Anda di halaman 1dari 149

SANIRI NEGERI SEBAGAI FORUM KOMUNIKASI

(Terjadinya Konstruksi Hukum Tingkat Lokal dan Proses Pengesahan fam


di Negeri Hutumuri, Kecamatan Leitimur Selatan, Kota Ambon, Maluku)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar


Sarjana Sosial Dalam Bidang Antropologi

Oleh :

EUNIKE VIDIASTHI PETRONELLA NANULAITTA

140905112

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
DEPARTEMEN ANTROPOLOGI SOSIAL
MEDAN
2018

Universitas Sumatera Utara


UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
PERNYATAAN ORIGINALITAS

SANIRI NEGERI SEBAGAI FORUM KOMUNIKASI


(Terjadinya Konstruksi Hukum Tingkat Lokal Dan Proses Pengesahan fam
di Negeri Hutumuri, Kecamatan Leitimur Selatan, Kota Ambon, Maluku)

SKRIPSI

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya
yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan
tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat
yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis
diacu dalam naskah ini dan disebut dalam daftar pustaka.
Apabila dikemudian hari terbukti lain atau tidak seperti yang saya
nyatakan di sini, saya bersedia diproses secara hukum dan siap menanggalkan
gelar kesarjanaan saya.
Medan, Maret 2018
Penulis

Eunike V P Nanulaitta

i
Universitas Sumatera Utara
ABSTRAK

EUNIKE VIDIASTHI PETRONELLA NANULAITTA 140905112 (2014).


Saniri Negeri Sebagai Forum Komunikasi (Terjadinya Konstruksi Hukum
Tingkat Lokal Dan Proses Pengesahan Fam di Negeri Hutumuri, Kecamatan
Leitimur Selatan, Kota Ambon, Maluku). Skripsi ini terdiri dari 171 halaman,
gambar, tabel, daftar pustaka, dan surat pernyataan penelitian.

Skripsi ini berjudul “ Saniri Negeri sebagai Forum Komunikasi


(Terjadinya konstruksi hukum tingkat lokal dan proses pengesahan fam di Negeri
Hutumuri, Kecamatan Leitimur Selatan, Kota Ambon, Maluku). Secara umum
skripsi ini menjelaskan tentang bagaimana fam dapat di akui dalam Masyarakat
Negeri Hutumuri. Peneliti memilih Negeri/Desa Adat Hutumuri di karenakan
negeri ini merupakan desa adat yang besar dan masih sangat kental adat tradisinya
dan di desa ini juga terjadi konstruksi hukum tingkat lokat dan proses pengesahan
fam terjadi. Masyarakat Ambon terkhusus adalah wadah untuk memperoleh data
primer dan didukung sumber-sumber kepustakaan sebagai data sekunder.

Metode pengumpulan data dilakukan dengan cara observasi dan


wawancara. Observasi dilakukan untuk melihat keadaan negeri, seperti :
mengikuti beberapa forum kegiatan dan memahami sudut pandang masyarakat
sekitar yang merasakan peran dari Saniri Negeri. Sedangkan wawancara dilakuka
guna mendapatkan informasi-informasi yang berkaitan dengan dengan
fammaupun masyarakat Hutumuri. Wawancara dilakukan dengan orang yang
terlibat langsung dalam pengubahan fam yang maksud oleh peneliti. Untuk
menambahkan kapasitas informasi, peneliti juga menggunakan data dari instansi-
instansi terkait.

Saniri Negeri yang merupakan sistem pemerintahan sekaligus Lembaga


Adat telah di tetapkan dalam UU. Hasil penelitian menunjukan bahwa terjadinya
konstruksi hukum tingkat lokal ini dikarena Negeri Hutumuri merupakan desa
adat yang di akui secara formal, sehingga desa ini juga diberi kewenangan atas
membentuk dan membuat peraturannya sendiri asalkan tidak menyalahi dasar
negara NKRI, dijelaskan disana bahwa peraturan ini dibuat untuk menghargai
tradisi yang menjadi kebiasaan-kebiasaan yang dijalan oleh masyarakat Negeri
Hutumuri. Termasuk disana, bahwa pemilik fam secara bebas dapat mengubah
fam yang dimilikinya¸dan Negeri ini mempunyai cara tersendiri dalam mengakui
kelompok fam yang ada di Hutumuri. Kesimpulan yang bisa di capai melalui
tulisan ini yaitu : bahwa terjadinya konstruksi hukum hukum tingkat lokal dan
proses pengesahan fam akan menghadirkan fam yang baru dan mengubah
kedudukan yang telah ditetapkan sebelumnya oleh para leluhur.

Kata-kata kunci : Saniri Negeri, Fam, Hutumuri, Maluku,

ii
Universitas Sumatera Utara
UCAPAN TERIMA KASIH

Pertama saya ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya

kepada Tuhan Yesus Kristus yang telah memberikan kesehatan, kemudahan,

kelancaran, dan kemurahan rezeki sehingga saya dapat menyelesaikan perkuliahan

di Departemen Antropologi Sosial FISIP USU dan menyelesaikan skripsi

mengenai “Terjadinya Konstruksi Hukum Tingkat Lokal dan Proses Pengesahan

Fam di Negeri Hutumuri, Kecamtan Leitimur Selatan, Kota Ambon, Maluku”.

Saya juga menyadari bahwa tidak akan dapat menyelesaikan skripsi ini tanpa

adanya saran, bimbingan dan dukungan dari semua pihak.

Saya menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada

seluruh keluarga saya yang senantiasa mengasihi, mendidik, membimbing dan

memotivasi saya. Terutama kepada kedua orang tua saya Dr. Thomas Johanis

Nanulaitta dan Trianda Herru Umriani yang senantiasa ada di sepanjang hidup

saya dengan segala jerih payah, kesesakan dan kesakitan dalam menyekolahkan

saya hingga saat ini. Mereka yang selalu memperhatikan, dan menjadi tempat

sandaran kami anak-anaknya. Saya juga berterima kasih kepada kedua saudara

saya Daniel Marko Nanulaitta dan Yohana Apfia Priskilla Nanulaitta yang selalu

memberikan dukungan dan semangat kepada saya. Mereka semua adalah

kebanggan saya.

Saya juga menyampaikan terima kasih yang sangat tulus kepada Ibu Dra.

Rytha Tambunan, M.Si selaku dosen pembimbing skripsi saya yang telah banyak

memberikan waktu, tenanga, perhatian dan bimbingan serta kesabaran mulai dari

iii
Universitas Sumatera Utara
awal saya bimbingan. Saya juga berterima kasih kepada Bapak Drs. Lister Berutu,

MA selaku dosen pembimbing akademik saya, yang selalu membantu dan

memberikan perhatian kepada saya selama kuliah. Saya juga menyampaikan

terima kasih kepada Bapak Dr. Fikarwin Zuska selaku Ketua Departemen

Antopologi Sosial FISIP USU dan Bapak Agusutrisno selaku Sekretaris

Departemen atas dukungan, bimbingan, arahan dan motivasi yang selama ini

diberikan kepada saya. Kepada seluruh Dosen Antropologi Sosial, Kepada Buk

Nita Safitri, Buk Sabaria bangun, Buk Tjut, Buk Aida Safitri, Pak Zulkarnain, Pak

Ermansyah, Pak Yance, Pak Wan, Pak Nurman, Pak Hamdani, Pak Farid dan

yang tidak dapat saya sebutkan namanya satu per satu saya mengucapkan banyak

terima kasih atas ilmu, pengalaman dan pembelajaran yang telah di sampaikan

dan di berikan kepada saya dalam proses belajar mengajar, saya dapat

menyelesaikan studi ini karena adanya jasa dan campur tangan dari Bapak/Ibu

sekalian, kiranya ilmu yang di terima dapat saya gunakan sebaik-baiknya.

Ucapan terima kasih juga saya sampaikan kepada informan dan seluruh

masyarakat Hutumuri yang telah memberikan waktu, menerima saya selama

penelitian dan juga memberikan segala informasi yang saya butuhkan selama

penelitian berlangsung. Kepada Senior dan Alumni saya mengucapkan terima

kasih karena telah menjadi teman dan sahabat saya baik kampus maupun diluar

kampus yang selalu bercerita tentang pengalaman dan memberikan motivasi

kepada saya. Kepada seluruh Kerabat Antropologi Sosial 2014 yang selalu

menjadi teman dan sahabat selama proses perkuliahan berlangsung. Terutama

kepada Rovha Fadila Angkat teman dan sahabat paling gila yang selalu setia

iv
Universitas Sumatera Utara
kepada saya disaat suka maupun duka dan juga kepada Grace Yustia teman saya

sejak masuk kuliah.

Kepada sahabat sekaligus kekasih saya Fritz Octo Amando De’Houtman

yang tetap setia memberikan semangat, dukungan, motivasi dalam setiap suka

maupun duka selama perkuliahan dan membantu saya dalam pengerjaan skripsi

ini, saya mengucapkan terima kasih banyak. Kepada seluruh pihak yang tidak bisa

saya sebutkan satu persatu namun membatu saya dalam proses perkuliahan hingga

penyelesaian skripsi ini, saya mengucapkan terima kasih banyak kiranya Tuhan

membalas sagala kebaikan yang telah saya terima.

Kepada teman-teman SMA saya yang saat ini sama-sama berjuang

menulis skripsi, saya ucapkan terimakasih karena telah selalu mengingatkan untuk

semangat dalam mengerjakan skripsi. Terutama kepada Sahabat dekat saya Eka

Yunita dan Rizka Amelia terima kasih yang selalu memberi semangat, motivasi

dan pengalamannya kepada saya. Semoga kita terus bersahabat walaupun

pendidikan dan pekerjaan nantinya memisahkan kita.

Saya sangat menyadari banyak kekurangan dalam penulisan skripsi ini,

untuk itu saya berharap akan masukan, kritik dan saran dari berbagai pihak untuk

kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca,

peneliti, dan pihak-pihak yang memerlukan nantinya .

Medan, Maret 2018


Penulis

Eunike V P Nanulaitta

v
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Eunike Vidiasthi Petronella

Nanulaitta, Lahir pada tanggal 19

Agustus 1996 di Stabat. Penulis adalah

anak ke 2 (dua) dari 3 (tiga) bersaudara

dari pasangan Bapak Dr. Thomas

Johanis Nanulaitta dan Trianda Herru

Umriani. Penulis beragama Kristen

Protestan dan bersuku Ambon, penulis

bertempat tinggal di Kota Stabat.

Penulis menyelesaikan pendidikan

dasar di SD No.050660 Stabat pada

tahun 2008, berlanjut menyelesaikan SMP di SMP Negeri 1 Stabat tahun 2011

dan menyelesaikan SMA di SMA Negeri 1 Stabat tahun 2014. Kemudian penulis

melanjutkan pendidikan ke jenjang perguruan tinggi di Universitas Sumatera

Utara pada jurusan Antropologi Sosial di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik.

Penulis juga merupakan salah satu mahasiswa aktif mengikuti berbagai kegiatan

selama perkuliahan. Berikut adalah beberapa daftar riwayat penulis semasa kuliah

1. Tahun 2014, terdaftar sebagai mahasiswa Antropologi FISIP USU.

2. Tahun 2014, terdaftar sebagai anggota Himpunan Mahasiswa Departemen

Antropologi (INSAN) bekerja dalam bidang kesekretariatan

vi
Universitas Sumatera Utara
3. Tahun 2014, mengikuti kegiatan Survei Alat Transportasi Air oleh Dinas

Perhubungan Provisi Sumatera Utara di Kecamatan Ajibata, Toba

Samosir.

4. Tahun 2015, sebagai Panitia Penyambutan Mahasiswa Baru (PMB)

angkatan 2015

5. Tahun 2015, sebagai Sekertaris Panitia Dies Natalis Departemen

Antropologi ke-35

6. Tahun 2015, sebagai peserta Seminar Nasional ”Penghayat Agama Asli

Indonesia”

7. Tahun 2016, sebagai panitia Penyambutan Mahasiswa Baru (PMB)

angkatan 2016

8. Tahun 2016, panitia program proses peralihan calon mahasiswa

antropologi menjadi seorang mahasiswa antropologi yang di

selenggarakan setiap tahunnya (INISIASI)

9. Tahun 2016, mengikuti kegiatan Survei Permasalah Publik di Provinsi

Aceh

10. Tahun 2016, mengikuti kegiatan Survei Preferensi Politik Masyarakat

Jelang Pilkada Serentak 2017 di Aceh

11. Tahun 2016, mengikuti kegiatan Survei Preferensi Politik Masyarakat

Kabupaten Tapanuli Tengah

12. Tahun 2016, mengikuti kegiatan Survei Preferensi Politik Masyarakat

Kota Pematangsiantar

13. Tahun 2016, sebagai anggota pelatihan Training Of Fasilitator (TOF)

vii
Universitas Sumatera Utara
14. Tahun 2017, mengikuti kegiatan Survei Nasional tentang Kajian Sistem

Ketatanegaraan dan Evaluasi Pemasyarakatan Empat Pilar Oleh Majelis

Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (MPR RI) di Kota Medan

15. Tahun 2017, mengikuuti Musyawarah Nasional tentang Revitalisasi

Peradaban Pancasila menuju Seabad Indonesia

16. Tahun 2017, mengikuti kegiatan Survei Permasalahan Pulik di Kabupaten

Dairi

 Email : Eunike.nanulaitta@gmail.com

viii
Universitas Sumatera Utara
KATA PENGANTAR

Skripsi merupakan salah satu persyaratan dalam menyelesaikan studi di

Departemen Antropologi Sosial, Fakuttas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik di

Universitas Sumatera Utara. Skripsi dengan judul “Saniri Negeri sebagai Forum

Komunikasi” terjadinya konstruksi hukum tingkat lokal dan proses pengesahan

fam di Negeri Hutumuri, Kecamatan Leitimur Selatan, Kota Ambon, Maluku,

yang disusun oleh penulis ini bermaksud untuk memenuhi persyaratan

memperoleh gelar sarjana sosial dalam bidang Antropologi Sosial, Fakultas Ilmu

Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara.

Saniri Negeri sebagai forum permasalah publik yang sangat dikenal di

Maluku. Saniri Negeri adalah Lembaga atau badan yang merupakan perwujudan

demokrasi dalam penyelenggaraan Pemerintah Negeri, yang berfungsi sebagai

badan legislatif yang bersama-sama Kepala Pemerintahan Negeri (Raja)

membentuk peraturan negeri, mengawasi pelaksanaan tugas dari Kepala

Pemerintah Negeri serta merupakan badan yang mendampingi Kepala

Pemerintahan Negeri dalam memimmpin negeri, sesuai tugas dan wewenang yang

di milikinya. Saniri Negeri hanya dapat dijumpai di desa adat/negeri yang ada di

Maluku. Saniri Negeri memiliki beberapa aturan tersendiri dalam sistem

pemerintahannya, aturan ini didapatkan dari tradisi atau kebiasaan yang telah

mereka jalankan bertahun-tahun dan aturan-aturan ini tidak menyalahi aturan

hukum formal dalam UU selagi tidak lari dari jalan atau pedoman NKRI.

Kedudukan Saniri pun telah di atur dalam UU sebagaimana desa adat

diberlakukan.

ix
Universitas Sumatera Utara
Beberapa aturan yang dibentuk oleh Saniri merupakan suatu bukti adanya suatu

konstruksi hukum tingkat lokal. Salah satu contoh terjadinya konstruksi hukum

tingkat lokal ini akan penulis bahas dalam skripsi ini tentang bagaimana proses

pengesahan fam dapat terjadi di Negeri Hutumuri. Fam atau marga dalam istilah

suku lain yang merupakan tanda pengenal atau yang berasal dari genealogis atau

berdasarkan keturunan dari pihak ayah, maupun ibu nya. Ini dapat kita lihat

bagaimana suku Batak memiliki garis keturunan berasal dari ayah, sedangkan

bagi suku Minagkabau, garis keturunan berasal dari pihak ibu. Aturan ini tidak

bisa di langgar, walaupun tidak ada ketetapan atau peraturan hukum yang

memastikan hal tersebut, akan tetapi suku Batak dan Minangkabau menjalankan

tradisi tersebut secara turun-temurun. Berbeda dengan suku Ambon yang

menyatakan bahwa fam diturun kan dari pihak ayah, dalam arti garis keturunan

berasal dari ayah, akan tetapi kenyataannya tidak sedikit masyarakat Ambon

mengambil fam berdasarkan dari garis ketruna Ibu, dan ada pula yang mengambil

dari kedua belah pihak. Sehingga tidak jarang ditemukan kakak beradik berbeda

fam/marga. Aturan fam/marga sesungguhnya tidak ada diatur dalam hukum

formal, akan tetapi dengan adanya budaya dan tradisi yang menjalankan kebiasaan

tersebut akhirnya membentuk suatu peraturan hukum dalam suatu masyarkat.

Berbeda dengan masyarakat Ambon ternyata penyematan fam pada setiap

individu dapat diatur secara kekeluargaan bahkan fam tersebut dapat diganti, atau

dihapuskan, sehingga beberapa dari kasus tersebut dapat menimbulkan fam baru.

Proses pengesahan fam ini tidak semata-mata mengubah nama gelar atau

fam tersebut, akan tetapi proses ini melibatkan campur tangan dari Saniri Negeri

x
Universitas Sumatera Utara
selaku lembaga adat dan pemerintah negeri. Hal ini menyebabkan terjadinya

konstruksi hukum tingkat lokal, adanya suatu susunan aturan yang dibentuk dalam

suatu masyarakat. konstruksi hukum tingkat lokal ini dapat diterjemahkan sebagai

suatu hukum adat. Soepomo (1977) mengatakan bahwa hukum adat adalah

hukum yang hidup karena ia menjelmakan hukum yang nyata dari rakyat ; ia terus

menerus dalam keadaan tumbuh dan berkembang seperti hidup itu sendiri, dan

hukum adat beurat akar pada kebudayaan tradisional sama halnya dengan Saniri

Negeri ini. Saniri Negeri ini merupakan hukum adat yang dijalankan oleh

masyarakat negeri atau desa adat. Aturan-aturan tingkal laku dalam masyarakat

inilah dimaksudkan sebagai aturan-aturan adat.

Pennulis menyadari bahwa adanya kekurangan dalam penulisan ini skripsi

ini, untuk itu saya sebagai penulis berharap adanya kritik dan saran untuk

menyempurnakan skripsi ini. penulis juga berharap agar nantinya skripsi ini

digunakan sebagai acuan mahasiswa/i lainnya dalam melakukan berbagai

pengembangan penelitian terkhusus diwilayah Maluku, semoga skripsi ini dapat

bermanfaat dalam kemajuan ilmu pengetahuan.

Medan, Maret 2018


Penulis

Eunike V P Nanulaitta

xi
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR ISI

LEMBAR PERSETUJUAN
LEMBAR PENGESAHAN
PERNYATAAN ORIGINALITAS ................................................................... i
ABSTRAK ........................................................................................................... ii
UCAPAN TERIMAKASIH................................................................................ iii
RIWAYAT HIDUP ............................................................................................. v
KATA PENGATAR ........................................................................................... ix
DAFTAR ISI ....................................................................................................... xii
DAFTAR TABEL ............................................................................................... xiv
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... xv
DAFTAR FOTO ................................................................................................. xvi
DAFTAR BAGAN .......................................................................................... xvii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang .............................................................................. 1
1.2 Tinjauan Pustaka .......................................................................... 13
1.3 Perumusan Masalah ............................................................................... 22
1.4 Lokasi Penelitian ................................................................................ 23
1.5 Tujuan dan Manfaat ........................................................................... 25
1.6 Metode Penelitian ......................................................................... 25
1.7 Analisa Data ................................................................................. 28
1.8 Pengalaman Penelitian .................................................................. 28

BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN


2.1 Kota Ambon .................................................................................. 32
2.1.1 Suku bangsa .......................................................................... 36
2.1.2 Transportasi ......................................................................... 37
2.2 Kecataman Leitimur Selatan ......................................................... 38
2.2.1 Luas dan Jarak .................................................................... 40
2.2.3 Topografi ............................................................................ 40
2.2.3 Pendidikan .......................................................................... 41
2.2.4 Agama ................................................................................. 41
2.3. Negeri Hutumuri ........................................................................... 42
2.3.1 Sejarah Negeri Hutumuri .................................................... 43
2.4 Kampung/Soa di Negeri Hutumuri ............................................... 51
2.4.1. Kampung Sarsaila (Soa Pattihutung) .................................. 52
2.4.2. Kampung Totu (Soa Tutupasar) .......................................... 53
2.4.3. Kampung Nusa Rumang (Soa Puasel) ................................ 54
2.4.4. Kampung Ehut (Soa Mokihutung) ....................................... 55
2.4.5. Kampung Lana (Soa Lapaut) ............................................. 57
2.5 Simbol Negeri ................................................................................ 59
2.6 Upacara Adat ................................................................................ 60

xii
Universitas Sumatera Utara
2.6.1 Sistem Hukum Adat Negeri Hutumuri ............................... 60
2.6.2. Nilai-nilai Satra Lisan dalam Upacara Adat ....................... 61
2.6.3. Nilai-nilai Seni ..................................................................... 62
2.6.4 Budaya Pakaian ................................................................... 65
2.6.5 Sastra Gaib ........................................................................... 66
2.7. Sarana Umum Negeri Hutumuri .................................................... 67
2.7.1. Sarana Pemerintah ............................................................... 67
2.7.2. Sarana Kesehatan ................................................................. 68
2.7.3. Sarana Ibadah ...................................................................... 69
2.7.4. Sarana Umum ....................................................................... 70
2.7.5. Sarana Pendidikan ............................................................... 71
2.7.6. Lembaga-lembaga Pemerintah ............................................ 72
2.7.7. Kelembagaan atau Organisasi Kemasyarakatan .................. 73

BAB III SANIRI NEGERI SEBAGAI FORUM KOMUNIKASI


3.1. Sejarah Saniri Negeri .................................................................... 75
3.2. Kedudukan, Tugas Pokok dan Fungsi Saniri Negeri .................... 78
3.2.1. Kedudukan Saniri Negeri menurut UU ................................ 78
3.2.2. Tugas Pokok Saniri Negeri ................................................ 84
3.2.3. Fungsi Saniri Negeri ............................................................ 85
3.3. Struktur Organisasi Saniri Negeri ................................................. 86
3.4. Faktor yang mempengaruhi eksistensi Saniri Negeri .................... 89
3.5. Tata Cara Pengaduan dan Pengelolaan Pengaduan ....................... 97
3.5.1. Tata Cara Pengaduan ........................................................... 97
3.5.2. Pengelolaan Pengaduan ....................................................... 97

BAB IV PROSES PENGESAHAN FAM DI NEGERI HUTUMURI


4.1 Asal-usul Marga/Fam .................................................................... 98
4.1.1 Fungsi legalitas fam ........................................................... 103
4.2 Saniri Negeri dalam Mengesahkan Fam .................................... 105
4.2.1 Unsur penyebab terjadinya konstruksi hukum
tingkat lokal ....................................................................... 110
4.3 Faktor penyebab fam di hapuskan, atau ditambahkan .................. 112

BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan ................................................................................... 124
5.2 Saran ............................................................................................. 127

DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 128

LAMPIRAN
 Peraturan Daerah Kota Ambon Nomor - 3 Tahun 2008 Tentang Negeri Di
Kota Ambon
 Daftar nama fam di Maluku
 Foto

xiii
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Kecamatan Nusaniwe ...................................... ..................................... 34


Tabel 2.2 Kecamatan Sirimau ......................................... ..................................... 34
Tabel 2.3 Kecamatan Teluk Ambon ................................ .................................... 35
Tabel 2.4 Kecamatan Teluk Banguala ............................ .................................... 35
Tabel 2.5 Kecamatan Leitimur Selatan ........................... ..................................... 71
Tabel 2.6 Fasilitas Pendidikan ........................................ ..................................... 71
Tabel 3.1 Raja Yang Pernah Memerintah ....................... ..................................... 77

xiv
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Pulau Ambon ................................................... ................................. 23


Gambar 2.1 Peta Kota Ambon ............................................ ................................. 33
Gambar 2.2 Upu Kebesaran Soa Pattihutung ...................... ................................. 53
Gambar 2.3 Upu Kebesaran Soa Tutupasar ........................ ................................. 54
Gambar 2.4 Upu Kebesaran Soa Mokihutung ..................... ................................ 57

xv
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR FOTO

Foto 2.1 Negeri Hutumuri .............................................. ...................................... 42


Foto 2.2 Upu Kebesaran Soa Puasel .............................. ...................................... 56
Foto 2.3 Upu Kebesaran Soa Lapaut .................................................................... 59
Foto 2.4 Tugu Mangkuk ....................................................................................... 59
Foto 2.5 Kantor Pemerintah Negeri .............................. ....................................... 68
Foto 2.6 Rumah Baleu .......................................................................................... 68
Foto 2.7 Rumah Ibadah ................................................. ....................................... 70
Foto 3.1 Pejabat Negeri Saniri ...................................... ....................................... 90
Foto 3.2 Acara Adat ...................................................... ....................................... 96

xvi
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR BAGAN

Bagan 2.1 Struktur Pemerintahan Adat Maluku .............. .................................... 73


Bagan 4.1 Contoh Genealogis Masyarakat Ambon ......... .................................. 102

xvii
Universitas Sumatera Utara
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Di dalam era modern yang sangat terpusat seperti saat ini, hukum formal

yang dianggap satu-satunya pedoman dalam mengontrol dan mengendalikan

perilaku masyarakat ternyata selain hukum formal1 juga masih digunakan oleh

masyarakat itu sendiri seperti hukum agama dan hukum adat. Pokok yang

mendasari ini adalah dugaan bahwa hubungan-hubungan sosial rentan terhadap

kontrol manusia yang terkendali dan bahwa alat yang digunakan untuk mencapai

kontrol ini adalah hukum. Pernyataan ini ternyata sudah terjadi sejak dulu yang

diketahui melalui hasil penelitian yang dilakukan sebelumnya. Seperti yang

dikatakan Holleman (dalam Ihromi T.O : 1993) bahwa ia melihat adanya

keputusan-keputusan dan interpretasi-interpretasi pengadilan Eropa di Afrika

Selatan mengenai Hukum Asli dan Hukum Kebiasaan yang dimaksud dengan

hukum asli disini adalah hukum yang ideal atau hukum formal yang berlaku

dinegara tersebut. Akan tetapi bukan hanya hukum asli saja yang terlihat

digunakan oleh masyarakat Afrika Selatan. Holleman (dalam Ihromi T.O :1993)

melihat bahwa hukum kebiasaan juga digunakan oleh masyarakat Shona Rhodesia

di Afrika Selatan. Di Indonesia, hukum kebiasaan ini dapat dikatakan sebagai

hukum adat atau hukum primitif, dimana adanya aturan-aturan atau norman-

norma dan nilai-nilai yang mengikat dalam suatu masyarkat dengan tujuan untuk

1
Hukum formal berasal dari negara sedangkan hukum agama dan hukum adat berasal dari dalam
masyarakat itu sendiri

Universitas Sumatera Utara


mengatur dan mengendalikan kehidupan masyarakat. Adapun yang dimasud

dengan Hukum adalah istilah ringkasan untuk menggambarkan suatu himpunan

yang kompleks dari prinsip-prinsip, norma-norma, ide-ide, aturan-aturan,

kebiasaan-kebiasaan, dan untuk kegiatan-kegiatan dari alat-alat perlengkapan

negara yang berkenaan dengan perundang-undangan, pemerintahan, peradilan dan

pelaksanaan putusannya, yang didukunng oleh kekuatan politik dan legitimasi.

Dalam hukum masyarakat primitif, dari masyarakat kesukuan, tenaga-

tenaga ahli menemukan hal yang belum pernah mereka temukan atau yang tidak

ingin mereka temukan dalam sejarah mereka sendiri, yaitu asal usul “masyarakat-

masyarakat awal” yang ditempatkan pada skala evolusioner, jauh lebih dini

daripada hukum-hukum lama yang pada waktu itu dikenal orang-orang Eropa,

seperti hukum Roma dan hukum orang Yunani, atau yang lebih tua lagi, seperti

hukum yang dikenal dari teks-teks injil. Hukum dianggap sebagai aturan-aturan

yang diberi sanksi dalam prosedur yang teroganisasi2. Masyarakat yang

melanggar aturan akan mendapatkan sanksi sesuai dengan aturan-aturan yang

telah disepakati sebelumnya. Sanksi tersebut diberikan guna untuk menjaga aturan

itu sendiri agar ditaati oleh masyarakat. Hukum ini juga dipertegas oleh Pospisil

dalam karnya kapauku Papuas and Their Law, bahwa ia menemukan ada

hukumnya dalam 120 aturan. Artinya bahwa tiap-tiap aturan yang dilanggar oleh

masyarakat akan mendapat sanksi (Ihromi T.O, 1993:67). Tiap-tiap aturan diikuti

oleh laporan singkat mengenai persengketaan aktual dan hasil pemecahannya,

2
T.O Ihromi, Antropologi Hukum Sebuah Bunga Rampai,(Jakarta : Yayasan Obor Indonesia,
1993), hlm 4

Universitas Sumatera Utara


untuk melihat apakah aturan yang dinyatakan itu ditaati atau tidak. Orang Kapaku

menerima keputusan pemimpin kampung sebagai keputusan yang adil, mereka

menganggap bahwa hukum asli merupakan aturan yang abstrak atau aturan yang

mati sehingga mereka tidak menganggap aturan ini kedalam hukum.

