Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam sejarah, laut terbukti mempunyai berbagai fungsi, antara lain sebagai sumber makanan bagi umat
manusia, sebagai jalan raya perdagangan, sebagai sarana penakluk, sebagai tempat pertempuran, sebagai
tempat rekreasi atau bersenang-senang dan sebagai alat pemisah dan pemersatu bangsa. Dengan kemajuan
ilmu pengetahuan dan teknologi kelautan diabad dua puluh ini, maka fungsi laut telah meningkat dengan
ditemukannya bahan-bahan tambang dan galian terutama minera, minyak, dan  gas bumi serta
dimungkinkannya usaha-usaha untuk mengambil kekayaan laut tersebut, baik kekayaan airnya maupun
didasar laut. Pembagian laut dibagi dua bagian yaitu laut teritorial yang berasal dibawah kedaulatan
negara pantai dan laut lepas yang bersifat bebasa berlaku cukup lama dan mendapat perumusan dalam
konvensi deen haag 1930. Sebagai rekaman dari hukum kebiasaan pada waktu itu. Tetapi keadaan
berubah sesudah Perang Dunia ke II. Diantara faktor penyebab perubahan itu, yaitu bertambah
bergantungnya masyarakat bangsa-bangsa  pada laut sebagai sumber kekayaan alam baik hayati maupun
non hayati seperti mineral minyak dan gas bumi, serta kemungkinan pengambil didukung dengan
kemajuan teknologi di bidang kelautan. Alasan demikian itu telah mendorong terjadinya tindakan sepihak
dari negara-negara untuk melindungi, memelihara  dan mencadangkan sumber kekayaan alamnya tidak
saja di  laut teritorialnya, tetapi juga menghendaki hak berdaulat yang lebih luas lagi, yaitu di laut lepas
yang berada di luar yurisdiksinya dan ``berbatasan dengan laut teritorialnya. Tindakan sepihak negara-
negara ini mengakibatkan perubahan-perubahan dalam ketentuan hukum laut yang terbentuk sebelum
perang dan merupakan kejadian atau peristiwa yang mempunyai pengaruh yang jauh dan mendalam serta
merupakan kejadian yang cukup penting dalam sejarah perkembangan hukum laut internasional. Salah
satu di antara peristiwa penting yang mempunyai pengaruh yang jauh dan mendalam terhadap
perkembangan hukum laut masa kini adalah tindakan sepihak Amerika Serikat yang dinyatakan dalam
Proklamasi Truman 1945 tentang Continental Shelf dan Perikanan. Kedua Proklamasi Truman ini
merupakan tindakan sepihak Amerika Serikat dalam perluasan yurisdiksi atas laut lepas yang berbatasan
dengan pantai Amerika Serikat untuk tujuan pemanfaatan kekayaan alamnya. Landas Kontinen dalam
Konvensi Hukum Laut 1958. Konvensi-konvensi Hukum Laut 1958 merupakan hasil Konperensi Hukum
Laut yangdiselenggarakan oleh PBB yang I, yang diadakan pada 24 Pebruari hingga 27 April 1958,
dihadiri  oleh 86 negara.

 Konvensi-konvensi Hukum Laut 1958 ini menghasilkan 4 (empat) buah Konvensi, yaitu :

- Konvensi I : Konvensi mengenai Laut teritorial dan Jaluar

Tambahan (Convention on the Territorial Sea and

Contiguous Zone).

- Konvensi II : Konvensi mengenai Laut Lepas (Convention on the


High Seas).

- Konvensi III : Konvensi mengenai Perikanan dan Perlindungan

kekayaan Hayati Laut Lepas (Convention of Fishing

and Conservation of the Living Resources of the High Seas).                  

- Konvensi IV : Konvensi mengenai Landas Kontinen (Convention on the Continental Shelf).

B. Masalah pokok

Dari latar belakang diatas maka penulis menetapkan pokok permasalahannya, yaitu:

 1. Jelaskan defenisi dari Landasan Kontinen dan bagaimana ketentuan-ketentuan mengenai batas landas
kontinen?

2. Bagaimana landas kontinen Indonesia?

 
 

BAB II

PEMBAHASAN

A.     Defenisi  Landasan Kontinen

               Konsep Landas Kontinen dalam Konvensi hukum laut (UNCLOSE) 1982 Konsepsi landas
kontinen diatur dalam bab khusus pada UNCLOSE 1982, yaitu bab VI tentang landas kontinen dari pasal
76 hingga pasal 85. Berdasarkan pasal 76 ayat (1) UNCLOSE 1982, dikatakan bahwa landasan kontinen
negara pantai terdiri dari dasar laut dan kekayaan alam yang terdapat dibawahnya diarea laut yang
merupakan penambahan dari laut teritorialnya, yang mencakup keseluruhan perpanjangan alami dari
wilayah teritorial daratnya kebagian luar yang memagari garis kontinental tidak bisa diperpanjang sampai
pada jarak tersebut.

