Anda di halaman 1dari 48

I.

Judul Percobaan : Pengaruh Konsentrasi dan pH terhadap Aktivitas


Enzim
II. Hari, dan Tanggal Percobaan : Kamis, 14 September 2017,
pukul 9.40-13.00 WIB
III.Tujuan Percobaan :
1.Membuktikan bahwa konsentrasi enzim
mempengaruhi aktivitas enzim
2.Membuktikan bahwa pH mempengaruhi kecepatan
reaksi enzimatik
IV.Dasar Teori
A.Pengertian Enzim
Enzim adalah protein yang mengkatalisis pada reaksi biokimia.
Enzim merupakan suatu polimer yang berfungsi sebagai katalis pada
reaksi kimia yang berlangsung dalam tubuh. Pada reaksi biologis di dalam
tubuh manusia berlangsung pada suhu 370C dan dalam medium yang
berair. Sebagian besar enzim merupakan protein globular yang larut dalam
sitoplasma dan cairan tubuh lainnya. Tidak semua protein yang ada di
dalam tubuh merupakan enzim. Protein dapat dikatakan sebagai enzim
apabila protein tersebut dapat berfungsi sebagai katalis dalam reaksi kimia.
Beberapa enzim bekerja bersama suatu kofaktor non protein, yang dapat
berupa senyawa organik maupun anorganik.

Suatu reaksi yang di katalisis oleh enzim mempunyai energi


aktivasi yang lebih rendah, dengan demikian membutuhkan lebih sedikit
energi untuk berlangsungnya reaksi tersebut. Enzim mempercepat reaksi
kimiawi secara spesifik tanpa pembentukan hasil samping dan bekerja
pada larutan dengan keadaan suhu dan pH tertentu. Aktivitas enzim dapat
dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti konsentrasi enzim, konsentrasi
substrat, suhu dan pH (Pelczar dan Chan, 2005).
Enzim dapat diperoleh dari sel-sel hidup dan dapat bekerja baik
untuk reaksi-reaksi yang terjadi di dalam sel maupun di luar sel.
Pemanfaatan enzim untuk reaksi-reaksi yang terjadi di luar sel banyak
diaplikasikan dalam dunia industri seperti industri makanan, deterjen,
penyamakan kulit, kosmetik, dll (Moon dan Parulekar, 1993).
Pemanfaatan enzim dapat dilakukan secara langsungmenggunakan enzim
hasil isolasi maupun dengan cara pemanfaatan mikroorganisme yang dapat
menghasilkan enzim yang diinginkan.
Enzim dapat diperoleh dari makhluk hidup seperti hewan,
tumbuhan dan mikroorganisme. Beberapa contoh enzim protease yang
bersumber dari tumbuhan yaitu bromelin dari nanas, papain dari pepaya,
lisozim dari putih telur. Meskipun banyak sumber dapat menghasilkan
enzim yang berasal dari hewan dan tumbuhan, namun pemanfaatan
mikroorganisme sebagai sumber enzim lebih banyak diminati, karena
enzim dari mikroorganisme dapat dihasilkan dalam waktu yang sangat
singkat, mudah diproduksi dalam skala besar, proses produksi bisa
dikontrol, kemungkinan terkontaminasi oleh senyawa-senyawa lain lebih
kecil, dan dapat diproduksi secara berkesinambungan dengan biaya yang
relative rendah (Thomas, 1989).
Enzim bekerja sangat spesifik dalam kerja katalitiknya, sehingga
enzim dikatakan mempunyai sifat sangat khas karena hanya bekerja pada
substrat tertentu dan bentuk reaksi tertentu. Kespesifikan ini disebabkan
oleh bentuknya yang unik dan adanya gugus-gugus polar atau nonpolar
dalam struktur enzim (Fesssenden, 1992). Salah satu fungsi yang paling
menonjol dari protein adalah aktivitas enzim. Enzim mempunyai fungsi
khusus antara lain yaitu : (1) menurunkan energi aktivasi, (2)
mempercepat reaksi pada suhu dan tekanan tetap tanpa mengubah
besarnya tetapan seimbangnya, dan (3) mengendalikan reaksi (Page, 1997)
B. Sifat-sifat Enzim
Enzim sebagai suatu senyawa yang berstruktur protein baik murni
maupun protein yang terikat pada gugus non protein, memiliki sifat yang
sama dengan protein lain yaitu :
a. dapat terdenaturasikan oleh panas,
b. terpresipitasikan atau terendapkan oleh senyawa-senyawa
organic cair seperti etanol dan aseton juga oleh garam-garam
organic berkonsentrasi tinggi seperti ammonium sulfat,
c. memiliki bobot molekul yang relatif besar sehingga tidak dapat
melewati membran semi permeabel atau tidak dapat terdialisis
(Poedjiadi, 1994).
Enzim yang diisolasi dari sumber alamnya dapat dipakai secara in
vitro untuk penelitian secara rinci reaksi-reaksi yang dikatalisis. Laju
reaksi dapat diubah dengan mengubah parameter-parameternya seperti pH,
suhu dan dengan mengubah secara kualitatif maupun kuantitatif komposisi
ion dari medianya atau dengan mengubah ligand selain substrat atau
koenzim (Poedjiadi, 1994).Molekul-molekul enzim merupakan katalis
yang sangat efisien dalam mempercepat pengubahan substrat menjadi
produk-produk akhir. Satu molekul enzim tunggal dapat melakukan
perubahan sebanyak seribu molekul substrat per detik. Kenyataan ini
sekaligus menjelaskan bahwa molekul enzim tidak dikonsumsi ataupun
mengalami perubahan selama proses reaksi berlangsung. Namun demikian
ada beberapa hal yang perlu diperhatikan bahwa enzim tidak stabil
aktivitasnya dan dapat berkurang atau bahkan menghilang oleh berbagai
pengaruh baik kondisi fisik maupun kimia seperti suhu, pH, dan lain
sebagainya (Pelczar dan Chan, 2005).
Laju katalisis enzim dapat dipengaruhi dengan mencolok bahkan
hanya dengan perubahan-perubahan kecil dalam lingkungan kimianya dan
di dalam batasan fisiologisnya, dan perubahan-perubahan ini jelas
berperan dalam pengontrolan dan pengaturan sistem enzim yang saling
berhubungan yang diperlukan untuk sel-sel kehidupan (Poedjiadi, 1994).
C. Klasifikasi enzim
Klasifikasi enzim dapat dibedakan sebagai berikut :
a. Berdasarkan tempat bekerjanya enzim dibedakan menjadi dua, yaitu:
1. Endoenzim, disebut juga enzim intraseluler, yaitu enzim yang bekerja
di dalam sel.
2. Eksoenzim, disebut juga enzim ekstraseluler, yaitu enzim yang bekerja
di luar sel.
b. Berdasarkan fungsinya enzim dapat dibedakan menjadi enam kelas dan
tiap kelas mempunyai beberapa subkelas. Dalam tiap subkelas, nama
resmi dan nomor klasifikasi dari tiap enzim melukiskan reaksi yang
dikatalisis berdasarkan IUPAC yaitu :
1.Oksidoreduktase, mengkatalisis reaksi oksidasi-reduksi, meliputi
reaksi pemindahan elektron, hidrogen atau oksigen.
2.Transferase, mengkatalisis perpindahan gugus molekul dari suatu
molekul ke molekul yang lain, seperti gugus amino, karbonil, metil,
asil, glikosil atau fosforil.
3. Hidrolase, mengkatalisis pemutusan ikatan antara karbon dengan
berbagai atom lain dengan adanya penambahan air.
4. Liase, mengkatalisis penambahan gugus fungsi dari suatu molekul
tanpa melalui proses hidrolisis.
5. Isomerase, mengkatalisis reaksi isomerisasi.
6. Ligase, mengkatalisis reaksi penggabungan dua molekul dengan
dibebaskannya molekul pirofosfat dari nukleosida trifosfat.
c. Berdasarkan cara terbentuknya dibedakan menjadi dua, yaitu :
1. Enzim konstitutif, yaitu enzim yang jumlahnya dipengaruhi kadar
substratnya, misalnya enzim amilase.
2. Enzim adaptif, yaitu enzim yang pembentukannya dirangsang oleh
adanya substrat, contohnya enzim
3. β-galaktosidase yang dihasilkan oleh bakteri E.coli yang
ditumbuhkan di dalam medium yang mengandung laktosa (Lehninger,
1982).
D. Faktor yang mempengaruhi aktivitas enzim
Beberapa faktor yang mempengaruhi aktivitas enzim sebagai berikut :
a. Suhu
Enzim mempercepat terjadinya reaksi kimia pada suatu sel hidup.
Dalam batas-batas suhu tertentu, kecepatan reaksi yang dikatalisis
enzim akan naik bila suhunya naik. Reaksi yang paling cepat terjadi
pada suhu optimum (Rodwell, 1988). Suhu yang terlalu tinggi akan
menyebabkan enzim terdenaturasi (Poedjiadi, 1994). Pada suhu 00 C
enzim tidak aktif (tidak rusak) dan dapat kembali aktif pada suhu
normal (Lay and Sugyo, 1992). Hubungan antara aktivitas enzim
dengan suhu ditunjukkan dalam Gambar 1.

