Anda di halaman 1dari 32

BAB II

TINJAUAN TEORITIS

A. KONSEP DASAR MEDIS


1. Pengertian
Kejang demam adalah bangkitan kejang terjadi pada kenaikan suhu
tubuh (suhu rektal di atas 38° c) yang disebabkan oleh suatu proses
ekstrakranium. Kejang demam sering juga disebut kejang demam tonik-
klonik, sangat sering dijumpai pada anak-anak usia di bawah 5 tahun.
Kejang ini disebabkan oleh adanya suatu awitan hypertermia yang timbul
mendadak pada infeksi bakteri atau virus. (Sylvia A. Price, Latraine M.
Wikson, 2006).
Kejang demam merupakan gangguan transien pada anak yang terjadi
bersamaan dengan demam. Keadaan ini merupakan salah satu gangguan
neurologik yang paling sering dijumpai pada anak-anak dan menyerang
sekitar 4% anak. Kebanyakan serangan kejang terjadi setelah usia 6 bulan
dan biasanya sebelum usia 3 tahun dengan peningkatan frekuensi
serangan pada anak-anak yang berusia kurang dari 18 bulan. Kejang
demam jarang terjadi setelah usia 5 tahun. (Dona L.Wong, 2008)
Kejang demam adalah kejang yang disebabkan kenaikan suhu tubuh

lebih dari 38,4oC tanpa adanya infeksi susunan saraf pusat atau gangguan
elektrolit akut pada anak berusia di atas 1 bulan tanpa riwayat kejang
sebelumnya (IDAI, 2009).
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan
suhu tubuh (suhu mencapai >380C). kejang demam dapat terjadi karena
proses intracranial maupun ekstrakranial. Kejang demam terjadi pada 2-
4% populasi anak berumur 6 bulan sampai dengan 5 tahun (Amid dan
Hardhi, NANDA NIC-NOC, 2013).
Menurut pengertian di atas dapat disimpulkan kejang demam adalah
bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu melebihi dari 38°C
yang disebabkan oleh proses ekstrakraninum atau akibat dari pembesaran
listrik yang tidak terkontrol dari sel saraf korteks serebal.
2. Anatomi dan Fisiologi
Penerapan dan proses keperawatan pada pasien dengan masalah
neurologi memerlukan pengetahuan tentang struktur dan fungsi sistem
persarafan. Sistem saraf bekerja sebagai konduktor sistem listrik, saraf
mengatur dan mengendalikan seluruh aktifitas tubuh. Aktifitas dapat
dikelompokkan dalam 4 fungsi berikut: menerima informasi (stimulus)
dari lingkungan internal dan eksternal melalui jalur sensori (af-ferent),
menghubungkan informasi yang diterima pada berbagai tingkat
refleks (medulla spinalis) dan mengingatkan (otak yang lebih tinggi)
untuk menentukan respon yang sesuai dengan situasi,
menghubungkan informasi antara sistem saraf perifer dan pusat,
menyalurkan informasi dengan cepat melalui berbagai jalur motorik
(efferent) ke organ tubuh. Dalam pembahasan kejang demam ini akan
diuraikan sistem saraf pusat dan sistem saraf perifer.
a. Saraf Pusat
1) Otak
Otak dibagi menjadi tiga bagian: Serebrum, Batang otak dan
serebelum. Semua berada dalam satu bagian struktur tulang
yang di sebut tengkorak, yang juga melindungi otak dari cedera.
Empat tulang yang berhubungan membentuk tulang tengkorak:
tulang frontal, parietal, temporal dan oksipital. Pada dasar
tengkorak terdiri dari tiga bagian fossa-fossa anterior berisi lobus
frontal serebral bagian hemisfer: bagian tengah fosa berisi lobus
parietal, temporal dan okspital dan bagian fossa posterior berisi
batang dan medula.
2) Serebrum.
Serebrum terdiri dari dua hemisfer dan empat lobus Subtansia
grisen terdapat pada bagian luar dinding serebrum dan
Subtansia alba menutupi dinding serebrum bagian dalam. Pada
prinsipnyakomposisi subtansia gisea yang terbentuk dari badan-
badan sel saraf memenuhi korteks serebri, nukleus dan basl ganglia.
Subtansia alba terdiri dari sel-sel saraf yang menghubungkan
bagian-bagian otak dengan yang lain.
a) Frontal Lobus terbesar, terletak pada fossa anterior. Area ini
mengontrol perilaku individu, membuat keputusan, kepribadian
dan menahan diri.
b) Parietal lobus sensori. Area ini menginterpretasikan sensasi.
Sensasi rasa yang tidak berpengaruh adalah bau. Lobus parietal
mengatur individu mampu mengetahui posisi dan letak bagian
tubuhya. Kerusakan pada daerah ini menyebabkan sindrom
hemineglect.
c) Temporal berfungsi menginterpretasikan sensasi kecap, bau dan
pendengaran. Ingatan jangka pendek sangat berhubungan dengan
daerah ini.
d) Okspital terletak pada lobus posterior hemisfer serebri. Bagian
ini bertanggung jawab menginterpretasikan penglihatan.
Gambar otak terlihat dari luar yang memperlihatkan bagian penting dan lobus

3) Batang Otak
Batang otak terletak pada fossa anterior. Bagian-bagian batang otak
ini terdiri dari otak tengah, pons dan medula oblongata. Otak tengah
(midbrain atau mesensefalon) menghubungkan pons dan serebelum
dengan hemisfer serebrum. Bagian ini berisi jalur sensorik dan
motorik dan sebagai pusat refleks pendengaran dan penglihatan.
Pons terletak di depan serebelum antara otak tengah dan medula dan
merupakan jembatan antara dua bagian serebelum dan juga antara
medula dan serebrum. Pons berisi jaras sensorik dan motorik.
Medula oblongata meneruskan serabut-serabut motorik dari otak ke
medulla spinalis dan serabut-serabut sensorik dari medulla spinalis
ke otak. Dan serabut-serabut tersebut menyilang pada daerah ini.
Pons juga berisi pusat-pusat terpenting dalam mengontrol jantung,
pernafasan dan tekanan darah dan sebagai asal-usul saraf otak
kelima sampai kedelapan.
4) Serebelum
Serebelum terletak pada fossa posterior dan terpisah dari hemisfer
serebral, lipatan durameter, tentorium serebelum. Serebelum
mempunyai dua aksi yaitu merangsang dan menghambat dan
tanggung jawab yang luas terhadap koordinasi dan gerakkan halus.
Ditambah mengontrol gerakkan yang benar, keseimbangan, posisi
dan mengitegrasikan input sensorik.

