Anda di halaman 1dari 23

Diagnosis dan Tatalaksana Pasien dengan Keluhan Lemas

Nelly Baharlianti
102017008

Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Jalan Arjuna Utara No. 6, Jakarta Barat-11510

Nelly.2017fk008@civitas.ukrida.ac.id

Abstrak

Anemia adalah keadaan yang ditandai dengan berkurangnya hemoglobin dalam tubuh.
Hemoglobin adalah suatu metaloprotein yaitu protein yang mengandung zat besi di dalam sel
darah merah yang berfungsi sebagai pengangkut oksigen dari paru-paru ke seluruh tubuh.
Anemia defisiensi besi adalah anemia akibat berkurangnya zat besi dalam darah sebagai bahan
utama sintesis hemoglobin. Kadar normal hemoglobin pada dewasa wanita adalah 12 mg/dL – 15
mg/dl dan pada dewasa pria adalah 14 gr/dL – 18 gr/dL. Gejala dari anemia secara umum adalah
lemah, tanda keadaan hiperdinamik (denyut nadi kuat dan cepat, jantung berdebar, dan roaring in
the ears). Banyak faktor yang dapat menyebabkan terjadinya anemia defisiensi besi yaitu
kebutuhan yang meningkat, asupan zat besi yang kurang, infeksi, dan perdarahan saluran cerna
dan juga terdapat faktor-faktor lainnya. Anemia defisiensi besi dapat di diagnosis dengan cara
anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Penatalaksanaan anemia defisiensi
besi dapat dilakukan dengan pemberian zat besi secara oral, secara intramuskular dan transfusi
darah.

Kata Kunci : anemia, anemia defisinesi besi, hemoglobin

Abstrack
Anemia is a condition where the level of hemoglobin in the body are reduced. Hemoglobin is a
metalloprotein, a protein which contain iron in the red blood cell and in charge to carry oxygen
from the lungs throughout the body. Iron deficiency anemia is anemia which is caused by
reduced of iron in the blood as the main ingredient of hemoglobin synthesis. Normal levels of
hemoglobin in adult women is 12 g/dL - 15 g/dL and the adult male is 14 g/dL - 18 g/dL.
General symptoms of anemia are fatigue, signs of hyperdinamic (quick and strong pulse,
pounding heart, and roaring in the ears. Factors which can lead iron deficiency anemia are
increasing need, lack of iron intake, infections, and gastrointestinal bleeding and others factors.
Iron deficiency anemia is diagnosed by anamnesis, physical examination and investigation. Iron
deficiency anemia can managed by orally iron, intramuscularly iron and blood transfusions.

Keyword: anemia, iron deficiency anemia, hemoglobin

Pendahuluan

Anemia defisiensi besi adalah anemia yang timbul akibat berkurangnya penyediaan besi untuk
eritropoesis, karena cadangan besi kosong (depleted iron store) yang pada akhirnya
mengakibatkan pembentukan hemoglobin berkurang. Anemia defisiensi besi ditandai oleh
anemia hipokromik mikrositer dan hasil laboratorium yang menunjukan cadangan besi kosong.
Hal ini disebabkan tubuh manusia mempunyai kemampuan terbatas untuk menyerap besi dan
seringkali tubuh mengalami kehilangan besi yang berlebihan yang diakibatkan perdarahan. Besi
merupakan bagian dari molekul Hemoglobin, dengan berkurangnya besi maka sintesa
hemoglobin akan berkurang dan mengakibatkan kadar hemoglobin akan turun. Hemoglobin
merupakan unsur yang sangat vital bagi tubuh manusia, karena kadar hemoglobin yang rendah
mempengaruhi kemampuan menghantarkan O2 yang sangat dibutuhkan oleh seluruh jaringan
tubuh. Kebutuhan besi yang dibutuhkan setiap harinya untuk menggantikan zat besi yang hilang
dari tubuh dan untuk pertumbuhan ini bervariasi, tergantung dari umur, jenis kelamin.
Kebutuhan meningkat pada bayi, remaja, wanita hamil, menyusui serta wanita menstruasi. Oleh
karena itu kelompok tersebut sangat mungkin menderita defisiensi besi jika terdapat kehilangan
besi yang disebabkan hal lain maupun kurangnya intake besi dalam jangka panjang. Anemia
defisiensi besi merupakan anemia yang paling sering dijumpai, terutama di negara-negara tropik
atau negara dunia ketiga. Anemia ini mengenai lebih dari sepertiga penduduk dunia yang
memberikan dampak kesehatan yang sangat merugikan serta dampak sosial yang cukup serius.
Anamnesis

