Anda di halaman 1dari 29

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Post partum adalah masa setelah 6 minggu persalinan yang sering disebut

dengan masa nifas atau masa memelukan pulihnya alat kandungan (reproduksi)

seperti sebelum hamil. Atau post partum adalah masa setelah 6 minggu sejak

janin telah dilahirkan sampai reproduksi kembali seperti sebelum hamil. (Bobak,

2010).

Sectio Caesarea atau bedah sesar adalah suatu tindakan operasi yang bertujuan

untuk mengeluarkan bayi melalui penyapan pada dinding perut dan dinding

rahim dengan syarat rahim dalam keadaan utuh atau tanpa adanya kekurangan

serta berat janin diatas 500 gram (Wiknjosastro, 2015). Indikasi medis

dilakukannya operasi sectio caesarea ada dua faktor yang menyebakan harus

dlakukannya operasi yaitu faktor janin dan faktor ibu. Faktor dari janin meliputi

: bayi terlalu besar, kelainan letak janin, ancaman gawat janin, janin abnormal,

faktor plasenta, kelainan tali pusat dan bayi kembar. Sedangkan faktor ibu terdiri

atas usia, jumlah anak yang dilahirkan, keadaan panggul, penghambat jalan

lahir, kelainan kontraksi lahir, ketuban pecah dini (KPD), dan pre eklampsia

(Hutabalian, 2011).

Ketuban pecah dini adalah pecahnya atau rupturnya selaput amnion sebelum

dimulainya persalinan yang sebenarnya atau pecahnya selaput amnion sebelum

usia kehamilannya mencari 37 minggu atau tanpa kontraksi. Dalam keadaan

normal 8-10 % perempuan hamil aterm akan mengalami ketuban pecah dini,

ketuban pecah dini premature terjadi pada 1% kehamilan (Prawirihardjo, 2008).

Menurut World Health Organization (WHO), standar rata-rata dilakukannya

tindakan Sectio Caesarea di sebuah Negara adalah sekitar 5-15% per 1000

kelahiran di dunia. Rumah Sakit pemerintah kira-kira 11% sedangkan Rumah

Sakit swasta bisa lebih dari 30% (Gibbons, 2014). Peningkatan persalinan

dengan Sectio Caesarea di seluruh Negara selama tahun 2007-2008 yaitu 110.000

per kelahiran di seluruh Asia (Kounteya, 2010). Karena beberapa komplikasi

saat melahirkan dapat menyebabkan tingginya angka kematian pada ibu. Dengan
kata lain 1.400 ibu yang meninggal lebih dari satu tahun karena kehamilan

berkisar 50.000 ibu yang meninggal pada saat persalinan dan nifas.

Bedasarkan rekam medik Ruang Rawat Inap Kebidananan RSUD Dr. Ahcmad

Mochtar Bukittinggi jumlah pasien post partum dari bulan Januari sampai Juni

2019 ditemukan sebanyak 357 orang. Dan dilihat dari operasi Sectio Ceasarea

khususnya atas indikasi Ketuban Pecah Dini dari bulan Januari sampai Juni 2019

ditemukan sebanyak 24 orang.

Kemudian dilihat dari proses fisiologis penyembuhan luka melalui empat

tahapan, yaitu fase hemostasis, fase inflammatory, fase proliferatif dan fase

remodeling jaringan. Selain empat fase penyembuhan luka tersebut, terdapat dua

faktor yang mempengaruhi proses pulihnya luka operasi, yaitu faktor lokal dan

faktor sistemik. Adapun untuk factor lokal penyembuhan luka, yaitu oksigenasi,

infeksi, benda asing dan venous sufficiency. Sedangkan faktor sistemik, yaitu

usia, jenis kelamin, hormone kelamin, stress, iskemia, adanya suatu penyakitmisalnya diabetes,
obesitas, obat-obatan misalnya seperti glukokortikoid steroid,

alkoholisme, merokok, kondisi immunocompromised dan nutrisi (Guo &

Dipietro, 2010). Jika kadar oksigen dalam tubuh tidak adekuat, maka proses

pulihnya luka operasi akan kurang efektif karena tubuh mengalami penurunan

kapasitas oksigen yang diangkut oleh darah dan tidak bisa untuk membuat selsel tubuh yang baru.
Kadar hemoglobin normal ibu hamil sebesar >11 g/dl. Pada

saat post partum, kadar hemoglobin minimal sebesar 10 g/dl. Jika kadar

hemoglobin kecil dari jumlah tersebut, maka akan menimbulkan kondisi

hemodilusi, yaitu suatu kondisi dimana darah mengalami pengenceran sehingga

akan mengganggu sirkulasi oksigen yang disebabkan oleh uapan pada kondisi

tubuh yang meningkat serta hemoglobin yang rendah (Dharma, 2013).

Kadar hemoglobin dan oksigen dalam tubuh mempunyai peran terpenting dalam

sistem sirkulasi atau peredaran dalam tubuh. Jika kadar hemoglobin dan oksigen

turun pada saat pembedahan, maka jaringan kulit tidak akan segera menyatu

akibat adanya luka pembedahan karena suplai darah ke jaringan berkurang.

Pulihnya luka Sectio Caesarea sangat dipengaruhi oleh suplai oksigen dan

nutrisi di dalam yang dapat dilihat melalui pemeriksaan kadar hemoglobin ibu

post Sectio Caesarea dengan kadar hemoglobin rendah dapat mempengaruhi


proses pulihnya luka operasi Sectio Caesarea (Wiknjosastro, 2016). Pulihnya

luka sangat perlu untuk diperhatikan karena banyaknya angka persalinan Sectio

Caesarea. Karena terdapat beberapa faktor penyembuhan luka salah satunya

adalah oksigenasi yang berhubungan dengan kadar hemoglobin tubuh. Jadi bedasarkan penjelasan
di atas maka penulis tertarik melakukan asuhan

keperawatan denga judul “Asuhan Keperawatan pada Ny. M Dengan P1A0H1

Post Sectio Caesarea Hari Ke 4 atas Indikasi Ketuban Pecah Dini 12 Jam di

Ruang Rawat Inap

BAB II

TINJAUAN TEORITIS

2.1 Konsep Post Partum

2.1.1 Definisi Post Partum

Post partum adalah masa setelah 6 minggu persalinan yang sering

disebut dengan masa nifas atau masa memelukan pulihnya alat

kandungan (reproduksi) seperti sebelum hamil. Atau post partum adalah

masa setelah 6 minggu sejak janin telah dilahirkan sampai organ

reproduksi kembali seperti sebelum hamil. (Bobak, 2010).

Post partum (purperium) adalah masa yang berlangsung selama kira-kira

6 minggu atau masa setelah plasenta lahir dan berakhir ketika alat-alat

kandungan (sistem reproduksi) kembali seperti keadaan sebelum hamil.

(Abdul Bari. S, dkk, 2002:115). Post partum (Purperium) adalah kembali organ reproduksi seperti

keadaan sebelum hamil yang dimulai setelah plasenta lahir. (Eny Retna

Ambarwati 2009:1).

