Anda di halaman 1dari 8

Jurnal Peternakan Indonesia, Oktober 2011 Vol.

13 (3)
ISSN 1907-1760

Beberapa Parameter Biokimia Darah Ayam Ras Petelur Fase Grower dan Layer
dalam Lingkungan “Upper Zonathermoneutral”

Some Biochemistry Parameters of Grower and Laying Hens in Upper Zonathermoneutral

A. Mushawwir dan D. Latipudin

Laboratorium Fisiologi Ternak dan Biokimia, Fakultas Peternakan


Universitas Padjadjaran, Kampus Jatinangor, Bandung 45363
e-mail: andimushawwir1975@gmail.com
(Diterima: 1 Juli 2011; Disetujui: 29 September 2011)

ABSTRACT
Twenty grower and laying hens housed indoors in individual cages were used to explore
the profile to some biochemistry parameters on grower and laying hens in upper
zonathermoneutral (average: 31.5oC). This study was conducted in poultry housing at CV.
Pamulihan Farm Kuningan, Jawa Barat, for two months. Blood samples free protein were used
to determined glucose, blood plasma for cholesterol, and blood serum were used to determined
albumin, globulin and protein total. Biochemistry Parameters in this study were analyzed by
spectrophotometer technique. Results of this study indicated that there were significantly effect
of temperature on the albumin, globulin, total protein, and glucose. This results has been
proved to be a good indicator for predicting heat stressed in laying hens. Based on this results
of study, it may be a consideration for a good feed strategy to laying hens in upper
zonathermoneutral.

Keywords: blood biochemistry, hen, temperature

PENDAHULUAN mempertahankan metabolisme yang normal


untuk tujuan hidup pokok lebih dahulu. Oleh
Produktifitas ayam petelur yang tinggi karena itu status biologis ternak baik jenis
menjadi isu penting dalam rangka pe- kelamin maupun fase pertumbuhannya,
menuhan konsumsi protein hewani. Faktor memberikan kontribusi langsung dalam
lingkungan terutama temperatur merupakan merespon cekaman panas. Puvadolpirod dan
salah satu faktor penting yang sangat Thaxton (2000) dan Mumma et al. (2006)
mempengaruhi produktifitas ternak tersebut. menunjukkan bahwa albumin, globulin dan
Temperatur yang tinggi secara langsung total protein serum/plasma darah serta
memacu pengeluaran panas yang tinggi glukosa dan koleseterol merupakan biomo-
(Yahav et al., 2004). lekul yang penting sebagai penanda ternak
Pengeluaran panas merupakan stress panas.
mekanisme fisiologik yang kompleks bagi Penelitian ini bertujuan untuk menge-
ternak sebagai kelompok hewan hemotermik tahui perbandingan respon ternak ayam
guna mempertahankan temperatur tubuh petelur fase grower dengan layer dalam
untuk mempertahankan kelangsungan meta- merespon cekaman panas lingkungan.
bolisme normal. Namun, mekanisme ini
melibatkan sistem yang kompleks terhadap METODE
organ kardiovaskuler, sistem immun,
Ayam Percobaan, Kandang dan eralatan
respirasi, dan sebagainya (Yahav, 2000).
Untuk mendukung mekanisme ini, Empat puluh ekor ayam ras petelur
maka metabolisme biomolekul dan sistem strain ISA petelur, masing-masing 20 ekor
immun akan menjadi sangat dinamis guna fase grower dan layer, masing-masing

Parameter Biokimia Darah Ayam Ras Petelur (A. Mushawwir dan D. Latipudin) 191
Vol. 13 (3)

berumur 12 minggu dan 40 minggu pada warna biru menyatakan konsentrasi tembaga
awal pemeliharaan. Rataan berat badan yang direduksi dan dengan demikian
masing – masing fase 505±8,4 g dan menyatakan konsentrasi glukosa. Larutan
1105±17 g. Penelitian ini dilakukan selama dan bahan yang digunakan terdiri dari filtrat
2 bulan pada musim kemarau (Juni-Agustus darah bebas protein, standar glukosa,
2011), dengan rata-rata temperatur ling- pereaksi tembaga alkalis, dan asam
kungan selama masa penelitian adalah fosfomolidbat. Nilai serapan yang telah
31,5oC. Ayam percobaan ditempatkan dalam dicatat pada kuvet blanko, standar dan kuvet
kandang battery individual cage. Tiap petak plasma darah yang diuji, dianalisis dengan
kandang dilengkapi dengan tempat pakan rumus berikut :
dan minum. Kadar Glukosa = mg.