b. pH
Potensial Hidrogen (pH) merupakan salah satu faktor penting yang
harus diperhatikan apabila bekerja dengan enzim, hal ini
dikarenakan enzim hanya mampu bekerja pada kondisi pH tertentu
saja. Suatu kondisi pH dimana enzim dapat bekerja dengan
aktivitas tertinggi yang dapat dilakukannya dinamakan pH
optimum. Sebaliknya pada pH tertentu enzim sama sekali tidak
aktif atau bahkan rusak. Hal ini dapat dijelaskan karena diketahui
bahwa enzim merupakan molekul protein, molekul protein
kestabilannya dapat dipengaruhi oleh tingkat keasaman lingkungan,
pada kondisi keasaman yang ekstrim molekul-molekul protein dari
enzim akan rusak. Bila aktivitas enzim diukur pada pH yang
berlainan, maka sebagian besar enzim didalam tubuh akan
menunjukan aktivitas optimum antara pH 5,0 - 9,0, kecuali
beberapa enzim misalnya pepsin (pH optimum = 2). Ini disebabkan
oleh :

1. Pada pH rendah atau tingi, enzim akan mengalami denaturasi.


2. Pada pH rendah atau tinggi, enzim maupun substrat dapat
mengalami perubahan muatan listrik dengan akibat perubahan
aktivitas enzim. Hubungan antara pengaruh pH terhadap
aktivitas enzim dapat digambarkan dengan kurva pada Gambar
2 berikut :

c. Konsentrasi enzim
Konsentrasi enzim secara langsung mempengaruhi
kecepatan laju reaksi enzimatik dimana laju reaksi meningkat
dengan bertambahnya konsentrasi enzim (Poedjiadi, 1994). Laju
reaksi tersebut meningkat secara linier selama konsentrasi enzim
jauh lebih sedikit daripada konsentrasi substrat. Hal ini biasanya
terjadi pada kondisi fisiologis (Page, 1997). Hubungan antara laju
reaksi enzim dengan konsentrasi enzim ditunjukkan dalam Gambar
3.

d. Kosentrasi Substrat
Bila konsentrasi substrat (S) bertambah, sedangkan keadaan lainya
tetap sama, kecepatan reaksi juga akan meningkat sampai suatu
batas maksimum V. Pada titik maksimum ini enzim telah jenuh
dengan subtrat. Seperti pada gambar. Pada titik-titik A dan B belum
semua enzim bereaksi dengan subtrat, maka pada A dan B
penambahan subtrat S akan menyebabkan jumlah EnzS bertambah
dan kecepatan reaksi v akan bertambah, sesuai dengan penambahan
S. Pada titik C semua enzim telah bereaksi denagn subtrat,
sehingga penambahan S tidak akan menambah kecepatan reaksi,
karena tidak ada lagi enzim bebas. Pada titik B kecepatan reaksi
tepat setengah kecepatan maksimum. Konsentrasi subtrat yang
menghasilkan setengah kecepatan maksimum dinamakan harga Km

atau konstanta Michaelis.

e. Aktivator dan inhibitor


Beberapa enzim memerlukan aktivator dalam reaksi katalisnya.
Aktivator adalah senyawa atau ion yang dapat meningkatkan
kecepatan reaksi enzimatis. Komponen kimia yang membentuk
enzim disebut juga kofaktor. Kofaktor tersebut dapat berupa ion-ion
anorganik seperti Zn, Fe, Ca, Mn, Cu atau Mg atau dapat pula
sebagai molekul organik kompleks yang disebut koenzim
(Martoharsono, 1984). Menurut Wirahadikusumah (1997) inhibitor
merupakan suatu zat kimia tertentu yang dapat menghambat aktivitas
enzim. Pada umumnya cara kerja inhibitor adalah dengan menyerang
sisi aktif enzim sehingga enzim tidak dapat berikatan dengan substrat
dan fungsi katalitik enzim tersebut akan terganggu (Winarno, 1986).
E. Air liur
Getah saliva dihasilkan oleh kelenjar ludah yang terdapat dalam
rongga mulut, yang mengandung air sekitar 99%. Zat padat yang
terdapat dalam saliva diantaranya ptyalin (amylase), musin (suatu
senyawa glikoprotein) dan sejumlah senyawa-senyawa yang juga
terdapat dalam darah dan urin seperti amoniak, asam-asam amino, urea,
asam urat, kolestrol serta kation (Ca2+, Na+, K+,Mg2+) dan anion seperti
PO43-, Cl- dan HCO3- pH sekitar 6,8 (Anonimous, 2011).
Ptyalin merupakan protein yang berada di dalam air liur. Ptyalin
dapat membantu proses pencernaan makanan dengan memecah pati
menjadi potongan-potongan gula yang larut air. Enzim ptyalin
merupakan nama lain dari amylase yang hanya ditemukan dalam air liur
manusia. Zat ini dikenal lebih akrab sebagai amylase saliva
(Anonimous, 2010).
F. Enzim Amilase
Amilase merupakan salah satu enzim potensial dalam proses
industri. Amilase dapat diperoleh dari bakteri Azopsirillum sp. JG3.
Amilase ini dapat dimanfaatkan untuk hidrolisis pati ubi kayu pada
pembuatan dekstrin. Dekstrin memiliki peran yang cukup penting
dalam industri seperti pembuatan roti, makanan bayi dan bahan
penyalut lapis tipis tablet. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
karakterisasi biokimiawi amilase hasil fraksinasi dari Azospirillum sp.
JG3 serta potensinya dalam pembuatan dekstrin (Zusfahair, 2012).
Enzim -amilase (EC 3.2.1.1) mengkatalisis pemutusan ikatan -D-
(1,4)-glikosidik pada pati, glikogen dan oligosakarida. Enzim ini
banyak digunakan pada proses-proses industri baik pada industri
pangan maupun non pangan. Pada industri pangan salah satunya
digunakan dalam memproduksi sirup gula cair, sedangkan di industri
non pangan enzim ini banyak dipakai pada industri tekstil, terutama
pada proses desizing yaitu proses penghilangan pati sebagai pelapis
tekstil. Kestabilan sebagian besar enzim khususnya -amilase terhadap
suhu sangat rendah, sehingga diperlukan suatu metode untuk
meningkatkan kestabilan enzim (Yandri, 2009).
Berbagai mikroba yang mampu menghasilkan α-amilase berhasil
diisolasi dan dimurnikan, seperti (Srivastava, 1984), Streptococcus
bovisJB1 dan Lactobacillus plantarum Nilai Km Vmaks α-amilase
ditentukan dengan melakukan uji hidrolisis enzim dalam soluble starch
pada konsentrasi 0,25-1% dengan suhu inkubasi 90o C. Gula reduksi
diukur, kemudian konstanta Km Vmaks ditentukan dengan metode
Lineweaver-Burk (Lestari, 2011).