Sebagai contoh, dari hasil penelitian Vergouwen (dalam Ihromi,

T.O:2004) pada masyarakat Batak ada hukum yang mengatur perkawinan,

pelanggaran, warisan, hak kepemilikan tanah, penyelesaian perselisihan sampai

kepada hukum yang berhubungan dengan hutang. Hukum ini bukanlah hukum

formal yang secara resmi dituliskan dan disahkan oleh negara sehingga jika

dilanggar akan dikenakan hukuman pidana. Walaupun hukum ini sebagaian ada

diatur dalam Undang-undang, akan tetapi masyarakat Batak tetap menjalankan

hukum ini sebagai suatu adat atau hukum kebiasaan. hukum ini selalu ditaati oleh

masyarakat Batak dimanapun ia berada dan menjadi sebuah kearifan lokal dan

tradisi bagi masyarakat Batak dalam menyelesaikan berbagai masalah. Dalam hal

ini dapat katakan bahwa masyarakat Batak mengganggap hukum ini lebih relevan

digunakan karena sudah adanya nilai nilai yang tertanam dalam diri mereka.

Sudah begitu jelas bahwa tidak semua masyarakat berpatok pada hukum asli atau

hukum formal. Walaupun sebenarnya hukum aslilah yang wajib dipatuhi oleh

seluruh masyarakat. Akan tetapi Cochrane (dalam Soemadiningrat R. Otje

Salman: 2002) membantah hal tersebut. ia mengatakan pendapatnya bahwa

“masyarakatlah yang menentukan hukum dan bukan sebaliknya”. Hal ini

dikarenakan masyarakatlah yang mengerti seperti apa keadaan masyarakat itu

Universitas Sumatera Utara


sendiri sehingga masyarakat mampu mengendalikan masyarakat tersebut dengan

hukum yang dianggap relevan oleh mereka.

Hukum3 dibutuhkan oleh manusia karena hukum memiliki arti dan fungsi

yang penting bagi kehidupan manusia itu sendiri. Arti pentingnya hukum bagi

manusia dan masyarakat setidaknya dapat dilihat dari dua aspek. Pertama dengan

melihat pada potensi hukum sebagai sarana penyelesaian sengketa. Kedua,

melihat kepada potensi hukum untuk mempersatukan segenap unsur yang

beragam di masyarakat. Hukum sebagai kebutuhan dasar maka hukum wajib

diselenggarakan dan dipatuhi oleh seluruh anggota atau warga masyarakat. Untuk

menyelenggarakan hukum diperlukan adanya lembaga yang didalamnya terdapat

kumpulan orang yang diserahi tugas khusus4. Hukum yang berlaku pun tidak

tunggal. Hidup yang berbeda-beda di bawah penguasa lokal yang berlain-lainan,

seperti kepala-kepala suku atau kemudian para bangsawan pewaris lahan-lahan

luas yang mana setiap penguasa lokal itu mengontrol tertib wilyah masing-masing

dengan aturan-aturannya sendiri yang menyebabkan atau memaksa seseorang

untuk tunduk pada aturannya sekaligus juga berada dalam suatu tujuan sosial yang

lebih luas yang dapat mempengaruhi dan menguasainya. Maka kejadian ini dapat

dikatakan bahwa terjadinya konstruksi hukum tingkat lokal.

3
Hukum menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah peraturan atau adat yang secara resmi
dianggap mengikat, yang dikukuhkan oleh penguasa atau pemerintah, suatu sistem yang dibuat
manusia untuk membatasi tingkah laku manusia agar tingkah laku manusia dapat terkontrol ,
hukum merupakan aspek terpenting dalam pelaksanaan atas rangkaian kekuasaan kelembagaan,
Hukum mempunyai tugas untuk menjamin adanya kepastian hukum dalam masyarakat. Oleh
karena itu setiap masyarakat berhak untuk mendapat pembelaan didepan hukum sehingga dapat di
artikan bahwa hukum adalah peraturan atau ketentuan-ketentuan tertulis maupun tidak tertulis
yang mengatur kehidupan masyarakat dan menyediakan sangsi bagi pelanggarnya.
4
Fajar, “Pengertian Hukum dan Tujuan Hukum”, http://pengertian.website/pengertian-hukum-
dan-tujuan-hukum-yang-lengkap/

Universitas Sumatera Utara


Konstruksi hukum merupakan susunan hukum atau perbaikan susunan

aturan yang berlaku sedangkan konstruksi hukum tingkat lokal merupakan

susunan hukum atau susunan aturan yang berlaku didaerah tersebut, dimana dalam

kehidupan komunitas lokal, tradisi yang telah diterima dan dipatuhi masyarakat

sebagai bagian dari the living law. Hukum yang hidup dalam masyarakat tidak

akan terputus dan akan selalu diakui oleh masyarakat sebagai pedoman normatif

yang menuntun perilaku yang dipandang baik dalam masyarakat. Adapun

kepastian hukum yang menurut doktrinnya dilekatkan pada eksistensi hukum

undang-undang yang positif itu sebenarnya hanyalah suatu pernyataan yang hanya

akan diterima dalam maknanya yang relatif. Hukum akan berubah sejalan dengan

perubahan jaman dari hukum yang positif ini pula lahirnya kajian „hukum dalam

masyarakat‟ yang berfokus pada text in context 5.

Untuk menempatkan hukum didalam struktur sosial, maka lebih dahulu

harus melihat kepada masyarakat dan kebudayaanya sebagai suatu keseluruhan,

merupakan suatu fakta bahwa masyarakat dapat mengahasilkan aturan-aturan dan

adat-kebiasaan serta simbol-simbol yang berasal dari dalam, tapi di lain pihak

juga rentan terhadap aturan-aturan, keputusan-keputusan dan kekuatan-kekuatan

lain yang berasal dari dunia luar yang mengelilinginya6 seperti lembaga-lembaga

peradilan atau lembaga adat yang berkembang dalam masyarakat. Misalnya salah

satu lembaga adat yang ada dalam masyarakat Batak yang dikenal dengan nama

5
Soetandyo Wignjosoebroto, Hukum dalam Masyarakat,(Yogyakarta, Graha Ilmu, 2013), hlm 7
6
T.O Ihromi, Antropologi Hukum Sebuah Bunga Rampai,(Jakarta : Yayasan Obor Indonesia,
1993), hlm 149

Universitas Sumatera Utara


“Dalihan Na Tolu7. Dalihan Na Tolu berfungsi yang berfungsi sebagai pedoman

yang mengatur, mengendalikan dan memberi arah kepada tata laku (perilaku) dan

perbuatan (sikap atau pola tindak) orang Batak.8 Tidak hanya sampai disitu

Dalihan Na Tolu juga dianggap sebagai kearifan lokal yang juga digunakan untuk

mengatur sitem pemerintahan. Salah satu nilai budaya yang menjadi kebanggaan

orang Batak Toba yaitu sistem hubungan sosial Dalihan Na Tolu yang terwujud

dalam hubungan kekerabatan yang sangat kental berdasarkan keturunan darah

(genealogis) dan perkawinan yang berlaku secara turun-temurun hingga sekarang

ini. Budaya Dalihan Na Tolu Mengatur dan mengendalikan kehidupan orang

Batak tidak hanya dalam konteks ikatan adat saja, tetapi juga dalam bidang

ekonomi, agama, politik, bahkan birokrasi. Seperti yang sudah dijelaskan

sebelumnya bahwa lembaga ini juga mempunyai aturan-aturan dan nilai-nilai

yang mengikat dalam diri masyarakat sehingga masyarakat dapat mengendalikan

perilaku dan perbuatannya. Dalihan Na Tolu ini bukan hanya menjadi pengendali

sosial saja, akan tetapi lembaga ini ini juga dijadikan sebagai forum komunikasi

oleh masyarakat Batak dalam menyelesaikan permasalahan yang timbul dalam

pribadi ataupun masyarakat itu sendiri. Bukan hanya pada masyarakat Batak saja

lembaga atau forum dapat mengedalikan kehidupan sosial dan menyelesaikan

masalah dalam suatu tatanan masyarakat, akan tetapi pada Masyarakat Ambon

7
Dalihan Na Tolu atau sering juga diterjemahkan dengan istilah tungku nan tiga–pengertian
tungku nan tiga dalam budaya Batak ini tentu akan sama pengertian dan maknanya dengan nilai
budaya lain yang ada di Sumatera, seperti tungku tiga sejarangan, benang tiga sepilin, payung tiga
sekaki, dan lain sebagainya, akan tetapi memilki tujuan sama.
8
Armaidy Arnawi, ”Kearifan Lokal Batak Toba Dalihan Na Tolu dan Good Governance dalam
Birokrasi Publik”, https://media.neliti.com/media/publications/78784-ID-kearifan-lokal-batak-
toba-dalihan-na-tol.pdf, hlm. 163

Universitas Sumatera Utara


juga memiliki lembaga Adat yang sama dengan Dalihan Na tolu. Lembaga adat

ini dikenal dengan nama “Saniri Negeri”.

Saniri Negeri adalah lembagai adat yang merupakan suatu forum

komunikasi dalam penyelesaian masalah publik di Ambon. Lembaga adat juga

termasuk kedalam lembaga peradilan. Saniri Negeri adalah lembaga adat yang

berperan mengayomi adat istiadat dan hukum adat. Saniri9 berperan membantu

Raja dalam menyelesaikan setiap perselisihan di lingkup negeri atau dusun atau

desa. Bahkan saniri berhak untuk melepaskan jabatan seorang walikota atau

diberhentikan10. Pelaksaan atas jalannya upacara adat dan pemerintahan adat seta

peradilan adat dilakukan oleh suatu Dewan Desa yang disebut “Saniri” atau

lengkapnya “Badan Saniri Negeri”.11. Struktur kelembagaan adat di “negeri”

terus eksis dan berperan secara optimal hingga mampu menciptakan keserasian

dan keharmonisan dalam kehidupan sosial masyarakat Maluku. Artinya bahwa

Saniri juga turut menjadi bagian dari hukum itu sendiri.

Dalam penelitian ini peneliti ingin menjelaskan kedudukan lembaga adat

“Saniri” khususnya di Negeri Hutumuri, menurut UU No. 32/2004 tentang

pemerintahan daerah dan kedudukannya menurut adat, serta perannya sebagai

forum komunikasi dalam penyelesaian masalah publik di Ambon. Maka hasilnya

adalah bahwa di Maluku khususnya di Pulau Ambon, lembaga adat “Saniri”

melalui Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah,

9
Saniri adalah istilah bahasa Seram untuk dewan yang dahulu memerintah daerah Tiga Sungai;
sedangkan negeri adalah bentuk melayu dari kata bahasa sansekerta nagara, yang bearti daerah,
kota atau kerajaan (suatu wilayah pemerintahan)
10
Frank L Cooley, mimbar dan takhta, (Jakarta, Pustaka Sinar Harapan, 1987), hlm.221
11
H. hilman Hadikusuma, Antropologi Hukum Indonesia,(Bandung:P.T. ALUMI,2006), hlm.240

Universitas Sumatera Utara


yang diterjemahkan ke dalam Peraturan Daerah Propinsi Maluku Nomor 14

Tahun 2005 tentang Penetapan Kembali Negeri Sebagai Kesatuan Masyarakat

Hukum Adat Dalam Wilayah Provinsi Maluku. Sebagai suatu forum komunikasi

dalam menyelesaikan masalah-masalah yang ada di negeri baik itu persoalan

secara kelompok maupun individu. Saat ini Saniri ada pada posisi cukup kuat oleh

karena dukungan baik menurut adat maupun menurut undang-undang serta

peraturan-peraturan daerah dibawahnya. Lembaga ini memiliki ikatan dengan

hukum formal. Seperti yang pendapat dikemukakan oleh Hoebel (dalam Ihromi

T.O:1993) yang mengatakan bahwa hukum substantif dan hukum yang hidup

(living law) saling berkaitan. Saniri ini sendiri memiliki kedudukan yang sama

dengan pendapat yang kemukakan oleh Hoebel.

Keanggotaan Saniri terdiri dari Raja yang turun temurun atau juga dipilih

dari keturunan kerabatan Raja yang berhak melaksanakan pemerintah desa,

beberapa kepala soa, tua tua adat, tuan tanah, kapitan12, juga ikut serta dalam

kerapatan Saniri yaitu kepala kewang (polisi hutan) dan marinyo13 dengan

demikian Badan Saniri Negeri itu mempunyai kedudukan dan tugas administratif

yang dijalan oleh raja dan kepala soa yang disebut Saniri Raja Patih14, tugas

legislative membuat peraturan dan menentukan kebijakan pemerintahan

12
Kapitan merupakan pemimpin atas negerinya dan mempunyai kewajiban mengurus segala
sesuatu dengan masalah pertahanan dan keamanan (militer)
13
Marinyo atau penguhubung desa yang bertugas menyiarkan/memberitakan segala perintah raja
kepada masyarakat
14
Saniri Raja Patih yang terdiri atas raja dan kepala soa dan pelaksana administrasi dari
pemerintah pusat

Universitas Sumatera Utara


ditentukan oleh papripurna Saniri yang disebut Saniri Negeri Lengkap15, dan

musyawarah paripurna yang dihadiri lengkap oleh warga pria yang telah berumur

18 tahun yang diadakan Saniri Negeri lengkap dan disebut Saniri Negeri Besar.

Fungsi Saniri sebagai pemerintahan desa adalah untuk mengawasi dan menjamin

setiap peraturan adat agar ditaati warganya16. Adapun beberapa faktor yang

mempengaruhi eksistensi saniri dalam sistem masyarakat adat di Ambon adalah :

Faktor Sosial dan Budaya; Faktor Hukum; Faktor Poolitik dan; Faktor

Lingkungan

Indetitas orang Maluku dapat di kenali dengan istilah fam17. Orang Maluku

merujuk kepada nama fam yang dipakai di belakang nama depan masyarakat

Ambon/Maluku. Fam memimiliki arti yang hampir sama dengan istilah marga

pada masyarakat Batak. Artinya adanya hubungan kekerabatan yang sangat kental

berdasarkan keturunan darah (genealogis)18. Secara konseptual Genealogis

masyarakat dapat dibedakan menjadi tiga macam genealogis, yaitu :

 Masyarakat Yang Patrilinial

Masyarakat yang patrilinial adalah yang susunan masyarakatnya ditarik

menurut garis keturunan bapak (garis laki-laki), sedangkan garis keturunan ibu

disingkirkan. Seperti pada Masyarakat Batak, Marga adalah kelompok orang

orang, yang merupakan keturunan dari seorang kakek bersama, dan garis

15
Saniri Negeri Lengkap yang terdiri atas Raja, Kepala Soa, dan pejabat pejabat lainnya untuk
membuat aturan aturan adat
16
H. hilman Hadikusuma, Antropologi Hukum Indonesia,(Bandung:P.T. ALUMI,2006), hlm.241
17
fam berasal dari kata familienam yang berarti "nama keluarga"
18
https://id.wikipedia.org/wiki/Fam_Maluku

Universitas Sumatera Utara


keturunan itu dihitung melalui bapak (bersifat patrilineal). Semua anggota dari

satu marga memakai satu identitas yang dibubuhkan sesuah nama kecilnya, dan

nama marga itu merupakan pertanda bahwa orang orang yang menggunakannya

masih mempunyai kakek bersama. Rentetan nama para kakek yang

menghubungkan orang orang se-marga dengan kakek bersamanya, sekian

generasi yang lalu, namun ada suatu kenyakinan bahwa orang orang yang

menggunakan nama marga yang sama terjalin oleh ikatan darah, dan salah satu

konsekuensinya adalah larangan menjalin ikatan perkawinan bagi perempuan dan

laki laki mempunyai nama marga yang sama19. Berikut contoh yang termasuk

masyarakat patrilinial di antaranya adalah marga genealogis orang Batak, seperti

Situmorang, Sinaga, Nainggolan, dan lain sebagainya.

 Masyarakat Yang Matrilinial

Tidak hanya menarik garis keturunan dari pihak ayah, ternyata menarik

garis keturunan dari Ibu juga ada, yang disebut dengan istilah Matrilinial.

Masyarakat yang matrilinial adalah yang susunan masyarakatnya ditarik

berdasarkan garis keturunan ibu (garis wanita), sedangkan garis keturunan bapak

disingkirkan. Pada Masyarakat Minangkabau, anak perempuanlah yang akan

meneruskan keturunannya. Bukan hanya di Minangkabau saja, Susunan

kekerabatan Semendo di Sumatera Selatan dan di Kerinci juga masuk kedalam

kategori masyarakat yang matrilinial.

19
Vergouwen,JC. Masyarakat dan Hukum Adat Batak Toba,(Yogyakarta : Lkis, 2004), hlm 19

10

Universitas Sumatera Utara


 Masyarakat Yang Bilateral Atau Parental Atau Ambilineal

Ternyata sistem kekerabatan tidak hanya menarik keturunan dari salah satu

garis keturanan saja seperti pada masyarakat patrilinial atau masyarakat

matrilinial. Akan tetapi menarik garis keturunan dari kedua belah pihak juga ada,

yang dikenal dengan istilah bilateral, parental atau ambilineal. Masyarakat yang

bilateral atau parental adalah yang susunan masyarakatnya ditarik menurut garis

keturunan orang tua, yaitu bapak dan ibu bersama-sama. Jadi hubungan

kekerabatan antara pihak bapak dan pihak ibu berjalan seimbang atau sejajar20,

masing-masing anggota masuk dalam klen bapak dan klen ibu. Misalnya terdapat

di daerah-daerah di Indonesia bagian Timur (Melanesia), di kalangan masyarakat

Melayu, Jawa, kalimantan, dan lain sebagainya. Hanya saja kebanyakan sifatnya

terbatas dalam beberapa generasi saja.

Masyarakat Ambon, menganut paham garis keturunan yang ganda dan

keturunan ambilineal. Keturuanan ganda (double descent) merupakan sistem yang

menghitung keturunan untuk beberapa keperluan menurut garis matrilineal dan

untuk keperluan lainnya menurut garis patrineal21. Keturunan ambilineal

merupakan keturunan dimana orang dapat memilih menggabungkan diri dengan

kelompok keturunan ibu atau ayah22. Masyarakat ambon juga memiliki hubungan

kekerabat yang bersifat kindred. Kelompok kekerabatan yang bersifat kindred

yaitu kelompok orang yang berhubungan erat dengan orang yang masih hidup

20
http://www.ssbelajar.net/2012/03/prinsip-kelompok-sosial.html
21
William A. Haviland, Edisi Keempat Antropologi Jilid 2, (Jakarta: Erlangga,1993), hlm. 111
22
I William A. Haviland, Edisi Keempat Antropologi Jilid 2, (Jakarta: Erlangga,1993), hlm. 113

11

Universitas Sumatera Utara


melalui kedua orang tua masing masing23. Fungsi kekerabatan kindred tersebut

ditunjukkan kepada ego terrtentu, sehingga apabila ego dalam keadaan krisis

sewaktu waktu, misalnya kelahiran, kecelakaan, kematian atau juga mengenai

kebutuhan pendidikan anak anak dan kadang kadang pula sampai kepersoalan

ekonomi politik, maka semua anggota kerabat datang berkumpul pada ego untuk

dapat berpatisipasi memberikan perhatian atau memberikan bantuannya dalam

meringankan dan mengatasi beban krisis yang sedang dihadapinya 24. Nama anak

dari sebuah keluarga akan ditambahkan nama fam sang ayah di belakang nama

depan atau nama lahirnya.

Dalam pemilihan topik ini ada hal yang membuat peneliti tertarik yaitu

bahwa kedudukan Saniri berhak untuk menghapuskan fam lama dan menambah

fam yang baru. Dampak yang di hasilkan dari kejadian ini adalah, bahwa

pengubahan fam dapat menyelesaikan sengkata seperti perebutan harta warisan, di

sini peneliti melihat bahwa di era Modern saat ini hukum adat masih berlaku dan

berlangsung pada masyarakat, di mana hukum formal dianggap hukum satu-

satunya pedoman dan menjadi suatu patokan dalam mengontrol dan mengedalikan

masyarakat. Hal ini membuat peneliti tertarik untuk melakukan penelitian yang

mendalam.

23
Ibid.,hlm. 119
24
H. Hilman Hadikusuma, Antropologi Hukum Indonesia,(Bandung:P.T. ALUMNI,2006),
hlm.242

12

Universitas Sumatera Utara


1.2 Tinjauan Pustaka

Dalam gerak masyarakat yang berkembang, termasuk Indonesia,

kedudukan hukum seringkali sebagai alat legistimasi untuk melakukan

rekonstruksi sosial. Kedudukan hukum ini di implementasikan dalam fungsinya

yang tidak semata-mata sebagai sarana pengendalian masyarakat (social control),

lebih dari itu hukum berfungsi sebagai sarana untuk menciptakan cara-cara baru

agar masyarakat berperilaku dan melakukan perbuatan sebagaimana hukum

menghendakinya. Hukum yang hidup dalam masyarakat tidak akan terputus dan

akan selalu diakui oleh masyarakat sebagai pedoman normatif yang menuntun

perilaku yang dipandang baik dalam masyarakat. Adapun kepastian hukum yang

menurut doktrinnya dilekatkan pada eksistensi hukum undang-undang yang

positif itu sebenarnya hanyalah suatu pernyataan yang hanya akan diterima dalam

maknanya yang relatif. Hukum akan berubah sejalan dengan perubahan jaman

dari hukum yang positif ini pula lahirnya kajian „hukum dalam masyarakat‟ yang

berfokus pada text in context, Maka hal ini dapat dikatakan bahwa terjadinya

konstruksi hukum tingkat lokal, dimana dalam kehidupan komunitas lokal, tradisi

yang telah diterima dan dipatuhi masyarakat sebagai bagian dari the living law25.

Manusia sebagai pelaku dan objek hukum tidak lagi memiliki identitas

alami yang lama, melainkan berubah menjadi (hasil) konstruksi. artinya hasil

konstruksi tersebut adalah seperti subjek hukum, hak hukum, asas hukum, proses

hukum, hubungan hukum dan akibat hukum. Dengan demikian, masyarakat tidak

sepenuhnya ikut dalam merekonstruksi bahkan sebagian besar tetap menjalani

25
the living law adalah hukum kebiasaan

13

Universitas Sumatera Utara


kehidupannya yang biasa, yang alami, oleh karena itu, hukum dalam perspektif

antropologi bukan semata-mata berwujud peraturan perundang-undangan yang

diciptakan oleh negara (state law), tetapi juga hukum dalam wujudnya sebagai

peraturan lokal yang bersumber dari suatu kebiasaan masyarakat (customary

law/folk law), termasuk pula di dalamnya mekanisme pengaturan dalam

masyarakat (self regulation) yang juga berfungsi sebagai sarana pengendalian

sosial (legal order)26, oleh karena itu, para antropolog mempunyai pengertian

tersendiri tentang apa yang mereka pandang sebagai hukum, menurut R. Radcliffe

Brown Hukum merupakan suatu sistem pengendalian sosial yang hanya ada

dalam masyarakat bernegara. Mengacu pada prinsip formalitas dan sistem

pembuktian. adapun yang menjadi bagian dari instrumen hukum adalah

pengadilan, polisi bersenjata, dan penjara. Ia mengatakan bahwa masyarakat tanpa

negara (state-less society) tidak mengenal hukum, yang ada adalah automatic

spontaneous submission to tradition atau sikap taat terhadap adat yang berjalan

secara otomatis dimana masyarakat tersebut diatur dan dijaga oleh tradisi-tradisi

yang ditaati oleh warga masyarakat. peneliti tidak menyetui hal ini karena berbeda

dengan apa yang peneliti temui pada masyrakat Hutumuri. Hutumuri merupakan

negeri yang ada dalam suatu negera, akan tetapi Negeri Hutumuri memiliki

hukum formal negera akan tetapi juga menjalani hukum adat yang menjadi tradisi

mereka. justru tradisi-tradisi adat itu menjadi hal utama yang tidak bisa untuk

dilewatkan dalam desa adat.

26
Nyoman Nurjaya, “Perkembangan Pemikiran Konsep Pluralisme Hukum” http://huma.or.id/
document/I.03. Analisa Hukum/Perkembangan Pemikiran Konsep Pluralisme Hukum_I Nyoman
Nurjaya.pdf, diakses pada tanggal 7 November 2017

14

Universitas Sumatera Utara


Menurut Bronislaw Malinowski Hukum tidak semata-mata terdapat dalam

masyarakat yang terorganisasi suatu negara, tetapi hukum sebagai sarana

pengendalian sosial terdapat dalam setiap bentuk masyarakat27. Hukum dalam

kehidupan masyarakat bukan ditaati karena adanya tradisi ketaatan yang bersifat

otomatis spontan, seperti dikatakan Radcliffe- Brown, tetapi karena adanya

prinsip timbal-balik dan prinsip publisitas. Adanya Reaksi terhadap automatic

spontaneous submission to tradition atau semua masyarakat memiliki suatu

pranata pengendalian sosial,.hukum adalah : (1). Principle of reciprocity, hak bagi

1 pihak dan kewajiban bagi pihak lain (tukar menukar dalam hubungan ekonomi-

jasa dan kekerabatan). (2). Principle of publicity : hadirnya pihak ketiga. Ketika

Malinowski dan Radcliffe Brown berpendapat sama, penulis juga setuju dengan

pernyataan tersebut Memang benar Saniri Negeri merupakan pihak ketiga dalam

menyelesaikan permasalahan yang ada di Negeri Hutumuri. Itu artinya kehadiran

lembaga adat ini menjadi salah satu pranata dalam pengendalian sosial. Kemudian

hasil penyelesai masalahan tersebut akan di publikasi kepada masyarakat. Peneliti

juga menyetui pendapat dari Malinowski yang mengatakan bahwa Hukum dalam

kehidupan masyarakat bukan ditaati karena adanya tradisi ketaatan yang bersifat

otomatis spontan, akan tetapi karena adanya prinsip timbal balik. Seperti yang

peneliti lihat dalam masyarakat Hutumuri mereka menjalankan tradisi tersebut

dan tidak melanggarnya karena adanya anggap bahwa nenek moyang akan

memberikan malapetaka bagi orang yang melanggar tradisi dan sumpah.

27
I. Gede A. B Wiranata, “ Antropologi Budaya”, (Bandung:PT Citra Aditya Bakti, 2002), hlm
107

15

Universitas Sumatera Utara


Kemudian Paul Bohannan berpandangan bahwa seluruh kaedah hukum

berasal dari kaedah-kaedah nonhukum lain yang sudah ada sebelumnya. Tidak ada

kaedah hukum yang langsung lahir sebagai kaedah hukum. artinya hukum tidak

akan muncul tanpa adanya kebiasaan-kebiasaan dari masyarakat tersebut. Terlihat

adanya reaksi terhadap Malinowski yang dipandang mempersamakan

kebiasaan/adat dengan hukum. Principle of reciprocity adalah kebiasaan. Hukum

adalah pelembagaan berganda/double instutionalization, yaitu : perangkat

kewajiban-kewajiban yang mengikat yang dianggap sebagai hak oleh suatu pihak

dan diakui sebagai kewajiban oleh pihak lain, yang telah dilembagakan kembali

dalam lembaga-lembaga hukum supaya masyarakat dapat terus berfungsi dengan

cara yang teratur berdasarkan aturan-aturan yang dipertahankan melalui cara

demikian. Sebagai contoh : kebiasaan-kebiasaan masyarakat, adat masyarakat

hingga lembaga peradilan seperti DPR masuk kedalam hokum,selanjutnya

Leopold Pospisil mengatakan bahwa Hukum merupakan aktivitas dalam suatu

kebudayaan yang memiliki fungsi pengawasan sosial. ia mengatakan bahwa

hukum berbeda dengan pranata sosial yang lain. Ada 4 atribut hukum yaitu:

1. Atribute of authority artinya yaitu bahwa hukum merupakan

putusan-putusan dari pihak-pihak yang berkuasa dalam

masyarakat, putusan-putusan tersebut ditujukan untuk mengatasi

ketegangan-ketegangan yang terjadi di dalam masyarakat.

2. Attribute of intention of universal application artinya yaitu atribut

bahwa hukum dimaksudkan bagi penerapan secara universal, dan

16

Universitas Sumatera Utara


putusan-putusannya mempunyai daya jangkau yang panjang untuk

masa depan.

3. Attribute of obligation, merupakan ciri yang berarti bahwa

putusan-putusan pengawasan yang harus berisi kewajiban-

kewajiban pihak pertama terhadap pihak kedua dan sebaliknya.

Dalam hal ini semua pihak harus masih dalam keadaan hidup.

4. Attribute of sanction yang menentukan bahwa putusan-putusan dari

pihak yang berkuasa harus dikuatkan dengan sanksi, yang

didasarkan pada kekuasaan masyarakat yang nyata.

Adamson Hoebel mengatakan :

“Social norm is legal if its neglect or infraction is regularly


met, in treat or in fact, by the application of physical force,
by an individual or group, prossessing the socially
recognozed privillege of so acting”.
artinya suatu kaidah sosial adalah hukum, apabila ada kelalaian dalam

mentaatinya atau pelanggaran terhadapnya ditanggulangi dalam bentuk ancaman

atau kenyataannya, dengan menerapkan kekuatan fisik, dilakukan oleh seseorang

atau kelompok yang diakui masyarakat mempunyai hak istimewa. Maksud dari

penyataan ini bahwa kelompok yang mempunyai hak istimewah seperti

kedudukan raja dalam Saniri Negeri berhak menghukum mereka yang melakukan

pelanggaran, dari pernyataan yang telah diungkapkan oleh para ahli antropolog,

dapat dilihat adanya pluralisme hukum dan di Indonesia sendiri menganut paham

17

Universitas Sumatera Utara


pluralisme hukum tersebut. Dengan adanya pluralisme28 hukum yang berlaku di

Indonesia ini, Koesnoe (dalam Hadikusuma, Hilman H:2006) melihat bahwa

hukum adatlah yang harus menjadi landasan hukum nasional. Dijelaskan bahwa

hukum adat yang dimaksud bukan yang terlahir dari keputusan-keputusan para

petugas hukum, bukan pula yang telah menjelma dalam tingkah laku nyata, yang

biasa disebut dengan kebiasaan, melainkan bagian dari hukum adat yang

merupakan tempat segala ketentuan konkret dari hukum adat memperoleh dasar

pembenarannya yang asasi. Jadi, dasar-dasar pemikiran, cita-cita dan prinsip-

prinsip yang membimbing hukum adat untuk melahirkan ketentuan-ketentuan

hukum adat, sampai pada kenyataan-kenyataan dalam masyarakat. Akan tetapi

Satjipto Raharjo menganalisis hukum adat melalui pendekatan sosiologis,

antropologis dan fungsional cenderung mendekati teori sosiologinya Talcott

Parson. Ia berpendapat bahwa hukum adat adalah hukum yang hidup (living law),

yaitu hukum yang mencerminkan pikiran dan cita-cita hukum Indonesia29.