Teknik Pengukuran Sampel dL10-1


Pengambilan sampel darah ternak Keterangan : Au = Serapan sampel yang diuji
Ab = Serapan blanko
sampel, masing-masing dilakukan dua kali As = Serapan standar
yaitu pada akhir bulan pertama dan kedua.
Preparasi sampel darah telah dilakukan agar Analisis kadar protein serum total,
diperoleh filtrat darah bebas protein dilakukan dengan menggunakan prinsip uji
berdasarkan metode Folin-Wu dan Somogyi biuret. Ion Cu2+ bereaksi dengan ikatan
untuk penetapan kadar glukosanya, dan peptida dalam larutan alkalis menghasilkan
serum digunakan untuk penetapan kadar kompleks senyawa berwarna lembayung.
albumin, globulin, total protein darah, Intensitas warna yang terbentuk berbanding
sedangkan penetapan kadar kolesterol lurus dengan konsentrasi proteinnya.
digunakan plasma darah. Larutan sampel uji, standar, dan blanko
Preparasi serum dilakukan dengan dibaca serapannya pada panjang gelombang
menggunakan tabung penampung darah 540 nm. Nilai baca serapan dianalisis
tanpa EDTA/heparin sebagai anti koagulan 9 dengan rumus berikut :
mL. Darah diambil melalui vena jugularis
dan ditampung dalam tabung kurang lebih 6 Kadar protein = g.dL10-1
mL. Agar diperoleh serum darah yang
banyak, maka tabung ditempatkan dalam
keadaan miring kurang lebih 45o guna Analisis kadar albumin telah dilakukan
memperluas permukaan darah. Cairan dengan menggunakan teknik pewarnaan
bening kekuningan akan berada disebelah bromkesol hijau. Bromkesol hijau meru-
atas darah, cairan ditampung ke dalam kuvet pakan pewarna anionik yang dapat berikatan
berukuran 4 mL. erat dengan protein albumin, kompleks
Analisis atau pembacaan kadar senyawa yang terbentuk dapat menyerap
kolesterol dan glukosa dilakukan dengan cahaya dengan panjang gelombang 628 nm.
teknik spektrofotometrik. Serapan kadar Hasil baca serapan dianalisis dengan rumus
glukosa dibaca dengan panjang gelombang berikut :
420 nm. Penetapan kadar glukosa dilakukan
dengan metode Folin-Wu. Prinsip kerja Kadar Albumin = g.dL10-1
metode ini adalah memanfaatkan sifat
glukosa sebagai sebuah aldosa (bergugus Kadar globulin serum diperoleh
aldehid atau rantai rangkap karbon yang dengan mengurangi kadar protein total
berikatan dengan oksigen berada di ujung dengan kadar albumin.
rantai karbon). Aldehid mampu mereduksi
senyawa kupro pada pewarna phospho- Analisis Statistika
molibdat yang berwarna biru. Intensitas Data yang telah dikumpulkan
dianalisis dengan menggunakan uji T-

192 Parameter Biokimia Darah Ayam Ras Petelur (A. Mushawwir dan D. Latipudin)
Vol. 13 (3)

student dengan populasi tidak berpasangan = Varians gabungan ayam petelur fase
(Steel dan Torrie, 1993), pengujian telah grower dan ayam petelur fase layer.
dilakukan dengan varians yang sama, = Varians sampel ayam petelur fase grower.
dengan langkah sebagai berikut : = Varians sampel ayam petelur fase layer.
- Populasi x = ayam petelur fase grower. = Rata-rata parameter sampel ayam petelur
fase grower.
- Populasi y = ayam petelur fase layer.
= Rata-rata parameter sampel ayam petelur
1. Rata-rata hitung
fase layer
=
2. Simpangan Baku HASIL DAN PEMBAHASAN