G. Larutan Pati
Pati adalah cadangan pangan utama pada tanaman dan membentuk
sebuah bagian besar dari asupan kalori harian dalam makanan manusia.
Industri, Pati telah menjadi bahan baku utama dalam produksi berbagai
produk termasuk bio-ethanol, coatingandanti-stalingagents. Permintaan
untuk produk akhir berkualitas tinggi melalui pengolahan luas Pati,
hanya dapat dipenuhi melalui penggunaan berbagai pati dan α-glukan
memodifikasi enzim. Pentingnya ekonomi enzim-enzim ini adalah
sedemikian rupa sehingga industri Pati telah berkembang menjadi pasar
terbesar untuk enzim setelah industri deterjen. Namun, sebagai industri
berbasis Pati mengembangkan dan memperluas permintaan untuk lebih
efisien enzim yang mengarah ke lebih rendah biaya produksi dan
meningkatkan kualitas produk yang tinggi (Kelly, 2009).
Banyak mikroorganisme menghasilkan enzim amilase, yang paling
umum digunakan untuk aplikasi industri mereka adalah Bacillus
licheniformis, amyloliquifaciens dan Aspergillus niger. menonjol
sebagai penghasil enzim yang mudah, biasanya diaplikasikan pada hal
berguna dalam makanan, pembuatan bir, tekstil, deterjen dan industri
farmasi. terutama digunakan untuk pati pencairan untuk mengurangi
viskositas bahan, produksi maltosa, oligosakarida campuran, sirup
fruktosa tinggi dan sirup maltotetraose (Vidyalakhsmi, 2008).
Untuk menentukan suhu optimum, aktivitasi amilase diukur pada
temperatur yang berbeda selama 5 menit pada pH 6,0. Untuk stabilitas
termal, larutan enzim disimpan pada temperatur yang berbeda selama
60 menit dalam larutan penyangga fosfat (20 mM, pH 6,0) dan
kemudian segera didinginkan dalam es, dan aktivitas residual diukur
pada suhu optimum (Dutta, 2006).
Hidrolisis pati biasa dilakukan oleh asam atau enzim. Hidrolisis
dengan asam membutuhkan konsentasi asam yang tinggi hingga
mencapai pH 1-2, temperatur tinggi (150-230 ⁰C) dan tekanan yang
tinggi pula (1-4 atm). Sedangkan hidrolisis dengan menggunakan enzim
memerlukan suhu yang lebih rendah (kurang dari 100⁰C) dan tekanan
normal. Parameter utama yang berpengaruh nyata pada proses hidrolisis
yang dilakukan oleh enzim adalah suhu, pH medium, konsentrasi
substrat dan konsentrasi enzim. Hidrolisis dengan enzim amilase dapat
terjadi secara optimum pada range suhu 30-40 ⁰C, konsentrasi substrat
antara 20-35 %, konsentrasi enzim antara 0,03-1%, dan pada range pH
6-8 (Marinova dan Kolusheva, 2007).
Keberhasilan isolasi dan pengujian aktivitas enzim sangat
tergantung pada macam serta kondisi sumber enzim, letak enzim,
kecermatan kerja, bahan dan cara ekstraksi yang dipergunakan serta
pengertian sifat-sifat enzim tersebut Enzim α-amilase termasuk
ekstraselular, sehingga mengekstraknya relatif mudah. Umumnya
aktivitas enzim α-amilase terjadi pada suhu 30-40 ºC dan
aktivitasnya akan mengalami penurunan pada kisaran suhu 45-50
ºC, hal ini disebabkan karena enzim mangalami denaturasi
akibatnya molekul-molekul enzim rusak sehingga kehilangan
spesifitasnya (Suarni, 2007).
H. Cara Kerja Enzim

Enzim merupakan suatu protein yang bermolekul besar.


Sedangkan substrat adalah senyawa yang dipengaruhi oleh enzim, yang
bermolekul relatif lebih kecil. Karena perbedaan molekul inilah,
terdapat kesan bahwa hanya sebagian molekul enzim yang terlibat
dalam pembentukan kompleks enzim-substrat. Maka terdapat istilah sisi
aktif, yang diduga sebagai tempat substrt menempel pada enzim dan
terjadinya reaksi kimia.

Prinsip kerja enzim berlangsung dalam dua tahap, yaitu: 1) enzim


(E) bergabung dengan substrat (S) dan membentuk kompleks enzim-
substrat (E-S); 2) kompleks enzim-substrat terurai menjadi produk
(hasil) dan enzim bebas.

Pada reaksi di atas, hasil peruraian (A + B + C dan seterusnya), atau


yang kita sebut produk, tidak terikat oleh enzim sehingga enzim dapat
memengaruhi substrat yang lain

V. Alat dan Bahan


1. Alat:
 Gelas kimia 100 ml pyrex 5 buah
 Gelas ukur 10 ml pyrex 1 buah
 Pipet ukur 10 ml 1 buah
 Pipet tetes 10 buah
 Tabung reaksi pyrex 6 buah
 Tabung reaksi biasa 6 buah
 Rak tabung 1 buah
 Labu ukur 50 ml 1 buah
 Corong 1 buah
 Semprotan air 1 buah

2. Bahan:
 Air liur 10 mL
 Aquades Secukupnya
 Larutan iodin Secukupnya
 Larutan pati 1% Secukupnya
 Larutan pati pada pH 1, 3, 5, 7 dan 9 Secukupnya
VI. Alur Percobaan
1. Pengaruh pH terhadap aktivitas enzim

A. Pengenceran enzim

5 ml air liur

Diencerkan 10 kali dengan aquades


B. Larutan blanko

1 ml larutan pati

Dibiarkan selama 2 menit


Ditambah aquades 0,5 ml
Didiamkan 5 menit pada suhu (35-
40)0C
Ditambahkan 2 tetes larutan
iodium
Ditambahkan 6 ml aquades
Dihomogenkan
Dibaca Absorbansinya pada
panjang gelombang 680 nm
Absorbansi larutan
blanko
C. Larutan uji

1 ml larutan pati

Dibiarkan selama 2 menit


Ditambah larutan enzim encer 0,5
ml
Dicampurkan dengan baik dan
didiamkan 5 menit pada suhu (35-
40)0C
Ditambahkan 2 tetes larutan
iodium
Ditambahkan 6 ml aquades
Dihomogenkan
Dibaca Absorbansinya pada
2. Pengaruh kosentrasi terhadap
Absorbansi
panjang aktivitas
larutan
gelombang 680 nm enzim
blanko
A. Pengenceran enzim

5 ml air liur

Diencerkan 10,20,30,40,50 kali dengan


aquades
Larutan enzim encer
B. Larutan blanko

1 ml larutan pati

Dibiarkan selama 2 menit


Ditambah aquades 0,5 ml
Didiamkan 5 menit pada suhu 700C
Ditambahkan 2 tetes larutan
iodium
Ditambahkan 6 ml aquades
Dihomogenkan
Dibaca Absorbansinya pada
panjang gelombang 680 nm
Absorbansi larutan
blanko
C. Larutan uji

1 ml larutan pati

Dimasukkan ke dalam 5 tabung


reaksi
Dibiarkan selama 2 menit
Ditambah 0,5 ml larutan enzim
pengencer 10-50 kali
Dicampurkan dengan baik dan
didiamkan 5 menit pada suhu700C
Dibiarkan selama 1 menit
Ditambahkan 2 tetes larutan
iodium
Ditambahkan 6 ml aquades
Dibaca Absorbansinya pada
panjang gelombang 680 nm
Absorbansi larutan
blanko
VII. Hasil Pengamatan

Hasil Pengamatan
No Prosedur Percobaan Dugaan/Reaksi Kesimpulan
Sebelum Sesudah
1. Pengaruh pH terhadap aktivitas enzim - Air liur: tidak - Air liur + Reaksi Amilum menjadi glukosa Aktivitas enzim
A. Pengenceran Enzim berwarna aquades : bekerja optimum
CH2OH CH2OH

H O H H O H

5 ml air liur - Aquades : larutan tidak OH H


Amilase
OH H pada pH 3 ini tidak
OH OH OH OH
larutan tidak berwarna H OH H OH
sesuai dengan teori
n
Diencerkan 10 kali dengan aquades berwarna yang menyatakan
Larutan enzim encer bahwa pH 7 adalah
pH dimana enzim
bekerja secara
optimum, dfan
pada pH 13,5, 9
enzim mengalami
inactive atau tidak
bekerja
B. Larutan Blanko - Larutan pati : - Larutan pati +
larutan tidak aquades :
1 ml larutan pati
berwarna larutan tidak
Dibiarkan selama 2 menit - Aquades : berwarna
Ditambah aquades 0,5 ml
larutan tidak - Larutan pati +
Didiamkan 5 menit pada suhu (35-40)0C
Ditambahkan 2 tetes larutan iodium berwarna aquades :
Ditambahkan 6 ml aquades
- Larutan larutan
Dihomogenkan
Dibaca Absorbansinya pada panjang iodium : larutan berwarna biru
gelombang 680 nm
berwarna (+++)
orange - Larutan pati +
Absorbansi larutan
blanko kecoklatan aquades +
- Larutan iodium +
enzim : tidak aquades :
berwarna larutan
berwarna biru
(++)

