Anda di halaman 1dari 39

PROPOSAL PENELITIAN

PENGARUH PEMBERIAN AROMA TERAPI


TERHADAP PENURUNAN MUAL DAN MUNTAH
PADA ANAK YANG MENJALANI KEMOTERAPI DI
RUANG LONTARA 4 ANAK DEPAN RSUP DR
WAHIDIN SUDIROHUSODO MAKASSAR

NURWAHIDA
21906102

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MAKASSAR
MAKASSAR
2021
PROPOSAL PENELITIAN

I. JUDUL PENELITIAN

PENGARUH PEMBERIAN AROMA TERAPI TERHADAP

PENURUNAN MUAL DAN MUNTAH PADA ANAK YANG

MENJALANI KEMOTERAPI DI RUANG LONTARA 4 ANAK

DEPAN RSUP DR WAHIDIN SUDIROHUSODO MAKASSAR

II. RUANG LINGKUP

KEPERAWATAN ANAK

III. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Laporan International Agency for Research on Cancer (IARC)

tahun 2013 diperkirakan pada tahun 2012 terdapat 14,1 juta kasus kanker

baru 8,2 juta kasus kematian terkait kanker. Kasus kanker yang paling

banyak ditemukan di seluruh dunia adalah kanker paru (1,8 juta, 13.0%),

kanker payudara (1,7 juta, 11,9%), dan kanker colorectum (1,4 juta,

9,7%),angka mortalitas tertinggi dari proporsi prognosis buruk pada

kanker lebih banyak terjadi di Negara berkembang, dan proporsi ini akan

meningkat pada tahun 2025.

Kanker menurut Union for International Cancer Control (UICC)

merupakan salah satu penyakit yang telah menjadi masalah kesehatan

masyarakat di dunia maupun di Indonesia (Kementrian Kesehatan


Republik Indonesia, 2013, hlm. 3). Menurut World Health Organization

(WHO), jumlah penderita kanker di dunia setiap tahun bertambah sekitar

tujuh juta orang, dan dua per tiga diantaranya berada di negara-negara

yang sedang berkembang. Jika tidak dikendalikan, diperkirakan 26 juta

orang akan menderita kanker dan 17 juta meninggal karena kanker pada

tahun 2030 (Yayasan Kanker Indonesia, 2012).

Penyakit kanker masih menjadi masalah kesehatan serius di

Indonesia. Dari tahun ke tahun jumlah penderitanya semakin meningkat.

Menurut Toscano (2009), kanker adalah salah satu penyebab utama

kematian didunia saat ini. Dalam Indonesian Journal of Cancer

berdasarkan data dari International Agency for Researce on Cancer

(IARC) pada tahun 2008 hingga 2012 angka kejadian kanker meningkat

dari 12,7 juta kasus menjadi 14,1 juta kasus. Kanker juga merupakan salah

satu penyebab utama kematian didunia. WHO memperkirakan terdapat 14

juta kasus baru kanker dan 8,2 juta kasus kematian akibat kanker didunia.

Data yang dikeluarkan oleh Pusat Data dan Informasi Kementerian

Kesehatan Republik Indonesia menunjukkan bahwa pada tahun 2013

terdapat 98.692 penderita kanker serviks di Indonesia (Rio dan Suci,

2017).

Pengobatan kanker yang tersedia sejauh ini adalah dengan operatif,

radioterapi dan kemoterapi. Sebagian besar penanganan untuk penderita

kanker ini adalah dengan kemoterapi. Manfaat kemoterapi sangat besar

karena bersifat sistemik dalam mematikan sel-sel kanker dengan cara


pemberian melalui infus, selain itu kemoterapi juga menjadi metode yang

efektif dalam mengatasi kanker terutama kanker stadium lanjut lokal

(Susanti dan Tarigan, 2012). Pemberian obat kemoterapi umumnya berupa

kombinasi dari beberapa obat yang diberikan secara bersamaan dengan

urutan tertentu dalam waktu yang telah ditentukan sesuai dengan jenis

keganasan kanker serta dosis yang diperlukan.

Meskipun sering menjadi pilihan utama dalam pengobatan

kanker,kemoterapi juga memiliki efek samping yang cukup serius. Selain

dapat membunuh sel kanker, obat kemoterapi juga berefek pada sel-sel

sehat yang normal. Obat kemoterapi atau yang sering disebut sitostatika

bersifat menghambat atau membunuh sel tubuh yang aktif membelah diri.

Sehingga obat ini akan berdampak pada sel normal yang aktif berkembang

seperti sel darah, sel akar rambut, sel selaput lendir, sumsum tulang,

lapisan usus dan kandung kemih. (Enikmawati, 2015).

Menurut Yusuf (dalam Susanti dan Tarigan, 2012) efek

sampingterbesar yang sering terjadi pada kemoterapi adalah gangguan

mual dan muntah. Sejalan dengan pernyataan tersebut, menurut McDonald

(dalam Susanti dan Tarigan, 2012) lebih dari 60% pasien yang menjalani

kemoterapi mengeluh mengalami gangguan mual dan muntah. Wood, dkk

(dalam Enikmawati, 2015) menyatakan hal ini terjadi akibat dari adanya

stimulus yang dapat mengaktifkan chemoreseptor trigger zone (CTZ) di

medulla dimana CTZ berperan sebagai chemosensor, yang terdapat banyak

reseptor neurotransmitter seperti histamine, serotonin, dopamine, opiate,


area neurokinin, dan benzodiazepine, melalui salah satu reseptor inilah

agen kemoterapi menyebabkan proses mual dan muntah.

Terapi komplementer lain yang juga efektif dalam mengurangi

respon mual muntah adalah menggunakan aromaterapi. Aromaterapi

merupakan metode pengobatan penyakit menggunakan aroma minyak

atsiri yang dihasilkan dari tumbuhan obat (Suranto, 2011 dalam Widagdo,

2014). Dalam penelitian yang dilakukan Shinta dan Surarso (2016)

menyebutkan bahwa ada beberapa jenis aromaterapi yang dapat

mengurangi keluhan mual dan muntah yang ditimbulkan akibat kemoterapi

yaitu cinnamon bark, peppermint, chamomile, fennel dan rosewood.

Fennel (foeniculum vulgare) yang biasa disebut tanaman adas ini

merupakan tanaman bumbu atau tanaman obat, dan dapat hidup di dataran

rendah hingga ketinggian 1800 meter diatas permukaan laut. Kandungan

kimia dalam fennel (foeniculum vulgare) mengandung anetol, fenkon,

pinen, limonene, dipenten,felandren metilchavikol, anisaldehid asam

anisat, minyak lemak yang berkhasiat untuk mengatasi sakit perut, perut

kembung, mual, muntah, diare dan kurang nafsu makan. Aromaterapi

fennel ini bersifat hangat dan mampu memberikan rasa nyaman. Dalam

pengaplikasiannya, aromaterapi fennel dapat diberikan dengan berbagai

cara. pengaplikasikan aromaterapi, dalam penelitian ini aromaterapi fennel

diberikan dengan cara meneteskan dua tetes (sekitar 1 cc) aromaterapi

fennel pada bola kapas kemudian diaplikasikan ke bagian dalam masker

selanjutnya dihirup selama 3 menit.