Riwayat penyakit dapat berguna untuk mengetahui etiologinya, dan mungkin, memperkirakan
lama perjalanan penyakitnya. Anamnesis yang teliti sangat diperlukan untuk menegakkan
diagnosis yang tepat, seperti :
1. Gejala apa yang dirasakan oleh pasien? Lelah, malaise, sesak napas, nyeri dada, atau
tanpa gejala?
2. Apakah gejala tersebut muncul mendadak atau bertahap?
3. Adakah petunjuk mengenai penyebab anemia?
4. Tanyakan kecukupan makanan dan kandungan Fe,Folat dan B12?
5. Adakah gejala yang konsisten dengan malabsorpsi? Adakah tanda-tanda kehilangan
darah dari saluran cerna (tinja gelap, darah per rektal, muntah darah)?
6. Adakah sumber kehilangan darah yang lain?1
Riwayat penyakit dahulu dan penyelidikan fungsional
1. Adakah dugaan penyakit ginjal kronis sebelumnya?
2. Adakah riwayat penyakit kronis (misalnya arthritis rheumatoid atau gejala yang
menunjukan keganasan)?
3. Adakah tanda-tanda kegagalan sumsum tulang (memar, pendarahan, dan infeksi yang
tak lazim atau rekuren)?
4. Adakah tanda-tanda defisiensi vitamin seperti neuropati perifer (pada defisiensi
vitamin B12 subacute combined degeneration of the cord [SACDOC])?
5. Adakah alasan untuk mencurigai adanya hemolisis (misalnya ikterus, katub buatan
yang diketahui bocor)?
6. Adakah riwayat anemia sebelumnya atau pemeriksaan penunjang seperti endoskopi
gastrointestinal?
7. Adakah disfagia (akibat lesi esophagus yang menyebabkan anemia atau selaput pada
esophagus akibat anemia defisiensi Fe)?1
Riwayat keluarga
Adakah riwayat anemia dalam keluarga? Khususnya pertimbangan penyakit sel sabit,
thalassemia, dan anemia hemolitik yang diturunkan.1
Bepergian
Tanyakan riwayat bepergian dan pertimbangkan kemungkinan infeksi parasit (misalnya
cacing tambang dan malaria).1
Obat-obatan
Obat-obatan tertentu behubungan dengan kehilangan darah (misalnya OAINS menyebabkan
erosi lambung atau supresi sumsum tulang akibat obat sitotoksik).2
Pemeriksaan fisik
Tanda-tanda vital
Menilai tanda vital untuk mengetahui perubahan hemodinamik. Tanda vital penting untuk
menegakkan diagnosis sesuatu penyakit. Pemeriksaan vital yang umumnya dilakukan adalah:
Pemeriksaan tekanan darah, Pemeriksaan nadi (disertai frekuensi denyut jantung (pulsus
defisit))Perhatikan tekanan nadi pada pasien.Adakah dia mengalami takikardia atau tidak.
Pemeriksaan suhu tubuh, Pemeriksaan kadar nafas (Frekuensi/ laju pernapasan, Tipe/ pola,
Kedalaman, irama/ keteraturan2
Pemeriksaan fisik lainnya
1. Apakah pasien sakit ringan atau berat? Apakah pasien sesak napas atau syok akibat
kehilangan darah akut?
2. Adakah tanda-tanda anemia? Lihat apakah konjungtiva anemis dan telapak
tangan pucat. (anemia yang signifikan mungkin timbul tanpa tanda klinis yang
jelas).
3. Adakah koilonikia (kuku ‘seperti sendok’) atau keilitis angularis seperti yang
ditemukan pada defisiensi Fe yang sudah berlangsung lama?
4. Adakah tanda-tanda ikterus (akibat anemia hemolitik)?
5. Adakah tanda-tanda kerusakan trombosit (misalnya memar, petekie)?
6. Adakah tanda-tanda leukosit abnormal atau tanda-tanda infeksi?
7. Adakah tanda-tanda keganasan? Adakah penurunan berat badan baru-baru ini,
massa, jari tabuh, atau limfodenopati?
8. Adakah hepatomegali, splenomegali, atau massa abdomen?
9. Apakah hasil pemeriksaan rektal normal? Adakah darah samar pada feses
(faecal occult blood [FOB])?
10. Adakah tanda-tanda neuropati perifer? (ini menunjukan defisiensi vitamin B12
atau folat)1,2
Pemeriksaan penunjang
diagnosis atau dapat juga membantu untuk menentukan pemeriksaan selanjutnya yang akan di
lakukan untuk menegakkan diagnosis
Pemeriksaan laboratorium yang dapat ditemukan pada anemia defisiensi besi adalah :3

a. Pemeriksaan darah lengkap


Hasil dari darah lengkap yang ditemukan pada penderita anemia defisiensi besi
terdapat adanya hemoglobin dan indeks eritrosit yang menurun. Didapatkan adanya hasil
MCV (mean corpuscular volume) dan MCH (mean corpuscular hemoglobin) yang
menurun. MCV <70 hanya terdapat pada anemia defisiensi besi dan thalassemia major.
MCHC (mean corpuscular hemoglobin concentration) akan menurun pada defisiensi besi
yang berat dan berlangsung lama.
Pada pemeriksaan sediaan hapus darah tepi didapatkan adanya anemia mikrositik
hipokrom, anisositosis, dan poikilositosis. Jika mikrositik hipokrom berlangsung lama
dan terjadi secara ekstrim maka dapat membuat sel menjadi berbentuk cincin (ring cell)
atau memanjang seperti ellips (pencil cell), kadang dapat dijumpai adanya sel target.