-Enzim adalah suatu jenis protein yang


C. Larutan uji  pH 1 bersifat spesifik ( bekerja pada substrat
- pati + enzim : tertentu) dan memiliki pH optimum
larutan tidak untuk dapat bereaksi secara maksimal
berwarna -pH optimum enzim adalah pH 7
- pati + enzim + -Kompleks iod amilum
iodium : larutan
berwarna biru (+
+)
- pati + enzim +
iodium + aquades
: larutan berwarna
biru (+)
 pH 3
- pati + enzim :
larutan tidak
berwarna
- pati + enzim +
iodium : larutan
berwarna kuning
jernih (++)
- pati + enzim +
iodium + aquades
: larutan berwarna
kuning jernih (+)
 pH 5
- pati + enzim :
larutan tidak
berwarna
- pati + enzim +
iodium : larutan
berwarna kuning
jernih (++)
- pati + enzim +
iodium + aquades
: larutan berwarna
kuning jernih (+)
 pH 7
- pati + enzim :
larutan tidak
berwarna
- pati + enzim +
iodium : larutan
berwarna kuning
jernih (++)
- pati + enzim +
iodium + aquades
: larutan berwarna
kuning jernih (+)
 pH 9
- pati + enzim :
larutan tidak
berwarna
- pati + enzim +
iodium : larutan
berwarna kuning
jernih (++)
- pati + enzim +
iodium + aquades
: larutan berwarna
kuning jernih (+)
- Absorbansi
blanko : 0,262
∆A = B-U
 pH 1
∆A= 0,262 – 0,193
= 0,069
 pH 3
∆A= 0,262 – 0,031
= 0,231
 pH 5
∆A= 0,262 – 0,078
= 0,184
 pH 7
∆A= 0,262 – 0,059
= 0,203
 pH 9
∆A= 0,262 – 0,061
= 0,201
2. Pengaruh kosentrasi terhadap aktivitas enzim - Air liur: larutan Air liur + aquades Semakin banyak jumlah enzim maka - Semakin besar
A. Pengenceran enzim tidak berwarna : larutan tidak semakin banyak pula pati yag konsentrasi
- Aquades: tidak berwarna terhidrolisis menjadi glukosa. enzim maka
berwarna semakin besar
pula kecepatan
reaksinya (dalam
menghidrolisis
pati menjadi
glukosa)..
- Maka
berdasarkan
percobaan
tersebut urutan
dari kecepatan
reaksi enzim
dalam
menghidrolisis
pati menjadi
glukosa dari yang
B. Larutan blanko - Larutan pati : - Larutan pati + tercepat adalah
larutan tidak aquades : larutan pada pegenceran
berwarna tidak berwarna 10x > 20x> 30x>
- Aquades : tidak - Larutan pati + 40x> 50x
berwarna aquades + iodium - Enzim bekerja
- Iodium : larutan : larutan berwrna optimum pada
berwarna biru (+++) pengenceran ke
kuning - Larutan pati + 10X
kecoklatan aquades : larutan
berwarna biru (+
+)
C. Larutan uji  Enzim 10X
- Larutan pati : - Pati + larutan :
larutan tidak larutan tidak
berwarna berwarna
- Aquades : tidak - Pati + enzim
berwarna +iodium =
- Iodium : larutan larutan
berwarna berwarna
kuning orange jernih
kecoklatan - Pati + enzim +
iodium
+aquades :
larutan
berwarna
kuning jernih
 Enzim 20X
- Pati + larutan :
larutan tidak
berwarna
- Pati + enzim
+iodium =
larutan
berwarna
orange jernih
(+)
- Pati + enzim +
iodium
+aquades :
larutan
berwarna
kuning jernih
 Enzim 30X
- Pati + larutan :
larutan tidak
berwarna
- Pati + enzim
+iodium =
larutan
berwarna biru
(++)
- Pati + enzim +
iodium
+aquades :
larutan
berwarna biru
(+)
 Enzim 40X
- Pati + larutan :
larutan tidak
berwarna
- Pati + enzim
+iodium =
larutan
berwarna biru
(++)
- Pati + enzim +
iodium
+aquades :
larutan
berwarna biru
(+)
 Enzim 50X
- Pati + larutan :
larutan tidak
berwarna
- Pati + enzim
+iodium =
larutan
berwarna biru
(+++)
- Pati + enzim +
iodium
+aquades :
larutan
berwarna biru
(++)
- Absorbansi
blanko : 0,347
∆A = B-U
 10X
∆A= 0,347 – 0,072
= 0,275
 20X
∆A= 0,347 – 0,153
= 0,194
 30X
∆A= 0,347 – 0,208
= 0,139
 40X
∆A= 0,347 – 0,271
= 0,0706
 50X
∆A= 0,347 – 0,280
= 0,067
VIII. Analisis Data dan Pembahasan
Pada hari Kamis,14 september 2017 di laboratorium Biokimia Universitas
Negeri Surabay telah dilakukan percobaan dengan judul Pengaruh Konsentrasi dan
pH terhadap Aktivitas Enzim.
Enzim didefinisikan sebagai protein yang mengkatalisis pada reaksi biokimia.
Enzim merupakan suatu polimer yang berfungsi sebagai katalis pada reaksi kimia
yang berlangsung dalam tubuh. Pada reaksi biologis di dalam tubuh manusia
berlangsung pada suhu 370C dan dalam medium yang berair. Sebagian besar enzim
merupakan protein globular yang larut dalam sitoplasma dan cairan tubuh lainnya.
Tidak semua protein yang ada di dalam tubuh merupakan enzim. Protein dapat
dikatakan sebagai enzim apabila protein tersebut dapat berfungsi sebagai katalis
dalam reaksi kimia. Beberapa enzim bekerja bersama suatu kofaktor non protein,
yang dapat berupa senyawa organik maupun anorganik. Salah satu protein yang
merupakan enzim dan berada di dalam tubuh manusia yaitu air liur adalah enzim
amylase.
Enzim amylase suatu enzim yang berfungsi untuk memecah molekul amilum
menjadi maltose dengan proses hidrolisis. Enzim amylase bekerja secara optimal
pada pH 6,8. Di samping karena musin adalah suatu zat yang kental dan licin, maka
saliva mempunyai fungsi membasahi makanan dan sebagai pelumas yang
memudahkan atau memperlancar proses menelan makanan. Enzim amylase mulai
tidak aktif pada pH 4,0, karena setelah makanan ditelan dan masuk ke dalam
lambung, proses hidrolisis oleh enzim amilase tidak berjalan lebih lama lagi. Dalam
lambung cairan ini hanya dapat bertahan selama 15-30 menit, karena cairan dalam
lambung bersifat sangat asam yaitu mempunyai pH antara 1,6-2,6. Rangsangan
yang menyebabkan pengeluaran saliva dari kelenjar saliva adalah pikiran tentang
makanan yang disenangi, adanya bau makanan yang sedap atau melihat makanan
yang diharapkan sehingga menimbulkan selera (Poedjiadi, 2007:235-236).
Enzim mempunyai fungsi khusus antara lain yaitu : (1) menurunkan energi
aktivasi, (2) mempercepat reaksi pada suhu dan tekanan tetap tanpa mengubah
besarnya tetapan seimbangnya, dan (3) mengendalikan reaksi (Page, 1997)
Tujuan dari percobaan ini adalah :
1.Membuktikan bahwa konsentrasi enzim mempengaruhi aktivitas
enzim
2.Membuktikan bahwa pH mempengaruhi kecepatan reaksi enzimatik
Pada percobaan ini dibagi menjadi 2 tahapan :
1. Pengaruh pH terhadap aktivitas enzim
Pada tahap ini hal pertama yang harus dilakukan adalah menyiapkan
alat dan bahan yang digunakan untuk percobaan. Patikan alat seperti tabung
reaksi, labu ukur 50 ml, dan gelas ukur 10 ml dalam keadaan bersih dan kering,
hal ini dilakukan agar tidak terjadi kontaminasi atau pengotor yang mungkin
masuk pada saat percobaan sehingga hasil percobaan tidak sesuai dengan teori
yang ada.
Kemudian dilakukan pengenceran enzim, sebelumnya telah dilakukan
pengambilan enzim amylase pada air liur salah seorang praktikan 5 menit
sebelum dilakukan percobaan, hal ini dilakukan agar enzim amylase dalam
keadaan baik dan tidak terkontaminasi oleh pengotor yang dapat menganggu
percobaan. Pengenceran ini bertujuan agar saat pengujian pada instrument
spektrofotometri UV-Vis dapat dibaca dengan akurat oleh instrument tersebut.
Karena pada instrument ini prinsipnya mendeteksi suatu molekul dengan
konsentrasi tertentu. Karena jika konsentrasi terlalu pekat ataupun terlalu encer
tidak dapat di baca oleh instrument tersebut. Jika terbaca itu pun hasilnya
tidaklah valid. Kemudian 5 ml air liur tidak berwarna diukur dengan gelas
ukur, gelas ukur dipilih karena memiliki tingkat ketelitian 99 % dibandingkan
dengan gelas kimia yang hanya 95 %. Air liur dipilih karena di dalam air liur
terdapat enzim amylase dimana akan digunakan untuk mengetahui reaksi
enzimatik dari amylase, selain itu kemudahan dalam mengambil enzim
amylase dibandingkan dengan enzim lainnya seperti protease atupun lipase.
Kemudian air liur 5 ml dimasukkan ke dalam labu ukur 50 ml dan
ditambahkan aquades tidak berwarna setengah dari labu ukur dan
dihomogenkan dengan cara dijungkir- balikkan labu ukur beberapa kali sampai
homogen dan selanjutnya ditambahkan aquades kembali sampai tanda batas
labu ukur, tanda batas dilihat ketika mata praktikan tegak lurus dengan
minikus. Kemudian menghasilkan larutan enzim encer tidak berwarna.
Selanjutnya membuat larutan blanko, fungsi dari pembuatan larutan
blanko adalah sebagai pembanding larutan uji dan berfungsi sebagai yang
dikuranngi dari hasil absorbansi larutan uji. langkah pertama yang dilakukan
yaitu 1 ml pati tidak berwarna dimasukkan ke dalam tabung reaksi. Larutan
pati dipilih karena pati atau amilum tergolong ke dalam kelompok polisakarida
sehingga pati atau amilum tersebut bisa dihidrolisis menjadi glukosa yang
merupakan monosakarida oleh enzim amilase. Pertama-tama amilum
dihidrolisis menghasilkan maltosa kemudian maltosa dihidrolisis menghasilkan
glukosa selain itu pati pada percobaan ini berperan sebagai substrat. Kemudian
dibiarkan selama 2 menit hal ini bertujuan agar pati terdegradasi secara
sempurna.Selanjutnya ditambahkan aquades tidak berwarna 0,5 ml fungsi
penambahan aquades ini berfungsi ini berfungsi untuk mengencerkan larutan
pati agar larutan tidak terlalu pekat sehingga bisa dibaca absorbansinya pada
spektrotonik 20. Dipanaskan selama 5 menit pada suhu 370C hal ini dilakukan
karena nantinya pada larutan uji akan ditambahkan enzim amylase yang
bekerja optimum pada suhu 370C ( Poedjiaji,1994 ) pada pembuatan blanko
prosedur harus sama dengan larutan uji hanya dibedakan tanpa penambahan
enzim karena fungsi larutan blanko adalah sebagai pembanding larutan uji.
Kemudian ditambahkan 2 tetes iodine larutan berwarna orange kecoklatan,
iodin berfungsi sebagai sebagai indikator perubahan warna dari larutan uji
yang spesifik untuk menguji adanya kandungan amilum dan digunakan untuk
membentuk larutan kompleks pada larutan pati, larutan menjadi berwarna biru
(+++). Reaksi yang terjadi :
Kompleks iod amilum

