Anda di halaman 1dari 6

INTEGRASI ILMU DALAM KONSEP BERPIKIR

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Islam Dalam Disiplin Ilmu

Disusun Oleh :

Aida Nur Kholilah 1605015004


Astuti Alawiyah 1605015068
Yemima Irawanti 1605015110
Agnes Yohana Sondi 1605015181

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS ILMU ILMU KESEHATAN
UNIVERSTAS MUHAMMADIYAH PROF. DR. HAMKA
2019
INTEGRASI ILMU DALAM KONSEP BERPIKIR

A. Pendahuluan
Ilmu merupakan pengetahuan yang didapatkan melalui konsep berpikir.
Tujuan mempelajari ilmu adalah untuk mendapatkan pengetahuan agar dapat
mengatasi berbagai persoalan yang dihadapi dalam hidupnya di dunia. Al-Qur’an
memerintahkan manusia untuk mencari ilmu sebagaimana dikatakan dalam (QS.
Al-‘Alaq [96]: 1-5)“Bacalah dengan (menyebut)nama Tuhanmu yang Menciptakan.
Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah
yang Maha pemurah. Yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam. Dia
mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.”
Ayat tersebut juga membahas bagaimana proses manusia dalam mencari ilmu
dan mengembangkan ilmu pengetahuan. Sekarang ini banyak orang dalam proses
mencari ilmu dan mengembangkan ilmu pengetahuan tidak dilandaskan pada tauhid.
Mereka mencari ilmu pengetahuan berdasarkan paham sekulerisme. Sekularisme itu
sendiri adalah pembebasan antara agama dan ilmu pengetahuan. Sehingga banyak
terjadi penyimpangan ilmu pengetahuan, yang tidak berdasar pada Al-Qur’an dan As-
sunnah, contohnya adalah cloning. Islam memandang sekularisme sebagai paham
yang kontradiktif dengan ajaran Islam. Sebagai umat Islam sudah seharusnya kita
paham tentang konsep filsafat Islam yang yang menempatkan manusia pada posisi
yang seimbang antara ilmu dunia dan ketuhanan.
B. Konsep dan Metode Berpikir
Istilah dikotomi ilmu agama dan sains (ilmu umum) sampai saat ini masih
sering kita dengar. Ilmu agama Islam adalah ilmu yang berbasiskan wahyu, hadits
Nabi dan ijtihad para Ulama. Sedang sains adalah ilmu yang berbasiskan penalaran
manusia berdasarkan data yang empiris melalui penelitian. Itulah pola pikir dikotomi
ilmu kebanyakan umat Islam dewasa ini. Masih banyak umat Islam yang
memandang bahwa sains dan agama berdiri pada posisinya masing-masing, karena
bidang sains mengandalkan data secara empiris, sementara agama mengandalkan
dogma yang bersifat gaib dan tidak perlu didasarkan pada data empiris, melainkan
didasarkan kepada “iman” atau kepercayaan.1 Pada hakikatnya Islam bukan hanya
sekedar agama. Islam tidak hanya menyangkut urusan ritual. Islam juga berbicara
tentang ilmu pengetahuan dan fenomena-fenomena yang ada dalam kehidupan, dan
Islam juga mengajarkan tentang filsafat.
Filsafat berasal dari bahasa Yunani yaitu Philosophia. Philoo yaitu cinta dalam
arti yang luas. Sedangkan Sophia yaitu kebijakan, pengetahuan yang mendalam dan
ketrampilan. Jadi dapat disimpulkan filsafat adalah mencintai pengetahuan. Di
masyarakat filsafat sering dikaitkan dengan keinginan untuk memikirkan suatu
permasalahan secara lebih jauh dan mendalam, dan tidak terbatas pada tuntutan
lahiriah.2 Filsafat sering disebut sebagai Mother of Science atau sumber dari segala
pengetahuan. Karena filsafat mencakup berbagai ilmu pengetahuan seperti
metafisika, politik, seni, epistomologi, ontologi, dan berbagai cabang ilmu lainnya.
Hal ini berarti seluruh bidang ilmu pengetahuan dinaungi dan dibahas dalam sebuah
kerangka umum filsafat. Filsafat akan mengajak kita berpikir melihat fenomena-