Rata-rata konsentrasi parameter


S biokimia darah sebagai indikator respon
cekaman temperatur lingkungan pada
3. Koefisien Variasi (KV) kelompok fase biologis ayam petelur yang
Kv = x 100% berbeda, ditampilkan pada Tabel 1 dan profil
perbedaannya ditampilkan pada Gambar 1.
KV = x 100%
Dinamika Protein Darah
4. Menghitung varians dari masing-masing
variabel Albumin, globulin merupakan kom-
ponen protein darah yang penting. Albumin,
selain berfungsi sebagai zat pengangkut
bermacam-macam molekul yang lebih kecil
Keterangan :
Sx² = Varians sampel ayam petelur fase grower
di dalam darah, misalnya asam-asam lemak,
Sy² = Varians sampel ayam petelur fase layer pigmen-pigmen empedu. Selain sebagai zat
5. Menguji keseragaman pengangkut juga berperan sebagai prekursor
sel-sel darah putih sebagai zat immun.
Globulin komponen darah sangat penting
karena anti bodi merupakan globulin gamma
(Hicks et al., 1998).
Jika : F hitung > F table = Varians sama Hasil penelitian (Tabel 1 dan Gambar
F hitung < F table = Varians tidak 1) menunjukkan bahwa konsentrasi albumin
sama
dan globulin lebih tinggi pada ayam fase
Keterangan : grower dibandingkan layer, sedangkan total
F = Keseragaman populasi n1 protein lebih tinggi pada fase layer (Tabel
= Jumlah sampel ayam petelur fase grower 1). Hasil penelitian ini menunjukkan
= Jumlah sampel ayam petelur fase layer perbedaan respon ayam tersebut terhadap
cekaman panas hingga timbulnya stress.
6. Untuk varians yang sama Status biologis ternak yang berbeda (grower
dan layer) akan memberikan respon stress
S yang berbeda, hal ini terkait dengan aktifitas
biologisnya dalam memacu metabolisme
Dimana : untuk kepentingan sintesis telur.
Mekanisme munculnya stres pada
hakikatnya merupakan mekanisme yang
melibatkan neuroendokrin (Dawson et al.,
2000; Shinder et al., 2007). Respon
neuroendokrin sebagai dampak stress antara
Keterangan : lain dilaporkan oleh Von Borell (2001),
yang ditunjukkan melalui peran sistem
S = Varians.

Parameter Biokimia Darah Ayam Ras Petelur (A. Mushawwir dan D. Latipudin) 193
Vol. 13 (3)

syaraf pusat (CNS = Centre Nervous lain cekaman panas yang dapat timbul bagi
System) dalam menerima rangsangan stress ternak ayam yang dipelihara dalam kondisi
serta hubungannya dengan Corticotrpic diatas zona nyamannya (upper zona-
Relasing Hormon (CRH), kelenjar endokrin thermoneutral).
dan sistem immune. Stressor stress antara

Tabel 1. Rata-rata Konsentrasi Parameter Biokimia Darah Ayam Ras Petelur Fase Grower dan
Layer sebagai Indikator Respon Cekaman Temperatur Lingkungan.

Parameter Biokimia Respon Fase Biologis


Stress Grower Layer
-1 a
Albumin Serum (g.dL10 ) 0,12 0,07b
Globulin Serum (g.dL10-1) 0,06a 0,03b
Total Protein Darah (g.dL10-1) 2,93a 3,42b
Glukosa plasma (mg. dL10-1) 255a 267b
Kolesterol Plasma (mg. dL10-1) 114a 118a
Keterangan : Superskrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan rata-rata
parameter pada α 0,01

Gambar 1. Profil Rata-rata Konsentrasi Parameter Biokimia Darah Ayam Ras Petelur Fase
Grower Dan Layer sebagai Indikator Respon Cekaman Temperatur Lingkungan.

194 Parameter Biokimia Darah Ayam Ras Petelur (A. Mushawwir dan D. Latipudin)
Vol. 13 (3)

Gambar 2. Interrelasi sistem syaraf pusat (CNS= Centre Nervous System) dalam menerima
rangsangan stress serta hubungannya dengan Corticotrpic Relasing Hormon (CRH), Kelenjar
Endokrin, dan Sistem Immun.