Kemudian ditambahkan 6 ml aquades, fungsi penambahan aquades


sama seperti sebelumnya yaitu berfungsi untuk agar larutan tidak terlalu pekat
dan dapat diukur aborbansinya pada Spektronik-20, karena pada Spektronik-20
jika larutan terlalu pekat maka tidak dapat terbaca absorbansi pada larutan
sehingga larutan menjadi berwarna biru (++). Kemudian larutan
dihomogenkan berfungsi agar larutan bercampur secara sempurna, dan
selanjutnya dibaca absorbansinya pada panjang gelombang 680 nm, karena
pada panjang gelombang tersebut λ yang diserap larutan pati terkomplekskan
untuk mengahasilkan warna Biru-Hijau (yang dilihat oleh mata kita) terletak
pada rentang λ = 620-750 nm. Nilai absorbansi dari larutan blanko 0,262
Selanjutnya percobaan larutan uji, langkah pertama yang dilakukan
adalah disiapkan 5 tabung yang telah diberi tanda dengan spidol yang
bertuliskan pH 1,3,5,7,9, tujuan dari pemberian tanda ini agar tidak ada larutan
yang tertukar satu dengan yang lain sehingga menyebabkan hasil yang tidak
sesuai teori.Kemudia pada masing-masing tabung dimasukkan 1 ml larutan
pati tidak berwarna, fungsi larutan pati adalah sebagai substrat dimana pati
nantinya bisa dihidrolisis menjadi glukosa yang merupakan monosakarida oleh
enzim amilase. Pertama-tama amilum dihidrolisis menghasilkan maltosa
kemudian maltosa dihidrolisis menghasilkan glukosa. Kemudian dibiarkan
selama 2 menit, ini bertujuan agar pati terdegradasi secara sempurna.
Selanjutnya ditambahkan larutan pati 1 ml pH 1,3,5,7,9 tidak berwarna pada
masing-masing tabung reaksi, hal ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh
pemberian pH yang berbeda-beda terhadap aktivitas atau kerja
enzim.Kemudian ditambahkan larutan enzim encer 0,5 ml, pada saat
penambahan ini akan terjadi hidrolisis parsial dimana amillum diubah menjadi
maltose. Selanjutnya dicampur dengan baik dan dipanaskan selama 5 menit
pada suhu 370C, suhu ini dipilih karena hampir semua enzim mempunyai
aktivasi optimal pada suhu 30-40oC dan akan mengalami denaturasi pada suhu
45oC. Pada umumnya semakin tinggi suhu maka laju reaksi semakin cepat
karena energi semakin besar dan melampaui energi aktivasinya. Akan tetapi
enzim merupakan suatu protein sehingga semakin tinggi suhu proses aktivasi
enzim ini juga meningkat. Pengaruh suhu yang terlau tinggi dapat
mempercepat pemecahan atau kerusakan enzim ( Poedjiaji,1994 ).. Kemudian
ditambah 2 tetes iodine larutan berwarna orange pada masing-masing tabung,
fungsi penambahan iodine adalah sebagai sebagai indikator perubahan warna
dari larutan uji yang spesifik untuk menguji adanya kandungan amilum dan
digunakan untuk membentuk larutan kompleks pada larutan pati, larutan
menjadi berwarna :
1. Tabung pH 1 : biru (++)
2. Tabung pH 3 : kuning jernih (++)
3. Tabung pH 5: kuning jernih (++)
4. Tabung pH 7 : kuning jernih
5. Tabung pH 9: kuning jernih
Reaksi yang terjadi :
Kompleksi iod amilum

Reaksi Amilum menjadi glukosa

CH2OH CH2OH

H O H H O H

OH H
Amilase
OH H

OH OH OH OH

H OH H OH
n

Perubahan warna yang terjadi pada penambahan iodine seharusnya


larutan berubah warna menjadi biru, pada percobaan hanya pada tabung pH 1
yang membentuk warna biru yang menandakan bahwa di dalam larutan pati
terdapat karbohidrat berupa polisakarida, sedangkan pada tabung pH 3,5,7 dan
terbentuk warna kuning jernih, hal ini tidak sesuai dengan teori yang ada dan
dapat dikatakan sudah tidak adanya karbohidrat (dari larutan pati yang terdiri
dari amilosa dan amilopektin) karena dihidrolisis oleh amilase terlihat dengan
tidak didapatkan warna biru kehitaman (menandakan adanya amilosa) ataupun
merah ungu (menandakan adanya amilopektin) ketika ditambahkan larutan
iodium. Kerja enzim amilase dikatakan sebagai hidrolisis parsial dan
memperlihatkan bahwa enzim amilase berada pada kondisi 3 dimensi yang
tepat sehingga dapat menghidrolisis karbohidrat dari larutan pati dengan sangat
cepat selain itu pada pH 3,5,7 dan 9 mikroba pada enzim bereaksi sehingga
pati telah terhidrolisis terlebih dahulu. Hasil yang tidak sesuai teori ini terjadi
karena kesalahan-kesalahn praktikan dimana praktikan kurang teliti dalam
memasukkan saliva pada saat yang tepat, membiarkan larutan pati dan enzim
pada suhu ruang terlalu lama sehingga enzim menghidrolisis substrat dan tidak
terbentuk kompleks iod ketika ditmbahkan iodine, tidak bersihnya alat
praktikum sehingga pengotor masih tertinggal pada tabung reaksi.
Kemudian ditambahkan 6 ml aquades, fungsi penambahan aquades
sama seperti sebelumnya yaitu berfungsi untuk agar larutan tidak terlalu pekat
dan dapat diukur aborbansinya pada Spektronik-20, karena pada Spektronik-20
jika larutan terlalu pekat maka tidak dapat terbaca absorbansi pada larutan
sehingga larutan menjadi berwarna :
1. Tabung pH 1 : biru (+)
2. Tabung pH 3 : kuning jernih (+)
3. Tabung pH 5: kuning jernih (+)
4. Tabung pH 7 : kuning jernih
5. Tabung pH 9: kuning jernih
Perubahan warna yang terjadi pada pH 1 yang sesuai dengan teori
untuk pH 3,5,7,9 tidak sesuai dengan teori karena tidak menghasilkan warna
larutan biru hal ini telah dijelaskan sebelumnya mengapa terjadi.Kemudian
larutan dihomogenkan berfungsi agar larutan bercampur secara sempurna, dan
selanjutnya dibaca absorbansinya pada panjang gelombang 680 nm, karena
pada panjang gelombang tersebut λ yang diserap larutan pati terkomplekskan
untuk mengahasilkan warna Biru-Hijau (yang dilihat oleh mata kita) terletak
pada rentang λ = 620-750 nm. Dan nilai absorbansinya :
Enzim Absorbansi ∆A
Blanko 0,262 -
pH 1 0,193 0,069
pH 3 0,031 0,231
pH 5 0,078 0,184
pH 7 0,059 0,203
pH 9 0,061 0,201
Grafik yang dihasilkan :
Δ A Vs pH
0.25