1
Fathul Mufid. 2013. Integrasi Ilmu-ilmu Islam. Kudus : Equilibrium, Vol. 1. No. 1
2
Nur A. Fadhil Lubis. 2015. Pengantar Filsafat Umum. Medan : Perdana Publishing, hal. 3

2
fenomena kehidupan dengan sudut pandang yang kritis, rasional, radikal dan
sistematis. Kritis berarti tanggap terhadap persoalan yang berkembang, rasional
berarti masuk akal, radikal yang berarti sampai ke akar persoalan, dan sistematis
yang berarti saling berkaitan. Jadi dapat dikatakan bahwa filsafat adalah proses
kegiatan untuk memahami sesuatu secara kritis, rasional, radikal dan sistematis
untuk memperoleh pengetahuan.

C. Perbedaan Ontologi, Epistemologi, dan Aksiologi Ilmu

1. Ontologi
Kata Ontologi menurut bahasa berasal dari bahasa Yunani. Kata Ontologi
berasal dari kata “Ontos” yang berarti berada (yang ada). Menurut istilah,
Ontologi adalah ilmu hakekat yang menyelidiki alam nyata ini dan bagaimana
keadaan yang sebenarnya. Ontologi adalah bagian filsafat yang paling umum,
atau merupakan bagian dari Metafisika. Obyek telaah ontologi adalah yang ada
tidak terikat pada satu perwujudan tertentu, ontologi membahas tentang yang ada
secara universal, yaitu berusaha mencari inti yang dimuat setiap kenyataan yang
meliputi segala realitas dalam semua bentuknya. Hakekat obyek ilmu (ontologi)
terdiri dari objek materi yang terdiri dari jenis-jenis dan sifat-sifat ilmu
pengetahuan dan objek forma yang terdiri dari sudut pandang dari objek itu.
Dapat disimpulkan bahwa Ontologi adalah ilmu pengetahuan yang meneliti
segala sesuatu yang ada.3

2. Epistemologi
Kata Epistemologi berasal dari bahasa Yunani artinya knowledge yaitu
pengetahuan. Kata tersebut terdiri dari dua suku kata yaitu logia artinya
pengetahuan dan episteme artinya tentang pengetahuan. Dari pengertian etimologi
tersebut, maka dapatlah dikatakan bahwa epistemologi merupakan pengetahuan
tentang pengetahuan. Sedangkan menurut istilah, Epistemologi adalah ilmu yang
membahas secara mendalam segenap proses penyusunan pengetahuan yang
benar. Pengetahuan yang telah didapatkan dari aspek ontologi selanjutnya
digiring ke aspek epistemologi untuk diuji kebenarannya dalam kegiatan ilmiah.
Kajian epistemologi membahas tentang bagaimana proses mendapatkan ilmu
pengetahuan, hal-hal apakah yang harus diperhatikan agar mendapatkan
pengetahuan yang benar, apa yang disebut kebenaran dan apa kriterianya.
Epistemologi diawali dengan langkah-langkah : perumusan masalah, penyusunan
kerangka pikiran, perumusan hipotesis, dan penarikan kesimpulan. Jadi dapat
disimpulkan bahwa Epistemologi adalah ilmu yang membahas tentang teori.4

3. Aksiologi
Kata Aksiologi berasal dari kata “Axios” yang berarti “bermanfaat”. Kata
tersebut ditambah dengan kata “logos” berarti “ilmu pengetahuan, ajaran dan
teori”. Menurut istilah, Aksiologi adalah ilmu pengetahuan yang menyelidiki
hakikat nilai yang ditinjau dari sudut kefilsafatan. Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa Aksiologi adalah kajian tentang nilai ilmu pengetahuan. Jadi

3
Bahrum. 2013. Ontologi, Epistemologi, dan Aksiologi. Makasar : Sulesana, Vol. 8. No. 2
4
Ibid.

3
yang menjadi landasan dalam tataran aksiologi adalah untuk apa pengetahuan itu
digunakan? Bagaimana hubungan penggunaan ilmiah dengan moral etika?
Dalam perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, penemuan nuklir
dapat menimbulkan bencana perang, penemuan cara-cara licik ilmuan politik
dapat menimbulkan bencana bagi suatu bangsa, dan penemuan bayi tabung dapat
menimbulkan bancana bagi terancamnya perdaban perkawinan. Nilai kegunaan
ilmu tergantung dari manusia yang memanfaatkannya. Dalam Islam ilmu itu tidak
bebas nilai ia dilandasi oleh hukum normatif transendental. Nilai yang menjadi
dasar dalam penilaian baik buruknya segala sesuatu dapat dilihat dari nilai etika
(agama) dan estetika.5

D. Integrasi Tauhid Dalam Konsep Berpikir Yang Sistematis dan Komperhensif

Fondasi ajaran Islam itu bertumpu pada tauhid, Tauhid merupakan


kepercayaan atau keyakinan tentang Tuhan yang tunggal pada berbagai aspek dan
dimensinya. Dengan Tauhid, timbul pengakuan, bahwa Allah Maha Pencipta
segalanya. Hal ini mengimplikasikan suatu pandangan hidup bahwa eksistensi alam
semesta hanya berinti pada Tuhan.6 Tauhid memiliki fungsi sebagai prinsip utama
dalam epistemologi, di antaranya adalah; Tauhid Sebagai Prinsip Pertama Metafisika.
Bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah berarti berpendapat bahwa Dia Pencipta
Yang mewujudkan segalanya. Dialah sebab utama setiap kejadian, dan tujuan akhir
segala yang ada, bahwa Dialah yang Pertama dan Terakhir.7
Al-Qur’an merupakan pusat gagasan mengenai wujud Ilahiah yang Esa,
Mutlak, Transenden, Pencipta, dan Penyebab Penilai segalanya. Maka Relevansinya
dengan ciptaan dikelilingi prinsip-prinsip metodologis yang mengatur tanggapan
manusia terhadap Tuhan, salah satunya adalah rasionalisme atau penundukan segenap
pengetahuan, termasuk pengetahuan agama terhadap ketentuan akal, penolakan mitos,
paradoks, sikap-sikap yang sangat bertentangan, persetujuan tanpa protes terhadap
hujah dan bukti, keterbukaan terhadap bukti baru dan kesiapan mengubah
pengeatahuan dan sikap berdasarkan tuntutan bukti baru.8 Hal yang menarik untuk
ditelaah sebagai konsekuensi logis dari ajaran tauhid ialah perkembangan sains dan
teknologi, Peran tauhid dalam perkembangan sains dan teknologi pada dasarnya
adalah menjadikan aqidah tauhid sebagai paradigma ilmu pengetahuan. Ilmu
pengetahuan yang sesuai dengan tauhid dapat diterima dan diamalkan, sedangkan
yang bertentangan, wajib ditolak dan tidak boleh diamalkan.9
Dalam konsep berpikir, Tauhid dan ilmu pengetahuan sama sekali tidak
terpisah baik secara ontologis (berkaitan dengan pengertian atau hakikat sesuatu hal),
epistemologis (berkaitan dengan cara memperoleh pengetahuan), dan aksiologis
(berkaitan dengan cara menerapkan pengetahuan). Sains sebagai himpunan
pengetahuan manusia tentang alam yang diperoleh sebagai konsensus para pakar pada
penyimpulan secara rasional mengenai hasil-hasil analisis yang kritis terhadap data-
data pengukuran yang diperoleh dari observasi pada gejala alam. Melalui proses
pengkajian yang dapat diterima oleh akal, sains disusun atas dasar intizhar pada
gejala-gejala alamiah yang dapat diperiksa berulang-ulang atau dapat diteliti ulang
5
Ibid.
6
Audah mannan. 2018. Transformasi Nilai-nilai Tauhid Dalam Perkembangan Sains dan Teknologi. UIN Alauddin
Makasar. Vol. IV, No.2. hal. 253
7
Firda Inayah. 2018. Tauhid Sebagai Prinsip Ilmu Pengetahuan (Studi Analisis Ismail Raji al Faruqi). Vol. 2, No. 1 hal. 111
8
Ibid. hal 107-108
9
Audah mannan. 2018. Transformasi Nilai-nilai Tauhid Dalam Perkembangan Sains dan Teknologi. UIN Alauddin
Makasar. Vol. IV, No.2. hal. 254