Griffith berpendapat bahwa Pluralisme Hukum adalah adanya lebih dari

satu tatanan hukum dalam suatu arena sosial, oleh sebab itu setiap kehidupan

masyarakat terdapat berbagai macam pilihan-pilihan hukum yang ingin dicapai

sesuai dengan kedudukannya masing-masing. Tidak hanya itu juga Griffith dan

Hooker sama-sama mengemukakan atau unsur pokok dalam kaitannya dengan

pengertian pluralisme hukum ditandai dengan adanya keadaan di mana dalam

masyarakat terdapat dua atau lebih sistem hukum untuk dapat dijadikan pegangan

28
Pengertian Pluralisme Hukum (legal pluralism) kerap diartikan sebagai keragaman hukum, yaitu
hadirnya lebih dari satu aturan hukum dalam sebuah lingkungan sosial.
29
H.R. Otje Salman Soemadiningrat, “Rekonseptualisasi Hukum Adat Kontemporer”. (Bandung:
PT. ALUMNI, 2002), Hlm 21

18

Universitas Sumatera Utara


dalam menghadapi masalah-masalah masyarakat yang bersangkutan. Tetapi

Griffith lebih menekankan pluralisme hukum yang diadopsinya dari Sally

F.Moore yang berkaitan dengan keragaman oraganisasi sosial, yang mana

menurutnya memiliki otonomi terbatas. Sally F.Moore menyebut otonomi terbatas

dengan Semi Otonomous Social Field. Artinya dalam suatu lapangan tidak ada

hukum yang dominan. Suatu aturan hukum akan terpengaruh oleh hukum-hukum

lain yang ada disekitarnya30. Dalam kejadian ini peneliti mengemukakan pendapat

dari Pospisil yang mengatakan “ketaatan terhadap nilai nilai dasar atau ketertiban

umum dalam masyarakat sederhana dipertahankan oleh kekuatan mengikat dari

adat istiadatnya”. Sebagaimana yang dikemukakan oleh E.S Hartland yang

mengatakan bahwa “manusia sederhana itu kehidupannya diliputi oleh adat

istiadat yang mengikat secara tradisional, sehingga ketaatan pada adat

berlangsung sebagai bagian dari proses kehidupannya. Jadi para masyarakat

sederhana adat istiadat itu sama dengan hukum31.

Teori yang peneliti gunakan adalah Teori fungsionalisme structural.

Tokoh-tokoh yang pertama kali mencetuskan fungsional yaitu, Émile Durkheim

dan Herbet Spencer. Pemikiran Structural Fungsional sangat dipengaruhi oleh

pemikiran biologis yaitu menganggap masyarakat sebagai organisme biologis

yaitu terdiri dari organ-organ yang saling ketergantungan, ketergantungan tersebut

merupakan hasil atau konsekuensi agar organisme tersebut tetap dapat bertahan

30
Ihromi, T.O. “Antropologi Hukum Sebuah Bunga Rampai”. Yayasan Obor Indonesia. Jakarta.
1993 dan Griffit, Jhon, “What Is Legal Pluralism” Journal of Legal Pluralism, 1986, p. 1
31
H. Hilman Hadikusuma, Pengantar Antropologi Hukum, (Bandung: PT Citra Adtya Bakti,
2004), Hlm. 71

19

Universitas Sumatera Utara


hidup32. Fungsionalisme menafsirkan masyarakat secara keseluruhan dalam hal

fungsi dari elemen-elemen konstitusinya; terutama norma, adat, tradisi dan

institusi. Sebuah analogi umum yang dipopulerkan Herbert Spencer menampilkan

bagian-bagian masyarakat ini sebagai "organ" yang bekerja demi berfungsinya

seluruh "badan" secara wajar. Dalam arti paling mendasar, istilah ini menekankan

"upaya untuk menghubungkan, sebisa mungkin, dengan setiap adat, atau praktik,

dampaknya terhadap berfungsinya suatu sistem yang stabil" dan hukum

dipandang sebagai salah satu organ. Bilamana salah satu organ mengalami

kerusakan maka sistem lainnya akan terganggu33.

Saniri memiliki hubungan yang saling berkaitan antara hukum substantif

dan hukum yang hidup (living law), hubungan ini memperkuat sistem Saniri itu

sendiri agar sistem tersebut tetap stabil. Kedudukan Saniri juga di atur dalam

Undang-undang. Menurut Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 Perjuangan

masyarakat Maluku untuk menghidupkan kembali tatanan adat beserta

kelembagaan adat yang pernah ada dalam kehidupan masyarakat Maluku

merupakan suatu perjuangan yang sesungguhnya terpendam ketika berkuasanya

pemerintahan orde baru. Baru setelah penetapan Undang-undang nomor 32 Tahun

2004, masyarakat Maluku melakukan suatu gerakan bersama untuk menegakkan

eksistensi identitas masyarakat Maluku sebagai suatu persekutuan masyarakat

hukum adat yang harus diakui oleh Negara Republik Indonesia, oleh karena

pencantuman kata „Negeri‟ sebagai suatu bentuk persekutuan masyarakat hukum

32
Nanang Martono, Sosiologi Perubahan Sosial”, (Jakarta:PT RAJAGRAFINDO PERSADA,
2012), hlm 35
33
Nanang Martono, Sosiologi Perubahan Sosial”, (Jakarta:PT RAJAGRAFINDO PERSADA,
2012), hlm 47

20

Universitas Sumatera Utara


adat yang ada di Maluku sebagaimana telah dilakukan dalam Undang-undang

Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah sebagai koreksi dari

Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah merupakan

bentuk pengakuan Negara terhadap eksistensi masyarakat Maluku Adapun

pengakuan Negara terhadap persekutuan masyarakat adat yang ada di Maluku

sebagaimana tercantum dalam penjelasan atas pasal 202 ayat (1) telah membuka

ruang untuk bangkitnya kembali lembaga-lembaga adat yang penetapannya

dilakukan berdasarkan Perda Provinsi Maluku Nomor 14 Tahun 2005 tentang

Penetapan Kembali Negeri sebagai Kesatuan Masyarakat Hukum Adat Dalam

Wilayah Pemerintahan Provinsi Maluku yang merupakan aturan turunan dari

Undang-undang tersebut, yang kemudian jabarkan lagi lebih detail dalam perda

masing-masing daerah.34, walaupun hanya mendapatkan pengakuan secara

sepihak oleh masyarakat saja karena belum adanya peraturan negeri yang

memadai, telah menyebabkan ketimpangan di dalam pelaksanaan peran saniri

sebagai lembaga adat yang berkompeten dalam suatu masyarakat adat manakala

ada suatu persoalan yang diselesaikan oleh saniri sehingga pada akhirnya Saniri

diwujudkan menjadi suatu tatanan hukum yang diakui oleh negara juga secara

formal. Sebagai implikasi belum menyentuhnya kedudukan formal dari Saniri

sebagaimana yang diinginkan oleh Pemerintah oleh Saniri Negeri disebut juga

“Saniri Lengkap”.

Saniri Negeri beranggotakan terdiri dari pejabat pejabat yang duduk dalam

Saniri Rajapatti dan wakil wakil dari soa soa tetapi bukan kepala soa, kepala

34
Ronal Afredo, “Lembaga Adat “Saniri” sebagai forum komunikasi dalam penyelesaian masalah
public di Ambo”,http://journal.unhas.ac.id/index.php/kareba/article/viewFile/314/pdf, Hlm. 338

21

Universitas Sumatera Utara


kepala adat, dan tua tua negeri seperti kepala kepala soa tanah, tamela ami haha,

tukang, para cendikiawan, kewang darat dan kewang laut dan petugas petugas

dibidang kerohanian. Jumlah yang lazim antara 12-15 orang. Saat ini apapun yang

menjadi hal hal yang penting sebelum dilaksanakan, maka pemerentah lebih

dahulu harus meminta persetujuan Saniri Negeri ini. Termasuk raja, kepala bidang

eksekutif maupun Ketua Dewan Legislatif. Saniri Negeri ini dahulu disebut

dengan negorijraad35. Dalam Saniri terdapat suatu aturan yang berbeda dengan

daerah lainnya yaitu Saniri berhak menghapuskan fam lama dan menambahkan

fam yang baru pada negeri tersebut. Jumlah fam di Maluku diperkirakan ada

ribuan. Kejadian ini disebabkan akibat adanya perkawinan antar suku bangsa.

Banyak masyarakat ambon menikah dengan suku bangsa Portugis, spanyol, Arab,

Belanda dan Cina pada zaman penjajahan dulu. Hingga saat ini belum pernah ada

yang mengetahui berapa jumlah fam yang masih aktif dan berapa jumlah fam yang

sudah punah. Pengakuan fam tersebut sangatlah penting untuk menjelaskan dan

memperkuat pengakuan fam itu sendiri sebagai identitas masyarakat Maluku.

Dalam kasus ini peneliti, menggunakan konsep Pluralisme Hukum.

1.3 Perumusan Masalah

Ada banyak peran yang terdapat dalam Saniri Negeri karena

kedudukannya yang bisa dikatakan setara dengan kedudukan legislative.Tentunya

itu merupakan sebuah keadaan yang terpenting dalam suatu negeri.

35
Ziwar Efendi, Hukum Adat Ambon Lease, (Jakarta: PT Pradnya Paramita, 1987), Hlm. 42

22

Universitas Sumatera Utara


Terkait dengan topik yang peneliti ajukan, peneliti akan merumuskan

pertanyaan, sebagai berikut :

 Bagaimana terjadinya konstruksi hukum tingkat lokal dan proses

pengesahan fam di Negeri Hutumuri ?

Dalam rumusan masalah ini, peneliti juga telah menyiapkan beberapa

pertanyaan penelitian lapangan guna untuk menjawab permasalahan terkait

dengan judul peneliti. Adapun yang menjadi pertanyaan penelitian ini adalah

sebagai berikut :

1. Apa faktor yang menyebabkan fam harus dihapuskan atau ditambahkan ?

2. Bagaimana proses Saniri Negeri dalam mengesahkan fam, seperti

menghapuskan fam lama dan menggatikan fam baru ?

3. Bagaimana cara Saniri Negeri dalam menyelesaikan berbagai masalah

publik yang terjadi di Negeri Hutumuri ?

1.4 Lokasi Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan di Negeri Hutumuri, Kecamatan Leitimur

Selatan, Kota Ambon, Maluku selama kurang lebih 2 bulan. Pemilihan lokasi ini

karena memang tempat ini adalah desa tertua dan terbesar di Kota Ambon.

Kemudian desa ini masih sangat kental dengan tradisi adatnya.

23

Universitas Sumatera Utara


Gambar 1.1
Pulau Ambon

Sumber: https://erwinmul.wordpress.com/2005/09/17/pesona-
pulau-ambon-dan-keindahan-pantainya/

Lokasi penelitian tidak jauh dari pusat Kota Ambon. Lokasi tersebut dapat

peneliti jangkau dengan mudah baik melalui angkutan umum dari tempat Opa

peneliti yang tinggal di Negeri Hutumuri, akan tetapi sangat jauh dari tempat

study peneliti saat ini yaitu Kota Medan. Perjalanan peneliti dari tempat study

ditempuh melalui perjalanan udara, tidak ada penerbangan langsung dari Medan

Kuala Namu menuju Ambon. Beberapa Maskapai Penerbangan harus transit di

kota kota seperti Jakarta dan Makasara, akan tetapi untuk Maskapai Batik Air dan

Garuda Indonesia hanya melakukan transit di Jakarta saja. Jarak dari Bandara

Kuala Namu Medan (KNO) menuju Bandara Pattimura Ambon (AMQ) sekitar

3.351 Km dan memelukan waktu perjalanan kurang lebih 8 Jam. Kemudian jarak

dari Bandara Pattimura Ambon ke Desa Hutumuri adalah 30 Km dapat ditempuh

dengan menggunakan mobil selama kurang lebih 1 jam. Kota Medan berada di

zona waktu GMT +7 sedangkan Ambon berada di zona GMT +9. Medan dan

Ambon memiliki selisih perbedaan Waktu sekitar 2 jam.

24

Universitas Sumatera Utara


1.5 Tujuan dan Manfaat

Adapun yang menjadi tujuan dari penelitian yang akan dilakukan ini

adalah untuk menggali bagaimana Saniri Negeri mempengaruhi keharmonisan

masyarakat di Maluku. Selain itu keadaan dari lingkungan itu sendiri

kemungkinan akan mempengaruhi pola hidup dan status sosial masyarakat

disekitarnya.

Manfaat dari penelitian ini tidak lain adalah sebagai tambahan bahan

referensi bagi masyarakat dikalangan mahasiswa, lembaga hukum, instansi

pengembangan masyarakat, bahkan setiap kecil lembaga-lembaga kekeluargaan

dan lain sebagainya. Terkhusus pula pada ilmu yang menjadi latar belakang dari

penelitian ini, yaitu ilmu Antropologi yang memiliki fokus kajian pada

Antropologi Hukum dan bagi peneliti sendiri, penelitian ini diharapkan dapat

menjadi tambahan referensi dalam pengetahuan yang menunjang skill individual

terkait objek penelitian dan ilmu yang berkaitan kemudian dapat menjadi bekal

keprofesionalan sewaktu mengabdikan diri pada masyarakat secara luas dan

profesionalitas dalam bidang pekerjaan yang sesuai . Selain itu diharapkan dapat

menjadi sebuah sarana diri untuk lebih paham akan ruang lingkup Ilmu

Antropologi dan tentunya dapat menjadi acuan dalam pengajuan judul dan

penelitian Ujian Skripsi Sarjana Antropologi Fisip-USU.

1.6 Metode Penelitian

Metode penelitian merupakan cara-cara dan prosedur yang dilakukan

untuk mengumpulkan data secara bertanggungjawab sesuai dengan masaslah yang

25

Universitas Sumatera Utara


diteliti dan disiplin ilmu pengetahuan yang bersangkutan sehingga dalam ilmu

Antropologi penelitian ini akan diarahkan menjadi penelitian kualitatif bersifat

deskriptif, yaitu data akan menjelaskan dan menggambarkan makna serta proses-

proses suatu fenomena atau gejala social suatu masyarakat yang diteliti

(koentjananingrat, 1981 : 30) dengan tujuan akhir dari pada penelitian ini adalah

etnografi. Penelitian ini lebih bersifat fungsional, dimana informasi yang

diperoleh bercerita bagaimana fungsi dari suatu struktur lembaga atau organisasi

tersebut. Sebelum melakukan penelitian ke lapangan guna mengumpulkan data,

peneliti akan menggunakan 3 alur pengkajian yang menjadi metode studi kasus

dalam Antropologi Hukum36 (dalam Ihromi T.O:1993) yaitu :

1. Alur Ideologis, dalam cara pengajian ini diidentifikasikan aturan

yang umumnya di lingkungan masyarakat bersangkutan di

persepsikan sebagai pedoman untuk berlaku dan memang dianggap

seharusnya menguasai perilaku.

2. Bersifat deskriptif, yaitu mengkaji bagaimana orang nyatanya

berlaku.

3. Mengkaji ketegangan-ketegangan, perselisihan, dan keluhan-

keluhan. Cara ketiga ini dikaji apakah yang merupakan sengketa,

bagaimana motif dari orang yang berperilaku, dan apakah yang

dilakukan untuk mengatasinya, untuk menyelesaikannya.

36
Antropologi Hukum adalah ilmu yang membahas tentang Manusia dalam kaitannya dengan
Kaidah-kaidah sosial yg bersifat Hukum

26

Universitas Sumatera Utara


Untuk mengumpulkan data akurat dan rinci yang akan mendeskripsikan

fokus topik penelitian, maka akan dilakukan beberapa langkah sesuai dengan

ketiga alur pengkajian dalam metode studi kasus Antropologi Hukum 37(Ihromi

T.O:1993) tersebut yaitu :

1. Peneliti melakukan penelitian awal sebagai awal dari percarian Lokasi

Penelitian.

2. Observasi dan live in38 hingga 2 bulan. Melalui penelitian lapangan

tersebut, peneliti mengharapkan dapat melihat langsung bagaimana

keadaan tempat penelitian kemudian dapat mempelajari fokus penelitian

dengan mengikuti beberapa forum kegiatan dan memahami sudut pandang

masyarakat sekitar yang merasakan peran dari Saniri Negeri.

3. Menggunakan data sekunder merupakan bahan referensi yang sangat

berguna bagi peneliti, oleh sebab itu peneliti akan mengunjungi kedinasan

kota atau pemerintahan kota Madya guna memperoleh data sekunder

terkait dengan fokus penelitian. Dengan menggunakan data sekunder yang

telah diperoleh, peneliti akan menguji banding data tersebut dengan

keadaan di lapangan secara etnosentris39.

4. Dokumentasi. Peneliti akan melakukan sesi dokumentasi seperti

perekaman dan pengambilan foto agar hasil dari penelitian lebih

terpercaya.

37
Antropologi hukum adalah ilmu yang mempelajari manusia yang berkaitan dengan kaidah-
kaidah sosial yang bersifat hukum
38
Live in adalah tinggal bersama masyarakat
39
Etnosentris ialah mengangkat realita keadaan suatu masyarakat dengan apa adanya

27

Universitas Sumatera Utara


5. Wawancara merupakan hal yang sangat penting disini untuk mendapatkan

hasil dari lapangan peneliti. Peneliti akan mewawancari Raja, Kepala

Adat, Kepada Suku dan Tetua-tetua Adat yang ada di Negeri Hutumuri.

1.7 Analisa Data

Penelitian bertujuan untuk mengelola data dari hasil penelitian menjadi

informasi yang nantinya dapat dipergunakan untuk mengambil kesimpulan. Data

yang telah dikumpulkan oleh peneliti tidak akan ada gunanya apabila tidak

dianalisis terlebih dahulu. Selain melakukan observasi dan melakukan wawancara,

peneliti juga menggunakan data kepustakaan guna melengkapi informasi yang

berkaitan dengan penelitian. Data-data kepustakaan itu penulis dapatkan dari

buku, koran, majalah dan sumber-sumber elektronik seperti televisi dan internet.

Peneliti akan menganalisa data yang di dapatkan selama 2 bulan di lapangan

untuk mencapai tujuan akhir dari penulisan peneliti dalam penelitian.

1.8 Pengalaman Penelitian

Penelitian di Negeri Hutumuri Kecamatan Leitimur Selatan, Kota Ambon.

Sebelum judul penelitian disetujui untuk di teliti dan ditulis menjadi skripsi,

peneliti sudah mendapatkan informasi terkait judul ini bukan bearti hal itu

mempermudah penelitian skripsi ini. Awalnya, peneliti mendapatkan kesulitan

ketika bersosialisasi disana, dikarenakan peneliti datang dari tempat dan

kehidupan yang sangat berbeda dengan disana. Peneliti melakukan pendekatan

terhadap masyarakat dan saling berkomunikasi hubungan anatara peneliti dengan

28

Universitas Sumatera Utara


masyarakat tidak menimbulkan jarak apalagi peneliti harus tinggal bersama

masyarakat sekitar lebih dari 2 bulan.

Peneliti kemudian datang ke kantor pemerintah negeri untuk meminta ijin

melakukan penelitian di negeri tersebut. Segala urusan dalam terkait dengan

penelitian, peneliti di arahkan untuk mengikuti acara-acara yang ada di negeri

agar mengetahui dan mempermudah dalam penelitian. Peneliti kemudian sering

bertemu dengan para pejabat negeri untuk bercerita banyak tentang Saniri Negeri.

Peneliti tidak mengunakan kuesioner dalam penelitian, hanya saja peneliti

melakukan wawancara langsung kepada pejabat negeri yang ada dalam Saniri

Negeri. Saat peneliti datang kesana, Negeri Hutumuri tidak memiliki Raja

dikarenakan Raja meninggal dalam menjalankan tugasnya. Sehingga keperluan

data dan informasi yang peneliti butuhkann dibantu oleh para pejabat negeri.

Setelah seminggu berada di negeri tanpa disangka dan tanpa sepengetahuan

peneliti sebelumnya, Negeri Hutumuri melaksanakan upacara adat. Ini merupakan

moment yang sangat penting dimana dalam upacara adat ini sepenuhnya di

pegang oleh Saniri Negeri karena ini adalah tugas dari Saniri Negeri. Upacara

adat yang dilakukan saat itu adalah upacara Pengambilan Auneng dan Tutup

Baleu. Dalam upacara ini, peneliti dalam melihat bagaimana peran dan proses

upacara adat yang dilakukan oleh Saniri Negeri. Upacara ini dilakukan selama

tiga hari, dan penulis ikut serta dalam upacara ini. Pada saat itu juga, peneliti

dikenalkan kepada masyarkat bahwa peneliti datang ke Hutumuri untuk kegitan

penelitian dalam penulisan skripsi dan masyarakat diminta untuk saling

membantu apabila peneliti membutuhkan informasi.

29

Universitas Sumatera Utara


Setelah mengikuti upacara adat, peneliti menjadi dikenal oleh masyarkat

Hutumuri. Bukan hanya Pengambilan Auneng dan Tutup Baleu saja yang peneliti

ikuti, akan tetapi penili juga mengikuti setaip kegiatan-kegiatan besar maupun

kegiatan kecil di negeri tersebut seperti acara ucapan syukur, pesta rakyat,

maupun gotong royong dan ibadah-ibadah unit. Sehingga hal ini memudahkan

peneliti menemukan informan terkait dengan kasus yang peneliti angkat dalam

penelitian. Peneliti menemukan informan kunci terkait proses pengesahan fam

yang terjadi di Negeri Hutumuri, infroman tersebut adalah Bapak Dominggus

Kailuhu dan Antua (dirahasiakan). Bapak Dominggus Kailuhu ini mengubah fam

yang di milikinya yang seharusnya adalah Keiluhu menjadi Kailuhu, sedangkan

Bapak X mengubah garis keturunan yang semulanya Fam Manupputty (dari Ibu)

menjadi Fam Thenu (dari Ayah). Kedua informan ini adalah Informan kunci

peneliti sedangkan informasi lainnya terkait dengan judul, peneliti

mendapatkannya dari hasil wawancara dan perbincangan dari para pejabat negeri

yang menceritakan kasus-kasus yang pernah terjadi di negeri tersebut. Peneliti

melihat bahwa fam ini sangat mempengaruhi kehidupan masyarakat yang ada di

Ambon, khususnya Negeri Hutumuri. Fam dapat menyelesaikan masalah sengketa

lahan bahkan kepuasaan secara pribadi.

Selama melakukan proses penelitian, peneliti mendapatkan pengalaman

yang baik. Mulai dari tempat penelitian sampai kepada antusias masyarakat yang

membatu peneliti dalam penelitian. Semua berjalan dengan baik, hal ini mungkin

disebabkan karena masyarakat yang sangat terbuka terhadap orang lain. Saat

melakukan wawancara baik kepada pejabat dan informan kunci, peneliti tidak

30

Universitas Sumatera Utara


mesakan tekanan ataupun tegang dan paksaan. Karena mereka sangat antusias

terhadap kedatangan peneliti, maka masyarakat maupun informan kunci dan

pejabat negeri berbincang dengan peneliti dengan cara santai seperti berbiacara

dengan keluarga sendiri.

31

Universitas Sumatera Utara


BAB II

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

2.1 Kota Ambon

Kota Ambon atau Amboina atau Ambonese (kadang dieja sebagai Ambong

atau Ambuni) adalah sebuah kota dan sekaligus ibu kota dari Provinsi Maluku,

Indonesia. Kota ini dikenal juga dengan nama Ambon Manise yang berarti kota

Ambon yang indah/manis/cantik, merupakan kota terbesar di wilayah Kepulauan

Maluku dan menjadi sentral bagi wilayah Kepulauan Maluku. Saat ini kota

Ambon menjadi pusat pelabuhan, pariwisata dan pendidikan di wilayah

Kepulauan Maluku. Secara astronomis, Kota Ambon terletak di 3-4° LS dan 128-

129° BT, sedangkan secara geografis, Kota Ambon terletak di sebelah selatan dari

Pulau Ambon. selengkapnya batas-batas wilayah Kota Ambon dengan daerah

sekitarnya sebagai berikut :

o Sebelah Selatan : berbatasan dengan Laut Banda

o Sebelah Timur : berbatasan dengan Kabupaten Maluku Tengah

(Pulau-pulau Lease yang terdiri atas Pulau-pulau Haruku, Pulau

Saparua, Pulau Molana, Pulau Pombo dan Pulau Nusalaut),

o Sebelah barat : berbatasan dengan (pertemuanan Negeri Hila,

Leihitu, Maluku Tengah dan Kaitetu, Leihitu, Maluku Tengah

yang masuk dalam kecamatan Leihitu, Maluku Tengah)

o Sebelah utara : berbatasan dengan (Kecamatan Sala Hutu, Maluku

Tengah).

32

Universitas Sumatera Utara


Kota ini mencakup 46,38% dari seluruh tanah Pulau Ambon. Menurut

teleponnya, Kota Ambon mencakup wilayah kode telepon +62 911, sedangkan

Kota Ambon mencakup wilayah kode pos 97129-97237. Kota Ambon memiliki

luas daratan 359,45 km2. Karena letaknya di pulau busur vulkanis, 73% wilayah

kota merupakan daerah perbukitan dengan kemiringan lereng terjal (30-45°)

hingga sangat terjal (>45°) dan hanya sekitar 17% dari wilayah daratannya yang

dapat dikelompokkan datar atau landai dengan kemiringan kurang dari 30°.

Gambar 2.1
Peta Kota Ambon

Sumber:https://sultansinindonesieblog.wordpress.com/maluku/ker
ajaan-hutumuri/#jp-carousel-30151

Kota Ambon terbagi atas 5 kecamatan yang terbagi lagi atas 50

keluarahan/desa/negeri. antara lain sebagai berikut :

33

Universitas Sumatera Utara


Tabel 2.1
Kecamatan Nusaniwe

Nama Status
Benteng
Kudamati
Mangga Dua
Nusaniwe
Silale Kelurahan
Urimessing
Waihaong
Wainitu
Amahusu
Latuhalat
Nusaniwe Negeri/ Desa Adat
Seilale
Urimessing
Sumber : Badan Pusat Statistik 2017

Tabel 2.2
Kecamatan Sirimau

Nama Status

Galala Desa
Ahusen
Amantelu
Batu Gajah
Batu Meja
Honipopu Kelurahan
Karang Panjang
Pandan Kasturi
Rijali
Uritetu
Waihoka
Batu Merah
Hative Keci Negeri / Desa Adat
Soya
Sumber : Badan Pusat Statistik 2017

34

Universitas Sumatera Utara


Tabel 2.3
Kecataman Teluk Ambon

Nama Status

Hunuth
Poka Desa
Wayame
Tihu Kelurahan
Hative Besar
Laha
Rumah tiga Negeri / Desa Adat
Tawiri
Sumber : Badan Pusat Statistik 2017

Tabel 2.4
Kecamatan Teluk Banguala

Nama Status

Latta
Nania Desa
Negeri Lama
Waiheru Kelurahan
Leteri
Halong Negeri / Desa Adat
Passo
Sumber : Badan Pusat Statistik 2017

35

Universitas Sumatera Utara


Tabel 2.5
Kecamatan Leitimur Selatan
Nama Status
Sumber : Badan Pusat Statistik 2017
Hatalai
Hukurila
Hutumuri
Negeri/ Desa Adat
Kilang
Leahari
Naku
Rutong

2.1.1 Suku bangsa

Dilihat dari aspek demografis dan etnisitas, kota Ambon ini merupakan

potret kota yang plural. Dimana dikota ini berdiam etnis-etnis Alifuru (asli

Maluku), Jawa, Bali, Buton, Bugis, Makassar, Papua, Melayu, Minahasa, Minang,

Flobamora (suku Flores, Sumba, Alor dan Timor) dan orang-orang keturunan

asing (komunitas peranakan Tionghoa, komunitas Arab-Ambon, komunitas

Spanyol-Ambon, komunitas Portugis-Ambon dan komunitas Belanda-Ambon).

Suku mayoritas di kota adalah suku Ambon, suku yang mendiami Pulau Ambon

dan pulau sekitarnya yang merupakan keturunan suku Alifuru. Kota ini pun

memiliki penduduk dari berbagai macam suku bangsa karena kota ini telah

dinominasikan menjadi kota terbuka bersama dengan 29 kota lainnya di

Indonesia. Selain itu, keberagaman suku bangsa kota disebabkan oleh Maluku

yang menjadi daerah tujuan transmigrasi untuk menjaga kebhinekaan suku bangsa

yang mendiami kota agar tetap harmonis dan menegaskan bahwa Kota Ambon ini

kota paling toleran serta terbuka, pemkot membangun perkampungan multietnis.