0.2 f(x) = 0.01 x + 0.12


R² = 0.35
0.15

ΔA
Linear ()
0.1

0.05

0
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
pH

Absorbansi Vs pH
0.25

0.2
Absorbansi

0.15
f(x) = − 0.01 x + 0.14 Linear ()
0.1 R² = 0.35

0.05

0
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
pH

Dari grafik diatas didapatkan hasil bahwa pH optimum adalah pH 3


ini tidak sesuai dengan teori yang ada bahwa pH optimum adalah pH 7 dimana
umumnya kecepatan reaksi enzimatik meningkat hingga mencapai pH optimal
dan menurun setelah pH lebih besar dari pH optimal. Pada pH 1, 3 dan 5,
aktivitas enzim masih ada, tetapi kecil (ditunjukkan oleh kecepatan reaksi
enzimatik yang kecil pula). Hal ini disebabkan pada pH kurang dari 4, enzim
amilase menjadi tidak aktif. Pada pH 9 aktivitas enzim menurun karena telah
terlewati pH optimal dari enzim tersebut. Kerja enzim sebagai katalis
dipengaruhi oleh pH. Adanya nilai pH tertentu, yang memungkinkan enzim
bekerja maksimum. pH tersebut dinamakan pH optimum. Pada kondisi asam
protein enzim mengambil struktur 3 dimensi yang sangat tepat, sehingga ia
dapat mengikat dan mengolah substrat dengan kecepatan yang setinggi-
tingginya. Di luar nilai pH optimum tersebut struktur 3 dimensi enzim mulai
berubah, sehingga substrat tidak dapat lagi menempati posisisnya dengan tepat
pada bagian molekul enzim yang mengolah substrat. Akibatnaya, proses
katalisis berjalan tidak optimum. Oleh karena itu, struktur 3 dimensi berubah
akibat pH yang tidak optimum.Sedangkan pada percobaan ini pH optimumnya
adalah 3, dimana pada pH 1 absorbansi enzim tinggi yang kemudian menurun
pada pH 3 dan kembali meningkat pada pH 5 dan 7 yang kemudian turun pada
pH 9 selain itu dari kurva diatas didapatkan regresi sebesar 0,3057 dimana
hasil ini tidak mendekati absorbansi teori yaitu sebesar 1, sehingga hal ini
tidak sesuai dengan teori dan ini terjadi karena kesalahan-kesalahn praktikan
dimana praktikan kurang teliti dalam memasukkan saliva pada saat yang tepat,
membiarkan larutan pati dan enzim pada suhu ruang terlalu lama sehingga
enzim menghidrolisis substrat dan tidak terbentuk kompleks iod ketika
ditmbahkan iodine, tidak bersihnya alat praktikum sehingga pengotor masih
tertinggal pada tabung reaksi.
2. Pengaruh kosentrasi terhadap aktivitas enzim
Pada tahap ini hal pertama yang harus dilakukan adalah menyiapkan
alat dan bahan yang digunakan untuk percobaan. Patikan alat seperti tabung
reaksi, labu ukur 50 ml, dan gelas ukur 10 ml dalam keadaan bersih dan kering,
hal ini dilakukan agar tidak terjadi kontaminasi atau pengotor yang mungkin
masuk pada saat percobaan sehingga hasil percobaan tidak sesuai dengan teori
yang ada.
Kemudian dilakukan pengenceran enzim 10X, 20X, 30X, 40X, dan
50X, sebelumnya telah dilakukan pengambilan enzim amylase pada air liur
salah seorang praktikan 5 menit sebelum dilakukan percobaan, hal ini
dilakukan agar enzim amylase dalam keadaan baik dan tidak terkontaminasi
oleh pengotor yang dapat menganggu percobaan. Pengenceran ini bertujuan
agar saat pengujian pada instrument spektrofotometri UV-Vis dapat dibaca
dengan akurat oleh instrument tersebut. Karena pada instrument ini prinsipnya
mendeteksi suatu molekul dengan konsentrasi tertentu. Karena jika konsentrasi
terlalu pekat ataupun terlalu encer tidak dapat di baca oleh instrument tersebut.
Jika terbaca itu pun hasilnya tidaklah valid.Kemudian dilakukan pengenceran
10X dengan 5 ml air liur tidak berwarna diukur dengan gelas ukur dan
dimasukkan ke tabung reaksi, gelas ukur dipilih karena memiliki tingkat
ketelitian 99 % dibandingkan dengan gelas kimia yang hanya 95 %. Air liur
dipilih karena di dalam air liur terdapat enzim amylase dimana akan digunakan
untuk mengetahui reaksi enzimatik dari amylase, selain itu kemudahan dalam
mengambil enzim amylase dibandingkan dengan enzim lainnya seperti
protease atupun lipase. Kemudian air liur 5 ml dimasukkan ke dalam labu ukur
50 ml dan ditambahkan aquades tidak berwarna setengah dari labu ukur dan
dihomogenkan dengan cara dijungkir- balikkan labu ukur beberapa kali sampai
homogen dan selanjutnya ditambahkan aquades kembali sampai tanda batas
labu ukur, tanda batas dilihat ketika mata praktikan tegak lurus dengan
minikus. Kemudian menghasilkan larutan enzim encer tidak
berwarna.Kemudian dilakukan pengenceran 20X, diambil 1 mL larutan enzim
encer dari pengenceran 10 kali lalu ditambahkan aquades tidak berwarna
setengah dari labu ukur dan dihomogenkan dengan cara dijungkir- balikkan
labu ukur beberapa kali sampai homogen dan selanjutnya ditambahkan
aquades kembali sampai tanda batas labu ukur, tanda batas dilihat ketika mata
praktikan tegak lurus dengan minikus. Kemudian menghasilkan larutan enzim
encer tidak berwarna. Kemudian dilakukan langkah yang sama pada
pengenceran 30X, 40X dan 50X seperti halnya pada pengenceran 20X, setiap
pengenceran digunakan larutan induknya pada larutan hasil pengenceran 10
kali untuk pengenceran 20 kali, pengenceran 20 kali untuk 30 kali,
pengenceran 30 kali untuk 40 kali, dan pengenceran 40 kali untuk pengenceran
50 kali, konsentrasi dijaga agar tidak berubah setiap pengencerannya, karena
untuk mengetahui pengaruh kosentrasi enzim pada aktivitas enzim.
Selanjutnya membuat larutan blanko, fungsi dari pembuatan larutan
blanko adalah sebagai pembanding larutan uji dan berfungsi sebagai yang
dikuranngi dari hasil absorbansi larutan uji. langkah pertama yang dilakukan
yaitu 1 ml pati tidak berwarna dimasukkan ke dalam tabung reaksi. Larutan
pati dipilih karena pati atau amilum tergolong ke dalam kelompok polisakarida
sehingga pati atau amilum tersebut bisa dihidrolisis menjadi glukosa yang
merupakan monosakarida oleh enzim amilase. Pertama-tama amilum
dihidrolisis menghasilkan maltosa kemudian maltosa dihidrolisis menghasilkan
glukosa selain itu pati pada percobaan ini berperan sebagai substrat. Kemudian
dibiarkan selama 2 menit hal ini bertujuan agar pati terdegradasi secara
sempurna.Selanjutnya ditambahkan aquades tidak berwarna 0,5 ml fungsi
penambahan aquades ini berfungsi ini berfungsi untuk mengencerkan larutan
pati agar larutan tidak terlalu pekat sehingga bisa dibaca absorbansinya pada
spektrotonik 20. Dipanaskan selama 1 menit pada suhu 700C hal ini dilakukan
untuk agar tidak terjadi reaksi pada tabung dalam penangas sehingga nantinya
ketika pati ditambahkan dengan iodine pati masih tersisa pada tabung reaksi
sehingga bereaksi dengan iodine membentuk kompleks iod ( Poedjiaji,1994 )
pada pembuatan blanko prosedur harus sama dengan larutan uji hanya
dibedakan tanpa penambahan enzim karena fungsi larutan blanko adalah
sebagai pembanding larutan uji. .Kemudian ditambahkan 2 tetes iodine larutan
berwarna orange kecoklatan, iodin berfungsi sebagai sebagai indikator
perubahan warna dari larutan uji yang spesifik untuk menguji adanya
kandungan amilum dan digunakan untuk membentuk larutan kompleks pada
larutan pati, larutan menjadi berwarna biru (+++). Reaksi yang terjadi :
Kompleks iod amilum