Terkait hubungannya dengan protein Freeman, 1971; Mahmoud et al., 2010; Tan
darah (total, albumin dan globulin) dapat et al., 2010). Peningkatan sintesis protein
dijelaskan bahwa stress yang diterima dari pada fase layer inilah yang menjadi
stressor berupa cekaman panas merupakan penyebab kadar protein total pada fase layer
hasil dari interrelasi mekanisme kerja organ lebih tinggi dibandingkan grower. Ber-
(Aengwanich, 2007), sebagaimana ditun- dasarkan hasil penelitian ini menunjukkan
jukkan pada Gambar 2. bahwa fase grower memiliki respon
Pada Gambar 2 tampak bahwa stressor immunitas lebih baik dibandingkan dengan
berupa cekaman panas yang diterima oleh fase layer.
syaraf efferent, yang berada pada seluruh
permukaan tubuh ke sistem syaraf pusat Fenomena Metabolisme Terkait Energi
(CNS). Ransangan tersebut diteruskan ke Glukosa dan kolesterol merupakan
sistem kelenjar endokrin dan organ-organ molekul penting dalam sistem metabolisme,
yang terkait. Organ inilah yang memberikan karena peranannya sebagai sumber energi
respon terhadap cekaman yang dihadapai maka keduanya memiliki profil yang
oleh ternak. cenderung statis pada ternak, berbeda
Rendahnya kadar albumin dan glo- dangan manusia yang sangat dinamis
bulin (Gambar 1) pada fase layer disebabkan kadarnya dalam darah.
oleh aktifitas metabolisme nutrien sebagian Pada Tabel 1 dan dan Gambar 1
besar ditujukan untuk pembentukan telur, menunjukkan bahwa kadar glukosa darah
oleh karena itu terdapat penurunan aktifitas lebih tinggi pada fase layer dibanding
sistem immun pada fase layer dibandingkan grower, sedangkan kolesterol tidak berbeda.
fase grower. Protein-protein darah termasuk Tingginya kadar glukosa pada fase layer
albumin dan globulin, disintesis di dalam sel merupakan mekanisme penyediaan energi
sebagai respon sinyal transduksi atas dalam keadaan ayam fase layer terpapar
terbentuknya kompleks estrogen dengan cekaman panas, sehingga produksi glukosa
reseptornya (Gomperts et al., 2009). lebih tinggi untuk memenuhi dua
Aktifitas ini lebih tinggi pada fase layer kepentingan yaitu hidup pokok dan
karena ditujukan untuk memenuhi komposisi produksi telur. Sedangkan kolesterol
protein putih telur, seperti albumin, globulin, tampak tidak berbeda karena stress
avomucoid, ovomucin, ovotransferrin, meningkatkan glikoneogenesis sehingga
flavoprotein, avidin, ovoinhibitor (Bell and asam lemak maupun kolesterol sebagian

Parameter Biokimia Darah Ayam Ras Petelur (A. Mushawwir dan D. Latipudin) 195
Vol. 13 (3)

dikonversi menjadi glukosa. Sebagai Glucocorticoid terutama berpengaruh


kompensasi sintesis kolesterol yang rendah terhadap metabolisme karbohidrat, lemak
pada ayam dalam lingkungan terpapar dan protein. Cortisol menyebabkan level
cekaman panas menyebabkan produksi telur asam amino dalam darah meningkat akibat
menurun, karena salah satu komponen efek katabolik cortisol terhadap otot, dan
penting telur adalah kolesterol. selanjutnya berakibat sangat melemahkan
Peningkatan kadar kolesterol ini dapat perototan. Transport asam-asam amino
dijelaskan juga bahwa peranan Corti- menyeberangi dinding sel-sel ekstra-
cotropin-releasing hormone (CRH) yang hepatik menurun, akan tetapi dibawah
disekresikan oleh hypotalamus sebagai pengaruh cortisol terjadi peningkatan
respon cekaman panas, menginduksi transportnya ke dalam sel-sel hati.
pituitary anterior untuk mensekresikan Adre- Mobilisasi ini berlangsung bersamaan
nocorticoid Tirotropin Hormon (ACTH), dengan : (1) konversi asam amino menjadi
selanjutnya ACTH merangsang adrenal glukosa (glukoneogenesis); (2) mening-
cortex untuk menghasilkan hormon-hormon katnya pembentukan plasma dan protein
glucocorticoid dan epinephrin oleh adrenal hati oleh hati, dan (3) proses deaminasi
medulla (von Borell, 2001; Hardy et al., dalam hati meningkat (Hardy et al., 2005).
2005; Garriga et al., 2006)

Acetylcholine
Stress signal
Epinephrine
(Temperatur tinggi)
Ekstrasellular

Membran Sel
R

Glucose P
Adenylate ATP
Cyclase Glukose-6-Ptase

P Glucogen
Glukose-6-P
Synthase

FBPase-2
cAMP Fructose 6-P Glucose-1-P Glycogen

Fructose
2,6-bisP Glucogen
Fructose-1,6-bis P
Phosphorylase

Protein Kinase A P
P
PEP
Phosphorylase
P Pyr. Kinase Kinase A
Pyruvate
Sitoplasma