Suku dan etnis lainnya adalah Arab, Buton, dan Tionghoa yang pada mulanya

36

Universitas Sumatera Utara


datang untuk berdagang. Di samping itu terdapat pula suku Minahasa, Jawa, dan

Minang yang telah lama datang ke Ambon.

2.1.2 Transportasi

 Jalan Raya

Jalan di Kota Ambon, terdiri dari yaitu: ruas jalan Ambon-Laha sepanjang

40 Km, jalan Provinsi yaitu ruas jalan Passo-Hutumuri, Ambon-Air Besar

dan Ambon-Soya serta Ambon-Latuhalat dengan panjang 46,31 Km,

Sedangkan jalan Kota Ambon sepanjang 169,992 Km. Lapisan permukaan

jalan terdiri dari jalan aspal 242,555 Km (95,38%) dan sisanya jalan

kerikil dan tanah, dengan kondisi 28,26% tergolong baik 68,66 tergolong

rusak ringan dan 3,08% rusak berat, sedangkan jangkauan pelayanan telah

menghubungkan semua kelurahan dan desa di Kota Ambon. Sejak 2016

terdapat jembatan merah putih yang memperpendek jarak dari kota Ambon

ke bandar udara Pattimura

 Transportasi Laut

Pelabuhan (Dermaga) Nusantara Yos Soedarso tipe kelas 4, difungsikan

sebagai Pelabuhan utama untuk kegiatan ekspor dan Impor serta

penumpang, sedangkan untuk mendukung kegiatan pelayaran antar pulau

tersedia Pelabuhan Gudang Arang dan Pelabuhan Slamet Riyadi yang

berfungsi sebagi pelabuhan lokal yang dikelola oleh PT. PELINDO

37

Universitas Sumatera Utara


 Transportasi Udara

Bandara Udara di Kota Ambon yaitu Bandara Udara Pattimura dengan

fungsi sebagai Bandara Internasional, telah dilengkapi dengan berbagai

fasilitas sesuai dengan peruntukannya sebagai Bandara Internasional,

berlokasi di Desa Laha Kecamatan Teluk Ambon, berjarak 36 Km dari

pusat Kota Ambon.

 Transportasi Darat

Untuk tahun 2007-2008, terdapat 2 buah terminal yang berlokasi di

kompleks pertokoan Mardika dan Batu merah. Jumlah mobil angkutan

umum, adalah sebanyak 1.117 kendaraan yang melayani 61

trayek.Pemerintah Kota Ambon telah melakukan pembangunan terminal

transit di kawasan Passo di atas lahan sekitar 5 Ha. Terminal ini nantinya

akan di fungsikan untuk melayani kebutuhan angkutan penumpang dari

Jezirah Leihitu dan Jezirah Salahutu, Maluku Tengah serta dari luar kota .

2.2 Kecataman Leitimur Selatan

Kecamatan Leitimur Selamat Merupakan salah satu kecamatan yang

terdapat di Kota Ambon. Kecamatan Leitimur Selatan Memiliki wilayah seluas

51.00 Kilometer persegi dengan topografi tanah pegunungan dan perbukitan yang

sebagian besar ditanami cengkeh, pala, kenari, durian dan tanaman keras

sejenisnya. Adapun batas wilayah dari Kecamatan Leitimur Selatan antara lain :

o Sebelah utara : berbatasan dengan Kecamatan Teluk Ambon Baguala,

38

Universitas Sumatera Utara


o Sebelah selatan : berbatasan dengan Laut Banda,

o Sebelah Timur : berbatasan dengan Laut Banda

o Sebelah Barat : berbatasan dengan Desa Soya Kecamatan Sirimau dan

Desa Urimessing Kecamatan Nusaniwe.

Popularitas masyarakat di Kecamatan Leitimur Selatan didiami oleh etnis-

etnis Alifuru yang merupakan etnis asli Maluku tidak ada etnis pendatang seperti

Jawa, Melayu, Minang, Buton, Papua dan sebagainya yang tinggal disini. Hal ini

juga dipengaruhi kerena seluruh desa yang ada di Kecamtan Leitimur Selatan

merupakan Desa Adat yang tidak bisa diduduki oleh masyarakat lain. Berikut

adalah nama Negeri /Desa Adat yang di Kecamatan Leitimur Selatan, Kota

Ambon, Maluku :

 Negeri Hatalai

 Negeri Hukurila

 Negeri Hutumuri

 Negeri Kilang

 Negeri Leahari

 Negeri Naku

 Negeri Rutong

Berdasarkan hasil Proyeksi Penduduk Tahun 2014 tercatat jumlah

penduduk di Kecamatan Leitimur Selatan sebanyak 11.222 jiwa, dengan

komposisi 5.568 penduduk laki-laki dan 5.654 penduduk perempuan. Pada tahun

2014 ini Negeri Hutumuri masih tetap sebagai negeri terpadat penduduknya yaitu

39

Universitas Sumatera Utara


dengan kepadatan penduduk 326 jiwa/Km2. Negeri Hukurila tetap menjadi

wilayah yang berpenduduk paling jarang yaitu 96 jiwa/Km2. Untuk Kecamatan

Leitimur Selatan secara keseluruhan memiliki kepadatan penduduk sebesar 222

jiwa tiap km persegi.

2.2.1 Luas dan Jarak

Luas daratan Kecamatan Leitimur Selatan sesuai Peraturan Daerah Kota

Ambon Nomor 2 Tahun 2006 tentang Pembentukan Kecamatan Leitimur Selatan

dan Kecamatan Teluk Ambon tercatat seluas 50,50 Km2. Desa Hutumuri, dengan

luas 15,00 Km2 merupakan desa terluas di kecamatan ini, sementara Desa Ema

adalah desa yang paling kecil wilayahnya, yaitu seluas 3,00 Km2. Ibukota

Kecamatan Leitimur Selatan terletak di Desa Leahari, sehingga Desa Hatalai

merupakan desa yang terjauh letaknya dari Ibukota Kecamatan, yaitu sejauh 11,10

Km. Sedangkan Desa Hutumuri dan Desa Rutong adalah desa-desa yang terdekat

dengan Ibukota Kecamatan. Kecamatan Leitimur Selatan memiliki enam buah

gunung, namun informasi mengenai ketinggian masing-masing gunung belum

tersedia.

2.2.2 Topografi

Sebagian wilayah Kecamatan Leitimur Selatan memiliki kemiringan

sekitar enam derajat yang dikelompokkan dalam dua lokasi yaitu :

40

Universitas Sumatera Utara


1. Kilang dan sekitarnya dengan areal ketinggian 0-50 M, kemiringan sekitar

5,660 seluas 3,50 Km2 atau 9,91 persen dan areal ketinggian 50-250 M

kemiringan sekitar 6,560 seluas 3,25 Km2 atau 10,30 persen.

2. Desa Hutumuri dan sekitarnya dengan areal ketinggian 0- 50 M dan

kemiringan sekitar 6,160 seluas 4,25 Km2 atau 9,7 persen.

2.2.3 Pendidikan

Pada tahun 2014 tercatat jumlah Sekolah Taman Kanak-kanak (TK) di

Kecamatan Leitimur Selatan sebanyak tiga buah dengan jumlah murid sebanyak

130 orang dan guru sebanyak 4 orang, Sekolah Dasar (SD) sebanyak 12 buah

dengan jumlah murid sebanyak 1.233 orang dan guru sebanyak 133 orang,

Sekolah Menengah Pertama (SMP) empat buah dengan jumlah murid sebanyak

649 orang dan guru sebanyak 73 orang. Selanjutnya Sekolah Menengah Atas

(SMA) dua buah dengan jumlah murid sebanyak 260 orang dan guru sebanyak 38

orang.

2.2.4 Agama

Jumlah penduduk di Kecamatan Leitimur Selatan seluruhnya beragama

Kristen protestan. Berdasarkan data dari Kementerian Agama Kota Ambon,

tercatat sebanyak 10. 773 pemeluk agama Kristen protestan di Kecamatan

Leitimur Selatan pada tahun 2014. Sementara itu, jumlah sarana peribadatan

dalam tahun 2014 tercatat sebanyak Sembilan Gereja Protestan.

41

Universitas Sumatera Utara


2.3 Negeri Hutumuri

Pada masyarakat Ambon Desa Adat diartikan sebagai “negeri” (bahasa

Ambon), dimaksudkan untuk menyatakan suatu kesatuan teritorial adat dengan

tradisi yang masih kental. Di Ambon sendiri membagi Desa atas dua macam yaitu

Desa dan Desa Adat. Desa ini memiliki karaketeristik pada umumnya diseluruh

Indonesia seperti pedesaan, dan wilayah perkotaan menyebutnya dengan istilah

Kelurahan, sedangkan Desa Adat pada prinsipnya merupakan warisan organisasi

kepemerintahan masyarakat lokal yang dipelihara secara turun-temurun yang tetap

diakui dan diperjuangkan oleh pemimpin dan masyarakat Desa Adat agar dapat

berfungsi mengembangkan kesejahteraan dan identitas sosial budaya lokal.

Foto 2.1
Negeri Hutumuri

Sumber : Eunike (2017)

Negeri Hutumuri adalah sebuah negeri adat dari kelompok Pata

Siwa/Alifuru yang terletak disemanjung selatan jazirah Leitimur. Desa adat ini

tercatat sudah ada sejak tahun 1569 tepatnya lebih kurang 449 tahun yang lalu.

Negeri ini merupakan Negeri yang tertua dan terbesar di Maluku. Adapun batas

wilayah Negeri Hutumuri, sebagai berikut :

42

Universitas Sumatera Utara


o Sebelah Utara : berbatasan Teluk Baguala

o Sebelah Selatan : berbatasan Laut Banda

o Sebelah Timur : berbatasan Pulau Nusalaut

o Sebelah Barat : berbatasan Kota Ambon

Dari segi topografi Negeri Hutumuri memiliki dataran dan pegunungan.

Beberapa gunung ini berpotensi untuk menarik perhatian pendaki gunung untuk

melakukan kegiatan pendakian. Kemudian Negeri ini berada tepat di bibir Pantai

sehingga menambah keindaahan Negeri Hutumuri tersebut. Selain itu dari

prespektif pariwisata, hal ini menjadi hal penting untuk menarik wisatawan ke

wilayah ini dalam kaitan ekowisata. Negeri Hutumuri dan sekitarnya memiliki

area dengan ketinggian 0-50 m dengan kemiringan 6,160 seluas 4,25 km2. Negeri

Hutumuri memiliki tanah yang bertekstue hitam campur pasir sebagain besar di

dominasi oleh tanah asam merah, kuning dan sebaginya yang merupakan tanah

karang. Berdasarkan jumlah penduduk, Negeri Hutumuri memiliki kepadatan

penduduk 317 jiwa/Km2. Pada tahun 2016 ini Desa Hutumuri adalah desa yang

terpadat yaitu dengan kepadatan penduduk 317 jiwa/Km2. Penduduk Hutumuri

terdiri atas 2.514 laki-laki dan 2.580 perempuan. Posisi Negeri Hutumuri 300 dari

utara.

2.3.1 Sejarah Negeri Hutumuri

Di kota Ambon khususnya, walaupun dianggap sebagai pulau tanpa

penghuni pada awalnya, namun akhirnya menjadi ramai oleh aktifitas interaksi

social penduduk yang berstatus pribumi dan „non‟ pribumi. Pulau dengan kondisi

43

Universitas Sumatera Utara


geografis yang dibentuk oleh 2 (dua) jazirah di perairan Banda sebelah utara ini

didiami oleh komunitas-komunitas social dengan tata pemerintahan yang hampir

seragam (walau ada beberapa negeri yang berbeda, oleh pengaruh asing) pun

dengan tatanan adat istiadat yang menampakkan ciri khas daerah tersebut. Di

negeri-negeri yang terletak di jazirah Leihitu maupun jazirah Leitimor, terdapat

keyakinan yang dilestarikan bahwa antara satu negeri dengan negeri yang lain

memiliki keterikatan emosional sebagai orang sudara (gandong) maupun sebagai

pela, baik itu di antara sesama negeri di pulau Ambon maupun antara salah satu

negeri di pulau Ambon dengan negeri lainnya di Lease maupun di Nusa Ina.

Hubungan kekerabatan antar negeri di pulau Ambon dan pulau-pulau

sekitarnya, adalah hubungan gandong (biasa disebut bongso/onco) antara negeri

Hutumuri di pulau Ambon dengan negeri Tamilouw di pulau Seram dan dengan

negeri Sirisori (Islam/Kristen) di Pulau Saparua. Hubungan ini dilatarbelakangi

oleh kisah 5 (lima) orang saudara laki-laki dan perempuan yang awalnya

bermukim di gunung batu di negeri Hatumeten (selatan Pulau Seram), ke lima

anak tersebut antara lain 3 (tiga) anak laki-laki yakni Temanolle, Simanolle dan si

bungsu Silaloy, dan 2 (dua) anak perempuan masing-masing Nyai Intan dan Nyai

Mas. Dalam perkembangannya ketiga anak laki-laki tersebut telah dewasa

menjalani kehidupan mereka pada saat bangsa Portugis sedang gencar-gencarnya

melakukan ekspansi wilayah di Maluku dan sekitarnya (awal abad ke-XVI). Pada

kala itu terjadi peperangan di Hote Banggoi (daerah di pulau Seram bagian

Timur), yang dilakukan oleh Portugis untuk menguasai wilayah dimaksud. Perang

yang kemudian didengar oleh ketiga orang saudara beserta Ayah mereka tersebut

44

Universitas Sumatera Utara


langsung ditanggapi dengan sigap oleh mereka dengan bergegas menuju medan

perang dan bersekutu dengan para Amalessy lainnya yang sudah lebih dulu

berperang dengan Portugis kala itu. Alhasil dengan strategi perang dan taktik

perang yang mumpuni perang melawan Portugis pun dapat dimenangkan.

Setelah peperangan tersebut, ketiga saudara itu kemudian memutuskan

berlayar menyusuri pantai bagian selatan Pulau Seram dan akhirnya berlabuh di

sebuah tempat bernama pelabuhan Sinau, lalu mereka pun pergi ke negeri

Hatumari, dan akhirnya Temanolle sebagai kakak yang sulung memutuskan untuk

menetap disana, namun Simanolle dan Silaloy tidak ingin menetap bersama kakak

mereka, akhirnya mereka berdua bersepakat untuk meninggalkan kakaknya di

situ. Dan sebelum mereka berpisah, ada ritual yang dilakukan oleh tiga orang

kakak beradik tersebut, yakni mengikat ketiga jari kelingking tangan kiri mereka

dengan seutas „tulang daun‟ dan melukai jari-jari tersebut hingga berdarah, dan

darahnya dibiarkan menetes ke dalam mangkuk yang dibuat dari batok kelapa

kering, kemudian darah ketiga orang adik kakak yang telah bercampur tersebut

diminum secara bergantian dengan mengikrarkan perjanjian yang intinya:

keturunan dari ketiga saudara ini harus saling menyayangi antara satu dengan

yang lain, tidak boleh saling mengawini antara satu dengan yang lain, karena

apabila melanggar perjanjian ini maka akan dikutuk oleh sang pencipta hingga

keturunan terakhir. Setelah perjanjian tersebut selesai dilakukan, akhirnya kedua

orang adik tersebut meninggalkan sang kakak yang akhirnya menetap di situ.

Dalam perjalanan Simanolle dan Silaloy, mereka dihadang oleh badai dan

taufan yang disertai hujan lebat sehingga menghalangi jarak pandang kedua

45

Universitas Sumatera Utara


saudara itu, dan dalam ketidakpastian arah karena dihanyutkan oleh angin di

tengah laut, akhirnya mereka berdua pun karam di daerah Hatuila atau Labuhan

Ananas (nenas), yakni di daerah belakang Tanjung Ouw. Ketika beristirahat

sejenak, ternyata si bungsu Silaloy tidak ingin melanjutkan perjalanannya,

sehingga ia pun mohon izin dari kakaknya Simanolle untuk tinggal di situ,

kemudian kakaknya Simanolle pun dengan berat hati harus meninggalkan adik

bungsunya untuk melakukan pelayaran ke tempat yang sama sekali belum

ditentukan atau diperkirakan sebelumnya. Setelah meninggalkan adiknya yang

bungsu, Simanolle yang telah menggantikan nama menjadi Inu Willa akhirnya

melanjutkan perjalanan dengan menunggang seekor buaya dengan menyusuri

pantai pulau Haruku (melewati pantai Negeri Aboru, Wasuu, Oma) dan singgah di

batu kapal. Setibanya di batu kapal Inu Willa bertemu dengan 2 kapitan yang

menanyakan perihal asal usul dan maksud kedatangannya ke situ. Akhirnya

setelah menjelaskan asal usul dan maksud pelayaran yang dilakukan akhirnya Inu

Willa pun diterima sebagai sekutu yang mengikat persekutuan di antara ketiga

orang itu dengan cara makan sirih pinang secara bersama. Setelah pamitan dari

kedua orang tersebut, akhirnya Inu Willa melanjutkan perjalanan menyusuri

pantai sebelah timur pulau Ambon (sekitar perairan negeri Tial, Suli) sebelum

akhirnya tiba di Waiyori. Ketika berada di Waiyori, Inu Willa (Simanolle) melihat

bahwa di sekitar lereng gunung telah tampak kepulan asap yang menandakan

bahwa telah ada pemukiman di sekitar wilayah tersebut. Kemudian Inu Willa

memutuskan untuk melanjutkan perjalanan dan bertemu dengan seorang kapitano

beserta anaknya yang sedang mencari udang, Inu Willa kemudian ditahan dan

46

Universitas Sumatera Utara


dihadapkan Yamaputty saat itu, Inuwilla menyatakan bahwa maskud

kedatangannya adalah baik dan kepada pemimpin mereka (upu latu) saat itu

diperingatkan bahwa masyarakat di situ harus siap terhadap kemungkinan

datangnya bangsa kulit putih (orang Portugis). Akhirnya Inu Willa (Simanolle)

dapat diterima dan diperkenankan untuk tinggal bersama perkumpulan (soa)

tersebut untuk beberapa saat lamanya.

Dalam perkembangannya, Inu Willa informasi bahwa selain Soa Lapaut

tempat bermukimnya, di sekitar daerah tersebut juga terdapat 4 (empat) soa lain

yang hidup secara terpisah antara yang satu dengan yang lain. Hal ini membuat

Inu Willa berupaya untuk mempersatukan mereka dalam satu komunitas

perkampungan yang besar. Perkampungan yang direncanakan untuk dibentuk itu

ditetapkan untuk dibangun di atas Gunung Maot (tidak jauh dari negeri Hutumuri

sekarang) dengan pertimbangan bahwa daerah tersebut cukup strategis untuk

menghindari kemungkinan terburuk atas serangan musuh, karena dikelilingi oleh

tebing-tebing terjal yang curam serta dapat digunakan sebagai benteng/basis

pertahanan yang kokoh. Dan oleh prakarsa Inu Willa bersama Upu Latu Yama

Putty beserta Upu Latu Sahulau (yang berkesempatan memimpin pertemuan di

kala itu) akhirnya melaksanakan pertemuan khusus dengan para Upu Latu, Ina

Latu, Malesi dan Kapitano dari kelima soa tersebut untuk membicarakan perihal

dimaksud, dan melalui rapat tersebut Inu Willa menceritakan tentang kekacauan

yang ditimbulkan oleh Portugis dalam rangka upaya ekspansi imperialismenya,

yang mewajibkan setiap komunitas turunan Patasiwa Patalima harus benar-benar

siap menghadapi kemungkinan terburuk dari kedatangan orang-orang Portugis

47

Universitas Sumatera Utara


tersebut. Ternyata mendengar penuturan tersebut, segenap pemimpin dari masing-

masing soa (kecuali Soa Mokihuttung) sepakat untuk membentuk satu

perkampungan bersama sebagai upaya persatuan yang siap untuk menghalau

segala kemungkinan terburuk di kemudian hari, untuk Soa Mokihutung, awalnya

menolak untuk tinggal di daerah pegunungan, namun karena terus menerus

didesak oleh berbagai pihak, akhirnya melunak dan memilih menetap bersama

secara berdampingan untuk sama sama membangun dengan keempat soa lainnya

yang lebih dahulu bermukim di tempat yang baru tersebut.

Setelah itu, perkampungan tersebut juga dipagari dengan pagar batu dan

dilengkapi dengan 5 (lima) pintu yang terdiri dari 4 (empat) pintu masuk dan 1

(satu) pintu rahasia untuk keluar apabila rakyat berada dalam kondisi terdesak.

Dan melalui rapat saniri besar yang dilakukan untuk menetapkan nama negeri

tersebut, akhirnya ditetapkannyalah negeri tersebut dengan nama LOUNUSA

yang diberikan oleh Aman Telu Aman Talang (Inu Willa/Simanolle) sesuai nama

Negeri Tua di Gunung Manusela (pulau Seram). Dalam perkembangannya, para

pemuka dari kelima Soa di Lounusa bermusyawarah untuk memilih beberapa

orang yang berkewajiban mengatur pemerintahan dan juga bertanggungjawab

untuk mengatur pertahanan dan keamanan negeri tersebut, untuk itulah ditetapkan

4 (empat upu latu) dengan tugas masing-masing sebagai berikut:

1. Upu Latu Hatabei Nusa Leitimur bertanggung jawab terhadap

pemerintahan dalam negeri dan mengangkat Tuan Tanah;

48

Universitas Sumatera Utara


2. Upu Latu Tapisamal mengatur hubungan antara Negeri Lounusa dengan

Nusa Ina dan sekitarnya;

3. Upu Latu Aman Telu Aman Talang mengatur pertahanan dan keamanan

Negeri, dibantu oleh Kapitano Sahulau;

4. Upu Latu Tamilueng adalah Tuan Tanah merangkap Maueng

Kemudian pada pertengahan abad ke-XVI sekitar tahun 1560an negeri

Lounusa terlibat peperangan dengan orang-orang Portugis yang kala itu sangat

berhasrat untuk menguasai Lounusa. Sebelum peperangan terjadi semua orang tua

dan perempuan maupun anak-anak telah diungsikan ke daerah yang lebih aman.

Dan peperangan dahsyat pun tidak terhindarkan. Namun dalam peristiwa

penyerangan pertama, Portugis tidak dapat menaklukan Lounusa karena kokohnya

pertahanan dan kedudukan negeri yang sangat strategis di atas gunung dengan

medan yang menyulitkan bagi siapapun untuk dapat menaklukan daerah itu.

Akhirnya pada suatu hari turunlah saudara perempuan dari Kapitan

Souhuwat yang bernama Tahina Matutan ke pantai dengan anjingnya, dan tidak

diprediksi sebelumnya oleh perempuan itu bahwa kapal Portugis beserta bala

tentaranya sementara berada dan berlabuh di pantai tersebut. Oleh karena

perempuan itu menjadi takut, akhirnya dia memilih untuk bersembunyi di celah

batu karang, namun naas baginya, tempat persembunyiannya diketahui oleh orang

Portugis, dan dengan segala cara Portugis mencoba mencari tahu dimanakah jalan

menuju ke Lounusa yang terkenal sangat sulit untuk ditaklukan. Perempuan itu

kemudian dipukul dan kepalanya dicelupkan ke dalam air sungai di sekitar situ

49

Universitas Sumatera Utara


sebagai bagian dari upaya Portugis untuk mendapatkan keterangan tentang jalan

masuk ke Lounusa, namun segala upaya tersebut tidak dan perempuan itu

akhirnya dilepas oleh Portugis dengan dibekali satu karung beras yang oleh akal

bulus Portugis, karung beras tersebut telah dilubangi dengan tujuan butiran beras

yang jatuh dari karung tersebut akan menjadi penunjuk arah menuju Lounusa

yang sebelumnya sangat sulit untuk ditembusi dan dikalahkan karena strategi

perang rakyatnya yang menutup-nutupi jalan masuk utama ke arah negeri itu.

Alhasil, melalui petunjuk dari butiran beras tadi mengakibatkan Portugis dengan

sigap menemukan pintu masuk utama dan kembali menggempur Lounusa dengan

kekuatan yang lebih besar, mengakibatkan Lounusa tumbang dan dibumi

hanguskan.

Rakyat Lounusa yang saat itu terpecah dua akhirnya tercerai berai, dengan

70 KK dibawah pimpinan Donpedro akhirnya bermukim di daerah sekitar Passo

sekarang (yang disebut Hutumuri kecil) sedangkan sekitar 130 KK lebih bersama

Upu Latu Surinay melanjutkan perjalanan mereka menuju ke Lana, tempat

bermukimnya Soa Lapaut dan selanjutnya ke Eril. Bahwa dalam

pengembaraannya sebelum menetap di tempat negeri Hutumuri yang sekarang,

rakyat Lounusa masih menghadapi ancaman-ancaman yang datang dari negeri di

luar pulau Ambon (perang tanding melawan orang Gorong/Gorom dari Seram

Timur) maupun ancaman dari negeri yang ada di Pulau Ambon (upaya

penyerangan yang mengakibatkan orang-orang Ema yang saat itu sebagai

penyerang mati oleh karena jebakan yang telah disiapkan khusus oleh kaum laki-

laki sebelum meninggalkan perkampungan untuk membantu perang di Nusa Ina),

50

Universitas Sumatera Utara


namun dalam menghadapi ancaman berupa penyerangan tersebut rakyat Lounusa

tidaklah terkalahkan dan tetap eksis melanjutkan pengembaraannya untuk

mendapatkan tempat bermukim yang diharapkan. Akhirnya dalam suatu

kesempatan, Kapitan Taliputa melemparkan tombak dengan tujuan tempat

tertancapnya tombak tersebut ditetapkan sebagai tempat bermukim yang tetap

untuk rakyat Lounusa yang oleh karena harus turun gunung dari belakang (karena

Lounusa adalah negeri terakhir di Leitimor yang ingin dikuasai Portugis) sehingga

istilah turun dari belakang dipakai untuk menyebutkan tempat bermukimnya

penduduk Lounusa sekarang yakni “HUTUMURI” (Hutu = turun, Muri =

belakang).

2.4 Kampung/Soa di Negeri Hutumuri

Negeri ini terdiri dari 5 Soa, masing-masing soa terdiri dari beberapa fam

yang di pimpin oleh salah satu fam. Lima Soa di negeri Lounusa /Hutumuri

tersebut, memiliki masing-masing tugas da urusannya, antara lain sebagai berikut:

1. Soa Pattihutung mengurus masalah pemerintahan

2. Soa Tutupasar mengurus perekonomian rakyat

3. Soa Puasel mengurus sumber air dan kesenian

4. Soa Mokihutung menjaga keamanan di laut

5. Soa Lapaut menjaga ketertiban dan keamanan

51

Universitas Sumatera Utara


2.4.1 Kampung Sarsaila (Soa Pattihutung)

Soa Pattihutung40 : menduduki gunung Ama Putut : jarak dari negeri Hutumuri

ke Gunung Ama Putut kira-kira 1,5km.

Pimpinannya :

1. Upu Satu Argolas Marapati Untung Baiys ( Fam Paays)

2. Ama Satu Siti Pati Teru (Fam Waas)

Aman Upu/ Tuan Tanah : Kapitan Seku Spadu (Fam Matuankota)

Soa Pattihutung dengan 7 Teung Mata Rumah :

1. Ama Latu Siti Pati Teru : Fam Waas

2. Kapitan Seku Spadu : Fam Matuankota

3. Kapitan Domeklius Besi atau Kapitan Monimout : Fam Leiwakabesy

4. Kapitan Malesi Matahena/Matakena : Fam Matakena

5. Kapitan Tabaki : Fam Lesiasel

6. Kapitan Seihatu : Fam Lekahatu

7. Malesi Peipute : Fam Pessy

40
Pattihutung artinya Banyak orang dari Bangsa Raja

52

Universitas Sumatera Utara


Gambar 2.2
Upu kebesaran Soa Pattihutung: Burung Merpati.
Burung Merpati melambangkan ketulusan hati.

Sumber : https://arenahewan.com/ciri-ciri-burung-merpati-mau-bertelur

2.4.2 Kampung Totu (Soa Tutupasar)

Soa Tutupasar41 : mereka menduduki pegunungan Totu, kira-kira 1,5 km dari

Negeri Hutumuri.

Pimpinannya : Kapitan Latu Halilintar Latu Surinaiy : Fam Pesurnay

Aman Upu/Tuan Tanah : Kapitan Latu Tamalayueng : Fam Tamilueng. Sekarang

diganti dengan Upu Tenu atau Upu Soi : Fam Lewaherilla dan Fam Thenu.

1. Latu Halilintar, Latu surinaiy : Fam Pesurnay

2. Latu Tamalayueng : Fam Tamilueng/pindah ke passo

3. Kapitan Komalima : Fam Thenu (Hitumeseng)

4. Kapitan Sahusilit : Fam Thenu (Hituila)

5. Kapitan Latu Warang Ila : Fam Patihahuan

6. Kapitan Latu Lewaherilla : Fam Lewaherilla

7. Kapitan Latu Lia : Fam Harmusial

41
Tutupasar artinya buku tutup semua acara adat atau keramaian

53

Universitas Sumatera Utara


8. Kapitan Salanghutungteru : fam Salhuteru/ lenyap

Gambar 2.3
Upu Kebesaran Soa Tutupasar : Soa-soa;
arti Setia dalam berbagai panggilan.

Sumber : https://steemit.com/indonesia/@nadjard/kadal-hijau-
bronchocela-cristatella-indonesia-photo-challenge-1-reptile

2.4.3 Kampung Nusa Rumang (Soa Puasel)

Soa Puasel42 : Mereka menduduki pegunungan Nusa Ruman kira-kira 1,5 km

dari Negeri Hutumuri.