Post partum adalah keadaan yang berlangsung selama 6 minggu atau 42

hari yang di perlukan untuk pulihnya organ reproduksi untuk kembali

seperti semula sebelum hamil. Involusi uterus dan proses laktasi adalah

dua kejadian yang di jumpai penting dari purperium. (Mac Donald, Gant,

Cunningham, 1995:281).

Post partum adalah masa setelah melahirkan yang diperlukan untuk

pulihnya kembali alat kandungan dan organ reproduksi yang lamanya 6


minggu atau masa setelah melahirkan dapat juga disebut masa nifas

(puerperium). Post partum adalah kembalinya organ-organ reproduksi ke

keadaan semula seperti sebelum hamil yaitu masa 6 minggu sejak bayi

dilahirkan. (Bobak,2010).

Jika wanita berada dalam masa aterm, tidak terjadi komplikasi, terdapat

satu janin presentasi puncak kepala dan persalinana selesai dalam 24 jam

maka partus di anggap spontan atau normal. (Bobak, 2005).

Partus spontan adalah proses keluarnya janin dengan ketentuan ibu atau

tanpa anjuran dari obat-obatan yang terjadi pada kehamilan cukup bulan

atau sesuai taksiran persalinan. (Prawiroharjo, 2000). Beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan
bahwa post partum adalah

suatu masa untuk pulihnya organ-organ reproduksi seperti semula yaitu

sebelum hamil atau prahamil dan pada masa itu maka akan ditemukan

involusi uterus dan proses laktasi.

Ruptur perineum adalah adanya robekan yang terjadi pada perineum

setelah melahirkan. Masa ini berlangsung selama 6 minggu atau 42 hari.

(Mohtar, 1998).

2.1.2 Anatomi danFisiologi

Menurut (Wiknjosastro, 2005) anatomi fisiologi sistem reproduksi

wanita :

Pembungkus atau penutup vulva disebut dengan genitalia eksterna yang

sering dinamakan vulva terdiri dari :

1. Mons Pubis

Di atas simpisis pubis terletak yang merupakan seperti jaringan lunak

seperti adanya lemak-lemak.

2. Labia Mayora

Lilipatan kulit dengan adanya jaringan seperti lemak yang

berlanjut ke bawah sebagai perluasan dari mons pubis dan

menyatu menjadi perinium yang terdiri dari 2 buah lipatan.

3. Labia Minora

Kulit yang terletak di sebelah dalam labia mayora, labia minora


tidak ada memiliki lemak subkutan yang merupakan 2 buah lipatan

tipis.

4. Klitoris

Merupakan salah satu adanya seperti tonjolan kecil jaringan pada titik

labia minora di sebelah anterior.

5. Vestibulum

Adalah suatu rongga yang di ada disekitarnya labia minora.

6. Perinium

Di sebelah posterioranus ditemukan struktur ini membentang dari

fourchette titik temu labia minora.

Vagina

Dari belakang vulva hingga uterus merupakan saluran fibromuskuler

elastis yang membentang ke atas. 7,5 cm dan dinding posteriornya

9 cm merupakan panjang dinding anterior vagina.

Fungsi vagina :

a. Lintasan bagi spermatozoa

b. Saluran keluarnya dan tempat proses pembuahan lainnya saat

melahirkan

c. Tempat saluran keluarnya darah haid

8. Uterus

Berbentuk seperti buah advokat, sebesar telur ayam. Terdiri dari

fundus uteri, korpus uteri dan serviks uteri. Sebagai tempat janin

berkembang merupakan bagian uterus terbesar dari korpus uteri.

Uterus terdiri dari :

a. Fundus uteri

b. Korpus uteri

Fungsi uterus adalah :

a. Untuk menanamkan diri harus menyediakan tempat yang sesuai

bagi ovum yang sudah di buahi.

b. Salah satu tanda pertama untuk kehamilan jika korpus luteum

tidak berdegenerasi, yaitu jika korpus luteum dipertahankan


oleh kehamilan, maka estrogen akan terus di produksi

sehingga kadarnya tetap berada di atas nilai ambang

perdarahan haid dan amenorea. Dapat melindungi dan memberikan nutrisi pada embrio atau janin

sampai matur.

d. Pada saat persalinan dapat membantu untuk keluarnya bayidi

dalam kandungan dan plasenta.

e. Dapat mengurangi adanya perdarahan dari tempat perlekatan

plasenta melalui kontraksi organ otot pada perut.

9. Tuba Fallopi

Berada pada uterus dan melekat dari kornu uteri ke arah dinding

lateral pelvis yang disebut juga dengan oviduct.

10. Ovarium

Merupakan kelenjar kelamin. Disetiap bagian berada di dalam

kavum abdomen di belakang ligamentum latum dibagian ujung

fibria tuba falopi terdapat 2 buah masing-masing. Untuk produksi

hormon dan ovulasi adalah fungsi ovarium.

2.1.3 Etiologi Post Partum

Beberapa teori dipenagaruhi dengan faktor hormonal, struktur rahim,

sirkulasi rahim, adanya tekanan pada saraf dan nutrisi. Namun penyebab

persalinan belum pasti diketahui. (Hafifah, 2011).

1. Teori Penurunan Hormon

1-2 minggu sebelum partus mulai, terjadi penurunan hormone

progesterone dan estrogen. Sebagai penenang otot-otot polos rahim

dan akan menyebabkan adanya pengaruh pada pembuluh darahsehingga dapat menimbulkan
kontraksi atau rasa sakit bila

progesterone turun adalah fungsi dari progesterone.

2. Teori Placenta Menjadi Tua

Kontraksi rahim menimbulkan jika menurunnya kadar hormone

estrogen dan progesterone yang dapat pengaruh pada pembuluh

darah di dalam tubuh yang dapat menyebabkan terjadi kejang.

3. Teori Distensi Rahim


Tengganggunya sirkulasi utero-plasenta disebatkan oleh rahim yang

membesar dan merenggang menyebabkan kontraksi pada otot-otot di

rahim.

4. Teori Iritasi Mekanik

Di bagian belakang servik terlihat ganglion servikale (fleksus

franterrhauss). Kontraksi uterus akan timbul bila ganglion ini

berpindah dan adanya penekanan oleh kepala janin.

5. Induksi Partus

Dapat pula ditimbulkan dengan jalan gagang laminaria yang

dimasukan dalam kanalis servikalis dengan oksitosin drip, yaitu

pemberian oksitosin menurut tetesan perinfus dengan tujuan

merangsang pleksus frankenhauser, amniotomi pemecahan ketuban).

2.1.4 Manifestasi Klinis Post Partum

Menurut Bobak, 2005 Perubahan Fisik Post Partum :

1) Involusi Uterus

Adalah keadaan mencapai seperti kembalinya organ reproduksi

seperti semula atau seperti sebelum hamil atau pulihnaya uterus dan

jalan lahir setelah bayi dilahirkan. Setelah plasenta lahir, uterus

merupakan alat yang keras, karena adanya penekanan yang bisa

menimbulkan rasa sakit atau mual yang disebut after pain post

partum terjadi pada hari ke 2-3 hari.

2) Kontraksi Uterus

Intensistas kontraksi uterus naik sesudah melahirkan yang digunakan

untuk mengurangi volume cairan intra uteri. Perdarahan plasenta

lahir dapat berhenti setelah 1-2 jam post partum,rasa sakit menurun

stabil secara teratur, kontraksi uterus menjepit pembuluh darah pada

uteri.

3) After Pain

Sampai hari ke-3 normal terjadi, karena pengaruh kontraksi

uterus. Adanya bekas dari sisa-sisa plasenta pada cavum uteri, dan

bekuan darah (stoll cell) dalam cavum uteri after pain akan
meningkat.

4) Endometrium

Pada bagian atas setelah 2-3 hari tampak bahwa ada di bagian atas

dari stratum sponglosum yang tinggal menjadi nekrosis keluar dari

lochea, maka terjadi lepasnya plasenta dan selaput janin dari dindingrahim terjadi pada stratum
spunglosum. Epitelisasi endometrium

siap dalam 10 hari, dan setelah 8 minggu endometrium tumbuh

kembali. Epitelisasi tempat plasenta +3 minggu tidak ada tumbuhnya

jaringan pada parut, tetapi endometrium baru, tumbuh di bawah

permukaan dari pinggir-pinggir luka operasi.

5) Ovarium

Selama kehamilan tidak ada terjadinya pembuahan dan pematangan

sel telur. Pematangan sel telur, ovulasi tidak dibuahi terjadi

mentruasi, ibu menyusui mentruasinya terlambat karena pengaruh

hormon prolaktin terjadi pada masa nifas.

6) Lochea

Adalah berupa cairan yang dikeluarkan setelah melahirkan, sifat

lochea alkalis sehingga memudahkan kuman penyakit untuk dapat

berkembang biak. Jumlah lebih banyak, berlendir dan berbau amis.

Lochea dibagi dalam beberapa jenis :

a) Lochea Rubra

Berwarna merah, berisi lapisan decidua, sisa-sisa chorion, liguor

amni, rambut lanugo, verniks caseosa sel darah merah terjadi

pada hari 1-2.

b) Lochea Sanguinolenta

Warna merah kecoklatan bercampur lendir, banyak serum

selaput lendir, leukosit, dan kuman penyakit yang mati terjadi

pada hari ke 3-7)

C) Lochea Serosa

Berwarna agak kuning cair dan tidak berdarah lagi. Terjadi pada

hari ke 7-10 atau setelah satu minggu.


d) Lochea Alba

Berwarna putih jernih, berisi selaput lendir, mengandung

leukosit, sel epitel, mukosa serviks dan kuman penyakit yang

telah mati. Terjadi setelah 2 minggu.

7) Serviks dan Vagina

Pada beberapa hari setelah persalinan dan pinggirnya tidak rata

(retak-retak) terjadi osteum externum dapat dilalui oleh 2 jari. Pada

akhir minggu pertama hanya dapat dilalui oleh 1 jari saja. Pada

minggu ke-3 post partum dan tonus otot kembali seperti biasa untuk

mencapai ukuran normal vagina saat persalinan sangat diregang.

8) Perubahan pada Dinding Abdomen

Diregang begitu lama karena Hari pertama post partum dinding perut

melipat dan longgar. (Pelebaran otot rectus atau perut) akibat janin

yang terlalu besar atau bayi kembar terjadi setelah 2-3 minggu atau

dastosis recti abdominalis (pelebaran otot rectus atau perut) akibat

janin yang terlalu besar terdapat melipat striae dinding perut akan

kembali kuat.

9) Perubahan Sistem Kardiovaskuler

Eksresi cairan extra vasculer dan selama partus Volume darah

tergantung pada jumlah kehilangan darah. Cardiac output kembali

normal atau setelah partus curah jantung

) Perubahan Sistem Urinaria

Oedema dan hiperemi memperlihatkan dinding kandung kemih,

fungsi ginjal normal karena desakan pada waktu janin

dilahirkan. Terjadi retensi urin sehingga menimbulkan obstruksi dari

uretra kadang oedema trigonum. Refleks miksi menurun

menyebabkan pengaruh laserasi episiotomy.

11) Perubahan Sistem Gastro Intestina

Kekakuan perineum karena luka jahirtan setelah melahirkan dan

karena adanya perasaan jahitan lepas menyebabkan terjadinya

gangguan rangsangan BAB atau konstipasi 2-3 hari post partum.


12) Perubahan Pada Mammae

Hari pertama mammae akan menguluarkan cairan kolostrum dan

mammae akan membengkak dan menjadio tegang. Dan pada hari

ketiga produksi ASI sudah ada dan lancar.

13) Laktasi

Pada hari pertamadan kedua keadaan payudara sama seperti saat

dalam keadaan hamil. Memijat areola mammae pada buah dada

dapat mengeluarkan ASI yang mengandung susu melainkan

kolostrum. Bayi yang lahir sehat dianjurkan kalau tidak ada kontra

indikasi. Kolostrum yaitu cairan pekat dengan berat jenis 1.030-

1.035 reaksi alkalis dan mengandungprotein yang tinggi untuk si

bayi dan juga euglobin yang mengandung antibodi.

) Temperatur

Suhu pada post partum dapat mencapai 38°C dan normal kembali

dalam 24 jam bayi dilahirkan. Hilangnya cairan melalui vagina

ataupun keringat dan infeksi yang disebabkan terkontaminasinya

vagina dapat menyebabkan terjadinya kenaikan suhu.

15) Nadi

Biasanya nadi akan turun pada masa, penurunan ini akibat dari

bertambahnya jumlah darah kembali pada sirkulasi lepasnya

placenta. Bertambahnya volume dan tekana darah kompensasi dari

jantung dan akan normal pada akhir minggu pertama.

16) Tekanan Darah

Tanda-tanda suatu keadaan yang harus diperhatikan secara serius

adalah keadaan dimana tensi dengan sistole 140 dan diastole 90

mmHg.

17) Hormon

Dalam 24 hari hormon kehamilan mulai tidak ada dalam urine,

setelah 1 minggu hormon kehamilan juga akan mengalami

perubahan seperti penurunan sedangkan pada proses laktasi prolaktin

akan meningkat.
2.1.5 Tahapan Post Partum

Menurut Eny Retna Ambarwati (2009:3), tahapan post partum dibagi

menjadi tiga tahap yaitu :

1. Purperium Dini

Kepulihan dimana ibu telah di perbolehkan untuk banyak bergerak

atau beraktivitas seprti berdiri dan berjalan-jalan. Setelah 40 hari di

dalam Agama Islam dianggap telah bersih dan boleh melakukan

hubungan suami istri apabila.

2. Purperium Intermedial

Purperium intermedial yang terjadi pada 6-8 minggu, yaitu kepulihan

keseluran organ-organ pada genetalia.

3. Remote Purperium

Remote purperium adalah waktu yang diperlukan bisa kembali

seperti semula yaitu bisa berminggu-minggu, bulanan bahkan

tahunan terutama bila saat hamil atau melahirkan ada masalah

tertentu pada ibu.

2.1.6 Patofisiologi Post Partum

Dalam masa ini semua organ-organ kandungan akan pulih dan akan

beransur-ansur kembali seperti seperti keadaan sebelum hamil. Involusi

merupakan perubahan organ pada genetalia secar keseluruhan.

Disamping perubahan tersebut akan ttimbul laktasi yang terakhir ini

karena pengaruh hormon laktogen dari kelenjar hipofisis terhadap

kelenjar-kelenjar pada mamae. Otot-otot uterus akan berkontraksi setelahpost partum, pembuluh
darah yang ada antara nyaman atau tidak dan

otot-otot uretus akan terjepit. Setelah plasenta lahir proses ini akan bisa

terjadi berhentinya pendarahan. Post partum berbentuk corong dan

sedikit terbuka, korpus uteri terbentuk sejenis cincin adalah berubah

yang terdapat pada serviks.

Timbulnya trombosis, degenerasi dan nekrosis ditempat implantasi

plasenta pada hari pertama endometrium yang kira-kira setebal 2-5 mm

itu ada berbentuk permukaan kasar akibat pelepasan desidua dan selaput
janin regenerasi endometrium terjadi dari lebihan dari sel desidua basalis

yang memakai waktu 2 sampai 3 minggu adalah perubahan bentuk yang

terdapat pada endometrium. Ligamen-ligamen dan diafragma pelvis serta

fasia yang merenggang sewaktu kehamilan dan pertus setelah janin lahir

berangsur-angsur kembali seperti semula. (Eny Retna Ambarwati

(2009:3).

2.1.7 Komplikasi Post Partum

a. Klien Post Partum Komplikasi Perdarahan

Perdarahan post partum adalah perdarahan pada kala akhir lebih dari

500-600 cc dalam 24 jam setelah bayi dan plasenta keluar (Hafifah,

2011). Perdarahan Post partum diklasifikasikan menjadi 2, yaitu

1) Early Postpartum yaitu terjadi pada 24 jam pertama setelah bayi

lahir

2) Late Postpartum yaitu terjadi lebih dari 24 jam pertama setelah

bayi lahirTiga hal yang harus diperhatikan dalam menolong persalinan dengan

komplikasi perdarahan post partum yaitu :

1) Dapat menghentikan perdarahan

2) Dapat mencegah timbulnya syok

3) Dapat mengganti darah yang hilang setelah persalinan

Penyebab umum perdarahan post partum adalah :

1) Atonia uteri

2) Retensi plasenta

3) Sisa plasenta dan selaput pada ketuban

a. Pelekatan yang tidak normal (plasaenta akreta dan perkreta)

b. Tidak ada gangguan pada perlekatan (plasenta seccenturia)

4) Trauma jalan lahir

a. Episiotomi yang lebar

b. Lacerasi perineum, vagina, serviks, forniks dan Rahim

5) Rupture uteri

6) Penyakit darah

Kelainan adanya gumpalan atau pembekuan pada darah


misalnya seperti afibrinogenemia atau hipofibrinogenemia

b. Klien Post Partum Komplikasi Infeksi

Berkembangbiaknya mikroorganisme dalam tubuh manusia yang

dapat mengakibatkan terjadinya infeksi di dalam tubuh. (Zulkarnain

Iskandar, 2009). Infeksi pascapartum (sepsis puerperal atau demam

setelah melahirkan) yang terjadi dalam 28 hari setelah abortus atau

persalinan yaitu infeksi klinis pada saluran genital (Bobak, 2004) Kuman sangat mudah masuk pada
saat berlangsungnya proses

persalinan sehingga menyebabkan terjadinya infeksi. Saat persalinan

belum berlangsung sehingga menjadi jembatan masuknya kuman

dalam tubuh lewat rahim sehingga menimbulkan ketuban pecah.

Jalan masuk lainnya adalah dari petugas kesehatan yang membantu

proses persalinan dan juga dari alat-alat tidak steril yang digunakan

pada saat proses persalinan.

Kuman-kuman yang sering menyebabkan terjadinya infeksi antara

lain adalah :

1) Streptococcus haemoliticus anaerobic

Infeksi ini biasanya ditularkan melalui tangan penolong

persalinan bahkan ada yang berasal dari orang lain sehingga dapat

menyebabkan infeksi berat.

2) Staphylococcus aureus

Kuman ini biasanya menyebabkan infeksi terbatas, dan infeksi ini

biasanya ditemkan di rumah sakit dan di dalam tenggorokan

orang yang tampak sehat, walaupun kadang-kadang menjadi

sebab infeksi umum.

3) Escherichia Coli

Kuman ini biasanya berasal dari kandung kemih dan rektum yang

menyebabkan infeksi terbatas pada perineum, vulva, dan

endometriurn.

4) Clostridium Welchii

Kuman ini bersifat jarang ditemukan namun kuman ini tidak


sangat berbahaya, biasanya kuman ini berasal dari partus yang

ditong oleh dukun atau dari luar rumah sakit.

c. Klien Post Partum Komplikasi Penyakit Blues

Dalam minggu pertama setelah proses melahirkan yaitu pada fase

taking in dengan post partum blues disebut maternity blues atau baby

blues dimengerti sebagai suatu sindroma gangguan afek ringan yang

sering tampak cenderung akan memburuk pada hari ketiga sampai

kelima dan berlangsung dalam rentang waktu 14 hari atau dua

minggu pasca persalinan. Baby blues adalah kondisi yang tidak

nyaman yang dirasakan oleh seorang (kesedihan atau kemurungan)

gangguan pada suasana hati yang tidak tenang setelah proses

melahirkan, yang berkaitan dengan hubungannya dengan si bayi, atau

pun dengan dirinya sendiri. Etiologi atau penyebab pasti terjadinya

postpartum blues sampai saat ini belum diketahui (Bobak, 2005).

Namun, banyak faktor yang diduga berperan terhadap terjadinya

postpartum blues, antara lain :

1. Faktor hormonal yang berhubungan dengan perubahan kadar

estrogen, progesteron, prolaktin dan estradiol. Suatu enzim otak

yang bekerja menginaktifasi noradrenalin dan serotonin yang

berperan dalam perubahan mood dan kejadian depresi terjadi

akibat penurunan kadar estrogen setelah melahirkan sangat

berpengaruh pada gangguan emosional pascapartum karenaestrogen memiliki efek supresi aktifitas
enzim monoamine

oksidase.

2. Faktor demografi yaitu umur.

3. Pengalaman yang pernah dilaluinya pada saat kehamilan dan

persalinan.

4. Latar belakang psikososial ibu, seperti keadekuatan dukungan

sosial dari lingkungannya (suami, keluarga dan teman), tingkat

pendidikan, status perkawinan, kehamilan yang tidak diinginkan,

riwayat gangguan kejiwaan sebelumnya dan sosial ekonomi.


5. Takut kecewa dan kehilangan bayinya.

2.1.8 Pemeriksaan Post Partum

Menurut Siswosudarmo, 2008 :

a. Keadaan umum : tekanan darah, nadi, dan keluhan

b. Keadaan umum : (tekanan darah, nadi, pernafasan,suhu) dan nafsu

selera makan dll

c. Payudara : air susu, putting susu

d. Bagian dinding perut,rectum, perineum, kandung kemih

e. Cairan yang keluar berupa lochea

f. Keadaan pada alat kandungan

Menurut Manjoer Arif Dkk, 2009

a. Hemoglobin, hematokrit, leukosit dan ureum

b. Ultra sosografi untuk melihat sisa pada plasenta

2.1.9 Penatalaksanaan Post Partum

1. Penatalaksanaan Medis ( Siswosudarmo, 2008 ) :

a. Observasi ketat selama 2 kali 24 jam setelah post partum untuk

melihat adanya komplikasi perdarahan.

b. 6-8 jam setelah melahirkan istirahat dan bedres tenang dan

anjurkan untuk bisa miring kanan kiri.

c. Memberikan KIE kebersihan diri, cara menyusui yang benar dan

perawatan payudara, perubahan-perubahan yang terjadi pada

masa nifas, pemberian informasi tentang senam nifas dilakukan

pada hari ke 1-2.

d. Hari ke-2 : Mulai untuk bisa melakukan latihan duduk.

e. Hari ke-3 : Diperkenankan untuk bisa latihan berdiri dan

berjalan secara berlahan.

2. Pemeriksaan Penunjang ( Siswosudarmo, 2008 ) :

a. Pemerikasaan umum: tekanan darah, nadi dan keluhan.

b. Keadaan umum : (tekanan darah, nadi, pernafasan,suhu) dan

nafsu selera makan.

c. Payudara : air susu, putting susu.


d. Dinding perut, perineum, kandung kemih dan rectum.

e. Sekres yang keluar atau lochea.

f. Keadaan alat kandungan.

Pemeriksaan penunjang post partum (Manjoer arif dkk, 2001 :

a. Hemoglobin, hematokrit, leukosit, ureum.

b. Ultra sosografi untuk melihat sisa plasenta

2.1.10 Adaptasi Psikologis Ibu Masa Nifas

Menurut Siswosudarmo, 2008 :

1. Fase Taking In

Fase ini merupakan periode ketergantungan yang berlangsung dari

hari pertama sampai hari kedua setelah proes persalinan. Pada fase

ini kelelahan pada ibu membuat ibu untuk lebih sering istirahat yang

tujuan untuk menghindari gangguan pola tidur pada si ibu dan pada

fase ini ibu lebih cenderung lebih berfokus pada kesehatannya

sendiri. Hal ini membuat ibu cenderung menjadi pasif terhadap

lingkungannya. Komunikasi yang baik sangat diperlukan pada fase

ini.

2. Fase Taking Hold

Fase ini berlangsung antara 3-10 hari setelah melahirkan. Pada fase

taking hold, tingkat khawatir ibu sangat tinggi terutama pada kondisi

bayinya, dan pada fase ini ibu juga sangat sensitive sehingga mudah

tersinggung jika komunikasinya kurang hati-hati. Maka pada saat

inilah kesempatan yang bagus untuk memberikan berbagai

penyuluhan dalam merawat diri dan bayinya sehingga tumbuh rasa

percaya diri ibu untuk bisa merawat bayinya

3. Fase Letting Go

Pada fase ini ibu sudah bisa untuk menyesuaikan diri dengan

keadaannya. Misanya ibu sudah tau apa yang dilakukan untuk

bayinya dan pada fase ini adalah keinginan ibu untuk merawat

bayinya sangat tinggi. Fase ini merupakan fase menerima tanggung

jawab akan peran barunya yang berlangsung 10 hari setelah


melahirkan.

2.2 Konsep Sectio Caesarea

2.2.1 Definisi Sectio Caesarea

Sectio caesarea adalah membuat pembedahan pada dinding uterus

melalui dinding depan perut atau vagina atau suatu histerektomia untuk

mengeluarkan janin dari rahim seorang ibu. (Mochtar, 1998).

Sectio Caesarea adalah membuka di bagian dinding perut dan dinding

uterus melalui tindakan operasi untuk mengeluarkan janin pada janin

seorang ibu. (Prawirohardjo, 2005).

Sectio Caesarea adalah suatu persalinan buatan atau operasi yang

dilakukan dengan syarat rahim dalam keadaan utuh serta berat janin di

atas 500 gram dimana janin dilahirkan melalui suatu insisi pada dinding

perut dan dinding rahim (Wiknjosastro, 2007).

Sectio Caesarea adalah pembedahan dengan mengiris dinding perut dan

dinding rahim untuk mengeluarkan janin dari rongga pada organ rahim

Angraini, 2008). Sectio Caesarea adalah janin dilahirkan melalui perut

dan dinding perut serta dinding rahim agar anak lahir dengan keadaan

utuh dan sehat yang dilakukan suatu pembedahan dengan melahirkan

janin lewat insisi pada dinding abdomen dan uterus persalinan buatan.

(Harnawatiaj, 2008).

Sectio caesarea adalah membuka perut dengan sayatan yang dilakukan

secara vertical atau mediana dari kulit sampai fasia pada dinding perut

dan uterus (Wiknjosastro, 2010).

Sectio Caesarea adalah membuat sayatan pada dinding uterus melalui

dinding depan perut atau vagina dengan proses persalinan yang

dilakukan dengan cara melahirkan janin. (Gurusinga, 2015).

Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa Sectio Caesarea

merupakan suatu yang dilakukan dengan melakukan pembedahan pada

dinding perut dan uterus untuk mengeluarkan janin di dalam rahim.

2.2.2 Anatomi Fisiologi Abdomen

a. Kulit
1. Lapisan Epidermis

Epidermis atau lapisan luar yang erdiri dari epitel skuamosa

bertingkat. Lapisan luar terdiri dari keratin, protein bertanduk,

Jaringan ini tidak memiliki pembuluh darah dan sel yang rapat.

Sel yang menyusunya secara berkesinambungan dibentuk

oleh lapisan germinal dalam epitel silindris dan mendatar

ketika didorong oleh sel-sel baru kearah permukaan, tempat

kulit terkikis oleh gesekan.

2. Lapisan Dermis

Dermis adalah lapisan yang terdiri dari kolagen jaringan

fibrosa dan elastin. Lapisan super fasial menonjol kedalam

epidermis berupa sejumlah papilla kecil. Di lapisan ini banyak

terdapat pembuluh darah, pembuluh limfe dan saraf dan

lapisan ini terletak da bagian dalam jaringan.

3. Lapisan Subkutan

Lapisan ini banyak terdapat sel lemak, pembuluh darah dan

ujung syaraf. Organ yang terdapat dibawah bagian ini menjadi

penghubung secara longgar. Dalam hubungannya dengan tindakan SC, bagian kulit ini menjadi
penghubung organ-organ

yang ada diabdomen, khususnya uterus. Organ yang ada di

abdomen dilapisi oleh selaput tipis yang disebut peritonium.

Sayatan dilakukan dari kulit lapisan terluar (epidermis) sampai

dinding uterus pada saat melakukan tindakan SC.

b. Fasia

Dibawah kulit fasia superfisialis di bagi sebagai lapisan lemak yang

dangkal, Camper's fasia, dan yang lebih dalam lapisan fibrosa. Fasia

profunda terletak pada otot-otot perut. Menyatu dengan fasia

profunda paha. Susunan ini membentuk pesawat antara Scarpa's fasia

dan perut dalam fasia membentang dari bagian atas paha bagian atas

perut.

Di bawah lapisan terdalam otot, maka otot abdominis transverses,


terletak fasia transversalis. Para fasia transversalis dipisahkan dari

peritoneum parietalis oleh variabel lapisan lemak. Fascias meliputi

struktur tubuh lembar jaringan ikat atau mengikat bersama-sama.

c. Otot Perut

1. Otot DindingPerut Anterior Dan Lateral

Rectus abdominis meluas dari bagian depan margo costalis di atas

dan pubis di bagian bawah. Otot itu di silang oleh beberapa pita

fibrosa dan berada di dalam selubung. Linea alba adalah pita

jaringan yang membentang pada garis tengah dari procecuss

xiphodius sternum ke simpisis pubis, memisahkan kedua

musculus rectus abdominis. Obliquus externus, obliquus

internus dan transverses adalah otot pipih yang membentuk

dinding abdomen.

2. Otot Dinding Perut Posterior

Quadrateslumbolus adalah otot pendek persegi pada bagian

belakang abdomen, dari costa kedua belas di atas ke crista iliaca.

2.2.3 Etiologi Sectio Caesarea

Manuaba (2009), indikasi ibu dilakukan sectio caesarea adalah ruptur

uteri iminen, perdarahan antepartum, ketuban pecah dini. Sedangkan

indikasi dari janin adalah fetal distres dan janin besar melebihi 4.000

gram.

Dari beberapa faktor sectio caesarea diatas dapat diuraikan beberapa

penyebab sectio caesarea sebagai berikut :

1. CPD (Chepalo Pelvik Disproportion)

Chepalo Pelvik Disproportion (CPD) adalah ukuran lingkar di bagian

tulang panggul ibu tidak sama dengan ukuran pada bagian lingkar kepala janin yang bisa berakibat
ibu tidak bisa melahirkan secara

normal. Tulang-tulang panggul merupakan tempat jalannya yang

akan dilewati oleh janin ketika akan melahirkan secara normal dan

merupakan bagian dari beberapa tulang yang seperti rongga panggul

yang merupakan jalan yang akan dilewati oleh janin ketika akan lahir
secara normal. Bentuk panggul yang menunjukkan adanya gangguan

atau panggul patologis juga bisa berakibat adanya kesusahan dalam

proses melahirkan secara normal sehingga harus dilakukan tindakan

pembedahan. Keadaan patologis tersebut berakibat besar bidang pada

tulang-tulang panggul menjadi tidaknormal dan bentuk organ tulang

panggul menjadi asimetris.

2. PEB (Pre-Eklamsi Berat)

Pre-eklamsi dan eklamsi merupakan suatu penyakit yang terjadi pada

saat kehamilan, namun faktor penyebabnya belumpasti untuk

diketahui. Setelah perdarahan dan infeksi, pre-eklamsi dan eklamsi

merupakan penyebab kematian maternal dan perinatal paling penting

dalam ilmu kebidanan. Dan mampu mengetahui agar tidak terus

terjadi menjadi eklamsi karena untuk mengetahui masalah awal

sangatlah penting.

3. KPD (Ketuban Pecah Dini)

Sebagian besar ketuban pecah dini adalah hamil aterm di atas 37

minggu. Ketuban pecah dini adalah pecahnya selaput ketuban

sebelum tiba waktunya pesalinan tanpa adanya kontraksi.

4. Bayi Kembar

Tidak semua bayikembar harus dilahirkan secara operasi. Hal ini

hanyak dilakukan pada kondisi yang memiliki resiko atau komplikasi

tertentu. Selain itu, bayi kembar pun juga pernah ditemukan letaknya

melintang sehingga sulit dilakukan pada pesalinan normal dan

mengalami sungsang.

5. Faktor Hambatan Jalan Lahir

Adanya masalah yang tidak memungkinkan adanya pembukaan pada

jlan lahir karena adanya gangguan atau masalah seperti adanya

tumor dan kelainan bawaan pada jalan lahir, tali pusat pendek dan

ibu sulit bernafas merupakan gangguan yang dapat terjadi pada jalan

lahir.

6. Kelainan Letak Janin


a. Kelainan pada Letak Kepala

1) Letak Kepala Tengadah

Pada pemeriksaan dalam teraba UUB yang paling rendah dan

bagian terbawah adalah puncak kepala. Faktor penyebab

lainnya adalah kelainan panggul, kepala bentuknya bundar,

anaknya kecil atau mati, kerusakan dasar panggul.

2) Presentasi Muka

Hal ini jarang terjadi, kira-kira 0,27-0,5 % yaitu seperti letak

kepala tengadah (defleksi), sehingga kepala bayiteletak di

bagian terendah seperti muka.

3) Presentasi Dahi

Posisi kepala antara fleksi dan defleksi, posisi terendah dan

tetap paling depan yaitu dahi. Pada penempatan dagu,

biasanya dengan sendirinya akan kembali menjadi letak muka

atau letak belakang kepala.

b. Letak Sungsang

Keadaan dimana janin terletak memanjang dengan kepala

difundus uteri dan bokong berada di bagian bawah kavum uteri

merupakan letak sungsang yang dikenal dari beberapa jenis letak

sungsang, yakni presentasi bokong, presentasi bokong kaki,

sempurna, presentasi bokong kaki tidak sempurna (Saifuddin,

2009).

2.2.4 Manifestasi Klinis Sectio Caesarea

Persalinan dengan Sectio Caesaria, memerlukan perawatan yang lebih

koprehensif yaitu : perawatan post operatif dan perawatan post partum.

Manifestasi klinis sectio caesarea menurut Doenges (2001), antara lain :

1. Adanya nyeri akibat luka pembedahan

2. Ditemukan adanya luka pembedahan atau operasi pada bagian

abdomen

3. Di umbilicus terletak fundus uterus dengan kontraksi kuat

4. Kehilangan darah kira-kira 600-800ml selama prosedur pembedahan,


menimbulkan keinginan untuk muntah akibat pengaruh anestesi

5. Status pulmonary bunyi paru terdengar dan vesikuler

Manifestasi Ketuban Pecah Dini :

1. Keluar sedikit atau banyak ketuban warna putih, keruh, jernih,

kuning, hijau, kecoklatan.

2. Bila sudah terjadi infeksi suhu klien akan meningkat.

3. Janin akan mudah teraba.

4. Pada saat memeriksa dalam selaput ketuban tidak ada, air ketuban

sudah kering.