Kemudian ditambahkan 6 ml aquades, fungsi penambahan aquades


sama seperti sebelumnya yaitu berfungsi untuk agar larutan tidak terlalu pekat
dan dapat diukur aborbansinya pada Spektronik-20, karena pada Spektronik-20
jika larutan terlalu pekat maka tidak dapat terbaca absorbansi pada larutan
sehingga larutan menjadi berwarna biru (++). Kemudian larutan
dihomogenkan berfungsi agar larutan bercampur secara sempurna, dan
selanjutnya dibaca absorbansinya pada panjang gelombang 680 nm, karena
pada panjang gelombang tersebut λ yang diserap larutan pati terkomplekskan
untuk mengahasilkan warna Biru-Hijau (yang dilihat oleh mata kita) terletak
pada rentang λ = 620-750 nm. Nilai absorbasi larutan blanko 0,347
Selanjutnya percobaan larutan uji, langkah pertama yang dilakukan
adalah disiapkan 5 tabung yang telah diberi tanda dengan spidol yang
bertuliskan kosentrasi 10X,20X,30X,40X,50X, tujuan dari pemberian tanda ini
agar tidak ada larutan yang tertukar satu dengan yang lain sehingga
menyebabkan hasil yang tidak sesuai teori.Kemudia pada masing-masing
tabung dimasukkan 1 ml larutan pati tidak berwarna, fungsi larutan pati adalah
sebagai substrat dimana pati nantinya bisa dihidrolisis menjadi glukosa yang
merupakan monosakarida oleh enzim amilase. Pertama-tama amilum
dihidrolisis menghasilkan maltosa kemudian maltosa dihidrolisis menghasilkan
glukosa. Kemudian dibiarkan selama 2 menit, ini bertujuan agar pati
terdegradasi secara sempurna. Kemudian ditambahkan larutan enzim encer 0,5
ml pada pengenceran 10X, 20X, 30X, 40X dan 50X pada masing-masing
tabung reaksi, pada saat penambahan ini akan terjadi hidrolisis parsial dimana
amillum diubah menjadi maltose. Selanjutnya dicampur dengan baik dan
dipanaskan selama 1 menit pada suhu 70 0C, dipilih suhu 700C karena enzim
tidak dapat bekerja pada suhu 70o C dan 100o C karena pada suhu ini enzim
mengalami denaturasi dan ikatan yang menyusun enzim pecah dan bentuk
enzim tidak beraturan lagi. sehingga tidak terjadi reaksi pada tabung dalam
penangas sehingga nantinya ketika pati ditambahkan dengan iodine pati masih
tersisa pada tabung reaksi sehingga bereaksi dengan iodine membentuk
kompleks iod ( Poedjiaji,1994 ) pada pembuatan blanko prosedur harus sama
dengan larutan uji hanya dibedakan tanpa penambahan enzim karena fungsi
larutan blanko adalah sebagai pembanding larutan uji. Kemudian ditambah 2
tetes iodine larutan berwarna orange pada masing-masing tabung, fungsi
penambahan iodine adalah sebagai sebagai indikator perubahan warna dari
larutan uji yang spesifik untuk menguji adanya kandungan amilum dan
digunakan untuk membentuk larutan kompleks pada larutan pati, larutan
menjadi berwarna :
1. Tabung 10X : berwarna orange jernih
2. Tabung 20X : berwarna orange jernih (+)
3. Tabung 30X: biru (++)
4. Tabung 40X : biru (++)
5. Tabung 50X: biru (+++)
Reaksi yang terjadi :
Kompleksi iod amilum

Reaksi Amilum menjadi glukosa

CH2OH CH2OH

H O H H O H

OH H
Amilase
OH H

OH OH OH OH

H OH H OH
n

Perubahan warna yang terjadi pada penambahan iodine seharusnya


larutan berubah warna menjadi biru, pada percobaan hanya pada tabung
30X,40X dan 50X yang membentuk warna biru yang menandakan bahwa di
dalam larutan pati terdapat karbohidrat berupa polisakarida, sedangkan pada
tabung pH 10X,20X dan terbentuk warna orange jernih, hal ini tidak sesuai
dengan teori yang ada dan dapat dikatakan sudah tidak adanya karbohidrat
(dari larutan pati yang terdiri dari amilosa dan amilopektin) karena dihidrolisis
oleh amilase terlihat dengan tidak didapatkan warna biru kehitaman
(menandakan adanya amilosa) ataupun merah ungu (menandakan adanya
amilopektin) ketika ditambahkan larutan iodium. Kerja enzim amilase
dikatakan sebagai hidrolisis parsial dan memperlihatkan bahwa enzim amilase
berada pada kondisi 3 dimensi yang tepat sehingga dapat menghidrolisis
karbohidrat dari larutan pati dengan sangat cepat selain itu pada 10X dan 20X
mikroba pada enzim bereaksi sehingga pati telah terhidrolisis terlebih dahulu.
Hasil yang tidak sesuai teori ini terjadi karena kesalahan-kesalahn praktikan
dimana praktikan kurang teliti dalam memasukkan saliva pada saat yang tepat,
membiarkan larutan pati dan enzim pada suhu ruang terlalu lama sehingga
enzim menghidrolisis substrat dan tidak terbentuk kompleks iod ketika
ditmbahkan iodine, tidak bersihnya alat praktikum sehingga pengotor masih
tertinggal pada tabung reaksi.
Kemudian ditambahkan 6 ml aquades, fungsi penambahan aquades
sama seperti sebelumnya yaitu berfungsi untuk agar larutan tidak terlalu pekat
dan dapat diukur aborbansinya pada Spektronik-20, karena pada Spektronik-20
jika larutan terlalu pekat maka tidak dapat terbaca absorbansi pada larutan
sehingga larutan menjadi berwarna :
1. Tabung 10X : kuning jernih
2. Tabung 20X : kuning jernih
3. Tabung 30X: biru (+)
4. Tabung 40X : biru (+)
5. Tabung 50X: biru (++)
Perubahan warna yang terjadi pada tabung 30X,40X dan 50X yang
sesuai dengan teori untuk tabung 10X dan 20X tidak sesuai dengan teori karena
tidak menghasilkan warna larutan biru hal ini telah dijelaskan sebelumnya
mengapa terjadi.Kemudian larutan dihomogenkan berfungsi agar larutan
bercampur secara sempurna, dan selanjutnya dibaca absorbansinya pada
panjang gelombang 680 nm, karena pada panjang gelombang tersebut λ yang
diserap larutan pati terkomplekskan untuk mengahasilkan warna Biru-Hijau
(yang dilihat oleh mata kita) terletak pada rentang λ = 620-750 nm. Dan nilai
absorbansinya :
Enzim Absorbansi ∆A
Blanko 0,347 -
10X 0,072 0,275
20X 0,153 0,194
30X 0,208 0,139
40X 0,271 0,076
50X 0,280 0,067
Grafik yang dihasilkan :
ΔA Vs Konsentrasi
0.3