Pimpinannya : Upu Latu Sibunda Raya : Fam Horhoruw

Aman Upu/Tuan Tanah : Kapitan Moniloro : Fam Moniharapon

Soa Puasel memiliki 4 Teung mata rumah yang ada dan 14 mata rumah

pendatang:

1. Kapitan Sigunda Raya : Fam Horhoruw

2. Kapitan Monilori : Fam moniharapan

3. Kapitan Titimau : Fam Matuahitimahu

42
Puasel artinya Tempat yang berair

54

Universitas Sumatera Utara


4. Kapitan Realangit : Fam Rehatalanit

Fam Pendatang :

1. Hursepuny

2. Laturake/Sopalatu

3. Mole

4. Manuputy

5. Muyu

6. Patianakota

7. Patinasarany

8. Siahaya

9. Titawael

10. Tan

11. Keppy

12. Koten

13. Karley

14. Latuheru

55

Universitas Sumatera Utara


Foto 2.2
Upu Kebesaran Soa Puasel : Katak;
artinya orang-orangnya pintar seni nanyi, tari dan lain-lain dan juga mencari
sumber air.

Sumber : Eunike (2017)

2.4.4 Kampung Ehut (Soa Mokihutung)

Soa Mokihutung43 : mereka mendaki gunung Ehud kira-kira 3 km dari Negeri

Hutumuri.

Pimpinannya : Upu Latu Sekuku daging (Fam Pattiapon)

Aman Upu/Tuan Tanah : Latu Kakulipet atau Saropet (Fam Souripet)

Soa Mokihutung dengan 6 Teung mata Rumah :

1. Upu Latu Sekuku Daging : Fam Pattiapon

2. Latu Kakalipet : Fam Souripet

3. Kapitan Titapatiwatin : Fam Tepalawatin

43
Mokihutung artinya bertambah banyak

56

Universitas Sumatera Utara


4. Kapitan Kapa Kapurake : Fam Kappuw

5. Latu Pati Peory : Fam Tehupeiory

6. Kapitan Kalaumbar : Fam Pattiasina

Gambar 2.4
Upu Kebesaran Soa Mokihutung : Burung mainggole;
melambangkan fisik lidah, suka humor.

Sumber : https://trendburung.blogspot.co.id/2012/05/berencet-
gunung-napothera-crassa_24.html

2.4.5 Kampung Lana (Soa Lapaut)

Soa Lapaut44 : mereka menduduki Gunung Lana kira-kira 2 km atas Batu

Gong/Waiyori

Pimpinannya : Upu Latu Yana Puti : Fam Sameaputty

Aman Upu/Tuan Tanah : Bajira Umar Sameteng : Fam Keiluhu

Soa Lapaut memiliki 5 Teung Mata rumah :

1. Latu Yana Putiy : Fam Sameaputty

2. Kapitan Bajira Umar Sameteng : Fam Keiluhu

44
Lapaut artinya bungkus

57

Universitas Sumatera Utara


3. Kapitan Usuhua Latu Kumi-Kumi : Fam Souhuwat (Lamote)

Kapitan Usuha Pata Simpir : Fam Souhuwat (Palapesi)

4. Malesi Imam Sababa, Talahaha : Fam Pattalala

5. Malesi Halalutu : Fam Lilipory

Foto 2.3
Upu kebesaran Soa Lapaut : Ular;
artinya cerdik, lingkar dan bungkus

Sumber : Eunike (2017)

58

Universitas Sumatera Utara


2.5 Simbol Negeri

Foto 2.4
Tugu Mangkuk

Sumber : Eunike (2017)

Mangkuk adalah pemberian ibu Lounusa Mosilou kepada anak yang

bungsu. Dalam sumpah janji di Hatumari/hutumuri, mangkuk ini dipergunakan

untuk menampung percikan darah yang keluar dari jari kelingking mereka.

Tamilou, Hutumuri dan Sirisori merupakan 3 saudara kandung atau biasa di kenal

dengan istilah “Pela Gandong”. Hutumuri merupakan anak ke 2 dari 3 (tiga)

bersaudara, tugu ini hanya ada di Negeri Hutumuri yang mana Negeri Hutumuri

menjadi tempat perdamaian. Dalam bahasa tanah Tamilou disebut Timanole-

Hutumuri disebut Simanole- dan Sirisori disebut Silaloi dan mereka meminumnya

sebagai tanda pengesahan atas sumpah janji mereka di atas batu Hatumuri.

Tamilou dan Sirisori merupakan negeri dari provinsi Maluku Tengah. Seluruh

59

Universitas Sumatera Utara


penduduk Negeri Tamilou beragama Islam dan penduduk Negeri Sirisori

beragama Islam dan Kristen. Ketiga negeri ini di larang saling kawin mengawini

karena akan melanggar sumpah Adat dari nenek moyang.

2.6 Upacara Adat

Negeri Hutumuri adalah salah satu desa adat yang ada di Kecamatan

Leitimur Selatan. Maka tidak heran jika desa ini sangat banyak tradisi-tradisi yang

harus dijaga dan di teruskan kepada anak cucu penerus dari desa adat ini.

Berbagai tradisi dilaksanakan dalam bentuk upacara adat yang dianggap sakral

oleh mereka. Berikut inilah adalah Upacra adat yang ada di Negeri Hutumuri :

 Upacara pelantikan Upu Latu/Raja

 Upacara pelatikan Kepala Soa

 Upacara pelantikan Marinyo

 Upacara pelantikan/pengukuhan kewang darat/laut

 Upacara bangun rumah Baileu

 Upacara Penerimaan Tauli

 Upacara pemanggilan dara kasih pulang upu

 Upacara panas gandong/bongso

2.6.1 Sistem Hukum Adat Negeri Hutumuri

Yang dimaksud sistem adat disini adalah kategori atau pembagian

dari beberapa adat seperti :

60

Universitas Sumatera Utara


 Hukum tanah adat atau tanah dati

 Hukum perkawinan adat

 Hukum peraturan sasi

 Hukum budaya, sumber daya alam dan laut

 Hukum sumpah janji Hatumari

2.6.2 Nilai-nilai Satra Lisan dalam Upacara Adat

 Bahasa Adat atau bahasa tanah merupakan bahasa yang

diwariskan melalui tuan tanah secara turun temurun, sesuai

dengan keturunannya,

 Lagu-lagu adat merupakan lagu pemujaan terhadap arwah para

leluhur, lagu-lagu ini hanya dapat dinyanyikan dalam setiap

upacara adat, tidak boleh dinyanyikan sembarang, karena

menyanyikan lagu adat ini akan mengundang arwah para

leluhur.

 Kapata-kapata : ucapan-ucapan tegas yang tak dapat dirubah,

yang unik seperti puncak gunung berpucuk tombak tertuju

kepada Allah. Seperti sumpah atau kekuatan Tuhan yang di

ucapakan seperti mantra-mantra secara tegas.

 Pasawari-pasawari : ucapan-ucapan permohonan dan

penghormatan kepada para leluhur dan kepada Tuhan Allah

yang diucapkan dalam bentuk lagu.

61

Universitas Sumatera Utara


2.6.3 Nilai-nilai Seni

 Tari cakalele bulu ayam

Tari cakalele bulu ayam ini, adalah menunjukkan satu kekuatan

keperkasaan Negeri Hutumuri. Tari ini terbentuk dari masing-masing

soa dua orang yang menjadi persatuan Negeri dipimpin oleh dua orang

Kapitan, yaitu di muka Kapitan Leiwakabessy dan di belakang Kapitan

Waas. Tari ini menunjukkan semangat juang laskar-laskar Hutumuri

dalam menjaga tanah tumpah darahnya melawan siapapun. Tari ini

memakai topi pelindung kepala yang disebut Kapseti. Pada kedua

ujung ujung kapseti, dihiasi denga bulu ayam bahagian ekor (yang

panjang). Bulu ayam adalah menandakakn satu perintah tegas dari

bangsa Alifuru yang tidak boleh ditahan atau diubah dalam keadaan

apapun. Bila seorang kurir atau seorang suruhan dalam keadaan

penting, bila dia memakai bulu ayam di tangan, di pos-pos penjagaan

manapun tidak bisa menahan dia dan perintah ini setelah sampai pada

yang menerima, segala harus dilaksanakan. Dalam tari ini

dipergunakan Gole. Gole bagi bangsa Alifuru, menandakan satu

penghormatan kepada atasannya. bila seorang bawahan mau

menghadap atasannya, kira-kira 10 meter dia sudah gole sampai di

muka atasannya baru dia sembah. sikap dan gaya tarinya, parang dan

salawaku menunjukkan kelincahan berperang, mengatasi semua

kemungkkinan yang akan terjadi.

62

Universitas Sumatera Utara


 Tari cakalele alifuru

Tari cakalele Alifuru, badannya disapu hitam dengan

menggunakan arang dicampur dengan minyak kelapa, ini menandakan

tarian ini adalah khas Alifuru. Tarian ini dipimpin oleh dua orang

kapitan yaitu kapitan muka oleh kapitan Souhuwat (Lamote) dan

kapitan belakang adalah Kapitan Keiluhu. Kapitan memakai salawaku

da tombak, sedangkan Malesi dan anak buahnya memakai parang dan

salawaku. Tarian ini hanya terdiri dari Soa Lapaut saja. Pada betis

tangan para kapitan, dipasang buru burung kaswari. Ini mengenangkan

Ina/Ibu Lonusa Usalou. Ibu dari Timaloe, Simanole dan Solaloi yang

berasal dari bangsa Alifuru. Bangsa Alifuru mempunyai binatang

andalan, yaitu burung kaswari. Didalam tari ini juga terdapat ibu dan

anak-anak, ibu dan anak-anak melambangkan satu kegembiraan

bangsa Alifuru dalam menyambut laskar-laskarnya pulang dari

peperangan membawa kemenangan atau kekalahan, itu sudah menjadi

tugas mereka secara rutin.

Dalam tari, mereka mengekspresikan parang dan salawaku,

menandakan cara kelincahan dalam menghadapi musuh. Tari ini

berakhir dengan tari mako-mako atau maro. mako-mako atau maro,

mainan maro atau mako-mako adalah satu permainan bangsa Alifuru

setelah pulang perang membawa kemenangan dan juga dalam acara-

acara pesta.

63

Universitas Sumatera Utara


 Tari Lengso

Tari lengso atau tari adat ini pada mulanya merupakan tari

penjemputan perang. tari ini memakai alunan tifa dan totobuang. Bila

roman buka para penari ini dengan muka yang senyum dan berseri-

seri, itu menandakan para laskar mereka pulang membawa

kemenangan. Bila penari itu dengan muka yang sedih dan air mata

yang jatuh itu menandakan kekasihnya telah meninggal dalam medan

tempur. sekarang ini di Negeri Hutumuri, tari ini dijadikan tari

penyambutan, dalam acara penyambutan tamu-tamu yang dihormati.

tari ini memakai Torban yang dipasang oleh penari berbentuk kopia.

pada kedua ujung topi itu, dipasang bulu cendrawasih. Bulu burung

cendrawasih adalah mengenangkan Bapa dari Moyang Timanole,

Simanole dan Silaloi yang berasal dari Irian. Bapa Lukuna atau

Lokonda ini berasal dari daerah Kainama (Papua) da dia adalah

seorang kepala suku, iala suku Manggarengga. Setelah dia merantau ke

Nusa Ina (Seram) maka dia lalu menikah dengan Lounusa Usalou,

anak dari seorang kapitan besar bangsa Alifuru, dan dia mendapat

gelar kapitan Supuhalatin.

 Tahuri (Kulit Bia)

Bunyi Tahuri adalah sebagai satu kode atau perintah. Bagi yang

meniup Tahuri, dia sudah harus tahu aba-aba dalam perintahnya. Tiup

64

Universitas Sumatera Utara


beberapa kali, maju dan maju terus. Tiup beberapa kali, mundur dan

tiup berapa kali, istirahat dan lainnya.

 Tifa dan gong

Alunan tifa dan gong Alifuru berbeda dengan alunan tifa dan gong

kelompok lain. Dalam perang, alunan tifa dan gong untuk

menyemangati para laskar-laskar pejuang.

2.6.4 Budaya Pakaian

Pakaian yang digunakan pada pelaksanaa Upacara Adat pun telah tentukan

yaitu berwana Hitam. Berikut adalah pakaian yang digunakan masyarakat Negeri

Hutumuri dalam Upacara adat yaitu :

 Baju hitam

Warna Hitam mengandung makna kekuatan adat istiadat sebagai

bagian dari budaya yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat

 Berang Merah

Berang Merah adalah sebutan lain dari kain merah yang biasanya di

ikat di kepala atau di pinggang. Warna Merah sebagai warna dasar

bermakna keberanian yang dimiliki oleh seluruh masyarakat dalam

menghadapi berbagai tantangan ke depan khususnya dalam

peperangan.

65

Universitas Sumatera Utara


 Baju Cele

Baju cele adalah baju berwarna merah terang dengan motif garis-

garis emas atau perak yang geometris. Kainnya tebal tapi tetap nyaman

digunakan. Untuk wanita, baju cele umumnya dipadukan dengan kain

sarung tenun atau kebaya dengan warna yang sama. Sementara bagi

pria, baju cele dibentuk menyerupai jas dan dikenakan bersama kemeja

sebagai dalaman dan celana panjang formal berwarna hitam atau putih

sebagai bawahannya. Adapun untuk alas kaki, baik pria maupun

wanita umumnya menjadikan sepatu vantovel hitam sebagai pilihan

utama.

 Kebaya dansa

Kebaya dansa adalah pakaian adat yang biasanya dikenakan saat

ada pesta rakyat. Pakaian adat Maluku yang satu ini adalah kemeja

berleher bundar tanpa kancing. Kain yang digunakan untuk

membuatnya adalah jenis kain polos berkembang kecil. Kebaya dansa

dapat dikenakan oleh pria maupun wanita.

2.6.5 Sastra Gaib

Sastra gaib adalah ilmu gaib yang di gunakan dalam acara-acara

adat di Negeri Hutumuri. Ilmu gaib ini di pakai atau di pegang oleh orang-

orang yang memiliki kedudukan di negeri terutama kepala atau pimpinan

66

Universitas Sumatera Utara


adat sehingga dapat digunakan dalam acara-acara adat ataupun kondisi

atau situasi yang darurat.

1. Binatang-binatang yang adalah lambang kebesaran masing-masing

soa : binatang-binatang itu dipanggil dengan bahasa rahasia (Pekata-

pekata) dan bukan ditangkap

2. Pusat tanah atau pusat negeri

3. Batu goso parang atau batu perkasa

4. Batu pamali

5. Tanda keperkasaan negeri yang di ikat pada kedua hujung bubungan

Baleu.

2.7 Sarana Umum Negeri Hutumuri

2.7.1 Sarana Pemerintah

Sarana pemerintah yang ada di Negeri Hutumuri adalah kantor

pemerintah negeri. Kantor pemerintah negeri digunakan untuk melayani

masyarakat yang akan mengurus administrasi, tempat menyampaikan

keluhan masyarakat dan lain sebagainya. Kemudian Negeri Hutunuri juga

memiliki satu balai pertemuan yang digunkan untuk tempat berkumpul

dalam menyelesaikan masalah atau rapat dengan kepala-kepala soa

maupun masyarakat dan sebuah rumah adat yang disebut dengan Baleu

yang menjadi tempat saat berlangsungnya upacara adat.

67

Universitas Sumatera Utara


Foto 2.5
Kantor Pemerintah Negeri Hutumuri

Sumber : Eunike (2017)

Foto 2.6
Rumah Baleu

Sumber : Eunike (2017)

2.7.2 Sarana Kesehatan

Sarana kesehatan yang ada di Negeri Hutumuri hanya satu

puskesmas dan satu posyandu. puskesmas ini dapat dikatakan cukup

memadai, karena puskesmas ini sudah dilengkapi dengan fasilitas rawat

68

Universitas Sumatera Utara


inap dan dokter jaga. Akan tetapi negeri ini tidak memiliki apotek,

sehingga jika masyarakat ingin mendapat obat maka mereka harus berobat

ke puskesmas agar medapatkan obat, atau jika tidak ingin berobat maka

mereka harus pergi ke Negeri Passo yang berjarak lebih kurang 5km dari

Negeri Hutumuri.

2.8.3 Sarana Ibadah

Leahly (dalam Sudarman,2014:147), menyebutkan bahwa manusia

sebagai makhluk misteri. Manusia adalah makhluk paradoksal, yang tidak

pernah selesai untuk dibicarakan. Pada diri manusia terdapat banyak

simbol atau identitas yang disematkan, salah satunya adalah manusia

sebagai makhluk beragam (homo relegius/homo ritualis). Himpitan antara

nilai budaya dan agama, kerap menjadi sulit dibedakan jika hadir

bersamaan upacara. Sarana ibadah merupakan salah satu simbol tempat

pelaksanaan ritulitas agama. Sarana ibadah yang ada di Negeri Hutumuri

hanyalah satu yaitu Gereja Baitlehem. Seluruh gereja protestan yang ada di

Maluku merupakan kesatuan jemaat atau dibawah pimpinan dari Gereja

Protestan Maluku yang kemudian gereja tersebut memiliki nama masing-

masing.

69

Universitas Sumatera Utara


Foto 2.7
Rumah Ibadah Negeri Hutumuri
Gereja Baitlehem

Sumber : Eunike (2017)

Gereja Baitlehem ini telah ada sejak tahun 1832. Berdasarkan

kepercayaan seluruh masyarakat Negeri Hutumuri beragama kristen

protestan bahkan seluruh masyarakat Kecamatan Leitimur Selatan

beragama Kristen baik protestan maupun katolik. Ibadah yang di lakukan

di Gereja Baitlehem ini pagi pukul 09.00 WIT.

2.7.3 Sarana Umum

Sarana umum di negeri Hutumuri hanya terdapat beberapa halte

yang berada di pinggir jalan yang biasanyanya digunakan untuk menunggu

angkutan umum dan sebuah sarana MCK (mandi, cuci, kakus) yang

terdapat di dalam negeri. Fasilitas ini dapat digunakan secara gratis tanpa

dipungut biaya. Sejak tahun 2006 Semua masyarakat di negeri telah

memiliki kamar mandi di masing-masing rumah tempat tinggal mereka

sehingga MCK jarang digunakan saat ini. . Hal ini di karena air bersih

70

Universitas Sumatera Utara


sudah masuk kedalam negeri ini, sebelumnya masyarakat banyak

melakukan aktifitas di sungai untuk mengambil air dan mencuci piring,

mencuci baju dan MCK. Hingga saat ini mencuci pakian dan mencuci

piring di sungai masih dilakukan oleh masyarakat setiap hari terutamana

pada pagi hari. Biasanya pada sore hari juga dapat kita temui anak-anak

maupun orang dewasa bermain dan mandi di sungai termasuk saya saat

melakukan penelitian. Air pegunungan yang sangat jernih dan bersih

membuat masyarakat senang melakukan aktifitas di sungai.

2.7.4 Sarana Pendidikan

Fasilitas pendidikan di Negeri Hutumuri dapat dikatakan cukup

memadai. Fasilitas pendidikan itu sendiri terdiri dari SMA, SMP, SD dan

TK (PAUD). Fasilitas untuk sekolah SMK tidak ada, Sekolah SMK hanya

di Kota Ambon saja. Untuk lebih jelasnya dapat melihat tabel berikut :

Tabel 2.6
Fasilitas Pendidikan Berdasarkan Jenis Pendidikan dan Jumlah Unit di
Negeri Hutumuri

No Jenis Fasilitas Pendidikan Jumlah Unit


1 SMA 1
2 SMP 1
3 SD 3
4 TK (PAUD) 2
Jumlah 7
Sumber : Pemerintah Negeri 2017

71

Universitas Sumatera Utara


2.7.5 Lembaga-lembaga Pemerintah

a. Pemerentah

Pemerentah adalah pejabat desa atau negeri yang memimpin

jalannya pemerintahan. Jabatan ini dapat disamakan dengan Lurah

atau Kepala Desa di pulau Jawa. Pelaksanaan Pemerintah Negeri

dijalan oleh oleh satu badan yang bernama Pemerintah Negeri.

Sehingga di satu negeri akan terdapat pejabat yang memakai

predikat pemerintah, dan badan yang bernama Pemerintah Negeri

di bidang eksekutif.

b. Saniri Lengkap

Saniri Lengkap merupakan sebutan lain dari Saniri Negeri.

c. Saniri Besar

Saniri Besar adalah semacam rapat terbuka antara Saniri Negeri

langsung dengan seluruh penduduk yang bersidang sekali setahun di

baeleo negeri da biasanya dilakukan pada awal tahun. Rapat Saniri

Besar ini dipimpin oleh pemerentah.

d. Pemerintah Negeri

Pemerintah Negeri adalah badan pemerintah desa atau negeri

yang terdiri atas pemerentah dan para kepala soa yang menjalani

segala sistem perintahan di negeri. Pemerintah Negeri inilah yang

menjadi pusat sistem pemerintahan sedangkan pemerentah, badan

saniri negeri dan saniri besar masuk kedalam sistem pemerintah

negeri atau di bawah pimpinan pemerintah negeri.

72

Universitas Sumatera Utara


Bagan 2.1
Struktur Pemerintahan Adat Maluku

STRUKTUR PEMERINTAHAN ADAT MALUKU

RAJA

BADAN SANIRI
BADAN SANIRI RAJA
NEGERI

Kepala Soa
Kepala Soa Kepala Soa Kasisi Akte
Aktte Adat Gereja/Mesjid

Juru Tulis
Tulis

Marinyo

Saniri Besar

Masyarakat

2.7.6 Kelembagaan atau Organisasi Kemasyarakatan

Organisasi kemasyarakatan yang paling kuat dan masih hidup di

Negeri Hutumuri, adalah :

73

Universitas Sumatera Utara


1. Soa : Semua masyarakat Negeri Hutumuri, semuanya sudah

tertampung di Soa, sampai pun kepada saudara-saudara pendatang

yang sudah menetap di Negeri Hutumuri, bagi mereka tidak dibuat

soa baru, karena sudah menjadi kesepakatan kelima Soa di Negeri

Hutumuri, semua pendatang di tampung pada Soal Puasel.

2. Muhabet : Muhabet adalah perkumpulan organisasi sosial di

Negeri Hutumuri. Usia Muhabet hingga saat ini sudah lebih dari

150 tahun. Adapun yang menjadi fungsi dari Muhabet adalah

sebagai suatu organisasi sosial yang bertujuan untuk membantu

atau melakukan kegiatan gotong royong di Desa tersebut. Misalnya

gotong royong dalam membangun rumah ibadah atau rumah

masyarakat, melayani masyarakat yang berduka seperti membuat

peti dan menjaga atau menghibur keluarga duka, membersihkan

lingkungan desa dan sebagainya. Berikut ini adalah lima muhabet

yang ada di Negeri Hutumuri :

1. Rumah Peremponang Muhabet

2. Dorkas

3. Sinar Pengasihan

4. Pucuk Hijau

5. Muhabet Peniel

74

Universitas Sumatera Utara


BAB III

SANIRI NEGERI sebagai Forum Komunikasi

3.1 Sejarah Saniri Negeri

Saniri Negeri sebagai forum permasalah publik yang sangat dikenal di

Maluku. Saniri Negeri adalah Lembaga atau badan yang merupakan perwujudan

demokrasi dalam penyelenggaraan Pemerintah Negeri, berfungsi sebagai badan

legislatif yang bersama-sama Kepala Pemerintahan Negeri (Raja) membentuk

peraturan negeri, mengawasi pelaksanaan tugas dari Kepala Pemerintah Negeri

serta merupakan badan yang mendampingi Kepala Pemerintahan Negeri dalam

memimmpin negeri, sesuai tugas dan wewenang yang di milikinya 45. Akan tetapi

tidak semua masyarakat Maluku mengetahui istilah dari Saniri Negeri, hal ini

disebabkan karena keberadaan Saniri hanya berada di suatu Negeri, maka

masyarakat yang tinggal di Desa maupun Kelurahan tidak mengenal dengan

istilah tersebut. Saniri di bentuk dari kebiasan-kebiasaan yang dilakukan dulu

hingga sampai sekarang seperti suatu kelompok sosial. Sejak Indonesia mengenal

sistem pemerintahan, maka kedudukan, fungsi dan tugas dari Saniri semakin

bertambah pula bukan hanya sebagai suatu kelompok sosial atau suatu lembaga

saja tetapi digunakan sebagai suatu sistem pemerintahan. Saniri dapat dikatakan

sama seperti paguyuban yang dikenal di masyarakat Jawa pada umumnya karena

memiliki sifat yang sama. Dalam sejarah Bangsa Indonesia telah kita ketahui

45
http://fisip.unjani.ac.id/wp-content/uploads/2017/11/KEDUDUKAN-DAN-FUNGSI-BADAN-
SANIRI-NEGERI-BADAN-PERMUSYAWARATAN-DESA-DI-KECAMATAN-SALAHUTU-
KABUPATEN-MALUKU-TENGAH-Farah-Dessy-Tuasamu.pdf

75

Universitas Sumatera Utara


bahwa Indonesia telah dijajah oleh kolonial Belanda kurang lebih 350 tahun

lamanya, sebelum penjajahan di mulai lembaga adat telah ada dan memainkan

perannya dengan baik dalam kehidupan masyarakat di Indonesia, terutama Saniri

Negeri yang ada di Maluku khususnya di Negeri Hutumuri.

Asal mulanya terbentuk Saniri Negeri ini tidak diketahui secara pasti, akan

tetapi lembaga ini telah dijalankan beratus-ratus tahun lamanya. Seperti yang di

ketahui saat ini, Saniri Negeri sebenarnya merupakan sistem pemerintahan yang

di pakai oleh negeri-negeri yang ada di Maluku, akan tetapi Saniri juga

mendapatkan Hal ini dapat dibuktikan dengan adanya catatan menganai Raja yang

telah memerintah Negeri Hutumuri saat itu. Akan tetapi karena kondisi dan ilmu

pengetahuan akan pentingnya sejarah, maka tidak semua raja yang pernah

menjabat di Negeri Hutumuri di ketahui secara pasti siapa dan sampai kapan masa

jabatan tersebut.

76

Universitas Sumatera Utara


Tabel 3.1
Raja yang Pernah Memerintah

NO NAMA PERIODE
1 Pattigandalia
2 Patti Useng
3 Don Pedro
4 Pattitunawa
5 Jan Yohanis Thupeiory 1801-1855
6 Frans Waas 1855-1870
7 Wellem Thupeory 1871-1880
8 P. Maspaitella 1876-1880
9 David Waas 1882-1902
10 C. Leimena 1902-1905
11 Karel Tehupeory 1905-1930
12 Silas Thenu 1930-1933
13 Geisber Van Enst 1933-1938
14 Izaak Matuanotta 1938-1939
15 Dominggus Waas 1939-1941
16 Wellem Tehupeory 1941-1946
17 B. Rehatalanit 1946-1949
18 Wellem Tehupeory 1949-1962
19 Yohanes Sohuwat 1962-1968
20 Leonart Tehupeory 1968-1969
21 Kailuhu 1969-1973
22 Markus Horhoruw 1973-1975
23 Yan Lewaherilla 1975-1979
24 Oktovianus Waas 1979-1985
25 Yohanes Lewaherilla 1985-1992
26 Silas Souhuwat 1992-1996
27 Yakob Lilipory 1996-2003
28 A.W Tehupeiory 2003-2005
29 Ferdinan Waas 2005-2007
30 Dominggus Kailuhu 2007-2009
31 Andarias W Tehupeory 2009-2014
32 Colombus Souhuwat 2015-2-16
33 Dirk Waas 2016-2017
Sumber : Wawancara Peneliti

Dengan adanya peninggalan nama-nama raja yang pernah menjabat

menunjukkan bahwa Saniri Negeri telah ada sejak dulu kala. Saniri Negeri

merupakan satuan dari sistem pemerintahan negeri atau desa adat yang ada di

77

Universitas Sumatera Utara


Maluku. Soe pomo (1977) mengatakan bahwa hukum adat adalah hukum yang

hidup karena ia menjelmakan hukum yang nyata dari rakyat ; ia terus menerus

dalam keadaan tumbuh dan berkembang seperti hidup itu sendiri, dan hukum adat

beurat akar pada kebudayaan tradisional sama halnya dengan Saniri Negeri ini.

Saniri Negeri ini merupakan hukum adat yang dijalankan oleh masyarakat negeri

atau desa adat. Aturan-aturan tingkal laku dalam masyarakat inilah dimaksudkan

sebagai aturan-aturan adat. Sebelum Indonesia Merdeka, negeri Hutumuri telah

memiliki sistem pemerintahan yang bernama Negorijrad yang sekarang dikenal

dengan Saniri Negeri. Adat yang dianut oleh suatu masyarakat negeri diwariskan

oleh nenek moyang yang telah membentuk masyarakat negeri tersebut untuk

digunakan sebagai contoh kehidupan bagi keturunan-keturunan mereka dan

menjadi tempat atau tameng dalam setiap permasalahh yang terjadi Negeri

Hutumuri.

3.2 Kedudukan, Tugas Pokok dan Fungsi Saniri Negeri

3.2.1 Kedudukan Saniri Negeri menurut Undang-undang

Sesungguhnya Saniri negeri merupakan lembaga adat sekaligus sistem

pemeritahan yang sangat lama digunakan oleh masyarkat negeri di Maluku. Akan

tetapi semakin majunya sistem perintahan, terutama pada masa Orde Baru, Saniri

negeri tidak mendapatkan pengakuan sah sebagai suatu sistem pemerintahan.