               Pasal 76 ayat 1 konvensi Hukum Laut 1982 memuat batasan (definisi) yang berbunyi sebagai
berikut:

“The continental shelf of a coastal state comprise the sea-bed and subsoil of the sub marine areas that
extend beyond its territorial sea throughout the natural  prolongation of its land territory to the outer
edge of the continental marine, or to a distance of 200 nautical miles from the baselines from which the
breadth of the territorial sea is measured where the outer edge of the continental margin does not

               Dari defenisi landas kontinen diatas maka landasan kontinen diatas, maka landas kontinen suatu
negara pantai meliputi dasar laut dan tanah dibawahnya dari daerah dibawah permukaan laut  yang
terletak di luar laut teritorialnya sepanjang kelajuan alamiah dari wilayah daratannya hingga pinggiran
luar tepi kontinen, atau hingga lebar yang mencapai jarak 200 mil laut dari garis pangkal yang dipakai
untuk menetapkan lebar laut teritorial pinggiran luaranya, apabila pinggiran luar tepi kontinen tidak
mencapai jarak tersebut.
 

        Landas kontinen merupakan istilah geologi yang kemudian menjadi bagian dalam istilah hukum.
Secara sederhana landas kontinen dapat diartikan sebagai daerah pantai yang tanahnya menurun keadalam
laut sampai akhirnya disuatu tempat tanah tersebut jatuh curam di kedalaman laut dan pada umumnya
tidak terlalu dalam, agar sumber-sumber alam dari landas kontinen dapat dimanfaatkan dengan teknologi
yang ada.

               Penjelasan dalam Pasal 76 UNCLOS merupakan pencerminan dari kompromi antara negara
negara pantai yang memiliki landas kontinen luas seperti Kanada yang mendasarkan kriteria
eksploitasibiltas sebagaimana termuat dalam UNCLOS 1958 karena penjelasan pada UNCLOS 1958
tentang landas kontinen sangat berbeda dengan pengertian Pasal 76 UNCLOS 1982, sehingga negara-
negara pantai dengan landas kontinen yang luas tetap mempertahankan posisi bahwa mereka memiliki
hak di seluruh landas kontinennya dengan negara-negara yang menginginkan kawasan internasional
seluas mungkin.

Pada umumnya, kompromi merupakan masalah yang sulit untuk dicapai. Hal itu terbukti dengan
ketentuan-ketentuan konvensi yang menetapkan batas terluar dari tepian kontinen yang terletak di luar
jarak 200 mil. Untuk itu, negara-negara pantai dapat memilih satu di antara dua cara penetapan batas
tersebut, yaitu :

1. Dengan menarik garis diantara titik-titik dimana ketebalan sedimen karang paling sedikit 1 persen dari
jarak terpendek pada titik-titik tersebut ke kaki lereng kontinen; atau

2. Dengan menarik garis di antara titik-titik yang ditetapkan yang panjangnya tidak melebihi 60 mil laut
dari kaki lereng kontinen (Pasal 76 (4) UNCLOS 1982)

Selanjutnya ditetapkan bahwa untuk kedua cara tersebut setiap garis yang menghubungkannya antara dua
titik tidak boleh melebihi 60 mil laut (Pasal 76 (7) UNCLOS 1982). Kemudian titik-titik untuk penarikan
garis tersebut tidak boleh terletak lebih dari 350 mil laut dari garis pangkal untuk mengukur lebar laut
teritorial atau tidak boleh terletak lebih dari 100 mil laut dari kedalaman 2500 meter (Pasal 76 (5)
UNCLOS 1982).

               Para perumus konvensi menyadari bahwa penerapan ketentuan-ketentuan tersebut akan
menimbulkan permasalahan. Untuk itu, dibentuklah ketentuan dalam konvensi mengenai Komisi Batas
Landas Kontinen (Pasal 76 (8) dan Lampiran II UNCLOS 1982). Suatu negara pantai yang akan
menetapkan batas terluar landas kontinennya lebih dari 200 mil laut harus memberitahu komisi yang
beranggotakan 21 orang tersebut, mengenai data ilmu pengetahuan dan teknis yang mendasari penetapan
batas tersebut. kemudian komisi ini akan mempertimbpangkan serta membuat rekomendasi. Dalam hal ini
komisi harus mempertimbangkan Lampiran II apabila terdapat pengecualian terhadap peraturan-peraturan
yang dituangkan pada Pasal 76 UNCLOS 1982 jika negara pantai tidak menyetujui rekomendasi dari
komisi yang memiliki kewenangan menetapkan pandangnya kepada negara pantai.