Gambar 3. Peranan Epinephrin dalam Menginduksi Reseptor Adenylate Cyclase untuk


Mengaktifkan cAMP untuk Memproduksi Glukosa dalam Rangka Pemenuhan Energi sebagai
Dampak Tekanan Stres

196 Parameter Biokimia Darah Ayam Ras Petelur (A. Mushawwir dan D. Latipudin)
Vol. 13 (3)

Rahardja (2010) mengemukakan alasan tidak akan terjadi konversi glukosa


peranan cortical dalam metabolisme lemak. menjadi kolesterol. Dalam keadaan stress
Pengaruh cortisol terhadap metabolisme temperatur, maka mekanisme gluko-
lemak masih banyak mengundang neogenesis yang distimulan oleh cortisol
perdebatan. Glukoneogenesis yang diin- juga meningkat dalam rangka penenuhan
duksi oleh cortisol cenderung mengkatabolis energi, sebagaiman pada Tabel dan Gambar
depot-depot lemak, dan pada sekresi cortisol 1 menunjukkan tidak terdapat perbedaan
yang berlebihan (hypersecretion) sering kali kadar kolesterol antara grower dan layer.
menyebabkan “pendulous abdomen” atau
kulit perut menggelambir pada mamalia. KESIMPULAN
Mobilisasi depot-depot lemak menyebabkan
peningkatan level asam lemak dalam Berdasarkan hasil penelitian dapat
sirkulasi, sehingga memungkinkan peng- disimpulkan bahwa fase layer cenderung
gunaannya untuk energi atau konversinya mengalami stress akibat cekaman panas.
menjadi glikogen hati. Stress yang masih mampu ditolerir pada fase
Hormon-hormon corticoid adrenal layer ditunjukkan dengan kadar glukosa
(glucocorticoid dan mineralocorticoid) ke- darah masih tinggi meskipun sedang
mungkinan bekerja meningkatkan respons memproduksi telur.
jaringan target terhadap glucagon, epine-
phrine dan mungkin hormon-hormon lain UCAPAN TERIMA KASIH
yang menstimulasi proses metabolisme
melalui system adenylat cyclase (Gambar 3) Penulis menyampaikan apresiasi dan
(Kegley and Spears, 1995; Yanagi et.al., terima kasih kepada kelompok penelitian
2002; Hardy et al., 2005). Fisiologi Stress Ayam Petelur, telah banyak
Mekanisme tersebut (Gambar 3) membantu pelaksanaan penelitian ini.
menunjukkan bahwa pengaktifan cAMP Ucapan yang sama kepada Direktur CV.
(siklus Adenin Monophospate) menjadi Pamulihan Farm Kuningan-Jawa Barat, telah
solusi bagi ternak yang mengalami cekaman memberi kesempatan untuk melaksanakan
stress untuk memproduksi glukosa. Ketika penelitian di Perusahannya. Begitu pula
konsumsi ransum menurun atau terhenti kepada tim Laboratorium Pusat Politeknik
untuk mengurangi heat increment (produksi Kesehatan Bandung, telah menfasilitasi
panas metabolik) (Yue et al., 2010) dan sebagian analisis sampel penelitian ini.
kebutuhan energi mendesak maka
perombakan glikogen otot melalui cAMP DAFTAR PUSTAKA
menjadi salah satu jalur alternatif untuk
penyediaan energi. Fenomena inilah yang Aengwanich, W. 2007. Effects of High
menjadi alasan utama ketersedian glukosa Environmental Temperature on Blood
dalam darah tetap lebih tinggi pada fase Indices of Thai Indigenous Chickens,
layer meskipun fase ini lebih cenderung Thai Indigenous Chickens Crossbred
mengalami stress. Namun dalam kisaran and Broilers. International Poult. Sci.
temperatur tinggi yang masih mampu 6, 427-430.
ditolerir, mekanisme produksi energi Bell, O.J. and B.M. Freeman. 1971.
tersebut masih mampu dipertahakan, Physiology and Biochemistry of The
tentunya semakin meningkat temperatur Domestic Fowl. Vol. 3. Academic
menjauhi zona nyamannya maka tindakan Press London.
pertama untuk melangsungkan hidupnya
adalah berhentinya produksi telur. Produksi Dawson, W. R., and G. C. Whittow. 2000.
glukosa secara totalitas diarahkan untuk Regulation of body temperature
mempertahankan metabolisme minimal dalam G. C. Whittow : Sturkie’s
dalam sel, sehingga ini pula yang menjadi Avian Physiology. Academic Press,

