Anda di halaman 1dari 13

ASUHAN KEPERAWATAN ANAK DENGAN HISPRUNG

A. TINJAUAN TEORI
1. Definisi

Hirschprung atau Mega Colon adalah penyakit yang tidak adanya sel – sel
ganglion dalam rectum atau bagian rektosigmoid Colon. Ketidak adaan ini
menimbulkan keabnormalan atau tidak adanya gerak fperistaltik serta tidak
adanya evakuasi usus spontan ( Betz, Cecily & Sowden : 2000 ). Sedangkan
menurut Wong, 2003, Hirscprung (megacolon anganglionik congenital) adalah
anomali congenital yang mengakibatkan obstruksi mekanik karena
ketidakadekuatan motilitas sebagian dari usus. Ketidak adekuatan motilitas dari
usus ini karena adanya kelainan dimana tidak adanya sel ganglion parasimpatis
pada usus, dapat dari kolon sampai usus halus ( Ngastiyah,2005:219).

Penyakit hisprung dapat terjadi pada setiap usia namun biasanya banyak
terjadi pada neonatus. Dan dapat dikatakan sebagai suatu kelainan k ongenital
dimana tidak terdapatnya sel ganglion parasimpatis dari pleksus auerbach di
kolon, keadaan abnormal tersebutlah yang dapat menimbulkan tidak adanya
peristaltik dan evakuasi usus secara spontan, spingter rektum tidak dapat
berelaksasi, tidak mampu mencegah keluarnya feses secara spontan, kemudian
dapat menyebabkan isi usus terdorong ke bagian segmen yang tidak adalion
dan akhirnya feses dapat terkumpul pada bagian tersebut sehingga dapat
menyebabkan dilatasi usus proksimal.

Klasifikasi penyakit Hisprung

Yaitu :

Berdasarkan panjang segmen yang terkena, dapat dibedakan 2 tipe yaitu :

1. Penyakit Hirschprung segmen pendek


Segmen aganglionosis mulai dari anus sampai sigmoid; ini merupakan 70%
dari kasus penyakit Hirschprung dan lebih sering ditemukan pada anak laki-
laki dibanding anak perempuan.
2. Penyakit Hirschprung segmen panjang
Kelainan dapat melebihi sigmoid, bahkan dapat mengenai seluruh kolon
atau usus halus. Ditemukan sama banyak pada anak laki maupun prempuan.
(Ngastiyah, 1997 : 138)

2.Etiologi

Penyebab dari Hirschprung yang sebenarnya belum diketahui, tetapi


Hirschsprung atau Mega Colon diduga terjadi karena :
1) Faktor genetik dan lingkungan, sering terjadi pada anak dengan Down
syndrom.
2) Kegagalan sel neural pada masa embrio dalam dinding usus, gagal
eksistensi, kranio kaudal pada myentrik dan sub mukosa dinding plexus.
3) Aganglionis parasimpatis yang disebabkan oleh lesi primer, sehingga
terdapat ketidakseimbangan autonomik.

3. Patofisiologi

Istilah congenital aganglionic Mega Colon menggambarkan adanya


kerusakan primer dengan tidak adanya sel ganglion pada dinding sub mukosa
kolon distal. Segmen aganglionic hampir selalu ada dalam rectum dan bagian
proksimal pada usus besar. Ketidakadaan ini menimbulkan keabnormalan atau
tidak adanya gerakan tenaga pendorong ( peristaltik ) dan tidak adanya evakuasi
usus spontan serta spinkter rectum tidak dapat berelaksasi sehingga mencegah
keluarnya feses secara normal yang menyebabkan adanya akumulasi pada usus
dan distensi pada saluran cerna. Bagian proksimal sampai pada bagian yang
rusak pada Mega Colon ( Betz, Cecily & Sowden). Semua ganglion pada
intramural plexus dalam usus berguna untuk kontrol kontraksi dan relaksasi
peristaltik secara normal. Isi usus mendorong ke segmen aganglionik dan feses
terkumpul didaerah tersebut, menyebabkan terdilatasinya bagian usus yang
proksimal terhadap daerah itu karena terjadi obstruksi dan menyebabkan
dibagian Colon tersebut melebar ( Price, S & Wilson ).