Berdasarkan Pasal 77 UNCLOS 1982 negara pantai menikmati hak berdaulat untuk mengeskplorasi dan
mengeksploitasi sumber kekayaan alam di landas kontinen yang berada dalam batas 200 mil zona
ekonomi eksklusif, hak-hak tersebut bersamaan dengan hak-hak yang dinikmati berdasarkan Pasal 56
UNCLOS 1982 tentang zona eknomi eksklusif. Dengan demikian rezim landas kontinen yang independen
hanya yang terletak di luar batas tersebut. Kemudian terkait dengan hak dan penggunaan landas kontinen,
negara asing berhak melakukan penanaman kabel dan jalur pipa melalui atau pada landas kontinen sebuah
negara pantai, hal tersebut diatur pada Pasal 79 UNCLOS 1982. Negara pantai yang bersangkutan hanya
bisa menentukan jalur kabel atau pipa yang akan ditanam tetapi tidak dapat melarang atau mengharuskan
ketentuan penanaman kabel dan pipa tersebut. Pada Pasal 83 UNCLOS 1982 mengatur tentang ketentuan
penetapan batas landas kontinen antara negara-negara yang pantainya berbatasan dan berhadapan.
Dimana ketentuannya sama halnya dengan zona ekonomi eksklusif.

               Konvensi mengenai Landasan Kontinen berhasil untuk menentukan secara umum, rezim yang
sama mengenai landasan Kontinen. Konvensi yang hanya berisikan 15 pasal tersebut mulai berlaku 10
juni 1964 setelah Ratifikasi ke-22 oleh Inggris.

Menurut pasal 1 Konvensi Janewa menyatakan bahwa yang dimaksud dengan landasan Kontinen adalah:

·         Dasar dan lapisan tanah dibawah laut yang berbatasan dengan pantai tetapi berada diluar daerah
laut wilayah sampai kedalaman 200meter atau daerah yang lebih dalam lagi dimana dalam airnya
memungkinkan eksploitasi sumber-sumber alam daerah tersebut.

·         Dasar dan lapisan tanah dibawah laut seperti diatas yang berbatasan dengan pantai kepulauan.

Dalam hal ini, konvensi jenewa tidak lagi memasukkan landas kontinen yang berada di bawah laut
wilayah karena secara otomatis landas kontinen tersebut berada sepenuhnya di bawah kedaulatan negara
pantai seperti kedaulatannya terhadap laut wilayah itu sendiri.jadi konvensi hanya mengatur landas
kontinen diluar laut wilayah sampai kedalaman 200 meter atau lebih.

Sebuah negara bisa menetapkan landas kontinennya secara maksimal yaitu 350 mil apabila mempunyai
teknologi yang canggih untuk melakukan eksploitasi dan eksplorasi terhadap jarak 350 mil tersebut. Cara
mengklaim landas kontinen yaitu dengan cara mengklaim, kemudian membuat perjajian dengan negara
tetangga. Ketika perjajian sudah disetujui maka kemudian di depositkan atau disimpan di sekjen PBB
               Landas Kontinen merupakan wilayah dasar laut di luar wilayah Laut Teritorial tempat suatu
negara pantai memiliki hak berdaulat untuk memanfaatkan sumber daya alam yang terdapat di dalamnya.
Oleh karena itu, kepastian hukum atas suatu wilayah Landas Kontinen yang dapat ditarik melebihi jarak
200 mil laut ini, akan sangat mendukung suatu negara pantai, termasuk Indonesia untuk memanfaatkan
segala sumber daya alam yang ada.

            Landasan kontinen juga dapat diartikan suatu Negara berpantai meliputi dasar laut dan tanah di
bawahnya yang terletak di laur laut teritorialnya sepanjang merupakan kelanjutan alamiah wilayah
daratannya. Jaraknya 200 mil laut dari garis pangkal atau dapat lebih dari itu dengan tidak melebihi 350
mil, tidak boleh melebihi 100 mil dari garis batas kedalaman dasar laut sedalam 2500 mil. Landas
Kontinen (BLK) daerah di bawah laut yang meliputi dasar laut dan tanah di bawahnya dari daerah
dibawah permukaan laut yang terletak di luar laut teritorial sepanjang kelanjutan alamiah wilayah daratan
hingga pinggiran laut tepi kontinen, sehingga suatu jarak 200 mil laut dari garis pangkal, dalam hal
pinggiran luar tepi kontinen tidak mencapai jarak tersebut. Garis batas luar kondisi kontinen pada dasar
laut, tidak boleh melebihi 350 mil laut dari garis pangkal atau tidak melebihi 100 mil laut dari garis
kedalaman (isobath) 2500m, kecuali untuk elevasi dasar laut yang merupakan bagian alamiah tepian
kontinen, seperti pelataran (plateau), tanjakan (rise), puncak (caps), ketinggian yang datar ( banks) dan
puncak gunung yang bulat (spurs). 

