnya 3000 orang bertobat dan percaya pada Tuhan. Sehingga itu menjadi
anugerah yang begitu besar di mana Kekristenan mulai menyebar masuk ke seluruh Yudea, Asia kecil,
sampai di wilayah jasirah Yunani, dan dalam Kis 28 kita melihat Paulus tiba di Roma untuk memberitakan
Injil di tengah bangsa Roma hingga akhirnya ia dapat menerobos filsafat dan pusat pemerintahan Roma.
Sehingga merupakan satu hal yang unik sekali kalau kita memperhatikan bagaimana Injil dan Kekristenan
dapat tiba kepada bangsa-bangsa. Dan jika kita membaca akhir daripada Kisah para rasul, di situ terdapat
satu kesimpulan yang Paulus kutip dari kitab Yesaya: “Pergilah kepada bangsa ini, dan katakanlah: Kamu
akan mendengar dan mendengar, namun tidak mengerti, kamu akan melihat dan melihat, namun tidak
menanggap. Sebab hati bangsa ini telah menebal, dan telinganya berat mendengar, …”

Maka saat ini saya mengajak untuk memikirkan, mengapa pemberita injil tidak datang dengan kekuasaan
yang besar tetapi justru sebagai seorang tawanan. Ketika itu orang-orang Yahudi di kota Roma mau
mendengar apa yang Paulus ceritakan karena mereka tidak mau mendapat salah pengertian tentang satu
aliran yang begitu banyak mendapat perlawanan. Di satu pihak Kekristenan tidak pernah ingin memusuhi
siapapun tetapi ternyata Kekristenan dimusuhi oleh begitu banyak orang. Sehingga di sini timbul satu
pertanyaan, mengapa? Kemarin saya baru berbincang-bincang dengan seseorang yang mana sebenarnya
adalah seorang komunis dan ia mengatakan bahwa waktu mulai merenungkan dan memperhatikan
Kekristenan, ia tidak menemukan satu alasanpun untuk menghina dan menolak ajaran Kristus, yang datang
menjadi berkat, mengajarkan ajaran yang begitu agung dan di dalam tindakannya Ia tidak pernah
melakukan kekejaman sekalipun. Ini merupakan pengakuan yang jujur tetapi waktu itu ia mulai berkata,
mengapa ia sulit menerima Kristus. Ketika saya mulai merenungkan pertanyaan tersebut, saya rasa kita
semua harus sadar yaitu kalau kita boleh mengaku, bertobat dan percaya, itu mutlak adalah anugerah
Tuhan. Inilah yang diproklamasikan oleh para reformator dengan Sola Gracia.

Di sini terdapat keunikan yaitu ketika Paulus datang ke Yerusalem, ia membawa persembahan bagi orang
Yahudi tetapi kemudian ia ditangkap dan akan dibunuh. Kemudian setelah itu mereka mencari para saksi
dan melakukan persidangan, tetapi hingga dikirim ke Kaisarea dan Agripa, mereka tidak dapat menemukan
kesalahan apapun. Akhirnya waktu dalam keadaan genting, Paulus menggunakan hak sebagai warga negara
Roma dan ia tidak mau diadili di Yerusalem tetapi minta naik banding ke kaisar yang akhirnya dikirim ke
Roma. Dalam keadaan sebagai tawanan, akhirnya Paulus cukup bebas sehingga ia dapat mengumpulkan
orang Yahudi kemudian berkhotbah dari pagi sampai sore kepada mereka dan saat itu juga timbul
perdebatan di antara mereka yang akhirnya menghasilkan sebagian orang percaya tetapi ada yang tetap
tidak percaya.



1. Dimensi Penerima. Ketika Paulus tiba di Roma maka mereka harus sadar bahwa itu adalah
anugerah di mana pada kesempatan itu mereka dimungkinkan mendapatkan anugerah luar biasa,
mendengar Injil dan berespon kepada Tuhan. Anugerah Allah mendahului respon manusia, ini merupakan
prinsip pertama. Ketika saya memikirkan hal ini, saya percaya Tuhan memanggil kita begitu unik dan
berbeda sekali. Ada orang yang bertobat karena setiap minggu di telepon dan diajak temannya ke gereja,
karena ada orang yang dengan setia menyebarkan traktat atau mungkin karena setiap kali ia berangkat dan
pulang kantor harus menunggu bis di halter di depan gereja. Sehingga cara kita bertobat tidak sama dengan
orang lain karena kita bukan mesin atau robot yang diprogram. Itu alasan bagi saya, dunia kita boleh maju
321 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

tetapi saya sangat menentang apa yang menjadi ide Cyber Church (Gereja Internet) karena itu tidak dapat
menggantikan gereja orisinil seperti kita saat ini. Begitu kita tidak ke gereja dan tidak ada gereja seperti ini
maka seluruh inti gereja yang namanya marturia, koinonia dan diakonia hilang dari tugas kegerejaan,
persekutuan dan kesaksian kita sehingga kita tidak dapat mengharapkan orang lain bertobat. Diakonia
adalah saling melayani dan kalau di cyber seperti itu maka tidak ada yang dilayani dan itu semua yang
dinamakan virtual fellowship (persekutuan semu yang tidak original). Tetapi satu prinsip yang jelas bahwa kita
tidak pernah bertobat sendiri tetapi karena Tuhan berinisiatif menembus hati kita dan mempertobatkan
kita. Seberapa jauh kita menyadari anugerah Tuhan maka sedemikian jauh kita mengerti Tuhan sudah
beranugerah kepada kita dan kita boleh berespon kepada Dia. Biarlah ini boleh menimbulkan satu
kesadaran kalau Tuhan boleh memungkinkan mengenal-Nya, bersyukur dan biarlah kita menghargai cara
unik Tuhan memanggil kita serta ini dapat menjadi kekuatan kita untuk boleh berpijak pada kesadaran
anugerah Tuhan. Bukan karena kita pandai dan hebat tetapi karena Tuhan mencintai dan mengasihi kita.

2. Ketika Paulus dapat sampai di kota Roma, itu merupakan satu anugerah yang unik dan dengan cara
yang unik juga. Ketika mengalami hal seperti itu, ia tidak mengomel, marah dan ketika ia naik banding
kepada kaisar, itu bukan dengan maksud mengadukan bangsanya dengan Romawi. Secara tampak luar,
memang Paulus ke Roma sebagai tawanan karena naik banding tetapi di dalam perjalanan itu sebenarnya
Tuhan sudah berkata kepada Paulus melalui sebuah mimpi bahwa ia harus naik banding dan menjadi berkat
bagi kota Roma. Ia pergi sebagai tawanan yang mengalami penderitaan, ketika ia ke Roma, keadaannya
sangat tidak menolong di mana berbulan-bulan harus di kapal, 14 hari kelaparan bersama dengan
penumpang kapal dan hampir mati. Banyak kesulitan lain tetapi justru melalui kesulitan itu Tuhan memakai
dia untuk memberitakan Injil. Kadangkala Tuhan membawa kita mengerti anugerah tetapi kita mau
menghentikan anugerah di dalam diri kita. Kita harus sadar bahwa itu bukan cara yang Tuhan mau, kalau
Tuhan sudah memberi anugerah, berkat dan menolong kita bertobat, kita harus ingat bahwa justru itu
tanggung jawab kita untuk berespon, melayani dan dipakai Tuhan. Dan ketika Ia mau memakai saudara dan
saya maka mari kita berpikir seperti Paulus dan sadar di dalam dalam segala keadaan Tuhan dapat pakai
kita. Seringkali kita mau dipakai Tuhan asalkan caranya enak, asal kita tidak mengalami penganiayaan
karena pemberitaan Injil yang sejati, tidak mengalami masalah, dsb. Serta kadangkala kita mau mengatur
cara kita melayani tetapi Tuhan mau memakai kita lebih efektif dari yang kita pikirkan. Mungkin kita
berpikir bahwa kalau kita sehat dapat memberitakan Injil secara lebih efektif dan berkuasa, namun
seringkali justru dalam banyak aspek kalau kita mengalami penyakit tertentu, itu justru menjadi satu
kekuatan bagi kita untuk mengajar, mendidik, menguatkan dan menghibur orang yang dalam penyakit yang
sama. Seorang yang pernah mengalami kesulitan dan penderitaan, itu saatnya ia dapat memberitakan Injil
kepada orang lain yang dalam kesulitan yang sama.

Kalau kita mengalami sesuatu dan Tuhan mau pakai kita di dalam keadaan itu, mari Tuhan pakai kita,
jangan kita justru mengomel dan marah. Kita harus sadar bahwa Tuhan dapat memakai kita dengan cara
yang unik berdasarkan kehendak Dia. Mari kita dipakai Tuhan dalam keadaan kita, jangan pernah
menyesali, marah atau protes kalau Tuhan memperkenankan kita berada dalam satu situasi tertentu,
sebelum kita mengerti benar-benar apa yang Tuhan inginkan di dalam keadaan kita itu. Justru Tuhan
kadangkala membiarkan kita memasuki satu daerah, situasi dan masalah tertentu demi supaya Tuhan
dapat memakai kita secara lebih efektif di dalam pekerjaan Tuhan. Saya tidak tahu bagaimana Tuhan akan
pakai kita, tetapi biarlah hari ini kita boleh kembali disadarkan seperti Paulus yang dapat dipakai oleh Tuhan
di dalam segala keadaannya baik dalam keadaan enak maupun dalam keadaan sakit, baik dalam keadaan
merdeka maupun dalam keadaan sebagai tawanan sehingga di dalam keadaan apapun ia siap dipakai
322 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

Tuhan dan itu menjadi kekuatan dia membritakan Injil dan melayani Tuhan. Apa yang sudah kita kerjakan di
hadapan Tuhan? Saya percaya bahwa setiap kesempatan dipakai untuk menjadi alat Tuhan memberitakan
Injil dan salah satunya saya sedang berdoa, mungkinkah Natal tahun ini juga dipakai oleh Tuhan untuk kita
boleh memberitakan Injil.

Natal adalah satu peristiwa yang unik sehingga melalui Natal ini biarlah kita boleh dipakai membicarakan
Injil Tuhan kepada orang lain. Mungkin saat ini ada orang-orang yang selama ini sedang menanti Injil Tuhan
tiba padanya di mana ia dapat bertobat sehingga ketika memasuki tahun yang baru ia boleh masuk dengan
satu pikiran, hidup, konsep dan pertobatan kelahiran baru yang Tuhan berikan kepadanya. Maukah kita
dipakai oleh Tuhan untuk menjadi alat Tuhan memberitakan Injil? Biarlah Tuhan pakai saudara dan saya
menjadi alat Tuhan yang melayani, khususnya di saat kita masih mempunyai beberapa hari menjelang akhir
tahun ini. Mau saudara?

Amin!
323 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

D
Dii h
haad
daap
paan
n tta
ahhu
unnb
baarru
u
Oleh: Pdt. Sutjipto Subeno

Nats: Matius 28:19-20

19 Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa murid–Ku dan baptislah mereka dalam
nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus,
20 dan ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu. Dan
ketahuilah, Aku menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman."

Dengan adanya perkembangan komputer (internet) maka seluruh dunia sepertinya dapat dijangkau dengan
sangat dekat di mana kita dapat berkomunikasi dengan murah dan cepat, dan bukan hanya itu, bahkan kita
dapat melihat secara audio visual. Namun saat ini ketika akan memasuki tahun baru, banyak orang
ketakutan kalau seluruh komputer berhenti beroperasi karena tidak mengerti menghitung tahun 2000.
Demikian juga halnya dengan bank-bank pada tanggal 31 Des 1999, setelah bank tutup mereka harus
mencetak dan memback-up data semua nasabah demi tidak terjadinya hal-hal yang tidak terduga dan itu
semua akan menghabiskan kertas, biaya, listrik dan operasional yang sangat banyak. Bukankah hal-hal
seperti ini dapat membuat kita memasuki tahun 2000 dengan ketakutan luar biasa. Di lain pihak, kita juga
menghadapi ketakutan melihat peperangan dan kekacauan semakin banyak sehingga hal itu menimbulkan
satu pertanyaan, mungkinkah tahun yang akan datang dunia dapat lebih tenang ataukah akan lebih banyak
pembunuhan, penghancuran dan kekacauan? Tetapi paradoksnya, semakin banyak ketakutan kita
memikirkan tahun 2000 maka ada banyak orang yang hari ini sangat optimis terhadap kemajuan yang akan
datang. Di tengah situasi demikian, kalau kita menjadi orang yang mudah diombang-ambingkan oleh
berbagai macam permainan palsu manusia maka akhirnya kita akan menghadapi masa depan dengan
sangat tidak mengerti apa yang harus kita lakukan.

Hari ini kita akan belajar bagaimana Tuhan mengajar kita menghadapi dunia dan situasi masa
mendatang.
1. Tuhan mengajar kita untuk riil melihat semua dimensi dengan tajam dari sudut pandang Tuhan
terhadap dunia ini. Mari kita mengerti perkembangan dunia dari sudut pandang Tuhan sehingga kita tidak
perlu ditipu dengan berbagai macam mimpi di siang hari dengan meniadakan semua gejala yang ada tetapi
di lain pihak kita juga tidak berhak ditakut-takuti begitu rupa hingga akhirnya tegang dan tidak dapat
berpikir lagi secara normal. Dunia tidak mengerti karena sedang sibuk dengan pemikiran dan caranya yang
sudah rusak akibat dosa. Maka ketika Tuhan mengajak kita melihat dari sudut pandang-Nya, di situlah kita
mempunyai visi dan kemampuan menerobos di atas fenomena yang terjadi dan bagaimana kita tetap
324 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

mengerti dan melihat situasi, lalu dengan cermat menapak. Mari kita kembali merenungkan apa yang
Kristus perintahkan pada kita dalam Mat 28:19-20. Sebelum Tuhan Yesus kembali ke Surga, Ia memberikan
perintah yang kita kenal sebagai amanat agung Tuhan Yesus di mana dimulai dengan kalimat “Karena itu
pergilah!” Kalimat ini bagi saya merupakan satu hal yang sangat menantang dan saya harap ini menjadi jiwa
Kekristenan. Tuhan memanggil kita bukan untuk menikmati kekristenan tetapi untuk pergi, menghasilkan
buah dan buah itu tetap, itulah yang Tuhan tetapkan bagi setiap kita. Kristus menuntut kita mempunyai
jiwa maju dan berkembang, seperti lagu Halleluya Chorus yang diciptakan oleh Handel yang menandakan
bagaimana kita dapat memuji Tuhan dengan jiwa dan dinamik yang keras. Dunia kita semakin hari semakin
cepat, agresif dan mau melanda seluruhnya bagaikan air bah yang mau menghancurkan apapun yang ada
didepannya, bagaimana dengan sikap kekristenan? Apakah Kekristenan menjadi orang-orang yang pasif?
Semakin saudara menyadari berapa mahal jiwa dan hidup saudara maka itu membuat engkau semakin
dipakai Tuhan semakin hari. Karena kalau iman Kristen kita tidak bertumbuh dengan baik dan
mempercepat jarak kita maka kita akan menjadi orang-orang yang lambat di dalam kehidupan kita.

2. Bagaimana kita boleh sungguh-sungguh berpikir dan menggumulkan perintah kedua dari Kristus
yaitu, “Jadikanlah semua bangsa murid-Ku.” Mari kita menjadi orang-orang yang Tuhan pakai tidak hanya
berhenti dalam diri atau gereja kita tetapi boleh dipakai menjadi berkat bagi banyak orang sehingga mereka
boleh mengenal Tuhan. Saya kagum ketika bertemu dengan pasangan suami istri dari Jepang di mana
gereja mereka adalah gereja yang terus-menerus mengirimkan misionari ke luar negeri. Sehingga gereja
seperti ini merupakan gereja yang akan bertumbuh karena panggilannya bukan hanya sebatas dalam
gerejanya tetapi ke seluruh dunia. Saya berharap setiap kita mempunyai beban ini secara besar di dalam
hati kita dan mari kita mempunyai visi yang semakin hari semakin diperluas oleh Tuhan. Dan di dalam
panggilan kedua ini saya berharap Tuhan juga mendorong kita untuk dapat memuridkan orang lain. Tuhan
memangggil kita untuk pergi bukan sekedar untuk menginjili orang lain tetapi untuk memuridkan orang
lain, menjadikan semua bangsa murid Tuhan. Ini adalah panggilan yang Tuhan minta kepada setiap kita.

Dalam abad ini kita akan berhadapan dengan situasi yang sangat berat karena orang sulit menjadi murid
tetapi ingin menjadi guru/ boss. Banyak orang yang hanya mau mendengarkan apa yang ingin mereka
dengar dan mau memerintahkan segala sesuatu serta tidak pernah mau belajar sesuatu. Jiwa belajar
biarlah menjadi jiwa yang sungguh-sungguh boleh memperngaruhi diri kita. Setiap murid Yesus tidak ada
yang langsung diutus pergi, melainkan harus belajar bersama Kristus, baru setelah itu ada pengutusan.
Setelah Paulus bertobat, iapun harus belajar, pergi ke Arab dan kemudian ia bersama Barnabas melakukan
pelayanan pertama kali ke kota Anthiokia, sehingga akhirnya kota tersebut menjadi pusat kekristenan yang
berkembang dan jemaat di sana disebut sebagai orang Kristen pertama kalinya. Pauluspun harus menjalani
masa belajar 12 tahun dan setelah itu selama sekitar 23 tahun ia melayani serta menghasilkan penulisan
Alkitab 13 buku dalam PB. Bagaimana Kekristenan dapat memuridkan, menyadarkan dan mengajarkan
kepada orang lain kalau Kekristenan sudah begitu lumpuh, tidak mengerti dan mempermainkan Injil.
Bagaimana dalam diri kita ada satu kerelaan mau bertumbuh? Mari kita sadar, dunia kita terus maju dan
bertumbuh sehingga bagaimana kalau kita secara iman tidak bertumbuh dapat melawan dunia kita? Tuhan
menjadikan kita murid supaya kita dapat memuridkan orang lain.

3. Baptislah mereka dalam nama Bapa dan anak dan Roh Kudus. Kalimat ini seringkali di
salahmengerti di mana orang dengan mudahnya membaptis padahal orang tersebut belum mengerti apa
arti sesungguhnya daripada baptisan tersebut, sehingga ini merupakan satu sikap yang terlalu
mendangkalkan pengertian Firman. Baptisan sesungguhnya mempunyai arti di mana saudara diminta
berdiri dan mengaku percaya bahwa Yesus Kristus adalah satu-satunya Juru Selamat, Alkitab adalah satu-
325 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

satunya kebenaran dan percaya bahwa saudara harus menjadi anak Tuhan yang setia melayani, serta hidup
sebagai saksi yang menjaga kehidupan kesucian dan sikap di hadapan Tuhan dan jemaat. Itulah yang
menjadi inti dari proklamasi baptis yang menyatakan bahwa anugerah Tuhan turun keatas saudara,
merubah cara berpikir, membentuk hati dan pikiran sehingga saudara berubah dari dunia ini karena
anugerah Tuhan mendahului. Baru setelah itu kita memproklamasikan di tengah jemaat bahwa anugerah
Tuhan sudah turun atas saudara. Itu alasannya gereja Reformed tidak sembarangan dalam membaptiskan
orang dan kita menuntut mereka untuk melakukan katekisasi sehingga mereka mendengar, mengerti
dengan sungguh-sungguh dan kemudian baru dibaptis. Baptisan adalah perintah Tuhan supaya orang
Kristen, siapapun dia yang mendengar berita kebenaran, tiba pada satu tingkat berani memproklamasikan
diri di hadapan jemaat dan masyarakat bahwa kita adalah anak Tuhan yang siap menjalankan apa yang
Tuhan inginkan. Waktu kita berjanji di hadapan Tuhan berarti Tuhan akan menghakimi apa yang kita
katakan dan janji itu menjadi komitmen di hadapan Tuhan yang harus dipertanggungjawabkan di dalam
hidup. Itu prinsip! Inilah pengertian yang sesungguhnya bahwa baptisan bukan berhenti di dalam tindakan
baptisan itu sendiri tetapi di dalam pelaksanaannya terdapat isi dan bobot yang begitu besar yang Tuhan
minta setiap kita melakukannya. Tuhan meminta kita mempunyai komitmen sesuai dengan baptisan kita
sehingga di mana terdapat tindakan baptisan yang tidak menuntut komitmen iman maka di situ tidak ada
keabsahan baptisan. Saya harap kita jemaat Tuhan jangan lagi malu menyatakan diri sebagai orang Kristen
karena itu justru identitas yang begitu mulia yang orang lain perlu punya tetapi mereka tidak sadar kalau
mereka perlu.

4. “Ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu.” Ini jiwa dan
tuntutan terakhir! Tahun 2000 nanti kita akan menghadapi satu situasi yang sangat pelik di mana iman
Kristen di tengah dunia akan semakin menghadapi tantangan yang sangat berat, akibatnya ketika kita mau
maju dan mau menjalankan apa yang Tuhan perintahkan, sepertinya ada satu tahanan yang begitu besar
yang membuat seolah-olah kita tidak dapat masuk. Di tengah situasi demikian, Tuhan mau kita tetap
beritakan dan ajarkan semua yang telah Ia perintahkan kepada kita. Dalam 2 Tim 4, Paulus sudah memberi
peringatan bahwa dunia akan menghindar dari ajaran sejati yaitu Firman tetapi mereka akan membuka
telinga mereka bagi dongeng. Maka di dalam situasi demikian akan terjadi ketegangan di dalam Kekristenan
sebab banyak Kekristenan hari ini yang hanya mau mengajarkan hal yang mudah diterima masyarakat. Itu
alasan mimbar di sini dari sejak pertama berdiri untuk setia mengeksposisi Firman Tuhan.

Saya rindu kita mulai belajar baik-baik selama masih ada kesempatan, karena mungkin satu hari nanti
kesempatan ini hilang. Mari kita benar-benar memberitakan apa yang Tuhan perintahkan untuk
diberitakan, mau setia kepada Firman dan bukan memberitakan mulut ataupun ide kita sendiri. Tuhan tidak
pernah mencabut amanat agung ini dari 2000 tahun yang lalu, dan hingga sekarang tetap relevan serta perlu
bagi dunia ini. Mari kita memasuki tahun 2000 dengan kesetiaan, “Karena itu pergilah, jadikanlah semua
bangsa murid-Ku dan baptiskanlah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus, dan ajarlah mereka
melakukan segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu. dan ketahuilah, Aku menyertai kamu
senantiasa sampai kepada akhir zaman.”

Amin!
326 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

M
Maak
knna
ahhiid
duup
p
Oleh: Pdt. Solomon Yo

Nats: Mazmur 90:12-17/ Yoh.6:26-27/ Yoh.2:15-17

Mazmur 90

12 Ajarlah kami menghitung hari–hari kami sedemikian, hingga kami beroleh hati yang
bijaksana.
13 Kembalilah, ya TUHAN––berapa lama lagi? ––dan sayangilah hamba–hamba–Mu!
14 Kenyangkanlah kami di waktu pagi dengan kasih setia–Mu, supaya kami bersorak–sorai
dan bersukacita semasa hari–hari kami.
15 Buatlah kami bersukacita seimbang dengan hari–hari Engkau menindas kami, seimbang
dengan tahun–tahun kami mengalami celaka.
16 Biarlah kelihatan kepada hamba–hamba–Mu perbuatan–Mu, dan semarak–Mu kepada
anak–anak mereka.
17 Kiranya kemurahan Tuhan, Allah kami, atas kami, dan teguhkanlah perbuatan tangan
kami, ya, perbuatan tangan kami, teguhkanlah itu.

Yohanes 6

26 Yesus menjawab mereka: "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya kamu mencari Aku,
bukan karena kamu telah melihat tanda–tanda, melainkan karena kamu telah makan roti
itu dan kamu kenyang.
27 Bekerjalah, bukan untuk makanan yang akan dapat binasa, melainkan untuk makanan
yang bertahan sampai kepada hidup yang kekal, yang akan diberikan Anak Manusia
kepadamu; sebab Dialah yang disahkan oleh Bapa, Allah, dengan meterai–Nya."

Yohanes 2

15 Ia membuat cambuk dari tali lalu mengusir mereka semua dari Bait Suci dengan semua
kambing domba dan lembu mereka; uang penukar–penukar dihamburkan–Nya ke tanah
dan meja–meja mereka dibalikkan–Nya.
16 Kepada pedagang–pedagang merpati Ia berkata: "Ambil semuanya ini dari sini, jangan
kamu membuat rumah Bapa–Ku menjadi tempat berjualan."
17 Maka teringatlah murid–murid–Nya, bahwa ada tertulis: "Cinta untuk rumah–Mu
menghanguskan Aku."

Beberapa saat ini saya banyak memikirkan mengenai masalah kematian karena saya melihat banyak
kejadian yang berkenaan dengan hal tersebut, salah satunya adalah orang yang mengalami kecelakaan
sepeda motor dan akhirnya jatuh menggelepar lalu meninggal. Ada orang yang mengumpulkan uang demi
masa depannya tetapi kemudian karena mempunyai penyakit yang kronis, mereka harus mengeluarkan
327 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

uang yang tidak sedikit dan belum tentu dapat sembuh seperti semula. Saya kaget ketika menyadari bahwa
diri saya tidak terkejut bahkan rasanya sudah menjadi biasa dengan masalah di Aceh, masalah ekonomi,
politik dan berbagai hal serta kerusuhan yang terjadi. Apa sebenarnya arti hidup manusia itu?

Mari kita mohon bijaksana dari Tuhan agar dapat menjalani hidup dengan penuh makna dan memasuki
tahun-tahun yang tidak mudah dengan kepekaan terhadap apa yang terjadi di Indonesia. Saat ini saya akan
memperlakukan beberapa poin, yaitu:

1. Hidup ini begitu singkat dan penuh dengan kesulitan. Dalam kehidupan yang realistis ini banyak
kesulitan yang sering kita alami sehingga anugerah Tuhan diperlukan supaya kita dapat menemukan arti
hidup yang sebenarnya. Ketika dalam kesulitan kita lebih memerlukan Tuhan karena saat itu kita terlalu
lemah dan Dialah yang sanggup menopang kita. Hal yang terpenting bagi manusia adalah memikirkan
mengenai kebenaran yaitu pencarian mengenai makna hidup. Jikalau tidak ada Allah maka tidak ada
sesuatu objective truth untuk memberikan dasar bagi makna maka tidak ada arti bagi hidup manusia dan
jikalau ada Allah maka hidup manusia harus didapatkan dalam Dia, ini diungkapkan di dalam pemikiran
Socrates, Plato maupun Aristoteles. Federick Niche yang meninggal pada 1900 sudah meramalkan apa yang
terjadi pada abad 20 tetapi tetap melawan Tuhan. Demikian juga Jean Paul Sartre mengatakan, “Jikalau
tidak ada Allah maka manusia bebas berbuat apa saja tetapi ia tidak akan mempunyai suatu landasan bagi
hidupnya dan hidupnya akan kosong.” Saudara, kita bersama Agustinus mengakui bahwa Tuhan telah
menciptakan kita dan hati kita tidak ada kepuasan, kelegaan dan damai sebelum menemukannya di dalam
Tuhan. Orang Kristen tidak ada permasalahan dengan makna hidup tetapi apakah ia secara konsisten
merealisasikan makna yang mereka akui di mulut di dalam hidup mereka sehari-hari.

Ketika suatu kali saya melihat ada seorang anak yang masih berumur lima tahun tetapi sudah memakai
pakaian seperti orang dewasa, saya jadi teringat akan dua cover majalah yang menggambarkan pria dan
wanita dengan pakaian dewasa sedangkan gambar yang satu menggambarkan orang yang sama tapi
menggenakan pakaian anak-anak. Anak-anak sekarang telah dimanipulasi oleh model sehingga jika sampai
terjadi pelecehan terhadap anak-anak, salah satunya kesalahan orang tua yang membiarkan mereka
berpakaian tidak benar sehingga merangsang pemikiran-pemikiran yang tidak baik. Bagaimana dengan
orang Kristen? Orang Kristen juga hampir sama, mereka memiliki Tuhan dan arti hidup tetapi mungkin yang
utama mereka pikirkan adalah uang dan kesenangan sehingga kita mengikuti dunia dan bukannya
memberikan arah bagi dunia. Filosofis maupun pshikologis menyatakan dengan jelas bahwa orang yang
mengejar kesenangan akan terperangkap dalam satu kesenangan yang tidak akan pernah terpuaskan
karena itu seperti mengejar bayangan dan akhirnya kita menjadi orang yang paling tidak bahagia.
Sesungguhnya yang dibutuhkan oleh manusia adalah makna di dalam Tuhan. Jikalau kita memiliki Tuhan,
walaupun cacat atau miskin tapi kita tetap bahagia lebih daripada orang yang memiliki segala kelancaran
tetapi hidup mereka begitu suntuk, gelap dan sungguh tidak ada maknanya.

2. Hidup kita berharga di mata Tuhan sehingga apa yang menjadi visi dan misi hidup kita? Tujuan
hidup kita adalah untuk menjadi orang yang Tuhan ingin kita menjadi, dan melakukan apa yang Tuhan ingin
kita lakukan. Banyak orang tidak mempunyai suatu gairah atau dinamika hidup karena tidak ada satu
sasaran yang cukup berharga untuk dikejar sehingga banyak hal-hal remeh yang kita pungut karena kita ti-
dak tahu itu merupakan kerugian yang paling tinggi. Tuhan mempunyai rencana masing-masing bagi setiap
kita maka kita tidak dapat menjadi pak Cipto, pak Tong, Billy Graham atau siapa saja karena setiap kita
mempunyai panggilan khusus yang secara specifik berbeda, kasih karunia, waktu dan situasi berbeda dan
itulah yang harus kita genapkan. Seperti John Sun, yang sekalipun hidupnya memungkinkan mencapai
328 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

hidup yang luar biasa baik secara status sosial dan kekayaan tetapi ia tinggalkan semuanya ketika ia
bergumul dan melihat seluruh dunia yang kosong dan akhirnya terpanggil menjadi hamba Tuhan. Di dalam
keluarga, apa maksud Tuhan kalau kita sebagai ibu rumah tangga dan demikian juga di dalam hal yang lain
maka itulah yang disebut sukses. Saya melihat konfirmasinya di dalam pribadi Yohanes Pembaptis dan
Tuhan Yesus. Yohanes Pembaptis dipenggal kepalanya ketika berusia sekitar 30 tahun tetapi Yesus
mengatakan bahwa yang pernah dilahirkan wanita tidak ada yang sebesar daripada Yohanes Pembaptis.
Demikian juga halnya dengan Yesus, Ia yang matinya begitu muda dan hina sekali tetapi tidak ada orang
yang lebih indah daripada-Nya. Yesus mengatakan bahwa janganlah kamu bekerja untuk yang binasa tetapi
yang bertahan hingga hidup yang kekal. Banyak hal dalam dunia ini harus kita lakukan sebagai tanggung
jawab tetapi jangan sampai kita mengerjakan hal-hal demikian dan melupakan yang bersifat kekal maka
kita adalah orang yang paling bodoh. Kita boleh kaya tetapi kekayaan itu akan menjadi investasi yang nol
jikalau bukan dalam kehendak Tuhan. Jikalau itu kita investasikan dalam kehendak Tuhan maka kekayaan
kita itu adalah sesuatu yang luar biasa dan kita bekerja bukan sekedar mencari nafkah untuk menyambung
hidup tapi hidup kita untuk sesuatu yang bernilai kekal.

3. Hidup kita adalah hidup untuk memperkenankan dan memuliakan Tuhan dan menikmati Dia. Allah
menghendaki kita menikmati anugerah-Nya dan bukan hanya bekerja berlelah-lelah sibuk melayani Tuhan
lalu marah terhadap Tuhan karena merasa begitu berjasa. Tuhan mempunyai hak untuk tidak memakai kita
sebab jikalau mau Ia dapat memakai cicak untuk dapat melayani-Nya dan batu untuk memuliakan nama
Tuhan. Sehingga kalau Tuhan mau memakai kita, kita harus bersyukur. Tuhan tidak pernah memperalat
manusia untuk kemuliaan-Nya karena Allah adalah Allah yang mempunyai kepenuhan dalam dirinya sediri
tetapi Ia ingin membagikan berkatnya pada kita supaya kita boleh menikmati anugerahnya. Pekerjaan
Marta di dapur itu perlu dan sangat dihargai tetapi jangan sampai ditukar dengan suatu pengetahuan,
persekutuan yang indah seperti yang dialami oleh Maria. Tuhan tidak mau memakai kita hingga kita sendiri
kering dan tidak menikmati hidup sebagai anak Tuhan, oleh sebab itu hubungan kita dengan Tuhan harus
menjadi sesuatu yang paling utama. Seringkali kita tidak sampai pada pengalaman tersebut sehingga doa
kita tidak menembus dan tidak ada satu hubungan pribadi dengan Tuhan sehingga Tuhan menjadi sesuatu
yang asing dan jauh dari kita. Mungkin pengalaman rohani kita hanya untuk dilihat dan dipengaruhi orang
sehingga kita menjadi pengecut dan tidak hidup otentik di hadapan Tuhan dan itu akan seperti orang Farisi
dan Hukum Taurat. Sebelum kita menjadi orang yang hidup di hadapan Tuhan, memang orang melihat,
menilai dan menghakimi kita, itu penting dan perlu kita perhatikan tetapi tidak lebih penting daripada
Tuhan melihat kita dan itu sering kita balik. Sehingga akhirnya pengalaman dan kegiatan rohani kita
merupakan sesuatu yang kosong.

4. Hidup ini merupakan persiapan menuju hidup kekal. Hidup memang fana, ada banyak masalah yang
harus kita lewati dan namun juga ada anugerah yang kita terima, tetapi kita harus ingat bahwa hidup kita
yang sementara ini akan kita lewati dan menuju pada kekekalan. Tetapi jangan juga menganggap bahwa
hidup kekal itu paling penting dan menganggap hidup yang sementara tidak penting sebab hidup kekal
nanti ditentukan oleh bagaimana kita menjalani kehidupan kita pada masa sekarang ini. Setiap apa yang
kita lakukan, pikirkan baik yang tersembunyi maupun yang terlihat, itu semua dinilai Tuhan. Satu hal yang
saya mengerti adalah bahwa jangan ketika saya tua saya melihat apa yang saya pegang erat adalah sesuatu
yang kosong belaka. Untuk itulah saya memikirkan apa yang saya lakukan harus mempunyai satu makna
yang kekal yaitu di dalam kehendak Tuhan. Waktu adalah kesempatan yang tidak dapat dinilai dengan uang
dan bahkan lebih dari apapun juga, dan itu berhubungan dengan kekekalan.
329 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

Di sini akan saya akhiri dengan satu cerita yang diambil dari buku “Waktu dan Hikmat” pak Stephen Tong
yang sedikit dimodifikasi. Suatu saat ada seorang pemuda yang terdampar di suatu pulau. Saat itu ia
sambut dan diperlakukan sangat baik namun akhirnya ia sadar bahwa suku tersebut percaya bahwa orang
yang terdampar merupakan kiriman dari para dewa untuk menjadi korban persembahan, sehingga orang
tersebut dirawat supaya gemuk dan sehat. Singkat cerita, ia mempunyai satu ide yang memungkinkan ia
tidak dijadikan korban, yaitu dengan memerintahkan pemuda yang kuat untuk membersihkan hutan yang
berbahaya tersebut. Sehingga ketika waktunya tiba, ia akan dipersembahkan jadi korban maka ia pergi ke
tempat tersebut dengan tenang karena ia sudah mempersiapkan masa depannya. Kita menabung uang dan
sebagainya demi masa depan anak kita tetapi apakah kita mempersiapkan masa depan kita yang luar biasa,
kekekalan yang tidak dapat tergantikan?

Marilah kita dengan iman mempersiapkan diri kita demi kekekalan kita. Hal yang paling mengerikan di
dalam kekekalan adalah penyesalan karena pertama, mungkin kita tidak mau terima Tuhan Yesus dan
kedua, mungkin kita sudah selamat tetapi tidak memanfaatkan hidup kita untuk mempersiapkan di
hadapan Tuhan sehingga secara jiwa selamat tetapi seperti orang kaya yang bodoh, kita miskin di hadapan
Tuhan. Biarlah dalam renungan yang kita dapatkan hari ini Tuhan bekerja, memberikan arah bagi
kehidupan kita sebagai orang Kristen yang sungguh-sungguh mempunyai makna dalam hidup dan
merealisasikan di dalam hidup yang praktis dengan satu tujuan dan dinamika sehingga memberikan satu
moralitas serta kekuatan untuk berjuang serta mempersiapkan hidup yang akan datang, di sini bersama
dengan Tuhan sampai kekekalan.

Amin!
330 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

K
Keerriin
nddu
uaan
naak
kaan
nAAlllla
ahh
Oleh: Pdt. Rusdi Tanuwidjaya

Nats: Maz. 42:2-3/ Maz. 63:2

Mazmur 42

1 Untuk pemimpin biduan. Nyanyian pengajaran bani Korah. (42–2) Seperti rusa yang
merindukan sungai yang berair, demikianlah jiwaku merindukan Engkau, ya Allah.
2 (42–3) Jiwaku haus kepada Allah, kepada Allah yang hidup. Bilakah aku boleh datang
melihat Allah?

Mazmur 63

1 (63–2) Ya Allah, Engkaulah Allahku, aku mencari Engkau, jiwaku haus kepada–Mu, tubuhku
rindu kepada–Mu, seperti tanah yang kering dan tandus, tiada berair.

Suatu kali seorang hamba Tuhan yang telah melayani di satu gereja mampu mengembangkan jemaatnya
dari 187 hingga mencapai 800 dan akhirnya ia diundang di banyak tempat untuk membawakan satu tema
mengenai pertumbuhan gereja. Tetapi di dalam pergumulannya dengan Tuhan, ia merasakan masih
terdapat satu hal yang kurang dalam pelayanannya yaitu seakan-akan Tuhan mengatakan bahwa gerejanya
gemuk dan bukannya bertumbuh karena hanya banyak pendengar-pendengar yang setia dalam gereja.
Tuhan mengutus kita pergi bukan untuk menjadikan semua bangsa anggota jemaat-Nya melainkan
menjadikan mereka murid Tuhan. Memang untuk menjadi murid tidak mudah. Di dalam pergumulan
bersama Tuhan, saya tahu akan menghadapi tantangan yang selama belum saya alami dan kalau salah
melangkah, itu akan mempengaruhi puluhan bahkan ratusan orang yang dipercayakan untuk menjadikan
orang itu jauh daripada Tuhan. Kelihatannya kita dapat menangkap esensi gereja dan sudah membangun
tubuh Kristus tetapi sesungguhnya kita sudah membuangnya dan meruntuhkan daya gerak tubuh Kristus.
Karena seringkali apa yang kelihatan itu bukan realitanya dan ini yang akan kita gali hari ini.

Ketika kita melangkah waktu demi waktu setiap hari, bagaimana perjalanan kerohanian dan pergumulan
hidup kita di hadapan Tuhan, yang terus memimpin dan memproses hidup kita? Itu sebabnya saya rindu
kita membahas bagian firman Tuhan dalam Mazmur 42 dan 63. Pada waktu saya membaca kitab mazmur
tersebut, jujur saya katakan bahwa pengalaman dalam tokoh yang kita baca jauh daripada apa yang kita
alami. Berapa banyak kita berkata pada Tuhan bahwa jiwaku haus, jiwaku rindu akan Tuhan? Hatiku bagai
tanah yang gersang, mencari Engkau? Adakah gema ini setiap hari dalam perjalanan hidup kita? Ketika di
hari minggu ada pembacaan Mazmur, berapa kali kita masuk ke dalam esensinya memahami ayat tersebut?
Itu sebabnya ketika melihat hal ini, saya takut kalau sebagai hamba Tuhan tahu banyak teologi, melayani
begitu dinamis sehingga kelihatannya hamba yang aktif tetapi pada saat yang sama sesungguhnya saya
adalah hamba Tuhan yang kering di hadapan Tuhan dan esensi agama yang sejati sudah kehilangan
331 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

kekuatannya untuk membakar dan menjadikan kita orang yang dinamis dalam dunia ini. Marilah sekarang
kita melihat beberapa hal yang menyebabkan kerinduan jiwa kita yang haus akan Tuhan menjadi dangkal.

1. Adanya suatu pengalaman. Seorang hamba Tuhan mempunyai satu pengalaman yang unik dalam
hidupnya. Pada masa kecilnya ia begitu bangga dengan ayahnya sehingga papanya menjadi idola satu-
satunya dalam hidupnya. Sampai akhirnya, ketika ayahnya melakukan bunuh diri, dan juga papa dari
mamanya meninggal di tahun yang sama, itu menimbulkan kekecewaan luar biasa dan ia mengambil tekad
bahwa perasaanya tidak akan dipermainkan oleh situasi serta tidak mau dipengaruhi oleh siapapun.

2. Adanya pengaruh lingkungan. Setelah bertobat, banyak orang yang rindu belajar firman Tuhan
dengan sungguh-sungguh namun karena mungkin saya masuk dalam lingkungan gereja yang menyingkirkan
emosi dari kehidupan gereja sehingga waktu saya mendengar khotbah yang luar biasa maka saya dipacu
untuk berpikir. Namun itu menyebabkan perkembangan dari pemikiran tidak sejalan dengan
perkembangan emosi yang makin dangkal di hadapan Tuhan, sehingga akhirnya secara tidak sadar saya
sudah dibentuk oleh satu lingkungan. Saya percaya bahwa gereja hingga sekarang tetap menekankan satu
hal yang seimbang antara pikiran, perasaan dan kemauan, tetapi ketika mendengar firman Tuhan, seolah-
olah saya menggeser emosi menjadi sesuatu hal yang tersingkir dari kehidupan pengalaman rohani saya.
Sehingga melalui lingkungan seperti itu kita menjadi orang yang berpikir bahwa perasaan tidak dapat
dipertanggungjawabkan, yang benar-benar objektive itu adalah kembali kepada firman, kasih bukan
dipengaruhi oleh emosi. Tetapi bagi saya waktu dikatakan yang obyektive adalah firman dan emosi tidak
mendapat tempat di dalam kekristenan, itu adalah pernyataan yang harus kita pertanggungjawabkan. John
Calvin dalam buku Sistematik Teologinya yang pertama mengatakan hikmat yang sejati adalah mengenal
Allah dan mengenal diri. Mengenal bukan hanya tahu di dalam otak tetapi pengenalan yang intim antara
Sang Pencipta dengan ciptaan-Nya dan dari hikmat itu menyebar ke hal yang lain. Karena lepas daripada itu
maka teologi dapat berbahaya dan tidak membawa manusia semakin dekat pada Tuhan serta
menyingkirkan esensi yang utama dari hidup beragama. 3). Adanya pengaruh Temperamen. Sebagai contoh
orang melankolis dengan kolerik, mereka sama-sama sulit mengasihi tetapi seperti tokoh Yohanes dan
Paulus, mereka dapat menulis tentang kasih yang sangat dalam sekali. Itu sebabnya antara temperamen
hamba Tuhan yang satu dapat berbeda dengan yang lainnya. Karakter temperamen yang berbeda
menyebabkan apa yang ia beritakan menjadi berbeda, itu sebabnya kita harus menyadari bahwa setiap
orang itu unik dengan kelebihan dan kekurangannya.

Inilah ketiga hal yang dapat menjadikan kerinduan seseorang akan Tuhan itu menjadi dangkal. Tetap orang
yang memiliki kerinduan yang dangkal pada saat tertentu orang lain dapat melihat bahwa orang tersebut
kerohaniannya hebat dan aktif karena kita hanya melihat dari fenomena luar dan tidak dapat masuk dalam
esensi yang terdalam dari hidup orang itu (Yoh 5: 37-40). Tetapi orang yang menyukai firman belum tentu
mengasihi Allah. Ia suka karena firman itu memuaskan apa yang ingin ia tahu. Itu disebut dengan
kecanduan di dalam rasio, di mana ia rindu mendapat sesuatu yang memuaskan pikirannya dan yang baru.
Itu tidak salah kalau tidak hanya berhenti pada sekedar saya tahu. Kita dapat mempelajari firman dan
mendapat sesuatu yang baru tetapi pada saat yang sama sebenarnya kita tidak pernah mau berelasi
dengan Allah. Dan kalau firman itu lebih tinggi daripada Allah yag memberi firman maka itu berbahaya
karena itu seperti yang terjadi pada orang farisi. Belajar dan tahu tetapi kehadiran esensi kitab suci ia tolak
dan akhirnya ia bunuh. Jadi tanpa sadar timbul kesombongan dan pada saat yang sama kita tidak pernah
mau meninggikan Kristus karena yang diucapkan pengetahuan dan doktrin-doktrin Alkitab dan tanpa sadar
yang terpenting dan menjadi esensi dari seluruhnya yaitu Allah disingkirkan, seperti yang terjadi di dalam
Mat 22:34-40. Mereka belajar tentang kitab suci tetapi mereka tidak mengasihi Allah dan sesamanya maka
332 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

dikatakan sudah kehilangan esensi yang sejati. Itu sebabnya kita dapat kelihatan mencintai Allah tetapi
sesungguhnya kita lebih mencintai gereja atau doktrin. Pdt. Stephen Tong pernah berkata, “Jangan cinta
gereja Reformed dan hamba Tuhan lebih daripada cinta kepada Allah, karena hamba Tuhan tetap hanya
“hamba.” Esensi yang sejati, kasih akan Allah dan sesama sudah mulai sirna, getaran kasih yang menuju
keatas dan kepada sesama itu mulai sirna. Tidak heran banyak orang datang kegereja dan mendengar
firman namun pulang tidak pernah berdoa bagi orang lain. Ini yang menjadi pergumulan saya karena saya
adalah orang yang Tuhan berikan posisi sebagai hamba Tuhan sehingga tuntutannya tidak mudah. Hanya
satu yang saya ingin walaupun susah, dapat mengasihi Allah dengan segenap hati jiwa, kekuatan dan akal
budi dan mengasihi orang lain seperti diri kita sendiri. Itu satu tuntutan hukum taurat yang begitu agung
dan sampai mati kita sulit mencapainya tetapi bukan berarti kita tidak dimotivasi untuk mencapainya.
Namun bagaimana kita dapat mencapainya kalau perasaan dan kerinduan akan Allah, menyenangkan hati
Tuhan dan keinginan menggenapi apa yang Ia mau tidak pernah ada dalam hidup kita? Dalam buku:
“Orang-orang berdosa di bawah tangan Allah yang murka,” Jonathan Edward mengatakan bahwa religius
yang sejati bukan hanya di dalam pikiran tetapi harus mencakup kehendak dan perasaan. Ia mengatakan,
bagaimana mungkin orang berdosa dapat rindu memiliki Kristus kalau Allah belum menanamkan kerinduan
di dalam hatinya akan Kristus? Sehingga kerinduan di sini tidak dapat lepas daripada emosi. Tidak ada cinta
tanpa satu perasaan dan di sini perasaan yang mempengaruhi pikiran sekarang dimotivasi oleh cinta Tuhan
yang begitu ajaib sehingga waktu Roh Kudus mencurahkan kasih Allah, mendorong pikiran untuk selalu
memikirkan dan mentaati apa yang Tuhan mau kita pikirkan. Sehingga emosi menjadi unsur yang utama
ketika kita mau dan sama seperti pemasmur katakan, “Jiwaku haus akan Engkau, …” itu tidak mungkin
tanpa kasih, karena nantinya hanyalah legalistik dan kewajiban saja.



1. Melalui hubungan kita secara intim dengan Tuhan. Seperti Martin Luther, Calvin dan Jonathan
Edward, mereka adalah orang yang penuh dengan dinamika doa sehingga setiap kalimat yang keluar
bagaikan satu kekuatan yang menegur, merupakan satu spritual yang mengankat hati manusia dan
mengoreksi hidup manusia. Dan di saat kita bergumul, kita juga ingat kasih Tuhan yang sudah
menyelamatkan kita.

2. Ketika kita mengalami tawar hati maka kita harus memaksa diri untuk tetap dekat dengan Tuhan.

3. Berdoa, minta supaya Tuhan terus-menerus memberikan kerinduan kepada kita untuk bertumbuh.
Mungkin kita tidak merasa bertumbuh tetapi sama seperti dari kecil kita makan dan berat kita bertambah
sehingga akhirnya orang melihat kita sudah dewasa. Kerinduan akan Allah yang utama mengakibatkan kita
rindu mengali firman, belajar firman yang benar, rindu melayani sehingga semuanya itu dimotivasi dan
didorong akan kerinduan akan Allah.
Hari ini ijinkan saya bertanya, memasuki tahun yang baru ini bagaimana perjalanan hidup kita? Mari kita
mulai mengembangkan kerinduan akan Tuhan dengan satu motivasi menyenangkan Tuhan dan melalui
pemahaman, kita dapat semakin dekat dengan Tuhan. Waktu mempelajari doktrin yang benar supaya kita
dapat mengajar, menjadikan orang bertumbuh lebih mencintai Tuhan dan melalui pengetahuan kita dapat
menganalisa setiap krisis yang terjadi dengan satu kekuatan cinta akan Tuhan memampukan kita menjadi
terang dalam dunia ini. Biarlah kiranya itu menjadi bagian di dalam hidup kita memulai tahun ini sampai
Tuhan memanggil kita kembali.

Amin!
333 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

P
Peella
ayya
anna
ann:: Keharusan atau alternatif
Oleh: Pdt. Yung Tik Yuk

Nats: Yoh. 4:1-10/ 27-34

1 Ketika Tuhan Yesus mengetahui, bahwa orang–orang Farisi telah mendengar, bahwa Ia
memperoleh dan membaptis murid lebih banyak dari pada Yohanes
2 ––meskipun Yesus sendiri tidak membaptis, melainkan murid–murid–Nya, ––
3 Iapun meninggalkan Yudea dan kembali lagi ke Galilea.
4 Ia harus melintasi daerah Samaria.
5 Maka sampailah Ia ke sebuah kota di Samaria, yang bernama Sikhar dekat tanah yang
diberikan Yakub dahulu kepada anaknya, Yusuf.
6 Di situ terdapat sumur Yakub. Yesus sangat letih oleh perjalanan, karena itu Ia duduk di
pinggir sumur itu. Hari kira–kira pukul dua belas.
7 Maka datanglah seorang perempuan Samaria hendak menimba air. Kata Yesus
kepadanya: "Berilah Aku minum."
8 Sebab murid–murid–Nya telah pergi ke kota membeli makanan.
9 Maka kata perempuan Samaria itu kepada–Nya: "Masakan Engkau, seorang Yahudi, minta
minum kepadaku, seorang Samaria?" (Sebab orang Yahudi tidak bergaul dengan orang
Samaria.)
10 Jawab Yesus kepadanya: "Jikalau engkau tahu tentang karunia Allah dan siapakah Dia
yang berkata kepadamu: Berilah Aku minum! niscaya engkau telah meminta kepada–Nya
dan Ia telah memberikan kepadamu air hidup."

27 Pada waktu itu datanglah murid–murid–Nya dan mereka heran, bahwa Ia sedang
bercakap–cakap dengan seorang perempuan. Tetapi tidak seorangpun yang berkata: "Apa
yang Engkau kehendaki? Atau: Apa yang Engkau percakapkan dengan dia?"
28 Maka perempuan itu meninggalkan tempayannya di situ lalu pergi ke kota dan berkata
kepada orang–orang yang di situ:
29 "Mari, lihat! Di sana ada seorang yang mengatakan kepadaku segala sesuatu yang telah
kuperbuat. Mungkinkah Dia Kristus itu?"
30 Maka merekapun pergi ke luar kota lalu datang kepada Yesus.
31 Sementara itu murid–murid–Nya mengajak Dia, katanya: "Rabi, makanlah."
32 Akan tetapi Ia berkata kepada mereka: "Pada–Ku ada makanan yang tidak kamu kenal."
33 Maka murid–murid itu berkata seorang kepada yang lain: "Adakah orang yang telah
membawa sesuatu kepada–Nya untuk dimakan?"
34 Kata Yesus kepada mereka: "Makanan–Ku ialah melakukan kehendak Dia yang mengutus
Aku dan menyelesaikan pekerjaan–Nya.

Bagian firman yang akan kita selidiki hari ini adalah tentang percakapan Tuhan Yesus dengan perempuan
Samaria yang dilatarbelakangi oleh peristiwa yang dicatat dalam ayat 1-2. Dikatakan di situ bahwa orang-
orang Farisi telah mendengar bahwa Yesus membaptis dan mendapatkan murid lebih banyak daripada
334 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

Yohanes Pembaptis sekalipun bukan Ia sendiri yang membaptiskannya. Dengan kata lain, sebenarnya waktu
itu Yesus sendiri sedang “merasakan” adanya satu ancaman karena sekarang mereka tahu bahwa Tuhan
Yesus lebih populer dan ini merupakan sesuatu yang sangat bahaya, karena jauh lebih radikal dalam hal
pengajarannya bahkan lebih “gila-gilaan.” Misalnya kalau Yohanes mengadakan KKR, paling tidak ia masih
menunjukkan ciri seorang yang spiritual (berpuasa) sekalipun ia dengan keras juga menegur ahli Taurat dan
orang Farisi, tetapi Yesus yang bukan dari keluarga imam seperti Yohanes Pembaptis, “hidup-Nya tidak
lebih baik” karena seperti pendeta yang mau diundang makan sekalipun oleh orang berdosa (dalam bahasa
modern). Maka dengan pengertian ini, kebencian mereka terhadap Yesus memuncak dan dalam keadaan itu
maka dikatakan Tuhan Yesus menyingkir dari Yudea ke Galilea.

Namun dalam ayat 4 dikatakan bahwa Ia “harus” melintasi daerah Samaria. Di sini kata “harus” tidak
bersifat praktikal, tetapi sangat bersifat teologis karena ini menyangkut rencana Bapa yang harus dikerjakan
oleh Kristus di dalam kondisi yang seperti apapun. Alasannya adalah:

1. Orang Yahudi mempunyai tradisi tidak akan pernah mau melintasi daerah Samaria. Sebab diantara
keduanya sudah terjadi akar permusuhan yang turun-temurun dan sejarahnya cukup panjang, + 700 th
lamanya. Pada mulanya, kerajaan Israel dihancurkan kerajaan Asyur dan mereka mulai menyebarkan orang
Israel ke berbagai negeri sehingga penduduk Samaria hanya tinggal beberapa persen. Akibatnya mereka
yang tinggal, membaur dengan bangsa lain dan muncullah bangsa Samaria. Setelah kerajaan Yahudi
dihancurkan oleh Nebukadnesar (Ker. Babel) dan mengalami pembuangan, maka 70 tahun kemudian bangsa
Israel yang mengalami pembuangan diijinkan kembali ke negerinya, (peristiwanya + sudah 500 tahun SM).
Mereka yang diijinkan kembali ke Yerusalem, mencoba membangun kembali tembok Yerusalem dan bait
Allah, namun yang menjadi penghalang bagi mereka adalah bangsa Samaria. Oleh sebab itu bangsa Yahudi
sangat benci pada orang Samaria, demikian bencinya sehingga dalam doanya mereka mengatakan, “Ya
Tuhan, pada waktu kami berhak menerima kemuliaan dari pada-Mu, janganlah Engkau mengingat
Samaria.” Dan demi supaya mereka tidak melewati daerah Samaria, mereka rela menempuh perjalanan
empat hari lebih lama.

2. Saat itu dikatakan kira-kira pukul dua belas siang, Yesus dalam keadaan sangat letih oleh
perjalanan, karena itu Ia “ndeprok” di pinggir sumur itu (duduk karena sudah tidak dapat menahan kondisi yang sangat
letih sehingga tidak lagi memperhitungkan tempat itu layak atau tidak untuk beristirahat) . Selain itu keletihan-Nya
ditambah kondisi emosi yang mungkin tegang karena tahu bahwa orang Farisi semakin membenci-Nya.
Sekalipun Allah 100%, tetapi Alkitab secara jelas menegaskan bahwa Ia dapat mengalami keletihan,
ketakutan, dan pada “saat tertentu kurang dapat mengontrol emosi-Nya (ketika mengobrak-abrik bait Allah), dan
itu sangat manusiawi.” Tetapi justru dalam keadaan inilah kemudian datang seorang perempuan Samaria
dan Ia berbincang-bincang dengannya. Di sinilah Yesus melakukan terobosan:

Pertama, Ia melakukan tindakan yang kontroversial dengan melintasi Samaria.

Kedua, Ia berbicara dengan perempuan Samaria. Orang Yahudi laki-laki yang terhormat tidak sepatutnya
berbicara dengan wanita terutama yang tidak dikenal. Apalagi Yesus adalah Rabi yang menurut hukum,
haram berbicara dengan wanita di depan umum.

Ketiga, orang Yahudi tidak bergaul dengan orang Samaria sedangkan Yesus berbicara dengan mereka
(wanita pelacur). Yesus tahu bahwa pada waktu Ia melintasi Samaria, Allah Bapa-Nya akan mempertemukan
dengan objek pelayanan yang seperti itu. Dengan mengabaikan semua keletihan, resiko dan alasan apapun
yang dapat dikatakan-Nya pada saat itu untuk tidak melayani, Ia justru bertindak sebaliknya. Di sinilah,
335 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

jikalau seseorang menyadari bahwa keharusan daripada Allah itu sedang terjadi dan dinyatakan dalam
hidupnya maka orang itu akan mengabaikan segala sesuatu yang menjadi kendala secara pribadi. Sehingga
dalam hal ini sebenarnya ada beberapa hal yang aplikatif yang dapat kita pikirkan.

Pada waktu kita menyadari bahwa melayani adalah satu keharusan yang bersifat teologis maka kita tidak
perlu lagi berpikir tentang apakah situasinya aman atau tidak. Melayani dalam situasi tidak aman bukan
berarti membabi buta, tetapi dalam keadaan tidak aman bagaimana kita dengan bijak tetapi melayani, ini
poinnya! Seperti dalam Mat 10:16, kalau kita mencoba menghayati seekor domba di tengah-tengah serigala
yang mengerikan, itulah kondisi kita sebenarnya. Itu sebabnya Tuhan Yesus dalam kalimat itu melanjutkan,
“Sebab itu hendaklah kamu cerdik seperti ular dan tulus seperti merpati,” di mana artinya sama abstraknya
dengan kalimat di atasnya. Yang lebih konkrit bagi orang percaya adalah licik seperti ular dan jinak-jinak
merpati, dalam arti waktu aman melayani berkobar-kobar tetapi waktu bahaya tidak ada yang mau
melayani. Mari kita belajar dari Yesus yang tahu bahwa pelayanan itu adalah soal keharusan dalam kondisi
seperti apapun.

3. Hal ketiga pada waktu kita berbicara bahwa pelayanan adalah soal keharusan, itu sesungguhnya
sedang berbicara tentang bagaimana kita secara sungguh-sungguh melakukan pelayanan itu. Seorang yang
melayani bukan berarti harus memberikan seluruh waktunya untuk melayani Tuhan. Dalam arti, sekalipun
misalnya “hanya sebagai guru sekolah minggu” kita melayani dengan kesungguhan. Saya memberi contoh
dan mengatakan “hanya” guru sekolah minggu karena gereja seringkali punya konsep yang keliru tentang
sekolah minggu. Seringkali Persekutuan Remaja dianggap sebagai anak tiri dan Sekolah Minggu dianggap
cucu tiri sehingga tempat beribadah sekaligus merupakan gudang mereka padahal mereka lebih
membutuhkan keadaan kelas yang mendukung konsentrasi mereka yang mungkin hanya beberapa menit.
Tetapi jikalau seorang yang menyadari bahwa itu merupakan pelayanan yang karena keharusan maka ia
akan menjadi guru sekolah minggu di mana ingin selalu memberikan yang terbaik bagi murid-muridnya.
Karena secara hakekat, ia menyampaikan sebuah khotbah kepada anak-anak dengan wadah sebuah cerita.
Tuhan Yesus melakukan hal yang seperti ini. Itu sebabnya dalam keadaaan yang begitu letih Yesus justru
mengabaikan semuanya dan melayani perempuan yang hanya seorang sampah masyarakat (bdk. dengan Luk

4. Terkadang dalam melayani, kita lebih mudah langsung mengeluarkan uang daripada memberikan
waktu kita untuk melayani.

5. Seseorang yang menyadari bahwa pelayanan adalah keharusan dari Tuhan maka ia tidak lagi
melihat objek yang dilayani adalah yang seperti apa. Memang kita dengan latar belakang, kebiasaan dan
kepekaan masing-masing, lebih mudah terbeban pada bidang pelayanan tertentu tetapi ada saat-saat
tertentu di mana Tuhan memberikan pada kita satu bentuk pelayanan yang mungkin sama sekali berbeda
dengan beban dan tugas pelayanan kita. Dalam Injil Matius Tuhan Yesus pernah berkata, “Anak manusia
diutus di kalangan domba-domba yang terhilang dari orang Yahudi.” Dengan kata lain prioritas pelayanan
Tuhan jelas di kalangan orang Yahudi saja sehingga pernah mungkin “dengan begitu ketus” Tuhan Yesus
berkata kepada seorang perempuan SiroFenisia bahwa tidak baik dan tidak boleh memberikan makanan
yang seharusnya diberikan pada seorang anak kepada anjingnya. Tetapi sekalipun demikian ketika
keharusan daripada Allah Bapa harus membawa Ia melayani hanya kepada seorang perempuan Samaria
yang bahkan seorang pelacur, maka Kristus mengabaikan keletihan, resiko dan beban utamanya untuk
melayani. Melayani bukan soal, apa yang kita suka dan menjadi beban bagi kita tetapi melayani adalah soal
apakah yang Tuhan minta untuk kita kerjakan. Yunus pernah tidak memahami hal ini di mana sebagai
seorang nabi ia terus melayani dan menyampaikan nubuat di tengah bangsanya dan digenapi. Namun
336 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

ketika Tuhan secara jelas mengatakan bahwa ia harus pergi ke Niniwe, ia menolak bahkan ketika seluruh
orang di kota Niniwe bertobat, ia tidak bersukacita tetapi justru jengkel karena ia lebih senang kota itu
hancur sebab mereka adalah musuh Israel. Saudara, mungkin dalam saat seperti ini kita harus mencoba
berpikir keluar dari tembok yang selama ini menjadi dunia kita dan memberikan kenyamanan kepada kita.
Sewaktu di SMA saya mempunyai beban pelayanan kepada orang yang saya rasa sedang hidup dalam
kekurangan namun baru pada dua tahun terakhir ini saya mempunyai kesempatan melayani mereka.
Dengan beberapa rekan saya melayani salah satunya tukang parkir di Stasiun Gambir. Di saat-saat itu kami
hanya menjadi teman mengobrol dan kadang membawa roti bagi mereka, walaupun di tempat tersebut
sangat bau dan tidak nyaman untuk mengobrol. Akhirnya beberapa bulan kemudian, kami mulai mencoba
mengajarkan Firman dan menawarkan ke sekolah minggu.

Namun timbul problem baru di mana kami harus memandikan mereka satu-persatu selama dua jam dan
membelikan mereka masing-masing kaos untuk dipakai. Satu minggu kemudian ketika kami menjemput
mereka, kaos itu sudah kotor dan bau karena dipakai selama satu minggu sedangkan baju lama mereka
buang. Itulah mereka, dalam banyak hal kita mengalami kesulitan tetapi kapan lagi kita dapat melayani
orang seperti ini? Pada saat seperti itu saya bersyukur kalau Tuhan mengingatkan kembali pada beban yang
lama. Pada waktu seseorang menyadari keharusan pelayanan, kita mulai melihat ada sesuatu yang belum
pernah terpikirkan, Tuhan bukakan pada kita bentuk pelayanan yang baru. Mari kita mulai belajar
menyatakan kepedulian kepada orang-orang yang seolah-olah begitu kecil dan tidak ada artinya, seperti
seorang perempuan pelacur Samaria. Kita tidak boleh melupakan bahwa mereka juga mempunyai gambar
Allah di mana kita harus menyatakan kasihan dan keperdulian. Itu sebabnya Tuhan Yesus pada waktu
datang dan melayani dia, Ia menyatakan bahwa Ia akan memberikan air hidup, sekalipun ia seorang pelacur
namun tetap memiliki hak untuk mendapatkannya. Mereka miskin secara harta namun belum tentu
moralnya semiskin orang-orang kaya yang kita hormati.

Ketika seseorang menyadari bahwa pelayanan adalah suatu keharusan yang daripada Tuhan maka ia dapat
menyatakan bentuk keperdulian baik berupa hal-hal yang bersifat jasmaniah maupun religius termasuk
orang-orang yang dianggap sampah masyarakat dan tidak perlu dipedulikan. Oleh sebab itu, ketika akhirnya
perempuan itu bertobat dan meninggalkan tempayannya untuk masuk kekota, membawa banyak orang
datang kepada Yesus. Dan pada saat yang sama murid-murid Yesus sudah datang dengan membawa
makanan. Itu kesempatan bagi Yesus untuk beristirahat, makan dan minum namun Ia berkata kepada
murid-muridNya, “Ada padaku makanan lain yang engkau tidak mengerti yaitu melakukan dan
menyelesaikan pekerjaan yang Allah Bapa percayakan kepada-Nya.” Karena Ia tahu keharusan ini bukan
keharusan yang bersifat praktikal yang dapat ditunda kapan saja tetapi merupakan keharusan teologis yang
saat itu juga harus dikerjakan, sebab akan ada saat di mana kesempatan itu sudah tidak akan ada.
Melakukan pekerjaan Bapa adalah keharusan bagi kita, maka boleh ada hal-hal praktis yang kita lakukan
supaya kendala itu tidak menjadi alasan yang berlebihan dan akhirnya kita tidak melayani sama sekali.
Kiranya firman ini boleh menjadi berkat bagi setiap kita.

Amin!
337 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

IIm
maan
nyya
anng
gsse
ejja
attii
Oleh: Pdt. Sutjipto Subeno

Nats: Yoh. 8:30-59

30 Setelah Yesus mengatakan semuanya itu, banyak orang percaya kepada–Nya.


31 Maka kata–Nya kepada orang–orang Yahudi yang percaya kepada–Nya: "Jikalau kamu
tetap dalam firman–Ku, kamu benar–benar adalah murid–Ku
32 dan kamu akan mengetahui kebenaran, dan kebenaran itu akan memerdekakan kamu."
33 Jawab mereka: "Kami adalah keturunan Abraham dan tidak pernah menjadi hamba
siapapun. Bagaimana Engkau dapat berkata: Kamu akan merdeka?"
34 Kata Yesus kepada mereka: "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya setiap orang yang
berbuat dosa, adalah hamba dosa.
35 Dan hamba tidak tetap tinggal dalam rumah, tetapi anak tetap tinggal dalam rumah.
36 Jadi apabila Anak itu memerdekakan kamu, kamupun benar–benar merdeka."
37 "Aku tahu, bahwa kamu adalah keturunan Abraham, tetapi kamu berusaha untuk
membunuh Aku karena firman–Ku tidak beroleh tempat di dalam kamu.
38 Apa yang Kulihat pada Bapa, itulah yang Kukatakan, dan demikian juga kamu perbuat
tentang apa yang kamu dengar dari bapamu."
39 Jawab mereka kepada–Nya: "Bapa kami ialah Abraham." Kata Yesus kepada mereka:
"Jikalau sekiranya kamu anak–anak Abraham, tentulah kamu mengerjakan pekerjaan yang
dikerjakan oleh Abraham.
40 Tetapi yang kamu kerjakan ialah berusaha membunuh Aku; Aku, seorang yang
mengatakan kebenaran kepadamu, yaitu kebenaran yang Kudengar dari Allah; pekerjaan
yang demikian tidak dikerjakan oleh Abraham.
41 Kamu mengerjakan pekerjaan bapamu sendiri." Jawab mereka: "Kami tidak dilahirkan dari
zinah. Bapa kami satu, yaitu Allah."
42 Kata Yesus kepada mereka: "Jikalau Allah adalah Bapamu, kamu akan mengasihi Aku,
sebab Aku keluar dan datang dari Allah. Dan Aku datang bukan atas kehendak–Ku sendiri,
melainkan Dialah yang mengutus Aku.
43 Apakah sebabnya kamu tidak mengerti bahasa–Ku? Sebab kamu tidak dapat menangkap
firman–Ku.
44 Iblislah yang menjadi bapamu dan kamu ingin melakukan keinginan–keinginan bapamu. Ia
adalah pembunuh manusia sejak semula dan tidak hidup dalam kebenaran, sebab di
dalam dia tidak ada kebenaran. Apabila ia berkata dusta, ia berkata atas kehendaknya
sendiri, sebab ia adalah pendusta dan bapa segala dusta.
45 Tetapi karena Aku mengatakan kebenaran kepadamu, kamu tidak percaya kepada–Ku.
46 Siapakah di antaramu yang membuktikan bahwa Aku berbuat dosa? Apabila Aku
mengatakan kebenaran, mengapakah kamu tidak percaya kepada–Ku?
338 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

47 Barangsiapa berasal dari Allah, ia mendengarkan firman Allah; itulah sebabnya kamu
tidak mendengarkannya, karena kamu tidak berasal dari Allah."
48 Orang–orang Yahudi menjawab Yesus: "Bukankah benar kalau kami katakan bahwa
Engkau orang Samaria dan kerasukan setan?"
49 Jawab Yesus: "Aku tidak kerasukan setan, tetapi Aku menghormati Bapa–Ku dan kamu
tidak menghormati Aku.
50 Tetapi Aku tidak mencari hormat bagi–Ku: ada Satu yang mencarinya dan Dia juga yang
menghakimi.
51 Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya barangsiapa menuruti firman–Ku, ia tidak akan
mengalami maut sampai selama–lamanya."
52 Kata orang–orang Yahudi kepada–Nya: "Sekarang kami tahu, bahwa Engkau kerasukan
setan. Sebab Abraham telah mati dan demikian juga nabi–nabi, namun Engkau berkata:
Barangsiapa menuruti firman–Ku, ia tidak akan mengalami maut sampai selama–lamanya.
53 Adakah Engkau lebih besar dari pada bapa kita Abraham, yang telah mati! Nabi–nabipun
telah mati; dengan siapakah Engkau samakan diri–Mu?"
54 Jawab Yesus: "Jikalau Aku memuliakan diri–Ku sendiri, maka kemuliaan–Ku itu
sedikitpun tidak ada artinya. Bapa–Kulah yang memuliakan Aku, tentang siapa kamu
berkata: Dia adalah Allah kami,
55 padahal kamu tidak mengenal Dia, tetapi Aku mengenal Dia. Dan jika Aku berkata: Aku
tidak mengenal Dia, maka Aku adalah pendusta, sama seperti kamu, tetapi Aku mengenal
Dia dan Aku menuruti firman–Nya.
56 Abraham bapamu bersukacita bahwa ia akan melihat hari–Ku dan ia telah melihatnya dan
ia bersukacita."
57 Maka kata orang–orang Yahudi itu kepada–Nya: "Umur–Mu belum sampai lima puluh
tahun dan Engkau telah melihat Abraham?"
58 Kata Yesus kepada mereka: "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya sebelum Abraham
jadi, Aku telah ada."
59 Lalu mereka mengambil batu untuk melempari Dia; tetapi Yesus menghilang dan
meninggalkan Bait Allah.

Bagian pertama

Suatu kali seorang hamba Tuhan yang telah melayani di satu gereja mampu mengembangkan jemaatnya
dari 187 hingga mencapai 800 dan akhirnya ia diundang di banyak tempat untuk membawakan satu tema
mengenai pertumbuhan gereja. Tetapi di dalam pergumulannya dengan Tuhan, ia merasakan masih
terdapat satu hal yang kurang dalam pelayanannya.

Hari ini kita akan membahas satu bagian yang sangat kritis dari pergumulan iman yang menjadi masalah di
akhir abad 20 ini. Pada suatu hari, dalam kebaktian di sebuah gereja di Amerika, ada dua orang bersenjata
laras panjang masuk dan mengajukan satu pertanyaan dimana bagi mereka yang tetap tinggal di tempat
berarti mau mati buat Tuhan dan akan mereka tembak, sedang yang lain boleh keluar. Akhirnya hingga
peringatan terakhir diberikan, ada 20 orang lebih yang masih tinggal dengan ketakutan namun tidak
beranjak. Selanjutnya, salah seorang dari orang yang bersenjata itu berkata kepada pendeta di situ untuk
melanjutkan kebaktian tersebut karena semua orang munafik sudah keluar dari ruangan itu. Kadangkala
saya bertanya dalam hati, orang yang bagaimanakah yang disebut sebagai orang Kristen itu? Apakah yang
339 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

mengatakan, “Orang Kristen, yang penting percaya Yesus pasti selamat dan masuk surga, selesai.”
Terkadang kita terlalu sederhana memandang hal itu.

Saya harap hari ini kita dapat mempelajari secara serius siapa sebenarnya orang Kristen itu. Di tengah-
tengah pergumulan situasi yang semakin hari semakin memanas di Indonesia, saya rasa ayat ini seharusnya
menjadi ayat yang sangat serius bagi kita. Siapa di antara saudara yang ketika membaca dialog dalam Yoh 8,
hati saudara bergetar dan luar biasa terkejut? Ketika membaca ayat-ayat itu, hati saya gentar dan terkejut
luar biasa. Ayat tersebut dimulai dari Yoh 8:30 di mana terdapat satu dialog antara Tuhan Yesus dengan
orang-orang Yahudi. Mereka adalah orang-orang yang melihat apa yang telah Yesus lakukan dan kemudian
takjub sekali, lalu mulai timbul satu dialog hingga berakhir pada keputusan percaya kepada-Nya. Di situ
dikatakan, “Setelah Yesus mengatakan semuanya itu, (bandingkan dengan Yoh 8:1-29) banyak orang (Yahudi)
percaya kepada-Nya. Maka Yesus selanjutnya berkata kepada orang-orang Yahudi yang percaya kepada-
Nya: “Jikalau kamu tetap dalam firman-Ku, kamu benar-benar adalah murid-Ku.” Di situ terjadi dialog yang
dimulai dari kalimat biasa yang tambah lama bertambah panas, keras dan kalimatnya tajam yang akhirnya,
mereka yang percaya kepada-Nya mengambil batu untuk membunuh Yesus. Mengapa dapat terjadi
perubahan seperti itu? Masalah apa yang membuat hal ini tercetus? Kalau hal ini pernah terjadi di dalam
Yoh. 8 maka bukankah ini rentan terjadi di antara kita hari ini? Mungkin kita tidak mengambil batu dan
melempari Yesus tetapi secara esensial kita dapat bertindak membunuh Yesus atau iman Kristen melalui
tindakan kita. Kalau demikian, apa sebenarnya pengertian percaya yang dikatakan sebelumnya? Inilah
pergumulan Kristen yang hari ini terlalu banyak diabaikan oleh manusia! Hari ini kita tidak terlalu banyak
menggumulkan karena sudah diterpa dengan pengertian filsafat yang mulai masuk tahun 40-an yaitu
semangat relativisme, sehingga kita menjadi orang-orang yang pragmatis sekali.

Di sini saya melihat ada empat problem yang sangat serius di mana perkataan, “Saya percaya Yesus,” dapat
mengakibatkan orang mengambil tindakan mau membunuh Tuhan Yesus. Masalah tersebut mulai muncul
ketika ada satu dialog di antara mereka. Di sepanjang 4 kitab Injil, Alkitab mencatat di mana Yesus secara
eksplisit mengungkapkan kepada orang yang mau mengikut Dia bahwa “Burung punya sarang, serigala
punya liang tetapi Anak manusia tidak mempunyai tempat untuk meletakkan kepalaNya; barangsiapa mau
mengikut Aku dan menengok ke belakang maka ia tidak layak untuk kerajaan surga.” Dan di dalam bagian
ini kita kembali menemukan orang-orang demikian. Yesus berkata,“Jikalau kamu tetap dalam firman-Ku,
kamu benar-benar adalah murid-Ku dan kamu akan mengetahui kebenaran, dan kebenaran itu akan
memerdekakan kamu." Kalimat pendek inilah yang menjadi perdebatan rumit dan akhirnya menjadi
keseriusan mereka untuk membunuh Yesus. Di sini kita tahu bahwa percaya kepada Yesus menimbulkan
masalah yang sangat berat sebagai eksesnya dan kalau kita tidak mengerti, terkadang kita dengan mudah
menerima orang lain atau bahkan diri kita sendiri yang menganggap telah percaya kepada-Nya.



1. Problema Iman/ Kepercayaan (Problem of Faith);

2. Problema Kebenaran (Problem of Epistemology);

3. Problema Kemerdekaan/ kebebasan (Problem of Freedom); dan

4. Problema Ketaatan/ perhambaan (Problem of Obedience). Kalau kita tidak mampu menyelesaikan
empat masalah ini, berarti kitapun sangat rawan untuk dapat jatuh dalam konsep yang kita gumulkan
dalam iman kita saat ini. Dalam bagian pertama yaitu Problema Iman, dikatakan bahwa problem tersebut
340 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

muncul karena mereka mengatakan percaya kepada-Nya. Berarti di sini, istilah percaya tidak dapat
sesederhana dimengerti tanpa kita menelusur kedalaman kepercayaan itu sendiri. Cornelius Vantil
mengatakan bahwa kita seringkali terjebak dalam konsep prereligiusitas padahal itu berbeda sekali dengan
konsep daripada iman. Konsep keagamawian itu berbeda dari konsep kepercayaan. Kita seringkali
mengidentikkan bahwa kita orang Kristen karena agama kita Kristen tetapi waktu saya beragama Kristen,
itu sebenarnya belum tentu identik dengan iman saya adalah iman Kristen. Karena waktu saya beragama
Kristen, disini masalahnya adalah iman Kristen tersebut sejati atau palsu? Vantil mengatakan bahwa kalau
kita sudah masuk ke dalam sub struktur daripada pemikiran seseorang, yang bukan sekedar apa yang
dikemukakan di depan maka kita akan mengerti iman sesungguhnya orang tersebut. Di situ ia membagi
menjadi dua kategori:

Pertama, Orang yang berpijak pada kedaulatan Allah sebagai basis imannya. Orang tersebut percaya
mutlak Tuhan berdaulat mengatur, memiliki dan menjalankan hidupnya dan ia sebagai alat Tuhan dalam
seluruh perjalanan hidupnya.

Kedua, Orang yang bertindak di dalam otonomi manusia sebagai basis pijakannya. Manusia yang berhak
memutuskan, yang mengambil kepercayaan, mengambil segala pertimbangan dan akhirnya kembali untuk
kepentingan manusia itu sendiri.
Secara politis orang Yahudi bukan orang merdeka tetapi merupakan jajahan Romawi. Sehingga apa yang
mereka katakan itu hanya merupakan satu cetusan kesombongan bahwa mereka tidak mau diatur oleh
siapapun. Inilah problema iman! Banyak agama dunia, khususnya agama timur sebenarnya menjadi cetusan
keinginan diri yang sedang dilempar kepada apa yang dikatakan iman lalu ditangkap kembali untuk
mencetuskan keinginan dan kepuasan diri kita sendiri. Sehingga kepercayaan adalah apa yang kita inginkan
dan yang menjadi objek kepercayaan adalah objek manipulasi,objek yang dapat mencukupi apa yang saya
mau dapat. Itulah iman palsu yang sedang berkembang di dalam pemikiran dunia kita dan itu sangat
mengerikan. Banyak gereja dan orang Kristen yang sebenarnya sedang mempermainkan kekristenan
sendiri, karena mereka pikir dengan demikian mereka sedang beriman. Ini adalah satu sikap iman yang
tidak sesuai dengan firman dan bukan seperti yang Yesus mau. Kalau kita percaya kepada Yesus maka
seharusnya saya menyerahkan seluruh hidup saya masuk ke dalam diri Kristus dan biarlah Kristus yang
mengatur hidup kita seluruhnya. Orang-orang Yahudi tersebut tidak siap hati untuk percaya dalam arti yang
sesungguhnya dengan menyerahkan hidup mereka pada Kristus. Ini beda sekali dengan apa yang dikerjakan
oleh murid-murid Yesus di mana mereka rela meninggalkan seluruhnya demi Yesus. Itu adalah ketotalitasan
iman di mana saya menyerahkan hidup saya tunduk mutlak diatur oleh Kristus, itulah sikap murid yang
sejati. Dan mungkin sekali kita harus merelakan cita-cita kita yang tidak sesuai dengan cita-cita-Nya
dibongkar.

Reformed Theology berbicara praktis dalam arti yang paling praktis dan yang paling inti. Tidak ada yang
lebih praktis daripada bagaimana kita menggumulkan apa yang harus kita lakukan dan apa yang harus
menjadi dasar iman dalam hidup kita sehari-hari. Apa artinya kita mengerjakan praktika dan berjuang bagi
semua namun akhirnya kita masuk neraka? (seperti yang diungkapkan dalam Mat 7:21-23). Mari kita mulai
melangkah praktis kita dari iman yang sejati. Bahkan Alkitab kita pun disusun dengan format yang sangat
praktis di dalam cara hidup yang sangat konkrit. Saya mengharapkan ini dapat menjadi pergumulan kita,
iman seperti apa yang saudara dan saya miliki yang mendasari hidup kita? Satu hal yang paling praktis
adalah merefleksi diri, seperti lagu “Oh Tuhanku selidiki hatiku yang dikutip dari Mzm 139, di mana kita
mencoba menyelidiki, uji diri dan biarlah kita bercermin di hadapan Tuhan, siapa kita di hadapan Tuhan dan
341 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

iman seperti apa yang kita miliki? Saya harap iman kita jangan dipermainkan! Iman sejati adalah adalah
iman yang dipertanggungjawabkan di hadapan Tuhan dan bukan di hadapan manusia lagi.

Bagian kedua adalah Problem Epistemologi. Yesus berkata bahwa barangsiapa berada dalam firman-Nya,
firman-Nya itu adalah kebenaran dan kebenaran itu akan memerdekakan kita. “Firman-Ku adalah
kebenaran,” itu adalah patokan yang paling dasar, tetapi mereka menolak dan menganggap kebenaran
mereka sendiri yang benar. Memang harus diakui bahwa orang Yahudi adalah satu kelompok suku bangsa
di dunia yang mempunyai pemikiran yang sangat tajam, tetapi itu bukan berarti membuat mereka harus
mempunyai satu kesombongan diri bahwa mereka tidak berhak tunduk kepada firman Tuhan. Mereka
adalah manusia yang begitu pandai tetapi juga begitu bodoh karena mereka sebenarnya tidak kembali
kepada kebenaran. Itulah problem kebenaran! Di tengah manusia, kita seringkali begitu sombong dan
menganggap bahwa kitalah yang menentukan kebenaran. Itu adalah kesalahan besar karena seperti yang
lain bahwa kita bukanlah penentu kebenaran. Bagi saya ini suatu hal yang sangat serius, satu pergumulan
yang perlu kita uji kembali di dalam pola epistemologi kita. Disitu Yesus menggunakan bahasa retorik
dengan mengatakan, “Apakah sebabnya kamu tidak mengerti bahasa-Ku? Sebab kamu tidak dapat
menangkap firman-Ku.” Di sini berarti bahwa setiap kali mendengar firman kita membuat suatu mekanisme
pertahanan melalui konsep yang selama ini kita pegang sehingga mengakibatkan firman Tuhan sulit masuk.
Ini merupakan masalah epistemologi yang paling berat yang kita alami. Relakah kita membuka hati kita
untuk mau belajar firman yang diajarkan kepada kita? Sangat mungkin firman itu berlawanan dengan
pemikiran kita karena melalui khotbah kita dikoreksi, belajar dan diperbaiki, dan itu berarti ada sesuatu
yang masih tidak cocok dan berbeda yang perlu dibongkar dan diubah, dikembalikan kepada kebenaran
sejati. Untuk itu kita harus rela melepas kebenaran yang salah yang selama ini kita pertahankan sehingga
kebenaran Tuhan dapat masuk melalui firman.

Seberapa jauh kita rela dibongkar oleh Tuhan sehingga kebenaran firman dapat mempoles kita. Dalam
kasus ini Reformed memang paling sulit karena satu-satunya yang menggunakan presaposisi terbalik yaitu
yang disebut sebagai teologi dari atas. Satu-satunya teologi di mana semua yang kita pikirkan itu
berdasarkan kedaulatan Allah. “Kembalilah kepada firman-Ku maka engkau menjadi murid-Ku dan firman
itulah kebenaran.” Waktu kalimat itu muncul, di situlah pengujian epistemologi bagi kita satu-persatu.
Bagaimana sebenarnya sikap kita di hadapan Tuhan, relakah kita kembali pada firman, tunduk dan diajar
oleh firman sehingga hidup kita dikoreksi perlahan serta diperbaharui. Iman Kristen bukanlah iman yang
percaya Yesus lalu selamat, bukan sesederhana demikian karena istilah di dalamnya perlu diperhatikan lagi.
Seringkali kalimat itu menjadi satu slogan yang hanya dilempar tanpa pengertian esensial di belakangnya.
Kita seolah percaya Yesus lalu seolah kita sudah mengerti, padahal di belakang itu terlalu banyak masalah
yang belum terselesaikan. Mari kita belajar sungguh-sungguh supaya akhirnya hidup, perjuangan dan
praktika kita tidak sia-sia dan akhirnya Tuhan dapat menarik kita dan mengatakan, mari kembalilah
hambaku yang baik dan setia. Kiranya ini menjadi anugerah bagi kita.

Bagian kedua

Pada minggu yang lalu kita sudah membicarakan tentang Yoh 8 dimana di dalamnya terdapat satu diskusi
yang sangat serius antara Tuhan Yesus dengan orang-orang Yahudi saat itu. Ketika selesai mengajar,
dikatakan di ay. 30 bahwa banyak orang yang percaya kepadanya. Namun kalau kita membaca selanjutnya,
ternyata timbul masalah yang begitu rumit yang berakhir dalam ay 59 di mana orang-orang tersebut
mengambil batu lalu melempari Yesus. Disitu kita melihat 4 hal yang menyebabkan timbulnya per-
masalahan di mana mereka yang percaya kepada-Nya akhirnya berbalik mau membunuh Yesus.
342 Ringkasan Khotbah – Jilid 1



1. Problem kepercayaan itu sendiri (Problem of Faith). Kepercayaan kita pada satu agama tidaklah identik
dengan iman kita, karena apabila ditelusur akan terkorek apa sebenarnya yang menjadi dasar kepercayaan
yang akhirnya membuat kita memutuskan mau percaya kepada Yesus. Dan basis kepercayaan itu oleh
Cornelius Van Til dikatakan sebagai satu sub- struktur yang sebenarnya menjadi basis kepercayaan manusia
yang hanya terbagi menjadi dua dasar pijak yang sangat mendasar: pertama, orang tersebut ketika percaya
akan menyerahkan diri sepenuhnya kepada Kristus karena ia tahu Tuhan itulah yang mengatur, memiliki
dan memimpin hidupnya. Dan golongan itu disebut sebagai golongan yang percaya akan kedaulatan Allah
atas hidupnya. Namun mayoritas manusia justru masuk dalam golongan kedua, yaitu manusia yang
menegakkan otonominya sendiri. Sehingga ketika ia mau percaya kepada Kristus sebenarnya ia hanya mau
memanipulasi Kristus. Hari ini banyak orang Kristen yang perlu menguji kembali imannya. Jikalau kita
mengatakan percaya Yesus, benarkah kita percaya Yesus dalam arti yang sesungguhnya, bahwa Dia adalah
Juru Selamat kita, yang mengatur dan berdaulat atas hidup kita dan kita adalah hamba-Nya yang
menyerahkan diri kepada-Nya. Ataukah kita hanya mau percaya sejauh yang kita mau Tuhan ikut kepada
apa yang kita inginkan karena sebenarnya kita percaya pada diri sendiri. Dalam Ibr 11:1 dikatakan: “Iman
adalah dasar dari segala sesuatu yang kita harapkan dan bukti dari segala sesuatu yang tidak kita lihat.”

2. Problem Epistemologi (pencarian kebenaran), di mana kebenaran itu berada dan bagaimana kita
bersikap benar. Pada saat itu orang-orang Yahudi merasa bahwa mereka adalah orang benar dan bukannya
Tuhan yang menentukan kebenaran. Hal ini menjadi basis rasionalisme modern yang berkembang luar
biasa di tengah abad modern. Sedang dari kekristenan muncul tokoh teologi natural seperti Thomas
Aquinas, yang mengatakan bahwa untuk tahu tentang Allah dan realita, kita tidak perlu kembali kepada
firman tetapi cukup dengan alam kita dapat menganalisa, sampai kita mengetahui adanya Tuhan. Dua arus
besar ini melanda dunia dan menjadikan manusia mengembangkan satu pemikiran di mana manusia
merupakan ukuran atau pusat segala sesuatu, sehingga benar atau tidak adalah bergantung pada manusia.
Kalau manusia sudah berpikir bahwa ia adalah penentu kebenaran, maka ini merupakan basis kondisi yang
paling mengerikan dalam dunia. Saudara dan saya bukanlah kebenaran sehingga kita tidak mungkin
mengerti atau menjadi penentu kebenaran.



1. Kita semua justru menjadi pencari kebenaran

2. Orang yang dirinya kebenaran tidak pernah berbuat salah, karena semua yang dipikirkan,
diputuskan dan dilakukan pasti benar, sedangkan kita semua pernah memutuskan dan mengalami salah.

3. Manusia satu dengan lainnya hanya merupakan lingkaran kecil yang saling berbeda satu sama lain
maka itu menunjukkan bahwa manusia bukan kebenaran. Waktu tahu bahwa kita bukan kebenaran dan
sadar bahwa kebenaran harus dicari, maka sangat fatal kalau kemudian kita menutup diri dan menganggap
diri kita adalah kemutlakan kebenaran. Seringkali kita begitu sombong dan menetapkan diri kita kebenaran
hingga akhirnya jatuh dan saat itu baru menyesal. Kalau itu dalam tahap beresiko kecil maka kita masih
dapat mengerti namun kalau akhirnya itu mengorbankan seluruh hidup karena kebodohan kita maka
betapa celakanya! Seperti orang Yahudi yang menolak Kristus dan tidak mau balik kepada kebenaran,
Tuhan mengatakan, “Barangsiapa berasal dari Allah, ia mendengarkan firman Allah; itulah sebabnya kamu
tidak mendengarkannya, karena kamu tidak berasal dari Allah.” Mereka pada saat itu tidak mau dan tidak
343 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

dapat menerima kebenaran karena sudah dijepit di dalam satu close system yang membuat mereka hanya
memandang dirinya sebagai patokan kebenaran.
Selanjutnya, kita akan membahas problem yang ketiga yaitu: Problem of Freedom (masalah kemerdekaan).
Tuhan mengatakan, baliklah kepada firman karena firman itu adalah kebenaran maka kebenaran itu akan
memerdekakan atau membebaskan engkau. Kalimat memerdekakan itulah yang menjadi masalah serius
bagi orang Yahudi saat itu. Secara politik status mereka adalah jajahan bangsa Romawi dan saat itu mereka
benci sekali karena setiap tahun harus bayar upeti pada pemungut cukai yang akhirnya dikirimkan ke Roma.
Itu fakta keadaan mereka sehari-hari. Sehingga waktu Yesus mengatakan hal itu, jawaban mereka menjadi
suatu ketakutan tanpa mau lagi mendengar realitanya. Masalah ini bukanlah hanya masalah orang Yahudi
dua ribu tahun yang lalu tetapi justru sejak belahan abad 20 ini menjadi masalah yang sangat serius. Sekitar
tahun 1960-an kebebasan menjadi gerakan yang begitu besar melanda dunia dalam gerakan yang
dinamakan Counter Culture Movement, gerakan anti kebudayaan dan semua hukum yang berlaku yang
mengakibatkan munculnya gerakan Hipis dengan slogannya yang dikenal yaitu V (victory). Dan pada tahun
1985 gerakan ini menjadi gerakan yang sangat besar dan liar, dan akhirnya mereka mulai memproklamasi-
kan gerakan ini dengan satu tanda atau perayaan yang dikenal dengan nama Woodstock Life Show. Di
sebuah lapangan yang sangat besar terdapat sekitar 100 ribu anak muda yang berkumpul selama beberapa
hari untuk melakukan berbagai macam kegiatan yang liar, minuman keras, obat-obat terlarang dan seks
bebas, dan setiap malam mereka mendengarkan musik metal untuk menunjukkan pada dunia bahwa
dirinya bebas. Dan itu dianggap sebagai satu tanda kebebasan anti aturan yang menjadi gerakan besar.
Akhirnya Yesus membuka fakta dengan mengatakan, “Sesungguhnya setiap orang yang berbuat dosa,
adalah hamba dosa.” Berarti pengertian bebas tidak dapat tidak harus direferensikan dengan kata kedua
yaitu dosa. Bebas harus dikaitkan dengan aspek dosa. Sebab ketika kelompok Counter Culture Movement
berteriak bebas, maka mereka ingin bebas untuk berbuat dosa dan waktu berbuat dosa mereka tidak ingin
dikritik dan dilarang. Tetapi Yesus mengatakan bahwa ketika kita mengira itu bebas maka kita justru
terbelenggu dan celaka di dalam dosa karena menjadi budak dosa dan tidak dapat keluar dari jerat dosa.
Inilah esensi yang menipu di tengah dunia. Dosa apapun, sebelum masuk, kita akan dipancing dengan
segala tawaran yang begitu menarik namun setelah saudara masuk di dalamnya maka ia akan
mencengkeram, dan kita akan berurusan dengan bapanya dosa yaitu Iblis yang tidak akan pernah
melepaskannya. Itulah yang Tuhan ingin katakan bahwa ketika kita balik kepada kebenaran maka
kebenaran itu akan memerdekakan kita.
Seorang filsuf besar, Immanuel Kant yang mencetuskan satu konsep tentang Prinsip Moral mengatakan
bahwa bebas sejati adalah ketika engkau mau maka engkau dapat berkata tidak, sehingga tidak ada
satupun yang dapat menaklukkan termasuk diri kita sendiri. Namun ide itupun tetap merupakan ide
humanis, karena itu semua dilawan sendiri sehingga tidak ada artinya sama sekali. Alkitab mengatakan
bahwa dengan kembali pada firman maka firman itu akan memerdekakan kita. jikalau kita mengerti hal ini
maka saudara dan saya dapat tahu bagaimana hidup bebas yang sejati, bebas dari belenggu dosa. Alangkah
celaka kalau kita mempertaruhkan hidup kita hanya untuk menyerahkannya kebawah perbudakan dosa.
Sadarkah kita bahwa kita adalah orang berdosa dan kadangkala dalam hati kita berteriak ingin keluar dari
masalah tetapi tidak mampu? Engkau mau bertekad untuk keluar namun kita tidak cukup kuat untuk dapat
keluar dari situ. Dosa bukan hal sederhana! Tidak ada kekuatan kecuali intervensi luar yang menerobos dan
menembus semua kekuatan yang membelenggu kita. Jikalau dosa dapat diselesaikan dengan begitu
sederhana maka Yesus tidak perlu datang ke dunia, darahnya tercurah di atas Golgota dan tubuhnya
dipecahkan. Justru karena begitu serius dan mencengkeram maka harus ada kuasa untuk mendobrak dan
344 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

menghancurkan kuasa kematian. Ia harus datang untuk menjalankan misiNya sekalipun untuk misi itu Ia
harus merelakan diri menjadi korban penganti dosa yang saudara dan saya lakukan.
Di saat hari ini kita melakukan perjamuan, Tuhan mengingatkan bahwa melalui perjamuan kita akan
senantiasa diingatkan akan kematian Tuhan sampai Ia datang kembali. Kematian yang menebus dosa kita,
untuk itulah Ia datang ke tengah dunia, Ia datang bukan untuk dilayani melainkan untuk melayani dan
untuk menyerahkan nyawa menjadi tebusan bagi banyak orang. Tanpa kuasa penebusan Kristus maka tidak
ada kemungkinan saudara dan saya keluar dari dosa dan tanpa kuasa kebenaran firman maka tidak
mungkin ada kekuatan untuk saudara dan saya dapat keluar dari jebakan dosa. Hari ini saya harap kita
benar-benar dapat menggumulkan hal ini, betulkah kita tahu bahwa kita adalah orang berdosa yang secara
fakta berada di bawah perhambaan dosa dan yang sudah dibongkar dan dilepaskan oleh Kristus sehingga
kita boleh hidup bersama Dia. Sudahkah kita diberi kekuatan di dalam firman sehingga kita dapat
mengalahkan kuasa belenggu dosa dan sudah dimerdekakan dari dosa? Mari kita sadar apa yang sedang
terjadi pada diri kita dan siapa kita, sadar kita perlu Tuhan menolong dan mengeluarkan kita kembali. Apa
artinya kita mengejar sesuatu yang sedikit untuk menghancurkan seluruh hidup kita di dalamnya. Biarlah
dengan ini, problem yang dihadapi orang Yahudi jangan menjadi problem kita sehingga kalau kita
mengatakan percaya kepada Tuhan maka sungguh-sungguh kita percaya sepenuh hidup kita kepada
Kristus. Biarlah ini menjadi kekuatan kita.

Bagian ketiga

Saudara, seperti kita sudah renungkan dalam dua minggu ini, kita mempelajari satu bagian ayat
pergumulan yang begitu serius antara Tuhan Yesus dengan orang-orang Yahudi yang percaya kepada-Nya.
Ketika mereka berkata, “Saya percaya kepada Engkau, Tuhan Yesus,” maka perkataan itu ternyata tidak
demikian sederhana, karena begitu Yesus melanjutkan perkataan-Nya, maka hal itu mendapatkan reaksi
yang sangat berlawanan di mana akhirnya mereka mengambil batu dan ingin membunuh Yesus.
Berdasarkan itu kita kemarin telah melihat adanya empat problem di mana tiga di antaranya telah kita
selesaikan selama dua minggu yang lalu:
1. Problem of believe (problem kepercayaan itu sendiri). Percaya itu menyangkut pada satu obyek percaya
dan bagaimana subyek percaya itu berelasi dengan obyek percaya. Ketika saya percaya kepada, maka
bagaimana saya merelasikan diri saya dengan obyek percaya saya. Di sini kita melihat bahwa ketika orang
Yahudi mengatakan "saya percaya Yesus" ternyata mereka bukan percaya kepada Yesus melainkan hanya
beriman sejauh Kristus dapat mengikuti apa yang mereka mau. Sehingga ketika Kristus mengeluarkan
kalimat yang bertentangan dengan apa yang mereka mengerti dan pikirkan maka langsung mereka tolak
dan lawan. Maka kalau kita menelusur ke dalam, memperhatikan aspek dan pergumulan keimanan
seseorang, maka kita akan melihat bahwa ternyata persoalan yang diucapkan Tuhan Yesus di dalam ayat ini
menjadi satu masalah yang sangat serius di dalam prinsip keagamaan, karena sebenarnya kita hanya rela
sejauh Yesus dapat kita tunangi demi mencapai maksud, ide dan keyakinan kita. Mengerti kebenaran bukan
begitu sederhana dan diterima begitu saja tetapi waktu kita percaya, kembali kepada firman harus
membuat kita taat melihat siapa obyek iman kita. Seringkali kita mengatakan, “I believe to (saya percaya
kepada),” tetapi itu berbeda total dengan “saya percaya ke dalam” karena kalau saya percaya ke dalam, itu
berarti memasukkan seluruh hidup saya ke dalam obyek kepercayaan saya. Itulah relasi yang sejati dari
iman yang sejati! Kalau saya percaya Yesus tetapi tidak mau diatur oleh-Nya, berarti sebenarnya saya bukan
percaya “ke dalam Kristus” tetapi “kepada Kristus" dan Ia hanya sebagai Eksternal Faith (iman di luar diri kita)
yang tidak berhubungan dengan diri kita.
345 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

2. Problem kebenaran. Ketika manusia sudah jatuh ke dalam dosa maka kebenaran menjadi sesuatu
hal yang begitu serius karena kita harus masuk ke dalam konsep epistemologi atau pencarian kebenaran
yang sesungguhnya, sebab di tengah dunia terlalu banyak kebenaran semu yang sedang disodorkan kepada
kita. Apa yang dikatakan benar, itu masih harus dipertanyakan lagi karena terlalu banyaknya unsur bukan
kebenaran yang masuk di dalamnya. Ketika seseorang tidak sadar dan akhirnya kejeblos, maka ia akhirnya
memilih dirinya sendiri sebagai penentu kebenaran. Dan ketika ia mulai menganggap bahwa dialah yang
menentukan kebenaran maka ia sedang bermain-main seolah-olah menjadi Tuhan dan itu berarti ia sedang
meresikokan dirinya hancur seluruhnya, karena sebenarnya tidak ada satu manusia pun yang menjadi
penentu kebenaran.
3. Problem Kemerdekaan. Waktu dunia berteriak “Bebas!” itu selalu mempunyai ide ingin bebas
berbuat dosa. Referensi dosa menjadi referensi terpenting di dalam membicarakan kebebasan. Selama
berbuat dosa maka kita akan menjadi hamba dosa dan itu artinya kita perlu dimerdekakan dari dosa. Maka
ketika Kristus mengidekan kemerdekaan, itu berarti kita merdeka dari belenggu dosa, tidak lagi berbuat
dosa dan kembali kepada kebenaran.



4. Problem of Obedience (problema ketaatan/perhambaan). Melalui buku yang berjudul Social Contract (1762), J.J.
Rousseau mencetuskan satu ide yang melawan semua otoritas yang ada yang memang pada saat itu terlalu
lemah sehingga akhirnya mencetuskan terjadinya Revolusi Perancis (1778). Banyak tuan tanah pada saat itu
yang mempunyai kastil (istana) dan tentara sendiri lalu menindas rakyat serta menjadikannya budak. Mereka
kaya dan menjadi raja-raja kecil di seluruh Eropa sehingga rakyat menjadi marah sekali. Akhirnya semua
jajaran otoritas dihabiskan dan mereka merasa bahwa itulah kemerdekaan kaum bawah (rakyat jelata)
dengan menganggap tidak ada otoritas lagi. Gerakan itu menjadi arus besar di seluruh Eropa yang disebut
gerakan abad pencerahan, dengan slogan “Kami sudah dewasa.” Sehingga sejak itu mereka menganggap
kalau merdeka berarti tidak ada otoritas di atas mereka. Inilah yang kemudian memang secara positif
menjadi gerakan yang disebut demokrasi dan semangatnya mulai muncul di dunia namun akhirnya
berkembang menjadi anti otoritas. Itulah yang menjadikan dunia rusak dan masuk ke dalam kekacauan
total. Ketika kita sudah tidak dapat mengakui otoritas di atas kita, itu menjadi kecelakaan besar yang
menghancurkan kita sendiri.

Kalau demikian, bagaimana kita mengerti arti merdeka/bebas? Di sini saya harap kita kembali kepada
esensi. Alkitab mengatakan, waktu kita dikeluarkan dari perbudakan dosa, itu bukan berarti kita merdeka
yang mana di atas kita tidak ada otoritas sama sekali. Kalimat Tuhan Yesus begitu tegas, “Jikalau kamu
tetap dalam firman-Ku, kamu benar-benar adalah murid-Ku,” ini kunci pertama! Jadi jikalau kita kembali
pada firman maka firman itulah yang menundukkan kita, dan itu menjadikan kita murid Kristus. Baru
berdasarkan kondisi tersebut maka kalimat kedua muncul yaitu, firman itu akan membuat kamu mengerti
kebenaran dan kebenaran itu memerdekakan kamu. Berarti keluarnya kita dari perhambaan dosa membuat
kita harus masuk di dalam perhambaan kebenaran dan tanpa saya menjadi hamba kebenaran, saya tidak
akan pernah keluar dari perhambaan dosa, karena untuk keluarnya saya dari perhambaan dosa saya
terlebih dahulu harus masuk ke dalam perhambaan kebenaran. Maka Alkitab dalam Roma 6 menjelaskan
bahwa pilihan yang ada hanyalah menjadi hamba dosa atau hamba kebenaran, dan tidak ada pilihan ketiga.
Kalau demikian, mari kita mulai menyadari bahwa merdeka tidak identik dengan tanpa otoritas tetapi
kembalinya saya kepada perhambaan kebenaran.
346 Ringkasan Khotbah – Jilid 1


1. Terlalu banyak jajaran di atas kita yang kita butuhkan dan itu ordo urutannya harus dihargai.
Manusia bukan mahkluk yang bebas murni tetapi yang bebas bergantung sehingga naturnya kita memang
harus tunduk di bawah kebenaran yang sejati. Waktu peristiwa gempa bumi besar di Kobe, sepertinya
Tuhan menunjukkan kekuatan-Nya dan mempermainkan kesombongan manusia, dan saat itu seluruh
jajaran di Jepang tidak punya kemampuan untuk mendeteksi terjadinya hal tersebut, sekalipun mereka
mempunyai peralatan yang super canggih, sehingga kehancuran, kematian dan kecelakaan tidak dapat
dihindarkan.

2. Kita harus sadar bahwa Allah adalah satu-satunya altimate being yang sah dan hanya kembali
kepada Tuhan, maka di situlah altimate being yang berhak menundukkan kita. Dalam Roma 1:1832 Paulus
berbicara mengenai hal ini secara teliti dan ketat dengan ayat yang sangat pendek, yaitu problematik
permainan agama oleh manusia. Mari kembali kepada Allah yang sejati, kembalilah kepada firman karena
hanya dengan demikian engkau mendapatkan tempat bergantung yang tepat.

3. Hal ini mengembalikan satu ide yang sangat praktis kepada kita yaitu di mana kita kembali
mentuhankan Kristus dan mengembalikan relasi antara Tuhan dengan kita. Relasi ini menjadi relasi yang
seharusnya ada dalam setiap kita. Kalau dalam doa kita menyebut “Tuhan” yang artinya “Lord” (kurios/ Tuan
diatas segala tuan), berarti secara implikasinya kita adalah hamba-Nya. Seringkali ketika kita berdoa terjadi
konfliks relasi yang sangat fatal, sebab di saat kita menyebut nama Tuhan, antara sebutan Tuhan dengan
implikasi Tuhan di dalam ucapan dan hati kita tidak berelasi sama sekali. Kalau kita mengatakan “Lord”
seharusnya kita sadar bahwa kalau kita merdeka, inilah yang mengharuskan kita dengan sungguh mengerti
bagaimana kita masuk ke dalam relasi hubungan antara Tuhan dan hamba yang seharusnya tunduk mutlak.
Saya rindu, setiap kita dapat mengevaluasi diri bagaimana ketika kita berkata “Tuhan” kemudian kita dapat
mengerti apa yang seperti Tuhan Yesus ajarkan. Mari relasi kita dipulihkan kembali sehingga kita dapat
berkata, dikuduskanlah nama-Mu, datanglah kerajaan-Mu (pemerintahan dan otoritas-Mu nyata di atas hidupku) Dia
adalah Tuhan, raja dan pemilik hidupku dan jadilah kehendak-Mu, di bumi seperti di surga. Biarlah itu yang
kita doakan! Biarlah setiap kita boleh belajar berdoa seperti format yang Tuhan Yesus ajarkan dalam doa
Bapa Kami. Doa di mana Allah dipertuhankan dengan sungguh-sungguh, Dialah otoritas atas hidup kita.

4. Perhambaan dalam kebenaran tidaklah sama konsepnya dengan menjadi hamba dosa. Alkitab
membedakan dengan tajam sekali di mana ketika kita berada dalam perhambaan dosa maka kita
dicengkeram oleh dosa dan dosa bersifat memperbudak, sehingga seluruh kemampuan, kapasitas dan
kesadaran kita dirasuk dan tunduk mutlak dibawah pengawasan yang merasuk, seperti yang dikatakan
dalam Yoh 8:4344. Sedang Roh Kudus tidak pernah dikatakan merasuk tetapi memimpin orang sehingga
dengan demikian kehendak/kesadaran kita tidak dihilangkan dan karena itu kita diminta rela
memperhamba diri. Dan jikalau kita menyeleweng maka kita akan mendukakan Roh Kudus.
Di dalam Perjanjian Lama ada satu contoh di mana kalau seorang Yahudi mempunyai budak maka budak itu
hanya boleh menjadi budak maksimum 7 tahun dan selama itu seorang tuan Yahudi diajar untuk tidak
memperlakukan budaknya semena-mena, sebab mereka adalah budak di dalam umat Allah. Sehingga
setelah mereka dibebaskan, mereka mungkin tetap ingin tinggal karena tahu bahwa tuannya
memperlakukan dirinya dengan baik. Maka kalau ia tetap ingin menjadi budak, ia harus dengan rela
memperbudak diri kepada tuan tersebut dan sebagai tandanya akan ditindik telinganya. Sehingga inilah
gambaran budak yang lain, yang rela memperhambakan dirinya sendiri. Demikian juga, Tuhan minta kita
dengan rela menjadi hamba kebenaran, menundukkan diri masuk dalam kebenaran sehingga dengan
347 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

demikian kita benar-benar masuk di dalam kesadaran siapa diri kita dan bagaimana kita menyerahkan diri
kembali kepada kebenaran yang sejati. Tuhan tidak ingin kita menjadi robot dan memprogram seluruh
hidup kita dan seolah-olah kalau kita berbuat dosa, Tuhan yang salah karena tidak melarang kita berbuat.
Itu terlalu jahat karena seolah-olah kita tidak mau bertanggung jawab untuk dosa yang kita kerjakan. Mari
kita sadar Tuhan menginginkan kita dengan rela menjadi hamba kebenaran dan tunduk di dalam firman
berdasarkan apa yang Tuhan berikan, itulah yang namanya merdeka. Karena firman itulah kebenaran yang
menjadikan hidup kita menjadi beres dan yang akan memerdekakan kita.

Mari kita membereskan konsep-konsep yang tidak benar dalam pikiran kita tentang kemerdekaan sehingga
tidak ada kekacauan di dalam pikiran kita yang membuat akhirnya kita tidak dapat mengikut Tuhan dengan
lepas, bebas dan sukacita. Tuhan katakan, “Jikalau kamu tetap dalam firman-Ku, kamu benar-benar adalah
murid-Ku dan kamu akan mengetahui kebenaran, dan kebenaran itu akan memerdekakan kamu.” Biarlah
kalimat ini menjadi kalimat yang terngiang senantiasa dalam pikiran kita dan memotivasi seluruh hidup kita.
Kita telah membereskan empat problem besar yaitu: Problem Iman (kepercayaan kita), Problem Epistemologi
(kebenaran), Problem Kemerdekaan (kebebasan), dan Problem Perhambaan (ketaatan) yang harusnya muncul.
Kalau 4 problem ini kita bereskan maka hidup kita akan menjadi hidup yang mengerti dan berada di dalam
iman yang sejati. Kiranya Tuhan menguatkan dan menjadikan kita anak-anak Tuhan yang setia serta
mengerti kepada siapa kita percaya.

Amin!
348 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

H
Haan
nyyaa yya
anng
g ssiiaap
pm me ennggh
haad
daap
pii k
keem
maattiia
ann,,
D
Daap
paatt b
been
naarr--b
been
naarr h
hiid
duup
p
Oleh: Pdt. Solomon Yo

Nats: Ibrani 9:27-28

27 Dan sama seperti manusia ditetapkan untuk mati hanya satu kali saja, dan sesudah itu
dihakimi,
28 demikian pula Kristus hanya satu kali saja mengorbankan diri–Nya untuk menanggung
dosa banyak orang. Sesudah itu Ia akan menyatakan diri–Nya sekali lagi tanpa
menanggung dosa untuk menganugerahkan keselamatan kepada mereka, yang
menantikan Dia.

Beberapa tahun ini saya banyak memikirkan tentang kematian, di mana bagi saya ini merupakan satu
masalah yang sangat penting untuk kita pelajari dan mengerti secara tepat. Kematian merupakan suatu
realita yang tidak dapat ditolak, cepat atau lambat, tua atau muda dengan segala cara, sakit, kecelakaan
ataupun karena usia tua. Kita harus siap kapan saja dan di mana saja. Suatu realita hidup yang begitu tragis
sekali di mana sesungguhnya hidup manusia itu begitu rentan dan singkat. Hans Baldung melukis suatu
lukisan yang diberikan judul: “Tingkat-tingkat kehidupan dengan kematian.” Ia ingin mengungkapkan
mengenai tingkat kehidupan di mana ketika manusia lahir dengan keadaan secara jasmani begitu indah,
kemudian kecantikan yang sempurna di dalam seorang manusia dalam kedewasaannya, selanjutnya
berubah dengan timbulnya keriput karena tua dan akhirnya menjadi satu mayat yang begitu mengerikan.
Semuanya ini merupakan sesuatu yang tidak dapat kita hindarkan sebagai manusia, kita semua menjalani
hidup di bawah bayang-bayang maut.



1. Sikap yang naif. Orang berusaha menghindari membicarakan hal-hal yang sedemikian karena itu
hanya akan menimbulkan ketakutan/kesialan. Sikap ini mirip seperti burung onta yang ketika dalam bahaya
menyembunyikan kepalanya ke dalam lobang dan membiarkan tubuhnya masih ada.

2. Sikap yang sangat “berhikmat.” Epikuros mengajarkan satu etika yang sepertinya amat indah tetapi
di dalamnya humanistik atheis yang sangat menyesatkan di dalam pandangan Kristen. Ia mengatakan,
“Ketika kita takut mati berarti kita belum mati, dan ketika kita sudah mati, kita sudah tidak bisa takut,
karena itu kita tidak perlu takut mati.” Asumsinya adalah ketidakpercayaan kepada adanya Tuhan yang
campur tangan mengurus kehidupan manusia seperti di dalam konsep Kristen, serta adanya jiwa setelah
kematian.

Apakah kematian itu, mengapa ada kematian dan bagaimana cara kita menghadapi masalah kematian? Kita
akan melihat hal ini dalam dalam perspektif Kristen. Iman Kristen melihat kematian sebagai sesuatu yang
abnormal/sesuatu yang buruk sekali. Di dalam kematian Lazarus, dikatakan di situ bahwa Yesus menangis
349 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

(Yunani: mengandung suatu kesedihan dan kemarahan terhadap kondisi manusia yang sebenarnya bukan diperkenan Tuhan).
Allah menciptakan manusia supaya hidup bahagia dalam persekutuan dan menikmati rahmat Tuhan yang
limpah, tetapi karena dosa manusia, kematian datang ke dalam hidup manusia. Kematian harus dimengerti
dalam tiga rangkap arti yaitu bukan hanya kematian secara fisik tetapi kematian rohani dan kekal.
Kejatuhan manusia dalam dosa mengakibatkan hubungannya dengan Allah terputus dan ia dikuasai oleh
iblis sehingga mati secara rohani, dan itu membuat manusia menjadi mahkluk yang dipenuhi dengan segala
permasalahannya, karena dosa sudah menghancurkan hidupnya. Maka ketika kematian fisik tiba, itu berarti
habisnya kesempatan untuk dipulihkan, dilepaskan dari hukuman Tuhan dan diselamatkan. Ketika kita mati
maka kondisi dalam dosa inilah yang akan kita bawa di dalam kekekalan, kita mati kekal. Inilah yang harus
kita takuti! Kita tidak takut kepada kematian fisik tetapi yang kita takuti ialah kita memasuki kekekalan di
dalam kondisi yang celaka dan dikuasai oleh dosa.

Semua pengajaran manusia tidak akan pernah membuat manusia lepas dari dosanya. Martin Luther pernah
dalam pergumulannya melawan dosa hampir putus asa. Dia ingin selamat dan untuk selamat ia harus
mencapai standar kesucian dan puncaknya adalah mengasihi Tuhan. Namun ia tahu bahwa ia tidak sanggup
dan kesimpulannya pasti binasa sehingga bagaimana mungkin yang akan binasa dapat mengasihi yang akan
membinasakannya. Di sinilah justru melalui anugerah Tuhan ia dibenarkan oleh iman. Kristus di dalam
kesempurnaan Allah dan manusia mati menebus dosa manusia. Ia menerima segala hukuman yang
harusnya ditanggung manusia dan di dalam kuasanya Ia memiliki hidup yang tidak berkebinasaan yang
ketika sengat maut mau menghancurkan justru kuasa hidup menghancurkan, mematahkan dan
memberikan kemenangan bagi kita semua. Bangkit dengan tubuh kemuliaan yang akan diberikan juga
menjadi bagian kita sehingga Ia akan disebut sebagai yang sulung, yang pertama bangkit dari antara orang
mati. Demikianlah mereka yang berharap dan percaya kepada-Nya mendapatkan janji kebangkitan
daripada kematian, hidup yang tidak berkebinasaan. Kematian Yesus yang sudah menghancurkan kuasa
setan dan dosa secara sempurna memberikan jawaban bagi permasalahan kita bahwa kematian bukan lagi
menjadi sesuatu yang menakutkan, karena sengatnya sudah dipatahkan dan hidup kita yang sementara,
yang satu hari nanti akan mati akan dibangkitkan.

Dengan pengertian ini kita dapat meresponi realita kematian dan bagaimana kita menjalani hidup ini
dengan sebaik dan sebijaksana mungkin.



1. Kesadaran bahwa kematian merupakan masalah terbesar yang harus kita selesaikan membawa kita
pada urgensinya untuk membereskan hubungan kita dengan Tuhan. Mungkin ada orang yang sudah giat
melayani bahkan mungkin menjadi hamba Tuhan, namun apakah sesungguhnya hidup kita sudah dilahirkan
kembali? Paulus mengatakan, “Aku mengawasi diriku, supaya jangan setelah aku melayani Tuhan orang
diselamatkan tetapi aku sendiri yang ditolak.” Orang Reformed harus menjaga antara kemantapan jaminan
keselamatan dan sikap rendah hati yang mau mengevaluasi diri. Dua-duanya tidak bertentangan dan hal ini
harus kita miliki. Blaise Pascal mengatakan bahwa sekalipun manusia begitu kecil tetapi manusia tetap lebih
agung daripada alam semesta karena ia memiliki rasio dan sifat yang begitu mulia, namun ia begitu bodoh
karena jiwanya yang kekal dan bersifat sangat penting tidak sungguh-sungguh dipikirkan secara serius dan
dijaga.

2. Pemikiran akan sorga memberikan kita dorongan dan kekuatan yang besar untuk melakukan karya-
karya besar bagi dunia ini. C.S. Lewis mengatakan, “Jika anda membaca sejarah maka anda akan mendapati
350 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

bahwa orang-orang yang berbuat paling banyak bagi dunia ini adalah mereka yang paling banyak berpikir
mengenai dunia yang akan datang. Mereka semua telah meninggalkan jejak mereka di dalam dunia ini
karena pemikiran mereka diisi oleh sorga. Justru karena orang Kristen pada umumnya tidak lagi berpikir
mengenai dunia yang akan datang maka mereka menjadi tidak efektif dan berguna di dunia ini.” Para
pahlawan iman seringkali merupakan orang yang mempunyai banyak penyakit, kelemahan dan hambatan
tetapi mereka tidak dapat dihalangi karena panggilan sorgawi mereka begitu jelas sehingga mereka tidak
dapat diam sekalipun menghadapi halangan apa saja. Inilah hal yang paradoks dan sekaligus ironis! Justru
karena kita terlalu sehat dan banyak kesempatan untuk menikmati hidup akhirnya hidup kita menjadi sia-
sia dan tersesali waktu tua. Dalam Flp 3:14; 20-21 dikatakan, “Aku melupakan apa yang telah di belakangku
dan mengarahkan diri kepada apa yang di hadapanku, dan berlari-lari kepada tujuan untuk memperoleh
hadiah, yaitu panggilan sorgawi dari Allah dalam Kristus Yesus.” Paulus adalah orang yang teguh sampai
pada garis akhir dengan penuh kemenangan (diperjelas dalam 2 Kor 4:16-18).

3. Kesadaran bahwa setelah mati kita akan memperoleh hadiah atau hukuman dari Allah, itu
memberikan pada kita sense of responsibility khususnya di dalam kehidupan moral kita. Viktor Frankl
melihat arti penting dari kematian di dalam kehidupan manusia. Ia mengatakan, “Jika manusia tidak dapat
mati maka tentunya ia akan dapat dan dibenarkan untuk menangguhkan setiap tindakan untuk waktu yang
lama dan selama-lamanya. Ia tidak perlu membuat keputusan, karena apa yang ia putuskan tidak akan
memberikan perubahan, karena masih ada kesempatan. Namun dengan adanya kematian sebagai akhir
mutlak bagi masa depan dan pembatas bagi kemungkinan maka kita memiliki keharusan untuk tidak
melewatkan satu peluangpun untuk melakukan tindakan yang dapat mempengaruhi seluruh hidup kita.
Kesadaran akan kematian membuat kita serius dan sadar bahwa kita tidak akan berada terus-menerus
dalam dunia ini, sehingga keputusan yang kita buat mempunyai pertanggungjawaban terhadap Tuhan. Dan
itu juga memberikan pada kita satu kerelaan untuk melayani tanpa dilihat manusia. Kesadaran inilah yang
akan membuat moral dan etika kita menjadi berbeda.

4. Pikiran akan sorgawi memberikan pada kita satu perspektif Calvin yang benar untuk menetapkan
nilai hidup dan hikmat bagaimana membangun kehidupan kita yang paling berarti dan limpah. Rahasianya
sudah ada dalam firman Tuhan yaitu dalam 1 Kor 7:29-31 dikatakan: “… sebab dunia seperti yang kita kenal
sekarang akan berlalu.” John Calvin memberikan suatu pandangan di mana sikap kita mempergunakan hal-
hal dunia ini seharusnya seperti seorang musafir yang pemikirannya terarah pada negeri sorgawi yang
sedang kita tuju. Dengan demikian kita akan menjadi orang yang mempunyai sikap siap rela melepaskan
segala milik dan kenikmatan yang kita peroleh dengan tangan terbuka sebagai persembahan pada Tuhan.
Dan ketika kita memperoleh berkat nikmat, kita menerimanya sebagai pembangkit selera atas nikmat sorga
yang lebih tinggi yang akan mengingatkan kita pada suatu kelimpahan yang lebih besar yang sedang
menanti kita di dunia yang akan datang. Inilah paradoks! Kalau kita tidak memiliki sikap demikian maka kita
berada dalam kondisi berbahaya. Kita hanya mampu mengasihi kehidupan kita yang sesungguhnya ketika
kita sungguh-sungguh telah belajar menganggap rendah dunia ini. Kita menerima anugerah Tuhan karena
memberikan kenikmatan untuk kita nikmati tetapi kita mengucap syukur pada Tuhan dan itu tidak pernah
mengikat lalu ketika kehilangan kita anggap bahwa Tuhan kita yang hilang dan Tuhan tidak penting. Waktu
itulah baru nyata mana yang penting! Seorang yang berusia 28 tahun bernama Jim Elliot mengatakan satu
perkataan yang sangat terkenal: “Orang yang melepaskan apa yang tidak dapat dipertahankan dan
memegang erat apa yang tidak dapat direbut darinya bukanlah orang yang bodoh. Kalau kita tidak
memahami dengan baik akan hal ini maka dalam kehidupan kita seringkali terjadi cekcok karena hal-hal
351 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

yang sepele, sehingga hal yang penting kita korbankan. Biarlah kita memiliki kebijaksanaan untuk melihat
hal ini.

5. Selanjutnya kita akan melihat bahwa pemikiran sorgawi ini akan menolong dan mengangkat kita
mengatasi kehidupan yang tidak mudah dan memberikan kekuatan yang dibutuhkan untuk bersabar dalam
kehidupan di dunia ini sampai tiba waktunya Allah membawa kita kembali ke sorga. Di dalam dunia ini
banyak orang yang susah dan memiliki banyak masalah tanpa terkecuali orang yang mempunyai materi.
Sehingga orang baru dapat menerima seluruh realita hidup yang berdosa ini jika ia memiliki satu
pengharapan akan mendapatkan sesuatu yang lebih indah. Terkadang di dalam kekurangan orang justru itu
menjadi suatu kelebihan/ anugerah yang semua orang sebenarnya tidak mau tetapi kemudian setelah
menjalaninya ia baru menyadari bahwa itu anugerah Tuhan.

Orang yang tidak mempersiapkan dan memikirkan kematian, saya pikir adalah orang yang tidak siap hidup.
Dengan pemahaman mengenai realita kefanaan, pencarian mengenai makna kehidupan dan harapan dari
Tuhan akan memberikan kepada kita suatu sikap dimensi hidup dan satu standar hidup yang akan
menjadikan kita manusia sesungguhnya (Mzm 8). Biarlah kita tidak melupakan akan panggilan sorgawi,
harapan sorga supaya kita tahu hidup yang bijaksana menganggap rendah apa yang memang sepele dan
mementingkan apa yang memang bersifat kekal. Biarlah saat ini kita meresponi dan bertekad
memperbaharui hidup sesuai dengan apa yang telah diajarkan Roh Kudus melalui firman yang disampaikan
hamba-Nya.

Amin!
352 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

B
Beerrs
soorra
akk--s
soorra
aii a
atta
assk
keem
meen
naan
ngga
ann
Oleh: Pdt. Sutjipto Subeno

Nats: 1 Kor. 15:50-58

50 Saudara–saudara, inilah yang hendak kukatakan kepadamu, yaitu bahwa daging dan
darah tidak mendapat bagian dalam Kerajaan Allah dan bahwa yang binasa tidak
mendapat bagian dalam apa yang tidak binasa.
51 Sesungguhnya aku menyatakan kepadamu suatu rahasia: kita tidak akan mati semuanya,
tetapi kita semuanya akan diubah,
52 dalam sekejap mata, pada waktu bunyi nafiri yang terakhir. Sebab nafiri akan berbunyi dan
orang–orang mati akan dibangkitkan dalam keadaan yang tidak dapat binasa dan kita
semua akan diubah.
53 Karena yang dapat binasa ini harus mengenakan yang tidak dapat binasa, dan yang dapat
mati ini harus mengenakan yang tidak dapat mati.
54 Dan sesudah yang dapat binasa ini mengenakan yang tidak dapat binasa dan yang dapat
mati ini mengenakan yang tidak dapat mati, maka akan genaplah firman Tuhan yang
tertulis: "Maut telah ditelan dalam kemenangan.
55 Hai maut di manakah kemenanganmu? Hai maut, di manakah sengatmu?"
56 Sengat maut ialah dosa dan kuasa dosa ialah hukum Taurat.
57 Tetapi syukur kepada Allah, yang telah memberikan kepada kita kemenangan oleh Yesus
Kristus, Tuhan kita.
58 Karena itu, saudara–saudaraku yang kekasih, berdirilah teguh, jangan goyah, dan giatlah
selalu dalam pekerjaan Tuhan! Sebab kamu tahu, bahwa dalam persekutuan dengan
Tuhan jerih payahmu tidak sia–sia.

“Tetapi syukur kepada Allah, yang telah memberikan kepada kita kemenangan oleh Yesus Kristus, Tuhan
kita.” Kalimat pekik seperti ini tidak mudah kita mengerti kecuali Tuhan membuka pengertian tersebut
sedalamnya pada kita. Ketika Paulus mengatakan kalimat di atas, kalimat itu merupakan suatu pekik
sukacita dan nyata dari seorang yang sudah sungguh-sungguh dibukakan sehingga mengerti apa yang
sedang terjadi di tengah dunia ini.

Di tengah dunia modern kita seringkali tidak sadar telah diterpa dengan pemikiran filsafat yang disebut
nihilisme (satu pemahaman di mana segala sesuatu dianggap nihil/ tidak ada). Dua orang tokoh dari Freiburg University,
Edmund Husserl dan muridnya, Martin Heidegger meneriakkan apa yang disebut sebagai “Fenomenologi”
yang akhirnya menjadi satu gerakan yang bernama “The spirit of nothingless” (satu semangat ketidakadaan).
Seringkali pemikiran nihillisme mulai dengan satu gambaran: ketika orang yang menganut nihilisme melihat
sebuah kertas, maka ia katakan bahwa pada kertas tersebut terdapat lubang. Inilah mulainya pemikiran
yang disodorkan di mana mereka mengatakan bahwa disini terdapat yang tidak ada sehingga tidak ada itu
merupakan satu keberadaan. Inilah yang akhirnya menjadi satu pemikiran besar yang mempengaruhi
seluruh dunia di mana dunia dibawa pada satu pemikiran bahwa kalau kita ada itu sebenarnya tidak ada
353 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

dan sebaliknya yang ada itu mungkin tidak ada sehingga ada atau tidak ada itu menjadi satu. Mengapa hal
seperti ini dapat mempengaruhi dunia? Kita terus berusaha mencari makna namun tidak kita dapatkan.
Semua yang telah kita kerjakan adalah sia-sia dan akhirnya hanya akan dibuang di tong sampah, sedangkan
kita akan masuk dalam kematian dan dilupakan. Kita melihat bahwa nilai kerja kita satu langkah demi satu
langkah akan diganti dengan mesin. Di sini manusia akhirnya harus dihadapkan pada satu realita yang
paling menyakitkan yaitu kematian. Maut menjadi kunci yang akhirnya menghabiskan seluruh daya dan
upaya kita.

Dalam kitab Pengkhotbah dari awal hingga pasal 11 akan banyak kita temukan kata sia-sia. Namun
seharusnya kita tidak hanya berhenti di pasal 11 karena justru di dalam pasal yang terakhir (Pkh 12)
semuanya dibalikkan. Dalam ayat tersebut dikatakan bahwa semuanya sia-sia kecuali kita kembali kepada
Allah di masa muda kita. Kitab Pengkhotbah ingin menyadarkan kita pada satu realita bahwa jikalau kita
terlambat kembali pada Allah maka itu berarti kita telah membuang hidup kita dan itu menjadi satu lubang
kosong yang kita temui dalam hidup kita. B. Pascal mengatakan bahwa di dalam setiap hati manusia
terdapat ruang yang tidak pernah dapat diisi oleh siapapun kecuali oleh Allah sendiri. Kebangkitan Kristus
bukan sekedar kebangkitan yang numpang lewat di tengah sejarah tetapi kebangkitan yang mempunyai
signifikansi begitu besar dan sangat disayangkan kalau dunia tidak mengerti hal ini. Jikalau saudara
mengerti hal ini, maka saudara baru melihat signifikansi dari apa yang Paulus katakan di sini. “Hai maut, di
manakah sengatmu? Hai maut dimanakah kemenanganmu?” Sebab Kristus telah menghancurkan kuasa
maut dan kuasa kematian karena sengat maut adalaha dosadan kuaakematian itu adalah kuasa hukum
taurat. Di sini kita dapat membayangkan dunia yang dicengkeram di bawah sengat dosa dan kematian
menjadikan dunia tidak berpengharapan dan hancur.

Betapa bahagia menjadi orang yang boleh merayakan paskah. Apa sebenarnya arti Paskah? Di hari Paskah
kita boleh meneriakkan kemenangan yang luar biasa karena Paskah merupakan satu kejadian yang
membalik seluruh pengharapan sejarah, nilai hidup dan seluruh kuasa yang selama ini berkuasa di tengah
dunia. Selanjutnya kita dapat melihat beberapa kemenangan yang akan kita dapatkan dari Paskah:

1. Kuasa Kristus yang menang atas kuasa kematian mengalahkan maut itu sendiri. Di tengah dunia
ketika seluruh perjuangan tidak mampu memperjuangkan apa yang disebut maut, maka Kristus bangkit
untuk mengalahkan maut. Andaikata saya hari itu berada di sana dan diberitahu bahwa Yesus bangkit maka
itu merupakan satu berita yang sulit diterima tetapi harus diterima. Di sepanjang sejarah tidak ada tokoh
besar manapun yang dapat berkata bahwa ia akan pergi ke Yerusalem, menanggung banyak penderitaan
dari pihak tua-tua, iman-iman kepala dan ahli taurat, dibunuh dan mati namun pada hari ketiga bangkit.
Dan kalimat proklamasi itu bukan hanya didengar oleh para murid-Nya namun juga musuh-musuhnya yaitu
para ahli taurat, orang Farisi, Herodes dan bahkan oleh Pilatus sehingga kuburan Yesus dijaga ketat dari
luar. Namun kuasa kebangkitan tersebut bukanlah dari luar tidak ada seorangpun yang berhak
menghambat Kristus bangkit. Ini merupakan satu bukti yang tidak dapat dihapus dari sejarah.

Berita dan ajaran Kristen bukan sekedar berita dan ajaran tetapi berita Injil adalah hidup itu sendiri. Hal ini
bukan sekedar teori tetapi Kristus membuktikannya dengan menghancurkan kuasa yang paling besar, di
mana seluruh manusia tidak memiliki harapan untuk menghadapinya. Paskah adalah pekik kemenangan
karena hidup mengalahkan kematian. Itulah alasan kekristenan tidak menerima konsep dualisme atau
keseimbangan antara kebaikan dan kejahatan tetapi kita percaya bahwa maut dan kematian berada di
bawah kuasa kehidupan. Ketika kita kembali pada Kristus maka tidak ada kematian yang dapat
mencengkeram manusia. Maka di dalam ayat 53 Paulus dengan tegas membuka rahasia ini pada kita bahwa
354 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

yang dapat binasa akan diganti dengan yang tidak dapat binasa dan yang mati atau bersifat daging akan
digantikan dengan yang tidak dapat rusak, yang nantinya akan terus berada dalam kekekalan. Ini
merupakan satu esensi iman Kristen yang mampu menghancurkan kuasa kematian dan dosa.

2. Kita bukan hanya mendapatkan hidup tetapi juga mendapatkan kuasa kemenangan tersebut. Ketika
Yesus bangkit maka Ia menjadi yang sulung dari semua yang akan dibangkitkan. Inilah kuasa yang akan
mengikuti semua orang yang berada di bawah representasi Kristus. Kuasa itu menyertai kita dan
memampukan kita menaklukkan kuasa kematian dan dosa. Seringkali anak Tuhan dalam abad 20 ini
kehilangan kekuatan kuasa ini sehingga akhirnya justru terjebak untuk mencari kuasa-kuasa lain. Kuasa
yang mampu untuk mengatur itu semua bukanlah di tangan kita sebab manusia adalah mahkluk yang
submisif (tidak mempunyai power). Kuasa kemenangan Kristus adalah kuasa yang membawa kita kembali pada
Kristus. Jikalau saudara sudah jelas di dalam pimpinan Tuhan dan benar-benar setia dan taat kepada Firman
maka halangan badai ataupun tantangan yang besar takkan mampu menahan kita karena ada kuasa besar
yang sanggup menghancurkannya. Bahkan ketika para murid mempertanyakan kuasa tersebut Yesus
menjawab, sekalipun iman mereka sebesar biji sesawi tetapi jikalau mereka mengatakan kepada gunung
supaya berpindah maka iapun akan berpindah. Sehingga di sini masalahnya hanyalah ketaatan dan
bukannya iman yang besar atau kecil. Sungguh sayang banyak orang Kristen yang tidak mempunyai
pengalaman iman yang menyertainya sehingga akibatnya mereka kering dan ikut menjadi orang-orang yang
merasa begitu tidak mampu dan tidak berani lagi menjalankan kehendak Allah. Hal itu muncul karena
mereka tidak mempunyai relasi yang baik, hidup dekat dengan Tuhan, sehingga kepekaannya untuk
mengerti kehendak-Nya serta kesadaran akan kuasa yang menyertainya tidak ada dan akibatnya mereka
lumpuh di dalam imannya. Saya mengharapkan di akhir abad 20 ini muncul anak-anak Tuhan yang tahu
panggilan dan bagaimana berjalan dalam kehendak Tuhan. Ini bukan berarti bahwa kita semua harus
menjadi pendeta, tetapi berjalan berdasarkan ketaatan dan pimpinan Tuhan untuk setiap apa yang kita
kerjakan maka kuasa Tuhan akan menyertai kita. Ini yang seharusnya muncul dan menjadi pengalaman
rohani kita sehingga kita boleh menjadi saksi Kristus.

3. Kuasa kemenangan itu memberikan pada kita pengharapan yang sejati. Ke-tika kita kembali kepada
Allah di masa muda kita maka semua itu tidak akan menjadi sia-sia karena pada akhirnya akan membawa
kita kepada satu hasil atau berkat yang besar, yang di mana sesudah kematian ada satu kehidupan kekal
yang menjadi bagian kita. Terdapat beberapa konsep setelah kematian namun semua itu hanya dipaksakan
karena manusia ingin menghindar dari satu pertanggungjawaban sesudah kematian. Manusia gentar ketika
ia harus berhadapan dengan titik kematian sehingga akhirnya mereka menyangkali fakta kematian dengan
berbagai teori. Efek dosa memang harus mati tetapi itu bukanlah akhir karena sesudah kematian kita akan
masuk dalam kehidupan kekal. Seluruh pengharapan akan ditumpukan kepada penggarapan eskatos (eska-
tologi) hingga pada akhir nanti kita akan dibangkitkan. Dalam ayat 52 Paulus mengatakan bahwa dalam
sekejap mata, pada waktu bunyi nafiri yang terakhir. Sebab nafiri akan berbunyi dan orang-orang mati akan
dibangkitkan dalam keadaan yang tidak dapat binasa dan kita semua akan diubah. Itulah yang membuat
seluruh perjuangan penuh dengan pengharapan. Di sinilah orang Kristen yang menjadi satu-satunya yang
sanggup membuka dan memberikan pengharapan karena kuasa kemenangan di dalam Kristus. Maka teriak
kemenangan yang diteriakkan (the shout of victory) bukanlah sembarangan tetapi mempunyai kuasa dan
pengharapan yang benar-benar dinantikan dunia.

4. Kebangkitan Kristus adalah kebangkitan yang mematahkan kuasa kebencian dan kuasa dosa.
Semakin hari kuasa dosa semakin mengakar dan manusia akan terus tenggelam di dalamnya, dan itu
mempengaruhi cara kerja, pola pikir dan seluruh hidupnya di tengah dunia ini. Reformasi sejati adalah
355 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

reformasi hidup kita kembali pada kebenaran Allah. Ketika Kristus naik di atas kayu salib, di Golgota dan
bangkit dari kematian, mengalahkan kuasa dosa dan kematian maka di situlah terjadinya pertolongan yang
sejati, proses satu-satunya yang menjadi proklamasi kasih yang sejati di tengah dunia yang tidak memiliki
kasih. Salib, kebangkitan Kristus adalah kuasa pekik kemenangan dimana dosa diikat dan dihancurkan
menjadikan kuasa cinta kasih dimunculkan. “Kristus telah mati untuk kita, ketika kita masih berdosa” (Roma
5:8). Ketika kita masih melawan Tuhan maka saat itulah Ia mencurahkan cinta kasih-Nya. Ini merupakan
berita yang luar biasa! Bagaimana Tuhan mengasihi dan kuasa kasih-Nya menerobos hati yang beku. Saya
rindu anak-anak Tuhan belajar akan hal ini. Menerobos dengan kuasa kebangkitan memang tidak mudah
tetapi harusnya kita mulai berlatih sehingga dengan kuasa kasih tersebut kita dimampukan untuk mencintai
orang lain dan bahkan musuh yang merugikan dan menghancurkan kita. Berapa di antara kita yang
mempraktekkan prinsip kemenangan Kristus tersebut dalam hidup kita?

5. Kuasa kemenangan Kristus memberikan nilai terbesar di seluruh kehidupan kita. Kristus pernah
mengatakan bahwa jikalau kita setia dan taat mengerjakan apa yang Tuhan kehendaki maka kita adalah
hamba yang setia sehingga kita boleh masuk dalam perjamuannya. Banyak orang dunia mengerjakan
banyak hal namun apakah yang dihasilkannya? Di sini justru ketika kita kembali pada Kristus maka kuasa
kemenangan Kristus menjadikan kita mampu untuk mengerjakan keselamatan dan pelayanan kita, berdiri
teguh dan tidak goyah, sebab di dalam Tuhan pekerjaan kita tidak sia-sia. Di luar Kristus saudara bagaikan
ranting yang tidak berbuah, yang hanya akan dipotong dan dibakar. Seluruh makna dan nilai hidup kita baru
mencapai nilai yang sesungguhnya setelah kuasa kemenangan Kristus diteriakkan dan di situ kemenangan
itu menjadikan kita begitu bersinar terang di tengah dunia yang penuh dengan kegelapan. Pengharapan
kemenangan inilah yang sangat dibutuhkan oleh seluruh dunia. Siapa di antara kita yang mau dipakai Tuhan
untuk memberitakan kepada dunia yang kehilangan pengharapan, yang dicengkeram keterhilangan
manusia sehingga nilai tertingginya boleh dikembalikan? Jadi, jangan goyah dan berdirilah teguh! Tuhan
mau memakai yang minoritas untuk boleh menjadi penyuara di tengah mayoritas.

Amin!
356 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

D
Diin
naam
miik
kaa iim
maan
n
Pergumulan memahami pimpinan Tuhan
Oleh: Pdt. Thomy J. Matakupan

Nats: Amsal 1:1-5

1 Amsal–amsal Salomo bin Daud, raja Israel,


2 untuk mengetahui hikmat dan didikan, untuk mengerti kata–kata yang bermakna,
3 untuk menerima didikan yang menjadikan pandai, serta kebenaran, keadilan dan kejujuran,
4 untuk memberikan kecerdasan kepada orang yang tak berpengalaman, dan pengetahuan
serta kebijaksanaan kepada orang muda ––
5 baiklah orang bijak mendengar dan menambah ilmu dan baiklah orang yang berpengertian
memperoleh bahan pertimbangan ––

Pada waktu orang Kristen menjalani hidupnya maka pikiran yang sering muncul adalah “Bagaimanakah saya
mencari dan mengetahui pimpinan Tuhan dalam hidupku? Dan pada waktu kita memahami hal ini maka
kita akan berhadapan dengan berbagai macam kesulitan. Karena ternyata dinamika pimpinan Tuhan sangat
kompleks adanya.
Sehingga muncul nasehat:

pertama, pertimbangkan apa yang Alkitab katakan,

kedua, kita akan merasa damai sejahtera dan

ketiga, lihat lingkungan kalau memang kehendak Tuhan maka Tuhan pasti akan membuka jalan. Ini yang
disebut dengan prinsip “Pintu Terbuka dan Pintu Tertutup”. Kalau Tuhan berkenan Tuhan akan buka pintu
kalau Tuhan tidak berkenan maka Tuhan akan tutup pintu.

Dalam seluruh aspek hidup kita, umumnya kita hanya melihat bagian luarnya saja padahal pimpinan Tuhan
melampaui semua aspek. Karena ada pengalaman iman yang tidak dapat dilihat secara kasat mata; tidak
bisa dijelaskan dengan logika atau hal-hal yang bersifat fisik dan tidak harus menggunakan standar pintu
terbuka dan pintu tertutup.

Ketika Tuhan memimpin, Tuhan ingin masuk dalam kehidupan pengalaman iman kita dan Tuhan ingin agar
kita hidup di dalam kebenaran Firman. Pengalaman ini merupakan pengalaman yang kompleks karena
banyak orang Kristen tidak melihat esensi dari divine guidance itu sendiri sehingga melihat pimpinan Tuhan
hanya dari hal-hal yang bersifat praktis saja, misalnya kita berdoa supaya Tuhan memberi tanda yang dapat
kita lihat dan mengerti. Hal itu tidaklah salah dan Tuhan bisa melakukannya.

Kitab Amsal menegaskan setiap orang percaya harus sungguh-sungguh membutuhkan pimpinan Tuhan dan
hal ini menjadi pergumulan hidup kita setiap saat dan menjadi central point yang menjiwai seluruh hidup
357 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

kita. Dalam kitab Amsal, banyak nasihat-nasihat tentang mencari pimpinan Tuhan dan kadang-kadang
diperbandingkan dengan orang yang tidak berpengalaman atau orang bebal yang kerap kali jatuh pada
kesalahan yang sama.



1. Manusia adalah makhluk yang rapuh, mudah berubah, mudah tergoncang


dan tidak berpengalaman.

Ketika orang muda mulai menapaki hidup, orang tersebut dapat dikatakan orang yang belum
berpengalaman. Orang tua pun bukanlah orang yang berpengalaman. Orang muda memang belum punya
pengalaman di depan (yang telah dilewati orang tua) akan tetapi orang tua juga belum punya pengalaman untuk
melewati masa di depannya. Itulah sebab kita terus mencari-cari dan bertanya-tanya apa yang menjadi
kehendak Tuhan dalam hidupku. Manusia seringkali menilai hidup berdasarkan standar “sepatutnya dan
selayaknya”. Maka sudah sepatutnya dan selayaknya apabila orang tua menginginkan anaknya belajar di
sekolah yang terbaik dengan harapan masa depannya akan cerah.