4. Pathway
5. Manifestasi Klinis
 Neonatal
1. Tidak ada pengeluaran mekonium (keterlambatan > 24 jam)
2. Muntah berwarna hijau
3. Distensi abdomen, konstipasi karena adanya obstruksi usus letak
rendah
4. Diare yang berlebihan yang paling menonjol dengan pengeluaran
tinja/ pengeluaran gas yang banyak karena gejala tidak jelas pada
waktu lahir
 Infant
1. Kegagalan dalam pertumbuhan berat badan
2.  Konstipasi
3. Distensi abdomen
4. Adanya suatu periode diare dan muntah
5. Kadang muncul tanda enterokolitis seperti diare, demam berdarah,
letargi.
 Childhood
1. Konstipasi
2. Fases berbau menyengat seperti karbon
3. Distensi abdomen
4. Masa feses teraba
5. Anak biasanya memiliki nafsu makan yang buruk

6. Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan colok anus
Pada pemeriksaan ini, jari akan merasakan jepitan dan pada waktu
ditarik akan dihubungkan dengan keluarnya udara dan mekonium atau
tinja yang menyemprot.
2. Pemeriksaan diagnostik
3. Foto polos abdomen
4. Pada penyakit hirscprung neonatus terlihat gambaran obstruksi usus
pada letak rendah dan daerah pelvis terlihat kosong tanpa udara.
5. Foto enema barium
Pemeriksaan ini ditemukan :
1) Darah transisi dengan perubahan dari segmen sempit ke segmen
dilatasi
2) Gambaran kontraksi usus yang tidak teratur di bagian yang
menyempit
3) Enterokolitis pada segmen yang melebar
4) Terdapat retensi barium setelah 24-28 jam
7. Penatalaks anaan
a. Penatalaksanaan medis dan bedah
Bila diagnosis sudah ditegakkan, pengobatan alternative adalah operasi
berupa pengangkatan segmen usus aganglion, diikuti dengan
pengembalian kontinuitas usus. Tetapi bila belum dapat dilakukan
operasi biasanya merupakan tindakan sementara dipasang pipa rectum,
dengan atau tanpa dilakukan pembiasaan dengan air garam fisiologis
secara teratur. Penatalaksaan operasi adalah untuk memperbaiki
portion aganglionik di usus besar untuk membebaskan dari obstruksi
dan mengembalikan motilitas usus besar sehingga normal dan juga
fungsi spinkter ani internal.
b. Ada dua tahapan dalam penatalaksanaan medis yaitu :
 Temporari ostomy dibuat proksimal terhadap segmen aganglionik
untuk melepaskan obstruksi dan secara normal melemah dan
terdilatasinya usus besar untuk mengembalikan ukuran normalnya.
 Pembedahan koreksi diselesaikan atau dilakukan lagi biasanya saat
berat anak mencapai sekitar 9 Kg ( 20 pounds ) atau sekitar 3 bulan
setelah operasi pertama. Ada beberapa prosedur pembedahan yang
dilakukan seperti Swenson, Duhamel, Boley & Soave. Prosedur
Soave adalah salah satu prosedur yang paling sering dilakukan
terdiri dari penarikan usus besar yang normal bagian akhir dimana
mukosa aganglionik telah diubah .
a) Penatalaksanaan perawat
Perawatan tergantung pada umur anak dan tipe pelaksanaanya
bila ketidakmampuan terdiagnosa selama periode neonatal,
perhatikan utama antara lain :
b) Membantu orang tua untuk mengetahui adanya kelainan
congenital pada anak secara dini
c) Membantu perkembangan ikatan antara orang tua dan anak
d) Mempersiapkan orang tua akan adanya intervensi medis
( pembedahan)
e) Mendampingi orang tua pada perawatan colostomy setelah
rencana pulang.
8. Komplikasi
 Gawat pernapasan (akut)
 Enterokolitis (akut)
 Striktura ani (pasca bedah)
 Inkontinensia urin (jangka panjang)
 Obstruksi usus
 Ketidak seimbangan cairan dan elektrolit
 Konstipasi

B. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
1) Informasi identitas/data dasar meliputi, nama, umur, jenis
kelamin, agama, alamat, tanggal pengkajian, pemberi informasi.
2) Keluhan utama
Masalah yang dirasakan klien yang sangat mengganggu pada
saat dilakukan pengkajian, pada klien Hirschsprung misalnya,
sulit BAB, distensi abdomen, kembung, muntah.
3) Riwayat kesehatan sekarang
Yang diperhatikan adanya keluhan mekonium keluar setelah 24
jam setelah lahir, distensi abdomen dan muntah hijau atau fekal.
Tanyakan sudah berapa lama gejala dirasakan pasien dan
tanyakan bagaimana upaya klien mengatasi masalah tersebut.
4) Riwayat kesehatan masa lalu
Apakah sebelumnya klien pernah melakukan operasi, riwayat
kehamilan, persalinan dan kelahiran, riwayat alergi, imunisasi.
 Pola fungsional Gordon
a. Riwayat Nutrisi meliputi : masukan diet anak dan pola
makan anak.
b. Riwayat psikologis

Bagaimana perasaan klien terhadap kelainan yang


diderita apakah ada perasaan rendah diri atau bagaimana
cara klien mengekspresikannya.

c. Riwayat kesehatan keluarga


Tanyakan pada orang tua apakah ada anggota keluarga
yang lain yang menderita Hirschsprung.
d. Riwayat sosial
Apakah ada pendakan secara verbal atau tidak
adekuatnya dalam mempertahankan hubungan dengan
orang lain.
e. Riwayat tumbuh kembang
Tanyakan sejak kapan, berapa lama klien merasakan
sudah BAB.
f. Riwayat kebiasaan sehari-hari
Meliputi – kebutuhan nutrisi, istirahat dan aktifitas.
2. Pemeriksaan Fisik

1. Sistem integument
Kebersihan kulit mulai dari kepala maupun tubuh, pada
palpasi dapat dilihat capilary refil, warna kulit, edema kulit.
2. Sistem respirasi
Kaji apakah ada kesulitan bernapas, frekuensi pernapasan
3. Sistem kardiovaskuler
Kaji adanya kelainan bunyi jantung (mur-mur, gallop),
irama denyut nadi apikal, frekuensi denyut nadi / apikal.
4. Sistem penglihatan
Kaji adanya konjungtivitis, rinitis pada mata
5. Sistem Gastrointestinal
Kaji pada bagian abdomen palpasi adanya nyeri,
auskultasi bising usus, adanya kembung pada abdomen,
adanya distensi abdomen, muntah (frekuensi dan
karakteristik muntah) adanya keram, tendernes.

3. Diagnosa Keperawatan
Pre operasi
1. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan ekspansi
paru
2. Konstipasi berhubungan dengan obstruksi karena aganglion pada
usus
3. Risiko nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
mual muntah
4. Resiko kekurangan volume cairan b.d muntah, diare dan
pemasukan terbatas karena mual.
Post Operasi
5. Nyeri berhubungan dengan insisi pembedahan
6. Risiko infeksi berhubungan dengan prosedur pembedahan dan
adanya insisi
7. Cemas keluarga berhubungan dengan kurang pengetahuan keluarga
imengenai pengobatan dan perawatan luka