Kemudian masyarakat Maluku memperjuangkannya untuk menghidupkan

kembali tatanan adat beserta kelembagaan adat yang pernah ada dalam kehidupan

masyarakat Maluku yang merupakan suatu perjuangan yang sesungguhnya

terpendam ketika berkuasanya pemerintahan orde baru. Kemudian setelah

78

Universitas Sumatera Utara


penetapan Undang-undang nomor 32 Tahun 2004, masyarakat Maluku

melakukan suatu gerakan bersama untuk menegakkan eksistensi identitas

masyarakat Maluku sebagai suatu persekutuan masyarakat hukum adat yang harus

diakui oleh Negara Republik Indonesia.

Dalam Undang-undang No 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah,

dan Peraturan Pemerintah No 72 Tahun 2005 tentang Desa, disebutkan Bahwa :

“Desa atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya


disebut Desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang
memiliki batas-batas wilayah, berwenang untuk mengatur
dan mengurus kepentingan masyarakat setempat
berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang di
akui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negera
Kesatuan Indonesia”

Undang-undang nomor 6 tahun 2014 tentang desa (selanjutnya disebut UU

no. 6 tahun 2014) dan peraturan pemerintah republik indonesia nomor 43 tahun

2014 tentang peraturan pelaksanaan undang-undang nomor 6 tahun 2014

(selanjutnya disebut pp no. 43 tahun 2014) memberikan beberapa kewenangan

kepada desa. kewenangan-kewenangan tersebut antara lain meliputi:

a. Kewenangan berdasarkan hak asal usul;

b. Kewenangan lokal berskala desa;

c. Kewenangan yang ditugaskan oleh pemerintah, pemerintah daerah

provinsi,atau pemerintah daerah kabupaten/kota; dan

d. Kewenangan lain yang ditugaskan oleh pemerintah, pemerintah

daerahprovinsi, atau pemerintah daerah kabupaten/kota sesuai dengan

ketentuan peraturan perundang-undangan

79

Universitas Sumatera Utara


Desa merupakan instansi yang otonom dengan tradisi, adat istiadat

sertahukumnya sendiri yang menjadikannya mandiri. Secara historis desa

merupakancikal bakal terbentuknya masyarakat politik dan pemerintahan di

Indonesia jauhsebelum negara ini terbentuk dan dalam perkembangannya hingga

saat ini menjadi. UUD 1945 mengakui keberadaan kesatuan masyarakat hukum

adat dipertegas melalui ketentuan dalam Pasal 18B ayat (2) yang berbunyi:

“Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan


masyarakat hukum adat besertahak-hak tradisionalnya
sepanjang masih hidup dan sesuai dengan
perkembanganmasyarakat dan prinsip Negara Kesatuan
Republik Indonesia, yang diatur dalamundang-undang”
Oleh karena itu pencantuman kata „Negeri‟ sebagai suatu bentuk

persekutuan masyarakat hukum adat yang ada di Maluku sebagaimana telah

dilakukan dalam Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004. Dengan diberlakukanya

UU No 23 Tahun 2004 ini, maka lembaga-lembaga adat seperti Saniri memiliki

pengakuan terhadap eksistensinya yang terlegitimasi dengan nama Badan Saniri

Negeri atau Badan Permusyawaratan Negeri. Adapun pengakuan Negara terhadap

per-sekutuan masyarakat adat yang ada di Maluku sebagaimana tercantum dalam

penjelasan atas pasal 202 ayat (1) telah membuka ruang untuk bangkitnya kembali

lembaga-lembaga adat yang penetapannya dilakukan berdasarkan Perda Provinsi

Maluku Nomor 14 Tahun 2005 tentang Penetapan Kembali Negeri sebagai

Kesatuan Masyarakat Hukum Adat Dalam Wilayah Pemerintahan Provinsi

Maluku yang merupakan aturan turunan dari Undang-undang tersebut yang

kemudian jabarkan lagi lebih detail dalam perda masing-masing daerah.

80

Universitas Sumatera Utara


Kemudian yang menjadi persoalan selanjutnya adalah bagaimana perda

tersebut ditindak lanjuti hingga pada tingkat desa atau yang disebut dalam Perda

Kota Ambon Nomor 3 Tahun 2008 dengan sebutan “Peraturan Negeri”, dimana

diharapkan dalam Perneg tersebut dapat dijabarkan lebih jauh mengenai

kedudukan formal masing-masing lembaga yang ada dalam struktur pemerintahan

negeri termasuk saniri yang sebelumnya hanya mendapatkan pengakuan secara

sepihak oleh masyarakatnya saja sehingga pada akhirnya juga dapat diwujudkan

menjadi suatu tatanan hukum yang diakui oleh negara juga secara formal.

Desa/Desa Adat bagi daerah Maluku khususnya di pulau Ambon,

lazimnya disebut “Negeri”. Negeri di Kota Ambon adalah sebuah realitas sosial

yang hidup, dihormati dan tetap dipatuhi oleh masyarakat karenamemiliki simbol-

simbol, kharisma dan aturan-aturan yang bijak dari unsur aslimasyarakat. Setelah

melalui beberapa perubahan maka lahirlah Peraturan DaerahKota Ambon Nomor

3 Tahun 2008 Tentang Negeri di Kota Ambon (selanjutnya disebut Perda No. 3

Tahun 2008) yang diharapkan dapat menyelesaikan berbagai permasalahan terkait

Negeri dan memberikan kepastian hukum bagi masyarakat Negeri.

Pemberlakuan mekanisme adat dalam penyelesaian persoalan yang ada

dalam masyarakat dengan sendirinya telah menimbulkan suatu perubahan sikap

dari masing-masing pihak. Hasil wawancara peneliti dengan beberapa anggota

saniri menunjukkan bahwa saat ini Saniri Negeri menjadi lembaga adat yang

formal yang menjadi suatu sistem perintahan yang menjadi paremeter kehidupan

bermasyarakat. Saniri diakui secara adat untuk melakukan upaya penyelesaian

persoalan-persoalan yang ada dalam masyarakatnya, sehingga saniri juga

81

Universitas Sumatera Utara


memiliki sanksi-sanksi bagi setiap masyarakat yang melanggar aturan. Semua

permasalah yang ada di dalam negeri akan di selesai juga oleh saniri, akan tetapi

jika pelanggaran atau permasalahan masyarakat yang mengarah ke tingkat yang

lebih tinggi atau membahayakan da tidak dapat di selesaikan oleh Saniri seperti

pembunuhan, tauran, pencurian maka pihak Saniri akan menyerahkannya kepihak

kepolisian untuk di tindaklanjuti secara hukum yang berlaku.

Berdasarkan Pasal 11 ayat (1) Perda No. 3 Tahun 2008,

Pemerintahan Negeri terdiri atas Saniri Rajapatti dan Saniri Negeri Lengkap.

Saniri Rajapatti adalah badan yang secara kolektif melaksanakan pemerintahan

Negeri (Badan Eksekutif). Saniri Negeri Lengkap adalah badan legislatif negeri

yang bertugas membantu pemerintah negeri membentuk peraturan negeri serta

melakukan fungsi pengawasan. Kekuasaan eksekutif biasanya dipegang oleh

badan eksekutif. Tugas badan eksekutif, menurut tafsiran tradisional asas trias

politica, hanya melaksanakan kebijaksanaan-kebijaksanaan yang telah ditetapkan

oleh badan legislatif serta menyelenggarakan Undang-undang yang dibuat oleh

badan legislatif. Dalam perkembangan negara modern bahwa wewenang

badaneksekutif dewasa ini jauh lebih luas daripada hanya melaksanakan Undang-

undang saja.

Dalam kedudukanya sebagai kepala pemerintahan negeri, raja (Kepala

Desa) memiliki banyak kewenangan yang berkaitan erat dengan Saniri Negeri

Lengkap (Badan Permusyawaratan Desa) diantaranya yaitu :

1. Memimpin penyelenggaraan Pemerintahan Negeri berdasarkan

keputusanyang ditetapkan bersama Saniri Negeri Lengkap.

82

Universitas Sumatera Utara


2. Mengajukan Rancangan Peraturan Negeri.

3. Merencanakan, menyusun dan mengajukan Rancangan APB Negeri

untuk dibahas bersama Saniri Lengkap dan ditetapkan menjadi Peraturan

Negeri.

4. Menetapkan Peraturan Negeri yang telah mendapat persetujuan

bersamaSaniri Negeri Lengkap.

Selain itu, UU No. 6 Tahun 2014 dan peraturan pelaksananya telahdengan

jelas melarang Raja (Kepala Desa) merangkap jabatan. Hal ini dapatdilihat dalam

Pasal 29 huruf (i) UU No. 6 Tahun 2014 yang menyatakan bahwa :

“Kepala Desa dilarang : Merangkap jabatan sebagai ketua


dan/atauanggota Badan Permusyawaratan Desa, anggota
Dewan PerwakilanRakyat Republik Indonesia, Dewan
Perwakilan Daerah Republik Indonesia, Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah Provinsi atau DewanPerwakilan Rakyat
Daerah Kabupaten/Kota, dan jabatan lain yangditentukan
dalam peraturan perundangan-undangan”.

Perda Kota Ambon Nomor 3 Tahun 2008 dengan sangat jelas

menempatkan raja sebagai Kepala Pemerintahan dan juga raja sebagai ketua dari

Saniri Negeri Lengkap. Diperjelas dalam Pasal 11 Perda Kota Ambon Nomor 3

Tahun 2008 yang menyatakan bahwa:

1. Pemerintah Negeri terdiri atas :

 Saniri Rajapatti;

 Saniri Negeri Lengkap;

2. Saniri Rajapatti terdiri atas :

 Raja;

83

Universitas Sumatera Utara


 Para Kepala Soa;

 Perangkat Negeri;

3. Saniri Negeri Lengkap terdiri atas :

 Raja sebagai Ketua

 Wakil dari Soa sebagai anggota

 Kepala adat sebagai anggota

 Tua-tua Negeri sebagai anggota

 Kepala Tukang sebagai anggota

 Kewang sebagai anggota

3.2.2 Tugas Pokok Saniri Negeri

Saniri negeri memiliki tugas sama halnya dengan tugas kelurahan,

akan tetapi mengenai hal hal yang penting sebelum dilaksanakan, maka

pemerentah lebih dahulu harus meminta persetujuan Saniri Negeri ini.

Termasuk raja, kepala bidang eksekutif maupun Ketua Dewan Legislatif

Saniri Negeri ini dahulu disebut dengan negorijraad46. Menurut prinsip

adat, Saniri Neger imerupakan jantung dari kesatuan masyarakat adat

suatu negeri, oleh karena Saniri Negeri memiliki keterkaitan dan

keterikatan yang utuh dari seluruh masyarakat negeri. Saniri Negeri

merupakan inspirasi yang timbul dari masyarakat Ambon sendiri yang

diwujudkan untuk menciptakan keteraturan dan keseimbangan dalam

46
Ziwar Efendi, Hukum Adat Ambon Lease, (Jakarta: PT Pradnya Paramita, 1987), Hlm. 42

84

Universitas Sumatera Utara


kehidupan masyarakat itu sendiri. Peran Saniri Negeri itu sendiri adalah

sebagai sarana komunikasi dalam penyelesaian masalah publik.

Dalam undang-undang nomor 73 tahun 2005 pasal 3 (ayat 1 dan 2) tentang

tugas dari kelurahan yang kemudian menjadi tugas bagi saniri itu sendiri

antara lain sebagai berikut:

 Melaksanakan kegiatan pemerintahan negeri;

 Melakukan pemberdayaan masyarakat;

 Melaksanakan pelayanan masyarakat;

 Memelihara Ketentraman dan ketertiban umum

 Menerima segala apresiasi atau keluhan masyarakat

 Memelihara sarana dan prasarana serta fasilitas pelayanan umum

3.2.3 Fungsi Saniri Negeri

Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam undang-

undang Pasal 4, berikut adalah fungsi dari Saniri Negeri :

 menyusunan program dan kegiatan Kelurahan;

 pengoordinasian penyelenggaraan pemerintahan di wilayah Negeri;

 penyelenggaraan kegiatan pembinaan ideologi negara dan kesatuan bangsa

lingkup rukun warga;

 pengoordinasian kegiatan pembangunan dan pemberdayaan masyarakat;

 pembinaan penyelenggaraan terhadap kegiatan di bidang POS YANDU

dan kebersihan;

85

Universitas Sumatera Utara


 pelaksanaan pembinaan penyelenggaraan bidang kesejahteraan sosial;

 pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Camat sesuai dengan tugas dan

fungsinya

3.3 Struktur Organisasi Saniri Negeri

Masyarakat adat di Kota Ambon, sebagian besar masih menghargai figur

seorang pemimpin pada Kesatuan Masyarakat Hukum Adat yang berasal dari

turunan matarumah/keturunan menurut hukum adat. Kota Ambon berhak

menyandang gelar dan kharisma pemimpin tersebut dan tidak dapat dialihkan

kepada pihak lain, kecuali dalam hal-hal khusus yang ditetapkan berdasarkan hasil

musyawarah matarumah/keturunan yang berhak bersama Saniri Negeri.

Keanggotaan Saniri terdiri dari :

1. Raja, merupakan warisan yang turun temurun atau juga dipilih dari

keturunan kerabatan Raja yang berhak menjadi seorang pimpinan

dalam melaksanakan pemerintah desa

2. Beberapa Kepala Soa atau pimpinan tiap-tiap soa. Kepala-kepala soa

itu bergantian giliran bertugas mewakili pemerentah selama satu bulan,

dalam melaksanakan tugas-tugas negeri atas nama pemerentah yang

bersangkutan dan selama itu dia menjaga supaya segala sesuatu di

negerinya itu berjalan dengan baik. Kerena kewajibannya adalah

menjaga, semacam tugas piket.

3. Tua Tua Adat, merupakan orang yang paham sekali mengenai adat di

negeri, sehingga dalam traidisi adat merekalah yang mengatur

86

Universitas Sumatera Utara


bagaimana menjalankan adat tersebut sesuai dengan arti-arti tiap-tiap

acara demi acara.

4. Maueng, adalah pemimpin adat yang memimpin jalannya adat dan

perintah-perintah adat serta menjalankan tradisi dalam melindungi

sumberdaya negeri.

5. Tuan Tanah, adalah pemilik tanah atau lahan pertanian yang biasanya

dipakai para buruh tani atau petani. Tuan tanah dibekali dengan bahasa

tanah atau bahasa negeri yang digunakan pada masa nenek moyang

dulu. Bahasa tanah ini diturunkan hanya kepada keturunannya saja,

sehingga selain keturunan tuan tanah mereka tidak akan mengerti

dengan bahasa tersebut. Tugas dari tuan tanah ini adalah sebagai orang

yang membuka dan menutup setiap acara-acara penting yang

dilaksanakan di negeri, dengan membacakan bahasa tanah. Mereka

mempercayai dengan mengundang para leluhur menggunakan bahasa

tanah dapat menjauhkan mereka dari marabahaya, sehingga bagi para

pendatang ataupun penduduk sekitar yang berniat jahat akan

mendapatkan malapetaka sebelum menjalanka niatnya.

6. Kapitan, merupakan pemimpin atas negerinya dan mempunyai

kewajiban mengurus segala sesuatu dengan masalah pertahanan dan

keamanan. Kapitan bertugas sebagai pimpinan dikala terjadinya

peperangan, seperti perang antar negeri.

7. Kepala Kewang, merupakan penjaga wilayah hutan dan laut. Tugas

kewang menjaga dan memelihara perbatasan negeri, hutan-hutan dan

87

Universitas Sumatera Utara


kebun-kebun, supaya dirawat dan ditanami secara teratur serta

panennya dilakukan sampai pada waktu atau musim yang paling

menguntungkan dan kalau perlu mensasikannya.

8. Marinyo, merupakan penguhubung desa yang bertugas

menyiarkan/memberitakan segala perintah-perintah raja kepada masyarakat.

Cara penyampaian pengumumannya iala marinyo tersebut berjalan kaki

keliling negeri sambil memukul tifa atau gendang dan ditempat-tempat

tertentu marinyo berhenti biasanya tempat yang tinggi dan meneriakan

pengumuman tersebut sehingga dapat didengarkan oleh masyarakat.

9. Kasisi gereja/mesjid, merupakan petugas-petugas kerohanian di

gereja/mesjid. Pendeta untuk negeri kristen dan Imam untuk negeri

Islam. Tugas dari kasisi tersebut mempimpin ibadah seperti memulai

rapat, selesai rapat maupun selesai upacara adat.

10. Tukang, yang dimaksud disini seperti tukang kayu, tukang besi, tukang

batu tetapi orang yang mengawasi jalannya pembangunan, misalnya

baeleo, sekolah, rumah ibadah dan lain sebagainya yang merupakan

pekerjaan di bidang pembangunan fisik.

Selain kasisi gereja/mesjid da tukang, keaggotaan Saniri ini diangkat

menurut warisan atau garis keturunan dari datuk-datuk pemula pemangku jabatan

tersebut sejak awal mulanya dahulu sampai saat ini sehingga

matarumah/keturunan lain tidak dapat menduduki posisi tersebut. Badan Saniri

Negeri itu mempunyai kedudukan dan tugas administratif yang dijalan oleh Raja

dan Kepala Soa yang disebut Saniri Raja Patih, tugas dalam membuat peraturan

88

Universitas Sumatera Utara


dan menentukan kebijakan pemerintahan ditentukan oleh paripurna Saniri yang

disebut Saniri Negeri Lengkap47, dan musyawarah paripurna yang dihadiri

lengkap oleh warga pria yang telah berumur 18 tahun yang diadakan Saniri Negeri

lengkap dan disebut sebagai Saniri Negeri Besar. Fungsi Saniri sebagai

pemerintahan desa adalah untuk mengawasi dan menjamin setiap peraturan adat

agar ditaati warganya. Saniri Negeri disebut juga “Saniri Lengkap”.

3.4 Faktor yang mempengaruhi eksistensi Saniri Negeri

Menurut adatnya Saniri Negeri adalah merupakan jantung dari kesatuan

masyarakat adat suatu negeri, oleh karena saniri negeri memiliki keterkaitan yang

utuh dari seluruh masyarakat negeri. Saniri Negeri merupakan inspirasi yang

timbul dari masyarakat Ambon sendiri yang diwujudkan untuk menciptakan

keteraturan dan keseimbangan dalam kehidupan masyarakat itu sendiri. Saniri

Negeri bukan hanya merupakan suatu lembaga adat saja, akan tetapi Saniri Negeri

juga dipakai sebagai suatu sistem pemerintahan negeri secara adminitratif sama

halnya dengan sistem pemerintahan di kelurahan.

47
Saniri Negeri Lengkap sebutan lain dari saniri negeri

89

Universitas Sumatera Utara


Foto 3.1
Peneliti bersama Pejabat Saniri Negeri

Sumber : Eunike (2017)

Adapun beberapa faktor yang mempengaruhi eksistensi saniri dalam

sistem masyarakat adat di Ambon adalah:

a. Faktor Sosial dan Budaya

Sepanjang terjadinya konflik sosial di Pulau Ambon menjadi tolak ukur

bagi kondisi sosial Maluku pada umumnya. Sepanjang berlangsungnya konflik

tersebut juga tidak dapat dilupakan begitu saja karena banyak peristiwa-peristiwa

adat justru menjadi instrumen dalam mengerahkan massa dalam pertempuran

antar warga dimana orang-orang dari keturunan adat tertentu yang memiliki posisi

penting dalam perangkat adat dimasa lalu hingga sekarang seperti kapitan secara

spontan tergerak untuk membentuk jaringan untuk memenangkan peperangan

untuk mempertahankan negerinya, yang kemudian ikut menyebabkan menjalan

konflik. Salah satu ritual adat yang kembali muncul dalam konflik sosial pada saat

90

Universitas Sumatera Utara


itu yakni apa yang disebut dengan upacara kunci negeri yang dilakukan untuk

melindungi negeri tersebut dari serangan musuh, dimana dalam ritual tersebut.

Kapitan adalah sebutan bagi kepala perang di Negeri adat manakala terjadi

peperangan di masa lalu. Keterlibatan tokoh-tokoh adat sangat dominan karena

kegiatan tersebut di percaya oleh masyarakat setempat bahwa hanya orang-orang

yang telah ditentukan oleh adat lah yang boleh terlibat dalam ritual tersebut.

Namun demikian dalam perkembangan selanjutnya, peran-peran lembaga-

lembaga adat yang tadinya ikut mengobarkan peperangan ternyata tidak hanya

mendorong terjadinya konflik tersebut, tetapi justru kemudian kembali menjadi

kekuatan yang pada akhirnya mengambil perannya sebagai sarana pengikat dalam

mewujudkan perdamaian.

Pengalaman masyarakat Ambon dalam konflik sosial yang terjadi ini

memang merupakan konflik yang terbesar, namun ini mengingatkan mereka

kehidupan pada masa lalu dimana hubungan-hubungan dipelihara melalui adat,

orang-orang yang tidak memelihara keharmonisan kehidupan dianggap sebagai

orang yang tidak tahu adat atau “biadab”, dan yang terbesar dan yang dianggap

sakral dalam kehidupan sosial masyarakat Ambon adalah hubungan Pela-

Gandong, dimana sebagian besar hubungan-hubungan yang terjalin antar negeri

satu dengan negeri yang lain diawali oleh adanya peperangan lalu kemudian atas

prakarsa para tokoh tokoh adat kedua belah pihak saling mengangkat sumpah

untuk menghentikan kekerasan demi kedamaian hidup bersama. Dari peristiwa di

atas peran raja hanya sebagai eksekutor atau dapat dikatakan sebagai ikon dari

sebuah negeri adat, namun kekuatan pengikat yang sesungguhnya berada di

91

Universitas Sumatera Utara


tangan tokoh-tokoh masyarakat, orang-orang yang di”tua”kan oleh ikatan-ikatan

masyarakat yang lebih kecil di bawah negeri, yakni kepala-kepala soa, kepala-

kepala marga, yang kesemuanya itu terkumpul dalam suatu persekutuan saniri.

Adapun eksistensi saniri sangat dipengaruhi oleh faktor budaya

masyarakat Ambon. Beberapa benda-benda adat yang terdapat di negeri-negeri

Ambon memliki keterkaitan satu dengan yang lainnya. Eratnya hubungan antara

benda-benda adat dengan lembaga adat serta masyarakat yang ada dalam negeri

tidak dapat dipisahkan dari sejarah pembentukan masyarakat Maluku di masa lalu.

b. Faktor Hukum

Setelah lembaga-lembaga pemerintah atau lembaga-lembaga formal dalam

penanganan konflik sosial pada tahun 1999 dianggap gagal oleh masyarakat

Ambon maupun Maluku pada umumnya, bahkan aparat keamanan pun kehilangan

kepercayaan masyarakat, aparat penegak keadilan kehilangan wibawa dan

dianggap lebih memihak pada kekuasaan dan uang, maka fenomena kembalinya

perhatian masyarakat pada lembaga tradisionil untuk melaksanakan peran

strategis sebagaimana yang diharapkan oleh masyarakat dapat diwujudkan.

Harapan ini tentunya tidak hanya berlandaskan pada impian masyarakat semata,

namun sejarah telah membuktikan bahwa peran lembaga-lembaga adat yang

diabaikan oleh pemerintah dimasa lalu sebenarnya memiliki kekuatan untuk

menyelesaikan permasalahan yang ada dalam masyarakat. Keberadaan saniri

untuk penanganan masalah hukum dalam masyarakat memang merupakan suatu

kebutuhan yang dirasa sangat urgent mengingat perannya sebagai lapis pertama

92

Universitas Sumatera Utara


dalam penyelesaian permasalah, baik pelanggaran pidana ringan hingga masalah-

masalah perdata lainnya seperti sengketa tanah, dan lain-lain. Disamping itu saniri

menjadi pilihan pertama dalam penanganan maasalah masalah masyarakat karena

dianggap mampu memberikan penyelesaian yang tuntas, dengan mengadopsi

mekanisme penyelesaian secara kekeluargaan menjadikan pihak-pihak yang

bersengketa cenderung patuh pada keputusan yang ditetapkan oleh saniri.

Keuntungan lain dalam mekanisme penyelesaian masalah melalui saniri yang

dapat dirasakan oleh masyarakat negeri di Ambon yang rata-rata aktivitas sehari-

harinya dalam memenuhi kebutuhan keluarga sebagai petani adalah persoalan

pembiayaan, dimana jika ia harus menempuh mekanisme hukum melalui

kepolisian ataupun hinggake pengadilan maka konsekuensi pengeluaran dana

yang besar merupakan hal yang sulit dipenuhi.Selain itu penyelesaian

permasalahan sengketa melalui mekanisme lembaga penegak hukum formal

sering kali dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang memiliki ketersediaan dana besar

untuk dapat memenangkan suatu perkara manakala pihak lawannya berasal dari

masyarakat negeri yang memiliki keterbatasan dana.

c. Faktor Politik

Masyarakt kecil sering dijadikan bulan-bulanan para politikus moderen

yang kerap mempengaruhi masyarakat untuk memenuhi kepentingan politiknya

semata yakni mencukupi perolehan jumlah suara untuk bisa duduk di kursi

legislatif, baik di tingkat lokal maupun sampai pada tingkat nasional yakni kursi

legislatif di DPR RI. Untuk itu dengan adanya lembaga adat seperti saniri yang

93

Universitas Sumatera Utara


memiliki wewenang untuk membuat perencanaan pembangunan yang lebih

mengutamakan kesejahteraan masyarakatnya akan dapat lebih berada dekat

dengan masyarakat dibanding jika harus menunggu kebijakan pembangunan dari

pemerintah yang lebih jauh di atas.

Menurut adat dalam masyarakat ambon khususnya Lembaga Saniri ini

dikenal juga dengan sebutan sebagai pemerintah Negeri yang melaksanakan

tugasnya bersama-sama dengan raja di dalamnya. Oleh karena itu dalam

memimpin negeri adat, raja tidak bisa bertindak dengan semena-mena, karena

fungsi eksekutif dalam negeri adat dipegang oleh raja dan kepala-kepala soa,

dimana dalam adat Ambon disebut dengan Saniri Rajapatti. Disamping itu

tuntutan keberadaan raja yang harus memenuhi kriteria yakni menurut garis

keturunan matarumah parentah, menjadikan sering kali raja tidak beradadi tempat,

sehingga tugas-tugas pemerintahan dilakukan oleh Saniri rajapatti melalui tugas-

tugas jaga dimana tiap kepala soa mendapat giliran untuk menggantikan

kedudukan raja manakala raja tidak berada di tempat. Kepala soa yang mendapat

gilirannya dalam tugas jaga disebut dengan sebutan “kepala Soa Jaga” atau

“kepala Soa Bulan” karena kepala-kepala soa itu secara bergiliran bertugas

mewakili raja selama satu bulan dalam melaksanakan tugas-tugas negeri atas

nama raja yang bersangkutan agar segala sesuatu di negeri tersebut bisa berjalan

dengan baik. Kemudian setiap akhir tahun kinerja pemerintah negeri harus

dipertanggung-jawabkan dalam suatu forum yang besar yang melibatkan seluruh

masyarakat, semacam bentuk demokrasi langsung. Dalam forum ini seluruh

masyarakat yang dikategorikan dewasa dapat ikut berbicara menyampaikan

94

Universitas Sumatera Utara


aspirasinya, baik terkait dengan kinerja pemerintah (Raja dan Saniri Negeri),

maupun memberikan usulan-usulan lain yang ingin disampaikan oleh masyarakat

tersebut.

d. Faktor Lingkungan

Disamping tugas pemerintahan yang di jalankan oleh saniri secara adat,

lembaga ini pun diatur oleh adat untuk menjaga kelestarian lingkungannya, baik

itu pada wilayah yang ditinggali oleh masyarakat negeri itu maupun pada wilayah-

wilayah petuanan yang dihuni oleh penduduk yang merupakan pendatang. Raja

sebagai sentral/terpusat, dalam sistem pemerintahan negeri adat juga terdapat

lapisan kedua yang disebut dengan Saniri Lengkap, dimana di dalam saniri ini

termasuk juga didalamnya Saniri rajapati dan dilengkapi dengan kewang yang

tugasnya menurut adat adalah menjaga dan memelihara perbatasan negeri, hutan-

hutan dan kebun-kebun agar dirawatdan ditanami secara teratur serta panennya

dilakukan sampai pada waktu atau musim yang paling menguntungkan dan kalau

perlu dilakukan apa yang dikenal oleh masyarakat di Ambon dengan “Sasi”. Di

negeri adat biasanya terdapat kewang darat dan kewang laut. Kewang darat

mengawasi kelestarian lingkungan pada wilayah darat dari negeri termasuk

gunung-gunung yang ditanami dengan tanaman-tanaman umur panjang, mata air

yang digunakan sebagai sumber air untuk kebutuhan masyarakat, dan lain-lain.

Kewang laut memelihara kondisi pantai dan laut yang terdapat dalam wilayah

negeri itu sendiri. Dahulu ada Saniri Kewang yang berewenang mengadili

pelanggara-pelanggaran terhadap sasi, namun dalam perkembangannya segala

95

Universitas Sumatera Utara


permasalahan termasuk masalah lingkungan ini diatur dalam peraturan negeri

yang dibuat oleh saniri negeri lengkap dimana kewang juga termasuk di

dalamnya48.

Foto 3.2
Acara Adat tutup baleu merupakan bagian dari tugas Saniri

Sumber : Eunike (2017)

Akan tetapi Badan Saniri Negeri pada saat ini tidak berfungsi optimal

dalam menyalurkan aspirasi masyarakat. Kondisi ini terjadi karena rendahnya

tingkat kehadiran dalam setiap rapat yang diselenggarakan oleh Pemerintah

Negeri, salah satu penyebabnya adalah kesibukan dan kepentingan pribadi, para

anggota Badan Saniri Negeri juga memerluka biaya untuk hidup mereka dan

keluarga mereka yang sama sekali tidak terlalu banyak mengharapkan dan

menggantungkan diri dari uang kehormatan sebagai anggota Badan Saniri Negeri.