Gambar 6. Pemeriksaan sediaan hapusan darah tepi pada anemia defisiensi besi
b. Serum besi dan TIBC (total binding iron capacity)
Pada anemia defisiensi besi didapatkan hasil berupa konsenterasi besi serum yang
menurun (<50 g/dl) dan TIBC yang meningkat (>350 g/dl). TIBC menunjukan tingkat
kejenuhan apotransferin terhadap besi.

c. Kadar ferritin serum


Ferritin serum merupakan indikator yang baik untuk menentukan cadangan besi dalam
tubuh. Kadar normal ferritin serum adalah 20-220 g/dl, pada penderita anemia defisiensi
besi didapatkan adanya kadar ferritin serum yang menurun (<20 g/dl).
d. Protoporfirin
Protoporfirin adalah salah satu bahan yang digunakan dalam pembentukan heme.
Apabila adanya sintesis yang terganggu seperti pada penderita anemia defisiensi besi,
maka portoporfirin akan menumpuk dalam eritrosit. Nilai normal protoporfirin <30
mg/dl, namun pada penderita anemia defisiensi besi kadar protoporfirin bebas bisa
mencapai >100 mg/dl. Keadaan yang sama juga bisa ditemukan pada anemia penyakit
kronik dan keracunan timah hitam.
e. Kadar reseptor trasnferin
Pada penderita anemia defisiensi besi didapatkan adanya kadar reseptor trasnferin
yang meningkat. Kadar normal reseptor transferrin pada pemeriksaan imunologi adalah
4-9 g/L. pengukuran kadar reseptor trasnferrin digunakan untuk membedakan anemia
defisiensi besi dan anemia penyakit kronik. Akan lebih baik lagi jika menggunakan
pemeriksaan ratio atau perbandingan antara reseptor ferritin dan log serum ferritin. Rasio
>1.5 menunjukan adanya anemia defisiensi besi sedangkan <1.5 menunjukan adanya
anemia penyakit kronik.
f. Pemeriksaan sumsum tulang
Pemeriksaan ini dilakukan dengan melakukan pengecatan besi sumsum tulang dengan
biru Prussia (pearl’s stain). Pada anemia defisiensi besi menunjukan adanya cadangan
besi yang negative (butir hemosiderin negatif). Gambaran sumsum tulang pada anemia
defisiensi besi didapatkan adanya gambaran hyperplasia normoblastik ringan.
Dalam keadaan normal terdapat 40-60% normoblas mengandung granula ferritin
dalam sitoplasmanya (sideroblas), namun pada anemia defisiensi besi didapatkan adanya
sideroblas negatif.
g. Pemeriksana untuk mencari penyebab dari anemia defisiensi besi
Pemeriksaan yang dapat dilakukan antara lain pemeriksaan feses untuk melihat
keberadaan cacing tambang, pemeriksaan darah samar dan feses, endoskopi, barium
intake atau barium inloop dan lain lain, tergantung dari dugaan penyebab defisiensi
tersebut.

diagnosis atau dapat juga membantu untuk menentukan pemeriksaan selanjutnya yang akan di
lakukan untuk menegakkan diagnosis

Diferential diagnosis

 Anemia Penyakit Kronik


Anemia sering ditemukan pada pasien dengan infeksi atau inflamasi kronis maupun
keganasan. Pada umumnya anemia penyakit kronis ditandai dengan kadar Hb yang
berkisar 7-122 g/dl, kadar Fe yang menurun dan TIBC yang rendah. Pada anemia pada
penyakit kronis yang khas dapat dijumpai adanya gangguan metabolisme besi, yaitu
adanya hipoferemia sehingga menyebabkan berkurangnya penyediaan besi yang
dibutuhkan untuk sintesis Hb tetapi cadangan besi sumsum tulang masih cukup.
Anemia penyakit kronis dapat disebabkan karena adanya inflamasi, infeksi dan tumor
ini dapat menyebabkan terjadinya gangguan fungsi pada sumsum tulang, perubahan
metabolisme besi, hemofagositosis, penurunan proses eritropoesis dan menurunnya
respon terhadap stimulasi eritropoetin. Diduga hal ini terjadi karena adanya TNF (tumor
necrosis factor), IL-1 (interleukin-1), IL-6 (interleukin-6) dan IFN (interferon).

 Anemia sideroblastik
Anemia sideroblastik adalah jenis anemia yang disebabkan karena adanya gangguaan
penggunaan besi pada saat pembentukan rantai heme pada hemoglobin. Anemia
sideroblastik ditandai dengan adanya gambaran cincin sideroblas pada sumsum tulang.
Cincin sideroblas adalah perkusor eritroid yang mengandung deposit besi non heme pada
bagian mitokondrianya, sehingga membentuk gambaran cincin di sekeliling nukelus.
Bentuk cincin besi tersebut menutupi setidaknya 1/3 dari bagian tepi nukleus. Anemia
siderobasltik dapat terjadi karena adanya kegagalan dalam pembentukan portoporfirin.
Untuk membuat rantai heme pada hemoglobin dibutuhkan adanya besi dan portoporfirin.
Pada anemia sideroblastik protoporfirin tidak terbentuk dengan sempurna menyebabkan
besi mengalami akumulasi pada eritrosit.
Gejala klinis yang dapat dialami pada pasien dengan anemia sideroblastik adalah
konjungtiva dan kulit yang pucat, lemas, hipotensi, takikardi, dan hepatosplenomegaly.
Pemeriksaan laboratorium yang dapat ditemukan pada pasien dengan anemia
sideroblastik adalah kadar hb yang menurun, MCV dan MCHC rendah, serta gambaran
anemia mikorsitik hipokrom. Pemeriksaan yang digunakan sebagai baku emas dalam
mendiagnosis anemia sideroblastik adalah pemeriksaan biopsy sumsum tulang dan
ditemukan adanya gambaran cincin sideroblas pada sumsum tulang dengan pewarnaan
Prussian blue.4