Selama ini penanganan pada pasien yang mengalami mual muntah

setelah kemoterapi di RSUP DR Wahidin Sudirohusodo Makassaradalah

dengan terapi farmakologi berupa pemberian antiemetik ondansentron.

Namun terapi ini dapat menimbulkan efek samping lain yaitu nyeri kepala,

konstipasi yang cukup berat, rasa panas diwajah (flushes) dan perut bagian

atas serta gangguan ekstra-piramidal dan reaksi hipersensitivitas namun

jarang.

Data yang diperoleh dari Rekam Medis RSUP DR Wahidin Sudiro

Husodo Makassar, selama tiga bulan terakhir pada tahun 2020 anak yang

menjalani kemoterapi yaitu pada bulan Oktober sebanyak 32 orang, bulan

Novembersebanyak 51 orang dan pada Desember sebanyak 38 orang.

Tinginya kejadian mual muntah pada anak yang menjalani kemoterapi

sehingga perlu adanya intervensi tambahan untuk meminimalisir efek

samping dari kemoterapi yaitu mual dan muntah. Berdasarakan pemikiran

inilah yang mendorong penulis untuk melakukan penelitian dengan judul

“Pengaruh Pemberian Aroma Terapi Terhadap Penurunan Mual Dan

Muntah Pada Anak Yang Menjalani Kemoterapi Di Ruang Lontara 4 Anak

Depan RSUP DR Wahidin Sudirohusodo Makassar”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan masalah dalam

penelitian ini adalah apakah ada Pengaruh Pemberian Aroma Terapi

Terhadap Penurunan Mual Dan Muntah Pada Anak Yang Menjalani


Kemoterapi Di Ruang Lontara 4 Anak Depan RSUP DR Wahidin

Sudirohusodo Makassar?

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Pengaruh Pemberian Aroma

Terapi Terhadap Penurunan Mual Dan Muntah Pada Anak Yang

Menjalani Kemoterapi Di Ruang Lontara 4 Anak Depan RSUP DR

Wahidin Sudirohusodo Makassar

2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui gambaran kejadian mual muntah pada anak yang

menjalani kemoterapi sebelum diberikan intervensi.

b. Untuk mengetahui gambaran kejadian mual muntah pada anak yang

menjalani kemoterapi sesudah diberikan intervensi.

c. Untuk mengetahui pengaruh pemberian aroma terapi terhadap

penurunan mual dan muntah pada anak sebelum dan sesudah

diberikan intervensi.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Ilmiah

Menambah pemahaman masyarakat terhadap pengaruh pemberian

aroma terapi penurunan mual dan mutah pada anak

2. Manfaat Institusi

Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai saran pendukung untuk

pengembangan materi dalam proses belajar mengajar.


3. Manfaat Praktisi

a. Bagi Penulis

Untuk menambah pengetahuan serta kepatuhan bagi penulis

dalam penelitian ini.

b. Bagi Masyarakat

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi bagi

masyarakat, sumber kepustakaan dan sebagai bahan masukan

untuk mahasiswa yang ingin melanjutkan penelitian ini khususnya

di STIK Makassar.

IV. TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Tentang kemoterapi

1. Defenisi

Kemoterapi (obat kanker) merupakan suatu senyawa yang

dapat menghambat pertumbuhan atau sel kanker. Antikanker

umumnya bekerja dengan cara membunuh sel kanker yang sedang

berkembang. Dengan begitu, sel kanker lebih rentan terhadap senyawa

yang bersifat sitotoksik tersebut karena sel kanker umumnya terus

membelah dengan cepat dibandingkan dengan sel yang normal.

Antikanker biasanya ditujukan untuk menghabat langsung system

metabolisme esensial pada replikasi sel kanker, antara lain

penghambatan terhadap biosintesis purin dan pirimidin yang

merupakan senyawa penting untuk RNA dan DNA (Radji, 2017).


2. Jenis jenis kemoterapi

Menurut Radji (2017) beberapa jenis antikanker yang umumnya

digunakan pada terapi kanker adalah:

a. Senyawa antimetabolit Senyawa ini dapat menghambat sintesis

purin atau pirimidin yang merupakan prekusor nukleotida sehingga

dapat menghambat sintesis RNA dan DNA sel dan menyebabkan

kematian sel kanker. Namun, antimetabolit tidak dapat

dimanfaatkan oleh sel dalam proses metabolisme. Di dalam sel

senyawa antimetabolit dapat digunakan secara keliru oleh sel

karena kemiripan strukturnyadengan metabolit sehingga

keberadaan antimetabolit dapat menghambat fungsi vital

perkembangbiakan sel yang pada akhirnya dapat menyebabkan

kematia sel. Apabila DNA tidak dapat disintesis, sel tidak dapat

membelah dengan baik. Jenis jenis antimetabolit yang sering

digunakan sesuai dengan sasaran aksinya adalah:

1) Antagonis folat, antara lain metrotreksat (Trexall), dan

penetresed (Alimta)

2) Antagonis purin, antara lain mekaptopurin (Purinethol, Puri-

Nethol)

3) Antagonis pirimidin, antara lain fluorourasil

b. Senyawa genotoksik

Senyawa genotoksik menyebabkan kelainan pada DNA

sehinga memengaruhi replikasi DNA dan pembelahan sel kanker.


Antikanker golongan senyawa ini memiliki efek toksik terhadap

asam nukleat dan memengaruhi fungsi asam nukleat. Obat dapat

terikat secara langsung pada DNA atau secara tidak langsung

merusak DNA dengan cara menghambat kerja enzim yang

dibutuhkan dalam proses replica DNA. Sel – sel yang bereplika

dengan cepat sensitive terhadap senyawa genotoksik karena mereka

secara aktif melakukan sintesis untaui DNA baru. Apabila terjadi

kerusakan pada DNA yang sedang bereplika karena senyawa

genotoksik dalam sel, sel akan melakukan proses apoptosis yang

pada akhirnya akan menyebabkan kematian sel.

c. Inhibitor spinder mitosis sel

Senyawa ini menghambat pembelahan sel dengan menghambat

pembentukan spindle sel yang merupakan komponen sitoskeletal

sel sehingga sel tidak mampu membelah diri. Selama proses mitosis

sel, DNA kromosom telah di replikasi dengan sempurna dan

kemudian dipisahkan menjadi dua kromosom yang identik yang

merupakan materi genetik masing masing sel yang membelah.

d. Senyawa antikanker lain

Senyawa dalam golongan ini merupakan senyawa yang dapat

menghambat pembelahan sel kanker yang tidak termasuk dalam

kategori senyawa yang telah disebut sebelumnya


3. Efek Samping Kemoterapi

Menurut Radji (2017) efek dari pengobatan kemoterapi ada

beberapa yaitu, sulit tidur, mual dan muntah, supresi sumsum tulang,

anemia, pendarahan pada lambung, gangguan detak jantung, demam,

mengigil, sakit pinggang, pecah pecah pada mukosa mulut, kemerahan

pada wajah, rasa sakit, sulit kencing, diare, pendarahan, rambut

rontok, dan kesulitan bernafas.

