Anda di halaman 1dari 48

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Osteoporosis adalah kelainan di mana terjadi penurunan massa
tulang total, terdapat perubahan pergantian tulang homeostatis normal,
kecepatan resorpsi tulang lebih besar dari kecepatan pembentukan tulang
total (Smeltzer, Suzanne. 2002). Osteoporosis sendiri tidak memunculkan
gejala tetapi meningkatkan risiko fraktur, osteoporosis yang merugikan
kualitas kehidupan penderitanya yang mayoritas sudah berusia lanjut.
Fraktur osteoporosis yang sering terjadi adalah fraktur femur dengan
angka kejadian 119/100.000 penduduk di Indonesia tiap tahunnya.
Osteoporosis masih menjadi salah satu penyakit tidak menular terbanyak
di dunia
World Health Organization (WHO) memasukkan osteoporosis
dalam daftar 10 penyakit degeneratif utama di dunia. Tercatat bahwa
terdapat kurang lebih 200 juta pasien di seluruh dunia yang menderita
osteoporosis. Angka kejadian osteoporosis yang tinggi menjadi masalah
bagi sistem pelayanan kesehatan karena angka kejadiannya semakin
meningkat dengan bertambahnya usia, serta masyarakat mengadopsi pola
hidup yang tidak sehat, berkurangnya aktifitas fisik, dan diet yang tidak
seimbang.
Terdapat beberapa faktor risiko terjadinya osteoporosis, yaitu
faktor risiko yang dapat dimodifikasi dan yang tidak dapat dimodifikasi.
Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi antara lain adalah usia, jenis
kelamin, riwayat keluarga, riwayat fraktur, sedangkan faktor risiko yang
dapat dimodifikasi antara lain adalah indeks massa tubuh, konsumsi
alkohol, merokok, hormon endogen seperti estrogen, menopause dini,
aktifitas fisik, penyakit sistemik, dan penggunaan steroid jangka panjang.
Masalah yang dihadapi ketika seseorang mengalami osteoporosis tidak
hanya karena penurunan kualitas dan fungsi hidup individu, tetapi juga
masalah biaya kesehatan ketika terjadi fraktur dan meningkatnya
mortalitas.

1
Oleh karena itu perlunya membahas materi ini agar kita sebagai
mahasiswa keperawatan dapat memahami perannya bagi klien dalam
upaya preventif dan promotif untuk meningkatkan derajat kesehatan di
Indonesia.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut kami merumuskan masalah sebagai
berikut:
1. Apa pengertian Osteoporosis?
2. Apa anatomi fisiologi pada Osteoporosis?
3. Apa etiologi dari Osteoporosis?
4. Apa saja klasifikasi Osteoporosis?
5. Bagaimana patofisiologi Osteoporosis?
6. Apa manifestasi klinis Osteoporosis?
7. Apa saja komplikasi Osteoporosis?
8. Apa saja tes diagnostic yang dilakukan untuk klien Osteoporosis?
9. Bagaimana penatalaksanaan medis untuk klien Osteoporosis?
10. Bagaimana asuhan keperawatan pada klien Osteoporosis?

C. Tujuan Masalah
Berdasarkan rumusan masalah tersebut kami menyimpulkan tujuan
sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui pengertian Osteoporosis.
2. Untuk mengetahui anatomi fisiologi dari Osteoporosis.
3. Untuk mengetahui etiologi dari Osteoporosis.
4. Untuk mengetahui klasifikasi dari Osteoporosis.
5. Untuk mengetahui patofisiologi dari Osteoporosis.
6. Untuk mengetahui manifestasi klinis dari Osteoporosis.
7. Untuk mengetahui komplikasi dari Osteoporosis.
8. Untuk mengetahui tes diagnostic yang dilakukan untuk klien
Osteoporosis.
9. Untuk mengetahui penatalaksanaan medis untuk klien Osteoporosis.

2
10. Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada klien Osteoporosis.
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Pengertian
Osteoporosis adalah suatu keadaan dimana terdapat pengurangan
jaringan tulang per unit volume, sehingga tidak mampu melindungi
atau mencegah terjadinya fraktur terhadap trauma minimal (Noer,
Sjaifoellah. 1996).
Osteoporosis adalah kelainan di mana terjadi penurunan massa
tulang total, terdapat perubahan pergantian tulang homeostatis normal,
kecepatan resorpsi tulang lebih besar dari kecepatan pembentukan
tulang total (Smeltzer, Suzanne. 2002).
Osteoporosis adalah kondisi berkurangnya massa tulang dan
gangguan struktur tulang sehingga menyebabkan tulang menjadi
mudah patah. (Duque and Troen, 2006 dan Hughes, 2006).

B. Anatomi Fisiologi
Muskulokeletas terdiri dari kata Muskulo yang berarti otot dan kata
Skeletal yang berarti tulang. Sistem muskuloskeletal meliputi tulang,
persendian, otot, tendon dan bursae. Pertumbuhan dan perkembangan
struktur ini terjadi selama masa kanak-kanak dan remaja. Struktur
tulang dan jaringan ikat menyusun kurang lebih 25% berat badan, dan
otot menyusun kurang lebih 50%.
Kesehatan dan fungsi sistem muskuloskeletal sangat bergantung
pada sistem tubuh yang lain. Struktur tulang memberi perlindungan
terhadap organ vital, termasuk otak, jantung, dan paru. Kerangka
tulang merupakan kerangka yang kuat untuk menyangga struktur
tubuh. Otot yang melekat ke tulang memungkinkan tubuh bergerak.

3
Sumber:http://biologimediacentre.com/sistem-gerak-pada-
manusia-1-tulang/

1. Rangka (Skeletal)
Sistem rangka adalah bagian tubuh yang terdiri dari tulang,
sendi dan tulang rawan (kartilago) sebagai tempat menempelnya
otot dan memungkinkan tubuh untuk mempertahankan sikap dan
posisi. Tulang sebagai alat gerak pasif karena mengikuti kendali
otot. Akan tetapi tulang mempunyi peranan penting karena gerak
tidak akan terjadi tanpa tulang.
a. Fungsi Rangka :
1) Sebagai penyangga, berdirinya tubuh, tempat melekatnya
ligament-ligamen oto, jaringan lunak dan juga organ.
2) Sebagai penyimpan mineral : kalsium, fosfat, dan lipid
(yellow marrow)
3) Produksi sel darah merah (red marrow)
4) Sebagai pelindung : membentuk rongga melindungi organ
yang halus dan lunak.
5) Sebagai penggerak: dapat mengubah arah dan kekuatan otot
rangka saat bergerak karena adanya persendian.
b. Jenis Tulang :
Berdasarkan jaringan penyusun dan sifat-sifat fisiknya, yaitu:
1) Tulang Rawan (kartilago)

4
a) Tulang Rawan Hyalin
Kuat dan elastis, terdapat pada ujung tulang pipa.
b) Tulang Rawan Fibrosa
Memperdalam rongga dari cawan-cawan dan rongga
glenoid dari scapula.
c) Tulang Rawan Elastik
Terdapat dalam daun telinga epiglottis dan faring.
2) Tulang Sejati (osteon)
Tulang bersifat keras dan berfungsi menyusun berbagai
sistem rangka. Permukaan luar tulang dilapisi selubung
fibrosa (periosteum). Lapis tipis jaringan ikat (endosteum)
melapisi rongga sumsum dan meluas ke dalam kanalikuli
tulang kompak.

Secara mikroskopis tulang terdiri dari :


a) Sistem Havers (saluran yang berisi serabut saraf,
pembuluh darah dan limfe).
b) Lamella (lempeng tulang yang tersusun konsentris).
c) Lacuna (ruangan kecil yang terdapat di atas lempengan-
lempengan yang mengandung sel tulang).
d) Kanalikuli (memancar di antara lacuna dan tempat
difusi makanan sampai ke osteon).

Berdasarkan matriksnya, yaitu :

a) Tulang kompak, yaitu tulang dengan matriks yang padat


dan rapat.
b) Tulang spons, yaitu tulang dengan matriksnya
berongga.

Berdasarkan bentuknya, yaitu :

a) Ossa longa (tulang pipa/panjang), yaitu tulang yang


ukuran panjangnya terbesar. Contohnya os humerus dan
os femur.

5
b) Ossa brevia (tulang pendek), yaitu tulang yang
ukurannya pendek. Contohnya tulang yang terdapat
pada pangkal kaki, pangkal lengan, dan ruas-ruas tulang
belakang.
c) Ossa plana (tulang pipih), yaitu tulang yang ukurannya
lebar. Contohnya os scapula (tengkorak), tulang belikat,
tulang rusuk.
d) Ossa irregular (tulang tak beraturan), yaitu tulang
dengan bentuk yang tak tentu. Contohnya os vertebrae
(tulang belakang).
e) Ossa pneumatica (tulang berongga udara) contohnya os
maxilla.
c. Sel –sel Penyusun Tulang
1) Sel osteogenik, merupakan sel yang tidak spesifik berasal
dari mesenkim, terdapat pada periosteum dan endosteum.
2) Osteoblast, merupakan sel tulang muda yang menghasilkan
jaringan osteosit dan mengkresikan frosfatase dalam
pengendapan kalsium dan fosfat ke dalam matriks tulang.
3) Osteosit, merupakan sel-sel tulang dewasa yang bertindak
sebagai lintasan untuk pertukaran kimiawi melalui tulang
yang padat.
4) Osteoclast, merupakan sel-sel yang dapat mengabsorbsi
mineral dan matriks tulang.