B.      Ketentuan-ketentuan batas landas kontinen

1. Berdasarkan Konvensi Jenewa 1958.

Ketentuan mengenai batasan dari Landas Kontinen jika didasarkan pada Konvensi Jenewa 1958
sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 1, yaitu “dasar laut dan tanah di bawahnya yang bersambungan
dengan pantai tetapi diluar laut teritorial, sampai pada kedalaman 200 meter atau lebih, sepanjang
dalamnya air laut di atasnya masih memungkin kan untuk dapat mengekplorasi-nya dan mengekploitasi
sumber-sumber daya alamnya”.

Sedangkan ketentuan mengenai penetapan Garis Batas Landas Kontinen, dapat dilihat dari rumusan Pasal
6 Konvensi Jenewa 1958 tersebut, yaitu :

a.       Dalam hal landas kontinen bersambung ke wilayah dua atau lebih negara lain yang pantainya saling
berhadapan, batas dari landas kontinen ditentukan melalui suatu perjanjian internasional.

b.       Apabila perjanjian seperti itu tidak ada maka garis batas biasanya adalah garis tengah

2. Berdasarkan Konvensi Hukum Laut PBB 1982.

Ketentuan mengenai batasan dari Landas Kontinen jika didasarkan pada Konvensi Hukum Laut PBB
1982 sebagaimana dirumuskan dalam Pasal 76, yaitu “Pantai meliputi dasar laut dan tanah dibawahnya
dari daerah dibawah permukaan laut yang terletak di luar laut teritorialnya sepanjang kelanjutan alamiah
hingga daratannya hingga pinggiran luar kontinen, atau hingga suatu jarak 200 mil laut dari garis pangkal
darimana lebar laut teritorialnya diukur”. Dan lebih lanjut ayat (2) nya menyebutkan bahwa “Landas
Kontinen suatu negara pantai tidak boleh melebihi dari batas-batas sebagaimana ditentukan dalam ayat 4
hingga ayat 6”. Sedangkan ketentuan mengenai penetapan Garis Batas Landas Kontinen berdasarkan
Konvensi ini adalah :

a.       Batas Landas Kontinen dari Negara-negara yang pantainya saling berhadapan atau bersambung,
dilakukan dengan perjanjian atas dasar hukum internasional sebagaimana tercantum dalam Pasal 38
Statuta Mahkamah Internasional (Pasal 83 ayat (1), yaitu :

·         Perjanjian-perjanjian internasional, baik yang bersifat umum maupun khusus, yang mengandung
ketentuan hukum yang diakui secara tegas oleh negara-negara yang bersengketa;

·         Keebiasaan-kebiasaan internasional, sebagai bukti dari suatu kebiasaan umum yang telah diterima
sebagai hukum

·         Prinsip-prinsip hukum umum yang diakui oleh bangsa-bangsa yang beradab;

·         Keputusan pengadilan dan ajaran-ajaran sarjana-sarjana yang paling terkemuka dari berbagai
negara sebagai sumber tambahan bagi  penetapan kaedah-kaedah hukum

b.      Apabila tidak dicapai persetujuan, harus digunakan prosedur dalam Bab XV tentang Penyelesaian
sengketa. (Pasal 83 ayat (2).

Penentuan batas landas kontinen dapat dibagi menjadi tiga kondisi, yaitu :

a.      Penentuan batas landas kontinen kurang dari 200 mil laut. Batas terluar dari landas kontinen adalah
sejauh 200 mil laut atau berhimpit dengan batas Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE). Konsep ini dikenal
dengan Co-extensive Principle.

b.      Penentuan batas landas kontinen lebih dari 200 mil laut. Batas terluar landas kontinen mengacu
pada empat ketentuan penentuan pinggiran luar tepian kontinen.

c.       Penentuan batas landas kontinen yang berbatasan dengan negara pantai lainnya. Batas terluar landas
kontinen mengacu pada perjanjian antara negara yang berkepentingan. Hal ini terjadi jika jarak antar
negara kurang dari 400 mil laut. Untuk menentukan batas landas kontinen sesuai dengan UNCLOS 1982,
maka diperlukan pemahaman lebih lanjut mengenai garis pangkal, kaki lereng kontinen, pinggiran luar
tepian kontinen, dan punggungan (ridges). Dalam UNCLOS 1982 tercantum batas terluar dari landas
kontinen tidak boleh melebihi garis kedalaman 2500 m ditambah

jarak 100 mil laut, atau melebihi garis 350 mil laut dari garis pangkal darimana laut teritorial diukur.
Dengan adanya pembatasan tersebut, maka diperlukan pengukuran batimetrik untuk memperoleh garis
kedalaman 2500 m. Setelah didapatkan

garis kedalaman tersebut bandingkan dengan pembatas 350 mil laut dari garis pangkal, kemudian dipilih
batas landas kontinen yang terjauh. Setiap negara diperbolehkan memilih dari dua kriteria tersebut untuk
mendapatkan batas landas kontinen yang maksimal.
A.      Garis Pangkal