Gambar 7. Cincin sideroblastik

 Anemia ec Thalasemia

Thalasemia adalah penyakit kelainan darah yang diakibatkan oleh faktor genetika dan
menyebabkan protein yang ada di dalam sel darah merah (hemoglobin) tidak berfungsi secara
normal.2

Zat besi yang diperoleh tubuh dari makanan digunakan oleh sumsum tulang untuk
menghasilkan hemoglobin. Hemoglobin yang terdapat dalam sel darah merah berfungsi
mengantarkan oksigen dari paru-paru ke seluruh anggota tubuh. Penderita thalasemia memiliki
kadar hemoglobin yang rendah, oleh karena itu tingkat oksigen dalam tubuh penderita thalasemia
juga lebih rendah.
3,4

Terdapat 2 jenis thalasemia yang terjadi, yaitu alfa dan beta, dimana kedua jenis ini
memiliki kaitan gen yang menentukan kadar keparahan dari penyakit yang diturunkan ini.
Thalasemia beta merupakan jenis yang lebih sering terjadi.
3

Thalasemia terkadang dapat mengganggu aktivitas yang dijalani penderita dikarenakan


kadar oksigen yang lemah dalam tubuh. Beberapa hal yang dapat dialami penderita adalah letih,
mudah mengantuk, pingsan, hingga kesulitan bernapas. Selain itu, thalasemia yang tidak
ditangani dengan tepat juga dapat menyebabkan komplikasi seperti gagal jantung, pertumbuhan
yang terhambat, kerusakan pada organ tubuh, gangguan hati, hingga kematian. 2

 Anemia Aplastik

Anemia aplastik merupakan keadaan di mana berkurangnya sel darah dalam darah tepi
karena terhentinya pembentukan sel hemopoetik dalam sumsum tulang. Anemia jenis ini dapat
disebabkan oleh pemakaian kloramfenikol yang terlampau sering pada bayi (sejak umur 2-3
bulan) yang akan terlihat gejala anemia aplastiknya saat umur lebih dari 6 tahun. Dapat juga
disebabkan oleh faktor kongenital seperti sindrom Fanconi dan faktor didapat seperti bahan
kimia (benzene, insektisida), radiasi, infeksi (tuberculosis milier dan hepatitis), keganasan,
penyakit ginjal, gangguan endokrin dan idiopatik. 

Pada gambaran klinisnya, dapat ditemukan anak pucat dengan berbagai gejala anemia
lainnya seperti anoreksia, lemah, palpitasi, dan sesak karena gagal jantung. Tidak ditemukan
ikterus, pembesaran limfa, hepar maupun kelenjar getah bening karena sifatnya aplasia sistem
hematopoetik. Gambaran darah tepi menunjukkan pansitopenia dan limfositosis relative.
Diagnosa pasti dapat ditegakkan dari pemeriksaan sumsum tulang yaitu gambaran sel sangat
kurang, banyak jaringan penyokong dan jaringan lemak; aplasia sistemm eritropoetik,
granulopoetik dan trombopoetik. Limfosit, sel RES (sel plasma, fibrosit, osteoklas, sel endotel)
banyak ditemukan di antara sel sumsum tulang yang sedikit ini. 

 Anemia ec keracunan timbal


Keracunan timbal memiliki banyak ciri-ciri anemik seperti pada pasien-pasien
thalassemia sehingga kedua penyakit ini harus dengan hati-hati dibedakan. Hal ini
penting pada negara-negara Mediteranean karena insidensi thalassemia yang tinggi.
Diferensiasi dari kedua diagnosis tersebut dapat dilakukan dengan melakukan
elektroforesis Hb dan juga pemeriksaan kimia urin. Ketika didapatkan koproporfirin
berlebihan pada ekskresi urin, maka dapat dipastikan bahwa pasien tersebut menderita
keracunan timbal.

 Anemia ec defisiensi tembaga


Tembaga merupakan mikronutrien penting yang dibutuhkan hewan dan manusia untuk
fungsi organ dan proses metabolik seperti misalnya sintesis hemoglobin,
neurotransmitter, okisdasi besi, respirasi seluler, dsb. Penegakkan diagnosis anemia ec
defisiensi tembaga dilakukan dengan melihat serum copper, serum ceruloplasmin dan
kadar tembaga pada urin 24 jam.

Working diagnosis

Anemia Defisiensi Besi

Anemia defisiensi besi merupakan anemia yang timbul akibat berkurangnya penyediaan besi
untuk eritropoesis, karena cadangan besi kosong (depleted iron store) yang pada akhirnya
menyebabkan pembentukan hemoglobin yang terganggu atau berkurang. Anemia defisiensi besi
dapat ditandai dengan adanya anemia hipokrom mikrositik dan hasil labolatorium yang
menunjukan cadangan besi kosong. Hal ini disebabkan karena tubuh manusia mempunyai
kemampuan terbatas untuk menyerap besi dan seringkali tubuh mengalami kehilangan zat besi
secara berlebihan.

Besi merupakan bagian dari molekul hemoglobin, dengan berkurangnya besi maka sintesis
dari hemoglobin sendiri akan berkurang dan mengakibatkan kadar hemoglobin akan menurun.
Hemoglobin merupakan unsur yang sangat penting bagi manusia, karena kadar hemoglobin yang
rendah dapat mempengaruhi hantaran O2 ke seluruh jaringan tubuh.