Sumber:https://www.dictio.id/t/apa-sajakah-jenis-jenis-sel-sel-
tulang-dan-apa-fungsinya/6012

6
2. Pertumbuhan dan Pembentukan Tulang
Proses pembentukan tulang telah bermula sejak umur
embrio 6-7 minggu dan berlangsung sampai dewasa. Pada rangka
manusia, rangka yang pertama kali terbentuk adalah tulang rawan
(kartilago) yang berasal dari jaringan mesenkim. Kemudian akan
terbentuk osteoblast atau sel-sel pembentuk tulang. Osteoblast ini
akan mengisi rongga-rongga tulang rawan.
Sel-sel tulang dibentuk terutama dari arah dalam ke luar
atau proses pembentukannya konsentris. Setiap satuan-satuan sel
tulang mengelilingi suatu pembuluh darah dan saraf membentuk
suatu system yang disebut system Havers.
Disekeliling sel-sel tulang terbentuk senyawa protein yang
akan menjadi matriks tulang. Kelak didalam senyawa protein ini
terdapat pula kapur dan fosfor sehingga tulang akan mengeras.
Proses ini disebut osifikasi. Proses ini dibedakan menjadi dua,
yaitu osifikasi intramembranosa dan osifikasi intrakartilagenosa.
Osifikasi intramembranosa disebut juga penulangan langsung
(osifikasi primer). Proses ini terjadi pada tulang pipih, misalnya
tulang tengkorak. Penulangan ini terjadi secara langsung dan tidak
akan terulang lagi untuk selamanya. Contoh osifikasi
intrakartilagenosa adalah pembentukan tulang pipa. Osifikasi ini
menyebabkan tulang bertambah panjang.
a. Osifikasi Intramembrane
Proses pembentukan tulang dari jaringan mesenkim
menjadi jaringan tulang, contohnya pada proses pembentukan
tulang pipih. Mesenkim merupakan bagian dari lapisan
mesoderm, yang kemudian berembang menjadi jaringan ikat
dan darah. Tulang tengkorak berasal langsung dari sel-sel
mesenkim melalui proses osifikasi intramembrane.
b. Osifikasi Endokondral / Endokondrium
Proses pembentukan tulang yang terjadi dimana sel-sel
mesenkim berdiferensiasi lebih dulu menjadi kartilago

7
(jaringan rawan) lalu berubah menjadi jaringan tulang, missal
proses pembentukan tulang panjang, ruas tulang belakang dan
pelvis. Proses osifikasi bertanggung jawab pada pembentukan
sebagian besar tulang manusia. Pada proses ini sel-sel tulang
(osteoblast) aktif membelah dan muncul di bagian tengah dari
tulang rawan yang disebut center osifikasi. Osteoblast
seanjutnya berubah menjadi osteosit, sel-sel tulang dewasa ini
tertanam dengan kuat pada matriks tulang.
Sel-sel osteoblast menempati jaringan pengikat yang ada di
sekeliling rongga. Sel-sel tulang tersebut mengelilingi saluran
haversi yang berisi pembuluh darah kapiler arteri, vena dan
serabut saraf membentuk satu system yang disebut system
havers. Pembuluh darah system havers mengangkut zat fosfor
dan kalsium menuju matriks sehingga matriks tulang menjadi
keras. Kekerasan tulang diperoleh dari kekompakan sel-sel
penyusun tulang.

Sorce: google images

Sumber:https://www.diktatguru.com/2018/01/proses-pembentukan-
tulang-osifikasi-pada-manusia.html

3. Struktur Tulang
a. Diaphysis
b. Epiphysis
c. Metaphysis

8
d. Periosteum
e. Endosteum

Permukaan tulang ditutupi oleh membrane yang menempel


dengan kuat yang disebut dengan (Periosteum). Pada periosteum
terdapat pembuluh darah kecil yang berfungsi membawa zat-zat
makanan kedalam tulang. Pada bagian bawah periosteum terdapat
tulang kompak disebut dengan tulang keras, yaitu suatu lapisan
tulang yang keras dan kuat. Tulang kompak mengandung sel-sel
tulang, pembuluh darah, zat kapur dan fosfor serta serabut elastis.
Serabut-serabut elastis mempertahankan tulang agar tetap kuat,
tidak mudah rapuh dan patah.

Tulang spons dalam tulang pipa atau tulang panjang terdapat


didaerah ujung tulang. Tulang spons kurang kompak dan memiliki
banyak ruang-ruang kecil terbuka yang membuat tulang menjadi
ringan. Tulang panjang mempunyai lubang atau saluran yang besar.
Sumsum tulang merah berada didaerah tulang panjang bagian ujung
diantara tulang spons, sedangkan sumsum kuning berada ditulang
panjang bagian tengah dan sebagian besar berisi lemak.

Ujung tulang panjang ditutup dengan suatu lapisan jaringan


tebal, lunak dan lentur yang disebut dengan tulang rawan
(kartilago). Tulang rawan tersusun atas sel-sel yang dikelilingi oleh
matriks protein yang dihasilkan oleh sel-sel tersebut. Tulang rawan
juga dapat ditemukan di ujung-ujung tulang rusuk, dinding saluran
pernapasan, hidung dan telinga.

9
Sumber: http://www.writeopinions.com/medullary-cavity

C. Etiologi
1. Osteoporosis pascamenopause terjadi karena kurangnya hormon
estrogen (hormon utama pada wanita), yang membantu mengatur
pengangkutan kalsium kedalam tulang. Biasanya gejala timbul
pada perempuan yang berusia antara 51-75 tahun, tetapi dapat
muncul lebih cepat atau lebih lambat. Hormon estrogen
produksinya menurun 2-3 tahun sebelum menopause dan terus
berlangsung 3-4 tahun setelah menopause. Hal ini berakibat
menurunnya massa tulang sebanyak 1-3% dalam waktu 5-7 tahun
pertama setelah menopause.
2. Osteoporosis senilis kemungkinan merupakan akibat dari
kekurangan kalsium yang berhubungan dengan usia dan
ketidakseimbangan antara kecepatan hancurnya tulang (osteoklas)
dan pembentukan tulang baru (osteoblast). Senilis berarti bahwa
keadaan ini hanya terjadi pada usia lanjut. Penyakit ini biasanya
terjadi pada orang-orang berusia diatas 70 tahun dan 2 kali lebih
sering wanita. Wanita sering kali menderita osteoporosis senilis
dan pasca menopause.
3. Kurang dari 5% penderita osteoporosis juga mengalami
osteoporosis sekunder yang disebakan oleh keadaan medis lain
atau obat-obatan. Penyakit ini bisa disebabkan oleh gagal ginjal

10
kronis dan kelainan hormonal (terutama tiroid, paratiroid, dan
adrenal) serta obat-obatan (mislnya kortikosteroid, barbiturat, anti
kejang, dan hormon tiroid yang berlebihan). Pemakaian alkohol
yang berlebihan dapat memperburuk keadaan ini.
4. Osteoporosis juvenil idiopatik merupakan jenis osteoporosis yang
penyebabnya tidak diketahui. Hal ini terjadi pada anak-anak dan
dewasa muda yang memiliki kadar dan fungsi hormon yang
normal, kadar vitamin yang normal, dan tidak memiliki penyebab
yang jelas dari rapuhnya tulang.

Selain itu, Penyebab osteoporosis yang lainnya adalah: Ada 2


penyebab utama osteoporosis, yaitu:

1. Pembentukan massa puncak tulang yang kurang baik selama masa


pertumbuhan dan meningkatnya pengurangan massa tulang setelah
menopause. Massa tulang meningkat secara konstan dan mencapai
puncak sampai usia 40 tahun, pada wanita lebih muda sekitar 30-
35 tahun. Walaupun demikian tulang yang hidup tidak pernah
beristirahat dan akan selalu mengadakan remodelling dan
memperbaharui cadangan mineralnya sepanjang garis beban
mekanik. Faktor pengatur formasi dan resorpsi tulang dilaksanakan
melalui 2 proses yang selalu berada dalam keadaan seimbang dan
disebut coupling. Proses coupling ini memungkinkan aktivitas
formasi tulang sebanding dengan aktivitas resorpsi tulang. Proses
ini berlangsung 12 minggu pada orang muda dan 16-20 minggu
pada usia menengah atau lanjut. Remodelling rate adalah 2-10%
massa skelet per tahun. Proses remodelling ini dipengaruhi oleh
beberapa faktor, yaitu faktor lokal yang menyebabkan terjadinya
satu rangkaian kejadian pada konsep Activation – Resorption –
Formation (ARF). Proses ini dipengaruhi oleh protein mitogenik
yang berasal dari tulang yang merangsang preosteoblas supaya
membelah menjadi osteoblas akibat adanya aktivitas resorpsi oleh
osteoklas. Faktor lain yang mempengaruhi proses remodelling
adalah faktor hormonal. Proses remodelling akan ditingkatkan oleh

11
hormon paratiroid, hormon pertumbuhan dan 1,25 (OH)2 vitamin
D. Sedang yang menghambat proses remodelling adalah kalsitonin,
estrogen dan glukokortikoid. Proses-proses yang mengganggu
remodelling tulang inilah yang menyebabkan osteoporosis.
2. Gangguan pengaturan metabolisme kalsium dan fosfat. Gangguan
metabolisme kalsium dan fosfat dapat terjadi karena kurangnya
asupan kalsium, sedangkan menurut RDA konsumsi kalsium untuk
remaja dewasa muda 1200mg, dewasa 800mg, wanita pasca
menopause 1000 – 1500mg, sedangkan pada lansia tidak terbatas
walaupun secara normal pada lansia dibutuhkan 300-500mg, oleh
karena pada lansia asupan kalsium kurang dan ekskresi kalsium
yang lebih cepat dari ginjal ke urin menyebabkan lemahnya
penyerapan kalsium. Selain itu, ada pula factor risiko yang dapat
mencetuskan timbulnya penyakit osteoporosis yaitu : Faktor resiko
yang tidak dapat diubah :
a. Usia, lebih sering terjadi pada lansia.
Faktanya, di atas usia 35 tahun, kepadatan tulang akan
menurun. Menopause (berhenti haid). Saat kadar hormon
estrogen menurun setelah menopause, kepadatan tulang juga
menurun. Seiring dengan pertambahan usia, fungsi organ tubuh
justru menurun. Pada usia 75-85 tahun, wanita memiliki risiko
2 kali lipat dibandingkan pria dalam mengalami kehilangan
tulang trabekula karena proses penuaan, penyerapan kalsium
menurun dan fungsi hormon paratiroid meningkat.
b. Jenis kelamin, tiga kali lebih sering pada wanita dibandingkan
pada pria. Perbedaan ini mungkin disebabkan oleh factor
hormonal (estrogen yang mulai menurun kadarnya dalam tubuh
sejak usia 35 tahun. Selain itu, wanita pun mengalami
menopause yang dapat terjadi pada usia 45 tahun) dan rangka
tulang yang lebih kecil. Pada pria. Kadar testosteron rendah,
hormon testosteron memperlambat resorpsi (proses asimilasi
atau pemecahan) tulang yang cara kerjanya sama seperti

12
hormon estrogen pada wanita. Kadar testosteron yang rendah
akan menyebabkan penurunan kepadatan tulang dan
menyebabkan osteoporosis.
c. Ras, kulit putih mempunyai risiko paling tinggi. Hal ini
disebabkan secara umum konsumsi kalsium wanita asia rendah.
Salah satu alasannya adalah sekitar 90% intoleransi laktosa dan
menghindari produk dari hewan. Pria dan wanita kulit hitam
dan hispanik memiliki risiko yang signifikan meskipun rendah.
d. Riwayat keluarga/keturunan, pada keluarga yang mempunyai
riwayat osteoporosis, anak-anak yang dilahirkan juga
cenderung mempunyai penyakit yang sama.
e. Bentuk tubuh, adanya kerangka tubuh yang lemah dan scoliosis
vertebra menyebabkan penyakit ini. Keadaan ini terutama
terjadi pada wanita antara usia 50-60 tahun dengan densitas
tulang yang rendah dan diatas usia 70tahun dengan BMI yang
rendah.

Factor risiko yang dapat di ubah :

a. Merokok
b. Defisisensi vitamin dan gizi (antara lain protein), kandungan
garam pada makanan, peminum alcohol dan kopi yang berat.
Nikotin dalam rokok menyebabkan melemahnya daya serap sel
terhadap kalsium dari darah ke tulang sehingga pembentukan
tulang oleh osteoblast menjadi melemah. Mengkonsumsi kopi
lebih dari 3 cangkir perhari menyebabkan tubuh selalu ingin
berkemih. Keadaan tersebut menyebabkan banyak kalsium
terbuang bersama air kencing.
c. Gaya hidup, aktivitas fisik yang kurang dan imobilisasi dengan
penurunan penyangga berat badan merupakan stimulus penting
bagi resorspi tulang. Beban fisik yang terintegrasi merupakan
penentu dari puncak massa tulang. Konsumsi daging merah dan
minuman bersoda, karena keduanya mengandung fosfor yang

13
merangsang pembentukan dan peningkatan hormon
parathyroid, penyebab pelepasan kalsium dari dalam darah.
d. Menopause dini, menurunnya kadar estrogen menyebabkan
resorpsi tulang menjadi lebih cepat sehingga akan terjadi
penurunan massa tulang yang banyak.
e. Penggunaan obat-obatan tertentu seperti diuretic,
glukokortikoid, antikonvulsan, hormone tiroid berlebihan, dan
kortikosteroid. Obat kortikosteroid yang sering digunakan
sebagai anti peradangan pada penyakit asma dan alergi ternyata
menyebabkan risiko penyakit osteoporosis. Jika sering
dikonsumsi dalam jumlah tinggi akan mengurangi massa
tulang. Sebab, kortikosteroid menghambat proses osteoblas.
Selain itu, obat heparin dan anti kejang juga menyebabkan
penyakit osteoporosis
f. Kurang Kalsium Jika kalsium tubuh kurang maka tubuh akan
mengeluarkan hormon yang akan mengambil kalsium dari
bagian tubuh lain, termasuk yang ada di tulang (Nancy E. Lane,
Osteoporosis, 2001)

Faktor-Faktor Etiologi Yang Mempengaruhi Pengurangan


Massa Tulang Pada Usia Lanjut Adalah:

1. Determinan Massa Tulang


a. Faktor genetik Perbedaan genetik mempunyai pengaruh
terhadap derajat kepadatan tulang. Beberapa orang
mempunyai tulang yang cukup besar dan yang lain kecil.
Sebagai contoh, orang kulit hitam pada umumnya
mempunyai struktur tulang lebih kuat/berat dari bangsa
Kaukasia.
b. Faktor mekanis Beban mekanis berpengaruh terhadap
massa tulang di samping faktor genetik. Bertambahnya
beban akan menambah massa tulang dan berkurangnya
beban akan mengakibatkan berkurangnya massa tulang.
Dengan perkataan lain dapat disebutkan bahwa ada

14
hubungan langsung dan nyata antara massa otot dan massa
tulang. Kedua hal tersebut menunjukkan respons terhadap
kerja mekanik. Beban mekanik yang berat akan
mengakibatkan massa otot besar dan juga massa tulang
yang besar. Sebagai contoh adalah pemain tenis atau
pengayuh becak, akan dijumpai adanya hipertrofi baik pada
otot maupun tulangnya terutama pada lengan atau
tungkainya; sebaliknya atrofi baik pada otot maupun
tulangnya akan dijumpai pada pasien yang harus istrahat di
tempat tidur dalam waktu yang lama, poliomielitis atau
pada penerbangan luar angkasa. Walaupun demikian belum
diketahui dengan pasti berapa besar beban mekanis yang
diperlukan dan berapa lama untuk meningkatkan massa
tulang di sampihg faktor genetic.
c. Faktor makanan dan hormon Pada seseorang dengan
pertumbuhan hormon dengan nutrisi yang cukup (protein
dan mineral), pertumbuhan tulang akan mencapai maksimal
sesuai dengan pengaruh genetik yang bersangkutan.
Pemberian makanan yang berlebih (misainya kalsium) di
atas kebutuhan maksimal selama masa pertumbuhan,
disangsikan dapat menghasilkan massa tulang yang
melebihi kemampuan pertumbuhan tulang yang
bersangkutan sesuai dengan kemampuan genetiknya.
2. Determinan Penurunan Massa Tulang
a. Faktor genetik
Faktor genetik berpengaruh terhadap risiko terjadinya
fraktur. Pada seseorang dengan tulang yang kecil akan lebih
mudah mendapat risiko fraktur dari pada seseorang dengan
tulang yang besar. Sampai saat ini tidak ada ukuran
universal yang dapat dipakai sebagai ukuran tulang normal.
Setiap seseorang mempunyai ketentuan normal sesuai
dengan sifat genetiknya serta beban mekanis dan besar

15
badannya. Apabila seseorang dengan tulang yang besar,
kemudian terjadi proses penurunan massa tulang
(osteoporosis) sehubungan dengan lanjutnya usia, maka
seseorang tersebut relatif masih mempunyai tulang lebih
banyak dari pada seseorang yang mempunyai tulang kecil
pada usia yang sama.
b. Faktor mekanis
Di lain pihak, faktor mekanis mungkin merupakan faktor
yang terpenting dalarn proses penurunan massa tulang
sehubungan dengan lanjutnya usia. Walaupun demikian
telah terbukti bahwa ada interaksi panting antara faktor
mekanis dengan faktor nutrisi hormonal. Pada umumnya
aktivitas fisik akan menurun dengan bertambahnya usia dan
karena massa tulang merupakan fungsi beban mekanis,
massa tulang tersebut pasti akan menurun dengan
bertambahnya usia.
c. Kalsium
Faktor makanan ternyata memegang peranan penting dalam
proses penurunan massa tulang sehubungan dengan
bertambahnya usia, terutama pada wanita post menopause.
Kalsium merupakan nutrisi yang sangat penting. Wanita-
wanita pada masa peri menopause, dengan masukan
kalsiumnya rendah dan absorbsinya tidak baik akan
mengakibatkan keseimbangan kalsiumnya menjadi negatif,
sedang mereka yang masukan kalsiumnya baik dan
absorbsinya juga baik, menunjukkan keseimbangan kalsium
positif. Dari keadaan ini jelas, bahwa pada wanita masa
menopause ada hubungan yang erat antara masukan
kalsium dengan keseimbangan kalsium dalam tubuhnya.
Pada wanita dalam masa menopause keseimbangan
kalsiumnya akan terganggu akibat masukan serta
absorbsinya kurang serta ekskresi melalui urin yang

16
bertambah. Hasil akhir kekurangan/kehilangan estrogen
pada masa menopause adalah pergeseran keseimbangan
kalsium yang negatif, sejumiah 25 mg kalsium sehari.
d. Protein
Protein juga merupakan faktor yang penting dalam
mempengaruhi penurunan massa tulang. Makanan yang
kaya protein akan mengakibatkan ekskresi asam amino
yang mengandung sulfat melalui urin, hal ini akan
meningkatkan ekskresi kalsium. Pada umumnya protein
tidak dimakan secara tersendiri, tetapi bersama makanan
lain. Apabila makanan tersebut mengandung fosfor, maka
fosfor tersebut akan mengurangi ekskresi kalsium melalui
urin. Sayangnya fosfor tersebut akan mengubah
pengeluaran kalsium melalui tinja. Hasil akhir dari
makanan yang mengandung protein berlebihan akan
mengakibatkan kecenderungan untuk terjadi keseimbangan
kalsium yang negative.
e. Estrogen
Berkurangnya/hilangnya estrogen dari dalam tubuh akan
mengakibatkan terjadinya gangguan keseimbangan
kalsium. Hal ini disebabkan oleh karena menurunnya
efisiensi absorbsi kalsium dari makanan dan juga
menurunnya konservasi kalsium di ginjal.
f. Rokok dan kopi
Merokok dan minum kopi dalam jumlah banyak cenderung
akan mengakibatkan penurunan massa tulang, lebih-lebih
bila disertai masukan kalsium yang rendah. Mekanisme
pengaruh merokok terhadap penurunan massa tulang tidak
diketahui, akan tetapi kafein dapat memperbanyak ekskresi
kalsium melalui urin maupun tinja.
g. Alkohol

17
Alkoholisme akhir-akhir ini merupakan masalah yang
sering ditemukan. Individu dengan alkoholisme mempunyai
kecenderungan masukan kalsium rendah, disertai dengan
ekskresi lewat urin yang meningkat. Mekanisme yang jelas
belum diketahui dengan pasti.
D. Klasifikasi
1. Osteoporosis primer
Kondisi ini lebih sering terjadi, dan bukan karena kondisi
patologis. Osteoporosis primer dapat terjadi pada pria dan wanita
pada berbagai usia tetapi lebih sering terjadi pada wanita setelah
menopause dan pria pada usia lanjut. Osteoporosis primer
berhubungan dengan kelainan pada tulang yang menyebabkan
peningkatan proses resorpsi di tulang trabekula sehingga
meningkatkan resiko fraktur vertebra dan Colles. Pada usia decade
awal pasca menopause, wanita lebih sering terkena dari pada pria
dengan perbandingan 68:1 pada usia rata-rata 53-57 tahun.
Osteoporosis primer adalah kehilangan massa tulang yang
terjadi sesuai dengan proses penuaan, sedangkan osteoporisis
sekunder didefinisikan sebagai kehilangan massa tulang akibat hal-
hal tertentu. Sampai saat ini osteoporosis primer masih menduduki
tempat utama karena lebih banyak ditemukan dibanding dengan
osteoporosis sekunder. Proses ketuaan pada wanita menopause dan
usia lanjut merupakan contoh dari osteoporosis primer, tipe-tipe
osteroporosis primer:
a. Osteoporosis tipe I (pasca menopause), yang kehilangan tulang
terutama di bagian trabekula, terjadi pada wanita antara usia 55
dan 65 tahun. Merupakan bentuk yang paling sering ditemukan
pada wanita kulit putih dan asia. Bentuk osteoporosis ini
disebabkan oleh percepatan resoprsi tulang yang berlebihan
dan lama setelah penurunan sekresi hormon estrogen pada
masa menopause.

18
b. Osteoporosis tipe II (senilis), terutama kehilangan massa tulang
daerah korteks, terjadi pada usia lebih dari 65 tahun pada
perempuan maupun laki-laki. Tipe ini diakibatkan karena
ketidakseimbangan yang samar dan lama antara kecepatan
resorpsi tulang dengan kecepatan pembentukkan tulang.
2. Osteoporosis sekunder
Di akibatkan oleh kondisi medis atau penyakit penyakit
tulang erosive (seperti hiperparatiroidisme, myeloma multiple,
hipertiroidisme) .Dan akibat terapi obat-obatan jangka panjang
seperti kortikosteroid yang toksik untuk tulang (misalnya;
glukokortikoid). Jenis ini ditemukan pada kurang lebih 2-3 juta
klien ataupun karena imobilisasi yang lama, seperti pada pasien
dengan injuri spinal cord. Pada osteoporosis sekunder, terjadi
penurunan densitas tulang yang cukup berat untuk menimbulkan
fraktur traumatik akibat faktor ekstrinsik seperti kelebihan steroid,
artritis reumatoid, kelainan hati/ginjal kronis, sindrom malabsorbsi,
mastositosis sistemik, hiperparatiroidisme, hipertiroidisme, varian
status hipogonade, dan lain-lain.
3. Osteoporosis Idiopatik
Osteoporosis Idiopatik adalah osteoporosis yang tidak
diketahui penyebabnya dan ditemukan pada usia anak-anak
(juvenile), usia remaja (adolesen), wanita pra-menopause dan pada
pria usia pertengahan. Osteoporosis pascamenopause terjadi karena
kurangnya hormon estrogen (hormon utama pada wanita), yang
membantu mengatur pengangkutan kalsium kedalam tulang.
Biasanya gejala timbul pada perempuan yang berusia antara 51-75
tahun, tetapi dapat muncul lebih cepat atau lebih lambat. Hormon
estrogen produksinya menurun 2-3 tahun sebelum menopause dan
terus berlangsung 3-4 tahun setelah menopause. Hal ini berakibat
menurunnya massa tulang sebanyak 1-3% dalam waktu 5-7 tahun
pertama setelah menopause. 2. Osteoporosis senilis kemungkinan
merupakan akibat dari kekurangan kalsium yang berhubungan

19
dengan usia dan ketidakseimbangan antara kecepatan hancurnya
tulang (osteoklas) dan pembentukan tulang baru (osteoblast).
Senilis berarti bahwa keadaan ini hanya terjadi pada usia lanjut.
Penyakit ini biasanya terjadi pada orang-orang berusia diatas 70.

E. Patofisiologi
Dalam proses pembentukan tulang, hal yang sangat penting adalah
koordinasi yang baik antara osteoklas, osteoblas, dan sel-sel endotel.
Selama sistem ini berada dalam keseimbangan, formasi dan resorpsi
tulang akan selalu seimbang. Pada usia reproduksi, di mana fungsi
ovarium masih baik, terdapat keseimbangan antara proses formasi
tulang (osteoblas) dan laju proses resorpsi tulang (osteoklas) sehingga
tidak timbul pengeroposan tulang. Osteoporosis terjadi akibat adanya
gangguan keseimbangan antara proses resorpsi tulang dan formasi
tulang, dimana secara seluler disebabkan oleh karena jumlah dan
aktivitas sel osteoklas (sel resorpsi tulang) melebihi dari jumlah dan
aktivitas sel osteoblas (sel formasi tulang). Keadaan ini mengakibatkan
penurunan massa tulang.
Osteoporosis adalah abnormalitas pada proses remodeling tulang
dimana resorpsi tulang melebihi formasi tulang menyebabkan
hilangnya massa tulang. Mineralisasi tulang tetap terjadi. Remodeling
tulang digambarkan dengan keseimbangan fungsi osteoblas dan
osteoklas. Meskipun pertumbuhan terhenti, remodeling tulang
berlanjut. Proses dinamik ini meliputi resorbsi pada satu permukaan
tulang dan deposisi pembentukan tulang pada tempat yang berlawanan.
Hal ini dipengaruhi oleh weight bearing dan gravitasi, as well as by
problems seperti penyakit sistemik. Proses seluler dilaksanakan oleh
sel tulang spesifik dan dimodulasi oleh hormon lokal dan sistemik
serta peptide.
Osteoblas adalah sel pembentuk tulang. Mereka membentuk dan
mesekresikan kolagen (kebanyakan tipe I) dan nonkolagen organik—

20
komponen pada fase matrik tulang. Mereka mempunyai peranan
penting pada mineralisasi matrik organik. Protein nonkolagen produksi
osteoblas meliputi osteokalsin (komponen nonkolagen tulang terbesar),
20% dari total massa tulang; osteonectin; protein sialyted dan
phosphorylated; dan thrombospondin. Peranan protein nonkolagen
tersebut tidak diketahui tapi sintesisnya diatur oleh hormon paratiroid
(PTH) dan 1,25 dihidroksivitamin D. Mereka juga berperan pada
kemotaksis dan adhesi sel. Pada proses pembentukan matrik tulang
organik, ostoblas terperangkap diantara formasi jaringan baru,
kehilangan kemampuan sintesis dan menjadi osteosit.
Osteoklas adalah sel terpenting pada resorpsi tulang. Mereka
digambarkan dengan ukurannya yang besar dan penampakan yang
multinucleated. Sel ini bergabung menjadi tulang melalui permukaan
reseptor. Penggabungan pada permukaan osteoklas tulang membentuk
komparment yang dikenal sebagai “sealing zone”. Reorpsi tulang
terjadi oleh kerja proteinase asam pada pusat ruang isolasi
subosteoklas yang dikenal sebagai lakuna Howship. Membran plasma
dari sel ini diinvaginasi membentuk ruffled border. Osteoklas mungkin
berasal dari sel induk sum-sum tulang, yang juga menghasilkan
makrofag-monosit. Perkembangan dan fungsi mereka dimodulasi oleh
sitokin seperti interleukin-1 (IL-1), interleukin-6 (IL-6) dan
interulekin-11 (IL-11).
Remodeling tulang terjadi pada tiap permukaan tulang dan
berlanjut sepanjang hidup. Jika massa tulang tetap pada dewasa,
menunjukan terjadinya keseimbangan antara formasi dan resorpsi
tulang. Keseimbangan ini dilaksanakan oleh osteoblas dan osteoklas
pada unit remodeling tulang. Remodeling dibutuhkan untuk menjaga
kekuatan tulang Osteoblas dan osteoklas dikontrol oleh hormon
sistemik dan sitokin seperti faktor lokal lain (growth factor,
protaglandin dan leukotrien, PTH, kalsitonin, estrogen dan 1,25-
dihydrocyvitamin D3 [1,25-(OH)D3]). PTH bekerja pada osteoblas
dan sel stroma, dimana mensekresi faktor soluble yang menstimulasi

21
pembentukan osteoklas dan resorbsi tulang oleh osteoklas. Sintesis
kolagen oleh osteoblas distimulasi oleh paparan pada PTH yang
intermiten, sementara paparan terus menerus pada PTH menghambat
sintesis kolagen. PTH berperan penting pada aktivasi enzim ginjal 1 &
agr; hidroksilase yang menghidroksilat 25-(OH)D3 menjadi 1,25-
(OH)2D3.
Kalsitonin menghambat fungsi ostoklas langsung dengan mengikat
reseptor afinitas tinggi; kalsitonin mungkin tidak langsung
mempengaruhi fungsi osteoblas. Level Kalsitonin menurun pada
wanita dibandingkan pria, tapi defisiensi kalsitonin tidak berperan
pada usia osteoporosis. Namun defisiensi estrogen menyebabkan
penurunan massa tulang secara signifikan. Defisiensi estrogen
dipikirkan mempengaruhi level sirkulasi sitokin spesifik seperti IL-1,
tumor necross faktor- &agr; koloni granulosit—makrofag stimulating
factor dan IL-6. Bersama sitokin ini meningkatkan resorpsi tulang
melalui peningkatan recruitment, diferensiasi dan aktifasi sel
osteoklas.
Pada beberapa tahun pertama paska menopause terjadi penurunan
massa tulang yang cepat sebesar 5 % per tahun pada tulang trabekular
dan 2-3% per tahun pada tulang kortikal. Hal ini disebabkan
meningkatnya aktifitas osteoklas. Selanjutnya didominasi oleh
osteoblas dan hilangnya massa tulang menjadi 1-2 % atau kurang per
tahun.

F. Manifestasi klinis
Manifestasi klinis didapat dari anamnesis untuk mendeteksi adanya
faktor risiko seperti berikut ini :
1. Usia, jenis kelamin, dan ras.
2. Riwayat keluarga tentang osteoporosis, terutama adanya fraktur
patologis.
3. Faktor reproduksi, seperti riwayat tidak pernah hamil, masa
menopause, dan penggunaan terapi estrogen.

22
4. Faktor kebiasaan hidup, seperti merokok, konsumsi alkohol, kopi,
dan kurangnya aktivitas fisik.
5. Asupan kalsium dan vitamin D.
6. Riwayat fraktur, dengan jenis trauma ringan pada usia di atas 40
tahun.
7. Penggunaan obat-obatan yang memberikan predisposisi seperti
pada etiologi.
8. Kelemahan otot-otot ekstremitas.

Pada pemeriksaan fisik, beberapa area penting yang perlu diperiksa


adalah sebagai berikut :
1. Berat badan rendah (Indeks Massa Tubuh <19 kg/m2).
2. Tanda adanya perubahan kurvatura tulang belakang.
3. Tanda-tanda predisposisi penyebab osteoporosis.
4. Tanda-tanda penuaan (perubahan gaya berjalan, hipotensi
ortostatik, kelemahan otot-otot ekstremitas, penurunan penglihatan,
dan perubahan kognitif).

G. Kompliksi
1. Fraktur kompresi
Fraktur kompresi adalah fraktur yang menyerang tulang belakang
dapat menyebabkan gangguan anatomi dan saraf.
2. Resiko cidera
Karena masa dan kepadatan tulang yang mulai menurun
mengakibatkan tulang menjadi kropos dan mudah patah.
3. Gangguan citra diri
Disebabkan karena perubahan citra tubuh yang berhubungan
dengan proses penyakit.

H. Tes diagnostic
1. Gambaran radiologik yang khas pada osteoporosis adalah
penipisan korteks dan daerah trabekuler yang lebih luas. Hal ini

23
akan tampak pada tulang-tulangn vertebra yang memberikan
gambaran pictureframe vertebra. Gejala radiologis yang khas
adalah densitas atau massa tulang yang menurun yang dapat dilihat
pada vertebra spinalis. Dinding dekat korpus vertebra biasanya
merupakan lokasi yang paling berat. Penipisan korteks dan
hilangnya trabekula transfersal merupakan kelainan yang sering
ditemukan. Lemahnya korpus vertebra menyebabkan penonjolan
yang menggelembung dari nukleus pulposus ke dalam ruang
intervertebral dan menyebabkan deformitas bikonkaf.
2. Pemeriksaan densitas massa tulang (Densitometri)/BMD (Bone
Mineralo Densitometry)
Densitometri tulang merupakan pemeriksaan yang akurat dan
untuk menilai densitas massa tulang, seseorang dikatakan
menderita osteoporosis apabila nilai BMD (Bone Mineral Density)
berada dibawah-2,5 dan dikatakan mengalami osteopenia (mulai
menurunnya kepadatan tulang) bila nilai BMD berada antara -2,5
dan -1 dan normal apabila nilai BMD berada diatas nilai -1. Bone
Mineralomentry atau Bone Mineralo Densitometry (BMD)
merupakan suatu pemeriksaan kuantitatif untuk mengukur
kandungan mineral tulang. Alat ini sangat membantu seseorang
yang hendak mengetahui, secara sederhana, apakah seseorang
mengalami osteoporosis atau tidak.
3. Ultra Sono Densitometer (USG) metode Quantitative
Ultrasound (QUS)
Salah satu metode yang lebih murah dengan menilai densitas
massa tulang perifer menggunakan gelombang ultrasound yang
menembus tulang. Dalam pemeriksaan ini, yang dinilai adalah
kekuatan dan daya tembus gelombang yang melewati tulang
dengan ultra broad band tanpa risiko radiasi. Adanya elastisitas
tulang membuktikan adanya kecepatan tembus gelombang dan
kekuatan tulang dengan ultrasound.

24
Kerusakan yang terjadi pada tulang dapat didiagnosa dengan
pengukuran ultrasound, yaitu dengan menggunakan alat quantitave
ultrasound (QUS). Hasil pemeriksaan ini ditentukan dengan
gelombang suara, karena cepat atau tidaknya gelombang suara
yang bergerak pada tulang dapat terdeteksi dengan alat QUS. Jika
suara terasa lambat, berarti yang dimiliki padat. Akan tetapi jika
suara cepat, maka tulang kotikal luar dan trabekular interior tipis.
Pada beberapa penelitian, menyatakan bahwa dengan QUS dapat
menegetahui kualitas tulang, akan tetapi QUS dan DXA sama-
sama dapat memperkirakan patah tulang.
Dengan alat ini, seseorang tidak dapat terpapar radiasi karena tidak
menggunakan sinar X. Kelemahan alat ini yaitu tidak memiliki
ketelitian yang baik (saat dilakukan pengukuran ulang sering
terjadi kesalahan), tidak baik dalam mengawasi pengobatan
(perubahan massa tulang).

Beberapa metode yang digunakan untuk menilai densitas massa


tulang:
1. Single-Photon Absortiometry (SPA)
Pada SPA digunakan unsur radioisotop I yang
mempunyai energi photon rendah guna menghasilkan berkas
radiasi kolimasi tinggi. SPA digunakan hanya untuk bagian
tulang yang mempunyai jaringan lunak yang tidak tebal seperti
distal radius dan kalkaneus.
2. Dual-Photon Absorptiometry (DPA)
Metode ini mempunyai cara yang sama dengan SPA.
Perbedaannya berupa sumber energi yang mempunyai photon
dengan 2 tingkat energi yang berbeda guna mengatasi tulang
dan jaringan lunak yang cukup tebal sehingga dapat dipakai
untuk evaluasi bagian-bagian tubuh dan tulang yang
mempunyai struktur geometri komplek seperti pada daerah

25
leher femur dan vetrebrata. Digunakan untuk mengukur
vertebra dan kolum femoris.
3. Quantitative Computer Tomography (QCT)
Merupakan densitometri yang paling ideal karena
mengukur densitas tulang secara volimetrik. Merupakan salah
satu metode yang dapat digunakan untuk menilai mineral
tulang secara volumetric dan trabekulasi tulang radius, tibia
dan vertebra.
4. Sonodensitometri
Sebuah metode yang digunakan untuk menilai densitas
perifer dengan menggunakan gelombang suara dan tanpa
adanya resiko radiasi.
5. Magnetic Resonance Imaging (MRI)
MRI dalam menilai densitas tulang trabekula melalui
dua langkah yaitu pertama T2 sumsum tulang dapat digunakan
untuk menilai densitas serta kualitas jaringan tulang trabekula
dan yang kedua untuk menilai arsitektur trabekula. Dapat
mengukur struktur trabekulasi dan kepadatannya. Tidak
memakai radiasi, hanya dengan lapangan magnet yang sangat
kuat, tetapi pemeriksaan ini mahal dan memerlukan sarana
yang banyak.
6. Biopsi tulang dan Histomorfometri
Merupakan pemeriksaan yang sangat penting untuk
memeriksa kelainan metabolisme tulang. Pemeriksaan biopsi
yaitu bersifat invasif dan berguna untuk memberikan informasi
mengenai keadaan osteoklas, osteoblas, ketebalan trabekula
dan kualitas meneralisasi tulang. Biopsi dilakukan pada tulang
sternum atau krista iliaka.
7. CT-Scan
CT-Scan dapat mengukut densitas tulang secara
kuantitatif yang mempunyai nilai penting dalam diagnostik dan
terapi follow up. Mineral vertebra diatas 110 mg/cm biasanya

26
tidak menimbulkan fraktur vertebra atau penonjolan,
sedangkan mineral vertebra dibawah 65 mg/cm ada pada
hampir semua klien yang mengalami fraktur.
8. Dual-energy X Ray Absorbtiometry
Pemeriksaan ini prinsip kerjanya hampir sama dengan
SPA dan DPA. Bedanya pemeriksaan ini menggunakan radiasi
sinar X yang sangat rendah. Pemeriksaan ini dibagi menjadi
dua jenis, yaitu SXA Single X ray Absorbtiometry dan SXA-
DEXA-Dual Energy X-Ray Absorbtiometry. Metode ini sangat
sering digunakan untuk pemeriksaano steoporosis baik pada
pria maupun wanita, mempunyai presisi dan akurasi yang
tinggi. Pemeriksaan ini merupakan pemeriksaan yang paling
tepat dan mahal. Orang yang melakukan pemeriksaan ini tidak
akan merasakan nyeri dan hanya dilakukan sekitar 5-15 menit.
Menurut Putri, DXA dapat digunakan pada wanita yang
mempunyai peluang untuk mengalami osteoposis, seseorang
yang memiliki ketidakpastian dalam diagnosa, dan penderita
yang memerlukan keakuratan dalam hasil pengobatan
osteoporosis. (Putri, 2009).
Keuntungan yang didapat jika menlakukan pemeriksaan
ini yaitu dapat menentukan kepadatan tulang dengan baik
(memprediksi resiko pada tulang pinggul) dan mempunyai
paparan radiasi yang sangat rendah. Akan tetap alat ini
memiliki kelemahan yang membutuhkan koreksi berdasarkan
volume tulang (secara bersamaan hanya menghitung 2 dimensi
yaitu tinggi dan lebar) dan jika pada saat seseorang melakukan
pengukuran dalam posisi yang tidak benar, maka akan
mempengaruhi pemeriksaan tersebut. (Cosmos, 2009).
Hasil yang diberikan pada pemeriksaan DEXA berupa:
a. Densitas massa tulang. Mineral tulang yang pada area yang
dinilai satuan bentuk gram per cm.
b. Kandungan mineral tulang, dalam satuan gram.

27
c. Perbandingan hasil densitas mineral tulang dengan nilai
normal rata rata densitas pada orang seusia dan sewasa
muda yang dinyatakan dalam skor standar deviasi (Z score
atau T -score).
Hasil dari DXA dapat dinyatakan dengan T-score, yang dinilai
dengan melihat perbedaan BMD dari hasil pengukuran dengan
nilai rata-rata BMD puncak. Menurut WHO, kriteria T-score
dibagi menjadi 3 yaitu T-score > -SD yang menunjukan bahwa
seseorang masih dalam karegori normal, T-score <-1 sampai
2,5 dikategorikan osteopenia, dan <- 2,5 termasuk kategori
osteoporosis, apabila disertai fraktur maka orang tersebut
termasuk dalam osteoporosis berat.
9. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium yaitu pemeriksaan kimia darah dan
kimia urin biasanya dalam batas normal sehingga pemeriksaan
ini tida banyak membantu kecuali pada pemeriksaan
biomarkers osteocalein (GIA protein) (misalnya: kalsium
serum, fosfat serum, fosfatase alkali, eksresi kalsium urine,
eksresi hidroksi prolin urine, LED)
a. Kadar Ca, P, Fosfatase alkali tidak menunjukkan kelainan
yang nyata
b. Kadar HPT (pada pascamenoupouse kadar HPT
meningkat) dan Ct (terapi ekstrogen merangsang
pembentukkan Ct)
c. Kadar 1,25-(OH)2-D3 absorbsi Ca menurun
d. Eksresi fosfat dan hidroksipolin terganggu sehingga
meningkat kadarnya.

I. Penatalaksanaan medic
Tujuan pengobatan adalah untuk meningkatkan kepadatan tulang,
Semua wanita terutama yang menderita osteoporosis, harus
mengkonsumsi kalsium dan vitamin D dalam jumlah yang mencukupi.

28
Diet ditingkatkan pada awal usia pertengahan karena dapat melindungi
tulang dari demineralisasi skeletal. Terapi penggantian hormon
hormone replacement therapy-HRT) dengan estrogen dan progesteron
perlu diresepkan bagi perempuan menopause untuk memperlambat
kehilangan tulang dan mencegah terjadinya patah tulang.
1. Penatalaksanaan osteoporosisnya :
a. Tindakan diet etic: diet tinggi kalsium (sayur hijau, dan lain-
lain), ditambahkan dengan vitamin D. Terapi ini lebih
bermanfaat sebagai tindakan pencegahan. Pada usia lanjut
harus diberikan bersama dengan jenis terapi yang lain.
b. Olah raga, yang terbaik adalah yang bersifat mendukung
beban (weight bearing), misalnya jogging, berjalan cepat, dan
lain-lain. Lebih baik dilakukan dibawah sinar matahari pagi
karena membantu pembuatan vitamin D.
c. Obat-obatan, yang membantu pembentukan tulang (steroid
anabolic, fluoride). Yang mengurangi perusakan tulang
(estrogen, pada pria mungkin diperlukan testosterone),
kalsium, bisfosfonat, kalsitonin).
d. Terapi pengganti hormon/terapi sulih hormone (TSH) baik
dengan estrogen atau kombinasi estrogen dan progesteron
yang selama ini dianjurkan untuk terapi osteoporosis wanita
pasca menopause, pada penelitian terakhir (antara lain
penelitian Women’s Health Initiative yang dihentikan sebelum
waktunya) ternyata memberikan efek samping kardiovaskuler
dan terjadinya keganasan yang cukup signifikans. Oleh karena
itu, terapi jangka panjang untuk osteoporosis pasca menopause
dianjurkan dengan bifosfonat atau raloksifen.

29
BAB III
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
1. Anamnesa
a. Identitas klien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin,
suku/bangsa, agama, pendidikan, pekerjaan, tanggal
masuk, tanggal pengkajian, nomor register, diagnosa
medik, alamat, semua data mengenai identitaas klien
tersebut untuk menentukan tindakan selanjutnya.
b. Identitas penanggung jawab
Identitas penanggung jawab ini sangat perlu untuk
memudahkan dan jadi penanggung jawab klien selama
perawatan, data yang terkumpul meliputi nama, umur,
pendidikan, pekerjaan, hubungan dengan klien dan alamat.
c. Riwayat Kesehatan
1) Keluhan utama
Biasanya pasien akan mengeluh nyeri pada area
punggung, nyeri abdomen akibat kifosis, susah
untuk bergerak, dan beberapa ada yang mengalami
gangguan pernapasan

30
2) Riwayat penyakit dahulu
Dalam pengkajian merupakan riwayat penyakit
yang pernah diderita pasien sebelum diagnosis
osteoporosis muncul seperti reumatik, Diabetes
Mellitus, hiperparatiroid, hipoparatiroid, hipogonade,
gagal ginjal dan lain sebagainya.
3) Riwayat penyakit sekarang
Merupakan keluhan-keluhan yang dirasakan pasien
sehingga dibawa ke Rumah Sakit, seperti nyeri pada
punggung, nyeri abdomen. Dalam pengkajian riwayat
kesehatan, perawat perlu mengidentifikasi:
a) Rasa nyeri atau sakit tulang punggung (bagian
bawah), leher, dan pinggang
b) Berat badan menurun
c) Biasanya diatas 45 tahun
d) Jenis kelamin sering pada wanita
e) Pola latihan dan aktivitas
4) Riwayat penyakit keluarga
Dalam pengkajian, perlu mengkaji riwayat penyakit
keluarga pasien, yaitu apakah sebelumnya ada salah
satu keluarga pasien yang memiliki penyakit yang
sama dengan pasien seperti osteoporosis, diabetes
melitus, maupun penyakit terkait genetik lainnya
yang berhubungan dengan sistem skeletal.
d. Pengkajian Bio-Psiko-Sosisal Dan Spiritual
1) Pola aktivitas sehari-hari
Pola aktivitas dan latihan biasanya berhubungan
dengan olahraga, pengisian waktu luang dan
rekreasi, berpakaian, makan, mandi, dan toilet.
Olahraga dapat membentuk pribadi yang baik dan
individu akan merasa lebih baik. Selain itu, olahraga
dapat mempertahankan tonus otot dan gerakan sendi.

31
Lansia memerlukan aktifitas yang adekuat untuk
mempertahankan fungsi tubuh. Aktifitas tubuh
memerlukan interaksi yang kompleks antara saraf
dan muskuloskeletal. Beberapa perubahan yang
terjadi sehubungan dengan menurunnya gerak
persendian adalah agility (kemampuan gerak cepat
dan lancar) menurun, dan stamina menurun.
2) Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan
a) Kaji pengetahuan pasien tentang penyakit
b) Kebiasaan minum alkohol, kafein
c) Riwayat keluarga dengan osteoporosis
d) Riwayat anoreksia nervosa, bulimia
e) Penggunaan steroid
3) Pola nutrisi metabolic
a) Inadekuat intake kalsium
4) Pola aktivitas dan latihan
a) Fraktur
b) Badan bungkuk
c) Jarang berolah raga
5) Pola tidur dan istirahat
a) Tidur terganggu karena nyeri
6) Pola persepsi kognitif
a) Nyeri punggung
7) Pola reproduksi seksualitas
a) Menopause
8) Pola mekanisme koping terhadap stress
a) Stres, cemas karena penyakit.

2. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan yang dilakukan pada pasien dengan
osteoporosis antara lain meliputi riwayat penyakit, pemeriksaan
fisik, uji lab dan study imaging. Informasi yang diperoleh pad

32
pemeriksaan – pemeriksaan tersebt ditunjukan agar klinis dapat
mencegah komplikasi lebih lanjut. Pemeriksaan fisik yang dapat
dilakukan pada seorang yang diduga menderita osteoporosis antara
lain:
a. Pengukuran tinggi badan dengan sebuah stadiometer.
Penurunan tinggi badan sekitar 2 cm atau lebih
dibandingkan dengan tinggi sebelumnya menandakan
aanya fraktur pada tulang vertebrae.
b. Pemeriksaan berat badan. Seseorang dengan osteoporosis
biasanya memiliki berat badan yang rendah (BM < 19
kg/m2) atau mengalami penrunan berat badan 5% atau
lebih.
c. Pemeriksaan kurvatura, perhatikan ada atautidaknya
skoliosis atau lordosis.
d. Pemeriksaan fraktur, seseorang dengan fraktor kompres
tulang vertebrae akan mengalami thiracic kyposis dengan
cervical lordosis yang berlebihan. Hal ini diikuti dengan
hilangnya lumbar lordosis. Setelah kejadian fraktur
kompresi dan kifosis yang progresif, pasien tsb biasanya
akan mengalami penurunan tinggi badan sekitar 2-3 cm.
e. Pemeriksaan defek kolagen, seseorang dengan osteoporosis
akan mengalami defek kolagen yang ditandai dengan
pemendekan jari-jari, penurunan fungsi pendengaran dan
sebagainya.
f. Kesulitan menahan keseimbangan dan abnormalitas pada
siklus gait dan postur tubuh, seseorang dengan osteoporosis
juga biasanya mengalami kesulitan dalam berdiri pada satu
kaki dikarenakan perubahan pusat gravitasi tubuh akibat
adanya fraktur kompresi.

B. Diagnosa Keperawatan

33
1. Nyeri berhubungan dengan dampak sekunder dari fraktur vertebra
spasme otot, deformitas tulang.
2. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan disfungsi sekunder
akibat perubahan skeletal (kifosis), nyeri sekunder atau fraktur
baru.
3. Risiko cedera berhubungan dengan dampak sekunder perubahan
skeletal dan ketidakseimbangan tubuh.
4. Kurang pengetahuan mengenai proses osteoporosis dan program
terapi yang berhubungan dengan kurang informasi, salah persepsi.

C. Intervensi Keperawatan
1. DK: Nyeri berhubungan dengan dampak sekunder dari fraktur
vertebra, spasme otot, deformitas tulang.
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1x24 jam diharapkan
nyeri berkurang.
Kriteria Hasil: Klien akan mengekspresikan nyerinya, klien dapat
tenang dan istirahat yang cukup, klien dapat mandiri dalam perawatan
dan penanganannya secara sederhana.

34
Intervensi Rasional
Pantau tingkat nyeri pada punggung, Tulang dalam peningkatan jumlah
nyeri terlokalisasi atau menyebar pada trabekular, pembatasan gerak spinal.
abdomen atau pinggang. Skala nyeri 7-9
yaitu nyeri berat
Ajarkan pada klien tentang alternative Alternatif lain untuk mengatasi nyeri,
lain untuk mengatasi dan mengurangi pengaturan posisi, kompres hangat dan
rasa nyerinya sebagainya.
Kaji obat-obatan untuk mengatasi nyeri : Keyakinan klien tidak dapat
1. Aspirin menoleransi obat yang adekuat atau
2. Phenyl-butazone tidak adekuat untuk mengatasi
3. Naproxen nyerinya.
4. Ibuprofen
5. Diclofenac
6. Piroxicam
7. Tenoxicam
8. Celecoxib
9. Lumiracoxib
Rencanakan pada klien tentang periode Kelelahan dan keletihan dapat
istirahat adekuat dengan berbaring menurunkan minat untuk aktivitas
dalam posisi telentang selama kurang sehari-hari.
lebih 15 menit

2. DK: Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan disfungsi


sekunder akibat perubahan skeletal (kifosis), nyeri sekunder atau
fraktur baru.
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1x24 jam,
diharapkan klien mampu melakukan mobilitas fisik
Kriteria hasil: Klien dapat meningkatan mobilitas fisik, klien
mampu melakukan aktivitas hidup sehari hari secara mandiri.

35
Intervensi Rasional
Kaji tingkat kemampuan klien yang Dasar untuk memberikan alternative
masih ada dan latihan gerak yang sesuai dengan
kemapuannya.
Rencanakan tentang pemberian Latihan akan meningkatkan
program latihan: pergerakan otot dan stimulasi sirkulasi
1. Bantu klien jika diperlukan darah.
latihan
2. Ajarkan klien tentang aktivitas
hidup sehari hari yang dapat
dikerjakan
3. Ajarkan pentingnya latihan
Bantu kebutuhan untuk beradaptasi Aktifitas hidup sehari-hari secara
dan melakukan aktivitas hidup sehari mandiri.
hari
Peningkatan latihan fisik secara Dengan latihan fisik:
adekuat: 1. Masa otot lebih besar sehingga
1. Dorong latihan dan hindari memberikan perlindungan
tekanan pada tulang seperti pada osteoporosis.
berjalan 2. Program latihan merangsang
2. Instruksikan klien untuk pembentukan tulang.
latihan selama kurang lebih 3. Gerakan menimbulkan
30menit dan selingi dengan kompresi vertical dan fraktur
istirahat dengan berbaring vertebra.
selama 15 menit
3. Hindari latihan fleksi,
membungkuk tiba-tiba, dan
pengangkatan beban berat

3. DK: Risiko cedera berhubungan dengan dampak sekunder


perubahan skeletal dan ketidakseimbangan tubuh.
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1x24 jam Cedera
tidak terjadi.

36
Kreteria Hasil: Klien tidak jatuh dan fraktur tidak terjadi, Klien
dapat menghindari aktivitas yang mengakibatkan fraktur.

Intervensi Rasional
Ciptakan lingkungan yang nyaman: Menciptakan lingkungan yang aman
1. Tempatkan klien pada tempat dan mengurangi risiko terjadinya
tidur rendah kecelakaan.
2. Amati lantai yang
membahayakan klien
3. Berikan penerangan yang
cukup
4. Tempatkan klien pada ruangan
yang tertutup dan mudah untuk
diobservasi
5. Ajarkan klien tentang
pentingnya menggunakan alat
pengaman di ruangan
Berikan dukungan ambulasi sesuai Ambulasi yang dilakukan tergesa-gesa
dengan kebutuhan: dapat menyebabkan mudah jatuh.
1. Kaji kebutuhan untuk berjalan
2. Konsultasi dengan ahli
therapist
3. Ajarkan klien untuk meminta
bantuan bila diperlukan
4. Ajarkan klien untuk berjalan
dan keluar ruangan
Bantu klien untuk melakukan aktivitas Penarikan yang terlalu keras akan
hidup sehari-hari secara hati-hati menyebabkan terjadinya fraktur.
Ajarkan pada klien untuk berhenti Pergerakan yang cepat akan lebih
secara perlahan, tidak naik tanggga, memudahkan terjadinya fraktur
dan mengangkat beban berat kompresi vertebra pada klien
osteoporosis.
Ajarkan pentingnya diet untuk Diet kalsium dibutuhkan untuk
mencegah osteoporosis: mempertahankan kalsium serum,

37
1. Rujuk klien pada ahli gizi mencegah bertambahnya kehilangan
2. Ajarkan diet yang mengandung tulang. Kelebihan kafein akan
banyak kalsium meningkatkan kalsium dalam urine.
3. Ajarkan klien untuk Alcohol akan meningkatkan asidosis
mengurangi atau berhenti yang meningkatkan resorpsi tulang.
menggunakan rokok atau kopi
Ajarkan tentang efek rokok terhadap Rokok dapat meningkatkan terjadinya
pemulihan tulang asidosis.
Observasi efek samping obat-obatan Obat-obatan seperti diuretic,
yang digunakan fenotiazin dapat menyebabkan pusing,
megantuk, dan lemah yang merupakan
predisposisi klien untuk jatuh.

4. DK: Kurangnya pengetahuan mengenai proses osteoporosis dan


program terapi yang berhubungan dengan kurang informasi,
salah persepsi.
Tujuan: Setelah diberikan tindakan keperawatan 1x24 jam
diharapkan klien memahami tentang penyakit osteoporosis dan
program terapi.
Kriteria hasil: Klien mampu menjelaskan tentang penyakitnya,
mampu menyebutkan program terapi yang diberikan, klien
tampak tenang.

Intervensi Rasional
Kaji ulang proses penyakit dan Memberikan dasar pengetahuan dimana
harapan yang akan datang klien dapat membuat pilihan
berdasarkan informasi.
Ajarkan pada klien tentang faktor- Informasi yang diberikan akan
faktor yang mempengaruhi terjadinya membuat klien lebih memahami
osteoporosis tentang penyakitnya.
Berikan pendidikan kepada klien Suplemen kalsium ssering
mengenai efek samping penggunaan mengakibatkan nyeri lambung dan

38
obat distensi abdomen maka klien sebaiknya
mengkonsumsi kalsium bersama
makanan untuk mengurangi terjadinya
efek samping tersebut dan
memperhatikan asupan cairan yang
memadai untuk menurunkan resiko
pembentukan batu ginjal.

D. Implementasi dan Evaluasi Keperawatan

Diagnosa Implementasi Evaluasi


1. Nyeri berhubungan 2. Memantau tingkat nyeri S : Klien mengatakan
dengan dampak pada punggung, nyeri nyeri berkurang
sekunder dari fraktur terlokalisasi atau O : Dapat melakukan
vertebra, spasme menyebar pada abdomen perawatan secara
otot, deformitas atau pinggang. Skala mandiri dan
tulang. nyeri 7-9 yaitu nyeri penanganannya secara
berat. sederhana, skala nyeri
3. Mengajarkan pada klien erkurang
tentang alternative lain A : Masalah teratasi
untuk mengatasi dan sebagian
mengurangi rasa P : Intervensi
nyerinya. selanjutnya
4. Mengkaji obat-obatan dilanjutkan
untuk mengatasi nyeri.
2. Hambatan mobilitas 1. Mengkaji tingkat S : Klien mengatakan
fisik berhubungan kemampuan klien yang sudah bisa beraktivitas
dengan disfungsi masih ada. kembali
sekunder akibat 2. Merencanakan tentang O : Dapat beraktivitas
perubahan skeletal pemberian program secara mandiri
(kifosis), nyeri latihan: A : Masalah teratasi
sekunder atau 1) Membantu klien jika P : Intervensi

39
fraktur baru. diperlukan latihan
2) Mengajarkan klien
tentang aktivitas
hidup sehari hari yang
dapat dikerjakan.
3) Mengajarkan
pentingnya latihan.
4) Membantu kebutuhan
untuk beradaptasi dan
melakukan aktivitas
hidup sehari hari
3. Meningkatan latihan fisik
secara adekuat:
1) Mendorong
latihan dan
hindari tekanan
pada tulang
seperti berjalan
2) Menginstruksikan
klien untuk
latihan selama
kurang lebih
30menit dan
selingi dengan
istirahat dengan
berbaring selama
15 menit
3) Menghindari
latihan fleksi,
membungkuk
tiba-tiba,dan
penangkatan

40
beban berat
dihentikan
3. Risiko cedera 1. Menciptakan lingkungan S : Klien mengatakan
berhubungan dengan yang nyaman: sudah bisa beraktivitas
dampak sekunder 1) Menempatkan O : Dapat
perubahan skeletal klien pada tempat menghindari aktivitas
dan tidur rendah yang mengakibatkan
ketidakseimbangan 2) Mengamati lantai fraktur
tubuh. yang A : Masalah teratasi
membahayakan P : Intervensi
klien dihentikan
3) Memberikan
penerangan yang
cukup
4) Menempatkan
klien pada
ruangan yang
tertutup dan
mudah untuk
diobservasi
5) Mengajarkan
klien tentang
pentingnya
menggunakan
alat pengaman di
ruangan.
2. Memberikan dukungan
ambulasi sesuai dengan
kebutuhan:
1) Mengkaji
kebutuhan untuk
berjalan
2) Mengkonsultasi

41
dengan ahli
therapist
3) Mengajarkan
klien untuk
meminta bantuan
bila diperlukan
4) Mengajarkan
klien untuk
berjalan dan
keluar ruangan
5. Membantu klien untuk
melakukan aktivitas hidup
sehari-hari secara hati-hati.
6. Mengajarkan pada klien
untuk berhenti secara
perlahan, tidak naik tanggga,
dan mengangkat beban
berat.
7. Mengajarkan pentingnya
diet untuk mencegah
osteoporosis:
1) Merujuk klien
pada ahli gizi
2) Mengajarkan diet
yang
mengandung
banyak kalsium
3) Mengajarkan
klien untuk
mengurangi atau
berhenti
menggunakan

42
rokok atau kopi
8. Mengajarkan tentang efek
rokok terhadap pemulihan
tulang
9. Mengobservasi efek
samping obat-obatan yang
digunakan

4. Kurangnya 1. Mengkaji ulang proses S : Klien mengatakan


pengetahuan penyakit dan harapan yang sudah memahami
mengenai proses akan datang tentang penyakit
osteoporosis dan 2. Mengajarkan pada klien osteoporosis dan
program terapi yang tentang faktor-faktor yang O : Pengetahuan klien
berhubungan dengan mempengaruhi terjadinya tentang osteoporosis
kurang informasi, osteoporosis jadi bertambah
salah persepsi. 3. Memberikan pendidikan A : Masalah teratasi
kepada klien mengenai efek P : Intervensi
samping penggunaan obat dihentikan
program terapi

43
BAB IV
PENUTUP

Kesimpulan
Osteroporosis merupakan kondisi terjadinya penurunan matrik atau
massa tulang, peningkatan porositas tulang, dan penurunan proses
mineralisasi disertai dengan kerusakan arsitektur mikro jaringan tulang
yang mengakibatkan penurunan kekokohan tulang sehingga tulanng
menjadi mudah patah.
Penyakit osteoporosis adalah berkurangnya kepadatan tulang yang
progresif, sehingga tulang menjadi rapuh dan mudah patah, tulang terdiri
atas mineral-mineral seperti kalsium dan fosfat, sehingga tulang menjadi
keras dan padat. Jika tubuh tidak mampu mengatur kandungan mineral
dalam tulang, maka tulang menjadi kurang padat dan lebih rapuh, sehingga
terjadilah osteoporosis.
Osteoporosis sering mengakibatkan fraktur kompresi. Ffraktur
kompresi ganda vertebra mengakibatkan deformitas skelet.

44
DAFTAR PUSTAKA

Helmi, Zairin Noor. 2013. Gangguan Muskuloskeletal. Jakarta: Salemba Medika.

Huda, Amin Nurarif dan Hardhi Kusuma. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosa Medis dan Nanda Nic-Noc. Jogjakarta : Mediaction.

Lukmana dan Nurma Ningsih. 2009. Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan
Gangguan Sistem Muskuloskeletal. Jakarta: Salemba Medika.

Rosyidi Kholid. 2013. Muskuloskeletal. Jakarta: TIM.

Smeltzer, Suzanne C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medical Bedah Brunner &
Suddarth. terj. Monika Ester. Jakarta: EGC.

Sudoyo, Aru W. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam III Ed. 5; Cet 1; Jil. 3.
Jakarta: Interna Publishing.

https://www.persi.or.id/images/regulasi/kepmenkes/kmk11422009.pdf

45
http://www.pembelajaranmu.com/2017/11/jenisfungsi-dan-struktur-tulang
serta.html

https:///histam.id/2015/05/proses-pertumbuhan-dan-perkembangan-tulang-
osifikasi.html

https://www.academi.edu/19037635/ANATOMIDANFISIOLOGISISTEMMUSK
ULOSKELETAL

http://eprints.undip.ac.id/55170/2/Daniel_Yoga_Kurniawan_22010113120041_La
pKTI_BAB_1.pdf

Lampiran

Analisa Jurnal

1. Pencegahan Osteoporosis dengan Suplementasi Kalsium dan Vitamin


D pada Penggunaan Kortikosteroid Jangka Panjang. (FK Universitas
Udayana)
Osteoporosis merupakan salah satu efek samping tersering pada
penggunaan kortikosteroid jangka panjang, namun masih sedikit mendapat
perhatian. Kortikosteroid dapat menginduksi osteoporosis dalam 6-12
bulan pertama pemakaian melalui mekanisme langsung maupun tidak
langsung. Osteoporosis harus selalu difikirkan pada anak yang
menggunakan kortikosteroid jangka panjang dengan fraktur setelah trauma
minimal atau tanpa trauma, nyeri tulang kronik, dan gambaran radiografi
menunjukkan penipisan tulang. Efek samping ini dapat dihindari dengan
pembatasan dosis kortikosteroid pada dosis minimal yang masih efektif

46
dan mempertahankan nutrisi yang berperan dalam pembentukan tulang
seperti kalsium, vitmin D, protein, dan magnesium. Suplementasi kalsium
dan vitamin D memiliki efek moderat terhadap penipisan masa tulang,
perlu dipertimbangkan pada penggunaan kortikosteroid jangka panjang.

Kata kunci: glucocorticoid-induced osteoporosis, kalsium, vitamin D,


metabolisme tulang.

Kesimpulan:

a. Berkurangnya masa tulang harus selalu difikirkan pada setiap anak


yang menerima kortikosteroid jangka panjang. Tindakan
pencegahan dilakukan dengan membatasi dosis efektif dan lama
penggunaan kortikosteroid, menjaga nutrisi dan gaya hidup, dan
pemberian suplementasi kalsium dan vitamin D.

2. Manfaat Air Zamzam Terhadap Pencegahan Osteoporosis. (FK


Universitas Lampung)
Osteoporosis adalah penyakit yang ditandai dengan kekurangan
kalsium dalam tubuh. Penyakit ini menyebabkan masalah kesehatan di
Indonesia terutama pada usia dewasa dan lansia. Faktor risiko terjadinya
osteoporosis salah satunya adalah kekurangan kalsium dalam tubuh.
Penanganan osteoporosis salah satunya adalah dengan pemberian kalsium.
Air zamzam memiliki kandungan mineral kalsium yang tinggi, sehingga
dapat dijadikan alternatif untuk pencegahan penyakit osteoporosis.
Kandungan kalsium pada air zamzam adalah 300 mg/L sampai 340 mg/L,
sedangkan air mineral biasa hanya 28 mg/L sampai 32 mg/L. Hal ini dapat
membuat seseorang yang meminumnya menjadi bugar dan juga karena
mengandung kalsium yang tinggi maka air zamzam dapat membuat tulang
menjadi kuat. Pada umumnya kalsium yang dibutuhkan setiap hari
berkisar antara 800 mg/L sampai 1200 mg/L. Sedangkan kalsium yang
dibutuhkan pada lansia dan wanita yang menopause adalah 1500 mg/L
setiap harinya. Dengan mengkonsumsi air zamzam yang memiliki

47
kandungan kalsium yang tinggi, diharapkan kebutuhan kalsium akan
terpenuhi sehingga tulang kita akan kuat dan dapat mencegah terjadinya
osteoporosis, terutama pada usia tua.

Kata kunci: Kalsium, osteoporosis, zamzam.

Kesimpulan: Air zamzam merupakan air yang berbeda dengan air mineral
biasa yang sekarang telah banyak beredar. Air zamzam merupakan air
yang muncul pada negeri yang jarang hujan yaitu pada kota mekkah dan
selalu mengeluarkan air tanpa habis dan tanpa henti sejak ribuan tahun
yang lalu. Hasil penelitian telah membuktikan bahwa air zamzam memiliki
kadar kalsium yang lebih tinggi dari air sumur di sekitarnya. Salah satu
faktor risiko dari penyakit osteoporosis ialah kurang kalsium. Jika kalsium
tubuh kurang maka tubuh akan mengeluarkan hormon yang akan
mengambil kalsium dari bagian tubuh lain, termasuk yang ada di tulang.
Dengan mengkonsumsi air zamzam yang memiliki kandungan mineral
kalsium yang tinggi sebanyak 300 mg/L sampai 340mg/L maka nantinya
tulang menjadi lebih kuat.

Kesimpulan Kelompok:

Dari penelitian tersebut, kita sebagai tenaga kesehatan dapat


memberikan Health Education kepada pasien dengan Osteoporosis
ataupun pencegahan terjadinya kejadian Osteoporosis berupa:
1. Membatasi dosis efektif dan lama penggunaan obat-obatan seperti
kortikosteroid.
2. Mengkonsumsi nutrisi tinggi kalsium, fosfor, zat besi, protein dan
vitamin D.
3. Menjaga gaya hidup dengan beraktivitas, tidak mengonsumsi kafein,
alkohol, dan tidak merokok.

48

Anda mungkin juga menyukai