B. Tinjauan Umum Tentang Mual Muntah Pada Anak Post Kemoterapi

1. Definisimual dan muntah post kemoterapi

Terapi radiasi ke otak, saluran gastrointestinal, atau hati juga

menyebabkan mual dan muntah. Mual adalah perasaan tidak enak di

bagian belakang tenggorokan dan perut yang mungkin datang dan

masuk dalam gelombang. Bisa terjadi sebelum muntah. Sedangkan

muntah adalah membuang isi perut melalui mulut. Meskipun

perawatan untuk mual dan muntah telah membaik, mual dan muntah

masih merupakan efek samping serius dari terapi kanker karena hal ini

menyebabkan pasien terdesak dan dapat menyebabkan masalah

kesehatan lainnya. Penderita mungkin mengalami mual lebih dari

muntah (Hanish, J, 2016). Mual dikontrol oleh bagian sistem saraf

otonom yang mengendalikan fungsi tubuh tidak disengaja (seperti

pernapasan atau pencernaan). Muntah adalah refleks yang

dikendalikan sebagian oleh pusat muntah di otak. Muntah bisa dipicu

oleh bau, rasa, kegelisahan, nyeri, gerak, atau perubahan pada tubuh
akibat peradangan, aliran darah yang buruk, atau iritasi pada perut

(Hanish J, 2016).

Menurut Garret, et al (2003) dalam Apriany (2013) mual muntah

merupakan efek samping dari kemoterapi yang paling mengakibatkan

stres berat. Agen kemoterapi menstimulasi sel enterochromaffin pada

saluran pencernaan untuk melepaskan Serotonin dengan memicu

reseptor Serotonin. Aktivasi reseptor memicu aktifnya jalur aferen

vagal yang mengaktifkan pusat muntah dan menyebabkan respon

muntah.

Menurut Hanish, J (2016) banyak faktor yang meningkatkan

risiko mual dan muntah dengan kemoterapi. Mual dan muntah dengan

kemoterapi lebih mungkin terjadi jika pasien:

a. Diobati dengan obat kemoterapi tertentu

b. Pernah mengalami mual dan muntah yang parah atau sering

setelah menjalani perawatan kemoterapi

c. Perempuan

d. Di bawah usia 50 tahun

e. Menderita atau muntah dengan kehamilan sebelumnya

f. Memiliki ketidakseimbangan cairan dan / atau elektrolit

(dehidrasi, terlalu banyak kalsium dalam darah, atau terlalu

banyak cairan di jaringan tubuh

g. Memiliki tumor di saluran gastrointestinal, hati, atau otak

h. Mengalami sembelit
i. Menerima obat tertentu, seperti opioid (obat sakit)

j. Memiliki infeksi, termasuk infeksi dalam darah

k. Mengalami penyakit ginjal Pada beberapa pasien, setelah mereka

memiliki beberapa cara pengobatan, mual dan muntah mungkin

terjadi sebelum sesi pengobatan. Ini disebut antisipasi mual dan

muntah. Hal ini disebabkan oleh pemicu, seperti bau di ruang

terapi. Misalnya, seseorang yang memulai kemoterapi dan

mencium bau alkohol pada saat bersamaan mungkin akan

mengalami mual dan muntah saat mencium bau alkohol. Semakin

banyak sesi kemoterapi yang dimilikipasien, semakin besar

kemungkinan mual dan muntah antisipasi akan terjadi.

2. Dampak Mual Muntah

Pencegahan dan pengendalian mual muntah sangat penting

untuk dilakukan pada penderita kanker post kemoterapi, sehingga para

penderita kanker bisa terus berobat dan melakukan aktivitas

keseharian. Mual dan muntah yang tidak terkontrol bisa menyebabkan

hal berikut:

a. Perubahan kimia dalam tubuh.

b. Perubahan mental.

c. Kehilangan selera makan.

d. Malnutrisi.

e. Dehidrasi.

f. Patah tulang.
g. Membuka kembali luka bedah. (Hanish J, 2016)

3. Tipe Mual Muntah

Berbagai jenis mual dan muntah disebabkan oleh kemoterapi,

terapi radiasi, dan kondisi lainnya. Mual dan muntah dapat terjadi

sebelum, selama, atau setelah perawatan. Jenis mual dan muntah

meliputi:

a. Akut Mual dan muntah yang terjadi dalam waktu 24 jam setelah

perawatan dimulai.

b. Tertunda Mual dan muntah yang terjadi lebih dari 24 jam setelah

kemoterapi. Ini juga disebut mual dan muntah terlambat.

c. Antisipatif Mual dan muntah yang terjadi sebelum pengobatan

kemoterapi dimulai. Jika pasien mengalami mual dan muntah

setelah menjalani sesi kemoterapi sebelumnya, mual dan muntah

sebelum kemoterapi. Ini biasanya dimulai setelah perawatan ketiga

atau keempat. Bau, pemandangan, dan suara ruang perawatan

mungkin mengingatkan pasien pada masa-masa sebelumnya dan

dapat memicu mual dan muntah sebelum sesi kemoterapi dimulai.

d. Breakthrough Mual dan muntah yang terjadi dalam 5 hari setelah

mendapat pengobatan antinausea (Anti mual). Obat atau dosis yang

berbeda diperlukan untuk mencegah lebih banyak mual dan

muntah.

e. Refractory Mual dan muntah yang tidak merespon obat.


f. Kronis Mual dan muntah yang berlangsung selama beberapa waktu

setelah perawatan berakhir.

4. Cara Mengatasi Mual Muntah Menurut Harrish, J (2016), antisipasi

mual dan muntah secara dini, bila gejala mual antisipatif dan muntah

didiagnosis dini, pengobatan lebih cenderung bekerja. Psikolog dan

profesional kesehatan mental lainnya dengan pelatihan khusus

seringkali dapat membantu pasien dengan mual dan muntah

antisipatif. Jenis perawatan berikut dapat digunakan:

a. Relaksasi otot.

b. Hipnoterapi.

c. Perilaku mengubah metode.

d. Biofeedback.

e. Pengalihan (seperti bermain video game).

f. Aroma terapi

Pada anak-anak, mual dan muntah akut biasanya diobati dengan

obat-obatan dan metode lainnya. Obat-obatan dapat diberikan sebelum

setiap perawatan untuk mencegah mual dan muntah. Setelah

kemoterapi, obat dapat diberikan untuk mencegah muntah yang

tertunda. Pasien yang diberi kemoterapi beberapa hari berturut- turut

mungkin memerlukan perawatan untuk mual dan muntah akut dan

tertunda. Beberapa obat hanya bertahan dalam waktu singkat di tubuh

dan perlu diberikan lebih sering. Yang lain bertahan lama dan kurang

diberi. Perawatan non-obat dapat membantu meringankan mual dan


muntah, dan dapat membantu obat anti mual bekerja lebih baik pada

anak-anak. Perawatan ini meliputi, akupunktur, akupresur, terapi,

musik, latihan relaksasi otot, kelompok pendukung anak dan keluarga,

game realitas virtual. Dukungan diet meliputi:

a. Makan lebih sedikit tapi sering.

b. Menghindari bau makanan dan bau yang menyengat lainnya.

c. Menghindari makanan yang pedas, berlemak, atau sangat asin.

d. Makan "makanan yang menenangkan" yang telah membantu

mencegah mual di masa lalu.

e. Minum obat antinausea sebelum makan. Mual yang tertunda

mungkin sulit dideteksi pada anak-anak.

