Bencana Geologi
Bencana Geologi
Oleh
Silvi Lorenza
071001900091
Gelombang Sekunder
Gelombang sekunder (gelombang transversal) adalah gelombang atau getaran yang merambat,
seperti gelombang primer dengan kecepatan yang sudah berkurang,yakni 4–7 km/detik.
Gelombang sekunder tidak dapat merambat melalui lapisan cair.
Aliran lava
Aliran lumpur
Awan panas
Abu
Kebakaran hutan
Gas beracun
Tsunami
Gempa bumi
Ilmu yang mempelajari gunung berapi dinamakan Vulkanologi, dimana ilmu ini mempelajari
letusan gunung berapi untuk tujuan memperkirakan kemungkinan letusan yang bisa terjadi
dari suatu gunung berapi, sehingga dampak negatif letusan gunung berapi dapat ditekan.
Wilayah pembentukan
Gunung berapi di Bumi terbentuk dari aktivitas lempeng tektonik di kerak yang saling
bergesekan dan menekan satu sama lain. Oleh karenanya gunung berapi banyak ditemukan
dekat dengan perbatasan lempeng tektonik. Secara geologis, Wilayah dimana gunung berapi
terbentuk dibagi tiga, yaitu:
Batas divergen antar lempeng
Apabila kedua lempeng tektonik bergerak saling menjauhi satu sama lain, maka kerak
samudra yang baru akan terbentuk dari keluarnya magma ke permukaan dasar laut. Wilayah
antara kedua lempeng yang saling menjauh ini dinamakan dengan batas divergen. Aktivitas
ini lalu akan memunculkan Punggung tengah samudra yang terbentuk dari pendinginan
magma yang muncul ke permukaan. Gunung berapi yang terbentuk dari aktivitas ini berada
di bawah laut, yang ditandai dengan fenomena Ventilasi hidrotermal. Apabila punggung
tengah samudra ini mencuat sampai ke permukaan laut, maka kepulauan vulkanik akan
terbentuk, contohnya adalah Islandia.
Batas konvergen antar lempeng
Berbeda dengan batas divergen yang tercipta dari pergerakan kedua lempeng tektonik yang
saling menjauh, Batas konvergen antar lempeng merupakan wilayah dimana dua lempeng
atau lebih bertemu lalu saling menekan dan mengalami subduksi sehingga tepian di satu
lempeng menindih tepian yang lain. Penindihan lempeng ini ditandai dengan
terbentuknya bentang alam berupa palung di dasar laut. Fenomena ini menimbulkan
melelehnya material yang terdapat di mantel bumi, sehingga material tersebut menjadi
magma dan naik ke permukaan kerak yang tipis. Gunung berapi di wilayah ini terbentuk dari
pertemuan antara kedua lempeng kerak samudra atau antara lempeng kerak samudra dan
benua. Pertemuan antara kedua lempeng kerak benua biasanya tidak memicu pembentukan
gunung berapi dikarenakan kerak benua memiliki ketebalan yang tidak dapat ditembus oleh
magma di bawah permukaan. Contoh dari gunung berapi ini adalah jajaran gunung berapi di
Cincin Api Pasifik, atau Gunung Etna di Italia.
Titik panas
Titik panas merupakan suatu wilayah vulkanik dimana magma naik ke permukaan
dikarenakan adanya celah di kerak bumi yang memungkinkan pergerakan tersebut. Titik
panas dapat ditemukan jauh dari batas antar kedua lempeng tektonik. Pergerakan ini
memunculkan gunung berapi yang memiliki ciri letusan efusif yang lemah dimana lava
muncul ke permukaan secara halus. Dikarenakan lempeng tektonik terus bergerak secara
perlahan, wilayah titik panas dapat membentuk gunung berapi yang berbeda-beda sesuai
dengan jalur pergerakan suatu lempeng. Kepulauan Hawaii merupakan kepulauan yang
terbentuk dari aktivitas vulkanik di titik panas di Samudra Pasifik.
Gunung api Tipe A: tercatat pernah mengalami erupsi magmatik sekurang-kurangnya satu kali
sesudah tahun 1600.
Gunung api Tipe B: sesudah tahun 1600 belum tercatat lagi mengadakan erupsi magmatik
namun masih memperlihatkan gejala kegiatan vulkanik seperti kegiatan solfatara.
Gunung api Tipe C: sejarah erupsinya tidak diketahui dalam catatan manusia, tetapi masih
terdapat tanda-tanda kegiatan masa lampau berupa lapangan solfatara/fumarola pada tingkah
lemah.
Skema peringatan gunung berapi di Indonesia
Tingkatan status gunung berapi di Indonesia menurut Badan
Geologi Kementerian ESDM
Status Makna Tindakan
Menandakan gunung Wilayah yang terancam
berapi yang segera atau bahaya direkomendasikan
sedang meletus atau ada untuk dikosongkan
keadaan kritis yang Koordinasi dilakukan
menimbulkan bencana secara harian
AWAS Letusan pembukaan Piket penuh
dimulai dengan abu dan
asap
Letusan berpeluang
terjadi dalam waktu 24
jam
Menandakan gunung Sosialisasi di wilayah
berapi yang sedang terancam
bergerak ke arah letusan Penyiapan sarana
atau menimbulkan darurat
bencana Koordinasi harian
Peningkatan intensif Piket penuh
kegiatan seismik
Semua data
menunjukkan bahwa
SIAGA
aktivitas dapat segera
berlanjut ke letusan atau
menuju pada keadaan
yang dapat menimbulkan
bencana
Jika tren peningkatan
berlanjut, letusan dapat
terjadi dalam waktu 2
minggu
Ada aktivitas apa pun Penyuluhan/sosialisasi
bentuknya Penilaian bahaya
Terdapat kenaikan Pengecekan sarana
aktivitas di atas level Pelaksanaan piket
normal terbatas
Peningkatan aktivitas
WASPADA
seismik dan kejadian
vulkanis lainnya
Sedikit perubahan
aktivitas yang diakibatkan
oleh aktivitas magma,
tektonik dan hidrotermal
Gunung berapi yang akan meletus dapat diketahui melalui beberapa tanda, antara lain
D. Banjir
Definisi Banjir
Banjir adalah peristiwa yang terjadi ketika aliran air yang berlebihan merendam daratan.
[1]
Pengarahan banjir Uni Eropa mengartikan banjir sebagai perendaman sementara oleh air pada
daratan yang biasanya tidak terendam air.[2] Dalam arti "air mengalir", kata ini juga dapat berarti
masuknya pasang laut. Banjir diakibatkan oleh volume air di suatu badan air
seperti sungai atau danau yang meluap atau melimpah dari bendungan sehingga air keluar dari
sungai itu..[3]
Ukuran danau atau badan air terus berubah-ubah sesuai perubahan curah hujan dan pencairan
salju musiman, namun banjir yang terjadi tidak besar kecuali jika air mencapai daerah yang
dimanfaatkan manusia seperti desa, kota, dan permukiman lain.
Banjir juga dapat terjadi di sungai, ketika alirannya melebihi kapasitas saluran air, terutama di
kelokan sungai. Banjir sering mengakibatkan kerusakan rumah dan pertokoan yang dibangun di
dataran banjir sungai alami. Meski kerusakan akibat banjir dapat dihindari dengan pindah
menjauh dari sungai dan badan air yang lain, orang-orang menetap dan bekerja dekat air untuk
mencari nafkah dan memanfaatkan biaya murah serta perjalanan dan perdagangan yang lancar
dekat perairan. Manusia terus menetap di wilayah rawan banjir adalah bukti bahwa nilai menetap
dekat air lebih besar daripada biaya kerusakan akibat banjir periodik.
Mitos banjir besar adalah kisah mitologi banjir besar yang dikirimkan oleh Tuhan untuk
menghancurkan suatu peradaban sebagai pembalasan agung dan sering muncul dalam mitologi
berbagai kebudayaan di dunia.
Sungai
Lama: Endapan dari hujan atau pencairan salju cepat melebihi kapasitas saluran
sungai. Diakibatkan hujan deras monsun, hurikan dan depresi tropis, angin luar dan hujan
panas yang mempengaruhi salju. Rintangan drainase tidak terduga seperti tanah
longsor, es, atau puing-puing dapat mengakibatkan banjir perlahan di sebelah hulu
rintangan.
Cepat: Termasuk banjir bandang akibat curah hujan konvektif (badai petir besar) atau
pelepasan mendadak endapan hulu yang terbentuk di belakang bendungan, tanah longsor,
atau gletser.
Muara
Banjir dapat terjadi ketika air meluap di permukaan kedap air (misalnya akibat hujan)
dan tidak dapat terserap dengan cepat (orientasi lemah atau penguapan rendah).
Rangkaian badai yang bergerak ke daerah yang sama.
Berang-berang pembangun bendungan dapat membanjiri wilayah perkotaan dan
pedesaan rendah, umumnya mengakibatkan kerusakan besar.
Dampak
Banjir Mediterania di Alicante (Spanyol), 1997.
Dampak primer
Kerusakan fisik - Mampu merusak berbagai jenis struktur, termasuk jembatan, mobil,
bangunan, sistem selokan bawah tanah, jalan raya, dan kanal.
Dampak sekunder
E. Tsunami
Definissi Tsunami
Tsunami (津波, "ombak besar di pelabuhan") adalah gelombang air besar yang diakibatkan oleh
gangguan di dasar laut, seperti gempa bumi. Gangguan ini membentuk gelombang yang
menyebar ke segala arah dengan kecepatan gelombang mencapai 600–900 km/jam. Awalnya
gelombang tersebut memiliki amplitudo kecil (umumnya 30–60 cm) sehingga tidak terasa di laut
lepas, tetapi amplitudonya membesar saat mendekati pantai. Saat mencapai pantai, tsunami
kadang menghantam daratan berupa dinding air raksasa (terutama pada tsunami-tsunami
besar), tetapi bentuk yang lebih umum adalah naiknya permukaan air secara tiba-tiba. Kenaikan
permukaan air dapat mencapai 15–30 meter, menyebabkan banjir dengan kecepatan arus
hingga 90 km/jam, menjangkau beberapa kilometer dari pantai, dan menyebabkan kerusakan
dan korban jiwa yang besar.
Sebab tsunami yang paling umum adalah gempa bumi bawah laut, terutama yang terjadi di zona
penunjaman dengan kekuatan 7,0 skala magnitudo momen atau lebih. Penyebab lainnya
adalah longsor, letusan gunung, dan jatuhnya benda besar seperti meteor ke dalam air. Secara
geografis, hampir seluruh tsunami terjadi di kawasan Lingkaran Api Pasifik dan kawasan Palung
Sumatra di Samudra Hindia. Risiko tsunami dapat dideteksi dengan sistem peringatan dini
tsunami yang mengamati gempa-gempa berkekuatan besar dan melakukan analisis data
perubahan air laut yang terjadi setelahnya. Jika dianggap ada risiko tsunami, pihak berwenang
dapat memberi peringatan atau mengambil tindakan seperti evakuasi. Risiko kerusakan juga
dapat dikurangi dengan rancangan tahan tsunami, seperti membuat bangunan dengan ruang
luas, serta penggunaan bahan beton bertulang, maupun dengan penyuluhan kepada
masyarakat tentang cara menyelamatkan diri dari tsunami, seperti pentingnya mengungsi dan
menyiapkan rencana darurat dari jauh-jauh hari.
Penyebab Tsunami
Tsunami dapat dipicu oleh gangguan pada dasar laut yang menyebabkan perpindahan
sejumlah besar air.[4] Dalam proses kembalinya air yang terganggu ini menuju ekuilibrium
atau keadaan tenang, suatu gelombang dapat terbentuk dan menyebar meninggalkan pusat
gangguan, sehingga menyebabkan tsunami.[5] Peristiwa-peristiwa yang dapat menyebabkan
perpindahan air seperti ini meliputi gempa bumi bawah laut, longsor yang terjadi di dasar
laut, jatuhnya benda ke dalam air seperti letusan gunung, meteor, atau ledakan senjata.[6][7]
Pemicu paling umum adalah gempa bumi yang mengakibatkan sekitar 80%–90% dari seluruh
tsunami.[8] Gempa yang paling berpotensi menimbulkan tsunami adalah gempa yang terjadi
pada zona penunjaman (daerah pertemuan dua lempeng yang membenamkan salah satu
lempeng tersebut) yang dangkal. Namun, tidak semua gempa seperti ini menyebabkan
tsunami. Biasanya, hanya gempa berkekuatan di atas 7,0 skala magnitudo momen yang
memiliki potensi ini. Semakin kuat suatu gempa, semakin besar pula peluang tsunami yang
disebabkan oleh gempa tersebut.[9] Selain paling umum, tsunami seperti ini adalah satu-
satunya yang dapat bertahan jauh (termasuk menyeberangi samudra) sehingga
membahayakan daerah yang lebih luas.[10] Tsunami Samudra Hindia 2004 merupakan contoh
tsunami seperti ini, dipicu oleh gempa bermagnitudo 9,1 dan merupakan tsunami paling
mematikan dalam sejarah.[9]
Longsor, baik yang terjadi di daratan (gambar) maupun di dasar laut, dapat memicu tsunami
dengan "melemparkan" material seperti bebatuan ke lautan.
Penyebab umum lainnya adalah tanah longsor, baik yang terjadi di bawah laut maupun yang
terjadi di daratan tetapi memindahkan material seperti bebatuan ke laut. Karena longsor
bawah laut sering terjadi akibat gempa, longsor dapat memperparah gangguan pada air
setelah gempa. Fenomena ini dapat menyebabkan tsunami bahkan pada gempa dengan
kekuatan yang biasanya tidak menyebabkan tsunami (seperti gempa yang bermagnitudo
sedikit di bawah 7,0), atau menyebabkan tsunami yang lebih besar dari perkiraan berdasarkan
kekuatan gempa. Contohnya, gempa bumi Papua Nugini 1998 hanya bermagnitudo sedikit di
atas 7,0, tetapi menghasilkan tsunami besar dengan tinggi maksimum 15 meter. Contoh
longsor daratan yang menyebabkan tsunami adalah tsunami Alaska 1958.[11]
Penyebab tsunami lainnya adalah aktivitas vulkanik, terutama dari gunung berapi yang
berada di dekat atau di bawah laut. Umumnya, aktivitas vulkanik menyebabkan naik atau
turunnya bibir gunung berapi, memicu tsunami yang mirip dengan tsunami gempa bumi
bawah laut.[12] Namun, dapat juga terjadi letusan besar yang menghancurkan pulau gunung
berapi di tengah laut, menyebabkan air bergerak mengisi wilayah pulau tersebut dan memulai
gelombang besar. Contoh tsunami akibat letusan besar seperti ini adalah tsunami letusan
Krakatau 1883, yang mengakibatkan tsunami setinggi lebih dari 40 m.[13][12]
Selain penyebab-penyebab di atas, ada penyebab tsunami yang lebih langka, di antaranya
benturan benda besar ke dalam air akibat ledakan senjata atau kejatuhan meteor.[7] Benturan
ini memicu gelombang air, dan tsunami yang dihasilkannya memiliki karakteristik fisika
yang mirip dengan tsunami letusan gunung berapi.
Daerah Rawan Tsunami