Standar “sepatutnya dan selayaknya” tidak dapat kita samakan dengan pimpinan Tuhan karena pimpinan
Tuhan sangat berbeda dan unik, sifatnya out of mind, beyond understanding. Manusia adalah makhluk yang
rapuh dan tidak berpengalaman bahkan sejak Adam dan Hawa. Mereka tahu konsekuensi kalau makan
buah maka akan mati tapi mereka merasa sudah mempunyai pengalaman sebelumnya, mereka makan
buah dalam taman tapi tidak mati. Sampai setan datang menawarkan suatu pengalaman baru dan
menarik, yaitu mata mereka akan terbuka dan akan menjadi seperti Allah tahu tentang hal yang baik dan
yang jahat. Apakah itu berarti mereka tidak mengerti akan natur pimpinan Tuhan? Padahal, Adam dan
Hawa pernah menafsirkan dan menjalankannya dengan tepat apa yang menjadi kehendak Tuhan.

mencatat, “Allah melihat segala yang dijadikan-Nya itu, sungguh amat baik.” Berarti mereka
Kejadian 1:31
hidup sesuai dengan apa yang Tuhan mau sampai pada waktu tertentu mereka mencoba menafsirkan
sendiri berdasarkan standar dan kriteria sepatutnya dan selayaknya. Akhirnya mereka terjerumus dan
mereka harus menanggung konsekuensi diusir dan putus hubungan dengan Tuhan.

2. Natur manusia yang berdosa.

Kitab Amsal menegaskan, setiap tindakan yang muncul secara natural dilakukan karena suatu kebodohan
dan bertentangan dengan kehendak Tuhan (Ams 3:5-7). Natur manusia yang berdosa membuat manusia
cenderung lari dari Tuhan dan melihat kehendak Tuhan sebagai suatu halangan dan ancaman sehingga
manusia tidak dapat mengekspresikan diri sedemikian rupa. Tidak terkecuali dengan umat tebusan karena
umat tebusan pun adalah manusia yang memiliki natur dosa sehingga dapat jatuh dalam dosa. Banyak
orang percaya kerap kali jatuh dalam kesalahan yang sama dan kita masih mempunyai habit yang tidak
dapat kita tinggalkan. Lalu kita mencoba menghibur diri dengan berkata, “Roh memang penurut tapi daging
lemah jadi mohon Tuhan maklum.”

3. Dosa dan kuasanya merupakan sebuah kekuatan yang membawa


dan menarik manusia untuk terus menerus berada jauh dari Tuhan.

Setan akan terus menawarkan alternatif-alternatif pengalaman menarik yang belum pernah dialami
manusia dan pengalaman itu selalu bertentangan dengan kehendak Tuhan sifatnya menjerumuskan.
Setelah nasi menjadi bubur manusia baru menyadari kesalahannya. Dosa selalu muncul dalam tawaran
358 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

yang menarik bahkan lebih indah dari hal-hal yang bersifat rohani. Sudahkah kita berdoa minta pimpinan
Tuhan dalam hidup kita? Pengalaman hidup dalam pimpinan Tuhan merupakan pengalaman iman yang
sukar diukur standarnya, kecuali kita mencoba memahami natur pimpinan Tuhan, yaitu:

a. Pimpinan Tuhan menggunakan sarana wisdom, bijaksana.

J. I. Packer dalam bukunya Knowing God menegaskan Guidance dan Wisdom merupakan dua hal yang tidak
dapat dipisahkan. Pada Ams. 1:2, kata ‘mengetahui’ dan ‘mengerti’ dalam bahasa Ibrani berarti ‘diantara’
dan dikaitkan dengan perbedaan antara benar dan salah sedangkan pada ayat 4, kata ‘memberikan
kecerdasan’ berarti tentang ‘pengambilan keputusan’, decision making dan dikaitkan dengan nasihat yang
bijaksana.

Adakah pertimbangan benar/salah, baik/tidak, kehendak Tuhan/kehendakku muncul di setiap pergumulan


kita saat kita mau memahami pimpinan Tuhan? Ketika kita berada dalam situasi membedakan benar/salah,
kehendak Tuhan/kehendakku, posisi kita berada di tengah-tengah dan kita harus membuat keputusan.
Keputusan ini harus berdasar pada nasehat yang bijaksana, wise councel, yaitu seseorang yang datang dan
mengetahui akibat yang terjadi. Misal, orang tua akan melarang anaknya bermain api karena tahu akibat
yang akan terjadi.

Bijaksana Ilahi bisa datang melalui siapa saja untuk menasehati kita! Biarlah kita memperhatikan dengan
seksama, gaze, apa yang Tuhan mau, hal-hal detail, wise councel yang muncul.“Bukankah hikmat berseru-
seru,…di persimpangan jalan-jalan…di samping pintu-pintu gerbang…(untuk memberikan) pengertian kepada
orang yang tidak berpengalaman” (Ams. 8).

b. Bijaksana dan pimpinan Tuhan harus didasarkan pada wahyu Ilahi.

Wahyu Tuhan harus menempati tempat utama saat kita mau memahami pimpinan Tuhan. Sehingga banyak
orang Kristen berharap mengalami pengalaman yang spektakuler. Semua pengalaman spektakuler tersebut
tidaklah salah tapi harus dkembalikan pada wahyu Tuhan baik ada maupun tidak ada pengalaman
spektakuler sekalipun.

Jikalau ada orang Kristen yang ingin mengerti pimpinan Tuhan tapi mengabaikan wahyu Tuhan itu berarti
dia ingin masuk dalam pengalaman rohani sejati tapi sekaligus menghina wahyu Tuhan.



pertama, perintah Tuhan bersifat mutlak, spesifik, dan tidak bisa ditawar-tawar, Ams. 13:13
kedua, perintah Tuhan bersifat prinsip dan umum, Ams. 14:23; 15:1; 24:27
ketiga, perintah Tuhan bersifat pola, yaitu berkaitan dengan aspek hidup yang menjadi pergumulan kita
setiap harinya.

Melalui Firman, manusia mengenal sikap dan karakter Allah dan kita diminta untuk serupa dengan Allah.
Allah adalah Kasih maka kita harus hidup sama seperti Allah.

Kesejatian pengalaman kita masuk mengerti dan hidup dalam pimpinan Tuhan sangat bergantung pada
bagaimana penilaian kita terhadap isi Alkitab. Bukankah seringkali kita berkata melalui doa kita supaya
hanya kehendak Tuhan saja yang jadi tapi kalau kita mau mengakui dengan jujur benarkah tidak ada secuil
359 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

pun kehendakku yang kita sembunyikan? Karena kalau ada 1 % saja kehendak kita, maka itu berarti kita
ingin ikut menentukan apa yang menjadi kehendak Tuhan dalam diri kita.

c. Pimpinan Tuhan dapat dimengerti melalui nasehat orang lain yang mau bersungguh-
sungguh bergumul bersama dengan kita.

Nasehat yang bijaksana tidak akan pernah bertentangan dengan Firman Tuhan, Ams. 12:15; Ams. 13:10.
Sudahkah kita menjadi penasehat yang baik dan turut bergumul bersama dengan mereka yang ingin
memahami pimpinan Tuhan dalam hidupnya?

d. Pimpinan Tuhan selalu menuntut adanya kepercayaan dan komitmen.

Dalam pergumulan mengerti pimpinan Tuhan pertanyaan yang kerapkali muncul: Tuhan, apa yang harus
aku lakukan supaya aku tahu kehendak-Mu dalam hidupku? Kalau kita mempercayakan hidup kita
sepenuhnya pada Tuhan maka seharusnya Tuhan menjadi obyek iman kita dan harus berkomitmen.
Komitmen merupakan salah satu tanda kedewasaan rohani. Tetapi umumnya kita takut mengambil
komitmen karena hal itu berarti ada harga yang harus kita bayar, takut kalau Tuhan akan mengambil segala
sesuatu yang menjadi kesukaan kita. Karena kalau Tuhan pimpin, sepertinya Tuhan membawa kita masuk
ke tempat yang penuh dengan kerikil dan semak belukar sehingga membuat kita tergores meskipun hal
tersebut tidak mematikan tapi hal itu sangat mengganggu diri kita sehingga timbul rasa curiga dan kita
cenderung bersikap negatif terhadap Tuhan.

e. Pimpinan Tuhan selalu berkaitan dengan masalah karakter.

Karakter yang dimaksud adalah kondisi moral, Ams. 30:18-20. Orang yang meminta pimpinan Tuhan, ketika
bertemu dengan realita bagaimana Tuhan menyatakan kehendak-Nya maka orang yang percaya Tuhan
akan mengembangkan pola hidup yang Godly, saleh, takut akan Tuhan. Orang yang dipimpin Tuhan akan
menghasilkan buah dan kita akan diubahkan semakin hari semakin serupa Kristus. Sebaliknya orang tidak
peduli dengan pimpinan Tuhan maka hidupnya semakin hari akan semakin rusak, semakin jauh dari Tuhan,
Ams. 30:20.

Mari kita belajar untuk jujur dan terbuka di hadapan Tuhan apakah kita telah siap hati dibentuk oleh
Tuhan? Tuhan akan menyatakan kehendak-Nya dan Tuhan juga menuntut perubahan hidup dari orang-
orang yang mau dipimpin oleh-Nya.

Ingat, kita juga harus bersabar karena kita tidak tahu kapan waktu-Nya. Daud membutuhkan waktu selama
22 tahun untuk menjadi raja menggantikan Saul dari sejak Samuel mengurapinya. Bangsa Israel
membutuhan waktu selama 43 tahun untuk masuk tanah Kanaan.

Biarlah ketika kita mau mengerti pimpinan Tuhan, bukan dengan ukuran dan standart “sepatutnya dan
selayaknya” tapi biarlah kita mengerti sesuai dengan rencana-Nya, sesuai dengan cara dan waktu Tuhan.
Kita tidak tahu berapa lama Tuhan akan menggenapinya tapi selama masa penantian tersebut biarlah kita
isi dengan pengalaman-pengalaman yang indah bersama dengan Tuhan. Akan ada banyak mutiara-mutiara
iman yang muncul dan sangat berharga.

Amin!
360 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

D
Diin
naam
miik
kaa iim
maan
nYYu
ussu
uff
Oleh: Pdt. Thomy J. Matakupan

Nats: Kej. 37 4, 8, 11/ 40:15/ 41:50-52/ 45:8/ 50:20

Kejadian 37

4 Setelah dilihat oleh saudara–saudaranya, bahwa ayahnya lebih mengasihi Yusuf dari
semua saudaranya, maka bencilah mereka itu kepadanya dan tidak mau menyapanya
dengan ramah.
8 Lalu saudara–saudaranya berkata kepadanya: "Apakah engkau ingin menjadi raja atas
kami? Apakah engkau ingin berkuasa atas kami?" Jadi makin bencilah mereka kepadanya
karena mimpinya dan karena perkataannya itu.

11 Maka iri hatilah saudara–saudaranya kepadanya, tetapi ayahnya menyimpan hal itu dalam
hatinya.

Kejadian 40

15 Sebab aku dicuri diculik begitu saja dari negeri orang Ibrani dan di sinipun aku tidak
pernah melakukan apa–apa yang menyebabkan aku layak dimasukkan ke dalam liang
tutupan ini."

Kejadian 41

50 Sebelum datang tahun kelaparan itu, lahirlah bagi Yusuf dua orang anak laki–laki, yang
dilahirkan oleh Asnat, anak Potifera, imam di On.
51 Yusuf memberi nama Manasye kepada anak sulungnya itu, sebab katanya: "Allah telah
membuat aku lupa sama sekali kepada kesukaranku dan kepada rumah bapaku."
52 Dan kepada anaknya yang kedua diberinya nama Efraim, sebab katanya: "Allah membuat
aku mendapat anak dalam negeri kesengsaraanku."

Kejadian 45

8 Jadi bukanlah kamu yang menyuruh aku ke sini, tetapi Allah; Dialah yang telah
menempatkan aku sebagai bapa bagi Firaun dan tuan atas seluruh istananya dan sebagai
kuasa atas seluruh tanah Mesir.

Kejadian 50

20 Memang kamu telah mereka–rekakan yang jahat terhadap aku, tetapi Allah telah mereka–
rekakannya untuk kebaikan, dengan maksud melakukan seperti yang terjadi sekarang ini,
yakni memelihara hidup suatu bangsa yang besar.

Hari ini kita akan mencoba menelusuri hidup Yusuf dan memperlajari bagaimana dinamika iman yang Yusuf
lewati bersama dengan Tuhan. Beberapa waktu yang lalu saya membaca sebuah cerita tentang kesaksian
361 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

seorang yang menjadi ketua dari sebuah panti asuhan. Orang itu menceritakan bagaimana suatu kali
persediaan makanan mereka mulai habis. Maka akhirnya mereka bersama-sama berdoa, minta tolong
Tuhan menyediakannya, namun hingga esok paginya ketika jam makan anak-anak tersebut tiba, makanan
itu belum tersedia. Ketua panti asuhan tersebut begitu yakin bahwa makanan tersebut pasti datang, dan
memang pada akhirnya ada sebuah Mobil-box besar yang penuh berisi roti datang sehingga mereka dapat
makan dengan kenyang.

Itu merupakan salah satu contoh yang bersifat spektakuler, bagaimana pertolongan Tuhan datang di saat
semua kemungkinan sudah tertutup. Mungkin orang lain menganggap bahwa orang itu dapat
melakukannya karena dia raksasa iman atau pengalaman imannya bagus sekali. Dan mungkin kita tidak
akan pernah mempunyai pengalaman semacam itu, tetapi paling tidak setiap orang percaya pasti pernah
mengalami suatu pengalaman iman sekalipun tidak spektakuler sifatnya. Dari ayat-ayat di atas kita melihat
bahwa Yusuf tidak pernah bermimpi akan mengalami keadaan seperti difitnah oleh istri Potifar, dimasukkan
dalam penjara dan banyak hal lain yang tidak enak sepanjang hidupnya. Di awal dari hidup Yusuf kita
melihat bahwa saudara-saudaranya merasa ia tidak tahu diri, sebab dari mimpi-mimpinya, mereka
merasakan harus tunduk dan taat kepadanya. Selanjutnya, pengalaman seperti itu mulai menimbulkan rasa
tidak suka dalam diri saudara Yusuf sehingga mereka mulai merencanakan menjual Yusuf. Di situlah awal
dari dimulainya pengalaman hidup Yusuf bersama Tuhan di dalam iman yang tidak dapat dijelaskan secara
logika.
Selanjutnya kita akan mencoba menelusuri lebih jauh ke dalam pengalaman hidup iman Yusuf.

1. Iman tidak mungkin dapat dimanipulasi

Mungkin ada seseorang yang seolah-olah telah menyerahkan hidupnya secara penuh pada Tuhan namun
ternyata ia mempunyai cukup banyak rupiah sehingga sebenarnya hal itu tidak menjadi masalah. Ini
merupakan satu contoh bagaimana iman coba untuk dimanipulasi. Padahal kalau kita mencoba
memperlajari pengalaman tokoh-tokoh Alkitab, mereka tidak mengetahui masa depan mereka namun
mereka mau taat melangkah. Kita perlu belajar jujur terhadap hal ini! Di dalam seluruh prinsip Alkitab, kita
melihat bahwa iman orang Kristen seharusnya menjadi satu iman yang terus-menerus mempunyai
dinamika di dalam usaha mengerti bagaimana rencana dan kehendak Tuhan digenapi di dalam dirinya.
Waspadalah jika kita merasa bahwa iman kita baik-baik saja karena mungkin sekali itu merupakan satu
tanda bahwa hidup iman kita sedang berjalan sangat lambat. Karena sebenarnya ketika seseorang mulai
percaya maka hidup imannya tidak mungkin berhenti sebab Tuhan sedang menggarap suatu pekerjaan
dalam diri orang tersebut (manakah yang menjadi kehendak-Nya, dsb.), sehingga orang tersebut dapat memahami
jalan Tuhan. Ketika percaya, kita tidak secara langsung dapat mengerti rencana dan pimpinan Tuhan tetapi
secara bertahap Ia terus-menerus mengerjakannya di dalam hidup kita. Tuhan selalu sibuk dengan orang-
orang yang menjadi umat tebusan-Nya karena Ia mau pengenapan rencana-Nya sehingga mereka dapat
menjadi umat yang serupa dengan diri-Nya.

2. Iman yang sejati tidak dapat diukur dengan kelas-kelas tertentu

Yusuf tidak pernah berpikir bahwa hidup imannya akan menjadi catatan dalam Alkitab, tetapi satu hal yang
ia lihat adalah bahwa Tuhan mengijinkan catatan itu ada supaya kita boleh belajar darinya. Bagaimana
dengan hidup iman kita? Bagaimana halnya dengan seorang pendeta yang ketika mendoakan orang sakit
selalu berhasil sembuh sedangkan ketika saya mencoba mendoakan maka justru orangnya meninggal?
Iman bukan diukur dari hasil yang spektakuler yang terjadi tetapi dari seberapa berani orang melangkah,
362 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

melihat bahwa janji Tuhan itu benar maka disanalah kita melihat pengalaman hidup iman itu menjadi suatu
hal yang riil terjadi. Iman yang sejati adalah iman yang bergantung sepenuhnya pada janji Tuhan di dalam
firman-Nya. Sebelum kisah ini dicatatat, sangat mungkin sekali Yusuf tidak pernah berpikir bahwa ia akan
menjadi contoh iman yang sangat indah bagi kita. Dan mungkin ia mengalami pergumulan pengalaman
iman yang sama dengan saudara, saya dan bahkan mungkin para murid Yesus. Satu kalimat yang membuat
saya tertegun adalah ketika dikatakan, bahwa setelah peristiwa Yesus bangkit, maka Yesus menjumpai para
murid kembali di danau Galilea. Mereka mengalami pengalaman iman yang sama seperti ketika pertama
kali mereka dipanggil. Sepertinya Tuhan sedang menguji kembali bahwa mereka dipanggil dengan
pengalaman yang sama dan melalui itu Ia ingin mengingatkan bahwa Ialah Yesus. Sehingga dikatakan
bahwa sambil makan mereka tidak berani menanyakan siapakah Dia karena mereka tahu bahwa Ia adalah
Tuhan. Dengan kata lain mereka mengalami pergumulan iman yang sama, di mana mereka bergumul untuk
mengerti siapakah Tuhan Yesus itu dan bagaimana mengerti cara kerja Tuhan. Iman diukur dari seberapa
berani dan percayanya kita bahwa Ia akan menggenapi janjinya.

3. Dinamika iman yang sejati adalah dinamika iman yang menggenapkan rencana
Allah dalam hidup kita masing-masing.

Dimulai dari seorang anak yang dijual menjadi budak dan selanjutnya diangkat menjadi tuan atas seluruh
rumah Potifar. Selanjutnya, karena ia tetap memilih mempertahankan kekudusannya maka ia harus
membayar mahal dengan masuk dalam penjara. Dan kemudian ia menjadi orang kepercayaan kepala
penjara Hal demikian itu terus-menerus terjadi. Itu sebabnya saya berani mengatakan bahwa Yusuf
mempunyai seribu satu alasan yang cukup untuk bertanya pada Tuhan. Tetapi di situ kita lihat bahwa Yusuf
belajar mengerti semua yang ia alami sehingga akhirnya dinamika hidup iman dan pengerjaan penggenapan
rencana Allah harus berkaitan dengan hal itu. Mungkin banyak dari kita yang merasa sulit menangkap apa
yang menjadi rencana Allah dalam diri kita sehingga kita lebih cepat protes terhadap Tuhan, namun
sebelum kita marah, sebaiknya kita diam dan bertanya dalam hati kita, apakah kita layak marah karena
tidak mengerti janji Tuhan. Rencana Tuhan tidak selalu membawa kita pada suasana yang bersinar terang
dan harum semerbak bak bunga di padang. Tetapi rencana Tuhan terhadap Yusuf justru awan kelabu dan
lembah bayang-bayang maut. Itulah sebabnya dalam 1 Petrus dikatakan bahwa apabila kita harus
berdukacita oleh berbagai pencobaan, itu semua adalah untuk membuktikan kemurnian iman kita. Jikalau
orang menolak hak menderita bagi Tuhan maka ia sedang menghina rencana Tuhan dalam hidupnya dan ia
menggagalkan satu berkat besar yang mungkin terjadi dalam hidupnya, yaitu bagaimana melihat kekuatan
Tuhan di dalam hidup orang itu.

Jikalau ketika kita telah berani melangkah, percaya terhadap janji Tuhan namun seolah doa kita tidak
dijawab-Nya (membawa kita kepada bayang-bayang kekelaman) sehingga kita merasa bahwa tangan Tuhan
sepertinya tidak memimpin kita, janganlah lupa bahwa dalam saat seperti inipun Tuhan tetap memberi
kekuatan kepada kita. Sama seperti ketika kita melihat pergumulan Kristus dalam taman Getsemani, maka
disana kita melihat bagaimana pergumulan seorang anak manusia yang mau tunduk dalam rencana Bapa.
Berkali-kali Ia berdoa supaya sekiranya mungkin cawan itu lalu daripada-Nya, namun Alkitab mencatat
bahwa Bapa menjawab doa tersebut dengan cara Ia harus tetap meminum cawan pahit tersebut.
Sepertinya saat itu Bapa melepaskan Kristus begitu saja, tetapi justru di dalam kondisi semacam itulah
Malaikat datang dan memberikan kekuatan kepada-Nya. Ini merupakan hal yang tidak boleh kita abaikan!
Seringkali ketika kondisi kita sedang berhasil maka kita begitu mengucap syukur dan merasa Tuhan
memberkati kita sehingga kita dengan senangnya mau menjadi saksinya. Tetapi bagaimana jika kita berada
dalam kondisi menderita? Jangan lupa bahwa dalam kondisi tersebut, di dalam pengertian kita akan
363 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

rencana Tuhan, kekuatan daripada Tuhan tetap akan menopang hidup kita. Allah yang membawa kita pada
pengalaman dinamika iman adalah Allah yang menggenapkan rencana dalam hidup kita. Dia serius menata
satu demi satu sehingga akhirnya menuju pada satu keindahan citra Kristus yang muncul di dalam hidup
kita masing-masing.

4. Iman yang sejati membawa kita pada pengetahuan yang riil bahwa Kristus
sungguh hidup

Didalam pengalaman pelayanan yang ada, saya kerap kali melihat betapa banyak kesaksian yang
disampaikan di atas mimbar, yang bercerita tentang bagaimana Tuhan langsung menjawab doa-doa
mereka, namun di situ kita tidak dapat melihat proses bagaimana seseorang melewati satu kesulitan.
Karena justru ketika kita dapat melihat proses bagaimana seorang anak Tuhan yang mungkin pernah
mengalami suatu kegagalan atau kejatuhan, maka kita dapat melihat bahwa akhirnya mereka dapat
berhasil menjadi seorang pemenang. Kesaksian semacam itu harus kita dengar dan perhatikan baik-baik
bahwa Tuhan sedang mengerjakan sesuatu dalam diri orang tersebut. Itu sebab di dalam catatan akhir
daripada seluruh hidup Yusuf kita melihat suatu pengakuan iman yang sangat bersifat positif. “Memang
kamu telah mereka-rekakan yang jahat terhadap aku, tetapi Allah telah mereka-rekakannya untuk
kebaikan, dengan maksud melakukan seperti yang terjadi sekarang ini, yakni memelihara hidup suatu
bangsa yang besar.” Iman yang dinamis adalah iman yang melewati pergumulan bersama Allah, sehingga
orang itu mengerti dengan jelas bahwa Allah itu benar-benar hidup. Saya tidak tahu berapa banyak
pengalaman hdiup iman kita masing-masing, namun satu hal, jikalau pengalaman hidup itu tidak
menambah pengertian kita akan Allah yang hidup maka mungkin sekali itu bukan pengalaman iman yang
sejati. Hidup iman yang sejati selalu membawa kita pada penambahan pengertian bahwa Ia sungguh hidup.
Allah tidak pernah bekerja tanpa tujuan tertentu! Di dalam koor lagu Kristus hidup (dalam bahasa Inggris)
dikatakan dalam bait terakhirnya: “Kau tanya bukti Dia hidup, Dia hidup dalamku.” Jika kau menanyakan
bukti Dia hidup maka kitalah sebagai saksi yang hidup, bahwa Ia sungguh hidup di dalam hidup kita,
sehingga hidup-Nya menghidupi hidup kita. Inilah pengakuan iman Kristen!

Mari kita kembali melihat, pengalaman hidup iman macam apakah yang kita lewati. Tuhan mau supaya kita
mempunyai pengalaman hidup bersama dengan Dia, yaitu satu pengalaman hidup yang sejati, pengalaman
hidup yang mempunyai kualitas di mana setiap kali melewati masa susah maupun senang tidak akan
pernah tergeser. Sehingga kita boleh berkata bahwa Tuhan, sungguh Ia hidup dan sedang sibuk dengan kita
saat ini. Supaya Tuhan menolong kita untuk tidak mudah mengeluarkan kalimat yang mengungkapkan
kekecewaan dan menolong kita untuk memahami akan hal ini secara tuntas. Saya berdoa dan berharap,
kiranya firman Tuhan hari ini boleh menolong kita memahami dinamika iman yang akan kita lewati tiap-tiap
kali bersama dengan Tuhan secara pribadi, Ia tidak pernah salah dan Ia sedang sibuk dengan saudara.

Amin!
364 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

D
Diin
naam
miik
kaa iim
maan
nYYe
efftta
a
Oleh: Pdt. Thomy J. Matakupan

Nats: Kej. 48:13-19/ Bil. 13:8/ Hak.11:1-11; 29-35; 12:1-7

Kejadian 48

13 Setelah itu Yusuf memegang mereka keduanya, dengan tangan kanan dipegangnya
Efraim, yaitu di sebelah kiri Israel, dan dengan tangan kiri Manasye, yaitu di sebelah kanan
Israel, lalu didekatkannyalah mereka kepadanya.
14 Tetapi Israel mengulurkan tangan kanannya dan meletakkannya di atas kepala Efraim,
walaupun ia yang bungsu, dan tangan kirinya di atas kepala Manasye––jadi tangannya
bersilang, walaupun Manasye yang sulung.
15 Sesudah itu diberkatinyalah Yusuf, katanya: "Nenekku dan ayahku, Abraham dan Ishak,
telah hidup di hadapan Allah; Allah itu, sebagai Allah yang telah menjadi gembalaku
selama hidupku sampai sekarang,
16 dan sebagai Malaikat yang telah melepaskan aku dari segala bahaya, Dialah kiranya yang
memberkati orang–orang muda ini, sehingga namaku serta nama nenek dan bapaku,
Abraham dan Ishak, termasyhur oleh karena mereka dan sehingga mereka bertambah–
tambah menjadi jumlah yang besar di bumi."
17 Ketika Yusuf melihat bahwa ayahnya meletakkan tangan kanannya di atas kepala Efraim,
hal itu dipandangnya tidak baik; lalu dipegangnya tangan ayahnya untuk
memindahkannya dari atas kepala Efraim ke atas kepala Manasye.
18 Katanya kepada ayahnya: "Janganlah demikian, ayahku, sebab inilah yang sulung,
letakkanlah tangan kananmu ke atas kepalanya."
19 Tetapi ayahnya menolak, katanya: "Aku tahu, anakku, aku tahu; ia juga akan menjadi
suatu bangsa dan ia juga akan menjadi besar kuasanya; walaupun begitu, adiknya akan
lebih besar kuasanya dari padanya, dan keturunan adiknya itu akan menjadi sejumlah
besar bangsa–bangsa."

Bilangan 13

8 dari suku Efraim: Hosea bin Nun

Hakim-Hakim 11

1 Adapun Yefta, orang Gilead itu, adalah seorang pahlawan yang gagah perkasa, tetapi ia
anak seorang perempuan sundal; ayah Yefta ialah Gilead.
2 Juga isteri Gilead melahirkan anak–anak lelaki baginya. Setelah besar anak–anak isterinya
ini, maka mereka mengusir Yefta, katanya kepadanya: "Engkau tidak mendapat milik
pusaka dalam keluarga kami, sebab engkau anak dari perempuan lain."
3 Maka larilah Yefta dari saudara–saudaranya itu dan diam di tanah Tob; di sana
berkumpullah kepadanya petualang–petualang yang pergi merampok bersama–sama
dengan dia.
4 Beberapa waktu kemudian bani Amon berperang melawan orang Israel.
365 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

Hakim-Hakim 11

5 Dan ketika bani Amon itu berperang melawan orang Israel, pergilah para tua–tua Gilead
menjemput Yefta dari tanah Tob.
6 Kata mereka kepada Yefta: "Mari, jadilah panglima kami dan biarlah kita berperang
melawan bani Amon."
7 Tetapi kata Yefta kepada para tua–tua Gilead itu: "Bukankah kamu sendiri membenci aku
dan mengusir aku dari keluargaku? Mengapa kamu datang sekarang kepadaku, pada
waktu kamu terdesak?"
8 Kemudian berkatalah para tua–tua Gilead kepada Yefta: "Memang, kami datang kembali
sekarang kepadamu, ikutilah kami dan berperanglah melawan bani Amon, maka engkau
akan menjadi kepala atas kami, atas seluruh penduduk Gilead."
9 Kata Yefta kepada para tua–tua Gilead: "Jadi, jika kamu membawa aku kembali untuk
berperang melawan bani Amon, dan TUHAN menyerahkan mereka kepadaku, maka akulah
yang akan menjadi kepala atas kamu?"
10 Lalu kata para tua–tua Gilead kepada Yefta: "Demi TUHAN yang mendengarkannya
sebagai saksi antara kita: Kami akan berbuat seperti katamu itu."
11 Maka Yefta ikut dengan para tua–tua Gilead, lalu bangsa itu mengangkat dia menjadi
kepala dan panglima mereka. Tetapi Yefta membawa seluruh perkaranya itu ke hadapan
TUHAN, di Mizpa.

Hakim-Hakim 12

1 Dikerahkanlah orang Efraim, lalu mereka bergerak ke Zafon. Dan mereka berkata kepada
Yefta: "Mengapa engkau bergerak untuk memerangi bani Amon dengan tidak memanggil
kami untuk maju bersama–sama dengan engkau? Sebab itu kami akan membakar
rumahmu bersama–sama kamu!"
2 Tetapi jawab Yefta kepada mereka: "Aku dan rakyatku telah terlibat dalam peperangan
yang hebat dengan bani Amon; lalu aku memanggil kamu, tetapi kamu tidak datang
menyelamatkan aku dari tangan mereka.
3 Ketika kulihat, bahwa tidak ada yang datang menyelamatkan aku, maka aku
mempertaruhkan nyawaku dan aku pergi melawan bani Amon itu, dan TUHAN
menyerahkan mereka ke dalam tanganku. Mengapa pada hari ini kamu mendatangi aku
untuk berperang melawan aku?"
4 Kemudian Yefta mengumpulkan semua orang Gilead, lalu mereka berperang melawan
suku Efraim. Dan orang–orang Gilead mengalahkan suku Efraim itu. Sebab orang–orang
itu mengatakan: "Kamulah orang–orang yang telah lari dari suku Efraim!" ––kaum Gilead
itu ada di tengah–tengah suku Efraim dan suku Manasye––.
5 Untuk menghadapi suku Efraim itu, maka orang Gilead menduduki tempat–tempat
penyeberangan sungai Yordan. Apabila dari suku Efraim ada yang lari dan berkata:
"Biarkanlah aku menyeberang," maka orang Gilead berkata kepadanya: "Orang Efraimkah
engkau?" Dan jika ia menjawab: "Bukan,"
6 maka mereka berkata kepadanya: "Coba katakan dahulu: syibolet." Jika ia berkata: sibolet,
jadi tidak dapat mengucapkannya dengan tepat, maka mereka menangkap dia dan
menyembelihnya dekat tempat–tempat penyeberangan sungai Yordan itu. Pada waktu itu
tewaslah dari suku Efraim empat puluh dua ribu orang.
7 Yefta memerintah sebagai hakim atas orang Israel enam tahun lamanya. Kemudian
matilah Yefta, orang Gilead itu, lalu dikuburkan di sebuah kota di daerah Gilead.
366 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

Alkitab di dalam menggambarkan kelemahan dan kegemilangan masing-masing tokoh yang ada di
dalamnya begitu terbuka. Dalam bagian ini kita melihat bagaimana seorang yang bernama Yefta berusaha
untuk mengerti pimpinan dan kehendak Tuhan, dan pergumulan demi pergumulan yang ada sebenarnya
merupakan pergumulannya sejak kecil. Ia sudah memendam sakit hati yang sangat dalam berkaitan dengan
peristiwa Yakub memberkati kedua anak Yusuf. Pada masa itu Yusuf membawa Manasye dan Efraim
kepada Yakub dan ketika itu ternyata Yakub menyilangkan tangannya keatas kepala keduanya, dengan
demikian Efraim (sebagai anak bungsu) mendapat berkat dari tangan kanan Yakub, sedangkan Manasye yang
sebagai anak sulung mendapat berkat dari tangan kiri Yakub. Melihat hal itu Yusuf tidak setuju sebab
menurutnya yang mendapat berkat tangan kanan itu seharusnya adalah anaknya yang sulung yaitu
Manasye. Dan setelah itu sejarah Israel mulai membuktikan Efraim menjadi suku yang sangat besar dan
banyak tokoh-tokoh penting dalam Alkitab muncul dari suku tersebut.

Dan Yefta yang lahir dari seorang Gilead adalah salah satu suku terbesar bani Manasye. Hal ini menjadi sakit
hati yang terus-menerus dan turun-temurun secara mendalam yang tersimpan dalam hati orang-orang
Manasye, termasuk Yefta. Itu merupakan satu sisi yang sangat tidak menyenangkan didalam hidup suku
Manasye. Dilain sisi, kita juga melihat bahwa Yefta adalah seorang yang lahir dari seorang perempuan
sundal sehingga setelah anak-anak istri Gilead besar, mereka membenci dan akhirnya mengusir Yefta dari
rumahnya, demikian pula halnya dengan orang Israel saat itu yang mempunyai peraturan ketat sekali. Di
sini kita dapat membayangkan, betapa sakit yang amat dalam sekali yang ia bawa seumur hidup sehingga ia
kemudian pergi ke suatu tempat yang disebut tanah Tob. Di sana ia diterima dengan baik dan berhasil
menyatukan kelompok para petualang atau penyamun (preman) sehingga ia diangkat menjadi pemimpin
tertinggi yang dihormati, dikagumi dan ditakuti, dan itu tidak ia peroleh dalam suku bangsanya sendiri.
Tetapi ketika bani Amon berperang melawan orang Israel, para pemimpin Gilead datang untuk minta
tolong kepada Yefta, dan itu berarti nama Yefta telah begitu tersohor saat itu. Akhirnya setelah terjadi
tawar-menawar dengannya maka Yefta bersedia berperang namun dengan syarat jikalau menang maka ia
akan menjadi pemimpin atas suku Gilead. Di situlah dimulainya titik balik kehidupan Yefta.

Kita melihat bahwa diawal hidup Yefta memimpin bangsa Israel Alkitab membuka dengan satu catatan yang
begitu indah, di mana dikatakan bahwa Roh Tuhan menghinggapi Yefta sehingga kemenangan demi
kemenangan ia alami. Di dalam PL, jikalau Roh Tuhan menghinggapi seseorang, berarti di sana ada
penyertaan dan berkat Tuhan sehingga apa saja yang ia perbuat pasti berhasil. Tetapi sangat
mengherankan sekali bahwa dalam ayat 30 Alkitab mencatat nazar Yefta yang mengatakan, “Jika Engkau
sungguh-sungguh menyerahkan bani Amon itu ke dalam tanganku, maka apa yang keluar dari pintu
rumahku untuk menemui aku, …, itu akan menjadi kepunyaan Tuhan, dan aku akan mempersembahkannya
sebagai korban bakaran.” Di sini kita melihat bahwa sepertinya Yefta mulai kembali tawar-menawar dengan
Tuhan, walaupun ia tahu bahwa Roh Tuhan ada padanya dan itu berarti ada suatu jaminan yang pasti. Ini
satu hal yang ia bawa dari masa petualangannya bersama para penyamun di tanah Tob. Sebab merupakan
kebiasaan bagi mereka sebelum berperang mempersembahkan korban manusia sebagai korban bakaran
untuk mendapatkan kemenangan. Padahal kalau kita lihat selanjutnya dikatakan bahwa anaknya
merupakan anak tunggal, dan itu berarti hanya istri dan anaknya yang tinggal di rumah. Sehingga sangat
mengherankan jikalau ia terkoyak hatinya ketika anaknya menyongsong dia dengan menari-nari. Mungkin
sekali itu berarti yang ia harapkan menyongsong adalah istrinya, karena ia begitu jengkel dan sedang
mengalami konflik dengannya, sehingga dengan cara yang sangat rohani ia berusaha melenyapkannya. Ini
satu hal yang sangat licik sekali yang mungkin muncul dalam pikiran Yefta. Bukankah seringkali ada banyak
hal yang dapat kita pakai mengatasnamakan hal-hal rohani tetapi sebenarnya dibalik itu banyak hal yang
367 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

tersembunyi, hanya kita sendiri yang tahu? Namun itu bukan berarti Tuhan tidak tahu, sebab tangan Tuhan
sudah ada di atas Yefta dan Ia sudah memberikan kemenangan demi kemenangan yang hebat.



1. Yefta menggenapi janjinya dalam arti mengorbankan anak perempuannya dengan cara tidak
diberikan kesempatan untuk menikah, dan seluruh orang Israel menangisi kegadisannya.
2. Yefta sungguh-sungguh mempersembahkan anaknya sebagai korban bakaran, sesuai dengan
nazarnya. Saya cenderung melihat bahwa penafsiran yang kedua yang benar, oleh karena kebiasaan di
tanah Tob yang mengikutinya. Di dalam PL sebelumnya dikatakan bahwa Tuhan marah terhadap orang yang
mempersembahkan manusia sebagai korban api kepada dewa Molokh, dan itu pasti juga diketahui oleh
Yefta. Namun sepertinya ia telah mempunyai maksud tertentu untuk melenyapkan istrinya. Jangan kita
mengira bahwa hal keluarga itu tidak sangat berpengaruh dalam pelayanan kita. Seorang istri
seharusnyalah mendukung dan memberikan kekuatan bagi suami di dalam pelayanan, demikian pula
sebaliknya. Siapakah Yefta sehingga ia harus membuat nazar yang begitu mengagetkan, langkah yang
begitu menciutkan hati banyak orang sehingga orang yang membaca pada saat itu akan mengatakan bahwa
ia adalah orang tua yang tidak tahu diri? Yefta sejak kecil dibenci oleh orang Manasye dan ia seorang anak
perempuan sundal, namun berkat Tuhan ada diatasnya. Seringkali konsep kita terhadap anak-anak
semacam itu, dan bahkan anak dari keluarga yang broken home begitu negatif, padahal sebenarnya tidak
ada orang yang berhak memberikan penilaian semacam itu, karena hanya Tuhanlah yang berhak
melakukannya. Seburuk atau sepahit apapun latar belakang hidup kita, itu sanggup Tuhan pakai menjadi
alat kemuliaan-Nya! Saya pernah bertemu dengan hamba-hamba Tuhan yang latar belakang keluarganya
broken home tetapi Tuhan pakai dan pulihkan konsep pengertian serta harga diri mereka. Kita jangan
menghina keberadaan kita masing-masing karena kita adalah orang yang kepadanya Tuhan mengarahkan
pandangan mata dan Tuhan perduli hingga hal-hal yang paling kecil dalam hidup kita masing-masing. Itu
adalah contoh ekstrim yang Alkitab katakan bahwa Yefta lahir dari perempuan sundal!

Setelah Yefta menang perang, maka muncullah kasus yang berpuluh-puluh tahun terpendam yaitu
perseteruan antara Manasye dan Efraim. Saat itu orang-orang Efraim datang dan dan marah terhadap Yefta
sebab ia tidak mengajak mereka bersama memerangi bani Amon. Suku Efraim adalah suku yang nakal
sebab ketika mereka diajak berperang tidak mau namun ketika sudah menang mereka protes, dengan kata
lain mereka adalah suku yang mau menang sendiri. Kasus semacam ini pun pernah dihadapi oleh hakim lain
Israel yang bernama Gideon. Namun Gideon adalah seorang yang bijaksana sehingga ia tahu bagaimana
menjawab orang-orang Efraim tersebut sehingga mereka merasa cukup senang hatinya karena Gideon
masih memberikan penghormatan. Lain halnya dengan Yefta, yang sudah terlalu banyak mengalami sakit
hati dan ia merasa telah memiliki seluruh kekuasaan, maka saat itu ia langsung menanggapi dengan keras.
Dan kita melihat akhirnya pada hari itu ada 42 ribu orang yang mati sia-sia. Satu hal yang perlu
dipertanyakan adalah, apakah perihal pembunuhan ini juga ada dalam rencana Tuhan semenjak awal Ia
memilih Yefta? Tuhan tidak pernah mengutus Yefta untuk berdiri dan menjadi hakim atas orang yang telah
ia benci seumur hidup. Merupakan satu pelajaran bagi kita supaya sebagai orang tua, kita tidak
menyebabkan anak-anak kita memendam kebencian yang sangat seumur hidup. Satu kali saya melihat
acara TV “Solusi” dimana saat itu diceritakan mengenai dua orang kakak beradik yang saling membenci satu
sama lain hingga berpuluh-puluh tahun. Tetapi akhirnya setelah mereka menerima Tuhan Yesus maka
mereka sadar dan mau saling mengasihi karena Tuhan sudah mengasihi mereka lebih dulu. Memang disatu
sisi kita tahu bahwa Tuhan sudah mempunyai rencana terhadap Yakub, tetapi di lain sisi kita dapat belajar
kebenaran bahwa harus ada bijaksana tersendiri dari setiap kita sebagai orang tua untuk hati-hati supaya
368 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

jangan sampai kita memperlakukan anak yang satu lebih istimewa dari yang lain, sehingga mengakibatkan
salah satu dari anak tersebut memendam benci. Banyak hal yang Yefta lakukan yang sangat mungkin
berarti kemunafikannya. Tuhan tidak pernah memberikan tugas kepada seseorang yang akhirnya membuat
orang tersebut terkapar dan tidak mampu mengerjakannya karena Ia tahu dengan jelas berapa kapasitas
setiap orang.

Di dalam satu film kartun diceritakan tentang seekor burung rajawali yang melatih anaknya terbang. Ketika
anak rajawali itu masih kecil, induk rajawali itu begitu rajin merawat dan memberi makan, demikian juga
dengan ayah rajawali yang begitu cermat memperhatikan pertumbuhan anaknya. Setelah anak rajawali
tersebut sudah mulai menampakkan pertumbuhan bulu serta hal yang diperlukan rajawali untuk terbang,
maka ayah rajawali tersebut ingin membuktikan kemampuan anaknya di hadapan seluruh warga rajawali.
Anak rajawali tersebut belum mengetahui bagaimana ia harus terbang tetapi ayah rajawali tersebut dengan
yakin memberikan petunjuk bagaimana ia harus mengepakkan sayapnya. Akhirnya dengan mendengarkan
petunjuk dari ayahnya maka ia benar-benar dapat membuktikan bahwa ia mampu terbang. Itulah satu
ilustrasi di mana saya ingin menjelaskan bahwa kalau Tuhan mau pakai, ia tahu kekuatan kita. Yang perlu
Tuhan lakukan adalah berteriak keras supaya kita mengembangkan sayap kita. Tuhan tahu kapasitas kita,
termasuk kapasitas Yefta. Yefta tidak seharusnya mengeluarkan tawar-menawar yang kurang bijaksana
yang menyebabkan harus dikorbankannya seorang anggota keluarganya.

Suatu kali ketika saya dan adik saya makan di TP, saya melihat ada seorang anak kecil berusia 5-6 tahun
yang duduk di atas satu kertas semen dan di sampingnya tergeletak seorang bayi yang kira-kira seusia anak
saya. Mereka berada di tengah panas terik matahari, debu yang bertebaran dan orang yang lalu lalang di
sekitarnya. Disitu saya mulai berpikir bahwa anak saya mendapat kesempatan lebih baik daripada anak
tersebut. Kita tidak mempunyai hak untuk mengatakan bahwa kita lebih baik daripada orang lain, karena
mungkin sekali Tuhan membalikkan suatu situasi dengan begitu drastis, di mana orang yang dillingkupi
dengan kenyamanan dan ketenteraman akhirnya harus tinggal di bawah kolong jembatan. Semua itu
sangat mungkin terjadi sehingga kita tidak seharusnya memberi penilaian negatif kepada orang lain. Hal ini
hanyalah masalah bagaimana kita menerima keadaan kita. Hak 11: 29 dicatat sebagai cara Tuhan membuka
kelemahan Yefta sehingga setiap orang dapat melihat dengan mendalam apa yang sebenarnya terjadi pada
diri Yefta. Apa yang Yefta alami ada banyak hal yang tidak bijaksana, apalagi setelah menjadi seorang
pemimpin atas satu suku bangsa. Mungkin sekali ada nilai-nilai yang bersifat emas melalui latar belakang
yang gelap atau kelemahan kita yang Tuhan akan tunjukkan satu-persatu dari hidup kita. Mungkin sekali
latar belakang Yefta adalah besi karatan tetapi Tuhan pernah bawa dia masuk dan melihat, betapa
hidupnya mempunyai nilai seperti emas, tetapi setelah kegemilangan dan segala yang ia miliki, ia
memendam kebencian, membunuh, dan bahkan melangkah terlalu jauh. Oleh karena ia berkuasa dan
mungkin melakukan semua hal maka ia melewati batas dan bermain peran sebagai Tuhan, padahal ia tidak
punya hak atas hidup orang Efraim.

Biarlah setiap kita berdoa supaya kiranya potensi yang Tuhan berikan tidak membuat kita semakin jauh
atau bertindak apa yang tidak Tuhan kehendaki, tetapi justru semakin dekat pada Tuhan, dengan demikian
kita boleh menjadi orang yang dipakai oleh Tuhan. Tuhan memberkati kita.

Amin!
369 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

D
Diin
naam
miik
kaa iim
maan
nAAb
brra
ahha
amm (1)

Oleh: Pdt. Thomy J. Matakupan

Nats: Kej. 12:2-4; 16:16; 17:1; 18:1-33

Kejadian 12

2 Aku akan membuat engkau menjadi bangsa yang besar, dan memberkati engkau serta
membuat namamu masyhur; dan engkau akan menjadi berkat.
3 Aku akan memberkati orang–orang yang memberkati engkau, dan mengutuk orang–orang
yang mengutuk engkau, dan olehmu semua kaum di muka bumi akan mendapat berkat."
4 Lalu pergilah Abram seperti yang difirmankan TUHAN kepadanya, dan Lotpun ikut
bersama–sama dengan dia; Abram berumur tujuh puluh lima tahun, ketika ia berangkat
dari Haran.

Kejadian 16

16 Abram berumur delapan puluh enam tahun, ketika Hagar melahirkan Ismael baginya.

Kejadian 17

1 Ketika Abram berumur sembilan puluh sembilan tahun, maka TUHAN menampakkan diri
kepada Abram dan berfirman kepadanya: "Akulah Allah Yang Mahakuasa, hiduplah di
hadapan–Ku dengan tidak bercela.

Kejadian 18

1 Kemudian TUHAN menampakkan diri kepada Abraham dekat pohon tarbantin di Mamre,
sedang ia duduk di pintu kemahnya waktu hari panas terik.
2 Ketika ia mengangkat mukanya, ia melihat tiga orang berdiri di depannya. Sesudah
dilihatnya mereka, ia berlari dari pintu kemahnya menyongsong mereka, lalu sujudlah ia
sampai ke tanah,
3 serta berkata: "Tuanku, jika aku telah mendapat kasih tuanku, janganlah kiranya lampaui
hambamu ini.
4 Biarlah diambil air sedikit, basuhlah kakimu dan duduklah beristirahat di bawah pohon ini;
5 biarlah kuambil sepotong roti, supaya tuan–tuan segar kembali; kemudian bolehlah tuan–
tuan meneruskan perjalanannya; sebab tuan–tuan telah datang ke tempat hambamu ini."
Jawab mereka: "Perbuatlah seperti yang kaukatakan itu."
6 Lalu Abraham segera pergi ke kemah mendapatkan Sara serta berkata: "Segeralah! Ambil
tiga sukat tepung yang terbaik! Remaslah itu dan buatlah roti bundar!"
7 Lalu berlarilah Abraham kepada lembu sapinya, ia mengambil seekor anak lembu yang
empuk dan baik dagingnya dan memberikannya kepada seorang bujangnya, lalu orang ini
segera mengolahnya.
370 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

8 Kemudian diambilnya dadih dan susu serta anak lembu yang telah diolah itu, lalu
dihidangkannya di depan orang–orang itu; dan ia berdiri di dekat mereka di bawah pohon itu,
sedang mereka makan.
9 Lalu kata mereka kepadanya: "Di manakah Sara, isterimu?" Jawabnya: "Di sana, di dalam
kemah."
10 Dan firman–Nya: "Sesungguhnya Aku akan kembali tahun depan mendapatkan engkau,
pada waktu itulah Sara, isterimu, akan mempunyai seorang anak laki–laki." Dan Sara
mendengarkan pada pintu kemah yang di belakang–Nya.
11 Adapun Abraham dan Sara telah tua dan lanjut umurnya dan Sara telah mati haid.
12 Jadi tertawalah Sara dalam hatinya, katanya: "Akan berahikah aku, setelah aku sudah
layu, sedangkan tuanku sudah tua?"
13 Lalu berfirmanlah TUHAN kepada Abraham: "Mengapakah Sara tertawa dan berkata:
Sungguhkah aku akan melahirkan anak, sedangkan aku telah tua?
14 Adakah sesuatu apapun yang mustahil untuk TUHAN? Pada waktu yang telah ditetapkan
itu, tahun depan, Aku akan kembali mendapatkan engkau, pada waktu itulah Sara
mempunyai seorang anak laki–laki."
15 Lalu Sara menyangkal, katanya: "Aku tidak tertawa," sebab ia takut; tetapi TUHAN
berfirman: "Tidak, memang engkau tertawa!"
16 Lalu berangkatlah orang–orang itu dari situ dan memandang ke arah Sodom; dan
Abraham berjalan bersama–sama dengan mereka untuk mengantarkan mereka.
17 Berpikirlah TUHAN: "Apakah Aku akan menyembunyikan kepada Abraham apa yang
hendak Kulakukan ini?
18 Bukankah sesungguhnya Abraham akan menjadi bangsa yang besar serta berkuasa, dan
oleh dia segala bangsa di atas bumi akan mendapat berkat?
19 Sebab Aku telah memilih dia, supaya diperintahkannya kepada anak–anaknya dan kepada
keturunannya supaya tetap hidup menurut jalan yang ditunjukkan TUHAN, dengan
melakukan kebenaran dan keadilan, dan supaya TUHAN memenuhi kepada Abraham apa
yang dijanjikan–Nya kepadanya."
20 Sesudah itu berfirmanlah TUHAN: "Sesungguhnya banyak keluh kesah orang tentang
Sodom dan Gomora dan sesungguhnya sangat berat dosanya.
21 Baiklah Aku turun untuk melihat, apakah benar–benar mereka telah berkelakuan seperti
keluh kesah orang yang telah sampai kepada–Ku atau tidak; Aku hendak mengetahuinya."
22 Lalu berpalinglah orang–orang itu dari situ dan berjalan ke Sodom, tetapi Abraham masih
tetap berdiri di hadapan TUHAN.
23 Abraham datang mendekat dan berkata: "Apakah Engkau akan melenyapkan orang benar
bersama–sama dengan orang fasik?
24 Bagaimana sekiranya ada lima puluh orang benar dalam kota itu? Apakah Engkau akan
melenyapkan tempat itu dan tidakkah Engkau mengampuninya karena kelima puluh orang
benar yang ada di dalamnya itu?
25 Jauhlah kiranya dari pada–Mu untuk berbuat demikian, membunuh orang benar bersama–
sama dengan orang fasik, sehingga orang benar itu seolah–olah sama dengan orang
fasik! Jauhlah kiranya yang demikian dari pada–Mu! Masakan Hakim segenap bumi tidak
menghukum dengan adil?"
26 TUHAN berfirman: "Jika Kudapati lima puluh orang benar dalam kota Sodom, Aku akan
mengampuni seluruh tempat itu karena mereka."
371 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

27 Abraham menyahut: "Sesungguhnya aku telah memberanikan diri berkata kepada Tuhan,
walaupun aku debu dan abu.
28 Sekiranya kurang lima orang dari kelima puluh orang benar itu, apakah Engkau akan
memusnahkan seluruh kota itu karena yang lima itu?" Firman–Nya: "Aku tidak
memusnahkannya, jika Kudapati empat puluh lima di sana."
29 Lagi Abraham melanjutkan perkataannya kepada–Nya: "Sekiranya empat puluh didapati di
sana?" Firman–Nya: "Aku tidak akan berbuat demikian karena yang empat puluh itu."
30 Katanya: "Janganlah kiranya Tuhan murka, kalau aku berkata sekali lagi. Sekiranya tiga
puluh didapati di sana?" Firman–Nya: "Aku tidak akan berbuat demikian, jika Kudapati
tiga puluh di sana."
31 Katanya: "Sesungguhnya aku telah memberanikan diri berkata kepada Tuhan. Sekiranya
dua puluh didapati di sana?" Firman–Nya: "Aku tidak akan memusnahkannya karena yang
dua puluh itu."
32 Katanya: "Janganlah kiranya Tuhan murka, kalau aku berkata lagi sekali ini saja.
Sekiranya sepuluh didapati di sana?" Firman–Nya: "Aku tidak akan memusnahkannya
karena yang sepuluh itu."
33 Lalu pergilah TUHAN, setelah Ia selesai berfirman kepada Abraham; dan kembalilah
Abraham ke tempat tinggalnya.

Kita telah banyak mengetahui tentang tokoh iman Abraham dengan dinamika iman yang begitu luar biasa,
dan saat ini kita akan lebih memfokuskan pada tanda-tanda seorang yang telah dewasa rohani dalam kaitan
dengan tokoh Abraham. Dalam Kej. 12 kita melihat bahwa Tuhan berfirman kepada Abraham dan mem-
berikan janji bahwa ia akan menjadi bangsa yang besar, bangsa yang akan memenuhi seluruh bumi. Usia
Abraham sudah mencapai 75 tahun ketika ia berangkat dari Haran menuju tanah perjanjian dan akhirnya
janji itu baru tergenapi ketika Abraham berumur 100 tahun. Di dalam kurun waktu 25 tahun tersebut
dinamika iman Abraham sangat luar biasa.
Kita melihat bahwa respon Abraham maupun Sara menunjukkan respon yang sama-sama negatif namun
tetap ada satu penekanan yang berbeda antara keduanya. Salah satunya di dalam Kej. 16 diceritakan bahwa
Sara karena telah demikian putus asa, sehingga ia mengijinkan Abraham menghampiri Hagar supaya
Abraham boleh mempunyai anak daripadanya. Di sini sepertinya Sara mencoba membantu Allah supaya
Abraham cepat mendapat anak, sehingga akibatnya Tuhan tidak berkenan kepadanya. Sebab bukan dari
Hagar tetapi dari kandungan Sara-lah, anak yang dijanjikan itu akan lahir. Dan kita melihat bahwa mulai
terdapat ketidakcocokkan antara apa yang Tuhan janjikan dengan respon kedua orang tua ini karena
mereka hanya memfokuskan kepada apa yang mungkin atau tidak mungkin yang dihasilkan pada diri
sehingga fokus mereka bukan pada anak yang akan Tuhan beri. Di sini kita melihat betapa pentingnya peran
seorang kepala rumah tangga, bagaimana menjadi seorang imam dalam keluarga yang memelihara dan
mensyaringkan janji Tuhan kepada seluruh anggota keluarganya untuk bersama-sama berjuang maju di
dalam mengenapi rencana Tuhan dalam masing-masing keluarga. Seorang suami bukan sekedar sebagai
kepala rumah tangga atau raja tetapi ia juga harus sebagai imam dan nabi dari Allah yang hidup dalam
rumah tangga tersebut. Ketidakpercayaan Abraham dan Sara merupakan kegagalan untuk memahami
kemampuan dan janji setia Allah di dalam pekerjaan-Nya.
Selanjutnya kita akan melihat bagaimana sikap dan tindakan Abraham yang boleh mencerminkan hidup
iman yang dewasa. Banyak orang Kristen yang berusaha menjadi orang yang dewasa secara rohani tetapi
terlewatkan di dalam memahami tanda-tanda dewasa tersebut.
372 Ringkasan Khotbah – Jilid 1



1. Seorang Kristen yang dewasa akan semakin sedikit ketergantungannya kepada hal-hal
yang bersifat spektakuler, tetapi ia akan lebih menginginkan dan menikmati keintiman
relasi dengan Tuhan

Kalau kita melihat dalam peristiwa Abraham, sebelum ketiga orang tersebut datang kepadanya maka ada
banyak hal yang sudah pernah Tuhan bicarakan kepada Abraham sebelumnya dalam bentuk yang
spektakuler sekali. Tetapi dalam Kej 18 ini kita melihat bahwa ketika Allah bertemu dengan Abraham,
mereka di dalam wujud manusia biasa (istilah ‘TUHAN’ di dalam ps. 18 menggunakan huruf kapital besar semuanya, yang
dalam PL merupakan terjemahan dari ‘Yahweh’) sehingga sangat mungkin itu berarti Tuhan Yesus di dalam tubuh
pra-inkarnasi. Terdapat satu prinsip penting dalam Alkitab bahwa tidak ada satu orangpun yang pernah
melihat pribadi pertama dan ketiga dari Allah Tritunggal sebab Allah adalah roh dan barangsiapa
menyembah-Nya, ia harus menyembah dalam roh dan kebenaran (bnd. Yoh 1:18). Namun Abraham mulai
mengerti bahwa orang tersebut bukanlah orang biasa karena mereka mengetahui apa yang ada dalam hati
Abraham dan apa yang sedang terjadi di seberang tenda yaitu tertawanya Sara, yang bahkan Abraham
sendiri tidak mendengarnya. Dalam hal-hal yang sepele semacam itu, Abraham melihat bahwa bertemu
dengan ketiga orang tersebut baginya sudah cukup dan ia mulai menikmati bagaimana menjamu mereka.
(bnd. Luk 22:14-15; 24:30-31; Why 3:20) Di sini bukan dalam hal makannya, tetapi ini lebih kepada hal
bagaimana intimnya persekutuan antara manusia dengan Tuhan, dan itulah yang menjadi fokus utama, hal
yang dikejar terus-menerus sebagai orang yang dewasa rohaninya. Ada atau tidaknya suatu hal yang
spektakuler, itu tidak mengganggu keintiman daripada relasinya.

2. Seorang Kristen yang dewasa, ia bukan hanya fokus kepada diri tetapi akan
menunjukkan perhatiannya kepada orang lain

Ketika ia sudah mengalami cinta Tuhan dalam hidupnya maka iapun menginginkan orang lain mengalami
pengalaman yang sama seperti yang telah ia alami. Mungkin saat pertama ia menerima Tuhan Yesus ia akan
mengatakan bahwa ia adalah orang yang paling bahagia karena itu saat ia berpindah dari kengerian kekal
menuju pada kebahagiaan kekal, tetapi selanjutnya ia mulai memikirkan orang lain, apakah orang tua dan
saudaranya yang lain juga mengalami hal yang sama. Kalau kita mau menelusuri doa syafaat Abraham
untuk Sodom dan Gomora, maka kita akan mengerti mengapa ia memohon kepada Allah untuk tidak
memusnahkan jikalau terdapat sepuluh orang benar dalam kota tersebut. Itu semua dikarenakan yang
menjadi perhatian Abraham pada saat itu adalah keponakannya yang bernama Lot dan sepuluh merupakan
jumlah yang paling aman seruan Abraham kepada Tuhan agar Lot dan keluarganya diselamatkan. Hal ini
tidak dapat diartikan bahwa kita dapat mengubah rencana Tuhan dengan tawar-menawar dengan Tuhan,
karena tanpa adanya tawar-menawarpun Tuhan pasti akan selamatkan paling sedikit sepuluh orang.
Sehingga pengajaran yang mengatakan bahwa doanya dapat mengubah Tuhan sama sekali tidak Alkitabiah.
Sudahkah kita sebagai orang yang sudah diselamatkan mempunyai kerinduan untuk memikirkan saudara
kita yang lain supaya mereka boleh mendengar Injil paling sedikit satu kali dalam hidup mereka? Pikiran
semacam ini menjadi satu tanda orang yang dewasa rohani dan itulah yang dikatakan dalam Alkitab sebagai
hidup yang berkelimpahan. Seperti dalam Yoh 10:10, waktu Tuhan Yesus datang, Ia mengatakan, “Aku datang
supaya mereka mempunyai hidup dan mempunyai dalam segala kelimpahan.” Maka di sana diartikan
bahwa pada diri sendiri masih kurang tetapi ia tetap mau menolong orang lain karena masih ada orang
yang lebih membutuhkannya. Itu juga yang dikatakan oleh Yesus ketika ada seorang janda yang
mempersembahkan dua keping uang.
373 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

3. Orang Kristen yang dewasa akan seimbang di dalam hal aktif dan pasifnya

Ketika kita melihat Abraham dan pergumulannya berkenaan dengan janji Tuhan maka ada beberapa kali ia
pasif, mis: ia tidak langsung berangkat ke mesir ketika ada bencana kelaparan besar, demikian juga ketika ia
harus mengikuti Sara untuk menghampiri Hagar, sebab disini kita melihat bahwa aktifnya rencana itu
muncul dari pikiran Sara. Namun kita melihat dalam ps 18 Abraham aktif datang menyambut dan melayani
tiga orang tersebut, demikian juga ketika Tuhan memberitahukan rencananya untuk menghancurkan
sodom dan Gomora. Orang yang dewasa rohani maka ia tahu membedakan dimana harus bertindak aktif
dan dimana harus diam atau pasif. Dan ia mempunyai keyakinan bahwa Allah akan mengerjakan
rencananya berdasarkan karakter daripada Allah sendiri dan keaktifannya dikaitkan dengan kapability yang
Allah miliki, dan ketika ia pasif ia tahu bahwa bukan bagiannya untuk mengerjakannya. Dengan demikian
anugerah Tuhan tidak diboros-boroskan melainkan ada banyak hal yang boleh diselamatkan.

4. Orang Kristen yang dewasa melihat perihal nubuatan dalam relasi dengan doa dan
pelayanannya dan bukan sekedar hal yang berkaitan dengan intelektual belaka.

Istilah nubuatan dalam PL ini berkaitan dengan hal yang akan terjadi di depan dan itu semua telah digenapi
dalam diri Kristus, namun dalam PB hanya satu hal yang belum tergenapi yaitu kedatangan Tuhan Yesus
yang kedua. Sehingga saat ini perihal nubuatan sudah menjadi rancu dengan istilah ramalan. Dalam PB
istilah nubuatan bukan lagi berarti seperti dalam PL tetapi berkaitan dengan hal menjelaskan isi Alkitab.
Orang yang bernubuat adalah orang yang berdiri dan menjelaskan isi firman Tuhan sehingga dimengerti
oleh banyak orang, seperti halnya pendeta atau penginjil yang berkhotbah dan di situ ia sedang
menjalankan fungsi nabi dan rasul. Peran seorang suami terutama sebagai nabi dalam keluarga, bagaimana
ia mengerti firman kemudian menjadikan firman tersebut menjadi topik pembicaraan di rumah setiap
kalinya, yang menguasai hidup rumah tangganya. Itu sebab Paulus mengatakan bahwa biarlah pikiran
Kristus dan segala kekayaan-Nya menguasai pikiran dan hati kita (Kol 3:10).

5. Orang Kristen yang dewasa mengerti dengan jelas akan dua hal kebenaran
penting yaitu berkaitan dengan kebesaran dan keadilan Allah.

Kebesaran Allah dalam konteks Abraham dapat kita lihat di mana Tuhan menegur Abraham dengan
mengatakan, “Adakah sesuatu apapun yang mustahil untuk Tuhan?” Dan disitu kita melihat bahwa Allah
juga adil di dalam menunjukkan sikap berapa orang yang akan Ia selamatkan. Ini merupakan bagian doa
syafaat Abraham yang dia mengerti tentang Allah, kebesaran dan keadilan-Nya. Ketika kita memikirkan
bagaimana kedewasaan hidup rohani dikaitkan dalam hal keluarga, kita akan melihat kebaikan Allah itu
menjadi kebaikan yang terus-menerus dipikirkan dalam hidup suatu keluarga di mana seluruhnya dapat
merasakan bagaimana Tuhan sudah memimpin kehidupan mereka. Alangkah mengerikan sekali kalau
konsep kebaikan Allah sudah tidak dapat dimengerti lagi oleh karena kita sudah terlalu biasa menerima
kebaikan Allah yang dapat kita jumpai tiap kali dalam hidup kita, sehingga akibatnya tidak akan ada satu
ucapan syukur yang keluar lagi. Kita dapat bayangkan kalau pada malam hari kita tidur dan selanjutnya pagi
harinya kita tidak dapat bangun kembali untuk seterusnya. Banyak orang Kristen yang hidup dalam
anugerah Tuhan yang terlalu besar dan itu sudah terlalu biasa sehingga tidak melihat lagi sebagai suatu
mutiara yang indah, bagaimana pemeliharaan Allah dalam hidupnya.
374 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

6. Orang Kristen yang dewasa ditandai dengan pikiran dan hatinya makin
menyerupai Allah.

Apa yang Allah pikirkan, kesusahan dan sukacita Allah itu menjadi hal yang dialaminya juga,membenci apa
yang dibenci dan mencintai apa yang Allah cintai, di sini yang menjadi tanda bahwa kita mau tunduk di
bawah kehendak Tuhan. Setiap kali sebelum saya memimpin suatu KKR, yang selalu menjadi doa utama saya
adalah biarlah kasih Tuhan menguasai hati saya sehingga apabila berkhotbah maka kasih itu yang
mendorong saya untuk melihat setiap orang dengan kasih Tuhan. Bukankah ini juga yang dikatakan dalam
Ef 4:13, “Sehingga kepenuhan Kristus ada padamu.” Satu kali ada pembicaraan antara seorang ayah dengan
anaknya yang baru pertama kali masuk sekolah. Maka anaknya dengan penuh sukacita menceritakan
pengalaman demi pengalaman yang ia jumpai di sekolah, dan akhirnya ia bercerita tentang cita-cita setiap
anak dalam kelasnya. Begitu ditanya oleh ayahnya tentang apa yang menjadi cita-cita anaknya, maka
anaknya langsung menjawab bahwa yang hanya ia inginkan adalah menjadi seperti ayahnya. Oleh karena ia
melihat cerminan sosok ayah menjadi cerminan pribadi yang benar-benar dapat dipercaya, yang
memperhatikan dan memberikan kehangatan serta cinta kasih yang sepenuhnya. Seorang anak tidak
mungkin mengatakan demikian jikalau ayahnya tidak mencerminkan sifat Allah dalam hidupnya. Demikian
juga halnya dalam kisah Abraham ketika ia harus mempersembahkan anaknya. Ia saat itu sudah berusia di
atas 100 tahun dan itu berarti sudah sangat tua, dan beda usia dengan anaknya sudah terlalu jauh. Tetapi
ketika ia membawa Ishak ke atas gunung, Ishak dengan sepenuh hati menyerahkan dirinya untuk
dipersembahkan. Hingga di situ kita melihat bahwa iman Abraham tidak berubah sehingga memberikan arti
bahwa itu merupakan proses terus-menerus menuju kedewasaan rohani. Proses seperti itu membutuhkan
banyak sekali waktu, mungkin keluhan dan bahkan airmata.

Saya berharap apa yang telah kita pelajari hari ini menjadi cerminan sampai seberapa dewasakah hidup
rohani kita dan kiranya Tuhan tolong supaya kita boleh makin dewasa lagi. Kiranya firman Tuhan ini boleh
menjadi berkat bagi kita semua.

Amin!
375 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

P
Peerrg
guum
muulla
ann iim
maan
nAAb
brra
ahha
amm
Oleh: Pdt. Thomy J. Matakupan

Nats: Kejadian 12: 10-20

10 Ketika kelaparan timbul di negeri itu, pergilah Abram ke Mesir untuk tinggal di situ sebagai
orang asing, sebab hebat kelaparan di negeri itu.
11 Pada waktu ia akan masuk ke Mesir, berkatalah ia kepada Sarai, isterinya: "Memang aku
tahu, bahwa engkau adalah seorang perempuan yang cantik parasnya.
12 Apabila orang Mesir melihat engkau, mereka akan berkata: Itu isterinya. Jadi mereka akan
membunuh aku dan membiarkan engkau hidup.
13 Katakanlah, bahwa engkau adikku, supaya aku diperlakukan mereka dengan baik karena
engkau, dan aku dibiarkan hidup oleh sebab engkau."
14 Sesudah Abram masuk ke Mesir, orang Mesir itu melihat, bahwa perempuan itu sangat
cantik,
15 dan ketika punggawa–punggawa Firaun melihat Sarai, mereka memuji–mujinya di
hadapan Firaun, sehingga perempuan itu dibawa ke istananya.
16 Firaun menyambut Abram dengan baik–baik, karena ia mengingini perempuan itu, dan
Abram mendapat kambing domba, lembu sapi, keledai jantan, budak laki–laki dan
perempuan, keledai betina dan unta.
17 Tetapi TUHAN menimpakan tulah yang hebat kepada Firaun, demikian juga kepada seisi
istananya, karena Sarai, isteri Abram itu.
18 Lalu Firaun memanggil Abram serta berkata: "Apakah yang kauperbuat ini terhadap aku?
Mengapa tidak kauberitahukan, bahwa ia isterimu?
19 Mengapa engkau katakan: dia adikku, sehingga aku mengambilnya menjadi isteriku?
Sekarang, inilah isterimu, ambillah dan pergilah!"
20 Lalu Firaun memerintahkan beberapa orang untuk mengantarkan Abram pergi, bersama–
sama dengan isterinya dan segala kepunyaannya.

Mengapakah Abraham disebut sebagai bapa orang beriman? Jikalau kita perhatikan maka ada banyak hal
yang Abraham lakukan yang justru menunjukkan bahwa ia tidak beriman, di mana Kej 12 merupakan salah
satunya. Tetapi Alkitab tetap menyebutnya sebagai bapa orang beriman. Abraham sama seperti kita yang
juga memiliki pergumulan-pergumulan iman. Kej 12 ini merupakan langkah pertama Abraham setelah ia
mendapatkan janji Allah. Abraham mendapatkan janji Tuhan di saat ia berusia 75 tahun dan janji itu baru
digenapi setelah ia berusia 100 tahun lebih. Jangka waktu yang panjang ini memperlihatkan bahwa Abraham
memang patut diberi label sebagai bapa orang beriman, walaupun di dalam jangka waktu ini terdapat
banyak jatuh bangun di dalam perjalanan imannya, termasuk ketika ia berdusta dua kali tentang status
isterinya.
376 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

Apa yang kita pelajari pada hari ini merupakan pelajaran pertama bagi Abraham tentang bagaimana hidup
di dalam pergumulan iman. Tuhan berkata bahwa Abraham akan diberkati dan selanjutnya ia mendirikan
mezbah bagi Tuhan di antara Betel dan Ai. Setelah semuanya ini maka ia berangkat ke tanah Negeb. Ini
merupakan suatu catatan yang penting sekali. Dikatakan bahwa setelah itu kelaparan timbul dan Abraham
mengungsi ke Mesir. Bukankah ini merupakan hal yang wajar dilakukan oleh seorang kepala rumah tangga
karena ia tidak mau keluarganya menjadi kelaparan? Karena ia tahu bahwa di Mesir pasti ada kelimpahan
maka bukankah tidak salah jikalau ia kemudian pindah ke sana?

Saya pikir Abraham tidak salah namun masalahnya tidak terletak pada hal kelaparannya. Masalahnya ada-
lah di saat ia menyuruh Sarai untuk mengaku sebagai adiknya dan bukannya sebagai isterinya. Di sini kita
melihat bahwa alasan utamanya adalah karena ia takut kehilangan isterinya yang berarti ia akan pula kehi-
langan keturunan yang dijanjikan. Pergumulan iman Abraham mulai muncul di sini. Abraham mulai menga-
lami fakta yang riil di depan dan kemudian mulai berkompromi dengan apa yang Tuhan tidak inginkan.
Orang-orang yang melihat rombongan Abraham masuk berdecak kagum di saat melihat kecantikan Sarai.
Punggawa-punggawa Firaun kemudian melaporkan kepada Firaun tentang kecantikan perempuan yang
berusia 65 tahun ini dan Firaun langsung mengambil Sarai sebagai isterinya.

Ketika Firaun sudah memutuskan untuk mengambil Sarai maka Tuhan langsung campur tangan dan
memporak-porandakan rencana Firaun. Tuhan tidak mengijinkan Firaun mengambil Sarai walaupun ia
berusaha setengah mati untuk mengambilnya. Akhirnya Tuhan menimpakan tulah yang hebat bagi Firaun.
Semua ini seharusnya telah menjadi tanda bagi Abraham akan betapa ia tidak mempercayai Tuhan. Saya
berpikir bahwa kegagalan ini mungkin merupakan hal yang wajar karena ini merupakan langkah pertama
Abraham di dalam memasuki pergumulan iman karena jikalau kita melihat latar belakang Abraham maka ia
tidaklah berasal dari keluarga yang telah percaya, tetapi dari keluarga yang menyembah berhala. Bahkan
Alkitab mengatakan bahwa Terah adalah penyembah berhala. Dengan latar belakang keluarga semacam ini,
tentulah pola ibadah Abraham juga merupakan pola ibadah penyembahan berhala, hingga kemudian Tuhan
menyatakan diri kepadanya. Tetapi Abraham ternyata tidak dapat begitu saja berubah. Apa yang Abraham
lakukan tidak mencerminkan bahwa Abraham percaya kepada Allah yang berkata akan memberkati dia.
Mungkin ia berpikir bahwa Allah ini tidak jauh berbeda dengan apa yang disembah oleh Terah. Ini
merupakan dinamika iman yang muncul, yang membuat Abraham berkali-kali membuat jalan pintas.
Allah campur tangan sehingga Firaun tidak sampai mengambil Sarai. Herannya, intervensi Tuhan tidak
berhenti sampai di sini. Alkitab mengatakan bahwa Abraham mendapatkan hadiah kali kedua. Pertama kali
Abraham mendapatkan hadiah di saat ia masuk ke Mesir dan Firaun yang mengingini isterinya memberi dia
hadiah. Setelah Tuhan campur tangan Firaun sekali lagi memberikan hadiah kepada Abraham sambil meng-
usirnya untuk meninggalkan Mesir. Abraham kemudian kembali ke tanah Negeb. Ini menunjukkan bahwa
tempat Abraham memang bukan di Mesir tetapi di tanah Negeb, yaitu di antara Betel dan Ai.
Hal apakah yang dapat kita pelajari dari semua ini:

Pertama: Waktu Tuhan berjanji maka Ia juga akan menyediakan sarananya agar janji itu dapat digenapi.
Setelah janji diberikan maka akan ada sarana-sarana yang mendukung sehingga orang dapat melihat
pimpinan Tuhan dan penggenapan janji itu semakin hari semakin jelas. Masalahnya adalah kita tidak tahan
melewati proses demi proses ini. Kita ingin tahu awal dan langsung kemudian akhirnya karena mengikuti
proses itu melelahkan dan menjengkelkan. Seberapa jauh kita dapat melihat pimpinan Tuhan dalam hal
yang sekecil mungkin. Jangan pernah berkata bahwa Tuhan tidak pernah memberitahu kita. Amsal bahkan
berkata bahwa: "Hikmat berseru nyaring di jalan-jalan, di lapangan-lapangan ia memperdengarkan
suaranya" (Ams 1:20).
377 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

Kedua: Waktu iman kita gagal maka ini menunjukkan salahnya konsep kita tentang Allah. Abraham pada
saat itu masih berada di dalam masa peralihan dalam pengenalan dia akan Allah sehingga pengalaman dia
dengan Tuhan belumlah terlalu banyak. Atau mungkin ada banyak distorsi-distorsi yang berasal dari konsep
kepercayaannya yang lama. Oleh karena itu tidak heran jikalau di saat ada kelaparan atau di saat ia takut
Sarai akan diambil maka ia menyingkirkan konsep Allah yang berkuasa dan menggantikannya dengan
konsep allah yang lain. Pada waktu Abraham masuk ke Mesir, Allahnya mendadak menjadi begitu kecil
baginya. Saudara dan saya juga dapat menjadikan Allah seolah-olah begitu kecil di dalam pikiran kita,
meskipun di dalam faktanya hal itu jelas tidak benar. Ini merupakan langkah pertama kegagalan iman kita.
Pada waktu Allah menggagalkan rencana Firaun yang pada waktu itu dianggap sebagai dewa, Allah
menunjukkan kepada Abraham bahwa Ia adalah Allah yang berkuasa, yang tidak ada di dalam konsep
pikiran Abraham.

Ketiga: Waktu Allah memberikan janji dan Ia memimpin kita masuk di dalam proses maka Ia juga tidak
pernah membawa kita masuk ke dalam suatu situasi tertentu yang membuat kita harus berdosa. Jikalau
kita berkata bahwa kita telah masuk ke dalam pengalaman iman tetapi itu justru mengharuskan kita untuk
berdosa maka itu pastilah bukan kehendak Tuhan. Itu pastilah merupakan jalan pintas yang telah kita ambil
di dalam pikiran kita. Di balik dusta Abraham kita melihat keegoisan bapa orang beriman yang karena
perasaan takutnya menjadikan Sarai sebagai bemper. Tuhan tidak berkenan akan dusta Abraham yang
menunjukkan bahwa ia tidak percaya kepada Tuhan.

Keempat: Tidak ada jalan pintas. Pengalaman hidup beriman harus melewati proses dan langkah demi
langkah. Semua jalan pintas pasti akan menjadikan orang tersebut matang sebelum waktunya, dan ini
justru menunjukkan rapuhnya hidup iman itu sendiri. Semua jalan pintas pasti akan mencapai kekecewaan.
Biarlah kita mengijinkan Tuhan membawa kita ke dalam pengalaman-pengalaman iman. Salah satu tanda
jalan pintas adalah fokus perhatian kita kepada iman dan bukannya kepada obyek iman! Yang memenuhi
pikiran kita adalah berapa besar iman kita. Ini juga merupakan kesalahan para murid di saat mereka
meminta kepada Tuhan Yesus untuk menambahkan iman mereka. Ini merupakan salah satu tanda jalan
pintas. Fokus iman kita seharusnya terletak pada obyek iman yaitu Tuhan dan firman-Nya. Ukuran besar
kecilnya iman kita akan mengikuti seberapa intim kita bergaul dengan Tuhan. Kita seringkali ingin mempu-
nyai iman yang besar tetapi kita seringkali tidak perduli dengan seberapa jauh kita telah mengenal Tuhan.
Pada waktu iman kita gagal bukan berarti Allah gagal. Dari kisah Abraham kita melihat bagaimana campur
tangan Allah yang menggenapi janjinya. Bahkan Allah juga mengubah Abraham dan Sarai sehingga Abram
berubah menjadi Abraham dan Sarai menjadi Sara. Dari Abraham kita melihat bahwa perjalanan iman kita
merupakan suatu yang panjang dan merupakan suatu proses yang diwanai oleh jatuh bangun. Tetapi tidak
berarti karena Abraham jatuh bangun maka kita juga boleh jatuh bangun. Pengalaman Abraham
seharusnya menjadi contoh agar kita jangan sampai jatuh bangun seperti dia. Kita dapat belajar dari
kegagalan Abraham, mengapa dia gagal dan kemudian menapak di atasnya.

Amin!
378 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

D
Diin
naam
miik
kaa iim
maan
nSSa
arra
a (1)

Oleh: Pdt. Thomy J. Matakupan

Nats: Ibr.:11:11/ Kej.16:1-5; 17:15-16; 18:11-15; 21:1

Ibrani 11

11 Karena iman ia juga dan Sara beroleh kekuatan untuk menurunkan anak cucu, walaupun
usianya sudah lewat, karena ia menganggap Dia, yang memberikan janji itu setia.

Kejadian 16

1 Adapun Sarai, isteri Abram itu, tidak beranak. Ia mempunyai seorang hamba perempuan,
orang Mesir, Hagar namanya.
2 Berkatalah Sarai kepada Abram: "Engkau tahu, TUHAN tidak memberi aku melahirkan
anak. Karena itu baiklah hampiri hambaku itu; mungkin oleh dialah aku dapat memperoleh
seorang anak." Dan Abram mendengarkan perkataan Sarai.
3 Jadi Sarai, isteri Abram itu, mengambil Hagar, hambanya, orang Mesir itu, ––yakni ketika
Abram telah sepuluh tahun tinggal di tanah Kanaan––, lalu memberikannya kepada
Abram, suaminya, untuk menjadi isterinya.
4 Abram menghampiri Hagar, lalu mengandunglah perempuan itu. Ketika Hagar tahu,
bahwa ia mengandung, maka ia memandang rendah akan nyonyanya itu.
5 Lalu berkatalah Sarai kepada Abram: "Penghinaan yang kuderita ini adalah tanggung
jawabmu; akulah yang memberikan hambaku ke pangkuanmu, tetapi baru saja ia tahu,
bahwa ia mengandung, ia memandang rendah akan aku; TUHAN kiranya yang menjadi
Hakim antara aku dan engkau."

Kejadian 17

15 Selanjutnya Allah berfirman kepada Abraham: "Tentang isterimu Sarai, janganlah engkau
menyebut dia lagi Sarai, tetapi Sara, itulah namanya.
16 Aku akan memberkatinya, dan dari padanya juga Aku akan memberikan kepadamu
seorang anak laki–laki, bahkan Aku akan memberkatinya, sehingga ia menjadi ibu
bangsa–bangsa; raja–raja bangsa–bangsa akan lahir dari padanya."

Kejadian 18

11 Adapun Abraham dan Sara telah tua dan lanjut umurnya dan Sara telah mati haid.
12 Jadi tertawalah Sara dalam hatinya, katanya: "Akan berahikah aku, setelah aku sudah
layu, sedangkan tuanku sudah tua?"
13 Lalu berfirmanlah TUHAN kepada Abraham: "Mengapakah Sara tertawa dan berkata:
Sungguhkah aku akan melahirkan anak, sedangkan aku telah tua?
379 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

Kejadian 18

14 Adakah sesuatu apapun yang mustahil untuk TUHAN? Pada waktu yang telah ditetapkan
itu, tahun depan, Aku akan kembali mendapatkan engkau, pada waktu itulah Sara
mempunyai seorang anak laki–laki."
15 Lalu Sara menyangkal, katanya: "Aku tidak tertawa," sebab ia takut; tetapi TUHAN
berfirman: "Tidak, memang engkau tertawa!"

Kejadian 21

1 TUHAN memperhatikan Sara, seperti yang difirmankan–Nya, dan TUHAN melakukan


kepada Sara seperti yang dijanjikan–Nya.

Pengalaman iman keluarga Abraham sebagai bapa orang beriman ternyata tak selalu memberi kejelasan.
Namun ia memiliki kekuatan untuk bertahan memegang janji Tuhan walapun penggenapannya
membutuhkan waktu lama yaitu 25 tahun. Pada usia 75 tahun, ia pertama kali menerima janji-Nya bahwa
kelak akan memperoleh keturunan. Lalu pada usia 100 tahun, ia baru mendapat penggenapan. Saat itu, Sara
istrinya telah berusia 91 tahun. Tapi selama 25 tahun tersebut, Tuhan seringkali bersikap diam. Hal itu dapat
mengakibatkan mereka mudah berubah dan tergoncang imannya. Kesimpulan kehidupan Abraham dan
Sara tertulis dalam Ibr 11:11, “Karena iman ia juga dan Sara beroleh kekuatan untuk menurunkan anak cucu,
walaupun usianya sudah lewat, karena ia menganggap Dia, yang memberikan janji itu setia.” Tapi sebelum
sampai pada kesimpulan tersebut, mereka harus mengalami pergumulan iman yang tak selalu lancar.
Alkitab telah berusaha secara terbuka memaparkan kerapuhan umat pilihan Tuhan khususnya ketika
mereka mencoba hidup dalam janji-Nya. Memang, akhirnya mereka memiliki kekuatan untuk menjalaninya.
Namun kisah hidup mereka tak seindah kesimpulan. Bahkan terkadang mereka kehilangan orientasi yang
benar. Janji Allah selalu didasarkan pada kredibilitas Diri-Nya karena tak ada otoritas lebih tinggi yang
dapat menjaminnya. Selain itu, semua janji-Nya tak pernah berkaitan dengan kebaikan-Nya sendiri
melainkan bagi tiap orang yang mau belajar hidup di dalamnya. Sebenarnya janji yang disampaikan-Nya
sudah cukup jelas dan dapat dimengerti tanpa ada yang tersembunyi walaupun penggenapan nubuat
seringkali terjadi secara progressive (semakin lama makin nyata).

Dalam pengalaman hidup beriman, ada orang Kristen yang mengatasnamakan suatu keputusan sebagai
Firman, padahal sebenarnya kehendak diri sendiri. Ia seharusnya tak menganggap diri kuat dan terus
menerus ingat akan janji-Nya dalam kesetiaan. Alkitab memaparkan kejelekan dan ketidakpercayaan
manusia supaya ia mengoreksi diri sendiri. Tanpa kekuatan yang Tuhan berikan untuk mendampingi atau
mengingatkan janji dan penggenapan, ia pasti mudah berpindah.
Janji Tuhan pada Abraham dan Sara ialah, “Aku akan membuat engkau menjadi bangsa yang besar, dan
memberkati engkau serta membuat namamu masyhur; dan engkau akan menjadi berkat.” (Kej 12:2) Tapi
hingga mereka tiba di Kanaan (10 tahun penantian), tak ada tanda bahwa Tuhan akan menggenapinya. Karena
gelisah, Sara melakukan beberapa tindakan yang akhirnya menimbulkan banyak kesulitan, kekecewaan dan
sakit hati.

Pertama, dalam Kej 16:2 dicatat kesimpulan Sara yang sangat mengejutkan, “Engkau tahu, Tuhan tidak
memberi aku melahirkan anak.” Dengan demikian, ia telah mengalihkan tanggung jawab kepada-Nya. Ia
mengatasnamakannya sebagai ketetapan Tuhan. Padahal sesungguhnya memang belum waktunya atau
masih dalam proses. Inilah dosa Sara yaitu mengungkapkan asumsi yang salah tentang sikap, perilaku dan
kesetiaan Tuhan. Dosa tersebut berakibat Sara mengijinkan Abraham menghampiri Hagar. Tindakannya
380 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

bermaksud membantu Tuhan sekaligus menyelamatkan nama baik dan kehormatan suaminya. Mungkin,
Hagar merupakan hadiah dari Firaun sewaktu mereka hendak meninggalkan Mesir. Selanjutnya,
perempuan Mesir itu mengandung. Kenyataan tersebut membuatnya susah hati, tak tenang dan sangat
kebingungan karena Hagar jadi memandang rendah dirinya. Perasaan tersebut berkelanjutan hingga
Ismael, anak Hagar, tumbuh dewasa. Ia juga merasa ketakutan hingga meminta Abraham mengusir
mereka. Ketika mengetahui bahwa keturunan Abraham akan sebanyak bintang di langit, Sara merasa
sangat bertanggung jawab karena hanya dan harus melalui dialah keturunan pertama lahir. Dialah satu-
satunya perempuan dalam hidup Abraham. Kejatuhan iman dapat terjadi ketika orang Kristen merasa lebih
bertanggung jawab daripada Tuhan. Padahal ketika memberi janji, Ialah yang paling bertanggung jawab
untuk menggenapkannya. Ia hanya menuntut para pengikut-Nya bersedia tunduk menjalani proses
penggenapan. Sejujurnya, kerapkali orang Kristen memiliki pengalaman iman seperti Sara. Iman sejati tak
pernah memaksa atau mendorong Allah sedemikian rupa supaya menggenapi seluruh janji-Nya, baik di
masa kini maupun mendatang. Iman sejati justru diungkapkan dengan sikap menunggu dan menyaksikan
Allah lebih bertanggung jawab. Bagaimanapun juga, manusia masih memiliki peluang sangat besar untuk
terjebak ke dalam berbagai asumsi hingga merasa bertanggung jawab untuk mempercepat penggenapan.

Kedua, Sara telah mengambil alih posisi Allah dengan mencoba membelokkan jalur di-mana Abraham akan
diberkati. Di Kej 17, Ia mengulangi kembali janji-Nya. Tapi, Abraham malah berkata, “Ah, sekiranya Ismael
diperkenankan hidup di hadapanMu!” (ayat 18) Pernyataan tersebut menunjukkan imannya mulai bergeser
hingga tak lagi yakin bahwa hanya melalui Sara, Allah akan memberkati keluarganya. Maka Allah dengan
tegas menjawab, “Tidak, melainkan istrimu Saralah yang akan melahirkan anak laki-laki bagimu, dan
engkau akan menamai dia Ishak, dan Aku akan mengadakan perjanjian-Ku dengan dia menjadi perjanjian
yang kekal untuk keturunannya.” (ayat 19) Situasi dan kondisi telah membentuk dan menggeser hidup,
pikiran, pengertian dan kepercayaan keluarga tersebut terhadap janji-Nya. Saat itu, Abraham berusia 99
tahun sedangkan Sara 90 tahun. Sekitar 13 tahun setelah Hagar melahirkan, Tuhan mulai berfirman lagi
untuk memulihkan dan menegakkan kembali iman mereka. Ismael lahir ketika Abraham berusia 86 tahun.
Sebelumnya, Ia mendiamkan mereka sebagai akibat tindakan bodoh Sara. Mungkin juga, Ia menguji
keteguhan mereka dalam memegang kejelasan janji-Nya hingga tak mudah digeser. Namun Ia tak
membuang Hagar dan Ismael. Sebaliknya malah memberi perlindungan khusus dan tetap memelihara
mereka. Manusia mudah berubah hingga mengambil alih pimpinan Tuhan bahkan mengabaikan kehendak-
Nya. Termasuk orang Kristen mudah jatuh ke dalam kesulitan iman. Contohnya ialah Sara. Keraguan
mereka membuat Tuhan harus menegaskan ulang, “Tentang istrimu Sarai, janganlah engkau menyebut dia
lagi Sarai, tetapi Sara, itulah namanya. Aku akan memberkatinya, dan daripadanya juga Aku akan
memberikan kepadamu seorang anak laki-laki.” (Kej 17:15-16) Jikalau tak demikian, mereka mungkin akan
tersesat dan kehilangan arah. Mungkin juga, mereka beralih pada objek iman lain. Atau Allah dihilangkan
dari hidup iman mereka.

Ketiga, Sara tak lagi mempercayai Tuhan. Kej 18:10 mencatat Tuhan berfirman, “Sesungguhnya Aku akan
kembali tahun depan mendapatkan engkau, pada waktu itulah Sara, istrimu, akan mempunyai seorang
anak laki-laki.” Mendengarnya, Sara malah tertawa karena tak mengira bahwa janji-Nya masih ada. Lalu ia
berkata dalam hati, “Akan berahikah aku, setelah aku sudah layu, sedangkan tuanku sudah tua?” (ayat 12)
Baginya, hal tersebut tak lazim dan sangat mustahil. Maka pertanyaan tersebut merupakan cetusan rasa tak
percayanya.
381 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

Selanjutnya, Sara berusaha menipu Tuhan. Setelah ia tertawa, Allah bertanya pada Abraham, “Mengapakah
Sara tertawa?” (ayat 13) Tapi, Sara menyangkalnya dengan mengatakan, “Aku tidak tertawa.” (ayat 15)
Kemudian Tuhan menegaskan, “Tidak, memang engkau tertawa.” Dengan demikian, dosa Sara terus
berkembang kualitasnya.

Sejujurnya, seringkali orang Kristen pun terjebak ke dalam situasi seakan-akan janji-Nya tak tergenapi.
Misalnya, seseorang mengetahui bahwa Tuhan menghendaki semua orang berkesempatan mendengar Injil
lalu bertobat. Maka ia rindu seluruh anggota keluarganya juga mengenal Tuhan. Karena itu, ia terdorong
untuk berdoa supaya Allah membukakan pintu anugerah keselamatan bagi mereka. Selama satu atau dua
tahun, ia mungkin masih bersemangat. Tapi setelah lima tahun berlalu, ia mulai meragukan dan berhenti
berdoa. Dinamika iman semacam itu riil sekali. Dan tiap orang Kristen harus terbuka terhadap segala
kemungkinan dan berbagai varian iman yang mungkin terjadi dalam diri. Selain itu, ia juga perlu meminta
pertolongan Tuhan agar diingatkan kembali akan janji-Nya.

Sesungguhnya, Tuhan takkan pernah merubah atau merevisi janji-Nya. Namun orang Kristen mungkin
memperhatikannya dengan baik hanya pada mulanya. Kemudian ia mencoba merubahnya atau bahkan tak
lagi mempedulikannya. Orang Kristen yang jarang atau tak pernah berdoa apalagi membaca Alkitab dalam
waktu cukup lama, mungkin ia mulai mengabaikan Tuhan.

Amin!
382 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

D
Diin
naam
miik
kaa iim
maan
nSSa
arra
a (2)

Oleh: Pdt. Thomy J. Matakupan

Nats: Ibrani 11:11/ Ibrani 12:1-2


Ibrani 11

11 Karena iman ia juga dan Sara beroleh kekuatan untuk menurunkan anak cucu, walaupun
usianya sudah lewat, karena ia menganggap Dia, yang memberikan janji itu setia.

Ibrani 12

1 Karena kita mempunyai banyak saksi, bagaikan awan yang mengelilingi kita, marilah kita
menanggalkan semua beban dan dosa yang begitu merintangi kita, dan berlomba dengan
tekun dalam perlombaan yang diwajibkan bagi kita.
2 Marilah kita melakukannya dengan mata yang tertuju kepada Yesus, yang memimpin kita
dalam iman, dan yang membawa iman kita itu kepada kesempurnaan, yang dengan
mengabaikan kehinaan tekun memikul salib ganti sukacita yang disediakan bagi Dia, yang
sekarang duduk di sebelah kanan takhta Allah.

Pada saat menelusuri sejauh ini dinamika iman daripada tokoh-tokoh Alkitab (Perjanjian Lama), kita akan
tercengang melihat ternyata mereka memiliki pengalaman iman sedemikian. Merekapun mengalami
pengalaman ketidak-percayaan, perubahan sikap, mundur di dalam iman, dsb. Meski demikian Alkitab di
dalam kitab Ibrani 11 memasukkan nama-nama mereka sebagai “Pahlawan Iman.” Bahkan penulis kitab ini
menjadikan mereka sebagai saksi-saksi bagaikan awan yang mengelilingi kita seakan ingin menunjukkan
bahwa merekapun mengalami pengalaman pergumulan iman yang sama dicatat di dalam Alkitab dan
mereka keluar sebagai pemenang.

Di antara semua tokoh iman ini, kita melihat muncul nama Sara, She is the first lady mentioned as a part of
heroes of faith. Ada banyak hal yang dapat dipelajari dari pengalaman iman seorang Sara ini.

Kejadian 12memberikan informasi bahwa Sara adalah seorang wanita yang penuh dengan kemurahan dan
ketaatan. Kita dapat mengingat pengalaman keluarga Abram (sebelum namanya berubah menjadi Abraham) pada
waktu mereka harus pergi ke Mesir karena adanya bencana kelaparan. Kita dapat juga mengingat pada
waktu menjelang pintu gerbang Mesir bagaimana permintaan Abraham agar Sara mengatakan bahwa ia
adalah saudaranya? Usia Sara pada masa itu 65 tahun.

Para istri, coba bayangkan kejadian ini terjadi pada diri saudara. Mengendarai kendaraan dengan kencang,
dihentikan polisi dan suamimu mengatakan bahwa engkau adalah saudaranya. Kejadian semacam ini tidak
hanya satu kali saja terjadi, melainkan terulang kembali pada saat Abraham harus berurusan dengan Raja
Abimelekh. Sara adalah seorang yang penuh dengan kesabaran, paling tidak terhadap Abraham. Sara
adalah seorang yang penuh dengan kemurahan dan ketaatan sampai ia harus berhadapan dengan fakta ia
383 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

belum dapat memberikan seorang anak kepada Abraham. Sara adalah seorang yang penuh dengan
kesabaran sampai ia harus berhadapan dengan fakta bahwa ia masih dapat mengandung seorang anak.

Kita akan memfokuskan diri pada Kejadian 17-18, secara khusus pada janji yang diberikan kepada Sara,
kesabaran dan kehamilannya. Mungkin sekali jika ia masih ada sampai dengan sekarang, hatinya akan
diliputi dengan gelora yang membara ingin memberitahu kepada kita semua pengalaman imannya.
Kesukacitaan dan kesusahan hatinya. Ia mungkin ingin memberitahu secara detail setiap bagian
pengalamannya itu dan menunjukkan kunci kemenangan. Mari kita mencoba melihat tiga hal yang mungkin
akan diberikan Sara.

1. Sara akan menantang kita. Ia akan mengatakan, “Jangan takut untuk percaya kepada Allah bahwa
Ia dapat mengerjakan sesuatu yang besar melalui engkau.” Kita mungkin akan berpikir, Allah mau
mengerjakan sesuatu yang besar di dalam diriku? Nanti dulu. Saya bukanlah seorang yang berdoa dan
melihat mujizat Allah terjadi. Saya bukanlah seorang yang memberikan kesaksian dan membawa banyak
orang datang kepada Yesus. Saya bukan seorang yang memiliki beban pelayanan dan mengembangkannya,
dan sebagainya. Kita mungkin merasakan bahwa hidup Kristenku baik-baik saja dan tidak perlu masuk ke
dalam pengalaman mendebarkan semacam itu. Cukup pergi ke gereja beberapa kali dalam seminggu,
membaca Alkitab dengan Ready Bread, ikut persekutuan doa ini dan itu.

Nampaknya ini adalah model kehidupan Sara pula. Coba perhatikan, Allah berbicara kepada Abram.
Memberikan janji keturunan kepada Abram. Semua ini tidak ada kaitannya secara langsung dengan Sara.
Mungkin sekali ia kemudian menjalani hidup rutin sebagaimana selama ini. Sukacita yang dialami juga
adalah sukacita rutin (?). Namun apa yang terjadi, Allah memalingkan wajah-Nya kepada Sara dan
mengatakan bahwa ia akan mengandung seorang anak. Bayangkan pada waktu itu usianya sudah 90 tahun.
(Bd: Kej 17:15-19).

Lalu, bagaimana reaksi Abram? Ia menanggapinya dengan skeptik. Ia percaya, namun percayanya sudah
turun di dalam kualitasnya mengingat usianya dan usia Sara sudah bertambah tua.
Cerita ini kemudian dilanjutkan dengan Abram menjamu TUHAN dan dua orang malaikat yang datang ke
kemahnya. Misi mereka menghancurkan Sodom dan Gomorah. Salah satu dari mereka mengingatkan akan
janji Tuhan memberika keturunan dan bahwa Allah mampu menjadikan sesuatu yang tidak mungkin
menjadi mungkin (Kej 18: 9-15).

Bagaimana reaksi Sara? Ia tertawa di dalam ketidak-percayaannya bahwa Allah dapat memberikan seorang
anak sebagaimana yang diharapkannya lebih dari segala sesuatu di dunia. Bahwa mungkin ia sudah terlalu
lama menunggu ; bahwa ia sudah mencoba berbagai macam cara ternyata tidak berjalan sesuai dengan
rencananya ; bahwa kondisinya sudah tidak memungkinkan lagi.

Mari kita mengajukan pertanyaan penting di dalam perjalanan iman kita sampai dengan saat ini. Apakah
kita merasa bosan atau jenuh dengan perjalanan iman kita? Bahwa tidak ada sesuatu yang membangkitkan
semangat; Tidak ada “perbuatan ajaib” yang secara langsung dilakukan Tuhan di dalam hidup kita;
Akibatnya tidak ada gairah karena seakan-akan kita kehilangan tenaga untuk maju. Perjalanan iman kita
terasa biasa, hambar, dan mekanis.

Sama seperti Sara, kita sedang mengalami lack of faith ; bahwa kita membangun semacam ketidak
percayaan bahwa Allah dapat melakukan “sesuatu” di dalam hidup kita.
Apakah kita merasa susah karena “ketidak-percayaan” kita? Apakah kita merasa takut masuk ke dalam
berbagai pengalaman iman dengan Allah? Apakah kita merasa takut karena Allah dapat (dan akan)
384 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

memakai kita bagi pekerjaan-Nya? Jika Sara ada di tempat ini, ia akan meminta dengan sangat agar kita
tidak menjadi takut memasuki kenyataan keterlibatan Allah di dalam hidup kita.

2. Sara akan mengatakan agar kita tidak usah tergesa-gesa oleh karena Allah akan menggenapi
rencana-Nya di dalam waktu dan cara Allah sendiri. Perhatikan! Janji pertama kali diberikan pada saat ia
berusia 55 tahun. Pada usia ke 89 tahun janji itu diberikan ulang bahwa tahun depan (usia 90) ia baru akan
melahirkan seorang anak. Dengan demikian dibutuhkan 35 tahun masa penantian. Itulah sebabnya tidak
mengherankan jika Sara mencoba mem-persingkat waktu ini dengan cara mengambil berbagai jalan pintas.
Ia mengijinkan Abraham menghampiri Hagar (yang kemudian melahirkan Ismael). Jalan pintas ini ternyata
menimbulkan berbagai bencana dalam hidup Sara.

Apakah kita pernah merasa bahwa Allah terlalu lambat dan karenanya kita memikirkan jalan pintas?
Apakah kita pernah berdoa memohon kesabaran dalam penantian penggenapan rencana Allah? Apakah
kita pernah meminta Allah menyatakan kehendak-Nya, apakah yang akan Ia kerjakan, bagaimana cara Ia
mengerjakannya dan kesiapan hati kita masuk ke dalam rencana tersebut! Apakah kita pernah merasa
menyerah menantikan jawaban Tuhan atas doa-doa kita? Apakah kita masih merasa bahwa ada
pertolongan Tuhan di dalam situasi-situasi sulit kita? Jika jawaban kita adalah “Tidak!” maka mungkin sekali
kita sedang berada di dalam keadaan tidak sabar menunggu waktu Tuhan.
Sara akan berdiri di hadapan kita dengan pandangan mata serius dan mengatakan perkataan bijaksana,
“Tolong, jangan lakukan itu!” Ia akan mengatakan bahwa ketidak-sabaran kita hanya akan membawa
bencana, frustasi, kecewa, dan sebagainya.

3. Terakhir, dia akan menasehatkan kita, “Ingatlah bahwa Allah selalu memegang setiap janji-Nya.”
Kejadian 18:12 memberitahukan kepada kita ketika Allah berkata kepada Abraham bahwa Sara akan
mengandung dan melahirkan tahun depan, Sara tertawa. Dapatkah kita membayangkan Sara tertawa
terhadap Allah dan bahwa Allah mendengarkan tertawa itu!

Allah mendengarkan dengan jelas jika kita tertawa di dalam ketidak-percayaan kita terhadap janjiNya. Ia
bahkan mengetahui dengan terperinci setiap bagian ketidak-percayaan atau dapat dikatakan ketidak-
pedulian kita. “Kalau terjadi, ya baik, kalau tidak terjadi ya tidak apa-apa.”
Jika Allah telah mengucapkan kalimat janji, maka Ia akan membawa janji itu kepada penggenapannya. He
will keep His word. Masa penantian yang lama kemudian memberikan kesan bahwa Allah bermain-main
atau bahkan lupa terhadap janji-Nya tersebut. Atau mungkin sekali kita melihat janjiNya itu bersifat umum,
dalam arti bagi semua orang Kristen tanpa kecuali. Kita gagal melihat ada sifat personal pula, bagi kita
secara pribadi. Apakah yang menjadikan Sara termasuk golongan “Pahlawan Iman” ? Alkitab memberikan
petunjuk bahwa Sara menganggap Allah yang memberikan janji tersebut setia (Bd: Ibr 11:11). Sara masuk
dan melihat bagaimana Allah menggenapi janji tersebut setelah jatuh-bangun beberapa kali. Ia mau tidak
percaya karena situasi dan kondisi mendesak untuk itu. Namun Allah tidak mengijinkan dia hanyut dan
terhilang di dalam ketidak-percayaan.

Perhatikan! Allah membawa Sara menapaki satu demi satu langkah imannya dan membiarkan dia belajar
akan kesetiaan Allah di dalam keluarganya ini. Ia belajar, menemukan dan memahami Allah.
Mungkin ada di antara kita yang sedang bergumul di dalam berbagai aspek hidup dan hal ini menjadikan
kita terganggu secara emosional, depresi atau bahkan salah menilai diri. Mungkin pula ada di antara kita
yang bergumul secara rohani, hidup iman seakan terhenti, tidak ada gairah dan semangat lagi. Ijinkan saya
mengingatkan bahwa ada Allah yang tidak akan pernah mengabaikan janji-Nya bagi saudara. Amin!
385 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

D
Diin
naam
miik
kaa iim
maan
nYYu
unnu
uss
Oleh: Pdt. Thomy J. Matakupan

Nats: Yunus 1:1-10; 3:1-3; 4:1-4; 9-11

Yunus 1

1 Datanglah firman TUHAN kepada Yunus bin Amitai, demikian:


2 "Bangunlah, pergilah ke Niniwe, kota yang besar itu, berserulah terhadap mereka, karena
kejahatannya telah sampai kepada–Ku."
3 Tetapi Yunus bersiap untuk melarikan diri ke Tarsis, jauh dari hadapan TUHAN; ia pergi ke
Yafo dan mendapat di sana sebuah kapal, yang akan berangkat ke Tarsis. Ia membayar
biaya perjalanannya, lalu naik kapal itu untuk berlayar bersama–sama dengan mereka ke
Tarsis, jauh dari hadapan TUHAN.
4 Tetapi TUHAN menurunkan angin ribut ke laut, lalu terjadilah badai besar, sehingga kapal
itu hampir–hampir terpukul hancur.
5 Awak kapal menjadi takut, masing–masing berteriak–teriak kepada allahnya, dan mereka
membuang ke dalam laut segala muatan kapal itu untuk meringankannya. Tetapi Yunus
telah turun ke dalam ruang kapal yang paling bawah dan berbaring di situ, lalu tertidur
dengan nyenyak.
6 Datanglah nakhoda mendapatkannya sambil berkata: "Bagaimana mungkin engkau tidur
begitu nyenyak? Bangunlah, berserulah kepada Allahmu, barangkali Allah itu akan
mengindahkan kita, sehingga kita tidak binasa."
7 Lalu berkatalah mereka satu sama lain: "Marilah kita buang undi, supaya kita mengetahui,
karena siapa kita ditimpa oleh malapetaka ini." Mereka membuang undi dan Yunuslah
yang kena undi.
8 Berkatalah mereka kepadanya: "Beritahukan kepada kami, karena siapa kita ditimpa oleh
malapetaka ini. Apa pekerjaanmu dan dari mana engkau datang, apa negerimu dan dari
bangsa manakah engkau?"
9 Sahutnya kepada mereka: "Aku seorang Ibrani; aku takut akan TUHAN, Allah yang
empunya langit, yang telah menjadikan lautan dan daratan."
10 Orang–orang itu menjadi sangat takut, lalu berkata kepadanya: "Apa yang telah
kauperbuat?" ––sebab orang–orang itu mengetahui, bahwa ia melarikan diri, jauh dari
hadapan TUHAN. Hal itu telah diberitahukannya kepada mereka.

Yunus 3

1 Datanglah firman TUHAN kepada Yunus untuk kedua kalinya, demikian:


2 "Bangunlah, pergilah ke Niniwe, kota yang besar itu, dan sampaikanlah kepadanya seruan
yang Kufirmankan kepadamu."
3 Bersiaplah Yunus, lalu pergi ke Niniwe, sesuai dengan firman Allah. Niniwe adalah sebuah
kota yang mengagumkan besarnya, tiga hari perjalanan luasnya.
386 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

Yunus 4

1 Tetapi hal itu sangat mengesalkan hati Yunus, lalu marahlah ia.
2 Dan berdoalah ia kepada TUHAN, katanya: "Ya TUHAN, bukankah telah kukatakan itu,
ketika aku masih di negeriku? Itulah sebabnya, maka aku dahulu melarikan diri ke Tarsis,
sebab aku tahu, bahwa Engkaulah Allah yang pengasih dan penyayang, yang panjang
sabar dan berlimpah kasih setia serta yang menyesal karena malapetaka yang hendak
didatangkan–Nya.
3 Jadi sekarang, ya TUHAN, cabutlah kiranya nyawaku, karena lebih baik aku mati dari pada
hidup."
4 Tetapi firman TUHAN: "Layakkah engkau marah?"

Yunus 4

9 Tetapi berfirmanlah Allah kepada Yunus: "Layakkah engkau marah karena pohon jarak
itu?" Jawabnya: "Selayaknyalah aku marah sampai mati."
10 Lalu Allah berfirman: "Engkau sayang kepada pohon jarak itu, yang untuknya sedikitpun
engkau tidak berjerih payah dan yang tidak engkau tumbuhkan, yang tumbuh dalam satu
malam dan binasa dalam satu malam pula.
11 Bagaimana tidak Aku akan sayang kepada Niniwe, kota yang besar itu, yang berpenduduk
lebih dari seratus dua puluh ribu orang, yang semuanya tak tahu membedakan tangan
kanan dari tangan kiri, dengan ternaknya yang banyak?"

Kitab Yunus merupakan satu cerita yang unik dari seluruh bagian cerita di dalam Perjanjian Lama.

Adapun tiga keunikan dari kitab ini:

1. Kitab Yunus menceritakan tentang seorang nabi yang melarikan diri oleh karena kecewa terhadap
suatu hal yang ia pandang dan anggap seharusnya tidak terjadi (prodigal prophet).

2. Kitab Yunus tidak pernah selesai, sebab kalau kita lihat dalam pasal 4, kitab tersebut ditutup dengan
satu pembicaraan antara Tuhan dengan Yunus yang ceritanya seakan mengambang begitu saja.

3. Dalam kitab tersebut tidak dikatakan dengan jelas, pada akhirnya Yunus bertobat atau tidak.
Memang ada penafsir yang mengatakan, ketika Yunus ditelan ikan ia bertobat, tetapi kita justru melihat
bahwa hingga di pasal 4 dikatakan bahwa Yunus masih marah terhadap Tuhan karena orang di Niniwe
bertobat.

Kalau kita perhatikan, terdapat banyak hal yang menjadi kontradiksi dalam hidup Yunus, antara dirinya
dengan apa yang menjadi panggilan pelayanannya, yang antara lain:

Pertama, kontradiksi antara pengertian dengan pelaksanaan. Dalam ps. 1 kita melihat bahwa firman Tuhan
datang kepada Yunus supaya ia bangun dan pergi ke Niniwe, kota yang besar dan berseru terhadap mereka
supaya bertobat, karena jikalau tidak Tuhan akan menunggangbalikkan kota tersebut. Kalau akhirnya ia lari
dari panggilan tersebut, itu bukan berarti bahwa ia tidak mengerti panggilan tersebut karena ia adalah nabi
yang beberapa penafsir mengatakan sejaman dengan Hosea dan Amos yang mewarisi Elia dan Elisa (2 Raja
14:25). Jadi pengalaman menafsirkan perintah Tuhan merupakan sesuatu yang sudah dialaminya
sebelumnya. Tetapi kenyataan dalam kitab Yunus 1:1 justru sebaliknya, ia melarikan diri dan tidak mau
melaksanakan firman Tuhan tersebut.
387 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

Kedua, adanya ketidakcocokan antara nama Yunus yang terlihat sangat Alkitabiah dengan pribadi Yunus
yang sebenarnya (nama Yunus: burung merpati; Amitai: the true one). Di seluruh Alkitab, burung merpati selalu
melambangkan hal yang positif, sebagai contoh: burung merpati adalah burung yang dipakai oleh Nuh
untuk mengetahui apakah air bah sudah surut; sebagai lambang perdamaian; dipakai sebagai korban
bakaran bagi orang yang tidak mampu membeli kambing/ domba; lambang Roh Kudus, dsb. Namun banyak
hal yang dilakukan Yunus adalah hal yang negatif.

Ketiga, kontradiksi antara jabatan dengan pekerjaannya. Jabatan Yunus pada saat itu adalah nabi yang
seharusnya mengetahui dengan jelas hati Allah dan apa yang diinginkan-Nya. Seorang nabi adalah seorang
yang mempunyai hati yang sama seperti hati Tuhan. Ketika Musa turun dari gunung dan melihat banyak
orang Israel membangun anak lembu emas lalu menari-nari serta mempersembahkan sesuatu kepada anak
lembu emas tersebut, maka ia sangat marah dan menghancurkan dua loh batu yang ia bawa. Hati Tuhan
ada dalam hatinya sehingga apa yang Tuhan benci akan ia benci juga. Tetapi kita melihat bahwa di dalam
Yunus terdapat hal yang kontradiksi sekali, hati Tuhan yang mencintai orang-orang Niniwe tidak ada pada
Yunus sehingga ia memutuskan lari. Bangsa Niniwe sudah terkenal sebagai bangsa penjajah yang menurut
beberapa catatan buku-buku tentang sejarah dikatakan bahwa ketika mereka berhasil menangkap dan me-
nawan suatu bangsa, cara mereka memperlakukan tawanannya sangat keji sekali. Itu sebabnya bangsa
Israel pun menjadi satu bangsa yang berada di bawah bayang-bayang bangsa Niniwe dan Yunus tidak mau
pergi kepada bangsa itu. Mungkin Yunus adalah orang yang mau sungguh-sungguh cinta Tuhan tetapi
khusus untuk Niniwe, ia sulit mengerti mengapa ada bangsa semacam itu.

keempat, kontradiksi antara apa yang ia mengerti secara teologis dengan tindakannya. Yunus pergi ke arah
yang berlawanan dengan apa yang diperintahkan Tuhan dan Alkitab (ps 1:3) mencatat dua kali berturut-
turut dikatakan bahwa Yunus pergi jauh dari hadapan Tuhan. Dengan kata lain Yunus sungguh-sungguh
telah mentekadkan hati pergi sejauh mungkin dari hadapan Tuhan, bahkan dengan persiapan yang
sungguh. Tuhan di dalam kedaulatannya mengirimkan ombak dan gelombang yang besar, sehingga kapal
mulai terombang-ambing dengan begitu hebat tetapi Yunus di dalam pelariannya justru turun ke bagian
paling bawah untuk tidur dengan nyenyak. Dan yang membuat kita heran, Yunus tidak menangkap dengan
jelas signifikansi dari apa yang ia alami saat itu. Justru para pelaut yang bersama-sama dengannya me-
rasakan adanya kejadian alam yang tidak biasa dan mereka berusaha berseru kepada allah mereka masing-
masing, bahkan nahkoda kapal yang membangunkan menyuruhnya untuk berdoa, dan mereka mengetahui
bahwa Yunuslah sumber masalah tersebut (Yun 1:10). Sungguh ironis kalau Yunus tidak mempunyai cinta
sama sekali terhadap 120 ribu orang di Niniwe padahal para pelaut yang tidak mengenal Allah mempunyai
cinta yang begitu besar untuk Yunus dan mereka begitu rupa berupaya baginya.

Walaupun dalam ps. 3 dikatakan, “Firman Tuhan kepada Yunus untuk kedua kalinya untuk pergi ke Niniwe,”
namun disitu tidak ada catatan tentang pertobatan Yunus. Itulah konflik pengertian teologi dan
tindakannya. Kalau kita perhatikan, para pelaut sibuk untuk mengetahui apa dosa yang mereka perbuat se-
hingga perahu tersebut diterjang badai yang sangat hebat, lalu setelah Yunus di lempar ke laut dan suasana
berubah tenang maka mereka menjadi yakin bahwa Allah Yunuslah yang benar sehingga mereka
menyembah Tuhan. Tetapi Yunus justru tidak mempunyai niatan tersebut, ia sangat pasif dan
mempertahankan bahwa ia yang menang. Akhirnya Tuhan mulai mengajar Yunus melalui sebuah pohon
jarak yang tumbuh dalam satu malam, namun keesokan harinya layu. Tuhan berkata, “Engkau sayang
kepada pohon jarak itu, yang untuknya sedikitpun engkau tidak berjerih payah dan yang tidak engkau
tumbuhkan, …, bagaimana tidak Aku akan sayang kepada Niniwe, kota yang besar itu, yang berpenduduk
388 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

lebih dari seratus dua puluh ribu orang, yang semuanya tak tahu membedakan tangan kanan dari tangan
kiri, dengan ternaknya yang banyak?”



1. Allah sangat konsern terhadap apa yang kita lakukan ketika kita mendengar perintah Tuhan dan
mulai menanggapinya secara positif. Melakukan perintah Tuhan merupakan the highest thing (sesuatu yang
sangat tinggi nilainya), yang menempatkan manusia menjadi manusia. Di dalam Kitab Kejadian dikatakan, Allah
memerintahkan supaya manusia memenuhi isi bumi dan menahklukkan semuanya. Dan setelah semuanya
selesai, maka Allah menutupnya dengan mengatakan bahwa sungguh semua itu amat baik adanya. Dengan
kata lain ketika Adam dan Hawa mendengar perintah tersebut, mereka taat melakukan berdasarkan apa
yang Tuhan mau dan semua tatanan alam semesta berjalan sesuai dengan perintah Tuhan di dalam
keteraturan yang ada. Manusia mempunyai nilai di hadapan Tuhan pada saat ia mau tunduk di hadapan
Tuhan. Allah memberikan perintah kepada manusia semata-mata adalah demi kebaikan manusia itu
sendiri. Yunus menolak karena ia tidak mau Allah mengubah kota Niniwe. Seringkali kita merasa bahwa
perintah Allah itu begitu berat karena kita tidak mau memberikan kesempatan bagi iman kita yang sejati
untuk berkembang (1 Yoh 5:3-5). Iman yang sejati, yang berpaut pada pegangan yang sejati akan melihat
perintah Allah itu tidak berat. Kalau mau jujur, apa yang dapat kita harapkan dengan hanya mengandalkan
firman di hari minggu (kebaktian) dalam gereja dan saat teduh kita setiap harinya? Apakah dengan demikian
kita akan mampu mengatasi semua pergumulan kita dalam kehidupan di dunia? Ini merupakan tantangan
kita masing-masing, karena sesungguhnya kita lebih membuka pintu terlalu lebar bagi semua pengajaran
dan sistem dunia yang mempengaruhi otak dan pikiran kita daripada filsafat Alkitab!

2. Orang yang lari dari Tuhan tidak akan pernah sampai ke tujuan walau membayar berapapun,
namun orang yang taat pada kehendak-Nya akan sampai pada tujuan dan Tuhan yang membayarnya. Itulah
sebabnya orang yang menolak terus perintah Tuhan walaupun ia berusaha untuk menenangkan hati, ia
tetap tidak akan sampai ke tujuan karena ia akan rugi besar. Yunus berusaha lari sejauh-jauhnya dari
hadapan Tuhan oleh karena sudah ada tumpukan kekecewaan yang amat sangat, dengan kata lain ia ingin
mengatakan bahwa ia menolak melayani Tuhan khusus untuk pergi Niniwe. Kita tidak akan mungkin lari
dari hadapan Tuhan, sekalipun seperti Yunus yang bersembunyi di tempat paling bawah, lari dari masalah
dengan tidur nyenyak. Tertidur dengan nyenyak dalam bahasa teknis Ibrani menggunakan bentuk nifal (tidur
seperti orang mati). Mungkin kita ingin menutupi kegelisahan, kekecewaan terhadap orang tertentu, kita me-
rasa capek dan tidak mau percaya Tuhan sehingga akhirnya kita ingin pergi jauh meninggalkan Tuhan,
tetapi ingatlah bahwa Tuhan dalam kedaulatan-Nya mungkin akan mengirim ikan-ikan yang besar untuk
mencari saudara.

3. Pelayanan itu adalah anugerah yang Tuhan beri. Ketika Tuhan mengutus Yunus pergi ke Niniwe dan
ia menolaknya, maka pada saat itu Yunus telah kehilangan bagaimana mengerti cara Tuhan bekerja di
dalam dan melalui dia. Bagaimana melihat ada orang-orang bertobat di dalam pelayanannya. Tuhan tidak
pernah salah memilih, walaupun Yunus lari dari hadapan-Nya namun Yunus adalah salah satu nabi yang
penting yang Tuhan pernah pakai untuk menyatakan betapa mulia dan agungnya Tuhan itu. Di sini paling
tidak melalui cerita Yunus orang mengerti sifat-sifat Tuhan di dalam poin: betapa Tuhan panjang sabar,
berlimpah kasih setia dan tidak selama-lamanya Ia mendendam dan membenci, dan itulah hal terindah
yang disisakan dari cerita nabi Yunus untuk kita pelajari, yang menjadi warisan dalam PB. Dalam PB, Tuhan
Yesus meminjam cerita tentang nabi Yunus untuk menceritakan bahwa Ia akan berada di dalam perut bumi
tiga hari tiga malam (Mat 12:40). Walaupun ia adalah nabi yang melarikan diri namun kisahnya ada dalam
389 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

satu rangkaian rencana keselamatan Allah untuk manusia. Apa yang Yesus alami selama tiga hari tiga
malam dalam perut bumi sudah digambarkan dalam PL. Tetapi orang yang tidak percaya memberikan satu
argumen bahwa Yesus sesungguhnya tidak pernah mati di dalam perut bumi karena Yunus pun tidak mati.
Kita harus tahu bahwa ayat ini tidak berbicara mengenai kualitas kematian. Jikalau Yesus benar-benar bang-
kit maka Ia harus benar-benar mati dan ayat tersebut justru berbicara mengenai gambaran apa yang akan
Yesus alami yang sudah dikatakan dalam PL (Tipologi).

Suatu kali saya membaca tulisan Pdt. Yohan C. yang mengatakan, “Dulu ketika masuk Seminari, waktu
diberi kesempatan bersaksi, saya berusaha membuktikan pada banyak orang bahwa saya sudah
mengorbankan masa depan dan banyak hal untuk mau taat kepada panggilan Tuhan dan menjadi hamba-
Nya, namun seiring dengan pengalaman pelayanan, saya baru sadar bahwa itu semua terbalik. Sebenarnya
bukan saya yang berkorban banyak untuk Tuhan tetapi justru Tuhan yang meresikokan diri lebih besar
dengan mempercayakan pelayanan yang mulia kepada kita.” Segala sesuatu dapat Tuhan lakukan sendiri
dengan sempurna tanpa bantuan kita, namun Tuhan ajak kita bersama-sama untuk melakukannya. Itu
sebab setiap pelayanan yang ada biarlah kita melihat sebagai sebuah anugerah, apapun itu, kita melaku-
kannya seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia ataupun gereja sehingga engkau tidak akan pernah
kecewa. Marilah kita benar-benar mendengar dan melakukan apa yang Tuhan mau, maka Tuhan akan
memberkati pelayanan kita, dan orang lainpun akan mendapatkan berkat dari pelayanan yang ada. Saya
berharap cerita Yunus ini menjadi berkat bagi kita masing-masing.

Amin!
390 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

D
Diin
naam
miik
kaa iim
maan
nDDa
anniie
ell
Oleh: Pdt. Thomy J. Matakupan

Nats: Daniel 1:1-8; 18-21

1 Pada tahun yang ketiga pemerintahan Yoyakim, raja Yehuda, datanglah Nebukadnezar,
raja Babel, ke Yerusalem, lalu mengepung kota itu.
2 Tuhan menyerahkan Yoyakim, raja Yehuda, dan sebagian dari perkakas–perkakas di
rumah Allah ke dalam tangannya. Semuanya itu dibawanya ke tanah Sinear, ke dalam
rumah dewanya; perkakas–perkakas itu dibawanya ke dalam perbendaharaan dewanya.
3 Lalu raja bertitah kepada Aspenas, kepala istananya, untuk membawa beberapa orang
Israel, yang berasal dari keturunan raja dan dari kaum bangsawan,
4 yakni orang–orang muda yang tidak ada sesuatu cela, yang berperawakan baik, yang
memahami berbagai–bagai hikmat, berpengetahuan banyak dan yang mempunyai
pengertian tentang ilmu, yakni orang–orang yang cakap untuk bekerja dalam istana raja,
supaya mereka diajarkan tulisan dan bahasa orang Kasdim.
5 Dan raja menetapkan bagi mereka pelabur setiap hari dari santapan raja dan dari anggur
yang biasa diminumnya. Mereka harus dididik selama tiga tahun, dan sesudah itu mereka
harus bekerja pada raja.
6 Di antara mereka itu ada juga beberapa orang Yehuda, yakni Daniel, Hananya, Misael dan
Azarya.
7 Pemimpin pegawai istana itu memberi nama lain kepada mereka: Daniel dinamainya
Beltsazar, Hananya dinamainya Sadrakh, Misael dinamainya Mesakh dan Azarya
dinamainya Abednego.
8 Daniel berketetapan untuk tidak menajiskan dirinya dengan santapan raja dan dengan
anggur yang biasa diminum raja; dimintanyalah kepada pemimpin pegawai istana itu,
supaya ia tak usah menajiskan dirinya.

18 Setelah lewat waktu yang ditetapkan raja, bahwa mereka sekalian harus dibawa
menghadap, maka dibawalah mereka oleh pemimpin pegawai istana itu ke hadapan
Nebukadnezar.
19 Raja bercakap–cakap dengan mereka; dan di antara mereka sekalian itu tidak didapati
yang setara dengan Daniel, Hananya, Misael dan Azarya; maka bekerjalah mereka itu pada
raja.
20 Dalam tiap–tiap hal yang memerlukan kebijaksanaan dan pengertian, yang ditanyakan raja
kepada mereka, didapatinya bahwa mereka sepuluh kali lebih cerdas dari pada semua
orang berilmu dan semua ahli jampi di seluruh kerajaannya.
21 Daniel ada di sana sampai tahun pertama pemerintahan Koresh.

Kitab Daniel mempunyai latar belakang di mana kerajaan Yehuda dikepung oleh bangsa Babel, dikalahkan,
ditawan dan akhirnya dibawa ke Babel sebagai budak. Ini memang hal yang Allah pakai untuk mengajar
391 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

orang Israel atas dosa yang telah mereka lakukan. Orang Timur Tengah kuno yang hidup saat itu memahami
bahwa jikalau terdapat dua bangsa berperang, maka yang berperang bukan hanya kedua bangsa tersebut
melainkan allah mereka pun turut berperang di atas. Sehingga kalau dijumpai bahwa salah satu bangsa
tersebut kalah maka itu berarti dewa mereka di atas pun juga kalah. Padahal bangsa Yehuda percaya
bahwa di sepanjang catatan sejarah, bangsa mereka memiliki Allah Yahwe yang maha kuasa dan mampu
mengalahkan segala-galanya, namun pada kenyataannya Allah Yahwe kalah dan harus tunduk pada dewa
baal. Dan bukan hanya itu saja, kalau kita mulai melihat ayat 2, ternyata perkakas-perkakas yang ada di da-
lam bait suci juga dibawa dan dimasukkan ke dalam rumah dewa baal. Di sini kita mencoba melihat
bagaimana sulitnya penerimaan iman bangsa Yehuda pada masa itu untuk dapat mensinkronkan
pengertian yang diwariskan turun-temurun, dengan kenyataan kekalahan mereka terhadap bangsa Babel.
Selanjutnya, Alkitab mencatat adanya beberapa indoktrinasi yang dilakukan raja Nebukadnezar terhadap
bangsa Yehuda.

Pertama-tama, kepala istana diperintahkan untuk memilih beberapa orang Israel (termasuk Daniel dan ketiga
kawannya) untuk dididik di dalam istana raja. Mereka diajar mengenai tulisan, bahasa dan kebudayaan
bangsa Babel supaya identitas mereka sebagai orang Yehuda hilang. Mereka (menurut beberapa catatan tradisi
yang diwariskan) ketika di bawa ke istana raja berumur 15 atau paling tua sekitar 17 tahun dan sangat
memenuhi kriteria yang Raja tetapkan yaitu berperawakan baik, berpengatahuan banyak dan mempunyai
pengertian tentang ilmu. Dan bukan hanya itu saja, setelah mereka dimasukkan ke dalam istana, itu berarti
mereka sudah terisolasi dari bangsanya sedemikian rupa sehingga tidak akan bertemu dengan orang
tuanya, apalagi dengan lingkungan bangsa mereka. Usaha Nebukadnezar menghilangkan identitas tidak
hanya dari luar melainkan juga dari dalam, yaitu dengan cara mengganti nama mereka. Perihal nama bagi
orang Israel sangat penting oleh karena mencerminkan sifat orang yang percaya kepada Allah Yahwe.
Daniel yang artinya God is my judge menjadi Beltsazar (Belt protect his life atau dewa Baal melindungi dirinya);
Hananya (God shows His grace) menjadi Sadrakh (comment of Aku; dewa bulan bangsa Sumerian); Misael (who is what God
is) menjadi Mesakh (who is what Aku is); Azarya (Lord helps) menjadi Abednego (the servant of Nebo). Namun
mungkin sekali walaupun nama mereka diganti, di dalam persekutuan empat orang Yehuda muda ini
mereka tetap memanggil dengan nama asli mereka, sehingga mereka dapat saling mendukung satu sama
lain di dalam iman.

Tetapi yang menarik di sini adalah di mana Daniel, Hananya, Misael dan Azarya mempunyai ketetapan hati
untuk tidak pernah menajiskan diri dengan mengambil makanan yang sudah dipersembahkan pada raja.
Walaupun mereka sudah putus hubungan sama sekali dengan bangsa dan orang tuanya tetapi fokus iman
dan pikiran mereka tetap pada Allah Yahwe dan kalau mereka mengambil makanan tersebut, mereka
berarti sudah menajiskan diri dan tidak menyenangkan Allah Yahwe. Ayat 8 merupakan satu ayat yang
sangat penting tentang bagaimana prinsip pendidikan anak diajarkan. Memang Alkitab tidak mencatat
tentang hal ini, tetapi secara urutan logis Alkitab, sangat mungkin orang tua Daniel dan ketiga kawannya
menanamkan prinsip penting hukum taurat dan prinsip takut akan Allah Yahwe (yang terdapat dalam Ul 6:4)
semenjak mereka masih bersama-sama. Sehingga walaupun mereka harus menjadi orang yang “terhilang,”
masuk dalam bangsa Babel dan dididik selama tiga tahun, mereka tidak akan pernah berubah oleh karena
fondasi iman mereka sudah tertanam dengan begitu kokoh. Dalam kitab Amsal dikatakan, “Didiklah orang
muda menurut jalan yang patut baginya sehingga pada masa tuanya ia tidak akan menyimpang daripada ja-
lan tersebut.”
392 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

Hal kedua yang perlu kita pelajari disini adalah di mana Daniel dan kawan-kawannya melihat di situ bukan
sekedar hal tentang boleh makan atau tidak makan, melainkan dalam budaya tersebut mereka tahu bahwa
ketika seseorang mengambil makanan yang telah dipersembahkan pada raja, maka itu berarti orang
tersebut berhutang budi, berjanji setia dan mau tunduk mutlak pada raja, yang saat itu dipercaya sebagai
titisan dewa mereka (dewa Babel). Kedua, itu juga berarti bahwa orang tersebut ingin diperkenan oleh dewa
baal. Hal semacam ini pasti sudah dimengerti dengan jelas oleh Daniel.




1. Iman sejati berkaitan dengan pengetahuan

Seorang tidak dapat mengatakan bahwa ia beriman tetapi ia tidak mengerti dengan jelas fondasi yang
bagaimanakah yang harus ia bangun dan apakah yang menjadi objek daripada imannya. Sebab tidak ada se-
orang pun yang dapat membangun iman yang sejati (iman yang dapat menolong dia menghadapi kesulitan demi
kesulitan) tanpa adanya fondasi Tuhan dan firman-Nya. Alkitab dari awal hingga akhir menjelaskan dengan
tuntas bahwa diri Tuhan adalah objek iman yang dapat dipercaya. Sebelum saudara Tuhan panggil pulang,
hal inilah yang menjadi tanggung-jawab kita untuk mengenal siapa diri-Nya, sebab ada dimensi dan sifat
Allah yang lain yang tidak kita pahami, demikian pula dalam mengenal kehendaknya. Inilah hal yang harus
kita pergumulkan seumur hidup kita! Jangan harap engkau dapat mengenal dan memahami pribadi dan
karakter Tuhan selengkap-lengkapnya dan apa yang menjadi kehendak-Nya jikalau engkau tidak pernah
membaca Alktiab.

2. Iman sejati berkaitan dengan pengharapan

Yang dimaksud pengharapan di sini adalah hasil yang didapat, walaupun kenyataan sepertinya sangat ber-
tolak belakang dengan apa yang dimengerti. Walaupun secara pemikiran bangsa Yehuda Allah Yahwe kalah,
tetapi itu tidak akan pernah menggoncangkan pengharapan Daniel beserta kawan-kawannya karena
mereka percaya pada saatnya nanti Allah Yahwe akan kembali menopang dan memberikan kekuatan. Dan
itu menjadi sumber kekuatan untuk terus-menerus berjalan di dalam iman dan percaya terhadap Tuhan.
Namun di dalam realita hidup kita sehari-hari secara pribadi, kita seakan sulit sekali menterjemahkan dam
melihat tangan Tuhan dibalik lembah bayang-bayang maut. Bahkan akhirnya banyak orang yang kecewa
dan menolak terhadap Tuhan. Padahal, kalau kita mau mencoba menelusuri, ada banyak hal di mana kita
tidak berhak untuk protes terhadap Tuhan, bahkan bagi orang-orang seperti Yeremia, Yesaya ataupun
Yunus. Sebab ketika mereka dengan begitu cepat kecewa dan menolak Tuhan, maka mereka tidak dapat
melihat sesuatu yang melampaui, yang akan terjadi. Mata iman adalah mata yang dapat melihat sesuatu
yang melampaui apa yang dapat dilihat dan dipahami di dalam pertolongan Allah. Alangkah menyedihkan
kalau orang Kristen melewati kesulitan dengan tanpa memiliki harapan seperti ini!

3. Iman berkaitan dengan hal percaya dan mempercayakan diri

Ini merupakan dua hal yang sangat berkaitan erat sekali. Kita pasti memiliki percaya terhadap Allah Yahwe
dan janji-janji-Nya, namun pada kenyataannya kita sulit sekali untuk sungguh-sungguh percaya. Sungguh-
sungguh percaya dalam arti kita mau hidup di dalam percaya kita, yaitu dengan menyerahkan hidup kita
393 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

dibawah diri Tuhan. Ini suatu hal yang sangat berbeda dari sekedar percaya! Ada banyak hal yang kita tahu
tentang Alkitab dan janji Tuhan dalam firmannya tetapi seringkali kita bertindak seperti kita tidak pernah
tahu janji Tuhan dalam firman-Nya. Disini yang menjadi masalah adalah bagaimana kita mempercayakan
hidup kita pada Allah, yang memang harus kita sembah di dalam Roh.

4. Iman yang sejati berkaitan dengan bijaksana dari Tuhan

Bijaksana hanya datang dari Allah yang benar (Ams 3:5-8; Mzm 119:97-100). Bijaksana Tuhan mengandung arti
bahwa hal yang menjadi pemikiran daripada Tuhan itulah yang mendominasi pikiran kita. Berapa banyak
hal yang kita lewati tiap-tiap kalinya, kita pikirkan dan masukan dalam pertimbangan Tuhan atau kerap kali
kita mengambil keputusan tanpa perduli, hanya berdasarkan hukum dan logika yang ada dalam pikiran kita.
Jikalau kita hanya bertindak dan mengambil keputusan berdasarkan logika dan urutan-urutan logis maka
mungkin sekali ada hal yang tidak menjadi bijaksana Tuhan yang kita ijinkan terjadi. Alktiab mengatakan,
“Percayalah kepada Tuhan dengan segenap hatimu dan jangan bersandar pada pengertianmu sendiri.”
Banyak kali kita mengatakan tahu firman Tuhan tetapi yang kita tahu seringkali tidak mendominasi pikiran
kita, menjadi dasar kita berpijak untuk melangkah. Kalau kita mau jujur, maka berapa persen dari semua
tindakan yang kita lewati, kita lewati dengan pertimbangan bahwa itu yang menjadi kehendak Tuhan?

Mari kita mencoba transparan terhadap diri sendiri, apakah itu diwarnai oleh kebenaran firman Tuhan yang
ada di dalam pikiran kita, atau justru kita bertindak berdasarkan urutan logika atau bijaksana kita sendiri?
Bijaksana Tuhan hanya bagi mereka yang berani untuk melangkah dan mempercayakan hidup tiap-tiap
kalinya bersama dengan Tuhan! Jangan pernah berharap saudara akan melihat kebenaran firman Tuhan
dan mengalami kelimpahan berjalan bersama Tuhan kalau saudara tidak pernah berani melangkah
mempercayai dan mempercayakan diri masuk berpegang pada janji Tuhan. Sebab di dalam pengalaman
demi pengalaman yang ada, bijaksana Tuhan selalu menjadi nyata pada saat kita berani melangkah dan
memegang janji Tuhan dalam praktek hidup tiap-tiap kalinya. Bagaimana kita dapat melihat pertolongan
Tuhan itu sungguh nyata, walaupun ketika orang lain melihat tidak ada pengharapan sama sekali, karena
bijaksana Tuhan memberikan pengharapan yang lain. Hanya melalui firman Tuhan kita dapat membanding-
kan antara bijaksana dunia dengan apa yang Tuhan sudah nyatakan dalam dan melalui firman-Nya. Di sini
kita sebagai orang Kristen harus menganut prinsip pintu terbuka dan pintu tertutup. Prinsip bagaimana
bijaksana Tuhan selalu menolong kita melihat bahwa ada pintu yang selalu terbuka yang tidak pernah kita
pikir dan pertimbangkan sebelumnya, tetapi jikalau Tuhan tidak berkehendak maka Ia akan menutupnya.
Roma 10:17 mengatakan, “Jadi iman timbul dari pendengaran, dan pendengaran akan firman.”

Saya berharap dan berdoa supaya kiranya Tuhan memberikan kita kekuatan untuk masuk dalam
pengalaman dan dimensi-dimensi iman bersama dengan Tuhan dalam hidup kita masing-masing secara pri-
badi, satu demi satu. Tuhan memberkati kita.

Amin!
394 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

D
Diin
naam
miik
kaa iim
maan
nYYo
okkh
heeb
beed
d
Oleh: Pdt. Thomy J. Matakupan

“Seorang pemimpin rohani akan terlihat dari seberapa banyak orang rohani yang mengikutinya”

Nats: Kel. 6:16-20/ Kel. 2: 1-11

Keluaran 6

16 (6–15) Inilah nama anak–anak Lewi menurut urutan kelahirannya: Gerson, Kehat dan Merari.
Umur Lewi seratus tiga puluh tujuh tahun.
17 (6–16) Anak–anak Gerson: Libni dan Simei, menurut kaum mereka.

18 (6–17) Anak–anak Kehat: Amram, Yizhar, Hebron dan Uziel. Umur Kehat seratus tiga puluh

tiga tahun.
19 (6–18) Anak–anak Merari: Mahli dan Musi. Itulah kaum–kaum Lewi menurut urutannya.

20 (6–19) Dan Amram mengambil Yokhebed, saudara ayahnya, menjadi isterinya, dan

perempuan ini melahirkan Harun dan Musa baginya. Umur Amram seratus tiga puluh tujuh
tahun.

Keluaran 2

1 Seorang laki–laki dari keluarga Lewi kawin dengan seorang perempuan Lewi;
2 lalu mengandunglah ia dan melahirkan seorang anak laki–laki. Ketika dilihatnya, bahwa
anak itu cantik, disembunyikannya tiga bulan lamanya.
3 Tetapi ia tidak dapat menyembunyikannya lebih lama lagi, sebab itu diambilnya sebuah
peti pandan, dipakalnya dengan gala–gala dan ter, diletakkannya bayi itu di dalamnya dan
ditaruhnya peti itu di tengah–tengah teberau di tepi sungai Nil;
4 kakaknya perempuan berdiri di tempat yang agak jauh untuk melihat, apakah yang akan
terjadi dengan dia.
5 Maka datanglah puteri Firaun untuk mandi di sungai Nil, sedang dayang–dayangnya
berjalan–jalan di tepi sungai Nil, lalu terlihatlah olehnya peti yang di tengah–tengah
teberau itu, maka disuruhnya hambanya perempuan untuk mengambilnya.
6 Ketika dibukanya, dilihatnya bayi itu, dan tampaklah anak itu menangis, sehingga belas
kasihanlah ia kepadanya dan berkata: "Tentulah ini bayi orang Ibrani."
7 Lalu bertanyalah kakak anak itu kepada puteri Firaun: "Akan kupanggilkah bagi tuan
puteri seorang inang penyusu dari perempuan Ibrani untuk menyusukan bayi itu bagi tuan
puteri?"
8 Sahut puteri Firaun kepadanya: "Baiklah." Lalu pergilah gadis itu memanggil ibu bayi itu.
9 Maka berkatalah puteri Firaun kepada ibu itu: "Bawalah bayi ini dan susukanlah dia
bagiku, maka aku akan memberi upah kepadamu." Kemudian perempuan itu mengambil
bayi itu dan menyusuinya.
10 Ketika anak itu telah besar, dibawanyalah kepada puteri Firaun, yang mengangkatnya
menjadi anaknya, dan menamainya Musa, sebab katanya: "Karena aku telah menariknya
dari air."
11 Pada waktu itu, ketika Musa telah dewasa, ia keluar mendapatkan saudara–saudaranya
untuk melihat kerja paksa mereka; lalu dilihatnyalah seorang Mesir memukul seorang
Ibrani, seorang dari saudara–saudaranya itu.
395 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

Catatan Alkitab mengenai diri Yokhebed sangatlah sedikit kita jumpai padahal dia adalah seorang yang
berperan penting dalam hidup Musa, tokoh besar pemimpin umat Israel; Yokhebed telah mempertaruhkan
dirinya sendiri dan juga hidup keluarganya. Pertaruhan ini bukanlah hal yang mudah karena pada masa itu
Firaun mengeluarkan maklumat untuk membunuh setiap bayi laki-laki yang lahir dari keturunan Ibrani
dengan tujuan untuk menghambat pertumbuhan orang Israel; Firaun memandang orang Israel yang
bertambah banyak itu sebagai suatu bangsa yang kuat.

Perintah Firaun, yang biadab itu justru memiliki kesamaan dengan zaman sekarang. Di negara China
Komunis sekarang ini, pasangan suami-istri hanya diijinkan mempunyai satu anak. Jika itu adalah laki-laki,
maka ia dibiarkan hidup. Jika itu adalah bayi perempuan, seringkali dia dilenyapkan. Pada jaman Musa,
bangsa Israel pun hanya diperbolehkan mempunyai anak perempuan saja. Maka dapatlah dibayangkan
bagaimana ketakutan, kecemasan dan kegelisahan menyelimuti hati Amram dan Yokhebed ketika Musa
dilahirkan. Bagaimana caranya untuk menyelamatkan bayi Musa sementara ada perintah semua bayi laki-
laki yang lahir harus mati? Karena iman sang bayi disembunyikan selama tiga bulan.