Pengertian garis pangkal menurut UNCLOS 1982, merupakan suatu garis awal yang menghubungkan
titik-titik terluar yang diukur pada kedudukan garis air rendah (low waterline), dimana batas-batas ke arah
laut, seperti laut teritorial dan wilayah yurisdiksi laut lainnya (zona tambahan, landas kontinen, dan zona
ekonomi eksklusif) diukur. Dengan demikian, garis pangkal merupakan acuan dalam penarikan batas
terluar dari wilayah-wilayah perairan tersebut. Dalam UNCLOS 1982 dikenal beberapa macam garis
pangkal, yaitu :

(1)Garis pangkal normal (normal baseline)

(2)Garis pangkal lurus (straight baseline)

(3)Garis pangkal penutup (closing line)

(4)Garis pangkal kepulauan (archipelagic baseline)

B.      Kaki Lereng Kontinen

Penampakan fisik dari kaki lereng kontinen mempunyai karakteristik sebagai berikut:

(1) Garis lipatan (joint line) antara dua lereng atau permukaan yang berbeda.

(2) Garis penghubung antara dua struktur kerak yang berbeda.

(3 )Permukaan atas yang mewakili struktur asli dari kerak tepian kontinen.

(4) Permukaan bawah yang mewakili struktur endapan dari kerak tepian kontinen yang sesuai.

(5 )Permukaan teratas memiliki gradien yang lebih besar dari permukaan yang lebih rendah

(6) Permukaan endapan (permukaan bawah) terletak di dekat basin pada dasar laut.

(7) Jika terdapat lebih banyak lipatan, maka lipatan yang terdalam memiliki kemungkinan terbesar
sebagai kaki lereng kontinen yang dimaksud.

(8) Perubahan gradien dari lereng-lereng dapat bervariasi.

C.      Penentuan Pinggiran Luar Tepian Kontinen

Pinggiran luar tepian kontinen dapat ditentukan melalui pendekatan batu endapan (sedimentary rock) atau
disebut juga kriteria geologi/geomorfologi (geological/geomorphological criteria) dan kriteria jarak-
kedalaman (depth-distance criteria). Namun demikian, terdapat pembatasan mengenai pinggiran luar
tepian kontinen dari suatu negara pantai, yaitu tidak boleh melebihi 350 mil laut dari garis pangkal, atau
100 mil laut dari garis kedalaman 2500 m. Dalam penentuan kaki lereng kontinen diperlukan
pemeriksaan material yang bisa didapatkan dari survei seismik. Jenis batu endapan dapat diketahui
melalui interpretasi data seismik. Selain mendapatkan jenis dari batu endapan di dasar laut, interpretasi
data seismik ini dapat pula digunakan dalam menentukan ketebalan batu endapan. Namun, pemeriksaan
material dengan melakukansurvei seismik demikian membutuhkan biaya yang mahal dan waktu yang
lama. Selain survei seismik, survei batimetri dapat juga digunakan untuk menentukan kaki lereng
kontinen, dengan cara memodelkan topografi dasar laut secara tiga dimensi. Proses pemodelan akan
terkait erat dengan model matematika yang digunakan. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk
merubah data hasil survei batimetri ke dalam bentuk tiga dimensi. Survei batimetrik dalam menentukan
kaki lereng kontinen ini dinilai lebih efisien dibandingkan survei seismik sehingga banyak dilakukan oleh
negara-negara pantai.

              

               Pasal 83 mengatur penetapan garis batas landas kontinen antara dua negara yang berdekatan,
baik negara-negara yang letaknya berhadapan (opposite) maupun berdampingan (adjacent). Dalam
ketentuan pasal 83 ayat 1 dinyatakan bahwa garis batas landas kontinen antara dua negara yang letak
pantainya berhadapan maupun berdampingan akan ditetapkan melalui persetujuan atas dasar hukum
internasional, sebagaimana tercantum dalam pasal 38 statuta Mahkama Internasional untuk mencapai
suatu penyelesaian yang adil.menurut ketentuan ayat 2 apabila persetujuan demikian tidak dicapai,
negara-negara tersebut harus menggunakan prosedur yang ditetapkan dalam bab XV konvensi hukum laut
1982.[1]