Tidak seperti pada orang dewasa, mual dan muntah yang tertunda

pada anak-anak mungkin lebih sulit dilakukan oleh orang tua dan

pengasuh. Perubahan pola makan anak mungkin merupakan satu-

satunya tanda adanya masalah. Selain itu, kebanyakan perawatan

kemoterapi untuk anak dijadwalkan beberapa hari. Hal ini membuat

waktu dan risiko mual tertunda tidak jelas. Studi tentang pencegahan

mual dan muntah tertunda pada anak terbatas. Anak-anak biasanya

diperlakukan dengan cara yang sama seperti orang dewasa, dengan

dosis obat yang mencegah mual disesuaikan dengan usia (Hanish J,

2016).
5. Alat ukur mual muntah

Menurut Rhodes dan McDaniel (2001) dalam Apriany (2010),

ada beberapa instrumen yang dapat digunakan untuk mengukur mual

muntah. Instrumen tersebu berupa Duke Descriptive Scale (DSS),

Visual Analog Scale (VAS), Rhodess Index of nausea Vomiting and

Retching (INVR), Morrow Assessment of Nausea and Emesis

(MANE) dan Functional Living Index Emesis (FLIE), yang telah

teruji validitas dan realibilitasnya, masing-masing instrument tersebut

memiliki kekurangan dan kelebihan masing-masing. Instrument

tersebut umumnya digunakan untuk mengukur mual muntah pada

orang dewasa dan dapat pula pada anak usia sekolah dan

remaja.Sedangkan instrument yang biasa digunakan untuk usia anak

adalah Rhodess Index of nausea Vomiting and Retching (INVR).

Intrumen ini terdiri dari 8 pertanyaan, dimana akan diisi oleh

responden dengan 5 respon Skala Likert 0-4.

C. Tinjuan umum tentang anak

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002

tentang Perlindungan Anak, pasal 1 Ayat 1, Anak adalah seseorang yang

belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam

kandungan. Sedangkan menurut definisi WHO, batasan usia anak adalah

sejak anak di dalam kandungan sampai usia 19 tahun. Berdasarkan

Konvensi Hak-hak Anak yang disetujui oleh Majelis Umum Perserikatan

Bangsa-bangsa pada tanggal 20 Nopember 1989 dan diratifikasi Indonesia


pada tahun 1990, Bagian 1 pasal 1, yang dimaksud Anak adalah setiap

orang yang berusia di bawah 18 tahun, kecuali berdasarkan undang-

undang yang berlaku bagi anak ditentukan bahwa usia dewasa dicapai

lebih awal (InfoDatin, 2014).

Anak usia sekolah adalah anak yang berusia 6-12 tahun. Pada

periode usia sekolah, anak mulai memasuki dunia yang lebih luas, ditandai

anak memasuki lingkungan sekolah yang memberikan dampak

perkembangan dan hubungan dengan orang lain (Hockenbery dan Wilson,

2007 dalam Apriany, 2010). Ball dan Blinder (2003) dalam Apriany

(2010) menyatakan anak usia sekolah berada pada fase industri, dimana

aktivitas sangat bermakna bagi anak. Aktivitas akan meningkatkan harga

diri anak dan mencegah perasaan rendah diri pada anak usia sekolah.

Perkembangan sistem tubuh yang terjadi pada anak usia sekolah ditandai

dengan maturnya sistem gastrointestinal, jaringan tubuh dan organ, imun

dan tulang.

Perkembangan psikososial anak usia sekolah ditandai dengan

perkembangnya fase industri. Pada tahap industry anak mengembangkan

kemampuan personal dan kemampuan sosial perkembangan tempramen

anak dikembangkan melalui interaksi dengan lingkungan, pengalaman,

motivasi dan kemampuan. Tiga tempramen anak yang mudah, anak yang

lambat dan anak yang sulit. Perkembangan konsep diri pada anak usia

sekolah ditandai dengan anak mulai mengetahui tentang tubuh manusia

dan anak mampu mengambar figur manusia. Anak usia sekolah juga mulai
meningkat rasa keingintahuannya (Hockenbery dan Wilson, 2007 dalam

Apriany, 2010).

Anak usia antara 6-12 tahun, periode ini kadang disebut dengan masa

anak-anak pertengahan atau masa laten, masa untuk mempunyai tantangan

baru. Kekuatan kognitif untuk memikirkan banyak faktor secara simultan

memberikan kemampuan pada anak-anak untuk mengevaluasi diri sendiri

dan merasakan evaluasi orang disekitarnya (Behman et, 2000 dalam

Sarayati, 2016).

Petumbuhan adalah perubahan fisik dan peningkatan ukuran. Pola

pertumbuhan fisiologis sama untuk semua orang, akan tetapi laju

pertumbuhan bervariasi pada tahap pertumbuhan dan perkembangan

berbeda. Perkembangan adalah peningkatan kompleksitas fungsi dan

kemajuan keterampilan yang dimiliki individu untuk beradaptasi dengan

lingkungan. Perkembangan merupakan aspek perilaku dari pertumbuhan,

misalnya individu mengembangkan kemampuan berjalan, berlari dan

melakukan aktivitas yang semakin kompleks (Wilson et,2009; Kozier et,

2011 dalam Sarayati, 2016)

Perkembangan anak mencakup berbagai aspek. Secara umum

perkembangan anak mencakup perkembangan fisik, social, emosional dan

kognitif. sedangkan menurut Sastro menyatakan perkembangan anak

mencakup perkembangan fisik, kognitif, social-emosional, moral, Bahasa,

identitas diri, dan gender (Dr. Masganti, 2015). Perkembangan sistem

tubuh yang terjadi pada anak usia ditandai dengan maturnya sistem
gastrointestinal, jaringan tubuh dan organ, imun dan tulang. Perkembangan

psikososial anak usia ditandai dengan perkembangnya fase industri. Pada

tahap industri anak mengembangkan kemampuan personal dan

kemampuan sosial perkembangan tempramen anak dikembangkan melalui

interaksi dengan lingkungan, pengalaman, motivasi dan kemampuan. Tiga

tempramen anak yang mudah, anak yang lambat dan anak yang sulit.

Perkembangan konsep diri pada anak ditandai dengan anak mulai

mengetahui tentang tubuh manusia dan anak mampu mengambar figur

manusia. Anak juga mulai meningkat rasa keingintahuannya (Hockenbery

dan Wilson, 2007 dalam Apriany, 2010).

Anak mengalami stres bila dirawat dirumah sakit (hospitalisasi)

sebagaimana kelompok anak yang lain. Hospitalisasi merupakan

pengalaman baru dan sering membingungkan dan berdamfak negative.

Hospitalisasi juga membuat anak masuk ke dalam lingkungan asing

dimana mereka biasanya dipaksa untuk bias menerima prosedur yang

menakutkan, nyeri tubuh dan ketidaknyamanan (Zehr 1998, dalam

Apriany, 2010).

Terkait prosedur yang menyakitkan, prosedur pemberian obat

kemoterapi pada kasus keganasan merupakan prosedur yang menyakitkan

bagi anak, ditambah lagi efek samping yang mungkin timbul akibat

kemoterapi. Untuk mengurangi rasa tidak nyaman yang ditimbulkan akibat

efek kemoterapi, perlu dilakukan teknik nonfarmakologis. Relaksasi dan

ditraksi merupakan teknik nonfarmakologis yang dapat dilakukan untuk


menangani efek kemoterapi khususnya mual dan muntah pada anak.

Relaksasi merupakan intervensi yang membuat individu berkonsentrasi

pada stimulus yang menyenangkan dari pada berfokus pada gejala yang

tidak menyenangkan . terkait stimulus yang yang menyenangkan untuk

mencapai relaksasi yang efektif pada anak, maka perlu disesuaikan dengan

tumbuh kembang anak (Schneider,2000 dalam Apriany, 2010).

D. Tinjuan umum tentang aromaterapi

1. Pengertian Aromaterapi

Aromaterapi adalah salah satu teknik pengobatan atau perawatan

menggunakan bau-bauan yang menggunakan essential oil (Dewi,

2013). Prinsip utama aromaterapi yaitu pemanfaatan bau dari

tumbuhan atau bunga untuk mengubah kondisi perasaan, psikologi,

status spiritual dan mempengaruhi kondisi fisik seseorang melalui

hubungan pikiran dan tubuh pasien (Carstens, 2013).

Uap essential oil yang dihasilkan oleh aromaterapi secara

langsung bereaksi dengan organ penciuman sehingga langsung

dipersepsikan otak untuk mencegah terjadinya respon mual dan

muntah. Sumber minyak harum yang digunakan sebagai aromaterapi

diantaranya berasal dari pepermint, bunga lavender, bunga mawar,

jahe dan lemon (Nauli,Bayhakki & Anastasia, 2015). Senyawa-

senyawa berbau harum atau fragrance dari minyak atsiri suatu bahan

tumbuhan telah terbukti pula dapat mempengaruhi aktivitas

lokomotor. Aktivitas lokomotor merupakan aktivitas gerak sebagai


akibat adanya perubahan aktivitas listrik yang disebabkan oleh

perubahan permeabelitas membran pasca sinaptik dan oleh adanya

pelepasan transmitter oleh neuron prasinaptik pada sistem syaraf pusat

(Muchtaridi, 2008).

2. Mekanisme kerja aromaterapi

Mekanisme kerja bahan aromaterapi adalah melalui sistem

sirkulasi tubuh dan sistem penciuman. Organ penciuman merupakan

satusatunya indera perasa dengan berbagai reseptor saraf yang

berhubungan langsung dengan dunia luar dan merupakan saluran

langsung ke otak. Hanya sejumlah 8 molekul sudah dapat memicu

impuls elektris pada ujung saraf. Dibutuhkan kurang lebih sekitar 40

ujung saraf yang harus dirangsang sebelum seseorang sadar bau apa

yang dicium (Howard dan Hughes, 2007).

Bau merupakan suatu molekul yang mudah menguap di udara.

Apabila masuk ke rongga hidung melalui penghirupan, akan

diterjemahkan oleh otak sebagai proses penciuman. Prosespenciuman

terbagi dalam tiga tahap; dimulai dengan penerimaan molekul bau

tersebut oleh olfactory epithelium, yang merupakan suatu reseptor

yang berisi 20 juta ujung saraf. Selanjutnya bau tersebut akan

ditransmisikan sebagai suatu pesan ke pusat penciuman yang terletak

pada bagian belakang hidung (Howard dan Hughes, 2007). Pusat

penciuman sebesar biji buah delima pada pangkalotak. Pada tempat ini

berbagai sel neuron menginterpretasikan bau tersebut dan


mengantarnya ke sistem limbik yang selanjutnya akan dikirim ke

hipotalamus untuk diolah. Bila minyak esensial dihirup, molekul yang

mudah menguap akan membawa unsur aromatik yang terdapat dalam

kandungan minyak tersebut ke puncak hidung.

Rambut getar yang terdapat dalamnya, yang berfungsi sebagai

reseptor, akan menghantarkan pesan elektrokimia ke pusat emosi dan

daya ingat seseorang yang selanjutnya akan mengantarkan pesan balik

ke seluruh tubuh melalui sistem sirkulasi (Howard dan Hughes, 2007).

Pesan yang diantar ke seluruh tubuh akan dikonversikan menjadi

suatu aksi dengan pelepasan substansi neurokimia berupa perasaan

senang, rileks, tenang atau terangsang. Melalui penghirupan, sebagian

molekul akan masuk ke dalam paru-paru. Molekul aromatik akan

diserap oleh lapisan mukosa pada saluran pernafasan, baik pada

bronkus maupun pada cabang halusnya (bronkioli). Pada saat terjadi

pertukaran gas di dalam alveoli, molekul tersebut akan diangkut oleh

sirkulasi darah di dalam paruparu. Pernafasan yang dalam akan

meningkatkan jumlah bahan aromatik ke dalam tubuh (Howard dan

Hughes, 2007).

Respon bau yang dihasilkan akan merangsang kerja sel

neurokimia otak. Sebagai contoh, bau yang menyenangkan akan

menstimulasi talamus untuk mengeluarkan enkefalin yang berfungsi

sebagai penghilang rasa sakit alami dan menghasilkan perasaan tenang

(Howard dan Hughes, 2007).


Kelenjar pituitari juga melepaskan agen kimia ke dalam sirkulasi

darah untuk mengatur fungsi kelenjar lain seperti tiroid dan adrenal.

Bau yang menimbulkan rasa tenang akan merangsang daerah di otak

yang disebut raphe nucleus untuk mengeluarkan sekresi serotonin

yang menghantarkan kita untuk tidur (Howard dan Hughes, 2007).

Tabel
Sintesa Penelitian Sebelumnya

N Judul Penelitian dan Jenis Sampel dan Teknik Hasil Penelitian


o Nama Jurnal Penelitian Penarikan Sampel
1. Rostinah Manurung,2017 Desain Tehnik pengambilan Hasil penelitian menunjukkan
penelitian sampel dengan bahwa pengaruh pemberian
Pengaruh pemberian adalah pre- accidental sampling yang aromtherapi jahe di Rumah Sakit
aromatherapi jahe experimental  terdiri dari 30 Umum Imelda Pekerja Indonesia
terhadap penurunan mual dengan  responden.  . Medan mayoritas dengan kategori
dan muntah pada pasien desain post baik sebanyak 23 responden (76,6
kanker yang menjalani test only % )dan kategori minoritas atau
design.  kurang sebanyak 4 responden( 13,3
kemoterapi di rumah % ) 
sakit umum imelda
pekerja indonesia medan
tahun 2017

2. Karolin Adhisty, Firnaliza Design pengambilan data Hasil penelitian didapatkan


Rizona, Maya penelitian menggunakan beberapa sebelum pemberian
kuesioner yang
Hudiyati,2019 pre- aromaterapi jahe keluhan
digunakan untuk
pengaruh inhalasi eksperime mengukur status mual muntah pada responden
aromatherapi citrus n dengan kesehatan pasien kanker. berada pada kategori mual
terhadap efek nausea dan one group Kuesioner yang muntah sedang 17 responden
vomitus pasca kemoterapi pretest – digunakan antara lain (63%) dan sesudah diberikan
kuesioner karakteristik
pasien kanker serviks di posttest. aromaterapi jahe sebagian
responden,
rsup dr. mohammad hoesin screening palliative besar kategori mual muntah
palembang performance scale, sedang 19 responden
kuesioner EORTC QLQ- (70,4%). Analisis statistik
C30 dan kuesioner menggunakan uji Wilcoxon
Rhodes INVR. Jumlah
Match Pair Test didapatkan
sampel sebanyak 34
responden dengan nilai p-value adalah 0,000
cara purposive
sampling melalui
pemilihan berdasarkan
kriteria inkusi dan ekslusi
yang ada.
3. Oktavia Muninggar Penelitian Sampel penelitian Hasil penelitian: Efek
Wijayanti 2017 mengguna sebanyak 20 samping dari kemopterapi
berbagai tindakan orang kan responden. Teknik pada anak leukemia adalah
tua dalam mengatasi efek metode sampling 1). 75% anak mengalami
samping kemoterapi pada deskriptif menggunakan teknik mual, tindakan orang tua
anak leukemia di rsud dr. purposive sampling. yang dilakukan adalah
moewardi surakarta Instrumen penelitian memberikan minyak kayu
menggunakan putih, 2). 75% muntah,
kuesioner. tindakan yang dilakukan
adalah memberikan obat anti
mual muntah, diberikan air
hangat, minyak kayu putih,
dan diberikan jeruk, 3). 40%
kerontokan rambut, tindakan
yang dilakukan orangtua
adalah memotong rambut, 4).
35% gangguan mulut,
tindakan yang dilakukan
orangtua adalah memberikan
obat Sariawan dan diberi
buah jeruk, 5). 20% memar,
tindakan yang dilakukan
orangtua adalah membatasi
kegiatan bermain dan
memberikan obat, 6). 10%
diare, tindakan yang
dilakukan orangtua adalah
memberikan obat anti diare.
7). 55% penurunan nafsu
makan, tindakan orang tua
adalah memberikan
makanan sesuai kesukaan
anak dan suplemen, 8). 70%
kelelahan, tindakan yang
dilakukan orangtua adalah
menyuruh anak istirahat
yang cukup, 9). 60% risiko
infeksi meningkat, tindakan
yang dilakukan adalah
menjaga kebersihan anak.
10.) 25% anemia, tindakan
yang dilakukan orang tua
adalah memberikan
makanan yang mengandung
zat besi seperti sayuran
berdaun hijau, hati ayam,
sapi, dan meningkatkan
istirahat anak, 11). 15% kulit
kering, tindakan yang
dilakukan orangtua adalah
memberikan body lotion dan
penggunaan sabun mandi
sesuai dengan pH kulit, 12).
15% konstipasi, tindakan
yang dilakukan orangtua
adalah memberikan anak
makanan tinggi serat,
memberikan obat laxative
atau pencahar
4. Nindya Shinta R., Bakti Study Study referensi Chemotherapy induced
Surarso,2016 referensi nausea and vomiting
Terapi mual muntah pasca diklasifikasikan menjadi
kemoterapi akut, lambat dan antisipatori.
Terapi CINV melalui
pendekatan kompehensif
yang meliputi pemberian anti
emetik, suplementasi herbal,
metode akupunktur, dan
intervensi
biopsychobehavioral. Anti
emetik yang diberikan yaitu
antagonis reseptor 5-HT3,
antagonis reseptor NK-1,
antagonis dopamin,
kortikosteroid,
benzodiazepin, dan
antihistamin.

V. KERANGKA KONSEP

A. Dasar Pemikiran Variabel Peneliti

Kerangka konsep adalah alur penelitian yang memerlihatkan variabel-

variabel yang memengaruhi dan yang dipengaruhi. Atau dengan kata lain

dalam kerangka konsep akan terlihat faktor-faktor yang terdapat dalam

variable penelitian (Muhammad, 2013).

Kemoterarapi adalah modalitas kanker yang paling sering digunakan

pada kanker stadium lanjut lokal, maupun metastatis dan sering menjadi

satu-satunya pilihan metode terapi yang efektif diamna kita ketahui bahwa

salah satu efek dari kemoterapi adalah maual dan munta. Kita ketahui
bahwa salah satu cara untuk menurunkan mual dan muntah dengan

memberikan aromaterapi.

B. Pola Pikir Variabel Peneliti

Variabel independen dalam penelitian ini adalah aroma terapi dan variabel

dependen dalam penelitian ini adalah penurunan mual dan muntah.

Penelitian ini dirancang untuk membandingkan kelompok yang belum

mendapatkan intervensi dan kelompok yang telah mendapatkan intervensi.

Kerangka konsepnya dapat digambarkan sebagai berikut:

Aroma terapi

Penurunana mual dan


Anak yang menjalani muntah
kemoterapi
C. Definisi Operasional dan Kriteria Objektif

1. Aroma Terapi

Aroma terapisalah satu teknik pengobatan atau perawatan

menggunakan bau-bauan yang menggunakan essential oil dengan

pemanfaatan bau dari tumbuhan atau bunga untuk mengubah kondisi

perasaan, psikologi, status spiritual dan mempengaruhi kondisi fisik

seseorang

2. Mual muntah

Mual dan muntah merupakan efek samping serius dari terapi

kanker yang mempengaruhi kebanyakan pasien yang menjalani

kemoterapi. Cara pengukuran mual muntah dilakukan dengan


menghitung frekunsi mual muntah setelah dilakukan kemoterapi dengan

menggunakan sebaran data ratio.

Kriteria objektif

Pree test : Frekuensi mual muntah akibat kemoterapi sebelum di

berikan aromaterpi

Post test : Frekuensi mual muntah akibat kemoterapi sesudah di

berikan aromaterpi

VI. METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah quasi-

eksperimen yang bersifat one group pretest-postest design yaitu rancangan

eksperimen dengan cara sampel mengukur frekuensi mual muntah post

kemoterapi sebelum dan sesudah dilakukan treatment (intervensi) untuk

mengidentifikasi pengaruh aroma terapi dengan frekuensi mual muntah

post kemoterapi pada pasien anak, sebelum dan sesudah dilakukan

intervensi.

B. Lokasi dan Waktu Penelitian

1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini akan dilaksnakan di ruang lontara 4 anak depan RSUP

DR wahidin sudirohusodo makassar

2. Waktu Penelitian

Penelitian akan dilaksanakan pada bulan Januari – Februari 2021


C. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi yang diambil dalam penelitian ini adalahdata tiga bulan

terakhir tahun 2020 yaitu semua anak yang telah melakukan

kemoterapi diruang lontara 4 anak depan RSUP DR Wahidin

Sudirohusodo Makassar sebanyak 121 orang.

2. Sampel

Sampel merupakan bagian populasi yang akan diteliti atau sebagaian

jumlah dari karakteristik yang dimiliki populasi. Teknik pengambilan

sampel dalam penelitian ini adalah Purporsive Sampling. Purporsive

Sampling adalah teknik penentuan atau cara pengambilan sampel

untuk tujuan tertentu. Sampel dalam penelitian ini adalahanak yang

berada diruang lontara 4 anak depan RSUP DR Wahidin Sudirohusodo

Makassar.

Dalam menghitung besar sampel yang digunakan dalam penelitian ini

adalah dengan menggunakan rumus dari rumus Isaac dan Michael

dalam Sugiyono (2013) :

N . Zα . p . q
n= 2 2
d ( N −1)+ Zα . p . q

121.1,96 .0,5.0,5
n= 2 2
0,05 ( N −1 )+1,96 .0,5 .0,5

59,29
n=
0,3+ 0,9604

59,29
n=
0,3+ 0,9604
59,29
n=
1,2604

n=47,04

Keterangan:

n = Number of samples (jumlah sampel)

N = Total population (jumlah populasi terjangkau)

Zα = Nilai standar normal untuk α = 0,05 (1,96)

p = Perkiraan proporsi (50 %)

q = 1 – p (100% - p)

d = Tingkat kesalahan yang dipilih atau presisi (0,05)

Sehingga dengan menggunakan rumus diatas, jumlah sampel yang

dibutuhkan dalam penelitian sebanyak 47 orang. Adapun kriteria

sampel sebagai berikut

a. Kriteria Inklusi :

1) Anak berusia 7 – 16 tahun

2) Mendapatkan tindakan kemoterapi

3) Kesadaran komposmentis

b. Kriteria Eksklusi :

Memiliki riwayat penyakit yang dapat menyebabkkan mual muntah

seperti gastritis dan lain-lainnya.

D. Pengumpulan Data

Jenis dari sumber data dikumpulkan dan dibedakan dalam penelitian ini

adalah:
1. Data Primer

Data primer dikumpulkan dengan melakukan wawacara terbimbing

dan responden dengan menggunakan daftar pertanyaan yang telah

tersedia (kuesioner)

2. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang didapatkan dari Rekam Medis RSUP

DR Wahidin Sudiro Husodo Makassar tentang jumlahanak yang telah

melakukan kemoterapi dan mengalami efek samping mual muntah.

E. Pengolahan Data

Pengolahan data dilakukan untuk mendapatkan hassil penelitian dengan

tujuan penelitian dengan tahap-tahap:

1. Penyuntingan (Editing)

Langkah dalam melakukan editing adalah melakukan penataan pada

semua lembar jawaban dengan memastikan semua data yang

diinginkan diperoleh dalam kuisioner diisi sesuai dengan petunjuk

yang telah diberikan

2. Pengkodean (Coding)

Lembaran kartu kode adalah instrumen berupa kolom-kolom untuk

merekam data secara manual lembaran atau kode yang berisi nomor

responden dan nomor pertanyaan.

3. Memasukan Data (Entry Data)

Memasukan data dengan cara mengisi kolom-kolom atau kotak-kotak

lembaran kode sesuai dengan jawaban masing-masing pertanyaan.


4. Pembersihan (Cleaning)

Proses ini disebut juga vanishing entry yaitu data yang sudah

dimasukkan kedalam program statistik kemudian dilakukan

pengecekkan kembali untuk mengevaluasi apakah masih terdapat

kesalahan atau tidak.

F. Analisa Data

1. Analisis Univariat

Analisis univariat adalah analisis kuantitatif yang bertujuan untuk

mendeskriptifkan karakteristik masing-masing variabel yang diteliti

(Hastono, 2007; Sugiyono, 2013). Analisis univariat yang digunakan

dalam penelitian ini adalah analisis gambaran kejadian mual muntah

sebelum dan sesudah diberikan aroma terapi. Data disajikan dalam

bentuk nilai mean atau rata-rata kejadian mual muntah sebelum dan

sesudah diberikan intervensi

2. Analisis Bivariat

Analisa bivariat digunakan untuk mengetahui hubungan antara

frekuensi mual muntah post kemoterapi sebelum dan sesudah

dilakukan intervensi. Sebelum dilakukan analisis bivariat terlebih

dahulu dilakukan ujia normalitas, jika sebaran data normal maka uji

yang digunakan adalah Uji Paired sampel t Test. Sedangkan jika

sebaran data tidak normal maka uji yang digunakan adalah Uji

Wilcoxon. (Muhammad, 2014).Syarat/asumsi yang harus dipenuhi

adalah sebagai berikut:


Berdasarkan uji statistik tersebut maka dapat diputuskan :

1) Bila nilai p > 0,05, artinya bahwa tidak ada perbedaan Intensitas

mual muntah post kemoterapi sebelum dan sesudah diberi

intervensi (aroma terapi ).

2) Bila nilai p < 0,05, artinya bahwa ada perbedaan Intensitas mual

muntah post kemoterapi sebelum dan sesudah diberi intervensi

(aroma terapi).

G. Penyajian Data

Data yang telah dianalisa akan disajikan dalam bentuk tabel yang disertai

dengan penjelasan.

H. Etika Penelitian

Etika penelitian bertujuan untuk melindungi hak-hak, subjek dalam semua

disiplin ilmu harus dilindungi dengan baik, jika subjek sangat rentan

(seperti halnya sampel), penelitian harus menjelaskan bagaimana hak-hak

subjek seperti:

1. Lembaran Persetujuan (Informed Consent)

Sebelum melakukan penelitian penelitti akan meminta persetujuan

dari responden terlebih dahulu dengan memberikan lembar

persetujuan agar responden mengerti dan paham tujuan penelitian

2. Tanpa Nama (Anonimity)

Dalam melakukan penelitian, peneliti tidak mencantumkan nama

responden pada lembar alat ukur hanya menuliskan kode pada lembar

pengumpulan data.
3. Kerahasiaan (Confidentiality)

Menjamin kerahasiaan hassil penelitian. Semua data diperoleh peneliti

akan di jaga kerahasiaanya hanya informasi data tertentu yang akan

dilaporkan oleh peneliti.


DAFTAR PUSTAKA

Anastasia, S., Bayhakki, & Nauli, F. (2015). Pengaruh Aromaterapi Inhalasi


Lavender Terhadap Kecemasan Pasien Gagal Ginjal Kronik yang Menjalani
Hemodialisis. Journal. PSIK. Universitas Riau

Apriani, N.R. (2013). Hubungan tingkat pengetahuan tentang kanker payudara


dengan tindakan memeriksa payudara sendiri (SADARI) pada siswi SMA
Muhammadiyah Kasihan tahun 2013. Naskah Publikasi. Program Studi
Bidan Pendidik jenjang DIV Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan ‘Aisyiyah
Yogyakarta

Apriany, D. (2010). Pengaruh terapi musik terhadap mual  muntah


lambat akibat kemoterapi  pada anak usia sekolah yang menderita kanker
di RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung.Thesis, Universitas Indonesia,
Depok

Alatas, H, dan Hassan, R. 2007. Ilmu Kesehatan Anak. IKA FKUI. Jakarta.

Alfan, Muhammad. 2013. Pengantar Filsafat Nilai. CV.Pustaka Setia. Bandung.

Ali, Muhammad. 2014. Metodologi Dan Aplikasi Riset Pendidikan. Bumi.


Jakarta.

Apriany, D. 2016. Asuhan Keperawatan Anak Dengan Keganasan. Refika


Aditama. Bandung.

Bain, B J. 2015. Hematologi. EGC. Jakarta.

Bakta, M. 2013. Hematologi Klinik Ringkas. EGC. Jakarta.

Carstens, J. (2013). Complementary therapies (aromatheapy and herbal medicine):


clinician information, Evidence Summaries-Joanna Briggs Institute

Dewi, VNL. 2013. Asuhan Neonatus Bayi Dan Anak Balita. Jakarta: Salemba
Medika

Enikmawati, Anik. (2015). Pengaruh Terapi Aroma Jahe Terhadap Mual Dan
Mutah Akut Akibat Kemoterapi Pada Penderita Kanker Payudara di RSI
Muhammadyah Surakarta. Jurnal Kebidanan. 07 (02) 115222. Vol 7. No 2

Garret, et al. (2003). Managing Nause and Vomiting Current Strategies. Journal
Critical care nurs. Vol 23, No. 1.

Howard S, Hughes. (2007). Not aroma, explain impact of lavender aromaterapy.


New journal of Medicine. 5 (365):479 – 485.
Hanish, J. Nause and Vomiting. 2016. Nasional Compherensive Cancer Network.
USE.

Info Datin .2014.Pusat Data Dan Informasi Kementerian Kesehatan RI

Kiswari, R. 2016. Hematoligi dan Transfusi. Erlangga. Jakarta.

Karolin Adhisty, Firnaliza Rizona, Maya Hudiyati.2019.pengaruh inhalasi


aromatherapi citrus terhadap efek nausea dan vomitus pasca kemoterapi
pasien kanker serviks di rsup dr. mohammad hoesin
palembang.https://ejournal.unsri.ac.id/index.php/jk_sriwijaya/article/view
/7649

Masganti, Dr. 2015. Psikologi Perkembangan Anak Usia Dini. Perdana Mulya
Sarana. Jakarta.

Moss, PHA.et al. 2012. Kapita Selekta Hematologi. EGC. Jakarta

Muchtaridi. (2008). Tinjauan Aktifitas Farmakologi Aromaterapi. Farmaka

Muhammad, 2013, Metodologi Penelitian Ekonomi Islam Pendekatan Kuantitatif


Dilengkapi Contoh-Contoh Aplikasi: Proposal Penelitian dan
Laporannya,.Jakarta: Rajawali Press

Nindya Shinta R., Bakti Surarso.2016.Terapi mual muntah pasca kemoterapi.


http://journal.unair.ac.id/download-fullpapers-thtklac6b53d6eefull.pdf

Oktavia Muninggar Wijayanti .2017.berbagai tindakan orang tua dalam


mengatasi efeksamping kemoterapi pada anak leukemia di rsud dr.
moewardi Surakarta. http://eprints.ums.ac.id/55708/

Notoatmodjo, S. 2012. Metode Penelitian Kesehatan. PT RINEKA CIPTA.


Jakarta.

Rio, S., & Suci, E. S. (2017). Persepsi tentang Kanker Serviks dan Upaya
Prevensinya pada Perempuan yang Memiliki Keluarga dengan Riwayat
Kanker. Jurnal Kesehatan Reproduksi, 4(3), 159-169.
https://doi.org/10.22146/jkr.36511

Radji, M. 2017. Antibiotik dan Kemoterapi. EGC. Jakarta.

Rostinah Manurung.2017.Pengaruh pemberian aromatherapi jahe terhadap


penurunan mual dan muntah pada pasien kanker yang menjalani kemoterapi
di rumah sakit umum imelda pekerja indonesia medan.
http://jurnal.uimedan.ac.id/index.php/JURNALKEPERAWATAN/article/vi
ew/277

Sarayati. 2016.Analisis Faktor Perilaku Seksual Pada Anak Sd Di Sdn Dukuh


Kupang Ii – 489 Kecamatan Dukuh Pakis Kelurahan Dukuh Kupang
Surabaya. Jurnal http://repository.unair.ac.id/29636/

Shinta & Surarso. (2016). Terapi Mual Muntah Pasca Kemoterapi. Jurnal Ilmu
Kesehatan THT Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga. 9(2). 74-83

Sugiyono. (2013). Metode penelitian kuantitatif kualitatif, dan R&D. Bandung :


Alfabeta

Susanti & Tarigan. (2012). Karakteristik Mual Dan Muntah Serta Upaya
Penanggulangan Oleh Penderita Kanker Yang Menjalani Kemoterapi.
Diakses dalam www.breastcancer.go.id.

Sulaksono. (2013). Khasiat daun dan minyak peppermint bagi kesehatan.


http://www.carakhasiatmanfaat.com/artikel/khasiat-pepermint-
bagikesehatan.html

Widagdo, D. O. K. (2014). Pengaruh Good Corporate Governance Terhadap


Kinerja Perusahaan. Skripsi Universitas Diponegoro Semarang

Yayasan kanker Anak Indonesia. (2012). October 18 2016


http://www.yoaifoundation.org
LEMBAR OABSERVASI
PENGARUH PEMBERIAN AROMA TERAPI TERHADAP
PENURUNAN MUAL DAN MUNTAH PADA ANAK YANG MENJALANI
KEMOTERAPI DI RUANG LONTARA 4 ANAK DEPAN RSUP DR
WAHIDIN SUDIROHUSODO MAKASSAR

Kode : (diisi oleh peneliti)


Tanggal :
Pukul : WITA
Kuesioner penelitian ini terdiri dari 2 (dua) bagian :
Bagian A : Mengenai karakteristik responden
1. Usia anak :
2. Jenis Kelamin :
3. Jenis Kanker :
4. Jenis Kemoterapi :
5. Ruang :
Bagian B :
Pengukuran frekuensi kejadian mual muntah
Petunjuk : Beri satu tanda pada kolom disetiap baris yang sesuai dengan kejadian
yang dialami anak.
Tanggal :

Frekuensi mual muntah Pree Frekuensi mual muntah Post

*Diisi oleh peneliti

Anda mungkin juga menyukai