0.25
f(x) = − 0.01 x + 0.31
R² = 0.95
0.2

0.15
ΔA
Linear ()
0.1

0.05

0
5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55
Konsentrasi

Absorbansi Vs Konsentrasi
0.3
f(x) = 0.01 x + 0.04
R² = 0.95
0.25

0.2
Absorbansi

0.15
Linear ()
0.1

0.05

0
5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55
Konsentrasi

Dari grafik diatas didapatkan hasil yang membentuk garis linier yang
lurus dan meningkat seiring kosentrasinya mengalami peningkatan ini sesuai
teori dimana konsentrasi enzim secara langsung mempengaruhi kecepatan laju
reaksi enzimatik dimana laju reaksi meningkat dengan bertambahnya
konsentrasi enzim (Poedjiadi, 1994), semakin besar kandungan enzim maka
kecepatan menghidrolisis pati juga makin tinggi, makin kecil kandungan enzim
maka kecepatan menghidrolisis pati juga makin rendah. Laju reaksi tersebut
meningkat secara linier selama konsentrasi enzim jauh lebih sedikit daripada
konsentrasi substrat. Hal ini biasanya terjadi pada kondisi fisiologis (Page,
1997). Pada kurva diatas didapatkan regresi sebesar 0,949 dimana hasil ini
mendekati absorbansi teori yaitu sebesar 1. Pada 10X hingga 50X pengenceran
absorbansi terus mengalami penurunan ini berbanding terbalik lurus dengan
kecepatan kerja enzim sehingga enzim bekerja optimum pada pengenceran 10X.
IX. Kesimpulan
1. Konsentrasi enzim mempengaruhi laju aktifitas enzim. Secara teori semakin
besar kandungan enzim maka kecepatan menghidrolisis pati juga makin tinggi,
makin kecil kandungan enzim maka kecepatan menghidrolisis pati juga makin
rendah. Dari hasil percobaan kami dapat membuktikan bahwa konsentrasi
mempengaruhi kecepatan reaksi enzimatik. Pada percobaan kami kurva
absorbnsi Vs konsentrasi di peroleh nilai regrasi sebesar 0,949.
2. pH dapat mepengaruhi aktivitas enzim. Pada percobaan pengaruh pH terhadap
aktivitas enzim ini dihasilkan aktivitas enzim pada pH 3 dan pada teori
mengatakan bahwa enzim amylase bekerja pada pH optimum 7. Hal ini tidak
sesuai teori karena kesalahan-kesalahan praktikan pada saat percobaan yaitu
dimana praktikan kurang teliti dalam memasukkan saliva pada saat yang tepat,
membiarkan larutan pati dan enzim pada suhu ruang terlalu lama sehingga
enzim menghidrolisis substrat dan tidak terbentuk kompleks iod ketika
ditmbahkan iodine, tidak bersihnya alat praktikum sehingga pengotor masih
tertinggal pada tabung reaksi
X. Jawaban Pertanyaan
1. Buatlah kurva yang menggambarkan hubungan antara kecepatan reaksi enzim (
V= ∆A/menit) degan pH.
Jika dalam 5 menit maka:

nama ∆A/meni
2. Buatlah kurva
sampel A ∆A t
antara
Blanko 0.883

pH 1 0.545 0.338 0.0676

pH 3 0.47 0.413 0.0826

pH 5 0.41 0.473 0.0946

pH 7 0.006 0.877 0.1754

pH 9 0.019 0.864 0.1728

konsentrasi/pengenceran enzim dengan kecepatan reaksi enzimatik (∆A/menit)


Jika dalam 5 menit maka;

nama ∆A/meni
sampel A ∆A t
Blanko 0.883  

10 kali -0.004 0.887 0.1774

20 kali 0.226 0.657 0.1314

30 kali 0.292 0.591 0.1182

40 kali 0.508 0.375 0.075

50 kali 0.505 0.378 0.0756

kecepatan enzim Vs Konsentrasi


0.2
0.18
0.16 f(x) = − 0 x + 0.19
Kecepatan enzim

0.14 R² = 0.92
0.12
0.1
Linear ()
0.08
0.06
0.04
0.02
0
5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55
konsentrasi

XI. Daftar pustaka


Agnihorti, M. K., V. Rajumar and T. K. Duta. 2006. Effect of feeding complete
rations with variable protein and energy levels prepared using by-products
of pulses and oilseeds on carcass characteristic, meat and meat ball
quality of goats. Asian-Aust. J. Anim. Sci.19: 1437 – 1449.
Babu P. D, Bhakyara J, R. Dan Vidhyalakshmi, R. 2009. A Low Cost Nutritious Food
“Tempeh”_ A Review. World Journal Of Dairy and Food Scienes, 4(1):22-27.

Kolusheva, T. dan Marinova, A. 2007. A Study of The Optimal Conditions for


Starch
Hydrolysis through Thermostable α-Amylase. Journal of the University of
Chemical Technology and Metallurgy (42) (1): 93-96.
Lay, B. W. and Sugyo,H. 1992. Mikrobiologi. 107-112. Jakarta : Rajawali Pers.
Lehninger AL. 1982. Dasar – Dasar Biokimia Jilid I. Maggy Thenawijaya,
penerjemah.Jakarta: Erlangga. Terjemahan dari: Principles of Biochemistry.
Martoharsono, S. dkk.1984. Biokimia. UGM Press. Yogyakarta.91.
Moon, S.H. and S.J. Parulekar.1993. Some Observation on Protease Producing in
Continuous Suspention Cultures of Bacillus firmus, Biotech,Bioeng, 41:43-54.
Page, D.S. 1997. Prinsip-Prinsip Biokimia. Hal 465. Jakarta.: Erlangga.
Pelczar, M.J. dan Chan, E.C.S., 2005. Dasar-Dasar Mikrobiologi, Jilid I.Penerjemah
Hadiotomo, R.S., Imas, T., Tjitrosomo, S.S., dan Angka,S.L.. Jakarta : UI-Press.
Rodwell, V.W. 1987. Harper’s Review of Biochemistry. Jakarta : EGC Kedokteran.
Suarni dan Rauf Patong. 2007. Potensi Kecambah Kacang Hijau sebagai Sumber
Enzim α-Amilase. Journal Chemical. 7 (3) : 332-336.
Tim Dosen Biokimia. 2017. Petunjuk Praktikum Biokimia 2017. Surabaya: Unesa
Press.
Thomas, A. N. S. 1989. Tanaman Obat Tradisional.Yogyakarta:Kanisius.
Winarno, F.G. 1986. Enzim Pangan dan Gizi.Hal 155. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka.
Wirahadikusumah, M.1997. Biokimia : Protein, enzim, dan asam nukleat. Bandung :
Institut Teknologi Bandung.
Yandri, A.S., Dian H. and Tati S. 2007. Isolasi, Pemurnian dan Karakterisasi Enzim
Protease Termostabil Dari Bakteri Isolat Lokal Bacillus subtilis ITBCCB148.
Jurnal Sains MIPA . 13(2): 100-106.
Zusfahair dan Ningsih, D. R. 2012. Pembuatan Dekstrin dari Pati Ubi Kayu
Menggunakan Katalis Amilase Hasil Fraksinasi dari Azospirillum sp. JG3. Jurnal
Molekul, 7 (1) : 9-19.
Lampiran Foto

No Gambar Keterangan
1 Alat yang digunakan yaitu pipet,
tabung reaksi, gelas ukur, gelas kimia,
labu ukur

2 air liur dan aquades disiapkan dalam


gelas kimia

3 Larutan pati dalam berbagai pH tidak


berwarna dan larutan iodium berwarna
....

4 Dimasukkan air liur ke dalam gelas


ukur untuk diukur volumenya sebesar
1 ml
5 Dimasukkan air liur yang sudah diukur
volumenya ke dalam labu ukur untuk
pengenceran

6 Air liur yang sudah diencerkan


(ditambahkan aquades) dengan
menggunakan labu ukur

7 Air liur yang sudah diencerkan,


dimasukkan ke dalam tabung reaksi
dan setiap tabung reaksi diberi tanda
jumlah pH dan diberi larutan pati
sesusai dengan pH yang diinginkan

8 Rancangan percobaan saat proese


pemanasan

9 Pada saat percobaan pengaruh


konsentrasi larutan dipanaskan pada
suhu 70oC

10 Pada percobaan pengaruh pH larutan


dipanaskan pada suhu 37oC
11 Air liur yang sudah ditambahkan pH
sesusai dengan tanda di tabung reaksi.
Pada larutan blanko larutan berwarna
biru (+++), pada pH 1 larutan
berwarna biru (+++), pada pH 3, 7, 9
larutan berwarna kuning (++)

12 Setelah ditambahkan aquades pada


setiap tabung reaksi, pada larutan
blanko larutan berwarna biru (++),
pada pH 1 larutan berwarna biru (+),
dan pada pH 3, 7, 9 larutan berwarna
kuning (+)

13 Tempat untuk penaruh larutan sampel


dibersihkan dengan larutan sampel

14 Setelah dibersihkan, larutan yang


sudah tidak dipakai dibuang pada
gelas kimia yang sudah disediakan

15 Ditaruh tempat sampel pada alat UV


VIS

16 Dibaca nilai absorbansi pada layar


monitor

Anda mungkin juga menyukai