No Diagnosa Tujuan dan Kriteria hasil Intervensi

1 Pola nafas tidak Tujuan : Respiratory Monitoring


efektif b.d Setelah dilakukan tindakan 1.     Monitor frekuensi, ritme dan kedalama
penurunan keperawatan selama 1 x 24 jam pernafasan
ekspansi paru pola nafas berangsur efektif 2.     Catat pergerakan dada, kesimetrisan,
NOC : penggunaan otot tambahan
Respiratory Status 3.     Monitor pola nafas seperti, bradipneu,
takipneu, hiperventilasi
Kriteria Hasil : 4.     Auskultasi suara pernafasan
1.    Frekuensi pernafasan
normal Oxygen terapy
2.    Ekspansi dada optimal 1.    Pertahankan jalan nafas yang paten
dan simetris 2.    Pertahankan posisi pasien dengan kepal
3.    Bernafas mudah lebih tinggi
4.    Keadaan inspirasi 3.    Siapkan peralatan oksigenasi
4.    Monitor dan atur aliran oksigen

2 Konstipasi b.d Tujuan Tujuan : Bowel Irigation


defek persyarafan Setelah dilakukan tindakan 1. Tetapkan alasan tindakan membersihkan
terhadap keperawatan 2 x 24 jam saluran pencernaan
aganglion usus konstipasi berangsur teratasi 2. Pilih pemberian enema yang tepat
NOC : 3. Jelaskan prosedur pada pasien
Bowel Elimination 4. Monitor efek samping dari tindakan
pengobatan
Kriteria Hasil : 5. Catat perkembangan dengan baik
1. Pola eliminasi dalam batas 6. Observasi tanda vital dan bising usus set
normal 2 jam sekali
2. Warna feses dalam batas 7. Observasi pengeluaran feses per
normal rektal,bentuk,konsistensi,jumlah
3. Bau fese tidak menyengat 8. Konsultasikan dengan dokter rencana
4. Konstipasi tidak terjadi pembedahan
5. Ada peningkatan pola
eliminasi yang lebih baik 4.   
2.    5.   
3.   
4.    7
5.   
3 Resiko nutrisi Tujuan : Management Nutrisi
kurang dari Setelah dilakukan tindakan 1. Kaji riwayat makanan yang biasa dimakan
kebutuhan tubuh keperawatan 1 x 24 jam mual dan kebiasaan makan
b.d mual muntah muntah dapat teratasi sehingga 2. Timbang berat badan
resiko tidak terjadi 3. Anjurkan ibu untuk tetap memberikan AS
4. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
NOC : menentukan jumlah kalori dan nutrisi yang
Status Nutrisi butuhkan

Kriteria Hasil : 4
1. Berat badan pasien sesuai Monitoring Nutrisi
umur 1. Monitor turgor kulit
2. Stamina 2. Monitor mual dan muntah
3. Tenaga 3. Monitor intake nutrisi
4. Kekuatan menggenggam 4. Monitor pertumbuhan dan perkembangan
5. Penyembuhan jaringan anak
6. Daya tahan tubuh 2.   
7. Konjungtiva tidak anemis3.   
8. pertumbuhan 4.   
3.    
4.    
5.    
6.    
7.   

4 Resiko Tujuan : NIC :


kekurangan Setelah dilakukan tindakan Fluid Management
volume cairan b.d keperawatan 1 x 24 jam resiko 1.     Timbang popok jika diperlukan
muntah dan kekurangan cairan dapat diatasi 2.     Pertahankan intake dan output yang akurat
pemasukan NOC : 3.     Monitor status hidrasi
terbatas karena Fluid balaKriteria Hasil : 4.     Monitor vital sign
mual 1.     Keseimbangan intake dan out 5.     Kolaborasikan pemberian cairan IV
put 24 jam 6.     Dorong masukan oral seperti ASI
2.     Berat badan stabil
3.     Mata tidak cekung
4.     Membran mukosa lembab
5.     Kelembaban kulit normal
POST OPERASI