               Selanjutnya dalam ketentuan ayat 3 ditegaskan bahwa sambil menunggu berlakunya perjanjian
sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 negara-negara yang bersangkutan dengan semangat saling
pengertian dan kerjasama, harus membuat segala usaha untuk mengadakan pengaturan sementara yang
bersifat praktis, dan selama masa peralihan ini tidak membahayakan ataun mengganggu pencapaian
persetujuan yang tuntas. Konvensi hukum laut 1982 itu sendiri tidak memberikan petunjuk tentang apa
dan bagaimana peraturan sementara yang bersifat praktis yang harus diusahakan tersebut. Akan tetapi
apabila melihat persetujuan-persetujuan yang dicapai oleh beberapa negara, bentuk pengaturan yang
banyak digunakan adalah pengembangan bersama. Dalam hukum internasional tidak ada keseragaman
batas maupun penggunaan konsep pengembangan bersama. Selama ini konsep tersebut diartikan berbeda-
beda seperti dalam bentuk berikut:

·         Single stat model, dalam sistem ini hanya satu dari dua negara dalam suatu persetujuan join
development, yang melaksanakan kegiatan operasional penambangan minyak yang terdapat pada daerah
landas kontinen yang disengketakan. Negara yang melaksanakam kegiatan operasional penambangan
tersebut sepakat membagi keuntungan yang diperoleh dari penambangan minyak kepada negara mitranya
setelah dikurangi biaya operasional penambangnya. Contoh, persetujuan tahun 1958 antara bahrain dan
saudi arabia tentang penetapan landas kontinen yang tumpang tindih diteluk persia.

·         Compulsory joint venture system model. Model ini didasarkan pada suatu persetujuan anntar
negara untuk kerjasama membentuk usaha patungan yang bersifat memaaksa dalam melaksanakan
penambangan minyak yang terdapat pada daerah landas kontinen yang tumpang tindih. Model ini
dipraktikkan dalam persetujuan antara jepang dan korea selatan tentang join devolopment pada daerah
landas kontinen yang disengketakan di selat korea.

·         Join authority model, model ini negara-negara dalam suatu persetujuan join development sepakat
membentuk otorita bersama yang mempunyai kewewenangan atas nama masing-masing negara untuk
memberikan lisensi penambangan. Beberapa contoh dari model ini adalah persetujuan antara thailand dan
malaysia tahun 1979 tentang penambangan sumber daya alam mineral pada landasan kontinen yang
tumpang tindih di teluk thailand, dan persetujuan antara timor leste dan Australia tentang zona kerjasama
dalam pengelolaan SDA mineral di celah Timor. Jelaslah bahwa persetujuan-persetujuan tentang
pengembangan bersama untuk mengimplementasikan konvensi hukum laut 1982 telah memberiakan
kontribusi yang besar dalam proses timbulnya opinion juris neccesitatis (kewajiban hukum).

C.      Landas Kontinen Indonesia

 Pada Konvensi Hukum Laut 1982 atau yang lebih dikenal dengan United Nations Convention on the Law
of the Sea III (UNCLOS III), Pasal 76 angka 1 menyebutkan bahwa Landas Kontinen suatu Negara pantai
meliputi dasar laut dan tanah di bawahnya dari daerah di bawah permukaan laut yang terletak di luar laut
teritorialnya sepanjang kelanjutan alamiah wilayah daratannya hingga pinggiran luar tepi kontinen, atau
hingga suatu jarak 200 mil laut dari garis pangkal darimana lebar laut territorial diukur, dalam hal
pinggiran luar tepi kontinen tidak mencapai jarak tersebut.

Di Indonesia sendiri Landas Kontinen mendapat perhatian lebih ialah sekitar Tahun 1969, dimana
Pemerintah Indonesia mengeluarkan Pengumuman tertanggal 17 Februari 1969 dengan memuat pokok-
pokok sebagai berikut :

1)      Segala sumber kekayaan alam yang terdapat dalam Landas Kontinen Indonesia adalah milik
eksklusif Negara Indonesia;

2)      Pemerintah Indonesia bersedia menyelesaikan soal garis batas Landas Kontinen dengan Negara
tetangga melalui perundingan;

3)      Jika tiada perjanjian garis batas, maka batas Landas Kontinen Indonesia adalah suatu garis yang
ditarik ditengah-tengah antara pulau terluar Indonesia dengan titik terluar wilayah Negara tetangga;
4)      Klaim di atas tidak mempengaruhi sifat serta status daripada perairan di atas Landas Kontinen
Indonesia, maupun ruang udara di atasnya.

Pengumuman tersebut dianggap sebagai dasar kebijakan untuk membuat perjanjian-perjanjian bilateral
dengan Negara-negara tetangga, hal tersebut ditunjukkan dengan untuk pertama kalinya Indonesia
melakukan     perjanjian garis batas Landas Kontinen dengan Malaysia di Tahun 1969, yang kemudian
disusul oleh perjanjian-perjanjian bilateral lainnya . Pengumuman yang disampaikan Indonesia di Tahun
1969 tersebut dikukuhkan dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1973.

Yang disebut dengan Landas Kontinen Indonesia berdasarkan Pasal 1 UU No. 1 Tahun 1973 adalah
meliputi dasar laut dan tanah di bawahnya dari area di bawah permukaan laut yang terletak di luar laut
territorial, sepanjang kelanjutan alamiah wilayah daratan hingga pinggiran luar tepi kontinen, atau hingga
suatu jarak 200 mil laut dari garis pangkal dari mana lebar laut territorial diukur, dalam hal pinggiran luar
tepi kontinen tidak mencapai jarak tersebut, hingga paling jauh 350 mil laut sampai dengan jarak 100 mil
laut dari garis kedalaman.

Sebagaimana yang telah dijabarkan pada pembahasan sebelumnya, dapat diketahui bahwasanya setelah
sepakatinya mengenai peraturan hukum laut pada Konvensi Hukum Laut PBB 1982, sebagai bentuk
tindak lanjutnya, Negara Indonesia yang merupakan Negara yang merdeka dan berdaulat mengeluarkan
pengumuman terkait Landas Kontinen Indonesia kepada Negara-negara di dunia sekitar Tahun 1969 yang
dikukuhkan dengan dibuat dan disahkannya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1973 tentang Landas
Kontinen Indonesia, maka semenjak itulah mulai diadakannya kesepakatan atau perjanjian-perjanjian
terkait pengaturan Garis Batas Landas Kontinen dengan Negara-negara yang berbatasan langsung dengan
Indonesia.

Diantara beberapa perjanjian yang pernah dilakukan Indonesia dengan Negara tetangga untuk kejelasan
pengaturan atau penetapan Garis batas Landas Kontinen diantaranya adalah :

a.       Indonesia – Malaysia

Untuk pertama kalinya Indonesia melakukan perjanjian batas Landas Kontinen adalah dengan Malaysia.
Kedua belah pihak bersepakat, pada tanggal 27 Oktober 1969 dilakukan penandatanganan perjanjian
antara Indonesia dan Malaysia, yang disebut sebagai Perjanjian Tapal Batas Kontinental Indonesia –
Malaysia kedua negara masing-masing melakukan ratifikasi pada 7 November 1969.

Batas wilayah antara Indonesia dan Malaysia ditarik dari dekat Singapura dan berakhir di dekat Pulau
Batu Mandi di Selat Malaka. Artinya tidak ada batas perairan yang berupa batas laut wilayah antara
Malaysia dan Indonesia setelah Pulau Batu Mandi ke arah Barat Laut di Selat Malaka. Yang ada hanyalah
batas landas kontinen yang ditetapkan pada tahun 1969. Namun sampai sekarang ini masih ada dari batas-
batas Landas Kontinen Indonesia – Malaysia yang masih belum jelas kepastiannya akibat klaim masing-
masing Negara atas wilayahnya.

Pada bulan Februari 2005, hubungan Indonesia dan Malaysia mengalami ketegangan karena sengketa
kepemilikan atas blok Ambalat, yaitu blok dasar laut (Landas Kontinen) seluas 15.235 km2 yang
berlokasi di sebelah timur Pulau Borneo (Kalimantan).  Ambalat memiliki keistimewaan yaitu memiliki
kakayaan laut dan bawah laut, khususnya untuk pertambangan minyak.
Sengketa ini muncul pada saat perusahaan minyak Malaysia, Petronas, memberikan konsesi eksplorasi
minyak kepada perusahaan Shell pada tanggal 16 Februari 2005. Sementara itu, Indonesia sudah
memberikan konsesi untuk wilayah dasar laut yang sama kepada Unocal pada tanggal 12 Desember 2004,
Dengan kata lain, dalam perspektif Indonesia, Malaysia telah mengklaim kawasan yang sebelumnya telah
dikelola oleh Indonesia. Adanya tumpang tindih pemberian konsesi inilah yang menjadi pemicu
ketegangan antara kedua Negara, khususnya hal ini menimbulkan reaksi dari berbagai kalangan di
Indonesia.

Pada dasarnya Indonesia mengacu pada UNCLOS, sementara Malaysia bersikukuh pada peta yang
disiapkannya tahun 1979. Peta 1979 adalah peta sepihak Malaysia yang tidak mendapat pengakuan dari
negara tetangga dan dunia internasional. Meski demikian, Peta 1979 tetap menjadi peta resmi yang
berlaku di Malaysia (setidaknya secara sepihak) bahkan hingga saat ini . Padahal Indonesia dan Malaysia
sama-sama telah meratifikasi/menjadi anggota UNCLOS. Indonesia bahkan sudah menandatangani
UNCLOS pada tahun 1985 melalui UU No. 17 Tahun 1985, sedangkan Malaysia melakukan ratifikasi
pada tanggal 14 Oktober 1996 (United Nations, 2009). Ini berarti bahwa Indonesia dan Malaysia harus
mengikuti ketentuan UNCLOS dalam melakukan klaim atas kawasan laut seperti laut teritorial, ZEE dan
landas kontinen. Artinya, dalam menyatakan hak atas Ambalat pun kedua negara harus mengacu pada
UNCLOS.

Ancaman perbatasan yang dilakukan Malaysia ini semakin diperparah saat Indonesia kalah suara
ketika International Court of Justice (ICJ) menyatakan bahwa pulau Sipadan dan Ligitan termasuk
kedalam wilayah kedaulatan Malaysia. Diberikannya kedaulatan atas Sipadan dan Ligitan kepada
Malaysia oleh International Court of Justice pada tahun 2002 melahirkan potensi berubahnya konfigurasi
garis pangkal Indonesia dan Malaysia di sekitar Laut Sulawesi. Ada kemungkinan bahwa Malaysia akan
menggunakan kedua pulau tersebut sebagai titik pangkal. Konsekuensinya, wilayah laut yang bisa
diklaim oleh Malaysia akan melebar ke bagian selatan menuju Blok Ambalat. Hal inilah yang menjadi
dasar pandangan bahwa Sipadan dan Ligitan berpengaruh pada klaim Malaysia atas Ambalat dan dapat
membahayakan klaim Indonesia atas Ambalat

 
 

BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

               landas kontinen suatu negara pantai meliputi dasar laut dan tanah dibawahnya dari daerah
dibawah permukaan laut  yang terletak di luar laut teritorialnya sepanjang kelajuan alamiah dari wilayah
daratannya hingga pinggiran luar tepi kontinen, atau hingga lebar yang mencapai jarak 200 mil laut dari
garis pangkal yang dipakai untuk menetapkan lebar laut teritorial pinggiran luaralnya, apabila pinggiran
luar tepi kontinen tidak mencapai jarak tersebut.

Landas kontinen menunjukkan adanya kekayaan-kekayaan mineral yang sangat menarik:

·         Disepanjang pantai, di dasar laut landas kontinen yang tidak begitu dalam, terdapat placers yang
berisikan emas, ilmen, berlian, dan sumber-sumber lain seperti minyak bumi.

·         Bagian-bagian tertentu lereng kontinen berisi kumpulan endapan-endapan yang dapat dianggap
sebagai sumber-sumber minyak dan gas bumi dan dibagian-bagian tertentu dasar laut dalam diperkirakan
terdapat juga sumber-sumber minyak

·         Lumpur-lumpur logam yang kaya dengan tembaga dan zinc diperkirakan terdapat didaerah-daerah
laut panas yang sangat asin seperti dilaut merah.

Pasal 83 mengatur penetapan garis batas landas kontinen antara dua negara yang berdekatan, baik negara-
negara yang letaknya berhadapan (opposite) maupun berdampingan (adjacent). Dalam ketentuan pasal 83
ayat 1 dinyatakan bahwa garis batas landas kontinen antara dua negara yang letak pantainya berhadapan
maupun berdampingan akan ditetapkan melalui persetujuan atas dasar hukum internasional, sebagaimana
tercantum dalam pasal 38 statuta Mahkama Internasional untuk mencapai suatu penyelesaian yang
adil.menurut ketentuan ayat 2 apabila persetujuan demikian tidak dicapai, negara-negara tersebut harus
menggunakan prosedur yang ditetapkan dalam bab XV konvensi hukum laut 1982

               Uraian diatas memperlihatkan bahwa proklamasi presiden Truman tahun 1945 tentang landasan
kontinen kemudian dipraktikkan oleh negara-negara dibenua Amerika dan diikuti oleh negara-negara lain
diberbagai belahan dunia dan diteguhkan dalam konvensi Hukum Laut Janewa IV 1958 tentang landasan
kontinen.

Praktik negara-negara untuk menyelesaikan sengketa batas landas kontinen antara dua negara yang
letaknya berhadapa maupun berdampingan menurut pasal 83 ayat 3 Konvensi Hukum Laut 1982,
dilakukan melalui pengaturan pengembangan bersama (join devolopment). Pengaturan bersama ini telah
memberikan sumbangan yang besar dalam proses lahirnya oponion juris sive necessitatis dalam hukum
kebiasaan internasional.

Saran

Dewasa ini terdapat kecenderungan kuat dalam praktek negara-negra untuk menyelesaikan sengketa batas
landas kontinen antara dua negara yang letak pantainya berhadapan maupun berdampingan dengan
pengaturan pegembangan bersama. Dilihat secara praktis  persetujuan-persetujuan mengenai
pengembangan bersama merupakan jalan baik yang digunakan untuk menyelesaikan masalah batas landas
kontinen antar dua negara dan hal tersebut dapat diterima sebagai hukum kebiasaan internasional karena
negara-negara tidak menyatakan keberatan.

Anda mungkin juga menyukai