Amram dan Yokhebed takut kepada Allah yang bertakhta di surga lebih daripada takut mereka pada raja.
Itulah sebabnya mereka memutuskan untuk menyembunyikan bayi Musa tiga bulan lamanya. Pergumulan
yang dialami Amram dan Yokhebed sangatlah berat, mereka harus berusaha sedemikian rupa agar tangis
bayi ini tidak terdengar sampai ke telinga orang Mesir. Karena jika mereka tidak berhati-hati maka pasukan
Firaun akan menangkap dan melemparkannya sebagai makanan buaya, atas perintah raja. Berita kelahiran
yang harusnya disambut dengan sukacita diganti dengan kecemasan, ketakutan dan kegalauan. Pada
keadaan yang menyedihkan itu, di antara dukacita dan keputusasaan, Yokhebed menemukan sebuah
rencana. Yokhebed mencampur ter, sejenis substansi dari tepi sungai Nil dan menutup bagian pinggir peti
pandan kecil tersebut agar kedap air. Apa yang mendasari Yokhebed sehingga ia memutuskan untuk
membuat peti pandan, menaruh bayi Musa di dalamnya dan mengalirkannya ke sungai Nil? Bukankah ia
telah berhasil menjaga bayi Musa selama tiga bulan tapi kini kenapa malah ia lepaskan begitu saja?
Sebagian literatur menafsirkan tindakan Yokhebed ini justru menunjukkan kegagalan iman dan
keputusasaan Yokhebed maka Yokhebed berpikir cara satu-satunya adalah membiarkan Musa berjalan
menurut takdir yang telah ditentukan baginya, yaitu ia harus mati tapi andai Musa harus mati pun
setidaknya dengan cara yang tidak menyakitkan seperti bila dilemparkan ke sungai untuk dijadikan
makanan buaya.

Saat saya merenungkan bagian ini, hal ini justru merupakan turning point yang penting. Membuat peti
pandan merupakan rencana yang sukar dimengerti oleh logika manusia tapi justru membuktikan bahwa ia
beriman. Tak ada seorang ibu pun yang mau meninggalkan anaknya di sebuah sungai kalau ia tidak yakin
bahwa Allah akan memeliharanya. Yokhebed menempatkan kakak perempuan bayi itu yang bernama
Miriam, di tempat yang agak jauh untuk mengamat-amati dan memberi laporan apa yang terjadi. Anda
tentu tidak akan menyuruh seorang gadis berusia sembilan tahun menanti di tepi sungai untuk melihat
pembunuhan sadis terhadap seorang bayi jika Anda menganggap bahwa akan terjadi hal yang demikian.
Kita hanya akan melakukan ini bila kita berharap Allah akan menyelamatkan anak itu. Inilah yang
diharapkan oleh Yokhebed.

Dengan hati hancur, ia menempatkan keranjang kecil itu di antara alang-alang yang tumbuh di sepanjang
tepian sungai. Walaupun lentur, alang-alang adalah tanaman yang cukup kokoh. Ia memposisikan keranjang
itu tepat seperti yang diinginkannya. Di sini kita bertemu dengan seorang wanita dengan iman yang begitu
besar kepada Tuhan. Namun, bukanlah iman yang bodoh. Sebaliknya, ia mengambil beberapa langkah
396 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

untuk mengatur rencana yang cemerlang di dalam keadaan yang menyedihkan itu, dan menyerahkan hasil
akhirnya ke dalam kuasa Allah. Saya yakin bahwa ibu yang bijak ini telah memikirkan jikalau Musa di-adopsi
oleh keluarga Ibrani yang lain maka statusnya akan sama; seluruh tentara Mesir akan mencari dan
membunuh bayi laki-laki ini sedangkan kalau ia memberikan pada orang Mesir maka mereka pastilah akan
sangat ketakutan karena mereka tidak berani menentang perintah Firaun yang dianggap sebagai Allah pada
masa itu. Jadi, Yokhebed pastilah telah mengetahui sebelumnya apa yang menjadi kebiasaan Putri Firaun
dan ia pasti telah melatih Miriam berulang kali; di mana Miriam akan berdiri, bagaimana ia harus bersikap,
apa yang akan dikatakannya. Maka tidaklah heran Miriam dapat mengajukan jalan keluar bagi putri Firaun
untuk mencari seorang inang pengasuh untuk menyusui bayi tersebut.

Di sini diperlukan keberanian besar untuk melawan perintah Firaun tetapi diperlukan keberanian yang lebih
besar untuk membiarkan bayi kecil mengalir di atas sungai. Semua rencana sudah dibuat dengan rapi.
Yokhebed menaruh bayi Musa di atas peti pandan dengan hati yang penuh dengan kegalauan yang diiringi
dengan doa dan ia menyerahkan hasil akhir sepenuhnya berada di dalam tangan kemurahan Allah. Ia
mempercayai Allah dengan sepenuh hati sehingga Roh Kudus menyertakannya dalam Ibrani 11:23 sebagai
“Pahlawan Iman”. Apa yang Musa teguk dalam hidupnya, sangat mungkin ia serap dari ibunya. Dari tangan
dingin Yokhe-bed lahir orang-orang yang mendukung kepemimpinan Musa, yaitu Harun dan Miriam. Nama
Harun, Miriam dan Musa dicatat dalam Alkitab sebagai tokoh penting yang pernah muncul dalam sejarah
Israel secara khusus. Betapa sukacita hati Yokhebed mengetahui ia boleh mengasuh dan menyusui anak
kandungnya tersebut bahkan ia mendapatkan upah untuk hal ini maka kesempatan ini pun tidak disia-
siakan Yokhebed. Tuhan telah menghadiahkannya iman yang melampaui harapannya yang mustahil.
Diupah! Berapa banyak budak Ibrani yang dibayar untuk kerja paksa? Bagian terindah adalah ketika ia
mendapatkan kembali bayi laki-lakinya ke dalam pelukannya dan mengasuhnya seperti yang dikatakan
pada ayat 9. Ayat 10 memberi kesan bahwa ia menjaga anak itu lebih lama dari masa penyapihan, tiga atau
empat tahun.

Di dalam anugerah Allah dan di dalam rencana-Nya, Musa mungkin dibiarkan untuk tinggal bersama
keluarganya cukup lama untuk menegakkan akar kehidupan Ibraninya dan belajar tentang Allah Abraham
Ishak dan Yakub. Yokhebed pasti menghargai setiap waktu yang singkat bersama Musa tersebut. Itu
sebabnya ketika Musa bertemu dengan semak berduri yang tidak terbakar, Tuhan kembali mengenalkan
diri-Nya pada Musa sebagai Allahnya Abraham, Ishak dan Yakub. Tuhan ingin mengingatkan Musa akan
prinsip iman yang telah diajarkan Yokhebed di masa kecilnya karena mungkin saja Musa bisa lupa; Musa
dididik selama 40 tahun di Mesir oleh seorang penyembah berhala pastilah ia diajarkan untuk melupakan
semua kebudayaan Ibrani. Yokhebed harus menggunakan waktu itu dengan sebaik-baiknya, menanamkan
dalam diri Musa akan asal usulnya.

Itulah sebabnya hari ini saya ingin menasihatkan pada kaum ibu untuk memperhatikan kehidupan dan
pertumbuhan anak Anda yang begitu penting dan tidak akan Anda peroleh kembali. Jika Anda memang
harus bekerja dan tidak ada pilihan lain, maka bekerjalah dengan porsi seminim mungkin dan gunakan
waktu yang berharga bersama dengan anak Anda. Karena ada tertulis, didiklah orang muda menurut jalan
yang patut baginya, maka pada masa tuanyapun ia tidak akan menyimpang dari pada jalan itu (Ams. 22:6).
397 Ringkasan Khotbah – Jilid 1


  

Pertama, Kita harus berani mengakui dengan jujur bukankah hidup beriman kita kerapkali menjadi
alternatif yang kesekian bahkan alternatif tersebut kita abaikan? Hal ini kerapkali terjadi dalam hidup orang
percaya karena mereka berpikir selama saya masih bisa mengatasi setiap permasalahan maka tidak perlu
pengalaman beriman bersama Tuhan; Tuhan menjadi nomor dua, sehingga antara pengalaman iman dan
upaya untuk menenangkan diri batasannya sangat tipis sekali. Ingat, beriman bukan sekedar percaya,
sekedar menenangkan diri atau sebuah refleksi dalam mekanisme pertahanan diri tapi beriman
menunjukkan pada kita bahwa ada Allah yang mendengar, menjawab dan memelihara hidup kita yang
melampaui semua pengalaman iman semu kita karena pengalaman iman semu itu hanya berdasar pada diri
yang menjadi subyek. Di manakah anda menempatkan Allah? Pada posisi yang keberapa dalam hidup kita?
Bukankah hal ini kerapkali menjadi alternatif yang kesekian juga. Segala sesuatu yang dilakukan Yokhebed
tidaklah dapat kita mengerti, bayangkan ibu mana yang tega mempertaruhkan nyawa anaknya? Saya yakin,
ketika putri Firaun mengambil bayi Musa menjadi tamparan hebat bagi Yokhebed, yaitu apakah selama tiga
bulan ia dapat memelihara bayi Musa tidak cukup memberikan sebuah bukti Kasih Allah? Ini menjadi
sebuah tantangan dalam hidup beriman Yokhebed karena ternyata ia punya batasan dalam iman
percayanya yang membawa kerapuhan sehingga diperlukan tindakan besar sampai akhirnya ia dapat
mengambil keputusan yang mungkin kita anggap gila. Puji Tuhan, Dia menghadiahkan iman pada Yokhebed
yang melampaui harapannya yang mustahil.

Kedua, Bukan suatu kebetulan apabila kita memiliki sebuah kesempatan dapat beriman pada Kristus begitu
pula dengan Yokhebed bukanlah suatu kebetulan kalau Yokhebed dapat menikah dengan orang Lewi yang
selalu terkait pada hal-hal yang berkenaan dengan Allah. Ini menjadi identitas anak Tuhan pada masa itu.
Hari ini banyak kita jumpai anak-anak Tuhan yang menyembunyikan identitas diri kita yang sebenarnya
padahal kita tahu bahwa kita menjadi anak Allah oleh karena anugerah pengadopsian yang dikaruniakan
Allah kepada kita melalui Kristus Yesus sehingga kita mempunyai warisan jaminan seperti yang tertulis
dalam Firman bagi hidup kita. Anak Tuhan yang tidak tahu akan hak dan tidak tahu harus ke mana untuk
mencari pertolongan saat kesulitan datang membuktikan bahwa dia miskin bergaul dengan Tuhan. Maka
sekali lagi saya tekankan bukan hal yang kebetulan kalau saat ini kita tahu bahwa kita telah menjadi anak
Allah, kita dapat berdoa dan menyebut Dia, Bapa, memohon pertolongan pada-Nya, dan juga kita
mengetahui janji-janji Allah dalam Alkitab. Apakah kita mempunyai pengertian demikian?

Ketiga, Tanpa kita sadari hidup beriman kita akan memberikan contoh bagi orang lain untuk hidup dalam
pengalaman yang sama. Yokhebed telah menularkan iman pada Musa dan Musa meski tertatih-tatih
akhirnya ia masuk dalam pengalaman iman bersama Tuhan seperti yang pernah dialami ibunya. Yokhebed
menjadi pertaruhan hidup mati dari Musa; satu orang kepada satu orang. Musa mempertaruhkan hidupnya
untuk membawa keluar jutaan orang Israel keluar dari Mesir. Musa harus menanggung hidup jutaan orang
Israel. Hal ini dimulai dari pengalaman iman Yokhebed yang telah menyelamatkan satu anak kecil,
sehingga Musa dapat menyelamatkan seluruh bangsa yang besar.

Seorang pemimpin rohani akan terlihat dari seberapa banyak orang rohani yang mengikutinya.
Peristiwa pertama dalam kehidupan Musa sebagai orang dewasa berakhir dengan kegagalan total. Musa
merasa yakin sekali bahwa ia sedang melakukan kehendak Allah. Musa berharap akan membebaskan
orang-orang Israel dari perbudakan. Ia mulai dengan membela salah seorang dari mereka karena
diperlakukan secara tidak adil. Ia gagal, dan berakhir dengan melarikan diri dari Mesir sebagai buronan.
Musa telah mendahului waktu Tuhan. Ironisnya, saat Tuhan memanggilnya untuk menjadi pemimpin atas
398 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

bangsa Israel, Musa malah berdalih. Sadarkah ia bahwa ia seorang pembebas bagi orang Israel? Ya, hal
inilah yang membuatnya berkecut hati saat bangsa Israel menolak dia sampai Tuhan menyadarkan Musa
kembali akan tugas panggilannya. Bukankah saat ini kita selalu hidup dalam pergumulan untuk mengerti
kehendak Allah? Ingatlah justru pada saat itulah kita akan hidup dan mengalami pengalaman iman indah
bersama-Nya.

Marilah kita belajar peka terhadap waktu dan rencana-Nya sehingga kita akan masuk dalam pengalaman
iman bersama Tuhan dan andai saat ini Anda sedang ragu-ragu mintalah pada Tuhan agar kita dapat
melihat cahaya kemuliaan dan senyum kemurahan Ilahi. Maukah Anda mengakui di hadapan-Nya bahwa
pengalaman iman kita rapuh dan miskin dan meminta pada-Nya agar kita dapat masuk dalam pengalaman
yang indah bersama Dia? Dan kalaupun sekarang kita merasa kita teguh dalam iman hendaklah kita juga
selalu memohon pada-Nya agar kiranya Tuhan terus menerus menjagai dan menopang kita. Kalau saat kita
merasa kuat, itu karena ada Tuhan yang menopang. Ingat, di saat kita merasa diri kuat maka kita telah
berada di pintu ambang kejatuhan.

Amin!
399 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

D
Diin
naam
miik
kaa iim
maan
nMMu
ussa
a
Oleh: Pdt. Thomy J. Matakupan

Nats: Kel.1:15-16;22/ 2:1-3; 7-12;15-22

Keluaran 1

15 Raja Mesir juga memerintahkan kepada bidan–bidan yang menolong perempuan Ibrani,
seorang bernama Sifra dan yang lain bernama Pua, katanya:
16 "Apabila kamu menolong perempuan Ibrani pada waktu bersalin, kamu harus memperhatikan
waktu anak itu lahir: jika anak laki–laki, kamu harus membunuhnya, tetapi jika anak
perempuan, bolehlah ia hidup."

22 Lalu Firaun memberi perintah kepada seluruh rakyatnya: "Lemparkanlah segala anak laki–laki
yang lahir bagi orang Ibrani ke dalam sungai Nil; tetapi segala anak perempuan biarkanlah
hidup."

Keluaran 2

1 Seorang laki–laki dari keluarga Lewi kawin dengan seorang perempuan Lewi;
2 lalu mengandunglah ia dan melahirkan seorang anak laki–laki. Ketika dilihatnya, bahwa anak
itu cantik, disembunyikannya tiga bulan lamanya.
3 Tetapi ia tidak dapat menyembunyikannya lebih lama lagi, sebab itu diambilnya sebuah peti
pandan, dipakalnya dengan gala–gala dan ter, diletakkannya bayi itu di dalamnya dan
ditaruhnya peti itu di tengah–tengah teberau di tepi sungai Nil;

7 Lalu bertanyalah kakak anak itu kepada puteri Firaun: "Akan kupanggilkah bagi tuan puteri
seorang inang penyusu dari perempuan Ibrani untuk menyusukan bayi itu bagi tuan puteri?"
8 Sahut puteri Firaun kepadanya: "Baiklah." Lalu pergilah gadis itu memanggil ibu bayi itu.
9 Maka berkatalah puteri Firaun kepada ibu itu: "Bawalah bayi ini dan susukanlah dia bagiku,
maka aku akan memberi upah kepadamu." Kemudian perempuan itu mengambil bayi itu dan
menyusuinya.
10 Ketika anak itu telah besar, dibawanyalah kepada puteri Firaun, yang mengangkatnya menjadi
anaknya, dan menamainya Musa, sebab katanya: "Karena aku telah menariknya dari air."
11 Pada waktu itu, ketika Musa telah dewasa, ia keluar mendapatkan saudara–saudaranya untuk
melihat kerja paksa mereka; lalu dilihatnyalah seorang Mesir memukul seorang Ibrani, seorang
dari saudara–saudaranya itu.
12 Ia menoleh ke sana sini dan ketika dilihatnya tidak ada orang, dibunuhnya orang Mesir itu, dan
disembunyikannya mayatnya dalam pasir.
15 Ketika Firaun mendengar tentang perkara itu, dicarinya ikhtiar untuk membunuh Musa. Tetapi
Musa melarikan diri dari hadapan Firaun dan tiba di tanah Midian, lalu ia duduk–duduk di tepi
sebuah sumur.
400 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

Keluaran 2

16 Adapun imam di Midian itu mempunyai tujuh anak perempuan. Mereka datang menimba air dan
mengisi palungan–palungan untuk memberi minum kambing domba ayahnya.
17 Maka datanglah gembala–gembala yang mengusir mereka, lalu Musa bangkit menolong
mereka dan memberi minum kambing domba mereka.
18 Ketika mereka sampai kepada Rehuel, ayah mereka, berkatalah ia: "Mengapa selekas itu kamu
pulang hari ini?"
19 Jawab mereka: "Seorang Mesir menolong kami terhadap gembala–gembala, bahkan ia
menimba air banyak–banyak untuk kami dan memberi minum kambing domba."
20 Ia berkata kepada anak–anaknya: "Di manakah ia? Mengapakah kamu tinggalkan orang itu?
Panggillah dia makan."
21 Musa bersedia tinggal di rumah itu, lalu diberikan Rehuellah Zipora, anaknya, kepada Musa.
22 Perempuan itu melahirkan seorang anak laki–laki, maka Musa menamainya Gersom, sebab
katanya: "Aku telah menjadi seorang pendatang di negeri asing."

Di dalam hidup yang kita lewati, kita melihat bahwa masing-masing kita Tuhan bawa ke dalam suatu alur
kehidupan, pengalaman pendidikan dan pekerjaan di mana ada berkat dan kehadiran Tuhan disana yang
bisa menolong. Maka kita harus sadar bahwa dalam setiap keadaan di mana kita hadir di sana, terdapat
satu tuntutan pertanggung jawaban yang harus kita sampaikan dan satu penghargaan terhadap anugerah
Tuhan. Sebab jikalau kita tidak dapat menemukan keindahan dan dinamika yang begitu limpah di dalam
hidup kita, tidak heran dalam setiap problema yang terjadi tidak dapat kita temukan inti permasalahannya.
Iman Kristen mengatakan bahwa dalam setiap setting (alur) hidup, yang menjadi pencipta utama adalah
Tuhan dan Ia membawa serta menempatkan orang-orang kepada pengenapan rencana-Nya. Demikian juga
dengan Musa, di masa ia akan lahir, keadaan bangsanya sangat mengerikan oleh karena Raja Mesir pada
saat itu memerintahkan semua bayi laki-laki yang dilahirkan harus dibunuh. Sehingga ibunya
menyembunyikan dan akhirnya mengalirkannya di sungai Nil. Hingga suatu ketika putri Firaun melihat dan
mengangkatnya sebagai anak, dan alur kehidupan Musa di mulai dengan sesuatu yang baru. Dalam istana
tersebut Musa mendapatkan segala kemewahan dan kekuasaan, dan ada masa yang cukup di mana Musa
dapat menikmati masa hidupnya. Namun ketika Musa telah dewasa (40 tahun), ia menyaksikan saudara-
saudaranya mengalami kerja paksa dan akhirnya ia membunuh dan melarikan diri ke tanah Midian. Maka
Musa kembali memulai alur hidupnya yang baru, dan di situlah ia bertemu dengan jodohnya, Rehuellah
Zipora serta mendapatkan seorang anak yang diberi nama Gersom. Dan selanjutnya, Musa memasuki alur
kehidupan yang lebih sempit lagi ketika ia bekerja mengembalakan kambing domba milik mertuanya,
sampai ke gunung Horeb, dan akhirnya mendapatkan pengalaman bertemu dengan Tuhan melalui “burning
bushes” (semak terbakar yang tidak hangus).

Sepertinya itu merupakan suatu keadaan yang makin lama makin menurun, namun kalau kita
memperhatikan itu merupakan langkah awal alur kehidupan musa di mana ia harus benar-benar
memberikan tanggung jawab yang lebih serius lagi kepada Tuhan. Satu problem mulai muncul ketika Tuhan
berkata, “Jadi sekarang, pergilah, Aku mengutus engkau kepada Firaun untuk membawa umat-Ku, orang
Israel, keluar dari Mesir.” Dan Musa mulai memaparkan lima argumentasinya untuk menolak apa yang
diperinahkan Tuhan kepadanya. Pertemuan dengan Tuhan di tempat semak yang terbakar tetapi tidak
hangus ini merupakan satu goncangan hebat yang menggoncang sendi-sendi hidup Musa.

Kita dapat membayangkan goncangan hebat yang Musa alami karena ia bukan sekedar berpindah dari
kehidupan yang mapan kepada hidup yang sederhana tetapi ia juga harus berhadapan dengan berbagai
resiko, dan seakan-akan tombak orang mesir berada di hadapannya. Di dalam setiap alur kehidupan,
401 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

masing-masing kita pasti mempunyai semak terbakar sendiri dan pada saat-saat seperti itu Tuhan mau kita
mengerti apa yang diinginkan-Nya dalam hidup kita. Di gunung Horeb tersebut, Musa dibawa oleh Tuhan
untuk mengkaitkan dengan kekekalan. Saya percaya bahwa hidup Kristen kita harus menjadi hidup Kristen
yang progresif, makin lama makin maju dan penuh dengan dinamika pengalaman bersama dengan Tuhan.
Tuhan memang tidak panggil kita mengerti segala sesuatu, namun bukan berarti Ia tidak menolong kita
untuk mengerti hal detail yang terjadi dalam alur hidup kita masing-masing. Allah tidak pernah membiarkan
diri-Nya tanpa kesaksian (dicatat dalam Kisah Para Rasul).




1. Lost of identity (kehilangan identitas akan siapa dirinya). Kita sebagai orang percaya harus sadar bahwa kita
dipilih oleh Tuhan untuk mengenapi suatu tugas tertentu dalam hidup kita. Dan ini yang kemudian
dimengerti oleh Paulus dalam Ef 2:10. Ada banyak bidang yang Tuhan percayakan pada kita, tetapi
pernahkah terpikir oleh kita, sebagai saksi Tuhan kita harus berbuat apa di dalam bidang tersebut? Jika
saudara tidak pernah berpikir sama sekali akan hal ini, mungkin saudara sudah menikmati kenyamanan dan
kemapanan sehingga suatu kali Tuhan harus goncangkan diri kita dan mempertemukan kita dengan
“Burning Bushes,” pengalaman yang bersifat pribadi dengan Tuhan. Orang tidak akan melihat setiap
masalah yang terjadi di dalam setiap alur hidupnya dengan tepat kalau ia tidak dapat menjawab dua hal ini,
yaitu: “Who am I?” (siapa diri saya dalam kaitannya dengan Tuhan), dan kedua, “What’s wrong with this world?”
(Ada apa dengan dunia di masa hidup kita ini?)

2. Lack of identity. Kita tidak mengerti mengapa kita berada dalam alur hidup seperti yang kita alami
sekarang.
3. Lost of understanding who God is and the power of God. Seringkali kita kehilangan pengertian
mengapa berada dalam situasi semacam itu dan terlewat dari tanggung jawab di dalam setiap alur hidup
yang Tuhan berikan. Hal itu disebabkan oleh kegagalan kita mengerti siapakah Tuhan dan kuasa seperti
apakah yang dimiliki oleh Tuhan. Seringkali kita pecaya kepada Tuhan dan percaya bahwa Allah Maha Kuasa
tetapi ketika kita masuk di dalam peristiwa hidup di mana kita harus menjadi peran utama di sana, kita
tidak siap. Dalam pengalaman Musa selanjutnya, Tuhan sudah membuktikan bahwa kuasa yang bekerja
membakar semak yang tidak hangus juga adalah kuasa yang sama pula, yang menyertai Musa sepanjang
perjalanan memimpin orang Israel keluar dari tanah Mesir. Allah yang sama yang memanggil saudara
kepada pertobatan dengan kuasanya, adalah Allah yang sama pula dengan kuasanya, yang memimpin kita
dalam perjalanan hidup iman kita. Rasul Paulus di dalam kitab Efesus mengatakan bahwa kuasa yang
membangkitkan Kristus dari kematian, kuasa itu pulalah yang mengerjakan keselamatan di dalam diri
saudara dan saya.

4. Kita dapat luput untuk melihat dan menganalisa aspek masalah yang terjadi di dalam setiap alur
kehidupan kita oleh karena tidak rela untuk tunduk di dalam kehendak Tuhan. Jikalau kita mau jujur
terhadap diri kita sendiri, kita seringkali mempunyai banyak argumentasi kepada Tuhan di dalam
ketidaksiapan kita untuk melangkah di dalam pimpinan Tuhan. Mengapa kita tidak melihat Kristus hadir
dengan “burning bushes” dalam diri kita masing-masing? Setiap alur hidup kita semua menuntut
pertanggung jawaban kepada Tuhan dan pasti menimbulkan berbagai macam pertanyaan yang harus kita
jawab dengan jujur. Bersediakah kita berkata pada Tuhan, “Bawa saya ke dalam pengalaman secret place
bersama dengan Tuhan dan tolong saya untuk memberikan respon yang tepat dalam setiap alur hidup yang
Tuhan percayakan.” Sebab di sanalah kita dapat menemukan nilai diri kita dengan tepat. Bersediakah kita
melakukan hal semacam itu? Tuhan memberkati saudara. Amin!
402 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

D
Diin
naam
miik
kaa iim
maan
nHHa
awwa
a
Oleh: Pdt. Thomy J. Matakupan

Nats: Roma 10:17/ Kej. 3:1-6/ Ibr.12:1-2

Roma 10

17 Jadi, iman timbul dari pendengaran, dan pendengaran oleh firman Kristus.

Kejadian 3

1 Adapun ular ialah yang paling cerdik dari segala binatang di darat yang dijadikan oleh
TUHAN Allah. Ular itu berkata kepada perempuan itu: "Tentulah Allah berfirman: Semua
pohon dalam taman ini jangan kamu makan buahnya, bukan?"
2 Lalu sahut perempuan itu kepada ular itu: "Buah pohon–pohonan dalam taman ini boleh
kami makan,
3 tetapi tentang buah pohon yang ada di tengah–tengah taman, Allah berfirman: Jangan
kamu makan ataupun raba buah itu, nanti kamu mati."
4 Tetapi ular itu berkata kepada perempuan itu: "Sekali–kali kamu tidak akan mati,
5 tetapi Allah mengetahui, bahwa pada waktu kamu memakannya matamu akan terbuka,
dan kamu akan menjadi seperti Allah, tahu tentang yang baik dan yang jahat."
6 Perempuan itu melihat, bahwa buah pohon itu baik untuk dimakan dan sedap
kelihatannya, lagipula pohon itu menarik hati karena memberi pengertian. Lalu ia
mengambil dari buahnya dan dimakannya dan diberikannya juga kepada suaminya yang
bersama–sama dengan dia, dan suaminyapun memakannya.

Ibrani 12

1 Karena kita mempunyai banyak saksi, bagaikan awan yang mengelilingi kita, marilah kita
menanggalkan semua beban dan dosa yang begitu merintangi kita, dan berlomba dengan
tekun dalam perlombaan yang diwajibkan bagi kita.
2 Marilah kita melakukannya dengan mata yang tertuju kepada Yesus, yang memimpin kita
dalam iman, dan yang membawa iman kita itu kepada kesempurnaan, yang dengan
mengabaikan kehinaan tekun memikul salib ganti sukacita yang disediakan bagi Dia, yang
sekarang duduk di sebelah kanan takhta Allah.

Roma 10:17 dengan jelas menyatakan bahwa basis iman Kristen sebagai kebenaran sejati adalah Firman
Tuhan. Karena itu, tak seorang pun berhak menyatakan diri beriman kokoh berdasarkan pengalamannya
sendiri tanpa pemahaman akan kebenaran Firman. Khotbah kali ini akan membahas Kej 3:1-6 mengenai
keadaan manusia pertama sebagai ciptaan sempurna yang sangat dekat dengan Allah hingga mampu
mengerti maksud-Nya dengan sempurna, namun terjadi pergeseran dan perubahan pengenalan serta basis
iman Hawa yang diwujudkan dalam tindak pelanggaran perintah Tuhan yaitu memakan dan memberikan
buah terlarang kepada Adam suaminya yang berakibat kejatuhan dalam dosa. Padahal Sang Pencipta telah
403 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

memberikan perintah kepada Adam dan Hawa, “Beranakcuculah dan bertambah banyak; penuhilah bumi
dan taklukkanlah itu, berkuasalah atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas segala
binatang yang merayap di bumi” (Kej 1:28). Lalu Tuhan menutup seluruh peristiwa penciptaan dan melihat
bahwa segalanya sungguh amat baik. Artinya, mereka telah mendengar, menerima dan hidup seturut
dengan Firman dan kehendak-Nya sebagai perwujudan iman sejati.
Sampai suatu waktu tertentu, Setan datang dalam wujud ular dan berbincang-bincang dengan Hawa
mengenai perkataan Allah yang telah dikutipnya namun isinya sangat berbeda walaupun selintas terlihat
sama, dengan tujuan untuk mengelabui manusia. Inilah kecerdikan dan kepandaian Setan untuk
menghadapi serta menjatuhkan setiap orang Kristen, yaitu dengan menggunakan berbagai macam strategi
pendekatan yang hebat dan selalu diperbaharui. Alkitab telah mencatat pembicaraan ular itu dengan Hawa
demikian, “Tentulah Allah berfirman: Semua pohon dalam taman ini jangan kamu makan buahnya,
bukan?” (Kej 3:1). Dengan kata lain, ular meminta Hawa untuk menjelaskan dan mengoreksi pengertiannya
akan perkataan Allah yang telah didengarnya sehingga kesalahpahaman dapat dihindari. Sebenarnya,
masalah mulai muncul karena adanya kata ‘bukan’ di akhir pernyataan tersebut yang mengakibatkan suatu
kepastian menjadi mengambang. Padahal dalam Kej 2:16 Allah dengan jelas mengatakan, “Semua pohon
dalam taman ini boleh kaumakan buahnya dengan bebas.” Ironisnya, pernyataan Setan tersebut sangat
significant bagi Hawa hingga muncul keraguan di dalam hatinya. Inilah awal dari pergeseran fokus iman
Hawa.

Seharusnya Hawa menolak ajakan Setan untuk bercakap-cakap. Tetapi Alkitab mencatat bahwa ia
menyambutnya, “Buah pohon-pohonan dalam taman ini boleh kami makan, tetapi tentang buah pohon
yang ada di tengah-tengah taman, Allah berfirman: Jangan kamu makan ataupun raba buah itu, nanti
kamu mati” (Kej 3:2-3). Kutipan ini kurang sesuai dengan perintah Tuhan dalam Kej 2:16 karena
sesungguhnya Allah tidak melarang mereka meraba buah tersebut. Selain itu, ia telah mengganti phrase
‘pastilah engkau mati’ dengan ‘nanti kamu mati’. Sesuatu yang mutlak telah diubah menjadi relatif. Dengan
demikian ia mulai berkompromi dan imannya makin menurun. Sebenarnya Hawa bermaksud untuk berdiri
di pihak Allah dan berusaha membela serta mempertahankannya dengan mengatakan pengertian
mengenai kehendak Tuhan yang telah diperolehnya untuk melawan Setan. Namun ia malah mengambil alih
posisi Allah dengan mengatasnamakan ucapannya sebagai Firman.

Walaupun semua pohon tampak menarik, besar kemungkinan Hawa sangat memperhatikan kedua pohon
istimewa di tengah taman, terutama pohon pengetahuan tentang baik dan jahat, hingga menyita pikiran
dan keinginannya karena adanya larangan Tuhan untuk memakan buahnya. Karena telah mengetahui
segala pikiran, tujuan dan kelemahan manusia termasuk Hawa maka Setan tidak memerlukan banyak
waktu dan tenaga untuk menghancurkannya. Ia tidak akan membiarkan mereka terus hidup dalam
kebenaan melainkan berupaya untuk merusaknya dengan mengubah dan memutarbalikkan Firman
tersebut.

Setelah menawarkan sesuatu, Setan membuat situasi jadi mengambang dan membiarkan manusia
mengambil keputusan. Pada ayat selanjutnya dikisahkan, “Perempuan itu melihat, bahwa buah pohon itu
baik untuk dimakan dan sedap kelihatannya, lagipula pohon itu menarik hati karena memberi pengertian.
Lalu ia mengambil dari buahnya dan dimakannya” (Kej 3:6). Tindakan Hawa ini disebabkan karena
sebelumnya ular telah mengatakan, “Sekali-kali kamu tidak akan mati” (Kej 3:4). Dengan kata lain, telah
terjadi pergeseran kebenaran perintah Allah. Manusia telah mereduksi kebenaran tersebut sedangkan
Setan membaliknya.

Kemudian Setan melanjutkan, “tetapi Allah mengetahui, bahwa pada waktu kamu memakannya matamu
akan terbuka, dan kamu akan menjadi seperti Allah, tahu tentang yang baik dan yang jahat.” Mendengar
penjelasan tersebut, Hawa mungkin berpikir bahwa Allah tidak menghendaki adanya pribadi lain yang
404 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

berkualitas sama dan sejajar dengan-Nya. Hal kedua yang mungkin juga timbul dalam pikirannya adalah
bahwa rupanya ada satu tingkat hidup yang lebih tinggi, sempurna dan limpah. Selain itu, kemungkinan
ketiga ialah bahwa Allah itu negatif. Padahal larangan Allah tersebut tidak jelek bagi dirinya karena Ia tidak
pernah merancang kejahatan melainkan demi kebaikan yaitu untuk menghindari kecelakaan. Dengan kata
lain, Ia adalah Pribadi yang berusaha melindungi dan mengayomi sehingga semua orang percaya dapat
memperoleh sukacita dan damai sejahtera. Dengan demikian, Hawa telah jatuh ke dalam dosa secara
potensial. Sedangkan tindakan mengambil dan makan buah terlarang hanya merupakan konfirmasi dari
konsepnya yang salah tentang Allah.

Dosa masuk melalui proses dengan arah yang jelas. Pertama kali mendengar bisikan Setan, Hawa masih
memiliki rasa takut akan Tuhan. Namun tawaran Setan sangat manis, enak dan menggiurkan karena dosa
memang indah, menyenangkan serta seolah-olah memberi pengharapan. Walaupun demikian, dalam Kitab
Ibrani dicatat bahwa Musa lebih memilih untuk meninggalkan istana Firaun daripada menikmati manisnya
dosa di sana karena adanya konsekuensi dosa. Perlu diingat bahwa Allah tidak berkompromi dengan dosa.
Namun Hawa lebih memilih untuk memakan buah terlarang itu karena ia berpikir bahwa keuntungan yang
akan diperoleh lebih besar daripada konsekuensinya yaitu pola hidup yang lebih tinggi dan bermakna.

Lalu di manakah Adam berada selama percakapan antara Hawa dan ular? Kej 3:6 mencatat, “…dan
diberikannya juga kepada suaminya yang bersama-sama dengan dia, dan suaminya pun memakannya.”
Ada 2 penafsiran yang muncul. Pertama, percakapan itu terjadi hanya antara Hawa dan ular. Lalu ia pergi ke
tengah taman dan bertemu dengan Adam di sana. Kedua, Adam juga mengikuti percakapan tersebut
namun hanya berdiam diri saja. Penafsiran kedua ini lebih mendekati apa yang tertulis dalam Alkitab.

Dosa kedua yang tanpa disadari telah dilakukan oleh Hawa adalah rusaknya the order of creation (urutan
penciptaan) secara umum yaitu:

1. Allah,
2. manusia dan
3. ciptaan lain. Dengan kata lain, Kej 3 hendak menunjukkan bahwa manusia ingin mengambil alih
posisi Allah namun pada saat yang sama, posisi mereka turun ke bawah karena telah mendengarkan
perkataan ular. Selain itu, mereka juga telah merusak ordo antara Allah, laki-laki dan perempuan karena
Hawa telah mengambil alih posisi Adam dengan mendominasi pembicaraan dan mengatur segalanya.
Sedangkan Adam hanya mengikuti perkataan Hawa. Setelah menyaksikan Hawa yang tidak mati akibat
makan buah terlarang maka Adam juga ikut memakannya. Karena itu, keadilan Allah langsung menjatuhkan
hukuman kepada mereka yaitu putus hubungan dengan-Nya dan mengusir mereka keluar dari taman Eden.
Lalu ditempatkan-Nyalah beberapa kerub dengan pedang yang bernyala-nyala dan menyambar-nyambar,
untuk menjaga jalan ke pohon kehidupan (Kej 3:24). Ini merupakan hukuman yang sangat menyedihkan
bagi mereka berdua. Selain itu, mereka juga harus menanggung hukuman yang lain yaitu sebagai laki-laki,
Adam harus bersusah payah mencari rezeki seumur hidupnya, sedangkan Hawa akan bersusah payah
mengandung dan melahirkan anaknya dengan kesakitan sebagai harga yang harus dibayar.

Setan dekat sekali dengan Kekristenan. Alkitab mengatakan di mana Firman ditaburkan, di sanalah si jahat
datang dan mencoba untuk memakannya agar tidak berbuah di dalam hidup manusia. Padahal dalam Ibr
12:1-2 Paulus mengatakan, “Karena kita mempunyai banyak saksi, bagaikan awan yang mengelilingi kita,
marilah kita menanggalkan semua beban dan dosa yang begitu merintangi kita, dan berlomba, dengan
tekun dalam perlombaan yang diwajibkan bagi kita. Marilah kita melakukannya dengan mata yang tertuju
kepada Yesus, yang memimpin kita dalam iman, dan yang membawa iman kita itu kepada kesempurnaan,
yang dengan mengabaikan kehinaan tekun memikul salib ganti sukacita yang disediakan bagi Dia, yang
sekarang duduk di sebelah kanan takhta Allah.” Amin!
405 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

D
Diin
naam
miik
kaa iim
maan
nKKe
eppa
alla
aPPa
assu
ukka
ann
Oleh: Pdt. Thomy J. Matakupan

Nats: Lukas 23:44-47

44 Ketika itu hari sudah kira–kira jam dua belas, lalu kegelapan meliputi seluruh daerah itu
sampai jam tiga,
45 sebab matahari tidak bersinar. Dan tabir Bait Suci terbelah dua.
46 Lalu Yesus berseru dengan suara nyaring: "Ya Bapa, ke dalam tangan–Mu Kuserahkan
nyawa–Ku." Dan sesudah berkata demikian Ia menyerahkan nyawa–Nya.
47 Ketika kepala pasukan melihat apa yang terjadi, ia memuliakan Allah, katanya: "Sungguh,
orang ini adalah orang benar!"

Lukas 23:47mencatat, “Ketika kepala pasukan melihat apa yang terjadi, ia memuliakan Allah, katanya:
“Sungguh, orang ini adalah orang benar!” Kesimpulan ini merupakan puncak penebusan Kristus yang
diucapkan justru oleh orang tak percaya. Pada saat itu, ia sedang menyaksikan puncak manifestasi dosa
yang menggerogoti semesta.

Peristiwa pada malam sebelumnya hingga menuju ke Kalvari termasuk sangat mengerikan. Momen penting
tersebut dimulai pada malam Paskah ketika Kristus merayakannya bersama para murid. Dan pada saat itu
juga Ia bersaksi, “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya seorang di antara kamu akan menyerahkan Aku”
(Yoh 12:21). Kemudian Alkitab mencatat, “Murid-murid itu memandang seorang kepada yang lain, mereka
ragu-ragu siapa yang dimaksudkan-Nya” (Yoh 12:22). Sedangkan Mrk 14:19 menuliskan, “Maka sedihlah hati
mereka dan seorang demi seorang berkata kepada-Nya: “Bukan aku, ya Tuhan?” Bahkan Mat 26:25
mengatakan, “Yudas, yang hendak menyerahkan Dia itu menjawab, katanya: “Bukan aku, ya Rabi?”
Perkataan itu sangat menyakitkan karena sebenarnya Tuhan Yesus telah mengetahui kejahatan yang
direncanakannya. Namun Ia malah mengatakan, “Apa yang hendak kau perbuat, perbuatlah dengan
segera” (Yoh 13:27). Setelah itu, menurut Alkitab, “Yudas menerima roti itu lalu segera pergi” (Yoh 13:30).
Itulah terakhir kalinya ia berhubungan pribadi secara khusus dengan Sang Guru. Dalam Mat 27:9 ditegaskan,
“Dengan demikian genaplah firman yang disampaikan oleh nabi Yeremia: “Mereka menerima tiga puluh
uang perak, yaitu harga yang ditetapkan untuk seorang menurut penilaian yang berlaku di antara orang
Israel.”

Malam itu juga, Tuhan Yesus harus berhadapan dengan berbagai macam pengadilan manusia hingga
akhirnya berurusan dengan Pilatus. Alkitab mencatat, “Pilatus bertanya kepada mereka: “Jika begitu,
apakah yang harus kuperbuat dengan orang yang kamu sebut raja orang Yahudi ini?” (Mrk 15:12) Kata
Pilatus kepada imam-imam kepala dan seluruh orang banyak itu: “Aku tidak mendapati kesalahan apa pun
pada orang ini” (Luk 23:4). Tetapi ia tidak berani mengambil langkah selanjutnya karena tekanan massa
yaitu orang Yahudi yang terus berteriak dengan keras, “Salibkanlah Dia!” Bahkan Mat 27:19 menuliskan,
406 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

“Ketika Pilatus sedang duduk di kursi pengadilan, isterinya mengirim pesan kepadanya: “Jangan engkau
mencampuri perkara orang benar itu, sebab karena Dia aku sangat menderita dalam mimpi tadi malam.”
Akhirnya, ia menyerahkan-Nya pada pengadilan massa yang berseru, “Biarlah darah-Nya ditanggungkan
atas kami dan atas anak-anak kami!” (Mat 27:25) Seruan ini merupakan puncak pemberontakan manusia
yang sengaja diucapkan serta ditujukan kepada-Nya. Dan yang paling menyakitkan adalah Petrus yang
bersumpah, “Aku tidak kenal orang itu” (Mat 26:72). Dengan demikian, pengadilan menjatuhkan hukuman
mati di atas kayu salib dan Kristus telah ditolak dengan keras.

Kepala pasukan itu yang harus menjalankan semua keputusan mahkamah agama bangsa Yahudi, merasa
tertegun dan terperangah setelah menyaksikan peristiwa penyaliban Tuhan Yesus menuju kematian tragis.
Ialah yang mengamankan, memperhatikan dan mengawasi jalannya proses tersebut. Ia juga mengikuti
dengan cermat setiap perkataan-Nya dan melihat perubahan alam yang terjadi sebagai puncak murka
Allah. Alkitab mengatakan, “Ketika itu hari sudah kira-kira jam dua belas, lalu kegelapan meliputi seluruh
daerah itu sampai jam tiga, sebab matahari tidak bersinar” (Luk 23:44-45). Padahal ini bukanlah pengalaman
baru baginya melainkan sudah menjadi profesi dan tugasnya. Karena itu, ia pasti berkepribadian sangat
kokoh, keras dan teguh.

Peristiwa penyaliban Kristus ini sangat berbeda serta belum pernah terjadi sebelumnya karena banyak
orang terutama para wanita menangis dan bersimpati kepada-Nya. Ada pula yang berteriak
mengungkapkan kebencian mendalam. Namun yang terpenting adalah sebuah mahkota duri yang
ditancapkan dengan sangat kuat di kepala-Nya. Kedua tanganNya yang penuh kasih dan biasa membelai
anak kecil harus merasakan kesakitan karena ditembusi paku. Demikian pula kakiNya yang selalu mencari
orang berdosa, ditancapkan di kayu salib. Dan lambung-Nya ditikam akibat dosa. Padahal, umumnya ketika
seorang pemberontak disalibkan maka semua orang bersukacita.

Ketika memperhatikan perkataan Kristus yang memohon pengampunan Allah Bapa bagi mereka yang
membenci-Nya, kepala pasukan itu melihat perbedaanNya dengan para penjahat yang biasanya mencaci
maki. Perkataan yang keluar dari mulut-Nya merupakan cetusan ungkapan hati dan cinta Tuhan.

Kepala pasukan itu mungkin juga mengikuti proses pengadilan Kristus bahkan pernah melihat Pontius
Pilatus membasuh tangannya sambil berkata, “Aku tidak bersalah terhadap darah orang ini; itu urusan
kamu sendiri!” (Mat 27:24). Kemungkinan, ia juga memperhatikan para murid-Nya yang mengasihi dan
mencoba mendekat tetapi tidak memiliki keberanian. Namun kesimpulannya berbeda dengan para tokoh
agama dan mereka yang mengaku pernah dekat tetapi kemudian mengkhianati-Nya. Kesimpulan tersebut
merupakan isi hatinya yang mengungkapkan pengertian akan Tuhan.

Dalam Mzm 118:24 dituliskan, “Inilah hari yang dijadikan Tuhan, marilah kita bersorak-sorak dan bersukacita
karenanya!” Dan ayat selanjutnya menceritakan perihal persembahan korban penebusan dosa. Maka ‘hari’
dalam konteks tersebut mengacu hanya pada satu hari saja yaitu ketika Tuhan Yesus disalibkan. Walaupun
harus menghadapi kengerian mendalam, Kristus sendiri bersukacita dan memuliakan Allah Bapa karena
berhasil menggenapkan seluruh tuntutan rencana keadilan serta tujuan kekal-Nya untuk menebus dosa
manusia. Namun ketetapan Sang Pencipta ini tidak ada campur tangan manusia, tidak dimotivasi oleh
tindakannya dan tidak dicetuskan karena kegagalannya. Padahal Allah tidak berkewajiban untuk
menyelamatkan umat manusia tapi cinta-Nya lebih besar daripada dosa. Menurut Ibrani 10:7, “Lalu Aku
berkata; dalam gulungan kitab ada tertulis tentang Aku untuk melakukan kehendak-Mu, ya Allah-Ku.”
Dalam Alkitab hanya ada 1 catatan yang menunjukkan Tuhan Yesus bernyanyi bersama para murid-Nya
407 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

yaitu Mrk 14:26, “Sesudah mereka menyanyikan nyanyian pujian, pergilah mereka ke Bukit Zaitun.” Menurut
tafsiran Keil dan Delitszh, Ia menyanyikan Mzm 118:24. Tapi, mengapa Ia harus mati di kayu salib?

Pertama, Tuhan Yesus mati dengan tujuan untuk menggantikan posisi semua orang berdosa. Alkitab
menegaskan bahwa upah dosa adalah maut. Karena itu, semua pendosa harus mati dan masuk Neraka.
Namun berkat kematian Kristus di kayu salib, manusia yang seharusnya mati, dapat tetap hidup. Sebagai
gantinya, Ia yang semestinya tidak mati, menjadi harus mati. Maka diharapkan agar semua orang Kristen
menganggap salib di mana Kristus tergantung, berbeda dengan semua salib yang pernah ada karena beban
dosa seluruh umat manusia ditanggung di sana. Dengan demikian, fokus murka Allah tertuju kepada Kristus
dan inilah satu-satunya jalan terbaik dalam sudut pandang-Nya karena tak seorang pun mampu memenuhi
tuntutan murka-Nya. Walaupun caci maki, cela dan murka ditujukan kepada-Nya, Dialah satu-satunya yang
sanggup mengatakan, “Ya Bapa, ampunilah mereka, sebab mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat”
(Luk 23:34). Selain itu, Ia juga masih mengingat ibu-Nya, Maria, dan meminta Yohanes untuk menjaganya.
Tanpa salib Kristus, manusia tidak memiliki pengharapan dan tetap bergumul dengan dosa serta
menantikan murka Allah yang tak dapat dihindari.

Bangsa Yahudi memiliki upacara peringatan pembebasan dari tanah Mesir yaitu Paskah. Ketika
merayakannya, semua keluarga Israel diliputi dengan sukacita karena memperingati Allah yang meluputkan
keturunan mereka dari malaikat maut yang menjemput. Alkitab menceritakan bahwa pada hari itu, orang
Israel harus membubuhkan darah anak domba pada daun pintu rumah karena ketika malam tiba, malaikat
maut datang dan mencari rumah yang tidak dibubuhi darah lalu mencabut nyawa setiap anak sulung
termasuk anak Firaun. Maka hari itu merupakan kedukaan bagi seluruh negeri Mesir.

Setelah Tuhan Yesus mencurahkan darah penebusan di kayu salib, Paskah menjadi pass over (meluputkan)
dari kematian kekal bagi semua orang percaya. Dengan demikian, Allah yang dikenal dalam diri Kristus,
tidak hanya memberikan ajaran hidup moral tinggi tetapi justru menyediakan Juruselamat. Sehingga hidup
manusia menjadi bernilai di hadapan-Nya tapi dosa tetap mempunyai kuasa mencengkeram dengan sangat
kuat hingga sulit untuk dilepaskan kecuali kuasa Kristus yang sanggup membebaskan.

Kedua, kematian Kristus bersifat menebus. Artinya, Ia membeli kembali orang berdosa dan membayar
hutang mereka kepada Allah Bapa sebagai Pemilik sekaligus Penguasa semesta sesuai dengan 1 Ptr 1:18-19,
“Sebab kamu tahu, bahwa kamu telah ditebus dari cara hidupmu yang sia-sia yang kamu warisi dari nenek
moyangmu itu bukan dengan barang yang fana, bukan pula dengan perak atau emas, melainkan dengan
darah yang mahal, yaitu darah Kristus yang sama seperti darah anak domba yang bernoda dan tak
bercacat.” Dengan demikian, kematian-Nya bukanlah kegagalan dalam melaksanakan misi Tuhan Allah.
Kematian itu juga bukan karena kekuatan manusia untuk menghukum-Nya. Dan kematian tersebut bukan
pula sebagai pemicu teladan etika manusia. Maksudnya, agar kematian itu tidak sia-sia maka manusia
bersedia mempercayai-Nya. Yang terpenting, kematian Kristus tidak ditujukan untuk mengundang simpati
manusia, seperti sejumlah besar perempuan Yerusalem yang mengikuti, menangisi dan meratapi-Nya.
Tuhan Yesus malah mengatakan, “Hai puteri-puteri Yerusalem, janganlah kamu menangisi Aku, melainkan
tangisilah dirimu sendiri dan anak-anakmu!” (Luk 23:28). Kematian-Nya bersifat sempurna maka penebusan-
Nya pun sempurna adanya yaitu untuk memperdamaikan Allah Bapa dengan semua orang berdosa.

Amin!
408 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

D
Diin
naam
miik
kaa iim
maan
nAAh
haas
s
Oleh: Pdt. Thomy J. Matakupan

Nats: Yesaya.7:1-17

1 Dalam zaman Ahas bin Yotam bin Uzia, raja Yehuda, maka Rezin, raja Aram, dengan
Pekah bin Remalya, raja Israel, maju ke Yerusalem untuk berperang melawan kota itu,
namun mereka tidak dapat mengalahkannya.
2 Lalu diberitahukanlah kepada keluarga Daud: "Aram telah berkemah di wilayah Efraim,"
maka hati Ahas dan hati rakyatnya gemetar ketakutan seperti pohon–pohon hutan
bergoyang ditiup angin.
3 Berfirmanlah TUHAN kepada Yesaya: "Baiklah engkau keluar menemui Ahas, engkau dan
Syear Yasyub, anakmu laki–laki, ke ujung saluran kolam atas, ke jalan raya pada Padang
Tukang Penatu,
4 dan katakanlah kepadanya: Teguhkanlah hatimu dan tinggallah tenang, janganlah takut
dan janganlah hatimu kecut karena kedua puntung kayu api yang berasap ini, yaitu
kepanasan amarah Rezin dengan Aram dan anak Remalya.
5 Oleh karena Aram dan Efraim dengan anak Remalya telah merancang yang jahat atasmu,
dengan berkata:
6 Marilah kita maju menyerang Yehuda dan menakut–nakutinya serta merebutnya, kemudian
mengangkat anak Tabeel sebagai raja di tengah–tengahnya,
7 maka beginilah firman Tuhan ALLAH: Tidak akan sampai hal itu, dan tidak akan terjadi,
8 sebab Damsyik ialah ibu kota Aram, dan Rezin ialah kepala Damsyik. Dalam enam puluh
lima tahun Efraim akan pecah, tidak menjadi bangsa lagi.
9 Dan Samaria ialah ibu kota Efraim, dan anak Remalya ialah kepala Samaria. Jika kamu
tidak percaya, sungguh, kamu tidak teguh jaya."
10 TUHAN melanjutkan firman–Nya kepada Ahas, kata–Nya:
11 "Mintalah suatu pertanda dari TUHAN, Allahmu, biarlah itu sesuatu dari dunia orang mati
yang paling bawah atau sesuatu dari tempat tertinggi yang di atas."
12 Tetapi Ahas menjawab: "Aku tidak mau meminta, aku tidak mau mencobai TUHAN."
13 Lalu berkatalah nabi Yesaya: "Baiklah dengarkan, hai keluarga Daud! Belum cukupkah
kamu melelahkan orang, sehingga kamu melelahkan Allahku juga?
14 Sebab itu Tuhan sendirilah yang akan memberikan kepadamu suatu pertanda:
Sesungguhnya, seorang perempuan muda mengandung dan akan melahirkan seorang
anak laki–laki, dan ia akan menamakan Dia Imanuel.
15 Ia akan makan dadih dan madu sampai ia tahu menolak yang jahat dan memilih yang baik,
16 sebab sebelum anak itu tahu menolak yang jahat dan memilih yang baik, maka negeri
yang kedua rajanya engkau takuti akan ditinggalkan kosong.
17 TUHAN akan mendatangkan atasmu dan atas rakyatmu dan atas kaum keluargamu hari–
hari seperti yang belum pernah datang sejak Efraim menjauhkan diri dari Yehuda––yakni
raja Asyur."
409 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

Konteks Yes 7:1-17 adalah ketika Israel telah terpecah menjadi dua bagian yaitu Yehuda (2 suku) dan Israel (10
suku). Pada waktu itu, Yehuda dikepung oleh gabungan Israel dan Aram hingga semua orang Yehuda
terutama sang raja bernama Ahas mengalami ketakutan. Maka ia mulai mencari bantuan perang dan
bersedia mengikat perjanjian dengan raja Asyur karena jikalau berperang dengan kekuatannya saja, Yehuda
pasti terkalahkan.

Di tengah keadaan seperti itu, Tuhan memilih dan memerintahkan nabi Yesaya untuk menyampaikan
kehendak-Nya atas Yehuda, “Teguhkanlah hatimu dan tinggallah tenang, janganlah takut dan janganlah
hatimu kecut karena kedua puntung kayu api yang berasap ini, yaitu kepanasan amarah Rezin dengan
Aram dan anak Remalya.” (Yes 7:4) Oleh karena Ia telah memberitahukan akhir peperangan tersebut, “Tidak
akan sampai hal itu, dan tidak akan terjadi.” (Yes 7:6) Yes 7:1 juga mengatakan, “…namun mereka tidak
dapat mengalahkannya.”

Lalu Tuhan mengijinkan Ahas meminta tanda. Tapi, jawabannya sangat berbeda, “Aku tidak mau meminta,
aku tidak mau mencobai Tuhan.” (Yes 7:12) Maka Tuhan berinisiatif memberi tanda yaitu berita Immanuel
(arti: Allah beserta kita) yang merupakan fokus atau inti utama berita Yesaya pada Ahas. Berita tersebut hadir
dalam suasana tak menentu dan juga disampaikan dengan konteks sangat ironis karena Ahas telah berniat
mengambil keputusan untuk meninggalkan Tuhan dan bergabung bersama bangsa Asyur. Yes 7:14 mencatat
berita Immanuel sedemikian, “Sesungguhnya, seorang perempuan muda mengandung dan akan
melahirkan seorang anak laki-laki, dan ia akan menamakan Dia Immanuel.”

Sungguh, dua kondisi yang sangat kontras. Suasana memang genting tapi Alkitab melalui Yesaya
mengatakan bahwa hati Ahas dan rakyat sesungguhnya tak perlu gemetar ketakutan seperti pohon hutan
bergoyang ditiup angin. Ahas justru menanggapinya dengan hati dingin dan sangat negatif walaupun
penampilan luar kelihatan positif karena memang sudah tak berminat lagi. Selain itu, ia tak ingin terlihat
salah bertindak meskipun sadar akan kesalahannya. Dengan demikian, ia telah melakukan penipuan iman.
Mungkin, ia sebenarnya mengakui kebenaran berita tersebut. Tetapi, keadaan terasa lebih nyata
sedangkan Firman dan penggenapannya kelak di kemudian hari karena harus melalui proses cukup lama.
Yes 7:2 mencatat, “Aram telah berkemah di wilayah Efraim.” Artinya, mereka berada dalam jarak dekat dan
hanya menunggu waktu yang tepat untuk menyerang dan menghabisi Yehuda.

Kalau mau jujur, ada banyak Firman yang ditanggapi dengan sangat dingin oleh orang Kristen. Adapula yang
ditanggapi dengan sikap biasa saja karena sudah tahu sebelumnya. Bagi orang berdosa, Firman bukan
menjadi standar sikap mereka melainkan dimengerti hanya sebagai ide, input atau alternatif yang baik dan
mengandung ajaran moral tinggi. Tapi, mereka tetap bertahan pada keputusan sendiri karena Firman tak
sesuai konteks yang dihadapi dan pertimbangan akal. Ada juga yang menanggapinya dengan sinis. Sikap
tersebut menunjukkan ketidakpercayaan mereka. Mzm 1:5 mengatakan bahwa orang fasik pasti takkan
tenang berada dalam perkumpulan orang benar. Sedangkan bagi orang percaya, ada dua kemungkinan
dalam menanggapi Firman:
1. positif;
2. negatif. Secara positif berarti ia menyambut Firman lalu menjadikannya sebagai bagian hidupnya
hingga berbuah limpah. Selain itu, mungkin ia menanggapinya secara netral. Sikap semacam itu tergolong
negatif karena tak berdampak apapun. Padahal Alkitab mengatakan bahwa Tuhan dan Firman tak dapat
dipisahkan. Di mana Firman berada, di situ Allah ada. Demikian pula sebaliknya, di mana Allah berada, pasti
ada Firman yang disampaikan. Tampaknya, pola yang dilakukan oleh orang tak percaya kerapkali diadopsi
orang Kristen tanpa memperhatikan bahwa di belakang Firman terdapat kuasa Tuhan yang bekerja dan
410 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

merubah. Sehingga Firman dimengerti hanya sebagai berita menggentarkan tapi tak berkaitan dengan
kehidupan pribadi, sama seperti surat kabar. Firman seharusnya menjadi landasan orang percaya dalam
menentukan sikap.

Ketika Yesaya mengatakan, “Sebab itu Tuhan sendirilah yang akan memberikan kepadamu suatu pertanda”
(Yes 7:14), Ahas hanya diam karena hatinya tertuju pada bangsa Asyur. Tuhan dengan jelas mengetahui
keadaan Yehuda hingga berfirman pada Yesaya, “Baiklah engkau keluar menemui Ahas” (Yes 7:3) dan
langsung bersikap tepat pada waktunya di tengah kegalauan anak-Nya. Tetapi, Ahas justru bukannya
berharap kepada Firman melainkan pada janji raja Asyur yang tak kenal Tuhan. Inilah yang membuat Tuhan
sangat marah. Dalam Kitab Yesaya pasal selanjutnya dicatat bahwa Tuhan akan menghancurkan Asyur,
Israel dan Aram. Hanya Yehuda yang Tuhan pelihara.

Banyak orang Kristen juga memiliki dinamika iman Ahas ketika berhadapan dengan masalah yang menuntut
keputusan segera. Mungkin, mereka akan mencari alternatif lain dan mengabaikan Tuhan. Justru orang lain
yang dapat memberi keteduhan hati dan bukan kehadiran Tuhan sebagai Immanuel. Dengan demikian,
berita tersebut tak lagi menggembirakan. Mereka memang tak mengatakan kalimat negatif tapi hati telah
terpaut pada ‘allah’ lain yang dianggap mampu menyelesaikan semua problem. Dan tiap reaksi merupakan
manipulasi untuk menutupi keadaan sebenarnya.
Ahas pasti bukanlah orang bodoh. Ia mengetahui tujuan Yesaya datang dan mengatakan demikian. Pasti
ada kesalahan yang telah diperbuatnya. Lalu ia mencoba menutupinya dengan mengambil langkah rohani
(Yes 7:12) karena sadar bahwa dirinya sedang berhadapan dengan abdi Allah. Namun ia justru menanggapi
Firman dengan iman bengkok. Padahal Yesaya berusaha memperingatkannya untuk menjaga hati dan
waspada terhadap segala penyelewengan. Maka ketika mendengar berita tersebut, mungkin ia terkejut
sekali karena bertolak belakang dengan keputusannya. Kehadiran Yesaya dianggap sebagai musuh,
penghalang besar dan pengganggu otoritasnya. Berarti, ia telah menolak Firman sekaligus menolak Tuhan.
Prinsip tersebut juga dinyatakan ketika Tuhan pertama kali mempertobatkan Paulus, “Saulus, Saulus,
mengapakah engkau menganiaya Aku?” (Kis 9:4) Padahal kenyataannya ia tak pernah menganiaya Tuhan.
Tetapi, Ia mengidentikkan Diri dengan umat-Nya. Sehingga menganiaya anak Tuhan sama dengan
menganiaya Allah.

Orang yang menganggap pembawa Firman sebagai ancaman, biasanya takut pergi ke Gereja karena tak
bersedia dibongkar hatinya oleh Tuhan. Inilah sikap orang belum bertobat. Adapula anak Tuhan yang takut
mendengarkan Firman karena harus berhadapan dengan tuntutan perubahan dan tanggung jawab dari
Tuhan bahkan mungkin harus membuang semua kesenangan yang tak berkenan kepada-Nya. Sikap
tersebut merupakan perspektif dan apriori negatif. Padahal Tuhan kelak pasti menggantinya dengan yang
baru dan lebih baik. Ketika dituntut oleh Tuhan untuk membuang kebiasaan buruk yang sungguh disukai
dan dinikmatinya, seringkali manusia tak rela.

Untuk meneguhkan berita tersebut, Yesaya berkata, “Mintalah suatu pertanda dari Tuhan, Allahmu.” (Yes
7:10) Tuhan mengetahui bahwa Ahas sedang mengalami kegoncangan dan problem iman hingga
membutuhkan tanda yang kasat mata.

Banyak kalimat rohani seperti pernyataan Ahas dalam Yes 7:12, kerapkali diungkapkan oleh orang Kristen
untuk menjaga supaya penampilan tetap rohani. Padahal hati telah bengkok. Orang lain bahkan hamba
Tuhan sekalipun mungkin takkan pernah mengetahuinya. Yang tahu hanyalah Tuhan dan diri sendiri.
411 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

Jikalau Ahas bersedia minta tanda dari Tuhan maka ia harus konsisten. Maksudnya, ia harus meninggalkan
Asyur dan kembali bergantung kepada Tuhan. Padahal menurut pemikirannya, ia telah mendapat pegangan
yang kuat yaitu Asyur.

Pada jaman itu yang tergolong masa Perjanjian Lama, minta tanda harus dilakukan karena prinsip
pengertian, pengaturan dan jalan Tuhan yaitu Alkitab belum ada. Selain itu, tindakan tersebut merupakan
perintah Tuhan sendiri. Tetapi pada masa kini, Alkitab telah diberikan secara lengkap dan sempurna sebagai
prinsip untuk mengetahui kehendak Tuhan sehingga tak diperlukan adanya tanda lain, kecuali Ia sendiri
yang memerintahkan.
Memang, dalam Perjanjian Lama terdapat prinsip tak boleh mencobai Tuhan. Tetapi, perkataan Ahas
muncul dari hati yang bengkok serta tanpa kesediaan untuk berubah. Orang Kristen juga seringkali menolak
Tuhan dengan memakai Firman. Dengan kata lain, Alkitab dipakai untuk melawan Tuhan. Contohnya, ketika
anak Tuhan sulit melawan dosa maka kalimat yang dipakai adalah, “Roh memang penurut tapi daging
lemah” untuk meminta Tuhan memaklumi.

Setelah tanda diberikan maka Ahas harus merubah keputusan. Tindakan tersebut bermasalah baginya
karena ia merasa tak berpengharapan tanpa Asyur dan semua perlengkapan perangnya. Memang, Tuhan
tak pernah bekerja tanpa tuntutan bahwa umat-Nya harus menyelaraskan hati sesuai kehendak-Nya.
Alkitab berulangkali mengatakan, “Lalu diberitahukanlah kepada keluarga Daud…” (Yes 7:2) dan “Baiklah
dengarkan, hai keluarga Daud!” (Yes 7:13). Yesaya harus memakai sebutan tersebut sebagai sindiran keras
terhadap Ahas karena Tuhan sangat setia pada perjanjian-Nya dengan Daud dan semua keturunannya.
Tetapi, Ahas tak merasakannya. Yang dipikirkannya hanyalah musuh yang siap menyerang. Sehingga semua
janji Tuhan pada Daud dan keluarganya tak lagi dipandang sebagai harta besar.

Secara natur, orang berdosa memang tak suka bergaul dengan Allah dan Firman. Bahkan Tuhan tak pernah
diijinkan terlibat dalam kehidupannya. Padahal Firman seharusnya menjadi cermin yang jelas serta sarana
untuk mengukur diri secara jujur dan terbuka. Adapula orang yang mencoba menenangkan hati dengan
memenuhi semua tuntutan dan kewajiban keberagamaan. Misalnya, tiap Minggu datang kebaktian dan
berusaha memberi persembahan. Kalau mau jujur, orang Kristen seringkali menipu diri. Ada juga orang
yang menjalankan hidup keberagamaan dengan membius dan memaksa diri untuk sering berdoa, membaca
Alkitab dan berpuasa. Tapi, sebenarnya bukan untuk Tuhan. Tindakan semacam itu sama dengan orang
Farisi dan ahli Taurat di mana hidup keberagamaan hanya untuk diri sendiri. Jikalau bagi Tuhan maka yang
harus dipikirkan adalah Dia dan segala tindakan-Nya dalam diri manusia. Ketika datang, Firman takkan
kembali dengan sia-sia melainkan akan terus memperingatkan dan mungkin bertindak keras.

Amin!
412 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

D
Diin
naam
miik
kaa iim
maan
nSSa
auull
Oleh: Pdt. Thomy J. Matakupan

Nats: 1 Sam.9:17/ 10:1,8/ 11:1-2,6/ 12:13-14/ 13:1-14/15:24

1 Samuel 9

17 Ketika Samuel melihat Saul, maka berfirmanlah TUHAN kepadanya: "Inilah orang yang
Kusebutkan kepadamu itu; orang ini akan memegang tampuk pemerintahan atas umat–
Ku."

1 Samuel 10

1 Lalu Samuel mengambil buli–buli berisi minyak, dituangnyalah ke atas kepala Saul,
diciumnyalah dia sambil berkata: "Bukankah TUHAN telah mengurapi engkau menjadi raja
atas umat–Nya Israel? Engkau akan memegang tampuk pemerintahan atas umat TUHAN,
dan engkau akan menyelamatkannya dari tangan musuh–musuh di sekitarnya. Inilah
tandanya bagimu, bahwa TUHAN telah mengurapi engkau menjadi raja atas milik–Nya
sendiri:

8 Engkau harus pergi ke Gilgal mendahului aku, dan camkanlah, aku akan datang
kepadamu untuk mempersembahkan korban bakaran dan korban keselamatan. Engkau
harus menunggu tujuh hari lamanya, sampai aku datang kepadamu dan memberitahukan
kepadamu apa yang harus kaulakukan."

1 Samuel 11

1 Maka Nahas, orang Amon itu, bergerak maju dan berkemah mengepung Yabesh–Gilead.
Lalu berkatalah semua orang Yabesh itu kepada Nahas: "Adakanlah perjanjian dengan
kami, maka kami akan takluk kepadamu."
2 Tetapi Nahas, orang Amon itu, berkata kepada mereka: "Dengan syarat inilah aku akan
mengadakan perjanjian dengan kamu, bahwa tiap mata kananmu akan kucungkil; dengan
demikian aku mendatangkan malu kepada segenap orang Israel."

6 Ketika Saul mendengar kabar itu, maka berkuasalah Roh Allah atas dia, dan menyala–
nyalalah amarahnya dengan sangat.

1 Samuel 12

13 Maka sebab itu, lihat itu raja yang telah kamu pilih, yang kamu minta. Sesungguhnya
TUHAN telah mengangkat raja atasmu,
14 asal saja kamu takut akan TUHAN, beribadah kepada–Nya, mendengarkan firman–Nya dan
tidak menentang titah TUHAN, dan baik kamu, maupun raja yang akan memerintah kamu
itu mengikuti TUHAN, Allahmu!
413 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

1 Samuel 15

24 Berkatalah Saul kepada Samuel: "Aku telah berdosa, sebab telah kulangkahi titah TUHAN
dan perkataanmu; tetapi aku takut kepada rakyat, karena itu aku mengabulkan permintaan
mereka.

1 Samuel 13

1 Saul berumur sekian tahun ketika ia menjadi raja; dua tahun ia memerintah atas Israel.
2 Saul memilih tiga ribu orang dari antara orang Israel; dua ribu orang ada bersama–sama
dengan Saul di Mikhmas dan di pegunungan Betel, sedang seribu orang ada bersama–
sama dengan Yonatan di Gibea Benyamin, tetapi selebihnya dari rakyat itu disuruhnya
pulang, masing–masing ke kemahnya.
3 Yonatan memukul kalah pasukan pendudukan orang Filistin yang ada di Geba; dan hal itu
terdengar oleh orang Filistin. Karena itu Saul menyuruh meniup sangkakala di seluruh
negeri, sebab pikirnya: "Biarlah orang Ibrani mendengarnya."
4 Demikianlah seluruh orang Israel mendengar kabar, bahwa Saul telah memukul kalah
pasukan pendudukan orang Filistin dan dengan demikian orang Israel dibenci oleh orang
Filistin. Kemudian dikerahkanlah rakyat itu untuk mengikuti Saul ke Gilgal.
5 Adapun orang Filistin telah berkumpul untuk berperang melawan orang Israel. Dengan tiga
ribu kereta, enam ribu orang pasukan berkuda dan pasukan berjalan kaki sebanyak pasir
di tepi laut mereka bergerak maju dan berkemah di Mikhmas, di sebelah timur Bet–Awen.
6 Ketika dilihat orang–orang Israel, bahwa mereka terjepit––sebab rakyat memang terdesak–
–maka larilah rakyat bersembunyi di gua, keluk batu, bukit batu, liang batu dan perigi;
7 malah ada orang Ibrani yang menyeberangi arungan sungai Yordan menuju tanah Gad dan
Gilead, sedang Saul masih di Gilgal dan seluruh rakyat mengikutinya dengan gemetar.
8 Ia menunggu tujuh hari lamanya sampai waktu yang ditentukan Samuel. Tetapi ketika
Samuel tidak datang ke Gilgal, mulailah rakyat itu berserak–serak meninggalkan dia.
9 Sebab itu Saul berkata: "Bawalah kepadaku korban bakaran dan korban keselamatan itu."
Lalu ia mempersembahkan korban bakaran.
10 Baru saja ia habis mempersembahkan korban bakaran, maka tampaklah Samuel datang.
Saul pergi menyongsongnya untuk memberi salam kepadanya.
11 Tetapi kata Samuel: "Apa yang telah kauperbuat?" Jawab Saul: "Karena aku melihat
rakyat itu berserak–serak meninggalkan aku dan engkau tidak datang pada waktu yang
telah ditentukan, padahal orang Filistin telah berkumpul di Mikhmas,
12 maka pikirku: Sebentar lagi orang Filistin akan menyerang aku di Gilgal, padahal aku
belum memohonkan belas kasihan TUHAN; sebab itu aku memberanikan diri, lalu
mempersembahkan korban bakaran."
13 Kata Samuel kepada Saul: "Perbuatanmu itu bodoh. Engkau tidak mengikuti perintah
TUHAN, Allahmu, yang diperintahkan–Nya kepadamu; sebab sedianya TUHAN
mengokohkan kerajaanmu atas orang Israel untuk selama–lamanya.
14 Tetapi sekarang kerajaanmu tidak akan tetap. TUHAN telah memilih seorang yang
berkenan di hati–Nya dan TUHAN telah menunjuk dia menjadi raja atas umat–Nya, karena
engkau tidak mengikuti apa yang diperintahkan TUHAN kepadamu."

Saul adalah raja pertama yang Tuhan bangkitkan dari kalangan Israel karena rakyat mulai berteriak
meminta seorang raja untuk memimpin mereka berperang melawan bangsa lain di tanah perjanjian.
Dengan demikian, ia telah memperoleh anugerah sangat besar. Ia memulai hidup, pekerjaan serta
414 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

pelayanan tersebut dengan indah dan agung sekali karena sudah termasuk orang cukup terpandang yang
berasal dari suku Benyamin dan dilahirkan di keluarga berada. Secara fisik, 1 Sam 9:2 memaparkan, “…dari
bahu ke atas ia lebih tinggi daripada setiap orang sebangsanya.” Maka berdasarkan penampilan luar, ia
tampak sangat ideal untuk dijadikan pemimpin. Ia juga memiliki banyak potensi.

Kemudian Allah menetapkan pilihan kepada Saul dan berpesan pada Samuel, “Besok kira-kira
waktu ini Aku akan menyuruh kepadamu seorang laki-laki dari tanah Benyamin; engkau akan
mengurapi dia menjadi raja atas umat-Ku Israel dan ia akan menyelamatkan umat-Ku dari tangan
orang Filistin.” (1 Sam 9:16) Ketika bertemu dengannya, Samuel mengatakan, ”Engkau akan me-
megang tampuk pemerintahan atas umat Tuhan.” (1 Sam 10:1) Selain itu, Allah memerintahkan
untuk memberitahu bahwa di perjalanan, ia akan menjumpai beberapa tanda yang kokoh
meneguhkan panggilan Tuhan atas dirinya (ayat 2-7). Selanjutnya, ayat 9 mengatakan, “Dan segala
tanda-tanda yang tersebut itu terjadi pada hari itu juga.”
Sejak saat itu, Saul menduduki posisi sebagai pemegang kekuasaan tertinggi di Israel dan segala
keputusannya harus dijalankan. Ia termasuk sangat pandai menyusun strategi perang hingga berhasil
menaklukkan banyak suku lain di tanah perjanjian. Misalnya, 1 Sam 11 mencatat bahwa ia menyelamatkan
Yabesy dari Nahas, raja Amon yang mengatakan, “Dengan syarat inilah aku akan mengadakan perjanjian
dengan kamu, bahwa tiap mata kananmu akan kucungkil; dengan demikian aku mendatangkan malu
kepada segenap orang Israel.” (ayat 2) Mendengar berita tersebut, ayat 4 mencatat bahwa Israel menangis
dengan suara nyaring. Lalu ayat 6 mengatakan, “Ketika Saul mendengar kabar itu, maka berkuasalah Roh
Allah atas dia, dan menyala-nyalalah amarahnya dengan sangat.” Ia segera bertindak dan akhirnya raja
Amon berhasil ditaklukkan. Sungguh, Tuhan memberi kemenangan bagi Israel melalui dirinya.

Setelah dipilih Tuhan, Saul menjadi orang yang sangat bijaksana. Pada awalnya, ia sungguh memegang
hukum Allah karena memang tak boleh bertindak sesuka hati. Ada kitab yang telah disampaikan oleh Tuhan
bagi raja Israel yaitu Ul 17:14-20. Prinsip tersebut wajib dimengerti oleh raja sehingga ia dapat dipakai
sebagai sarana Tuhan untuk menunjukkan bahwa Allah itu sungguh adil, maha suci dan tak mudah
berkompromi.

Allah memberkati Saul melalui minyak yang dicurahkan ke atas kepalanya oleh nabi Samuel. Itulah tanda
penyertaan Tuhan. Lalu Roh Allah berkenan hadir dan memimpin dalam dirinya. Setelah mengurapinya,
Samuel memerintahkan, “Engkau harus pergi ke Gilgal mendahului aku, dan camkanlah, aku akan datang
kepadamu untuk mempersembahkan korban bakaran dan korban keselamatan. Engkau harus menunggu
tujuh hari lamanya, sampai aku datang kepadamu dan memberitahukan kepadamu apa yang harus kau
lakukan.”(1 Sam 10:8) Kemudian Samuel mengerahkan seluruh rakyat ke hadapan Tuhan di Mizpa untuk
melihat pembaharuan jabatan raja pada diri Saul. Dan ia segera menjalankan perintah Allah melalui nabi
Samuel. Tindakan tersebut menunjukkan bahwa ia mendengarkan dan dengan jelas mengerti akan
kehendak Tuhan.

1 Sam 9-12 sungguh menceritakan keindahan, keagungan dan kemuliaan kerajaan Saul. Lalu di pasal 13
terdapat problem yang tragis sekali. Saat itu, Saul dan seluruh pasukan baru selesai berperang. Ayat 2
menjelaskan, “Saul memilih tiga ribu orang dari antara orang Israel; dua ribu orang ada bersama-sama
dengan Saul di Mikhmas dan di pegunungan Betel, sedang seribu orang ada bersama-sama dengan
Yonathan di Gibea Benyamin, tetapi selebihnya dari rakyat itu disuruhnya pulang, masing-masing ke
kemahnya.” Kemudian Yonathan, anak Saul, mengambil tindakan berani dengan memimpin pasukannya ke
415 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

Geba untuk berperang melawan sekelompok tentara Filistin. Ayat 3 mencatat bahwa ia berhasil me-
naklukkan mereka.

Berita tersebut terdengar oleh raja Filistin dan membuatnya sangat marah. Ia langsung mengumumkan
bahwa Filistin harus membalas dendam pada Israel. Tentara Filistin segera dikumpulkan dan 1 Sam 13:5
mencatat bahwa jumlah mereka sebanyak 3000 kereta, 6000 pasukan berkuda serta pasukan berjalan kaki
sebanyak pasir di tepi laut. Sungguh perbandingan kekuatan yang sangat jauh. Karena itu, Israel menjadi
sangat takut dan gemetar lalu mulai berusaha menyelamatkan diri dengan cara bersembunyi (ayat 6).
Mereka kehilangan kekuatan dan semangat tempur. Sementara itu, pasukan musuh telah berkemah di
Mikhmas (1 Sam 13:11). Hari demi hari, mereka makin mendekat dan menunggu saat yang tepat untuk
menyerang namun Samuel belum muncul juga. Akibatnya, Saul mulai gelisah.

Berusaha membangkitkan semangat para tentara, Saul melanggar perjanjiannya dengan Samuel yang
adalah titah Tuhan. Ia segera mempersembahkan korban bakaran di hadapan Tuhan karena sudah tak
sabar menunggu kedatangan Samuel. Padahal, Allah tak pernah terlambat. Akibatnya, ia kehilangan
pamornya sebagai raja. Alasan Saul dalam 1 Sam 13:11-12 menunjukkan bahwa ia takkan berani berperang
sebelum mempersembahkan korban bagi Allah karena itulah kebiasaan Israel untuk menghindari terjadinya
kekalahan. Tapi kali ini, tindakan tersebut justru merupakan awal kejatuhan dan keruntuhan kerajaan Saul
serta kehancuran hidup rohaninya.

Mungkin, sebelumnya Saul pernah melihat Samuel sebagai imam menjalankan tugas persembahan. Saat
itu, Israel juga sedang dikepung oleh Filistin. 1 Sam 7:9-10 mencatat, “Sesudah itu Samuel mengambil seekor
anak domba yang menyusu, lalu mempersembahkan seluruhnya kepada Tuhan sebagai korban bakaran.
Dan ketika Samuel berseru kepada Tuhan bagi orang Israel, maka Tuhan menjawab dia. Sedang Samuel
mempersembahkan korban bakaran itu, majulah orang Filistin berperang melawan orang Israel. Tetapi
pada hari itu Tuhan mengguntur dengan bunyi yang hebat ke atas orang Filistin dan mengacaukan mereka,
sehingga mereka terpukul kalah oleh orang Israel.” Berdasarkan pengalaman tersebut, Saul berani
bertindak tanpa kehadiran Samuel dan berharap dapat mengulang peristiwa itu.

1 Sam 13:10-11 mengatakan, “Baru saja ia habis mempersembahkan korban bakaran, maka tampaklah
Samuel datang. Saul pergi menyongsongnya untuk memberi salam kepadanya. Tetapi kata Samuel::“Apa
yang telah kauperbuat?” Kemudian, ia menjelaskan bahwa dirinya baru saja mempersembahkan korban
bakaran. Ia mengira Samuel akan memberi dukungan. Ternyata, Samuel malah menghardiknya dengan
sangat keras, “Perbuatanmu itu bodoh.” (ayat 13) Sungguh, kondisi dalam pasal 13 sangat berbeda karena
tak tercatat sekalipun bahwa ia dikuasai oleh Roh Tuhan melainkan berulangkali mengatakan “aku”
terutama di ayat 11-12. Akibatnya, dalam ayat 13, Samuel berkata, “…sebab sedianya Tuhan mengokohkan
ke-rajaanmu atas orang Israel selama-lamanya. Tetapi sekarang kerajaanmu tidak akan tetap. Tuhan telah
memilih seorang yang berkenan di hatiNya (yaitu Daud) dan Tuhan telah menunjuk dia menjadi raja atas
umatNya, karena engkau tidak mengikuti apa yang diperintahkan Tuhan kepadamu.”

1 Sam 15menceritakan bahwa Saul mengulangi ketidaktaatannya. Di ayat 3, Tuhan memerintahkan melalui
Samuel, “Pergilah sekarang, kalahkanlah orang Amalek, tumpaslah segala yang ada padanya, dan
janganlah ada belas kasihan kepadanya. Bunuhlah semuanya, laki-laki maupun perempuan, kanak-kanak
maupun anak-anak yang menyusu, lembu maupun domba, unta maupun keledai.” Tapi setelah berperang,
ayat 9 mencatat, “Tetapi Saul dan rakyat itu menyelamatkan Agag dan kambing domba dan lembu-lembu
yang terbaik dan tambun, pula anak domba dan segala yang berharga: tidak mau mereka menumpas
semuanya itu.” Lalu ia menjelaskan pada Samuel, “Semuanya itu dibawa daripada orang Amalek, sebab
416 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

rakyat menyelamatkan kambing domba dan lembu-lembu yang terbaik dengan maksud untuk
mempersembahkan korban kepada Tuhan, Allahmu; tetapi selebihnya telah kami tumpas.” Maka Tuhan
mengatakan melalui Samuel, “Sesungguhnya, mendengarkan lebih baik daripada korban sembelihan,
memperhatikan lebih baik daripada lemak domba-domba jantan. Karena engkau telah menolak firman
Tuhan, maka Ia telah menolak engkau sebagai raja.” (ayat 22-23)

1 Sam 31 mencatat tragisnya kematian Saul. Sebelum mengakhiri hidupnya, ia bertanya pada arwah yang
adalah Setan karena Tuhan tak berbicara atau memberi tanda, baik melalui mimpi, Urim maupun dengan
perantaraan nabi (1 Sam 28:6). Dalam peperangan terakhir, keadaannya tak tertolong lagi dan sangat putus
asa. Kemudian ia mengambil pedang dan menjatuhkan diri ke atasnya (ayat 4). Dari kisah tersebut, orang
Kristen dapat mempelajari empat poin:

Pertama, problem akan terus menerus bermunculan jikalau manusia tak memiliki sense of God’s calling. 1
Sam 8-10 menceritakan tentang bagaimana Allah memanggil Saul. Ketika ia hidup dalam panggilan tersebut,
pasal 9-12 mencatat bahwa Tuhan memberkatinya dengan segala kegemilangan. Tapi, pengertiannya tak
tahan lama hingga mulai menginterpretasi ulang panggilan Allah (1 Sam 11-12) yang sebenarnya sangat
serius karena Ia menghendaki manusia terutama semua orang Kristen terlibat dalam pelayanan dan
pekerjaan bagi Kerajaan-Nya. Maka tiap jemaat pasti memiliki pengalaman specific God’s calling yang
membuatnya berani mengaku percaya kepada Kristus dan melakukan kehendak Allah. Tapi, masih ada
kemungkinan ia kehilangan sense tersebut yang mendorongnya bertindak ceroboh. Kerapkali ia malah
beradu argumen dengan-Nya. Setelah merasakan akibat, barulah ia minta ampun kepada-Nya.

Kedua, perintah Allah merupakan alat atau tolok ukur untuk menguji iman dan ketaatan orang Kristen. 1
Sam 10:8 dengan jelas mencatat perintah Samuel pada Saul yang tak memakai kalimat philosophical
melainkan cukup sederhana sehingga tak membuatnya bingung. Kenyataannya, Saul malah merubah
perintah tersebut. Pasal 13 merupakan puncak ketidaktaatannya. Tindakan bunuh diri juga confirm bahwa
ia tak beriman. Tanggapan dan komitmen orang Kristen terhadap perintah Allah sungguh menunjukkan
ketaatan dan keimanannya.

Ketiga, berbagai hal mendesak bukanlah pengecualian untuk tidak taat. 1 Sam 13:9 menceritakan bahwa
Saul berani mengambil alih peran Samuel. Padahal sebentar kemudian Samuel tiba. Tampaknya, seringkali
Allah bekerja pada saat mendesak tanpa memberitahukannya terlebih dulu. Allah memberi pertolongan
selalu tepat pada waktunya. Sungguh, pengecualian bukanlah alasan untuk merubah kehendak-Nya.

Keempat, konsekuensi dan penghakiman Allah yang tegas telah diberitahukan sebelum terjadi. 1 Sam 13:13-
14 merupakan penghakiman Allah terhadap Saul. Sedangkan dalam pasal 12 dan 14, Ia telah menyatakan
konsekuensi jikalau mereka melanggar titah-Nya. 1 Sam 12:14 merupakan pengumuman Allah pada Saul di
awal pemerintahannya. Tuhan telah mengijinkan orang Kristen menikmati pergaulan dengan-Nya dan
memberitahu bahwa jikalau taat maka akan ada berkat terbaik dan damai sejahtera-Nya. Tapi, jikalau
melanggar atau mengabaikan maka akan ada hukuman yang pasti digenapkan meskipun tampaknya
ditangguhkan. Sejak awal Kitab Kejadian, Ia telah menetapkan dan konsisten memelihara prinsip tersebut.
Firman bukan untuk dipertimbangkan dan Ia tak pernah membiarkan Diri-Nya yang adil, suci dan penuh
kasih dipermainkan. Yoh 3:36 mengatakan, “Barangsiapa percaya kepada Anak, ia beroleh hidup yang kekal,
tetapi barangsiapa tidak taat kepada Anak, ia tidak akan melihat hidup, melainkan murka Allah tetap ada
di atasnya.” Allah dalam Kristus sanggup menjamin keselamatan dan pengampunan dosa manusia.

Amin!
417 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

D
Diin
naam
miik
kaa iim
maan
nKKa
aiin
ndda
annH
Haab
beell
Oleh: Pdt. Thomy J. Matakupan

Nats: Kej. 4:1-11/ Ibr.11:4/ 1 Yoh.3:11-12

Kejadian 4

1 Kemudian manusia itu bersetubuh dengan Hawa, isterinya, dan mengandunglah


perempuan itu, lalu melahirkan Kain; maka kata perempuan itu: "Aku telah mendapat
seorang anak laki–laki dengan pertolongan TUHAN."
2 Selanjutnya dilahirkannyalah Habel, adik Kain; dan Habel menjadi gembala kambing
domba, Kain menjadi petani.
3 Setelah beberapa waktu lamanya, maka Kain mempersembahkan sebagian dari hasil
tanah itu kepada TUHAN sebagai korban persembahan;
4 Habel juga mempersembahkan korban persembahan dari anak sulung kambing
dombanya, yakni lemak–lemaknya; maka TUHAN mengindahkan Habel dan korban
persembahannya itu,
5 tetapi Kain dan korban persembahannya tidak diindahkan–Nya. Lalu hati Kain menjadi
sangat panas, dan mukanya muram.
6 Firman TUHAN kepada Kain: "Mengapa hatimu panas dan mukamu muram?
7 Apakah mukamu tidak akan berseri, jika engkau berbuat baik? Tetapi jika engkau tidak
berbuat baik, dosa sudah mengintip di depan pintu; ia sangat menggoda engkau, tetapi
engkau harus berkuasa atasnya."
8 Kata Kain kepada Habel, adiknya: "Marilah kita pergi ke padang." Ketika mereka ada di
padang, tiba–tiba Kain memukul Habel, adiknya itu, lalu membunuh dia.
9 Firman TUHAN kepada Kain: "Di mana Habel, adikmu itu?" Jawabnya: "Aku tidak tahu!
Apakah aku penjaga adikku?"
10 Firman–Nya: "Apakah yang telah kauperbuat ini? Darah adikmu itu berteriak kepada–Ku
dari tanah.
11 Maka sekarang, terkutuklah engkau, terbuang jauh dari tanah yang mengangakan
mulutnya untuk menerima darah adikmu itu dari tanganmu.

Ibrani 11

4 Karena iman Habel telah mempersembahkan kepada Allah korban yang lebih baik dari
pada korban Kain. Dengan jalan itu ia memperoleh kesaksian kepadanya, bahwa ia benar,
karena Allah berkenan akan persembahannya itu dan karena iman ia masih berbicara,
sesudah ia mati.

1 Yohanes 3

11 Sebab inilah berita yang telah kamu dengar dari mulanya, yaitu bahwa kita harus saling
mengasihi;
12 bukan seperti Kain, yang berasal dari si jahat dan yang membunuh adiknya. Dan apakah
sebabnya ia membunuhnya? Sebab segala perbuatannya jahat dan perbuatan adiknya
benar.
418 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

Sebelum jatuh ke dalam dosa, kehidupan Adam dan Hawa sangat sempurna serta berbahagia karena
disertai pengertian akan kehendak Allah sekaligus pelaksanaannya. Mereka memiliki persekutuan yang
intim dengan-Nya.

Tapi kehidupan tersebut harus diakhiri dengan sangat mengenaskan. Mereka diusir dari taman Eden (Kej
3:23). Alkitab mencatat, “Ia menghalau manusia itu dan di sebelah timur taman Eden ditempatkan-Nyalah
beberapa kerub dengan pedang yang bernyala-nyala dan menyambar-nyambar, untuk menjaga jalan ke
pohon kehidupan.” (Kej 3:24)

Sejak saat itu mulai timbul konflik dan problem hidup karena di luar taman Eden, mereka terbuka terhadap
interpretasi bebas yang dibangun untuk mencari serta menikmati kembali relasi seperti sebelumnya. Dalam
taman terdapat pimpinan Tuhan sehingga mereka mengerti dengan jelas. Namun dalam kehidupan
berdosa, segala kemungkinan dapat terjadi.

Di masa pasca kejatuhan, mereka bukan jadi tertutup dan tak peduli terhadap-Nya melainkan terus mencari
hadirat dan kehendak-Nya, beribadah serta berseru dengan harapan kiranya Allah mau berbelas kasih.
Fakta tersebut menunjukkan bahwa walaupun rusak total, manusia tak mampu menghilangkan peta dan
teladan-Nya dalam diri. Itulah yang menyebabkan adanya kerinduan untuk bersekutu dengan-Nya. Tiap
orang dalam sifat keberagamaan maupun para Atheis pasti memilikinya. Dalam hati sebenarnya terdapat
teriakan yang takkan terjawab atau tiba di perhentian sejati kecuali kembali kepadaNya. Tapi sekarang
suasana sangat berbeda. Mereka harus berusaha mencari cara mendekatiNya tanpa guidance Tuhan.
Pergumulan ini terus diperjuangkan sepanjang abad.

Pada mulanya dialami oleh generasi kedua yaitu Kain dan Habel. Mereka berjuang mencari yang berkenan
kepada-Nya dengan teliti walaupun sangat sulit supaya tak salah langkah. Jikalau Allah tak memberitahu,
mereka takkan mendapat perkenanan-Nya saat memberi persembahan. Sebaliknya semua upaya malah
membangkitkan murka-Nya. Namun di antara kakak adik tersebut terdapat lima perbedaan dalam
perjuangan mendekati Tuhan:

Pertama, kedua pribadi tersebut berbeda. Kain ialah anak pertama yang dilahirkan oleh Hawa. Kemudian
lahirlah Habel. Walaupun orangtua sama, mereka bertumbuh dalam dua karakter unik dan sangat berbeda.
Kain menjadi petani sedangkan Habel jadi gembala. Tak ada kesalahan dalam kelahiran mereka karena
memang berdasarkan ketetapan-Nya.

Di Perjanjian Lama, nama menunjukkan karakter sekaligus corak hidup. Kain berarti “Aku mampu
mencukupkan diri sendiri”. Selain itu juga berarti “kekuatan” dan “Aku berhak mendapat tempat pertama
atau prioritas utama”. Sedangkan Habel berarti “nothingness (ketiadaan atau kehampaan)”. Tafsiran lain
mengartikannya “kerapuhan”. Maka Kain berusaha jadi yang terpenting sedangkan Habel mengikutinya di
belakang. Mereka menjadi dua cerminan hidup berbeda. Perbedaan tersebut akan terus mendasari
perbedaan selanjutnya.

Kedua, perspektif (cara pandang) hidup mereka berbeda. Di Kej 4 tercatat bahwa problem mulai muncul ketika
Kain merasa Allah tak mengindahkan persembahannya sedangkan kepunyaan Habel diterima-Nya. Ternyata
Ia lebih mengasihi dan memperhatikan Habel. Fakta tersebut cukup mengejutkan karena tampaknya tak
adil. Secara manusia, Kain berhak mengajukan banyak alasan untuk menyatakan diri tak bersalah. Jikalau
tuhan mereka beda, perlakuan tersebut masih dapat dimengerti. Tapi kenyataannya, mereka menyembah
hanya Allah Yahwe, seperti yang diajarkan oleh Adam dan Hawa. Memang saat itu Ia belum mem-
perkenalkan namaNya tapi pengajaran orangtua mereka pasti takkan salah. Maka mereka mengambil
419 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

sebagian dari hasil pekerjaan untuk dipersembahkan kepada-Nya. Namun Ia memandangnya dengan cara
yang sangat beda.
Banyak problem dan fenomena dalam dinamika hidup menunjukkan ketidakadilan, penindasan, teror dan
kecelakaan. Maka filsafat yang mengatakan, “Life is unfair” diterima oleh banyak orang. Walaupun sulit tapi
harus dimengerti bahwa Allah berhak menjalankan segala tindakan berdasarkan keinginan-Nya. Tak
seorang pun, termasuk orang Kristen, berhak atas Diri Tuhan atau complain kepada-Nya karena Ia tak
pernah berhutang. Banyak orang tak sanggup menerima pernyataan tersebut.

Pergumulan tersebut juga dialami oleh para penulis Alkitab karena menyaksikan bahwa kenyataan tak
sesuai kehendak-Nya. Contoh, Asaf dalam Mzm 73 mengatakan bahwa mereka yang tak mengikuti jalan-Nya
tampak lancar tanpa hambatan dan sangat bersukacita karena segala keinginan tercapai. Sebaliknya,
mereka yang sungguh ikut Tuhan malah mengalami banyak kesulitan. Semua itu riil. Kemudian Allah
menunjukkan kebenaran sejati yang belum diketahuinya. Maka ia bersaksi, “Tetapi ketika aku bermaksud
untuk mengetahuinya, hal itu menjadi kesulitan di mataku, sampai aku masuk ke dalam tempat kudus
Allah, dan memperhatikan kesudahan mereka. Sesungguhnya di tempat-tempat licin Kautaruh mereka,
Kaujatuhkan mereka sehingga hancur.” (ayat 16-18) Banyak jawaban tak memuaskan karena tak tuntas tapi
harus diingat bahwa Ia pasti tak salah ketika mengijinkan sesuatu terjadi.

Ketiga, motivasi ibadah mereka beda. Habel mempersembahkan korban sembelihan sedangkan Kain hasil
pertanian sebagai tanda syukur kepada-Nya. Tapi Allah menolak kepunyaan Kain bukan karena salah
materi. Ibr 11:4 menyimpulkan, persembahan Habel disertai iman sedangkan Kain tidak. Habel juga
mendengarkan, mempelajari dan menangkap inti ajaran orangtuanya yang pernah memiliki pengalaman
berkesan sekaligus sangat menyakitkan.

Ketika masih di taman Eden, Adam dan Hawa berusaha memperbaiki relasi dengan Tuhan. Caranya,
mengumpulkan daun lalu disemat jadi cawat untuk menunjukkan bahwa mereka terlanjur berdosa besar.
Ketika melihatnya, Allah membuat pakaian dari kulit binatang dan mengenakannya pada mereka sebagai
tanda belas kasihan. Pengalaman tersebut tak terlupakan. Berarti, harus ada binatang disembelih. Inilah
model persembahan yang ditetapkan-Nya sejak semula. Maka pertumpahan darah pertama bukan ketika
Kain membunuh Habel.

Saat memberi persembahan, Kain berpikir, “aku hendak mempersembahkan yang terbaik menurut
anggapanku dari segala milik kepunyaanku kepada Allah.” Yang lain tak dipedulikannya dan Tuhan harus
berkenan. Padahal Ia tak pernah menuntut melainkan menyediakan kesempatan. Tapi motivasi Kain
memang hanya demi selfsatisfaction.

Jemaat mungkin memiliki hidup beragama sangat saleh. Ia juga dapat memberi persembahan atau aktif
pelayanan. Semua itu merupakan persembahan hidup bagi Tuhan. Tapi Ia tak sekedar memandang
pemberian bahkan yang terbaik sekalipun melainkan cara membawa persembahan ke hadapan-Nya.

Tak semua orang boleh datang kepada-Nya. Imam besar pun memiliki aturan khusus untuk masuk ke ruang
Maha Kudus, misalnya hanya sekali dalam satu tahun. Ia juga harus mempersembahkan korban
penghapusan dosanya sendiri sebelum melakukannya bagi Israel. Ketia mereka mengeluh karena
perbudakan, Allah hanya berkenan menjumpai Musa di gunung Horeb. Di Yes 1:13 Ia menghardik mereka,
“Jangan lagi membawa persembahanmu yang tidak sungguh, sebab baunya adalah kejijikan bagi-
Ku.”
420 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

Keempat, model persembahan mereka berbeda. Sebenarnya tak ada alasan bagi Kain untuk tak
mempersembahkan korban bakaran berupa anak binatang sembelihan. Padahal Allah telah memberitahu
melalui orangtuanya. Tapi bukan berarti bidang pertanian merupakan kutuk. Sedangkan persembahan
Habel bukan karena profesinya. Ia berhasil menangkap essensi persembahan. Ia juga beriman bahwa
jikalau Allah tak memberi jalan maka ia tak mungkin dapat datang kepada-Nya. Sebaliknya malah tersesat.

Di Perjanjian Baru mulai dimengerti bahwa persembahan mengacu kepada Kristus. Alkitab telah membuka
semua rahasia. Kej 3:15 mencatat, Allah berfirman pada Adam dan Hawa bahwa keturunan mereka akan
meremukkan kepala ular sedangkan ular meremukkan tumit. Tapi mereka tak mengerti kalau
penggenapannya dalam Diri Kristus.

Tuhan memberi perumpamaan tentang doa orang Farisi dan pemungut cukai. Orang Farisi datang dengan
keangkuhan akan hidup rohaninya (Luk 18:11-12). Sebaliknya, pemungut cukai mengatakan, “Ya Allah,
kasihanilah aku orang berdosa ini.” (ayat 13). Doa semacam inilah yang didengar-Nya.

Terlibat dalam banyak pelayanan dapat menimbulkan kemungkinan terjebak ke dalam pengalaman seperti
Kain. The Spirit of Kain mungkin masih mempengaruhi hidup ibadah orang Kristen hingga tak lagi berpaut
kepada-Nya.

Kelima, dua macam persembahan tersebut menghasilkan reaksi berbeda. Alkitab tak mencatat dengan
jelas cara Allah menolak persembahan Kain. Tapi ada yang mengatakan tandanya terlihat dari asap.
Persembahan Habel mengeluarkan asap lurus naik ke atas.

Padahal Kej 4:6 hanya mencatat perkataan Allah pada Kain, “Mengapa hatimu panas dan mukamu muram?
Apakah mukamu tidak akan berseri, jika engkau berbuat baik?” Itulah tanda ia bersalah karena marah
kepada-Nya walaupun tak berani langsung mengungkapkan. Maka sasaran amarah pindah pada adiknya.
Kej 4:8 mencatat, ia mengajak Habel ke padang. Setibanya di sana, ia membunuh adiknya. Dosa akan terus
beranak turun temurun. Memang Habel mati secara fisik. Tapi Kej 4:10 mencatat, “Darah adikmu itu
berteriak kepadaKu dari tanah.”

Habel sangat mengerti kehendak Allah maka mempersembahkan lemak anak sulung kambing dombanya.
Im 3:16 mencatat, “Segala lemak adalah kepunyaan Tuhan.” Lalu ayat 17 mencatat bahwa tak seorang pun
boleh memakannya. Ketika dibakar jadi wewangian kepada-Nya.

Kemudian Allah bertanya pada Kain, “Di mana Habel, adikmu itu?” (Kej 4:9) Pertanyaan tersebut mirip
dengan yang diajukanNya pada Adam dan Hawa ketika pertama kali jatuh ke dalam dosa, “Di manakah
engkau?” (Kej 3:9) Bukan berarti Ia tak tahu tapi menuntut pertanggungjawaban, “Apakah yang telah kau
perbuat ini?” (Kej 4:10) Lalu Kain bertingkah innocent, “Aku tidak tahu! Apakah aku penjaga adikku?” Ia
telah membohongi Tuhan.
Allah pasti menjaga wibawa, kemuliaan dan keagungan-Nya. Di satu pihak, Ia mengijinkan orang Kristen
menjumpai-Nya tapi harus dengan gentar. Inilah tanda pertumbuhan rohani.

Amin!
421 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

D
Diin
naam
miik
kaa iim
maan
nBBa
arra
akkd
daan
nDDe
ebbo
orra
a
Oleh: Pdt. Thomy J. Matakupan

Nats: Hakim-Hakim. 4:1-21/ Hak. 5:8; 14-17

Hakim-Hakim 4

1 Setelah Ehud mati, orang Israel melakukan pula apa yang jahat di mata TUHAN.
2 Lalu TUHAN menyerahkan mereka ke dalam tangan Yabin, raja Kanaan, yang memerintah
di Hazor. Panglima tentaranya ialah Sisera yang diam di Haroset–Hagoyim.
3 Lalu orang Israel berseru kepada TUHAN, sebab Sisera mempunyai sembilan ratus kereta
besi dan dua puluh tahun lamanya ia menindas orang Israel dengan keras.
4 Pada waktu itu Debora, seorang nabiah, isteri Lapidot, memerintah sebagai hakim atas
orang Israel.
5 Ia biasa duduk di bawah pohon korma Debora antara Rama dan Betel di pegunungan
Efraim, dan orang Israel menghadap dia untuk berhakim kepadanya.
6 Ia menyuruh memanggil Barak bin Abinoam dari Kedesh di daerah Naftali, lalu berkata
kepadanya: "Bukankah TUHAN, Allah Israel, memerintahkan demikian: Majulah,
bergeraklah menuju gunung Tabor dengan membawa sepuluh ribu orang bani Naftali dan
bani Zebulon bersama–sama dengan engkau,
7 dan Aku akan menggerakkan Sisera, panglima tentara Yabin, dengan kereta–keretanya
dan pasukan–pasukannya menuju engkau ke sungai Kison dan Aku akan menyerahkan
dia ke dalam tanganmu."
8 Jawab Barak kepada Debora: "Jika engkau turut maju akupun maju, tetapi jika engkau
tidak turut maju akupun tidak maju."
9 Kata Debora: "Baik, aku turut! Hanya, engkau tidak akan mendapat kehormatan dalam
perjalanan yang engkau lakukan ini, sebab TUHAN akan menyerahkan Sisera ke dalam
tangan seorang perempuan." Lalu Debora bangun berdiri dan pergi bersama–sama
dengan Barak ke Kedesh.
10 Barak mengerahkan suku Zebulon dan suku Naftali ke Kedesh, maka sepuluh ribu orang
maju mengikuti dia; juga Debora maju bersama–sama dengan dia.
11 Adapun Heber, orang Keni itu, telah memisahkan diri dari suku Keni, dari anak–anak
Hobab ipar Musa, dan telah berpindah–pindah memasang kemahnya sampai ke pohon
tarbantin di Zaanaim yang dekat Kedesh.
12 Setelah dikabarkan kepada Sisera, bahwa Barak bin Abinoam telah maju ke gunung
Tabor,
13 dikerahkannyalah segala keretanya, sembilan ratus kereta besi, dan seluruh rakyat yang
bersama–sama dengan dia, dari Haroset–Hagoyim ke sungai Kison.
14 Lalu berkatalah Debora kepada Barak: "Bersiaplah, sebab inilah harinya TUHAN
menyerahkan Sisera ke dalam tanganmu. Bukankah TUHAN telah maju di depan engkau?"
Lalu turunlah Barak dari gunung Tabor dan sepuluh ribu orang mengikuti dia,
422 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

Hakim-Hakim 4

15 dan TUHAN mengacaukan Sisera serta segala keretanya dan seluruh tentaranya oleh
mata pedang di depan Barak, sehingga Sisera turun dari keretanya dan melarikan diri
dengan berjalan kaki.
16 Lalu Barak mengejar kereta–kereta dan tentara itu sampai ke Haroset–Hagoyim, dan
seluruh tentara Sisera tewas oleh mata pedang; tidak ada seorangpun yang tinggal hidup.
17 Tetapi Sisera dengan berjalan kaki melarikan diri ke kemah Yael, isteri Heber, orang Keni
itu, sebab ada perhubungan baik antara Yabin, raja Hazor, dengan keluarga Heber, orang
Keni itu.
18 Yael itupun keluar mendapatkan Sisera, dan berkata kepadanya: "Singgahlah, tuanku,
silakan masuk. Jangan takut." Lalu singgahlah ia ke dalam kemah perempuan itu dan
perempuan itu menutupi dia dengan selimut.
19 Kemudian berkatalah ia kepada perempuan itu: "Berilah kiranya aku minum air sedikit,
aku haus." Lalu perempuan itu membuka kirbat susu, diberinyalah dia minum dan
diselimutinya pula.
20 Lagi katanya kepada perempuan itu: "Berdirilah di depan pintu kemah dan apabila ada
orang datang dan bertanya kepadamu: Ada orang di sini?, maka jawablah: Tidak ada."
21 Tetapi Yael, isteri Heber, mengambil patok kemah, diambilnya pula palu, mendekatinya
diam–diam, lalu dilantaknyalah patok itu masuk ke dalam pelipisnya sampai tembus ke
tanah––sebab ia telah tidur nyenyak karena lelahnya––maka matilah orang itu.

Hakim-Hakim 5

8 Ketika orang memilih allah baru, maka terjadilah perang di pintu gerbang. Sesungguhnya,
perisai ataupun tombak tidak terlihat di antara empat puluh ribu orang di Israel.

14 Dari suku Efraim mereka datang ke lembah, mengikuti engkau, ya suku Benyamin, dengan
laskarmu; dari suku Makhir turunlah para panglima dan dari suku Zebulon orang–orang
pembawa tongkat pengerah.
15 Juga para pemimpin suku Isakhar menyertai Debora, dan seperti Isakhar, demikianlah
Naftali menyertai Barak. Mereka menyusul dia dan menyerbu masuk lembah. Tetapi pihak
pasukan–pasukan suku Ruben ada banyak pertimbangan.
16 Mengapa engkau tinggal duduk di antara kandang–kandang sambil mendengarkan
seruling pemanggil kawanan? Di pihak pasukan–pasukan suku Ruben ada banyak
pertimbangan!
17 Orang Gilead tinggal diam di seberang sungai Yordan; dan suku Dan, mengapa mereka
tinggal dekat kapal–kapal? Suku Asyer duduk di tepi pantai laut, tinggal diam di teluk–
teluknya.

Hak. 4 dan 5menceritakan kisah yang sama tapi dengan dua model penuturan berbeda. Pasal 4 merupakan
catatan sejarah yang Alkitab paparkan terkait dengan peranan Debora sebagai hakim serta Barak dan
tentaranya mengalahkan pasukan Sisera, panglima perang Kanaan. Di pasal 5 Debora kembali meng-
ungkapnya dalam bentuk puisi.
423 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

Saat itu Israel berada pada masa tak ada hakim. Ehud yang baru meninggal ialah hakim terakhir. Pola kitab
Hakim-Hakim yaitu ketika hakim meninggal, bangsa tersebut merasa terbebas atau terlepas dari
‘kungkungan’. Di Hak 21:25 tercatat, “Pada zaman itu, tidak ada raja di antara orang Israel; setiap orang
berbuat apa yang benar menurut pandangannya sendiri.” Dengan kata lain, mereka jadi sangat liar. Terlalu
banyak standard hidup sesuai keinginan sendiri. Jadi, tak ada aturan lagi.

Biasanya segala diatur oleh hakim yang juga adalah pemimpin Israel. Hakim ialah orang yang dipanggil oleh
Tuhan untuk menyatakan dan menegakkan hukum-Nya. Maka seluruh rakyat harus tunduk melaksanakan
perintahnya. Sehari-hari atau ketika ada perdebatan, perselisihan dan perbedaan pandangan, mereka harus
bertemu lalu bertanya padanya. Sepertinya hidup mereka dikurung oleh peraturan sangat ketat.

Karena jadi liar, Tuhan menghajar Israel dengan mengirim bangsa lain untuk menyerang, menjajah,
mengintimidasi, menekan dan menaklukkan mereka. Akibatnya, mereka dengan hati terdalam berseru
minta pertolongan-Nya. Allah mendengar lalu membangkitkan hakim baru yang akan memegang tampuk
kepemimpinan. Maka suasana jadi aman dan teratur. Tanpa hakim, pola lama mulai lagi. Mereka
mengabaikan, meninggalkan dan hidup tanpa Dia. Akibatnya, peristiwa tak mengenakkan terulang kembali.
Demikian seterusnya.

Di Hak. 4:3 tercatat, selama 20 tahun kekosongan kepemimpinan, Israel ditindas oleh Kanaan. Yabin, raja
Kanaan memberi mandat khusus pada Sisera untuk menyerbu mereka. Keadaan sangat mengerikan. Di Hak.
5:8 Debora dalam nyanyiannya mengatakan, “Ketika orang memilih allah baru, maka terjadilah perang di
pintu gerbang.” Firman tak pernah datang pada mereka. Itulah konsekuensinya. Sebelumnya, Firman selalu
datang untuk memberi arahan, memerintah, mengatur dsb lalu mereka mengikuti-Nya.

Setelah kematian Ehud, Debora memerintah sebagai hakim atas Israel. Itulah cara Tuhan tak terpikir
sebelumnya oleh mereka (an unexpected way) karena biasanya hakim adalah pria. Mereka mengharapkan
sosok yang pernah dilatih tempur atau memerintah suatu bangsa.

Di Hak. 4:6 Debora berkata pada Barak, “Bukankah Tuhan, Allah Israel, memerintahkan demikian: Majulah,
bergeraklah menuju gunung Tabor dengan membawa sepuluh ribu orang bani Naftali dan bani Zebulon
bersama-sama dengan engkau, …” Perintah militer tersebut sungguh mengejutkan karena diucapkan oleh
perempuan. Barak mungkin berpikir, ia dan para tentaranya sudah terbiasa perang bahkan mengetahui
strateginya secara detail. Tapi ia tetap harus mengakui posisi Debora.

Menurut pandangan, kebiasaan serta budaya Israel saat itu, perempuan ialah warga negara kelas dua yang
kehadirannya sungguh dipandang sebelah mata dan tiap perkataannya harus berulang kali diuji kebenaran,
validitas serta otoritasnya. Contoh, ketika Maria Magdalena menceritakan kubur kosong dan kebangkitan
Tuhan, para murid-Nya ragu.

Walaupun non-Kristen, ternyata Sisera juga memiliki ‘iman’ tapi worthless (tak bernilai) karena tak percaya
kepada Allah Yahwe melainkan pada 900 kereta besi dan kekuatan militernya. Ia dan kereta besinya
berulang kali disebut di Hak. 4. Ia memiliki perlengkapan teknologi tempur sangat canggih pada jaman itu
yang sungguh menciutkan hati Israel. Kemampuan perang dan kredibilitasnya sebagai pemimpin juga tak
diragukan lagi. Tapi di ayat 7 melalui Debora, Tuhan berkata pada Barak, “Aku akan menggerakkan Sisera,
panglima tentara Yabin, dengan kereta-keretanya dan pasukan-pasukannya menuju engkau ke sungai
Kison dan Aku akan menyerahkan dia ke dalam tanganmu.” Dengan kata lain, mereka akan di-
tunggangbalikkan atau dihancurkan di gunung Tabor untuk menunjukkan kekuasaan-Nya pada Sisera dan
Yabin.
424 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

Barak berarti memberi cahaya (lightening) dan juga mempunyai pengertian sesuai peranannya sebagai
pemimpin Israel. Tapi imannya cenderung ragu atau plin-plan. Di Hak. 4:8 tercatat reaksinya pada Debora,
“Jika engkau turut maju akupun maju, tetapi jika engkau tidak turut maju akupun tidak maju.” Ia
mengajukan tawar-menawar. Dua puluh tahun tanpa hakim, menimbulkan semacam keraguan karena
kebiasaan mendengar Firman telah hilang. Sehingga ketika Firman datang kembali, terdengar asing sekali.
Selain itu, ia berusaha menjadikan Debora sebagai bemper di depan untuk membuktikan kebenaran
perkataannya. Kalau jadi kenyataan, ia akan mengakui dan memberi penghormatan pada Debora. Kalau
salah, ia tak mau disalahkan. Sebaliknya, kesalahan akan dilempar ke Debora karena mungkin banyak
tentara mati di medan perang. Upaya tersebut sangat licin hingga tak jelas terlihat seperti orang tak
beriman. Sedangkan Debora berarti honey bee (tawon madu) yang ketika menyengat, menimbulkan bengkak.
Mungkin tutur katanya terlalu tajam menusuk hati.

Di Hak. 4:9 tercatat jawaban Debora terhadap syarat Barak, “Baik, aku turut! Hanya, engkau tidak akan
mendapat kehormatan dalam perjalanan yang engkau lakukan ini, sebab Tuhan akan menyerahkan Sisera
ke dalam tangan seorang perempuan.” Padahal perempuan seharusnya memandang pria sebagai sosok
lebih tinggi maka harus takluk mutlak padanya. Tapi bukan berarti Debora ingin mengambil alih posisi pria.
Sebaliknya, Barak telah meninggalkan hak istimewanya. Perempuan yang dimaksud ialah Yael. Ia tak
berkaitan dengan perdebatan tersebut.

Cara mati Sisera mengenaskan. Ternyata Yael cukup kejam. Di Hak 4:21 tercatat, “Tetapi Yael, istri Heber,
mengambil patok kemah, diambilnya pula palu, mendekatinya diam-diam, lalu dilantaknyalah patok itu
masuk ke dalam pelipisnya sampai tembus ke tanah sebab ia telah tidur nyenyak karena lelahnya maka
matilah orang itu.”

Hak. 4:6-7 berindikasi, Debora melaksanakan perintah Tuhan. Dengan kata lain, imannya berespon positif. Ia
menyadari kehadirannya sebagai penyambung lidah Allah. Tak banyak catatan mengenai dia, kecuali di
pasal 4-5. Ialah hakim, pemimpin politik sekaligus nabiah. Ketiga jabatan tersebut jarang dipegang oleh satu
orang saja, kecuali Samuel dan Debora.

Mungkin termasuk pengalaman baru sekaligus sangat urgent dan signifikan bagi Debora untuk menyaksikan
penggenapan Firman yang datang padanya, sebagai konfirmasi atas panggilannya. Pergi ke medan perang
merupakan pertaruhan imannya. Padahal ia hanyalah perempuan biasa. Tapi kehadirannya cukup
membangkitkan moral para pasukan. Sedangkan Barak membutuhkan sosok hamba Tuhan karena memberi
damai dan tenang. Maka ia pasti dijaga oleh special force (pasukan khusus). Allah memakainya untuk
menunjukkan, sungguh Dialah Allah yang hidup dan sanggup menghukum Israel.

Di Hak. 4:6 tercatat hanya dua suku Israel pergi berperang. Di Hak. 5:16 Debora mengatakan, “Mengapa
engkau tinggal duduk di antara kandang-kandang sambil mendengarkan seruling pemanggil kawanan? Di
pihak pasukan-pasukan suku Ruben ada banyak pertimbangan!” Padahal mereka diajak berperang. Di ayat
17 ia berkata, “Orang Gilead tinggal diam di seberang sungai Yordan; dan suku Dan, mengapa mereka
tinggal dekat kapal-kapal? Suku Asyer duduk di tepi pantai laut, tinggal diam di teluk-teluknya.” Mereka
hanya menunggu sambil melihat pergerakan politik. Kalau angin baik atau situasi menunjukkan positif,
mereka baru maju perang. Padahal iman ialah sesuatu yang tak terlihat tapi dapat dijadikan pegangan. Tapi
masalahnya, yang memerintah adalah perempuan. Lebih baik menikmati pemandangan daripada
menghiraukan perkataannya. Debora masih lembut hati dengan tak menghukum melainkan harus
membenahi iman mereka. Sedangkan suku Naftali dan Zebulon langsung berespon. Itu menunjukkan
425 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

mereka mau belajar memegang perkataan Debora sebagai pertaruhan iman. Mereka percaya akan janji
Tuhan. Secara logika, seandainya mereka kalah perang, hanya dua suku Israel dikorbankan. Tapi dari sudut
pandang Tuhan, itu termasuk kegagalan sangat besar karena hanya dua suku maju perang.

Ketika Gideon jadi hakim, ia juga mengajak semua suku untuk berperang. Tapi suku Efraim tak bersedia.

Setelah perang, kemenangan berhasil diperoleh. Di Hak 8:1 tercatat, “Lalu berkatalah orang-orang Efraim
kepada Gideon: “Apa macam perbuatanmu ini terhadap kami! Mengapa engkau tidak memanggil kami,
ketika engkau pergi berperang melawan orang Midian?”

Iman dalam kondisi menyimpang atau porak poranda dan bengkok sekalipun, Allah akan memperbaiki,
memulihkan dan menolong umat-Nya memiliki iman yang lurus. Walapun harus melalui keadaan krisis.
Iman manusia memang sangat rapuh (fragile). Tapi kalau ia belajar menyerahkannya ke dalam tangan Tuhan
maka Ia akan pelihara.

Amin!
426 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

D
Diin
naam
miik
kaa iim
maan
nDDa
auud
d (1)

Oleh: Pdt. Thomy J. Matakupan

Nats: 1 Samuel 17: 26-39

26 Lalu berkatalah Daud kepada orang–orang yang berdiri di dekatnya: "Apakah yang akan
dilakukan kepada orang yang mengalahkan orang Filistin itu dan yang menghindarkan
cemooh dari Israel? Siapakah orang Filistin yang tak bersunat ini, sampai ia berani
mencemoohkan barisan dari pada Allah yang hidup?"
27 Rakyat itupun menjawabnya dengan perkataan tadi: "Begitulah akan dilakukan kepada
orang yang mengalahkan dia."
28 Ketika Eliab, kakaknya yang tertua, mendengar perkataan Daud kepada orang–orang itu,
bangkitlah amarah Eliab kepada Daud sambil berkata: "Mengapa engkau datang? Dan
pada siapakah kautinggalkan kambing domba yang dua tiga ekor itu di padang gurun?
Aku kenal sifat pemberanimu dan kejahatan hatimu: engkau datang ke mari dengan
maksud melihat pertempuran."
29 Tetapi jawab Daud: "Apa yang telah kuperbuat? Hanya bertanya saja!"
30 Lalu berpalinglah ia dari padanya kepada orang lain dan menanyakan yang sama. Dan
rakyat memberi jawab kepadanya seperti tadi.
31 Terdengarlah kepada orang perkataan yang diucapkan oleh Daud, lalu diberitahukanlah
kepada Saul. Dan Saul menyuruh memanggil dia.
32 Berkatalah Daud kepada Saul: "Janganlah seseorang menjadi tawar hati karena dia;
hambamu ini akan pergi melawan orang Filistin itu."
33 Tetapi Saul berkata kepada Daud: "Tidak mungkin engkau dapat menghadapi orang
Filistin itu untuk melawan dia, sebab engkau masih muda, sedang dia sejak dari masa
mudanya telah menjadi prajurit."
34 Tetapi Daud berkata kepada Saul: "Hambamu ini biasa menggembalakan kambing domba
ayahnya. Apabila datang singa atau beruang, yang menerkam seekor domba dari
kawanannya,
35 maka aku mengejarnya, menghajarnya dan melepaskan domba itu dari mulutnya.
Kemudian apabila ia berdiri menyerang aku, maka aku menangkap janggutnya lalu
menghajarnya dan membunuhnya.
36 Baik singa maupun beruang telah dihajar oleh hambamu ini. Dan orang Filistin yang tidak
bersunat itu, ia akan sama seperti salah satu dari pada binatang itu, karena ia telah
mencemooh barisan dari pada Allah yang hidup."
37 Pula kata Daud: "TUHAN yang telah melepaskan aku dari cakar singa dan dari cakar
beruang, Dia juga akan melepaskan aku dari tangan orang Filistin itu." Kata Saul kepada
Daud: "Pergilah! TUHAN menyertai engkau."
427 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

38 Lalu Saul mengenakan baju perangnya kepada Daud, ditaruhnya ketopong tembaga di
kepalanya dan dikenakannya baju zirah kepadanya.
39 Lalu Daud mengikatkan pedangnya di luar baju perangnya, kemudian ia berikhtiar
berjalan, sebab belum pernah dicobanya. Maka berkatalah Daud kepada Saul: "Aku tidak
dapat berjalan dengan memakai ini, sebab belum pernah aku mencobanya." Kemudian ia
menanggalkannya.

Cerita tentang Daud dan Goliat sebenarnya dapat menggambarkan banyak hal di dalam pengalaman iman
Daud, karena jika diperhatikan konflik yang terjadi tidak saja berkenaan antara Daud dengan Goliat saja,
melainkan juga dengan bangsa Israel, Eliab dan Saul. Bagaimanakah memahami realita pengalaman dan
pergumulan iman yang riil di dalam kehidupan sehari-hari akan membawa seseorang untuk melihat pada
akhirnya bahwa semua itu merupakan penggenapan rencana Allah di dalam kehidupannya. Namun
sebelum sampai ke sana, nampaknya semua itu terjadi di dalam pengalaman keseharian dan mungkin
sekali ada banyak hal yang bersifat “biasa” dan “kebetulan” yang sebenarnya merupakan bagian
penggenapan rencana Tuhan tersebut. Bagaimana cara mencermati setiap bagian yang “biasa” dan
“kebetulan” itu merupakan bagian pergumulan mengerti rencana dan kehendak Allah di dalam hidup. Kita
akan melihat bagaimana setiap konflik yang terjadi itu satu demi satu dan pada akhirnya kita akan mencoba
memikirkan beberapa hal yang dapat ditarik menjadi pelajaran.

Daud dan Bangsa Israel.

Nampaknya perseteruan dengan bangsa Filistin ini bukan yang pertama di alami oleh Israel. Di dalam
beberapa bagian sebelumnya Alkitab mencatat setiap perseteruan tersebut (1Sam 4, 7, 8). Di dalam banyak
kesempatan kita melihat bagaimana Tuhan berperang bagi Israel sehingga bangsa ini mendapatkan
kemenangan. Memang terdapat pula catatan bangsa ini ditaklukkan oleh Filistin. Pengalaman ini
seharusnya memberikan catatan penting bagi perjalanan hidup bangsa Israel, bahwa Tuhan adalah Tuhan
yang terus menerus menjaga dan memelihara mereka sehingga tidak perlu merasa ciut hati karena jumlah
musuh yang lebih besar. Misalnya saja pengalaman bagaimana Jonathan dan seorang prajurit yang lain,
hanya mereka berdua menyerang perkampungan militer bangsa Filistin dan menghasilkan kemenangan.
Tidakkah hal ini merupakan bukti bahwa Tuhan berperang bagi mereka? Namun kejadian yang sedang
terjadi saat ini, bangsa Israel justru sedang ketakutan dan ciut hati melihat jumlah tentara Filistin yang
besar dan ditambah munculnya seorang pahlawan mereka yang besar, Goliat. Selama 40 hari orang ini
mencemooh dan menantang Israel untuk berperang. Ia memberikan tekanan mental yang hebat.

Daud pada saat itu sedang dalam misi mengantarkan makanan kepada saudara-saudaranya yang berada di
garis depan bersama dengan seluruh tentara Saul. Setelah menitipkan kambing dombanya, ia berjalan ke
perkemahan. Isai, ayahnya memberi perintah mengantarkan makanan, menanyakan keadaan saudaranya
dan segera kembali. Ketika sampai di perkemahan, ternyata seluruh pasukan sudah berangkat ke medan
pertempuran sehingga Daud juga berangkat ke garis depan. Sampai di sana “kebetulan” ia mendengar
perkataan Goliat dan merasa orang ini tidak sepatutnya mengatakan kalimat seperti itu, “Siapakah orang
Filistin yang tak bersunat ini, sampai ia berani mencemoohkan barisan daripada Allah hidup?” Kalimat
seruan Daud ini nampaknya bersifat spontan, keluar begitu saja sebagai akibat tidak rela ada orang yang
menghina Israel. Itu sebab ketika ia kemudian harus berhadapan dengan Goliat, peristiwa itu merupakan
tamparan yang keras terhadap Israel dan raja Saul oleh karena mereka sudah lack of faith. Mungkin sekali
Daud tidak menyadari signifikansinya, namun itulah pengalaman yang dia lewati.
428 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

Daud dan Eliab.

Pada saat bertemu dengan Eliab, kakak tertua, Alkitab mengatakan bagaimana Eliab menjadi berang karena
kehadiran adik bungsunya ini di medan pertempuran. Bahkan ia dengan keras menghardik Daud se-
demikian rupa dan membangun prasangka yang negatif terhadapnya. Apa yang menjadikan Eliab bertindak
seperti ini? Mungkin sekali karena pengalaman melihat bagaimana adiknya ternyata yang dipilih oleh
Samuel (Allah) dan diurapi menjadi Raja. Mengapa bukan dia? Padahal ia mempunyai semua persyaratan
yang cukup untuk menjadi raja, tinggi, tegap, besar. Sementara Daud digambarkan pipinya kemerahan dan
masih sangat muda. Alkitab mengatakan bahwa Tuhan melihat hati daripada penampilan di luar. Eliab
nampaknya tidak memiliki hati yang baik dan ini ternyata dari tindakannya ini. Daud harus berhadapan
dengan kondisi semacam ini di dalam konteks “kebetulan.” Kebetulan menjalankan perintah ayahnya
membawa rantang makanan kepada saudara-saudaranya, kebetulan sampai diperkemahan, semua tentara
sudah keluar dan mengharuskan dia pergi ke medan pertempuran.

Daud dan Saul.

Saul selama 40 hari mendengarkan cemooh Goliat dan ia tidak berbuat apa-apa, demikian juga seluruh
pasukan Israel. Ketika Daud mengatakan keberatannya terhadap perkataan Goliat, nampaknya hal ini
menjadi suatu titik terang bagi Saul dan Israel. Ada orang yang berani mengeluarkan kalimat balasan
tantangan itu. Nampaknya seruan Daud ini tidak hanya sekali, dan perkataan ini didengar oleh pasukan
Israel dan pada akibatnya sampai ke telinga Raja.

Tekanan yang hebat secara mental ini nampaknya membuat raja memberikan semacam sayembara, bagi
yang dapat mengalahkan Goliat akan mendapatkan kekayaan, istri dan bebas pajak. Mungkin sekali setiap
bagian sayembara ini keluar satu persatu.

Raja kemudian memanggil Daud dan menjumpai ternyata orang yang berani menantang Goliat ini tidak
seperti yang dibayangkan di dalam pikirannya. Ia hanyalah seorang pemuda yang tidak masuk hitungan
sama sekali, seorang gembala domba, tidak memiliki pengalaman bertempur. Apalagi jawaban Daud
tentang bagaimana ia akan mengalahkan Goliat hanya berdasarkan pengalaman dia sebagai seorang
gembala ketika harus berhadapan dengan binatang buas untuk melindungi setiap domba-dombanya.
Bahwa domba akan dikeluarkan dari mulut singa dan apabila ia menyerang aku, aku akan menangkap
janggutnya. Bahwa Tuhan yang telah menolong dia menghadapi setiap binatang buas akan menolong ia
pula menghadapi Goliat. Perkataan ini terdengar terlalu kekanak-kanakan dan tidak ada di dalam kamus
kemiliteran. Setelah mendengar jawaban Daud dan karena tidak ada alternatif orang lain, maka kata Saul,
“Pergilah, TUHAN menyertai engkau.” Dengan kata lain, sebenarnya Saul sangat meragukan kemampuan
Daud, apalagi hanya didasarkan pada pengalaman sudah pernah mengalahkan binatang buas. “Pergilah,
semoga kamu menang dengan cara seperti yang kamu katakan.”

Daud dan Goliat.

Pemuda Daud berdiri di hadapan Goliat dengan perlengkapan sehari-hari seperti yang ia kenakan. Ia
menolak untuk terus menggunakan perlengkapan yang ditawarkan Saul kepadanya. Selain terlalu besar
ukurannya, perlengkapan itu sendiri akan menjadi penghambat baginya kelak. Sementara itu Goliat berdiri
dengan semua perlengkapan militer. Semua tubuh dibalut dengan besi, hanya bagian muka saja yang
terbuka. Melihat Daud, bangkitlah amarah Goliat. Ia menghina Daud dan menjanjikan tubuh Daud akan
diserahkan kepada binatang liar. Sekali lagi, Daud mengatakan pengalaman bersama Tuhan akan menjadi
dasar peperangannya dengan Goliat. Alkitab kemudian mencatat bagaimana Daud memperoleh
429 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

kemenangan atas Goliat. Bahwa dengan batu, ia mengalahkan Goliat, bahwa ia kemudian memancung
kepala lawannya itu. Kemenangan ini membangkitkan kembali moral pasukan yang sudah jatuh.

Hal apa yang dapat kita pelajari bersama dari pengalaman iman Daud muda ini?
1. Problema Being and Doing. “Engkau mendatangi aku dengan pedang dan tombak dan lembing,
tetapi aku mendatangi engkau dengan nama TUHAN semesta alam, Allah segala barisan Israel yang engkau
tantang itu.” (ay. 45). Perkataan ini lahir sebagai pernyataan iman Daud. Secara being, ia adalah seorang
yang percaya kepada Allah Yahweh yang sudah menolong dia sampai sejauh ini, dan secara doing hal ini
terekspresi secara spontan dari perkataan mulutnya. Perkataan di luar mencerminkan keadaan yang ada di
dalam. Pengalaman riil bersama Tuhan tiap kalinya telah membentuk sebuah pola iman yang terekspresi
spontan keluar.

2. Daud nampaknya mengembangkan imannya justru dari pengalaman kesehariannya bersama


dengan domba-domba di padang. Pengalaman yang melahirkan sebuah konsep teologis tertentu akan
peme-liharaan Tuhan. Memang iman di bangun atas dasar kebenaran Allah di dalam Firman, tetapi kalau
tidak ada pengalaman yang hidup di dalam kebenaran Firman itu sendiri, iman tersebut tidak akan nyata.
Keduanya saling berkaitan satu sama lain.

3. Problema Metode dan Sarana. Ketika Daud menolak memakai perlengkapan perang yang
ditawarkan Saul, ia tampil apa adanya sebagaimana kesehariannya. Justru di dalam cara seperti ini ia
mendapatkan bagaimana pertolongan Tuhan di dalamnya. Jaminan pertumbuhan iman tidak harus selalu
menggunakan metode dan sarana orang lain di dalam pertumbuhan iman mereka. Setiap orang di dalam
keseharian, kebiasaan mereka dapat saja mempunyai pengalaman melihat pertolongan Tuhan dan
bertumbuh di dalam iman masing-masing. Jika Martin Luther menghabiskan waktu tiga jam sehari berdoa
sebelum memulai semua kegiatannya; Jika D.L. Moody tidak akan pergi tidur sebelum mengabarkan Injil
kepada satu orang dalam satu hari, maka itu adalah pengalaman mereka di dalam kesehariannya bersama
dengan Tuhan. Belum tentu metode ini akan berhasil di dalam diri setiap orang di dalam
pertanggungjawaban secara pribadi kepada Tuhan.

Jika kita coba kembali kepada kisah awal peristiwa ini, semua pengalaman Daud dapat dikatakan terjadi
secara “biasa” dan “kebetulan.” – Memang diakui tidak ada yang kebetulan di dalam iman Kristen; bahwa
Tuhan memang sedang merancangkan sesuatu. Tapi pengakuan ini kerap dimengerti di belakang. Hal
“biasa” dan “kebetulan” ini terlihat, kebetulan di suruh mengantar makanan oleh Isai, ayahnya. Kebetulan
terlambat dan menjumpai tenda tentara kosong, kebetulan mendengar kata-kata Goliat, Kebablasan
mengeluarkan kalimat balasan, kebetulan bertemu dengan Eliab dan Saul dsb. Semua pengalaman “biasa”
dan “kebetulan” ini membawa Daud kepada pengalaman iman sejati. Bahwa peristiwa hari itu mempunyai
arti yang sangat signifikan baik di dalam diri Daud secara pribadi maupun kepada bangsa Israel secara
umum. Alkitab mengatakan bahwa Daud adalah orang yang berkenan kepada Allah. (13:14 bd: 16:17).
Bagaimana dengan hidup Kristen kita? Apakah kita dapat melihat tangan Allah di dalam hal yang biasa dan
kebetulan di dalam hidup kita? Ataukah justru kita mengabaikannya karena biasa dan hal kebetulan tidak
ada di dalam kamus iman kita! Di dalam kesederhanaan dan kebiasaan yang ada Tuhan dapat melakukan
“sesuatu” yang sangat berarti dan signifikan. Mari kita memikirkan dan menggumulinya secara serius.

Amin!
430 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

D
Diin
naam
miik
kaa iim
maan
nDDa
auud
d (2)
Pengenalan karena pengampunan
Oleh: Pdt. Thomy J. Matakupan

Nats: Mazmur 32

1 Dari Daud. Nyanyian pengajaran. Berbahagialah orang yang diampuni pelanggarannya,


yang dosanya ditutupi!
2 Berbahagialah manusia, yang kesalahannya tidak diperhitungkan TUHAN, dan yang tidak
berjiwa penipu!
3 Selama aku berdiam diri, tulang–tulangku menjadi lesu karena aku mengeluh sepanjang
hari;
4 sebab siang malam tangan–Mu menekan aku dengan berat, sumsumku menjadi kering,
seperti oleh teriknya musim panas. Sela
5 Dosaku kuberitahukan kepada–Mu dan kesalahanku tidaklah kusembunyikan; aku
berkata: "Aku akan mengaku kepada TUHAN pelanggaran–pelanggaranku," dan Engkau
mengampuni kesalahan karena dosaku. Sela
6 Sebab itu hendaklah setiap orang saleh berdoa kepada–Mu, selagi Engkau dapat ditemui;
sesungguhnya pada waktu banjir besar terjadi, itu tidak melandanya.
7 Engkaulah persembunyian bagiku, terhadap kesesakan Engkau menjaga aku, Engkau
mengelilingi aku, sehingga aku luput dan bersorak. Sela
8 Aku hendak mengajar dan menunjukkan kepadamu jalan yang harus kautempuh; Aku
hendak memberi nasihat, mata–Ku tertuju kepadamu.
9 Janganlah seperti kuda atau bagal yang tidak berakal, yang kegarangannya harus
dikendalikan dengan tali les dan kekang, kalau tidak, ia tidak akan mendekati engkau.
10 Banyak kesakitan diderita orang fasik, tetapi orang percaya kepada TUHAN dikelilingi–Nya
dengan kasih setia.
11 Bersukacitalah dalam TUHAN dan bersorak–soraklah, hai orang–orang benar; bersorak–
sorailah, hai orang–orang jujur!

Dosaku kuberitahukan kepada-Mu dan kesalahanku tidaklah kusembunyikan, aku berkata, “Aku akan
mengaku kepada Tuhan pelanggaran-pelanggaranku, dan Engkau mengampuni kesalahan karena
dosaku.”

Mazmur ini merupakan nyanyian pengajaran yang berisi semacam petunjuk kepada orang percaya agar
mereka tidak terjatuh kepada kebodohan yang sama; bagaimana keadaan hidup jika menyimpan dosa di
dalam diri dan bagaimana keadaan hidup jika datang kepada Tuhan dan mendapatkan pengampunan-Nya.

Daud seakan ingin memberitahukan kepada kita pengenalan dia akan Tuhan justru melalui peristiwa
pelanggaran yang dia lakukan. Berkali-kali ia mencoba menutupi pelanggarannya dengan berbagai upaya
sampai nabi Natan datang kepadanya dan menghardiknya dengan keras, baru ia menyadari bahwa ia telah
melakukan kesalahan yang besar terhadap Tuhan.
431 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

Mazmur ini ditulis Daud setelah ia mendapatkan pengalaman pengampunan dari Tuhan sehingga ia dapat
membedakan bagaimana keadaan hidup sebelum dan sesudah ia mengaku dosanya.

Sebelum ia mengaku, ia merasa tangan Tuhan menekan siang dan malam pada sikap keras kepala dan sikap
tidak mau tunduk. Tidak mengherankan jika ia terus menerus mengeluh sepanjang harinya. Setelah ia
mengaku akan dosa-dosanya, ia menemukan ada sukacita penerimaan pengampunan dari Tuhan yang tidak
terkatakan. Semua pengalaman ini membawanya melihat dan mengenal Allah di dalam kemurahan hati
Allah ( berbahagialah orang yang diampuni pelanggarannya, yang dosanya ditutupi, Maz. 32:1) , kebaikan Allah ( …
yang kesalahannya tidak diperhitungkan Tuhan, ay.2 ) , Allah yang tidak berkompromi (siang malam tangan-Mu
menekan aku dengan berat, ay.4a), kesabaran Allah (selagi Engkau dapat ditemui, ay. 6), dan sebagainya.

Bagian Alkitab ini memberitahukan kepada kita tentang pengalaman pengenalan kepada Tuhan melalui
pengalaman kejatuhan ke dalam dosa. Ini adalah ide yang sulit diterima namun tidak berarti salah. Jika
demikian, apakah berarti membuka peluang orang berbuat dan menyimpan dosa? Karena dalam keadaan
seperti ini ia dapat mengenal Tuhan juga? Di sini kita perlu berhenti sejenak dan mencoba memikirkan
secara prinsip Alkitab. Mari kita melihat beberapa contoh lain yang akan memberikan penjelasan yang lebih
tuntas.

Jika kita membagi umat tebusan menjadi dua bagian, ide ini akan menjadi lebih jelas.
1. Mereka yang mempunyai pengalaman diampuni dosanya setelah melakukan pelanggaran yang
sangat besar.
2. Mereka yang diampuni dosanya meski tidak melakukan pelanggaran.

Untuk contoh pertama, misalnya Petrus. Alkitab mengatakan ia melakukan dosa yang besar sekali. Ia
menyangkal Kristus sebanyak tiga kali dan bahkan bersumpah tidak mengenalnya. Betapa kemudian ia
mengalami kehidupan yang sulit sekali seakan tidak dapat memaafkan diri sendiri. Ia mau menebus
kesalahan itu seakan sudah tidak ada kesempatan lagi. Tuhan yang ia khianati sudah mati, sudah dikubur
dan tertutuplah semua kemungkinan untuk datang pada-Nya dan mengharap belas kasih serta
pengampunan dari-Nya. Tidak ada harapan dan yang ada - pikirnya - tinggallah lembaran hitam di dalam
hidupnya. Ia telah mengkhianati Yesus yang dikasihi-Nya. Ia telah menyangkalnya dengan begitu saja.
Seandainya waktu dapat terulang, maka ia berharap ia tidak akan melakukan kebodohan yang sama.
Namun semua sudah terlambat.

Semua sudah selesai. Keramaian orang yang mengolok-olok berjalan membawa Yesus menuju salib telah
bubar. Suasana sudah mulai berangsur kembali kepada kehidupan normal. Kemarahan para ahli Taurat
seakan mulai berangsur turun oleh karena orang yang menjadi target operasi telah dihukum mati. Mungkin
sekali Petrus hanya tinggal pasrah dan menunggu hukuman Allah. Ia hanya bisa menunggu dan berharap
ada kesempatan kedua. Ia hanya dapat berharap.

Alkitab kemudian memberitahu kepada kita bagaimana Yesus setelah kebangkitan datang kepada Petrus,
berbicara secara khusus padanya. Dari setiap pertanyaan yang diajukan Yesus padanya seakan
membongkar semua isi dari hatinya, membongkar semua manipulasi cintanya pada Yesus. Petrus pada
akhirnya mengatakan, “Tuhan, Engkau tahu segala sesuatu, Engkau tahu bahwa aku mengasihi Engkau.”
Petrus mau memberitahu Yesus bahwa ia hanya dapat mengasihi Tuhan dengan taraf kasih yang sangat
terbatas. “Kalau Tuhan mau menghukum aku karena aku tidak dapat mengasihi Tuhan seperti yang Tuhan
432 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

mau …kalau Tuhan mau menghukum aku karena kesalahan yang aku lakukan … silahkan Tuhan!” Petrus
sangat ketakutan sekali karena ia tahu, ia sedang berhadapan dengan siapa.

Jawaban Tuhan sungguh di luar dugaannya. Tuhan bukan saja mengampuni dia, bahkan Ia mengatakan,
“Ikutlah Aku.” Apakah ia tidak salah mendengar? Apakah ia tidak salah mengira? Sama sekali tidak! Petrus
mendapatkan pengalaman pengampunan yang sangat dramatis sekali. Ya ia di ampuni … dosa-dosanya
tidak diingat Tuhan lagi. Tidak mengherankan jika ia kemudian menjadi murid yang sangat giat sekali bagi
Tuhan.

Bagaimana dengan contoh kedua? Mungkin Yohanes adalah orang yang cocok. Ia tidak seradikal Petrus. Ia
tidak menyangkal Tuhan. Ia bahkan orang yang sampai pada waktu akhir Yesus di atas kayu salib. Ia disebut
sebagai orang yang sangat dekat dengan Yesus dan mendapatkan julukan, orang yang pernah merebahkan
kepalanya pada Yesus. Meski demikian ia juga termasuk orang yang mendapatkan pengampunan Allah
karena dosa-dosanya. Kedua contoh ini sangat kontras, namun memberikan pengertian yang sangat
mendalam tentang pengenalan akan Allah melalui pengampunan dosa.

Hal yang perlu diingat adalah bukan masalah membuat dosa yang besar seperti Petrus atau tidak seperti
Yohanes yang kemudian membawa kepada pengalaman mendapatkan pengampunan yang radikal atau
tidak. Yang penting adalah mengetahui bahwa kita semua adalah orang yang berdosa. Kita dilahirkan di
dalam dosa dan mempunyai kecenderungan terus menerus berbuat dosa. Inilah natur kehidupan kita di
luar Kristus.

Allah mengajarkan kepada kita natur dari dosa kita dan juga sikap yang mungkin kita ambil ketika
berhadapan dengan fakta tersebut. Mazmur 32 ini memberitahukan kepada kita juga paling tidak ada dua
sikap yang diambil seseorang pada waktu ia berbuat dosa dan ini diwakili oleh pengalaman Daud.

A. Orang berdosa merasa dapat lari dari hadapan hadirat Allah; bahwa mereka
dapat menghindar dari penghukuman Allah.

Daud telah jatuh ke dalam dosa perzinahan dan pembunuhan. Ia mungkin menggunakan cara yang
menganggap kejadian itu tidak pernah ada. Ia masuk ke dalam kesehariannya sebagai raja dan menjalankan
pemerintahan sebagaimana layaknya seorang raja. Ia bahkan mungkin sekali masuk ke dalam rumah Tuhan
dan menjalankan peribadatan. Meski demikian ia tidak menemukan tempat persembunyian yang dapat
meneduhkan hatinya. Daud sebenarnya tahu dosa apa yang telah ia lakukan, namun ia mencoba untuk
berdiam diri. Justru tindakan ini membawanya melihat dan mengenal Allah. Bahwa Allah tidak pernah
dapat terkecoh oleh Daud. Ia mengatakan bahwa selama berdiam diri, ia menjadi lesu.

Bahwa siang-malam tangan Tuhan menekan dengan keras. Sumsumnya menjadi kering seperti oleh terik
matahari. Gambaran metafora akan panasnya murka Tuhan padanya seperti hardikan nabi Natan,
“Kamulah orangnya.” Tuhan membawa Daud sampai ke sudut sehingga ia tidak dapat berkilah lagi kecuali
datang dan menyerah. Sungguh sebuah pelarian yang sangat melelahkan dan menghancurkan diri sendiri.

Ada banyak model jurus “pelarian” lain yang mungkin dilakukan oleh seseorang, misalnya saja
menggunakan cara :

1. Ini bukan salahku


Dalih yang digunakan adalah pribadi yang di miliki memang demikian dan tidak akan mungkin dapat
berubah. Inti dibalik ini sebenarnya sedang menyalahkan Tuhan. “Mengapa Tuhan memberikan kepribadian
semacam ini kepadaku.”
433 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

2. Ini kesalahan orang lain

Misalnya dengan menyalahkan latar belakang keluarga. “Ayah saya seorang yang sangat temperamentan,
Ibu saya seorang yang tidak peduli terhadap keluarga … Saya dibesarkan di lingkungan semacam ini
sehingga membentuk pola hidup sedemikian. Tolong jangan salahkan saya.”

3. Setan memaksa aku melakukannya

Perhatikan, Alkitab memberitahu bahwa setan tidak pernah dan tidak dapat memaksa seseorang
melakukan dosa. Karena itu ia hanya dapat menghasut, menipu (band. Yoh 8:33). Setiap orang tetap harus
bertanggung jawab secara pribadi kepada Allah untuk dosa yang dilakukannya.

4. Tuhan…Engkau yang salah!

Ini adalah langkah terakhir mencoba menghindar dari semua tanggung jawab kepada Tuhan dengan cara
melemparkan kesalahan dan tanggung jawab pada Allah.

Semua cara pelarian ini tidak akan membawa seseorang masuk ke dalam kehidupan penuh sejahtera
sebelum datang dan mengakui semua dosa kepada Tuhan.

B. Orang yang mengaku dosanya menerima anugerah Allah.

Sebuah kejujuran, keterbukaan, kesediaan muncul dari dalam diri orang semacam ini. Ia mengenal Allah
bahwa Allah adalah Allah yang penuh dengan keadilan yang tidak pernah akan mau terus membiarkan
umat tebusan berada di dalam dosa. Bahwa Allah penuh kasih yang ingin mencurahkan kasih yang tidak
terkira walaupun kita telah melanggar hukum-Nya; bahwa Allah adalah Allah yang penuh dengan kesabaran
mau menuntun dan membawa orang berdosa kepada pertobatan. Daud datang kepada pengakuan yang
jujur … “dosaku kuberitahukan … kesalahanku tidak kusembunyikan … aku akan mengaku kepada Tuhan
segala pelanggaranku.

Allah dengan cinta-Nya yang besar mengerjakan semua ini dan memungkinkan orang percaya, umat
tebusan mengalami pengalaman mendapatkan pengampunan dari-Nya.

Pada waktu Kristus di salib, di sana Ia menanggung semua beban dosa kita. Ia menanggung murka
kepanasan Allah supaya Ia dapat memberikan pengampunan penuh kepada orang berdosa seperti kita.

Salib Kristus di satu sisi adalah tempat di mana setiap orang berdosa dibongkar segala keangkuhannya,
tempat di mana semua hati yang keras dilembutkan, tempat di mana semua sikap pemberontakkan
ditaklukkan. Sementara di lain sisi menjadi tempat di mana tangan Allah yang penuh kasih terbuka dan
terus memberikan undangan untuk datang, tempat di mana tersedia kehangatan cinta Tuhan yang kerap
tidak terpahami, tempat di mana ada belaian kasih dan penerimaan penuh.

Alkitab mengatakan, “Akan tetapi Allah menunjukkan kasih-Nya kepada kita oleh karena Kristus telah mati
untuk kita ketika kita masih berdosa.” (Roma 5:8). Maukah kita datang kepada-Nya dan menerima
pengampunan-Nya?

Amin!
434 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

D
Diin
naam
miik
kaann iim
maannD Da
auudd ––
P
Peenng
geen
naalla
annkkaarre
enna
ap pe
en ngga
akku
uaan
n (3)

Oleh: Pdt. Thomy J. Matakupan

Nats: Mazmur 32

1 Dari Daud. Nyanyian pengajaran. Berbahagialah orang yang diampuni pelanggarannya,


yang dosanya ditutupi!
2 Berbahagialah manusia, yang kesalahannya tidak diperhitungkan TUHAN, dan yang tidak
berjiwa penipu!
3 Selama aku berdiam diri, tulang–tulangku menjadi lesu karena aku mengeluh sepanjang
hari;
4 sebab siang malam tangan–Mu menekan aku dengan berat, sumsumku menjadi kering,
seperti oleh teriknya musim panas. Sela
5 Dosaku kuberitahukan kepada–Mu dan kesalahanku tidaklah kusembunyikan; aku
berkata: "Aku akan mengaku kepada TUHAN pelanggaran–pelanggaranku," dan Engkau
mengampuni kesalahan karena dosaku. Sela
6 Sebab itu hendaklah setiap orang saleh berdoa kepada–Mu, selagi Engkau dapat ditemui;
sesungguhnya pada waktu banjir besar terjadi, itu tidak melandanya.
7 Engkaulah persembunyian bagiku, terhadap kesesakan Engkau menjaga aku, Engkau
mengelilingi aku, sehingga aku luput dan bersorak. Sela
8 Aku hendak mengajar dan menunjukkan kepadamu jalan yang harus kautempuh; Aku
hendak memberi nasihat, mata–Ku tertuju kepadamu.
9 Janganlah seperti kuda atau bagal yang tidak berakal, yang kegarangannya harus
dikendalikan dengan tali les dan kekang, kalau tidak, ia tidak akan mendekati engkau.
10 Banyak kesakitan diderita orang fasik, tetapi orang percaya kepada TUHAN dikelilingi–Nya
dengan kasih setia.
11 Bersukacitalah dalam TUHAN dan bersorak–soraklah, hai orang–orang benar; bersorak–
sorailah, hai orang–orang jujur!

Dosaku kuberitahukan kepada-Mu dan kesalahanku tidaklah kusembunyikan, aku berkata, “Aku akan
mengaku kepada Tuhan pelanggaran-pelanggaranku, dan Engkau mengampuni kesalahan karena
dosaku.”

Mazmur ini merupakan nyanyian pengajaran yang berisi semacam petunjuk kepada orang percaya agar
mereka tidak terjatuh kepada kebodohan yang sama; bagaimana keadaan hidup jika menyimpan dosa di
dalam diri dan bagaimana keadaan hidup jika datang kepada Tuhan dan mendapatkan pengampunan-Nya.
Daud seakan ingin memberitahukan kepada kita pengenalan dia akan Tuhan justru melalui peristiwa
pelanggaran yang dia lakukan. Berkali-kali ia mencoba menutupi pelanggarannya dengan berbagai upaya
sampai nabi Natan datang kepadanya dan menghardiknya dengan keras, baru ia menyadari bahwa ia telah
melakukan kesalahan yang besar terhadap Tuhan.
435 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

Mazmur ini ditulis Daud setelah ia mendapatkan pengalaman pengampunan dari Tuhan sehingga ia dapat
membedakan bagaimana keadaan hidup sebelum dan sesudah ia mengaku dosanya.

Sebelum ia mengaku, ia merasa tangan Tuhan menekan siang dan malam pada sikap keras kepala dan sikap
tidak mau tunduk. Tidak mengherankan jika ia terus menerus mengeluh sepanjang harinya. Setelah ia
mengaku akan dosa-dosanya, ia menemukan ada sukacita penerimaan pengampunan dari Tuhan yang tidak
terkatakan. Semua pengalaman ini membawanya melihat dan mengenal Allah di dalam kemurahan hati
Allah ( berbahagialah orang yang diampuni pelanggarannya, yang dosanya ditutupi, Maz. 32:1), kebaikan Allah ( …
yang kesalahannya tidak diperhitungkan Tuhan, ay.2 ) , Allah yang tidak berkompromi (siang malam tangan-Mu
menekan aku dengan berat, ay.4a), kesabaran Allah (selagi Engkau dapat ditemui, ay. 6), dan sebagainya.

Bagian Alkitab ini memberitahukan kepada kita tentang pengalaman pengenalan kepada Tuhan melalui
pengalaman kejatuhan ke dalam dosa. Ini adalah ide yang sulit diterima namun tidak berarti salah. Jika
demikian, apakah berarti membuka peluang orang berbuat dan menyimpan dosa? Karena dalam keadaan
seperti ini ia dapat mengenal Tuhan juga? Di sini kita perlu berhenti sejenak dan mencoba memikirkan
secara prinsip Alkitab. Mari kita melihat beberapa contoh lain yang akan memberikan penjelasan yang lebih
tuntas.



1. Mereka yang mempunyai pengalaman diampuni dosanya setelah melakukan pelanggaran yang
sangat besar.

2. Mereka yang diampuni dosanya meski tidak melakukan pelanggaran.


Untuk contoh pertama, misalnya Petrus. Alkitab mengatakan ia melakukan dosa yang besar sekali. Ia
menyangkal Kristus sebanyak tiga kali dan bahkan bersumpah tidak mengenalnya. Betapa kemudian ia
mengalami kehidupan yang sulit sekali seakan tidak dapat memaafkan diri sendiri. Ia mau menebus
kesalahan itu seakan sudah tidak ada kesempatan lagi. Tuhan yang ia khianati sudah mati, sudah dikubur
dan tertutuplah semua kemungkinan untuk datang pada-Nya dan mengharap belas kasih serta
pengampunan dari-Nya. Tidak ada harapan dan yang ada - pikirnya - tinggallah lembaran hitam di dalam
hidupnya. Ia telah mengkhianati Yesus yang dikasihi-Nya. Ia telah menyangkalnya dengan begitu saja.
Seandainya waktu dapat terulang, maka ia berharap ia tidak akan melakukan kebodohan yang sama.
Namun semua sudah terlambat.

Semua sudah selesai. Keramaian orang yang mengolok-olok berjalan membawa Yesus menuju salib telah
bubar. Suasana sudah mulai berangsur kembali kepada kehidupan normal. Kemarahan para ahli Taurat
seakan mulai berangsur turun oleh karena orang yang menjadi terget operasi telah dihukum mati. Mungkin
sekali Petrus hanya tinggal pasrah dan menunggu hukuman Allah. Ia hanya bisa menunggu dan berharap
ada kesempatan kedua. Ia hanya dapat berharap.

Alkitab kemudian memberitahu kepada kita bagaimana Yesus setelah kebangkitan datang kepada Petrus,
berbicara secara khusus padanya. Dari setiap pertanyaan yang diajukan Yesus padanya seakan mem-
bongkar semua isi dari hatinya, membongkar semua manipulasi cintanya pada Yesus. Petrus pada akhirnya
mengatakan, “Tuhan, Engkau tahu segala sesuatu, Engkau tahu bahwa aku mengasihi Engkau.” Petrus mau
memberitahu Yesus bahwa ia hanya dapat mengasihi Tuhan dengan taraf kasih yang sangat terbatas.
“Kalau Tuhan mau menghukum aku karena aku tidak dapat mengasihi Tuhan seperti yang Tuhan mau
436 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

…kalau Tuhan mau menghukum aku karena kesalahan yang aku lakukan … silahkan Tuhan!” Petrus sangat
ketakutan sekali karena ia tahu, ia sedang berhadapan dengan siapa.

Jawaban Tuhan sungguh di luar dugaannya. Tuhan bukan saja mengampuni dia, bahkan Ia mengatakan,
“Ikutlah Aku.” Apakah ia tidak salah mendengar? Apakah ia tidak salah mengira? Sama sekali tidak! Petrus
mendapatkan pengalaman pengampunan yang sangat dramatis sekali. Ya ia di ampuni … dosa-dosanya
tidak diingat Tuhan lagi. Tidak mengherankan jika ia kemudian menjadi murid yang sangat giat sekali bagi
Tuhan.

Bagaimana dengan contoh kedua? Mungkin Yohanes adalah orang yang cocok. Ia tidak seradikal Petrus. Ia
tidak menyangkal Tuhan. Ia bahkan orang yang sampai pada waktu akhir Yesus di atas kayu salib. Ia disebut
sebagai orang yang sangat dekat dengan Yesus dan mendapatkan julukan, orang yang pernah merebahkan
kepalanya pada Yesus. Meski demikian ia juga termasuk orang yang mendapatkan pengampunan Allah
karena dosa-dosanya. Kedua contoh ini sangat kontras, namun memberikan pengertian yang sangat
mendalam tentang pengenalan akan Allah melalui pengampunan dosa.
Hal yang perlu diingat adalah bukan masalah membuat dosa yang besar seperti Petrus atau tidak seperti
Yohanes yang kemudian membawa kepada pengalaman mendapatkan pengampunan yang radikal atau
tidak. Yang penting adalah mengetahui bahwa kita semua adalah orang yang berdosa. Kita dilahirkan di
dalam dosa dan mempunyai kecenderungan terus menerus berbuat dosa. Inilah natur kehidupan kita di
luar Kristus.

Allah mengajarkan kepada kita natur dari dosa kita dan juga sikap yang mungkin kita ambil ketika
berhadapan dengan fakta tersebut. Mazmur 32 ini memberitahukan kepada kita juga paling tidak ada dua
sikap yang diambil seseorang pada waktu ia berbuat dosa dan ini diwakili oleh pengalaman Daud.

A. Orang berdosa merasa dapat lari dari hadapan hadirat Allah; bahwa mereka
dapat menghindar dari penghukuman Allah

Daud telah jatuh ke dalam dosa perzinahan dan pembunuhan. Ia mungkin menggunakan cara yang
menganggap kejadian itu tidak pernah ada. Ia masuk ke dalam kesehariannya sebagai raja dan menjalankan
pemerintahan sebagaimana layaknya seorang raja. Ia bahkan mungkin sekali masuk ke dalam rumah Tuhan
dan menjalankan peribadatan. Meski demikian ia tidak menemukan tempat persembunyian yang dapat
meneduhkan hatinya. Daud sebenarnya tahu dosa apa yang telah ia lakukan, namun ia mencoba untuk
berdiam diri.

Justru tindakan ini membawanya melihat dan mengenal Allah. Bahwa Allah tidak pernah dapat terkecoh
oleh Daud. Ia mengatakan bahwa selama berdiam diri, ia menjadi lesu.
Bahwa siang-malam tangan Tuhan menekan dengan keras. Sumsumnya menjadi kering seperti oleh terik
matahari. Gambaran metafora akan panasnya murka Tuhan padanya seperti hardikan nabi Natan,
“Kamulah orangnya.” Tuhan membawa Daud sampai ke sudut sehingga ia tidak dapat berkilah lagi kecuali
datang dan menyerah. Sungguh sebuah pelarian yang sangat melelahkan dan menghancurkan diri sendiri.
Ada banyak model jurus “pelarian” lain yang mungkin dilakukan oleh seseorang, misalnya saja
menggunakan cara :

1. Ini bukan salahku


Dalih yang digunakan adalah pribadi yang di miliki memang demikian dan tidak akan mungkin dapat
berubah. Inti dibalik ini sebenarnya sedang menyalahkan Tuhan. “Mengapa Tuhan memberikan kepribadian
semacam ini kepadaku.”
437 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

2. Ini kesalahan orang lain

Misalnya dengan menyalahkan latar belakang keluarga. “Ayah saya seorang yang sangat temperamentan,
Ibu saya seorang yang tidak peduli terhadap keluarga … Saya dibesarkan di lingkungan semacam ini
sehingga membentuk pola hidup sedemikian. Tolong jangan salahkan saya.”

3. Setan memaksa aku melakukannya


Perhatikan, Alkitab memberitahu bahwa setan tidak pernah dan tidak dapat memaksa seseorang
melakukan dosa. Karena itu ia hanya dapat menghasut, menipu (band. Yoh 8:33). Setiap orang tetap harus
bertanggung jawab secara pribadi kepada Allah untuk dosa yang dilakukannya.

4. Tuhan…Engkau yang salah!

Ini adalah langkah terakhir mencoba menghindar dari semua tanggung jawab kepada Tuhan dengan cara
melemparkan kesalahan dan tanggung jawab pada Allah.
Semua cara pelarian ini tidak akan membawa seseorang masuk ke dalam kehidupan penuh sejahtera
sebelum datang dan mengakui semua dosa kepada Tuhan.

B. Orang yang mengaku dosanya menerima anugerah Allah

Sebuah kejujuran, keterbukaan, kesediaan muncul dari dalam diri orang semacam ini. Ia mengenal Allah
bahwa Allah adalah Allah yang penuh dengan keadilan yang tidak pernah akan mau terus membiarkan
umat tebusan berada di dalam dosa. Bahwa Allah penuh kasih yang ingin mencurahkan kasih yang tidak
terkira walaupun kita telah melanggar hukum-Nya; bahwa Allah adaah Allah yang penuh dengan kesabaran
mau menuntun dan membawa orang berdosa kepada pertobatan. Daud datang kepada pengakuan yang
jujur … “dosaku kuberitahukan … kesalahanku tidak kusembunyikan … aku akan mengaku kepada Tuhan
segala pelanggaranku.

Allah dengan cinta-Nya yang besar mengerjakan semua ini dan memungkinkan orang percaya, umat
tebusan mengalami pengalaman mendapatkan pengampunan dari-Nya.

Pada waktu Kristus di salib, di sana Ia menanggung semua beban dosa kita. Ia menanggung murka
kepanasan Allah supaya Ia dapat memberikan pengampunan penuh kepada orang berdosa seperti kita.
Salib Kristus di satu sisi adalah tempat di mana setiap orang berdosa dibongkar segala keangkuhannya,
tempat di mana semua hati yang keras dilembutkan, tempat di mana semua sikap pemberontakkan
ditaklukkan. Sementara di lain sisi menjadi tempat di mana tangan Allah yang penuh kasih terbuka dan
terus memberikan undangan untuk datang, tempat di mana tersedia kehangatan cinta Tuhan yang kerap
tidak terpahami, tempat di mana ada belaian kasih dan penerimaan penuh.

Alkitab mengatakan, “Akan tetapi Allah menunjukkan kasih-Nya kepada kita oleh karena Kristus telah mati
untuk kita ketika kita masih berdosa.” (Roma 5:8). Maukah kita datang kepada-Nya dan menerima
pengampunan-Nya?

Amin!
438 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

D
Diin
naam
miik
kaa iim
maan
nEEllii
Oleh: Pdt. Thomy J. Matakupan

Nats: 1 Samuel 3: 1-18

1 Samuel yang muda itu menjadi pelayan TUHAN di bawah pengawasan Eli. Pada masa itu
firman TUHAN jarang; penglihatan–penglihatanpun tidak sering.
2 Pada suatu hari Eli, yang matanya mulai kabur dan tidak dapat melihat dengan baik,
sedang berbaring di tempat tidurnya.
3 Lampu rumah Allah belum lagi padam. Samuel telah tidur di dalam bait suci TUHAN,
tempat tabut Allah.
4 Lalu TUHAN memanggil: "Samuel! Samuel!," dan ia menjawab: "Ya, bapa."
5 Lalu berlarilah ia kepada Eli, serta katanya: "Ya, bapa, bukankah bapa memanggil aku?"
Tetapi Eli berkata: "Aku tidak memanggil; tidurlah kembali." Lalu pergilah ia tidur.
6 Dan TUHAN memanggil Samuel sekali lagi. Samuelpun bangunlah, lalu pergi
mendapatkan Eli serta berkata: "Ya, bapa, bukankah bapa memanggil aku?" Tetapi Eli
berkata: "Aku tidak memanggil, anakku; tidurlah kembali."
7 Samuel belum mengenal TUHAN; firman TUHAN belum pernah dinyatakan kepadanya.
8 Dan TUHAN memanggil Samuel sekali lagi, untuk ketiga kalinya. Iapun bangunlah, lalu
pergi mendapatkan Eli serta katanya: "Ya, bapa, bukankah bapa memanggil aku?" Lalu
mengertilah Eli, bahwa Tuhanlah yang memanggil anak itu.
9 Sebab itu berkatalah Eli kepada Samuel: "Pergilah tidur dan apabila Ia memanggil engkau,
katakanlah: Berbicaralah, TUHAN, sebab hamba–Mu ini mendengar." Maka pergilah
Samuel dan tidurlah ia di tempat tidurnya.
10 Lalu datanglah TUHAN, berdiri di sana dan memanggil seperti yang sudah–sudah:
"Samuel! Samuel!" Dan Samuel menjawab: "Berbicaralah, sebab hamba–Mu ini
mendengar."
11 Lalu berfirmanlah TUHAN kepada Samuel: "Ketahuilah, Aku akan melakukan sesuatu di
Israel, sehingga setiap orang yang mendengarnya, akan bising kedua telinganya.
12 Pada waktu itu Aku akan menepati kepada Eli segala yang telah Kufirmankan tentang
keluarganya, dari mula sampai akhir.
13 Sebab telah Kuberitahukan kepadanya, bahwa Aku akan menghukum keluarganya untuk
selamanya karena dosa yang telah diketahuinya, yakni bahwa anak–anaknya telah
menghujat Allah, tetapi ia tidak memarahi mereka!
14 Sebab itu Aku telah bersumpah kepada keluarga Eli, bahwa dosa keluarga Eli takkan
dihapuskan dengan korban sembelihan atau dengan korban sajian untuk selamanya."
15 Samuel tidur sampai pagi; kemudian dibukanya pintu rumah TUHAN. Samuel segan
memberitahukan penglihatan itu kepada Eli.
16 Tetapi Eli memanggil Samuel, katanya: "Samuel, anakku." Jawab Samuel: "Ya, bapa."
439 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

17 Kata Eli: "Apakah yang disampaikan–Nya kepadamu? Janganlah kausembunyikan


kepadaku. Kiranya beginilah Allah menghukum engkau, bahkan lebih lagi dari pada itu,
jika engkau menyembunyikan sepatah katapun kepadaku dari apa yang disampaikan–Nya
kepadamu itu."
18 Lalu Samuel memberitahukan semuanya itu kepadanya dengan tidak menyembunyikan
sesuatupun. Kemudian Eli berkata: "Dia TUHAN, biarlah diperbuat–Nya apa yang
dipandang–Nya baik."

Seorang anak bermain layangan di sebuah lapangan. Layangan tersebut dinaikkan sangat tinggi sehingga
sulit terlihat dengan pandangan mata. Seorang temannya datang dan bertanya, “Mana layanganmu?”
sambil berusaha mencari-cari ke atas tetapi tidak menemukannya. “Saya tidak melihatnya.” Si anak
menjawab, “Saya sendiri juga tidak dapat melihatnya, namun saya dapat merasakan melalui benang ini
bahwa layangan itu ada di sana.” Hal ini sama seperti pengalaman iman seseorang bersama dengan Tuhan.
Melalui “benang” Roh Kudus kita tahu bahwa ada Allah di sana dan bahwa Ia sedang terus berhubungan
dengan kita walaupun kita tidak melihat-Nya.

Seri Khotbah Dinamika Iman selama ini sebenarnya ingin menelusuri dan melihat bahwa ternyata
pengalaman iman itu memiliki dimensi tersembunyi yang terjadi di dalam realita pengalaman seseorang
dengan Tuhan. Realita itu begitu tersembunyi sehingga terkadang kita takut menghadapinya atau mungkin
juga tidak menyadarinya sehingga terjebak ke dalam situasi-situasi sepertinya kita sedang beriman.
Kenyataannya sebenarnya kita sedang bermasalah dengan hidup iman kita sendiri. Kita dapat
memanipulasi atau bahkan menipu diri sendiri. Kita tidak tahu bahwa ada hal yang tidak beres sedang
terjadi dan karena itu tidak segera mengambil langkah pembenahan diri. Atau tidak mau melihat secara
jujur dan terbuka, menggumulinya lebih lanjut bersama Tuhan.

Khotbah pagi ini akan menyoroti dinamika iman seorang Imam yang bernama Eli. Pada masa itu Eli menjadi
seorang bapak rohani bagi Samuel muda di rumah Tuhan. Tugasnya di sini adalah membimbing Samuel
menjadi pelayan Tuhan. Situasi penting yang terjadi saat itu adalah Firman Tuhan jarang dan penglihatan
juga tidak sering (ay.2). Apakah yang menjadi penyebabnya? Bukankah Allah adalah Allah yang menyatakan
Diri dan kehendak-Nya kepada umat-Nya.

Keadaan ini dapat saja disebabkan oleh karena Eli tidak tegas terhadap dosa anak-anaknya. Alkitab
menjelaskan bahwa anak-anak Eli, Hofni dan Pinehas yang juga adalah imam di kemah pertemuan tidak
peduli terhadap Tuhan, memandang rendah korban untuk Tuhan. Mereka mengambil bagian yang
seharusnya menjadi milik Tuhan. Mereka juga tidur dengan perempuan-perempuan di pintu kemah
pertemuan (1Sam 2:12-14). Anak-anak Eli tidak mengenal Tuhan, karena itu tidak mengherankan jika
tindakan merekapun mencerminkan hal ini walaupun mereka berada di dalam keluarga dimana ayah
mereka adalah seorang imam.

Bahkan Alkitab mengatakan Eli sendiri memilih untuk tidak memarahi anak-anaknya. Istilah “memarahi”
(ay.13) menunjuk pada keadaan tidak dapat melihat dengan jelas (Bd: keadaan fisik Eli setelah ia menjadi
tua. (ay.1). Dengan kata lain, Eli tidak dapat membedakan antara salah dan tidak mungkin karena
pertimbangan mengasihi anak-anaknya lebih daripada mengasihi Tuhan di manakah ia harus tegas dan di
manakah ia harus lembut terhadap mereka.
440 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

Dengan demikian, problem sebenarnya tidak terletak pada Diri Allah tidak menyatakan firman-Nya
melainkan pada diri manusia itu sendiri. Allah tetap berbicara dan menyatakan kehendak-Nya, sementara
manusia berharap Allah tidak berbicara kepadanya atau bahkan mempunyai kecenderungan untuk tidak
mau mendengarkan apalagi mematuhinya. Inilah cara Tuhan menghukum bangsa ini dan bukan hanya itu,
di dalam pasal 4 Tuhan sendiri mengijinkan tabut perjanjian dirampas bangsa Filistin. Meski demikian
Alkitab memberitahu bahwa Tuhan sendiri juga yang kemudian memulai sesuatu yang baru, berbicara
kembali dan memilih memulainya melalui Samuel muda.

Situasi ini Tuhan diam nampaknya kemudian membentuk kebiasaan baru bagi Eli, tidak tahu lagi manakah
suara Tuhan. Ia tidak tahu lagi bagaimana menyadari kehadiran Tuhan dan manakah yang menjadi gejala
natural. Itulah sebabnya ketika Tuhan memanggil Samuel sampai kali ketiga baru ia menyadari kalau ini
bukan sesuatu yang biasa. Ketika Tuhan membangunkan Samuel, Eli justru menyuruh Samuel kembali tidur.
Alkitab mengatakan bahwa Samuel tidak mengenal Tuhan namun di dalam arti belum memiliki pengalaman
mendengar Tuhan berbicara padanya secara langsung. Ia belum memiliki keindahan mempunyai hubungan
pribadi dengan Tuhan. Namun tidak bagi Eli. Ia memiliki semua pengelaman ini. Meski demikian ia
kehilangan momen-momen penting itu. Hal-hal apakah yang dapat kita pelajari dari pengamalan iman
imam Eli ini?

1. Belajar Bersedia Mendengar Firman dengan Hati Terbuka.

Pada waktu kita mendengarkan Firman Tuhan di dalam berbagai kesempatan, adakah hati yang terbuka di
sana? atau justru hal mendengarkan firman Tuhan sudah menjadi bagian yang biasa oleh karena merasa
sudah mengerti. Alur khotbah seorang hamba Tuhan sudah dapat ditebak. “Ah, sudah tahu kira-kira apa
isinya.” Atau mungkin mendengar dengan tujuan membandingkan pengertian sendiri dan pengkhotbah di
depan. Tidak ada lagi hati yang mengatakan, “Tuhan, Engkau mau berbicara apa padaku hari ini!” Kata-kata
di dalam doa-doa kita, hati yang menangis dan air mata yang tercurah pada waktu bersama dengan Tuhan,
masih adakah itu di dalam pengalaman rohani kita dengan Tuhan? Atau justru kita telah menjadi tebal di
dalam “pengalaman rohani” kita masing-masing. Kita seakan sudah tahu dan bahkan pro di dalam hal-hal
yang rohani. Kita mencap diri lebih baik dari gereja atau orang lain. Moto kembali kepada Alkitab seakan
menjadi prestise tersendiri sementara ironisnya tidak ada hati untuk dibentuk oleh firman. Prinsip ini
memang tidak salah dan bahkan harus terus ditegakkan, namun yang menjadi persoalan adalah hal-hal
semacam ini justru kemudian menggantikan pengalaman kita dengan Tuhan, relasi pribadi dengan Tuhan.
Keindahan itu hilang bersamaan dengan “pengalaman rohani” kita.

2. Selalu Ada Kesempatan Kedua, bahkan di dalam Kegagalan Kita

Allah memberikan kesempatan kepada Eli untuk menebus kesalahannya. Apa yang ia gagal lakukan
terhadap Hofni dan Pinehas, mungkin sekali akan terulang kepada Samuel. Kesempatan ini diberikan Allah
melalui pemanggilan terhadap Samuel. Eli di bagian awal hanya menyangka bahwa Samuel muda sedang
bermimpi. Sebagai seorang imam, ia seharusnya peka bahwa ini kejadian yang tidak biasa pada waktu kali
kedua Samuel membangunkan dia dengan pertanyaan yang sama, “Apakah Bapa memanggil saya?” Sampai
kepada kali ketiga baru ia segera menyadari bahwa itu suara Tuhan. Di sini Tuhan membawa Eli kembali
melalui kepentingan Tuhan dengan Samuel.

Terkadang Tuhan dapat membawa kita melalui pengalaman rohani orang lain untuk menolong kita melihat
sesuatu yang tidak beres sedang terjadi di dalam kehidupan iman kita. “Mengapa orang ini bisa
memberikan kesaksian seperti itu ya?” “Saya ingin sekali mempunyai pengalaman doa seperti doa orang
441 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

itu.” “Tuhan saya ingin mempunyai kehidupan rohani sama seperti pertama kali mengenal-Mu.” Dsb.
Kerinduan semacam ini mungkin sekali menjadi semacam tanda awas yang tidak tentu berarti negatif
bahwa sedang terjadi “sesuatu” di dalam kehidupan rohani kita, dan Tuhan tetap memberikan kesempatan
kedua.

3. Hati-Hati: Pengalaman Rohani yang Kosong

Tanggapan Eli setelah mendengar perkataan Samuel lebih menunjuk kepada Fatalisme. Paling tidak Allah
telah berbicara dua kali tentang hukuman terhadap keluarganya oleh karena ia tidak memperhatikan
dengan serius dosa-dosa kedua anaknya. Bahkan sampai dengan saat itu ia pun tetap tidak melakukan apa-
apa sehingga perkataannya ini “Dia TUHAN, biarlah diperbuat-Nya apa yang dipandang-Nya baik.” (ay.18)
dapat disebut sebagai ungkapan kosong. Mengapa demikian? Eli nampaknya tidak berbuat apa-apa. Ia
hanya mengatakan bahwa itu adalah kehendak Allah justru lebih menunjuk kepada kekecewaan terhadap
Allah. Berita yang ia dengar dari Samuel tidak ada perubahan dari yang ia dengar sebelumnya, bahwa
hukuman Allah itu pasti bagi keluarganya dan bahwa tidak ada korban yang dapat dipersembahkan sebagai
korban tebusan. Apalagi yang dapat dilakukan Eli kecuali menerima dan tidak dapat membantah kepada
Tuhan. Tidak ada respon rohani bagaimana berusaha mencari Allah di dalam relasi pribadi serta memahami
dan mematuhi kehendak-Nya. Eli hanya fokus kepada keputusan Allah dan tidak pada Diri Allah. Ia
kehilangan momen-momen indah bertemu dengan Allah secara pribadi. Dengan kata lain, seakan-akan ia
mengatakan kalau memang anak-anaknya melakukan hal semacam itu biarlah, dan jika Tuhan kemudian
akan menghukum, hukumlah. Reaksinya lebih kepada ungkapan iman kosong, tidak ada drive dan sukacita.
Eli tidak melihat pribadi Allah melainkan lebih kepada apa yang akan Allah lakukan. Ia hanya fokus terhadap
tindakan Allah menghukum dosa dan itu pasti lebih daripada pribadi Allah sendiri.

Penutup

Semua pengalaman Eli diawali dengan ketidaktegasannya terhadap dosa anak-anaknya dan hal ini menjadi
semacam penyakit yang menjalar ke bagian-bagian lain.
Sama seperti benang layangan yang dipegang anak kecil di awal khotbah ini kita tahu bahwa Tuhan ada di
sana dan bahwa Ia tetap sedang melakukan sesuatu di dalam hidup kita. Kita tidak dapat melihatnya
namun kita dapat tahu bahwa Ia ada.
Mari kita belajar menghadapi kenyataan yang sedang terjadi di dalam pergumulan kita memahami
kehendak Tuhan. Belajar terbuka akan keadaan yang sebenarnya dari iman kita dan meminta pertolongan
Tuhan membereskan, membersihkan dan membentuk ulang bangunan iman yang tidak beres. Maukah
kita?

Amin!
442 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

D
Diin
naam
miik
kaa iim
maan
nGGiid
deeo
onn (1)

Oleh: Pdt. Thomy J. Matakupan

Nats: Hakim-Hakim 6-8

11 Kemudian datanglah Malaikat TUHAN dan duduk di bawah pohon tarbantin di Ofra,
kepunyaan Yoas, orang Abiezer itu, sedang Gideon, anaknya, mengirik gandum dalam
tempat pemerasan anggur agar tersembunyi bagi orang Midian.
12 Malaikat TUHAN menampakkan diri kepadanya dan berfirman kepadanya, demikian:
"TUHAN menyertai engkau, ya pahlawan yang gagah berani."
13 Jawab Gideon kepada–Nya: "Ah, tuanku, jika TUHAN menyertai kami, mengapa semuanya
ini menimpa kami? Di manakah segala perbuatan–perbuatan–yang ajaib yang diceritakan
oleh nenek moyang kami kepada kami, ketika mereka berkata: Bukankah TUHAN telah
menuntun kita keluar dari Mesir? Tetapi sekarang TUHAN membuang kami dan
menyerahkan kami ke dalam cengkeraman orang Midian."
14 Lalu berpalinglah TUHAN kepadanya dan berfirman: "Pergilah dengan kekuatanmu ini dan
selamatkanlah orang Israel dari cengkeraman orang Midian. Bukankah Aku mengutus
engkau!"
15 Tetapi jawabnya kepada–Nya: "Ah Tuhanku, dengan apakah akan kuselamatkan orang
Israel? Ketahuilah, kaumku adalah yang paling kecil di antara suku Manasye dan akupun
seorang yang paling muda di antara kaum keluargaku."
16 Berfirmanlah TUHAN kepadanya: "Tetapi Akulah yang menyertai engkau, sebab itu
engkau akan memukul kalah orang Midian itu sampai habis."
17 Maka jawabnya kepada–Nya: "Jika sekiranya aku mendapat kasih karunia di mata–Mu,
maka berikanlah kepadaku tanda, bahwa Engkau sendirilah yang berfirman kepadaku.
18 Janganlah kiranya pergi dari sini, sampai aku datang kepada–Mu membawa
persembahanku dan meletakkannya di hadapan–Mu." Firman–Nya: "Aku akan tinggal,
sampai engkau kembali."
19 Masuklah Gideon ke dalam, lalu mengolah seekor anak kambing dan roti yang tidak beragi
dari seefa tepung; ditaruhnya daging itu ke dalam bakul dan kuahnya ke dalam periuk,
dibawanya itu kepada–Nya ke bawah pohon tarbantin, lalu disuguhkannya.
20 Berfirmanlah Malaikat Allah kepadanya: "Ambillah daging dan roti yang tidak beragi itu,
letakkanlah ke atas batu ini, dan curahkan kuahnya." Maka diperbuatnya demikian.
21 Dan Malaikat TUHAN mengulurkan tongkat yang ada di tangan–Nya; dengan ujungnya
disinggung–Nya daging dan roti itu; maka timbullah api dari batu itu dan memakan habis
daging dan roti itu. Kemudian hilanglah Malaikat TUHAN dari pandangannya.
22 Maka tahulah Gideon, bahwa itulah Malaikat TUHAN, lalu katanya: "Celakalah aku,
Tuhanku ALLAH! sebab memang telah kulihat Malaikat TUHAN dengan berhadapan
muka."
443 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

23 Tetapi berfirmanlah TUHAN kepadanya: "Selamatlah engkau! Jangan takut, engkau tidak
akan mati."

Hukum Taurat yang pertama berbunyi “jangan ada padamu allah lain di hadapan-Ku”, karena Allah kita
adalah Allah yang cemburu (Hak. 20:3-5). Namun, bangsa Israel kembali berbuat dosa dengan menyembah
allah dari bangsa Amori. Tuhan mengutus Gideon untuk memberikan peringatan keras pada mereka. Akan
tetapi Gideon bereaksi negatif terhadap panggilan Tuhan tersebut, ia ingin melihat bukti berupa mujizat
yang bersifat supranatural dan spektakuler. Permintaan Gideon ini dilatarbelakangi oleh kondisi bangsa
Israel yang dicengkeram rasa takut kepada orang Midian maka tidaklah heran apabila mereka membuat
tempat persembunyian, yakni gua-gua dan kubu-kubu (Hak. 6:2) dan ketika Tuhan memanggil Gideon
didapati ia sedang bersembunyi dalam tempat pengirikan gandum (Hak. 6:11).

Gideon dan sebagian besar bangsa Israel mulai meragukan pemeliharaan Allah dan berkesimpulan bahwa
Tuhan tidak menyertai bangsa Israel lagi karena Tuhan membiarkan orang Midian menyiksa dan
menyengsarakan bangsa Israel. Mereka tidak dapat menerima kenyataan kalau Allah yang telah
membebaskan Israel keluar dari Mesir ternyata Allah yang telah melepaskan umatNya dari mulut singa
yang satu menuju ke mulut singa yang lain. Benarkah Allah tidak menyertai bangsa Israel? Tidak, Alkitab
mencatat pada Hak. 6:7-8 Tuhan telah mengutus seorang nabi untuk memberi peringatan pada bangsa
Israel yang menyembah berhala tetapi bangsa Israel adalah bangsa yang tegar tengkuk. Maka kali ini Tuhan
ingin agar bangsa Israel berjuang di dalam rohaninya sendiri dan mendapati keadaan rohaninya yang porak
poranda sebagai akibat mereka telah mempermainkan Allah. Ingat, seseorang yang hidup berkenan di
hadapan Allah, ia akan berada dalam jalur berkat Tuhan sebaliknya seseorang yang hidup di jalan sesat dan
meninggalkan Allah, ia akan berada dan hidup dalam jalur kutuk.

Ironis, umat Israel telah mengalami langsung mujizat dan pemeliharaan Tuhan yang berkelanjutan,
menerima hukum Taurat ketika Musa memimpin keluar dari tanah Mesir, tapi ternyata mereka mudah
sekali beralih pada allah yang dapat dilihat dengan mata, allah yang berwujud dan dapat memberikan
“pengharapan”. Bukankah hal ini juga terjadi dalam hidup kita di mana kita mudah sekali terkecoh ketika
allah-allah lain datang menawarkan sesuatu yang indah pada kita dan banyak pula kita jumpai orang yang
beralih pada allah-allah tersebut. Anak-anak Tuhan mungkin tidak akan menyembah berhala berbentuk
patung atau benda-benda lain seperti yang dilakukan oleh kepercayaan primitif tapi ternyata di dunia
modern pun kita masih sering menjumpainya.

Seorang teolog Indonesia, Verkuyl berpendapat bahwa seseorang yang telah memberikan tempat Allah
kepada yang lain dan memperlakukannya sama seperti kepada Allah berarti dia telah melakukan
penyembahan berhala. Hati-hati dengan segala cara iblis selalu berusaha agar manusia jatuh dalam dosa, ia
selalu menawarkan sesuatu yang kelihatan indah dan ironisnya, manusia tidak menyadari bahwa semua itu
hanyalah bersifat sementara dan semu. Terkadang Tuhan mengijinkan hal itu kita alami agar manusia
menyadari kekeliruan yang telah dibuatnya dan bertobat seperti halnya Tuhan pakai bangsa Midian
menjadi hakim atas umat Israel karena melanggar hukum pertama dari hukum Taurat. Lalu mengapa Tuhan
memilih Gideon dan menyebutnya sebagai pahlawan yang gagah berani? (Hak. 6:12) Apakah Tuhan tidak
salah menilai Gideon dengan memanggil dia sebagai seorang pahlawan yang gagah berani justru saat dia
berada dalam tempat persembunyian?
444 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

Hal inilah yang membuat Gideon bereaksi negatif dan meragukan panggilan Tuhan sehingga dalam
pergumulan imannya Gideon meminta bukti:

Pertama, Tuhan harus menunjukkan cara yang lain dari biasanya atas korban persembahan yang ia berikan
sebagai bukti bahwa Tuhan berkenan atas persembahan tersebut. Tuhan mengabulkan permintaan Gideon
tersebut. Malaikat Tuhan mengulurkan tongkat-Nya; dengan ujungnya disinggungnya daging dan roti itu
dan timbul api dari batu itu dan memakan habis daging dan roti persembahan itu (Hak. 6:21). Malaikat
TUHAN (dari bahasa asli YHWH) yang dimaksud di Hak. 6:11 menurut penafsiran menunjuk pada oknum kedua
Allah Tritunggal, yaitu Kristus yang datang pada masa pra inkarnasi karena di Alkitab nama YHWH tidak
pernah disebut bersamaan dengan nama ciptaan lain untuk menunjukkan sebuah ciptaan; dan YHWH hanya
menunjuk pada diri Allah sendiri yang Maha Suci. Tanda persembahan yang diminta Gideon ini
membuktikan dia membutuhkan konfirmasi panggilan Tuhan terhadapnya.

Kedua, Tuhan melembutkan hati Yoas sehingga Gideon mempunyai keberanian menceritakan
pengalamannya bertemu dengan Tuhan pada ayahnya. Hal inilah yang menyebabkan ia dapat merobohkan
mezbah Baal milik ayahnya dengan mudah. Yoas tidak menjadi marah malahan dia membiarkan Baal
berjuang membela dirinya sendiri (Hak. 6:32-33). Robohnya Baal juga menjadi tanda pertobatan sejati
bangsa Israel. Ini juga menjadi tuntutan bagi setiap anak Tuhan, yaitu apabila ingin menikmati berkat-Nya
maka robohkanlah semua berhala di hati kita dan singkirkan semua hal yang tidak berkenan di hati Tuhan.

Ketiga, guntingan bulu domba basah oleh embun tetapi tanah di sekitarnya kering. Namun tanda yang
dibuat Tuhan tersebut tidak cukup buat Gideon sehingga dia meminta tanda yang lain yaitu guntingan bulu
domba yang kering sedang tanah di sekitarnya basah oleh embun. Tuhan mengabulkan semua tanda yang
diminta Gideon karena Tuhan ingin menguatkan iman Gideon yang rapuh. Gideon membutuhkan mujizat
yang bersifat supranatural dan spektakuler untuk meneguhkan panggilan yang ada pada dirinya; untuk
menolong dia melihat Allah yang Maha Besar.

Keempat, Tuhan memerintahkan Gideon untuk mengurangi jumlah pasukan dari 32.000 orang menjadi 300
orang. Gideon membutuhkan topangan untuk menumbuhkan imannya; Gideon merasa tidak layak dipakai
Tuhan karena ia berasal dari kaum yang paling kecil di antara suku Manasye dan paling bungsu dalam
keluarga. Tuhan bekerja dengan heran. Tuhan memerintahkan untuk mengurangi jumlah pasukannya
dengan cara yang tidak lazim, yaitu dari cara minumnya. Jumlah pasukan yang tidak memadai membuat
Gideon takut dan gentar, sehingga Tuhan menunjukkan tanda kemenangan melalui tanda yang kelima.

Kelima, Tuhan memberikan penglihatan akan kemenangan yang diperoleh Gideon melalui mimpi seorang
Midian (Hak. 7:13-15). Cara Tuhan memimpin Gideon berperang melawan Midian pun tidak lazim, yaitu
hanya dengan meniup sangkakala sambil memecahkan buyung di tangan mereka (Hak. 7:19). Rencana dan
jalan Tuhan terkadang sukar dimengerti oleh logika manusia sehingga manusia seringkali mempertanyakan
setiap kehendak-Nya dalam hidup kita seperti yang dialami Gideon. Bahkan kita telah banyak mendengar
Firman melalui radio, televisi, persekutuan-persekutuan doa, dsb tapi sudahkah kita dengan rendah hati
taat melakukan Firman-Nya atau Firman hanya sekedar menjadi pemuas logika kita? Biarlah kita dengan
rendah hati mengaku di hadapan Tuhan akan iman kita yang rapuh meski seringkali kita telah merasakan
pengalaman iman bersama Dia dan memohon kiranya Tuhan menguatkan iman kita.

Dinamika iman Gideon menunjukkan sebuah catatan-catatan yang menjadi sebuah kenyataan yang
mungkin terjadi dalam hidup kita masing-masing. Kita akan mempelajari beberapa hal yang menjadi prinsip,
yaitu:
445 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

1. Setiap hal yang tidak menyenangkan yang terjadi dalam hidup kita mungkin memang Tuhan ijinkan
sebagai akibat kesalahan yang harus kita tanggung. Kita telah menggeser tempat Allah dalam hidup kita
sehingga kita harus menanggung akibatnya dan ingat, pasti tidak ada berkat Tuhan dalam rumah tangga
kita. Seperti kesaksian sebuah keluarga Kristen dimana Tuhan hanya mengaruniakan seorang anak saja
karena setiap anak yang lahir berikut pasti meninggal. Setelah diteliti ternyata hal itu merupakan
persyaratan yang harus dipenuhi sebagai perjanjian dengan iblis. Ingat, setan tidak pernah memberi dengan
cuma-cuma, ia selalu menuntut balas jadi jangan pernah bermain-main dengan iblis tapi Tuhan tidak
pernah menuntut balas atas pengorbanan yang Dia berikan. Setan selalu menuntut nyawa atas
pemberiannya; iblis mencontoh pola Kristus yang memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi manusia.
Sejarah terus berulang bahkan di dunia modern pun masih banyak kita dapati penyembahan berhala
seperti pada jaman Perjanjian Lama.

2. Kita mudah tertarik pada janji-janji manis dari allah-allah lain, yaitu allah yang dapat dilihat secara
nyata. Bayangkan, andai Tuhan menjawab semua doa kita dalam waktu singkat, maka kita akan mempunyai
pengalaman doa yang menarik. Keinginan Gideon akan sesuatu yang spektakuler dari Tuhan menjadi
cerminan bagi kita; manusia lebih suka pada sesuatu yang bersifat spektakuler. Dan manusia langsung
berkesimpulan bahwa di balik semua kejadian spektakuler tersebut pasti ada Allah yang bekerja seperti
pengakuan Nikodemus. Orang yang hidup di jaman Perjanjian Lama berpendapat jika ada mujizat berarti
Allah menyertai sehingga mereka menuntut Tuhan agar memberikan tanda untuk setiap permohonan
mereka. Sekarang pun Tuhan sudah memberikan tanda pada anak-anak-Nya melalui Firman-Nya yang
tertulis. Jadi, jangan mencobai Tuhan dengan meminta tanda-tanda spektakuler dari Tuhan. Tanda hanya
diberikan pada orang-orang tertentu, yaitu kepada mereka yang lemah iman karena Tuhan ingin
meneguhkan imannya. Hal inilah yang terjadi pada diri Gideon di mana Tuhan memperkenankan Gideon
mengalami mujizat Tuhan sehingga Gideon mempunyai keberanian menjalankan misi Allah, yaitu
mengembalikan umat Israel pada kebenaran Firman dan menyembah Allah.

3. Kesadaran bahwa kita selalu membutuhkan topangan iman dari Tuhan untuk menguatkan dan
memampukan kita melakukan kehendak-Nya. Ingatlah, tidak selamanya kita mengalami kemenangan
rohani di setiap pergumulan hidup kita bahkan tokoh iman dalam Alkitab pun pernah melakukan kesalahan.
Seperti halnya Musa yang tidak Tuhan ijinkan masuk dalam tanah perjanjian begitu juga dengan Daud, Elia,
Yunus dsb. Mereka pernah mengalami kemenangan rohani dan pengalaman indah bersama Tuhan. Namun
kita menjumpai dalam perjalanan imannya mereka gagal dalam iman, seperti Gideon di akhir hidupnya
melakukan kesalahan yang sama, yaitu menyembah efod yang terbuat dari emas. Ini menjadi catatan hitam
sejarah iman bagi Gideon yang menjadi jerat bagi dirinya sendiri dan seluruh umat Israel. Mengenaskan.

Bagaimana dengan akhir hidup kita? Kalau bukan Tuhan menopang kita terus menerus jangan pernah
berpikir kita akan kuat berdiri hingga saat ini. Semua karena anugerah Tuhan yang memberikan kekuatan
pada kita, tiang iman yang menopang seluruh hidup kita. Jadikanlah Kristus sebagai Tuhan yang mengatur
seluruh hidup kita. Kiranya kisah Gideon menolong kita melihat realita iman kita dan kita berani belajar
terbuka dan menyadari kondisi iman kita sehingga kita dapat berseru memohon pertolongan dari Tuhan.

Amin!
446 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

D
Diin
naam
miik
kaa iim
maan
nGGe
edde
eoon
n (2)

Oleh: Pdt. Thomy J. Matakupan

Nats: Hakim-Hakim 6:1-24

1 Tetapi orang Israel melakukan apa yang jahat di mata TUHAN; sebab itu TUHAN
menyerahkan mereka ke dalam tangan orang Midian, tujuh tahun lamanya,
2 dan selama itu orang Midian berkuasa atas orang Israel. Karena takutnya kepada orang
Midian itu, maka orang Israel membuat tempat–tempat perlindungan di pegunungan, yakni
gua–gua dan kubu–kubu.
3 Setiap kali orang Israel selesai menabur, datanglah orang Midian, orang Amalek dan orang–
orang dari sebelah timur, lalu maju mendatangi mereka;
4 berkemahlah orang–orang itu di daerah mereka, dan memusnahkan hasil tanah itu sampai
ke dekat Gaza, dan tidak meninggalkan bahan makanan apapun di Israel, juga domba, atau
lembu atau keledaipun tidak.
5 Sebab orang–orang itu datang maju dengan ternaknya dan kemahnya, dan datangnya itu
berbanyak–banyak seperti belalang. Orang–orangnya dan unta–untanya tidak terhitung
banyaknya, sekaliannya datang ke negeri itu untuk memusnahkannya,
6 sehingga orang Israel menjadi sangat melarat oleh perbuatan orang Midian itu. Lalu
berserulah orang Israel kepada TUHAN.
7 Ketika orang Israel berseru kepada TUHAN karena orang Midian itu,
8 maka TUHAN mengutus seorang nabi kepada orang Israel, yang berkata kepada mereka:
"Beginilah firman TUHAN, Allah Israel: Akulah yang menuntun kamu keluar dari Mesir dan
yang membawa kamu keluar dari rumah perbudakan.
9 Aku melepaskan kamu dari tangan orang Mesir dan dari tangan semua orang yang
menindas kamu, bahkan Aku menghalau mereka dari depanmu dan negeri mereka
Kuberikan kepadamu.
10 Dan Aku telah berfirman kepadamu: Akulah TUHAN, Allahmu, maka janganlah kamu
menyembah allah orang Amori, yang negerinya kamu diami ini. Tetapi kamu tidak
mendengarkan firman–Ku itu."
11 Kemudian datanglah Malaikat TUHAN dan duduk di bawah pohon tarbantin di Ofra,
kepunyaan Yoas, orang Abiezer itu, sedang Gideon, anaknya, mengirik gandum dalam
tempat pemerasan anggur agar tersembunyi bagi orang Midian.
12 Malaikat TUHAN menampakkan diri kepadanya dan berfirman kepadanya, demikian:
"TUHAN menyertai engkau, ya pahlawan yang gagah berani."
13 Jawab Gideon kepada–Nya: "Ah, tuanku, jika TUHAN menyertai kami, mengapa semuanya
ini menimpa kami? Di manakah segala perbuatan–perbuatan–yang ajaib yang diceritakan
oleh nenek moyang kami kepada kami, ketika mereka berkata: Bukankah TUHAN telah
menuntun kita keluar dari Mesir? Tetapi sekarang TUHAN membuang kami dan
menyerahkan kami ke dalam cengkeraman orang Midian."
447 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

14 Lalu berpalinglah TUHAN kepadanya dan berfirman: "Pergilah dengan kekuatanmu ini dan
selamatkanlah orang Israel dari cengkeraman orang Midian. Bukankah Aku mengutus
engkau!"
15 Tetapi jawabnya kepada–Nya: "Ah Tuhanku, dengan apakah akan kuselamatkan orang
Israel? Ketahuilah, kaumku adalah yang paling kecil di antara suku Manasye dan akupun
seorang yang paling muda di antara kaum keluargaku."
16 Berfirmanlah TUHAN kepadanya: "Tetapi Akulah yang menyertai engkau, sebab itu
engkau akan memukul kalah orang Midian itu sampai habis."
17 Maka jawabnya kepada–Nya: "Jika sekiranya aku mendapat kasih karunia di mata–Mu,
maka berikanlah kepadaku tanda, bahwa Engkau sendirilah yang berfirman kepadaku.
18 Janganlah kiranya pergi dari sini, sampai aku datang kepada–Mu membawa
persembahanku dan meletakkannya di hadapan–Mu." Firman–Nya: "Aku akan tinggal,
sampai engkau kembali."
19 Masuklah Gideon ke dalam, lalu mengolah seekor anak kambing dan roti yang tidak beragi
dari seefa tepung; ditaruhnya daging itu ke dalam bakul dan kuahnya ke dalam periuk,
dibawanya itu kepada–Nya ke bawah pohon tarbantin, lalu disuguhkannya.
20 Berfirmanlah Malaikat Allah kepadanya: "Ambillah daging dan roti yang tidak beragi itu,
letakkanlah ke atas batu ini, dan curahkan kuahnya." Maka diperbuatnya demikian.
21 Dan Malaikat TUHAN mengulurkan tongkat yang ada di tangan–Nya; dengan ujungnya
disinggung–Nya daging dan roti itu; maka timbullah api dari batu itu dan memakan habis
daging dan roti itu. Kemudian hilanglah Malaikat TUHAN dari pandangannya.
22 Maka tahulah Gideon, bahwa itulah Malaikat TUHAN, lalu katanya: "Celakalah aku,
Tuhanku ALLAH! sebab memang telah kulihat Malaikat TUHAN dengan berhadapan
muka."
23 Tetapi berfirmanlah TUHAN kepadanya: "Selamatlah engkau! Jangan takut, engkau tidak
akan mati."
24 Lalu Gideon mendirikan mezbah di sana bagi TUHAN dan menamainya: TUHAN itu
keselamatan. Mezbah itu masih ada sampai sekarang di Ofra, kota orang Abiezer.

Kehidupan rohani itu seperti layaknya sebuah musim, di dalam konteks Indonesia ada dua musim, yakni
musim penghujan dan musim panas. Ada suatu musim di mana kita sungguh-sungguh menikmati Tuhan,
kita begitu dekat dengan-Nya. Namun adakalanya kerohanian kita menjadi sangat kering dan gersang.
Apakah kita mengalami kondisi sedemikian dalam kehidupan kerohanian kita? Hal ini menjadi suatu tanda
yang menyadarkan kita akan realita bahwa ternyata kondisi kerohanian sedemikian dapat saja terjadi
tengah-tengah Kekristenan.

Model kerohanian semacam ini akan kita pelajari dalam diri Gideon. Dibandingkan dengan hakim-hakim
yang lain, dinamika perjalanan iman Gideon ini dicatat dengan sangat lengkap dalam Alkitab. Kisah Gideon
dimulai ketika Allah memilihnya menjadi pemimpin seluruh bangsa Israel. Tuhan bahkan menyebutnya
sebagai “pahlawan yang gagah berani.” Inilah kisah kehidupan Gideon yang bersinar di titik awal (Psl. 6) dan
mencapai puncak ketika Gideon berhasil menjadi “seorang penakluk” (Psl. 7-8). Namun setelah mencapai
titik puncak, perjalanan iman Gideon sampai pada fase decline (Psl. 8), Gideon mulai berkompromi dengan
dosa. Dia mengakhiri karirnya dengan gelap.
448 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

Konteks menyatakan bahwa Israel kembali melakukan apa yang jahat di mata Tuhan maka Tuhan
menyerahkan mereka di bawah kekuasaan bangsa Midian. Hidup bangsa Israel sangat menderita dan
miskin. Setiap kali orang Israel selesai menabur, datang orang Midian, orang Amalek dan orang-orang dari
sebelah timur mengambil hasil panen mereka. Di tengah penderitaan itulah bangsa Israel mulai ingat Tuhan
dan berseru pada-Nya. Siklus ini terus berulang; Tuhan kemudian membangkitkan seorang hakim dan
mereka hidup aman. Namun ketika hakim itu mati, mereka kembali melakukan apa yang jahat di mata
Tuhan. Inilah siklus keberdosaan yang terus terjadi secara berulang.

Di dalam penjajahan bangsa Median, orang Israel berseru pada Tuhan dan Ia mendengar keluh kesah itu. Ia
mendengar dan mengutus mengutus seorang nabi dan mengingatkan mereka akan perbuatan-Nya yang
dahsyat mengeluarkan mereka dari perbudakan di Mesir. Tentang kisah ini mereka telah mengetahuinya
sejak turun-temurun, termasuk pada Gideon. Namun semua itu jadi berbeda ketika Malaikat TUHAN datang
dan bertemu dengannya secara personal. Kalau iman kita dikaitkan dengan iman mayoritas, kita merasa
aman karena dapat bersembunyi dibaliknya. Namun jika harus dikaitkan dengan personal, maka langsung
terlihat betapa susahnya kita. Ketika Tuhan datang secara pribadi pada Gideon, maka ia segera
mempertanyakan keberadaan Tuhan dan pemeliharaan-Nya seperti yang pernah ia dengar dari cerita
nenek moyang (Hak. 6:13). Dengan kata lain ia bertanya apakah Tuhan sekarang sama dengan Tuhan yang
kami pernah dengar ceritanya dari nenek moyang kami? Pergumulan iman ini tidaklah mudah. Ia dengan
halus mencoba meminta penjelasan dengan mengutarakan semua fakta yang sebaliknya kepada Tuhan.
Israel tidak bebas, berada di bawah Midian dan menderita.

Gideon mencoba dealing dengan Tuhan dengan mengungkapkan fakta. Ia memang berada pada posisi
lemah dan berupaya meminta bukti dari Tuhan. Kalau kemudian Tuhan memberikan bukti dan sepertinya
semua menjadi beres, maka sesungguhnya, semua yang terjadi itu tidaklah semudah yang kita bayangkan.
Kita dapat melihat dan melompati aspek-aspek penting dalam proses yang sedang terjadi dengan cara
menyederhanakan pergumulan iman kita. Namun pada akibatnya kita tidak memahami sisi indah yang
mendetail dalam perjalanan iman itu. Melihat Tuhan di dalamnya.

Gideon tidak berusaha mencobai, mengatur atau mendikte Allah. Ia hanya ingin tahu apakah janji Tuhan
pada nenek moyangnya tetap berlaku sekarang? Ia bertanya dua hal, apakah Tuhan itu baik dan apakah
pemeliharaan Tuhan itu. Jika Ia baik, apakah kehendak-Nya bagiku? Jika Ia memelihara, bagaimana saya
dapat berserah pada-Nya. Kenyataan yang ada membuatnya sulit menerima semua ini. Pertanyaan ini
menjadi semacam pertaruhan iman Gideon, menjadi pola seluruh perjalanan iman kita secara personal.
Gideon mempertanyakan pertanyaan penting yang akan mempengaruhi perjalanan imannya kelak. Seperti
apakah kebaikan Allah dan pemeliharaan Allah itu? Kebaikan Allah secara singkat dapatlah dipahami
sebagai Allah tidak pernah merancangkan kejahatan bagi setiap anak-anak-Nya dan Pemeliharaan Allah
dapat dipahami sebagai semua yang diberikan Allah pada kita itu baik adanya. Berdasarkan definisi ini maka
kita akan menganalisa realita iman Gideon dan kita melihat dua aspek:

1. Respon ketidakmampuan memahami pekerjaan dan kehendak Allah.

Saat Malaikat TUHAN datang dan memanggil Gideon secara personal, ia langsung berusaha melindungi
perasaannya, bahwa ternyata Ia tidak cukup kuat atau mampu memahami pekerjaan Allah. Itulah sebab, ia
mempertanyakan apakah janji Tuhan tidak berubah? Apakah janji yang diberikan sejak jaman nenek
moyang itu tetap sama hingga sekarang? Pergumulan iman adalah pergumulan terhadap keberadaan dan
janji Tuhan, bukan? Kita mudah menghadapi jika ini menyangkut iman Kristen secara umum, tetapi tidak
jika berkait dengan iman personal. Kita tidak cukup kuat memahami Tuhan maka tidaklah heran kalau kita
449 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

lantas bernegosiasi dengan Tuhan. Di satu sisi, kita tahu bahwa Allah itu baik, tetapi kita tidak mampu atau
cukup kuat memahami kehendak-Nya atas kita, personally. Kita menyebutnya sebagai pergumulan iman
namun lebih tepatnya, kalau kita katakan sebagai “keluhan.” Kita tidak cukup mampu menerima kenyataan
kalau kehendak Tuhan itu dinyatakan atas kita secara pribadi, kita cenderung ingin lari menghindari Tuhan.
Bagaimana cara saya berserah pada-Nya?

Gideon mau percaya, tetapi sulit baginya. Secara halus, ia mempertanyakan janji Tuhan. Ia mulai mengeluh
dan membandingkan saat ini dengan jaman nenek moyangnya. Esensi pergumulan iman itu digesernya
dengan mengutarakan realita. Kita sangat piawai melakukan hal yang sama. Tidak heran jika pengenalan
akan Tuhan di dasarkan pada realita. Jika realita berubah, maka Tuhanpun dilihat sebagai yang berubah
pula. Pada akibatnya sikap berserah hanya akan dilakukan jika berada dalam wilayah yang kita rasakan
aman saja. Kita akan rela hati membuang dosa-dosa yang kecil dengan segera tetapi “bergumul” untuk
membuang dosa-dosa yang besar. Di mobil kita meletakkan uang kecil, baik uang logam atau kertas. Kita
tidak berat hati mengeluarkan uang tersebut untuk parkir, dan sebagainya. Apalagi jika uang itu kotor dan
dekil. Dengan cepat dan senang hati kita keluarkan. Kita tahu bahwa kehendak Tuhan menuntut seluruh
perubahan hidup, namun dengan dalih bergumul kita berusaha menghindar karena realita sulit diterima.

Pengalaman iman adalah upaya memahami tuntutan Tuhan dari diri kita, yaitu percaya bahwa Ia baik dan
Ia memelihara. Di sinilah kita ternyata menjumpai ketidakcukupan kemampuan menerimanya. Tuhan tidak
ingin ada hal lain yang lebih penting dari diri-Nya, bahkan terhadap perbuatannya di masa lalu pada kita.

Dalam hal bagaimanakah iman itu diuji? Iman tidak diuji dengan seberapa banyak kita melihat atau
mengalami mujiizat-mujizat Tuhan diberikan, melainkan pada masihkah kita mengucap syukur atas segala
perbuatan-Nya dalam hidup kita? Kerohanian Kristen sangat ditentukan oleh hati yang bersyukur terhadap
apapun yang Tuhan buat. Kita memang tidak kuat atau cukup mampu menerima. Kita dapat mengucap
syukur namun sesungguhnya di dalam hati yang terdalam tidak dapat menerima realita ini. Protes dan
keluhan disampaikan pada Tuhan. Pertanyaannya adalah apa arti bersyukur? Bersyukur berarti menerima
apapun yang Tuhan perbuat; bahwa Ia pasti tidak salah memperlakukan kita; bahwa Ia tetap sama dan
tidak berubah.

2. Mempersamakan Kerohanian sebagai Pengalaman Perasaan.

Adalah keliru jika menyamakan antara pengalaman perasaan dengan pengalaman kerohanian. Yang
dimaksud “Pengalaman Perasaan” di sini adalah semua perasaan dalam relasinya dengan pekerjaan Tuhan
dalam hidup. Pengalaman perasaan seringkali jadi ukuran temperatur kerohanian. Jika perasaan kita stabil,
maka kerohanian kita stabil. Memang, Tuhan memberikan pengalaman rohani, sukacita, damai sejahtera,
dan sebagainya. Misalnya melalui jawaban doa yang kita terima atau pengertian Firman. Tuhan memang
pernah memakai cara seperti itu untuk kondisi tingkat kerohanian tertentu. Bukankah setiap kita juga
pernah mengalami pengalaman serupa di mana kita begitu bersemangat melayani, doa berjam-jam,
membaca Alkitab berpasal-pasal dan masih banyak lagi.

Semua pengalaman perasaan seperti ini tidak dapat dijadikan sebagai ukuran bagi pertumbuhan rohani
sebab mungkin sekali Tuhan mengambil semua pengalaman rohani itu. Akibatnya kita merasa kehilangan.
Kita tidak menemukan perasaan seperti itu lagi, lalu mulai bertanya: “Di manakah Engkau, Tuhan?” Ketika
tidak mendapatkan jawaban, saat itu kita menjumpai, kehidupan rohani kita gersang dan kering lantas kita
mulai membandingkan antara dulu dan sekarang. Mungkin sekali Tuhan mengangkat semua perasaan
tersebut, karena ini momen bagi Tuhan untuk menyapih kita dan menjadikan kita lebih dalam pengenalan
450 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

akan Kristus. Namun, orang tidak rela kalau pengalaman itu diambil darinya. Celakanya, pengalaman rohani
itu menjadikan orang sombong rohani. Sombong rohani bukan karena ia mempunyai pengetahuan rohani
tetapi sombong rohani yang dimaksud di sini adalah orang lebih suka mengajar daripada diajar. Orang tidak
suka melihat orang lain mempunyai relasi dengan orang lain lebih baik.

Dalam suatu buku dituliskan pertama kali orang Kristen bertobat maka semua akan tampak indah seperti
layaknya masa-masa honeymoon tetapi lama kelamaan bulan madu itu akan hilang dan kita harus bergumul
berjalan bersama dengan Tuhan. Setiap hari ada pergumulan iman dan kita merasa mendapatkan kelegaan
dan sukacita ketika datang beribadah kepada Tuhan sehingga orang tidak ingin melewati hari Minggu.
Tidak! Masih ada hari-hari lain yang harus kita lewati dan bergumul setiap hari bersama Tuhan dan kita
semakin mengenal Dia dan kebenaran-Nya.

Gideon dalam perjalanan imannya, ia semakin mengenal Tuhan, hal ini terlihat dari reaksi Gideon ketika Ia
bertemu dengan Tuhan, Gideon berkata, ”Celaka aku, aku melihat Tuhan;” ia juga memberikan
persembahan buat Tuhan. Ada satu tahap loncatan dari Gideon dengan mengatakan engkau adalah
Yehovah Shalom. Ini merupakan salah satu providensia Allah. Pertumbuhan iman harus melewati suatu
proses pergumulan, Tuhan ingin kita mengenal Tuhan lebih dekat secara pribadi, mengenal Dia sebagai
Tuhan dan Penebus yang hidup. Kita harus siap ketika Tuhan menyapih kita, Tuhan sedang ingin mengajar
kita.

Pergumulan sejati selalu membawa kita semakin dekat dengan Tuhan dan hal itu ditandai pengenalan yang
benar akan siapakah Tuhan secara pribadi. Jadi, bukan hanya sekedar pengalaman perasaan sebab
pengalaman perasaan itu bisa berubah. Gideon semakin kenal dekat dengan Allah Yehovah, ia bisa
memberikan definisi untuk Allah pertanyaannya sekarang adalah Allah seperti apakah yang kita kenal?
Pertanyaan yang sama Tuhan Yesus juga pernah ajukan pada para murid: ”Menurut kata orang, siapakah
Aku ini?” Para murid mengambil opini masyarakat lantas Tuhan Yesus kembali mengajukan pertanyaan:
“Menurut kamu sendiri siapa Aku?” Para murid harus memberikan definisi secara pribadi tentang siapakah
Tuhan Yesus. Mereka sudah bersama-sama dengan Tuhan Yesus sekian lamanya, mereka melihat
bagaimana Tuhan Yesus mengajar, menghardik, memberi makan 5000 orang lebih, dan masih banyak
mujizat lain yang mereka lihat dan sekarang mereka harus mengambil kesimpulan. Petrus langsung
memberikan jawab: ”Engkau adalah Mesias Anak Allah yang hidup.” Namun definisi itu tidak menjadikan
konsep berpikir Petrus menjadi benar.

Demikian pula halnya dengan hidup rohani. Hidup rohani kita tidak seperti musim yang selalu berganti di
mana ada kalanya kita sangat intim namun ada suatu waktu kita merasa renggang dan gersang. Apa yang
menjadi ukuran kehidupan rohani kita? Kalau kita hanya menggunakan perasaan sebagai ukuran maka itu
bukanlah pergumulan sejati. Pergumulan sejati membawa pengenalan kita semakin dekat dengan Tuhan.
Maukah kita bergumul melewati hari-hari kita bersama dengan Tuhan dan membawa kita semakin dekat
dengan Tuhan?

Amin!
451 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

D
Diin
naam
miik
kaa iim
maan
nAAy
yuub
b (1)

Oleh: Pdt. Thomy J. Matakupan

Nats: Ayub 1:1-9; 19-22; 2:1-9

Ayub 1

1 Ada seorang laki–laki di tanah Us bernama Ayub; orang itu saleh dan jujur; ia takut akan
Allah dan menjauhi kejahatan.
2 Ia mendapat tujuh anak laki–laki dan tiga anak perempuan.
3 Ia memiliki tujuh ribu ekor kambing domba, tiga ribu ekor unta, lima ratus pasang lembu,
lima ratus keledai betina dan budak–budak dalam jumlah yang sangat besar, sehingga
orang itu adalah yang terkaya dari semua orang di sebelah timur.
4 Anak–anaknya yang lelaki biasa mengadakan pesta di rumah mereka masing–masing
menurut giliran dan ketiga saudara perempuan mereka diundang untuk makan dan minum
bersama–sama mereka.
5 Setiap kali, apabila hari–hari pesta telah berlalu, Ayub memanggil mereka, dan
menguduskan mereka; keesokan harinya, pagi–pagi, bangunlah Ayub, lalu
mempersembahkan korban bakaran sebanyak jumlah mereka sekalian, sebab pikirnya:
"Mungkin anak–anakku sudah berbuat dosa dan telah mengutuki Allah di dalam hati."
Demikianlah dilakukan Ayub senantiasa.
6 Pada suatu hari datanglah anak–anak Allah menghadap TUHAN dan di antara mereka
datanglah juga Iblis.
7 Maka bertanyalah TUHAN kepada Iblis: "Dari mana engkau?" Lalu jawab Iblis kepada
TUHAN: "Dari perjalanan mengelilingi dan menjelajah bumi."
8 Lalu bertanyalah TUHAN kepada Iblis: "Apakah engkau memperhatikan hamba–Ku Ayub?
Sebab tiada seorangpun di bumi seperti dia, yang demikian saleh dan jujur, yang takut
akan Allah dan menjauhi kejahatan."
9 Lalu jawab Iblis kepada TUHAN: "Apakah dengan tidak mendapat apa–apa Ayub takut
akan Allah?

19 maka tiba–tiba angin ribut bertiup dari seberang padang gurun; rumah itu dilandanya
pada empat penjurunya dan roboh menimpa orang–orang muda itu, sehingga mereka
mati. Hanya aku sendiri yang luput, sehingga dapat memberitahukan hal itu kepada tuan."
20 Maka berdirilah Ayub, lalu mengoyak jubahnya, dan mencukur kepalanya, kemudian
sujudlah ia dan menyembah,
21 katanya: "Dengan telanjang aku keluar dari kandungan ibuku, dengan telanjang juga aku
akan kembali ke dalamnya. TUHAN yang memberi, TUHAN yang mengambil, terpujilah
nama TUHAN!"
22 Dalam kesemuanya itu Ayub tidak berbuat dosa dan tidak menuduh Allah berbuat yang
kurang patut.
452 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

Ayub 2

1 Pada suatu hari datanglah anak–anak Allah menghadap TUHAN dan di antara mereka
datang juga Iblis untuk menghadap TUHAN.
2 Maka bertanyalah TUHAN kepada Iblis: "Dari mana engkau?" Lalu jawab Iblis kepada
TUHAN: "Dari perjalanan mengelilingi dan menjelajah bumi."
3 Firman TUHAN kepada Iblis: "Apakah engkau memperhatikan hamba–Ku Ayub? Sebab
tiada seorangpun di bumi seperti dia, yang demikian saleh dan jujur, yang takut akan
Allah dan menjauhi kejahatan. Ia tetap tekun dalam kesalehannya, meskipun engkau telah
membujuk Aku melawan dia untuk mencelakakannya tanpa alasan."
4 Lalu jawab Iblis kepada TUHAN: "Kulit ganti kulit! Orang akan memberikan segala yang
dipunyainya ganti nyawanya.
5 Tetapi ulurkanlah tangan–Mu dan jamahlah tulang dan dagingnya, ia pasti mengutuki
Engkau di hadapan–Mu."
6 Maka firman TUHAN kepada Iblis: "Nah, ia dalam kuasamu; hanya sayangkan nyawanya."
7 Kemudian Iblis pergi dari hadapan TUHAN, lalu ditimpanya Ayub dengan barah yang
busuk dari telapak kakinya sampai ke batu kepalanya.
8 Lalu Ayub mengambil sekeping beling untuk menggaruk–garuk badannya, sambil duduk
di tengah–tengah abu.
9 Maka berkatalah isterinya kepadanya: "Masih bertekunkah engkau dalam kesalehanmu?
Kutukilah Allahmu dan matilah!"

Kitab Ayub adalah kitab yang mencantumkan tentang pergumulan anak manusia untuk hidup benar di
hadapan Allah. Kitab Ayub dapat dilihat dari dua perspektip, yaitu: pertama, perspektip Ilahi, pada bagian
awal kita melihat percakapan antara Tuhan dan iblis dalam suatu pertemuan di surga dan Tuhan dua kali
memuji Ayub sebagai hamba yang setia; kedua, perspektip manusia, secara global kita dapat memahami
pergumulan seorang manusia untuk mengerti perspektip Ilahi, yakni seorang yang ingin hidup benar dan
melakukan kehendak Allah meskipun pada waktu itu fakta menyatakan hal yang terbalik.

Dalam pemahaman teologisnya, Ayub tahu bahwa Tuhan adalah Tuhan yang baik, Tuhan yang benar dan
Tuhan yang memelihara namun dia terbentur dengan fakta yang terjadi dalam hidupnya. Inilah usaha
manusia untuk mengerti kehendak Allah dari sudut pandang bawah; manusia tidak mengerti akan apa yang
terjadi di surga. Iblis berkali-kali meminta ijin pada Tuhan untuk mencobai Ayub tapi dengan syarat tidak
boleh mengambil nyawanya. Iblis tidak berhak atas nyawa kita hanya Tuhan sang sumber hidup itulah yang
berhak atas nyawa manusia. Hidup Ayub menjadi porak poranda, dia kehilangan seluruh kepunyaannya
termasuk juga keluarga dan iblis berharap dia menyangkali Allahnya.
Dalam pergumulannya memahami kehendak Allah, Ayub berusaha untuk membenarkan diri dengan
mempertanyakan segala kejadian yang menimpa hidupnya pada Tuhan. Bukankah hal ini juga menjadi
pergumulan setiap orang percaya? Di satu sisi, kita adalah manusia yang rohani tapi di lain pihak kita adalah
manusia yang mudah terpeleset. Kita tidak menyangkali, 99% Ayub adalah orang baik tapi masih ada 1% di
mana ia mencoba membenarkan dirinya di hadapan Tuhan dan kemungkinan bisa jatuh. Kita akan
mengenal lebih jauh diri Ayub.

1. Ayub adalah orang saleh, jujur dan menjauhi kejahatan. Ayub orang yang sangat sempurna tapi
tidak menutup kemungkinan ia masih dapat jatuh ke dalam dosa. Semua catatan Alkitab tentang Ayub
membuktikan bahwa ia adalah orang yang tidak bercacat cela baik dalam hal hubungannya dengan sesama
453 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

maupun dengan Allah. Ayub sangat disegani dan dihormati oleh sesama (Ayb. 29); ia selalu mengutamakan
Tuhan dalam hidupnya; ia senantiasa mempersembahkan korban bakaran bagi anak-anaknya sebab
pikirnya: anak-anaknya mungkin telah berbuat dosa (Ayb. 1:5).

Menurut penafsiran, kitab Ayub merupakan kitab yang pertama kali ditulis dari seluruh kitab di Perjanjian
Lama; karena di dalamnya tidak ada tulisan tentang Israel, hukum Taurat atau tabernakel. Adalah salah
kalau menganggap Ayub hanyalah seorang tokoh mitos yang melambangkan kesempurnaan manusia.
Tidak! Tokoh Ayub merupakan tokoh historis yang riil karena Yehezkiel mengutip nama Ayub sebagai
bagian dari catatannya (Yeh. 4:14). Ayub adalah seorang manusia yang mempunyai hati yang tulus, jujur dan
keberanian untuk mempertahankan kebenaran.

2. Ayub mempunyai konsep teologis yang baik tentang Allah. Dia tahu kalau ada Allah bahkan Alkitab
mencatat ia menyebut Allah dengan nama Yahweh (Ayb. 1:21) jauh sebelum Abraham ada bahkan jauh
sebelum Allah memperkenalkan diri-Nya sendiri dengan nama Yahweh pada Musa. Yahweh diterjemahkan
LAI dengan “TUHAN“ (huruf kapital). Ayub tahu bahwa semua tindakan yang melawan Allah itu berdosa itulah
sebabnya ia berusaha menjaga diri dengan baik di hadapan Allah bahkan ia bersedia memberikan korban
persembahan untuk dosa yang tidak pernah ia lakukan.

3. Ayub orang yang sangat kaya (Ayb. 1:3). Segala sesuatu ia punya sehingga tidak ada kesulitan bagi
Ayubb untuk membantu para janda, anak-anak terlantar atau orang yang dalam penderitaan karena
kemungkinan besar bantuan tersebut tidaklah mengurangi harta miliknya; itu hanya sebagian kecil dari
harta kepunyaannya. Hal inilah yang membuat ia banyak disukai oleh orang-orang. Beda dengan orang yang
hidupnya pas-pasan tentulah akan merasa berat ketika datang orang yang meminta pertolongan padanya
namun tidak demikian dengan Ayub. Penafsiran ini kurang tepat, Ayub menolong orang yang sedang dalam
kesulitan bukan dalam kelimpahannya saja tapi juga dengan ketulusan hati, kejujuran. Hubungan relasinya
dengan Tuhan yang baik itulah yang membuat ia ingin hidup dengan benar di hadapan Tuhan dengan
mengasihi sesamanya. Karena mustahil kalau seseorang mengatakan,“Aku mengasihi Allah“, dan ia
membenci saudaranya, maka ia adalah pendusta, karena barangsiapa tidak mengasihi saudara yang
dilihatnya, tidak mungkin mengasihi Allah, yang tidak dilihatnya (1Yoh. 4:20).

Dari kehidupan Ayub maka pendapat orang yang mengatakan bahwa orang kaya biasanya hidup jauh dari
Tuhan menjadi tidak benar. Ayub justru membalik konsep ini. Karena kasihnya pada Tuhan itulah ia
menjaga hidupnya dengan tidak bercacat cela di hadapan-Nya dengan mengasihi sesamanya. Melihat
kehidupan Ayub yang saleh dan jujur tersebut maka tidak ada seorangpun berani berpendapat bahwa
malapetaka yang menimpa hidup Ayub akibat dosanya. Tidak! Ayub tidak tahu kalau ada kesepakatan
antara Allah dengan iblis di surga.

Penderitaan yang dialami Ayub sangatlah berat. Bayangkan, seluruh kekayaannya habis lenyap dalam
sehari begitu juga dengan anak-anaknya. Penderitaan Ayub tidak cukup sampai di situ, ia juga menderita
secara batin; orang yang paling dekat yakni istri yang sangat dikasihinya menyuruh untuk mengutuki Allah.
Bukankah ini yang menjadi keinginan iblis? Biasanya orang sulit memaafkan ketika dirinya mendapat
perlakuan buruk dan menyakitkan dari orang yang terdekat. Lain halnya bila yang menyakiti kita adalah
orang lain mungkin kita masih bisa mentoleransi dan memberinya maaf. Lengkaplah semua penderitaan
yang dialami Ayub; family, finances, fitness, friends (4 F) semuanya habis lenyap. Tidak ada satu orangpun di
dunia yang mengalami penderitaan sehebat Ayub. Kita mungkin pernah mengalami kehilangan, kesulitan
dan kekecewaan namun tidak separah yang dialami Ayub dan ingat, Allah yang memperkenankan semua itu
terjadi maka Ia akan menolong dan menguatkan kita saat menghadapi segala tantangan.
454 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

Banyak orang yang mau berkumpul di sekeliling mahkota Kristus tapi hanya sedikit orang yang mau
berkumpul di bawah salib Kristus sebab salib merupakan jalan penderitaan. Orang Kristen tidak lepas dari
penderitaan bahkan Kristus sendiri telah menderita demi untuk menebus dosa. Agustinus
mengatakan,“God only had one Son on this earth without sin but one without suffering“, Allah hanya me-
miliki satu anak tunggal tanpa dosa tapi tidak tanpa penderitaan. Tuhan justru ingin menunjukkan ke-
muliaan-Nya melalui penderitaan yang kita alami, sehingga kita akan timbul seperti emas (Ayb. 23:10). Ayub
bisa mengeluarkan pernyataan indah justru di tengah-tengah perdebatan teologis yang sengit dengan
sahabat-sahabatnya. Hal ini menunjukkan relasi Ayub yang indah dan yang berkenan di hati Tuhan. Ada dua
kemungkinan reaksi yang muncul ketika seseorang mengalami penderitaan, yaitu: pertama, semakin dekat
Allah, atau kedua, melarikan diri dari Allah.



1. Apakah tetap ada devosi kepada Allah? Saat penderitaan datang, apakah Ayub tidak boleh marah
atau frustasi? Salahkah Ayub bila ia mengutuki Allah? Syukur kepada Alah, dalam kesemuanya itu ia tidak
berbuat dosa dan tidak menuduh Allah berbuat hal yang kurang patut (Ayb. 1:22). Berarti ada kemungkinan
ketika seseorang menghadapi kenyataan yang terbalik dari konsep manusia maka kemungkinan ia menjadi
marah, sedih dan meratap. Yang menjadi pertanyaan adalah apakah reaksi yang ditunjukkan semacam itu
salah? Apakah seseorang yang menghadapi penderitaan ia tidak boleh mengeluarkan kemarahan atau
frustasi? Reaksi semacam itu tidaklah salah. Namun, yang menjadi pertanyaan selanjutnya adalah apakah
reaksi yang dia tunjukkan tersebut membuatnya semakin dekat Allah atau semain jauh dari Allah?
Menghadapi penderitaan yang sedemikian berat Ayub justru menunjukkan reaksi: mengoyakkan jubahnya,
mencukur kepalanya dan kemudian ia sujud menyembah dan berkata,“Dengan telanjang aku keluar dari
kandungan ibuku, dengan telanjang juga aku akan kembali ke dalamnya. TUHAN yang memberi, TUHAN
yang mengambil, terpujilah nama TUHAN!“ (Ayb. 1:20-21). Dalam kesedihannya, Ayub tidak menjadi rapuh;
ia justru menaruh pengharapannya pada Tuhan (Ayb. 13:15). Ayub tidak tahu ada kesepakatan antara Tuhan
dengan iblis di surga maka wajarlah kalau ia berdebat keras dengan Allah akan tetapi di akhir dari
semuanya itu Ayub tidak menjadi berdosa dan Tuhan memuji Ayub bahkan Dia mengembalikan harta Ayub
sepuluh kali lipat lagi. Ada kemuliaan dari penderitaan yang dialami Ayub.

Di saat kita mengalami penderitaan bukan berarti kita tidak boleh bersedih atau marah karena menghadapi
keadaan yang tidak kita sukai wajar timbul aksi reaksi yang manusiawi. Namun dibalik sifat manusiawi yang
dimunculkan apakah masih tetap ada devosi dalam hati kita? Masihkah ada pengharapan dalam Tuhan?

2. Apakah tetap ada sebuah perasaan bergantung pada Allah? Semua perdebatan Ayub melawan
sahabat-sahabatnya bahkan argumentasi yang diajukannya kepada Allah adalah dalam konteks dia cinta
kepada Allah. Dia adalah orang yang ingin hidup lurus di hadapan Tuhan dan memanggil nama Tuhan.
Secara keseluruhan kita dapat mengatakan bahwa Ayub adalah orang yang sempurna namun ia mempunyai
kemungkinan untuk bergeser meski kesempatan itu hanya 1%. Kemungkinan kecil ini cukup bagi Ayub untuk
mempertanyakan keberadaan dirinya, menyelesaikan pergumulan telogisnya. Kemungkinan 1% ini justru
yang sangat membahayakan karena tidak menutup kemungkinan bagi seseorang untuk berubah. Sebagai
contoh, istri Ayub. Alkitab tidak menuliskan banyak hal mengenai kehidupan istri Ayub sebelumnya namun
dapatlah ditarik kesimpulan bahwa ia seorang yang taat beribadah seperti halnya Ayub. Akan tetapi dia
tidak dapat menghadapi kenyataan bahkan menyuruh Ayub untuk mengutuki Allah; istri Ayub mudah sekali
berubah. Bagaimana dengan kita? Akankah kita menjadi sama seperti halnya istri Ayub?
455 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

Ketika manusia mengalami penderitaan dan mulai kecewa pada Tuhan maka ia mulai menjauh dari Tuhan
padahal sebelumnya ia seorang aktivis yang giat melayani. Andai, Ayub tahu kalau ada rencana Tuhan di
balik semua peristiwa pastilah dia tidak akan masuk dalam pergumulan yang berat. Setiap manusia pasti
mengalami pergumulan hidup dengan bobot yang tidak sama namun ingatlah bahwa itu semua tidak
mengubah keadaan. Ketahuilah ada Tuhan yang menopang dan memberi kekuatan pada kita; Ia akan
memberi jalan keluar sehingga kita dapat menanggungnya (1Kor. 10:13).
Tuhan mengijinkan iblis untuk mencobai manusia tapi Dia membatasi ruang gerak iblis. Hal ini
membuktikan bahwa setan tidak maha kuasa. Ingat, setan hanya bisa menipu manusia seakan-akan dia
maha kuasa dengan mengabulkan semua permintaan manusia. Biarlah kita mau belajar seperti Ayub yang
selalu bersandar dan berharap pada Tuhan di saat mengalami pencobaan berat sekalipun kita tidak menjadi
berdosa. Jangan menganggap atau merasa diri kuat karena di saat kita merasa kuat justru itu menunjukkan
kelemahan diri kita.

3. Apakah tetap ada sebuah deklarasi bahwa Dia adalah Allah yang baik? Istri Ayub hanya fokus pada
penderitaan yang menimpa keluarganya. Itulah sebabnya ia menjadi marah dan menyuruh Ayub untuk
mengutuki Tuhan. Di tengah-tengah kesedihannya, bukan kutukan atau cacian yang keluar namun justru
pujian buat Tuhan; apakah kita mau menerima yang baik dari Allah, tetapi tidak mau menerima yang
buruk? (Ayb. 2:10). Pengenalannya pada Tuhan menyadarkan Ayub bahwa ada maksud dan rencana Tuhan
yang indah di balik semua penderitaan yang dialaminya. Perdebatan yang sengit antara Ayub dengan
sahabat-sahabatnya tidak membuat hubungannya dengan Tuhan semakin jauh. Sebab tangan Tuhan
menopang maka Ayub bisa kuat menghadapi segala pencobaan.

Pergumulan seperti Ayub ini menjadi suatu pergumulan yang seringkali kita lewati tapi dalam konteks dan
konsumsi kita masing-masing tapi yang menjadi pertanyaan ketika kita menghadapi semuanya itu apakah
ketiga hal tersebut di atas muncul dalam diri kita?

Amin!
456 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

D
Diin
naam
miik
kaa iim
maan
nAAy
yuub
b (2)

Oleh: Pdt. Thomy J. Matakupan

Nats: Ayub 1:6-12; 42-4-6

Ayub 1

6 Pada suatu hari datanglah anak–anak Allah menghadap TUHAN dan di antara mereka
datanglah juga Iblis.
7 Maka bertanyalah TUHAN kepada Iblis: "Dari mana engkau?" Lalu jawab Iblis kepada
TUHAN: "Dari perjalanan mengelilingi dan menjelajah bumi."
8 Lalu bertanyalah TUHAN kepada Iblis: "Apakah engkau memperhatikan hamba–Ku Ayub?
Sebab tiada seorangpun di bumi seperti dia, yang demikian saleh dan jujur, yang takut
akan Allah dan menjauhi kejahatan."
9 Lalu jawab Iblis kepada TUHAN: "Apakah dengan tidak mendapat apa–apa Ayub takut
akan Allah?
10 Bukankah Engkau yang membuat pagar sekeliling dia dan rumahnya serta segala yang
dimilikinya? Apa yang dikerjakannya telah Kauberkati dan apa yang dimilikinya makin
bertambah di negeri itu.
11 Tetapi ulurkanlah tangan–Mu dan jamahlah segala yang dipunyainya, ia pasti mengutuki
Engkau di hadapan–Mu."
12 Maka firman TUHAN kepada Iblis: "Nah, segala yang dipunyainya ada dalam kuasamu;
hanya janganlah engkau mengulurkan tanganmu terhadap dirinya." Kemudian pergilah
Iblis dari hadapan TUHAN.

Ayub 42

4 Firman–Mu: Dengarlah, maka Akulah yang akan berfirman; Aku akan menanyai engkau,
supaya engkau memberitahu Aku.
5 Hanya dari kata orang saja aku mendengar tentang Engkau, tetapi sekarang mataku
sendiri memandang Engkau.
6 Oleh sebab itu aku mencabut perkataanku dan dengan menyesal aku duduk dalam debu
dan abu."

Francis Schaefer menyatakan bahwa secara inti, berita Injil dalam Perjanjian Lama bukanlah seperti yang
kita pahami saat ini, yaitu Yesus mati bagi dosa-dosa kita tetapi inti berita Injil dalam Perjanjian Lama
adalah God is there, Tuhan ada di sana – Dia mengontrol dan menguasai seluruh kehidupan manusia dan
setiap bagian di dalamnya. Untuk memahami konsep God is there ini tidaklah mudah, dibutuhkan
pergumulan iman yang cukup berani untuk melihat fakta tersebut dalam hidup kita. Kalau kita menelusuri
kitab Ayub maka kita menemukan suatu kebenaran yang mengagetkan dan membuat kita tercengang
bahkan mungkin dapat membuat iman kita tergoncang: Allah mengijinkan setan untuk mencobai anak-
anak-Nya. Kita mengenal Allah sebagai Allah yang Maha Baik dan sekarang kita mendapati fakta bahwa
Allah yang baik dan penuh dengan kemurahan itu adalah Allah yang juga mencobai anak-anak-Nya? Justru
sangatlah mengherankan kalau kita tidak menjadi tergoncang ketika kita mengetahui kebenaran ini sebab
457 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

kemungkinan dalam kasus seperti itu kita mencoba mencari-cari jawaban yang sifatnya superfisial, yaitu
jawaban yang dapat menentramkan hati dan emosi kita.

Manusia mencoba menentramkan hati yang galau dengan bahasa-bahasa iman, yaitu apa yang terjadi
dalam kehidupan kita merupakan bagian dari rencana Allah yang sempurna (Roma 8:28). Pertanyaannya
sekarang adalah apakah semua upaya yang kita lakukan tersebut dapat menentramkan hati dan
menyelesaikan semua permasalahan kita? Kalau kita mau jujur, sesungguhnya semua upaya yang kita
lakukan seperti praktek keagamaan itu hanyalah usaha untuk menyembunyikan kegalauan akan
pergumulan iman kita. Puji Tuhan, hari ini kalau kitab Ayub ini ada maka itu dimaksudkan untuk menjadi
berkat bagi setiap kita akan realita pergumulan iman dari seorang anak Tuhan.

Tuhan pun memberikan label bahwa Ayub adalah seorang yang saleh, jujur, takut akan Tuhan dan menjauhi
kejahatan. Ayub selalu memberikan korban tiap kali anaknya selesai mengadakan pesta sejumlah anaknya
sebab Ayub takut kalau-kalau anaknya itu berbuat dosa dan mengutuki Allah dalam hatinya. Kata “kutuk“
inilah yang dipakai iblis untuk mencobai Ayub (Ayb. 1:11) dan kata “kutuk“ ini juga dikutip oleh istri Ayub
(Ayb. 2:11). Ketika Tuhan memberikan ijin pada iblis untuk mencobai Ayub maka tanpa membuang waktu
lagi iblis langsung bekerja:

1. hanya dalam waktu satu hari Ayub kehilangan sepuluh anaknya dan seluruh hartanya habis lenyap,

2. seluruh tubuh Ayub dari telapak kaki sampai kepalanya ditimpa dengan sakit barah. Di satu sisi,
Ayub adalah orang saleh dan takut akan Tuhan namun di sisi lain, Ayub juga mengalami kesulitan
memahami: kenapa hanya dalam waktu singkat ia mengalami hal yang buruk?
Setiap orang pasti mengaminkan bahwa Allah adalah Allah yang pemurah dan baik, Allah yang memelihara
tetapi orang mulai bereaksi ketika kita bertemu bahwa Allah yang sama itu pun menciptakan peluang
orang-orang percaya untuk dicobai. Mengapa orang Kristen mengalami penderitaan? C. S. Lewis mem-
berikan jawab atas pertanyaan yang diajukan tersebut dengan bertanya balik, so what? Adalah tidak adil
kalau kita menyalahkan Ayub atas segala tindakannya ketika menghadapi pencobaan itu sebab pada saat
itu Ayub tidak tahu kalau ada perjanjian antara Allah dengan iblis di dunia sana. Kita akan mencoba
memikirkan dua hal yang menjadi problema dalam kitab Ayub, yaitu:

1. Natur Iman

Kalau kita mencoba menelusuri kehidupan Ayub, siapakah Ayub? Alkitab memberikan beberapa label: Ayub
adalah orang kaya tetapi tidak materialis, orang yang saleh, takut akan Tuhan dan menjauhi kejahatan.
Ayub taat melakukan segala sesuatu yang menjadi keinginan Tuhan. Setan pun mengakui kesalehan Ayub
ini meski cara ia menyatakannya dengan cara negasi. Dengan kata lain, setan mau mengatakan bahwa iman
Ayub hanyalah sejauh ia melihat kenyataan: Allah memberkati. Setiap orang Kristen pasti mengaminkan
bahwa Allah adalah Allah yang hidup, Allah yang Maha baik dan Allah yang penolong. Namun perhatikan,
semua pernyataan iman tersebut merupakan pernyataan iman di dalam tingkatan yang paling rendah dan
lemah. Konflik iman Ayub ini dimulai pada saat Tuhan mengijinkan iblis untuk mencobainya namun letak
permasalahannya adalah Ayub tidak tahu apa yang terjadi di dunia sana. Kita mungkin pernah mendengar
bahkan mungkin kita alami sendiri, yakni seorang yang dulunya rajin melayani tapi keadaan menjadi
berbalik, dia tidak lagi melayani bahkan mulai meninggalkan Tuhan. Apakah yang menjadi penyebab orang
sampai pada kondisi yang terpuruk dan terhilang seperti itu?

Pertama, orang sudah masuk dalam jebakan filosofi setan yang berpusat pada diri, self center philosophy,
yakni hidup Kristen yang patut dihidupi adalah hidup yang diberkati, hidup nyaman dan sukses. Maka
tidaklah heran kalau Tuhan ambil maka dia akan langsung mengutuki Tuhan dan meninggalkan Tuhan.
Orang mencari jawaban atas pertanyaan yang muncul dalam dirinya: bukankah Tuhan adalah Tuhan yang
458 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

memberkati dan bukankah kita telah berbakti dan melayani Tuhan dengan giat lalu kenapa Tuhan tidak
menolong dan malahan sepertinya Dia mengalihkan wajah-Nya? Bukankah konsep pemikiran yang
sedemikian ini sama dengan iman daripada orang-orang yang percaya bahwa kalau gunung merapi meletus
itu karena penunggu dari gunung merapi tersebut sedang batuk? sehingga mereka perlu mem-
persembahkan sesaji untuk menghentikannya. Kalau mereka mempersembahkan sesaji maka yang menjadi
sesaji bagi orang Kristen adalah pelayanan kita maka ketika keadaan berbalik maka yang tinggal hanya
kekecewaan dan 1001 pertanyaan mengapa yang muncul dalam pikiran kita. Hati-hati jangan terjebak akal
licik setan yang sangat halus dan kelihatan rohani. Pertanyaannya sekarang adalah apakah Ayub menjadi
pelengkap penderita ajang peperangan antara setan dengan Allah? Sesungguhnya di manakah letak
permasalahannya, apakah antara Tuhan dengan Ayub ataukah Tuhan dengan setan ataukah Ayub dengan
setan? Letak permasalahannya adalah antara Tuhan dengan setan. Ingat, Tuhan adalah Tuhan yang
berkuasa atas semesta maka Dia yang memegang kendali atas semesta tak terkecuali juga atas setan. Itulah
sebabnya setan datang meminta ijin kepada Tuhan untuk mencobai Ayub. Hal ini membuktikan bahwa
setan tidak mempunyai kuasa apapun atas hidup manusia. Hari ini kalau kita merasakan kekecewaan dan
terpuruk maka percayalah semua itu ada dalam kontrol Tuhan, percayalah Tuhan tidak akan pernah
meninggalkanmu.

Kedua, orang memakai pola relasi antara dirinya dengan orang lain dan dikenakan pada relasi antara Tuhan
dengan dirinya. Seperti halnya, seorang anak ketika menginginkan sesuatu maka dengan segala cara ia akan
berusaha bahkan merengek atau merayu pun dilakukannya demi untuk mendapatkan apa yang
diinginkannya dari ayahnya akan tetapi suatu hari ketika si ayah tidak lagi mengabulkan keinginannya maka
si anak akan mencari orang terdekat lainnya, seperti ibunya. Hal ini menimbulkan kesan sepertinya si ayah
kurang mengasihi dan pola ini pun juga dipakai untuk menggambarkan relasi kita dengan Tuhan. Kalau kita
minta dan Tuhan memberikannya maka itu berarti Tuhan mengasihi dan dalam konteks itu nothing
problem with my faith. Permasalahan mulai muncul ketika Tuhan tidak lagi mengabulkan lagi semua
keinginan kita dan kita menganggap Tuhan kejam. Ide negatif tentang Tuhan yang muncul ini karena kita
mengenakan pola hubungan relasi kita dengan sesama pada Tuhan maka tidaklah heran kalau orang yang
dulunya aktif melayani kini mulai meninggalkan Tuhan. Ingat, relasi manusia dengan Tuhan berbeda dengan
relasi manusia dengan sesama.

Ketiga, ketika manusia mendapati fakta bahwa Allah tidak lagi mengabulkan keinginannya maka orang
mulai mereduksi konsep Allah sedemikian rupa. Orang ingin mendapatkan penjelasan dari Allah atas
kejadian yang menimpa dirinya dan penjelasan tersebut haruslah dapat diterima dengan logika manusia
sedemikian rupa sehingga dapat membuat dirinya tetap beriman. Allah ditaruh pada tempat dimana Allah
yang harus memberikan pertanggungan jawab dan penjelasan atas segala hal yang terjadi di dalam hidup
kita. Manusia telah mereduksi konsep Allah di mana posisi Allah menjadi sedemikian kecil bahkan
dibanding dengan manusia. Ingat, Allah berhak untuk tidak memberikan jawaban atas semua pertanyaan
manusia. Maka tidaklah heran ketika manusia tidak memperoleh jawaban dari Allah maka manusia menjadi
kecewa dan mulai meninggalkan-Nya.

Beberapa orang menafsirkan Ayub ini hidup sejaman dengan Abraham, jadi sebelum Musa mendapatkan
hukum Taurat, Ayub sudah mengerti tentang konsep ketaatan dan ia sudah menjalankannya dan Tuhan
memuji ketaatan Ayub ini. Akan tetapi Ayub belum pernah masuk dalam pengalaman iman di mana Tuhan
mengijinkan sisi lain itu terjadi. Ayub mencoba mencari jawaban: mengapa semua ini terjadi? Ayub tidak
pernah menemukan jawabnya bahkan sampai akhir sebab jawaban itu milik Tuhan. Jelaslah bahwa posisi
Ayub bukan posisi yang berada di medan pertempuran antara Tuhan dengan setan. Tidak! Tetapi Tuhan
meletakkan Ayub pada suatu posisi ujian dan Tuhan tahu sampai di mana batas kemampuan Ayub, Tuhan
tahu pasti, Ayub pasti tidak akan pernah menyangkali-Nya. Ray C. Steadman mencetuskan: iman Ayub
adalah iman yang mau membaktikan diri pada Allah walaupun saat itu sulit untuk dilakukan. Tuhan Yesus
459 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

telah memberikan teladan pada kita tentang iman yang seperti ini, yaitu ketika Dia berada di taman
Getsemani dan pergumulan ini ditutup dengan suatu kalimat: bukan kehendak-Ku tetapi kehendak-Mu
yang jadi. Inilah great faith, yakni ketika iman dalam kondisi terpuruk justru saat itulah kita tahu Tuhan
menolong. Natur iman Ayub tidak berhenti hanya sampai pada suatu tingkatan iman yang hanya sekedar
mengerjakan tuntutan dari Tuhan. Tidak! Iman Ayub masuk dalam suatu tingkatan yang lebih dalam.

2. Natur Allah

Dalam kitab Ayub, kita melihat Allah yang Maha Baik tetapi di sisi lain, kita mendapati Allah sebagai sosok
pribadi yang inpersonal, pribadi yang dingin dan kejam. Sosok Allah seperti inilah yang disembah oleh Ayub
dan kepada-Nya ia taat. Perhatikan, mengenal kehendak Allah dan mengenal Allah adalah dua hal yang
berbeda. Sebab ada kemungkinan orang melakukan kehendak Allah tanpa mengenal Dia. Sebagai contoh,
Musa sebelumnya hanya melakukan kehendak Allah tanpa ia mengenal Allah dan Musa bertindak sebelum
waktu Tuhan akibatnya Musa ditolak oleh bangsanya sendiri. Pengenalan Musa dimulai ketika ia bertemu
Tuhan di semak terbakar tetapi tidak hangus. Ketika Tuhan memerintahkan Musa untuk kembali ke Mesir
dan menjadi pemimpin atas bangsa Israel, ia menolak karena ia takut mengalami sakit hati akibat
penolakan untuk kedua kalinya. Musa melakukan kehendak Allah tanpa ia mengenal Allah. Paulus kepada
jemaat Roma mengatakan kalau sesungguhnya mereka tidak mengenal Allah, mereka hanya melakukan
kehendak-Nya. Orang yang demikian ini mempunyai tingkatan iman yang rendah. Seharusnya melakukan
kehendak Allah merupakan ekspresi orang yang mengenal Allah. Dalam catatan akhir kitab Ayub kita
menjumpai hal yang sangat mengejutkan (Ayb. 42:5-6).

Dengan kata lain, Ayub mengakui bahwa tindakan ibadah yang dilakukannya selama ini adalah karena “kata
orang“ sampai akhirnya melalui pergumulan iman yang panjang itu barulah Ayub mengenal Allah yang
sejati. Inilah tujuan Allah mengijinkan iblis mencobai Ayub, yakni supaya iman Ayub mencapai satu
tingkatan yang lebih tinggi. Kitab Ayub mau menyatakan bahwa Allah bukanlah seorang pribadi yang
dengan kuasa-Nya bertindak semena-mena. Tidak! Allah adalah Allah yang peduli, Allah yang mengontrol
segala sesuatu. Allah tidak akan pernah memberikan ijin pada setan untuk mencobai orang Kristen yang
membawanya pada suatu posisi: semakin teguh imannya ataukah justru menjadi hancur. Tidak! Kalau Allah
ijinkan iblis mencobai itu karena Allah tahu batas kemampuan kita. Ayub mencoba mencari jawab atas
kejadian yang menimpa dirinya dan ketiga teman Ayub tidak dapat memberikan jawaban yang memuaskan
hatinya dan sampailah ia pada Allah. Tuhan pun menjawab seluruh pertanyaan Ayub dan jawaban itu
berupa pertanyaan balik yang tajam kepada Ayub dan Tuhan menuntut jawaban dari Ayub (Ayb. 38 – 42).

Menghadapi tantangan yang bertubi-tubi itu ia tidak dapat berkata-kata. Ayub pun mencabut perkataannya
dan menyesalkan diri. Ayub adalah seorang yang jujur dan Tuhan memberikan jawaban yang jujur. Ayub
bertemu dengan Tuhan yang berdaulat dan dia mengenal Tuhan yang sejati. Hati-hati, setan tidak berhasil
membuat Ayub berdosa tetapi bukan berarti setan akan berhenti Tidak! Setan akan terus mencari orang
yang dapat ditelannya (1Pet. 5:8). Hari ini, mungkin kita mengalami pergumulan iman yang berat di mana
kita sulit mengenali Allah, namun ketahuilah Tuhan ada di sana, Dia mengendalikan seluruh aspek hidup
kita, Dia akan menjagai kita. Sesungguhnya, tidak perlu bagi kita mendapatkan jawaban dari Tuhan. Asal
sudah bertemu dengan Tuhan maka semua itu sudah cukup menghentikan seluruh pergumulan kita
tentang Allah. Berarti iman kita tidak salah. Kitab Yak. 5:11 memberikan suatu kesimpulan tentang
pergumulan Ayub, yakni Ayub disebut sebagai orang yang berbahagia karena ketekunannya atau yang
diterjemahkan sebagai ketahanan (endurance, bhs Inggris). Allah telah memberikan peluang bagi Ayub untuk
masuk dalam satu tingkatan iman yang lebih dalam dan lebih dalam lagi adalah juga Allah yang sama yang
akan memberikan peluang bagi kita untuk masuk dalam tingkatan iman yang lebih tinggi lagi. Maukah
saudara? Amin!
460 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

D
Diin
naam
miik
kaa iim
maan
nSSiim
msso
onn
Oleh: Pdt. Thomy J. Matakupan

Nats: Hakim-Hakim 13-16

Hakim-Hakim 13:1-5

1 Orang Israel melakukan pula apa yang jahat di mata TUHAN; sebab itu TUHAN
menyerahkan mereka ke dalam tangan orang Filistin empat puluh tahun lamanya.
2 Pada waktu itu ada seorang dari Zora, dari keturunan orang Dan, namanya Manoah;
isterinya mandul, tidak beranak.
3 Dan Malaikat TUHAN menampakkan diri kepada perempuan itu dan berfirman kepadanya,
demikian: "Memang engkau mandul, tidak beranak, tetapi engkau akan mengandung dan
melahirkan seorang anak laki–laki.
4 Oleh sebab itu, peliharalah dirimu, jangan minum anggur atau minuman yang
memabukkan dan jangan makan sesuatu yang haram.
5 Sebab engkau akan mengandung dan melahirkan seorang anak laki–laki; kepalanya
takkan kena pisau cukur, sebab sejak dari kandungan ibunya anak itu akan menjadi
seorang nazir Allah dan dengan dia akan mulai penyelamatan orang Israel dari tangan
orang Filistin."

Hakim-Hakim 13:24-25; 14:1; 15:20

24 Lalu perempuan itu melahirkan seorang anak laki–laki dan memberi nama Simson
kepadanya. Anak itu menjadi besar dan TUHAN memberkati dia.
25 Mulailah hatinya digerakkan oleh Roh TUHAN di Mahane–Dan yang terletak di antara Zora
dan Esytaol.

1 Simson pergi ke Timna dan di situ ia melihat seorang gadis Filistin.

20 Ia memerintah sebagai hakim atas orang Israel dalam zaman orang Filistin, dua puluh
tahun lamanya.

Hakim-Hakim 16:1-4; 21-22; 31

1 Pada suatu kali, ketika Simson pergi ke Gaza, dilihatnya di sana seorang perempuan
sundal, lalu menghampiri dia.
2 Ketika diberitahukan kepada orang–orang Gaza: "Simson telah datang ke sini," maka
mereka mengepung tempat itu dan siap menghadang dia semalam–malaman itu di pintu
gerbang kota, tetapi semalam–malaman itu mereka tidak berbuat apa–apa, karena
pikirnya: "Nanti pada waktu fajar kita akan membunuh dia."
3 Tetapi Simson tidur di situ sampai tengah malam. Pada waktu tengah malam bangunlah ia,
dipegangnya kedua daun pintu gerbang kota itu dan kedua tiang pintu, dicabutnyalah
semuanya beserta palangnya, diletakkannya di atas kedua bahunya, lalu semuanya itu
diangkatnya ke puncak gunung yang berhadapan dengan Hebron.
4 Sesudah itu Simson jatuh cinta kepada seorang perempuan dari lembah Sorek yang
namanya Delila.
461 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

Hakim-Hakim 16:1-4; 21-22; 31

21 Orang Filistin itu menangkap dia, mencungkil kedua matanya dan membawanya ke Gaza.
Di situ ia dibelenggu dengan dua rantai tembaga dan pekerjaannya di penjara ialah
menggiling.
22 Tetapi rambutnya mulai tumbuh pula sesudah dicukur.

31 Sesudah itu datanglah ke sana saudara–saudaranya dan seluruh keluarganya, mereka


mengangkat dia dan membawanya dari sana, lalu menguburkannya di antara Zora dan
Esytaol di dalam kubur Manoah, ayahnya. Dia memerintah sebagai hakim atas orang Israel
dua puluh tahun lamanya.

Kitab Hakim-hakim adalah kitab yang menceritakan sejarah perjalanan hidup bangsa Israel yang paling
gelap, sebab kitab ini banyak mengisahkan bagaimana bangsa Israel memberontak kepada Allah. Paling
sedikit ada 7 kali kitab ini mencatat apa yang jahat yang dilakukan oleh bangsa Israel kepada Tuhan. Kitab
ini hendak membertahukan kepada kita bahwa inilah kondisi kerohanian satu bangsa yang percaya kepada
Yahwe tetapi yang dapat terjatuh ke dalam dosa yang paling dalam. Kitab ini membongkar sisi-sisi hidup
kerohanian yang selama ini tidak pernah diperhatikan menjadi pusat kewaspadaan sehingga terabaikan dan
tidak disadari. Kitab ini juga membuka dengan gamblang sekali bagaimana pengalaman kerohanian percaya
kepada Allah.

Hari ini kita akan menyoroti tokoh Simson. Simson muncul pada saat kondisi bangsa Israel terpuruk jauh
sekali, tetapi gaya hidup jiwa bangsa Israel tetap memberontak kepada Tuhan, juga termasuk hakim yang
seharusnya memutar kehidupan kerohanian bangsa Israel waktu itu. Sudah menjadi pola waktu itu yaitu
waktu bangsa Israel memberontak kepada Tuhan, Tuhan menghukum mereka, mereka lalu berseru kepada
Tuhan, dan Tuhan lalu mengirimkan seorang hakim, lalu bereslah kehidupan kerohanian bangsa Israel.
Tetapi ketika hakim tadi meninggal dunia, bangsa Israel kembali lagi berbuat apa yang jahat di mata Tuhan.
Pola ini terus menerus berulang. Tetapi dalam kitab Hakim-hakim 13-16 yang disoroti bukan kerusakan
bangsa Israel tetapi kerusakan dari hakim itu sendiri.

Mengapa bangsa Israel bisa terjatuh ke dalam kondisi berdosa yang begitu dalam seperti ini? Hal ini dimulai
dari Hakim-hakim 1:1 : Sesudah Yosua mati, orang Israel bertanya kepada Tuhan:”Siapakah daripada kami
yang harus lebih dahulu maju menghadapi orang Kanaan untuk berperang melawan mereka?” Penekanan
ayat ini adalah : Sesudah Yosua, hamba Tuhan ini, mati. Waktu Yosua hidup, bangsa Israel tidak berani
berbuat jahat kepada Tuhan karena mereka melihat Yosua sebagai wakil Tuhan. Sosok Yosua betul-betul
membawa wibawa kerohanian, yang menjadi cermin kehadiran Allah. Sosok Yosua cukup untuk membawa
semua hidup takut kepada Allah. Tapi segera setelah Yosua meninggal, bangsa Israel berpikir bahwa tidak
ada lagi otoritas. Hal ini dapat dilihat pada Hakim-hakim 21:25 : Pada zaman itu tidak ada raja di antara orang
Israel; setiap orang berbuat apa yang benar menurut pandangannya sendiri. Pasal pembuka dan penutup
kitab Hakim-hakim inilah yang menjadi jiwa dari kitab Hakim-hakim itu sendiri.

Situasi saat itu benar-benar tidak terkendali karena setiap orang melakukan perbuatan menurut
pandangannya sendiri. Hidup kerohanian kalau ditentukan oleh “apa yang kita lihat”, akan menjadi sesuatu
yang mengerikan sekali; jikalau yang kita lihat sekarang tidak lagi terlihat maka kita akan terpuruk dan
melampiaskan seluruh dosa dan keinginan daging yang tetap masih ada dalam hidup seorang Kristen. Tapi
462 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

kehidupan kerohanian kalau ditentukan oleh “melihat apa yang tidak terlihat” maka akan terjadi orang
Kristen yang bertumbuh. Di sini diperlukan iman bahwa Allah tetap ada, dan Dia melihat. Orang Kristen
yang “melihat yang tidak terlihat”, akan menjaga hidupnya baik-baik dan tidak berani berbuat macam-
macam.

Kebenaran ini sangat sederhana tetapi seringkali kita libas. Kita seringkali memiliki pengalaman iman
berdasarkan “apa yang kita lihat”, inilah yang disebut dengan pengalaman iman tingkat kindergarten.
Orang Kristen dituntut untuk “melihat sesuatu yang tidak terlihat” yaitu Allah. Allah itu ada walaupun tidak
terlihat. Inilah pre suposisi yang penting untuk membangun hidup Kristen yang sehat.
Simson mempunyai catatan yang paling panjang dalam kitab Hakim-hakim. Kita akan melihat 3 hal tentang
hidup Simson yaitu :

1. Kehidupan kerohanian Kristen tidak menjamin tidak akan berbuat dosa lagi.

2. Kalau kejatuhan berkaitan dengan kedagingan, apa yang perlu kita pelajari dari kalimat “kedagingan”
dan “kompromi”, supaya kita tidak bersembunyi di balik pernyataan-pernyataan iman Kristen dan tanpa
disadari kita tidak memiliki pengalaman dengan Allah yang hidup tetapi kita hanya mempunyai pengalaman
dengan pernyataan-pernyataan iman belaka.
3. Bagaimana proses Simson mengenal Allah di dalam hidupnya.
Kita akan memasuki penjelasan dari 3 hal tersebut diatas :

1. Awal hidup Simson dan akhir hidupnya merupakan dua hal yang sangat kontras sekali.

Pada mulanya Allah menjanjikan seorang anak kepada pasangan Manoah dan istrinya yang mandul, anak
tersebut akan menjadi pembebas bangsa Israel; tetapi pada akhir hidupnya, Simson bukannya menjadi
pembebas tetapi menjadi seorang tawanan bangsa Filistin. Ironis sekali! Arti nama Simson adalah matahari,
tetapi dia mengakhiri hidupnya dengan kegelapan, sebab kedua matanya dicungkil oleh orang Filistin.
Tuhan menganugerahkan kepada dia kekuatan yang melebihi kekuatan manusia normal, tetapi di akhir
hidupnya Simson tidak berdaya apapun. Di awal hidupnya dia memiliki kebebasan penuh tetapi di akhir
hidupnya dia dipenjara.

Simson adalah orang yang terikat janji nazir sejak dari kandungan ibunya. Janji nazir adalah orang yang
dipisahkan untuk Allah pada waktu itu dan ditandai dengan 3 hal yaitu : rambut tidak boleh kena pisau
cukur sejak dari lahir, tidak boleh makan makanan yang haram, tidak boleh dekat-dekat bangkai apapun.
Pada waktu itu ada banyak nazir, bukan hanya Simson. Pada zaman Perjanjian Baru juga ada prinsip nazir
tapi tidak sama wujudnya dengan zaman Simson; prinsip nazir sekarang adalah setiap orang yang
dipisahkan dari dunia dan diperuntukkan bagi Allah, menjadi orang percaya; inilah yang namanya
kerohanian Kristen. Orang yang hanya dipisahkan bagi Allah tetapi tidak dipisahkan dari dunia akan menjadi
seperti orang Farisi.

Simson menyangkali satu persatu janji nazirnya walaupun dia tahu akan janji tersebut. Hal ini dimulai dari
Hakim-hakim 14:1: Simson melihat seorang gadis di Timna. Inilah kelemahan Simson yaitu tidak tahan
melihat seorang gadis cantik. Lalu Simson meminta orang tuanya untuk melamar gadis tersebut. Orang
tuanya memperingatkan dia untuk mencari gadis Israel saja, jangan gadis Filistin; inilah peringatan dari
Tuhan. Tetapi Simson tetap menikahi gadis itu. Janji nazir sudah disangkalinya.
Simson melawan seekor singa. Kekuatan Simson bukan terletak pada rambutnya tetapi karena dipenuhi
oleh Roh Tuhan, rambut hanyalah tanda nazir. Waktu perjalanan pulang, Simson melewati bangkai singa itu
463 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

dan mengambil madu dari dalamnya. Janji nazir kembali dilanggar oleh Simson dengan dekat-dekat bangkai
singa.

Dari peristiwa di atas, Simson membuat teka-teki untuk bangsa Filistin. Inilah awal Simson membuat gara-
gara dengan bangsa Filistin. Taruhannya adalah 30 jubah. Orang Filistin berkoalisi dengan istri Simson untuk
mendapatkan jawaban atas teka-teki tersebut. Ini menjadi pola yang terulang pada zaman Delila. Simson
lemah dalam hal ini. Mulai hari itu Simson bermasalah dengan orang Filistin. Cerita pada kitab Hakim-hakim
ini dipenuhi dengan kisah saling balas dendam antara Simson dengan orang Filistin. Hal ini dimulai dari
tidak dihargainya janji nazir oleh Simson. Simson rela melakukan semuanya itu. Status Kristen tidak
menjamin orang hidup secara Kristen; orang bisa rela hati menjual status Kristennya demi mendapatkan
apa yang diinginkannya.

Abraham Kuyper mengatakan bahwa dominasi prinsip kebenaran Kristen bukanlah bersifat soteriologi
(dalam arti pembenaran oleh iman) melainkan bersifat kosmologi (menyatakan kedaulatan Allah atas seluruh kosmos).
Inilah yang dalam teologi Reformed dikenal dengan istilah mandat kultural. Hidup Kristen tidak berhenti
pada aspek keselamatan tetapi ada sesuatu yang harus dikerjakan yaitu mandat kultural. Kalau bicara
tentang kedaulatan Allah, pertama-tama yang harus diperhatikan adalah kedaulatan Allah atas hidup kita,
bagaimana menyatakan kedaulatan Allah dalam hidup. Orang yang menjual status Kristennya berarti dia
tidak menghargai status tersebut, dia sudah dipisahkan bagi Allah tapi masih bermain-main dengan dosa,
satu tangan menggandeng Tuhan dan satu tangan lagi menggandeng setan. Inilah aspek tersembunyi dalam
iman kita, tidak ada seorangpun yang dapat melihatnya.

2. Ternyata dalam kekristenan dosa-dosa tersembunyi tersebut masih terus dipelihara.

Inilah keinginan daging. Galatia 5:16-17 mencatat tentang keinginan daging untuk memperingatkan orang-
orang Kristen di Galatia. Keinginan daging adalah keinginan yang bersifat diri, untuk kepentingan diri, untuk
pemuasan diri, dan tidak bertujuan untuk memuaskan hati Allah. Simson menandai kedagingan ini dengan
balas dendam yang tidak berkeputusan antara Simson dengan orang Filistin. Kalau kita bertemu dengan
Firman Tuhan yang menyatakan bahwa penghukuman adalah hak Allah bukan hak kita, kita akan berkata
kepada Tuhan : nanti dulu Tuhan, saya akan bertindak dulu, baru Tuhan yang campur tangan. Hal ini berarti
kita tidak menghormati Tuhan lagi.

Kedagingan berelasi dekat dengan kompromi. Kompromi adalah ketaatan sebagian. Biasanya orang yang
berkompromi akan berkata : tidak apa-apa, ini tidak merugikan siapapun, ini hanya antara saya dengan
Allah, setelah itu saya tahu cara memulihkannya, yaitu doa minta ampun. Ini namanya mempermainkan
Allah. Ada dosa sebelum kompromi yaitu dosa karena mengizinkan kompromi terjadi. Dalam kompromi
orang diperhadapkan dengan pilihan taat atau tidak taat kepada Tuhan, mau memenuhi tuntutan Firman
Tuhan atau tuntutan keinginan diri. Ada dosa sebelum pergumulan itu yaitu dosa karena mengizinkan
pergumulan itu terjadi.

Pergumulan seringkali mempunyai arti yang bias. Orang seringkali berpikir bahwa bergumul adalah
memikirkan bagaimana memecahkan suatu masalah. Itu bukan pergumulan! Pergumulan adalah mencari
kehendak Tuhan atas permasalahan yang kita hadapi. Ketika orang mencari tahu kehendak Tuhan dan
mulai juga mempertimbangkan kepentingan dan keinginan diri, di situlah kedagingan itu muncul, itu
namanya kompromi. Jadi kedagingan menyatu dengan kompromi sehingga sulit membedakan. Seringkali
kita melakukannya dengan mengatasnamakan kehidupan kerohanian.
464 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

Alkitab mencatat bahwa Simson bertindak sebagai hakim selama 20 tahun lamanya, tetapi tidak dicatat
bagaimana keinginan daging Simson selama waktu itu. Saya tafsirkan bahwa selama 20 tahun itu Simson
hidup baik-baik. Tapi setelah 20 tahun, Simson pergi ke Gaza dan berzinah dengan seorang perempuan di
sana. Hal ini menunjukkan bahwa setelah 20 tahun keinginan daging Simson tidaklah hilang melainkan
disimpan baik-baik.

Setelah berzinah, Simson masih memiliki kekuatan untuk mencabut pintu gerbang kota, membawanya ke
atas gunung dan membuangnya di sana. Kekuatan ini dari mana? Dari Tuhan, walaupun Simson telah
berzinah. Ternyata walaupun telah berbuat dosa, Tuhan tidak pergi dari diri seseorang. Dan yang terpenting
di sini adalah Tuhan masih memakai Simson. Tuhan juga hendak menunjukkan bahwa rencana Tuhan tidak
akan pernah terputus hanya karena seorang Simson. Ayat ini juga hendak menjelaskan tentang hukum
tabur-tuai. Ketika masuk cerita Delila, Simson menuai apa yang sudah dia tabur. Kejatuhan Simson sangat
mengenaskan. Jangan terpesona dengan keberhasilan seseorang, yang paling penting adalah mencari
perkenanan hati Allah dalam setiap perbuatan kita.

Kita seringkali masih rutin berdoa, baca Alkitab, tapi kita lupa mencari perkenanan hati Allah. Pekerjaan
Allah tidak akan terganggu dengan semuanya itu, tapi kehidupan kerohanian yang seperti ini merupakan
suatu kegagalan.

Delila dengan mengatas namakan cinta meruntuhkan hati Simson sehingga memberitahukan rahasia letak
kekuatannya. Simson dapat ditangkap oleh orang Filistin, kedua matanya dicungkil, dia dimasukkan
penjara. Di dalam penjara inilah Simson masuk babak ketiga hidupnya yaitu pengenalan akan Allah.

3. Di dalam penjara, Simson menjadi budak. Ironis sekali, seorang pembebas menjadi budak.

Penyesalan muncul, tapi semuanya tidak bisa ditarik kembali. Paulus mengatakan bahwa : jangan bodoh,
berusahalah mengerti kehendak Tuhan, apa yang baik dan sempurna. Mata Simson sudah tidak dapat
melihat lagi, tapi dia dapat melihat Tuhan, melihat Allah yang memberikan anugerah, Allah yang
merestorasi, Allah adalah Allah dari orang-orang yang terjatuh. Inillah Allah Daud, Allah Petrus. Ibrani 11 juga
mencantumkan nama Simson sebagai orang yang diklaim kembali oleh Tuhan sebagai milikNya.

Hidup pertobatan Simson tumbuh perlahan-lahan. Simson harus bayar mahal semua kesalahannya. Dia
tidak hanya menjadi budak tetapi juga badut pada waktu pesta orang Filistin. Orang Filistin mengatakan
bahwa : allah Dagon sudah menyerahkan Simson untuk kami. Perkataan ini sangat menyakitkan hati
Simson. Simson lalu berdoa : Tuhan, beri satu kesempatan, kembalikan kekuatanku dan aku akan tunjukkan
kepada mereka siapakah Engkau. Tuhan dengarkan dan kabulkan doa Simson. Simson berbicara tentang
Engkau (Tuhan), di sinilah ada perkenanan hati Allah.

Simson berkarir sebagai seorang pembebas, tetapi dia tidak pernah menyelesaikannya. Tetapi Simson
sudah mengembalikan kehormatan nama Allah di akhir hidupnya. Inilah imperial time (waktu kehormatan)!
Istilah ini saya ambil dari perkataan Winston Churchill dalam pidatonya : Soldiers, this is your imperial time,
now go forward! Inilah waktu yang sangat berharga. Kita mungkin merasa Tuhan tidak akan memberi kita
waktu itu karena sudah banyak kesalahan yang kita lakukan, tapi Simson kalau hadir di sini akan berkata :
Kita selalu mempunyai imperial time, waktu yang sangat berharga, dan saya sudah pernah gunakan waktu
itu untuk menebus waktu-waktu saya yang hilang. Simson menebus waktunya dan dia mendapatkan
perkenanan hati Allah. Mari kita tebus waktu kita untuk mendapatkan perkenanan hati Allah.

Amin
465 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

K
Kees
siia
a--s
siia
aaan
nhhiid
duup
psse
ecca
arra
aaatte
eiis
s
Oleh: Pdt. Solomon Yo

Nats: 1 Petr. 3:15/ Mazm. 14:1-3

1 Petrus 3

15 Tetapi kuduskanlah Kristus di dalam hatimu sebagai Tuhan! Dan siap sedialah pada
segala waktu untuk memberi pertanggungan jawab kepada tiap–tiap orang yang meminta
pertanggungan jawab dari kamu tentang pengharapan yang ada padamu, tetapi haruslah
dengan lemah lembut dan hormat,

Mazmur 14

1 Untuk pemimpin biduan. Dari Daud. Orang bebal berkata dalam hatinya: "Tidak ada
Allah." Busuk dan jijik perbuatan mereka, tidak ada yang berbuat baik.
2 TUHAN memandang ke bawah dari sorga kepada anak–anak manusia untuk melihat,
apakah ada yang berakal budi dan yang mencari Allah.
3 Mereka semua telah menyeleweng, semuanya telah bejat; tidak ada yang berbuat baik,
seorangpun tidak.

Di dalam Mazmur 14 ini kita membaca bahwa orang ‘bodoh’ atau ‘bebal’ berkata dalam hatinya bahwa tidak
ada Allah. ‘Bodoh’ di sini bukan sekedar secara intelek tetapi berkaitan dengan moral atau rohani. Ketika
saya membuat satu skripsi yang membahas mengenai teori ilmu maka saya melihat bahwa ada hubungan
yang erat antara hati dengan otak. Ketika seseorang membuat suatu argumentasi dan menyimpulkannya
dengan begitu masuk akal (bagi mereka) tentang hal-hal yang melawan Tuhan, itu semua sebenarnya
berakar dari hati yang memberontak kepada Tuhan, sehingga kita melihat di sini pentingnya hati yang
bersih di hadapan Tuhan. Penolakan adanya Tuhan itulah yang akan mengakibatkan satu kehidupan yang
bejat, busuk dan jijik.

Sekarang, bagaimana halnya dengan kehidupan orang Kristen? Sangat mungkin orang Kristen yang
mengaku beriman kepada Tuhan ternyata hidupnya tetap sama seperti orang atheis (atheis praktis). Sebab
seringkali apa yang kita wujudkan melalui sikap itu lebih jujur daripada apa yang kita sampaikan lewat kata-
kata. Yesus pernah mengatakan, “Bukan setiap orang yang berseru kepada-Ku: Tuhan, Tuhan! akan masuk
ke dalam kerajaan Sorga, … Aku tidak pernah mengenal kamu! Enyahlah dari pada-Ku, kamu sekalian
pembuat kejahatan!” Hari ini mari kita belajar untuk mengevaluasi diri sebagaimana nasehat dari rasul
Paulus: “Periksalah dirimu, apakah kamu teguh dan jangan sampai kamu goyah! Sebab aku sendiri berusaha
untuk memeriksa, mengawasi dan mengekang diriku supaya setelah aku memberitakan Injil, aku sendiri
tidak ditolak.” Rasul Paulus dengan jelas mengetahui bahwa kedaulatan Tuhan di dalam menyelamatkan
kita tidak bertentangan dengan teguran yang keras bahwa kita juga harus mengawasi diri kita. Dan justru
karena kita adalah orang yang sungguh-sungguh diselamatkan Allah maka kita seharusnya memeriksa diri
kita supaya jangan sampai hidup kita tidak sesuai dengan apa yang kita imani. Manusia di dalam segala
466 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

sesuatu yang ia lakukan selalu melakukan apa yang disebut dengan rasionalisasi di mana ia selalu
mempunyai alasan untuk membenarkan diri. Sejauh manakah kita mengerti apa artinya percaya pada
Tuhan, menghargai iman kita pada Yesus Kristus dan menghayati, menjalankan serta menikmatinya. Jangan
sampai kita berada di lumbung yang penuh dengan makanan tetapi kita mati kelaparan. Janganlah kita
dalam persekutuan Kristen anak-anak Tuhan tetapi ternyata kita bukan menjadi orang yang dijamah,
dibakar dan diberkati, dan itu dapat terjadi jika kita tidak mawas diri.

Hari ini saya mengajak kita menelusuri satu jalan yang disebut dengan ‘jalan negatif.’ Di sini kita akan
melihat satu kontras bagaimana kehidupan orang-orang yang tidak memiliki Tuhan, dengan demikian kita
mampu menghargai apa yang ada dalam diri kita. Kadangkala saya melihat bagaimana anak dari keluarga
yang berkecukupan dengan makanan yang berlimpah justru tidak mensyukuri dan membuang-buang
makanan bahkan marah terhadap orang tua. Ada saatnya kita lupa akan anugerah yang ada pada diri kita
dan menjadi begitu biasa sehingga kita mungkin perlu bercermin dan belajar dari orang berdosa, supaya
kita dapat lebih menghargai. Jikalau dalam kehidupan ada Allah berarti ada pembatasan, peraturan dan
banyak kekangan serta penghakiman yang membuat kita gentar. Dan bukankah terdapat hal yang sulit
sekali untuk tidak kita lakukan, tetapi jika kita lakukan maka itu berarti kita telah mengkompromikan hati
nurani dan mengingkari Tuhan. Tidak semua orang menyadari apa artinya hidup tanpa Tuhan!

Seorang Atheis yang sangat konsisten dan konsekuen dengan kepercayaannya yang atheis, Frederich
Nietzsche (1844-1900) membuat satu perumpamaan yang sangat terkenal yaitu Mad Man (orang gila).
Dikisahkan di sana bahwa pada suatu pagi yang cerah, seorang buta menyalakan lentera lalu pergi ke pasar
sambil berseru, “Aku mencari Tuhan!” Di situ terdapat sekelompok orang yang sudah modern (atheis)
menertawakannya dan mengejek, “Kamu mencari Allah? Apakah Allah-mu sedang tertidur, hilang,
beremigrasi, atau takut dengan kami?” Ketika mendengar ejekan itu, orang tersebut meloncat ke tengah
mereka dan berkata, “Apa yang kalian tertawakan? aku mencari Allah, apakah kalian tahu di mana Allah?”
“Kita sudah membunuh Allah, kamu dan aku, tetapi tahukah kamu apa arti semuanya itu?” Kemudian ia
membanting lenteranya hingga berantakan dan padam. “Itu artinya suatu malapetaka akan terjadi pada diri
kita. Sesuatu yang begitu berkuasa dan indah yang pernah ada dalam sejarah telah kita bunuh. Tetapi kita
tidak mungkin sanggup untuk menerima konsekuensinya!”

Bagi Nietzsche fakta Allah ada itu tidak pernah ada, yang ada hanyalah materi. Ia memakai bahasa sastra
untuk mengatakan bahwa kepercayaan Allah yang adalah ciptaan (khayalan manusia) sekarang sudah dikenali
dan dipahami sebagai sesuatu yang bodoh, bohong dan kepercayaan itu sudah kita bunuh atau tanggalkan.
Namun ia memahami bahwa jikalau manusia tanpa Allah akan mengalami apa yang disebut dengan
nihilisme (kekosongan/kehampaan). Dan hal ini sama seperti apa yang dikatakan Pengkhotbah bahwa semuanya
adalah sia-sia. Bagaimana manusia hidup tanpa makna kebenaran, keadilan, kebajikan dan keagamaan yang
sungguh-sungguh, dan itulah kehidupan moralitas jaman sekarang. Bagi saya inti pencarian makna hidup
manusia ada di hati, dan kesimpulan tidak ada Allah bagi Nietzsche itu berakar dari masalah agama. Tetapi
satu hal yang saya kagumi dalam dirinya adalah di mana ia mempunyai satu ketuntasan, untuk menjadi
orang yang tidak tanggung-tanggung. Tulisannya bukanlah bagi para teolog tetapi bagi para atheis yang
tidak bertanggungjawab dan hidup sembarangan. Pengaruh dari sekularisme yang sangat atheis akan
membuat manusia tidak akan pernah dihargai dengan sungguh-sungguh.

Kita harus mengevaluasi bagaimana iman kita bekerja dalam diri kita. Jikalau tidak ada Allah, apa yang
menjadi tujuan hidup manusia? Adanya pengharapan dan tujuan itulah yang membuat seseorang memiliki
satu dinamika dan motivasi untuk hidup. Mungkin kita berpikir lebih baik tidak ada Allah namun para
467 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

atheispun tahu jikalau tidak ada Allah maka hidup manusia akan seperti kapal yang karam. Kita lihat bahwa
murid-murid Nietzsche seperti Hitler dan Stalin begitu kejam membunuh. Dalam tulisan yang ditempelkan
disuatu tempat di Auschwitz, yang menjadi tempat orang-orang Yahudi ditangkap dan bunuh dengan gas
beracun dikatakan: “Aku membebaskan Jerman dari buah pikiran yang keliru dan bodoh yang menurunkan
derajat yaitu hati nurani dan moralitas. Kami akan melatih kaum muda dan di hadapan mereka dunia akan
gemetar. Aku menginginkan agar kaum muda sanggup melakukan tindak kekerasan, sombong, telengas dan
kejam.”

Ketika manusia mencoba mengatur dirinya maka ia hanyalah mengatur untuk menghancurkan sesama.
Inilah konsekuensi daripada Atheisme di mana tidak ada suatu dasar moralitas dan kebajikan serta sumber
otoritas yang disetujui semua orang sehingga kepadanya setiap kita harus taat. Seperti dalam kitab Samuel
dikatakan bahwa semua orang melakukan apa yang ia anggap benar. Benarlah apa yang dikatakan oleh
mantan sekjen PBB, Dag Hammarskjöld bahwa ketika manusia mengatakan Allah mati maka waktu itu Allah
tidak mati tetapi manusialah yang mati karena tidak lagi menerima karunia Tuhan yang memberikan hidup
di dalam diri mereka. Pada abad 20 moralitas hancur dan kita melihat beberapa perang dunia yang besar
terjadi, kemudian mulai munculnya kembali paganisme (kekafiran seperti jaman Yunani yang dulu sudah dikalahkan
oleh kekristenan). Sehingga Kekristenan dan agama-agama sepetinya terdesak oleh segala kekafiran,
kekotoran, kenajisan dan hal-hal yang busuk yang dengan bebas masuk dalam tayangan TV dan film yang
menjadi budaya populer atau santapan masyarakat setiap harinya. Semua itu merupakan akibat logis
manusia meninggalkan Tuhan. Di sini pentingnya kita mengkoreksi kembali iman kita dan apakah kita sudah
memberikan tempat bagi Kristus sebagai Tuhan dan Raja secara pribadi dalam hidup saudara!

Selanjutnya kita melihat bahwa di dalam kekristenan juga terdapat satu permasalahan yang sulit dideteksi
yaitu adanya satu kehidupan yang suam-suam kuku di mana seringkali mereka berada di dalam konflik diri
antara dua hal yang saling bertentangan, yang sepertinya bersifat sakit jiwa. Di satu pihak kita sadar bahwa
kita tidak dapat hidup tanpa Allah, kita percaya Allah dan memerlukan keselamatan namun di lain sisi ada
keinginan untuk bebas dan tidak ingin secara total berserah pada pimpinan Allah. Sehingga banyak agama
sekuler yang memberikan jawaban bahwa Allah hanyalah merupakan sarana untuk memuaskan kebutuhan
manusia, dan itulah agama yang antroposentris yang sangat berbahaya. Maka pengajaran Reformed
menegaskan adanya satu kontras antara agama yang bersifat theosentris dan antroposentris. Suatu agama
yang theosentris akan menjadikan manusia menyadari kepapaannya sehingga mereka hanya mengandalkan
kasih karunia Tuhan. Iblis tidak takut kepada mereka yang menyerahkan hidupnya pada Tuhan, namun ia
tidak akan pernah memberikan kesempatan seseorang membuat satu komitmen yang sungguh dan total
kepada Tuhan. Seperti halnya dengan istilah ‘monyet ditangkap oleh kacang’ demikian pula halnya dengan
manusia yang ditangkap iblis. Ia memberi kita kacang, kita mengambilnya dan kemudian tidak mampu
melepaskannya kembali karena kita tetap ingin memegang erat dosa yang menyebabkan kita hancur.
Bukankah kehidupan orang Kristen itu seperti kehidupan bangsa Israel di padang gurun yang hanya
berputar-putar antara bertobat dan kembali berbuat dosa lagi? Seringkali kita melakukan aktivitas rohani,
tetapi mungkin secara realitanya tidak berbeda dengan orang lain yang hidupnya tanpa makna, penuh
dengan kebosanan dan terobsesi dengan hal-hal duniawi, sehingga yang terpenting dalam hidup mereka
bukanlah Tuhan.
468 Ringkasan Khotbah – Jilid 1



1. Jalan kesucian. Di sini orang akan berusaha hidup sungguh-sungguh suci. Seperti Martin Luther, ia
akhirnya menyadari bahwa kesuciannya tidak dapat menyelamatkan sehingga ia memerlukan tangan yang
lebih berkuasa yaitu tangan anugerah, pembenaran oleh iman.
2. Jalan kebiadaban, dosa yang begitu mengerikan. Itu sebabnya banyak orang yang dulunya rusak
namun ketika sadar mereka menjadi hamba Tuhan yang lebih bersungguh-sungguh karena menyadari apa
artinya hidup yang hancur dan betapa indah hidup keselamatan. Kita melihat bahwa justru orang yang
hanya suam-suam kuku itulah yang paling berbahaya. Seperti ketika kita meminum obat antibiotik, apabila
dosis yang dianjurkan tidak kita habiskan maka itu akan berakibat sesuatu yang sangat resisten dan
semakin membuat kebal tubuh kita. Demikian juga halnya dengan kehidupan rohani kita, masalah dan
komitmen kita harus tuntas diselesaikan. Dalam Yak 1:8 dikatakan, “Sebab orang yang mendua hati tidak
akan tenang dalam hidupnya.” (lihat Yak 4:4). Ketika saya merenungkan mengenai kejahatan yang seringkali
terjadi, timbul pemikiran tentang di manakah orang Kristen yang boleh bangkit melihat hal seperti ini?
Mereka sepertinya sudah diumpani dengan kacang, dilumpuhkan di dalam kenyamanan diri dan dosa.

Apakah kita akan membiarkan kehidupan kita berlalu dengan sia-sia? Saya mengundang, menghimbau dan
mendesak, mari kita mempersembahkan hidup kita dalam satu komitmen sungguh-sungguh pada Tuhan!
Dunia ini milik Tuhan, mari kita bekerja untuk melaksanakan mandat Tuhan di dalam bidang kita masing-
masing. Musa tidak pernah menyesali telah memimpin umat Israel yang begitu degil, sebab ia tahu bahwa
hidupnya bukan demi manusia tetapi demi panggilan Tuhan, dan ia telah memilih yang terbaik. Jikalau
jendral dan prajurit dunia rela mati bagi pemimpinnya, bagaimana dengan orang Kristen yang telah
mengalami keindahan keselamatan dari Allah? Marilah kita kembali kepada iman yang sejati, yang mula-
mula dengan mencintai dan mengikut Dia lebih sungguh.

Amin!
469 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

T
Tuurru
uttiilla
ahh tte
ella
adda
annA
Alllla
ahh !!
Oleh: Pdt. Sutjipto Subeno

Nats: Efesus 5:1-2

1 Sebab itu jadilah penurut–penurut Allah, seperti anak–anak yang kekasih


2 dan hiduplah di dalam kasih, sebagaimana Kristus Yesus juga telah mengasihi kamu dan
telah menyerahkan diri–Nya untuk kita sebagai persembahan dan korban yang harum bagi
Allah.

“Sebab itu jadilah penurut-penurut Allah, seperti anak-anak yang kekasih dan hiduplah di-dalam kasih,
sebagaimana Kristus Yesus juga telah mengasihi kamu dan telah menyerahkan diri-Nya untuk kita sebagai
persembahan dan korban yang harum bagi Allah.” Pemotongan di Ef 5:1 ini dianggap kurang tepat karena
bagian tersebut seolah-olah terpecah menjadi dua tema yang tidak berhubungan, padahal Ef 4:17 hingga Ef
6:9 merupakan satu gabungan total yang menggambarkan implikasi iman Kristen. Di sini perlu ditegaskan
sekali lagi bahwa iman Kristen tidak sekedar menjadi satu konsep dan perdebatan teologi tetapi harus
nyata di dalam kehidupan sehari-hari. Dr. Francis E. Schaefer, seorang Prof. Apologetik yang baru meninggal
sekitar tujuh tahun yang lalu, mendirikan “L’Abri,” yang merupakan satu lembaga fellowship yang merekrut
pemuda-pemudi (pasangan muda dari seluruh dunia) di dalam satu kamp dalam jangka waktu tertentu untuk
dilatih hidup berintegritas, sehingga seolah-olah hidup mereka selama 24 jam dibentuk sebagaimana orang
Kristen seharusnya ada di dunia. Setelah itu mereka dikembalikan ke dalam keluarganya masing-masing
dan harus hidup seperti yang selama itu telah mereka pelajari. Disini yang memotivasi Schaefer untuk
mendirikan L’Abri adalah: “I do what I think and I think what I believe.” Inilah yang seharusnya juga menjadi
dasar dari seluruh pola hidup kita sesungguhnya.

Kepercayaan dasar kitalah yang seharusnya menjadi format dari apa yang kita pikirkan, dan semua yang
kita pikirkan itu kemudian terlaksana di dalam kehidupan kita. Inilah rangkaian yang tidak dapat dilepaskan,
sehingga orang Kristen yang sejati pastilah tingkah lakunya akan berwarna Kristen karena hal itu tidak
terlepas dari seluruh pemikirannya yang sudah dipengaruhi oleh kekristenan. Di sini terdapat dua
kemungkinan di dalam kita berpikir: yang pertama, secara kasus demi kasus (satu pemikiran yang kita pikirkan
secara pertimbangan logis, di mana pemikiran seperti ini membutuhkan waktu untuk mencari pemasukan pemikiran sebelum
akhirnya menghasilkan suatu keputusan untuk melakukan sesuatu).
Yang kedua, hasil pemikiran yang sudah
dimodelkan, yaitu pemikiran yang dilakukan karena adanya suatu pengalaman, yang akhirnya menjadi
suatu pola kasus. Namun dari kedua cara tersebut kita tetap menemukan rumus yang sama yaitu kita
melakukan apa yang kita pikirkan.

Oleh karena itu, ketika seseorang menjadi Kristen, seharusnya yang digarap dahulu adalah imannya maka
pemikirannya menjadi berubah dan praktis hidupnya juga berubah. Dalam hal Ini Ef 5 tidak dapat lepas
daripada inti ps 4:23 yaitu kita harus diperbaharui di dalam roh pikiran dengan kebenaran dan kekudusan
yang sesungguhnya. Roh pikiran kita diubah oleh Tuhan, dan dengan demikian kita mengalami
470 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

pembaharuan konsep iman kita. Namun itu tidak hanya berhenti di situ tetapi dikatakan: “Sebab itu jadilah
penurut-penurut Allah (be the imitator of God), di mana kata ‘sebab itu’ menjadi satu akibat logis yang terjadi.
Ketika harus menjadi ‘’penurut-penurut,” (dlm. bahasa aslinya: mimetai yang artinya menjadi satu mimik dengan Allah/
bukan sekedar mencontoh melainkan sebagai imitator yang mencapai kesamaan atribut antara yang mencontoh dengan yang
itu karena kita merupakan anak-anak yang kekasih. Secara mendasar hidup kita harus dirombah
dicontoh)
sehingga kita tahu siapa kita sesungguhnya.

Di sini kita harus balik kepada esensi perkataan, yaitu apa yang disebut sebagai ‘anak.’. Be the imitator of
God menunjukkan istilah yang sangat serius untuk menggambarkan bahwa anak itu akan mencontoh
ayahnya. Hari ini konsep anak yang hakiki/mendasar harus dipertanyakan dahulu karena sudah mengalami
beberapa perluasan.

1. Sebagai contoh, saya ingin membedakan dua kata di bawah ini, yang pertama: “anak manusia”
(menggambarkan satu struktur esensial) yaitu satu penggambaran anak dalam arti akibat logis, satu kaitan atribusi
yang mengikat antara ayah dengan anak. Dan waktu atribusi ini mengikat, maka disitu menjadi satu
hubungan yang sangat esensial. Kalau bapaknya/ induknya manusia maka anaknya juga manusia. Ini
merupakan pengertian anak yang sesungguhnya. Lain halnya dengan yang kedua yaitu: “Dia anak pejabat,”
(mengandung pengertian ekstensial/perluasan dari pengertian kata anak) sebab bapaknya yang pejabat dan bukan diri
anak tersebut. Kalau sampai anak tersebut berlagak seperti pejabat padahal ia bukan pejabat maka akan
terjadi kesalahan fatal karena ia sudah mencampuradukkan antara pengertian anak secara hakekat dengan
anak secara perluasannya dan akibatnya terjadi satu kondisi yang menyeleweng dari hakekat yang
seharusnya. Namun seringkali pengertian anak di dalam kekristenan justru dicampuradukkan. Kalau kita
diadopsi sebagai anak maka pada saat itu ada satu atribusi yang harus dimengerti, kesamaan figur yang
muncul di dalamnya, inilah yang disebut dengan mimetai. Jikalau saya anak manusia berarti secara hakekat
saya adalah manusia dan kalau anak kambing maka secara hakekat akan menampilkan atribusi kambing.
Sehingga anak manusia dengan anak kambing akan beda sekali sebab masing-masing akan menampilkan
atribusi dari masing-masing hakekatnya. Banyak orang Kristen salah, mereka bukan mau berubah menjadi
imitator karena esensinya diubah melainkan menjadi imitator karena format luarnya diubah. Mereka mau
menampilkan kekristenan dengan perbuatan yang antara lain tidak malu bawa Alkitab, tidak malu berdoa
sebelum makan di restoran, dsb., sehingga seolah-olah dengan demikian kita sudah berubah menjadi orang
Kristen. Padahal kekristenan seharusnya muncul secara esensial di mana kita sebagai orang yang sudah
diadopsi menjadi anak Allah maka kita harus menampilkan atribusi yang Tuhan ingin turunkan ke dalam diri
kita. Jikalau Allah kita penuh cinta kasih, adil dan suci maka kita juga seharusnya demikian. Inilah hal
pertama yang saya rasa perlu kita sadari!

2. Konsep anak ini dimengerti secara konsep temporal yaitu anak dengan bapak dihubungkan bukan
di dalam struktur ordo (urutan secara logik) tetapi secara urutan temporal. Ayah seharusnya bukan dimengerti
karena ayah ada lebih dahulu daripada anak tetapi lebih kepada relasi secara ordologis (urutan logis yang
terjadi sebagai bentuk relasi). Ayah memang lahir lebih dahulu, tetapi pasti ia belum disebut sebagai ayah
sebelum anaknya lahir. Sehingga di sini bukan perkara siapa yang lebih dahulu atau belakangan tetapi di
mana ada ayah maka di situ ada anak, dan urutan itu menunjukkan satu ordo/ satu struktur logis yaitu
siapa yang boleh menjadi lebih utama dan siapa yang menjadi penurutnya. Dengan demikian ayah secara
atribusi lebih sempurna/ hebat dari anak, itu menjadi satu hal yang umum. Di dalam konsep seperti ini
Martin Llyord Jones secara specifik menggambarkan bahwa Teologi Reformed begitu tajam memaparkan
bahwa waktu kita menjadi anak Allah, itu adalah satu struktur adopsi dan bukannya original. Kita perlu
sadar bahwa waktu kita diadopsi dari orang berdosa maka status anak adopsi ini di bawah Allah sehingga
471 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

harus menjadi serupa dengan Allah. Namun kita tidak dapat disamakan secara kualitas karena kualitas
perbedaannya sangat jauh yaitu kualitas antara pencipta dengan ciptaan.

Dalam firman Tuhan ada atribut-atribut Allah yang dikomunikasikan dan ada yang tidak dikomunikasikan.
Ini yang penting sekali. Atribut yang tidak dikomunikasikan merupakan atribut yang menjadi hak dan
eksklusif milik Allah sendiri, yaitu Allah adalah Allah yang maha ada, maha tahu, kuasa, dsb. Sedangkan
atribut moral Allah yang diturunkan adalah seperti mengasihi, suci dsb. Karena Allah demikian adanya maka
semua yang diturunkan itu harus berada di dalam diri kita sehingga menggambarkan satu imitasi Allah di
dalam diri kita. Ini merupakan satu tuntutan yang harus kita kembangkan dan gumulkan, yaitu bagaimana
kita membentuk satu atribusi Allah yang timbul di dalam diri kita sehingga kita boleh menjadi seperti yang
Tuhan inginkan. Dengan demikian, melalui penurunan ini orang akan melihat Allah secara imitasi di dalam
diri kita. Maka kalau kita mulai menggambarkan bagaimana seorang anak mengenal Allah, kalau anak itu
masih kecil dan belum dapat membaca/ menulis, maka jawaban yang paling sederhana adalah seharusnya
melalui ia melihat ayahnya, ia dapat melihat gambaran imitasi Allah di dalam diri ayahnya. Seorang ayah
yang baik ia akan berjuang untuk menjalankan satu bentuk atribusi turunan dari Allah sehingga akhirnya
anak-anak dapat melihat dia sebagai satu figur/ contoh Allah yang digambarkan secara miniatur dalam diri
ayahnya hingga nanti ia bertumbuh dan baru dapat belajar mengenal Allah yang sesungguhnya. Ini
merupakan satu bentuk imitasi yang diajarkan. Bukan hanya anak kecil namun dunia kita juga sangat
membutuhkan gambaran Allah yang sejati yang seharusnya akan mereka dapatkan dari setiap anak Tuhan.
Bagaimana kita menampilkan satu hidup sehingga akhirnya kita boleh menjadikan diri kita imitasi Allah
sehingga orang dapat melihat Allah. Ini sudah dicontohkan secara sempurna oleh Kristus sehingga didalam
Yoh 14 saat murid Yesus bertanya bagaimana mereka dapat mengenal Allah maka Ia mengatakan,
“Barangsiapa melihat Aku maka ia melihat Bapa-Ku dan barangsiapa mengenal Aku maka ia mengenal
Bapa-Ku.”

3. Waktu kita melihat hal ini “menjadi anak” dapat dimengerti sebagai satu relasi yang benar-benar
saling mengikat dalam cinta kasih. Di dalam ayat ini, Alkitab mengatakan bagaimana kita ditarik di dalam
Allah sehingga kita menjadi saksi bagi Dia dan menampilkan-Nya. Seorang hamba kebenaran tidak
mempunyai hak apapun, yang ia punya hanya satu hal yaitu taat mutlak kepada tuannya. Dan di dalam
Alkitab dikatakan, budak/ hamba tidak punya bagian di dalam rumah, namun Tuhan sudah mengadopsi kita
sebagai anak. Ketika seorang hamba diangkat menjadi seorang anak, waktu itu seharusnya ada konsekuensi
logis dalam diri kita yang sungguh-sungguh tidak mau mempermalukan ayah kita. Satu sikap cinta kasih
yang begitu besar yang memotivasi kita sebagai konsekuensi logis dari cinta Tuhan yang sudah menjangkau,
menarik serta mengharuskan kita juga mencintai Allah dengan mau menjalankan satu hidup yang sungguh-
sungguh mau menyenangkan hati-Nya, menggambarkan dan benar-benar menyatakan imitasi. Seorang
anak diharapkan boleh menggambarkan keindahan dan menjaga nama baik keluarganya. Bahkan di
keluarga Tionghwa hal ini begitu keras ditekankan, di mana seorang anak yang mempermalukan nama
keluarga kemungkinan besar namanya akan dihapus dari keluarga tersebut.

Jikalau demikian, bagaimana sikap kita terhadap Bapa kita di Sorga yang begitu sempurna mencintai dan
rela mengangkat kita yang seharusnya mati? Masihkah kita ingin melakukan hal yang menyakiti hati-Nya,
yang berlawanan dengan sifat-Nya? Seharusnya muncul sikap kesadaran bahwa kita adalah anak-anak
kekasih dari Allah. Istilah the children of God seharusnya menjadi istilah yang begitu mulia, agung dan indah
namun justru istilah tersebut hari ini telah diselewengkan oleh bidat yang hidupnya sembarangan sehingga
istilah itu menjadi begitu dilecehkan. Inilah pekerjaan setan yang luar biasa mengerikan sehingga mulut kita
sulit sekali untuk mengatakan I am the children of God dan kita sulit mempermuliakan, menyenangkan dan
472 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

tidak mencemari nama Bapa kita. Kekristenan sudah diakui kehidupan etikanya begitu agung dan menjadi
basis hukum di banyak negara yang mempunyai mutu tinggi di dalam nilai hukumnya, sehingga tidak
mengherankan ketika ada seorang Kristen atau pendeta berbuat hal yang tidak seharusnya maka hal itu
akan menjadi berita yang sangat menggemparkan bahkan diletakkan di berita utama surat kabar.

Kalimat “menjadi penurut-penurut Allah yang benar-benar setia dan mau menyatakan kesaksian bagi
Tuhan” menggunakan bentuk imperatif middle deponent (be) yang berarti perintah itu merupakan satu hal
yang diubah bukan secara otomatis tetapi dengan satu perjuangan keharusan tetapi bukan dipaksa/
ditekan dari luar. Middle deponent artinya harus merupakan satu pemaksaan terhadap diri yang memaksa
untuk rela dipaksa. Ini yang disebut oleh Paulus menggunakan bentuk resiprok (dorongan/ keharusan) dan
bukan orang lain yang memaksa kita. Maukah hidup kita dipakai menjadi imitator Allah? Kiranya ini boleh
menguatkan kita.

Amin!
473 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

H
Hiid
duup
plla
ahhd
dii d
daalla
ammk
kaas
siih
h !!
Oleh: Pdt. Sutjipto Subeno

Nats: Efesus 5:1-5

1 Sebab itu jadilah penurut–penurut Allah, seperti anak–anak yang kekasih


2 dan hiduplah di dalam kasih, sebagaimana Kristus Yesus juga telah mengasihi kamu dan
telah menyerahkan diri–Nya untuk kita sebagai persembahan dan korban yang harum bagi
Allah.
3 Tetapi percabulan dan rupa–rupa kecemaran atau keserakahan disebut sajapun jangan di
antara kamu, sebagaimana sepatutnya bagi orang–orang kudus.
4 Demikian juga perkataan yang kotor, yang kosong atau yang sembrono––karena hal–hal
ini tidak pantas––tetapi sebaliknya ucapkanlah syukur.
5 Karena ingatlah ini baik–baik: tidak ada orang sundal, orang cemar atau orang serakah,
artinya penyembah berhala, yang mendapat bagian di dalam Kerajaan Kristus dan Allah.

Saudara, minggu lalu kita telah melihat kaitan antara Ef 4 hingga Ef 6:10 yang membicarakan tentang
bagaimana hidup Kristen harus berubah sesuai dengan apa yang diajarkan di dalam kebenaran firman
Tuhan. Maka ketika kita mendapat pengajaran menjadi anak-anak Tuhan, kita diubah bukan karena
diharuskan dari luar tetapi karena roh pikiran kita diubah oleh Tuhan dengan kebenaran dan kekudusan
yang sesungguhnya (Ef 4:17). Kita diubah oleh Tuhan supaya boleh menjadi anak-anak Allah yang kekasih
dan mencitrakan citra Allah. Sehingga kita tidak boleh sampai salah mengerti antara hakekat anak yang
sesungguhnya dengan pengertian anak secara perluasannya. Anak-anak Allah adalah anak-anak yang
menampilkan dan menghidupkan apa yang diinginkan oleh Bapa-Nya sehingga apa yang dinyatakan, itu
merupakan seluruh identitas kebijakan/ kebajikan yang mungkin ditunjukkan dan dinyatakan di tengah
dunia. Inilah yang ditekankan oleh Paulus.

Ketika dikatakan, seperti anak-anak yang kekasih maka kita seharusnya hidup di dalam kasih. Kekristenan
dikatakan sebagai agama kasih karena istilah inilah yang menjadi inti ajaran iman Kristen. Kita seringkali
salah mengerti dengan menganggap bahwa kitalah yang dapat mencintai dan mengasihi, padahal kita
bukan merupakan sumber kasih tetapi hanya sebagai pemilik kasih secara turunan yang turun dari sumber
kasih, sehingga kalau kita melepaskan relasi dari sumber tersebut maka kita akan mengalami kekacauan.
Dan ketika manusia jatuh ke dalam dosa, dunia menjadi loveness/ketidakadaan kasih/kehilangan cinta
kasih yang sesungguhnya karena mengalami destruksi sehingga tidak mampu lagi mengimplementasikan
kasih. Itulah yang menjadi alasan di mana kalau kita memperhatikan dalam Yoh 13:34-35 Kristus mulai
memberikan perintah baru kepada 11 murid-Nya: “…, supaya kamu saling mengasihi; …, dengan demikian
semua orang akan tahu, bahwa kamu adalah murid-murid-Ku, yaitu jikalau kamu saling mengasihi.” Kalimat
ini menunjukkan bahwa ketika kita dapat mengasihi seperti apa yang Tuhan tuntutkan, itu bukan sekedar
kasih biasa tetapi ada satu kriteria kasih yang begitu unik yang membuat orang tahu bahwa kita adalah
murid Kristus dan dengan demikian berhak disebut sebagai perintah baru. Perintah ini senada dengan apa
474 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

yang diungkapkan dalam Ef 5 di mana dikatakan: “…, sebagaimana Kristus Yesus juga telah mengasihi kamu
dan telah menyerahkan diri-Nya untuk kita sebagai persembahan dan korban yang harum bagi Allah.” Cinta
kasih yang disodorkan di tengah dunia bukan lagi cinta kasih yang sesungguhnya, yang Tuhan inginkan. Di
sini kita melihat Paulus sangat berhati-hati ketika ia mengatakan hiduplah di dalam kasih, kalimat itu tidak
hanya berhenti sampai di situ tetapi dilanjutkan, ‘sebagaimana Kristus Yesus mengasihi kamu.’ Hal itu
sangat berpusat kepada Kristus, sehingga ketika kita mengasihi, hendaklah itu seperti cinta Kristus terhadap
kita.

Kalau kita mempelajari surat Efesus, pasal 1-3 merupakan doktrin Kristen yang begitu solid dan kemudian 4-
6 merupakan implementasi praktisnya, bagaimana kita menjalankan hidup saya sesuai dengan ajaran yang
diajarkan. Tetapi Martin Llyord John kemudian mensinyalir adanya ketegangan karena salah mengerti
konsep ini sehingga seolah-olah iman Kristen terpisah menjadi dua bagian yang tidak terkait satu sama lain.
Ini merupakan satu sikap yang sangat berbahaya! Ia mengatakan bahwa ketika kita menjalankan hidup
praktis Kristen maka kita tidak dapat lepas daripada doktrin yang telah diajarkan, demikian pula sebaliknya.
Maka dalam ayat ini dikatakan bahwa waktu kita menjalankan kasih kuncinya adalah bagaimana Kristologi
(prinsip bagaimana Kristus mencintai kita, penebusan Kristus menjadi dasar daripada implementasi kasih yang sesungguhnya). Ia
mengkritik keras satu konsep yang mengatakan bahwa para pendeta atau gereja tidak perlu belajar doktrin.
Di sini dapat dibayangkan kasih macam apakah yang dapat kita lakukan jikalau demikian? Saya tidak kaget
kalau kemudian istilah yang seharusnya indah: ‘The Children of God’ justru menjadi tempat di mana
implementasi anak-anak Allah menjadi begitu rusak dan konyol.

Sehingga di sini Paulus dengan tegas langsung mengkontraskan dengan: “Tetapi percabulan dan rupa-rupa
kecemaran atau keserakahan disebut sajapun jangan di antara kamu, sebagaimana sepatutnya bagi orang-
orang kudus.” Kata percabulan yang ditulis di dalam ayat ini merupakan kata ‘porno’ (Yunani: porneia). Paulus
melihat bahwa jikalau kita menjalankan kasih terlepas daripada prinsip kebenaran Kristen dan tidak
kembali pada sumber yang sejati maka akhirnya kasih itu akan berubah menjadi kasih yang bersifat rendah,
kecemaran dan ingin menarik keuntungan secara tamak dari orang lain. Dan justru sekarang di mana dunia
dikatakan semakin maju, moralitas masyarakatnya justru semakin rusak. Bisnis terbesar di internet
sekarang justru pornografi (sarana menjual pornografi) sehingga menghasilkan mafia-mafia yang mengumpulkan
milyar-milyar dollar untuk bisnis tersebut, dan semua itu dengan slogan “Love.” Bagaimana kita
mengimplementasikan kasih yang sesungguhnya di dalam kekristenan? Ini perlu kita perhatikan kembali!
Seharusnya implementasi teknologi yang terbaik ada ditangan gereja dan kita memakai sarana-sarana
teknologi yang terbaik untuk kemajuan seluruh pelayanan penginjilan demi kemuliaan Allah.

Ketika ia mengatakan, “Tetapi percabulan dan rupa-rupa kecemaran atau keserakahan disebut sajapun
jangan di antara kamu,” ini merupakan satu hal yang begitu unik. Kekristenan diajar untuk
mengimplementasikan cinta kasih yang dimodelkan dan diturunkan berdasarkan doktrin penebusan
Kristus. Sehingga kasih kita harus merupakan kasih yang direlasikan kembali dengan sumber kasih yaitu
Tuhan Allah sendiri yang boleh menjadi contoh kasih yang sesungguhnya. Dengan demikian, kasih itu dapat
diimplementasikan secara tepat karena kasih itu dijalankan menurut teladan Kristus. Kalau kita
memisahkan antara cinta terhadap Tuhan dengan terhadap sesama maka akibatnya orang Kristen seolah-
olah hanya menutup kasih yang digambarkan sebagai penebusan Kristus hanya di dalam kasih antara saya
dengan Allah. Dunia ini sedang dijebak dengan jiwa nafsu, semangat sifat cemar dan tidak beres yang
begitu rusak sehingga itu akan mendatangkan satu manipulasi yang begitu tamak di dalam pikiran yang
kotor, cabul dan porno. Sehingga saya dapat membayangkan betapa khawatirnya kalau kita mempunyai
anak perempuan yang bersekolah di luar negeri karena pencemarannya begitu mengerikan. Disini justru
475 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

Alkitab keras sekali membicarakan tentang relasi cinta yang digambarkan satu-persatu oleh Paulus didalam
hubungan setiap manusia, khususnya termasuk di dalam keluarga. Bahkan di situ digambarkan seperti
hubungan antara Kristus dengan jemaat, di mana hubungan itu sebagai satu model bagaimana Kristus
berelasi dengan jemaat (Ef 5).

Waktu kita melihat hal seperti ini, ternyata kita harus kembali kepada model yang sesungguhnya yaitu
penebusan Kristus yang boleh menjadi model cinta kita di semua bidang. Setiap saat dunia kita semakin
dihancurkan dan kalau kita tidak berhati-hati maka kitapun menjadi korban. Dalam Amsal 5 dikatakan, “…,
kalau daging dana tubuhmu habis binasa, …, ah, mengapa aku benci kepada didikan, dan hatiku menolak
teguran.” Tetapi seringkali kalimat itu muncul ketika kita sudah terlambat, dengan air mata dan kehancuran
yang kita alami. Amsal 5 memberi peringatan yang begitu keras dan tajam untuk masalah seperti ini tetapi
seringkali manusia tidak mau belajar dari sejarah. Terlalu banyak contoh di dalam film di mana orang yang
jahat dan mafia hancur serta rusak hidupnya, tetapi hal ini tidak menjadi berkurang tetapi justru bertambah
dan manusia mengulang hal yang sama dengan apa yang pernah dilihatnya. Itulah realita! Sehingga kita
baru berubah kalau esensi cinta yang sesungguhnya diubah dari akar permasalahan di bawahnya. Saya
rindu hal ini boleh terjadi di tengah kita yaitu melihat Tuhan sebagai model.

Format penebusan Kristus di dalam ayat ini menggunakan dua format bersamaan yang digambarkan
dengan indah sekali. Yaitu bagaimana Kristus telah menyerahkan dirinya menjadi persembahan dan korban
yang harum. Istilah ‘persembahan’ dan ‘korban yang harum’ merupakan dua istilah yang berbeda. Sehingga
di dalam Perjanjian Lama (Imamat) terdapat 5 macam korban yang harus dijalankan di mana ada yang
bersifat dari tanaman (hasil kerja) dan juga ada yang berupa darah (binatang yang dipotong dan dibakar di hadapan
Tuhan). Persembahan di sini disebut lebih dahulu, menggambarkan satu ungkapan bahwa saya sudah
menerima dari Tuhan dan kemudian saya harus mengembalikannya kepada Tuhan atau sebagai hasil
pertama dari pekerjaan Tuhan). Orang Yahudi sangat ketat memperhatikan hal ini di mana pertama kali
menanam pohon maka hasil pertama daripada kebun itu 100% dipersembahkan untuk Tuhan dan setiap
panen berikutnya mereka menyisihkan 10% untuk dipersembahkan. Hal ini banyak dilakukan sekarang oleh
anak-anak muda di mana upah kerja mereka yang pertama dipersembahkan semua bagi pekerjaan Tuhan.
Sehingga gambaran persembahan seperti ini menjadi satu ucapan syukur dan kesadaran bahwa apa yang
ada di tangan kita itu bukan milik kita tetapi merupakan berkat turunan dari Tuhan kepada kita. Dan konsep
kita mencintai juga harus sama dengan persembahan, yaitu bagaimana kita sudah menerima itu dari Tuhan
dan harus dipersembahkan kembali bagi Tuhan. Di situ kesadaran bahwa kita dapat mengasihi karena
Tuhan sudah memberikan kasih itu kepada kita.

Gambaran daripada korban yang harum, satu persembahan darah merupakan tanda bahwa kita orang
berdosa yang kemudian harus mengakui dosa kita dan mencapai satu penebusan melalui persembahan
korban yang digantikan di atas mezbah. Ketika binatang itu dipersembahkan maka persembahan itu harus
kembali ke atas sebagai satu bau-bauan yang harum di hadapan Allah. Yang diutamakan di sini bukanlah
jenis korbannya (Yahudi: ada beberapa jenis korban di mana yang paling miskin dapat memberi burung tekukur, dan yang lain
dapat memberi kambing/domba, sedangkan yang kaya mempersembahkan lembu). tetapi apakah persembahan itu naik
kembali pada Tuhan atau tidak. Dan itu yang digambarkan di dalam relasi hubugan antara kain dan habil
dalam memberikan persembahan. Apakah persembahan itu berkenan menjadi dupa yang harum di
hadapan Tuhan. Sehingga ini yang menjadi persoalan ketika kita membaca nabi-nabi kecil di mana Tuhan
marah sekali dan mengatakan, bahwa mereka silakan mempersembahkan korban tetapi Ia muak melihat
persembahan itu karena mereka tidak taat kepada-Nya. Artinya mereka menjalankan secara ritual
persembahan korban dan ketika itu hati mereka tidak di dalam persembahan, dan itu tidak ada artinya
476 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

sama sekali. Penebusan Kristus adalah menggenapi seluruh ketotalitasan persembahan yang menjadi dupa
harum di hadapan Allah. Inilah yang ingin digambarkan menjadi satu model turunan cinta kasih bagaimana
kita mempraktekkan kasih di tengah dunia. Dan waktu kita mencintai, mempraktekkan kasih yang menjadi
kunci batasannya adalah apakah kasih kita menjadi satu dupa persembahan yang harum di hadapan Allah
atau di dalam seluruh relasi itu apakah Tuhan berkenan dengan implementasi kasih yang kita jalankan. Ini
menjadi pertanyaan dalam hidup kita! Apa artinya kita menjalankan cinta kasih kalau itu akhirnya
berlawanan dengan kehendak Allah yang adalah kasih, maka bukankah sebenarnya kasih kita bukan kasih?
Saya rindu kita hari ini mulai belajar menguji kembali diri kita, apakah sebenarnya selama ini kita telah
mengerti konsep kasih yang sebenarnya dan kasih seperti apa yang sedang kita implementasikan. Kiranya
ini boleh menguatkan kita.

Amin!
477 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

H
Hiid
duup
plla
ahhs
suuc
cii !!
Oleh: Pdt. Sutjipto Subeno

Nats: Efesus 5:1-5

1 Sebab itu jadilah penurut–penurut Allah, seperti anak–anak yang kekasih


2 dan hiduplah di dalam kasih, sebagaimana Kristus Yesus juga telah mengasihi kamu dan
telah menyerahkan diri–Nya untuk kita sebagai persembahan dan korban yang harum bagi
Allah.
3 Tetapi percabulan dan rupa–rupa kecemaran atau keserakahan disebut sajapun jangan di
antara kamu, sebagaimana sepatutnya bagi orang–orang kudus.
4 Demikian juga perkataan yang kotor, yang kosong atau yang sembrono––karena hal–hal
ini tidak pantas––tetapi sebaliknya ucapkanlah syukur.
5 Karena ingatlah ini baik–baik: tidak ada orang sundal, orang cemar atau orang serakah,
artinya penyembah berhala, yang mendapat bagian di dalam Kerajaan Kristus dan Allah.

Dalam Efesus 5 sekali lagi kita melihat bagaimana Tuhan menuntut kita sebagai seorang anak Allah hidup
mewarisi gambaran atribusi Allah, hidup sepadan dengan panggilan tersebut sehingga menyatakan satu
keunikan yang terkadang berbeda jauh daripada lingkungan di sekeliling kita. Dan salah satu hal yang
sangat penting dari atribusi Allah yang diturunkan adalah hendaklah kita hidup di dalam satu berkat dan
memberikan berkat kepada Allah, sesuai dengan sebutan kita sebagai orang-orang kudus.

Istilah di dalam ayat 4, ‘ucapkanlah syukur’ mengandung arti bahwa hendaklah kita memberikan berkat
kepada Allah (eukharisteo/bless the Lord). Dalam arti ketika saudara melakukan apapun maka akhirnya itu
kembali lagi seperti apa yang diucapkan dalam Ef 5:2 yaitu semua menjadi persembahan dan korban yang
harum bagi Allah. Namun seringkali di dalam kekristenan masih terlihat satu situasi manusia yang hidup di
dalam jiwa dan nilai hidup yang sangat rendah secara moral (Ef 5:3). Minggu lalu saya telah memaparkan
bahwa istilah segala percabulan (porno), rupa-rupa kecemaran atau keserakahan itu digambarkan sebagai
suatu sampah yang jorok, menjijikkan dan sangat tidak pantas, yang harus dibuang dari antara anak-anak
Tuhan. Sebab segala ketamakan itu menggambarkan satu nafsu yang begitu liar dan menggebu-gebu yang
tidak dapat lagi melihat satu kebenaran. Demikian juga di dalam ayat 4 dikatakan, “…, perkataan yang
kotor, yang kosong atau yang sembrono, (dalam bahasa Inggrisnya: bercanda yang jorok).

Ayat dalam Efesus 5 ini saya rasa masih relevan dengan jaman kita sekarang karena problem di atas
merupakan problem sepanjang jaman yang mana situasi abad 20 ini semakin mengerikan baik dari aspek
moralitas maupun seksualitas. Dunia yang sudah jatuh dalam dosa mengakibatkan hubungan manusia
terputus dari sumber kehidupan, kebenaran, kesucian, keadilan dan seluruh kemuliaan sehingga akhirnya
kita jatuh ke dalam kondisi negatif yang meracuni dan hidup kita menjadi hidup yang sangat humanis,
materialistik dan sekuler sekali. Akibatnya manusia bukan lagi hidup di dalam kepositifan atau pengertian
bagaimana berelasi dengan Allah, sebagai gambar dan rupa Allah tetapi justru hidup begitu liar, rusak dan
melawan semua sifat Allah. Pada saat seperti itu kehancuran moral menjadi satu ciri dasar yang tidak akan
pernah selesai di tengah dunia. Ketika kita melihat hal seperti ini, perlawanan manusia berdosa muncul dari
478 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

penghancuran moral yang merupakan satu citra yang paling dibenci oleh Tuhan karena itu menggambarkan
satu perlawanan terhadap sifat Allah yang paling hakiki yaitu kesucian. Kesucian menggambarkan satu
hidup yang benar di hadapan Tuhan sehingga kalau kita melanggar kesucian berarti kita sudah hilang
daripada unsur kebenaran, melawan kebenaran dan keadilan Allah yang seharusnya menghakimi kita.
Seseorang yang hidup di dalam kesucian maka ia akan sanggup berhadapan baik terhadap pengadilan Allah
maupun siapapun. Ini satu kunci daripada kehidupan dignity seorang yang hidup suci.

Waktu kita berada di dalam kesucian maka saat itulah kita sedang menyatakan kemuliaan kehidupan yang
Tuhan berikan. Namun ketika kita korbankan kesucian maka saat itulah kita sedang hidup hina di hadapan
siapapun terlebih di hadapan Allah karena kita sudah menjual kehormatan kita bukan pada tempat yang
tepat. Kesucian merupakan lambang daripada praktis kebenaran, keadilan dan kemuliaan yang menjadi
atribusi Allah, yang diturunkan ke tengah manusia. Namun Setan dengan sangat licik membujuk dan
merusak kesucian manusia sehingga ia kehilangan kehormatannya sebagai mahkluk mulia yang Tuhan
ciptakan. Sebab Allah senantiasa menekankan, “Kuduslah kamu, sebagaimana Aku kudus adanya.” Disaat
manusia semakin maju maka mereka akan semakin rusak. Seperti halnya dengan kota Efesus, ketika diawal
eksposisi kitab tersebut saya telah kemukakan bahwa di kota tersebut terdapat kuil dewi Artemis/ Diana
yang mana di dalamnya dilakukan prostitusi suci, dan kuil itu merupakan kuil yang besar dan menonjol
sekali. Saudara dapat membayangkan pengaruh kuil ini terhadap situasi kota yang merupakan kota
metropolitan seperti itu! Situasi kota yang begitu jorok dan rusak dengan orang-orang dari segala bangsa
terdapat di sana. Jika demikian, mampukah jemaat Kristen yang minoritas tersebut untuk bertahan dan
memberikan dampak di tengah satu format kota yang demikian gawat situasinya dan pembicaraan jorok
seperti itu sudah dianggap biasa.

Seringkali kita kemudian berdalih dengan berpikir bahwa lingkungan mereka semuanya juga berbuat hal
yang sama. Dan di tengah situasi seperti itu menyebabkan kita sangat mudah dipakai oleh setan sehingga
seolah-olah kita mendapatkan pembenaran. Tetapi Paulus tidak membuat perkecualian dalam hal seperti
ini sebab hal ini terjadi dimulai dari langkah demi langkah yang kita anggap belum apa-apa. Ketika
seseorang jatuh ke dalam kerusakan moral itu bukan terjadi langsung saat itu juga tetapi dimulai dari
langkah-langkah kecil tahap demi tahap yang terus-menerus dilakukan hingga akhirnya benar-benar jatuh.
Maka Paulus mengatakan dalam bagian pertama ini supaya kita hati-hati terhadap semua perkataan kotor
dan tidak beres, bahkan disebut sajapun jangan diantara kamu. Ini merupakan kalimat yang penting sekali
dari aspek bagaimana pertahanan moral seorang anak Tuhan (bandingkan Mzm 1: “Berbahagialah orang yang
tidak berjalan menurut nasehat orang fasik, yang tidak berdiri dijalan orang berdosa dan yang tidak duduk dalam
kumpulan pencemooh”). Satu bentuk puisi yang menarik sekali yang menggambarkan hancurnya seseorang
yang jatuh dalam situasi orang fasik. Bahkan dalam II Tim jelas dikatakan supaya kita menjauhi kumpulan
orang seperti itu dan jangan berbicara dengannya, sehingga seolah kalimat itu begitu keras. Dimulai dengan
saudara berbicara dan bercanda dengan orang atau kalimat yang tidak tepat yang akhirnya membuat
saudara jatuh, sebab pergaulan itu membuat saudara rusak. Sebab semua itu tidak cocok dengan natur kita
sebagai seorang anak Tuhan. Disini kuncinya bagaimana kita hidup di dalam kesucian yang tidak tergantung
pada lingkungan di sekeliling kita sehingga kita dapat menjadi terang dan garam. Dan Alkitab juga
memberikan satu gambaran yang penting didalam figur Daud dan Goliat. Bukan masalah kita minoritas
sehingga merasa takut dikucilkan tetapi masalahnya adalah bagaimana kita hidup di hadapan Tuhan.
Pantaskah kita menjadi seorang anak Tuhan berbuat seperti itu?
Untuk melihat hal seperti itu, di sini terdapat beberapa aspek yang perlu kita uji kembali dalam diri kita:

1. Ketika kita ditebus dan dikembalikan kepada Tuhan maka kita harus sadar bahwa nilai hidup kita
telah dibayar kembali. Dari seseorang yang sudah tidak memiliki kemuliaan menjadi seseorang yang
479 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

mempunyai nilai yang mahal sekali. Orang berdosa, yang seharusnya dibuang ke neraka, hidupnya begitu
hina dan rendah tetapi kemudian Tuhan tarik kembali untuk menjadi anak-anak Allah dengan tebusan
nyawa Kristus. Dalam I Kor dikatakan bahwa kita bukan dibayar dengan emas atau perak tetapi dengan
darah Anak Domba Allah. Semakin kita sadar bahwa nilai hidup kita begitu agung dan mahal maka saat
itulah kita tidak akan bermain-main dengan nilai hidup. Jikalau kita tidak dapat menghargai diri kita mahal
maka orang lain juga akan lebih rendah memandang kita. Orang yang mempunyai pembangunan nilai hidup
maka ia tidak akan membiarkan hidupnya dibuang dengan harga yang murah.

2. Di tengah seluruh alam semesta Tuhan mencipta manusia menjadi mahkota ciptaan (crown of
creation) yang dicipta menurut gambar dan rupa Allah, sebagai pembawa harkat di tengah manusia. Dan itu
menjadikan kita tidak bermain-main dengan harkat hidup kita. Who knows that he is a human than he will
act as a human. Terkadang manusia berpikir dengan pendekatan humanistik di mana ia merasa apa yang ia
makan, pikir dan rasa itulah ia jadinya. Kalau di tengah dunia banyak orang yang bertindak aneh, itu karena
ia telah kehilangan kesadaran siapa dirinya sebenarnya. Buku-buku yang berjudul: “Humananimal” (manusia
binatang) sekarang muncul begitu banyak bahkan menjadi best seller di dunia, disitu salah satu sebab
mengapa terjadi ketidaksucian, kekotoran, kejijikan karena manusia tidak tahu lagi siapa dirinya, harkatnya
hilang dan identitas dirinya tidak jelas. Dan di dunia baik dalam filafat maupun semua konsep agama tidak
ada penjelasan yang cukup yang menunjukkan harkat manusia secara tepat. Alkitablah yang sanggup
memberikan jawaban bahwa manusia merupakan mahkluk yang dicipta menurut gambar dan rupa Allah.
Dengan demikian kita diminta untuk hidup tepat seperti harkat kita seharusnya. Sehingga Allahlah yang
berhak menilai dan memberikan harkat kepada kita, bukan orang lain ataupun diri kita sendiri. Itulah harkat
tertinggi yang dinyatakan kepada kita, bagaimana kita hidup berdasarkan apa yang Tuhan nyatakan pada
kita.

3. Jikalau kita sudah merasakan anugerah Tuhan yang begitu besar kepada kita maka seharusnya kita
mempunyai satu keinginan untuk menjadi berkat kembali bagi Allah. ‘Memberkati Tuhan’ merupakan
kalimat yang seringkali disalah mengerti sehingga seolah-olah kita lebih hebat, namun arti sesungguhnya
adalah bagaimana seluruh hidup kita akhirnya menjadi berkat bagi Allah. Pada hakekatnya tidak ada
sesuatupun yang kita punyai karena semuanya milik Allah, sehingga satu-satunya adalah bagaimana saya
memberkati Allah dengan mempersembahkan tubuh kita menjadi persembahan yang hidup, yang kudus
dan yang berkenan di hadapan Allah, itulah ibadah kita yang sejati. Biarlah seluruh hidup kita yang telah
ditebus oleh Tuhan, kita membalikkan menjadi satu ucapan syukur, satu berkat yang naik kembali kepada
Tuhan. Kalau Tuhan memberkati kita dengan kelimpahan maka kita juga memberikan seluruh hidup kita
kembali pada Tuhan sebagai berkat. Apa yang akan kita kembalikan pada Tuhan jikalau kita menjual hidup
kita dengan rendah? Setiap pengalaman yang sudah membuat kita rusak tidak akan dapat ditarik dan
ditebus kembali. Semakin kita sadar betapa berdosanya kita maka kita dapat semakin dipakai Tuhan karena
kita menyerahkan hidup kita secara total. Banyak orang yang merasa hidupnya cukup baik sehingga ia tidak
menyadari bahwa ia harus menyerahkannya kembali pada Tuhan tetapi mantan seorang penjahat yang
bertobat, ia lebih sadar dan tahu bahwa Tuhan sudah menyelamatkannya dan berapa besar anugerah yang
telah dia terima sehingga waktu itu ia dapat menyerahkan hidupnya secara lebih besar kepada Tuhan.
Namun seharusnya kita dengan kesadaran diri yang sungguh-sungguh kembali pada Tuhan dan tidak
tunggu hingga hidup kita rusak dan kotor.

Saya ingin setiap kita sadar untuk mempertahankan kesucian hidup kita sehingga menjadi hidup yang
mempermuliakan nama Tuhan. Di situlah kebenaran dan keadilan akan beserta dengan kita dan kita benar-
benar dapat menjadi berkat bagi Tuhan. Amin!
480 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

U
Umma
att K
Keerra
ajja
aaan
nSSo
orrg
gaa
Oleh: Pdt. Sutjipto Subeno

Nats: Efesus 5:5

5 Karena ingatlah ini baik–baik: tidak ada orang sundal, orang cemar atau orang serakah,
artinya penyembah berhala, yang mendapat bagian di dalam Kerajaan Kristus dan Allah.

Minggu lalu kita membahas bagaimana Paulus dengan tegas mengemukakan prinsip kesucian kehidupan di
mana problem moral merupakan problem yang tidak disukai oleh Allah. Dan di ayat 5 ini ia menggunakan
struktur dan penekanan yang sangat tajam yang menjadi klimaks dari tuntutannya. Sebab justru di dalam
kota seperti Efesus inilah ia merasa penting sekali untuk kembali menekankan hal tersebut. Dalam Revised
Standard Version, ayat tersebut dimulai dengan kalimat: “Be sure of this!” “Karena ingatlah ini baik-baik:
tidak ada orang sundal, orang cemar atau orang serakah, artinya penyembah berhala, yang mendapat
bagian di dalam Kerajaan Kristus dan Allah.”
Di dalam kota Efesus di mana percabulan dan pembacaan porno begitu menyebar di seluruh tempat,
seolah-olah orang Kristen berhak untuk dimaafkan karena lingkungannya yang terlalu rusak sehingga
mengakibatkan ia tidak dapat hidup suci. Namun Paulus tahu bahwa bukan menjadi alasan bagi kita untuk
berkata demikian karena prinsip kebenaran adalah dimulai dari diri kita yang Tuhan tuntut karena
pembaharuan. Ia menuntut hal ini dengan keras karena justru di sinilah yang membedakan antara anak
Tuhan dengan yang bukan. Maka kalau kita mau mengerti bagaimana kita kembali pada struktur kehidupan
sebagai umat Allah yang hidup di dalam kerajaan Kristus dan Allah maka kita harus kembali kepada apa
yang Tuhan inginkan dan tuntut di dalam diri kita. Saat ini kita mulai dihadapkan kembali dengan satu
pertanyaan, apakah masih relevan jika gereja meneriakkan ayat 5 ini dan menuntut kesucian dari umat
Allah? Bagaimana gereja mempersiapkan jemaat menghadapi situasi seperti ini? Saya terkadang bertanya-
tanya apa yang akan terjadi dengan situasi generasi kekristenan kita? Pada saat seperti itu kita harus
menggumulkan kembali panggilan gereja dan masalah pelik apakah yang sedang terjadi.
Saat ini kita menghadapi kesulitan yang besar karena kerusakan moral yang terus diterpakan ke tengah
dunia sehingga di sini kita melihat bahwa format abad pertama tidak berbeda dengan abad 20. Bahkan ide
bisnis saat ini bukan lagi berdagang dan melakukan transaksi demi kesejahteraan manusia tetapi yang
sering terjadi adalah bisnis bagaimana kita menghancurkan orang lain. Kita hidup di tengah dunia bisnis di
mana kita diajar dan diindoktrinasi dengan pelatihan-pelatihan bisnis yang bersifat sangat materialistis dan
non etik yang mengakibatkan moralitas menjadi rusak. Sehingga perlahan tapi pasti otak dan prinsip
paradigma kita dilembutkan sehingga kita tidak mempunyai kekuatan untuk melawan dan mempunyai
standar etika yang kokoh di tengah dunia. Jikalau hal tersebut juga masuk di tengah kekristenan maka
bukankah mereka akan kehilangan moralitas? Demikian juga yang terjadi dengan orang yang berada di
jaman Efesus, mereka berbicara dan berinteraksi dalam situasi yang begitu dekat sehingga pengaruh buruk
tersebut menimbulkan efek yang besar terhadap kekristenan saat itu. Namun justru di situ Paulus
481 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

menuntut kita untuk hidup benar dan di tengah situasi yang semakin rusak, teriakan iman Kristen harus
semakin tegas dan lantang. Yakinlah akan hal ini, bahwa jikalau kita berbuat seperti demikian maka tidak
ada tempat bagi kita dalam kerajaan Sorga! Apakah sasaran hidup kita hanya guna menjalani hidup di mana
dari kecil mengidamkan yang lebih besar, selanjutnya ketika besar mengidamkan yang lebih besar lagi,
demikian terus-menerus dan akhirnya tidak ada yang kita dapatkan? Betapa malangnya kalau hidup
manusia hanya sedemikian saja? Saya rasa sebagian besar orang tahu bahwa jikalau mereka hidup di dalam
kerusakan moral dan etika maka suatu saat mereka akan hancur dan celaka, namun hal tersebut tetap saja
mereka lakukan.
Di sinilah perlunya kita meneriakkan hal ini dengan keras bahwa ‘ingatlah ini baik-baik, semua orang sundal,
cemar dan serakah tidak mendapat tempat dalam kerajaan Allah’ karena mereka diidentifikasikan sebagai
penyembah berhala. Selanjutnya terdapat dua hal yang perlu kita ketahui, yang menjadikan kita salah
dalam mengerti dan bersikap terhadap dosa:

1. Seringkali kita terlalu bersikap persuasif (menjadi orang yang tidak mempunyai daya juang untuk melawan dan
akhirnya kita lebih banyak mengambil sikap setuju atau tidak mampu lagi memberikan tanggapan). Ketika manusia jatuh
dalam dosa, mereka terlibat di dalam satu jebakan dosa yang semakin hari semakin melibat keras dan
akhirnya membuat mereka lambat tapi pasti semakin terikat, dan ketika mereka sadar bahwa mereka
sedang menuju kehancuran, tidak ada kuasa apapun yang mampu mengeluarkannya. Dan seringkali ketika
kita mencoba mengerti keadaan orang lain yang berada di dalam keadaan seperti itu, kita akhirnya menjadi
begitu persuasif terhadap dosa. Jikalau orang dunia tidak memiliki jalan keluar sehingga hidup di dalam
keputusansaan, itu dapat kita mengerti karena justru di situlah kita perlu membawa berita injil kepada
mereka sehingga mereka boleh menjadi anak Allah yang memiliki kuasa untuk tidak berbuat dosa.

2. Ketika manusia merasa dirinya pintar maka saat itu ia sedang jatuh dalam satu kebodohan yang luar
biasa. Kecepatan dunia tidak mampu terantisipatif oleh orang Kristen karena kebenaran kekristenan
terlambat masuk. Hal ini mengakibatkan orang dunia (dosa) lebih cepat masuk menghancurkan orang
Kristen, dunia, sistem dan merusak seluruhnya sehingga akhirnya kita menjadi orang-orang yang hidupnya
rusak karena terlalu cepat dibuat matang sebelum waktunya dan akibatnya justru menjadi busuk. Seperti
halnya ketika dahulu kita menanam padi, kita baru akan akan menuai hasilnya dalam waktu sekitar enam
bulan namun sekarang kita mampu mendapatkan hasilnya dalam tiga bulan atau bahkan mungkin nanti
dalam waktu satu minggu, tetapi itu tidak menutup kemungkinan bahwa busuknya juga akan semakin
cepat. Sekarang semua ditekan secara waktu padahal banyak orang yang membutuhkan proses yang cukup
untuk mematangkan diri. Manusia dunia modern terlalu cepat diberi informasi yang tidak beres dan
dibujuk dengan banyak hal sehingga akhirnya lebih cepat rusak dan menghancurkan natur mereka sendiri
karena mereka sedang terlibat dalam pencemaran dosa yang luar biasa. Di sini kita melihat begitu latennya
dosa mencoba menggerogoti manusia. Orang tua yang tidak terlalu banyak memperhatikan anaknya yang
berusia balita, bahkan ada di antara mereka yang menyerahkannya kepada baby sister maka ketika anak
tersebut sudah menginjak remaja konsep berpikir mereka akan rusak dan tidak terkontrol lagi, dan saat itu
mereka baru terkejut. Oleh sebab itu, justru di tengah dunia yang semakin mengerikan, Tuhan meneriakkan
kesucian, moralitas harus ditegakkan dan etika harus dipertimbangkan sehingga kita kembali kepada apa
yang Tuhan tuntut karena itu adalah misi Kerajaan Allah. Justru di saat dunia tidak mempunyai harapan, di
saat itu kekristenan harus menerobosnya. Sehingga kita tidak bersikap persuasif atau sekedar mengerti
tetapi kita harus menerobos keluar, karena kepada kita Tuhan memberikan kemungkinan potensi terhadap
hal seperti itu.
482 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

Di saat kita akan merayakan Paskah, mari kita merenungkan minggu sengsara Tuhan kembali. Moralitas
manusia yang rusak tidak sedemikian mudah diselesaikan, sekalipun kita diajar ataupun dihukum.
Jawabannya hanya satu yaitu bertobat! Ketika Kristus datang di dunia, kalimat pertama yang Ia teriakkan di
depan umum seketika Ia menggantikan Yohanes Pembaptis yang sudah ditangkap adalah “Bertobatlah,
sebab Kerajaan Allah sudah dekat.” Kembali kepada Kerajaan Allah berarti kita bertobat dari cara hidup dan
moralitas yang rusak. Itu merupakan satu-satunya jalan keluar bagi dosa manusia. Ia rela dicambuk dan
diremukkan demi dosa saudara dan saya. Tuhan tidak menginginkan supaya kita hanya berangan-angan
hidup suci, tetapi kita dituntut untuk sungguh-sungguh bertobat, berhenti dari seluruh pola hidup kita yang
lama. Kita tidak akan mampu keluar jikalau mengandalkan kekuatan kita sendiri untuk menyelesaikannya
tetapi jikalau kita mau kembali dan membiarkan darah Kristus menerobos, menyentuh serta membersihkan
dosa kita maka kita akan dikeluarkan dari lumpur dosa.
Dalam Yes 53 dikatakan, “Ia dihina dan dihindari orang, seorang yang penuh kesengsaraan dan yang biasa
menderita kesakitan; ia sangat dihina, sehingga orang menutup mukanya terhadap dia dan bagi kitapun dia
tidak masuk hitungan. Tetapi sesungguhnya, penyakit kitalah yang ditanggungnya, dan kesengsaraan kita
yang dipikulnya, padahal kita mengira dia kena tulah, dipukul dan ditindas Allah. Tetapi dia tertikam oleh
karena pemberontakan kita, dia diremukkan oleh karena kejahatan kita; ganjaran yang mendatangkan
keselamatan bagi kita ditimpakan kepadanya, dan oleh bilur-bilurnya kita menjadi sembuh.” Kristus mati
bagi saudara dan saya supaya kita boleh dipertobatkan kembali. Itulah jalan keluar satu-satunya! Kita tidak
akan dapat beres kalau kita berpikir dengan cara kita, yang ada hanyalah kehancuran, kekecewaan dan
keputusasaan sama seperti orang dunia. Berjuta-juta orang dunia sekarang sadar bahwa mereka sedang
hidup dalam dosa dan sedang merusak diri di dalam dosa. Banyak orang yang sudah terkena psikotropika
(estasy) dan mereka terkena zat-zat aditif yang merusak jaringan syaraf dalam otak mereka. Mereka begitu
sengsara dan banyak di antara mereka yang sadar bahwa mereka sudah rusak. Akhirnya mereka hanya
mampu menyesali namun tidak memiliki kekuatan untuk keluar, bahkan mereka berulang kali jatuh kembali
dalam dosa mereka. Hanya Kristuslah yang sanggup menebus dosa mereka. Sebab Ia telah mengatakan
bahwa barangsiapa yang percaya kepada-Nya akan menerima kuasa untuk menjadi anak-anak Allah. Karena
darah Kristus telah membasuh dan menyembuhkan dosanya serta membawa ia keluar dengan potensi baru
untuk hidup suci di hadapan Tuhan. Allah bukan sekedar memberi peringatan bahwa barangsiapa berbuat
seperti itu maka mereka tidak mendapat bagian dalam Kerajaan Allah tetapi sekaligus Ia memberikan satu
konsep bahwa kalau kita bertobat maka kita akan dimampukan menjadi warga Kerajaan Allah. Sungguhkah
kita berjuang ingin dipakai Tuhan, berubah, keluar dari terkaman dosa dan mau hidup suci di hadapan
Tuhan?
Tidak ada kebahagian sejati kecuali saudara kembali pada etika Tuhan, keluar dari status penyembah
berhala dan segala macam kehancuran dunia. Sebab untuk itulah seluruh penebusan Kristus dikerjakan.
Jikalau selama ini hidup kita begitu jauh dari Tuhan, biarlah kita boleh kembali pada-Nya saat ini dan
bertekad hidup seturut kehendak Tuhan. Mau saudara?

Amin!
483 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

K
Kaatta
a--k
kaatta
ahha
ammp
paa
Oleh: Pdt. Sutjipto Subeno

Nats: Efesus 5:6-7

6 Janganlah kamu disesatkan orang dengan kata–kata yang hampa, karena hal–hal yang
demikian mendatangkan murka Allah atas orang–orang durhaka.
7 Sebab itu janganlah kamu berkawan dengan mereka.

Dalam firman Tuhan tiga minggu yang lalu kita telah membicarakan tentang bagaimana Paulus
memperingatkan jemaat di Efesus terhadap rupa-rupa kecemaran yang terjadi di sekeliling mereka. Karena
dalam firman Allah dikatakan bahwa tidak ada orang sundal, orang cemar atau orang serakah, artinya
penyembah berhala, yang mendapat bagian di dalam Kerajaan Kristus dan Allah. Dan hari ini, dibagian
selanjutnya Paulus bukan sekedar membicarakan tentang aspek percabulan saja tetapi ia juga
membicarakan tentang aspek yang kedua yaitu di dalam ayat 6: “Janganlah kamu disesatkan orang dengan
kata-kata hampa, karena hal-hal yang demikian, mendatangkan murka Allah atas orang-orang durhaka.”

Kita dapat mengerti jika Tuhan tidak suka akan percabulan dan rupa-rupa kecemaran karena itu berarti
aspek moralitas telah rusak luar biasa. Namun mengapa di dalam aspek berkata-kata hampa juga
mendapatkan penekanan, bahkan selanjutnya ia menambahkan kata yang sangat keras, “Karena hal-hal
yang demikian mendatangkan murka Allah atas orang-orang durhaka. Sebab itu janganlah kamu berkawan
dengan mereka.” Di sini kita harus membedakan mana yang dimaksud berkata hampa dengan yang tidak
berkata hampa karena saat ini kita sedang diperhadapkan pada satu situasi yang begitu merelakan diri
untuk masuk di dalam begitu banyak tipuan abad 20 ini. Kalau di dalam abad pertama kota Efesus hal
tersebut menjadi satu pola lokal dari kota metropolitan maka di abad 20, format ini sudah menjadi format
global yang dipelopori oleh yang kita kenal dengan Era Hermeneutika Post Modern (plesetan/ language game).
Dan hal ini bahkan telah menjadi satu format yang umum dalam negara kita. Sehingga seberapa
seriusnyakah hal ini telah mempengaruhi kita?

Di dalam format Modernisme, setiap bahasa harus mengandung makna. Artinya, bahwa setiap apa yang
saya sampaikan, baik melalui bahasa tertulis maupun lisan itu harus benar-benar dapat saudara mengerti
secara tepat seperti apa yang saya pikirkan. Karena mereka percaya bahwa bahasa adalah pembawa
komunikasi, makna serta penyalur dari berita yang akurat dan tepat kepada orang lain. Namun Post
modern yang mulai berkembang di dalam pertengahan abad 20 ini mulai mendobrak konsep tersebut.
Dalam Linguistik Analysis, mereka memberikan beberapa tesis kontra yang berasumsi bahwa bahasa tidak
mampu membawa makna karena makna lebih besar dari bahasa (muncul istilah metafora). Bahasa hanya
merupakan simbol dari makna dan bukannya makna itu sendiri, dan ketika ia hanya merupakan simbol
maka itu harus diinterpretasikan, dikenal dengan istilah hermeneutika/penafsiran di dalam format filosofi,
bukan dalam format agama. Ketika bahasa dimengerti sebagai symbol dari makna kata dan bukannya
makna itu sendiri, maka akhirnya bahasa itu dapat bermakna luas dan akhirnya bergantung pada setiap
484 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

penafsir dan dapat bermakna lebih dari satu. Di sinilah yang akhirnya menyebabkan munculnya apa yang
kita kenal dengan empty words (kalimat-kalimat kosong) yang menyebabkan melesetnya makna bahasa yang
dituntut. Hermeneutika Post Modern bukanlah hermeneutika didalam iman Kristen. Di sini banyak pendeta
yang terjebak karena menganggap semua hermeneutik berasal dari Kekristenan.

Sebagai orang Kristen kita tidak dapat menerima konsep seperti ini, karena tidak ada kekonsitenan dalam
Post Modern. Ketika kita masuk di dalam permainan bahasa sebenarnya ada satu hal serius yang terjadi
yaitu ketidakmampuan kita untuk mengatasi satu kesulitan yang begitu besar. Di jaman Efesus, language
game versi dari filsafat Yunani kuno dapat berkembang begitu besar karena di dalamnya terlalu banyak
pola pikir yang sedang diterobos dan dipatahkan. Dalam kota Efesus sendiri muncul yang disebut Efisien
School (tokoh-tokoh filsafat Efesus) yang begitu besar yang akhirnya membawa Efesus masuk ke dalam satu
semangat yang disebut Acnostisism (satu konsep dimana seseorang berkata bahwa tidak mungkin orang tahu kebenaran,
sekalipun ada kebenaran yang sejati namun kebenaran itu terlalu besar).

Pola masuk dalam skeptik ini yang membuat orang cuek, terserah ingin berbicara atau tidak dan akibatnya
ketika Paulus berbicara tentang Kristus secara serius, orang di Efesus menganggap bahwa Paulus sedang
omong kosong seperti kebiasaan mereka. Ketika kita sadar akan esensi ini maka kita dapat mengerti
mengapa Paulus melihat hal ini sebagai satu hal yang sangat serius. Omongan kosong keluar di saat kita
berada di dalam satu tekanan serius dari satu masalah yang tidak mampu kita selesaikan. Terdapat
beberapa sikap yang dilakukan seseorang ketika orang tersebut sedang berada dalam satu tekanan
masalah:

1. Kita akan berjuang untuk menyelesaikan masalah tersebut.

2. Sikap acuh tak acuh/ masa bodoh.

3. Melarikan diri. Seperti orang yang sedang stres berat maka ia akan menertawakan segala sesuatu,
baik masalahnya, dirinya, lingkungan, termasuk ia akan nertawakan Tuhan. Jika di kota Efesus hanya
merupakan format lokal maka masalah seperti ini, hari ini sudah menjadi format global. Situasi permainan
ini terjadi karena manusia sedang berada dalam tekanan serius dalam hidupnya yang akhirnya membuat
dia mengeluarkan segala uneg-uneg/ kata-kata yang tidak ia perdulikan lagi. Inilah yang sekarang disebut
sebagai Era Postmodernis. Akibatnya bahasa menjadi satu alat yang mempermainkan makna dan semua
kebenaran. Hari ini kalau saudara melihat di tengah terjepitnya situasi negara kita maka cara tersebut yang
dipakai, dan rupanya itu cukup sukses. Di sini kita akhirnya dibingungkan antara bercanda atau serius dan
akhirnya kita tidak dapat lagi memegang semuanya. Saudara dapat mengerti berapa sulitnya orang-orang
yang hidup didalam tekanan situasi abad 20 sehingga kita tidak terkejut kalau akhirnya Postmodern dapat
diterima dengan mudahnya. Permainan-permainan seperti ini begitu nikmat kita nikmati dan seolah-olah
dengan begitu kita dapat lepas dari semua pertanggungjawaban kita.



1. Empty words is disify (menyesatkan/menipu). Ketika kita mengucapkan kata-kata tersebut maka itu
bukanlah ansih. Di sini perlu dibedakan mana yang dapat dikatakan terlalu serius dengan kalimat kosong.
Ketika kita mengungkapkan kata-kata yang kosong, sebenarnya di belakang kekosongan itu kita sedang
membicarakan sesuatu yang meleset dari pengertian utama. Kita sebenarnya sedang memasukkan
variabel-variabel untuk mempengaruhi orang lain dengan cara berpikir kita. Berarti itu bukan kosong secara
ansih/makna tetapi kosong di dalam tujuan dan motivasinya. Maka dalam Alkitab dikatakan bahwa
485 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

motivasinya menipu, tidak jujur dan tidak lurus di dalam hidupnya. Di dalam sikapnya membuat kita tidak
mau jujur dan berintegritas tegas sehingga akibatnya kata-kata kita keluar dari jalur kebenaran. Ketika kita
berbincang dan ikut dalam format seperti itu maka itu akan menjadi pengaruh yang akan masuk ke dalam
format kita. Oleh sebab itu Paulus dengan begitu tegas telah memperingatkan kita supaya tidak dekat-
dekat dengan orang seperti itu karena pengaruhnya sangat berbahaya. Menjadikan kita tidak dapat lagi
tegas dalam berbicara dan mempunyai ambivalensi. Selalu mempunyai pola ambigo dan tidak pernah
mempunyai kejelasan di mana posisi kita. Tuhan sangat murka terhadap hal ini sehingga dikatakan bahwa
tidak ada tempat bagi orang-orang durhaka seperti ini karena ini merupakan satu bibit yang akan membuat
dunia kita tidak bertanggung jawab dan terintegral di dalam pikirannya.

2. Ketika kita berbicara omong kosong, kalimat kita tidak dijaga dan akibatnya menjadi meaningless
dan bersifat destruktif terhadap orang lain. Kalimat tersebut akan membawa orang berpikir keluar dari jalur
yang seharusnya. Sebab jika saya mengucapkan dengan plesetan maka orang yang seharusnya mengerti A
jadi meleset ke B dan mungkin berpikir ke C, dan seterusnya semakin menyimpang. Akhirnya semua itu
membuat pikiran kita kotor dan rusak. Pengaruh itu sangat berbahaya dan begitu besar terjadi karena
manusia mempunyai kekuatan adaptasi yang sangat besar sekali. Mari kita mulai sadar bahwa semua itu
mempunyai pengaruh yang besar dalam hidup kita. Karena waktu itu kita masuk ke dalam satu kondisi
negatif, di mana kita hilang dari kebenaran yang sejati maka akibatnya kita tidak tahu lagi mana yang benar
dan mana yang salah. Kita tidak berani bicara sesuatu secara tegas dalam kemutlakan Tuhan dan akibatnya
menjadi relatif dan Tuhan yang menjadi kemutlakan kita singkirkan. Di situ sifat dan integriti yang menjadi
sifat dasar Allah dipermainkan oleh manusia.

3. Kalimat-kalimat kosong justru seringkali muncul ketika kita sedang tidak puas, kecewa dan marah
luar biasa. Kalimat yang sebenarnya ingin memberontak terhadap Tuhan, kebenaran-Nya dan seluruh
asumsi dari apa yang Tuhan inginkan. Waktu kita sedang berpikir secara serius, maka kalimat yang keluar
adalah kalimat yang tegas karena kita sedang memikirkan sesuatu. Tetapi justru dikala kita sedang dalam
keadaan tidak serius atau menghadapi masalah yang berat maka kalimat yang keluar tidak terkontrol lagi.
Setiap kata-kata seperti ini selalu muncul dan menjadi satu jiwa pemberontakan tidak puas terhadap
keadaan, realita, situasi, orang bahkan Tuhan. Kita bukannya menggumulkan dan menyelesaikan di
hadapan Tuhan karena ini sebenarnya menjadi ekspresi daripada kesombongan jiwa yang merasa bahwa ia
harus mampu menyelesaikan dan hebat tetapi ketika akhirnya ia patah di dalam situasi itu maka saat itu ia
kecewa kepada Tuhan karena asumsinya mengapa mereka tidak dapat tunduk kepada apa yang ia inginkan.
Jiwa pemberontakan ini membuat kita begitu jahat di hadapan Tuhan.

Mari kita mulai sadar, ketika kita mulai memikirkan hal ini, mengapa kita harus masuk ke dalam format itu
kalau kita percaya Tuhan kita adalah Tuhan yang benar, yang memelihara kita dan kita dipimpin olehnya
maka ketika itu kita dapat mengerti realita yang kita alami, apa yang sedang kita hadapi dan kita tunduk
menanti apa yang Tuhan ingin kerjakan di dalam diri kita. Kalau seperti itu maka tidak seharusnya kita
mengeluarkan kalimat kosong dan terjebak di dalam permainan-permainan bahasa, tetapi sebaliknya kita
dapat menjadi berkat dengan kalimat-kalimat yang bermakna dan berbobot yang dapat menguatkan orang
lain. Tuhan menginginkan setiap kita boleh dipakai sehingga di tengah dunia yang kebingungan dengan
kalimatnya, kita justru boleh mengeluarkan kalimat yang paling tegas, tepat dan bermakna besar untuk
disodorkan di tengah dunia. Dunia sangat membutuhkan makna yang hilang daripadanya, ketika manusia
sudah kehilangan kemampuan untuk berpikir normal lagi. Saudara dan saya yang seharusnya mampu
memberikan pengaruh. Mungkin saat ini kita justru mengalami banyak kesulitan karena lebih banyak
dipengaruhi dunia. Tetapi biarlah setiap kita mulai berubah, sekalipun kita mengalami kesulitan karean
486 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

harus melawan format dunia. Kita harus berbicara tegas, membicarakan prinsip kita dan mengalahkan diri
kita dengan tunduk pada Tuhan. Itulah kuncinya!

Tidak ada kekuatan yang dapat membuat kita dapat jalan sendiri kecuali kita kembali pada Tuhan. Mari kita
balik pada firman, di tengah apa yang dianggap tidak apa-apa di tengah dunia ini, kita mengkritisi dan hati-
hati karena di hadapan Tuhan itu menjadi hal yang sangat besar. Dengan demikian dunia kita akan melihat
satu konsep yang boleh dipaparkan dan dikembangkan serta mendatangkan berkat, yang boleh menghibur
dan menguatkan banyak orang. Di situ kalimat itu akhirnya dapat menjadi buah yang berkembang. Mari
kita berpikir seperti Tuhan Yesus di mana setiap kali Ia berkata maka perkataan itu pasti mendatangkan
pembaharuan, perbaikan, pendobrakan dan hasil bagi orang lain karena memiliki makna yang jelas. Biarlah
ini menjadi contoh yang terbaik bagi kita.

Amin!
487 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

M
Muurrk
kaaA
Alllla
ahha
atta
asso
orra
anng
gddu
urrh
haak
kaa
Oleh: Pdt. Sutjipto Subeno

Nats: Efesus 5: 6-7

6 Janganlah kamu disesatkan orang dengan kata–kata yang hampa, karena hal–hal yang
demikian mendatangkan murka Allah atas orang–orang durhaka.
7 Sebab itu janganlah kamu berkawan dengan mereka.

Minggu lalu kita sudah mencoba melihat hal ini dari sudut apa yang dikritik keras oleh firman Tuhan
khususnya Rasul Paulus. Sehingga kita boleh mengerti bahwa omong kosong atau yang seringkali kita pikir
sekedar basa-basi itu, sebenarnya dapat mempengaruhi seseorang untuk menjadi acuh tak acuh terhadap
kebenaran, pragmatis dan menjadi sangat toleransi terhadap segala ketidakberesan dunia dan akhirnya kita
gagal untuk mengerti keketatan dan keakurasian kebenaran, yang menjadikan kita jatuh dalam berbagai
dosa. Kalimat seperti itulah yang seringkali menjadi lubang di mana dosa masuk, setan bekerja dan akhirnya
kita dirusak oleh segala kuasa jahat daripada konsep dunia kita.

Dan hari ini saya masih ingin melanjutkan pembahasan di dalam ayat yang sama yaitu bagaimana
konsekuensi terhadap orang-orang yang berkata hampa begitu keras dikatakan di dalam ayat tersebut,
bahwa “Karena hal-hal yang demikian mendatangkan murka Allah atas orang-orang durhaka.” Kata murka
Allah disitu bukan sekedar menggambarkan marah yang biasa tetapi satu ‘murka’ atau kemarahan luar
biasa yang seringkali dalam PL digambarkan sebagai suatu ‘api’ yang membakar dan langsung meng-
hanguskan segala sesuatu. Kalimat tersebut sama keras seperti apa yag diungkapkan di dalam Roma 1:18,
“Sebab murka Allah nyata dari sorga atas segala kefasikan dan kelaliman manusia, yang menindas
kebenaran dengan kelaliman.” Berarti gambaran ini ingin menunjukkan betapa Tuhan tidak dapat
menerima keadaan seperti itu dan penghukuman Tuhan yang keras akan tiba pada mereka.

Ketika kita akan masuk dalam pengertian ini, pertama-tama kita harus membereskan konsep yang
seringkali tidak terlalu kita suka jika kita harus membicarakan tentang Allah yang murka. Banyak manusia
yang tidak suka mendengar firman Tuhan menegaskan bahwa Tuhan adalah Tuhan yang murka dan
mempunyai keadilan yang menghanguskan. Tetapi seharusnya mari kita mengevaluasi kembali bagaimana
seharusnya sikap kita terhadap berita ini. Seringkali kita terlalu pincang mendengar berita yang seringkali
hanya menjadi ekspresi keegoisan manusia. Bukan tanpa dasar kalau kita tidak suka mendengar berita Allah
yang murka karena itu mendatangkan satu kesadaran bahwa manusia adalah manusia berdosa, dan harus
berhadapan dengan keadilan dan murka Allah. Tetapi sebaliknya jikalau saudara hidup sebagai anak-anak
Tuhan yang setia di dalam kebenaran maka berita ini seharusnya menjadi berita yang sangat menyukakan.
Di Indonesia saat ini, salah satu pergumulan yang paling berat yang harus pemerintah dan masyarakat
hadapi adalah bagaimana mereka harus membereskan semua ketidakberesan hukum yang terjadi di
Indonesia, sebab itu sudah seperti kanker yang sangat ganas. Tetapi itu tidak hanya terjadi di Indonesia
488 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

tetapi hal tersebut sudah menjadi teriakan semua bangsa yang meneriakkan keadilan, namun masing-
masing membuat ketidakadilan. Sehignga akhirnya seluruhnya seperti dua hal yang saling melawan namun
sama-sama berbuat hal yang sama dan seharusnya sama-sama menjadi objek keadilan dan murka Allah. Di
sini seharusnya jawaban yang terbaik untuk menyelesaikan hal ini justru dengan kembali pada konsep
murka Allah terhadap orang berdosa. Sinners in the hands of an angry God (Orang berdosa di tangan Allah yang
murka) yang dikhotbahkan Jonathan Edward telah mengoncang seluruh dunia dan mendatangkan
kebangunan rohani yang besar sekali di Amerika. Khotbah tersebut telah menyadarkan banyak orang
bahwa mereka adalah orang berdosa dan membutuhkan keselamatan dari Tuhan. Berita ini merupakan
berita center yang sangat penting yang sejajar dengan berita Tuhan mengasihi kita. Tuhan murka dan
Tuhan mengasihi merupakan dua keping yang tidak dapat dipisahkan satu dengan lainnya. Kita harus
melihat dua hal ini secara berpadanan sehingga orang akan dibawa mengerti esensi daripada karakter Allah
dan bagaimana tuntutan-Nya terhadap manusia. Maka di Alkitab berkali-kali mengatakan bahwa murka
Allah menjadi satu penekanan yang begitu keras mengimbangi Allah yang mengasihi dan menebus kita.

Kalimat “Hal-hal demikian mendatangkan murka Allah atas orang-orang durhaka,” kalimat ini sebenarnya
memberikan satu gambaran orang-orang yang jiwanya selalu memberontak terhadapTuhan. Kemarahan
Allah datang kepada orang-orang yang sengaja atau mempunyai kebiasaan menyeleweng dari jalur yang
Allah tetapkan dengan segala cara. Dalam terjemahan bahasa Inggris menggunakan: “Who is disobedient”
(ia yang tidak mau taat), namun istilah ini bukan sekedar tidak mau taat dalam satu peristiwa tetapi
digambarkan dalam terminologi (istilah kata) disebut dengan tajam dan keras sebagai orang-orang durhaka
(the sons of disobedient). Seringkali kita tidak sadar bahwa hal tersebut mungkin juga ditujukan bagi setiap
manusia di dunia ini. Ketika kita melakukan sesuatu dan kita anggap kita adalah orang yang baik maka pada
saat itu seringkali kita tidak sadar bahwa kita sebenarnya termasuk di dalam golongan orang-orang durhaka
(sebagai contoh: Mat 19). Satu siodoreligisity (sifat keagamaan) yang di belakangnya penuh dengan tipuan karena
pada hakekatnya mereka memanifestasikan jiwa kedurhakaan atau jiwa yang tidak mau menundukkan diri
dibawah Tuhan. Sehingga disini tidak heran bahwa ketika kita berbicara dengan seseorang, kita akan
menghadapi benturan dengan konsep-konsep dunia. Dalam keadaan seperti inilah saya mengharapkan kita
mulai sadar mengapa Tuhan begitu serius berbicara tentang masalah ini dan murka Allah begitu tegas
dinyatakan.

Selanjutnya, kita akan melihat beberapa sikap yang seharusnya kita lakukan di dalam menghadapi
kemarahan Allah, yaitu:

1. Mari kita mengevaluasi diri kita. Ketika kita mendengar berita Allah yang murka, kita seharusnya
mengevaluasi diri kita apakah Tuhan juga marah terhadap kita? Ketika kita sadar bahwa Tuhan marah, itu
menjadikan hati kita lebih mawas, bertobat dan kembali pada Tuhan. Merupakan satu anugerah jika kita
sadar akan hal ini! Di dalam Roma 1 bahkan Paulus menulis dalam kalimat pertama yang merupakan titik
yang sanggup mengubah jiwa seseorang sehingga menjadikan ia mulai belajar taat pada Tuhan. Mari kita
mulai sadar pertama kali murka Allah turun maka itu dapat menggetarkan hati kita dan membawa kita pada
pertobatan yang sesungguhnya. Ini hal pertama yang saya harap mulai terjadi dalam hidup kita. Ketika
saudara menyatakan Injil kepada seseorang, kita berdoa supaya ketika kita sedang menyatakan murka Allah
yang turun ke atas dosa manusia, itu dapat menggetarkan hati mereka sehingga ia boleh kembali kepada
Allah. Manusia tidak akan sanggup mengerti Anak Allah yang dianiaya begitu rupa dan seolah mengalami
tulah yang dihantamkan kepada-Nya kalau ia belum mengerti akan murka Allah yang luar biasa.
489 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

2. Kita seharusnya menyambut berita tersebut dengan pengharapan dan penuh sukacita karena ini
menjadi satu-satunya kemungkinan jawaban dari semua kesulitan dunia. Jika kita hanya dapat menangisi
dan mengerti realita dunia secara kacamata orang dunia, secara tampak sosiologi dan keadilan maka kita
pasti tidak memiliki pengharapan. Ketidaktaatan kepada Firman mendatangkan murka Allah yang begitu
luar biasa sebab manusia yang diberikan tugas mengelola dan mensejahterakan dunia justru melakukan
pengerusakan sistematik, baik kepada dunia maupun manusia. Di sini seharusnya anak-anak Tuhan sangat
bersyukur atas berita ini karena ini merupakan satu berita yang dapat kita bawa ke tengah dunia untuk
menyatakan keadilan Tuhan yang tidak pernah dapat dihindarkan ketika mereka berbuat sesuka hati
mereka (Maz 139). Mari kita membiarkan Tuhan menguji dan mempebaharui kita. Ditengah dunia ini begitu
banyak tipuan sehingga orang-orang yang berbuat kejahatan begitu sulit dijamah. Namun di sini terdapat
satu basis kebersamaan yang paradoks. Di satu pihak ketika kejahatan itu tiba pada kita maka itu bukanlah
hak dan kapasitas kita untuk membalas dendam namun ketika kita tidak membalas, itu berarti kita sedang
menunpuk bara api di kepala musuh kita. Tuhanlah yang akan membalaskan setimpal dengan apa yang
mereka lakukan. Dalam Roma 12 Tuhan mengatakan bahwa pembalasan merupakan hak Tuhan. Justru ketika
kita membalas, itu akan menimbulkan dua masalah besar, yaitu;

1. Ketika kita membalas, kita tidak pernah dapat mengukur apakah balasan kita setimpal dengan
perbuatan orang tersebut pada kita.

2. Efek terakhirnya tetap kita yang akan dianggap jelek karena tidak menunjukkan perbedaan antara
orang Kristen dengan yang bukan Kristen. Di sepanjang sejarah, setiap mereka yang berbuat sesuatu
kekerasasn terhadap kekristenan pasti berefek besar sekali terhadap diri mereka dan seluruh pemerintahan
mereka. Tidak mungkin ada kejahatan yang dibiarkan begitu saja oleh Allah karena itu berlawanan dengan
natur dan sifat Allah. Dosa menghambat hubungan kita dengan Tuhan, namun ketika kita berdoa dan
mohon ampun maka Tuhan akan memulihkan hubungan itu seperti tidak terjadi apapun, tetapi dampak
dosa tetap harus kita alami (sebagai contohnya Daud dan Paulus). Tuhan adalah Tuhan yang murka terhadap dosa
dan orang-orang yang tidak mau taat kepada-Nya. Saya harapkan, semakin lama akan ada banyak orang
yang benar-benar sadar dan bertobat dan dengan demikian, banyak orang yang semakin mawas dan takut
berbuat dosa.

3. Hal ini sekaligus menjadi pengharapan akhir daripada seluruh sejarah manusia. Kalau kita melihat di
seluruh sejarah, orang ingin membuat teori-teori sejarah begitu banyak, itu semua mereka lakukan hanya
untuk menghindarkan satu teori yang tidak mereka sukai, yaitu teori iman Kristen atau Alkitab. Dalam
Alkitab dikatakan, sejarah berjalan dari titik Alfa (Kej 1), berjalan linier, hingga selesai di titik omega (Wahyu
22). Itu menjadi satu jaminan sejarah yang tidak dapat ditiadakan! Di dalamnya diceritakan bagaimana
dunia mulai dan berjalan, dan sampai dunia selesai. Itu semua karena ada Allah, yang berada di luar waktu,
yang mengerti totalitas sejarah dan mencipta sejarah. Kita dapat mengerti seluruh pekerjaan Tuhan di
tengah dunia ini melalui totalitas sejarah dan mau tidak mau kita harus berproyeksi ke titik omega. Oleh
sebab itu dunia kita berulang kali mencoba untuk membuang teori tersebut dengan berpegang pada teori
unlimit time (dunia yang tidak memunyai akhir). Dan yang kedua mereka berpegang pada teori cyclic (berputar
terus). Semua itu menjadi upaya supaya manusia tidak harus bertanggungjawab akan apa yang ia kerjakan.
Tetapi justru ketika kita berpegang pada teori-teori tersebut maka dunia akan menjadi dunia yang
mengerikan karena akan terjadi kumulasi kejahatan yang semakin hari semakin besar dan menghancurkan
segala sesuatu. Akhir jaman justru menjadi titik pertanggungjawaban akhir dari seluruh pengadilan Tuhan.
Murka Allah yang paling besar justru akan dinyatakan dengan penghukuman neraka yang paling besar dan
tuntas, di mana Kristus menjadi hakim terakhir yang akan menghakimi seluruh dunia. Maka di tengah
490 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

kekristenan kita selalu mempunyai pengharapan eskatologis bahwa seluruh perjalanan sejarah ini tidak sia-
sia namun semua nilai dan ketaatan yang kita kerjakan nanti akan berhadapan dengan Tuhan. Pengharapan
ini menjadi satu upah yang sepadan dengan semua yang kita kerjakan. Dengan demikian kita dapat
memandang kedepan, menjadi pengharapan positif dan membuat seluruh perjuangan kita hari ini tidak sia-
sia. Seperti apakah kita menanggapi berita ini? Mari kita melihatnya secara positif di hadapan Tuhan dan
selama kita taat dan setia pada firman maka itu justru menjadi kekuatan kita. Sebab semua itu tidak sia-sia
tetapi mendatangkan anugerah yang besar, justru melalui berita yang paling menakutkan, yaitu murka
Allah turun atas orang durhaka.

Amin!
491 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

A
Anna
akk--a
anna
akk tte
erra
anng
g
Oleh: Pdt. Sutjipto Subeno

Nats: Efesus 5: 6-7

8 Memang dahulu kamu adalah kegelapan, tetapi sekarang kamu adalah terang di dalam
Tuhan. Sebab itu hiduplah sebagai anak–anak terang,
9 karena terang hanya berbuahkan kebaikan dan keadilan dan kebenaran,
10 dan ujilah apa yang berkenan kepada Tuhan.

Saudara, jika kemarin kita sudah melihat bagaimana Paulus mengkritik satu-persatu aspek dari kehidupan
dunia yang dikontraskan dengan kehidupan sebagai anak Tuhan maka hari ini kita akan masuk dalam
bagian di mana kita melihat bagaimana ia mengkontraskan satu status yang disebut sebagai anak-anak
terang. Dalam ayat 8 dikatakan, “Memang dahulu kamu adalah kegelapan, tetapi sekarang kamu adalah
terang di dalam Tuhan.” Di sini Paulus mulai masuk ke dalam esensi hakekat yang diminta dari setiap anak
Tuhan.

Di dalam retreat kemarin kita mencoba melihat bahwa seringkali kita mengaku sebagai orang Kristen tetapi
pada hakekatnya tidak sadar bahwa mungkin sekali kekristenan kita masih terlalu dangkal, dan bahkan
mungkin banyak orang Kristen yang sebenarnya bukan Kristen. Mungkin ada banyak penganut filsafat
materialis yang akhirnya menjadi Kristen namun mereka belum tentu secara sungguh-sungguh beriman
Kristen. Sebab prinsip hidup, ketaatan, keputusan dan keseriusan perjuangan mereka bukanlah perjuangan
iman Kristen tetapi berdasarkan materi. Jika kita telusur lebih jauh lagi, sangat mungkin adanya banyak sisa-
sisa Atheis Kristen atau Atheis Praktis yang di dalam istilah Louis Berkhof dikatakan sebagai orang-orang
yang secara filosofik mereka tidak atheis namun mereka benar-benar atheis murni secara praktek hidup
sehari-hari. Jikalau demikian, apakah orang-orang tersebut boleh disebut sebagai orang Kristen? Mungkin
secara KTP dapat, tetapi tidak secara esensi, sebab pada hakekatnya ia tidak menyatakan keunikan esensi
iman Kristen yang sesungguhnya.

Sehingga di tengah kekristenan pun, kita masih perlu melihat di mana kekristenan yang sejati dan yang
palsu. Bagian inilah yang ingin dijelaskan secara mendalam oleh Paulus. Ia tidak mengatakan bahwa kamu
dahulu memancarkan kegelapan dan sekarang kamu memancarkan terang. Kegelapan tidak mungkin
dipancarkan karena merupakan suatu yang non eksisten. Sehingga ketika kita memancarkan kegelapan
berarti kegelapan itu hanya ekstensif saja, dan demikian juga halnya dengan ketika kita memancarkan
terang berarti kita hanya menjadi penyalur terang dan bukan terang itu sendiri. Tetapi Paulus dalam ayat ini
justru mengatakan bahwa dahulu kamu adalah kegelapan tetapi sekarang kamu adalah terang, yang berarti
ini menyangkut natur esensial daripada orang tersebut. Ini berarti Paulus mengajak kita berpikir bukan
sesuatu di lingkaran luar tetapi sesuatu yang menyangkut natur inti kita sebagai manusia. Kalau kita adalah
terang, berarti seluruh ekstensi dan esensi kita adalah terang. Jadi keseluruhan yang dipancarkannya adalah
terang karena dari hakekat dalamnya sendiri adalah terang. Maka iman Kristen bukan sekedar iman yang
ditempelkan di luar karena mengikuti PA, Katekisasi atau kebaktian tetapi mulai dari dalam diri seseorang di
492 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

mana hakekat hidupnya diubah menjadi terang, inilah yang saya katakan sebagai pertobatan yang
sesungguhnya. Paulus menegaskan hal ini karena itulah yang menjadi satu esensi dasar.

Di sini yang perlu kita lihat lebih jauh tentang terang adalah: Sumber terang adalah Allah. Paulus
mengatakan bahwa kita harus menjadi terang sebab kita adalah anak-anak terang (ay 8). Di sini yang
dimaksudkan adalah istilah anak dalam pengertian esensial (penurunan kesamaan natur) dan bukannya
ekstensial (perluasannya). Sehingga jika kita menjadi anak-anak terang yang sejati maka kita harus
memancarkan terang dan dalam hal ini ada satu relasi yang begitu ketat antara orang tua dengan anak,
yang menyangkut sifat esensinya. Jika Bapa kita adalah Allah yang berarti terang maka kita sebagai anak-
anak-Nya juga seharusnya menjadi anak-anak terang. Dan prinsip terang itu sudah mulai dinyatakan sejak
dari Kejadian

1. Mungkin ada orang yang berpikir ketika membaca dalam Kejadian bahwa terang sudah ada dalam
hari pertama namun matahari diciptakan pada hari yang keempat. Itu karena mereka beranggapan bahwa
sumber terang adalah matahari dan hal tersebut dikarenakan kita terbatas oleh suatu penampakan di
wilayah luar saja. Ketika Kristus berinkarnasi, ia kembali mempertegas pernyataannya bahwa Ia adalah
terang. “Barangsiapa datang kepada-Ku, ia mendapatkan terang hidup.” Ini merupakan satu pemikiran yang
begitu tegas dinyatakan bahwa ketika kita ingin mengerti esensi terang maka kita harus kembali kepada
sumber terang yang sesungguhnya yaitu Tuhan sendiri. Sehingga jika kita adalah anak-anak terang maka
seharusnya kita memancarkan terang yang bersumber kembali pada Allah. Inilah dasar mengapa Tuhan
menuntut saudara dan saya untuk menjadi terang.

2. Menjadi garam dan terang. Mat 5:13 mengatakan: “Kamu adalah garam dunia (ay. 13). Kamu adalah
terang dunia (ay. 14). Dua hal inilah yang menjadi cara kekristenan mempengaruhi dunia kita. Cara kerja
kedua hal ini berbeda dan kita seringkali lebih suka memilih yang lebih mudah kita lakukan. Rasa garam itu
begitu unik dan tidak dapat ditiadakan oleh apapun dan ia bekerja secara permeate, meresap masuk ke
dalam suatu tempat. Seperti ketika kita memasukkan garam dalam sebuah masakan, maka kita akan dapat
merasakan kurang lebihnya rasa garam tersebut walaupun mungkin kita menggunakan berbagai macam
bumbu untuk memasak. Garam ketika dimasukkan, ia harus hilang atau melebur baru kemudian rasa
asinnya dapat dirasakan. Dengan demikian jika kita menjadi garam maka seharusnya kita juga akan
memberikan warna secara permeate bagi orang yang berada di sekeliling kita, yang akan menyebabkan
orang enggan untuk berbuat dosa. Jikalau tidak, berarti kita telah gagal menjadi garam dunia dan
meresapkan iman kekristenan kita. Dengan hidup jujur, penuh cinta kasih, dengan penuh keadilan dan
kebenaran maka sekeliling saudara akan merasakan ada satu integritas yang disalurkan (diresapkan) dari
hidup saudara ke sekeliling saudara sehingga mereka akan dapat merasakan keberadaan saudara dan ikut
mendapatkan perubahan dari keberadaan tersebut. Ketika kita menyalakan alat penerang maka alat itu
pasti akan kita letakkan di tempat yang tinggi supaya sinarnya dapat menyinari semua tempat (Mat 5).
Alkitab tidak hanya berhenti di dalam aspek menjadi garam dunia tetapi kita juga harus menjadi terang, dan
inilah yang ditekankan dalam ayat ini, bahwa hendaklah kita menyatakan terang karena kita adalah terang
di dalam Tuhan. Di satu pihak kita berpermiasi (meresap di dalam) bagi orang lain dan di lain pihak kita
beradiasi (memancar keluar). Menjadi terang adalah jauh lebih susah dan serius karena apabila sinar itu mulai
memancar, itu akan menimbulkan kesilauan dan kegelapan tidak mampu bertahan lagi. Ini yang kemudian
di dalam Ef 7 dikatakan: “Sebab itu janganlah kamu berkawan dengan mereka.” Istilah ‘berkawan’ disini
menggambarkan satu kerjasama dengan orang-orang yang di dalam kegelapan. Di sini bukan berarti kita
tidak boleh bergaul atau berteman dengan orang yang bukan Kristen atau yang dalam kegelapan, tetapi
lebih menekankan bahwa kita tidak mungkin dapat bekerjasama secara intensi dengan orang yang tidak di
493 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

dalam terang. Demikian juga halnya dengan pernikahan, di dalam firman Tuhan jelas dikatakan bahwa tidak
mungkin seorang yang di dalam terang menikah dengan orang yang tidak di dalam terang karena itu
merupakan dua prinsip yang berbeda total dan tidak mungkin dipertemukan. Pada saat terang itu menjadi
terang yang sesungguhnya maka itu akan menyilaukan dan kegelapan tidak akan mampu bertahan di dalam
terang karena ia akan disingkirkan oleh terang. Maka terang selalu menimbulkan satu tuntutan
pertentangan yang begitu besar karena ketika masuk ia tidak dapat mengkompromikan apapun.

3. Kriteria terang. Dalam ay. 9 dikatakan, “Karena terang hanya berbuahkan kebaikan dan keadilan
dan kebenaran.” Disini ada satu kata yang sebenarnya sangat penting tetapi dalam terjemahan Indonesia
dihilangkan: “keseluruhan” atau “keutuhan”. Dalam Yunaninya jelas dikatakan, menggunakan kata sandang
“Pasa” yang artinya “semua keutuhan” kebaikan, kebenaran asasi dan keadilan. Terang dunia oleh Martin
Llord Jones dimisalkan sbb: jikalau “terang Allah” dipancarkan ke prisma maka akan terpecah menjadi tiga:
1. Goodness (kebaikan/agatos),
2. Righteousness (kebenaran keadilan/ dikaiosune) dan
3. Truth (kebenaran asasi/ alitheia). Tiga aspek ini menjadi kriteria yang harus dipancarkan oleh orang
Kristen. Di sini tuntutan menjadi terang dunia menjadi begitu nyata di tengah dunia. Dan di sini kita melihat
bagaimana Tuhan menuntut anak-anak Tuhan bukan sekedar secara pasif (meskipun cukup aktif) yaitu kita
menjadi garam tetapi Tuhan masih menuntut hal yang kedua, yaitu secara aktif menjadi sinar yang bersinar
untuk menyatakan kebenaran keadilan Tuhan. Di tengah dunia, bagaimana kita harus menelanjangi semua
kenajisan dunia dan menyatakan kebajikan, kebenaran keadilan dan kebenaran asasi Allah. Di tengah dunia
ini kita seringkali melihat bagaimana kebaikan sudah didistorsi pengertiannya. Pengertian atau istilah-istilah
yang begitu agung seperti cinta kasih, kebaikan oleh dunia berdosa dirusak. Anak Tuhan dipanggil bukan
sekedar menjadi garam tetapi juga menjadi terang. Tuhan Yesus dengan keras membuka hal seperti ini, Ia
tidak main-main untuk menyatakan kebenaran, kebajikan dan keadilan-Nya yang sejati. Dunia perlu tahu
bahwa ia sedang dipermainkan oleh permainan yang mengerikan sekali. Dunia terlalu berdosa untuk
berbuat kebajikan yang sesungguhnya. Merupakan tugas saudara dan saya untuk menyatakan kebenaran
yang sejati.

Satu tuntutan terang bukan hanya menyatakan kebajikan tetapi juga keadilan kebenaran. Dalam firman
Tuhan kita melihat kebenaran ada 2 yaitu righteousness dan truth. Dikaiosune (dikaiosune: kebenaran karena
keadilan, yang artinya setelah ditimbang dan dibuktikan akhirnya terbukti benar); (truth: kebenaran esensial yang harus
diberitakan ke tengah dunia). Dunia kita merupakan dunia yang mengerikan, yang dipermainkan dengan luar
biasa terutama di era Post-modern di mana benar dapat menjadi salah dan sebaliknya, diputarbalikkan
sehingga orang tidak tahu lagi di sebelah mana ukuran yang tepat. Semua itu karena kita sudah terbiasa
bermain-main dengan nilai dan keadilan. Dan akhirnya itu mendarah daging atau menjadi natur daripada
ketidakadilan atau ketidakjujuran yang akhirnya menimbulkan ketidakberesan dalam pemikiran dan
tindakannya. Sehingga kita tidak akan melihat keadilan ditegakkan di tengah dunia ini. Sebenarnya sikap
yang tertib, jujur dan berintegritas tinggi masih mungkin kita jumpai di negara Jerman dan jiwa seperti
inilah yang saya harapkan dapat muncul di dalam diri kita. Ini adalah satu sisa-sisa reruntuhan budaya
Kristen yang masih tersisa di sana. Kalau kita mengaku menjadi anak terang, bisakah kita memancarkan
terang, kebenaran keadilan seperti ini di tengah dunia?

Yang terakhir, bukan hanya keadilan yang harus ditegakkan tetapi semua kebenaran sejati harus
diberitakan, dipancarkan dan dinyatakan. Kebenaran tersebut harus merupakan kebenaran unik yang
menjadi kebenaran di atas semua kebenaran. Kebenaran bahwa manusia itu adalah manusia yang akan
494 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

dihukum karena dosanya dan murka Allah sudah turun atas manusia berdosa, kecuali mereka bertobat,
kembali menerima penebusan Kristus yang mati dan bangkit. Ini kebenaran yang harus dinyatakan.
Kebenaran Allah, kebenaran di dalam Kristus harus diberitakan karena berita inilah yang perlu didengarkan,
dipancarkan ke seluruh dunia dan ke setiap orang. Siapakah kita? Jikalau kita adalah anak terang maka
seharusnyalah kita menyatakan terang, kebenaran yang terang dan di dalam hal ini tidak ada waktu untuk
berkompromi lagi. Tuhan memanggil kita untuk menyatakan kebenaran Allah yang sejati (essential truth) yang
harus dinyatakan ke tengah dunia, berkenaan dengan realita dunia yang sesungguhnya. Itulah panggilan
kita dan untuk itulah Tuhan memanggil kita menjadi terang! Maukah kita, bukan sekedar menjadi garam
dunia tetapi juga menjadi terang dunia, karena kita adalah anak-anak terang.

Amin!
495 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

T
Teerra
anng
gyya
anng
gaak
kttiiff
Oleh: Pdt. Sutjipto Subeno

Nats: Efesus 5: 11-13

11 Janganlah turut mengambil bagian dalam perbuatan–perbuatan kegelapan yang tidak


berbuahkan apa–apa, tetapi sebaliknya telanjangilah perbuatan–perbuatan itu.
12 Sebab menyebutkan sajapun apa yang dibuat oleh mereka di tempat–tempat yang
tersembunyi telah memalukan.
13 Tetapi segala sesuatu yang sudah ditelanjangi oleh terang itu menjadi nampak, sebab
semua yang nampak adalah terang.

Minggu lalu kita telah membicarakan bagaimana Paulus dalam Efesus 5 menekankan perubahan yang bukan
sekedar secara atribusi tetapi perubahan natur secara mendasar yaitu dari kita yang adalah kegelapan
menjadi kita yang adalah terang. Maka kata ‘adalah’ bukanlah sesuatu yang boleh ada atau tidak tetapi
menjadi satu status natur yang esensial, menjadi dirinya daripada orang tersebut. Hal tersebut sangatlah
serius karena hanya mempunyai dua pilihan yaitu gelap atau terang, dan itu menyangkut esensi natur diri
kita yang sesungguhnya. Maka iman Kristen bukan berbicara hal yang fenomena tetapi menunjuk pada satu
hakekat esensial yang ada di dalam diri kita yang kemudian baru menampilkan diri keluar. Sehingga
penampilan merupakan efek daripada natur dan bukannya penampilan dibentuk lalu natur mengikutinya.
Ini merupakan dua proses yang berbeda sama sekali. Kita adalah terang karena kita sekarang diubah,
dikeluarkan dari bapak kegelapan menuju kepada bapak kita yang asasi. Sehingga jikalau sekarang kita
boleh menyebut Allah kita sebagai Bapa, Dia yang adalah terang, maka kita pun yang dicipta menurut
gambar dan rupa Allah juga adalah anak-anak terang. Itulah yang menjadi konsekuensi logis dari satu kaitan
natur yang harusnya terjadi!

Dalam kaitan tersebut kita juga telah menyinggung sedikit tentang tugas kekristenan yang mempunyai dua
cara bersaksi, yang pertama: sebagai garam dunia yang bersifat permiade (menggarami), yang berarti ia larut
atau hilang dengan cara merembes masuk, mengasinkan yang ada di sekelilingnya. Kedua: tuntutan
menjadi terang dunia, yang berarti kita harus menerangi, tampil di tempat paling atas dan bersinar secara
terang, inilah yang disebut dengan beradiasi (memancarkan terang). Alkitab mengatakan bahwa kamu adalah
garam dunia dan kamu yang sama adalah terang dunia. Dengan demikian kalau kita adalah terang maka
bagaimana kita berekstensi, melakukan perbuatan dan aktivitas di dalam terang. “Janganlah turut
mengambil bagian dalam perbuatan-perbuatan kegelapan yang tidak membuahkan apa-apa, tetapi
sebaliknya telanjangilah perbuatan-perbuatan itu,” (ay. 11). Berarti menjadi terang bukan sekedar yang
penting terang tetapi melakukan aktivitas menelanjangi semua kegelapan sehingga kegelapan itu boleh
tampak. Hal ini berarti bahwa kegelapan itu tidak dapat kita acuhkan begitu saja tetapi terang itu
mempunyai tuntutan yang aktif menyatakan terang itu keluar. Banyak orang seringkali merasa menjadi
terang atau begitu rohani ketika hidup secara terisolir dengan berdoa dan berpuasa. Hal itu wajar apabila
dilakukan untuk sekedar merefresh kembali tetapi akan salah jikalau itu sudah mengubah konsep hidup
496 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

rohani kita. Dalam Yoh 17 dikatakan: “Aku tidak meminta, supaya Engkau mengambil mereka dari dunia,
tetapi supaya Engkau melindungi mereka daripada yang jahat, … Sama seperti Engkau telah mengutus Aku
ke dalam dunia, demikian pula Aku telah mengutus mereka ke dalam dunia.” Tuhan memanggil kita supaya
kita masuk ke tengah dunia dan itulah spiritual sejati. Sehingga bagaimana kita di tengah dunia yang penuh
dengan kegelapan dapat meradiasikan dan tidak menjadi sama dengan mereka yang berada di dalam
kegelapan.

Di tengah dunia, panggilan ini membuat kita sadar bahwa di dalamnya ada satu tuntutan dimana kita tidak
boleh mengekslusifkan diri tetapi naik ke atas kaki dian supaya terpancar. Inilah panggilan menjadi terang
Tuhan yang dipanggil untuk kita maju kedepan. Didalam panggilan spiritual seperti ini seringkali kita
menghadapi tantangan yang paradoks sekali, khotbah yang menekankan konsep terang dunia terkadang
menimbulkan umpan balik yang terbawa di dalam format dualistik. Di sinilah kemudian seolah timbul gap
antara tuntutan menjadi terang dengan realita yang harus dihadapi oleh orang Kristen saat ini. Satu
tuntutan proses yang menunjukkan adanya satu perubahan yang berjalan terus-menerus, perubahan yang
menuju pada satu titik kesempurnaan yang diharapkan. Tuhan menuntut kita melakukan tindakan aktif
yang benar-benar terjun dan menggarap dunia kita dengan jiwa proses bertumbuh. Yang kedua, kita tidak
merasakan diri kita menjadi aman rohani ketika kita sendiri tetapi kita justru dipanggil untuk terjun di
tengah dunia ini. Ini yang di dalam Reformed Theology disebut sebagai Cultural Mindate (mandat budaya).
Orang Kristen bukan terang ketika ia berada di dalam gereja tetapi ia menjadi terang ketika ia terjun ke
setiap bidang yang ditekuninya. Terang sejati adalah di manapun kita berada kita adalah terang dan proses
itu digarap di semua bidang.

Semangat menjadi terang harus merupakan semangat umpan balik kepada diri kita. Setiap kali kita menjadi
terang itu berarti Tuhan menuntut kita untuk rela mendapatkan tantangan dari kegelapan dan ketika
menjadi terang maka di situ sifat-sifat ilahi akan memancar untuk meniadakan kegelapan. Ini berarti ada
satu pancaran yang begitu kuat untuk meradiasi keluar. Jiwa mau belajar, bertumbuh dan rela untuk
dievaluasi itu harus menjadi semangat kita. Namun seringkali terutama di dunia timur terdapat persaingan
yang tidak sehat, di mana ketika seseorang bertumbuh itu menjadikan kesempatan orang yang melihat
ingin belajar tetapi justru sebaliknya mereka iri dan berkeinginan menghancurkannya. Jiwa seperti ini
bukanlah jiwa terang. Semangat seperti ini harus dibuang dari anak-anak Tuhan! Setiap kita harus rela
melihat orang lain lebih hebat dari kita dan di samping itu juga harus memacu diri untuk melangkah maju
lebih lagi. Semangat itu menjadikan kita dapat menjadi terang yang besar sekali yang akan memancar ke
tengah dunia ini. Terang itu bukan karena kita berkapasitas top tetapi terang seringkali dimanifestasikan
dari integritas kita yang memancar keluar. Saya ingin kita bertumbuh di dalam kualitas seperti ini. Jangan
kita mematikan kesempatan setiap orang untuk menjadi terang yang sebesar-besarnya dan sebaliknya mari
kita mulai dari diri kita sendiri mau menjadi terang yang besar. Biarlah kalau melihat orang lain maju itu
bukan menjadikan kita iri ingin menghancurkannya tetapi justru menjadi iri yang memacu kita maju,
bersaing secara sehat. Sehingga dengan semangat seperti itu, maka kita tidak pernah berhenti. Bagaimana
kekeristenan kita? Sebelum kita memancarkan terang (be a light), memancarkan terang yang seterang-
terangnya.

Tuhan menginginkan ketika kita memancarkan terang maka terang itu bukan sekedar untuk menyilaukan
orang dan membuat orang menjadi begitu tidak suka tetapi di satu pihak mempunyai satu jiwa supaya
sambil memancarkan terang, orang lain dapat menjadi terang. Dalam ayat 13, Paulus jelas memberikan
motivasi ini. “Tetapi segala sesuatu yang sudah ditelanjangi oleh terang itu menjadi tampak sebab semua
yang tampak adalah terang.” Di dalam bahasa Indonesia penulisan kata menelanjangi cukup kaku namun
497 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

idenya adalah bagaimana ketika kita menyatakan terang kepada orang lain maka orang tersebut dapat
menjadi terang. Bagaimana pergumulan saya bukan sekedar untuk mengecam orang tetapi mengubah
orang. Di dalam hal ini bagaimana semangat jiwa injilli kita muncul sehinga setiap kita mempunyai kerelaan
untuk dipakai Tuhan supaya orang lain melihat terang dan menjadi terang. Itu semua harus digarap di
dalam diri kita. Gereja Reformed Injili seringkali diasumsikan orang mempunyai standar teologi yang baik
tetapi di dalam prakteknya kita mengecam atau menghancurkan orang yang tidak berteologi Reformed.
Memang itu mungkin tidak seratus persen benar namun ada kemungkinan dapat terjadi hal seperti ini. Jika
gerakan reformed hanya dimengerti sebagai satu mercusuar teologi lalu semua yang lain dikecam dan
dihancurkan maka reformed akan berhenti dengan jumlah yang tidak bertambah dan mati karena
semuanya tidak dapat diimplementasikan dengan baik. Itu bukanlah jiwa dari John Calvin yang menegakkan
teologi Reformed. Calvin adalah orang yang begitu setia melayani dengan kehidupan yang terpancar,
keinginan yang menjadikan semua orang mengerti teologi Reformed dan tahu bagaimana belajar firman
Tuhan dengan baik serta membina mereka sehingga akhirnya teologi reformed dapat berkembang besar.

Oleh sebab itu teologi reformed yang kokoh harus disertai dengan satu jiwa injili. Sehingga bagaimana
dengan doa dan kerelaan, cinta kasih yang sekuat mungkin kita ingin supaya orang lain juga dapat melihat,
mengerti dan akhirnya menjadi terang. Ini jiwa misi yang harusnya muncul di setiap anak Tuhan. Tanpa
semangat ini maka tidak ada artinya menjadi terang, radiasi dan sinar yang kita lontarkan tidak akan
menghasilkan apa-apa, hanya menghasilkan kehancuran. Mari kita diubah dan dibentuk oleh Tuhan
sehingga kita bukan saja mengerti proses merembes masuk dan meradiasi di tengah dunia, rela berproses
untuk maju baik di dalam diri maupun kepada orang lain, tetapi yang kedua kita juga mempunyai kekuatan
dan keinginan untuk mempertumbuhkan diri dengan kualitas yang semakin tinggi, sehingga pancaran
terang kita semakin lama semakin luas dan kuat dan akhirnya dapat memancarkan terang.

Ketika membicarakan terang, di ayat 22 hingga 33 Paulus langsung mengkaitkan dengan konsep keluarga, di
mana satu-persatu mulai dibereskan supaya kita tahu persis bagaimana keluarga seharusnya dibina. Terang
justru harus dimulai dari keluarga terlebih dahulu sehingga di situ setiap orang dalam keluarga tersebut
dapat menjadi citra terang bagi seluruh keluarga. Jiwa masyarakat modern membuat kita tidak pernah lagi
mendapat pendidikan bagaimana membina sebuah rumah tangga yang baik sehingga akibatnya keluarga
modern terancam dengan kerusakan yang mengerikan dan jiwa berkeluarga hilang. Sehingga itu membuat
kita tidak mengerti lagi peranan suami, istri dan anak dan akhirnya keintiman atau keterikatan keluarga
tidak terjalin. Di mana keluarga rusak maka di situ terang tidak dapat menyala lagi dan ini yang setan sangat
inginkan. Saya rindu orang-orang kristen waspada terhadap hal seperti ini. Alkitab mengatakan dunia ini
makin lama makin mengerikan dan makin gelap, sehingga bagaimana keluarga dikembalikan kepada porsi
yang sesungguhnya.

Yang terakhir sebagai tantangan, saya ingin kita lihat apa yang dikatakan di dalam ayat 11-13, yaitu kata dua
kali diulang: “telanjangilah.” Istilah ini dalam bahasa indonesia bagi saya masih terlalu netral dan bahkan
dapat berkonotasi macam-macam, tetapi ide kata ini ialah ‘egleso’ (membuka borok/ luka lalu cuci hingga bersih).
Yaitu satu kondisi di mana borok atau luka dalam yang tertutup sehingga dari luar tidak terlihat dan
sepertinya bagus tetapi di dalamnya borok itu semakin hari semakin membesar. Dan itu bagaikan sebuah
rumah kayu yang tampak secara luar sangat bagus karena ditutup dengan wallpaper (kertas dinding) tetapi di
dalamnya kayunya sudah habis dimakan rayap. Ketika terang tidak aktif maka kegelapan justru semakin
aktif. Sehingga istilah di sini mempunyai pengertian membuka suatu kenajisan atau luka yang perlu
dibersihkan. Dengan demikian semua itu menuntut kita untuk mengkoreksi hidup dan membereskan diri
kita secara tepat. Istilah egleso ini menjadikan kita sekali lagi bertanya, “Tuhan, seberapa jauh aku rela
498 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

membongkar, menelanjangi kegelapan tersebut?” Kita seringkali tidak rela melihat luka itu sehingga
akibatnya kegelapan makin lama makin gelap dan menggerogoti. Dan kalau itu terjadi di dalam hidup kita
maka hidup kita akan rusak.

Relakah kita menjadi terang dengan rela membongkar semua borok-borok yang membuat kita terikat di
dalam kegelapan? Kedua, relakah kita membongkar borok yang ada di dalam kegelapan masyarakat kita
sehingga mereka dapat disadarkan bahwa mereka di dalam kegelapan, sekalipun itu beresiko terlalu besar
dan terkadang sakit tetapi itu harus dilakukan demi menyembuhkannya. Mari kita belajar dipakai Tuhan
untuk menjadi terang dengan cara menelanjangi kegelapan, membuka kebusukan sehingga itu dapat
dikembalikan kepada penyembuhan yang baik. Maukah saudara melakukan hal itu? Kembali kepada setiap
kita, tekad dan keseriusan kita menjadi anak-anak terang.

Amin!
499 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

B
Baan
nggu
unnlla
ahhd
daan
nbba
anng
gkkiittlla
ahh !!
Oleh: Pdt. Sutjipto Subeno

Nats: Efesus 5: 13-14

13 Tetapi segala sesuatu yang sudah ditelanjangi oleh terang itu menjadi nampak, sebab
semua yang nampak adalah terang.
14 Itulah sebabnya dikatakan: "Bangunlah, hai kamu yang tidur dan bangkitlah dari antara
orang mati dan Kristus akan bercahaya atas kamu."

Saat ini kita kembali mengingat Efesus 5 di mana Paulus mulai menekankan aplikasi anak-anak Tuhan,
bagaimana seorang Kristen hidup bukan sekedar berteori Kristen tetapi ia menuntut kita hidup menjadi
anak-anak terang. Waktu Paulus menekankan hal ini dalam ps. 5 maka kita lihat bahwa ia berulangkali
meggunakan bentuk imperatif/ tekanan perintah yang keras di mana orang Kristen harus mengaplikasikan
imannya. Dan itu berarti menjadi anak terang yang hidup konkrit di tengah dunia. Sehingga kita bukan
sebagai orang Kristen yang hanya belajar dalam gereja dan mendengar firman yang baik namun ketika
keluar sama sekali tidak mempraktekkan iman Kristen. Tetapi orang Kristen yang rela dirinya diproses,
dibentuk dan diajar oleh kebenaran Firman. Itu alasan maka Paulus mengatakan bahwa kamu sudah keluar
dari kegelapan dan sudah menjadi anak-anak terang karena itu engkau harus menelanjangi perbuatan-
perbuatan gelap sehingga itu boleh menjadi nampak dan semua yang nampak adalah terang. Ini menjadi
cita-cita Paulus yang menginginkan setiap anak-anak Tuhan dipakai Tuhan di tengah jaman untuk boleh
menyadarkan orang, melihat terang dan menjadikan diri terang yang bercahaya keluar. Dengan demikian
ketika kita boleh memancarkan terang ke tengah dunia, dunia boleh melihat secercah terang yang dapat
memancar ke semua arah dan seluas mungkin bidang yang dapat diterangi.

Paulus menutup bagian ini untuk masuk ke dalam bagian jembatan selanjutnya yaitu di dalam ay. 15 dengan
mengatakan, “Karena itu, perhatikanlah dengan seksama, bagaimana kamu hidup, …” sebelum antara
jembatan bagimana ia menekankan menjadi anak terang dan karena itu tuntutan aplikasinya maka di
tengahnya ia mengutip sebuah lagu, yang dalam beberapa penafsiran (termasuk NIV study bible) itu dikutip dari
berbagai ayat di dalam PB dan PL dengan pesan yang jelas: “Bangunlah, hai kamu yang tidur dan bangkitlah
dari antara orang mati dan Kristus akan bercahaya atas kamu.” Kalimat ini menyadarkan kita akan satu
panggilan yang serius untuk bangun! Apa yang dimaksud dengan kata bangun di sini dan apa seharusnya
yang diinginkan di dalam kebangunan tersebut? Ketika saya mencoba melihat dan kita mencoba merefleksi
kehidupan kekristenan kita maka kita akan menyadari bahwa saat ini kekristenan sedang menghadapi
kondisi ignorance (kondisi ketidakmengertian/ kebebalan). Banyak orang Kristen yang sedikit banyak mulai
menyadari bahwa ketika ia menjadi orang Kristen sebenarya ia menjadi orang Kristen yang tertidur/ acuh/
tidak bereaksi apapun di dalam imannya. Walaupun ia belajar dan tahu banyak tetapi tidak berbuat apa-
apa. Dan seperti orang yang tertidur maka apapun yang terjadi di sekelilingnya tidak mau tahu. Orang
500 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

Kristen seringkali menjadi orang yang sudah tidak tanggap lagi terhadap kondisi dunia karena sudah
terjebak dalam kondisi tertidur dalam iman.

Saat ini kita sebagai orang Kristen berada di tengah masyarakat yang terus mencekeram dengan semangat
kegelapannya sehingga membuat kesadaran atau kepekaan kita secara perlahan mulai tumpul, keinginan
kita untuk mengerti sesuatu semakin hilang dan pada saat itu dunia kita sedang mengindoktrinasi supaya
kita menjadi orang yang tidak perduli terhadap segala sesuatu di tengah jaman kita. Kalimat-kalimat yang
seringkali secara tidak sadar membuat kita tidak memperdulikan sekeliling, setiap hari dapat kita temui dan
diberikan penekanan terus-menerus, dan itulah yang menjadi trend jaman di mana orang diterpa dengan
semangat pragmatisme. Di sini terdapat beberapa motif mengapa hal seperti itu terjadi:

a) Mereka pikir itu merupakan cara yang paling aman yang dapat ia lakukan selama ia tidak dirugikan;

b) Untuk memikirkan persoalan hidup mereka sendiri saja sudah cukup berat dan susah;

c) Mungkin kita tidak dapat percaya terhadap apapun yang dikatakan orang lain. Jiwa dunia modern seperti
ini membuat setiap kita menjadi individu-individu yang terlepas dan tidak lagi terelasi, dan itu yang
menjadikan setiap individu menjadi begitu mudah dihancurkan, dipengaruhi dan dirusak oleh situasi dunia
yang jahat. Bahkan kita lihat bahwa hal seperti ini telah mempengaruhi kekristenan sehingga orang Kristen
tidak lagi peka terhadap hal seperti itu dan hanya sibuk dengan urusan mereka sendiri.

Satu hal yang perlu kita sadari ketika kita melihat kalimat yang diungkapkan oleh Paulus adalah apa yang
sedang kita hadapi di tengah dunia kita. Ketika saya pergi ke Eropa (Berlin), saya melihat dua trend besar
yang sedang menerpa dunia secara bersama-sama. Yang pertama adalah di mana gejala Post modern,
suatu semangat anti konstruksi yang begitu luar biasa melanda dunia sehingga hidup mereka seperti
dipecah-pecah menjadi kepingan-kepingan yang sulit dimengerti lagi maknanya sehingga akhirnya mereka
sembarangan memberikan nilai, subyek, dan segala macam atribut kepada apapun yang mereka temui.
Sebagai misal mereka menyemir rambut mereka sesuka hati, badannya dipenuhi dengan tattoo, dsb.
Bahkan sekarang di Berlin sudah dibangun satu gedung yang sangat bersifat dekonstruksi yaitu gedung
Jewish Museum yang baru akan diresmikan pada tahun mendatang, namun saat ini para wisatawan sudah
diperboleh masuk dan melihat walaupun harus ada guide khususnya. Gedung dekonstruksi yang dirancang
oleh Daniel Libeskind tersebut telah menjadi juara satu di antara gedung dekonstruksi di seluruh dunia. Di
sini dampak yang ingin diberikan oleh bangunan tersebut bukan sekedar membawa kita pada satu image
rasional tetapi ia sudah berhasil ‘mempengaruhi emosi’ kita, dan itulah yang dinamakan dengan
dekonstruksi.

Di ain pihak kita dibawa oleh dunia kita ke dalam suasana mistik yang luar biasa. Satu kalimat yang menarik
yang dibicarakan oleh anak-anak muda Jerman saat itu adalah: “Sungguh aneh, jikalau kita berbicara
tentang Allah kepada orang-orang Jerman maka mereka menertawakan dan tidak terlalu peduli, namun
ketika kita berbicara tentang yoga dan tenaga dalam maka Anda begitu tergila-gila dan terkagum-kagum.”
Apa yang sesungguhnya sedang mempengaruhi jaman kita sekarang adalah bahwa saat ini kita sedang
dibawa ke dalam satu kondisi mistik modern yang bukan mau kembali pada Tuhan melainkan untuk
memiliki satu kuasa mistik dengan permainan supranatural. Demikian juga dengan barang-barang yang
banyak disukai oleh banyak orang misalnya parfum, mereka sengaja menyodorkan bau-bauan yang
bersifat/ mengandung bau yang secara khas membawa kita kepada suasana mistik. Dan itu dianggap
sebagai bau yang sedang trend sekarang dan sangat menarik bagi mereka. Di sini perlu adanya kepekaan
kita melihat situasi jaman, satu kondisi yang sedang terjadi di sekeliling, yang mewarnai dunia kita. Tanpa
sadar dunia kita sedang dibawa ke dalam satu dunia mistik dan di lain pihak ke dalam dunia dekonstruksi.
501 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

Dan di tengah tekanan seperti ini justru orang Kristen tertidur sehingga tidak tahu dan bahkan masa bodoh
dengan apa yang sedang terjadi di sekelilingnya. Bahkan tahun lalu di negara Belanda sudah menyetujui
adanya homo seksual dan demikian pula tahun ini ada satu negara bagian di Jerman (negara bagian Berlin) yang
sudah menyetujuinya. Sehingga jikalau negara sudah mengakui hak asasi homo seksual maka ketika mereka
minta untuk diberkati oleh gereja sebagai pasangan homo seksual dan gereja menolaknya, gereja akan
berurusan dengan negara karena dianggap melawan hak asasi manusia, dan persoalan tersebut akan
berpengaruh di mana-mana. Dengan demikian gereja dapat dikalahkan dan mengalami tuntutan yang luar
biasa. Pada saat seperti ini kita melihat bahwa gereja masih tertidur/ terbuai dan tidak tahu lagi apa yang
harus ia teriakkan. Gereja sibuk dengan urusan mereka dan tidak perduli dengan urusan di luar.
Kekristenan tidak seharusnya menjadi pemberontak yang berteriak-teriak supaya sejarah dunia berbalik
arah karena sejarah dunia tetap akan berjalan terus dan dunia kita semakin hari menuju kehancuran. Yang
Tuhan minta supaya kita dapat menelaah beberapa aspek tentang apa yang dimaksudkan dengan
kekristenan yang dibangunkan:

1. Orang Kristen harus memiliki satu kesadaran atau perubahan sikap. Ketika Tuhan mengatakan,
“Karena itu, perhatikanlah dengan seksama bagaimana kamu hidup,” berarti kesadaran itu harus muncul
dari setiap anak Tuhan. Satu perubahan sikap dari kehidupan yang bebal atau tidak peduli menjadi
seseorang yang mampu secara tajam melihat apa yang sedang terjadi di sekelilingnya. Sehingga di sini
Tuhan minta diri kita sendiri yang lebih dulu sadar, peka memperhatikan dan mulai belajar untuk
menanggapi segala sesuatu dengan teliti. Orang dunia tidak akan mampu untuk menanggapi karena tidak
memiliki kekuatan dan cara pikir dunia yang berdiri di atas satu basis epistemologi yang tidak sah karena
semua dipikir dari diri sendiri. Tetapi sebagai anak Tuhan, kita akan mampu bertindak karena Tuhan
memberi kekuatan untuk melakukannya dan kita memiliki terang yang berasal dari sumber terang.
Sehingga pada prinsipnya cahaya itu bukan berasal dari diri kita sendiri melainkan Kristuslah yang
bercahaya atas kita. Dan kita sanggup mengerti segala sesuatu dari sumber yang tepat.

2. Kita harus mempunyai kepekaan melihat segala sesuatu dengan kemungkinan kita mengkritisi
setiap hal yang terjadi di sekeliling kita. Tuhan membangun dan menempatkan kita dalam satu lingkungan
tertentu dimana Tuhan meminta kita mempunyai kepekaan untuk melihat apa yang sedang terjadi dan
segala informasi yang kita terima dengan sudut pandang kekristenan. Di sinilah diperlukan satu
kemampuan kritis untuk mengerti apa yang sedang terjadi di sekeliling kita dengan ketajaman dari sudut
pandang yang seharusnya yaitu iman Kristen.

3. Bagaimana kita memandang perjalanan sejarah secara kritis dan relasional (relaional critical
understanding toward history). Sejarah bukan merupakan sesuatu yang berdiri menjadi titik-titik yang tidak
berhubungan sama sekali melainkan merupakan rangkaian perjalanan yang tidak dapat berhenti terkait
terus dari alfa hingga omega. Sejarah adalah di mana Tuhan mau bekerja di dalamnya dan tidak seorangpun
yang berhak melampauinya. Manusia adalah orang yang diberikan kebijaksanaan oleh Tuhan untuk melihat
sejarah dengan tepat sehingga seharusnya orang Kristen mampu melihat dengan peka.

Itu alasan di dalam ay. 15 Paulus mengatakan, “Perhatikanlah dengan seksama, bagaimana kamu hidup,
janganlah seperti orang bebal, tetapi seperti orang arif.” Seorang yang bebal tidak akan dapat belajar apa-
apa dari segala sesuatu tetapi jika orang yang bijak maka ketika diberi informasi ia akan bangun dan ia
langsung belajar dan berkembang terus, dan itu yang disebut proses yang akan berkaitan satu dengan
lainnya. Seperti seorang pemain catur yang profesional maka ketika ia akan melakukan satu langkah, ia
harus memikirkan dengan benar-benar teliti dan harus dapat memprediksi lima langkah selanjutnya. Jikalau
502 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

permainan catur, itu hanya merupakan permainan saja, tetapi jikalau ini merupakan persoalan hidup maka
tidak akan sedemikian sederhana. Di sini seberapa jauh kita mempunyai satu pandangan kritis meninjau
perjalanan sejarah secara tajam dan menyeluruh. Saya rindu setiap kita tidak menjadi orang yang bebal dan
hanya masa bodoh di tengah dunia ini tetapi mempunyai satu pemahaman kritis untuk menanggap secara
tepat karena Tuhan sebagai pencipta sejarah telah menyatakan itu semua dalam firman-Nya. Betapa
celakannya jikalau kita sebagai anak Tuhan yang memiliki warisan begitu luar biasa namun gagal
memakainya. Saya rindu hari ini kita mulai memikirkan kembali dan sadar, karena terlalu riskan kita terlena
di tengah jaman yang sudah semakin menjelang akhir. Sekaranglah saatnya kita bangun, sadar dan mulai
bertindak di tengah jaman ini. Mau saudara?

Amin
503 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

B
Baan
nggk
kiitt d
daan
nbbe
errc
caah
haay
yaalla
ahh !!
Oleh: Pdt. Rusdi Tanuwidjaya

Nats: Efesus 5: 14-18

14 Itulah sebabnya dikatakan: "Bangunlah, hai kamu yang tidur dan bangkitlah dari antara
orang mati dan Kristus akan bercahaya atas kamu."
15 Karena itu, perhatikanlah dengan saksama, bagaimana kamu hidup, janganlah seperti
orang bebal, tetapi seperti orang arif,
16 dan pergunakanlah waktu yang ada, karena hari–hari ini adalah jahat.
17 Sebab itu janganlah kamu bodoh, tetapi usahakanlah supaya kamu mengerti kehendak
Tuhan.
18 Dan janganlah kamu mabuk oleh anggur, karena anggur menimbulkan hawa nafsu, tetapi
hendaklah kamu penuh dengan Roh,

Firman Tuhan di dalam Efesus 5:15 ini harus kita kaitkan dengan ayat 14. Di dalam ayat ini Paulus
mengatakan, "Bangunlah, hai kamu yang tidur dan bangkitlah dari antara orang mati dan Kristus akan
bercahaya atas kamu." Di dalam ayat 15 ini seakan-akan Paulus mau mengatakan, "Jika kamu telah bangun
dari tidurmu, telah bangkit dari kematian dan sekarang di dalam terang maka berjalanlah secara bijaksana.
Atau dengan kata lain, "Karena kamu telah diselamatkan, hendaklah kamu berjalan di dalam bijaksana."
Seseorang mungkin berkata, "Tunggu sebentar!" Bagaimana mungkin seorang yang baru percaya kepada
Kristus dapat berjalan dalam hikmat? Bukankah kita harus bertumbuh? Menjadi orang Kristen yang
bijaksana membutuhkan waktu yang lama. Pertanyaan-pertanyaan ini keliru, karena ayat ini tidak
menunjuk kepada orang Kristen yang baru, melainkan Paulus mau mengatakan bagaimana hidup sebagai
orang-orang yang sudah diselamatkan. Di sini Paulus sedang mengatakan, "Sejak kamu bangun, hidup dan
ada di dalam terang, kamu dapat berjalan secara bijaksana." Di dalam ayat ini kata ‘bangunlah’ merupakan
kata yang penting. Kata ‘bangun’ menunjukkan kita sudah ‘hidup’ dan jika kita ‘hidup’ itu berarti kita
memiliki ‘kesadaran.’ Jika kita sudah sadar barulah kita bisa ‘bangkit.’ Sesudah bangkit barulah kita bisa
bekerja dan Kristus baru dapat ‘bercahaya’ melalui hidup kita. Sayangnya, banyak orang menamakan diri
orang Kristen bahkan sudah lama menjadi orang Kristen, namun hidupnya tidak bercahaya di tengah-
tengah kegelapan dan hanyut terbuai dalam arus kehidupan serta berada di bawah tekanan dosa, sehingga
cahaya Kristus tidak nampak di dalam orang tersebut. Hanya jemaat yang hidup, yang bangun dan yang
bangkit barulah Kristus bercahaya di tengah kegelapan.

Agar, Kristus bercahaya di dalam hidup jemaat bukanlah hal yang mudah.



Pertama, jemaat perlu "memperhatikan dengan seksama bagaimana jemaat hidup." Kata "dengan
seksama" di sini di dalam bahasa Yunani memiliki arti ketepatan atau ketelitian. Jadi hidup dengan seksama
di sini merupakan kebalikan dari hidup yang sembarangan, tanpa bimbingan dan tidak berpikir dengan
sepatutnya, ini yang pertama.
504 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

Lebih jauh lagi Alkitab menyatakan, "Janganlah seperti orang bebal, tetapi seperti orang arif." Orang bebal
di sini bukan berarti orang yang IQ-nya rendah. Tidak! Melainkan orang yang tidak takut akan Tuhan. Secara
kognitif mereka mungkin tahu tentang Tuhan bahkan mungkin memiliki pengetahuan Taurat yang cukup
baik tetapi melalui kelakuan mereka, mereka menyangkal Allah di dalam hidupnya. Berbicara mengenai
orang ateis di sini, kita dapat mengelompokkan ke dalam dua golongan.

1. Ateis teoritis yaitu mereka yang secara teori menyangkal keberadaan Allah namun seringkali di
dalam kelakuan banyak di antara mereka yang hidupnya lebih baik dari yang menamakan diri orang
beragama.

2. Ateis praktis yaitu secara teori mereka menerima keberadaan Allah, namun di dalam kelakuan
menganggap seolah-olah Allah tidak ada. Sedangkan yang dimaksud ‘bebal’ menunjuk kepada ateis praktis.
Mereka tahu Allah ada namun hidup seolah-olah Allah tidak ada. Jadi secara kognitif mereka tahu Allah ada,
namun di dalam kelakuan justru melawan Tuhan.

Selanjutnya, Paulus mengatakan kalimat "tetapi seperti orang arif." orang arif di sini harus kita kaitkan
dengan PL. Di dalam PL orang arif atau bijaksana seringkali dikaitkan dengan ‘takut akan Allah.’ Orang yang
takut akan Allah, di dalam hidupnya pastilah memiliki kepekaan-kepekaan untuk mendengar suara Allah
(firman Allah). Jadi orang yang bijaksana di sini adalah orang yang menaruh sikap hormat akan Tuhan bukan
hanya di dalam pikiran melainkan juga di dalam hati dan kelakuan mereka. Ini yang menjadi salah satu
perbedaan antara filsafat Yunani dengan filsafat Ibrani. Di dalam filsafat Yunani lebih menekankan pada
aspek teori sedangkan dalam konsep Ibrani filsafat lebih menunjuk ke tingkah laku. Jadi jika dikatakan,
"Permulaan hikmat adalah takut akan Tuhan." Ini menunjuk ke aspek sikap manusia di hadapan Tuhan. Jadi
orang yang arif atau bijaksana bukan hanya memiliki pengetahuan akan Tuhan melainkan juga
menghormati Tuhan di dalam seluruh kelakuan mereka termasuk di dalam merencanakan dan
mengarahkan seluruh tujuan hidupnya sesuai dengan kehendak Tuhan dan di bawah pimpinan Tuhan.

Kedua, menggunakan setiap kesempatan yang Tuhan berikan. Istilah ‘waktu’ di dalam Ef 5:16 disini
menunjuk pada kesempatan. Dalam bahasa Yunani tidak menggunakan kata ‘kronos’ melainkan ‘kairos’.
Jadi di dalam ayat ini mau mengatakan kepada kita ‘pergunakanlah setiap kesempatan yang ada.’ Di dalam
dongeng Yunani kesempatan digambarkan dengan dewa kesempatan yang mempunyai rambut di depan.
Dan dewa kesempatan ini memiliki sayap di kakinya sehingga jika kita ingin adu lari pasti kalah cepat. Jadi
satu-satunya cara bagaimana kita bisa menangkap dewa kesempatan tersebut kita harus menunggu sampai
dewa kesempatan itu datang kemudian kita tarik rambutnya. Kita harus betul-betul menggunakan
kesempatan tersebut. Terlambat sedikit saja kita tidak dapat menangkapnya lagi. Di dalam bagian ini
singkatnya mendorong kita bagaimana kita menggunakan setiap kesempatan yang Tuhan berikan sebaik
mungkin. Kesempatan di sini bisa mencakup banyak aspek, misalnya kesempatan melayani, PI, dsb. Bukan
itu saja Paulus juga mengatakan ‘hari-hari ini adalah jahat’. Secara umum kita dapat melihat bahwa hari-
hari di depan kita mengandung banyak sekali potensi untuk melahirkan kejahatan. Sedikit saja kita
terpeleset kita bisa berdosa. Secara khusus pada masa hidup Paulus, jemaat Efesus sedang menghadapi
penganiayaan dari bangsa Romawi. Supaya Kristus bercahaya ini bukan hal yang mudah. Mereka
mengalami kesulitan, tantangan, bahkan penderitaan. Dalam kondisi seperti ini Paulus mengatakan
bercahayalah. Tidak mudah kecuali mereka menggunakan setiap kesempatan yang ada sekalipun hari-hari
ini jahat."
505 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

Ketiga, mengerti kehendak Tuhan. Kata ‘mengerti’ disini tidak dapat dilepaskan dari unsur ratio. Itu berarti
sebagai orang Kristen kita perlu menggunakan akal kita untuk mengerti kehendak Allah. Jadi ayat ini
menolak dengan tegas pengalaman-pengalaman untuk mengerti kehendak Allah lepas dari cara yang bisa
dipertanggungjawabkan. Untuk mengerti kehendak Allah kita perlu mendapatkannya dari sumber yang
benar dan dengan cara yang tepat. Sumber yang benar adalah firman Allah caranya yaitu melalui
penafsiran yang bisa dipertanggungjawabkan yaitu Alkitab menafsirkan Alkitab. Sedangkan fungsi akal
hanyalah sebagai alat untuk kita kembali kepada kebenaran Allah yang sudah diwahyukan melalui Alkitab.
Tidak ada satu orang pun yang mau mengerti kehendak Allah lepas dari firman. Dan tidak ada seorangpun
yang dapat mengerti kehendak Allah di dalam firman lepas dari penafsiran. Masalahnya, bagaimana
caranya kita menafsirkan Alkitab secara bertanggungjawab. Jika kita keliru dalam menafsirkan maka kita
akan menyimpang dari firman yang benar.

Mengerti kehendak Allah ini penting agar kita dapat menyaring setiap ajaran atau tingkah laku yang tidak
sesuai dengan firman Allah. Dengan mengerti kehendak Allah kita dapat membedakan apakah itu sesuai
dengan kehendak Allah atau tidak. Benar atau salah, mutlak atau relatif, kekal atau sementara, penting
atau tidak penting. Setiap jemaat Tuhan perlu mengerti kehendak Allah, dengan demikian kita dapat
menguji setiap ajaran maupun tingkah laku kita sesuai dengan paradigma Biblikal.

Keempat, hidup yang terus menerus dipenuhi oleh Roh Kudus. Kalimat "hendaklah kamu dipenuhi Roh
Kudus" dalam bahasa aslinya ditulis dalam bentuk present imperatif pasif. Present artinya terus menerus,
imperatif suatu perintah, pasif karena kita terus menerus dipenuhi oleh Roh Kudus. Jadi sebagai orang
Kristen kita harus terus menerus setiap hari, setiap jam, setiap detik untuk secara aktif menaklukkan diri
kita di bawah pimpinan dan inisiatif Allah yang aktif. Jadi kita harus terus menerus secara aktif berada di
bawah keaktifan Allah yang memimpin hidup kita. Jikalau poin keempat ini tidak ada di dalam hidup kita
sulit bagi kita untuk hidup bercahaya di tengah dunia ini. Kita bukan hanya jadi orang Kristen yang hanya
mengamati dengan seksama bagaimana kita hidup, kemudian mengerti kehendak Allah tetapi untuk
memiliki sikap hidup yang bijaksana kita perlu mengerti kehendak Allah. Namun kehendak Allah ini baru
dapat menjadi realita jikalau kita senantiasa berada di bawah ketaatan aktif kita di bawah ketaatan aktif
Allah yang sedang memimpin hidup kita. Jikalau ini ada di dalam pergumulan hidup kita senantiasa maka
pastilah Kristus bercahaya melalui hidup kita.

Saudara, memasuki tahun 1999 ini kita tidak tahu apa yang akan terjadi dalam hidup kita pada tahun ini.
Namun satu hal yang pasti masalah, kesulitan, tantangan, dan pencobaan pasti akan kita hadapi dan kita
alami. Saya hanya minta, marilah di tengah-tengah ketidakpastian yang akan kita alami pada tahun ini kita
tidak meminta kepada Tuhan agar Tuhan angkat semua masalah, kesulitan dan pencobaan yang akan kita
alami. Tidak! Karena itu bukan ajaran Alkitab. Tetapi marilah kita terus menerus memperhatikan bagaimana
kita hidup jangan seperti orang bebal melainkan seperti orang arif. Dan pergunakanlah kesempatan yang
ada untuk menuliskan catatan hidup kita dengan tinta emas kekekalan Tuhan. sekalipun kita berada di
dalam kesulitan yang besar. Ingat waktu adalah bahan baku kehidupan, kita pakai atau tidak waktu itu akan
berlalu. Marilah kita terus bertekun di dalam mempelajari, merenungkan dan menggumulkan firman Tuhan
di dalam hidup kita sehingga kita dapat mengerti kehendak Allah dan berdoa kepada Tuhan agar Tuhan
memampukan kita untuk terus menerus taat dibawah pimpinan-Nya. Bersediakah saudara? Kiranya Tuhan
membangunkan, menyadarkan dan memampukan kita untuk hidup bercahaya di tengah dunia yang gelap
ini.

Amin!
506 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

B
Biijja
akks
saan
naalla
ahh !!
Oleh: Pdt. Sutjipto Subeno

Nats: Efesus 5: 14-21

14 Itulah sebabnya dikatakan: "Bangunlah, hai kamu yang tidur dan bangkitlah dari antara
orang mati dan Kristus akan bercahaya atas kamu."
15 Karena itu, perhatikanlah dengan saksama, bagaimana kamu hidup, janganlah seperti
orang bebal, tetapi seperti orang arif,
16 dan pergunakanlah waktu yang ada, karena hari–hari ini adalah jahat.
17 Sebab itu janganlah kamu bodoh, tetapi usahakanlah supaya kamu mengerti kehendak
Tuhan.
18 Dan janganlah kamu mabuk oleh anggur, karena anggur menimbulkan hawa nafsu, tetapi
hendaklah kamu penuh dengan Roh,
19 dan berkata–katalah seorang kepada yang lain dalam mazmur, kidung puji–pujian dan
nyanyian rohani. Bernyanyi dan bersoraklah bagi Tuhan dengan segenap hati.
20 Ucaplah syukur senantiasa atas segala sesuatu dalam nama Tuhan kita Yesus Kristus
kepada Allah dan Bapa kita
21 dan rendahkanlah dirimu seorang kepada yang lain di dalam takut akan Kristus.

Minggu lalu kita telah berbicara mengenai bagaimana hidup baru di dalam Kristus yang harus kita
praktekkan dalam hidup kita. Di situ kita melihat bahwa seringkali antara belajar firman Tuhan dengan
ketika kita harus mengaplikasikannya terdapat satu kesenjangan, karena hal yang seolah-olah telah kita
serap itu ternyata hanya mengendap dalam hidup kita dan tidak menghasilkan apa-apa. Di sinilah Paulus
(dlm. ay 14) merasa perlu meneriakkan, “Bangunlah, hai kamu yang tidur dan bangkitlah dari antara orang
mati dan Kristus akan bercahaya atas kamu.” Sebab sesungguhnya hidup Kristen harus menjadi hidup yang
memancarkan terang ke tengah jaman dan itu sangat dibutuhkan oleh dunia karena tanpa pancaran
tersebut dunia semakin hari semakin redup dan mati.

Di tengah jaman yang penuh dengan segala kehebatan dunia, perkembangan teknologi, glamoritas dan
upaya untuk menyenangkan hidup, jikalau kita mau menelusur realita dunia lebih jauh, kita akan
mendapati bahwa sebagian besar manusia meneriakkan di dalam hati mereka akan kekosongan dan
kesendirian yang mengakibatkan timbulnya ketertekanan serta kekecewaan terhadap segala sesuatu.
Mereka sadar bahwa hidup mereka seringkali tidak menghasilkan sesuatu yang bermakna sehingga dunia
mencoba menutup empat gejala di atas dengan segala macam kenikmatan semu. Dan pada saat yang sama
dunia juga mencoba mempengaruhi orang Kristen untuk masuk dalam situasi seperti itu dan mereka
dibujuk dengan pola-pola ‘bijaksana dunia’ yang justru akan membuat mereka hancur. Di sini ketika orang
Kristen gagal mengerti apa yang menjadi tugas dan panggilannya maka saat itu ia akan dibawa oleh orang
dunia dan mengalami hal yang sama yaitu empat kondisi di atas. Sehingga kita tidak perlu heran jikalau
banyak orang Kristen yang tertidur di tengah jaman ini karena sudah tidak mampu lagi mengimplikasikan
imannya. Sebagian orang dunia mungkin sadar bahwa mereka berada dalam kondisi ketertekanan
507 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

semacam itu tetapi tidak mampu keluar dari masalah itu karena mereka tidak mempunyai kunci
penyelesaian yang paling mendasar dan kecermatan mata untuk melihat apa yang sedang terjadi.

Ketika kita kemudian boleh disadarkan dari keterlenaan kita, Paulus selanjutnya dalam ayat 15 menguraikan
apa yang seharusnya dikerjakan oleh anak-anak Tuhan: “Karena itu, perhatikanlah dengan seksama,
bagaimana kamu hidup!” Di sini pertama-tama yang Tuhan tuntut adalah bagaimana kita harus kembali
memperhatikan hidup kita di hadapan Tuhan dan memancarkan apa yang Tuhan inginkan. Istilah
‘perhatikan’ sebenarnya konotasinya sudah mengandung arti harus melihat dengan cermat (harus
memperhatikan segala sesuatu dengan tepat). Namun istilah ‘perhatikan’ di situ masih ditambah atribusi
lagi untuk memberikan penekanan yaitu ‘dengan seksama’ yang berarti memperhatikan dengan sangat
serius. Kemudian, Paulus tidak hanya berhenti hingga di sana melainkan ia meneruskan dengan kalimat
yang memberi gambaran, “seperti orang arif” (bijak) dan bukannya “seperti orang bebal.” Adapun kalimat
tersebut menggunakan bentuk if supaya menggambarkan bahwa itu bukanlah realita. Anak Tuhan tidak
seharusnya hidup bebal namun seringkali banyak di antara mereka yang hidup seperti orang bebal. Ini yang
perlu kita perhatikan sekali lagi, bagaimana sebenarnya kondisi kehidupan kita. Format hidup di tengah
sekularisme bukanlah format Kristen melainkan format bebal dan itu sangat tidak cocok dengan format
kekristenan. Orang Kristen harus mempunyai satu citra yang berbeda sama sekali dengan hidup orang
dunia, sehingga di situlah terlihat bagaimana bijaksananya hidup anak Tuhan. Di sini perlu adanya kerelaan
diri atau keberanian untuk menginsterospeksi diri yang tidak mudah dilakukan, dengan cara setia dan
kembali kepada kearifan yang Tuhan sediakan bagi kita.
Selanjutnya kita akan mempelajari bagaimana pemilahan antara kebebalan dengan kearifan. Bebal di dalam
konsep kekristenan,

Pertama, mengandung arti bahwa kita berdiri di dalam satu posisi yang disebut dengan close system
sehingga kita hanya berpikir apa yang kita pikir dan tidak pernah dapat berpikir apa yang orang lain pikir.
Hal ini sama halnya dengan yang dialami oleh Paulus di mana ketika ia belum bertobat, ia tidak sadar
bahwa dirinya begitu bebal dan justru melawan kebenaran. Orang yang sudah tertutup dalam systemnya
sendiri dan hanya mau tahu dirinya sendiri adalah orang yang bebal dan tidak akan dapat bertumbuh.
Kondisi bebal jikalau dilihat dari kata asalnya adalah kata ‘baal,’ ini dapat mengandung dua arti yaitu tebal
(sebagai contoh lidah yang sudah terlalu sering di beri makanan yang terlalu panas sehingga tidak dapat lagi merasakan berbagai
atau dalam arti ‘berhala,’ yang keduanya mengandung arti
rasa atau urat syarafnya sudah tidak dapat berfungsi)
negatif. Bebal menjadikan kita tidak dapat bereaksi secara wajar lagi dan hidup kita menjadi mati, dan kita
hanya mengukuhkan serta menutup diri kita sendiri.

Kedua, orang yang hidup bebal adalah orang yang mendestruksi diri secara aktif. Di belakang kebebalan
sebenarnya ada pekerjaan iblis yang sedang mencengkeram kita sehingga kita berada dalam satu belenggu
dan tidak mampu membuka diri kita untuk melihat secara wajar lagi. Seseorang yang di dalam kondisi bebal
akan menutup diri dan ketika disadarkan akan kesalahannya maka seringkali mereka justru marah dan tidak
dapat menerimanya (misalnya ketika seorang pecandu rokok diingatkan akan bahaya daripada rokok). Hal
itu juga membuktikan apa yang Alkitab tegaskan dan oleh Theologi Reformed disebut sebagai Predestinasi.
Hanya oleh Roh Kudus yang bekerja dalam hati seseorang maka orang tersebut dimampukan untuk sadar
akan dosanya dan bereaksi terhadap firman. Seseorang yang hidupnya bebal akan semakin sulit untuk
diperingatkan karena ia akan semakin menekankan privacy dan dengan demikian ia akan semakin aman
berbuat dosa yang semakin hari akan merusak hidupnya. Ketiga, kebebalan manusia mengakibatkan
508 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

timbulnya pengerusakan di dalam format relasi kita dengan orang lain. Kita dengan sengaja akan menutup
relasi kita dengan orang lain dan hal itu akan mengakibatkan terjadinya dua hal:

1. Kita akan mendestruksi relasi secara pasif (hidup menyendiri dan terasing) atau

2. Kita akan mendestruksi relasi secara aktif (merasa diri paling tahu, dsb. sehingga ia mulai menghina semua
orang). Dan setiap kali ia terus merusak relasi maka hubungannya akan semakin hancur satu-persatu dan
akhirnya ia akan masuk dalam empat kondisi di atas yaitu tersendiri, mengalami kekosongan, hidup
tertekan dan kecewa.

Setelah kita mengetahui kondisi bebal seperti itu, sekarang kita akan menelusuri bagaimana hidup sebagai
orang bijak. Pertama, Bijak secara esensial bukanlah berdasarkan kepandaian intelektual kita, melainkan
merupakan satu kemampuan untuk membuka diri kita kepada firman Tuhan sehingga kita tahu apa yang
menjadi prioritas utama hidup kita. Ketika kita membuka diri maka kita harus membuka diri kepada sumber
yang tepat, sumber bijak dan dirinya bijak itu sendiri yaitu Tuhan sendiri, sehingga relasi kita boleh
dipulihkan kembali. Orang dunia tidak pernah mengerti bijak karena ia gagal mengerti bijak, ini merupakan
satu paradoksikal! Seperti dikatakan di dalam Amsal, “Takut akan Tuhan adalah permulaan pengetahuan
dan bijaksana.” Kedua, bijaksana selalu bersifat paradok. Orang yang bijak akan selalu merasa diri tidak
bijak dan sebaliknya mereka yang tidak bijak akan merasa dirinya sudah bijak. Orang yang bijaksana adalah
orang yang mengerti bahwa ia belum bijaksana dan masih perlu banyak belajar supaya menjadi lebih
bijaksana. Seperti halnya orang yang tahu kalau dirinya belum pandai maka ia adalah orang yang pandai
dan orang yang selalu merasa dirinya paling pandai, itu justru orang yang tidak pandai, karena itu berarti ia
sudah menutup semua pengetahuan bagi dirinya. Orang bijaksana adalah orang yang tahu bagaimana ia
merendahkan diri di hadapan Tuhan dan mau dididik oleh firman Tuhan. Amsal mengatakan bahwa
berbahagialah orang yang bersedia dididik oleh hikmat karena di situlah ia akan mendapatkan
pengetahuan. Bijaksana bukan timbul secara otomatis melainkan harus disadari dengan rendah hati dan
mau bersandar, memohon bijaksana dari yang empunya hikmat.

Ketiga, bijaksana adalah kesadaran dan kemampuan ketajaman kita untuk mengerti siapa orang yang lebih
bijak dan berpengetahuan dari kita sehingga kita boleh belajar bijak darinya dan bertumbuh. Orang yang
bijak juga akan mempunyai kemampuan untuk mengatasi keadaan diri untuk dapat menjadi lebih bijak dari
orang yang kita lihat. Ketika saya pergi melihat beberapa tempat obyek wisata di Jerman, dari beberapa
tempat tersebut saya mendapatkan satu kesan bahwa di tempat obyek wisata yang benar-benar bermutu
pasti akan terdapat banyak orang Jepang di sana. Di situ saya melihat bahwa hampir semua orang Jepang
tersebut ketika pergi ke suatu tempat wisata tertentu maka ia terlebih dahulu sudah mempunyai dan
mempelajari tentang obyek wisata tersebut. Sehingga ketika ia masuk ke suatu museum atau tempat
wisata maka ia sudah dapat mengetahui dengan pasti tempat mana yang akan ia tuju dan itu tidak
menyebabkan waktu mereka tidak terbuang banyak.
Alkitab mengatakan bahwa kita harus memperhatikan dengan seksama bagaimana kita hidup supaya hidup
kita dapat menjadi hidup yang mempunyai nilai di tengah dunia dan kita boleh terus berkembang. Saya
harapkan kita boleh menjadi orang yang mau belajar mengerti bijak yang sejati.

Amin!
509 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

T
Teeb
buus
slla
ahhw
waak
kttu
ummu
u !!
Oleh: Pdt. Sutjipto Subeno

Nats: Efesus 5: 15-17

15 Karena itu, perhatikanlah dengan saksama, bagaimana kamu hidup, janganlah seperti
orang bebal, tetapi seperti orang arif,
16 dan pergunakanlah waktu yang ada, karena hari–hari ini adalah jahat.
17 Sebab itu janganlah kamu bodoh, tetapi usahakanlah supaya kamu mengerti kehendak
Tuhan.

Minggu lalu kita sudah mencoba melihat Efesus 5, bagaimana di tengah dunia ini kita boleh belajar bangun
(wake up) dan menjadi seorang yang bijaksana. Banyak orang dunia yang merasa ‘bijaksana,’ mereka begitu
sombong dan melawan kebenaran firman Tuhan dan mereka sulit sekali disadarkan bahwa tindakan
mereka bukan tindakan bijaksana melainkan ‘bijaksini,’ yang pada hakekatnya tidak bijak, karena otak kita
tidak cukup mampu memahami dan menelaah seluruh bagian serta melihat semua yang terjadi di depan
kita. Firman Tuhan telah menegaskan supaya kita hidup tidak seperti orang bebal tetapi seperti orang arif.
Dan kita telah melihat bagaimana kehidupan yang bijak bukan merupakan satu hal yang terjadi secara
langsung tetapi justru terjadi dalam suatu nuansa paradoksikal yang sangat rumit, di mana kita perlu
membuka diri kita dari ketertutupan sistem dan membuka diri kita kepada obyek yang tepat yaitu Allah
sendiri. Berkenaan dengan waktu, Alkitab memberikan tiga pemikiran yang tajam:

1. Waktu itu berharga

Di antara ayat 15 dan 17 terdapat satu kalimat penting yang diungkapkan oleh Paulus: “Dan pergunakanlah
waktu yang ada, karena hari-hari ini adalah jahat.” Kalimat ini dalam bahasa Indonesia dilunakkan dengan
istilah “pergunakanlah” tetapi ini bukan berarti sekedar dipergunakan. Ada harga yang dibayar untuk waktu
yang kita pergunakan. Maka di dalam konsep ayat 16 ini ada satu terobosan pengertian tentang waktu yang
tidak dimengerti oleh dunia kita. Orang dunia mungkin sangat mengerti satu kalimat umum yang
dikembangkan oleh orang materialis, yaitu bahwa “Time is money.” Ini sebenarnya merupakan cara
berpikir yang sangat terbalik arahnya karena Alkitab justru mengatakan “tebuslah waktumu”, yang justru
mau menyatakan berapa mahalnya waktu itu. Waktu adalah nilai yang begitu mahal karena merupakan
satu aspek yang begitu penting. Kita perlu mengerti bahwa manusia berada di dalam dua macam ikatan dan
salah satu ikatan yang kita tidak pernah dapat kembali lagi adalah ikatan waktu.

Manusia diikat oleh ruang dan waktu yang merupakan dimensi yang membatas kita, dan dimensi yang
membatas kita ini menyebabkan kita tidak dapat melewati kedua batasan tersebut. Ketika saya sekarang
berada di sini maka pada waktu yang sama ini saya tidak dapat berada di tempat yang lain. Itu suatu
ketidakmungkinan karena kita merupakan ciptaan yang dimasukkan ke dalam satu wadah ciptaan dan
wadah ini diciptakan di Kejadian 1:1-3 (wadah ruang) dan ayat 4-5 (untuk waktunya), dan ruang dan waktu ini
510 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

diciptakan terlebih dahulu sebelum terdapat ciptaan apapun juga sehingga waktu adalah sebuah nilai atau
harga. Tuhan mencipta kita di dalam satu kontainer waktu sehingga dengan demikian kita berada di dalam
perjalanan waktu. Jikalau saya berada dalam satu ruang maka saya dapat pergi dan kembali lagi ke ruang
tersebut, sehingga pengulangan dimungkinkan terjadi. Tetapi ini tidak dapat terjadi di dalam konsep waktu
yang ditetapkan oleh Alkitab. Manusia mencoba mengubah konsep waktu itu dengan menggunakan sistem
cyclic. Tetapi jikalau kita dapat maju mundur dalam sejarah, maka itu menjadi absurditas di dalam waktu
yang tidak pernah dipikirkan secara teliti oleh banyak orang. Seringkali yang dipikirkan orang hanya
keinginan untuk dapat menjadi Tuhan yang dapat melewati waktu sesuka-sukanya yang akhirnya membuat
pengerusakan totalitas, dan bahkan sampai timbulnya reinkarnasi. Yang ingin dilakukan oleh manusia
adalah mengalahkan waktu karena ia tahu bahwa terlalu banyak hal yang ia sudah kerjakan di dalam waktu
yang begitu rusak, sia-sia, murah dan tidak ada nilainya sama sekali dan manusia ingin menebus waktu itu.
Alkitab mengatakan bahwa sejarah adalah satu garis linier dari titik alfa sampai titik omega dan semua itu
harus dipertanggungjawabkan satu-persatu.

Waktu terlalu mahal untuk kita abaikan, untuk kita lewatkan begitu saja dan kesadaran ini merupakan
kesadaran pertama yang menjadikan kita bijaksana. Seberapa saudara menghargai mahalnya waktu maka
sebegitu jauh kita akan lebih bijak di dalam hidup. Orang hidup dengan satu ketelitian mempertahankan
waktunya karena ia tahu berapa mahal waktunya. Di tengah kehidupan ini saya sangat memikirkan bahwa
mau tidak mau, konsep waktu akan mempengaruhi cara berpikir kita, sikap kita di dalam kita menghargai
pekerjaan kita, cara mengambil keputusan dan bagaimana kita mengatur segala sesuatu. Setiap kita yang
makin sadar dan mengerti berapa mahalnya waktu maka ia tidak akan membiarkan waktunya lewat begitu
saja. Satu hal yang perlu kita gumulkan baik-baik adalah seberapa mahal waktu kita sesungguhnya?

2. Waktu adalah jahat

Waktu adalah jahat pertama kali di proklaim oleh Alkitab di dalam Efesus 5. Alkitab menyatakan bahwa
waktu tidak netral dan itu berarti kita harus menebus waktu itu atau kalau tidak, kita akan dihancurkan
oleh waktu tersebut. Jadi, saat kita melewatkan waktu secara sembarangan, maka pada saat yang sama
waktu sebenarnya sedang memakan kita sehingga kita masuk dalam kondisi negatif. Ketika kita bersekolah
dan waktu itu tidak kita pergunakan dengan sungguh maka itu berarti kita sedang membuat waktu
memakan kita dengan jahatnya. Seberapa banyak orang yang sudah membuang waktu, mereka bukan
hanya rugi secara materi atau psikologis tetapi rugi karena mereka kehilangan hal yang paling fatal dan vital
bagi kehidupan, yaitu keselamatan. Terlalu banyak orang tidak tahu dan tidak mengerti berapa jahatnya
waktu sedang menggerogoti hidupnya, merusak dan menghancurkannya. Maka seharusnya kita memohon
bijak supaya kita boleh belajar baik-baik mengerti waktu.

3. Waktu berkenaan dengan Kekekalan

Setelah Martin Heidegger mengumumkan dan Jean Paul Sartre mengkonfirmasikan tentang waktu dan
nihilisme, maka orang dunia mengatakan “time is nothing” (life is nothing and everything is nothing). Ini akhirnya
membuat satu konsep penerobosan pengerusakan konsep waktu yang luar biasa. Alkitab mengatakan
bahwa ‘waktu’ itu terkait dengan kekekalan karena waktu dapat ada karena Allah yang kekal mencipta
waktu sehingga waktu tidak lepas dari apa yang Allah ciptakan secara kekekalan tadi. Maka disini ada
hubungan konkrit antara kekekalan dengan kesementaraan. Tetapi ketika manusia masuk ke dalam satu
atheisme yang menglobal di tengah dunia ini maka perlahan tetapi pasti kita diindoktrinasi oleh orang
511 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

dunia modern dengan perkataan “time is nothing.” Nihilisme ini menjadi bukti kekecewaan manusia yang
gagal untuk mendapatkan nilai dalam hidupnya.

Jikalau waktu tidak berarti apa-apa maka tidak seharusnya kita berbicara bahwa waktu itu bernilai dan
jahat, dan yang penting tidak ada artinya hidup itu bagi seseorang. Pada saat kita masuk di dalam tipuan
pengertian seperti ini maka dunia bukan melihat itu sebagai satu kelemahan yang harus dikembalikan
tetapi justru dikonfirmasikan sebagai ketiadaan apapun. Akankah orang Kristen juga bersikap sama?
Diperlukan pimpinan Tuhan yang sungguh sehingga kita mendapatkan anugerah untuk memakai waktu kita
dengan bijaksana. Saya hari ini bersyukur di mana ada beberapa orang yang boleh dibaptiskan dan itu
berarti mereka tahu bagaimana menggunakan dan menebus waktu mereka dengan tepat. Saya harap hari
ini kita mulai sadar bagaimana kita menjadi orang-orang yang bijak mengkaitkan waktu dengan kekekalan.
Nilai bukan dicari di dunia ini tetapi di dalam kekekalan. Jadi tebuslah apa yang ada di dunia ini untuk
mendapatkan nilai di dalam kekekalan karena di situ tidak ada ngegat yang dapat menghabiskan, tidak ada
harta yang dapat dihancurkan dan tidak ada apapun yang dapat merusak saudara.

Seberapa tajamkah kita melihat bahwa ajaran-ajaran dunia seperti itu akan pelan tetapi pasti akan
menggerogoti iman kita, merusak konsep kita sehingga penggunaan waktu kita dan seluruh konsep
pengertian kita menjadi luntur dan hancur? Saya rindu hari ini Tuhan menyadarkan kita kembali bagaimana
menjadi orang bijak yang menggunakan waktu kita dengan tepat.

Amin!
512 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

B
Biijja
akks
saan
naad
daan
nkke
ehhe
ennd
daak
kAAlllla
ahh
Oleh: Pdt. Sutjipto Subeno

Nats: Efesus 5: 15-17

15 Karena itu, perhatikanlah dengan saksama, bagaimana kamu hidup, janganlah seperti
orang bebal, tetapi seperti orang arif,
16 dan pergunakanlah waktu yang ada, karena hari–hari ini adalah jahat.
17 Sebab itu janganlah kamu bodoh, tetapi usahakanlah supaya kamu mengerti kehendak
Tuhan.

Tuhan menginginkan supaya kita hidup di dalam bijaksana yang sejati. Manusia harus memiliki hidup yang
berbeda dari semua mahkluk yang lain karena Tuhan memberikan padanya hati nurani dan akal budi
dengan kapasitas yang unik, sehingga manusia mempunyai kemungkinan untuk berbijaksana. Adapun
beberapa perbedaan manusia dengan mahkluk yang lain: Pertama, manusia mempunyai kualitas hidup dan
mengerti adanya kualitas yang diperlukan untuk mencapai; hal yang kedua, yaitu nilai hidup. Nilai yang
paling mahal yang harus kita miliki, tempuh dan perjuangkan. Sedangkan hal yang ketiga adalah makna
hidup. Tiga hal itulah yang suka atau tidak suka harus digumulkan oleh semua manusia.

1. Kualitas hidup

Alkitab dalam bagian ini mengatakan: “Perhatikanlah dengan seksama bagaimana kamu hidup.” Hidup
bukanlah sekedar hidup, hidup adalah memperhatikan bagaimana kita hidup dan itu menunjukkan
bagaimana kualitas hidup kita harus dikejar dan dikerjakan. Kalau kualitas itu tidak dapat kita kejar maka
seluruh pengharapan kita akhirnya runtuh. Apalagi di tengah jaman pragmatis ini di mana kita tidak lagi
diajar untuk mengejar kualitas maka itu menjadi satu kondisi kontradiktif dengan diri kita, karena di satu
pihak kita sadar bahwa kita butuh hidup berkualitas tetapi di lain pihak kita seperti dijepit oleh dunia ini,
sehingga seolah-olah kita diajak hidup tanpa kualitas dan manusia tidak lagi merasa malu kalau ia tidak
mencapai kualitas yang seharusnya ia capai. Itulah yang akhirya membuat kita gagal mengerti inti
kehidupan yang tertinggi.

Kita seringkali ditipu, seolah kalau kita hidup menurut trend dunia maka itulah yang dikatakan hidup
berkualitas. Di sini sudah terjadi pengeseran dan kerusakan konsep quality yang sedang terus dipaparkan
ke tengah dunia. Dan waktu orang-orang seperti ini dibawa kembali pada kualitas yang sejati maka ia tidak
dapat menerimanya lagi. Sebagai contoh: seseorang yang pernah naik bajaj kemudian merasakan naik
mercy, tetapi untuk selanjutnya ia lebih memilih untuk kembali naik bajaj. Itu berarti orang tersebut sudah
tidak tahu lagi cara menentukan kualitas, dan hal ini tidak dapat kita pungkiri merupakan kondisi serius
yang terjadi di tengah dunia. Saat seperti itu sangat berbahaya karena kebodohan itu dapat menjadi
kebodohan yang tak dapat ditolerir. Kita benar-benar tidak lagi mengejar kualitas yang terbaik tetapi justru
mengejar hal-hal bermutu rendah dan hidup berpola rendah.
513 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

2. Nilai Hidup

Kita seringkali gagal di dalam konsep nilai kita. Tuhan memberikan akal budi (wisdom/bijaksana) kepada
manusia, yang berkaitan dengan bagaimana kita mengejar nilai yang terbaik bagi hidup kita. Bijaksana
adalah tahu pilihan di depan kita dan bagaimana memilih yang terbaik di antara semua pilihan. Mungkin
jikalau kita diperhadapkan pada pilihan antara yang baik dengan yang jelek itu lebih mudah, namun untuk
memilih yang terbaik di antara yang baik, maka itu bukanlah hal yang mudah dan sangat diperlukan
bijaksana. Alangkah bodohnya kalau kita akhirnya bukan membandingkan antara yang bernilai tinggi
dengan yang nilainya cukup tetapi justru kita membuang nilai yang tertinggi lalu mengambil nilai yang
rendah. Kita mencari sesuatu yang murah dengan membuang sesuatu yang begitu mahal. Tetapi kita
melihat bahwa orang yang memilih nilai yang rendah sulit sekali kita sadarkan bahwa ia sedang memilih hal
demikian, bahkan seringkali mereka dengan begitu yakin mengerjakan hal itu. Jadi, disini kita melihat
bahwa cara pengkonsepan nilai seringkali menjadi sesuatu yang membuat kita bingung karena sebenarnya
kita tidak tahu nilai tertinggi apakah yang harus kita kejar di dunia ini.

Disini jalan satu-satunya adalah belajar dari Tuhan Yesus. Ketika Tuhan Yesus datang ke dalam dunia ini, ia
mengatakan dalam Mat 20:28 bahwa Ia datang bukan untuk dilayani melainkan untuk melayani dan
menyerahkan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang melalui kematian-Nya di kayu salib. Kristus
datang dalam dunia bukan berjuang supaya menjadi raja, konglomerat atau profesor yang paling hebat
tetapi untuk mengejar nilai tebusan (nyawa) yang akan Ia ambil bagi setiap umat pilihan-Nya. Ini merupakan
satu upaya perjuangan seluruh hidup-Nya yang diarahkan pada satu konsep nilai tertentu yang Ia kejar
sepenuhnya.

Namun mengapa Ia mengejar nilai itu begitu rupa? Jawabannya muncul dari konsep nilai yang dibicarakan
oleh Tuhan Yesus dalam Mat 16: “Apa artinya engkau mendapatkan seluruh isi dunia ini tetapi kehilangan
nyawamu, dan berapa yang dapat diberikan ganti sebuah nyawa?” Tuhan Yesus tahu apa yang termahal
dan paling bernilai dalam hidup-Nya. Kita seringkali mengejar hal yang sekunder dan meloloskan hal yang
primer. Kalau kita lihat justru setan sangat pandai dan tahu tentang konsep nilai seperti ini. Setan rela
memberikan semua yang kita mau asalkan ia mendapatkan nyawa kita.

3. Arah/ sasaran hidup kita

Dalam Alkitab dikatakan bahwa hari-hari kita adalah jahat sehingga ketika kita gagal menebus waktu kita
maka saat itu waktu sedang memakan kita, dan pada saat itulah kita gagal mencapai waktu yang paling
efektif, mencapai arah terdekat yang seharusnya dapat kita capai. Kalau kita dapat menarik garis lurus dan
menjalaninya dari titik awal sampai menuju tujuan terakhir yang ditetapkan Tuhan maka itu berarti seluruh
waktu-waktu hidup kita akan menjadi efektif.

Kita harus memperhatikan baik-baik bagaimana waktu-waktu itu kita kejar dengan tepat supaya setiap
langkah berarti dan menjadi efektif, karena ketika kita menyesali arah yang telah salah kita ambil maka itu
berarti waktu yang telah kita pakai untuk menyeleweng tidak akan pernah dapat kita tebus kembali. Itu
alasan alkitab berkata bahwa, “The time is evil.” Hari-hari ini jahat sehingga ketika kita gagal mencapai garis
secara efektif maka saat itu hidup kita sedang dimakan dan dirusak oleh waktu. Untuk itulah Paulus
mengatakan, “Janganlah kamu bodoh, tetapi usahakanlah supaya kamu mengerti kehendak Tuhan.”
Kalimat itu ia tekankan begitu rupa karena itu merupakan pengalaman hidupnya, di mana ia sempat
mengalami bagaimana ia begitu bodoh sehingga tidak mampu mengerti. Kita perlu waspada supaya tidak
jatuh dalam kebodohan seperti itu.
514 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

Biarlah kita mulai belajar menjadi bijaksana, mempunyai hikmat dan hidup seperti yang Tuhan inginkan.
Dan konsep pertama yang sangat penting untuk kita mengerti di dalam mempelajari tentang hal ini adalah
bahwa mereka yang hidup bijaksana harus mulai dengan kesadaran bahwa ia bodoh. Disini kita lihat adanya
sikap paradoks yang muncul di mana orang yang merasa dirinya pintar adalah orang yang bodoh. Orang
yang bodoh adalah kalau ia tidak tahu kalau dirinya bodoh. Ketika kita merasa pandai maka saat itu
sebenarnya kita tidak dapat lagi dididik oleh Tuhan. Dalam firman Tuhan dikatakan bahwa untuk menjadi
bijaksana kita harus mengerti kehendak Allah dan seringkali kita kesulitan mengerti kehendak Allah karena
kita merasa terlalu pandai untuk perlu tahu kehendak Allah.

Waktu saya mengajar sesuatu kepada seseorang, ia mengeluh bahwa pelajaran tersebut begitu susah ia
mengerti. Itu sebenarnya tidak susah tetapi karena otak kita melawan, maka itu menjadi susah. Kita susah
belajar firman Tuhan bukan karena kita tidak mengerti setiap katanya, melainkan karena kita tidak dapat
menerima faktanya. Sebagai contoh ketika kita diajar: “Berbahagialah kamu yang miskin,” kita tidak mau
menerima hal itu karena bagi kita itu sangat bertentangan dengan konsep kita selama ini. Tetapi ketika kita
mendengar kalimat: “berbahagialah kamu yang kaya,” kita lebih setuju dengan hal tersebut. Kita tidak
dapat mengerti kebenaran/ kehendak Tuhan karena kita tidak rela untuk dididik taat oleh firman Tuhan,
kita tidak rela membongkar konsep yang salah yang ada di dalam pikiran kita dan itu saatnya membuktikan
bahwa kita bodoh.
Kita menjadi bijak waktu kita sadar kita terlalu bodoh. Itu sebabnya Tuhan lebih melihat orang yang remuk
hatinya, karena saat itulah ia siap untuk diajar oleh firman Tuhan. Mengerti kehendak Allah bukan berarti
tahu secara kognitif (teks yunani: hendaklah kamu berusaha untuk menundukkan dan memasukkan dirimu ke dalam kehendak
Allah lalu berjalan bersama dengan kehendak Allah). Tuhan tidak mau kita mengerti secara otak lalu kita seperti
konsultan mempertimbangkan apakah hal tersebut patut kita jalankan atau tidak. Tetapi orang yang bodoh
dan hancur, yang mau diajar oleh kehendak Tuhan akan mengerti kehendak Tuhan dalam arti yang
sesungguhnya. Seringkali kita sulit mengerti kehendak Tuhan karena hati kita tidak siap untuk dipimpin oleh
Tuhan. Kita mau mengerti kehendak Tuhan hanya secara rasional supaya kita dapat tawar-menawar
dengan Tuhan. Maka Alkitab mengatakan, jangan bodoh tetapi belajarlah untuk berjuang, mau mengerti
kehendak Allah. Itulah bijaksana yang sejati karena di situlah kita baru benar-benar mencapai kualitas
tertinggi dalam hidup kita, mencapai nilai yang paling mahal dan arah yang paling efektif bagi hidup kita.

Maukah saudara?

Amin!
515 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

P
Peen
nuuh
hlla
ahhd
deen
ngga
annR
Rooh
h !!
Oleh: Pdt. Sutjipto Subeno

Nats: Efesus 5: 17-21

17 Sebab itu janganlah kamu bodoh, tetapi usahakanlah supaya kamu mengerti kehendak
Tuhan.
18 Dan janganlah kamu mabuk oleh anggur, karena anggur menimbulkan hawa nafsu, tetapi
hendaklah kamu penuh dengan Roh,
19 dan berkata–katalah seorang kepada yang lain dalam mazmur, kidung puji–pujian dan
nyanyian rohani. Bernyanyi dan bersoraklah bagi Tuhan dengan segenap hati.
20 Ucaplah syukur senantiasa atas segala sesuatu dalam nama Tuhan kita Yesus Kristus
kepada Allah dan Bapa kita
21 dan rendahkanlah dirimu seorang kepada yang lain di dalam takut akan Kristus.

Kita sudah membicarakan bagaimana Paulus menekankan hidup yang berusaha untuk mengerti kehendak
Tuhan. Di dalam seluruh inti hidup kita, hal yang paling membahagiakan adalah ketika kita dapat berjalan di
dalam jalur Tuhan yang sesungguhnya. Pada saat manusia ingin berjalan menurut caranya sendiri, maka
pada saat itulah ia sedang berbuat kebodohan karena ia harus menghadapi masalahnya sendiri dan itu
berarti ia tidak berada di dalam pimpinan Tuhan. Di situlah kita melihat perlunya tidak menjadi bodoh
tetapi berusaha mengerti akan kehendak Allah. Pdt. Stephen Tong selalu mengatakan bahwa kalau kita
mengalami kesulitan dan penderitaan karena rencana Allah maka itu adalah anugerah tetapi kita sangat
rugi kalau harus mengalami penderitaan yang tidak ada pahalanya karena kita berbuat dosa dan keluar dari
jalur Tuhan.

Kemudian setelah Paulus menekankan konsep tersebut, ia melanjutkan lagi dengan sederetan sebab akibat
yang sangat terstruktur. Ia memberikan satu gambaran dalam ay. 18: “Janganlah kamu mabuk oleh anggur,
karena anggur menimbulkan hawa nafsu, tetapi hendaklah kamu penuh dengan Roh.” Lalu berkenaan
dengan ini, terdapat tiga ciri bagaimana kita menjadikan hidup kita indah (efek dari hidup yang penuh dengan
Roh):

1. Satu hidup relasi yang indah yang penuh dengan satu kemuliaan bagi nama Tuhan, dengan seluruh
hati kita diangkat menjadi satu pujian bagi Tuhan. Setiap anak Tuhan ketika berada di dalam rencana dan
jalur Tuhan maka pembicaraan mereka akan indah karena semua yang dibicarakan berada di dalam jalur
Tuhan. “Berkata-katalah seorang kepada yang lain dalam mazmur, kidung puji-pujian dan nyanyian rohani.
Bernyanyi dan bersoraklah bagi Tuhan dengan segenap hati.”

2. “Ucapkanlah syukur senantiasa atas segala sesuatu dalam nama Tuhan kita Yesus Kristus kepada
Allah dan Bapa kita.” Muncul satu sikap yang indah terhadap Allah, satu sikap yang berterima kasih atas apa
yang Tuhan kerjakan sehingga kita dapat menikmati kehidupan ini.
516 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

3. “Dan rendahkanlah dirimu seorang kepada yang lain di dalam takut akan Kristus.” Mempunyai satu
kegentaran, satu rasa rendah hati dan kegentaran di hadapan Tuhan. Ketiga konsep ini tidak mungkin
terjadi kecuali kita penuh oleh Roh. Karena penuh oleh Roh membuat kita akhirnya keluar di dalam format
buah-buah Roh Kudus (dalam ay. 19-21).

Seringkali kita kemudian ekstrim kedalam konsep yang salah tentang kepenuhan Roh Kudus, dan itu
membuat kita tidak dapat mengerti dengan tepat, akibatnya buah-buah Roh tersebut tidak nampak. Paulus
mengkontraskan kepenuhan Roh Kudus dengan kondisi sebelumnya yaitu bagaimana hidup yang mabuk
oleh anggur di mana anggur dapat menyebabkan hawa nafsu. Sehingga sekarang kita mulai dapat melihat
kerangka ini secara totalitas, dan itulah yang Paulus bicarakan di dalam relasi sebab akibat, cara berpikir
yang sangat terstruktur (epistemologi) yaitu terus menelusur, sehingga apa yang kita bicarakan tidak berhenti
di satu titik tetapi terus akan menelusur hubungan relasionalnya. Kalau iman kristen kita dapat menelusur
terus hubungan relasional ini maka kecermatan pengertian kita akan semakin tajam dan kita tidak akan
mudah dipermainkan di tengah dunia ini.

Hal pertama yang harus kita tahu supaya kita dapat mengerti kehendak Allah adalah: “Jangan mabuk oleh
anggur karena anggur menimbulkan hawa nafsu.” Kalimat seperti ini saat ini mungkin tidak terlalu relevan
di antara kita karena anggur bukanlah merupakan minuman kita sehari-hari, dan mungkin di antara kita
hanya terdapat satu/dua orang yang pernah mengalami mabuk oleh anggur. Alkitab mengatakan hal
tersebut dalam konteks di tengah jemaat Efesus. Hal ini dapat kita bayangkan dengan lebih jelas seperti
dalam gambaran cerita Asterix, yang pada jaman itu minum bir merupakan minuman mereka sehari-hari.
Sehingga ketika dikatakan jangan mabuk oleh anggur, maka bagi mereka itu merupakan satu masalah
karena berkaitan dengan kehidupan mereka secara langsung.

Seorang filsuf dan sejarahwan jaman itu yang bernama Philo, dalam salah satu bukunya “On Drunkeness,”
mengatakan: “Orang yang minum sampai mabuk maka itu bukan sekedar minum, tetapi karena ia
mempunyai satu citra atau presaposisi yang memotivasi dia untuk menjadi pemabuk, dan motivasinya
merupakan falsafah hidup yang sangat duniawi. Dari surveynya bahwa orang-orang yang mabuk adalah
orang yang tidak memperdulikan secara esensial makna spiritualitas kerohanian. Orang yang mabuk adalah
orang-orang yang hanya memikirkan hal-hal sekuler serta hanya mencari kenikmatan duniawi sehingga
mabuk menjadi pelampiasan nafsu duniawinya. Sehingga kalaupun orang-orang itu percaya pada satu dewa
maka relasi mereka dengan dewa itu demi kepentingan egois dan mencari kenikmatan duniawi tertentu
mereka. Alkitab mengatakan hal yang sama: “Ketika engkau mabuk anggur, maka anggur itu akan membuat
engkau melampiaskan hawa nafsumu.” Ketika mabuk, itu berarti telah terjadi sesuatu yang sudah lewat
batas dan itu menjadi salah.

Abad 21 ini justru menjadi abad yang sangat menakutkan karena format sekularisme dan pelampiasan nafsu
duniawi jauh lebih memabukkan daripada sekedar format abad pertama. Manusia yang terus dikuasai
semangat mengejar semua nafsu duniawi dan kedagingan. Dan saat ini juga terjadi dan mencemari
kekristenan. Jika di abad pertama Paulus memberikan kritik ini kepada jemaat Efesus, itu berarti kondisi
jemaat Efesus saat itu sangat berbahaya karena dicemari oleh filsafat-filsafat duniawi. Salah satu trend
besar yang sedang merombak citra masyarakat, konsep nilai dan format moral saat ini adalah dengan
format MTV, yaitu satu semangat Postmodern yang sedang dikemas dalam satu kemasan seni (musik
khususnya) yang disebar ke tengah dunia dan tanpa sadar kita sudah terjebak. Pada saat seperti itu tahankah
kita melewati kesulitan pencemaran ini? Karena itu kalau kita mengerti ini, maka kita tahu bahwa ayat ini
masih relevan hingga sekarang. Memang kita tidak secara langsung berbicara tentang mabuk dan anggur
517 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

secara hurufiah, tetapi mungkin dalam format yang lain kita pun sedang mabuk dan dipenuhi oleh hawa
nafsu pribadi kita. Pelampiasan hawa nafsu itu begitu menguasai kita sehingga akhirnya kita tidak lagi
berjalan di dalam jalur Tuhan dan kita tidak mau mengerti lagi tentang kehendak Tuhan. Sama seperti
filasat Philo katakan bahwa sejauh kita dikuasai oleh sekularisme maka hubungan dengan Tuhan tidak
dapat berkembang dan kita tidak dapat hidup penuh dengan ucapan syukur.



Pertama, Controling power Roh Tuhan terhadap diri kita. Paulus menegaskan: “Tetapi hendaklah engkau
penuhlah oleh Roh.” Roh di sini menggunakan definit artikel yang menunjukkan bahwa itu adalah Roh
Kudus. Dan mabuk oleh anggur yang akan membuat kita melampiaskan hawa nafsu, oleh Paulus
dikontraskan dengan bagaimana jikalau Roh Kudus yang memenuhi kita. Dalam kasus orang yang mabuk,
kita bukan membicarakan tentang banyaknya kuantitas anggur yang ia minum tetapi penguasaan anggur
tersebut terhadap diri si peminum. Jadi ayat ini tidak mengkonotasikan kuantitatif sama sekali. Kontras
antara penuh Roh Kudus dengan kondisi mabuk bukan diidekan dengan banyaknya anggur dengan
banyaknya Roh Kudus melainkan adalah berapa pengaruhnya terhadap diri kita, karena saat mabuk berarti
kontrol hidup kita bukan di tangan kita lagi karena kita tidak sadar terhadap apa yang sedang kita kerjakan.
Mungkin saat mabuk, kita dapat memukul, memperkosa, membunuh orang bahkan termasuk membunuh
diri kita sendiri, karena yang mengontrol adalah hawa nafsu. Pengertian ini sangat tegas menggambarkan
satu kontras yang menunjukkan bahwa ide penuh Roh Kudus adalah satu controling power dari pada Roh
Kudus. Bagaimana Roh Allah mengontrol kita, semakin penuh Roh Kudus berarti kuasa pengontrolan ada
mutlak di tangan Roh Kudus. Ketika mabuk, bagaimana kita dikuasai oleh kuasa pekerjaan setan yang
merasuk sehingga orang tersebut kehilangan kesadaran, karena ia dikontrol penuh oleh kuasa luar. Tetapi
kalau Roh kudus memenuhi kita, maka kontrol daripada Roh Kudus memimpin kita.

Kedua, pengertian di atas sangat berbahaya jika hanya dimengerti dari satu segi saja, karena kontrol dari
mabuk anggur dengan kontrol Roh kudus langsung kita kaitkan secara pararel murni dan kita akan menjadi
salah. Istilah kontrol disini menggunakan kata “pleroo/ pleroma” (fullness) yang artinya kepenuhan dalam
arti ketika sampai dititik penuh, maka kontrol itu mencapai keharusan dijalankan, tetapi tetap tidak
menghilangkan kesadaran orang yang dipenuhi. Kalau sampai di fullness, maka kontrol itu sepenuhnya di
tangan Roh Kudus, namun itu bukan berarti kita dirasuk karena kita tetap dapat mengambil tindakan. Pada
saat seperti itu maka hidup kita berada dalam pimpinan Tuhan dan keindahan hidup itu baru muncul.
Kepenuhan Roh Kudus membuat kita benar-benar dipimpin langkah demi langkah dan itu merupakan satu
penyerahan diri secara total di tangan Tuhan. Daripada kita mabuk oleh anggur, hidup di bawah
penguasaan hawa nafsu, mari kita menyerahkan hidup kita ke tangan Tuhan, biar kepenuhan Roh muncul di
dalam hidup kita. Ketika saudara berjalan, itu karena Roh Kudus menguasai, mengontrol dan memimpin
hidup saudara, sehingga saudara tahu apa yang harus saudara kerjakan di dalam rencana Allah. Dan itu
akan menjadi satu urgensi di dalam hidup kita dan tetap menjalankan apa yang Tuhan inginkan.

Bagaimana kita dapat menyeimbangkan antara prioritas hidup kita di tengah dunia ini dengan apa yang
Tuhan inginkan di dalam rencana hidup kita? Sebagian besar keputusan-keputusan hidup kita dijalankan
bukan karena Tuhan mendesak kita untuk menjalankan kehendak Tuhan tetapi karena urgensi nafsu daging
kita yang mau dipuaskan. Sehingga di sini keinginan daging menjadi penguasaan yang memabukkan kita
sehingga kita tidak punya lagi prioritas yang tepat untuk mengerti kehendak Allah. Fritz Rienecker menulis
Linguistic Key To The Greek New Testament mengatakan: “Mari kita mulai melihat kepenuhan Roh Kudus
dalam aspek Allah menginginkan, mengontrol hidup kita dengan mengirim Roh Kudus ke dalam diri kita.
518 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

Mari kita mengerti bagaimana prioritas hidup kita, Allah ingin mengontrol hidup kita dengan mengirimkan
Roh Kudus ke dalam setiap pribadi kita.” Setiap anak Tuhan dimeteraikan Roh Kudus karena Ia ingin kita
hidup di dalam pimpinan Roh. Dia ingin setiap kita berada di dalam tuntunan Roh Kudus dan bukan berjalan
menurut keinginan prioritas pribadi kita. Ketika saudara berjalan dan mengambil keputusan, ketika
memilih sekolah, memilih pekerjaan yang saudara ingin masuki, menentukan di mana saudara ingin tinggal,
apa yang menjadi pertimbangan kita? Apakah benar Tuhan mendesak kita untuk mengerjakannya?
Akankah kita mulai belajar mau hidup di dalam pimpinan-Nya, dengan demikian kita boleh belajar hidup
tenang di hadapan Tuhan, hidup penuh dengan kedamaian dan tidak perlu takut diganggu oleh apapun.
Saat itulah saudara dan saya dapat menikmati apa artinya hidup di dalam pimpinan Tuhan! Mari kita
mengevaluasi, akankah kita terus dikuasai oleh nafsu duniawi ataukah hidup di dalam desakan dan
pimpinan Roh Kudus? Jawabannya ada pada diri kita masing-masing.

Amin!
519 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

H
Hiid
duup
pbbe
erriib
baad
daah
h
Oleh: Pdt. Sutjipto Subeno

Nats: Efesus 5: 19-21

19 dan berkata–katalah seorang kepada yang lain dalam mazmur, kidung puji–pujian dan
nyanyian rohani. Bernyanyi dan bersoraklah bagi Tuhan dengan segenap hati.
20 Ucaplah syukur senantiasa atas segala sesuatu dalam nama Tuhan kita Yesus Kristus
kepada Allah dan Bapa kita
21 dan rendahkanlah dirimu seorang kepada yang lain di dalam takut akan Kristus.

Kita telah berbicara tentang prinsip bagaimana kita hidup penuh dengan Roh yang diperbandingkan dengan
konsep mabuk oleh anggur yang mengakibatkan timbulnya hawa nafsu. Penuh dengan Roh Kudus bukanlah
pemikiran yang ber-ide kuantitatif (jumlah anggur yang kita minum) tetapi itu merupakan dampak kualitatif, di-
mana Roh Tuhan mengambil alih kontrol terhadap hidup kita. Istilah kontrol (‘pleroo’ atau ‘pleroma,’) dalam
ayat ini merupakan satu istilah yang unik, yang menunjukkan satu tuntutan keharusan untuk dijalankan te-
tapi sama sekali tidak menghilangkan kesadaran orang yang mendapatkan urgensi tersebut. Itu berarti
penguasaan dan kepentingan bagaimana Roh Kudus mengambil alih kontrol, bukan sama seperti banyak
orang pada jaman ini yang terjebak dalam pengajaran sesat, yang memikirkan bahwa hidup penuh dengan
Roh adalah hidup kesurupan (mis: Toronto Blessing). Karena kondisi seperti itu identik dengan kemabukan yang
digambarkan dalam ayat ini, yang idenya adalah satu pelampiasan hawa nafsu yang tidak terkontrol lagi.
Maka seharusnya Kekristenan pada waktu melihat suatu gejala yang tidak sesuai dengan Firman Tuhan,
dengan cepat ia dapat mengerti bahwa itu bukan berasal dari Tuhan sehingga kita tidak mudah terjebak.

Dalam ayat selanjutnya Paulus menguraikan tiga bagian yang merupakan ciri kehidupan spiritual yang baik,
yang menunjukkan bagaimana seorang yang dipenuhi oleh Roh dan hidup di dalam Roh:

1. “Berkata-katalah seorang kepada yang lain dalam mazmur, kidung puji-pujian dan nyanyian rohani.
Bernyanyi dan bersoraklah bagi Tuhan dengan segenap hati.” Hidup kita menjadi hidup yang penuh dengan
mazmur, kidung puji-pujian dan nyanyian rohani, dan itu menjadi satu lingkungan pembincaraan kita setiap
hari (ay 19).

2. “Ucaplah syukur senantiasa atas segala sesuatu dalam nama Tuhan kita Yesus Kristus kepada Allah
dan Bapa kita.” Di dalam segala hal penuh dengan hati yang mengucap syukur karena pekerjaan daripada
Kristus, Bapa yang menggarapnya di dalam hidup kita dengan mediasi Tuhan Yesus (ay 20).

3.“Rendahkanlah dirimu seorang kepada yang lain di dalam takut akan Kristus.” Hidup yang gentar di ha-
dapan Tuhan. Tiga bagian tersebut dalam Alkitab menggunakan struktur present tense (Present Tense (Yunani)
= Present Continuous (Inggris)), yang berarti suatu tindakan terus-menerus dalam kehidupan kita sehari-hari,
yang menjadi life style kita (ay 21).
520 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

Selanjutnya, kalau kita perhatikan dengan lebih cermat, dalam kalimat, “Berkata-katalah seorang kepada
yang lain …,” kita akan menemukan suatu kejanggalan, yaitu bahwa kalimat tersebut bukanlah seperti apa
yang telah biasa kita lakukan dalam kehidupan kita. Berkata-kata seorang kepada yang lain seringkali kita
pikir sebagai aspek humanistik kita dan tidak berhubungan dengan Tuhan, sebab mazmur, kidung pujian
dan nyanyian rohani tidak kita pakai untuk berkata-kata seorang kepada yang lain. Ini satu bentuk yang
oleh Paulus digunakan untuk menyadarkan orang-orang di Efesus dalam cara yang sama sekali berbeda. Ka-
lau kita membaca ayat ini, lalu membandingkan dengan apa yang di utarakan di dalam mitos-mitos Yunani
kuno maka kita akan melihat perbedaan yang sangat drastis dalam format yang Paulus ajarkan. Konteks
pembicaraan Efesus ps. 5 bukanlah konteks pembicaraan di tengah lingkungan orang Yahudi yang boleh di-
bilang lebih bernuansa mistik spiritual, melainkan konteks pembicaraan mereka lebih bernuansa materialis
karena lingkungan sangat sekuler, sama seperti hidup kita sekarang di kota Surabaya. Sehingga yang
menjadi kesulitan mereka untuk melakukan hal tersebut adalah bahwa pembicaraan yang bernuansa
rohani sedikit sekali terjadi di dalam kehidupan mereka, dan hidup mereka lebih dikuasai dan diracuni oleh
sekularisme.

Paulus mengatakan kalimat tersebut adalah dengan maksud, ketika kita berbincang-bincang di dalam ling-
kungan kita sehari-hari maka nuansa rohani kita tidak terlepas dari hidup kita, dan setiap perbincangan kita
secara horizontal, selalu terkait dengan aspek vertikal pada saat yang sama. Jadi pada saat kita berbincang
dengan orang lain, sesama manusia maka pada saat yang sama pula hubungan saya dengan Tuhan itu akan
selalu terkait. Sehingga kehidupan kita benar-benar dapat dikatakan spiritual life (hidup yang rohani). Spiritual
life bukanlah hidup yang terbagi-bagi, hidup yang ketika di dalam gereja saja kita dapat bernyanyi terus,
tetapi hidup yang dapat mengaplikasikan hubungan kita dengan Allah di dalam seluruh relasi kita sehari-
hari.

Ketika di masa Modernisme, manusia mencoba mengeringkan masyarakat dari aspek rohani sehingga
mereka sangat membenci istilah Tuhan dan semua yang berbau rohani, dan akibatnya terjadi kekeringan
yang luar biasa karena manusia sebenarnya adalah mahkluk rohani. Namun di jaman Postmodernisme
manusia mulai goyang dalam hidupnya dan ia membutuhkan satu nuansa spiritual, yang bukan kembali
berhubungan dengan Allah melainkan menjadi satu jiwa mengilahkan diri dan menyukai suasana mistik.
Maka ketika mereka beribadah, ibadah itu juga menjadi ibadah yang hanya mau memuaskan diri sendiri
dan mereka sangat menikmati kerohaniannya dengan hanya menyanyi dan mendengarkan firman Tuhan,
dan disitulah muncul satu semangat ecstasy (fly melalui mistik). Dan itu merupakan pengisian spiritualitas yang
dulunya sudah begitu jauh ditinggalkan. Namun itu bukanlah rohani yang sesungguhnya karena apa yang
saudara rasakan hanyalah hubungan secara vertikal dan bukannya kehidupan kerohanian yang teraplikasi
praktis di dalam kehidupan kita bersama dengan sesama.

Karena itu pertama kali kita perlu membereskan istilah yang dipakai di sini, bagaimana hidup worship
(ibadah) yang benar. Istilah worship seringkali diselewengkan secara pengertian dasar. Dalam beberapa
gereja tertentu istilah worship itu hanya dibatasi pada lagu-lagu jenis tertentu, yang biasanya sangat
bernuansa mystical yang akhirnya membuat kita fly. Namun itu merupakan istilah yang sangat mengecilkan
pengertian worship sesungguhnya. Kata ibadah (Ibrani: Abodah) yang artinya adalah “to bow down” atau me-
nundukkan kepala kita di hadapan Allah dan kita menyadari bahwa hubungan kita dengan Allah terelasi
selama-lamanya, yang merupakan hidup yang dipersembahkan secara total kepada Allah. Hal itu bagaikan
seorang yang sudah menyerahkan dirinya menjadi budak seumur hidup, taat di bawah tuannya. Maka
hidup ibadah kita adalah satu hidup yang seluruhnya harus memperkenankan hati Tuhan.
521 Ringkasan Khotbah – Jilid 1




a. Mazmur (salmos), dominasi string besar dan sebagian besar mempunyai lirik;

b. Kidung puji-pujian (hymnos), mempunyai keseimbangan antara musik dengan lirik; dan

c. Nyanyian rohani (ode), lebih dominan dalam liriknya dan musiknya sangat minoritas. Istilah mazmur di
dalam ibadah Yahudi (nuansa timur tengah) itu unik karena dikaitkan dengan satu nyanyian yang diarahkan ke-
pada Allah atau dewa dengan menggunakan string. Alat musik dasar terdiri dari tiga jenis yaitu alat musik
pukul/ perkusi, tiup dan senar/ dawai, (mis: piano). Satu hal yang unik adalah bagaimana musik string itu
menjadi musik yang biasa dipakai dalam ibadah untuk membawa satu nuansa kepada Allah, satu gabungan
yang indah dengan suara manusia yang sangat dominan dalam seluruh aspek ini. Sehingga merupakan satu
kesalahan fatal kalau saudara menggunakan ide menaikkan pujian rohani tetapi dalam pikiran saudara me-
makai filsafat musik duniawi karena itu merupakan dua hal yang sangat berbeda. Sebab semua musik dunia
mempunyai ide membuat sesuatu yang enak untuk dinikmati dan demi kesenangan kuping kita namun ti-
dak memikirkan apakah Tuhan berkenan atau tidak. Hari ini terlalu banyak lagu di dalam kasanah
kekristenan yang diselewengkan sehingga kehilangan makna dan akhirnya menjadikan orang bingung dan
tidak tahu lagi mana lagu yang mencerminkan ibadah yang benar.



Pertama, motivasi kita menyanyikan lagu tersebut. Itu yang akan membuat kita langsung peka bahwa lagu
itu beres atau tidak. Apakah lagu yang sedang kita nyanyikan merupakan satu ibadah hati kita di hadapan
Tuhan dan ketika kita berani mengeluarkan kalimat pujian tersebut, benarkah hati kita sedang mencari
perkenanan Tuhan? Jangan sampai apa yang kita pujikan kepada Tuhan tidak sesuai dengan keadaan hati
kita yang sebenarnya sehingga akhirnya pujian kita hanya sekedar di mulut dan bukan keluar dari hati kita.
Hanya hati saudara sendiri yang sanggup mengetahui seberapa jauh saudara merenungkan firman-Nya dan
mau menyenangkan hati-Nya.

Kedua, mempunyai pengertian yang tepat terhadap ibadah kita. Ketika kita menyanyi di hadapan Tuhan, Ia
mengajarkan kita untuk menyanyi dengan kata-kata/ lirik dan setiap kata-kata itu dipertanggungjawabkan
teologis dan pengertian doktrinal kita di hadapan Tuhan. Bagaimana nyanyian kita menggambarkan
pengenalan kita terhadap Allah secara tepat, pengenalan terhadap diri dan kehidupan kita, konsep dosa,
keselamatan, pemeliharaan Allah dan seluruh aspek relasi antara Allah, manusia dan seluruh alam semesta.
Dalam Alkitab kita dapat melihat bahwa kitab yang paling tebal adalah kitab nyanyian. Kita dapat belajar
dari Mazmur, di mana seluruh pengungkapan bagaimana pengenalan kita akan Allah diungkap kepada Allah
melalui puji-pujian dan mazmur.

Ketiga, musik yang tepat. Alat musik pada dasarnya bersifat objektif (tidak akan memberikan pengaruh apa-apa),
namun ketika ada orang yang memainkannya maka alat musik tersebut akan bersifat subjektif. Karena alat
musik itu sekarang menjadi alat dari si pemain untuk menyalurkan nuansa perasaan, pengertian dan apa
yang ia ingin sampaikan kepada orang lain melalui apa yang ia mainkan. Musik mempunyai dua pengaruh
besar yang mempengaruhi hidup kita: musik yang baik akan mempengaruhi kerohanian kita; musik yang
rendah kualitasnya, akan menyentuh aspek badan kita yang bergerak. Maka alat musik yang sama yang
dimainkan secara berbeda akan memberikan dampak yang sangat berbeda. Sebagai contoh alat musik ti-
mur tengah (mis: kecapi, tamborin). Musik bukan demikian sederhana, musik mempunyai pengaruh yang sa-
522 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

ngat besar dan diantara alat musik yang paling berbahaya, yang menyentuh kedagingan kita adalah yang
bersifat perkusi. Itu sebabnya orang-orang dari agama kuno dan yang ingin mendorong orang untuk
berperang/ melakukan tindakan brutal, selalu menggunakan perkusi.

Mari kita benar-benar peka bagaimana mempunyai hidup yang beribadah, mulai dengan pengertian
filosofik teologis yang tepat sehingga boleh menghasilkan puji-pujian dan permainan musik kita sebagai
satu hymne, pujian kepada Allah yang tepat. Biarlah hari ini hidup kita benar-benar diubah menjadi satu
hidup yang beribadah. Jika salah satu aspek hidup kita tercemar dan tidak dapat dibereskan maka yang lain
akan ikut tercemar. Biarlah ini menjadi satu keutuhan yang membuat hidup kita menjadi hidup ibadah yang
sungguh.

Amin!
523 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

H
Hiid
duup
pmme
enng
guuc
caap
pssy
yuuk
kuurr
Oleh: Pdt. Sutjipto Subeno

Nats: Efesus 5: 20

20 Ucaplah syukur senantiasa atas segala sesuatu dalam nama Tuhan kita Yesus Kristus
kepada Allah dan Bapa kita

Kita telah membicarakan bagaimana implikasi kehidupan Kristen yang dinyatakan dalam Efesus 5:17-19:
“Janganlah kamu bodoh tetapi usahakanlah supaya kamu mengerti kehendak Tuhan.” Hidup mengerti
kehendak Tuhan bukanlah hal yang sederhana melainkan harus diubah dan dibangun dengan fondasi yang
tepat dari iman yang dimengerti secara tepat yang akan membangun seluruh implikasi kehidupan kita. Dan
kita telah melihat bagian pertama dari tiga poin, bagaimana prinsip tersebut diturunkan dalam kehidupan
kita. Dikatakan dalam ay. 19: “Berkata-katalah seorang kepada yang lain dalam mazmur, kidung puji-pujian
dan nyanyian rohani.” Suatu hal yang mungkin tidak biasa kita lakukan sehari-hari namun itu merupakan
prinsip yang disebut sebagai the worship life (hidup yang beribadah). Kehidupan kita seringkali mengalami dua-
listik sehingga menaikkan mazmur, kidung puji-pujian dan nyanyian rohani kita anggap hanya sebagai
urusan vertikal dan tidak pernah kita lakukan dalam hubungan kita dengan sesama. Dengan demikian kita
tidak dapat mengerti dan tidak mampu ketika diminta untuk berkomunikasi secara surgawi, sama seperti
ketika kita berkomunikasi kepada Allah. Dan itu bukanlah masalah praktis biasa tetapi di belakangnya
terdapat satu masalah teologis yang sangat besar, yang sulit kita terima sehingga tidak terimplikasi dalam
hidup kita.

Selanjutnya kita masuk dalam bagian kedua: “Ucaplah syukur senantiasa atas segala sesuatu dalam nama
Tuhan kita Yesus Kristus kepada Allah dan Bapa kita.” (Yunani: di dalam segala sesuatu bersyukurlah selalu dalam nama
Tuhan Yesus Kristus kepada Allah dan Bapa kita). Kata segala sesuatu merupakan kata pertama, bersyukurlah
(eukharisteō), dan senantiasa (menggunakan bentuk tenses present active participle = present continous active-Inggris) yaitu
satu format terus-menerus yang dijalankan dalam hidup kita (habit/kebiasaan). Di sini kita tahu bahwa sebe-
narnya hidup ini harus penuh dengan ucapan syukur namun secara fakta hidup kita tidak demikian. Banyak
orang tidak dapat hidup seperti apa yang Alkitab katakan, mereka hidup penuh dengan stres akibat tekanan
kesulitan dan penderitaan yang sangat berat dan semakin hari semakin bertambah, demikian juga orang
Kristen tanpa kecuali.

Tujuh puluh persen orang Kristen dan mayoritas orang non Kristen beranggapan bahwa manusia terdiri dari
tiga unsur yaitu tubuh, jiwa dan roh (Trikotomi). Tetapi kalau kita mempelajari secara tepat maka sebenarnya
Alkitab tegas menyatakan bahwa manusia hanya terdiri dari dua unsur saja yaitu tubuh dan roh/ jiwa
(Dikotomi). Seringkali akibat kesalahan fatal ini maka kita melihat stres sebagai problem psikologis – aspek
jiwa, tetapi itu sebenarnya adalah ajaran filsafat Yunani. Alkitab tidak pernah mengatakan bahwa jiwa
menjadi eksistensi yang lepas, beda dengan roh, tetapi sebenarnya jiwa dan roh itu dipakai secara
524 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

bergantian di dalam Alkitab. Ketika secara seratus persen saudara mampu menjalankan “bersyukur di
dalam segala sesuatu senantiasa kepada Allah Bapa kita di dalam Tuhan Yesus Kristus,” maka kita tidak
akan mungkin stres. Tetapi secara realita hal itu tidak mungkin dijalankan secara penuh dalam hidup kita
karena kita lebih banyak bersunggut-sunggut di dalam melewati hidup. Jikalau kita anggap hal di atas se-
bagai aspek psikologis maka seolah-olah masalah tersebut dapat diselesaikan tanpa Tuhan perlu ada
(humanistik: konseling, therapi, dsb) dan itu hanyalah penyelesaian sejenak, yang nantinya akan menimbulkan
efek yang lebih parah. Seperti cara-cara baru di Jepang yang menyediakan suatu kamar khusus bagi orang
yang stress supaya mereka dapat melampiaskan emosi mereka dengan berteriak sekuat-kuatnya. Alkitab
hanya mengatakan satu hal: “Ucaplah syukur senantiasa di dalam segala sesuatu kepada Allah Bapa di
sorga di dalam Tuhan Yesus Kristus.” Mengapa kita tidak mampu mengerti apa yang dilakukan Paulus yang
walaupun di dalam penjara yang paling dalam, gelap dan terbelenggu, ia masih dapat memuji Tuhan.
Demikian juga Stefanus, ketika dirajam batu, ia justru menengadahkan tangannya, menatap kedepan dan
bersyukur kepada Tuhan. Mengapa kita sebagai anak Tuhan sulit mengerti dan melakukan hal ini?




Pertama, Kita tidak mampu bersyukur karena kita gagal mengerti cinta Tuhan yang sesungguhnya baik
dalam pikiran maupun prinsip hidup kita. Kita sudah terlalu banyak dicemari oleh format cinta dunia, cinta
yang egoistik, manipulatif, yang membuat kita akhirnya gagal mengerti bahwa Allah kita mencintai dengan
sungguh-sungguh. Mungkin kita mampu bersyukur ketika Tuhan memberikan segala sesuatu yang mengun-
tungkan kita, tetapi akan sulit melakukannya ketika kita mendapatkan kesulitan dan berbagai pergumulan
hidup. Dan akhirnya seringkali kita mencurigai cinta kasih dalam hidup kita. Sikap mencurigai kasih sangat
mungkin terjadi di dalam kehidupan manusia berdosa, tetapi jikalau hal seperti ini kita implikasikan kepada
Tuhan dan mulai mencurigai Dia tidak mengasihi dan berbuat jahat pada kita, maka itu akan membuat kita
kehilangan seluruh sukacita, ucapan syukur dan membuat kita hidup di dalam kerusakan dan tekanan yang
berkepanjangan. Siapa Allah kita dan bagaimana Dia di dalam pengertian kita, akan sangat mempengaruhi
sikap kita. Jikalau kita tahu bahwa di dalam segala hal Tuhan begitu mencintai kita maka tidak ada alasan
bagi kita untuk tidak bersyukur kepada-Nya, sekalipun suatu hal yang sulit kita terima karena kita tahu itu
demi kebaikan kita.

Kedua, Karena kita tidak pernah mengerti dengan tepat karya Tuhan Yesus di dalam hidup kita masing-
masing. Yesus rela naik ke kayu salib bukan karena kita berjasa tetapi karena kita berdosa. Pada saat kita
begitu jahat, berontak pada Tuhan, Ia mau menyelamatkan dan mati bagi saudara dan saya. Seberapa
dalam kita mengerti Tuhan menebus dan menyelamatkan kita dari dosa kita. Ketika kita mengerti anugerah
ini maka kita tahu bagaimana dapat bersyukur setiap hari. Tidak ada satu manusiapun yang sempurna
dalam dunia ini, setiap hari kita masih berbuat dosa, mungkin kita tidak pernah membunuh atau mencuri
tetapi kita seringkali melawan dan tidak taat pada-Nya. Di dalam budaya, terutama budaya Tionghoa, ini
merupakan satu hal yang sangat ditekankan. Bagi orang Tionghoa, yang dinamakan “u-hauw” (hormat/
berbakti) itu adalah mentaati secara mutlak apa yang dikatakan oleh orang tua. Terkadang ketika ayah-ibu
kita salah, mereka tetap meminta yang salah itupun harus diturut. Di sini kita harus sadar bahwa ketika kita
sebagai orang tua, taat mutlak pada Allah sehingga anak kita taat kepada kita. Kalau orang tua tidak taat
kepada Allah maka anak kita berhak melawan kita. Karena anak kita harus taat kepada Allah lebih daripada
kepada siapapun. Kalau kita taat kepada orang tua itu adalah karena kita taat kepada Allah yang
memerintahkan kita untuk hormat kepada orang tua. Itu prinsip yang harus ditegaskan tanpa kompromi di
525 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

dalam aspek ini. Tetapi seringkali kita berjalan keluar dari jalur yang Tuhan inginkan dan tidak taat mutlak
kepada Allah sehingga mengakibatkan hidup kita mengalami tekanan dan berbagai pergumulan hidup yang
tidak seharusnya kita alami. Hanya melalui darah Tuhan Yesus yang dicurahkan, itulah yang membuat kita
kembali kepada-Nya. Banyak orang Kristen bertahun-tahun datang ke gereja tetapi begitu kering dan tidak
mengerti dalamnya arti penebusan Kristus bagi hidupnya dan itu mengakibatkan ia tidak pernah dapat
bersyukur pada Tuhan. Sewaktu kita mengerti karya anugerah Tuhan Yesus, itu menjadikan hidup kita
penuh dengan ucapan syukur dan hidup kita diubah menjadi baru, hidup yang mengerti kebenaran.

Ketiga, Kita tahu bagaimana Allah memelihara kita. Doktrin yang penting dan ditegakkan begitu tegas
dalam teologi Reformed ialah The Providence of God (pemeliharaan Allah atas umat-Nya). Ini didasarkan pada
konsep bahwa Allah adalah Allah yang berdaulat. Hidup manusia harus taat pada Allah karena Allah adalah
Allah yang berdaulat atas sejarah. Karena ia berdaulat atas sejarah maka ia berdaulat juga atas kita yang
hidup dalam sejarah kerajaan-Nya. Kalau kita mengerti ini maka kita tahu bahwa langkah hidup kita itu
merupakan langkah yang berada dalam anugerah dan membuat kita mampu bersyukur, apapun yang
terjadi. Kita seringkali tidak sadar kalau kita berada di dalam pemeliharaan Allah dan di dalam jalur benang
merah keselamatan Tuhan dimana kita sedang berjalan di dalam figur sejarah utama keselamatan Allah.

Di dalam sebuah film, kadangkala providensia sutradara terlalu terlihat berlebihan. Seorang sutradara
sedang berperan seperti “Allah kecil” ketika ia sedang mempermainkan sejarahnya (film) dan ia akan
menjaga supaya pemeran utamanya tetap bermain di sepanjang sejarah filmnya, dan itu demi
mempertahankan benang merah sejarahnya. Tetapi ketika itu kita tidak sadar bahwa itu adalah cara sang
sutradara mengatur. Namun Allah kita jauh lebih besar daripada sekedar pengaturan sejarah seorang
sutradara karena Ia tidak hanya bermain di dalam kurun waktu yang terbatas. Satu hal yang perlu dipikirkan
adalah apakah saudara saat ini berada di dalam garis benang merah utama sejarah ataukah hanya sebagai
figuran saja. Kalau kita tahu bahwa kita adalah umat Allah yang sedang berada di dalam jalur keselamatan
Allah berarti kita berada di dalam garis merah sejarah keselamatan Allah, dan Allah ingin bekerja di dalam
diri saudara dan saya untuk menuntaskan sejarah keselamatan. Dan Allah akan memelihara hidup kita, apa-
pun yang terjadi dalam diri kita tidak akan lepas dari providensia Allah. Allah yang mengatur, memelihara
dan menuntun setiap langkah kita dan sejauh kita taat pada-Nya maka Ia akan membuka jalan bagi kita
sebagai jalan yang terbaik dalam hidup kita.

Seberapa jauh kita sadar akan hal ini? Kita sulit menyadari providensia Allah karena kita hanya memikirkan
apa yang sedang kita rancang, atur dan mainkan sehingga kita tidak melihat Tuhan memelihara langkah
demi langkah kita. Seringkali kita melewatkan anugerah Tuhan yang seharusnya dapat dinikmati di
sepanjang sejarah hidup kita. Kita tidak melihat bagaimana Tuhan memperkenankan kita melewati tempat-
tempat, kesempatan-kesempatan, pertemuan, dan berkat yang indah yang Tuhan berikan pada kita. Dan
semuanya itu mengakibatkan kita tidak mampu bersyukur pada Tuhan. Kita lebih mudah melihat kejelekan
dan keburukan dari setiap hal yang kita alami dan hidup kita dipenuhi segala gerutuan sepanjang hari.
Sangat disayangkan jikalau kita gagal mengerti providensia Allah. Seberapa saudara dapat mengucap syukur
di dalam segala sesuatu senantiasa, sedemikian juga saudara akan menikmati kebahagiaan yang Tuhan se-
diakan bagi kita.
526 Ringkasan Khotbah – Jilid 1



1. Syukur mematahkan pride (kesombongan);

2. Syukur memberikan kesadaran limitasi dan dependensi;

3. Syukur membawa pengharapan;

4. Syukur membawa sukacita;

5. Syukur memberikan apresiasi;

6. Syukur mendorong kesaksian; dan

7. Syukur memberikan semangat dan kelegaan.

Haruskah kita membelenggu diri kita di dalam tekanan-tekanan yang tidak ada pahalanya yang kita buat
sendiri untuk menghancurkan hidup kita ataukah kita akan bertobat saat ini, kembali pada Tuhan, mau
belajar mengerti siapa Allah yang kita percayai. Biarlah pengenalan kita akan Allah mengubah seluruh hidup
kita sehingga setiap hari kita boleh belajar bersyukur kepada Dia di dalam segala hal, bahkan dalam hal
yang paling kecil, seperti misalnya bersyukur atas makanan yang boleh kita terima setiap harinya. Di tengah
dunia yang penuh stres biarlah Tuhan memakai kita untuk menghibur supaya mereka melihat ada secercah
harapan yang sungguh indah dalam hidup kita. Kiranya ini boleh menjadi kekuatan bagi hidup kita untuk
kembali bersyukur di hadapan Tuhan, mengubah hidup kita di dalam satu hidup yang penuh ucapan syukur.

Amin!
527 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

H
Hiid
duup
p tta
akku
utt a
akka
annA
Alllla
ahh
Oleh: Pdt. Sutjipto Subeno

Nats: Efesus 5: 21

21 dan rendahkanlah dirimu seorang kepada yang lain di dalam takut akan Kristus.

Di dalam rangkaian ini kita masih mempelajari bagaimana hidup Kristen yang rohani, yang diawali dengan
kalimat “Jangan kamu mabuk oleh anggur tetapi hendaklah penuh dengan Roh.” Kepenuhan Roh Kudus
menjadi dasar kehidupan kekristenan, inti bagaimana kita dapat menjadi manusia rohani yang dipenuhi
Roh Kudus, yang hidup di bawah pimpinan Roh Kudus dan Roh Kudus bekerja di dalam hati kita. Namun ide
menjadi manusia rohani yang dipenuhi oleh Roh seringkali disalahmengerti dengan pikiran-pikiran yang
jauh dari kebenaran firman Tuhan di mana kerohanian disamakan dengan hal-hal yang spektakuler secara
mistik. Sehingga untuk menghindarkan terjadinya kesalahpahaman, Paulus menegaskan dalam ayat
berikutnya (yang merupakan satu kesatuan utuh yang tidak boleh dipisahkan dari ay.18-21) secara totalitas apa
yang disebut dengan penuh dengan roh, yang dimulai dengan bagaimana kita boleh berkata seorang
kepada yang lain di dalam mazmur, kidung puji-pujian dan nyanyian rohani. Hidup rohani (spiritual life) bu-
kanlah yang hidup yang dualistik, melainkan hidup yang terintegrasi secara total, bagaimana hubungan dan
sikap saya terhadap Allah, maka demikian pula hubungan dan sikap saya terhadap sesama. Seperti dalam
Kolose dikatakan jikalau engkau melakukan sesuatu maka lakukan itu seperti untuk Tuhan dan bukan untuk
manusia. Sehingga hidup rohani yang sesungguhnya adalah dimana antara nuangsa horizontal dengan
vertikal tidak pernah dipisahkan.

Yang kedua dikatakan “Bersyukurlah senantiasa di dalam segala hal kepada Allah dan Bapa kita, di dalam
nama Tuhan Yesus Kristus.” Adanya stres menandakan bahwa kita tidak dapat mengenal dengan sungguh
siapa Tuhan kita dan mensyukuri setiap langkah yang Ia pimpin, sehingga hidup kita penuh dengan
gerutuan, kemarahan dan rasa tidak puas, dan akibatnya itu mendatangkan dosa dan penghukuman karena
kita gagal menerima anugerah Tuhan dengan wajar. Kita seringkali hanya ingin memikirkan dari aspek
duniawi sehingga tidak pernah menggumulkan apa yang Tuhan ingin berikan pada kita hari ini dan apa yang
harus kita kerjakan untuk boleh menjadi berkat bagi orang lain.

Ketika kita dapat berpaut dan bersyukur senantiasa maka di dalam segala hal hidup kita akan dipimpin di
dalam penuh berkat Tuhan. Hal ini seperti ketika saya sedang memberikan sesuatu pada anak saya namun
karena itu tidak berkenan di hatinya maka ia buang. Saat itu saya akan marah sekali karena ketika diberi
anugerah, ia bukan berterima kasih tetapi justru melawan dengan cara yang sangat kurang ajar. Namun hal
itu membuat saya berpikir bahwa mungkin sekali kita juga seringkali telah melakukan hal yang sangat
kurang ajar di hadapan Tuhan, dengan rasa tidak puas terhadap apa yang Tuhan berikan, rasa marah dan
tidak dapat berterima kasih. Ini satu sikap yang perlu kita pelajari yaitu bagaimana kita dapat bersyukur di
dalam semua aspek yang Tuhan nyatakan. Sejauh kita hidup taat pada Tuhan maka Tuhan pelihara tetapi
528 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

sejauh kita keluar dari jalur Tuhan, kita menjadi manusia duniawi yang tidak lagi berjalan dalam satu sikap
rohani yang sejati.

Di dalam bagian ketiga kita akan melihat bagaimana Paulus ingin menjaga supaya seluruh tatanan hidup
rohani ini tidak lepas dari kontrol atau kehidupan spiritualitas yang seimbang: “Rendahkanlah dirimu
seorang kepada yang lain di dalam takut akan Kristus.” Kalimat tersebut merupakan kalimat penutup di
dalam bagian ini. Kehidupan seorang yang rohani adalah hidup yang sungguh-sungguh takut akan Kristus
dan itu menjadikan ia rendah hati di dalam setiap relasi. Takut akan Kristus dan rendah hati merupakan dua
hal yang terkombinasi dan sangat penting untuk menjadi dasar pola pikir rohani kita. Namun kalimat ini
justru sangat dibenci dan ditentang oleh dunia (terutama dunia psikologi) karena saat ini secara perlahan
manusia diajar bahwa ia adalah mahkluk yang tidak bergantung pada apapun (be an independent being), yang
dapat mengatasi segala sesuatu, dan semua itu menunjang apa yang disebut sebagai digniti manusia yang
dikaitkan dengan satu inti yang disebut “supremasi manusia” (manusia menjadi mahkluk yang paling tinggi).

Hal ini ditekankan oleh psikologi humanistik, bahwa kita harus mencapai semua yang kita perlukan dan
keperluan yang paling tinggi adalah menjadikan diri kita “self-actualized” (aktualisasi diri), yang keluar dengan
istilah “dare to be different” (berani tampil beda). Humanistic psychology hanya akan membawa manusia
semakin gila dan rusak di tengah abad 20 ini. Di dalam filsafat ini dikenal dengan istilah “homo mensura”
(man as the measures of all things) dimana artinya manusia menjadi ukuran bagi segala sesuatu karena manusia
menempati digniti tertinggi yang mengukur segala sesuatu dan dirinya tidak diukur, dan ini menjadi
patokan seolah semua bergantung pada dia dan dia tidak bergantung pada siapapun. Ini jiwa humanisme
yang terus ditiupkan dari mulai Kejadian (Adam dan Hawa jatuh dalam dosa) hingga hari ini. Sehingga hari ini se-
kitar 70% manusia di dunia lebih menyakini konsep independensi (ketidakbergantungan manusia) daripada
konsep takut dan bersandarnya manusia pada Tuhan.

Tetapi kita harus sadar bahwa secara realita sehari-hari kita adalah mahkluk yang bergantung (dalam kondisi
level dua) dan akan salah posisi jika kita ingin melangkah menjadi Tuhan (kondisi level pertama). Konflik antara
dependensi dan independensi yang merupakan akar permasalahan paling besar yang menyebabkan kete-
gangan antara prinsip iman Kristen yang begitu tegas dengan apa yang diajarkan oleh dunia kita juga terjadi
ketika Yesus akan disalibkan, sebab apabila Kristus tidak memberikan hak kepada mereka serta Kristus tidak
menyerahkan diri maka hal penyaliban-Nya tidak akan pernah terjadi. Secara fakta kita harus melihat
bahwa manusia adalah mahkluk yang bergantung pada orang lain di dalam banyak aspek.

Manusia adalah mahkluk yang lemah, terbatas dan telah terkontaminasi oleh dosa. Ketika kita sadar
sebagai mahkluk yang bergantung, itu menjadikan kita belajar merendahkan diri satu dengan yang lain,
sehingga dengan demikian kita mulai belajar sadar posisi dan membutuhkan teman dan orang lain yang
boleh membantu kita. demikian juga jikalau saya boleh mengerti banyak aspek di luar theologi, itu semua
dikarenakan adanya teman-teman yang mengajak membicarakan perkembangan berbagai hal, sehingga
saya boleh lebih memperkaya pikiran saya dan menjadi berkat bagi orang lain. Disini saya harapkan satu
sama lain saling memberikan informasi, bergumul, saling menajamkan pikiran kita bahkan kalau mungkin
dengan berdiskusi bersama sehingga akhirnya kita dapat belajar banyak hal. Orang yang dipenuhi Roh
Kudus justru akan semakin sadar siapa dirinya sebenarnya sebagai mahkluk yang dependent dan semakin
rendah hati.

Orang yang takut akan Allah tidak akan takut pada apapun yang lain. Kadangkala kita terlalu takut terhadap
banyak hal yang membuktikan bahwa kita tidak takut terhadap Tuhan. sebagai orang Kristen kita harus
dapat berkata seperti Paulus, bahwa hidup adalah Kristus dan mati adalah keuntungan. Kita melihat bahwa
529 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

dalam Mzm 34:10 kalimat “takut akan Tuhan” disebutkan hingga dua kali, dan dikatakan pula bahwa orang
yang takut akan Tuhan tidak akan berkekurangan hidupnya sekalipun mungkin ia akan mengalami banyak
permasalahan dan Tuhan melepaskannya. Disinilah sesungguhnya inti takut akan Allah! Sejauh kita takut
akan Allah dan berjalan di dalam jalur Tuhan maka tidak ada yang dapat menakutkan dan menguasai kita.
Bahkan ketika akhirnya kita boleh tiba di garis akhir, kita dengan penuh harapan boleh mempertanggung-
jawabkan apa yang telah kita kerjakan. Dan seperti Paulus, kita dapat berkata “Bagiku hidup adalah Kristus
dan mati adalah keuntungan.” Ketika hidup, kita boleh menjadi pelayan bagi jemaat dan jika akhirnya harus
mati, itu adalah keuntungan yang membuat kita bersatu dengan Kristus. Hidup kita bukanlah tergantung
pada panjangnya waktu hidup kita (quantitatif) tetapi moment di dalam waktu itulah yang menentukan hidup
kita (quatitatif). Sehingga kita tidak perlu takut sekalipun terhadap kematian karena waktu kita untuk
matipun ada di dalam tangan Tuhan. Sungguhkah kita mempunyai ketakutan dan kegentaran terhadap
Tuhan ketika langkah kita salah? Ini adalah hal yang paling penting dan utama dalam hidup kita!



1. Ketika kita takut akan Tuhan, secara jelas kita mengakui otoritas Kristus dalam hidup kita. Di tengah
kehidupan yang serba relatif, kemutlakan yang boleh menjadi sandaran kokoh bagi hidup kita hanyalah
pada Kristus. Semua otoritas di dunia ini bersifat temporer, relatif dan tidak mempunyai makna terlalu ba-
nyak. Sehingga kalau kita gagal takut akan Kristus maka itu berarti kita kita tidak tahu diri dan telah gagal
memposisikan diri secara tepat. Ketika kita takut akan Kristus itu menjadikan hidup kita berpusat pada
Kristus (Christ centered) di dalam seluruh aspek hidup kita. Ini yang perlu kita latih dalam hidup kita sehingga
kegentaran pada Kristus itu menjadikan hidup kita sungguh-sungguh terkontrol dan terarah baik serta
berjalan di dalam anugerah-Nya yang terbaik dan akibatnya saudara boleh dipakai dengan luar biasa.
Waktu kita gentar pada Tuhan dan itu menjadi kekuatan komitmen/ ketekadan kita untuk menyaksikan ke
tengah dunia bahwa Tuhan pakai kita, orang yang takut kepada-Nya untuk menjadi saksi menyatakan
seluruh kekayaan anugerah-Nya kepada dunia. Manusia yang paling cocok dipakai untuk menyatakan
keagungan, kemuliaan, kasih, kebenaran, keadilan dan seluruh kekayaan anugerah yang dia mau limpahkan
dari surga adalah orang yang takut akan Tuhan, karena Tuhan ingin menunjukkan pada dunia bahwa hidup
yang terbaik ada di tangan anak-anak-Nya yang takut akan Dia.

2. Itu saatnya kita boleh mendapatkan kekuatan untuk lepas dari semua dosa yang menjatuhkan,
godaan yang mungkin merasuk dan menghancurkan kita. Takut akan Allah menjadi satu dasar dan kekuatan
karena Kristus sudah menyelamatkan kita dari dosa kita, dia telah meneteskan darah untuk menyelamatkan
kita. Di sini ada satu kegentaran untuk tidak ingin menyalibkan Yesus kedua kalinya dengan berbuat dosa
kembali karena kita takut menyakiti dan melihat darah Tuhan harus diteteskan kembali karena dosa yang
kita lakukan. Anugerah terbesar yang saudara dapat nikmati dalam hidup ini adalah takut akan Kristus.
Bahkan modal terpenting warisan yang dapat saudara berikan kepada anak-anak saudara yang terbaik
adalah takut akan Allah. Kita dapat menjaga hidup kita tepat baik yaitu waktu kita hidup takut akan Tuhan
sehingga kemanapun membuat kita tahu ada Tuhan yang menjaga dan mengawasi kita. Kita tidak akan
sanggup menjaga suami/istri/anak kita di dalam keadaan apapun, tetapi satu hal yang membuat setiap kita
tidak melakukan hal yang tidak berkenan kepada Tuhan adalah rasa takut akan Tuhan.

3. Menjadi semakin dapat berelasi dengan orang lain. orang yang tidak takut terhadap Tuhan tetapi
takut terhadap sesamanya, akan membuat ia selalu curiga terhadap orang lain dan tidak dapat berelasi,
mau menang sendiri, memusuhi semua orang dan banyak aspek lain yang akhirnya membuat kita gagal
berelasi dengan orang lain. Tetapi waktu kita takut terhadap Tuhan kita tidak akan berbuat hal-hal yang
530 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

menyakiti hati Tuhan dan akibatnya kita mulai belajar berelasi dengan orang lain. Takut akan Tuhan
membuat kita lebih submit dan merasakan butuhnya saudara seiman untuk menopang kita. Kita makin
tahu kalau kita mempunyai kelemahan begitu banyak dan menjadikan kita lebih mawas diri dan sadar
butuhnya persekutuan, saling melayani. Karena makin kita takut akan Tuhan, kita akan semakin mempunyai
jiwa melayani serta mau merendahkan diri untuk melayani orang lain. Mari kita belajar menjadi anak-anak
Tuhan yang secara konkrit hidup rohani, mulai dari hal yang paling kecil yaitu belajar melayani sehingga
Tuhan akan pakai kita di dalam jaman ini dan yang akan datang.

Amin!
531 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

K
Keellu
uaarrg
gaab
baah
haag
giia
a:: Presuposisi dasar
Oleh: Pdt. Sutjipto Subeno

Nats: Efesus 5: 22-33/ Mat. 19:1-12/ Kej. 2:18-25

Efesus 5

22 Hai isteri, tunduklah kepada suamimu seperti kepada Tuhan,


23 karena suami adalah kepala isteri sama seperti Kristus adalah kepala jemaat. Dialah yang
menyelamatkan tubuh.
24 Karena itu sebagaimana jemaat tunduk kepada Kristus, demikian jugalah isteri kepada
suami dalam segala sesuatu.
25 Hai suami, kasihilah isterimu sebagaimana Kristus telah mengasihi jemaat dan telah
menyerahkan diri–Nya baginya
26 untuk menguduskannya, sesudah Ia menyucikannya dengan memandikannya dengan air
dan firman,
27 supaya dengan demikian Ia menempatkan jemaat di hadapan diri–Nya dengan cemerlang
tanpa cacat atau kerut atau yang serupa itu, tetapi supaya jemaat kudus dan tidak bercela.
28 Demikian juga suami harus mengasihi isterinya sama seperti tubuhnya sendiri: Siapa
yang mengasihi isterinya mengasihi dirinya sendiri.
29 Sebab tidak pernah orang membenci tubuhnya sendiri, tetapi mengasuhnya dan
merawatinya, sama seperti Kristus terhadap jemaat,
30 karena kita adalah anggota tubuh–Nya.
31 Sebab itu laki–laki akan meninggalkan ayahnya dan ibunya dan bersatu dengan isterinya,
sehingga keduanya itu menjadi satu daging.
32 Rahasia ini besar, tetapi yang aku maksudkan ialah hubungan Kristus dan jemaat.
33 Bagaimanapun juga, bagi kamu masing–masing berlaku: kasihilah isterimu seperti dirimu
sendiri dan isteri hendaklah menghormati suaminya.

Matius 19

1 Setelah Yesus selesai dengan pengajaran–Nya itu, berangkatlah Ia dari Galilea dan tiba di
daerah Yudea yang di seberang sungai Yordan.
2 Orang banyak berbondong–bondong mengikuti Dia dan Iapun menyembuhkan mereka di
sana.
3 Maka datanglah orang–orang Farisi kepada–Nya untuk mencobai Dia. Mereka bertanya:
"Apakah diperbolehkan orang menceraikan isterinya dengan alasan apa saja?"
4 Jawab Yesus: "Tidakkah kamu baca, bahwa Ia yang menciptakan manusia sejak semula
menjadikan mereka laki–laki dan perempuan?
5 Dan firman–Nya: Sebab itu laki–laki akan meninggalkan ayah dan ibunya dan bersatu
dengan isterinya, sehingga keduanya itu menjadi satu daging.
532 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

Matius 19

6 Demikianlah mereka bukan lagi dua, melainkan satu. Karena itu, apa yang telah
dipersatukan Allah, tidak boleh diceraikan manusia."
7 Kata mereka kepada–Nya: "Jika demikian, apakah sebabnya Musa memerintahkan untuk
memberikan surat cerai jika orang menceraikan isterinya?"
8 Kata Yesus kepada mereka: "Karena ketegaran hatimu Musa mengizinkan kamu
menceraikan isterimu, tetapi sejak semula tidaklah demikian.
9 Tetapi Aku berkata kepadamu: Barangsiapa menceraikan isterinya, kecuali karena zinah,
lalu kawin dengan perempuan lain, ia berbuat zinah."
10 Murid–murid itu berkata kepada–Nya: "Jika demikian halnya hubungan antara suami dan
isteri, lebih baik jangan kawin."
11 Akan tetapi Ia berkata kepada mereka: "Tidak semua orang dapat mengerti perkataan itu,
hanya mereka yang dikaruniai saja.
12 Ada orang yang tidak dapat kawin karena ia memang lahir demikian dari rahim ibunya,
dan ada orang yang dijadikan demikian oleh orang lain, dan ada orang yang membuat
dirinya demikian karena kemauannya sendiri oleh karena Kerajaan Sorga. Siapa yang
dapat mengerti hendaklah ia mengerti."

Kejadian 2

18 TUHAN Allah berfirman: "Tidak baik, kalau manusia itu seorang diri saja. Aku akan
menjadikan penolong baginya, yang sepadan dengan dia."
19 Lalu TUHAN Allah membentuk dari tanah segala binatang hutan dan segala burung di
udara. Dibawa–Nyalah semuanya kepada manusia itu untuk melihat, bagaimana ia
menamainya; dan seperti nama yang diberikan manusia itu kepada tiap–tiap makhluk
yang hidup, demikianlah nanti nama makhluk itu.
20 Manusia itu memberi nama kepada segala ternak, kepada burung–burung di udara dan
kepada segala binatang hutan, tetapi baginya sendiri ia tidak menjumpai penolong yang
sepadan dengan dia.
21 Lalu TUHAN Allah membuat manusia itu tidur nyenyak; ketika ia tidur, TUHAN Allah
mengambil salah satu rusuk dari padanya, lalu menutup tempat itu dengan daging.
22 Dan dari rusuk yang diambil TUHAN Allah dari manusia itu, dibangun–Nyalah seorang
perempuan, lalu dibawa–Nya kepada manusia itu.
23 Lalu berkatalah manusia itu: "Inilah dia, tulang dari tulangku dan daging dari dagingku. Ia
akan dinamai perempuan, sebab ia diambil dari laki–laki."
24 Sebab itu seorang laki–laki akan meninggalkan ayahnya dan ibunya dan bersatu dengan
isterinya, sehingga keduanya menjadi satu daging.
25 Mereka keduanya telanjang, manusia dan isterinya itu, tetapi mereka tidak merasa malu.

Dalam bagian ini kita akan memasuki konsep tentang keluarga. Di dalam membicarakan tentang keluarga
terdapat hal tertentu yang perlu kita mengerti kembali, di mana keluarga merupakan pergumulan setiap
pribadi kita dan itu adalah satu hal yang begitu realistik ada di tengah dunia. Sehingga bagi iman Kristen,
berbicara tentang keluarga merupakan salah satu hal yang begitu penting. Di tengah jaman modern ini,
pengerusakan keluarga sangat luar biasa, yang mengakibatkan banyak keluarga yang kehilangan prinsip, isi
dan bagaimana mereka harus menghidupkan format keluarga mereka. Ketika kita mulai memasuki hidup
berkeluarga tidak dengan cara yang tepat, di dalam pikiran, keinginan dan harapan kita yang begitu indah
533 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

dan ingin kita lihat secara positif, maka itu seringkali akan mengakibatkan suatu ledakan di dalam
kehidupan keluarga karena ternyata konsep yang kita terima lebih banyak berasal dari konsep sekuler,
opini-opini dan kasus realita yang ada.

Dengan demikian, hal pertama yang perlu kita selesaikan adalah bagaimana kita harus mulai memasuki
presuposisi, menggarap prinsip keluarga. Satu kesalahan fatal adalah apabila di dalam kita mengerti
kebenaran, kita tidak kembali pada prinsip firman Tuhan melainkan menganalisa berdasarkan realita. Kita
tidak boleh menggunakan struktur induktif seperti yang dikerjakan oleh sekuler understanding daripada
science (ilmu ilmiah modern) yang menggunakan satu tipuan logika yang kita kenal dengan nama induksi. Dan
dengan cara demikian kita anggap sah mendapatkan suatu kebenaran.

Hal tersebut tidak mungkin dijadikan basis kebenaran, karena:

Pertama, secara faktual kebenaran sejati itu berada diatas realita. Di dalam mempelajari apapun, the truth
is the truth (kebenaran adalah kebenaran) sehingga realita harus menyesuaikan dengan kebenaran. Prinsip
filsafat duniawi atau psikologis seringkali salah di dalam studi biblika dengan melakukan pendekatan
melalui jalur realita. Tetapi sebagai orang Kristen, kita tidak seharusnya berpijak seperti itu karena kita
memiliki kebenaran sejati yang bukan dirancang oleh manusia melainkan wahyu yang diberikan oleh Tuhan,
dan itu merupakan kebenaran yang melampaui semua presuposisi manusia manapun. Ketika kita tidak mau
balik kepada prinsip pertama maka seluruh penyelesaian keluarga hanya akan menghancurkan masyarakat
dan merusak tatanan.

Prinsip Alkitab yang mengungkapkan perlunya kita membangun keluarga, suatu pernikahan yang
monogami, pernikahan yang harus menjaga kesucian serta prinsip pernikahan yang kekal itu bukanlah tan-
pa alasan karena di belakangnya seluruh prinsip hidup berdiri tegak di dalam kebenaran Allah, dan ketika
itu dilanggar maka orang tersebut tidak akan mengalami kebahagiaan yang penuh. Salah satu aspek
psikologi mengatakan bahwa penyebab banyaknya anak muda sekarang yang membikin ulah kekacauan,
pertikaian anak remaja, pengeroyokan, dsb. itu adalah anak-anak yang anti sosial, yang tidak dapat
bersosialisasi, hidupnya di dalam kekerasan dan berjiwa kekejaman. Dan mereka belajar anti sosial tersebut
dari keluarga. Anak-anak yang di rumah tidak mempunyai format keluarga yang baik maka diluar akan men-
jadi perusak masyarakat. Sehingga dari keluarga-keluarga yang sakit akan menciptakan masyarakat yang sa-
kit. Dan itulah yang akan terjadi jikalau kita membangun konsep keluarga dengan cara dunia.

Kedua, di dalam membicarakan tentang keluarga, kita harus kembali pada firman karena kita disadarkan
dengan satu Teologi Reformed yang mengatakan bahwa dunia ini sudah mengalami kerusakan total. Kita
tidak mungkin membangun prinsip yang baik berdasarkan realita yang telah rusak karena itu sama seperti
ketika kita diminta membuat definisi tentang mobil, tetapi didepan kita disodori mobil yang sudah sangat
rusak, maka yang kita buat adalah definisi dari kehancuran tersebut. Ketika kita mencontoh format dunia
yang rusak untuk membangun satu teori realita berdasarkan model-model keluarga, yang kemudian kita
induksi dan mengambil kesimpulan bahwa keluarga adalah seperti itu, maka itu merupakan basis
pengerusakan sistem keluarga yang paling fatal. Sebab bukan sekedar akan menjadi teori kacau tetapi
saudara akan mengacaukan orang-orang yang hidup benar. Induktif studi keluarga hanyalah untuk
menunjukkan berapa rusaknya keluarga yang ada, dan bagaimana firman Tuhan harus mengkoreksinya.
Disini kita percaya bahwa tidak ada kemampuan manusia yang sanggup memulihkan struktur ini kecuali
Roh Kudus yang bekerja. Alkitab jelas mengatakan bahwa kita adalah manusia yang dicipta baru di dalam
Kristus (recreated man), 2 Kor 5:17. Hari ini berbagai format yang disodorkan oleh majalah dan film-film
534 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

dimana semua memberikan opini-opini yang sangat mengerikan tentang keluarga, dan
(Cinderella Syndrom)
itulah yang membuat manusia semakin rusak dan hancur. Tetapi sebagai anak Tuhan yang mengerti dan
memiliki firman tidak seharusnya kita turut dalam prinsip seperti itu. Satu-satunya adalah kembali pada
prinsip firman Tuhan, baru ketajaman penglihatan kita akan muncul sebab Roh Kudus akan menerangi dan
membawa kita hanya dari titik pijak yang tepat untuk melihat semua yang terjadi.

Ketiga, Studi induktif di dalam dirinya sendiri tidak valid. Realita merupakan hal yang tidak valid karena
realita tidak pernah kita pelajari secara menyeluruh dan tidak pernah mungkin akan kita dapatkan secara
menyeluruh juga. Kita tidak akan mungkin meneliti seluruh keluarga untuk mendapatkan kesimpulan
tentang keluarga dan sekalipun kita dapat mendapatkannya hari ini, itupun tidak akan sah untuk besok.
Sesungguhnya kita mempunyai prinsip yang begitu agung, yang jauh di atas realita yang sebenarnya dapat
kita pakai sebagai prinsip pembangun teori yang sangat sah, yang sangat kokoh dan tidak dapat digeser.
Dan di sini kita akan mempunyai konsep yang jelas bagaimana membangun konsep keluarga di dalam
kekristenan. Keluarga Kristen yang bahagia harus kembali pada kunci konsep firman Tuhan.



1. Alkitab menegaskan bahwa keluarga adalah the define institution (institusi Ilahi). Tuhan mencipta
lembaga pernikahan sejak dunia belum jatuh di dalam dosa. Kej. 2 menyatakan bahwa Allah menciptakan
pria dan wanita, dan mereka dipersatukan di dalam lembaga pernikahan yang disahkan oleh Tuhan.
Lembaga pernikahan bukan sekedar lembaga karena instingtif, melainkan pernikahan dicipta oleh Tuhan
dengan cara dan struktur penciptaan yang unik dan ini menjadi satu lembaga yang begitu serius dikerjakan.
Di dalam Injil Matius juga dikatakan bahwa apa yang telah dipersatukan oleh Allah tidak boleh diceraikan
manusia. Sehingga ketika manusia mencoba menceraikannya, maka ia sudah melawan diametris terhadap
keberadaan Allah sendiri. Pernikahan bukanlah sekedar I love you, you love me, tetapi kekristenan melihat
pernikahan itu sebagai hubungan antara Kristus dengan jemaat (hubungan yang vertikal antara Allah dengan
manusia). Di dalam konsep Ilahi pernikahan merupakan satu institusi yang begitu agung dan mulia. Kita tidak
akan tahu bagaimana keluarga yang tepat kecuali kembali pada yang membuat membuat keluarga
tersebut. Di sini kita boleh mengerti betapa indah, berharga dan agungnya sebuah pernikahan. Dan dengan
demikian seluruh perjalanan pernikahan boleh digarap dengan serius karena kita tahu basisnya yang akan
membuat seluruh cara pandang terhadap pernikahan berubah.

2. Institusi Ilahi menjadikan pernikahan menjadi satu natur dasar daripada manusia itu sendiri (the basic
nature of human being). Ketika manusia itu hanya seorang pria atau wanita saja, maka itu dapat dikatakan
bahwa ia adalah “manusia yang belum utuh totalitasnya.” Pertama kali Alkitab mengatakan tidak baik,
sesudah semua yang Ia ciptakan baik adanya adalah ketika manusia masih sendiri (Kej 1). Kita seringkali
mungkin hanya mengerti dari aspek prokreasi saja. Tetapi kita harus menyadari bahwa di dalam semua segi
antara pria dan wanita (bukan hanya di dalam aspek fisik saja), melainkan di dalam cara berpikir, cara berelasi dan
pola hidup, mereka saling melengkapi. Sehingga dengan demikian, basic nature daripada kehidupan
keluarga adalah pernikahan antara seorang pria dan seorang wanita. Di dalam bahasa Ibrani kita akan lebih
jelas melihat kaitan hal ini yaitu: “Ia akan dinamai Haishshah karena ia berasal dari Haish,” (di mana Haisyah
(perempuan) itu menjadi satu ekstensi dari Hais (laki-laki). Sehingga ini menjadikan pernikahan sebagai
lembaga yang sah, yang Tuhan ciptakan.

3. Keluarga begitu penting karena keluarga adalah pembentuk unit masyarakat yang paling kecil.
Manusia mempunyai dua unsur, yaitu individunya (satu struktur kepribadian secara internal), dan instrinsik ia
535 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

sebagai seorang manusia yang masih harus dijalankan dengan format ekstrinsiknya, yaitu bagaimana ia
sebagai manusia berelasi dengan sesama (homo hominisocius). Manusia tidak dicipta secara tunggal melainkan
plural sehingga dengan demikian manusia harus berinteraksi satu sama lain. Pernikahan adalah belajarnya
seseorang bersosialisasi dengan orang lain, belajar tidak mementingkan/ memikirkan dirinya sendiri. Dan
hal ini keluarga merupakan miniatur social condition dari intrinsik dan ektrinsik ekonomi Allah Tritunggal.
Jadi kalau Allah tritunggal, Allah Bapa, Putra dan Roh Kudus di dalam dirinya sendiri menjadi pribadi dan
berelasi di dalam diri antar pribadi tritunggal maka manusia juga secara miniatur disebut dwitunggal (lebih
kecil dan kualitasnya lebih rendah), suami-istri dapat bersosialisasi. Dan sosialisasi dalam keluarga ini membentuk
unit terkecil daripada sosial masyarakat yang besar. Dengan demikian kalau sosial condition masyarakat
terkecil ini beres (setiap keluarga beres) maka akhirnya seluruh masyarakat menjadi masyarakat yang sehat,
tetapi apabila yang terjadi sebaliknya maka masyarakat tersebut juga akan menjadi sakit dan relasi menjadi
rusak. Sehingga di dalam format ini bagaimana pedidikan anak di dalam Alkitab diajarkan dengan baik
dengan demikian format keluarga dikembalikan pada tuntutan Alkitab.

Ketika Tuhan menciptakan istitusi keluarga, Ia tidak menciptakan itu untuk membuat manusia sengsara
tetapi justru Ia menyediakan the fullness of happiness untuk sebuah keluarga. Persoalannya adalah maukah
kita masuk di dalamnya ataukah kita hanya membayangkan kebahagiaannya tetapi kita mau berjalan
semau kita sendiri, yang menyebabkan kita tidak dapat bertemu dengan kebahagiaan yang Tuhan sediakan.
Hari ini mari kita mengevaluasi kembali apakah pernikahan kita hanya merupakan suatu putaran yang
tanpa arah yang akhirnya menjadi kering? Apakah kita sebenarnya telah gagal mengerjakan pernikahan
yang jauh lebih indah dan dinamik untuk kehidupan kita?

Biarlah tiga bagian ayat yang telah kita baca ini boleh memberikan konsep yang mendasar tentang
pernikahan. Coba kita pikirkan kalau kita mau menikah, apa yang akan kita lakukan, pernikahan itu apa,
mau ke mana, bagaimana kita merancang kehidupan yang akan datang, bagaimana kita taat pada Tuhan,
bagaimana belajar membentuk satu citra keluarga yang cinta Tuhan dan juga bagaimana memelihara dari
sejak masa pacaran supaya jangan sampai kita jatuh ke dalam kerusakan! Karena kerusakan itu akan
membuat kita menyesal dan tidak dapat dipulihkan kembali dan sejarah tidak mungkin dapat mundur atau
diulang kembali. Biarlah ini boleh menjadi satu pergumulan yang terus membentuk hidup kita, kehidupan
pelayanan kita, seluruh kehidupan keluarga dan akhirnya boleh menciptakan satu kebahagiaan yang Tuhan
inginkan. Saya rindu, kalau orang-orang Kristen boleh kembali pada format keluarga yang tepat dan baik se-
hingga dapat menjadi kesaksian yang baik, yang mampu memberikan dampak dunia melihat dan ingin men-
contoh kita.

Amin!
536 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

P
Prro
obblle
emma
attiik
kaap
prre
essu
uppo
ossiis
sii
Penulis karangan : Pdt. Sutjipto Subeno

LATAR BELAKANG

Di dalam kita menggumulkan suatu permasalahan yang dilontarkan seringkali saya mendapat kesan terjadi
perdebatan yang serius dikarenakan bukan di dalam permasalahan itu sendiri, tetapi di dalam pola berpikir
yang melandasi permasalahan. Inilah yang seringkali dikenal sebagai Problema Presuposisi (atau kemudian
dikenal sebagai Pra-asumsi atau yang oleh Thomas Kuhn disebut sebagai Paradigma). Pada intinya, setiap argumentasi
yang kita keluarkan, di belakangnya pasti ada satu set pola pikir yang melandasinya, entah ia sadari atau
tidak sadari, terstruktur atau acak-acakan, integratif atau kontradiktif.

PROBLEMATIKA PRESUPOSISI

Jika kita menyadari hal ini, tentulah kita segera sadar bahwa akar permasalahan perdebatan kita
disebabkan karena tidak adanya dasar pijak yang sama, dan lebih parah lagi, setiap kita (entah sadar atau tidak)
tentunya memegang mati dasar pijak tersebut sebagai kebenaran mutlak yang tidak boleh salah. Hal ini
dapat dimengerti, karena kalau ia sendiri belum yakin dasar pijaknya sebagai sesuatu yang mutlak benar,
tentu ia tidak akan berargumentasi dengan orang lain. Paling jauh ia hanya berani bertanya atau memberi
pertimbangan, tetapi tidak berargumentasi, apalagi berdebat. Ketika seseorang sudah berani berdebat,
tentulah ia beranggapan dasar pijaknya mutlak benar.
Namun, masalahnya, apakah pasti benar dasar pijak yang dimutlakkan tersebut. Di sini terdapat
problematika yang serius. Dengan orang bukan Kristen, pergunjingan ini bisa menimbulkan masalah besar,
karena seringkali manusia tidak suka kalau dasar pijaknya mulai dipertanyakan (tentu dengan alasan tertentu,
yang akan saya kemukakan kemudian), sehingga lebih menimbulkan amarah ketimbang penyelesaian. Tetapi,
bagaimana di kalangan Kekristenan sendiri?
Di tengah Kekristenan, presuposisi ini bukannya tidak menjadi masalah. Tetapi seringkali di tengah era Post-
Modernisme yang serba relatif dan dekonstruktif, maka manusia cenderung menolak adanya presuposisi
ini, sekalipun penolakan presuposisi sebenarnya merupakan satu presuposisi juga (bahkan filsafat dasar bagi
orang itu sekaligus merupakan presuposisi bagi pikiran dan hidupnya juga). Jelas perlu disadari dan diterima bahwa
sekalipun sama-sama Kristen, presuposisi setiap orang Kristen tidaklah sama.

PRESUPOSISI DAN TEOLOGI

Banyak orang Kristen yang beranggapan bahwa presuposisi Kristen identik dengan teologi yang
dipegangnya. Padahal tidaklah demikian. Presuposisi justru masih berada di belakang teologi (doktrin) yang
dipegangnya. Mengapa seseorang lebih mau menerima teologi A ketimbang teologi B, disebabkan karena ia
sudah mempunyai 'ancang-ancang' yang baginya lebih 'cocok' dengan teologi A, ketimbang teologi B.
Persoalannya, jarang kita uji, mengapa kita lebih cocok dengan teologi A ketimbang B, atau lebih tajam lagi,
betulkah sikap kita lebih mencocoki teologi A ketimbang teologi B? Apa dasar pembenaran, sehingga kita
bisa mengatakan bahwa memang menerima dan menyetujui teologi A lebih bertanggung jawab dan lebih
537 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

tepat benar ketimbang memegang teologi B. Dari pengertian ini, jelaslah bahwa presuposisi tidak sama
dengan teologi.
Lebih jauh lagi, hal ini jika dipertajam lagi, menyebabkan seseorang sekalipun memegang teologi tertentu,
kemudian dalam bidang-bidang atau aspek-aspek tertentu bisa tidak menyetujuinya, lalu berpindah ke
tempat lain. Terkadang hal ini membuat konsep dan pengertian teologinya tidak terintegrasi lagi, alias
saling berkontradiksi, karena ia sudah punya presuposisi yang mau dipasangnya.
Yang lebih membahayakan lagi, jika orang itu kemudian menggunakan dalih, yang kelihatannya sangat
rohani, tetapi justru menggambarkan egoisme dan ke-'sok tahu'-annya dengan mengatakan bahwa ia tidak
memegang teologi A atau B atau C, tetapi memegang teologi 'Yang Alkitabiah.' Di balik perkataan ini, ada
presuposisi pribadi yang mengatakan bahwa semua teologi yang sekarang ada adalah teologi yang tidak
atau kurang Alkitabiah, dan hanya teologi yang ia bangunlah yang alkitabiah. Kembali lagi, presuposisi ini
didasarkan pada apa? Jika setiap orang melakukan ini, maka akan terjadi Anto-isme, Budiisme, atau John-
isme dan berbagai 'teologi baru' yang semuanya mengaku Alkitabiah, padahal justru mungkin paling tidak
Alkitabiah. Semangat relativisme seperti ini merupakan bahaya besar di dalam dunia Kekristenan saat ini,
karena setiap orang akhirnya menjadi bingung dan berdebat tanpa ujung pangkal, karena seluruh
presuposisi yang dipegang setiap orang berbeda tanpa bisa ditelusur dan dibereskan lagi kebenarannya.

MEMBANGUN PRESUPOSISI YANG BENAR

Sentral pembahasan saya ada di sini. Dan harus disadari terlebih dahulu, bahwa pembangunan presuposisi
inipun merupakan satu presuposisi, sehingga jika ingin mengomentarinya, tentu haruslah juga kita mulai
dari sini. Ada beberapa presuposisi dasar yang perlu dipakai untuk membangun suatu presuposisi utama
dalam kita berteologi.
1. Kebenaran sejati bersumber dari Allah sendiri Manusia bukanlah sumber kebenaran, karena
manusia sendiri masih mencari kebenaran, dan manusia sendiri sadar bahwa tingkat pengetahuan
kebenarannya tidaklah absolut (banyak kesalahan yang masih kita lakukan di dalam hidup kita). Karena itu, jika kita
mau mencari kebenaran, haruslah kembali kepada Allah sendiri, yang menjadi sumber kebenaran dan
dirinya kebenaran. Secara inkarnasi, maka di sepanjang sejarah, hanya satu 'manusia' saja yang berhak
mengklaim diri sebagai Kebenaran, yaitu Yesus Kristus sendiri, Anak Allah yang Tunggal (Yoh 14:6).
2. Allah mewahyukan kebenaran di dalam Alkitab. Allah menyatakan kebenaran-Nya kepada manusia
melalui firman-Nya, yaitu Alkitab. Dengan kata lain, Alkitab merupakan satu-satunya sarana untuk manusia
bisa kembali mengerti kebenaran yang paling hakiki. Inilah yang ditekankan dengan proklamasi: Sola
Scriptura (Hanya Alkitab Saja). Dengan demikian, maka seluruh kebenaran harus berpresuposisi pada Alkitab.
Dengan lebih kritis lagi, bahwa setiap kebenaran yang bisa kita dapat dan mengerti, jika memang benar,
maka ia tidak bisa bertentangan dengan Alkitab.
3. Alkitab merupakan satu kebenaran yang utuh dari Allah yang satu. Karena Allah yang sama
mewahyukan seluruh bagian Alkitab, maka seluruh bagian Alkitab tidak bertentangan satu sama lain. Jika
terjadi pertentangan, maka bukan pengertian Alkitab itu sendiri, tetapi kesulitan pikiran manusialah yang
memang mempertentangkannya. Maka kembali lagi, presuposisi manusia di dalam menghadapi Alkitab
adalah presuposisi keutuhan, bukan dekonstruktif.
538 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

DASAR PRESUPOSISI KRISTEN

Dalam acuan ini, Cornelius Van Til (18 -1987), seorang teolog dan filsuf abad ini telah dengan sedemikian
serius menggumulkan permasalahan ini. Van Til melihat bahwa di dalam berpikir, yang mendasari seluruh
konsep teologis dan praktis kehidupan seseorang, hanya ada dua presuposisi dasar yang sangat
menentukan, yaitu:

1 Kedaulatan Allah atau


2 Otonomi manusia.

Kedaulatan Allah dengan presuposisi ini, manusia akan mengacu dan melihat segala sesuatu dari aspek
kedaulatan Allah. Allah dipandang sebagai Sumber segala sesuatu, Dasar dan Tujuan segala sesuatu (Rom
11:36). Inilah dasar yang benar bagi seluruh pemikiran manusia, apalagi orang Kristen. Kita percaya bahwa
Allah adalah Pencipta, Penopang dan Penyempurna seluruh alam semesta, termasuk manusia. Hanya
percaya pada kedaulatan Allah, manusia bisa mendapatkan arah dan patokan dasar berpikirnya secara
benar.

1. Otonomi Manusia Gejala ini muncul ketika manusia jatuh ke dalam dosa. Manusia berusaha
mencari kebenarannya sendiri di mulai dengan meragukan kebenaran dan kedaulatan Allah di taman Eden
(Kej 3:6 dst.). Ciri ini merupakan ciri manusia berdosa di sepanjang sejarah zaman. Ketika manusia mulai
berpikir menurut pikirannya sendiri, ada beberapa hal yang pasti akan terjadi:

a. Non-proportional thinking.
Manusia jadi tidak lagi bisa berpikir proporsional secara tepat. Karena titik acuannya tidak tepat, maka
Martin Luther memisalkan keadaan seperti ini bagaikan roda yang as-nya tidak tepat di tengah. Manusia
tidak lagi memiliki acuan yang tepat untuk berpikir, sehingga pemikirannya pasti tidak mungkin berdiri
tegak dalam kebenaran yang asasi.

b. Inconsistency
Manusia tercemar oleh prinsip dosa, yaitu inkonsistensi. Manusia tidak dapat lagi konsisten secara murni di
dalam cara berpikirnya. Akibatnya, manusia hidup terus dalam konflik (entah disadari atau tidak disadari). Dengan
kembali kepada presuposisi yang benar, barulah kita bisa membangun seluruh teologi kita secara benar.
Dan berdasarkan teologi yang benar, pembentukan konsep berpikir kita juga akan menjadi beres. Tanpa
presuposisi yang tepat, maka teologi kita akan diwarnai oleh presuposisi yang tidak tepat, dan akibatnya
hidup kitapun akan bercorak dosa. Inilah bahaya kesalahan presuposisi yang seringkali tidak disadari oleh
orang Kristen.

PENUTUP

Sebagai penutup, saya ingin memberikan satu contoh kongkrit yang merupakan problematika presuposisi di
tengah Kekristenan. Ketika seseorang berpresuposisi dasar 'otonomi manusia', yang berarti manusia
menegakkan sendiri apa yang ia anggap benar, maka ia terlebih dahulu sudah menetapkan bahwa dirinya
menjadi pusat segala sesuatu (bukan Allah dan kedaulatan-Nya). Dari sini, pasti ia akan memulai segala pemikiran
yang akan memuaskan kepentingan dirinya. Itu kemudian tercermin di dalam ia berteologi. Teologi menjadi
'conveyor' (pembawa) pemuasan kepentingannya itu. Maka, karena ia menganggap bahwa hidup ini perlu
539 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

mendapatkan kepuasan dan kenikmatan, perlu ditunjang dengan pemuasan keinginan duniawi, maka ia
akan memperlakukan dan membentuk teologi yang sesuai dengan itu.



1. Saya senang lho ke gereja anu, karena di situ saya bisa melepas stres saya, bisa bersukacita, atau
2. Wah, kalau jadi Kristen ya musti kaya, karena Tuhan ingin kita kaya, nggak mau kita miskin.
(Apa iya..?) atau

3. Kalau saya disembuhkan dari penyakit saya, atau saya bisa sukses bisnis, atau saya bisa dapat pacar
4. yang cantik, ya saya mau jadi Kristen, bahkan,
Kristen memberikan keselamatan buat saya, tetapi cukup sampai sekian, kalau saya disuruh
berkorban, ya saya keberatan, karena itu tidak cocok dengan semangat cinta kasih Kristen
(Apa iya...?), atau

5. Jadi Kristen jangan fanatik-fanatik, nanti rugi, apalagi kita nggak diberi makan oleh gereja, dll.

Saya rasa daftar di atas ini bisa diperpanjang tanpa batas, sejauh teologi dibangun berdasarkan Otonomi
Manusia. Alkitab meminta kita untuk bertobat, menanggalkan segala pikiran dosa, menjauhkan diri dari
nafsu daging dan keinginan daging yang mematikan dan kembali taat kepada kedaulatan Allah (Gal 5: 16
dst.).

Persoalannya, apakah di dunia modern ini, semua orang Kristen, termasuk para hamba Tuhan, menyadari
kesalahan-kesalahan seperti ini? Apakah implikasi yang dihasilkan oleh gereja-gereja Kristen saat ini?
Sudahkah betul-betul menghasilkan orang-orang Kristen yang bergumul terus semakin mendalam di dalam
firman Tuhan, semakin mengerti kebenaran dan mengaplikasikan kebenaran? Ataukah kita hanya
menghasilkan orang-orang yang ahli berdebat dan menggunakan argumentasi duniawi untuk menjadi
acuan dasar atau presuposisi kita?
Biarlah perenungan ini bisa menjadi berkat bagi kita semua.

Soli Deo Gloria


540 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

M
Mees
stte
errii b
bees
saarr
Oleh: Pdt. Sutjipto Subeno

Nats: Efesus 5: 22-33

22 Hai isteri, tunduklah kepada suamimu seperti kepada Tuhan,


23 karena suami adalah kepala isteri sama seperti Kristus adalah kepala jemaat. Dialah yang
menyelamatkan tubuh.
24 Karena itu sebagaimana jemaat tunduk kepada Kristus, demikian jugalah isteri kepada
suami dalam segala sesuatu.
25 Hai suami, kasihilah isterimu sebagaimana Kristus telah mengasihi jemaat dan telah
menyerahkan diri–Nya baginya
26 untuk menguduskannya, sesudah Ia menyucikannya dengan memandikannya dengan air
dan firman,
27 supaya dengan demikian Ia menempatkan jemaat di hadapan diri–Nya dengan cemerlang
tanpa cacat atau kerut atau yang serupa itu, tetapi supaya jemaat kudus dan tidak bercela.
28 Demikian juga suami harus mengasihi isterinya sama seperti tubuhnya sendiri: Siapa
yang mengasihi isterinya mengasihi dirinya sendiri.
29 Sebab tidak pernah orang membenci tubuhnya sendiri, tetapi mengasuhnya dan
merawatinya, sama seperti Kristus terhadap jemaat,
30 karena kita adalah anggota tubuh–Nya.
31 Sebab itu laki–laki akan meninggalkan ayahnya dan ibunya dan bersatu dengan isterinya,
sehingga keduanya itu menjadi satu daging.
32 Rahasia ini besar, tetapi yang aku maksudkan ialah hubungan Kristus dan jemaat.
33 Bagaimanapun juga, bagi kamu masing–masing berlaku: kasihilah isterimu seperti dirimu
sendiri dan isteri hendaklah menghormati suaminya.

Bagian pertama

Di dalam Efesus 5 kita melihat satu konsep tentang keluarga yang lebih limpah lagi. Ef 5:31 merupakan
kutipan Kej 2:25 yang telah kita renungkan minggu lalu tentang bagaimana suami dan isteri menjadi satu
daging, di mana keduanya telanjang dan tidak menjadi malu. Namun Kej 2:25 tidak menjelaskan mengapa
konsep ini dapat menjadi demikian dan barulah di PB hal ini dibukakan sehingga menjadi satu pengertian
yang limpah.

Dunia kita mau mengerti dan berspekulasi tentang pernikahan tetapi mereka tetap tidak mampu mengerti
dan tidak mempunyai jawaban yang beres tentang pernikahan sedalam yang dimengerti oleh kekristenan.
Pernikahan bukanlah sekedar lembaga di tengah dunia yang dispekulasikan, apalagi kalau dianggap bahwa
munculnya suami-isteri/ keluarga hanya sekedar bakat naluriah yang terjadi di dunia manusia seperti
seekor anjing yang berpasangan hanya untuk prokreasi/ punya anak. Orang dunia tidak pernah mau
mengerti pernikahan dari sudut Pencipta pernikahan itu sendiri dan selama manusia tidak mau taat pada
Tuhan, manusia tidak pernah mengerti.
541 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

Paulus membukakan satu prinsip yang begitu agung, “Sebab itu laki-laki akan meninggalkan ayahnya dan
ibunya dan bersatu dengan isterinya, sehingga keduanya itu menjadi satu daging.” Ini adalah sesuatu yang
begitu luar biasa karena yang ia menyebutnya sebagai suatu rahasia besar. Ketika Alkitab bicara tentang ra-
hasia besar (musterion) itu bukan main-main. Rahasia di sini bukan berarti sesuatu yang disembunyikan
tetapi berarti adanya satu limitasi yang tidak mungkin kita mengerti atau terobos kecuali jika Tuhan
membukakannya kepada kita. Kalau kita mencoba menerobosnya maka bukan hal yang baik yang kita
dapat melainkan kita akan masuk ke dalam spekulasi dan itu akan menjatuhkan dan merusak kita sendiri.
Ketika manusia mau mencoba menspekulasikan Allah, yang ditemui bukan Allah tetapi ia justru merusak
konsep tentang Allah. Tidak ada yang mengerti dua natur Kristus maupun arti daripada kebangkitan keha-
diran Kristus kembali kecuali Allah membuka hal itu kepada manusia. Maka di sinilah terletak tugas pang-
gilan kita.

Kalau kita membaca Ef 5, saya enggan memulai dari ayat ke 22 karena itu akan membuat kita masuk ke
dalam polemik-polemik Dunia tidak pernah mengerti bahwa pernikahan sesungguhnya adalah hubungan
antara Kristus dengan jemaat dan itu berarti, pernikahan bukanlah sekedar adanya perasaan cinta di antara
seorang laki-laki dengan perempuan. Pernikahan adalah satu representatif/ perwakilan dari hubungan
Kristus dengan jemaat, sehingga di saat kita dengan isteri kita maju ke depan altar, itu berarti kita sedang
mewakili Kristus dengan jemaat dan hubungan antara Kristus dengan jemaat itu harus di tonjolkan/ dinya-
takan melalui kehidupan pernikahan. Oleh karena itu, orang seharusnya dapat melihat hubungan antara
Kristus dengan jemaat melalui pernikahan. Ketika anak Tuhan menikah, maka pernikahan itu seharusnya
dapat membawa kepada dunia satu representasi seperti ini dan ini merupakan satu gambaran yang begitu
agung, yang merupakan rahasia besar (refiled apocaliptic)/ satu wahyu yang dibuka dari sesuatu yang
tertudung/ pembukaan rahasia yang diberikan pada manusia.

Namun yang sungguh disayangkan adalah kalau orang Kristen ketika menikah tidak mengetahui konsep ini.
Akibatnya, begitu banyak orang Kristen yang ketika masuk dalam pernikahan tidak mengerti mengapa
pernikahan harus sedemikian uniknya dan kekristenan begitu serius mengurus pernikahan karena memang
di dalamnya bukan sekedar pernikahan melainkan ada representasi antara Kristus dengan jemaat. Jikalau
menikah menggambarkan representasi Kristus dan jemaat, maka apakah yang harus dimunculkan di dalam
pernikahan Kristen.

Pertama: Pernikahan harus bersifat agung dan sakral karena pernikahan merupakan suatu relasi yang
bersifat spiritual. Isteri taat mutlak kepada suami seperti jemaat taat mutlak kepada Kristus dan suami me-
ngasihi isteri seperti Kristus mengasihi jemaat.

Keagungan pernikahan harus dimulai dari sejak pertama kali kita menikah dan dijaga di dalam perjalanan
pernikahan. Kita tidak boleh membiarkan pencemaran terjadi di dalam pernikahan kita. Akan tetapi, dunia
tidak mengerti hal ini sehingga seringkali the glorious married digantikan dengan the glamour married. Ba-
nyak pernikahan yang terlalu mewah tetapi tidak terdapat keagungan di dalamnya. Pernikahan tidak
tergantung dari berapa mewahnya tetapi betapa agungnya. Agung dan mewah merupakan dua hal yang
berbeda.

Saya pernah menghadiri pesta pernikahan yang dirayakan secara besar-besaran. Pada waktu itu, karena
kemacetan lalu-lintas, mempelai tidak dapat datang tepat waktu. Namun demikian, karena padatnya acara-
acara lain yang akan memakai gedung itu maka pengelola gedung itu mengeluarkan makanan di waktu
yang telah ditetapkan, meskipun kedua mempelai belum datang. Pada waktu mereka tiba, maka para
542 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

hadirin sudah asyik makan dan mengacuhkan mempelai yang berjalan masuk. Sampai akhir acara, para
hadiri sibuk sendiri dan tidak memperdulikan apa yang dilakukan oleh mempelai. Waktu itu saya sungguh-
sungguh marah dan bertanya untuk apa sebenarnya mereka datang? Apakah mereka datang untuk meng-
hormati mempelai ataukah hanya untuk makan? Seluruh acara itu sangat menghina mereka yang menikah
seolah-olah mereka hanya hiasan di depan saja.

Oleh karena itu kami pada akhirnya memutuskan untuk tidak menyelenggarakan pesta pernikahan dan
hanya kebaktian di gereja saja. Ketika kami menikah, hal ini menjadi suatu pergumulan yang besar. Kami
ingin agar pernikahan kami tidak menjadi pernikahan yang mewah tetapi hina. Prinsip pertama adalah
bahwa ibadah pernikahan haruslah sungguh-sungguh agung, dijaga dan dipelihara. Seluruh jalannya acara
harus dijaga agar orang yang datang dapat melihat keagungan pernikahan itu.

Kita berada di dalam tantangan dunia yang besar. Bagaimana kita mau membangun pernikahan yang agung
jikalau kita sudah memulainya tanpa keagungan? Jikalau kita sudah melecehkan pernikahan kita sendiri
maka kita tidak mungkin dapat membangunnya dengan baik. Saya bukannya seorang yang anti pesta, tetapi
yang saya tuntut adalah sakralitas dari pesta kita.

Kedua: Pernikahan juga mengandung aspek pertanggung-jawaban dari kita sebagai duta besar Allah di
dalam dunia ini. Jikalau dunia ingin melihat mengenai bagaimana Allah kita, mereka seharusnya dapat
melihatnya dari hubungan suami-isteri orang Kristen. Seorang anak yang mau melihat siapa Allahnya seha-
rusnya dapat melihatnya dari hubungan orang tuanya. Melalui hubungan suami-isterilah dunia dapat
melihat secara konkrit hubungan antara Kristus dan jemaat. Jikalau kita gagal merepresentasikan hubungan
ini maka yang rusak bukan hanya kita melainkan nama Kristus dan jemaat.

Setiap kali seorang duta besar mengeluarkan pernyataan maka pernyataan itu tidak dapat bersifat pribadi
tetapi mewakili satu negara sehingga jikalau ia berkata salah maka seluruh negara harus menanggung
akibatnya. Seorang duta besar datang dengan disambut oleh permadani merah tetapi di saat yang sama ia
juga membawa pertanggung-jawaban yang besar. Jikalau duta besar negara sudah demikian bagaimana
dengan kita yang merepresentasikan hubungan Kristus dengan jemaat? Jikalau banyak orang Kristen yang
menikah dan kemudian bercerai maka statistik akan berbunyi bahwa banyak pernikahan Kristen yang pada
akhirnya hancur, sehingga hal itu menunjukkan bahwa moralitas Kristen tidak baik.

Oleh karena itu pernikahan Kristen haruslah merupakan sesuatu yang diperjuangkan baik-baik, dengan
takut dan gentar. Ini tidak terjadi secara otomatis. Banyak suami-isteri yang merasa pernikahan mereka
lambat laun menjadi begitu membosankan dan serasa hanya berputar-putar, karena mereka sebenarnya
tidak tahu apakah itu tujuan pernikahan. Jikalau mereka tahu betapa pentingnya arti pernikahan mereka,
maka suami-isteri akan bersama-sama mencari bagaimana mereka dapat menjadi duta besar yang
bertanggung-jawab.

Ketiga: Pernikahan seperti harus ditandai dengan sifat kekal. Hubungan Kristus dengan jemaat tidak dapat
dihentikan dan tidak mengenal istilah kontrak, demikian pula hubungan suami-isteri berlangsung sampai
kematian memisahkan. Di dalam hubungan seperti ini janganlah kita mengharapkan kesempurnaan tetapi
lebih merupakan proses yang harus digarap terus-menerus sehingga menjadi sempurna.

Jikalau kita mengerti ketiga aspek ini maka kita mengerti apa artinya jikalau dikatakan bahwa pernikahan
Kristen bukanlah sembarang pernikahan tetapi menjadi suatu representasi dari hubungan Kristus dan
jemaat. Kita perlu membagi kebenaran ini kepada sesama orang Kristen karena terlalu sedikit orang Kristen
yang mengerti hal ini. Di saat Saudara mulai membagikan kebenaran ini, maka Saudara akan menjadi berkat
543 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

bagi orang lain. Saudara pun akan semakin mengingat kebenaran ini dan kehidupan pernikahan Saudara
akan terus menerus dikoreksi.

Bagian kedua

Dua minggu yang lalu kita sudah membicarakan tentang Tuhan yang mencipta lembaga pernikahan dengan
tujuan supaya keduanya boleh bersatu menjadi satu daging. Tetapi ketika kalimat tersebut baru dibukakan
dalam Perjanjian Lama (Kej 2), disitu tidak ada penjelasan lebih jauh mengapa harus demikian. Di sini Allah
menyatakan wahyu yang bersifat progresif (progresif revelation), dan ketika Tuhan membuka, Ia terlebih
dahulu menuntut kepercayaan kita untuk mengerti dan tekad iman kita kembali pada kebenaran-Nya. Dan
pada akhirnya suatu keadaan yang tertudung (the refieled apocaliptic) dibukakan dalam Efesus, yang
mengungkapkan bahwa pernikahan adalah suatu misteri yang sangat agung yang menggambarkan
hubungan antara Kristus dengan jemaat. Di sini menunjukkan bahwa kita tidak mungkin mengerti kecuali
tudung itu dibukakan pada kita. Ini adalah konsep penting di dalam iman kekristenan, yang dimulai dengan
saya percaya kepada firman karena di situlah wahyu Allah dinyatakan (“credo ut inteligam” atau “saya percaya
maka saya mengerti”).

Iman Kristen tidak percaya bahwa rasio dan pengalaman lebih hebat dari Alkitab sebab Alkitab merupakan
wahyu dari Tuhan kepada kita. Namun kita seringkali melakukan kesalahan fatal dengan jatuh ke dalam dua
ekstrim: pertama, di mana saya beranggapan harus mengerti dahulu baru percaya. Ketika saya percaya
pada Alkitab sebagai wahyu Allah, saya percaya kepada Allah yang diungkapkan oleh Alkitab; tetapi itu
dapat membuat kita jatuh kepada ekstrim kedua, yaitu kalau saya percaya maka tidak perlu mengerti. Dua
ekstrim ini bukanlah iman sejati karena iman sejati adalah dari percaya kemudian membuat kita berpikir
dan mengerti secara sejati. Sehingga antara percaya dengan mengerti tidak dapat dipisahkan. Wahyu
progresif mengajarkan pada kita bahwa setelah saya percaya maka percaya saya akan membawa saya
kepada pengertian, lalu pengertian yang sesungguhnya akan membuat saya semakin percaya dan dengan
demikian akan semakin mengerti. Maka ini menjadi satu putaran bola salju yang tambah lama bertambah
besar dan menjadi gulungan integritas antara percaya dan mengerti dalam kehidupan kita. Dan ketika kita
mengerti hal ini maka kita akan mengerti bagaimana aspek tentang keluarga juga dibuka seperti itu.

Maka seorang yang kembali mengerti kebenaran firman akan memahami nilai dan agungnya sebuah
pernikahan, yang akhirnya boleh mengerti semua ekstensi di dalam pernikahan. Di dalam pernikahan
memang tidak diperbolehkan adanya perceraian karena hal tersebut tidak wajar dilakukan dan pernikahan
bukan dirancang untuk suatu perceraian. Pernikahan justru seharusnya menggambarkan satu keindahan.
Sehingga ketika manusia gagal mencapai hal tersebut berarti ada sesuatu yang tidak beres dan itu
menimbulkan efek terakhir tidak munculnya kebahagiaan yang seharusnya mewarnai sebuah pernikahan.
Maka ketika kita mulai melihat bagaimana pernikahan itu digambarkan sebagai “misteri besar”, hubungan
antara Kristus dengan jemaat, kita akan masuk ke dalam beberapa aspek rahasia pernikahan yang
dibukakan:

Pertama, pernikahan sebagai representasi kesaksian hidup kita. Ketika Tuhan mencipta pernikahan, Ia
menginginkan pernikahan tersebut boleh menjadi kesaksian bagi dunia. Jadi ketika saya menikah,
bagaimana itu menggambarkan hubungan antara Kristus dengan jemaat secara konkrit yang menjadi satu
perwakilan di mana kesaksian kemuliaan Allah boleh dinyatakan dalam dunia. Mungkin sekali bagi orang
yang tidak mengerti tentang hal ini secara tepat, ia akan masuk ke dalam satu konsep mistik dengan
menggambarkan Yesus yang bukan sebenarnya. Padahal tidak ada seorangpun yang mengetahui dengan
544 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

jelas bagaimana wajah Yesus sebenarnya. Sehingga di situ terjadi satu penipuan, satu konklusi mistis akibat
ketidakmengertian yang tepat tentang siapa Kristus.

Dengan demikian seharusnya kita akan mendapatkan gambaran yang konkrit bagaimana Kristus
berhubungan dengan jemaat dengan melihat bagaimana seorang suami yang mengasihi isterinya. Dan juga
sebaliknya, kita dapat melihat bagaimana sikap jemaat terhadap Kristus melalui bagaimana seorang isteri
bersikap terhadap suami. Kehidupan keluarga bukan sekedar bagi keluarga tersebut tetapi seharusnya
menjadi kesaksian bagi orang lain sehingga mereka tahu bagaimana Kristus menjadi kepala dan jemaat
sebagai tubuh-Nya, dalam persekutuan yang indah, penuh cinta kasih dan berbahagia. Namun sangat
disayangkan kalau seringkali gereja kurang mendidik dengan prinsip-prinsip yang tajam di dalam bagaimana
menjalankan kehidupan penikahan sejak mereka belum menikah. Masalah di dalam keluarga seringkali
bukan terjadi begitu saja tetapi bisa tertarik mundur sampai ketika masih pacaran, yang apabila pacaran itu
dimulai dengan cara yang salah, maka pertumbuhan perjalanannya akan salah dan ketika menikah akan
terus mengalami kesulitan. Ini menjadi satu perjuangan yang sangat berat yang harus dikerjakan oleh setiap
kita di mana setiap keluarga harus menunjukkan kesaksiannya yang indah. Sehingga disini kita tahu betapa
besar tugas kita sebagai seorang duta besar Allah.

Kedua, sebagai relasi yang vertikal dan horizontal (paradoksikal/ cross patern) pola salib di dalam relasi kita.
pernikahan merupakan rahasia besar karena mempunyai unsur yang sangat unik, yang tidak mungkin kita
mengerti kecuali kembali melihat pernikahan secara esensial yaitu hubungan Kristus dengan jemaat. Ini
menjadi satu gambaran yang begitu indah untuk kita mengerti pernikahan! Pernikahan adalah satu relasi
yang bersifat horizontal dan sekaligus vertikal, di mana Allah Tritunggal mencipta manusia menurut gambar
dan rupa-Nya sehingga manusia itu menjadi dwitunggal (diturunkan secara kualitatif/ derifasinya). Oleh sebab itu
dikatakan bahwa seorang laki-laki harus meninggalkan ayah serta ibunya dan bersatu dengan isterinya
sehingga keduanya menjadi satu daging (dwitunggal/ dua menjadi satu). Allah Bapa, Allah Putra dan Allah Roh
Kudus di dalam relasi secara internal (antar Allah) begitu intim dan erat, sehingga ketika Ia mencipta manusia
dengan format dwitunggal, merekapun seharusnya mampu berelasi seperti itu. Di dalam Tritunggal (Allah
Bapa, Allah Anak dan Allah Roh Kudus) kita melihat tidak ada perbedaan status (natur sebagai Allah), maka hal itu juga
berlaku kalau kita melihat hubungan antara suami dan isteri di mana keduanya adalah manusia dan setara.
Sehingga seorang pria tidak diperkenankan melecehkan wanita dan demikian pula sebaliknya. Ini
merupakan satu prinsip penting di dalam konsep kekristenan yang melatih kita memikirkan bahwa tidak
boleh terjadi penindasan, penganiayaan, pelecehan atau penghinaan isteri sehingga isteri dianggap rendah
dan diperlakukan tidak seharusnya.

Gambaran kedua, pernikahan juga menggambarkan hubungan antara Allah dengan manusia. Dalam konsep
kekristenan kita melihat bahwa antara Allah dan manusia berelasi secara paradoksikal, yaitu hubungan
yang bukan sekedar terjalin secara horizontal antara pria dan wanita melainkan juga menggambarkan
antara Kristus dengan jemaat (antara kepala dengan tubuh-Nya). Di satu pihak suami dan isteri di hadapan Tuhan
dihargai secara sama sebagai manusia, tetapi di dalam ordo relasi pria adalah kepala wanita dan Kristus
adalah kepala pria. Sehingga wanita harus tunduk kepada pria dan pria harus tunduk kepada Kristus, dan itu
yang digambarkan sebagai the cross patern (pola salib). Di sini memperlihatkan bahwa hubungan vertikal
harus lebih tinggi dan hubungan horizontal menggabungkan keduanya. Maka keluarga sejati adalah
menggabungkan antara kondisi vertikal (pertanggung-jawaban secara ordo dijalankan) dengan kondisi horizontal, di
mana relasi saling keterkaitan dan keberhargaan setiap pribadi dihargai. Banyak manusia yang tidak
mengerti konsep ini terjebak dalam ekstrim pelecehan wanita sehingga para wanita harus menghadapi
tekanan dari suami, padahal penundukan sejati tidak pernah perlu dipaksakan. Tetapi kalau sampai terjadi
545 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

hal demikian maka pria tersebut telah gagal dalam menjalankan tugas menjadi pria dalam keluarga dan
sebagai kepala yang harusnya mendapatkan respek. Inilah yang justru mengakibatkan kepincangan dan
ketimpangan situasional di dalam keluarga dan akhirnya keluarga tidak mampu memuliakan Tuhan dan
mencapai bahagia.

Ketiga, bersifat kekal. Alkitab tidak menghendaki perceraian karena itu memang hal yang tidak wajar. Dan
seharusnya bagi orang yang tahu konsep ini tidak akan mungkin mengharapkan suatu perceraian dalam
keluarga mereka. Pernikahan merupakan representasi hubungan Kristus dengan jemaat, sehingga itu
merupakan satu hubungan yang lifetime (sepanjang hidup kita) dan terikat hingga dipisahkan oleh kematian.
Suatu hubungan yang bukan hanya di dalam satu termen waktu tertentu melainkan berjalan terus. Sama
halnya ketika digambarkan hubungan antara kepala dengan tubuhnya, maka itu merupakan satu hal yang
tidak mungkin dipisahkan, yang di dalamnya terdapat satu ikatan yang sungguh-sungguh indah karena
menghasilkan satu keharmonisan, di mana kepala mengatur seluruh tubuh. Sehingga apabila kepala itu
dipisahkan dari tubuh akan mengakibatkan ketidakwajaran atau kematian.

Keempat, bersifat eksklusif dan monolitik. Alkitab menegaskan bahwa hanya ada satu suami dan satu isteri,
karena ini bukan sekedar antara dua orang yang menikah melainkan hubungan Kristus dengan jemaat, di
mana di dalamnya ada satu keutuhan yang tidak boleh tercampur oleh unsur ketiga. Ketika suatu
pernikahan sudah tercemar oleh unsur ketiga maka itu menjadi perzinahan/ berhala (perzinahan rohani ataupun
secara jasmani). Relasi Kristus dengan jemaat menjadikan kita tidak boleh bermain-main dengan pernikahan!
Dalam hal ini seringkali kita tanpa sadar membiarkan keluarga kita condong kepada seseorang, di mana kita
lebih mempercayai orang ketiga daripada suami atau isteri kita, dan itu berarti kita sudah menggeser
kepercayaan kita pada orang ketiga yang akan berdampak besar di kemudian hari.

Menurut statistik para psikolog, terdapat lima hal yang paling banyak menimbulkan kehancuran atau
kerusakan keluarga:

1. Orang tua dan mertua. Ini katagori yang sangat perlu diwaspadai! Sehingga sebagai orang tua kita
harus sadar hingga seberapa jauh kita berhak memberikan dukungan atau usulan pada anak kita. Sekalipun
kita merasa keluarga anak kita tidak seharusnya demikian, maka yang perlu kita lakukan adalah
menyerahkannya dengan berdoa pada Tuhan. Jangan akhirnya disebabkan oleh pembicaraan saudara, itu
justru membuat keluarga tersebut bertengkar, karena itu bukan cara yang tepat di dalam hidup
berkeluarga.

2. Teman dekat suami ataupun isteri (khususnya ketika sebelum menikah). Ketika sebelum menikah, kita
mungkin mempunyai teman yang sangat dekat (adik/ kakak/ sahabat), tetapi setelah kita menikah, maka
mereka akan mengalami kecemburuan tanpa sadar karena waktu-waktu dulu yang menjadi milik dia
sekarang direnggut dan seolah hilang.

3. Pembantu rumah tangga/ orang yang tinggal serumah dengan kita.

4. Teman kantor atau teman yang seringkali membantu memberikan pendapat, sehingga seringkali
kita lebih mempercayainya.

5. Orang-orang yang sengaja melakukannya karena defiasi seksual. Di jaman sekarang banyak muncul
orang yang terkena defiasi seksual, di mana banyak gadis atau perjaka justru suka pada orang yang sudah
beristeri atau bersuami. Orang-orang tersebut masuk dalam struktur statistik karena mereka melakukannya
546 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

dengan sengaja dan dengan tujuan merusak keluarga. Dan bahkan beberapa di antaranya mengingini
hingga menikahinya tetapi sebagian lagi hanya puas setelah keluarga tersebut hancur.

Biarlah melalui firman hari ini saya harap kita boleh semakin mengerti bagaimana menggarap struktur
keluarga kita dengan tepat dan bagaimana kita boleh menyatakan rahasia besar, hubungan antara Kristus
dengan jemaat sehingga ini boleh tampil di dalam hidup kita. Empat hal di atas merupakan kunci untuk
mengerti bagaimana keluarga yang memuliakan Allah dibangun, yang akhirnya boleh membawa dampak
kebahagiaan bagi hidup kita.

Amin!
547 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

K
Krriis
sttu
uss rre
ennd
daah
hhha
attii
Oleh: Pdt. Sutjipto Subeno

Mt 11:29 Belajarlah pada–Ku, karena Aku lemah lembut dan rendah hati

Nats: Efesus 5: 21-24

21 dan rendahkanlah dirimu seorang kepada yang lain di dalam takut akan Kristus.
22 Hai isteri, tunduklah kepada suamimu seperti kepada Tuhan,
23 karena suami adalah kepala isteri sama seperti Kristus adalah kepala jemaat. Dialah yang
menyelamatkan tubuh.
24 Karena itu sebagaimana jemaat tunduk kepada Kristus, demikian jugalah isteri kepada
suami dalam segala sesuatu.

Dua bagian besar sudah kita coba bangun di dalam mengerti kerangka seluruh konsep pembangunan
keluarga Kristen yaitu bagaimana kita melihat dari awal di dalam Kej 2 dan selanjutnya dalam Ef 5, sehingga
kini kita tahu bagaimana kembali pada kebenaran dan menghakimi realita. Bagaimana keluarga dibangun di
dalam basis yang Tuhan inginkan, yaitu kembali pada pencipta yang menciptakan pernikahan. Dengan
demikian kita mempunyai seluruh gabungan prinsip pemikiran yang paling mendasar tentang bagaimana
suatu keluarga dibangun.

Dan hari ini kita mulai masuk dalam bagian yang lebih spesifik dan mulai melihat secara mendetail ayat
demi ayat di dalam kitab Efesus. Di sini dimulai dengan basis yang penting yaitu di dalam Efesus 5:21: “Dan
rendahkanlah dirimu seorang kepada yang lain di dalam takut akan Kristus. Isteri kepada suami seperti
kepada Tuhan, dan jemaat kepada Kristus.” Kalimat ini seringkali menimbulkan reaksi besar di kalangan pa-
ra wanita sehingga saya mengawali bagian ini dari prinsip dasar supaya setiap orang boleh mengerti
mengapa konsep tersebut dibangun. Apa yang dikatakan di dalam Efesus 5:21 hingga Efesus 6:9 itu
sebenarnya merupakan satu keutuhan bagaimana kehidupan Kristen secara utuh dikerjakan. Ayat 21-22
seharusnya bukan merupakan topik yang terpisah karena kalau kita pelajari, kata kerja dalam bagian
tersebut terletak di dalam ay. 21 dan di dalam Efesus 5:22 sebenarnya tidak ada kata “tunduklah.” Maka kata
“rendahkanlah” dalam kalimat “rendahkanlah dirimu seorang kepada yang lain,” sebenarnya bukan
“rendahkanlah” melainkan “tundukkanlah” (menundukkan diri/submissive). Dan kata menundukkan diri di ay. 21
dipakai untuk mempararelkan dengan ay. 22, sehingga kalimat tersebut merupakan tiga bagian yang
dipararel. Maka kalimat itu seharusnya: “Tundukkanlah dirimu seorang pada yang lain, isteri kepada suami
dan jemaat kepada Kristus.” Dan disini kita melihat adanya tiga hubungan:

1. Antar anak Tuhan,

2. Isteri kepada suami dan


548 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

3. Jemaat kepada Kristus. Dan kunci dari semua itu adalah apa yang disebut sebagai satu penundukan
diri yang berpusatkan kepada Kristus (Christ Centered Submissiveness). Di satu pihak dunia kita mengerti ordo
(order; urutan/tatanan siapa tunduk kepada siapa). Di dunia kerja kita mengetahui struktur perusahaan dengan
sangat jelas, yang harus ditaati, karena memang hal tersebut harus ada. Bahkan di tengah filsafat dunia
banyak sekali hal tentang aspek tatanan masyarakat yang dipikirkan, sehingga timbul istilah politika, yang
sebenarnya di artikan sebagai suatu tatanan masyarakat yang dipikirkan begitu rupa demi mengatur kese-
jahteraan.

Namun politika sekarang identik dengan jalur kekuasaan, sehingga itu sudah merupakan dua hal yang
sangat berbeda. Filsafat dunia yang begitu serius memikirkan tentang order adalah Confucius. Mereka
sangat memikirkan setiap relasi tetapi kita tahu bahwa dampak akhirnya selalu menimbulkan kekacauan,
kerusakan, dan penindasan. Dan di situ sering terjadi kekecewaan dimana anak, isteri dan semua yang di
bawah menjadi obyek manipulasi yang diatasnya. Maka ini menjadi satu gejala yang mengerikan dan
kontradiksi yang besar, yaitu disatu pihak kesadaran adanya tatanan, namun di lain pihak menyebabkan
timbulnya jiwa-jiwa pemberontak. Disatu sisi di dalam dunia kita terlalu banyak kasus di mana anak tidak
diasuh dengan tepat dan hanya menjadi objek manipulasi orang tua, isteri banyak yang mengalami aniaya
dan diperlakukan tidak beres oleh suami; bawahan atau rakyat yang ditindas dengan kejam dan seolah-olah
hanya mementingkan order. Tetapi dilain pihak, di dalam jaman Postmodern kita melihat bahwa semua
menjadi anti tatanan, sehingga semua dijalankan dengan suka-suka, tidak ada pemimpin maupun bawahan
dan tidak ada yang diatas maupun dibawah. Namun itu semua tetap menimbulkan dampak terjadinya
kekacauan akibat tidak adanya urutan pertanggungjawaban dan urutan pemerintahan. Sebab di mana
dunia tidak lagi mengenal bagaimana suatu hirarki dijalankan, disitu tatanan akan hancur total dan saat itu
terjadi kekacauan yang luar biasa!

Dengan demikian tidak heran ketika dikatakan dalam Alkitab: “Hai istri, tunduklah kepada suamimu seperti
kepada Tuhan,” mereka sangat tidak setuju dan menentang keras. Di dalam mengerti hal ini kita harus
terlebih dahulu melihat di dalam konteks yang lebih besar, di mana kejadian tersebut merupakan hasil
jaman akibat dari satu problematik umum yang bukan terjadi sekedar di wilayah hubungan suami-isteri
melainkan juga di dalam struktur filosofik masyarakat secara umum. Problema antara pria dan wanita
merupakan bagian kecil dari satu konteks besar, dimana dunia kita sedang mengalami permasalahan antara
ordo dan pemberontakan terhadap ordo, efek kecil dari satu struktur yang dikatakan dalam Alkitab: “Saling
menundukkan dirilah satu sama lain di dalam takut akan Kristus.” Inilah yang menjadi kunci utama dari
semua hirarki! Masyarakat dunia maupun filsafat mencoba membangun hirarki, tetapi justru mereka tidak
dapat menemukan kunci hirarkinya. Semua hirarki hanya dapat dijalankan dengan tepat kalau semua
pelaku di dalam jalur hirarki mempunyai takut akan Kristus karena ketaatan adalah penundukan diri yang
berpusatkan kepada Kristus (Christ Centered Submissiveness). Inilah yang menjadi kunci penting hubungan kita di
dalam relasi antar manusia dalam tatanan dunia. Seringkali yang menjadi persoalan adalah ketika berelasi
kita mencoba mau mengerti ordo tetapi kita tidak mau mengerti esensi ordo, sehingga akibatnya ketika ge-
reja tidak membedakan bagaimana ordo ditegakkan dengan tepat, sesuai dengan iman Kristen maka yang
terjadi filsafat humanisme dan fenimisme dunia masuk dalam gereja.

Ajaran feminisme telah merembes masuk ke dalam gereja sehingga akhirnya gereja sudah mengalami
kontaminasi filsafat dan menyetujui untuk ikut dan mengajarkan konsep yang tidak benar. Di sini ternyata
jemaat tidak dididik membedakan mana ordo yang tepat dan bagaimana kita membangunnya dengan
benar, sehingga mereka bukan memikirkan bahwa itu merupakan akibat pemikiran dunia yang masuk
dalam gereja tetapi justru mereka melihat itu sebagai satu realita untuk membangun teori. Maka di situ
549 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

akan terjadi satu putaran pengerusakan, dimana ketika satu order dirusak dan terjadi upaya memulihkan,
upaya itu akan menimbulkan satu gejolak balik yang akan menghancurkan diri sendiri.

Ketika figur pria dan wanita rusak, maka suami-isteri yang seharusnya menjadi figur representasi antara
Kristus dengan jemaat juga menjadi rusak. Dan gambaran yang rusak ini membuat semua orang tidak dapat
lagi melihat hubungan Kristus dengan jemaat dengan tepat. Ketika seorang isteri berusaha melawan
otoritas suami, maka waktu itu suami akan lebih menyatakan otoritas, dan akhirnya yang terjadi adalah
penindasan, keinginan berusaha saling menundukkan dan berakibat pertengkaran. Maka pernikahan idenya
bukan kebahagiaan melainkan pertempuran dan hidup mereka sudah menjadi hidup yang saling
menghancurkan. Banyak wanita tidak rela tunduk kepada suami dengan dalih suaminya akan menganiaya
dan meninggalkannya. Dalam hal ini wanita sering mengalami kekacauan pemikiran di dalam mencari pa-
sangan hidup. Hal pertama yang harus kita konsep dalam pemikiran kita adalah bagaimana pria yang tepat
untuk menjadi suami kita, dan ini harus kembali pada satu status yaitu bahwa wanita bukan pria dan pria
bukan wanita. Jikalau kita mengalami kebingungan dengan natur kita sendiri, tidak heran kalau kita juga
akan bingung di dalam memikirkan pria/wanita seperti apa yang layak menjadi suami/isteri kita.

Hari ini banyak wanita yang mencari figur seperti artis yang berbadan kekar atau pria dengan segala
sesuatu yang bernuansa material dan seolah mampu membeli apapun, sehingga ketika menikah tidak
heran isteri akhirnya menjadi korban. Inilah format yang ditanamkan setiap hari kepada kita maupun para
remaja saat ini. Image yang salah akan menimbulkan efek yang salah juga! Kita sadar bahwa kita
mempunyai rasa gentar dan takut salah di dalam memilih pasangan hidup yang beresiko seumur hidup
namun Tuhan juga memberikan bijaksana pada kita sehingga kita tahu bagaimana memilih yang tepat,
memberikan rambu-rambu yang cukup jelas dan Ia masih memberikan pimpinan, selama kita rela mohon
pimpinan-Nya. Sejauh kita bergumul di hadapan Tuhan, Ia akan memberikan bijaksana sehingga kita boleh
mendapatkan seorang yang tepat.

Namun ketika seorang wanita/pria ingin mencari pasangan yang tepat, maka ia juga harus mengevaluasi
dirinya terlebih dahulu apakah dirinya cukup layak bagi orang tersebut. Maka sebelum saudara mencari
suami/isteri yang baik maka hendaklah saudara menjadikan diri saudara sebagai calon isteri/suami yang
baik, karena pria/wanita yang baik juga akan mencari isteri/suami yang baik. Di sini hal pertama yang harus
ada adalah “saling menundukkan diri di dalam takut akan Kristus.” Seorang wanita yang menjaga
kehidupannya di dalam takut akan Kristus maka di dalam seluruh langkahnya, ia benar-benar dimodali
dengan satu jiwa yang hanya mau menyenangkan Tuhan, sehingga di dalam mengerjakan segala sesuatu
terpancar bijaksana dan keanggunannya. Hal yang kedua: kembali pada kebenaran firman Tuhan. Saat ini
konsep kita lebih banyak didikte oleh media massa sehingga kita kehilangan natur bagaimana seharusnya
menjadi wanita yang baik. Kembali pada kebenaran firman menjadikan kita sebagai seorang wanita yang te-
pat seperti yang Tuhan inginkan dan memancarkan spirit seorang wanita yang sesungguhnya. Dan itu
akhirnya menjadi daya tarik yang luar biasa bagi seorang pria yang baik. Ketiga: obedience/ kerelaan untuk
taat yang dibangun di dalam hidupnya. Seorang isteri harus merepresentasikan jemaat di dalam seluruh
relasi dengan suaminya. Ketika jiwa ketaatan muncul di dalam diri seorang wanita maka di dalamnya juga
terdapat kelembutan.

Saat ini trend jaman sedang menyodorkan feminisme melalui apa yang disebut dengan woman supremasi
(mengkudeta posisi pria dan ia menjadi pria), sehingga wanita disodorkan kedepan dan tidak perlu tunduk terhadap
suami, bahkan mereka menganggap bahwa suami yang baik adalah yang menyetujui semua keputusan
isterinya. Tetapi pada hakekatnya wanita itu ingin menjadi penguasa. Sehingga hal ini akhirnya justru
550 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

melecehkan harkat dan posisi wanita. Di sini gereja bukannya melakukan kritik keras/counter konsep tetapi
justru mengimport masuk konsep itu. Hari ini saya harap kita memikirkan kembali, “who are you, who am I?”

Kalau Tuhan mengajarkan “Hai wanita, tundukkan kepada suamimu di dalam segala hal, sama seperti je-
maat tunduk pada Kristus,” itu bukan dirancang untuk merusak/melecehkan melainkan demi kebaikan wa-
nita sehingga mendapatkan harkat yang sejati. Seorang wanita yang taat, lembut dan anggun justru akan
mendapatkan respek dan aspirasi yang tinggi dari semua pria. Saya harap hari ini kita bukan hanya tidak
ikut, melainkan kita dengan agresif dan aktif akan menolak pikiran seperti itu lalu memberikan counter
teori/ alternatif jawaban kepada dunia, karena kita tahu bahwa firman itu yang mewahyukan kepada kita.
Satu hal yang juga perlu kita sadari adalah ketika wanita tidak berhati-hati maka ia akan menjadi lubang
yang paling besar, dipakai oleh setan untuk merusak dan menghancurkan tatanan. Wanita di dalam
naturnya mempunyai posisi yang sangat paradoks, karena di satu pihak wanita itu memiliki keindahan dan
keanggunan yang menjadikan keindahan bagi dunia, namun sekaligus disitu mengandung bahaya yang
besar jikalau tidak dipakai dengan kunci pertama yaitu “the christ centered submissiveness” atau jiwa
kerelaan untuk taat dan takut akan Tuhan. Demikian halnya dengan saat ini, wanita akan dipakai oleh setan
untuk merusak dan menghancurkan tatanan dunia maupun gereja melalui gerakan-gerakan yang ada.
biarlah setiap wanita sadar untuk memakai setiap potensinya yang ada di dalam takut akan Tuhan dan
sesuai dengan natur yang Tuhan berikan, sehingga posisi ini tidak akan memberikan peluang sedikitpun
bagi setan untuk ambil bagian di dalamnya. Dan ketika kita dapat menjalankannya, maka gereja akan men-
jadi gereja yang memberikan alternatif bagi dunia secara tepat. Saya rindu hal ini dapat dipakai melalui pe-
layanan kita. Mau saudara?

Amin!
551 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

W
Waatta
akk lle
ella
akkii
Oleh: Pdt. Sutjipto Subeno

Nats: Efesus 5: 25-30

25 Hai suami, kasihilah isterimu sebagaimana Kristus telah mengasihi jemaat dan telah
menyerahkan diri–Nya baginya
26 untuk menguduskannya, sesudah Ia menyucikannya dengan memandikannya dengan air
dan firman,
27 supaya dengan demikian Ia menempatkan jemaat di hadapan diri–Nya dengan cemerlang
tanpa cacat atau kerut atau yang serupa itu, tetapi supaya jemaat kudus dan tidak bercela.
28 Demikian juga suami harus mengasihi isterinya sama seperti tubuhnya sendiri: Siapa
yang mengasihi isterinya mengasihi dirinya sendiri.
29 Sebab tidak pernah orang membenci tubuhnya sendiri, tetapi mengasuhnya dan
merawatinya, sama seperti Kristus terhadap jemaat,
30 karena kita adalah anggota tubuh–Nya.

Minggu lalu kita sudah mencoba melihat bagaimana natur wanita yang menjadi seorang istri seturut
dengan firman dan kehendak Tuhan, yaitu yang disebut dengan Christ-centered submissiveness (satu
penundukan diri yang berpusat kepada Kristus). Maka sekarang kita akan melihat kasus ini disertai dengan satu
keseimbangan, yaitu ketika dikatakan: “Hai isteri, tunduklah kepada suamimu seperti kepada Tuhan,” maka
dalam ay. 25 langsung dilanjutkan dengan, “Hai suami, kasihilah isterimu sebagaimana Kristus telah
mengasihi jemaat dan telah menyerahkan diri-Nya baginya.”

Kekristenan sebenarnya tidak memberikan opsi bagi pria untuk menindas wanita, namun ide tersebut
muncul di dunia pagan (kafir) dan agama yang tingkat moralitasnya tidak mencapai standar yang Alkitab
tuntut dan inginkan. Dan ketika standar ini tidak tercapai maka terjadi satu tindakan yang tidak menghargai
sesama manusia yang lain, khususnya perbedaan gender. Pria akibatnya tidak lagi menghargai wanita dan
demikian pula sebaliknya, dan akhirnya itu memungkinkan seorang wanita ditindas oleh pria. Alkitab me-
mang mengajarkan supaya wanita tunduk kepada suaminya namun itu bukan berarti bahwa suami boleh
menindas isterinya, sebab ketika wanita tunduk kepada suaminya maka penundukan isteri kepada suami
tersebut harus diresponi oleh sikap kedua yaitu bagaimana suami mencintai isterinya sebagaimana Kristus
mengasihi jemaat. Dengan demikian di dalam bagian ini kita melihat bagaimana suami-isteri yang boleh
berelasi dengan indah, ditata menurut satu konsep yang berbeda sama sekali dengan ide yang ada di
tengah dunia.

Seperti yang digambarkan di Efesus 5, seorang suami sejati ketika berelasi dengan isterinya harus kembali
kepada esensi the Christ-centered headship yaitu kekepalaan yang berpusat kepada Kristus. Sehingga
bagaimana seorang suami berelasi dengan istrinya, itu harus menggambarkan relasi antara Kristus (sebagai
kepala) dengan jemaat (sebagai tubuhnya), dan ia harus memperlakukan isterinya seperti memperlakukan
552 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

tubuhnya sendiri. Ide kekepalaan yang berpusat kepada Kristus tidaklah sama dengan kepemimpinan yang
berpusat kepada Kristus, sebab kepemimpinan akan menggambarkan satu garis otoritas/kedaulatan atas ke
bawah. Suami tidak diidekan menjadi pemimpin di dalam relasi suami-isteri (leadership/direktur rumah tangga),
tetapi suami diidekan sebagai kepala daripada isterinya, sama seperti yang sering disebutkan yaitu kepala
rumah tangga (headship).

Dunia modern sekarang mulai memunculkan satu konsep yang disebut sebagai satu kepemimpinan yang
manusiawi (Leadership yang humanistik). Istilah “leadership” itu sendiri sebenarnya belum menuntaskan ide,
karena bagaimanapun di dalam pemikirannya akan mengandung ide bahwa ia mempunyai otoritas,
berdaulat, dsb; tetapi di dalam “headship” penekanannya adalah satu perawatan, perlindungan, peng-
arahan dan cinta kasih yang sesungguhnya. Jadi sebagai seorang kepala rumah tangga seorang suami
mempunyai tanggung-jawab menjadi kepala atas seluruh tubuhnya. Dunia selalu mencoba memikirkan
bagaimanakah seorang pria sejati itu; bagaimana seorang pria itu seharusnya berlaku dan siapa yang
berhak disebut sebagai pria sejati itu? Plato mengatakan bahwa manusia pria adalah orang yang harus me-
ngerti dengan rasional, sangat berkemampuan dan mengambil keputusan secara rasional serta ukuran
kesuksesannya ditentukan oleh rasionya. Hal seperti ini menjadi aneh karena secara dunia faktual, pria
dikenal sebagai manusia yang memiliki rasio lebih, namun di dalam relasi suami-isteri aspek rasional tidak
pernah ditonjolkan menjadi satu inti natur pria sejati. Seringkali rasio menjadi satu hal yang terlalu
diagungkan dan seolah tidak ada tempat bagi perasaan dan emosi. Padahal Alkitab justru mengajarkan
supaya kita mencintai dan mengasihi istri kita dan bukan secara rasional saja melainkan itu merupakan satu
keutuhan mulai dari rasio, emosi, perasaan, kehendak hingga tindakannya.

Di dalam ide yang sepertinya lebih tinggi lagi, dalam dunia timur (Confusionism) kita mendengar istilah “lie”
(gentleman), yaitu manusia yang mempunyai cara hidup/tingkah laku yang dianggap aristokratis, agung, dan
mulia dan mampu berelasi dengan baik di tengah masyarakat. Mereka berpikir bahwa manusia dapat
menjadi munafik demi suatu relasi, oleh sebab itu mereka memprotek kelemahan teorinya dengan istilah
“jen,” yaitu bagaimana mereka menjadi orang yang benar-benar tulus. Hal itu membuat mereka merasa
telah sukses menjadi pria, namun mereka tidak sadar bahwa satu ketulusan dan jiwa kesetiaan seringkali
tidak disertai dengan satu tuntutan prinsip hidup yang tegas dan keras. Dan di dalamnya juga terdapat
kelemahan yang fatal di mana Tuhan tidak ada tempat dalam hidupnya. Bahkan ada seorang filsuf yang me-
ngatakan bahwa konsep “lie” mengakibatkan konsep gentleman seorang pria ditentukan oleh masyarakat
di sekelilingnya dan akhirnya kita hidup untuk menyenangkan semua orang tetapi kita kehilangan prinsip
bagaimana kembali pada Tuhan dengan prinsip kebenaran yang sejati.

Unsur ketiga, konsep gentleman menurut Hollywood. Pria sejati modern menurut konsep Hollywood
adalah pria yang “macho,” yang keren, merokok, badannya gagah dan kekar seperti yang banyak
ditanamkan melalui film-film. Dan disini konsep pria menjadi sangat rendah karena hanya dilihat sebatas
aspek tubuh (jasmaniah saja), sehingga tidak heran kalau banyak wanita yang tidak mencari pria sejati
melainkan mencari tukang pukul. Dan Hollywood memberikan dua warna berbeda dalam dunia enter-
taiment, di satu format ditampilkan pria yang macho, namun karena efek feminisme juga masuk dalam du-
nia entertaiment maka tipe pria menjadi feminim, berambut panjang, baby face dan kalau perlu memakai
anting-anting. Dan konsep pria sejati yang paling umum adalah mampu menyediakan uang yang banyak.
Dunia kita berupaya untuk menanamkan konsep yang merusak natur kita dan akhirnya para pria menjadi
gila dan berjuang keras memenuhi apa yang diidekan oleh dunia dan tidak kembali kepada naturnya yang
sejati.
553 Ringkasan Khotbah – Jilid 1




Pertama, pria yang takut akan Tuhan dan menjadi kepala yang berpusatkan kepada Kristus (Christ-centered
headship). Ketika seorang pria tidak mempunyai takut akan Tuhan, itu memberi segala peluang bagi dosa dan
itu berarti ia sudah masuk ke dalam esensi dosa yang sesungguhnya. Pria sejati adalah pria yang tahu siapa
dirinya di hadapan Tuhan, Allahnya dan bagaimana dia merepresentasikan Kristus di tengah masyarakat.
Headship sejati adalah headship yang berpusat kepada Kristus dan sebuah keluarga yang sejati adalah
keluarga yang dibangun oleh seorang kepala rumah tangga yang takut akan Kristus. Dalam Korintus dikata-
kan, kepala dari wanita adalah pria/suaminya, kepala dari pria adalah Kristus, dan kepala dari Kristus adalah
Allah. Jadi ketika seorang pria ingin menjadi suami/kepala yang baik, ia harus tahu bahwa diatasnya masih
ada kepala yang sejati yaitu Kristus. Itu alasan ketika seorang suami tidak takut kepada Allah dan hanya
takut kepada manusia maka yang paling kasihan adalah isterinya. Alkitab memandang pernikahan bukan
sekedar antara suami-isteri melainkan pernikahan tersebut harus merepresentasikan hubungan Kristus
dengan jemaat. Dengan kembali pada Christ-centered hidup kita mempunyai standar mutlak dan tidak ter-
gantung oleh siapapun, termasuk diri kita maupun orang lain.

Kedua, pria yang sungguh-sungguh mencintai isterinya. Alkitab mengatakan bagaimana seorang suami
mengasihi isteri seperti Kristus mengasihi jemaat. Kata “mengasihi” disini tidak menggunakan “eros”
tetapi dalam aspek ini menggunakan bentuk “agape” yaitu satu kasih yang
(sekalipun suami-isteri)
unconditional. Ketika seorang suami mencintai isterinya, maka ia mencintai dengan sesungguhnya, dengan
satu sikap gentleman dan satu hati yang benar-benar mau memikirkan yang terbaik bagi isterinya. Berarti
seorang suami yang sejati ketika isterinya tunduk maka itu bukan kesempatan baginya untuk menindasnya
melainkan bagaimana ia memikirkan yang terbaik yang bisa diberikan bagi isterinya. Bahkan seperti Kristus
hingga rela menyerahkan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi jemaat. Suami bukan menunjukkan
kekuatannya hanya untuk menyelamatkan diri tetapi untuk membela isteri dan anak-anaknya karena ia
bertanggungjawab untuk melakukan yang terbaik bagi isteri dan anak-anaknya. Dan itulah yang menjadikan
keluarga itu akan indah sekali karena seorang isteri yang tunduk mutlak kepada suaminya tidak akan
merasa bahwa penundukan dirinya dimanipulasi melainkan ia akan merasa puas untuk tunduk kepada sua-
minya. Itu sebab lebih baik kita mencari orang yang mencintai kita daripada yang kita cintai, karena itu akan
membuat kita belajar bagaimana mengerti seluruh relasi ini dengan baik.

Ketiga, pria itu menguduskan dan menyucikan isterinya sehingga ia nantinya dapat mengaktualisasikan
dirinya sebagai seorang wanita sejati. Ef 5:26 mengatakan, “Untuk mengguduskannya, sesudah Ia
menyucikannya dengan memandikannya dengan air dan firman.” Pria yang sejati ketika ia benar-benar
menjalankan dengan takut dan berpusat kepada Kristus, benar-benar mencintai isterinya, maka ada efek
ketiga yang menjadi esensi paling besar yaitu ia akan mengguduskannya (men-set-apart isterinya/memisahkan ke-
luar), menyucikannya (memurnikan/membersihkan), dan memandikannya dengan air dan firman. Beberapa
penafsir mengkaitkan ini dengan budaya Yahudi/Yunani/ bahkan di pulau Jawa, bagaimana seorang isteri
yang ketika akan menikah dimandikan dahulu. Itu menggambarkan satu kemurniannya yang akan menjadi
bagian bersatu di dalam relasi eksklusif dengan suaminya. Dan ketika dikuduskan seperti itu, pengudusan
tersebut bukan dikerjakan oleh si isteri melainkan isteri telah memasukkan diri dan pemisahan tersebut
dikerjakan oleh suaminya. Dengan demikian, jikalau terjadi problem terhadap isterinya maka suami tetap
memiliki andil di dalamnya. Ketika isteri sudah menundukkan diri dan memasukkan diri kepada suaminya,
554 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

maka keberadaan isteri ini berada di dalam satu perlindungan, penyucian daripada suaminya. Ini menjadi
panggilan yang luar biasa rumit di dalam kita mengerti tentang pria sejati.

Dalam bagian ini “firman” bukan berarti firman yang tertulis, tetapi seolah menjadi satu bagian firman yang
hidup, yang termanifestasi di dalam kehidupannya. Artinya: kehidupan isterinya menjadi hidup yang benar-
benar menggambarkan kehidupan di dalam Tuhan, di dalam firman Tuhan secara praktis. Ketika ia tunduk
dan suaminya menguduskannya maka isterinya dapat hidup takut akan Tuhan secara puas, menjalankan
natur sebagai wanita sejati dan benar-benar teresistensi secara mutlak. Maka peranan suami di dalam me-
ngasihi isteri menjadi bagian yang terbesar supaya si isteri tidak merasa perlu untuk mencari sesuatu diluar
lagi. Isteri yang benar-benar terpisahkan di dalam relasi dengan suaminya, maka di situ ia merasa dipuaskan
di dalam seluruh ketotalitasan hidupnya. Isteri tidak akan pernah puas/betah dirumah sekalipun dilimpahi
oleh banyak material, dipuaskan secara seksualitas, ataupun hal-hal lain. Seorang isteri yang baik, bahkan
siapapun dia sekalipun sangat materialistik, di dalam hati nuraninya tidak akan mengingkari bahwa ia akan
menikmati kepuasan tertinggi ketika suaminya mencintainya dengan sungguh-sungguh. Oleh sebab itu pria
yang sejati bukanlah pria yang tidak mempunyai perasaan dan tidak mampu tersenyum melainkan seorang
pria yang mampu mengasihi istrinya. Dan kriteria dasar seorang pria yang sukses adalah pria yang dapat
menjadikan isterinya seorang wanita sejati dengan takut akan Tuhan.

Amin!
555 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

W
Waatta
akkw
waan
niitta
a
Oleh: Pdt. Sutjipto Subeno

Nats: 1 Petr. 3: 1-7

1 Demikian juga kamu, hai isteri–isteri, tunduklah kepada suamimu, supaya jika ada di
antara mereka yang tidak taat kepada Firman, mereka juga tanpa perkataan dimenangkan
oleh kelakuan isterinya,
2 jika mereka melihat, bagaimana murni dan salehnya hidup isteri mereka itu.
3 Perhiasanmu janganlah secara lahiriah, yaitu dengan mengepang–ngepang rambut,
memakai perhiasan emas atau dengan mengenakan pakaian yang indah–indah,
4 tetapi perhiasanmu ialah manusia batiniah yang tersembunyi dengan perhiasan yang tidak
binasa yang berasal dari roh yang lemah lembut dan tenteram, yang sangat berharga di
mata Allah.
5 Sebab demikianlah caranya perempuan–perempuan kudus dahulu berdandan, yaitu
perempuan–perempuan yang menaruh pengharapannya kepada Allah; mereka tunduk
kepada suaminya,
6 sama seperti Sara taat kepada Abraham dan menamai dia tuannya. Dan kamu adalah
anak–anaknya, jika kamu berbuat baik dan tidak takut akan ancaman.
7 Demikian juga kamu, hai suami–suami, hiduplah bijaksana dengan isterimu, sebagai kaum
yang lebih lemah! Hormatilah mereka sebagai teman pewaris dari kasih karunia, yaitu
kehidupan, supaya doamu jangan terhalang.

Hari ini saya akan melanjutkan apa yang sudah kita gumulkan dua minggu yang lalu, yaitu The Christ
Centered Submissiveness, yang secara khusus lebih kepada implikasi konsep ketaatan yang berpusat
kepada Kristus. Di dalam Efesus kita telah melihat bagaimana pengertian keluarga mulai dibukakan, konsep
ini bukan dirancang sebagai diskrimasi sehingga seolah pria memiliki hak untuk menindas wanita ataupun
produk budaya Yahudi, melainkan prinsip ini dibangun dari konsep yang sangat mendasar yaitu firman
Allah. Bagaimana keluarga harus mencerminkan satu gambaran representasi yang begitu agung, antara
Kristus dengan jemaat. Dan ide ketaatan kepada Kristus inilah yang menjadi sumber daripada ketaatan se-
orang wanita kepada suaminya, satu penundukan diri yang berpusat kepada Kristus.

Opini-opini umum yang begitu kuat menghantam konsep pemikiran dan keputusan terpenting dalam hidup
kita seringkali menyebabkan suatu tekanan bagi wanita, sehingga akhirnya mereka berpikiran bahwa tidak
akan ada pria yang mau menikah dengannya jikalau ia tidak mendandani diri dengan segala macam per-
hiasan duniawi. Dan di situ membuat ide seorang isteri sejati yang dicari pria sangat paradoks digumulkan
di tengah dunia. Dan saat ini kita melihat bahwa konsep penundukan dalam Efesus kembali diungkapkan
oleh Petrus di dalam 1 Ptr 3:1: “Demikian juga kamu, hai isteri-isteri, tunduklah kepada suamimu, supaya
jika ada di antara mereka yang tidak taat kepada Firman, mereka juga tanpa perkataan dimenangkan oleh
kelakuan isterinya.” Konsep ketaatan disini bukanlah ketaatan yang disalahtafsirkan atau yang sengaja
ditekankan oleh orang-orang dunia, khususnya kaum feminisme. Ayat itu menegaskan dengan sangat prak-
556 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

tika bagaimana seorang istri tunduk pada suami, bukan dengan cara mengepang-ngepang rambut dan
segala macam aksesori yang dikenakan melainkan dengan memiliki keindahan batiniah (inner beauty) dan ke-
salehan hidup sebagai anak Tuhan.

Apa yang digambarkan di dalam 1 Petrus hanya merupakan satu ilustrasi, yang idenya ingin memperlihatkan
dandanan dan keindahan lahiriah yang tampak diluar saja. Alkitab memberikan satu peringatan keras,
bagaimana seorang wanita dapat menjadi seorang wanita sejati. Dr. Wayne Grudem, seorang profesor yang
cukup terkenal saat ini mengatakan: “Penundukan seorang isteri kepada suaminya bukanlah penundukan
yang membabi-buta melainkan penundukan yang menjadi naturnya dia untuk mau takut dan taat kepada
Kristus.” Ide seperti ini muncul dalam pemikirannya sekalipun ia tidak pernah menyebutkan tentang Christ
Centered Submissiveness. Jadi, seorang isteri yang sejati harus kembali kepada esensi yang sejati, dengan
kemurnian hatinya ia menggarap pribadinya serta memiliki kerelaan untuk taat kepada Allah. Ketika ia
mulai mau menundukkan diri kepada Kristus sebagai pusat kehidupannya maka itu akan memunculkan si-
kap penundukan kepada suaminya dan kondisi kenaturalan kewanitaan itu disebut Womanhood. Konsep ini
sudah muncul sejak di jaman Abraham (sebelum orang Yahudi ada), di mana Sara begitu tunduk kepada
Abraham dan memanggil suaminya sebagai tuannya.



Pertama, penundukan yang bukan karena dipaksakan melainkan penundukan dari spiritual. Ketika seorang
wanita hanya memperhatikan aspek eksternal dan gagal membentuk diri maka itu menghancurkan dirinya.
Saya mendengar cerita tentang seorang gadis yang kelihatannya baik dan berparas cantik, namun telah
membatalkan pernikahannya dengan seorang laki-laki karena ada lelaki lain yang lebih keren, yang
menawarkan rumah dan mobil. Dengan mudahnya ia berpaling dari pacarnya karena pacarnya tidak
mampu memberikan rumah dan mobil kepadanya. Namun akhirnya ketika gadis itu sudah dibawa pergi
kurang lebih satu bulan lamanya, ia akhirnya ditinggalkan begitu saja. Maka beberapa orang yang dulunya
adalah teman pacarnya bertekad ingin membalas sakit hati temannya dengan mengerjainnya. Maka ketika
saya membaca tentang hal ini, saya sekali lagi mengaminkan apa yang pernah dikatakan oleh Pdt. Stephen
Tong, yaitu bahwa cantik itu bahagia sekaligus bahaya. Hal ini bukanlah hal yang boleh dipermainkan tetapi
harus kembali kepada esensi yang sejati, yaitu bagaimana kita mempunyai kerinduan menundukkan diri,
yang dimulai dari ketakutan kita akan Allah.

Kedua, cipta pria sebagai kepala dan wanita sebagai seorang penolong yang sepadan. Seorang pria akan
sangat membutuhkan dihormati karena bernatur kepala, sehingga ketika ia tidak dihormati maka ia akan
mengalami problematik psikologis, identitas dan akhirnya ia akan mengambil keputusan yang tidak beres.
Justru ketika pria itu tidak dihormati, ia akan mengambil tindakan yang drastis terhadap isterinya. Namun
jikalau istrinya dapat menghormatinya, ia akan maju keatas dan isterinya akan sungguh-sungguh menikmati
cinta kasih yang sejati. Seorang wanita membutuhkan cinta kasih, dimanja dan dilindungi, sehingga ia tidak
membutuhkan sanjungan. Ini adalah dua hal yang sangat berlawanan namun seringkali di dalam pernikahan
kita gagal karena tidak sadar akan hal ini sehingga akibatnya kita menduplikasi pasangan kita seperti diri
kita sendiri. Maka akibatnya dua-duanya tidak memenuhi apa yang diharapkan dan kecewa. Ketika seorang
wanita bisa memposisikan dirinya secara tepat terhadap suaminya, itu justru membangun satu
kebahagiaan di dalam keluarga. Alkitab bukan mengharapkan kita seperti babi yang hanya menunduk saja
melainkan menjadi teman pewaris anugerah Allah (companion). Dan disini bagaimana seorang wanita
menampilkan, menyatakan dan memproses diri, taat dan berpusat pada Kristus yang direfleksikan kepada
suaminya.
557 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

Ketiga, seorang istri bukan berarti tunduk secara pasif (semua beban dilempar kepada suami) karena itu
merupakan satu bentuk dari pemberontakan, tetapi tunduk aktif dengan memberikan ide dalam mencari
pemikiran, yang dipikirkan dari sudut pemikiran suami. Ketika sang suami sedang memikirkan suatu
gagasan/masalah, bagaimana sang istri memberikan input yang terbaik buat suaminya, sehingga suaminya
dapat mengaktualisasikan apa yang ia gumulkan. Sehingga peran istri di sini mengisi, khususnya bagian-
bagian detail yang tidak terpikirkan oleh suami. Seorang pria cenderung untuk berpikir secara global, oleh
sebab itu seorang istri harus mempunyai ketajaman analisa alternatif, kesulitan dan dampak yang lain yang
akan dihasilkan dari pergumulan tersebut. Dan itu menjadikan seorang isteri support kepada apa yang sua-
minya inginkan secara positif. Memang kita akan melihat bahwa suami yang memutuskan tetapi di
belakangnya ada isteri yang memberikan pertimbangan terbaik bagi keputusan tersebut. Didalam
otobiografi tokoh-tokoh penting di dunia akan kita dapati bahwa keputusan-keputusan tersebut terjadi
karena mereka memiliki istri yang sangat mendukung, namun sebaliknya dibalik para penjahat yang hebat
juga terdapat isteri yang sangat merusak. Sehingga kita sekarang mengetahui bagaimana posisi seorang
isteri akan sangat berpengaruh bagi suaminya. Seperti Sarah yang selalu memberikan input, dan dukungan
di dalam Abraham menjalankan ide dan pelayanannya, dan ia tidak pernah menghalangi apa yang menjadi
garis perjalanan dan tugas Abraham.

Keempat, di dalam menundukkan diri, seorang isteri harus memperlengkapi diri guna mengimbangi
suaminya (membangun companionship). Banyak orang yang berpendapat bahwa jikalau isteri akhirnya hanya
harus tunduk kepada suami, maka ia tidak perlu capek-capek bersekolah atau memiliki suatu kemampuan.
Hal seperti ini dapat muncul jikalau kita belum mengerti secara tepat akan ide submissiveness dan orang
tersebut tidak mampu berpikir secara tajam. Ketika kita mengetahui bagaimana sang suami membuat suatu
arah besar (global) maka disitu fungsi sang isteri untuk membangun dukungan-dukungan dengan mengisi
pertimbangan-pertimbangan yang cermat di belakangnya. Sehingga kita dapat membayangkan betapa
pentingnya seorang isteri mempunyai ketajaman pemikiran, kemampuan menganalisa dan kemampuan
ketrampilan yang memadai bagi perjalanan suaminya. Sehingga makin suami di dalam posisi tinggi maka is-
teri juga membutuhkan perimbangan yang cukup tinggi untuk menjalankan keseimbangan, menjadi
penolong yang sepadan (Ams 31).

Kelima, ide penundukan diri bukan ide kemunafikan. Khususnya saat ini, sepertinya kita diajar untuk hidup
secara multileveling sehingga akhirnya kepribadian kita menjadi pecah dan kita selalu harus
mempositioningkan diri. Alkitab menekankan bahwa di dalam Christ Centered Submissiveness, itu bukan
sekedar penampilan di luar saja tetapi suatu penampilan atau tindakan yang secara natur muncul dari
dalam diri kita. Jikalau itu hanya dibentuk dari aspek luar, itu akan menjadikan kita orang Kristen ahli taurat
dan itu membuat kita akhirnya munafik. Ketaatan yang berpusat kepada Kristus itu adalah ketaatan yang
keluar sebagai suatu kerelaan hati dan ketaatan yang sungguh, sehingga didalamnya tidak ada kemunafikan
dan kepura-puraan sama sekali. Ketika Sara memanggil Abraham “tuan” maka itu menunjukkan bahwa
tidak ada satu orangpun yang memaksanya untuk melakukannya dan kecenderungan hatinya untuk benar-
benar mau mentuankan suaminya.



1. Sadar mutlak bahwa konsep Alkitab berbeda mutlak dengan konsep dunia. Ada beberapa teolog
yang lebih liberal yang mengatakan bahwa surat I Ptr itu hanya mau menunjukkan satu arogansi Petrus
558 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

yang begitu sombong mau menunjukkan kehebatannya. Kita harus sadar bahwa konsep seperti ini memang
berbeda dan tidak cocok dengan pandangan dunia kita sejak di jaman Alkitab. Seperti dalam kitab Efesus,
kita melihat bahwa munculnya satu gejala supremasi wanita dikarenakan yang menjadi dewi dan iman-
iman di kuil Artemis adalah perempuan dan kerusakan moral serta permainan yang mengerikan dengan
cara membalikkan natur pria-wanita.

2. Konsep firman Tuhan memberikan esensi yang paling akurat dan tetap tentang natur seorang
wanita sehingga tidak ada alasan bagi kita untuk tidak menerimanya. Keika kita melawan konsep ini berarti
kita melawan natur kita sendiri dan merusak hidup kita.

3. Hal ini tidak dapat terjadi dalam sekejap melainkan ada satu tuntutan pemerosesan seumur hidup
kita. Setiap kita harus sadar bahwa kita bukan manusia sempurna dan setiap saat harus berproses, mengko-
reksi dan mengevaluasi diri, sehingga itu berarti ada tuntutan perubahan yang harus muncul di dalam hidup
kita. Dan kita hanya dapat menggarap hal ini dengan kekuatan Roh Kudus dan bersandar mutlak pada
Tuhan dan berjuang di dalam rencana Allah untuk mencapai apa yang Tuhan inginkan.
Biarlah Tuhan terus membentuk hidup kita dan melalui hal ini setiap kita boleh terus diproses oleh Tuhan,
hari demi hari.

Amin!
559 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

P
Prriia
a lle
emmb
buutt
Oleh: Pdt. Sutjipto Subeno

Nats: Efesus 5: 25-30

25 Hai suami, kasihilah isterimu sebagaimana Kristus telah mengasihi jemaat dan telah
menyerahkan diri–Nya baginya
26 untuk menguduskannya, sesudah Ia menyucikannya dengan memandikannya dengan air
dan firman,
27 supaya dengan demikian Ia menempatkan jemaat di hadapan diri–Nya dengan cemerlang
tanpa cacat atau kerut atau yang serupa itu, tetapi supaya jemaat kudus dan tidak bercela.
28 Demikian juga suami harus mengasihi isterinya sama seperti tubuhnya sendiri: Siapa
yang mengasihi isterinya mengasihi dirinya sendiri.
29 Sebab tidak pernah orang membenci tubuhnya sendiri, tetapi mengasuhnya dan
merawatinya, sama seperti Kristus terhadap jemaat,
30 karena kita adalah anggota tubuh–Nya.

Beberapa minggu yang lalu kita sudah melewati dua sesion di dalam membicarakan seorang wanita yang
sejati, dan kita sudah mulai masuk ke dalam tiga konsep pria yang sejati yang digambarkan dalam Alkitab:

Pertama, pria yang takut akan Tuhan. Kedua, pria yang cinta, melindungi dan memelihara isteri dan anak-
anaknya, seperti Kristus mencintai jemaat. Ketiga, pria yang akan menguduskan isterinya, menjadikan
isterinya cemerlang, tidak bercacat, kerut atau serupa itu.

Alkitab mengatakan, “Kasihilah isterimu sebagaimana Kristus telah mengasihi jemaat dan telah
menyerahkan diri-Nya baginya.” Dan gambaran ini ingin menunjukkan bagaimana Kristus menjadi model
dasar bagaimana seorang suami berlaku. Terdapat empat hal yang akan kita pikirkan dan gumulkan
bersama mengenai bagaimana seorang pria/suami memperkembangkan pergumulan dan pertumbuhannya
sehingga sesuai dengan apa yang Tuhan tetapkan sebagai natur pria: pertama, pria yang bertanggung
jawab ( yang mempunyai responsibility). Banyak upaya pengembangan responsibility di tengah dunia yang sudah
mulai menjadi luntur saat ini. Bahkan beberapa orang guru mengatakan sangat sulit mendidik anak untuk
memiliki tanggung jawab yang baik saat ini. Dan ini semua disebabkan oleh beberapa hal, yang antara lain
adalah hilangnya teladan. Pendidikanlah yang menentukan seorang anak mampu tidaknya
mengembangkan tanggung-jawab, dan pendidikan yang dilatihkan kepadanya itu sekarang sudah
mengalami penurunan secara drastis dikarenakan tekanan sosial masyarakat yang sangat besar serta
adanya hak asasi manusia yang ditegaskan begitu rupa.

Ide suami menjadi kepala seharusnya menekankan pertanggung-jawabannya, bagaimana ia mengayomi


seluruh keluarganya. Tetapi saat ini banyak keluarga yang mempunyai format keluarga terbalik disebabkan
isteri-isteri versi Margaret Thatcher dan suami yang mengikut di belakangnya. Seperti contoh negatif yang
ditunjukkan dalam Alkitab yaitu tentang Debora dan Barak. Hal itu dapat terjadi karena waktu itu pria yang
560 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

bernama Barak tidak mampu menunjukkan hal yang seharusnya dilakukan pria sehingga akhirnya Debora
harus turun tangan menggantikannya. Namun ia berkata kepada Barak: “Saya maju, tetapi ketahuilah
bahwa kemuliaanmu sebagai pria hilang.” Alkitab mencatat dengan jelas bahwa ketika pria gagal
menjalankan tugas pertanggung-jawabannya sebagai pria maka saat itu naturnya hilang dan ia tidak layak
lagi menjadi pria, dan ia akan dilecehkan oleh siapapun juga. Inilah jiwa resposibility, jiwa bagaimana
seorang pria ketika menghadapi sesuatu ia dapat bertanggung jawab penuh untuk itu dan bagaimana ia
menjaga seluruh keluarganya.

Kedua, pria harus mengembangkan pemikiran yang relasional dan konseptual. Manusia dicipta Tuhan
dengan modal yang sesuai dengan tugas naturnya, sehingga pria dan wanita terlihat berbeda bukan hanya
secara tampilan tubuh saja, melainkan berbeda hingga dalam hal yang paling esensial/hakekatnya. Seorang
pria diberikan tugas sebagai kepala, maka ia harus menjadi pengarah di dalam seluruh perjalanan
keluarganya di dalam mencapai sasaran yang tepat. Maka seorang pria seharusnya telah diberi satu
kemampuan untuk melihat kedepan dengan cara pikir yang sangat relasional dan konseptual, sehingga ia
dapat melihat seluruh kaitan bersama-sama lalu menetapkan langkah selanjutnya. Dan ketika pria berpikir
secara relasional dan konseptual, ia tidak mungkin memikirkan detailnya, sehingga wanita diberikan
kemampuan untuk berpikir secara lokal supaya ia dapat mengisi secara rinci detail yang belum terpikirkan
oleh suaminya. Maka sebagai head, di dalam mengambil setiap keputusan harus dipertimbangkan secara
masak sehingga keluarganya tidak sampai menjadi korban kalau keputusan yang diambilnya salah. Para pria
sesungguhnya sudah diberikan kapasitas untuk itu maka ia hanya perlu untuk melatih mengembangkannya
dengan lebih baik.

Banyak pria modern saat ini tidak lagi dilatih untuk berpikir secara koseptual dan relasional, melainkan
diajar masuk dalam konsep pemikiran yang bersifat lokal, yang bukan merupakan dunia pria. Dan ketika
pria maupun wanita dipaksa untuk mengerjakan apa yang berlawanan dengan natur mereka, maka apa
yang mereka kerjakan tidak mungkin dapat mencapai maksimal. Di dalam setiap kemampuan yang dimiliki
pria maupun wanita, mempunyai kelebihan dan kekurangan masing-masing yang sangat mungkin mencapai
hasil terbaik secara konseptual maupun detailnya jikalau kedua unsur tersebut dikomplementasikan. Dan
saat ini yang terjadi adalah pria gagal menjalankan progress pemikiran konseptual dan relasional sehingga
wanita yang mengisi posisi tersebut.

Ketiga, pria perlu mengembangkan cinta kasih yang bersifat Kristus centric/ melindungi. Alkitab berbicara
dengan jelas bahwa yang seharusnya menjadi love symbol adalah pria, dan bukan wanita. Tuhan menuntut
pria mencintai dengan sungguh-sungguh, cinta yang melindungi, yang memberikan diri dan mengorbankan
seluruh hidupnya. Alkitab menunjukkan bagaimana ketika Kristus mengasihi jemaat, Ia menjaga,
menyucikan hingga merawati dan memelihara. Maka cinta seperti inilah yang seharusnya muncul dan
dikembangkan tanpa henti oleh seorang pria, bagaimana ia belajar mencurahkan cinta kasihnya dengan
melindungi dan merawati isterinya serta bagaimana ia dapat memikirkan yang terbaik bagi isterinya.
Dikatakan dalam Alkitab: jikalau kepala tidak merawati tubuhnya maka itu bukan kepala yang sejati. Maka
pria seharusnya mengasihi isterinya sama seperti Kristus yang mengasihi tubuhnya, yaitu jemaat. Dengan
demikian keseimbangan antara suami bekerja, suami di rumah dan suami melayani semua menjadi kaitan
yang tidak terlepas satu sama lain.

Keempat, pria/suami yang mempunyai jiwa besar. Suami yang berani maju mengerjakan sesuatu,
mengarahkan dan berani megakui kegagalan. Seorang suami yang menjadi pemimpin di dalam keluarga
sangat memerlukan jiwa besar untuk berjalan di tengah dunia ini. Jikalau tidak maka ia akan menjadi
561 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

permainan daripada situasi, mempermalukan dan menghancurkan diri maupun keluarganya. Tuhan
sesungguhnya sudah memberikan kapasitas ini tetapi tekanan masyarakat yang mengubah value
system/konsep nilai kehidupan manusia kerapkali membuat para pria kehilangan konsep jiwa besar.
Manusia seringkali dinilai dari aksesori yang ada di sekelilingnya (kekayaan, kedudukan ataupun kepandaian) dan
tidak dari esensi manusianya. Dan akibatnya ketika seorang pria mulai maju dan berjuang ia mempunyai
ketakutan dan rasa malu yang begitu besar apabila ia mengalami kegagalan.

Akibatnya kita akan terus mencari aksesori seperti itu dan apabila kita gagal mencarinya maka seluruh
esensi pun ikut gagal dan mengorbankan diri kita sendiri. Jiwa besar adalah waktu saya berani
mempertanggungjawabkan diri saya di hadapan Tuhan dan bukan di depan manusia. Maka ketika saya
berjalan, bagaimana saya sadar siapa diri saya, siapa Tuhan dan bagaimana Tuhan berlaku atas diri saya.
Sehingga kita dapat mengkoneksikan esensi kita kembali pada Tuhan dan ketika kita berada di posisi atas,
kita bukan berada di bawah semua orang atau semua aksesoris tetapi di atas kita ada Tuhan yang menjadi
penentu kita. Banyak orang ketika mengalami kegagalan bukannya sadar bahwa ia adalah manusia, belajar
dan bangun kembali melainkan mereka menjadi hancur dan bahkan lari kepada obat-obatan dan tempat-
tempat yang kacau, atau yang paling halus ia pulang dan keluarganya menjadi sasaran amarahnya.

Setiap hidup kita sangat berfluktuasi, kadang di bawah dan kadang pula dapat berada di atas, tetapi kita
harus tahu jelas bahwa kalau Tuhan mengatur kita dalam ketaatan kita terhadap Tuhan maka itu terbaik
bagi hidup kita, dan sadar jikalau kita menghancurkan diri kita maka itu saatnya kita sedang melawan apa
yang Tuhan inginkan untuk kita kerjakan dalam hidup kita. Terkadang melalui kegagalan, Tuhan melatih
hidup kita untuk bertumbuh lebih besar, dan melalui pengalaman yang mungkin sangat menyakitkan, itu
menjadikan kita lebih mengerti lagi berbagai realita kehidupan serta lebih waspada di tengah dunia. Posisi
head itu sangat membahagiakan tetapi sekaligus juga membahayakan sehingga kalau posisi ini tidak
disertai dengan jiwa besar akan berbahaya! Untuk itu diperlukan berani berjuang, memulai lagi dan
mengakui kegagalan kita sehingga itu menjadikan hidup kita jauh lebih kuat. Saya harapkan ini menjadi
citra pria yang baik sehingga di dalam pertumbuhan hidup, saudara dapat menjadi pengayom bagi seluruh
keluarga dan mampu menjalankan tugas dengan tepat. Saya harap ini boleh menguatkan kita semua.

Amin!
562 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

W
Wa akkttu
udda
annh hiid
duuppy
yaan
nggb
beerrp
puus
saatt
k
keeppaadda
aKKrriis
sttu
uss
Oleh: Pdt. Solomon Yo

Nats: Efesus 5: 15-17/ Mazmur 90

Efesus 5

15 Karena itu, perhatikanlah dengan saksama, bagaimana kamu hidup, janganlah seperti
orang bebal, tetapi seperti orang arif,
16 dan pergunakanlah waktu yang ada, karena hari–hari ini adalah jahat.
17 Sebab itu janganlah kamu bodoh, tetapi usahakanlah supaya kamu mengerti kehendak
Tuhan.

Mazmur 90

1 Doa Musa, abdi Allah. Tuhan, Engkaulah tempat perteduhan kami turun–temurun.
2 Sebelum gunung–gunung dilahirkan, dan bumi dan dunia diperanakkan, bahkan dari
selama–lamanya sampai selama–lamanya Engkaulah Allah.
3 Engkau mengembalikan manusia kepada debu, dan berkata: "Kembalilah, hai anak–anak
manusia!"
4 Sebab di mata–Mu seribu tahun sama seperti hari kemarin, apabila berlalu, atau seperti
suatu giliran jaga di waktu malam.
5 Engkau menghanyutkan manusia; mereka seperti mimpi, seperti rumput yang bertumbuh,
6 di waktu pagi berkembang dan bertumbuh, di waktu petang lisut dan layu.
7 Sungguh, kami habis lenyap karena murka–Mu, dan karena kehangatan amarah–Mu kami
terkejut.
8 Engkau menaruh kesalahan kami di hadapan–Mu, dan dosa kami yang tersembunyi dalam
cahaya wajah–Mu.
9 Sungguh, segala hari kami berlalu karena gemas–Mu, kami menghabiskan tahun–tahun
kami seperti keluh.
10 Masa hidup kami tujuh puluh tahun dan jika kami kuat, delapan puluh tahun, dan
kebanggaannya adalah kesukaran dan penderitaan; sebab berlalunya buru–buru, dan
kami melayang lenyap.
11 Siapakah yang mengenal kekuatan murka–Mu dan takut kepada gemas–Mu?
12 Ajarlah kami menghitung hari–hari kami sedemikian, hingga kami beroleh hati yang
bijaksana.
13 Kembalilah, ya TUHAN––berapa lama lagi? ––dan sayangilah hamba–hamba–Mu!
14 Kenyangkanlah kami di waktu pagi dengan kasih setia–Mu, supaya kami bersorak–sorai
dan bersukacita semasa hari–hari kami.
15 Buatlah kami bersukacita seimbang dengan hari–hari Engkau menindas kami, seimbang
dengan tahun–tahun kami mengalami celaka.
16 Biarlah kelihatan kepada hamba–hamba–Mu perbuatan–Mu, dan semarak–Mu kepada
anak–anak mereka.
17 Kiranya kemurahan Tuhan, Allah kami, atas kami, dan teguhkanlah perbuatan tangan
kami, ya, perbuatan tangan kami, teguhkanlah itu.
563 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

Manusia tidak sama dengan binatang. Kita diciptakan dengan keagungan sehingga kita seharusnya
mempunyai hidup yang berkualitas dan bermakna. Akan tetapi, sayang sekali banyak orang yang hidupnya
sangat tidak pantas dan bahkan menimbulkan penderitaan akibat kesalahan mereka sendiri. Mzm 49:21
memperingatkan kita akan hal ini. Mzm itu berbunyi: "Manusia, yang dengan segala kegemilangannya tidak
mempunyai pengertian, boleh disamakan dengan hewan yang dibinasakan." Manusia yang tidak
berpengertian tidak hanya disamakan dengan hewan peliharaan tetapi bahkan dengan hewan yang
dibinasakan. Inilah yang perlu kita perhatikan baik-baik.

Paulus memberikan nasehat di dalam Ef 5:15-17 agar kita tidak hidup sebagai orang bebal tetapi sebagai
orang arif. Kita memerlukan hikmat untuk menjalani hidup ini dengan sebaik-baiknya dan pertanyaannya
adalah hikmat seperti apakah yang kita perukan untuk dapat hidup berkenan kepada Tuhan. Musa
memberikan nasehat kepada kita untuk menghitung hari-hari kita, yang berarti kita harus memikirkan,
merenungkan tentang waktu dan hubungannya dengan hidup kita di mana tujuannya adalah untuk
mendapatkan pengertian akan, apakah itu waktu, apakah itu makna dan apakah hikmat yang dibutuhkan
untuk menjalani hidup ini.

Pertama Waktu merupakan media di mana manusia membentuk sejarah hidupnya. Manusia adalah pelaku
sejarah. Melalui tindakan-tindakannya di dalam waktu yang diberikan Tuhan maka ia membentuk kisah
hidupnya. Apakah hubungan antara waktu dan sejarah? Saya memperhatikan bahwa saat bayi masih kecil,
antara satu bayi dengan bayi yang lain sama, tetapi ketika besar yang satu menjadi setan dan yang lain
menjadi malaikat. Waktu yang kita jalani adalah waktu yang sama tetapi waktu yang sama ini akan kita
responi, tanggapi dan kita isi dengan sikap dan tindakan yang berbeda. Dan melalui semua ini akan
terbentuklah satu pribadi dengan karakter yang unik, yang satu mulia dan yang satu hina.

Ini semua memberikan penekanan kepada saya tentang pentingnya mendidik anak. Berapa banyak orang
tua yang mengasihi anak dan memenuhi kebutuhan mereka tetapi juga bersungguh-sungguh di dalam
mendidik mereka? Mereka memberikan makanan dan pakaian yang mahal-mahal tetapi anak-anak mereka
bukanlah hewan yang cukup dipenuhi kebutuhan fisiknya atau dipenuhi kesenangan-kesenangan super-
fisialnya. Mereka juga memerlukan didikan-didikan moral dan rohani karena ini akan menentukan
bagaimana mereka meresponi hidup dan mengisi waktu-waktu mereka yang akan membentuk satu pribadi
yang bersifat kekal. Ini sungguh menggentarkan hati karena waktu yang ada di hadapan kita tidak dapat
bersifat netral sementara hidup hanya satu kali dan tidak dapat diulang lagi. Biarlah kita mengingat bahwa
kita adalah makhluk moral yang tidak dapat hidup sembarangan.

Salah satu penghukuman di sorga adalah penyesalan karena kita salah menjalani hidup dengan suatu
kualitas yang amat rendah. Di dalam kekekalan, ada orang yang menyesal mengapa di dalam hidup ini
mereka menolak Kristus dan menjalani hidup yang jahat sehingga hidup mereka hancur di kekekalan dan
tidak dapat diperbaiki lagi. Tetapi orang-orang Kristen pun mungkin juga menyesal di kekekalan karena
mereka tidak maksimal di dalam kehidupan di dunia ini.

Kedua Waktu dan sejarah adalah pelaksanaan maksud Allah di dalam dunia ini. sebelum Allah menciptakan
manusia, Ia terlebih dahulu menciptakan ruang dan waktu, dimana manusia tidak dapat lepas dari kedua
hal ini. Ketika kita masih hidup, itu berarti kita masih mempunyai waktu, ketika kita tidak mempunyai waktu
lagi maka itu berarti kehidupan kita sudah lewat. Kita menolak dengan tegas akan konsep-konsep waktu
yang salah, seperti misalnya filsafat India yang melihat waktu sebagai pengulangan. Kita juga menolak
pandangan ateis eksistensialisme yang mengatakan bahwa waktu bergerak secara acak, tanpa ada tujuan
dan sasaran. Di dalam Alkitab dikatakan bahwa Allah menciptakan dunia ini dengan maksud dan Allah yang
564 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

menciptakan waktu juga akan mengakhiri waktu. Allah hadir serta mengontrol jalannya sejarah dan semua
rencana Allah pasti terlaksana. Kita melihat bagaimana maksud Allah terlaksana di dalam sejarah Israel dan
kemudian kita melihat bagaimana ini beralih kepada Gereja sebagai Israel rohani yang sejati. Walaupun di
tengah-tengah ketidaksetiaan Gereja, namun kehendak Tuhan terus diberlakukan dan Tuhan terus
memimpin. Ini pun terjadi di dalam kehidupan pribadi lepas pribadi, di mana salah satu yang dicatat di
dalam Alkitab adalah kehidupan Yusuf. Selama tiga belas tahun, setelah melewati semua kesulitan, Tuhan
memimpin dia untuk dari budak menjadi orang nomor dua di Mesir. Bahkan semua pengendalian di Mesir
pada waktu itu sebenarnya dipimpin oleh Yusuf. Kita melihat bagaimana melalui satu orang ini, rencana
Tuhan untuk memelihara kehidupan satu bangsa yang besar telah terlaksana.

Di dalam waktu-waktu yang kita lalui tidak ada hal yang kebetulan. Maksud Tuhan terkandung di dalam
semuanya itu sehingga kita tidak pernah boleh berkata bahwa hidup kita ini tidak berarti dan hanya
dikuasai oleh nasib yang tak terkendalikan. Biarlah ini mendorong kita untuk mencari tahu apakah maksud
Tuhan di dalam kehidupan kita. Biarlah kita tidak meremehkan kehidupan kita yang sekarang ini. Banyak
orang bermimpi untuk menjadi pahlawan, tetapi hal itu tidak akan terjadi tanpa harus melalui saat-saat
yang biasa, yaitu saat mereka di kamar dan belajar atau saat mereka berada di sekolah. Semua momen
yang begitu mengagumkan terjadi melalui persiapan yang mereka jalani saat mereka sedang studi dan saat
mereka belum ada apa-apanya.

Ketiga, Sejarah dan kehidupan manusia hanya mendapatkan maknanya di dalam Kristus Yesus. Dosa telah
merusak maksud Allah di dalam kehidupan manusia sehingga sejarah manusia hanya memiliki dua
kemungkinan. Jika manusia dibiarkan dalam dosanya maka ia akan binasa dan hancur. Hanya melalui
kedatangan Yesus di dalam dunia ini, dunia ini dijamah. Melalui kematian dan kebangkitan-Nya, Allah
menghancurkan kuasa iblis dan membebaskan kita dari kuasa dosa dan maut sehingga kita diampuni dan
diterima sebagai anak-anak Allah. Sentralitas Kristus atas sejarah secara simbolis kita temukan kembali di
dalam Why 5, dimana dikatakan bahwa Anak Domba Allah merupakan satu-satunya orang yang layak untuk
membuka materai dari gulungan kitab yang termeterai. Membuka meterai bukanlah bertujuan untuk
sekedar membaca atau untuk menafsirkan, tetapi merupakan suatu eksekusi terlaksananya kejadian-
kejadian di dalam sejarah. Sejarah tanpa Kristus akan kehilangan makna.

Signifikasi kedatangan Yesus terhadap sejarah begitu besar. Tanpa kedatangan Kristus maka sejarah ini
tidak akan ada maknanya. Kedatangan Kristus telah membelah sejarah. Melalui kedatangan Kristus kita
melihat begitu banyak kemajuan yang terjadi, baik di dalam ilmu medis, ilmu sosial, maupun ilmu-ilmu
lainnya. Kita hidup di jaman yang sudah berbeda dari jaman dahulu dan kita perlu mengingat apa yang
Martin Luther King katakan yaitu bahwa untuk setiap kebaikan yang kita terima ada orang-orang yang telah
memperjuangkannya dengan mengorbankan darah. Hal ini haruslah terus kita ingat supaya jangan setelah
kita mewarisi kebaikan-kebaikan kita kemudian menendang semua yang telah membuat hidup kita penuh
dengan kebaikan. Amerika adalah sebuah contoh kasus. Jikalau tidak ada pengaruh Kekristenan dari kaum
Puritan maka Amerika tidak dapat menjadi seperti sekarang ini. Tetapi sayang Amerika telah menjadi rusak
karena mereka telah menyingkirkan dan telah begitu tidak adil terhadap Kekristenan. Jangan setelah
menerima kebaikan Tuhan semua pengaruh positif yang berasal dari Kristus, maka kita mulai melupakan
Kristus.

Keempat Sejarah bergerak menuju ke satu sasaran, yaitu langit dan bumi yang baru. Dengan kedatangan
Tuhan Yesus, satu jaman yang baru telah datang dan sekarang kuasa Allah telah bekerja di dalam diri kita.
Walaupun sebelah kaki kita telah ada di sorga dan sebelah kaki kita masih ada di bumi sehingga kita masih
565 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

berada di dalam ketegangan already dan not yet. Di satu pihak, kuasa Allah telah bekerja di dalam diri kita
dan kita adalah manusia baru. Akan tetapi, kuasa dunia yang lama masih bekerja di sekeliling kita dan
menggoda kita. Tetapi kita tahu bahwa kuasa Allah pasti akan menang, yaitu di saat Kristus datang untuk
kedua kalinya. Hanya orang Kristen dengan mata iman dapat melihat bagaimana Kerajaan Allah makin
bertumbuh dan kita adalah laskar-laskar Kristus yang dipanggil untuk berbagian di dalam pertumbuhan ini.
Inilah harapan kita dan ini seharusnya memberikan kepada kita suatu visi hidup yang baru.

Orang yang kehilangan pengharapan akan kedatangan Kristus untuk kedua kalinya pastilah akan kehilangan
satu aspek yang sangat fundamental dari iman Kristen mereka. Saya mempertanyakan apakah mereka
mempunyai vitalitas dalam hidup mereka untuk hidup sesuai dengan kehendak Allah. Orang yang
mempunyai pengharapan tentang sorga yang benar adalah orang yang paling tahu bagaimana menjalani
hidup secara paling maksimal dan bahagia. Kita menolak pandangan yang mengatakan bahwa hidup hanya
di dunia ini, demikian pula kita menolak pandangan yang mengatakan bahwa hidup hanya semata-mata di
sorga dan tidak ada relevansinya dengan dunia ini. Pandangan Alkitab mengajak kita untuk melihat kepada
langit dan bumi yang baru dan dengan demikian kita mendapatkan kekuatan untuk menjalani hidup di
dunia ini dengan penuh makna.

Amin!
566 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

K
Keellu
uaarrg
gaa tte
errk
khhu
ussu
uss
Oleh: Pdt. Sutjipto Subeno

Nats: Efesus 5: 31-33/ Kej 2:24/ Mat. 19:5

Efesus 5

31 Sebab itu laki–laki akan meninggalkan ayahnya dan ibunya dan bersatu dengan isterinya,
sehingga keduanya itu menjadi satu daging.
32 Rahasia ini besar, tetapi yang aku maksudkan ialah hubungan Kristus dan jemaat.
33 Bagaimanapun juga, bagi kamu masing–masing berlaku: kasihilah isterimu seperti dirimu
sendiri dan isteri hendaklah menghormati suaminya.

Kejadian 2

24 Sebab itu seorang laki–laki akan meninggalkan ayahnya dan ibunya dan bersatu dengan
isterinya, sehingga keduanya menjadi satu daging.

Matius 19

5 Dan firman–Nya: Sebab itu laki–laki akan meninggalkan ayah dan ibunya dan bersatu
dengan isterinya, sehingga keduanya itu menjadi satu daging.

Saat ini kita masuk dalam bagian terakhir dari Efesus 5:22-33 dimana seluruh apa yang menjadi prinsip yang
ditegakkan oleh Paulus diringkas. Dalam ay. 31 dikatakan: “Sebab itu laki-laki akan meninggalkan ayahnya
dan ibunya, dan bersatu dengan isterinya, dan keduanya itu menjadi satu daging.” Apa yang dimengerti
dengan ini? Paulus menyebutnya sebagai satu rahasia besar yang dibuka. Disebut rahasia besar, karena
pernikahan yang menuntut seorang pria lepas dari ayah dan ibunya, bersatu dengan isterinya, merupakan
gambaran bagaimana Kristus bersatu dengan jemaat. Dan baru dari kalimat inilah muncul seluruh konklusi
semua pembahasan di Efesus 5 yaitu, “Kasihilah isterimu seperti dirimu sendiri dan isteri hendaklah
menghormati suaminya.” Ketika seseorang membayangkan apa yang diungkapkan di Kej 2:24, itu bukan
berarti saat itu Adam juga memiliki orang tua (karena Adam dan Hawa menjadi orang pertama yang dicipta), tetapi
kalimat tersebut harus dinyatakan di sana karena melukiskan hubungan antara Kristus dengan jemaat.
Ketika dikatakan “Laki-laki akan meninggalkan ayahnya dan ibunya dan bersatu dengan isterinya, sehingga
keduanya itu menjadi satu daging,” di sini akan timbul beberapa hal:

1. Yang ditekankan Alkitab adalah pria, karena sudah diasumsikan wanita akan meninggalkan orang
tua ketika menikah (dalam budaya maupun Alkitab, wanita tunduk dan mengikuti pria). Pernikahan tidak
pernah menggambarkan satu bentuk yang terbuka total (inklusif). Bahkan dalam Yoh 17, kita juga melihat
cara Tuhan Yesus berdoa yang eksklusif, yaitu hubungan Kristus dengan umat-Nya. Maka dalam relasi
pernikahan, pria dan wanita harus terpisah dan dilepaskan dari semua bentuk ikatan lainnya yang ada
sehingga membentuk satu relasi yang eksklusif antara satu pria dengan satu wanita.
567 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

Gambaran dalam Ef 5:31-32 seringkali dianggap bukan untuk hubungan keluarga riil, tetapi hanya sebagai
figurasi untuk menceritakan hubungan antara Kristus dengan jemaat. Maka seolah ide di dalam ayat 31 bisa
ditiadakan dan yang penting adalah pembicaraan mengenai relasi jemaat dengan Kristus. Di sini ada
beberapa dampak dari hal di atas:

Pertama, struktur representasi menjadi terbalik apabila hal seorang menikah dijadikan contoh hubungan
Kristus dengan jemaat, karena seharusnya hubungan Kristus dengan jemaat yang harus diaplikasikan di
dalam hubungan suami-isteri. Kedua, relasi Kristus dengan jemaat sering dilihat hanya dalam aspek spiritual
saja dan bukannya keluarga secara fisik. Ayat tersebut secara keseluruhan membicarakan bagaimana suami
berelasi dengan isteri, maka ay. 32 tidak hanya dilihat dalam aspek spiritual tetapi justru disitu Alkitab
sedang benar-benar berbicara tentang relasi suami-istri. Dan seharusnya urusan spiritual yang turun ke
wilayah fisikal yaitu realita hidup pernikahan.

2. Gambaran dalam Ef 5:31 tidak boleh diekstrimkan bahwa mereka harus menjadi musuh dari orang
tua mereka. Rienecker memberikan satu penafsiran bahwa hal itu seperti memutuskan ikatan-ikatan yang
membelenggu sebelumnya untuk dapat memasuki ikatan baru dengan isterinya secara eksklusif dan penuh.
Istilah “menjadi satu” menggunakan istilah “glue-ogether” (direkat bersama-sama). Berarti yang ingin di-
nyatakan dalam pemikiran ini: Satu ide yang konsisten di dalam seluruh pernikahan, yaitu bagaimana
Kristus dengan jemaat berelasi secara ekslusif. Maka ketika saya mengikat diri dengan isteri saya secara
eksklusif, itu harus mematahkan semua ikatan yang mengikat saya sebelumnya sehingga ia menjadi mandiri
dalam memasuki ikatan yang baru. Karena ketika kita masih terikat dengan orang tua maka ikatan kita
dengan isteri kita tidak akan pernah menjadi ikatan yang eksklusif dan eksklusifitas di dalam hubungan
pernikahan tidak akan terjadi. Jikalau ikatan terhadap orang tua yang diasumsikan paling dekat dengan kita
harus dilepaskan, maka itu berarti menggambarkan bahwa semua bentuk ikatan/belenggu yang lain harus
dilepaskan lebih dahulu.

3. Seorang pria harus meninggalkan orang tuanya supaya tidak menadi penghambat perkembangan
keluarganya.
Selanjutnya, jikalau kita tidak mampu melepaskan diri dari orang tua, maka akan menimbulkan dampak
inklusif dalam keluarga: pertama, keluarga akan mengalami bias kebijaksanaan, sehingga salah satu atau
kedua pasangan tersebut akan tertekan dan tidak bahagia. Seringkali orang tua merasa bahwa nasehat
mereka adalah yang paling baik dan harus diturut, padahal kita harus sadar bahwa itu paling baik buat
mereka, tetapi tidak untuk keluarga anaknya. Sebab di dalam setiap keluarga mempunyai keunikkan
tersendiri yang tidak sama dengan keunikan kita. Hal kedua, orang tua seringkali living in the past. Mereka
mencoba memaksakan apa yang dulu mereka lakukan, kepada anak mereka, sehingga akhirnya berdampak
negatif dalam rumah tangga anaknya.

Kedua, kita seringkali dibingungkan dengan istilah keluarga itu sendiri. Bahasa Indonesia membedakan
antara “keluarga dengan “keluarga besar,” namun dalam prakteknya kita sulit membedakan antara
keluarga dengan keluarga besar, terutama dalam budaya timur. Alkitab mencatat bahwa pemisahan
dilakukan untuk membentuk “glue-together.” Maka proses ini akan terhambat apabila pemisahan tidak
dilakukan karena keluarga besar sangat rawan mengalami interupsi dan intervensi dari pihak ketiga, dan
akibatnya mereka tidak mampu menjadi pengambil keputusan mutlak bersama. Ketiga, dalam tahap
selanjutnya akan terjadi krisis kepercayaan antar pasangan, yang berakibat fatal dalam relasi keluarga.
ketika suami-isteri sudah tidak dapat saling percaya, saat itulah keluarga tersebut sudah tidak dapat
dipertahankan lagi (walaupun mungkin secara fenomena masih bersama).
568 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

Maka setiap suami-isteri harus membangun eksklusifitas keluarga yang merupakan hal utama harus ada,
dan itu mengandung pengertian:

1. Kita harus memprioritaskan pertama dan utama pasangan kita. Di dalam relasi suami-isteri
seharusnya kita perlu menghargai suami/isteri kita lebih di dalam prioritas relasi kita (prioritas yang tertinggi),
dan prinsip ini seharusnya dipelihara sejak hari pertama pernikahan.

2. Ketika kita mulai menjalankan relasi, kita harus menghargai setiap keputusan bersama, lebih dari
keinginan orang lain terhadap keluarga kita. dan ketika suami atau isteri kita tidak menyetujui suatu hal, hal
itu harus menjadi prioritas utama untuk kita dengarkan.

3. Di sini kita juga harus lebih mempercayai suami atau isteri kita daripada orang tua ataupun relasi
yang lain. Di dalam Alkitab jelas sekali dikatakan bagaimana seorang pria harus mengasihi isterinya seperti
dirinya sendiri dan seorang wanita yang hendaknya menghormati suaminya. Dan memang itulah yang akan
menjadi lem yang paling rekat bagi relasi suami isteri, sehingga hubungan Kristus dan jemaat akan
terpancar di dalam keluarga tersebut. Sehingga pernikahan itu akan masuk ke dalam kebahagiaan yang
sesungguhnya.

Amin!
569 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

P
Peen
nggiin
njjiilla
annd
dii d
daalla
ammk
keellu
uaarrg
gaa
Oleh: Pdt. Sutjipto Subeno

Nats: 1 Kor. 7: 10-16

10 Kepada orang–orang yang telah kawin aku––tidak, bukan aku, tetapi Tuhan––perintahkan,
supaya seorang isteri tidak boleh menceraikan suaminya.
11 Dan jikalau ia bercerai, ia harus tetap hidup tanpa suami atau berdamai dengan suaminya.
Dan seorang suami tidak boleh menceraikan isterinya.
12 Kepada orang–orang lain aku, bukan Tuhan, katakan: kalau ada seorang saudara
beristerikan seorang yang tidak beriman dan perempuan itu mau hidup bersama–sama
dengan dia, janganlah saudara itu menceraikan dia.
13 Dan kalau ada seorang isteri bersuamikan seorang yang tidak beriman dan laki–laki itu
mau hidup bersama–sama dengan dia, janganlah ia menceraikan laki–laki itu.
14 Karena suami yang tidak beriman itu dikuduskan oleh isterinya dan isteri yang tidak
beriman itu dikuduskan oleh suaminya. Andaikata tidak demikian, niscaya anak–anakmu
adalah anak cemar, tetapi sekarang mereka adalah anak–anak kudus.
15 Tetapi kalau orang yang tidak beriman itu mau bercerai, biarlah ia bercerai; dalam hal
yang demikian saudara atau saudari tidak terikat. Tetapi Allah memanggil kamu untuk
hidup dalam damai sejahtera.
16 Sebab bagaimanakah engkau mengetahui, hai isteri, apakah engkau tidak akan
menyelamatkan suamimu? Atau bagaimanakah engkau mengetahui, hai suami, apakah

Dalam bagian ini kita melihat bagaimana situasi keluarga yang diungkapkan oleh Paulus, di mana keluarga
merupakan satu bagian yang harus bersifat monolitik (satu keutuhan) yang tidak boleh diceraikan. Sebab
pernikahan bukan sekedar merupakan satu hukum melainkan di dalamnya merepresentasikan/
menggambarkan hubungan antara Kristus dengan jemaat. Tetapi kita sering melakukan kesalahan fatal
dengan menjadikan kebahagiaan keluarga sebagai sasaran terakhir dari kehidupan manusia, yang membuat
akhirnya kita mengejar kebahagiaan faktamorgana (semu), yang seolah bahagia tetapi menimbulkan
kekosongan dalam hatinya dan tidak akan pernah puas. Kebahagiaan sesungguhnya bukan merupakan
tujuan, melainkan dampak atau efek dari satu tujuan terakhir yang Tuhan tetapkan bagi setiap keluarga,
yaitu mempermuliakan Allah dan menikmatinya seumur hidup kita. Dan ketika itu dicapai maka damai
sejahtera yang menjadi dampak akan kita nikmati dan mengiring kita setiap saat.

Di Korintus dijelaskan dengan begitu tegas bahwa dalam hubungan suami-isteri, istri harus melihat suami
sebagai kepala isteri dan Kristus sebagai kepala suami, sehingga kalimat itu menggambarkan satu hubungan
hirarkis yang tepat sekali.
570 Ringkasan Khotbah – Jilid 1


1. Jikalau suami-istri itu adalah anak Tuhan maka tidak boleh bercerai;
2. Jikalau salah satu dari suami atau isteri itu bertobat menjadi Kristen dan yang lainnya belum, maka
itu pun juga tidak boleh bercerai, sejauh saat itu suami/ istri yang belum bertobat itu tidak menghendaki
perceraian karena suami atau isteri yang tidak beriman tersebut dikuduskan oleh isteri atau suami yang
beriman;

3. Namun kalau orang yang tidak beriman itu mau bercerai, biarlah ia bercerai karena dalam hal yang
demikian saudara tidak terikat. Ini bukan sekedar hukum boleh atau tidak boleh bercerai melainkan ada
satu pergumulan/ visi di belakangnya yang mana siapa tahu melalui hal itu saudara menguduskan suami
atau isteri saudara. Ini merupakan satu prinsip yang sangat sentral, yaitu bagaimana keluarga itu dapat
mencapai satu damai sejahtera/ kebahagiaan dengan cara suami-isteri saling menguduskan satu sama lain.
Inilah yang saya ingin bahas sebagai satu prinsip dasar dimana kita masuk ke dalam pengijilan keluarga,
bagaimana di dalam seluruh hidup setiap keluarga hanya dapat mencapai kebahagiaan tertinggi jika kondisi
keluarga itu mencapai satu kekudusan di dalam Tuhan.

Semua aspek kesucian moral, etika yang tinggi di dalam kehidupan suami-isteri menjadi satu hal yang
sangat ditekankan dalam kehidupan iman Kristen, namun tidak di dalam aspek ini. Di sini penekanannya
lebih kepada bagaimana suami dan isteri nanti dipisahkan (dikuduskan: dipisahkan untuk satu tugas yang khusus)
yang menjadi satu kaitan/ relasi yang mau mempermuliakan Allah melalui hubungan mereka.




konsep pertama, Kristus di atas keluarga (Christ is the head of the house). Kalimat yang seringkali dapat kita
temukan dalam hiasan dinding rumah. Kalimat ini sesungguhnya adalah kalimat doktrin yang sangat keras
namun sekarang sudah banyak menjadi slogan dan bahkan disalah-tafsirkan. Maka ketika saudara
memasang hiasan itu di rumah saudara, benarkah rumah tangga saudara telah mengepalakan Kristus?
Apakah kita telah menyadari dengan jelas bahwa di dalam relasi suami-isteri harus ditundukkan mutlak di
bawah kebenaran Allah dan kedaulatan Kristus, karena Kristus adalah kepala suami dan suami kepala isteri?
Suami sebagai kepala rumah tangga bukan merupakan otoritas terakhir tetapi ia harus tunduk di bawah ke-
kepalaan Kristus sebagai kepala keseluruhannya sehingga seluruh keluarga boleh mencapai suatu
kebahagiaan yang sejati dan mempermuliakan Allah. Dan itu tidak akan dicapai kalau keluarga tersebut
tidak berpusat pada Kristus. Di sini yang perlu diperbaharui bukan sekedar pertobatan pribadi, di mana saya
menundukkan keegoisan diri saya untuk kembali taat kepada Tuhan melainkan juga keluarga, bagaimana
rumah tangga diserahkan kepada kedaulatan Kristus yang memerintah atas rumah tangga kita. Keluarga
yang diperintah oleh Kristus adalah di mana setiap keputusan yang diambil merupakan keputusan yang
digumulkan di dalam kehendak Kristus. Inilah yang menjadi citra yang membahagiakan keluarga!

Mungkin banyak orang menganggap hal di atas sepele, namun sebenarnya ini telah menimbulkan terlalu
banyak masalah dalam kehidupan keluarga, yang mengakibatkan kehidupan keluarga yang bermasalah
seperti ini tidak pernah dapat terbuka secara jujur dan terjadi kontaminasi yang besar. Ketika suami-isteri
tidak mengepalakan Kristus di atas, maka suami-isteri itu tanpa sadar akan saling membandul satu sama
lain. bahkan sekalipun telah diberikan premarital konseling, saya masih menemukan beberapa keluarga
bermasalah di dalam aspek ini. Seringkali kekepalaan suami dalam kehidupan keluarga disalahgunakan oleh
suami sehingga akhirnya suami menganggap bahwa ia menjadi otoritas terakhir dan isteri suka atau tidak
571 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

suka harus tunduk pada suami. Hal ini lebih tepat saya katakan sebagai kediktatoran suami yang dapat me-
nimbulkan masalah yang sangat rumit di dalam diri isterinya. Sebab isterinya akan menjadi orang yang ter-
tekan dan banyak isteri yang akhirnya terkena sakit kanker karena suaminya tidak dapat diajak bicara dan
tidak berani untuk membantah apa yang dikatakan oleh suaminya. Iman Kristen mengajarkan bahwa isteri
harus tunduk pada suami di dalam segala hal, tetapi di lain pihak hal itu dipakai suami sebagai suatu alat
untuk mengintimidasi isterinya. Kalau Kristus tidak menghendaki tetapi suami membantah maka itu berarti
sama seperti isteri membantah suami. Seringkali suami marah ketika isteri membantahnya, tetapi
sesungguhnya ia juga harus sadar bahwa Tuhan akan marah kalau ia berani membantah Kristus. Jadi tidak
ada alasan suami memainkan peranan sebagai kepala dan mengintimidasi isterinya. Sebab keluarga yang
demikian tidak akan mungkin mencapai kebahagiaan, anak-anak menjadi kecewa sekali melihat ayah yang
diktator dan ibu yang tertekan, dan itu menimbulkan kebencian dalam diri mereka terhadap orang tua. Hal
ini banyak terjadi bukan hanya di luar kekristenan melainkan juga di dalam Kekristenan. Sebagai kepala,
seringkali dalam mengambil keputusan suami merasa cukup bijak dan tidak perlu mengumulkan dengan
isterinya tetapi ia tidak sadar bahwa ketika ia mengambil keputusan yang salah, maka seluruh keluarga
akan terkena efeknya. Di sini saya mengharapkan pertobatan di dalam keluarga. Cara terbijak adalah ketika
kita akan memutuskan segala sesuatu, kita menggumulkan bersama apa yang Tuhan mau kita kerjakan,
berdoa dan bersama-sama melihat pimpinan Tuhan di dalam rumah tangga kita sehingga akhirnya seluruh
keluarga akan melihat sebagai satu kepuasan karena bersama taat pada pimpinan Tuhan.

Kedua, Kristus di dalam keluarga Kristus bukan sekedar kepala atas rumah tangga tetapi Ia juga adalah
pembaharu keluarga. Keluarga anak-anak Tuhan dapat dipulihkan dan dibentuk baru asal ada komitmen
dari kedua belah pihak untuk memperbaharui. Sejauh kedua pihak, baik suami maupun isteri bertekad
memperbaharui kembali kehidupan keluarga mereka sesuai dengan firman dan bersandar mutlak pada
Tuhan maka tidak ada yang mustahil di hadapan Tuhan. Mungkin ini jauh lebih berat daripada mereka yang
belum sampai pada kerusakan seperti itu tetapi seberat apapun, Tuhan sanggup memulihkan keadaan yang
rusak dan hancur kepada keadaan yang baik. Dan itulah yang menjadi pengharapan besar orang Kristen!
Kekristenan dalam mengerti pengharapan sangat berbeda dengan prinsip judi di tengah dunia, sebab ketika
kita bermain judi (pasti dengan pengharapan yang besar) tetapi di dalamnya tergantung satu spekulasi yang
bermain-main dengan kuasa yang akan menghancurkan dan di dalamnya dikuasai oleh nafsu; tetapi
pengharapan di dalam Kristus merupakan satu pengharapan yang dimulai dari pengudusan. Pengharapan
yang bersandar pada Kristus yang sudah menang dan menjadi bukti kekuatan. Dalam Ibrani dikatakan, apa
yang dapat membuat kita tidak berpengharapan kalau Kristus sudah melewati semua kesulitan dan
masalah seperti yang saudara dan saya sudah alami dan sudah memenangkan semuanya itu? Pengharapan
hidup yang disandarkan pada manusia pasti akan mengalami kekecewaan karena manusia memang tidak
sah menjadi pokok sandaran pengharapan kita dan dalam banyak aspek mempunyai limitasi yang tidak
memungkinkan.

Pengharapan sejati adalah kembali pada Kristus karena Kristus bukan satu figur yang hanya dapat
mengatakannya saja tetapi ia adalah figur yang menjalankan dan membuktikan dengan bangkit dari
kematian, dan menyaksikannya kepada begitu banyak orang, sehingga tidak ada alasan orang mengatakan
Kristus tidak bangkit. Disini kita tahu bahwa Kristus adalah satu-satunya yang menang dari semua kesulitan
yang pernah Ia alami di tengah dunia, yang jauh lebih berat dari apa yang saudara dan saya alami. Kristus
datang bukan untuk orang sehat atau keluarga yang sudah beres melainkan justru untuk memperbaharui
keluarga-keluarga yang selama ini mau kembali diperbaharui oleh-Nya. Inilah prinsip yang Tuhan mau
perbaharui karena Tuhan mau pakai keluarga untuk menjadi saksinya. Kalau keluarga-keluarga Kristen
572 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

hancur dan rusak maka bagaimana mereka dapat menjadi saksi dan mempermuliakan Allah karena satu
imposiblitas. Pdt. Stephen Tong selalu mengatakan bahwa kalau kita sudah tidak dapat lagi melihat
perbaharuan dan tidak ada kuasa Tuhan yang bisa memperbaharui hidup maka kita berhenti saja menjadi
pengkhotbah. Tetapi justru dengan adanya khotbah dan belajar firman itu karena kita percaya masih ada
perubahan yang bukan dengan kuasa kita melainkan kuasa Kristus sebagai pembaharu hidup saudara dan
saya.

Ketiga, Kristus melalui keluarga (Kristus menebus keluarga). Dalam Korintus, Paulus menyatakan beban dia
melihat keluarga-keluarga dimenangkan oleh anggota keluarganya. Yang paling potensial memenangkan
keluarga adalah anggota keluarga itu sendiri tetapi yang paling susah memenangkan keluarga, juga adalah
anggota keluarga tersebut. Karena merekalah yang mengetahui secara totalitas hidup kita. Ketika dalam
satu keluarga, satu orang bertobat sungguh-sungguh maka itu akan menjadi dampak yang akan membawa
seluruh keluarga mulai melihat sinar Allah yang mulai direfleksikan melalui orang tersebut ke seluruh
anggota keluarga yang lain. Maka ketika satu anak Tuhan mulai bertobat, itu merupakan panggilan yang sa-
ngat serius bagi dia untuk sungguh-sungguh menjaga kesungguhan sehingga kemuliaan Allah memancar
dalam hidupnya. Seorang anak Tuhan bertobat bukan dengan egois atau mencari selamat sendiri tetapi ke-
rinduan dari dirinya terpancar kemuliaan Allah yang memancar keluar. Di satu pihak kita menyatakan
prinsip Kristen tetapi di lain pihak kita menunjukkan citra Kristen yang sejati, bagaimana hidup sebagai anak
Tuhan yang sejati. Jadi itu menjadikan orang harus melihat bahwa seorang Kristen sangat berbeda dari yang
lain karena prinsip dan ibadahnya jelas, ketaatannya sungguh-sungguh dan tidak mempermainkan iman
tetapi di lain pihak ia bukan menjadi musuh keluarga, bahkan lebih hormat dan sayang terhadap orang tua.
Sehingga melalui perubahan hidup kita menjadi satu kesaksian yang paling kokoh dalam memberitakan injil
di tengah keluarga. Banyak orang Kristen hanya mau menyatakan diri dari aspek slogan dan bukan dari ke-
hidupan yang sungguh-sungguh! Bagaimana dengan keluarga kita?

Saya rindu setiap kita dipakai menjadi saksi sehingga banyak orang boleh dimenangkan melalui kesaksian
hidup kita. Biarlah hari ini kita kembali disadarkan bagaimana setiap anggota keluarga Kristen menjadi alat-
alat Tuhan yang merefleksikan kasih Kristus, penebusan, kematian Kristus di kayu salib, yang boleh
membawa kita menikmati keindahan hidup yang memperjuangkan kemuliaan Tuhan.

Amin!
573 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

R
Roottii jja
assm
maan
nii a
atta
auu rro
ottii rro
ohha
annii
Oleh: Pdt. Sutjipto Subeno

Nats: Yohanes 6: 41-48; 60-61; 66

41 Maka bersungut–sungutlah orang Yahudi tentang Dia, karena Ia telah mengatakan:


"Akulah roti yang telah turun dari sorga."
42 Kata mereka: "Bukankah Ia ini Yesus, anak Yusuf, yang ibu bapanya kita kenal?
Bagaimana Ia dapat berkata: Aku telah turun dari sorga?"
43 Jawab Yesus kepada mereka: "Jangan kamu bersungut–sungut.
44 Tidak ada seorangpun yang dapat datang kepada–Ku, jikalau ia tidak ditarik oleh Bapa
yang mengutus Aku, dan ia akan Kubangkitkan pada akhir zaman.
45 Ada tertulis dalam kitab nabi–nabi: Dan mereka semua akan diajar oleh Allah. Dan setiap
orang, yang telah mendengar dan menerima pengajaran dari Bapa, datang kepada–Ku.
46 Hal itu tidak berarti, bahwa ada orang yang telah melihat Bapa. Hanya Dia yang datang
dari Allah, Dialah yang telah melihat Bapa.
47 Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya barangsiapa percaya, ia mempunyai hidup yang
kekal.
48 Akulah roti hidup.

60 Sesudah mendengar semuanya itu banyak dari murid–murid Yesus yang berkata:
"Perkataan ini keras, siapakah yang sanggup mendengarkannya?"
61 Yesus yang di dalam hati–Nya tahu, bahwa murid–murid–Nya bersungut–sungut tentang
hal itu, berkata kepada mereka: "Adakah perkataan itu menggoncangkan imanmu?

Hari ini kita melihat cerita panjang di dalam Yoh 6 yang diawali dengan satu berita yang kelihatannya begitu
hebat yaitu ketika Yesus berkhotbah dan memberi makan sekitar sepuluh ribu orang. Alkitab memang ha-
nya mencatat 5000 laki-laki yang makan, namun itu artinya perempuan dan anak-anak belum dihitung.
Yesus tahu bahwa mereka mengejar-Nya hingga ke seberang danau bukan karena mengerti tanda tetapi
karena makan dan perut mereka menjadi kenyang. Akhirnya Yesus terus melanjutkan khotbahnya hingga
menimbulkan reaksi keras dari orang-orang Yahudi, bahkan semakin rumit dan tidak dapat menerimanya.
Disini Yesus justru mempertajam esensi apa yang sedang terjadi di tengah murid-murid tersebut, di mana
mereka mulai mengalami kegoncangan iman dan bahkan akhirnya meninggalkan-Nya.

Kita melihat kontras yang luar biasa sedang terjadi di sini. Pada awal ps. 6 dikatakan beribu-ribu orang
datang kepada Kristus dan ingin mengikuti-Nya namun akhirnya begitu banyak orang yang meninggalkan
Tuhan. Bukankah konsep ini bertentangan mutlak dengan apa yang kita pikirkan sebagai kesuksesan di
dalam dunia ataupun dalam pemberitaan injil. Menurut teori, jika pada awalnya sepuluh ribu orang
mengikuti Yesus maka selanjutnya akan menjadi tiga puluh ribu atau bahkan lebih banyak lagi. Tetapi justru
khotbah yang paling penting seringkali berakibat begitu banyak orang meninggalkan Tuhan Yesus.
574 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

Istilah “roti” dalam Yoh 6:41 bukan sekedar menggambarkan roti dalam arti makanan, tetapi lebih menunjuk
kepada makanan pokok atau kebutuhan pangan yang mendasar. Kita dapat bandingkan dengan doa Bapa
Kami yang di dalam satu petisinya mengatakan: “Berikanlah kepada kami makanan kami yang secukupnya
pada hari ini.” Kata “makanan kami,” di dalam Alkitab bahasa aslinya adalah “roti yang cukup untuk hari
ini.” Namun istilah ini dalam bahasa Indonesia diterjemahkan sebagai makanan karena memang inti
pengertiannya bukan roti secara benda (ansih) namun roti sebagai satu figur/simbol daripada makanan
pokok kita. Inilah yang menjadi ide penting yang ingin diungkapkan! Ketika orang-orang Yahudi selesai
makan roti dan menjadi kenyang maka mereka merasa kebutuhan pokoknya sudah terpenuhi dan itu
dianggap segalanya. Hingga detik ini konsep seperti ini tetap dipegang. Abraham Maslow, seorang tokoh
psikolog humanis yang paling terkenal mengatakan bahwa kebutuhan manusia yang paling mendasar dan
tidak dapat diganggu gugat adalah kebutuhan pangan. Manusia jika kebutuhan perutnya sampai terganggu
akan berbuat apa saja bagi perutnya, dan ini memang nyata terjadi, tanpa terkecuali di negara barat
maupun di timur. Maka Yesus kemudian membawa hal ini masuk ke dalam realita dibalik realita. Ketika
mereka melihat suatu realita yang ada yaitu “roti,” mereka belum melihat realita yang sesungguhnya
karena kita masih harus menerobos realita tersebut untuk mendapatkan realita yang hakiki yaitu roti hidup,
yang merupakan tawaran yang lebih besar daripada semua kebutuhan yang kita miliki. Dan itulah yang oleh
Tuhan Yesus disebut sebagai “sign” (tanda). Namun orang-orang saat itu hanya melihat roti yang dapat
mengenyangkan perut mereka dan tidak melihat tanda yang lebih esensial daripada kondisi realita yang
tampak dan akhirnya itu yang membuat mereka semakin rumit.



Pertama, kesulitan membedakan roti yang secara manusia dengan roti yang ditawarkan oleh Tuhan, yang
bersifat kekal. Ketika manusia melihat roti, ia hanya berpikir tentang roti yang dapat mengenyang-
kan/memuaskan perutnya, dan itu dianggap cukup jika sudah dapat memenuhinya. Tetapi Yesus justru
mengatakan bahwa itu bukanlah segala-galanya dan Ia menawarkan satu kebutuhan yang lebih mendasar
bagi manusia yaitu roti hidup, roti kekal, yang akan membawa manusia ke dalam kekekalan sehingga tidak
akan pernah merasa lapar kembali. Namun mereka tetap mempunyai kesulitan merelasikan hal ini karena
realita yang satu dengan yang lain berbeda sama sekali. Ada satu sumber spiritual yang membuat hal itu
dapat terjadi dan mereka tidak mau melihatnya. Mereka hanya mau melihat apa yang di depan mata dan
mereka tidak mau lebih melihat bahwa ada sesuatu yang tidak kelihatan secara langsung tetapi sedang
terjadi di dalamnya. Mereka hanya melihat hal rohani sebagai satu hal yang sangat menyulitkan dan
mereka berpikiran bahwa jika mereka harus menerima yang bersifat rohani maka yang jasmani harus
ditinggalkan sehingga akhirnya orang Kristen menjadi dualisme, kalau ke gereja itu berurusan dengan roti
rohani tetapi kalau ke dunia itu berurusan dengan roti jasmani. Padahal seharusnya dua hal tersebut
dihubungkan secara paradoks.

Kesulitan kedua, kalimat di dalam ayat 45-46 membuat orang Yahudi terheran-heran karena mereka tahu
bahwa Yesus adalah anak Yusuf dan Maria dan dibesarkan di Nazaret dan anak tukang kayu. Sekali lagi
mereka tidak dapat melihat apa yang tidak tampak di depan mata. Yesus memang anak Yusuf tetapi Ia juga
adalah Anak Allah yang berinkarnasi ke tengah dunia. Mereka kesulitan memparadokskan antara Yesus
yang adalah inkarnasi Allah dan turun menjadi manusia dengan Yesus yang adalah anak Yusuf dan Maria.
Lima roti dan dua ikan dapat menjadikan sepuluh ribu orang makan dan sisa dua belas bakul, itu pasti
bukan sembarang manusia, tetapi mereka tidak dapat melihat tanda tersebut. Di sini kesulitan karena tidak
mampu mengkoneksikan dua hal ini.
575 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

Kesulitan ketiga, mereka berpikir kalau mereka dapat datang, itu adalah hak mereka untuk datang tetapi
Yesus berkata bahwa yang akan datang kepadaNya itu adalah yang di utus oleh Bapa untuk datang kepada-
Nya dan yang tidak diutus kepada-Nya tidak mungkin dapat datang. Kesulitan ini dari dahulu hingga hari ini
adalah sama. Banyak orang berpikir kalau ia diselamatkan dan datang kepada Tuhan Yesus, bertobat, itu
adalah hasil usahanya sendiri. Disini setiap kalimat Tuhan Yesus membuat mereka bertambah kesulitan
untuk mengerti apa sebenarnya yang Yesus mau, karena mereka tidak mampu memparadokskan relasi
mereka. Padahal Yesus mengatakan bahwa kalau kita dapat datang kepadanya itu karena Tuhan yang
menggerakkan kita untuk datang dan yang dapat datang itu hanya yang dipilih oleh Bapa untuk datang. Dan
kesulitan seperti ini bukan hanya dua ribu tahun yang lalu tetapi hingga detik ini. Banyak orang berpikir
bahwa kalau ia berinisiatif maka itu mutlak adalah hak dia. Namun alkitab mengatakan bahwa kalau kita
dapat sampai tiba kepada Kristus itu karena Bapa mengutus kita untuk datang kepada Kristus sehingga
waktu kita bertobat kita tidak mungkin akan membanggakan bahwa itu adalah hasil usaha kita. Jadi ketika
Tuhan beranugerah, itu tidak akan berlawanan dengan inisiatif seseorang berjalan menuju kepada Kristus
karena itu harus direlasikan secara paradoks juga.

Maka dari tiga contoh yang dibukakan di Alkitab kita melihat bahwa kesulitannya terletak pada bagaimana
cara berpikir orang Yahudi yang terjebak ke dalam pemikiran linier dan tidak bisa berpikir secara
paradoksikal. Secara fenomena kita melihat bahwa sepertinya Tuhan Yesus gagal tetapi justru itulah
kesuksesan esensial yang didapatkan ketika Kristus akhirnya mengokohkan umat pilihanNya yang
sesungguhnya. Dan akhirnya terbukti yang benar-benar datang kepadanya adalah dua belas orang. Ini
merupakan satu hal yang seringkali manusia tidak mampu lihat dan tidak secara serius gumulkan. Seringkali
kita terkecoh antara arti sukses dan tidak sukses, kita anggap kalau produksi masal dan besar itu
kesuksesan dan setiap kali kita terjebak dengan hal ini dan akhirnya kita rusak. Sehingga kita pikir Yesus
paling gagal ketika ia harus naik ke kayu salib dan disalibkan.

Di hadapan manusia, ketika Yesus harus mati di dipaku di atas kayu salib itu dipandang sebagai misi
kegagalan total, tetapi justru itulah puncak dari kesuksesan total, dan itulah yang dinamakan reality behind
the reality. Kita tidak menyangkali realita Yesus sebagai manusia tetapi realita tidak seharusnya demikian.
Celaka kalau manusia hanya dapat melihat realita yang tampak di depan mata dan gagal menangkap realita
di belakang realita.

Satu hal yang saya sedih sekali di mana negara ini begitu hancur karena negara ini tidak mau mengerti
reality behind the reality. Kita seringkali terjebak dengan fenomena dan kadang cara penyelesaiannya
sangat pragmatis sekali. Saya ingin mengajak kita melihat di belakang ini ada satu yang sangat mengerikan.
Jika negara ini terus-menerus berganti rezim/ pemimpin tetapi kejadiannya tetap sama maka berarti ada
satu masalah yang sangat serius di belakang semua yang tampil. Problem yang sangat mendasar, yang
merupakan problem nasional kita secara total adalah tentang pribadi kemanusiaan kita dan bukan problem
sekedar KKN. Bahkan sekarang saya melihat satu kondisi yang sangat kacau sekali, yang mungkin saja kita
anggap sudah biasa yaitu di mana kalau seseorang yang kedapatan mencuri satu sepeda motor dan
tertangkap maka ia akan dibakar hidup-hidup, ditonton dan masa bisa dengan tenang dan sukacita melihat
hal semacam itu. Apa arti sebuah jiwa bagi mereka yang masih dapat melihat seperti itu hingga tidak mem-
punyai perasaan belas kasihan sama sekali? Apakah problemnya karena hukumnya kurang keras? Firman
Tuhan mengatakan, “Apa artinya engkau mendapatkan seluruh isi dunia ini tetapi kehilangan nyawamu?
Berapa harga sebuah nyawa bisa diganti? Manusia seringkali tidak bisa melihat numena/satu hakekat
esensial di belakang fenomena. Akankah kita hanya sekedar melihat hal-hal yang tampak seperti KKN
ataukah kita dapat menerambah/melihat di belakang dan melihat ada satu masalah serius yaitu masalah
576 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

hidup yang kekal, nilai sebuah jiwa yang tidak kita perhitungkan. Tuhan Yesus mengatakan bahwa yang
mereka ributkan adalah roti yang membuat perutmu kenyang tetapi ia menawarkan satu hal yang esensial
di belakangnya yaitu keselamatan nyawa mereka. kembalilah pada roti hidup, roti yang kekal itu, karena
itulah yang kita butuhkan untuk hidup.

Seringkali kita kesulitan memberitakan injil kepada orang lain karena mereka mau mencari bukti riil.
Mengikut Yesus itu menyangkut esensi nasib di belakang nasib yang kita lihat di depan mata. kalau kita
mendapatkan esensi yang mendasar maka baru realita fenomenanya mengikuti di belakangnya. Bagaimana
kita mencoba menyadarkan dunia dan orang di sekeliling kita untuk mengerti realita yang hakiki di belakang
realita yang kelihatan. Mari kita belajar tidak dikunci oleh fenomena kita tetapi melihat sesuatu behind the
reality dan kalau saudara mengerti hal itu, mari kita menyadarkan rekan-rekan kita yang lain yang masih di
dalam kondisi seperti itu. Memang hal ini sulit karena mereka terjebak ke dalam satu opini dunia secara
umum hidup manusia berdosa dan terkunci dalam satu lingkaran tertutup yang membuat bisa terbuka lagi
dan mengerti ada sesuatu pengajaran yang melampaui apa yang ia pikirkan. Tetapi ini masih mungkin
dilakukan dan itu berarti ada penerobosan. Sehingga Alkitab mengatakan “bukan aku yang dapat datang
kepada Kristus melainkan karena Tuhan mengutus aku untuk datang kepada Kristus.” Dan itu mutlak karena
anugerah yang datang pada kita dan di situ justru yang akan menunjukkan siapa murid Tuhan Yesus yang
sesungguhnya.

Saya harapkan ini menjadi satu kekuatan untuk kita mengerti dan Tuhan memakai kita. siapa yang dapat
menyadarkan orang melihat realita di belakang realita kalau bukan orang yang sudah menerobos realita itu.
Kiranya Tuhan memberkati.

Amin!
577 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

N
Nyya
anny
yiia
anns
seeo
orra
anng
ghha
ammb
baa
Oleh: Pdt. Sutjipto Subeno

Nats: Lukas 1: 38; 46-55

38 Kata Maria: "Sesungguhnya aku ini adalah hamba Tuhan; jadilah padaku menurut
perkataanmu itu." Lalu malaikat itu meninggalkan dia.

46 Lalu kata Maria: "Jiwaku memuliakan Tuhan,


47 dan hatiku bergembira karena Allah, Juruselamatku,
48 sebab Ia telah memperhatikan kerendahan hamba–Nya. Sesungguhnya, mulai dari
sekarang segala keturunan akan menyebut aku berbahagia,
49 karena Yang Mahakuasa telah melakukan perbuatan–perbuatan besar kepadaku dan
nama–Nya adalah kudus.
50 Dan rahmat–Nya turun–temurun atas orang yang takut akan Dia.
51 Ia memperlihatkan kuasa–Nya dengan perbuatan tangan–Nya dan mencerai–beraikan
orang–orang yang congkak hatinya;
52 Ia menurunkan orang–orang yang berkuasa dari takhtanya dan meninggikan orang–orang
yang rendah;
53 Ia melimpahkan segala yang baik kepada orang yang lapar, dan menyuruh orang yang
kaya pergi dengan tangan hampa;
54 Ia menolong Israel, hamba–Nya, karena Ia mengingat rahmat–Nya,
55 seperti yang dijanjikan–Nya kepada nenek moyang kita, kepada Abraham dan
keturunannya untuk selama–lamanya."

Ketika Maria mendapatkan berita dari malaikat bahwa ia akan mengandung Yesus maka ia menjadi terkejut
karena ia belum bersuami. Akan tetapi malaikat itu menjawab bahwa bagi Allah semua itu mungkin. Pada
saat Maria berada di dalam kondisi yang amat kritis ini ia ternyata dapat memberikan sebuah respon yang
sangat indah, yaitu ia berkata: "Aku ini hamba Tuhan, jadilah kepadaku menurut perkataanmu."

Setelah itu Maria pergi ke rumah Elisabet dan tinggal tiga bulan di sana. Pada waktu itu Elisabet sudah
mengandung enam bulan sementara Maria baru satu bulan sehingga kandungannya itu belum kelihatan
dari luar. Tetapi di saat Maria memberikan salam maka bayi yang ada di kandungan Elisabet melonjak
gembira dan Elisabet pun penuh dengan Roh Kudus dan kemudian berkata: "Siapakah aku ini sampai ibu
Tuhanku datang mengunjungi aku?" (ay.43). Jikalau hal ini terjadi pada kita maka kita mungkin akan bahagia
sekali dan merasa diri hebat. Tetapi Maria justru berkata: "Jiwaku memuliakan Tuhan dan hatiku
bergembira karena Allah, Juruselamatku" (ay.46). Ketika kita melihat suatu realita maka yang menjadi
masalah adalah bagaimanakah kita menginterpretasi realita tersebut dan setiap interpretasi itu akan
melahirkan reaksi yang berbeda. Di saat seorang ateis menolak Allah maka ia akan menganggap dirinya
menjadi yang paling utama. Orang seperti ini akan menginterpretasi segala sesuatu dari sudut pandang
subyektifnya. Tetapi saat seseorang percaya bahwa Allah adalah Allah yang berdaulat maka ia akan melihat
bagaimana Allah bekerja di dalam dirinya.
578 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

Kita akan melihat apakah yang mendasari ucapan Maria ini. Apakah itu hanya sekedar ucapan di bibir saja?
Di sini saya teringat dengan apa yang dikatakan oleh Agustinus dan kemudian diulangi lagi oleh Calvin. Ia
berkata bahwa di saat kita melihat realita dan mau mengerti realita itu dengan tepat maka hal ini harus
dimulai dengan pengenalan akan Allah dan pengenalan akan diri. Jikalau saya mengenal Allah secara salah
maka saya juga akan mengenal diri secara salah sehingga saya pun akan menginterpretasi alam semesta
secara salah. Maka yang menjadi masalah di dalam cara pandang kita terhadap dunia bukanlah hanya
masalah interpretasi. Di belakang interpretasi ada suatu pengenalan dasar yang membuat cara pandang
kita menjadi berbeda. Di belakang interpretasi saya terhadap seseorang terdapat pengenalan dasar saya
terhadap orang itu. Jika orang itu saya kenal jahat maka interpretasi saya terhadap apa yang ia lakukan juga
akan menjadi jahat. Inilah yang disebut prasangka yang hanya dapat kita hilangkan jika kita mengerti orang
tersebut dengan tepat.

Di saat Maria dapat bereaksi dengan tepat maka kalimat Maria itu bukanlah tanpa dasar tetapi karena ia
telah mempunyai pengenalan yang baik dan tepat tentang Allah. Bagaimana kita dapat berespon dengan
tepat kepada Allah dimulai dengan bagaimana kita mengenal Dia dengan tepat. The Song of Mary
mengungkapkan apa yang menjadi pengenalan Maria akan Allah. Disini kita melihat empat hal:

1. Tuhan memperhatikan kerendahan hamba-Nya (ay. 48-50)


2. Tuhan memperlihatkan kuasa-Nya (ay. 51).
3. Tuhan memelihara umat pilihan-Nya (ay. 53)
4. Tuhan menolong Israel hamba-Nya, sesuai janji-Nya (ay.54-55).

Pertama: Maria sadar bahwa Allah adalah Allah yang memperhatikan kerendahan hamba-Nya. Maria
adalah seorang wanita sejati karena ia sadar bahwa ia sebenarnya begitu kecil dan rendah tetapi justru di
dalam semua itu ia mempunyai pengaruh yang luar biasa, dan ini dikarenakan Tuhan adalah Tuhan yang
memperhatikan kerendahan hamba-Nya. Seringkali kita berpikir bahwa supaya kita dapat dipakai Tuhan
maka kita harus kelihatan hebat, tetapi ini bertolak belakang dengan Maria. Bahkan di saat Maria
menerima tugas dari Tuhan maka tugas ini sepintas tampak begitu sederhana dan biasa, yaitu hanya
mengandung. Dan di dalam proses kehamilan ini juga tidak dikisahkan bahwa Maria begitu kesakitan atau
terus-menerus muntah-muntah sehingga tidak dapat bangun dari tempat tidur. Tetapi yang menjadi inti di
sini adalah siapakah yang dikandung oleh Maria. Kita seringkali menolak melayani karena kita berpikir bah-
wa Tuhan adalah Tuhan yang memakai extraordinary people untuk ordinary task, tetapi Tuhan justru
memakai ordinary people untuk extraordinary task. Maria menyadari hal ini dapat, kemudian menyerahkan
dirinya dan segala apa yang ada padanya sehingga Tuhan memakai dia secara luar biasa. Jikalau Tuhan
memakai kita yang biasa untuk mengerjakan pekerjaan yang luar biasa maka orang akan melihat bahwa
yang hebat memang bukan kita tetapi adalah Tuhan kita sehingga mereka akan memuliakan Tuhan.

Kedua: Maria bukan hanya menyadari bahwa Allah adalah Allah yang memperhatikan tetapi juga adalah
Allah yang berkuasa dan berdaulat. Tuhan kita bukan hanya Tuhan yang melankolik, yang hanya dapat
mengerti kesulitan kita tanpa dapat memberikan pertolongan apapun. Kita saat ini menghadapi kondisi
yang sangat membingungkan di mana manusia tidak lagi mau melihat Allah yang berdaulat dan berkuasa
atas diri kita yang begitu hina dan yang akan menggenapkan rencana-Nya di dalam kita. Banyak orang
sekarang yang melihat kedaulatan Allah sebagai hal untuk menggenapi apa yang menjadi kemauannya
sehingga karena Allah berdaulat maka tidak ada yang mustahil bagiku dan bukannya bagi Allah. Di saat kita
mau melayani Tuhan, kita seringkali merasa begitu gentar melihat beban kesulitan yang ada di depan
sehingga kita tidak berani melangkah. Kita lebih dapat melihat dunia ini dan bukannya Allah. Ada satu ka-
579 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

limat yang berkata bahwa di mana kesulitan kita besar maka itu membuktikan bahwa Allah kita kecil dan
sebaliknya, pada saat Allah kita besar maka segala kesulitan kita akan menjadi kecil. Kesulitan yang dihadapi
oleh Maria begitu besar tetapi ia ternyata dapat melihat bahwa Tuhan lebih besar daripada semua
kesulitannya.

Ketiga: Seorang hamba yang sejati tahu bahwa Allah adalah Allah yang memelihara umat pilihan-Nya. Allah
bukannya memberikan kita tugas dan kemudian meninggalkan kita begitu saja. Ia akan menyertai kita
bahkan hingga ke detil-detilnya. Di dalam kisah Maria kita melihat bukti dari hal ini. Begitu Maria hamil
maka Allah langsung mengungsikan dia ke tempat Elisabet selama tiga bulan. Diperkirakan Maria tinggal di
rumah Elisabet sampai Yohanes dilahirkan dan baru setelah itu kembali ke rumahnya. Setelah ia pulang
maka ia harus kembali pergi ke Betlehem dan setelah Yesus lahir ia harus mengungsi di Mesir. Sepintas ini
merupakan satu beban yang begitu memberatkan Maria tetapi ini sebenarnya justru merupakan bagian
dari pemeliharaan Allah. Jikalau Maria kedapatan hamil di tempat tinggalnya maka ia akan langsung ditu-
duh berjinah. Tetapi Tuhan justru mengatur supaya Maria berpindah-pindah tempat dengan maksud untuk
memelihara kelangsungan hidupnya dan keluarganya. Hamba Tuhan pedesaan seringkali lebih mengerti
providensia Allah. Mereka berkekurangan secara keuangan tetapi anehnya selalu dapat hidup bulan demi
bulan. Mereka disana benar-benar hidup dengan iman mereka karena mereka tidak tahu apakah yang
dapat dimakan besok terlebih lagi minggu depannya. Kita seringkali tidak percaya bahwa Tuhan me-
melihara, tetapi jikalau kita masih dapat hidup hingga hari ini maka itu semua sebenarnya merupakan
anugerah Tuhan yang terlalu besar.

Keempat: Tuhan juga adalah Tuhan yang menggenapkan janji-Nya. Saat kita mau melakukan kehendak
Tuhan maka kita harus terus melihat kepada rencana Tuhan. Seringkali kita kehilangan kesabaran di saat
menunggu janji-janji Tuhan, tetapi Tuhan mempunyai waktu dan cara-Nya sendiri. Tidak ada satu hal yang
dapat membawa hasil yang efektif kecuali jika hal itu tepat secara waktu. Seorang teolog bahkan memper-
tanyakan anggapan kita bahwa Tuhan itu pastilah Tuhan yang berencana karena menurutnya hanya
manusia yang berencana sementara kita tidak pernah tahu apakah Tuhan itu berencana ataukah tidak.
Akan tetapi, jikalau manusia dapat berencana maka darimanakah manusia dapat mempunyai kapasitas
untuk berencana? Celaka sekali jikalau Tuhan kita adalah Tuhan yang tidak berencana dan dapat berubah-
ubah sekehendak hatinya. Tetapi dari Alkitab kita melihat segala sesuatu telah teratur rapi dari alfa hingga
omega dan setelah genap waktunya maka Allah mengutus Anak-Nya untuk lahir ke dalam dunia ini. jikalau
Allah berjanji maka Ia tidak akan pernah meleset di dalam menepati janji-Nya. Maria sadar bahwa Tuhan
bukanlah Tuhan yang sembarangan dan bukanlah Tuhan yang dapat dipermainkan karena Tuhan adalah
Tuhan yang begitu tertib dan teratur. Jikalau kita menyadari bahwa Tuhan kita begitu tertib dan teratur ma-
ka itu seharusnya menjadikan suatu kekuatan bagi kita melangkah di dalam hidup kita. Kita percaya bahwa
tidak ada sesuatu yang kebetulan di dunia ini. Di saat kita melayani Tuhan, jangan sampai kita terlalu cepat
atau terlalu lambat. Jikalau belum tiba waktunya maka jangan melangkah, karena waktu bukanlah milik kita
sehingga dapat mengaturnya sekehendak hati kita. Jikalau waktunya telah tiba, maka kita harus sesegera
mungkin mengerjakannya dan tidak lagi berdalih bahwa kita belum siap.

Jikalau kita mengerti keempat hal ini maka semua ini akan membuat hidup kita berpusat kepada Allah. Dan
inilah yang Maria mengerti. Biarlah kerinduan kita adalah supaya rencana Allah dapat digenapi di dalam
kehidupan kita. Jikalau ini gagal maka bukankah seluruh hidup kita tidak akan ada artinya. Biarlah pujian
Maria ini dapat menjadi perenungan bagi kita.

Amin!
580 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

M
Meem
maattu
uhhii O
Orra
anng
gttu
uaa
Oleh: Pdt. Sutjipto Subeno

Nats: Efesus 6:1-4

1 Hai anak–anak, taatilah orang tuamu di dalam Tuhan, karena haruslah demikian.
2 Hormatilah ayahmu dan ibumu––ini adalah suatu perintah yang penting, seperti yang
nyata dari janji ini:
3 supaya kamu berbahagia dan panjang umurmu di bumi.
4 Dan kamu, bapa–bapa, janganlah bangkitkan amarah di dalam hati anak–anakmu, tetapi
didiklah mereka di dalam ajaran dan nasihat Tuhan.

Hari ini kita mulai masuk ke dalam hubungan antara orang tua-anak. Seperti pada dua minggu lalu saya
katakan, keluarga di dalam pengertian sesungguhnya adalah suami-istri, dan dari relasi tersebut
memungkinkan dilahirkannya anak-anak, yang nantinya terjadi satu kaitan kembali dengan keluarga
tersebut hingga anak itu kelak akan terpisah dan mendirikan keluarga sendiri. Dan sesuai dengan Ef 5:31 dan
Kej 2 dikatakan: “Laki-laki itu harus pergi meninggalkan ayahnya dan ibunya, dan bersatu dengan isterinya,
dan keduanya menjadi satu daging.” Maka sebelum anak itu dewasa dan menikah, ia masih berada di
dalam tanggung jawab dan bimbingan orang tua. Ini alasan hubungan orang tua-anak menjadi bagian
integral di dalam relasi keluarga.

Firman Tuhan dalam ayat tersebut pertama menegaskan mengenai bagaimana seharusnya relasi orang tua
dengan anak: “Hai anak-anak, taatilah orang tuamu di dalam Tuhan,” atau lebih tepatnya: “Tunduklah
kepada orang tuamu di dalam Tuhan.” Dan dilanjutkan dengan: “Karena haruslah demikian.” (terjemahan
bebas: karena naturnya memang seperti itu). Jadi dengan kata lain, Tuhan memang menciptakan hubungan orang
tua anak begitu rupa sehingga sudah sewajarnya seorang anak akan tunduk di dalam Tuhan. Kalimat ini
memberikan pada kita satu inside yang mendalam bagaimana seharusnya sikap seorang anak di hadapan
orang tuanya, namun juga sekaligus menjadi pertanyaan bagi setiap orang tua. Hari ini, kondisi orang tua
dan anak sedang mengalami berbagai masalah yang sangat pelik. Di satu pihak kita melihat adanya satu
format, baik dalam budaya timur maupun barat di mana keluarga muda yang seharusnya sudah terpisah
dan independent masih diacak-acak oleh orang tua dan mertua mereka. Namun di lain pihak kita juga
melihat satu tendensi yang sangat mengerikan, yaitu munculnya anak-anak yang menjadi sangat kurang
ajar, memberontak, kasar dan tidak tahu sopan santun terhadap orang tua (seperti yang dikatakan dalam 2 Tim 3).

Kita tanpa sadar sering terjebak dengan menganggap seorang anak itu seolah dapat lepas begitu saja dan
independent murni dari orang tua. Seperti yang dimengerti banyak orang bahwa anak merupakan produk
dari ciptaan Allah secara langsung (ini sangat tidak Alkitabiah). Yang artinya: di suatu tempat Tuhan mencipta
dan menempatkan jiwa semua anak-anak, dan ketika ada seorang ibu yang mengandung, ia hanya
mengandung badan anak itu. Dan kemudian seekor burung bangau akan membawa seorang anak (dari
gudang tempat anak-anak itu berada), dan akibatnya lahirlah seorang anak dari ibu tersebut. Dari pemikiran
581 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

seperti itu timbul anggapan bahwa antara anak dengan orang tuanya tidak memiliki suatu hubungan karena
mereka adalah hasil kreasi/penciptaan. Tetapi Alkitab justru mengatakan bahwa Tuhan menciptakan anak-
anak, yang menjadi satu bagian representatif (toledot/keturunan), atau dalam kitab Kejadian dan Matius
dikatakan dengan kata memperanakkan. Tuhan menetapkan kita sebagai keturunan Adam yang
mengharuskan itu lewat prokreasi dan bukannya kreasi, sehingga anak menjadi produk orang tuanya dan
membawa sifat/natur orang tuanya. Jalur representatif ini adalah hal yang ditetapkan oleh Tuhan sejak
pertama Ia menciptakan manusia karena ini menuntut satu hubungan relasi yang seharusnya nanti
dibangun dalam struktur keluarga. Maka satu struktur keluarga yang sejati mengharuskan anak-anak
melihat ayah-ibunya sebagai orang tua karena dari situlah ia ada dan berasal. Bahkan hal itu kemudian
dikatakan sebagai kutipan langsung dari Sepuluh Hukum Taurat yaitu, “Hormatilah ayahmu dan ibumu di
dalam Tuhan.”

Kalau kita amati, hari ini baik anak maupun orang tua sedang dirusak oleh jaman. Anak-anak dilatih dan
diajar begitu rupa, baik melalui komik, film-film, dsb., sehingga akhirnya menjadi pemberontak-
pemberontak terhadap orang tua. Sehingga dapat kita bayangkan sekarang di mana anak-anak belajar
berelasi dengan orang tua bukan dari Firman Tuhan tetapi dari pergaulan dengan teman-teman mereka,
kebudayaan, dan buku-buku yang mereka baca. Alkitab dengan tegas mengatakan bahwa seharusnya
setiap anak-anak dididik sejak kecil bagaimana ia belajar taat kepada orang tuanya, dan ini menjadi kunci
penting bagaimana ia membangun atitude. Dan hal diatas memberikan pada kita beberapa gambaran:

Pertama, ketaatan pada orang tua membentuk satu relasi penundukan diri (submitting relationship). Relasi di
mana kita merelakan diri untuk mau dengar orang tua dan tahu masih ada otoritas/ordo yang lebih tinggi
dari kita. Garis otoritas ini sangat penting ditekankan pada seorang anak sejak ia lahir. Sebab ketika seorang
anak sudah tidak dapat taat pada orang tuanya maka di sekolah ia tidak akan tunduk terhadap gurunya,
ketika bekerja ia tidak dapat tunduk pada orang lain, dan bahkan akhirnya tidak dapat tunduk pada Tuhan.
Dan akibatnya ketika beriman ia tidak dapat beriman dengan sungguh-sungguh. Namun di lain pihak, kita
juga melihat orang tua yang tidak terlalu menekankan ordo karena mereka sendiri bermasalah di dalam hal
ini. Padahal sebagai anak kita belajar tunduk dari orang tua. Bahkan yang sekarang sering terjadi adalah
banyak anak yang tidak pernah bertemu dan dididik oleh orang tuanya karena yang mengasuh adalah baby
sitter/pembantu. Memang orang tua ada yang tidak memberikan hak mendidik kepada baby
sitter/pembantu karena beberapa alasan:

1. Baby Sitter tersebut akan berani menganiaya anak itu tanpa sepengetahuan orang tuanya.
2. Jikalau kita memberikan hak mendidik pada mereka, anak itu akan taat kepada mereka dan
bukannya kepada orang tuanya. Karena bagaimanapun cara orang tua anak tersebut mendidik pasti akan
berbeda dengan cara baby sitter mendidik. Namun jikalau baby sitter itu tidak diberi hak sama sekali untuk
mendidik, anak itu akan merasa boleh berbuat apa saja dan mungkin menjadi sangat kurang ajar.
Di sini dapat kita bayangkan berapa keruwetan yang akan terjadi ketika orang tua mempermainkan struktur
ordo otoritas dan tidak bertanggung jawab di dalam pendidikan anaknya. Kita harus sadar bahwa
memprokreasi anak itu adalah bagaimana kita memprokreasi dia bukan hanya secara fisiknya saja
melainkan juga rohaninya sehingga seluruh jiwa anak tersebut akan terbentuk utuh melalui penundukkan
kepada orang tua. Dalam Efesus 6:2 dikatakan, “Hormatilah ayahmu dan ibumu.” Maka seharusnya
pengalaman masa lalu yang mungkin memberatkan, kelemahan hidup hari ini yang mungkin sangat
manusiawi, bukan alasan bagi kita untuk dapat berbuat semau kita kepada orang tua, karena bagai-
manapun juga mereka adalah orang tua kita.
582 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

Kedua, penundukkan diri kepada orang tua di dalam struktur dependensi. Penundukan dikarenakan kita
bergantung mutlak kepada orang tua kita. Ini merupakan satu natur, seperti yang Alkitab katakan,
“Haruslah memang demikian.” Hal inilah yang membedakan kita dengan binatang, karena binatang ketika
lahir, di dalam waktu yang singkat kebergantungannya kepada induknya tidak terlalu besar. Namun lain
halnya dengan manusia, sebab manusia bergantung mutlak terhadap orang tuanya, jikalau tidak demikian
ia akan mati. Sehingga bagaimana seorang anak bergantung mutlak pada orang tuanya menunjukkan
bagaimana ia taat dan sekaligus menggambarkan kehidupannya yang sangat bergantung pada orang
tuanya, karena merekalah sumber kehidupannya. Lalu dari situ ia mulai membangun struktur ketaatan dan
ketika ia semakin besar, kebergantungannya mulai dialihkan kepada Allah, yang dulunya difigurkan oleh
orang tuanya. Maka bagaimanapun juga ini merupakan satu keharusan yang Alkitab tuntut supaya anak-
anak mentaati orang tuanya di dalam Tuhan. Tetapi jikalau orang tuanya tidak di dalam Tuhan, mereka
menjadi kesulitan di dalam menfigurkan diri sebagai contoh Allah yang memiliki cinta kasih yang
berkeadilan, berpemeliharaan dan yang mempunyai satu sikap berhak menjadi tempat kita bergantung
mutlak kepadanya.

Ketiga, ketaatan kepada orang tua yang merupakan gambaran relasi figuratif. Ketika seorang anak
diharuskan taat kepada orang tuanya, itu karena orang tua kita masing-masing merupakan model yang
sesungguhnya di dalam Tuhan. Bagaimana orang tua kita hidup, maka begitulah seharusnya kita hidup.
Tetapi sekarang hal ini sangat sulit diterapkan karena obyek daripada ketaatan dan figur kita digeser,
sehingga anak-anak tidak lagi menfigurkan ayah/ibunya melainkan menfigurkan artis-artis, dsb. Anak-anak
tidak lagi mengerti siapa yang seharusnya menjadi contoh figur bagi hidupnya. Ini adalah berhala (idol) yang
merebut figur orang tua dari tangan orang tua. Saya rindu kita boleh belajar kembali mencoba melihat ayah
ibu kita sebagai figur yang boleh kita teladani, karena mereka adalah orang yang paling dekat dengan kita
dan contoh teladan yang terbaik, sebab di situlah gambaran hidup dan budaya yang paling cocok dengan
kita. Dan sudah seharusnya kita memiliki rasa bangga terhadap orang tua kita.

Alangkah baiknya apabila ayah kita adalah seorang anak Tuhan yang setia di mana kita juga belajar
imannya, ketaatannya dan kesetiaanya di dalam mengikut Tuhan, sehingga itu menjadi figur yang kita
harapkan dapat menurun ke dalam diri kita. Bagi kita yang akan menjadi orang tua dan yang sudah menjadi
orang tua saya harapkan kita semua belajar bagaimana kita menjadi figur bagi anak-anak kita. Bagi kita
yang masih menjadi anak, mari kita belajar untuk taat kepada orang tua kita. Maka struktur yang menjadi
satu gambaran di mana penurunan pemuridan dapat terjadi di dalam keluarga kita. Saya harap ini menjadi
tolok ukur seperti yang Alkitab gambarkan bahwa keluarga Kristen adalah keluarga yang indah di mana kita
belajar hidup taat, lalu menjadi saksi di tengah dunia. Mari kita mulai dari diri kita.

Amin!
583 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

K
Keep
paattu
uhha
annd
dii d
daalla
ammT
Tuuh
haan
n
Oleh: Pdt. Sutjipto Subeno

Nats: Efesus 6:1-3

1 Hai anak–anak, taatilah orang tuamu di dalam Tuhan, karena haruslah demikian.
2 Hormatilah ayahmu dan ibumu––ini adalah suatu perintah yang penting, seperti yang
nyata dari janji ini:
3 supaya kamu berbahagia dan panjang umurmu di bumi.

Alkitab dengan tegas memaparkan tentang relasi antara anak dengan orangtua: “Hai anak-anak, taatilah
(lebih tepatnya: “tunduklah”) orangtuamu di dalam Tuhan, karena haruslah demikian. Hormatilah ayahmu dan
ibumu - ini adalah suatu perintah yang penting, seperti yang nyata dari janji ini: supaya kamu berbahagia
dan panjang umurmu di bumi.” Paulus dengan cermat mencatat perintah ini dan menyampaikannya ke-
pada orang-orang di Efesus.

Efesus adalah kota perdagangan yang besar dan merupakan persimpangan dari utara-selatan dan dari
barat-timur sehingga menjadi tempat persinggahan para pedagang dari berbagai daerah. Dan orang Efesus
menganut budaya Yunani yang justru menjadikan moralitas mereka rusak dengan berbagai prostitusi yang
dianggap suci dalam kuil dewi Artemis. Berbeda dengan orang Yahudi yang sejak lahir sudah diajarkan hu-
kum Taurat sehingga ketika mereka bertobat dan menjadi Kristen, perintah “Hormati ayah dan ibumu,”
(sebagai hukum taurat kelima) bukanlah perintah yang baru. Walaupun demikian, di tengah orang Efesus,
perintah itu sangat riskan karena ketika mereka diajar untuk mentaati orangtua, mereka mempertanyakan,
”Layakkah orangtua mereka ditaati?” Padahal mungkin orangtua mereka rusak, pemabuk, suka menganiaya
anak, pergi ke pelacuran, bahkan mungkin belum percaya kepada Tuhan. Maka Paulus dengan cermat
menyatakan, “Taatilah orangtuamu di dalam Tuhan.” Penundukkan kepada orangtua harus dikonotasikan
dalam suatu kerangka yang lebih besar yaitu tunduklah kepada orangtuamu di dalam Tuhan.

Di dalam ayat 2 selanjutnya dikatakan: “Hormatilah ayahmu dan ibumu.” Sehingga walaupun orangtua kita
tidak beribadah dan tidak mengenal Tuhan, Alkitab tetap mengajar kita untuk menghormati mereka sebab
dari sanalah ordo atau urutan keberadaan kita. Anak menjadi turunan atau prokreasi melalui struktur
representasi karena mereka tidak akan pernah ada jika orangtua tidak ada. Maka tidak ada alasan apapun
di dalam Kekristenan yang mengajarkan bahwa anak boleh bersikap melawan dan berbuat hal-hal yang
sangat tidak pantas kepada orangtua yang non-Kristen. Perintah ini menjadi dasar yang penting sekali!
Alkitab memisahkan antara menghormati orangtua dan mentaati orangtua. Anak Tuhan memang harus
menghormati orangtua tanpa syarat, namun harus mentaati mereka di dalam Tuhan. Ketika kita hormat
kepada orangtua, itu bukan berarti kita harus tunduk mutlak kepada keinginan mereka karena jikalau
orangtua mengajar anaknya melawan Allah, maka sebagai anak kita berhak menolak. Melalui konsep ini,
584 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

Alkitab hendak menekankan bahwa orangtua merupakan ordo di atas kita, tetapi bukan ordo yang tertinggi
di dalam hidup kita.



Pertama, Final Authority di tangan Tuhan dan second authority di tangan orangtua. Jalur ketaatan kita
harus sejalan dengan kehendak Tuhan. Maka ketika orangtua mengajar dan meminta anaknya berjalan
sesuai dengan kebenaran firman Tuhan, tidak ada alasan bagi kita untuk tidak taat. Alkitab memerintahkan
dengan tegas bagaimana seorang anak memposisikan diri di dalam ketaatannya kepada orangtua dengan
melihat Allah sebagai otoritas tertinggi dan orangtua sebagai otoritas kedua.

Kedua, Allah bukan hanya sebagai otoritas final, tetapi juga sebagai teladan final. Di dalam hal ketaatan,
kita harus mencontoh figur asli yang ada di dalam diri Tuhan dan figur turunan yang ada di dalam diri
orangtua. Orangtua harus mewakili Tuhan di dalam mendidik anak-anaknya dan mengenalkan Tuhan sejak
awal melalui figur sang ayah. Maka tugas seorang ayah adalah menegakkan keadilan dan cintakasih, mem-
fungsikan diri dan memberikan teladan yang tepat bagi anak-anaknya, sehingga ketika anak melihat
ayahnya, ia mempunyai gambaran tentang Tuhan. Namun seorang ayah tetap bukan merupakan figur final
karena ia pun tidak sempurna. Oleh sebab itu, seorang anak harus memfilter dengan gambaran yang asli
dan titik finalnya, yaitu Tuhan. Dengan demikian, orangtua bukan hanya sebagai otoritas kedua, tetapi juga
sebagai teladan kedua. Seorang anak belajar melalui orangtuanya belajar tentang kehidupan untuk
memperkaya kehidupannya sendiri dalam mengikut Tuhan. Sehingga sebagai patokan, Tuhan menjadi
contoh terakhir dan tertinggi, dan orangtua sebagai contoh yang lebih riil dalam kehidupannya.

Ketiga, Allah sebagai pertimbangan pertama dan orangtua sebagai pertim-bangan kedua. Alkitab mengajar
kita untuk taat kepada orangtua, pemerintah, pimpinan Gereja, guru dan semua otoritas di atas kita.
Namun ini semua merupakan pertimbangan kedua sebab keempat otoritas tersebut bisa berlawanan satu
sama lain. Sebagai pertimbangan pertama kita harus sadar bahwa ketaatan kepada Tuhan melandasi semua
ketaatan. Dan jika kita terlepas dari pertimbangan pertama ini maka seluruh ketaatan yang bersifat
sekunder akan menjadi ketaatan yang menghancurkan hidup kita. Garis otoritas ini sangat penting di dalam
kehidupan dan harus diajarkan secara tepat kepada anak-anak. Sebab jikalau tidak, anak akan kehilangan
otoritas. Dan ketika anak kehilangan pertimbangan asasi bagi hidupnya maka ia hanya akan taat kepada
dirinya sendiri. Untuk menciptakan ketaatan anak pada orangtua, sebagai orangtua yang baik harus
mengajarkan ketaatan, ketakutan dan hormat kepada Tuhan dengan tepat dan mendidik anak untuk
melihat Tuhan sebagai pertimbangan pertama. Setelah itu, anak-anak dapat belajar taat dan takut pada
orangtua. Ketaatan kita kepada Tuhan dan kepada orangtua di dalam Tuhan merupakan satu kekuatan
teladan di tengah dunia supaya dunia mampu melihat satu keistimewaan yang dimiliki anak-anak Tuhan.




Pertama, kita dapat memilah antara ketaatan yang sejati dengan ketaatan yang palsu. Ketaatan dengan
struktur yang tepat merupakan pelajaran yang terpenting sepanjang hidup! Seorang anak yang tahu
memposisikan diri kepada siapa dia harus taat dan tidak taat, akan tumbuh menjadi orang dewasa yang
tahu memposisikan diri di tengah dunia. Alkitab mengatakan bahwa pelajaran tentang ketaatan yang
dipelajari sejak kecil akan menjadi pertolongan ketika beranjak dewasa.
585 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

Kedua, ketika anak taat kepada orangtua di dalam Tuhan maka kita bisa membentuk suatu keluarga yang
positif. Dan ketika orangtua sudah bertobat dan menjadi anak Tuhan maka anak-anak pasti dididik dan
bertumbuh di dalam Tuhan. Inilah struktur yang wajar dan representatif. Namun di tengah dunia yang
terjadi tidak selalu demikian, bahkan seringkali justru anak yang bertobat dahulu. Maka peranan anak ada-
lah membangun dan menularkan Terang di tengah keluarga sehingga mereka akan melihat adanya warna
baru yang selama ini mereka tidak pernah tahu, yaitu ketaatan kepada Tuhan dan juga kepada orangtua di
dalam Tuhan.

Ketiga, ketika seorang anak menjalankan prinsip ketaatan seperti itu, maka kita semua akan belajar
mempengaruhi masyarakat sehingga masyarakat pun tahu bagaimana seharusnya taat. Saat ini, ide
demokrasi dan hak asasi manusia hanya menjadi suatu topeng untuk menjadikan diri sebagai pemberontak.
Dan di dalam dunia yang semakin modern, manusia mengalami pengerusakan total melalui penghancuran
otoritas, dan akibatnya kita semakin tidak tahu bagaimana seharusnya taat. Dalam suatu buku tentang hak
asasi manusia, dunia mengakui bahwa hak asasi manusia telah menjadi produk individualisme. Dengan kata
lain, hak asasi manusia telah dimonopoli dan diupayakan oleh orang-orang yang memikirkan ke-
pentingannya sendiri. Hak asasi manusia tidak pernah diucapkan oleh orang yang sedang melanggar hak
asasi manusia, melainkan orang yang merasa dirugikan atau melihat orang lain dirugikan. Ini adalah sifat
manusia berdosa! Ketika anak kita belajar taat maka suasana ini akan terbawa ke sekeliling kita, baik di
gereja maupun dalam hubungan sosial masyarakat, sehingga orang akan melihat bagaimana seorang anak
taat kepada orangtuanya dengan ketaatan yang tepat. Ini akan menjadi pengaruh yang besar dan membuat
dunia ini belajar sekali lagi bahwa ada yang harus ditaati yaitu ketaatan pada orangtua di dalam Tuhan
Prinsip ini merupakan suatu keunikan dari Kekristenan yang digambarkan secara struktural dan
komposisional di dalam Alkitab. Namun ketika kita tidak menjalankan prinsip Alkitab, maka dampaknya
adalah:

1. Kita akan merusak diri kita sendiri. Seorang anak yang tidak taat pada orangtuanya akan merusak
dirinya sendiri. Sebab semua orang yang melihat hal itu akan mendiskreditkan dia dan menganggap dia
sebagai seorang anak yang rusak dan kurang ajar.

2. Orang di sekitar kita akan rusak dan nama orangtua kita pun menjadi rusak.

3. Merusak nama Kekristenan. Ketika kita tidak bisa menempatkan diri secara tepat, maka orang-
orang yang bukan Kristen akan menganggap Kekristenan sebagai pemberontak dan melatih anak-anak
menjadi kurang ajar. Dan yang terutama nama Tuhan kita menjadi rusak.

Amin!
586 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

O
Orra
anng
gttu
uaay
yaan
nggb
beerrtta
anng
gggu
unng
gjja
awwa
abb
Oleh: Pdt. Sutjipto Subeno

Nats: Efesus 6:4/ Kolose 3:21/ Amsal 13:24

Efesus 6

4 Dan kamu, bapa–bapa, janganlah bangkitkan amarah di dalam hati anak–anakmu, tetapi
didiklah mereka di dalam ajaran dan nasihat Tuhan.
Kolose 3

21 Hai bapa–bapa, janganlah sakiti hati anakmu, supaya jangan tawar hatinya.
Amsal 13

24 Siapa tidak menggunakan tongkat, benci kepada anaknya; tetapi siapa mengasihi
anaknya, menghajar dia pada waktunya.

Topik kali ini adalah bagaimana sikap orangtua di dalam mendidik anak. Pada zaman sekarang, Efesus 6:4
(“Dan kamu, bapa-bapa, janganlah bangkitkan amarah di dalam hati anak-anakmu”) ini seringkali dipakai oleh banyak anak
sebagai alasan untuk mempersalahkan orangtuanya, seolah-olah orangtua tidak boleh membuat mereka
marah. Tetapi mereka melupakan ketiga ayat di atasnya dimana anak-anak dituntut untuk taat dan hormat
kepada orangtua di dalam Tuhan. Kedua hal ini merupakan keseimbangan yang penting. Di satu pihak,
orangtua mempunyai batasan dalam mendidik anaknya, yaitu tidak boleh mendidik sampai membuat
anaknya marah, sakit hati dan tawar hati. Mendidik bukan sembarang mendidik, tetapi mendidik di dalam
nasihat dan ajaran Tuhan. Tapi di lain pihak, seorang anak dituntut untuk taat dan hormat kepada orangtua
di dalam Tuhan. Inilah keseimbangan pertama.

Keseimbangan kedua, ayat ini juga seringkali disalahartikan. Di satu pihak, golongan tertentu memakai ayat
ini sebagai patokan, seolah-olah pendidikan tidak perlu menggunakan hukuman fisik. Para orangtua pun
tidak boleh memarahi anaknya. Tapi di lain pihak, sebagian orang menggunakan Amsal 13 (“Siapa tidak
menggunakan tongkat, benci kepada anaknya”) sebagai alasan bagi orangtua untuk diperbolehkan memukuli dan
menganiaya anaknya dengan begitu kejamnya. Dalam hal pendidikan anak, orangtua harus mendidik anak
dengan keras. Jikalau memang diperlukan, mereka boleh menggunakan tongkat dan rotan namun tanpa
membangkitkan amarah anaknya. Dua hal ini bukannya dipertentangkan namun harus dikomple-
mentasikan.

Cara orangtua mendidik anak sangat menentukan perkembangan anak. Jika mereka gagal mendidik anak
dengan tepat, maka anak ini nantinya akan berpotensi menjadi anak yang sulit untuk dipegang, dan lebih
buruk lagi, dia akan menjadi calon penjahat dan perusak masyarakat. Karena itu, pendidikan anak
merupakan satu hal yang perlu dipikirkan secara serius dan tidak boleh diabaikan. Kalau anak-anak dididik
dengan baik dan benar, mereka akan menjadi pemimpin-pemimpin masa depan yang bermoral, yang
587 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

mempunyai cara hidup yang sangat integratif. Alkitab dengan ketat mengajarkan konsep ini, ”Dan kamu,
bapa-bapa, janganlah bangkitkan amarah di dalam hati anak-anakmu.” Kolose mengatakan, “Hai bapa-
bapa, janganlah sakiti hati anakmu, supaya jangan tawar hatinya.”




Pertama, Alkitab memberikan penekanan yang berbeda dengan apa yang dunia sedang mengerti. Dunia
sudah mengerti secara teoritik, fakta dan realita bahwa ibu banyak berperan dalam perkembangan anaknya
karena dia mempunyai lebih banyak waktu untuk mendidik anaknya. Dengan kata lain, pendidikan anak
merupakan tugas ibu dan bukan tugas bapak. Justru menjadi aneh jika ibu tidak mendidik dan mem-
besarkan anaknya dengan baik. Asumsi seperti ini terlalu ekstrim dan perlu dibereskan. Alkitab justru
mengatakan bahwa pendidikan anak adalah tugas ayah, “Dan kamu, bapa-bapa, janganlah bangkitkan
amarah di dalam hati anak-anakmu, tetapi didiklah mereka di dalam ajaran dan nasihat Tuhan.” Seorang
ayah tidak bisa meninggalkan tanggungjawab pendidikan anak dan menyerahkan seluruh aspek pendidikan
kepada ibu karena dia sendiri berperanan sebagai wakil Allah dalam keluarga. Alkitab secara konsisten dari
Perjanjian Lama sampai Perjanjian Baru tidak pernah mengabaikan peranan ayah dalam mendidik anak. Se-
mentara saat ini, kebanyakan para ayah tidak mau bertanggung jawab dalam pendidikan anaknya. Inilah
satu sikap yang dengan sengaja melawan kebenaran firman Tuhan.

Kedua, anak belajar mengenal Allah melalui figur ayah. Kalau seorang anak mempunyai konsep yang salah
tentang ayahnya, maka konsepnya tentang Allah pun salah. Jadi, kalau dia tahu papanya kejam sekali, maka
dia akan punya gambaran tentang Allah yang kejam. Di saat seperti itu sebetulnya dia gagal mengerti Allah
yang sesungguhnya. Kecuali jika anak ini bertobat, mengenal Tuhan dan dididik dengan Firman, perlahan-
lahan konsepnya akan berubah. Namun proses mengubah konsep yang salah itu sangat sulit karena sudah
berakar di kepala. Biarpun secara teori dia bisa mengemukakan teori Kristen yang baik tentang Allah yang
tepat, tapi di dalam hatinya yang paling dalam dan pikirannya tetap dia mempunyai konsep Allah seperti
ayahnya. Maka Alkitab mengajar para ayah untuk mendidik anak dengan baik. Disinilah keindahannya jika
seorang anak boleh dilahirkan di keluarga Kristen di mana orangtua mendidiknya di dalam iman Kristen.
Inilah warisan dan anugerah yang terlalu besar yang tidak mungkin dimiliki jika anak itu dilahirkan di dalam
keluarga non-Kristen. Namun dalam kenyataannya ada pula anak yang dilahirkan dalam keluarga Kristen
tetapi orangtuanya tidak menjalankan tugas untuk memberikan anugerah tersebut kepada anaknya. Kare-
na itu, di Reformed, kita menjalankan baptisan anak dan orangtuanyalah yang dikatekisasi dan dituntut
untuk berjanji di hadapan Tuhan dan jemaat bahwa mereka akan mendidik anaknya di dalam Tuhan.
Seorang anak adalah titipan Tuhan, tapi tetap menjadi tanggung jawab orangtua untuk mendidik.

Ketiga, yang seringkali membuat anak marah dan sakit hati adalah ayah. Tentu saja tidak semua ayah
berbuat demikian. Tetapi di dalam fakta statistik, yang paling sering menganiaya anak adalah ayah. Karena
itulah Alkitab mengatakan, “Hai bapa-bapa, janganlah sakiti hati anakmu.” Itulah ketiga alasan mengapa
Alkitab memberi penekanan lebih serius pada peranan ayah dalam pendidikan anak.

 
 

588 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

Pertama, motivasi orangtua ketika memukul atau menghajar anak. Kunci pertama yang terpenting di dalam
mendidik anak adalah bagaimana saya mulai dengan motivasi mengasihi anak. Yang seringkali menjadi ke-
salahan orangtua adalah justru pada saat mencintai anak, mereka tidak dapat menggunakan tongkat, dan
pada saat membenci anak, tongkatlah yang menjadi alat pelampiasan. Dan satu hal yang juga perlu
dipertimbangkan adalah jika sang anak masih dalam usia ingin mengaktifkan motoriknya. Seringkali
orangtua tidak mendidik anak karena mencintainya tetapi karena merasa jengkel dan dirugikan oleh anak.
Ketika sedang jengkel, orangtua harus meneduhkan diri dan memikirkan baik-baik apakah ia layak untuk
memukul dan sejauh mana kesalahan anak itu. Dan barulah ia memutuskan apa yang harus dilakukan
terhadap anak. Sebab jikalau kita sedang marah karena jengkel, kita dapat memukul anak tanpa batas dan
keadilan. Ini merupakan kejahatan dan kekejian di hadapan Tuhan yang dilampiaskan kepada orang yang
tidak berdaya. Menurut konsep yang tepat, cintalah yang mengharuskan orangtua memukul anaknya demi
kebaikannya. Seorang pendeta mengatakan, “Pukullah anakmu dengan air mata.” Ketika memukul anak,
biarlah orangtua memukul dengan menangis karena sebenarnya mereka tidak suka memukulnya. Ketika
anak tahu, papanya pukul dia dengan keras tetapi bukan karena benci melainkan karena mencintainya,
anak itu akan tahu bahwa ia dihukum keras dan mulai belajar keadilan namun ia tidak menjadi marah dan
benci.

Kedua, prinsip atau orientasi yang harus dipertimbangkan ketika memukul anak. Pertimbangan pertama
adalah bukan pada diri orangtua tetapi pada diri anak yaitu pikirannya, pergumulannya dan
pertimbangannya. Dan pertimbangan kedua adalah besar-kecil kesalahannya dan hukuman yang pantas.
Ketika menghukum, orientasi orangtua haruslah pada anak karena tujuan pendidikan adalah demi anak
kembali pada jalur Tuhan dan mengerti nasihat dan ajaran Tuhan.

Ketiga, cara orangtua mendidik anak. Ketika menghukum anak, orangtua harus tahu bagaimana caranya
membuat dia mengerti kesalahannya dan bagaimana menghukum dia atas kesalahan itu dengan dasar
keadilan dan cintakasih. Seorang anak harus dihukum karena kesalahannya, agar tidak mengulangi
kesalahan yang sama atau membuat kesalahan yang lebih besar lagi. Ketika melakukan tindakan peng-
hukuman, orangtua harus memperhatikan tempat penghukuman. Jangan sampai kita memukul anak di
bagian kepala karena dapat mengakibatkan radang otak. Demikian juga dengan punggung tangan anak
yang dapat putus atau terkilir. Maka bagian terbaik untuk memukul adalah di telapak tangan dan di pantat.

Keempat, hasil didikannya. Efesus 6 mengatakan bahwa didikan orangtua yang benar akan menghasilkan
anak-anak yang terdidik di dalam ajaran dan nasihat Tuhan. Mereka akan mengerti tentang firman dan
ajaran Tuhan. Karena itu, setelah penghukuman, orangtua harus memperhatikan adakah pertobatan dan
perubahan dalam diri anaknya. Pendeta Stephen Tong mengajarkan dalam Arsitek Jiwa, bahwa setelah
menghajar anak, bukannya anak menjadi benci kepada orangtua, tetapi dia menjadi sungkan namun terus
mencari mereka. Inilah paradoksikal pendidikan yang sukses. Untuk mencapainya, orangtua harus mampu
menjalankan kasih dan keadilan secara seimbang sesuai dengan figur Allah yang tepat. Tuhan mengasihi
tapi juga sekaligus menghukum. Maka saat itu cinta dan keadilan tidak didualismekan tetapi justru
digabungkan. Di tengah dunia ini, sangat sulit bagi orangtua untuk selalu menjaga anaknya karena terlalu
banyak pengaruh luar yang mencoba mempengaruhinya. Oleh karena itu, orangtua harus memberikan
bekal kebenaran yang secukupnya sehingga dia mempunyai kekuatan untuk bertahan di dalam segala
macam situasi.

Amin!
589 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

H
Haak
kdda
annk
keew
waajjiib
baan
n
Oleh: Pdt. Sutjipto Subeno

Nats: Efesus 6:5-9

5 Hai hamba–hamba, taatilah tuanmu yang di dunia dengan takut dan gentar, dan dengan
tulus hati, sama seperti kamu taat kepada Kristus,
6 jangan hanya di hadapan mereka saja untuk menyenangkan hati orang, tetapi sebagai
hamba–hamba Kristus yang dengan segenap hati melakukan kehendak Allah,
7 dan yang dengan rela menjalankan pelayanannya seperti orang–orang yang melayani
Tuhan dan bukan manusia.
8 Kamu tahu, bahwa setiap orang, baik hamba, maupun orang merdeka, kalau ia telah
berbuat sesuatu yang baik, ia akan menerima balasannya dari Tuhan.
9 Dan kamu tuan–tuan, perbuatlah demikian juga terhadap mereka dan jauhkanlah
ancaman. Ingatlah, bahwa Tuhan mereka dan Tuhan kamu ada di sorga dan Ia tidak
memandang muka.

Setelah pembahasan tentang relasi antara orangtua dan anak, kali ini kita akan membahas mengenai
masalah penting yang kedua yaitu relasi antara tuan dan hamba. Berkenaan dengan relasi ini, Alkitab
mengatakan, “Hai hamba-hamba, taatilah tuanmu yang di dunia dengan takut dan gentar, dan dengan tulus
hati, sama seperti kamu taat kepada Kristus.” Di jaman modern seperti sekarang, ayat ini harus dipahami
dengan lebih tajam karena konteks pembicaraan Paulus pada waktu itu berkaitan dengan budak. Bagi
dunia, ayat di atas dianggap tidak cocok dan melanggar hak asasi manusia. Padahal Paulus dengan eksplisit
menyatakan bahwa seorang hamba harus mentaati tuannya di dalam kondisi bagaimanapun. Bahkan
kepada jemaat di Roma ia juga menyatakan bahwa seorang warga negara harus taat kepada
pemerintahnya, sekalipun saat itu di dalam konteks masa penjajahan.

Pada dasarnya, pengajaran tentang hak asasi manusia tidak sesuai dengan ajaran Firman Tuhan. Dunia
memperjuangkan hak asasi manusia disebabkan adanya hal-hal tertentu yang melandasi dan merusak
konsep serta mempengaruhi manusia hingga memperjuangkan hal yang salah. Jika diperhatikan dengan
cermat, di dalam Efesus 5:22-6:9, Alkitab tidak pernah membahas tentang perjuangan hak asasi manusia,
yang ada hanyalah tentang kewajiban antara suami-istri, orangtua-anak maupun tuan-hamba. Ini
merupakan bukti bahwa Alkitab secara serius menolak perjuangan hak asasi manusia dan mengajarkan
kewajiban asasi manusia. Namun, bukan berarti bahwa hak manusia itu tidak penting dan manusia boleh
ditindas. Menurut Alkitab, hak merupakan hasil/sesuatu yang diterima dan bukan diupayakan. Perjuangan
orang Kristen adalah memperjuangkan kewajiban, barulah hak dapat diterima karena hak itu bukan milik
manusia. Dalam pembahasan tentang hak dan kewajiban, ada 3 tema penting yang harus dijelaskan agar
dapat memahami apa yang dikatakan Alkitab, yaitu relasi antara kedaulatan Allah dan tanggung jawab ma-
nusia, keadilan Allah dan hak manusia, serta cintakasih-integritas melawan balas dendam.
590 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

Berdasarkan kenyataan yang terjadi, ada beberapa alasan yang mendasari penolakan dunia terhadap
konsep Alkitab yang menekankan pada kewajiban, yang menggantinya dengan hak asasi manusia:

Pertama, motivasi egoisme. Secara jujur, sebagian besar orang yang masih tercemar dosa tentu lebih suka
memilih hak daripada kewajiban karena adanya sifat mencintai diri dan materi (2 Tim 3). Inilah yang
memotivasi manusia untuk menjadi egois. Ketika seseorang mulai menuntut haknya, maka yang
dipikirkannya hanyalah kepentingan dan keuntungan diri tanpa menghiraukan hak orang lain, dan ini me-
nunjukkan betapa egoisnya dia. Kalaupun dia mempunyai keinginan untuk memperhatikan orang lain,
itupun demi kepentingannya. Maka jikalau ada pegawai yang terus menerus memperjuangkan haknya,
sebaiknya pimpinan perusahaan itu segera memecatnya karena pegawai seperti itu kelak akan
menghancurkan perusahaan. Namun sebaliknya, jikalau ada pegawai yang sangat berdedikasi
memperjuangkan perusahaan, ia layak untuk dipertahankan dan diberi hak sebanyak-banyaknya.
Perusahaan yang pandai dan baik tentu akan menjaga pegawai-pegawai yang berdedikasi. Kalau seorang
pimpinan gagal memelihara mereka, ia harus mengevaluasi diri.

Kedua, jiwa pemberontakan. Seseorang mulai memikirkan haknya karena ia mau mendapatkan semuanya
namun tidak mau dirugikan, ditundukkan dan dikalahkan oleh siapapun. Ini menunjukkan sifat
pemberontakan yang mendorong seseorang untuk berjuang bahkan berkelahi hanya demi mencapai
haknya dan gagal mempunyai jiwa ketaatan. Oleh sebab itu, Alkitab menyatakan tiga konsep penting di
atas dimana didalam ketiga aspek tersebut yang menjadi kunci pertama adalah jiwa pelayanan seorang
hamba. Allah menciptakan manusia dengan tujuan untuk melayani Allah dan demi kemuliaan Allah. Karena
itu, selayaknyalah manusia mengakui kedaulatan Allah dan menjalankan kewajibannya terhadap Tuhan.
Ketika Allah berdaulat, manusia hanya bisa taat. Dan inilah jiwa pelayanan (servanthood) yang ditanamkan
oleh Tuhan kepada setiap orang sesuai dengan gambar dan rupa Dia.

Di tengah dunia pun, jiwa pelayanan telah menjadi tuntutan profesi, terutama di perusahaan jasa seperti
bank, hotel, rumah sakit, sekolah, dan sebagainya. Tetapi sifat pelayanan dunia berbeda dengan yang
diajarkan oleh Kekristenan. Pada umumnya, tujuan pelayanan para pegawai di perusahaan jasa adalah
untuk mendapatkan materi sebanyak mungkin. Karena itu, sifat pelayanan seperti ini tidak murni lagi, bah-
kan lebih cenderung pada mencari keuntungan diri. Jika materi yang diterima tidak sebanding dengan
pelayanan yang telah dilakukan, maka kemungkinan besar mereka akan pindah ke tempat lain. Alkitab tidak
mengajarkan pelayanan yang seperti ini. Pelayanan seharusnya tidak tergantung pada pamrih, tapi
merupakan semangat yang keluar dari dalam hati. Bagaimanapun juga, di dunia ini masih ada pelayanan
yang dengan tulus dilakukan oleh orang non-Kristen, seperti di dalam relasi suami-istri, di mana pelayanan
didasari oleh rasa cintakasih dan tanpa pamrih. Inilah pelayanan yang dikehendaki Alkitab, yaitu yang
didasari oleh jiwa cintakasih.

Selain itu, Tuhan juga menginginkan manusia untuk melayani Dia melalui pekerjaannya. Kejatuhan manusia
dalam dosa telah merusak sistem pelayanan sejati yang terjadi sebelumnya. Tuhan menghendaki Adam dan
Hawa untuk saling melayani dan menggarap taman Eden demi kemuliaan nama Tuhan. Maka Adam
melayani sebaik mungkin. Tiba-tiba setan datang dalam rupa seekor ular dan berusaha merusak sistem
pelayanan sejati yang telah Adam lakukan. Jiwa ketaatan dan pelayanan Adam mulai digeser oleh setan dan
diganti dengan jiwa pemberontakan. Seharusnya, jika Adam mengerti kedaulatan Allah dan menyadari
bahwa dia adalah ciptaan Tuhan, maka dia tidak akan berkompromi dengan setan. Dari pengalaman Adam
tersebut dapat disimpulkan bahwa ketika manusia mulai merasa dirinya lebih hebat, pandai dan mengerti
banyak hal, saat itulah dia mulai rusak. Karena itu, sifat servanthood harus dengan keras ditegakkan.
591 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

Manusia bukan hanya diciptakan oleh Allah, tetapi juga dicipta ulang di dalam Kristus. Dalam 2 Kor 5:17
dikatakan, “Jadi siapa yang ada di dalam Kristus, ia adalah ciptaan baru: yang lama sudah berlalu,
sesungguhnya yang baru sudah datang.” Dunia yang jatuh dalam dosa ini akan penuh dengan
pemberontakan, kekerasan dan perjuangan hak asasi manusia. Namun, Kekristenan tidak berjuang dengan
cara seperti itu. Orang Kristen harus dicipta ulang di dalam Kristus dengan teladan terbaik dan sempurna.
Kristus menjadi yang sulung dan Adam kedua karena Adam pertama telah gagal. Dia telah menunjukkan
figur manusia sejati dan contoh terpenting yaitu jiwa servanthood yang dicatat dalam Mat 20:28, “sama
seperti Anak Manusia datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan
nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang,” di mana jiwa seperti ini tidak dimiliki oleh pemimpin dan
tokoh agama manapun. Kristus datang bukan untuk menuntut hak-Nya. Dia adalah Allah, Pemilik alam
semesta dan Dia mengosongkan diri, turun menjadi manusia dan mengambil rupa seorang budak sampai
mati di kayu salib, bukan karena dosa-Nya, tapi karena mau melayani dan menebus umat Allah. Inilah suatu
perendahan diri yang sangat hebat! Dia tidak mengerjakan apapun dari diri-Nya sendiri, tetapi apa yang
Allah perintahkan. Itulah teladan Kristus yang diberikan kepada semua orang.

Dunia mengajarkan untuk mengejar hak, tetapi Alkitab mengajarkan untuk mengerjakan kewajiban karena
hak itu bukan milik manusia melainkan milik Allah. Sesungguhnya Yesuspun tidak menyukai sengsara yang
harus ditanggung-Nya. Di taman Getsemani, Ia berdoa dengan gentar, “Ya Bapa-Ku, jikalau sekiranya
mungkin, biarlah cawan ini lalu daripada-Ku.” Namun, itulah perintah Bapa yang harus ditaati-Nya, maka Ia
berkata, “Ya Bapa-Ku jikalau cawan ini tidak mungkin lalu, kecuali apabila Aku meminum-Nya, jadilah
kehendak-Mu.” Disitu Ia menyadari bahwa itu bukan hak-Nya melainkan kewajibkan-Nya. Itulah hamba
yang sejati!

Ketika seseorang mengerjakan kewajibannya, bukan berarti haknya telah dibuang dan sama sekali tidak
diberikan. Filipi 2 mengatakan bahwa ketika Kristus sedang menjalankan kewajiban dan tanggung jawab
yang sangat berat dan serius sebagai seorang hamba hingga mati di kayu salib, Allah mengaruniakan
kepada-Nya segala hormat dan kemuliaan. Semua lidah akan mengaku bahwa Dialah Tuhan, dan semua lu-
tut akan bertelut di hadapan-Nya. Jadi, hak adalah hasil dan respek yang akan muncul jika manusia mau
menyerahkan hak itu kembali kepada Tuhan. Di dalam Roma dikatakan, walaupun kita dirugikan, dianiaya,
dan difitnah namun pembalasan bukanlah hak manusia melainkan hak Tuhan. Dunia mengajarkan balas
dendam, namun jikalau kejahatan dibalas dengan kejahatan, maka Kekristenan tidak berbeda dengan
dunia. Inilah konsep kasih-integritas dan balas dendam.

Alkitab tidak pernah mengajarkan bahwa seorang hamba hanya boleh taat pada tuan yang baik saja.
Seorang hamba harus taat, takut dan gentar pada tuannya walaupun tuannya tidak baik. Sifat ketaatanlah
yang harus muncul dari dasar hati seorang hamba.

Amin!
592 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

K
Keea
addiilla
annA
Alllla
ahhd
daan
nhha
akka
assa
assii m
maan
nuus
siia
a
Oleh: Pdt. Sutjipto Subeno

Nats: Efesus 6:5-9/ Roma 12:17-21

Efesus 6

5 Hai hamba–hamba, taatilah tuanmu yang di dunia dengan takut dan gentar, dan dengan
tulus hati, sama seperti kamu taat kepada Kristus,
6 jangan hanya di hadapan mereka saja untuk menyenangkan hati orang, tetapi sebagai
hamba–hamba Kristus yang dengan segenap hati melakukan kehendak Allah,
7 dan yang dengan rela menjalankan pelayanannya seperti orang–orang yang melayani
Tuhan dan bukan manusia.
8 Kamu tahu, bahwa setiap orang, baik hamba, maupun orang merdeka, kalau ia telah
berbuat sesuatu yang baik, ia akan menerima balasannya dari Tuhan.
9 Dan kamu tuan–tuan, perbuatlah demikian juga terhadap mereka dan jauhkanlah
ancaman. Ingatlah, bahwa Tuhan mereka dan Tuhan kamu ada di sorga dan Ia tidak
memandang muka.

Roma 12

17 Janganlah membalas kejahatan dengan kejahatan; lakukanlah apa yang baik bagi semua
orang!
18 Sedapat–dapatnya, kalau hal itu bergantung padamu, hiduplah dalam perdamaian dengan
semua orang!
19 Saudara–saudaraku yang kekasih, janganlah kamu sendiri menuntut pembalasan, tetapi
berilah tempat kepada murka Allah, sebab ada tertulis: Pembalasan itu adalah hak–Ku.
Akulah yang akan menuntut pembalasan, firman Tuhan.
20 Tetapi, jika seterumu lapar, berilah dia makan; jika ia haus, berilah dia minum! Dengan
berbuat demikian kamu menumpukkan bara api di atas kepalanya.
21 Janganlah kamu kalah terhadap kejahatan, tetapi kalahkanlah kejahatan dengan kebaikan!

Dalam khotbah Minggu yang lalu telah dibahas topik tentang relasi antara tuan dan hamba atau budak.
Pada jaman itu, budak dikontraskan dengan orang merdeka. Maka budak tidak berhak atas seluruh hidup
dan dirinya hingga seringkali ditindas dan diperlakukan dengan tidak manusiawi. Mereka mengalami
banyak penderitaan, kesulitan dan tekanan pekerjaan yang sangat berat, sehingga akhirnya menimbulkan
keinginan untuk memberontak terhadap tuannya. Di tengah-tengah suasana seperti itu, Paulus justru
mengajarkan bahwa seorang hamba harus taat mutlak kepada tuannya dengan tulus hati seperti kepada
Tuhan walaupun tuannya bukan orang yang baik. Pernyataan ini sangat kontroversi, tidak menyenangkan
dan sulit diterima karena konsep pemikiran manusia yang sudah tercemar dan dipengaruhi oleh sifat
humanisme dunia berdosa, namun Alkitab tidak dapat mengkompromikan kebenaran yang sangat kokoh
593 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

dan jauh lebih baik. Karena jikalau kita melawan dan tidak mau kembali pada firman itu berarti kita
melawan seluruh kebenaran dan hidup kita akan rusak. Konsep tersebut memang akan sangat sulit
dimengerti jika tiga relasi besar ini tidak terlebih dahulu dipahami, ditaati dan diintegrasikan dengan baik.

Pertama, relasi antara kedaulatan Allah dan tanggung jawab manusia. Kedua, keadilan Allah dan hak
manusia. Ketiga, cintakasih-integritas dan balas dendam.

Dalam pembahasan yang lalu mengenai relasi yang pertama, kedaulatan Allah dan tanggung jawab manusia
dikaitkan dengan Allah sebagai Pencipta yang berelasi dengan ciptaan-Nya. Selain itu, Allah juga mencipta
ulang manusia di dalam Kristus sebagai teladan hidup manusia yang sejati dan teladan ketaatan mutlak
kepada Allah karena Dialah oknum Allah yang kedua. Ia sesungguhnya tidak menginginkan penderitaan
yang akan ditanggung-Nya, namun Ia harus mentaati dan menjalankan apa yang menjadi kehendak Allah.
Jadi, kedaulatan Allah menggambarkan bagaimana kita berelasi dengan Allah dengan penuh tanggung
jawab, ketaatan dan sikap seorang hamba yang rela tunduk, taat dan tidak mengutamakan kepentingan
diri.

Relasi kedua, yaitu keadilan Allah yang digenapkan di dalam hak manusia. Tuhan sangat menghargai hak
asasi manusia dan Ia sangat peduli jika seseorang dianiaya dan dibunuh. Namun Tuhan tidak
memperkenankan manusia memperjuangkan hak asasi manusia karena perkara itu bukan hak manusia. Di
dalam Roma 12, Paulus menggambarkan bahwa hak asasi manusia seringkali dikaitkan dengan ketidakadilan.
Seseorang akan memperjuangkan hak asasi manusia apabila ia merasa dirugikan, dilecehkan, dianiaya dan
diperlakukan dengan tidak adil dan tidak sewajarnya. Namun, Tuhan justru mengatakan, “Janganlah
membalas kejahatan dengan kejahatan; lakukanlah apa yang baik bagi semua orang.” Konsep ini sangat
sulit untuk diterima oleh orang dunia dan bahkan sebagian besar orang Kristen karena menurut konsep dan
cara berpikir dunia berdosa, hal ini mustahil untuk dilakukan. Manusia seringkali tidak rela diperlakukan
dengan tidak baik, lalu muncul keinginan dan jiwa balas dendam, namun Alkitab justru mengatakan bahwa
tindakan balas dendam adalah tindakan bodoh yang merusak diri sendiri dan mampu menghancurkan
seluruh dunia. Orang Kristen seharusnya mempunyai hati yang taat mutlak dan rela diubahkan oleh kebe-
naran Firman Tuhan walaupun sebenarnya gentar untuk melakukannya.

Perihal perlakuan yang sewenang-wenang, Alkitab justru mengajarkan sesuatu yang sangat ekstrim, yaitu
“Janganlah kamu melawan orang yang berbuat jahat kepadamu, melainkan siapapun yang menampar pipi
kananmu, berilah juga kepadanya pipi kirimu.” Perintah ini bukannya harus dilakukan secara hurufiah, tapi
juga bukan berarti bahwa kita dapat mengelak atau melarikan diri dari tugas. Sebab bagi Alkitab, itu belum
membuktikan sesuatu karena tindakan tidak membalas itu mengandung dua alasan:

Pertama, diam dan tidak membalas karena sungguh-sungguh mengerti konsep Alkitab yang mengajarkan
untuk tidak membalas kejahatan dengan kejahatan tetapi dengan kebajikan dan menyerahkan hak
pembalasan kepada Tuhan.

Kedua, tindakan diam dan tidak membalas dikarenakan tidak berani membalas tapi sebenarnya jengkel
sekali dan ingin membalas kalau ada kesempatan untuk itu. Sebagai contoh, ketika Daud diperlakukan
secara tidak adil oleh Saul, dia tidak membalas walaupun ada kesempatan untuk itu dan menyerahkan hak
pembalasan ke tangan Tuhan.



594 Ringkasan Khotbah – Jilid 1




Pertama, hak asasi manusia harus didasarkan pada keadilan Allah. Kalau manusia memperjuangkan hak,
maka seringkali terjadi ketidakadilan karena ia selalu melihat dari sudut pandangnya dan demi haknya
sendiri tanpa memperhatikan hak orang lain. Ketika seseorang membunuh orang lain, maka keluarga dari
orang yang dibunuh selalu merasa hukuman yang diberikan kepada si pembunuh terlalu ringan. Sebaliknya,
pelaku pembunuhan selalu merasa hukuman yang diberikan terlalu berat. Karena itu, penghakiman dunia
yang seringkali bersifat subyektif, tidak dapat diandalkan karena tidak mampu mencapai keadilan
sempurna. Hanya Tuhan yang dapat melihat keseluruhannya tanpa memihak dan bukan demi kepentingan-
Nya sendiri.

Setiap anak Tuhan yang diperlakukan dengan tidak adil dan difitnah tapi tidak membalas dan tetap
mencintai dan bersikap baik, maka Tuhan akan menjalankan hak-Nya yaitu melakukan tindakan
penghakiman yang adil.

Kedua, manusia tidak diperbolehkan memperjuangkan hak asasi manusia karena kebenaran Allah telah
menempatkan hak Allah sebagai hak tertinggi di atas hak asasi manusia yang merupakan hak turunan.
Dialah sumber segala hak dan Dia berhak melakukan dan menetapkan segala sesuatu. Jika seseorang
melakukan sesuatu demi hak asasi manusia tapi melawan hak tertinggi maka dia telah melecehkan hak
asasi Allah. Itulah pelanggaran terbesar. Dalam hal ini, manusia seharusnya mengutamakan hak Tuhan di
dalam kebenaran-Nya dan bukannya hak asasi manusia. Dalam Kejadian 3, manusia jatuh dalam dosa karena
dia memutuskan bahwa ia punya hak untuk memilih makan buah dan tidak lagi mau mentaati perintah
Tuhan, serta tidak mengakui hak Tuhan untuk menetapkan hukuman atas pelanggaran yang dilakukan yaitu
maut. Alkitab dengan tegas menggambarkan bahwa hak manusia, termasuk hak seorang tuan dan hamba,
harus ditundukkan di bawah hak Allah. Maka seluruh deklarasi hak asasi manusia seharusnya kembali
kepada kebenaran Allah dan diturunkan dari hak Allah. Ketika hal ini dilanggar maka manusia harus kembali
pada hak tertinggi untuk menerima hukuman. Sebelum bertindak, manusia selayaknya menyadari bahwa
Tuhan jauh lebih berhak daripada manusia, yang sesungguhnya hanya menjalankan kehendak-Nya. Kalau
demikian adanya, maka setiap orang Kristen akan tetap setia, taat dan tidak tergoyahkan di dalam segala
situasi yang menjepit dan tidak enak. Semakin manusia taat kepada Allah maka semakin banyak hak yang
didapatkannya. Semakin dia melawan Tuhan, maka dia semakin tidak punya hak untuk berbuat sesuatu.

Seringkali ketika Tuhan mulai menambahkan pekerjaan dan tanggung jawab, seringkali manusia menolak
karena merasa tidak mampu. Padahal penolakan itu akan merugikan dirinya sendiri karena telah
membatasi dan menutup kesempatan kerja yang telah Tuhan sediakan sehingga kemampuan kerjanya akan
senantiasa sempit. Otak, kemampuan dan waktu memang terbatas namun kemungkinannya yang tidak
terbatas. Pendeta Stephen Tong selalu mengatakan, ”Keep available. Selalu siap membuka hati untuk
menampung segala kesempatan yang Tuhan berikan.”

Paulus mengatakan bahwa satu-satunya hak yang dimilikinya adalah menyerahkan haknya kepada Tuhan.
Ketika seseorang mampu melepaskan semua haknya, hak terbesar yang boleh dimiliki yaitu kebebasan dari
hak apapun yang seringkali menghambat perkembangan seseorang.

Ketiga, Tuhan tidak menginginkan manusia memperjuangkan hak asasi manusia karena ia akan jatuh ke
dalam kesalahan pelecehan hak asasi manusia. Ketika seseorang mau mempertahankan hak asasi manusia,
satu-satunya cara yaitu dengan menyatakan hak asasi manusia. Alkitab mengatakan, “Jika seterumu lapar,
595 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

berilah dia makan; jika ia haus, berilah dia minum.” Dengan kata lain, hak asasi manusia ditegakkan dengan
cara mencintai lawan. Ketika seseorang mulai menyakiti, maka itulah saatnya untuk mencintainya. Ketika
diperlakukan dengan tidak adil dan membalasnya dengan kebaikan dan cintakasih, itu berarti meletakkan
bara api di atas kepalanya. Ketika dijepit, dirugikan, dan difitnah, Tuhan tidak akan membiarkan hal itu.
Suatu saat, Tuhan pasti membuka realita yang sebenarnya dan mengubah segala situasi dan opini yang
negatif. Pak Stephen Tong mengatakan, “Biarkan orang menganiaya dan memfitnah. Ketika itu terjadi,
berarti engkau sedang dipersiapkan Tuhan untuk melambung tinggi melampaui apa yang mungkin engkau
capai melalui cara biasa.” Hanya dengan kembali pada Firman yang sanggup memberikan kekuatan kita
dimampukan untuk bertahan hidup dan menikmati pemeliharaan Tuhan.

Amin!
596 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

T
Tuua
annd
daan
nhha
ammb
baa
Oleh: Pdt. Sutjipto Subeno

Nats: Efesus 6:8-9

8 Kamu tahu, bahwa setiap orang, baik hamba, maupun orang merdeka, kalau ia telah
berbuat sesuatu yang baik, ia akan menerima balasannya dari Tuhan.
9 Dan kamu tuan–tuan, perbuatlah demikian juga terhadap mereka dan jauhkanlah
ancaman. Ingatlah, bahwa Tuhan mereka dan Tuhan kamu ada di sorga dan Ia tidak
memandang muka.

Khotbah pada Minggu ini kembali melanjutkan pembahasan tentang relasi antara hamba dan tuan dalam
hubungannya dengan keadilan Allah yang sesungguhnya mampu merubah seluruh etos kerja. Namun pada
kenyataaannya, ketika berelasi dengan tuannya, seorang hamba seringkali berasumsi bahwa ia selalu
mengalami penindasan dan menjadi korban eksploitasi. Akibatnya, ia tidak pernah mencapai kepuasan di
dalam kehidupannya dan mulai muncullah suatu kecenderungan untuk memberontak. Sebaliknya, sang
tuan atau pemilik hamba tersebut seringkali merasa tidak puas dengan hambanya itu, yang dianggap tidak
mampu mengerjakan segala sesuatu sesuai dengan keinginannya. Karena ketidakpuasan itu, akhirnya ia
menjadi marah dan mengintimidasi bahkan membunuh hambanya.

Peristiwa semacam itu seringkali terjadi di antara orang dunia yang telah dicengkeram oleh dosa berupa
penolakan terhadap Tuhan dan kebenaran-Nya yang seharusnya menjadi referensi mutlak dalam
kehidupan setiap orang. Akibatnya, manusia kehilangan kendali kehidupan hingga terjadi kekalutan di
tengah dunia karena setiap orang berpikir dari sudut pandangnya sendiri dan mengutamakan
kepentingannya saja sehingga semua orang saling mencurigai dan menyikut. Selanjutnya, secara perlahan-
lahan dunia kehilangan pengharapan karena melihat kehancuran terjadi di berbagai bidang kehidupan.

Alkitab mengatakan bahwa dalam kondisi demikian, manusia telah kehilangan konsep keadilan Allah
mutlak yang sebenarnya adalah kunci dari relasi kerja dan sumber berkat, pengharapan, kekuatan serta
seluruh etos kerja bagi orang percaya yang setia pada kebenaran Firman. Namun keadilan Tuhan juga da-
pat menjadi sangat menakutkan bagi orang berdosa karena keadilan Allah juga terkait dengan murka Allah.

Karena itu, relasi antara tuan dan hamba harus dikembalikan pada kebenaran Tuhan sebagai referensi
mutlak dan kedua pihak harus bertanggungjawab secara langsung kepada-Nya. Dengan demikian mereka
akan berinisiatif untuk melakukan yang terbaik demi Tuhan semata, sesuai dengan Efesus 6:8 yang
mengatakan, “Kamu tahu, bahwa setiap orang, baik hamba, maupun orang merdeka, kalau ia telah berbuat
sesuatu yang baik, ia akan menerima balasannya dari Tuhan.”

Bagaimanapun juga, keadilan Tuhan sebagai tingkat keadilan yang paling sempurna, tidak ditentukan oleh
baik buruknya pekerjaan seseorang di mata pimpinan melainkan ketepatan, motivasi dan nilai kerja yang
direferensikan dengan nilai keadilan-Nya yang mutlak dan tak terusik oleh penilaian orang lain lalu balasan
597 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

yang setimpal akan diberikan. Mungkin seorang hamba dapat membohongi tuannya dengan penampilan
luar yang baik tapi ia tidak dapat membohongi Tuhan dan dirinya sendiri karena Ia mengetahui segala yang
tersembunyi dan semua realita akan terbuka di hadapan-Nya.

Dengan prinsip seperti ini maka setiap pekerjaan tidak akan menjadi beban yang sangat sulit dan membe-
ratkan tetapi menjadi tugas kepercayaan yang diberikan oleh Tuhan. Pdt. Stephen Tong juga memberikan
satu konsep yang penting yaitu “Always keep available (di dalam segala hal, selalu bersedia hati).”
Seringkali seorang hamba cenderung untuk mengunci dan mempersempit wilayah, kapasitas dan etos ker-
janya sendiri ketika sang tuan memberikan kemungkinan untuk mengembangkannya. Akibatnya, pengeta-
huannya menjadi terbatas padahal seharusnya ia mampu mengerjakan hal-hal yang lebih besar lagi.

Karena banyaknya orang yang berprinsip seperti itu, di tengah dunia muncullah suatu kiat “berpikir secara
lateral (berpikir menerobos wilayah).” Alkitab mengatakan bahwa ketika kiat ini dijalankan, yang penting adalah
kerelaan untuk mengerjakan kehendak Tuhan dengan sebaik mungkin dan dengan pertanggungjawaban
penuh kepada keadilan Tuhan serta kerelaan untuk membuka diri agar Tuhan dapat mengembangkan wi-
layah kerja orang pilihanNya.

Dengan prinsip tersebut, seorang hamba yang tergolong sebagai anak Tuhan pada jaman Paulus maupun di
abad 21 ini akan memiliki cara berpikir, sikap dan cara kerja yang berbeda dengan nilai kerja yang lebih
tinggi dari mereka yang berada di luar Kristus. Ia akan selalu menonjol seperti Yusuf, yang selama di Mesir,
ia bekerja dengan baik, bertanggungjawab, jujur dan tulus sehingga posisinya semakin meningkat dan
akhirnya seluruh urusan rumah tangga Potifar berada di tangannya. Selain itu, hamba semacam ini akan
bekerja tanpa syarat dan tidak tergantung pada orang lain. Tanpa memperhatikan absen tidaknya atasan di
kantor, ia tetap bekerja dengan giat karena rasa takutnya akan Tuhan yang adil. Sebagai balasannya, segala
sesuatu yang dikerjakannya tidak akan sia-sia.

Seringkali di dalam berbagai aspek kehidupan termasuk pekerjaan dan relasi interpersonal, orang Kristen
cenderung menempatkan dirinya pada posisi yang salah karena merasa tidak berpengharapan lagi untuk
dapat menjalankan kebenaran. Padahal meskipun berada di dalam ketidakbenaran dunia, jika orang Kristen
tetap berpegang pada kebenaran maka pengharapan itu tetap ada karena nilai yang diperjuangkan diten-
tukan oleh keadilan Tuhan yang tidak dapat dipermainkan.

Oleh karena itu, motivasi kerja harus dimurnikan sehingga tujuan kerja bukan untuk mencari perhatian
pimpinan. Jika tidak demikian maka ketika pimpinan berbuat sesuatu yang tidak disukai oleh para
karyawannya, mereka akan merasa jengkel dan membencinya karena mereka beranggapan bahwa
kebaikan mereka dibalas dengan ketidakbaikan. Padahal Alkitab mengatakan bahwa Tuhan tidak
memandang muka dalam menjalankan keadilan-Nya. Karena itu, pekerjaan yang kurang baik harus segera
diperbaiki sedangkan pekerjaan yang sudah baik harus dikembangkan sehingga perkembangan hidup akan
menjadi lebih padat dan serius di tengah dunia ini.

Dengan berpegang pada keadilan Tuhan, setiap orang Kristen dapat hidup dengan tenang dan stabil
sekaligus memberi kesaksian pada orang lain. Akibatnya, nama Tuhanlah yang dipermuliakan. Maka
seharusnya orang Kristen mempunyai citra kerja sedemikian sehingga orang dunia berkeinginan untuk
menirunya.

Ketika orang Kristen bekerja di dalam kebenaran firman Tuhan maka akan tercapai suatu kualitas yang tidak
dapat dicapai oleh dunia bahkan di dalam semua konsep agama karena referensi yang digunakan adalah
lingkungan yang bersifat situasional tanpa memperhitungkan adanya referensi vertikal. Karena itu etos
598 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

kerja dunia pasti akan mengalami masalah. Di sinilah keadilan Tuhan di dalam kebenaran dan kesucian
menjadi nilai lebih dari Kekristenan. Pada kenyataannya, ada 3 level orang Kristen:

1. Orang Kristen yang bertindak lebih huruk daripada orang dunia;


2. Orang Kristen yang bertindak sama dengan orang dunia;
3. Orang Kristen yang bertindak lebih baik daripada orang dunia. Level ketiga inilah yang Tuhan tuntut
pada setiap orang Kristen sesuai dengan standard kebaikan-Nya.

Setelah pembahasan dari sudut pandang seorang hamba, bagaimana dengan sudut pandang sang tuan?
Seorang tuan berbeda dengan seorang bos yang memikirkan kesejahteraan pegawainya sesuai dengan
hukum perburuhan. Seorang tuan merupakan pemilik mutlak dari para budak beliannya. Inilah konteks
yang dipakai di dalam Efesus 6. Secara hukum, tuan memiliki hak penuh untuk memperlakukan budaknya se-
suai dengan keinginannya sendiri bahkan menganiaya dan membunuhnya sekalipun. Oleh sebab itu, Paulus
memberikan peringatan keras kepada para tuan, “Dan kamu tuan-tuan, perbuatlah demikian juga terhadap
mereka dan jauhkanlah ancaman. Ingatlah, bahwa Tuhan mereka dan Tuhan kamu ada di sorga dan Ia
tidak memandang muka.”(Efesus 6:9) Artinya, seorang tuan tidak boleh mempunyai referensi yang berbeda
dengan hambanya. Kalau hambanya dituntut untuk berbuat baik dan menggenapkan keinginan tuannya
maka demikian pula dengan sang tuan harus menggenapkan kehendak Tuhan karena keduanya adalah
pekerja di hadapan Tuhan yang tidak dapat melepaskan diri dari pertanggungjawaban kepada Tuhan.

Kekristenan tidak melawan perbudakan tapi Alkitab tidak mau menerima konsep perbudakan seperti yang
dunia ajarkan. Perbudakan seharusnya dikerjakan dengan tindak kebajikan Tuhan karena setiap orang
Kristen sebenarnya adalah budak dan tidak memiliki hak sama sekali di hadapan Tuhan. Dunia tidak dapat
menerima konsep ini dan seolah-olah meniadakan perbudakan tapi justru membiarkan terjadinya
penindasan antara tuan dan hamba karena ordo dan motivasi menjadi tidak jelas. Dunia hanya mengenal
tuan yang kejam, tidak bermoral dan berperikemanusiaan, tidak takut pada Tuhan tetapi Tuhan sendiri
tidak seperti itu. Maka Tuhan menuntut para tuan untuk menjadi teladan dalam kebaikan, sama seperti
Tuhan sebagai Tuan tertinggi di dalam seluruh relasi. Tuhan tidak melarang perbudakan tetapi Ia menuntut
para tuan untuk bertanggung jawab dengan basis keadilan Tuhan yang tidak memandang muka tapi
melihat setiap perbuatan baik. Seorang hamba harus mengerti bahwa tuan adalah atasan yang memilikinya
sehingga ia harus bekerja dengan sebaik mungkin demi tuannya tapi ketika berelasi, sang tuan harus
merepresentasikan Tuhan sebagai Tuan di atas segala tuan.

Amin!
599 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

H
Heen
ndda
akklla
ahhk
kaam
muuk
kuua
att d
dii d
daalla
ammT
Tuuh
haan
n !!
Oleh: Pdt. Sutjipto Subeno

Nats: Efesus 6:10-13

10 Akhirnya, hendaklah kamu kuat di dalam Tuhan, di dalam kekuatan kuasa–Nya.


11 Kenakanlah seluruh perlengkapan senjata Allah, supaya kamu dapat bertahan melawan
tipu muslihat Iblis;
12 karena perjuangan kita bukanlah melawan darah dan daging, tetapi melawan pemerintah–
pemerintah, melawan penguasa–penguasa, melawan penghulu–penghulu dunia yang
gelap ini, melawan roh–roh jahat di udara.
13 Sebab itu ambillah seluruh perlengkapan senjata Allah, supaya kamu dapat mengadakan
perlawanan pada hari yang jahat itu dan tetap berdiri, sesudah kamu menyelesaikan
segala sesuatu.

Dalam rangkaian pembahasan Kitab Efesus, khotbah kali ini telah sampai pada bagian terakhir dari
pengajaran Paulus yang merupakan kesimpulan mendasar terpenting di dalam implikasi kehidupan Kristen
sejati di tengah dunia ini. Seringkali, tanpa pengertian yang benar, orang tidak akan pernah mau merubah
konsep hidupnya karena adanya kecenderungan untuk mempertahankan kondisi status quo (kemapanan).
Setelah memperoleh pengertian bahwa perubahan itu akan membawa kebaikan bagi kehidupannya, barulah
ia bersedia untuk berubah.

Demikian pula dengan Kekristenan. Paulus meminta semua orang Kristen untuk memahaminya agar mampu
menyadari kesalahan diri sendiri dan mau berubah. Memang sulit untuk merubah konsep apalagi dengan
memakai cara dan konsep Kristen. Namun sebenarnya banyak jemaat yang memahami ajaran Kristen sejati
tapi tetap melakukan perbuatan yang tidak mencerminkan Kekristenan dan tidak mau berubah karena adanya
satu ikatan melampaui teori yang membuatnya tidak dapat berhenti berbuat dosa. Karena itu Paulus
mengatakan, “Akhirnya, hendaklah kamu kuat di dalam Tuhan, di dalam kekuatan kuasa-Nya.” (Efesus 6:10)

Untuk dapat berubah, yang dibutuhkan bukan sekedar “tahu” tapi “tahu” itu mendasari perubahan sehingga
tidak salah arah. Kemudian dibutuhkan aspek kedua yaitu suatu kekuatan dinamis di dalam Tuhan untuk
mendobrak keluar sesuai dengan kehendak-Nya. Dengan kata lain, Kekristenan tidak pernah mengajarkan
perubahan itu semudah dan sesederhana yang diajarkan oleh Thomas Aquinas dan Armenianisme yaitu
bahwa suatu perubahan disebabkan oleh pengertian sehingga pilihan untuk mengikut Tuhan atau tidak,
merupakan kebebasan semua orang.

Jadi, sekedar “tahu” belum dapat membuat seseorang berubah karena masih membutuhkan unsur kedua yaitu
suatu kekuatan titik pijak untuk dapat keluar dari jebakan yang membelenggu. Ada tiga alasan yang
mendasari penyataan tersebut:
600 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

Pertama, Kekristenan tidak berada di dalam kondisi netral. Seringkali orang salah mengerti dan memprotes
doktrin predestinasi karena dihubungkan dengan kondisi netral. Seolah-olah manusia berada di antara dua
pilihan yaitu antara mau mengikut Tuhan atau tidak. Kalau mau mengikut Tuhan maka ia akan
diselamatkan, kalau tidak maka ia akan dibuang ke neraka selamanya. Jika demikian, Tuhan kelihatan
sangat kejam karena telah mempermainkan manusia. Alkitab tidak pernah mengajar seperti itu. Menurut
Alkitab, predestinasi dimengerti justru dari kondisi di mana semua orang telah jatuh ke dalam cengkeraman
dosa dan sangat sulit untuk dapat keluar dari sana. Ini membuktikan bahwa dunia ini tidak netral dan hidup
manusia tidak berada di dalam kondisi netral. Manusia telah terjerumus ke dalam suatu posisi yang
condong kepada kondisi tertentu yaitu di bawah kuasa kegelapan.

Kedua, Kekristenan tidak berada di dalam kondisi pasif, enak atau mapan melainkan di dalam kondisi
peperangan. Alkitab mengatakan bahwa di dunia ini manusia sedang berada di dalam suatu kondisi yang
mengharuskannya untuk selalu waspada dan tidak gegabah dalam bertindak karena sedang berhadapan
dengan musuh di medan pertempuran. Karena itu Efesus 6:11 mengatakan, “Kenakanlah seluruh
perlengkapan senjata Allah, supaya kamu dapat bertahan melawan tipu muslihat Iblis.” Di dalam medan
pertempuran, jika ia bergerak tanpa pertimbangan yang tepat maka resikonya adalah mati. Ini merupakan
bukti bahwa di dalam peperangan, seseorang tidak mungkin berada di dalam posisi netral. Jika bukan dia
yang mati maka lawannyalah yang mati. Kadangkala di dalam kondisi tertentu diperlukan sikap diam.
Namun sikap diam dan tidak bergerak bukan berarti pasif melainkan dalam kondisi sangat aktif yaitu
waspada dan siap untuk menyerang setiap saat ketika waktunya telah tiba. Itulah kondisi Kekristenan.
Bahayanya, musuh yang dihadapi oleh orang Kristen bukanlah musuh yang biasa dan kelihatan melainkan
penguasa kerajaan angkasa dan penghulu udara. Alkitab mengatakan bahwa manusia telah jatuh ke dalam
cengkeraman setan sebagai aktor invisible (tak kelihatan). Karena itu, tidaklah mudah baginya untuk
berubah walaupun ia tahu doktrin dan teorinya. Inilah tugas orang Kristen yang harus dipikirkan dengan
baik.

Ketiga, Kekristenan berada di dalam suatu perjuangan yang menuntut bukan sekedar survive (selamat)
melainkan harus mendatangkan berkat bagi orang lain dalam tingkatan kualitas yang melampaui
pengertian dunia. Pada kenyataannya, di dunia ini terdapat 3 macam standard:

1. di bawah standard,

2. sejajar standard,

3. di atas standard.

Sebagai contoh, format yang dipakai oleh Tuhan Yesus di dalam Matius 5. Jika seseorang ditampar sekali lalu
ia membalasnya sepuluh kali maka itulah kehidupan di bawah standard. Jika balasannya hanya sekali maka
itulah kehidupan sesuai standard kewajaran yang dipakai oleh dunia. Namun jika ia tidak membalas bahkan
memberikan pipinya yang lain untuk ditampar maka itulah kehidupan di atas standard, sesuai dengan
tuntutan Alkitab sebagai dasar kualitas Kristen yang disetarakan dengan tuntutan Allah. Dengan kekuatan
manusia saja, memang sulit untuk dapat mencapai standard Kekristenan yang dituntut oleh Tuhan. Maka
Paulus mengatakan, “Hendaklah kamu kuat di dalam Tuhan, di dalam kekuatan kuasa-Nya.” Inilah berita
penghiburan yang sangat serius supaya orang Kristen tidak jatuh ke dalam kondisi hopeless (tak
berpengharapan) di tengah dunia yang sudah mengalami pengrusakan essensi secara total.
601 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

Orang Kristen yang jeli dalam melihat realita dunia ini tentu mengalami kekecewaan yang mendalam dan
putus asa karena realita itu menunjukkan suatu kegagalan dalam perjuangan iman hingga tiada lagi yang
dapat dilakukan selain bersikap pasrah. Karena itu Alkitab memberikan kunci untuk menghadapinya yaitu
“Be strong in the Lord.” Kalau orang Kristen memandang dunia ini dengan menggunakan kacamata dan
format dunia maka ia akan ikut hancur karena realita, kondisi masa depan dan musuh di dunia ini terlalu
berat untuk dihadapi dengan kekuatannya sendiri. Padahal sesungguhnya orang Kristen masih memiliki
Tuhan yang lebih kuat daripada kondisi dunia ini.

Selain itu, ada pula orang Kristen yang tiba-tiba beridealisme utopia atau mimpi ideal setelah melihat
kondisi dunia yang parah dan sangat mengecewakan ini. Ironisnya, mimpi idealnya itu tidak tepat bahkan
justru sangat berbahaya. Menurut konsep berpikirnya, ia berkewajiban untuk merombak dan merubah
dunia yang celaka, berdosa dan rusak ini. Idealisme ini akan menjadi lebih berbahaya lagi bila Efesus 6:10
digunakan secara tidak tepat sehingga usaha perombakan dunia itu mengatasnamakan Tuhan sebagai
kekuatan pendukung untuk memanipulasi dunia. Padahal Tuhan tidak pernah mengajarkan perihal
manipulasi seperti itu. Alkitab hanya mengatakan bahwa sejarah dunia ini akan terus berjalan menuju
pengrusakan dan kehancuran karena dosa hingga pada akhirnya layak untuk dibuang ke neraka. Di dalam
kondisi seperti itu justru Tuhan mau memakai sebagian orang Kristen untuk menunjukkan bahwa di dunia
ini masih ada jalur yang berbeda, sesuai dengan kehendak-Nya. Ketika Kekristenan mulai mengambil posisi
melawan arus maka strateginya harus dipikirkan dengan tepat dan Alkitab hanya menyarankan, “Be strong
in the Lord” karena orang Kristen akan memperoleh kekuatan yang luar biasa untuk menghadapi segala
macam tantangan, sejauh berada di dalam hubungan dengan Tuan di atas segala tuan (“in the Lord”, bukan “in
Christ”). Jika tidak maka Kekristenanlah yang akan mengalami kehancuran. Jadi, perjuangan Kekristenan
harus sungguh-sungguh berada di dalam pimpinan Tuhan dan bukan karena ambisi pribadi sehingga
segalanya tidak menjadi sia-sia.

Ketika orang Kristen mulai berjuang untuk menyatakan kebenaran Firman ke tengah dunia dan sungguh-
sungguh hidup di dalam Tuhan maka satu kondisi yang akan dihadapi adalah kesepian dan tersendiri karena
tak seorang pun mengerti akan dirinya. Dalam kondisi lonely (kesepian) seperti itu, yang dirasakan hanyalah
kekecewaan dan keputusasaan. Namun Alkitab mengatakan, “Be strong in the Lord” karena relasi dengan
Tuhan adalah kunci kekuatan dari Kekristenan. Ketika berusaha menjalankan kebenaran di dunia, Tuhan
Yesus pun mengalami kesepian di tengah orang banyak. Puncaknya, pada saat Ia harus naik ke kayu salib,
semua pengikut-Nya termasuk keduabelas rasul-Nya pergi meninggalkan-Nya sendirian. Ketika diusir, Daud
pun mengalami kesepian karena semua orang menjauhinya namun ia hanya mengatakan, “Tuhan,
Engkaulah perlindunganku, sumber kekuatanku, gembalaku dan batu karangku.” Ia terus dikejar-kejar
untuk dibunuh namun ia tetap taat pada Tuhan karena Ia percaya bahwa Tuhan masih berpihak kepadanya.
Jadi, kuncinya adalah tidak menjadi tawar hati walaupun kesepian namun tetap kuat di dalam Tuhan
sehingga hidup Kekristenan di tengah dunia ini masih boleh menjadi suatu alternatif. Mungkin saat ini dunia
tidak dapat mengerti namun suatu saat mereka akan melihat dampak atau hasil perjuangan orang Kristen
lalu mengakui bahwa Kekristenanlah yang terbaik.

Amin!
602 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

S
Suuk
kaac
ciitta
adda
alla
ammB
Beerriitta
a IIn
njjiill
Oleh: Pdt. Sutjipto Subeno

Nats: Filipi 1:1-4

1 Dari Paulus dan Timotius, hamba–hamba Kristus Yesus, kepada semua orang kudus
dalam Kristus Yesus di Filipi, dengan para penilik jemaat dan diaken.
2 Kasih karunia dan damai sejahtera dari Allah, Bapa kita, dan dari Tuhan Yesus Kristus
menyertai kamu.
3 Aku mengucap syukur kepada Allahku setiap kali aku mengingat kamu.
4 Dan setiap kali aku berdoa untuk kamu semua, aku selalu berdoa dengan sukacita.

Perayaan Tahun Baru Imlek dipenuhi dengan berbagai hal yang berbau kemakmuran. Dewa kemakmuran
digambarkan dengan perut buncit akibat banyak makan. Untuk menunjukkan kemakmurannya, orang
memesan makanan dalam jumlah yang besar tetapi memakannya hanya sedikit kemudian membuang
sisanya yang masih sangat banyak. Inikah yang disebut dengan sukacita? Sukacita yang seperti ini adalah
sukacita yang dibangun diatas penderitaan orang lain. Ini adalah tindakan yang sangat tidak bertanggung
jawab. Jenis sukacita apa yang kita miliki? Apakah mirip dengan bentuk sukacita dunia berdosa? Sukacita
seperti apakah yang diinginkan oleh Alkitab supaya sukacita yang kita dapatkan bukan karena kita berbuat
hal-hal yang konyol, yang sangat duniawi, sangat berdosa, sangat bersifat kedagingan yang
menggambarkan kemakmuran yang berlimpah?



1. Persekutuan di dalam Berita Injil.

Dalam Filipi 1 Paulus mengajarkan bagaimana hidupnya berubah dari sebelum mengenal Tuhan dan
sesudah mengenal Tuhan. Paulus begitu bersukacita karena adanya anak-anak Tuhan di Filipi yang boleh
masuk ke dalam persekutuan Berita Injil (Filipi 1:5). Persekutuan di dalam Berita Injil menjadi suatu hal yang
begitu besar bagi Paulus yang membuat dia bersyukur akan hal itu. Kita justru seringkali tidak
mempedulikan persekutuan dalam Berita Injil ini. Banyak orang Kristen yang datang ke gereja hanya untuk
mencari hal-hal yang bersifat lahiriah tanpa menyadari bahwa keberadaannya yang masuk ke dalam Berita
Injil merupakan sesuatu hal yang besar sekali. Mengapa sedemikian besar? Karena Paulus menggambarkan
dalam Filipi 1:8-11 demikian: itulah yang membuat aku (Paulus) dengan cinta kasih Kristus terus
merindukanmu, aku terus berdoa semoga kasihmu terus melimpah, karena kamu mempunyai pengetahuan
yang benar dan pengertian yang melimpah.

Pengetahuan dan pengertian yang kita miliki akan membentuk hidup kita. Ketika kita hidup dalam Berita
Injil, hidup kita bisa ditarik keluar dari lumpur dosa, kemudian ditata dalam pengetahuan yang benar dan
sejati dari Tuhan dan pengertian akan seluruh aspek di dunia ini agar kita dapat memilih yang baik, memiliki
kapasitas yang tajam dalam menentukan pilihan. Pilihan-pilihan yang dipilih akan menentukan seluruh
langkah ke belakang. Pilihan yang salah akan mengakibatkan kehancuran. 90% kehancuran dan kegagalan
603 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

kita disebabkan karena kita sendiri sebagai pengambil keputusan. Pilihan yang baik harus dapat membuat
hidup kita menjadi lebih suci, tidak bercacat menjelang hari Kristus. Inilah kunci yang dapat membuat hidup
kita tidak sengsara dan mendapatkan sukacita yang sesungguhnya.

Kunci terpenting dalam pembahasan nats Kitab Suci hari ini adalah dalam Filipi 1:5, yaitu bagaimana kita
seharusnya mempersiapkan hidup agar dapat memiliki pengetahuan yang benar dan pengertian yang
melimpah yang dapat membuat kita memiliki kekuatan memilah yang benar sehingga setiap kali dapat
mengambil keputusan yang benar. Keputusan yang benar tersebut akan membuat lingkungan di sekitar kita
mendapatkan berkat. Ketika kita bisa lolos dari dosa yang mencengkeram itu, kita baru bisa hidup suci,
tidak mau dicemari oleh apapun, tidak bercacat. Di posisi ini kita membersihkan diri kita dan tidak bermain
dengan dosa, sehingga pada akhirnya kita bisa mendapatkan sukacita yang sejati.

Injil berasal dari kata “euangelion” yang memiliki arti hurufiah: berita sukacita. Angelion berarti berita, eu
berarti baik. Kenapa Injil disebut berita sukacita? Karena dia menghasilkan sukacita dan dia beresensi
sukacita. Berita sukacita merupakan titik pemilah awal yang menentukan antara Kristen dan bukan Kristen.
Orang Kristen menikmati keindahan Berita Injil sedangkan orang yang bukan Kristen tidak dapat menikmati
keindahan Berita Injil. Orang Kristen yang asli adalah orang yang berada di dalam persekutuan Berita Injil
bukan orang yang datang ke gereja semata; sedangkan orang Kristen palsu adalah orang yang berada di
luar Berita Injil. Orang Kristen sejati akan menghargai mahalnya Berita Injil dan mau memasukkan hidupnya
ke dalam Berita Injil. Orang yang bukan Kristen akan menghina Berita Injil dan hanya mementingkan diri
sendiri sehingga akhirnya menolak Berita Injil. Berita Injil menjadi sesuatu yang menyakitkan, yang tidak
cocok dengan pikirannya, lalu ditolak, bagi orang yang luar Berita Injil. Orang yang berada di dalam Berita
Injil begitu bersyukur melihat suatu bijaksana yang begitu besar, pengertian yang begitu dalam, betapa
indahnya Injil yang Tuhan sediakan, setiap kali berita itu disampaikan dapat terlihat sesuatu yang begitu
dahsyat dan indah.

Orang yang berada di dalam Kristus akan mengalami pembaharuan hidup ketika Berita Injil masuk ke dalam
dirinya, dia akan tahu bagaimana dia harus hidup di hadapan Tuhan; sedangkan orang yang di luar Berita
Injil akan menegakkan otoritas diri, kembali kepada setan, dan akhirnya hidup berputar di dalam dosa.
Orang yang hidup di dalam dosa akan mengumbar seluruh nafsu diri dan tidak lagi memikirkan bagaimana
dia harus hidup suci, hidup benar, mengejar kualitas hidup yang tinggi; mereka hidup semakin rendah dan
di dalam kebohongan. Kalau kita hidup dalam kebohongan, bagaimana mungkin kita dapat bersukacita.
Sukacita sejati dapat terjadi pada waktu hidup kita bersih.

Orang yang biasa hidup dalam kebohongan tidak lagi peka pada waktu dia dibohongi, sebaliknya orang
yang hidupnya lurus akan sangat peka dengan ketidakberesan yang ada. Ketika kita hidup di luar Kristus,
mungkin di saat tertentu kita bisa merasa nyaman ketika kita berbuat dosa, seolah-olah tidak terjadi apa-
apa dan sukses, tetapi suatu hari nanti hal tersebut akan menjadi bumerang yang menghantam balik. Inilah
yang disebut dengan sukacita sesaat. Ini adalah pilihan yang salah. Paulus begitu cermat didalam
menentukan pilihan, seperti: ketika dia sedang menuju Bitinia dia putar arah ke Makedonia, ketika di dalam
penjara dia menyanyi. Itu semua adalah pilihannya karena ketaatannya kepada Tuhan. Pada waktu dia
menyanyi di penjara, Tuhan membukakan semua pintu penjara dan belenggu di kaki dan tangan Paulus,
tapi Paulus tidak melarikan diri karena Tuhan tidak menyuruh dia untuk kabur dari penjara. Memilih yang
tepat dengan bijaksana yang tepat, dari sudut pandang Tuhan yang tepat, dengan pengertian yang tepat,
akan menghasilkan kesucian yang tepat. Dalam cerita diatas, kalau seandainya Paulus kabur dari penjara
karena Tuhan sudah mengadakan mujizatNya maka akan berakibat buruk bagi Paulus; tetapi Paulus sangat
tepat didalam mengambil keputusan/ pilihan sehingga dia dapat bersukacita karena:
604 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

1. Kepala penjara bertobat bahkan beserta seluruh keluarga, dan seisi rumahnya. Ini adalah anugerah yang
sangat besar yang boleh terjadi.

2. Status narapidana bagi Paulus menjadi hilang karena kepala penjara sungkem kepada dia.

3. Pejabat Roma di Filipi meminta maaf kepada Paulus sehingga Paulus dapat keluar dari penjara dengan
status yang sudah dipulihkan.

Seringkali kita tidak dapat bersukacita karena salah dalam menentukan pilihan, tetapi kita menyalahkan
Tuhan, seolah-olah Tuhan yang tidak memberi kita sukacita, kita juga menyalahkan orang di sekeliling kita.
Kita tidak sadar kalau sebetulnya letak permasalahan ada pada diri kita sendiri. Maka kunci pertama adalah
seberapa jauh kita bertobat, melepaskan dosa, dan masuk kembali ke dalam Berita Injil.
Tidak seorangpun diantara kita yang tidak berdosa, tetapi point-nya bukan pada seberapa banyak kita
berbuat dosa, melainkan maukah kita keluar dari dosa, berhenti dan menanggalkan dosa lalu kembali
kepada Tuhan? Pertanyaan ini akan menentukan posisi kita terhadap Berita Injil.

2. Sukacita yang kita alami bukanlah karena usaha kita melainkan karena Tuhan.

Manusia begitu tidak bisa tunduk kepada Tuhan, tetapi Paulus justru sangat mengakui kedaulatan Tuhan.
Dalam Filipi 1:6: Akan hal ini aku yakin sepenuhnya, yaitu Ia, yang memulai pekerjaan yang baik di antara
kamu, akan meneruskannya sampai pada akhirnya pada hari Kristus Yesus.

Isi Reformed Theology, kalau disederhanakan menjadi satu kalimat singkat, adalah kedaulatan Allah. Kalau
theologi yang lain dipusingkan dengan segala hal yang berbau diri, Reformed Theology terus melihat dari
sudut Tuhan. Allah kita berdaulat, Allah kita berinisiatif. Kedaulatan Allah menjadi pusat hidup kita yang
akan membuat kita bersukacita. Kita akan bersukacita kalau kita dapat menanggalkan humanitas kita,
ketika kita menyerahkan semua beban kita ke tangan Tuhan dan membiarkan hidup kita berada di dalam
pimpinan Tuhan dan kita taat pada pimpinan Tuhan. Secara hitungan manusia, Paulus sebelum bertobat
adalah jauh lebih enak karena lebih kaya, punya kedudukan, punya posisi yang nyaman, tidak pernah
dipukuli, tidak pernah masuk penjara; setelah bertobat, hidupnya menjadi sengsara. Tetapi menurut Paulus
tidaklah demikian, dia menganggap semuanya yang dia alami dan dia peroleh, sebelum bertemu Kristus,
adalah sampah, karena pengenalanku akan Kristus jauh lebih mulia dari semuanya itu. Itulah teladan pola
pikir yang benar. Paulus mengerti cara berpikir yang tepat. Pola pikir yang tepat membawa Paulus masuk ke
dalam hidup yang penuh dengan sukacita yang tidak terbayangkan oleh orang lain.

Manusia yang memikirkan sukses secara manusia, makin sukses akan makin sengsara hidupnya. Di dalam
rumah orang kaya terdapat banyak air mata yang tidak kita mengerti, sebaliknya di dalam rumah orang
yang sederhana seringkali terdapat kebahagiaan yang juga tidak bisa kita bayangkan. Nilai sukacita tidak
bisa dibayar dengan konsep dunia. Dunia pikir kalau kita kaya, punya jabatan, punya kepandaian, kita akan
bersukacita. Ternyata tidak! Sukacita dimulai ketika orang balik ke tangan Allah, karena kita bukanlah
makhluk independen, bukanlah makhluk yang berotoritas tertinggi. Ketika kita merasa memiliki otoritas
tertinggi, kita sedang mengalami keterkiliran posisi. Manusia dicipta sebagai makhluk yang bergantung,
makhluk yang seharusnya bergantung kepada Tuhan. Ketika manusia masuk ke dalam persekutuan Berita
Injil yang dimulai oleh Kristus sendiri, itulah sukacita, karena kita bisa bergantung balik kepada Tuhan. Cara
sederhana dalam mengambil keputusan yang tepat adalah dengan bertanya: apakah Tuhan suka. Kalau kita
berjalan seturut dengan apa yang Tuhan suka, maka kita berada di dalam persekutuan Berita Injil, ini adalah
hal yang membahagiakan.
605 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

Kalau kita hidup seperti cara diatas, kita makin lama akan makin peka terhadap pimpinan Tuhan, dan pelan
tapi pasti kita akan melihat pimpinan Tuhan dalam setiap aspek hidup kita. Seringkali kita menjadi tidak
mau belajar Firman Tuhan karena takut dituntut banyak kalau kita tahu banyak. Hal ini adalah pemikiran
yang salah karena meskipun kita tidak tahu, kita dituntut seharusnya tahu, maka kita menjadi berdosa
karena tidak mau tahu. Misalnya: waktu kita menyetir kendaraan, kita tidak mau tahu tentang adanya
rambu, maka kita akan tetap dihukum atas pelanggaran rambu, karena kita dituntut untuk selalu melihat
dan mengerti rambu. Dalam segala hal, kalau kita harus mengambil keputusan sendiri kita akan merasa
berat, tapi kita akan bahagia kalau ada pengaturan dari “atas”. Tetapi manusia selalu tidak mau diatur,
manusia ingin menjadi tuhan, Tuhan membiarkan manusia yang keras kepala seperti ini, maka kehancuran
dan kesengsaraan akan menimpa manusia sebagai resiko dari pilihannya sendiri. Orang yang tidak mau
dipimpin oleh Tuhan berada di luar persekutuan Berita Injil dan menuju ke kebinasaan.

3. Betapa indahnya kalau kita berada di dalam anugerah Tuhan.

Allah memilih, Allah memelihara kita, Allah berdaulat, Allah terus menuntun kita hingga sampai akhir. Inilah
yang disebut dengan “persevereance of the saints” dalam Reformed Theology, yang berarti ketekunan
orang suci. Providensia Allah bekerja menggarap hidup kita sehingga kita benar-benar hidup bersandar
dengan Allah. Kalau kita tunduk kepada Allah yang berdaulat maka kita akan bersukacita.

Sukacita bukanlah hanya sesaat karena Dia yang memulai, Dia pula yang akan meneruskan sampai pada
akhirnya. Seluruhnya berada dalam anugerah-Nya, Allah yang memelihara, Allah yang memimpin, itu
semua karena cinta kasih Tuhan. Orang yang menolong karena tanggung jawab/tugas akan menolong
hanya sekali, tetapi kalau karena cinta akan seumur hidup memperhatikan. Orang yang mencintai
seseorang akan betul-betul memperhatikan, memikirkan orang yang dicintai. Sesuatu yang spesifik yang
diberikan oleh orang yang mencintai kita akan mendatangkan sukacita yang luar biasa. Dunia kita makin
lama makin kehilangan cinta yang sedemikian. Kalau kita begitu menghargai pemberian orang yang
dihasilkan dari perjuangan dia untuk mendapatkan barang tersebut, seberapa jauh kita menghargai
pengorbanan Kristus yang rela turun ke dunia, menderita, mati di atas kayu salib demi kebaikan kita, demi
kita ditarik dari lumpur dosa. Semuanya itu dilakukan karena cinta kasih yang mesra, cinta yang begitu
besar. Dia bukan mencarikan barang yang mahal bagi kita tetapi Dia memberikan seluruh hidupNya untuk
kita. Apa yang sudah Dia berikan tersebut bukan hanya di waktu lampau tetapi berlaku terus sampai
dengan hari ini bahkan sampai kedatangan Kristus di kali yang kedua.

Kalau Tuhan sudah melakukan semuanya itu, maukah kita masuk ke dalam persekutuan di dalam Dia, di
dalam Berita Injil itu ataukah justru kita memilih di luar Berita Injil? Siapa yang bisa memberikan semua itu
kalau bukan Kristus? Di mana lagi kita bisa mendapatkan cinta kasih yang sedemikian besar? Di mana kita
bisa mendapatkan anugerah yang begitu besar? Ketika Kristus sudah melakukan hal yang begitu besar, kita
memberikan reaksi yang negatif. Masih wajarkah reaksi kita tersebut?
Sukacita sejati bukan membuat kita tertawa, melainkan menghasilkan tangisan dalam hidup kita. Tangisan
tersebut adalah tangisan sukacita karena sukacita yang tak terbayarkan. Tertawa hanyalah sukacita sesaat.
Tuhan Yesus selama ada di dunia tidak pernah dicatat Dia tertawa. Mari kita mengejar sukacita sejati yang
Tuhan sediakan bagi setiap anak Tuhan ?

Amin!
606 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

S
Suuk
kaac
ciitta
aAAx
xiio
ollo
oggiis
s
Oleh: Pdt. Sutjipto Subeno

Nats: Filipi 3:7-8

7 Tetapi apa yang dahulu merupakan keuntungan bagiku, sekarang kuanggap rugi karena
Kristus.
8 Malahan segala sesuatu kuanggap rugi, karena pengenalan akan Kristus Yesus, Tuhanku,
lebih mulia dari pada semuanya. Oleh karena Dialah aku telah melepaskan semuanya itu
dan menganggapnya sampah, supaya aku memperoleh Kristus,

Sukacita axiologis adalah sukacita dimana kita mengerti tentang konsep nilai atau penilaian yang sejati.
Filipi 3:7-8 merupakan klimaks dari pengungkapan Paulus tentang bagaimana kita bisa bersukacita di dalam
Tuhan. Dalam Filipi 3:1 dikatakan: Akhirnya, saudara-saudaraku, bersukacitalah dalam Tuhan. Berarti ini
merupakan puncak, titik tertinggi dimana kita betul-betul bisa mempermuliakan Tuhan, karena kita berada
di puncak pengertian yang penuh. Hidup Kristen adalah hidup yang sesungguhnya bisa membuat kita
bersukacita, yaitu bersukacita yang di dalam Tuhan.

Dalam Filipi 3:1b diungkapkan bahwa Paulus menuliskan tentang hal bersukacita itu dengan begitu enak,
mudah, dan ringan serta memberi kepastian kepada jemaat di Filipi. Ringan karena hal tsb memang
merupakan sesuatu yang begitu natural, yang tidak memerlukan pemikiran yang ruwet. Memberi kepastian
karena hal tsb merupakan suatu kepastian yang tidak bersifat spekulatif, bukan merupakan bayangan
maupun ilusi. Mengapa bisa demikian?

Kuncinya terletak pada Filipi 3:2 yaitu: Hati-hatilah terhadap anjing-anjing, hati-hatilah terhadap pekerja-
pekerja yang jahat, hati-hatilah terhadap penyunat-penyunat yang palsu. Terlalu banyak yang mencoba
memlintir seluruh konsep kita.

Sukacita yang sejati adalah sukacita ketika kita bisa menanggalkan semua pikiran dan keberadaan yang
terikat oleh kelahiriahan kita. Dalam Filipi 3:7-8 dikatakan bahwa apa yang dahulu merupakan keuntungan
bagi Paulus, sekarang dia anggap rugi karena pengenalan akan Kristus Yesus lebih mulia dari pada
semuanya. Di sini Paulus hendak mengajarkan bahwa kalau seseorang hidup di dalam unsur-unsur lahiriah,
hidup dalam pertimbangan duniawi, bersikap semuanya lahiriah, akan mendatangkan kecelakaan hidup.
Dan inilah yang dikerjakan oleh anjing-anjing, pekerja-pekerja yang jahat dan penyunat-penyunat yang
palsu. Itulah yang mereka bicarakan dan hidupi. Hati-hatilah terhadap mereka karena mereka akan
membawa kita masuk ke dalam hal-hal yang bersifat lahiriah. Kita harus keluar dari situ karena mengenal
Kristus adalah jauh lebih mulia dari semuanya itu.

Hal yang diungkapkan oleh Paulus dengan begitu ringan dan penuh kepastian itu, tetapi bagi kebanyakan
orang justru bukanlah suatu kepastian dan merupakan hal yang begitu berat. Kita akan menyorot aspek
axiologis dari perkataan Paulus.
607 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

Paulus menggunakan struktur pembicaraan yang bersifat membandingkan, seperti: jangan begini, ini lebih
tidak baik, ini lebih mulia. Ini merupakan perbandingan nilai/ konsep axiologis. Seluruh hidup manusia
adalah hidup yang menilai. Kita bahkan dunia harus sadar bahwa manusia adalah satu-satunya makhluk
yang diberi Tuhan kemampuan untuk menilai. Kemampuan menilai dari manusia merupakan turunan dari
sifat Allah yang begitu mulia, yang memikirkan keagungan, kemuliaan. Sifat Allah ini turun dan membentuk
bijaksana manusia sehingga manusia mampu mengapresiasi suatu nilai, menghargai sebuah nilai.

Manusia yang di dalam Tuhan memiliki kemampuan apresiasi nilai yang luar biasa. Tetapi sayang, konsep
nilai yang begitu agung yang dipaparkan oleh Paulus tidak bisa dilihat keagungannya oleh banyak orang.
Konsep nilai adalah sesuatu hal yang begitu solid, begitu mutlak, begitu penting, tetapi di lain pihak kita
seringkali tidak mempelajari format/ cara kita menilai.

Setiap saat kita sebagai manusia tidak bisa lepas dari menilai, sekalipun kita tidak mau memikirkannya.
Yang perlu dipikirkan adalah dasar penilaian yang kita ambil sampai dimana keabsahannya. Penilaian
ditataran lahiriah justru meracuni dan merusak seluruh tatanan hidup kita. Seringkali kita menilai tanpa
menata struktur penilaian kita, tanpa standar penilaian yang teruji. Hidup kita bisa menjadi hancur karena
kesalahan dalam menilai. Paulus sangat menyayangkan hal ini karena seharusnya kita bisa menapaki hidup
yang lebih anggun nilainya yang bisa membuat kita bersukacita. Alangkah sayangnya kalau kita tidak bisa
menikmati kemampuan axiologis kita yang begitu indah. Kalau kita tidak bisa menikmatinya, berarti kita
gagal untuk dapat menikmati seluruh keindahan di dalamnya.

Paulus mengatakan: bersukacitalah di dalam Tuhan. Mengapa harus di dalam Tuhan? Karena ternyata di
dalam dan di luar Tuhan adalah dua hal yang berbeda. Semua penilaian yang begitu indah hanya bisa
terjadi kalau seseorang berada di dalam Tuhan, dan tidak bisa terjadi kalau di luar Tuhan. Ini merupakan
posisi yang sangat penting. Kalau di luar Tuhan, cara menilai kita bersifat lahiriah, duniawi sekali,
kedagingan sekali, temporal sekali (sesuatu yang bersifat sesaat), bersifat kesementaraan, bersifat pragmatis (apa
yang kedengaran, kelihatan, bersifat sensasi dan berkaitan dengan indera kita). Kita bisa menyisihkan hal itu dan keluar
dari situ karena semuanya itu hanyalah sampah, karena di dalam Kristus kita memiliki cara penilaian yang
naik begitu tinggi yang membuat kita bisa mengerti sukacita yang sesungguhnya.

Sukacita sejati ditandai dengan menangis, bukanlah dengan tertawa. Tetapi orang mencari sukacita dalam
bentuk tertawa. Seseorang yang mendapatkan sesuatu yang bernilai kekal, bernilai agung, akan bersukacita
dalam wujud menangis. Sukacita yang seperti ini adalah sukacita yang bersifat terus karena menyentuh ke
hati yang paling dalam. Sukacita tersebut akan memenuhi seluruh hidupnya dan keberadaannya, bukan
hanya sesaat, karena sukacita tersebut bukan sekedar menyentuh permukaan melainkan sukacita yang
menusuk ke dalam dan berada di dalam isi hati yang paling dalam. Sukacita yang seperti inilah yang hendak
digambarkan oleh Paulus, merupakan suatu nilai yang begitu dalam, begitu mulia, yang tidak sekedar
bersifat lahiriah.

Betapa celaka kalau kita hanya mengejar semua yang bersifat lahiriah dan gagal menangkap nilai yang
tertinggi.
608 Ringkasan Khotbah – Jilid 1



1. Pergumulan bagaimana kita dapat mengerti mengenai nilai yang makin lama
makin tinggi dengan fakta hidup yang semakin menurun.

Mengapa ketika kita berusaha mengejar nilai yang di atas, kita semakin terseret ke bawah? Hal ini
disebabkan oleh DOSA, yang menyebabkan kita cenderung mencari dan mengejar sukacita yang remeh
daripada sukacita yang agung, cenderung mengejar sesuatu yang bersifat lahiriah dan tidak mengejar
sesuatu yang bersifat mulia yaitu Kristus.

Dosa menyebabkan kejatuhan, kita menjadi jatuh dari posisi asli menuju posisi yang rendah. Kejatuhan ini
menimbulkan beberapa aspek yaitu:

1. Kita menjadi terlepas dari konsep nilai yang tertinggi.


Nilai kita seharusnya berpaut kepada Sumber Nilai karena nilai yang kita miliki merupakan nilai turunan.
Tetapi sekarang kita terputus dengan Sumber Nilai tersebut, kita hanya bisa mencari remah-remahnya.
Inilah yang disebut dengan total depravity (kerusakan total) oleh John Calvin. Konsep nilai yang ada pada diri
kita sudah rusak total, sehingga tidak bisa lagi balik ke fungsi yang seharusnya. Pada waktu kita hendak
mengfungsikannya, fungsi kita menjadi salah, fungsi tersebut tidak berjalan dengan seharusnya, akhirnya
kita hanya mengejar nilai-nilai duniawi yaitu nilai-nilai yang bisa kita temukan dalam remah-remah hidup
kita.

2. Seluruh tataran kita adalah tataran kejatuhan.


Ketika kita melihat sekeliling kita, semuanya berada dalam tataran kejatuhan sehingga nilai yang kita
ketahui adalah yang ada di sekeliling kita tersebut. Kita akan mengejar hal yang rendah karena keberadaan
kita seperti itu. Kejatuhan kita ke dalam tataran berdosa membuat kita berputar-putar dalam tataran
berdosa pula. Untuk keluar dari situ, mengerti apa yang dikatakan Tuhan, adalah merupakan hal yang sulit
bagi kita. Berita tentang kemuliaan Kristus merupakan hal yang sulit bagi orang di luar Kristen. Paulus
sendiri mengungkapkan bahwa dia pernah berada di dalam jebakan dunia berdosa yang menilai segala
sesuatu secara lahiriah, maka dia menyarankan kita untuk keluar dari posisi itu agar kita tidak celaka. Kalau
masih juga mau adu kehebatan dalam hal lahiriah, Paulus jauh lebih hebat dari kita, Paulus berasal dari ras
yang hebat yaitu orang Benyamin yang disunat di hari ke-8, orang Ibrani asli, secara intelektual dia adalah
orang Farisi yang mengerti Taurat secara tajam, dari segi semangat kerja dia adalah penganiaya jemaat
yang berani berjuang, secara kesalehan dia taat kepada Taurat. Tetapi, semuanya itu adalah sampah bagi
Paulus. Dahulu, dia begitu membanggakan semuanya itu, menganggap semuanya itu adalah nilai yang
terbesar yang dia umumkan kemanapun dia pergi, sehingga dia dikenal dengan nama “si besar” (Saulus).
Sekarang, setelah dia mengenal Kristus, semuanya itu tidak ada artinya, semuanya hanyalah sampah yang
tidak ada artinya.

Kita tidak bisa lepas dari tataran berdosa, yang oleh Augustinus disebut dengan posisi “tidak bisa tidak
berdosa”, sehingga kita hidup berdosa seperti sekeliling kita. Ketika kita keluar dari situ, kita menjadi
“aneh”, kita dikatakan orang terlalu fanatik, terlalu saleh, dll. Akhirnya kita merasa bahwa hal itu adalah
suatu ketidakmungkinan. Kalau kita bermain di dalam dua tataran, kita akan mengalami kesulitan dan
ketidakmungkinan, kita harus bermain di dalam satu tataran yaitu di dalam Tuhan. Ini adalah suatu
kontroversi. Seorang yang berada di dalam Tuhan akan mengalami suatu pembukaan yang luar biasa besar
yang tidak dimiliki oleh orang di luar Tuhan. Orang yang di luar Tuhan mengalami pola pikir yang tertutup
yang tidak bisa keluar dari dirinya dan tidak bisa melihat kepada Tuhan untuk dapat melihat adanya nilai
609 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

lain disana. Di sinilah kita melihat betapa pentingnya penebusan yang Tuhan kerjakan, anugerah yang
Tuhan sediakan dalam kehidupan kita ketika kita boleh mengenal Tuhan. Kalau kita diberi kesempatan
untuk mengenal Tuhan dan penebusan yang Dia kerjakan, seberapa jauh kita menghargai nilai yang begitu
mulia ini yang memungkinkan kita bersukacita? Kalau kita tidak bisa menghargai hal ini, kita hanya akan
mencari sukacita temporer, sukacita duniawi semata.

2. Manusia selalu ditarik ke bawah oleh dunia ini sehingga sesuatu yang begitu
bernilai menjadi sesuatu yang sangat langka dalam hidup kita.

Perjalanan hidup di dunia ini makin lama makin memerosotkan nilai-nilai yang ada. Nilai-nilai yang agung,
yang besar, makin didegradasikan, makin didepresiasikan, makin dimerosotkan nilainya menuju nol. Tanpa
disadari, kitapun dibawa ke dalam hal ini. Sebagai ilustrasi, gereja memiliki sebuah mobil, setelah 5 tahun,
mobil tersebut dijual dan gereja membeli sebuah mobil yang baru dengan merk dan tipe yang sama, tetapi
dengan harga yang lebih tinggi dan mutunya lebih jelek. Kata penjual, kalau mutu tetap dipertahankan
seperti sebelumnya harganya menjadi tidak terjangkau. Hampir semua barang mengalami hal yang sama.
Sesuatu yang bermutu semakin lama semakin hilang. Apakah orang Kristen juga akan ikut meniadakan
barang yang bermutu? Setan suka sekali terus menarik ke bawah sampai kita tidak bisa lagi merasakan
barang yang bermutu, apa itu nilai yang baik. Lama-lama, hidup kita juga ikut merosot nilainya. Ketika kita
merasa tidak apa-apa untuk memerosotkan nilai hidup kita karena dunia juga demikian, kita mengalami
kerusakan dalam sistem nilai kita. Sistem nilai kita dirusak secara hakekat, secara sistematis oleh dunia kita.
Generasi makin ke bawah makin rusak, makin tidak memikirkan nilai yang tinggi melainkan makin hidup
suka-suka, makin pragmatis, makin tidak berjuang, makin tidak bisa mencapai kualitas tertinggi.

Paulus menawarkan kepada kita nilai tertinggi dalam hidup yang bisa kita nikmati. Tetapi bagi kebanyakan
orang, hal tersebut adalah sesuatu yang tidak mungkin. Kita pun bersikap demikian. Kita lebih setuju
dengan apa yang disodorkan oleh dunia ketimbang dengan apa yang disodorkan oleh Tuhan. Kita tidak
percaya kalau Tuhan bisa memberikan kepada kita nilai yang begitu besar karena kita sudah terbiasa
dengan nilai yang terlalu rendah yang dunia sudah biasakan.

Hari ini, kalau kita boleh masuk ke dalam meja perjamuan, kita boleh tahu bahwa Kristus telah mati bagi
kita, karena Dia menginginkan kita betul-betul keluar dari dosa, Dia menginginkan kita keluar dari jebakan
lahiriah, supaya kita kembali kepada Tuhan. Jangan biarkan kita ditipu dan dirusak dengan pikiran yang
salah yang membuat kita gagal mengerti nilai yang sejati yang indah.

Dalam kejatuhan yang sudah terjadi, manusia tetap menginginkan nilai yang mulia, tetapi yang dikerjakan
tidaklah demikian. Mengapa? Karena ada tarikan. Setan tidak pernah diam, dia terus berinisiatif agar Adam
tidak berproses menuju kesempurnaan. Hanya melalui penebusan, kita bisa kembali menuju
kesempurnaan. Tarikan ke bawah tidak pernah diam. Inilah dunia berdosa. Kalau kita berpikir bahwa kita
bisa berjuang sendiri untuk maju, hal itu hanyalah omong kosong belaka.

Dalam Roma 7 Paulus menceritakan bahwa dia tahu apa yang baik, tetapi pada waktu dia berjuang untuk
melakukan hal yang baik, justru hal yang tidak baik yang dia lakukan. Apakah hal itu berarti tidak ada
harapan lagi? Di akhir Roma 7 Paulus memberikan jawaban: Puji Tuhan karena aku mengenal Kristus.
Keberadaan di dalam Kristus adalah suatu keberadaan yang dahsyat, yang membuat kita dipotensikan
untuk keluar dari jerat iblis, diberi kekuatan untuk melawan gravitasi dari setan, diberi kuasa yang besar
untuk menjadi anak Tuhan yang bisa menurunkan sifat-sifat Illahi dari Tuhan, yang memampukan kita
610 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

untuk menyatakan cinta kasih, kebaikan, kebenaran, kesucian dan kemuliaan Tuhan di tengah dunia yang
gelap ini.

Orang yang berjuang sendiri akan terus menerus jatuh, lalu merasa capek/ fatigue, lalu bersikap masa
bodoh, pragmatis. Orang yang demikian akan berkata: jadi orang Kristen tidak perlu terlalu ideal, tidak
perlu sok fanatik, kalau memang rusak ya biar rusak. Kalau sudah demikian, kita menjadi kehilangan daya
juang/ semangat untuk mengejar nilai tertinggi. Kita sudah memvonis diri kita untuk tidak dapat
bersukacita. Kita sudah dicengkeram oleh iblis.

Seberapa jauh kita bisa mengenal berapa mahal yang sudah Tuhan berikan kepada kita melalui kematian
dan kebangkitan Kristus? Orang akan bahagia kalau mendapatkan hadiah emas 10 kg, tetapi sangatlah aneh
kalau orang tidak bisa bahagia ketika menerima hidupnya kembali. Berapa harga nyawa kita? Nilai terbesar
di alam semesta adalah hidup/ nyawa. Tuhan berkata: apa yang bisa diberikan untuk ganti sebuah nyawa?
Seluruh dunia ini diberikan pun tidaklah impas sebagai ganti sebuah nyawa. Satu nyawa hanya bisa
digantikan dengan satu nyawa juga. Untuk itulah Tuhan Yesus mati untuk kita. Hidup kita dibayar lunas
dengan darah Anak Domba. Tuhan memberi kita sesuatu yang sangat bernilai. Kita justru menolak
pemberian Tuhan tersebut karena kita tidak mengerti sistem nilai yang sesungguhnya. Kalau Tuhan sudah
memberikan hal yang begitu bernilai, kita seharusnya bersukacita. Bersukacitakah kita ketika Tuhan sudah
menebus dosa kita? Betapa sakitnya hati Tuhan kalau kita tidak bisa menghargai pemberian Tuhan yang
begitu bernilai.

Sukacita itu bukan hanya sesaat tetapi terus menuju kesempurnaan. Tuhan mengajar kita untuk memiliki
kemungkinan untuk bertumbuh sampai kepada kekekalan dan mengalami apresiasi nilai. Kita memiliki
kemungkinan yang jauh melebihi dari orang dunia. Mari kita bersukacita atas anugerah Tuhan. Ketika kita
tidak bersukacita atas anugerah Tuhan, kita akan bersungut-sungut. Anugerah Tuhan yang begitu limpah
seringkali kita abaikan. Kita merasa pemberian Tuhan adalah wajar adanya sehingga kita tidak pernah
mensyukurinya. Orang yang mengerti anugerah akan senantiasa bersyukur dan bertekad untuk terus
bertumbuh.

Amin !
611 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

S
Suuk
kaac
ciitta
aAAllttrru
uiis
sttiik
k
Oleh: Pdt. Sutjipto Subeno

Nats: Filipi 2:1-11

1 Jadi karena dalam Kristus ada nasihat, ada penghiburan kasih, ada persekutuan Roh, ada
kasih mesra dan belas kasihan,
2 karena itu sempurnakanlah sukacitaku dengan ini: hendaklah kamu sehati sepikir, dalam
satu kasih, satu jiwa, satu tujuan,
3 dengan tidak mencari kepentingan sendiri atau puji–pujian yang sia–sia. Sebaliknya
hendaklah dengan rendah hati yang seorang menganggap yang lain lebih utama dari pada
dirinya sendiri;
4 dan janganlah tiap–tiap orang hanya memperhatikan kepentingannya sendiri, tetapi
kepentingan orang lain juga.
5 Hendaklah kamu dalam hidupmu bersama, menaruh pikiran dan perasaan yang terdapat
juga dalam Kristus Yesus,
6 yang walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai
milik yang harus dipertahankan,
7 melainkan telah mengosongkan diri–Nya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba,
dan menjadi sama dengan manusia.
8 Dan dalam keadaan sebagai manusia, Ia telah merendahkan diri–Nya dan taat sampai
mati, bahkan sampai mati di kayu salib.
9 Itulah sebabnya Allah sangat meninggikan Dia dan mengaruniakan kepada–Nya nama di
atas segala nama,
10 supaya dalam nama Yesus bertekuk lutut segala yang ada di langit dan yang ada di atas
bumi dan yang ada di bawah bumi,
11 dan segala lidah mengaku: "Yesus Kristus adalah Tuhan," bagi kemuliaan Allah, Bapa!

Tema dari kitab Filipi adalah sukacita, yang diikat dalam satu konsep yaitu sukacita di dalam Kristus.
Bersukacita adalah penting dalam kekristenan, tetapi tidak dalam bentuk tertawa terbahak-bahak yang
merupakan sukacita sesaat yang kemudian akan merasa kering. Sukacita sejati adalah sukacita yang
mendalam, berakar, betul-betul menyentuh sampai ke dalam hati, dan reaksi yang muncul adalah
menangis. Sukacita yang sejati akan membuat hidup bergairah, sukacita tersebut akan berpengaruh besar
dan memberikan dorongan yang besar bagi seseorang.

Kalau kita pada akhirnya melihat suatu point final dari sukacita yaitu sukacita axiologis, sukacita yang begitu
besar karena kita mendapatkan sesuatu yang begitu bernilai, yang kekal, yang mulia, yang begitu mahal,
dan apa yang kita dapatkan bukanlah hanya sesaat melainkan sampai ke surga nanti pun tetap merupakan
bagian kita. Banyak orang Kristen yang tidak bisa mengerti tentang sukacita ini karena mungkin sekali
mereka belum mendapatkannya, mereka belum memiliki iman yang melihat betapa mulianya kasih Kristus.
Iman inilah yang disebut dengan iman sejati, karena Paulus terlebih dahulu telah merasakan dan
612 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

mengalaminya. Paulus sebelumnya adalah orang yang beragama, sangat beriman, orang Yahudi asli,
pembela iman yang luar biasa dengan menganiaya jemaat Tuhan, orang Farisi yang memiliki pengertian
theologis yang luar biasa, dari kecil sudah menjalankan Taurat. Paulus bisa bangga sebagai orang yang
beragama, tetapi sebenarnya isi imannya bobol. Pada waktu dia mengenal Kristus, dia baru mengetahui
bahwa bukanlah aktivitasnya melainkan isi imannya yang membuat dia sadar bahwa dia telah mendapatkan
sesuatu yang mulia. Dia juga mengajak jemaat untuk dapat masuk ke sana. Bagaimana kita bisa mengalami
sukacita itu merupakan urusan sepanjang proses hidup kita, bukan hanya sesaat.

Penyampaian dalam Filipi 2 menggunakan sistem sandwich atau sistem yang berbentuk panah, artinya:
strukturnya a-b-c-d-c-b-a; d merupakan klimaknya. Inti pembicaraan Paulus dalam Filipi 2 ini adalah pada
ayat 5 yaitu: hendaklah kamu dalam hidupmu bersama, menaruh pikiran dan perasaan yang terdapat juga
dalam Kristus Yesus.

Di sini dapat kita lihat suatu iman dimana seluruh hidup Paulus masuk ke dalam kehidupan Kristus.
Inilah kunci iman, yang oleh Francis Schaeffer seringkali diungkapkan sedemikian: saya melakukan apa yang
saya pikirkan, dan saya memikirkan apa yang saya percaya. Pikiran kita adalah implementasi dari iman kita.
Pikiran kita dijalankan dalam perbuatan kita. Maka hidup bersama kita adalah hasil dari pikiran dan
perasaan kita, yang merupakan hasil dari pengenalan akan Kristus. Iman kepada Kristus yang benar akan
membawa kepada pikiran dan perasaan yang benar dan menjadikan hidup bersama kita menjadi benar.
Kalau urutan ini benar, maka kita bisa hidup bersukacita.

Pikiran dan perasaan merupakan gabungan dari seluruh mindset kita. Mind merupakan gabungan dari
pikiran dan perasaan. Otak manusia mempunyai dua sisi yaitu sisi yang berpikir secara analitis/ logika dan
sisi yang menjalankan aktivitas perasaan seperti sedih, gembira, dll. Perasaan bukanlah urusan hati, hati
berkaitan dengan iman. Implikasi iman harus menyangkut pikiran dan perasaan. Kalau pikiran dan perasaan
kita dikembalikan seperti pada waktu kita diciptakan yaitu kembali kepada Kristus maka hidup bersama kita
akan menjadi indah. Itu akan menjadi sukacita.

Jadi Paulus mengajak kita untuk bersukacita dengan cara: hidup bersama, dengan mengembalikan pikiran
dan perasaan kita kepada Kristus yaitu dengan beriman kepada Kristus. Dari zaman dahulu sampai dengan
sekarang, dunia merasakan pentingnya hidup bermasyarakat/ berkomunitas, tetapi tidak bisa menjalankan
komunitas yang beres. Agar dapat berkomunitas dengan beres, harus kembali kepada Kristus, menjalankan
cara Kristus. Bagaimanakah cara Kristus itu?

Filipi 2:6:
yang walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik
yang harus dipertahankan.

Banyak orang yang menganggap teori pengosongan diri/ kenosis ini sebagai mengosongkan ke-Allah-an dari
Kristus. Hal ini adalah salah! Pengosongan diri/ kenosis adalah tidak mempertahankan sebuah hak, yaitu
hak kesetaraan dengan Allah. Bukannya Kristus tidak menjadi Allah, melainkan haknya sebagai Allah yang
dilepaskan. Prinsip penting dari kenosis adalah melepaskan hak.

Manusia paling getol mengejar hak dan berusaha melepaskan kewajiban. Sebagai orang Kristenpun kita
seringkali bersikap demikian, yang berarti melawan Firman Tuhan. Kita semua tahu kalau kita dapat
melepaskan hak kita, kita akan menjadi sukacita, tetapi kita tidak bisa menjalankannya. Kita harus belajar
untuk melepaskan hak kita.
613 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

Pointnya terdapat dalam Filipi 2:4 yaitu: dan janganlah tiap-tiap orang hanya memperhatikan ke-
pentingannya sendiri, tetapi kepentingan orang lain juga.

Inilah kunci untuk dapat bersukacita yaitu yang disebut dengan sukacita altruistik. Sukacita altruistik adalah
sukacita yang tidak memikirkan kepentingan diri sendiri, melainkan memikirkan kepentingan orang lain.
Orang yang sibuk dengan haknya hanyalah mementingkan kepentingan dirinya. Orang yang mau
memikirkan kepentingan orang lain haruslah rela untuk melepaskan haknya. Kristus telah memberikan
contoh tentang hal ini. Hal ini bukanlah hal yang mudah melainkan riil adanya. Dunia tahu kalau kita
menolong orang lain kita akan merasa sukacita. Tetapi perlu diingat, bahwa sukacita janganlah dijadikan
tujuan. Kalau sukacita merupakan tujuan, itu hanyalah implikasi dari egois. Makin kita mengejar egois, kita
tidak akan mendapatkannya dan sukacita hanyalah menjadi ilusi/ fatamorgana.

Ketika kita tahu bahwa menolong orang lain akan mendatangkan sukacita, kita tetap tidak mau
menjalankannya dengan alasan kita tidak berkepentingan untuk menolong orang lain. Alasan ini kembali
menunjukkan keegoisan kita. Kalau kita tidak bisa hidup memikirkan kepentingan orang lain, kita akan
menjadi pencelaka di dunia ini.

Saya dorong anda untuk ikut persekutuan doa yang mendoakan orang lain. Kita cenderung akan ngotot
dalam doa selama kita ada kepentingan di situ seperti: ingin sembuh, ingin kaya, dll. Dalam persekutuan
doa di Jakarta beberapa hari yang lalu, saya mendapatkan berkat dari khotbah singkat Pdt. Aiter. Beliau
mengatakan bahwa hidup yang menjadi berkat adalah sesuatu yang dahsyat dipakai oleh Tuhan. Beliau
mengutip tentang diaken dalam Kisah Rasul 6. Ada 7 diaken yang dipilih untuk melayani janda-janda dengan
syarat: penuh iman, penuh hikmat bijaksana, penuh roh, dan berkelakuan baik. Untuk tugas yang
kelihatannya sepele, dituntut syarat yang begitu rohani. Dari tujuh yang terpilih, yang betul-betul melayani
hanyalah dua orang, lima orang yang lain bukanlah tidak kelihatan karena kondisi jemaat waktu itu adalah
jemaat berserakan ke mana-mana akibat penganiayaan. Dua orang tersebut adalah Stefanus dan Filipus.
Stefanus membela iman dengan begitu sengit, begitu tegas dan begitu berani, bahkan sampai harus bayar
dengan nyawanya. Filipus dipakai Tuhan menjadi penginjil keliling ke daerah-daerah sampai suatu hari di
Kaisarea dia mendapatkan julukan “si penginjil”.



1. Mereka tidak menyepelekan tugas diaken yang hanya melayani janda-janda.

2. Walaupun tugas tersebut adalah tugas yang remeh, mereka tidak mengerjakannya dengan sembrono.

Dalam Kisah Rasul 4 diceritakan ada seorang yang bernama Barnabas. Dia menjual tanahnya, kemudian
memberikan seluruh hasil penjualan tanahnya tersebut kepada para rasul untuk pekerjaan Tuhan. Barnabas
melayani Tuhan dengan begitu baik, tetapi dia lolos tidak menjadi diaken. Mata manusia lewat, tidak
kelihatan Barnabas yang begitu baik kerohaniannya. Barnabas tidak dicatat kalau dia protes, sebaliknya
Alkitab mencatat bahwa mata Tuhan tidak melewatkan dia, Tuhan memilih Barnabas seorang diri untuk
menjemput Paulus di Tarsus kemudian membawa dia ke Antiokhia. Kota Antiokhia menjadi kota pertama
yang kekristenannya berkembang dengan bagus di luar Yerusalem, sampai-sampai menyandang predikat
“Kristen”. Tidak hanya sampai di situ, Barnabas dan Paulus diperintah Tuhan untuk melanjutkan penginjilan
keliling. Perjalanan misi pertama Paulus adalah bersama Barnabas dengan mengelilingi Asia Kecil. Barnabas
dipakai Tuhan dengan luar biasa. Inilah kriteria orang yang tidak memikirkan kepentingan diri sendiri, dia
memikirkan kepentingan orang lain, memikirkan jiwa-jiwa, memikirkan pekerjaan Tuhan. Inilah jiwa Kristus.
614 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

Inilah yang dikatakan punya pikiran dan perasaan Kristus. Orang yang seperti ini, hidupnya diberkati dan
disertai Tuhan.

Kalau kita sibuk dengan kepentingan kita sendiri, kapan kita bisa bersukacita? Walaupun kita mendapatkan
apa yang kita mau, kita tetap tidak bisa bersukacita. Kemauan kita tidaklah pernah habis, justru menjadikan
kita semakin “gila”. Abraham Maslow, dengan mazhab ketiga psikologinya, mengatakan bahwa semua
kebutuhan manusia haruslah dipenuhi, kalau tidak terpenuhi akan menjadikan manusia itu tidak beres/
gila. Ada 5 kebutuhan yang harus dipenuhi oleh manusia, menurut Maslow, yaitu: kebutuhan fisik (makanan,
minuman, pakaian), kebutuhan akan rasa aman, kebutuhan mencintai dan dicintai, kebutuhan akan estetika,
kebutuhan untuk aktualisasi diri (merupakan puncak dari semuanya). Menurut Maslow, kalau semua kebutuhan
tersebut terpenuhi, kita akan menjadi sukacita. Dunia sekarang ini meneriakkan tentang aktualisasi diri.
Orang yang mengejar aktualisasi diri, akan lebih sukacita atau justru lebih stress? Ternyata, setelah
memperjuangkan semua kebutuhan itu, psikolog semakin banyak, rumah sakit jiwapun menjadi kurang
banyak. Kenapa? Karena semua hanya sibuk dengan kepentingan diri. Kita takut hak kita hilang, takut
dirugikan. Ini jiwa berdosa.

Mari kita belajar kepada Tuhan Yesus yang rela melepaskan haknya walaupun Dia memiliki kemampuan
dan status yang lebih besar daripada kita. Bagaimana kita belajar melepaskan hak? Mari kita belajar dari
Filipi 2:7-8 yaitu: melainkan telah mengosongkan diri-Nya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba, dan
menjadi sama dengan manusia. Dan dalam keadaan sebagai manusia, Ia telah merendahkan diri-Nya dan
taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib.

Kristus bukan hanya melepaskan hak-Nya, Dia bahkan turun, turun dan turun demi menjadi berkat bagi
orang lain. Kalau Kristus merendahkan diri sampai begitu dahsyat, bagaimana dengan kita? Kita lihat Filipi
2:3: dengan tidak mencari kepentingan sendiri atau puji-pujian yang sia-sia. Sebaliknya hendaklah dengan
rendah hati yang seorang menganggap yang lain lebih utama daripada dirinya sendiri.

Kita sudah dididik oleh dunia dengan filsafat yang berdosa yaitu filsafat utilitarianism yang menyuarakan:
Semua diukur dari aspek manfaat, apa yang kita dapatkan, semua orang harus melayani kita.

Alkitab mengajar kita untuk menurunkan diri, menjadi rendah hati, bukannya rendah diri. Rendah diri
adalah sama dengan meninggikan diri. Sombong adalah jahat, merusak, dan sangat tidak menyenangkan.
Tetapi kita semua senang untuk menjadi sombong, untuk naik ke atas. Sejak Kejadian 3, manusia mengejar
sombong, ingin menjadi tuhan, ingin naik ke sana. Kalau kita naik ke sana, kita akan menjadi hancur. Yang
terbaik bagi kita adalah kalau kita merendahkan diri, berada di bawah, melihat orang lain lebih penting. Hal
ini akan memberikan sukacita kepada kita. Kita tidak akan terbawa kepada beban-beban yang tidak perlu.
Sombong membuat kita melambung untuk jatuh, membuat kita tidak berada di posisi yang seharusnya.
Itulah yang membuat kita hancur. Kita harus belajar kepada Kristus yang terus merendah.

Rendah hati bukanlah minder. Minder adalah ingin tinggi tetapi tidak mampu. Minder adalah kesombongan
yang tersembunyi, akan menjadi pukulan negatif ke dalam diri. Sombong adalah pukulan negatif yang ke
luar diri. Keduanya berangkat dari posisi yang sama yaitu tidak mau merendahkan hati. Orang yang
demikian makin hari akan makin dijauhi oleh orang lain, dan tidak bisa hidup bersama. Kalau sudah
demikian, bagaimana dapat bersukacita?
615 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

Bukankah dengan rendah hati kita diinjak, dihina, diperlakukan dengan tidak beres oleh orang lain,
bagaimana mungkin dapat bersukacita? Tidak! Pada waktu kita rendah hati, kita bisa menjadi lebih cermat.
Orang yang sombong akan lebih mudah ditipu yaitu dengan diagung-agungkan terlebih dahulu.

Dalam kehidupan bergereja, kalau kita memiliki usul, sebaiknya kita terlebih dahulu menguji diri, apakah
kita mempunyai kepentingan dalam usul tersebut. Kalau memang kita memiliki kepentingan di situ, lebih
baik usul tersebut kita tutup. Usul kita sebaiknya untuk kepentingan gereja atau bahkan untuk kepentingan
kekristenan di dunia, untuk pekerjaan Tuhan. Dengan mengusulkan sesuatu, kita seharusnya siap untuk
berkorban terlebih dahulu untuk menjalankan usul tersebut.

Mari kita belajar memikirkan kepentingan orang lain, untuk menjadi berkat bagi orang lain, untuk pekerjaan
Tuhan. Alangkah indahnya kalau kita bisa melaksanakan semuanya itu, dan kita akan bersukacita
karenanya.

Di Filipi, waktu pintu penjara terbuka, Paulus tidak melarikan diri karena hal itu hanyalah untuk
kepentingan diri. Ada kepentingan Tuhan yang lebih besar yang perlu dipikirkan. Itulah yang disebut
kerendahan hati, kenosis, turun ke bawah. Pada waktu kita turun ke bawah, rugikah kita? Tidak! Tuhan
Allah tidak membiarkan Kristus turun ke bawah dengan begitu saja melainkan dalam Filipi 2:9-11 dikatakan:
Itulah sebabnya Allah sangat meninggikan Dia dan mengaruniakan kepada-Nya nama di atas segala nama,
supaya dalam nama Yesus bertekuk lutut segala yang ada di langit dan yang ada di atas bumi dan yang ada
di bawah bumi, dan segala lidah mengaku: “Yesus Kristus adalah Tuhan,” bagi kemuliaan Allah, Bapa!

Tuhan Yesus merendah, merendah dan merendah, akhirnya Bapa di Surga mengangkat Dia setinggi-
tingginya. Ketika Kristus ditinggikan, Dia tidaklah menjadi sombong, karena bukan Dia yang meninggikan
melainkan Bapa di Surga. Inilah keunikan dan keindahan yang Tuhan berikan. Itulah suatu sukacita karena
Tuhan yang meninggikan. Bandingkan dengan Filipi 2:1: Jadi karena dalam Kristus ada nasihat, ada
penghiburan kasih, ada persekutuan Roh, ada kasih mesra dan belas kasihan. Kalau kita merendahkan diri,
kita akan mengalami persekutuan kasih, persekutuan Roh, hidup di dalam kasih mesra karena saling
memperhatikan.

Cinta bukanlah sesaat tetapi merupakan bentukan altruis yang berlangsung terus sampai mati, berusaha
memberikan yang terbaik untuk yang dicintai. Tuhan mengharapkan adanya saling memperhatikan.
Prakteknya tidaklah mudah, jiwa egois kita membuat kita tidak rela melakukannya. Mari kita belajar dan
berjuang bersama-sama menerapkan pikiran dan perasaan Kristus dalam hidup kita ?

Amin!
616 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

S
Suuk
kaac
ciitta
aKKo
onns
seen
nttrriik
k
Oleh: Pdt. Sutjipto Subeno

Nats: Filipi 2:12-18

12 Hai saudara–saudaraku yang kekasih, kamu senantiasa taat; karena itu tetaplah kerjakan
keselamatanmu dengan takut dan gentar, bukan saja seperti waktu aku masih hadir, tetapi
terlebih pula sekarang waktu aku tidak hadir,
13 karena Allahlah yang mengerjakan di dalam kamu baik kemauan maupun pekerjaan
menurut kerelaan–Nya.
14 Lakukanlah segala sesuatu dengan tidak bersungut–sungut dan berbantah–bantahan,
15 supaya kamu tiada beraib dan tiada bernoda, sebagai anak–anak Allah yang tidak bercela
di tengah–tengah angkatan yang bengkok hatinya dan yang sesat ini, sehingga kamu
bercahaya di antara mereka seperti bintang–bintang di dunia,
16 sambil berpegang pada firman kehidupan, agar aku dapat bermegah pada hari Kristus,
bahwa aku tidak percuma berlomba dan tidak percuma bersusah–susah.
17 Tetapi sekalipun darahku dicurahkan pada korban dan ibadah imanmu, aku bersukacita
dan aku bersukacita dengan kamu sekalian.
18 Dan kamu juga harus bersukacita demikian dan bersukacitalah dengan aku.

Di tengah-tengah dunia ini kita diminta semakin hari semakin masuk ke dalam iman kita, makin masuk ke
dalam keselamatan yang Tuhan berikan. Dalam nats Alkitab kita hari ini, tercantum 4 perintah besar yaitu:

1. Kerjakan keselamatanmu dengan takut dan gentar (Filipi 2:12)


2. Lakukan segala sesuatu dengan tidak bersungut-sungut dan berbantah-bantahan (Filipi 2:14)
3. Peganglah firman kehidupan (Filipi 2:16)
4. Bersukacitalah bersama aku (Filipi 2:18)

Inti dari seluruh cerita adalah bagaimana kita dapat bersukacita bersama, karena kita sama-sama berada di
dalam keselamatan, kita sama-sama merupakan umat yang diselamatkan oleh Tuhan. Kaitan dari yang
pertama sampai yang terakhir adalah merupakan suatu proses yang Tuhan bangun. Inilah yang disebut
dengan ide konsentrik. Ketika kita berjalan semakin masuk ke pusat, kita akan mendapatkan sukacita yang
besar, sebaliknya: makin kita keluar, kita semakin tidak bersukacita dan semakin terpecah di tengah dunia
ini.

Pdt. Stephen Tong ketika melihat kekacauan hidup manusia di tengah situasi dunia yang mengalami
terpaan badai yang begitu besar, di dalam pergumulannya beliau melihat manusia semakin terpecah
sehingga dunia semakin hancur dan berdampak pada hidup manusia yang juga hancur. Keterpecahan ini
terjadi di semua aspek, bukan hanya secara global di dalam masyarakat yang luas, tetapi juga terjadi pada
unit-unit yang kecil. Implikasi-implikasi tertentu membuat lingkungan-lingkungan kecil menjadi terpecah-
617 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

pecah bahkan sampai kepada keluarga. Dalam situasi seperti ini, kita bisa mengerti bagaimana situasi
Babel, ketika manusia memuncak dengan dosanya, dengan ide yang paling tuntas untuk melawan Tuhan,
Tuhan memecahkan semuanya. Pada waktu kita mengalami keterpecahan seperti ini, dunia menjadi kacau,
seluruh struktur menjadi hancur, seluruh tatanan/urutan menjadi rusak, maka seluruh hidup juga menjadi
hancur. Keterpecahan yang terjadi di dalam keluarga mengakibatkan seluruh tatanan, struktur dalam
keluarga menjadi hancur, maka keluarga menjadi hancur, yang berakibat pada kehancuran setiap individu
di dalam keluarga tersebut. Inilah cara kerja setan yang luar biasa.

Pemecahan dari masalah ini adalah: harus kembali kepada penyatuan. Orang dunia tahu bahwa semakin
terpecah akan semakin hancur, maka harus bersatu. Bagaimana bisa bersatu? Dunia hanya bisa mengerti
sampai batas komunitas. Komunitas merupakan jawaban bagi orang-orang post-modern, yaitu mencoba
untuk menyatukan kembali yang sudah terpecah. Komunitas adalah satu kelompok yang merasa sama.
Kesamaan ini bukanlah kesamaan yang langgeng, dan bersifat utilitarian (bersifat kepentingan manusia,
kepentingan pribadi). Suatu saat kepentingan yang satu akan bertabrakan dengan kepentingan yang lain
sehingga kembali mengalami keterpecahan. Persatuan yang seperti ini memang tidaklah bisa langgeng.
Persatuan yang digarap dengan tidak berhati-hati justru dapat menjadi sumber keterpecahan. Jadi ketika
bangunan relatif bertemu dengan bangunan relatif, lalu mengadakan penyatuan, hanya akan mencapai
kesemuan dalam persatuan, akhirnya gerak keseluruhan menjadi pecah. Semua persatuan menjadi
kepalsuan belaka. Dalam pergumulan seperti ini, apa yang harus dikerjakan?

Pdt. Stephen Tong mengeluarkan suatu pernyataan: hanya satu hal yang kita perlukan untuk bisa menjadi
anak Tuhan yaitu doing nothing, nothing undone (tidak mengerjakan segala sesuatu tetapi segala sesuatu menjadi
beres). Ini adalah satu gerak yang dimulai dengan ide konsentrik. Dalam teori filsafat, itulah yang disebut
dengan the unmoving mover, yang pertama kali dicetuskan oleh Plato. Teori ini kemudian dikembangkan
oleh Aristoteles, murid Plato. Aristoteles kemudian mengembangkan seluruh tatanan dunia menjadi
bersifat ontologis melalui sistem yang disebut unmoving mover. Hal ini oleh Thomas Aquinas (tokoh theologi
Roma Katholik yang mengkawinkan pemikiran Aristoteles dengan iman Kristen) diimpor ke dalam kekristenan menjadi
pernyataan: the unmoving mover itu adalah Allah, artinya: Allah adalah penggerak yang sendirinya tidak
digerakkan.

Kalau kita bisa melihat posisi seperti di atas, kita akan semakin konsentrik. Dunia kita semakin lama
semakin eksentrik, karena keluar dari pusat; semakin keluar dari pusat akan semakin terlempar keluar dan
semakin terpecah.

Hidup Kristen adalah hidup yang konsentrik. Makin kita jauh dari pusat, makin panjang jari-jarinya, kita
akan semakin pusing karena putarannya semakin cepat sedangkan waktu tempuhnya sama (gerakan
sentripetal); sedangkan kalau jari-jarinya pendek, dalam waktu tempuh yang sama, akan dapat dikejar
dengan jarak tempuh yang pendek pula. Kita bisa tidak bergerak sama sekali tetapi tetap berputar adalah
pada waktu kita berada di titik pusat. Ini yang disebut dengan titik konsentrik.

Titik pusat ini menggerakkan segala sesuatu, tetapi dia kelihatan tidak bergerak, dia berputar tetap di posisi
tengah/pusat. Waktu kita berada di titik pusat, kita menjadi kelihatannya tidak mengerjakan segala
sesuatu, tetapi mengerjakan semuanya dengan beres. Waktu demikian, kita akan mengerjakan hal besar
tanpa perlu menjadi pusing dan mabok. Bagaimana caranya? Paulus mengatakan: kerjakanlah
keselamatanmu dengan takut dan gentar!.
618 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

Seberapa jauh kita menyadari bahwa keselamatan yang Tuhan berikan kepada kita adalah anugerah yang
begitu besar yang tidak membuat kita menjadi selesai secara otomatis. Justru keselamatan itulah yang
menjadi titik pusat yang membuat kita menjadi berputar, yang membuat kita harus mulai bergerak. Kalau
Tuhan sudah membawa kita masuk ke posisi pusat/ utama ini, seberapa jauh kita menyadari keistimewaan
posisi ini? Lalu kita mulai bergerak dengan takut kalau keluar, karena begitu keluar sedikit, kita pasti
terlempar keluar. Makin kita takut dan gentar meleset, kita akan semakin ke pusat, semakin ke pusat kita
akan semakin cepat bergerak, makin kita menjadi penggerak tanpa kita bergerak. Inilah titik yang paling
tenang/ paling diam tetapi titik yang bergerak paling cepat dan menggerakkan semua dengan sangat cepat.
Titik pusat, gerak sentripetalnya tidak kelihatan tetapi gerak sentrifugalnya sangat besar. Posisi ini memiliki
daya yang sangat besar dan kuat untuk kita bekerja.

Waktu kita hidup, seberapa jauh kita mengerti posisi konsentrik ini? Kadang-kadang kita mau berposisi di
dalam Tuhan, tetapi di lain pihak kita suka dengan cara-cara dunia, akibatnya: kita tidak pernah masuk ke
dalam posisi konsentrik. Kaki yang satu mau di pusat, kaki yang satunya mau keluar, lama-lama kita terseret
keluar. Inilah yang membuat kita tidak bisa bersukacita.

Posisi tengah/ posisi keselamatan ini lain dengan komunitas, posisi ini adalah sesuatu yang besar yang
bukan merupakan daya kita, karena Allahlah yang mengerjakan di dalam kamu baik kemauan-Nya maupun
inisiatif-Nya demi kerelaan-Nya (Filipi 2:13). Kita bisa masuk ke posisi konsentrik bukan karena kemauan,
kesukaan kita melainkan semata-mata hanya karena anugerah-Nya. Ketika kita bersatu, bukan karena
inisiatif kita, inilah kesatuan yang sejati. Posisi konsentrik yang sejati: kerjakan keselamatanmu, menjadi
kunci yang luar biasa. Kita bisa bersukacita karena kita tahu kalau kita masuk ke dalamnya, itu bukan karena
kita melainkan karena Tuhan yang berinisiatif, yang bekerja dan yang menggarap. Konsep ini menjadi suatu
kekuatan.

Pada waktu kita menggarap pekerjaan Tuhan, kesulitan, tantangan segudang banyaknya, tetapi kita bisa
menghadapi semuanya dengan tenang karena kita percaya bahwa Tuhan sendiri yang akan bekerja.
Perbedaan pendapat dan keinginan selalu ada, tetapi pada waktu semuanya dikembalikan kepada apa yang
Tuhan kehendaki maka kita bisa bersama-sama berada dalam kesatuan untuk menggarap pekerjaan Tuhan.
Hidup yang seperti ini adalah indah. Demikian juga dalam kehidupan keluarga, kalau berjalan menuruti
kemauan suami/ istri keluarga akan bubar, tetapi kalau mencari kehendak Tuhan hidup akan menjadi
indah. Persatuan terjadi ketika kita sedang menggarap keselamatan kita.

Theologi Reformed begitu kokoh karena di titik pertama sudah mengakui bahwa keselamatan bukan ada
karena inisiatif manusia melainkan karena anugerah Tuhan. Keselamatan kita peroleh karena kita dipilih
oleh Tuhan, karena inisiatif dan kerelaan Tuhan. Kalau kita terlepas dari keselamatan yang Tuhan berikan,
kita akan berdiri di atas relativitas, kita akan berbenturan satu dengan yang lain sambil tidak tahu apa yang
harus dilakukan, akhirnya kita hidup galau. Orang yang berada di pusat akan dapat hidup kompak, bersatu
dan hidup dengan ringan. Mari kita kembali ke titik pusat/ posisi konsentrik yaitu dengan mengerjakan
keselamatan dengan takut dan gentar.

Setelah kita masuk ke posisi konsentrik, kita harus segera mengerjakan perintah yang kedua yaitu jangan
bersungut-sungut dan berbantah-bantahan (jangan mengomel dan berdebat yang tidak ada isinya). Point ini menjadi
dasar supaya kita tidak beraib dan tidak bernoda sebagai anak-anak Allah yang tidak bercela di tengah-
tengah angkatan yang bengkok hatinya dan yang sesat ini, sehingga kita bercahaya di antara mereka seperti
bintang-bintang di dunia (Filipi 2:15). Pusat kita bukannya mengurus hal-hal yang tidak perlu melainkan
619 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

selalu melihat ke atas/ kembali kepada Tuhan. Saat ini kita hidup di era post-modern yang pluralis sekali
sehingga terlalu banyak ide/opini/informasi sampai-sampai kita kebanjiran dan muntah dengan berbagai
opini yang muncul. Dalam situasi yang seperti ini, kita cenderung terpancing untuk mau ribut dengan
berbagai hal di atas, padahal ribut tersebut tidaklah menyelesaikan masalah, karena keinginan pribadi
melawan keinginan pribadi, kemauan orang melawan kemauan orang yang lain, ide yang satu melawan ide
yang lain. Kita tidak perlu mengurus hal seperti ini karena hanya buang waktu dan menjadi stress, bahkan
kita tidak bisa mengerjakan keselamatan kita, berarti hal yang penting menjadi tidak terurus. Kita
memboroskan waktu dan tenaga tetapi tidak menghasilkan apa-apa, yang terjadi adalah kita menjadi
bercela dan beraib seperti orang dunia yang bengkok hatinya dan menyeleweng/ sesat di dalam cara
berpikirnya.

Kita harus selalu kembali ke posisi konsentrik agar kita dapat bercahaya seperti bintang. Dengan adanya
bintang, yang gelap tetaplah gelap tetapi kegelapan itu tidak bisa menutupi terang dari bintang. Seberapa
jauh kita tetap dapat bersinar terang di tengah-tengah kegelapan dunia yaitu bagaimana kita kembali ke
posisi konsentrik. Bagaimana kita bisa bersinar terang kalau kita sendiri bengkok hati dan sesat? Di tengah-
tengah kondisi seperti ini, kita dituntut untuk semakin ketat, jangan buang-buang waktu dengan segala hal
yang tidak berguna. Tugas kita hanyalah mengerjakan kehendak Tuhan bukan kehendak manusia.

Bagaimana caranya kita bisa betul-betul konsentrik dengan tuntas? Filipi 2:16 menjawab: sambil berpegang
pada firman kehidupan, agar aku dapat bermegah pada hari Kristus, aku tidak percuma/ sia-sia berjuang/
bekerja sampai dengan saat ini. Semua penderitaan, perjuangan dan kesulitan kita akan menjadi paling
menyesakkan/ menyedihkan kalau kita tahu bahwa semuanya itu sia-sia belaka. Yang lebih celaka lagi
adalah kalau kita tidak tahu bahwa yang kita kerjakan adalah sia-sia belaka. Setelah berada di akhir, kita
baru tahu kalau apa yang sudah kita kerjakan/ perjuangkan adalah sia-sia, hal ini adalah pemborosan waktu
belaka, karena hidup kita ini hanyalah sekali lewat. Semua waktu yang telah kita lewati dengan berbagai
penderitaan, perjuangan tidaklah bisa diputar ulang kembali. Kalau kita bisa memutar ulang kembali waktu
hidup kita, mungkin kita tidak perlu terlalu kecewa dan menyesal. Kenyataannya, banyak orang menyesal
karena telah mengerjakan hal yang tidak berarti/ sia-sia. Semua kesia-siaan yang telah, sedang, juga yang
akan kita alami membuat kita tidak bisa bersukacita. Makin banyak kesia-siaan yang kita alami, makin
banyak tumpukan kepedihan yang kita rasakan, makin kita tidak bisa bersukacita.

Hidup di dunia ini tidak memiliki prinsip dasar yang jelas karena bersifat eksentrik, sehingga tidak memiliki
arah yang jelas. Makin kita terikat dengan pusat, makin kita menggerakkan semua dengan efektivitas yang
tinggi. Gesekan akan semakin besar di posisi semakin keluar dari pusat sehingga tidak lagi efisien. Makin
kita keluar dari Tuhan, makin kita tidak tahu apa yang kita kerjakan, makin kita bekerja dalam keduniawian,
dan semuanya itu akan menjadi sia-sia. Paulus sebelum bertobat juga bekerja keras, tetapi setelah dia
bertobat dia menyadari bahwa kerja kerasnya hanyalah sia-sia belaka. Puji Tuhan, aku mengenal Kristus,
ada nilai di dalamnya, kalau tidak maka hidupku akan sia-sia belaka. Kalau kita hidup di dalam Tuhan, kita
memiliki kejelasan di dalam kita bekerja, tujuan hidup kita, akhir hidup kita, seluruh aspek hidup kita.
Karena itu, berpeganglah erat pada firman kehidupan! Firman kehidupan itulah yang membuat kita bisa
hidup. Ketika menghadapi masalah, seharusnya kita kembali kepada Firman, kalau kita lari dari Tuhan/
Firman, maka kita akan semakin sia-sia hidup. Paulus tahu dengan pasti bahwa ketika kita berpegang pada
Firman, kita bisa bermegah pada hari Kristus, karena kita tahu bahwa apa yang kita kerjakan tidaklah sia-
sia. Bisakah kita yakin dan berpengalaman seperti ini?
620 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

Orang Reformed seringkali logikanya jalan tetapi imannya tidak. Seberapa jauh orang Reformed mengalami
kedaulatan Allah, pimpinan Allah, pemeliharaan Allah dalam hidupnya? Seberapa jauh kita di tengah
terpaan badai pluralisme kita tetap memegang dengan keras Firman Tuhan? Berapa banyak orang Kristen
yang berpegang pada Firman Tuhan dan menjadikan Alkitab sebagai satu-satunya pegangan dalam hidup?
Di tengah badai seperti ini, kita memerlukan angkur yang kuat yang dapat membuat kita tidak mudah
bergeser dan hanyut. Marilah kita mengangkurkan hidup kita pada Firman Tuhan.

Filipi 2:17:
sekalipun darahku dicurahkan pada korban dan ibadah imanmu, aku bersukacita ... Kata aslinya
adalah menjadi persembahan minuman. Persembahan minuman adalah suatu persembahan yang anggun
untuk raja. Persembahan minuman dalam ibadah adalah suatu persembahan yang anggun untuk Allah
seperti persembahan cawan yang begitu indah. Cawan di sini mengandung pengertian cawan darah. Paulus
sudah mengalami banyak penderitaan tetapi dia tetap dapat bersukacita, artinya: semua hal yang diluar
tidaklah dapat menghabiskan hal yang ada di dalam yang diberikan oleh Tuhan. Semua hal yang terjadi di
luar kita tidaklah dapat mempengaruhi hidup kita sampai ke dalamnya, maka kita akan bersukacita,
sebaliknya: kalau hidup kita dikontrol oleh situasi dan kondisi di luar kita maka perasaan dan pribadi kita
akan menjadi permainan dari orang luar.

Paulus mengajak kita bersukacita bersama dengan dia. Kalau hidup kita konsentrik, menggarap
keselamatan dengan takut dan gentar, sukacita kita akan berakar di dalam dan tidak bisa disentuh dari luar.
Semua dari luar hanyalah menyentuh permukaan hidup kita tetapi tidak dapat menyentuh esensi hidup
kita. Paulus tidaklah pusing dengan perlakuan manusia kepada dia, karena hidupnya adalah hidup yang
bersukacita walaupun mengalami penderitaan, hidupnya ditentukan oleh Tuhan/ berpusat pada Tuhan.
Stefanus dirajam sampai mati tetapi bagian dalamnya tidaklah tersentuh, inilah keunikan anak Tuhan;
bagian dalamnya tetap berpusat kepada Tuhan sehingga dia tetap dapat bersukacita. Inilah kelas spiritual
yang sudah sampai pada titik yang tidak dapat diganggu oleh siapapun.

Pdt. Stephen Tong seringkali mengingatkan saya: sebagai hamba Tuhan, kita harus mati terhadap pujian
juga terhadap kritik. Pujian dan kritik jangan sampai menyentuh dalamnya kita. Begitu kita mulai senang
dengan pujian, berarti kita mulai tersentuh dalamnya, kita berdosa. Kritik yang bagus harus kita dengarkan
dan kita harus memperbaiki hidup kita, tetapi janganlah kritik tersebut membuat kita menjadi sedih,
minder dan menderita. Yang boleh menyentuh bagian dalam kita adalah Tuhan. Kalau Tuhan tidak suka,
berarti matilah kita. Tuhan suka atau tidak haruslah menjadi pertimbangan utama dalam hidup kita. Kalau
kita bisa memiliki sukacita konsentrik, kita akan selalu bersukacita ?

Amin!
621 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

S
Suuk
kaac
ciitta
aSSu
urrg
gaaw
wii
Oleh: Pdt. Sutjipto Subeno

Nats: Filipi 4:4-9

4 Bersukacitalah senantiasa dalam Tuhan! Sekali lagi kukatakan: Bersukacitalah!


5 Hendaklah kebaikan hatimu diketahui semua orang. Tuhan sudah dekat!
6 Janganlah hendaknya kamu kuatir tentang apapun juga, tetapi nyatakanlah dalam segala
hal keinginanmu kepada Allah dalam doa dan permohonan dengan ucapan syukur.
7 Damai sejahtera Allah, yang melampaui segala akal, akan memelihara hati dan pikiranmu
dalam Kristus Yesus.
8 Jadi akhirnya, saudara–saudara, semua yang benar, semua yang mulia, semua yang adil,
semua yang suci, semua yang manis, semua yang sedap didengar, semua yang disebut
kebajikan dan patut dipuji, pikirkanlah semuanya itu.
9 Dan apa yang telah kamu pelajari dan apa yang telah kamu terima, dan apa yang telah
kamu dengar dan apa yang telah kamu lihat padaku, lakukanlah itu. Maka Allah sumber
damai sejahtera akan menyertai kamu.

Filipi 3merupakan dorongan klimaks dari Paulus, Filipi 4 merupakan konklusi akhir/ ringkasan dari
keseluruhan. Kita melihat adanya posisi diametris, yaitu posisi yang berlawanan mutlak di dalam hidup
Kristen yang bertentangan dengan hidup yang non Kristen. Salah satu aspek yang sangat membedakan
antara hidup Kristen dengan hidup non Kristen adalah hidup Kristen bisa masuk ke dalam sukacita kekal/
sukacita surgawi. Betapa indah dan bahagianya kalau kita bisa mendapatkan suatu warisan/ harta karun
yang begitu dahsyat yang Tuhan sediakan bagi kita. Kita harus membuka rahasia itu kemudian kita harus
memasukkan diri kita ke dalamnya. Ketika seseorang mendapatkan harta karun duniawi, dia tetap harus
membukanya kemudian dia mengambil harta karun tersebut; ketika seseorang mendapatkan harta karun
surgawi, dia membukanya dan kemudian memasukkan diri ke dalamnya. Keindahan harta karun tersebut
dapat kita peroleh ketika kita memasukkan diri ke dalam kehidupan surgawi. Kita akan dengan senang hati
memasukkan diri kita karena kita akan masuk ke dalam surga. Orang dunia ketika mendapatkan harta karun
tidak berani memasukkan diri ke dalamnya karena dia tahu kalau dia masuk akan masuk ke dalam neraka,
maka dia berusaha meraih remah-remah duniawi semata yang dianggap bernilai, kemudian dia mencoba
menikmatinya, sampai akhirnya dia binasa. Ini adalah suatu kecelakaan besar dan inilah yang membedakan
antara hidup di dalam pimpinan Tuhan dengan hidup menuruti keinginan dunia. Seberapa jauhkah kita
menikmati sukacita surgawi yang berbeda dengan sukacita duniawi/ sekuler?

Dalam Filipi 4 ini Paulus dengan begitu keras, begitu bersungguh-sungguh, penuh dengan dorongan cinta
kasih, meminta jemaat Filipi untuk bersukacita di dalam Tuhan. Bahkan ditambah dengan satu kalimat lagi:
Sekali lagi kukatakan: Bersukacitalah! Mengapa sampai perlu diulang? Karena hidup Kristen adalah hidup
yang bersukacita, tetapi di belakang itu hidup Kristen adalah hidup yang paling sulit bersukacita. Di dalam
622 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

kondisi paradoks seperti ini, seberapa jauhkah sukacita itu bisa kita nikmati? Kalau kita tidak bisa
bersukacita, berarti kita telah gagal untuk menikmati suatu warisan/ harta karun yang Tuhan sediakan.

Orang Kristen tidak mudah untuk bersukacita karena dunia kita menarik kita dan memberikan kepada kita
penanaman berbagai konsep yang rusak. Ada pertanyaan dari seorang yang sudah tua: bagaimana saya bisa
memotivasi anak saya dengan hal yang baik dan benar sedangkan untuk memotivasi diri saya sendiri saja
begitu sulitnya? Saya mengatakan: kamu kasihan dan telah salah karena kamu telah salah pre-suposisi yaitu
kamu pikir kalau kamu mengalami kesulitan pasti anakmu juga mengalami kesulitan. Anak yang sejak kecil
sudah dimotivasi untuk memiliki hati yang benar, yang takut akan Tuhan, akan lebih gampang untuk
dimotivasi dengan hal yang baik dan benar; sedangkan orang yang sudah tua akan jauh lebih susah dan
membutuhkan anugerah yang lebih besar. Janganlah melakukan sesuatu karena kepentingan manusia,
berdasarkan asumsi manusia, karena segala macam kepentingan duniawi. Kalau hal ini kita kerjakan, di titik
pertama motivasi kita sudah rusak. Motivasi yang murni harus dijalankan karena kita menjalankan
kehendak Allah. Kalau hal itu betul-betul dijalankan, maka akan menghasilkan semangat yang lebih kuat.

Persekutuan Pemuda GRII-Andhika diawali dengan berdoa untuk mencari kehendak Tuhan, Tuhan mau kita
mengerjakan apa. Pengurus mendapatkan visi bahwa Theologi Reformed yang sudah diberikan Tuhan
kepada GRII merupakan hal yang sangat spesifik yang harus dipakai untuk membangun konsep theologi
dalam diri kaum muda yang memiliki kemampuan/ kapasitas yang besar tapi theologi yang kocar kacir.
Dalam perjalanannya, pengurus terus memikirkan bagaimana pemuda diarahkan untuk hidup bagi Tuhan,
mendorong mereka menghancurkan semangat sekularisme untuk masuk ke dalam pimpinan Tuhan.
Akibatnya: semua tema yang dipilih bersifat apologetik total, karena mau mendidik orang supaya tidak
hidup sekuler di tengah dunia ini. Akhirnya Persekutuan Pemuda dihadiri oleh sekitar 60 orang, tetapi
kemudian difitnah sehingga jumlah yang hadir hanya delapan orang. Pengurus menjadi sedih dan khawatir.
Saya mengingatkan mereka, apa yang menjadi visi berdirinya Persekutuan Pemuda? Karena berdirinya
adalah untuk Tuhan, meskipun difitnah juga tidak apa-apa, urusannya kembali kepada Tuhan. Karena kita
bukan melayani manusia, maka konsistensi tetap dijalankan, walaupun yang hadir hanya 8 orang,
persekutuan tetap dijalankan. Akhirnya jumlah yang hadir kembali seperti semula.

Kalau kita melihat dari aspek manusia, semangat kita bisa habis, motivasi bisa hancur. Ketika kita masuk ke
dalam motivasi sekuler, maka relativitas akan mencengkeram motivasi kita, ketika situasi naik kita menjadi
bersemangat tetapi ketika situasi turun kita juga menjadi mati. Di tengah dunia yang bergerak dengan luar
biasa/ fluktuatif ini Paulus menekankan kepada kita untuk BERSUKACITA SENANTIASA DI DALAM TUHAN,
BERSUKACITALAH!

Bagaimana kita dapat mengalami sukacita sejati? Mari kita memandang segala sesuatu yang terjadi di
sekitar kita dan pada diri kita dari sudut pandang Tuhan (God’s eye view). Pada waktu kita berada di titik
puncak, kita baru dapat melihat totalitas.



1. Filipi 4:5: Hendaklah kebaikan hatimu diketahui semua orang. Tuhan sudah dekat!

Kalimat yang terakhir kuranglah tepat. Dalam bahasa Indonesia memakai bentuk perfect tense, sedangkan
dalam bahasa aslinya memakai bentuk auris tense. Dalam Alkitab bahasa Inggris: God is near atau God is at
hand, berarti: Tuhan adalah dekat. Kata “sudah” mempunyai arti perfect tense dan juga mempunyai arti
eskatologis yang berarti kiamat. Orang yang berbuat baik karena akan kiamat akan menjadi susah untuk
623 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

bersukacita. Karena Tuhan itu dekat, maka kita dapat berbuat baik kepada semua orang. Semua penafsir
memberikan satu istilah yang sangat spesifik kepada istilah “baik”. Calvin mengatakan: kata ini lebih baik
diterjemakan memakai kata “moderate”; tetapi kata “moderate” sebenarnya tidaklah cocok. Kata aslinya
“eikoo”. Menerjemakan kata ini ternyata begitu tidak mudah. Lensky mencari terjemahan kata ini dalam
bahasa Latin, yang merupakan bahasa dengan tata bahasa satu tingkat di bawah bahasa Yunani dan
memiliki kekayaan kualitas bahasa yang dekat dengan bahasa Yunani, juga tidak menemukan terjemahan
kata ini. Dia mengatakan: eikoo adalah ekspresi dari sebuah karakter yang persis seperti karakter Tuhan,
artinya: apa yang menjadi karakter Tuhan ditunjuk-tunjukkan. Unsur yang terdapat dalam kata eikoo ini
yang paling penting adalah “moderate” yaitu semua tindakan kita yang paling tepat (the most proper way).
Orang akan melihat bahwa inilah cara yang paling baik dan tidak ada yang lain. Kita bisa menunjukkan hal
itu karena Tuhan dekat dengan kita/ di sebelah kita. Jadi ide dari ayat diatas adalah: agar dapat bersukacita,
maka kita harus hidup dengan cara Tuhan beserta kita. Kita tidak perlu sungkan untuk menampilkan hidup
yang diinginkan Tuhan. Dengan menampilkannya, maka kita akan bersukacita. Tetapi pada waktu kita
menampilkan kebajikan dari sudut pandang Tuhan, tidak semua orang akan suka. Setiap langkah Kristen
yang benar, tidak selalu dapat diterima oleh semua orang. Tetapi yang pasti terjadi adalah: kita
mendapatkan sukacita yang besar. Uniknya, sukacita besar terjadi ketika kita berani ambil resiko untuk
tidak bersukacita karena dimusuhi orang lain. Inilah kekontrasan dari ayat diatas.

Kalimat dalam ayat diatas seringkali diartikan: marilah kita berbuat baik kepada semua orang agar mereka
tidak memusuhi kita, agar mereka suka kepada kita. Ayat diatas tidak berbicara seperti itu. Tujuan kita
berbuat baik menurut ayat diatas adalah supaya Tuhan dekat kepada kita, kita dekat kepada Tuhan. Kalau
kita berbuat baik supaya orang lain suka kepada kita tetapi ternyata Tuhan tidak suka kepada kita, inilah
yang celaka. Waktu Tuhan meninggalkan kita, kita pasti tidak dapat bersukacita. Paulus mengajak kita
melakukan eikoo yaitu mengimplikasikan sifat illahi supaya kita cocok dengan Tuhan yang berada di sebelah
kita. Kalau kita bisa cocok dengan Tuhan, Tuhan akan di sebelah kita maka kita akan dapat bersukacita.
Inilah yang disebut dengan God’s eye view. Waktu kita berbuat sesuatu, kita perlu memikirkan apa yang
menjadi penilaian Tuhan atas perbuatan kita, kita proper di mata Tuhan atau tidak. Kita perlu
mempertimbangkan hal itu karena Tuhan dekat. Lensky mengatakan bahwa kata eikoo pernah dipakai
padanannya yang tepat oleh Luther yaitu kata “lindigkeit” yang berarti: sebuah sikap yang betul-betul
proper/ tepat sesuai dengan yang Tuhan inginkan, mau seperti masuk ke dalam pelukan Tuhan sampai
dapat mengimplikasikan apa yang Tuhan suka. Orang yang hidup sampai tingkat ini akan betul-betul
bersukacita, dia hanya tahu bahwa setiap hal yang dia kerjakan Tuhan akan selalu menopang dia, tidak
peduli dunia akan bagaimana.

Kerusakan dunia ini dipacu oleh ketamakan (diungkapkan dalam Seminar Ekonomi di Jakarta beberapa waktu yang lalu),
dan itulah yang diumpankan oleh motivator ke dalam masyarakat saat ini. Ketamakan tidaklah dapat
memberikan sukacita, sukacita dapat diperoleh dengan bertindak secara tepat menurut keinginan Tuhan.
Kalau kita melihat dari sudut pandang Tuhan kita akan melihat semuanya, sebaliknya kalau kita melihat dari
sudut pandang dunia kita tidak dapat melihat apa-apa.

Orang seringkali ketakutan untuk menampilkan eikoo karena dunia memang tidak suka kalau ada orang lain
yang lebih dari dirinya. Dunia memang tidak suka dengan hal-hal ilahi/ spiritualitas tetapi juga tidak
memiliki daya untuk melawan karena memang baik. Orang Kristen seringkali dikunci dengan kalimat-
kalimat sepeti: jangan sok rohani, jangan sok baik. Akhirnya kita menjadi sekuler, jahat. Tetapi, pada waktu
eikoo itu kita pendam, kita tidak merasakan sukacita. Tuhan menyuruh kita untuk menampilkannya agar
kita dapat bersukacita. Tugas kekristenan adalah menunjukkan kepada dunia, pada waktu itu kita
624 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

memproklamasikan kebenaran dan Tuhan. Pada waktu kita memproklamasikan Tuhan, dan proper way,
kita akan bersukacita. Sukacita ini tidaklah dapat diganggu oleh siapapun, betul-betul esensial, yang
mengalir keluar dari dalam diri.

2. Filipi 4:6: Janganlah hendaknya kamu kuatir tentang apa pun juga, tetapi nyatakanlah dalam
segala hal keinginanmu kepada Allah dalam doa dan permohonan dengan ucapan syukur.

Kita bersyukur karena kita punya Tuhan, kita ditebus oleh Tuhan, Tuhan menarik kita sehingga kita bisa
hidup bersama Dia. Hidup di tengah dunia ini memang dipenuhi oleh kekuatiran/ ketakutan. Ketika kita
kuatir, kita akan memusingkan banyak hal, kita akan mengalami banyak hal seperti: psikologi kita tergerus,
pribadi kita tergerus, hidup tidak nyaman. Orang yang kuatir akan terus terputar dalam posisi negatif yang
akan membuat hidup semakin turun. Kuatir juga menyebabkan ketidakefisienan/ pemborosan baik dalam
hal waktu, tenaga, pikiran, uang dan banyak hal yang lain. Inti terakhir dari kekuatiran adalah takut mati.
Orang sebenarnya lebih takut sengsara daripada mati, daripada sengsara lebih baik mati. Jadi kalau kita bisa
dipancing untuk takut terhadap kesengsaraan maka habislah kita.

Pdt. Stephen Tong mengatakan bahwa dunia ini makin hari makin sengsara karena sudah dipersiapkan
untuk tidak rela menjadi sengsara. Sebagai ilustrasi: seorang bos ketika bertemu dengan seorang biksu, dia
tidak mau duduk di kursi. Sang biksu berkata kepada bos itu: alangkah baiknya kalau bapak mau duduk di
lantai sehingga tidak bisa jatuh lagi. Kalimat ini memiliki makna yang besar yaitu orang yang sudah duduk di
tempat paling rendah tidak akan dapat jatuh lagi, semakin tinggi naiknya akan semakin mudah jatuh, makin
tinggi sekali maka akan jatuh mati. Jadi prinsip yang harus dikerjakan adalah: kerja keras, kejar kualitas yang
tinggi, hidup hemat dan sederhana, dan menjadi berkat sehingga kita tidak bisa jatuh lagi. Kita seringkali
melindungi anak kita sedemikian agar anak kita tidak sengsara, tapi justru dengan demikian kita
mempersiapkan dia untuk tidak bisa menghadapi kesengsaraan hidup.

Paulus mengajarkan: aku tahu apa itu kelebihan, tapi aku juga tahu apa itu kekurangan; aku tahu apa itu
berlimpah, tapi aku juga tahu apa itu sengsara; dan segala hal mampu kucukupkan di dalam Kristus yang
memberi kekuatan kepadaku. Kalimat itu merupakan implikasi hidup Paulus yang mendorong jemaat untuk
tidak kuatir dalam segala hal tetapi serahkanlah semuanya kepada Tuhan melalui doa dan permohonan
dengan ucapan syukur.

Seorang Kristen adalah orang yang dapat menghadapi kesulitan besar karena Tuhan beserta. Marilah kita
belajar mengimplikasikan relasi bukan dalam kesejajaran tetapi ke atas yaitu dengan Tuhan. Setiap
pergumulan kita mari kita gumulkan di hadapan Tuhan sehingga kita bisa tahu apakah doa dan
permohonan kita tepat atau tidak, lalu kita bisa koreksi diri dan kita menjadi bersyukur karena dapat terus
merasakan penyertaan Allah (providensia Allah). Orang yang doanya salah yaitu terus menuntut/ meminta
Tuhan maka orang tersebut tidak akan dapat bersyukur. Setiap hal yang terjadi selalu kita pertanyakan
kepada Tuhan, Tuhan mau apa. Kita akan dapat bersukacita melalui sudut pandang Tuhan.

3. Filipi 4:7: Damai sejahtera Allah, yang melampaui segala akal, akan memelihara hati dan

pikiranmu dalam Kristus Yesus.

Pola pikir dan seluruh eksistensi hidup kita dikembalikan kepada Tuhan, maka kita akan mengalami suatu
damai sejahtera yang tidak ada di dunia ini. Alkitab mengatakan: damai sejahtera itu adalah damai
sejahtera Allah, dan damai sejahtera itu melampaui segala akal. Orang dunia tidak akan bisa mengerti,
mengetahui apalagi mengalami. Tuhan menyediakan suatu damai sejahtera yang dahsyat luar biasa yang
625 Ringkasan Khotbah – Jilid 1

masuk ke dalam diri kita. Orang yang betul-betul meninggalkan kepanikan, baru di dalamnya bisa tenang.
Waktu dia meninggalkan kepanikan, dia bersandar kepada Tuhan, maka Tuhan menyediakan damai
sejahtera yang tidak ada di dunia, seperti burung merpati yang bertengger di sebuah batu besar di tengah
lautan yang sedang bergolak; dia bisa tenang karena dia bertengger di atas batu besar yang tidak
tergoyahkan oleh badai. Inilah damai yang tidak terganggu oleh hal diluar karena pelabuhan jiwa yang
sudah sampai kepada titik absolut. Setiap kali hidup kita bisa masuk ke pelabuhan jiwa yang sampai di titik
absolut, maka kita tidak akan goyah lagi. Ide ini sudah ditangkap oleh pemikir-pemikir Hindu dan Budha,
tetapi mereka tidak bisa mendapatkan titik absolut tadi, karena mereka tidak bertemu dengan Tuhan
Yesus yang dapat memberikan posisi total absolut. Kunci untuk mencapai pelabuhan jiwa tadi adalah pada
waktu kita bisa mencapai titik pusat dari seluruh eksistensi positif yang paling positif. Kita kuatir kalau ada
hal negatif yang akan menghantam kita. Kita bisa melawan hal yang negatif kalau kita bersifat positif. Positif
itu bisa sampai titik puncak kalau kita bisa mencapai titik puncak absolut tadi. Pencarian titik pusat absolut
ini menyebabkan pecah menjadi dua gelombang yaitu:

1. Mencari keabsolutan di dalam ketidakabsolutan. Inilah yang dikerjakan oleh semua kontemplatif di
dunia Timur. Mereka menyendiri, bermeditasi, memutlakkan posisi, mencoba mencapai moksa (yaitu naik ke
atas menuju sifat surgawi). Dengan melakukan semuanya itu mereka berharap sudah melabuhkan diri pada titik
yang absolut sehingga mereka bisa merasakan adanya damai sejahtera batiniah mereka. Damai sejahtera
batiniah yang didalam tidaklah sama dengan damai sejahtera Tuhan, bedanya adalah yang dari Tuhan
bersifat absolut sejati, sedangkan yang batiniah merupakan absolut palsu. Untuk mencapai damai batiniah
ini mereka harus memotong relasi dengan dunia. Tetapi pada waktu mereka memotong relasi dengan
dunia, damainya malah hilang, karena dirinya tidak bisa lepas dari semua hal yang ada di dunia. Untuk
mencapai damai itu, mereka mendirikan kuil-kuil dan hidup di situ untuk menikmati damai.

2. Mencari damai dengan cara: positive thinking yang diduniawikan. Cara positif untuk mencapai damai
sejahtera adalah seperti yang diungkapkan dalam Filipi 4:7-9. Ayat tersebut dikunci dengan “damai
sejahtera Allah” (ayat 7) dan “Allah sumber damai sejahtera” (ayat 9). Bagian tengah yang diapit dua kata
kunci itulah yang dapat membuat kita damai sejahtera. Ketika damai sejahtera Allah mengisi hidup kita, kita
akan bersukacita. Dunia ini termasuk keinginan kita yang kita puaskan tidak akan dapat membuat kita
bersukacita. Keinginan kita tidak akan terpuaskan. Damai sejahtera seharusnya tidak tergantung pada hal-
hal di luar diri. Tuhan menyediakan bagi kita harta karun yang begitu besar, sayang kalau kita tidak bisa
menikmatinya dan bahkan kalau kita diterkam oleh keduniawian yang membuat apa yang Tuhan sediakan
menjadi lewat dari hidup kita. ?

Amin!

Anda mungkin juga menyukai