5 Nyeri b.d insisi Tujuan : NIC :


pembedahan Setelah dilakukan Pain Management
tindakan 1. Kaji secara komprehensif tentang nyeri meliputi : lokasi ,
keperawatan 4 x 24 karakteristik dan onset, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas
jam nyeri berangsur atau beratnya nyeri dan faktor – faktor presipitasi
teratasi 2. Observasi isyarat – isyarat non verbal dari ketidaknyamanan,
NOC : khususnya dalam ketidakmampuan untuk komunikasi secara
Pain Level efektif
3. Gunakan komunikasi terapeutik agar pasien dapat
Kriteria Hasil : mengekspresikan nyeri
1. Mengenali faktor 4. Kontrol faktor – faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi
dan penyebab nyeri respon pasien terhadap ketidaknyamanan (ex : temperatur
2. Menggunakan ruangan , penyinaran)
metode 5. Ajarkan penggunaan teknik nonfarmakologi (misalnya :
pencegahan nyeri relaksasi, guided imagery, distraksi, terapi bermain, terapi
3. Mengenali gejala aktivitas)
nyeri Analgetik Administration
1. Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas, dan derajat nyeri
sebelum pemberian obat.
2. Cek instruksi dokter tentang jenis obat, dosis dan frekuensi
3. Pilih analgetik yang diperlukan / kombinasi dari analgetik
ketika pemberian lebih dari satu.
4. Tentukan pilihan analgetik tergantung tipe dan beratnya nyeri.

6 Resiko infeksi b.d Tujuan : NIC :


insisi luka post Setelah dilakukan Infection Protection
operasi dan tindakan 1. Monitor tanda gejala infeksi sistemik dan lokal
imunitas menurun keperawatan selama 2. Monitor kerentanan terhadap infeksi
proses keperawatan 3. Inspeksi kulit dan membran mukosa terhadap kemerahan,
resiko infeksi dapat panas dan drainase
teratasi dan luka 4. Inspeksi kondisi luka / insisi bedah
sembuh sempurna 5. Dorong masukan nutrisi yang cukup
NOC : 6. Anjurkan banyak istirahat
Imune Status

Kriteria Hasil :
1. Pasien bebas dari
gejala infeksi
2. Mengetahui
proses penularan
penyakit
3. Menunjukan
kemampuan
untuk mencegah
timbulnya infeksi
4. Menunjukan
perilaku hidup
sehat

7 Cemas keluarga b.d Tujuan : 1. Bina hubungan saling percaya


kurang pengetahuan setelah dilakukan 2. Berikan kesempatan keluarga klien untuk mengungkapkan
keluarga mengenai tindakan keinginan dan harapan
pengobatan dan keperawatan 1 x 24 3. Pertahankan kondisi senyaman mungkin
perawatan luka jam, kecemsan 4. Berikan penjelasan mengenai prosedur pengobatan, perawatan
keluarga berkurang 5. Berikan penjelasan, pelatihan bagaimana perawatan klien
dan termotivasi dirumah dari perawatan kolostomi, menjaga kebersihan, dan
untuk membentu Diit tepat pada An K
merawat an Kagar
cepat sembuh serta
dapat merawat di
rumah.
Kriteria Hasil :
1. Keluarga klien
mampu
mengungkapkan
kecemasan
2. Keluarga klien
mengungkapkan
keinginan
belajar ikut
merawat klien
3. Keluarga klien
memahami
tujuan
pengobatan dan
perawatan klien
4. Keluarga klien
mampu
melakukan
perawatan
dirumah.
DAFTAR PUSTAKA

A. Price, S. (1995). Patofisiologi. Jakarta: EGCArief Mansjoer( 2000 ), Kapita Selekta


Kedokteran, edisi 3, Jakarta : Media Aesculapius FKUI
Betz, Cecily & Sowden. ( 2002 ). Buku Saku Keperawatan Pediatrik, Alih bahasa Jan
Tambayong. Jakarta : EGC
Wong, Donna L. 2003. Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik.Sri Kurnianingsih (Fd),
Monica Ester (Alih bahasa) edisi – 4 Jakarta : EGC.
http://kumpulanaskep-nurses.blogspot.com/2013/03/askep-hisprung-megakolon.html

Anda mungkin juga menyukai