Parameter Biokimia Darah Ayam Ras Petelur (A. Mushawwir dan D. Latipudin) 197
Vol. 13 (3)

New York, NY. Pages 343–379 Rahardja, D. P. 2010. Ilmu Lingkungan


Garriga , C. , R. R. Hunter , C. Amat , J. M. Ternak. Penerbit Masagena, Makassar.
Planas , M. A. Mitchell , and M. Shinder, D., M. Rusal, J. Tanny, S. Druyan,
Moreto . 2006 . Heat stress increases and S. Yahav. 2007. Thermoregulatory
apical glucose transport in the chicken responses of chicks (gallus
jejunum. Am. J. Physiol. Regul. Integr. domesticus) to low ambient
Comp. Physiol. 290 , 195 – 201. temperatures at an early age. Poult.
Gomperts, B. D., I. M. Kramer and P. E. Sci. 86, 2200–2209.
R.Tatham. 2009. Signal Steel, R.G.D. dan J.H. Torrie, 1993. Prinsip
Transductions. Elsevier San Diego, dan Prosedur Statistika, suatu
USA. pendekatan biometric. Gramedia
Hardy , M. P. , H. B. Gao , Q. Dong , R. Ge , Pustakan Utama, Jakarta
Q. Wang , W. R. Chai , X. Feng , and Tan, G.Y., L. Yang , Y.-Q. Fu , J.H. Feng,
C. Sottas. 2005 . Stress hormone and and M.H. Zhang. 2010. Effects of
male reproductive function. Cell different acute high ambient
Tissue Res. 322 : 147 – 153 . temperatures on function of hepatic
Hicks, T. A. , J. J. McGlone , C. S. Whisnant mitochondrial respiration,
, H. G. Kattesh , and R. L. Norman . antioxidative enzymes, and oxidative
1998. Behavioral, endocrine, immune, injury in broiler chickens. Poult. Sci.
and performance measures for pigs 89, 115–122.
exposed to acute stress. J. Anim. Sci. Von Borell, E.H. 2001. The biology of stress
76 : 474 – 483 . and its application to livestock housing
Kegley, E.B., and Spears, J.W. 1995. and transportation assessment. J. Anim
Immune response, glucose Sci. 79, E260-E267.
metabolism, and performance of Yahav, S. 2000. Domestic fowl—Strategies
stressed feeder calves fed inorganic to confront environmental conditions.
and organic chromium. J.Anim.Sci., Poult. Avian Biol. Rev. 1, 81–95.
73, 2721
Yahav, S., A. Straschnow, D. Luger, D.
Mahmoud, K.Z., , S. M. Gharaibeh, Hana A. Shinder, J. Tanny, and S. Cohen. 2004.
Zakaria and Amer M. Qatramiz, 2010. Ventilation, sensible heat loss, broiler
Garlic (Allium sativum) energy, and water balance under harsh
Supplementation: Influence on Egg environmental conditions. Poult. Sci.
Production, Quality, and Yolk 83, 253–258.
Cholesterol Level in Layer Hens.
Yanagi, T. Jr., H. Xin, and R. S. Gates.
Asian-Aust. J. Anim. Sci. 23, 1503 –
2002. Optimization of partial surface
1509.
wetting to cool caged laying hens.
Mumma, J.O., J. P. Thaxton, Y. Vizzier- Appl. Eng. Agric. 45, 1091–1100.
Thaxton, and W. L. Dodson. 2006.
Yue, H.Y., L. Zhang ,S. G. Wu , L. Xu , H.
Physiological Stress in Laying Hens.
J. Zhang , and G. H. Q. 2010. Effects
Poult. Sci. 85, 761–769.
of transport stress on blood
Puvadolpirod, S. and J. P. Thaxton. 2000. metabolism, glycolytic potential, and
Model of Physiological Stress in meat quality in meat-type yellow-
Chickens 1. Response Parameters. feathered chickens. Poult. Sci. 89,
Poult. Sci. 79, 363–369. 413–419.

198 Parameter Biokimia Darah Ayam Ras Petelur (A. Mushawwir dan D. Latipudin)

Anda mungkin juga menyukai