4
oleh orang lain dalam eksperimen laboratorium. Kata intizhar (nazhara) dapat berarti
mengumpulkan pengetahuan melalui pengamatan dan pengumpulan data pada alam
sekitar kita, baik yang hidup maupun yang tak bernyawa. Karakteristik Islam sebagai
satu-satunya agama yang benar dan sempurna ialah dengan memberikan dorongan
yang positif terhadap manusia untuk menggunakan akal dan sains untuk meneliti dan
menghayati kebenaran nilai-nilai ajaran Islam. Dalam perspektif Islam, pengertian
obyektifitas yang difahami dengan sifat-sifat tidak berpihak dan apa adanya diwilayah
pengetahuan, tidak dipisahkan dari kesadaran religius tauhid. Agama bukan
penghalang untuk merealisasikan obyektifitas pengetahuan, justru merupakan syarat
bagi sains, tidak terkecuali ilmu-ilmu keislaman.10
Konsep berpikir yang terintegrasikan Tauhid tidak terlepas dari Paradigma
Islam, yaitu paradigma yang memandang bahwa agama adalah dasar dan pengatur
kehidupan. Aqidah tauhid menjadi basis dari segala ilmu pengetahuan. Aqidah tauhid
yang terwujud dalam apa-apa yang ada dalam Alqur`an dan al-Hadits menjadi
qa’idah fikriyah (landasan pemikiran), yaitu suatu asas yang di atasnya dibangun
seluruh bangunan pemikiran dan ilmu pengetahuan manusia.11 Banyak filosof dan
ilmuan Muslim berkeyakinan bahwa dalam tindakan berfikir dan mengetahui, akal
manusia mendapatkan pencerahan dari akal ilahi. Sains dalam formuasi Tauhid yang
sedemikian rupa itu menegaskan satu hal, bahwa pegetahuan, filsafat dan berbagai hal
yang terkait dengan semua itu sesungguhnya berada di wilayah Ketuhanan. Manusia
tidak akan mampu menguasai semua itu jika tidak ada kehendak untuk masuk ke
dalam wilayah Ketuhanan. Dan hanya Tauhid, manusia mampu menyentuh, mengetuk
serta masuk ke dalam wilayah ketuhanan yang didalamnya terdapat khazanah ilmu
yang tak terbatas.12

E. PENUTUP

Dari uraian diatas dapat dipahami bahwa Filsafat sebagai Mother of


Science atau sumber dari segala pengetahuan. Hal ini berarti seluruh bidang ilmu
pengetahuan dinaungi dan dibahas dalam sebuah kerangka umum filsafat. Filsafat
akan mengajak kita berpikir melihat fenomena-fenomena kehidupan dengan sudut
pandang yang kritis, rasional, radikal dan sistematis. Filsafat terdiri atas tiga cabang
besar yang merupakan satu kesatuan yang membentuk kerangka berpikir yaitu,
ontologis (berkaitan dengan pengertian atau hakikat sesuatu hal), epistemologis
(berkaitan dengan cara memperoleh pengetahuan), dan aksiologis (berkaitan dengan
cara menerapkan pengetahuan). Konsep berpikir yang terintegrasikan Tauhid tidak
terlepas dari Paradigma Islam yang memandang bahwa agama adalah dasar dan
pengatur kehidupan. Aqidah tauhid menjadi basis dari segala ilmu pengetahuan yang
terwujud dalam apa-apa yang ada dalam Alqur`an dan al-Hadits menjadi qa’idah
fikriyah (landasan pemikiran), yaitu suatu asas yang di atasnya dibangun seluruh
bangunan pemikiran dan ilmu pengetahuan manusia.

10
Ibid. hal 256
11
Ibid. hal 259
12
Ibid. hal 262-263

5
DAFTAR PUSAKA

Buku :
Fadhil Lubis, Nur A. 2015. Pengantar Filsafat Umum. Medan : Perdana
Publishing
Jurnal :
Bahrum. 2013. Ontologi, Epistemologi, dan Aksiologi. Makasar : Sulesana, Vol.
8. No. 2
Inayah, Firda. 2018. Tauhid Sebagai Prinsip Ilmu Pengetahuan (Studi Analisis
Ismail Raji al Faruqi). Vol. 2, No. 1
Mannan, Audah. 2018. Transformasi Nilai-nilai Tauhid Dalam Perkembangan
Sains dan Teknologi. UIN Alauddin Makasar. Vol. IV, No.2.
Mufid, Fathul. 2013. Integrasi Ilmu-ilmu Islam. Kudus : Equilibrium, Vol. 1.
No. 1

Anda mungkin juga menyukai