Kebutuhan besi setiap harinya yang dibutuhkan untuk menggantikan zat besi yang hilang dari
tubuh sangat bervariasi, bergantung dari umur dan juga jenis kelamin. Kebutuhan zat besi
meningkat pada bayi, remaja, wanita hamil dan menyusul juga pada wanita menstruasi.

Anemia secara umum didefinisikan sebagai berkurangnya konsentrasi hemoglobin di dalam


tubuh seseorang. Anemia merupakan masalah kesehatan di seluruh dunia, prevalensi pada anak
usia kurang dari 4 tahun diperkirakan sekitar 43%, survei nasional indonesia tahun 1992
mendapatkan bahwa 56% anak yang di bawah umur 5 tahun didapatkan menderita anemia, pada
survei tahun 1995 didapatkan 41% anak di bawah 5 tahun dan 14-35% dari anak sekolah
menderita anemia. Gejala yang samar pada anemia ringan hingga sedang menjadi faktor utama
sulitnya anemia terdeteksi sehingga terlambat untuk ditanggulangi.1
Menurut WHO seseorang dikatakan anemia jika :

 Laki dewasa : hemoglobin < 13 g/dl


 Wanita dewasa tidak hamil : hemoglobin < 12 g/dl
 Wanita hamil : hemoglobin < 11 g/dl
 Anak umur 6-14 tahun : hemoglobin < 12 g/dl
 Anak umur 6 bulan – 6 tahun : hemoglobin 11 g/dl

Metabolisme besi dalam tubuh

Besi merupakan elemen vital yang sangat dibutuhkan oleh tubuh untuk hemoglobin.besi
dalam jaringan tubuh dibagi menjadi :

 Senyawa besi fungsional, yaitu besi yang membentuk senyawa yang berfungsi dalam
tubuh
 Besi cadangan, senyawa besi yang dipersiapkan jika masukan besi dalam tubuh
berkurang
 Besi transport, besi yang berikatan dengan protein tertentu dalam fungsinya untuk
mengangkut besi dari satu kompartemen ke kompartemen lainnya

Pertukaran besi dalam tubuh merupakan lingkaran yang tertutup dan diatur oleh banyaknya
besi yang diserap oleh usus, sedangkan kehilangan besi fisiolgik bersifat tetap. Besi yang diserap
usus setiap harinya berkisar 1-2 mg, eksresi besi terjadi pada jumlah yang sama. Besi dari usus
dalam bentuk transferin akan bergabung bersama besi yang dimobulisasi oleh makrofag dalam
sumsum tulang sebesar 22 mg untuk dapat memenuhi kebutuhan eritropoesis sebanyak 24 mg
per harinya. Eritrosit yang terbentuk akan secara efektif dan akan beredar pada sirkulasi
membutuhkan 17 mg, sedangkan besi 7 mg akan dikembalikan ke makrofag karena terjadinya
eritropoesis yang infektif (hemolisis intramedular). Besi yang terdapat pada eritrosit akan beredar
setelah mengalami proses penuaan juga akan dikembalikan pada makrofag sumsum tulang
sebesar 17 mg, sehingga dengan demikian dapat dilihat satu lingkaran tertutup yang sangat
efisien.
Gambar 1. Siklus besi
dalam tubuh

Eritropoiesis dikontrol oleh eritropoietin dari ginjal

Karena eritrosit tidak dapat membelah diri untuk mengganti sendiri jumlahnya, sel tua yang
pecah harus diganti oleh sel baru yang diproduksi di pabrik eritrosit yaitu sumsum tulang.
Sumsum tulang dalam keadaan normal menghasilkan sel darah merah baru, suatu proses yang di
namai eritropoiesis.

Sumsum tulang tidak hanya memproduksi sel darah merah tetapi juga memproduksi leukosit dan
trombosit. Di sumsum tulang merah terdapat sel punca pluripotent tak berdiferensiasi, yang
merupakan sumber seluruh sel darah, yang secara terus menerus membelah diri dan
berdiferensiasi untuk menghasilkan semua jenis sel darah.
Eritropoiesis sendiri dikontrol oleh eritropoietin yang terdapat di ginjal. Sehingga jika terjadi
penurunan penyaluran oksigen ke ginjal merangsang ginjal mengeluarkan hormone eritropoietin
ke dalam darah dan hormone ini pada gilirannya merangsang eritropoiesis oleh sumsum merah.
Eritropoietin bekerja pada derivate sel punca tak berdiferensiasi yang akan menjadi sel darah
merah, merangsang proliferasi dan pematangan sel-sel ini menjadi eritrosit matur. Peningkatan
aktivitas eritropoietin ini meningkatkan sejumlah sel darah merah dalam darah sehingga
kapasitas darah mengangkut oksigen meningkat dan penyaluran oksigen ke jaringan kembali ke
normal. Jika penyaluran oksigen ke ginjal kembali normal, maka sekresi eritropoietin dihentikan
hingga dibutuhkan kembali. Dengan cara ini, produksi eritrosit dalam keadaan normal. Pada
keadaan dimana terjadi kerusakan pada ginjal, menyebabkan kurangnya adekuat ginjal
menghasilkan eritropoietin, sehingga menyebabkan berkurangnya produksi sel darah merah. 3

Sehingga jika terjadi kerusakan pada ginjal, maka akan mengangu produksi dari eritropoietin
yang kemudian akan berdampak timbulnya anemia 4

Etiologi

Anemia defisiensi besi dapat disebabkan oleh karena rendahnya masukan besi, gannguan
absorpsi serta kehilangan besi akibat pendarahan menahun :

 Kehilangan besi sebagai akibat pendarahan menahun berasal dari :

- Saluran cerna : akibat dari tukak peptik, pemakaian salisilat atau NSAID, kanker lambung,
kanker colon, divertikulosis, hemoroid, dan infeksi cacing tambang.

- Saluran genitalia perempuan : menorrhagia, atau metrorhagia

- Saluran kemih : hematuria

- Saluran nafas : hemoptoe

 Faktor nutrisi : akibat kurangnya jumlah besi total dalam makanan, atau kualitas besi
(bioavailabilitas) besi yang tidak baik (makanan banyak serat, rendah vitamin C , dan rendah
daging).
 Kebutuhan besi meningkat : seperti pada prematuritas anak dalam masa pertumbuhan dan
kehamilan.

 Gangguan absorpsi besi : gastrektomi, tropical sprue atau kolitis kronik. Pada orang dewasa
anemia defisiensi besi yang dijumpai di klinik hampir indentik dengan pendarahan menahun.
Faktor nutrisi atau peningkatan kebutuhan besi jarang sebagai penyebab utama. Penyebab
pendarahan paling sering pada laki-laki ialah pendarahan gastrointestinal, di negara tropik paling
sering karena infeksi cacing tambang. Sedangkan pada perempuan dalam masa reproduksi paling
sering karena meno-metrorhgia. Penurunan absorpsi zat besi, hal ini terjadi pada banyak keadaan
klinis. Setelah gastrektomi parsial atau total, asimilasi zat besi dari makanan terganggu, terutama
akibat peningkatan motilitas dan by pass usus halus proximal, yang menjadi tempat utama
absorpsi zat besi. Pasien dengan diare kronik atau malabsorpsi usus halus juga dapat menderita
defisiensi zat besi, terutama jika duodenum dan jejunum 11 proximal ikut terlibat. Kadang-
kadang anemia defisiensi zat besi merupakan pelopor dari radang usus non tropical (celiac
sprue). Yang beresiko mengalami anemia defisiensi zat besi:

 Wanita menstruasi

 Wanita menyusui atau hamil karena peningkatan kebutuhan zat besi

 Bayi, anak-anak dan remaja yang merupakan masa pertumbuhan yang cepat

 Orang yang kurang makan makanan yang mengandung zat besi, jarang makan daging dan telur
selama bertahun-tahun.

 Menderita penyakit maag.

 Penggunaan aspirin jangka panjang

 Kanker kolon

 Vegetarian karena tidak makan daging, akan tetapi dapat digantikan dengan brokoli dan
bayam.

EPIDEMIOLOGI
Anemia defisiensi besi merupakan jenis anemia yang paling sering dijumpai baik di klinik
maupun di masyarakat. Dari berbagai data yang dikumpulkan sampai saat ini, didapatkan
gambaran prevalensi anemia defisiensi besi seperti pada tabel 1.

Afrika Amerika Latin Indonesia


Laki-laki dewasa 6% 3% 16 – 50 %
Wanita tak hamil 20 % 17 – 21 % 25 – 48 %
Wanita hamil 60 % 39 – 46 % 46 – 92 %
Tabel 1. Prevalensi anemia defisiensi besi di dunia

Pathogenesis

Jika terjadi kehilangan besi atau kebutuhan besi yang meningkat akan dikompensasi tubuh
sehingga cadangan besi akan semakin menurun. Jika cadangan besi menurun, dalam keadaan ini
disebut sebagai keseimbangan zat besi yang negatif yaitu tahap deplesi besi (iron depleted state).
Keadaan ini ditandai dengan adanya penurunan kadar feritin serum, peningkatan absorbsi besi
dalam usus.

Apabila kekurangan besi terus berlanjut terus maka cadangan besi menjadi kosong,
penyediaan besi untuk eritropoesis berkurang sehingga menimbulkan gangguan pada bentuk
eritrosit tetapi anemia secara klinis belum terjadi keadaan ini disebut dengan iron deficient
erytropoesis. Pada fase ini kelainan pertama yang dijumpai adalah adanya peningkatan kadar
pree protophorphyrin atau zinc protophorpyrin dalam eritrosit, saturasi transferin menurun dan
kapasitas ikat besi total (Total Iron Binding Capacity = TIBC) meningkat, serta adanya
peningkatan pada reseptor transferin dalam serum.

Apabila penurunan jumlah besi terus terjadi maka eritropoesis semakin terganggu sehingga
kadar hemoglobin akan mulai menurun, akibatnya akan muncul anemia hipokrom mikrositik,
yang disebut sebagai anemia defisiensi besi. Pada saat ini juga terjadi kekurangan besi pada
epitel serta pada beberapa enzim yang dapat meninmbulkan gejala pada kuku, epitel mulut dan
berbagai gejala lainnya.2

Manifestasi Klinis
 Gejala umum pada anemia diantaranya :
Apabila kadar Hb < 7-8 g/dl dapat dijumpai :

a. Badan lemah, lesu dan cepat lelah


b. Mata berkunang-kunag
c. Telinga berdenging
Anemia yang bersifat simtomatik adalah jika Hb < 7 g/dl dapat dijumpai pasien tampak
pucat terutama pada konjungtiva dan jaringan di bawah kuku

 Gejala yang khas pada anemia defisiensi besi dan tidak dijumpai pada anemia lainnya
diantaranya :
a. Koilonychia, yaitu kuku sendok (spoon nail) kuku menjadi rapuh, bergaris-garis
vertikal dan menjadi cekung sehingga mirip sendok.

Gambar 3. Koilonychia

b. Atrofi pada lidah, yaitu permukaan lidah yang menjadi licin dan mengkolap
karena hilangnya papil lidah.
Gambar 4. Atrofi papil lidah

c. Stomatitis angularis (cheilosis), yaitu adanya radang pada sudut mulut sehingga akan
tampak percak berwarna pucat keputihan

Gambar 5. Stomatitis angularis

d. Disfagia yaitu rasa nyeri menelan karena adanya kerusakan pada epitel hipofaring
e. Sindrom Plummer Vinson yaitu kumpulan dari gejala yang terdiri dari anemia
hipokrom mikrositer, atrofi papil lidah dan disfagia2

Kriteria diagnosis
Untuk menegakan diagnosis anemia defisiensi besi harus dilakukan anamnesis dan
pemeriksaan fisik serta pemeriksaan penunjang. Terdapat 3 tahapan untuk mendiagnosis anemia
defisiensi besi :

1. Tahapan pertama, menentukan adanya anemia dengan mengukur kadar hemoglobin


atau hematokrit
2. Tahapan kedua, memastikan adanya defisiensi besi
3. Tahapan ketiga, menentukan penyebab dari defisiensi besi yang terjadi
Pada anemia defisiensi besi indeks eritrosit MCV, MCH akan menurun, MCHC akan
menurun pada keadan yang berat, dan RDW (variasi ukuran eritrosit) akan meningkat. Gambaran
morfologi darah tepi ditemukan keadaan hipokrom mikrositik.

Kriteria diagnosis anemia defisiensi besi menurut WHO :

1. Kadar Hb kurang dari normal sesuai usianya


2. Konsentasi HB eritrosit rata-rata < 31% (N: 32%-35%)
3. Kadar Fe serum < 5 μg/dl (N: 80-180μg/dl).
4. Saturasi transferin < 15% (N: 20%-50%)
Dasar diagnosis anemia defisiensi besi menurut Cook dan Monsen :

1. Anemia hipokrom mikrositik


2. Saturasi transferin < 16%
3. Nilai FEP (free erythrocite porphyrin) 100 μg/dl
4. Kadar feritin serum < 12 μg/dl
Untuk diagnosis anemia defisiensi besi minimal 2 dari 3 kriteria harus terpenuhi.2

Tatalaksana

Pengobatan anemia defisiensi besi terdiri atas:

1. Terapi kausal : tergantung penyebab, misalnya ; pengobatan cacing tambang, pengobatan


hemoroid, pengobatan menoragia. Terapi kausal harus dilakukan kalau tidak maka
anemia akan kambuh kembali.
2. Pemberian preparat besi untuk mengganti kekurangan besi dalam tubuh (iron
replacemen theraphy).
a. Terapi besi per oral : merupakan obat piliham pertama (efektif, murah, dan aman).
Preparat yang tersedia : ferrosus sulphat (sulfas fenosus). Dosis anjuran 3 x 200
mg. Setiap 200 mg sulfas fenosus mengandung 66 mg besi elemental. Pemberian
sulfas fenosus 3 x 200 mg mengakibatkan absorpsi besi 50 mg/hari dapat
meningkatkan eritropoesis 2-3 kali normal.
Preparat yang lain : ferrosus gluconate, ferrosus fumarat, ferrosus lactate, dan
ferrosus succinate. Sediaan ini harganya lebih mahal, tetapi efektivitas dan efek
samping hampir sama dengan sulfas fenosus.
b. Terapi besi parenteral
Terapi ini sangat efektif tetapi efek samping lebih berbahaya, dan lebih mahal.
Indikasi :
. intoleransi terhadap pemberian oral
. kepatuhan terhadap berobat rendah
. gangguan pencernaan kolitis ulseratif yang dapat kambuh jika diberikan besi
. penyerapan besi terganggu, seperti misalnya pada gastrektomi
. keadaan dimana kehilangan darah yang banyak sehingga tidak cukup
dikompensasi oleh pemberian besi oral.
. Kebutuhan besi yang besar dalam waktu pendek, seperti pada kehamilan
trisemester tiga atau sebelum operasi.
. Defisiensi besi fungsional relatif akibat pemberian eritropoetin pada anemia
gagal ginjal kronik atau anemia akibat penyakit kronik.
Preparat yang tersedia : iron dextran complex (mengandung 50 mg besi/ml) iron
sorbitol citric acid complex dan yang terbaru adalah iron ferric gluconate dan iron
sucrose yang lebih aman. Besi parental dapat diberikan secara intrauskular dalam
atau intravena. Efek samping yang dapat timbul adalah reaksi anafilaksis, flebitis,
sakit kepala, flushing, mual, muntah, nyeri perut dan sinkop.
Terapi besi parental bertujuan untuk mengembalikan kadar hemoglobin dan
mengisi besi sebesar 500 sampai 1000 mg.
Dosis yang diberikan dapat dihitung melalui rumus berikut :
Dosis ini dapat diberikan sekaligus atau diberikan dalam beberapa kali
pemberian.
c. Pengobatan lain
. Diet : sebaiknya diberikan makanan bergizi dengan tinggi protein terutama yang
berasal dari protein hewani.
. Vitamin c : vitamin c diberikan 3 x 100 mg/hari untuk meningkatkan absorpsi
besi. Kebutuhan besi (mg) = (15-Hb sekarang) x BB x 2,4 + 500 atau 1000 mg21
. Transfusi darah : anemia defisiensi besi jarang memerlukan transfusi darah.
Indikasi pemberian transfusi darah pada anemia defisiensi besi adalah :
- Adanya penyakit jantung anemik dengan ancaman payah jantung.
- Anemia yang sangat simpomatik, misalnya anemia dengan gejala pusing yang
sangat menyolok. - Pasien memerlukan peningkatan kadar hemoglobin yang cepat
seperti pada kehamilan trisemester akhir atau preoperasi.
Respon terhadap terapi
Dalam pengobatan dengan preparat besi, seorang penderita dinyatakan
memberikan respon baik bila : Retikulosit naik pada minggu pertama, menjadi
normal setelah hari 10-14 diikuti kenaikan Hb 0,15 g/hari. Hemoglobin menjadi
normal setelah 4-10 minggu.
Jika respon terhadap terapi tidak baik, maka perlu dipikirkan :
1. Dosis besi kurang
2. Masih ada pendarahan cukup banyak
3. Pasien tidak patuh sehingga obat tidak diminum
4. Ada penyakit lain seperti misalnya penyakit kronik, peradangan menahun, atau
pada saat yang sama ada defisiensi asam folat.
5. Diagnosis defisiensi besi salah Jika dijumpai keadaan diatas maka, lakukan
evaluasi kembali dan ambil tindakan yang tepat.