48
Ronal Afredo, “Lembaga Adat “Saniri” sebagai forum komunikasi dalam penyelesaian masalah
public di Ambo”,http://journal.unhas.ac.id/index.php/kareba/article/viewFile/314/pdf, Hlm. 339

96

Universitas Sumatera Utara


3.5 Tata Cara Pengaduan dan Pengelolaan Pengaduan

3.5.1 Tata Cara Pengaduan

 Langsung

1. Pengadu menunjukkan Identitas Jelas

2. Menyampaikan Pengaduan kepada Raja atau Juru tulis raja

 Melalui Surat

1. Lengkapi Bukti Identitas Diri

2. Serahkan kepada Raja atau juru tulis

3.5.2 Pengelolaan Pengaduan

1. Setiap Laporan Pengaduan yang memenuhi syarat akan di

tindaklanjuti

2. Identitas Pengadu Lengkap

3. Pelapor di proses dengan diakan rapat saniri, jika

pengaduan dalam masalah serius terkait dengan masyarakat

maka akan diadakan rapat Saniri Besar

4. Penyampaian hasil Pengelolaan pengaduan akan

disampaikan oleh Marinyo kepada pihak terkait.

97

Universitas Sumatera Utara


BAB IV

Konstruksi Hukum Tingkat Lokal dan Proses Pengesahan fam di Negeri

Hutumuri

4.1 Asal-usul Marga/Fam

Marga Suku Ambon merupakan nama keluarga yang digunakan di

belakang nama masyarakat Ambon. Nama marga Ambon ini tidak mencakup

seluruh marga Maluku Tenggara dan Maluku Utara. Di Indonesia bagian Timur,

nama marga biasanya dikenal dengan istilah “fam”. Istilah fam tersebut muncul,

karena adanya pengaruh dari bahasa Belanda. Kata “fam” berasal dari kata

“familienaam” yang artinya adalah nama keluarga.49 Fam dari Suku Ambon,

umumnya diambil dari nama keluarga yang berasal dari pihak ayah. Nama sang

anak nantinya akan ditambahkan dengan nama keluarga ayah yang diletakkan di

belakangnya. Hal ini terus dilanjutkan secara turun temurun sehingga fam Ambon

ini terus dilestarikan. Fam-fam Ambon (Maluku) bukan hanya berasal dari marga-

marga lokal. Fam Ambon juga dipengaruhi dari Spanyol, Arab, Portugis, Belanda,

dan lain-lain.

Sejak jaman dahulu, banyak diantara mereka yang sudah memiliki darah

campuran dengan suku lain, perkawinan dengan suku Minahasa, Sumatra, Jawa,

Madura, bahkan kebanyakan dengan bangsa Eropa (umumnya Belanda dan

Portugal) kemudian bangsa Arab, India sudah sangat lazim mengingat daerah ini

telah dikuasai bangsa asing selama bertahun-tahun dan melahirkan keturunan


49
https://id.wikipedia.org/wiki/Fam_Maluku

98

Universitas Sumatera Utara


keturunan baru, yang mana sudah bukan ras Melanesia murni lagi. Karena adanya

percampuran kebudayaan dan ras dengan orang Eropa inilah maka Maluku

merupakan satu-satunya wilayah Indonesia yang digolongkan sebagai daerah

Mestizo. Mestizo (bahasa Portugis, Mestiço; bahasa Prancis, Métis: dari bahasa

Latin Belakangan mixticius, dari bahasa Latin mixtus, bentuk lampau sempurna

dari miscere, "mencampur") adalah istilah yang berasal dari bahasa Spanyol yang

digunakan untuk menggambarkan orang-orang yang berdarah campuran Eropa

dan non-Eropa. Dalam bahasa Indonesia dikenal istilah orang Indo yang biasanya

diberikan untuk mereka yang berdarah campuran Eropa (umumnya Belanda) dan

pribumi. Bahkan hingga sekarang banyak fam di Maluku yang berasal bangsa

asing seperti Belanda (Van Afflen, Van Room, De Wanna, De Kock, Kniesmeijer,

Gaspersz, Ramschie, Payer, Ziljstra, Van der Weden dan lain-lain) serta Portugal

(Da Costa, De Fretes, Que, Carliano, De Souza, De Carvalho, Pareira, Courbois,

Frandescolli dan lain-lain). Ditemukan pula marga bangsa Spanyol (Oliviera,

Diaz, De Jesus, Silvera, Rodriguez, Montefalcon, Mendoza, De Lopez dan lain-

lain) serta Arab (Al-Kaff, Al Chatib, Bachmid, Bakhwereez, Bahasoan, Al-Qadri,

Alaydrus, Assegaff dan lain-lain). Cara penulisan marga asli Maluku pun masih

mengikuti ejaan asing seperti Rieuwpassa (baca: Riupasa), Nikijuluw (baca:

Nikiyulu), Louhenapessy (baca: Louhenapesi), Kallaij (baca: Kalai)

dan Akyuwen (baca: Akiwen)50. Hal ini menunjukkan bahwa wilayah Ambon

mendapat banyak pengaruh dari berbagai macam bangsa.

50
https://www.wikizero.com/id/Maluku

99

Universitas Sumatera Utara


Pemberian fam ini tidak hanya di wilayah Ambon saja. Banyak wilayah-

wilayah lain yang juga memiliki nama marga, seperti Medan, Sulawesi, dan

wilayah lainnya. Pembeda antara fam Ambon dan marga-marga lain terletak pada

istilah yang dipakai dalam marga tersebut. Nama fam akan diberikan kepada sang

anak berdasarkan fam ayahnya. Hal ini sudah menjadi kesepakatan dari zaman

dahulu. Bahkan hal ini sudah menjadi warisan turun temurun dari nenek moyang

mereka. Meskipun kesepakatan tersebut tidak dalam bentuk tertulis, kedua

pasangan dan keluarga sudah menyetujui sejak awal pernikahan mengenai marga

yang akan dipakai untuk anaknya kelak. Pemberian fam di Ambon ini merupakan

salah satu adat istiadat yang tidak bisa ditinggalkan dan sudah menjadi suatu

tradisi. Selain menjadi suatu tradisi yang tidak bisa ditinggalkan, pemberian fam

ini juga memberikan dampak positif bagi masyarakat.

Pemberian fam di tradisi masyarakat Ambon ini sebenarnya tidak hanya

dari pihak ayah, melainkan ada juga dari pihak ibu. Akan tetapi, di daerah

Maluku, sebagian besar mengambil nama fam dari pihak sang ayah. Walau pun

sebagian kecil lainnya juga ada yang mengambil nama fam dari pihak sang ibu.

Hal yang paling penting dalam pemberian nama fam ini ialah harus ada

kesepakatan khusus antara beberapa pihak, seperti keluarga, baik suami maupun

istri. Jika dalam Suku Batak Marga sangat mempengaruhi sistem kekerabat

sehingga mereka tidak dapat saling mengawini dengan orang yang semarga

maupun marga yang sejajar denganya itu. Masyarakat Ambon tidak mengenal fam

yang sejajar dengan fam lain yang biasa yang disebut orang Batak Pomparan ni si

Raja Naiambaton biasa disingkat menjadi PARNA, yaitu marga-marga yang

100

Universitas Sumatera Utara


dipercayai sebagai keturunan dari Raja Nai ambaton yang karenanya tidak boleh

menikah satu dengan yang lainnya51. Suku Ambon bebas untuk saling mengawini

fam lain asalkan tidak memiliki hubungan darah walaupun berbeda fam, memiliki

wilayah yang terikat Pela Gandong dan memiliki fam yang sama dengan asalnya.

Contohnya :

1. Fam Thenu (Hitumeseng) dengan Fam Thenu (Hituila) atau Fam

Nanulaitta dengan Fam Nanulaita dapat saling menikah karena

berbeda wilayah asal dan berbeda keturunan

2. Orang Hutumuri tidak dapat menikah dengan Orang Tamilou dan

Sirisori, walaupun berbeda fam dan garis keturunan dikarenakan

Negeri ini terikat perjanjian Pela Gandong.

3. Kakak beradik dapat menikah dengan pasangan yang miliki fam yang

sama, seperti kakak menikah dengan Fam Waas dan adik juga dapat

menikah dengan Fam Waas.

Jika dalam suku Batak memperbolehkan menikah dengan anak

paman/tulang kandung atau dikenal dengan istilah “Pariban”, masyarakat

Ambon tidak memperkenan kejadian ini karena dianggap memiliki hubungan

darah, oleh sebab itu, kesamaan fam yang dipakai oleh orang Ambon tidak selalu

mencerminkan adanya hubungan darah. Dalam satu keluarga inti pun dapat

berbeda fam jika kedua pihak orang tua mengambil garis keturan dari kedua orang

tuanya.

51
https://rapolo.wordpress.com/2007/11/20/parna-pomparan-ni-si-raja-naiambaton/

101

Universitas Sumatera Utara


Bagan 4.1
Contoh Genealogis Masyarakat Maluku

NANULAITTA NARA

NANULAITTA NARA NARA

Ket : Biru = Laki-laki


Merah = Perempuan

Masyarakat Ambon, menganut paham garis keturunan yang ganda dan

keturunan ambilineal. Keturuanan ganda (double descent) merupakan sistem yang

menghitung keturunan untuk beberapa keperluan menurut garis matrilineal dan

untuk keperluan lainnya menurut garis patrineal52. Keturunan ambilineal

merupakan keturunan dimana orang dapat memilih menggabungkan diri dengan

kelompok keturunan ibu atau ayah53, hal ini dapat dikataka bahwa pemberian fam

kepada anak adalah kebebasan dalam arti persetujuan dari kedua belah pihak.

Sehingga fam dapat diambil dari kelompok ibu ataupun ayah bahkan anak berhak

atas untuk memilih dan mengubah fam tersebut.

52
William A. Haviland, Edisi Keempat Antropologi Jilid 2, (Jakarta: Erlangga,1993), hlm. 111
53
I William A. Haviland, Edisi Keempat Antropologi Jilid 2, (Jakarta: Erlangga,1993), hlm. 113

102

Universitas Sumatera Utara


4.1.1 Fungsi Legalitas fam

1. Meneruskan garis keturunan

Fam identik dengan Laki-laki, akan tetapi bukan berati perempuan

tidak berhak menurunkan fam nya kepada anaknya. Bagi orang Ambon,

fam bukan merupakan hal yang harus dipermasalahkan atau diperdebatkan

dalam sistem kekeluargaan. Akan tetapi, garis keturunan lah yang

menentukan jaringan kekerabatan tersebut. Kesamaan fam seseorang

terhadap yang lain tidak menjadikan orang tersebut dinyatakan keluarga

atau kerabat.

2. Menjaga hubungan keluarga

Hubungan sefam dalam menjaga keluarga di masyarakat Ambon

memiliki tiga indikator yang membedakan dalam menjaga hubungan

keluarga :

a) Bersaudara artinya senasib-sepenanggungan, yaitu

merasakan suka dan duka yang dialami oleh saudara satu

fam

b) Sedarah artinya seketurunan menurut garis Bapak dan Ibu.

c) Mempunyai dusun sebagai milik bersama yang diwariskan

oleh leluhur terkemuka. Artinya sesama fam bertanggung

jawab dalam menjaga dusun tersebut demi terjalinnya

hubungan kekerabatan tersebut.

103

Universitas Sumatera Utara


3. Melanjutkan Ahli Waris

Menjadi ahli waris suatu dusun maupun harta warisan keluarga

akan diturunkan melalui fam, bukan dari hubungan darah. Oleh sebab itu,

terkadang pemberian fam anak dipengaruhi oleh warisan, sehingga orang

tua memutuskan kepada siapa natinya yang akan menjadi ahli waris. Di

desa adat seperti Negeri Hutumuri, mereka memiliki dusun adat yang

diberikan oleh tiap-tiap fam yang ada di negeri, sehingga secara otomatis

keturunan garis fam itulah yang akan menjadi ahli waris dusun, tidak dapat

dipindah tangankan. Seperti kasus yang peneliti jelaskan di Negeri

Hutumuri¸ bagaimana fam yang dimilikinya dari ayah berubah menjadi

fam ibu demi menyelamatkan dusun.

4. Ketahanan desa

Fungsi fam yang lain yaitu menjadi pertahanan desa khususnya

desa-desa adat seperti Negeri Hutumuri. Seperti yang peneliti jelaskan di

bab II mengenai soa-soa yang ada di Negeri Hutumuri, disitu dapat kita

lihat bahwa fam menjelaskan kedudukan-kedudukan mereka seperti

pimpina, tuan tanah, dan kapitan. Kedudukan dan jabatan itu diberikan

bukan tidak memiliki alasan, kedudukan dan jabatan itu diberikan

merupakan strategi dalam berperang atau strategi yang digunakan jika

negeri tersebut dalam bahaya seperti terjadinya bentrok hingga pada

peperangan. Strategi perang ini dapat di lihat pada tari cakalele.

104

Universitas Sumatera Utara


5. Ketahanan adat

Ketahanan adat sangat mempengaruhi eksistensi adat, karena

masing-masing fam memiliki peran dalam setiap upacara adat yang ada di

suatu negeri. Sebagai contoh, pada upacara tutup baleu di Negeri

Hutumuri, masing-masing fam memiliki bagainnya dalam baleu tersebut,

sehingga kelompok fam tersebut mengerjakan da bertaggung jawab apa

yang menjadi bagiannya.

4.2 Saniri Negeri dalam Mengesahkan Fam (Konstruksi Hukum Tingkat

Lokal)

Dengan adanya fam tersebut, interaksi sosial yang berlangsung di antara

masyarakat Ambon semakin erat. Nama fam ini bisa dikatakan sebagai tanda

pengenal bagi orang Ambon. Setiap nama fam mempunyai makna masing-masing.

Bahkan dengan fam tersebut, dapat menentukan daerah atau agama yang dianut

oleh orang tersebut. Hal ini lah yang membuat unik fam Ambon dibandingkan

dengan fam lainnya. Seperti di Negeri Hutumuri, masyarakat yang ingin menetap

di negeri tersebut harus memiliki fam yang telah di akui oleh masyarakat. Saniri

Negeri selaku Pemerintah di Negeri Hutumuri, dapat menghapuskan, mengubah,

dan berhak mengakui atau tidaknya suatu fam di Negeri Hutumuri.

Sebagai suatu Lembaga Pemerintahan, Saniri negeri juga dapat dikatakan

sebagai Lembaga Adat, karena Saniri bukan hanya menjalan tugas dari

pemerintah tetapi juga menjalankan apa yang menjadi tradisi mereka sehingga

105

Universitas Sumatera Utara


Saniri juga memiliki berbagai aturan hukum yang di dapatkan atau di buat oleh

mereka, baik dari tradisi sebelumnya ataupun kesepakatan dari masyarakat negeri

Hutumuri itu sendiri. Aturan hukum bukan hanya didapatkan dari hukum formal

yang terdapat di kitab undang-undang, akan tetapi bisa di dapatkan dari dalam

masyarakat, hal ini di kenal dengan istilah terjadinya Kontruksi hukum tingkat

lokal. Konstruksi diartikan sebagai susunan (model, tata letak) suatu bangunan

(jembatan, rumah dsb). Ternyata Konstruksi bukan untuk suatu bangunan saja

tetapi di Hukum, yang dimaksud disni adalah adanya susunan dan tata letak aturan

hukum. Masyarakat yang mengenal adat, mereka juga memiliki aturan-aturan

yang dijalani dan di taati, meskipun aturan tersebut tidak tertera dalam kitab

mereka seperti undang-undang tetapi mereka memiliki sanksi bagi setiap

masyarakat yang melanggar peraturan tersebut.

Hukum di Indonesia merupakan kolaborasi dari system hukum Eropa,

hukum adat dan hukum agama. Sebagian system yang dianut, baik perdata

maupun pidana, berbasis pada hukum Eropa, khususnya dari Belanda karena

aspek sejarah masalalu Indonesia yang merupakan wilayah jajahan dengan

sebutan Hindia-Belanda. Hukum agama, karena sebagian besar masyarakat

Indonesia menganut Islam, maka dominasi hukum atau Syari‟at lebih banyak,

terutama di bidang perkawinan, kekeluargaan dan warisan. Selain itu, di Indonesia

juga berlaku hukum adat yang diserap dalam perundang-undangan yang

merupakan penerusan dari aturan-aturan setempat dari masyarakat dan budaya-

budaya yang ada di wilayah Indonesia.

106

Universitas Sumatera Utara


Di UU Desa juga terdapat pengaturan mengenai Peraturan Desa Adat,

Peraturan Desa Adat tersebut disesuaikan dengan hukum adat dan norma adat

istiadat yang berlaku di Desa Adat sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan

peraturan perundang-undangan. Ketentuan mengenai peraturan desa adat hanya

berlaku bagi desa adat saja. Pengaturan dan penyelenggaraan Pemerintahan Desa

Adat dilaksanakan sesuai dengan hak asal usul dan hukum adat yang berlaku di

Desa Adat yang masih hidup serta sesuai dengan perkembangan masyarakat dan

tidak bertentangan dengan asas penyelenggaraan Pemerintahan Desa Adat dalam

prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pemerintahan Desa Adat

menyelenggarakan fungsi permusyawaratan dan Musyawarah Desa Adat sesuai

dengan susunan asli desa adat atau dibentuk baru sesuai dengan prakarsa

masyarakat Desa Adat. Mekanisme pembentukan peraturan desa adat tidak diatur

rinci dalam UU Desa. Hanya saja ketentuan tentang desa berlaku juga untuk desa

adat, maka mekanisme pembentukan Peraturan Desa Adat merujuk pada

mekanisme pembentukan Peraturan Desa54. Lebih jelasnya Peneliti akan

lampirkan tentang UU Desa terkait Saniri Negeri.

Peraturan desa, tidaklah semena-mena dapat diatur maupun dibuat secara

sepihak, dalam hal ini UU telah mengatur bagaimana peraturan desa dimaksud.

Sesuai dengan yang disebut dalam Pasal 30 Peraturan Menteri Dalam Negeri

Nomor 111 Tahun 2014 tentang Pedoman Teknis Peraturan di Desa:

(1) Peraturan Desa Adat disesuaikan dengan hukum adat dan


norma adat istiadat yang berlaku di Desa Adat sepanjang

54
http://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt58c7574347f23/mekanisme-hukum-adat-yang-
dibentuk-menjadi-peraturan-desa

107

Universitas Sumatera Utara


tidak bertentangan dengan ketentuan Peraturan
Perundang-undangan.
(2) Teknik dan prosedur penyusunan Peraturan di desa yang
diatur dalam Peraturan Menteri ini berlaku secara mutatis
mutandis bagi teknik dan prosedur penyusunan Peraturan
di desa adat.

Hukum adat dan norma adat istiadat di daerah mengenai upacara adat

seperti upacara kematian dan sebagainya bisa dibentuk menjadi Peraturan Desa

Adat sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-

undangan. Sebagai suatu produk hukum, Peraturan Desa Adat itu diakui dan

dihormati keberadaannya oleh negara dan tata cara pembentukannya sama dengan

pembentukan peraturan desa.

Salah satu konstruksi hukum yang dibuat oleh Saniri dan disepakati oleh

masyarkat adalah tentang proses pengesahan fam di Negeri Hutumuri. Banyak hal

yang memperngaruhi bagaimana fam tersebut dapat diakui oleh masyarakat

Hutumuri. Seperti yang telah peneliti jelaskan sebelumnya, bahwa Negeri

Hutumuri merupakan Desa Adat dengan segala tradisi dan aturannya. Fam-fam

tertentu dan yang diakui yang tinggal di negeri tersebut menutup kemungkinan

fam lain untuk tinggal di negeri tersebut karena takut adanya pengasingan

terutama yang beragama islam, karena negeri ini seluruhnya menganut agama

kristen sehingga menutup kemungkinan bagi yang beragama islam. Dalam

Hukum formal, tidak ada yang mengatur masyarakat untuk bertempat tinggal,

akan tetapi dalam hukum masyarakat ada aturan yang mengatur siapa saja yang

berhak untuk tinggal di wilayahnya tersebut. Walaupun secara Legalitasnya tidak

108

Universitas Sumatera Utara


ada pengakuan secara Sah di mata hukum formal, akan tetapi masyarakat tetap

menjalankan dan menganggap bahwa itu adalah sebuah aturan yang harus dijalani.

Proses Pengakuan fam di Negeri Hutumuri ditujukan langsung kepada

Pemerentah :

1. Pengadu menunjukkan Identitas Jelas

2. Menyampaikan Pengaduan kepada Raja atau Juru tulis raja,

“apakah pengadu ingin mengganti atau mengubah fam”.

3. Pengadu harus menyertakan Keluarga sebagai tanda pengizinan

mengubah fam.

Pengelolaan Pengaduan :

1. Setiap Laporan Pengadu yang memenuhi syarat akan di

tindaklanjuti

2. Identitas pengadu harus lengkap

3. Pelapor di proses dengan diakan rapat saniri bersama dengan

keluarga dan disaksikan dengan masyarakat,

4. Penyampaian hasil Pengelolaan pengaduan akan disampaikan oleh

Marinyo agar seluruh masyarakat dapat mengetahui bahwa

seorang/kelompok tersebut mengganti nama fam nya.

5. Pengadu atau orang yang telah di ganti fam nya kemudian

diharapkan untuk mengurus segala Admistrasi kependudukannya

seperti Kartu Keluarga, KTP, dan lain sebagainya.

109

Universitas Sumatera Utara


6. Setelah urusan admistrasi kependudukan selesai, maka

keluarga/orang yang menggubah fam tersebut dan di umumkan lagi

kepada masyarakat. Kemudian keluarga/orang tersebut udah sah

mengubah fam tersebut.

4.2.1 Unsur Penyebab Terjadinya Konstruksi Hukum Tingkat Lokal

Konstruksi Hukum merupakan salah satu alat untuk mengisi

kekosongan hukum, yang disebabkan karena peraturan perundang-

undangan sifatnya statis/tetap, sedangkan masyarakat selalu

berubah/dinamis, sehingga akan terjadi kekosongan hukum dalam

masyarakat55, adapun yang menjadi maksud dari kekosongan hukum

adalah terjadinya ketimpangan antara hukum dengan kehidupan

masyarkat, hal ini menyebakan munculnya peraturan baru dalam

masyarakat tersebut yang dianggap menjadi salah satu hukum. Contohnya

seperti penetapan fam di Negeri Hutumuri, masyarakat Hutumuri dapat

mengubah atau dapat menentukan beberapa kelompok fam yang dapat di

akui di negeri tersebut sedangkan perundangan-undangan tidak dapat

menciptakan peraturan ini karena UU tidak dapat berubah seiring dengan

perkebangan kehidupan masyarakat, oleh sebab itu masyarakat membuat

konstruksi hukum kembali. Berikut ini adalah Unsur penyebab terjadinya

konstruksi hukum tingkat lokal56 :

55
http://dasardasarilmuhukum.blogspot.co.id/2016/09/konstruksi-hukum-1.html
56
https://wonkdermayu.wordpress.com/kuliah-hukum/penemuan-hukum-atau-rechtsvinding/

110

Universitas Sumatera Utara


1. Peraturan perundang-undangan tidak fleksibel. Tidak mudah

menyesuaikan peraturan perundang-undangan dengan perkembangan

masyarakat. Pembentukan peraturan perundang-undangan

membutuhkan waktu dan tata cara tertentu. Sementara itu masyarakat

berubah terus bahkan mungkin sangat cepat. Akibatnya maka terjadi

semacam jurang antara peraturan perundang-undangan dan

masyarakat. Dalam keadaan demikian, masyarakat akan menumbuhkan

hukum sendiri sesuai dengan kebutuhan. Bagi masyarakat yang tidak

mampu menumbuhkan hukum-hukum sendiri akan “terpaksa”

menerima peraturan-peraturan perundangan-undangan yang sudah

ketinggalan. Penerapan peraturan perundang-undangan yang tidak

sesuai itu dapat dirasakan sebagai ketidakadilan dan dapat menjadi

hambatan perkembangan masyarakat.

2. Peraturan perundang-undangan tidak pernah lengkap. Untuk

memenuhi segala peristiwa hukum atau tuntutan hukum dan

menimbulkan apa yang lazim disebut kekosongan hukum atau

rechstvacuum. Barangkali yang tepat adalah kekosongan peraturan

perundang-undangan bukan kekosongan hukum. Setiap masyarakat

mempunyai mekanisme untuk menciptakan kaidah-kaidah hukum

apabila “hukum resmi” tidak memadai atau tidak ada.

3. Peraturan perundang-undangan tidak jelas. Khusus Desa Adat, UU

telah mengatur segala sesuatu dan memberikan wewenang serta hak

111

Universitas Sumatera Utara


penuh tercatat pada UU seperti dalam pasal 110 mengenai peraturan

desa adat disesuaikan dengan hukum adat dan norma adat istiadat yang

berlaku di Desa Adat sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan

peraturan perundang-undangan. Pasal ini tidak menjelaskan secara

spesifik bagaimna yang dimaksud dengan peraturan desa tersebut,

sehingga masyarakat mengganggap bahwa desa diberikan kebebasan

untuk membuat peraturan sepanjang tidak menyimpang dari dasar

kesatuan Negara.

4.3 Faktor penyebab fam dihapuskan atau ditambahkan

Fam merupakan warisan turun temurun dari nenek moyang

masyarakat Maluku. Meskipun kesepakatan tersebut tidak dalam bentuk tertulis,

kedua pasangan dan keluarga sudah menyetujui sejak awal pernikahan mengenai

marga yang akan dipakai untuk anaknya kelak. Pemberian fam di Ambon ini

merupakan salah satu adat istiadat yang tidak bisa ditinggalkan dan sudah menjadi

suatu tradisi. Selain menjadi suatu tradisi yang tidak bisa ditinggalkan, pemberian

marga ini juga memberikan dampak positif bagi masyarakat. Saat ini ada sekitar

4.050 fam yang masih aktif di Maluku, tidak termasuk Maluku Utara dan Maluku

Tenggara57. Jumlah yang banyak ini didapatkan karena masyarakat Maluku dapat

mengambil fam dari garis keturunan Ayah dan Ibu, bukan hanya itu saja, seperti

yang penulis katakan sebelumnya, bahawa fam di Maluku dapat di ubah, di

tambahkan atau dihapuskan. Permasalahan fam ini dapat di atur oleh Saniri

Negeri di setiap negeri atau desa adat yang ada di Maluku. jadi, dapat dikatakan
57
R.Deffi Kurniawati dan Sri Mulyani,Daftar nama Marga/Fam, Gelar Adat dan Gelar
Bangsawan di Indonesia ,(Jakarta; Perpustakaan Nasional RI, 2012), hlm 89

112

Universitas Sumatera Utara


bahwa penyebab membesarnya jumlah fam atau banyaknya jumlah fam

disebabkan oleh adanya tradisi-tradisi adat yang ada di desa adat. Penambahan

dan penghapusan yang dimaksud bukanlah menghapus fam itu secara

keseluruhan, akan tetapi penambahan dan pengahapusan ini ditujukan kepada

masyarakat yang diakui keberadaannya di suatu desa adat tersebut. Oleh sebab itu,

fam yang telah dihapuskan, atau di ubah di Negeri tersebut bukan bearti fam yang

sesungguhnya sudah lenyap. Sehingga secara otomatis jumlah fam di Maluku

semakin bertamah pula.

Berikut ini adalah beberapa faktor yang menyebabkan fam tersebut di

ubah, di hapuskan atau ditambahkan di Negeri Hutumuri dari hasil wawancara

yang peneliti lakukan, ada 2 jenis faktor yang menjadi penyebabnya :

1. Kesengajaan

Dalam mengubah fam,keinginan pribadi secara sengaja bisa menjadi salah

satu faktornya. Alasan yang menjadikan ia harus mengubah fam yang di milikinya

pun beragam. Di Maluku, anak yang terlahir menganut fam dari ayah nya

kemudian bisa berubah menjadi fam ibu nya setelah ia besar, biasanya ini

dilakukan karena adanya desakan akibat adaya pembagian harta atau suatu dusun

dan tentunya telah disepakati oleh kebijakan bersama. Dusun merupakan sebuah

hutan atau lahan yang di wariskan atau di ibahkan dari kepada fam tertentu dan

setiap fam telah memiliki bagiannya.Disini peneliti akan menceritakan

pengubahan fam yang dilakukan secara sengaja melalui informan yang sudah di

wawancarakan oleh peneliti.