Gambar 2.2
Diagram yang memperlihatkan talamus, hipotalamus dan hipofisis

Fosa bagian tengah atau diensefalon berisi talmus,


hipotalamus dan kelenjar hipofisis.
a) Talamus berada pada salah satu sisi pada sepertiga ventrikel
dan aktifitas primernya sebagai pusat penyambung sensasi
bau yang diterima. Semua impuls memori, sensasi dan nyeri
melalui bagian ini.
b) Hipotalamus terletak pada anterior dan inferiro talamus.
Berfungsi mengontrol dan mengatur sistem saraf autonom.
Hipotalamus juga bekerjasama dengan hipofisis untuk
mempertahankan keseimbangan cairan, mempertahankan
pengaturan suhu tubuh melalui peningkatan
vasokonstriksi atau vasolidasi dan mempengaruhi sekresi
hormonal dengan kelenjar hipofisis. Hipotalamus juga
sabagai pusat lapar dan mengontrol berat badan. Sebagai
pengatur tidur, tekanan darah, perilaku agresif dan seksual
dan pusat respons emosional (misal ras malu, marah,
depresi, panik dan takut).
c) Kelenjar hipofisis dianggap sebagai master kelenjar karena
sejumlah hormon-hormon dan fungsinya diatur oleh
kelenjar ini. Dengan hormon-hormonnya hipofisis dapat
mengontrol fungsi ginjal, pankreas, organ-organ lain.
Hipofisis merupakan bagian otak yang tiga kali lebih sering
timbul tumor pada orang dewasa, biasanya terdeteksi
dengan tanda dan gejala fisik yang dapat menyebar ke
hipofisis.
d) Medulla spinalis
Medulla spinalis merupakan sambungan medulla oblongata
yang turun ke bawah. Di mulai dari foramen magnum dan
berakhir pada L 2. Cairan cerebro spinalis (Cerebro
Spinalis Fluid/CSF) didapati dalam ventrikel otak, di
dalam kanalis sentralis medula spinalis, dan di dalam
ruangan-ruangan subarachnoid. Liquor bekerja sebagai
bantalan pada sistem saraf dan menunjang bobot otak.
CSf dibuat pada ventrikel-ventrikel di pleksus khoroideus.
Di dalam 24 jam plexux choridu mensekresi 500 sampai 570
ml CSf. Namun hanya 125 ml sampai 150 ml saja yang
bersirkulasi pada setiap saat. Setelah bersirkulasi diseputar
otak dan medula spinalis, cairan kembali ke otak dan
diabsorbsi villi. Kemudian CSF terus masuk ke dalam
sistem venous dan mengalir ke vena jugularis ke vena
cafasuperior masuk ke dalam sirkulasi dalam sistemik.
Dalam keadan normal terdapat sampai 8 limfosit / ml dari
cairan CSF. Peningkatan jumlah sel-sel menunjukkan
adanya infeksi, seperti tuberculosis atau infeksi virus.
Infeksi oleh bakteri seperti meningitis tuberculosa
menyebabkan berkurangnya kadar gula dan kadar
khlorida, protein cairan CSF meningkat pada penyakit
degeneratif dan pada tumor otak. Terdapatnya darah dalam
CSF menunjukkan terjadinya hemoragi pada salah satu
ventrikel. Lihat karakteristik normal dari CSF berikut
dibawah ini, yaitu: BD:1.007, pH: 7.35 sampai 7.45,
chloride: 120 sampai 130 mEq/L, glucose: 50 sampai
80/100ml, tekanan: 50 sampai 200 mm air, volume total: 80
sampai 200 ml (15 ml dalam ventrikel), total protein: 15
samopai 45 mg/100 ml ( lumbal ), 10 sampai 15 mg/100 ml
(cisterna), 5 samapi 15 mg/100 ml (ventrikel), gamma
globulin:6% sampai 13 % dari total protein. Jumlah sel
darah: eritrosit:negatif, lekosit: 0 – 5, 0 -10 sel-sel (semua
limfosit dan monosit).
5) Sistem saraf perifer
Sistem saraf perifer merupakan seperangkat saluran biasa
yang terletak di luar sistem saraf pusat. Saraf perifer
merupakan saraf tunggal, yaitu saraf motorik, sensorik atau
“campuran” (serabut sensorik dan motorik). Saraf perifer
terdiri dari 12 pasang saraf kranial, yang membawa impuls
dari neuron ke otak yang terdiri dari:
a) Nervus Olfaktorius: Sifatnya sensorik menyuplai hidung
membawa rangsangan aroma ( bau-bauan ) dari rongga
hidung ke otak. Fungsinya saraf pembau yang keluar dari
otak di bawah dahi yang disebut lobus olfaktorius,
kemudian saraf ini melalui lubang yang ada di dalam
tulang tapis akan menuju rongga hidung selanjutnya menuju
sel-sel panca indera.
b) Nervus Optikus: Sifatnya sensoris, mensarafi bola mata
membawa rangsangan penglihatan ke otak.
c) Nervus Mandibularis: Sifatnya majemuk (sensori dan
motoris), serabut-serabut motorisnya mensarafi otot-otot
pengunyah, serabut- serabut sensorisnya mensarafi gigi
bawah, kulit daerah temporal dan dagu. Serabut rongga
mulut dan lidah dapat membawa rangsangan cita rasa ke
otak. Fungsinya sebagai saraf kembar 3 di mana saraf ini
merupakan saraf otak terbesar yang mempunyai 2 buah
akar saraf besar yang mengandung serabut saraf
penggerak. Dan di ujung tulang belakang yang terkecil
mengandung serabut saraf penggerak. Di ujung tulang
karang bagian perasa membentuk sebuah ganglion yang
dinamakan simpul saraf serta meninggalkan rongga
tengkorak.
d) Nervus Abdusen: Sifatnya motoris, mensarafi otot-otot
orbital. Fungsinya sebagai saraf penggoyang sisi mata di
mana saraf ini keluar di sebelah bawah jembatan pontis
menembus selaput otak sela tursika. Sesudah sampai di
lekuk mata lalu menuju ke otot lurus sisi mata.
e) Nervus Fasialis: Sifatnya majemuk (sensoris dan motoris),
serabut- serabut motorisnya mensarafi otot-otot lidah dan
selaput lendir rongga mulut. Di dalam saraf ini terdapat
serabut-serabut saraf otonom (parasimpatis) untuk wajah
dan kulit kepala. Fungsinya: sebagai mimik wajah dan
meghantarkan rasa pengecap, yang mana saraf ini keluar
sebelah belakang dan beriringan dengan saraf pendengar.
f) Nervus Auditorius: Sifatnya sensoris, mensarafi alat
pendengar membawa rangsangan dari pendengaran dan dari
telinga ke otak. Fungsinya sebagai saraf perasa, di mana
saraf ini keluar dari sumsum penyambung dan terdapat di
bawah saraf lidah tekak.
g) Saraf Assesorius: Sifatnya motoris, ia mensarafi
muskulus sternokloide mastoid dan muskulus trapezius.
Fungsinya, sebagai saraf tambahan, terbagi atas 2
bagaian, bagian yang berasal dari otak dan bagian yang
berasal dari sumsum tulang belakang.
h) Nervus Hipoglosus: Sifatnya motoris, ia mensarafi otot-
otot lidah. Fungsinya: sebagai saraf lidah di mana ini
terdapat di dalam sumsum penyambung. Akhirnya bersatu
dan melewati lubang yang terdapat di sisi foramen
oksipital. Saraf ini juga memberikan ranting-ranting pada
otot yang melekat pada tulang lidah dan otot lidah.
i) Nervus Vagus: Sifatnya sensorik dan motorik mensarafi
faring, tosil dan lidah, rangsangan cita rasa.
j) Nervus Vagus: Sifatnya sensorik dan motorik mensarafi
faring, laring, paru-paru dan esofagus.
k) Nervus Okulomotoris: Sifatnya motorik mensarafi
penggerak bola mata dan mengangkat kelopak mata.
l) Nervus Troklearis: Sifatnya motorik mensarafi mata,
memutar mata dan penggerak mata.