Pencegahan

Pencegahan yang dapat dilakukan agar dapat menghindari terjadinya anemia defisiensi besi,
berupa :

a. Pendidikan kesehatan
- Kesehatan lingkungan : seperti penggunaan jamban dan penggunaan alas kaki yang
dapat menghindari terjadinya infeksi cacing tambang
- Penyuluhan gizi untuk mendorong konsumsi makanan yang membantu penyerapan
besi
b. Suplementasi besi sebagai profilaksis pada segmen penduduk yang rentan, seperti ibu
hamil dan balita.
c. Fortifikasi makanan dengan besi, yaitu mencampurkan makanan dengan besi.

d. konsumsi makanan yang banyak mengandung Zat besi

Makanan yang banyak mengandung zat besi seperti daging, kacang, sayur-sayuran
yang berwarna hijau dan lain-lain. zat besi juga sangat penting untuk wanita yang sedang
menstruasi, wanita hamil.

e. konsumsi makanan yang banyak mengandung Asam Folat

konsumsi makanan yang banyak mengandung Asam folat seperti pisang, sayuran hijau gelap,
jenis kacang-kacangan.

f. makanan yang mengandung Vitamin B 12. 


Bisa didapatkan dengan mengkonsumsi daging dan susu.

Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada penderita anemia defisiensi besi adalah adanya
peningkatan resiko terjadinya infeksi, kelainan jantung, pertumbuhan dan perkembangan yang
terlambat pada anak.4

Prognosis
Apabila pasien dengan anemia defisiensi besi dilakukan tatalaksana yang tepat maka
prognosis yang dihasilkan akan menjadi baik. Prognosis anemia defisiensi besi akan menjadi
buruk bisa diikuti dengan adanya neoplasia atau penyakit komorbid lainnya. Anemia defisiensi
besi kronis dapat menyebabkan hipoksia yang menyebabkan terjadinya gangguan pada bagian
paru dan jantung.4

Kesimpulan

Anemia defisiensi besi adalah anemia yang timbul akibat berkurangnya penyediaan besi untuk
eritropoesis, karena cadangan besi kosong (depleted iron store) yang pada akhirnya
mengakibatkan pembentukan hemoglobin berkurang. Prinsip pengobatan anemia defisiensi besi
adalah memperbaiki etiologi yang menjadi dasar terjadinya anemia (mengembalikan substrat
yang dibutuhkan dalam produksi eritrosit) dan meningkatkan Hemoglobin hingga angka 12 gr/dl.
Apabila terjadi anemia defisiensi besi maka segera obati dengan menggunakan preparat besi dan
dicari kausanya serta pengobatan terhadap kausa ini harus juga dilakukan. Dengan pengobatan
yang tepat dan adekuat maka anemia defisiensi besi ini dapat disembuhkan.
Daftar pustaka

1. Amalia A, Tjiptaningrum A. Diagnosis dan Tatalaksana Anemia Defisiensi Besi. Fakultas


Kedokteran Universitas Lampung. 2016;5(5):168.
2. Pradiyadnya M I, Mas Suryani I. Anemia Defisiensi Besi. Fakultas Kedokteran Universitas
Udayana. 2017;.
3. Reksodiputro H, Rudijanto A, Madjid A, et al. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Edisi
VI. Jakarta: Interna Publishing; 2015.
4. Hematologi Klinis Ringkas. 1st ed. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran; 2012.
5. Myint ZW, Oo TH, Thein KZ, Tun AM, Saeed H. Copper deficiency anemia: review article.
Ann Hematol 2018;97(9):h.1527-34

Anda mungkin juga menyukai