5. Inspeksikula, tampak air ketuban keluar terus atau selaput ketuban

tidakada mengeluarkan air-air atau sudah kering. (Arief Mansjoer,

Dkk, 2001 : 310)

2.2.5 Pemeriksaan Penunjang Sectio Caesarea

1. Elektroensefalogram (EEG)

Untuk melihat dan memastikan adanya terjadi kejang

2. Pemindai CT

Untuk melihat adanya kelainan kerapatan jaringan.

3. Magneti Resonance Imaging (MRI)

Menghasilkan sinaran dengan menggunakan bagian magnetik dan

gelombang radio, berguna untuk memperhatikan daerah-daerah otak

yang tidak bisa tampak bila menggunakan pemindaian CT.

4. Pemindaian Pasitron Emission Tomography (PET)

Untuk mencegah terjadinya kejang yang berkelanjutan dan sebagai

pembantu untuk melihat lokasi lesi, perubahan metabolik atau aliran

darah ke otak.

5. Uji Laboraturium

a. Fungsi lumbal : Mengalisis cairan serebrovaskuler

b. Hitung darah lengkap : Mengevaluasi trombosit dan hematokrit

c. Panel elektrolit

d. Skrining toksikdari serum dan urine

e. AGD
f. Kadar kalsium darah

g. Kadar natrium darah

h. Kadar magnesium darah

i. Pemeriksaan laboraturium pada KPD adalah Cairan yang keluar

dari vagina perlu diperiksa : warna, konsentrasi, bau dan pH

nya. Air-air yang keluar dari vagina ini kecuali air ketuban

mungkin juga urine atau sekret vagina. Sekret vagina ibu hamil

pH : 4-5, dengan kertas nitrazin tidak berubah warna, tetap

kuning.

2.2.6 Patofisiologi dan WOC Sectio Caesarea

Plasenta previa sentralis dan lateralis, panggul sempit, disproporsi

cephalo pelvic, rupture uteri mengancam, partus lama, partus tidak maju,

pre-eklamsia, distosia serviks, dan malpresentasi janin adalah beberapa

gangguan atau penghabat dariproses melahirkan yang berakibat bayi

tidak bisa lahir secara normal. Maka dari itu mengakibatkan haru

dilakukannya operasi pembedahan sectio Caesarea (SC). Dalam hal yang demikian setelah
dilakukannya pembedahan klien akan

mengalami adanya gangguan pada mobilisasi seperti adanya ganngguan

untuk bisa beraktivitas seperti sebelumnya. Defisit perawatan diri juga

dapat terjadi karena ketidakmampuan klien untuk bisa melakukan

perawatan diri secara mandiri.

Ansietas juga dapat terjadi karena setelah dilakukannya pembedahan

klien akan merasa takut terjadinya infeksipada luka jahitan operasi dan

adanya kecemasan tentang bagaimana harus melakukan perawatan pada

bayinya.

Hal ini akan merangsang pengeluaran histamin dan prostaglandin yang

akan menimbulkan rasa tidak nyaman pada si ibu. Setelah proses

pembedahan berakhir, masalah risiko infeksi dapat terjadi pada daerah

insisi yang ditutup akibat luka post operasi apabila tidak dirawat dengan

baik.

2.2.7 Penatalaksanaan Sectio Caesarea


Penatalakanaan yang diberikan pada pasien Post SC menurut

(Prawirohardjo, 2007) diantaranya :

1. Penatalaksanaan Secara Medis

a. Asam Mefenamat, Ketorolak, Tramadol adalah analgesik yang

diberikan setiap 3-4 jam atau bila diperlukan.

b. bila terjadi pengeluaran darah yang hebat atau banyak diperlukan

pemberian tranfusi darah.

c. Pemberian antibiotik seperti Cefotaxim, Ceftriaxon dan lain-lain.

Walaupun pemberian antibiotik secar efektif dmasih dapat

dipikirkan namun pemberian masih tetapdianjurkan.

d. Ringer Laktat dan NaCl adalah Pemberian cairan secara parenteral.

2. Penatalaksanaan Secara Keperawatan

a. Tanda-tanda vital setiap 15 menit pada 1 jam pertama dan 30 menit

pada 4 jam kemudian harus diperiksa dan catat.

b. Pemantauan secara ketat pada pemeriksaan perdarahan dan urine.

c. Mobilisasi yaitu pada hari pertama klien hanya diperbolehkan

hanya untuk naikturun tempat tidur. Namun pada hari kedua klien

sudah dianjurkan untuk bisa berjalan dengan bantuan. Pada hari ke5 yaitu pemulangan jika tidak
terdapat komplikasi penderita setelah

operasi.

2.2.8 Komplikasi Sectio Caesarea

Kemungkinan komplikasi dilakukannya pembedahan SC menurut

Wiknjosastro (2002) :

1. Infeksi Puerperal

Kenaikan temperatur pada beberapa hari setelah bersifat berat seperti

peritonitis, sepsis. Namun komplikasi ini hanya bersifat ringan.

2. Perdarahan

Jika cabang arteria uterine ikut terbuka atau karena atonia uteri

perdarahan bisa banyak timbul pada waktu pembedahan.

3. Komplikasi lain seperti luka kandung kemih, tidak tepatnya pada

dinding uterus sehingga bisa terjadi rusaknya uteri pada kehamilan


berikutnya.

Komplikasi Ketuban Pecah Dini

Menurut Arief Mansjoer, Dkk, 2001 : 310 :

1. Tali pusat menumbung

2. Prematuritas, persalinan belum cukup bulan, jika terjadi pada usia

kehamilan belum cukup bulan.

3. Oligohidramnion, bahkan sering partus kering (dry labor) karena air

ketuban yang sudah mengering.

4. Infeksi maternal : infeksi intra partum (korioamnionitis) ascendens dari

vagina ke intrauterine, korioamnionitis (demam >380C, takikardi,

leukositosis, sakit di bagian uterus, adanyan air-air pada vagina berbau

busuk atau bernanah, DJJ meningkat), endometritis.

5. Penekanan tali pusat (prolapsus) : gawat janin kematian janin akibat

hipoksia (sering terjadi pada presentasi bokong atau letak lintang),

trauma pada waktu lahir dan premature.

6. Komplikasi infeksi intrapartum

a. Endometritis, penurunan aktifitas miometrium (distonia, atonia),

sepsis CEPAT (karena daerah uterus dan intramnion memiliki

vaskularisasi sangat banyak), dapat terjadi syok septik sampai

kematian ibu merupakan komplikasi pada ibu.

b. Asfiksia janin, sepsis perinatal sampai kematian janin merupakan

komplikasi pada janin.

BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Post partum (Purperium) adalah kembalinya organ-organ reproduksi ke keadaan

seperti semula yaitu seperti bagaimana kondisi ibu sebelum hamil. (Eny Retna

Ambarwati 2009:1).

Ketuban pecah dini adalah keluarnya air-air sebelum waktunya persalinan yang

bisa terjadipada kehamilan cukup bulan maupun belum cukup bulan. Namun

biasanya hal ini lebih sering terjadi pada kehamilan yang sudah cukup bulan.
(Manuaba, 2009).

Sectio Caesarea merupakan suatu operasi yang dilakukan pada perut yang

tujuannya untukmengeluarkan janin dan plasenta dengan syarat bayi yang

dilahirkan dengan berat diatas 5000 gram dalam keadaan yang msih utuh.

(Wiknjosastro et al, 2007).

Luka sectio caesarea adalah dimana luka yang dibuat pada perut untk

mengeluarkan janin dan plasenta dengan adanya indikasi tertentu maka akan ada

maslah dalam kontinuitas sel akibat dari operasi yang dilakukan. (Brunner dan

Suddart, 2001).

Dalam pelaksanaan perawatan yang telah penulis lakukan dengan perawatan

pada Ny. M dengan P1A0H1 Post Sectio Caesarea Hari ke 4 dengan maslah

Ketuban Pecah Dini 12 jam di Ruang Rawat Inap sebagai berikut :

1. Pada pengkajian perawatan yang dilakukan pada Ny. M dapat dihasilkan

dengan baik dan tidak mengalami kesulitan dalam mengumpulkan data dan

Ny. M juga cukup koperatif.

2. Pada diagnosa asuhan keperawatan pada Ny.M ditemukan 3 diagnosa

keperawatan yaitu diagnosa yang pertama infeksi berhubungan dengan efek

prosedur invasif, diagnosa kedua ansietas berhubungan dengan hubungan

orang tua-anak tidak memuaskan, diagnosa ketiga defisit pengetahuan

berhubungan dengan kurang terpaparnya informasi.

3. Pada rencana tindakan keperawatan pada Ny. M mulai dari pencegahan

infeksi, perawatan luka, reduksi ansietas, terapi relaksasi, edukasi kesehatan

perawatan payudara dan edukasi keluarga berencana dapat diterapkan semua

sesuai dengan keluhan Ny.M.

4. Pada tindakan keperawatan yang dilakukan pada Ny. M mulai dari

pencegahan infeksi, perawatan luka, reduksi ansietas, terapi relaksasi,

edukasi kesehatan perawatan payudara dan edukasi keluarga berencana dapat

dilakukan semua baik secara observasi, terapeutik, edukasi, dan kalaborasi

dengan tenaga kesehatan RSUD Dr. Achmad Mochtar Bukittinggi.

5. Dari dari hasil yang diharapkan pada tindakan keperawatan pada Ny. M

ditemukan 3 diagnosa keperawatan, diantaranya :


a. Setelah diberiperawatan dan tindakan keperawatan infeksi

berhubungan dengan efek prosedur invasif masalah teratasi sebagian dengan hasil Ny. M tampak
sudah sedikit nyaman dan rilek. Namun

dilanjutkan dengan rencana plening pulang.

b. Setelah diberiperawatan dan tindakan keperawatan ansietas

berhubungan dengan hubungan orang tua-anak tidak memuaskan

masalah teratasi sebagian. Namun dilanjutkan dengan rencana

plening pulang.

c. Setelah diberiperawatan dan tindakan keperawatan defisit

pengetahuan berhubungan dengan kurang terpaparnya informasi

masalah sudah terasi dengan hasil Ny. M tampak sudah bisa

mengulangi tentang bagaimana cara melakukukan perawatan

payudara, kontrasepsi, macam-macam kontrasepsi dan rencana

kontrasepsi yang digunakan adalah PIL.

5.2 Saran

1. Institusi Pelayanan Kesehatan

Untuk memberikan informasi kepada tenaga kesehatan atau instansi

kesehatan lainnya sebagai salah satu bekal dalam meningkatkan mutu

pelayanan kesehatan khususnya hal yang perlu diberikan pada pasien

post operasi sectio caesarea dengan maslah Ketuban Pecah Dini.

2. Intitusi Rumah Sakit

Untuk mengembangkan dan meningkatkan mutu pelayanan kesehatan

demi membantu pelayanan kesehatan dalam memberikan asuhan

keperawatan sesuai dengan ilmu dan keterampilan yang terus dipenuhi

serta di jadikan bahan diskusi bagi petugas di Ruang Rwat Inap

DAFTAR PUSTAKA

Ambarawati, E, & Wulandari, D (2008). Asuhan Kebidanan Nifas, Yogyakarta

Cendekia Press.

Bobak, L. (2005). Keperawatan Maternitas, Edisi 4, Jakarta : EGC.

Bobak, L. (2004). Keperawatan Maternitas, Edisi 4, Jakarta : EGC.

Bobak, L. (2010). Keperawatan Maternitas, Edisi 4, Jakarta : EGC.


Manjoer. K. Dkk. (2001). Kapita Selekta Kedokteran Jilid 1 Edisi ke 3. Jakarta :

Media Aescu Lapius.Falkutas Kedokteran Universitas Indonesia.

Manuaba, I,B.G, (2004). Penuntun Kepaniteraan Klinik Obstetri dan Ginekologi.

Jakarta, EGC.

Manuaba, (2009). Memahami Kesehatan Reproduksi Wanita. Edisi 2. Jakarta, EGC.

Manuaba, I.B.G, (2010). Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan KB, EGC.

Jakarta.

Mochtar, Rustam, (1998). Sinopsis Obstetri, Jakarta, EGC.

Nuratif Huda Amin, Kusuma Hardhi. (2015). Nanda Nic Noc Jilid 3. Yogyakarta :

Mediaction Jogja.

Nursalam. (2008). Konsep Penerapan Metodologi Penelitian Dan Ilmu

Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika.

Oswari, E. (2004). Perawatan Ibu Hamil dan Bayi. Jakarta : Pustaka Sinar Harapan.

Prawiroharjo, (2005). Ilmu Kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono

Prawiroharjo.

Prawirohardjo, (2007). Ilmu Kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono.

PPNI DPP SDKI Pokja Tim, (2018). Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia Edisi

1 : Jakarta : DPP PPNI.

PPNI DPP SLKI Pokja Tim, 2018. Standar Luaran Keperawatan Indonesia Edisi 1

: Jakarta : DPP PPNI.

PPNI DPP SIKI Pokja Tim, (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia Edisi

1 : Jakarta : DPP PPNI.

Saifuddin, (2009). Buku Maternitas Dasar, Jakarta, EGC.

Saleha, (2009). Asuhan Kebidanan Pada Masa Nifas. Jakarta : Salemba Medika (hlm :

71-76).

Saryono dan Pramitasari (2008). Perawatan Payudara Dilengkapi dengan Deteksi

Dini Terhadap Penyakit Payudara. Jogjakarta : Mitra Candikia Press.

Suririnah. (2007). Kehamilan dan Persalinan. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka

Utama.

Varney, H. (2008). Buku Ajar Asuhan Kebidanan. Edisi 4. Jakarta : EGC.

Wiknjosastro. 2005. Ilmu Kebidanan. Jakarta : Edisi ke 3. Jakarta : Yayasan Bina


Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

Winkjosastro H. (2007). Ilmu Kebidanan. Jakarta : Yayasan Buku Bina Pustaka

Sarwono Prawiroharjo.

Wiknjosastro. 2010. Asuhan Persalinan Normal & Inisiasi Menyusu Dini. JNPK-KR/

POGI : Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai