Anda di halaman 1dari 4

Farmakologi hydrocortisone

Mekanisme aksi

Glukokortikoid; memunculkan aktivitas mineralokortikoid ringan dan efek anti-inflamasi


moderat; mengontrol atau mencegah peradangan dengan mengontrol tingkat sintesis protein,
menekan migrasi leukosit polimorfonuklear (PMN) dan fibroblast, dan membalikkan
permeabilitas kapiler

Penyerapan

Bioavailabilitas: PO, 96%

Durasi: Short-acting

Distribusi

Protein terikat: 90%

Vd: 34 L

Metabolisme

Metabolisme dalam jaringan dan hati

Metabolit: Glucuronide dan sulfat (tidak aktif)

Eliminasi

Setengah hidup: Plasma, 1-2 jam; biologis, 8-12 jam

Ekskresi: Urine (terutama), feses (minimal)

Peringatan
Kontraindikasi

Infeksi serius yang tidak diobati (kecuali meningitis tuberkulosis atau syok septik)

Idiopathic thrombocytopenic purpura (hanya administrasi IM)

Administrasi intratekal (injeksi)

Gunakan pada bayi prematur (formulasi yang mengandung benzil alkohol saja)

Hipersensitivitas terdokumentasi
Infeksi jamur sistemik

Pemberian vaksin hidup atau hidup, dilemahkan adalah kontraindikasi pada pasien yang
menerima dosis imunosupresif kortikosteroid
Perhatian

Gunakan dengan hati-hati pada sirosis, ocular herpes simplex, hipertensi, diverticulitis,
myasthenia gravis, penyakit ulkus peptikum, kolitis ulserativa, kecenderungan psikotik,
insufisiensi ginjal, kehamilan, diabetes mellitus, gagal jantung kongestif, gangguan
tromboemboli, gangguan GI

https://reference.medscape.com/drug/a-hydrocort-solu-cortef-hydrocortisone-342744#10

. PITRIASIS ALBA

a. etiologi

Sampai saat ini belum ditemukan adanya etiologi yang definitif walaupun beberapa
usaha telah dilakukan untuk menemukan adanya mikroorganisme pada lesi kulit. Namun
dikatakan juga biasanya pitiriasis alba seringkali didapat pada kulit yang sangat kering
yang dipicu oleh lingkungan yang dingin.
Pitriasis alba juga telah diketahui sebagai suatu manifestasi dari dermatitis atopik. .
Penelitian terakhir mengenai etiologi pitriasis alba yang dilakukan pada tahun 1992,
dimana Abdallah menyimpulkan Staphylococcus aureus merupakan elemen penting dalam
menimbulkan manifestasi klinis penyakit ini. Dia menemukan bakteri ini ada pada 34%
dalam plak pitriasis alba dan 64% pada rongga hidung pasien yang sama dan pada
kelompok kontrol presentasinya secara berurutan 4% dan 10%. Faktor lingkungan
sepertinya sangat berpengaruh walaupun mungkin bukan berupa agen etiologis langsung,
paling tidak dapat memperburuk atau memperbaiki lesi.3
b. patogenesis

pada pasien dengan pitiriasis alba yang luas, ditemukan densitas dari melanosit
yang normal berkurang pada daerah lesi tanpa adanya aktivitas sitoplasmik. Melanosom
cenderung lebih sedikit dan lebih kecil namun pola distribusi dalam keratinosit normal.
Hipopigmentasi utamanya diakibatkan oleh berkurangnya jumlah melanosit aktif dan
penurunan jumlah dan ukuran dari melanosomes pada daerah lesi kulit. Transfer
melanosom di keratinosit secara umum tidak terganggu. Gambaran histologis kurang
spesifik. Hiperkeratosis dan parakeratosis tidak selalu ada dan sepertinya tidak berperan
penting dalam patogenesis dari hipomelanosis. Beragam derajat jumlah edema dan sekret
lemak intrasitoplasmik dapat terlihat. 3

c. gambaran klinis

Pitiriasis alba umumnya bersifat asimtomatis tetapi bisa juga didapatkan rasa
terbakar dan gatal. Secara klinis, pitiriasis alba ditandai oleh makula berbentuk bulat atau
oval kadang irregular yang pada awalnya berwarna merah muda atau coklat muda
ditutupi dengan skuama halus, yang kemudian menjadi hipopigmentasi Lesi biasanya
multipel dengan diameter bervariasi antara 0,5-2 cm dan dapat tersebar secara simetris.
Lesi pada umumnya didapatkan pada daerah wajah ( sekitar 50-60 % kasus ) terutama
pada daerah dahi, sekitar mata dan mulut. Tetapi dapat juga ditemukan pada daerah yang
lain seperti pada leher, bahu, ekstremitas atas serta pada ekstremitas bawah

Gambar 7 Pitiriasis Alba. 3

d. pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan penunjang yang sering dilakukan adalah :3

1. Pemeriksaan potassium hidroksida (KOH)

Pemeriksaan ini dapat menyingkirkan pitiriasis versikolor, tinea fasialis atau tinea
korporis
2. Pemeriksaan histopatologi dari biopsi kulit

Pemeriksaan histopatologis dari biopsi kulit tidak banyak membantu karena tidak
patognomonik untuk menegakkan diagnosis. Pada pemeriksaan histopatologis
didapatkan : adanya akantosis ringan, spongiosis dengan hiperkeratosis dan
parakeratosis setempat, pigmentasi melanin yang irreguler pada lapisan basal kulit.
Kadang ditemukan pula kelenjar sebum yang atrofi

3. Pemeriksaan mikroskop elektron

Terlihat penurunan jumlah serta berkurangnya ukuran melanos3

e. penatalaksanaan

Tujuan penatalaksanaan yaitu mengeliminasi inflamasi dan infeksi, mengembalikan


barier stratum korneum dengan menggunakan emolient dan penggunaan bahan
antipruritus untukmengurangi kerusakan pada kulit dan mengontrol faktor –faktor
eksaserbasi. Dengan penggunaan hidrokortison dan krim emolien dapat mengurangi
eritema, skuama dan gatal. Antibiotik juga dapat diberikan untuk mengatasi infeksi
oleh staphylococcus aureus seperti cephalexin, cefadroxil, dan dicloxacillin. 3

Dapus
Sri Linuwih.SW. Ilmu Penyakit Kulit Dan Kelamin. Edisi ketujuh.Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia.2016

Anda mungkin juga menyukai