3. Faktor resiko
Beberapa faktor yang berperan menyebabkan kejang demam antara lain
adalah demam, demam setelah imunisasi DPT dan morbili, efek toksin
dari mikroorganisme, respon alergik atau keadaan imun yang abnormal
akibat infeksi, perubahan keseimbangan cairan dan elektrolit (Dewanto et
al, 2009). Faktor risiko berulangnya kejang demam adalah (IDAI, 2009)
Riwayat kejang demam dalam keluarga, Usia kurang dari 18 bulan,
temperatur tubuh saat kejang. Makin rendah temperatur saat kejang makin
sering berulang, lamanya demam.
4. Etiologi
Etiologi dari kejang demam masih tidak diketahui. Namun pada

sebagian besar anak dipicu oleh tingginya suhu tubuh bukan kecepatan

peningkatan suhu tubuh. Biasanya suhu demam diatas 38,8°

Jenis infeksi yang bersumber di luar susunan saraf pusat yang


menimbulkan demam yang dapat menyebabkan kejang demam. Penyakit
yang paling sering menimbulkan kejang demam adalah infeksi saluran
pernafasan atas, otitis media akut, pneumonia, gastroenteritis akut,
bronchitis, dan infeksi saluran kemih ( Soetomenggolo,2000).
Kejang dapat disebabkan oleh kenaikan suhu badan yang tinggi dan

cepat, yang disebabkan oleh infeksi diluar susunan syaraf pusat misalnya

tonsilitis ostitis media akut, bronchitis. Nilai ambang untuk kejang

demam ini berbeda untuk tiap anak dan insiden kejang demam pada suhu

di bawah 39oC sebesar 6,3 % sedangkan pada suhu diatas 39˚C sebesar

19% sehingga bisa dikatakan bahwa semakin tinggi suhu semakin besar
kemungkinan untuk kejang. Akan tetapi secara fisiologis belum diketahui
dengan pasti pengaruh suhu dan faktor yang berperan dalam kejang
demam pada saat infeksi.
Kejang dapat terjadi pada setiap orang yang mengalami hipoksemia
(penurunan oksigen dalam darah) berat, hipoglikemia, asodemia,
alkalemia, dehidrasi, intoksikasi air, atau demam tinggi. Kejang yang
disebabkan oleh gangguan metabolik bersifat reversibel apabila stimulus
pencetusnya dihilangkan (Corwin, 2001).
5. Patofisiologi
Terjadinya infeksi di ekstrakranial seperti otitis media akut, tonsillitis
dan bronchitis dapat menyebabkan bakteri yang bersifat toksik tumbuh
dengan cepat, toksik yang dihasilkan dapat menyebar ke seluruh tubuh
melalui hematogen dan limfogen. Pada keadaan ini tubuh mengalami
inflamasi sistemik. Dan hipotalamus akan merespon dengan menaikkan
pengaturan suhu tubuh sebagai tanda tubuh dalam bahaya secara sistemik.
Disaat tubuh mengalami peningkatan suhu 1°C secara fisiologi tubuh
akan menaikkan metabolisme basal 10%-15% dan kebutuhan oksigen
sebesar 20%. Pada seorang anak berumur 3 tahun sirkulasi otak mencapai
65% dari seluruh tubuh, dibandingkan dengan orang dewasa yang hanya
15%. Jadi pada kenaikan suhu tubuh tertentu dapat terjadi perubahan
keseimbangan dari membran sel neuron dan dalam waktu yang singkat
terjadi difusi dari ion Kalium maupun ion Natrium melalui membran tadi,
dengan akibat terjadinya lepas muatan listrik.
Lepas muatan listrik ini demikian besarnya sehingga dapat meluas ke
seluruh sel maupun ke membran sel tetangganya dengan bantuan bahan
yang disebut neurotransmitter dan terjadilah kejang. Tiap anak
mempunyai ambang kejang yang berbeda dan tergantung tinggi
rendahnya ambang kejang seeorang anak menderita kejang pada kenaikan
suhu tertentu. Pada anak dengan ambang kejang yang rendah, kejang telah
terjadi pada suhu 38°C sedangkan pada anak dengan ambang kejang yang
tinggi, kejang baru terjadi pada suhu 40°C atau lebih. Dari kenyataan
inilah dapatlah disimpulkan bahwa terulangnya kejang demam lebih
sering terjadi pada ambang kejang yang rendah sehingga dalam
penanggulangannya perlu diperhatikan pada tingkat suhu berapa penderita
kejang.
Faktor terpenting adalah gangguan peredaran darah yang
mengakibatkan hipoksia sehingga meninggikan permeabilitas kapiler dan
timbul edema otak yang mengakibatkan kerusakan sel neuron otak.
Kerusakan pada daerah mesial lobus temporalis setelah mendapat
serangan kejang yang berlangsung lama dapat menjadi “matang” di
kemudian hari, sehingga terjadi serangan epilepsi yang spontan. Jadi
kejang demam yang berlangsung lama dapat menyebabkan kelainan
anatomis di otak hingga terjadi epilepsi (Ilmu Kesehatan Anak FK UI,
2002).
Sumber energi otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi
dipecah menjadi CO2dan air. Sel dikelilingi oleh membran yang terdiri
dari permukaan dalam yaitu lipoid dan permukaan luar yaitu ionik. Dalam
keadaan normal membran sel neuron dapat dilalui dengan mudah oleh ion
kalium (K+) dan sangat sulit dilalui oleh ion natrium (Na+) dan elektrolit
lainnya, kecuali ion klorida (Cl–). Akibatnya konsentrasi ion K+ dalam sel
neuron tinggi dan konsentrasi Na+ rendah, sedang di luar sel neuron
terdapat keadaan sebalikya. Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion di
dalam dan di luar sel, maka terdapat perbedaan potensial membran yang
disebut potensial membran dari neuron. Untuk menjaga keseimbangan
potensial membran diperlukan energi dan bantuan enzim Na-K ATP-ase
yang terdapat pada permukaan sel.Keseimbangan potensial membran ini
dapat diubah oleh :
a. Perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraselular
b. Rangsangan yang datang mendadak misalnya mekanisme, kimiawi
atau aliran listrik dari sekitarnya
c. Perubahan patofisiologi dari membran sendiri karena penyakit atau
keturunan
Pada keadaan demam kenaikan suhu 1oC akan mengakibatkan
kenaikan metabolisme basal 10-15 % dan kebutuhan oksigen akan
meningkat 20%. Pada anak 3 tahun sirkulasi otak mencapai 65 % dari
seluruh tubuh dibandingkan dengan orang dewasa yang hanya 15 %.
Oleh karena itu kenaikan suhu tubuh dapat mengubah keseimbangan dari
membran sel neuron dan dalam waktu yang singkat terjadi difusi dari ion
kalium maupun ion natrium akibat terjadinya lepas muatan listrik. Lepas
muatan listrik ini demikian besarnya sehingga dapat meluas ke seluruh
sel maupun ke membran sel sekitarnya dengan bantuan
“neurotransmitter” dan terjadi kejang. Kejang demam yang berlangsung
lama (lebih dari 15 menit) biasanya disertai apnea, meningkatnya
kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi otot skelet yang akhirnya
terjadi hipoksemia, hiperkapnia, asidosis laktat disebabkan oleh
metabolisme anerobik, hipotensi artenal disertai denyut jantung yang
tidak teratur dan suhu tubuh meningkat yang disebabkan makin
meningkatnya aktifitas otot dan mengakibatkan metabolisme otak
meningkat
6. Tanda dan gejala
Ada 2 bentuk kejang demam (menurut Lwingstone), yaitu:
a. Kejang demam sederhana (Simple Febrile Seizure), dengan ciri-ciri
gejala klinis sebagai berikut :
1) Kejang berlangsung singkat, < 15 menit
2) Kejang umum tonik dan atau klonik
3) Umumnya berhenti sendiri
4) Tanpa gerakan fokal atau berulang dalam 24 jam
b. Kejang demam komplikata (Complex Febrile Seizure), dengan ciri-
ciri gejala klinis sebagai berikut :
1) Kejang lama > 15 menit
2) Kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum didahului
kejang parsial
3) Berulang atau lebih dari 1 kali dalam 24 jam.
7. Klasifikasi
Menurut Price, 2006 kejang diklasifikasikan sebagai berikut:
a. Kejang parsial (fokal, local)
1) Kejang parsial sederhana
a) Kesadaran tidak terganggu
b) Kedutan pada wajah, tangan atau salah satu sisi tubuh
c) Muntah, berkeringat, muka merah, dilatasi pupil
2) Kejang parsial kompleks
a) Terdapat gangguan kesadaran
b) Mengecap-ngecapkan bibir, mengunyah, gerakan mencongkel
yang berulang-ulang pada tangan.

b. Kejang umum (konvulsif atau non konvulsif)


1) Kejang absens
a) Gangguan kewaspadaan dan responsivitas
b) Tatapan terpaku kurang dari 15 detik
c) Awitan dan akhiran cepat, setelah itu kembali waspada
d) Dimulai dari usia 4-14 tahun dan sembuh sendiri saat usia 18
tahun
2) Kejang mioklonik
a) Kedutan-kedutan involunter pada otot atau sekelompok otot
yang terjadi mendadak
b) Sering terlihat pada orang sehat saat tidur
c) Umumnya berlangsung kurang dari 5 detik
d) Kehilangan kesadaran hanya sesaat
3) Kejang tonik-klonik
a) Diawali hilangnya kesadaran dan saat tonik, kaku pada
ekstremitas, batang tubuh dan wajah, berlangsung kurang dari 1
menit
b) Disertai hilangnya control kandung kemih dan usus
c) Tidak ada respirasi dan sianosis
d) Saat tonik diikuti dengan gerakan klonik pada ekstremitas atas
dan bawah
e) Letargi, konfusi
4) Kejang atonik
a) Hilangya tonus secara mendadak sehingga meyebabka kelopak
mata turun, kepala menunduk atau jatuh ke tanah
b) Singkat dan terjadi tanpa peringatan
5) Status epileptikus
a) Biasanya kejang tonik-klonik umumnya terjadi berulang-ulang
b) Anak tidak sadar kembali diantara kejang
c) Potensila depresi pernafasan, hipotensi dan hipoksia

8. Komplikasi
Pada penderita kejang demam yang mengalami kejang lama biasanya
terjadi hemiparesis. Kelumpuhannya sesuai dengan kejang fokal yang
terjadi. Mula – mula kelumpuhan bersifat flasid, tetapi setelah 2 minggu
timbul spastisitas.
Kejang demam yang berlangsung lama dapat menyebabkan kelainan
anatomis di otak sehingga terjadi epilepsy.Ada beberapa komplikasi yang
mungkin terjadi pada klien dengan kejang demam :
a. Pneumonia aspirasi
b. Asfiksia
c. Retardasi mental
9. Tes diagnostik yang menunjang
Beberapa hal dapat mengarahkan untuk dapat menentukan diagnosis
kejang demam antara lain:
a. Anamnesis, dibutuhkan beberapa informasi yang dapat mendukung
diagnosis ke arah kejang demam, seperti: (Dewanto et al, 2009, dalam
Pohan, 2010).
1) Menentukan adanya kejang, jenis kejang, kesadaran, lama kejang,
suhu sebelum dan saat kejang, frekuensi, interval pasca kejang,
penyebab demam diluar susunan saraf pusat.
2) Beberapa hal yang dapat meningkatkan risiko kejang demam, seperti
genetik, menderita penyakit tertentu yang disertai demam tinggi,
serangan kejang pertama disertai suhu dibawah 39° C.
3) Beberapa faktor yang memengaruhi terjadinya kejang demam
berulang adalah usia< 15 bulan saat kejang demam pertama, riwayat
kejang demam dalam keluarga, kejang segera setelah demam atau
saat suhu sudah relatif normal, riwayat demam yang sering, kejang
demam pertama berupa kejang demam akomlpeks.
b. Gambaran Klinis, yang dapat dijumpai pada pasien kejang demam
adalah: (Dewanto et al, 2009, dalam Pohan, 2010).

1) Suhu tubuh mencapai 39°C.


2) Anak sering kehilangan kesadaran saat kejang
3) Kepala anak sering terlempar keatas, mata mendelik, tungkai dan
lengan mulai kaku, bagian tubuh anak menjadi berguncang. Gejala
kejang tergantung pada jenis kejang.
4) Kulit pucat dan mungkin menjadi biru.
5) Serangan terjadi beberapa menit setelah anak itu sadar.
c. Pemeriksaan laboratorium
1) EEG
Untuk membuktikan jenis kejang fokal / gangguan difusi otak akibat
lesi organik, melalui pengukuran EEG ini dilakukan 1 minggu atau
kurang setelah kejang.
2) CT SCAN
Untuk mengidentifikasi lesi serebral, mis: infark, hematoma, edema
serebral, dan Abses.
3) Pungsi Lumbal
Pungsi lumbal adalah pemeriksaan cairan serebrospinal (cairan yang
ada di otak dan kanal tulang belakang) untuk meneliti kecurigaan
meningitis
4) Laboratorium
Darah tepi, lengkap ( Hb, Ht, Leukosit, Trombosit ) mengetahui
sejak dini apabila ada komplikasi dan penyakit kejang demam.
10. Penatalaksanaan medis
a. Pengobatan Fase Akut
Seringkali kejang berhenti sendiri. Pada waktu kejang pasien
dimiringkan untuk mencegah aspirasi ludah atau muntahan. Jalan
napas harus bebas agar oksigennisasi terjami. Perhatikan keadaan vital
seperti kesadaran, tekanan darah, suhu, pernapasan dan fungsi jantung.
Suhu tubuh tinggi diturunkan dengan kompres air dan pemberian
antipiretik.
Obat yang paling cepat menghentikan kejangadalah diazepam yang
diberikan intravena atau intrarektal. Dosis diazepam intravena 0,3-0,5
mg/kgBB/kali dengan kecepatan 1-2 mg/menit dengan dosis maksimal
20 mg. bila kejang berhenti sebelum diazepam habis, hentikan
penyuntikan, tunggu sebentar, dan bila tidak timbul kejang lagi jarum
dicabut. Bila diazepam intravena tidak tersedia atau pemberiannya
sulit gunakan diazepam intrarektal 5 mg (BB<10>10kg). bila kejang
tidak berhenti dapat diulang selang 5 menit kemudian. Bila tidak
berhenti juga, berikan fenitoin dengan dosis awal 10-20 mg/kgBB
secara intravena perlahan-lahan 1 mg/kgBb/menit. Setelah pemberian
fenitoin, harus dilakukan pembilasan dengan Nacl fisiologis karena
fenitoin bersifat basa dan menyebabkan iritasi vena.
Bila kejang berhenti dengan diazepam, lanjutkan dengan
fenobarbital diberikan langsung setelah kejang berhenti. Dosis awal
untuk bayi 1 bulan -1 tahun 50 mg dan umur 1 tahun ke atas 75 mg
secara intramuscular. Empat jama kemudian diberikan fenobarbital
dosis rumat. Untuk 2 hari pertama dengan dosis 8-10 mg/kgBB/hari
dibagi dalam 2 dosis, untuk hari-hari berikutnya dengan dosis 4-5
mg/kgBB/hari dibagi 2 dosis. Selama keadaan belum membaik, obat
diberikan secara suntikan dan setelah membaik per oral. Perhatikan
bahwa dosis total tidak melebihi 200mg/hari. Efek sampingnya adalah
hipotensi,penurunan kesadaran dan depresi pernapasan. Bila kejang
berhenti dengan fenitoin,lanjutkna fenitoin dengan dosis 4-
8mg/KgBB/hari, 12-24 jam setelah dosis awal.
b. Mencari dan mengobati penyebab
Pemeriksaan cairan serebrospinalis dilakukan untuk menyingkirkan
kemungkinan meningitis, terutama pada pasien kejang demam yang
pertama. Walaupun demikian kebanyakan dokter melakukan pungsi
lumbal hanya pada kasus yang dicurigai sebagai meningitis, misalnya
bila ada gejala meningitis atau kejang demam berlangsung lama.

c. Pengobatan profilaksis
Ada 2 cara profilaksis, yaitu (1) profilaksis intermiten saat demam
atau (2) profilaksis terus menerus dengan antikonvulsan setiap hari.
Untuk profilaksis intermiten diberian diazepam secara oral dengan
dosis 0,3-0,5 mg/kgBB/hari dibagi menjadi 3 dosis saat pasien
demam. Diazepam dapat diberikan pula secara intrarektal tiap 8 jam
sebanyak 5mg (BB<10kg)>10kg) setiap pasien menunjukkan suhu
lebih dari 38,5 0 C. efek samping diazepam adalah ataksia, mengantuk
dan hipotonia.
Profilaksis terus menerus berguna untuk mencegah berulangnya
kejang demam berat yang dapat menyebabkan kerusakan otak tapi
tidak dapat mencegah terjadinya epilepsy dikemudian hari. Profilaksis
terus menerus setiap hari dengan fenobarbital 4-5mg.kgBB/hari dibagi
dalam 2 dosis. Obat lain yang dapat digunakan adalah asam valproat
dengan dosis 15-40 mg/kgBB/hari. Antikonvulsan profilaksis selama
1-2 tahun setelah kejang terakhir dan dihentikan bertahap selama 1-2
bulan
Profilaksis terus menerus dapat dipertimbangkan bila ada 2 kriteria
(termasuk poin 1 atau 2) yaitu :
1) sebelum kejang demam yang pertama sudah ada kelainan
neurologist atau perkembangan (misalnya serebral palsi atau
mikrosefal)
2) Kejang demam lebih dari 15 menit, fokal, atau diikuti kelainan
neurologist sementara dan menetap.
3) Ada riwayat kejang tanpa demma pada orang tua atau saudara
kandung.
4) bila kejang demam terjadi pada bayi berumur kurang dari 12 bulan
atau terjadi kejang multiple dalam satu episode demam.

B. KONSEP TUMBUH KEMBANG ANAK USIA 1 TAHUN


1. Pertumbuhan
Pertumbuhan adalah bertambahnya ukuran fisik (anatomi) dan struktur
tubuh karena bertambah banyak dan bertambah besar sel. Adanya
pertambahan secara kuantitatif sejak terjadinya konsepsi yaitu saat sel telur
dan sperma bertemu.(IDAI, 2002).Pertumbuhan adalah pertambahan
ukuran fisik yaitu menjadi lebih besar atau lebih matang bentuknya, seperti
pertambahan berat badan, tinggi badan dan lingkar badan.
2. Perkembangan
Perkembangan adalah bertambahnya fungsi tubuh, struktur dan
kemampuannya.Perkembangan bersifat kualitatif yaitu pertambahan
kematangan fungsi dari setiap bagian tubuh.Pertama kali diawali dengan
berfungsinya jantung untuk memompa darah, kemampuan untuk bernafas,
kemampuan anak untuk tengkurap, duduk, berjalan, bicara, kematangan
emosi sosial anak. (IDAI, 2002)
3. Prinsip Tumbuh Kembang pada anak:
a. Tumbuh kembang merupakan proses dari konsepsi sampai dewasa
b. Pola tumbuh kembang pada semua anak sama, hanya kecepatannya
dapat berbeda.
c. Proses tumbuh kembang dimulai dari kepala ke seluruh anggota badan,
seperti mulai melihat, tersenyum, mengangkat badan, duduk, berdiri,
dll.
4. Tahap tumbuh kembang
Tahapan pertumbuhan dan perkembangan pada anak-anak menurut
Soetijiningsih (2002)
a. Masa prenatal (konsepsi – lahir)
1) Masa embrio : konsepsi – 8 minggu
2) Masa janin (fetus) : 9 minggu – kelahiran
b. Masa Pascanatal
1) Masa Neonatal usia 0 – 28 hari
a) Neonatal dini(perinatal) : 0 – 7 hari
b) Neonatal lanjut : 8 – 28 hari
2) Masa Bayi
a) Masa bayi dini : 1 – 12 bulan
b) Masa bayi akhir : 1 – 2 tahun
3) Masa prasekolah usia 2 – 6 tahun
a) Prasekolah awal (balita) : 2 – 3 tahun
b) Prasekolah akhir : 4 – 6 tahun
4) Masa sekolah atau masa prapubertas
a) Wanita : 6 – 10 tahun
b) Laki- laki : 8 – 12 tahun
5) Masa adolesensi atau masa remaja
a) Wanita : 10 – 18 tahun
b) Laki- laki : 12 – 20 tahun
5. Tumbuh kembang anak
a. Perkembangan Motorik Halus dan Kasar
Perkembangan motorik halus adalah keadaan anak yang sadar mampu
mengontrol dan mengendalikan diri serta tubuhnya, sehingga
memungkinkan untuk melakukan gerakan-gerakan yang lebih halus
dengan otot-otot yang kecil. Perkembangan motorik halus pada
usia ini adalah dapat melakukan hal-hal seperti memegang suatu
objek, mengikuti objek dari sisi, mencoba memegang dan memasukkan
benda ke dalam mulut, memegang benda tapi terlepas, memerhatikan
tangan dan kaki, memegang benda dengan kedua tangan, serta menahan
benda di tangan walaupun hanya sebentar.
Perkembangan motorik kasar adalah kemampuan anak menggerakan
otot-otot besar untuk melakukan sebuah gerakan “kasar”.
Perkembangan motorik kasar pada usia ini dimulai dengan kemampuan
mengangkat kepala saat tengkurap, mencoba duduk sebentar dengan
ditopang, mampu duduk dengan kepala tegak, jatuh terduduk di
pangkuan ketika disokong pada posisi berdiri, kontrol kepala
sempurna, mengangkat kepala sambil berbaring telentang, berguling
dari telentang ke miring, posisi lengan dan tungkai kurang fleksi, dan
berusaha merangkak.
b. Perkembangan Kognitif (Kecerdasan)
Dalam periode perkembangan otak ada istilah yang dikenal sebagai
fase cepat tumbuh otak, yaitu fase pada saat otak berkembang
sangat cepat. Pada fase ini otak harus mendapat prioritas utama
dalam hal pemenuhan zat gizi sebagai bahan-bahan pembentuknya.
Kurangnya gizi pada fase cepat tumbuh otak anak dibawah usia 18
bulan akan bersifat irreversible (tidak dapat pulih). Artinya, kecerdasan
anak tersebut tidak bisa lagi berkembang secara optimal pada tahun-
tahun kedepannya.
c. Perkembangan Sosial dan Emosi
Salah satu bagian perkembangan sosial dan emosi yang terjadi pada
anak usia 1-2 tahun adalah perubahan mood. Pada usia tersebut, anak
mulai belajar untuk merespon segala sesuatu yang diterima atau
keadaan yang dihadapi sesuai dengan perasaan hatinya. Misalnya anak
akan menggelengkan kepala sebagai tanda tidak mau makan atau
akan tersenyum gembira untuk menandakan hatinya senang saat diajak
bercanda dengan orang-orang disekitarnya.
d. Perkembangan Berbahasa dan berbicara
Kemampuan ini akan senantiasa berkembang sehingga
memungkinkannya untuk memahami sekaligus menggunakan bahasa
sebagai alat untuk berkomunikasi dan berinteraksi dengan orang lain.
Umumnya, kemampuan ini akan muncul ketika anak sudah berusia
sekitar satu tahun. Pada usia ini, anak mulai belajar berbicara dari kata-
kata sederhana yang hanya terdiri dari satu dua suku kata. Umumnya,
kata pertama yang dapat diucapkan adalah kata-kata yang sering kali
didengar setiap hari dari orang-orang di selitarnya. Misalnya adalah
mama, papa dan sebagainya (Ali, 2008).

6. Beberapa Teori Perkembangan pada Masa


a. Teori Perkembangan Anak
Dalam konsep perkembangan anak, para ilmuan yang mengkaji dalam
bisdang ini memiliki masing-masing teori yang berbeda bahkan
diantaranya ada yang saling bertentangan.Hal tersebut membuat kita
harus benar-benar memikirkan kembali konsep perkembangan anak
yang sesuai dalam konsep apangan yang sesungguhnya.Akan tetapi
konsep perkembangan anak adalah salahsatu hal yang unik mengingat
anak itu merupakan sebuah pribadi yang unik.Sehingga satu teori saja
belum tentu bisa menjelaskan sebuah konsep ini secara gamblang.
Seorang ilmuan akan membuat sebuah teori dari apa yang dia lihat dan
amati, sehingga perbedaan konsep dan teori para ilmuan ini jika kita
teliti lagi mungkin akan menggambarkan konsep perkembangan anak
ini dengan lebih banyak sudut pandang. Hal ini akan mengakibatkan
pemahaman kita lebih luas lagi.
1) Teori psikoanalisis (psychoanalytic theory)
Menggambarkan perkembangan sebagai proses yang erjadi diluar
kesadaran dan sangat di pengaruhi oleh emosi. Penganut teori ini
menekankan bahwa perilaku hanyalah permukaan dari karakteristik
dan pemahaman sejati mengenai perkembangan memerlukan analisis
dari makna simbolis setiap tindakan serta kerja pikiran yang
terdalam.Penganut teori psikoanalisis ini juga menekankan bahwa
pengalaman awal bersama orangtua sangat mempengaruhi
kehidupan.Karakteristik-karakteristik ini di tunjukan oleh teori
psikoanalisis oleh Sigmund Freud (1856-1939). Fase Anal
a) Pada tahap anal, Freud percaya bahwa fokus utama dari libido
adalah pada pengendalian kandung kemih dan buang air
besar.Konflik utama pada tahap ini adalah pelatihan toilet – anak
harus belajar untuk mengendalikan kebutuhan
tubuhnya.Mengembangkan kontrol ini menyebabkan rasa
prestasi dan kemandirian.
Menurut Sigmund Freud, keberhasilan pada tahap ini
tergantung pada cara di mana orang tua pendekatan pelatihan
toilet. Orang tua yang memanfaatkan pujian dan penghargaan
untuk menggunakan toilet pada saat yang tepat mendorong hasil
positif dan membantu anak-anak merasa mampu dan
produktif.Freud percaya bahwa pengalaman positif selama tahap
ini menjabat sebagai dasar orang untuk menjadi orang dewasa
yang kompeten, produktif dan kreatif.
Fase oral Fase anal Fase fhalik Fase laten Fase genital
Kesenangan Kesenangan Kesenangan Anak membendung Waktu ketika
bayi terletak anak berfokus anak terpusat ketertarikan seksual daya seksual dari
pada mulut. pada anus. pada alat dan mengembangkan kesenangan
kelamin. keterampilan sosial seksual muncul
dan intelektual. lagi; seseorang
diluar keluarga.
Lahir – ½ tahun 1 ½ - 3 tahun 3 – 6 tahun 6 tahun - pubertas Setelah pubertas
2) Teori psikoanalisis Erikson
Dalam teori Erikson, kita hidup melewati delapan tahapan.Pada
masing-masing tahap, perkembangan yang unik menghadapkan
seseorang pada krisis yang harus di selesaikan.Menurutnya, krisis tidak
menghancurkan seseorang tersebut, tetapi merupakan sebuah titik balik
yang ditandai dengan peningkatan kerawanan dan peningkatan
potensi.Semakin sukses seseorang menyelesaikan krisis tersebut,
semakin sehat perkembangannya.
a. Otonomi vs. Perasaan Malu dan Keragu-Raguan
Anak harus didorong untuk mengalami situasi-situasi yang menuntut
otonomi dalam melakukan pilihan bebas. Rasa mampu
mengendalikan diri akan menimbulkan dalam diri anak rasa
memiliki kemauan baik dan bangga yang bersifat menetap.
Sebaliknya rasa kehilangan kontrol diri dapat menyebabkan perasaan
malu dan ragu-ragu yang bersifat menetap.

Kepercayaan Masa bayi tahun Identitas vs Masa remaja


vs ketidak pertama kebingungan (10-20 tahun)
percayaan identitas
Otonomi vs Masa bayi (1-3 Keintiman vs Masa dewasa
ragu dan tahun) isolasi awal (usia 20-
malu 30 an)
Inisiatif vs Masa kanak-kanak Generasivitas (40-50 an)
rasa bersalah awal (prasekolah, 3- vs stagnasi
5 tahun)
Tekun vs Masa kanak-kanak Integritas vs Masa dewasa
rendah diri menengah dan akhir keputusan akhir (60 tahun
(masa sekolah keatas)
dasar, 6 tahun
hingga pubertas)

b. Teori kognitif
Ketika teori psikoanalisis menekankan pentingnya alam bawah sadar,
teori kognitif menekankan pikiran-pikiran sadar. Tiga teori kognitif
yang penting adalah teori perkembangan kognitif piaget, teori kognitif
social budaya Vygotsky, dan teori proses informasi.
Teori perkembangan kognitif piaget
Piaget (1896-1980) juga mengusulkan gagasan bahwa kita melalui
empat tahapan untuk memahami dunia. Setiap tahap di kaitkan pada
usia dan terdiri dari cara yang jelas untuk berfikir, cara berbeda untuk
memahami dunia. Jadi menurut piaget (1954), kognisi anak secara
kualtatif berbeda pada setiap tahapannya seperti berikut :
Tahap sensoris-motorik yang berlangsung sejak lahir hingga usia 2
tahun adalah tahap pertama piaget. Pada tahap ini, bayi membangun
pengertiannya terhadap dunia dengan mengoordinasi pengalaman
sensoris (seperti melihat dan mendengar) dengan tindakan fisik,
kegiatan motoric, diistilahkan sensoris-motorik.

C. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN


1. Pengkajian
Hal – hal yang perlu dikaji antara lain :

a. Identitas pasien dan keluarga


1) Nama Pasien (initial), umur, jenis kelamin,agama, suku bangsa
dan alamat
2) Nama Ayah (initial), umur, agama, pendidikan, pekerjaan, suku
dan bangsa
3) Nama Ibu (initial), umur, agama, pendidikan, pekerjaan, suku
dan bangsa.
b. Riwayat kesehatan yang lalu
1) Riwayat prenatal
Dikaji mengenai kehamilan ke berapa, tempat pemeriksaan
kehamilan, keluhan ibu saat hamil, kelainan kehamilan dan obat –
obatan yang diminum saat hamil
2) Riwayat kelahiran
Kelahiran spontan atau dengan bantuan – bantuan, aterm atau
premature. Perlu juga ditanyakan berat badan lahir, panjang badan,
ditolong oleh siapa dan melahirkan di mana.
3) Riwayat yang berhubungan dengan hospitalisasi
Pernahkah dirawat di rumah sakit, berapa kali, sakit apa,
pernahkah menderita penyakit yang gawat.
Riwayat kesehatan dalam keluarga perlu dikaji kemungkinan ada
keluarga yang pernah menderita kejang.
4) Tumbuh kembang
Mengkaji mengenai pertumbuhan dan perkembangan anak
sesuai dengan tingkat usia, baik perkembangan emosi dan sosial.

5) Imunisasi
Yang perlu dikaji adalah jenis imunisasi dan umur
pemberiannya. Apakah imunisasi lengkap, jika belum apa
alasannya.
c. Riwayat penyakit sekarang
1) Awal serangan : Sejak timbul demam, apakah kejang timbul
setelah 24 jam pertama setelah demam
2) Keluhan utama : Timbul kejang (tonik, klonik, tonik klonik), suhu
badan meningkat
3) Pengobatan : Pada saat kejang segera diberi obat anti konvulsan
dan apabila pasien berada di rumah, tiindakan apa yang dilakukan
untuk mengatasi kejang.
4) Riwayat sosial ekonomi keluarga
Pendapatan keluarga setiap bulan, hubungan sosial antara anggota
keluarga dan masyarakat sekitarnya.
5) Riwayat psikologis
Reaksi pasien terhadap penyakit, kecemasan pasien dan orang tua
sehubungan dengan penyakit dan hospitalisasi.
d. Pemeriksaan fisik
1) Pemeriksaan persistem
a) Sistem persepsi sensori :
Penglihatan : air mata ada / tidak, cekung / normal
Pengecapan : rasa haus meningkat / tidak, lidah lembab / kering
b) Sistem persyarafan : kesadaran, menggigil, kejang, pusing
c) Sistem pernafasan : dispneu, kusmaul, sianosis, cuping hidung,
d) Sistem kardiovaskuler : takikardi, nadi lemah dan cepat / tak
teraba, kapilary refill lambat, akral hangat / dingin, sianosis
perifer
e) Sistem gastrointestinal :
Mulut : membran mukosa lembab / kering
Perut : turgor ?, kembung / meteorismus, distensi
Informasi tentang tinja : warna (merah, hitam), volume, bau,
konsistensi, darah, melena
f) Sistem integumen : kulit kering / lembab
g) Sistem perkemihan : bak 6 jam terakhir, oliguria / anuria
2) Pola Fungsi Kesehatan
a) Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan : sanitasi ?,
b) Pola nutrisi dan metabolisme : anoreksia, mual, muntah
3) Pola eliminasi
a) Bab : frekuensi, warna (merah?, hitam?), konsistensi, bau,
darah
b) Bak : frekuensi, warna, bak 6 jam terakhir?, oliguria, anuria

2. Diagnosa keperawatan
a. Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi atau inflamasi
b. Resiko injury b.d kelemahan, perubahan kesadaran dan kehilangan
koordinasi otot
c. Jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan menumpuknya sekret
pada jalan nafas.
d. Resiko terjadi kerusaskan sel otak berhubungan dengan
kejang
e. Resiko trauma atau penghentian pernafasan atau penghentian
pernafasan berhubungan dengan kesulitan keseimbangan
perubahan kesadaran
f. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi
mengenai proses penyakitnya
g. Kecemasan berhubungan dengan dampak haspitalisasi
h. Gangguan volume ca
i. iran kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan peningkatan
suhu tubuh
j. Resiko kejang berulang b.d riwayat kejang
k. Resiko kekurangan nutrisi b.d anoreksia
3. Intervensi
No. Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional
D Keperawatan
K
o
1 Hipertermi Setelah dilakukan asuhan 1. Observasi suhu tubuh tiap 4 jam 1. Suhu 38,9-40 c menunjukkan adanya
berhubungan dengan
keperawatan selama 1x24 jam proses infeksi akut
proses inflamasi 2. Pertahankan suhu tubuh normal
diharapkan tidak terjadi 2. Suhu tubuh dapat dipengaruhi oleh tingkat
3. Berikan kompres
hipertermi atau peningkatan suhu aktivitas, suhu, lingkungan, kelembaban
tubuh. Dengan kriteria hasil : 4. berikan pada klien baju yang tipis dan tingi akan mempengaruhi panas atau
1) Suhu tubuh dalam rentan dinginnya tubuh
terbuat dari katun serta bahan yang
normal 36,5 - 37,5 ºC 3. Dengan vasodilatasi dapat meningkatkan
menyerap keringat.
2) Nadi dalam rentan normal 80- penguapan yang mempercepat penurunan
120x/menit. 5. monitor penurunan tingkat kesadaran. suhu tubuh.
3) RR dalam rentan normal 18- 4. Proses hilangnya panas akan terhalangi
6. Kolaborasi dengan dokter dalam
24x/menit lleh pakaian tebal dan tidak dapat
pemberian obat penurun panas
4) Tidak ada perubahan warna menyerap keringat
kulit dan tidak ada pusing. 5. Menentukan intervensi selanjutnya untuk
mencegah komplikasi lebih lanjut
6. Pemberian obat penurunan panas sangat
penting bagi pasien dengan suhu tinggi
No. Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional
D Keperawatan
K
2 Resiko injury b.d Setelah dilakukan asuhan 1. Sediakan lingkungan yang aman untuk 1. Tujuan melindungi klien dari trauma
kelemahan, perubahan
keperawatan selama 1x24 jam pasien. kapitis
kesadaran dan
kehilangan koordinasi diharapkan tidak masuk dalam 2. Menghindarkan lingkungan yang 2. Perabotan yang berada di sekitar klien
otot
keadaan aktual. Dengan kriteria berbahaya. yang mengalami serangan kejang, dapat
hasil : 3. Memasang side rail tempat tidur mencederai klien, seperti lampu.
1) Tidak terjadi kejang. 4. Observasi kejang berulang 3. Mencegah cidera yang dapat
2) Tidak terjadi cedera. 5. Menyediakan tempat tidur yang menyebabkan jatuh.
nyaman dan bersih & Membatasi 4. Lingkungan yang nyaman membuat klien
pengunjung. lebih rileks dan tenang
6. Menganjurkan keluarga untuk 5. Pendampingan keluarga dapat
menemani pasien. menurunkan stres yang dialami ole klien
7. Edukasi tentang penyakit kepada 6. Pengetahuan yang cukup dapat membantu
keluarga dalam mencegah kejang berulang
No Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional
dk Keperawatan
3. Jalan nafas tidak Setelah diberikan asuhan 1. Monitor TTV (suhu, nadi, RR, TD) 1. Tanda-tanda vital untuk mengetahui
efektif berhubungan keperawatan selama 2x24 jam 2. Auskultasi suara napas klien intervensi selanjutnya.
dengan menumpuknya diharapkan pola nafas kembali 3. Berikan posisi yang nyaman untuk 2. Mengetahui masih terdapat sekret atau
sekret pada jalan efektif dengan kriteria hasil: mengoptimalkan ventilasi tidak pada jalan napas klien
nafas. a. RR dalam batas normal 18- 4. Monitor warna kulit 3. Posisi yang nyaman bagi klien akan
24x/menit 5. Lalukan suction jika diperlukan mempermudah masuknya oksigen dan
b. Menunjukkan jalan nafas yang proses sirkulasi oksigen
Paten 4. Untuk menilai status klien apakah klien
c. Tidak ada sianosis, Tanda- mengalami sianosis atau tidak
tanda vital dalam rentan 5. Membersihkan sekret dari jalan napas.
normal
Daftar Pustaka

Donna L Wong, Buku Ajar Keperawatan Pediatri (Wong’s Essentials of Pediatric


Nursing) Ed6, Buku 1 & Buku 2. Jakarta: EGC
Nurarif, Amin Huda & Kusuma, Hardi. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan

Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA NIC NOC Jilid 2. Jakarta:EGC

Nursalam, Rekawati, 2008, Asuhan Keperawatan Bayi dan Anak (untuk Perawat
dan Bidan) Jakarta: Salemba Medika
Marcdante, Karen J Nelson. 2011. Ilmu Kesehatan Anak Esensial. Singapura ;
Elsevier

Ridha N. 2014. Buku Ajar Keperawatan Pada Anak. Jakarta: Pustaka Pelajar.

Rizki, Anisa dkk, 2015, Teori & Konsep Tumbuh Kembang. Yogyakarta: Nuha
Medika
Suriadi, 2010, Asuhan Keperawatan pada Anak, Ed 2. Jakarta: CV Sagung Seto

Anda mungkin juga menyukai