113

Universitas Sumatera Utara


 Fam Keiluhu menjadi Kailuhu

Dominggus Kailuhu adalah salah satu informan peneliti yang mengubah

fam nya dari Keiluhu menjadi Kailuhu. Melalui wawancara yang peneliti lakukan

dengan bapak Dominggus Kailuhu, dikatakan :

Beta ubah beta pung fam karna beta seng mo dibilang


orang Kei. Dong banya tanya kal beta ni orang Kei lalu
datang kamari tinggal disini.beta paleng amat binci deng
orang talalu pastiu deng beta pung fam. Beta disini
kewang, la bagimana bisa orang Kei jadi kewang, dong kal
jadi kewang ya di negeri sandiri toh. beta seng pernah
tarima kal ada orang bilang beta orang Kei. beta su lupa
lai, beta umur brapa kal itu, beta inga taong 1961 kira-
umur beta 23tahun.Kala itu beta bilang ka beta pung papa
do, kal beta mo ganti fam. La beta pung papa kasi ijin beta,
deng papa lain mo ganti akang fam tu lai. Lalu beta ka
Saniri par ganti beta pung fam. Lalu beta sampaikan beta
pung alasan, dan dong tarima akang. lalu dong buka rapat
Saniri deng masyarakat sini lai. La setalah tu,dong banya
iko beta lai par ganti dong pung fam.
Artinya :
Saya mengubah fam saya karena saya tidak ingin di bilang
orang Kei. Orang banyak beranggapan bahwa Keiluhu
adalah orang Kei yang pindah ke Negeri Hutumuri ini.
Saya paling benci ketika orang lain terlalu sibuk
mengatakan bahwa fam kami ini adalah orang-orang Kei.
Padahal fam Keiluhu adalah kewang yang ada di Negeri
Hutumuri ini. Kami adalah penjaga Negeri ini. Bagaimana
bisa orang lain yang menjadi penjaga negeri orang lain.
Saya tidak pernah terima kalau saya di bilang orang Kei.
Saya lupa saya berumur berapa saat itu, pada 1961
mungkin umur saya 23 tahun. sebelumnya saya sudah minta
ijin kepada papa saya juga kalau saya ingin menggati fam
saya. Lalu saya datang ke Saniri untuk mengubah fam saya.
Saya sampaikan apa yang menjadi alasan saya itu. Rapat
Saniri diikuti oleh masyarakat hutumuri juga, sehingga ada
beberapa orang yang memiliki fam Keiluhu juga mengikuti
saya untuk mengubah fam tersebut.

114

Universitas Sumatera Utara


Disini bisa dilihat bagaimana isi hati salah seorang informan ini ingin

mengganti fam nya. Bapak Dominggus Kailuhu ini menggati fam yang di

milikinya dari Keiluhu menjadi Kailuhu karena alasan tidak ingin dikatakan

sebagai orang Kei. Keiluhu dan orang Kei adalah hal yang sangat berbeda,

Keiluhu adalah nama fam sedangkan orang Kei sebutana bagi orang yang dulu

nya adalah Orang Bali yang tinggal bagian Tenggara Kepulauan Maluku. Mata

pencaharian orang Kei merupakan suatu kombinasi dari kegiatan bercocok-tanam,

berburu, dan menangkap ikan di perairan sekitar pantai. Kerena ketidaknyamanan

anggapan tersebut, Bapak Dominggus dan orang tuanya pun kemudian mengganti

fam yang dimilikinya . Walaupun sudah mengganti fam nya dari Keiluhu menjadi

Kailuhu, bukan bearti fam Keiluhu di negeri tersebut atau diseluruh Kepualuan

Maluku hilang atau benar-benar diubah. Secara otomatis disini dapat dikita lihat

bahwa penambahan fam dapat terjadi akibat adanya perorangan yang mengubah

fam nya secara pribadi.

Banyak alasan yang menjadikan seseorang untuk menganti fam yang

dimilikinya. Jika Bapak Dominggus mengganti fam nya karena tidak ingin di

katakan orang Kei. Hal yang dianggap sepele dapat mengubah seseorang untuk

bertindak dan memutuskan agar fam yang dimilikinya untuk diganti. Bagi

masyarakat Ambon, fam merupakan tanda pengenal atau identitas diri. Sedangkan

di desa-desa adat seperti di Negeri Hutumuri fam dapat menjelaskan

kedudukannya atau jabatannya di desa tersebut, seperti yang peneliti tulis

sebelumnya dalam bab II. Bapak Dominggus tidak ingin jika fam yang menjadi

115

Universitas Sumatera Utara


jati dirinya dicela atau disepelekan, Bapak Dominggus pun mengubah famnya

demi kenyamanan dan menjaga identitas dirinya dan keluarganya.

Sesuai yang peneliti sampaikan di Bab I mengenai Alur Ideologis dalam

metode penelitian yaitu identifikasikan aturan yang umumnya di lingkungan

masyarakat bersangkutan di persepsikan sebagai pedoman untuk berlaku dan

memang dianggap seharusnya menguasai perilaku. Kerena pengubahan fam dapat

dilakukan, Peneliti melihat bahwa Bapak Dominggus Kailuhu menggunakan

kesempatan ini untuk mengubah fam yang di milikinya agar orang lain tidak salah

menilai dirinya, dan Bapak Dominggus Kailuhu ini mampu menguasai

perilakunya dengan tindakan yang dilakukannya demi kehormatan fam yang

menjadi tanda pengenal sekaligus jati dirinya.

 Fam dari garis ayah menjadi garis ibu

Informan peneliti yang ke dua ini menggantikan fam nya karena keadaan

mendesak yang mengharuskan salah satu keluarganya harus mengganti fam nya.

Sebut saja Antua58, dalam wawancara yang peneliti lakukan ia menceritakan :

Saya 3 bersaudara dirumah, saya adalah anak pertama


dan kedua adik saya adalah perempuan. Saya dilahirkan
dan diberi fam dari mama saya, karena pada waktu dulu
kedua orang tua saya menikah tidak membayar adat. Oleh
karena itu saya mengikuti fam mama sebagai ganti adat
pihak keluarga laki-laki kepada pihak perempuan, akan
tetapi pada tahun 1986 saya berumur 29 tahun dan belum
menikah, papa saya ingin menunrunkan ahli waris dusun
kepada anak-anaknya. Akan tetapi pemberian warisan ini
harus didasari dari fam yang segaris dengan papa saya.
Fam saya adalah Manuputy sedangkan papa saya fam
Thenu. Kemudian papa saya bernegosiasi dengan keluarga
pihak mama saya, karena saya di ambil alih oleh keluarga

58
Informan yang tidak ingin disebutkan namanya

116

Universitas Sumatera Utara


Thenu karena tujuan tersebut. Setelah bernegosiasi, pihak
dari mama saya setuju dengan dialihkan nya saya kepada
pada pihak papa dengan syarat membayar denda sesuai
keinginan dari pihak keluarga mama. Papa saya pun
kemudian bayar denda dan mengurus saya agar
dipindahkan menjadi keluarga Thenu, agar saya mendapat
bagian dari dusun tersebut. Dalam mengurus atau
mewariskan dusun, perempuan tidak diperkenankan
mendapatkan jatah dusun kecuali anak perempuan tersebut
telah menikah dan laki-laki tersebut menjadi penduduk
negeri tersebut. Pada saat itu saya dan adik-adik saya
belum menikah sehingga saya sebagai anak laki-laki satu-
satunya harus mengubah fam itu kembali. Semua
permaslahan fam disini kan dapat diatur oleh saniri, maka
saya dan keluarga saya memberikan pengajuan untuk
mengganti fam saya. Setelah mengikuti rapat waktu itu
akhirnya sampai sekarang saya menjadi fam Thenu setelah
29 tahun fam Manuputy.
Dari cerita yang telah dijelaskan oleh Bapak tersebut, dapat dilihat bahwa

penggantian fam tidak menambahkan fam baru di Negeri Hutumuri. Antua

mengubah fam karena masalah dadakan yang harus benar-benar dilakukan. Jika

Antua tidak menggantikan fam nya kembali, mungkin dusun tersebut akan di

alihkan kepada keluarga lainnya yang memiliki Fam Thenu atau hasil dusun

tersebut tidak dapat diambil sampai kedua adiknya menikah dan membawa

suaminya untuk tinggal di Negeri Hutumuri.

Penggantian fam dapat terjadi kapan saja dengan berbagai alasan dan

tujuan tertentu, maka Saniri negeri harus melayani setiap persoalan yang dialami

oleh masyarakat. Hal ini dalam metode penelitian peneliti sifat deskriptif, yaitu

mengkaji bagaimana orang nyatanya berlaku. Orang Ambon yang menganggap

fam merupakan tanda pengenal dan jati dirinya sesungguhnya tidak diperkuat

dengan kasus yang di alami Antua. Peneliti melihat bahwa nyatanya Antua

mengubah fam nya dari fam ayahnya ke fam ibu nya demi mendapatkan dusun

117

Universitas Sumatera Utara


warisan. Ini membuktikan bahwa anggapan yang diperkuat itu tenyata berbeda

dengan kenyataan orang berperilaku.

 Penambahan kelompok fam

Penambahan fam bisa terjadi di Negeri Hutumuri. Penambahan fam yang

dimaksud disini bukan menjadikan fam yang tidak ada menjadi ada. Akan tetapi

fam yang tidak di akui di Negeri Hutumuri menjadi di akui keberadaanya. Jadi,

fam ini memang sudah ada di Maluku akan tetapi keberadaan fam ini tidak ada di

Negeri Hutumuri. Penambahan fam ini terjadi akibat adanya pernikahan yang

mengambil anak perempuan dan bertekad atau berniat membawa laki-laki tersebut

untuk tinggal menetap di negeri tersebut. Pengakuan atau keberadaan fam ini akan

disahkan secara permanen jika, laki-laki luar menikahi perempuan Negeri

Hutumuri atau anak laki-laki hutumuri yang menikahi perempuan luar dan

membawa perempuan tersebut untuk tinggal di Negeri Hutumuri kemudian

memiliki anak dan memberi fam dari garis keturunan ibunya. Dengan begitu fam

tersebut adakan di akui. Di kesempatan berikut peneliti juga mewawancarai

beberapa pejabat negeri terkait bagaimana fam-fam masuk kedalam Soa Puasel

(Soa Pendatang) masuk di Negeri Hutumuri tinggal menatap dan di akui.

Fam-fam ini masuk dan diakui di Hutumuri pada Tahun 1801. Penambahan

fam ini dilakukan dengan serentak dengan jumlah 14 fam sekaligus. Dulunya

mereka adalah para pedagang yang datang di Hutumuri dan ada juga yang

menikah dengan penduduk negeri, hingga mereka tinggal dan menetap di

Hutumuri. Sampai saat ini merekalah yang terakui di negeri hutumuri sebagai fam

118

Universitas Sumatera Utara


pendatang. Sejak Tahun 1801, tepatnya 217 tahun yang lalu belum ada lagi

kejadian penambahan fam akibat adanya perkawinan atau para pedagang yang

masuk ke Negeri Hutumuri .Sejak saat ini tidak ada lagi penambahan kelopompok

fam , dan beberapa orang yang tidak di akui fam nya tinggal menetap Negeri

Hutumuri. Hal ini disebabkan karena mulai lemahnya tradisi yang diakibatkan

oleh majunya teknologi dan kesadaran pentingnya pendidikan pada anak-anak

muda atau generasi muda saat ini di Negeri tersebut.

Ada beberapa faktor penambahan fam tidak dilakukan kembali, adalah :

 Gadis Hutumuri yang dinikahi kebanyakan mengikuti pihak

laki-laki dan tinggal di luar negeri tersebut

 Jumlah yang tidak memadai untuk di akui

 Tidak adanya pedagang dari luar negeri tinggal dan menetap di

Hutumuri

 Tidak adanya Lapangan pekerjaan atau tempat kerja yang

memadai di Hutumuri sehingga tidak ada pendatang yang

tinggal dan menetap

Beberapa faktor diatas ternyata berdampak buruk juga dengan

berkurangnya jumlah penduduk. Sehingga beberapa fam jarang kita jumpai karena

tidak adanya lapangan pekerjaan membuat mereka berpindah ke luar kota bahkan

provinsi untuk mendapatkan pekerjaan. Akan tetapi fam tersebut tidak bisa

dihapuskan karena fam tersebut belum dinyatakan punah, dalam arti walaupun

119

Universitas Sumatera Utara


hanya tinggal beberapa orang saja, mereka masih tinggal menetap di negeri

tersebut.

2. Ketidaksengajaan

Berubahnya atau penambahan fam yang terjadi secara tidak sengaja di

Hutumuri adalah hal yang sangat jarang sekali ditemui di suatu negeri akan tetapi

kejadian ini pernah terjadi di Negeri Hutumuri. Hal ini dikarena sebuah kelompok

fam tersebut sudah lenyap, lenyap disini diartikan tidak ada keturunannya yang

tinggal menetap di negeri tersebut, dan disebabkan karena adanya perpecahan

wilayah. Di Negeri Hutumuri ada 2 kelompok fam yang pernah menjadi kasus

dalam pergantian fam, yang pertama adalah Fam Tamilueng dan yang kedua Fam

Salhuteru. Pengubahan fam ini bukan seolah-olah di sengaja atau memang diatur

adanya. Berubahnya fam ini dikarenakan hal yang tidak diinginkan terjadi. Perlu

diketahui bahwa seluruh fam yang ada di Hutumuri memiliki kedudukan dan

jabatannya di negeri tersebut, kecuali fam pendatang. Sehingga dalam kasus

pergantian fam yang akan peneliti jelaskan ini, merupakan pergantian fam dalam

mengubah kedudukan jabatan dan hak waris atas dusun yang merupakan warisan

dari para leluhur sehingga tidak dapat dijual.

 Fam Tamilueng berpindah Negeri

Fam Tamilueng adalah tuan tanah di Negeri Hutumuri dan masuk

kedalam Soa Tutupasar yang mengurus perekonomian rakyat. Dulunya

Hutumuri merupakan daerah yang sangat luas, sehingga dulu dibagilah

menjadi dua bagian, yaitu Hutumuri dan Hutumuri kecil. Semua

120

Universitas Sumatera Utara


masyarakat Fam Tamilueng dulunya tinggal di Hutumuri Kecil tersebut

sebagai Tuan Tanah yang menjaga daerah perbatasan negeri. Akan tetapi

sekitar Tahun 1800an terjadilah pemekaran wilayah, sehingga Hutumuri

Kecil tersebut menjadi negeri baru dan diberi nama Negeri Passo. Negeri

Passo lalu menjadi daerah yang berbatasan dengan Negeri Hutumuri.

Dulunya Hutumuri dan Hutumuri Kecil masuk kedalam Kecamatan

Leitimur Selatan, akan tetapi sekarang ini Hutumuri Kecil yang menjadi

Negeri Passo masuk kedalam Kecamatan Teluk Banguala. Akibat dari

Pemekaran tersebut, Pejabat pemerentah dari Saniri Negeri Hutumuri

dengan diadakannya rapat Saniri Besar bersama Raja dan seluruh

Masyarakat besar Hutumuri memutuskan agar Fam Tamilueng untuk tetap

menetap didaerah tersebut. Keputusan tersebut pun dipatuhi dan dijalani

oleh masyarakat Fam Tamilueng. Kemudian dilepaskanlah jabatan Fam

Tamilueng sebagai tuan tanah dan menjadi Raja atau pimpinan di Negeri

Passo, lalu Tuan Tanah di Negeri Hutumuri di ganti dengan Fam Thenu

dan Fam Lewaherilla. Pelepasan jabatan ini dilakukan dengan

menggunakan Upacara Adat. Dengan demikian, maka tidak ada ada lagi

keturunan atau masyarakat Fam Tamilueng di Negeri Hutumuri, semunya

telah pindah ke Negeri Passo. Sehingga Fam Tamilueng tidak di akui lagi

keberadaannya di Negeri Hutumuri.

 Fam Salhuteru Lenyap

Berbeda dengan Fam Tamilueng yang karena pemekaran wilayah

yang membuat kelompok Fam tersebut harus tergantikan. Fam Salhuteru

121

Universitas Sumatera Utara


di nyatakan Lenyap di Negeri Hutumuri dikarena tidak ada lagi orang

maupun keturunan fam tersebut tinggal di negeri ini. Lenyapnya kelompok

Fam ini mengakibatkan berpindahnya warisan dusun atau hak dusun di

Negeri Hutumuri. Hal ini disebakan karena lenyapnya Fam Salhuteru

meninggalkan dusun yang dulunya di wariskan kepada Fam Salhuteru dari

leluhur . Fam Salhuteru memiliki dusun yang dikatakan cukup luas

memadai, sehingga masyarakat Hutumuri harus mencari pengganti untuk

mengurus dusun tersebut. Maka Saniri Negeri selaku forum dalam

memcahkan permasalahan publik mengajak masyarakat Hutumuri untuk

datang dan menghadiri Rapat Saniri Besar untuk memutuskan kelompok

fam mana yang cocok dan pantas untuk menggantikan Fam Salhuteru.

Penggantian fam atas dusun tidak dapat dilakukan sembarangan, kelompok

yang berhak mendapatkan dusun tersebut adalah kelompok orang yang

miliki sedikit atau memang tidak memiliki dusun di Negerinya sendiri, dan

fam yang telah diberikan tidak bisa dengan semena-mena terhadap dusun

tersebut seperti menjual dan membiarkan hasil dusun tersebut. Setelah

diadakan rapat besar beberapa kali, Saniri Negeri Hutumuri bersama

masyarakat menyepakati akan memberikan dusun tersebut kepada Fam

Tehupeiory . Lalu Marinyo selaku penyebar berita menyampaikan berita ini

sampai keluar Negeri, dan Marinyo negeri lain menyebarkan berita ini

kembali, sehingga kelompok fam Tehupeiory masuk ke Negeri Hutumuri

dan masuk kedalam Soa Mokihutung dan menjadi Latu Pati Peory.

122

Universitas Sumatera Utara


Walaupun kedua kasus ini telah terjadi ratusan tahun yang lalu, peneliti

tetap mengakat kasus fam ini untuk melihat pemindahan kedudukan fam untuk

mendapatkan pengakuan. Seperti metode penetilian yaitu mengkaji ketegangan-

ketegangan, perselisihan, dan keluhan-keluhan. Cara ini peneliti mengkaji apakah

yang merupakan sengketa, bagaimana motif dari orang yang berperilaku, dan

apakah yang dilakukan untuk mengatasinya, untuk menyelesaikannya. Kasus ini

merupakan sengketa mengenai pemekaran wilayah dan perebutan dusun sehingga

mereka harus memutuskan melalui rapat Saniri besar dengan raja bersama

seluruh masyarakat untuk menyelesainya permasalahan ini, sehingga keluarlah

keputusan untuk menyelesaikan sengkata dengan cara negosiasi dalam rapat

tersebut.

123

Universitas Sumatera Utara


BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian, maka dibuat kesimpulan penelitian sebagai

jawaban dari permasalahan yang diteliti sebagai berikut :

Saniri Negeri sebagai forum permasalah publik yang sangat dikenal di

Maluku. Sejak Indonesia mengenal sistem pemerintahan, maka kedudukan, fungsi

dan tugas dari Saniri semakin bertambah pula bukan hanya sebagai suatu

kelompok sosial atau suatu lembaga saja tetapi digunakan sebagai suatu sistem

pemerintahan. Dalam berbagai masalah publik yang akan diselesaikan, Saniri

memiliki beberapa tata cara yaitu secara langsung dan melalui surat. Saniri Negeri

dapat menyelesaikan berbagai permaslah publik yang ada Hutumuri, kecuali

tindakan kriminal yang sudah masuk dalam jeratan hukum. Maka Saniri akan

menyerahkan langsung kepada pihak yang berwajib yaitu pihak kepolisian

Adapun beberapa faktor yang mempengaruhi eksistensi saniri dalam

sistem masyarakat adat di Ambon adalah faktor sosial dan budaya, faktor hukum,

faktor politik dan faktor lingkungan. Sebagai suatu Lembaga Pemerintahan,

Saniri negeri juga dapat dikatakan sebagai Lembaga Adat, karena Saniri bukan

hanya menjalan tugas dari pemerintah tetapi juga menjalankan apa yang menjadi

tradisi mereka sehingga Saniri juga memiliki berbagai aturan hukum yang di

dapatkan atau di buat oleh mereka, baik dari tradisi sebelumnya ataupun

kesepakatan dari masyarakat negeri Hutumuri itu sendiri. Aturan hukum bukan

124

Universitas Sumatera Utara


hanya didapatkan dari hukum formal yang terdapat di kitab Undang-undang, akan

tetapi bisa di dapatkan dari dalam masyarakat, hal ini di kenal dengan istilah

terjadinya Kontruksi hukum tingkat lokal. Konstruksi diartikan sebagai susunan

(model, tata letak) suatu bangunan (jembatan, rumah dsb). Ternyata Konstruksi

bukan untuk suatu bangunan saja tetapi di Hukum, yang dimaksud disni adalah

adanya susunan dan tata letak aturan hukum. Masyarakat yang mengenal adat,

mereka juga memiliki aturan-aturan yang dijalani dan di taati, meskipun aturan

tersebut tidak tertera dalam kitab mereka seperti undang-undang tetapi mereka

memiliki sanksi bagi setiap masyarakat yang melanggar peraturan tersebut. Salah

satu aturan yang dibuat oleh Saniri dan disepakati oleh masyarkat adalah tentang

proses pengesahan fam di Negeri Hutumuri. Banyak hal yang memperngaruhi

bagaimana fam tersebut dapat diakui oleh masyarakat Hutumuri. Seperti yang

telah peneliti jelaskan sebelumnya, bahwa Negeri Hutumuri merupakan Desa

Adat dengan segala tradisi dan aturannya.

Marga Suku Ambon merupakan nama keluarga yang digunakan di

belakang nama masyarakat Ambon. Nama marga Ambon ini tidak mencakup

seluruh marga Maluku Tenggara dan Maluku Utara. Di Indonesia bagian Timur,

nama marga biasanya dikenal dengan istilah “fam”. Istilah fam tersebut muncul,

karena adanya pengaruh dari bahasa Belanda. Kata “fam” berasal dari kata

“familienaam” yang artinya adalah nama keluarga. Berikut ini adalah proses

Saniri Negeri dalam mengesahkan fam, seperti menghapuskan fam lama dan

menggatikan fam baru secara langsung menemui pejabat Pemerentah.

125

Universitas Sumatera Utara


1. Pengadu menunjukkan Identitas Jelas

2. Menyampaikan Pengaduan kepada Raja atau Juru tulis raja,

“apakah pengadu ingin mengganti atau mengubah fam”.

3. Pengadu harus menyertakan Keluarga sebagai tanda pengizinan

mengubah fam.

Pengelolaan Pengaduan :

1) Setiap Laporan Pengadu yang memenuhi syarat akan di

tindaklanjuti

2) Identitas pengadu harus lengkap

3) Pelapor di proses dengan diakan rapat saniri bersama dengan

keluarga dan disaksikan dengan masyarakat,

4) Penyampaian hasil Pengelolaan pengaduan akan disampaikan oleh

Marinyo agar seluruh masyarakat dapat mengetahui bahwa

seorang/kelompok tersebut mengganti nama fam nya.

5. Pengadu atau orang yang telah di ganti fam nya kemudian

diharapkan untuk mengurus segala Admistrasi kependudukannya

seperti Kartu Keluarga, KTP, dan lain sebagainya.

6. Setelah urusan admistrasi kependudukan selesai, maka

keluarga/orang yang menggubah fam tersebut dan di umumkan lagi

kepada masyarakat. Kemudian keluarga/orang tersebut udah sah

mengubah fam tersebut.

Pengubahan atau ditambahkannya Fam di Negeri Hutumuri dilakukan dengan 2

cara yaitu secara sengaja seperti Fam Keiluhu menjadi Fam Kailuhu, Fam

126

Universitas Sumatera Utara


Manuputty (dari Ibu) menjadi Fam Thenu (dari Ayah) dan Munculnya fam-fam

pendatang serta yang tidak sengaja seperti Fam Tamilueng berpindah dan

digantikan dengan Fam Thenu dan Fam Lewaherilla dan Fam Sahuteru (telah

punah ) digantikan dengan Fam Tehupeiory.

5.2 Saran

Saran yang dibuat oleh peneliti ini ditujukan sebagai bahan pertimbangan

dari hasil penelitian, yaitu sebagai berikut :

1. Demi menjaga tradisi dan permadaian dalam negeri, Saniri Negeri sebagai

forum komunikasi publik haruslah dipertahankan dan diharapkan untuk

lebih baik lagi.

2. Diperlukan perhatian khusus dari Saniri Negeri agar pengubahan fam

dapat diseleksi lebih lagi agar fam-fam tersebut tidak disalah artikan.

3. Kepada masyarakat sekiranya apa yang menjadi tradisi dan apa dijalani

hingga saat ini, hendaklah diperbuat dan diturunkan kepada generasi-

generasi berikutnya agar negeri dan sagala tradisinya tetap terjaga

4. Kepada Saniri Negeri dan orang tua sekira memberikan bimbingan kepada

anaknya agar tidak melupakan budaya dan meninggalkan negeri. Karena

penerus tradisi dan budaya negeri adalah generasi muda saat

127

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR PUSTAKA

Arnawi, Armaidy ”Kearifan Lokal Batak Toba Dalihan Na Tolu dan Good

Governance dalam Birokrasi Publik”,

https://media.neliti.com/media/publications/78784-ID-kearifan-

lokal-batak-toba-dalihan-na-tol.pdf, hlm.163

Cooley, Frank L. 1987. Mimbar Dan Takhta. Jakarta. PustakaSinarHarapan,

hlm 221

Deffi Kurniawati. Raden. 2012. Daftar Nama Marga/Fam, Gelar Adat

dan Gelar Kebangsawanan di Indonesi. Jakarta. Perpustakaan

Nasional RI

Efendi, Ziwar. 1987. Hukum Adat Ambon Lease. Jakarta. PT Pradnya

Paramita, hlm.42

Fajar, “Pengertian Hukum dan Tujuan Hukum”,

http://pengertian.website/pengertian-hukum-dan-tujuan-hukum-

yang-lengkap/, diakses pada tanggal 31 Oktober 20117

Farah Dessy, “ Kedudukan dan fungsi Saniri Negeri”

http://fisip.unjani.ac.id/wp-content/uploads/2017/11/Kedudukan-Dan-

Fungsi-Badan-Saniri-Negeri-Badan-Permusyawaratan-Desa-Di-

Kecamatan-Salahutu-Kabupaten-Maluku-Tengah-Farah-Dessy-

Tuasamu.pdf

128

Universitas Sumatera Utara


Griffit, Jhon, 1986 “What Is Legal Pluralism” Journal of Legal

Pluralism.

Hadikusuma, Hilman H. 2004. Pengantar Antropologi hukum. Bandung.

PT Citra Adtya Bakti, hlm.71

Hadikusuma, Hilman H. 2006. Antropologi Hukum Indonesia. Bandung.

P.T ALUMNI, hlm 240

Hadikusuma, Hilman H. 2006. Antropologi Hukum Indonesia. Bandung.

P.T ALUMNI, hlm 242

Haviland, William A. 1993. Edisi Keempat Antropologi jilid 2. Jakarta.

Erlangga, hlm.111;113;119

I. Gede A. B Wiranata, “ Antropologi Budaya”, (Bandung:PT Citra Aditya Bakti,

2002), hlm 107

Ihromi, T.O. 1993. “Antropologi Hukum Sebuah Bunga Rampai”.

Jakarta. Yayasan Obor Indonesia, hlm 4

Ihromi, T.O. 1993. “Antropologi Hukum Sebuah Bunga Rampai”.

Jakarta. Yayasan Obor Indonesia, hlm.149

Nanang Martono, Sosiologi Perubahan Sosial”, (Jakarta:PT

RAJAGRAFINDO PERSADA, 2012), hlm 47

Nanang Martono, Sosiologi Perubahan Sosial”, (Jakarta:PT RAJAGRAFINDO

PERSADA, 2012), hlm 35

129

Universitas Sumatera Utara


Nyoman Nurjaya, “Perkembangan Pemikiran Konsep Pluralisme

Hukum” http://huma.or.id/ document/I.03. Analisa

Hukum/Perkembangan Pemikiran Konsep Pluralisme Hukum_I

Nyoman Nurjaya.pdf, diakses pada tanggal 7 November 2017

Proyeksi Penduduk BPS

Ronal Afredo, “Lembaga Adat “Saniri” sebagai forum komunikasi dalam

penyelesaian masalah public di Ambon,

http://journal.unhas.ac.id/index.php/kareba/article/viewFile/314/pdf,

diakses pada tanggal 25 Mei 2017

Soemadiningrat, R. Otje Salman. 2002.”Rekonseptualisasi Hukum Adat

Kontemporer”.Bandung. P.T ALUMNI, hlm. 21

Vergouwen,JC. 2004.”Masyarakat dan Hukum Adat Batak

Toba(terjemahan)”. Yogyakarta. Lkis, hlm 19

Wignjosoebroto, Soetandyo. 2013. Hukum dalam Masyarakat edisi 2”.

Yogyakarta . Graha Ilmu, hlm.7

130

Universitas Sumatera Utara


REFERENSI INTERNET

https://www.scribd.com/doc/298399631/Sejarah-Negeri-Hutumuri-090111-2

http://jikti.bakti.or.id/updates/peran-saniri-sebagai-suatu-forum-komunikasi-

dalam-penyelesaian-ma

https://id.wikipedia.org/wiki/Fam_Maluku

https://sultansinindonesieblog.wordpress.com/maluku/kerajaan-

hutumuri/#jp-carousel-30151

https://arenahewan.com/ciri-ciri-burung-merpati-mau-bertelur

https://steemit.com/indonesia/@nadjard/kadal-hijau-bronchocela-cristatella-

indonesia-photo-challenge-1-reptile

https://trendburung.blogspot.co.id/2012/05/berencet-gunung-napothera-

crassa_24.html

http://www.academia.edu/33918741/KEDUDUKAN_RAJA_SEBAGAI_KE

TUA_SANIRI_NEGERI_LENGKAP_DALAM_SISTEM_PEMERI

NTAHAN_NEGERI_DI_KOTA_AMBON_Studi_Terhadap_Pasal_

11_ayat_3_butir_a_Peraturan_Daerah_Kota_Ambon_Nomor_3_Tah

un_2008_Tentang_Negeri_di_Kota_Ambon_

https://edysameaputy.wordpress.com/2015/07/14/mewarisi-kutukan-leluhur-

antara-mitos-dan-fakta/

http://www.jdih.setjen.kemendagri.go.id/files/KOTA_AMBON_3_2008.pdf

131

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai